kepentingan nasional jepang dalam the united...

118
KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE: SKEMA JOINT CREDITING MECHANISM TAHUN 2012-2015 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: Widya Astri Bahtiar NIM. 11141130000075 PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019

Upload: hanhi

Post on 21-Aug-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED

NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE

CHANGE: SKEMA JOINT CREDITING MECHANISM TAHUN

2012-2015

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Widya Astri Bahtiar

NIM. 11141130000075

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019

Page 2: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

i

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED NATIONS

FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE: SKEMA JOINT

CREDITING MECHANISM TAHUN 2012-2015

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 23 Desember 2018

Widya Astri Bahtiar

Page 3: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama : Widya Astri Bahtiar

NIM : 11141130000075

Program Studi : Hubungan Internasional

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:

KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED NATIONS

FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE: SKEMA JOINT

CREDITING MECHANISM TAHUN 2012-2015

dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Jakarta, 10 Januari 2019

Mengetahui, Menyetujui,

Ketua Program Studi Pembimbing

Ahmad Alfajri, MA Inggrid G. Mustikawati, MHSPS

NIP. NIP.

Page 4: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI

KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED NATIONS

FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE: SKEMA JOINT

CREDITING MECHANISM TAHUN 2012-2015

oleh

Widya Astri Bahtiar

11141130000075

telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Januari

2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.

Ketua Sekertaris

Ahmad Alfajri, MA

Eva Mushoffa, MHSPS

Penguji I Penguji II

Irfan. R. Hutagalung, S.H., LL.M Febri Dirgantara Hasibuan, MM

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal

Ketua Program Studi Hubungan Internasional

FISIP UIN Jakarta

Ahmad Alfajri, MA

Page 5: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

iv

ABSTRAK

Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis kepentingan Jepang dalam The

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dengan

Joint Crediting Mechanism (JCM) pada tahun 2012 hingga 2015. Masalah

penelitian ini bermula dari situasi internal Jepang yang mengalami perubahan

karena terjadinya bencana alam berupa gempa dan tsunami pada tahun 2011.

Bencana tersebut berakibat pada rusaknya reaktor nuklir Fukushima Daiichi, di

mana reaktor Fukushima merupakan pemasok sebagian besar energi Jepang.

Pasokan energi Jepang yang berkurang akibat kerusakan tersebut membuat Jepang

harus melakukan impor bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan energinya.

Hal tersebut menyebabkan peningkatan emisi GRK Jepang di tahun-tahun

mendatang pasca bencana Fukushima. Kepentingan Jepang dalam UNFCCC

dengan menggunakan skema JCM dilakukan sebagai upaya memenuhi kebutuhan

pengurangan emisi GRK Jepang. Melalui bantuan dua kerangka pemikiran yaitu

Konsep Kepentingan Nasional dan Konsep Interdepedensi, ditemukan ada tiga

alasan utama mengapa Jepang menggunakan JCM dalam kepentingannya

terhadap UNFCCC. Alasan pertama yaitu Jepang harus memenuhi target Intended

Nationally Determined Contribution (INDC). Alasan kedua yaitu Jepang ingin

mempertahankan mitra strategisnya di kawasan The Association of Southeast

Asian Nations (ASEAN). Alasan ketiga yaitu mengoptimalkan JCM sebagai

langkah mitigasi alternatif. Kesimpulan dari skripsi ini adalah kepentingan

nasional tercipta dari adanya perubahan pada situasi internal suatu negara.

Kata Kunci: Jepang, The United Nations Framework Convention on Climate

Change, Joint Crediting Mechanism.

Page 6: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

v

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat fdan

karuniaNya kepada penulis, pun shalawat dan salam senantiasa dicurahkan

kepada Rasulullah SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED

NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE: SKEMA

JOINT CREDITING MECHANISM TAHUN 2012-2015, sebagai syarat untuk

menyelesaikan studi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini. Selain itu, penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa

dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis

menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Ketiga orangtua penulis yaitu Mama Suryati, Ayah Syaiful Bahri dan Abi

Amiruddin yang senantiasa memberikan doa yang tak henti-hentinya serta

semua dukungan baik moril maupun materil.

2. Ibu Inggrid Galuh Mustikawati selaku dosen pembimbing skripsi.

Terimakasih atas segala saran, solusi, kritik serta kesabaran dalam

membimbing penulis dalam proses penyusunan skripsi hingga selesai.

3. Seluruh bapak dan ibu dosen Hubungan Internasional UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Terimakasih atas ilmu-ilmu yang telah diberikan.

Page 7: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

vi

4. Asroru Maulana Malik, partner yang selalu memberikan doa, dukungan dan

kesabarannya kepada penulis, baik selama proses penyusunan skripsi atau

dalam hal dan keadaan apapun.

5. Allysa Julia Shafira dan Lathifa Rulia Sa’ddiyah sebagai sahabat yang selalu

memberikan dukungan kepada penulis selama penyusunan skirpsi dan

drama-drama di dalamnya.

6. Wienda Fitri Rahayu, Muhammad Husni Mubarak, Nisrina Nur Yuzha,

Harly Adam Budiyanto, Mulya Abdullah dan seluruh anggota Keluarga

Besar Baba.

7. Hubungan Internasional Kelas C 2014, Bang Jay, Alip, Apip, Andam,

Komeng, Hana, Risfi, Atun, Tirana, Roby, Beben dan teman-teman lain

yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

8. Teman-teman, kakak-kakak dan adik-adik International Studies Club (ISC)

yang penulis sayangi, Acan, Ola, Ekal, Karbel, Rahmi, Astrid, Fathin,

Yaqub, Zia, Aisyah, Kak Opin, Kak Innes, Kak Nurul, Dwisyifa, Amel dan

semua yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

9. Terimakasih McDonald’s Sarmili, Sektor 9, Larangan, Taman Alfa Indah,

True Gentleman Coffee atas wifi juga tempat yang nyaman bagi penulis

dalam proses penyusunan skripsi.

Jakarta, 23 Desember 2018

Widya Astri Bahtiar

Page 8: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

vii

DAFTAR ISI

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME..........................................................i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI.......................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii

ABSTRAK.............................................................................................................iv

KATA PENGANTAR............................................................................................v

DAFTAR ISI.........................................................................................................vii

DAFTAR TABEL.................................................................................................ix

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................x

DAFTAR SINGKATAN.......................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah..................................................................1

1.2. Pertanyaan Penelitian....................................................................10

1.3. Tujuan Penelitian..........................................................................10

1.4. Manfaat Penelitian........................................................................11

1.5. Tinjauan Pustaka...........................................................................11

1.6. Kerangka Pemikiran......................................................................14

1.6.1. Kepentingan Nasional........................................................15

1.6.2. Interdepedensi....................................................................22

1.7. Metode Penelitian..........................................................................27

1.8. Sistematika Penulisan....................................................................31

BAB II THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON

CLIMATE CHANGE

2.1. Profil UNFCCC.............................................................................34

2.2. Perkembangan Agenda UNFCCC 2012-2015..............................44

BAB III RESPON JEPANG DALAM ISU PERUBAHAN IKLIM

3.1. Respon Jepang Terhadap Bencana Fukushima Daiichi…............55

3.2. Fokus Mitigasi Jepang dalam Menangani Emisi Gas Rumah

Kaca...............................................................................................59

Page 9: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

viii

3.2.1. Energi Terbarukan..............................................................60

3.2.2. Pendekatan Hemat Energi……..........................................60

3.2.3. Teknologi Rendah Karbon…………….............................64

3.3. Joint Crediting Mechanism...........................................................65

BAB IV ANALISIS KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM

THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON

CLIMATE CHANGE DENGAN SKEMA JOINT CREDITING

MECHANISM TAHUN 2012-2015

4.1. Kepentingan Jepang dalam Memenuhi Intended Nationally

Determined Contribution dan Mengamankan Kawasan

Regional.........................................................................................72

4.2. Kepentingan Jepang dalam Menjaga Mitra Strategis di

ASEAN..........................................................................................78

4.3. Interdepedensi Jepang dan Negara Mitra dalam Pengoptimalan

Joint Crediting Mechanism sebagai Langkah Mitigasi

Alternatif........................................................................................81

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan...................................................................................91

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................xii

Page 10: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Peringkat Negara Terhadap Emisi Dunia Tahun 2015................9

Page 11: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.3. Skema Joint Crediting Mechanism............................................66

Gambar 4.1. Proyeksi Energi Jepang FY 2030...............................................76

Gambar 4.2. Visualisasi Peta Negara Mitra JCM di ASEAN........................79

Page 12: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

xi

DAFTAR SINGKATAN

ADB : Asian Development Bank

CDM : Clean Development Mechanism

CER : Certified Emission Reduction

CO2 : Karbon Dioksida

COP : Conference of Parties

EIT : Economy in Transition

GRK : Gas Rumah Kaca

IAEA : International Atomic Energy Agency

IET : International Emissions Trading

INDC : Intended Nationally Determined Contribution

IPCC : The Intergovernmental Panel on Climate Change

JCM : Joint Crediting Mechanism

JFJCM : Japan Fund for the Joint Crediting Mechanism

JI : Joint Implementation

MOE : The Ministry of the Environment

METI : The Ministry of Economy, Trade, and Industry

NEDO : New Energy Industrial Technology Development Organization

ODA : Official Development Assistance

OECD : Organization for Economic Cooperation and Development

SPV : Solar Photovoltaic

TEPCO : Tokyo Electric Power Company

UNFCCC : The United Nations Framework Convention on Climate Change

VAP : Voluntary Action Plans

Page 13: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kerusakan lingkungan menjadi salah satu isu utama di dunia saat

ini, seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran manusia atas masalah

lingkungan yang melanda dunia. Upaya-upaya pemenuhan kebutuhan

hidup masyarakat dan industrialisasi turut menjadi penyebab permasalahan

tersebut. Kesadaran manusia secara global tersebut terutama muncul ketika

isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir tahun 1970-an.1

Kondisi lingkungan hidup secara global saat ini sudah mengalami

perubahan yang sangat signifikan.

Ketidakstabilan kondisi alam saat ini dikarenakan berbagai aktifitas

negatif manusia dalam mengeksploitasi kekayaan alam secara ekstrem.

Aktivitas tersebut dapat mengancam kerusakan lingkungan yang parah dan

menyebabkan langkanya sumber daya alam.2 Hal tersebut telah membuat

alam mulai menunjukkan kehebatannya kepada manusia di bumi. Telah

banyak terjadi bencana alam yang tidak terduga dan bahkan sudah

menelan begitu banyak korban di berbagai negara.

Kerusakan lingkungan hidup dimulai sejak revolusi industri. Pada

masa revolusi industri, proses perusakan hutan semakin meningkat dan

1 Brent K. Marshall. Globalisation, Environmental Degradation and Ulrich

Beck’s Risk Society. 8th

edition (2002). Hlm. 253. 2 Anthony McMichael. Planetary Overload: Global Environmental Change and

the Health of Human Species. New York: Cambridge University Press (2000).. Hlm. 82.

Page 14: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

2

dilakukan secara lebih sistematis. Sejak saat itu, perindustrian mulai

berkembang pesat. Proses industrialisasi, transportasi, dan aktifitas

manusia yang semakin berkembang menimbulkan perubahan terhadap

struktur alam. Sampai saat ini dalam proses industri penggunaan batu bara,

minyak bumi, dan gas alam merupakan unsur terpenting. Namun,

penggunaan bahan bakar tersebut akan menghasilkan karbon dioksida

(CO2).3

Penggunaan bahan bakar ini banyak digunakan untuk kegiatan

industri yang menyebabkan meningkatnya jumlah emisi Gas Rumah Kaca

(GRK). Perubahan iklim merupakan dampak meningkatnya GRK.

Perubahan iklim terjadi karena meningkatnya konsentrasi GRK yang

disebabkan oleh zat sisa pembakaran dari konsumsi energi yang tidak

dapat diperbaharui terutama minyak bumi dan batu bara yang

menyebabkan meningkatnya suhu udara yang kemudian disebut sebagai

pemanasan global atau Global Warming.4

Perhatian masyarakat internasional mulai nyata saat perubahan

iklim dunia mulai dirasakan sangat signifikan. Masyarakat internasional

menyadari bahwa degradasi lingkungan tersebut tidak hanya terjadi pada

satu negara tetapi juga melewati batas-batas negara. Upaya-upaya untuk

menangani dampak negatif tersebut dilakukan yaitu dengan dibentuknya

3 J. Vogler. Environment. Dalam B.White, R. Little dan M. Smith. Issues in

World Politics. New York (2001). Hlm. 68. 4 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC),

The Mechanisms under the Kyoto Protocol: Emissions Trading, the Clean Development

Mechanism and Joint Implementation, di akses dari,

http://unfccc.int/kyoto_protocol/mechanisms/items/1673.php pada 21 November 2017.

Page 15: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

3

konvensi yang bertujuan untuk membahas masalah lingkungan dan

mengatasinya untuk mencegah dampak yang lebih parah.5

Protokol Kyoto merupakan perjanjian internasional yang mengikat

negara-negara berkomitmen untuk mengurangi emisi GRK di negara-

negara terkait. Perjanjian ini merupakan hasil kesepakatan dalam rangka

melaksanakan Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai perubahan iklim

atau The United Nations Convention on Climate Change (UNFCCC). Hal

tersebut menjadi fokus masyarakat internasional karena meningkatnya

emisi GRK ke atmosfer sejak masa mulainya industrialisasi hingga saat

ini, hal tersebut dapat berakibat buruk bagi lingkungan hidup terutama

pada perubahan iklim.6

Untuk menangani masalah tersebut diperlukan kerjasama secara

multilateral, yang diikuti oleh negara di dunia, bukan hanya sebagian saja

namun keseluruhan. Karena untuk menangani masalah pemanasan global

usaha secara multilateral sangat diperlukan, jika tidak usaha tersebut akan

sia-sia.

Protokol Kyoto sebagai bentuk amandemen terhadap UNFCCC,

merupakan persetujuan internasional mengenai isu pemanasan global.

Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk

5 BPKP. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 Tentang

Pengesahan Kyoto Protocol To The United Nations Framework C'onvention On Climate

Change (Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa

Tentang Perubahan Iklim)”. Diakses dari www.BPKP.go.id pada 17 November 2017. 6 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Doha Amendment To The Kyoto Protocol Doha, 8 December 2012 Pasal 3. 2012.

Diakses dari http://treaties.un.org/doc/Publication/CN/2012/CN.718.2012-Eng.pdf pada

21 November 2017.

Page 16: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

4

mengurangi emisi atau limbah karbon dioksida dan gas rumah kaca

lainnya. Persetujuan Protokol Kyoto mulai diberlakukan pada Februari

2005 dan diratifikasi oleh 141 negara, yang mewakili 61% dari seluruh

jumlah emisi di dunia.

Jepang adalah salah satu dari 141 negara yang meratifikasi

Protokol Kyoto, juga termasuk dalam daftar negara Annex I dimana

Jepang memiliki pengaruh yang cukup besar dalam berjalannya protokol

tersebut. Pada 18 November 2004, 55 negara anggota meratifikasi

emisinya termasuk negara-negara industri. Dalam Protokol Kyoto sendiri

terdapat dua Annex, yaitu negara-negara Annex I yang memiliki ekonomi

maju dan negara non Annex yang merupakan negara dengan ekonomi

berkembang.7

Pada 11 Maret 2011, gempa besar dan tsunami yang melanda

pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi Jepang, melumpuhkan

sistem tenaga cadangan yang diperlukan untuk mendinginkan reaktor di

pabrik, menyebabkan tiga dari mereka mengalami pencairan bahan bakar,

ledakan hidrogen, dan rilis radioaktif . Kontaminasi radioaktif dari pabrik

Fukushima memaksa evakuasi masyarakat hingga 25 mil jauhnya dan

mempengaruhi hingga 100.000 penduduk.8

7 Fiona Harvey. UN: methane released from melting ice could push climate past

tipping point. 2012. Diakses dari

http://www.theguardian.com/environment/2012/nov/27/dohaclimate-conference-un-

methane pada 19 Desember 2017. 8 Mari Yamaguchi. Japan Utility Agrees Nuclear Crisis was Avoidable. Boston,

2012. Associated Press. Hlm. 5.

Page 17: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

5

Tokyo Electric Power Company (TEPCO) mengoperasikan

kompleks tenaga nuklir Fukushima di distrik Futaba, di Jepang Utara,

yang terdiri dari enam unit nuklir di stasiun Fukushima Daiichi dan empat

unit nuklir di stasiun Fukushima Daini. Semua unit di kompleks

Fukushima adalah reaktor air mendidih, dengan reaktor 1 hingga 5 di situs

Fukushima Daiichi menjadi desain General Electric Mark I, yang juga

digunakan di Amerika Serikat. Reaktor Fukushima Daiichi memasuki

operasi komersial pada tahun 1971 (reaktor 1) hingga 1979 (reaktor 6).

Reaktor Fukushima Daini ditutup secara otomatis setelah gempa bumi dan

mampu mempertahankan pendinginan yang cukup.9

Ketika gempa bumi melanda, Fukushima Daiichi unit 1, 2, dan 3

menghasilkan listrik dan mati secara otomatis. Gempa bumi menyebabkan

mulai dirancangnya generator diesel cadangan untuk memasok daya

cadangan. Namun, tsunami berikutnya membanjiri switchgear listrik untuk

generator diesel, menyebabkan sebagian besar daya AC di unit 1 hingga 4

hilang. Karena Unit 4 sedang menjalani penutupan perawatan, semua

bahan bakar nuklirnya telah dilepas dan ditempatkan di kolam

penyimpanan bahan bakar yang dihabiskan unit tersebut. Satu generator

terus beroperasi untuk mendinginkan unit 5 dan 6.

Hilangnya semua daya di unit 1 hingga 3 mencegah katup dan

pompa dari operasi yang diperlukan untuk menghilangkan panas dan

tekanan yang dihasilkan oleh peluruhan radioaktif bahan bakar nuklir di

9 Maschek Rineiski. Recriticality, a Key Phenomenon to Investigate in Core

Disruptive Accident Scenarios of Current and Future Fast Reactor Designs. 2012. IAEA

& Institute for Nuclear and Energy Technologies (IKET)

Page 18: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

6

inti reaktor. Ketika batang bahan bakar di inti reaktor terlalu panas, mereka

bereaksi dengan uap untuk menghasilkan sejumlah besar hidrogen, yang

lolos ke unit reaktor unit 1, 3, dan 4 dan meledak (hidrogen yang meledak

di Unit 4 diyakini berasal dari Unit 3). Ledakan itu mengganggu upaya

pekerja pabrik untuk memulihkan pendinginan dan membantu

menyebarkan radioaktivitas. Pendinginan juga hilang di kolam bahan

bakar yang dihabiskan reaktor, meskipun analisis baru-baru ini

menemukan bahwa tidak ada overheating yang signifikan terjadi.10

Bahan radioaktif yang dilepas kan ke atmosfer menghasilkan

tingkat dosis radiasi yang sangat tinggi di dekat pabrik dan membuat

banyak lahan tidak dapat dihuni, terutama di barat laut pabrik. Amerika

Serikat dan negara-negara lain, serta International Atomic Energy Agency

(IAEA), memberikan bantuan kepada Jepang untuk menangani

penghancuran nuklir. Bantuan A.S. termasuk transportasi pompa, boron,

air tawar, kamera jarak jauh, dukungan evakuasi, dukungan medis, dan

dekontaminasi dan peralatan pemantauan radiasi.

Studi tentang bencana Fukushima telah mengidentifikasi

perubahan desain, pasokan kebutuhan energi, tindakan respon, dan

peningkatan keselamatan lainnya yang bisa mengurangi atau

menghilangkan jumlah radioaktivitas yang dilepaskan dari instalasi.

Kurangnya pasokan energi tersebut mempengaruhi peningkatan GRK,

10

Aliyu Sadiq, Abubakar, dkk., An Overview of Current Knowledge Concerned

the Health and Environmental Consequences of the Fukushima Daiichi Nuclear Power

Plant (FDNPP) Accident. 2015. Environmental International. Hlm. 12.

Page 19: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

7

karena Jepang harus melakukan kegiatan impor bahan bakar fosil sebagai

sumber energinya.

Pada 8 Desember 2012, Jepang, diikuti dengan Rusia dan Selandia

Baru memutuskan untuk tetap menjadi negara anggota Protokol Kyoto

namun tidak lagi berkomitmen untuk menurunkan emisi. Posisi Jepang

yang menyatakan tidak lagi ingin berkomitmen bukan suatu langkah untuk

menghentikan Protokol Kyoto. Menurut negosiator Jepang, Akira

Yamada, mereka tidak menginginkan komitmen periode kedua jika

Amerika Serikat dan negara-negara yang termasuk dalam emiter terbesar

dunia seperti China, India dan Brazil tidak ikut dalam upaya mitigasi yaitu

berkomitmen untuk setidaknya mengurangi emisi GRK-nya. Yamada

menyatakan, tanpa China dan Amerika Serikat serta negara emiter terbesar

dunia lainnya, Protokol Kyoto hanyalah jalan buntu karena tidak adanya

keadilan dan efektifitas untuk tercapainya sebuah perubahan yang lebih

baik.11

Protokol Kyoto tidak berjalan efektif dibuktikan dengan tidak

berjalannya negara-negara dalam mereduksi emisi GRK mereka dengan

baik. Beberapa negara yang tidak dapat mengurangi emisi GRK yang

ditargetkan oleh Protokol Kyoto sebesar 5% dari tahun 1990. Yaitu:

1. Australia, negara dengan tingkat pertumbuhan lebih baik, berjanji

membatasi kenaikan emisi karbon kurang dari 8%. Namun, pada rentang

1990-2010, emisi karbon menanjak 47,5%.

11

Wall Street Jurnal. Rapor Merah Protokol Kyoto. 2013. Diakses dari

http://indo.wsj.com/posts/2013/01/08/rapor-merah-protokol-kyoto/ pada 20 Januari 2018.

Page 20: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

8

2. Kanada, salah satu pendukung awal yang paling bersemangat, berjanji

mengurangi emisi 6%. Kemudian janji itu diingkari dengan melonjaknya

emisi sebesar 24% dari level 1990

3. Belanda berjanji memangkas emisi sebesar 6%. Namun, angka emisi yang

dicatatkannya justru meningkat 20% pada akhir 2010.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Jepang merasa kecewa

dengan implementasi Protokol Kyoto. Keputusan Jepang dalam Protokol

Kyoto di bawah UNFCCC pada komitmen periode kedua, tepatnya pada

Doha Amandement, hal tersebut diputuskan berdasarkan kontribusi pihak

non-Annex yang tidak memiliki kewajiban mereduksi emisi GRK. Perubahan

komitmen Jepang sebagai negara yang memiliki pengaruh besar dalam

Protokol Kyoto menimbulkan kekhawatiran bagi negara lainnya. Selain itu,

Jepang memiliki kontribusi yang signifikan dalam implementasi pengurangan

emisi GRK dunia.12

Hal tersebut disebabkan karena Jepang merupakan negara

penyumbang emisi terbesar ke-5 setelah Rusia, India, China dan Amerika

Serikat. Keempat negara tersebut tidak memiliki kewajiban yang mengikat

untuk mengurangi emisi GRK. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa

Jepang merasa kecewa dengan implementasi Protokol Kyoto. Amerika

Serikat memang tidak berkomitmen sejak Protokol Kyoto bagian pertama

karena tidak meratifikasi Protokol Kyoto sehingga bukan merupakan negara

pihak yang berkewajiban melaksanakan ketentuan pelaksanaan Protokol

12

MOFA. Summary and Evaluation of COP 18/CMP 8(the 18th Conference of

Parties to the UNFCCC and the 8th Session of the Converence of the Parties Serving as

the meeting of the Parties to the Kyoto Protokol. 2012. Diakses dari

http://www.mofa.go.jp/policy/environment/warm/cop/cop18/ summary.html pada 25

Januari 2018.

Page 21: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

9

Kyoto. Sedangkan China dan India tidak termaksud ke dalam negara Annex

1, karena masih termasuk ke dalam kelompok negara berkembang. Rusia dan

Kanada memiliki posisi yang sama dengan Jepang bahwasanya ia tidak

berkomitmen didalam Protokol Kyoto pada COP 18 di Doha.

Hal tersebut dapat menjadi ancaman besar bagi Protokol Kyoto karena

jika kelima penyumbang emisi terbesar di dunia tidak ikut serta di dalam

Protokol Kyoto maka usaha untuk mengurangi emisi GRK akan sia-sia karena

lima besar penyumbang emisi terbesar tidak mengurangi emisi GRK.13

Tabel 1.1. Peringkat Negara Terhadap Emisi Dunia Tahun 2015

Peringkat

Negara

2015 total emisi

karbon dioksida dari

pembakaran bahan

bakar (juta metrik ton)

2015 emisi karbon

dioksida per kapita dari

pembakaran bahan

bakar (metrik ton)

1 China 9040.74 6.59

2 Amerika Serikat 4997.50 15.53

3 India 2066.01 1.58

4 Rusia 1468.99 10.19

5 Jepang 1141.58 8.99

6 Jerman 729.77 8.93

7 Korea Selatan 585.99 11.58

8 Iran 552.40 6.98

9 Kanada 549.23 15.32

10 Arab Saudi 531.46 16.85

11 Brazil 450.79 2.17

12 Meksiko 442.31 3.66

13 Indonesia 441.91 1.72

14 Afrika Selatan 427.57 7.77

15 Britania Raya 389.75 5.99

16 Australia 380.93 15.83

17 Italia 330.75 5.45

18 Turki 317.22 4.10

19 Perancis 290.49 4.37

20 Polandia 282.40 7.34 Sumber: Union of Concerned Scientists, Each County‟s Share of C02 Emission, 2015.

13

Adi. Jepang Tetap Tolak Komitmen Kedua Protokol Kyoto. 2012. Diakses

dari http://www.siej.or.id/?w=article&nid=435 pada 1 Februari 2018.

Page 22: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

10

Namun, pasca perubahan komitmennya, Jepang tetap berupaya

menurunkan emisi GRK dunia dengan Joint Crediting Mechanism yaitu

transfer teknologi rendah karbon yang merupakan pengembangan yang

diterapkan bersama oleh Jepang dan negara mitranya, dimana Jepang

bermaksud berkontribusi untuk menjabarkan kerangka pendekatan tersebut

dibawah United Nation Framework Convention on Climate Change

(UNFCCC).

1.2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan di atas,

maka akan dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Apa

Kepentingan Nasional Jepang dalam The United Nations Framework

Convention on Climate Change (UNFCCC) dengan Skema Joint

Crediting Mechanism Tahun 2012-2015?”.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Mengetahui sejauh mana Jepang berkontibusi di dalam The United

Nations Framework Convention on Climate Change.

2. Mengetahui kebijakan pemerintah Jepang dalam menangani emisi

GRK.

Page 23: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

11

3. Mengetahui kepentingan Jepang dalam The United Nations

Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dengan Joint

Crediting Mechanism (JCM) pada tahun 2012 hingga 2015.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Menjadi rujukan dalam perkembangan ilmu hubungan internasional.

2. Menjadi sumber informasi bagi akademisi di dalam ataupun luar

lingkup ilmu hubungan internasional.

3. Memperkaya pengetahuan pembaca ataupun peneliti dalam isu

perubahan iklim dunia.

1.5. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan penelitian “Kontribusi Jepang dalam The United

Nations Framework Convention on Climate Change: Skema Joint

Crediting Mechanism Tahun 2012-2015” maka dalam penelitian ini telah

dilakukan tinjauan pustaka yang memiliki keterkaitan dengan judul di atas.

Pertama, Jurnal karya Yasuko Kameyama dengan judul Japan in

the Midst of Multilateral Negotiations on the Future Framework for

Climate Change. Dalam jurnal tersebut, Kameyama menjelaskan tentang

pengambil kebijakan Jepang serta kebijakan-kebijakan yang dibuat terkait

isu perubahan iklim. Dengan konsep kebijakan luar negeri, dan dari data

yang dikumpulkan, Kameyama menjelaskan tentang peran Ministry of

Page 24: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

12

Foreign Affairs (MOFA) Jepang tentang pengaruhnya dalam pengambilan

tindakan atau keputusan Jepang. MOFA menganggap bahwa konferensi

internasional tentang perubahan iklim adalah cara yang dapat menjadi

kesempatan bagi Jepang untuk menunjukan kepemimpinannya dan

kemampuannya memainkan peran mediator antara negara maju dan

berkembang. Dalam temuannya, Kameyama mengemukakan bahwa posisi

MOFA dalam pengambilan keputusan Jepang mempengaruhi pergeseran

kebijakan Jepang menuju arah pro-lingkungan.

Perbedaan mendasar jurnal tersebut dengan penelitian ini adalah

subjek dan kasus yang diteliti. Jika Kameyama cenderung menjelaskan

tentang peran MOFA sebagai salah satu stake-holder Jepang, pada

penelitian ini mengambil kasus kepentingan Jepang terkait isu perubahan

iklim menggunakan kebijakannya, yaitu Joint Crediting Mechanism.

Dengan subjek dan kasus tersebut, penilitian ini diharapkan dapat

menjelaskan bagaimana Jepang dapat mencapai kepentingan-

kepentingannya melalui kebijakannya tersebut.

Kedua, yaitu jurnal yang ditulis oleh Yelena M. Gordeeva dengan

judul The Russian Federation and the International Climate Change

Regime. Dalam jurnal ini Gordeeva secara spesifik membahas pengaruh

Rusia dalam isu lingkungan hidup di ranah Internasional. Meskipun

Federasi Rusia adalah salah satu pemain kunci dalam politik perubahan

iklim global, namun Rusia agak berhati-hati dalam mengikat dirinya

dengan kewajiban iklim internasional yang baru. Dalam jurnalnya,

Page 25: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

13

Gordeeva melakukan kritik karena undang-undang dan kebijakan

perubahan iklim nasional yang lemah. Untuk memberikan konteks saat ini

mengenai status upaya mitigasi perubahan iklim Rusia, jurnal ini

menjelaskan undang-undang dan kebijakan iklim Federasi Rusia di tingkat

domestik dan internasional.

Sebagai pembanding, jurnal karya Gordeeva digunakan sebagai

literatur bahwa Jepang juga memiliki andil yang cukup besar dalam politik

perubahan iklim dan lingkungan hidup dunia. Terlebih lagi setelah Jepang

mengubah komitmennya untuk tidak menjalani kewajiban mengurangi

emisi GRK pada Protokol Kyoto periode kedua. Hal tersebut menjadi

tolak ukur bahwa meskipun Jepang mengubah komitmennya, Jepang tetap

berperan langsung di UNFCCC untuk tetap melakukan upaya secara

multilateral maupun bilateral dengan kebijakan Joint Crediting

Mechanism.

Ketiga, jurnal karya Lavanya Rajamani yang berjudul The Climate

Regime in Evolution: The Disagreements that Survive the Cancun

Agreements, jurnal ini menganalisis Copenhagen Accord, 2009, dan

Cancun Agreements, 2010, dengan fokus pada khususnya mengenai tren

yang muncul dan perselisihan yang masih ada dalam negosiasi iklim.

Jurnal ini berpendapat bahwa sementara Perjanjian Cancun menawarkan

indikasi yang kuat mengenai tren rezim iklim, mereka tidak secara

otoritatif menyelesaikan pembelahan mendasar yang ada dalam negosiasi,

nasib Protokol Kyoto, bentuk hukum dan arsitektur rezim hukum masa

Page 26: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

14

depan, dan sifat dan tingkat perlakuan diferensial antara negara maju dan

negara berkembang. Perjanjian Cancun, bagaimanapun, memulihkan

kepercayaan, setelah kegagalan Kopenhagen, dalam proses multilateral,

dan negosiasi iklim internasional akan berlanjut ke masa yang akan

datang.

Berbeda dengan jurnal karya Rajamani, penilitian ini, melalui

tinjauan literatur lebih spesifik membahas bagaimana kontribusi Jepang

dalam The United Nations Framework Convention on Climate Change

(UNFCCC). Karena pasca selesainya Cancun Agreements, Jepang yang

pada saat itu mengubah komitmennya untuk tidak lagi berupaya

mengurangi emisinya. Terlepas dari ini, analisis akan dilakukan dari segi

kebijakan Jepang yaitu Joint Crediting Mechanism secara multilateral

yang tidak terlepas dari tujuan awal UNFCCC itu sendiri.

1.6. Kerangka Pemikiran

Analisis Kepentingan Nasional Jepang dalam The United Nations

Framework Convention on Climate Change (UNFCCC): Skema Joint

Crediting Mechanism untuk tahun 2012-2015, adapun beberapa konsep

digunakan sebagai landasan untuk menganalisis yaitu konsep kepentingan

nasional dan interdepedensi.

Page 27: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

15

1.6.1. Kepentingan Nasional

Kepentingan nasional digunakan sebagai kerangka kerja

yang akan menjelaskan peran 'negara' sebagai decision maker dan

memainkan peran penting dalam dunia internasional. Menurut

Thomas Hobbes, seorang filsuf Barat, bahwa negara adalah entitas

yang melindungi suatu wilayah dan populasi. Ini karena negara

adalah sesuatu yang penting bagi kehidupan warganya. Tanpa

eksistensi negara dalam menjamin alat atau kondisi keamanan

atau dalam memajukan kesejahteraan, kehidupan masyarakat akan

menjadi terbatas.14 Maka segala pergerakan yang dimiliki suatu

bangsa menjadi kontrol suatu negara.

Kepentingan nasional diciptakan dari kebutuhan suatu

negara. Kepentingan tersebut bisa dilihat dari situasi internalnya,

baik dilihat dari politik-ekonomi, militer dan sosial-budaya.

Kepentingan nasional suatu negara juga merupakan 'kekuatan'

yang akan dibuat sehingga negara dapat memberikan dampak

langsung untuk dipertimbangkan arahnya untuk mendapatkan

pengakuan dunia.

Peran suatu negara dalam menyediakan material sebagai

basis kepentingan nasional tidak dapat disangkal bahwa itu akan

menjadi sorotan masyarakat internasional sebagai negara yang

memiliki hubungan yang melekat dengan kebijakan luar

14

Robert Jackson dan George Sorensen. 2009. Pengantar Studi Hubungan

Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 89.

Page 28: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

16

negerinya. Kemudian konsep kepentingan nasional digunakan

untuk menjelaskan perilaku kebijakan luar negeri suatu negara.15

Pemahaman ini menjelaskan bahwa keragaman setiap

negara di seluruh dunia memiliki kemampuan yang berbeda. Hal

ini dapat tercipta dari pengaruh demografi, karakter, budaya,

sejarah yang dimiliki suatu negara, sehingga ketika suatu negara

ingin bekerjasama dapat melihat kondisi superioritas-keunggulan

yang mungkin dapat dipertimbangkan. Implementasi kepentingan

nasional yang dapat berupa kerjasama bilateral atau multilateral,

semua itu kembali pada kebutuhan negara masing-masing.16

Hal tersebut didukung oleh kebijakan yang serupa dengan

yang dinyatakan oleh Hans J. Morgenthau bahwa kepentingan

nasional adalah;

“Relations between countries are created because of differences

in the benefits generated by each country. This comparative

advantage opens up opportunities for certain specialties from

each country to support national development in accordance

with national interests.”

Kutipan yang berarti bahwa kemampuan minimum negara

untuk melindungi dan mempertahankan identitas fisik, politik dan

budaya dari gangguan negara lain. Dari ulasan itu, para pemimpin

suatu negara dapat mengurangi kebijakan khusus terhadap negara

lain dalam bentuk kerjasama atau konflik.

15

P. Anthonius Sitepu. Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Graha Ilmu

(2011). Hlm.163. 16

Miroslav Nincic. The National Interest and Its and Interpretation The review

of Politics, Vol.61, No.1. 1999. Hlm. 25.

Page 29: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

17

Adanya kepentingan nasional menggambarkan bahwa ada

aspek yang menjadi identitas negara. Ini bisa dilihat dari sejauh

mana fokus negara tersebut dalam memenuhi target pencapaiannya

demi kelangsungan hidup rakyatnya. Dari identitas yang dibuat

dapat dirumuskan apa targetnya dalam waktu dekat, sementara atau

juga demi keberlanjutan jangka panjang.

Menurut H. J. Morgenthau, kepentingan nasional, secara

konseptual mengandung arti berbagai macam hal yang logis, mirip

dengan isinya, konsep ini ditentukan oleh tradisi politik dan

konteks budaya dalam kebijakan luar negeri yang kemudian

diputuskan oleh negara yang bersangkutan.

Demikian hal ini bisa menjelaskan bahwa kepentingan

nasional suatu negara tergantung pada sistem pemerintahan yang

dijalankan, negara-negara yang menjadi mitra dalam hubungan

diplomatik, hingga sejarah yang menjadikan negara itu menjadi

seperti sekarang ini, adalah tradisi politik. Kemudian tradisi dalam

konteks budaya dapat dilihat dari perspektif bangsa yang

diciptakan dari karakter manusia sehingga menghasilkan kebiasaan

yang bisa menjadi patokan negara sebelum memutuskan untuk

melakukan kerjasama.

Kepentingan nasional juga memiliki beberapa dimensi.

Dimensi pada kepentingan nasional terdiri dari berbagai

kepentingan vital yang fundamental bagi negara. Pertama, adalah

Page 30: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

18

kepentingan politik yang bisa menjelaskan bahwa negara akan

mencoba mempertahankan pandangan politiknya terhadap

pengaruh politik negara lain sehingga eksistensinya terjaga. Kedua

adalah kepentingan ekonomi yang membuat suatu negara

melakukan kegiatan ekonomi dengan negara lain untuk memenuhi

kebutuhan ekonomi negara tersebut. Ketiga adalah kepentingan

keamanan yang diperlukan untuk menjaga stabilitas negara,

regional, dan bahkan internasional sehingga perdamaian tetap

terjaga. Seperti pendapat H. J. Morgenthau, semakin besar

stabilitas masyarakat, rasa aman dan keselamatan anggotanya,

maka akan cenderung untuk mencari emosi kolektif di jalan

nasionalisme agresif, dan sebaliknya.17

Mohtar Mas'oed, dalam bukunya, menjelaskan konsep ini

sama dengan melakukan bertahan hidup. Kemampuan minimum

dapat dilihat dari kepentingan negara yang terhubung dengan

negara lain. Ini menjelaskan bagaimana minat dapat menghasilkan

kemampuan untuk menilai kebutuhan dan keinginan pribadi yang

sejalan dengan upaya untuk menyeimbangkan kebutuhan dan

keinginan pihak yang lain.18 Konsep ini juga menjelaskan seberapa

luas ruang lingkup dan sejauh mana kepentingan nasional suatu

negara harus sesuai dengan kemampuannya. Kemampuan di sini

17

Anthony Lake. Defining the National Interest”Proceedings of the Academy of

Political Sciences, Vol.34,No.2. The Power to Govern: Assessing Reform in the United

States, 1981. Hlm. 211. 18

Robert Jackson dan George Sorensen. 2009. Pengantar Studi Hubungan

Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 91.

Page 31: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

19

adalah batasan yang didukung oleh sumber daya alam dan sumber

daya manusia.

Kepentingan suatu negara dalam menjelaskan identitas

mereka, memiliki kegunaan. Penjelasan kepentingan nasional itu

sendiri diilustrasikan oleh uraian James N. Rosenau di mana istilah

analitis untuk menggambarkan, menjelaskan atau mengevaluasi

kebijakan luar negeri dan selanjutnya, yaitu sebagai alat tindakan

politik sebagai sarana mengkritik, membenarkan atau mengusulkan

suatu kebijakan.19

Jadi negara yang bekerja sama tidak akan menyesalinya

suatu hari nanti. Kondisi ini menjelaskan tindakan langsung dan

tidak langsung yang dapat menjadi bahan rujukan bagi para pihak

yang berencana untuk bekerja sama. Ini juga dapat digunakan

sebagai bahan pembelajaran dan pengamatan kondisi internal

negara akan menjadi mitra kerjasama.

Dalam kepentingan nasional, terdapat perbedaan yang

mendasar, yaitu, kepentingan nasional vital atau kepentingan

nasional esensial juga non-vital atau sekunder. Kepentingan

nasional yang esensial biasanya terkait dengan kelangsungan hidup

negara serta nilai-nilai inti (core values) yang menjadi identitas

kebijakan luar negerinya. Sedangkan kepentingan nasional non-

19

Miroslav Nincic. The National Interest and Its and Interpretation The review

of Politics, Vol.61, No.1. 1999. Hlm. 29

Page 32: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

20

vital atau sekunder tidak terkait langsung dengan keberadaan

negara tetapi masih diperjuangkan melalui kebijakan luar negeri.20

Kepentingan vital menjelaskan seberapa jauh kepentingan

ini ada dan digunakan, yang lebih tentang keadaan darurat suatu

negara sehingga harus diputuskan segera. Berbeda dengan

kepentingan non-vital yang digunakan karena prosesnya

berlangsung lama tetapi hasil dan fungsinya dapat dirasakan lebih

baik di masa depan dengan jangka waktu panjang.

Dalam analisis kepentingan nasional, peran aktor dalam hal

ini negara, akan mengejar apapun yang dapat membentuk dan

mempertahankan kontrol suatu negara atas negara lain. Kontrol

berhubungan dengan kekuatan yang diciptakan melalui teknik

koersi atau kerjasama.21 Tindakan semacam itu tergantung pada

seberapa besar kekuatan yang dimiliki negara.

Sejalan hal tersebut, jika telah ditemukan titiknya, negara

akan mengubah alur yang hanya untuk kepentingan awal tetapi

dapat menjadi kepentingan baru. Kepentingan baru ini dilakukan

dengan terus melaksanakan kepentingan awal atau benar-benar

mengubah kepentingannya tanpa menggunakan dasar dari

kepentingan yang sebelumnya dicapai.

20

Aleksius Jemadu. Politik Global dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha

Ilmu (2008). Hlm. 67-69. 21

Aleksius Jemadu. Politik Global dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha

Ilmu (2008).. Hlm. 70.

Page 33: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

21

Demikian hal tersebut diperjelas ketika melihat suatu

negara dalam kepentingan nasionalnya di mana kepentingan A dari

negara X ke negara Y menjadi permulaan hubungan bilateral yang

dibuat kemudian minat B muncul dari negara X yang dapat timbul

sebelum kerjasama atau selama kerjasama.

Kepentingan seperti itu merupakan strategi dalam

melakukan kerjasama untuk memenuhi kepentingan A, B, C dan

seterusnya. Negara menggunakan strategi untuk mewujudkan

kepentingan nasionalnya. Dimana strategi dilakukan untuk

memperkirakan seberapa jauh masa depan akan tercapai.22

Selain itu, negara sebagai aktor utama di arena internasional

harus memiliki nilai jual dalam arti bahwa ada kemampuan yang

dimilikinya, sehingga dihormati oleh lawan-lawannya yang

dianggap sebagai kerjasama. Seperti yang dijelaskan oleh John C.

Pevehouse dalam bukunya yang berjudul International Relations:

“Actors use strategy to pursue good outcomes in bargaining with

one or more other actors. States deploy power capabilities as

leverage to influence each other’s actions. Bargaining is

interactive, and requires an actor to take account of other

actor’s interests even while pursuing its own.”23

Kutipan tersebut berart Aktor menggunakan strategi untuk

mengejar hasil yang baik dalam tawar-menawar dengan satu atau

lebih aktor lain. Negara menggunakan kemampuan daya sebagai

22

W. David Clinton. The National Interest: Normative Foundations. The

Review of Politics, 1986. Hlm. 495. 23

Joshua S. Goldstein dan Jon C. Pevehouse. International Relations. Longman:

New York (2010). Hlm.71.

Page 34: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

22

pengaruh untuk saling mempengaruhi tindakan satu sama lain.

Tawar-menawar bersifat interaktif, dan mengharuskan aktor untuk

memperhitungkan kepentingan aktor lain bahkan saat mengejar

kepentingannya sendiri. Dalam ranah internasional, kerjasama juga

merupakan tindakan yang dipandang sebagai panggung atau arena

di mana klaim akan membahas kepentingan aktor karena

keterbatasan yang melekat pada negara yang menjalin kerjasama.

Dalam kasus ini negara menyatakan mencoba menggunakan

kepentingan nasional sebagai komponen yang dirumuskan dan

kemudian diperjuangkan dalam suatu „hubungan‟.

1.6.2. Interdepedensi

Interdepedensi dalam politik internasional dipopulerkan

oleh Robert Keohane dan Joseph Nye melalui banyak karya

mereka dalam memajukan teori. Dalam rangka untuk menjelaskan

sepenuhnya maka harus mengesampingkan anggapan Realis

tentang isu-isu tertentu sehingga agak menggiring proposisi

mereka ke arah liberalisme. Namun, teori ini tidak mengklaim

sebagai penolakan terbuka terhadap realisme, tetapi lebih pada

kebutuhan untuk menggabungkan kedua Realisme yang

menekankan struktur dengan Liberalisme yang menekankan

proses.

Pendapat dalam Power and Interdependence 2001,

interdepedensi menghasilkan masalah klasik dari strategi politik

Page 35: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

23

karena ini menyiratkan bahwa tindakan negara dan aktor non-

negara yang signifikan akan membebankan costs pada anggota

lain dari suatu sistem. 24 Dengan demikian, interdependensi

melihat sistem internasional sebagai unit dari entitas yang saling

berhubungan yang saling terkait menggunakan perundingan alih-

alih memaksa untuk menarik minat mereka. Masalah penting

lainnya dalam Interdependensi adalah seperti yang pernah

dikatakan Sekretaris Negara Amerika, Albright Madeleine:

“Today the greatest problem to America is not some foreign

enemy, it is the possibility…that we will crawl into a shell…and

forget the fundamental lesson of the century, which is that

problems abroad, if left unattended will all too often come home

to America”.25

Kutipan di atas menjelaskan situasi di mana negara-negara

terjalin sedemikian rupa sehingga apa yang memengaruhi suatu

negara selalu memengaruhi negara lainnya. Oleh karena itu, negara

akan semakin peduli dengan kesejahteraan warga negara dari

negara lain.

Interdependensi juga mengandaikan bahwa hanya di mana

ada efek timbal balik (asimetris atau simetris) di mana dan ketika

dapat dikatakan saling ketergantungan. Kisah oleh Norman (1914)

tentang dua pria dalam sebuah perahu dapat digunakan untuk

menggambarkan hal ini.

24

Keohane R.O and Nye J.S., Power and Interdependence, 3rd

Edition,

Harrisonburg, 2001. Donneley Company. Hlm. 48. 25

Rourke J. T., International Politics on the World Stage. 2001. McGraw. Hlm.

23.

Page 36: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

24

“The boat was leaky, the sea heavy and the shore a long way off.

It took all the efforts of the one man to row and of the other to

bail. If either had seized, both would have drowned. At one point

the rower threatened the bailer that if he did not bail with more

energy, he would throw him over board, to which the bailer

made the obvious reply that if he did; he (the rower) would

certainly drown also. And as the rower was really dependent

upon the bailer and the bailer upon the rower, neither could use

force against the other.”26

Kelebihan cerita ini untuk memahami sifat saling

ketergantungan adalah bahwa tingkat saling ketergantungan

bervariasi berbanding terbalik dengan keefektifan kekuatan.

Pelajaran penting lain dari cerita ini adalah bahwa saling

ketergantungan mengarahkan kita ke pembagian kerja, pertukaran,

saling menguntungkan, bergantung pada pihak lain.

Penting juga untuk diketahui bahwa saling ketergantungan

biasanya dilakukan dengan pengorbanan terhadap kedaulatan

negara untuk menikmati manfaat yang menyertainya.

Menggunakan analogi situasi pernikahan, Cooper berpendapat

bahwa “as with marriage, the benefits of close international

economic relation can be enjoyed only at the expense of giving up

a certain amount of national independence”. Pandangan Cooper

mungkin membantu kita dalam memahami mengapa negara

terkadang menyetujui rezim internasional.27

Hubungan saling ketergantungan sering terjadi dan

mungkin dipengaruhi oleh jaringan aturan, norma dan prosedur

26

Norman A., The Foundations of International Polity. London, 1914),

Heinemann. 27

Cooper R.N., Economic Interdependence and Foreign Policy in the Seventies.

World Politics. Vol. 24. 1972.

Page 37: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

25

yang mengatur perilaku negara. Perangkat pengaturan

pemerintahan inilah yang disebut sebagai rezim internasional.

Aturan dalam politik dunia tidak koheren dan tidak ada otoritas

menyeluruh sebagai akibat dari tidak adanya aturan yang tertata

baik dalam politik dunia, ada kebutuhan untuk mengintegrasikan

struktur dengan proses. Struktur mengacu pada bentuk yang ada

sementara proses mengacu pada perilaku tawar-menawar dalam

struktur.28

Rezim internasional sangat penting dalam dunia kita yang

saling tergantung karena kita terus melihat bagaimana hal itu

memengaruhi perilaku negara dan bagaimana tindakan pemerintah

mempengaruhi pola saling ketergantungan. Rezim internasional

membantu menciptakan prosedur, lembaga atau aturan untuk jenis

kegiatan tertentu, mengatur tindakan pemerintah dan

mengendalikan hubungan antar negara dan juga antar negara.

Pentingnya lembaga-lembaga internasional tidak dapat terlalu

ditekankan karena mereka bertindak sebagai penanggung bagi

negara-negara lain untuk menjalin hubungan dengan negara-negara

lain “by reducing uncertainty and the costs of making and

enforcing agreements”. Singkatnya, lembaga-lembaga

internasional sangat penting karena mereka bertindak sebagai tanah

28

Keohane R.O., International Institutions: Can Interdependence Work?.

Washington, 1998. Foreign Policy, spring Ed. Hlm. 51.

Page 38: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

26

bebas untuk hubungan antar negara dan jalan untuk mencapai

sesuatu yang menguntungkan satu sama lain.29

Konsep Interdependensi ini mencoba membangun cara

pandang baru akan hubungan antara negara dalam politik

internasional. Pada konsep realisme hubungan antar negara selalu

dilihat dari kacamata “threat” dan “security” ketika pola interaksi

negara yang satu selalu menganggap negara lainnya sebagai

musuh. Pendekatan yang digunakan juga selalu mengukur

perbandingan antara military power antara satu aktor dengan aktor

lainnya. Sehingga pola yang terjadi antara satu aktor dengan aktor

lainnya dalam kacamata realisme selalu melihat dalam perspektif

konflik. Sebagai hasilnya maka terbentuk satu logika security,

yaitu kondisi alamiah dari negara perang (states of war): sejauh ini

manusia hidup tanpa adanya satu kekuatan yang mampu

menyatukan mereka semua, manusia selalu berada dalam kondisi

bersaing, seorang manusia selalu bersaing dengan manusia lainnya.

Sedangkan pada konsep interdependensi ini pola hubungan

antara aktor bergeser dari saling meningkatkan “military power”

menjadi ketergantungan antara satu aktor dengan lainnya. Isu

“security” kemudian juga menjadi meluas yang tadinya hanya

berkisar pada aspek “power”, “military forces”, “warfare”

berubah menjadi aspek “economy”, “resources”, “environment”

29

Keohane R.O., International Institutions: Can Interdependence Work?.

Washington, 1998. Foreign Policy, spring Ed. Hlm. 53.

Page 39: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

27

dan sebagainya. Pola hubungan antar aktor tidak lagi berbicara

kondisi states of war tetapi juga dependence between states,

ketergantungan antara satu aktor dengan aktor lainnya.30

Keohane dan Nye mencoba membangun paradigma baru

dalam pola relasi para aktor dalam politik internasional, mereka

mencoba menggeser paradigma realisme yang menjadikan negara

dalam kondisi state of war menjadi pola relasi yang lebih memiliki

banyak kemungkinan diluar kemungkinan konflik dan perang.

Keohane dan Nye mencoba menjelaskan kemungkinan adanya

interdependensi antara para aktor dikarenakan perbedaan power

dan resources. Paradigma baru ini menggeser cara pandang

realisme yang tidak memungkinkan adanya interaksi antara aktor

melainkan dalam pendekatan military power. Dengan adanya

paradigma interdependensi, munculnya pola-pola relasi antara

aktor yang less-conflict dapat diwujudkan sebagai cara pandang

baru dalam melihat relasi antar negara.31

1.7. Metode Penelitian

Metode penelitian kualitatif akan digunakan sebagai dasar

penelitian ini. Penelitian kualitatif adalah metode observasi ilmiah untuk

mengumpulkan data non-numerik. Jenis penelitian ini mengacu pada

30

Isiksal, Hüseyin, To What Extend Complex Interdependence Theorists

Challenge to Structural Realist School of International Relations, dalam Alternatives:

Turkish Journal of International Relations. Turkey, 2004. Vol.3, No.2&3 Summer and

Fall. 31

Keohane R.O and Nye J.S., Power and Interdependence, 3rd

Edition,

Harrisonburg, 2001. Donneley Company. Hlm. 50.

Page 40: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

28

makna, definisi konsep, karakteristik, metafora, simbol, dan hal-hal

deskriptif dan bukan untuk jumlah atau ukuran.32 Pendekatan penelitian

kualitatif digunakan di banyak disiplin akademis, dengan fokus terutama

pada elemen manusia dari ilmu sosial dan alam. Sebagai bidang studi,

pendekatan kualitatif mencakup konsep dan metode penelitian dari

berbagai bidang akademis yang telah ditetapkan. Tujuan dari proyek

penelitian kualitatif dapat bervariasi dengan latar belakang disiplin, seperti

seorang psikolog yang mencari pemahaman mendalam tentang perilaku

manusia dan alasan yang mengatur perilaku tersebut misalnya. Penelitian

kualitatif banyak digunakan pada ilmu politik, pekerjaan sosial, dan

peneliti pendidikan.33 Adapun menurut L. Neuman, metode penelitian

kualitatif dijelaskan sebagai berikut:

“Qualitative researchers use a language of case and contexts, employ

bricolage, examine social processes and case in their social context, and

look at interpretations or the creation of meaning in spesific settings.

They look at social life from multiple points of view and explain how

people construct identities. Only rarely do they use variable or test

hypotheses, or convert social life into numbers.”34

Kutipan di atas berarti bahwa peneliti kualitatif menggunakan

bahasa kasus dan konteks, menggunakan bricolage, memeriksa proses

sosial dan kasus dalam konteks sosial mereka, dan melihat interpretasi atau

penciptaan makna dalam pengaturan tertentu. Mereka melihat kehidupan

32

Earl Babbie. The Basics of Social Research. (6th ed.). Belmont, California:

Wadsworth Cengage (2014). Hlm. 303. 33

R. Bogdan and S. Taylor. Looking at the bright side: A positive approach to

qualitative policy and evaluation research. Qualitative Sociology. (1987). Hlm. 183. 34

Neuman, W.L. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative

Approach, 6th ed. Boston: Allyn and Bacon (2006). Hlm. 157.

Page 41: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

29

sosial dari berbagai sudut pandang dan menjelaskan bagaimana orang

membangun identitas. Jarang mereka menggunakan variabel atau menguji

hipotesis, atau mengubah kehidupan sosial menjadi angka.

Dalam Neuman, menurut Harper dan Schwandt, pemahaman

tentang suatu fenomena atau situasi atau peristiwa, berasal dari

mengeksplorasi totalitas situasi (misalnya, fenomenologi, interaksionisme

simbolik), sering dengan akses ke sejumlah besar data dari bentuk non-

numerik . Ini mungkin dimulai sebagai pendekatan grounded theory

dengan peneliti yang tidak memiliki pemahaman sebelumnya tentang

fenomena tersebut; atau penelitian dapat dimulai dengan proposisi dan

dilanjutkan dengan 'cara ilmiah dan empiris' selama proses penelitian.

Dalam metode ini, data yang telah dikumpulkan, diolah dan

dianalisis untuk dicari hubungan antar variabel yang diteliti. Variabel yang

digunakan bisa dua atau lebih. Dalam ilmu sosial biasanya lebih dari dua

karena variabel selalu berada dalam setting sosial yang bersifat

kompleks.35 Menurut Neuman, terdapat beberapa langkah yang sebaiknya

dilakukan peneliti dalam proses metode penelitian kualitatif. Pertama,

mengetahui inti permasalahan. Kedua, mengadopsi perspektif penelitian.

Ketiga, melakukan desain penelitian. Keempat, mengumpulkan data

penelitian. Kelima, menganalisis data penelitian yang telah terkumpul.

Keenam, menafsir dan menjelaskan data hasil penelitian.36

35

Earl R. Babbie. The Practice of Social Reseach. 12th

Edition. California:

Woolworthal Inc, 2010. Hlm. 48. 36

Neuman, W.L. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative

Approach, 6th ed. Boston: Allyn and Bacon (2006). Hlm. 159.

Page 42: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

30

Dalam penelitian kualitatif, gagasan rekursivitas diekspresikan

dalam hal sifat prosedur penelitiannya, yang dapat dikontraskan dengan

bentuk eksperimen desain penelitian. Dari perspektif eksperimental,

tahapan utama penelitian (pengumpulan data, analisis data, diskusi tentang

data dalam konteks literatur, dan menarik kesimpulan) harus masing-

masing dilakukan satu kali (atau paling banyak beberapa kali) dalam

penelitian. Namun, dalam riset kualitatif, keempat tahapan di atas dapat

dilakukan berulang-ulang sampai satu atau lebih kondisi berhenti spesifik

terpenuhi, yang mencerminkan sikap non-statis terhadap perencanaan dan

desain kegiatan penelitian. Contoh dari dinamika ini mungkin ketika

peneliti kualitatif secara tidak terduga mengubah fokus penelitian atau

desain mereka di tengah-tengah melalui studi penelitian,

Penelitian kualitatif yang telah dijelaskan di atas dimaksudkan

untuk mendapatkan gambaran dan keterangan-keterangan secara jelas dan

faktual tentang Kepentingan Nasional Jepang dalam The United Nations

Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dengan Skema

Joint Crediting Mechanism Tahun 2012-2015.

Untuk mendapatkan sumber data dalam penelitian ini, akan

dilakukan pengumpulan data-data baik yang bersifat primer ataupun

sekunder. Data-data primer akan didapatkan melalui wawancara kepada

pihak Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia. Untuk data yang bersifat

sekunder penelitian ini akan menggunakan buku, jurnal online, website, e-

book, artikel, dan buletin yang bisa diakses di Perpustakaan Pusat UIN

Page 43: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

31

Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia,

Perpustakaan Nasional dan internet.

1.8. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Agar memudahkan penulisan skripsi ini dalam menjelaskan dan

menganalisis, maka dalam bab pendahuluan ini dibagi menjadi beberapa

pembahasan, yaitu latar belakang masalah, pertanyaan penelitian, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka pemikiran,

metode penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II THE UNITED NATIONS FRAMEWORK

CONVENTION ON CLIMATE CHANGE

Bab ini bertujuan mendeskripsikan latar belakang The United

Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) beserta

dengan tujuan dan prinsipnya. Kemudian para pihak atau negara yang

terlibat di dalamnya dan perkembangan UNFCCC selama tahun 2012-

2015. Bab ini diperlukan guna menganalisa posisi Jepang di dalamnya

dan bagaimana agenda UNFCCC mempengaruhi kebijakan Jepang dalam

isu perubahan iklim pada periode tersebut. Maka bab ini dibagi menjadi

beberapa pembahasan yaitu latar belakang UNFCCC, tujuan UNFCCC,

prinsip-prinsip UNFCCC, para pihak UNFCCC dan perkembangan

UNFCCC selama 2012 sampai dengan 2015.

Page 44: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

32

BAB III RESPON JEPANG DALAM ISU PERUBAHAN

IKLIM

Pada bagian ini akan membahas mengenai kebijakan Jepang dalam

isu perubahan iklim internasional terutama pasca bencana nuklir

Fukushima Daiichi. Bab ini terdiri dari tiga sub bab, yaitu kebijakan

Jepang dalam perubahan iklim pasca bencana Fukushima Daiichi, fokus

mitigasi Jepang dalam menangani emisi gas rumah kaca dan Joint

Crediting Mechanism. Pembahasan ini bertujuan untuk memberikan

pembuktian bahwa kebijakan Jepang memiliki pengaruh yang cukup

besar dalam upaya mitigasi emisi GRK di bawah payung UNFCCC,

terutama dengan kebijakan Joint Crediting Mechanism.

BAB IV ANALISIS KEPENTINGAN NASIONAL

JEPANG DALAM THE UNITED NATIONS FRAMEWORK

CONVENTION ON CLIMATE CHANGE DENGAN SKEMA JOINT

CREDITING MECHANISM TAHUN 2012-2015

Dalam bagian ini akan dijabarkan mengenai temuan dalam

penelitian dengan menngunakan konsep kepentingan nasional dan

interdepedensi. Bab ini bertujuan untuk menunjukan bagaimana konsep-

konsep yang digunakan dapat menjelaskan kepentingan nasional Jepang

dalam UNFCCC menggunakan kebijakannya, yaitu JCM. Bab ini dibagi

menjadi dua sub bab, yaitu Kepentingan Jepang dalam Memenuhi

Intended Nationally Determined Contribution dan Mengamankan

Kawasan Regional dan Interdepedensi Jepang dan Negara Mitra dalam

Page 45: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

33

Pengoptimalan Joint Crediting Mechanism sebagai Langkah Mitigasi

Alternatif.

BAB V PENUTUP

Bab ini adalah bab terakhir yang berisi kesimpulan dari

pembahasan dan hasil analisis yang dapat menjawab pertanyaan masalah

yang telah dirumuskan pada awal penelitian.

Page 46: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

34

BAB II

THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON

CLIMATE CHANGE

Pada bab ini akan dijabarkan tentang profil dan perkembangan The United

Nations Framework on Convention Climate Change. Adapun dalam bab ini dibagi

menjadi 3 sub bab. Bab ini akan menjelaskan krisis apa yang menjadi acuan atas

terbentuknya UNFCCC dan dijelaskan mengenai tujuan dan prinsip-prinsip yang

ditekankan dalam berjalannya agenda UNFCCC oleh para delegasinya (para

pihak) yang terdiri dari 197 negara. Kemudian di dalam bab ini juga dijelaskan

bagaimana perkembangan UNFCCC pada tahun 2012-2015, termasuk pertemuan-

pertemuan yang mengusung agenda tertentu untuk diterapkan dalam upaya

mitigasi ke depan.

2.1. Profil UNFCCC

Isu perubahan iklim mulai menjadi perhatian di tingkat

internasional karena adanya laporan The Intergovernmental Panel on

Climate Change (IPCC) pada tahun 1990 yang menyoroti masalah ini

sebagai subjek yang membutuhkan platform politik. IPCC dibuat pada

tahun 1988 oleh World Meteorological and Organisation dan The United

Nations Environment Program untuk memberikan tinjauan pandangan

Page 47: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

35

ilmiah tentang masalah ini.37 Temuan IPCC mendorong dimulainya

negosiasi perubahan iklim pada tahun 1991 yang sejak saat itu

berkembang secara bertahap.38

Awalnya, diskusi tentang perubahan iklim bertindak untuk

membangun sebuah kerangka kerja, yaitu The United Nations Framework

Convention on Climate Change (UNFCCC). Adapun UNFCCC sendiri

merupakan konvensi kerangka kerja yang tidak menetapkan batas emisi

gas rumah kaca yang mengikat terhadap setiap negara dan tidak

mencantumkan mekanisme penegakan hukum. Konvensi ini menentukan

bagaimana perjanjian internasional tertentu (disebut "protokol") dapat

mengatur batas gas rumah kaca yang benar-benar mengikat. UNFCCC

dibentuk dan mulai diadopsi pada 5 Juni 1992, kemudian mulai berlaku

dua tahun kemudian, tepatnya 21 Maret 1994.39

UNFCCC yang dirancang

dua tahun sebelumnya di Rio, mulai berlaku. Sekertariat UNFCCC berada

di Bonn, Jerman sejak Agustus 1996. Sekretariat secara institusional

berhubungan langsung dengan PBB dan melaporkan secara rutin setiap

hasil yang dicapai dalam konferensi.40

37

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), Understanding Climate

Change: 22 years of IPCC Assessment. Diakses dari

https://www.ipcc.ch/pdf/press/ipcc_leaflets_2010/ipcc-brochure_understanding.pdf pada

2 April 2018. 38

Bodansky, D., The Copenhagen Climate Change Conference: A Post-Mortem.

American Journal of International Law (2010), 104(2). Hlm. 230. 39

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC),

Status of Ratification of the Convention. Diakses dari

https:unfccc.int/essential_background/convention/status_of_ratification/items/2631.php

pada 2 April 2018. 40

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), The

Secretariat. Diakses dari

https://unfccc.int/secretariat/history_of_the_secretariat/items/1218.php pada 2 April 2018.

Page 48: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

36

Negara-negara yang menandatangani perjanjian itu dikenal sebagai

'para pihak'. Hingga tahun 2015, UNFCCC memiliki 197 anggota

termasuk semua negara anggota PBB. Para pihak atau negara anggota

UNFCCC diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Negara-negara Annex I

Para pihak yang tercantum dalam Annex I diklasifikasikan sebagai

negara industri maju, termasuk Uni Eropa dan negara ekonomi dalam

transisi atau Economy in Transition (EIT).41

Negara-negara EIT

merupakan negara perekonomian pecahan Uni Soviet yang terpusat di

Eropa Timur.42

Para pihak tersebut antara lain; Australia, Austria,

Belarusia, Belgia, Bulgaria, Kanada, Kroasia, Siprus, Republik Ceko,

Denmark, Estonia, Uni Eropa, Finlandia, Perancis. Jerman, Yunani,

Hungaria, Islandia, Irlandia, Italia, Jepang, Latvia, Leichtenstein,

Lithuania, Luksemburg, Malta, Monako, Belanda, Selandia Baru,

Norwegia, Polandia, Portugal, Rumania, Rusia, Slowakia, Slovenia,

Spanyol, Swedia, Swiss , Turki, Ukraina, Inggris dan Amerika Serikat.

2. Negara-negara Annex II

Para Pihak yang tercantum dalam Annex I Konvensi, 24 di

antaranya juga tercantum dalam Annex II Konvensi, termasuk Uni

41

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Parties and Observers. Diakses dari https://unfccc.int/parties-observers pada 3 Mei 2018. 42

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Article 4, Commitments. United Nations (1992). Hlm. 11.

Page 49: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

37

Eropa.43

Para pihak ini terdiri dari anggota Organisasi untuk

Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan atau Organization for

Economic Cooperation and Development (OECD). Pihak Annex II

diharuskan memberikan dukungan keuangan dan teknis kepada EIT

dan negara berkembang untuk membantu mereka mengurangi emisi

gas rumah kaca (mitigasi perubahan iklim) dan mengelola dampak

perubahan iklim (adaptasi perubahan iklim). Para pihak tersebut antara

lain; Australia, Austria, Belgia, Kanada, Denmark, Uni Eropa,

Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Islandia, Irlandia, Italia, Jepang,

Luksemburg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Portugal, Spanyol,

Swedia, Swiss, Inggris dan Amerika Serikat.44

3. Negara-negara non-Annex I

Pihak-pihak UNFCCC yang tidak terdaftar dalam Annex I dari

Konvensi sebagian besar adalah negara-negara yang kontribusinya

terhadap GRK jauh lebih sedikit serta memiliki pertumbuhan ekonomi

yang jauh lebih rendah.45

Negara-negara ini dapat menjadi sukarelawan

untuk menjadi negara-negara Annex I ketika perekonomian mereka cukup

berkembang menuju negara perindustrian maju.46

Para pihak bertemu

43

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Article 4, Commitments. United Nations (1992). Hlm. 13. 44

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Parties and Observers. Diakses dari https://unfccc.int/parties-observers pada 16 Mei

2018. 45

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). List

of Non-Annex I Parties to the Convention. Diakses dari

https://unfccc.int/process/parties-non-party-stakeholders/parties/list-non-annex-i-parties-

convention pada 18 Mei 2018. 46

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Sixth

Compilation and Synthesis of Initial National Communications from Parties not Included

Page 50: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

38

setiap tahun di Conference of the Parties (COP) untuk pengambilan

keputusan tertinggi dari konvensi. Semua negara yang merupakan pihak

pada konvensi diwakili di COP, di mana mereka meninjau pelaksanaan

konvensi dan instrumen hukum lainnya yang COP adopsi dan mengambil

keputusan yang diperlukan untuk mempromosikan pelaksanaan konvensi

yang efektif, termasuk pengaturan kelembagaan dan administrasi.47

Pada tahun 1995, Angela Merkel sebagai representatif dari Jerman,

memimpin berjalannya COP yang pertama di Berlin. Para pihak sepakat

bahwa UNFCCC merupakan kerangka kerja yang kurang efektif tanpa

adanya komitmen untuk memenuhi tujuan UNFCCC, dimana secara

umum, tujuan UNFCCC adalah untuk menstabilkan konsentrasi GRK di

atmosfer pada tingkat yang akan mencegah gangguan antropogenik yang

berbahaya terhadap sistem iklim. Kemudian, mandat yang dihasilkan dari

COP pertama yaitu menetapkan proses untuk menegosiasikan komitmen

yang lebih kuat dari maupun bagi para pihak.48

Negosiasi berlanjut untuk mengatur Protokol Kyoto sebagai dasar

komitmen bagi para pihak. Kemudian, Protokol Kyoto mulai diadopsi

pada tahun 11 Desember 1997. Namun, karena serangkaian proses

in Annex I to the Convention. Geneva, Switzerland: United Nations Office (2005). Hlm.

4. 47

R. Stavins, J. Zou, dkk., International Cooperation: Agreements and

Instruments. Wayback Machine. Chapter 13 in: Climate Change 2014: Mitigation of

Climate Change. Contribution of Working Group III to the Fifth Assessment Report of the

Intergovernmental Panel on Climate Change. Cambridge University Press (2014). Hlm.

47. 48

Federal Ministry for the Environment, Nature Conservation, Building and

Nuclear Safety. Stages of Climate Change Negotiations. Diakses dari

https://www.bmu.de/en/topics/climate-energy/climate/international-climate-

policy/climate-conferences/chronicle-of-climate-change-conferences/ pada 5 April 2018.

Page 51: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

39

ratifikasi yang sedemikian rumit, maka Protokol Kyoto baru mulai berlaku

pada 16 Februari 2005.49

Singkatnya, Protokol Kyoto mengoperasionalkan

konvensi dengan melibatkan negara-negara industri untuk membatasi dan

mengurangi emisi GRK sesuai dengan target masing-masing yang

disepakati. Konvensi itu sendiri hanya meminta negara-negara tersebut

untuk mengadopsi kebijakan dan langkah-langkah mitigasi dan

melaporkan secara berkala.50

Protokol Kyoto dibangun dan dibentuk selama hampir dua dekade,

berlandaskan kerja keras dan kemauan politik untuk membenahi

lingkungan hidup yang lebih baik. Protokol Kyoto didasarkan pada prinsip

dan ketentuan konvensi. Itu hanya mengikat negara-negara maju, dan

menempatkan beban yang lebih berat pada mereka di bawah prinsip

"tanggung jawab bersama tetapi berbeda dan sesuai kemampuan masing-

masing", karena mereka mengakui bahwa memiliki bagian besar tanggung

jawab atas tingginya tingkat emisi GRK di atmosfer saat ini.51

UNFCCC mewajibkan semua pihak, dengan sesuai tanggung

jawab dan kemampuan mereka, untuk merumuskan dan menerapkan

program yang mengandung langkah-langkah untuk mengurangi perubahan

iklim. Program-program seperti ini menargetkan kegiatan ekonomi dengan

49

UN Treaty Database, Kyoto Protocol to the United Nations Framework

Convention on Climate Change Retrieved. Diakses dari

https://treaties.un.org/pages/ViewDetails.aspx?src=TREATY&mtdsg_no=XXVII-7-

a&chapter=27&lang=en pada 5 April 2018. 50

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). An

Introduction to the Kyoto Protocol Compliance Mechanism. Diakses dari

https://unfccc.int/process/kyoto-protocol/compliance-under-kyoto-protocol/introduction

pada 5 April 2018. 51

M. R. Allen, dkk.. Warming caused by cumulative carbon emissions towards

the trillionth tone. Nature (2009). 458(7242). Hlm. 1163.

Page 52: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

40

tujuan untuk mendorong tindakan yang lebih bersih atau disinsentif yang

menghasilkan GRK dalam jumlah besar.52

Program-program tersebut

termasuk kebijakan, skema program investasi yang menangani semua

sektor, termasuk pembangkit dan penggunaan energi, transportasi,

bangunan, industri, pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan lainnya,

serta pengelolaan limbah.53

Tindakan mitigasi ini dapat dilakukan dalam berbagai cara,

misalnya, peningkatan penggunaan energi terbarukan maupun penerapan

teknologi baru. Lebih lanjut, termasuk memperluas hutan dan penyerapan

lain untuk menghilangkan karbon dioksida (CO2) dalam jumlah besar dari

atmosfer. Secara umum, bagaimanapun risiko meningkat hingga dua kali

lipat dampak negatif akibat perubahan iklim di masa depan. Kyoto

dimaksudkan untuk mengurangi emisi global GRK.54

Hal ini juga mendesak negara-negara untuk bekerja sama dalam

proses ini, dengan bertukar praktik-praktik yang baik dan pembelajaran,

dan memperkuat lembaga-lembaga nasional. Lingkup kegiatan yang luas

ini dipandu oleh tujuan khusus yang secara bersama-sama dipandang

penting untuk secara efektif menerapkan adaptasi iklim dan aksi mitigasi,

dan untuk mencapai tujuan akhir UNFCCC.55

52

IEA. Global Gaps in Clean Energy Research, Development and

Demonstration. 2009, OECD/International Energy Agency: Paris, France. 53

IEA. World Energy Outlook 2010. 2010, OECD, International Energy

Agency: Paris. 54

D. Liverman and S. Billett. Copenhagen and the Governance of Adaptation.

Environment Magazine. (2010). Hlm. 28. 55

UNESCO and UNFCCC, Action for climate empowerment: Guidelines for

accelerating solutions through education, training and public. UNESCO and UNFCCC

(2011). Hlm. 6.

Page 53: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

41

Tujuan utama dari UNFCCC sebagaimana diatur dalam Article 2

adalah untuk menstabilkan konsentrasi emisi GRK di atmosfer pada

aktivitas manusia yang berbahaya bagi sistem iklim dunia. Dalam Article

tersebut, tingkat konsentrasi emisi GRK yang hendak distabilkan tidak

ditentukan, maka UNFCCC mengupayakan langkah mitigasi sebagai cara

meminimalkan dampak perubahan iklim terhadap lingkungan karena

kerusakan komposisi atau produktivitas ekosistem yang secara alamiah

disebabkan oleh kegiatan sosio-ekonomi demi kesejahteraan manusia.

Cara ini juga harus diikuti dengan dukungan organisasi integrasi ekonomi

regional demi pengimplementasian konvensi yang telah para pihak

sepakati.56

Selain itu, UNFCCC juga bertujuan agar para pihak berkomitmen

mengurangi emisi GRK di atmosfer dalam jangka waktu tertentu. Adapun

komitmen bagi para pihak antara lain:

1. Memberi inventarisasi emisi dan serapan GRK nasional.

2. Menerapkan program nasional guna meminimalisasi perubahan iklim

dan menyesuaikan dengan dampak yang akan timbul.

3. Memperkuat penelitian dan observasi secara sistematis yang berkaitan

langsung dengan iklim serta menyerukan pengembangan dan

diseminasi teknologi yang relevan.

4. Mempromosikan edukasi dan kesadaran publik mengenai peubahan

iklim dan kemungkinan dampaknya.

56

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC),

Article 2, Objective. United Nations (1992). Hlm. 9.

Page 54: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

42

5. Melakukan komunikasi nasional secara komprehensif mengenai

pelaksanaan komitmen di bawah konvensi.

Sebagian negara, umumnya negara ekonomi berkembang,

berpotensi terkena dampak negatif atas berubahnya sistem iklim, terutama

karena kurangnya sumber daya domestik untuk mendukung proyek dan

inovasi baru, contohnya dengan memfasilitasi transisi ke ekonomi energi

bersih. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan adanya dukungan keuangan,

teknologi dan yang lainnya kepada negara-negara tersebut untuk

menghadapi mitigasi yang disebutkan di dalam konvensi. Terciptanya

dukungan tersebut menunjukan adanya kerjasama yang erat antara negara

berkembang dan negara maju untuk menghadapi perubahan iklim secara

efisien sesuai dengan prinsip-prinsip UNFCCC.57

Adapun prinsip sebagai ketentuan pelaksanaan konveksi secara

efektif untuk semua pihak UNFCCC, antara lain:

1. Equity

Para pihak UNFCCC wajib melindungi sistem iklim global untuk

umat manusia saat ini dan masa yang akan datang.

2. Common but Differentiated Responsibiities

Semua pihak mengemban tanggung jawab yang setara tetapi dalam

tingat pengurangan emisi GRK berbeda. Karena htetapi dalam tingat

pengurangan emisi GRK berbeda. Karena hingga kini, dari seluruh

emisi di dunia, negara-negara maju memiliki andil besar di dalamnya.

57

Edenhofer, O., dkk., Costs, Investments and Burden Sharing. Wayback

Machine (2014). Hlm. 31.

Page 55: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

43

Dari seluruh emisi yang ada di dunia, negara-negara maju memiliki

andil besar di dalamnya. Selain memiliki kapabilitas yang cukup

berpengaruh untuk mengurangi emisi GRK, mereka juga harus

mengemban tanggung jawab yang besar dalam menghadapi perubahan

iklim global.58

Prinsip ini sesuai dengan Article 3 yang menyebutkan:

“…setiap pihak memiliki tanggung jawab umum yang sama tetapi

dibedakan secara khusus sesuai dengan kemampuannya.”

Pernyataan di atas menunjukan bahwa setiap negara memiliki

tanggung jawab dalam rangka mencegah perubahan sistem iklim serta

mengatasi dampaknya.59

3. Precautionary Measure

Jika terdapat ancaman kerusakan serius, kurangnya kepastian tidak

dapat dijadikan alasan untuk menunda tindakan pencegahan. Dunia

tidak bisa menunggu hasil studi ilmiah yang absolut tanpa melakukan

apa pun untuk mencegah efek pemanasan global lebih jauh.

4. Sustainable Development

Para pihak UNFCCC memiliki hak untuk dan kewajiban terus

mempromosikan pembangunan berkelanjutan di negara mereka.

Pembangunan berkelanjutan merupakan implementasi pembangunan

yang masih dalam proses. Dalam hal ini, pembangunan ekonomi

58

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Compilation of Information on Nationally Appropriate Mitigation Actions to be

Implemented by Parties Not Included in Annex I to the Convention. Geneva, Switzerland:

UN Office, Library record (2011). Hlm. 11. 59

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Article 3, Principles. United Nations (1992). Hlm. 9.

Page 56: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

44

memang berintegrasi namun tetap harus disertai dengan langkah-

langkah yang membantu mengurangi dan mencegah perubahan iklim

global.60

2.2. Perkembangan Agenda UNFCCC 2012-2015

Berdasarkan tujuan utama UNFCCC yakni "menstabilkan

konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer pada tingkat yang akan

menghentikan gangguan antropogenik yang berbahaya dengan sistem

iklim."61

Bahkan jika Pihak Annex I berhasil dalam memenuhi komitmen

putaran pertama mereka, jauh pengurangan emisi yang lebih besar akan

diperlukan di masa depan untuk menstabilkan konsentrasi GRK

atmosfer.62

Ilmu alam, teknis dan sosial dapat memberikan informasi tentang

keputusan yang berkaitan dengan tujuan ini termasuk kemungkinan

besarnya dan laju perubahan iklim di masa depan. Namun, IPCC juga

telah menyimpulkan bahwa keputusan dari apa yang merupakan gangguan

"berbahaya" membutuhkan penilaian nilai, yang akan bervariasi antara

berbagai wilayah di dunia. Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi

keputusan ini termasuk konsekuensi lokal dari dampak perubahan iklim,

60

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Quantified Economy-wide Emission Reduction Targets by Developed Country Parties to

the Convention: Assumptions, Conditions, Commonalities and Differences in Approaches

and Comparison of the Level of Emission Reduction Efforts. Geneva, Switzerland: UN

Office. Library record (2012). Hlm. 5. 61

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Article 2, Objective. United Nations (1992). Hlm. 9. 62

Solomon, S., dkk. Global Climate Projections. Cambridge University Press

(2007). Hlm. 19.

Page 57: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

45

kemampuan wilayah tertentu untuk beradaptasi dengan perubahan iklim

dan kemampuan negara untuk mengurangi emisi GRK (kapasitas

mitigatif), sesuai dengan tujuan Protokol Kyoto.63

Protokol mendefinisikan tiga "mekanisme fleksibilitas" yang dapat

digunakan oleh Pihak Annex I dalam memenuhi komitmen pembatasan

emisi dan langkah mitigatif mereka. Mekanisme fleksibilitas tersebut

antara lain, International Emissions Trading (IET), Clean Development

Mechanism (CDM), dan Joint Implementation (JI). Jika EIT

mempersilakan pihak-pihak Annex I memperdagangkan emisi mereka

dalam bentuk kredit dengan satuan unit jumlah yang ditentukan, berbeda

dengan EIT, CDM dan JI cenderung disebut "mekanisme berbasis proyek"

memungkinkan negara-negara Annex I supaya memenuhi komitmen

mereka perihal pengurangan emisi gas rumah kaca dengan mengakuisisi

pengurangan kredit karbon emisi gas rumah kaca.64

Perbedaan antara EIT

dan mekanisme berbasis proyek yaitu IET didasarkan pada pengaturan

pembatasan emisi secara kuantitatif, sementara CDM dan JI didasarkan

pada gagasan "produksi" dari pengurangan emisi. CDM dirancang untuk

mendorong produksi pengurangan emisi di negara-negara non-Annex I,

63

Watson, R.T., Synthesis Report. A Contribution of Working Groups I, II, and

III to the Third Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change

(IPCC). Cambride University Press (2001). Hlm. 33. 64

Peter Zaman, Clean Development Mechanism: CDM and the UNFCCC.

Advocates for International Development (A4ID) (2012). Hlm. 23.

Page 58: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

46

sementara JI mendorong produksi pengurangan emisi dalam Annex I

Parties.65

Tujuan utama dari Protokol Kyoto yaitu mengendalikan emisi

GRK antropogenik terutama dengan cara-cara yang mencerminkan

perbedaan mendasar dalam emisi, kekayaan, dan kapasitas untuk

melakukan pengurangan. Perjanjian ini mengikuti prinsip-prinsip utama

yang disepakati dalam Konvensi Kerangka Kerja 1992 yang asli.66

Menurut perjanjian itu, pada tahun 2012, Pihak Annex I yang telah

meratifikasi perjanjian tersebut harus memenuhi kewajiban mereka dari

pembatasan emisi gas rumah kaca yang ditetapkan untuk periode

komitmen pertama Protokol Kyoto (2008-2012). Komitmen pembatasan

emisi ini tercantum dalam Lampiran B Protokol.67

Komitmen putaran pertama Protokol Kyoto adalah langkah rinci

pertama yang diambil dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang

Perubahan Iklim. Protokol menetapkan struktur periode komitmen

pengurangan emisi bergulir. Ini mengatur jadwal mulai tahun 2006 untuk

negosiasi guna menetapkan komitmen pengurangan emisi untuk periode

komitmen kedua. Komitmen pengurangan emisi periode pertama berakhir

65

I. Bashmakov, et.al., Joint Implementation and Clean Development

Mechanism as Project-based Mechanism. in IPCC (2001). Hlm. 37. 66

M. Grubb, Kyoto and the Future of International Climate Change Responses:

From Here to Where?. International Review for Environmental Strategies, Vol. 5 (2004).

Hlm. 2. 67

Morgan Granger, Summary of Climate Change Basics. A Report by the U.S.

Climate Change Science Program and the Subcommittee on Global Change Research.

Washington D.C., USA (2009). National Oceanic and Atmospheric Administration. Hlm.

11.

Page 59: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

47

pada 31 Desember 2012.68

Tujuan akhir dari UNFCCC adalah stabilisasi

konsentrasi emisi GRK di atmosfer pada tingkat yang akan menghentikan

gangguan antropogenik yang berbahaya dengan sistem iklim. Bahkan jika

Pihak Annex I berhasil memenuhi komitmen putaran pertama mereka,

jauh pengurangan emisi yang lebih besar akan diperlukan di masa depan

untuk menstabilkan konsentrasi GRK atmosfer berdasarkan konsep utama

dalam Protokol Kyoto itu sendiri.

Komitmen mengikat untuk Pihak Annex I. Konsep utama dari

Protokol adalah bahwa ia menetapkan komitmen yang mengikat untuk

mengurangi emisi gas rumah kaca untuk Pihak Annex I. Komitmen

tersebut didasarkan pada Mandat Berlin, yang merupakan bagian dari

negosiasi UNFCCC yang mengarah ke pelaksanaan Protokol.69

Untuk

memenuhi tujuan Protokol, Pihak Annex I diminta untuk menyiapkan

kebijakan dan langkah-langkah untuk pengurangan GRK di negara mereka

masing-masing. Selain itu, mereka diminta untuk meningkatkan

penyerapan gas-gas ini dan memanfaatkan semua mekanisme yang

tersedia, IET, CDM, dan JI.70

Sebelumnya pada Desember 2011, tepatnya pada COP17 di

Durban, Protokol Kyoto kembali dihantui ketidakpastian kesepakatan atas

68

Michael Grubb, The Seven Myths of Kyoto, Cimate Policy, Vol. 1. Cambridge

University (2001). Hlm. 269. 69

J. Depledge, United Nations Framework Convention on Climate Change

(UNFCCC) Technical paper: Tracing the Origins of the Kyoto Protocol: An Article-by-

Article Textual History. UNFCCC (2007). Hlm. 6. 70

D. M. Liverman, Conventions of Climate Change: Constructions of Danger

and the Dispossession of the Atmosphere. Journal of Historical Geography. Vol. 2 (2008).

Hlm. 279–296.

Page 60: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

48

berlangsungnya komitmen putaran kedua. Jepang sebagai salah satu pihak

yang mendorong perjanjian yang sepenuhnya inklusif, termasuk

komitmennya dalam komitmen putaran pertama Protokol Kyoto. Jepang

membenarkan pernyataan sebelumnya pada November 2011 yang

disampaikan oleh Jun Arima dari Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan

Industri Jepang.

"Japan will not inscribe its target under the Kyoto Protocol on any

conditions or under any circumstances... Discussions focusing on a

second commitment period will go nowhere."

Perpanjangan delapan tahun dari Protokol Kyoto hingga 2020

terbatas dalam lingkup hanya 15% dari emisi karbon dioksida global

karena kurangnya partisipasi dari Kanada, Jepang, Rusia, Belarusia,

Ukraina, Selandia Baru dan Amerika Serikat dan karena fakta bahwa

negara-negara berkembang seperti China (penghasil emisi terbesar di

dunia), India dan Brasil tidak tunduk pada pengurangan emisi di bawah

Protokol Kyoto.71

Pada Desember 2012, tepatnya pada COP18 di Qatar, PBB

mendorong para pihak untuk meratifikasi segera setelah mereka dapat

melakukan amandemen yang berkaitan dengan periode komitmen kedua

dari Protokol Kyoto, perjanjian pengurangan emisi internasional.

Ratifikasi Amandemen Doha terhadap Protokol Kyoto merupakan bagian

71

Michael McCarthy, Japan Derails Climate Talks by Refusing to renew Kyoto

Treaty. Independent (2011). Diakses dari

https://www.independent.co.uk/environment/climate-change/japan-derails-climate-talks-

by-refusing-to-renew-kyoto-treaty-2148769.html pada 5 Juni 2018.

Page 61: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

49

berharga dari momentum untuk aksi iklim global untuk tahun-tahun

menjelang tahun 2020.

Pada November 2013, saat COP19 di Polandia, Konferensi ini

menghasilkan kesepakatan bahwa semua negara akan mulai memangkas

emisi sesegera mungkin pada kuartal pertama 2015. Warsaw Mechanism

juga diusulkan.72

COP menetapkan Warsaw Mechanism program Loss and Damage

untuk mengatasi dampak perubahan iklim, termasuk kejadian yang

melanda negara-negara berkembang yang tidak mampu mengatasi efek

buruk dari perubahan iklim. Pelaksanaan fungsi Mekanisme Loss and

Damage akan dipandu oleh Komite Eksekutif di bawah bimbingan COP.73

Mekanisme Loss and Damage memenuhi peran dalam Konvensi

mempromosikan penerapan pendekatan untuk mengatasi kerugian dan

kerusakan yang terkait dengan dampak buruk perubahan iklim,

berdasarkan keputusan 3/CP.18, secara komprehensif, terintegrasi dan

koheren dengan melakukan, antara lain, fungsi-fungsi berikut:

1. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pendekatan

manajemen risiko komprehensif untuk mengatasi loss and damage

mengenai dampak buruk perubahan iklim, dengan memfasilitasi dan

mempromosikan tindakan untuk mengatasi kesenjangan dalam

72

SDG Knowledge Hub. 19th

Session of the Conference of the Parties to the

UNFCCC. Diakses dari http://sdg.iisd.org/events/conference-of-the-parties-to-the-unfccc/

pada 17 Juli 2018. 73

Al Jazeera. Climate summit in overtime due to deadlock. Diakses dari

https://www.aljazeera.com/news/europe/2013/11/climate-summit-overtime-due-

deadlock-201311234643975109.html pada 18 Juli 2018.

Page 62: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

50

pemahaman dan keahlian dalam pendekatan untuk mengatasi dampak

terkait dengan dampak buruk perubahan iklim, termasuk, antara lain,

area yang diuraikan dalam keputusan 3 / CP.18, paragraf 7 (a).

2. Memperkuat dialog, koordinasi, koherensi dan sinergi di antara

pemangku kepentingan yang relevan dengan menyediakan

kepemimpinan dan koordinasi dan, sebagai dan di mana tepat,

pengawasan di bawah Konvensi, tentang penilaian dan penerapan

pendekatan untuk menangani dampak yang terkait dengan dampak

perubahan iklim dari peristiwa ekstrim dan kejadian serangan lambat

terkait dengan efek buruk perubahan iklim serta membina dialog,

koordinasi, koherensi dan sinergi di antara semua pemangku

kepentingan, lembaga, badan, proses, dan inisiatif yang relevan di luar

Konvensi, dengan tujuan untuk mempromosikan kerjasama dan

kolaborasi di seluruh pekerjaan dan kegiatan yang relevan di semua

tingkatan.

3. Meningkatkan aksi dan dukungan, termasuk keuangan, teknologi, dan

pengembangan kapasitas, untuk mengatasi kerugian dan kerusakan

yang terkait dengan dampak buruk perubahan iklim, sehingga

memungkinkan negara-negara untuk mengambil tindakan berdasarkan

keputusan 3/CP.18, paragraf 6, termasuk memberikan dukungan teknis

dan panduan tentang pendekatan untuk mengatasi kerugian dan

Page 63: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

51

kerusakan yang terkait dengan dampak perubahan iklim, termasuk

peristiwa ekstrim dan kejadian serangan lambat;74

Dalam melaksanakan fungsi di atas, Mekanisme Loss and Damage

antara lain memfasilitasi dukungan tindakan untuk mengatasi kerugian dan

kerusakan, meningkatkan koordinasi pekerjaan yang relevan dari badan-

badan yang ada di bawah Konvensi, mengadakan pertemuan para ahli dan

pemangku kepentingan yang relevan, mempromosikan pengembangan,

dan menyusun, menganalisis, mensintesis dan meninjau informasi,

memberikan bimbingan dan dukungan teknis.

Pada Desember 2014, Konferensi Perubahan Iklim ke-20 (COP20)

berakhir di Peru pada 14 Desember. Lebih dari 190 negara menentukan

kesepakatan yang untuk memerangi perubahan iklim dalam arti bahwa

pintu perjanjian global dibiarkan terbuka untuk terus bekerja pada masalah

yang belum selesai. Berikut beberapa masalah utama dari COP20 untuk

climate actions, layak untuk diikuti selama 2015 Road to Paris:

1. Untuk pertama kalinya, sebuah kesepakatan dicapai di mana semua

negara akan menentukan tujuan mereka, jika mereka siap, dan mereka

akan menyerahkan informasi emisi (INDC) CO2 mereka pada Maret

2015.

2. Isu kontroversial yang mempengaruhi perundingan antara negara-

negara maju dan berkembang adalah Tanggung Jawab Bersama Tapi

74

United Nations Framework Convention on Climate Change. Warsaw

International Mechanism for Loss and Damage. Diakses dari

https://unfccc.int/topics/adaptation-and-resilience/workstreams/loss-and-damage-

ld/warsaw-international-mechanism-for-loss-and-damage pada 21 Juli 2018.

Page 64: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

52

Berbeda atau Common But Differentiated Responsibilities (CBDR).

COP20 tidak dapat menentukan bagaimana pengurangan emisi akan

didistribusikan di antara para pihak. Masalah ini akan dibahas pada

COP21 di Paris.

3. Kesepakatan yang dicapai sejalan dengan pekerjaan yang dimulai pada

COP17 di Durban. Fokus di Lima lebih global dan tidak membahas

perkembangan masing-masing negara. Berbeda dengan Protokol

Kyoto, yang hanya melibatkan negara-negara maju, ini adalah

perjanjian inklusif yang berlaku untuk semua negara.

4. Pelaksanaan kerangka kerja baru untuk Pengukuran, Pelaporan dan

Verifikasi. Penilaian Multilateral pertama diadakan di Lima,

memberikan transparansi yang lebih besar untuk tindakan oleh negara-

negara maju, karena mereka dapat membandingkan tingkat kepatuhan

mereka dengan tujuan pengurangan emisi.75

Pada November 2015, merupakan sesi tahunan ke-21 Konferensi

Para Pihak (COP) pada Konvensi Kerangka Kerja PBB 1992 tentang

Perubahan Iklim (UNFCCC). Konferensi tersebut merundingkan Paris

Agreement, kesepakatan global tentang pengurangan perubahan iklim, teks

yang mewakili konsensus perwakilan dari 196 pihak yang hadir. Perjanjian

ini akan mulai berlaku ketika bergabung dengan setidaknya 55 negara

yang bersama-sama mewakili setidaknya 55 persen emisi rumah kaca

75

United Nations Framework Convention on Climate Change. Schedule of

Events. Diakses dari

http://unfccc.int/files/meetings/warsaw_nov_2013/application/pdf/cop19cmp9_overview_

schedule.pdf pada 21 Juli 2018.

Page 65: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

53

global.76

Berikut beberapa poin penting yang dihasilkan selama

perundingan Paris Agreement:

1. Perjanjian hukum universal yang berlaku untuk semua (applicable for

all), 197 pihak berkomitmen untuk menyusun strategi pembangunan

rendah emisi gas rumah kaca jangka panjang. Ini adalah pertama

kalinya kesepakatan universal dicapai dalam perang melawan

perubahan iklim. Aturan-aturan tertentu yang mengikat secara hukum

berlaku untuk Negara-Negara Pihak, seperti kewajiban bagi negara-

negara maju untuk memberikan dukungan keuangan kepada negara-

negara berkembang untuk memungkinkan mereka melaksanakan

perjanjian.

2. Sebagai tanggapan terhadap tantangan iklim, perjanjian mengakui

bahwa Negara memiliki tanggung jawab yang sama tetapi berbeda,

yaitu bergantung pada kemampuan masing-masing dan keadaan

nasional yang berbeda. Ini memperhitungkan tingkat perkembangan

dan kebutuhan khusus dari negara-negara yang sangat rentan,

misalnya. Selain membuat komitmen keuangan, negara-negara maju

perlu memfasilitasi transfer teknologi dan adaptasi terhadap ekonomi

rendah karbon.

3. Perjanjian yang berkelanjutan dan dinamis atau perjanjian dengan

"Action Agenda" yang bertujuan menerapkan sarana untuk memastikan

kemajuan yang lebih ambisius, di atas dan di luar komitmen yang

76

Science Council for Global Initiatives. Paris COP21 Summary. Diakses dari

http://www.thesciencecouncil.com/index.php/tom-blees-president/295-paris-cop21-

summary pada 21 Juli 2018.

Page 66: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

54

mengikat. Tujuannya adalah untuk menahan peningkatan suhu rata-

rata global ke bawah 2 ° C dan untuk memastikan bahwa upaya

dilakukan untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 ° C. Untuk

mencapai hal ini, Perjanjian Paris menetapkan bahwa semua negara

harus meninjau kontribusi mereka untuk mengurangi emisi gas rumah

kaca setiap lima tahun.

4. Pendanaan sangat penting untuk mendukung negara-negara

berkembang dan mendukung transisi menuju ekonomi bebas karbon.

Perjanjian tersebut menetapkan bahwa sumber daya publik dan swasta

akan perlu ditingkatkan setiap tahun dari 2020 untuk membiayai

proyek-proyek yang memungkinkan negara-negara untuk beradaptasi

dengan dampak perubahan iklim (kenaikan permukaan laut,

kekeringan, dll) atau mengurangi emisi gas rumah kaca.77

Hasil-hasil di atas menunjukan bahwa perundingan rezim

perubahan iklim berlangsung sangat dinamis. Perubahan dari tahun ke

tahun dari perundingan satu ke perundingan lainnya sering tidak dapat

diduga.

77

France Diplomatie. The COP 21 or the Paris Climate Conference Led to a

New International Climate Agreement, Applicable to All Countries, Aiming to Keep

Global Warming Below, in Accordance with the Recommendations of the

Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC). Diakses dari

https://www.diplomatie.gouv.fr/french-foreign-policy/climate/2015-paris-climate-

conference-cop21/cop21-the-paris-agreement-in-four-key-points/ pada 22 Juli 2018.

Page 67: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

55

BAB III

RESPON JEPANG DALAM ISU PERUBAHAN IKLIM

INTERNASIONAL

Bab ini akan menjelaskan bagaimana respom Jepang dalam isu perubahan

iklim internasional. Adapun bab ini terbagi menjadi 3 sub bab. Pertama, kebijakan

Jepang dalam perubahan iklim pasca bencana Fukushima Daiichi, dalam sub bab

ini akan dijelaskan bagimana bencana tenaga nuklir Jepang akibat gempa dan

tsunami dapan mengubah kebijakan lingkungan Jepang secara domestik maupun

internasional. Kedua, fokus mitigasi kebijakan Jepang dalam isu perubahan iklim,

bagian ini menjelaskan tentang berbagai sektor yang menjadi fokus utama Jepang

pasca bencana Fukushima Daiichi dalam rangka efisiensi penggunaan energi

domestik. Ketiga, bagian ini akan menjelaskan tentang Joint Crediting

Mechanism yang ditawarkan Jepang sebagai skema yang dapat membantu upaya

mitigasi kepada UNFCCC berupa kerjasama bilateral antara Jepang dengan

negara-negara mitra dalam mengurangi dan menghindari emisi GRK.

3.1. Respon Jepang Terhadap Bencana Fukushima Daiichi

Segala keputusan terkait dengan perubahan iklim Jepang sebagian

besar merupakan produk dari bencana nuklir Fukushima. Pada Maret

2011, Jepang dilanda dengan bencana gempa di Tohoku, tsunami yang

melanda pantai timur Jepang, dan hancurnya 7 PLTN Fukushima Daiichi,

Page 68: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

56

yang menewaskan 16.000 orang, mencemari pasokan air lokal, dan

putusnya aliran listrik. 78

Bencana Fukushima mempengaruhi dukungan politik dan publik

untuk kebijakan iklim Jepang yang ambisius dengan mengatasi perubahan

iklim sekaligus merencanakan pasokan energi yang aman dan stabil.

Penentangan publik terhadap energi nuklir menjadi salah satu isu yang

paling menonjol dalam politik Jepang. Energi nuklir membentuk 29 persen

dari pembangkit listrik Jepang pada tahun 201079

, tetapi semua reaktor

nuklir ditutup setelah bencana. 59 persen masyarakat menentang untuk

membangun kembali reaktor dalam jajak pendapat tahun 201480

, dan

sebagai hasilnya, bauran energi Jepang semakin bergantung pada sumber-

sumber yang lebih banyak menggunakan karbon untuk mengisi celah

akibat dinonaktifkannya listrik tenaga nuklir.

Kekhawatiran tentang keamanan energi Jepang juga meningkat

karena nuklir adalah satu-satunya sumber energi yang diproduksi di dalam

negeri. Dengan peningkatan penggunaan gas alam, batu bara, dan minyak,

Jepang sekarang bergantung pada impor luar negeri untuk 94 persen dari

78

Stokes, Bruce, Richard Wike, and Jill Carle. Global Concern about Climate

Change, Broad Support for Limiting Emissions. Pew Research Center. 5 November

2015. Diakses dari http://www.pewglobal.org/files/2015/11/Pew-Research-Center-

Climate-Change-Report-FINAL-November-5-2015.pdf pada 18 Agustus 2018. 79

National Bureau of Asian Research. Energy Mix in Japan – before and after

Fukushima. 2013. Diakses dari

http://www.nbr.org/downloads/pdfs/eta/PES_2013_handout_kihara.pdf pada 19

September 2018. 80

Asahi Shimbun. Asahi Poll: 59% Oppose Restart of Nuclear Reactors. 18

Maret 2014. Diakses dari

https://ajw.asahi.com/article/0311disaster/fukushima/AJ201403180058 pada 19

September 2018.

Page 69: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

57

bahan bakar fosilnya, sebagian besar impor tenaga karbon berasal dari

Timur Tengah atau Rusia.81

Meskipun perhitungan untuk kelistrikan kurang dari setengah

konsumsi energi total Jepang, perdebatan kebijakan perubahan iklim

negara telah difokuskan pada penggunaan pembangkit listrik bertenaga

nuklir sejak bencana PLTN Fukushima. Sebelum gempa bumi, tenaga

nuklir mencapai sekitar 25 hingga 30 persen dari total pasokan listrik

Jepang.82

Sebagai akibat dari peralihan dari nuklir ke bahan bakar fosil,

emisi karbon dioksida (CO2) di Jepang terus meningkat. Total emisi gas

rumah kaca (GRK) meningkat 2,7% antara tahun 2011 dan 2012 dan 1,3%

antara tahun 2012 dan 2013. Pada tahun 2013, tingkat emisi adalah 10,6%

lebih besar dibandingkan pada tahun 1990.83

Sebelum gempa bumi 2011 terjadi, Jepang telah mengajukan target

pengurangan emisi GRK untuk 2020 sebesar 25% dari tingkat 1990.

Kemudian Pemerintah Jepang mengumumkan dalam COP18 pada 2012

bahwa mereka akan mempertimbangkan kembali target pengurangan emisi

2020-nya. Pada bulan November 2013, saat COP19 di Warsawa,

diumumkan bahwa target 2020 baru akan menjadi sebesar 3,8%

81

Masakazu Toyoda. Energy Challenges and Policies for Japan in the

Dramatically Changing Energy Landscape. Institute for Energy Economics Japan.

January 2016. 82

World Nuclear Association, Japan's Energy Situation and International

Dependence. 2015. Diakses dari http://www.world-nuclear.org/information-

library/country-profiles/countries-g-n/japan-nuclear-power.aspx pada 21 September 2018. 83

Ministry of the Environment Japan. State of Japan's Greenhouse Gas

Emissions. 2014. Diakses dari https://www.env.go.jp/en/wpaper/1997/ch1-2.html pada 22

September 2018.

Page 70: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

58

pengurangan dari tahun 2005, yang sebenarnya meningkat sekitar 3,1%

dari tahun 1990.84

Target ini diasumsikan tidak menggunakan tenaga

nuklir hingga 2020, dan pemerintah menyatakan kesiapannya untuk

merevisi target lebih lanjut jika kondisi berubah.

Pemerintah dengan cepat mulai mempertimbangkan Japan’s

Intended Nationally Determined Contribution (INDC) setelah pertemuan

di Lima untuk Climate Action yang diadopsi pada COP20 bulan Desember

2014, untuk meminta pihak-pihak menyerahkan INDC mereka pada

kuartal pertama 2015, jauh sebelum COP21.85

Jepang, bagaimanapun,

belum siap menyerahkan INDC-nya pada akhir Maret 2015, karena setiap

diskusi terkait dengan INDC di Jepang melibatkan perdebatan luas tentang

kebijakan energi masa depan. Pemerintah Jepang sekarang bertujuan untuk

menentukan INDC-nya pada akhir Mei 2015.86

Di tingkat pemerintah nasional, diskusi formal tentang INDC

Jepang dimulai pada Oktober 2015 dengan pembentukan Rapat Dewan

Bersama yang terdiri dari dua komite utama, Komite Lingkungan Global

di bawah Dewan Lingkungan Pusat serta Komite Teknologi dan

Lingkungan untuk Industri di bawah Struktur Industri Dewan. The

84

Ministry of the Environment Japan. Statement by Nobuteru Ishihara, Japanese

Minister of the Environment at COP19/CMP9. Diakses dari

http://www.env.go.jp/en/earth/cc/statement131120.pdf pada 22 September 2018. 85

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Decision 1/CP.20, Lima Call for Climate Action, FCCC/CP/2014/10/Add.1. 86

Climate Policy Observer: Monitoring Climate Policies, Japan Submits Its

Contribution TO Paris 2015: 47 INDCs Received. 2015. Diakses dari

http://climateobserver.org/japan-submits-its-contribution-to-paris-2015-47-indcs-

received/ pada 24 September 2018

Page 71: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

59

Ministry of the Environment (MOE) atau Kementerian Lingkungan Hidup

bertanggung jawab atas komite sebelumnya, sementara The Ministry of

Economy, Trade, and Industry (METI) atau Kementerian Ekonomi,

Perdagangan, dan Industri bertanggung jawab untuk yang terakhir.87

Beberapa anggotanya menekankan pentingnya pencapaian target jangka

panjang saat Copenhagen Accord yaitu peningkatan suhu maksimum 2°C

dalam suhu global, disertai dengan peran Jepang dalam proses negosiasi

internasional. Namun, yang lain berpendapat bahwa target pengurangan

emisi global hanya dapat dicapai dengan kontribusi signifikan dari

penghasil emisi besar, seperti China dan Amerika Serikat. Jepang, yang

saat ini bertanggung jawab atas kurang dari 3% emisi global, tidak dapat

melakukan perubahan apa pun di tingkat global dengan hanya mengurangi

emisi domestik. Bersamaan dengan itu, banyak yang menyadari bahwa

pemerintah nasional tidak memiliki kemampuan untuk menentukan INDC

Jepang sendirian.88

3.2. Fokus Mitigasi Jepang dalam Menangani Emisi Gas Rumah Kaca

Sementara perdebatan tentang perubahan iklim telah dirumuskan

kembali sebagai perdebatan tentang tenaga nuklir, perkembangan dalam

aspek mitigasi emisi di tingkat domestik telah membuat kemajuan. Sub

87

Climate Action Tracker, Japan. Diakses dari

http://climateactiontracker.org/countries/japan.html pada 29 September 2018. 88

World Resources Institute, Japan Releases Underwhelming Climate Action

Commitment. 2015. Diakses dari https://www.wri.org/blog/2015/07/japan-releases-

underwhelming-climate-action-commitment pada 1 Oktober 2018.

Page 72: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

60

bagian berikut membahas beberapa sektor itu telah membuat kemajuan

nyata dalam beberapa tahun terakhir.

3.2.1. Energi Terbarukan

Selama pertemuan COP15 di Kopenhagen di mana Jepang

mengumumkan target pengurangan emisi sebesar 25%, di tahun yang

bersamaan dengan terjadinya gempa bumi 2011. Untuk

mengkompensasi sebagian untuk penghentian pembangkit listrik

tenaga nuklir, perdana menteri saat itu, Naoto Kan dan Yoshihiko

Noda keduanya mencari implementasi cepat energi terbarukan. Tepat

sebelum bencana 2011, tenaga air menyumbang 8,5% dari total

pasokan listrik, dan sumber terbarukan lainnya hanya menyumbang

1,1%. Skema Tarif Feed-in Jepang diperkenalkan pada bulan

November 2011 untuk mempromosikan Solar Photovoltaic (SPV),

dan aturan direvisi pada bulan Juli 2012 untuk mendukung jenis lain

energi terbarukan. Aturan baru juga mewajibkan perusahaan listrik

untuk membeli semua energi terbarukan yang dihasilkan. Dengan ini

berubah, pangsa energi terbarukan dalam penyediaan listrik telah

berkembang.89

3.2.2. Pendekatan Hemat Energi

Konsumsi energi dapat dikurangi melalui dua pendekatan.

Pertama. mengurangi penggunaan energi, sedangkan metode kedua

89

JETRO, Japan’s Solar PV Market Overview. Diakses dari

https://www.jetro.go.jp/ext_images/_Events/ldn/Japan_solar_PV_market_overview.pdf

pada 2 Oktober 2018.

Page 73: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

61

adalah untuk meningkatkan efisiensi energi. Menurunkan

penggunaan energi dapat dicapai dengan, misalnya, mematikan

peralatan listrik yang tidak digunakan atau menggunakan sepeda

daripada mobil untuk mobilitas.90

Permintaan juga menurun ketika

ekonomi mengalami depresi. Efisiensi energi, di sisi lain, dapat

ditingkatkan terutama oleh perbaikan teknologi, tetapi teknologi ini

harus didistribusikan secara luas dan dibeli oleh sebagian besar

konsumen agar konsumsi energi total menurun. Pemerintah Jepang,

khususnya METI, sebagian besar mendukung pendekatan terakhir

ini, yang berhasil di sejumlah sektor, selama bertahun-tahun. Namun,

pendekatannya tidak termasuk dimensi lain dari mitigasi emisi,

termasuk kebijakan yang mengurangi permintaan untuk layanan

energi dan dekarbonisasi ekonomi Jepang dengan merestrukturisasi

industri padat energi. Akibatnya, manufaktur Jepang dan produk

telah mencapai efisiensi energi yang tinggi selama bertahun-tahun,

tetapi ekonomi sebagai suatu sistem belum terdekarbonisasi.91

1. Sektor Perumahan dan Komersial

Banyak peralatan rumah tangga Jepang telah meningkatkan

efisiensi energi mereka selama dekade terakhir karena berbagai

peraturan dan standar. Kulkas dan pendingin ruangan yang dijual

90

Global Environment Committee, Long-term Low-carbon Vision 2017: Central

Environment Council. Diakses dari http://www.env.go.jp/earth/report/h30-01/ref02.pdf

pada 3 Oktober 2018. 91

Ministry of Economy, Trade and Industry Japan. 2012 Energy Supply and

Demand Report. Diakses dari http://www.meti.go.jp/english/press/2014/0415_03.html

pada 3 Oktober 2018.

Page 74: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

62

pada tahun 2013, misalnya, masing-masing memiliki

pengurangan 67% dan 21%, dalam konsumsi listrik dari yang

dijual pada tahun 2003. Di antara langkah-langkah yang

diterapkan adalah "skema eco-point" untuk peralatan yang relatif

lebih hemat energi. Selain itu, Jepang menyerukan "penghematan

listrik" di 2011 dan 2012 untuk menyesuaikan dengan pasokan

listrik yang tidak memadai akibat gempa bumi.

Perubahan yang cukup baik selama kurang lebih satu

dekade, selain dipengaruhi oleh skema eco-points, tingginya

kesadaran masyarakat dan peningkatan biaya kelistrikan juga

memiliki peran penting dalam kebijakan penghematan energi

yang dilakukan oleh Jepang.

Perbaikan insulasi bangunan dan rumah mulai sekitar satu

dekade yang lalu. Pembangunan sistem manajemen energi dan

sistem manajemen energi perumahan, telah diminta tetapi belum

terbukti efektif. Perkembangan kebijakan terbaru termasuk jenis

subsidi lain yang disebut “eco-points perumahan” untuk mereka

yang membangun rumah menggunakan jendela berinsulasi dan

bahan konstruksi yang lebih baik

2. Sektor Transportasi

Mobil yang dijual di Jepang termasuk yang paling hemat

energi di dunia untuk waktu yang lama. Prius, yang pertama

Mobil hibrida Toyota, memulai debutnya pada tahun 1995. Sejak

Page 75: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

63

itu, mobil hibrida dan kompak telah disubsidi dan telah

berpengalaman penjualan yang sehat. Mobil listrik, yang

dianggap mobil paling bersih dalam hal CO2, juga telah menarik

banyak perhatian, terutama sebelum gempa ketika harga listrik

diperkirakan akan semakin berkurang seiring dengan

pembangunan lebih banyak nuklir. tanaman, yang dilihat sebagai

sumber energi termurah pada saat itu. Sejak gempa, lebih banyak

orang memilih mobil hibrida untuk menghemat bensin, dan lebih

dari sepertiga mobil pribadi ukuran kecil yang dijual adalah

hibrida pada tahun 2014.92

Di sisi lain, pemilik potensial mobil listrik sedang

menunggu untuk melihat bagaimana keputusan pemerintah pada

pasokan energi akan mempengaruhi harga listrik dalam jangka

panjang. Baterai dalam mobil listrik dapat diisi oleh listrik yang

dihasilkan oleh sel surya SPV pada siang hari, dan daya dapat

dilepaskan pada malam hari, mempromosikan penggunaan energi

terbarukan.

3. Sektor Industri

Total emisi CO2 dari sektor industri menurun 6% antara

tahun 2005 dan 2013. Namun, sebagian besar dari pengurangan

ini dikaitkan dengan krisis ekonomi tahun 2008 dan kebingungan

setelah gempa bumi tahun 2011. Ini menunjukkan itu

92

U-Car Guide Web. Sales of New Cars in Japan. 2015. Diakses dari. http://u-

carguide.com/datalibrary/market/new-car/2014/hybrid201401-06 pada 4 Oktober 2018.

Page 76: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

64

pengurangan telah dicapai oleh penurunan permintaan untuk

layanan energi, bukan oleh peningkatan energi efisiensi. Tingkat

perbaikan yang telah dibuat juga tampaknya berbeda dari satu

industri ke industri lainnya. Energi efisiensi industri material,

seperti besi dan baja, semen, dan kertas dan pulp, kebanyakan

stabil setiap tahunnya, dan emisi CO2 dari industri-industri ini

dipengaruhi terutama oleh output produksi.93

Kelompok industri Jepang telah membentuk Voluntary

Action Plans (VAP) yang memungkinkan setiap kelompok

industri untuk menetapkan sendiri batas emisi dan target

pengurangan secara sukarela baik dalam hal absolut atau

efisiensi. Standar top-runner yang ditentukan oleh pemerintah

untuk mendorong industri mencapai target sukarela mereka.94

3.2.3. Teknologi Rendah Karbon

Menurut anggota Pertemuan Dewan Bersama tentang INDC,

terdapat persepsi bahwa akan sulit dan mahal bagi Jepang untuk

mengurangi emisi gas rumah kaca di rumah. Pada saat yang sama,

banyak yang percaya bahwa mengekspor produk dan teknologi

Jepang ke negara berkembang untuk membantu mengurangi emisi di

negara-negara tersebut adalah strategi yang lebih baik bagi Jepang

93

Ministry of the Environment Japan. Japan's National Greenhouse Gas

Emissions in Fiscal Year 2013 (Preliminary Figures). 2014. Diakses dari

http://www.env.go.jp/en/headline/2132.html pada 6 Oktober 2018. 94

Ministry of Economy, Trade and Industry Japan. Best Practice Under the

Voluntary Action Plans. 2015. Diakses dari

http://www.meti.go.jp/english/policy/energy_environment/global_warming/voluntary_ap

proach/pdf/action_plan_eng.pdf pada 6 Oktober 2018.

Page 77: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

65

untuk menanggapi masalah perubahan iklim. Pidato Menteri

Lingkungan Hidup Yoshio Mochizuki di COP20 menekankan

kontribusi keuangan dan teknis Jepang kepada negara-negara

berkembang untuk pengurangan emisi gas rumah kaca dan

pencapaian pembangunan rendah karbon.95

Secara khusus, Jepang

telah menetapkan pendekatan teknologi rendah karbon unik yang

disebut Joint Crediting Mechanism (JCM), yang serupa dengan,

namun lebih sederhana dan lebih cepat daripada, Clean Development

Mechanism (CDM) yang digariskan oleh Protokol Kyoto.

Pemerintah Jepang berharap bahwa berlakunya JCM dalam upaya

mereduksi emisi GRK internasional ini akan diterima di tingkat

Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC)

sehingga Jepang dapat mengandalkan perolehan kredit untuk

mencapai INDC-nya.96

3.3. Joint Crediting Mechanism

JCM adalah mekanisme bilateral antara pemerintah Jepang dan

pemerintah negara mitra yang memberikan kontribusi untuk penurunan

emisi GRK dari kedua negara dengan memperkenalkan teknologi rendah

karbon. Tujuan utama JCM adalah untuk memilah teknologi rendah

karbon tingkat lanjut ke negara-negara berkembang, mengukur

95

Ministry of the Environment Japan. Statement by Yoshio Mochizuki, Minister

of the Environment of Japan at COP 20. Diakses

http://www.env.go.jp/en/earth/cc/cop20_statement_eng.pdf dari pada 7 Oktober 2018. 96

Ministry of the Environment Japan. Japan's Progress in Developing its

Intended Nationally Determined Contribution. Diakses dari

http://www.env.go.jp/en/earth/cc/jpdindc.html pada 7 Oktober 2018.

Page 78: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

66

pengurangan emisi yang dicapai, dan menggunakan bagian dari

pengurangan untuk memenuhi target pengurangan emisi Jepang pada

tahun 2020 dan 2030. Tidak seperti mekanisme berbasis pasar lainnya

seperti Clean Development Mechanism (CDM) di bawah Protokol Kyoto,

di mana hanya pihak Annex 1 yang dapat berpartisipasi, sebaliknmya,

pihak-pihak berkembang dapat berpartisipasi dalam proyek ini sebagai

negara pelaksana bersama dalam skema JCM.97

Gambar 3.3. Skema Joint Crediting Mechanism

Sumber: Basic Concept of the JCM, JCM Mechanism, 2013.

Dalam skema JCM di atas, kedua belah pihak membentuk Joint

Committee (JC) atau Komite Bersama dibentuk untuk setiap negara tuan

rumah JCM. Komite Bersama adalah badan pengelola untuk JCM di negara

tuan rumah itu dan terdiri dari perwakilan dari kedua pemerintah Jepang dan

negara tuan rumah. Setiap pemerintah menunjuk anggota Komite Bersama

termasuk perwakilan dari kementerian terkait. Jumlah anggota dari Komite

97

Koatkutsu K, Umemiya. Realising additional emissions reductions through

the Joint Crediting Mechanism (JCM). 2015. IGES Working Paper.

Page 79: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

67

Bersama tidak boleh melebihi jumlah tertentu sebagaimana disetujui oleh

komite. Panitia memiliki dua ketua yang ditunjuk, satu dari negara tuan rumah

dan yang lain dari Pemerintah Jepang.98

Komite Bersama bertanggung jawab untuk pengembangan aturan dan

pedoman untuk implementasi JCM, pengembangan metodologi baru,

persetujuan (dan penolakan) dari metodologi yang diusulkan, pendaftaran

proyek JCM, pendaftaran TPE yang ditunjuk, penentuan volume kredit JCM

yang dapat dikeluarkan untuk setiap pemerintah, dan pengembangan

spesifikasi umum untuk pendaftar.99

Komite ini, juga bertanggung jawab

untuk merumuskan aturan dan pedoman yang pada dasarnya umum dan

berlaku di negara-negara yang berpartisipasi. JC juga bertanggung jawab atas

penerbitan kredit yang diperoleh dari setiap proyek. Kredit akan dibagi antara

dua negara tetapi tidak dapat diperdagangkan secara internasional. Namun,

kredit ini dapat digunakan untuk mencapai target penurunan emisi Jepang,

menurut Article 6 Paris Agreement.100

JCM telah dimulai sebagai mekanisme kredit non-tradable. Perjanjian

bilateral saat ini antara Jepang dan negara-negara tuan rumah yang berbeda

tidak mengizinkan perdagangan internasional dari kredit JCM yang diperoleh

berdasarkan perjanjian ini. Kemungkinan memperluas JCM ke mekanisme

98

Sugino M, Morita M, Iwata K, Arimura HT. Multiplier impacts and emission

reduction effects of Joint Crediting Mechanism: Analysis with a Japanese and

International disaggregated input-output table. 2015. TCER Working Paper Series. Hlm.

1-27. 99

Yu J, Mallory LM. An Optimal Hybrid Emission Control System in a Multiple

Compliance Period Model. Resource and Energy Economics 2015. Hlm. 16-28. 100

Hoang, MH, Islam MT, Yagi M, Kokubu K. Determinants of the efficiency of

CDM and JCM projects: Viewing from Financial and Environmental Outcomes.

Discussion Paper Series, Kobe University 2015. Hlm. 311.

Page 80: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

68

kredit yang dapat diperdagangkan dapat dieksplorasi di masa depan. JCM

diharapkan akan beroperasi sampai perjanjian internasional baru di bawah

UNFCCC mulai berlaku, yang diharapkan pada 2020. Namun, baik Jepang

dan negara tuan rumah dapat mempertimbangkan memperluas perjanjian

mereka di JCM, dengan mempertimbangkan kemajuan yang dibuat dalam

perubahan negosiasi iklim internasional.101

Adapun setiap program pembiayaan mendukung berbagai jenis proyek

dengan jumlah anggaran yang berbeda. Adapun proyek yang dibiayai oleh

MOE, pemerintah mendukung hingga setengah dari biaya awal dan sumber

pendanaan dari subsidi ini adalah pendapatan dari Pajak untuk Langkah-

langkah untuk mengatasi Pemanasan Global.102

Proyek model JCM didukung

oleh MOE. MOE telah meluncurkan program ini pada tahun 2013 dan

program ini mencakup pembiayaan tidak hanya fasilitas, peralatan, dan

kendaraan yang mengurangi emisi CO2 dari pembakaran bahan bakar fosil

tetapi biaya konstruksi untuk menginstal fasilitas tersebut. Dalam pembiayaan

proyek-proyek ini, MOE secara finansial mendukung setengah biaya proyek,

mengingat bahwa setidaknya setengah dari kredit JCM yang dikeluarkan oleh

program tersebut, total 7,2 miliar JPY.103

101

Yun KJ, Yoon ES. The International Climate Change Regime and Evolution

of South Korea’s Climate Change Policy. Journal of Environmental Policy and

Administration 2016. Hlm. 71. 102

Kuramochi T. Review of Energy and Climate Policy Developments in Japan

Before and After Fukushima. Renewable and Sustainable Energy Reviews 2015. Hlm. 43. 103

Ministry of the Environment Japan. Recent Development of the Joint

Crediting Mechanism (JCM). 2016. Diakses dari

http://www.mmechanisms.org/document/20160622_JCM_ goj_e.pdf pada 11 Oktober

2018.

Page 81: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

69

Japan Fund for the Joint Crediting Mechanism (JFJCM) atau Dana

Jepang untuk Mekanisme Kredit Bersama adalah dana pendonor tunggal.

Dana tersebut dikelola oleh Asian Development Bank (ADB) dan bertujuan

untuk meningkatkan keberlanjutan proyek-proyek yang dibiayai dan dikelola

ADB melalui penggunaan teknologi rendah karbon yang maju. Proyek-proyek

yang dapat didukung oleh JFJCM harus dilaksanakan di negara-negara yang

memenuhi syarat, memiliki komponen yang mengadopsi teknologi rendah

karbon canggih, dan memenuhi persyaratan aplikasi JCM.104

Japan Fund for the Joint Crediting Mechanism (JFJCM) adalah dana

perwalian tunggal-donor yang didirikan pada tahun 2014 dan dikelola oleh

ADB. Dana tersebut bertujuan untuk memberikan insentif keuangan bagi

penerapan teknologi rendah karbon maju dalam proyek-proyek pemerintah

yang didanai dan dikelola oleh pemerintah. JFJCM akan memberikan hibah

dan bantuan teknis untuk proyek-proyek ADB dengan memanfaatkan Joint

Crediting Mechanism (JCM).

JFJCM berupaya untuk meningkatkan keberlanjutan proyek-proyek

yang didanai dan dikelola ADB melalui penggunaan teknologi rendah karbon

yang maju. Penggunaan hibah di bawah JFJCM akan menunjukkan efektivitas

JCM dan menyediakan sumber pendanaan tambahan untuk negara-negara

berkembang anggota ADB yang memenuhi syarat. JFJCM juga akan

menawarkan kesempatan bagi penerima untuk terlibat dalam proyek dengan

104

Asian Deevelopment Bank (ADB). JFJCM brochure. 2015. Diakses dari

http://www.adb.org/sites/default/files/publication/177324/jfjcm-brochu re.pdf pada 11

Oktober 2018.

Page 82: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

70

karakteristik pembangunan yang kuat dan manfaat mitigasi perubahan iklim

jangka panjang.105

JFJCM bertujuan untuk mendukung proyek-proyek yang dibiayai

bersama dengan ADB atau dana yang dikelola ADB atau proyek-proyek yang

berdiri sendiri yang mengadopsi teknologi rendah karbon maju yang dapat

mengurangi emisi gas rumah kaca, dengan prioritas pada karbon dioksida

jangka panjang yang berkurang dari kegiatan-kegiatan yang terkait dengan

energi. berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca. JFJCM juga

akan menggunakan sumber dayanya untuk memberikan dukungan teknis

kepada penerima dalam memenuhi persyaratan JCM.

Teknologi rendah karbon yang digunakan oleh proyek harus memiliki

implementasi dan catatan operasi yang terbukti dalam kaitannya dengan

efektivitas teknisnya. Selain itu, kapasitas pengurangan emisi GRK proyek

harus sudah ditetapkan. Teknologi di sektor apa pun berlaku selama mereka

memenuhi kriteria yang telah ditentukan.106

Hingga saat ini, 16 negara tuan rumah telah menandatangani perjanjian

bilateral dengan Jepang di JCM. Mongolia adalah negara tuan rumah pertama

yang menandatangani perjanjian bilateral JCM, memulai JCM pada 8 Januari

tahun 2013. Sejak itu, negara-negara lain di Asia dan Pasifik serta daerah lain

telah menandatangani, termasuk Bangladesh 19 Maret 2013, Ethiopia 27 Mei

105

Asian Development Bank (ADB). Handbook for Developing Joint Crediting

Mechanism Projects. Diakses dari https://www.adb.org/documents/handbook-developing-

joint-crediting-mechanism-projects pada 13 Oktober 2018. 106

Asian Development Bank (ADB). Japan Fund for the Joint Crediting

Mechanism (JFJCM). Diakses dari https://www.adb.org/site/funds/funds/japan-fund-for-

joint-crediting-mechanism pada 15 Oktober 2018.

Page 83: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

71

2013, Kenya 12 Juni 2013, Maladewa 29 Juni 2013, Vietnam 2 Juli 2013,

Laos 7 Agustus 2013, Indonesia 26 Agustus 2013, Kosta Rika 9 Desember

2013, Palau 13 Januari 2014, Kamboja 11 April 2014. Meksiko 25 Juli 2014,

Arab Saudi 13 Mei 2015, Chili 26 Mei 1015, Myanmar 16 September 2015,

Thailand 19 November 2015. Filipina dan Jepang saling bertukar

memorandum (aide memoire) yang bertujuan untuk membentuk dan

mengoperasionalkan JCM pada 7 Desember 2015, di sela-sela pertemuan

Konferensi Para Pihak (COP21). Ini akan menjadi negara ke 17 yang menjadi

tuan rumah JCM setelah penandatanganan perjanjian bilateral formal.107

107

Joint Crediting Mechanism. About the Mechanism. Diakses dari

https://www.jcm.go.jp/about pada 15 Oktober 2018.

Page 84: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

72

BAB IV

ANALISIS KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM

THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON

CLIMATE CHANGE DENGAN SKEMA JOINT CREDITING

MECHANISM TAHUN 2012-2015

Bagian ini akan menjelaskan hasil analisis kepentingan Jepang dalam

UNFCCC dengan skema JCM. Adapun bab ini dibagi menjadi dua sub bab.

Pertama adalah analisis mengenai kepentingan Jepang dalam memenuhi Intended

Determined Contribution dan mengamankan kawasan regional menggunakan

konsep kepentingan nasional. Kedua adalah analisis hubungan yang terjadi antara

Jepang dengan negara mitranya dalam pengoptimalan Joint Crediting Mechanism

sebagai langkah mitigasi alternatif menggunakan konsep interdepedensi. Hal ini

menjadi vital mengingat di pembahasan sebelumnya dijelaskan kondisi energi

domestik Jepang pasca bencana Fukushima.

4.1. Kepentingan Jepang dalam Memenuhi Intended Nationally

Determined Contribution

Kepentingan nasional tercipta dari adanya kebutuhan suatu negara.

Kepentingan tersebut bisa dilihat, baik dari politik, ekonomi, militer, sosial

maupun budaya. Untuk tercapainya kepentingan dari suatu negara,

kekuatan atau basis kepentingan sengaja ditonjolkan untuk memberikan

Page 85: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

73

dampak langsung agar eksistensi negara tersebut dapat dipertimbangkan.

Hal tersebut, dengan kata lain, negara yang memiliki peran sebagai

decision maker harus memiliki nilai jual, dalam arti negara tersebut harus

memiliki kemampuan yang diunggulkan.

Dalam penelitian ini, Jepang diposisikan sebagai negara yang

memiliki kepentingan nasional. Kepentingan nasional ini tercipta karena

ada dorongan dari situasi internalnya di mana Jepang mengalami bencana

alam yang disertai kerusakan sumber energi domestiknya. Beberapa tahun

lalu, reaktor nuklir menyediakan 30 persen energi Jepang dan kapasitas

nuklir Jepang adalah yang tertinggi ketiga di dunia (Jepang adalah yang

ketiga tertinggi setelah Perancis dan Amerika Serikat).108

Setelah gempa

bumi dan tsunami Maret 2011 menyebabkan kehancuran Fukushima

Daiichi dan pelepasan bahan radioaktif, semua pembangkit nuklir Jepang

ditutup karena masalah keamanan.109

Setelah kecelakaan itu, Jepang

menjadi importir gas alam terbesar, pengimpor batu bara terbesar kedua,

dan importir minyak mentah terbesar ketiga. Perubahan yang tiba-tiba ini

menyebabkan harga listrik meningkat dan menimbulkan kekhawatiran

tentang kemampuan Jepang untuk memenuhi target pengurangan emisinya

di bawah Protokol Kyoto pada komitmen periode pertama (1 Januari

2008–31 Desember 2012). Dalam beberapa bulan pasca bencana

108

Mark Hay. Five Years After Fukushima, Japan’s Nuclear Power Debate Is

Heating Up. Diakses dari https://www.good.is/articles/japan-nuclear-power-debate-heats-

up pada 19 Oktober 2018. 109

Eliza Strickland. What Went Wrong in Japan’s Nuclear Reactors. Diakses

dari http://spectrum.ieee.org/techtalk/energy/nuclear/explainer-what-went-wrong-

injapans-nuclear-reactors pada 21 Oktober 2018.

Page 86: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

74

Fukushima, dan mengutip kekhawatiran tentang kurangnya komitmen

yang mengikat untuk Amerika Serikat, Cina, dan India, Jepang menarik

diri dari Protokol Kyoto dengan tidak mengambil target yang mengikat

untuk periode komitmen kedua Protokol Kyoto.110

Dengan ketidakikutsertaan Jepang pada komitmen Protokol Kyoto

periode kedua, maka Jepang tidak lagi memiliki kewajiban dalam

mencapai target emisi GRK-nya di bawah UNFCCC. Namun jika melihat

kembali pada komitmen Jepang di Protokol Kyoto Periode pertama yang

sukses mencapai target emisinya sebesar 9% dari level 1990.111 Pasca

penarikan dirinya dari komitmen Protokol Kyoto, Jepang memilih

mengurangi emisi GRK secara independen melalui Joint Crediting

Mechanism (JCM). JCM dalam kasus ini dapat dikatakan lebih

menguntungkan Jepang dibandingkan dengan berkomitmen tehadap

Protokol Kyoto. Jepang melalui JCM tetap dapat menunjukan

eksistensinya sebagai negara yang pro-lingkungan, terutama di mata

negara-negara berkembang, dimana fokus penerapan JCM dilaksanakan.

Hingga saat ini, diketahui bahwa JCM sudah dilaksanakan di 17 negara.

Hal tersebut dapat menjadi pertimbangan negara-negara lain untuk turut

serta menggunakan JCM sebagai langkah mitigasi.

110

Andre Le Roux. Japan on Kyoto Protocol. Diakses dari

http://www.news24.com/Opinions/QAndA/Japan-on-Kyoto-Protocol-20111205 pada 22

Oktober 2018. 111

Ministry of the Environment. Japan's Domestic Efforts to Follow up on the

Kyoto Conference. Diakses dari https://www.env.go.jp/en/earth/cc/jde.html pada 21

Januari 2019.

Page 87: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

75

Kemudian dapat dikatakan bahwa JCM lebih efektif untuk

digunakan Jepang sebagai alat politiknya terkait isu perubahan iklim jika

dibandingkan dengan tetap berkomitmen terhadap Protokol Kyoto periode

kedua. Dapat dikatakan demikian karena negara-negara emiter terbesar

lainnya, yaitu AS, China, India dan Rusia tidak memiliki kewajiban untuk

mengurangi emisi GRK-nya. Jadi, dengan atau tanpa adanya kontribusi

negara-negara emiter terbesar tersebut, Jepang tetap melakukan langkah

mitigasi “yang lebih menguntungkan”.112

Dengan JCM, Jepang menyatakan bahwa mereka tetap

berkomitmen terhadap keseluruhan tujuan mitigasi perubahan iklim

dengan memenuhi Intended Nationally Determined Contribution (INDC).

Pada tahun 2015 tepatnya di momen Paris Agreement, Jepang berjanji

untuk mengurangi emisi sebesar 26 persen dari tingkat tahun 2013 pada

tahun 2030. Ini adalah sekitar 1,042 miliar ton CO2 dan merupakan

pengurangan 25,4 persen dari tingkat tahun 2005.113

Target 2030 didukung dengan baik oleh Japan’s Energy Plan yang

diterbitkan pada tahun 2015, yang mengantisipasi peningkatan pasokan

energi terbarukan menjadi antara 22 dan 24 persen dari total pasokan

listrik, dengan 9,2 persen dari tenaga air, 7 persen dari energi matahari, 4,6

persen dari biomassa, 1,7 persen dari energi angin, dan 1,1 persen dari

112

Japan Times. Japan Meets Kyoto Goal via Credit Buys. Diakses dari

http://www.japantimes.co.jp/news/2013/11/17/national/japan-meets-kyoto-goal-via-

credit-buys pada 25 Oktober 2018. 113

Government of Japan. Submission of Japan‟s Intended Nationally

Determined Contribution (INDC). Diakses dari

http://www4.unfccc.int/submissions/INDC/Published%20Documents/Japan/1/20150717_

Japan%27s%20INDC.pdf pada 26 Oktober 2018.

Page 88: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

76

energi panas bumi.114

Khususnya, Perdana Menteri Abe mendukung

pembangunan kembali pembangkit listrik tenaga nuklir karena

kekhawatiran perubahan iklim serta kekhawatiran ekonomi. Berdasarkan

Japan’s Energy Plan, nuklir akan menyediakan 20-22 persen listrik. Saat

ini, hanya pembangkit listrik tenaga nuklir Kyushu Electric Power

Company Sendai yang sedang beroperasi.115

Japan’s Energy Plan

mengantisipasi bahwa 56 persen dari pasokan listrik Jepang akan berasal

dari bahan bakar fosil, dengan 27 persen dari gas, 26 persen dari batu bara,

dan 3 persen dari minyak.116

Gambar 4.1. Proyeksi Energi Jepang FY 2030

(Source: Ministry of Economy, Trade and Industry. Japan Energy Plan. 2015.)

114

Chisaki Watanabe, dkk., Japan Sees Clean Energy Edging Out Nuclear

Power in 2030. Bloomberg. Diakses dari http://www.bloomberg.com/news/articles/2015-

04-28/japan-expects-renewable-energy-to-edge-outnuclear-power-by-2030 pada 28

Oktober 2018. 115

Yomiuri Shimbun. NRA Sees “No Safety Problem” with Nuclear Plants.

Diakses dari http://thejapan-news.com/news/article/0002885516 pada 19 Oktober 2018. 116

Chisaki Watanabe, dkk., Japan Sees Clean Energy Edging Out Nuclear

Power in 2030. Bloomberg. Diakses dari http://www.bloomberg.com/news/articles/2015-

04-28/japan-expects-renewable-energy-to-edge-outnuclear-power-by-2030 pada 28

Oktober 2018.

Page 89: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

77

Bencana Fukushima menjelaskan bahwa keputusan Jepang masuk

akal untuk mengantisipasi bahwa negara-negara akan mengalami

perubahan situasi internalnya dengan tidak terduga dengan konsekuensi

yang menyertainya untuk kepentingannya di dalam isu perubahan iklim

maupun lingkungan internasional. Ukuran yang memungkinkan untuk

memudahkan periode penyesuaian akan kejadian yang tidak terduga untuk

perubahan kebijakan. Kepentingan nasional yang esensial juga tercipta

karena adanya perubahan situasi internal Jepang karena terjadinya bencana

tersebut. Situasi internal yang mengalami perubahan berupa hilangnya

sumber energi utama Jepang yaitu nuklir karena hantaman gempa dan

tsunami, mengharuskan jepang untuk kembali menggunakan energi

berbahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan emisi GRK Jepang terus

mengalami peningkatan. Kemudian JCM merupakan jalan keluar bagi

Jepang, karena Jepang perlu memulihkan situasi internal yang lebih baik,

selain mereduksi emisi GRK, Jepang dapat memberikan keputusan

mengenai partisipasinya dalam upaya mitigasi terkait INDC,

Sementara JCM terlahir sebagai bagian dari upaya pengurangan

emisi total Jepang. Hal tersebut juga mendukung proses terealisasinya

kepentingan nasional yang berupa pemenuhan target INDC Jepang yang

diajukan pada Juli 2015. JCM mendukung ekspor teknologi Jepang seperti

efisiensi industri rendah karbon dengan menciptakan pasar untuk teknologi

ini di negara berkembang. Jepang dengan teknologi yang dimilikinya

Page 90: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

78

merupakan sebuah basis kepentingan nasional yang perlu

dipertimbangkan.

4.2. Kepentingan Jepang dalam Menjaga Mitra Strategis di ASEAN

Selain kepentingan esensial, dalam penelitian ini juga ditemukan

kepentingan sekunder, walaupun tidak terkait langsung tetapi kepentingan

ini akan berfungsi dikemudian hari. Analisis kepentingan sekunder Jepang

didasari dari hasil tinjauan terhadap kebijakan Official Development

Assistance (ODA) Jepang yang menyoroti pertimbangan kawasan negara

mitra JCM. Kebijakan ODA terpisah dari JCM tetapi kesadaran akan

kepentingan strategis Jepang mendasari program tersebut.117

Selanjutnya,

pada Maret 2015, Perdana Menteri Abe menegaskan kembali bahwa

peningkatan pembangunan negara-negara berkembang membantu

meningkatkan pengaruh dan suara Jepang secara internasional, sehingga

membantu mengamankan kepentingan nasional negara.118

Pada Maret 2015, Jepang juga mengumumkan 30 persen

peningkatan ODA, peningkatan pertama dalam 17 tahun. Komitmen ini

sebesar $110 miliar hingga 2020 yang ditargetkan untuk investasi

infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan fasilitas pelabuhan. Peningkatan

jumlah ODA ini masih merupakan kira-kira setengah dari jumlah bantuan

117

Nikkei Asian. Japan’s ODA Paper Stresses ASEAN Support for Safety of

Vital Sea Lane. Diakses dari http://asia.nikkei.com/Politics-Economy/International-

Relations/Japan-s-ODA-paperstresses-ASEAN-support-for-safety-of-vitalsea-

lane?page=1 pada 1 November 2018. 118

Yomiuri Shimbun. Shinzo Abe, All-inclusive Endeavors Crucial in Carrying

Out ODA Strategically. Asian News. Diakses dari

http://www.asianews.network/content/editorial-all-inclusive-endeavours-crucial-

carryingout-oda-strategically-12331 pada 1 November 2018.

Page 91: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

79

yang diberikan pada tahun 1997, yang merupakan tahun puncak untuk

ODA. Jelas bahwa Perdana Menteri Abe sedang memperhatikan ODA

sebagai alat untuk meningkatkan kepentingan terhadap mitra strategis

Jepang. Dukungan untuk perluasan penggunaan JCM dapat dilihat sebagai

bagian dari perspektif ini, terutama ketika mitra JCM dilihat di peta.

Gambar 4.2. Visualisasi Peta Negara Mitra JCM di ASEAN

(Sumber: Environmental and Oceanography Maps, The South China Sea.)

Pada kasus ini, dimana kawasan merupakan unsur dalam

menjelaskan perilaku politik internasional suatu negara melalui wilayah.

Jepang fokus pada negara mitra yang terkait dengan aspek geografis.

Khususnya wilayah perairan yang mencakup hubungan antara kepentingan

Jepang sebagai aktor rasional dan kepentingan yang difokuskan dalam

suatu wilayah, yaitu ASEAN, khususnya perairan Laut Cina Selatan.

Kemudian yang terkonstruksi dalam analisis ini adalah dua pertiga

dari impor bahan bakar fosil ke transit Jepang melalui Laut Cina Selatan

Page 92: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

80

menggarisbawahi pentingnya kepentingan akan mitra strategis di wilayah

ini. Cina telah bergerak maju dengan pekerjaan reklamasi lahan di Laut

Cina Selatan untuk mendukung klaim teritorial dan kepentingan

maritimnya.119

Dengan kekhawatiran ini, Jepang menekankan pentingnya

strategis mitra ASEAN dalam kebijakan ODA baru-baru ini, yang

menyatakan

“ASEAN countries are extremely important from both political and

economic perspectives as they lie along key sea lanes and have strong

economic ties.” 120

Pernyataan tersebut berarti negara-negara ASEAN adalah wilayah

yang sangat penting baik dari perspektif politik dan ekonomi karena

mereka terletak di sepanjang jalur laut Jepang dan memiliki ikatan

ekonomi yang kuat. Jepang secara khusus menekankan pentingnya

menjaga keamanan di jalur Laut Cina Selatan. Konsisten dengan prioritas

kemitraan ini, Jepang telah masuk ke JCM dengan enam dari sepuluh

anggota ASEAN.

Secara khusus, Jepang memiliki JCM dengan Kamboja, Indonesia,

Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam. Jepang telah menandatangani

nota kesepahaman untuk masuk ke JCM dengan anggota ASEAN ketujuh,

Filipina. Pertimbangan-pertimbangan politik strategis ini tentang Laut

Cina Selatan kemungkinan memfasilitasi dukungan Jepang yang

119

Michael Forsythe and Jane Perlez. South China Sea Buildup Brings China

Closer to Realizing Control, N.Y. TIMES, Mar. 8, 2016. Diakses dari http://nyti.

ms/1X9QPZt pada 1 November 2018. 120

Ayako Mie and Jesse Johnson. Amid South China Sea Spat, Japan Foreign

Aid White Paper Stresses Importance of Sea Lanes. Japan Times. Mar. 11, 2016 Diakses

dari http:// www.japantimes.co.jp/news/2016/03/11/national/politics-diplomacy/amid-

south-china-sea-spatjapan-foreign-aid-white-paper-stresses-importancesea-

lanes/#.VwBfKVJGN0l pada 2 November 2018.

Page 93: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

81

berkelanjutan untuk JCM. Sejalan dengan pendekatannya dengan ODA,

Jepang mampu menggunakan JCM untuk berhasil memanfaatkan keahlian

teknologinya untuk memperkuat aliansi dengan mitra strategis sementara

juga bekerja menuju target pengurangan emisinya di era pasca-Fukushima.

4.3. Interdepedensi Jepang dan Negara Mitra dalam Pengoptimalan Joint

Crediting Mechanism sebagai Langkah Mitigasi Alternatif

Interdependensi antara Jepang dengan negara mitranya ditunjukan

dengan terciptanya efek timbal balik karena adanya perbedaan power dan

resource. Proyek JCM menggunakan keahlian teknologi Jepang untuk

menyebarkan berbagai pendekatan untuk mengurangi emisi gas rumah

kaca, seperti pemasangan jalur transmisi hemat energi di Mongolia;

instalasi sistem hemat energi di rumah sakit nasional Vietnam;

pemasangan pendingin hemat energi di pusat pengolahan makanan

komersial di Indonesia; instalasi sistem fotovoltaik surya di Maladewa dan

Palau; dan pembangkit listrik dengan pemulihan panas limbah di industri

semen di Indonesia.121

Untuk setiap JCM, komite gabungan dibentuk yang terdiri dari

perwakilan dari Jepang dan negara mitra untuk mengembangkan pedoman

dan mengelola pendaftaran proyek dan penerbitan kredit. Meskipun ada

satu Dewan Eksekutif CDM, ada 16 komite gabungan JCM,

121

Government of Japan. Joint Crediting Mechanism. Diakses dari

http://gec.jp/jcm/about/index.html pada 30 Oktober 2018.

Page 94: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

82

memungkinkan untuk pendekatan yang disesuaikan untuk masing-masing

negara mitra. Contoh pendekatan yang disesuaikan adalah bahwa JCM

dengan Indonesia mencakup skema pemantauan pembangunan

berkelanjutan. Pada bulan Mei 2015, kredit dikeluarkan untuk proyek-

proyek pertama di bawah JCM dengan Indonesia.122

Setiap komite

bersama memastikan terhadap penghitungan ganda dari pengurangan

emisi. Sebagai contoh, sebuah proyek tidak boleh terdaftar di bawah CDM

dan JCM. Selain itu, peninjauan pihak ketiga atas proposal proyek dan

verifikasi pengurangan emisi memastikan akurasi. Khususnya, JCM

mengharuskan proyek-proyek mengarah pada pengurangan bersih dalam

emisi global. Kredit dari proyek JCM dibagi antara Jepang dan negara

mitra.

Kemudian kemajuan mekanisme yang diusung oleh Jepang,

disadari atau tidak, perlahan mulai menjadi pilihan langkan mitigasi selain

CDM dalam menangani emisi GRK dunia. Mengenai CDM, masa

depannya juga tidak jelas. Pada pertemuan Dewan Eksekutif CDM Maret

2015, dewan sepakat untuk memantau perkembangan yang sedang

berlangsung dari ketentuan Article 6 dan meminta Sekretariat untuk

menyiapkan analisis tentang penggunaan CDM di luar periode komitmen

kedua dari Protokol Kyoto, termasuk sebagai alat untuk kegunaan lain.123

122

Stian Reklev. Japan, Indonesia Issue First Carbon Offset Credits Under

JCM. Carbon Pulse. Diakses dari http://carbon-pulse. com/19918/ pada 31 Oktober 2018. 123

UNFCCC Clean Development Mechanism Executive Board 88th Meeting,

Mar. 7–11, 2016, Meeting Report, 9–11. Diakses dari

http://cdm.unfccc.int/EB/index.html pada 3 November 2018.

Page 95: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

83

Sebelumnya, Protokol Kyoto memungkinkan pihak Annex untuk

mencapai target pengurangan emisi melalui investasi di negara

berkembang melalui Clean Development Mechanism (CDM), mekanisme

investasi dan transfer kredit karbon internasional pertama.124

Menurut

Article 12, pihak Annex dapat melaksanakan proyek pengurangan emisi di

negara berkembang untuk menghasilkan Certified Emission Reduction

(CER) untuk setiap ton karbon yang dikurangi atau dihindari. Contoh

proyek CDM termasuk proyek elektrifikasi pedesaan menggunakan energi

terbarukan. CER yang dapat dijual ini dapat diterapkan menuju target

pengurangan emisi pihak Annex. Agar CDM mencapai targetnya,

pengurangan emisi harus nyata, dapat diukur, dan diverifikasi, serta

tambahan, di atas dan di luar apa yang akan dicapai jika tidak. Kredit dapat

diberikan untuk proyek-proyek yang menyebabkan peningkatan emisi

bersih di negara tuan rumah selama emisi berada pada tingkat yang lebih

rendah daripada yang seharusnya terjadi.125

Di bawah CDM, ketidakseimbangan regional dan penundaan

persetujuan proyek terus menghadirkan tantangan. Sebagian besar proyek

CDM hingga saat ini telah berlokasi di Cina, India, Brasil, dan Meksiko.

Untuk negara kecil dan miskin, proyek tunggal mungkin terlalu kecil

untuk dapat berjalan. Meskipun ada tantangan pelaksanaan, namun, CDM

umumnya dapat dikatakan cukup sukses. Sejak CDM mulai beroperasi

124

Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate

Change. Dec. 10, 1997, U.N. Doc FCCC/ CP/1997/7/Add.1, 37 I.L.M. 22 (1998). 125

Carbon Pulse. Baby Steps for Japan’s JCM as It Seeks to Break New Ground.

Diakses dari http://carbon-pulse.com/17597/ pada 30 Oktober 2018.

Page 96: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

84

pada tahun 2006, lebih dari 1650 proyek telah terdaftar.126

Selama periode

komitmen pertama Protokol Kyoto, proyek CDM menghasilkan kredit

untuk setiap 2,9 miliar ton CO2.

Jepang menunjukkan dukungannya terhadap CDM melalui

pembelian beberapa ratus juta CER oleh perusahaan Jepang selama

periode komitmen pertama Protokol Kyoto. Setelah Jepang menarik diri

dari Protokol Kyoto, Jepang menciptakan mekanisme baru berdasarkan

interpretasinya terhadap otoritas UNFCCC. Secara khusus, pada COP18

dari Para Pihak, UNFCCC mengadopsi Keputusan 1, yaitu:

“Acknowledges that Parties, individually or jointly, may develop and

implement various approaches, including opportunities for using markets

and non-markets, to enhance the cost-effectiveness of, and to promote,

mitigation actions, bearing in mind different circumstances of developed

and developing countries; . . ."127

Pendekatan semacam itu harus memberikan hasil mitigasi yang

nyata, permanen, tambahan dan diverifikasi, menghindari penghitungan

ganda upaya dan mencapai penurunan bersih dan atau menghindari emisi

GRK.128

126

United Nations Framework Convention on Climate Change. Clean

Development Mechanism. Diakses dari

http://unfccc.int/kyoto_protocol/mechanisms/clean_development_mechanism/items/2718.

php pada 30 Oktober 2018. 127

United Nations Framework Convention on Climate Change. UNFCCC 18th

Conference of the Parties, Nov. 26–Dec. 8, 2012, Report of the Conference of the Parties

Addendum 1, Decision 1. U.N. FCCC/CP/2012/8/Add.2. Diakses dari

http://unfccc.int/resource/docs/2012/cop18/eng/08a01.pdf pada 30 Oktober 2018. 128

United Nations Framework Convention on Climate Change. UNFCCC 17th

Conference of the Parties, Nov. 28–Dec. 11, 2011, Report of the Conference of the

Parties Addendum 1, Decision 2. U.N. FCCC/CP/2011/9/Add.1 diakses dari

http://unfccc.int/resource/docs/2011/cop17/eng/09a01.pdf pada 30 Oktober 2018.

Page 97: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

85

Jepang meluncurkan JCM pada tahun 2013 untuk mencapai

sejumlah tujuan. Pertama, JCM memanfaatkan keahlian teknologi Jepang

untuk memfasilitasi difusi teknologi rendah karbon dan berkontribusi pada

pembangunan berkelanjutan negara-negara berkembang. Kedua,

mengkuantifikasi kontribusi Jepang dari pengurangan emisi gas rumah

kaca untuk mencapai target Jepang. Ketiga, JCM mendukung partisipasi

yang lebih besar dan meningkatkan ambisi di antara negara-negara

berkembang. Pada titik pertama, Jepang terkenal dengan keahliannya

dalam inovasi energi, khususnya dalam teknologi batubara dengan

efisiensi tinggi. Setelah krisis minyak era 1970-an, Jepang mendirikan

Organisasi Pengembangan Teknologi dan Energi Baru atau New Energy

and Industrial Technology Development Organization (NEDO) sebagai

organisasi semi- pemerintah untuk meneliti teknologi energi baru. NEDO

meneliti tenaga surya fotovoltaik, angin, dan panas bumi, biomassa dan

energi limbah, pemanfaatan termal, sel bahan bakar, dan teknologi

konservasi energi. NEDO memverifikasi hasil teknis dan melakukan

proyek demonstrasi internasional untuk menyebarluaskan penelitian.129

Selama periode komitmen Protokol Kyoto pertama, NEDO

membantu upaya Jepang untuk mencapai target pengurangan emisinya

menggunakan CDM. Untuk periode pasca-2012, NEDO membantu studi

kelayakan dan pengukuran, pelaporan, dan verifikasi JCM. Sebagaimana

129

Government of Japan. New Energy and Industrial Technology Development

Organization. Diakses dari http://www.nedo.go.jp/english/introducing_ index.html pada 1

30 Oktober 2018.

Page 98: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

86

dibahas di bawah ini, 16 negara mitra Jepang terutama berlokasi di Asia

Tenggara dan banyak dari mereka adalah mitra Asosiasi Negara-negara

Asia Tenggara (ASEAN). 16 negara mitra adalah Mongolia (perjanjian

ditandatangani pada 8 Januari 2013); Bangladesh (19 Maret 2013);

Ethiopia (27 Mei 2013); Kenya (12 Juni 2013); Maladewa (29 Juni 2013);

Vietnam (2 Juli 2013); Lao PDR (7 Agustus 2013); Indonesia (26 Agustus

2013); Kosta Rika (9 Desember 2013); Palau (13 Januari 2014); Kamboja

(11 April 2014); Meksiko (25 Juli 2014); Arab Saudi (13 Mei 2015); Chili

(26 Mei 2015); Myanmar (16 September 2015); dan Thailand (19

November 2015). Baru-baru ini, Jepang dan Filipina menyusun sebuah

memorandum yang mencerminkan keinginan mereka untuk memasuki

JCM ke-17. Negara-negara mitra dalam banyak kasus kekurangan

kapasitas kelembagaan sehingga kemampuan Jepang untuk memberikan

bantuan teknis yang canggih memberikan nilai nyata.

Diketahui Jepang secara terbuka berkomitmen untuk menggunakan

JCM untuk mengurangi 50-100 juta ton karbon pada tahun 2030. Hingga

saat ini, 10 proyek JCM telah disetujui. Pengurangan emisi yang

diantisipasi dari proyek-proyek ini adalah 2000 ton CO2. Pengurangan

emisi yang diantisipasi dari proyek-proyek ini mungkin 1 juta ton CO2,

yang merupakan proporsi kecil dari total emisi Jepang, yang melebihi 1,2

miliar ton CO2 per tahun.

Secara historis, langkah-langkah sukarela di Jepang telah

bermanfaat. Misalnya, selama periode komitmen pertama dari Protokol

Page 99: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

87

Kyoto PBB, perusahaan Jepang membeli beberapa ratus juta CER dan

ERUs meskipun hanya memiliki target sukarela. Perkembangan yang

menjanjikan adalah tahun lalu Federation of Electric Power Companies,

asosiasi industri mewakili 10 pembangkit listrik terbesar di Jepang dan 19

pemasok, sepakat untuk membatasi emisi mereka sebesar 35 persen pada

tahun 2030, yang merupakan pengurangan sukarela tetapi signifikan dan

dapat meningkatkan kredit untuk kredit proyek JCM. Rencana rancangan

Jepang mengacu pada kemungkinan penggunaan sistem perdagangan

emisi di masa depan.130

Sejak 2012, Jepang telah memiliki pajak karbon; pendapatan

diarahkan ke efisiensi energi, produksi energi terbarukan, dan bantuan

keuangan untuk pemerintah lokal, di antara tujuan lain.131

Jepang juga

telah menerapkan standar efisiensi energi selama beberapa dekade.

Dengan target dan pembuat kebijakan yang lebih kuat, seperti pajak

karbon yang lebih tinggi, permintaan kredit dari proyek-proyek JCM

mungkin dapat membantu dengan pemenuhan INDC Jepang.

Dengan didukung oleh Paris Agreement pada tahun 2015,

diharapkan dapat mendorong pengoptimalan skema JCM di antara kedua

belah pihak. Dimana Paris Agreement menjadi landasan prosedur yang

cocok bagi Jepang terkait JCM. Pertama, Paragraf 2 dari Article 6

130

Environmental Defense Fund (EDF). Japan: Emission Trading Case Study.

Diakses dari

http://www.ieta.org/resources/Resources/Case_Studies_Worlds_Carbon_Markets/japan_c

ase_ study_may2015.pdf pada 31 Oktober 2018. 131

Government of Japan. Details on the Carbon Tax. Diakses dari

https://www.env.go.jp/en/policy/tax/env-tax/20121001a_dct.pdf pada 1 November 2018.

Page 100: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

88

menetapkan bahwa Para Pihak dapat terlibat secara sukarela dalam

pendekatan kooperatif yang melibatkan penggunaan hasil mitigasi yang

ditransfer secara internasional terhadap kontribusi yang ditentukan secara

nasional, mempromosikan pembangunan berkelanjutan dan memastikan

integritas dan transparansi lingkungan, termasuk dalam pemerintahan.

Ketentuan ini akan menjadi penting karena setidaknya 65 negara

mengindikasikan bahwa mereka akan menggunakan perdagangan karbon

untuk mencapai ikrar pengurangan emisi mereka dan 24 tambahan akan

mempertimbangkan penggunaan perdagangan karbon untuk tujuan ini di

masa depan.132

Kedua, Paragraf 4 dari Article 6 menetapkan aksi mitigasi harus

sesuai dengan tujuan-tujuan berikut:

1. Untuk mempromosikan mitigasi emisi gas rumah kaca sementara

mendorong pembangunan berkelanjutan;

2. Untuk memberikan insentif dan memfasilitasi partisipasi dalam

mitigasi emisi gas rumah kaca oleh badan publik dan swasta yang

diberi wewenang oleh suatu Pihak;

3. Untuk berkontribusi pada pengurangan tingkat emisi di Pihak tuan

rumah, yang akan mendapat manfaat dari kegiatan mitigasi yang

menghasilkan pengurangan emisi yang juga dapat digunakan oleh

132

Anthony Mansell. What’s Ahead for Carbon Markets After COP21. BIORES,

v.10, no.1, 2016. Diakses dari availa http://www.ictsd.org/bridges-

news/biores/news/what‟s-ahead-for-carbon-marketsafter-cop21 pada 2 November 2018.

Page 101: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

89

Pihak lain untuk memenuhi kontribusi yang ditetapkan secara nasional;

dan

4. Untuk memberikan mitigasi keseluruhan dalam emisi global.

Paris Agreement mencerminkan partisipasi yang luas serta

menjamin negara-negara maju untuk tetap berkomitmen pada penurunan

emisi hingga tahun 2030 agar tidak lebih dari 2 derajat celcius dan

mempertahankan rata-rata 1,5 derajat celcius suhu bumi. Melalui Intended

Nationally Determined Contribution (INDC), yang diusulkan oleh para

pihak yang berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sesuai

dengan prinsip-prinsip hukum internasional yaitu prinsip kebersamaan

tetapi berbeda tanggung jawab atau principle equity and common but

differentiated responsibilities dan prinsip menghormati kemampuan dalam

perbedaan kondisi nasional yang ada atau respective capabilities in the

light of different national circumstances.

Secara lebih luas, upaya kemitraan pasca-Paris akan mendapatkan

perhatian yang signifikan. Paris Agreement Article 6 menetapkan dua

ketentuan baru yaitu “memungkinkan ambisi yang lebih tinggi dalam

tindakan mitigasi dan adaptasi mereka” dan “mempromosikan

pembangunan berkelanjutan dan integritas lingkungan.”133

Hal ini menjadi

landasan pengoptimalan JCM sebagai pilihan langkah mitigasi di masa

yang akan datang.

133

UNFCCC 21st Conference of the Parties, Nov. 30– Dec. 11, 2015. Adoption

of the Paris Agreement, Annex, art. 6, U.N. FCCC/CP/2015/L.9/Rev.1. Diakses dari

https://unfccc.int/resource/docs/2015/cop21/eng/l09r01.pdf pada 2 November 2018.

Page 102: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

90

Dari temuan yang telah dijelaskan bahwa situasi internal pasca

bencana Fukushima yang mempengaruhi konsumsi energi berarti bahwa

peninjauan ulang Jepang atas kerangka energinya akan memiliki implikasi

penting bagi kemampuannya untuk mengurangi emisi GRK. Hasil tinjauan

Jepang untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan menerapkan JCM.

Selain menguntungkan Jepang untuk memenuhi usulan INDC-nya, juga

menguntungkan negara-negara mitranya. Selain itu, JCM juga lebih efektif

digunakan sebagai langkah mitigasi emisi GRK dunia jika dibandingkan

dengan CDM, dikarenakan JCM memiliki skema lebih sederhana, JCM

juga mempengaruhi meningkatnya partisipasi negara-negara berkembang.

Page 103: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

91

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Emisi gas rumah kaca tahunan Jepang adalah sekitar 1,2 miliar

metrik ton, menjadikan Jepang sebagai penghasil emisi GRK terbesar

kelima di dunia. Di bawah Protokol Kyoto pada UNFCCC, Jepang telah

sepakat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 6 persen di

bawah tingkat 1990 pada tahun 2012. Untuk mencapai tujuan ini, Jepang

memperkenalkan INDC Protokol Kyoto dalam UNFCCC. Beberapa

inisiatif yang diperkenalkan di bawah rencana termasuk promosi rencana

aksi sukarela oleh industri dan perusahaan, meningkatkan efisiensi energi

rumah tangga, transportasi, melaksanakan kampanye nasional untuk

mempromosikan praktik hijau dan berkelanjutan, pembinaan hutan, serta

sebagai memperkenalkan skema Joint Crediting Mechanism pada tahun

2013.

Jepang juga berusaha mencapai target Protokol Kyoto dengan

membeli kredit pengurangan emisi (CER) yang diterbitkan oleh proyek-

proyek pembangunan bersih (CDM). Setiap CER dihitung sebagai satu ton

CO2 dan dapat digunakan oleh negara-negara untuk memenuhi target

GHG mereka di bawah Protokol Kyoto. Jepang memiliki 435 proyek

CDM yang merupakan 11 persen dari semua proyek CDM yang terdaftar.

Page 104: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

92

Dalam UNFCCC, Jepang telah mengambil posisi tegas terhadap

kesepakatan untuk menetapkan target lebih lanjut untuk periode komitmen

kedua di bawah Protokol Kyoto kecuali Amerika Serikat dan negara

berkembang seperti China juga siap untuk melakukan bagian mereka.

Terjadinya bencana alam berupa gempa bumi dan tsunami yang

menyebabkan kerusakan pada Fukushima Daiichi. Hal tersebut

mempengaruhi pasokan energi dalam negeri Jepang yang menyebabkan

Jepang harus melakukan impor bahan bakar fosil. Penggunaan bahan

bakar fosil yang membuat emisi GRK Jepang terus meningkat. Hal ini

menyebabkan Jepang harus bertindak untuk mengatasi perubahan situasi

internalnya.

Hasil tinjauan Jepang tentang kebijakan energi dan perubahan

iklimnya akan menjadi indikator penting apakah Jepang akan dapat

membuat jenis pemotongan emisi GRK-nya yang akan diperlukan untuk

mencapai target INDC mereka. Misalnya, ketidakmampuan untuk

mengatasi penentangan publik terhadap tenaga nuklir kemungkinan akan

menghancurkan target-target ini. Bahkan jika pemerintah dapat

mempertahankan energi nuklir pada saat ini, Jepang akan memerlukan

berbagai langkah perubahan iklim lainnya untuk mencapai target ini.

Pemerintah Jepang telah mempertimbangkan berbagai langkah yang

seharusnya membantu mengurangi emisi GRK. Diketahui bahwa

sebelumnya Jepang menghadapi serangkaian bencana dari gempa bumi,

tsunami dan kehancuran reaktor nuklir di Fukushima. Bencana-bencana ini

Page 105: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

93

telah memaksa untuk memikirkan kembali kebijakan energi Jepang ke

depan.

Tantangan yang disajikan oleh energi nuklir, keamanan dan

kontribusi potensial untuk mengatasi perubahan iklim harus menjadi

bagian dari diskusi yang lebih luas tentang peran pasar energi dan energi

dalam membantu negara-negara mencapai ketahanan energi dan

mengurangi GRK mereka. Kemudian hal yang telah disebutkan di atas

menjadi titik awal terjadinya pergeseran kebijakan iklim Jepang, baik

domestik atau internasional. Pergeseran kebijakan yang terjadi, pun

mempengaruhi kepentingan nasional Jepang. Karena keterbatasan energi

yang dimiliki pasca terjadinya bencana Fukushima Daiichi. Serangkaian

kebijakan dan pendekatan Jepang untuk memenuhi kebutuhan energi

domestik dan target INDC dalam UNFCCC, Jepang menawarkan Joint

Crediting Mechanism sebagai „alat‟ untuk mencapai kepentingan

nasionalnya.

Sejarah perkembangan pasar dan karbon tersebut kemudian

memasuki masa implementasi, dimana kemudian berbagai jenis variasi

pasar karbon kemudian juga dikembangkan. Begitu juga adanya berbagai

linking antar pasar dan mekanisme pendukung yang juga ditumbuh-

kembangkan sehingga bukan hanya manfaat penurunan emisi yang

didapatkan, tetapi juga berbagai manfaat ekonomi, teknologi, dan

pengembangan kapasitas. Seiring dengan perkembangan geopolitik global,

maka kemudian juga dibangun berbagai kerjasama antar wilayah dan

Page 106: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

94

negara, baik untuk trading maupun crediting. Maka Jepang menawarkan

JCM sebagai jenis baru dari crediting pasar karbon. Kemudian jika dilihat

dari peta negara mitra JCM, Jepang, dengan mitra strategisnya akan sangat

diuntungkan.

JCM yang tujuan dan konsep dasarnya adalah memfasilitasi

penyebaran teknologi, produk, sistem, layanan, dan infrastruktur karbon

rendah, serta implementasi aksi mitigasi, dan berkontribusi terhadap

pembangunan berkelanjutan negara-negara berkembang. Secara tepat

mengevaluasi kontribusi dari Jepang ke pengurangan atau penghapusan

emisi GRK secara kuantitatif dan menggunakannya untuk mencapai target

pengurangan emisinya.

Page 107: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

xii

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Aleksius Jemadu. Politik Global dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha

Ilmu. 2008.

Earl Babbie. The Basics of Social Research. (6th ed.). Belmont, California:

Wadsworth Cengage. 2014.

Goldstein, Joshua S. dan Jon C. Pevehouse. International Relations. Longman:

New York. 2010.

Jackson, Robert dan George Sorensen. Pengantar Studi Hubungan Internasional.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009.

Keohane, R.O., International Institutions: Can Interdependence Work?.

Washington. Foreign Policy, spring Ed. 1998.

Keohane R.O and Nye J.S., Power and Interdependence, 3rd

Edition,

Harrisonburg. Donneley Company. 2001.

Marshall, Brent K.. Globalisation, Environmental Degradation and Ulrich Beck’s

Risk Society. 8th

edition. 2002.

Neuman, W.L. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approach,

6th ed. Boston: Allyn and Bacon. 2006.

Miroslav Nincic. The National Interest and Its and Interpretation The review of

Politics, Vol.61, No.1. 1999.

Rourke J. T., International Politics on the World Stage. McGraw. 2001.

Sitepu, P. Anthonius. Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Graha Ilmu

(2011). Hlm.163.

W. David Clinton. The National Interest: Normative Foundations. The Review of

Politics, 1986.

Page 108: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

xiii

JURNAL

Allen, M. R., dkk.. Warming caused by cumulative carbon emissions towards the

trillionth tone. Nature. 458(7242). 2009.

Anthony Lake. Defining the National Interest: Proceedings of the Academy of

Political Sciences, Vol.34,No.2. The Power to Govern: Assessing Reform

in the United States, 1981.

Bashmakov, et.al., Joint Implementation and Clean Development Mechanism as

Project-based Mechanism. in IPCC. 2001.

Bodansky, D., The Copenhagen Climate Change Conference: A Post-Mortem.

American Journal of International Law. 104(2). 2010.

Bogdan and S. Taylor. Looking at the bright side: A positive approach to

qualitative policy and evaluation research. Qualitative Sociology. 1987.

Cooper R.N., Economic Interdependence and Foreign Policy in the Seventies.

World Politics. Vol. 24. 1972.

D. Liverman and S. Billett. Copenhagen and the Governance of Adaptation.

Environment Magazine. 2010.

D. M. Liverman, Conventions of Climate Change: Constructions of Danger and

the Dispossession of the Atmosphere. Journal of Historical Geography.

Vol. 2. 2008.

Depledge. J., United Nations Framework Convention on Climate Change

(UNFCCC) Technical paper: Tracing the Origins of the Kyoto Protocol:

An Article-by-Article Textual History. UNFCCC. 2007.

Edenhofer, O., dkk., Costs, Investments and Burden Sharing. Wayback Machine.

2014.

Granger, Morgan. Summary of Climate Change Basics. A Report by the U.S.

Climate Change Science Program and the Subcommittee on Global

Change Research. Washington D.C., USA. National Oceanic and

Atmospheric Administration. 2009.

Grubb M., Kyoto and the Future of International Climate Change Responses:

From Here to Where?. International Review for Environmental Strategies,

Vol. 5. 2004.

Grubb M., The Seven Myths of Kyoto, Cimate Policy, Vol. 1. Cambridge

University. 2001.

Page 109: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

xiv

Sugino, M, Morita M, Iwata K, Arimura HT. Multiplier impacts and emission

reduction effects of Joint Crediting Mechanism: Analysis with a Japanese

and International disaggregated input-output table. TCER Working Paper

Series. 2015.

Hoang, MH, Islam MT, Yagi M, Kokubu K. Determinants of the efficiency of

CDM and JCM projects: Viewing from Financial and Environmental

Outcomes. Discussion Paper Series, Kobe University. 2015.

Isiksal, Hüseyin, To What Extend Complex Interdependence Theorists Challenge

to Structural Realist School of International Relations, dalam Alternatives:

Turkish Journal of International Relations. Turkey. Vol.3, No.2&3

Summer and Fall. 2004.

J., Vogler. Environment. Dalam B.White, R. Little dan M. Smith. Issues in World

Politics. New York. 2001.

Kuramochi, T. Review of Energy and Climate Policy Developments in Japan

Before and After Fukushima. Renewable and Sustainable Energy Reviews.

2015.

McMichael, Anthony. Planetary Overload: Global Environmental Change and

the Health of Human Species. New York: Cambridge University Press.

2000.

R. Stavins, J. Zou, dkk., International Cooperation: Agreements and Instruments.

Wayback Machine. Chapter 13 in: Climate Change 2014: Mitigation of

Climate Change. Contribution of Working Group III to the Fifth

Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change.

Cambridge University Press. 2014.

Rineiski, Maschek. Recriticality, a Key Phenomenon to Investigate in Core

Disruptive Accident Scenarios of Current and Future Fast Reactor

Designs. IAEA & Institute for Nuclear and Energy Technologies. 2012.

Sadiq, Aliyu, Abubakar, dkk., An Overview of Current Knowledge Concerned the

Health and Environmental Consequences of the Fukushima Daiichi

Nuclear Power Plant (FDNPP) Accident. Environmental International.

2015.

Solomon, S., dkk. Global Climate Projections. Cambridge University Press. 2007.

Watson, R.T., Synthesis Report. A Contribution of Working Groups I, II, and III to

the Third Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate

Change (IPCC). Cambride University Press. 2001.

Page 110: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

xv

Yamaguchi, Mari. Japan Utility Agrees Nuclear Crisis was Avoidable. Boston.

Associated Press. 2012.

Yun, K.J., Yoon ES. The International Climate Change Regime and Evolution of

South Korea’s Climate Change Policy. Journal of Environmental Policy

and Administration. 2016.

Zaman, Peter, Clean Development Mechanism: CDM and the UNFCCC.

Advocates for International Development (A4ID). 2012

WEBSITE

Asahi Shimbun. Asahi Poll: 59% Oppose Restart of Nuclear Reactors. 18 Maret

2014. Diakses dari

https://ajw.asahi.com/article/0311disaster/fukushima/AJ201403180058

pada 19 September 2018.

Asian Development Bank (ADB). Handbook for Developing Joint Crediting

Mechanism Projects. Diakses dari

https://www.adb.org/documents/handbook-developing-joint-crediting-

mechanism-projects pada 13 Oktober 2018.

Asian Development Bank (ADB). Japan Fund for the Joint Crediting Mechanism

(JFJCM). Diakses dari https://www.adb.org/site/funds/funds/japan-fund-

for-joint-crediting-mechanism pada 15 Oktober 2018.

Asian Development Bank (ADB). JFJCM brochure. 2015. Diakses dari

http://www.adb.org/sites/default/files/publication/177324/jfjcm-brochu

re.pdf pada 11 Oktober 2018.

BPKP. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 Tentang

Pengesahan Kyoto Protocol To The United Nations Framework

C'onvention On Climate Change (Protokol Kyoto Atas Konvensi

Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Perubahan Iklim)”.

Diakses dari www.BPKP.go.id pada 17 November 2017

.

Climate Action Tracker, Japan. Diakses dari

http://climateactiontracker.org/countries/japan.html pada 29 September

2018.

Climate Policy Observer: Monitoring Climate Policies, Japan Submits Its

Contribution TO Paris 2015: 47 INDCs Received. 2015. Diakses dari

http://climateobserver.org/japan-submits-its-contribution-to-paris-2015-

47-indcs-received/ pada 24 September 2018

Carbon Pulse. Baby Steps for Japan’s JCM as It Seeks to Break New Ground.

Diakses dari http://carbon-pulse.com/17597/ pada 30 Oktober 2018.

Page 111: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

xvi

Environmental Defense Fund (EDF). Japan: Emission Trading Case Study.

Diakses dari

http://www.ieta.org/resources/Resources/Case_Studies_Worlds_Carbon_

Markets/japan_case_ study_may2015.pdf pada 31 Oktober 2018.

Federal Ministry for the Environment, Nature Conservation, Building and Nuclear

Safety. Stages of Climate Change Negotiations. Diakses dari

https://www.bmu.de/en/topics/climate-energy/climate/international-

climate-policy/climate-conferences/chronicle-of-climate-change-

conferences/ pada 5 April 2018.

France Diplomatie. The COP 21 or the Paris Climate Conference Led to a New

International Climate Agreement, Applicable to All Countries, Aiming to

Keep Global Warming Below, in Accordance with the Recommendations

of the Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC). Diakses dari

https://www.diplomatie.gouv.fr/french-foreign-policy/climate/2015-paris-

climate-conference-cop21/cop21-the-paris-agreement-in-four-key-points/

pada 22 Juli 2018.

Global Environment Committee, Long-term Low-carbon Vision 2017: Central

Environment Council. Diakses dari http://www.env.go.jp/earth/report/h30-

01/ref02.pdf pada 3 Oktober 2018.

Government of Japan. Details on the Carbon Tax. Diakses dari

https://www.env.go.jp/en/policy/tax/env-tax/20121001a_dct.pdf pada 1

November 2018.

Government of Japan. Joint Crediting Mechanism. Diakses dari

http://gec.jp/jcm/about/index.html pada 30 Oktober 2018.

Government of Japan. New Energy and Industrial Technology Development

Organization. Diakses dari http://www.nedo.go.jp/english/introducing_

index.html pada 1 30 Oktober 2018.

Government of Japan. Submission of Japan’s Intended Nationally Determined

Contribution (INDC). Diakses dari

http://www4.unfccc.int/submissions/INDC/Published%20Documents/Japa

n/1/20150717_Japan%27s%20INDC.pdf pada 26 Oktober 2018.

Mansell, Anthony. What’s Ahead for Carbon Markets After COP21. BIORES,

v.10, no.1, 2016. Diakses dari availa http://www.ictsd.org/bridges-

news/biores/news/what’s-ahead-for-carbon-marketsafter-cop21 pada 2

November 2018.

Page 112: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

xvii

Mie, Ayako dan Jesse Johnson. Amid South China Sea Spat, Japan Foreign Aid

White Paper Stresses Importance of Sea Lanes. Japan Times. Mar. 11,

2016 Diakses dari http://

www.japantimes.co.jp/news/2016/03/11/national/politics-diplomacy/amid-

south-china-sea-spatjapan-foreign-aid-white-paper-stresses-

importancesea-lanes/#.VwBfKVJGN0l pada 2 November 2018.

Harvey, Fiona. The Guardian. UN: methane released from melting ice could push

climate past tipping point. 2012. Diakses dari

http://www.theguardian.com/environment/2012/nov/27/dohaclimate-

conference-un-methane pada 19 Desember 2017.

Hay, Mark. Five Years After Fukushima, Japan’s Nuclear Power Debate Is

Heating Up. Diakses dari https://www.good.is/articles/japan-nuclear-

power-debate-heats-up pada 19 Oktober 2018.

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), Understanding Climate

Change: 22 years of IPCC Assessment. Diakses dari

https://www.ipcc.ch/pdf/press/ipcc_leaflets_2010/ipcc-

brochure_understanding.pdf pada 2 April 2018.

Japan Times. Japan Meets Kyoto Goal via Credit Buys. Diakses dari

http://www.japantimes.co.jp/news/2013/11/17/national/japan-meets-

kyoto-goal-via-credit-buys pada 25 Oktober 2018.

JETRO, Japan’s Solar PV Market Overview. Diakses dari

https://www.jetro.go.jp/ext_images/_Events/ldn/Japan_solar_PV_market_

overview.pdf pada 2 Oktober 2018.

Joint Crediting Mechanism. About the Mechanism. Diakses dari

https://www.jcm.go.jp/about pada 15 Oktober 2018.

McCarthy, Michael. Independent. Japan Derails Climate Talks by Refusing to

renew Kyoto Treaty. Independent (2011). Diakses dari

https://www.independent.co.uk/environment/climate-change/japan-derails-

climate-talks-by-refusing-to-renew-kyoto-treaty-2148769.html pada 5 Juni

2018.

Ministry of Economy, Trade and Industry Japan. Best Practice Under the

Voluntary Action Plans. 2015. Diakses dari

http://www.meti.go.jp/english/policy/energy_environment/global_warmin

g/voluntary_approach/pdf/action_plan_eng.pdf pada 6 Oktober 2018.

Page 113: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

xviii

Ministry of Economy, Trade and Industry Japan. 2012 Energy Supply and

Demand Report. Diakses dari

http://www.meti.go.jp/english/press/2014/0415_03.html pada 3 Oktober

2018.

Ministry of the Environment Japan. Japan's National Greenhouse Gas Emissions

in Fiscal Year 2013 (Preliminary Figures). 2014. Diakses dari

http://www.env.go.jp/en/headline/2132.html pada 6 Oktober 2018.

Ministry of the Environment Japan. Japan's Progress in Developing its Intended

Nationally Determined Contribution. Diakses dari

http://www.env.go.jp/en/earth/cc/jpdindc.html pada 7 Oktober 2018.

Ministry of the Environment Japan. Recent Development of the Joint Crediting

Mechanism (JCM). 2016. Diakses dari

http://www.mmechanisms.org/document/20160622_JCM_ goj_e.pdf pada

11 Oktober 2018.

Ministry of the Environment Japan. State of Japan's Greenhouse Gas Emissions.

2014. Diakses dari https://www.env.go.jp/en/wpaper/1997/ch1-2.html

pada 22 September 2018.

Ministry of the Environment Japan. Statement by Nobuteru Ishihara, Japanese

Minister of the Environment at COP19/CMP9. Diakses dari

http://www.env.go.jp/en/earth/cc/statement131120.pdf pada 22 September

2018.

Ministry of the Environment Japan. Statement by Yoshio Mochizuki, Minister of

the Environment of Japan at COP 20. Diakses

http://www.env.go.jp/en/earth/cc/cop20_statement_eng.pdf dari pada 7

Oktober 2018.

MOFA. Summary and Evaluation of COP 18/CMP 8(the 18th Conference of

Parties to the UNFCCC and the 8th Session of the Converence of the

Parties Serving as the meeting of the Parties to the Kyoto Protokol. 2012.

Diakses dari

http://www.mofa.go.jp/policy/environment/warm/cop/cop18/summary.htm

l pada 25 Januari 2018.

National Bureau of Asian Research. Energy Mix in Japan – before and after

Fukushima. 2013. Diakses dari

http://www.nbr.org/downloads/pdfs/eta/PES_2013_handout_kihara.pdf

pada 19 September 2018.

Page 114: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

xix

Nikkei Asian. Japan’s ODA Paper Stresses ASEAN Support for Safety of Vital

Sea Lane. Diakses dari http://asia.nikkei.com/Politics-

Economy/International-Relations/Japan-s-ODA-paperstresses-ASEAN-

support-for-safety-of-vitalsea-lane?page=1 pada 1 November 2018.

Reklev, Stian. Japan, Indonesia Issue First Carbon Offset Credits Under JCM.

Carbon Pulse. Diakses dari http://carbon-pulse.com/19918/ pada 31

Oktober 2018.

Roux, Andre Le. News 24. Japan on Kyoto Protocol. Diakses dari

http://www.news24.com/Opinions/QAndA/Japan-on-Kyoto-Protocol-

20111205 pada 22 Oktober 2018.

Science Council for Global Initiatives. Paris COP21 Summary. Diakses dari

http://www.thesciencecouncil.com/index.php/tom-blees-president/295-

paris-cop21-summary pada 21 Juli 2018.

Shimbun, Yomiuri. Asia News. Shinzo Abe, All-inclusive Endeavors Crucial in

Carrying Out ODA Strategically. Asian News. Diakses dari

http://www.asianews.network/content/editorial-all-inclusive-endeavours-

crucial-carryingout-oda-strategically-12331 pada 1 November 2018.

Shimbun, Yomiuri. Japan News. NRA Sees “No Safety Problem” with Nuclear

Plants. Diakses dari http://thejapan-news.com/news/article/0002885516

pada 19 Oktober 2018.

Strickland, Eliza. What Went Wrong in Japan’s Nuclear Reactors. Diakses dari

http://spectrum.ieee.org/techtalk/energy/nuclear/explainer-what-went-

wrong-injapans-nuclear-reactors pada 21 Oktober 2018.

SDG Knowledge Hub. 19th

Session of the Conference of the Parties to the

UNFCCC. Diakses dari http://sdg.iisd.org/events/conference-of-the-

parties-to-the-unfccc/ pada 17 Juli 2018.

Stokes, Bruce, Richard Wike, and Jill Carle. Global Concern about Climate

Change, Broad Support for Limiting Emissions. Pew Research Center. 5

November 2015. Diakses dari

http://www.pewglobal.org/files/2015/11/Pew-Research-Center-Climate-

Change-Report-FINAL-November-5-2015.pdf pada 18 Agustus 2018.

U-Car Guide Web. Sales of New Cars in Japan. 2015. Diakses dari. http://u-

carguide.com/datalibrary/market/new-car/2014/hybrid201401-06 pada 4

Oktober 2018.

Page 115: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

xx

UN Treaty Database, Kyoto Protocol to the United Nations Framework

Convention on Climate Change Retrieved. Diakses dari

https://treaties.un.org/pages/ViewDetails.aspx?src=TREATY&mtdsg_no=

XXVII-7-a&chapter=27&lang=en pada 5 April 2018.

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). 21st

Conference of the Parties, Nov. 30– Dec. 11, 2015. Adoption of the Paris

Agreement, Annex, art. 6, U.N. FCCC/CP/2015/L.9/Rev.1. Diakses dari

https://unfccc.int/resource/docs/2015/cop21/eng/l09r01.pdf pada 2

November 2018.

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). An

Introduction to the Kyoto Protocol Compliance Mechanism. Diakses dari

https://unfccc.int/process/kyoto-protocol/compliance-under-kyoto-

protocol/introduction pada 5 April 2018.

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Clean

Development Mechanism. Diakses dari

http://unfccc.int/kyoto_protocol/mechanisms/clean_development_mechani

sm/items/2718.php pada 30 Oktober 2018.

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Clean

Development Mechanism Executive Board 88th Meeting, Mar. 7–11,

2016, Meeting Report, 9–11. Diakses dari

http://cdm.unfccc.int/EB/index.html pada 3 November 2018.

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Doha

Amendment To The Kyoto Protocol Doha, 8 December 2012 Pasal 3.

2012. Diakses dari

http://treaties.un.org/doc/Publication/CN/2012/CN.718.2012-Eng.pdf pada

21 November 2017.

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). List of

Non-Annex I Parties to the Convention. Diakses dari

https://unfccc.int/process/parties-non-party-stakeholders/parties/list-non-

annex-i-parties-convention pada 18 Mei 2018.

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Parties

and Observers. Diakses dari https://unfccc.int/parties-observers pada 3

Mei 2018.

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Schedule

of Events. Diakses dari

http://unfccc.int/files/meetings/warsaw_nov_2013/application/pdf/cop19c

mp9_overview_schedule.pdf pada 21 Juli 2018.

Page 116: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

xxi

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Status of

Ratification of the Convention. Diakses dari

https:unfccc.int/essential_background/convention/status_of_ratification/ite

ms/2631.php pada 2 April 2018.

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), The

Mechanisms under the Kyoto Protocol: Emissions Trading, the Clean

Development Mechanism and Joint Implementation, di akses dari,

http://unfccc.int/kyoto_protocol/mechanisms/items/1673.php pada 21

November 2017.

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), The

Secretariat. Diakses dari

https://unfccc.int/secretariat/history_of_the_secretariat/items/1218.php

pada 2 April 2018.

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

UNFCCC 17th Conference of the Parties, Nov. 28–Dec. 11, 2011, Report

of the Conference of the Parties Addendum 1, Decision 2. U.N.

FCCC/CP/2011/9/Add.1 diakses dari

http://unfccc.int/resource/docs/2011/cop17/eng/09a01.pdf pada 30

Oktober 2018.

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

UNFCCC 18th Conference of the Parties, Nov. 26–Dec. 8, 2012, Report of

the Conference of the Parties Addendum 1, Decision 1. U.N.

FCCC/CP/2012/8/Add.2. Diakses dari

http://unfccc.int/resource/docs/2012/cop18/eng/08a01.pdf pada 30

Oktober 2018.

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Warsaw

International Mechanism for Loss and Damage. Diakses dari

https://unfccc.int/topics/adaptation-and-resilience/workstreams/loss-and-

damage-ld/warsaw-international-mechanism-for-loss-and-damage pada 21

Juli 2018.

Wall Street Jurnal. Rapor Merah Protokol Kyoto. 2013. Diakses dari

http://indo.wsj.com/posts/2013/01/08/rapor-merah-protokol-kyoto/ pada

20 Januari 2018

Watanabe. Chisaki, dkk., Japan Sees Clean Energy Edging Out Nuclear Power in

2030. Bloomberg. Diakses dari

http://www.bloomberg.com/news/articles/2015-04-28/japan-expects-

renewable-energy-to-edge-outnuclear-power-by-2030 pada 28 Oktober

2018.

Page 117: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

xxii

World Nuclear Association, Japan's Energy Situation and International

Dependence. 2015. Diakses dari http://www.world-

nuclear.org/information-library/country-profiles/countries-g-n/japan-

nuclear-power.aspx pada 21 September 2018.

World Resources Institute, Japan Releases Underwhelming Climate Action

Commitment. 2015. Diakses dari https://www.wri.org/blog/2015/07/japan-

releases-underwhelming-climate-action-commitment pada 1 Oktober

2018.

ARTIKEL DAN BERITA

Al Jazeera. Climate summit in overtime due to deadlock. Diakses dari

https://www.aljazeera.com/news/europe/2013/11/climate-summit-

overtime-due-deadlock-201311234643975109.html pada 18 Juli 2018.

Forsythe, Michael, Jane Perlez. South China Sea Buildup Brings China Closer to

Realizing Control, N.Y. TIMES, Mar. 8, 2016. Diakses dari

http://nyti.ms/1X9QPZt pada 1 November 2018.

IEA. Global Gaps in Clean Energy Research, Development and Demonstration.

OECD/International Energy Agency: Paris, France. 2009.

IEA. World Energy Outlook 2010. OECD, International Energy Agency: Paris.

2010.

Koatkutsu, K, Umemiya. Realising additional emissions reductions through the

Joint Crediting Mechanism (JCM). IGES Working Paper. 2015.

Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change.

Dec. 10, 1997, U.N. Doc FCCC/ CP/1997/7/Add.1, 37 I.L.M. 22. 1998.

Masakazu Toyoda. Energy Challenges and Policies for Japan in the Dramatically

Changing Energy Landscape. Institute for Energy Economics Japan. 2016.

UNESCO and UNFCCC, Action for climate empowerment: Guidelines for

accelerating solutions through education, training and public. UNESCO

and UNFCCC. 2011.

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Decision

1/CP.20, Lima Call for Climate Action, FCCC/CP/2014/10/Add.1.

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Article 3,

Principles. United Nations. 1993.

Page 118: KEPENTINGAN NASIONAL JEPANG DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44482/2/WIDYA ASTRI... · isu perubahan iklim mulai berkembang, yaitu pada akhir

xxiii

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Article 4,

Commitments. United Nations. 1992.

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Sixth

Compilation and Synthesis of Initial National Communications from

Parties not Included in Annex I to the Convention. Geneva, Switzerland:

United Nations Office. 2005.

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Compilation of Information on Nationally Appropriate Mitigation Actions

to be Implemented by Parties Not Included in Annex I to the Convention.

Geneva, Switzerland: UN Office, Library record. 2011.

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Quantified Economy-wide Emission Reduction Targets by Developed

Country Parties to the Convention: Assumptions, Conditions,

Commonalities and Differences in Approaches and Comparison of the

Level of Emission Reduction Efforts. Geneva, Switzerland: UN Office.

Library record. 2012.

Yu, J, Mallory LM. An Optimal Hybrid Emission Control System in a Multiple

Compliance Period Model. Resource and Energy Economics. 2015.