evaluasi kualitas dan kecernaan biji karet, biji kapuk

Upload: akhi-manan-setiawan

Post on 09-Jan-2016

36 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

fdfhdgn

TRANSCRIPT

  • EVALUASI KUALITAS DAN KECERNAAN BIJI KARET, BIJI

    KAPUK, KULIT SINGKONG, PALM KERNEL MEAL, DAN

    KOPRA YANG DIFERMENTASI OLEH Saccharomyces

    cerevisiae PADA PAKAN JUVENIL IKAN MAS Cyprinus carpio

    GEBBIE EDRIANI

    DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2011

  • ABSTRAK

    GEBBIE EDRIANI. Evaluasi Kualitas dan Kecernaan Biji Karet, Biji Kapuk,

    Kulit Singkong, Palm Kernel Meal, dan Kopra yang Difermentasi oleh

    Saccharomyces cerevisiae pada Pakan Juvenil Ikan Mas Cyprinus carpio.

    Dibimbing oleh MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI dan JULIE EKASARI

    Pakan menjadi sumber energi bagi ikan dimana tepung ikan dan bungkil

    kedelai sebagai penyumbang protein utamanya. Harga tepung ikan dan bungkil

    kedelai yang mahal menyebabkan harga pakan menjadi tidak kompetitif, oleh

    karena itu perlu dicari sumber bahan baku pakan alternatif. Penelitian ini

    bertujuan mengevaluasi kualitas dan kecernaan bahan baku lokal pakan yang

    difermentasi. Pada penelitian ini dilakukan uji kecernaan berbagai bahan baku

    lokal (biji kapuk, kulit singkong, kopra, biji karet dan palm kernel meal) yang

    difermentasi dengan ikan mas Cyprinus carpio sebagai ikan uji. Penelitian

    dilaksanakan Februari sampai April 2011 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan,

    Departemen Budidaya perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

    Pertanian Bogor. Bahan yang diuji telah dalam bentuk tepung dan difermentasi

    dengan Saccharomyces cerevisiae instan dengan dosis 0,9% w/w selama 24 jam.

    Setelah itu bahan dikeringkan dan digunakan sebagai campuran pakan uji dengan

    perbandingan 30% bahan uji dicampur 70% pakan komersil untuk uji kecernaan.

    Ikan dipelihara selama 30 hari dan pengumpulan feses dilakukan sejak hari ke-6

    untuk kemudian diuji di laboratorium. Hasil analisis proksimat menunjukkan

    bahwa proses fermentasi mampu meningkatkan protein bahan sebesar 16-31%,

    dan menurunkan serat kasar bahan sebesar 2-31%. Selain itu, fermentasi mampu

    meningkatkan nilai kecernaan pakan oleh ikan mas yang ditunjukkan oleh

    meningkatnya kecernaan protein sebanyak 4-12%, kecernaan bahan sebanyak 4-

    72%, dan kecernaan energi sebesar 4-12%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

    proses fermentasi mampu meningkatkan kecernaan pakan dengan bahan baku

    lokal oleh juvenil ikan mas.

    Kata kunci: kecernaan, fermentasi, ikan mas

    -----------------------

    ABSTRACT

    GEBBIE EDRIANI. Evaluation of Quality and Digestibility of Rubber Seed,

    Kapok Seed, Cassava Peels, Palm Kernel Meals, and Copra Fermented by

    Saccharomyces cerevisiae in juvenile of common carp Cyprinus carpio Feed.

    Supervised by MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI and JULIE EKASARI

    Feed is an energy source for fish, with fishmeal and soy bean meal as the

    primary protein sources. However, as the prices of both ingredients are expensive,

    they cause feed price become uncompetitive. Therefore, it is necessary to find

    alternative feedstuff to replace or substitute fishmeal and soybean meal. The aim

    of this research was evaluating the quality and digestibility of fermented local

    feedstuff. The local feedstuff tested in this experiment were kapok seed, cassava

    peel, copra, rubber seed, and palm kernel meal with common carp juvenile

  • Cyprinus carpio as the tested fish. This research was performed in February till

    April 2011 at the Laboratory of Fish Nutrition, Department of Aquaculture,

    Faculty of Fisheries and Marine Science, Bogor Agricultural University. The

    previously milled feedstuff was fermented with instant yeast Saccharomyces

    cerevisiae with a dose of 0,9% w/w and incubated for 24 hours. Following this,

    the fermented feedstuffs were dried, mixed with reference diet with a ratio of

    30:70, and used as the feed for digestibility test. Feeding was performed for 30

    days and the feces were collected since the 6th day. The results show that

    fermentation may increase crude protein content of feedstuff with a range of 16-

    31%, and decrease crude fiber with a range of 2-31%. Furthermore, fermentation

    may also increase the feed digestibility by the tested fish, as it is shown that the

    use of fermented feedstuffs may increase protein digestibility from 4-12%,

    feedstuff digestibility with a range of 4-72%, and energy digestibility with a range

    of 4-12%. Finally, it can be concluded that fermentation can increase the

    digestibility of feed with local ingredients in common carp juvenile.

    Key words: digestibility, fermentation, common carp

  • EVALUASI KUALITAS DAN KECERNAAN BIJI KARET, BIJI

    KAPUK, KULIT SINGKONG, PALM KERNEL MEAL, DAN

    KOPRA YANG DIFERMENTASI OLEH Saccharomyces

    cerevisiae PADA PAKAN JUVENIL IKAN MAS Cyprinus carpio

    GEBBIE EDRIANI

    SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

    Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya

    Departemen Budidaya Perairan,

    Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

    Institut Pertanian Bogor

    DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2011

  • PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

    DAN SUMBER INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

    EVALUASI KUALITAS DAN KECERNAAN BIJI KARET, BIJI KAPUK,

    KULIT SINGKONG, PALM KERNEL MEAL, DAN KOPRA YANG

    DIFERMENTASI OLEH Saccharomyces cerevisiae PADA PAKAN

    JUVENIL IKAN MAS Cyprinus carpio

    adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun

    kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang

    berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

    penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

    bagian akhir Skripsi ini.

    Bogor, Agustus 2011

    Gebbie Edriani

    C14070066

  • PENGESAHAN

    Judul :

    Nama : Gebbie Edriani

    NIM : C14070066

    Departemen : Budidaya Perairan

    Disetujui,

    Diketahui,

    Ketua Departemen Budidaya Perairan

    Dr. Odang Carman

    NIP. 19591222 198601 1 001

    Tanggal Lulus :

    Evaluasi Kualitas dan Kecernaan Biji Karet, Biji Kapuk, Kulit

    Singkong, Palm Kernel Meal, dan Kopra yang Difermentasi

    oleh Saccharomyces cerevisiae pada Pakan Juvenil Ikan Mas

    Cyprinus carpio

    Pembimbing I

    Dr. Muhammad Agus Suprayudi

    NIP. 19650418 199103 1 003

    Pembimbing II

    Julie Ekasari, M. Sc.

    NIP. 19770725 2005 01 2 002

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan

    rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi

    yang berjudul Evaluasi Kualitas dan Kecernaan Biji Karet, Biji Kapuk, Kulit

    Singkong, Palm Kernel Meal, dan Kopra yang Difermentasi oleh Saccharomyces

    cerevisiae pada Pakan Juvenil Ikan Mas Cyprinus carpio ini sebagai salah satu

    prasyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan

    dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

    Penelitian ini dilaksanakan pada Februari sampai dengan April 2011.

    Analisis proksimat bahan baku, pakan uji, feses ikan dilaksanakan di

    Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

    dan Ilmu Kelautan. Analisis energi feses dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi

    Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

    Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pakan dilaksanakan di

    Laboratorium Pembuatan Pakan Departemen Budidaya Perairan. Pemeliharaan

    ikan dan proses fermentasi dilaksanakan di Laboratorium Basah Nutrisi,

    Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. M. Agus Suprayudi dan

    Julie Ekasari, M. Sc. selaku dosen pembimbing. Di samping itu, penulis

    menyampaikan penghargaan kepada Pemerintah Jambi yang telah memberikan

    beasiswa kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,

    ibu dan adik atas segala doa dan kasih sayangnya, kepada Bapak Wasjan dan Ibu

    Retno atas bimbingannya selama di Laboratorium, Bapak Maryanta, Ibu Yuli, dan

    Bapak Asep yang telah membantu dalam mengurus administrasi, Sdr. Asep El-

    Qusairi yang telah bekerjasama dan membantu penulis selama penelitian hingga

    proses penulisan skripsi, serta teman-teman BDP 44 khususnya Dina Silmina,

    Nurfadhilah, Aulia Nugroho, Wildan Jalaludin, Kresna Yusuf, Ridha Nugraha,

    Arie Kurnianto, Annisa Khairani Aras, Tyas Puteri Tahira, dan Suhana Sulastri.

    Semoga skripsi ini bermanfaat.

    Bogor, Agustus 2011

    Gebbie Edriani

  • DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 27 Oktober 1989 dari pasangan

    Bapak Edward dan Ibu Feriani. Penulis merupakan anak pertama dari empat

    bersaudara. Setelah menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Kuala Tungkal,

    Jambi pada tahun 2007, penulis melanjutkan pendidikan di IPB melalui jalur

    Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Jambi pada Program Studi Teknologi dan

    Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas

    Perikanan dan Ilmu Kelautan.

    Selama masa perkuliahan, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan

    Himpunan Mahasiswa Akuakultur periode 2008-2010. Selain itu, selama

    mengikuti perkuliahan, penulis pernah magang di Balai Besar Air Payau Jepara,

    Jawa Tengah dan Balai Budidaya Air Payau Situbondo, Jawa Timur. Penulis juga

    pernah menjadi asisten mata kuliah Oseanografi Umum semester ganjil

    2009/2010, Ikhtiologi semester ganjil 2009/2010, Fisika Kimia Perairan semester

    genap 2009/2010 dan 2010/2011, Manajemen Kualitas air semester ganjil

    2010/2011, Nutrisi Ikan semester ganjil 2010/2011, Teknologi Pembuatan Pakan

    Alami, Bentos, dan Alga semester ganjil 2010/2011. Penulis pernah mengikuti

    Pekan Kreativitas Mahasiswa yang berjudul: Penerapan teknologi corong

    mcdonald berbasis galon bekas sebagai wadah inkubasi telur yang murah, efektif,

    dan efisien pada usaha pembenihan ikan patin (Pangasius sp.); Studi tingkah laku

    pemijahan, kelahiran dan pertumbuhan kuda laut Hippocampus kuda pada

    pemeliharaan sistem indoor; Pemeriksaan kondisi kesehatan ikan lele Clarias

    batrachus melalui pengamatan gambaran darah; Deteksi penyakit koi herves virus

    pada ikan mas melalui metode Polymerase Chain Reaction (PCR); dan Potensi

    tanaman obat sebagai pengganti antibiotik sintetik untuk pengobatan penyakit

    bakterial pada ikan air tawar.

    Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi

    yang berjudul Evaluasi kualitas dan kecernaan biji karet, biji kapuk, kulit

    singkong, palm kernel meal, dan kopra yang difermentasi oleh Saccharomyces

    cerevisiae pada pakan juvenil ikan mas Cyprinus carpio.

  • i

    DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR TABEL ....................................................................................... ii

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... iii

    I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1

    II. BAHAN DAN METODE ................................................................... 4

    2.1 Proses Fermentasi ......................................................................... 4

    2.2 Pakan Uji ...................................................................................... 4

    2.3 Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data ................................... 5

    2.4 Analisis Kimia ............................................................................. 6

    2.5 Analisis Kecernaan ....................................................................... 6

    2.6 Analisis Data ................................................................................ 6

    2.7 Parameter yang Diukur ................................................................. 6

    2.7.1 Jumlah Konsumsi Pakan ..................................................... 6

    2.7.2 Kecernaan .......................................................................... 7

    2.7.3 Sintasan (Survival Rate, SR) ............................................... 7

    2.7.4 Laju Pertumbuhan Harian ................................................... 7

    2.7.5 Konversi Pakan (Feed Conversion Ratio, FCR) .................. 8

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 9

    3.1 Hasil ............................................................................................ 9

    3.2 Pembahasan ................................................................................. 12

    IV. KESIMPULAN .................................................................................. 20

    4.1 Kesimpulan ................................................................................. 20

    4.2 Saran ........................................................................................... 20

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 21

    LAMPIRAN ................................................................................................ 24

  • ii

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    1. Komposisi pakan acuan dan pakan uji ............................................... 5

    2. Komposisi proksimat biji kapuk, kulit singkong, kopra, biji karet, PKM, tanpa dan dengan fermentasi serta persentase perubahannya

    dalam bobot kering ............................................................................ 10

    3. Komposisi proksimat pakan dengan campuran bahan uji biji kapuk, kulit singkong, kopra, biji karet, PKM tanpa dan dengan fermentasi

    serta persentase perubahannya dalam bobot kering. ........................... 10

    4. Kecernaan protein, kecernaan energi, kecernaan bahan pakan dengan campuran bahan biji kapuk, kulit singkong, kopra, biji

    karet, PKM dengan dan tanpa fermentasi pada juvenil ikan mas

    Cyprinus carpio serta persentase perubahannnya ............................... 11

    5. Sintasan, jumlah konsumsi pakan (JKP), konversi pakan (FCR), laju

    pertumbuhan harian (LPH) beserta persentase perubahannnya pada

    juvenil ikan mas Cyprinus carpio yang diberi perlakuan pakan

    dengan campuran bahan uji biji kapuk, kulit singkong, kopra, biji

    karet, PKM tanpa dan dengan fermentasi ........................................... 11

  • iii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    1. Metode fermentasi ............................................................................. 24

    2. Pembuatan pakan perlakuan untuk 600 g pakan ................................. 24

    3. Skema tata letak akaurium perlakuan pada ikan mas .......................... 24

    4. Prosedur analisis proksimat ............................................................... 25 4.1 Prosedur analisis kadar air ........................................................... 25

    4.2 Prosedur analisis kadar serat kasar ............................................... 25

    4.3 Prosedur analisis kadar protein .................................................... 26

    4.4 Prosedur analisis kadar lemak ...................................................... 27

    4.5 Prosedur analisis kadar abu .......................................................... 27

    5. Analisis Cr2O3 ................................................................................... 28

    6. Hasil pengukuran kualitas air selama pemeliharaan juvenil ikan mas

    Cyprinus carpio pada uji kecernaan bahan biji kapuk, kulit

    singkong, kopra, biji karet, PKM tanpa dan dengan fermentasi ......... 28

    7. Sintasan juvenil ikan mas Cyprinus carpio setelah dipelihara selama 30 hari pada uji kecernaan bahan biji kapuk, kulit singkong,

    kopra, biji karet, PKM tanpa dan dengan fermentasi ........................ 29

    8. Jumlah konsumsi pakan (JKP) dan feed convertion ratio (FCR) juvenil ikan mas Cyprinus carpio selama masa pemeliharaan pada

    uji kecernaan bahan biji kapuk, kulit singkong, kopra, biji karet,

    PKM tanpa dan dengan fermentasi .................................................... 29

    9. Laju pertumbuhan harian (LPH) juvenil ikan mas Cyprinus carpio setelah dipelihara selama 30 hari pada uji kecernaan bahan biji

    kapuk, kulit singkong, kopra, biji karet, PKM tanpa dan dengan

    fermentasi ......................................................................................... 30

    10. Kecernaan total pakan juvenil ikan mas Cyprinus carpio selama pemeliharaan pada uji kecernaan bahan biji kapuk, kulit singkong,

    kopra, biji karet, PKM tanpa dan dengan fermentasi .......................... 30

    11. Kecernaan protein pakan juvenil ikan mas Cyprinus carpio selama pemeliharaan pada uji kecernaan bahan biji kapuk, kulit singkong,

    kopra, biji karet, PKM tanpa dan dengan fermentasi .......................... 31

    12. Kecernaan energi pakan juvenil ikan mas Cyprinus carpio selama pemeliharaan pada uji kecernaan bahan biji kapuk, kulit singkong,

    kopra, biji karet, PKM tanpa dan dengan fermentasi .......................... 32

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    Pakan sebagai sumber energi bagi ikan untuk tumbuh merupakan komponen

    biaya yang paling besar dalam kegiatan budidaya yaitu sebesar 40-89%

    (Suprayudi, 2010). Protein sebagai salah satu komponen utama pakan ikan

    umumnya berasal dari tepung ikan dan bungkil kedelai yang sebagian besar

    merupakan produk impor dengan harga yang relatif mahal yaitu Rp 14.408 per kg

    tepung ikan (Atanpaim, 2010) dan Rp 4.700 per kg tepung kedelai (Anonim,

    2011). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP, 2010), menyatakan bahwa

    jumlah impor tepung ikan Indonesia tahun 2009 mencapai 665 ribu ton. Tingginya

    harga tepung ikan menyebabkan harga pakan menjadi tidak kompetitif sehingga

    dapat berdampak pada kelangsungan usaha budidaya.

    Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu dicari bahan baku alternatif

    terutama yang memanfaatkan bahan baku lokal. Bahan baku tersebut harus

    memenuhi beberapa kriteria diantaranya ketersediaan yang melimpah, harga

    relatif murah, mudah dicerna oleh ikan, mempunyai kandungan nutrisi yang baik

    dan tidak berkompetisi dengan manusia (Suprayudi, 2010). Sumber bahan baku

    pakan yang dapat memenuhi kriteria tersebut diantaranya bahan-bahan hasil

    samping dari kegiatan agroindustri seperti biji karet, biji kapuk, kopra, Palm

    Kernel Meal (PKM), dan kulit singkong.

    Badan Pusat Statistik (2008) menyatakan bahwa jumlah produksi tanaman

    karet Havea brasiliensis di Indonesia tahun 2008 mencapai 613.487 ton. Jumlah

    produksi yang besar menyebabkan potensi hasil samping yang besar sehingga

    ketersediaan biji karet sebagai bahan baku pakan dapat mencukupi. Ditinjau dari

    kandungan nutrisinya, biji karet berpotensi untuk dijadikan bahan baku pakan.

    Dilihat dari segi proteinnya, biji karet memiliki protein yang tinggi yaitu 21,9%,

    karbohidrat 65,1%, lemak 15,8%, dan kadar abu 2,3% (Oyewusi et al., 2007).

    Biji kapuk Gossypum hirsitum merupakan hasil samping kegiatan

    agroindustri lain yang dapat digunakan sebagai bahan baku pakan. Bahan ini

    memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yang dapat mencapai 32,9%,

    namun mengandung zat antinutrisi seperti tannin yang dapat mengikat protein

  • 2

    (Murni et al., 2008) dan serat yang tinggi (21,8%) (Hertrampf & Pascual, 2000)

    sehingga dapat menghambat kecernaan.

    Bungkil kopra Cocos nucifera merupakan produk samping dari kegiatan

    ekstraksi minyak kelapa. Bungkil kopra sering digunakan sebagai sumber protein

    dalam ransum pakan ruminansia dengan nutrisi yaitu 59,6% karbohidrat, protein

    21,9%, dan lipid 2,2% (Hertrampf & Pascual, 2000). Tepung kopra juga

    mengandung mannan 2-30% yang merupakan sumber biomasa setelah selulosa

    dan xylan banyak terdapat pada limbah sawit dan kopra (Yopi et al., 2006)

    Kulit singkong Manihot ultissima merupakan bagian terluar dari singkong

    yang hingga saat ini masih belum banyak dimanfaatkan. Menurut Oboh (2006),

    kulit singkong memiliki kadar protein 8,2%, kadar lemak 3,1%, serat kasar

    12,5%, dan kadar abu 6,4%. Kulit singkong juga mengandung asam sianida

    (HCN) yang dapat menghambat jalur pernafasan hewan dan asam fitat, keduanya

    merupakan zat antinutrisi.

    Bungkil kelapa sawit atau Palm Kernel Meal (PKM) Elaeis guineensis

    merupakan salah satu hasil agroindustri dari kegiatan pengepresan minyak kelapa

    sawit. Tingginya produksi sawit menyebabkan produksi bungkil sawit juga

    meningkat. Badan Pusat Statistik menyatakan produksi biji sawit Indonesia pada

    tahun 2008 sebesar 2.646.577 ton (Badan Pusat Statistik, 2008). Palm kernel meal

    memiliki kandungan protein kasar 16-21,3%, serat kasar 6,7-17,5%, abu 4,30%,

    dan bahan ekstrak tanpa nitrogen 38,7-63,5% (Ezieshi dan Olomu, 2007).

    Serat kasar yang tinggi dan keberadaan zat antinutrisi menjadi faktor

    pembatas pemanfaatan bahan-bahan hasil samping agroindustri. Serat kasar yang

    terdapat pada bahan-bahan nabati yaitu xylan, pektin, lignin, mannan, dan selulosa

    yang menjadi struktur penyusun dinding sel tanaman. Selulosa merupakan

    komponen utama penyusun dinding sel yang merupakan polimer glukosa yang

    dapat dipecah melalui hidrolisis asam dan enzimatis (Murni et al., 2008).

    Keberadaan lignin dan hemiselulosa merupakan penghambat utama dalam

    hidrolisis selulosa. Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu suatu teknologi

    pengolahan diantaranya fermentasi, penambahan enzim, pemanasan, dan

    perendaman untuk meningkatkan nilai biologi bahan tersebut. Fermentasi

    merupakan kegiatan pengolahan bahan dengan menggunakan mikroorganisme

  • 3

    sebagai pemeran utama dalam suatu proses (Fardiaz, 1988). Proses fermentasi

    dapat meningkatkan kandungan nutrisi suatu bahan melalui biosintesis vitamin,

    asam amino esensial, dan protein, serta meningkatkan kualitas protein dan

    kecernaan serat yaitu dengan menurunkan kandungan serat kasar (Oboh, 2006).

    Fermentasi umumnya melibatkan mikroba seperti kapang, khamir, ganggang, dan

    bakteri, salah satu mikoorganisme yang sering digunakan dalam proses fermentasi

    adalah Saccharomyces cerevisiae yang merupakan spesies umum yang banyak

    digunakan dalam fermentasi makanan. Khamir lebih aktif memecah bahan,

    permukaannya lebih luas, dan mampu hidup pada kondisi asam (Balia, 2004),

    oleh karena itu khamir ini digunakan sebagai fermentor terhadap bahan-bahan uji.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas bahan dan kecernaan

    biji kapuk, kulit singkong, kopra, biji karet, dan palm kernel meal yang

    difermentasi pada pakan juvenil ikan mas Cyprinus carpio. Juvenil ikan mas

    Cyprinus carpio digunakan sebagai ikan uji karena ikan mas merupakan

    komoditas unggulan air tawar yang banyak dikembangkan sebagai komoditas

    budidaya. Ikan ini bersifat omnivora dan membutuhkan protein optimal sekitar

    30-35% (Watanabe, 1982 dalam Webster & Lim, 2002).

  • 4

    II. BAHAN DAN METODE

    2.1 Proses fermentasi

    Bahan yang digunakan sebagai bahan baku pakan difermentasi dengan

    khamir Saccharomyces cerevisiae instan selama 24 jam dengan dosis 0,9% dari

    bobot media substrat. Penentuan dosis dan lama inkubasi didasarkan pada

    penelitian pendahuluan mengenai optimalisasi dosis dan lama inkubasi pada

    bahan PKM dosis 0,3%, 0,6%, dan 0,9% dengan lama waktu fermentasi 24 dan 48

    jam. Dosis Saccharomyces cerevisiae dan lama waktu inkubasi yang terbaik

    digunakan sebagai dosis dan waktu fermentasi bahan pada penelitian kecernaan.

    Tahap awal fermentasi diawali dengan penepungan bahan. Bahan yang telah halus

    dicampurkan 60% air dan 0,9% w/w Saccharomyces cerevisiae kemudian diaduk

    hingga merata. Bahan tersebut dimasukkan ke dalam wadah plastik yang ditutupi

    kertas koran dan diinkubasi 24 jam pada suhu ruang. Bahan yang telah

    terfermentasi dikeringkan di oven pada suhu 60 C selama satu sampai dua jam.

    Metode fermentasi dapat dilihat pada Lampiran 1.

    2.2 Pakan uji

    Pakan perlakuan yang digunakan dalam uji kecernaan terdiri dari pakan

    acuan dan pakan campuran bahan uji dengan perbandingan 70% pakan acuan dan

    30% bahan yang diuji. Pakan acuan yang berupa pelet dihaluskan terlebih dahulu,

    setelah itu bahan uji dicampurkan ke dalam pakan acuan ditambah kromium

    trioksida 0,5% w/w (NRC, 1993) sebagai penanda dalam uji kecernaan dan

    direkatkan dengan tepung sagu sebanyak 3% dari total pakan (Heinen, 1981

    dalam NAS, 1989). Bahan kemudian diaduk merata dan dibentuk pelet kering.

    Analisis proksimat dilakukan pada bahan uji dan pakan uji. Komposisi pakan

    acuan dan pakan uji ditunjukkan pada Tabel 1. Metode pembuatan pakan terdapat

    pada Lampiran 2.

  • 5

    Tabel 1. Komposisi pakan acuan dan pakan uji

    Pakan Perlakuan Jenis Bahan

    komersil (%)

    Bahan

    uji (%)

    Binder

    (%)

    Cr2O3

    (%)

    Total

    (%)

    Kapuk TF 66,5 30,0 3,0 0,5 100,0

    F 66,5 30,0 3,0 0,5 100,0

    Kulit Singkong TF 66,5 30,0 3,0 0,5 100,0

    F 66,5 30,0 3,0 0,5 100,0

    Kopra TF 66,5 30,0 3,0 0,5 100,0

    F 66,5 30,0 3,0 0,5 100,0

    Karet TF 66,5 30,0 3,0 0,5 100,0

    F 66,5 30,0 3,0 0,5 100,0

    PKM TF 66,5 30,0 3,0 0,5 100,0

    F 66,5 30,0 3,0 0,5 100,0 Keterangan = TF = Tanpa fermentasi, F = Fermentasi

    2.3 Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data

    Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah juvenil ikan mas

    Cyprinus carpio dengan bobot awal rata-rata 14,111,28 g yang diaklimatisasi

    selama lima hari. Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan ikan uji yaitu

    akuarium berdimensi 50 x 40 x 35 cm yang berjumlah 12 unit serta satu buah bak

    fiber. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 30 hari dengan sistem resirkulasi dan

    diaerasi 24 jam. Dinding luar akuarium pemeliharaan ikan uji ditutupi plastik

    hitam untuk meminimalkan stres pada ikan. Tiga buah pemanas air diletakkan

    dalam tandon tujuannya menjaga kestabilan suhu. Ikan ditebar ke dalam masing

    masing akuarium sebanyak enam ekor per akuarium dan dipuasakan selama 24

    jam sebelum perlakuan pakan. Penimbangan bobot ikan uji dilakukan pada awal

    dan akhir pemeliharaan. Ikan yang mati di dalam wadah pemeliharaan segera

    diangkat dan ditimbang.

    Pakan diberikan sebanyak tiga kali sehari yaitu pukul 08.00, 12.00, dan

    16.00 WIB secara at satiation. Sisa pakan yang tidak termakan dikumpulkan

    untuk dihitung jumlah konsumsi pakannya. Pengumpulan feses dilakukan pada

    hari ke-6 dengan penyiponan (Buddington, 1980 dalam Tytler & Calow, 1985).

    Feses diambil dengan menggunakan selang aerasi dan ditampung dalam wadah,

    setelah itu feses masing-masing perlakuan dipindahkan ke dalam botol film dan

    disimpan pada suhu rendah yaitu -30 C. Pemindahan feses dari wadah

    penampung ke dalam botol film dilakukan secara perlahan agar kromium yang

  • 6

    terkandung di dalam feses tidak larut ke media. Skema tata letak akuarium

    perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 3.

    2.4 Analisis kimia

    Analisis proksimat yang dilakukan meliputi pengukuran kadar protein,

    lemak, abu, serat kasar, BETN, dan air. Pengukuran kadar protein dihitung

    menggunakan metode Kjeldahl sedangkan lemak kering dan abu masing-masing

    diukur dengan metode Soxchlet dan pemanasan di tanur 600 C, serat kasar

    diukur dengan pelarutan sampel dengan asam dan basa kuat, dan kadar air dengan

    pemanasan di oven pada suhu 100 C selama 6 jam (Takeuchi, 1988). Metode

    analisis proksimat dapat dilihat pada Lampiran 4.

    2.5 Analisis Kecernaan

    Pengukuran kecernaan dilakukan dengan mengumpul feses ikan dan diukur

    pada akhir pemeliharaan. Pengumpulan feses dilakukan lima hari setelah

    pemberian pakan perlakuan (Silva, 1989). Pengukuran Cr2O3 pakan dan feses ikan

    dilakukan dengan pengeringan dan pembacaan absorban pada spektrofotometer

    (Lied et al., 1982 dalam Tytler & Calow, 1985) dengan panjang gelombang 350

    nm. Jumlah Cr2O3 yang digunakan yaitu sebesar 0,5%. Pengukuran energi feses

    dilakukan dengan bomb kalorimeter. Metode analisis Cr2O3 dapat dilihat pada

    Lampiran 5 (Takeuchi, 1988).

    2.6 Analisis data

    Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok. Data Jumlah

    konsumsi pakan, kecernaan protein, kecernaan energi, kecernaan bahan, sintasan,

    laju pertumbuhan harian, dan konversi pakan pada penelitian ini dibahas secara

    deskripsi eksploratif dan diolah menggunakan Ms. Excel.

    2.7 Parameter yang diukur

    2.7.1 Jumlah Konsumsi Pakan (JKP)

    Jumlah pakan yang diberikan setiap hari dikurangi jumlah pakan yang

    tersisa. Pakan yang diberikan selama percobaan dijumlahkan kemudian dikurangi

    dengan sisa pakan yang sudah dikeringkan.

  • 7

    2.7.2 Kecernaan

    Parameter kecernaan yang dihitung berdasarkan Watanabe (1988) dan NRC

    (1993) adalah sebagai berikut:

    Kecernaan protein = 100-[100 x a/a x b/b]

    Energi tercerna = Energi pakan (Energi feses x n/n)

    Kecernaan energi = [Energi tercerna/Energi pakan] x 100%

    Kecernaan bahan = (ADT-0,7AD)/ 0,3

    Keterangan : a = % Cr2O3 dalam pakan

    a = % Cr2O3 dalam feses b = % protein dalam pakan

    b = % protein dalam feses n = mg Cr2O3/ g pakan

    n = mg Cr2O3/ g feses ADT = nilai kecernaan pakan uji

    AD = nilai kecernaan pakan acuan

    2.7.3 Sintasan (Survival Rate, SR)

    Sintasan merupakan tingkat kelangsungan hidup ikan, persamaannya:

    Keterangan :

    Nt = jumlah ikan akhir pemeliharaan

    No = Jumlah ikan awal pemeliharaan

    2.7.4 Laju Pertumbuhan Harian

    Laju pertumbuhan ikan diuji menggunakan persamaan:

    Keterangan:

    = Laju pertumbuhan harian (LPH) wt = Rata-rata bobot individu pada waktu akhir pemeliharaan (g)

    wo = Rata-rata bobot individu pada waktu awal pemeliharaan (g)

    t = Lama waktu pemeliharaan (hari)

  • 8

    2.7.5 Konversi Pakan (Feed Conversion Ratio, FCR)

    Konversi Pakan (Feed Conversion Ratio, FCR) dihitung dengan

    menggunakan persamaan berikut:

    Keterangan :

    FCR = Feed Conversion Ratio

    F = Jumlah pakan yang diberikan selama pemeliharaan

    Wt = Biomassa akhir pemeliharaan

    Wo = Biomassa awal pemeliharaan

    D = Bobot ikan mati

  • 9

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    3.1 Hasil

    Pengaruh fermentasi terhadap kualitas bahan uji dan pakan uji disajikan

    pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2 menunjukkan bahwa proses fermentasi

    menyebabkan penurunan serat kasar dan peningkatan nilai protein, kecuali pada

    bahan kopra yang justru menunjukkan peningkatan serat kasar sebesar 18,23%.

    Perubahan komposisi nutrisi bahan baku akibat fermentasi ini terlihat

    mempengaruhi nilai proksimat pakan (Tabel 3). Pada Tabel 4 tampak bahwa

    pakan dengan campuran bahan fermentasi memiliki nilai kecernaan yang lebih

    tinggi dibandingkan kecernaan pakan dengan campuran bahan tanpa fermentasi.

    Pakan perlakuan yang mengandung 30% bahan biji karet fermentasi dan kopra

    fermentasi memiliki nilai kecernaan protein yang lebih tinggi yaitu 89,01% pada

    biji karet dan 87,95% pada kopra. Nilai kecernaan energi pada pakan campuran

    bahan fermentasi menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan kecernaan

    energi pakan tanpa fermentasi. Hal yang berbeda tampak pada kecernaan energi

    pakan 30% campuran biji kapuk fermentasi yang lebih rendah dibandingkan

    pakan biji kapuk tanpa fermentasi maupun dengan pakan perlakuan lainnya. Nilai

    kecernaan bahan yang mengalami proses fermentasi lebih tinggi dibandingkan

    kecernaan bahan tanpa fermentasi, namun untuk biji kapuk bahan fermentasi

    memiliki nilai kecernaan yang rendah yaitu sebesar 17,62%. Kecernaan bahan

    yang tertinggi terdapat pada pakan campuran 30% biji karet fermentasi yaitu

    65,54%. Perlakuan tidak menunjukkan pengaruh pada nilai sintasan juvenil ikan

    mas kecuali pada perlakuan pakan kopra tanpa fermentasi yaitu sebesar 83,3%.

    Jumlah konsumsi pakan dengan campuran 30% bahan fermentasi lebih rendah

    dibandingkan jumlah konsumsi pakan dengan campuran bahan tanpa fermentasi

    (Tabel 5).

  • 12

    3.2 Pembahasan

    Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari bahan nabati yaitu

    keberadaan zat antinutrisi dan serat kasar yang tinggi, maka untuk mengatasinya

    diperlukan pengolahan lebih lanjut salah satunya melalui proses fermentasi.

    Fermentasi merupakan kegiatan pengolahan bahan dengan menggunakan

    mikroorganisme sebagai pemeran utama dalam suatu proses (Fardiaz, 1988).

    Mikroorganisme yang digunakan dalam proses fermentasi mampu mengubah

    struktur komponen substrat melalui hidrolisis oleh enzim yang dihasilkannya,

    selain itu mikroorganisme mampu meningkatkan protein pada bahan substrat.

    Ugwuanyi et al. (2009) menambahkan bahwa kegiatan fermentasi mampu

    mengurangi zat racun yang dikandung oleh suatu bahan. Pada pelaksanaannya,

    fermentasi dibantu oleh fermentor biasanya berasal dari kapang, khamir,

    ganggang, dan bakteri.

    Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses fermentasi diantaranya

    air dan glukosa. Air merupakan komponen penting yang mampu mempengaruhi

    besarnya laju pertumbuhan mikroba (Fardiaz, 1988). Khamir tumbuh baik dengan

    kondisi air pada substrat 70-80%, oleh karena itu pada proses fermentasi ini

    dilakukan penambahan air sebanyak 60% w/w dari total substrat untuk

    mendukung pertumbuhan khamir pada bahan yang mengandung air 8-14%

    sementara glukosa digunakan sebagai sumber energi bagi khamir untuk tumbuh

    yang diperoleh dari bahan berkarbohidrat. Khamir yang digunakan dalam kegiatan

    fermentasi bahan pakan adalah Saccharomyces cerevisiae dan dalam

    menumbuhkannya diperlukan oksigen yang cukup agar proses fermentasi

    berlangsung. Saccharomyces cerevisiae mampu memproduksi sejumlah enzim

    meliputi amilase, lipase, dan protease (Abun, 2005) yang dapat melisis komponen

    karbohidrat, lemak, dan protein.

    Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan yang difermentasi

    mengalami peningkatan protein sebesar 16-31%, dengan peningkatan terbesar

    pada biji karet dengan protein awal 28,09% menjadi 36,82% setelah difermentasi.

    Peningkatan protein ini berasal dari biomassa sel khamir yang tumbuh pada media

    (Muhiddin et al., 2000) sehingga semakin banyak sel khamir yang tumbuh maka

    kandungan protein pada hasil fermentasi ikut meningkat. Peningkatan protein

  • 13

    yang berasal dari biomassa sel khamir dipengaruhi kondisi lingkungan dan nutrisi

    bahan. Selain itu fermentasi juga menyebabkan penurunan kandungan serat kasar

    bahan dengan kisaran penurunan 2-31% yang disebabkan adanya kerja enzim

    yang mengurai komponen komplek karbohidrat bahan, dengan tingkat tertinggi

    terjadi pada bahan PKM. Hal ini diduga disebabkan adanya kerja enzim dari

    Saccharomyces cerevisiae yang memutus komponen mannan yang merupakan

    jenis serat kasar yang dominan pada bahan PKM. Yopi et al. (2006) menyatakan

    bahwa, mannan pada PKM dapat dilisis dengan enzim mannanase. Adanya

    penurunan yang besar pada serat kasar pada bahan PKM menunjukkan bahwa

    khamir Saccharomyces cerevisiae mampu menghasilkan enzim mannanase yang

    menghidrolisis struktur kuat mannan pada substrat, mannan banyak terdapat pada

    bahan PKM dan kopra. Selain mannanase, diduga Saccharomyces cerevisiae juga

    mampu menghasilkan enzim ligninase yang terdapat pada bahan kapuk, proses

    fermentasi mampu menurunkan serat kasar bahan kapuk sebesar 8,23%. Lignin

    merupakan struktur kuat penyusun dinding sel tanaman yang menyebabkan

    ketidakmampuan mencerna bahan pada hewan (Murni, 2008). Hal yang berbeda

    terjadi pada bahan kopra, proses fermentasi menyebabkan kenaikan serat kasar

    bahan kopra yang semulanya 7,76% menjadi 10,01% setelah difermentasi.

    Peningkatan serat kasar pada bahan kopra terjadi akibat pertumbuhan khamir yang

    cepat tidak sebanding dengan nutrisi di dalam bahan sehingga mengakibatkan

    kematian sel khamir. Sel khamir yang mati diduga ikut memberikan kontribusi

    terhadap peningkatan serat kasar pada bahan. Menurut Aisjah et al. (2007),

    kandungan serat kasar produk menurun sejalan dengan meningkatnya dosis

    inokulum dan lama proses fermentasi, namun hal tersebut harus didukung oleh

    kondisi nutrisi yang terdapat pada substrat fermentasi.

    Nilai kecernaan menyatakan banyaknya komposisi nutrisi suatu bahan

    maupun energi yang dapat diserap dan digunakan oleh ikan (NRC, 1993),

    sementara menurut Silva (1989), kecernaan merupakan suatu evaluasi kuantitatif

    dari pemanfaatan pakan maupun komponen nutrisi. Faktor yang mempengaruhi

    tingkat kecernaan ikan antara lain metode pengolahan, stadia ikan, kualitas bahan,

    ukuran pakan, dan aktivitas ikan. Croz (1975) dalam NAS (1983) menyatakan

    bahwa proses pemasakan pada pakan mampu meningkatkan nilai kecernaan pati

  • 14

    sebesar 5-10% pada channel catfish, Syamsunarno (2011) menyatakan

    perendamanan dan perebusan pada bahan biji karet mampu meningkatkan

    kecernaan pada ikan lele. Berdasarkan penjelasan tersebut tampak bahwa proses

    pengolahan bahan mampu meningkatkan kecernaan bahan pada ikan.

    Hasil pengamatan kecernaan (Tabel 4) pada bahan baku lokal menunjukkan

    bahwa kecernaan protein pada pakan dengan campuran 30% bahan fermentasi

    lebih tinggi dibandingkan kecernaan protein pada pakan campuran bahan tanpa

    fermentasi. Berdasarkan hasil pengamatan uji kecernaan diperoleh bahwa

    persentase peningkatan kecernaan protein paling besar terjadi pada pakan dengan

    campuran 30% bahan PKM yaitu sebesar 11,79% yaitu dari 75,59% menjadi

    84,50% setelah difermentasi. Tingginya nilai kecernaan protein pada pakan

    dengan campuran PKM diduga disebabkan adanya penurunan serat kasar yang

    cukup besar yaitu 31,65% sehingga memudahkan ikan untuk mencerna dan

    menyerap nutrisi yang terdapat pada pakan termasuk protein. Kecernaan biji karet

    tanpa fermentasi terbilang cukup tinggi yaitu 83,77% yang diduga karena adanya

    kandungan lisin yang cukup tinggi pada biji karet (39,50 g/ kg protein) (Oyewusi

    et al., 2007). Lisin merupakan asam amino esensial yang dibutuhkan ikan mas

    dalam jumlah yang cukup tinggi yaitu 5,7% dan 6% dalam protein pakan (Nose,

    1979; Ogino, 1980 dalam Webster & Lim 2002). Adanya kedekatan susunan

    asam amino pakan dan tubuh menyebabkan penyerapannya menjadi lebih baik,

    ditambah dengan adanya fermentasi pada bahan biji karet menyebabkan proses

    mencerna pakan lebih mudah karena adanya penguraian bahan terlebih dahulu

    oleh Saccharomyces cerevisiae sehingga komponen bahan tersebut lebih mudah

    dicerna dan dimanfaatkan oleh ikan.

    Penjelasan di atas menunjukkan bahwa proses fermentasi mampu

    memperbaiki kualitas bahan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan.

    Kecernaan protein pada semua perlakuan berada pada kisaran 75,59-89,74%, dan

    masih berada dalam kisaran kecernaan protein normal yang dinyatakan dalam

    NRC (1993) yaitu kecernaan protein oleh ikan secara umum sebesar 75-95%.

    Kecernaan energi pada pakan dengan campuran bahan fermentasi memiliki

    nilai lebih tinggi dibandingkan pakan tanpa fermentasi. Semua pakan fermentasi

    mengalami peningkatan kecernaan energi kecuali pada biji kapuk. Peningkatan

  • 15

    nilai kecernaan energi diduga terkait dengan kemampuan ikan dalam

    memanfaatkan sumber energi selain protein yaitu karbohidrat dan lemak adanya

    protein sparing effect. Pakan dengan campuran 30% bahan kulit singkong

    fermentasi mengalami persentase peningkatan kecernaan energi yang lebih tinggi

    yaitu sebesar 10,24% diikuti pakan dengan campuran bahan PKM 9,63%,

    sementara kecernaan energi yang tertinggi terdapat pada pakan biji karet

    fermentasi. Tingginya nilai kecernaan disebabkan adanya perubahan struktur

    bahan akibat fermentasi sehingga lebih mudah dicerna dan adanya kemampuan

    ikan mas dalam memanfaatkan karbohidrat sebagai sumber energi, berdasarkan

    hasil proksimat (Tabel 2) bahan biji karet, PKM, dan kulit singkong mengandung

    karbohidrat di atas 40%. Halver (1989) menyatakan faktor yang mempengaruhi

    kecernaan energi pada ikan diantaranya spesies, stadia, aktivitas, dan temperatur.

    Spesies terkait dengan kemampuan ikan dalam memanfaatkan komponen pakan

    selain protein sebagai sumber energi. Ikan lebih memanfaatkan protein dan lemak

    sebagai sumber energi dibandingkan karbohidrat yang disebabkan oleh

    terbatasnya kemampuan ikan untuk memanfaatkan karbohidrat. Menurut Pandian

    (1989), ikan herbivor dan ikan omnivor lebih mampu menyerap energi yang

    bukan berasal dari protein. Ikan mas merupakan jenis ikan omnivor yang mampu

    memanfaatkan karbohidrat secara efektif sebagai sumber energi (Ogino et al.,

    1976 dalam Webster & Lim, 2002) karena adanya aktivitas enzim amilase di

    dalam saluran pecernaan ikan yang jumlahnya dua kali lipat lebih banyak

    dibandingkan ikan lainnya (Kawai dan Ikeda, 1971 dalam NAS, 1989).

    Pernyataan tersebut memperjelas pernyataan bahwa ikan mas lebih mampu dalam

    memanfaatkan karbohidrat pakan sebagai sumber energi, selain itu adanya

    pengolahan pada bahan baku pakan melalui fermentasi akan memberikan

    pengaruh yang cukup besar terhadap peningkatan kecernaan energi pada ikan mas.

    Secara umum, kecernaan energi pada pakan dengan campuran bahan uji berkisar

    71-75%, hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Halver (1989) bahwa

    kecernaan energi ikan sekitar 70% pada bahan biji-bijian dan 85% pada bahan

    hewani.

    Kecernaan bahan menyatakan persentase dari bahan yang dapat

    dimanfaatkan oleh ikan. Berdasarkan hasil uji kecernaan bahan (Tabel 4), bahan

  • 16

    yang telah difermentasi lebih mudah dicerna dibandingkan bahan tanpa fermentasi

    karena telah terjadi perubahan komponen struktur bahan akibat aktivitas enzim

    yang dihasilkan Saccharomyces cerevisiae. Kecernaan bahan kulit singkong

    mengalami persentase peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan bahan lainnya

    yaitu sebesar 72,97% diikuti pakan campuran 30% biji karet dan PKM. Proses

    fermentasi menyebabkan persentase jumlah bahan yang bisa dicerna lebih banyak,

    penguraian komponen substrat menjadi komponen yang lebih sederhana

    menyebabkan proses mencerna oleh ikan akan lebih mudah. Walaupun penurunan

    kadar serat kasar pada ketiga bahan tersebut tidak terlalu besar, namun pengaruh

    yang diberikan terhadap kecernaan bahan ternyata cukup besar. Kecernaan pada

    pakan dengan campuran bahan kopra mengalami sedikit peningkatan yaitu sebesar

    3,64%, dengan kecernaan bahan awal 54,86% menjadi 56,86% setelah

    difermentasi.

    Pakan dengan campuran 30% biji kapuk fermentasi memiliki nilai

    kecernaan protein, kecernaan energi, dan kecernaan bahan yang lebih rendah

    dibandingkan pakan dengan campuran 30% biji kapuk tanpa fermentasi.

    rendahnya nilai kecernaan pada pakan disebabkan adanya perubahan tingkat

    keasaman pada pakan akibat fermentasi. Aktivitas khamir yang kurang sempurna

    diketahui dapat menyebabkan dihasilkannya asam-asam organik dari proses

    fermentasi sehingga menurunkan pH substrat fermentasi (Balia, 2004), hal yang

    sama dinyatakan oleh Fardiaz (1989) bahwa peningkatan keasaman pakan diduga

    berasal dari proses oksidasi karbon substrat yang tidak sempurna oleh khamir,

    yang menyebabkan sel khamir mengubah karbon menjadi asam-asam organik

    yang akan mempengaruhi produk akhir (subtrat) (Fardiaz, 1988). Pakan yang

    bersifat asam akan lebih sulit dicerna oleh ikan mas, hal serupa dinyatakan oleh

    Nose (1971) dalam NAS (1989) yang menyatakan bahwa pH pakan yang kurang

    atau sama dengan lima dapat menyebabkan penurunan nilai kecernaan.

    Peningkatan nilai kecernaan pada pakan dengan campuran 30% bahan

    fermentasi tidak hanya disebabkan penurunan serat kasar maupun peningkatan

    nilai protein, tetapi juga oleh adanya penurunan nilai zat antinutrisi pada bahan.

    Keberadaan zat antinutrisi dalam bahan nabati menjadi salah satu kendala

    pemanfaatan bahan nabati dalam komponen pakan. Beberapa zat antinutrisi yang

  • 17

    terdapat dalam bahan nabati adalah HCN (asam sianida), fitat, tannin, dan asam

    siklopropenoat. Menurut Oboh (2006) dan Ugwuanyi et al., (2009), kadar HCN

    dan asam fitat dapat dihilangkan melalui proses fermentasi yang menggunakan

    Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus delbruckii dan Lactobacillus

    coryneformis. Adamafio et al. (2010) menyatakan bahwa Saccharomyces

    cerevisiae pada bahan mampu menurunkan aktivitas linamarase yang bisa

    menurunkan tingkat sianogen pada kulit singkong, sehingga pengaruh zat

    antinutrisi bisa diminimalkan. Asam fitat merupakan zat antinutrisi yang dapat

    mengikat mineral akibatnya menurunkan ketersedian mineral dalam tubuh dan

    menghambat pertumbuhan (Murni, 2008). Penggunaan Saccharomyces cerevisiae

    mampu mengikat aflatoxin yang merupakan racun pada bahan yaitu jagung, biji

    kapuk, dan kopra. Penurunan zat antinutrisi pada bahan akan mendukung

    kecernaan suatu bahan pakan.

    Ikan yang diberi pakan diharapkan memberikan pertumbuhan yang baik,

    namun tidak semua perlakuan memberikan pertumbuhan yang baik. Hal ini

    diduga disebabkan oleh komposisi nutrisi yang tidak seimbang pada pakan. Uji

    kecernaan hanya bertujuan mengukur kecernaan suatu bahan pakan terhadap ikan.

    Adapun parameter pertumbuhan hanya digunakan sebagai pembanding antar

    perlakuan. Pakan kopra fermentasi memiliki tingkat pertumbuhan sebesar 3,40%.

    Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan diantaranya adalah

    keseimbangan antara rasio energi dan protein serta kondisi ingkungan perairan

    (Tytler & Calow, 1985; Halver 1989). Menurut Halver (1989), jika energi dalam

    pakan lebih rendah dari pada kebutuhan energi ikan, maka ikan akan

    memanfaatkan protein sebagai sumber energi untuk pemeliharaan fungsi biologis.

    Jika energi dalam pakan lebih tinggi dari kebutuhan ikan maka ikan akan cepat

    kenyang sebelum dapat memanfaatkan protein dan komponen lain dalam pakan

    dan pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya timbunan lemak pada tubuh

    ikan, Webster & Lim (2002) menyatakan kebutuhan energi ikan mas untuk

    tumbuh optimal adalah 310-360 kkal dengan rasio energi per proteinnya sebesar

    10,33. Kelengkapan mineral, asam lemak, dan asam amino dalam pakan

    mempengaruhi pertumbuhan ikan kekurangan salah satunya bisa menyebabkan

    defisiensi dalam pertumbuhan ikan.

  • 18

    Perbaikan kualitas bahan melalui fermentasi belum tentu memberikan

    pengaruh baik terhadap penerimaan pakan terhadap ikan. Jumlah konsumsi pakan

    dengan campuran fermentasi lebih sedikit dibandingkan pakan tanpa fermentasi

    yang diduga akibat rendahnya palatabilitas pakan. Adanya fermentasi pada bahan

    menyebabkan terjadinya perubahan aroma dan rasa (Balia, 2004), selain itu

    susunan asam amino pada bahan juga mempengaruhi rasa pakan. Penggunaan

    bahan fermentasi dalam pakan bisa mempengaruhi aroma dan rasa pada pakan.

    Pakan dengan campuran biji kapuk fermentasi memiliki bau asam yang lebih

    menyengat dibandingkan pakan campuran bahan fermentasi lainnya. Perubahan

    aroma pada pakan diduga mempengaruhi penerimaan ikan terhadap pakan,

    sehingga berpengaruh pada jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan. Menurut

    Boonyaratpalin (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsi pakan

    yaitu ukuran ikan, kandungan energi pakan, kandungan nutrisi pakan,

    palatabilitas, dan kualitas air.

    Tingkat kelangsungan hidup ikan pada perlakuan pakan kopra 83,33%,

    sementara untuk perlakuan lainnya 100%. Kematian pada perlakuan pakan kopra

    diduga akibat ikan terserang penyakit yang ditandai dengan ciri-ciri ikan bergerak

    lemas kepermukaan dengan warna tubuh ikan sedikit menghitam. Kematian ikan

    pada perlakuan pakan kopra tanpa fermentasi tidak disebabkan oleh pengaruh

    pakan, karena ikan lainnya pada perlakuan pakan kopra tumbuh baik (laju

    pertumbuhan 2,41%). Selama pemeliharaan, kondisi media perairan dijaga

    melalui penyiponan, penggantian air, dan pemberian pakan secara tidak

    berlebihan untuk menciptakan kondisi air yang baik bagi ikan. Data kualitas air

    dapat dilihat pada Lampiran 6.

    Konversi pakan menggambarkan efisiensi penggunaan pakan untuk

    pertumbuhan ikan. Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dibutuhkan

    untuk menghasilkan satu kg daging ikan. Pakan perlakuan yang dicampur bahan

    fermentasi rata-rata memiliki nilai konversi pakan yang lebih rendah

    dibandingkan pakan campuran bahan tanpa fermentasi. Hal ini menunjukkan

    bahan yang difermentasi lebih mudah dicerna sehingga nutrisi yang terdapat di

    dalam pakan dapat diserap dengan baik untuk penyusun tubuh namun nutrisi yang

    terdapat di dalam pakan perlakuan belum seimbang sehingga pertumbuhannya

  • 19

    belum memberikan hasil yang optimal. Konversi pakan dengan campuran bahan

    biji kapuk fermentasi lebih tinggi dibandingkan pakan dengan campuran bahan

    biji kapuk tanpa fermentasi. Hal itu terjadi akibat rendahnya kecernaan pakan biji

    kapuk fermentasi yang menyebabkan sumber energi penyusun komponen tubuh

    yang termanfaatkan untuk pembentukan daging lebih sedikit.

    Biji kapuk, kulit singkong, kopra, biji karet, dan PKM berpotensi untuk

    dikembangkan, kelima bahan ini memiliki nilai kecernaan yang baik pada ikan

    mas. Berdasarkan lima bahan di atas, bahan yang berpotensi besar untuk

    dikembangkan yaitu kulit singkong. Kulit singkong merupakan hasil samping dari

    kegiatan industri rumah tangga. Produksi singkong yang melimpah (23 juta ton,

    2009) (Sinartani, 2011), nilai kecernaannya yang tinggi, dan FCR-nya yang

    rendah menjadikan bahan ini berpotensi untuk dikembangkan selanjutnya sebagai

    bahan pakan. Kecernaan bahan kulit singkong meningkat setelah mengalami

    proses fermentasi, oleh karena itu dalam pemanfaatanya perlu didukung dengan

    pengembangan teknologi pengolahan bahan. Selain kulit singkong, urutan bahan

    lainnya yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pakan adalah PKM,

    kopra, biji karet dan yang terakhir adalah biji kapuk. Semua bahan tersebut

    memiliki nilai kecernaan yang baik dan memiliki harga yang relatif lebih murah

    dibandingkan tepung kedelai dan tepung pollard, bahan tersebut berpotensi untuk

    dikembangkan menjadi sumber bahan baku pakan yang lebih efisien.

  • 20

    IV. KESIMPULAN DAN SARAN

    4.1 Kesimpulan

    Proses fermentasi mampu mengubah komposisi nutrisi suatu bahan.

    Fermentasi bahan biji kapuk, kulit singkong, kopra, biji karet, dan PKM dengan

    Saccharomyces cerevisiae mampu menurunkan serat kasar sebesar 2-31% dan

    meningkatkan protein sebesar 16-31%. Hasil uji biologis pada ikan mas

    menunjukkan bahwa penggunaan bahan yang sudah difermentasi dapat meningkat

    kecernaan protein 4-12%, kecernaan bahan 4-72%, dan kecernaan energi 4-12%.

    Urutan bahan yang berpotensi besar untuk dikembangkan menjadi sumber bahan

    baku pakan dengan teknologi fermentasi yaitu bahan kulit singkong, PKM, kopra,

    biji karet, dan biji kapuk.

    4.2 Saran

    Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini ialah perlu dilakukan

    penelitian lanjutan untuk menentukan jumlah bahan uji dalam pakan yang dapat

    menggantikan sebagian perananan protein nabati dan sumber karbohidrat untuk

    mencapai pertumbuhan, FCR, dan keuntungan yang optimal.

  • 21

    DAFTAR PUSTAKA

    Abun. 2005. Efek suplementasi produk fermentasi dalam ransum terhadap

    komponen darah kelinci. [Karya Ilmiah]. Departemen Nutrisi dan Makanan

    Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran, Bandung. p. 14-17.

    Adamafio N.A., Sakyiamah M., Tettey J. 2010. Fermentation in casasava

    (Manihot esculenta crantz) pulp juice improve nutritive value of cassava

    peel. Biochemistry 4(3), 51-58.

    Aisjah T., Widjastuti T., Tanuwiria H., Abun. 2007. Suplementasi mineral Zn dan

    Cu melalui bioproses oleh Saccharomyces cerevisiae sebagai imbuhan

    pakan dan implementasinya pada pertumbuhan ayam broiler. [Artikel

    Ilmiah]. Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat.

    p. 3-15.

    Anonim. 2011. Bahan baku pakan. http. Indonetwork.co.id [3 Juni 2011].

    Atanpaim. 2010. Fishmeal montly price. http://www.indexmundi.com. [29 Januari

    2011].

    [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Produksi perkebunan besar menurut jenis

    tanaman Indonesia (Ton) 1995 2008. http://bps.go.id. [22 Desember 2010].

    Balia R.L. 2004. Potensi dan prospek yeast (khamir) Dalam meningkatkan

    diversifikasi pangan di Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar

    Tetap dalam Ilmu Mutu Pangan. Fakultas Peternakan, Universitas

    Padjajaran. Bandung. p. 10-22.

    Boonyaratpalin M. 1989. Methodologies for vitamin requirement studies, In. S.

    De Silva (ed.). Fish Nutrition Research in Asia. Proceedings of the Third

    Asian Fish Nutrition network Meeting. Asian Fish. Soc. Spec. Pubhl.4, 166

    p. Asian Fisheris Society, Manila, Philippines, p. 58-67.

    Ezieshi E.V., Olomu J.M. 2007. Nutritional evaluation of palm kernel meal types:

    1. Proximate composition and metabolizable energi values. Biotechnology

    6, 2484-2486.

    Fardiaz S. 1988. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian

    Bogor. p. 182.

    Halver, J.E. 1989. Fish Nutrition. 2rd

    (ed). Academic Press. London. p. 1-23.

    Hertrampf J.W., Pascual F.P. 2000. Handbook Ingredients for Aquaculture Feeds.

    Kluwer Academic Publisher. London. pp. 445-454.

  • 22

    [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Data base of existing

    condition on Indonesian marine and fisheries. http://www.kkp.go.id [29

    Januari 2011].

    Muhiddin N.H., Juli N., Aryantha I.N.P. 2000. Peningkatan kandungan kulit ubi

    kayu melalui proses fermentasi. JMS 6, 2.

    Murni R., Suparjo, Akmal, Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan

    Limbah Untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak, Fakultas Peternakan

    Universitas Jambi.

    [NAS] National Academy of Sciences. 1983. Nutrient Requirement of Warmwater

    Fishes and Shellfishes. National Academy Press: Washington Dc. p. 1-42.

    [NRC] National Research Council. 1993. Nutrient Requirement of Fish. National

    Academy Press, Washington DC. 43-44.

    Oboh G. 2006. Nutrient enrichment of Cassava peels using a mixed culture of

    Saccharomyces cerevisae and Lactobacillus spp. Solid media fermentation

    techniques.Biotechnology 9, 46-48.

    Oyewusi P.A., Akintayo E.T., Olaofe O. 2007. The proximate and amino acid

    composition of defatted rubber seed meal. Agriculture and Environment 5

    (3-4), 115-118.

    Pandian T.J. 1989. Protein Requirement of fish and prawns cultured in Asia, p.11-

    19. In S.S. De Silva (ed.) Fish Nutrition Research in Asia. Proceedings of

    the Third Asian Fish Nutrition network Meeting. Asian Fish. Soc. Spec.

    Pubhl.4, 166 p. Asian Fisheris Society, Manila, Philippines.

    Silva D. 1989. Digestibility evaluations of natural and artificial diets, p. 36-45. In

    S.S. De Silva (ed.) Fish Nutrition Research in Asia. Proceedings of the

    Third Asian Fish Nutrition network Meeting. Asian Fish. Soc. Spec.

    Pubhl.4, 166 p. Asian Fisheris Society, Manila, Philippines.

    Sinartani. 2011. Singkong memperkuat ketahanan pangan. www.sinartani.com.

    [15 Juli 2011].

    Suprayudi, M.A. 2010. Bahan baku lokal: Tantangan dan harapan akuakultur

    masa depan. Abstrak. Simposium Nasional Bioteknologi Akuakultur III.

    IPB Convention Center, Bogor, Oktober 2010. p. 31.

    Syamsunarno M.B. 2011. Evaluasi tepung biji karet Havea brasiliensis sebagai

    bahan baku pakan ikan lele Clarias sp.[Tesis]. Sekolah Pascasarjana,

    Institut Pertanian Bogor, Bogor.

  • 23

    Takeuchi T. 1988. Laboratory Work Chemical Evaluation of Dietary Nutriens. In:

    Fish Fish Nutrition and Mariculture. Watanabe, T. Department of Aquatic

    Biosience. Tokyo University of Fisheries. JICA p:179-226

    Tytler P., Calow P. 1985. Fish Energetics New Perspectives. Croom Helm:

    Sydney. p. 100, 125-140.

    Ugwuanyi J.O., McNeil B., Harvey L.M. 2009. Production of Protein-Enriched

    Feed Using Agro-Industrial Residues as Substrates, in: P. Singh nee Nigam, A. Pandey (eds.), Biotechnology for Agro-Industrial Residues

    Utilisation. DOI 10.1007/978-1-4020-9942-7 5. p. 78-92.

    Watanabe T. 1988. Fish Nutrition and Mariculture. Department of Aquatic

    Biosience. Tokyo University of Fisheries. JICA. p:79-82.

    Webster C.D., Lim C. 2002. Nutrient Requirements and feeding of Finfish for

    Aquaculture. Aquaculture Research Center.Kentucky State University. p.

    245-258.

    Yopi, Purnawan A, Thontowi A, Hermansyah H, Wijanarko A. 2006. Preparasi

    mannan dan mannanase kasar dari bungkil kelapa sawit. Jurnal Teknologi,

    312-319.

  • 24

    LAMPIRAN

    Lampiran 1. Metode fermentasi

    Tahapan fermentasi bahan uji yang dilakukan yaitu:

    1. Tepung ditimbang sebanyak 400 g dan khamir Saccharomyces cerevisiae

    sebanyak 3,6 g

    2. Mencampur khamir dan 400 g bahan yang telah dalam bentuk tepung.

    3. Aduk merata dan dicampur air sebanyak 60%, khamir Saccharomyces

    cerevisiae dan tepung diaduk merata

    4. Tepung diletakkan pada wadah plastik dan ditutupi kertas koran yang telah

    ditusuk-tusuk jarum dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam

    Lampiran 2. Pembuatan pakan perlakuan untuk 600 g pakan

    1. Pakan komersil dihaluskan

    2. Bahan uji sebanyak 30% dari total pakan (180 g) dicampurkan ke dalam

    399 g pakan komersil, kemudian di aduk rata

    3. Sebanyak 3 g Cr2O3 dicampurkan ke dalam pakan, aduk merata.

    4. Tambahkan air 600 ml air panas ke dalam wadah berisi 18 g binder (sagu),

    aduk merata

    5. Campurkan binder pada adonan pakan, aduk merata.

    6. Pakan dicetak sesuai ukuran, dan dioven selama 4-5 jam pada suhu 60 C.

    Lampiran 3. Skema tata letak akuarium perlakuan pada ikan mas

    B1 F1 D C1 A

    F D1 E B E1 C Stok

    Keterangan : A = Pakan Acuan, B = Pakan Uji Biji Karet, C = Pakan Uji Biji Kapuk, D = Pakan Uji Kopra,

    E = Pakan Uji Kulit Singkong, F = Pakan Uji Palm kernel meal, B1 = Pakan Uji Biji Karet Fermentasi,

    C1 = pakan Uji Biji Kapuk Fermentasi, D1 = Pakan Uji Kopra Fermentasi, E1 = Pakan Uji Kulit Singkong

    Fermentasi, F1 = Pakan Uji Palm kernel meal Fermentasi

    T

  • 25

    Lampiran 4. Prosedur analisis proksimat

    Lampiran 4.1 Prosedur analisis kadar air

    Kadar air = (X1 + A)- X2 x 100%

    A

    Lampiran 4.2 Prosedur analisis kadar serat kasar

    Kadar serat kasar = (X2-X1-X3) x 100%

    A

    Cawan porselen dipanaskan pada suhu 105-110 0C selama 1 jam,

    dan kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (X1)

    Bahan ditimbang 2-3 gr (A) lalu dimasukkan ke dalam cawan

    Cawan dan bahan dipanaskan selama 4 jam pada

    suhu 105-110 0C, didinginkan dan ditimbang (X2)

    Bahan ditimbang 0,5 gr (A), lalu

    dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250

    ml

    50 ml H2SO4 0,3 N ditmbahkan dalam

    Erlenmeyer, lalu dipanaskan di atas

    hotplate

    Setelah 30 menit ditambahkan 25 ml NaOH

    1,5 N, lalu dipanaskan kembali selama 30

    menit

    Larutan disaring dengan bahan pembilasan

    secara berurutan sebagai berikut:

    1. 50 ml air panas 2. 50 ml H2SO4 3. 50 ml air panas 4. 25 ml aceton

    Kertas saring dipanaskan dalam

    oven, dinginkan, dan ditimbang

    (X1)

    Kertas saring hasil penyaringan

    dimasukkan ke dalam cawan porselen

    Cawan porselen dipanaskan

    pada suhu 105-110 0C selama

    1 jam lalu didinginkan

    Dipanaskan pada suhu 105-110 0C selama

    1 jam, didinginkan, dan ditimbang (X2)

    Dipanaskan dalam tanur pada suhu 600 0C hingga

    berwarna putih, didinginkan, dan ditimbang (X3)

    Kertas saring dipanaskan pada labu

    Buchner yang telah terhubung

    dengan vacumm pump

  • 26

    Lampiran 4.3 Prosedur analisis kadar protein

    Tahap oksidasi

    Tahap Destruksi

    Tahap Titrasi

    Kadar protein = 0,0007* x (Vb-Vs) x F x 6,25

    ** x 20 x 100%

    A

    Keterangan :

    Vb = ml 0,05 N titran NaOH untuk blanko

    Va = ml 0,05 N titran NaOH untuk sampel

    A = Bobot sampel (gr)

    * = Setiap 0,05 NaOH ekivalen dengan 0,0007 gr N

    ** =Faktor Nitrogen

    Dimasukkan ke dalam labu Kjedhal dan dipanaskan hingga berwarna hijau bening,

    didinginkan, dan diencerkan hingga volume 100 ml

    Bahan ditimbang 0,5 gr (A)

    10 ml H2SO4 0,05 N 2-3 tetes indikator phenopthalein

    H2SO4 pekat 10 ml Katalis ditimbang 3 gr

    Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250

    ml

    Destruksi selama 10 menit dari tetesan pertama

    5 ml larutan hasil oksidasi

    dimasukkan ke dalam labu destilasi

    Sampel

    Blanko Hasil destruksi dititrasi dengan NaOH 0,05 N

    Dititrasi hingga 1 tetes setelah larutan menjadi bening

    ml titran dicatat (V)

  • 27

    Lampiran 4.4 Prosedur analisis kadar lemak

    Kadar Lemak = X2-X1 x 100%

    A

    Lampiran 4.5 Prosedur analisis kadar abu

    Kadar abu = (X2-X1) x 100%

    A

    Labu dipanaskan pada suhu 104-110 0C selama 1 jam,

    kemudian didinginkandalam desikator dan ditimbang (X1)

    Bahan ditimbang 2-3 gr (A) lalu dimasukkan ke

    dalam selongsong

    Dimasukkan ke dalam Soxhlet dan diberi 100-150 ml N-Hexan hingga

    selongsong terendam. Sisa N-Hexan dimasukkan ke dalam labu

    Labu dipanaskan di atas hot plate hingga larutan

    perendam selongsong dalam Soxhlet berwarna bening

    Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven

    selama 15 menit, didinginkan, lalu ditimbang (X2)

    Cawan dan bahan dipanaskan di dalam tanur dengan

    suhu 600 0C, didinginkan dan ditimbang (X2)

    Bahan ditimbang 2-3 gr (A) lalu

    dimasukkan ke dalam cawan

    Cawan dipanaskan pada suhu 105-110 0

    C selama 1 jam,

    kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (X1)

  • 28

    Lampiran 5. Analisis Cr2O3

    Didinginkan

    . Didinginkan

    Persamaan hubungan Cr2O3 dengan absorbansi adalah sebagai berikut :

    Keterangan :

    X = Cr2O3 (mg)

    Y = nilai absorbansi

    Lampiran 6. Hasil pengukuran kualitas air selama pemeliharaan juvenil ikan mas

    Cyprinus carpio pada uji kecernaan bahan biji kapuk, kulit singkong, kopra, biji

    karet, PKM tanpa dan dengan fermentasi

    Parameter Nilai Satuan

    Suhu 28-29 C

    Disolved oksigen 3,54-4,00 mg/l

    pH 5,80-6,90 _

    Kesadahan 88,09-120,12 mg/l

    Alkalinitas 32-48 mg/l

    TAN 0,56-0,99 mg/l

    Bahan ditimbang 0,1 gr lalu dimasukkan ke dalam labu Kjedhal

    Ditambahkan 5 ml HNO3

    Dipanaskan hingga larutan tersisa 1 ml

    Ditambahkan 3 ml HClO4

    Dipanaskan kembali hingga berwarna jingga

    Diencerkan hingga volume 100 ml

    Diukur nilai absorban bahan dengan spektrofometer panjang gelombang 350 nm

    Y = 0,02089x + 0,0032

  • 29

    Lampiran 7. Sintasan juvenil ikan mas Cyprinus carpio setelah dipelihara selama

    30 hari pada uji kecernaan bahan biji kapuk, kulit singkong, kopra, biji karet,

    PKM tanpa dan dengan fermentasi

    Pakan perlakuan Jenis Jumlah tebar Jumlah panen SR (%)

    Kapuk TF 6 6 100

    F 6 6 100

    Kulit singkong TF 6 5 100

    F 6 6 100

    Kopra TF 6 6 83

    F 6 6 100

    Biji karet TF 6 6 100

    F 6 6 100

    Palm kernel meal TF 6 6 100

    F 6 6 100

    Komersil - 6 6 100

    Keterangan = TF = Tanpa fermentasi, F = Fermentasi, P = Persentase perubahan (%)

    Lampiran 8. Jumlah konsumsi pakan (JKP) dan feed convertion ratio (FCR)

    juvenil ikan mas Cyprinus carpio selama masa pemeliharaan pada uji kecernaan

    bahan biji kapuk, kulit singkong, kopra, biji karet, PKM tanpa dan dengan

    fermentasi

    Pakan perlakuan Jenis Biomassa tebar (g)

    Biomassa mati (g)

    Biomassa panen (g)

    Jumlah konsumsi pakan (g)

    FCR

    Kapuk TF 84,22 0,00 123,32 86,75 2,22

    F 85,78 0,00 120,04 75,24 2,20

    Kulit Singkong TF 87,65 0,00 184,08 199,8 2,07

    F 86,84 0,00 180,49 164,32 1,75

    Kopra TF 83,37 10,39 141,84 130,89 1,90

    F 82,78 0,00 225,73 247,82 1,73

    Karet TF 83,14 0,00 108,66 80,87 3,17

    F 85,83 0,00 112,80 78,85 2,92

    Palm kernel meal TF 85,12 0,00 200,50 223,306 1,94

    F 84,82 0,00 181,04 171,37 1,78

    Komersil TF 83,26 0,00 256,60 245,38 1,42

    Keterangan = TF = Tanpa fermentasi, F = Fermentasi, P = Persentase perubahan (%)

  • 30

    Lampiran 9. Laju pertumbuhan harian (LPH) juvenil ikan mas Cyprinus carpio

    setelah dipelihara selama 30 hari pada uji kecernaan bahan biji kapuk, kulit

    singkong, kopra, biji karet, PKM tanpa dan dengan fermentasi

    Pakan perlakuan Jenis Biomassa tebar (g)

    Bobot rata-rata awal (g)

    Biomassa panen (g)

    Bobot rata-rata akhir (g)

    LPH (%)

    Kapuk TF 84,22 14,04 123,32 20,55 1,28

    F 85,78 14,30 120,04 20,01 1,13

    Kulit Singkong TF 87,65 14,61 184,08 30,68 2,50

    F 86,84 14,47 180,49 30,08 2,47

    Kopra TF 83,37 13,90 141,84 28,37 2,41

    F 82,78 13,80 225,73 37,62 3,40

    Karet TF 83,14 13,86 108,66 18,11 0,90

    F 85,83 14,31 112,80 18,80 0,96

    Palm kernel meal TF 85,12 14,19 200,50 33,42 2,90

    F 84,82 14,14 181,04 30,17 2,56

    Komersil - 83,26 13,88 256,60 42,77 3,82

    Keterangan = TF = Tanpa fermentasi, F = Fermentasi, P = Persentase perubahan (%)

    Lampiran 10. Kecernaan total pakan juvenil ikan mas Cyprinus carpio selama

    pemeliharaan pada uji kecernaan bahan biji kapuk, kulit singkong, kopra, biji

    karet, PKM tanpa dan dengan fermentasi

    Keterangan = TF = Tanpa fermentasi, F = Fermentasi, P = Persentase perubahan (%)

    Pakan perlakuan Jenis Ulangan Cr2O3

    Pakan (%) Cr2O3 Feses

    (%) Kecernaan total (%)

    Kapuk

    TF 1 0,47 1,29 63,17

    TF 2 0,47 1,40 66,08

    F 1 0,34 0,84 59,26

    F 2 0,34 0,78 55,98

    Kulit Singkong

    TF 1 0,42 1,22 65,28

    TF 2 0,42 1,20 64,63

    F 1 0,38 1,43 73,44

    F 2 0,38 1,40 72,83

    Kopra

    TF 1 0,42 1,41 70,14

    TF 2 0,42 1,42 70,27

    F 1 0,41 1,35 70,01

    F 2 0,41 1,43 71,59

    Karet

    TF 1 0,47 1,38 65,74

    TF 2 0,47 1,41 66,35

    F 1 0,31 1,19 73,96

    F 2 0,31 1,14 72,91

    Palm kernel meal

    TF 1 0,41 1,15 64,13

    TF 2 0,41 1,17 64,88

    F 1 0,43 1,45 70,37

    F 2 0,43 1,41 69,59

    Komersil - 1 0,43 1,88 77,07

    - 2 0,43 1,83 76,48

  • 31

    Lampiran 11. Kecernaan protein pakan juvenil ikan mas Cyprinus carpio selama

    pemeliharaan pada uji kecernaan bahan biji kapuk, kulit singkong, kopra, biji

    karet, PKM tanpa dan dengan fermentasi

    Keterangan = TF = Tanpa fermentasi, F = Fermentasi, P = Persentase perubahan (%)

    Pakan perlakuan Jenis Ulangan Cr2O3

    Pakan (%) Cr2O3

    Feses (%) Potein

    pakan (%) Protein

    feses (%) Kecernaan protein (%)

    Kapuk

    TF 1 0,47 1,29 28,98 11,722 85,11 TF 2 0,47 1,40 28,98 10,820 87,34

    F 1 0,34 0,84 29,68 12,136 83,34 F 2 0,34 0,78 29,68 10,400 84,57

    Kulit Singkong

    TF 1 0,42 1,22 21,71 14,621 76,61 TF 2 0,42 1,20 21,71 13,950 77,27 F 1 0,38 1,43 23,17 13,820 84,16 F 2 0,38 1,40 23,17 13,950 83,64

    Kopra

    TF 1 0,42 1,41 27,38 13,667 85,09 TF 2 0,42 1,42 27,38 14,520 84,23

    F 1 0,41 1,35 27,82 10,390 88,80 F 2 0,41 1,43 27,82 12,630 87,10

    Karet

    TF 1 0,47 1,38 28,84 12,076 85,65 TF 2 0,47 1,41 28,84 15,530 81,88 F 1 0,31 1,19 33,40 13,086 89,80 F 2 0,31 1,14 33,40 14,520 88,22

    Palm kernel meal

    TF 1 0,41 1,15 23,88 16,840 74,71 TF 2 0,41 1,17 23,88 15,998 76,47

    F 1 0,43 1,45 30,91 16,493 84,19 F 2 0,43 1,41 30,91 15,429 84,82

    Komersil - 1 0,43 1,88 29,29 13,823 89,18 - 2 0,43 1,83 29,29 12,10 90,31

  • 32

    Lampiran 12. Kecernaan energi pakan juvenil ikan mas Cyprinus carpio selama

    pemeliharaan pada uji kecernaan bahan biji kapuk, kulit singkong, kopra, biji

    karet, PKM tanpa dan dengan fermentasi

    Keterangan = TF = Tanpa fermentasi, F = Fermentasi, P = Persentase perubahan (%)

    Pakan perlakuan Jenis mg Cr2O3/g

    pakan mg Cr2O3/g

    Feses Energi pakan

    Energi feses

    Energi tercerna

    Kecernaan energi (%)

    Biji Kapuk

    TF 4,75 12,90 400,15 372,42 263,00 65,73

    TF 4,75 14,00 400,15 372,42 273,81 68,43

    F 3,43 8,43 400,47 375,65 247,42 61,78

    F 3,43 7,80 400,47 375,65 235,11 58,71

    Kulit Singkong

    TF 4,24 12,23 406,09 365,78 279,09 68,72

    TF 4,24 12,00 406,09 365,78 276,70 68,14

    F 3,80 14,32 405,43 370,57 307,00 75,72

    F 3,80 14,00 405,43 370,57 304,74 75,16

    Kopra

    TF 4,22 14,14 387,43 368,86 277,27 71,57

    TF 4,22 14,20 387,43 368,86 277,75 71,69

    F 4,06 13,54 396,27 363,53 287,24 72,48

    F 4,06 14,30 396,27 363,53 293,00 73,94

    Biji Karet

    TF 4,74 13,85 447,41 361,48 323,57 72,32

    TF 4,74 14,10 447,41 361,48 325,77 72,81

    F 3,09 11,86 440,13 372,26 343,19 77,97

    F 3,09 11,40 440,13 372,26 339,27 77,09

    Palm kernel meal

    TF 4,11 11,46 388,33 377,10 253,08 65,17

    TF 4,11 11,70 388,33 377,10 255,88 65,89

    F 4,29 14,47 397,95 373,26 287,35 72,21

    F 4,29 14,10 397,95 373,26 284,46 71,48

    Komersil - 4,30 18,77 422,20 352,58 341,34 80,85

    - 4,30 18,34 422,20 352,58 339,48 80,41

    CoverAbstrak dab AbstractHalaman JudulPernyataanLembar PengesahanKata PengantarRiwayat HidupDaftar IsiDaftar TabelDaftar LampiranPendahuluanBahan dan MetodeHasil dan PembahasanKesimpulan dan SaranDaftar PustakaLampiran