ketika jarum kompas tidak lagi menunjuk arah utara dan selatan
DESCRIPTION
artikel jarum dan kompas sebagai panutanTRANSCRIPT
Ketika Jarum Kompas Tidak Lagi Menunjuk Arah Utara dan Selatan
Sebuah rutinitas yang hampir selalu terjadi, ketika kita memasuki lingkungan pendidikan
baru, entah usia Sekolah Menengah Atas, atau ketika masuk bangku perkuliahan, akan menemui
masa dimana kita melakukan orientasi dengan kondisi kampus, lingkungan, dan berbagai sistim
yang ada. Hal lain yang pasti tidak tertinggal adalah, kita akan menemui “perkenalan” dengan
kegiatan ekstrakulikuler atau UKM di tingkat perguruan tinggi. Biasanya, para senior di tiap
ekstrakulikuler atau UKM ini akan tunjuk aksi dan prestasi demi menjaring masa sebanyak
mungkin, meramaikan tempat berekspresi yang menjadi pilihan masing – masing.
Salah satu yang pasti ada, di setiap lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta,
selain Pramuka tentunya adalah Pecinta Alam. Dengan dandanan anggota yang biasanya sangat
khas untuk dilihat dan dihapalkan, menawarkan sebuah “tantangan” bagi para anggota,
menawarkan sebuah “keindahan” yang dimiliki oleh alam, mulai dari gunung yang sejuk, sungai
dengan arus, goa yang memanggil untuk disusuri ujungnya, dan yang selalu menjadi daya tarik
pastinya adalah kepedulian kepada lingkungan, tidak sekedar menikmati, atau merusak bahkan,
tapi ikut serta melestarikan.
Jiwa muda, berada di tempat yang baru, dengan lingkungan baru, dan dihadapkan pada
sebuah wadah yang sangat menantang, akan ada perasaan dan kepuasan, bahkan kebanggaan
yang sangat jika kita bisa bergabung. Walaupun, dengan berbagai ritual yang tergolong unik,
nyentrik, dan beranekaragam tingkat tantangan. Seleksi alam, yang kuat, yang mampu, yang
bertahan. Nampaknya ini yang menggambarkan siapa yang bisa menjadi bagian dari wadah ini.
Pelajaran mendasar, yang pasti akan diberikan sebagai bekal utama seorang pecinta alam
adalah ilmu medan peta dan kompas. Dimana kompas, menjadi alat yang sangat vital fungsinya.
Menentukan arah, mencpai sebuah tempat yang kita tuju. Secara bentuk dan mekanisme kerja,
sangat sederhana memang. Tergambar, komponen utama hanyalah jarum magnet, yang selalu
menunjukan arau utara dan selatan. Berkali – kali kita putar ke berbagai arah, akan kembali
menunjukan arah utara dan selatan. Saat ini sudah ada peralatan yang jauh lebih canggi macam
GPS, namun kompas akan menjadi sebuah alat dan ilmu pokok yang wajib dikuasai.
Entah kita sadar atau tidak, sesungguhnya dalam diri kita, mempunyai kompas. Kompas
yang mekanismenya tidak jauh berbeda dengan kompas sesungguhnya. Hanya saja, arah kutub
Utara dan Selatan yang ditunjuk kompas alamiah yang kita miliki, berganti menjadi “kebenaran”
dan “kesalahan”. Ketika kita merokok contohnya, kompas alami kita akan menunjukan arah
dimana kita harusnya sadar tindakan itu merusak kesehatan, pemborosan, dan merugikan orang
lain pula. Hal lain, ketika kita berkata dusta, sekecil apapun, kompas alami kita ini, akan
menunjukan arah bahwa sanya kita sedang melakukan kesalahan. Pertanyaan berikutnya,
maukah kita mengikuti kompas alami kita ini? Ataukah, kita mengabaikan?
Kompas alami ini, jika kita ikuti memang tidak akan menjamin kita melalui jalan yang
nyaman saat ini, tapi kita akan mendapat jaminan , kalo kita akan selalu berada di bawah arah
dan bimbingan-Nya. Hanya saja, tidak segampang mengikuti kompas penunjuk arah utara dan
selatan memang. Berbagai godaan, berbagai alasan, dan berbagai hal akan memaksa kita
membelot arah, mengabaikan arah yang tengah ditunjuk kompas alami kita. Dan kompensasi dari
kita melawan arah kompas alami kita, akan muncul gejolak jiwa yang menghantui terus menerus,
perasaan semacam dikejar dosa.
Namun, semakin kita sering mengabaikan, semakin kita membiarkan arah kompas alami
kita bergerak tanpa kita ikuti, akan ada besi yang muncul. Yang berasal dari tumpukan rasa
bersalah yang kita abaikan dan semakin berkarat. Yang natinya, akan menarik jarum kompas
alami kita, tidak lagi mengarah pada “utara dan selatan” yang sesungguhnya. Mungkin kondisi
inilah yang sedang terjadi kebanyakan pada masa sekarang. Berbagai orang dengan ilmu yang
sangat mumpunipun, tidak mampu sekedar membaca kompas alami yang ia miliki, yang tidak
perlu dipelajari sebenarnya.
Semoga, akan ada kumpulan “pecinta hati”, yang mengajarkan kita semua, untuk sekedar
bisa dan mampu, membaca kompas alami yang sudah diberikan oleh –Nya, sebagai petunjuk
jalan selama di dunia, menuju penghakiman nantinya.
Doni Kristiyono
Wakil Ketua Dewan Kerja Cabang Banyumas
085726318810