kesehatan spiritual dan kesiapan lansia dalam menghadapi ......kesehatan spiritual dan kesiapan...

57
Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian Tugas Akhir Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali 462013066 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017

Upload: others

Post on 21-Dec-2020

27 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi

Kematian

Tugas Akhir

Disusun Oleh :

Ananda Ruth Naftali

462013066

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2017

Page 2: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi

Kematian

Tugas Akhir

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam

memperoleh gelar sarjana keperawatan

Disusun Oleh :

Ananda Ruth Naftali

462013066

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2017

Page 3: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali
Page 4: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali
Page 5: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

i

Page 6: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

ii

Page 7: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

iii

Page 8: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

iv

Page 9: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ............................... i

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ........................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv

DAFTAR ISI ........................................................................................................ v

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi

ABSTRAK ........................................................................................................... vii

Pendahuluan ......................................................................................................... 1

Latar belakang ........................................................................................... 1

Rumusan Masalah.......................................................................................4

Tujuan ......................................................................................................... 4

Metode.................................................................................................................. 4

Jenis penelitian............................................................................................ 4

Partisipan .................................................................................................... 4

Teknik Pengambilan Data........................................................................... 4

Analisa Data................................................................................................ 4

Hasil ..................................................................................................................... 5

Pembahasan... ....................................................................................................... 13

Kesimpulan ................................................................................................. 22

Daftar Pustaka ...................................................................................................... 23

Page 10: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Panduan Wawancara.............. ..........................................................28

Lampiran 2. Informed Consent ............................................................................. 33

Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian .......................................................................... 34

Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian.. ........................................................................ 35

Lampiran 5. Surat Keterangan Dari Lokasi Penelitian.. ....................................... 36

Lampiran 6. Surat Keterangan Dari Lokasi Penelitian.. ....................................... 37

Lampiran 7. Keterangan Submmit Jurnal .............................................................. 38

Page 11: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

vii

Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian

Ananda Ruth Naftali1, Yulius Yusak Ranimpi

1, M. Aziz Anwar

2

1Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Universitas Kristen Satya Wacana 2Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan, Salatiga

Email korespondensi: [email protected]

Abstrak

Spiritualitas merupakan suatu hubungan multidimensi yang harmonis antara manusia, alam,

dan Tuhannya yang dapat memberi kekuatan kepada seseorang ketika menghadapi stres

emosional, penyakit fisik dan kematian. Kesehatan spiritual yang adalah bagian dari kondisi

spiritual, merupakan hal penting yang mempengaruhi setiap tahap perkembangan dan

kehidupan manusia, termasuk lanjut usia. Salah satu isu yang dihadapi lansia adalah

persiapan mereka dalam menghadapi kematian. Salah satu faktor yang mempengaruhi

kesiapan lansia dalam menghadapi kematian adalah kesehatan spiritualitas. Tujuan penelitian

ini adalah mendeskripsikan kesehatan spiritual dan kesiapan lansia dalam menghadapi

kematian, baik lansia yang berada di Panti Wredha Salib Putih Salatiga, maupun lansia yang

tinggal bersama keluarganya di Dusun Dukuh, Getasan. Penelitian ini menggunakan metode

kualitatif dengan tipe fenomenologi deskriptif serta desain studi komparasi. Partisipan

berjumlah 6 orang, 3 partisipan yang tinggal di panti dan 3 partisipan yang tinggal di rumah

bersama keluarganya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesehatan spiritual dipengaruhi

oleh makna hidup, konsep agama dan ketuhanan, interaksi sosial, konsep sehat sakit,

kesejahteraan dan spiritualitas, serta kesiapan menghadapi kematian. Lansia yang tinggal di

rumah dan lansia yang tinggal di panti memiliki perbedaan dalam hal interaksi sosial,

konsep agama dan ketuhanan. Kesiapan lansia dalam menghadapi kematian dipengaruhi oleh

faktor pengertian mengenai kematian, pengalaman kehilangan, tempat yang diinginkan

ketika menghadapi kematian, orang yang akan mendampingi ketika kematian dan tempat

yang dituju setelah kematian, sedangkan ketidaksiapan dalam menghadapi kematian

dipengaruhi oleh perbuatan yang dilakukan semasa hidup maupun keinginan untuk hidup

lebih lama bersama keluarga.

Kata kunci : kesehatan spiritual, lansia, kematian.

Abstract

Spiritual Health and Elderly Preparedness in Facing Death

Spirituality is a harmonious relationship between man, nature and God. Spirituality has

dimensions that provide power when facing emotional stress, physical illness and death.

Spiritual health is an important aspect that affects human life in every stage of its

development, including the elderly. One of the issue often faced by the elderly is associated

with their preparation in the face of death. One of the factors that affect the readiness of the

elderly in the face of death is spirituality. The purpose of this research is to describe the

spiritual health and readiness of the elderly to face of death, both the elderly who are in

Panti Wredha Salib Putih Salatiga and the elderly who lived with her family in Getasan.

This study uses qualitative research methods with descriptive phenomenology approach and

Page 12: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

viii

comparative study design. Research participants in this study amounted to 6 participants, 3

participants who stay at home and 3 participants who stay at home with their family. The

results showed that spiritual health is affected by the meaning of life, the concept of religion

and divinity, social interaction, the concept of healthy and illness, well-being and

spirituality, as well as readiness to face death. Elderly who live at home and the elderly

living in nursing have differences in terms of social interaction, the concept of religion and

divinity. Readiness of the elderly in the face of death was influenced by an understanding of

death, the experience of loss, the desired spot when faced with death, who will accompany

when death and the destination after death, while the unpreparedness in the face of death is

influenced by the deeds done during life and the desire to live longer with the family.

Key words : spiritual health, elderly, death.

Page 13: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

1

PENDAHULUAN

Masa lanjut usia (lansia) atau menua merupakan tahap paling akhir dari siklus

kehidupan seseorang. World Health Organization (WHO) membagi masa lanjut usia

menjadi empat golongan, yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut

usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75–90 tahun dan usia sangat tua (very

old) diatas 90 tahun (1). Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro lanjut usia

(getriatric age) berkisar antara usia > 65 tahun atau 70 tahun (2). Masa lanjut usia

(getriatric age) itu sendiri dibagi menjadi 3 batasan umur, yaitu young old (usia 70-

75 tahun), old (usia 75-80 tahun), dan very old (usia > 80 tahun). Sedangkan menurut

Depkes RI lanjut usia digolongkan menjadi 2 yaitu, masa lansia awal (46-55 tahun)

dan masa lansia akhir (56-65 tahun) (1). Berdasarkan berbagai pendapat di atas,

dapat disimpulkan lansia merupakan seseorang yang berusia diatas 60 tahun.

Menurut WHO, proporsi populasi penduduk berusia lebih dari 60 tahun

adalah 11,7% dari total populasi dunia dan diperkirakan jumlah tersebut akan terus

meningkat sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup (3). Jumlah lansia tahun

2009 telah mencapai 737 juta jiwa dan sekitar dua pertiga dari jumlah lansia tersebut

tinggal di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Diperkirakan pada tahun

2020 populasi lansia meningkat 7,2% yang hampir sepadan dengan proporsi lansia di

negara-negara maju saat ini (4).

Dalam perspektif perkembangan, lansia akan mengalami kemunduran dalam

berbagai kemampuan yang pernah mereka miliki dan mengalami beberapa perubahan

fisik seperti memutihnya rambut, munculnya kerutan di wajah, berkurangnya

ketajaman penglihatan dan daya ingat yang menurun, serta beberapa masalah

kesehatan fisik lainnya (5). Lansia juga kerap mengalami masalah sosial, berupa

keterasingan dari masyarakat karena penurunan fungsi fisik yang dialami, misalnya

berkurangnya kepekaan pendengaran, maupun cara bicara yang kadang sudah tidak

dapat dimengerti. Para lansia juga menghadapi masalah psikologis, yaitu munculnya

kecemasan dalam menghadapi kematian pada lanjut usia (6).

Kehilangan kehidupan atau kematian merupakan penghentian secara

permanen semua fungsi tubuh yang vital atau akhir dari kehidupan manusia (7).

Kematian merupakan sesuatu yang selalu menjadi hal wajar di dalam kehidupan.

Peningkatan kesadaran mengenai kematian timbul saat individu beranjak tua, yang

biasanya meningkat pada masa dewasa menengah, yang menandakan bahwa usia

Page 14: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali
Page 15: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

2

paruh baya merupakan saat orang dewasa mulai berpikir lebih jauh mengenai berapa

waktu yang tersisa dalam hidup mereka (8).

Rasa cemas terhadap kematian dapat disebabkan oleh kematian itu sendiri

dan apa yang akan terjadi sesudah kematian, bagaimana dengan sanak dan keluarga

yang ditinggalkan, atau seseorang merasa bahwa tempat yang akan dikunjungi

setelah kematian sangat buruk (9). Kecemasan dalam menghadapi kematian akan

semakin membuat para lansia tidak siap dalam menghadapi kematian. Kesiapan

merupakan keseluruhan kondisi yang membuat seseorang siap untuk memberi respon

terhadap suatu situasi (10). Kesiapan adalah suatu kondisi yang dimiliki seseorang

dalam mempersiapkan diri secara mental dan fisik untuk mencapai tujuan yang

dikehendaki. Keadaan lansia yang telah siap untuk menghadapi dan menerima

kematian tidak menimbulkan penyesalan maupun ketakutan apapun ketika kematian

terjadi, itu berarti lansia telah matang dalam menghadapi kematian. Namun, lansia

memiliki persepsi yang berbeda-beda ketika menghadapi kematian (11). Kesiapan

lansia saat menjelang kematian dipengaruhi oleh beberapa aspek, yaitu aspek

psikologis, sosial, fisik dan spiritual (12).

Spiritual merupakan aspek yang didalamnya mencakup aspek-aspek yang

lain, yaitu fisik, psikologi dan sosial. Spiritualitas juga bisa tentang perasaan akan

tujuan hidup, makna hidup dan perasaan yang berhubungan dengan orang lain.

Spiritualitas merupakan hubungan yang memiliki dua dimensi, yaitu antara dirinya,

orang lain dan lingkungannya, serta dirinya dengan Tuhannya (13). Spiritualitas

merupakan hubungan yang memiliki dimensi-dimensi yang berupaya menjaga

keharmonisan dan keselarasan dengan dunia luar, menghadapi stres emosional,

penyakit fisik dan kematian (14). Spiritualitas lansia yang sehat dapat membantu

lansia dalam menjalani kehidupan dan mempersiapkan dirinya dalam menghadapi

kematian.

Istilah lain yang terkait erat dengan fenomena di atas adalah kondisi sehat.

Definisi sehat adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental atau psikis, spiritual

maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial

dan ekonomi (15). Secara khusus, kesehatan spiritualitas adalah kemampuan

seseorang dalam menjaga keharmonisannya dalam hubungannya dengan diri sendiri,

orang lain, alam dan Tuhannya.

Lansia dengan spiritual yang sehat tidak merasa cemas dan siap dalam

menghadapi kematian (16). Berbeda halnya dengan lansia yang tidak memilik3i

Page 16: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali
Page 17: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

3

kesehatan spiritual atau yang tidak konsisten dalam menjalankan ajaran agamanya

tidak akan siap menghadapi kematian karena takut akan pembalasan dari dosa-dosa

yang telah mereka buat (17). Kesehatan spiritual yang terbangun dengan baik

membantu lansia menghadapi kenyataan, berpartisipasi dalam hidup, merasa

memiliki harga diri dan menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat

dihindari (18). Faktor yang mempengaruhi kesehatan spiritual seseorang adalah

pertimbangan tahap perkembangan, keluarga, latar belakang etnik dan budaya,

agama dan pengalaman hidup sebelumnya (19).

Peran keluarga, secara khusus sangat penting dalam mendukung dan

memenuhi kebutuhan spiritualitas lansia. Keluarga sebagai orang terdekat untuk

mencurahkan segala perhatiannya untuk memenuhi kebutuhan spiritualitas lansia.

Lanjut usia yang tinggal bersama keluarga di rumah tidak hanya mendapatkan

perawatan fisik, namun juga mendapatkan kasih sayang, kebersamaan, interaksi atau

komunikasi yang baik, dan menerima bantuan (20). Berbeda dengan situasi didalam

keluarga, spiritualitas yang dialami lansia di dalam panti cenderung rendah, karena

dalam berhubungan dengan orang lain lansia memiliki konflik atau tidak mau

berinteraksi dengan orang lain yang berada di dalam panti.

Berdasarkan hasil wawancara awal yang dilakukan di Panti Wredha Salib

Putih Salatiga, para lansia di panti tersebut memiliki kegiatan kerohanian, berupa

ibadah sebanyak empat kali dalam seminggu, meskipun demikian beberapa lansia

menyatakan perasaan takutnya jika meninggal kepada pengurus panti dan terlihat

menyendiri dan ada yang jarang mau berkumpul bersama para lansia yang lain. Di

samping itu, peneliti juga melakukan pengamatan pendahuluan di Dusun Dukuh,

Getasan, Kabupaten Semarang. Dusun tersebut sudah memiliki satu mushola dan

satu gereja sehingga lansia di Dusun Dukuh pun memiliki kegiatan kerohanian. Para

lansia yang beragama muslim biasanya ikut dalam kegiatan ibadah Jumat serta

pengajian atau yasinan yang ada di dusun tersebut. Sekalipun demikian, terdapat

lansia yang menyatakan belum siap jika “dipanggil” Tuhan, karena perasaan takut

jika meninggalkan keluarganya. Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Kesehatan spiritualitas lansia dan

kesiapan lansia dalam menghadapi kematian. Suatu kasus di Panti Wredha Salib

Putih Salatiga dan di Dusun Dukuh Getasan, Kabupaten Semarang”.

Page 18: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

4

RUMUSAN MASALAH

Bagaimana kesehatan spiritualitas lansia dan kesiapan lansia dalam

menghadapi kematian, suatu kasus di Panti Wredha Salib Putih Salatiga dan di

Dusun Dukuh Getasan, Kabupaten Semarang.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kesehatan spiritual

dan kesiapan lansia dalam menghadapi kematian, baik lansia yang berada di Panti

Wredha Salib Putih Salatiga, maupun lansia yang tinggal bersama keluarganya di

Dusun Dukuh, Getasan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tipe

pendekatan fenomenologi deskriptif. Penelitian ini menelusuri dan menggali data

mengenai arti dan makna pengalaman seseorang secara individu (21). Penelitian ini

menggunakan desain studi komparasi, yaitu mendeskripsikan perbedaan dan

persamaan antara dua atau lebih fakta atau sifat objek yang diteliti (22). Jumlah

partisipan dalam penelitian ini adalah enam orang, yaitu tiga orang yang tinggal di

panti dan tiga orang yang tinggal di rumah bersama dengan keluarganya. Partisipan

dipilih menggunakan teknik purposive sampling yaitu dipilih sesuai kebutuhan dan

tujuan penelitian (23). Karakteristik partisipan adalah individu lanjut usia yang

berusia 60 tahun ke atas dan dapat berkomunikasi dengan baik.

Data dikumpulkan dengan menggunakan wawancara mendalam (in depth

interview), yaitu suatu cara mengumpulkan data dengan maksud untuk menetapkan

gambaran lengkap tentang topik yang diteliti dan mendalam (24). Dalam

pelaksanaannya proses wawancara menggunakan pedoman wawancara yang

terstruktur, artinya pedoman wawancara sudah disusun dan dipersiapkan sesuai

dengan tujuan, sehingga mempermudah jalannya wawancara. Setelah melalui tahap

pengumpulan data, data kualitatif yang diperoleh diolah dengan melakukan reduksi

data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (25). Reduksi data adalah kegiatan

peneliti melakukan pengolahan data dengan merangkum dan memilih hal pokok dan

penting sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan (26). Dalam hal ini, peneliti

membuat transkrip verbatim dengan mendengarkan kembali hasil rekaman dan

melengkapinya dengan field note yang dibuat saat wawancara. Transkrip verbatim

Page 19: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

5

dibaca kembali berulang-ulang sambil mendengarkan hasil rekaman untuk

menentukan tingkat saturasi data. Selain itu, peneliti menggunakan teknik triangulasi

sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data, yaitu membandingkan hasil

wawancara terhadap partisipan sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data (24).

HASIL

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat bebetapa kategori yang menjawab tujuan

penelitian yaitu bagaimana kesehatan spiritual lansia dan kesiapannya dalam

menghadapi kematian, baik mereka yang tinggal bersama keluarga di rumah maupun

yang tinggal di panti. Berikut adalah kategori-kategori tersebut :

A. Makna Hidup

Masing-masing partisipan memiliki pendapat yang berbeda-beda dalam

memaknai hidup mereka, ada yang memaknai hidup mereka adalah untuk

keluarga, seperti untuk hidup bersama keluarga, mendoakan anak cucu mereka

ataupun kecukupan untuk keluarga. Ada pula yang mensyukuri hidup,

menomorsatukan Tuhan dalam hidup dan mengartikan hidup mereka sebagai

manusia utusan Tuhan. Namun, ada pula partisipan yang mengartikan tujuan

hidupnya untuk menikmati hidup di dunia, misalnya bisa makan enak.

Menurut data yang di peroleh, terdapat perbedaan yang signifikan antara

makna hidup lansia yang tinggal di panti dan partisipan yang tinggal di rumah.

Dapat disimpulkan bahwa partisipan yang tinggal di rumah lebih memaknai

hidupnya untuk keluarga mereka, sedangkan partisipan yang berada di panti

memaknai hidup mereka dengan berbeda-beda, baik itu untuk keluarga maupun

untuk Tuhan.

B. Konsep Agama dan Ketuhanan

Semua partisipan dalam penelitian ini baik mereka yang tinggal di panti

ataupun di rumah menyatakan dirinya percaya akan adanya Tuhan, malah

beberapa menyatakan tidak hanya percaya tapi juga yakin mengenai keberadaan

Tuhan. Kepercayaan lansia kepada Tuhan menimbulkan sikap hati yang bersyukur

atas semua pemberian Tuhan disepanjang hidup mereka. Mereka selalu

menyatakan bersyukur, baik dalam keadaan susah maupun senang.

Selain itu, terdapat juga pernyataan partisipan mengenai perasaannya setelah

bersyukur. Ada beberapa partisipan menyatakan hatinya menjadi tenang dan ada

pula yang menyatakan hatinya menjadi senang.

Page 20: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

6

Dalam menjalankan agamanya, berdoa dan beribadah menjadi bagian

didalamnya. Dalam penelitian ini partisipan juga menyatakan kapan saja mereka

berdoa, alasan mereka berdoa dan apa saja yang menjadi doa mereka. Peneliti

juga mendapatkan bagaimana mereka beribadah dan apa saja kendala dalam

mereka menjalankan ibadahnya.

1. Berdoa

Berdoa merupakan sarama berkomunikasi dengan Sang Pencipta. Semua lansia

yang tinggal di panti dan dua dari tiga partisipan yang tinggal di rumah

menyatakan mereka berdoa setiap waktu, baik itu mau makan, mau tidur.

Namun, satu dari tiga partisipan yang tinggal di rumah menyatakan dirinya

tidak pernah bersembahyang. Dalam doa, mereka pun menyatakan segala

keinginan dan permohonan mereka, baik untuk dirinya sendiri, keluarga

maupun untuk orang lain.

2. Beribadah

Selain berdoa, partisipan dalam penelitian ini juga menjalankan kegiatan

ibadah. Berdasarkan penelitian, dua dari tiga partisipan yang tinggal di rumah

menjalankan kegiatan ibadah mereka masing-masing, baik di gereja, di masjid

maupun di rumah. Namun, satu partisipan yang tinggal di rumah menyatakan

dirinya tidak mempunyai ibadah khusus seperti sholat atau kebaktian di gereja.

C. Interaksi Sosial

Di dalam hidup, seseorang tentu memiliki keluarga maupun orang lain yang

berada disekitarnya. Dalam penelitian ini, dibahas hubungan partisipan yang

tinggal di panti dengan orang-orang di dalam panti, tetangga sekitar maupun

dengan keluarga di rumah, dan terdapat pula pernyataan dari partisipan yang

tinggal di rumah mengenai hubungannya dengan tetangga dan keluarga yang

tinggal bersama dengan mereka.

1. Hubungan dengan tetangga

Semua partisipan yang tinggal di panti memiliki tetangga yang berada disekitar

panti, begitu juga dengan partisipan yang tinggal rumah memiliki tetangga.

Semua partisipan yang tinggal di rumah menyatakan memiliki hubungan yang

baik dengan tetangganya. Mereka menyatakan mengenal seluruh tetangganya

yang dekat maupun yang jauh dengan sangat baik. Mereka pun menyatakan

masih memiliki budaya gotong royong yang sangat erat. Sedangkan, satu dari

tiga partisipan yang tinggal di panti menyatakan memiliki hubungan yang baik

Page 21: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

7

dengan tetangganya, ia menyatakan sering mengikuti kegiatan arisan bersama

teman-temannya di luar panti. Dua partisipan yang tinggal di panti menyatakan

tidak pernah berhubungan dengan orang di luar panti, salah satunya

mengatakan karena tidak mengetahui lingkungan baru panti. Berdasarkan data

tersebut, dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan mengenai

hubungan partisipan yang tinggal di panti dan yang tinggal di rumah.

Hubungan dengan tetangga pada partisipan yang tinggal di rumah lebih baik

dari pada hubungan tetangga pada partisipan yang tinggal di panti.

2. Hubungan dengan keluarga

Semua partisipan dalam penelitian ini baik yang tinggal di panti maupun yang

tinggal di rumah menyatakan memiliki hubungan yang baik dengan keluarga

mereka, walaupun dua dari tiga partisipan yang tinggal di panti menyatakan di

jenguk anaknya saat awal masuk panti saja dan sisanya hanya berhubungan

melalui telepon, sedangkan satu dari tiga partisipan yang tinggal di panti

menyatakan tidak pernah di kunjungi anaknya. Dapat disimpulkan, hubungan

dengan keluarga partisipan yang tinggal di rumah lebih baik dari pada

hubungan partisipan yang tinggal di panti.

3. Hubungan dengan orang-orang di dalam panti

Dalam penelitian ini, terdapat pernyataan hubungan partisipan yang tinggal di

panti dengan orang-orang didalam panti, satu partisipan menyatakan senang

dengan orang-orang yang ada di panti karena merasa memiliki banyak teman,

satu partisipan yang lain mengatakan hubungan dengan orang di panti tidak

terlalu akrab, sedangkan satu partisipan terakhir mengatakan merasa jengkel

dengan teman-temannya di dalam panti, ia merasa selalu di musuhi. Dengan

demikian dapat di simpulkan bahwa hubungan partisipan dengan orang-orang

di dalam panti tidak begitu baik.

D. Konsep Sehat Sakit

1. Pengertian sehat dan sakit

Pengertian sehat dan sakit lansia berdasarkan penelitian ini adalah

sehat secara jasmani atau fisik. Mereka menyatakan sehat itu jika badan

terasa ringan, enak dan tidak terasa sakit. Namun, ada pula yang menyatakan

sehat itu jika mereka bisa bekerja dan makan enak. Dalam penelitian ini, satu

dari tiga partisipan yang tinggal di panti dan satu dari tiga partisipan yang

tinggal di rumah menyatakan bahwa sehat itu jika fisiknya ringan saat

Page 22: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

8

beraktivitas. Sedangkan, dua dari tiga partisipan yang tinggal di panti dan

satu partisipan yang tinggal di rumah menyatakan sehat itu jika badan terasa

enak dan tidak merasa sakit. Sama halnya dengan sehat, sakit juga memiliki

pengertian secara fisik. Mereka menyatakan sakit sebagai keadaan badan

yang terasa tidak enak, seperti tidak nafsu makan, tidur terus dan kepala yang

pusing, sehingga ada juga yang menyatakan tidak bisa bekerja jika mereka

dalam keadaan sakit. Ada juga yang menyatakan sakit itu jika di dalam tubuh

merasa sakit atau mereka sakit jika sakit kepala. Berdasarkan data yang

diperoleh, peneliti mendapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan

mengenai pengertian sehat dan sakit baik dari partisipan yang tinggal di panti

maupun di rumah. Mereka sama-sama menyatakan keadaan sehat dan sakit

secara fisik atau jasmani.

2. Penurunan fisik dan sikap menghadapi penurunan fungsi fisik

Beberapa lansia dalam penelitian ini mengalami penurunan fungsi

fisik pada mata, seperti pernyataan dua dari tiga partisipan yang tinggal di

panti dan dua dari tiga partisipan yang tinggal di rumah. Sedangkan, dua dari

tiga partisipan yang tinggal di panti dan semua partisipan yang tinggal di

rumah mengalami sakit atau pegal pada kaki.

Berdasarkan data di atas, peneliti menyimpulkan bahwa penurunan

fungsi fisik yang dialami oleh partisipan yang tinggal di panti maupun yang

tinggal di rumah adalah sama. Sehubungan dengan penurunan fungsi fisik

pada lansia, juga diperoleh data mengenai tanggapan lansia mengenai

penurunan fungsi fisik yang dialami. Beberapa lansia menyatakan

mensyukuri dan menerima kondisi fisik mereka yang menurun, karena

menyadari usia mereka yang menua. Mereka juga menyatakan tidak pusing

terhadap kondisi fisik mereka, walaupun ada pula yang menyatakan

perasaannya sangat berkurang saat matanya sudah tidak bisa membaca,

namun ia menyatakan tetap menerima keadaannya. Sesuai dengan data

tersebut, peneliti menemukan kesamaan mengenai tanggapan semua

partisipan yang tinggal di panti maupun di rumah, yaitu semua menerima

keadaan fisiknya yang menurun.

Page 23: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

9

E. Kesejahteraan dan Spiritualitas

1. Kasih

Kasih kepada orang lain menjadi salah satu bagian dari bagaimana

seseorang bisa merasa sejahtera, seperti dalam penelitian ini partisipan

bagaimana kasih terhadap orang lain. Sesuai dengan data yang diperoleh,

semua partisipan baik yang tinggal di rumah maupun di panti memiliki kasih

kepada sesama mereka yang diungkapkan berupa wujud yang berbeda beda,

seperti menegur ketika temannya sedang cemberut, menolong orang lain,

ataupun dengan memancarkan cinta kasih kepada semua makhluk.

2. Harapan di masa tua

Berdasarkan penelitian ini, peneliti juga menemukan harapan partisipan

di masa tuanya, lansia yang tinggal di panti ada yang menyatakan ingin pulang

dijemput anak-anaknya, sedangkan satu dari tiga partisipan yang tinggal di

panti dan satu dari tiga partisipan yang tinggal di rumah menyatakan sudah

tidak memiliki harapan apa-apa, hanya ingin cepat meninggal untuk segera

menyelesaikan hidup mereka. Sedangkan, satu dari tiga parisipan yang yang

tinggal di rumah menyatakan ingin hidup sejahtera dan tidak kekurangan.

F. Pandangan Mengenai Kematian

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bagaimana pengertian lansia

mengenai kematian, pengalaman mengenai kehilangan, kesiapannya dalam

menghadapi kematian, serta keadaan yang diinginkan ketika menghadapi

kematian.

1. Pengertian kematian

Dalam penelitian ini, masing-masing lansia memiliki pengertian yang

berbeda-beda mengenai kematian. Beberapa lansia mengartikan bahwa

kematian itu merupakan sesuatu yang tidak bisa di tolak, namun ada pula yang

berpendapat kematian merupakan sesuatu yang terjadi karena manusia yang

sudah tua kehilangan energi atau tenaga. Dua dari tiga partisipan yang tinggal

di rumah mengatakan kematian sebagai sesuatu yang terjadi karena manusia

kehilangan energi sehingga mengalami kematian. Sedangkan, satu dari tiga

partisipan yang tinggal di panti dan satu dari tiga partisipan yang tinggal di

rumah memiliki pemahaman yang sama yaitu kematian sebagai sesuatu yang

tidak bisa ditolak, karena semua yang hidup pasti akan mengalami kematian.

Satu partisipan yang tinggal di rumah juga memahami mati merupakan proses

Page 24: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

10

terpisahnya raga dari jiwanya, ia percaya bahwa raga akan mati, tetapi tidak

dengan jiwanya yang ia sebut badan pikiran. Walaupun demikian, tidak

terdapat perbedaan yang signifikan mengenai pemahaman lansia mengenai

kematian baik lansia yang tinggal di panti maupun lansia yang tinggal di

rumah.

2. Pengalaman mengenai kehilangan

Setiap orang pasti memiliki pengalaman dalam hidup, baik itu

pengalaman menyenangkan maupun menyedihkan. Dua dari tiga partisipan

yang tinggal di panti dan semua partisipan yang tinggal di rumah dalam

penelitian ini menyatakan pernah merasa kehilangan orang yang mereka cintai,

diantaranya merupakan anak, kakak, suami ataupun istri. Namun, satu dari tiga

partisipan yang tinggal di panti menyatakan tidak merasa kehilangan,

dikarenakan ia merasa sudah memiliki foto keluarganya untuk dikenang.

Penelitian ini juga mendapatkan cara bagaimana partisipan mengalihkan

pikirannya saat mengalami rasa kehilangan yang muncul. Diantaranya, dengan

tidak mengingat-ingat kembali kenangan kehilangan yang terkadang muncul

dalam pikiran mereka.

Berdasarkan pemaparan di atas, dua dari tiga partisipan yang tinggal di

panti dan semua partisipan yang tinggal di rumah pernah mengalami

kehilangan. Namun, satu dari tiga partisipan yang tinggal di panti tidak pernah

merasa kehilangan. Semua partisipan dalam penelitian ini memiliki cara yang

sama untuk mengalihkan rasa kehilangan mereka yaitu dengan cara tidak

mengingat-ingat kembali.

3. Kesiapan menghadapi kematian

Tiga dari enam partisipan menyatakan siap dalam menghadapi kematian.

Ada yang menyatakan dirinya siap karena menganggap kematian merupakan

sesuatu yang tidak bisa ditolak dan ada juga yang menyatakan kesiapannya

karena usianya yang sudah tua.

Partisipan mengemukakan bahwa perbuatan semasa hidup juga

mempengaruhi ketidaksiapan mereka dalam menghadapi kematian. Partisipan

merasa dirinya masih sering membenci orang lain. Namun, ada juga yang

menyatakan ketidaksiapannya karena masih ingin hidup bersama keluarganya,

memelihara anak dan cucunya. Pada penelitian ini, terdapat dua partisipan yang

menyatakan ketidaksiapannya dalam menghadapi kematian. Secara umum, dua

Page 25: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

11

dari tiga partisipan yang tinggal di panti menyatakan kesiapannya dalam

menghadapi kematian. Sedangkan, terdapat dua partisipan yang tinggal di

rumah yang menyatakan kesiapannya. Adapun alasan yang melatarbelakangi

kesiapan lansia adalah usia yang sudah menua dan kematian yang tidak bisa

ditolak lagi, sedangkan ketidaksiapan disebabkan oleh perbuatan mereka di

masa lalu dan keinginan untuk terus hidup bersama keluarga.

4. Keadaan yang diharapkan ketika menghadapi kematian.

Dalam konteks ini juga dibahas seperti apa kematian yang diinginkan

oleh lansia. Kematian yang diharapkan oleh lansia meliputi harapan tentang

bagaimana keadaan atau kondisi dalam menghadapi kematian, di mana tempat

mereka akan meninggal, siapa yang akan mendampingi mereka dalam

menghadapi kematian sampai dengan pendapat mereka mengenai tempat

setelah kematian.

a. Keadaan yang diinginkan dalam menghadapi kematian.

Partisipan yang tinggal di panti menyatakan ingin meninggal dalam

keadaan yang tidak mengalami sakit dan mendadak. Ada pula yang

menyatakan tidak ingin meninggal dalam keadaan yang merepotkan orang

lain. Sedangkan, partisipan yang tinggal di rumah, menginginkan kematian

yang tidak mendadak. Berdasarkan data di atas, peneliti menemukan

perbedaan keadaan yang diharapkan lansia yang tinggal di rumah dan yang

tinggal di panti. Semua partisipan yang tinggal di panti menyatakan ingin

meninggal secara tiba-tiba serta tidak mengalami rasa sakit. Partisipan

menyatakan ingin mengalami kematian yang mendadak, seperti meninggal

saat sedang makan atau saat sedang tidur. Sedangkan, dua dari tiga

partisipan yang tinggal di rumah menyatakan tidak mau meninggal tiba-tiba

ataupun secara mendadak, karena merasa khawatir keluarga akan kaget

dengan kepergiannya. Satu dari tiga partisipan yang tinggal di rumah

menyatakan ingin meninggal secara Husnul Khotimah yang artinya

meninggal dengan keadaan yang terbaik.

b. Tempat yang diinginkan dalam menghadapi kematian.

Dalam memutuskan tempat untuk meninggal, ada beberapa lansia

belum tahu tempat dimana mereka akan menghadapi kematian. Ada juga

yang menyatakan meninggal di rumah atau di rumah sakit sama saja.

Lansia yang tinggal di panti pun ada yang menyatakan ingin meninggal di

Page 26: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

12

panti saja dan tidak mau di bawa kemana-mana, karena merasa jika

anaknya membawanya pulang akan membebani biaya yang banyak pada

anaknya. Sedangkan lansia yang tinggal di rumah ada yang menyatakan

ingin meninggal di rumah karena merasa dirinya dari kecil memang sudah

di tinggal rumah.

c. Keinginan yang akan menemani dalam menghadapi kematian.

Dalam penelitian ini, semua partisipan menyatakan ingin meninggal

didampingi oleh orang-orang terkasih seperti anak maupun keluarga.

Dengan demikian, dalam hal ini tidak ada perbedaan mengenai keinginan

lansia mengenai orang yang akan mendampingi dalam menghadapi

kematian baik lansia yang tinggal di panti maupun tinggal di rumah.

d. Pengertian tempat terakhir setelah kematian.

Beberapa lansia menyatakan tempat akhir setelah kematian adalah

surga dan neraka, namun ada juga yang menyatakan bahwa ia tidak percaya

dengan adanya surga dan neraka, tempat yang dituju setelah kematian

bukan surga atau neraka melainkan tempat yang tidak terdapat kesenangan

maupun kesusahan, tempat yang disebut tenang.

Semua partisipan yang tinggal di panti dan satu dari tiga partisipan

yang tinggal dirumah menyatakan tempat setelah kematian adalah surga

dan neraka, namun terdapat satu dari tiga partisipan yang tinggal di rumah

menyatakan tidak pergi ke surga atau pun neraka, melainkan ke tempat

tenang. Sehingga diperoleh kesimpulan, tidak terdapat perbedaan yang

signifikan antara pengertian mengenai tempat akhir setelah kematian pada

lansia yang tinggal di panti maupun yang tinggal di rumah.

e. Keinginan tempat yang dituju setelah kematian.

Setelah mengalami kematian beberapa lansia menyatakan

keinginannya untuk masuk surga atau pun neraka. Dalam penelitian ini,

semua partisipan yang ada di panti dan dua dari tiga partisipan yang tinggal

di rumah menyatakan ingin masuk surga dan ada pula yang menyatakan

tidak siap masuk ke neraka. Sedangkan satu dari tiga partisipan yang

tinggal di rumah menyatakan setelah meninggal tidak ingin masuk ke surga

atau pun neraka, melainkan ingin mencari tempat yang tenang.

Page 27: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

13

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian berikut adalah enam kategori yang mendeskripsikan

kesehatan spiritualitas lansia, baik yang tinggal di rumah maupun yang tinggal di

panti, serta kesiapannya dalam menghadapi kematian.

1. Makna Hidup

Dalam penelitian ini, baik partisipan yang tinggal di rumah maupun di panti,

ada yang menyatakan bahwa tujuan hidupnya adalah untuk keluarga, seperti

mendoakan anak cucunya, mengharapkan hidup yang rukun bersama anak dan

cucunya, serta mengharapkan hidup yang berkecukupan bagi keluarganya. Di

samping itu, ada yang memaknai hidup mereka sebagai utusan Sang Pencipta.

Kondisi ini menunjukkan bahwa lansia memiliki tujuan hidup yang

bermakna, seperti memaknai hidup sebagai utusan Tuhan untuk menjalankan

perintahNya, serta keinginnya untuk bisa mewujudkan hidup yang sejahtera bagi

keluarganya. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Bastaman bahwa

seseorang yang mencapai kebermaknaan hidup akan merasakan hidupnya penuh

makna, berharga dan memiliki tujuan mulia (27).

Kondisi ini sesuai dengan pendapat Rahmat (dalam Setiyono) yang

menyatakan bahwa makna hidup seseorang dapat ditemukan salah satunya di

dalam tanggung jawab dan mampu menentukan apa yang akan dilakukannya dan

apa yang paling baik bagi dirinya dan orang lain (28). Bastaman juga

menambahkan bahwa makna hidup adalah sesuatu yang dianggap paling benar,

penting, berharga dan didambakan karena mampu memberikan nilai tersendiri

bagi seseorang dan dapat dijadikan sebagai tujuan hidup (27).

Artista Permatasari mengingatkan bahwa keluarga merupakan tempat

pemenuhan kebutuhan sosial, yaitu sumber kasih sayang serta rasa mencintai dan

dicintai (29). Hal tersebut merupakan salah satu nilai hidup yang menjadikan

hidup bermakna, sehingga keluarga mampu menimbulkan makna hidup terhadap

seseorang. Namun, bagi semua umat beragama, Tuhan juga merupakan sumber

makna dalam hidup. Menurut hasil kajian Musa As’ari (dalam Asyafah) manusia

memiliki amanat dari Tuhan, hal ini kemudian ditanggapi oleh lansia dan

kemudian dijadikan makna dalam hidupnya (30).

Hidup yang memiliki tujuan yang jelas akan menjadikan seseorang terarah

dan mengetahui apa yang akan hendak ia lakukan. Bila tujuan hidup terpenuhi

maka kehidupan akan dirasa berguna dan bermakna, serta menimbulkan perasaan

Page 28: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali
Page 29: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

14

bahagia dan berharga. Tujuan hidup dapat menjadi sebuah semangat dan motivasi

utama yang bisa mendorong seseorang dalam menjalankan kehidupannya.

Bastaman menyatakan bahwa seseorang yang memiliki hidup yang bermakna

dapat membuatnya menghayati hidupnya dengan menunjukkan semangat dan

gairah hidup, serta menjauhkan mereka dari perasaan hampa dan tidak berguna

(27). Dengan demikian, hidup yang dimaknai oleh lansia dalam penelitian ini,

baik yang tinggal di rumah dan di panti memiliki keterarahan yang jelas karena

menempatkan Tuhan, keluarga dan dirinya sebagai tujuan hidup, sehingga dapat

dikatakan bahwa mereka telah memiliki hidup yang bermakna.

2. Konsep Agama dan Ketuhanan

Semua partisipan yang tinggal di panti maupun yang tinggal di rumah

menyatakan percaya kepada Tuhan. Kepercayaan ini tidak hanya tergantung pada

sistem keagamaan formal saja, karena ada partisipan yang sekalipun tidak

memeluk agama apapun (secara formal), tetap meyakini keberadaan Tuhan.

Partisipan menanggapi keberadaan Tuhan dengan sikap bersyukur terhadap segala

sesuatu yang sudah Tuhan berikan, baik dalam susah dan senang, sehingga syukur

yang di panjatkan menimbulkan rasa tenang dan senang dalam diri mereka.

Kepercayaan dan keyakinan yang dinyatakan partisipan didukung oleh

Fowler (dalam Kozier) yang menjelaskan bahwa keimanan dapat dimiliki pada

orang yang beragama maupun yang tidak beragama (31). Dengan selalu

mengingat Tuhan dalam hidup akan membuat seseorang merasa damai dan

tentram (32). Menurut hasil penelitian yang dilakukan Isnaeni lansia merasa

bahagia walaupun hidup di panti dikarenakan adanya aktifitas sehari-hari dan

berdoa serta melakukan kegiatan keagamaan, sehingga rasa syukur muncul dan

membawa ketenangan pada mereka (33).

Berdoa dan beribadah merupakan ritual dan praktek yang dilakukan

seseorang yang beragama. Semua partisipan yang tinggal di panti menyatakan

dirinya rutin melaksanakan ibadah. Semua lansia diwajibkan mengikuti ibadah

tersebut, salah satu lansia mengatakan mereka akan ditegur atau dimarahi jika

tidak mengikuti ibadah tersebut.

Partisipan yang tinggal di rumah menyatakan dirinya rutin beribadah di

masjid dan di gereja, serta rutin mengikuti perkumpulan keagamaan. Sedangkan

Page 30: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali
Page 31: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

15

satu partisipan yang lain menyatakan tidak memiliki ritual ibadah seperti yang

umum dilakukan oleh orang yang beragama.

Lansia yang tinggal di panti maupun di rumah memiliki ritual berdoa yang

mereka bisa lakukan kapan saja dan di mana saja. Dalam doa, partisipan

menyatakan segala keinginan dan harapan mereka kepada Tuhan, serta

mendoakan keluarga dan orang-orang yang mereka kasihi. Mereka yakin dengan

berdoa Tuhan akan menjaga mereka dan melancarkan segala yang mereka

kerjakan. Mereka juga mengatakan merasakan adanya rasa damai setelah mereka

berdoa.

Hal ini sama dengan yang diungkapkan oleh Benson salah seorang pelopor

penelitian doa bahwa doa yang dilakukan berulang-ulang (repetitive prayer) akan

membawa berbagai perubahan fisiologis, seperti berkurangnya kecepatan detak

jantung, menurunnya kecepatan nafas, menurunnya tekanan darah, melambatnya

gelombang otak dan pengurangan menyeluruh kecepatan metabolisme. Kondisi

ini disebut sebagai respon relaksasi (relaxation response) (34).

3. Interaksi Sosial

a. Hubungan dengan keluarga

Semua partisipan, baik yang tinggal di rumah maupun di panti

menyatakan memiliki hubungan yang baik dengan keluarganya. Mereka yang

tinggal di rumah merasa senang tinggal satu rumah bersama dengan

keluarganya, sedangkan mereka yang di panti mengaku memiliki hubungan

yang baik dengan keluarga mereka walaupun keluarganya jarang datang

menjenguk ke panti.

Hubungan yang baik tersebut menimbulkan perasaan senang pada lansia

serta membuat mereka merasa ada yang mengurus dan memenuhi kebutuhan

dimasa tua mereka. Konteks ini sejalan dengan yang disebutkan oleh Bandiyah

bahwa peran keluarga bagi lansia adalah menjaga dan merawat lansia,

memberikan motivasi, mengantisipasi perubahan ekonomi, serta

mempertahankan status mental dan memfasilitasi kebutuhan spiritualitas lansia

(35). Pemenuhan dukungan keluarga (family support) tersebut secara

emosional menimbulkan perasaan yang bahagia pada lansia (36).

Bagi lansia yang tinggal di panti, mereka tidak tinggal bersama

keluarganya. Keadaan ini mengakibatkan kurangnya perhatian keluarga pada

lansia. Kesibukan adalah alasan utama bagi keluarga sehingga kurangnya

Page 32: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

16

perhatian mereka kepada anggota keluarganya yang lansia. Namun,

sebagaimana menurut Sarafino dukungan atau bantuan yang dibutuhkan lansia

bisa diperoleh dari berbagai sumber, sehingga lansia yang tinggal di panti

mendapatkan dukungan dari sesama teman di panti, pengurus panti, dokter

maupun perawat yang ada di panti (37).

b. Hubungan dengan tetangga

Selain menjalin hubungan yang baik dengan keluarga, semua

partisipan yang tinggal di rumah menyatakan memiliki hubungan yang baik

dengan tetangga mereka. Sedangkan, bagi lansia yang tinggal di panti tidak

semua mengatakan memiliki relasi dengan tetangga di sekitar panti. Hal ini

terjadi karena berbagai keterbatasan lansia, seperti tidak tahu jalan keluar panti

karena lingkungan yang baru ataupun karena keterbatasan fisik yang susah

untuk berjalan.

Bagi lansia yang tinggal di rumah, memiliki relasi yang baik dengan

tetangga merupakan kekhasan masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan.

Mereka menyatakan mengenal semua tetangganya dari yang dekat sampai yang

jauh. Mereka juga menyatakan bahwa kebersamaan dalam gotong royong pun

masih sangat terasa, tetangga saling tolong-menolong satu sama lain. Hal ini

sama dengan yang dikemukakan Darmojo bahwa di daerah pedesaan pergaulan

antara lansia dilakukan secara teratur, mereka lebih sering mengunjungi atau

dikunjungi, sedangkan di daerah perkotaan kegiatan ini jarang dilakukan (38).

Kebutuhan lansia yang telah disediakan di panti membuat lansia tidak

perlu keluar panti untuk mencari kebutuhan mereka. Keseharian lansia yang

dilakukan di dalam panti pun membuat mereka tidak mengenal lingkungan di

luar panti. Selain itu, keterbatasan fisik mereka juga menghambat mereka untuk

berinteraksi dengan lingkungan luar. Menurut Fitria (39) derajat kesehatan dan

kemampuan fisik yang menurun akan mengakibatkan lansia secara perlahan

menarik diri dari hubungan dengan masyarakat sekitar. Hal ini dapat

menyebabkan interaksi sosial menurun.

c. Hubungan dengan sesama teman di panti

Dalam berhubungan dengan sesama teman di panti, ada partisipan

yang menyatakan memiliki hubungan yang baik, ada juga yang mengatakan

tidak, bahkan ada yang menyatakan dirinya selalu merasa jengkel dengan

orang-orang di panti.

Page 33: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

17

Konteks ini sangat terkait dengan proses penyesuaian diri. Dalam

proses penyesuaian diri sebagai akibat perpindahan tempat tinggal dari rumah

ke panti memanglah tidak mudah. Tidak jarang situasi seperti itu akan

menyebabkan munculnya masalah dalam hubungan interpersonal, seperti

konflik. Subekti menyatakan bahwa masalah yang dirasakan lansia dapat

berupa konflik dengan orang lain, tidak menyukai perilaku lansia lain, atau

merasa dimusuhi orang (40). Konflik tersebut dapat menyebabkan tidak

terjalinnya hubungan yang baik antar sesama lansia di panti. Hal ini didukung

oleh hasil penelitian yang telah dilakukan Marwanti mengenai kondisi

kehidupan lanjut usia di Panti Wredha Karitas dan Nazaret Bandung, bahwa

hubungan sosial yang terjalin di panti kurang baik. Salah satu faktor yang

mempengaruhi adalah latar belakang lansia yang beragam, sehingga dalam

konteks ini dibutuhkan juga dukungan keluarga atau orang terdekat untuk

menyelesaikan masalah tersebut (41). Meskipun demikian, secara ideal,

menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiti kebutuhan sosial

merupakan kebutuhan lansia yang dapat mempengaruhi emosional lansia

(42). Setiti menjelaskan bahwa lansia membutuhkan orang-orang dalam

berinteraksi secara sosial. Mereka membutuhkan teman bicara, sering

dikunjungi dan disapa serta silaturahmi dari keluarga dekat.

Dengan demikian, terdapat perbedaan interaksi sosial antara partisipan

yang tinggal di panti maupun yang tinggal di rumah. Partisipan yang tinggal

di rumah, memiliki hubungan dan emosional yang lebih baik dari pada

partisipan yang tinggal di panti.

4. Konsep sehat sakit

a. Pengertian sehat sakit

Semua partisipan, baik yang tinggal di panti maupun di rumah

mengartikan bahwa sehat adalah keadaan dimana badan atau fisik mereka tidak

merasakan sakit atau tidak merasakan adanya gangguan. Demikian juga dengan

sakit, mereka mengartikan sakit adalah keadaan dimana tubuh mengalami

perubahan, seperti tidak nafsu makan, tidur terus dan tidak bisa melakukan

aktivitas atau bekerja.

Pemahaman mengenai sehat dan sakit yang dimiliki lansia masih

sangat terbatas. Sehat dipandang sebagai keadaan tubuh yang kuat dan tidak

lemah, sedangkan sakit dipandang sebagai keadaan yang tidak enak yang

Page 34: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

18

dirasakan tubuh. Hal ini sama dengan yang dinyatakan Solita bahwa sakit

adalah konsep psikologis yang menunjuk pada persaan, persepsi, atau

pengalaman subyektif seseorang tentang ketidaksehatannya atau keadaan tubuh

yang dirasa tidak enak (43).

b. Penurunan fungsi fisik

Semua lansia yang tinggal di panti maupun di rumah menyatakan

mengalami kemunduran fisik, misalnya dalam hal kualitas penglihatan. Namun

demikian partisipan tetap bersyukur dan menerima keadaan fisik yang seperti

itu.

Hal ini sama dengan yang dinyatakan Nugroho bahwa seseorang yang

memasuki usia tua akan mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik

seperti kulit yang mengendur, rambut yang memutih, gigi mulai ompong,

pendengaran dan penglihatan yang kurang jelas, gerakan lambat dan postur

tubuh yang tidak proporsional (44). Respon yang di alami lansia juga berbeda-

beda. Beberapa menerima kenyataan penuaan namun, ada juga yang

mengalami perasaan fungsi yang menurun pada dirinya. Hal serupa juga

dikemukakan oleh Hurlock bahwa kemunduran fisik terjadi secara bertahap,

dimana kondisi tersebut dapat menimbulkan stres pada sebagian lansia (45).

5. Kesejahteraan dan Spiritualitas

Semua partisipan dalam penelitian ini, baik yang tinggal di panti maupun di

rumah menyatakan mereka mengetahui arti mengasihi. Mereka memahami kasih

sebagai tindakan yang dilakukan walaupun orang lain tidak berbalik mengasihi

mereka.

Sikap lansia tersebut, menunjukkan adanya spiritualitas yang baik. Hal ini

sama dengan yang diungkapkan oleh Tischler yaitu spiritualitas sebagai suatu hal

yang berhubungan dengan perilaku atau sikap tertentu dari seorang individu,

menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang yang terbuka, memberi,

dan penuh kasih (46).

Partisipan dalam penelitian ini, baik yang tinggal di rumah maupun di panti

memiliki harapan yang berbeda-beda di masa tuanya. Lansia yang tinggal di panti

menginginkan anaknya datang menjemputnya pulang, sedangkan lansia yang

tingal di rumah mengharapkan memiliki hidup sejahtera bersama keluarganya,

namun ada pula yang menyatakan ingin segera menyelesaikan hidup atau

meninggal.

Page 35: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

19

Berdasarkan kondisi di atas, dapat dikatakan bahwa lansia memiliki harapan

untuk bisa hidup bersama keluarganya, mendapatkan cinta dan kasih dari keluarga

untuk menghadapi kesulitan hidup di masa akhir kehidupannya. Hal ini sesuai

dengan yang diungkapkan oleh Duggleby et al bahwa seseorang memiliki harapan

yaitu hidup bersama keluarga dengan nyaman dan damai (47). Westburg

mengingatkan bahwa harapan adalah salah satu sumber psikososial yang

digunakan orang dewasa untuk mengatasi kesulitan hidup (48).

6. Kematian

a. Pengertian mengenai kematian

Partisipan dalam penelitian ini baik yang tinggal di rumah maupun di

panti, ada yang mengatakan bahwa kematian adalah sesuatu yang tidak bisa

ditolak, ada yang mengatakan kematian itu terpisahnya jiwa dari raga, serta ada

juga yang menyatakan kematian adalah jalan untuk ke surga.

Pemahaman tersebut sejalan dengan yang diungkapkan Chusairi (dalam

Wijaya & Savitri) bahwa kematian dipandang sebagai sesuatu yang tak

terelakkan dan dapat terjadi kapan saja, sehingga dapat menimbulkan

kecemasan pada seseorang. Kematian menurut Zubair (dalam Wijaya &

Savitri) juga dipahami sebagai saat terpisahnya jiwa dan raga (49). Raga

merupakan kualitas kebendaan dan badan fisik yang diyakini akan musnah,

sedangkan jiwa merupakan kualitas rohani yang pada saat kematian akan tetap

abadi. Selain itu, pernyataan bahwa kematian diyakini sebagai cara untuk dekat

dan bertemu Tuhan dan orang-orang yang dikasihi yang telah meninggal

sebelumnya juga di ungkapkan oleh Ross dan Pollio (50). Menurut Adelina

pandangan lansia tentang kematian mempengaruhi kesiapan lansia dan

menghadapi kematian (16). Lansia yang memiliki iman dan kesadaran bahwa

kematian akan membawa mereka kembali kepada Tuhan akan membuat

mereka menerima kematian yang akan datang. Seperti hasil penelitian yang

dilakukan oleh Snessby, Satchel, dan Good yang menyatakan bahwa lansia

yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap Tuhan akan memiliki keberanian

ketika berhadapan dengan kematian dan kesakitan (51).

b. Pengalaman kehilangan

Selain akan menghadapi kematian diri sendiri, lansia juga kemungkinan

akan menghadapi kematian pasangan, saudara kandung, teman dan individu

lain yang penting dalam hidupnya (52). Dalam penelitian ini, lansia yang

Page 36: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

20

tinggal di panti maupun di rumah menyatakan pernah mengalami kehilangan

orang yang mereka kasihi. Walau demikian, mereka mengalihkan rasa

kehilangan tersebut dengan cara mengikhlaskan.

Ketika berhadapan dengan kematian orang yang dikasihinya, lansia

mengalami kesedihan hingga depresi. Mereka menggambarkan kesedihan itu

melalui kata-kata yang menyatakan adanya kerinduan maupun keputusasaan

yang mendalam. Hal ini sama dengan yang dikemukakan oleh Lubis bahwa

depresi merupakan suatu akibat dari pengalaman yang menyakitkan, hal ini

mengakibatkan seseorang mengalami kesedihan yang panjang, memiliki

perasaan tidak adanya harapan dan munculnya pikiran tentang kematian yang

berulang (53).

Lansia yang memandang kematian sebagai sesuatu yang tidak bisa di

tolak dan merupakan kehendak yang kuasa akan merasa tenang dan akan

mengikhlaskan pengalaman kehilangan tersebut. Lansia yang memiliki

pandangan positif terhadap kematian pasangannya dapat menyikapi hal

tersebut secara wajar, sehingga lansia akan merasa tenang atas dirinya sendiri

maupun kematian pasangannya (54).

c. Kesiapan dalam menghadapi kematian

Seluruh partisipan, baik yang tinggal di rumah maupun di panti, ada

yang menyatakan dirinya siap, namun ada juga yang menyatakan dirinya tidak

siap. Siap atau tidak siapnya lansia dilatarbelakangi oleh usia yang sudah

menua dan pemahaman bahwa kematian adalah sesuatu yang tidak bisa

dielakkan.

Kesiapan lansia yang dipengaruhi oleh usia juga dinyatakan oleh

Nelson dan Nelson (dalam Lahey) bahwa variabel usia berhubungan dengan

ketakutan pada kematian, lansia memiliki sedikit rasa takut terhadap kematian

dibandingkan dengan individu pada usia dewasa awal (55). Selain itu,

pengertian bahwa kematian tidak dapat ditolak membuat lansia merasa siap

jika sewaktu-waktu akan meninggal. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan

Chusairi (dalam Wijaya & Savitri) bahwa kematian dipandang sebagai sesuatu

yang tak terelakkan dan dapat terjadi kapan saja, sehingga dapat menimbulkan

kecemasan pada seseorang (49).

Page 37: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

21

Terkait ketidaksiapan lansia menghadapi kematian juga dipengaruhi

oleh perbuatan mereka di masa lalu maupun keinginan mereka untuk terus

memelihara anak dan cucunya.

Lansia yang tidak siap dikarenakan ingin terus hidup bersama keluarga

mengalami kekhawatiran bahwa mereka tidak dapat kembali ke dunia dan

berkumpul bersama dengan orang-orang yang mereka cintai (56). Menurut

Shihab (dalam Hidayat) rasa cemas terhadap kematian juga dapat disebabkan

oleh kematian itu sendiri dan yang akan terjadi sesudahnya merupakan suatu

misteri, adanya pemikiran tentang keluarga yang ditinggalkan, serta perasaan

bahwa tempat yang akan dikunjungi sangat buruk (9).

d. Harapan didampingi ketika menghadapi kematian

Semua lansia dalam penelitian ini, baik yang tinggal di rumah maupun

di panti mengharapkan adanya dukungan keluarga ada untuk mendukung dan

menemani mereka pada saat menghadapi kematian.

Pendampingan ketika menghadapi kematian dapat dilakukan oleh siapa

saja baik keluarga, teman ataupun oleh tenaga kesehatan. Lansia yang ingin

didampingi oleh anggota keluarganya mengharapkan adanya penguatan dari

orang-orang yang mereka kasihi, sehingga mereka dapat menghadapi serta

menjalani saat-saat akhir hidupnya dengan lebih baik dan penuh penerimaan

(57).

e. Tempat yang diharapkan ketika menghadapi kematian

Terkait dengan tempat saat meninggal, ada partisipan yang menyatakan

keinginannya untuk meninggal di rumah dan di panti. namun, ada juga yang

belum menyatakan tempat yang diinginkan.

Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Lee yang

mengungkapkan bahwa lansia di Amerika berharap meninggal di rumah

mereka (58). Sedangkan lansia yang ingin meninggal di panti karena tidak

ingin membebani anak mereka dengan biaya pemakaman dan lain sebagainya,

serta mereka berharap teman-temannya di panti mendampingi dan akan

menengok setelah mereka dikuburkan. Hasil penelitian ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Hattori, et al yang menyebutkan bahwa faktor

keluarga mempengaruhi tempat kematian dan siapa yang diinginkan lansia

berada disampingnya saat menjelang kematian (59).

Page 38: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

22

f. Kondisi yang diharapkan ketika menghadapi kematian

Semua partisipan yang tinggal di panti menyatakan ingin meninggal

dalam yang mendadak dan tanpa rasa sakit, seperti meninggal ketika sedang

makan atau tidur. Sedangkan, partisipan yang tinggal di rumah, tidak

menginginkan kematian yang terjadi secara tiba-tiba, karena tidak ingin

membuat keluarganya kaget atau merasa tidak siap dengan kepergiannya yang

mendadak.

Hasil penelitian ini didukung oleh Hattori, et al yang mengemukakan

bahwa pengalaman pribadi (personal experience) mempengaruhi kondisi yang

diinginkan lansia ketika menghadapi kematian (59). Lansia menginginkan

kematian yang tidak menyusahkan orang lain disekitarnya, sakit yang berlarut-

larut, serta kematian yang Husnul Khotimah yang artinya mati dalam keadaan

yang terbaik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Handsottir

dan Halldorsdottir yang menyebutkan bahwa lansia ingin mati secara natural,

dalam kedamaian dan bermartabat (60).

g. Tempat yang diinginkan setelah kematian

Partisipan yang tinggal di panti dan yang tinggal di rumah menyatakan

bahwa setelah meninggal, mereka ingin masuk surga dan tidak ingin masuk ke

dalam neraka. Namun ada partisipan yang menyatakan tidak ingin ke surga

atau pun neraka, melainkan ingin ke tempat yang tenang.

Kondisi di atas didukung oleh penelitian Wahyuni yang menyatakan

bahwa lansia mengharapkan kematian dalam ketenangan dan diterima

disisiNya serta masuk surga (61). Dalam penelitian yang dilakukan oleh

Santoso juga diungkapkan bahwa hukuman neraka merupakan faktor internal

yang mempengaruhi kecemasan lansia menjelang kematian (62).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kesehatan spiritual dan

kesiapan lansia dalam menghadapi kematian dipengaruhi oleh makna hidup, konsep

agama dan ketuhanan, interaksi sosial, konsep sehat sakit, kesejahteraan dan

spiritualitas, serta kesiapan menghadapi kematian. Berdasarkan hasil penelitian,

lansia yang tinggal di rumah dan lansia yang tinggal di panti memiliki perbedaan

dalam interaksi sosial, konsep agama dan ketuhanan. Sedangkan dalam menghadapi

kematian, baik di panti maupun di rumah, kesiapan lansia dipengaruhi oleh beberapa

Page 39: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

23

faktor, yaitu pengertian mengenai kematian, pengalaman kehilangan, tempat yang

diinginkan ketika menghadapi kematian, orang yang akan mendampingi ketika

kematian dan tempat yang dituju setelah kematian, sedangkan ketidaksiapan lansia

dalam menghadapi kematian dipengaruhi oleh perbuatan yang dilakukan semasa

lansia hidup maupun faktor keluarga seperti masih ingin hidup lebih lama bersama

keluarga.

Secara metodologis, penelitian ini memiliki keterbatasan atau kekurangan.

Data yang diperoleh dibatasi dalam bentuk kualitatif, sehingga bagi peneliti yang

berorientasi kuantitatif akan memperoleh kesulitan di dalam mendeskripsikan secara

operasional mengenai konsep kesehatan spiritual dan aspek-aspek yang

menyertainya. Dengan demikian diharapkan peneliti selanjutnya dapat

mengembangkan dan mengkombinasikan instrumen kualitatif dengan instrumen

kuantitatif. Selain itu, jumlah partisipan dan wilayah penelitian perlu ditambah dan

diperluas, sehingga hasil penelitiannya dapat memberikan hasil yang lebih

komprehensif.

Daftar Pustaka

1. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Rencana Aksi Nasional Lanjut Usia

2009-2014 Sebagai Pelaksanaan UU No. 13 Tahun 1998 Tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia. Jakarta. 2009.

2. Efendi, F. dan Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan

Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. 2009.

3. RI. B penelitian dan PK. Riset Kesehatan Dasar. 2013.

4. Tamher, S., and Noorkasiani. Kesehatan usia lanjut dengan pendekatan asuhan

keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2009.

5. Wong, D. L. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Jakarta : EGC. 2008.

6. Azizah, L. M. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2011.

7. Stanley, M. and Beare, P. G. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

2007.

8. Irfani, N. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kematian Dengan Ketakutan

Akan Kematian Pada Wanita Penderita Kanker Payudara. Jurnal (Tidak

Diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. 2008.

9. Hidayat K. Psikologi Kematian : Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme.

Jakarta : Hikmah. 2006.

10. Slameto. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka

Cipta. 2010.

Page 40: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

24

11. Harapan, P. Studi Fenomenologi Persepsi Lansia dalam Mempersiapkan Diri

Menghadapi Kematian. JOM PSIK; 1(2). 2014.

12. Meiner, S. E. Gerontologic Nursing. Third Edition. The United States of

America : Mosby Inc. 2006.

13. Hamid, A. Y. S. Bunga rampai asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta:

EGC. 2009.

14. Hamid, A. Y. S. Buku pedoman askep jiwa-1 keperawatan jiwa teori dan

tindakan keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

2000.

15. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kesehatan Lansia Nasional.

Jakarta. 2009.

16. Adelina, D. Hubungan Kecerdasan Ruhaniah dengan Kesiapan Menuju

Kematian. Skripsi Ilmiah. Fakultas Psikologi Universitas Mercubuana,

Yogyakarta. 2007.

17. Schwarts and Paterson. Indtoduction to Gerentology. USA: Halt, Rinehart, and

Watson. 1979.

18. Potter, P. A. and Perry, A. G. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Buku 1

(Ed 7) Jakarta: Salemba Medika. 2009.

19. Taylor, C. R., Lillis, C, LeMone P and Lynn, P. Fundamentals of nursing: the

art and science of nursing care. Philadelphia : Lippincott Williams &

Wilkins. 2011.

20. Mahareza, Y. Perbedaan Kualitas Hidup Lanjut Usia yang Tinggal di Panti

Werdha dan yang Tinggal Bersama Keluarga. Skripsi. Surabaya: Fakultas

Psikologi Universitas Airlangga. 2008.

21. Wood, G. L. and Haber, J. Nursing research : methods and critical appraisal

for evidence-based practice. Sixth edition. St. Louis, Missouri : Mosby.

2006.

22. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:

Alfabeta. 2006.

23. Poerwadi E, K. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian PerilaManusia.

Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan

Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. 2005.

24. Moleong, L. J. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya. 2007.

25. Ulber Silalahi. Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT. Refika Aditama.

2009.

26. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:

Alfabeta. 2012.

Page 41: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

25

27. Bastaman, H. D. Logoterapi :Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup dan

Meraih Hidup Bermakna, Jakarta: PT. Raja Grafindo. 2007.

28. Setiyono, F., A. Kebermaknaan Hidup Para Mediator. Skripsi. (Tidak

Diterbitkan) Surabaya : Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. 2004.

29. Permatasari, Artista. Pengaruh Pemenuhan Kebutuhan Sosial Terhadap

Kebermaknaan Hidup Penyandang Cacat Fisik. 2004. Available from:

http://etd.library.ums.ac.id.

30. Asyafah, A. Proses Kehidupan Manusia dan Nilai Eksistensialnya. Bandung :

Alfabeta, CV. 2009.

31. Kozier, B. et al. Fundamentals of Nursing: Conceps, proces, and practice

(7thod). Upper sad les piver. Pearson Education, Inc. 2004.

32. Al-Isawi AM. Islam dan Kesehatan Jiwa. Jakarta Timur : Pustaka Al-

Kautsar. 2005.

33. Isnaeni, H. D. Kebahagiaan Lansia yang Tinggal di Panti Wreda. Skripsi.

Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2008.

34. Benson, H and Proctor, W. Dasar-dasar respons relaksasi. Bandung: Kaifa.

2000.

35. Bandiyah, S. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha

Medika. 2013.

36. Boyles., Salynn. For Happiness Seek Family Not Fortune Study Shows

Family Relationships Bring Greater Happiness Than High Income. 2008.

37. Sarafino, E. P. Health psychology: biophychososial interaction. New York:

Joh Wiley and Sons, Inc. 1998.

38. Darmojo, R. B., Martono, H. H. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi

ke-3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2004.

39. Fitria, A. Interaksi Sosial Dan Kualitas Hidup Lansia Di Panti Werdha Upt

Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Binjai. Skripsi. Universitas

Sumatra Utara, Medan. 2010.

40. Jafar, N., Dkk. Pengalaman Lanjut Usia Mendapatkan Dukungan Keluarga.

Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 14(3), (157-164). 2011.

41. Marwanti, T.M. Kondisi Kehidupan Lanjut Usia Di Dalam Panti (Studi Kasus

Lanjut Usia di Panti Werdha Karitas dan Nazaret Bandung). Tesis : Program

Magister Ilmu-Ilmu Sosial Bidang Kajian Utama Ilmu Kesejahteraan Sosial

Universitas Indonesia. 1997.

42. Setiti, S. G. Pelayanan Lanjut Usia Berbasis Kekerabatan (Studi Kasus Pada

Lima Wilayah di Indonesia). Jakarta: Puslitbang Kesejahteraan Sosial. 2007.

43. Sarwono, Solita. Sosiologi Kesehatan Beberapa konsep beserta aplikasinya.

Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 2007.

Page 42: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

26

44. Nugroho. Keperawatan Gerontologi. Edisi 3. Jakarta. EGC. 2008.

45. Hurlock, E. B. Developmental psychology: a life span approach. (5th edition.

Alih bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga. 2004.

46. Tischler, L. The Growing Interest in Spirituality in Business: A Long-Term

Socio-Economic Explanation. Journal of Organization Change Management.

2002.

47. Duggleby, W., et al. Hope, older adults, and chronic illness: a metasynthesis

of qualitative research. Journal of Advanced Nursing. Blackwell Publishing

Ltd. 2012.

48. Westburg, N. Hope, laughter and humor in residents and staff at an assisted

living facility. Journal of Mental Health Counselling, 25(1), 16-32. 2003.

49. Wijaya. F.S. and Safitri, R.M. Persepsi Terhadap Kematian dan Kecemasan

Menghadapi Kematian pada Lanjut Usia. Jurnal Mercubuana, Fakultas

Psikologi Mercu Buana Yogyakarta. 2015.

50. Belsky, J. The Adult Experience. USA: West Publishing Company. 1997.

51. Snessby, Satchell, and Good. Death and dying in australia: perceptions of a

sudanese community. 2011.

52. Corr C. A., Nabe C. M., and Corr D. M. Death and dying, life and living (4th

ed.). Belmont, CA: Wadsworth. 2003.

53. Lubis, M. R. Nilai agama dalam kehidupan. Jurnal Multikultural dan

Multireligius. Vol. VIII No. 29. 2009.

54. Santrock, J. W. Life–Span Development. Sixth Edition. New York: Brown

and Benchmark Publisher. 2002 .

55. Lefrancois, G. R. The Life Span ( 4th ed.). Calfornia : Wadsworth, Inc.

1993.

56. Hasan, Purwakania. Psikologi Perkembangan Islami. Jakarta: Rajawali Press.

2006.

57. Wiryasaputra, Totok S. Ready to Care: Pendampingan dan Konseling

Psikologi, Yogyakarta: Galangpress. 2006.

58. Lee, K.S. East asian attitudes toward death- a search for the ways to help asian

elderly dying in contemporary america. 2009. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20740092%0A

59. Hattori, et al. A qualitative exploration of elderly patients’ preferences for

end- oflife care. 2005.

60. Handsdottir, H., and Halldorsdottir. (2008). Dialogues on death: a

Page 43: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

27

phenomenological. JOM PSIK vol.1 (2) OKTOBER 2014 8 study on views

of the elderly toward life and death and end of life treatments. 2008.

61. Wahyuni, S. Pengaruh Logoterapi Terhadap Peningkatan (Kemampuan

kognitif dan perilaku) Pada Lansia Dengan Harga Diri Rendah di Panti Werda

Pekanbaru Riau. Tesis. Jakarta : Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Indonesia. 2007.

62. Santoso, Dedy. Kecemasan Menjelang Kematian Pada Lanjut Usia. Tesis.

Semarang. Universitas Katolik Soegijapranata. 2010.

Page 44: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

28

Lampiran I

Panduan Wawancara

Tempat wawancara :

Hari/ tanggal :

Pewawancara :

Riset partisipan :

1. Makna (meaning)

Pertanyaan :

1. Apakah makna hidup itu menurut partisipan?

2. Apa saja yang menjadi tujuan hidup partisipan? Mengapa demikian? Apakah sudah

tercapai? Bagaimana perasaan partisipan saat tujuan hidup partisipan sudah tercapai?

Jika belum, mengapa demikian? Apa yang menjadi hambatan? Bagaimana

solusinya? Bagaimana perasaan partisipan saat tujuan tersebut belum tercapai?

3. Apa saja kekurangan dan kelebihan partisipan? Bagaimana cara partisipan

menanggapi kekurangan dan kelebihan partisipan?

2. Konsep ketuhanan (concept of divinity)

Pertanyaan :

1. Apakah partisipan percaya Tuhan itu ada? Apa pendapat partisipan mengenai

keberadaan Tuhan?

2. Apa yang dilakukan partisipan untuk menanggapi keberadaan Tuhan?

3. Hal-hal apa saja yang sudah Tuhan berikan kepada partisipan?

4. Apakah partisipan pernah menolak, menyangkal pemberian dari Tuhan? Apa saja?

Mengapa demikian?

5. Bagaimana cara partisipan mengucap syukur?

6. Apakah menurut partisipan bersyukur itu penting? Mengapa demikian?

7. Bagaimana perasaan partisipan ketika partisipan bersyukur?

8. Kapan partisipan merasa perlu untuk bersyukur?

3. Hubungan dengan orang lain (relationship with the others)

Pertanyaan :

1. Apakah ada kesulitan untuk membangun relasi atau hubungan dengan orang lain di

lingkungan rumah partisipan?

Page 45: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

29

2. Bagaimana caranya partisipan membangun dan membina relasi dengan orang lain di

lingkungan rumah partisipan?

3. Bagaimana perasaan pertisipan tinggal bersama keluarga dirumah? Mengapa

demikian?

4. Bagaimana cara partisipan menjaga relasi dengan orang lain diluar rumah?

5. Bagaimana hubungan partisipan dengan keluarga partisipan? Mengapa demikian?

6. Siapakah yang paling dekat dengan partisipan dirumah? Bagaimana perasaan

partisipan?

7. Apakah keluarga partisipan mengurus partisipan? Mengapa demikian? Bagaimana

perasaan partisipan?

8. Hal-hal apa saja yang diharapkan partisipan terhadap keluarga partisipan?

9. Hal-hal apa saja yang dapat partispan lakukan dengan bantuan orang lain?

10. Bagaimana rasanya melakukan sesuatu dengan bantuan orang lain?

11. Hal-hal apa saja yang dapat partisipan lakukan tanpa bantuan dari orang lain?

12. Bagaimana rasanya melakukan sesuatu tanpa bantuan dari orang lain?

13. Apakah bantuan orang lain itu penting? Mengapa demikian?

14. Apakah partisipan pernah dan masih memiliki masalah dengan orang lain? Dengan

siapa? Mengapa demikian?

15. Bagaimana perasaan partisipan ketika memiliki masalah yang belum selesai dengan

orang lain? Bagaimana cara partisipan menyelesaikan masalah tersebut? Mengapa

demikian?

4. Pengalaman (experience)

Pertanyaan :

1. Apakah partisipan pernah memiliki kegiatan sosial? Apa saja?

2. Bagaimana perasaan partisipan sebelum, saat dan setelah mengikuti kegiatan sosial

tersebut?

3. Bagaimana masa muda partisipan?

4. Hal-hal menyenangkan apa saja yang partisipan ingat dimasa lalu? Bagaimana

dampaknya bagi masa sekarang?

5. Hal-hal kurang menyenangkan apa saja yang partisipan ingat dimasa lalu?

Bagaimana dampaknya bagi masa sekarang?

6. Kapan partisipan teringat dengan hal-hal tersebut?

7. Apakah pekerjaan partisipan?

8. Bagaimana perasaan partisipan dengan pekerjaan partisipan?

9. Hal-hal apa saja yang sudah partisipan capai? Mengapa demikian?

10. Hal-hal apa saja yang belum partisipan capai? Mengapa demikian?

Page 46: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

30

11. Apakah ada perasaan menyesal terhadap yang belum dan sudah dicapai? Mengapa

demikian?

12. Apakah partisipan pernah merasa ditolak atau tidak diterima? Oleh siapa?

Bagaimana perasaan partisipan?

13. Apakah partisipan pernah mengalami kehilangan seseorang? Siapa? Bagaimana

perasaan partisipan?

14. Kapan perasaan kehilangan tersebut muncul?

15. Bagaimana cara partisipan mengalihkan perasaan tersebut?

5. Konsep sehat dan sakit (healthy and illness concept)

Pertanyaan :

1. Perubahan-perubahan fisik dan kesehatan (keluhan) apa saja yang partisipan

rasakan?

2. Bagaimana cara partisipan menghadapi fisik partisipan yang menurun?

3. Bagaimana tanggapan keluarga partisipan mengenai sakit partisipan?

4. Bagaimana dukungan keluarga partisipan mengenai penyakit partisipan?

5. Apa makna sehat menurut partisipan?

6. Apa makna sakit menurut partisipan?

7. Bagaimana perasaan partisipan mengenai sakit partisipan? Mengapa demikian?

8. Kapan perasaan tersebut muncul?

9. Bagaimana partisipan mengatasi perasaan tersebut?

10. Menurut partisipan bagaimana cara partisipan dapat sembuh? Mengapa demikian?

6. Kesejahteraan (weel being)

Pertanyaan :

1. Bagaimana partisipan mencintai orang-orang yang partisipan kasihi? Mengapa

demikian?

2. Menurut partisipan apakah mengasihi itu penting? Mengapa demikian?

3. Apakah mengasihi itu berarti memaafkan yang bersalah kepada kita? Mengapa

demikian?

4. Bagaimana cara partisipan mendapatkan sukacita dan kedamaian? Mengapa

demikian?

5. Apakah partisipan memiliki harapan yang belum tercapai? Apa yang menjadi

harapan partisipan saat ini?

6. Apa yang menjadi semangat hidup partisipan? Mengapa demikian?

Page 47: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

31

Kematian (death)

Pertanyaan :

1. Apakah partisipan percaya adanya akhir kehidupan?

2. Bagaimana pendapat partisipan mengenai akhir kehidupan? Mengapa demikian?

3. Menurut partisipan, bagaimana kematian itu?

4. Apakah partisipan siap jika dihaapkan dengan akhir kehidupan atau kematian?

Mengapa demikian?

5. Hal-hal apa sajakah yang membuat partisipan siap/tidak siap? Mengapa demikian?

6. Apakah ada hal-hal yang ditakutkan atau dikhawatirkan terkait dengan kematian?

Apa saja? Mengapa demikian?

7. Menurut partisipan kondisi yang seperti apa yang diharapkan ketika menghadapi

kematian?

8. Dimanakah tempat yang partisipan harapkan ketika menghadapi kematian?

Mengapa demikian?

9. Siapa yang partisipan harapkan ada dalam partisipan menghadapi kematian?

Mengapa demikian?

10. Menurut partisipan, kematian seperti apa yang partisipan harapkan? Mengapa

demikian?

11. Menurut partisipan, tempat seperti apakah akhir dari kematian tersebut? Mengapa

memiliki pemahaman seperti demikian?

12. Apakah partisipan pernah memiliki pengalaman mengenai akhir dari kehidupan?

Pengalaman yang seperti apa? Dari mana pengalaman seperti itu?

13. Bagaimanakah dukungan keluarga partipan mengenai kesiapan partisipan dalam

menghadapi akhir khidupan?

7. Agama (religion)

Pertanyaan :

1. Apakah partisipan beribadah? Mengapa partisipan beribadah?

2. Dimanakah partisipan biasa beribadah? Mengapa demikian?

3. Bagaimana cara partisipan beribadah?

4. Bersama siapa partisipan beribadah?

5. Apakah keluarga partisipan mendukung partisipan beribadah? Bagaimana caranya?

Mengapa demikian?

6. Kapan partisipan merasa perlu untuk beribadah? Mengapa demikian?

7. Apakah ada kendala atau masalah yang dihadapi partisipan untuk beribadah?

Bagaimana cara mengatasinya?

Page 48: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

32

8. Bagaimana perasaan partisipan sebelum dan setelah beribadah?

9. Bagaimana cara partisipan berdoa? Mengapa perlu berdoa?

10. Dengan siapa partisipan berdoa? Mengapa demikian?

11. Kapan partisipan merasa perlu untuk berdoa?

12. Hal-hal apa saja yang partisipan pikirkan ketika berdoa? Mengapa demikian?

13. Umum

Pertanyaan :

1. Apakah partisipan tinggal dirumah bersama keluarga? Mengapa demikian?

Bagaimana perasaan partisipan?

2. Hal-hal menyenangkan apa saja yang partisipan lakukan bersama keluarga?

Mengapa demikian?

3. Apakah ada hal-hal yang tidak menyenangkan saat bersama keuarga? Hal apa

sajakah? Mengapa demikian?

4. Apa saja kegiatan partisipan dirumah?

5. Apa saja yang dipikirkan dan dilakukan partisipan saat sendirian? Mengapa

demikian?

6. Menurut partisipan, lebih nyaman tinggal sendiri atau bersama keluarga? Mengapa

demikian?

(pertanyaan ini saya ajukan sebenarnya untuk mengetahui subjektif well being

partisipan, senang tinggal sendiri atau bersama keluarga)

Page 49: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

33

Lampiran II

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN

(Infomed Concent)

Yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama :

Alamat :

Tempat/Tanggal Lahir :

Setelah mendapat penjelasan dan mengerti tentang tujuan dari penelitian yang mengambil,

Judul :

Peneliti :

NIM :

Saya bersedia untuk berperan serta dalam penelitian tersebut. Saya akan menjawab

pertanyaan yang akan diajukan oleh peneliti dengan sejujur-jujurnya. Saya mengerti bahwa

penelitian ini tidak menimbulkan dampak negatif dan data mengenai diri saya dalam

penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya oleh peneliti.

Demikian secara sadar, sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, saya

bersedia berperan dalam penelitian ini dan bersedia menandatangani persetujuan ini.

Salatiga,.............................2017

Peneliti,

Ananda Ruth Naftali

Partisipan,

(____________________)

Page 50: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

34

Lampiran III

Surat Ijin Penelitian

Page 51: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

35

Lampiran IV

Surat Ijin Penelitian

Page 52: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

36

Lampiran V

Surat Keterangan Dari Lokasi Penelitian

Page 53: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

37

Lampiran VI

Surat Keterangan Dari Lokasi Penelitian

Page 54: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

38

Lampiran VII

Keterangan Submmit Jurnal

Page 55: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

39

Page 56: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

40

Page 57: Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi ......Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian . Tugas Akhir . Disusun Oleh : Ananda Ruth Naftali

41