ketahanan tanaman kopi (coffea spp.) …iccri.net/download/warta_puslit_koka/warta puslitkoka vol 24...

14
1 Review Penelitian Kopi dan Kakao 2008, 24(1), 114 KETAHANAN TANAMAN KOPI ( COFFEA SPP.) TERHADAP HAMA PENGGEREK BUAH KOPI ( HYPOTHENEMUS HAMPEI FERR.) Coffee Resistance to Coffee Berry Borer (Hypothenemus hampei Ferr.) Agung Wahyu Susilo Peneliti Pemuliaan Tanaman Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jl. PB. Sudirman No. 90 Jember Ringkasan Salah satu permasalahan pada pertanaman kopi (Coffea spp.) adalah serangan hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr., PBKo). Informasi mengenai ketahanan tanaman kopi terhadap hama PBKo diperlukan untuk strategi pengendalian dan perakitan varietas tahan. Tulisan ini mengulas ketahanan tanaman kopi terhadap hama PBKo bersumber dari berbagai informasi hasil-hasil penelitian yang menyangkut aspek fenologi tanaman kopi, biologi kumbang H. hampei dan interaksi antara inang tanaman kopi dengan kumbang H. Hampei. Hama PBKo menyebabkan kerusakan jaringan endosperma biji sehingga terjadi penurunan kualitas biji. Permasalahan hama PBKo lebih serius dijumpai pada spesies kopi Robusta (Coffea canephora) dibandingkan pada spesies kopi Arabika (Coffea arabica) terkait dengan perbedaan tipe pembungaan dan kesesuaian lingkungan tumbuh. Mekanisme ketahanan antixenosis dipengaruhi oleh perbedaan fenologi buah seperti ukuran, bentuk diskus, warna, dan aroma. Tingkat kekerasan kulit tanduk (parchment ) diduga yang berperan dalam mekanisme antibiosis, sedangkan keserempakan waktu pemasakan buah dan ketinggian tempat dapat berpengaruh terhadap ekspresi ketahanan semu. Telah diinformasikan penemuan beberapa klon harapan tahan hasil seleksi yang dapat dimanfaatkan untuk perakitan varietas tahan dan studi mekanisme ketahanan PBKo. Summary Coffee berry borer, Hypothenemus hampei Ferr. (CBB) is the main pest on coffee. Information concerning the resistance would be so important for breeding and pest control. This paper will review the resistant mechanism which has been reported in several papers related with plant phenology, biology of H. hampei and host-pest interaction. CBB can affect yield losses due to endosperm was infected by the pest. The pest incidence was found higher in Robusta coffee (Coffea canephora) than in Arabica coffee (Coffea arabica) related to the differences on flowering type and agroclimatic adaptability. Antixenosis mechanism was influenced by berry

Upload: hoangtram

Post on 17-Sep-2018

220 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Ketahanan tanaman kopi (Coffea spp.) terhadap hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr.)

1

Review Penelitian Kopi dan Kakao 2008, 24(1), 1—14

KETAHANAN TANAMAN KOPI (COFFEA SPP.)TERHADAP HAMA PENGGEREK BUAH KOPI

(HYPOTHENEMUS HAMPEI FERR.)

Coffee Resistance to Coffee Berry Borer(Hypothenemus hampei Ferr.)

Agung Wahyu Susilo

Peneliti Pemuliaan TanamanPusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia

Jl. PB. Sudirman No. 90 Jember

Ringkasan

Salah satu permasalahan pada pertanaman kopi (Coffea spp.) adalah seranganhama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr., PBKo). Informasi mengenaiketahanan tanaman kopi terhadap hama PBKo diperlukan untuk strategi pengendaliandan perakitan varietas tahan. Tulisan ini mengulas ketahanan tanaman kopi terhadap hamaPBKo bersumber dari berbagai informasi hasil-hasil penelitian yang menyangkut aspekfenologi tanaman kopi, biologi kumbang H. hampei dan interaksi antara inang tanamankopi dengan kumbang H. Hampei. Hama PBKo menyebabkan kerusakan jaringanendosperma biji sehingga terjadi penurunan kualitas biji. Permasalahan hama PBKo lebihserius dijumpai pada spesies kopi Robusta (Coffea canephora) dibandingkan pada spesieskopi Arabika (Coffea arabica) terkait dengan perbedaan tipe pembungaan dan kesesuaianlingkungan tumbuh. Mekanisme ketahanan antixenosis dipengaruhi oleh perbedaan fenologibuah seperti ukuran, bentuk diskus, warna, dan aroma. Tingkat kekerasan kulit tanduk(parchment) diduga yang berperan dalam mekanisme antibiosis, sedangkan keserempakanwaktu pemasakan buah dan ketinggian tempat dapat berpengaruh terhadap ekspresiketahanan semu. Telah diinformasikan penemuan beberapa klon harapan tahan hasil seleksiyang dapat dimanfaatkan untuk perakitan varietas tahan dan studi mekanisme ketahananPB Ko .

Summary

Coffee berry borer, Hypothenemus hampei Ferr. (CBB) is the main pest oncoffee. Information concerning the resistance would be so important for breedingand pest control. This paper will review the resistant mechanism which has beenreported in several papers related with plant phenology, biology of H. hampei andhost-pest interaction. CBB can affect yield losses due to endosperm was infected bythe pest. The pest incidence was found higher in Robusta coffee (Coffea canephora)than in Arabica coffee (Coffea arabica) related to the differences on flowering typeand agroclimatic adaptability. Antixenosis mechanism was influenced by berry

2

Susilo

phenology such as size, discus, color and flavour. Parchment hardness was identi-fied as the antibiosis factor on suppressing larva movement and the ecologicalresistance was performed by the plants in which relatively bearing flower in thesame time and higher altitude lowering infestation. It has been selected somepromising resistant clones for the purpose of breeding and study on resistant mechanism.Key words : Coffee berry borer, Coffea spp., resistance.

LATAR BELAKANG

Kopi (Coffea spp.) merupakan salahsatu komoditas ekspor andalan penyumbangdevisa negara senilai USD 521,3 juta pertahun. Nilai tersebut memberi kontribusiterhadap perolehan total devisa sebesar0,57% atau 24,18% dari perolehan devisasub sektor pertanian. Produksi kopi Indone-sia mencapai 674.800 ton (tahun 2005) yangdiperoleh dari areal seluas 1.302.042 hadengan komposisi 91,05% jenis kopi Robustadan 8,95% jenis kopi Arabika. Luasan arealpertanaman kopi tersebut merupakan yangterluas kedua di dunia setelah Brazil, namunberdasarkan produksi dan volume ekspor,Indonesia menempati urutan ke empatsetelah Brazil, Vietnam, dan Columbia.Selain sebagai sumber devisa kopi jugaberperan penting dalam mendorong agri-bisnis, sebagai sumber pendapatan, danpenciptaan lapangan pekerjaan yang berbasismasyarakat pedesaan. Hal ini terlihat darikomposisi luas areal pertanaman kopi per-kebunan rakyat yang mencapai 1.249.554ha (95,96%) dibandingkan areal pertanamanperkebunan besar yang hanya 26.597 ha(2,04%). Secara keseluruhan ada sekitar2 juta tenaga kerja yang terlibat dalampengusahaan kopi dengan jumlah jiwayang ditanggung mencapai 5 juta orang(Ditjenbun, 2006).

Komoditas kopi yang dikomersialkanumumnya adalah jenis kopi Arabika dankopi Robusta. Di pasaran dunia, kopiArabika dibedakan atas 3 kelompokberdasarkan kualitas citarasanya, yaitu kopiArabika biasa, kopi spesialti, dan kopiorganik. Kopi spesialti merupakan produkyang memiliki kualitas citarasa tertinggikarena kekhasannya. Indonesia memilikipeluang akan produk-produk kopi spesialti,seperti Mandailing Coffee dari SumateraUtara, Gayo Mountain Coffee dari AcehTengah, Java Coffee dari Jawa Timur,Toraja Coffee dari Sulawesi Selatan(Ditjenbun, 2006). Saat ini tuntutankonsumen akan produk organik telahmembuka peluang pasar bagi produk-produk kopi yang dikelola secara organikdengan tetap mempertimbangkan aspekkekhasan citarasa tersebut. Meskipun secaraekonomi pengusahaan kopi Arabika lebihmenguntungkan namun komposisi produksikopi Arabika relatif rendah disebabkan ar-eal pengembangan kopi Arabika terbataspada daerah-daerah dataran tinggi. Kopimerupakan produk pertanian yangmengandalkan aspek kualitas citarasasehingga sasaran akhir budidaya kopi adalahproduk biji yang berkualitas tinggi.

Di antara permasalahan dalam budi-daya kopi adalah serangan hama penggerek

Ketahanan tanaman kopi (Coffea spp.) terhadap hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr.)

3

buah kopi, Hypothenemus hampei Ferr.(PBKo). Hama PBKo ini selain menyerangbiji kopi di pertanaman juga dapat me-nyerang biji kopi sewaktu di penyimpanan.Serangan hama PBKo menyebabkanpenurunan produktivitas dan kualitas hasilsecara nyata. Serangan pada stadia buahmuda dapat menyebabkan keguguran buahsebelum buah masak, sedangkan seranganpada stadia buah masak (tua) menyebabkanbiji berlubang sehingga terjadi penurunanberat dan kualitas biji (Sulistyowati, 1992).Kehilangan hasil akibat serangan PBKobervariasi tergantung kondisi pengelolaantanaman. Pada pertanaman yang tidakdilakukan tindakan pengendalian serang-an hama PBKo dapat mencapai 100%(Baker, 1999 cit. Prakasan et al., 2001).Kisaran kehilangan hasil akibat PBKoyang dilaporkan mencapai 5—80% (Idowucit . Prakasan et al . , 2001), 30—80%(Sulistyowati, 1992). Situasi harga biji kopisecara tidak langsung juga dapatberpengaruh terhadap intensitas seranganhama PBKo di pertanaman. Pada saat hargabiji kopi baik, maka semua biji-biji kopidapat terpanen secara maksimal sehinggaakan memutus siklus hidup H. hampei yangdapat menurun-kan intensitas seranganPBKo pada periode panen berikutnya(Damon, 2000). Durham (2004) menyebut-kan total kerugian akibat serangan hamaPBKo di dunia mencapai USD 500 juta.Kasus serangan hama PBKo lebih banyakdijumpai pada pertanaman kopi Robustadibandingkan pada pertanaman kopiArabika disebabkan fenologi pembuahankopi Robusta yang terus menerus dankondisi lingkungan tumbuh kopi Robusta

yang lebih sesuai untuk mendukungperkembangan H. hampei (Damon, 2000).

Strategi pengendalian hama PBKo di-arahkan melalui sistem pengendalian hamaterpadu (PHT) yang memadukan antarakomponen bahan tanam tahan, agens hayati,dan manajemen lingkungan. Sulistyowati(1992) telah menjabarkan beberapa kom-ponen pengendalian PBKo secara terpadu.Secara kultur teknis pengendalian hamaPBKo dapat dilakukan untuk memutus daurhidup kumbang PBKo dengan cara melaku-kan petik bubuk (petik buah merah 15—30hari menjelang panen besar), lelesan (tindak-an pemungutan buah-buah yang terjatuh ditanah), dan racutan (pemetikan buah-buahyang masih tersisa pada akhir masa panen).Pengelolaan tanaman penaung yang tepat,yaitu menjaga kondisi penaungan tidakterlalu gelap juga dapat menekan per-kembangan kumbang H. hampei. Pengen-dalian secara biologis dapat menggunakanparasitoid Cephalonomia stepanoderis Betr.,Prorops nasuta, dan Heterospilus coffeicolaSchm. Jamur entomopatogen Beuveriabassiana juga telah direkomendasikansebagai agens hayati hama PBKo. Namundemikian hingga kini belum tersedia bahantanam tahan anjuran untuk pengendalianhama PBKo. Anjuran penanaman adalahpenggunaan varietas/klon yang memiliki sifatpembungaan serempak.

Dalam aplikasi teknologi pengendaliandiperlukan pemahaman yang baik mengenaimekanisme hubungan antara tanaman inangdengan serangga hama. Ketahanan tanamanmerupakan salah satu bentuk ekspresihubungan antara inang dengan serangga

4

Susilo

hama yang proses interaksinya dipengaruhioleh faktor lingkungan tumbuh. Terkaitdengan masalah hama PBKo tersebut, tulisanini akan menguraikan aspek-aspekketahanan tanaman terhadap serangan hamaPBKo sebagai informasi dasar yang di-perlukan dalam tindakan pengendalian danperakitan bahan tanam tahan.

FENOLOGI TANAMAN KOPI(COFFEA SPP .)

Spesies kopi yang dikomersialkanumumnya adalah Coffea arabica (kopiarabika) dan Coffea canephora (kopiRobusta) dari kelompok subseksi Erythro-coffea marga Coffea. Secara sitologi keduaspesies kopi tersebut berbeda, yaitu kopiarabika termasuk tanaman allotetraploid(2n= 4x=44) dan kopi Robusta termasuktanaman diploid (2n = 22). Berdasarkansifat penyerbukannya, kopi Arabika bersifatmenyerbuk sendiri (self compatible) dantanaman kopi Robusta bersifat menyerbuksilang (cross compatible) (Charrier &Berthaud, 1985). Adanya perbedaan sifat-sifat ini membawa konsekuensi secaramendasar dalam strategi pemuliaan danmetode perbanyakan kedua spesies tersebut.

Habitat tumbuh asli tanaman kopiberada di kawasan hutan hujan tropis diwilayah Afrika (Charrier & Berthaud, 1985).Dalam pengembangannya budidaya kopimemerlukan tanaman penaung sebagaipelindung terhadap pencahayaan mataharilangsung guna mengurangi proses evapo-transpirasi. Curah hujan dan suhu merupakanfaktor iklim yang berpengaruh terhadapproduksi kopi. Dalam hal ini volume dan

distribusi curah hujan sepanjang tahun, danketinggian tempat menentukan kesesuaiantumbuh tanaman kopi (Rothfos, 1980).Curah hujan tahunan yang diperlukan untukpertumbuhan kopi Arabika berkisar antara1.100—1.300 mm dan untuk kopi Robusta1.550—2.000 mm. Distribusi curah hujansangat berpengaruh dalam menentukan polapembuahan tanaman karena terkait denganproses pematahan dormansi bunga.Sedangkan ketinggian tempat yang sesuaiuntuk pertumbuhan kopi Arabika adalah1000—2000 m dpl. yang kondisi suhunyaberkisar antara 15 OC hingga 24 OC, danuntuk tanaman kopi Robusta <700 m dpl.yang kondisi suhunya berkisar antara24 OC—30 OC (Wilson, 1985).

Pembentukan buah kopi terpengaruholeh kondisi musim yang ekstrim, dimanakondisi musim kering berkepanjangan ataupun hujan yang berlebihan akan mengangguproses pembungaan dan pembuahan.Kondisi curah hujan tinggi akan mengangguproses penyerbukan bunga kopi yang dibantuoleh angin dan kumbang penyerbuk. Sebelummekar, bunga kopi secara fisiologi akanmengalami masa dormansi. Pada saat itukuncup bunga terhenti perkembangannyaselama beberapa bulan (1—4 bulan). Faktorpemacu perkembangan bunga setelah masadormansi tersebut adalah ketersediaan airtanah. Meskipun masa dormansi telahterlewati namun apabila air tanah belummencukupi kebutuhan proses pemekaranbunga maka bunga belum akan mekar.Proses pemekaran bunga biasanya dipicu olehtibanya musim hujan atau melalui prosespenyiraman (Cannell, 1985). Karena itupada daerah-daerah yang bertipe iklim

Ketahanan tanaman kopi (Coffea spp.) terhadap hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr.)

5

basah dengan sebaran curah hujan meratasepanjang tahun pembuahan kopi dapatberlangsung sepanjang tahun.

Buah kopi memiliki dua biji yangposisinya berhadapan satu sama lain disatu-kan oleh kulit yang berwarna merah ketikamasak, mengandung pulp yang rasanyamanis. Setiap biji tersebut endospermanyadiselubungi oleh kulit tanduk (parchment)yang keras (Rothfos, 1980). Ukuran bijitersebut juga dipengaruhi oleh kondisi curahhujan saat pembentukan biji. Pada daerah-daerah yang memiliki tipe curah hujan tinggiukuran bijinya lebih besar dibanding daerah-daerah kering.

HAMA PENGGEREK BUAHKOPI (HYPOTHENEMUS

HAMP EI )

Hama penggerek buah kopi (PBKo),Hypothenemus hampei (Ferrari) (Coleoptera:Scolytidae) pertama kali ditemukan diUganda tahun 1867, kemudian hama inimenyebar ke berbagai areal pertanaman kopidi dunia. Negara produsen kopi yang di-laporkan pertanaman kopinya belum ter-serang hama PBKo adalah Costa Rica,Papua New Guinea, dan Hawai (Giorda-nengo et al., 1993). Di Indonesia, hamaPBKo pertama kali ditemukan tahun 1909di perkebunan Lampegan, Jawa Barat yaitumenyerang tanaman kopi jenis Liberika(Cramer, 1957), dan penyebarannya didugamelalui pemasukan kopi dari Uganda(Sulistyowati, 1992).

Prakasan et al. (2001) menguraikanproses kumbang H. hampei menggerek buahkopi. Kumbang H. hampei dapat menyerang

buah stadia muda hingga stadia tua.Kumbang H. hampei menggerek di bagiandiskus buah, kemudian masuk ke dalamjaringan endosperma yang menyebabkankerusakan biji. Umumnya dalam satubuah ditemukan ada satu kumbang betinaH. hampei, namun kadang-kadang dapatditemukan lebih dari satu kumbang.Meskipun serangan ditemukan pada buahmuda namun H. hampei lebih menyukaibuah-buah yang endospermanya sudahmengeras. Biasanya apabila kumbangH. hampei menyerang buah muda yangendospermanya belum mengeras, kumbangakan tetap tinggal di lubang gerekan menantisampai endosperma biji mengeras ataukeluar mencari alternatif buah yangendosperma bijinya sudah mengeras. Buahmuda yang terserang H. hampei akanterganggu perkembangannya, biasanyabuah menjadi busuk lalu gugur sebelummasak.

Biologi H. HampeiHama PBKo (H. hampei) berbentuk

kumbang kecil berwarna hitam, ukurankumbang betina panjang 1,5—2,5 mm(Venkatesha et al., 1998, Prakasan et al.,2001) yang lebih panjang dibandingkankumbang jantan 1,0 mm (Prakasan et al.,2001). H. hampei meletakkan telur di dalambuah antara 20—60 butir, dan telur akanmenetas setelah 4—9 hari (Prakasan et al.,2001). Periode larva berlangsung selama10—26 hari, periode pra pupa selama 2 haridan pupa selama 4 hari. Satu siklus hidupH. hampei berlangsung selama 25—35 hari(Le Pelley, 1968 cit. Prakasan et al., 2001).Kumbang-kumbang yang baru terbentuk di

6

Susilo

dalam buah kemudian akan melakukanperkawinan sesamanya (sibling). Rasioantara kumbang betina dan kumbang jantansekitar 10:1. Setelah proses kawin kumbangbetina akan meninggalkan buah untukmencari buah-buah yang masih segar untukproses infestasi berikutnya, dan kumbangjantan tetap tinggal di dalam buah. Aktivitasinfestasi tersebut dilakukan pada waktu sorehari. Kumbang H. hampei mampu bertahanlebih dari 5 bulan di dalam buah, baik padabuah yang masih melekat di pohon maupunbuah yang sudah gugur (Venkatesha et al.,1998).

Kumbang betina H. hampei dayajangkaunya dapat mencapai jarak sejauh345 m, menggunakan sayap dan dapat jugadibantu oleh angin. Kemampuan hidupkumbang betina rata-rata selama 156 harisedangkan kemampuan hidup kumbangjantan lebih pendek, yaitu selama 103 hari(Bergamin, 1943 cit. Prakasan et al., 2001).Daya hidup yang lama bagi kumbangH. hampei tersebut memungkinkan infestasidapat dilakukan pada periode panenberikutnya. Buah-buah yang tidak terpanenatau pun buah yang gugur merupakanmedia tumbuh bagi H. hampei selama

Kumbang H. hampei(Foto : Venkatesha et al., 1998)

Lubang gerekan H. hampei(Foto : Venkatesha et al., 1998)

Larva H. hampei(Foto : Venkatesha et al., 1998)

Sumber foto : ICCRI

Gambar 1. Fenologi buah kopi dan gejala serangan hama PBKo (foto dari berbagai sumber; ICCRI, Venkateshaet al., 1998).

Figure 1. Phenology of coffee berry and visual symptoms affected by coffee berry borer (Photo by ICCRIand Venkatesha et al., 1998).

Ketahanan tanaman kopi (Coffea spp.) terhadap hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr.)

7

menunggu musim panen berikutnya(Prakasan et al., 2001).

Lingkungan tumbuh H. HampeiSuhu optimum untuk perkembangan

PBKo berkisar antara 25—26 OC (Barrera& Baker, 1985 cit. Prakasan et al., 2001),sedangkan kelembaban optimum yangdibutuhkan berkisar antara 90—95% (Bakeret al., 1994 cit. Prakasan et al., 2001).Selain faktor suhu dan kelembaban,ketinggian tempat (elevasi) juga ber-pengaruh terhadap perkembangan PBKo.Serangan hama PBKo dijumpai lebih tinggipada kisaran ketinggian tempat 500—1000m dpl. daripada pada ketinggian tempat<500 m dpl. atau >1000 m dpl.(Venkatesha et al., 1998; Prakasan et al.,2001). Pertanaman kopi dengan penaunganyang berlebihan (gelap) mendukungperkembangan PBKo lebih baik di-bandingkan pertanaman yang kondisipenaungannya kurang (terbuka) (Le Pelley,1968 cit. Prakasan et al., 2001). Pada per-tanaman dengan penaungan rapat,dilaporkan bahwa buah yang terinfestasiPBKo 5 kali lebih banyak dan per-kembangan H. hampei lebih cepatdibandingkan pada pertanaman dengankondisi penaungan kurang (terbuka).Demikian juga pertanaman yang pem-buahannya sepanjang tahun akan men-dukung keberlanjutan pembiakan PBKo.

Tanaman inang H. HampeiH. hampei termasuk kumbang monofag

(manophagous insect) yang hanya mampubertahan hidup pada biji-bijian tanaman kopi

(Coffea spp.) (Swarupa et al . , 2000,Prakasan et al., 2001). Namun demikiandijumpai ada sebagian tahapan daur hidupkumbang H. hampei yang ditemukan padatanaman Caesalpinia, Centrosemo, Crota-laria (Swarupa et al., 2000), keberhasilanpembiakan H. hampei pada media biji-bijianMelicocca bijuga dan Cajanus cajan (Baker,1999 cit. Prakasan et al., 2001).

Musuh alami H. HampeiH. hampei memiliki musuh alami dari

kelompok predator; Dindymus rubiginous,kelompok parasitoid; Cephalonomia stepha-noderis, Prorops nasuta (Hymenoptera:Bethylidae), Phymastichus coffea (Hy-menoptera: Eulophidae), dan Heterospiluscoffeicola (Hymenoptera: Braconidae),kelompok nematoda; Heterorhabditis sp.,Penagrolaimus sp., kelompok bakteri;Bacillus thuringiensis, dan kelompokjamur; Beuveria bassiana, Paecilomycesfumosoroseus (Prakasan et al., 2001).

KETAHANAN TANAMANTERHADAP HAMA PBKO

Hubungan H. hampei dengan tanamaninang

Kumbang H. hampei betina setelahdewasa akan keluar dari dalam biji kopiyang diinfestasi oleh induknya, terbangmencari biji-biji kopi baru sebagai sumberpakan dan tempat berkembang biaknya.Dalam hal ini kumbang jantan tetap tinggaldi dalam biji. Kumbang tersebut keluar daribiji umumnya setelah kawin. Proporsi

8

Susilo

kumbang betina yang telah kawin keluardari dalam biji mencapai 62% (Lopez &Frérot, 1993 cit., Damon, 2000; Baker,1999 cit. Prakasan et al., 2001). Proseskeluarnya kumbang H. hampei dari dalambiji dipicu oleh kondisi kelembaban udarayang tinggi, berkisar antara 90—100%.Waktu efektif bagi kumbang H. hampeiterbang mencari inangnya adalah sore hariantara pukul 16.00—18.00 (Cramer, 1957).Renwick & Chew (1994) menyebutkanbahwa proses penemuan inang olehkumbang dipengaruhi oleh faktor visual.Presepsi kumbang H. hampei terhadapinangnya ditentukan berdasarkan sensorwarna (vission) dan aroma (olfaction) bijikopi. Hasil uji tingkat kesukaan (preferency)bahwa kumbang H. hampei lebih menyukaibiji-biji kopi yang berwarna merah (masak)dibanding biji kopi yang hijau (muda)meskipun pada buah muda juga ditemukanadanya infestasi kumbang H. hampei(Giordanengo et al., 1993). Dalam ujiwarna perangkap disebutkan bahwakumbang H. hampei lebih tertarik padaperangkap berwarna merah (Mathieu et al.,1997; Wiryadiputra, 2006). Hasil ujiolfaktori membuktikan adanya senyawavolatil dikeluarkan oleh biji-biji yang masak,menyebabkan kumbang H. hampei tertarikuntuk mendekat (Giordanengo et al. (1993).Karena itu dapat diduga bahwa kandungansenyawa volatil tersebut terkait dengantingkat kemasakan buah sehingga H. hampeilebih tertarik pada buah-buah masak yangmemiliki kandungan volatil lebih tinggi.Hasil uji senyawa perangkap dilaporkanbahwa campuran metanol dan etanol (1:1)terbukti paling efektif menarik kumbang

H. hampei, dan dalam hal ini metanolmerupakan senyawa kunci penarikkumbang tersebut (Mathieu et al., 1997;Prakasan et al., 2001). Metanol dan etanoltermasuk metabolit sekunder kelompokfenolik yang diproduksi oleh lebih dari 70keluarga tanaman dikotiledon (Panda &Khush, 1995). Karena itu diketahui bahwaproses penemuan inang oleh kumbangH. hampei diawali oleh respons positifterhadap signal warna, kemudian diikutioleh respons terhadap senyawa volatil yangdikeluarkan oleh biji kopi.

Kumbang H. hampei terbang secarahorisontal menyukai daerah di sekitar kanopitanaman. Dalam pencarian inang tersebutterdapat perbedaan tingkat kesukaan jenisinang berdasarkan spesies dalam margaCoffea. Hasil penelitian di India pada skalalapangan dan laboratorium menunjukkanbahwa serangan oleh H. hampei lebih tinggidijumpai pada spesies C. arabica dibanding-kan pada spesies C. canephora, dan spesieskopi lain seperti C. liberica, C. eugenoides(Prakasan et al., 2001). Sebaliknya Mathieuet al. (1997) melaporkan bahwa H. hampeilebih tertarik pada spesies C. canephoradaripada spesies C. arabica. Di Indonesiadisebutkan bahwa spesies C. arabica lebihpeka terhadap serangan hama PBKo di-bandingkan spesies C. canephora. Meskipunmasalah hama PBKo lebih serius dijumpaipada pertanaman kopi Robusta hal ini terkaitdengan lingkungan tumbuh kopi Arabikayang kurang mendukung perkembanganH. hampei (Cramer, 1957) dan fenologipembuahan kopi Robusta yang relatifberkesinambungan (Damon, 2000). Belum

Ketahanan tanaman kopi (Coffea spp.) terhadap hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr.)

9

ada laporan yang secara jelas menyebutkanhubungan tingkat kesukaan tersebut dengankarakteristik biji antar spesies marga Coffeatersebut. Friederichs (1924) cit. Damon(2000) menyebutkan bahwa H. hampei lebihtertarik pada buah-buah kopi yangberukuran kecil, sedangkan Ticheler (1961)cit. Damon (2000) menyebukan buah kopiyang memiliki diskus kecil kurang disukaiH. hampei. Kelimpahan jumlah buah dipertanaman juga berpengaruh terhadapmobilitas kumbang H. hampei. Pada saatlepas panen, kumbang H. hampei banyakberkoloni pada buah-buah sisa panensebelum akhirnya menemukan buah-buahsegar untuk proses perkembangbiakanselanjutnya. Buah-buah lepas panenmerupakan tempat yang baik bagi kumbangH. hampei untuk berkoloni sambilmenunggu periode pembuahan berikutnya.Hasil penelitian di India ditemukan >20%dalam satu buah dikoloni oleh lebih dari 50kumbang H. hampei (Prakasan et al., 2001).

Setelah kumbang betina H. hampeiberhasil menemukan inangnya, aktivitas yangkemudian dilakukan adalah menggerek dibagian diskus buah dengan membentuklubang gerekan kecil (ø1 mm) sepanjangkulit buah hingga tembus di bagian endo-sperma (Sulistyowati, 1992). KumbangH. hampei lebih menyukai biji-biji kopi yangendo-spermanya sudah menggeras (Cramer,1857; Venkatesha et al., 1998; Prakasanet al., 2001). Hal ini diduga terkait denganaktivitas peletakan telur sebab kumbangH. hampei juga dapat memanfaatkan buah-buah muda yang endospermanya masihlunak sebagai sumber pakannya (Cramer,1957; Prakasan et al., 2001). Apabila

infestasi dilakukan pada buah yangendospermanya masih lunak, kumbangH. hampei tidak akan melanjutkan prosesberbiak di dalam buah tersebut melainkanakan pindah mencari buah-buah lain yangendospermanya sudah menggeras (Prakasanet al., 2001). Buah muda yang telah ter-serang oleh H. hampei akhirnya akan gugur(Cramer, 1957). Hal ini jika dikaitkandengan proses pencarian inang dapatdiketahui bahwa senyawa volatil yangdikeluarkan biji-biji kopi juga terkait denganketertarikan kumbang untuk peletakan telur.Seluruh daur hidup kumbang H. hampeiakan dilalui di dalam buah yang di-infestasinya tersebut (Durham, 2004).Faktor yang berpengaruh terhadap lamawaktu daur hidup kumbang H. hampei didalam buah adalah suhu. Semakin tinggisuhu akan semakin cepat waktu daurhidupnya dan sebaliknya pada kondisi suhulingkungan rendah daur hidup kumbangakan semakin lama. Kondisi suhu ini jugaterkait dengan faktor ketinggian tempat,dimana semakin tinggi ketinggian tempatsuhu lingkungan semakin rendah maka daurhidup kumbang H. hampei juga akansemakin lama. Di dataran rendah lamawaktu daur hidup kumbang H. hampei rata-rata selama 25 hari (Friederichs, 1924 cit.Cramer, 1957). Suhu optimum untuk per-kembangbiakan H. hampei adalah 25 OC(Prakasan et al., 2001).

Mekanisme ketahanan tanaman

Belum banyak informasi hasilpenelitian yang menjelaskan mengenaimekanisme ketahanan hama PBKo. Hasil-

10

Susilo

hasil penelitian umumnya baru menyebut-kan perbedaan intensitas serangan PBKopada berbagai spesies atau klon yangmenggambarkan respons ketahanantanaman hasil infestasi alami. Fenomenaketahanan kebal (immune) pernah di-laporkan oleh Schweizer (1925) cit. Cramer(1957) pada spesies C. schumanniana.Mekanisme ketahanan kebal merupakanekspresi non-host resistance (Chahal &Gosal, 2002) sehingga dalam hal ini dapatdiketahui bahwa tidak semua spesies dalammarga Coffea dapat digunakan olehH. hampei sebagai inang. Dalam laporanCramer (1957) disebutkan bahwa intensitasserangan PBKo pada spesies-spesieskomersial, terutama C. arabica danC. canephora lebih tinggi dibandingkanpada spesies lain yang kurang dibudi-dayakan seperti C. dyowskii, C. stenophylla.Chahal & Gosal (2002) menyebutkan bahwafenomena ketahanan kebal umumnyadijumpai pada spesies-spesies tanaman

liar atau pun spesies tanaman yang tidakdibudidayakan.

Perbedaan intensitas serangan hamaPBKo antarspesies tanaman atau antarklonyang dilaporkan (Cramer, 1957; Mathieuet al., 1997; Laporan PHT, 2000; Prakasanet al., 2001) menunjukkan adanya per-bedaan respons ketahanan antarspesiesataupun antarklon dalam spesies terhadapinfestasi H. hampei. Mekanisme ketahanantersebut diduga bersifat antixenosis danantibiosis. Perbedaan fenologi buah dalamhal bentuk, intensitas warna biji, dan aromadiduga berpengaruh dalam mengendalikanmekanisme antixenosis ini. Di antara karak-ter buah yang menunjukkan keragamantinggi antar spesies kopi adalah diskus buah.Keragaman diskus buah tersebut diduga ikutberperan dalam mempengaruhi presepsikumbang H. hampei dalam prosespenemuan inangnya. Selain bentuk buah,hasil penelitian yang menunjukkan adanya

Gambar 2. Fenologi diskus buah kopi yang diduga berpengaruh terhadap presepsi H. hampei dalam penemuantanaman inang

Figure 2. Discus phenology of coffee berry which would affect to H. hampei on host finding.

Ketahanan tanaman kopi (Coffea spp.) terhadap hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr.)

11

perbedaan tingkat kesukaan H. hampeiterhadap warna (Mathieu et al., 1997;Wiryadiputra, 2006) dan senyawa volatilbiji (Giordanengo et al., 1993) merupakanfaktor yang berperan dalam pengaturanmekanisme anixenosis ini. PreferensiH. hampei ini terkait dengan aktivitasmakan dan peletakan telur. Laporan Cramer(1957) dan Bagpro PHT (2000) yangmenyebutkan bahwa klon-klon spesiesC. canephora yang dilaporkan tahan PBKomemiliki kulit tanduk (parchment) yangkeras menunjukkan bahwa mekanismeantibiosis juga ikut berperan dalampengaturan ketahanan hama PBKo.

Mekanisme ketahanan semu yang di-pengaruhi oleh faktor ekologi dan sifatpembungaan tanaman dapat menghindarkantanaman dari infestasi kumbang H. hampei.Mekanisme ini terkait dengan keserempak-an waktu pemasakan buah, tinggi tempatpenanaman, dan manajemen lingkungan.Waktu pemasakan buah yang serempakdapat menyebabkan terputusnya siklushidup H. hampei karena ketersediaan buahuntuk infestasi H. hampei di pertanamanterbatas sehingga akan mengurangi populasikumbang H. hampei. Dalam rekomendasipenanaman dianjurkan menanam varietas/klon yang memiliki sifat pemasakan buahserempak. Klon/varietas yang dianjurkanadalah USDA 230762 untuk kopi Arabika,dan klon BP 42, BP 288, dan BP 234 untukkopi Robusta (Sulistyowati, 1992). Faktortinggi tempat penanaman juga berperanmengatur mekanisme ketahanan semu ini.Dalam hal ini pada lokasi-lokasi denganketinggian tempat yang kurang mendukungperkembangan H. hampei akan meng-

hindarkan tanaman dari sebaran H. hampei,seperti daerah-daerah berketinggian tempat>1.600 m dpl. yang cocok untuk per-tanaman kopi arabika (Cramer, 1957).Sedangkan faktor lingkungan yang ber-pengaruh adalah kondisi penaung. Dalamhal ini pertanaman yang penaungannyakurang (terbuka) dapat menghambatperkembangan H. hampei.

STRATEGI PEMULIAANKETAHANAN HAMA PBKO

Masalah hama PBKo di Indonesia lebihbanyak ditemukan pada pertanaman kopiRobusta (C. canephora) daripada kopiArabika (C. arabica) sehingga programpemuliaan diarahkan untuk mendapatkanbahan tanam kopi Robusta tahan hamaPBKo. Sasaran kegiatan adalah mendapat-kan bahan tanam dalam bentuk klonal ataupun hibrida F1 (biklonal/poliklonal) ungguldalam hal produktivitas, kualitas hasil danketahanan hama PBKo. Terkait dengan sifatpenyer-bukan kopi robusta yang menyerbuksilang maka metode seleksi berulang (recur-rent selection) dapat diterapkan untukprogram pemuliaan ketahanan hama PBKo.Dalam hal ini penerapan metode seleksiberulang dimodifikasi sesuai kondisi daurhidup tanaman kopi yang panjang. Sasaranmendapatkan klon dan hibrida tahan PBKodapat dicapai sekaligus dalam setiap daurseleksi. Pada Gambar 3 terlihat tahapan-tahapan kegiatan yang akan dilakukan dalamdaur seleksi berulang pemuliaan ketahananhama PBKo.

Sumber genetik ketahanan hama PBKodiperoleh dari hasil eksplorasi dan seleksi.

12

Susilo

Klon-klon tahan terseleksi selanjutnya akandigunakan sebagai induk persilangan untukmembentuk bahan tanam baru ataupun dapatdikategorikan sebagai genotipe unggulharapan bila telah memenuhi kriteriakeunggulan bahan tanam unggul kopi.Persilangan bertujuan membentuk rekom-binasi baru untuk seleksi populasi atau punseleksi individual. Dalam hal ini per-silangan juga dirancang untuk mendeteksidayagabung antartetua klonal. Rancanganpersilangan diallel umumnya digunakan

untuk tujuan tersebut. Bahan tanam unggul,baik hibrida maupun klonal, sebelumdirekomendasikan kepada pengguna(petani/pekebun) terlebih dahulu dilakukanuji multilokasi untuk mengetahui adap-tabilitas bahan tanam unggul di berbagailokasi. Setiap daur pemuliaan dengan caraini membutuhkan waktu sekitar 15—20tahun.

Hasil seleksi generasi awal pada kopiRobusta diperoleh klon SA13 dan SA34yang menunjukkan tahan hama PBKo

Gambar 3. Skema metode seleksi berulang (recurrent selection) pemuliaan ketahanan hama PBKo pada tanamankopi Robusta (C. canephora).

Figure 3. The scheme of recurrent selection on breeding for CBB resistance of Coffea canephora.

Ketahanan tanaman kopi (Coffea spp.) terhadap hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr.)

13

(Cramer, 1957). Namun demikian hinggakini klon-klon tersebut belum dimanfaatkandalam program pemuliaan untukmenghasilkan bahan tanam tahan PBKo.Klon-klon tersebut juga dapat digunakansebagai pembanding sifat ketahanan hamaPBKo dalam setiap tahapan seleksi klon-klon koleksi plasma nutfah. Bagpro PHT(2000) melaporkan hasil uji saring padaklon-klon kopi Robusta tahan PBKo padakoleksi plasma nutfah di Kebun Bangelandan KP Sumber Asin, Jawa Timur. Hasilseleksi tersebut mendapatkan beberapa klonyang menunjukkan respons tahan sepertiklon SA13 dan SA34, adalah SA 13-02,SA 34-01, SA 53, SA94, SA 129-05, SA129-OP, SA 142, SA 245, SA 254, WringinAnom 2, Wringin Anom 3, Wringin Anom8, dan BGN 371. Seleksi ini barumendasarkan pada sifat ketahanan PBKosehingga perlu ditindaklanjuti denganevaluasi sifat dayahasil dan mutuhasil dalamproses seleksi tahap lanjut.

Klon-klon tersebut merupakan materigenetik dasar untuk proses perakitan bahantanam tahan PBKo. Hingga kini belumdiketahui informasi pewarisan ketahananhama PBKo dan gen-gen pengatur ke-tahanan PBKo pada klon-klon tersebut.Pemilihan tetua tahan sebagai sumber genketahanan ditentukan berdasarkan derajatketahanan. Melalui persilangan akan ter-bentuk rekombinasi genetik yang merupakangabungan antara sifat tahan dan sifat-sifatunggul lainnya. Apabila sifat ketahananPBKo diatur oleh gen dominan maka per-silangan dengan tetua tahan akan meng-hasilkan populasi F1 tahan PBKo.Sedangkan apabila sifat ketahanan PBKo

diatur oleh banyak gen (polygenic) makaperlu pengabungan gen-gen ketahanan kedalam genotipe berbasis populasi maupunindividu. Karena itu dalam pemilihan tetuapersilangan perlu mempertimbangkansumber gen ketahanan berasal lebih dari satugenotipe tahan.

P E N U T U P

Hama PBKo hingga saat ini masihmenjadi masalah penting pada pertanamankopi di Indonesia. Perakitan teknologipengendalian hama PBKo belum mengarahpada upaya pencarian bahan tanam tahansebagai komponen teknologi pengendalianyang efektif dan ramah lingkungan. Informasimekanisme ketahanan hama PBKo sebagailandasan dalam penentuan strategi pengen-dalian maupun perakitan bahan tanam tahanbelum banyak terungkap dalam hasil-hasilpenelitian. Demikian pula klon-klon hasilseleksi sebagai sumber gen ketahanan belumtermanfaatkan secara optimal dalam pe-rakitan bahan tanam tahan dan studimekanisme ketahanan. Perlu langkah-langkah strategis dalam upaya pemanfaatanklon-klon tahan sehingga tercapai sasaranmendapatkan bahan tanam tahan PBKo daninformasi mekanisme ketahanan PBKo.

DAFTAR PUSTAKABagian Proyek Penelitian PHT Tanaman

Perkebunan (2000). PengendalianHama Penggerek Buah Kopi (PBKo)Menggunakan Bahan Tanam Tahan.Pusat Penelitian Kopi dan KakaoIndonesia, p. 28—38.

14

Susilo

Cannell, M.G.R. (1985). Physiology of thecoffee crop. p. 108—134. In: M.N.Clifford & K.C. Wilson (Eds.).Botany, Biochemistry of Beans andBeverage. AVI Publisihing, Cobbec-ticut, USA.

Chahal, G.S. & S.S. Gosal (2002). Principleand Procedure of Plant Breeding: Bio-technological and Conventional Ap-proach. Alpha Science Int., HarrowU . K .

Charrier, A. & J. Berthaud (1985). Botani-cal classification of Coffea. p. 13—47. In: M.N. Clifford & K.C. Wil-son (Eds.). Botany, Biochemistry ofBeans and Beverage. AVI Publish-ing, Cobbec-ticut, USA.

Damon, A. (2000). A review of the biologyand control of the coffee berry borer,Hypothenemus hampei (Coleoptera:Scolytidae). Bulletin of Entomologi-cal Research, 90, 453—465.

Durham, S. (2004). Stopping the Coffee BerryBorer from Boring into Profits. Agric.Research, 52, 10—11.

Giordanengo, P.; Luc O. Brun; B. Frerot(1993). Evidence for allelchemical at-traction of the coffee berry borer,Hypothenemus hampei, by coffee ber-ries. J. of Chemical Eco., 19, 763—769.

Mathieu, F.; L.O. Burn; C. Marcillaud & B.Frérot (1997). Trapping of the coffeeberry borer within a mesh-enclosedenvironment: interaction of olfactoryand visual stimuli. J. Appl. Ent. 121,181—186.

Panda, N. & G.S. Khush (1995). Host PlantResistance to Insects. 1st Edt. CABInternational, International Rice Re-search Institute, Manila.

Renwick, J.A.A. & F.S. Chew (1994). Ovi-position Behavior in Lepidoptera.Annu. Rev. Entomol., 39, 377—400.

Rothfos, B. (1980). Coffee Production .Niedersächsische buchdruckerei, Ger-many. 366 p.

Sulistyowati, E. (1992). Hama Utama Tanam-an Kopi dan Cara Pengendaliannya.In: Buku III : Bahan pelatihan teknikbudidaya dan pengolahan kopi. PusatPenelitian Perkebunan, Jember.

Swarupa, S.G.; A.G.S. Reddy & P. C. Shekar(2000). A compendium of coffee re-search in India. Central Coffee Re-search Institute, India.

Wilson, K.C. (1985). Climate and soil. p. 97—107. In: M.N. Clifford & K.C. Wilson(Eds.). Botany, biochemistry of beansand beverage . AVI Publishing,Cobbecticut, USA.

Wiryadiputra, S. (2006). Penggunaan perangkapdalam penggendalian hama penggerekbuah kopi (Hypothenemus hampei).Pelita Perkebunan, 22, 101—118.

Venkatesha, M.G.; H.G. Seetharama & K.Sreedharan (1998). Coffee Pests andTheir Management. p. 1—28. In: C.S.Srinivasan (Ed.). A Compendium onPests and Diseases of Coffee andTheir Management in India. CentralCoffee Research Institute. Karnataka.

* * * * * * * *