ketersediaan air minum dan penyehatan lingkungan pada kawasan kumuh. desk study

145
Studi literatur: Penanganan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Kawasan Kumuh Perkotaan Dipersiapkan untuk: Oxfam Diperiapkan oleh: Tim Sekretariat Pokja AMPL Sekretariat Pokja AMPL

Post on 21-Oct-2014

1.596 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Studi literatur:

Penanganan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Kawasan Kumuh Perkotaan

Dipersiapkan untuk: Oxfam

Diperiapkan oleh: Tim Sekretariat Pokja AMPL

15 Maret, 2009Nomor Proposal: 002-03-2009

Sekretariat Pokja AMPL

Page 2: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Daftar IsiDAFTAR ISI 2

1 PENDAHULUAN 4

1.1 LATAR BELAKANG STUDI: KAWASAN KUMUH PERKOTAAN DI INDONESIA 4

1.2 TUJUAN STUDI 6

1.3 SASARAN STUDI 6

1.4 LINGKUP STUDI 7

1.5 KERANGKA KERJA LOGIS STUDI 7

1.6 METODOLOGI STUDI 9

1.7 SISTEMATIKA PEMBAHASAN STUDI 9

2 PENGERTIAN KAWASAN KUMUH, TIPOLOGI DAN PERMASALAHAN 11

2.1 PENGERTIAN KAWASAN KUMUH 11

2.2 TIPOLOGI KAWASAN KUMUH BERDASARKAN LOKASI DAN PERMASALAHANNYA 12

3 PERMASALAHAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR BERDASARKAN TIPOLOGI

KAWASAN KUMUH 22

3.1 KEMBALI KE DASAR: MENGAPA AIR MINUM DAN SANITASI DASAR? 22

3.2 PERMASALAHAN UMUM AMPL DI KAWASAN KUMUH PERKOTAAN DI INDONESIA 23

3.2.1 AKSES TERHADAP AIR MINUM 23

3.2.2 AKSES TERHADAP SANITASI DASAR 24

3.2.3 PERILAKU HYGIENE 26

3.3 DAMPAK BURUKNYA AKSES TERHADAP AIR MINUM DAN SANITASI DASAR SECARA

UMUM BAGI WARGA DI KAWASAN KUMUH PERKOTAAN 26

3.4 KENDALA DALAM PENYEDIAAN AKSES AIR MINUM DAN SANITASI DASAR BAGI

KAWASAN KUMUH PERKOTAAN 28

3.5 PERMASALAHAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR KAWASAN KUMUH PERKOTAAN

BERDASARKAN TIPOLOGINYA 30

3.5.1 LINGKUP KONDISI DAN PERMASALAHAN 30

3.5.2 KONDISI DAN PERMASALAHAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR PER TIPOLOGI 31

4 UPAYA PENANGANAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR DI KAWASAN KUMUH

PERKOTAAN 36

4.1 UPAYA PENANGANAN KAWASAN KUMUH PERKOTAAN 36

Page 3: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

4.1.1 MENEKAN ARUS URBANISASI 36

4.1.2 PENEGAKAN IMPLEMENTASI TATA RUANG 38

4.1.3 URBAN RENEWAL 40

4.2 UPAYA PENANGANAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR DI KAWASAN KUMUH

PERKOTAAN (PROYEK DAN PROGRAM) 42

4.2.1 SMALL SCALE WATER PROVIDER (PENYEDIAAN AIR MINUM SKALA KECIL) 42

4.2.2 KAMPUNG IMPROVEMENT PROGRAM (KIP) 45

4.2.3 NUSSP 51

4.2.4 SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (SANIMAS) 54

4.2.5 SULAWESI WATER, SANITATION, AND HYGIENE (SWASH) CARE 59

4.2.6 ESP USAID : SAMBUNGAN RUMAH KOMUNAL 63

4.2.7 MAKASSAR : SANITATION IMPROVEMENT PROJECT 66

4.2.8 PETOJO : USAID DAN MERCY CORPS 69

4.2.9 JEMPIRING : SANIMAS – BALI FOKUS 71

4.2.10 SURABAYA “GREEN AND CLEAN” 73

4.2.11 PONTIANAK : PEMBANGUNAN TOREN DARI NUSSP 76

4.3 KESIMPULAN 77

5 ALTERNATIF PENDEKATAN PENANGANAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR

DI KAWASAN KUMUH PERKOTAAN 82

5.1 MENGKAJI KEMBALI UPAYA TERDAHULU 82

5.1.1 KRITIK TERHADAP UPAYA PENANGANAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR DI

KAWASAN KUMUH PERKOTAAN SAAT INI 82

5.1.2 ISU KRITIS TERKAIT PENDEKATAN PENANGANAN KAWASAN KUMUH PERKOTAAN 85

5.2 ALTERNATIF PENDEKATAN PENANGANAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR DI

KAWASAN KUMUH PERKOTAAN 86

5.2.1 BEBERAPA ASPEK YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN 86

5.2.2 PENDEKATAN PENANGANAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR KAWASAN KUMUH:

MODEL ALTERNATIF 87

5.3 Simpulan 95

3

Page 4: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Studi: Kawasan Kumuh Perkotaan di Indonesia

Perserikatan Bangsa-Bangsa menyajikan potret yang cukup mengejutkan mengenai

kehidupan kota di Asia pada tahun 2010 dimana sebanyak 30 kota Asia akan memiliki

penduduk lebih besar dari 5 juta (sementara di Amerika Serikat hanya 2 dan 6 di

Eropa). Shanghai dan Bombay masing-masing akan dihuni oleh 20 juta penduduk.

Beijing, Dhaka, Jakarta, Manila, Tianjin, Calcutta dan Delhi akan dihuni oleh lebih

dari 15 juta. Tujuh dari 13 kota yang penduduknya lebih dari 10 juta berada di Asia.

Beberapa kota di Asia penduduknya berlipat dua setiap 10 sampai 15 tahun. Pada

tahun 2010, separuh atau 50 persen dari penduduk Cina akan hidup di kawasan

perkotaan. Hal ini berarti naik dari 28 persen pada tahun 1994.

Hingga tahun 2008 , jumlah warga tinggal di kota-kota besar mencapai lebih dari

separuh populasi dunia. Menurut UNFPA sekitar 3,3 milyar orang akan tinggal di

daerah perkotaan pada 2008. Angka tersebut diperkirakan akan tumbuh pesat, dengan

populasi urban dipastikan naik jadi 4,9 milyar orang dalam tahun 2030. Laporan

UNDP tahun 2004 menyebutkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2002 sebesar

217,1 juta jiwa dan diperkirakan akan meningkat menjadi 250,4 juta jiwa pada tahun

2015. Tingkat pertumbuhan penduduk tahunan di era 1975 hingga 2002 sebesar 1,8

juta jiwa per tahun dan diperkirakan menjadi 1,1 juta jiwa per tahun dalam kurun

waktu 2002-2015. Populasi yang hidup diperkotaan sebesar 44,5 persen pada 2002

dan diperkirakan meningkat menjadi 57,8 persen pada 2015.

Ruang perkotaan yang semakin sempit seiring meningkatnya jumlah penduduk

merupakan fenomena yang umum kita temui di kota-kota di Indonesia. Jumlah

penduduk Indonesia saat ini telah mencapai lebih dari 200 juta jiwa, yang sebagian

besar terkonsentrasi dan tinggal di kota besar terutama di pulau Jawa. Kesenjangan

pembangunan yang terjadi antara kota dan desa, telah menjadi rahasia publik sebagai

pemicu laju tingkat urbanisasi yang sangat cepat terutama ke kota besar sebagai pusat

kegiatan perekonomian, industri, jasa dan perdagangan.

4

Page 5: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Angka urbanisasi yang cukup tinggi ini secara signifikan telah menyebabkan

tumbuhnya kawasan permukiman miskin dan kumuh baru di berbagai bagian wilayah

di perkotaan. Kecepatan laju urbanisasi yang tidak disertai dengan ketersediaan ruang,

prasarana dan sarana serta utilitas yang memadai, menyebabkan suatu kawasan

permukiman menerima beban yang melebihi kemampuan daya dukung lingkungannya

dan cenderung menjadi kumuh. Pada umumnya, kondisi permukiman kumuh ini

antara lain: (i) luas dan ukuran bangunan yang sangat sempit dengan kondisi rata-rata

yang tidak memenuhi kesehatan maupun standar kehidupan sosial yang layak; (ii)

kondisi bangunan rumah yang saling berhimpitan, sehingga rentan dan rawan

terhadap bahaya kebakaran; (iii) kurangnya suplai terhadap kebutuhan air bersih dan

sanitasi dasar; (iv) jaringan listrik yang tidak tertata dan terpasang secara baik, aman

dan memadai; (v) kondisi drainase yang sangat buruk; (vi) jalan lingkungan yang

tidak memadai; serta (vii) status lahan yang illegal.

Bermunculannya kawasan kumuh perkotaan kemudian memicu serangkaian

permasalahan baik secara fisik kawasan, lingkungan dan sosio-ekonomi penghuninya.

Hal ini menyebabkan perbaikan kondisi di kawasan kumuh perkotaan dari tahun ke

tahun seakan tidak kunjung tertangani. Bertemunya berbagai faktor sosial, ekonomi,

kesehatan, fisik, dan lain sebagainya, menjadikan dimensi permasalahan pada

kawasan kumuh perkotaan sedemikian kompleksnya sehingga diperlukan suatu

pendekatan yang terpadu oleh berbagai pihak terkait.

Dicanangkannya peningkatan kualitas kehidupan 100 juta masyarakat di permukiman

kumuh pada tahun 2020 sebagai salah satu target MDGs menjadi momentum untuk

kembali mengkaji berbagai pendekatan penanganan kawasan kumuh perkotaan

selama ini dan mencoba untuk merumuskan opsi pendekatan yang lebih efektif,

efisien dan terpadu. Berbagai opsi pendekatan tersebut ini sangat diperlukan untuk

manata ulang dan mensinergikan berbagai program yang telah dan akan dilaksanakan

oleh pemerintah untuk mencapai target MDGs sebagai milestone awal dari

pembangunan kawasan perkotaan yang terpadu. Pada tahun 2007, Direktur Jenderal

Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum menyatakan bahwa pihaknya bekerja sama

dengan 32 kabupaten kota melakukan pembenahan terhadap kawasan kumuh yang

terdapat di 397 kelurahan dengan luas cakupan 3.960 hektare. Dana yang dialokasikan

untuk membenahi kawasan kumuh di 32 kabupaten dan kota mencapai Rp 165,9

5

Page 6: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

miliar. Ditargetkan, kawasan kumuh di lingkungan perkotaan yang dapat ditangani

sampai pada tahun 2010 mencapai 100 kota, untuk tahun 2015 mencapai 350 kota,

dan tahun 2030 seluruh kawasan kumuh perkotaan di Indonesia diperkirakan sudah

tertangani semuanya. Untuk melaksanakan program ini dana yang dialokasikan secara

keseluruhan besarnya mencapai Rp 1,2 triliun atau US$ 126 juta.

Alokasi dana yang sedemikian besar di satu sisi tentunya merupakan bentuk

komitmen pemerintah yang sudah sangat tinggi. Namun demikian, di sisi lain

merupakan beban terkait dengan penggunaan dana yang efektif. Seperti yang telah

disampaikan pada uraian sebelumnya, dengan alokasi dana yang demikian besar,

belum termasuk bantuan dari pihak luar, apakah pendekatan penanganan yang kita

miliki sudah cukup efektif dan efisien? Ataukah justru akan menjadi sia-sia?

Terkait dengan efektivitas dan efisiensi pendekatan penanganan kawasan kumuh

perkotaan di Indonesia, maka dirasakan perlunya studi yang dapat memberikan

tinjauan terhadap alternatif opsi pendekatan penanganan yang terpadu. Studi ini

merupakan salah satu studi yang mencoba menjawab kebutuhan tersebut. Mengingat

kompleksnya dimensi permasalahan di kawasan kumuh perkotaan, maka studi ini

akan dititikberatkan pada sektor air minum dan sanitasi.

1.2 Tujuan Studi

Tujuan studi ini adalah untuk mengkaji dan merumuskan opsi alternatif pendekatan

penanganan air minum dan sanitasi dasar kawasan kumuh permukiman di perkotaan

yang efektif dan efisien.

1.3 Sasaran Studi

Untuk mencapai tujuan studi, maka terdapat beberapa sasaran di dalam studi ini:

1. Identifikasi kondisi, isu dan permasalahan kawasan kumuh permukiman di

perkotaan;

2. Identifikasi kondisi, isu dan permasalahan air minum dan sanitasi kawasan kumuh

permukiman di perkotaan;

6

Page 7: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

3. Identifikasi ragam pendekatan penanganan air minum dan sanitasi kawasan

kumuh permukiman di perkotaan;

4. Perumusan opsi alternatif pendekatan penanganan air minum dan sanitasi kawasan

kumuh permukiman perkotaan.

1.4 Lingkup Studi

Sebagai batasan dari studi, maka lingkup studi akan difokuskan pada pendekatan

penanganan kawasan kumuh permukiman perkotaan untuk sektor air minum dan

sanitasi dasar (jamban) di Indonesia. Namun demikian, studi ini juga akan

menekankan keterkaitannya dengan sektor lainnya, untuk memperlihatkan pentingnya

keterpaduan penanganan di kawasan kumuh perkotaan.

1.5 Kerangka Kerja Logis Studi

Tujuan IndikatorMetode

PengukuranAsumsi

Tujuan

Mengkaji dan merumuskan opsi alternatif pendekatan penanganan air minum dan sanitasi kawasan kumuh permukiman di perkotaan yang efektif dan efisien

Jumlah opsi alternatif pendekatan penanganan air minum dan sanitasi kawasan kumuh permukiman di perkotaan berdasarkan tipologi karakteristik permukiman kumuh

Studi literatur

Kawasan kumuh permukiman di Indonesia terdiri dari beberapa karakteristik dan pemerintah serta pelaku lainnya telah melakukan penanganan melalui beberapa pendekatan berbeda

Keluaran

7

Page 8: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Tujuan IndikatorMetode

PengukuranAsumsi

1. Tipologi karakteristik dan isu/permasalahan kawasan kumuh permukiman di perkotaan di Indonesia

Jumlah kawasan kumuh permukiman di perkotaan yang teridentifikasi

Ciri/karakteristik kawasan kumuh permukiman di perkotaan

Kategori isu/permasalahan pada setiap jenis kawasan kumuh permukiman di perkotaan

Studi literatur

Isu berbagai karakteristik kawasan kumuh terdokumentasi dengan baik dan dapat diakses

2. Kondisi air minum dan penyehatan lingkungan (AMPL) di kawasan kumuh permukiman di perkotaan berdasarkan tipologi karakteristiknya

Pemetaan isu dan permasalahan AMPL berdasarkan tipologi karakteristik kawasan kumuh

Studi Literatur

Terdapat permasalahan terkait dengan kondisi AMPL di kawasan kumuh permukiman di perkotaan

3. Upaya eksisting penanganan kawasan kumuh permukiman di perkotaan berdasarkan tipologi karakteristik

Pemetaan pelaku penanganan kawasan kumuh perkotaan

Pemetaan pendekatan penanganan kawasan kumuh

Pemetaan lokasi kawasan kumuh yang sedang atau sudah ditangani

Studi literatur

Berbagai upaya penanganan kawasan kumuh perkotaan terdokumentasi dan dapat diakses

4. Kajian dan rumusan opsi alternatif pendekatan penanganan kawasan kumuh permukiman di perkotaan berdasarkan tipologi karakteristik

Usulan opsi alternatif pendekatan penanganan kawasan kumuh permukiman di perkotaan

Studi literatur

Prinsip dasar penanganan kawasan kumuh oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya tersedia

8

Page 9: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

1.6 Metodologi Studi

Metodologi studi yang digunakan untuk menyusun studi ini adalah studi literatur yang

akan didukung dengan data sekunder dan analisis deskriptif.

1.7 Sistematika Pembahasan Studi

Bab 1 Pendahuluan

Bab ini menjelaskan latar belakang, tujuan, sasaran, ruang lingkup,

metodologi dan sistematika pembahasan studi air minum dan sanitasi

dasar di kawasan kumuh permukiman di perkotaan. Bab ini ditujukan

untuk memberikan pemahaman atas kerangka kerja logis yang akan

menjadi acuan bab-bab berikutnya dii dalam studi ini.

Bab 2 Pengertian Kawasan Kumuh, Tipologi dan Permasalahan

Bab ini menyajikan pengertian dan kondisi kawasan kumuh perkotaan

di Indonesia secara umum dan tipologinya berdasarkan karakteristik

lokasinya. Bab ini ditujukan untuk memberikan pemahaman mengenai

permasalahan kawasan kumuh permukiman berdasarkan karakteristik

lokasi.

Bab 3 Kondisi Air Minum Dan Sanitasi Dasar Kawasan Kumuh

Permukiman Perkotaan Berdasarkan Tipologi Karakteristik

Lokasi

Bab ini menjelaskan secara spesifik kondisi, isu dan permasalahan air

minum dan penyehatan lingkungan berdasarkan tipologi karakteristik

lokasinya. Bab ini ditujukan untuk memberikan gambaran mengenai

dimensi persoalan air minum dan sanitasi dalam penanganan kawasan

kumuh permukiman perkotaan.

Bab 4 Upaya Pembangunan Air Minum dan Sanitasi Dasar di Kawasan

Kumuh Permukiman Perkotaan

Bab ini menjelaskan mengenai berbagai upaya yang telah dilakukan

oleh berbagai pemangku kepentingan terkait pembangunan air minum

dan sanitasi dasar di kawasan kumuh permukiman perkotaan. Bab ini

ditujukan untuk memberikan pemahaman mengenai model pendekatan

pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan berdasarkan

9

Page 10: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

beberapa aspek penting yang merupakan prinsip dasar penanganan air

minum dan penyehatan sanitasi dasar di kawasan kumuh permukiman

perkotaan.

Bab 5 Opsi Alternatif Pendekatan Pembangunan Air Minum dan

Sanitasi Dasar di Kawasan Kumuh Permukiman Perkotaan

Bab ini ditujukan untuk menganalisa berbagai pendekatan yang telah

dilakukan serta merumuskan opsi alternatif pendekatan pembangunan

air minum dan sanitasi dasar kawasan kumuh permukiman perkotaan

berdasarkan tipologi karakteristik lokasinya.

Bab 6 Penutup

10

Page 11: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

2 PENGERTIAN KAWASAN KUMUH, TIPOLOGI DAN PERMASALAHAN

Kawasan kumuh pada umumnya merupakan sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan

populasi tinggi di sebuah kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin. Kawasan

kumuh dapat ditemui di berbagai kota besar di dunia. Kawasan kumuh umumnya identik

dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang tinggi, sarana dan prasarana yang tidak

memadai, rentan akan permasalahan sosial dan lain-lain. Namun demikian, kondisi kumuh

tidak dapat disamaratakan antara satu kawasan dengan kawasan lain, karena kumuh bersifat

spesifik dan sangat bergantung pada penyebab terjadinya kekumuhan. Dalam bab ini akan

dikemukakan tentang pengertian kawasan kumuh, kriteria kawasan kumuh, tipologi kawasan

kumuh serta permasalahannya.

2.1 Pengertian Kawasan Kumuh

Kawasan kumuh1 adalah sekelompok orang yang terdiri dari beberapa individu yang

sekurang-kurangnya mengalami satu atau lebih dari kondisi berikut ini : (i) kekurangan akses

kepada air bersih;(ii) kekurangan akes kepada sanitasi;(iii) minim luasan tempat tinggal

menyebabkan kawasan terlihat sangat padat (lebih dari tiga orang tinggal dalam satu

ruangan); (iv) struktur bangunan rumah yang tidak baik.

Selanjutnya definisi tersebut kemudian berkembang menjadi kriteria untuk mengetahu

apakah suatu kawasan dapat tergolong kumuh atau tidak, yaitu :

1. Kawasan dengan tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi yaitu melebihi 150 jiwa

per hektar

2. Kepadatan bangunan rumah yang sangat tinggi

3. Tata letak bangunan yang tidak teratur

4. Peruntukan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang

5. Kondisi bangunan rumah yang tidak sesuai dengan standar teknis dan kesehatan

6. Kondisi sarana umum dan sosial yang sangat minim atau tidak tersedia sama sekali

7. Tingkat kesehatan lingkungan yang sangat rendah

8. Tingkat kerawanan sosial yang sangat tinggi

1 UN HABITAT Global Urban Observatory, 2008

11

Page 12: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Dari kedelapan kriteria tersebut di atas, ternyata kawasan kumuh juga mempunyai

karakteristik yang berbeda terkait dengan permasalahannya pada saat dikaitkan dengan lokasi

dari kawasan kumuh tersebut. Kawasan kumuh di sekitar bantaran sungai akan mempunyai

karakteristik yang berbeda dengan kawasan kumuh di bantaran rel kereta api. Dengan

demikian pola penanganannya akan mempunyai pola yang berbeda juga. Berdasarkan hal

tersebut, maka perlu identifikasi tipologi kawasan kumuh. berdasarkan lokasinya. Sub bab

berikut akan menguraikan tipologi kawasan kumuh berdasarkan lokasinya.

2.2 Tipologi Kawasan Kumuh Berdasarkan Lokasi dan Permasalahannya

Berdasarkan berbagai studi literatur yang telah dihimpun, tipologi kawasan kumuh

berdasarkan lokasinya dapat dibagi menjadi empat tipologi, yaitu: kawasan kumuh bantaran

sungai, kawasan kumuh pinggir pantai, kawasan kumuh pusat komersial dan kawasan kumuh

pingir rel kereta api. Walaupun secara umum kawasan kumuh tersebut mempunyai

permasalahan yang sama, namun dalam penanganannya, masing-masing kawasan kumuh

tersebut memerlukan pendekatan yang cukup spesifik. Beberapa hal yang berlaku umum di

semua tipologi kawasan kumuh adalah tingkat kepadatan, tata letak bangunan, jumlah

penduduk miskin, kerentanan terhadap kesehatan lingkungan dan kerawanan sosial. Namun

secara spesifik, beberapa hal/aspek yang membedakan permasalahan di kawasan kumuh

adalah kesesuaian peruntukan lahan, status kepemilikan lahan, mobilitas penduduk, mata

pencaharian, dan kondisi sarana/fasilitas umum dan sosial. Tabel berikut mencoba untuk

menguraikan beberapa perbedaan permasalahan yang spesifik antar kawasan kumuh yang

telah disebutkan di atas dengan berdasarkan hasil kajian yang sudah pernah dilakukan

dimasing-masing tipologi.

12

Page 13: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Matrik Tipologi Kawasan Kumuh Berdasarkan Lokasi

KRITERIA BANTARAN SUNGAIPINGGIR PANTAI/

NELAYANPUSAT KOMERSIAL PINGGIR REL KA

Batas wilayah dan luas Kawasan Permukiman Kumuh

Linear di sepanjang sungai tetapi dengan tingkat kepadatan yang berbeda, biasanya kawasan pinngiran sungai yang paling luas dan padat adalah yang paling dekat dengan jalan utama, kawasan strategis, dll.

(Hasil Kajian Kawasan Kumuh di Pinggiran Sungai Deli, 2001)

Biasanya merupakan perkampungan nelayan yang terletak di pinggir pantai. Dalam penentuan batas wilayah di peta terlihat membentuk linear. (Usaha Perbaikan Permukiman Kumuh di Petukangan Utara-Jakarta Selatan oleh Sri Kurniasih, 2006)

Memusat pada satu titik yang berdekatan langsung dengan pusat komersial

(Kajian pertumbuhan permukiman ilegal kawasan komersial, KK Perencanaan Kota ITB 2005)

Luas wilayah tidak teridentifikasi dengan jelas dalam bentuk pemetaan khusus

Kesesuaian peruntukan lokasi kawasan permukiman kumuh dengan RDTRK/RUTRK

Tidak sesuai dengan peruntukan fungsi kawasan.

(Sesuai dengan Inmendagri No. 14 Tahun 1988 : Lokasi Ruang Terbuka Hijau bisa berada pada kawasan jalur sungai)

Mengacu pada UU No. 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan kawasan pesisir. Peruntukan kawasan pesisir dengan guna lahan perumahan masih dimungkinkan sepanjang dipenuhi oleh aturan zonasi dengan prinsip kegiatan pada zonasi yang sama saling

Menempati tanah ilegal atau tidak sesuai dengan peruntukan

(Kajian pertumbuhan permukiman ilegal kawasan komersial, KK Perencanaan Kota ITB 2005)

Tidak sesuai dengan peruntukan fungsi kawasan

13

Page 14: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

KRITERIA BANTARAN SUNGAIPINGGIR PANTAI/

NELAYANPUSAT KOMERSIAL PINGGIR REL KA

bersinergis.

Status kepemilikan lahan

Menempati tanah dengan status ilegal ( Peraturan Menteri PU tentang kawasan sempadan sungai : Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (duapuluh) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan).

Tidak memiliki surat kepemilikan tanah

Perencanaan Permukiman Nelayan di Pantai Timur Surabaya oleh Ratna Darmiwati, Jurusan T. Arsitektur Universitas Merdeka Surabaya, 2001

Tidak memiliki surat kepemilikan tanah Tidak memiliki surat kepemilikan

tanah

Letak/kedudukan lokasi kawasan kumuh

Biasanya permukiman kumuh di pinngiran sungai ada karena letak sungai tersebut yang cukup strategis misalnya melintasi pusat kota, jalan utama, dan dekat dengan permukiman penduduk.

(hasil pengamatan awal)

Letak startegis biasanya mendekati fasilitas-fasilitas umum.

Perencanaan Permukiman Nelayan di Pantai Timur Surabaya oleh Ratna Darmiwati, Jurusan T. Arsitektur Universitas Merdeka

1. Letak startegis biasanya berdekatan dengan fasilitas-fasilitas komersial.

2. Harga tanah mahal

Letak tidak strategis karena dipinggiran rel kereta api rentan dengan bahaya kecelakaan kereta api dan suara bising.

14

Page 15: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

KRITERIA BANTARAN SUNGAIPINGGIR PANTAI/

NELAYANPUSAT KOMERSIAL PINGGIR REL KA

Surabaya, 2001

Tingkat kepadatan penduduk

Konsentrasi penduduk tinggi terutama untuk sungai-sungai di perkotaan besar.

(Hasil Kajian Kawasan Kumuh di Pinggiran Sungai Deli, 2001)

Tingkat kepadatan penduduk tinggi

Perencanaan Permukiman Nelayan di Pantai Timur Surabaya oleh Ratna Darmiwati, Jurusan T. Arsitektur Universitas Merdeka Surabaya, 2001

Tingkat kepadatan penduduk tinggi

Tingkat kepadatan penduduk tinggi

Jumlah penduduk miskin

Hampir setiap kawasan kumuh pinggir sunagi dihuni oleh 70% penduduk miskin dan 30% penduduk miskin sekali (hasil kajian BKKBN : Badan Koordinasi Kelarga Berencana Nasional)

Tingkat ekonomi dan pendidikan penduduk bervariasi, tetapi didominasi penduduk miskin

Perencanaan Permukiman Nelayan di Pantai Timur Surabaya oleh Ratna Darmiwati, Jurusan T. Arsitektur Universitas Merdeka Surabaya, 2001

Tingkat ekonomi dan pendidikan penduduk berfariasi, tetapi didominasi penduduk miskin

Tingkat ekonomi dan pendidikan penduduk rendah

15

Page 16: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

KRITERIA BANTARAN SUNGAIPINGGIR PANTAI/

NELAYANPUSAT KOMERSIAL PINGGIR REL KA

Kegiatan usaha ekonomi penduduk di sektor informal

Penduduk bekerja secara serabutan mulai dari tukang parkir, buruh bangunan atau bahkan pemalak. Kalau pun ada yang bekerja tetap, biasanya penarik becak atau bekerja sebagai penjahit di perusahaan konveksi.

(Hasil Kajian Kawasan Kumuh di Pinggiran Sungai Deli, 2001)

Didominasi pekerjaan disektor informal

Perencanaan Permukiman Nelayan di Pantai Timur Surabaya oleh Ratna Darmiwati, Jurusan T. Arsitektur Universitas Merdeka Surabaya, 2001

Didominasi pekerjaan disektor informal

Didominasi pekerjaan disektor informal

Kepadatan rumah / bangunan

Bangunan terlihat sangat padat hampir tanpa pembatas antar satu rumah dan bangunan lainnya.

(Hasil Kajian Kawasan Kumuh di Pinggiran Sungai Deli, 2001)

Kepadatan tinggi dan tidak teratur, dengan sebagian besar tidak dilengkapi IMB

(Perencanaan Permukiman Nelayan di Pantai Timur Surabaya oleh Ratna Darmiwati, Jurusan T. Arsitektur Universitas Merdeka Surabaya, 2001)

Kepadatan tinggi sebagian tidak dilengkapi IMB sebagian dilengkapi

Kepada tantinggi dengan tidak dilengkapi IMB

16

Page 17: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

KRITERIA BANTARAN SUNGAIPINGGIR PANTAI/

NELAYANPUSAT KOMERSIAL PINGGIR REL KA

Kondisi rumah tidak layak huni

Sebagian bentuknya seperti rumah panggung berkolong, menggunakan kayu atau beton penyangga yang dicor dengan semen setinggi dua sampai tiga meter. Luas bangunannya bervariasi. Ada berukuran 3 x 5 meter, 2,5 x 6 meter dan lainnya.

Kajian kawasan permukiman kumuh di pinngiran Sungai Deli, 2001

Biasanya di bangun bertingkat 2-4 lantai karena sering nya terjadi banjir dengan konstruksi yang kurang memperhitungkan keselamatan.

Material bangunan terbuat dari bahan papan dan padahal sering terendam air sehingga bisa dikategorikan berbahaya.

Sarana aksesibilitas yang ada berupa jalan tanah selebar 6 meter sebagai jalan utama

Perencanaan Permukiman Nelayan di Pantai Timur Surabaya oleh Ratna Darmiwati, Jurusan T. Arsitektur

Sebagian besar rumah berbentuk permanen.

Sebagian besar kondisir umah layak huni tetapi minim tingkat kesehatan

Sebagian besar kondisi rumah tidak layak huni, konstruksi bangunan terbuat dari kayu dan triplek.

17

Page 18: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

KRITERIA BANTARAN SUNGAIPINGGIR PANTAI/

NELAYANPUSAT KOMERSIAL PINGGIR REL KA

Universitas Merdeka Surabaya, 2001)

Kondisi tata letak rumah/bangunan

Jarak antara satu rumah ke rumah lain seperti tak ada pembatasnya. Umumnya berhimpitan. Kalau pun berjarak hanyalah jalan setapak menghubungkan antara rumah ke rumah.

Kajian Kawasan Permukiman Kumuh di Kawasan Pinggiran Sungai Cikapundung, 2008

Tata letak bangunan tidak teratur dikarenakan permukiman tumbuh secara incremental (nataural tanpa adanya pengendalian secara spatial)

Perencanaan Permukiman Nelayan di Pantai Timur Surabaya oleh Ratna Darmiwati, Jurusan T. Arsitektur Universitas Merdeka Surabaya, 2001)

Tata letak bangunan tidak teratur

Tata letak bangunan tidak teratur

Kondisi prasarana dan sarana lingkungan

Terdapat jalan lingkungan yang sudah diperkeras.

Kondisi drainase buruk dantidak terawat

Masyarakat sering menggunakan sungai

Beberapa sarana dan prasarana belum tersedia seperti saluran air bersih, saluran pembuangan air, pengelolaan sampah.

Terdapat jalan lingkungan yang sudah diperkeras.

Kondisi drainase buruk dan tidak terawat

Tingginya

Tidak terdapat jalan lingkungan

Tidak terdapat saluran drainase

Tidak memiliki sarana pengelolaan sampah

Tidak memiliki akses

18

Page 19: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

KRITERIA BANTARAN SUNGAIPINGGIR PANTAI/

NELAYANPUSAT KOMERSIAL PINGGIR REL KA

sebagai saluran drainase

Sungai yang sudah terkontaminasi dengan limbah domestik menjadi sumber air bersih utama.

Akses air minum kurang.

Sungai sebagai tempat pembuangan sampah.

Sungai sebagai saluran limbah cair dan padat domestik

(Hasil Pengamatan awal dan Kajian Kawasan Permukiman Kumuh di Kawasan Pinggiran Sungai Cikapundung, 2008)

Saluran drainase tidak berfungsi akibat sampah

Sistem pembuangan sampah yang ada adalah dengan menimbun lahan-lahan kosong sehingga tampak kotor terutama bila tergenang air pada musim hujan

Perencanaan Permukiman Nelayan di Pantai Timur Surabaya oleh Ratna Darmiwati, Jurusan T. Arsitektur Universitas Merdeka Surabaya, 2001)

kepadatan penduduk menyebabkan tingginya timbulan sampah, kemungkinan tidak tertanganinya juga tinggi.

Akses air minum/bersih kurang, dengan kualitas air yang tidak bagus.

Tidak memiliki saluran limbah cair, saluran drainase digunakan juga sebagai saluran limbah cair.

Memiliki saluran limbah padat, septic tank sendiri

terhadap air bersih dan air minum, konsumsi air didapatkan dari fasilitas umum disekitarnya atau membeli.

Tidak memiliki saluran limbah apapun.

19

Page 20: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

KRITERIA BANTARAN SUNGAIPINGGIR PANTAI/

NELAYANPUSAT KOMERSIAL PINGGIR REL KA

Kerawanan kesehatan & lingkungan

Rentan terhadap penyebaran penyakit menular akibat kondisi lingkungan yang buruk

Rawan terhadap bahaya longsor dan banjir

(Hasil Kajian Perencanaan Kawasan Pinggiran Sungai Deli, 2001)

Rentan terhadap penyebaran penyakit menular akibat kondisi lingkungan yang buruk

Rawan terhadap bahaya abrasi laut

Rawan terhadap bahaya gelombang dan angin laut

Perencanaan Permukiman Nelayan di Pantai Timur Surabaya oleh Ratna Darmiwati, Jurusan T. Arsitektur Universitas Merdeka Surabaya, 2001)

Rentan terhadap penyebaran penyakit menular akibat kondisi lingkungan yang buruk

Rawan terhadap bahaya kebakaran

Kualitas udara yang kurang baik

Rentan penggusuran

Rentan terhadap penyebaran penyakit menular akibat kondisi lingkungan yang buruk

Rawan kebakaran Rawan penggusuran

Kerawanan sosial (patologi sosial)

Tergolong tinggi terkait dengan tingginya jumlah penduduk yang berada pada usia (20 – 40 tahun) akan tetapi dengan keadaan sosial tanpa pekerjaan.

Tingkat kriminalitas tidak terlalu tinggi karena biasanya mereka yang tinggal adalah keluarga sendiri yang sudah turun temurun

Tingkat kriminalitas tinggi, karena himpitan dan persaingan ekonomi

Kurangnya kontrol sosial antara sesama masyarakat.

Tingkat kriminalitas tinggi,karena himpitan dan persaingan ekonomi

Kurangnya kontrol sosial antara sesama masyarakat.

20

Page 21: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

KRITERIA BANTARAN SUNGAIPINGGIR PANTAI/

NELAYANPUSAT KOMERSIAL PINGGIR REL KA

(Hasil Kajian Perencanaan Kawasan Pinggiran Sungai Deli, 2001)

(jumlah pendatang baru sangat sedikit)

Perencanaan Permukiman Nelayan di Pantai Timur Surabaya oleh Ratna Darmiwati, Jurusan T. Arsitektur Universitas Merdeka Surabaya, 2001)

21

Page 22: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

3 PERMASALAHAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR BERDASARKAN TIPOLOGI KAWASAN KUMUH

Salah satu permasalahan pelik yang timbul di kawasan kumuh perkotaan adalah

minimnya akses terhadap layanan air minum dan sanitasi dasar. Permasalahan air

minum dan sanitasi tidak hanya terbatas pada aspek fisik pelayanan saja, namun

permasalahan juga menyentuh berbagai aspek lainnya. Akibatnya, upaya untuk

menyediakan akses air minum dan sanitasi dasar pun tidak jarang menjadi terhambat.

Permasalahan air minum dan sanitasi dasar dapat berbeda berdasarkan karakteristik

lokasinya. Untuk itu, bab ini akan memaparkan permasalahan air minum dan sanitasi

dasar di masing-masing tipologi kawasan yang sudah dijabarkan pada bab

sebelumnya. Permasalahan-permasalahan AMPL tersebut akan ditinjau dari 5 aspek,

yaitu aspek kelembagaan, finansial, sosial, teknis dan lingkungan.

3.1 Kembali ke Dasar: Mengapa Air Minum dan Sanitasi Dasar?

Sebagaimana telah diketahui, permasalahan kawasan kumuh perkotaan adalah multi-

dimensi dan sangat kompleks. Namun demikian, dalam proses penanganan kawasan

kumuh, perlu disusun prioritas agar penanganannya sistematis. Terkait dengan hal ini,

maka prioritas penanganan harus melihat tingkat kerentanan penghuni kawasan

kumuh terhadap permasalahan yang ada, khususnya yang mempunyai dampak pada

adanya kemungkinan korban jiwa.

Salah satu permasalahan yang sangat terkait dengan tingkat kerentanan (vulnerability)

penghuni kawasan kumuh adalah permasalahan air minum dan sanitasi dasar. Air

minum dan sanitasi dasar merupakan kebutuhan dasar bagi setiap orang, tanpa

membedakan status sosial, suku, agama dan lain sebagainya. Ketersediaan akses

terhadap sarana AMPL bersifat mutlak dalam menunjang kehidupan semua orang.

Namun demikian seringkali permasalahan air minum dan sanitasi dasar ini menjadi

prioritas yang kesekian dibandingkan dengan sektor lainnya, seperti jalan, listrik,

telekomunikasi dan sebagainya. Oleh karena itu, isu terkait air minum dan sanitasi

dasar di kawasan kumuh perlu diangkat sebagai fokus utama dalam studi ini.

22

Page 23: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

3.2 Permasalahan Umum AMPL di Kawasan Kumuh Perkotaan di Indonesia

3.2.1 Akses Terhadap Air Minum

Air merupakan kebutuhan utama bagi manusia. Pentingnya air dalam meningkatkan

kesehatan dan penanggulangan kemiskinan telah diketahui sejak 100 tahun lalu

namun masih banyak penduduk dunia yang tidak terlayani (Mungkasa, 2005). Di

perkotaan, umumnya air bersih disediakan melalui suatu sistem penyediaan air

perpipaan yang terpusat. Namun cakupan pelayanan sistem tersebut pada umumnya

tidak menjangkau warga yang tinggal di kawasan kumuh. Penelitian oleh USAEP

(2002) mengenai akses air di kawasan kumuh perkotaan memberikan hasil sebagai

berikut:

a. Akibat tidak terkoneksi dengan penyedia air bersih, maka untuk memperoleh air

bersih, warga di kawasan kumuh perkotaan terpaksa harus membeli air dari para

penjaja air. Calaguas dan Roaf (2001) menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan

untuk membeli air dari biasanya berkisar 5 – 2.500% lebih besar dibandingkan

dengan biaya yang dikeluarkan oleh warga yang yang memperoleh air dari sistem

perpipaan kota. Selain itu, kontinuitas air pun tidak dapat dijamin. Terkadang para

penjaja air baru datang setelah warga menunggu berjam-jam, tidak menentu.

Warga pun harus mengantri untuk bisa membeli air. Selain itu, para penjaja air

biasanya menetap di satu lokasi tertentu yang letaknya jauh dari rumah, sehingga

warga yang membeli air harus menggotong jerigen atau tempat penampungan air

dari lokasi penjual ke rumahnya.

b. Tingkat konsumsi air dari warga yang tidak terkoneksi dengan sistem perpipaan

pada umumnya lebih kecil dibandingkan standar minimum kesehatan yang

berlaku, baik nasional maupun internasional. Konsumsi air minimum yang

memenuhi standar kesehatan nasional adalah 60 l/o/h, sementara standar

internasional adalah 100 l/o/h. Tabel 3.1 berikut ini menunjukkan besar konsumsi

air rata-rata dari kelompok masyarakat miskin di beberapa kota di Indonesia.

23

Page 24: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Tabel 3.1 Konsumsi Air Rata-rata Kelompok Masyarakat Miskin Perkotaan

di 3 Kota di Indonesia

No Kota Konsumsi air (l/o/h)

1 Semarang 16.92

2 Tangerang 8.07

3 Indramayu 10.16

Sumber: Final Report UPDATE Project, 2002

Studi yang dilakukan oleh ESP-USAID di beberapa kota di 8 provinsi di Indonesia

telah berhasil mengidentifikasi 4 sumber air bagi masyarakat berpenghasilan rendah

di perkotaan. Selain dari PDAM dan penjaja air, sumber air lain yang digunakan oleh

warga adalah sumur gali dan air permukaan seperti sungai. Satu contoh penggunaan

air sungai sebagai sumber air bagi keutuhan sehari-hari warga di daerah kumuh

perkotaan adalah seperti yang terjadi di kawasan kumuh di Gang Nibung, Kota

Samarinda yang lokasinya dekat dengan Sungai Karang Mumus. Warga masih

menggunakan air dari sungai Karang Mumus tersebut untuk kebutuhan sehari-hari,

meskipun kualitas air yang tersedia tidak memenuhi persyaratan kesehatan seperti

yang telah ditetapkan melalui Kepmenkes No 907 Tahun 2002.

Jaringan pipa sistem penyediaan air bersih kota terkadang melewati daerah kumuh

perkotaan. Namun, ironisnya, warga yang tinggal di daerah yang dilalui jaringan pipa

tersebut tidak dapat mengakses air perpipaan. Hal ini memicu kecemburuan warga

yang berujung pada penyambungan secara ilegal.

3.2.2 Akses Terhadap Sanitasi Dasar

Tidak hanya permasalahan dalam pelayanan air bersih, warga di kawasan kumuh

perkotaan pun memiliki masalah terkait akses terhadap fasilitas sanitasi yang

memadai. Beberapa permasalahan yang ditemukan tersebut antara lain:

a. Terbatasnya sarana jamban keluarga

Pada umumnya, sarana sanitasi berupa jamban keluarga tidak tersedia. Sarana

sanitasi yang tersedia biasanya berupa jamban komunal, yang jumlahnya pun

terbatas. Irie (2004) dalam penelitiannya di daerah Kiara Condong, Bandung,

24

Page 25: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

menemukan bahwa 87% penduduk menggunakan sarana jamban komunal. Dalam

penelitian lain (Kurniawan, 2007) mengungkapkan bahwa di kawasan Sentiong, di

Kota bengkulu, hanya 25% penduduk yang memiliki WC.

b. Tidak adanya sistem penyaluran dan pengolahan air limbah yang memadai

Meskipun beberapa rumah tangga telah memiliki jamban, namun terkadang

kondisinya masih belum dapat dikatakan sebagai jamban yang sehat. Ada tiga

kriteria sebuah bangunan sarana sanitasi, yaitu: (i) bangunan dinding untuk

kenyamanan, psikologis dan keindahan; (ii) bangunan permukaan tanah

(landasan) untuk keamanan saaat buang air besar; dan (iii) bangunan bawah

sebagai tempat pembuangan tinja dan melokalisir serta mengubahnya menjadi

lumpur yang stabil.

Kondisi yang ditemukan di beberapa kawasan kumuh masih menunjukkan ketiga

kriteria jamban tersebut masih belum terpenuhi. Di Kiara Condong, Bandung,

hanya 47% yang mengolah limbah dari jamban dengan septic tank. Sisanya yaitu

sebesar 53% membuang limbahnya langsung ke badan air atau ke saluran (got)

yang ada (Irie, 2004). Selain itu, septic tank yang ada pun tidak dibangun dengan

benar. Upaya memutus alur kontaminasi tidak berfungsi dengan baik, karena

septic tank yang ada tidak ada penutup di bagian bawahnya, sehingga berpotensi

mencemari air tanah. Selain itu, lumpur dari septic tank juga dibuang langsung ke

sungai. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pengolahan limbah domestik di daerah

kiara condong tidak berfungsi dengan baik.

Menurut Kurniawan (2007), di Kawasan Sentiong, Kota Bengkulu, dari jamban

yang ada, hanya 16% yang sudah memiliki septic tank, sisanya langsung

membuang limbahnya ke saluran drainase. Sementara di kawasan lain, yaitu di

Kota samarinda, di kawasan bantaran sungai Karang Mumus, tepatnya di gang

Nibung, hasil studi yang dilakukan Kertayasa menunjukkan bahwa limbah dari

jamban/WC masih dibuang langsung ke Sungai Karang Mumus.

25

Page 26: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

3.2.3 Perilaku Hygiene

Kurangnya akses terhadap air minum dan sarana sanitasi bagi warga di kawasan

kumuh perkotaan berimplikasi pada perilaku hidup yang tidak sehat. Masih banyak

warga yang buang air besar secara terbuka. Sebagai contoh adalah pada dua lokasi

penelitian yang dilakukan oleh Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan (PMPK)

Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Udayana, yaitu Br. Belong Menak dan Gang

Angsa di Kota Denpasar. 80% dari responden menyatakan bahwa akibat tidak adanya

jamban keluarga, mereka memilih untuk buang air besar di sungai (Balipost online,

2007). Sementara 95% warga Kawasan Malabero, Kota Bengkulu, menyatakan bahwa

mereka membuang air limbah (termasuk tinja) langsung ke saluran drainase atau ke

laut (Kurniawan, 2007).

Sebuah studi mengenai praktek hygiene pernah dilakukan oleh ESP-USAID pada

tahun 2006 di beberapa lokasi, termasuk lokasi masyarakat berpenghasilan rendah di

kawasan urban. Ada dua macam praktek hygiene yang diteliti, yaitu cuci tangan pakai

sabun dan mencuci bahan makanan sebelum diolah. Hasil studi menunjukkan bahwa

cuci tangan merupakan aktivitas yang umum dilakukan oleh penduduk, terutama

setelah buang air besar dan membersihkan kotoran anak. Namun, pemakaian sabun

pada saat cuci tangan masih jarang dilakukan. Sementara itu, terkait dengan praktek

membersihkan bahan makanan sebelum diolah, hasil penelitian menunjukkan bahwa

masyarakat pada umumnya mencuci bahan-bahan makanan sebelum diolah, terutama

untuk jenis sayur-sayuran. Meskipun begitu, cara mencuci bahan makanan tersebut

masih memungkinkan bahan makanan untuk terkontaminasi, karena masyarakat tidak

mencuci dengan air yang mengalir, melainkan dengan menggunakan air yang

ditampung dalam wadah dan digunakan untuk beberapa bahan makanan.

3.3 Dampak Buruknya Akses terhadap Air Minum dan Sanitasi Dasar Secara

Umum Bagi Warga di Kawasan Kumuh Perkotaan

Ketidaktersediaan air bersih dan layanan sanitasi lingkungan akan membawa dampak

ke seluruh kelompok masyarakat, terutama bagi masyarakat yang tinggal di kawasan

kumuh perkotaan. Tanpa adanya tindakan untuk penanggulangan permasalahan

tersebut, maka akan sangat berpotensi menimbulkan dampak buruk bagi penataan

26

Page 27: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

kawasan kota dan timbulnya masalah kesehatan. Dengan demikian, masalah air

minum dan sanitasi dasar di kawasan kumuh pada akhirnya juga akan menjadi

masalah bersama.

Beberapa temuan yang diperoleh dari beberapa penelitian mengenai dampak dari

minimnya akses terhadap air bersih di kawasan kumuh perkotaan, yaitu:

a. Masyarakat di kawasan kumuh perkotaan harus mengeluarkan dana lebih besar

untuk memperoleh air bersih dibandingkan dengan warga yang memperoleh air

bersih dari penyedia air bersih. Sehingga kemudian, dalam satu bulan, warga

kawasan kumuh membelanjakan dana yang lebih besar untuk air dibandingkan

dengan warga yang terkoneksi dengan penyedia air bersih perpipaan. Bahkan,

pengeluaran untuk air mengambil porsi yang besar dibandingkan dengan total

pengeluaran sehari-harinya (USAEP, 2002).

b. Akibat dari tidak tersedianya air dengan kualitas yang memadai, maka warga di

kawasan kumuh perkotaan memiliki potensi besar untuk terjangkit penyakit

bawaan air, seperti diare, kolera dan penyakit kulit, yang mengharuskan mereka

mengeluarkan dana untuk obat dan perawatan medis, mengakibatkan anak-anak

tidak dapat sekolah, atau mengakibatkan orang dewasa kehilangan penghasilan

karena tidak dapat bekerja.

c. Jika lokasi kawasan dekat dengan sumber air, misalnya mata air, sumur, atau pipa

penyedia air bersih yang bocor, maka pengeluaran rumah tangga untuk air bisa

berkurang. Namun, bisa jadi pengeluaran tersebut teralokasikan kepada kebutuhan

lain seperti biaya pengobatan untuk penyakit kulit karena mandi dari air yang

sumbernya tercemar, atau untuk membayar denda (untuk sambungan ilegal), atau

biaya untuk membayar preman lokal sebagai jaminan untuk tetap bisa

menggunakan sambungan ilegal tersebut (Calaguas dan Roaf, 2001).

d. Sementara itu, akibat tidak tersedianya sarana sanitasi berupa jamban keluarga,

warga di kawasan kumuh perkotaan harus mengeluarkan dana lebih untuk

menggunakan jamban komunal atau lebih memilih untuk buang air besar secara

sembarangan yang pada akhirnya akan meningkatkan resiko penyakit bagi diri

pribadi dan kelompok masyarakat. Perilaku seperti ini pun menambah tingkat

27

Page 28: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

kesulitan bagi warga daerah kumuh untuk memperoleh air bersih, karena potensi

pencemaran sumber air yang ditimbulkan. Tidak tersedianya layanan sanitasi yang

baik pun mengakibatkan kawasan kumuh berpotensi menjadi sarang bagi vektor

penyakit seperti lalat, nyamuk dan tikus.

e. Layanan sanitasi yang buruk juga berdampak signifikan bagi perempuan.

Keluarga yang dikepalai oleh seorang perempuan juga lebih dirugikan dengan

minimnya layanan sanitasi jika dibandingkan dengan keluarga yang dikepalai oleh

seorang laki-laki. Jika layanan sanitasi dan air bersih yang ada jauh dari jangkauan

dan mahal, maka waktu dan uang merekalah yang harus digunakan untuk bisa

memperoleh layanan tersebut.

3.4 Kendala Dalam Penyediaan Akses Air Minum dan Sanitasi Dasar Bagi

Kawasan Kumuh Perkotaan

Beberapa kendala dalam penyediaan layanan AMPL pada kelompok masyarakat

miskin perkotaan antara lain2:

a. Tidak adanya dukungan suara bagi warga miskin perkotaan.

Terdapat banyak persepsi yang salah mengenai kondisi masyarakat miskin

perkotaan.

b. Kendala administratif dan hukum (terutama masalah kepemilikan lahan)

Menurut Rolf dan Calaguas (2001), pada umumnya, penyedia air bersih tidak

melayani warga di lokasi yang tidak jelas kepemilikan lahannya. Beberapa alasan

yang muncul antara lain karena lahan tersebut tidak dialokasikan sebagai kawasan

permukiman, tidak dapat dijangkau, terlalu padat, serta berkembangnya

pandangan bahwa warga yang mendiami kawasan tersebut tidak mampu

membayar tarif layanan. Selain itu, jika penyedia memberikan layanan kepada

warga di kawasan tersebut, hal ini akan dilihat sebagai pemberian legitimasi

kepada warga untuk mendiami kawasan tersebut. Sehingga meskipun kebijakan

menyatakan bahwa pemerintah wajib untuk menyediakan air bagi seluruh warga,

pada prakteknya warga di kawasan permukiman kumuh yang umumnya tidak

2 Diambil dari Guidance Notes on Services for The urban Poor: A Practical guide for Improving Water Supply and Sanitation Services, WSP 2008

28

Page 29: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

memiliki hak legal atas tanah tidak dapat menjangkau pelayanan air bersih atau

sanitasi.

c. Ada beragam kepentingan pribadi/kelompok (penjaja air, kriminal, pemerintah

daerah yang korupsi, dan pengelola sarana memiliki kepentingan masing-masing

yang mungkin dapat menghalangi upaya penyediaan akses terhadap air bersih)

Warga di kawasan kumuh pada umumnya dianggap sebagai kelompok miskin

yang tidak mau dan tidak mampu membayar untuk pelayanan air bersih dan

sanitasi. Selain itu, kawasan permukiman kumuh dipandang sebagai kawasan

yang tidak aman, identik dengan tindakan kriminal. Pandangan-pangdangan

tersebut menjadikan kelompok masyarakat di kawasan permukiman kumuh sangat

jarang dilibatkan dalam proyek pembangunan. Meskipun demikian, pada saat

tertentu, misalnya menjelang pemilihan umum, warga di kawasan kumuh

dimanfaatkan untuk mendukung politikus maupun partai politik melalui janji-janji

penyediaan layanan dasar seperti penyediaan air secara gratis dan perbaikan

lingkungan.

d. Kendala keuangan

Biaya yang harus dikeluarkan untuk bisa mengakses layanan air bersih dan

sanitasi bergantung pada legalitas dan kondisi lokal. Meskipun begitu, melalui

beberapa studi, sudah dapat dibuktikan bahwa masyarakat di kawasan

permukiman kumuh mengeluarkan dana lebih besar untuk bisa memperolah air

bersih dan mengakses sarana sanitasi dibandingkan dengan warga dengan

penghasilan lebih tinggi. Upaya subsidi yang diberikan berupa rendahnya harga

air, bagi sebagian penduduk miskin tidak bermanfaat karena mereka tidak

berlangganan air tetapi membeli dari penjaja keliling. Akibatnya manfaat subsidi

hanya dirasakan oleh pelanggan kelas menengah ke atas

e. Kendala infrastruktur dan teknis

Calagus dan Rolf (2001) menyebutkan faktor ini sebagai kondisi lokal (lokalitas).

Kondisi lokal ini seperti lokasi kawasan permukiman kumuh yang umumnya jauh

dari penyedia layanan atau berada di perbatasan kota mengakibatkan terbatasnya

layanan yang tersedia. Selain itu, faktor seperti kondisi jalan, kepadatan penduduk

dan ketersediaan lahan juga menjadi kendala dalam upaya penyediaan layanan

dasar, terutama dalam pilihan teknologi

29

Page 30: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

3.5 Permasalahan Air Minum dan Sanitasi Dasar Kawasan Kumuh Perkotaan

Berdasarkan Tipologinya

Walaupun secara umum permasalahan, dampak dan kendala air minum dan sanitasi

dasar dapat dijelaskan seperti pada bagian sebelumnya, namun jika kita mencoba

untuk melihat berdasarkan tipologi yang berhasil dipetakan pada bab sebelumnya,

maka isu dan permasalahan air minum dan sanitasi dasar akan sangat bervariasi sesuai

dengan spesifik lokasinya. Dalam menggali permasalahan air minum dan sanitasi

dasar, konteks lokasi akan sangat berpengaruh pada jenis permasalahan yang

mengemuka, dampaknya dan kendala yang menyebabkan lambatnya proses

penanganan kawasan kumuh perkotaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi

permasalahan air minum dan sanitasi dasar untuk setiap tipologinya.

3.5.1 Lingkup Kondisi dan Permasalahan

Sesuai dengan ruang lingkup dari studi ini, identifikasi isu dan masalah dibagi

menurut 2 komponen besar air minum dan sanitasi dasar, yaitu (i) air minum dan ii)

air limbah, khususnya tinja. Dari setiap komponen, penggalian kondisi dan

permasalahan akan di bagi ke dalam beberapa aspek, yaitu (i) kelembagaan; (ii)

sosial; (iii) finansial; (iv) teknologi; (v) lingkungan. Kelima aspek tersebut akan

menjadi kerangka dalam mengidentifikasi kondisi dan permaslahan air minum dan

sanitasi. Terkait dengan hal tersebut, maka masing-masing aspek harus secara jelas

dipahami lingkupnya. Berikut ini lingkup dari masing-masing aspek tersebut:

a. Kelembagaan;

Lingkup aspek kelembagaan meliputi potensi kelembagaan di tingkat masyarakat

dan pemerintah, kapasitas kelembagaan pemerintah dan masyarakat, serta

kebijakan dan regulasi yang mengatur pelayanan air minum dan sanitasi dasar.

b. Sosial

Lingkup aspek sosial meliputi kesadaran masyarakat terkait pentingnya

pelayanan air minum dan sanitasi dasar, perilaku kesehatan masyarakat, tingkat

insiden penyakit yang terkait dengan minimnya akses terhadap air minum dan

sanitasi dasar,

c. Finansial;

30

Page 31: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Lingkup aspek finansial meliputi prinsip cost recovery, dan kapasitas pembiayaan

air minum dan sanitasi dasar pemerintah.

d. Teknologi

Lingkup aspek teknologi meliputi ketersediaan sarana/teknologi yang sesuai

dengan kondisi wilayah (kriteria teknis) dan sesuai dengan kondisi sosial (kriteria

sosial/berbasis masyarakat)

e. PHBS dan Kesehatan

Lingkup aspek Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan kesehatan meliputi

perilaku masyarakat terkait dengan air minum dan sanitasi, serta permasalahan

kesehatany ang mungkin timbul pada masing-masing tipologi kawasan.

f. Lingkungan.

Lingkup aspek lingkungan meliputi daya dukung lingkungan

3.5.2 Kondisi dan Permasalahan Air Minum dan Sanitasi Dasar per Tipologi

Berdasarkan studi yang telah dilakukan di beberapa lokasi kawasan permukiman

kumuh, dapat disimpulkan bahwa umumnya permasalahan air minum dan sanitasi

dasar di kawasan kumuh perkotaan relatif serupa. Sarana air minum dan sanitasi dasar

yang memadai masih belum bisa dinikmati oleh warga masyarakat di kawasan

permukiman kumuh perkotaan. Kesadaran untuk berperilaku hidup bersih dan sehat

juga masih rendah, terutama di daerah yang memang sarana air minum dan

sanitasinya sangat sulit. Walupun kesadaran tersebut sudah mulai tumbuh, masyarakat

masih perlu dibina untuk bisa menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat yang

benar.

Namun, secara spesifik, kondisi dan permasalahan air minum dan sanitasi dasar

sebenarnya akan sangat berlainan antara satu dengan yang lainnya jika dilihat pada

masing-masing aspek seperti yang telah disebutkan pada sub bab sebelumnya.

Sebagai contoh, struktur masyarakat dan mata pencaharian masyarakat (aspek sosial)

akan sangat mempengaruhi masalah kesiapan masyarakat dalam membentuk lembaga

untuk mengelola sarana air minum dan sanitasi yang mungkin sudah pernah dibangun.

Contoh lain adalah kondisi lingkungan yang (aspek lingkungan) yang menyebabkan

sulitnya memutuskan opsi teknologi yang dapat digunakan untuk menjamin pelayanan

air minum dan sanitasi dasar. Terkait dengan hal ini, maka perlu diidentifikasi kondisi

31

Page 32: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

dan permaslahan air minum dan sanitasi dasar yang secara spesifik membedakan

antara tipologi sat dengan tipologi lainnya. Tabel berikut ini menjelaskan perbedaan

spefisik berdasarkan tipologinya.

32

Page 33: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Tabel 3.2.

Kondisi dan Permasalahan Komponen Air Minum dan Sanitasi Dasar Berdasarkan Tipologi Lokasinya

NoTipologi Kawasan

Kondisi dan permasalahan AMPL

Kelembagaan Sosial Finansial TeknisPHBS dan Kesehatan

Lingkungan

1 Kawasan pinggir pantai

Kebijakan pemerintah tersedia namun implementasinya sering terhambat terkait dengan kondisi eksisting kawasan (kondisi fisik, pembebasan lahan, dsb)

Umumnya terdapat kelompok masyarakat, namun belum menangani penggunaan sarana air bersih

Masyarakat umumnya homogen, misalnya kelompok penduduk yang berprofesi sebagai nelayan

Butuh biaya investasi yang besar untuk penyediaan sarana air minum dan sanitasi

Pemberlakuan retribusi untuk SABS berjalan cukup baik

Pendapatan masyarakat pesisir ± Rp 300.000,-/bulan

SAB yang tersedia berupa komunal / hidran umum

Minimnya jamban keluarga

Opsi teknologi air limbah komunal sangat terbatas dan mahal

Laut sebagai tempat pembuangan air limbah domestik (pencemaran air laut)

Banyak timbul berbagai penyakit akibat rendahnya akses terhadap air bersih penyakit kulit dan diare

Potensi intrusi air laut pada air tanah tinggi

Muka air tanah relatif dangkal

Adanya sungai-sungai bawah tanah di beberapa lingkungan pesisir sebagai sumber air minum

2 Kawasan komersial

Merupakan daerah dengan kelompok masyarakat homogen (berprofesi sebagai pedagang)

Umumnya penduduk sebagian besar tidak menetap

Partisipasi masyarakat dalam

Biasanya sudah ada retribusi yang diberlakukan untuk penggunaan SABS, namun penerimaannya masih belum mencukupi untuk biaya investasi SABS yang layak

SAB yang ada berupa PDAM, kran umum dan sumur gali

Hanya sebagian kecil memiliki sarana jamban dengan septic tank, akibat keterbatasan lahan

 Timbulnya pencemaran air tanah akibat limbah domestik (khususnya tinja) masih belum terkelola dengan baik

Page 34: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

pengelolaan lingkungan umumnya cukup baik

3 Kawasan terminal

  Sebagian besar penduduk merupakan pendatang sehingga penduduk umumnya berasal etnis dan daerah

Berprofesi sebagai pekerja di sektor informal

Kesadaran masyarakat yang rendah dalam partisipasinya untuk merawat dan menjaga kebersihan fasilitas yang dimiliki secara pribadi maupun secara umum

Ada sistem retribusi untuk SABS komunal

Layanan perpipaan (PDAM) dan sumur gali

Sarana sanitasi berupa jamban komunal (belum tentu dilengkapi dengan septic tank)

Sumber air terbatas

4  Kawasan bantaran sungai

  Masyarakatnya lebih heterogen (bekerja sebagai pedagang keliling, kuli bangunan, buruh, dll) dan

Merupakan masyarakat berpenghasilan rendah

Pada musim kemarau, harus

Sarana sanitasi layak belum ada, umumnya masih berupa bilik di atas sungai yang jauh dari tempat

Kesadaran mengenai kebersihan diri masih rendah

Sungai sebagai

air sungai yang tercemar juga dijadikan sumber air untuk kebutuhan sehari-

Page 35: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

biasanya pekerjaan musiman.

mengeluarkan dana lebih besar untuk membeli air

tinggal SAB komunal,

beberapa lokasi menunjukkan adanya SAB individu seperti pompa tangan, bahkan PDAM

tempat pembuangan air limbah domestik (pencemaran air sungai)

hari

5 Kawasan bantaran rel kereta api

Masyarakatnya lebih heterogen (bekerja sebagai pemulung, lapak jual-beli barang bekas, buruh pasar, pedagang kaki lima dan penarik becak)

Pendapatan warga Rp 10.000-15.000/hari/KK. Sementara pengeluaran Rp 4.000-9.000/hari/KK hanya untuk air bersih, MCK dan listrik

SAB terbatas Sarana sanitasi

(MCK) belum memadai

Kesadaran mengenai kebersihan diri masih rendah

Page 36: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

4 UPAYA PENANGANAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR DI KAWASAN KUMUH PERKOTAAN

Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, permasalahan air minum dan sanitasi

dasar merupakan salah satu bagian dari berbagai permasalahan yang terjadi pada kawasan

kumuh perkotaan. Seperti halnya seluruh permasalahan yang ada pada kawasan kumuh

perkotaan, permasalahan air minum dan sanitasi dasar juga dapat diselesaikan dengan

pendekatan-pendekatan yang bersifat makro dalam konteks pencegahan munculnya kawasan-

kawasan kumuh diperkotaan besar di Indonesia dan pendekatan spesifik yang secara

langsung terkait dengan permasalahan air minum dan sanitasi dasar. Bab ini mencoba

memaparkan berbagai upaya baik dalam skala makro atau ketataruangan maupun upaya yang

terkait langsung dengan sektor air minum dan sanitasi dasar.

4.1 Upaya Penanganan Kawasan Kumuh Perkotaan

4.1.1 Menekan Arus Urbanisasi

Sebagaimana telah kita ketahui bersama, kawasan kumuh yang ada diperkotaan khususnya

kota-kota besar di Indonesia pada umumnya dihuni oleh orang-orang yang berasal dari luar

daerah kota itu sendiri. Hal ini terjadi karena adanya proses urbanisasi. Urbanisasi sendiri

adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi saat ini menjadi masalah yang

cukup serius bagi kita semua. Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa

didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak

hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah sumber

permasalahan yang ada di perkotaan, termasuk munculnya kawasan kumuh (Sutjipto,2008).

Pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat akibat urbanisasi tidak diimbangi dengan

bertambahnya luas permukiman mendorong munculnya berbagai permukiman kumuh yang

ditempati oleh sebagian besar kaum urban. Sebagian besar lahan permukiman kumuh ini

ilegal dan biasanya terletak di daerah aliran sungai (DAS) sehingga sangat mengganggu

aliran sungai dan memicu banjir ketika musim hujan tiba. Namun tidak tertutup kemungkinan

juga kawasan kumuh kerap muncul di daerah-daerah pusat perkotaan, daerah konservasi non-

bantaran sungai, dan lokasi-lokasi lainnya (World Bank, 2004).

Page 37: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Laju pertumbuhan urbanisasi cenderung melambat tapi tetap meningkat pada beberapa negara

diantaranya Indonesia. Diperkirakan pada tahun 2010, proporsi penduduk perkotaan akan

mencapai 55 persen, meningkat dari sekitar 45 persen (2000). Sementara itu, pada tahun 2010

penduduk miskin perkotaan mencapai sekitar 47 persen dari total penduduk miskin Indonesia,

meningkat dari sekitar 38 persen pada tahun 2000 (Dasgupta, 2002 dalam Mungkasa, 2005).

Jakarta (tanpa Bodetabek) merupakan salah satu kota besar dunia yang penduduknya

diperkirakan akan mencapai di atas 10 juta jiwa pada tahun 2015 (World Bank, 2003 dalam

Mungkasa, 2005).

Sebagai gambaran lain, jumlah urbanisasi yang terjadi di Kota Bandung adalah sebesar

150.000 orang selama tahun 2007 dari total jumlah penduduk sebesar 2,9 juta orang. Jumlah

ini sama dengan 65% dari besarnya pertambahan penduduk kota Bandung selama tahun

2007.3 Untuk DKI Jakarta sendiri, jumlah pendatang ilegal memang tidak bisa dihitung

secara presisi, namun berdasarkan data dari BPS tahun 2006, jumlah penduduk musiman

yang terdapat di DKI Jakarta mencapai 2 juta orang, atau mencapai 22% dari total penduduk.

Penduduk musiman ini disinyalir sebagai penduduk pendatang dari luar daerah yang

mendiami kawasan-kawasan kumuh di Jakarta, terutama Jakarta Utara.4

Sebagai akibat urbanisasi dan menurunnya kinerja perekonomian, banyak kota di negara

berkembang mengalami penambahan signifikan penduduk miskin. Sebagian besar dari

penduduk miskin berlokasi di permukiman liar dengan akses terbatas pada air minum dan

sanitasi yang terjangkau. Kondisi ini mengakibatkan tingginya insiden penyakit terkait air,

kehilangan pekerjaan dan kebanggaan, yang kesemuanya mengarah pada penurunan kinerja

perekonomian kota dan nasional. Terdapat bukti bahwa perbaikan akses air minum dan

sanitasi dapat mempunyai dampak positif pada kesehatan, efisiensi dan produktifitas

(Mungkasa, 2005).

3 Diambil dari www.mimbaropini.com “Lebaran dan Arus Urbanisasi”4 Situs resmi Walikota Jakarta Pusat, www.jakartapusat.go.id. “Arus Urbanisasi Lebih Tinggi dari Angka Kelahiran Penduduk”

Page 38: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Ada dua faktor warga melakukan migrasi. Pertama, faktor penarik migrasi, yaitu prospek

lapangan kerja di perkotaan yang cukup terbuka. Selain itu, mereka tergiur oleh sukses yang

diraih warga daerah asalnya yang migrasi ke kota meskipun tidak sedikit yang pulang

kampung gagal menaklukkan kehidupan kota.

Kedua, faktor pendorong migrasi di mana desa atau daerah asal orang-orang yang bermigrasi

ke kota sama sekali tidak memberikan jaminan perbaikan masa depan. Desa tetap terbelakang

dan taraf kehidupan masyarakatnya masih terkategori miskin (Firman, 2004).

Terkait dengan permasalahan urbanisasi ini, pemerintah perlu memperhatikan 2 (dua) faktor

di atas yang menjadi penyebab dalam terjadinya arus migrasi penduduk dari desa ke kota.

Selama ini urbanisasi sudah menjadi isu yang sangat dipahami sebagai “biang keladi” dari

berbagai permasalahan yang muncul di perkotaan. Namun sebaliknya, permasalahan

urbanisasi ini juga masih menjadi permasalahan yang tak kunjung dapat diselesaikan. Jika

dilihat lebih jauh, apabila urbanisasi dapat ditekan pada angka yang lebih kecil tentunya

permasalahan-permasalahan yang timbul di perkotaan tidak menjadi rumit seperti yang

terjadi saat ini (Firman, 2004). Salah satu permasalahan yang juga dapat diredam melalui

penekanan arus urbanisasi adalah munculnya kawasan kumuh di perkotaan yang berarti juga

mengurangi munculnya lingkungan-lingkungan permukiman dengan kualitas sarana AMPL

yang mengkhawatirkan seperti yang ada saat ini.

4.1.2 Penegakan Implementasi Tata Ruang

Munculnya permukiman kumuh di kawasan perkotaan utamanya tersebar pada kawasan yang

pada dasarnya bukan sebagai peruntukannya, atau dengan kata lain ilegal berdasarkan tata

ruang. Permukiman kumuh ini pada umumnya terdapat pada kawasan non-budidaya yang

diperuntukkan sebagai kawasan konservasi, seperti Daerah Aliran Sungai (DAS), daerah

sempadan rel kereta api, daerah sempadan pesisir pantai, Ruang Terbuka Hijau (RTH),

maupun daerah pusat komersial (Purboyo, 2000).

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Kota telah diatur tata pemanfaatan ruang

yang bertujuan untuk optimalisasi ruang yang ada dan menciptakan keterkaitan antar kegiatan

yang ada di kota. RTRW disusun dengan pertimbangan kegiatan yang perlu berkembang

pada suatu kota disesuaikan dengan daya dukung kota itu sendiri (Sudrajat, 2004).

Page 39: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Seluruh kota besar di Indonesia telah memiliki RTRW Kota masing-masing yang di

dalamnya menjelasakan rencana peruntukan ruang di masing-masing zona ruang kota

tersebut. Seluruh RTRW Kota tidak ada yang mengakomodir kawasannya direncanakan

sebagai kawasan kumuh sehingga kawasan kumuh yang timbul saat ini mayoritas merupakan

kawasan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, atau dengan kata lain ilegal berdasarkan

rencana tata ruang yang ada. Hal ini antara lain dikarenakan pemerintah daerah belum tegas

dalam mematuhi pemanfaatan ruang sesuai dengan yang telah direncanakan dalam RTRW

Kota yang ada.

Legislatif saat ini telah melahirkan Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang.

Salah satu pembaruan yang dilakukan pada aturan tentang tata ruang tersebut adalah pasal

tentang sanksi. Bila pada aturan lama sanksi bagi pelanggaran tata ruang hanya berupa sanksi

administratif, sementara pada aturan yang baru pelanggar tata ruang dikenai sanksi pidana.

Bahkan sanksi bisa dijatuhkan bagi pembuat kebijakan seperti pemerintah daerah dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah dengan kebijakan yang dibuat terbukti merugikan masyarakat.

Dalam hal ini, seluruh rencana tata ruang yang ada pada RTRW harus dipatuhi oleh seluruh

stakeholder yang ada pada tingkat kota (Anas, 2008).

Melihat permasalahan yang ada diperkotaan ini, salah satu kesimpulan yang dapat diketahui

adalah bahwa hampir seluruh kota-kota di Indonesia masih belum mempunyai kemauan yang

kuat dalam melakukan law enforcement atau penegakan hukum terkait dengan implementasi

tata ruang yang ada. Pemerintah kota cenderung mengabaikan pemanfaatan ruang yang tidak

sesuai dengan rencana yang ada, karena unsur pengawasan dan pengendalian dalam

penerapan tata ruang masih belum menjadi perhatian pemerintah kota (Daryoni, 2008).

Apabila seluruh Pemerintah Kota khususnya dinas terkait telah memiliki kesadaran dan

kemauan untuk melakukan penegakan hukum dalam hal implementasi tata ruang, tentunya

permasalahan munculnya permukiman-permukiman kumuh di perkotaan dapat ditanggulangi.

Beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Palembang, Malang dan Makassar

merupakan beberapa contoh kota yang sudah memulai penegakan hukum untuk

menyesuaikan pembangunan dengan tata ruang yang ada. Penggusuran Pedagang Kaki Lima

(PKL) dan pembongkaran permukiman-permukiman kumuh merupakan salah satu bentuk

nyata dari keberanian pemerintah kota dalam penegakan hukum tata ruang. Meskipun terlihat

Page 40: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

sangat bertentangan dengan keberadaan masyarakat miskin, penggusuran ini merupakan

sebuah fenomena growing pain dari sebuah kota yang pada gilirannya akan memberikan

dampak positif pada pembangunan yang berkelanjutan (Danisworo, 2007).

Apabila pemerintah kota di Indonesia telah benar-benar memiliki RTRW yang mengacu pada

pembangunan berkelanjutan, serta memiliki kemauan untuk menerapkan pembangunan

berdasarkan rencana tata ruang yang ada, permasalahan munculnya permukiman-

permukiman kumuh diperkotaan dapat diredam semaksimal mungkin. Dengan berkurangnya

keberadaan kawasan kumuh diperkotaan berarti juga pengurangan masyarakat yang tinggal di

permukiman dengan kualitas lingkungan yang buruk, serta sarana AMPL yang jauh dari

memadai.

4.1.3 Urban Renewal

Urban Renewal sering dikaitkan dengan penataan kembali suatu kawasan untuk mencapai

optimalisasi pemanfaatan setiap petak tanah perkotaan yang ada sesuai dengan fungsi yang

telah digariskan. Terkait dengan penataan kembali suatu kawasan, apabila diperlukan relokasi

penduduk (resettlement) maka harus dipersiapkan pula kawasan pengembangan permukiman

baru yang harus menganut prinsip ’berkeadilan’ bagi warga yang dipindahkan (Sudarpo,

2006).

Salah satu konsep penataan kembali suatu kawasan yang belakangan ini dilakukan

Pemerintah Kota adalah dengan melakukan pembangunan rumah susun atau lebih dikenal

dengan Rumah Susun Sederhana Sewa atau Rusunawa. Berdasalkan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Departemen PU, sebagian besar rumah tangga pada lingkungan permukiman

kumuh di Kelapa Gading, Jakarta mengeluarkan uang sebesar Rp. 600.000 setiap bulannya

untuk membayar pungutan liar permukiman, membeli air, dan membayar listrik. Sedangkan

warga permukiman kumuh di Penjaringan Sari, Surabaya mengeluarkan Rp. 500.000 untuk

keperluan yang sama.

Hal di atas menujukkan bahwa pada dasarnya masyarakat permukiman kumuh memiliki

kemampuan untuk mengeluarkan uang untuk mendapatkan permukiman yang lebih layak.

Salah satunya adalah permukiman yang berupa Rusunawa yang pembangunannya

menggunakan subsidi dari pemerintah dan secara prinsip juga memang diperuntukkan bagi

Page 41: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

masyarakat yang tidak mampu. Di Jakarta, tarif rata-rata Rusunawa per bulan sebesar Rp.

400.000 hingga Rp. 500.000 dan ini berarti dapat dijangkau bagi masyarakat yang selama ini

membayar lebih hanya untuk tinggal di kawasan kumuh perkotaan.

Upaya pemerintah untuk menyediakan Rumah Susun Sederhana Sewa dan Milik, atau yang

biasa dikenal dengan Rusunawa bagi rakyatnya, tidaklah main-main. Pemerintah sangat

berharap pembangunan hunian vertikal bersubsidi ini dapat mengubah kebiasaan masyarakat

urban untuk tinggal di rumah susun. Adapun upaya pemerintah yaitu:

a. Dalam 2 tahun terkahir ini, industri properti di Indonesia memang terus mengalami

perkembangan tiada henti. Tetapi dari sekian banyak sub-sektor properti yang tumbuh,

hampir semua pihak sepakat bila program pemerintah membangun 1.000 Tower Rumah

Susun Sederhana adalah yang paling mencuri perhatian (Ningtyas, 2008).

b. Pembangunan superblok yang digawangi oleh para pengembang raksasa, sepertinya kalah

populer dan tenggelam oleh mega proyek yang digagas pemerintah itu. Selain

mengemban misi tersebut, dengan adanya 1.000 Tower Rumah Susun Sederhana juga

diharapkan menjadi trend setter atau membiasakan masyarakat kelas menengah ke bawah

perkotaan untuk tinggal di hunian vertikal. Untuk membangun mega proyek ini memang

tidak mudah. Selain menyiapkan seperangkat peraturan yang memudahkan keterlibatan

para pengembang swasta, pemerintah juga sudah menyiapkan insentif bertingkat dalam

bentuk subsidi uang muka dan subsidi selisih bunga (Ningtyas, 2008).

(Beberapa pembangunan Rusunawa di Jakarta Utara, Surabaya, dan Makassar)

Page 42: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi pemerintah jika ingin menjadikan Rumah Susun

sebagai solusi bagi masyarakat golongan bawah adalah sebagai berikut:

1. Harga jual rumah susun dapat dijangkau oleh masyarakat golongan ekonomi menegah ke

bawah;

2. Apabila rumah susun yang dijual secara kredit kepada masyarakat mempuinyai bunga

yang kecil;

3. Rumah susun harus menyertakan ketersedian sarana-prasarana dasar bagi penghuninya;

4. Karena rumah susun diperuntukkan bagi masyarakat golongan ekonomi menengah ke

bawah maka pemerintah harus memberikan subsidi bagi pembangunan rumah susun

(Indriana, 2006).

Dengan adanya pembangunan Rusunawa, maka masyarakat yang tinggal di permukiman

kumuh akan memiliki alternatif untuk mendapatkan lingkungan permukiman yang lebih baik,

termasuk ketersediaan sarana dan prasarana AMPL. Dengan begitu masyarakat yang pada

awalnya “terpaksa” untuk tinggal di kawasan kumuh dapat beralih ke kepemilikan Rusunawa.

4.2 Upaya Penanganan Air Minum dan Sanitasi Dasar di Kawasan Kumuh Perkotaan

(Proyek dan Program)

4.2.1 Small Scale Water Provider (Penyediaan Air Minum Skala Kecil)

Salah satu upaya penyediaan air minum pada kawasan perkotaan, termasuk kawasan kumuh

perkotaan, di beberapa kota di Indonesia adalah dengan penyediaan air minum skala kecil.

Sebagian besar penyediaan air minum skala kecil ini muncul dari masyarakat setempat

ataupun dari para pengusaha setempat.

Secara umum disepakati bahwa kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai penyedia air

minum skala kecil ketika (i) melaksanakan kegiatan dengan menggunakan pegawai dalam

jumlah kecil; (ii) melaksanakan kegiatan berdasar prinsip pemulihan biaya dan orientasi

keuntungan; (iii) menggunakan modal sendiri tanpa bantuan dari pemerintah dan LSM; (iv)

menyediakan air minum merupakan kegiatan utamanya (Conan, 2002 dalam Mungkasa,

2005).

Page 43: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Beberapa alasan maraknya penyedia air minum skala kecil khususnya kios air diantaranya

adalah (i) memungkinkan pengguna membeli dalam jumlah dan waktu yang sesuai

kemampuan mereka; (ii) memungkinkan biaya modal rendah per rumah tangga yang

terlayani; (iii) memungkinkan tingkat pemulihan biaya (cost recovery) perusahaan air minum

lebih baik karena penyedia air minum skala kecil membayar sesuai dengan yang

dipergunakannya. Dengan kata lain, kios air memberikan layanan fleksibel, sesuai kebutuhan

bagi penduduk miskin dengan memungkinkan mereka membeli dalam jumlah kecil sesuai

kemampuan. Penduduk miskin mendapat air dan perusahaan mendapat pengembalian biaya

(Gulyani dkk, 2005 dalam Mungkasa, 2005).

Beberapa tipe penyediaan air minum yang masuk dalam kategori penyediaan air minum skala

kecil dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.1

Tipe Penyediaan Air Minum Skala Kecil

No Tipe Tingkat Investasi Tingkat Layanan

1Kongsi dengan Perusahaan Air Minum

Sangat rendah Rendah (air di luar rumah)

2 Penjual kembali Sangat rendah -

3 Penjaja keliling RendahRata-rata (air diantar ke rumah)

4 Truk Tangki AirMenengah sampai Tinggi

Rata-rata (air diantar ke rumah)

5Penyedia Air Minum Skala Komunitas

Menengah

Rata-rata sampai tinggi (air minum didistribusi ke rumah dengan selang atau sambungan rumah)

(Sumber: McIntosch, 2003 dalam Penelitian SSWP–WSP, 2006)

Berdasarkan biaya yang harus dikeluarkan per satuan volume, maka penyedia air minum

dapat dikategorikan sebagai berikut (i) harga termahal. Termasuk dalam kategori ini adalah

truk tangki air, gerobak air. Kelompok ini dapat menjual air dengan harga tertinggi karena

menjangkau pembeli dan dapat memenuhi kebutuhan setiap saat; (ii) harga menengah.

Temasuk dalam kategori ini adalah hidran umum dan kios air. Kedua fasilitas ini dapat

melayani daerah dengan kualitas air yang rendah atau mahal; (iii) harga murah. Sambungan

rumah merupakan sumber air minum yang murah jika biaya investasi tidak terhitung dalam

Page 44: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

tarif dan biaya sambungan dapat dicicil; (iv) paling murah atau hampir gratis. Termasuk

kategori ini adalah air sungai, danau dan sejenisnya. Biasanya digunakan untuk mandi dan

cuci (Mungkasa, 2005).

Sebagai contoh, Jakarta dan Bandung merupakan perkotaan yang paling banyak berkembang

kegiatan penyediaan air minum skala kecil. Beberapa yang paling banyak muncul di

perkotaan ini adalah berupa penjaja keliling dengan menggunakan gerobak dan membeli air

dari landlord atau pemilik lahan. Sebagian besar air yang diperoleh masyarakat Jakarta dan

Bandung dengan membayar harga yang rata-rata lebih mahal dari harga air yang dijual oleh

PDAM. Namun PDAM sendiri belum menjangkau kawasan permukiman masyarakat

tersebut, sehingga masyarakat mau tidak mau harus membeli dari penyedia air minum skala

kecil tersebut.

Keterangan:

1. Penjual air skala komunitas di lingkungan kumuh Cilincing, Jakarta

2. Penjual air keliling menggunakan gerobak di Taman Sari, Bandung

3. Truk penjual air keliling

1 2

3

Page 45: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Kotak 4.15

4.2.2 Kampung Improvement Program (KIP)

Pertumbuhan daerah pemukiman yang diakibatkan oleh tingkat pertumbuhan penduduk yang

cukup pesat menyebabkan lingkungan perumahan sangat membutuhkan peningkatan dan

perbaikan fasilitas-fasilitas yang ada, khususnya lingkungan kampung. Agar masyarakat

dapat tinggal dalam lingkungan perumahan yang sehat dan nyaman, maka salah satu usaha

yang harus dilakukan adalah dengan mengadakan perbaikan terhadap lingkungan rumah itu.

Hal ini bisa dilakukan dengan biaya swadaya dari masyarakat sendiri atau mendapat bantuan

dari pemerintah. Salah satu program pemerintah untuk membantu penyediaan fasilitas

perumahan di kampung adalah Kampung Improvement Programme yang dikenal dengan

KIP. Program perbaikan kampung yang dikenal dengan nama Kampung Improvement

5 Diambil dari “Penyediaan Air Minum dan Pembangunan Pro Poor” ; Mungkasa, 2005

Masa Depan Pelayanan Air Minum Skala Kecil

Pasar pelayanan air minum skala kecil sangat tergantung pada kondisi pelayanan air

minum skala besar. Semakin baik dan terjangkau pelayanan air minum skala besar

maka semakin kecil pasar pelayanan air minum skala kecil. Walaupun pada beberapa

pengalaman (Filipina, Vietnam), pelayanan air minum skala kecil kemudian

berkembang menjadi pelayanan berskala besar, tetapi secara keseluruhan sebagian

besar pelayanan air minum skala kecil bersifat sebagai pelengkap (komplementer)

terhadap pelayanan skala besar.

Perkembangan pelayanan air minum skala kecil dalam 10 tahun ke depan akan tetap

marak dengan mempertimbangkan bahwa pencapaian pelayanan 100 persen oleh

perusahaan penyedia air minum masih belum akan tercapai. Kekosongan ini akan diisi

oleh pelayanan skala kecil, yang kemudian ketika terdapat kemungkinan berkembang

menjadi besar maka di masa depan terdapat kemungkinan pelayanan skala kecil

menjadi mitra dari perusahaan penyedia air minum.

Kondisi ini memungkinkan untuk mendorong pelayanan air minum skala kecil sebagai

alternatif pencapaian Millenium Development Goals pada tahun 2015. Memasukkan

penyedia air minum skala kecil dalam strategi investasi air minum akan dapat

mempercepat peningkatan cakupan layanan, dengan memberi perhatian khusus pada

beberapa kendala seperti tarif yang relatif mahal, dan kurang tersedianya dana

investasi (Conan, 2002 dalam Mungkasa, 2005).

Page 46: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Programme yang disingkat KIP pada kenyataannya bukan suatu program baru di Indonesia.

Kegiatan tersebut telah ada pada waktu penjajahan Belanda dengan nama Kampoeng

Verbetermg.

Pada dasamya perbaikan kampung merupakan perbaikan fasilitas umum lingkungan

kampung karena keterbatasan fasilitas-fasilitas yang ada dan pemeliharaan yang tak memadai

sehingga mempercepat proses kerusakan yang menjadi suatu problem tersendiri yang harus

ditanggulangi demi peningkatan suatu kualitas lingkungan permukiman kampung. Hal-hal

tersebut adalah peningkatan kualitas jalan-jalan kampung, pengadaan air minum dan

pelayanan sosial yang lebih baik, misalnya : adanya pelayanan kesehatan (Puskesmas atau

Posyandu), MCK ( Mandi, Cuci, Kakus), dan lain-lain.

A. Konsep Perbaikan Kampung

Kampung adalah suatu daerah perumahan yang keadaan fisiknya tidak memenuhi syarat

kebutuhan dan kehidupan yang layak, dimana penduduk kurang memelihara daerahnya yang

miskin serta kemampuan materinya rendah. Program perbaikan kampung yang dikenal

dengan nama Kampung Improvement Programme yang disingkat KIP pada kenyataannya

bukan suatu program baru di Indonesia. Kegiatan tersebut telah ada pada waktu penjajahan

Belanda dengan nama Kampoeng Verbetermg.

Tujuan program ini pada awalnya adalah untuk memperbaiki kondisi lingkungan perumahan

kampung di dalam kota yang kumuh dan tidak sehat, agar masyarakat dapat tinggal dalam

lingkungan perumahan yang lebih sehat dan lebih nyaman. Dengan adanya perbaikan kondisi

rumah mereka masing-masing dan prasarana fisik lingkungan kampung. Di Surabaya KIP

telah dilaksanakan sejak 1923 (Silas, 1996) dan sampai saat ini sudah mencapai 70% dari

kampung yang ada di kota Surabaya, tetapi ada beda yang yang mendasar antara KIP pada

waktu itu dengan yang sekarang kita lihat. Dahulu KIP lebih diarahkan untuk menanggapi

politik etis yang dilancarkan kaum oposisi di Parlemen Belanda, dan sekaligus untuk

melindungi warga Eropa yang tinggal di dekat kampung dari bahaya epidemi. Orientasi KIP

pada waktu itu hanya pada aspek sanitasi saja, amat sederhana.

Selama tahun 1984-1990 KIP di Surabaya telah mengembangkan 70 km jalan masuk, 150 km

jalan setapak, 93 km saluran, 56 km saluran pembuangan dari pipa, 86 MCK umum telah

dibuat. Konsep pelaksanaan program perbaikan kampung pada awalnya sangat sederhana.

Untuk meningkatkan kondisi fisik lingkungan perumahan kampung sasarannya adalah :

Page 47: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

1. Mengurangi genangan air diwaktu hujan, dengam cara memperbaiki sistem saluran

drainase dan pengerasan jalan-jalan dalam kampung.

2. Meningkatkan pengadaan air bersih, dengan cara pemasangan kran-kran umum di

beberapa tempat.

3. Mengurangi gangguan sampah, dengan cara memperbaiki sistem pembuangan

sampah melalui pengadaan gerobak-gerobak sampah, tong, dan bak sampah.

4. Meningkatkan kondisi sanitasi lingkungan, dengan cara pembangunan fasilitas

mandi, cuci, kakus atau MCK.

Selain sasaran diatas, ada beberapa hal juga yang mendapatkan bantuan dalam pembangunan

fasilitas-fasilitas umum bagi masyarakat kampung seperti fasilitas kesehatan, pendidikan

seperti Puskesmas, Pos Pelayanan Kesehatan, perbaikan Sekolah Dasar, dan lain-lain.

Evaluasi di Jakarta pada tahun 1983 (Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat, 1990)

menunjukkan bahwa investasi dan kondisi rumah pada kampung yang menerima KIP lebih

baik daripada kampung yang tidak menerima KIP, sehingga baik kampung yang menerima

KIP dan tidak, untuk memperbaiki rumah mereka menggunakan bahan dengan kualitas yang

baik dan permanen sebagai ganti dari bambu dan kayu. Kebanyakan rumah memiliki dinding

dari semen, tile/terasso dan lantai dari semen, dan atap seng. Kemajuan pada kampung yang

menerima KIP bagaimanapun juga lebih cepat.

B. Komponen KIP

Fasilitas yang disediakan oleh KIP merupakan bantuan yang sangat dibutuhkan oleh

masyarakat ekonomi lemah. Oleh karena itu dalam merealisasi Program Perbaikan Kampung

(KIP), penduduk yang mendapat bantuan perbaikan diikutsertakan dari tahap perencanaan

dan menentukan prioritas perbaikan sehingga komponen perbaikan yang ditentukan tersebut

merupakan pencerminan kebutuhan fasilitas bagi penduduk kampung yang ada. Setelah

implementasi KIP, masyarakat diharapkan dapat meningkatkan sendiri baik secara kualitas

maupun kuantitas sesuai kebutuhan dan prioritas mereka terutama komponen-komponen

yang masih belum dapat disediakan oleh KIP.

Secara umum, setiap proyek mencakup dua komponen. Pertama, komponen dalam skala kota

yang bakal mendukung aksesibilitas masyarakat. Bagaimanapun, apabila dalam

pelaksanaannya tidak terpikirkan dalam skala kota, apabila dimisalkan dalam satu kampung

sering terjadi banjir, membangun saluran air hujan hanya berpikir skala kampung tidak akan

Page 48: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

berarti tanpa pemecahan pematusannya dalam skala kota. Kedua, komponen yang dibangun

merupakan kebutuhan didalam kampung itu sendiri.

Menurut Johan Silas (Silas, 1987: p.28), komponen standar KIP yang lebih umum

dilaksanakan di kampung Surabaya adalah :

1. Jalan kendaraan (sampai dengan 300 meter)

2. Jalan setapak (sesuai kebutuhan setempat)

3. Pengadaan air bersih (melayani lebih-kurang 30 KK)

4. Saluran air hujan (dengan gorong-gorongrtya)

5. MCK (Mandi, Cuci, Kakus) umumnya berupa komponen tambahan, karena untuk

daerah perkotaan hampir semua rumah sudah memiliki secara perorangan).

Dengan demikian diharapkan program perbaikan kampung yang mengikutsertakan

masyarakat kampung dapat menimbulkan kesadaran rasa tanggung jawab untuk memelihara

dan menjaga kelestarian lingkungan kampung itu sendiri.

C. Sumber Pembiayaan

Program perbaikan kampung yang dilaksanakan oleh pemerintah memiliki tujuan

meningkatkan martabat dan mutu kehidupan masyarakat di perkampungan serta mewujudkan

secara lebih baik tata kehidupan lingkungan permukiman kampung yang baik, sehat, dan

teratur.

Pembiayaan yang dipergunakan bagi perbaikan kampung di Surabaya dapat diperoleh dari

swadaya masyarakat sendiri, dana subsidi pemerintah daerah atau pemerintah atasan, dana

Inpres, maupun dana penggunaan bantuan kredit yang kesemuanya dipergunakan untuk

program perbaikan kampung. Sumber-Sumber pembiayaannya terdiri dari:

1. Swadaya murni masyarakat.

2. Dana bersama yang berasal dari masyarakat dan Pemerintah Daerah.

3. Dana lnpres.

4. Dana Bantuan kredit Bank Dunia.

5. DanaAPBN.

6. Dana-dana Intemasional lainnya

Kotak 4.2

Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi di Kawasan Kumuh Perkotaan Haipong,

Vietnam

Haipong adalah kota terbesar ketiga di Vietnam yang juga merupakan kota pelabuhan,

industri, komersial, dan sekaligus sebagai kota objek wisata yang terletak di pesisir

selatan Vietnam. Haipong juga merupakan pelabuhan laut terbesar dari seluruh

pelabuhan di provinsi yang berada di selatan Vietnam bahkan untuk Vietnam secara

keseluruhan. Haipong adalah satu dari titik pertumbuhan pada daerah segi tiga

perekonomian Hanoi-Haipong-Quangninh.

Pembangunan di Haipong telah menghadapi berbagai kesulitan. Salah satu yang

paling besar adalah sangat kurangnya penyediaan air bersih bagi penduduknya.

Penduduk miskin sangat kekurangan ketersediaan air bersih dan harus membeli dari

penjual keliling dengan harga yang sangat mahal, sedangkan beberapa warga

memperolehnya dari tanki umum yang sumber airya berasal dari air hujan. Kualitas

air pada umumnya di Haipong sangat buruk secara fisik dan higienitas, terutama pada

saat musim kemarau. Tekanan air di beberapa sambungan perpipaan sangan kecil dan

bahkan tidak mengalir sama sekali. Beberapa rumah tangga memiliki sambungan

perpipaan rumah tangga namun tidak menggunakan meteran air, hal ini menyebabkan

tingginya tingkat kerugian bagi operator (sampai 70% pada tahun 1993).

Pada tahun 1992, dibentuk perusahaan publik bernama Haipong Water Supply

Company (HPWSCo) yang beroperasi dibawah sistem pemerintahan dan disupervisi

oleh pemerintah provinsi. Pada tahun berikutnya dilakukan reformasi atas perusahaan

tersebut dan juga dilakukan proses korporatisasi yang menciptakan HPWSCo menjadi

entitas ekonomi yang lebih baik. Setelah 7 (tujuh) tahun menerapkan “phuong model”

dalam program peningkatan penyediaan air bersih, dan 2 (dua) tahun menerapkan

Proyek Dana Bergulir untuk program pembangunan jamban, melalui bantuan dari

Pemerintah Finlandia, HPWSCo telah berhasil melakukan peningkatan signifikan

dalam hal pengentasan kemiskinan.

Masyarakat miskin kini bisa mendapatkan air bersih yang lebih terjangkau dari

sebelumnya yang harganya mencapai sebesar 5 hingga 20 kali lipat dari harga

Page 49: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

B.

C.

D.

E.

F.

G.

H.

I.

J.

K.

L.

M.

N.

O.

P.

Q.

sekarang. Peningkatan penggunaan air bersih yang berupa pemanfaatan untuk

mencuci pakaian dan perlengkapan makan, mandi, serta untuk konsumsi air minum,

telah meningkatkan kesehatan dan mengurangi resiko tercemarnya sumber air seperti

sumur dan mata air melalui :

Penyediaan air bersih bagi masyarakat selama 24 jam dengan tekanan dan

kualitas yang baik sesuai dengan standar yang berlaku di Vietnam

Pemasangan meteran air sesuai dengan konsep “phuong model” bagi 37

kawasan kumuh

Pemasangan 130.000 sambungan rumah lengkap dengan meteran air (hingga

tahun 2004 jumlah pelanggan mencapai 132.000 orang)

Peningkatan pendapatan lebih dari 300% dibandingkan dengan sebelum

adanya instalasi air

Sejak mulai dilaksanakannya, Proyek Dana Bergulir untuk pembangunan jamban telah

mencapai hasil yang sangat memuaskan hanya dalam 2 (dua) tahun. Lebih dari 4000

rumah tangga miskin telah mendapatkan pinjaman untuk pengembangan dan

pembangunan fasilitas sanitasi yang berkontribusi dalam mitigasi untuk pencemaran

lingkungan. Kegiatan berbasis partisipasi masyarakat dan kampanye perubahan

perilaku, yang dilakukan melalui Proyek Dana Bergulir, telah menghasilkan dampak

yang positif bagi kondisi lingkungan di Haiphong. Beberapa pertemuan, kampanye

kesehatan, konsultasi publik, dan demonstrasi PHBS telah dilaksanakan untuk

menyambut acara perayaan minggu air bersih dan penyehatan lingkungan berskala

nasional yang diselenggarakan di 22 area kawasan kumuh perkotaan. Berbagai

kegiatan yang dilakukan yang telah merubah perilaku masyarakat dan juga berbagai

pencapaian lainnya berupa:

Jumlah pelanggan yang membayar tagihan air mencapai hingga 100%

Tidak adanya lgi tunggakan pembayaran lebih dari 30 hari

Peningkatan pengecekan dan pengelolaan dari jaringan perpipaan air minum

Perbaikan kebocoran dalam 3 (tiga) jam setelah pemberitahuan, dan perbaikan

kerusakan pipa dalam 24 jam

Pencurian air atau sambungan yang tidak tercatatkan berkurang hingga

mencapai 15% (sebelumnya tingkat pencurian air mencapai 70%)

Page 50: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Munculnya dukungan dan kontribusi dari masyarakat dalam pelaksanaan

“phuong model”

Peningkatan status keuangan bagi HPWSCo.

Melalui penerapan dari “phuong model”, HPWSCo kini dapat memenuhi

kewajibannya dan mencapai hasil yang baik. Kegiatan operasionalnya kini menjadi

lebih stabil dan saat ini tidak ada lagi kekurangan air pada wilayah yang telah

terjangkau oleh jaringan air bersih perpipaan. Meskipun hingga saat ini kapasitas

instalasi pengelolaan air minum masih belum bertambah, penyediaan air pada

kawasan perkotaan Haiphong masih mencukupi, termasuk di kawasan kumuh

perkotaan. Sejak tahun 1995, pendapatan HPWSCo telah mencukupi untuk

operasionalisasi kegiatannya.

Page 51: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

4.2.3 NUSSP

Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project atau NUSSP merupakan proyek

pemerintah yang terkait dengan upaya pembangunan air minum dan sanitasi pada kawasan

kumuh. Pendekatan proyek ini adalah upgrading bagi kawasan kumuh di perkotaan di

Indonesia, dimana salah satunya adalah dengan peningkatan penyediaan sarana air minum

dan sanitasi bagi masyarakat yang tidak memiliki akses memadai terhadap air minum dan

sanitasi. Secara umum pelaksanaan NUSSP ini terdiri dari 5 (lima) tujuan, yaitu:

Mewujudkan perumahan dan pemukiman layak dan merata bagi seluruh penduduk

(kota). Membangun kemampuan pemerintah daerah yang lebih baik dalam

merencanakan dan mengelola pemukiman yang ada;

Mewujudkan kemandirian warga yang dibangun tangguh dan ditingkatkan maju

secara berkelanjutan, agar mutu pemukiman makin baik;

Mengantisipasi pembangunan rumah baru, untuk menampung mobilitas warga, baik

secara kuantitatif maupun kualitatif, utamanya warga di daerah pinggiran;

Menjamin mutu lingkungan hidup perumahan dan pemukiman yang baik dan

berkelanjutan sebagai prasarat untuk dapat menghasilkan masyarakat yang sejahtera.

Kegiatan NUSSP bertujuan untuk merespons komitmen pemerintah dalam

mengimplementasikan "Kota Tanpa Kekumuhan" pada tahun 2010 dan "Program Satu Juta

Rumah" sekaligus merupakan salah satu sasaran pembangunan milenium (millenium

development goals) di lebih dari 150 wilayah pemerintah daerah.

Page 52: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Proyek NUSSP ini dilaksanakan sejak tahun 2005 dan akan berakhir pada tahun 2010.

Hingga saat ini NUSSP telah berjalan di 56 kota di Indonesia dan lebih dari 438 kawasan

perkotaan - mayoritas adalah kawasan kumuh - telah melakukan upgrading terhadap kondisi

permukimannya.

Pendanaan Proyek NUSSP berasal dari ADB dan dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia

dengan Departemen Pekerjaan Umum sebagai executing agency dan juga dengan keterlibatan

Departemen Dalam Negeri, Bappenas, serta Departemen Keuangan. NUSSP merupakan

kelanjutan dari Proyek P2KP yang juga dilaksanakan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan

diindikasikan sebagai proyek yang cukup berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan

penduduk di kawasan kumuh perkotaan.

1. Pembangunan sumur bor di Kota Palembang. Sumur Bor ini dimanfaatkan sebagai

sumber air bersih bagi penduduk sekitar;

2. MCK dan tong sampah yang dibangun oleh masyarakatdari kegiatan NUSSP yang

berlokasi di Kelurahan Negeri Olok Gading, Kota Bandar Lampung;

3. Bak penampungan air bersih dan rumah pompa pendorong air untuk distribusi ke

rumah-rumah warga melalui jaringan perpipaan yang merupakan hasil dari kegiatan

pelaksanaan NUSSP di Kelurahan Binjai, Kota Medan.

1

3

2

Page 53: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Selain pembangunan fisik, proyek NUSSP ini juga melakukan pembentukan

pengorganisasian masyarakat sebagai pihak yang kemudian bertanggung jawab untuk

mengkoordinir pemeliharaan dan perawatan sarana umum yang telah dibangun melalui

proyek NUSSP. Organisasi masyarakat yang ada disebut Badan Koordinasi Masyarakat atau

BKM yang beranggotakan masyarakat penduduk kawasan penerima program.

Selain pembangunan fisik, pelaksanaan NUSSP telah menghasilkan berbagai catatan penting

terkait dengan pendekatan menyeluruh dalam pembangunan Air Minum dan Penyehatan

Lingkungan (AMPL) di Indonesia, yaitu antara lain:

NUSSP melakukan pemberdayaan yang difokuskan pada semua pelaku dan stakeholder

mulai dari anggota DPRD, Pemda, masyarakat luas dan lokal, serta pendamping seperti

LSM, sivitas perguruan tinggi, dsb;

NUSSP mengadopsi pendekatan Kampung Improvement Program (KIP) dalam

melaksanakan pembangunan kota. Perbaikan rumah merupakan bagian terbesar. Sebab,

rumah yang ada (kampung) menampung 60% penduduk, dan sebagian besar dihuni oleh

masyarakat berpenghasilan rendah. Kawasan perumahan swadaya ini, merupakan awal

dari proses pembangunan kota;

Perbaikan rumah melalui NUSSP secara simultan juga dilakukan dengan penyediaan

sarana dan prasarana dasar lingkungan permukiman termasuk sarana AMPL. Hal ini

merupakan pendekatan dari pelaksanaan urban renewal.

Salah satu pendekatan yang dijalankan dalam NUSSP adalah memberikan insentif tunai bagi

masyarakat yang ikut serta dalam proses pembangunan fisik, termasuk infrastruktur jalan dan

sarana AMPL. Untuk pembangunan rumah sehat beserta sambungan air dan sarana sanitasi,

diterapkan mekanisme pinjaman bergulir mikrokredit dengan sumber dana dari PT.

Permodalan Nasional Madani (PNM). Dalam pembangunan rumah ini diharapkan masyarakat

secara kolektif dapat berkontribusi sebesar 10% dari kebutuhan pembangunan lingkungan

permukiman ini. Namun, di beberapa daerah masyarakat ada yang menolak untuk ikut serta

dalam program ini. Dari hasil mengikuti kunjungan tim evaluasi NUSSP di Kota Pontianak,

ada kesan masih rendahnya minat warga terhadap mikrokredit perumahan. Ketidaktertarikan

keluarga miskin mengambil kredit perumahan dikarenakan tingkat bunga yang dinilai sangat

tinggi, yakni mencapai 18 persen.

Page 54: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

4.2.4 Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS)

Program Sanimas merupakan suatu program yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas

lingkungan pada kawasan padat perkotaan, termasuk kawasan kumuh. Kegiatan dari program

Sanimas ini adalah pembangunan sarana dan prasarana air limbah permukiman secara

berkelompok. Oleh karena penggunaannya berkelompok, maka perlu suatu kelembagaan

untuk pengelolaannya. Program ini dicetuskan dan didanai oleh AusAID yang bekerja sama

dengan World Bank.

Salah satu pendekatan yang dilakukan Sanimas adalah penyadaran dan sosialisasi.

Penyadaran dan sosialisasi dilakukan di Kelurahan setempat sebagai calon penerima program

Sanimas, karena adanya rasa ketertarikan dari mayarakat terhadap program yang ditawarkan,

maka diadakan pertemuan antara masyarakat/perwakilan masyarakat dengan para pelaku baik

di pusat maupun daerah yang di fasilitasi oleh kelurahan setempat. Agenda yang dibahas

meliputi sosialisasi maksud dan tujuan pihak lembaga membangun sarana Sanimas di lokasi

tersebut, prosedur perencanaan, kerugian yang ditimbulkan jika tidak terdapat/kurangnya

sarana Sanimas, dan segala aspek teknis dan non teknis yang nantinya akan menunjang

berjalannya proyek Sanimas. Dalam pertemuan ini, masyarakat diharapkan ikut berpartisipasi

dalam menjaga sarana dan prasarana Sanimas, baik itu dari sebelum, saat, dan setelah

bangunan Sanimas dibangun dan terciptanya lingkungan yang sehat.

Page 55: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

1. Pembangunan septic tank komunal pada kawasan perkotaan padat di Ngampilan, Yogyakarta

2. MCK umum yang dibangun melalui program SANIMAS pada perumahan karyawan pabrik di Alam Jaya, Tanggerang

Tahap selanjutnya adalah dengan membentuk komite/panita pembangunan Sanimas, dimana

seluruh anggotanya adalah masyarakat sendiri. Tugas pokok dari panitia masyarakat ini

adalah untuk mengumpulkan dana kontribusi masyarakat, pengerahan tenaga kerja pada saat

proses konstruksi, pengadaan dan pengamanan material. Kelompok inilah yang akan

mengkoordinir jalannya proyek dan juga membahas bentuk pengolahan seperti apa yang

diinginkan, dengan didampingi tim pendamping dari pihak LSM, sebagai fasilitator yang

membantu masyarakat dalam memilih teknologi pengolahan, fasilitas, dan sarana sanitasi

yang diinginkan.

Setelah masyarakat siap menentukan bentuk pengolahan yang akan dibangun, maka

selanjutnya dilakukan tahap pembangunan dan pemeliharaan. Dimana tahap ini peran serta

masyarakat sangat dibutuhkan baik berupa dukungan in-cash maupun in-kind. Segala aspek

tentang waktu hingga siapa yang menjadi pekerjanya adalah tanggung jawab panitia.

Sedangkan LSM memberikan desain perencanaan bangunan yang telah disepakati,

mengawasi dan mengontrol perkembangan pembangunan dilapangan setiap hari

Pelaksanaan program Sanimas dilakukan di Bali, NTT, dan NTB melalui mitra kerja Bali

Fokus, di Jawa Timur dan Tanggerang melalui mitra kerja Best, serta Jawa Tengah dan DIY

melalui mitra kerja LPTP. Salah satu catatan penting dalam pelaksanaan Sanimas pada

program ini adalah penggunaan pendekatan teknologi DEWATS. Pendekatan DEWATS

bertujuan untuk mendukung masyarakat dan sektor UKM dalam merencanakan, mendesain,

dan membangun sistem pengolahan air limbah yang berfungsi dan memenuhi standar baku

mutu lingkungan dengan pendekatan yang terdesentralisasi.

1 2

Page 56: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Teknologi DEWATS menggunakan sistem modular, dengan teknik baku yang efektif, dapat

diandalkan, dan biaya terjangkau. Penggunaan teknologi ini sangat tepat digunakan untuk

mengatasi ketersediaan fasilitas sanitasi di perkotaan dengan syarat utama yaitu masyarakat

dapat dengan baik menggunakan dan merawat fasilitas tersebut. Terlebih lagi jika masyarakat

benar-benar merasa membutuhkan ketersediaan fasilitas tersebut. Beberapa teknologi

DEWATS yang digunakan dalam Sanimas antara lain adalah:

Bio Digester:

Desain kubah kedap udara

Digunakan untuk menguraikan air limbah dengan kandungan organik tinggi

Sumber energi dengan dihasilkannya biogas

Tangki Septik:

Sistem sederhana dua bak Mengendapkan dan

menstabilkan lumpur

Baffled Up-Flow Reactor

Air limbah dialirkan melalui lumpur aktif di setiap bak – polutan terurai dengan adanya kontak dengan destruents

Tidak memakan lahan karena di kontruksi di bawah tanah

Anaerobic Filter

Air limbah dialirkan melalui lapisan filter organisme yang menguraikan polutan air limbah

Tidak memakan lahan karena di kontruksi di bawah tanah

Page 57: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Kotak 4.3

Penyediaan Sarana AMPL Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Pune,

Maharasthra, India

Pune adalah kota besar yang merupakan pusat perkembangan kebudayaan dan juga

merupakan wilayah industri terbesar di negara bagian Maharashtra, yang berlokasi

160 km dari ibukota, Mumbai. Kota Pune sendiri dikelilingi oleh banyak industri.

Sekitar 21% dari penduduk Kota Pune tinggal di daerah kumuh perkotaan tanpa

ketersediaan fasilitas sanitasi. Kota Pune berlokasi di wilayah pertemuan antara

Sungai Mula dan Sungai Mutha, dan oleh karena itu wilayah ini sangat kaya akan

sumber air yang berasal dari air permukaan. Tanggung jawab untuk pemenuhan jasa

penyediaan air bersih dan fasilitas sanitasi ada pada Pune Municipal Corporation

(PMC).

Pune merupakan salah satu kota di India yang masyarakatnya dapat menikmati air

setiap hari, meskipun di beberapa area supply air bersih bersifat intermittent berkisar

antara 16 – 20 jam per hari. Penduduk Pune mendapatkan sedikitnya 200 liter per

orang per hari dan pada tahun 1997 PMC telah mengembangkan cakupan

pelayanannya hingga ke desa-desa di pinggiran kota yang sebelumnya tidak terlayani.

Pada kantung-kantung permukiman informal, sebagian besar permukiman memiliki

sarana sanitasi yang buruk. Ribuan dari masyarakat kawasan kumuh tersebut

mengalami ketidakcukupan akses terhadap sarana sanitasi. Rasio perbandingan antara

toilet dengan penduduk yang dilayani adalah sebesar 1:2.500.

Untuk membangun sambungan air bersih pada desa-desa yang berlokasi di pinggiran

Untuk membangun sambungan air bersih pada desa-desa yang berlokasi di pinggiran

perkotaan akan membutuhkan investasi modal yang sangat besar. Oleh karena itu,

sambungan air minum dan jaringan distribusi ke rumah-rumah akan sulit dilakukan

dalam waktu dekat. Sebagai alternatif untuk distribusi melalui jaringan perpipaan,

PMC mengadopsi sistem distribusi air menggunakan layanan mobil tangki air.

Meskipun pendekatan ini tidak efektif untuk jangka panjang secara pembiayaan,

pendekatan ini merupakan alternatif yang paling murah dan tepat untuk digunakan

dalan jangka waktu menengah. Keunikan dari program ini adalah ketersediaan air

yang bersifat reguler dalam skala besar tanpa adanya pembebanan biaya bagi

masyarakat namun pendekatan ini bisa terus berkelanjutan dan sistematis. Pendekatan

ini merupakan salah satu bentuk dari “public private people partnership” dalam

penyediaan air bersih bagi masyarakat. PMC membangun kesepakatan dan perjanjian

dengan pihak swasta pemilik tangki air untuk menyediakan air bersih. Bagi PMC

sendiri, ini merupakan fungsi dasar dan kewajiban menurut hukum, sedangkan bagi

masyarakat hal ini merupakan pemenuhan kebutuhan dasar dimana mereka harus

membayar air yang mereka dapatkan dalam bentuk pajak properti atau biaya

pembangunan. Untuk pihak swasta, mereka mendapatkan keuntungan dengan

menyediakan jasa tangki air.

Skema millenium community toilet telah dimulai oleh PMC pada tahun 2000. Melalui

skema ini, jamban keluarga disediakan bagi seluruh penduduk kawasan kumuh di

Kota Pune dengan cara yang bertahap. Keunikan dari skema sanitasi ini adalah selain

merupakan yang pertama di India, pada skema ini juga dikemabangkan konsep

kerjasama antara kelompok masyarakat, institusi nirlaba, dan perusahaan swasta

dalam membangun infrastruktur berbasiskan masyarakat. Kesepakatan telah dibangun

antara PMC dengan pihak swasta untuk membangun dan kemudian mengelola jamban

di bawah kontrak selama 30 tahun. Masyarakat sendiri terlibat dalah hal konstruksi

jamban dan mereka berhak melakukan penyesuaian sesuai dengan keinginan mereka

masing-masing. Biaya bulanan yang dikumpulkan sebesar 20 rupe untuk tiap-tiap

rumah tangga dan kemudian dimanfaatkan untuk perawatan septic tank.

Masyarakat Kota Pune mengapresiasi pendekatan yang digunakan dalam penyediaan

air menggunakan tangki air dan masyarakat juga terlibat dalam menentukan jadwal

Page 58: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

air menggunakan tangki air dan masyarakat juga terlibat dalam menentukan jadwal

pengumpulan dan pengambilan air. Untuk masyarakat di kawasan kumuh, mereka

sangat puas dengan skema pembangunan jamban yang diterapkan dan hingga kini

mereka merasakan berbagai keuntungan seperti peningkatan kualitas lingkungan,

peningkatan jumlah tabungan, dan menurunnya pengeluaran untuk berobat. Dari

semua itu, masyarakat dapat menilai hal yang paling penting diterapkan adalah

keberlanjutan dalam pengelolaan dan perawatan jamban. Apresiasi masyarakat

terhadap PMC juga semakin besar karena secara bersamaan dapat mengadipsi

pendekatan pembangunan sarana air minum dan sanitasi yang tepat memenuhi

kebutuhan masyarakat perkotaan.

Page 59: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

4.2.5 Sulawesi Water, Sanitation, and Hygiene (SWASH) CARE

Proyek SWASH merupakan suatu intervensi berjangka waktu lima tahun yang merupakan

lanjutan dari pekerjaan CARE sebelumnya di Sulawesi. Tujuan proyek ini adalah

memperkuat kapasitas untuk mencapai tingkat kesehatan yang lebih baik melalui pengelolaan

dan penggunaan air bersih yang merata dan berkelanjutan, penggunaan sarana sanitasi yang

aman, dan peningkatan pemahaman tentang praktik kesehatan yang bermanfaat bagi

masyarakat di perkotaan. Proyek SWASH dilaksanakan dengan dukungan finansial dari

Pemerintah Kanada melalui Badan Pembangunan Internasional Kanada (Canadian

International Development Agency-CIDA).

SWASH bermitra dengan masyarakat setempat, masyarakat sipil dan pemerintah lokal untuk

membangun sistem persediaan air dan sarana sanitasi serta menjalankan program intensif

tentang pendidikan kesehatan untuk menjamin bahwa sarana yang lebih baik akan

menciptakan kesehatan yang lebih baik. Program ini didukung oleh Tim Teknis Propinsi, Tim

Teknis Kota, dan Forum Kota. Program SWASH saat ini dilaksanakan di Kota Gorontalo dan

Makassar, serta dilakukan juga di Kota Sukabumi.

Terdapat empat komponen yang saling terkait dalam pelaksanaan SWASH, yaitu:

a. Pembangunan sarana air dan sanitasi yang didesain, dibangun dan didanai oleh masyarakat

SWASH memfasilitasi pembangunan sarana pasokan air bersih dan jamban pribadi dan, jika

perlu, fasilitas MCK umum. Masyarakat sasaran dan pemerintah lokal memberikan kontribusi

hingga 40% dari biaya pembangunan, baik tunai maupun bahan baku.

b. Pembentukan, Pelatihan dan Pengembangan kapasitas Komite Desa

CARE membantu dan memberi motivasi kepada masyarakat untuk terlibat dalam semua

tahap pembangunan melalui komite berbasis masyarakat. Komite Sanitasi Desa

Page 60: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

mengkoordinasi pemilihan lokasi dan desain jamban yang layak dengan biaya terjangkau.

Masyarakat dilatih dalam semua hal tentang pengelolaan dan pemeliharaan jamban. Kaum

perempuan didorong untuk memimpin komite tersebut karena mereka adalah pengguna air

yang utama dalam rumah tangga. Komite tersebut bekerjasama erat dengan Tim Teknis, yang

beranggotakan pegawai pemerintah setidaknya dari Departemen Kesehatan, Pekerjaan Umum

dan Layanan Pengembangan Pedesaan.

c. Pendidikan tentang Kesehatan

Kampanye Perubahan Perilaku Higienis, yang difokuskan kepada perempuan,

menitikberatkan pentingnya mencuci tangan, perlindungan makanan, dan berbagai praktik

kesehatan dan kebersihan domestik lainnya. CARE medorong dan mendukung pendidikan

dengan teman atau rekan seprofesi.

d. Pembentukan dan pelatihan Forum Kota

Forum Kota terdiri dari para pemuka masyarakat baik formal dan nonformal, sejumlah badan

swadaya masyarakat lokal, para pemimpin keagamaan yang nonformal, himpunan

profesional, Kamar Dagang & Industri Daerah, bisnis swasta dan lembaga akademis. Mereka

menilai dan mendiskusikan berbagai masalah pengembangan kota, masalah lingkungan yang

memprioritaskan layanan dan kebijaksanaan air dan sanitasi yang terkait dengan penyediaan

air bersih, serta membangun hubungan yang erat dengan para pejabat pemerintah tingkat kota

dan kabupaten.

Semua komponen program bekerja sama untuk menyediakan dan memperkuat sarana air dan

sanitasi, serta praktik-praktik kesehatan yang baik, yang pada akhirnya akan membantu

Indonesia mencapai Millennium Development Goals (sasaran pembangunan milenium) yaitu

meningkatkan akses terhadap air dan sanitasi, serta mengurangi penyakit yang ditularkan

melalui air.

Pelaksanaan program SWASH ini salah satunya menggunakan pendekatan Protocol for

Assessing Community Excellence in Environmental Health (PACE-EH). PACE-EH

merupakan suatu alat yg di ajukan kepada pemerintah lokal (Dinas Kesehatan) sebagai acuan

dalam melakukan penilaian/penelitian/penelusuran kesehatan lingkungan yg berbasis

masyarakat dan mengembangkan profil status kesehatan lingkungan masyarakat yang akurat.

Page 61: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Pelaksanaan PACE-EH ini pada umumnya berupa kegiatan kemitraan antara pemerintah,

masyarakat, dan organisasi lokal dalam melihat kondisi lingkungan permukiman, lalu

bersama-sama mendokumentasikan keadaan tersebut untuk selanjutnya bersama-sama

menyusun rencana pengambangan kualitas kawasan lingkungan permukiman. Beberapa

keuntungan dari pelaksanaan PACE-EH ini antara lain:

• Meningkatkan Kesehatan lingkungan;

• Meningkatkan peran pemerintah/kepemimpinan di dalam masyarakat terhadap isu

kesehatan lingkungan;

• Mendorong pengembangan kemitraan yang professional;

• Hubungan yang sangat erat antara pemerintah (pembuat kebijakan) dengan

masyarakat, dari pengguna menjadi mitra;

• Mendorong pengembangan database lokal yang spesifik;

• Meningkatkan rasa kepemilikan dari masyarakat terhadap kesehatan lingkungan

mereka sendiri;

Selain melaksanakan pendekatan PACE-EH, pada proyek SWASH juga dilaksanakan

penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Forum Kota yang salah satu inputnya berasal dari

keluaran yang dihasilkan oleh PACE-EH. Renstra Forum Kota ini merupakan rencana kerja

Forum Kota yang telah dibentuk melalui proyek SWASH, yang berisikan tentang rencana

kerja Forum Kota dalam rangka pembangunan AMPL di kawasan kota. Kota Makassar dan

Kota Gorontalo merupakan kota yang telah melakukan penyusunan Renstra Forum Kota

melalui proyek SWASH.

Lokakarya Penyusunan Renstra Forum Kota melalui proyek SWASH. Forum Kota yang terdiri dari sejumlah badan swadaya masyarakat lokal, para pemimpin keagamaan, himpunan profesional, Kamar Dagang & Industri Daerah, pelaku bisnis swasta dan lembaga akademis bersama-sama menentukan rencana pembangunan AMPL pada kawasan perkotaan

Page 62: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Selain melakukan pembangunan fisik dan penguatan kapasitas bagi pemerintah daerah,

masyarakat, dan berbagai pihak lainnya, dalam Proyek SWASH juga dilakukan kegiatan

kampanye perubahan perilaku hidup bersih dan sehat bagi penduduk yang tinggal di

lingkungan permukiman perkotaan. Dengan kata lain proyek SWASH ini merupakan proyek

yang menggunakan pendekatan yang cukup komperehensif dalam melaksanakan

pembangunan di perkotaan, terutama kawasan kumuh.

(Contoh leaflet yang dikembangkan bersama masyarakat melalui proyek SWASH)

Keterlibatan perempuan dalam pelaksanaan PACE-EH. Salah satu keluaran dari metode ini adalah database kondisi AMPL di kawasan perkotaan dan pemetaan kondisi AMPL kawasan kota. Dalam pelaksanaan PACE-EH seluruh elemen masyarakat dilibatkan yang bertujuan agar seluruh masyarakat dapat benar-benar memahami kondisi AMPL di lingkungan permukimannya

Page 63: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Beberapa catatan penting dalam pelaksanaan proyek SWASH ini adalah proyek tersebut

merupakan proyek yang memliliki pendekatan yang cukup komperehensif dalam

pembangunan AMPL, khususnya pada kawasan kumuh di perkotaan. Proyek ini melakukan

pendekatan dengan peningkatan kapasitas, pembangunan fisik, serta kampanye perubahan

perilaku bagi masyarakat. Saat ini proyek tersebut telah dilanjutkan pada Kota Sukabumi dan

Kawasan Perkotaan di Kabupaten Sinjai. Belajar dari pendekatan dan pengalaman yang telah

dilakukan pada lokasi sebelumnya, proyek ini seharusnya sudah dapat mendulang

keberhasilan dalam pembangunan AMPL di kawasan kumuh perkotaan.

4.2.6 ESP USAID : Sambungan Rumah Komunal

Dalam menghadapi permasalahan akses air bersih bagi daerah kumuh, PDAM mengalami

dilema. Di satu sisi, PDAM memiliki kewajiban untuk menyediakan pelayanan bagi seluruh

masyarakat di daerah pelayanan/wilayah administratif kota/kabupaten, baik bagi warga

golongan kaya, menengah, maupun miskin. Namun berbagai kendala-kendala yang ada

kemudian membatasi PDAM untuk memberikan pelayanan bagi warga daerah kumuh.

Sementara itu, kebutuhan air bagi warga daerah kumuh pun terus meningkat. Untuk

mengatasi permasalahan tersebut, ESP-USAID bersama dengan Jaringan

Kesejahteraan/Kesehatan Masyarakat (JKM) Medan membantu memfasilitasi pembangunan

Master Meter System atau sistem sambungan rumah komunal. Pilot Project sistem

sambungan rumah komunal ini dilaksanakan di tiga kelurahan di Kota Medan, yaitu

Kelurahan Sunggal, Kelurahan Kampung Baru dan Kelurahan Sei Mati.

Perkotaan Pada dasarnya, sistem sambungan rumah komunal ini adalah perpanjangan dari

layanan keran umum dari PDAM. Dengan adanya sambungan rumah komunal, masyarakat

tidak lagi perlu berjalan kaki bolak-balik menggotong ember atau jerigen untuk memperoleh

air dari keran umum. Namun masyarakat tetap memperoleh air dengan harga sosial (tarif

keran umum PDAM).

Dalam pembangunan sistem sambungan air komunal ini, terdapat 4 tahapan yang dilalui.

Tahapan pertama adalah penyiapan masyarakat. Langkah pertama yang dilakukan adalah

memilih lokasi/ daerah yang akan memperoleh sambungan induk. Setelah itu, dengan

keterlibatan fasilitator (LSM), dilakukan diskusi dan perencanaan di tingkat masyarakat

untuk mengembangkan konsep. Selain itu, masyarakat juga menerima program penguatan

Page 64: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

kapasitas dan peningkatan kesadaran. Kegiatan ini penting untuk membentuk persepsi

masyarakat akan pentingnya keberadaaan sambungan air komunal ini, sehingga ke depannya

nanti, sambungan air ini dapat direalisasikan dan terjaga keberlanjutannya.

Setelah itu, dibentuklah kelompok pengguna (Community-based Organization/CBO) yang

nantinya akan mengelola sistem. Tahap kedua yang dilewati adalah pembuatan kesepakatan

antara pihak PDAM dan CBO yang telah terbentuk. Kesepakatan yang dibentuk ini meliputi

perencanaan sistem serta biaya pembangunan. Pengadaan barang-barang juga menjadi bagian

dari kesepakatan ini. Setelah itu, dibuatlah kontrak antara pihak PDAM dengan pihak CBO.

Setelah kesepakatan terjadi, pembangunan masuk ke dalam tahap ketiga, yaitu tahap

konstruksi. Dalam pembangunan ini, PDAM bertanggung jawab untuk memberikan

sambungan melalui meter induk di dalam atau tepat di luar area komunitas yang akan

dilayani. Kemudian, dengan bantuan fasilitator (LSM) dan/atau PDAM, CBO bertanggung

jawab untuk membangun jaringan pipa sederhana setelah meter induk.

Setelah tahap konstruksi, maka kegiatan pun masuk ke dalam tahap yang keempat, yaitu

penguatan CBO. Penguatan ini berupa pemberian pelatihan-pelatihan dalam hal teknis,

pemeliharaan sarana,serta pengelolaannya.Penguatan ini penting karena CBO nantinya

bertanggung jawab terhadap operasi dan pemeliharaan jaringan perpipaan setelah meter

induk. PDAM dapat membantu jika terdapat permasalahan diluar kemampuan

masyarakat/CBO. Selain itu, pada fase awal implementasi sistem sambungan rumah komunal

ini, dilakukan pendampingan terhadap CBO oleh LSM, yang salah satu fungsinya adalah

mengatur bantuan dari luar (outsourcing) jika diperlukan.

Pembayaran rekening air ke PDAM merupakan tanggung jawab CBO. Dengan demikian

CBO juga bertanggung jawab untuk mengumpulkan pembayaran dari masing-masing rumah

tangga yang mendapatkan sambungan rumah. Tarif pada meteran induk merupakan tarif

sosial yang ditetapkan PDAM, sementara jumlah yang dibayarkan masing-masing Kepala

Keluarga (KK) adalah merupakan kesepakatan bersama warga, tergantung dari sistem

distribusi airnya juga, sehingga bisa saja ada perbedaan pada setiap daerah. Misalnya pada

Kelurahan Sunggal. Di daerah ini, air dari meter induk kemudian didistribusikan langsung

pada tiap rumah tangga tanpa adanya tambahan meter di tiap KK, sehingga tarif yang

dibebankan kepada masyarakat adalah sebesar tarif total dari meter induk dibagi rata dengan

jumlah KK.

Page 65: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Gambar 4

(Sistem sambungan rumah komunal yang dikembangkan oleh ESP-USAID)

Kotak 4.4

Manfaat Dari Sambungan Rumah Komunal

Dengan sambungan rumah komunal ini, kedua belah pihak, yaitu PDAM dan warga

daerah kumuh, sama-sama memperoleh manfaat. Bagi PDAM, kekhawatiran mengenai

pembayaran rekening air bisa ditiadakan. Karena dengan sistem sambungan rumah

komunal ini, urusan administrasi dan tagihan air akan menjadi lebih mudah, karena

PDAM hanya berurusan dengan 1 konsumen. Kemudian, permasalahan kebocoran dan

sambungan ilegal setelah meter induk pun bukan lagi menjadi kekhawatiran PDAM,

karena masyarakat ikut berpartisipasi aktif dalam memelihara jaringan perpipaan,

misalnya melaporkan adanya kebocoran, sambungan ilegal, penggunaan pompa dan

lain-lain. Keuntungan lain yang bisa diperoleh dari sambungan rumah komunal ini

lain-lain. Keuntungan lain yang bisa diperoleh dari sambungan rumah komunal ini

adalah bahwa sistem ini memungkinkan PDAM untuk membangun sistem jaringan

perpipaan sederhana/teknologi berbiaya rendah. Selain itu rumah tangga dengan status

tidak jelas/ilegal tidak menjadi pelanggan langsung PDAM, sehingga PDAM tidak akan

mengalami permasalahan dengan Pemda mengenai status pelanggan.

Masyarakat juga memperoleh keuntungan dengan sistem sambungan rumah komunal

ini. Per tama, masyarakat memperoleh kemudahan administrasi untuk mendapatkan

sambungan rumah, sehingga masyarakat memperoleh akses terhadap air perpipaan dan

dengan harga terjangkau. Keuntungan yang kedua, masyarakat juga memperoleh

kemudahan dalam pembayaran. Karena melalui CBO, sistem pembayaran pun bisa

disesuai kan dengan kemampuan masyarakat. Tarif bisa dibayar secara

harian/mingguan/bulanan secara tunai (tidak perlu ATM). Selain itu, besarnya tarif pun

dibebani berdasarkan meter individu atau tarif rata-rata (tarif yang disepakati oleh

masyarakat dan CBO).

Page 66: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

4.2.7 Makassar : Sanitation Improvement Project

Makassar termasuk salah satu kota dengan jumlah kejadian diare yang cukup tinggi. Hal ini

salah satunya diakibatkan oleh kesadaran penduduk perkotaan terhadap resiko kesehatan

lingkungan yang buruk sangat rendah dan juga rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat

setempat untuk dapat mengembangkan kondisi lingkungannya yang buruk. Melalui

kerjasama segitiga antara Pemerintah Kota Makassar, PT. Unilever, dan CARE, dilaksanakan

sebuah proyek yang bernama Sanitation Improvement Project atau SIP.

SIP bertujuan untuk meningkatkan sarana sanitasi jamban dan yang hygiene, aman, dan

berkelanjutan di daerah kumuh perkotaan di Kota Makassar, dimana dana tersebut merupakan

dana sosial yang diperoleh dari Rp. 10,- untuk setiap batang sabun Lifebuoy yang terjual di

Indonesia. SIP sendiri dilaksanakan selama 1 tahun (Januari – Desember 2005)

Hasil yang ingin dicapai dari proyek ini ini adalah :

Terbangun sarana sanitasi jamban yang memadai untuk paling sedikit 200 kepala

keluarga yang dapat diterima masyarakat serta dikelola oleh organisasi berbasis

masyarakat terkait;

Memperkuat kapasitas masyarakat untuk merencanakan, merancang, membangun, dan

mengelola sarana sanitasi jamban yang aman;

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan praktek higiene yang aman untuk

melengkapi sarana sanitasi jamban yang lebih baik;

Penyuluhan higiene dan sanitasi jamban di sekolah-sekolah di daerah proyek

percontohan.

Kegiatan SIP ini pada umumnya berupa kegiatan pembangunan jamban dan juga disertai

dengan kampanye perilaku hidup bersih dan sehat bagi warga di kawasan kumuh Kota

Makassar. Kota Makassar sendiri memiliki cukup banyak kantung-kantung permukiman

Page 67: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

kumuh. Ada beberapa kriteria lokasi yang digunakan untuk memilih kawasan kumuh pada

proyek ini, yaitu:

Ditetapkan sebagai daerah kumuh oleh Pemerintah Kota Makassar;

Ketersediaan dan/atau akses terhadap sistem penyediaan air bersih perpipaan yang

dikelola oleh PDAM;

Ketersediaan lahan yang cukup untuk fasilitas sanitasi yang diusulkan atau adanya

keinginan dari Pemerintah setempat dan/atau masyarakat untuk menyediakan lahan

yang cukup;

Fasilitas sanitasi yang tidak memadai;

Masyarakat tertarik dan bersedia untuk meningkatkan fasilitas air bersih dan

sanitasi mereka;

Kemauan masyarakat untuk membentuk lembaga swadaya, bersedia meluangkan

waktu untuk secara aktif berpartisipasi dalam semua tahapan proyek;

Bersedia memelihara fasilitas yang dibuat dan menggalang dana swadaya untuk

memelihara fasilitas tersebut;

Belum ada yang menangani program yang sama dari lembaga/donor lain.

SIP diawali dengabn kegiatan sosialisasi program bersama antara PT. Unilever, CARE, dan

Pemerintah Kota Makassar melalui konsultasi pertama yang dihadiri oleh seluruh Camat,

LPM, BPM, Dinas terkait (PDAM, DINKES, Dinas Keindahan, PU, dll) dan DPRD untuk

menyepakati aturan dan syarat dari Program SIP. Dari hasil sosialisasi tersebut terdapat 20

kelurahan dari 12 kecamatan yang berminat dengan mengajukan permohonan tertulis yang

kemudian dilanjutkan dengan survei lokasi peminat tersebut. Hasil sementara dari survei

lokasi yang dilakukan pada bulan Maret 2005 terpilih 2 kelurahan yaitu Kelurahan Kampung

Buyang & Kelurahan Layang sebagai calon lokasi program SIP.

Setelah kedua lokasi tersebut resmi terpilih sebagai lokasi program, pelaksanaan

pembangunan sarana sanitasi pun segera dilaksanakan. Pihak PT. Unilever menyediakan

subsidi penuh bagi masyarakat yang mau membangun jamban baik secara individual dan

komunal. Pada tahap awal, jumlah masyarakat yang berminat untuk membangun jamban

masih sangat sedikit. Hal ini dikarenakan masyarakat merasa tidak memperoleh keuntungan

dengan membangun jamban, terlebih lagi mereka tidak memperoleh bayaran dari

pelaksanaan pembangunan jamban.

Page 68: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Secara bertahap CARE dan Pemerintah Kota Makassar melakukan penyuluhan kepada

kelompok-kelompok masyarakat yang dinilai cukup berpengaruh bagi kelompok masyarakat

yang lebih luas. Penyuluhan yang dilakukan adalah mengenai pentingnya kepemilikan

jamban serta pentingnya pelaksanaan pola hidup yang sehat bagi masyarakat yang tinggal

pada kawasan kumuh perkotaan. Kemudian kelompok masyarakat ini yang melakukan

kampanye pola hidup sehat bagi masyarakat yang lebih luas, tentunya dengan bantuan dan

dukungan dari tenaga lapangan CARE. Penyebarluasan ini dilakukan dengan berbagai

pendekatan, salah satunya yang dilakukan adalah dengan menggunakan media kampanye

tentang hidup sehat yang dimiliki oleh CARE, dan juga melakukan pertemuan rutin tingkat

RW.

Dari beberapa pertemuan tersebut, seringkali dilakukan pembahasan mengenai pentingnya

pembangunan jamban, termasuk dengan mengaitkan isu kesehatan dan kebersihan

lingkungan. Pendekatan tersebut mengalami kemajuan. Sedikit demi sedikit, jumlah warga

yang mengajukan minat untuk memperoleh subsidi pembangunan jamban meningkat. Pihak

PT. Unilever juga memberikan insentif bagi warga yang telah selesai melakukan

pembangunan jambannya, yaitu berupa 1 dus mie instant, sabun mandi, dan shampoo.

Satu catatan yang penting dari pelaksanaan proyek ini adalah, saat Kota Makassar akan

melakukan program serupa pada tahun 2008, muncul evaluasi dari pihak Pemerintah Kota

Makassar bahwa lokasi kawasan kumuh yang dulu merupakan lokasi SIP saat ini sudah tidak

lagi menggunakan jamban yang telah mereka bangun. Kini sebagian besar jamban tersebut

tidak mereka gunakan lagi dikarenakan beberapa hal. Diantaranya adalah masyarakat

memang belum sepenuhnya sadar akan pentingnya melakukan BAB pada jamban, sehingga

mereka lebih memilih untuk kembali ke perilaku yang sebelumnya. Selain itu, mengingat

pembangunan jamban ini dilakukan oleh masyarakat secara mandiri, saat ini banyak jamban

yang tidak berfungsi dan juga ada beberapa rumah tangga yang mengalami pemutusan

sambungan air bagi rumah mereka masing-masing. Beberapa kondisi ini sangat perlu untuk

menjadi pembelajaran bagi pelaksana program serupa agar dapat mengevaluasi pendekatan

yang telah dilakukan melalui SIP.

Page 69: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

4.2.8 Petojo : USAID dan Mercy Corps

Warga RW 8 Petojo Utara, Kelurahan Petojo Utara, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat tak

pernah membayangkan lingkungan mereka menjadi bersih dan sehat seperti sekarang.

Padahal dulunya kawasan di pinggir Kali Krukut ini kumuh dan jorok.

Tak ada lagi anak-anak dan orang dewasa yang buang air di got-got atau di Kali Krukut.

Sampah yang biasa menumpuk di pinggir kali pun bersih. Kini pot-pot bunga menghiasi

rumah-rumah warga. Tampak kaleng bekas untuk cuci tangan yang dilengkapi dengan air

bersih dan sabun. Suasana asri terlihat di berbagai sudut. Pantas kemudian Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memilih RW 8 menjadi potret keberhasilan

pengelolaan sanitasi perkotaan tahun 2007.

Kesuksesan itu tidak muncul tiba-tiba. Kawasan yang terdiri atas 14 RT, dengan penduduk

735 kepala keluarga atau total 2.966 orang tergolong rendah kesadarannya. Maklum, hanya

60 persen warganya yang tamat sekolah menengah atas. Sisanya bahkan ada yang tidak

sekolah. Sebagian besar warga RW 08 juga tergolong masyarakat ekonomi menengah ke

bawah. Kondisi ini yang menyebabkan warga berkubang dengan sanitasi buruk bertahun-

tahun.

Situasi mulai berubah ketika ada intervensi. Lembaga bantuan Amerika (USAID) masuk

bersama empat LSM yakni Mercy Corps, Environmental Services Program, Health Services

Program, dan Safe Water System. Warga pun menyambut gembira program yang akan

mengubah kondisi kawasan mereka.

Berbagai program dilaksanakan di kawasan ini mulai program kampung hijau, pembangunan

MCK ++ pertama di DKI Jakarta, cuci tangan pakai sabun (CTPS), kali bersih, Posyandu,

Posyandu lansia, Jumat bersih, senam jantung sehat, pengasapan, RW siaga, dan lainnya.

Program itu tidak menjadikan masyarakat hanya sebagai obyek, tapi sekaligus sebagai subyek

pembangunan. Mereka pun diberi peran yang signifikan sehingga ada keberlangsungan

sarana dan prasarana.

Program tersebut dimulai pada Mei 2006. Pelaksana utama program adalah masyarakat. LSM

hanya sebagai pendamping/fasilitator. Serangkaian penyadaran dilakukan secara

Page 70: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

berkesinambungan oleh tokoh-tokoh masyarakat, para ketua RT, ketua RW, dan warga

penggerak lainnya. Mereka pun memberi contoh langsung kepada masyarakat.  Tak heran

bila kemudian warga RW 08 di Kelurahan Petojo Utara ini melakukan ikrar bersama untuk

hidup bersih dan sehat.

Program rutin yang dilakukan adalah membersihkan Kali Krukut dari sampah dan endapan

lumpur dua-tiga bulan sekali. MCK dipindahkan dari pinggir kali ke dalam rumah dengan

sumber air bersih dari sumur bor atau sumur pompa. Bersama empat LSM tersebut, warga

membangun sedikitnya lima lokasi MCK umum, meliputi WC dan kamar mandi, termasuk

kamar mandi ibu dan anak yang lebih lapang sehingga bisa untuk mencuci pakaian. Maklum,

tidak mungkin setiap rumah memiliki MCK sendiri mengingat kawasan itu sangat padat.

Salah satu MCK yang dibangun di RW 08 Petojo Utara adalah MCK ++, yaitu MCK yang

dilengkapi unit pengolahan limbah. MCK++ ini dilengkapi dengan teknologi Decentralized

Wastewater Treatment System (DEWATS). Dengan teknologi ini, 90 persen air limbah dapat

dimurnikan kembali sehingga tidak mencemari sungai. Selain itu, tinja bisa diolah

menghasilkan biogas yang bisa digunakan sebagai bahan bakar.

Fasilitas MCK modern ini pun tak lepas dari partisipasi warga. Dari total Rp 360 juta dana

pembangunan tersebut, sebanyak 30 persen dana pembangunannya dikumpulkan secara

sukarela dari warga. Sisanya bantuan dari USAID. Harapannya dengan adanya partisipasi ini,

warga merasa memiliki dan menjaga keberadaan MCK tersebut. 

Rupanya pembangunan kawasan kumuh yang melibatkan partisipasi warga kota ini telah

memicu daerah di sekitarnya untuk mencontoh kesuksesan yang ada. Tanpa adanya seruan

atau suruhan dari pihak manapun, RW 02 Petojo Utara mulai berbenah secara swadaya tanpa

bantuan pihak mana pun untuk membangun kawasannya. 

Kawasan RW 8 Petojo Utara bisa menjadi contoh pembangunan kawasan berbasis

masyarakat. Warga kota bisa mengambil peran penting dalam penanganan sanitasi kota asal

ada penyadaran kepada mereka akan pentingnya sanitasi bagi kesehatan mereka. Maka,

bukan hal yang tidak mungkin, sukses Petojo Utara ini pun ditiru oleh kawasan kumuh di

kota lainnya.

Page 71: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

4.2.9 Jempiring : Sanimas – Bali Fokus

Beberapa kantong kumuh di Kota Denpasar yang dengan mata telanjang dapat kita lihat

adalah Banjar Sari dan Banjar Batur di Kelurahan Ubung, Kecamatan Denpasar Barat. Gang

Jempiring yang terletak di wilayah Banjar Sari menempati urutan pertama kampung kumuh

di Kota Denpasar. Banjar Sari yang terletak di belakang Terminal Ubung, merupakan

terminal antar kota/propinsi terbesar di Bali yang merupakan daerah transit. Hal inilah yang

menyebabkan Ubung khususnya Gang Jempiring berkembang menjadi pemukiman padat

yang dihuni oleh berbagai etnis dan daerah.

Populasi di sekitar gang Jempiring dihuni oleh sekitar 300 Kepala Keluarga. Kebanyakan dari

mereka datang dari Jawa, Lombok dan daerah lain di Bali, seperti Karangasem, Klungkung

dan Buleleng. Rata-rata penghuni Gang Jempiring bermata pencaharian sebagai pedagang

kaki lima, buruh bangunan dan pekerjaan disektor informal lainnya. Rendahnya kesadaran

masyarakat dan tidak tersedianya fasilitas sanitasi yang memadai menyebabkan Banjar Sari

berkembang menjadi salah satu kawasan padat perkotaan (kampung kumuh) dengan

permasalahan sanitasi terutama akibat buangan tinja manusia.

Sebenarnya pemerintah sempat menaruh perhatian atas kondisi fasilitas sanitasi yang minim

di Gang Jempiring. Masyarakat di sekitar Gang Jempiring sebelumnya pernah mendapatkan

bantuan dari pemerintah Orde Baru. Tepatnya pada tahun 1980, pemerintah Orde Baru

membangun 4 unit MCK. Masyarakat Banjar Sari mengenalnya dengan sebutan “MCK

Moerdiono”. Namun hingga tahun 2002, MCK tersebut sudah sangat tidak layak digunakan

karena tidak pernah terawat dan menyebabkan septic tank penuh dan tidak bisa disedot.

Kesadaran masyarakat yang masih rendah disinyalir sebagai penyebab cepatnya kerusakan

MCK tersebut.

Permasalahan yang berkaitan dengan sanitasi diatas terungkap pada waktu pertemuan

sosialisasi program Community Based Sanitation yang diselenggarakan oleh Bali Fokus

bersama BORDA pada bulan Juli tahun 2002 yang lalu. Dari proses identifikasi, perumusan

masalah sampai dengan rekomendasi solusi yang pernah dilakukan oleh Bali Fokus, BORDA

(Bremen Overseas Research Development Association) dan bersama-sama masyarkat Banjar

Sari selama kurun waktu bulan Agustus sampai dengan Desember 2002 terungkap bahwa

kondisi MCK Moerdiono sudah sangat memprihatinkan, seperti kamar mandi dan WC-nya

Page 72: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

kotor, bau tak sedap dan tidak terawat. Lebih parah lagi, hampir semua septic tank MCK

jebol sehingga kotoran (tinja) langsung dibuang ke saluran drainase terdekat.

Beberapa hal lain yang terungkap dalam perumusan masalah sanitasi di Gang Jempiring,

Banjar Sari adalah bahwa tingkat kesadaran masyarakat untuk turut merawat dan menjaga

kebersihan fasilitas umum sangat rendah. Hal ini disebabkan antara lain absennya “rasa

kepemilikan” masyarakat terhadap fasilitas umum tersebut.

Bali Fokus sebagai organisasi swadaya masyarakat yang bergerak dibidang lingkungan hidup

dan pengembangan masyarakat bekerja sama dengan BORDA, sebuah lembaga non-profit

yang berpusat di Bremen, Jerman, menggagas sebuah proyek demonstrasi. Proyek

demonstrasi ini ditawarkan kepada masyarakat Gang Jempiring sebagai salah satu solusi dari

permasalahan sanitasi yang mereka alami. Sebuah proyek yang sarat dengan inovasi dan juga

teknologi tepat guna yang diyakini dapat menjaga kondisi MCK Jempiring hingga bertahan

lama dan berkelanjutan.

Proyek ini dikatakan inovatif karena MCK Jempiring lahir dari kebutuhan dan partisipasi

masyarakat, yang mana proses pendekatan non-teknis/partisipatif dimulai sejak Juli Agustus

tahun 2002 yang lalu sampai dengan operasional MCK Jempiring yang diresmikan pada hari

Rabu tanggal 6 Agustus 2003. Dalam proses pendekatan partisipatif ini, masyarakat diajak

mengidentifikasi permasalahan yang ada dan menentukan solusi yang dapat mereka lakukan

bersama. Masyarakat kemudian merumuskan beberapa alternatif solusi permasalahan sanitasi

di lingkungan mereka. Melalui beberapa kali pertemuan intensif, akhirnya pada akhir Bulan

Januari 2003 yang lalu masyarakat Banjar Sari sepakat untuk membangun MCK baru di

Gang Jempiring.

Bali Fokus sering melakukan pertemuan dengan masyarakat Banjar Sari, khususnya warga di

Gang Jempiring. Ada sekitar 10 kali pertemuan dengan masyarakat sebelum muncul solusi

pembangunan MCK Jempiring ini.

Akhirnya setelah melalui beberapa kali pertemuan, pada tanggal 31 Januari 2003 yang lalu

ditanda tangani nota kesepakatan antara warga Banjar Sari dengan Bali Fokus yang pada

intinya terdiri atas tiga hal. Pertama, warga Gang Jempiring, Banjar Sari membutuhkan

fasilitas sanitasi. Kedua, warga di sekitar Gang Jempiring bersedia untuk berkontribusi dalam

Page 73: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

perawatan dan pemeliharaan MCK dan terakhir, warga mendukung dibangunnya MCK baru

bersedia untuk memelihara dan turut menjaga kebersihan MCK itu.

Pembangunan MCK Jempiring melalui pendekatan berbasis masyarakat hanyalah salah satu

keunggulan MCK ini. Karena selain itu, MCK Jempiring yang diresmikan oleh Walikota

Denpasar pada hari Rabu tanggal 6 Agustus 2003 ini, juga dilengkapi dengan teknologi

pengolahan limbah tepat guna (appropriate technology) yang dapat menghasilkan gas methan

dan air buangan yang sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Gas methan

yang dihasilkan oleh bangunan pengolah limbah Bio-digester yang berada tepat dibawah

MCK ini dapat mencukupi kebutuhan memasak 3 keluarga.

4.2.10 Surabaya “Green and Clean”

Permasalahan kota saat ini semakin meningkat seiiring dengan akibat dari dampak mobilitas

penduduk dan urbanisasi yang meningkat. Akibat dari situasi tersebut, kondisi lingkungan

perkotaan dan perilaku masyarakatnya kurang memenuhi ketentuan kesehatan, seperti

munculnya daerah kumuh, keterbatasan ketersediaan air bersih dan air tanah, pencemaran

lingkungan, penataan sanitasi kota yang buruk, daerah rawan banjir, meningkatnya populasi

vektor penyakit, masalah penanganan sampah, kemacetan lalu lintas, kriminalitas dan

kekerasan, penggunaan narkoba hingga gaya hidup yang kurang memenuhi syarat keseahtan.

Data yang di himpun oleh Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) tahun

2006, menyebutkan bahwa sebagian masyarakat kota (71,9%) masih memanfaatkan sumber

air minum yang tidak terlindungi. Hanya 58,9% penduduk diperkotaan yang telah

mempunyai sarana pembuangan kotoran yang memenuhi syarat. Pencemaran udara di kota

besar pada tahun 2005 diperkirakan meningkat 2 kali dari tahun 1995 dengan sumber utama

emisi kendaraan bermotor dan kegiatan industri. Sekitar 57% penduduk kota tinggal di

perumahan yang kurang memenuhi syarat kesehatan.

Dari sekilas gambaran data diatas, tentunya bukan menjadi tugas ringan untuk mewujudkan

kota sehat. Namun bukan berarti tidak bisa diwujudkan. Saat ini, kita tengah memasuki era

reformasi yang merupakan masa transisi menuju Indonesia Baru. Tentunya kondisi ini

sebagai peluang untuk memulai proses dan cita-cita luhur ini.

Page 74: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Semarak kampanye Surabaya Green and Clean hasil kerjasama lintas bidang (Pemerintah

Kota Surabaya, Swasta dan media Jawa Pos dan Radar Surabaya) beberapa waktu lalu

memang pantas mendapat apresiasi yang tinggi. Bukan saja karena program ini mendapat

pujian dari pemerintah pusat. Tapi lebih dari itu, kegiatan ini memberi gambaran bahwa

masih ada warga masyarakat yang peduli tentang kebersihan dan kesehatan dalam kondisi

seperti sekarang ini.

Kampanye Surabaya Green and Clean memelopori peran masyarakat agar kampung mereka

bersih dan sehat. Meski sebenarnya sudah ada program sejenis, seperti penghargaan Adipura,

namun konsep program tersebut masih terlalu sentralistik karena kriteria penilaian masih

banyak didominasi pusat dan kurang mengakomodasi masukan di daerah.

Dengan kampanye Surabaya Green and Clean, diharapkan program ini dapat dilaksanakan

secara berkesinambungan. Mungin awalnya sekarang dititikberatkan pada aspek pengelolaan

sampah dan kebersihan kampung (Penyehatan lingkungan fisik). Selanjutnya bisa

berkembang terus ke arah penyehatan lingkungan sosial, seperti pelembagaan perilaku hidup

sehat, pembudayaan olahraga, peningkatan disiplin masyarakat, penurunan angka

kriminialitas dan seterusnya. Dimulai dari kampung sehat (RT/RW sehat), berlanjut ke

kelurahan sehat, meningkat lagi kecamatan sehat, begitu seterusnya.

Meskipun program Surabaya Green and Clean ini tidak secara spesifik melakukan

pembangunan sarana fisik air minum dan sanitasi, satu hal penting yang perlu dicontoh dalam

kegiatan ini adalah pola kerjasama antara pemerintah daerah dengan perusahaan yang peduli

dengan kondisi lingkungan. Dalam hal ini Pemerintah Kota Surabaya telah bekerja sama

dengan PT. Unilever dalam melakukan kampanye perilaku hidup bersih dan sehat, khususnya

bagi masyarakat uang tinggal pada lokasi-lokasi perkampungan kumuh. Pembelajaran terbaik

dari kampanye yang dilakukan adalah dengan melaksanakan kampanye yang bersifat gradual

serta willingness yang besar dari pemerintah setempat dalam melaksanakan kampanye.

Page 75: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

(Contoh lingkungan permukiman di perkotaan Surabaya yang telah melakukan pembenahan

melalui kampanye Surabaya Green and Clean)

Kegiatan kampanye yang dilakukan dimulai dari tingkat yang terkecil yaitu RT. Kemudian

setelah terlihat perubahan, beberapa warga RT diikutsertakan untuk melakukan kampanye

Green and Clean pada tingat RW. Begitu juga halnya, warga RW yang sudah menunjukkan

kemajuan dan perubahan sebagai hasil dari kampanye kemudian diikutsertakan untuk

pelaksanaan kampanye di tingkat kelurahan. Hal ini dilakukan seterusnya hingga tinggkat

kecamatan. Selain diikutsertakan dalam kegiatan kampanye, beberapa warga masyarakat

yang telah menunjukkan perubahan diberikan insentif oleh PT. Unilever dengan pembagi-

bagian keranjang sampah, sabun, dan shampo yang merupakan produk PT. Unilever. Namun

pada tahap-tahap berikutnya insentif ini tidak diberlakukan lagi dan itu sama sekali tidak

mengurangi animo masyarakat untuk ikut serta dalam kegiatan kampanye.

Saat ini PT. Unilever telah membentuk Yayasan Unilever Peduli yang secara langsung aktif

berperan serta dalam memperluas kegiatan kampanye Green and Clean di beberapa kawasan

kumuh di Surabaya. Setiap 3 (tiga) bulan sekali selama tahun 2006 dan 2007 dilakukan

kumpul akbar bagi masyarakat kota surabaya untuk melakukan kampanye serempak Green

and Clean. Momen ini sangat dimanfaatkan oleh Pemerintah Kota karena dinilai dapat secara

massal dan luas menyebarkan informasi-informasi mengenai pentingnya perilaku hidup

bersih dan sehat kepada masyarakat Kota Surabaya. Untuk lebih meningkatkan antusiasme

masyarakat, Yayasan Unilever Peduli melakukan undian bagi warga dengan hadiah puluhan

juta rupiah untuk pengelolaan lingkungan.

4.2.11 Pontianak : Pembangunan Toren dari NUSSP

Air bersih memang masih jadi masalah utama dihampair setiap permukiman, tidak terkecuali

di Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Di daerah ini hampir semua wilayah lingkungan

permukiman tidak tersedia air bersih. Karena kesulitan air bersih, tak heran semua warga

memanfaatkan air hujan untuk kebutuhan memasak dan minum. Mereka mengandalkan air

hujan yang di tampung dalam drum-drum atau bak beton dan toren-toren. Sementara untuk

Page 76: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

kebutuhan mandi dan mencuci, warga menggunakan sisa-sisa air di saluran atau selokan

dekat rumah dengan air yang berwarna cokelat, keruh dan sangat kotor.

Frekuensi curah hujan di Pontianak itu sendiri cukup karena berdasarkan data dari Observasi

dan Informasi Meteorologi Kelas II Pontianak, curah hujan di kota garis khatulistiwa ini

dalam batas normal, mencapai 200-250 mm (Juli-Agustus). Atas dasar pertimbangan ini,

melalui program NUSSP, warga terbantu dengan adanya toren-toren yang disediakan di

masing-masing lingkungan permukiman seperti di Tanjung Hulu salah satunya. Toren ini

cukup meringankan warga karena daya tampungnya lebih besar dibanding drum-drum dan

kualitas airnya lebih bersih.

Pembangunan toren ini dilakukan oleh masyarakat Tanjung Hulu sendiri dengan bantuan

tukan yang khusus direkrut melalui proyek NUSSP. Masyarakat sebelumnya membentuk

kelompok kerja dan diberi pelatihan oleh tim teknis NUSSP mengenai mekanisme teknis

pembangunan toren serta cara-cara pemanfaatan dan perawatan toren. Masyarakat Tanjung

Hulu sendiri tidak dipungut kontribusi atau sumbangan untuk melaksanakan pembangunan

toren, bahkan masyarakat yang bersedia untuk ikut bekerja dalam pembangunan toren akan

mendapatkan upah sebesar Rp. 50.000,00- per hari kerjanya. Pekerjaan pembangunan toren

sendiri memakan waktu 1 (satu) bulan hingga toren benar-benar dapat difungsikan.

Toren yang dibangun oleh masyarakat dan tukang terdiri dari 6 (enam) unit yang tersebar

secara komunal di tiap-tiap RT di Kelurahan Tanjung Hulu. Masing-masing toren memiliki

kapasitas 8.000 liter dan memiliki 3 (tiga) unit keran untuk masyarakat memperoleh air.

Secara umum, toren-toren ini telah membantu masyarakat Tanjung Hulu, terutama dalam hal

pemenuhan kebutuhan air bersih bagi masyarakat yang dapat digunakan sebagai sumber air

minum. Namun meskipun demikian, keberadaan toren ini belum mampu untuk mangatasi

permasalahan kekumuhan yang ada pada masyarakat Tanjung Hulu. Keberadaan toren ini

tidak serta merta mengubah kondisi perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat kota, karena

mereka masih melakukan buang air besar sembarangan dan juga mencemari lingkungan

permukiman mereka.

Page 77: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

4.3 Kesimpulan

Dari seluruh program pembangunan AMPL yang pernah dilakukan di Indonesia seperti yang

telah dipaparkan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa masing-masing program dan proyek

memiliki pendekatannya masing-masing. Setiap program dan proyek memiliki fokus yang

berbeda-beda dalam pelaksanaan kegiatannya. Beberapa proyek lebih fokus kepada

pembangunan atau penyediaan sarana, sementara proyek yang lain ada yang lebih fokus pada

pemberdayaan pemerintah ataupun pada perubahan perilaku masyarakat.

Selain itu, dapat juga disimpulkan bahwa setiap program pembangunan AMPL memiliki

pendekatan yang disesuaikan dengan tipologi kawasan kumuh yang ada, mengingat setiap

tipologi kawasan kumuh memiliki permasalahan yang berbeda-beda seperti yang talah

dipaparkan pada bab 2 dan 3. Untuk menyimpulkan keterkaitan antara program pembangunan

AMPL dengan tipologi dan permasalahan umum dan spesifik air minum dan sanitasi dasar

yang ada, maka berikut ini tabel ringkasan yang mencoba memetakan upaya penanganan

berdasarkan tipologi kawasan kumuh:

Page 78: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Tabel 4.1

Upaya Penanganan Air minum dan Sanitasi Dasar di Kawasan Kumuh Perkotaan Berdasarkan Tipologinya

NoProgram /

Proyek

Tipologi Kawasan Kumuh yang Ditangani

Aspek Permasalahan yang Ditangani

Kelembagaan Sosial Finansial Teknologi Lingkungan

1 KIP Seluruh Tipologi

Peningkatan kapasitas institusi Pemda dalam aspek perencanaan dan implementasi kegiatan

Tidak ada upaya untuk perubahan perilaku atau PHBS bagi masyarakat

Tidak ada bentuk bantuan finansial bagi masyarakat, kecuali bagi tukan yang dibayar secara profesional

Pembangunan fisik dengan teknologi yang disesuaikan dengan kondisi wilayah

Program ini sudah secara khusus melakukan peningkatan kesadaran masyarakat akan peningkatan daya dukung lingkungan

2 NUSSP Seluruh tipologi

Peningkatan kapasitas institusi Pemda dan masyarakat dalam aspek perencanaan dan implementasi kegiatan

Tidak ada upaya untuk perubahan perilaku atau PHBS bagi masyarakat

Bantuan finansial kepada masyarakat dalam bentuk upah terkait partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan proyek

Pembangunan fisik dengan teknologi yang disesuaikan dengan kondisi wilayah

Program ini sudah secara khusus melakukan peningkatan kesadaran masyarakat akan peningkatan daya dukung lingkungan

3 Sanimas Seluruh tipologi

Peningkatan kapasitas institusi masyarakat dalam perencanaan dan implementasi kegiatan

Tidak ada upaya untuk perubahan perilaku atau PHBS bagi masyarakat

Sudah ada upaya untuk mempertimbangkan kemampuan dan kemauan masyarakat melalui skenario in-kind dan in-cash

Pembangunan fisik dengan teknologi yang disesuaikan dengan kondisi wilayah

Program ini sudah secara khusus melakukan peningkatan kesadaran masyarakat akan peningkatan daya dukung lingkungan

Page 79: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

NoProgram /

Proyek

Tipologi Kawasan Kumuh yang Ditangani

Aspek Permasalahan yang Ditangani

Kelembagaan Sosial Finansial Teknologi Lingkungan

4 Swash CARE

Tipologi Kawasan Komersial

Tipologi Bantaran Sungai

Peningkatan kapasitas institusi Pemda dan masyarakat dalam aspek perencanaan dan implementasi kegiatan

Kampanye PHBS bagi masyarakat di lokasi program dengan mempertimbangkan tingkat pendidikan, struktur masyarakat

Sudah ada upaya untuk mempertimbangkan kemampuan dan kemauan masyarakat melalui skenario in-kind dan in-cash

Pembangunan fisik dengan teknologi yang disesuaikan dengan kondisi wilayah

Program ini sudah secara khusus melakukan peningkatan kesadaran masyarakat akan peningkatan daya dukung lingkungan

5 ESP USAID

Tipologi Bantaran Sungai

Tipologi Pinggiran Pantai

Tipologi Kawasan Komersial

Peningkatan kapasitas institusi masyarakat dalam perencanaan dan implementasi kegiatan

Tidak ada upaya untuk perubahan perilaku atau PHBS bagi masyarakat karena adanya asumsi masyarakat kota sudah paham mengani PHBS

Sudah ada upaya untuk mempertimbangkan kemampuan dan kemauan masyarakat melalui bantuan pinjaman uang atau micro-credit

Pembangunan fisik dengan teknologi yang disesuaikan dengan kondisi wilayah

Program ini sudah secara khusus melakukan peningkatan kesadaran masyarakat akan peningkatan daya dukung lingkungan

6Sanitation Improvement Project (SIP)

Tipologi Pinggiran Pantai

Tidak ada kegiatan pelatihan atau peningkatan kapasitas, baik bagi Pemda maupun masyarakat

Kampanye PHBS dilaksanakan bagi masyarakat di lokasi program, namun top-down sifatnya

Belum mempertimbangkan kemampuan dan kemauan masyarakat untuk berkontribusi terhadap proyek

Pembangunan jamban dengan subsidi penuh kepada masyarakat tanpa mempertimbangkan willingness dari masyarakat untuk menggunakan jamban secara efektif

Program ini belum secara khusus melakukan peningkatan kesadaran masyarakat akan peningkatan daya dukung lingkungan

Page 80: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

NoProgram /

Proyek

Tipologi Kawasan Kumuh yang Ditangani

Aspek Permasalahan yang Ditangani

Kelembagaan Sosial Finansial Teknologi Lingkungan

7Surabaya Green and Clean

Tipologi Kawasan Komersial

Tipologi Bantaran Sungai

Pemda merupakan pihak pelaksana dari program ini bersama-sama dengan kelompok ibu-ibu

Ya, melalui kampanye PHBS bagi masyarakat di lokasi program, khususnya menjaga kebersihan lingkungan

Program ini mengandalkan kemampuan dan kemauan pemerintah kota, masyarakat dan pihak swasta dalam hal pendanaannya

Program ini bukan bersifat pembangunan fisik sarana AMPL melainkan program kesehatan lingkungan

Ya, kekuatan program ini adalah dengan melakukan peningkatan kesadaran bagi masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan dan meningkatkan daya dukung lingkungan

Page 81: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

5 ALTERNATIF PENDEKATAN PENANGANAN AIR MINUM DAN SANITASI DASAR DI KAWASAN KUMUH PERKOTAAN

Dari paparan tiga bab terdahulu, telah berhasil diidentifikasi permasalahan umum

kawasan kumuh perkotaan berdasarkan tipologinya, kondisi dan permasalahan air

minum dan sanitasi dasar kawasan kumuh perkotaan, dan berbagai upaya penanganan

yang telah dilaksanakan terkait pelayanan air minum dan sanitasi dasar di kawasan

kumuh perkotaan. Dari ketiga hasil identifikasi tersebut, dapat ditarik benang merah

pendekatan penanganan air minum dan sanitasi dasar di kawasan kumuh perkotaan.

Bab ini mencoba memaparkan benang merah pendekatan yang telah dilakukan dan

mengkritisinya. Berdasarkan hasil kritisi tersebut, bab ini akan mencoba untuk

memberikan alternatif pendekatan penanganan air minum dan sanitasi dasar di

kawasan kumuh perkotaan berdasarkan tipologi lokasinya.

5.1 Mengkaji Kembali Upaya Terdahulu

Melihat beberapa pendekatan yang telah dilakukan oleh pemerintah dan pemangku

kepentingan lainnya, pada dasarnya penanganan air minum dan sanitasi dasar

kawasan kumuh perkotaan sudah mengakomodir beberapa isu kunci untuk menjamin

keberhasilan dan keberlanjutan program. Isu kunci tersebut antara lain seperti

penguatan kapasitas kelembagaan baik pada tingkat pemerintah maupun masyarakat,

promosi kesehatan, dan peningkatan akses terhadap sarana air minum dan sanitasi

dasar. Namun demikian, pendekatan penanganan yang ada saat ini masih belum

secara optimal mengakomodir berbagai kepentingan yang terkait dengan

penyelenggaraan air minum dan sanitasi dasar bagi kawasan kumuh perkotaan.

Berbagai kendala di lapangan ternyata masih butuh untuk diakomodir ke dalam

pendekatan penanganan yang ada saat ini.

Page 82: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

5.1.1 Kritik Terhadap Upaya Penanganan Air Minum dan Sanitasi Dasar di

Kawasan Kumuh Perkotaan Saat Ini

Terkait dengan berbagai upaya penanganan air minum dan sanitasi dasar kawasan

kumuh perkotaan, terdapat beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian, sebagai

berikut:

a. Kesepahaman dan kesepakatan mengenai pendekatan penanganan air

minum dan sanitasi dasar kawasan kumuh perkotaan

Terlepas dari semua upaya yang telah dilaksanakan, harus diakui bahwa sampai

saat ini belum ada kesepahaman dan kesepakatan mengenai pendekatan

penanganan kawasan kumuh perkotaan. sampi saat ini penanganan masih

bersifat parsial. Sebagai contoh, program SANIMAS yang saat ini telah menjadi

program Departemen Pekerjaan Umum, baru mulai mengadopsi komponen

perubahan perilaku ke dalam desain proyeknya setelah sekian tahun

dilaksanakan di berbagai kawasan kumuh. Hal ini mengindikasikan bahwa

pemerintah, baik pada tingkat nasional, provinsi maupun kota, masih belum

mempunyai pendekatan yang utuh dan disepakati bersama. Namun demikian,

disisi lain, proyek SWASH yang dilaksanakan CARE bekerja sama dengan

pemerintah kota Makassar sudah menerapkan pendekatan penanganan yang

cukup komprehensif. Oleh karena itu, pemerintah selaku pihak yang

bertanggung jawab terhadap pembangunan AMPL secara umum harus memiliki

pendekatan yang utuh yang tentunya membantu pencapaian target pemerintah

baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang.

b. Penyediaan sarana air minum dan sanitasi dasar vs rencana tata ruang

kota

Seringkali yang terjadi pada penyelenggaraan air minum dan sanitasi dasar

melalui berbagai program, baik oleh pemerintah maupun oleh pihak lain,

keberadaan rencana tata ruang diabaikan. Kekuatiran yang terjadi kemudian

adalah anggapan mengenai upaya melegalkan sesuatu yang ilegal, yaitu

pemenuhan kebutuhan masyarakat akan air minum dan sanitasi atas dasar hak

asasi namun di atas lahan/lokasi yang tidak legal, baik secara kepemilikannya

maupun peruntukkannya sebagai kawasan permukiman. Hal ini selanjutnya

menyebabkan pelanggaran undang-undang yang dapat dikenakan sanksi pidana.

Page 83: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Berdasarkan pengalaman semacam ini, maka hal ini mengindikasikan tidak

adanya koordinasi antar lembaga pemerintah dalam pelaksanaan suatu program.

c. Penanganan jangka pendek vs jangka panjang

Mengacu pada aturan tata ruang yang berlaku, maka penyelenggaraan air

minum dan sanitasi dasar di kawasan kumuh perkotaan pada dasarnya

merupakan solusi jangka pendekt (intermediate solution). Namun yang terjadi

saat ini adalah berbagai upaya yang telah dilaksanakan saat ini merupakan

solusi jangka panjang. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan air minum dan

sanitasi dasar tidak melihat arah pembangunan kota sesuai dengan rencana tata

ruang dan fakta bahwa kawasan kumuh harus hilang sesuai dengan target

pembangunan secara nasional.

d. Kapasitas pemerintah dan masyarakat: pengamat vs pelaku

Terdapat dua permasalahan terkait dengan penguatan kapasitas, terutama pada

tingkat pemerintah, yaitu (i) penguatan kapasitas hanya dipandang sebatas untuk

penyelesaian suatu proyek, bukan sebagai penguatan kapasitas secara

kelembagaan; dan (ii) pemerintah hanya dilatih untuk kemudian menjadi

pengamat bukan pelaku, sesuai dengan tupoksinya. Dua permasalahan tersebut

ternyata terjadi di berbagai proyek dan dan program, dan hal tersebut

menyebabkan rendahnya keberlanjutan program. Berbeda dengan penguatan

kapasitas di tingklat masyarakat, kapasitas yang sudah ditingkatkan kemudian

diaplikasikan secara langsung oleh masyarakat. Walaupun demikian, tidak

jarang terjadi aplikasi dari penguatan kapasitas yang telah dilaksanakan tidak

terjadi karena keberadaan konsultan fasilitator masyarakat yang mengerjakan

semuanya. Hal ini seringkali terjadi akibat adanya tuntutan dari proyek untuk

penyerapan dana, atau pencapaian target yang kemudian mengorbankan prinsip

berbasis masyarakat.

e. Manajemen aset: aset masyarakat vs aset pemerintah

Terbangunnya sarana ar minum dan sanitasi dasa komunal di suatu kawasan

kumuh harus dilandasi pengertian bahwa sarana tersebut dimaksudkan untuk

solusi jangka pendek. Dengan demikian, manajemen aset harus

Page 84: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

diimplementasikan dengan pendekatan yang berbeda. Seringkali yang terjadi

dalam pelaksanaan proyek air minum dan sanitasi dasar berbasis masyarakat

adalah pada saat sarana telah terbangun maka sarana tersebut diserahkan kepada

masyarakat. Di satu sisi, hal ini dapat menyebabkan timbulnya persepsi yang

berbeda di tingkat masyarakat, dimana masyarakat akan menganggap bahwa

penyerahan aset/sarana fisik tersebut merupakan legitimasi akan status mereka

sebagai penghuni yang sah menurut hukum. Di sisi lain, pemerintah kota tidak

menyadari konsekuensi dibangunnya suatu sarana, sehingga seringkali yang

terjadi pemerintah tidak mengalokasikan dana untuk pendampingan terhadap

masyarakat maupun untuk operasi dan pemeliharaan sarana terbangun. Hal ini

menjelaskan adanya kesan dimana pemerintah ingin sesegera mungkin

menyerahkan aset kepada masyarakat sehingga pemerintah tidak bertanggung

jawab atas keberadaan dan keberfungsian sarana.

f. Monitoring dan evaluasi

Terkait dengan monitoring dan evaluasi, dari berbagai pengalaman yang ada,

terlihat secara jelas bahwa pemerintah tidak melakukan monitoring secara

optimal. Tidak jarang pemerintah dan masyarakat tidak melakukan monitoring

dan evaluasi sama sekali dikarenakan tidak tersedianya kapasitas dan alat/tools

untuk melakukan monitoring dan evaluasi.

5.1.2 Isu Kritis Terkait Pendekatan Penanganan Kawasan Kumuh Perkotaan

Berdasarkan kritik yang telah diuraikan di atas, maka terdapat beberapa isu kritis yang

perlu segera ditindaklanjuti, yaitu:

a. Pendekatan penanganan air minum dan sanitasi

dasar

Perlunya kesepakatan mengenai pendekatan penanganan air minum dan sanitasi

dasar kawasan kumuh oleh seluruh pemangku kepentingan yang mengacu pada

rencana tata ruang kota, khususnya pemerintah kota dan masyarakat sebagai

pelaku utama.

b. Pemetaan masalah

Page 85: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Pemetaan permasalahan air minum dan sanitasi dasar pada kawasan kumuh

perkotaan untuk mengetahui daya upaya yang diperlukan baik secara finansial

maupun kebijakan.

c. Rencana strategis

Keberadaan rencana strategis air minum dan sanitasi dasar dalam mendukung

pemenuhan target “Indonesia bebas dari kekumuhan”.

d. Kapasitas pemerintah dan masyarakat

Kapasitas pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan pendekatan

penanganan air minum dan sanitasi dasar di kawsan kumuh perkotaan

5.2 Alternatif Pendekatan Penanganan Air Minum dan Sanitasi Dasar di

Kawasan Kumuh Perkotaan

Mengacu pada beberapa kritik dan isu kritis yang telah dipaparkan di atas, pada

dasarnya sampai saat ini dapat dikatakan belum ada kesepakatan, bahkan mungkin

sekali, belum terdapat pendekatan yang menjadi koridor bagi semua upaya yang

dilakukan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, perlu dikembangkan sebuah

pendekatan penanganan air minum dan sanitasi dasar kawasan kumuh. Namun

demikian, dalam mengembangkan suatu pendekatan, maka terdapat beberapa

beberapa hal yang harus dipertimbangkan untuk kemudian diakomodir dalam

pendekatan yang akan dikembangkan.

5.2.1 Beberapa Aspek yang perlu dipertimbangkan

Hal pertama yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan suatu pendekatan

penanganan adalah tujuan akhir yang ingin dicapai berdasarkan peraturan

perundangan yang berlaku. Tujuan akhir dari suatu pendekatan penanganan

merupakan hal yang sangat penting, karena hal tersebut akan menjadi landasan atau

dasar utama dalam mendesain seluruh pendekatan. Dalam hal tujuan akhir, maka

sangat jelas dipaparkan dalam arah pembangunan nasional, yaitu Indonesia bebas dari

kekumuhan tahun 2020. Hal ini berarti keberadaan kawasan kumuh tidak dapat lagi

ditolerir pada tahun 2020.

Page 86: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Kedua, pelaku yang terkait dalam hal penanganan air minum dan sanitais dasar

kawasan kumuh. Kawasan kumuh merupakan kawasan dengan permasalahan multi

dimensi, oleh karena itu terdapat banyak kepentingan, baik yang sejalan dan yang

bersebrangan. Berbagai kepentingan tersebut perlu dicermati dalam mengembangkan

pendekatan yang dimaksud. Terkait dengan berbagai kepentingan tersebut, maka

perlu diidentifikasi pelaku yang berkepentingan, khususnya pelaku yang akan

menggunakan atau bahkan yang akan terpengaruh oleh pendekatan penanganan air

minum dan sanitasi dasar. Hal ini menunjukkan pengembangan pendekatan harus

memperhatikan siapa melakukan apa, kapan, dan siapa mendapat apa.

Ketiga, sumber daya yang diperlukan. Dalam pengembangan pendekatan penanganan

yang dimaksud, maka perlu diperhatikan sumber daya apa saja yang perlu ada,

sehingga pendekatan yang dikembangkan merupakan pendekatan yang terukur, dan

memungkinkan untuk dilaksanakan.

Keempat, kebutuhan peningkatan kapasitas. Peningkatan kapasitas merupakan salah

satu komponen utama dalam pendekatan penanganan air minum dan sanitasi dasar.

Oleh karena itu harus diketahui kebutuhan peningkatan kapasitas. Peningkatan

kapasitas ini dapat dikategorikan dalam aspek perencanaan, implementasi, manajemen

aset, dan monitoring & evaluasi. Kebutuhan peningkatan kapasitas ini berlaku untuk

pemerintah dan masyarakat.

5.2.2 Pendekatan Penanganan Air Minum dan Sanitasi Dasar Kawasan

Kumuh: model alternatif

Pendekatan yang dikembangkan pada dasarnya merupakan integrasi dari berbagai

upaya yang sudah dan dapat lebih dikatakan sebagai sistematisasi dari berbagai upaya

yang telah dilakukan. Seperti yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, terdapat

4 (empat) hal yang perlu dipertimbangkan dalam mensistematiskan berbagai upaya

yang ada. Untuk itu, perlu dilihat kembali kepentingan dari perlunya dikembangkan

suatu pendekatan penanganan air minum dan sanitasi dasar kawasan kumuh, yaitu

kebutuhan pemerintah akan suatu pendekatan yang sederhana, terukur, efektif, dan

time-bound (memperhatikan target waktu tertentu) untuk secara sistematis menangani

Page 87: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

masalah air minum dan sanitasi dasar kawasan kumuh yang tetap sejalan dengan

kebijakan dan tujuan nasional dalam membebaskan kota dari keberadaan kawasan

kumuh.

Rencana Strategis dan Forum koordinasi Lintas Sektor

Dikatakan suatu pendekatan yang efektif dan sistematis memberikan arti bahwa

adanya kemauan untuk menangani permasalahan air minum dan sanitasi dasar secara

terpadu, yaitu dibawah suatu rencana payung yang jelas. Hal ini menunjukkan

diperlukannya suatu rencana strategis penanganan air minum dan sanitasi dasar di

kawasan kumuh.

Terkait dengan kebutuhan untuk menyusun rencana strategis tersebut, dikarenakan

penanganan air minum dan sanitasi dasar merupakan kegiatan lintas sektor, maka

diperlukan suatu forum yang dapat memfasilitasi kegiatan koordinasi lintas sektor

yang terkait. Forum tersebut harus terdiri dari anggota sektor terkait dan fungsi dari

forum tersebut hanya sebatas untuk berkoordinasi. Hasil kesepakatan dari koordinasi

yang dilakukan melalui forum tersebut harus ditindaklanjuti oleh masing-masing

anggota forum sesuai dengan tupoksinya. Forum seperti ini seringkali disebut dengan

kelompok kerja. Contoh forum dengan fungsi seperti yang dimaksudkan di atas

adalah Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) dan

Kelompok Kerja Sanitasi.

Keberadaan forum atau kelompok kerja (Pokja) seringkali didukung dengan

pembentukan beberapa tim teknis untuk mendukung berbagai hal sesuai dengan

kebutuhannya. Salah satu contoh terkait dengan pembentukan tim teknis untuk

perencanaan dalam sebuah Pokja adalah seperti yang dilakukan oleh Pokja AMPL

kota Medan. Kebutuhan Pokja AMPL kota Medan dalam menyusun rencana strategis

mengharuskan Pokja AMPL kota Medan untuk membentuk tim teknis perencanaan

untuk menjamin tersusunnya rencana strategis AMPL.

Penguatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah dan Masyarakat

Selain adanya kebutuhan rencana strategis, pokja dan tim teknis sebagai pendukung

pokja AMPL, keberadaan pokja itu sendiri dan rencana strategis yang akan disusun

Page 88: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

mengindikasikan kebutuhan untuk memastikan apakah setiap anggota dari pokja telah

memiliki kapasitas dalam mengimplementasikan rencana strategis. Terkait dengan hal

ini, berbagai bantuan teknis melalui program-program air minum dan sanitasi dasar

dari berbagai donor dan pemerintah pusat telah berupaya untuk memberikan berbagai

penguatan kapasitas dan pilot project. Namun demikian, penguatan kapasitas yang

diiberikan dan pelaksanaan pilot projet yang sudah diberikan sebagian besar tidak

sesuai dengan hasil yang diharapkan. Berbagai penguatan kapasitas dan pilot project

seringkali berakhir dengan sia-sia karena pemerintah daerah tidak melakukan

internalisasi terhadap pendekatan yang sudah diberikan.

Hal ini terjadi karena beberapa hal, yaitu (i) pemerintah daerah belum dapat melihat

kerangka besar dan tujuan dari pendekatan yang coba untuk disampaikan; dan (ii)

pemerintah daerah hanya melihat suatu upaya penanganan kawasan kumuh

berdasarkan pendekatan proyek sehingga peningkatan kapasitas semata-mata hanya

dilakukan untuk pelaksanaan pilot project; dan (iii) peningkatan kapasitas pemerintah

seringkali tidak diaplikasikan oleh pemerintah secara langsung melalui pilot project

yang ada, namun seringkali pihak konsultanlah yang mengaplikasikan di lapangan.

Hal ni mengakibatkan pemerintah hanya menjadi pengamat dibandingkan sebuah

institusi yang seharusnya mengaplikasikannya secara langsung.

Belajar dari pengalaman program WES UNICEF, untuk mengatasi beberapa

permasalahan tersebut, maka seluruh dinas yang terkait yang telah mendapatkan

pelatihan diharuskan untuk mengaplikasikannya melalui pilot project dengan bantuan

fasilitasi dari konsultan. Dalam hal ini terjadi perubahan konsep yang mendasar

terkait dengan peningkatan kapasitas. Model ini merupakan model yang bagus, namun

diperlukan waktu dan dana peningkatan kapasitas yang tidak sedikit. Penguatan

kapasitas harus dilaksanakan dengan memperhatikan kualitas dari fasilitator masing-

masing dinas yang sudah berhasil dilatih. Model pengaplikasian secara langsung oleh

pemerintah ini dikenal dengan model on-the-job-training, dimana apa yang dipelajari

langsung dipraktekan secara langsung. Terkait dengan pelatihan teknis, hal ini sangat

efektif dan efisien.

Page 89: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Kesiapan Masyarakat dalam Implementasi Program Penyediaan Air Minum

dan Sanitasi Dasar

Dalam pengembangan pendekatan penanganan air minum dan sanitasi dasar kawasan

kumuh, hal lain yang perlu diperhatikan adalah karakter masyarakat di masing-masing

tipologi kawsan kumuh. Karakteristik masyarakat yang berbeda-beda akan sangat

mempengaruhi proses persiapan dam implementasi pada tingkat masyarakat. Pada

proses persiapan contohnya, dikarenakan pendekatan yang dilakukan harus mengacu

pada prinsip berbasis masyarakat, maka keterlibatan masyarakat adalah mutlak.

Namun realita di lapangan seringkali tidak mendukung keterlibatan masyarakat.

Masyarakat di kawasan kumuh pinggir pantai mempunyai mata pencaharian sebagai

nelayan yang menyulitkan masyarakat untuk terlibat secara penuh. Dengan demikian

perlu dilakukan pendekatan lain seperti melibatkan lembaga yang sudah ada

dimasyarakat atau secara resmi sudah ada dibawah pemerintah kelurahan.

Contoh lain keterlibatan masyarakat dalam penanganan kawasan kumuh adalah

kontribusi masyarakat dalam bentuk tunai dan material. Kedua bentuk kontribusi akan

menjadi permasalahan jika karakteristik masyarakat tidak dipahami dengan baik.

Kontribusi material biasanya mengalami kendala terkait dengan kemauan masyarakat

untuk meninggalkan pekerjaannya untuk mengkontribusikan tenaganya dalam

membangun sarana air minum ataupu sanitasi dasar. Selain itu terkait dengan

kontribusi material lainnya, seperti kerikil, pasir dan lain sebagainya sengat terbatas

karena kondisi kawasan kumuh yang tidak memungkinkan masyarakat untuk

memanfaatkan sumber daya dilingkungannya. Kontribusi dalam bentuk tunai

biasanya cenderung dipilih oleh masyarakat sebagai tanda keterlibatannya. Namun hal

ini juga seringkali terkendala dengan tingkat pendapatan yang sangat rendah,

sehingga akan mempengaruhi masyarakat dalam mengoperasikan dan memelihara

sarana yang terbangun.

Selain itu, kondisi sosial masyarakat dalam hal tingkat kriminal, kerentanan sosial

(tingkat kesehatan, pendidikan, pendapatan, dan lain sebagainya) juga akan

mempengaruhi keterlibatan masyarakat. Seringkali dikarenakan tingkat kriminalitas

yang cukup tinggi, suatu upaya penanganan air minum dan sanitasi dasar gagal untuk

dilaksanakan karena adanya ancaman, pungli dan lain sebagainya.

Page 90: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Alternatif Opsi Teknologi Air Minum dan Sanitasi Dasar Berbasis Masyarakat

Aspek penting lain dalam pengembangan pendekatan penanganan air minum dan

sanitasi dasar adalah opsi teknologi yang akan diterapkan. Penerapan suatu opsi

teknologi harus memperhatikan beberapa hal, yaitu: (i) opsi teknologi yang diterapkan

harus dimengerti sebagai suatu opsi teknologi untuk jangka pendek (intermediary

technical options) terkait dengan tujuan untuk membebaskan Indonesia dari kawsaan

kumuh; dan (ii) kondisi lingkungan akan sangat menetukan opsi yang dapat

diterapkan (tinggi permukaan air tanah, sumber air, keterbatasan lahan, dan lain

sebagainya).

Berbagai aspek penting yang telah disebutkan di atas dalam mengembangkan

pendekatan penanganan yang sederhana, terukur, efektif, dan sistematis dapat

dirangkum ke dalam kerangka pikir sebagai berikut:

Gambar 5.1Pendekatan Penanganan Air Minum dan Sanitasi Dasar

Kawasan Kumuh

Kelompok Kerja Penanganan air

minum dan sanitasi dasar

Tim teknis perencanaan

Tim teknis Monitoring &

Evaluasi

Tim teknis manajemen

aset

Tim teknis fasilitasi

masyarakat

Kapasitas perencanaan

Kapasitas Monitoring &

Evaluasi

Kapasitas manajemen

aset

Kapsitas fasilitasi

masyarakat

Penguatan Kapasitas

Rencana Strategis penanganan air

minum dan sanitasi dasar kawasan

kumuh

Pilot Project

Implementasi rencana strategis

Replikasi (Scaling up)

Internalisasi

Aktualisasi

Aplikasi (on-the job-training method)

Page 91: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka pada tingkat pemerintahan, dapat

diidentifikasi berbagai hal yang harus dipersiapkan dalam mengimplementasikan

pendekatan penanganan air minum dan sanitasi dasar kawasan kumuh perkotaan.

Sedangkan untuk pendekatan penanganan pada tingkat masyarakat dapat diuraikan

melalui penjabaran pilot project sebagai berikut:

Gambar 5.2Proses Pendekatan Penanganan Air Minum dan Sanitasi Dasar

Kawasan Kumuh Pada Tingkat Masyarakat

Terkait dengan pendekatan penanganan pada tingkat pemerintah dan masyarakat,

maka jika dilihat dari 5 aspek keberlanjutan (kelembagaan, finansial, sosial,

lingkungan, dan teknologi), maka pendekatan penanganan air minum dan sanitasi

dasar pada masing-masing tipologi akan sangat berbeda, khususnya pada tingkat

masyarakat. Hal ini dikarenakan berbedanya karakteristik masyarakat dan lokasi

kawasan kumuh. Matriks berikut ini mencoba merangkum pendekatan penanganan

pada air minum dan sanitasi dasar pada kawasan kumuh berdasarkan tipologinya.

Kelompok Kerja Penanganan air

minum dan sanitasi dasar

Sosialisasi program & pembentukan/

pemanfaat kelompok

masyarakat

Pemicuan Masyarakat

melalui metode STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat)

Identifikasi opsi teknis dan

pelatihan yang dibutuhkan

Identifikasi promosi

kesehatan dan pelatihan yang

dibutuhkan

Pelatihan teknis dan penyusunan

DED (Detail Engineering

Design)

Pelatihan promosi kesehatan dan

penyusunan rencana promosi

kesehatan

Rencana Kerja Masyarakat

(RKM)

Pelaksanaan RKM

Internalisasi

Aktualisasi

Pemahaman

Page 92: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study
Page 93: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Tabel 5.1Matriks Pendekatan Penanganan Air Minum dan Sanitasi Dasar Kawasan Kumuh

TipologiAspek

Bantaran SungaiBantaran Rel Kereta Api Pusat Komersial Pinggiran Pantai/Rawa

Kelembagaan • Pembentukan forum koordinasi lintas sektor (beranggotakan SKPD terkait, pemerintah kelurahan, masyarakat, Perguruan tinggi, pihak swasta, dan LSM)• Pemberdayaan LPM

sebagai focal point ditingkat masyarakat (sebagai fasilitator dan pengelola)• Peningkatan Kapasitas

kelembagaan dan masyarakat dalam perencanaan, implementasi dan monev

• Pembentukan forum koordinasi lintas sektor (beranggotakan SKPD terkait, pemerintah kelurahan, masyarakat, Perguruan tinggi, pihak swasta, dan LSM)• Pemberdayaan LPM

sebagai focal point ditingkat masyarakat (sebagai fasilitator dan pengelola)• Peningkatan Kapasitas

kelembagaan dan masyarakat dalam perencanaan, implementasi dan monev

• Pembentukan forum koordinasi lintas sektor (beranggotakan SKPD terkait, pemerintah kelurahan, masyarakat, Perguruan tinggi, pihak swasta, dan LSM)• Pemberdayaan LPM

sebagai focal point ditingkat masyarakat (sebagai fasilitator dan pengelola)• Peningkatan Kapasitas

kelembagaan dan masyarakat dalam perencanaan, implementasi dan monev

• Pembentukan forum koordinasi lintas sektor (beranggotakan SKPD terkait, pemerintah kelurahan, masyarakat, Perguruan tinggi, pihak swasta, dan LSM)• Pemberdayaan LPM

sebagai focal point ditingkat masyarakat (sebagai fasilitator dan pengelola)• Peningkatan Kapasitas

kelembagaan dan masyarakat dalam perencanaan, implementasi dan monev

Page 94: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

TipologiAspek

Bantaran SungaiBantaran Rel Kereta Api Pusat Komersial Pinggiran Pantai/Rawa

Sosial • Perubahan perilaku hidup• Peningkatan ekonomi•Relokasi bertahap

•Perubahan perilaku hidup•Peningkatan ekonomi•Relokasi bertahap

•Perubahan perilaku hidup•Peningkatan ekonomi

• Perubahan perilaku hidup• Peningkatan ekonomi• Relokasi bertahap

Teknologi Penerapan opsi teknologi utk jangka pendek (5 tahun)

Penerapan opsi teknologi utk jangka pendek (5 tahun)

Opsi teknologi jangka panjang (terkait dengan rencana induk kota)

Penerapan opsi teknologi utk jangka pendek (5 tahun)

Lingkungan Revitalisasi dan peningkatan daya dukung lingkungan secara bertahap

Revitalisasi dan peningkatan daya dukung lingkungan secara bertahap

Revitalisasi dan peningkatan daya dukung lingkungan secara bertahap

Revitalisasi dan peningkatan daya dukung lingkungan secara bertahap

Finansial Sinergi pendanaan melalui APBD dan sumber pendanaan lainnya (NGO, Donor, dsb)

Sinergi pendanaan melalui APBD dan sumber pendanaan lainnya (NGO, Donor, dsb)

Sinergi pendanaan melalui APBD dan sumber pendanaan lainnya (NGO, Donor, dsb)

Sinergi pendanaan melalui APBD dan sumber pendanaan lainnya (NGO, Donor, dsb)

Page 95: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

5.3 Simpulan

Pendekatan komprehensif penanganan AMPL kawasan kumuh perkotaan harus

mengakomodir berbagai aspek penting mulai dari aspek kebijakan, kelembagaan,

sosial, teknologi, lingkungan dan finansial. Secara keseluruhan, pendekatan

komprehensif penanganan AMPL kawasan kumuh perkotaan harus dibagi ke dalam

dua model, yaitu pendekatan yang ditujukan untuk menangani kawasan kumuh yang

sesuai dengan peruntukkannya, dan model pendekatan yang ditujukan untuk

menangani kawasan kumuh yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

Page 96: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Daftar Pustaka

Ningtyas, Suhendro.Solusi Vertikal Untuk Pembangunan Kawasan Kumuh Perkotaan.

Tiga Serangkai. Jakarta, 2008.

Purboyo, Heru. Quo Vadis Implementasi Kebijakan Penataan Ruang, Makalah.

Bandung, 2006.

Sutjipto, Harry. Urbanisasi di Negara Bekembang. Sinar Grafika. Jakarta, 2001.

Mungkasa, Oswar. Penyediaan Air Minum yang Pro Poor. Jakarta, 2007.

Mungkasa, Oswar. Beberapa Fakta tentang Penyediaan Air Minum Bagi Penduduk

Miskin Perkotaan : Fokus Jakarta Utara, Makalah. Jakarta, 2005.

WASPOLA. Small-Scale Water Providers in Indonesia, Research. Jakarta, 2006.

World Bank. World Bank Report: Making Services Work for Poor People.

Washington DC, 2003.

Rukmana, Deden. Pembelajaran Kampung Improvement Program, Makalah. Jakarta,

2006

Lopez Follegati, J.L. A City in Transformation, Environment and Urbanization. ILO.

Washington DC, 1999.

Kelompok Kerja AMPL. Pembangunan AMPL di Indonesia : Pembelajaran Dari

Berbagai Pengalaman. Jakarta, 2008.

Dep. PU, Dirjen. Cipta Karya. Pedoman Umum NUSSP Edisi Mei 2006. Jakarta,

2006.

Tim Teknis Pembangunan Sanitasi. Kiat Kerja Sanitasi di Kawasan Kumuh. Jakarta,

2007.

Kurniawan, Iwan dan Happy Ratna S. Penyusunan Strategi Pengelolaan Sanitasi

Permukiman Kumuh. Dalam Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi

V. Program Studi Magister Manajemen Teknis ITS. Surabaya. 2007

Kurniasih, Sri. Usaha Perbaikan Pemukiman Kumuh di Petukangan Utara-Jakarta

Selatan, Penelitian. Universitas Budi Luhur. Jakarta. 2007

USAEP (United States Asia Environmental Partnership). UPDATE Project Final

Report. 2002

UN HABITAT Global Urban Observatory, 2008

Hasil Kajian Kawasan Kumuh di Pinggiran Sungai Deli, 2001

Page 97: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study

Inmendagri No. 14 Tahun 1988 : Lokasi Ruang Terbuka Hijau bisa berada pada

kawasan jalur sungai)

Peraturan Menteri PU tentang kawasan sempadan sungai

Hasil Kajian Kawasan Kumuh di Pinggiran Sungai Deli, 2001

Hasil kajian BKKBN : Badan Koordinasi Kelarga Berencana Nasional,2004

Hasil Pengamatan awal dan Kajian Kawasan Permukiman Kumuh di Kawasan

Pinggiran Sungai Cikapundung, 2008

Usaha Perbaikan Permukiman Kumuh di Petukangan Utara-Jakarta Selatan oleh Sri

Kurniasih, 2006

Perencanaan Permukiman Nelayan di Pantai Timur Surabaya oleh Ratna Darmiwati,

Jurusan T. Arsitektur Universitas Merdeka Surabaya, 2001

Kajian pertumbuhan permukiman ilegal kawasan komersial, KK Perencanaan Kota

ITB 2005

Naskah Internet:

Mujiyanto. “Petojo Utara, Potret Sukses Pengelolaan Sanitasi Kota”,

www.sanitasi.or.id (Diakses 24 Januari 2009)

“Surabaya Green and Clean”, www.tunashijau.org (Diakses 24 Januari 2009)

“Sulawesi Water, Sanitation, and Hygiene”, www.careindonesia.or.id (Diakses 24

Januari 2009)

“Pembangunan Sanitasi Berbasis Masyarakat”, www.dimsum.its.ac.id (Diakses 24

Januari 2009)

Romli, Rafiq. “MCK Jempiring : Sebuah Langkah Awal Sanitasi Berbasis Partisipasi

Masyarakat di Bali”, www.terranet.or.id (Diakses 24 Januari 2009)

Kertayasa, I Made. “Sketsa Perumahan Kumuh di Kota Samarinda”.

http://kertha.blogspot.com (Diakses 9 Februari 2009)

“Blok Asin, Kampung Kami yang kebanjiran”. www.urbanpoor.or.id (Diakses 3

Maret 2009)

“Kisah Bantaran rel Karang Anyar”. www.urban poor.or.id (Diakses 3 Maret 2009)

“Pendapatan Masyarakat Pesisir Rp 300.000,-“. www2.kompas.com (Diakses 3 Maret

2009)

“Pesisir Marjinal, Rentan Terserang Penyakit”. http://padang-today.com (Diakses 3

Maret 2009)

Page 98: Ketersediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Kawasan Kumuh. Desk Study