kerangka acuan (tor) - · pdf filesektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub...

29
SUMMARY Kajian Model Pertumbuhan Sektor Pertanian untuk Penyusunan Strategi Pembangunan Pertanian

Upload: vocong

Post on 06-Feb-2018

234 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

SUMMARY

Kajian Model Pertumbuhan Sektor Pertanian untuk Penyusunan Strategi

Pembangunan Pertanian

Page 2: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

Kajian Model Pertumbuhan Sektor Pertanian untuk Penyusunan Strategi Pembangunan Pertanian

Direktorat Pangan dan Pertanian [email protected]

Abstrak

Kajian dilakukan untuk menyusun model pertumbuhan sektor pertanani, yang diwakili oleh sub sektor tanaman bahan makanan, peternakan dan perkebunan. Dari wakil subsektor tersebut dipilih komoditas beras, ayam potong dan sapi potong untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sektor pertanian, sebagai masukan untuk penyusunan kebijakan operasional. Sub sektor perkebunan masih dalam proses penyempurnaan sehingga belum dilaporkan dalam kajian in. Sasaran dari pelaksanaan kajian adalah tersusunnya model kuantitatif sektor pertanian yang nantinya dapat dipadukan dengan model ekonomi makro. Dengan demikian pembangunan di bidang pertanian akan dapat diselaraskan dengan pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Kajian ini dilaksanakan dengan menyusun model kuantitatif dengan metoda ekonometrika. Model dasar yang digunakan untuk menyusun model pertumbuhan yang diterapkan untuk sub sektor pangan dan peternakan merupakan sistem persamaan yang terdiri dari blok produksi, blok pasar dan blok kinerja. Blok kinerja digunakan untuk menghubungkan sektor pertanian dengan perekonomian makro secara keseluruhan sehingga ketergantungan sektor pertanian terhadap sistem ekonomi makro dan sebaliknya dapat dianalisa. Penyusunan model dan pemilihan variable/peubah sangat dibatasi oleh ketersediaan data yang ada. Untuk itu, interpretasi dan penggunaan lebih lanjut dari model ini perlu dilakukan dengan hati-hati. Sistem persamaan yang terdiri dari blok-blok persamaan tersebut diolah secara simultan untuk setiap sub sektor (simulatenous equations) dengan menggunakan software SAS 6.12. Secara ringkas, model pertumbuhan untuk beras menggambarkan bahwa permintaan tenaga kerja di sektor pertanian dipengaruhi oleh tingginya tingkat upah di sektor pertanian dan tingkat upah di sektor industri. Namun nilai elastisitas tingkat upah di sektor industri lebih besar pengaruhnya terhadap penyerapan tenaga kerja dibandingkan terhadap tingkat upah di sektor pertanian. Model juga menyatakan bahwa, 1 (satu) persen peningkatan harga gabah di tingkat petani akan meningkatkan permintaan tenaga kerja sebesar 0,06 persen. Luas areal panen padi 92 persen dipengaruhi oleh harga gabah di tingkat petani, nilai total Kredit Usaha Tani (KUT), dan teknologi. Harga eceran beras dipengaruhi oleh harga beras impor, tarif impor, dan harga beras di tingkat petani. Harga gabah di tingkat petani dipengaruhi oleh harga eceran beras dan harga dasar gabah. Hasil temuan lain adalah elastisitas jangka panjang dari instrumen kebijakan harga dasar, tarif, dan luas areal irigasi lebih besar dibandingkan dengan elastisitas jangka pendeknya. Artinya kebijakan-kebijakan tersebut membutuhkan waktu (lag) untuk dapat berpengaruh. Selanjutnya, model pertumbuhan sub sektor peternakan yang dihasilkan menunjukkan bahwa produksi ternak sapi potong dipengaruhi oleh harga ternak sapi potong di tingkat pedagang besar. Jumlah produksi daging sapi potong peternakan rakyat dipengaruhi oleh harga sapi di tingkat pedagang besar dan inseminasi buatan. Impor daging sapi dipengaruhi oleh harga eceran daging sapi, harga impor daging sapi, dan PDB. Populasi ternak ayam dipengaruhi oleh harga ternak ayam di tingkat pedagang besar. Produksi daging ayam potong dipengaruhi oleh harga daging ayam di tingkat pedagang besar. Konsumsi daging ayam dipengaruhi oleh harga daging sapi di tingkat pedagang besar dan harga telur. Harga daging ayam domestik (tingkat pedagang besar) dipengaruhi oleh harga ternak ayam dan konsumsi daging ayam. Berdasarkan model yang telah dibangun, beberapa hal yang dapat direkomendasikan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian melalui bidang pangan (beras) dan perternakan(sapid an ayam potong) adalah dengan: (1)meningkatkan luas tanam, jaminan kestabilan harga dan harga dasar gabah pada komoditas padi/beras; (2) menurunkan suku bunga bank untuk meningkatkan produksi daging sapid an ayam pada perternak besar; dan (3) pengaturan kebijakan impor baik untuk komoditas beras maupun daging sapid an ayam.

1

Page 3: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

1. Latar Belakang Sektor pertanian berperan besar dalam perekonomian nasional terutama di awal Pembangunan Lima Tahun I hingga awal 1990-an. Peranan sektor pertanian tersebut terjadi terutama karena sub sektor tanaman pangan berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan pesat didukung oleh penerapan teknologi pertanian yang dikenal dengan “revolusi hijau”, yang memperkenalkan penggunaan varietas unggul diiringi dengan penggunaan mesin pertanian, pemupukan dan penggunaan pestisida. Kondisi keuangan negara yang baik pada masa itu sebagai akibat “oil boom” memungkinkan pendanaan berbagai program pendukung untuk mensukseskan “revolusi hijau”. Beberapa program pendukung antara lain pemberian kredit, program subsidi pupuk, dan pembangunan jaringan irigasi secara intensif. Rangkaian kebijakan tersebut menghasilkan prestasi pada waktu Indonesia mampu mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Namun demikian, yang harus diwaspadai adalah kondisi swasembada dinamis tersebut hanya berlangsung pada satu titik waktu. Hal ini nampak pada beberapa tahun terakhir banyak terjadi kegagalan panen akibat kekeringan dan meningkatnya impor beras hingga saat ini. Selaras dengan perubahan perekonomian sebagai hasil pembangunan, peranan sektor pertanian dalam perekonomian secara relatif mengalami penurunan. Dari waktu ke waktu, peranan sektor pertanian beralih ke sektor industri yang ditandai dengan kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang semakin menurun. Pada tahun 2003 peran sektor pertanian dalam PDB nasional sebesar 15 persen, sementara jumlah tenaga kerja yang diserap sektor pertanian sebesar 46,3 persen (RPJMN, 2005). Kondisi tersebut di atas menandakan bahwa pertumbuhan sektor pertanian hampir stagnan selama beberapa dekade berlangsung, sehingga kontribusi produksi yang dapat diberikan terhadap PDB nasional semakin kecil. Kondisi demikian semakin diperburuk dengan ketidakmampuan sektor-sektor riil lainnya untuk menampung angkatan kerja yang sangat besar, sehingga mereka tetap bertahan di sektor pertanian yang mengakibatkan produktivitas dan pertumbuhannya semakin menurun. Selain berperan sebagai penyedia bahan pangan, penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa, sektor pertanian juga berperan strategis dalam pengurangan kemiskinan. Sebagian besar penduduk yang tergolong miskin tinggal di desa dan menggantungkan hidupnya di sektor ini. Upaya pembangunan pertanian yang mengarah ke pertumbuhan produktivitas pertanian secara keseluruhan diyakini dapat membantu pengurangan penduduk miskin dalam jumlah yang cukup signifikan. Pertumbuhan sektor pertanian dapat menciptakan tambahan bahan pangan, lapangan kerja baru dan peningkatan pendapatan masyarakat di pedesaaan. Dalam menganalisis pertumbuhan sektor pertanian, pertama-tama perlu diidentifikasi variabel-variabel yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sektor pertanian di Indonesia. Faktor/variabel–variabel yang berpengaruh tersebut kemudian dapat disusun dalam suatu model pertumbuhan sektor pertanian, agar dapat diukur pengaruh dari faktor-faktor tersebut untuk dijadikan dasar penyusunan strategi pembangunan pertanian yang tepat. 2. Tujuan

Tujuan penyusunan kajian adalah menyusun model pertumbuhan di sektor pertanian sebagai masukan dalam penyusunan kebijakan jangka menengah serta langkah operasional

2

Page 4: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

departemen teknis, pemerintah daerah dan arah bagi pelaku usaha. Lingkup kajian ini mencakup : (a) Analisa Kondisi Sektor Pertanian di Indonesia,

(b) Perumusan Model Kuantitatif dan (c) Penyusunan Model Pertumbuhan Sektor Pertanian Berdasarkan Komoditas Pertanian Strategis. Output yang akan dihasilkan dari rangkaian kegiatan ini adalah model pertumbuhan sektor pertanian. Hasil ini kemudian akan digunakan untuk menyusun strategi pembangunan pertanian secara komprehensif dan terpadu antar departemen teknis, dan antara pemerintah dengan pelaku usaha, sehingga pelaksanaan pembangunan pertanian jangka pendek dan menengah diharapkan dapat meningkatkan peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional.

3. Metodologi 3.1. Kerangka Analisis Dalam tatanan ekonomi nasional, peran sektor pertanian semakin menurun jika dilihat dari kontribusinya terhadap PDB nasional. Selama kurun waktu 40 tahun peran sektor pertanian tersebut menurun dari sekitar 50,8 persen pada tahun 1963 (BPS, 1964) menjadi hanya sebesar 15 persen di tahun 2003 (RPJMN, 2005). Menurunnya peran sektor pertanian ini disebabkan antara lain oleh produktivitas yang semakin menurun, kebijakan yang kurang mendukung sektor pertanian dan rendahnya penggunaan teknologi pertanian di tingkat petani. Meskipun telah terjadi penurunan yang signifikan, hingga saat ini sektor pertanian masih merupakan penyerap tenaga kerja terbesar yaitu sebesar 46,3 persen dari seluruh tenaga kerja Indonesia. Dikaitkan dengan program pengentasan kemiskinan, peran sektor pertanian sangat besar didalam upaya menurunkan jumlah orang miskin secara nasional. Selama kurun waktu tahun 1999-2002 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dari 47,9 juta (1999) menjadi 35,7 juta jiwa (2002). Dari angka kemiskinan tersebut, lebih dari 50 persen bermata pencaharian disektor pertanian. Kontribusi sektor pertanian dalam menyumbang angka kemiskinan cenderung meningkat, yaitu 54,2 persen (1999) menjadi 57,7 persen (2002). Di samping itu, sektor pertanian juga berperan besar dalam upaya perwujudan ketahanan pangan nasional. Berdasarkan gambaran tersebut di atas, perlu disusun strategi pembangunan pertanian yang tepat, sesuai dengan kondisi saat ini. Strategi pembangunan dilakukan dengan melaksanakan tinjauan dan evaluasi terhadap kinerja pertanian. Tinjauan dan evaluasi ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sektor pertanian. Analisis ekonomi eksternal termasuk kebijakan pemerintah juga dilakukan. Gambaran ini kemudian digunakan untuk menyusun model kuantitatif pertumbuhan pertanian yang nantinya diharapkan dapat disepakati untuk menjadi salah satu model pertumbuhan pertanian di Indonesia. Alur kerangka pemikiran yang digunakan tersebut tercermin dalam Gambar 1. 3.2. Metode Pelaksanaan Kajian 3.2.1. Tahapan Kegiatan Kegiatan yang dilakukan dalam penyusunan strategi ini melalui tahapan sebagai berikut: (1) Identifikasi dan analisis isu-isu penting dan strategis bagi pembangunan

3

Page 5: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

pertanian. Identifikasi ini dilakukan melalui kegiatan penelitian lapang dan kajian data sekunder dengan melihat pertumbuhan sektor pertanian selama ini; (2) Penyusunan konsep (proyeksi) pertumbuhan berdasarkan komoditas strategis. Berdasarkan data sekunder yang ada, akan dilakukan proyeksi untuk melihat gambaran ke depan; (3) Penyusunan konsep awal strategi operasional pembangunan pertanian; (4) Workshop untuk mendapatkan masukan dan kesepakatan berbagai stakeholder bagi perbaikan konsep. Workshop dilakukan sebanyak 2 kali, dengan membahas isu-isu penting dan strategis terkait dengan temuan studi berdasarkan proses yang dilakukan; (5) Sosialisasi konsep kepada stakeholder.

Strategi Pembangunan

Pertanian

Peran dan Posisi Sektor Pertanian dalam

Perekonomian Nasional

Kontribusi thd PDB

i l

Penyerapan TK nasional

Pengurangan Kemiskinan

Ketahanan Pangan

REPOSISI PERAN DAN POSISI SEKTOR PERTANIAN DALAM

TATANAN EKONOMI NASIONAL

Evaluasi kinerja sektor pertanian 20

h

Identifikasi faktor pertumbuhan k i Model

Pertumbuhan Sektor Pertanian

(Lampiran 1)

Analisis lingkungan makro

d l b l

Analisis policy instrument

Analisis kemampuan fiskal

i h

Updating & simulasi lanjutan

Keterangan: Garis putus-putus menunjukkan bahwa kegiatan dalam kotak, berada di luar kajian

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

4

Page 6: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

3.2.2. Metode Analisis

Kajian ini dilaksanakan dengan menggunakan model ekonometrika pertumbuhan sektor pertanian. Model pertumbuhan disusun dalam sistem persamaan simultan dan dinamis (Lampiran 1 dan 2). Adapun tahap pelaksanaan kajian adalah sebagai berikut: (1) Identifikasi dan Metode Estimasi Model. Identifikasi model menggunakan order condition dan rank condition (Koutsoyiannis, 1977). Metoda estimasi yang digunakan adalah metoda least square sesuai hasil identifikasi yang diperoleh. Data time series selama 18 tahun diolah dengan menggunakan Statistical Analysis System (SAS) versi 6.12. (2) Validasi Model dilakukan untuk mengetahui apakah model yang disusun valid untuk disimulasi, dengan menggunakan kriteria statistik Root Mean Square Percent Errors (RMSPE) dan U-Theils Inequality Coeficient (U) (Pindyck and Rubinfield, 1991). (3) Simulasi Model dilakukan apabila hasil validasi cukup signifikan. Simulasi dampak kebijakan dilakukan baik simulasi dampak faktor internal sektor pertanian terhadap peubah makro, dan sebaliknya perubahan peubah makro terhadap peubah sektor pertanian. Hasil simulasi dilakukan pula proyeksi pertumbuhan yang optimal untuk 5 (lima) tahun ke depan (2004-2009).

4. Hasil Kajian dan Analisis Sektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan maupun tingkat kedalaman data antar komoditas, maka sub sektor pangan diwakili oleh padi/beras, yang sudah mencakup sebagian besar produksi pangan. Sub sektor peternakan diwakili oleh daging sapi dan daging ayam, dan perkebunan diwakili oleh kelapa sawi dan tebu/gula. Namun demikian, pada saat ini hasil analisa untuk sub sektor perkebunan masih dalam proses sehingga dalam penyajian ini tidak diikutsertakan. Namun demikian, langkah ini tidak memperngaruhi pelaporan hasil kajian mengingat setiap sub sektor diproses/diolah secara terpisah (susb sistem nya terpisah). Hal ini disadari akan mengurangi kompleksitas dan keterhubungan antar seub sektor yang mungkin ada, namun semoga tidak mengurangi gambaran setiap sub sektor dan bagaimana hubungannya dengan peubah-peubah makro yang ada. Pada bagian 4.1. disajikan hasil untuk beras yang mewakili pangan dan bagian 4.2 disajikan daging yang mewakili sub sektor peternakan. 4.1. Model Perberasan Nasional Persamaan yang dihasilkan menunjukkan bahwa peubah independen yang dipilih cukup signifikan dan persamaan yang digunakan dapat menjelaskan fenomena yang digambarkan dalam model. Berdasarkan hasil validasi model beras pada periode Tahun 1984-2002 dapat diketahui bahwa sebagian besar persamaan cukup valid digunakan untuk simulasi. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai RMSPE yang relatif rendah kecuali untuk persamaan identitas impor, produksi dan stok yang tak tercatat. Hal ini disebabkan oleh persamaan tersebut merupakan persamaan residual (sisa). Nilai U-Theil rata-rata cukup rendah mendekati 0 (nol).

Berdasarkan hasil analisis model pertumbuhan ekonomi beras dihasilkan analisis

respon peubah-peubah yang membentuk produk domestik bruto (PDB) terhadap peubah instrumen kebijakan dan peubah indikator ekonomi. Analisis respon dibedakan dari sisi produksi dan harga. Beberapa peubah dari sisi produksi diantaranya luas areal panen,

5

Page 7: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

permintaan input diwakili permintaan pupuk urea, TSP, dan tenaga kerja pertanian. Peubah dari sisi harga diwakili oleh harga gabah di tingkat petani dan harga eceran beras.

Dari angka elastisitas diketahui bahwa pengaruh instrumen kebijakan (peubah

independen) dalam jangka pendek kurang direspon oleh peubah dependen (inelastis). Dalam jangka panjang respon relatif lebih elastik, meskipun masih dibawah 0,5 kecuali upah di sekitar industri. Berdasarkan nilai elastisitas jangka panjang tersebut, upah tenaga kerja di sektor industri paling berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian. Besaran elastisitas menunjukkan bahwa kenaikan upah tenaga kerja di sektor industri sebesar 1 persen akan menurunkan permintaan tenaga kerja di bidang pertanian sebesar 0,36 persen dalam jangka pendek dan 3,6 persen dalam jangka panjang (Tabel 1).

Tabel 1. Pengaruh Instrumen Kebijakan terhadap Peubah Dependen

No Peubah Instrumen Kebijakan Peubah Dependen

Elastisitas Jangka Pendek

Elastisitas Jangka Panjang

1. Harga Urea Luas Areal Panen Permintaan Urea

- 0,02 - 0,03

-- 0,03

2. Harga TSP Permintaan TSP - 0,03 - 0,06

3. Harga Dasar Gabah Harga Gabah Tingkat Petani 0,18 0,42

4. Harga Impor (+Tarif) Harga Eceran Beras 0,19 0,265. Nilai Penyaluran KUT Luas Areal Panen 0,005 -6. Luas Areal Intensifikasi Produktivitas Lahan 0,09 0,327. Luas Areal Irigasi Produktivitas Lahan 0,01 0,218. Dana Investasi Irigasi Luas Areal Irigasi 0,04 0,11

9. Dana APBN Sektor Pertanian Luas Areal Intensifikasi 0,04 0,09

10. Upah Industri

Permintaan Tenaga Kerja Pertanian Penawaran Tenaga Kerja Pertanian

-0,36

-0,07

-3,59

-0,08

Peubah ekonomi eksternal yang relatif besar pengaruhnya terhadap peubah dependen internal sektor pertanian, meskipun masih inelastik adalah inflasi, PDB dan nilai kurs (Tabel 2). Tingkat inflasi berpengaruh besar terhadap NTP, karena NTP dihitung berdasarkan tingkat harga di pasar, sehingga inflasi sangat besar sekali pengaruhnya. Peningkatan PDB dalam jangka pendek tidak berpengaruh terhadap inflasi, tapi dalam jangka panjang 1 persen kenaikan PDB meningkatkan Indek Harga Konsumen sebesar 0,48 persen. Peningkatan PDB sebesar 1 persen meningkatkan konsumsi beras sebesar 0,2 persen dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Tabel 2. Pengaruh Peubah Ekonomi Eksternal terhadap Peubah Dependen

No Peubah Ekonomi Eksternal Peubah Dependen

Elastisitas Jangka Pendek

Elastisitas Jangka Panjang

1. Inflasi NTP 0,64 0,91

2. PDB • IHK • Konsumsi Beras

0,008 0,23

0,480,29

3. Nilai Tukar Valas Harga eceran beras 0,19 0,26

6

Page 8: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

4.1.1. Simulasi Dampak Kebijakan (1) Dampak Faktor Internal Ke Peubah Eksternal dan Sebaliknya Perubahan-perubahan dalam ekonomi baik akibat kebijakan pemerintah maupun akibat perubahan pada tingkat makro akan mempengaruhi kinerja sektor tanaman pangan termasuk produksi dan konsumsi beras yang kemudian akan kembali mempengaruhi kinerja perekonomian makro. Untuk itu dilakukan simulasi dengan menganalisis dampak perubahan kebijakan dan kondisi perekonomian makro terhadap kinerja tanaman pangan dan sebaliknya. Dalam kajian ini dilakukan delapan alternatif simulasi kebijakan yaitu: (i) Peningkatan harga dasar gabah 10 persen; (ii) Peningkatan subsidi pupuk 10 persen; (iii) Peningkatan dana investasi untuk irigasi sebesar 10 persen; (iv) Peningkatan luas areal irigasi sebesar 10 persen; (v) Peningkatan luas areal intensifikasi sebesar 10 persen; (vi) Peningkatan dana APBN sektor pertanian sebesar 10 persen; (vii) Peningkatan UMR di sektor industri sebesar 10 persen; (viii) Peningkatan tarif impor beras sebesar 10 persen, serta dua simulasi faktor ekonomi eksternal, yaitu: (i) Peningkatan inflasi 1 persen dan (ii) peningkatan nilai tukar rupiah 10 persen.

Berdasarkan hasil simulasi delapan kebijakan tersebut diatas, kebijakan yang paling efektif untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri pada masa 1984-2002 dan 2004-2009 adalah kebijakan perluasan areal intensifikasi. Selanjutnya kebijakan yang paling efektif untuk meningkatkan kesejahteraan petani (Nilai Tukar Petani) adalah peningkatan harga dasar gabah, sedangkan kebijakan yang paling efektif untuk meningkatkan PDB adalah peningkatan luas areal intensifikasi. Kebijakan yang efektif untuk mengurangi pengangguran adalah peningkatan harga dasar gabah atau peningkatan UMR di sektor industri.

(2) Proyeksi Peubah-Peubah Ekonomi Tahun 2004-2009

Setelah model pertumbuhan sub sektor pangan yang dibagi tiga blok (blok kinerja, blok produksi dan blok pasar) diperoleh, maka proyeksi produksi gabah, PBD beras, produksi beras, pengganguran, nilai tukar petani, harga eceran beras riil dan harga gabah riil tingkat petani dapat diperkirakan. Proyeksi ini dilakukan tanpa adanya simulasi skenario baik skenario kebijakan maupun faktor ekonomi eksternal. Proyeksi dari indikator kinerja dari tahun 2004 – 2009 adalah sebagai berikut pada Tabel 3.

Tabel 3. Proyeksi Peubah Indikator Kinerja pada Tahun 2005-2009

Tahun Produksi

Gabah (juta ton)

PDB Beras

(milyard Rupiah)

Produksi Beras

(juta ton)

Pengang- guran*

(juta jiwa)

Nilai Tukar Petani

Harga Eceran

Beras Riil (Rp/kg)

Harga Gabah Rill tk Petani

(Rp/kg) 2004 53,24 14,61 27,58 15,51 105,91 530 198 2005 53,84 14,72 27,99 14,72 108,53 526 190 2006 54,73 14,99 28,46 14,03 106,62 527 182 2007 55,71 15,36 28,97 13,52 106,19 530 174 2008 56,72 15,76 29,49 13,13 106,20 535 166 2009 57,74 16,20 30,02 12,87 106,32 540 159

Keterangan: * = Angkatan kerja sektor pertanian – Jumlah penyerapan kerja di sektor pertanian

7

Page 9: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa PDB dari beras yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun (selama periode 2004 – 2009). Proyeksi produksi gabah dan beras juga mengalami kecenderungan semakin meningkat selama periode 2004–2009 (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan swasembada beras semakin meningkat selama periode 2004-2009. Jumlah produksi beras merupakan konversi dari produksi gabah sebesar 0,6 dan kehilangan (losses) pada saat pasca panen sebesar 12 persen.

Dalam Tabel 4, nampak bahwa pertumbuhan PDB beras per tahun cenderung semakin besar selama periode 2005-2009. Pertumbuhan produksi beras per tahun cenderung semakin besar namun tidak sebesar pertumbuhan PDB beras. Pertumbuhan penurunan pengangguran semakin lama semakin rendah. Pertumbuhan NTP dan harga eceran beras riil cenderung semakin meningkat walaupun relatif kecil. Pertumbuhan penurunan harga gabah riil tingkat petani semula mengecil sampai tahun 2007 kemudian meningkat lagi dari tahun 2007 sampai 2009. Laju perubahan harga gabah riil tingkat petani lebih besar daripada harga eceran beras riil.

Tabel 4. Pertumbuhan Peubah Indikator Kinerja dan Harga Tahun 2005-2009

Tahun

Produksi Gabah (% per

th)

PDB Beras

(% per th)

Produksi Beras

(% per th)

Pengang- guran* (% per

th)

Nilai Tukar Petani (% per

th)

Harga Eceran

Beras Riil (% per

th)

Harga Gabah Rill tk Petani (% per

th) 2005 1,13 0,76 1,50 -5,09 2,48 -0,73 -4,14 2006 1,64 1,86 1,64 -4,70 -1,76 0,21 -4,04 2007 1,80 2,41 1,80 -3,68 -0,40 0,61 -4,29 2008 1,81 2,66 1,81 -2,87 0,00 0,84 -4,51 2009 1,80 2,80 1,80 -1,96 0,12 0,98 -4,69

Keterangan: * = Angkatan kerja sektor pertanian – Jumlah penyerapan kerja di sektor pertanian 4.2. Model Pertumbuhan Sapi potong dan Ayam Potong 4.2.1. Penyusunan dan Validasi Model

Persamaan yang dihasilkan menunjukkan bahwa peubah independen yang dipilih cukup signifikan dan persamaan yang digunakan dapat menjelaskan fenomena yang digambarkan dalam model. Sebagaimana yang disebutkan di atas, hasil validasi model sapi potong dan ayam potong pada periode Tahun 1989-2002 dapat diketahui bahwa sebagian besar persamaan cukup valid, untuk melakukan simulasi. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai RMSPE yang relatif rendah kecuali untuk persamaan identitas impor, produksi dan stok yang tak tercatat. Hal ini disebabkan oleh persamaan tersebut merupakan persamaan residual (sisa). Nilai U Theil rata-rata cukup rendah mendekati 0 (nol). 4.2.2. Analisis

Respon peubah dependen terhadap perubahan peubah instrumen kebijakan ini

merupakan ringkasan dari Tabel 5 dan Tabel 6. Interpretasi pengaruh perubahan peubah instrumen kebijakan terhadap peubah dependen adalah respon peubah dependen terhadap instrumen kebijakan dalam tiap-tiap persamaan dimana peubah lainnya tetap (ceteris

8

Page 10: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

paribus). Berdasarkan nilai parameter estimasi (koefisien regresi) maka dapat diketahui nilai elastisitas jangka pendek. Elastitistas jangka panjang dihitung membagi elastisitas jangka pendek dengan 1- β sehingga (ESR/1-β) dimana ESR adalah elastisitas jangka pendek dan β adalah parameter estimasi lagged endogen. Makna elastisitas adalah besarnya persen perubahan peubah endogen sebagai akibat 1 persen perubahan peubah instrumen kebijakan. Berdasarkan nilai elastisitas dapat diketahui bahwa instrumen kebijakan suku bunga bank yang direspon elastis oleh produksi daging sapi industri peternakan feedlot. Demikian pula dengan instrumen kebijakan tarif impor sapi yang direspon elastis oleh volume impor daging sapi. Sedangkan lainnya bersifat kurang responsif.

Tabel 5. Respon Peubah Dependen terhadap Perubahan Instrumen Kebijakan

No

Peubah Independen (Instrumen Kebijakan)

Peubah Dependen Elastisitas

Jangka Pendek

Elastisitas Jangka Panjang

1. Suku Bunga Bank

• Produksi Dgg Sapi Peternakan Rakyat

• Produksi Dgg Sapi Feedlot • Produksi Dgg Ayam

negatif

negatif

negatif

- 0,04

- 2,39

- 0,00

2. Tarif Impor Sapi

• Vol Impor Dgg Sapi • Harga Pedagang Besar Dgg

Sapi • Harga Eceran Dgg Sapi

negatif positif

positif

- 1,15 0,00

0,00

3. UMR

• Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pert.

• Angkatan Tenaga Kerja Sektor Pert.

negatif

positif

- 0,08

0,07

Tabel 6. Respon Peubah Dependen terhadap Perubahan Faktor Ekonomi Eksternal No Peubah

Ekonomi Eksternal

Peubah Dependen

Dampak terhadap Peubah

Dependen

Elastisitas Jk.Pendek

Elastisitas Jk.Panjang

1. Indeks Harga Konsumen • Nilai Tukar Petani positif 0,11 0,23

2. PDB • Impor Daging Sapi • Konsumsi Dgg Sapi • Konsumsi Dgg Ayam

positif positif positif

0,44 0,34 1,34

- 0,82

-

3. Nilai Tukar Valas

• Indeks Harga Konsumen

• Impor Daging Sapi • Harga Pedagang

Besar Daging Sapi • Harga Eceran Daging

Sapi

positif

negatif positif

positif

0,42

-0,73 0,11

0,16

0,70

- 0,14

0,17

4. Dummy Krisis • Angkatan TK • Indeks Harga Kons. • Nilai Tukar Petani • Konsumsi Dgg Sapi • Konsumsi Dgg Ayam

positif positif negatif negatif negatif

9

Page 11: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

Faktor ekonomi eksternal sebagian besar direspon secara inelastis. Hanya perubahan PDB yang direspon elastis oleh konsumsi daging ayam. PDB merupakan proxy dari income konsumen. Jadi dengan peningkatan income, maka konsumsi daging ayam meningkat lebih banyak daripada daging sapi. 4.2.3 Simulasi Skenario Kebijakan dan Faktor Ekonomi Eksternal Perubahan-perubahan dalam ekonomi baik akibat kebijakan pemerintah maupun akibat perubahan pada level makro akan mempengaruhi kinerja sub sektor peternakan termasuk produksi dan konsumsi daging. Perubahan pada sektor produksi dan konsumsi baik akibat kebijakan maupun non-kebijakan selanjutnya akan kembali mempengaruhi kinerja perekonomian makro Indonesia. Untuk itu dilakukan simulasi dampak kebijakan untuk menganalisis dampak perubahan kebijakan dan kondisi perekonomian terhadap kinerja sub sektor peternakan. Dalam kajian ini dilakukan lima alternatif simulasi kebijakan yaitu: (1) Penurunan tingkat suku bunga bank sebesar 1 persen; (2) Peningkatan tarif impor daging sapi sebesar 10 persen; (3) Penurunan kuota impor daging sapi sebesar 10 persen; (4) Penurunan kuota impor daging ayam sebesar 10 persen; (5) Peningkatan UMR di sektor industri sebesar 10 persen. Sedangkan simulasi faktor ekonomi eksternal adalah: (1) Peningkatan inflasi sebesar 1 persen; (2) Peningkatan nilai tukar rupiah sebesar 10 persen; (3) Peningkatan PDB total sebesar 10 persen Berdasarkan hasil simulasi kebijakan tersebut di atas menunjukkan bahwa kebijakan yang paling efektif untuk meningkatkan penyediaan protein hewani yang berasal dari daging sapi dan ayam pada tahun 1989-2002 adalah kebijakan penurunan suku bunga bank. Akan tetapi kebijakan penurunan suku bunga tersebut hanya berpengaruh terhadap produksi daging sapi potong yang dihasilkan dari industri peternakan feedlot. Sedangkan terhadap produksi daging sapi potong yang berasal dari peternakan rakyat sangat kecil. Ini kemungkinan karena industri peternakan feedlot sudah banyak menggunakan fasilitas pembiayaan kredit yang berasal dari bank atau lembaga keuangan. Sebaliknya peternakan rakyat masih kecil memanfaatkan fasilitas pembiayaan melalui kredit perbankan atau lembaga keuangan. Oleh karena itu, apabila pemerintah akan menerapkan kebijakan ini agar memperhatikan kondisi tersebut, karena penerapan kebijakan penurunan suku bunga hanya akan dinikmati oleh industri peternakan feedlot. Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa industri peternakan feedlot tersebut lebih banyak menggunakan input bakalan yang berasal dari impor.

Kebijakan yang paling efektif untuk meningkatkan PDB peternakan (diwakili oleh

produksi daging sapi dan daging ayam) adalah penurunan kuota impor dan penurunan suku bunga bank. Penerapan kedua kebijakan tersebut juga lebih efektif terhadap peningkatan PDB daging sapi. Sedangkan terhadap PDB daging ayam hanya kebijakan penurunan tingkat suku bunga bank. Kebijakan penurunan tingkat suku bunga ini lebih efektif untuk meningkatkan produksi daging sapi daripada produksi daging ayam. Kebijakan ini juga lebih efektif untuk meningkatkan produksi daging sapi dari industri peternakan feedlot daripada produksi peternakan rakyat.

Kebijakan yang paling efektif untuk meningkatkan nilai tukar petani adalah penurunan kuota impor daging sapi dan penurunan tingkat suku bunga bank. Kedua

10

Page 12: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

kebijakan ini mempunyai pengaruh yang sama terhadap nilai tukar petani. Sedangkan kebijakan yang paling efektif mempengaruhi volume impor daging sapi adalah penerapan tarif impor dan kuota impor daging sapi. Pengaruh pendapatan, yang dalam model ini diwakili oleh PDB, terhadap permintaan daging sapi atau daging ayam menunjukkan hasil yang sesuai dengan teori. Peningkatan PDB total menyebabkan peningkatan permintaan terhadap kedua jenis daging tersebut. Pengaruh peningkatan PDB terhadap permintaan daging ayam lebih besar dibandingkan terhadap perimntaan daging sapi.

Keragaan model peternakan sapi dan ayam Indonesia secara umum lebih sensitif terhadap perubahan inflasi daripada perubahan PDB dan nilai tukar rupiah. Inflasi mempengaruhi peubah-peubah harga riil dalam model, sehingga terjadinya penurunan harga riil akibat inflasi berdampak nyata pada keragaan model peternakan Indonesia.

Kuota impor daging sapi lebih efektif mempengarui pasar daging sapi domestik,

tetapi kuota impor ayam pengaruhnya tidak nyata pada pasar daging ayam domestik. Hal ini dapat disebabkan oleh relatif tingginya fluktuasi volume impor ayam dari tahun ke tahun, sedangkan fluktuasi volume impor daging sapi relatif tidak terlalu tinggi. Fluktuasi volume impor yang tinggi mengakibatkan penawaran semakin berfluktuatif. Hal ini mengakibatkan harga daging domestik tidak dipengaruhi oleh penawaran domestik. Selain itu share impor daging sapi terhadap produksi daging sapi relatif lebih besar daripada share impor daging ayam terhadap produksi daging ayam. Semakin kecil share impornya maka semakin kecil pula pengaruhnya terhadap penawaran, sehingga semakin kecil pula pengaruhnya terhadap harga domestik.

Secara keseluruhan peramalan dampak perubahan kebijakan dan faktor ekonomi

eksternal bersifat analog dengan evaluasi dampak perubahan kebijakan dan faktor ekonomi eksternal yang telah dibahas sebelumnya. Arah/kecenderungan (sign) dampak adalah sama, bedanya terletak pada besaran (magnitude) dampak perubahan peubah-peubah endogen akibat perubahan dalam peubah kebijakan dan faktor ekonomi eksternal.

Hasil simulasi periode 2004-2009, penurunan suku bunga sebesar 1 persen dan

peningkatan tarif impor sapi sebesar 10 persen menyebabkan peningkatan persentase terbesar pada peubah produksi daging sapi potong feedlot. Peningkatan UMR sebesar 10 persen berpengaruh besar terhadap peubah pengangguran di sektor pertanian. Kuota impor sapi menurun 10 persen dan peningkatan nilai tukar rupiah sebesar 10 persen berpengaruh besar terhadap peubah PDB sapi potong. Sementara itu, peningkatan indeks harga konsumen (IHK) umum sebesar 10 persen dan peningkatan PDB ternak 10 persen secara berturut-turut menyebabkan peningkatan persentase terbesar terhadap peubah IHK dan PDB total. 4.2.4 Proyeksi Peubah-peubah Ekonomi Tahun 2004-2009

Setelah model pertumbuhan sub sektor peternakan yang dibagi tiga blok (blok kinerja, blok produksi dan blok pasar) diperoleh, maka proyeksi produksi daging sapi, PBD rill daging sapi, produksi daging ayam, pengganguran, nilai tukar petani, harga rill daging sapi dan harga rill daging ayam dapat dilakukan. Proyeksi ini dilakukan tanpa adanya simulasi skenario baik skenario kebijakan maupun faktor ekonomi eksternal. Adapun proyeksi dari indikator kinerja selama periode 2004 – 2009 adalah sebagai berikut pada Tabel 7 dan Tabel 8.

11

Page 13: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

Tabel 7. Proyeksi Peubah Indikator Kinerja pada Tahun 2005-2009 Produksi Daging

Sapi

PDB Riil

Daging Sapi

Produksi Daging Ayam

PDB Riil

Daging Ayam

Pengang- guran* Tahun

(ribu ton)

(milIar Rupiah)

(ribu ton) (juta

jiwa)

Nilai Tukar Petani

Harga Riil

Daging Sapi

(Rp/kg)

Harga Rill

Daging Ayam

(Rp/kg)

2004 351,1 2.371,2 989,8 2.396,1 17,98 105,98 6.753 2.4212005 352,8 2.442,1 1.001,8 2.466,7 17,71 108,82 6.922 2.4622006 358,5 2.524,0 1.019,5 2.536,8 17,80 110,79 7.041 2.4882007 365,4 2.600,8 1.040,7 2.606,6 17,98 112,31 7.117 2.5052008 372,8 2.670,4 1.064,1 2.676,3 18,16 113,62 7.163 2.5152009 380,3 2.733,3 1.089,0 2.745,8 18,39 114,82 7.188 2.521

Keterangan: * = Angkatan kerja sektor pertanian – Jumlah penyerapan kerja di sektor pertanian

Berdasarkan Tabel 7, dapat dihitung pertumbuhan indikator kinerja. Adapun pertumbuhan per tahun dari PDB (growth), produksi, pengangguran di sektor pertanian dan NTP serta harga ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8. Pertumbuhan Peubah Indikator Kinerja dan Harga Tahun 2005-2009

Produksi Daging

Sapi

PDB Riil

Daging Sapi

Produksi Daging Ayam

PDB Riil Daging Ayam

Pengang- guran*

Nilai Tukar Petani

Harga Daging

Sapi Riil

Harga Daging Ayam

Riil Tahun

(% per th)

(% per th)

(% per th)

(% per th)

(% per th)

(% per th)

(% per th)

(% per th)

2005 0,48 2,99 1,21 2,95 -1,49 2,68 2,49 1,712006 1,60 3,35 1,76 2,84 0,50 1,81 1,73 1,062007 1,95 3,04 2,08 2,75 1,02 1,37 1,08 0,662008 2,02 2,67 2,25 2,67 0,98 1,16 0,64 0,412009 2,00 2,36 2,33 2,59 1,28 1,06 0,35 0,26

Keterangan: * = Angkatan kerja sektor pertanian – Jumlah penyerapan kerja di sektor pertanian

Pertumbuhan PDB daging sapi dan PDB daging ayam per tahun cenderung semakin menurun selama periode 2005-2009. Pertumbuhan produksi daging sapi dan produksi daging ayam per tahun cenderung meningkat selama periode 2005-2009. Pertumbuhan pengangguran berfluktuatif. Pertumbuhan NTP cenderung semakin menurun. Pertumbuhan harga riil baik harga daging sapi dan ayam cenderung semakin menurun. Proyeksi produksi daging sapi dan ayam juga cenderung semakin meningkat selama periode 2004–2009. 5. Kesimpulan dan Rekomendasi 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis respon dan simulasi dapat disimpulkan bahwa: a. Secara umum, perilaku peubah-peubah endogen pada simulasi untuk beras adalah

kurang responsif terhadap perubahan kebijakan. Hanya kebijakan upah sektor industri yang dapat memberikan respon paling besar dalam jangka panjang pada

12

Page 14: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

penyerapan tenaga kerja sektor pertanian. Berdasarkan nilai elastisitas jangka panjang, upah tenaga kerja di sektor industri paling berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian. Besaran elastisitas menunjukkan bahwa kenaikan upah tenaga kerja di sektor industri sebesar 1 persen akan menurunkan permintaan tenaga kerja di bidang pertanian sebesar 3,6 persen dalam jangka panjang. Implikasi kebijakannya adalah dengan meningkatkan upah tenaga kerja di sektor industri dalam jangka panjang dapat mengurangi beban sektor pertanian menanggung jumlah tenaga kerja dengan produktivitas yang rendah.

b. Demikian juga dengan sapi dan ayam potong perilaku peubah-peubah endogen

dalam simulasi untuk sapi dan ayam potong adalah kurang responsif (inelastis) terhadap perubahan peubah kebijakan. Dari simulasi, kebijakan yang perlu diambil pemerintah untuk meningkatkan industri peternakan feedlot adalah dengan menurunkan suku bunga bank. Namun demikian, dalam implementasinya perlu dikembangkan suatu sistem perbankan yang dapat diakses dengan mudah oleh industri peternakan rakyat. Disamping itu, pengembangan usaha industri peternakan feedlot tersebut perlu didukung pula oleh kebijakan tarif impor.

c. Hasil simulasi historis dan ex-ante pada beras menunjukkan bahwa pemerintah perlu

mengambil kebijakan peningkatan luas areal intensifikasi, peningkatan harga dasar gabah, dan peningkatan upah tenaga kerja di sektor industri untuk dapat meningkatkan nilai tukar petani dan mengurangi beban sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja secara nasional.

d. Hasil simulasi historis dan ex-ante pada sapi dan ayam potong menunjukkan bahwa

pemerintah perlu mengambil kebijakan penurunan kuota impor dan penurunan suku bunga bank untuk dapat meningkatkan PDB sub sektor peternakan (daging sapi dan daging ayam).

5.2. Rekomendasi a. Berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan, untuk meningkatkan pertumbuhan sektor

pertanian, sekaligus mengurangi pengangguran, maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan luas areal intensifikasi pada komoditas padi. Kegiatan ini perlu dibarengi dengan peningkatan harga dasar gabah dan penjaminan kestabilan harga beras.

b. Selanjutnya, untuk meningkatkan pertumbuhan pada komoditas sapi dan ayam

potong perlu dilakukan penurunan suku bunga bank. Meskipun demikian, pada komoditas sapi potong, penurunan suku bungan bank hanya akan efektif untuk meningkatkan produksi daging sapi dari industri peternakan (feedlot) daripada produksi peternakan rakyat.

c. Kebijakan untuk meningkatkan produksi beras dan daging sapi potong sangat terkait

dengan kebijakan impor kedua komoditas tersebut, sehingga pengaturan kembali kebijakan impor menjadi sangat penting dalam hubungannya dengan upaya peningkatan kinerja untuk kedua komoditas ini, yang pada akhirnya akan menentukan pula kinerja pertanian secara keseluruhan.

13

Page 15: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

DAFTAR PUSTAKA Agustian, Adang dan Benny Rahman. 1994. Aspek Penyaluran Sapronak, Pemasaran Hasil

dan Pola Kerjasama dalam PIR Perunggasan di Jawa Barat dan Jawa Timur. Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol. 12 (2).

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2005. Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional. Bappenas. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Indonesia 2003. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Ilham, Nyak., Sri Hastuti dan I Ketut Kariyasa. 2002. Pendugaan Parameter dan

Elastisitas Penawaran dan Permintaan Beberapa Jenis Daging di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi Vol. 20 (2).

Jamal, Erizal. 1994. Analisis Pemasaran Sapi Potong di Propinsi Bali. Forum Penelitian

Agro Ekonomi Vol. 12 (1). Hartoyo, Sri. 1994. Pengaruh Infrastruktur Terhadap Penawaran Tanaman Pangan di Jawa:

Pendekatan Multi Input Multi Output. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hutabarat, Budiman. 1988. Analisis Elastisitas Produksi Terhadap Masukan Pada Usahatani Padi di Sulawesi Selatan. Dalam Prosiding Patanas: Perubahan Ekonomi Pedesaan Menuju Struktur Ekonomi Berimbang, Faisal Kasryno dkk (Penyunting), halaman 118-129. Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor

Hutabarat, Budiman., Y. Yusjda dan Y. Saefudin. 1990. Ekonomi Unggas dan Prospeknya untuk Konsumsi Dalam Negeri dan Ekspor.

Kasryno, Faisal. 1985. Efficiency Analysis of Rice Farming in Java 1977-1983. Jurnal Agro Ekonomi IV, 2:1-26

Kuntjoro, S.U. 1984. Permintaan Bahan Pangan Penting di Indonesia. Disertasi Doktor. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pasandaran, Effendi, Pantjar Simatupang dan Supriyati. 1995. Respon Penawaran Hasil dan Permintaan Masukan Padi: suatu Pendugaan Ulang. Jurnal Agro Ekonomi 14 (2): 44-54.

Rachmat, M. dan Erwidodo. 1993. Pendugaan Permintaan Pangan Utama di Indonesia: Penerapan Model Almost Ideal Deman System Dengan Data Susenas. Jurnal Agro Ekonomi 12 (2): 24-38.

Rachman, H.P.S. 2001. Kajian Pola Konsumsi dan Permintaan Pangan di Kawasan Timur Indonesia. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

14

Page 16: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

Rachman, H.P.S. dan Erwidodo. 1994. Kajian Sistem Permintaan Pangan di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi XIII, 2:72-89.

Rusastra, I Wayan, Reni Kustiari dan Effendi Pasandaran. 1997. Dampak Penghapusan Subsidi Pupuk Terhadap Permintaan Pupuk dan Produksi Padi Naional. Jurnal Agro Ekonomi XVI, 1 dan 2:31-41

Saptana, Edi Basuno dan Erwidodo. 1999. Situasi dan Prospek Industri Perunggasan di Indonesia. Monograph Series No. 20. Analisis dan Perspektif Kebijaksanaan Pembangunan Pertanian Pasca Krisis Ekonomi. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Bogor.

Saptana dan H.P. Saliem. 1995. Keragaan Sistem Komoditas dan Perspektif

Pengembangan Peternakan Nasional makalah dalam Prosiding Agribisnis : Peluang dan Tantangan Agribisnis Perkebunan, Peternakan dan Perikanan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Bogor.

Saptana dan S.H. Suhartini. 1995. Agribisnis Ayam Ras Petelur dan Pedaging Melalui

Pola Kemitraan Di Propinsi Jawa Barat dan Lampung makalah dalam Prosiding Agribisnis : Peluang dan Tantangan Agribisnis Perkebunan, Peternakan dan Perikanan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Bogor.

. Siregar, Hermanto. 2000. Does the Relative Importance of Agriculture Increase After the

Asian Financial Crisis. Working paper No. 02/04 United Nations Support Facility for Indonesian Recovery (UNSFIR). Jakarta. Indonesia.

Yusdja, Yusmichad, dkk. 2004. Final Report Socio Economic Impact Assessment of the

Avian Influenza Crisis on Poultry Production Systems in Indonesia, with Particular Focus on Independen Smallholder. Collaboration Reseach Between FAO – ICASERD.

Yusdja, Yusmichad., Nyak Ilham dan Wahyuning K. Sejati. 2003. Profil dan Permasalahan

Peternakan. Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol, 21 (1). Yusdja, Yusmichad, dkk. 2002. Laporan Akhir Evaluasi Dampak Pemanfaatan Alsintan

(UPJA). Bagian Proyek Program Peningkatan Produktivitas Tanaman bekerjasama dengan Lembaga Pengembangan Sumber Daya Manusia – Intitut Pertanian Bogor, Bogor. Indonesia.

Yusjda, Yusmichad., A.H. Malian, Rosmijati Sayuti, Bambang Winarso, dan Al Sri Bagyo.

2001. Analisis Kebijaksanaan Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan Peternakan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Bogor.

Yusdja, Yusmichad., Nyak Ilham, Wahyunig K. Sejati dan Valeriana. 2000. Review dan

Outlook Pengembangan Agribisnis Peternakan makalah disampaikan pada Seminar Nasional : Sektor Pertanian Tahun 2001 : Kendala, Tantangan dan Prospek, Bogor tanggal 8 – 10 November 2000.

15

Page 17: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

LAMPIRAN 1A

KERANGKA MODEL SISTEM PERSAMAAN

Blok Kinerja :

- PDB Beras

- Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja

- Nilai Tukar Petani

- Pengangguran

- Inflasi

Blok Produksi : - Luas Areal Panen - Permintaan Pupuk, Benih dan

Tenaga Kerja - Luas Areal Intensifikasi dan

Irigasi - Produktivitas Lahan

Blok Pasar : - Penawaran dan Permintaan Beras - dan Permintaan Beras - Konsumsi - Harga Eceran dan Petani

16

Page 18: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

Lampiran 1B

Persamaan Simultan Sub sektor pangan – komoditas beras

1. Blok Kinerja a. Penyerapan/Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja DTKtn = a01+a02*HPgb+a03*Wtn+a04*(Wind-LWind)+a05*Wjs+a06*LDTKtn+u1 ……………..…(1) STKtn = a11 + a12*STK +a13*Wtn + a14*Wind + a15*(Wjs-LWjs) +a16*LSTKtn ……………………(2) Wtn = a21 + a22*DTKtn + a23*(STKtn-LSTKtn) + a24*D+a25*LWtn + u3 ………………………. (3) b. Inflasi dan Nilai Tukar Petani IHKU = a31 + a32*(PDBT-LPDBT)/LPDBT + a33*HEbr + a34*LIHKU + u4 ……………………..…(4) NTP = z21 + z22*((IHKU-LIHKU)/LIHKU) + z23*(HPgb-LHPgb) + z24*(Hppk-LHppk) + z25*T +z26*LNTP+u5 ………………………………………………………………... (5) 2. Blok Produksi

a. Respon Luas Areal Panen Padi Agb = a51+a52*HPgb+a53*HEjg+a54*(KUT/LKUT)+a55*T +a56*(HUR)+ a57*DE+u6 …………..(6) b. Penggunaan Pupuk URgb = ab1 + ab2*HUR + ab3*HPgb + ab4*Agb + ab5*D + ab6*LURgb + u7 ……………………... (7) TSgb = ac1 + ac2*HTS + ac3*(HPgb/LHPgb) + ac4*Agb + ac5* D + ac6*LTSgb + u8 …………… (8)

c. Penggunaan Benih Per Hektar BNAgb = z31 + z32*(HPgb/HBNgb) + z33*LBNAgb + u9 ………………………………………… (9) d. Luas Areal Intensifikasi AIgb = z01 + z02*APBNtn + z03*LAIgb + u10……………………………………………………... (10) e. Luas Areal Irigasi IRGS = z11 + z12*INV + z13*D + z14*LIRGS + u11 ...................................................................... (11) f. Produktivitas Gabah Ygb = a41 + a42*PPKAgb + a43*DTKtn + a44*AIgb + a45*IRGS + a46*APBNtn + a47*ED + a48*D + u12 …………………………………………………………………. (12) 3. Blok Pasar

a. Konsumsi Beras Kbr = a61 + a62*HEbr + a63*POP + a64*(PDBT/LPDBT) + a65* D + a66*LDbr + u13 …………(13) b. Harga Eceran Beras HEbr = ad1 + ad2*(HMbr*EXR+TM) + ad3*HPgb + ad4*Sbr+ad5*LHEbr + u14 …………………(14) c. Harga Gabah Tingkat Petani HPgb = ae1+ae2* (HEbr)+ae3*(HDgb-LHDgb)+ae4*Qgb+ae5*LHPgb+u15 (15)

17

Page 19: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

Lampiran 1C Hasil Estimasi Persamaan Simultan Masing-Masing Blok

Tabel 1. Hasil Estimasi Blok Kinerja

Peubah Nilai Parameter Probabilitas Elastisitas

Jk Pendek Elastisitas

Jk Panjang Permintaan Tenaga Kerja di Sektor Pertanian (1)

Intercep 4.853.024 0,44 - -Harga Gabah di Tingkat Petani 11.308 0,29 0,06 0,62Tingkat Upah di Sektor Pertanian -47,06 0,22 -0,25 -2,52Perubahan Tingkat Upah di Sektor Industri -70,01 0,29 - -

Tingkat Upah di Sektor Jasa 5,42 0,28 0,03 0,34Lag Permintaan Tenaga Kerja Sektor Pertanian 0,89 0,0006 - -

R2 = 0,76 DW = 2,35

Penawaran Tenaga Kerja Sektor Pertanian (2)

Intercep 38.431.702 0,06 - -Penawaran Tenaga Kerja Total 0,22 0,08 0,32 0,33Tingkat Upah di Sektor Pertanian 23,47 0,07 0,08 0,09Tingkat Upah di Sektor Industri -21,88 0,17 -0,07 -0,08Perubahan Tingkat Upah di Sektor Jasa 13,44 0,26 - -

Lag Penawaran Tenaga Kerja Sektor Pertanian 0,04 0,90 - -

R2 = 0,82 DW = 2,30

Tingkat Upah Tenaga Kerja Sektor Pertanian (3) Intercep -38.161 0,58 - -Permintaan Tenaga Kerja di Sektor Pertanian 0,002 0,31 0,32 0,96

Perubahan Penawaran Tenaga Kerja di Sektor Pertanian -0,002 0,69 - -

Dummy Krisis -9.355,03 - - -Lag Tingkat Upah di Sektor Pertanian 0,66 0,003 - -

R2 = 0,63 DW = 2,88

Indeks Harga Konsumen (4)

Intercep -0,09 0,89 - -Pertumbuhan PDB 2,74 0,07 - -Harga Eceran Beras 0,0002 0,96 0,0002 0,01Lag Indeks Harga Konsumen 0,99 0,0001 - -

R2 = 0,89 DW = 3,07

18

Page 20: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

Peubah Nilai Parameter Probabilitas Elastisitas

Jk Pendek Elastisitas

Jk Panjang Nilai Tukar Petani (NTP) (5)

Intercep 66,38 0,03 - -Inflasi 1,36 0,79 0,15 0,23Perubahan Harga Gabah Tingkat Petani 0,03 0,09 - -

Perubahan Harga Pupuk -0,0003 0,72 -0,01 -0,02Trend teknologi 0,16 0,49 0,01 0,02Lag Nilai Tukar Petani 0,36 0,19 - -

R2 = 0,39 DW =1,63

Tabel 2. Hasil Estimasi Blok Produksi

Peubah Parameter Dugaan Probabilitas Elastisitas

Jk Pendek Elastisitas

Jk Panjang

Luas Areal Panen (6)

Intercep 10.250.392 0,0001 - -Harga Gabah Tk Petani 61,81 0,96 0,001 -Harga Eceran Jagung -7.032,85 0,14 -0,09 -Rasio Nilai Total KUT thn ini thdp Nilai Total KUT thn lalu 0,04 - - -Trend Teknologi 142.675 0,0001 0,14 -Perubahan Harga Urea -8, 84 - - -Harga Urea - 0,24 -0,02 - Dummy El nino -13.000 0,93 - -

R2 = 0,92 DW = 2,29

Jumlah Penggunaan Pupuk Urea (7)

Intercep -425.947.529 0,36 - -Harga Urea -1.992,51 0,41 -0,03 -0,03Harga Gabah Tk Petani 412.871 0,22 0,04 0,06Luas Areal Panen Padi 173,42 0,003 0,95 1,25Dummy Krisis 114.595.324 0,07 - -Lag Penggunaan Urea 0,24 0,12 - -

R2 = 0,91 DW = 2,56

Jumlah Penggunaan Pupuk TSP Per Hektar (8) Intercep -162.045.746 0,76 - -Harga Pupuk TSP -1661,27 0,76 -0,03 -0,06Rasio Harga Gabah Tingkat Petani tahun ini thd Harga Gabah tahun lalu

217.225 0,58 - -

Luas Areal Panen Padi 59,25 0,36 0,68 1,53Dummy krisis -107.527.057 0,21 - - Lag Penggunaan TSP 0,55 0,02 - -

R2 = 0,66 DW = 2,25

19

Page 21: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

Peubah Parameter Dugaan Probabilitas Elastisitas

Jk Pendek Elastisitas

Jk Panjang Jumlah Penggunaan Benih Per Hektar (9)

Intercep 8,95 0,05 - -Harga Beras Tk Petani/Harga Benih 19,20 0,64 - -

Lag Penggunaan Benih per hektar 0,49 0,05 - -

R2 = 0,29 DW = 1,87

Luas Areal Intensifikasi (10)

Intercep 4175,82 0,02 - -APBN Sektor Pertanian 0,001 0,06 0,04 0,09Lag Areal Intensifikasi Padi 0,57 0,004 - -

R2 = 0,86 DW = 2,37

Luas Areal Irigasi (11) Intercep 1.481,19 0,07 - -Dana Investasi dan Rehabilitasi untuk Irigasi 0,0000003 0,13 0,04 0,11

Dummy krisis -189,26 0,04 - -Lag Luas Areal Irigasi 0,64 0,004 - -

R2 = 0,68 DW = 2,48

Produktivitas Gabah (12) Intercep 2.104,2762 0,02 - -Penggunaan Pupuk 0,39 0,88 0,03 -Penyerapan Tenaga Kerja 190,19 0,16 0,16 -Luas Areal Intensifikasi 0,08 0,32 0,19 -Luas Areal Irigasi 0,09 0,53 0,10 -APBN Sektor Pertanian 0,0004 0,11 0,04 -Dummy Krisis -209,04 0,04 - -Dummy Elnino -93,48 0,13 - -

R2 = 0,82 DW 1,95

Tabel 3. Hasil Estimasi Blok Pasar

Peubah Parameter Dugaan Probabilitas

Elastisitas Jangka Pendek

Elastisitas Jangka Panjang

Konsumsi Beras (13) Intercep -9.413.526.197 0,12 - -Harga Eceran Beras -11.927.061 0,08 -0,16 -0,21Jumlah Penduduk 145.830.354 0,01 1,10 1,43Rasio PDBt thd PDBt-1 5.091.660.143 0,06 - -Dummy krisis -1.193.921.422 0,42 - - Lag Konsumsi Beras 0,23 0,33 - -

R2 = 0,89 DW = 2,53

20

Page 22: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

Tabel 4. Hasil Estimasi Blok Pasar (lanjutan)

Peubah Parameter Dugaan Probabilitas

Elastisitas Jangka Pendek

Elastisitas Jangka Panjang

Harga Eceran Beras (14)

Intercep 255,09 0,42 - -Harga Impor Beras + Tarif Impor 0,07 0,03 - -

Harga Gabah di Tingkat Petani 0,24 0,31 0,15 0,20

Penawaran Beras -4,56E-09 0,58 -0,39 -0,53Lag Harga Eceran Beras 0,27 0,18 - -

R2 = 0,80 DW = 2,46

Harga Gabah Tingkat Petani (15) Intercep 86,49 0,67 - -Harga Eceran Beras 90,76 0,19 - -Perubahan Harga Dasar Gabah 0,21 0,51 0,18 0,42Produksi Gabah -2,90E-09 0,44 -0,65 -1,50Lag Harga Gabah Tk Petani 0,57 0,04 - -

R2 = 0,43 DW = 1,65

21

Page 23: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

Lampiran 1D Definisi Variabel

Variabel Uraian Agb Luas areal panen padi AIgb Luas areal intensifikasi APBNtn Dana APBN untuk sektor pertanian BNAgb Penggunaan benih per hektar D Dummy DTKtn Permintaan/penyerapan tenaga kerja sektor pertanian ED Dummy El Nino EXR Nilai tukar rupiah HBNgb Harga benih padi HDgb-LHDgb Perubahan harga dasar gabah HEbr Harga eceran beras HEjg Harga eceran jagung HPgb Harga gabah riil tingkat petani HPgb/LHPgb Rasio harga gabah tingkat petani HPgb-LHPgb Harga gabah tingkat petani Hppk-LHppk Perubahan harga pupuk HTS Harga TSP HUR. Harga urea IHKU Indeks harga konsumen INV Dana investasi dan rehabilitasi irigasi IRGS Luas areal irigasi Kbr Konsumsi beras KUT/LKUT Rasio nilai Total KUT tahun ini terhadap nilai total KUT tahun lalu LAIgb Lag areal intensifikasi padi LBNAgb Lagged penggunaan benih per hektar LDbr Lagged konsumsi beras LDTKtn Permintaan/penyerapan tenaga kerja tahun sebelumnya/lag LHEbr Lagged harga eceran beras LHPgb Lagged harga gabah tingkat petani LIHKU Lagged indeks harga konsumen LIRGS Lagged luas lahan irigasi LNTP Lagged nilai tukar petani LSTKtn Lagged penawaran tenaga kerja sektor pertanian tahun sebelumnya. LTSgb Lagged penggunaan pupuk TSP total LURgb Lagged penggunaan pupuk urea total LWind Perubahan upah riil sektor industri tahun yang sama dan tahun sebelumnya/lagged LWtn lagged upah di sektor pertanian NTP Nilai tukar petani POP Jumlah penduduk PPKAgb Penggunaan pupuk urea per hektar Qgb Produksi gabah Sbr Penawaran beras STK Angkatan kerja total STKtn Penawaran tenaga kerja sektor pertanian STKtn-LSTKtn Perubahan angkatan kerja sektor pertanian T Time trend teknologi TM Tarif bea masuk TSgb Penggunaan pupuk TSP total untuk usahatani padi URgb Penggunaan pupuk urea total untuk usahatani padi Wind Upah riil sektor industri Wjs Upah sektor jasa Wtn Upah riil sektor pertanian Ygb Produktivitas gabah

22

Page 24: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

LAMPIRAN 2A

PERSAMAAN SIMULTAN Sub Sektor Peternakan- Sapi potong dan ayam potong

1. Blok Kinerja a. Penyerapan/Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja DTKtnt = b01 + b02*(HPBdayt- HPBdayt-1) + b03*(HPBdspt-HPBdspt-1) + b04*Wtnt + b05*Windt + b06*Wjst + b07*DTKtnt-1 + u1 ....................................................................................................

(1) STKtnt = b11 + b12*STKTt+ b13*Wtnt + b14*Windt + b15*Wjst + u2.

..........................................................(2) b. Inflasi IHKt = b31 + b32*PDBTt + b33*Dt + b34*IHKt-1 + u3 ...............................................................................(3) c. Nilai Tukar Petani NTPt = b41 + b42*IHKt + b43*Dt + b44*NTPt-1 + u4 .................................................................................(4) 2. Blok Sapi Potong a. Populasi Ternak Sapi Potong Qtspt = b51 + b52*HPBtspt+ b53*(Wtnt/Wtnt-1) + u5 ……………...…………………………………….…(5) b. Produksi Daging Sapi Potong Peternakan Rakyat QDPRt = b61+b62*HPBdspt+b63*IBBt + b64*IRRt+b65*Wtnt+b66*QDPRt-1+u6 ...…………………………(6) c. Produksi Daging Sapi Potong Industri Penggemukan Peternakan (Feedlot) QDFLt = b71 + b72*HPBdspt + b73*(HMbklt-LHMbklt-1) + b74*IRt + b75*(Wtnt-Wtnt-1) + b76*Tt + b77*QDFt-1 + u7 .............................................................................................. .............(7) d. Impor Daging Sapi Mdspt = ba1 + ba2*HEdspt + ba3*HMdspt + ba4*ERt + ba5*TMspt + ba6*PDBTt + u8 ..............................(8)

e. Konsumsi Daging Sapi Kdspt = bb1 + bb2*HEdspt + bb3*HEtayt + bb4*PDBTt + bb5*Dt + u9 .....................................................(9) f. Harga Daging Sapi Tingkat Pedagang Besar HPBdspt = bc1 + bc2*((HMdspt*ERt) + TMspt) + bc3*HPBtspt + bc4*Sdspt + bc5*(Kdspt–Kdspt-1) + bc6*HPBdspt-1 + u10 .................................................................................................... ...........(10) g. Harga Daging Sapi Tingkat Pengecer HEdspt = bcc1 + bcc2*HPBdspt + bcc3*((HMdspt*ERt)+TMspt) + bcc4*Tt + bcc5*HEdspt-1 + u11 ........ (11) 3. Blok Ayam Potong (Ras dan Buras) a. Populasi Ternak Ayam Buras dan Ras Qtayt = b81 + b82*HPBtayt + b83*HMdoct + b84*Hpknt + b85*Qtayt-1 + u12 ............................................(12) b. Produksi Daging Ayam Ras dan Buras Qdayt = b91 + b92*HPBdayt + b93*HMdoct + b94*Hpknt + b95*(IRRt-INFt) + b96*Wtnt + b97*Qdayt-1 + u13 .......................................................................................................... ........... (13) c. Konsumsi Daging Ayam Kdayt = be1 + be2*HPBdayt + be3*HPBdspt + be4*HPBtlrt + be5*Dt + be6*PDBTt + u15………………(14) d. Harga Daging Ayam Tingkat Pedagang Besar HPBdayt = bf1 + bf2*HPBtayt + bf3*(Sdayt–Sdayt-1) + bf4*Kdayt + bf5*Dt + u16 …………………….…. (15)

23

Page 25: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

Lampiran 2B Hasil Estimasi Persamaan Simultan Masing-Masing Blok

Tabel 1. Hasil Estimasi Persamaan dalam Blok Kinerja

Peubah Parameter Dugaan Prob.

Elastisitas Jangka Pendek

Elastisitas Jangka Panjang

Permintaan Tenaga Kerja (1) Intercep 31.501.029 0,03 - -Perubahan Harga Daging Ayam di Pedagang Besar

78,31

0,1 0,1 0,02

Perubahan Harga Daging Sapi di Pedagang Besar 82,68 0,91 0,03 0,5

Tingkat Upah Pertanian -43,91 0,04 -0,43 -0,66Tingkat Upah Industri -8,53 0,70 -0,08 -0,13Tingkat Upah Jasa 17,31 0,49 0,20 0,32Lag Permintaan Tenaga Kerja Pertanian 0,35 0,20 - -R2 = 0,48 DW = 2,59

Penawaran Tenaga Kerja (2) Intercep 4.535.230 0,00 - -Angkatan Kerja Total 0,10 0,27 0,16 -Upah Sektor Pertanian 6,26 0,45 0,02 -Upah Sektor Industri 21,16 0,35 0,07 -Upah Sektor Jasa -12,92 0,13 -0,06 -R2 = 0,31 DW = 3,50

Tingkat Upah Tenaga Kerja Sektor Pertanian (3) Intercep 0,35 0,01 - -PDB Total 9,75 0,01 0,41 0,52Dummy Krisis 0,31 0,01 - -Lag Indeks Harga Konsumen 0,22 0,00 - - R2 = 0,99 DW = 1,78

Nilai Tukar Petani/Peternak (4) Intercep 38,99 0,25 - -Indeks Harga Konsumen 7,65 0,11 0,11 0,23Dummy Krisis -9,78 0,18 - -Lag Nilai Tukar Petani 0,53 0,13 - -R2 = 0,42 DW = 1,86

24

Page 26: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

Tabel 2. Hasil Estimasi Persamaan-Persamaan dalam Blok Sapi Potong

Variabel Parameter

Dugaan Probabilitas

Elastisitas Jangka Pendek

Elastisitas Jangka Panjang

Populasi Ternak Sapi Potong (5)

Intercep 2.284.713 0,00 - -Harga Ternak Sapi Potong di Pedagang Besar 0,29 0,21 0,17 -Perbandingan Upah Sektor Pertanian -885.915 0,00 - -

R2 = 0,63 DW = 1,83

Jumlah Produksi Daging Sapi Potong Peternakan Rakyat (6) Intercep 165.516 0,07 - -Harga Daging Sapi di Pedagang Besar 10,69 0,22 0,43 0,62Inseminasi Buatan 25,91 0,08 0,22 0,32Suku Bunga Riil -782,25 0,15 -0,04 -0,06Upah Sektor Pertanian -0,36 0,17 -0,39 -0,55Lag Produksi Daging Sapi Peternakan Rakyat 0,30 0,30 - -

R2= 0,34 DW= 1,76

Jumlah Produksi Daging Sapi Potong Industri Peternakan (feedlot) (7)

Intercep -46.861 0,04 - -Harga Daging Sapi di Pedagang Besar 5,62 0,03 2,96 10,54Perubahan Harga Impor Bakalan Sapi -24,54 0,03 - -Suku Bunga Bank -1.480,40 0,00 -2,39 -8,49Perubahan Upah Sektor Pertanian -0,17 0,08 - -Time trend 5.623,62 0,00 2,91 10,34Lag Produksi Daging Sapi Feedlot 0,72 0,00 - -

R2 = 0,92 DW = 2,08

Impor Daging Sapi (8)

Intercep -8.216,30 0,61 - -Harga Eceran Daging Sapi 4,11 0,00 3,16 -Harga Impor Daging Sapi 73,63 0,96 0,01 -Nilai Tukar Rupiah -1,90 0,01 -0,73 -Tarif Impor Daging Sapi -662,80 0,02 -1,15 -PDB Total 0.00 0,36 0,44 -

R2 = 0,91 DW = 2,68

Konsumsi Daging Sapi (9) Intercep 90.582 0,19 - -Harga Eceran Daging Sapi -33,14 0,18 -1,34 -3,23Harga Eceran Ternak Ayam 45,39 0,10 1,45 3,50PDB Total 0,00 0,08 0,34 0,82Dummy Krisis Moneter -127.429 0,04 - -

R2 = 0,51 DW = 2,25

Harga Pedagang Besar Daging Sapi Domestik (10)

Variabel Parameter Probabilitas Elastisitas Elastisitas

25

Page 27: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

Dugaan Jk.Pendek Jk.Panjang Intercep -608,54 0,83 - - Harga Impor Daging Sapi + Tarif Impor 0,09 0,45 - - Harga Ternak Sapi di Pedagang Besar 0,01 0,00 0,80 1,02 Penawaran Daging Sapi -0,01 0,94 -0,02 -0,02 Perubahan Konsumsi Daging Sapi 0,01 0,44 Lag Harga Daging Sapi di Pedagang Besar 0,22 0,19 - -

R2 = 0,83 DW = 1,19

Harga Eceran Daging Sapi Domestik (11) Intercep 116,22 0,95 - -Harga Daging Sapi di Pedagang Besar 0,75 0,02 0,75 0,79Harga Impor Daging Sapi + Tarif Impor 0,15 0,30 - -Time trend 183,97 0,13 0,18 0,19Lag Harga Eceran Daging Sapi 0,05 0,96 - -

R2 = 0,40 DW = 1,53

Tabel 3. Hasil Estimasi Persamaan dalam Blok Ayam Potong

Variabel Parameter Dugaan Probabilitas

Elastisitas Jangka Pendek

Elastisitas Jangka Panjang

Populasi Ternak Ayam Potong (12) Intercep 825.033 0,017 - -Harga Pedagang Besar Ternak Ayam 41,32 0,08 0,38 -Harga Impor DOC -4.829,44 0,11 -0,14 -0,41Harga Pakan Ayam -680,64 0,00 -1,38 -4,10Lag Populasi Ternak Ayam 0,66 0,00 - -

R2 = 0,90 DW = 2,47

Produksi Daging Ayam Potong (13) Intercep 1.033.485 0,01 - -Harga Pedagang Besar Daging Ayam 39,11 0,29 0,21 2,55Harga Impor DOC -3.747.08 0,13 -0,07 -0,81Harga Pakan Ayam -822,39 0,01 -1,04 -12,78Tingkat Suku Bunga Riil -278,62 0,78 -0,00 -0,05Upah Sektor Pertanian -1,45 0,12 -0,41 -5,05Lag Produksi Daging Ayam 0,92 0,01 - -

R2 = 0,87 DW = 2,66

Variabel Parameter Dugaan Probabilitas

Elastisitas Jangka Pendek

Elastisitas Jangka Panjang

Konsumsi Daging Ayam (14) Intercep 258.646 0,41 - -Harga Pedagang Besar Daging Ayam -186,11 0,09 -1,58 -Harga Pedagang Besar Daging Sapi 92,93 0,12 0,79 -Harga Pedagang Besar Telur 15,63 0,17 0,12 -Dummy Krisis Moneter -606.937 0,00 - -PDB Total 1,04E-03 0,00 1,36 -

R2 = 0,87 DW = 2,68

26

Page 28: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

Harga Pedagang Besar Daging Ayam Domestik (15) Intercep 612,15 0,34 - -Harga Pedagang Besar Ternak Ayam 0,70 0,00 0,66 -Perubahan Produksi Daging Ayam -0,00 0,09 - -Konsumsi Daging Ayam 0,00 0,18 0,17 -Dummy Krisis -535,54 0,08 - -

R2 = 0,66 DW = 2,27

Lampiran 2C Definisi Variable/Peubah

Variabel Uraian D Dummy Krisis DTKtn Permintaan/penyerapan tenaga kerja sektor pertanian DTKtnt-1 Lagged permintaan/penyerapan tenaga kerja ER Nilai tukar rupiah HEdsp Harga rill daging sapi tingkat pengecer HEtay Harga daging ayam eceran HMbkl Harga impor bakalan sapi HMdoc Harga impor anak ayam (DOC) HMdsp Harga impor daging sapi HPBday Harga ayam HPBday Harga daging ayam tingkat pedagang besar HPBdsp Harga sapi tingkat pedagang besar HPBdspt-1 Lagged harga daging sapi tingkat pedagang besar HPBtay Harga ternak ayam tingkat pedagang besar

27

Page 29: Kerangka Acuan (TOR) - · PDF fileSektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan

Variabel Uraian HPBtlr Harga telur HPBtsp Harga ternak sapi tingkat pedagang besar Hpkn Harga pakan ayam Hpkn Harga pakan ayam IB Dosis inseminasi buatan IHK Indeks harga barang-barang secara umum IHKt-1. Lagged IHK IR Suku bunga IRR Suku bunga riil Kday Konsumsi daging ayam Kdsp Konsumsi daging sapi Kdsp Konsumsi daging sapi Mdsp Impor sapi potong NTP Nilai tukar petani NTPt-1 Lagged NTP PDBT PDB total Qday Produksi daging ayam ras dan buras Qdayt-1 Lagged produksi daging ayam QDFL Produksi daging sapi dari industri feedlot QDFt-1 Lagged produksi daging sapi QDPR Produksi daging sapi QDPRt-1 Lagged produksi daging sapi peternakan sapi Qtay Populasi ternak ayam ras dan buras Qtayt-1 Lagged populasi ternak ayam Qtsp Populasi ternak sapi potong Sday Penawaran daging ayam Sdsp Penawaran daging sapi STKtn Penawaran tenaga kerja sektor pertanian STKTt Angkatan kerja total T Time trend TMsp Tarif impor daging sapi Wind Upah sektor industri Wjs Upah sektor jasa Wtn Upah sektor pertanian

28