kendala dan solusi minapolitan budidaya

5
KEBERLANJUTAN MINAPOLITAN BUDIDAYA : KENDALA DAN SOLUSI Pengukuran keberhasilan maupun kegagalan minapolitan budidaya terlalu dini dilakukan, karena dampak setiap kebijakan pembangunan memiliki time lag. Introspeksi kembali merupakan hal yang lebih tepat dilakukan untuk melihat kembali apakah pelaksanaan minapolitan minapolitan ini sudah berada pada jalur pembangunan ekonomi yang benar atau malah sebaliknya?. Minapolitan dihadapkan pada tiga aspek utama yaitu penentuan target produksi, keterlibatan pemerintah serta penentuan prioritas penggunaan anggaran. Beberapa permasalahan yang menjadi kendala dalam pelaksanaan minapolitan dari sisi produksi adalah sebagai berikut : 1. Kualitas dan kuantitas (Induk dan Benih) Ketersediaan induk dan benih yang berkualitas maupun kontinuitas masih sangat terbatas. Hal ini dikarenakan peran masih terbatasnya teknologi perbenihan (belum optimalnya peran lembaga/balai pembenihan). Pada beberapa lokasi minapolitan yang merupakan lokasi prioritas minapolitan budidaya seperti Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bintan, Kabupaten Banjar, Kabupaten Pangkep ternyata peran balai benih ikan baik yang dikelola oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah belum optimal. Yang pada akhirnya menyebabkan penggunaan induk untuk pembenihan maupun benih untuk pendederan pembesaran bukan merupakan induk dan benih yang unggul. Dari sisi kuantitas pun pemenuhan benih masih membutuhkan pasokan dari luar, seperti yang terjadi di Kabupaten Banjar, sekitar 70% kebutuhan benih dipasok dari luar kota khususnya Bogor. Akibatnya dari sisi harga pun mengalami peningkatan bila dibandingkan jika perbenihan bisa dilakukan oleh Unit Pembenihan Rakyat (UPR) lokal. 2. Pakan (Buatan Sendiri dan Pabrik) Pakan sebagai salah satu input utama dalam kegiatan budidaya juga menjadi kendala bagi petani. Kurang lebih 80% biaya

Upload: hikmah-madani

Post on 02-Aug-2015

35 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kendala Dan Solusi Minapolitan Budidaya

KEBERLANJUTAN MINAPOLITAN BUDIDAYA : KENDALA DAN SOLUSI

Pengukuran keberhasilan maupun kegagalan minapolitan budidaya terlalu dini dilakukan, karena dampak setiap kebijakan pembangunan memiliki time lag. Introspeksi kembali merupakan hal yang lebih tepat dilakukan untuk melihat kembali apakah pelaksanaan minapolitan minapolitan ini sudah berada pada jalur pembangunan ekonomi yang benar atau malah sebaliknya?.

Minapolitan dihadapkan pada tiga aspek utama yaitu penentuan target produksi, keterlibatan pemerintah serta penentuan prioritas penggunaan anggaran. Beberapa permasalahan yang menjadi kendala dalam pelaksanaan minapolitan dari sisi produksi adalah sebagai berikut :

1. Kualitas dan kuantitas (Induk dan Benih)Ketersediaan induk dan benih yang berkualitas maupun kontinuitas masih sangat terbatas. Hal ini dikarenakan peran masih terbatasnya teknologi perbenihan (belum optimalnya peran lembaga/balai pembenihan). Pada beberapa lokasi minapolitan yang merupakan lokasi prioritas minapolitan budidaya seperti Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bintan, Kabupaten Banjar, Kabupaten Pangkep ternyata peran balai benih ikan baik yang dikelola oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah belum optimal. Yang pada akhirnya menyebabkan penggunaan induk untuk pembenihan maupun benih untuk pendederan pembesaran bukan merupakan induk dan benih yang unggul. Dari sisi kuantitas pun pemenuhan benih masih membutuhkan pasokan dari luar, seperti yang terjadi di Kabupaten Banjar, sekitar 70% kebutuhan benih dipasok dari luar kota khususnya Bogor. Akibatnya dari sisi harga pun mengalami peningkatan bila dibandingkan jika perbenihan bisa dilakukan oleh Unit Pembenihan Rakyat (UPR) lokal.

2. Pakan (Buatan Sendiri dan Pabrik)

Pakan sebagai salah satu input utama dalam kegiatan budidaya juga menjadi kendala bagi petani. Kurang lebih 80% biaya operasional pada kegiatan budidaya dikeluarkan untuk pemenuhan pakan. Dari sisi sumber pemenuhan pakan dapat dikelompokkan kedalam 2 sumber yaitu pakan yang diproduksi dari pabrik dan pakan buatan petani sendiri. Kualitas pakan yang dihasilkan di pabrik memang lebih baik bila dibandingkan dengan pakan buatan petani (kandungan protein dari pakan pabrikan bisa mencapai 25%, sedangkan pakan buatan petani hanya berkisar 15% saja). Kandungan protein pada pakan ternyata berpengaruh terhadap umur panen dan kualitas ikan yang dihasilkan. Preferensi konsumen lebih kepada ikan yang diberikan pakan pabrik, karena tekstur daging yang lebih kenyal. Dari sisi harga, pakan buatan petani yang seharusnya bisa meminimalkan biaya operasional ternyata tidak demikian hal ini dikarenakan harga bahan baku pakan merangkak naik seperti ikan rucah, bungkil kelapa dan dedak, hal ini dikarenakan persaingan dengan sektor lain seperti sektor peternakan yang juga membutuhkan bahan baku yang sama untuk pakan ternak.

Page 2: Kendala Dan Solusi Minapolitan Budidaya

Pemasaran menjadi kendala, khususnya untuk komoditas perikanan yang mudah dibudidayakan seperti ikan lele dan patin. Persaingan harga ikan antar lokasi usaha dipengaruhi oleh beberapa hal seperti biaya produksi dan biaya transportasi (terkait dengan aksesibilitas dari lokasi budidaya menuju pasar). Hukum penawaran dan permintaan sangat berpengaruh terhadap harga ikan, pada saat penawaran ikan sedikit harga ikan meningkat, namun disaat terjadi supply ikan yang berlebih khususnya pada saat produksi ikan hasil tangkapan melimpah maka harga ikan hasil budidaya mengalami penurunan. Serta informasi pasar yang terbatas pada level pembudidaya skala kecil dan menengah. Sifat ikan yang mudah busuk serta permintaan ukuran ikan tertentu pada ikan hidup, juga mendorong sulitnya pemasaran ikan.

Terkait dengan beberapa permasalahan diatas, maka beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

Pembentukan dan Penguatan Kelembagaan Penyedia Input dan Pemasaran

Peran kelembagaan menjadi sangat penting khsususnya untuk kegiatan budidaya pada level menengah kebawah. Keterbatasan modal usaha yang dimiliki oleh pembudidaya menjadi kendala untuk keberlangsungan usaha budidaya itu sendiri khususnya untuk biaya pemenuhan pakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pembudidaya di Kabupaten Banjar, jika pembudidaya sudah kehabisan modal usaha untuk pembelian pakan maka dilakukan pemanenan lebih awal, dengan resiko harga jual ikan yang rendah karena ukuran ikan yang dihasilkan tidak sesuai dengan permintaan pasar. Peran kelembagaan penyedia input menjadi penting, karena resiko yang telah dijelaskan diatas dapat diminimalisir. Demikian halnya kelembagaan pemasaran, fungsinya sangat penting terutama pada saat terjadi over supply. Kelembagaan penyedia input maupun pemasaran yang dapat dibentuk misalnya berupa Koperasi Perikanan. Koperasi perikanan berperan ganda yaitu sebagai penyedia input produksi sekaligus pemasar. Dengan adanya kelembagaan ini maka, resiko yang dihadapi petani baik terkait dengan penyediaan input produksi maupun pemasaran produk dapat diminimalisir.

Penetapan Harga Dasar Ikan

Harga ikan sangat fluktuatif, tergantung pada kekuatan pasar atau keuatan penawaran dan permintaan. Hal ini mengakibatkan petani sering mengalami kesulitan untuk menetapkan harga. Pada kondisi tertentu, harga ikan dapat melonjak tinggi atau menurun drastis. Dengan pertimbangan tersebut maka penetapan harga dasar ikan akan sangat membantu petani khususnya pada saat terjadi penawaran ikan yang berlebihan. Harga dasar yang ditetapkan berdasarkan pada biaya pokok produksi (HPP). Dengan demikian, harga dasar ikan berbeda untuk setiap jenis ikan, hal ini tergantung dari biaya produksi usaha perikanan.

Subsidi InputHarga input khususnya pakan yang mencapai 80% dari biaya produksi menjadi salah satu penentu harga jual ikan serta kendala bagi petani dengan modal yang terbatas. Subsidi input baik pakan maupun benih merupakan salah satu upaya yang ditawarkan. Dari sisi harga, ternyata komoditas ikan lele maupun patin dari

Page 3: Kendala Dan Solusi Minapolitan Budidaya

Indonesia tidak mampu bersaing dengan ikan yang diimpor dari Malaysia maupun Vietnam, hal ini dikarenakan biaya produksi pada Negara pengimpor jauh lebih rendah karena adanya subsidi pakan. Meskipun demikian cara dan mekanisme pemberian subsidi untuk pakan tersebut harus dipertimbangkan lebih lanjut dalam penerapannya sehingga tidak disalahgunakan atau salah sasaran.

Diversifikasi ProdukUpaya lain yang dapat dilakukan adalah melalui diversifikasi produk. Saat ini diversifikasi produk perikanan khususnya untuk komoditas budidaya air tawar masih sangat minim. Padahal hal ini menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menstabilkan harga jual ikan pada saat produksi melimpah. Dengan adanya ikan olahan maka peluang untuk perluasan pemasaran dapat dilakukan dan dapat diperoleh nilai tambahnya.

Pengembangan dan Perluasan PasarPasar produk perikanan khususnya untuk perikanan budidaya air tawar masih terbatas pada pemasaran di dalam negeri, hal ini diindikasikan karena keterbatasan informasi pasar (seperti pesaing, preferensi konsumen, potensi pasar), masih rendahnya kualitas dan kontinuitas produk serta minimnya diversifikasi produk. Dengan demikian pengembangan dan perluasan pasar diarahkan kepada pasar ekspor, namun harus mempertimbangkan keterbatasan tersebut.

Penetapan target produksi budidaya tidak bisa lagi hanya didasarkan pada potensi lahan dan kualitas air yang bagus, tidak juga pertimbangan ketersediaan sarana dan prasarana produksi saja, tetapi yang cukup mendesak untuk dipikirkan adalah seberapa besar produksi budidaya tersebut dapat terserap pasar lokal, domestik, maupun ekspor dan bagaimana elastisitas harganya. Karena itu, target produksi harus mencerminkan volume produksi yang dapat mendatangkan pendapatan maksimal bagi pembudidaya. Sebaliknya produksi maksimal akan percuma, apabila ikan yang dihasilkan tidak mampu terserap oleh pasar sehingga dengan produksi yang tinggi justru terjadi penurunan pendapatan.