ketidaksantunan berbahasa dalam ranah agama … · demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya...

196
KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA HINDU DI WILAYAH KOTAMADYA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi salah satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia oleh: Yustinus Kurniawan 091224079 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Upload: vuongxuyen

Post on 29-Jun-2019

231 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA

DALAM RANAH AGAMA HINDU

DI WILAYAH KOTAMADYA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi salah satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

oleh:

Yustinus Kurniawan

091224079

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2016

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

i

KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA

DALAM RANAH AGAMA HINDU

DI WILAYAH KOTAMADYA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi salah satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

oleh:

Yustinus Kurniawan

091224079

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2016

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

ii

SKRIPSI

KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA

DALAM RANAH AGAMA HINDU

DI WILAYAH KOTAMADYA YOGYAKARTA

oleh:

Yustinus Kurniawan

091224079

Telah disetujui oleh:

Dosen Pembimbing I

Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. Yogyakarta, 16 Desember 2016

Dosen Pembimbing II

Dr. Yuliana Setyaningsih, M.Pd. Yogyakarta, 16 Desember 2016

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

iii

SKRIPSI

KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA

DALAM RANAH AGAMA HINDU

DI WILAYAH KOTAMADYA YOGYAKARTA

Dipersiapkan dan disusun oleh:

Yustinus Kurniawan

091224079

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji

pada tanggal 16 Desember 2016

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda tangan

Ketua : Dr. Yuliana Setyaningsih, M.Pd. ................

Sekretaris : Dr.R.Kunjana Rahardi,M.Hum. ................

Anggota 1 : Dr.R.Kunjana Rahardi,M.Hum. ................

Anggota 2 : Prof. Dr. Pranowo.M.Pd. ................

Anggota 3 : Dr. Yuliana Setyaningsih, M.Pd. ................

Yogyakarta, 16 Desember 2016

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma

Dekan,

Rohandi, Ph.D.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini untuk:

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria terkasih yang selalu memberkati, menyertai , dan

melindungi dalam setiap langkah saya.

2. Orang tua tercinta, Bapak Rinerius Wijiyanto dan Ibu Florentina Sumiyati yang selalu

memberikan kasih sayang, doa, dukungan, dan kesabaran bagi saya.

3. Kakak ,Winarto dan aAnto , yang selalu memberikan dukuangan.

4. Mbah Putri, Mbah Kakung yang terlebih dulu bertemu dengan Yesus, terima kasih

sudah memberikan banyak pelajaran hidup dari masa kecil hingga remaja saya.

5. Seluruh sahabat di Prodi PBSI angkatan 2009 yang telah memberikan warna selama

berjuang bersama menyelesaikan studi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

v

MOTTO

Cobalah dan berusahalah agar tahuseberapa batas kemampuan yang dapat kita capai

untuk mencapai tujuan yang ingin kita capai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 16 Desember 2016

Penulis

Yustinus Kurniawan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Yustinus Kurniawan

Nomor Mahasiswa : 091224079

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA

DALAM RANAH AGAMA HINDU

DI WILAYAH KOTAMADYA YOGYAKARTA

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan

memublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis

tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 16 Desember 2016

Yang menyatakan

(Yustinus Kurniawan)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

viii

ABSTRAK

Yustinus Kurniawan. 2016. Ketidaksantunan Berbahasa dalam Ranah AgamaHindu di Wilayah Kota Madya, Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: PBSI,JPBS, FKIP, USD.

Penelitian ini membahas ketidaksantunan berbahasa. Tujuan penelitian iniadalah (1) mendeskripsikan wujud-wujud linguistik dan pragmatikketidaksantunan berbahasa, (2) mendeskripsikan maksud ketidaksantunanberhasa, serta (3) mendeskripsikan penanda linguistik dan pragmatikketidaksantunan berbahasa dalam ranah Agama Hindu Kota Madya, Yogyakarta.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitian iniberupa tuturan lisan yang tidak santun yang diucapkan pemuka dan umat sertapemuka dengan pemuka agama Hindu di wilayah Kota Madya Yogyakarta.Tuturan semuanya diambil secara natural dalam perbincangan dalam ranahagama. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ialah petunjuk wawancara(berupa pertanyaan pancingan dan daftar kasus) dan blangko pengamatan denganbekal teori ketidaksantunan berbahasa linguistik dan pragmatik. Metodepengumpulan data yang digunakan, yaitu metode simak dengan teknik rekam danteknik catat serta, metode cakap dengan teknik dasar berupa tenik pancing.Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode kontekstual.

Sesuai dengan tujuan penelitiannya, hasil penelitian ini disampaikan sebagaiberikut (1) wujud ketidaksantunan berbahasa pragmatik dan linguistik (2) maksudketidaksantunan berbahasa linguistik dan pragmatik (3) penanda ketidaksantunanlinguistik dan pragmatik dalam ranah agama Hindu di Wilayah Kota MadyaYogyakarta. Pertama wujud ketidaksantunan berbahasa linguistik dan pragmatikberupa tuturan lisan tidak santun yang terbagi dalam kategori melanggar normadengan subkategori, menegaskan; kategori mengancam muka sepihak dengansubkategori memerintah dan mengancam; kategori melecehkan muka dengansubkategori menyindir, memperingatkan, menegur dan menasehati; kategorimenghilangkan muka dengan subkategori menegur, menegaskan, menyindir,menyingung dan memperingatkan; kategori menimbulkan konflik dengansubkategori mengejek, menegaskan, mengancam, memperingatkan, menyingungdan mengumpat, kedua maksud ketidaksantunan berbahasa linguistik danpragmatik berbahasa yang disampaikan oleh penutur yaitu memberi pengertian,mengingatkan, menegur, introspeksi diri, kesal, menasehati, supaya tidakdimarahi, asal bicara, meremehkan, kecewa, protes, ketiga penandaketidaksantunan berbahasa linguistik dan pragmatik diketahui dari (1) konteksekstralinguistik meliputi penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan penutur,tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, tuturan sebagai produk tindakverbal, (2) intralinguistik meliputi diksi, kategori fatis, tekanan, intonasi dan nada.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

ix

ABSTRACT

Yustinus Kurniawan. 2016. Impoliteness Language in the Hindu ReligionDomain of Municipality City Region, Yogyakarta. Thesis. Yogyakarta:PBSI, JPBS, USD

This study discusses the lack of politeness in a language. The purpose ofthis study is (1) to describe the linguistic forms and the pragmatics of languageimpoliteness, (2) to describe what impoliteness in a language, and (3) to describethe linguistic and pragmatics source of impoliteness speak in the realm of Hindumunicipality, Yogyakarta.

This research is a qualitative descriptive study. The research data are in theform of verbal utterances which were not polite spoken by religious andcommunity leaders as well as leaders of the Hindu religious leaders in theMunicipality of Yogyakarta. The speeches were all taken naturally inconversation in the topic of religion. Instruments used in this research are to guidethe interview (in the form of inducement questions and a list of cases) and theblank observation armed with the theory of linguistic and pragmatic impolitenessin a language. Data collection method used is with the recording technique andrefers to the technical note as well, the method of conversation with basictechniques such as fishing technique. Analysis of the data in this study usescontextual method.

In accordance with the purpose of research, the results of this study arepresented as follows: (1) the nature language impoliteness pragmatic andlinguistics (2) the meaning of linguistic and pragmatic impoliteness (3) themarkers for impoliteness linguistic and pragmatic in the realm of Hindu religionin Regional Municipality of Yogyakarta. First, the manifestation of linguistics andpragmatics of language impoliteness is in the form of verbal utterances which arenot polite, then divided into norms violation category with emphasizingsubcategory; the face-threatening category with threatening and assertingsubcategories; the face-insinuating category with the harassing, warning,admonishing and counseling subcategories,; face-eliminating category withreprimanding, asserting, quipping, offending, and warning subcategories; conflict-causing category with mocking, asserting, threatening, warning, offending, andcursing subcategories. Second, the intention behind linguistics and pragmatics ofimpoliteness language delivered by speakers who give understanding, warning,reprimanding, self-introspection, annoyed, advising, so as not to be scolded,talking nonsense, dismissing, disappointed, protesting. Last time, the marker oflinguistics and pragmatics of language impoliteness is known from (1) the contextof extra-linguistics which includes speakers and utterers, the context of thespeech, the purpose of the speaker, and speech as a form of action or activity,speech as a product of verbal acts, (2) intra-linguistics which includes diction,phatic category, stress, intonation and tone.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus yang senantiasa

memberi berkat dan kasih, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik dalam Ranah Agama Hindu

wilayah KotaMadya Yogyakarta”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk

menyelesaikan studi di Prodi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI),

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (JPBS), Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini berhasil diselesaikan karena bantuan

dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma.

2. Dr. Yuliana Setyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan banyak dukungan,

pendampingan, saran, dan sebagai dosen pembimbing yang dengan

bijaksana, sabar, dan penuh ketelitian membimbing, mengarahkan,

memotivasi, dan memberikan berbagai masukan yang sangat berharga

bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku Wakil Ketua Program Studi

Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan sebagai dosen pembimbing yang

dengan bijaksana, sabar, dan penuh ketelitian membimbing, mengarahkan,

memotivasi, dan memberikan berbagai masukan yang sangat berharga

bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh dosen prodi PBSI yang dengan penuh dedikasi mendidik,

mengarahkan, membimbing, membagi ilmu pengetahuan, memberikan

dukungan, dan bantuan kepada penulis dari awal perkuliahan sampai

selesai.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

xi

5. R. Marsidiq, selaku karyawan sekretariat Prodi PBSI yang dengan sabar

memberikan pelayanan administratif kepada penulis dalam menyelesaikan

berbagai urusan administrasi.

6. Teman-teman yang memberikan bantuan dan dukungan (Valentina Tris

Marwati, dan Nuridang Fitra Nagara, Fabianus Anga Renato, Bambang

Sumarwanto, Yudahening Pinandito, Nurbeta Kistanti) untuk

menyelesaikan skripsi ini.

7. Sahabat angkatan 2009, yang berdinamika bersama selama menjalani

perkuliahan di PBSI.

8. Semua pihak yang belum disebutkan yang turut membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak sekali kekurangan dalam

penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca

dan memberikan inspirasi bagi penelitian selanjutnya.

Yogyakarta, 16 Desember 2016

Penulis

Yustinus Kurniawan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

xii

DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

HALAMAN PERSEMBAHAN iv

HALAMAN MOTTO v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vii

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

KATA PENGANTAR x

DAFTAR ISI xii

DAFTAR BAGAN xv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Rumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Manfaat Penelitian 5

1.5 Batasan Istilah 6

1.6 Sistematika Penelitian 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8

2.1 Penelitian yang Relevan 8

2.2 Pragmatik 14

2.3 Fenomena Pragmatik 15

2.3.1 Praanggapan 15

2.3.2 Implikatur 16

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

xiii

2.3.3 Deiksis 19

2.3.4 Kesantunan Berbahasa 21

2.3.5 Ketidaksantunan Berbahasa 25

2.3.6 Teori-teori Ketidaksantunan 26

2.4 Konteks 30

2.4.1.1 Konteks Ekstra Linguistik 33

2.4.1.2 Penutur dan Lawan tutur 33

2.4.1.3 Konteks Tuturan 33

2.4.1.4 Tujuan Penutur 33

2.4.1.5 Tuturan sebagai Bentuk Tindakan atau Aktivitas 34

2.4.1.6 Tuturan Sebagai Produk Tindak Verbal 34

2.4.1.7 Konteks Intra Linguistik 35

2.4.1.8 Unsur Segmental 35

2.4.1.9 Diksi 35

2.4.1.10 Kategori Fatis 42

2.4.1.11 Unsur Suprasegmental 44

2.4.1.12 Tekanan 44

2.4.1.13 Intonasi 45

2.4.1.14 Nada 45

2.5 Teori Maksud 46

2.6 Kerangka Berpikir 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 50

3.1 Jenis Penelitian 50

3.2 Subjek Penelitian 51

3.3 Data dan Sumber Data 51

3.4 Instrumen Penelitian 52

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data 53

3.6 Metode dan Teknik Analisis Data 55

3.7 Trianggulasi Data 56

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

xiv

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 58

4.1 Deskripsi Data 58

4.1.1 Analisis Data 60

4.1.2 Melanggar Norma 60

4.1.3 Mengancam Muka Sepihak 63

4.1.4 Melecehkan Muka 69

4.1.5 Menghilangkan Muka 79

4.1.6 Menimbulkan Konflik 87

4.2 Pembahasan 99

BAB V PENUTUP 129

5.1 Simpulan 129

5.2 Saran 131

5.2.1 Bagi Pemuka dan Umat beragama 131

5.2.2 Bagi Peneliti Lanjutan 131

DAFTAR PUSTAKA 133

LAMPIRAN 136

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

xv

DAFTAR BAGAN

Hal.

Bagan 1 Kerangka Berpikir 48

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

1

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi uraian (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah,

(3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) sistematika penyajian.

Berikut adalah uraian dari kelima hal tersebut.

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan selalu

hidup berdampingan dengan manusia yang lain. Manusia membutuhkan interaksi

antara manusia satu dengan yang lain, alat yang digunakan untuk interaksi yang

disebut bahasa. Sebagai ilmu kajian bahasa yang terus mengalami perkembangan,

kajian bahasa linguistik memiliki berbagai cabang ilmu yang saling bersinergi

yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik.

Secara umum, linguistik menganalisis bahasa mengenai aspek yang

berhubungan dengan struktur kebahasaannya. Percabangan ilmu bahasa

menunjukkan bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang terakhir.

Pragmatik merupakan studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau

penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca) (Yule, 2006:3). Objek

kajian lingustik lebih pada struktur bahasa yang meliputi fonologi, morfologi,

sintaksis dan semantik. Kajian pragmatik muncul dikarenakan ada beberapa kajian

bahasa yang tidak dapat dijelaskan dengan kajian liguistik, terutama hubungan

antara kalimat dengan konteks dan situasi pemakainya untuk memperjelas maksud

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

2

dari penutur, oleh karena itu dalam pengunaan bahasa agar maksud dan tujuan

penutur dapat tersampaikan dengan baik serta dapat diterima oleh mitra tutur,

dengan memadukan kajian linguistik dan pragmatik akan menghasilkan tuturan

yang baik.

Hal ini perlu disadari bahwa dengan bahasa adalah salah satu alat yang

digunakan untuk berinteraksi serta menyampaikan keinginan kita kepada lawan

bicara. Dalam pengunaan bahasa hendaknya kita dapat melihat situasi agar dapat

diterima oleh mitra tutur. Menurut Rahardi (2006: 20) konteks tuturan dapat pula

diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan (background knowledge)

yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan

mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang

dimaksudkan oleh penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur.

Dalam kehidupan sehari hari tidak lepas dari interaksi dengan tindak tutur

secara lisan dan tulis, patut disadari bahwa bahasa lisan berkembang sangat cepat

hampir tidak terkontrol oleh kajian ilmu yang mendasarinya, kesantunan dalam

bertindak tutur kian luntur oleh perkembangan bahasa lisan, konteks dan situasi

tidak lagi menjadi acuan dalam bertutur, tidak terlepas dari situasi yang formal

dan diangap sakral seperti halnya dalam tidak tutur dalam upacara keagamaan.

Kota Yogyakarta adalah salah satu Kota yang terkenal dengan budaya Jawa

yang menjunjung tinggi kesantunan dalam bertindak tutur. Serta keberagaman

agama yang ada di wilayah kota Yogyakarta. Salah satu agama yang terdapat di

wilayah Yogyakarta adalah agama Hindu. Menurut Badan Statistika Kota

Yogyakarta, Agama Hindu 0,42% dari total penduduk Kota Yogyakarta (BPS,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

3

2012:16). Jumlah tersebut bukanlah jumlah yang sedikit dibandingkan agama lain

yang mendiami wilayah Yogyakarta.

Banyaknya warga pendatang dari berbagai wilayah serta latar belakang yang

berbeda dengan membawa bahasa daerah yang berbeda beda membuat

keberagaman bahasa di wilayah kota Yogyakarta semakin banyak, sehingga kota

Yogyakarta cukup layak untuk menjadi subjek penelitian kebahasaan dalam

kesantunan bertindak tutur. Penelitian yang akan dilakukan untuk mengetahui

kesantuanan tuturan akan dilakukan dalam lingkup keagamaan. Lingkup ini

dipilih karena agama adalah salah satu forum yang mempunyai situasi resmi yang

secara tidak langsung memaksa setiap penganutnya bertutur dengan bahasa yang

menurut penutur baik untuk berinteraksi dengan mitra tutur.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah seperti di atas, maka permasalahan

utama penelitian ini adalah bagaimana manifestasi ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik berbahasa umat pemuka agama Hindu di wilayah Kotamadya

Yogyakarta. Selanjutnya secara terperinci masalah-masalah yang akan diteliti

dalam penelitian ini meliputi:

a. Wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik apa sajakah yang

terdapat dalam ranah agama Hindu yang diungkapkan oleh pemuka

kepada umatnya dan antar umat agama Hindu di wilayah Kotamadya

Yogyakarta?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

4

b. Maksud apa sajakah yang mendasari penutur menggunakan bentuk-

bentuk kebahasaan yang tidak santun dalam ranah agama Hindu di

wilayah Kotamadya Yogyakarta?

c. Penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik apa sajakah yang

digunakan oleh pemuka kepada umatnya dan antar umat agama

Hindu wilayah Kotamadya Yogyakarta?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah seperti di atas, tujuan utama penelitian ini

adalah mendeskripsikan manifestasi ketidaksantunan linguistik dan pragmatik

berbahasa umat beragama Hindu di wilayah Kotamadya Yogyakarta. Secara rinci

tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

a) Mendeskripsikan wujud-wujud linguistik dan pragmatik yang terdapat

dalam ranah agama Hindu yang terdapat di wilayah Kotamadya

Yogyakarta.

b) Mendeskripsikan maksud yang mendasari penutur menggunakan

bentuk-bentuk kebahasaan yang tidak santun dalam ranah agama

Hindu yang terdapat di wilayah Kotamadya Yogyakarta.

c) Mendeskripsikan penanda linguistik dan pragmatik yang terdapat

dalam ranah agama Hindu yang terdapat di wilayah Kotamadya

Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

5

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ketidaksantunan berbahasa dalam ranah agama ini diharapkan

dapat bermanfaat bagi para pihak yang memerlukan. Terdapat dua manfaat yang

dapat diperoleh dari pelaksanaan penelitian yaitu:

a. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

memperluas kajian serta memperkaya khasanah teoretis tentang

ketidaksantunan dalam berbahasa sebagai fenomena pragmatik

baru.Penelitian ini dapat dikatakan memiliki kegunaan teroretis karena

dengan memahami teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli dapat

digunakan sebagai tambahan pengetahuan baru dan referensi untuk

menghindari ketidaksantunan berbahasa dalam berkomunikasi.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ketidaksantunan berbahasa ini juga diharapkan dapat

memberikan masukan khususnya bagi tokoh agama dalam berkomunikasi

untuk menghindari penggunaan bahasa yang kurang santun. Demikian pula,

penelitian ini akan memberikan masukan kepada para praktisi dalam bidang

pendidikan terutama bagi dosen, guru, mahasiswa, siswa, dan tenaga

kependidikan untuk mempertimbangkan adanya ketidaksantunan berbahasa

dalam komunikasi yang harus dihindari.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

6

1.5 Batasan Istilah

Supaya tidak menimbulkan adanya perbedaan pengertian, perlu ada

penjelasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Batasan istilah yang

digunakan diambil dari pendapat dari beberapa pakar dalam bidangnya. Beberapa

batasan istilah yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut:

1) Ketidaksantunan berbahasa

Struktur bahasa penutur yang tidak berkenan di hati mitra tutur.

2) Pragmatik

Ilmu bahasa yang mengkaji maksud penutur di dalam konteks situasi dan

lingkungan sosial budaya tertentu (Rahardi, 2003:16).

3) Ketidaksantunan linguistik

Ketidaksantunan berbahasa yang dikaji dari aspek-aspek linguistik suatu

tuturan.

4) Ketidaksantunan pragmatik

Ketidaksantunan berbahasa yang dikaji dari konteks situasi yang

menyertai suatu tuturan.

5) Ranah

Lingkungan yang memungkinkan terjadinya percakapan, merupakan

kombinasi antara partisipan, topik, dan tempat misal keluarga,

pendidikan, tempat kerja, keagamaan, dan sebagainya (Depdiknas

2008:1139).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

7

1.6 Sistematika Penyajian

Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I adalah bab pendahuluan yang

berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan sistematika penelitian.

Bab II berisi landasan teori yang akan digunakan untuk menganalisis

masalah-masalah yang akan diteliti, yaitu tentang ketidaksantunan berbahasa.

Teori-teori yang dikemukakan dalam bab II ini adalah teori tentang (1) penelitian-

penelitian yang relevan, (2) fenomena pragmatik, (3) teori pragmatik, (4) teori

ketidaksantunan, (5) teori mengenai konteks, (6) unsur segmental, dan (7) unsur

suprasegmental.

Bab III berisi metode penelitian yang memuat tentang cara dan prosedur

yang akan digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data. Dalam bab III akan

diuraikan (1) jenis penelitian, (2) subjek penelitian, (3) metode dan teknik

pengumpulan data, (4) instrumen penelitian, (5) metode dan teknik analisis data,

dan (6) sajian hasil analisis data.

Bab IV berisi tentang (1) deskripsi data, (2) analisis data, dan (3)

pembahasan hasil penelitian. Bab V berisi tentang kesimpulan penelitian dan

saran untuk penelitian selanjutnya berkaitan dengan penelitian ketidaksantunan

berbahasa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

8

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan diuraikan penelitian yang relevan, landasan teori dan

kerangka teori. Landasan teori berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan

analisis dari penelitian ini yang terdiri atas teori pragmatik, mengenai teori

kesantunan berbahasa, dan teori ketidaksantunan berbahasa.serta penelitian lain

yang sejenis. Kerangka berpikir berisi acuan teori yang digunakan dalam

penelitian ini atas dasar penelitian terdahulu dan teori terdahulu yang relevan yang

akan digunakan untuk menjawab rumusan masalah.

2.1 Penelitian Yang Relevan

Penelitian pragmatik sekarang semakin banyak diteliti karena dirasa masih

banyak kajian pragmatik yang layak untuk diteliti dan dikaji ulang untuk

mengembangkan ilmu pragmatik agar dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-

hari. Dari dasar penelitian kesantunan yang mengunakan ilmu pragmatik menarik

untuk diteliti dan dikaji ulang. Hal ini menimbulkan kurang seimbangnya karena

penelitian yang ada lebih banyak meneliti kesantunnan sedangkan penelitian

ketidaksantunan masih jarang ditemukan. Peneliti menemukan beberapa

penelitian mengenai kesantunan berbahasa. Peneliti menemukan empat penelitian

yang meneliti tentang ketidaksantunan. Keempat penelitian itu adalah penelitian

Agustina Galuh Eka Noviyanti (2013), Caecilia Petra Gading May Widyawari

(2013), Elizabeth Rita Yuliastuti (2013), dan Olivia Melissa Puspitarini (2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Agustina Galuh Eka Noviyanti (2013.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

9

Penelitian tentang kesantunan berbahasa yang dilakukan oleh Galuh Eka

Noviyanti (2013) berjudul Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik Berbahasa

Antarsiswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013. Jenis

penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif komunikatif. Pengumpulan

data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode simak dan

metode cakap dengan teknik sadap dan teknik pancing, dengan instrumen berupa

pedoman atau panduan wawancara, pancingan, dan daftar kasus. Data dalam

penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode kontekstual. Pada penelitian

ini, peneliti menemukan bahwa Pertama, wujud ketidaksantunan linguistik yang

ditemukan berupa tuturan lisan yang telah ditranskripsi, sedangkan wujud

ketidaksantunan pragmatik berupa uraian konteks yang melingkupi setiap tuturan.

Kedua, penanda ketidaksantunan linguistik yang ditemukan berupa (1) nada, (2)

tekanan, (3) intonasi, dan (4) pilihan kata (diksi). Penanda ketidaksantunan

pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan. Konteks

tersebut meliputi (1) penutur dan mitra tutur, (2) situasi dan suasana, (3) tindak

verbal, dan (4) tindak perlokusi. Ketiga, makna penanda ketidaksantunan dari

masing-masing jenis ketidaksantunan meliputi (1) makna penanda

ketidaksantunan melecehkan muka adalah penutur menyindir, menghina, dan

mengejek mitra tutur sehingga dapat melukai hati mitra tutur, (2) makna penanda

ketidaksantunan memainkan muka adalah penutur membuat kesal dan jengkel

mitra tutur dengan tingkah laku penutur yang tidak seperti biasanya, (3) makna

penanda ketidaksantunan kesembronoan yang disengaja adalah penutur

bermaksud untuk bercanda sehingga membuat mitra tutur terhibur, tetapi tidak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

10

menutup kemungkinan bahwa candaannya tersebut dapat menimbulkan konflik,

(4) makna penanda ketidaksantunan menghilangkan muka adalah penutur

membuat mitra tutur benar-benar malu dihadapan banyak orang, dan (5) makna

penanda ketidaksantunan mengancam muka adalah penutur memberikan ancaman

atau tekanan kepada mitra tutur yang menyebabkan mitra tutur terpojok dan tidak

memberikan pilihan bagi mitra tutur.

Penelitian yang mengkaji tentang ketidaksantunan juga dilakukan oleh

Caecilia Petra Gading May Widyawari (2013) dengan judul Ketidaksantunan

Linguistik dan Pragmatik Berbahasa Antarmahasiswa Program Studi PBSID

Angkatan 2009—2011 Universitas Sanata Dharma. Jenis penelitian dari

penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini

mendeskripsikan wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa, serta makna

ketidaksantunan berbahasa yang digunakan antarmahasiswa PBSID Angkatan

2009—2011 di Universitas Sanata Dharma. Peneliti menggunakan dua mtode

dalam penelitan ini, pertama metode simak dengan teknik dasar berupa teknik

sadap dan teknik lanjutan berupa teknik simak libat cakap dan teknik cakap,

kedua metode cakap dengan teknik dasar berupa teknik pancing dan dua teknik

lanjutan berupa teknik lanjutan cakap semuka dan tansemuka. Simpulan dari

penelitian ini tidak jauh berbeda dengan simpulan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Galuh Eka Noviyanti (2013). Pertama, wujud ketidaksantunan linguistik

dapat dilihat dari tuturan antarmahasiswa yang terdiri dari melecehkan muka,

sembrono, mengancam muka dan menghilangkan muka. Lalu wujud

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

11

ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteks (penutur, mitra

tutur, situasi, suasana, tindak verbal, tindak perlokusi dan tujuan tutur). Kedua,

penanda ketidaksantunan linguistik yang ditemukan berupa nada, tekanan,

intonasi, dan diksi. Penanda ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan

konteks tuturan yang berupa penutur dan mitra tutur, situasi dan suasana, tindak

verbal, tindak perlokusi, dan tujuan tutur. Ketiga, makna ketidaksantunan

berbahasa yaitu: (1) melecehkan muka, ejekan penutur kepada mitra tutur dan

dapat melukai hati, (2) memain-mainkan muka, membingungkan mitra tutur dan

itu menjengkelkan, (3) kesembronoan, bercanda yang menyebabkan konflik, (4)

menghilangkan muka, mempermalukan mitra tutur didepan banyak orang, dan (5)

mengancam muka, menyebabkan ancaman pada mitra tutur.

Penelitian tentang ketidaksantunan berbahasa lainnya dilakukan oleh

Elizabeth Rita Yuliastuti (2013) berjudul Ketidaksantunan Linguistik dan

Pragmatik Berbahasa antara Guru dan Siswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta

Tahun Ajaran 2012/2013. Pengumpulan data pada penelitian ini serupa dengan

penelitian ketidaksantunan sebelumnya, yakni dengan menggunakan metode

simak dan metode cakap. Pada penelitian ini, peneliti menemukan bahwa

pertama, wujud ketidaksantunan linguistik dapat dilihat berdasarkan tuturan lisan

yang tidak santun antara guru dan siswa yang berupa tuturan melecehkan muka,

memain-mainkan muka, kesembronoan, mengancam muka, dan menghilangkan

muka, sedangkan wujud ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan

uraian konteks berupa penutur, mitra tutur, tujuan tutur, situasi, suasana, tindak

verbal, dan tindak perlokusi yang menyertai tuturan tersebut. Kedua, penanda

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

12

ketidaksantunan linguistik dapat dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, dan

diksi, serta penanda ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteks

yang menyertai tuturan yakni penutur, mitra tutur, situasi, suasana, tujuan tutur,

tindak verbal, dan tindak perlokusi. Ketiga, makna ketidaksantunan (1)

melecehkan muka yakni hinaan dan ejekan dari penutur kepada mitra tutur hingga

melukai hati mitra tutur, (2) memain-mainkan muka yakni tuturan yang membuat

bingung mitra tutur sehingga mitra tutur menjadi jengkel karena sikap penutur

yang tidak seperti biasanya, (3) kesembronoan yang disengaja yakni penutur

bercanda kepada mitra tutur sehingga mitra tutur terhibur, tetapi candaan tersebut

dapat menimbulkan konflik, (4) mengancam muka yakni penutur memberikan

ancaman kepada mitra tutur sehingga mitra tutur merasa terpojokkan, dan (5)

menghilangkan muka yakni penutur mempermalukan mitra tutur di depan banyak

orang.

Penelitian tentang ketidaksantunan berbahasa selanjutnya dilakukan oleh

Olivia Melissa Puspitarini (2013) yang mengangkat judul Ketidaksantunan

Linguistik dan Pragmatik Berbahasa antara Dosen dan Mahasiswa Program

Studi PBSID, FKIP, USD, Angkatan 2009—2011. Penelitian yang menjadikan

dosen dan mahasiswa Program Studi PBSID sebagai sumber data ini merupakan

penelitian deskriptif kualitatif, serupa dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

ketiga peneliti diatas. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

metode simak dan metode cakap, dengan menggunakan instrumen berupa

panduan wawancara, daftar pertanyaan pancingan, dan daftar kasus. Penelitian ini

juga menemukan hasil serupa seperti penelitian sebelumnya, yakni pertama,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

13

wujud ketidaksantunan linguistik berdasarkan tuturan lisan dan wujud

ketidaksantunan pragmatik berbahasa yaitu uraian konteks tuturan tersebut.

Kedua, penanda ketidaksantunan linguistik yaitu nada, intonasi, tekanan, dan

diksi, serta penanda pragmatik yaitu konteks yang menyertai tuturan yakni

penutur, mitra tutur, situasi, dan suasana. Ketiga, makna ketidaksantunan

linguistik dan pragmatik berbahasa meliputi (1) melecehkan muka yakni penutur

menyindir atau mengejek mitra tutur, (2) memainkan muka yakni penutur

membuat jengkel dan bingung mitra tutur, (3) kesembronoan yang disengaja

yakni penutur bercanda kepada mitra tutur dan mitra tutur terhibur namun candaan

tersebut dapat menimbulkan konflik bila candaan tersebut ditanggapi secara

berlebihan, (4) menghilangkan muka yakni penutur mempermalukan mitra tutur

didepan banyak orang, dan (5) mengancam muka yakni penutur memberikan

ancaman atau tekanan kepada mitra tutur yang menyebabkan mitra tutur terpojok.

Dari beberapa penelitian diatas didapat kesimpulan, bahwa dari segi hasil

penelitian ternyata masih banyak ditemukan ketidaksantunan berbahasa yang

dikaji secara Linguistik, Pragmatik dan berdasarkan teori-teori ketidaksantunan

dalam buku Impoliteness in Language oleh Bousfield et al (Eds.). Kita dapat

menemukan kesimpulan yang lain dari keempat penelitian tersebut, yaitu dari segi

jenis penelitian termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Pengambilan data dengan

menggunakan metode simak dan metode cakap. Berdasarkan fakta-fakta yang

ditemukan dari beberapa penelitian diatas, peneliti semakin yakin untuk

digunakan sebagai referansi serta acuan untuk mengkaji ketidaksantunan

berbahasa secara Linguistik, Pragmatik, dan berdasarkan teori-teori

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

14

ketidaksantunan yang ada. Khususnya digunakan untuk mengkaji ketidaksantunan

berbahasa dalam ranah agama Hindu.

2.2 Pragmatik

Bahasa merupakan alat utama dalam komunikasi dan memiliki daya

ekspresi dan dan informatif yang besar. Bahasa sangat dibutuhkan oleh manusia

karena dengan bahasa manusia bisa menemukan kebutuhan mereka dengan cara

berkomunikasi antara satu dengan lainnya. Komunikasi tidak lepas dari suasana

maupun kontek. Untuk mengkaji mengenai hal tersebut salah satu caranya adalah

melalui sudut pandang pragmatik.

Huang (2007:2) memaparkan bahwa “pragmatics is the systematic study of

meaning by virtue of, or dependent on, the use of language”. Huang menjelaskan

definisi pragmatik sebagai studi sistematis tentang makna yang berdasarkan atau

tergantung pada penggunaan bahasa. Definisi lain dijelaskan oleh Levinson

(1983:9) via Nadar (2009:4) dalam bukunya yang berjudul Pragmatik &

Penelitian Pragmatik, yang mendefinisikan pragmatik sebagai berikut:

“Pragmatics is the study of those relations between language and context that are

grammaticalized, or encoded in the structure of language”. Maksud dari definisi

Levinson adalah pragmatik merupakan kajian hubungan antara bahasa dan

konteks yang tergramatikalisasi atau terkodifikasi dalam struktur bahasa.

Yule (2006:3) menelaah ada 4 (empat) definisi pragmatik, yaitu (1)

bidang yang mengkaji makna pembicara, (2) bidang yang mengkaji makna

menurut konteksnya; (3) bidang yang mengkaji tentang bagaimana agar lebih

banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan, dan (4) bidang yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

15

mengkaji tentang ungkapan dari jarak hubungan.

Berdasarkan berbagai pendapat dari para ahli tersebut, dapat disimpulkan

bahwa pragmatik adalah bagian dari studi linguistik yang mengkaji penggunaan

bahasa. Pengkajian bahasa dalam pragmatik akan selalu terikat dengan koteks dari

pengguna bahasa tersebut.

2.3 Fenomena Pragmatik

Pragmatik membagi menjadi empat fenomena, yakni praanggapan,

implikatur, deiksis dan kesantunan. Keempat fenomena itu akan dijelaskan

sebagai berikut.

2.3.1 Praangapan

Dalam berkomunikasi seseorang memiliki suatu gagasan yang akan

dituturkan kepada mitra tutur. Hal tersebut diasumsikan bahwa mitra tutur telah

mengetahui sesuatu yang telah dituturkan oleh penutur. Karena informasi telah

mendapat anggapan untuk diketahui, maka informasinya biasanya tidak

dinyatakan dan akibatnya akan menjadi bagian dari apa yang disampaikan tetapi

tidak dikatakan. Hal ini didukung oleh pendapat Harimurti (2001:176), yang

menyatakan bahwa praanggapan atau presuposisi merupakan syarat yang yang

diperlukan bagi benar tidaknya suatu kalimat.

Levinson (1983:201-202) dalam Nadar (2009:66) menyimpulkan dari

berbagai definisi-definisi pragmatik yang dikemukakan oleh para ahli bahasa,

mengemukakan bahwa presupposisi pragmatik mengandung dua hal pokok yaitu

kesesuaian ‘appropriateness’ atau kepuasan ‘felicity’ dan pemahaman bersama

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

16

‘mutual knowledge’, atau ‘common ground’ dan ‘joint assumption’. Dengan

demikian pemahaman bersama ‘common ground’ dan kesesuaian

‘appropriateness’ merupakan hal-hal mendasar dalam berbagai definisi mengenai

presupposisi pragmatik. Jadi, praanggapan merupakan sesuatu yang dianggap dan

diketahui oleh lawan tutur.

2.3.2 Implikatur

Implikatur menerangkan apa yang dimaksudkan penutur, berbeda dengan

apa yang dikatakan sebenarnya oleh penutur. Dalam rangka memahami apa yang

dimaksudkan oleh penutur lawan tutur harus selalu melakukan interpretasi pada

tuturan-tuturannya (Nadar, 2009:60). Pemahaman terhadap implikatur percakapan

tidak lepas dari asas kerjasama (cooperative principl) (Grice dalam Yule 1996:31-

32). Grice menjabarkan prinsip kerjasama tersebut ke dalam empat maksim

percakapan, yakni pertama, maksim kuantitas. Maksim kuantitas menjelaskan

mengenai percakapan yang singkat tetapi maknanya padat, tepat dan tidak

berbelit-belit. Kedua, maksim kualitas yang menjelaskan mengenai percakapan

yang sesuai dengan kenyataan dan fakta yang terjadi. Ketiga, maksim relevansi

merupakan suatu hubungan antara penutur dan mitra tutur yang terjalin secara

baik dan membicarakan sesuai permasalahan. Terakhir adalah maksim cara yakni

antara penutur dan mitra tutur menghindari tuturan yang tidak jelas, ketakaburan

ujaran, ketaksaan dan menugkapkan tuturan secara sistematis.

Grice membagi implikatur menjadi dua, yakni conventional implikatur

(implikatur konvensional), dan conversation implikatur (implikatur percakapan).

Dalam implikatur konvensional, maksud diperoleh langsung dari makna kata dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

17

bukan dari prinsip percakapan. Implikatur ini bersifat secara umum dan

konvensial. Berbeda dengan implikatur perckapan, yakni implikatur memliki

variasi karena makna dan pengertian yang dimaksudkan bergantung pada konteks

pembicaraan. Implikatur percakapan terjadi karena adanya kenyataan bahwa

sebuah ujaran yang mempunyai implikasi berupa proposisi yang sebenarnya

bukan bagian dari tuturan tersebut dan tidak pula merupakan konsekuensi yang

harus ada dari tuturan itu.

Menurut Yule (2006:69–80) implikatur dibedakan menjadi lima macam

sebagai berikut.

1) Implikatur percakapan

Penutur yang menyampaikan makna lewat implikatur dan

pendengarlah yang mengenali makna-makna yang disampaikan

lewat inferensi. Kesimpulan yang sudah dipilih ialah kesimpulan

yang mempertahankan asumsi kerja sama.

2) Implikatur percakapan umum

Jika pengetahuan khusus tidak dipersyaratkan untuk

memperhitungkan makna tambahan yang disampaikan, hal ini

disebut implikatur percakapan umum.

3) Implikatur berskala

Informasi tertentu yang selau disampaikan dengan memilih

sebuah kata yang menyatakan suatu nilai dari suatu skala nilai. Ini

secara khusus tampak jelas dalam istilah-istilah untuk

mengungkapkan kuantitas, seperti yang ditunjukkan dalam skala

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

18

(semua, sebagian besar, banyak, beberapa, sedikit) dan (selalu,

sering, kadang-kadang), dimana istilah-istilah itu didaftar dari

skala nilai tertinggi ke nilai terendah. Dasar implikatur berskala

adalah bahwa semua bentuk negatif dari skala yang lebih tinggi

dilibatkan apabila bentuk apapun dalam skala itu dinyatakan.

4) Implikatur percakapan khusus

Percakapan sering terjadi dalam konteks yang sangat khusus di

mana kita mengasumsikan informasi yang kita ketahui secara

lokal. Inferensi-inferensi yang sedemikian dipersyaratkan untuk

menentukan maksud yang disampaikan menghasilkan amplikatur

percakapan khusus.

5) Implikatur konvensional

Kebalikan dari seluruh implikatur percakapan yang dibahas

sejauh ini, implikatur konvensional tidak didasarkan pada prinsip

kerja sama atau maksim-maksim. Implikatur konvensional tidak

harus terjadi dalam percakapan, dan tidak bergantung pada

konteks khusus untuk menginterpretasikannya. Seperti halnya

presupposisi leksikal, implikatur konvensional diasosiasikan

dengan kata-kata khusus dan menghasilkan maksud tambahan

yang disampaikan apabila kata-kata tersebut digunakan. Kata

yang memiliki implikatur konvensional adalah kata ‘bahkan’ dan

‘tetapi’.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

19

Di dalam sebuah pertuturan yang sesungguhnya, si penutur dapat secara

lancar berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan yang

dipertuturkan itu. Diantara penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak

percakapan yang tidak tertuis, bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu sudah

saling dimengerti dan saling dipahami. Grice (1975) dalam Rahardi (2003)

menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan

bagian dari tuturan tersebut. Proposisi yang diimplikasikan semacam itu disebut

implikatur percakapan (Rahardi, 2006:85).

2.3.3 Deiksis

Penafsiran deiksis tergantung pada konteks, maksud penutur, dan ungkapan-

ungkapan itu mengungkapan jarak hubungan. Diberikannya ukuran kecil dan

rentangan yang sangat luas dari kemungkinan pemakainya, ungkapan-ungkapan

deiksis selalu menyampaikan lebih banyak hal dari pada yang diucapkan (Yule,

2006:26)

Deiksis adalah gejala semantik yang terdapat pada kata atau konstruksi yang

hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan mempertimbangkan kontek

pembicaraan. Deiksis idefinisikan sebagai ungkapan yang terikat dengan

konteksnya. Deiksis juga mengacu pada perbedaan antara ungkapan-ungkapan

deiksis “dekat penutur (proksimal)” dan “jauh dari penutur (distal)”. Ungkapan

yang termasuk dalam deiksis dekat penutur (proksimal) adalah di sini, ini,

sekarang, sedangkan deiksis jauh dari penutur (distal) menggunakan ungkapan itu,

di sana, pada saat itu. Istilah-istilah proksimal biasanya ditafsirkan sebagai istilah

‘tempat pembicara’, atau ‘pusat deiksis’, sehingga ‘di sini’ umumnya dipahami

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

20

sebagai acuan terhadap titik atau keadaan pada saat tuturan penutur terjadi di

tempatnya. Sementara itu, untuk istilah distal yang menunjukkan ‘jauh dari

penutur’, tetapi dapat juga digunakan untuk membedakan antara ‘dekat dengan

lawan tutur’ dan ‘jauh dari penutur maupun lawan tutur’ (Yule, 2006:14).

Fenomena deiksis merupakan cara yang paling jelas untuk menggambarkan

hubungan antara bahasa dan konteks dalam struktur bahasa itu sendiri.

Deiksis terbagi lima macam yakni deiksis persona, deiksis tempat, deiksis

waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Hal tersebutakan dipaparkan

sebagaiberikut :

1) Deiksis Persona, yakni menentukan suatu ujaran yang dipengaruhi oleh

peran peserta dalam peristiwa berbahasa. Peran peserta berbahasa

terbagi menjadi tiga. Pertama ialah orang pertama, yaitu kategori

rujukan pembicara kepada dirinya atau kelompok yang melibatkan

dirinya, misalnya saya, kita, dan kami. Kedua ialah orang kedua, yaitu

kategori rujukan pembicara kepada seorang pendengar atau lebih yang

hadir bersama orang pertama, misalnya kamu, kalian, saudara. Ketiga

ialah orang ketiga, yaitu kategori rujukan kepada orang yang bukan

pembicara atau pendengar ujaran itu, baik hadir maupun tidak, misalnya

dia dan mereka.

2) Deiksis Tempat ialah pemberian bentuk pada lokasi menurut peserta

dalam peristiwa bahasa. Semua bahasa -termasuk bahasa Indonesia-

membedakan antara “yang dekat kepada pembicara” (di sini) dan “yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

21

bukan dekat kepada pembicara” (termasuk yang dekat kepada

pendengar -di situ) (Nababan, 1987: 41).

3) Deiksis Waktu ialah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang

dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa. Deiksis waktu juga

ditujukan pada partisipan dalam wacana. Dalam banyak bahasa, deiksis

(rujukan) waktu ini diungkapkan dalam bentuk “kala” (Inggris: tense)

(Nababan, 1987: 41).

4) Deiksis Wacana ialah rujukan pada bagian-bagian tertentu dalam

wacana yang telah diberikan atau sedang dikembangkan (Nababan,

1987: 42). Deiksis wacana mencakup anafora dan katafora. Anafora

ialah penunjukan kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan

sebelumnya dalam wacana dengan pengulangan atau substitusi.

Katafora ialah penunjukan ke sesuatu yang disebut kemudian. Bentuk-

bentuk yang dipakai untuk mengungkapkan deiksis wacana itu adalah

kata/frasa ini, itu, yang terdahulu, yang berikut, yang pertama disebut,

begitulah, dan sebagainya.

5) Deiksis Sosial ialah rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan

kemasyarakatan yang mempengaruhi peran pembicara dan pendengar.

Perbedaan itu dapat ditunjukkan dalam pemilihan kata. Dalam beberapa

bahasa, perbedaan tingkat sosial antara pembicara dengan pendengar

yang diwujudkan dalam seleksi kata dan/atau sistem morfologi kata-

kata tertentu (Nababan, 1987: 42).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

22

2.3.4 Kesantunan Berbahasa

Dalam kesantunan tercermin antara kesantunan berperilaku dan kesantunan

berbahasa. Kesantunan berperilaku merupakan tata cara bertindak atau gerak-

gerik ketika menghadapi sesuatu atau dalam situasi tertentu. Sedangkan,

kesantunan berbahasa dalam tata cara berkomunikasi lewat tanda verbal atau tata

cara berbahasa. Bahasa merupakan cermin kepribadian seseorang, yang berarti

bahasa (yang digunakan) seseorang atau suatu bangsa dapat diketahui

kepribadiaannya (Pranowo, 2009:3).

Pranowo (2009:3) menjelaskan bahasa verbal adalah bahasa yang

diungkapkan dengan kata-kata dalam bentuk ujaran atau tulisan, sedangkan

bahasa nonverbal adalah bahasa yang diungkapkan dalam bentuk mimik, gerak

gerik tubuh, sikap atau perilaku. Pemakaian bahasa verbal lebih mudah untuk

dilihat atau diamati. Namun, disamping itu terdapat pula bahasa nonverbal yang

mendukung pengungkapan kepribadian seseorang, yakni berupa mimik, gerak-

gerik tubuh, sikap, atau perilaku.

Struktur bahasa yang santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh

penutur/penulis agar tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca

(Pranowo, 2009:4). Ketika berkomunikasi, penggunaan bahasa dengan baik dan

benar saja belum cukup. Agar dapat membentuk perilaku seseorang menjadi lebih

baik hendaknya juga menerapkan penggunaan bahasa yang santun.

Pemakaian bahasa seseorang berbeda-beda, dalam masyarakat masih

terdapat penggunaan bahasa yang santun maupun tidak santun. Pada

kenyataannya, penggunaan bahasa yang tidak santun lebih banyak terjadi dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

23

berkomunikasi di lingkungan masyarakat. Pranowo (2009:51) memaparkan

beberapa alasan yang mendasari hal tersebut, antara lain (a) tidak semua orang

memahami kaidah kesantunan, (b) ada yang memahami kaidah tetapi tidak mahir

menggunakan kaidah kesantunan, (c) ada yang mahir menggunakan kaidah

kesantunan dalam berbahasa, tetapi tidak mengetahui bahwa yang digunakan

adalah kaidah kesantunan, dan (d) tidak memahami kaidah kesantunan dan tidak

mahir berbahasa secara santun. Maka dari itu, agar terwujudnya dominasi

penggunaan bahasa santun daripada bahasa yang tidak santun perlu melakukan hal

berikut (a) kaidah kesantunan berbahasa sudah dideskripsikan dengan baik, (b)

kaidah yang sudah dideskripsikan tersebut kemudian disosialisasikan kepada

masyarakat, (c) pembinaan terus menerus melalui berbagai jalur (sekolah, kantor,

lembaga-lembaga lain yang menjadi tempat berkimpulnya orang banyak), (d)

pengawasan yang sifatnya “sapa senyum” agar masyarakat semakin sadar untuk

menggunakan bahasa yang santun terus menerus (Pranowo, 2009:52).

Pemakaian bahasa, baik santun maupun tidak dapat dilihat dari dua hal,

yaitu pilihan kata (diksi) dan gaya bahasa. Pilihan kata yang dimaksud adalah

ketepatan pemakaian kata untuk mengefektifkan pesan dalam konteks tertentu

sehingga menimbulkan efek tertentu pada mitra tutur. Sedangkan, gaya bahasa

digunakan untuk memperindah tuturan dan kehalusan budi pekerti penutur.

Beberapa gaya bahasa yang dapat digunakan untuk melihat santun tidaknya

pemakaian bahasa dalam bertutur, antara lain: majas hiperbola, majas

perumpamaan, majas metafora, dan majas eufemisme. Selain hal tersebut,

Pranowo (2009:76–79) menjelaskan adanya dua aspek penentu kesantunan, yaitu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

24

aspek kebahasaan dan aspek nonkebahasaan. Aspek kebahasaan meliputi aspek

intonasi (keras lembutnya intonasi ketika seseorang berbicara), aspek nada bicara

(berkaitan dengan suasana emosi penutur: nada resmi, nada bercanda atau

bergurau, nada mengejek, nada menyindir), faktor pilihan kata, dan faktor struktur

kalimat. Sedangkan, aspek nonkebahasaan berupa pranata sosial budaya

masyarakat (misalnya aturan anak kecil yang harus selalu hormat kepada orang

yang lebih tua, dan sebagainya), pranata adat (seperti jarak bicara antara penutur

dengan mitra tutur, gaya bicara, dan sebagainya).

Melihat fenomena-fenomena kebahasaan yang terjadi dalam masyarakat,

beberapa ahli mengidentifikasikan indikator kesantunan berbahasa. Indikator

adalah penanda yang dapat dijadikan penentu apakah pemakaian bahasa seseorang

dapat dikatakan santun atau tidak. Dell Hymes (1978) dalam Pranowo (2009:100–

101) menyatakan bahwa ketika seseorang berkomunikasi hendaknya

memerhatikan beberapa komponen tutur yang meliputi latar, peserta, tujuan

komunikasi, pesan yang ingin disampaikan, bagaimana pesan itu disampaikan,

segala ilustrasi yang ada di sekitar peristiwa penutur, pranata sosial

kemasyarakatan, dan ragam bahasa yang digunakan. Sedangkan, Grice (2000)

dalam Pranowo (2009:102) lebih menekankan tata cara ketika berkomunikasi.

Kemudian Leech (1983) via Pranowo (2009:102–103), memaparkan prisnsip

kesantunannya sebagai indikator kesantunan berbahasa, yakni: maksim

kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim kerendahan hati, maksim

kesetujuan, maksim simpati, dan maksim pertimbangan. Selanjutnya, Pranowo

(2009:103–105) mengemukakan indikator kesantunan berupa nilai-nilai luhur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

25

yang mendukung kesantunan, yaitu sikap rendah hati. Sikap rendah hati seseorang

dapat tumbuh dan berkembang jika seseorang mampu memanifestasikan nilai-

nilai lain, seperti tenggang rasa (angon rasa, adu rasa), angon wayah, mau

berkorban, mawas diri, empan papan, dan sebagainya.

2.3.5 Ketidaksantunan Berbahasa

Ketidaksantunan berbahasa ini muncul dengan melihat realita di masyarakat

dalam menggunakan bahasa atau berkomunikasi. Penggunaan bahasa yang santun

dalam berkomunikasi masih jauh dari yang diharapkan.

Ketidaksantunan berbahasa merupakan bentuk yang menunjuk pada

perilaku kebahasaan yang tidak baik, kasar, dan melanggar tata krama. Selain

kelima fenomena di atas, muncul fenomena baru yang belum banyak dikaji oleh

para ahli linguistik dan pragmatik, fenomena tersebut merupakan ketidaksantunan

berbahasa. Pranowo (2009:68-71) memaparkan gejala penutur yang bertutur

secara tidak santun, yaitu penutur menyampaikan kritik secara langsung

(menohok mitra tutur) dengan kata atau frasa kasar, penutur didorong rasa emosi

yang berlebihan ketika bertutur sehingga terkesan marah kepada mitra tutur,

penutur kadang-kadang protektif terhadap pendapatnya (hal demikian

dimaksudkan agar tuturan mitra tutur tidak dipercaya oleh pihak lain), penutur

sengaja ingin memojokkan mitra tutur dalam bertutur, penutur terkesan

menyampaikan kecurigaan terhadap mitra tutur.

Atas dasar identifikasi di atas, Pranowo (2009:72-73) menyebutkan empat

faktor yang menyebabkan ketidaksantunan pemakaian bahasa. Pertama, ada orang

yang memang tidak tahu kaidah kesantunan yang harus dipakai ketika berbicara.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

26

Kedua, faktor pemerolehan kesantunan. Ketiga, ada orang yang sulit

meninggalkan kebiasaan lama dalam budaya bahasa pertama sehingga masih

terbawa dalam kebiasaan baru (interferensi bahasa Indonesia). Keempat, karena

sifat bawaan “gawan bayi” ang memang suka berbicara tidak santun di hadapan

mitra tutur.

2.3.6 Teori-Teori Ketidaksantunan

Ketidaksantunan berbahasa merupakan bentuk pertentangan dari

kesantunan berbahasa. Kesantunan menunjuk pada perilaku sopan santun dan tata

karma yang baik. Sebaliknya, ketidaksantunan menunjuk pada perilaku yang tidak

baik, kasar, dan melanggar tata karma. Teori-teori yang mendasari

ketidaksantunan berbahasa adalah sebagai berikut.

Menurut pandangan Locher (2008), ketidaksantunan dalam berbahasa

dapat dipahami sebagai berikut, ‘…behaviour that is face-aggravating in a

particular context.’ Jadi intinya, ketidaksantunan berbahasa itu menunjuk pada

perilaku ‘melecehkan’ muka (face-aggravate). Berikut ini disampaikan tuturan

yang mengandung ketidaksantunan yang diucapkan oleh umat agama Hindu.

Umat 1 : “ Hari ini ceramahnya tentang dunia lain”Umat 2 : “Iya, pasti setan yang dimaksud mukanya sepertimu”

Adapun latar belakang situasinya adalah:Tuturan tersebut diucapkan oleh seorang umat setelah selesai mengikutiupacara keagamaan. Berdasarkan contoh tersebut dapat kita lihat umat 2menunjukan ketidaksantunan perilaku melecehkan muka.

Perilaku melecehkan muka itu sesungguhnya lebih dari sekadar

‘mengancam’ muka (face-threaten), seperti yang ditawarkan dalam banyak

definisi kesantunan klasik Leech (1983), Brown and Levinson (1987), atau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

27

sebelumnya pada tahun 1978, yang cenderung dipengaruhi konsep muka Erving

Goffman (cf. Rahardi, 2009). Interpretasi lain yang berkaitan dengan definisi

Locher terhadap ketidaksantunan berbahasa ini adalah bahwa tindakan tersebut

sesungguhnya bukanlah sekadar perilaku ‘melecehkan muka’, melainkan perilaku

yang ‘memain-mainkan muka’. Contoh dari tuturan yang memain-mainkan muka

tampak pada cuplikan berikut.

Umat 1 : “Kamu sebagai orang yang beragama, Jangan suka mencela oranglain seperti itu”

Umat 2 : “Siapa kamu Bapaku juga bukan berlagak menasehatiku”

Adapun latar belakang situasinya adalah:Tuturan tersebut diucapkan oleh seorang umat ketika ada orang cacatberjalan di depanya. Berdasarkan contoh tersebut dapat kita lihat umat duamenunjukan ketidaksantunan perilaku melecehkan muka.

Dalam pandangan Derek Bousfield (2008), ketidaksantunan dalam

berbahasa dipahami sebagai, ‘The issuing of intentionallygratuitous and

conflictive face-threatening acts (FTAs) that are purposefully perfomed.’

Bousfield memberikan penekanan pada dimensi ‘kesembronoan’(gratuitous), dan

konfliktif (conflictive) dalam praktik berbahasa yang tidak santun itu.

Umat 1 : “Apakah beliau yang akan memimpin upacra keagamaan hari ini”Umat 2 : “Iya, benar sekali orang yang sangat pendek seperti tuyul”

Adapun latar belakang situasinya adalah:Tuturan tersebut diucapkan oleh seorang umat ketika upacara keagamanakan dimulai. Berdasarkan contoh tersebut dapat kita lihat umat duamenunjukan ketidaksantuanan dengan memberikan penekanankesembronoan dengan mengejek orang lain .

Pemahaman Culpeper (2008) tentang ketidaksantunan berbahasa adalah,

‘Impoliteness, as I would define it, involves communicative behavior intending to

cause the “face loss” of a target or perceived by the target to be so.’ Dia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

28

memberikan penekanan pada fakta ‘face loss’ atau ‘kehilangan muka’—kalau

dalam bahasa Jawa mungkin konsep itu dekat dengan konsep ‘kelangan rai’

(kehilangan muka).

Umat 1 : “Selamat pagi (umat satu menyapa)”Umat 2 : “Pagi juga , mau pergi kemana?”Umat 1 : “Saya ingin pergi ber ibadah”Umat 2 : “Orang miskain ya! Ke tempat ibadah memakai pakaian compang

camping”Umat 1 : “(tetap berjalan sambil menundukan kepala)”

Adapun latar belakang situasinya adalah:Tuturan tersebut diucapkan oleh umat ketika sedang berjalan menujutemapat ibadah. Berdasarkan contoh di atas menunjukan ketidaksantuananyang dilakukan olah umat 2 dengan memberikan penekanan pada fakta.

Terkourafi (2008) memandang ketidaksantunan sebagai, ‘impoliteness

occurs when the expression used is not conventionalized relative to the context of

occurrence; it threatens the addressee’s face but no face-threatening intention is

attributed to the speaker by the hearer.’ Jadi, perilaku berbahasa dalam

pandangannya akan dikatakan tidak santun bilamana mitra tutur (addressee)

merasakan ancaman terhadap kehilangan muka (face threaten), dan penutur

(speaker) tidak mendapatkan maksud ancaman muka itu dari mitra tuturnya.

Umat 1 :“Berjalan di sela-sela orang banyak”Umat 2 : “Dasar sialan tidak punya mata ya? (ketika umat satu tidak

sengaja menginjak kaki umat dua )”Umat 1 :“Maaf mas saya tidak sengaja”

Adapun latar belakang situasinya adalah:Tuturan tersebut diucapkan oleh seorang umat ketika upacara keagamaanberlangsung.

Mereka berpandangan bahwa perilaku tidak santun adalah perilaku yang

secara normatif dianggap negatif (negatively marked behavior), lantaran

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

29

melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Juga mereka

menegaskan bahwa ketidaksantunan merupakan peranti untuk menegosiasikan

hubungan antarsesama (a means to negotiate meaning). Selengkapnya pandangan

mereka tentang ketidaksantunan tampak berikut ini, ‘impolite behaviour and face-

aggravating behaviour more generally is as much as this negation as polite

versions of behavior.’ (cf. Lohcer and Watts, 2008:5).

Umat 1 : “Menundukan kepala sambil sambil berbisik aduh siapa ini yangmengangu. “gelisah karena ada yang mencolek kupingnya ”

Umat 2 : “Hehe tertawa lirih sambil mencolek kuping umat didepanyadengan maksud bercanda ”

Adapun latar belakang situasinya adalah:Tuturan tersebut diucapkan oleh seorang umat ketika upacara keagamaansedang berlangsung. Dalam contoh di atas menunjukan perilaku umat 2melangar norma sosial karena pada saat menjalankan upacara keagamaanberperilaku sembrono.

Sebagai rangkuman dari sejumlah teori ketidaksantunan yang disampaikan

dibagian depan, dapat ditegaskan bahwa terdapat beberapa teori mengenai

ketidaksantunan berbahasa yang dikemukakan oleh para ahli yaitu (1) teori

ketidaksantunan berbahasa menurut pandangan Miriam A. Locher adalah sebagai

tindak berbahasa yang melecehkan muka dan memain-mainkan muka, (2) teori

ketidaksantunan berbahasa menurut pandangan Bousfield adalah perilaku

berbahasa yang mengancam muka yang mengacu pada kesembronoan

(gratuitous), hingga mendatangkan konflik, dan tindakan tersebut dilakukan

dengan kesengajaan (purposeful), (3)teori ketidaksantunan berbahasa menurut

pandangan Culpeperadalah perilaku berbahasa untuk membuat orang benar-benar

kehilangan muka (face loss), atau setidaknya orang tersebut ‘merasa’ kehilangan

muka, (4) teori ketidaksantunan berbahasa menurut pandangan Terkourafi adalah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

30

perilaku berbahasa yang bilamana mitra tutur (addressee) merasakan ancaman

terhadap kehilangan muka (face threaten), dan penutur (speaker) tidak

mendapatkan maksud ancaman muka itu dari mitra tuturnya, dan (5) teori

ketidaksantunan berbahasa menurut pandangan Locher and Watts adalah perilaku

berbahasa yang secara normatif dianggap negatif (negatively marked behavior),

lantaran melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Kelima

teori ketidaksantunan berbahasa itu, semuanya akan digunakan sebagai kacamata

untuk melihat praktik berbahasa yang tidak santun dalam mengamati tuturan

dalam ranah agama Hindu wilayah Kota Yogyakarta

2.4 Konteks

Rahardi (2003;18) konteks situasi tuturan yang dimaksud menunjuk pada

aneka macam kemungkinan latar belakang kemungkinan latar pengetahuan

(beckground knowledge)yang muncul dan dilmiliki bersama-sama baik oleh si

penutur maupun oelh mitra tutur, serta aspek-aspek non-kebahasaan lainnya

menyertai ,mewadahi serta melatarbelakangi hadirnya sebuah penuturan tertentu.

Maka dengan mendasarkan pada gagasan leech tersebut , Wijana (1996) dengan

tegas menyatakan bahwa konteks yang semacam itu dapat disebut juga konteks

situasi pertuturan (spceeh situational context)

Selanjutnya Leech (1983:13) mengartikan konteks dalam sebuah tuturan

sebagai “context to be any background knowledge assumed to be shared by s and

h and which contributes to h’s interpretation of what s means by a given

utterance”. Kemudian Levinson (1983:22−23) via Nugroho (2009:119)

menjelaskan bahwa untuk mengetahui konteks, seseorang harus membedakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

31

antara situasi aktual sebuah tuturan dalam semua keberagaman ciri-ciri tuturan

mereka, dan pemilihan ciri-ciri tuturan tersebut secara budaya dan linguistis yang

berhubungan dengan produksi dan penafsiran tuturan.

Berdasarkan penjelasan di atas, konteks dapat diartikan sebagai segala

sesuatu yang berhubungan dengan situasi dan kondisi peserta tutur dengan latar

belakang pengetahuan yang sama atas apa yang dituturkan dan dimaksudkan oleh

penutur. Komponen konteks mempengaruhi tuturan seseorang serta berhubungan

dengan penafsiran dari mitra tutur.

Kemudian Levinson (1983:22−23) via Nugroho (2009:119) menjelaskan

bahwa untuk mengetahui konteks, seseorang harus membedakan antara situasi

aktual sebuah tuturan dalam semua keserbaragaman ciri-ciri tuturan mereka, dan

pemilihan ciri-ciri tuturan tersebut secara budaya dan linguistis yang berhubungan

dengan produksi dan penafsiran tuturan.

Hymes (1974) via Nugroho (2009:119) menghubungkan konteks dengan

situasi tutur. Hymes melibatkan istilah ‘komponen tutur’ dalam menjelaskan

tentang konteks. Seperti yang dikutip oleh Sumarsono (2008:325−334), Hymes

menyebutkan terdapat enam belas komponen tutur, yaitu (1) bentuk pesan

(message form), (2) isi pesan (message content), (3) latar (setting), (4) suasana

(scene), (5) penutur (speaker, sender), (6) pengirim (addressor), (7) pendengar

(hearer, receiver, audience), (8) penerima (addressee), (9) maksud-hasil

(purpose-outcome), (10) maksud-tujuan (purpose-goal), (11) kunci (key), (12)

saluran (channel), (13) bentuk tutur (forms of speech), (14) norma interaksi (norm

of interaction), (15) norma interpretasi (norm of interpretation), dan (16) kategori

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

32

wacana (genre). Dalam situasi tutur tersebut, terdapat delapan komponen yang

mempengaruhi tuturan seseorang. Kedelapan komponen tutur tersebut meliputi

latar fisik dan latar psikologis (setting and scene), peserta tutur (participants),

tujuan tutur (ends), urutan tindak (acts), nada tutur (keys), saluran tutur

(instruments), norma tutur (norms), dan jenis tutur (genres) (Hymes, 1974) via

(Nugroho, 2009:119).

Berdasarkan penjelasan di atas, konteks dapat diartikan sebagai segala

sesuatu yang berhubungan dengan situasi dan kondisi peserta tutur dengan latar

belakang pengetahuan yang sama atas apa yang dituturkan dan dimaksudkan oleh

penutur. Konteks tersebut disertai dengan komponen-komponen tuturan yang

sangat mempengaruhi tuturan seseorang. Kehadiran konteks berhubungan dengan

produksi dan penafsiran dari tuturan. Konteks secara liguistik terbagi menjadi dua

yaitu intra liguistik dan ekstra liguistik. Faktor intra liguistik adalah faktor yang

ada di dalam bahasa itu sendiri, yang termasuk intra liguistik adalah unsur

segmental, diksi, kategori fatis, unsur suprasekmental, tekanan, intonasi, nada.

Faktor ekstra liguistik, yaitu faktor yang berada di luar bahasa yang meliputi latar

belakang sosial budaya, yang termasuk dalam extraliguistik adalah penutur dan

lawan tutur, konteks tuturan, tujuan penutur, tuturan sebagai bentuk tindakan atau

aktivitas, tuturan sebagai bentuk tindak verbal.

Leech (1983) via Rahardi (2012) menggunakan istilah ‘speech situations’

atau situasi tutur dalam pemahamannya tentang konteks. Sehubungan dengan

bermacam-macamnya maksud yang dikomunikasikan oleh penuturan sebuah

tuturan, Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13) mengemukakan sejumlah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

33

aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik.

Aspek-aspek itu adalah sebagai berikut.

2.4.1.1 Konteks Ekstra Linguistik

Faktor ekstra liguistik, yaitu faktor yang berada di luar bahasa yang meliputi

latar belakang sosial budaya, yang termasuk dalam extraliguistik adalah penutur

dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan penutur, tuturan sebagai bentuk tindakan

atau aktivitas, tuturan sebagai bentuk tindak verbal.

2.4.1.2 Penutur Dan Lawan Tutur

Konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan pembaca

bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek

yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang

sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dan sebagainya.

2.4.1.3 Konteks Tuturan

Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek

fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks yang

bersifat fisik lazim disebut koteks (cotext), sedangkan konteks setting sosial

disebut konteks. Di dalam pragmatik konteks itu pada hakikatnya adalah semua

latar belakang pengetahuan (back ground knowledge) yang dipahami bersama

oleh penutur dan lawan tutur.

2.4.1.4 Tujuan Penutur

Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh

maksud dan tujuan tertentu. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan yang

bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama. Atau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

34

sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama.

Di dalam pragmatik, berbicara merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan

(goal oriented activities). Ada perbedaan yang mendasar antara pandangan

pragmatik yang bersifat fungsional dengan pandangan gramatika yang bersifat

formal. Di dalam pandangan yang bersifa formal, setiap bentuk lingual yang

berbeda tentu memiliki makna yang berbeda.

2.4.1.5 Tuturan Sebagai Bentuk Tindakan Atau Aktivitas

Bila gramatika menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai entitas yang

abstrak, seperti kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi semantik, dan

sebagainya, pragmatik berhubungan dengan tindak verbal (verbal act) yang terjadi

dalam situasi tertentu. Dalam hubungan ini, pragmatik menangani bahasa dalam

tingkatannya yang lebih konkret dibanding dengan tata bahasa. Tuturan sebagai

entitas yang konkret jelas penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat

pengutaraannya.

2.4.1.6 Tuturan Sebagai Produk Tindak Verbal

Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatik, seperti yang

dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur. Oleh

karenanya, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak verbal. Sebagai

contoh, kalimat Apakah rambutmu tidak terlalu panjang? Dapat ditafsirkan

sebagai pertanyaan atau perintah. Dalam hubungan ini, dapat ditegaskan ada

perbedaan yang mendasar antara kalimat (sentence) dengan tuturan (utturance).

Kalimat adalah entitas gramatikal sebagai hasil kebahasaan yang diidentifikasikan

lewat penggunaannya dalam situasi tertentu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

35

2.4.1.7 Konteks Intra Linguistik

Faktor intra liguistik adalah faktor yang ada di dalam bahasa itu sendiri,

yang termasuk intra liguistik adalah unsur segmental, diksi, kategori fatis, unsur

suprasekmental, tekanan, intonasi, nada.

2.4.1.8 Unsur Segmental

Unsur segmental berkenaan dengan wujud tuturan. Unsur segmental hanya

akan didapati pada bahasa tulisan, bukan pada bahasa lisan. Unsur ini mencakup

penggunaan diksi, dan kategori fatis yang terdapat dalam tuturan. Berikut

pemaparan dari setiap unsur tersebut.

2.4.1.9 Diksi

Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai

untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokkan

kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya

mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Keraf (1986:24)

mendefinisikan pilihan kata atau diksi sebagai kemampuan membedakan secara

tepat bentuk-benuk makna dari gagasan yang disampaikan, dan kemampuan untuk

menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang

dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Pilihan kata yang tepat dan sesuai

hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau

perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud dengan

perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang

dimiliki oleh sebuah bahasa. Penggunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua

persoalan pokok, yaitu pertama, ketepatan pemilihan kata untuk mengungkapkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

36

sebuah gagasan, hal atau barang yang akan diamanatkan, dan kedua, kesesuaian

atau kecocokan dalam mempergunakan kata tadi.

Keraf (1986:87−101) menjelaskan bahwa, pendayagunaan kata pada

dasarnya dibagi menjadi dua persoalan pokok, yakni pertama, ketepatan pilihan

kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang

tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau

dirasakan oleh penulis dan pembicara. Beberapa butir perhatian dan persoalan

berikut hendaknya diperhatikan setiap orang agar bisa mencapai ketepatan pilihan

kata itu. Berikut persyaratan ketepatan diksi.

1) Membedakan secara cermat denotasi dari konotasi. Dari dua kata yang

mempunyai makna yang mirip satu sama lain, harus menetapkan mana

yang akan dipergunakan untuk mencapai tujuan. Kata yang tidak

mengandung makna atau perasaan-perasaan tambahan disebut denotasi,

sedangkan makna kata yang mengandung arti tambahan, perasaan

tertentu, nilai rasa tertentu di samping arti yang umum, dinamakan

konotasi

2) Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim. Kata-

kata yang bersinonim tidak selalu memiliki distribusi yang saling

melengkapi. Sebab itu, penulis atau pembicara harus berhati-hati memilih

kata dari sekian sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang

diinginkannya, sehingga tidak timbul interpretasi yang berlainan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

37

3) Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya. Bila penulis atau

penutur tidak mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaannya itu,

maka akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu salah paham.

4) Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri. Bahasa selalu tumbuh dan

berkembang sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat.

Perkembangan bahasa pertama-tama tampak dari pertambahan jumlah

kata baru. Namun, hal itu tidak berarti bahwa setiap orang boleh

menciptakan kata baru seenaknya. Kata baru biasanya muncul untuk

pertama kali karena dipakai oleh orang-orang terkenal atau pengarang

terkenal. Bila anggota masyarakat lainnya menerima kata itu, maka kata

itu lama-kelamaan akan menjadi milik masyarakat. Neologisme atau kata

baru atau penggunaan sebuah kata lama dengan makna dan fungsi yang

baru termasuk dalam kelompok ini.

5) Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, terutama kata-kata

asing yang mengandung akhiran asing tersebut.

6) Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara

idiomatis.

7) Untuk menjamin ketepatan diksi, penulis atau pembicara harus

membedakan kata umum dan kata khusus. Kata khusus lebih tepat

menggambarkan sesuatu daripada kata umum. Dengan demikian,

semakin khusus sebuah kata atau istilah, semakin dekat dengan titik

persamaan atau pertemuan yang dapat dicapai antara penulis dan

pembaca. Sebaliknya, semakin umum sebuah istilah, semakin jauh pula

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

38

titik pertemuan antara penulis dan pembaca. Sebuah istilah atau kata

yang umum dapat mencakup sejumlah istilah yang khusus.

8) Mempergunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang

khusus. Suatu jenis pengkhususan dalam memilih kata-kata yang tepat

adalah penggunaan istilah-istilah yang menyatakan pengalaman-

pengalaman yang diserap oleh pancaindria (serapan indria pengelihatan,

pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman. Karena kata-kata indria

melukiskan suatu sifat yang khas dari penserapan pancaindria, maka

pemakaiannya pun harus tepat.

9) Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah

dikenal. Kenyataan yang dihadapi oleh setiap pemakai bahasa adalah

bahwa makna kata tidak selalu bersifat statis. Dari waktu ke waktu,

makna kata-kata dapat mengalami perubahan sehingga akan

menimbulkan kesulitan-kesulitan baru pemakain yang terlalu bersifat

konservatif. Sebab itu, untuk menjaga agar pilihan kata selalu tepat, maka

setiap penutur bahasa harus selalu memperhatikan perubahan-perubahan

makna yang terjadi. Perubahan-perubahan makna yang penting diketahui

oleh pemakai bahasa adalah perluasan arti, penyempitan arti, ameliorasi,

peyorasi, metafora, dan metonimi.

10) Memperhatikan kelangsungan pilihan kata. Kalangsungan pilihan kata

adalah teknik memilih kata yang sedemikian rupa, sehingga maksud atau

pikiran seseorang dapat disampaikan secara tepat dan ekonomis.

Kelangsungan dapat terganggu bila seorang pembicara atau pengarang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

39

mempergunakan terlalu banyak kata untuk suatu maksud yang dapat

diungkapkan secara singkat, atau mempergunakan kata-kata yang kabur,

yang bisa menimbulkan ambiguitas (makna ganda).

Persoalan kedua dalam penggunaan kata-kata adalah kecocokan atau

kesesuaian. Terdapat beberapa hal yang perlu diketahui setiap penulis atau

pembicara, agar kata-kata yang dipergunakan tidak akan mengganggu suasana,

dan tidak akan menimbulkan ketegangan antara penulis atau pembicara dengan

para hadirin atau para pembaca. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut

(Keraf, 1986:102−111).

1) Hindarilah sejauh mungkin bahasa atau unsur substandar dalam suatu

situasi yang formal. Bahasa substandar adalah bahasa dari mereka yang

tidak memperoleh kedudukan atau pendidikan yang tinggi. Pada dasarnya

bahasa ini hanya digunakan untuk pergaulan biasa, tidak dipakai pada

tulisan-tulisan, bersenda-gurau, berhumor, atau untuk menyatakan

sarkasme atau menyatakan ciri-ciri kedaerahan. Dengan demikian, dalam

suasana formal, harus dipergunakan unsur-unsur bahasa standar, harus

dijaga agar unsur-unsur nonstandar tidak boleh menyelinap ke dalam

tutur seseorang.

2) Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja. Dalam

situasi yang umum hendaknya penulis dan pembicara mempergunakan

kata-kata populer. Kata-kata populer adalah kata-kata yang dikenal dan

diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat. Sedangkan kata-kata ilmiah

adalah kata-kata yg biasa dipakai oleh kaum terpelajar, dalam pertemuan-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

40

pertemuan resmi, diskusi-diskusi khusus, teristimewa dalam diskusi

ilmiah.

3) Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum. Jargon

merupakan bahasa yang khusus sekali, maka tidak akan banyak artinya

bila dipakai untuk suatu sasaran yang umum.

4) Penulis atau pembicara sejauh mungkin menghindari pemakaian kata-

kata slang. Kata-kata slang adalah semacam kata percakapan yang tinggi

atau murni. Kata slang adalah kata nonstandar yang informal, yang

disusun secara khas; atau kata-kata biasa yang diubah secara arbitrer;

atau kata-kata kiasan yang khas, bertenaga dan jenaka yang dipakai

dalam percakapan. Kadangkala kata slang dihasilkan dari salah ucap

yang disengaja, atau kadangkala berupa pengrusakan sebuah kata biasa

untuk mengisi suatu bidang makna yang lain.

5) Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan. Kata

percakapan adalah kata-kata yang biasa dipakai dalam percakapan atau

pergaulan orang-orang yang terdidik. Kata-kata percakapan mencakup

kata-kata populer, kata-kata idiomatis, kata-kata ilmiah, dan kata-kata

yang tidak umum (slang) yang biasa dipakai oleh golongan terpelajar

saja.

6) Hindarilah ungkapan-ungkapan usang (idiom yang mati). Idiom adalah

pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang

umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

41

diterangkan secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada

makna kata-kata yang membentuknya.

7) Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artifisial. Yang dimaksud bahasa

artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni. Bahasa yang artifisial

tidak terkandung dalam kata yang digunakan, tetapi dalam pemakaiannya

untuk menyatakan suatu maksud.

Bahasa standar dan bahasa nonstandar digunakan dalam pemilihan kata,

penulis atau pembicara harus dapat membedakan kedua bentuk bahasa tersebut.

Keraf (1986:104) memaparkan pengertian bahasa standar dan bahasa nonstandar

tersebut. Bahasa standar adalah semacam dialek kelas dan dapat dibatasi sebagai

tutur dari mereka yang mengenyam kehidupan ekonomis atau menduduki status

sosial yang cukup dalam suatu masyarakat. Secara kasar kelas ini dianggap

sebagai kelas terpelajar. Kelas ini meliputi pejabat-pejabat pemerintah, ahli-ahli

bahasa, ahli-ahli hukum, dokter, pedagang, guru, penulis, penerbit, seniman,

insinyur, serta semua ahli lainnya, bersama keluarganya. Bahasa nonstandar

adalah bahasa dari mereka yang tidak memperoleh kedudukan atau pendidikan

yang tinggi. Pada dasarnya, bahasa ini dipakai untuk pergaulan biasa, tidak

dipakai dalam tulisan-tulisan. Kadang-kadang unsur nonstandar dipergunakan

juga oleh kaum terpelajar dalam bersenda-gurau, berhumor, atau untuk

menyatakan sarkasme atau menyatakan ciri-ciri kedaerahan. Bahasa nonstandar

dapat juga berlaku untuk suatu wilayah yang luas dalam wilayah bahasa standar

tadi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

42

2.4.1.10 Kategori Fatis

Kridalaksana (1986:111) mengartikan kategori fatis sebagai kategori yang

bertugas melalui, mempertahankan, atau mengkukuhkan pembicaraan antara

pembicara dan lawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam

lisan. Ragam lisan pada umumnya merupakan ragam non-standar, maka

kebanyakan kategori fatis terdapat dalam kalimat-kalimat non-standar yang

banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional.

Berikut adalah bentuk-bentuk dari kata fatis (Kridalaksana, 1986:113–116).

1) ah menekankan rasa penolakan atau acuh tak acuh.

2) ayo menekankan ajakan.

3) deh menekankan pemksaan dengan membujuk, pemberian

persetujuan, pemberian garansi, sekedar penekanan.

4) dong digunakan untuk menghaluskan perintah, menekankan

kesalahan kawan bicara.

5) ding menekankan pengakuan kesalahan pembicara.

6) halo digunakan untuk memulai dan mengukuhkan pembicaraan

di telepon, serta menyalami kawan bicara yang dianggap akrab.

7) kan apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat, maka

kan merupakan kependekan dari kata bukan atau bukanlah, dan

tugasnya ialah menekankan pembuktian. Apabila kan terletak di

tengah kalimat maka kan juga bersifat menekankan pembuktian

atau bantahan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

43

8) kek mempunyai tugas menekankan pemerincian, menekankan

perintah, dan menggantikan kata saja.

9) kok menekankan alasan dan pengingkaran. Kok dapat juga

bertugas sebagai pengganti kata tanya mengapa atau kenapa bila

diletakkan di awal kalimat.

10) -lah menekankan kalimat imperatif dan penguat sebutan dalam

kalimat.

11) lho bila terletak di awal kalimat bersifat seperti interjeksi yang

menyatakan kekagetan. Bila terletak di tengah atau di akhir

kalimat, maka lho bertugas menekankan kepastian.

12) mari menekankan ajakan.

13) nah selalu terletak pada awal kalimat dan bertugas untuk minta

supaya kawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain.

14) pun selalu terletak pada ujung konstituen pertama kalimat dan

bertugas menonjolkan bagian tersebut.

15) selamat diucapkan kepada kawan bicara yang mendapatkan atau

mengalami sesuatu yang baik.

16) sih memiliki tugas menggantikan tugas –tah dan –kah, sebagai

makna ‘memang’ atau ‘sebenarnya’, dan menekankan alasan.

17) toh bertugas menguatkan maksud; adakalanya memiliki arti

yang sama dengan tetapi.

18) ya bertugas mengukuhkan atau membenarkan apa yang

ditanyakan kawan bicara, bila dipakai pada awal ujaran dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

44

meminta persetujuan atau pendapat kawan bicara bila dipakai

pada akhir ujaran.

19) yah digunakan pada awal atau di tengah-tengah ujaran, tetapi

tidak pernah pada akhir ujaran, untuk mengungkapkan keragu-

raguan atau ketidakpastian terhadap apa yang diungkapkan oleh

kawan bicara atau yang tersebut dalam kalimat sebelumnya, bila

dipakai pada awal ujaran; atau keragu-raguan atau

ketidakpastian atas isi konstituen ujaran yang mendahuluinya,

bila di tengah ujaran.

2.4.1.11 Unsur Suprasegmental

Dalam bahasa tulisan, tanda baca memiliki peranan penting. Namun, dalam

bahasa lisan tidak akan didapati tanda baca tersebut. Disinilah peranan unsur

suprasegmental. Unsur suprasegmental hanya akan didapati pada bahasa lisan,

unsur ini adalah tekanan, intonasi, nada, jeda. Berikut akan dipaparkan unsur-

unsur suprasegmental tersebut.

2.4.1.12 Tekanan

Tekanan menyangkut masalah keras lunaknya bunyi. Suatu bunyi segmental

yang diucapkan dengan arus udara yang kuat sehingga menyebabkan

amplitudonya melebar, pasti dibarengi dengan tekanan keras. Sebaliknya, sebuah

bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang tidak kuat sehingga

amplitudonya menyempit, pasti dibarengi dengan tekanan lunak. Tekanan ini

mungkin terjadi secara sporadis, mungkin juga telah berpola, mungkin juga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

45

bersifat distingtif, dapat membedakan makna, mungkin juga tidak distingtif

(Achmad & Alek, 2013:33−34).

2.4.1.13 Intonasi

Intonasi dalam bahasa Indonesia sangat berperan dalam pembedaan maksud

kalimat. Bahkan, dengan dasar kajian pola-pola intonasi ini, kalimat bahasa

Indonesia dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya

(interogatif), dan kalimat perintah (imperatif). Kalimat berita (deklaratif) ditandai

dengan pola intonasi datar-turun. Kalimat tanya (interogatif) ditandai dengan pola

intonasi datar-turun. Kalimat perintah (imperatif) ditandai dengan pola intonasi

datar-tinggi (Muslich, 2009:115−117).

Keraf (1991:208) menambahkan kalimat seru ke dalam kalimat bahasa

Indonesia. Kalimat seru adalah kalimat yang menyatakan perasaan hati, atau

keheranan terhadap suatu hal. Kalimat seru ditandai dengan intonasi yang lebih

tinggi dari kalimat inversi.

2.4.1.14 Nada

Dalam penuturan bahasa Indonesia, tinggi-rendahnya (nada) suara tidak

fungsional atau tidak membedakan makna. Oleh karena itu, dalam kaitannya

dengan pembedaan makna, nada dalam bahasa Indonesia tidak fonemis.

Walaupun demikian, ketidakfonemisan ini tidak berarti nada tidak ada dalam

bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor ketegangan pita suara,

arus udara, dan posisi pita suara ketika bunyi itu diucapkan. Makin tegang pita

suara, yang disebabkan oleh arus udara dari paru-paru, makin tinggi pula nada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

46

bunyi tersebut. Begitu juga posisi pita suara. Pita suara yang bergetar lebih cepat

akan menentukan tinggi nada suara ketika berfonasi (Muslich, 2009:112).

Nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Bila suatu bunyi

segmental diucapkan dengan frekuensi getaran yang tinggi, tentu akan disertai

dengan nada tinggi. Sebaliknya, kalau diucapkan dengan frekuensi getaran

rendah,tentu akan disertai juga dengan nada rendah. Achmad & Alek

(2013:33−34) membedakan empat macam nada, yaitu:

1) Nada yang paling tinggi, diberi tanda dengan angka empat.

2) Nada tinggi, diberi tanda dengan angka tiga.

3) Nada sedang atau biasa, diberi tanda dengan angka dua.

4) Nada rendah, diberi tanda dengan angka satu.

2.5 Teori Maksud

Ilmu pragmatik sesungguhnya mengkaji maksud penutur di dalam

konteks situasi dan sosial budaya tertentu. Karena yang dikaji dalam ilmu

pragmatik adalah maksud penutur dalam menyampaikan tuturannya, maka

dapat dikatakan pragmatik ilmu yang sejajar dengan semantik (Rahardi,

2003:16-17). Semantik yang mengkaji makna bahasa, tetapi makna bahasa

yang dikaji secara internal. Jadi sesungguhnya perbedaan yang mendasar antar

keduanya adalah pragmatik mengkaji makna satuan lingual tertentu secara

eksternal, semantik mengkaji makna satuan lingual tersebut secara internal.

Unsur ini ada dalam bahasa, makna berbeda dengan maksud. Maksud adalah

elemen di luar bahasa yang bersumber dari pembicara. Maksud bersifat

subyektif.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

47

Maksud dilihat dari segi si pengujar, orang yang berbicara, atau pihak

subjeknya. Penutur mengujarkan suatu ujaran yang berupa kalimat maupun

frasa, tetapi maksudnya tidak sama dengan makna ujaran itu sendiri. Maksud

banyak digunakan dalam bentuk-bentuk ujaran yang berbagai bentuk-bentuk

gaya bahasa. “Selama masih menyangkut segi bahasa, maka maksud itu masih

dapat disebut sebagai persoalan bahasa. Ketika sudah terlalu jauh dan tidak

berkaitan lagi dengan bahasa, maka tidak dapat lagi disebut sebagai

persoalan bahasa” (Chaer, 1995:36). Jadi, setiap kata yang digunakan pasti

mengandung maksud, asal saja lambang-lambang yang digunakan masih

berbentuk lingual.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

48

2.6 Kerangka Berpikir

FENOMENA KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIKDAN PRAGMATIK DALAM RANAH AGAMA

HINDU DI KOTA YOGYAKARTA

TEORI KETIDAKSANTUNANBERBAHASA

LOCHER(2008)

BOUSFIELD(2008)

LOCHER ANDWATTS (2008)

TERKOURAFI (2008)

CULPEPER(2008)

METODE PENELITIANDESKRIPTIF KUALITATIF

METODE PENGUMPULAN DATA: METODESIMAK DAN METODE CAKAP METODE

TEKNIK ANALISIS DATA: KONTEKSTUAL

HASIL PENELITIAN

WUJUDKETIDAKSANTUNAN

BERBAHASA LINGUISTISDAN PRAGMATIS DALAMRANAH AGAMA HINDU DI

KOTA YOGYAKARTA

MAKSUDKETIDAKSANTUNAN

BERBAHASA LINGUISTIKDAN PRAGMATIK DALAMRANAH AGAMA HINDU DI

KOTA YOGYAKARTA

PENANDAKETIDAKSANTUNAN

BERBAHASA LINGUISTIKDAN PRAGMATIG DALAMRANAH AGAMA HINDU DI

KOTA YOGYAKARTA

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

49

Fenomena ketidaksantunan berbahasa biasa terjadi dimana saja dan pada

situasi apa saja . Penelitian ini memiliki kerangka pikir sebagai berikut, yang

pertama kali dilakukan adalah pengambilan data atau tuturan yang tidak santun

yang digunakan oleh pemuka agama dan umatnya dalam ranah agama Hindu di

Kota Yogyakarta.

Langkah kedua, penggolongan tuturan yang tidak santun ke dalam teori-

teori ketidaksantunan berbahasa. Terdapat lima teori ketidaksantunan berbahasa

yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama, teori ketidaksantunan menurut

Miriam A Locher (2008), Kedua, teori ketidaksantunan berbahasa menurut

Bousfield (2008), Ketiga, teori ketidaksantunan berbahasa menurut Culpeper

(2008), Keempat, teori ketidaksantunan berbahasa menurut Terkourafi (2008),

Kelima, teori ketidaksantunan berbahasa menurut Locher and Watts.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.

Penelitian ini mendeskripsikan fenomena ketidaksantunan berbahasa dalam ranah

agama, khususnya agama Hindu di Kota Yogyakarta. Metode dan teknik analisis

data yang digunakan dalam penelitian ini secara kontekstual.Hasil penelitian

untuk digunakan menjawab rumusan masalah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

50

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang jenis penelitian, subjek penelitian,

metode dan teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, metode dan

teknik analisis data, serta sajian hasil analisis data.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian deskriptif kualitatif.

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk

menyelidiki keadaan, kondisi atau hal-hal lain yang sudah disebutkan, yang

hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian (Arikunto, 2010:3).

Penelitian kualitatif menurut Moleong (2006: 6) adalah penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll. Secara holistik,

dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada konteks

khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Dalam penelitian ini dideskripsikan bentuk tuturan ketidaksantunan yang

terjadi dalam ranah agama khususnya agama Hindu serta ditafsirkan

berdasarkan konteks situasinya. Penelitian ini juga termasuk kedalam jenis

penelitian kualitatif karena data yang diperoleh berupa tuturan

ketidaksantunan yang terjadi didalam ranah agama.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

51

3.2 Subjek Penelitian

Kesantunan dalam bertutur kepada mitra tutur menjadi hal yang penting

untuk dapat diterima. Ketidaksantunan dalam bertutur dapat terjadi didalam

percakapan yang formal sekalipun seperti dalam upacara keagamaan,

penelitian ini subyek penelitiannya adalah seluruh umat beragama hindu

wilayah Kotamadya Yogyakarta, karena peneliti banyak menemukan

ketidaksantunnan yang terjadi dalam percakapan ketika upacara keagamaan.

3.3 Data Dan Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data diperoleh.

Sumber data merupakan tempat asal muasal data diperoleh (Arikunto,

2010:172). Sumber data penelitian ini diambil dari pemuka dan umat

beragama Hindu di wilayah Kotamadya Yogyakarta berbagai macam

cuplikan tuturan yang diambil secara langsung dan natural dalam

perbincangan dalam ranah agama secara khusus agama Hindu. Wujud dari

data ini berupa tuturan yang diperoleh dari percakapan serta kotbah yang

dilakukan oleh umat dan pemuka pemuka agama dalam situasi upacara

keagamaan yang mengandung maksud yang tersirat ataupun mengandung

tersurat. Dengan demikian, data dari penelitian ini ialah Obyek sasaran

penelitian dan konteksnya berupa bentuk –bentuk kebahasaan yang tidak

santun bersama entitas kebahasaan yang mengikuti dan mengawalinya. Dari

hasil tersebut dipisahkan mengunakan kajian linguistik dan pragmatik untuk

membedakan kesantunan dan ketidaksantunan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

52

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam

mengumpulkan data (Zuriah 2006:168). Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ketidaksantunan berbahasa ini adalah pedoman atau panduan

wawancara (daftar pertanyaan), pancingan, dan daftar kasus dengan berbekal

teori ketidaksantunan berbahasa. Teori-teori tersebut akan digunakan untuk

menganalisis bentuk tuturan yang digunakan umat Hindu dalam kegiatan

kerohanian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ketidaksantunan

berbahasa ini adalah pedoman atau panduan wawancara (daftar pertanyaan,

pancingan, dan daftar kasus) dengan berbekal teori ketidaksantunan berbahasa.

Teori-teori tersebut akan digunakan untuk menganalisis bentuk tuturan yang

digunakan umat agama Hindu. Data-data yang didapat akan dicatat untuk

kemudian dianalisis lebih lanjut selanjutnya.

Data-data yang didapat akan dicatat untuk kemudian dianalisis lebih lanjut.

Data tersebut akan dimasukkan ke dalam blangko yang telah dipersiapkan seperti

di bawah ini:

No:

Tuturan:

Wujud ketidaksantunan:

Maksud tuturan:

Penanda ketidaksantunan:

Makna ketidaksantunan:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

53

3.5 Metode Dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Sudaryanto (1992:62) mengatakan bahwa istilah deskriptif menyarankan

suatu penelitian dilakukan berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena

yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang

dihasilkan atau yang dicatat berupaperian bahasa yang biasa dikatakan

sifatnya seperti potret: paparan seperti adanya. Penelitian ini berusaha

mendeskripsikan tentang fakta-fakta yang ada pada saat penelitian

berlangsung. Fakta-fakta tersebut adalah berupa tuturan-turuan yang bersifat

tidak santun yang dituturkan oleh umat dan pemuka agama Hindu di wilayah

kota Yogyakarta.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode

simak dan metode cakap. Sudaryanto (2007:92) mengemukakan bahwa cara

yang digunakan untuk memperoleh data dengan menggunakan metode simak

dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Metode ini memiliki teknik

dasar yang berwujud teknik sadap. Peneliti akan menyimak setiap tuturan

ketika berlangsungnya upacara keagamaan. Peneliti mengunakan alat bantu

perekam suara untuk menghindari hilangnya kata saat proses menyimak .

Peneliti juga akan terlibat langsung dalam upacara keagamaan tersebut untuk

mengetahui situasi dan konteks arah tuturan yang terjadi saat peneliti

mengumpulkan data. Peneliti berbekal alat tulis untuk mencatat setiap tuturan

yang disimak beserta konteks situasinya ketika tuturan itu diucapkan oleh

penutur. Diasumsikan dari hasil data yang diperoleh dengan mengunakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

54

metode rekam serta catat dapat diperoleh data yang natural serta dapat

ditemukan tuturan yang menurut ilmu linguistik dan pragmatik merupakan

tuturan bentuk ketidaksantunnan.

Selain metode simak peneliti juga menggunakan metode cakap untuk

memperoleh data penelitian. Metode cakap adalah cara penyediaan data

berupa percakapan antara peneliti dengan informan (Mahsun, 2005:95).

Sudaryanto (2007:95) mengemukakan bahwa cara yang digunakan untuk

memperoleh data dengan menggunakan metode cakap dilakukan dengan

melakukan percakapan antara peneliti dengan informan. Metode cakap

memiliki teknik dasar berupa teknik pancing karena percakapan yang

diharapkan sebagai pelaksanaan metode tersebut hanya dimungkinkan muncul

jika peneliti memberikan stimulasi (pancingan) pada informan untuk

memunculkan gejala kebahasaan yang diharapkan oleh peneliti. Gejala

kebahasaan tersebut adalah gejala kebahasaan yang bersifat tidak santun.

Mahsun (2007:95) mengartikan teknik pancing sebagai teknik dasar dari

metode cakap, karena dimungkinkan muncul jika peneliti memberi stimululasi

(pancingan) pada informan untuk memunculkan gejala kebahasaan yang

diharapkan oleh peneliti. Sejalan dengan Mahsun, Rahardi (2009:34)

mengemukakan bahwa teknik pancing merupakan teknik dasar dari metode

cakap yang dilakukan dengan cara memancing seseorang atau beberapa orang

agar mereka berbicara.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

55

3.6 Metode Dan Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dilakukan secara kontekstual yakni dengan

memerantikan dimensi-dimensi konteks dalam menginterpretasi data yang telah

berhasil diidentifikasi, diklasifikasi, dan ditipifikasikan. Metode pengumpulan

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan. Secara

kontekstual, metode yang digunakan adalah metode padan. Metode pandan disini

diartikan sebagai hal menghubung-bandingkan (Mahsun, 2005:117).

Metode pengumpulan secara linguistik menggunakan metode pandan

intralingual yaitu metode analisis dengan cara menghubung-bandingkan unsur-

unsur yang bersifat intralingual, baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun

dalam beberapa bahasa berbeda (Mahsun, 2005:118). Teknik yang digunakan

adalah teknik dasar teknik hubung banding yang bersifat lingual.

Metode dalam analisis data secara pragmatik menggunakan metode padan

ekstralingual. Metode padan ekstralingual adalah metode analisis yang digunakan

untuk menganalisis unsur yang bersifat ekstralingual, seperti menghubungkan

masalah bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa (Mahsun, 2007:120).

Teknik yang digunakan dalam pelaksanaan metode ini adalah teknik dasar teknik

hubung banding yang bersifat ekstralingual.

Peneliti menganalisis data dalam penelitian ini dengan tahapan sebagai

berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

56

1) Peneliti mentranskripsi data yang telah dikumpulkan.

2) Peneliti mengklasifikasikan data ke dalam teori-teori ketidaksantunan

berbahasa dengan mengacu dari penanda khas dari setiap jenis

ketidaksantunan berbahasa tersebut.

3) Peneliti memasukkan tuturan yang telah diklasifikasikan ke dalam tabulasi

data yang berisi tuturan, penanda ketidaksantunan secara lingual dan

nonlingual, persepsi ketidaksantunan, dan informasi indeksal.

4) Peneliti menyusun parameter penentu ketidaksantunan berbahasa berdasarkan

hasil tabulasi data.

5) Atas hasil tabulasi data, peneliti menganalisis data dengan mengacu dari

parameter penentu ketidaksantunan yang telah disusun. Data tersebut

dianalisis secara linguistik dan pragmatik. Analisi secara linguistis dilakukan

berdasarkan unsur-unsur intralingual, sedangkan analisis secara prakmatik

dilakukan berdasarkan unsur-unsur ekstralingual.

6) Hasil analisis data tersebut dideskripsikan dalam bentuk sajian analisis data.

3.7 Trianggulasi Data

Menurut Lexy J. Moleong (1989:195), trianggulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data

untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data. Dalam penelitian ini,

peneliti membuat trianggulasi dengan tujuan untuk melakukan pengecekan

terhadap validitas dan keterpercayaan hasil temuan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

57

Trianggulasi dalam penelitian ini meliputi dua hal, yaitu trianggulasi teori

dan trianggulasi logis. Trianggulasi teori peneliti gunakan untuk membandingkan

beberapa teori ketidaksantunan berbahasa dari beberapa ahli bahasa dengan tujuan

untuk melihat kelebihan dan kekurangan masing-masing. Peneliti juga melakukan

trianggulasi logis, yaitu dengan melakukan bimbingan bersama dosen

pembimbing yaitu Dr.Yuliana Setiyaningsih,M.Pd.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

58

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi Deskripsi data. Analisis data berisi penyusunan data secara

sistematis melalui traskrip wawancara, serta dokumentasi. Sedangkan pada bagian

pembahasan berisi uraian jawaban atas pertanyaan yang terdapat dalam rumusan

masalah

4.1 Deskripsi Data

Data penelitian berupa tuturan yang diperoleh dari percakapan serta kotbah

yang dilakukan oleh umat dan pemuka-pemuka agama Hindu di Kota Madya

Yogyakarta. Data dikumpulkan mulai bulan Juni 2013 hingga bulan Oktober

2013. Pengambilan data dilakukan berdasarkan fenomena kebahasaan yang

berwujud tidak santun. Data yang terkumpul berjumlah 30 tuturan. Jumlah yang

terkumpul diidentifikasi serta dikategorikan menurut kategori

ketidaksantunannya, yaitu: (1) melanggar norma, (2) mengancam muka sepihak,

(3) melecehkan muka, (4) menghilangkan muka, dan (5) menimbulkan konflik.

Jumlah data yang terkumpul adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Jumlah Data Tuturan berdasarkan Kategori Ketidaksantunan

No. Kategori Ketidaksantunan Jumlah Tuturan1. Melanggar Norma 22. Mengancam Muka Sepihak 43. Melecehkan Muka 84. Menghilangkan Muka 75. Menimbulkan Konflik 9

JUMLAH 30

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

59

Berdasarkan data yang dapat dilihat di atas satu sama lain memiliki jumlah

yang berbeda temuan tuturan yang terbanyak ditemukan dalam tuturan

menimbulkan konflik yaitu berjumlah sembilan tuturan tidak santun, tuturan

terbanyak kedua adalah melecehkan muka yaitu delapan tuturan, tuturan posisi

ketiga adalah menghilangkan muka dengan jumlah tujuh, tuturan keempat

terdapat dalam kategori mengancam muka sepihak berjumlah empat, urutan

kelima yaitu tuturan yang paling sedikit ditemukan kategori melangar norma

berjumlah dua.

(1) wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatig berupa tuturan lisan

tidak santun antar umat dan pemuka agama yang terbagi dalam kategori

melanggar norma (subkategori menegaskan), mengancam muka sepihak

(memerintah dan mengancam), melecehkan muka (menyindir, memperingatkan,

menegur dan menasehati), menghilangkan muka (menegur, menegaskan,

menyindir, menyingung dan memperingatkan), dan menimbulkan konflik

(mengejek, menegaskan, mengancam, memperingatkan, menyingung dan

mengumpat), wujud ketidaksantunan pragmatik berdasarkan cara penyampaian

penutur yang menyebabkan tuturan lisan tidak santun, (2) maksud

ketidaksantunan berbahasa yang disampaikan oleh penutur adalah memeberi

pengertian, mengingatkan, menegur, intropeksi diri, kesal, menasehati, supaya

tidak dimarahi, asal bicara, meremehkan, kecewa, protes, (3) penanda

ketidaksantunan linguistik diketahui dari diksi, kata fatis, nada, tekanan, dan

intonasi sedangkan penanda ketidaksantunan pragmatik dapat diketahui

berdasarkan uraian konteks yang berupa, penutur dan mitra tutur, situasi saat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

60

terjadi tuturan, waktu dan tempat ketika tuturan terjadi, serta tindak verbal dan

tindak perlokusi yang menyertai tuturan tersebut.

4.1.1 Analisis Data

Semua data yang terkumpul diidentifikasi terkumpul berjumlah 30 tuturan

terbagi dalam lima kategori tuturan dengan kategori ketidaksantunan melangar

norma yaitu dua tuturan, kemudian tuturan dengan kategori ketidaksantunan

menghilangkan muka terdapat tujuh tuturan. Tuturan ketidaksantunan kategori

melecehkan muka terdapat delapan tuturan, sedangkan untuk kategori

menimbulkan konflik yang disengaja terdapat sembilan tuturan, dan kategori

ketidaksantunan mengancam muka sepihak yaitu empat tuturan. Analisis lebih

lanjut mengenai ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa di dalam

ranah agama Hindu Wilayah Kotamadya Yogyakarta adalah sebagai berikut.

4.1.2 Kategori Ketidaksantunan Melanggar Norma

Kategori ketidaksantunan yang melanggar norma yang ditemukan memiliki

satu subkategori yaitu subkategori menegaskan pada teori Locher and Watts

(2008:5) berpandangan bahwa perilaku tidak santun adalah perilaku yang secara

normatif dianggap negatif (negatively marked behavior) karena melanggar norma-

norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Kedua ahli tersebut juga

menegaskan bahwa ketidaksantunan merupakan peranti untuk menegosiasikan

hubungan antarsesama (a means to negotiate meaning).

Suatu tuturan dalam kategori melanggar norma terjadi bila tuturan penutur

terjadi saat penutur telah atau berusaha melanggar suatu hal yang telah disepakati

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

61

dengan mitra tutur. Suatu tuturan dalam kategori ini dikatakan tidak santun, jika

tuturan penutur membuat mitra tutur kesal.

Tuturan yang termasuk dalam kategori ketidaksantunan melanggar norma

yang disajikan berdasarkan subkategori ketidaksantunan, yaitu (1) penutur

menegaskan serta berpura pura bertanya agar tidak dipersalahkan umat lain

penutur telah melangar norma yang telah di sepakati bersama saat sembayang

berlangsung. Berikut ini contoh tuturan tersebut.

Berikut ini adalah tuturan yang termasuk dalam kategori ketidaksantunan

melangar norma yang disajikan berdasarkan subkategori ketidaksantunan dan

disajikan dengan (1) wujud linguistik, (2) wujud pragmatik, (3) penanda

linguistik, (4) penanda pragmatik (konteks tuturan), dan maksud ketidaksantunan.

a) Subkategori Menegaskan

Subkategori menegaskan muncul akibat tuturan penutur yang

secara sengaja menegaskan dan memberi tekanan pada nada bicara

agar mitra tutur mengetahui maksud dari penutur . Pada kategori

melanggar norma, subkategori menegaskan lebih berhubungan

dengan suatu kesepatan yang telah diketahui secara umum oleh umat

agama hindu yang sering melakukan pertemuan ditempat tersebut.

Berikut ini contoh tuturan yang termasuk dalam subkategori

menegaskan.

Cuplikan tuturan A1

MT : Dari mana saja kamu baru datang ?PT : Sudah mulai dari tadi ya?(sambil tersenyum )MT : Sudah tinggal menunggu kamu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

62

(konteks tuturan: Tuturan terjadi di aula asrama agama hindu.Tuturan terjadi antara umat hindu. Penutur datang melebihi waktuyang telah disepakati bersama. Tujuan penutur agar mitra tutur tidakmenyalahkan dirinya karena dengan sengaja datang terlambat.

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda

ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Sudah mulai dari tadi ya?(sambil tersenyum)”.Wujud pragmatik

Tuturan disampaikan dengan cara pura-pura bertanya. Penutur

berusaha menegaskan serta mengalihkan pembicaraan agar ia tidak di

persalahkan karena keterlambatanya datang. Penanda linguistik

Penutur berbicara dengan nada sedang Tekanan lembut. Penanda

pragmatik tuturan terjadi di aula asrama agama hindu. Tuturan terjadi

antara umat hindu. Penutur datang melebihi waktu yang telah

disepakati bersama. Tujuan penutur agar mitra tutur tidak

menyalahkan dirinya karena dengan sengaja datang terlambat penutur

melangar jam yang telah disepakati bersama penutur terkesan acuh

tak acuh mitra tutur menanggapi tuturan penutur dengan pertanyaan

yang sedikit kesal. Maksud penutur bermaksud agar tidak dimarahi.

Cuplikan tuturan A2

MT : Gimana orang ini sembayang hp tidak di matikan dahulu.PT : “Hallo , ada apa saya lagi sembayang di pura” (sambil berjalan

keluar)PT :(Dengan wajah biasa kembali melanjutkan sembayang dengan

biasa saja)(konteks tuturan: Tuturan terjadi didalam area pura. Tuturan terjadisaat ibadat berlangsung. Penutur melanggar norma yang telah disepakati bersama ketika sembayang hp dinon aktifkan.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

63

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Hallo, ada apa saya lagi sembayang di pura!”. Wujud pragmatik

tuturan disampaikan dengan nada sedang ketika sembayang sedang

berlangsung. Penutur melangar norma yang selama ini sudah

disepakati bersama ketika sembayang hanpone dimatikan, penutur

telah melangar norma denagan mengangkat telepon ketika sembayang

akibatnya menganggu umat lain yang sedang sembayang. Penanda

linguistik intonasi dalam tuturan ini menggunakan intonasi seru.

Penutur mengunakan nada yang sedang. Tekanan yang digunakan

lunak. Diksi yang dipakai bahasa popular atau kata yang telah dikenal

masyarakat. Penanda pragmatik penutur mengangakat telepon disaat

ibadat berlangsung . Penutur tidak mematikan telepon saat sembayang

seperti yang telah disepakati bersama. Tuturan terjadi di dalam area

pura. Tuturan terjadi saat ibadat berlangsung. Penutur melanggar

norma yang telah disepakati bersama ketika sembayang hanpone

dinon aktifkan). Maksud penutur bermaksud mengangkat telepon

memberi pengertian kepada penelpon.

4.1.3 Kategori Ketidaksantunan Mengancam Muka Sepihak

Berikut ini adalah tuturan yang termasuk dalam kategori ketidaksantunan

mengancam muka sepihak yang disajikan berdasarkan subkategori

ketidaksantunan dan disajikan dengan (1) wujud linguistik, (2) wujud pragmatik,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

64

(3) penanda linguistik, (4) penanda pragmatik (konteks tuturan), dan (5) maksud

ketidaksantunan.

Terkourafi (2008:3–4) memandang ketidaksantunan sebagai, ‘impoliteness

occurs when the expression used is not conventionalized relative to the context of

occurrence; it threatens the addressee’s face but no face-threatening intention is

attributed to the speaker by the hearer.’ Jadi, perilaku berbahasa dalam

pandangannya akan dikatakan tidak santun bilamana mitra tutur (addressee)

merasakan ancaman terhadap kehilangan muka (face threaten), dan penutur

(speaker) tidak mendapatkan maksud ancaman muka itu dari mitra tuturnya.

Suatu tuturan dalam kategori mengancam muka sepihak terjadi bila penutur

tidak sengaja mengucapkan suatu tuturan yang membuat mitra tutur tersinggung.

Hal inilah yang membuat suatu tuturan dalam kategori ini menjadi tidak santun.

Berikut ini adalah tuturan yang termasuk dalam kategori ketidaksantunan

mengancam muka sepihak yang disajikan berdasarkan subkategori

ketidaksantunan dan disajikan dengan (1) wujud linguistik, (2) wujud pragmatik,

(3) penanda linguistik, (4) penanda pragmatik (konteks tuturan), dan maksud

ketidaksantunan.

a) Subkategori Memerintah

Subkategori memerintah dalam kategori mengancam muka

sepihak Suatu tuturan dalam kategori mengancam muka sepihak

terjadi bila penutur tidak sengaja mengucapkan suatu tuturan yang

membuat mitra tutur tersinggung dan membuat mitra tutur merasa

terancam atau merasa malu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

65

Cuplikan tuturan B1

PT : “Kalau mau sembayang itu pakai baju yang pantas?”MT : “iya”(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang duduk diteras puramenunggu dimulainya sembayang di pura, ketika itu datangsalah satu orang dan mengingatkan . Tuturan terjadi pada siang haridi lingkungan pura. Penutur laki-laki usia 67 tahun, MT laki-laki usia15 tahun. Penutur menegur MT. agar mengenakan baju yang pantasdan sopan ketida datang untuk beribadah)

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Kalau mau sembayang itu pakai baju yang panta

s?”. Wujud pragmatik tuturan membuat malu mitra tutur.

Tuturan bersifat menyinggung mitra tutur tetapi tidak menyadari

bahwa tuturan telah mengancam muka mitra tutur. Tuturan

disampaikan dengan ketus. Penanda linguistik tuturan menggunakan

intonasi perintah. Penutur berbicara menggunakan nada sedang.

Tuturan disampaikan dengan tekanan yang lunak. Diksi yang dipakai

adalah bahasa nonstandar, dengan memakai istilah bahasa Jawa.

Penanda pragmatik tuturan terjadi ketika penutur sedang duduk di

teras pura menunggu dimulainya sembayang di pura, ketika itu datang

salah satu orang dan mengingatkan . Tuturan terjadi pada siang hari di

lingkungan pura. penutur laki-laki usia 67 tahun, MT laki-laki usia 15

tahun. Penutur menegur MT agar mengenakan baju yang pantas dan

sopan ketika datang untuk beribadah. Maksud penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

66

menyampaikan dengan maksud menegur mitra tutur agar ketika

berangkat ibadah mengunakan pakaian yang pantas .

Cuplikan tuturan B2

PT : “Tolong diam saya mau mendengarkan nyoman berbicara!”(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika nyoman menjelaskanmengenai tarian yang benar kepada para penari tetapi sebagianbesar asik berbicara sendiri, ketika itu ada salah satu yang menyahutmeminta teman-temannya diam.)

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Tolong diam saya mau mendengarkan nyoman berbicara!”. Wujud

pragmatik penutur tidak menyadari bahwa ia berbicara pada orang

yang banyak dan yang lebih tua dari dirinya. Penutur membuat mitra

tutur merasa direndahkan dalam keadaan tersebut. Tuturan

disampaikan dengan cara yang sembrono. Penanda linguistik penutur

berbicara menggunakan nada yang tingi. Tuturan disampaikan dengan

tekanan yang keras. Penanda pragmatik tuturan terjadi ketika nyoman

menjelaskan mengenai tarian yang benar kepada para penari tetapi

sebagian besar asik berbicara sendiri, ketika itu ada salah satu yang

menyahut meminta teman-temannya diam. Maksud penutur menegur

teman yang lain agar tidak ribut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

67

Cuplikan tuturanB3

PT :” Tolong hormati yang sedang sembayang nanti saja kalausudah selesai”

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika dipura masih yang berdoadan didekat pura banyak yang sedang duduk dan berbicara terlampaukeras sehingga dinagap menganggu oleh seorang umat. Penuturmerasa tergangu adalah tindakan tidak sopan, maka penuturbermaksud untuk menegur MT).

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Tolong hormati yang sedang sembayang nanti saja kalau sudah

selesai”. Wujud pragmatik tuturan terjadi di area pura, tuturan terjadi

saat ada yang ingin membersihkan pura, tujuan PT agar tidak

menggangu orang yang sedang sembayang. Penanda linguistik

intonasi perintah nada tutur penutur berbicara dengan nada sedang

(sinis dan menyindir) tekanan lembut. Penanda pragmatik tuturan

terjadi ketika di pura masih ada yang berdoa Sedangkan banyak yang

masih berada disekitar pura dan berbicara terlampau keras sehingga

dianggap menganggu oleh seorang umat. Penutur merasa tergangu

adalah tindakan tidak sopan, maka penutur bermaksud untuk menegur

MT. Maksud penutur menyampaikan dengan maksud menegur kepada

orang yang membereskan bekas persembahan agar membersihkanya

setelah sepi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

68

b) Subkategori mengancam

Subkategori mengancam pada kategori mengancam muka

sepihak bersifat mengkritik mengenai tuturan yang disampaikan oleh

mitra tutur. Berkaitan dengan kategori ini tuturan disampaikan dengan

tidak sengaja, namun hal tersebut telah merendahkan mitra tutur.

Cuplikan tuturan B4

PT : “Kita serius latihanya yang tidak serius silahkan pulang!MT : (hanya terdiam)(Konteks tuturan : Tuturan ini terjadi di lingkungan pura Penuturlaki-laki, pemuka agama 67 tahun, MT orang yang datang umtukberlatih tarian yang akan digunakan dalam acara hari besar . penuturdiangap tidak sopan karena diangap menyingung orang lain makapenutur bermaksud untuk menegur MT)

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Kita serius latihanya yang tidak serius silahkan pulang!. Wujud

pragmatik tuturan disampaikan dengan cara ketus walaupun bersifat

untuk menasehati. Tuturan terjadi di aula asrama hindu, tuturan terjadi

saat latihan tarian adat. Situasi saat latihan dengan serius, tujuanya

agar mitra tutur berlatih dengan serius. Penanda linguistik tuturan

menggunakan intonasi perintah. Penutur berbicara menggunakan

nada tinggi. Tekanan pada tuturan keras diksi yang digunakan standar.

Penanda pragmatik tuturan ini terjadi di lingkungan pura penutur laki-

laki, pemuka agama 67 tahun, MT orang yang datang umtuk berlatih

tarian yang akan digunakan dalam acara hari besar. Penutur diangap

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

69

tidak sopan karena diangap menyingung orang lain maka penutur

bermaksud untuk menegur MT. Maksud penutur menyampaikan

dengan maksud mengingatkan agar tidak malas untuk berlatih gerakan

yang kurang sesuai dibenaknya.

4.1.4 Kategori Ketidaksantunan Melecehkan Muka

Miriam A Locher (2008) berpandangan bahwa ketidaksantunan dalam

berbahasa dapat dipahami sebagai berikut, ‘…behaviour that is face-aggravating

in a particular context.’ Maksudnya, ketidaksantunan berbahasa itu menunjuk

pada perilaku ‘melecehkan’ muka (face-aggravate). Interpretasi lain yang

berkaitan dengan definisi Locher terhadap ketidaksantunan berbahasa ini adalah

bahwa tindakan tersebut sesungguhnya bukanlah sekadar perilaku ‘melecehkan

muka’, melainkan perilaku yang ‘memain-mainkan muka’. Jadi, ketidaksantunan

berbahasa dalam pemahaman Miriam A. Locher adalah sebagai tindak berbahasa

yang melecehkan dan memain-mainkan muka, sebagaimana yang dilambangkan

dengan kata ‘aggravate’ itu.

Suatu tuturan dalam kategori melecehkan muka terjadi bila penutur dengan

sengaja mengucapkan suatu tuturan yang membuat mitra tutur tersinggung. Hal

inilah yang membuat suatu tuturan dalam kategori ini menjadi tidak santun.

Berikut ini adalah tuturan yang termasuk dalam kategori ketidaksantunan

melecehkan muka yang disajikan berdasarkan subkategori ketidaksantunan dan

disajikan dengan (1) wujud linguistik, (2) wujud pragmatik, (3) penanda

linguistik, (4) penanda pragmatik (konteks tuturan), dan (5) maksud

ketidaksantunan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

70

Subkategori Menyindir

Subkategori menyindir terjadi dan disampaikan oleh penutur

secara sengaja atau tidak sengaja mengkritik mitra tutur karena

mengalami kejadian yang kurang berkenan di dalam benak penutur.

Cuplikan tuturan C1

PT : Jangan lupa berterimakasih kepada yang memberi kehidupan inijangan meminta terus.

(Konteks tuturan : Tuturan terjadi diforum kotbah agama hindu.Penutur laki-laki berusia 38 tahun, sedangkan mitra tutur adalahsegenap umat hindu yang datang dalam ibadah tersebut Penuturberbicara penutur berbicara dengan umat dengan berbagai umursehingga kalimat yang bersifat menyindir dinangap kurang tepat..)

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

”Jangan lupa berterimakasih kepada yang memberi kehidupan ini

jangan meminta terus”. Wujud pragmatik tuturan disampaikan dengan

cara yang keras. Penutur berbicara pada semua orang yang hadir

dalam ibadah tersebut. Penanda linguistik Intonasi dalam tuturan ini

mengunakan intonasi kalimat perintah. Penutur menggunakan nada

yang keras. Tekanan yang digunakan keras. Diksi yang digunakan

menggunakan bahasa popular atau kata-kata yang dikenal masyarakat.

Penanda pragmatik tuturan terjadi diforum kotbah agama hindu.

Penutur laki-laki berusia 38 tahun, sedangkan mitra tutur adalah

segenap umat hindu yang datang dalam ibadah tersebut Penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

71

berbicara penutur berbicara dengan umat dengan berbagai umur

sehingga kalimat yang bersifat menyindir dinangap kurang tepat.

Maksud penutur bermaksud menasehati umat yang datang dengan

kalimat sindiran.

Cuplikan tuturan C2

MT : Pantatku terasa panas kelamaan duduk saat sembayangtadi.

PT : “Kapan anda akan berpulang?”MT : haha kamu ini {tertawa)(Konteks tuturan : Tuturan terjadi diforum diskusi agama hindu. MTperempuan berusia 16 tahun dan seorang umat, penutur seoranglaki-laki, berusia 23 tahun. MT bertanya mengenai pertanyaan yangmerupakan kalimat sindiran. MT bertanya kepada teman yangberada disebalahnya dengan nada yang keras. Penutur menanggapipertanyaan MT dengan jawaban yang bercanda)

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut. Wujud

linguistik “Kapan anda akan berpulang?” Wujud pragmatik tuturan

yang disampaikan dengan cara yang ketus. Tuturan terjadi setelah

selesai sembayang. Tuturan terjadi antar umat,penutur bermaksud

menyindir agar segera selesai. Penanda linguistik intonasi dalam

tuturan ini menggunakan intonasi tanya. Penutur mengunakan nada

dengan tekanan yang sedang, berupa sindiran. Diksi yang dipakai

bahasa popular atau kata yang selah dikenal masyarakat. Penanda

Pragmatik tuturan terjadi diforum diskusi agama hindu. MT

perempuan berusia 16 tahun dan seorang umat, penutur seorang laki-

laki, berusia 23 tahun. MT bertanya mengenai pertanyaan yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

72

merupakan kalimat sindiran. MT bertanya kepada teman yang berada

disebalahnya dengan nada yang keras. Penutur menanggapi

pertanyaan MT dengan jawaban yang bercanda. Maksud penutur

bermaksud menyindir agar forum diskusi segera selesai.

Cuplikan tuturan C4

PT :“Umat sedarma kita harus menghargai waktu sebaikmungkin.jangan seperti hari ini.”

(Konteks tuturan : Tuturan ini terjadi di dalam pura, saat acarakeagamaan. Penutur laki-laki, umat berusia 27 tahun, mitratuturperempuan, umat berusia 19 tahun. Mitratutur bertutur pada mitraTuturan terjadi di dalam lingkup pura Tuturan terjadi saat ibadatberlangsung Kotbah dari pemuka agama Suasana saat khusuksembayang

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Umat sedarma kita harus menghargai waktu sebaik mungkin.jangan

seperti hari ini”.Wujud pragmatik Tuturan yang disampaikan kurang

menghargai penutur yang sedang berbicara. Tutuan yang disampaikan

dengan cara ketus ketidaksantunan penutur kurang terima dengan

tindakan yang dilakukan MT. Penanda linguistik Intonasi

mempergunakan intonasi perintah. Penutur berbicara dengan nada

yang sedang. Tekanan yang digunakan adalah lembut. Penanda

pragmatik tuturan ini terjadi didalam pura, saat acara keagamaan.

Penutur laki-laki, umat berusia 27 tahun, mitratutur perempuan, umat

berusia 19 tahun. Tuturan terjadi di dalam lingkup pura tuturan terjadi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

73

saat ibadat berlangsung Kotbah dari pemuka agama suasana saat

khusuk sembayang. Maksud penutur bermaksud menyindir yakni

dengan memasukan dalam kotbah.

Cuplikan tuturan C8

MT : Dasar lola (daya tangkap lambat)PT : “Ya sebelumya kamu lihat dirimu seperti apa sebelum

komentar.”(Konteks tuturan : Tuturan terjadi di aula asrama hindu ,tuturanterjadi saat latihan tarian adat PT merasa jengkel karena selalu dianggap kurang bisa mengikuti,tujuan PT agar MT dalam memberitau dengan sopan. Penutur perempuan berusia 23 tahun, sedangkanMT laki-laki, seorang umat berusia 25 tahun dan menganggap MTtidak memberikan alasan yang pantas atas kekeliruanya.

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Ya sebelumya kamu lihat dirimu seperti apa sebelum komentar”.

Wujud pragmatik penutur menanggapi pernyataan dengan sepele.

tuturan yang disampaikan kurang pantas, karena dapat menyinggung

perasaan mitra tutur. Tuturan disampaikan dengan cara yang ketus

atau sinis. Penanda linguistik tuturan menggunakan intonasi perintah.

Penutur menggunakan nada yang sedang. Tekanan keras pada frasa

“ya” diksi yang dipakai adalah bahasa nonstandard yang memakai

istilah bahasa tidak baku. Penanda pragmatik tuturan terjadi di aula

asrama hindu ,tuturan terjadi saat latihan tarian adat PT merasa

jengkel karena selalu dianggap kurang bisa mengikuti, tujuan PT agar

MT dalam memberi tau dengan sopan. Penutur perempuan berusia 23

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

74

tahun, sedangkan MT laki-laki, seorang umat berusia 25 tahun dan

menganggap MT tidak memberikan alasan yang pantas atas

kekeliruanya. Maksud penutur bermaksud agar mitra tutur intropeksi

diri melihat tindakan yang dilakukannya.

Subkategori Memperingatkan

Subkategori memperingatkan terjadi dan disampaikan oleh

penutur secara sengaja mengkritik mitra tutur karena mengalami

kejadian yang kurang berkenan di dalam benak penutur. Hal tersebut

tanpa disadari penutur membuat mitra tutur merasa malu dan merasa

dilecehkan muka.

Cuplikan tuturan C3

MT : Sukurin kena marah hahahahaPT : “Kamu tidak percaya adanya karma?”(Konteks tuturan : Tuturan ini terjadi di halaman pura, usai diadakanacara keagamaan. Penutur laki-laki, umat berusia 24 tahun, MTperempuan, umat berusia 30 tahun. Penutur dalam keadaan merasajengkel karena apenutur dimarahin yang disebabkan oleh mitratutur).

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Kamu tidak percaya adanya karma ?”. Wujud pragmatik penutur

kurang terima dengan mitra tutur yang menertawakan ketika penutur

dalam kesusahan. Penutur menggunakan cara yang ketus dalam

mengungkapkan tuturannya. Penutur memberi jawaban yang

mengganggu perasaan MT Penanda linguistik Intonasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

75

mempergunakan intonasi tanya. Penutur berbicara dengan nada yang

keras namun dengan tekanan yang lembut yang menunjukan

sindiran.dan diksi standar. Penanda pragmatik tuturan ini terjadi

dihalaman pura, usai diadakan acara keagamaan. Penutur laki-laki,

umat berusia 24 tahun, MT perempuan, umat berusia 30 tahun.

Penutur dalam keadaan merasa jengkel karena apenutur dimarahin

yang disebabkan oleh mitra tutur). Tindakan verbalkomisif dan tindak

perlokusi mitra tutur mengucapkan spontan yang membuat mitra tutur

merasa dilecehkan mukanya. Maksud penutur bermaksud

mengingatkan yakni dengan mengkritik mitra tutur yang

menertawakan.

Cuplikan tuturan C5

PT : “Ingatlah dengan adanya punarbawa dan karma pala”(Konteks tuturan : Tuturan terjadi di dalam pura Tuturan terjadi saatibadat berlangsung Tuturan dari pemuka agama yan sedang kotbah.Penutur laki-laki, seorang pemimpin umat berusia 48 tahun. MT umatyang hadir. Mengutarakan berbuat kebaikan tapi mengharapkanpamrih.

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut. Wujud

linguistik “Ingatlah dengan adanya punarbawa dan karma pala”.

Wujud pragmatik tuturan disampaikan dengan cara sindiran

agardalam hidup bisa saling tolong menolong dan saling

menghormati. Tuturan terjadi di dalam pura, tuturan terjadi saat ibadat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

76

berlangsung ,tuturan dari pemuka agama yang sedang kotbah.

Penanda linguistik intonasi yang digunakan adalah perintah. Penutur

berbicara dengan nada yang sedang dengan kalimat yang menyindir,

diksi non standar mempergunakan kata-kata popular. Penanda

pragmatik tuturan terjadi di dalam pura Tuturan terjadi saat

sembayang berlangsung Tuturan dari pemuka agama yan sedang

kotbah. Penutur laki-laki, seorang pemimpin umat berusia 48 tahun.

MT umat yang hadir. Mengutarakan berbuat kebaikan tapi

mengharapkan pamrih. Tuturan ini terjadi disebuah ibadah ketika

forum kotbah. Penutur laki-laki, seorang pemimpin umat berusia 48

tahun. Maksud penutur bermaksud mengingatkan mitra tutur yakni

dengan persepsi mengenai berbuat kebaikan jangan mengharapkan

pamrih.

Subkategori Menegur

Subkategori menegur terjadi dan disampaikan oleh penutur

secara sengaja kepada mitra tutur karena mengalami kejadian yang

kurang berkenan di dalam benak penutur. Hal tersebut tanpa disadari

penutur membuat mitra tutur merasa malu dan merasa dilecehkan

muka.

Cuplikan tuturan C6

PT : “meski saya bukan yudistira yang benar-benar menerapkandarma cobalah hargai orang yang sedang bicara”

(Konteks tuturan : Tuturan terjadi di dalam pura Tuturan terjadisaat ibadat berlangsung tuturan dari pemuka agama yan sedang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

77

kotbah. Penutur laki-laki, seorang pemimpin umat berusia 48tahun. MT umat yang hadir.

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“meski saya bukan yudistira yang benar-benar menerapkan darma

cobalah hargai orang yang sedang bicara”. Wujud pragmatik tuturan

disampaikan dengan cara yang sederhana namun merupakan teguran.

Penutur menuduh tanpa bukti yang cukup jelas. Penutur memberi

penjelasan menyinggung perasaan mitra tutur. Penanda linguistik

intonasi yang digunakan adalah perintah. Penutur berbicara dengan

nada yang sedang . Tekanan tuturan yang menunjukan teguran keras

sehingga membuat mitra tutur merasa tersingung. Penanda pragmatik

tuturan terjadi di dalam pura saat ibadat berlangsung Tuturan dari

pemuka agama yan sedang kotbah. Penutur laki-laki, seorang

pemimpin umat berusia 48 tahun. MT umat yang hadir. Maksud

penutur bermaksud menegur pada mitra tutur mengenai keributan

yang terjadi saat kotbah.

Subkategori Menasehati

Subkategori menasehati terjadi dan disampaikan oleh penutur

secara sengaja menasehati mitra tutur karena mengalami kejadian

yang kurang berkenan di dalam benak penutur. Hal tersebut tanpa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

78

disadari penutur membuat mitra tutur merasa malu dan merasa

dilecehkan muka.

Cuplikan tuturan C7

PT : Jangan biarkan niatmu yang suci dihalangi oleh alam untukmelakukan yudnya(persembahan suci secara iklas)

(Konteks tuturan :Tuturan terjadi diarea pura tuturan terjadi saatibadat berlangsung tuturan terjadi saat pemuka agama kotbah.

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik”

Jangan biarkan niatmu yang suci dihalangi oleh alam untuk

melakukan yudnya” (persembahan suci secara iklas) Wujud pragmatik

penutur menanggapi pernyataan. Tuturan yang disampaikan kurang

pantas, karena dapat menyinggung perasaan mitra tutur. Tuturan

disampaikan dengan cara yang lembut. Penanda linguistik tuturan

menggunakan intonasi perintah. Penutur menggunakan nada yang

sedang tekanan lembut. Diksi yang dipakai adalah bahasa nonstandard

yang memakai istilah bahasa daerah. Penanda pragmatik tuturan

terjadi diarea pure ,tuturan terjadi saat ibadat berlangsung tuturan

terjadisaat pemuka agama sedang melakukan kotbah. Penutur laki-laki

berusia 45 tahun, sedangkan mitra tututr dadalah umat yang

menghadiri ibadat tersebut. Maksud penutur bermaksud menasehati

mitra tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

79

4.1.5 Kategori Ketidaksantunan Menghilangkan Muka

Berikut ini adalah tuturan yang termasuk dalam kategori ketidaksantunan

menghilangkan muka yang disajikan berdasarkan subkategori ketidaksantunan

dan disajikan dengan (1) wujud linguistik, (2) wujud pragmatik, (3) penanda

linguistik, (4) penanda pragmatik (konteks tuturan), dan (5) maksud

ketidaksantunan.

Teori kategori ketidaksantunan menghilangkan muka diungkapkan oleh

Culpeper. Pemahaman Culpeper (2008) mengenai ketidaksantunan berbahasa

adalah, ‘Impoliteness, as I would define it, involves communicative behavior

intending to cause the “face loss” of a target or perceived by the target to be so.’

Dia memberikan penekanan pada fakta ‘face loss’ atau ‘kehilangan muka’—kalau

dalam bahasa Jawa mungkin konsep itu dekat dengan konsep ‘kelangan rai’

(kehilangan muka). Culpeper memberikan penekanan pada fakta ‘face loss’ atau

fakta ‘kehilangan muka’ untuk menjelaskan konsep ketidaksantunan dalam

berbahasa. Sebuah tuturan akan dianggap sebagai tuturan yang tidak santun jika

tuturan itu menjadikan muka seseorang hilang. Jadi, ketidaksantunan

(impoliteness) dalam berbahasa itu merupakan perilaku komunikatif yang

diperantikan secara intensional untuk membuat orang benar-benar kehilangan

muka (face loss), atau setidaknya orang tersebut ‘merasa’ kehilangan muka.

Suatu tuturan dalam kategori menghilangkan muka terjadi bila penutur

secara sengaja mengucapkan suatu tuturan yang tidak hanya membuat mitra tutur

tersinggung, tetapi juga membuat mitra tutur malu. Hal inilah yang membuat

suatu tuturan dalam kategori ini menjadi tidak santun.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

80

Subkategori Menegaskan

Subkategori menegaskan dalam menghilangkan muka terjadi

karena penutur mengucapkan tuturan disengaja secara tegas kepada

mitra tutur, sehingga membuat mitra tutur tersinggung karena tuturan

tersebut tidak berkenan oleh mitra tutur. Berikut ini contoh tuturan

yang termasuk dalam subkategori menegaskan.

Cuplikan tuturan D1

MT : apakah anda sudah mengerti? (menjelaskan hal yang sudahdiketahui PT )PT : Anda pintar namun memintari(Konteks tuturan : Tuturan terjadi didalam area aula asramaHindu.Tuturan terjadi saat sharing antar pemuda pemudi pemelukagama Hindu. MT mengulangi penjelasan yang telah dibahas minggukemarin. Penutur membalas dengan berbicara dengan tinggi(sinis).)

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Anda pintar namun memintari”. Wujud pragmatik tuturan

disampaikan dengan nada tinggi dan sinis. Penutur terkesan terganggu

dengan tuturan mitra tutur. Tuturan yang disampaikan penutur

terkesan sembrono dan tidak pantas. Penanda linguistik tuturan

memakai intonasi berita. Penutur berbicara dengan nada tinggi.

Tekanan yang digunakan tekanan tinggi. diksi yang dipakai

menggunakan bahasa standar. Penanda pragmatik tuturan terjadi di

dalam area aula asrama Hindu.Tuturan terjadi saat sharing antar

pemuda pemudi pemeluk agama Hindu. Penutur menyindir mitra tutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

81

dengan kata- kata yang kurang pantas. tindak verbal ekspresif.

Ttindak perlokusi mitra tutur merasa dirinya terganggu oleh penutur.

Maksud penutur bermaksud meremehkan mitra tutur.

Subkategori Menyindir

Subkategori menyindir dalam menghilangkan muka terjadi

karena penutur mengucapkan tuturan sindiran kepada mitra tutur,

sehingga membuat mitra tutur tersinggung karena tuturan tersebut

tidak berkenan oleh mitra tutur. Berikut ini contoh tuturan yang

termasuk dalam subkategori menyindir.

Cuplikan tuturan D2

PT : “Apakah pemuka agama selalu benar?”(Konteks tuturan : Tuturan terjadi saat ibadat berlangsun di dalamarea pura. Penutur merasa dirinya tersindir atas perlakuan mitratutur.)

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Apakah pemuka agama selalu benar?”. Wujud pragmatik tuturan

disampaikan dengan nada sedang dan datar. Penutur terkesan

menyindir mitra tutur. Tuturan yang disampaikan penutur terkesan

sembrono dan tidak pantas. Penanda linguistik tuturan memakai

intonasi tanya. Penutur berbicara dengan nada sedang. tekanan yang

digunakan tekanan lembut. diksi yang dipakai menggunakan bahasa

standar. Penanda pragmatik tuturan terjadi saat ibadat berlangsung di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

82

dalam area pura. Penutur merasa terganggu atas perlakuan mitra tutur

yang menyinggung dirinya. Penutur menyindir mitra tutur dengan

kata-kata yang kurang pantas tindak verbal ekspresif, tindak

perlokusiya mitra tutur merasa tersindir oleh tuturan penutur. Maksud

penutur bermaksud memberitahu mitra tutur untuk mengintrospeksi

diri karena mitra tutur dianggap sebagai pemuka agama.

Subkategori Menyinggung

Subkategori menyinggung dalam menghilangkan muka terjadi

karena penutur mengucapkan tuturan menyingung perasaan mitra

tutur, sehingga membuat mitra tutur tersinggung karena tuturan

tersebut tidak berkenan oleh mitra tutur. Berikut ini contoh tuturan

yang termasuk dalam subkategori menyinggung.

Cuplikan tuturan D3

MT : Permisi.PT : “Sudah pukul berapa ini? Baru kelihatan teman-teman sudah

pada berkeringat”.(Konteks tuturan : Tuturan terjadi saat perkumpulan pemuda-pemudiHindu di dalam aula asrama Hindu. MT terlambat datang ketikaacara telah dimulai.)

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Sudah pukul berapa ini? Baru kelihatan teman-teman sudah pada

berkeringat?”. Wujud pragmatik tuturan disampaikan dengan nada

sedang dan datar. Penutur terkesan menyindir mitra tutur karena

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

83

datang terlambat. Tuturan yang disampaikan penutur terkesan terlalu

melebih-lebihkan. penanda linguistik tuturan memakai intonasi tanya.

Penutur berbicara dengan nada sedang. tekanan yang digunakan

tekanan lembut. diksi yang dipakai menggunakan bahasa standar

dengan kata-kata sehari-hari. Penanda pragmatik tuturan terjadi saat

perkumpulan pemuda-pemudi Hindu di area asrama Hindu. Penutur

memberi teguran kepada mitra tutur dengan menyindir atas

keterlambatan mitra tutur. tindak verbal ekspresif, tindak perlokusi

mitra tutur menangapi sindiran penutur dengan nada kesal. Maksud

penutur bermaksud menegur keterlambatan mitra tutur secara tidak

langsung atas keterlambatan yang dilakukan mitra tutur.

Subkategori Menegur

Subkategori menegur dalam menghilangkan muka terjadi

karena penutur mengucapkan tuturan teguran kepada mitra tutur,

sehingga membuat mitra tutur tersinggung karena tuturan tersebut

tidak berkenan oleh mitra tutur. Berikut ini contoh tuturan yang

termasuk dalam subkategori menegur.

Cuplikan tuturan D4

M T : (sedang bercerita dengan teman disampingnya)PT : “Kalau ingin bercerita di luar sana , disini tempat sembayang”(Konteks tuturan : Tuturan terjadi di dalam area pura tuturan terjadisaat ibadat berlangsung penutur merasa terganggu oleh MT penuturmenyuruh MT keluar di hadapan umat lain.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

84

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Kalau ingin bercerita di luar sana , disini tempat sembayang.” Wujud

pragmatik tuturan terjadi di dalam area pura. Tuturan terjadi saat

sembayang berlangsung penutur merasa terganggu oleh MT penutur

menyuruh MT keluar dihadapan umat lain . Penanda linguistik

intonasi yang dituturkan adalah perintah. Penutur mempergunakan

nada tingi tekanan tuturan keras. Penanda pragmatik tuturan terjadi di

lingkungan pura, ketika MT dan penutur sedang sembayang, penutur

berusia 58 tahun, MT laki-laki berusia 17 tahun. MT sedang asik

bercerita. Tujuan penutur menegur agar bersikap tenang di rumah

ibadah. Maksud penutur bermaksud menegur terhadap mitra tutur

karena melihat mitra tutur asik bercerita, namun hal itu disampaikan

didepan banyak orang.

Cuplikan tuturan D5

MT : Jangan lupa mengunakan pakaian adat yang lengkap !PT : Terimakasih telah mengingatkan , tetapi jika anda bisa menjadi

contoh akan lebih baik.(Konteks tuturan : Tuturan terjadi didalam area pura tuturan terjadisaat ibadat mau di mulai MT dan PT bertemu di depan pura ketikaingin sembayang PT mengangap pakaian MT kurang pantas tujuanpenutur agar MT menganti pakaiannya dengan pakaian yang lebihpantas.)

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

85

“Terimakasih telah mengingatkan, tetapi jika anda bisa menjadi

contoh akan lebih baik”. Wujud pragmatik tuturan terjadi di dalam

area pura tuturan terjadi saat ibadat mau dimulai MT dan PT bertemu

didepan pura ketika ingin sembayang PT mengangap pakaian MT

kurang pantas tujuan penutur agar MT menganti pakaiannya dengan

pakaian yang lebih pantas. Penanda linguistik intonasi yang digunakan

adalah perintah. Penutur berbicara menggunakan nada yang sedang.

Tekanan tuturan lunak. diksi tuturan adalah bahasa standart. Penanda

pragmatik tuturan terjadi pada waktu acara sembayang akan

belangsung di pura. Penutur merupakan seorang pemuka umat yang

berusia 67 tahun sedangkan, MT adalah seorang umat 26 tahun. tujuan

penutur menyindir MT dengan alasan menasehati agar mengunakan

pakaian adat yang pantas ketika beribadah. Maksud penutur

bermaksud menegur mitra tutur, namun hal itu disampaikan didepan

banyak orang. Hal tersebut yang membuat mitra tutur marasa malu.

Cuplikan tuturan D6

MT : Sudah mulai dari tadi ya?PT : “Bagaimana kamu ini tidak bisa menunggu kloter kedua ,

sembayang sudah mau selesai baru datang”.(Konteks tuturan : Tuturan terjadi di dalam area pura tuturan terjadisaat ibadat berlangsung MT datang dan langsung mengikutisembayang sambil bertanya dengan PT upacara sembayang sudahhampir selesai tujuan PT agar MT mengikuti sembayang yang kloterkedua

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 103: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

86

“Bagaimana kamu ini tidak bisa menunggu kloter kedua”, sembayang

sudah mau selesai baru datang. Wujud pragmatik tuturan terjadi di

dalam area pura tuturan terjadi saat ibadat berlangsung, MT datang

dan langsung mengikuti sembayang sambil bertanya dengan PT

upacara sembayang sudah hampir selesai tujuan PT agar MT

mengikuti sembayang yang kloter kedua. Penanda linguistik tuturan

memakai intonasi berita. Penutur berbicara dengan nada tinggi (sinis)

tekanan tinggi pada frasa bagaimana kamu ini. diksi yang dipakai

adalah bahasa nonstandar karena menggunakan istilah campuran tidak

baku. Penanda pragmatik tuturan terjadi didalam area pura tuturan

terjadi saat ibadat berlangsung MT datang dan langsung mengikuti

sembayang sambil bertanya dengan PT upacara sembayang sudah

hampir selesai tujuan PT agar MT mengikuti sembayang yang kloter

kedua. Maksud penutur bermaksud menegur terhadap mitra tutur

mengenai tindakan mitra tutur dalam menyambut hari besar, dan

tempat sudah penuh Tuturan ini berdampak pada mitra tutur yang

sangat malu karena hal itu disampaikan didepan banyak orang.

Cuplikan tuturan D7

MT :Brottt, tiutt (suara kentut)PT : “Tidak pernah diajari sopan santun ya”MT : Maaf kelepasan.(Konteks: Tuturan terjadi di dalam area pura tuturan terjadi saatibadat berlangsung PT merasa jengkel keduanya sama-sama sedangkhusuk sembayang tujuan PT agar jika MT merasa kentut hendaknyakeluar sebentar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 104: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

87

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Tidak pernah diajari sopan santun ya?”. Wujud pragmatik tuturan

terjadi di dalam area pura tuturan terjadi saat ibadat berlangsung PT

merasa jengkel keduanya sama-sama sedang khusuk sembayang

tujuan PT agar jika MT merasa kentut hendaknya keluar sebentar.

Penanda linguistik tuturan memakai intonasi tanya. Penutur berbicara

dengan nada yang keras. Tekanan keras pada frasa diajari! diksi yang

dipakai adalah bahasa nonstandar karena menggunakan istilah bahasa

Jawa. Penanda pragmatik tuturan terjadi di dalam area pura tuturan

terjadi saat ibadat berlangsung PT merasa jengkel keduanya sama-

sama sedang khusuk sembayang tujuan PT agar jika MT merasa

kentut hendaknya keluar sebentar. Maksud penutur bermaksud kesal

terhadap mitra tutur mengenai tindakan mitra tutur dalam ceramah.

Tuturan ini berdampak pada mitra tutur yang sangat malu karena hal

itu disampaikan di depan banyak orang.

4.1.5 Kategori Ketidaksantunan Menimbulkan Konflik

Berikut ini adalah tuturan yang termasuk dalam kategori ketidaksantunan

menimbulkan konflik yang disajikan berdasarkan subkategori ketidaksantunan

dan disajikan dengan (1) wujud linguistik, (2) wujud pragmatik, (3) penanda

linguistik, (4) penanda pragmatik (konteks tuturan), dan (5) maksud

ketidaksantunan. Bousfield (2008:3) berpandangan bahwa ketidaksantunan dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 105: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

88

berbahasa dipahami sebagai, ‘The issuing of intentionally gratuitous and

conflictive face-threatening acts (FTAs) that are purposefully perfomed.’

Bousfield memberikan penekanan pada dimensi ‘kesembronoan’ (gratuitous) dan

konfliktif (conflictive) dalam praktik berbahasa yang tidak santun. Jadi, apabila

perilaku berbahasa seseorang itu mengancam muka dan ancaman terhadap muka

itu dilakukan secara sembrono (gratuitous), hingga akhirnya tindakan

berkategori sembrono demikian itu mendatangkan konflik atau bahkan

pertengkaran dan tindakan tersebut dilakukan dengan kesengajaan (purposeful),

maka tindakan berbahasa itu merupakan realitas ketidaksantunan. Suatu tuturan

dalam kategori menimbulkan konflik terjadi bila penutur secara sengaja

mengucapkan suatu tuturan yang dapat menimbulkan konflik di antara penutur

dan mitra tutur. Hal inilah yang membuat suatu tuturan dalam kategori ini menjadi

tidak santun.

Subkategori Mengejek

Subkategori mengejek dalam menimbulkan konflik terjadi

karena penutur mengucapkan tuturan disengaja seperti mengejek atau

meremehkan mitra tutur, sehingga membuat mitra tutur tersinggung

karena tuturan tersebut tidak berkenan oleh mitra tutur. Berikut ini

contoh tuturan yang termasuk dalam subkategori mengejek

Cuplikan tuturan E1

MT : Heh kamu yang keras dong suaranya jangan badan aja yangdigedein.

PT : “Dasar kurang ajar!”MT : Hahahaa semangat .

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 106: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

89

(Konteks tuturan : Tuturan terjadi ketika latihan tari disamping pura.MT merasa tersingung dengan ejekan penutur. Tuturan terjadi saatlatihan tari adat untuk digunakan dalam perayaan hari raya TujuanPT agar MT mengira PT marah tetapi sesunguhnya hanya bercanda.

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Dasar kurang ajar!”. Wujud pragmatik tuturan disampaikan dengan

nada tinggi. Penutur terkesan mengejek mitra tutur. Tuturan yang

disampaikan penutur terkesan terlalu kasar. Penanda linguistik

tuturan memakai intonasi seru. Penutur berbicara dengan sedang.

tekanan yang digunakan tekanan keras diksi yang dipakai

menggunakan bahasa standar dengan kata-kata sehari-hari. Penanda

pragmatik tuturan terjadi saat perkumpulan pemuda-pemudi Hindu di

area asrama Hindu. Penutur memberi teguran kepada mitra tutur

dengan mengejek. Tindak verbal ekspresif, tindak perlokusi mitra

tutur menangapi sindiran penutur dengan nada kesal. Maksud penutur

bermaksud menegur karena kurang serius dalam latihan.

Cuplikan tuturan E3

MT : sudah lama aku tak pernah sembayang di pura.PT : Dasar kafirMT : memangya kamu selalu sembayang ke pura?(Konteks tuturan : Tuturan terjadi didepan Pura. Mitra tutur merasadirinya tidak rajin sembayang di Pure tetapi kata-kata penuturmembuat mitra tutur merasa tersingung.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 107: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

90

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“dasar kafir” Wujud pragmatik tuturan disampaikan dengan nada

sinis. Penutur terkesan megejek mitra tutur yang kurang rajin

beribadah di pura. Tuturan yang disampaikan penutur terkesan kurang

santun dan kasar. Penanda linguistik Tuturan memakai intonasi

berita. Penutur berbicara dengan tinggi dan sisnis. Tekanan yang

digunakan tekanan tinggi.. Diksi yang dipakai menggunakan bahasa

nonstandar. Penanda pragmatik tuturan terjadi di depan pura.

perkumpulan pemuda-pemudi Hindu di area asrama Hindu. Penutur

memberi teguran kepada mitra tutur dengan menyindir atas

keterlambatan mitra tutur. Tindak verbal representative, tindak

perlokusi mitra tutur menangapi tuturan penutur dengan pertanyaan

bernada kesal. Maksud penutur bermaksud asal bicara penutur yang

kurang rajin beribadat di pura.

Subkategori Menegaskan

Subkategori menegaskan dalam menimbulkan konflik terjadi

karena penutur mengucapkan tuturan disengaja meremehkan mitra

tutur, sehingga membuat mitra tutur tersinggung karena tuturan

tersebut tidak berkenan oleh mitra tutur. Berikut ini contoh tuturan

yang termasuk dalam subkategori menegaskan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 108: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

91

Cuplikan tuturan E2

MT: Siapa yang mengajarimu tarian seperti itu? (dengan wajah sinis)PT : “Ngapain pengen tau?”MT: Ndak, pengen tau aja.(Konteks tuturan : Tuturan terjadi di aula asrama Hindu. Penuturmerasa kesar atas perilaku mitra tutur. MT mengejek MT dengansindiran namun dalam suasana santai PT menyadari jika ia sedang diejek oleh MT)

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut.Wujud linguistik

“Ngapain pengen tau?” Wujud pragmatik Tuturan disampaikan

dengan nada tinggi dan sinis. Penutur terkesan meremehkan mitra

tutur karena datang terlambat. Penanda linguistik Tuturan memakai

intonasi tanya. Penutur tinngi dan sinis, tekanan yang digunakan

tekanan tinggi, diksi yang dipakai menggunakan bahasa

nonstandar.Penanda pragmatik Tuturan terjadi di aula asrama Hindu.

Penutur merasa kesal atas pertanyaan sindirian aoleh mitra tutur.

Penutur menyadari bahawa dirinya sedang diejek oleh mitra tutur.

Tindak verbal: representatif. Tindak perlokusi: mitra tutur menangapi

tuturan penutur dengan pernyataan yang sedikit kesal. Maksud

penutur bermaksud kesal karena tariannya kurang baik.

Subkategori Mengancam

Subkategori mengancam dalam menimbulkan konflik terjadi

karena penutur mengucapkan tuturan disengaja yang membuat mitra

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 109: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

92

tutur merasa terancam. Berikut ini contoh tuturan yang termasuk

dalam subkategori mengancam.

Cuplikan tuturan E4

MT : “lagi malas aku bantu- bantu membersihkan gamelanPT : “Besok kalau mati mayatnya mau dikubur sendiri”MT : hehehe capek aku.(Konteks tuturan : Tuturan terjadi saat perkumpulan pemuda agamahindu tuturan terjadi di aula samping pura saat perkumpulanberlangsung tujuan PT agar MT mau membersihkan gamelan)

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Besok kalau mati mayatnya mau dikubur sendiri.” Wujud

pragmatik tuturan terjadi saat perkumpulan pemuda agama hindu

tuturan terjadi saat perkumpulan berlangsung, tujuan PT agar MT mau

membantu membersihkan gamelan. Penanda linguistik tuturan

mengunakan intonasi seru. Penutur berbicara dengan nada sedang .

Tekanan keras pada frasa dikubur sendiri. Penanda pragmatik tuturan

terjadi saat perkumpulan pemuda agama hindu,penutur memberi

teguran berupa sindiran kepada mitra tutur agar mau membersihkan

gamelan sebelum gamelan digunakan untuk latihan. Maksud

penutur menakut nakuti mitra tutur yang menjawab perintahnya

dengan muka yang masam dan terkesan mengabaikan perintah dari

penutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 110: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

93

Subkategori Memperingatkan

Subkategori memperingatkan dalam menimbulkan konflik

terjadi karena penutur mengucapkan tuturan disengaja

memperingatkan dengan nada ketus, sehingga membuat mitra tutur

tersinggung karena tuturan tersebut tidak berkenan oleh mitra tutur.

Berikut ini contoh tuturan yang termasuk dalam subkategori

memperingatkan.

Cuplikan tuturan E5

MT : Serius banget sembayangnya.(sambil colek-colek)PT : “Kamu kalau ndak ganggu orang sembayang bisa ndak?”MT : Huh bgitu saja marah “(Konteks tuturan : Tuturan terjadi didepan pura saat sembayangberlangsungTuturan terjadi antara umat tujuan PT agar MT tidakmengulangi hal yang sama di kemudian hari.

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“kamu kalau ndak ganggu orang sembayang bisa ndak?” Wujud

pragmatik tuturan terjadi didepan pura saat sembayang berlangsung

tuturan terjadi antara umat tujuan PT agar MT tidak mengulangi hal

yang sama dikemudian hari. Penanda linguistik tuturan memakai

intonasi tanya . Penutur berbicara dengan nada sedang. Tekanan keras

pada frasa kalo kamu ndak gangu. Diksi pada tuturan menggunakan

bahasa nonstandard yang memakai istilah bahasa Jawa. Penanda

pragmatik tuturan ini terjadi didalam pura ketika sembayangan sedang

dilaksanakan. Penutur laki laki berusia 27 tahun. MT laki-laki, berusia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 111: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

94

17 tahun. Penutur telah memperingatkan agar tidak menggangu karena

penutur sedang sembayang. Peringatan penutur membuat MT terusik

dan menasehati balik penutur. Tujuan penutur menasehati MT agar

tuturan penutur direnungkan terlebih dulu oleh penutur. Maksud

penutur merasa kesal karena dingangu oleh mitra tutur ketika sedang

sembayang.

Cuplikan tuturan E6

MT : Senari itu yang bagus jangan begituPT : “Itu motor saya ada kacanya”MT : Hehehehe(Konteks tuturan : Tuturan terjadi pada sore hari di lingkungan puratepatnya di aula saat latihan tari ,tuturan terjadi disela-sela istirahatpenutur merasa mitra tutur dalam menari masih kurang baik , penuturbertujuan agar mitra tutur ikut berlatih.)

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Itu motor saya ada kacanya” Wujud pragmatik tuturan membuat

malu mitra tutur. Tuturan bersifat menyinggung mitra tutur tetapi

tidak menyadari bahwa tuturan telah menyingung. Tuturan

disampaikan dengan ketus/ sembrono karena mitra tutur dalam menari

masih kurang baik. Penanda linguistik tuturan menggunakan intonasi

berita. Penutur berbicara menggunakan nada sedang (sindiran).

Tuturan disampaikan dengan tekanan yang lunak. Penanda pragmatik

tuturan terjadi pada siang hari dilingkungan pura penutur

menyampaikannya di depan umat yang hadir.Tuturan penutur sangat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 112: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

95

sembrono karena tidak melihat apa yang sebenarnya terjadi. Tujuan

penutur menyuruh MT untuk memperbaiki gerakan agar terlihat lebih

bagus. Maksud penutur menyampaikan dengan maksud kesal, yakni

dengan mengunakan sindiran.

Subkategori Menyingung

Subkategori menyngung dalam menimbulkan konflik terjadi

karena penutur mengucapkan tuturan disengaja seperti mengejek atau

meremehkan mitra tutur, sehingga membuat mitra tutur tersinggung

karena tuturan tersebut tidak berkenan oleh mitra tutur. Berikut ini

contoh tuturan yang termasuk dalam subkategori menyingung.

Cuplikan tuturan E7

MT : Adek kesini jangan lari-lari terus.(memangil anaknya)PT : Jangan terlalu memanjakanMT : Ya tak apa-apa toh itu anak saya satu-satunya.(Konteks tuturan : Tuturan terjadi saat setelah sembayamh selesai PTmerasa terganggu saat sembayang MT merasa tersinggung saat PTmemperingatkan agar MT jagan terlalu memanjakan anaknya TujuanPT agar MT menasehati anaknya agar tidak bermain saat upacaraibadat)

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Jangan terlalu memanjakan” Wujud pragmatik penutur tidak

menyadari bahwa ia berbicara pada orang yang lebih tua dari dirinya.

Penutur membuat mitra tutur merasa malu. Tuturan disampaikan

dengan cara yang sembrono. Penanda linguistik tuturan menggunakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 113: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

96

intonasi seru. Penutur berbicara menggunakan nada sedang. Tuturan

disampaikan dengan tekanan yang lunak, diksi yang dipakai adalah

bahasa nonstandar, dengan memakai istilah bahasa Jawa. Penanda

pragmatik tuturan ini terjadi saat setelah selesai ibadah. Penutur

menyampaikan tuturannya dengan cara sinis. MT merasa dirinya

disalahkan sedangkan penutur merasa tidak bersalah MT menyanggah

tuturan penutur sehingga terjadi adu mulut, penutur hanya bermaksud

mengingatkan agar anak dididik sejak dini. Penutur tidak sadar bahwa

tuturannya membuat mitratutur merasa tersingung. Maksud penutur

menyampaikan dengan maksud mengingatkan, yakni dengan

menyimpulkan keadaan sekitar secara umum saja.

Cuplikan tuturan E8

MT :”Bukan gitu nadanya!PT : “Santai lho, bli” kita khan latihan wajar kl masih belum baik!”MT : Ya! Makanya dengarkan dulu kalau di beri contoh.(Konteks tuturan : Tuturan terjadi saat latihan tari di asrama hindututuran terjadi saat latihan berlangsung mitra tutur merasatersingung dengan ucapan penutur tujuan penutur agar mitra tuturmendengarkan jika diberikan contoh)

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Santai lho, bli” kita khan latihan wajar kl masih belum baik! Wujud

pragmatik penutur membuat mitra tutur merasa tersingung karena

penutur membenarkan nada yang salah ketika latihan tari berlangsung

sambil mulut bersuara nyayian. Tuturan yang disampaikan bersifat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 114: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

97

ketus. Penutur tidak menyadari bahwa tuturannya telah menyingung

mitra tutur. Penanda linguistik tuturan menggunakan intonasi seru.

Penutur berbicara menggunakan nada tinggi. Tuturan disampaikan

dengan tekanan yang keras, diksi yang dipakai adalah bahasa

nonstandar, dengan memakai istilah bahasa Jawa. Penanda pragmatik

Penutur menyampaikan tuturannya dengan cara sinis.MT merasa

dirinya disalahkan sedangkan penutur merasa tidak bersalah MT

meyanggah tuturan penutur sehingga terjadi adu mulut. Tuturan ini

terjadi saat diadakan latihan tari yang akan dipentaskan ketika hari

raya. Maksud penutur menyampaikan dengan maksud protes, yakni

dengan menyimpulkan keadaan sekitar secara umum saja.

Subkategori Mengumpat

Subkategori mengumpat dalam menimbulkan konflik terjadi

karena penutur mengucapkan tuturan yang tidak pantas sehingga

membuat mitra tutur tersinggung karena tuturan tersebut tidak

berkenan oleh mitra tutur. Berikut ini contoh tuturan yang termasuk

dalam subkategori mengumpat.

Cuplikan tuturan E9

PT : Nanti anda yang menjelaskan ya!MT : Ndak –ndak saya ndak bisa ! anda saja.MT : Tidak apa-apa silahkan,PT : Ubuan jeleme to(binatang orang itu) (kata kasar di ucapkan

lirih) ya sudah saya jawab sebisanya.(Konteks tuturan : Tuturan terjadi didepan pura saat sering tuturanterjadi antara umat umat saling melempar tanggung jawab PT merasakesal karena MT asal menunjuk).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 115: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

98

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Ubuan jeleme to (binatang orang itu) (kata kasar di ucapkan lirih) ya

sudah saya jawab sebisanya. Wujud pragmatik tuturan membuat

mitra tutur merasa malu. Tuturan disampaikan dengan cara ketus

walaupun bersifat untuk menasehati. Tuturan tidak secara sengaja

namun penutur merasa bahan pembicaraan tidak cocok dibahas.

Penanda linguistik tuturan 'menggunakan intonasi seru, Penutur

berbicara menggunakan nada tinggi. Tekanan pada tuturan keras, diksi

yang dipaki adalah bahasa nonstandar dengan istilah bahasa daerah

Bali. Penanda pragmatik tuturan ini terjadi dilingkungan pura

tepatnya di aula . Penutur laki-laki, tujuan penutur tidak memiliki

maksud tertentu, penutur hanya memperingatkan MT untuk tidak

berbincang ketika ada yang sedang berbicara. Penutur

menyampaikannya didepan umat yang hadir. Tuturan penutur sangat

sembrono karena mengucapkan kata yang kurang pantas. Maksud

penutur menyampaikan dengan maksud asal bicara, karena penutur

juga merasa jengkel untuk membicarakan bahan pembicaraan yang

kurang pas dibenaknya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 116: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

99

4.2 Pembahasan

Hasil dari kajian yang dilakukan terhadap tuturan yang ada di dalam ranah

agama Hindu Wilayah Kota Madya Yogyakarta. Pada bagian ini, pembahasan

akan didasarkan pada tiga pokok rumusan masalah yang diangkat dalam

penelitian ini. Ketiga rumusan masalah tersebut meliputi wujud ketidaksantunan

linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta

maksud ketidaksantunan penutur. Tuturan yang termasuk ke dalam tuturan yang

tidak santun tersebut terbagi menjadi lima kategori ketidaksantunan, yaitu (a)

melanggar norma, (b) mengancam muka sepihak, (c) melecehkan muka, (d)

menghilangkan muka, dan (e) menimbulkan konflik.

Tuturan diangap santun atau tidaknya suatu tergantung pada wujud tuturan

tersebut. Wujud ketidaksantunan tuturan tersebut dapat berupa wujud

ketidaksantunan linguistik dan wujud ketidaksantunan pragmatik. Wujud

ketidaksantunan linguistik merupakan hasil transkrip tuturan lisan yang tidak

santun, sedangkan wujud ketidaksantunan pragmatik berkaitan dengan cara

penyampaian penutur saat mengatakan tuturan tidak santun tersebut.

Selain dilihat dari wujud linguistiknya, ketidaksantunan suatu tuturan juga

dilihat dari wujud pragmatiknya. Wujud ketidaksantunan pragmatik tuturan dalam

setiap kategori ketidaksantunan memiliki wujud yang berbeda dan wujud tersebut

menjadi ciri khas dari setiap kategori tersebut. Berikut ini adalah wujud

ketidaksantunan linguistik dan pragmatik yang dikelompokan dalam lima kategori

ketidaksantunan, yaitu melanggar norma, mengancam muka sepihak, melecehkan

muka, menghilangkan muka, dan menimbulkan konflik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 117: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

100

Tuturan terlihat dari santun tidaknya akan tampak dari wujud tuturannya itu

sendiri. Wujud ketidaksantunan suatu tuturan dapat dilihat dari tuturan lisan yang

dianalisis menggunakan segi linguistik dan pragamatik. Wujud ketidaksantunan

linguistik adalah hasil transkrip dari tuturan lisan yang tidak santun, sedangkan

wujud pragmatik adalah keterkaitan antara cara penyampaian tuturan yang tidak

santun oleh penutur.

Peneliti menemukan 30 tuturan tidak santun dari ranah agama Hindu yang

terdapat di Kota Madya Yogyakarta. Tuturan lisan yang diperoleh merupakan

hasil transkrip dan hal tersebut yang disebut dengan wujud linguistik. Tuturan

lisan yang diperoleh tersebut diklasifikasi dalam lima kategori ketidaksantunan,

yaitu melecehkan muka, menghilangkan muka, melanggar norma, menimbulkan

konflik, dan mengancam muka sepihak/ kesembroan yang disengaja.

Berikut merupakan wujud ketidaksantunan ditinjau dari aspek pragmatik.

Setiap kategori ketidaksantunan memiliki wujud yang berbeda dengan satu sama

lain sebagai ciri khas dari masing-masing kategori ketidaksantunan tersebut.

Kategori ketidaksantunan melanggar norma terdapat empat tuturan yang

terdapat dalam ranah ini. Kategori melanggar norma merupakan kategori tuturan

yang secara normatif dianggap negatif, karena dianggap melanggar norma-norma

sosial yang berlaku dalam masyarakat (tertentu). Tuturan tersebut diwujudkan

dengan cara bertutur secara ketus dan sinis sehingga membuat mitra tutur merasa

malu dan merasa direndahkan. penutur yang merasa tidak bersalah meski telah

melanggar kesepakatan yang ada. Contoh tuturan yang terdapat pada kategori ini

adalah tuturan A1 dan A2 dari kedua tuturan tersebut, dapat dilihat bahwa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 118: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

101

kategori ketidaksantunan melanggar norma ditandai dengan penutur yang tidak

merasa bersalah meski sudah melanggar peraturan yang telah disepakati, penutur

tidak mengindahkan teguran dari mitra tutur dan hal ini ditunjukkan dengan cara

penutur menanggapi mitra tutur, misalnya berbicara dengan kethus. Tanda-tanda

tersebut semakin tidak santun karena penutur bertindak demikian kepada orang

yang lebih tua.

Wujud ketidaksantunan tuturan (A1) ditunjukan dari penutur yang tidak

mengindahkan kesepakatan yang disepakati bersama dan (A2) ditunjukan dari

penutur yang tidak mengindahkan peraturan mematikan telepon genggam saat

ibadah berlangsung yang sudah disepakati oleh umat agama hindu yang sering

beribadah di pura tersebut dengan tidak merasa bersalah.

Ketidaksantunan mengancam muka sepihak. Tuturan yang ditemukan

adalah 4 tuturan. Wujud ketidaksantunan pragmatik pada kategori mengancam

muka sepihak. Berikut ini contoh tuturan dari kategori mengancam muka sepihak.

kedua tuturan tersebut, dapat ditemukan bahwa wujud ketidaksantunan

pragmatiknya ditandai dengan penutur yang tidak memperhatikan keadaan mitra

tutur dan siapa mitra tutur saat menuturkan suatu tuturan. (Pranowo, 2009:100–

101). Meskipun penutur tidak memiliki maksud untuk menyinggung mitra tutur,

mitra tutur akan tetap merasa tersinggung bila tuturan penutur tidak

memperhatikan keadaan mitra tutur dan siapa mitra tutur itu. Hal inilah yang

membuat tuturan yang dianggap oleh penutur biasa saja, tetapi bagi mitra tutur

tuturan tersebut tidak santun. pada tuturan (B1), wujud ketidaksantunan pragmatik

ditunjukan ketika penutur menegur mitra tutur saat ingin memasuki tempat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 119: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

102

ibadah. Penutur tidak mempedulikan bagaimana latar belakang atau alasan

mengapa mitra tutur mengunakan pakaian yang dikenakan. Lain halnya dengan

penutur (B2) yang membuat mitra tutur kesal. Hal ini terjadi karena penutur

merasa kesal dengan umat yang berada di sekitar penutur yang asik berbicara

sendiri dan ketika itu nyaman sedang menjelaskan. Selanjutnya, wujud

ketidaksantunan pragmatik pada tuturan (B3) ditunjukan oleh penutur yang

berbicara dengan tidak memandang mitra tutur sambil mendorong pelan mitra

tutur supaya menjauh darinya. Hal ini dilakukan karena penutur merasa

terganggu oleh mitra tutur yang sedang membersihkan pura setelah digunakan

untuk ibadat namun situasi saat itu masih banayak umat yang berada di pura

tersebut. Walaupun penutur tidak memiliki maksud untuk menyinggung, mitra

tutur ternyata merasa hal yang dilakukan diangap bersalah dan tidak diinginkan.

Ketidaksantunan yang dilakukan oleh penutur (B4) mengancam mitra tutur,

berbicara dengan ekspresi datar, tanpa merasa takut ketika mengungkapkan alasan

jika tidak serius berlatih mitra tutur dipersilahkan pulang. Penutur tidak

menyadari bahwa tuturannya didengar oleh mitra tutur membuat mitra tutur

tersingung.meskipun dengan tujuan agar mitra tutur serius dalam berlatih. Hal-hal

inilah yang membuat tuturan-tuturan tersebut tidak santun.

Kategori melecehkan muka terdapat delapan tuturan yang tidak santun.

Kategori melecehkan muka merupakan tuturan yang disengaja sehingga membuat

mitra tutur merasa tersinggung, kecewa, dan malu. Wujud ketidaksantunan

pragmatik diperlihatkan dengan posisi penutur mengenai posisinya dan mitra

tutur. Tuturan tersebut pada umumnya disampaikan dengan cara yang sinis,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 120: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

103

sembrono maupun ketus. Wujud ketidaksantunan pragmatik yang selanjutnya

yaitu pada kategori melecehkan muka. Berikut ini contoh tuturan tidak santun

dalam kategori melecehkan muka.

Tuturan C1 dan C5 dapat dijadikan contoh dari wujud pragmatik kategori

ketidaksantunan melecehkan muka. Tuturan C1 menunjukan bahwa penutur

menyampaikan dengan sinis dan ketus pada mitra tutur. Penutur juga berbicara

dengan umat. Penutur juga membuat mitra tutur merasa malu karena disampaikan

di depan banyak orang dengan sindiran. Tuturan tersebut menyinggung mitra

tutur. Tuturan C5 tidak jauh berbeda dengan tuturan C1. Wujud pragmatik dari

tuturan ini juga disampaikan dengan cara yang sinis atau ketus. Penutur

mengungkapkan hal yang tidak pantas dalam beribadah mengunakan kalimat

sindiran hal Ini dapat mengakibatkan mitra tutur merasa jengkel atas tuturan mitra

tutur.

Kategori ketidaksantunan selanjutnya adalah kategori menghilangkan muka.

Kategori menghilangkan muka mengolongkan tuturan yang disengaja dan

membuat mitra tutur merasa tersinggung sampai mitra tutur merasa kehilangan

muka. Kategori ini terdapat tujuh tuturan yang tidak santun. Tuturan tidak santun

yang disengaja ditujukan kepada mitra tutur sangat menyinggung perasaannya.

Mitra tutur akan merasa tersinggung, bahkan sangat malu akan tuturan yang

disampaikan kepadanya. Wujud pragmatik dalam kategori ini dapat dicontohkan

D1 dan D3. Wujud pragmatik dari tuturan D1 yakni penutur menyampaikan

candaan tapi dengan kesan mengejek. Tuturan membuat malu mitra tutur karena

di sampaikan di banyak orang. Penutur menyampaikan dengan cara yang sinis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 121: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

104

Berbeda dengan tuturan D3, penutur menyampaikan di depan banyak orang dan

membuat malu mitra tutur. Tuturan secara tidak langsung menghilangkan muka

mitra tutur didepan banyak orang saat mitra tutur datang terlambat. Tuturan akan

menyinggung perasaan mitra tutur.

Kategori yang terakhir adalah menimbulkan konflik merupakan kategori

dimana tuturan yang disengaja dan dilakukan secara sembrono hingga tuturan

tersebut menimbulkan konflik. Wujud ketidaksantuan yang terdapat dalam

kategoi ini adalah penutur yang berbicara pada orang yang lebih tua. Tuturan

disampaikan dengan cara ketus bahkan dengan nada yang keras. Kategori ini

terdapat sembilan tuturan yang tidak santun. Sebagai contoh tuturan itu yakni

tuturan E1dan E3. Ketika lawan tutur yang lebih tua dari penutur. Penutur juga

mempergunakan cara ketus dan keras dalam menyatakan tuturannya. Penutur

memperingatkan mitra tutur dengan sengaja. Hal ini menyebabkan mitra tutur

merasa jengkel atau marah.

Tuturan E1 yang diperlihatkan adalah penutur berbicara dengan orang yang

lebih tua. juga tidak jauh berbeda dengan tuturan E3. Tuturan disampaikan dengan

cara ketus. Penutur memperingatkan mitra tutur dengan sengaja. Penutur

berbicara . Penutur terkesan tidak hormat dengan mitra tutur serta merupakan

ejekan dengan kata-kata yang tidak sopan. Rahardi (2003:16−17) menjelaskan

mengenai ilmu bahasa pragmatik sesungguhnya mengkaji maksud penutur dalam

konteks situasi dan lingkungan sosial-budaya tertentu. Maksud dalam KBBI

(Depdiknas, 2005) dapat diartikan sebagai yang dikehendaki; tujuan; niat; arti;

makna (dari suatu perbuatan, perkataan, peristiwa, dsb). Maksud ialah elemen luar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 122: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

105

bahasa yang bersumber dari pembicara, sedangkan informasi adalah elemen luar

bahasa yang bersumber dari isi tuturan. Maksud bersifat subjektif, sedangkan

informasi bersifat objektif (Wijana & Muhammad, 2008:2001). Oleh sebab itu,

maksud ketidaksantunan berarti sesuatu yang dikehendaki atau yang menjadi

niatan suatu perbuatan, perkataan, yang ada dalam diri penutur kepada mitra

tuturnya, karena maksud penutur melekat pada diri penutur itu sendiri, perlu

adanya konfirmasi langsung dari penutur mengenai maksud atau tujuan yang

terkandung dalam tuturannya. Maksud tersebut bisa bernilai positif maupun

negatif. Walaupun maksud dari penutur bersifar positif, namun tidak menutup

kemungkinan bahwa tuturan yang dihasilkan berupa tuturan tidak santun.

Peneliti mendapatkan konfirmasi maksud dari penutur sebanyak dua belas

maksud dari 30 tuturan yang didapatkan Berikut ini adalah pembahasan dari

masing-masing maksud ketidaksantunan penutur. Maksud mengingatkan dalam

beberapa tuturan berikut berupa penyamaan persepsi antara penutur dengan mitra

tutur. Tujuan dari maksud tersebut agar mitra tutur mengetahui hal yang dihadapi

seiring dengan konteks yang sedang berlangsung. Tuturan tidak santun yang

digunakan penutur dengan maksud mengingatkan ada pada tuturan B4, C3, C4,

C5, D3, D4 dan E2. Berikut pembahasan mengenai masing-masing tuturan.

Tuturan B4 yang terdapat dalam kategori mengancam muka sepihak

mempunyai maksud mengingatkan karena penutur mempunyai maksud untuk

berlatih lagi dengan lebih giat. Nada yang digunakan oleh penutur ketika

mngucapkan tuturan adalah tinggi. Penutur juga mengancamkan mitra tutur agar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 123: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

106

memperhatikan yang penutur tuturkan. Hal tersebut ditandai dengan frasa “Yang

tidak serius, silakan pulang!”

Tuturan C3 yang dilakukan oleh penutur pada mitra tutur memiliki maksud

mengingatkan ditandai dengan konteks yang sedang terjadi dalam tuturan

tersebut. Penutur merasa jengkel karena ejekan dari mitra tutur. Penutur

menanggapi ejekan tersebut dengan mengingatkan mitra tutur tentang hukum

karma yang akan diterima mitra tutur suatu saat nanti. Maksud mengingatkan

pada tuturan C4 yang ada dalam kategori melecehkan muka merupakan suatu

khotbah dalam proses peribadahan. Tuturan ini memiliki maksud mengingatkan

yang dikemas berupa tuturan sindiran pada semua umat yang ada dalam Pura.

Maksud mengingatkan terdapat pada frasa “kita harus menghargai waktu sebaik

mungkin”. Pada tuturan C5 maksud mengingatkan ditandai dengan frasa dan

istilah “adanya punarbawa dan karmapala”. Kondisi situasional saat terjadinya

tuturan tersebut sama dengan tuturan C4, dimana saat khotbah berlangsung.

Penutur yakin bahwa kehidupan manusia akan mengalami gejolak atau hokum

sebab-akibat.

Tuturan D3 dalam kategori menghilangkan muka bermaksud

mengingatkan ditandai pada frasa “sudah pukul berapa ini?”. Penutur berusaha

mengingatkan mitra tutur karena sering datang tidak tepat waktu dalam suatu

pertemuan kegiatan keagamaan. Penutur ingin memberikan dampak jera terhadap

mitra tutur. Tuturan tersebut menyebabkan mitra tutur malu karena disampaikan

di depan teman-teman dari mitra tutur. Pada kategori menghilangkan muka yang

bermaksud mengingatkan lainnya, yakni tuturan D4. Tuturan D4 merupakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 124: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

107

tuturan yang dilakukan oleh penutur, dengan perasaan kesal karena kondisi

situasional dalam tuturan itu sedang hening. Tuturan itu bermaksud mengingatkan

sama halnya dengan tuturan D3, yakni memberikan efek jera pada mitra tutur dan

melakukan sikap yang seharusnya dilakukan saat sembayang berlangsung.

Tuturan E2 yang digolongkan pada kategori menimbulkan konflik/

kesembronoan yang disengaja memiliki maksud mengingatkan ditandai dengan

sikap penutur yang menyampaikan tuturan secara datar. Penutur tidak

mempedulikan tuturan mitra tutur yang sebenarnya menyinggung perasaan dari

penutur. Penutur menyadari jika mitra tutur sedang mengejeknya, namun dia

hanya menanggapi dengan santai dengan maksud mengingatkan mitra tutur secara

tidak langsung.

Pada penelitian ini, tuturan dengan maksud menegur, terdapat dalam

kategori mengancam muka sepihak dan kategori melecehkan muka. Dalam

kategori mengancam muka sepihak ada pada tuturan B1, B2, dan B3, sedangkan

pada kategori melecehkan muka ditandai dengan tuturan C6. Berikut pembahasan

tuturan-tuturan yang mengandung maksud protes, dikedua kategori tersebut.

Maksud menegur di tuturan B1 dilihat berdasarkan frasa “ Kalau mau

sembayang itu pakai baju yang pantas”. Tuturan tersebut merupakan suatu

teguran pada mitra tutur yang memakai baju yang tidak pantas saat akan

mengikuti upacara keagamaan. Mitra tutur berdalih merasa terancam tidak dapat

mengikuti sembayang karena tuturan dari penutur. Teguran dari penutur membuat

mitra tutur menjalani proses peribadahan dengan perasaan terbebani karena

pakaian yang dikenakannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 125: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

108

Penutur bermaksud menegur dalam tuturan B2, karena kondisi yang riuh

ketika proses sarasehan keagamaan setelah selesai sembayang. Penutur merasa

terganggu karena ingin mendengarkan tanggapan dari salah satu peserta

sarasehan. Frasa yang menjadi maksud menegur, yakni “Tolong diam!” yang

disampaikan dengan tekanan yang keras. Pada tuturan B3 maksud menegur dilihat

pada frasa “Tolong hormati yang sedang sembayang!”. Tuturan ini disampaikan

penutur karena kondisi situasional, di mana sedang diadakan membersihkan Pura

bersamaan dengan beberapa tokoh keagaman yang sedang melakukan

sembayangan. Maksud menegur dalam tuturan C6 juga terlihat berdasarkan frasa

“Cobalah hargai orang yang sedang berbicara”, seperti pada tuturan B2 dan B3.

Tujuan penutur mengucapkan tuturan tersebut adalah untuk menarik perhatian

dari khalayak dalam khotbah keagamaan.

Tuturan yang mempunyai maksud bercanda dan digunakan oleh penutur,

yakni tuturan C2 yang ada dalam kategori melecehkan muka. Tuturan yang

bermaksud bercanda dalam kategori menimbulkan konflik/ kesembronoan yang

disengaja, terdapat pada tuturan E1, E3, dan E4. Berikut pemaparan tuturan-

tuturan dengan maksud bercanda. Tuturan C2 yang ada dikategorikan dalam

melecehkan muka memilki maksud bercanda karena penutur menyampaikannya

secara tidak langsung dan terkesan merendahkan mitra tutur. Penutur

mengucapkan tuturan tersebut disebabkan mitra tutur berusia lebih tua dari

penutur. Kondisi situasional saat tuturan berlangsung adalah obrolan candaan

mengenai kehidupan yang dihadapi oleh penutur dan mitra tutur. Antara penutur

dan mitra tutur sudah sangat akrab, sehingga penutur tidak merasa canggung

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 126: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

109

ketika melontarkan tuturan tersebut. Dalam tuturan E1 yang berada pada kategori

ketidaksantunan menimbulkan konflik, maksud bercanda ditandai dengan frasa

ejekan dari mitra tutur “yang keras dong suaranya, jangan badan aja yang

digedein”. Hal tersebut memicu kekesalan penutur sehingga merespon mitra tutur

dengan menuturkan tuturan E1. Hubungan antara mitra tutur dan penutur adalah

teman sepermainan, jadi mereka sudah akrab satu sama lain.

Konteks situasional dalam tuturan E3 adalah dalam kondisi yang santai.

Pelaku tuturan E1 dilakukan oleh penutur dan mitra tutur yang sama. Penutur

menuturkan tuturan tersebut secara semena-mena. Mitra tutur merasa tersinggung

dengan pernyataan dari penutur, dimana mitra tutur merasa sudah lama

sembayang dan rajin datang ke Pura, namun menerima tanggapan yang

bermaksud candaan dan disampaikan secara sinis dari penutur. Tuturan E4

mempunyai maksud bercanda karena dalam tuturan itu terlihat pernyataan

sindiran dari penutur ke mitra tutur. Penutur merasa kesal terhadap mitra tutur

yang selalu mengeluh saat membersihkan gamelan di lingkungan Pura. Penutur

menyampaikan dengan ketus, tapi mitra tutur tidak mempedulikan tuturan dari

penutur. Maksud introspeksi diri merupakan sikap menyadari atau penilaian

terhadap diri sendiri mengenai kekurangan serta kesalahan tentang ketidakpuasan

material ataupun jasmaniah. Sikap introspeksi diri juga mendorong seseorang

untuk melakukan perubahan ke dalam kehidupan yang lebih baik. Penelitian ini

mengupas tuturan tidak santun yang memiliki maksud introspeksi diri yang

ditujukan pada mitra tutur. Tuturan yang dikupas adalah tuturan C8 dalam

kategori melecehkan muka, tuturan D2, D5 dalam kategori menghilangkan muka,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 127: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

110

dan tuturan E6 dikategori menimbulkan konflik/ kesembronoan yang disengaja.

Berikut pembahasan masing-masing tuturan mengenai maksud introspesi diri.

Tuturan C8 yang mengandung maksud introspeksi diri dilihat dari

frasanya, yakni ”lihat dirimu sebelum berkomentar”, secara jelas bahwa mitra

tutur disuruh untuk introspeksi diri terhadap yang dia ucapkan sebelumnya.

Tuturan D2 juga bermaksud introspeksi diri, karena dalam anggapan dari penutur,

pernyataan dari mitra tutur belum tentu benar. Tuturan tersebut bertujuan agar

mitra tutur introspeksi diri bahwa pemuka agama juga makhluk Tuhan yang juga

memiliki kesalahan dalam hidupnya.

Tuturan D5 bermaksud introspeksi diri karena penutur berusaha diingatkan

oleh mitra tutur namun, dia tidak terima dengan ungkapan dari mitra tutur.

Penutur berusaha membela diri yang diatandai dalam frasa “tetapi jika anda bisa

menjadi contoh akan lebih baik.” Tuturan E6 bermaksud introspeksi diri karena

penutur merasa tersinggung sebab dikritik oleh mitra tutur mengenai caranya

menari. Penutur menganggap tarian yang dilakukannya sangat susah, dan belum

tentu mitra tutur mampu melakukan secara baik. Tuturan E6 adalah perintah

introspeksi diri pada mitra tutur untuk berkaca terlebih dahulu sebelum mengkritik

penutur. Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang kesal karena ungkapannya

tidak tercapai sesuai kehendak ataupun oleh alasan tertentu. Berkaitan dengan

penelitian ini, sikap dan maksud kesal yang ditujukan oleh penutur terhadap mitra

tutur terdapat pada tuturan D6, D7, dan E7. Berikut pembahasan dari tuturan yang

terdapat dalam kategori menghilangkan muka dan menimbulkan konflik/

kesembronoan yang disengaja. Kekesalan dari penutur dalam tuturan D6 karena

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 128: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

111

tuturan dari mitra tutur yang merasa dirinya tidak bersalah. Tuturan D6

bermaksud kesal ditandai dalam frasa “Menunggu kloter kedua, sembayang sudah

mau selesai baru datang.”

Tuturan D7 merupakan kejengkelan penutur terhadap sikap yang tidak

sopan dari mitra tutur. Tuturan dari penutur juga membuat mitra tutur merasa

sangat malu karena tindakannya. Dalam tuturan E7 yang bermaksud kesal

hubungan antara penutur dan mitra tutur adalah suami-istri. Penutur adalah suami

sedangkan istri adalah mitra tutur. Kondisi yang terjadi adalah ketika anak dari

penutur dan mitra tutur sedang bermain dan berjalan ke belakang mitra tutur tanpa

pengawasan dari keduanya. Dalam tuturan E7, penutur merasa kesal karena mitra

tutur berteriak memanggil anaknya. Hal tersebut membuat penutur merasa malu

dan melontarkan tuturan tersebut pada mitra tutur.

Tuturan tidak santun yang mempunyai maksud menasehati ada dalam

kategori melecehkan muka dan menimbulkan konflik. Maksud menasehati di

kategori melecehkan muka ditandai pada tuturan C1, sedangkan dalam kategori

menimbulkan konflik terjadi pada tuturan E5. Berikut pembahasan mengenai

tuturan-tuturan tidak santun yang mengandung maksud menasehati. Pada tuturan

C1 yang bermaksud menasehati adalah wejangan yang diberikan penutur pada

mitra tutur tentang memaknai rasa syukur yang diberikan oleh Tuhan. Penutur

bermaksud menasehati dan menambahkan pernyataan dari mitra tutur.

Hubungan antara penutur dan mitra tutur dalam tuturan E5 adalah kakak-

adik. Kondisi yang sedang berlangsung dalam tuturan tersebut, mana kala penutur

sedang khusyuk menjalankan ibadah, dan diganggu oleh mitra tutur, yakni

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 129: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

112

adiknya. Penutur merasa sangat kesal karena adiknya yang masih anak-anak.

Penutur berusaha menasehati dengan nada yang lirih/rendah.

Tuturan tidak santun yang terdapat maksud supaya tidak dimarahi ditandai

dalam kategori melanggar norma. Tuturan tersebut adalah tuturan A1. Berikut

penjelasan maksud supaya tidak dimarahi pada tuturan tersebut. Tuturan A1

adalah sikap pengalihan perhatian yang dilakukan oleh penutur. Penutur

menyadari bahwa dia salah karena telah datang terlambat ke suatu pertemuan

keagamaan. Penutur juga sadar jika dia akan dimarahi ketika dia tidak datang.

Dalam pemahamannnya lebih baik datang walaupun terlambat.

Maksud asal bicara yang disampaikan oleh penutur, berupa umpatan atau

gerutu. Hal tersebut dilakukan penutur secara sadar dan tanpa memperhatikan

situasi sekitar. Tuturan dengan maksud asal bicara dalam penelitian ini terdapat

pada tuturan A2 dalam kategori melanggar norma. Berikut cuplikan tuturan

tersebut.

Tuturan A2 yang memiliki maksud asal bicara merupakan tuturan serta

tindakan dari penutur dengan menerima panggilan telepon saat sembayang sedang

berlangsung. Penutur lupa dan secara tidak sadar mengangkat panggilan tersebut.

Penutur merasa malu sehingga berjalan keluar dari lokasi ibadah.

Penutur dalam berinteraksi dengan mitra tutur sering mempunyai maksud

untuk memberikan gagasan ataupun wejangan. Hal tersebut bertujuan agar mitra

tutur dapat menjadi lebih baik dari kondisi sebelumnya. Tuturan yang

mengandung maksud memberikan motivasi terdapat pada C7. Berikut cuplikan

dan pembahasan maksud motivasi. Dalam tuturan C7 yang bermaksud

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 130: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

113

memberikan motivasi ditandai pada frasa “Jangan biarkan niatmu yang suci

dihalangi oleh alam”. Hal tersebut disampaikan oleh penutur di sesi khotbah

keagamaan. Interaksi antara penutur dan mitra tutur dalam tuturan D1

mempunyai maksud meremehkan. Tuturan D1 ada dalam kategori menghilangkan

muka. Berikut penjelasan maksud meremehkan di dalam tuturan tersebut.

Tuturan D1 merupakan tuturan yang bermaksud meremehkan mitra tutur

karena timbul pertentangan persepsi antara penutur dan mitra tutur. Tuturan

dilakukan saat acara sarasehan keagamaan. Mitra tutur sudah menyampaikan

gagasan secara jelas, tapi hanya ditanggapi secara kurang berkesan oleh penutur.

Tuturan tidak santun dengan maksud kecewa ditandai dalam kategori

menimbulkan konflik/ kesembronoan yang disengaja, yakni tuturan E9. Berikut

pemaparan mengenai tuturan tidak santun tersebut.

Tuturan E9 yang bermaksud kecewa dilihat dari penutur yang tidak ingin

disuruh oleh mitra tutur. Mitra tutur mempersilakan penutur untuk menjelaskan

materi ibadah yang akan dijadikan untuk bahan khotbah di pertemuan kegamaan.

Penutur merasa kecewa karean dia belum siap mempelajari materi dan

mengembangkan materi yang tersedia.

Maksud protes yang disampaikan oleh penutur berupa ketidaksepahaman

tentang suatu kesepakatan bersama. Tuturan yang mempunyai maksud protes

terdapat dalam kategori menimbulkan konflik, dalam tuturan E8.

Tuturan E8 adalah pernyataan sanggahan dari penutur ke mitra tutur.

Penutur merasa kesal terhadap mitra tutur yang menyampaikan tuturan dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 131: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

114

nada yang tinggi. Penutur menanggapinya dengan kesal juga, mendengar tuturan

dari mitra tutur.

Penanda ketidaksantunan linguistik dilihat dari unsur segmental dan

suprasegmental suatu kalimat atau tuturan, sedangkan penanda ketidaksantunan

pragmatik dilihat dari konteks tuturan tersebut. Berikut merupakan penanda

ketidaksantunan linguistik dan pragmatik yang tersaji dalam lima jenis kategori

ketidaksantunan. Marsono (2008: 115) menyebutkan bahwa penanda

ketidaksantunan linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu unsur segmental dan unsur

supra segmental. Unsur segmental merupakan penanda ketidaksantunan linguistik

yang terdiri dari partikel atau kata fatis, dan diksi, sedangkan bunyi

suprasegmental ialah bunyi yang menyertai bunyi segmental. Unsur

suprasegmental terdiri atas intonasi, tekanan dan nada. Berikut merupakan

pembahasan dari masing-masing unsur segmental dan suprasegmental.

Intonasi adalah panjang atau kuantitas lamanya bunyi diucapkan. Intonasi

juga berperan dalam pembedaan maksud kalimat. Dasar dari pola-pola intonasi

dalam kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya

(interogatif), dan kalimat perintah (imperatif). Kalimat berita (deklaratif) ditandai

dengan pola intonasi datar-turun. Kalimat tanya (interogatif) ditandai dengan pola

intonasi datar-naik. Kalimat perintah (imperatif) ditandai dengan pola intonasi

datar-tinggi (Muslich, 2009:115−117). Selain ketiga pola intonasi kalimat

tersebut, Keraf (1991: 208) juga menambahkan satu pola kalimat, yaitu kalimat

seru. Kalimat seru merupakan kalimat yang menyatakan perasaan hati,

kekaguman, atau keheran terhadap suatu hal. Kalimat ini biasanya ditandai oleh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 132: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

115

kata-kata atau ungkapan-ungkapan tertentu: sungguh, alangkah, betapa, dan dapat

juga dinyatakan dengan intonasi yang lebih tinggi dari kalimat inversi.

Penanda linguistik dan pragmatik dalam kategori melanggar norma tampak

pada tuturan A1 dan A2 yang diklasifikasikan ke dalam intonasi tanya. Tuturan

A1 bermaksud untuk menegasan pertanyaan penutur apakah ibadat sudah dimulai

dari tadi. Begitu pula dengan tuturan A2, penutur ber maksud untuk bertanya

sekaligus menegaskan bahwa penututur sedang melakukan sembayang sehingga

tidak bisa diganggu.

Unsur segmental berikutnya adalah nada. Menurut Achmad & Alek

(2013:33−34), nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Bila suatu

bunyi segmental diucapkan dengan frekuensi getaran yang tinggi, tentu akan

disertai dengan nada tinggi. Sebaliknya, kalau diucapkan dengan frekuensi

getaran rendah,tentu akan disertai juga dengan nada rendah. Dalam hal ini

biasanya dibedakan adanya empat macam nada, yaitu: (1) Nada yang paling

tinggi, diberi tanda dengan angka 4; (2) Nada tinggi, diberi tanda dengan angka 3;

(3) Nada sedang atau biasa, diberi tanda dengan angka 2; dan (4) Nada rendah,

diberi tanda dengan angka 1. Tuturan A1 dan A2 pada kategori ini menggunakan

nada sedang.

Tekanan merupakan hal yang menyangkut masalah keras lunaknya bunyi.

Suatu bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang kuat sehingga

menyebabkan amplitudonya melebar, pasti dibarengi dengan tekanan keras.

Sebaliknya, sebuah bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang

tidak kuat sehingga amplitudonya menyempit, pasti dibarengi dengan tekanan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 133: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

116

lunak. Tekanan ini mungkin terjadi secara sporadis, mungkin juga telah berpola,

mungkin juga bersifat distingtif, dapat membedakan makna, mungkin juga tidak

distingtif (Achmad & Alek, 2013:33−34). Pada kategori ini tuturan A1,

menggunakan tekanan lunak karena penutur tidak merasa bersalah kepada mitra

tutur padahal iaterlambat. Berbeda dengan tuturan A1, tuturan A2 menggunakan

tekanan keras pada frasa ada apa dan lagi sembayang sekalipun dengan berbisik.

Kridalaksana (1986:113) mengelompokkan partikel di dalam kategori fatis.

Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau

megkukuhkan pembicaraan antara pembicaa dan kawan bicara. Sebagian besar

kategori fatis merupakan ciri ragam lisan. Karena ragam lisan pada umumnya

merupakan ragam nonstandar, kebanyakan kategori fatis terhadap dalam kalimat-

kalimat nonstandar yang menggunakan kata tidak baku. Partikel yang ada pada

kategori ini terjadi pada tuturan A1, yaitu ya.

Menurut Pranowo (2009:77), diksi atau pilihan kata merupakan salah satu

penentu kesantunan dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulis. Ketika

seorang sedang bertutur, kata-kata yang digunakan, dipilih sesuai dengan topik

yang dibicarakan, konteks pembicaraan, suasana mitra tutur, pesan yang

disampaikan dan sebagainya. Diksi yang dipakai pada kategori melanggar norma

adalah bahasa nonstandar. Hal ini dapat dilihat dari adanya partikel ya pada

tuturan A1 dan kata lagi pada tuturan A2 yang menunjukkan ketidakbakuan

bahasa.

Leech (dalam Rahardi, 2007:19-22) menjelaskan bahwa tuturan tidak

santun yang dilihat dari segi pragmatik, penandanya didasarkan pada konteks

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 134: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

117

tuturan itu sendiri. pemaparan konteks situasi pertuturan menjadi lima bagian,

yaitu (1) penutur dan lawan tutur, (2) konteks tuturan, (3) tujuan tutur, (4) tuturan

sebagai bentuk tindakan, dan (5) tuturan sebagai produk tindak verbal.

Tuturan A1 terjadi antara penutur dan mitra tutur yang yang merupakan

sesama umat Hindu. Konteks situasi yang timbul dari tuturan tersebut adalah

adanya kesepakatan waktu antara penutur dan mitra. Penutur melanggar

kesepakatan waktu dengan datang terlambat. Tuturan yang disampaikan oleh

penutur menandakan seolah-olah penutur lupa akan waktu yang telah disepakati

sebelumnya. Menyinggung perasaan mitra tutur. Tuturan disampaikan dengan

maksud untuk menegaskan bahwa ibadat sudah mulai ketika dia belum datang.

Tujuan tuturan adalah agar mitra tutur tidak menyalahkan penutur yang terlambat.

Tindak tutur tuturan adalah representatif. Tindak perlokusi yang tampak setelah

tuturan disampaikan yaitu mitra tutur menanggapi tuturan penutur dengan

pertanyaan yang sedikit kesal.

Tuturan A2 terjadi antara sesama umat Hindu yang ada di dalam pura saat

ibadat berlangsung. Konteks situasi yang timbul dari tuturan tersebut adalah

adanya peraturan untuk mematikan alat komunikasi atau handphone ketika ibadat

berlangsung. Pada saat itu, penutur melanggar aturan tersebut sehingga ketika ada

panggilan masuk handphone penutur berbunyi. Tuturan yang disampaikan oleh

penutur menandakan seolah-olah penutur baru ingat bahwa handphone-nya belum

dimatikan dan untuk menutupi rasa malunya, penutur bersikap biasa saja. Tuturan

disampaikan dengan maksud untuk menegaskan bahwa penutur sedang

sembayang sehingga tidak bisa diganggu. Tujuan tuturan adalah agar mitra tutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 135: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

118

yang meneleponnya mengerti dan bisa menghubungi penutur lagi ketika ibadat

sudah selesai. Tindak tutur tuturan adalah ekspresif dan tindak perlokusi yang

tampak setelah tuturan disampaikan yaitu mitra tutur yang juga sedang mengikuti

ibadat merasa terganggu.

Analisis unsur segmental dalam kategori mengancam muka sepihak

digunakan juga untuk mengetahui penanda ketidaksantunan linguistik pada

keempat tuturannya.Tuturan B1 dan B3 diucapkan dengan nada sedang,

sedangakan tuturan B2 dan B4 diucapkan dengan nada tinggi. Berdasarkan

intonasi tuturan, tuturan B1, B2, B3, dan B4 menggunakan intonasi perintah.

Intonasi perintah terdapat pada keempat tuturan tersebut karena keempat tuturan

tersebut memiliki tujuan untuk memerintah mitra tutur melakukan sesuatu.

Pada kategori ini, tekanan keras terdapat pada tuturan B2 dan B4. Tekanan

pada tuturan B2 terdapat pada frasa tolong diam. Tekanan pada tuturan B4

terdapat pada frasa pakai silahkan pulang. Selain tekanan keras, terdapat pula

tekanan lembut yang terpadat pada tuturan B1 dan B3. Diksi yang digunakan pada

keempat tuturan kategori ini adalah bahasa nonstandar. Pada keempat tuturan

tersebut, penanda pragmatik didasarkan pada konteks tuturannya. Tuturan B1

terjadi antara sesama umat Hindu di pintu masuk pura. Penutur yang melihat

pakaian mitra tutur kurang pantas dipakai ketika sembayang mencoba menegur

mitra tutur. Tuturan ini menjadi tidak santun karena penutur menyampaikan

dengan sinis. Tuturan ini memiliki maksud supaya mitra tutur tersindir dan dapat

lebih memperhatikan cara berpakaiannya ketika sembayang. Tindak verbal yang

terdapat dalam tuturan ini adalah representatif. Tujuan dari tuturan penutur adalah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 136: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

119

supaya mitra tutur mengganti pakaian yang sedang dipakai dengan pakaian yang

lebih pantas untuk sembayang. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut adalah mitra

tutur menanggapi penutur dengan pernyataan yang sedikit kesal.

Penanda pragmatik pada tuturan B2 terjadi antara umat Hindu di area pura

setelah selesai ibadat. Tujuan dari tuturan adalah penutur memperingatkan mitra

tutur supaya dapat bersikap menghargai orang yang sedang berbicara dengan tidak

bicara sendiri. Berdasarkan tuturan tersebut, tindak verbal yang tampak adalah

tindak verbal komisif. Tindak perlokusi atas tuturan yang terjadi adalah mitra

tutur bergumam terhadap tuturan penutur.

Seperti tuturan B2, tuturan B3 juga terjadi antara umat Hindu di area pura.

Tuturan mempunyai konteks yang mengandung hal menyindir mitra tutur. Tujuan

dari tuturan adalah penutur menyindir mitra tutur supaya tidak mengganggu orang

yang sedang sembayang. Tindak perlokusi atas tuturan yang disampaikan adalah

mitra tutur bergumam tidak senang mendengar tuturan penutur. Tindak verbal

yang tampak dari tuturan ini adalah komisif.

Tuturan B4 pun terjadi antara umat Hindu dan terjadi saat latihan tarian adat

di aula asrama umat Hindu. Tuturan ini menjadi tidak santun karena penutur

menunjukkan rasa jengkelnya kepada mitra tutur secara langsung. Tujuan tuturan

ini adalah penutur berharap mitra tutur dapat berlatih dengan serius. Tindak verbal

dari tuturan ini adalah komisif. Tindak perlokusi yang muncul adalah mitra tutur

bergumam terhadap tuturan penutur karena juga merasa kesal.

Penanda ketidaksantunan linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu unsur

segmental dan unsur supra segmental. Unsur segmental sebagai penanda

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 137: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

120

ketidaksantunan linguistik terdiri dari partikel atau kata fatis, dan diksi. Bunyi

suprasegmental ialah bunyi yang menyertai bunyi segmental (Marsono,

2008:115). Unsur suprasegmental terdiri dari intonasi, tekanan dan nada. Berikut

merupakan pembahasan dari masing-masing unsur segmental dan suprasegmental.

Intonasi dikenal juga sebagai panjang atau kuantitas lamanya bunyi diucapkan.

Intonasi juga berperan dalam pembedaan maksud kalimat. Dasar dari pola-pola

intonasi dalam kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat

tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif). Kalimat berita (deklaratif)

ditandai dengan pola intonasi datar-turun. Kalimat tanya (interogatif) ditandai

dengan pola intonasi datar-naik. Kalimat perintah (imperatif) ditandai dengan pola

intonasi datar-tinggi (Muslich, 2009:115−117). Keraf juga menambahkan kalimat

seru dalam pola intonasi kalimat. Kalimat seru merupakan kalimat yang

menyatakan perasaan hati, kekaguman, atau keheran terhadap suatu hal. Kalimat

ini biasanya ditandai oleh kata-kata atau ungkapan-ungkapan tertentu: sungguh,

alangkah, betapa, dan dapat juga dinyatakan dengan intonasi yang lebih tinggi

dari kalimat inversi (Keraf, 1991:208). Berikut merupakan pembahasan

selanjutnya mengenai penanda ketidaksantunan linguistik yang dipaparkan

berdasarkan intonasinya.

Penanda linguistik ini terdapat pada kategori ketidaksantunan melecehkan

muka, yaitu tuturan C1, C2, C3, C4, C5, C6, C7, dan C8. Intoasi yang digunakan

pada kalimat C1, C3, C4, C5, C6, C7, dan C8 merupakan intonasi perintah

sedangkan pada C2 merupakan intonasi tanya. Intonasi perintah pada tuturan C1

dengan maksud menasehati mitra tutur dengan kalimat yang halus mengunakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 138: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

121

sindiran.Tuturan C2 dan C4 memiliki maksud menyindir mitra tutur agar mitra

tutur bersikap seperti yang dikehendaki oleh penutur. Perbedaan dari tuturan

tersebut adalah tuturan C2 bermaksud menyindir dengan sifat untuk menasehati

mitra tutr, sedangkan tuturan C4 menyindir mitra tutur dengan alasan bercanda

untuk menolak hal yang ingin dijelaskan oleh penutur. Tuturan ini bermaksud

sindiran untuk mitra tutur agar segera bergegas menyesuaikan kegiatan yang

diinginkan penutur.tuturan pada C8 juga merupakan sindiran kepada mitra tutur

dengan maksud agar mitra tutur dapat intropeksi diri bahawa ia harus sesui

dengan yang diucapkanya. Tuturan C3 dan C5 mempunyai maksud

memperingatkan. Tuturan C6 mempunyai maksud teguran terhadap mitra tutur

untuk dapat mengahargai orang lain yang sedang berbicara sedangkan pada C7

penutur berusaha mengingatkan mitra tutur agar selalu melakukan kewajiban

sebagai umatyang beragama.tuturan tersebut diangap tidak sopan dan melecehkan

muka karena tuturan tersebut dapat membuat mitra tutur merasa tersingung dan

merasa malau karena prnutur menyampaikan tuturannya dihadapan orang banayak

ketika berkotbah saat sembayang berlangsung.

Tuturan yang mengandung intonasi berita yang terdapat dalam kategori

menghilangkan muka, yaitu tuturan D1 dan D6. Tuturan D1 memilki maksud

meremehkan mitra tutur dengan situasi bercanda, sedangkan tuturan D6 memiliki

maksud memperingatkan dengan menyindir tentang tingkah laku mitra tutur.

Tuturan D6 memiliki intonasi berita dengan tekanan keras , dimana tuturan

tersebut bermaksud untuk mitra tutur agar sadar dalam tindakan yang

dilakukannya dan bergegas menyesuaikan kegiatan yang sedang dialaminya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 139: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

122

Tuturan D2, D3 dan D7 diklasifikasikan dalam nada sedang. Tekanan keras

ditunjukan pada tuturan D4dan D5. Pada tuturan D2 ditinjau dari penutur dan

mitra tutur, penutur adalah seorang umat sedangkan mitra tutur adalah seorang

pemuka agama tuturan tersebut terjadi ketika dalam forum diskusi setelah selesai

sembayang di dalam lingkungan pura. Penutur bertanya karena penutur merasa

tersingung dengan tuturan mitra tutur yang diangap oleh penutur telah

menghilangkan muka penutur. Tuturan D3 dan D7 keduanya mempunyai

kesamaan intonasi tanya serta mengunakan nada yang sedang dan lembut namun

merupakan sebuah sindiran kepada mitra tutur , pada situasi D3 mitra tutur datang

terlambat pada saat perkumpulan, sehingga penutur melontarkan kata tanya

dengan nada lembut disertai sindiran kepada mitra tutur namun hal tersebut secara

tidak langsung telah menghilangkan muka mitra tutur karena hal tersebut

dikatakan didepan banyak umat lain. Pada D7 mitra tutur tidak sengaja buang gas

dengan mengeluarkan bunyi penutur dengan sepontan mengucapkan kata tanya

kepada mitra tutur dihadapan umat lain yang membuat mitra tutur measa malu.

Tindak perlokusi yang timbul atas tuturan tersebut berupa mitra tutur merasa malu

karena mendengar ucapan dari penutur.

Tuturan D4 dan D5 terjadi di lingkungan pura , yang sedang melakukan

persiapan kebaktian sembayangan. Tuturan terjadi di lingkungan pura, ketika

mitra tutur dan penutur sedang berdoa ,penutur berusia 58 tahun,mitra tutur laki-

laki berusia 17 tahun. Mitra tutur sedang asik bercerita. Tujuan penutur menegur

agar bersikap tenang di rumah ibadah. Hal tersebut menyebabkan kegaduhan yang

dirasa mengganggu jalannya ibadah oleh penutur. Tuturan D5 Tuturan terjadi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 140: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

123

pada waktu acara sembayang akan belangsung di pura. Penutur merupakan

seorang pemuka umat yang berusia 67 tahun sedangkan, MT adalah seorang umat

26 tahun. Tujuan: penutur menyindir mitra tutur dengan alasan menasehati agar

mengunakan pakaian adat yang pantas ketika beribadah.

Penutur menasehati mitra tutur agar melakukan hal yang sepantasnya.

Penutur berusaha menasehati kedua mitra tutur agar mampu memposisikan diri

dimanapun dia berada dan merasa malu mengenai umur mereka yang sudah cukup

dewasa. Tujuan penutur memberitahu mitra tutur bahwa seharusnya mereka ikut

berpartisipasi. Tindak verbal: ekspresif. Tindak perlokusi mitra tutur merasa malu

karena banyak orang lain dan menanggapi tuturan penutur dengan pertanyaan

yang sedikit kesal.

Penanda linguistik pada tuturan E1, E2, E3, E4, E5, E6, E7, E8 dan E9 yang

ada pada kategori menimbulkan konflik. Pada tuturan E1, E2, E3, E4, E5, E6

Masing-masing tuturan juga memilki kesamaan aspek intonasi, yakni intonasi

berita sedangkan pada E7, E8 dan E9 juga memiliki kesamaan intonasi yaitu

intonasi seru. Penutur juga berbicara dengan nada yang tinggi atau keras. Hal ini

sangat tidak santun karena diucapkan pada mitra tutur yang berperan sebagi mitra

tutur.

Kategori menimbulkan konflik atau kesembronoan yang disengaja, dalam

kategori ini akan ditinjau berdasarkan aspek penanda pragmatik yang melingkupi

tuturan tersebut. Penanda pragmatik pada tuturan E1, E2, E5 dan E6. Mempunyai

maksud yang sama yaitu maksud kesal terhadap penutur. Tuturan terjadi ketika E1

latihan tari di samping pura.mitra tutur merasa tersingung dengan ejekan penutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 141: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

124

Tuturan terjadi saat latihan tari adat untuk digunakan dalam perayaan hari raya

Tujuan penutur agar mitra tutur mengira penutur marah tetapi sesunguhnya

hanya bercanda. Tuturan memakai intonasi tanya. Penutur berbicara dengan

sedang. Tekanan yang digunakan tekanan lembut. Diksi yang dipakai

menggunakan bahasa standar dengan kata-kata sehari-hari. Tuturan terjadi saat

perkumpulan pemuda-pemudi Hindu di area asrama Hindu. Penutur memberi

teguran kepada mitra tutur dengan menyindir atas keterlambatan mitra tutur.

Tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi: mitra tutur menangapi sindiran penutur

dengan nada kesal.tuturan E2 Tuturan terjadi di aula asrama Hindu. Penutur

merasa kesal atas pertanyaan sindirian aoleh mitra tutur. Penutur menyadari

bahawa dirinya sedang diejek oleh mitra tutur. Tindak verbal representatif. Tindak

perlokusi mitra tutur menangapi tuturan penutur dengan pernyataan yang sedikit

kesal. Tuturan E5 Tuturan ini terjadi di dalam pura ketika sembayangan sedang

dilaksanakan. Penutur laki laki berusia 27 tahun. Mitra tutur laki-laki, berusia 17

tahun. Penutur telah memperingatkan agar tidak menggangu karena penutur

sedang sembayang. Peringatan penutur membuat mitra tutur terusik dan

menasehati balik penutur. Tujuan: penutur menasehati mitra tutur agar tuturan

penutur direnungkan terlebih dulu oleh penutur. Tuturan E6 Tuturan terjadi pada

siang hari di lingkungan pura penutur menyampaikannya di depan umat yang

hadir.Tuturan penutur sangat sembrono karena tidak melihat apa yang sebenarnya

terjadi. Tujuan penutur menyuruh mitra tutur untuk memperbaiki gerakan agar

terlihat lebih bagus.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 142: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

125

Tuturan E7, E8 dan E9 juga memiliki kesamaan intonasi yaitu intonasi seru.

Tuturan E7 ini terjadi saat setelah selesai ibadah Penutur menyampaikan

tuturannya dengan cara sini. Mitra tutur merasa dirinya disalahkan sedangkan

penutur merasa tidak bersalah mitra tutur meyanggah tuturan penutur sehingga

terjadi adu mulut, penutur hanya bermaksud mengingatkan agar anak didik sejak

dini. Penutur tidak sadar bahwa tuturannya membuat mitratutur merasa tersingung

.tuturan E8 Penutur menyampaikan tuturannya dengan cara sinis. Mitra tutur

merasa dirinya disalahkan sedangkan penutur merasa tidak bersalah mitra tutur

meyanggah tuturan penutur sehingga terjadi adu mulut. Tuturan ini terjadi saat

diadakan latihan tari yanga akan dipentaskan ketika hari raya. Tuturan

menggunakan intonasi seru. Penutur berbicara menggunakan nada tinggi. Tuturan

disampaikan dengan tekanan yang keras. Diksi yang dipakai adalah bahasa

nonstandar, dengan memakai istilah bahasa jawa. Tuturan E9 Tuturan ini terjadi

di lingkungan pura tepatnya di aula. Penutur laki-laki, Tujuan penutur tidak

memiliki maksud tertentu, penutur hanya memperingatkan mitra tutur untuk tidak

berbincang ketika ada yang sedang berbicara. Penutur menyampaikannya di depan

umat yang hadir.

Tuturan penutur sangat sembrono karena mengucapkan kata yang kurang

pantas. Tuturan menggunakan intonasi seru. Penutur berbicara menggunakan nada

tinggi. Tekanan pada tuturan keras. Diksi yang dipakai adalah bahasa nonstandar

dengan istilah bahasa daerah Bali. Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian

kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana

membentuk pengelompokkan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 143: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

126

ungkapan yang tepat, dan gaya bahasa mana yang paling baik digunakan dalam

suatu situasi. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh

penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu.

Sedangkan yang dimaksud dengan perbendaharaan kata atau kosa kata suatu

bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa. Penggunaan

kata pada dasarnya berkisar pada dua persoalan pokok, yaitu pertama, ketepatan

pemilihan kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan, hal atau barang yang akan

diamanatkan.

Pemaparan konteks situasi pertuturan menjadi lima bagian, yaitu (1) penutur

dan lawan tutur, (2) konteks tuturan, (3) tujuan tutur, (4) tuturan sebagai bentuk

tindakan, dan (5) tuturan sebagai produk tindak verbal. Tuturan tidak santun yang

dilihat dari segi pragmatik, penandanya didasarkan pada konteks tuturan itu

sendiri. Leech (dalam Rahardi, 2007:19-22). Ranah agama mengkaji penanda

pragmatik berdasarkan tuturan-tuturan yang ditemukan dan dituturkan oleh

pemimpin umat dengan pemimpin umat, pemimpin umat dengan umat, maupun

umat dengan umat. Santun tidaknya sebuah tuturan akan tampak dengan

memandang konteks yang melingkupinya. Hal ini akan menjadikan sudut pandang

yang mempermudah penilaian ketidaksantunan suatu tuturan.

Diksi atau pilihan kata yang secara dominan digunakan adalah bahasa

nonstandar. Bahasa Jawa merupakan bahasa yang banyak ditemukan dalam

sebagian tuturan, dan umat Hindu (penutur dan mitra tutur) yang melakukan

tindak tutur merupakan bagian dari masyarakat Jawa. Tindak verbal yang ada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 144: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

127

dalam kategori ini, yakni tindak verbal representatif, ekspresif, asertif, dan

komisif

Dalam penuturan bahasa Indonesia, tinggi-rendahnya (nada) suara tidak

fungsional atau tidak membedakan makna. Oleh karena itu, dalam kaitannya

dengan pembedaan makna, nada dalam bahasa Indonesia tidak fonemis. Achmad

& Alek (2013:33−34), ada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Bila

suatu bunyi segmental diucapkan dengan frekuensi getaran yang tinggi, tentu akan

disertai dengan nada tinggi. Sebaliknya, kalau diucapkan dengan frekuensi

getaran rendah,tentu akan disertai juga dengan nada rendah. Dalam hal ini

biasanya dibedakan adanya empat macam nada, yaitu (1) Nada yang paling

tinggi, diberi tanda dengan angka 4; (2) Nada tinggi, diberi tanda dengan angka 3;

(3) Nada sedang atau biasa, diberi tanda dengan angka 2; dan (4) Nada rendah,

diberi tanda dengan angka 1.

Tuturan yang bernada sedang yang berada pada pada kelima kategori

ketidaksantunan. (A1, A2, B1, B3, C1, C2, C4, C5, C6, C7, C8, D2, D3, D7, E4,

E6 dan E7), sedangkan tuturan yang bernada tinggi pada kategori melecehkan

muka terdapat pada (B2, B4, C3, D4, D5, D6, E1, E2, E3, E5, E8 dan E9).

Tekanan merupakan hal yang menyangkut masalah keras lunaknya bunyi. Suatu

bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang kuat sehingga

menyebabkan amplitudonya melebar, pasti dibarengi dengan tekanan keras.

Sebaliknya, sebuah bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang

tidak kuat sehingga amplitudonya menyempit, pasti dibarengi dengan tekanan

lunak. Tekanan ini mungkin terjadi secara sporadis, mungkin juga telah berpola,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 145: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

128

mungkin juga bersifat distingtif, dapat membedakan makna, mungkin juga tidak

distingtif (Achmad & Alek, 2013:33−34). Tekanan keras/tinggi yang

menandakan suatu tuturan tidak santun terdapat pada kelima kategori (B2, B4,

D1, D4, D5, D6, E1, E2, E7, E8 dan E9). Peneliti juga menemukan tuturan yang

memilki tuturan lunak yang dianggap kurang santun untuk diucapakan. Tekanan

pada tuturan itu juga terdapat dalam empat kategori ketidaksantunan.

Pada tuturan (A1, A2, B1, B3, C1, C2, C3, C7, C8, D2, D3, D7, E4 dan E6)

mengunakan Tekanan tuturan lunak/lembut yang terdapat pada kelima kategori.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 146: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

129

BAB V

PENUTUP

Bab ini terdiri dari dua hal pokok, yiatu (1) simpulan dan (2) saran.

Simpulan berisi rangkuman keseluruhan isi dari penelitian ini. Sedangkan, saran

berisi hal-hal relevan yang perlu diperhatikan untuk peneliti lanjutan, baik

mahasiwa jurusan Bahasa Indonesia, maupun peneliti lain. Berikut adalah

pemaparan dari kedua hal tersebut..

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data pada bab empat, peneliti menemukan adanya

tuturan lisan tidak santun dalam komunikasi lisan antara umat beragama Hindu di

Kota Madya Yogyakarta. Temuan dalam hasil analisis data disimpulkan sebagai

berikut. Wujud ketidaksantunan berbahasa linguistik dan pragmatik yang

ditemukan dalam ranah agama Hindu di Kota Madya Yogyakarta terbagi dalam

kategori melanggar norma (subkategori dan menegaskan), mengancam muka

sepihak (memerintah dan mengancam), melecehkan muka (menyindir,

memperingatkan, menegur dan menasehati), menghilangkan muka (menegur,

menegaskan, menyindir, menyingung dan memperingatkan), dan menimbulkan

konflik (mengejek, menegaskan, mengancam, memperingatkan, menyingung dan

mengumpat),

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 147: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

130

wujud ketidaksantunan pragmatik berdasarkan cara penyampaian penutur yang

menyebabkan tuturan lisan tidak santun.

Maksud suatu tuturan hanya diketahui oleh penutur. Hal ini dikarenakan

dalam setiap tuturan, penutur memilki kehendak tertentu dalam menyampaikan

suatu tuturan pada mitra tutur. Penutur dalam tuturan ketidaksantunan kategori

melanggar norma memiliki dua maksud, yaitu maksud agar tidak dimarahi dan

memberi peringatan. Penutur dalam tuturan ketidaksantunan kategori mengancam

muka sepihak memiliki dua maksud yaitu menegur, mengingatkan. Penutur dalam

tuturan ketidaksantunan kategori melecehkan muka memiliki lima maksud, yaitu

maksud menasehati, menyindir, intropeksi diri, mengingatkan, menegur. Penutur

dalam tuturan ketidaksantunan kategori menghilangkan muka memiliki dua

maksud, yaitu maksud menegur dan kesal. Penutur dalam tuturan ketidaksantunan

kategori menimbulkan konflik memiliki tujuh maksud, yaitu maksud menegur,

kesal, menakuti, mengingatkan, protes, asal bicara.

Penanda ketidaksantunan juga dilihat berdasarkan kajian linguistik dan

pragmatik. penanda ketidaksantunan pragmatik diketahui berdasarkan konteks

yang melingkupi tuturan tersebut. Penanda ketidaksantunan linguistik diketahui

berdasarkan unsur segmental dan suprasegmental yaitu diksi, kata fatis, nada,

tekanan, dan intonasi suatu kalimat atau tuturan, sedangkan penanda

ketidaksantunan pragmatik dapat diketahui berdasarkan uraian konteks yang

berupa, penutur dan mitra tutur, situasi saat terjadi tuturan, waktu dan tempat

ketika tuturan terjadi, serta tindak verbal dan tindak perlokusi yang menyertai

tuturan tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 148: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

131

5.2 Saran

Berdasarkan dari fenomena-fenomena pemakaian kebahasaan dalam tuturan

pada ranah agama hindu dan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah

ditemukan, Penelitian ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, peneliti

memberikan saran bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian sejenis.

2.5.1 Bagi Pemuka Dan Umat beragama

Fenomena ketidaksantunan berbahasa merupakan fenomena baru dalam

kajian ilmu pragmatik. Dengan hasil penelitian yang telah diuraikan, Umat

yang beragama seharusnya dapat menghindari penggunaan bahasa yang tidak

santun baik antarumat beragama. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

acuan atau gambaran umum mengenai bentuk ketidaksantunan berbahasa itu

sehingga dengan adanya acuan ketidaksantunan berbahasa umat beragama

dapat mengurangi bahkan menghindari bertutur yang tidak santun, sebaliknya

dapat bersikap dan berperilaku yang santun dengan umat beragama lain.

2.5.2 Bagi Peneliti Lanjutan

a. Penelitian ini hanya meneliti ketidaksantunan berbahasa linguistik dan

pragmatik dalam lingkup antarumat beagama Hindu di Wilayah Kota Madya.

Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan

subjek dan ranah yang berbeda.

b. Penelitian ini menemukan lima kategori dan sepuluh subkategori.

Diharapkan peneliti lanjutan dapat menemukan kategori dan subkategori

ketidaksantunan lain untuk melengkapi teori dalam fenomena

ketidaksantunan ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 149: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

132

c. Selain bidang ilmu pragmatik, data tuturan yang dianalisis dari segi wujud,

maksud dan penanda ketidaksantunan berbahasa linguistik dan pragmatik

dapat dianalisis pula dari beberapa bidang ilmu lain.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 150: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

133

DAFTAR PUSTAKA

Achmad dan Alek Abdullah. 2013. Linguistik Umum. Jakarta: Erlangga.

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: BalaiPustaka.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: Rineka Cipta.

Badan Pusat Statistik. 2012. Kota Yogyakarta dalam Angka. Yogyakarta: BPSKota Yogyakarta.

Bousfield, Derek dan Miriam A. Locher. 2008. Impoliteness in Language: Studieson its Interplay with Power in Teory and Practice. New York: Mouton deGruyter.

Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan DiskursusTeknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana.

Chaer, Abdul. 2011. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta:Rineka Cipta.

Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta:Gramedia.

Hendropuspito.1983. Sosiologi Agama. Yogyakarta: Kanisius.

Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif: untuk Ilmu-ilmuSosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Huang, Yan. 2007. Pragmatics. New York: Oxford University Press.

Keraf, Gorys. 1987. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.

___________. 1991. Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia. Jakarta: Grasindo.

Kridalaksana, Harimurti. 1986. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:Gramedia.

Leech, Geoffrey. 1983. Principles of Pragmatics. London: Longman.

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Terj. Jakarta: UI Press.

Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, danTekniknya. Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 151: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

134

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung:Remaja Rosdakarya.

Muslich, Masnur. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjauan Deskriptif SistemBunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Nababan. 1984. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.

Nadar, F.X. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Noviyanti, Agustina Galuh Eka. 2013. Ketidaksantunan Linguistik dan PragmatikBerbahasa Antarsiswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran2012/2013. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.

Nugroho, Miftah. 2009. “Konteks dalam Kajian Pragmatik” dalam PenerokaHakikat Bahasa. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Pranowo. 2009. Berbahasa secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Puspitarini, Olivia Melissa. 2013. Ketidaksantunan Linguistik dan PragmatikBerbahasa antara Dosen dan Mahasiswa Program Studi PBSID, FKIP,USD, Angkatan 2009—2011. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP,USD.

Rahardi, Kunjana. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang:Dioma

______________. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.Jakarta: Erlangga.

______________. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga.

______________. 2012. “Penelitian Kompetensi: Ketidaksantunan Pragmatik danLinguistik Berbahasa dalam Ranah Keluarga (Family Domain)”.Presentasi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.

______________. 2012. “Re-interpretasi Konteks Pragmatik”. Jurnal.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: PengantarPenelitian Wahana Kebudayaan secara Linguitis. Yogyakarta: DutaWacana University Press.

Sumarsono. 2004. Filsafat Bahasa. Jakarta: Grasindo.

_________. 2008. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 152: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

135

Verhaar, J. W. M. 1996. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press.

Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metodologi Penelitian: Sebuah Pengenalan danPenuntun Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian. Yogyakarta:Graha Ilmu.

Widyawari, Caecilia Petra Gading May. 2013. Ketidaksantunan Linguistik danPragmatik Berbahasa Antarmahasiswa Program Studi PBSID Angkatan2009—2011 Universitas Sanata Dharma. Skripsi. Yogyakarta: PBSID,JPBS, FKIP, USD.

Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi.

Wijana, I Dewa Putu & Muhammad Rohmadi. 2008. Semantik: Teori danAnalisis. Surakarta: Yuma Pustaka.

Yule, George. 2006. Pragmatik. Terj. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Yuliastuti, Elizabeth Rita. 2013. Ketidaksantunan Linguistik dan PragmatikBerbahasa antara Guru dan Siswa di SMA Stella Duce 2 YogyakartaTahun Ajaran 2012/2013. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.

Zuriah, Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta:Bumi Angkasa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 153: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

136

LAMPIRAN

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 154: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

1

A. Daftar Pertanyaan untuk Pemimpin Umat dalam Relasi dengan Umat dan Umat Relasi

dengan Umat

PETUNJUK:

Gunakan daftar pertanyaan berikut untuk mewawancarai informan, kemudian tulislah atau

rekamlah bentuk kebahasaan yang disampaikan oleh informan!

1. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada umat Anda yang jarang sekali

berangkat beribadah di Pura dan jarang sekali terlihat ikut berpartisipasi dalam kegiatan

yang berhubungan dengan Pura?

Penjelasan Informan:

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

2. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada umat Anda yang terkesan cuek

terhadap sesama yang membutuhkan, misalnya umat yang tergolong mampu tetapi pelit

sekali dalam memberi sumbangan kolekte, atau sumbangan Pura lainnya?

Penjelasan Informan:

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

3. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada umat Anda ketika mereka sering

sekali datang terlambat saat sembayangan, kegiatan lingkungan atau kegiatan Pura

lainnya (situasinya sedang kumpul bersama)?

Penjelasan Informan:

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Instrumen Penelitian Tipe C:Wawancara

Metode: CakapTeknik: Catat/Rekam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 155: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

2

4. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada umat Anda yang anda amati selalu

sibuk berbicara dangan umat lainnya atau sibuk bermain-main hp ketika kegiatan ibadah

berlangsung?

Penjelasan Informan:

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

5. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada umat Anda yang sama sekali tidak

ada yang mau ambil bagian bertugas menyiapkan keperluan ibadah saat akan diadakan,

padahal sudah menjadi sesuatu kesepakatan?

Penjelasan Informan:

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 156: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

3

B. Daftar Pertanyaan untuk Umat dalam Relasi dengan Pemimpin Umat

PETUNJUK:

Gunakan daftar pertanyaan berikut untuk mewawancarai informan, kemudian tulislah atau

rekamlah bentuk kebahasaan yang disampaikan oleh informan!

1. Bagaimana respon Anda jika anda merasakan bahwa pemuka agama di Pura yang sering

memimpin sembayangan ternyata kalau kotbah itu sangat membosankan (kotbahnya

lama, cara penyampaian kaku dan serius, penyampaian isinya tidak jelas dan terkesan

suka menyindir)?

Penjelasan Informan:

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

2. Bagaimana respon Anda ketika pemuka agama yang biasanya memimpin sembayang di

Pure tiba-tiba menegur anda karena sibuk berbicara dengan umat lain atau bermain-main

hp ketika sembayang sedang berlangsung?

Penjelasan Informan:

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

3. Bagaimana respon Anda ketika mengetahui pemuka agama yang biasanya memimpin

sembayangan di Pure selalu membanding-bandingkan umat yang rajin beribadah, rajin

mengikuti semua kegiatan Pure, dan banyak dalam memberikan sumbangan ke Pure

dengan umat yang malas berangkat ke Pure dan tidak memberi sumbangan ke Pure ?

Penjelasan Informan:

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Instrumen Penelitian Tipe C:Wawancara

Metode: CakapTeknik: Catat/Rekam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 157: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

4

4. Bagaimana respon anda ketika mengetahui pemuka agama yang biasa memimpin

sembayangan di lingkungan anda tiba-tiba menegur dan menyebutkan nama anda karena

anda melakuan kesalahan dalam bertugas di Pure?

Penjelasan Informan:

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

5. Bagaiana respon Anda ketika mengetahui bahwa Pemuka agama yang sering memimpin

di tempat anda, sering sekali mangkir atau tidak hadir untuk memimpin di lingkungan

anda sehingga harus digantikan oleh pemuka lainnya?

Penjelasan Informan:

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

6. Bagaimana respon Anda ketika mendengarkan disaat kotbah pemuka agama yang

biasanya memimpin berkata dengan sedikit menyindir “iya kalau di Pura pada rajin

berdoa, ndak tau kalau dirumah pasti juga pada malas!

Penjelasan Informan:

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

7. Bagaimana respon anda ketika mendengarkan disaat kotbah pemuka agama yang

biasanya memimpin sembayangan berkata dengan sedikit menyindir ”kalau di Pure itu

anak-anak tidak bisa diam (kemrecek) dan orang tuanya pun ikut-ikutan ribut tidak bisa

menenangkan anaknya!”

Penjelasan Informan:

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 158: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

5

8. Bagaimana respon anda ketika mendengarkan disaat kotbah pemuka agama yang

biasanya memimpin sembayang berkata dan terkadang terkesan membanding-bandingkan

kinerja pemuka yang satu dengan pemuka agama yang lain?

Penjelasan Informan:

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

9. Bagaimana respon anda ketika mendengarkan disaat kotbah pemuka agama yang

biasanya memimpin sembayang berkata “apakah saudara yakin saudara itu penganut

agama Hindu?yakin? dan apakan saudara yakin anda akan naik ke surga Penjelasan

Informan:

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

10. Bagaimana respon anda ketika mendengarkan disaat kotbah pemuka agama yang

biasanya memimpin sembayang berkata ”umat itu aneh terkadang sudah tau dilarang

didalam agama tetapi masih dilakukan!”

Penjelasan Informan:

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 159: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

INSTRUMEN PENELITIAN MAKSUD PENUTUR

A. Format bercakap-cakap pemuka agama dengan menciptakan kondisi

tertentu untuk menghasilkan maksud tuturan.

Tuturan

1. Lokasi :

2. Suasana :

3. Keadaan emosi :

4. Identitas penutur :

a. Gender :

b. Umur :

c. Pekerjaan :

d. Domisili :

e. Daerah Asal :

f. Bahasa yang dipakai sehari-hari :

5. Tanggal percakapan :

6. Waktu percakapan :

Tuturan:

..............................................................................................................................

..............................................................................................................................

..............................................................................................................................

......................................................

Maksud Tuturan:

..............................................................................................................................

..............................................................................................................................

..............................................................................................................................

......................................................

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 160: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

MAKSUD KETIDAKSANTUNAN PENUTUR

No. Kategori Subkategori Kode Tuturan Maksud Penutur1. Melanggar

normaMenegaskan A 1 sudah mulai dari tadi ya?(sambil tersenyum ) Agar tidak dimarahi

A2 hallo , ada apa ?saya lagi sembayang di pure” (sambil berjalankeluar)

Memberi pengertian

2. Mengancammuka sepihak

B1 Kalau mau sembayang itu pakai baju yang pantes . menegur

Memerintah B2 Tolong diam saya mau mendengarkan nyoman berbicara” Menegur

B3 Tolong hormati yang sedang sembayang nanti sajamembersihkanya kalau sudah selesai

menegur

Mengancam B4 Kita serius latihanya yang tidak serius silahkan pulang! Mengingatkan

3. Melecehkanmuka

Menyindir C1 Jangan lupa berterimakasih kepada yang memberi kehidupanini jangan meminta terus.

Menasehati

C2 Kapan anda akan berpulang? Menyindir

C4 Umat sedarma kita harus menghargai waktu sebaikmungkin.jangan seperti hari ini.

Menyindir

C8 Ya sebelumya kamu lihat dirimu seperti apa sebelumkomentar .

Introspeksi diri

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 161: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Memperingatkan

C3 Kamu tidak percaya adanya karma ?! Mengingatkan

C5 Ingatlah dengan adanya punarbawa dan karma pala. Mengingatkan

Menegur C6 Meski saya bukan yudistira yang benar-benar menerapkandarma “cobalah hargai orang yang sedang bicara”

Menegur

Menasehati C7 “Jangan biarkan niatmu yang suci dihalangi oleh alam untukmelakukan yudnya” (persembahan suci secara iklas)

Mengingatkan

4. Menghilangkanmuka

Menegur D4 kalau ingin bercerita di luar sana , disini tempat sembayang. menegur

D5Terimakasih telah mengingatkan , tetapi jika anda bisamenjadi contoh akan lebih baik.

Menegur

D6 Bagaimana kamu ini tidak bisa menunggu kloter kedua ,sembayang sudah mau selesai baru datang.

Menegur

D7 Tidak pernah di ajari sopan santun ya? Kesal

Menegaskan D1 Anda pintar namun memintari Meremehkan

Menyindir D2 Apakah pemuka agama selalu benar? Kesal

Menyingung

Memperingat

D3 Sudah pukul berapa ini? Baru kelihatan teman-teman sudahpada berkeringat.

Menegur

D5 Terimakasih telah mengingatkan , tetapi jika anda bisa Menegur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 162: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

kan menjadi contoh akan lebih baik.5. Menimbulkan

konflikMengejek E1 Dasar kurang ajar Kesal

E3 Dasar kafir Asal bicaraMenegaskan E2 Ngapain pengen tau? Kesal

Mengancam E4 besok kaau mati mayatnya mau dikubur sendiri Menakut nakutiMemperingatkan

E5 Kamu kalau ndak ganggu orang sembayang bisa ndak? Kesal

Menyingung E7 “jangan terlalu memanjakan.” Mengingatkan

E6 Itu motor saya ada kacanya” kesalE8 santai lho, bli” kita khan latihan wajar kl masih belum baik. Protes

Mengumpat E9 ubuan jeleme to(binatang orang itu) (kata kasar di ucapkanlirih) ya sudah saya jawab sebisanya.

Asal bicara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 163: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

1

TABULASI KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA HINDU

DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA

NO. KODE TUTURANPENANDA KETIDAKSANTUNAN

PRESEPSIKETIDAKSANTUNANLINGUAL

NONLINGUAL(TopikdanSituasi)

1.A1 MT:dari mana saja kamu baru

datang ?

PT :sudah mulai dari tadiya?(sambil tersenyum cuex)

MT:sudah tinggal menunggukamu.

Intonasitanya Nada tutur:

penuturberbicaradengan nadasedang

TekananlembutDiksi: nonstandar

Tuturanterjadi diaula asramaagama hindu

Tuturanterjadiantara umathindu

PT datangmelebihiwaktu yangtelah disepakatibersama

Tujuanpenutur agarMT tidakmenyalahkan dirinya

Jenisketidaksantunan:melanggar norma.

Maknaketidaksantunan:menegaskan.

Wujudketidaksantunan:

penutur melangarjam yang telah disepakati bersama

penutur terkesanacuh tak acuh

Tindak verbal:representatif.

Tindakperlokusi:MTmenanggapituturanpenuturdenganpert

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 164: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

2

karenadengansengajadatangterlambat

anyaanyangsedikitkesal

2.A2 MT:gimana orang ini

sembayang hp tidak di matikandahulu.

PT :hallo , ada apa saya lagisembayang di pure” (sambilberjalan keluar)(dengan wajah biasa kembali

melanjutkan sembayangdengan biasa saja)

Intonasitanya Nada tutur:

penuturberbicaradengan nadasedang dengantekanan lembut

Diksi: nonstandar

Tuturanterjadi didalam areapure

Tuturanterjadi saatibadatberlangsung

PTmelanggarnorma yangtelah disepakatibersamaketikasembayanghp di non

Jenisketidaksantunan:melanggar norma.

Maknaketidaksantunan:menegaskan.

Wujudketidaksantunan:

Penuturmengangakattelepon di saatibadat berlangsung

Penutur tidakmematikan teleponsaat sembayangseperti yang telahdi sepakati

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 165: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

3

aktifkan. bersama. Tindak verbal:

ekspresif Tindakperlokusi:

MTmerasadirinyatergangguolehpenutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 166: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

4

TABULASI KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA HINDU

DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA

NO KODE TUTURANPENANDA KETIDAKSANTUNAN

PRESEPSIKETIDAKSANTUNAN

LINGUALNONLINGUAL(Topik dan Situasi)

1. B1 PT : Kalau mausembayang itu pakaibaju yang pantes

MT:iya”

Intonasiperintah

Nada tutur:penuturberbicaradengan nadasedang (sinisdanmenyindir).

Tekananlembut

Diksi:nonstandar

Tuturan terjadi dipintu masuk pure

Tuturan terjadiantar umat

MT merasaterancam tidakbisa mengikutisembayangdikarenakanrumahnya cukupjauh.

Tujuan PT agarMT mengantibajunya denagyang lebih pantas

Jenisketidaksantunan:Mengancam mukasepihak

Wujudketidaksantunan:

Penuturmenyampaikantuturannya dengantegas dan spontanmenunjuk MT.

Tujannya agar MTketika sembayangmemakai pakaianyang sopan

Tindak verbal:representatif.

Tindak perlokusi:MT menanggapituturan penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 167: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

5

dengan pertanyaanyang sedikit kesal

2. B2 PT :Tolong diamsaya maumendengarkannyoman berbicara”

MT: (langsunghening)

Intonasitinggi(perintah)

Nada tutur:penuturberbicaradengan nadatinggi(jengkel).

Tekanankeras

Diksi:nonstandar

Tuturan terjadi diarea pure

Tuturan terjadisetelahselsaiibadat

Tuturan terjadisaat sesi seringbersama setelahsembayang

Tujuan PT agarMT bersikapmenghargai yangsedang berbicara

Jenisketidaksantunan:Mengancam mukasepihak

Wujudketidaksantunan:

Penuturmenyampaikantuturannya dengantegas dan spontanmenunjuk MT.

Tindak verbal:komisif.

Tindak perlokusi: MTbergumam terhadapkelakuan penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 168: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

6

3. B3 PT :Tolong hormatiyang sedangsembayang nanti sajamembersihkanyakalau sudah selesai

Intonasiperintah

Nada tutur:penuturberbicaradengan nadasedang (sinisdanmenyindir).

Tekananlembut

Diksi: standar

Tuturan terjadi diarea pure

Tuturan terjadisaat ada yanginginmembersihkanpure

Tujuan PT agartidak mengganguorang yang sedangsembayang

Jenisketidaksantunan:mengancam mukasepihak.

Wujudketidaksantunan:

Penuturmenyampaikanperkataanya kepadaMT dengan tegas.

Tindak verbal:komisif.

Tindak perlokusi: MTbergumam terhadapkelakuan penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 169: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

7

4. B4 PT :Kita seriuslatihanya yang tidakserius silahkanpulang!MT: (Hanya terdiam )

Intonasitinggi(perintah)

Nada tutur:penuturberbicaradengan nadatinggi(jengkel).

Tekanankeras

Diksi: standar

Tuturan terjadi diaula asrama hindu

Tuturan terjadisaat latihan tarianadat.

Situasi saat latihandengan serius

Tujuan PT agarMT latihandengan serius

Jenisketidaksantunan:mengancam mukasepihak.

Wujudketidaksantunan:

Penuturmenyampaikanperkataanya kepadaMT dengan tegas.

Tindak verbal:komisif.

Tindak perlokusi: MTbergumam terhadapkelakuan penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 170: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

8

TABULASI KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA HINDU

DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA

NO. KODE TUTURANPENANDA KETIDAKSANTUNAN

PRESEPSIKETIDAKSANTUNANLINGUAL

NONLINGUAL(Topik dan Situasi)

1.C1 PT:sudah sepantasnya kita

sebagai manusia patutbersyukur

PT : Jangan lupaberterimakasih kepada yangmemberi kehidupan ini janganmeminta terus.

Intonasiperintah

Nada tutur:penuturberbicaradengan nadasedang(menyindir).

Tekananlembut

Diksi: nonstandar

Tuturan terjadi dipura saat ibadatberlangsung

Tuturan terjadisaat pemukaagama kotbah

Tujuan PTmengingatkanMT agar selalubersyukur

Jenisketidaksantunan:melecehkanmuka.

Maknaketidaksantunan:memperingatkan.

Wujudketidaksantunan:

Penutur secaratidak langsungmenyuruhberterima kasih

Tuturanmerupakansindiran

Tindak verbal:komisif.

Tindak perlokusi:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 171: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

9

MT bergumamterhadap kelakuanpenutur

2.C2 MT:pantatku terasa panas

kelamaan duduk saatsembayang tadi.

PT :” Kapan anda akanberpulang?”

MT:haha kamu ini .(tertawa)

Intonasi tanya Nada tutur:

penuturberbicaradengan nadasedang(sindiran).

Tekananlembut

Diksi yangdipakai bahasapopular ataukata yang selahdikenalmasyarakat.

Diksi: nonstandar

Tuturan terjadi didi halaman pura

Tuturan terjadisetelah umathindu selesaisembayang

Tuturan terjadiantar umat.

PT berniatmenyindir secaratidak langsung .

MT adalah orangyang sudahcukup umur

Jenis ketidaksantunan:melecehkan muka.

Maknaketidaksantunan:menegur.

Wujudketidaksantunan:

Penutur kurang terimadengan tindakan yangdilakukan MT

Tindak verbal:komisif.

Tindak perlokusi:MT bergumamterhadap kelakuanpenutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 172: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

10

3.C3 MT:sukurin kena marah

hahahaha

PT : Kamu tidak percayaadanya karma?

Intonasi tanya Nada tutur:

penuturberbicaradengan nadakeras tinggi(sindiran).

Tekananlembut

Diksi: nonstandar

Tuturan terjadi dihalaman pura

Tuturan terjadiantar umat

PT dalamkeadaan merasajengkel

PT dimarahinyang di sebabkanoleh MT

Penutur laki-laki,umat berusia 24tahun, MTperempuan, umatberusia 30 tahun.

Jenis ketidaksantunan:melecehkan muka.

Maknaketidaksantunan:menegur.

Wujudketidaksantunan:

Penutur kurang terimadengan tindakan yangdilakukan MT

Tindak verbal:komisif.

Tindak perlokusi:MT mengucapkanspontan yangmembuat MTmerasa dilecekanmuka

4.C4

PT : Umat sedarma kita harusmenghargai waktu sebaikmungkin.jangan seperti hariini.

Intonasiperintah

Nada tutur:penuturberbicaradengan nadasedang(menyindir).

Tuturan terjadi didalam lingkuppura

Tuturan terjadisaat ibadatberlangsung

Kotbah daripemuka agama

Suasana saat

Jenis ketidaksantunan:melecehkan muka.

Maknaketidaksantunan:menegur.

Wujudketidaksantunan:

Penutur kurang terimadengan tindakan yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 173: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

11

Tekananlembut

Diksi: nonstandar

khusuksembayang

Tuturan initerjadi di dalampura, saat acarakeagamaan.Penutur laki-laki,umat berusia 27tahun

dilakukan MT Tindak verbal:

komisif.Tindak perlokusi: MTbergumam terhadapkelakuan penutur

5.C5

PT : Ingatlah dengan adanyapunarbawa dan karma pala.

Intonasiperintah

Nada tutur:penuturberbicaradengan nadasedang(menyindir).

TekananlembutDiksi:nonstandar

Tuturan terjadi didalam pura

Tuturan terjadisaat ibadatberlangsung

Tuturan daripemuka agamayan sedangkotbah.

Penutur laki-lakiumur 48 tahun.

Jenisketidaksantunan:melecehkanmuka.

Maknaketidaksantunan:memperingatkan.

Wujud Tindak verbal:

komisif. Tindak perlokusi:

MT bergumamterhadap kelakuanpenuturketidaksantunan:

Penuturbermaksudmenyindir

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 174: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

12

6.C6

PT :meski saya bukanyudistira yangbenar-benar menerapkandarmacobalah hargai orangyang sedang bicara

Intonasiperintah

Nada tutur:penuturberbicaradengan nadasedang(menegur).

TekanansedangDiksi:nonstandar

Tuturan terjadi diarea pura

Tuturan terjadisaat ibadatberlangsung

Tuturan terjadisaat pemukaagama kotbah..

Jenisketidaksantunan:melecehkanmuka.

Maknaketidaksantunan:memperingatkan.

Wujudketidaksantunan:

Penuturbermaksudmenyindir

Tindak verbal:komisif.

Tindak perlokusi: MTbergumam terhadapkelakuan penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 175: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

13

7.C7

PT : Jangan biarkan niatmuyang suci dihalangi oleh alamuntuk melakukanyudnya(persembahan sucisecara iklas)

Intonasiperintah

Nada tutur:penuturberbicaradengan nadasedang(menyindir).

Tekananlembut

Diksi: nonstandar

Tuturan terjadi diarea pura

Tuturan terjadisaat ibadatberlangsung

Tuturan terjadisaat pemukaagama kotbah.

Penutur laki-lakiberusia 45 tahun,sedangkan mitratututr dadalahumat yangmenghadiriibadat tersebut.

Jenisketidaksantunan:melecehkanmuka.

Maknaketidaksantunan:memperingatkan.

Wujudketidaksantunan:

Penuturbermaksudmenyindir

Tindak verbal:komisif.

Tindak perlokusi: MTbergumam terhadapkelakuan penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 176: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

14

8.C8 MT:dasar lola(daya tangkap

lambat)

PT : Ya sebelumya kamu lihatdirimu seperti apa sebelumkomentar .

Intonasiperintah

Nada tutur:penuturberbicaradengan nadasedang(menyindir).

Tekananlembut

Diksi:nonstandar

Tuturan terjadi didi aula asramahindu

Tuturan terjadisaat latihantarian adat

PT merasajengkel karenaselalu di anggapkurang bisamengikuti

Tujuan PT agarMT dalammemberi taudengan sopan

Jenisketidaksantunan:melecehkanmuka.

Maknaketidaksantunan:memerintah.

Wujudketidaksantunan:

Penuturmemarahi MT.

Penuturmenyampaikantuturannyadengan caraketus.

Tindak verbal:representatif.

Tindak perlokusi: MTmenanggapi tuturanpenutur denganpertanyaan yang sedikitkesal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 177: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

15

TABULASI KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA HINDU

DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA

NO KODE TUTURANPENANDA KETIDAKSANTUNAN

PRESEPSIKETIDAKSANTUNAN

LINGUALNONLINGUAL(Topik dan Situasi)

1.D1 MT: (menjelaskan hal

yang sudah di ketahuiPT)

PT : Anda pintarnamunmemintari

Intonasiberita.

Nada tutur:penuturberbicaradengan nadatinggi(sinis).

Tekanantinggi

Diksi:nonstandar

Tuturan terjadi didalam area aulaasrama hindu

Tuturan terjadisaat sering antarmuda mudi hindu

MT mengulangipenjelasan yangtelah di bahasminggu kemarin

Penutur sedangmengikutikegiatan diskusi

Tujuan penuturagar MT segeramenjelaskanpokok masalah

Jenis ketidaksantunan:Menghilangkan muka.

Makna ketidaksantunan:menyindir.

Wujud ketidaksantunan: Peutur terkesan

menyerang MT dengankata-kata kurang pantasyang dapat menyinggungMT Tindak verbal:

ekspresif Tindak perlokusi: MT

merasa dirinya tergangguoleh penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 178: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

16

yang akan dibahas

2.D2

PT :Apakah pemukaagama selalu benar?

Intonasi tanya Nada tutur:

penuturberbicaradengan nadasedang(sindiran).

Tekananlembut

Diksi:nonstandar

Tuturan terjadi didalam area pure

Tuturan terjadisaat ibadatberlangsung

Penutur merasatersindir

Tujuan penuturagar pemukaagama intropeksidiri karena MTmenganggappemuka agamakurang selarasdenganucapannya

Jenis ketidaksantunan:Menghilangkan muka.

Makna ketidaksantunan:menyindir.

Wujud ketidaksantunan: Penutur bermaksud

menyindir MT Penutur menyinggung

perasaan MT. Penuturmenyampaikanpernyataan tanpa merasabersalah Tindak verbal:

ekspresifTindak perlokusi: MTmerasa dirinya tergangguoleh penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 179: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

17

3.D3 MT:Permisi.

PT :Sudah pukulberapa ini? Barukelihatan teman-teman sudah padaberkeringat.:

Intonasi tanya Nada tutur:

penuturberbicaradengan nadasedang(sindiran).

Tekananlembut

Diksi:nonstandar

Tuturan terjadi didalam aulaasrama hindu

Tuturan terjadisaat perkumpulanbersama mudamudi hindu

MT terlambatdatang ketikaacara telah dimulai

Jenisketidaksantunan:Menghilangkanmuka.

Maknaketidaksantunan:menyindir.

Wujudketidaksantunan:

Penutur bersikapnglulu (menegursecara tidaklangsung)

Tindak verbal:representatif.

Tindak perlokusi: MTmenanggapi tuturanpenutur dengan pertanyaanyang sedikit kesal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 180: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

18

4.D4 MT: (sedang

bercerita denganteman disampingnya)

PT :kalu inginbercerita di luar sana, disini tempatsembayang

Intonasitinggi(perintah)

Nada tutur:penuturberbicaradengan nadatinggi(jengkel).

Tekanankeras

Diksi: satandar

Tuturan terjadi didalam area pure

Tuturan terjadisaat ibadatberlangsung

Penutur merasaterganggu olehMT

Penuturmenyuruh MTkeluar di hadapanumat lain

Jenis ketidaksantunan:Menghilangkan muka.

Makna ketidaksantunan:menegur.

Tuturan terjadi dilingkungan pure, ketikaMT dan penutur sedangberdoa ,penutur berusia58 tahun, MT laki-lakiberusia 17 tahun. MTsedang asik bercerita

Wujud ketidaksantunan:Penutur berbicara demgannada sinis , menegur MT dihadapan orang lain

Tindak verbal:representatif.

Tindak perlokusi: MTmenanggapi tuturanpenutur dengan pertanyaanyang sedikit kesal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 181: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

19

5.D5 MT: jangan lupa

mengunakan pakaianadat yang lengkap !

PT : Terimakasihtelah mengingatkan ,tetapi jika anda bisamenjadi contoh akanlebih baik.

:

Intonasitinggi(perintah)

Nada tutur:penuturberbicaradengan nadatinggi(jengkel).

Tekanankeras

Diksi:nonstandar

Tuturan terjadi didalam area pure

Tuturan terjadisaat ibadat mau dimulai

MT dan PTbertemu di depanpure ketika inginsembayang

PT mengangappakaian MTkurang pantas

Tujuan penuturagar MTmengantipakaiannyadengan pakaianyang lebih pantas

Jenisketidaksantunan:Menghilangkanmuka.

Maknaketidaksantunan:menegur.

Wujudketidaksantunan:

Penutur bermaksudmenyerang MTdengan kta-katateguran.

Penutur berbicaratanpa merasabersalah karenatelah menyinggungMT

Tindak verbal:representatif.

Tindak perlokusi: MTmenanggapi tuturanpenutur dengan pertanyaanyang sedikit kesal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 182: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

20

6.D6 MT:Sudah mulai dari

tadi ya?

PT :Bagaimanakamu ini tidak bisamenunggu kloterkedua , sembayangsudah mau selesaibaru datang.

Intonasiberita.

Nada tutur:penuturberbicaradengan nadatinggi(sinis).

TekanantinggiDiksi:nonstandar

Tuturan terjadi didalam area pure

Tuturan terjadisaat ibadatberlangsung

MT datang danlangsungmengikutisembayangsambil bertanyadengan PT

Upacarasembayang sudahhampir selesai

Tujuan PT agarMT mengikutisembayang yangkloter kedua

Jenis ketidaksantunan:Menghilangkan muka.

Makna ketidaksantunan:menegur.

Wujud ketidaksantunan:Penutur berbicara menegurMT di hadapan orang lain

Tindak verbal:komisif.

Tindak perlokusi: MTbergumam terhadapkelakuan penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 183: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

21

7. D7 MT:brottt,, tiutt(suara kentut)

PT : Tidak pernahdajari sopan santunya?

MT:maaf kelepasan.

Intonasi tanya Nada tutur:

penuturberbicaradengan nadasedang(sindiran).

Tekananlembut

Diksi:nonstandar

Tuturan terjadi didalam area pure

Tuturan terjadisaat ibadatberlangsung

PT merasajengkel

Keduanya sama-sama sedangkhusuksembayang

Tujuan PT agarjika MT merasakentut hendaknyakeluar sebentar

Jenis ketidaksantunan:Menghilangkan muka.

Makna ketidaksantunan:menegur.

Wujud ketidaksantunan:Penutur berbicara menegurMT di hadapan orang lain

Tindak verbal:ekspresif

Tindak perlokusi: MTmerasa dirinya tergangguoleh penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 184: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

22

TABULASI KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA HINDU

DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA

NO KODE TUTURANPENANDA KETIDAKSANTUNAN

PRESEPSIKETIDAKSANTUNAN

LINGUALNONLINGUAL(Topik dan Situasi)

1.E1 MT:heh kamu yang

keras dong suaranyajangan badan ajayang di gedein.

PT : Dasar kurangajar!

MT:hahahaasemangat .

berita. Nada tutur:

penuturberbicaradengan nadatinggi(sinis).

Tekanantinggi

Diksi:nonstandar

Tuturan terjadiketika latihan taridi samping pure.

MT merasatersingungdengan ejekanpenutur.

Tuturan terjadisaat latihan tariadat untukdigunakan dalamperayaan hariraya

Tujuan PT agarMT mengira PTmarah tetapisesunguhnyahanya bercanda.

Kesembronoanyang disengaja

Maknaketidaksantunan

Menegaskan Wujud

ketidaksantunan Penutur

menyinggung MT Tindak verbal:

komisif. Tindak perlokusi:

MT bergumamterhadap kelakuanpenutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 185: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

23

2.E2 MT:siapa yang

mengajarimu tarianseperti itu? (denganwajah sinis)

PT : Ngapainpengen tau?

MT: ndak, pengentau aja.

berita. Nada tutur:

penuturberbicaradengan nadatinggi(sinis).

Tekanantinggi

Diksi:nonstandar

Tuturan terjadi diaula asrama hindu

Tuturan munculkarena penuturmerasa kesalkepada MT tutur.

MT mengejekMT dengansindiran namundalam suasanasantai

PT menyadarijika ia sedang diejek oleh MT

Kesembronoanyang disengaja

Maknaketidaksantunan

Menegaskan Wujud

ketidaksantunan Penutur berbicara

dengan nada tinggi Tindak verbal:

representatif.Tindak perlokusi: MTmenanggapi tuturanpenutur dengan pertanyaanyang sedikit kesal

3.E3 MT: sudah lama aku

tak pernahsembayang di pure.

PT : Dasar kafir

MT: memangyakamu selalusembayang ke pure?

Intonasiberita.

Nada tutur:penuturberbicaradengan nadatinggi(sinis).

Tekanantinggi

Diksi:nonstandar

Tuturan terjadi didepan pure.

Penutur merasatersinggungdengan jawabanMT (menjawabdengansekenanya)

Tujuan PT agarMT lebih rajindatang

Kesembronoanyang disengaja

Maknaketidaksantunan

Menegaskan Wujud

ketidaksantunan Penutur mengejek

MT Tindak verbal:

representatif.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 186: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

24

sembayang kepure

Keduanya adalahsahabat akrapyang sering salingejek

Tindak perlokusi:MT menanggapituturan penuturdengan pertanyaanyang sedikit kesal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 187: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

25

4.E4 MT: lagi malas aku

bantu- bantumembersihkangamelan

PT : besok kalaumati mayatnya maudi kubur sendiri

MT:hehehe capekaku.

Intonasiberita

Nada tutur:penuturberbicaradengan nadasedang(sindiran).

Tekananlembut

Diksi:nonstandar

Tuturan terjadisaat perkumpulanpemuda agamahindu

Tuturan terjadisaat perkumpulanberlangsung

Tujuan PT agarMT maumembersihkangamelan

- Kesembronoan yangdisengaja

- Maknaketidaksantunan

Sindiran- Wujud

ketidaksantunan- Penutur

menyampaikannya didepan umat yanghadir.

- Tuturan penutursangat sembronokarena tidak melihatapa yang sebenarnyaterjadi.

- Tindak verbal:representatif.

- Tindak perlokusi: PTmenanggapi tuturanpenutur denganpertanyaan yangsedikit kesal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 188: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

26

5.E5 MT: serius banget

sembayangnya.(sambil colek-colek)

PT : Kamu kalaundak ganggu orangsembayang bisandak?

MT:huh bgitu sajamarah.

berita. Nada tutur:

penuturberbicaradengan nadatinggi(sinis).

Tekanantinggi

Diksi: bahasanon standar

Tuturan terjadi didepan pure saatsembayangberlangsung

Tuturan terjadiantara umat

Tujuan PT agarMT tidakmengulangi halyang sama dikemudian hari

Kesembronoanyang disengaja

Maknaketidaksantunan

Menegaskan Wujud

ketidaksantunan PT berniat menegur

MT PT merasa

terganggu denganhal yang dilakukanoleh MT

Penutur laki lakiberusia 27 tahun.MT laki-laki,berusia 17 tahun.

Penutur telahmemperingatkanagar tidakmenggangu karenapenutur sedangsembayang.

Tindak verbal:ekspresif

Tindak perlokusi:MT merasa dirinyaterganggu oleh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 189: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

27

penutur

6.E6 MT:menari itu yang

bagus jangan begitu

PT :Itu motor sayaada kacanya”

MT: hehehehe

Intonasiberita

Nada tutur:penuturberbicaradengan nadasedang(sindiran).

TekananlemahDiksi:nonstandar

Tuturan terjadisaat latihan tari diasrama hindu

Tuturan terjadisaat sela-selaistirahat

PT merasa MTdalam menarimasih kurangbaik

Tujuan PT agarMT juga ikutberlatih

- Kesembronoan yangdisengaja

- Maknaketidaksantunan

Sindiran- Wujud

ketidaksantunan- Penutur

menyampaikannya didepan umat yanghadir.

- Tuturan penutursangat sembronokarena tidak melihatapa yang sebenarnyaterjadi.

- Tindak verbal:representatif.

- Tindak perlokusi:MT menanggapituturan penuturdengan pertanyaanyang sedikit kesal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 190: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

28

7. E7 MT: Adek kesinijangan lari-lariterus.(memangilanaknya)

PT : Jangan terlalumemanjakan

MT: Ya tak apa-apatoh itu anak sayasatu-satunya.

Intonasi seru. Nada tutur:

penuturberbicaradengan nadasedang.

Tekanan:keras.

Diksi: bahasanonstandar

Tuturan terjadisaat setelahsembayamhselesai

PT merasaterganggu saatsembayang

MT merasatersinggung saatPTmemperingatkanagar MT jaganterlalumemanjakananaknya

Tujuan PT agarMT menasehatianaknya agartidak bermainsaat upacaraibadat

Kesembronoan yangdisengaja

Maknaketidaksantunan:menegur.

Wujudketidaksantunan: .

Penuturmenyampaikantuturannya dengancara sinis.

MT merasa dirinyadisalahkansedangkan penuturmerasa tidakbersalah

MT meyanggahtuturan penutursehingga terjadi adumulut

Tindak verbal:ekspresif

Tindak perlokusi:PT merasa dirinyaterganggu olehpenutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 191: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

29

8. E8MT:bukan gitunadanya

PT: santai lho, bli”kita khan latihanwajar kl masih belumbaik!

MT: ya! Makanyadengarkan dulu kalaudi beri contoh.

Intonasi seru. Nada tutur:

penuturberbicaradengan nadatinggi

Tekanan:keras

Diksi: bahasanonstandar

Tuturan terjadisaat latihan tari diasrama hindu

Tuturan terjadisaat latihanberlangsung

MT merasa nadayang di ucapkanPT tidak tepat

Tujuan MT agarPT maumendengarkanjika sedang diberi contoh

Kesembronoanyang disengaja

Maknaketidaksantunan:menegur.

Wujudketidaksantunan: .

Penuturmenyampaikantuturannya dengancara sinis.

MT merasa dirinyadisalahkansedangkan penuturmerasa tidakbersalah

MT meyanggahtuturan penutursehingga terjadi adumulut

Tindak verbal:ekspresif

Tindak perlokusi: PTmerasa dirinya tergangguoleh penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 192: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

30

9. E9MT: Nanti anda yangmenjelaskan ya!

PT : ndak –ndak sayandak bisa ! anda saja.

MT:tidak apa-apasilahkan,

PT: ubuan jelemeto(binatang orangitu) (kata kasar diucapkan lirih) yasudah saya jawabsebisanya.

Intonasi seru. Nada tutur:

penuturberbicaradengan nadatinggi

Tekanan:keras.

Diksi: bahasanonstandar

Tuturan terjadi didepan pure saatsering

Tuturan terjadiantara umat

Umat salingmelempartanggung jawab

PT merasa kesalkarena MT asalmenunjuk

- Kesembronoan yangdisengaja

- Maknaketidaksantunan

Sindiran- Wujud

ketidaksantunan- Penutur

menyampaikannya didepan umat yanghadir.

- Tuturan penutursangat sembronokarena mengucapkankata yang kurangpantas .

- Tindak verbal:representatif.

- Tindak perlokusi:MT menanggapituturan penuturdengan peryataanyang sedikit kesal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 193: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PARAMETER PENENTU KETIDAKSANTUNAN

No.

JenisKetidaksantunan

Linguistik Pragmatik

Nada Tekanan Intonasi Diksi Situasi Suasana Partisipan

1. MelecehkanMuka Tuturandikatakandengan nadasedang(sinis,sindiran)dan nadatinggi(jengkel)

Tuturandikatakandengantekanansedangdanlemah

Intonasiberita (turun),intonasitanya (naik),intonasiperintah (tinggi)

Standar Nonstandar Bahasa

popular Jargon

(digunakanuntuk orangataukelompoktertentu)

Katapercakapan

Tempatsuatututuranterjadi: dimanasaja

Waktusuatututuranterjadi:kapansaja

Keadaanketikaterjadisuatututuran:santai, serius

Orang yangterlibatdalamtuturan: siapasajayangtermasukdalamanggotakeluarga

2. Kesembronoan(Menimbulkankonflik)

Tuturandikatakandengan nadasedang(sindiran)dan nadarendah(pemberi-tahuan)

Tuturandikatakandengantekanansedangdanlemah

Intonasiberita (turun)danintonasitanya (naik)

Bahasa Bahasapopul

er Slang dan

jargon(digunakanuntuk orangyangsebayadankelompoktertentu)

Tempatsuatututuranterjadi: dimanasaja

Waktusuatututuranterjadi:kapansaja

Keadaanketikaterjadisuatututuran: santai

Orang yangterlibatdalamtuturan: siapasajayangtermasukdalamanggotakeluarga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 194: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

3. MenghilangkanMuka

Tuturandikatakandengan nadatinggi(marah,kecewa),sedang(sindiran),rendah(pemberitahuan)

Tuturandikatakandengantekanankerasdansedang

Intonasiberita (turun),intonasitanya (naik),intonasiperintah (tinggi)

Standar Nonstandar Bahasapopul

er Jargon

(digunakanuntuk orangkelompoktertentu)

Ilmiah

Tempatsuatututuranterjadi: dimanasaja

Waktusuatututuranterjadi:kapansaja

Keadaanketikaterjadisuatututuran:tegang, serius

Orang yangterlibatdalamtuturan: siapasajayangtermasukdalamanggotakeluarga

4. MengancamMuka

Tuturandikatakandengan nadatinggi(marah,kecewa)dansedang(sindiran,sinis)

Tuturan`dikatakandengantekanankerasdansedang

Intonasiberita (turun),intonasitanya (naik),intonasiperintah (tinggi)

Standar Nonstandar Bahasapopul

er Jargon

(digunakanuntuk orangkelompoktertentu)

Idiom

Tempatsuatututuranterjadi: dimanasaja

Waktusuatututuranterjadi:kapansaja

Keadaanketikaterjadisuatututuran:tegang, serius

Orang yangterlibatdalamtuturan: siapasajayangtermasukdalamanggotakeluarga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 195: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

5. MelanggarNorma

Tuturandikatakandengan nadatinggi(marah,kecewa),sedang(sindiran),rendah(pemberitahuan)

Tuturandikatakandengantekanankerasdansedang

Intonasiberita (turun),intonasitanya (naik),intonasiperintah (tinggi)

Tempatsuatututuranterjadi: dimanasaja

Waktusuatututuranterjadi:kapansaja

Keadaanketikaterjadisuatututuran:santai, serius

Orang yangterlibatdalamtuturan: siapasajayangtermasukdalamanggotakeluarga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 196: KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM RANAH AGAMA … · Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Yustinus kurniawan lahir di Yogyakarta, tanggal 21

November 1990. Ia menyelesaikan pendidikan tingkat

sekolah dasar di SD Santa Theresia Marsudirini,

Kalibawang Kulonprogo Yogyakarta pada tahun 2003.

Kemudian, ia melanjutnya studinya di Sekolah Menengah

Pertama di Pangudi Luhur 1 kalibawang Kulonprogo Yogyakarta dan tamat pada

tahun 2006. Pendidikan tingkat menengah atas ditempuhnya di SMA Pangudi

Luhur Sedayu Bantul dan lulus pada tahun 2009. Setelah menyelesaikan sekolah

tingkat menengah atas, ia melanjutnya studi S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta. Masa pendidikan S1 tersebut berakhir pada tahun 2016.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI