tesis arahan pengembangan kawasan minapolitan...

160
TESIS ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN MAJENE THE EXPANSION INSTRUCTION MINNEAPOLITAN HAUL FISHERIES IN MAJENE REGENCY ANDI HAMKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

Upload: others

Post on 04-Feb-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    TESIS

    ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN MAJENE

    THE EXPANSION INSTRUCTION MINNEAPOLITAN HAUL FISHERIES IN MAJENE REGENCY

    ANDI HAMKA

    PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2013

  • i

    PRAKATA Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

    SWT atas rahmat dan karunianya sehingga penyusunan tesis ini berhasil

    diselesaikan dengan judul Arahan Pengembangan Kawasan Minapolitan

    Perikanan Tangkap di kabupaten Majene.

    Pada kesempatan ini dengan penuh kerendahan hati penulis

    haturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir.

    Budimawan, DEA dan Dr. Ir. Ria Wikantari, M.Arc, selaku pembimbing

    yang didalam berbagai kesibukan dapat menyempatkan diri membimbing

    dan mengarahkan dan memberi saran yang sangat berharga bagi

    penyusunan tesis ini, kepada Bupati Majene yang telah memberikan izin

    untuk melanjutkan studi, terima kasih yang tak terhingga kepada kedua

    orang tua, Andi Basri Atjo dan Andi Mulyati, istriku Andi Nurriza Rachma,

    S.km., M.Kes, keluarga besar Ny. Andi Khadira Saleh, yang senantiasa

    mendoakan serta sahabatku mahasiswa Perencanaan dan

    Pengembangan Wilayah 2011 yang telah memberikan semangat serta

    dukungan selama penyusunan tesis ini.

    Sangat disadari dalam penyusunan tesis ini terdapat banyak

    kekurangan oleh karena itu semua saran dan kritik penulis terima dengan

    lapang dada demi kesempurnaan penulisan penelitian ini selanjutnya.

    Akhir harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.

    Makassar, Juli 2013

    Andi Hamka

  • ii

    ABSTRAK

    ANDI HAMKA. Arahan Pengembangan Kawasan Minapolitan Perikanan Tangkap di Kabupaten Majene (dibimbing oleh Budimawan dan Ria Wikantari).

    Kabupaten Majene memiliki wilayah areal penangkapan yang luasnya mencapai 926 km2. Penelitian ini bertujuan (1). Mengidentifikasi komoditas basis yang potensial untuk dikembangkan pada perikanan tangkap di Kabupaten Majene (2) Mengetahui arah pengembangan kawasan sentra minapolitan perikanan tangkap di Kabupaten Majene, (3). Merumuskan arahan pengembangan kawasan minapolitan perikanan tangkap Kabupaten Majene. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif-kuantitatif dengan menggunakan data sekunder yang diolah dan dianalisis menggunakan metode Location Quotient (LQ) dan Skalogram Selain itu, juga digunakan metode kualitatif dengan menggunakan data primer dari informan terpilih. Data primer diolah dan dianalisis dengan metode SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor basis perikanan tangkap di Kabupaten Majene adalah ikan terbang, ikan tongkol, ikan layang, ikan campuran dan ikan cakalang. Berdasarkan analisis Skalogram arahan zonasi kawasan Minapolitan di Kabupaten Majene dibagi atas empat zona pengembangan kawasan yaitu : 1). Zona Pengembangan kota Tani Utama yang diarahkan di Kecamatan Banggae. 2). Zona pengembangan sentra produksi diarahkan di Kecamatan Sendana, 3). Penetapan zona hinterland. diarahkan di Kecamatan Banggae Timur dan Kecamatan Malunda. 4). Zona Pemasaran (outlet) yaitu Kecamatan Pamboang, Kecamatan Tummerodo, Kecamatan Tubo Sendana dan Kecamatan Ulu Manda. Analisis SWOT tentang arah pengembangan kawasan minapolitan perikanan tangkap maka ditemukan tiga alternatif arahan pengembangan yaitu : alternatif (1). Peningkatan sarana dan prasarana pendukung Minapolitan perikanan tangkap Kabupaten Majene, (2). Mengintensifkan fungsi kelembagaan dan infrastruktur yang ada dalam kawasan minapolitan dalam rangka memfasilitasi dan meningkatkan animo masyarakat, (3). Meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan harga.

    Kata Kunci : Perkembangan Wilayah, Kawasan Minapolitan dan

    Perikanan tangkap

  • iii

    ABSTRAC

    ANDI HAMKA. The expansion instructions Minapolitan Capture Fisheries in Majene Regency (coached by Budimawan and Ria Wikantari). This study aims (1). Identify the base to be developed in the capture fisheries in Majene region (2) Knowing the direction of expansion of the centra minapolitan capture fisheries in Majene Regency, (3). Summing up the development direction of Majene Regency minapolitan capture fisheries. Majene regency having trap area which covers 926 kilometers. Research methods used in the study is descriptive-quantitative analysis using secondary data are processed and analyzed using the method of Location Quotient (LQ) and Skalogram addition, also used qualitative methods using primary data from selected informants. Primary data processed and analyzed with SWOT method. The results showed that the value of (LQ) indicates that capture fisheries sector basis in District Majene is flying fish, tuna, flying fish, fish and fish tuna mixture, has a comparative advantage and potential to be exported out of the country. Based on the analysis of instruction Skalogram Minapolitan zoning district in District Majene development zone divided on four areas, namely: 1). Home-Based Development Zone of District Banggae directed. 2). Sentra development zone in District Sendana directed production, 3). Hinterland zone designation. directed at District East Banggae Malunda. 4). Marketing zone (outlet) that Pamboang District, Subdistrict Tummerodo, District of Ulu Tubo Sendana and Manda District. SWOT analysis about the development direction of capture fisheries minapolitan then found three alternative directions of the development that: an alternative (1). Facilities and infrastructure improvement Minapolitan capture fisheries advocates Majene Regency, (2). Intensifying the institutional and infrastructure functions in the minapolitan in order to facilitate and enhance the zest of life, (3). Improving the quality of the products so as to increase the price. Keywords: Regional Development, and Fisheries arrest Minapolitan Area

  • iv

    DAFTAR ISI

    PRAKATA i

    ABSTRAK ii

    ABSTRACT iii

    DAFTAR ISI iv

    DAFTAR TABEL viii

    DAFTAR GAMBAR x

    I. PENDAHULUAN 1

    A. Latar Belakang 1

    B. Rumusan Masalah 6

    C. Tujuan Penelitian 7

    D. Kegunaan Penelitian 7

    E. Ruang Lingkup Penelitian 8

    F. Sistematika Pembahasan 8

    G. Alur Pikir 10

    II. TINJAUAN PUSTAKA 11

    A. Pengertian Kawasan Minapolitan 11

    B. Kriteria Kawasan Minapolitan 14

    C. Fungsi Kawasan Minapolitan 18

    D. Batas Kawasan Minapolitan 19

  • v

    1. Ciri Kawasan Minapolitan 21

    2. Persyaratan Kawasan Minapolitan 22

    3. Sentra Kawasan Minapolitan 25

    E. Pengertian Kawasan Perikanan Tangkap 26

    F. Gambaran Umum Tata Ruang Kawasan Minapolitan Perikanan

    Tangkap 28

    G. Karakteristik Masyarakat Nelayan Tangkap 30

    H. Sarana dan Prasarana Minapolitan 32

    III. METODE PENELITIAN 34

    A. Rancangan Penelitian 34

    B. Waktu dan Lokasi Penelitian 34

    C. Objek Penelitian dan Informan 34

    D. Jenis dan Sumber Data 36

    1. Jenis Data 36

    2. Sumber Data 37

    E. Variabel Penelitian 37

    F. Teknik Pengumpulan Data 39

    G. Teknik Analisis Data 40

    H. Definisi Oprasional 45

    I. Kerangka Konseptual 49

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 52

    A. Gambaran Umum Kabupaten Majene 52

  • vi

    1. Aspek Fisik Wilayah 52

    a. Kondisi Geografi 52

    b. Topografi dan Kelerengan 54

    c. Kondisi Iklim dan Curah Hujan 55

    d. Penggunaan Lahan 56

    e. Demografi dan Kependudukan 59

    2. Sarana dan Prasarana di Kabupaten Majene 61

    a. Aspek Prasarana 61

    1). Jaringan Jalan 61

    2). Jaringan Air Bersih 61

    3). Jaringan Listrik 61

    4). Jaringan Persampahan 61

    5). Jaringan Komunikasi 62

    b. Aspek Sarana 62

    1). Sarana Pendidikan 62

    2). Fasilitas Kesehatan 63

    3. Potensi Pengembangan Wilayah Sektor Perikanan 64

    4. Identifikasi Komoditas Perikanan Tangkap Kabupaten

    Majene 66

    a. Hasil Produksi Perikanan Tangkap Kabupaten Majene 66

    b. Nelayan di Kabupaten Majene 70

    1. Kondisi Sosial dan Ekonomi Nelayan Kabupaten

    Majene 73

  • vii

    c. Jenis Perahu dan Kapal Penangkapan Ikan di Kabupaten

    Majene 74

    d. Jangkauan Pemasaran 75

    5. Sarana dan Prasarana Penunjang Minapolitan Kabupaten

    Majene 76

    a. Kondisi Fisik Terbangun Pelabuhan Perikanan Nusantara

    Palipi 76

    b. Aksesibilitas 83

    6. Rencana Perkembangan Wilayah Kabupaten Majene 96

    7. Peranan Pengembangan Wilayah Terhadap Kawasan

    Minapolitan Kabupaten Majene 98

    B. Analisis Potensi Sektor Basis Perikanan Tangkap Kabupaten

    Majene 103

    C. Analisis Penentuan Sentra Minapolitan (skalogram) 106

    D. Analisis Arah pengembangan Kawasan Minapolitan Perikanan

    Tangkap Kabupaten Majene 113

    V. PENUTUP 126

    A. Kesimpulan 126

    B. Saran 127

    DAFTAR PUSTAKA 130

    LAMPIRAN 132

  • viii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1 Variabel Penelitian 38

    Tabel 2 Analisis SWOT 44

    Tabel 3 Matriks Hubungan Antara Tujuan, Data, Metode dan Keluaran

    Pada Setiap Tahapan Penelitian 48

    Tabel 4 Luas Wilayah Kabupaten Majene Tahun 2011 54

    Tabel 5 Klasifikasi Ketinggian Dari Permukaan Laut Menurut Kecamatan di Kabupaten Majene Tahun 2011 55 Tabel 6 Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan di Kabupaten Majene Tahun 2009-2011 56 Tabel 7 Penggunaan Lahan dirinci Menurut Jenisnya di Kabupaten Majene Tahun 2011 57 Tabel 8 Kepadatan Penduduk di Kabupaten Majene Tahun 2011 59

    Tabel 9 Banyaknya Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Sex Ratio Di Kabupaten Majene Tahun 2011 60 Tabel 10 Jumlah dan Jenis Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Majene Tahun 2011 63 Tabel 11 Banyaknya Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Majene

    Tahun 2011 64

    Tabel 12 Perkembangan Komoditi Unggulan Sektor Perikanan Kabupaten Majene kurun waktu 2006 – 2010 65

    Tabel 13 Produksi Penangkapan di Laut Menurut Jenis Ikan di Kabupaten Majene Tahun 201167 Tabel 14 Produksi Penangkapan di Laut Menurut Jenis Ikan di Kabupaten Majene Tahun 2009-2011 68 Tabel 15 Banyaknya Nelayan dirinci Per Kecamatan di Kabupaten Majene Tahun 2011 73 Tabel 16 Banyaknya Perahu Nelayan Dirinci Per Kecamatan di Kabupaten Majene Tahun 2011 75

  • ix

    Tabel 17 Rata-Rata Produksi dan Nilai Location Quotient (LQ) Komoditas Perikanan Tangkap di Kabupaten Majene Tahun 2011 104

    Tabel 18 Matriks SWOT 120 Tabel 19 Penentuan Tingkat kepentingan Unsur SWOT 121 Tabel 20 Alternatif Pemilihan Strategi 122 Tabel 21 Matriks Skalogram Sebaran Sarana dan Prasarana Kawasan

    Minapolitan Kabupaten Majene 139 Tabel 22 Matriks Skalogram Sebaran Sarana dan Prasarana Kawasan

    Minapolitan Kabupaten Majene 140 Tabel 23 Matriks Indeks Sentralitas Kawasan Minapolitan Kabupaten Majene 141 Tabel 24 Hirarki Kawasan Minapolitan Kabupaten Majene 142 Tabel 25 Perhitungan Analisis LQ 143

  • x

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1 Alur Pikir 10

    Gambar 2 Skema Kawasan Minapolitan 20

    Gambar 3 Master Plan Pemanfaatan Ruang dan Pengembangan

    Kawasan Minapolitan Bagian RTRW Kabupaten 29

    Gambar 4 Contoh Draf Zonasi Ruang Kawasan Minapolitan Berbasis Perikanan Tangkap 30

    Gambar 5 Kerangka Konsep 51 Gambar 6 Peta Administrasi Kabupaten Majene 53 Gambar 7 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Majene 58 Gambar 8 Diagram Produksi Ikan di Kabupaten Majene

    Tahun 2009-2011 69 Gambar 9 Peta Luas Areal Penangkapan 71 Gambar 10 Peta Kondisi Fisik Pelabuhan Perikanan Nusantara Palipi 79 Gambar 11 Peta Kondisi Fisik PPI Kacamatan Banggae 82 Gambar 12 Grafik Nilai Komoditas Perikanan Berdasarkan Jenis Ikan

    di Kabupaten Majene 105 Gambar 13 Grafik Hirarki Kawasan 107 Gambar 14 Peta Hirarki Zona Kawasan Minapolitan 108 Gambar 15 Peta Arahan Pengembangan Kawasan Minapolitan 125 Gambar 16 Ikan Terbang di Kabupaten Majene 144 Gambar 17 Kondisi Pelabuhan Palipi 144 Gambar 18 Kondisi Dermaga 145 Gambar 19 Nelayan Berjualan di Pinggir jalan 145 Gambar 20 Kondisi Tempat Pelelangan Ikan 146 Gambar 21 Penjemuran Ikan 146

  • xi

    Gambar 22 Cold Storage 147 Gambar 23 Pabrik Es 147 Gambar 24 Jenis Perahu Yang di pakai Nelayan Menangkap Ikan 148

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Salah satu bentuk pengelolaan potensi wilayah pesisir dan

    kepulauan yang dikembangkan oleh pemerintah adalah pengembangan

    kawasan Minapolitan. Kawasan sentra perikanan (Minapolitan)

    merupakan kota perikanan yang tumbuh dan berkembang karena

    berjalannya sistem dan usaha minabisnis serta mampu melayani,

    mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan perikanan di

    wilayah sekitarnya.

    Program pengembangan kawasan sentra perikanan adalah

    pembangunan ekonomi berbasis perikanan yang dilaksanakan dengan

    jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada, utuh dan menyeluruh,

    berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi

    yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah.

    Kawasan perikanan yang terdapat di daerah pedesaan harus

    dikembangkan sebagai satu kesatuan pengembangan wilayah

    berdasarkan keterkaitan ekonomi antara desa-kota (urban-rural linkages),

    dan menyeluruh hubungan yang bersifat timbal balik yang dinamis.

    Sebagai kawasan usaha perikanan, kawasan Minapolitan adalah

    lingkungan terpadu yang terdiri dari beberapa kegiatan industri perikanan

    baik skala industri rakyat maupun industri perikanan besar yang meliputi

  • 2

    kegiatan perikanan tangkap, perikanan budidaya dan pengolahan hasil

    perikanan yang tergantung pada potensi sumberdaya alam yang ada di

    sekitar kawasan tersebut dan sesuai dengan tujuan penetapan

    pembentukan kawasan tersebut bisa jadi kawasan tersebut mempunyai

    ciri khas tertentu misalnya kawasan perikanan tangkap, pasti memerlukan

    industri pengolahan ikan, kawasan perikanan budidaya ikan air tawar,

    pasti memerlukan ketersediaan air tawar dan pasar ikan hidup dan

    kawasan Minapolitan garam pasti membutuhkan tambak garam,

    ketersediaan air laut yang kontinyu dan sistem industri garam terpadu

    sebagai kawasan yang kompleks.

    Sifat dan perilaku masyarakat di sekitar kawasan Minapolitan pada

    akhirnya akan dipengaruhi oleh sebuah lingkungan baru yang lebih

    tertata, tertib dan mengedepankan kontiniutas produktifitas dan hal ini

    akan mempengaruhi pola hidup masyararakat. Hal tersebut akan

    membawa masyarakat dalam pola kegiatan ekonomi yang terus menerus

    dan berkembangnya sistem ekonomi pasar dengan adanya model

    perdagangan perikanan yang mempunyai ciri khas berakibat multi layer

    efect atau pengaruh menyeluruh pada lapisan masyarakat di sekitarnya.

    Semua ini dapat tertata dengan baik apabila kita membangunya secara

    menyeluruh, terpadu dan terencana.

    Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan telah menetapkan 233

    kawasan Minapolitan yang tersebar pada 33 Provinsi (Keputusan Menteri

  • 3

    Kelautan No.32/Men/2010 dan No.39/Men/2011), salah satunya adalah

    Kabupaten Majene.

    Kabupaten Majene adalah salah satu dari lima Kabupaten yang

    berada di Provinsi Sulawesi Barat mempunyai sumber daya kelautan yang

    melimpah karena didukung oleh kondisi alam yang berada di daerah

    pesisir, dengan panjang dan luas perairan mencapai 125 km2. Jumlah

    penduduk yang berprofesi sebagai nelayan di Kabupaten Majene relatif

    besar jika dibandingkan dengan profesi lainnya. Data jumlah nelayan per

    Kecamatan menunjukkan bahwa jumlah nelayan terbesar ada di

    Kecamatan Banggae yaitu sebanyak 1.845 orang, Kecamatan Banggae

    Timur sebanyak 1.559 orang, Kecamatan Pamboang sekitar 1.066 orang,

    Kecamatan Sendana sebanyak 1.112 orang, Kecamatan Tammeroddo

    sebanyak 770 orang, Kecamatan Tubo Sendana sebanyak 568 orang,

    Kecamatan Ulumanda sebanyak 407 orang dan Kecamatan Malunda

    sebanyak 667 orang. (Majene dalam angka 2012).

    Kabupaten Majene memiliki wilayah areal penangkapan yang

    luasnya mencapai 926 km2 lautnya terbentang dari Kecamatan Banggae

    yang berbatasan dengan Kabupaten Polman sampai ke Kecamatan

    Malunda yang berbatasan dengan Kabupaten Mamuju. Areal

    penangkapan paling luas terdapat di Kecamatan Malunda sekitar 207,1

    km2, Kecamatan Pamboang sekitar 148,2 km2, dan Kecamatan Sendana

    sekitar 118,5 km2. Luas areal penangkapan ini belum termasuk daerah di

    luar wilayah perairan Kabupaten Majene, misalnya di wilayah perairan

  • 4

    Kabupaten Mamuju, wilayah perairan Kalimantan, wilayah perairan

    Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan sampai ke Sulawesi tenggara. Areal

    penangkapan nelayan Kabupaten Majene memang sangat luas, jika

    dibandingkan dengan jumlah nelayannya, (Majene dalam Angka 2012).

    Dari sisi potensi perikanan dan kelautan Kabupaten Majene

    memiliki beberapa jenis ikan tangkapan seperti; ikan tuna, ikan tongkol,

    ikan terbang dan ikan layang yang setiap tahunnya mengalami

    peningkatan produksi. Dalam kurun waktu Tahun 2006 sampai dengan

    2010, kegiatan pembangunan dalam bidang perikanan telah

    memperlihatkan peningkatan yang cukup menggembirakan. Hal tersebut

    dapat dilihat dari perkembangan komoditas unggulan sektor perikanan

    terutama perikanan tangkap yang tersebar di beberapa Kecamatan yang

    menjadi sentra produksi.

    Pada sektor perikanan tangkap, beberapa jenis komoditi unggulan

    menunjukkan pertambahan jumlah produksi dari tahun ke tahun. Jumlah

    produksi Ikan tuna sebagai salah satu komoditi unggulan pada tahun

    2006 sebanyak 782,0 ton menjadi 890,5 ton pada tahun 2011.(Majene

    dalam Angka 2012). Kecenderungan pertambahan produksi juga diikuti

    jenis komoditi unggulan yang lain yaitu Ikan Cakalang, Tongkol, Layang,

    dan Ikan terbang, yang sentra produksinya meliputi : Kecamatan

    Banggae, Banggae Timur, Sendana, Tammerodo Sendana, Tubo

    Sendana, dan Pamboang. Perkembangan produksi beberapa komoditi

    unggulan tersebut di atas tidak terlepas dari peningkatan input sarana

  • 5

    produksi yang dilakukan oleh pemerintah daerah setiap tahunnya. Pada

    tahun 2007 melalui dana alokasi khusus (DAK) dianggarkan sebesar Rp.

    3.291.000.000 untuk menyalurkan bantuan berupa sarana penangkapan

    ikan kepada 58 kelompok nelayan yang terdapat di empat Kecamatan

    yaitu Kecamatan Banggae, Pamboang, Sendana dan Malunda yang

    bertujuan untuk memperluas jangkauan penangkapan ikan. Hal lain yang

    dilakukan adalah peremajaan motorisasi armada perikanan tangkap dan

    strukturisasi armada 8 GT agar dapat beroperasi pada zona ekslusi.

    Selanjutnya pada tahun 2008 juga dialokasikan anggaran sebesar

    Rp. 2.513.990.000,- untuk pengadaan sarana dan untuk peremajaan

    motorisasi armada perikanan dengan kapasitas 15 GT, dan pada tahun

    2009 juga dialokasikan anggaran sebesar Rp. 2.939.223.000,- untuk

    penambahan sarana perikanan tangkap yang di salurkan kepada 89

    kelompok nelayan yang bertujuan untuk lebih memantapkan armada

    perikanan dan memperluas jangkauan penangkapan ikan .Kemudian pada

    Tahun 2010 dialokasikan anggaran sebesar Rp. 3.623.205.000,- untuk

    restrukturisasi armada perikanan dan alat tangkap ramah lingkungan yang

    bertujuan untuk peningkatan hasil produksi perikanan tanpa mengganggu

    ekosistem di sekitarnya, peremajaan motorisasi armada perikanan

    tangkap, dan modernisasi penggunaan alat bantu penangkapan ikan

    (penggunaan GPS dan Fish Finder) alat untuk mempermudah

    menentukan posisi daerah penangkapan ikan.

    Namun demikian, besarnya potensi kelautan dan perikanan yang

  • 6

    dimiliki Kabupaten Majene belum mampu memperbaiki pendapatan

    nelayan dan menjadi sumber pendapatan asli daerah oleh karena

    kemampuan masyarakat nelayan yang terbatas dalam mengelola sumber

    daya perikanan secara terpadu. Olehnya itu dibutuhkan langkah-langkah

    yang dapat mendukung pembangunan potensi perikanan di Kabupaten

    Majene sebagai kawasan Minapolitan sesuai arahan pemerintah pusat

    melalui Kepmen No. 18 Tahun 2011 agar mampu menjadi sumber

    pendapatan masyarakat dan Pemerintah Daerah. Berangkat dari

    persoalan diatas maka perlu adanya arahan untuk mendukung upaya

    dalam pengembangan kawasan Minapolitan di Kabupaten Majene

    khususnya perikanan tangkap, sehingga dapat dengan jelas diketahui

    kebijakan arahan pengembangan kawasan Minapolitan di Kabupaten

    Majene.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka

    yang menjadi rumusan masalah adalah, sebagai berikut:

    1. Komoditas apa yang menjadi komoditas basis untuk dikembangkan

    pada perikanan tangkap di Kabupaten Majene?

    2. Bagaimana zona kawasan Minapolitan perikanan tangkap di

    Kabupaten Majene ?

    3. Bagaimana arahan kebijakan pengembangan kawasan Minapolitan

    perikanan tangkap di Kabupaten Majene ?

  • 7

    C. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai

    dari penelitian ini adalah :

    1. Mengidentifikasi komoditas yang menjadi komoditas basis untuk

    dikembangkan pada perikanan tangkap di Kabupaten Majene.

    2. Menentukan zona sentra kawasan Minapolitan perikanan tangkap di

    Kabupaten Majene.

    3. Merumuskan arahan pengembangan kawasan Minapolitan perikanan

    tangkap di Kabupaten Majene

    D. Kegunaan Penelitian

    Manfaat yang bisa diperoleh melalui penelitian ini bisa

    diklasifikasikan atas manfaat akademik dan dunia praktis. Manfaat untuk

    masing-masing bidang tersebut adalah :

    1. Manfaat akademik, bahwa penelitian ini diharapkan menjadi khasana

    ilmu pengetahuan dan bahan perbandingan bagi peneliti lanjutan yang

    fokus mengkaji pengembangan kawasan Minapolitan perikanan

    tangkap.

    2. Manfaat praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi masukan

    bagi pemerintah daerah, non pemerintah (LSM) serta masyarakat untuk

    pengembangan kawasan Minapolitan perikanan tangkap.

  • 8

    E. Ruang Lingkup Penelitian

    Penelitian ini terdiri atas dua ruang lingkup yaitu lingkup wilayah

    dan lingkup materi. Lingkup wilayah merupakan ruang lingkup lokasi

    penelitian yaitu di Kabupaten Majene, sedangkan lingkup materi

    merupakan lingkup kajian materi penelitian ini yaitu mengkaji tentang

    bagaimana arah pengembangan kawasan Minapolitan perikanan tangkap

    di Kabupaten Majene.

    F. Sistematika Pembahasan

    Untuk mengarahkan pemahaman mengenai proses yang akan

    dilaksanakan dalam penelitian, maka sistematika penyusunan penelitian

    adalah sebagai berikut :

    Bab I Pendahuluan

    Pendahuluan ini berisi latar belakang studi, rumusan masalah,

    tujuan dan sasaran penelitian, manfaat, ruang lingkup penelitian,

    serta sistematika pembahasan.

    Bab II Tinjauan Pustaka

    Bab ini membahas tentang kajian teori, berisi teori-teori

    pengembangan kawasan Minapolitan yang diperlukan/dibutuhkan

    sehingga permasalahan yang dibahas dapat terjawab dengan baik.

    Dimana setiap variabel permasalahan mempunyai teori, dan

    selanjutnya secara komprehensif dapat disimpulkan dan

  • 9

    dikembangkan menjadi hipotesa untuk perumusan dan

    penyelesaian masalah.

    Bab III Metode Penelitian

    Bab ini membahas pertimbangan untuk menentukan strategi

    pendekatan studi dan pemilihan metode penelitian hingga

    menentukan kebutuhan data, teknik pengumpulan data,

    pengolahan data, penyajian data, dan teknik analisis.

    Bab IV Hasil dan Pembahasan

    Bab ini mengurai tentang hasil penelitian dan pembahasannya

    Bab V Penutup

    Bab ini memuat tentang Kesimpulan dan Saran

  • 10

  • 11

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Pengertian Kawasan Minapolitan

    Soegiarto (Dahuri, 2001) menjabarkan bahwa wilayah pesisir

    sebagai daerah bertemunya darat dan laut, ke arah darat meliputi bagian

    daratan baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh

    sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin.

    Sedangkan kearah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh

    proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air

    tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti

    penggundulan hutan dan pencemaran.

    Wilayah pesisir, berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan

    Perikanan KEP.10/MEN/2002 Tentang Pedoman Umum Perencanaan

    Pengelola Wilayah Pesisir Terpadu, merupakan wilayah peralihan

    ekosistem darat dan laut yang saling mempengaruhi dimana kearah laut

    12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu

    untuk Kabupaten/Kota dan kearah darat batas administrasi

    Kabupaten/Kota. Menteri Kelautan dan Perikanan telah menetapkan total

    223 kawasan Minapolitan yang tersebar pada 33 Provinsi (Keputusan

    Menteri Kelautan No. 32/Men/2010 dan No. 39/Men/2011). Di wilayah

    Provinsi Sulawesi Barat, Menteri menetapkan Kabupaten Majene sebagai

  • 12

    salah satu kawasan Minapolitan. Pada saat yang bersamaan, juga telah

    ditetapkan pedoman umum Minapolitan (Keputusan Menteri Kelautan dan

    Perikanan No. 18/Men/2011). Pada dasarnya pelaksanaan program

    Minapolitan meliputi 9 (sembilan) tahapan sebagai berikut:

    1) Penilaian sumber daya dan ekologi (REA).

    2) Seleksi kawasan Minapolitan.

    3) Konsultasi para pihak.

    4) Penetapan dan penataan batas.

    5) Zonasi.

    6) Rencana pengelolaan kawasan.

    7) Implementasi.

    8) Monitoring sukses dan pembelajaran.

    9) Management adaptif.

    Dengan keluarnya SK Menteri Kelautan dan Perikanan No.

    39/Men/2011, tahap pelaksanaan program Minapolitan sudah mencapai

    langkah ke empat (penetasan dan penataan batas). Saat ini kita

    membutuhkan dua tahap lagi sebelum implementasi program, ialah zonasi

    dan rencana pengelolaan kawasan.

    Kawasan kota pesisir merupakan salah satu kawasan yang

    ditetapkan sebagai Minapolitan, salah satunya adalah perikanan tangkap.

    Minapolitan merupakan salah satu intervensi kebijakan yang dilakukan

    pemerintah dalam program utama Kementerian Kelautan dan Perikanan

    (KKP) yang dimulai pada tahun 2009 sebagai strategi untuk meningkatkan

  • 13

    kesejahteraan masyarakat (khususnya nelayan) dan produktifitas

    kawasan pesisir. Program Minapolitan bertujuan untuk mendorong

    percepatan pengembangan wilayah dengan kegiatan perikanan sebagai

    kegiatan utama, meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat

    pedesaan (hinterland) yang dikembangkan tidak hanya budidaya (on farm)

    tetapi juga pengolahan dan pemasaran seperti sarana perikanan dan jasa

    penunjang lainnya.

    Istilah Minapolitan serupa dengan istilah agropolitan yang telah

    lama dikenal. Agropolitan dikenalkan oleh Friedman dan Douglass pada

    tahun 1967 melalui konsep Agropolitan distrik (Adriyani, 2004). Hanya

    saja berbeda dari segi komoditas yang diunggulkan. Secara definisi

    Agropolitan dapat diartikan sebagai kota pertanian atau kota di daerah

    lahan pertanian. Menurut Departemen Pertanian (2003) Agropolitan

    merupakan kota yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem

    dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, dan menarik

    kegiatan pembangunan pertanian di wilayah-wilayahnya.

    Minapolitan bila dilihat dari definisi yang serupa dengan agropolitan

    dalam bahasa sansakerta Mina berarti ikan, sehingga Minapolitan bisa

    diartikan sebagai kota perikanan yang konsep pengembangan dan

    pembangunan kelautan dan perikanannya berbasis wilayah dengan

    pendekatan sistem manajemen kawasan meliputi prinsip-prinsip integritas,

    efisiensi, kualitas dan akselerasi agar wilayah tersebut cepat tumbuh

    layaknya sebuah kota. Minapolitan merupakan gambaran suatu kawasan

  • 14

    kota yang berbasis komoditas perikanan dengan aktivitas ekonomi utama

    dari usaha perikanan, dari hulu hingga hilir. Pengembangan kawasan

    Minapolitan mencakup kegiatan produksi, pengolahan serta pemasaran

    produk perikanan dan kelautan.

    B. Kriteria Kawasan Minapolitan

    Pengembangan kawasan Minapolitan menjadikan kawasan

    perikanan sebagai core business dalam suatu pengembangan wilayah

    dengan dukungan berbagai sektor, mendorong pengembangan kawasan

    yang telah tumbuh secara alamiah melalui dukungan pengembangan

    kawasan Minapolitan, pengembangan infrastruktur kawasan Minapolitan

    diutamakan di daerah-daerah yang telah ada kegiatan usaha perikanan,

    sehingga infrastruktur yang dibangun akan dapat menjadi pendorong bagi

    kegiatan perikanan yang sudah ada (Kementerian Kelautan dan

    Perikanan, 2009).

    Karakteristik kawasan Minapolitan memiliki sentra-sentra produksi

    dan pemasaran berbasis perikanan dan mempunyai multipller effect tinggi

    terhadap perekonomian di sekitarnya, keanekaragaman kegiatan

    ekonomi, produksi, perdagangan, jasa pelayanan, kesehatan dan sosial

    dan saling terkait serta sarana dan prasarana memadai sebagai

    pendukung keanekaragaman aktivitas ekonomi sebagaimana layaknya

    sebuah kota pesisir. Berikut beberapa kriteria kawasan Minapolitan

    menurut Kementerian kelautan dan perikanan :

  • 15

    1. Memiliki potensi untuk mengembangkan komoditi unggulan.

    2. Tersedia infrastruktur awal (pelabuhan perikanan).

    3. Telah ditetapkan melalui Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) menjadi

    zona pengembangan perikanan.

    4. Terdapat unit-unit usaha yang telah berjalan dengan baik serta

    berpotensi untuk pengembangan usaha baru.

    5. Tersedia lahan yang dapat dikembangkan di sekitar daerah pelabuhan

    perikanan maupun sentra kegiatan nelayan.

    6. Tersedia suplai BBM, listrik, dan air bersih yang memadai.

    7. Terdapat lembaga ekonomi berbasis kerakyatan seperti tempat

    pelelangan ikan, koperasi perikanan, pusat pendaratan ikan.

    8. Diusulkan oleh dinas KP Kabupaten/Kota dengan rekomendasi pembda

    kabupaten/kota/provinsi serta lolos seleksi dari tim seleksi.

    Minapolitan terbagi menjadi dua jenis, terkait dengan pemanfaatan

    ruang pada kawasan, yakni Minapolitan berbasis perikanan tangkap

    berkegiatan di dekat dengan sumber-sumber penangkapan ikan dan

    kegiatan membudidayakan jenis ikan tidak dominan, khusus pada hasil

    tangkap ikan. Minapolitan berbasis perikanan budidaya tidak bergantung

    pada hasil tangkapan ikan baik dari laut maupun danau atau sungai, lebih

    pada kegiatan mandiri membudidayakan komoditas ikan unggulan

    kawasan yang dituju.

    1. Minapolitan perikanan Tangkap

    Strategi pengembangan Minapolitan perikanan tangkap, antara lain :

  • 16

    a. Penyediaan sarana dan prasarana pendukung pengembangan usaha.

    b. Consumer Oriented melalui sistem keterkaitan produsen dan

    konsumen.

    c. Berorientasi pada kekuatan pasar (market driven) melalui

    pemberdayaan masyarakat.

    d. Komoditi yang akan dikembangkan bersifat export base bukan raw

    base.

    2. Minapolitan Perikanan Budidaya

    Jenis usaha pada perikanan budidaya, antara lain :

    a. Budidaya Kolam.

    b. Budidaya Keramba.

    c. Budidaya Tambak.

    d. Mina Padi.

    Direktur prasarana dan sarana budidaya, Kementerian Kelautan

    dan Perikanan (2010), menyebutkan persyaratan kawasan Minapolitan

    adalah sebagai berikut :

    1. Memiliki sumber daya lahan yang sesuai untuk pengembangan

    komoditas perikanan yang dapat dipasarkan atau telah mempunyai

    pasar (sektor basis).

    2. Memiliki berbagai sarana dan prasarana Minabisnis yang memadai

    untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha Minabisnis yaitu

    pasar, dan lembaga keuangan, memiliki kelembagaan pembudidayaan

    ikan, balai penyuluhan perikanan yang berfungsi sebagai klinik, jaringan

  • 17

    jalan yang memadai dan aksesibilitas dengan daerah lainnya serta

    sarana irigasi, yang kesemuanya untuk mendukung usaha perikanan

    yang efisien.

    3. Memiliki sarana dan prasarana umum yang memadai seperti

    transportasi, jaringan listrik, telekomunikasi, air bersih dan lain-lain.

    4. Memiliki sarana dan prasarana kesejahteraan sosial atau masyarakat

    yang memadai seperti kesehatan, pendidikan, kesenian, rekreasi,

    perpustakan, swalayan dan lain-lain.

    5. Kelestarian lingkungan hidup baik kelestarian sumber daya alam,

    kelestarian sosial budaya maupun keharmonisan hubungan kota dan

    desa terjamin.

    Menurut Fauzie (2009), perencanaan pembangunan kelautan dan

    perikanan didasarkan pada konsepsi pembangunan berkelanjutan yang

    didukung oleh pengembangan industri berbasis sumberdaya alam dan

    sumberdaya manusia dalam mencapai daya saing yang tinggi. Tiga hal

    pokok yang akan dilakukan terkait arah pembangunan sektor perikanan ke

    depan, yaitu: (1) membangun sektor perikanan yang berkeunggulan

    kompetitif (competitive advantage) berdasarkan keunggulan komparatif

    (comparative advantage); (2) menggambarkan sistem ekonomi kerakyatan

    yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan; (3)

    mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat

    dengan memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi daerah.

  • 18

    C. Fungsi Kawasan Minapolitan

    Pengembangan Minapolitan sebagai sebuah program, di

    karenakan Minapolitan bertujuan untuk mengurangi pengagguran,

    membuka kesempatan kerja dan berusaha masyarakat, serta menekan

    laju urbanisasi. Minapolitan sebagai sebuah program dengan diwujudkan

    melalui sistem kawasan minabisnis, minaindustri dan minawisata.

    Kawasan Minapolitan dikembangkan menjadi beberapa fungsi kawasan,

    fungsi tersebut diantaranya :

    1. Kawasan Minabisnis

    Kegiatan perikanan merupakan kegiatan utama di kawasan

    minabisnis, mengingat kawasan minabisnis sebagai kawasan

    agribisnis yang berbasis pada sektor perikanan. Produk di kawasan

    minabisnis berorientasi pada pasar baik pasar lokal maupun pasar

    regional, dengan mutu serta harga yang kompetitif dan terjamin

    kesediaannya sepanjang tahun.

    2. Kawasan Minaindustri

    Kawasan Minaindustri dikembangkan sebagai pusat industri

    pedesaan yang memiliki skala usaha kecil. Usaha dan kegiatan

    industri di kawasan minaindustri memenuhi kebutuhan desa-desa

    sekitarnya. Desa-desa di kawasan minaindustri berbasis perikanan

    dengan tenaga dan teknologi yang berasal dari masyarakat setempat.

    Kegiatan industri di kawasan mina industri menghasilkan produk-

    produk untuk bahan baku industri pengolahan perikanan.

  • 19

    3. Kawasan Minawisata

    Kawasan Minawisata mempunyai potensi wisata yang dapat

    dikembangkan menjadi kegiatan utama kawasan, serta didukung oleh

    kegiatan lokal yang bersifat saling melengkapi seperti pertanian

    tanaman pangan, sayuran, maupun industri pariwisata baik kegiatan

    wisata alam dan wisata buatan. Selain itu kawasan minawisata

    didukung dengan sarana dan prasarana transportasi yang

    menghubungkan jaringan pada tingkatan yang lebih tinggi seperti jalur

    provinsi maupun jalur nasional.

    D. Batasan Kawasan Minapolitan

    Batasan suatu kawasan Minapolitan tidak ditentukan oleh batasan

    administratif pemerintah (Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, dan

    sebagainya) tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan economic of

    scale dan economic of scope. Karena itu, penetapan kawasan Minapolitan

    hendaknya dirancang secara lokal dengan memperhatikan realitas

    perkembangan minabisnis yang ada di setiap daerah. Dengan demikian

    bentuk dan luasan kawasan Minapolitan dapat meliputi suatu wilayah

    Desa/Kelurahan atau Kecamatan atau beberapa Kecamatan dan dalam

    Kabupaten/Kota atau dapat juga meliputi wilayah yang dapat menembus

    wilayah Kabupaten/Kota lain berbatasan. Kotanya dapat berupa kota desa

    atau kota nagari atau kota kecamatan atau kota kecil atau kota

    menengah. Abstraksi kawasan Minapolitan tersebut dapat digambarkan

  • 20

    secara skematis pada gambar di bawah ini :

    Sumber : Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Minapolitan, Departemen Perikanan dan Kelautan, 2009

    Gambar 2. Skema Kawasan Minapolitan Pengembangan kawasan dilaksanakan berdasarkan pada prinsip-

    prinsip yang sesuai dengan arah kebijakan ekonomi nasional, yaitu :

    a. Mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada

    mekanisme pasar yang berkeadilan.

    b. Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai

    dengan kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan

    kompetitif berdasarkan kompetensi produk unggulan di setiap daerah.

    c. Memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi, agar mampu

    bekerjasama secara efektif, efisien dan berdaya saing.

    d. Mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada

    keragaman sumber daya perikanan budidaya dan budaya lokal.

  • 21

    e. Mempercepat pembangunan ekonomi daerah dengan

    memberdayakan para pelaku sesuai dengan semangat otonomi

    daerah.

    f. Mempercepat pembangunan pedesaan dalam rangka pemberdayaan

    masyarakat daerah (khususnya pembudidaya ikan) dengan kepastian

    dan kejelasan hak dan kewajiban semua pihak.

    g. Memaksimalkan peran pemerintah sebagai fasilitator dan pemantau

    seluruh kegiatan pembangunan di daerah.

    Lebih lanjut, selain tujuan-tujuan tersebut diatas, di pandang dari

    segi kepentingan daerah, pengembangan kawasan dapat diarahkan untuk

    mencapai hal-hal berikut :

    a. Meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup, kemampuan dan

    kapasitas ekonomi serta sosial masyarakat pedesaan.

    b. Meningkatkan ikatan komunitas masyarakat sekitar kawasan yang

    memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelestarian dan keamanan;

    c. Meningkatkan mutu, produktivitas dan keamanan kawasan.

    d. Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesempatan berusaha dan

    pendapatan Negara serta pendapatan masyarakat.

    e. Mendorong dan mempercepat pengembangan wilayah demi mencapai

    kemajuan serta kemandirian daerah.

    1. Ciri Kawasan Minapolitan

    Suatu kawasan Minapolitan yang sudah berkembang mempunyai

    ciri sebagai berikut :

  • 22

    a. Sebagian besar kegiatan di kawasan tersebut didominasi oleh

    kegiatan perikanan, termasuk dalam usaha industri pengolahan

    hasil perikanan, perdagangan hasil perikanan (termasuk

    perdagangan untuk tujuan ekspor), perdagangan minabisnis hulu

    (sarana perikanan dan permodalan, minawisata dan jasa

    pelayanan).

    b. Hubungan kota dan daerah-daerah hinterland/daerah-daerah

    sekitarnya di kawasan Minapolitan bersifat interpendensi/timbal

    balik yang harmonis, dan saling membutuhkan, dimana kawasan

    perikanan mengembangkan usaha budidaya (on farm) dan produk

    olahan skala rumah tangga (off farm), sebaliknya kota

    menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha budidaya dan

    minabisnis seperti penyediaan sarana perikanan, modal, teknologi,

    informasi pengolahan hasil dan pemasaran hasil produksi

    perikanan.

    c. Kehidupan masyarakat di kawasan Minapolitan mirip dengan

    suasana kota karena keadaaan sarana yang ada di kawasan

    Minapolitan tidak jauh berbeda dengan di kota.

    2. Persyaratan Kawasan Minapolitan

    Suatu wilayah dapat dikembangkan menjadi suatu kawasan

    Minapolitan dengan persyaratan sebagai berikut :

    a. Memiliki sumberdaya lahan/perairan yang sesuai untuk

    pengembangan komoditas perikanan yang dapat dipasarkan atau

  • 23

    telah mempunyai pasar (komoditas unggulan), serta berpotensi

    atau telah berkembang diversifikasi usaha dari komoditas

    unggulannya. Pengembangan kawasan tersebut tidak saja

    menyangkut kegiatan budidaya perikanan (on farm) tetapi juga

    kegiatan off farm-nya; yaitu mulai pengadaaan sarana prasarana

    perikanan (benih, pakan, obat-obatan dsb), kegiatan pengolahan

    hasil perikanan sampai dengan pemasaran hasil perikanan serta

    kegiatan penunjang (pasar hasil, industri pengolahan, minawisata

    dan sebagainya).

    b. Memiliki berbagai sarana dan prasarana minabisnis yang memadai

    untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha minabisnis

    yaitu :

    1) Pasar, baik pasar untuk hasil-hasil perikanan, pasar sarana

    perikanan (pakan, obat-obatan), maupun pasar jasa pelayanan

    termasuk pasar lelang, cold storage dan prosessing hasil

    perikanan sebelum dipasarkan.

    2) Lembaga keuangan (perbankan dan non perbankan) sebagai

    sumber modal untuk kegiatan minabisnis.

    3) Memiliki kelembagaan pembudidaya ikan (kelompok, UPP) yang

    dinamis dan terbuka pada inovasi baru, yang diharapkan dapat

    berfungsi sebagai Sentra Pembelajaran dan Pengembangan

    Minabisnis (SPPM). Kelembagaan pembudidaya disamping

    sebagai pusat pembelajaran (pelatihan), juga diharapkan

  • 24

    kelembagaan pembudidaya ikan dengan pembudidaya ikan

    disekitarnya merupakan Inti-Plasma dalam usaha minabisnis.

    4) Balai Benih Ikan (BBI), Unit Perbenihan Rakyat (UPR), dan

    sebagainya yang berfungsi sebagai penyuplai induk dan

    penyediaan benih untuk kelangsungan kegiatan budidaya ikan;

    5) Penyuluhan dan bimbingan teknologi minabisnis, untuk

    mengembangkan teknologi tepat guna yang cocok untuk daerah

    Kawasan Minapolitan.

    6) Jaringan jalan yang memadai dan aksesibilitas dengan daerah

    lainnya serta sarana irigasi, yang kesemuanya untuk

    mendukung usaha perikanan yang efisien.

    c. Memiliki sarana dan prasarana umum yang memadai seperti

    transportasi, jaringan listrik, telekomunikasi, air bersih, dan lain-

    lain.

    d. Memiliki sarana dan prasarana kesejahteraan sosial/masyarakat

    yang memadai seperti kesehatan, pendidikan, kesenian, rekreasi,

    perpustakaan, swalayan dan lain-lain.

    e. Kelestarian lingkungan hidup baik kelestarian sumberdaya alam,

    kelestarian sosial budaya maupun keharmonisan hubungan kota

    dan desa terjamin.

    3. Sentra Kawasan Minapolitan

    a. Pusat sentra (Minapolis)

  • 25

    1). Pusat koleksi komoditas perikanan sebagai bahan mentah

    industri.

    2). Pusat perdagangan lokal dan antar daerah maupun antar pulau

    dengan adanya aktivitas perekonomian serta sarana dan

    prasarana komoditas unggulan daerah.

    3). Kota perdagangan yang berorientasi ekspor keluar daerah

    kawasan maupun keluar dari daerah Kabupaten atau Provinsi.

    4). Koperasi dan informasi pasar barang dagangan.

    5). Pusat berbagai kegiatan (final manufacturing) industri perikanan

    (packing) stok pergudangan dan perdangangan bursa komoditi.

    6). Pusat berbagai pelayanan .

    1) Pusat perdagangan wilayah ditandai dengan adanya pasar-

    pasar grosir depo,dan pergudangan.

    2) Pusat kegiatan agrobisnis.

    b. Sentra produksi

    1). Pusat produksi unggulan daerah yang di tandai dengan adanya

    tata lahan produksi dan input produksi untuk pengembangan

    budidaya secara bekelanjutan.

    2). Pusat kegiatan agrobisnis berupa penyediaan bibit, penyediaan

    komoditas, atau bahan baku industri.

    3). Pusat pelayanan agro industri khusus, pendidikan, pelatihan,

    dan pengembangan komoditas unggulan.

    c. Sub sentra produksi (hinterland)

  • 26

    Daerah hinterland merupakan semua daerah yang memiliki

    kegiatan penangkapan yang baik.

    d. Sentra pemasaran (outlet)

    Sentra pemasaran (outlet) merupakan daerah-daerah yang

    menjadi sasaran pemasaran hasil produksi dalam kawasan

    maupun diluar kawasan.

    E. Pengertian Kawasan Perikanan Tangkap

    Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi yang mencakup

    penangkapan atau pengumpulan hewan dan tanaman air yang hidup di air

    laut atau perairan umum secara bebas. Perikanan tangkap merupakan

    suatu sistem yang terdiri dari beberapa elemen yang saling berkaitan dan

    mempengaruhi satu dengan yang lainnya, yang disebut dengan agribisnis

    perikanan (Larasati, 2007).

    Kawasan perikanan tangkap adalah suatu kawasan tempat kegiatan

    perikanan tangkap yang memiliki ikatan kemitraan dan dilengkapi dengan

    prasarana dan sarana penunjang. Manfaat dari dikembangkannya

    kawasan ini diharapkan nelayan dapat mempermudah upaya pengelolaan,

    dan memperkecil ongkos investasi maupun operasinya. Perencanaan

    kawasan perikanan tangkap diharapkan dapat menciptakan aglomerasi

    daerah tersebut karena terkumpulnya berbagai jenis industri perikanan

    yang terkait dan saling mendukung sehingga mengakibatkan

    penghematan ekstern, kemudahan aktivitas perikanan tangkap;

  • 27

    pengarahan penempatan berbagai kegiatan perikanan tangkap dalam

    satu kawasan; memberikan kepastian hukum tempat usaha yang ramah

    lingkungan dan sesuai dengan tata ruang wilayah.

    Kebijakan di bidang perikanan khususnya dalam hal pengaturan

    pemanfaatan ruang untuk kawasan perikanan tangkap pada saat ini perlu

    dilakukan. Untuk mendorong terjadinya pemanfaatan ruang yang lebih

    efisien dan efektif sehingga lahan yang dialokasikan memiliki nilai dan

    dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan wilayah. Kawasan

    Perikanan Tangkap merupakan komoditas publik, yang memiliki fungsi

    sebagai berikut :

    1. Pusat pengembangan masyarakat nelayan dan pertumbuhan ekonomi

    perikanan dan pengembangan agribisnis perikanan tangkap.

    2. Pusat pelayanan tambat labuh kapal perikanan, pendaratan ikan hasil

    tangkapan, dan pelayanan kegiatan operasional kapal-kapal

    perikanan.

    3. Pusat pelaksanaan pembinaan dan penanganan mutu hasil perikanan.

    4. Pusat pengembangan usaha industri pengolahan hasil perikanan.

    5. Pusat pemasaran dan distribusi hasil perikanan, baik untuk lokal,

    regional, nasional maupun internasional (ekspor).

    6. Pusat pelaksanaan pengawasan, penyuluhan dan pengumpulan data

    perikanan tangkap.

  • 28

    F. Gambaran Umum Tata Ruang Kawasan Minapolitan Perikanan

    Tangkap

    Dasar rencana pengembangan kawasan perikanan tangkap adalah

    mengoptimalisasikan pengelolaan dan pemanfaatan ruang lautnya

    sehingga dapat mempengaruhi peningkatan hasil produksi serta

    mendeliniasi konflik-konflik pemanfaatan yang terjadi. Pengembangan

    Kawasan ini dititikberatkan pada upaya penataan ruang dalam pembagian

    wilayah penangkapan bedasarkan armada penangkapan ikan antara

    perikanan skala kecil, skala menengah, dan skala besar di wilayah

    perikanan Indonesia. Konsep yang digunakan dalam perencanaan

    kawasan perikanan tangkap adalah perencanaan kawasan perikanan

    tangkap yang terpadu dengan pengembangan kegiatan perikanan

    tangkap dengan pertimbangan sistem yang terintegrasi yang mampu

    mendukung kebutuhan skala pelayanan lokal-regional-internasional, serta

    mampu mendukung fungsi utama kawasan sebagai pusat pertumbuhan

    ekonomi wilayah melalui sistem integrasi pengembangan kegiatan industri

    perikanan tangkap dan perdagangan produk hasil perikanan. Kawasan

    perikanan tangkap dibangun di daerah sentra-sentra kegiatan

    penangkapan ikan di laut yaitu Pelabuhan Perikanan. Adanya sistem yang

    terintegrasi diharapkan dapat merangsang dan menunjang perkembangan

    kegiatan penangkapan ikan di laut serta pada akhirnya dapat

    meningkatkan pendapatan Nelayan dan perusahaan perikanan. Selain itu,

    kawasan ini juga diharapkan dapat meningkatkan roda perekonomian

    perikanan dan sektor lainnya seperti perdagangan, pariwisata dan industri

  • 29

    penunjang perikanan, di bidang ketenagakerjaan diharapkan dapat

    menyerap tenaga kerja untuk kegiatan di kapal, yang hasil akhirnya

    meningkatkan kesejahteraan nelayan. Dampak positif lainnya adalah

    dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, Penerimaan Negara Bukan

    Pajak (PNBP) dan devisa Negara dari sektor perikanan dan kelautan,

    serta terkendali dan terawasinya pemanfaatan sumberdaya ikan (SDI).

    Sumber : Dirjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, KKP 2011

    Gambar 3. Masterplan Pemanfaatan Ruang dan Pengembangan Kawasan Minapolitan Bagian RTRW Kabupaten

    Berdasarkan dari Masteplan yang disusun oleh pemerintah

    setidaknya ada beberapa zona yang diperhatikan dalam kawasan

    Minapolitan, khususnya Minapolitan berbasis perikanan tangkap, yakni

    zona kolam untuk melabuh kapal-kapal, biasanya kawasan Minapolitan

    berbasis perikanan tangkap harus memiliki fasilitas penunjang seperti

    Pelabuhan perikanan, permukiman masyarakat setempat, rawa untuk

    melindungi kawasan dari pasang laut.

  • 30

    Sumber : Dirjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, KKP 2011

    Gambar 4. Contoh Draf Zonasi Ruang Kawasan Minapolitan Berbasis Perikanan Tangkap

    G. Karakteristik Masyarakat Nelayan Tangkap

    Imron dalam Mulyadi (2007) menjabarkan nelayan sebagai suatu

    kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil

    laut, baik dengan cara penangkapan langsung maupun budidaya.

    Kelompok ini pada umumnya tinggal di pinggiran pantai, sebuah

    lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatan.

    Secara ekologis, masyarakat pesisir mempunyai cara kehidupan yang

    bervariasi, sekurangnya mereka mempunyai alternatif pemanfaatan dan

    lingkungan hidup, dataran (tanah) dan lautan (air), pada bentuk

    masyarakat ini komoditi ekonomi lain selain dari aspek kelautan (mencari

    ikan dan sumber-sumber alam pantai) merupakan mata pencaharian

    tambahan, sedangkan pada masyarakat petani darat keadaan ini berlaku

  • 31

    sebaliknya, yaitu sektor perikanan adalah sebagai bentuk mata

    pencaharian tambahan (Koentjaraningrat, 1990).

    Laut dan nelayan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Nelayan

    merupakan profesi seseorang yang begitu terkait erat dengan keberadaan

    laut dalam melangsungkan eksistensi hidupnya. Panggardjito (1999)

    menjelaskan dalam tesisnya masyarakat nelayan tangkap memiliki

    karakter khusus yang tidak dimiliki oleh petani maupun nelayan budidaya

    yang ditunjukkan pada pola sosial budayanya.

    Pertama intensitas interaksi dalam berkelompok yang tinggi,

    berlangsung antara 8 jam sehari hingga 30 hari ditengah laut dengan

    kondisi cuaca yang tidak menentu membuat tantangan hidup di perahu

    sangat besar sehingga ketergantungan dan keterkaitan sangat tinggi.

    Kedua, konvensi yang terjadi dalam masyarakat nelayan sering terjadi

    dalam hal jual beli akan daerah tangkap ikan, penggunaan perahu, hingga

    hadir keterkaitan dengan jenjang kepemimpinan dalam komunitas.

    Ketiga, ikatan kekerabatan yang terbentuk memberikan ciri khas pada

    penataan permukiman nelayan. Kekerabatan yang terjadi cenderung

    mengarah pada pengelompokan antar unit permukiman dan kebutuhan

    akan ruang kegiatan. Ikatan kekerabatan dalam pola penataan ruang

    permukiman tersebut tidak disadari oleh kesamaan (homogenitas) namun

    lebih kearah pola hubungan kegiatan nelayan. Nelayan bukanlah satu

    entitas tunggal, mereka terdiri dari beberapa kelompok dilihat dari segi

    pemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok

  • 32

    yaitu nelayan buruh, nelayan juragan, dan nelayan perorangan. Nelayan

    buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain,

    nelayan juragan adalah yang memiliki alat tangkap yang kemudian

    dioperasikan oleh orang lain (nelayan buruh), dan nelayan perorangan

    adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri dan

    pengoprasiannya tidak melibatkan orang lain.

    H. Sarana Dan Prasarana Minapolitan

    Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang

    keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan

    publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan

    yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai

    dengan rencana. Moenir (1992) mengemukakan bahwa sarana adalah

    segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi

    sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga

    dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi

    kerja. Pengertian yang dikemukakan oleh Moenir, jelas memberi arah

    bahwa sarana dan prasarana adalah merupakan seperangkat alat yang

    digunakan dalam suatu proses kegiatan baik alat tersebut adalah

    merupakan peralatan pembantu maupun peralatan utama, yang keduanya

    berfungsi untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan

    pengertian di atas, maka sarana dan prasarana pada dasarnya memiliki

    fungsi utama sebagai berikut :

  • 33

    1. Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat

    menghemat waktu.

    2. Meningkatkan produktivitas, baik barang dan jasa.

    3. Hasil kerja lebih berkualitas dan terjamin.

    4. Lebih memudahkan/sederhana dalam gerak para pengguna/pelaku.

    5. Ketepatan susunan stabilitas pekerja lebih terjamin.

    6. Menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang-orang yang

    berkepentingan.

    7. Menimbulkan rasa puas pada orang-orang yang berkepentingan yang

    mempergunakannya.

  • 34

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Rancangan Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan pendekatan

    Kuantitatif melalui perhitungan tabulatif yang di dukung dengan survei dan

    wawancara kepada narasumber yang berkompeten, juga mengakses data

    pada instansi yang terkait. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

    arahan pengembangan kawasan Minapolitan perikanan tangkap di

    Kabupaten Majene.

    B. Waktu dan Lokasi Penelitian

    Lokasi penenitian ini difokuskan pada Kabupaten Majene. Penelitian

    ini dilaksanakan berlangsung selama +4 bulan, yaitu Januari sampai April

    2013.

    C. Objek Penelitian dan Informan

    Objek penelitian ini adalah kawasan perikanan tangkap di Kabupaten

    Majene. Informasi ini diperoleh dengan melibatkan beberapa Informan

    yang berkompeten atau berkaitan dengan penelitian ini seperti informan

    dipilih secara sengaja dengan pertimbangan informan tersebut merupakan

    pihak-pihak yang memiliki kontribusi besar dalam menjawab rumusan

    masalah pada penelitian ini. Informan yang dimaksudkan dalam penelitian

  • 35

    ini terdiri dari:

    1. Pihak Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Majene diwakili

    oleh Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran (P2HP) serta Kepala

    Bidang Perikanan Tangkap dengan pertimbangan sebagai pihak yang

    lebih mengetahui hal terkait kondisi perkembangan sektor perikanan

    tangkap di Kabupaten Majene dan sebagai penyusun dan yang

    menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan sektor

    perikanan di seluruh wilayah Kabupaten Majene.

    2. Pihak Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

    Kabupaten Majene diwakili oleh Kepala Bidang Data Statistik dengan

    pertimbangan sebagai pihak yang mempunyai hak dalam

    merencanakan dan menyusun kegiatan pembangunan di Kabupaten

    Majene secara umum dan khususnya arahan kebijakan yang berkaitan

    dengan pengembangan kawasan Minapolitan perikanan tangkap di

    Kabupaten Majene.

    3. Pihak Pengelola Pelabuhan Palipi di Kecamatan Sendana dan PPI di

    Kecamatan Banggae Kabupaten Majene diwakili oleh Kepala Bidang

    Statistik Perikanan Tangkap serta Kepala Pos Pelayanan Umum

    dengan pertimbangan sebagai pihak yang berperan dalam pelaksana

    teknis dan pengelola berbagai kegiatan perikanan di Pelabuhan Palipi.

    Pelabuhan Palipi dipilih menjadi zona inti wilayah Kabupaten Majene

    dalam pengembangan kawasan berbasis sektor perikanan.

    4. Nelayan-nelayan Kabupaten Majene dengan pertimbangan sebagai

  • 36

    pihak yang secara langsung terlibat dalam proses produksi

    penangkapan komoditas sektor perikanan tangkap.

    5. Pihak pengusaha produk-produk unggulan perikanan misalnya ikan

    terbang, abon ikan dan pedagang komoditas baik segar serta produk

    olahan ikan lainnya di Kabupaten Majene dengan pertimbangan

    sebagai pihak yang terlibat dalam pembentukan kondisi suasana iklim

    industri dalam mengembangkan Minapolitan khususnya perikanan

    tangkap.

    D. Jenis dan Sumber Data

    1. Jenis Data

    Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi atas dua

    jenis data yaitu :

    a. Data Kualitatif adalah data yang berhubungan dengan kategorisasi,

    karakteristik berwujud pernyataan atau berupa kata-kata. Data

    yang dimaksud berupa pola penggunaan lahan, batas wilayah,

    kondisi fisik wilayah di Kabupaten Majene

    b. Data Kuantitatif adalah data yang berupa angka atau numerik yang

    bisa diolah dengan menggunakan metode perhitungan yang

    sederhana. Data ini meliputi jumlah produksi perikanan tangkap,

    jumlah armada dan data informasi pendukung lainnya yang

    berkaitan dengan arahan pengembangan kawasan Minapolitan

    perikanan tangkap di Kabupaten Majene.

  • 37

    2. Sumber Data

    Menurut sumbernya data terbagi atas dua yaitu :

    a. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui observasi

    lapangan atau pengamatan langsung objek penelitian. Jenis data

    yang dimaksud adalah jangkauan pemasaran hasil tangkap, kondisi

    fisik sarana dan prasarana Minapolitan di Kabupaten Majene.

    b. Data sekunder adalah data yang diperoleh pada instansi terkait

    guna mengetahui data kuantitatif objek penelitian jenis data yang

    dimaksud adalah data geografi wilayah/administrasi, penggunaan

    lahan, jumlah produksi perikanan tangkap, dan jumlah armada

    penangkapan.

    E. Variabel Penelitian

    Variabel dapat diartikan sebagai ciri dari individu, objek, gejala, yang

    dapat diukur secara kuantitatif ataupun kualitatif. Variabel dipakai dalam

    proses identifikasi, ditentukan berdasarkan kajian teori yang dipakai.

    Semakin sederhana suatu rancangan penelitian semakin sedikit variabel

    penelitian yang akan digunakan. Adapun variabel yang akan digunakan

    pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

  • 38

    Tabel 1. Variabel Penelitian

    No Sasaran Variabel Data Sumber 1.

    Mengidentifikasi komoditas yang menjadi komoditas basis untuk dikembangkan pada perikanan tangkap di Kabupaten Majene

    1. Hasil produksi perikanan tangkap di Kabupaten Majene

    2. Alat tangkap/ unit atau armada penangkapan

    3. Jangkauan Pemasaran

    Primer, dan Sekunder

    - BPS - Observasi - Dinas

    perikanan

    2.

    Mengetahui penentuan sentra kawasan Minapolitan perikanan tangkap di Kabupaten Majene

    1. Sarana - Pelabuhan - Fasilitas

    Kesehatan - Fasilitas Pendidikan

    2. Prasarana - Dermaga - TPI - Cold Storage - Penjemuran

    Ikan - Gudang - Docking

    Bengkel - Jaringan Listrik - Jaringan Telfon - Jaringan Air

    Bersih.

    Primer, dan Sekunder

    - Observasi - Dinas

    perikanan

    3. Bagaimana arahan kebijakan pengembangan kawasan Minapolitan perikanan tangkap di Kabupaten Majene

    - RTRW Kabupaten Majene

    - Kondisi Eksisting

    Primer dan Sekunder

    - Hasil analisis

  • 39

    F. Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

    terdiri dari:

    1. Teknik Observasi yaitu pencarian data dengan mengidentifikasi data

    melalui pengukuran serta pengambilan data secara langsung di

    Lapangan. Kegiatan observasi dilakukan secara sistematis untuk

    menjajaki masalah dalam penelitian serta bersifat eksplorasi.

    2. Telaah pustaka yaitu cara pengumpulan data informasi dengan cara

    membaca atau mengambil literatur laporan, bahan perkuliahan, dan

    sumber-sumber lainnya yang ada kaitannya dengan permasalahan

    yang diteliti.

    3. Survey instansi, yaitu pengumpulan data melalui instansi terkait guna

    mendapatkan data kualitatif dan data kuantitatif obyek studi.

    4. Studi Dokumentasi, untuk melengkapi data maka kita memerlukan

    informasi dari dokumentasi yang ada hubungannya dengan obyek

    yang menjadi studi. Caranya yaitu dengan cara mengambil gambar,

    lefeat/brosur objek, dan dokumentasi foto.

    5. Teknik wawancara, yaitu suatu bentuk komunikasi verbal semacam

    percakapan yang bertujuan memperoleh informasi. Wawancara

    dengan masyarakat setempat untuk memperoleh data yang bersifat

    fisik dan non fisik yang bersifat historical yang dialami masyarakat.

  • 40

    G. Teknik Analisis data

    Teknik analisis yang digunakan dalam menganalisis adalah

    sebagai berikut:

    1. Analisis Location Quotient (LQ)

    Analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk melihat indikasi

    komoditas basis perikanan tangkap di Kabupaten Majene. Analisis LQ

    digunakan untuk mengetahui apakah suatu komoditas perikanan

    tangkap merupakan komoditas basis atau sektor non basis.

    Perhitungan komoditas basis perikanan tangkap dengan analisis

    LQ ini didasarkan pada jumlah produksi masing-masing komoditas.

    Produksi komoditas perikanan tangkap di Kabupaten Majene

    kemudian dibandingkan secara relatif dengan produksi komoditas yang

    sama di Provinsi Sulawesi Barat yaitu daerah yang ruang lingkupnya

    lebih luas. Perhitungan untuk mendapatkan nilai LQ dengan

    membandingkan tingkat produksi komoditas perikanan tangkap

    Kabupaten Majene dan tingkat produksi komoditas yang sama di

    Provinsi Sulawesi Barat menggunakan formula, sebagai berikut:

    Nilai LQ = //

    Keterangan:

    Qmjn = Produksi suatu komoditas perikanan tangkap di Kabupaten

    Majene

    Qsulbar = Produksi suatu komoditas perikanan tangkap di Provinsi

    Sulawesi Barat

  • 41

    TQmjn = Total produksi semua komoditas yang diuji di Kabupaten

    Majene

    TQSulbar = Total produksi semua komoditas yang diuji di Provinsi

    Sulawesi Barat

    Nilai LQ yang diperoleh dapat bernilai lebih kecil dari satu (LQ < 1),

    sama dengan satu (LQ = 1), dan lebih besar dari satu (LQ > 1).

    Besaran nilai LQ menunjukkan besaran derajat konsentrasi atau

    spesialisasi suatu komoditas perikanan tangkap di Kabupaten Majene

    terhadap daerah acuannya yaitu Provinsi Sulawesi Barat. Nilai-nilai LQ

    tersebut dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

    - LQ < 1 : Indikasi komoditas perikanan tangkap tersebut di Kabupaten

    Majene masih relatif lebih kecil dari pengusahaan rata-rata di

    Provinsi Sulawesi Barat dan komoditas tersebut bukan

    merupakan komoditas basis.

    - LQ = 1 : Indikasi komoditas perikanan tangkap tersebut di Kabupaten

    Majene masih relatif sama dengan pengusahaan rata-rata di

    Provinsi Sulawesi Barat dan komoditas tersebut bukan

    merupakan komoditas basis.

    - LQ > 1 : Indikasi komoditas perikanan tangkap tersebut di Kabupaten

    Majene masih relatif lebih besar dari pengusahaan rata-rata

    di Provinsi Sulawesi Barat dan komoditas tersebut

    merupakan komoditas basis, perikanan tangkap di

    Kabupaten Majene.

  • 42

    2. Analisis Skalogram

    Analisis skalogram untuk perencanaan pusat pelayanan. Analisis ini

    dimaksudkan untuk menentukan peringkat permukiman, wilayah dan

    kelembagaan serta fasilitas pelayanan. Tahapan-tahapan metode

    skalogram, misalnya akan disusun zona peringkat Kecamatan-

    kecamatan dalam suatu Kabupaten adalah sebagai berikut :

    1. Kecamatan-kecamatan disusun urutannya berdasarkan peringkat

    jumlah penduduknya.

    2. Kemudian Kecamatan-kecamatan tersebut disusun urutannya

    berdasarkan jumlah jenis fasilitas yang ada pada wilayah tersebut.

    3. Fasilitas-fasilitas disusun urutannya berdasarkan jumlah wilayah

    yang memiliki jenis fasilitas tersebut.

    4. Peringkat jenis fasilitas disusun urutannya berdasarkan jumlah total

    unit fasilitas.

    5. Peringkat Kecamatan disusun urutannya berdasarkan jumlah total

    fasilitas yang dimiliki oleh masing-masing wilayah tersebut.

    3. Analisis SWOT

    Untuk menemukan strategis dalam penelitian ini penulis

    menggunakan analisis SWOT (strenghs, weaknesess, opportunities,

    threats) sehingga demikian dapat menghasilkan berbagai kemungkinan

    strategi dalam menganalisanya. Dalam penelitian ini hasil dari analisis

    SWOT mengambil posisi sebagai penentu kebijakan daerah guna

    meningkatkan pengembangan Minapolitan dalam pemenuhan

  • 43

    infrastruktur di Kabupaten Majene khususnya perikanan tangkap.

    Tahap Pertama, analisis SWOT adalah identifikasi secara

    sistematik atas kekuatan dan kelemahan dari faktor internal serta

    kesempatan dan ancaman dari faktor eksternal yang dihadapi suatu

    wilayah. Analisis ini digunakan untuk memperoleh hubungan antara

    faktor eksternal dan internal. Faktor internal dalam analisis SWOT

    adalah kekuatan (strength), kelemahan (weakness), sedangkan faktor

    eksternal yang dihadapi adalah peluang (opportunity) dan ancaman

    (threat). Keterkaitan faktor internal dan eksternal tersebut digambarkan

    dalam bentuk matrik SWOT yang nantinya digunakan untuk

    menentukan alternatif strategi pengembangan pembangunan

    Matriks SWOT merupakan suatu alat untuk meringkas faktor- faktor

    strategis suatu sektor yang menggambarkan bagaimana peluang-

    peluang dan ancaman-ancaman eksternal yang dihadapi dapat

    dipertemukan dengan kelemahan-kelemahan dan kekuatan-kekuatan

    internal untuk menghasilkan empat kelompok kemungkinan alternatif

    strategis. Menurut Rangkuti (2000), empat kelompok kemungkinan

    alternatif strategis tersebut adalah:

    1. SO (strength-opportunity), yaitu menggunakan kekuatan yang dimiliki

    untuk mengambil peluang yang ada.

    2. ST (strength-threat), yaitu menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk

    mengatasi ancaman yang dihadapi.

    3. WO (weakness-opportunity), yaitu berusaha untuk mendapatkan

  • 44

    keuntungan dari peluang yang ada dengan cara mengatasi

    kelemahan-kelemahan.

    4. WT (weakness-threat), yaitu berusaha meminimumkan kelemahan

    dan menghindari ancaman yang ada.

    Secara lengkap analisis SWOT dapat dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2. Analisis SWOT Internal

    Eksternal

    Kekuatan (strength)

    Kelemahan (weakness)

    Peluang

    (opportunity)

    SO Menciptakan strategi yang Menggunakan kekuatan untuk menangkap kesempatan

    WO Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

    Ancaman (threat)

    ST Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

    WT Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

    Sumber : Rangkuti 2000

    Tahap kedua yaitu tahap memilih strategi yang terbaik untuk

    diterapkan maka setiap alternatif strategi yang ada diberi nilai sesuai

    dengan tingkat kepentingannya pemberian nilai dilakukan kepada

    setiap unsur SWOT dengan nilai 4 (sangat penting), 3 (penting), 2

    (agak penting), 1 (kurang penting). Nilai-nilai yang diberikan pada

    masing-masing unsur dilakukan dengan melihat hubungan serta

    pengaruhnya bagi kepentingan peningkatan kontribusi perikanan akan

    mendapat nilai yang paling besar

    Tahap ketiga yaitu tahap analisis pengambilan keputusan. Langkah

    ini adalah tahap terakhir dalam menentukan alternatif strategi terpilih

    yang mungkin dapat diimplementasikan.

  • 45

    H. Definisi Operasional

    Untuk mendapatkan kesamaan persepsi, maka beberapa konsep

    dasar serta istilah dalam operasional penelitian ini dapat didefenisikan

    sebagai berikut :

    1. Minapolitan adalah kota perikanan yang tumbuh dan berkembang

    karena berjalannya sistem dan usaha perikanan tangkap di

    Kabupaten Majene.

    2. Kawasan Minapolitan adalah kawasan yang membentuk kota

    perikanan wilayah di Kabupaten Majene yang mempunyai fungsi

    sentra produksi perikanan tangkap, pengolahan, pemasaran

    komoditas perikanan, pelayanan jasa, yang terdiri dari 8 Kecamatan

    yaitu: Banggae, Banggae Timur, Pamboang, Sendana, Tubo sendana,

    Tammeroddo, Ulumanda dan Maluda.

    3. Perikanan tangkap adalah suatu kawasan tempat kegiatan perikanan

    tangkap yang memiliki ikatan kemitraan dan dilengkapi dengan

    prasarana dan sarana penunjang, jenis perikanan tangkap yang ada

    di Kabupaten Majene yaitu ikan tuna, ikan cakalang, ikan tongkol, ikan

    layang, ikan terbang, ikan merah, ikan campuran dan ikan lain-lain.

    4. Strategi adalah langkah-langkah yang dilakukan secara sistematis

    untuk mengelola potensi perikanan tangkap di Kabupaten Majene.

    5. Pengembangan adalah suatu proses meningkatkan sektor perikanan

    tangkap, agar dapat memberikan kesejahteraan nelayan dan

    tambahan pendapatan asli daerah khususnya di Kabupaten Majene.

  • 46

    6. Kawasan perikanan tangkap adalah suatu kawasan tempat kegiatan

    perikanan tangkap yang memiliki ikatan kemitraan dan dilengkapi

    dengan prasarana dan sarana penunjang, yang dimaksud perikanan

    tangkap dalam penelitian ini adalah ikan tuna, ikan cakalang, ikan

    tongkol, ikan layang, ikan terbang dan ikan merah dan ikan campuran.

    7. Location Quotient adalah Perhitungan komoditas basis perikanan

    tangkap dengan analisis LQ ini didasarkan pada jumlah produksi

    masing-masing komoditas. Produksi komoditas perikanan tangkap di

    Kabupaten Majene kemudian dibandingkan secara relatif dengan

    produksi komoditas yang sama di Provinsi Sulawesi Barat yaitu

    daerah yang ruang lingkupnya lebih luas.

    - LQ < 1 : Indikasi komoditas perikanan tangkap tersebut di Kabupaten

    Majene masih relatif lebih kecil dari pengusahaan rata-rata

    di Provinsi Sulawesi Barat dan komoditas tersebut bukan

    merupakan komoditas basis.

    - LQ = 1 : Indikasi komoditas perikanan tangkap tersebut di Kabupaten

    Majene masih relatif sama dengan pengusahaan rata-rata

    di Provinsi Sulawesi Barat dan komoditas tersebut bukan

    merupakan komoditas basis.

    - LQ > 1 : Indikasi komoditas perikanan tangkap tersebut di Kabupaten

    Majene masih relatif lebih besar dari pengusahaan rata-rata

    di Provinsi Sulawesi Barat dan komoditas tersebut

  • 47

    merupakan komoditas basis, perikanan tangkap di

    Kabupaten Majene.

    8. Analisis skalogram untuk perencanaan pusat pelayanan. Analisis ini

    dimaksudkan untuk menentukan peringkat permukiman, wilayah dan

    kelembagaan serta fasilitas pelayanan. Tahapan-tahapan metode

    skalogram, misalnya akan disusun zona peringkat Kecamatan-

    kecamatan dalam suatu Kabupaten adalah sebagai berikut :

    - Kecamatan-kecamatan disusun urutannya berdasarkan peringkat

    jumlah penduduknya.

    - Kemudian Kecamatan-kecamatan tersebut disusun urutannya

    berdasarkan jumlah jenis fasilitas yang ada pada wilayah tersebut.

    - Fasilitas-fasilitas disusun urutannya berdasarkan jumlah wilayah

    yang memiliki jenis fasilitas tersebut.

    - Peringkat jenis fasilitas disusun urutannya berdasarkan jumlah total

    unit fasilitas.

    - Peringkat Kecamatan disusun urutannya berdasarkan jumlah total

    fasilitas yang dimiliki oleh masing-masing wilayah tersebut.

    9. Arahan pengembangan adalah rencana atau siasat pengembangan

    secara bertahap dan teratur dari kondisi ril saat ini menuju pada

    sasaran atau kondisi yang diinginkan.

  • Tabel 3. Matriks Hubungan Antara Tujuan, Data, Metode Dan Keluaran Pada Setiap Tahapan Penelitian

    No. Sasaran Variabel Data Sumber Metode Analisis Keluaran

    1. Mengidentifikasi komoditas yang menjadi komoditas basis untuk dikembangkan pada perikanan tangkap di Kabupaten Majene

    1. Hasil produksi perikanan tangkap di Kabupaten Majene

    2. Alat tangkap/ unit atau armada penangkapan

    3. Jangkauan Pemasaran

    Primer, dan

    Sekunder

    - BPS - Observasi - Dinas perikanan

    - Analisis LQ

    - Komoditas basis perikanan tangkap Kabupaten Majene

    2. Menentukan zona sentra kawasan Minapolitan perikanan tangkap di Kabupaten Majene

    1. Sarana - Pelabuhan - Failitas Kesehatan - Fasilitas Pendidikan 2. Prasarana - Dermaga - TPI - Cold Storage - Penjemuran Ikan - Aksesibilitas - Gudang - Docking Bengkel - Jaringan Listrik - Jaringan Telfon - Jaringan Air Bersih

    Primer, dan

    Sekunder

    - Observasi - Dinas perikanan

    - Analisis Skalogram

    - Zona kawasan Minapolitan perikanan tangkap Kabupaten Majene

    a. Pusat Sentra b. Sentra Produksi c. Sub Sentra Produksi d. Sentra Pemasaran

  • 49

    3. Bagaimana arahan kebijakan pengembangan kawasan Minapolitan perikanan tangkap di Kabupaten Majene

    - RTRW Kabupaten Majene - Kondisi Eksisting

    Primer dan Sekunder

    - Observasi

    - Analisis SWOT - Arah strategi pengembangan kawasan Minapolitan perikanan tangkap Kabupaten Majene

  • 50

    I. Kerangka Konseptual

    Karakteristik kawasan Minapolitan memiliki sentra-sentra produksi dan

    pemasaran berbasis perikanan dan mempunyai multipller effect tinggi

    terhadap perekonomian di sekitarnya, keanekaragaman kegiatan

    ekonomi, produksi, perdagangan, jasa pelayanan, kesehatan dan sosial

    dan saling terkait serta sarana dan prasarana memadai sebagai

    pendukung keanekaragaman aktivitas ekonomi sebagaimana layaknya

    sebuah kota pesisir.

    Minapolitan terbagi menjadi dua jenis, terkait dengan pemanfaatan

    ruang pada kawasan, yakni Minapolitan berbasis perikanan tangkap

    berkegiatan di dekat dengan sumber-sumber penangkapan ikan dan

    kegiatan membudidayakan jenis ikan tidak dominan, khusus pada hasil

    tangkap ikan.

    Pentingnya pengembangan sektor perikanan khususnya perikanan

    tangkap Kabupaten Majene juga dapat dilihat dari pengaruhnya yang

    cukup besar terhadap kehidupan sosial masyarakat Kabupaten Majene.

    Sektor perikanan masih merupakan lapangan usaha yang banyak diminati

    dan menjadi sumber penghasilan untuk kehidupan keluarga.

    Pengembangan Kawasan ini dititikberatkan pada upaya penataan ruang

    dalam pembagian wilayah penangkapan bedasarkan armada

    penangkapan ikan antara perikanan skala kecil, skala menengah, dan

    skala besar di wilayah perikanan. Hasil produksi perikanan tangkap di

    Kabupaten Majene yang setiap tahun meningkat dan dilengkapi dengan

  • 51

    sarana penunjang yaitu Pelabuhan Perikanan dan Pelabuhan Pendaratan

    Ikan Nusantara dan sarana pendukung lainnya seperti Cold storage,

    dermaga, Tempat pelelangan ikan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi

    dan lain-lain menjadikan Kabupaten Majene mempunyai peluang untuk

    dikembangkan menjadi kawasan Minapolitan. Karena itu diperlukan

    adanya arahan pengembangan kawasan Minapolitan khususnya

    perikanan tangkap yang nantinya akan menggambarkan struktur

    pengembangan wilayah khususnya perikanan tangkap Kabupaten Majene

    baik secara sektoral maupun regional yang bermanfaat bagi perencanaan

    pembangunan selanjutnya, sehingga dapat digunakan sebagai dasar

    perencanaan strategi pengembangan sektor perikanan tangkap

    Kabupaten Majene. Untuk memahami lebih jelasnya mengenai kerangka

    konseptual di dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 5.

  • 52

    Gambar 5. Kerangka Konsep

    Rencana Kawasan Minapolitan

    Perikanan Tangkap

    Komoditas Basis

    - Hasil produksi perikanan tangkap di Kabupaten Majene (ikan terbang, ikan tongkol, ikan layang, ikan campuran dan ikan cakalang

    - Alat tangkap/armada penangkapan

    - Jangkauan Pemasaran

    Zona Kawasan 1. Sarana

    - Pelabuhan - Failitas Kesehatan - Fasilitas Pendidikan

    2. 2. Prasarana ---- Dermaga - TPI

    - - Cold Storage - Penjemuran Ikan

    - Gudang - Docking Bengkel - Jaringan Listrik - Jaringan Telfon - Jaringan Air Bersih

    Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan Minapolitan Perikanan

    Tangkap Kabupaten Majene

  • 53

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Gambaran Umum Kabupaten Majene

    1. Aspek Fisik Wilayah

    a. Kondisi Geografi

    Secara geografis Kabupaten Majene terletak antara 20 38’ 45”

    – 30 38’ 15” Lintang Selatan dan antara 1180 45’ 00” - 1190 4’ 45”

    Bujur Timur. Kabupaten Majene merupakan salah satu dari 5

    Kabupaten dalam wilayah Provinsi Sulawesi Barat yang terletak di

    pesisir pantai barat Provinsi Sulawesi Barat memanjang dari

    Selatan ke Utara. Jarak Kabupaten Majene ke ibukota Propinsi

    Sulawesi Barat (Kota Mamuju) kurang lebih 146 km.

    Secara administratif Kabupaten Majene berbatasan dengan

    wilayah-wilayah berikut:

    - Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Mamuju

    - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Polewali Mandar

    dan Mamasa

    - Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Mandar

    - Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar

    Untuk lebih jelasnya tentang luas wilayah dan letak administrasi

    Kabupaten Majene dapat dilihat pada gambar 6 halaman 53 dan Tabel 4.

  • 54

    Gambar 6 Peta Administrasi Kabupaten Majene

  • 55

    Tabel 4. Luas Wilayah Kabupaten Majene Tahun 2011

    Sumber : Kabupaten Majene Dalam Angka 2012

    Dari Tabel 4 menunjukkan bahwa Kecamatan Ulumanda

    memiliki luas terbesar yaitu 456,06 Km2 dengan persentase 48,1 %,

    sedangkan luas wilayah yang terkecil adalah Kecamatan Banggae

    dengan luas 25,15 Km2 dengan persentase 2,65 % dari luas

    keseluruhan.

    b. Topografi dan Kelerengan

    Klasifikasi ketinggian wilayah Kabupaten Majene dari

    permukaan air laut mulai dari 0-25 m sampai diatas 1.000 m.

    Berdasarkan kelas ketinggian muka laut yang tersebar di wilayah

    Kabupaten Majene pada umumnya tergolong kelas ketinggian 100-

    500 meter, yakni 38,69 % dan ketinggian 500-1.000 meter yakni

    35,98% dari total keseluruhan wilayah kabupaten. Kecamatan

    Malunda merupakan wilayah dengan luas wilayah terluas pada

    umumnya merupakan wilayah pegunungan dengan ketinggian 500-

    No. Kecamatan Luas (Km2)

    Persentase (%)

    (1) (2) (3) (4) 1. Banggae 25,15 2,65 2. Banggae Timur 30,04 3,16 3. Pamboang 70,19 7,40 4. Sendana 82,24 8,67 5. Tammerodo 55,4 5,84 6. Tubo Sendana 41,17 4,34 7. Malunda 187,85 19,8 8. Ulumanda 456,06 48,1

    Jumlah 947,84 100

  • 56

    1.000 meter sebesar 30.219 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

    pada Tabel 5.

    Tabel 5 Klasifikasi Ketinggian dari Permukaan Laut Menurut

    Kecamatan Di Kabupaten Majene Tahun 2011

    Sumber: Kabupaten Majene Dalam Angka, 2012

    c. Kondisi Iklim dan Curah Hujan

    Kondisi iklim wilayah Kabupaten Majene dan sekitarnya

    secara umum ditandai dengan hari hujan dan curah hujan yang

    relatif tinggi dan sangat dipengaruhi oleh angin musim, hal ini

    dikarenakan wilayahnya berbatasan dengan laut lepas (Selat

    Makassar dan Teluk mandar). Berdasarkan hasil pengamatan dari

    Stasiun Meteorologi dan Geofisika Kecamatan Banggae,

    Pamboang dan Malunda serta dalam dua tahun terakhir (2009-

    2011) memperlihatkan rata-rata hari hujan dan curah hujan berkisar

    antara 1147.8- 1652.9 hari/tahun dan hari hujan sekitar 167-199

    mm/tahun dimana curah hujan tertinggi terjadi di Kecamatan

    Malunda. Apabila dilihat dari waktu musim hujan di wilayah ini

    berawal pada Bulan September hingga Bulan Mei dan setelah itu

    No

    Kecamatan Luas Wilayah (Ha)

    Klasifikasi Ketinggian (Ha) 0 - 25

    M 25-100

    M 100 -500

    M 500-1000

    M >1000

    M 1. Banggae 5.519 2.122 1.750 1.647 - - 2. Banggae Timur - - - - - 3. Pamboang 7.019 584 952 4.833 550 - 4. Sendana 17.881 2.466 1.091 10.466 3.007 50 5. Tammerodo - - - - - - 6. Tubo - - - - - - 7. Malunda 64.365 3.160 3.391 19.310 30.219 8.277 8. Ulumanda - - - - - -

    Jumlah 94.784 8.332 7.184 36.256 33.776 8.327

  • 57

    memasuki musim kemarau. Untuk lebih jelasnya jumlah hari dan

    curah hujan di Kabupaten Majene, Tahun 2009-2011, dapat dilihat

    pada Tabel 6.

    Tabel 6. Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Di Kabupaten

    Majene Tahun 2009-2011 No Bulan Curah Hujan hari/tahun Hari Hujan mm/tahun

    2009 2010 2011 2009 2010 2011 1 Januari 597.8 218,5 197,8 19 18 20 2 Februari 163,2 292,3 168,7 22 16 13 3 Maret 139,6 84,9 118,1 13 17 19 4 April 148,0 115,1 208,4 17 13 12 5 Mei 122,3 196,1 88,6 20 24 12 6 Juni 20,6 260,2 37,2 7 25 9 7 Juli 59,5 270,4 1,6 13 22 5 8 Agustus 32,6 206,4 4,7 8 22 3 9 September 6,2 303,1 26,0 6 25 9

    10 Oktober 116,5 215,9 152,3 12 22 19 11 November 152,5 224,9 199,8 15 16 22 12 Desember 154,14 169,3 456,4 13 27 26

    Jumlah 1.712,94 2.557,1 1.659,6 165 247 169 Sumber : Kabupaten Majene Dalam Angka, 2012

    Dari Tabel 6 terlihat bahwa curah hujan pada Tahun 2011

    yaitu mencapai 1.659,6 hari/tahun dan hari hujan pada Tahun 2011

    yaitu 169 mm/tahun.

    d. Penggunaan Lahan

    Pemanfaatan lahan dapat dibedakan berdasarkan

    peruntukannya yakni kawasan budidaya dan non budidaya. Terlihat

    dari jenis penggunaan lahan yang ada di Kabupaten Majene di

    dominasi oleh penggunaan lahan non perkotaan, seperti kawasan

    hutan, kawasan pertanian dan perkebunan, sehingga Kabupaten

    Majene disebut sebagai daerah agraris. lebih jelasnya pola

    penggunaan lahan di Kabupaten Majene dapat di lihat Tabel 7.

  • 58

    Tabel 7. Penggunaan Lahan di Rinci Menurut Jenisnya di

    Kabupaten Majene Tahun 2011

    Sumber : Kabupaten Majene Dalam Angka, 2012

    Dari Tabel 7 terlihat bahwa penggunaan lahan di Kabupaten

    Majene terbesar adalah empang yaitu 154 Ha, dan tambak yaitu 69

    ha dan terkecil yaitu pekarangan dengan luas 1,2 ha.

    Daerah pemanfaatan intensif terletak pada dataran rendah

    dan daerah pesisir. Pada daerah dataran rendah, daerah

    pemanfaatan intensif berupa sawah. Sedangkan pemanfaatan

    intensif pada daerah pesisir berupa daerah pertambakan. Daerah

    pemanfaatan umum di Kabupaten Majene berupa perairan pesisir

    dan laut. Daerah pemukiman terkonsentrasi pada pusat kota

    Kabupaten, pusat kota Kecamatan dan daerah pusat desa. Daerah

    pemukiman padat lainnya terdapat pada daerah kepulauan. Hampir

    semua pulau berpenghuni di Kabupaten Majene berpenduduk

    sangat padat. Untuk lebih jelasnya tentang penggunaan lahan di

    Kabupaten Majene da