ketoasidosis anak 7 tahun

30
Ketoasidosis Diabetik Pada Pasien Anak Gideon Tomasoa 102011084 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat Telp: (021) 569 42061 Email: [email protected] Kasus Seorang perempuan berusia 7 tahun dibawah ibunya ke UGD RS dengan keluhan lemas sejak beberapa jam yang lalu. Keluhan disertai nyeri perut dan kadang-kadang muntah. Menurut ibunya, pasien BAK sedikit sekali. Kesadaran: Somnolen. TTV: TD 80/50mmHg, RR 40x/menit napas cepat dan dalam, suhu 37°C, nadi 120x/menit. Capillary refill 3 detik Mudah haus, sering kencing/ngompol, lapar, cepat lelah. BB pasien turun 3kg sejak 2 minggu yang lalu. Turgor kulit menurun, bau napas keton, gula darah sewaktu 400, urinalisis: benda keton. I. PENDAHULUAN Kebanyakan orang tua sangat khawatir bila anaknya mengeluh sakit. Tidak hanya pada saat anak mengeluh sakit, saat anak cenderung diam daripada biasanya orang tua bisa sangat khawatir. Banyak hal yang dapat menyebabkan si anak cenderung diam, salah satunya adalah penurunan kesadaran yang dialami. Ada beberapa sebab terjadinya penurunan kesadaran, 1

Upload: ryan-calvin

Post on 10-Dec-2015

49 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Ketoasidosis Diabetik Pada Pasien Anak

Gideon Tomasoa102011084

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat

Telp: (021) 569 42061

Email: [email protected]

Kasus

Seorang perempuan berusia 7 tahun dibawah ibunya ke UGD RS dengan keluhan

lemas sejak beberapa jam yang lalu. Keluhan disertai nyeri perut dan kadang-kadang muntah.

Menurut ibunya, pasien BAK sedikit sekali. Kesadaran: Somnolen. TTV: TD 80/50mmHg,

RR 40x/menit napas cepat dan dalam, suhu 37°C, nadi 120x/menit. Capillary refill 3 detik

Mudah haus, sering kencing/ngompol, lapar, cepat lelah. BB pasien turun 3kg sejak 2 minggu

yang lalu. Turgor kulit menurun, bau napas keton, gula darah sewaktu 400, urinalisis: benda

keton.

I. PENDAHULUAN

Kebanyakan orang tua sangat khawatir bila anaknya mengeluh sakit. Tidak hanya

pada saat anak mengeluh sakit, saat anak cenderung diam daripada biasanya orang tua bisa

sangat khawatir. Banyak hal yang dapat menyebabkan si anak cenderung diam, salah satunya

adalah penurunan kesadaran yang dialami. Ada beberapa sebab terjadinya penurunan

kesadaran, seperti pada kasus yang dialami anak perempuan 7 tahun pada skenario ini.

Ketoasidosis diabetik adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam jiwa bila

tidak ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin

efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon,

katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan

penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1

(IDDM). Mortalitas terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% -

87% dari seluruh kematian akibat KAD1

1

II. PEMBAHASAN

Anamnesis

Anamnesis merupakan suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu

percakapan atau komunikasi dua arah antara dokter dan pasien. Anamnesis yang baik disertai

dengan empati dari dokter terhadap pasien. Perpaduan keahlian mewawancarai dan

pengetahuan yang mendalam tentang gejala (simtom) dan tanda (sign) dari suatu penyakit

akan memberikan hasil yang memuaskan dalam menentukan diagnosis kemungkinan

sehingga dapat membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan dengan dua cara

yaitu, autoanamnesis dan aloanamnesis. Autoanamnesis dilakukan langsung pada pasien,

sedangkan aloanamnesis dilakukan dengan keluarga atau wali dari pasien tersebut.

Aloanamnesis dilakukan jika pasien tidak dapat memberikan informasi kepada kita (koma,

cacat, dan bayi atau anak-anak).2

a. Identitas

Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur dan tanggal lahir, jenis kelamin, nama

orang tua atau suami atau isteri atau yang bertanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan,

suku bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang

dihadapi adalah memang pasien yang dimaksud. Selain itu, identitas ini juga perlu untuk data

penelitian, asuransi dan lain sebagainya.

KASUS: Seorang perempuan berusia 7 tahun

b. Keluhan Utama (Chief Complaint)

Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi

ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama, harus disertai

dengan indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut.

KASUS: Keluhan lemas sejak beberapa jam yang lalu.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas

mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pada pasien

datang berobat.

KASUS: Keluhan disertai nyeri perut dan kadang-kadang muntah. BAK

sedikit sekali, Mudah haus, sering kencing/ngompol, lapar, cepat lelah. BB

pasien turun 3kg sejak 2 minggu yang lalu

2

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara

penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang.

apakah anak tersebut pernah mengalami gejala yang sama, jika iya apakah

sudah pernah berobat ke dokter, tanyakan penyakit yang sebelumnya diderita

oleh anaknya, terutama tanyakan apakah anak tersebut menderita diabetes.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Penting untuk mengetahui kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit

infeksi. Pada penyakit yang bersifat kongenital, perlu juga ditanyakan riwayat

kehamilan dan kelahiran.

Tanyakan riwayat penyakit keluarga, apakah ada diantara keluarga pasien ada

yang menderita diabetes. Pada pasien anak penting ditanyakan riwayat

kehamilan, kelahiran dan imunisasi anak tersebut.

f. Riwayat Pribadi

Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan.

Perlu ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-

hari seperti masalah keuangan, pekerjaan dan sebagainya.

Pada inti anamnesis terutama pada pasien KAD adalah tanyakan adakah riwayat

diabetes, riwayat konsumsi obat, terutama obat diabetes oral (ADO), mual muntah, pusing-

pusing, mulut kering, nyeri perut, merasa lemah dan perasaan mengantuk. Pada diabetes tipe

1 sangat penting untuk menanyakan trias diabetes, penurunan berat badan walaupun sering

makan, sering gatal dan sering ngompol.

Pemeriksaan fisik

1. Tingkat kesadaran

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap

rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :

Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat

menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.2

Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,

sikapnya acuh tak acuh.2

Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-

teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.2

3

Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang

lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah

dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. 2

Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap

nyeri.2

Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap

rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga

tidak ada respon pupil terhadap cahaya). 2

KASUS: Pasien ini tingkat kesadaran Somnolen

2. Melakukan penilaian gizi melalui berat dan tinggi badan pasienPada pengukuran BMI ( Body Mass Indeks) didapatkan pasien tersebut dalam kisaran

normal (gizi baik). Perhitungan yang dilakukan menggunakan rumus BMI yaitu 3 : BMI =

(BB) / (TB) * (TB)

Arti BMI bagi orang dewasa :

Kurang dari 18.5 dibawah normal 3

18.5 - 24.9 berat badan normal 3

25 to 29.9 kelebihan berat badan 3

30 to 34.9 Obesitas 1 3

35 to 39.9 Obesitas 2 3

lebih dari 40 Obesitas 3 3

KASUS: BB pasien turun 3kg sejak 2 minggu yang lalu

3. Pemeriksaan tanda-tanda vital

o Tekanan darah4

KriteriaTekanan Darah

Sistolik DiastolikHipotensi < 90 < 60Normal 100-120 70-80Perbatasan (high normal) 130 - 139 85 - 89Hipertensi :Derajat 1 : ringan (mild) 140 - 159 90 - 99Derajat 2 : sedang (moderate) 160 - 179 100 - 109Derajat 3 : berat (severe) 180 - 209 110- 119Derajat 4 : sangat berat (very severe) > 210 > 120

4

KASUS: tekanan darah pasien adalah 80/50 mmHg. (Pasien termasuk dalam

kategori tekanan darah hypotension).

o Suhu4

Oral Aksila Rektal

Suhu rata-rata 37oC 36,4oC 37,6oC

Rentang suhu 36,5oC - 37,5oC 36oC - 37oC 37oC - 38,1oC KASUS: suhu tubuh pasien adalah 37oC. (Pasien termasuk dalam kategori

suhu tubuh normal.)

o Denyut nadi4

Usia Nadi (denyut/menit)Normal 60 - 100Brakikardi < 60Takikardi > 100

KASUS: denyut nadi pasien adalah 120x/menit. (Pasien termasuk dalam

kategori takikardi)

o Frekuensi nafas

Usia Pernapasan (kali/menit)Normal 16-20Bradipneu < 10Takipneu > 24

KASUS: frekuensi nafas pasien adalah 40x/menit. (Pasien termasuk dalam

kategori takipneu).

4. Capillary refill test

Capillary refill test adalah tes cepat yang dilakukan untuk menilai kecukupan sirkulasi

seseorang individu dengan curah jantung yang buruk. Kulit ditekan dengan kuat oleh ujung

jari sampai menjadi pucat, waktu yang dibutuhkan hingga kulit tersebut kembali normal

warna menunjukkan waktu pengisian kapiler. Pengisian kapiler normal memakan waktu

sekitar 2 detik.

Capillary refill adalah pengukuran pengisian darah pada kapiler yang kosong. Hal ini

dapat diukur dengan memegang tangan lebih tinggi dari jantung (mencegah refluks dari

vena), menekan lembut jari atau jari kaki sampai ternyata warna putih dan mencatat waktu

yang dibutuhkan hingga warna kulit kembali setelah tekanan dilepaskan.waktu isi ulang yang

normal adalah kurang dari dua detik. Pada bayi baru lahir, pengisian kapiler dapat diukur

dengan menekan sternum lima detik dengan jari atau inu jari, dan mencatat waktu yang

dibutuhkan hingga warna kulit kembali sekali tekanan dilepaskan. Batas normal atas untuk

5

pengisian kapiler bayi baru lahir adalah tiga detik. Capillary refill time adalah indikasi umum

dari dehidrasi dan penurunan perfusi perifer. Pada umumnya tes ini dapat sangat bervariasi

antara pasien beberapa pasien. Oleh karena itu tidak boleh diandalkan sebagai ukuran

diagnosis universal. Meskipun demikian pemeriksaan sangat berguna sebagai bukti

pendukung untuk tanda positif penurunan perfusi ke ekstermitas.1,2

KASUS: Capillary refill 3 detik

Pemeriksaan penunjang

a. Glukosa darah

Pemeriksaan glukosa darah yang tinggi mendasari diagnosis seseorang menderita

diabetes mellitus. Pada pasien ini diduga menderita ketoasidosis diabetik lakukan

pemeriksaan glukosa darah untuk meyakinkan benar atau tidaknya pasien tersebut menderita

diabetes mellitus.

Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan

cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. PERKENI membagi alur diagnosis DM.

gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsi, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab

yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM adalah lemas, kesemutan, luka yang sulit

sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila

ditemukan gejala khas DM, periksa glukosa darah, abnormal satu kali saja sudah cukup untuk

menegakan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua

kali pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis DM juga data ditegakkan melalui cara

pada Tabel 1.5

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus2

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa

puasa atau konsumsi makanan tertentu

2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara

dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

6

TTGO atau tes toleransi glukosa dilakukan dengan tatalaksana sebagai berikut:5

Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti biasa dan tetap melakukan

kegiatan jasmani seperti biasa

Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air

putih tanpa gula boleh dilakukan

Diperiksa konsentrasi gula darah puasa

Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),

dilarutkan dalam air 250 mL diminum dalam waktu 5 menit

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai

Diperiksa glukosa darah dua jam sesudah beban glukosa

Selama proses pemeriksaan pasien yang diperiksa tetap beristirahat dan tidak

merokok

Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3, yaitu:

< 140 mg/dL menandakan glukosa darah normal, 140 - < 200 mg/dL menandakan toleransi

glukosa terganggu, ≥ 200 mg/dL menandakan pasien menderita diabetes.5

Jika glukosa darah pasien termasuk dalam interpretasi toleransi glukosa terganggu,

lakukan pemeriksaan penyaring lainnya. Tetapi pemeriksaan penyaring yang khusus

ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya tidak dianjurkan karena di samping biaya

yang mahal, rencana tindak lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Pemeriksaan

penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, toleransi glukosa terganggu (TGT) dan

glukosa darah puasa terganggu (GDPT), sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk

mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah

lima sampai sepuluh tahun kemudian sepertiga kelompok TGT akan berkembang sebagi DM,

sepertiga tetap TGT dan sepertiga lainnya kembali normal.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan konsentrasi glukosa

darah sewaktu atau konsentrasi glukosa darah puasa.

Tabel 2. Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring

dan Diagnosis DM (mg/dL)2

7

Bukan

DM

Belum

pasti DM

DM

Konsentrasi

glukosa darah

sewaktu

(mg/dL)

Plasma

vena

< 100 100 –

199

≥ 200

Darah

kapiler

< 9 90 – 199 ≥ 200

Konsentrasi

glukosa darah

puasa (mg/dL)

Plasma

vena

< 100 100 –

125

≥ 126

Darah

kapiler

< 90 90 – 99 ≥ 100

b. Pemeriksaan pH

Analisis gas darah dilakukan untuk melihat pH darah pasien. Interpretasi dari

pemeriksaan analisis gas darah ini mengarah pada derajat asidosis ringan ( pH 7,2 – 7,3),

sedang (pH 7,1 – 7,2) atau berat (pH < 7,1). Pada pasien diabetes mellitus tipe 1 dengan

komplikasi ketoasidosis diabetic didapatkan pH vena < 7,3. Bikarbonat sendiri digunakan

untuk mengukur anion gap. Sehingga dapat menentukan derajat asidosis. Pada pasien

ketoasidosis bicarbonat < 15 meq/L.

c. Urinalisis

Pada pemeriksaan urin dilakukan pemeriksaan makroskopis urin dan yang penting

adalah benda keton urin. Pemeriksaan makroskopis yang sangat diperlukan adalah

pemeriksaan pH urin. Salah satu fungsi ginjal adalah mengatur keseimbangan asam basa

tubuh melalui ekskresi ino H+ dan reabsorpsi bikarbonat sehingga pemeriksaan pH urin dapat

menggambarkan gambaran keadaan pH tubuh. Urin normal mempunyai pH 4,5 – 8,0.6

pH urin asam dapat dijumpai pada diet tinggi protein, beberapa jenis obat (misalnya

NH4Cl, mandelic acid) serta penyakit tertentu salah satunya adalah diabetes mellitus dengan

ketoasidosis.6

Selain untuk memeriksa pH, urin juga digunakan untuk pemeriksaan benda keton

urin. Pemeriksaan terhadap benda keton urin dapat dilakukan dengan reagen Rothera dan

reagen Gerhardt. Di antara kedua test tersebut, tes Rothera lebih peka daripada tes Gerhardt.

Tes Gerhardt positif akan disertai tes Rothera positif pula. Bila tes Gerhardt positif tetapi tes

Rothera negatif, artinya adalah tes Gerhardt menunjukan hasil positif palsu.6

8

Pada pasien ketoasidosis akan menunjukan hasil positif pada pemeriksaan benda

keton urin.

Working Diagnosis (WD)

Ketoasidosis diabetik adalah kondisi medis darurat yang dapat mengangancam jiwa bila tidak ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak dengan DM tipe 1 (IDDM). Mortalitas terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD.7

Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (β-hidroksibutirat dan asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Secara klinis, ketoasidosis terbagi dalam 3 kriteria yaitu ringan, sedang dan berat yang dibedakan menurut Ph serum7

Risiko KAD pada IDDM adalah 1 – 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri (termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu terjadinya KAD.7

Anak dengan tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama, gangguan sirkulasi, atau penurunan derajat kesadaran) atau adanya peningkatan risiko edema serebri (termasuk usia < 5 tahun dan onset baru) harus dipertimbangkan dirawat di unit perawatan intensif anak. Terdapat lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu: penyediaan oksigen dan pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan isotonik intravena dan balance elektrolit, tes glukosa, dan pemeriksaan status mental (termasuk derajat kesadaran).7

Mengingat masih sedikitnya pemahaman mengenai ketoasidosis diabetik dan prosedur atau konsensus yang terus berkembang dalam penatalaksanaan ketoasidosis diabetik. Maka, perlu adanya pembahasan mengenai bagaimana metode tatalaksana terkini dalam menanganai ketoasidosis diabetik pada anak7

Diagnosis banding (DD)

9

Diagnosis banding yang saya ambil adalah komplikasi metabolik lain yang

disebabkan oleh diabetes, yaitu Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK) dan

hipoglikemia.

HHNK adalah komplikasi metabolic akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada

penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolute, namun

relative, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa

serum lebih besar dari 600 mg/dL. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas, diuresis

osmotic dan dehidrasi berat. Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini

tidak segera ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Pengobatan HHNK adalah

rehidrasi, penggantian elektrolit dan insulin regular. Perbedaan utama antara HHNK dan

KAD adalah pada HHNK tidak terdpat ketosis.1,3

Komplikasi metabolic lain yang sering dari diabetes adalah hipoglikemia (reaksi

insulin, syok insulin), terutama komplikasi terapi insulin. Pasien diabetes insulin mungkin

suatu saat menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak daripada jumlah yang

dibutuhkannya untuk mempertahankan kadar glukosa normal yang mengakibatkan terjadi

hipoglikemia. Gejala-gejala hipoglikemia disebabkan oleh pelepasan epinefrin (berkeringat,

gemetar, sakit kepala dan palpitasi), juga akibat kekurangan glukosa dalam otak (tingkah

laku yang aneh, sensorium yang tumpul dan koma).1,3

Harus ditekankan bahwa serangan hipoglikemia adalah berbahaya, bila sering terjadi

atau terjadi dalam waktu yang lama, dapat mengakibatkan kerusakan otak yang permanen

atau bahkan kematian. Penatalaksanaan hipoglikemia adalah perlu segera diberikan

karbohidrat, baik oral maupun intravena. Kadang-kadang diberikan glucagon. Hipoglikemia

akibat pemberian insulin pada pasien diabetes dapat memicu pelepasan hormone perlawanan

regulator (glucagon, epinefrin, kortisol, hormone pertumbuhan) yang seringkali

meningkatkan kadar glukosa dalam kisaran hiperglikemia (efek Somogyi). Kadar glukosa

yang naik turun menyababkan pengontrolan diabetic yang buruk. Mencegah hipoglikemia

adalah dengan menurunkan dosis insulin dan dengan emikian menurunkan hiperglikemia.1,3

Beberapa faktor pencetus terjadinya hipoglikemia pada pasien DM adalah, intake

makanan yang berkurang tetapi terapi untuk penurunan glukosa darah dilakukan secara rutin,

dosis obat yang dipakai terapi pada pasien DM berlebihan, untuk itu pada pasien DM

pemberian dosis obat ada baiknya untuk dititrasi. Atau mungkin dosis obat tidak menjadi

masalah melainkan kelainan dari organ ginjal yang menyebabkan ekskresi dari obat

terganggu, ataupun aktivitas jasmani yang meningkat dari biasanya dan tidak disertai dengan

intake glukosa yang sepadan.

10

Epidemiologi

Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester menunjukan bahwa insidens KAD

sebesar 8 per 1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok umur, sedangkan untuk

kelompok usia dibawah 30 tahun sebesar 13,4 per 1000 pasien DM per tahun. Walaupun data

komunitas di Indonesia belum ada, agaknya insiden KAD di Indonesia tidak sebanyak di

negara barat, mengingat prevalensi DM tipe 1 yang rendah.8

Di negara maju dengan sarana yang lengkap, angka kematian KAD berkisar antara 9 -

10%, sementara di klinik dengan sarana sederhana dan pasien usia lanjut angka kematian

dapat mencapai 25 - 50%. Angka kematian KAD di RS Dr. Cipto Mangunkusumo dari tahun

ke tahun tampaknya belum ada perbaikan (tabel 3). Selama periode 5 bulan (Januari – Mei

2002) terdapat 39 episode KAD dengan angka kematian 15%.8

Angka kematian menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai KAD

seperti sepsis, syok yang berat, infark miokard akut yang luas, pasien lanjut usia, konsentrasi

glukosa darah yang awalnya tinggi, uremia dan konsentrasi keasaman darah yang rendah.

Kematian pasien KAD usia muda, umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat,

pengobatan yang tepat dan rasional, sera memadai sesuai dengan dasar patofisiologinya. Pada

kelompok usia lanjut, penyabab kematian lebih sering dipicu oleh faktor penyakit dasarnya.8

Tabel 3. Jumlah Kasus dan Angka Kematian Ketoasidosis Diabetik di RS Dr. Cipto

Mangunkusumo8

Tahun Jumlah kasus Angka kematian %

1983 – 84 (9 bulan) 14 31,4

1984 – 88 (48 bulan) 55 40

1995 (12 bulan) 17

1997 (6 bulan) 23 18,7

1998-99 (12 bulan) 37 51

Dari data yang tampak bahwa jumlah pasien KAD dari tahun ke tahun relative

tetap/tidak berkurang dan angka kematiannya belum juga menggembirakan. Mengingat 80%

pasien KAD telah diketahui menderita DM sebelumnya, upaya pencegahan sangat berperan

dalam mencegah KAD dan diagnosis dini KAD.8

Etiologi

11

Pasien yang menderita DM memungkinkan untuk terkena komplikasi. Komplikasi

DM dapat dibagi dalam dua kategori mayor, yakni komplikasi metabolic akut dan

komplikasi-komplikasi vascular jangka panjang.1,3

Komplikasi metablik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relative akut dari

konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolic yang paling serius pada DM tipe 1 adalah

ketoasidosis diabetic.1,3

Dengan kata lain ketoasidosis diabetic merupakan komplikasi dari seorang pasien

yang menderita DM tipe 1. Pada penyakit ini terjadi kekacauan metabolic dan akibat dieresis

osmotic pasien ketoasidosis diabetic akan mengalami dehidrasi.

KAD tercetus bila pasien DM tidak teratur meminum obat atau memakai insulin, atau

bahkan seorang penderita DM yang belum mengetahui bahwa dirinya menderita DM

sehingga tidak dapat mewaspadai komplikasi dari penyakitnya tersebut.

Faktor Pencetus

Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali.

Pasien KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor

pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan

ketoasidosis berulang. Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah infeksi,

infark miokard akut, pancreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, menghentikan atau

mengurangi dosis insulin. Sementara itu 20% pasien KAD tidak didapatkan faktor pencetus.8

Menghentikan atau mengurangi dosis insulin merupakan salah satu pencetus

terjadinya KAD. Adapun alasan pasien mengurangi atau menghentikan dosis insulin adalah

tidak mempunyai uang untuk membeli, nafsu makan menurun, masalah psikologis. Pada

kasus seperti ini 55% menyadari adanya gejala hiperglikemia, walaupun demikian hanya 5%

yang menghubungi klinik diabetes untuk mengatasi hal tersebut.8

Patogenesis

KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolute atau relative

dan peningkatan hormone kontraregulator (glucagon, katekolamin, kortisol, hormone

12

pertumbuhan); keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan utilisasi

glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia

sangat bervariasi dan tidak menentukan berat ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda

klinis KAD dapat dikelempokan menjadi dua bagian, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat

ketosis.8

Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan

glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam

lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat dan aseton).

Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton

meningkatkan beban ion hydrogen dan asidosis metabolic. Glukosuria dan ketonuria yang

jelas juga dapat mengakibatkan dieresis osmotic dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan

elektrolit. Pasien dapat mengalami hipotensi dan mengalami syok. Akhirnya akibat penurunan

penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan meninggal.1,3

Pada KAD terjadi defisiensi insulin absolute atau relative terhadap hormone

kontraregulasi yang berlebihan. Defisiesnsi insulin dapat disebabkan oleh resistensi insulin

atau suplai insulin endogen atau eksogen yang berkurang. Defisiensi aktivitas insulin

tersebut, menybabkan tiga proses patofisiologi yang nyata, yaitu sel-sel lemak, hati dan otot.

Perubahan yang terjadi terutama melibatkanmetabolisme lemak dan karbohidrat.8

Di antara hormone-hormon kontraregulator, glucagon yang paling berperan dalam

patogenesis KAD. Glucagon menghambat proses glikolisis dan menghambat pembentukan

malonyl CaA. Malonyl CoA adalah suatu penghambat cartine acyl transferases (CPT 1 dan 2)

yang bekerja pada transfer asam lemak bebas ke dalam mitokondria. Dengan demikian

peningkatan glucagon akan merangsang oksidasi beta asam lemak dan ketogenesis.8

Pada pasien DM tipe 1 konsentrasi glucagon darah tidak teregulasi dengan baik. Bila

konsentrasi insulin rendah maka konsentrasi glukagon darah sangat meningkat serta

mengakibatkan reaksi kebalikan respons pada sel-sel lemak dan hati.8

Konsentrasi epinefrin dan kortisol darah meningkat pada KAD. Hormone

pertumbuhan (GH) pada awal terapi KAD konsentrasinya kadang-kadang meningkat dan

lebih meningkat lagi dengan pemberian insulin. Keadaan stress sendiri meningkatkan

hormone kontraregulasi yang pada akhirnya akan menstimulasi pembentukan benda-benda

keton, glukoneogenesis serta potensial sebagai pencetus KAD. Sekali proses KAD terjadi

maka akan terjadi stress yang berkepanjangan.8

Manifestasi Klinik

13

Sekitar 80% pasien KAD adalah pasien DM yang sudah dikenal. Kenyataan ini

tentunya sangat membantu untuk mengenali KAD akan lebih ceat sebagai komplikasi akut

DM dan segera mengatasinya. Sesuai dengan patofisiologi KAD, maka pada pasien KAD

didapatkan pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit

berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai dengan hipervolemia sampai syok.

Bau aseton dari hawa napas tidak terlalu mudah tercium.8

Keluhan poliuri dan polidipsi sering kali mendahului KAD serta didapatkan riwayat

berhenti menyuntik insulin, demam atau infeksi. Muntah-muntah merupakan gejala yang

paling sering dijumpai terutama pada KAD anak. Dapat juga dijumpai nyeri perut yang

menonjol dan hal itu berhubungan dengan gastroparesis-dilatasi lambung.8

Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai kompos mentis, delirium atau depresi

sampai dengan koma. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab penurunan

kesadaran lain (misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alkohol).8

Penatalaksanaan

Begitu masalah diagnosis KAD ditegakkan, segera pengelolaan dimulai. Pengelolaan

KAD tentunya berdasarkan patofisiologi dan patogenesis penyakit, merupakan penyakit

titerasi, sehingga sebaiknya dirawat di ruang perawatan intensif. Prinsip-prinsip pengelolaan

KAD adalah penggantian cairan dan garam yang hilang, menekan lipolisis sel lemak dan

menekan glikoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin, mengatasi stress sebagai

pencetus KAD, mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya

pemantauan serta penyesuaian pengobatan.8

Yang pertama dilakukan adalah rehidrasi pada pasien KAD, dengan kata lain atasi

dehidrasi yang dialami pasien terlebih dahulu. Pengobatan KAD tidak terlalu rumit, 5 hal

penting yang harus diberikan adalah cairan, garam, insulin, kalium dan glukosa.8

Tindakan umum

Penderita dikelola dengan tirah baring. Bila kesadaran menurun penderita dipuasakan.

Untuk membantu pernapasan dipasang oksigen nasal (bila PO2 < 80 mgHg). Pemasangan

sonde hidung-lambung diperlukan untuk mengosongkan lambung, supaya aspirasi isi

lambung dapat dicegah bila pasien muntah. Kateter urin diperlukan untuk mempermudah

balans cairan, tanpa mengabaikan resiko infeksi. Untuk keperluan rehidrasi, drip insulin, dan

koreksi kalium dipasang infus 3 jalur. Pada keadaan tertentu diperlukan pemasangan CVP

yaitu bila ada kecurigaan penyakit jantung atau pada pasien usia lanjut. EKG perlu direkam

14

secepatnya, antara lain untuk pemantauan kadar K plasma.  Heparin diberikan bila ada DIC

atau bila hiperosmolar berat (>380 mOsm/L). Antibiotik diberikan sesuai hasil kultur dengan

hasil pembiakan kuman dari urin, usap tenggorok, atau dari bahan lain.9

Cairan

Untuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan garam fisiologis. Berdasarkan perkiraan

hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml per kg berat badan, maka pada jam pertama

diberikan 1 sampai 2 liter, jam kedua diberikan 1 liter dan selanjutnya sesuai protocol. Ada

dua keuntungan rehidrasi pada KAD: memperbaiki perfusi jaringan dan menurunkan

hormone kontraregulator insulin. Bila konsentrasi glukosa kurang dari 200mg% maka perlu

diberikan larutan mengandung glukosa (dekstrosa 5% atau 10%).8

Insulin

Terapi insulin harus segera dimulai sesat setelah diagnosis KAD dan rehidrasi yang

memadai. Pemberian insulin akan menurunkan konsentrasi hormon glukagon, sehingga dapat

menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak,

pelepasan asam amino dari jaringan otot dan meningkatkan utilasi glukosa oleh jaringan.8

180 mU/kgBB diberikan sebagai bolus intravena, disusul dengan drip insulin 90

mU/jam/kgBB dalam NaCl 0,9%. Bila kadar glukosa darah turun hingga kurang dari 200 mg

% kecepatan drip insulin dikurangi hingga 45 mU/jam/kgBB. Bila glukosa darah stabil

sekitar 200-300 mg% selama 12 jam dilakukan drip insulin 1-2 U per jam di samping

dilakukan sliding scale setiap 6 jam. Setelah sliding scale tiap 6 jam dapat diperhitungkan

kebutuhan insulin sehari bila penderita sudah makan, yaitu 3 kali sehari sebelum makan

secara subkutan. 10

Tabel 4. Jenis dan Preparat Insulin10

JENIS PREPARAT AWITAN

KERJA (JAM)

PUNCAK

KERJA (JAM)

LAMA

KERJA

(JAM)

Insulin kerja

pendek

Insulin kerja

menengah

Actrapid Human

40/Humulin

Actrapid Human 100

Monotard Human 100

Insulatard

0,5 – 1

1 – 2

2 – 4

4 – 12

5 – 8

8 – 24

15

Insulin kerja

panjang

Insulin

campuran

NPH

PZI

Mixtard

2

0,5 – 1

6 – 20

2 – 4 dan 6 -

12

18 – 36

8 - 24

Cara pemakaian insulin :

Insulin kerja cepat/pendek : diberikan 15-30 menit sebelum makan

 Insulin analog                  : diberikan sesaat sebelum makan

            Insulin kerja menengah     : 1-2 kali sehari, 15-30 menit sebelum makan. 7

Kalium

Pada awal KAD biasanya konsentrasi ion K serum meningkat. Hiperkalemia yang

fatal sangat jarang dan bila terjadi harus segera diatasi dengan pemberian bikarbonat. Bila

pada EKG ditemukan gelombang T yang tinggi, pemberian cairan dan insulin dapat segera

mengatasi keadaan hiperkalemia tersebut.8

Yang perlu menjadi perhatian adalah terjadinya hipokalemia yang fatal selama

pengobatan KAD. Ion kalium terutama terdapat intraseluler. Pada keadaan KAD, ion K

bergeak keluar sel dan selanjutnya dikeluarkan melalui urin. Total deficit K yang terjadi

selama KAD diperkirakan mencapai 3-5 mEq/kgBB. Selama terapi KAD ion K kembali ke

dalam sel. Untuk mengantisipasi masuknya ion K keluar sel dan mempertahankan konsentrasi

K serum dalam batas normal, perlu pemberian kalium. Pada pasien tanpa gagal ginjal serta

tidak ditemukan gelombang T yang lancip dan tinggi pada EKG, pemberian kalium segera

dimulai setelah jumlah urin cukup adekuat.8

Karena kalium serum menurun segera setelah insulin mulai bekerja, pemberian

kalium harus dimulai bila diketahui kalium serum dibawah 6 mEq/l. Ini tidak boleh terlambat

lebih dari 1-2 jam. Sebagai tahap awal diberikan kalium 50 mEq/l dalam 6 jam (dalam infus).

Selanjutnya setelah 6 jam kalium diberikan sesuai ketentuan berikut :9

kalium < 3 mEq/l, koreksi dengan 75 mEq/6 jam

kalium 3-4,5 mEq/l, koreksi dengan 50 mEq/6 jam

kalium 4,5-6 mEq/l, koreksi dengan 25 mEq/6 jam

kalium > 6 mEq/l, koreksi dihentikan

Kemudian bila sudah sadar beri kalium oral selama seminggu.9

Glukosa

16

Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya konsentrasi glukosa darah akan turun.

Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan konsentrasi glukosa

sekitar 60mg%/jam. Bila konsentrasi glukosa mencapai < 200mg% maka dapat dimulai

infuse dengan mengandung glukosa. Perlu ditekankan di sini bahwa tujuan terapi KAD bukan

untuk menormalkan konsentasi glukosa tetapi untuk menekan ketogenesis.8

Bikarbonat

Terapi bikarbonat pada KAD menjadi perdebatan selama beberapa tahun. Pemberian

bikarbonat hanyan dianjurkan pada KAD yang berat. Adapun alasan keberatan pemberian

bikarbonat adalah:8

Menurunkan pH intraseluler akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat

Efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan

Hipertonis dan kelebihan natrium

Meningkatkan insiden hipokalemia

Gangguan fungsi serebral

Terjadi alkalemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keto

Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH kurang dari 7,1 walaupun demikian

komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam tetap merupakan indikasi

pemberian bikarbonat.8

Bila pH meningkat maka kalium akan turun, oleh karena itu pemberian bikarbonat

disertai dengan pemberian kalium, dengan ketentuan sbb:9

Tabel 5. Dosis atau Kadar Pemberian Bikarbonat6

pH Bikarbonat Kalium

< 7 100 mEq 26 mEq

7 - 7,1 50 mEq 13 mEq

>7,1 0 0

Hal-hal yang harus dipantau selama pengobatan adalah :9

1. Kadar glukosa darah tiap jam dengan alat glukometer.

2. Kadar elektrolit setiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya tergantung keadaan.

3. Analisa gas darah; bila pH < 7 waktu masuk, periksa setiap 6 jam sampai pH > 7,1,

selanjutnya setiap hari sampai stabil.

17

4. Pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan temperatur setiap

jam.

5. Keadaan hidrasi, balans cairan.

6. Waspada terhadap kemungkinan DIC

Komplikasi

Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan KAD adalah sebagai

berikut edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut dan komplikasi iatrogenic.

Komplikasi iatrogenic tersebut adalah hipoglikemia, hipokalemia, hiperkloremia, edema otak

dan hipokalsemia.8

Pencegahan

Faktor pencetus utama KAD ialah pemberian dosis insulin yang kurang memadai dan

kejadian infeksi. Pada beberapa kasus, kejadian tersebut dapat dicegah dengan akses pada

sistem pelayanan kesehatan lebih baik dan komunikasi efektif terutama pada saat penyandang

DM mengalami sakit akut.8

Upaya pencegehan merupakan hal yang penting pada penatalaksanaan DM secara

komprehensif. Khusus mengenai pencegahan KAD dan hipoglikemia, program edukasi perlu

menekankan pada cara-cara mengatasi saat sakit akut. Yang paling penting ialah pasien tidak

menghentikan pemberian insulin dan sebaiknya segera mencari pertolongan atau nasihat

tenaga kesehatan yang professional.8

Prognosis

Dengan terapi yang baik, tingkat kematian akibat KAD menjadi sangat rendah (<1%)

dan biasanya terjadi jika berhubungan dengan komplikasi yang lain, seperti infeksi atau

infeksi pada bagian kardiovaskular. Setelah perawatan, dokter dan pasien harus memantau

kembali dari awal kejadian – kejadian yang menyebabkan terjadinya KAD untuk mencegah

terjadinya hal yang sama nantinya. Yang terpenting, pasien harus diberikan edukasi tentang

gejala – gejala dari KAD, faktor – faktor predisposisinya, dan bagaimana cara menangani

diabetes.11

Kesimpulan :

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan penunjang dapat diketahui

bahwa anak perempuan 7 tahun tersebut menderita ketoasidosis diabetic yang disebabkan

oleh diabetes mellitus tipe 1 yang dideritanya. Ketoasidosis diabetik adalah keadaan

18

dekompensasi-kekacauan metabolic yang ditandai oleh trias biokimia: hiperglikemia, asidosis

dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolute atau relative. Pada kasus

ketoasidosis metabolic penanganan yang harus dilakukan pertama kali adalah rehidrasi cairan

setelah itu menekan lipolisis dan glukoneogenesis. Komplikasi iatrogenic dapat dicegah

dengan pemantauan cermat. Program edukasi DM, khususnya bagaimana penyandang DM

menghadapi sakit akut, dapat mencegah KAD ataupun KAD berulang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Price S, Wilson L. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 2.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2003.h.1260-2. h. 885-893. H. 1267-8

2. Uliyah M. Keterampilan Dasar Praktik Klinik. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika;

2008.h.153.

3. NIH. BMI Calculator. 2011. Diunduh dari

http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/obesity/BMI/bmicalc.html. 5 Juni 2013

4. Schwartz MW. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC; 2004.h. 26.

5. Purnamasari Dyah. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus dalam buku ajar

penyakit dalam jilid III. Ed 5. Jakarta; Interba Publishing; 2009.h.1880-2.

6. Patologi klinik urinalisis. Sudiono herawati, iskandar ign, halim sl. Ed 3. Jakarta:

2009.h.52, 62.

7. Syahputra, Muhammad. Diabetik Ketoacidosis. Bagian Biokimia Fakultas kedokteran

Universitas Sumatera Utara, Medan: 2009.hal 1-14 

8. Soewondo Pradana. Ketoasidosis diabetik dalam buku ajar penyakit dalam jilid III. Ed

5. Jakarta; Interba Publishing; 2009.h.1906-10.

9. Baren JM, Rothrock SG, Brennan J, Brown L. Pediatric emergency medicine.

Elsevier Health Sciences. p. 759-63.

10. Davis SN, Granner DK. Insulin, senyawa hipoglikemia oral, dan farmakologi

endokrin pankreas. 10th Ed. Vol. 4. Jakarta: EGC. 2012. h. 1648-75.

11. Watkins PJ. ABC of diabetes. 5th Ed. London: BMJ Publishing Group, 2003. h. 37-40.

19