keterkaitan keruangan dalam aktivitas ekonomi pkl solo grand mall dengan wilayah sekitarnya

Upload: mahammad-khadafi

Post on 01-Mar-2016

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah tugas

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor informal adalah segala jenis pekerjaan atau bidang usaha yang tidak mendapatkan status resmi dari pemerintah (tidak diakui) sehingga sektor informal tidak berbadan hukum, tidak dihitung pada PDRB dan inflasi namun tetap membayar retribusi kepada pemerintah. Sektor informal sangat banyak jenisnya, antara lain pedagang asongan, penarik becak, tukang ojek, tukang parkir liar, pemilik warung-warung makan, pedagang kaki lima, dan sebagainya (Saparini dan Basri: 2009).Pedagang kaki lima menurut Soedjana (1981) adalah sekelompok orang yang menawarkan barang atau jasa di atas trotoar atau di pinggir jalan di sekitar pusat perbelanjaan atau pertokoan, pasar, pusat rekreasi atau hiburan, pusat perkantoran dan pendidikan, baik secara menetap maupun setengah menetap dan berstatus tidak resmi atau setengah resmi serta dilakukan baik pagi, siang, sore maupun malam hari.

Pedagang kai lima Solo Grand Mall merupakan salah satu pelaku ekonomi Kota Surakarta yang menempati lokasi yang strategis. Para pedagang kaki lima tersebut menempati salah satu ruas jalan utama di Kota Surakarta yaitu Jalan Slamet Riyadi yang dilengkapi dengan jalur pedestrian sehingga ramai pengunjung. Selain itu letaknya bersebelahan dengan pusat perbelanjaan besar Solo Grand Mall. Pedagang kaki lima ini juga terletak di Kawasan BWK II yang menjadi kawasan pusat perekonomian dalam Kota Surakarta (RTRW Kota Surakarta 2007-2026).

Aktivitas ekonomi pedagang kaki lima melibatkan pelaku-pelaku ekonomi baik dari tingkat maupun sektor lainnya. Saat pedagang kaki lima menjadi konsumen, mereka memerlukan Desa Tawangmangu, Kecamatan Delanggu, dan Kelurahan Semanggi untuk menyediakan bahan baku produksi. Saat pedagang kaki lima mengambil peran sebagai produsen, mereka memerlukan kelurahan-kelurahan di sekitarnya untuk menyediakan orang-orang yang akan mengonsumsi dagangan mereka.Berdasarkan hal itulah, keterkaitan ekonomi pada dasarnya menggambarkan hubungan antara perekonomian suatu daerah dengan lingkungan sekitarnya. Eksternalitas aglomerasi (pemusatan) dipandang sebagai faktor penentu yang penting dalam konsentrasi geografis kegiatan ekonomi di daerah perkotaan. Kaitan intrasektoral (kaitan antar perusahaan dalam sektor sama) dan kaitan antar sektor adalah suatu cara untuk melihat eksternalitas aglomerasi, baik yang dipicu oleh input maupun output (Kuncoro, 2002).Dengan demikian pedagang kaki lima Solo Grand Mall menempati posisi yang strategis di Kota Surakarta. Keberadaan pedagang kaki lima Solo Grand Mall menjadi objek yang menarik untuk mengkaji keterkaitan antar sektor ekonomi dan keterkaitan antar daerah dalam perekonomian wilayah Surakarta dan sekitarnya. Hasil penelitian ini diharapkan akan mampu memberi pengetahuan mengenai posisi pedagang kaki lima sebagai sektor informal kota dalam aliran arus perekonomian yang mencakup wilayah lebih besar.1.2 Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah yang dibahas meliputi dua objek kajian yaitu ruang lingkup wilayah primer dan ruang lingkup wilayah sekunder. Ruang lingkup wilayah primer merupakan ruang wilayah yang dijadikan objek kajian utama dan merupakan fokus dari penelitian. Sedangkan ruang lingkup wilayah sekunder adalah ruang wilayah yang mempunyai keterkaitan dengan ruang lingkup wilayah primer dan mempunyai andil terhadap keberlangsungan aktivitas di ruang wilayah primer.1. Ruang Lingkup Wilayah PrimerRuang lingkup wilayah primer yang menjadi fokus utama dari penelitian ini adalah kawasan barat daya Solo Grand Mall, Jalan Slamet Riyadi, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Surakarta. Kawasan ini menjadi ruang lingkup wilayah primer karena di tempat tersebut terdapat sekelompok sektor informal yaitu pedagang kaki lima.2. Ruang Lingkup Wilayah SekunderRuang lingkup wilayah sekunder yang mempunyai keterkaitan dengan ruang lingkup wilayah utama tersebut antara lain:a. Kawasan yang menyediakan bahan baku untuk aktivitas ekonomi kawasan primer: Kecamatan Delanggu (Klaten), Desa Tawangmangu (Karanganyar), Kelurahan Semanggi (Surakarta).

b. Kawasan yang menyediakan jasa untuk aktivitas ekonomi wilayah primer: Kelurahan Bumi (Surakarta).

c. Kawasan yang menyediakan konsumen untuk aktivitas ekonomi wilayah primer: Kelurahan Penumping, Kelurahan Purwosari, dan Kelurahan Sriwedari.d. Kawasan asal pedagang kaki lima Solo Grand Mall : Kabupaten Sukoharjo, Karanganyar, Klaten dan kelurahan-kelurahan di Kota Surakarta.1.3 Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keterkaitan ruang antara kawasan pedagang kaki lima Solo Grand Mall dengan kawasan penyedia bahan baku, jasa, tenaga kerja dan konsumen baik di kelurahan sekitarnya maupun kabupaten di sekitar Surakarta.Adapun sasaran yang diambil untuk mencapai tujuan tersebut adalah:

1. Mengidentifikasi sekelompok pelaku dalam aktivitas ekonomi yang dilakukan di kawasan pedagang kaki lima Solo Grand Mall.2. Mengidentifikasi karakter aktivitas ekonomi yang dilakukan di kawasan pedagang kaki lima Solo Grand Mall.3. Mengidentifikasi keterkaitan ekonomi antar lokasi dalam ruang lingkup wilayah kajian.

BAB II

KAJIAN LITERATUR

2.1Sektor Informal Kota

Menurut Manning (1996: 111) perbedaan utama di antara sektor formal dan sektor informal berkisar pada ide bahwa kesempatan kerja di sektor formal dalam beberapa atau segala hal dilindungi. Perlindungan ini bisa dilakukan oleh organisasi buruh, pemerintah atau kedua-duanya. Keith Hart (1971) memopulerkan konsep sektor informal sebagai suatu realitas yang tidak terhindarkan di wilayah perkotaan yang muncul setelah adanya penelitian yang dilakukan di Kota Accra dan Ghana, kesempatan memperoleh penghasilan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu formal, informal sah dan tidak sah. Digambarkan bahwa sektor informal sebagai bagian angkatan kerja di kota yang berada di luar pasar tenaga kerja yang tidak terorganisir. Melihat realitas tersebut tentunya keberadaan sektor informal sangat penting dalam menghidupkan denyut ekonomi di sebuah negara (Yustika, 2000: 189). Selain itu, kegiatan sektor informal ini merupakan ciri ekonomi kerakyatan yang bersifat mandiri dan menyangkut hajat hidup orang bamyak (Alisjahbana: 37).

Keith Hart (1971) melalui penelitian di kota-kota Dunia Ketiga ditemukan bahwa aktor yang terlibat dalam sektor informal pada umumnya miskin, kebanyakan dalam usia kerja utama (prime age), berpendidikan rendah, upah yang diterima di bawah upah minimum, modal usaha rendah, serta sektor ini memberikan kemungkinan untuk mobilitas vertikal.

Menurut ILO karakteristik dari sektor formal dan sektor informal dapat dibedakan berdasarkan aspek-aspek berikut, yaitu (1) Kemudahan untuk masuk, (2) Kemudahan untuk mendapatkan bahan baku, (3) Sifat kepemilikan, (4) Skala kegiatan, (5) Penggunaan tenaga kerja dan teknologi, (6) Tuntutan keahlian, dan (7) Deregulasi dan kompetisi pasar. Meskipun sektor formal dan sektor informal memiliki perbedaan yang menonjol, tetapi keberadaan keduanya dapat saling menunjang karena keberadaan sektor informal tidak lepas dari sektor formal begitu sebaliknya. Sektor informal akan lebih banyak berkembang karena adanya pusat perbelanjaan sedangkan sektor formal tergantung kepada sektor informal dalam hal sektor informal dapat menyediakan bahan mentah dengan harga yang murah (Yustika, 2000 : 175-200).

Memakai konsep informalitas perkotaan dalam mencermati fenomena PKL di perkotaan mengubah perspektif terhadap keberadaan mereka di perkotaan. PKL bukanlah kelompok yang gagal masuk dalam system ekonomi perkotaan. PKL bukanlah komponen ekonomi perkotaan yang menjadi beban bagi perkembangan perkotaan. PKL adalah salah satu moda dalam transformasi perkotaan yang tidak terpisahkan dari system ekonomi perkotaan. Masalah yang muncul berkenaan dengan PKL ini adalah banyak disebabkan oleh kurangnya ruang untuk mewadahi kegiatan PKL di perkotaan. Konsep perencanaan ruang perkotaan yang tidak didasari oleh pemahaman informalitas perkotaan sebagai bagian yang menyatu dengan system perkotaan akan cenderung mengabaikan tuntutan ruang untuk sektor informal termasuk PKL (Rukmana, 2005).

2.2Munculnya Sektor Informal Kota

Pengertian PKL dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta nomor 3 tahun 2008 yang tertera pada pasal 1, adalah pedagang yang menjalankan kegiatan usaha dagang dan jasa non formal dalam janka waktu tertentu dengan mempergunakan lahan fasilitas umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah sebagai tempat usahanya, baik dengan menggunkan sarana atau perlengkapan yang mudah dipindahkan, dan/atau dibongkar pasang.

Rumusan tersebut mengindikasikan bahwa PKL dibedakan dari pedagang lain berdasar jenis peruntukan dan status kepemilikan lokasi usaha mereka bukan berdasar kekuatan modal, cara kerja ataupun status legalitas mereka. Istilah pedagang kaki lima sebenarnya telah ada dari jaman Raffles yaitu berasal dari istilah 5 feet yang berarti jalur dipinggir jalan selebar lima kaki. Di Amerika, pedagang semacam ini disebut dengan Hawkers yang memiliki pengertian orang-orang yang menawarkan barang dan jasa untuk dijual di tempat umum, terutama di pinggir jalan dan trotoar. (McGee dan Yeung, 1977:25). Boleh dikata membangun trotoar bagi pejalan kaki, sebetulnya itu sama saja dengan memberi lahan bagi persemaian sektor informal kota (Alisjahbana; 45).

Sampai saat ini, diskusi mengenai sektor informal di Indonesia khususnya telah melahirkan pandangan yang meyakini bahwa sektor informal sebagai benih-benih (benign) kewiraswastaan yang berfungsi mendorong pertumbuhan ekonomi kota. Sektor informal dianggap sebagai penunjang dan sumber potensi perkembangan ekonomi kota. Oleh karena itu pandangan ini menekankan bahwa sektor informal perlu dipromosikan dan diupayakan terkait dengan perkembangan ekonomi kota, khususnya sektor formal (Yustika, 2003).

Pedagang kaki lima sebetulnya tidak memberikan efek yang buruk pada perekonomian kota. Persoalan yang muncul hanyalah mengenai penataan ruang yang menjadikan kota terlihat kumuh dan liar. Dari segi ekonomi, pedagang kaki lima justru menyokong keberlangsungan ekonomi sektor formal. Apalagi retribusi yang diperoleh pemerintah kota dapat menyumbang APBD kota tersebut. Berbagai argumentasi yang mendasari munculnya sektor informal adalah sebagai berikut, yaitu (1) Terpaksa, tiada pekerjaan lain; (2) Dampak pemutusan hubungan kerja; (3) Mencari rezeki halal; (4) Mandiri, tak bergantung orang lain; (5) Menghidupi keluarga; (6) Pendidikan rendah, modal kecil; dan (7) Kesulitan kerja di desa (Alisjahbana; 3-10).

2.3 Keterkaitan Ekonomi Antar Wilayah

Menurut Jellinek (1994), kota yang semakin maju sering tidak diimbangi dengan berbagai fasilitas umum dan kesempatan kerja bagi masyarakat. Hal tersebut akan menyebabkan kaum urban mengalami kesulitan dalam usaha memperbaiki taraf kehidupannya. Lebih lanjut Jellinek mengatakan di satu sisi, para pencana kota selalu menyuarakan keinginannya untuk memberantas kemiskinan dan ketidakmerataan, tetapi dalam praktik yang terjadi kemudian langkah-langkah yang sebaliknya yang ditempuh. Memusuhi PKL membuat ruang gerak sektor informal kota semakin sempit, yang semua itu membuat jumlah masyarakat miskin bertambah.

Menurut Manning (1996: 93-94), sektor informal secara tidak langsung menunjukkan bahwa tidak hanya menyediakan pekerjaan bagi penganggur, tetapi sudah barang tentu juga mencerminkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tidak memadai di daerah pedesaan. Selain itu, sektor informal memberikan kesempatan yang berarti kepada kaum migran untuk berwiraswasta. Sektor informal dalam hal ini pedagang kaki lima sebagian besar menjajakan makanan siap santap. Namun kota yang tidak mempunyai lahan pertanian dan perkebunan tentu memerlukan pasokan dari kabupaten di sekitarnya sebagai penyedia utama bahan pokok makanan. Selain itu pedagang kaki lima juga memerlukan hubungan dengan kawasan-kawasan lain sebagai konsumen mereka. Dengan demikian suatu kegiatan perekonomian memerlukan ruang untuk dapat menjaga keberhasilan transaksinya.BAB III

METODE PENELITIAN3.1 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini membutuhkan dua data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari teknik wawancara dan teknik observasi. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen tertulis pada instansi-instansi terkait mengenai pedagang kaki lima yang berada di Solo Grand Mall. Uraian mengenai data primer dan data sekunder, sebagai berikut:

a. Data Primer

1. Teknik Wawancara

Teknik wawancara dilakukan dengan tanya jawab dengan pedagang kaki lima yang berada di Solo Grand Mall menggunakan pertanyaan terstruktur. Teknik ini bertujuan untuk memperoleh data mengenai identifikasi pelaku, pedagang kaki lima Solo Grand Mall. Wawancara dilakukan kepada seluruh pedagang kaki lima yang berada di Solo Grand Mall yaitu sebanyak total 17 pedagang untuk diwawancarai menggunakan pertanyaan terstruktur, seperti dibawah ini:

NoNamaAsalOmzetKonsumenAsal Input ProduksiOutput

1.

2.

3.

dst

2. Teknik Observasi

Teknik observasi dilakukan dengan pengamatan langsung mengenai pedagang kaki lima yang berada di Solo Grand Mall dengan mengamati gejala-gejala yang ada sesuai dengan tujuan penelitian, dan mencatat gejala-gejala yang muncul secara sistematik. Pengamatan dilakukan pada tanggal 10 dan 28 Desember 2013 di lokasi pedagang kaki lima Solo Grand Mall.b. Data Sekunder

1. Data mengenai jumlah pedagang kaki lima yang berada di Solo Grand Mall

2. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penataan dan Pembinaan PKL3. Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pengelolaan PKL4. Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 17b Tahun 2012 sebagai penjabaran Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3/2008 tentang Pengelolaan PKL

3.2 Metode Analisis

No.AspekInputProsesOutputTeknik Analisis

1.Karakter Aktivitas Ekonomi Data Observasi dan wawancara

Kajian literaturMengidentifikasi karakter aktivitas ekonomi

1. Mengidentifikasi aktivitas ekonomi

2. Mengidentifikasi rantai produksi

3. Mengidentifikasi lokasi aktivitas ekonomi1. Mengetahui aktivitas ekonomi

2. Mengetahui rantai produksi

3. Mengetahui lokasi aktivitas ekonomiKualitatif

2.Pelaku Ekonomi Data Observasi dan wawancara

Kajian literaturMengidentifikasi pelaku ekonomi

1. Mengenali pihak yang berperan sebagai produsen

2. Mengenali pihak yang berperan sebagai distributor

3. Mengenali pihak yang berperan sebagai konsumen

4. Mmengenali pihak yang berperan sebagai regulator1. Mengetahui pihak yang berperan sebagai produsen

2. Mengetahui pihak yang berperan sebagai distributor

3. Mengetahui pihak yang berperan sebagai konsumen

4. Mengetahui pihak yang berperan sebagai regulatorKualitatif

3.Keruangan Data Observasi dan wawancara

Kajian literatur Mengidentifikasi keterkaitan ekonomi antar lokasi dalam wilayah kajian

1. Mengidentifikasi keterkaitan antara kawasan PKL Solo Grand Mall dengan wilayah-wilayah di luar Kota Surakarta

2. Mengidentifikasi keterkaitan antar kawasan PKL Solo Grand Mall dengan Pasar-pasar Tradisional di Kota Surakarta

3. Mengidentifikasi keterkaitan antara kawasan PKL Solo Grand Mall dengan kawasan City Walk

4. Mengidentifkasi keterkaitan antara PKL Solo Grand Mall dengan Kelurahan Penumping

5. Mengidentifikasi keterkaitan antara PKL Solo Grand Mall dengan sekolah-sekolah di sekitarnya

6. Mengidentifikasi keterkaitan antara PKL Solo Grand Mall dengan Solo Grand Mall.

7. Mengidentifikasi keterkaitan antara PKL Solo Grand Mall dengan Kelurahan Bumi1. Mengetahui keterkaitan antara kawasan PKL Solo Grand Mall dengan wilayah-wilayah di luar Kota Surakarta

2. Mengetahui keterkaitan antar kawasan PKL Solo Grand Mall dengan Pasar-pasar Tradisional di Kota Surakarta

3. Mengetahui keterkaitan antara kawasan PKL Solo Grand Mall dengan kawasan City Walk

4. Mengetahui keterkaitan antara PKL Solo Grand Mall dengan Kelurahan Penumping

5. Mengetahui keterkaitan antara PKL Solo Grand Mall dengan sekolah-sekolah di sekitarnya

6. Mengetahui keterkaitan antara PKL Solo Grand Mall dengan Solo Grand Mall.

7. Mengetahui keterkaitan antara PKL Solo Grand Mall dengan Kelurahan BumiKualitatif

3.3Metode Penarikan Kesimpulan

Terdapat tiga metode penarikan kesimpulan yang dapat dipilih dalam suatu penelitian, yaitu deduktif, induktif dan campuran. Dari tiga metode yang ada, untuk tugas kali ini metode yang digunakan adalah metode deduktif. Metode ini dipilih karena dalam penelitian ini sudah muncul hipotesis sebelum dilakukan observasi lapangan. Hipotesis tersebut adalah adanya keterkaitan ruang antara kawasan pedagang kaki lima Solo Grand Mall dengan kawasan penyedia bahan baku, jasa, tenaga kerja dan konsumen baik di kelurahan sekitarnya maupun kabupaten di sekitar SurakartaSesuai dengan tujuan yang ada yaitu untuk mengetahui keterkaitan ruang antara kawasan pedagang kaki lima Solo Grand Mall dengan kawasan penyedia bahan baku, jasa, dan konsumen baik di kelurahan sekitarnya maupun kabupaten di sekitar Surakarta. Inputnya yaitu hipotesis awal, berupa adanya keterkaitan ruang antara kawasan pedagang kaki lima Solo Grand Mall dengan kawasan penyedia bahan baku, jasa, dan konsumen baik di kelurahan sekitarnya maupun kabupaten di sekitar Surakarta. PKL di area Solo Grand Mall membutuhkan pasar tradisional di kelurahan sekitarnya, serta kabupaten di sekitar Surakarta, seperti Kecamatan Delanggu dan Desa Tawangmangu sebagai penyedia bahan baku. Daerah tersebut juga membutuhkan PKL Solo Grand Mall sebagai pembeli dari dagangan mereka. Keterkaitan yang lain adalah dengan tempat penitipan gerobak di Kelurahan Bumi. Kelurahan Bumi menyediakan tempat untuk penitipan gerobak para PKL sehingga memudahkan PKL. Serta dengan Kelurahan Penumping, Kelurahan Purwosari, dan Kelurahan Sriwedari, yang dekat dengan area PKL Solo Grand Mall, menyediakan konsumen bagi PKL.

Selanjutnya, dalam proses pembuktian hipotesis, dilakukan observasi langsung menuju area depan Solo Grand Mall. Untuk keperluan data dilakukan wawancara kepada para PKL Solo Grand Mall yang lebih condong ke arah perdagangan kuliner. Wawancara dilakukan kepada para PKL di lokasi dengan beberapa pertanyaan yaitu nama, asal, omzet, konsumen, asal input produksi, dan ouputnya.

Hasil dari penelitian ini yaitu pembuktian bahwa apakah hipotesis benar. Setelah dilakukan analisis dari data yang didapat, dilakukan penarikan kesimpulan berdasarkan data tersebut serta membandingkan dengan hipotesis, apakah sesuai atau tidak.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1Identifikasi Karakter Aktivitas Ekonomi Kawasan Pedagang Kaki Lima Solo Grand Malla.Pelaku Aktivitas Ekonomi Pelaku aktivitas ekonomi pada kawasan tersebut diketahui melalui observasi lapangan yang menggunakan teknik wawancara terhadap seluruh pedagang kaki lima di kawasan tersebut berdasarkan tabel kebutuhan data. Berikut adalah data pelaku aktivitas ekonomi:

NoNamaAsalOmzetKonsumenAsal Input ProduksiOutput

1.LastriMakamhaji, SurakartaRp500.000,00Karyawan Solo Grand Mall, pengguna city walk, Siswa Sekolah, warga PenumpingPasar LegiTahu kupat

2.WalidiPedan, KlatenRp500.000,00Karyawan Solo Grand Mall, pengguna city walk, Siswa Sekolah, warga PenumpingPasar JongkeMie ayam dan bakso

3.AndiPenumping, SurakartaRp600.000,00Karyawan Solo Grand Mall, pengguna city walk, Siswa Sekolah, warga PenumpingPasar Legi, Pasar Ayam SemanggiSate Ayam

4.TriBayat, KlatenRp600.000,00Karyawan Solo Grand Mall, pengguna city walk, Siswa Sekolah, warga PenumpingPasar GedeEs Buah

5.SupraptoBaki, SukoharjoRp400.000,00Karyawan Solo Grand Mall, pengguna city walk, Siswa Sekolah, warga PenumpingPasar GemblekanGorengan, es teh dan es jeruk

6.PurwantoGilingan, SurakartaRp400.000,00Karyawan Solo Grand Mall, pengguna city walk, Siswa Sekolah, warga PenumpingPasar GedeNasi soto

7.KusminiMojogedang, KaranganyarRp500.000,00Karyawan Solo Grand Mall, pengguna city walk, Siswa Sekolah, warga PenumpingPasar GedeMie Ayam dan Bakso

8.HaryantiKarangpandan, KaranganyarRp500.000,00Karyawan Solo Grand Mall, pengguna city walk, Siswa Sekolah, warga PenumpingPasar GedeNasi sayur

9.HartiniSewu, SurakartaRp600.000,00Karyawan Solo Grand Mall, pengguna city walk, Siswa Sekolah, warga PenumpingPasar Sangkrah Gado-gado

10.SitiKepatihan Kulon, SurakartaRp400.000,00Karyawan Solo Grand Mall, pengguna city walk, Siswa Sekolah, warga PenumpingPasar LegiNasi bungkus dan gorengan

11.DwiKemuning, KaranganyarRp500.000,00Karyawan Solo Grand Mall, pengguna city walk, Siswa Sekolah, warga PenumpingPasar GedeNasi Liwet

12.HarjinahGantiwarno, KlatenRp500.000,00Karyawan Solo Grand Mall, pengguna city walk, Siswa Sekolah, warga PenumpingPasar JongkeNasi bungkus dan gorengan

13.MulyoMojolaban, SukoharjoRp300.000,00Karyawan Solo Grand Mall, pengguna city walk, Siswa Sekolah, warga PenumpingPasar GedeRujak dan Lotis

14.LilisMangkuyudan, SurakartaRp500.000,00Karyawan Solo Grand Mall, pengguna city walk, Siswa Sekolah, warga PenumpingPasar Legi SurakartaNasi Sayur dan gorengan

15.RantiCemani, SukoharjoRp500.000,00Karyawan Solo Grand Mall, pengguna city walk, Siswa Sekolah, warga PenumpingPasar Jongke, SurakartaNasi Soto

16.Semi RejekiBaron, SurakartaRp500.000,00Karyawan Solo Grand Mall, pengguna city walk, Siswa Sekolah, warga PenumpingPasar Jongke, SurakartaSoto Ayam, Soto Daging,

17.SurayemPenumping, SurakartaRp500.000,00Pengunjung Solo Grand Mall, Orang Lewat, Karyawan Solo Grand MallPasar Legi, SurakartaMie Ayam, Mie Bakso

b. Aktivitas EkonomiAktivitas ekonomi yang terjadi di dalam ruang lingkup wilayah kajian adalah interaksi jual beli antara pedagang kaki lima Solo Grand Mall dengan konsumen (pengguna citywalk, karyawan Solo Grand Mall, pelajar sekolah, warga Kelurahan Penumping dan Purwosari). Barang yang diperjualbelikan adalah makanan siap saji yang sebelumnya sudah melewati proses produksi dari bahan baku mentah menjadi makanan siap saji yang diolah (dimasak) di rumah pedagang kaki lima tersebut.c. Rantai Produksi

Rantai aktivitas ekonomi yang terjadi dimulai dari proses input bahan baku produksi. Input tersebut diperoleh antara lain dari dari kawasan pertanian di luar Kota Surakarta seperti Kecamatan Delanggu, yang menyediakan beras, Desa Tawangmangu yang menyediakan buah, sayuran, dan bumbu masak, serta Kelurahan Semanggi yang menyediakan daging ayam potong. Selanjutnya bahan baku tersebut ada yang diolah menjadi barang setengah jadi yaitu beras, ada yang langsung dipasarkan. Kemudian bahan-bahan tersebut dipasarkan ke berbagai pasar di berbagai wilayah terutama Kota Surakarta.

Bahan baku yang telah didistrubusikan ke pasar tradisional di Kota Surakarta kemudian dibeli oleh pedagang-pedagang kaki lima Solo Grand Mall untuk kemudian diolah menjadi makanan siap saji yang dipasarkan ke konsumennya (pengguna city walk, karyawan Solo Grand Mall, warga kelurahan sekitar, dsb.)d. Lokasi Aktivitas Ekonomi

Pedagang kaki lima Solo Grand Mall berada di jalur city walk sebelah barat daya Solo Grand Mall, Jalan Slamet Riyadi, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Surakarta. Namun dalam aktivitasnya, pedagang kaki lima ini berinteraksi dengan lokasi-lokasi lain yaitu Kecamatan Delanggu, Desa Tawangmangu, Kelurahan Semanggi, Kelurahan Penumping, Kelurahan Purwosari, Kelurahan Bumi, dan kelurahan-kelurahan lain di Kota Surakarta.4.2Identifikasi Peran Pelaku Aktivitas Ekonomi Kawasan PKL Solo GrandMallPelaku ekonomi adalah setiap pihak yang terlibat dalam aktivitas ekonomi yang terjadi, diantaranya adalah produsen, konsumen, serta distributor. Peristiwa inipun juga terdapat dalam rantai ekonomi pedagang kaki lima Solo Grand Mall. Produsen, konsumen, serta distributor menjalin suatu rantai produksi yang terikat satu sama lain dan menjadi siklus yang terus berjalan. Selain itu terdapat pula Pemerintah Kota Surakarta sebagai pengawas sekaligus regulator dalam pelaksanaan aktivitas ekonomi sektor informal ini.

a. Produsen

Produsen merupakan orang atau badan usaha yang menghasilkan barang dan atau jasa untuk kemudian didistribusikan kepada konsumen sehingga ia memperoleh timbal balik berupa uang atau barang lain sesuai kesepakatan.

Dalam sektor informal pedagang kaki lima Solo Grand Mall ini, yang bertindak sebagai produsen adalah: pemilik tempat penitipan gerobak di Kelurahan Bumi Kota Surakarta; produsen beras dari Desa Delanggu, Kabupaten Klaten; produsen sayur-sayuran dan buah-buahan dari Kabupaten Sragen dan Karanganyar; produsen bumbu-bumbu masakan dari Kabupaten Karanganyar; serta produsen daging dan telur ayam dari Kelurahan Semanggi, Kota Surakarta.b. Distributor

Distributor adalah pihak-pihak yang menjalankan fungsi distribusi dalam siklus ekonomi, yaitu pihak yang menjadi perantara antara produsen dan konsumen baik dalam mengantarkan barang atau jasa ke konsumen maupun mengantarkan uang dari konsumen untuk produsen.

Distributor yang bertindak dalam siklus ekonomi pedagang kaki lima Solo Grand Mall adalah pasar-pasar tradisional di kota Surakarta seperti Pasar Gedhe; Pasar Legi; Pasar Jongke; Pasar Ayam Semanggi; Pasar Kliwon dsb. Pasar-pasar tradisional di Kabupaten-kabupaten sekitar Surakarta pun juga mengambil peranan dalam hal distribusi ini. Mereka menampung hasil produksi dari kebun, sawah, maupun pabrik untuk kemudian dijual kepada pedagang yang berasal dari berbagai macam daerah, termasuk Kota Surakarta. Tidak mengherankan karena Kota Surakarta tidak memfokuskan perekonomiannya pada sektor agraris, sehingga ia menggantungkan sektor ini dari daerah-daerah di sekitarnya.c. Konsumen

Konsumen adalah pihak yang bertindak sebagai pengguna jasa dan barang dalam suatu siklus ekonomi. Dalam rantai produksi pedagang kaki lima Solo Grand Mall terdapat dua tingkatan konsumen yaitu Konsumen Tingkat I dan Konsumen Tingkat II.

Konsumen Tingkat I adalah konsumen yang mengambil barang langsung kepada produsen baik melalui maupun tidak melalui perantara distributor, barang yang ia konsumsi kemudian diolah menjadi barang lain yang bernilai jual lebih tinggi. Pihak yang bertindak sebagai Konsumen Tingkat I adalah para pedagang kaki lima tersebut, karena mereka mengonsumsi barang-barang mentah dari pasar-pasar tradisional untuk kemudian mereka mengolahnya menjadi makanan yang bernilai jual lebih tinggi.

Makanan yang bernilai jual lebih tinggi ini kemudian dikonsumsi oleh Konsumen Tingkat II, yaitu konsumen yang mengonsumsi barang atau jasa yang diproduksi oleh Konsumen Tingkat I. Karyawan Solo Grand Mall, pelajar dan pegawai sekolah-sekolah di sekitar Solo Grand Mall, pejalan kaki citywalk, karyawan dan pengunjung Rumah Sakit Slamet Riyadi, serta warga Kelurahan Penumping adalah pihak-pihak yang berperan sebagai Konsumen Tingkat II dalam rantai produksi yang berpusat pada pedagang kaki lima Solo Grand Mall.d. Regulator

Regulator atau pengawas peraturan yang bertindak dalam siklus perekonomian ini adalah Pemerintah Kota Surakarta. Regulator tidak berperan secara langsung dalam aktivitas perekonomian melainkan hanya mengawasi supaya tidak terjadi keributan atau hal-hal yang tidak diinginkan dalam lingkup objek primer pada khususnya. Pemerintah tidak memperoleh keuntungan apapun selain uang retribusi sebesar Rp2.500,00 per pedagang per harinya.

Namun karena seringkali para pedagang kaki lima menyebabkan terjadinya lokasi yang kumuh, pemerintah mengakali dengan memberikan sumbangan sebuah gerobak jualan bagi para pedagang. Tetapi pemberian gerobak ini belum merata, hanya sebagian dari pedagang yang sudah memiliki gerobak tersebut.

4.2 Identifikasi Keterkaitan Ekonomi Antar Lokasi dalam Wilayah KajianKeterkaitan ekonomi antar daerah mengindikasikan hubungan perekonomian antar daerah di suatu wilayah tertentu yang menunjukkan adanya aliran atau distribusi barang, bahan baku, dan tenaga kerja. Menurut Mehrtrens dan Abdurrahman (2007) salah satu penyebab perlunya suatu kerjasama ekonomi antar daerah adalah adanya faktor keterbatasan daerah (kebutuhan) yang terjadi dalam konteks sumber daya manusia, alam, teknologi, dan keuangan, sehingga suatu kebersamaan dapat menutupi kelemahan dan mengisinya dengan kekuatan potensi daerah lainnya.

Input yang digunakan dalam aktivitas ekonomi pedagang kaki lima Solo Grand Mall didapatkan dari wilayah-wilayah di luar Kota Surakarta. Pedagang kaki lima Solo Grand Mall yang keseluruhannya adalah penjual makanan membeli bahan-bahan makanan di pasar-pasar yang berada di Kota Surakarta, seperti Pasar Legi, Pasar Jongke, Pasar Gedhe, Pasar Ayam Semanggi, dan lain-lain. Pasar-pasar tersebut mengambil bahan-bahan makanan dari wilayah di sekitar Surakarta, karena seperti yang diketahui, Kota Surakarta tidak banyak memiliki lahan-lahan pertanian dan perkebunan.

Beras yang dijual umumnya didapatkan dari petani-petani yang berasal dari daerah Delanggu, Klaten. Sayur-sayuran didapatkan dari daerah Tawangmangu, Karanganyar yang notabene merupakan daerah dataran tinggi. Buah-buahan seperti semangka didapatkan dari daerah Sragen. Daging ayam dan telur dari Kelurahan Semanggi, Surakarta. Bumbu-bumbu dapur dari Karanganyar.

Pasar-pasar di Kota Surakarta berinteraksi dengan kegiatan ekonomi di wilayah sekitarnya dengan memberikan timbal balik berupa uang yang dibayarkan kepada petani-petani tersebut. Pedagang-pedagang di pasar-pasar tersebut kemudian menjual bahan-bahan makanan tersebut kepada konsumen yang merupakan masyarakat Kota Surakarta, seperti rumah tangga, restoran-restoran, dan pedagang kaki lima, salah satunya pedagang kaki lima Solo Grand Mall.

Pedagang kaki lima Solo Grand Mall kemudian mengolah bahan-bahan makanan tersebut menjadi makanan siap saji yang siap dipasarkan. Mereka umumnya berjualan mulai dari pukul 11.00 pagi hingga pukul 17.00. Konsumen mereka rata-rata berasal dari wilayah yang tidak jauh dari tempat mereka berjualan, yaitu: pelajar dan pegawai sekolah, karyawan yang bekerja di Solo Grand Mall, pengguna city-walk, dan warga Kelurahan Penumping.

Tidak jauh dari tempat berdagang pedagang kaki lima Solo Grand Mall terdapat SMPN 24, SMPN 25, SMPN 15, dan SMK Murni. Pada siang hari banyak ditemukan murid-murid sekolah tersebut yang membeli makanan di pedagang Solo Grand Mall. Meski sudah tersedia kantin di dalam sekolah mereka, namun mereka mengaku kehadiran pedagang kaki lima di depan Solo Grand Mall menambah variasi pilihan makanan untuk makan siang mereka, sehingga menu makan siang mereka tidak monoton hanya berasal dari kantin sekolah.

Letak berjualan pedagang kaki lima Solo Grand Mall yang tidak jauh dari SMP-SMP tersebut ditambah dengan adanya citywalk memudahkan akses mereka untuk membeli makan siang di PKL Solo Grand Mall. Begitu pula dengan para pengguna citywalk, meski pengguna citywalk seharusnya merasa dirugikan dengan keberadaan pedagang kaki lima yang mengambil dua meter lebar citywalk dan mengakibatkan kepadatan di daerah tersebut, pada kenyataannya konsumen pedagang kaki lima Solo Grand Mall salah satunya adalah pengguna city-walk itu sendiri.

Kelurahan Penumping melakukan simbiosis mutualisme dengan kawasan pedagang kaki lima Solo Grand Mall, dikarenakan warga yang tinggal di kawasan tersebut akan memiliki variasi pilihan makanan. Memang di Kelurahan Penumping juga terdapat Solo Grand Mall yang di dalamnya terdapat banyak restoran, namun sayangnya tidak semua warga Penumping mampu untuk membeli makanan dari Solo Grand Mall setiap hari, pedagang kaki lima di sini hadir sebagai opsi lain bagi warga Kelurahan Penumping. Menurut warga, kehadiran pedagang kaki lima di daerah tersebut tidaklah merugikan, karena pedagang-pedagang tersebut memiliki rasa tanggung jawab terhadap kebersihan di daerah tersebut dengan merapikan dan membersihkan sendiri tempat berjualannya sehingga tidak ada sampah yang berserakan.

Kawasan Solo Grand Mall hadir sebagai penyedia konsumen terbesar bagi kawasan pedagang kaki lima tersebut. Hal ini dikarenakan upah yang diterima kebanyakan karyawan toko-toko di Solo Grand Mall tidak cukup untuk membeli makanan yang dijual di restoran-restoran di dalam Solo Grand Mall. Pedagang kaki lima menawarkan makanan dengan porsi yang besar dan harga yang jauh lebih murah, ditambah dengan letaknya yang sangat dekat dengan Solo Grand Mall mengakibatkan banyaknya karyawan Solo Grand Mall memilih untuk makan di pedagang kaki lima tersebut.

Terjadi hubungan antara sektor formal dan informal pada hal ini, sektor informal (PKL Solo Grand Mall) ada akibat adanya sektor formal (Solo Grand Mall) dengan hubungan simbiosis mutualisme dimana PKL Solo Grand Mall menjadi pemasok kebutuhan dasar karyawan Solo Grand Mall berupa makanan dan karyawan Solo Grand Mall melakukan timbal balik berupa uang. Tanpa salah satunya, maka keduanya tidak ada karena keduanya berjalan beriringan dan terus berinteraksi. Tanpa adanya Solo Grand Mall pedagang kaki lima akan kehilangan konsumen terbesarnya dan tanpa adanya pedagang kaki lima karyawan Solo Grand Mall akan kesulitan memenuhi kebutuhan pangan mereka saat bekerja. Selain itu kawasan pedagang kaki lima Solo Grand Mall juga berinteraksi dengan Kelurahan Bumi yang menyediakan jasa penitipan gerobak di daerah Sabar Motor, dengan tarif Rp50.000,00 per bulan. PKL Solo Grand Mall juga membayar retribusi kepada Pemerintah Kota Surakarta sebesar Rp 2.500 per hari dengan timbal balik berupa disediakannya petugas kebersihan oleh pemerintah Surakarta.

Selain interaksi berupa bahan baku dan uang, terjadi distribusi tenaga kerja dari luar kawasan pedagang kaki lima Solo Grand Mall seperti Sukoharjo, Boyolali dan Karanganyar. Kebanyakan dari mereka pergi ke Surakarta untuk berdagang karena potensi keuntungan yang diraup lebih besar dibandingkan dengan berdagang di daerah asal mereka. Sehingga terjadi timbal balik berupa uang dari kawasan pedagang kaki lima Solo Grand Mall menuju kawasan lain yang merupakan asal daerah pedagang kaki lima tersebut, hal ini dikarenakan keuntungan yang diperoleh para pedagang kaki lima setiap harinya dibawa pulang ke daerah asal mereka yang selanjutnya digunakan untuk membiayai kebutuhan sehari-hari keluarga para pedagang kaki lima tersebut. Berikut adalah bagan keterkaitan ekonomi antar lokasi :

BAB V

KESIMPULAN

BAB V

PENUTUP

Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat keterkaiatan ruang antara kawasan pedagang kaki lima Solo Grand Mall dengan kawasan penyedia bahan baku, jasa, dan konsumen baik di kelurahan sekitarnya maupun kabupaten-kabupaten di sekitar Surakarta.

Semua pelaku ekonomi dari setiap sektor tersebut saling terkait dan membutuhkan satu sama lain. Sebagai contoh kawasan pedagang kaki lima Solo Grand Mall memerlukan Kawasan Delanggu, Tawangmangu, dan Semanggi sebagai pemasok bahan baku produksi mereka. Sebaliknya Kawasan Delanggu, Tawangmangu, dan Semanggi memerlukan kehadiran kawasan pedagang kaki lima sebagai pelanggan mereka. Kawasan pedagang kaki lima juga memerlukan kawasan kelurahan-kelurahan di sekitarnya, seperti Kelurahan Penumping dan Kelurahan Purwosari. Kawasan pedagang kaki lima memerlukan kawasan kelurahan Penumping dan Purwosari karena dari kawasan-kawasan itulah konsumen berasal. Sebaliknya kawasan Kelurahan Penumping dan Purwosari memerlukan pedagang kaki lima yang menyediakan variasi makanan sehari-hari.

Berdasarkan rantai produksi terjadi keterkaitan berupa aliran uang dan barang yang terjadi antar lokasi aktivitas ekonomi. Aliran uang terjadi dari ruang lingkup wilayah primer menuju ruang lingkup wilayah sekunder (umumnya kota ke desa). Sebaliknya terjadi aliran barang dari ruang lingkup wilayah sekunder menuju ruang lingkup wilayah primer (umumnya desa ke kota). Selain itu terjadi pula aliran jasa dan uang di lokasi aktivitas ekonomi tersebut. Aliran jasa terjadi dari kawasan Kelurahan Bumi menuju kawasan pedagang kaki lima karena menyediakan penitipan gerobak pedagang kaki lima. Sedangkan aliran uang terjadi sebaliknya dari kawasan pedagang kaki lima Solo Grand Mall menuju kawasan Kelurahan Bumi. Kawasan Kelurahan Bumi memerlukan pedagang kaki lima Solo Grand Mall karena uang yang mereka terima sebagai imbalan penitipan gerobak. Sebaliknya kawasan pedagang kaki lima Solo Grand Mall memerlukan kawasan Kelurahan Bumi yang menyediakan jasa penitipan gerobak jualan mereka.Aliran tenaga kerja dan uang juga terjadi di lokasi aktivitas ekonomi tersebut. Aliran tenaga kerja terjadi dari kawasan lain di luar kawasan pedagang kaki lima Solo Grand Mall, bahkan dari luar batas administrasi Surakarta sebagai bagian dari urbanisasi karena Surakarta dinilai lebih berpotensi memberikan keuntungan dibanding daerah asalnya. Sebaliknya, pedagang kaki lima tersebut setiap harinya membawa uang dari hasil penjualannya di Surakarta menuju daerah masing-masing guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pedagang kaki lima sebagai sektor informal perkotaan memiliki peran yang penting dalam keberlangsungan aktivitas ekonomi perkotaan. Meskipun statusnya tidak resmi oleh pemerintah, namun keberadaan sektor informal memberi efek positif bagi banyak kawasan baik di sekitarnya maupun kawasan-kawasan yang lebih luas. Kawasan pedagang kaki lima membuat sektor formal yang terletak di dekatnya (Solo Grand Mall) tetap bertahan karena menyediakan makanan bagi pekerjanya. Dalam cakupan yang lebih luas, kawasan pedagang kaki lima juga memberikan dampak postif bagi pasar-pasar tradisional di Kota Surakarta serta kawasan pertanian dan perkebunan di Kabupaten Klaten dan Karanganyar. Dari segi ekonomi sendiri sektor informal ini mampu menyerap banyak tenaga kerja sehingga mengurangi angka pengangguran di Kota Surakarta.BAB VIDAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana. 2006. Marginalisasi Sektor Informal Perkotaan. Surabaya: ITS Press.

Effendi, Tadjuddin Noer& Chris Manning. 1996. Urbanisasi, Pengangguran, dan Sektor Informal di Kota. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Gilbert, Alan & Josef Gugler. 1996. Urbanisasi dan Kemiskinan. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima.Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima.Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 17b Tahun 2012 sebagai penjabaran Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3/2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki LimaYustika, Ahmad Erani. 2002. Pembangunan dan Krisis: Memetakan Perekonomian Indonesia. Jakata: Grasindo.Tugas Besar Ekonomi Wilayah dan Kota

Dosen Pengampu: Isti Andini, S.T., M.T.

Keterkaitan Keruangan dalam Aktivitas Ekonomi Pedagang Kaki Lima SOLO GRAND MALL dengan Kota Surakarta dan Sekitarnya

Kelompok 5

DINA ARIFIAI0612012

DWIKI KUNCARA J.I0612013

FITRI NUR CAHYANII0612019

LIA SPARINGGA P.I0612026

NUR LUTFI RIZKY T.I0612034

SHETO DWI A.I0612040

VICHA ARDHEA P. H.I0612043

Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

2013

Tabel 3.1 Kebutuhan Data Wawancara

Tabel 3.2 Proses dan Metode Analisis

Sumber: Hasil Analisis Penulis

Sumber: Hasil Analisis Penulis

Tabel 4.1 Pelaku Aktivitas Ekonomi Kawasan Pedagang Kaki Lima Solo Grand Mall

Sumber: Hasil Wawancara Penulis

Gambar 4.1 Keterkaitan Ekonomi Antar Kawasan

Sumber: Hasil Analisis Penulis

2