kematian akibat kekerasan tumpul pada rongga mulut -...

10
Fatmawati Hospital Journal Kematian Akibat Kekerasan Tumpul Pada Rongga Mulut Retno Sawitri 1 , Andriani 2 1,2 Instalasi Forensik dan Pelayanan Jenazah, RSUP Fatmawati, Jakarta, Indonesia Abstrak Kasus, seorang mayat anak laki-laki berusia 12 tahun, dengan riwayat mengalami kekerasan tumpul pada rongga mulut. Dari hasil pemeriksaan luar, otopsi dan histopatologi ditemukan adanya peradangan dan infeksi pada kerongkongan, tenggorok dan paru, tanda-tanda asfiksia, serta perdarahan subdural. Penyebab kematian pada kasus ini adalah kekerasan tumpul yang memasuki rongga mulut dan bagian atas tenggorok dan kerongkongan sehingga menyebabkan terjadinya luka, peradangan dan pada paru yang mengakibatkan gangguan pernafasan. Adanya perdarahan dibawah selaput keras otak (subdural hemorrhage) yang diakibatkan adanya guncangan pada kepala yang dapat memperberat kondisi korban. Kata kunci: Otopsi, kekerasan tumpul, kekerasan terhadap anak Abstract A Case, 12-years old boy died from blunt force trauma in the oral cavity. The results of external examination, autopsy, and histopathology are found inflammation and infection of the esophagus, trachea and lungs, signs of asphyxia and subdural hemorrhage. The cause of death is blunt force trauma that enters into the oral cavity, upper throat and esophagus, causing injury and inflammation of the lungs which results in respiratory disorders. The subdural hemorrhage due to some shocks to the head that can aggravate the condition of the victim. Key words: Autopsy, Blunt Force Trauma, Child Abuse PENDAHULUAN Survey di Amerika Serikat, sekitar 30 % terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan bullying. Data dari Komisi Nasional Perlindngan Anak pada tahun 2007, jumlah kekerasan pada anak di Indonesia mencapai 40.398.625 kasus. Koresponden: Retno Sawitri, Instalasi Forensik dan Pelayanan Jenazah, RSUP Fatmawati, Jakarta, Indonesia. Email: [email protected] kekerasan fisik terhadap anak adalah kekerasan yang mengakibatkan cedera fisik nyata ataupun potensial terhadap anak, sebagai akibat dari interaksi atau tidak adanya interaksi, yang layaknya berada dalam kendali orang tua atau orang dalam posisi hubungan tanggung jawab, kepercayaan atau kekuasaan. 1 Kekerasan terhadap anak dapat terjadi di lingkungan rumah tangga, maupun sekolah. Kekerasan terhadap anak yang terjadi di sekolah dikenal dengan istilah “Bullying”. Jenis

Upload: lykiet

Post on 26-Feb-2018

234 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kematian akibat kekerasan tumpul pada rongga mulut - Retnojurnal.fatmawatihospital.com/pdf/Kematianakibat... · epiglottitis pada anak sebesar 0,63 kasus per ... pertahanan saluran

Fatmawati  Hospital  Journal    

Kematian Akibat Kekerasan Tumpul Pada Rongga Mulut

Retno Sawitri1, Andriani2

1,2Instalasi Forensik dan Pelayanan Jenazah, RSUP Fatmawati, Jakarta, Indonesia

Abstrak

Kasus, seorang mayat anak laki-laki berusia 12 tahun, dengan riwayat mengalami kekerasan tumpul pada rongga

mulut. Dari hasil pemeriksaan luar, otopsi dan histopatologi ditemukan adanya peradangan dan infeksi pada

kerongkongan, tenggorok dan paru, tanda-tanda asfiksia, serta perdarahan subdural. Penyebab kematian pada

kasus ini adalah kekerasan tumpul yang memasuki rongga mulut dan bagian atas tenggorok dan kerongkongan

sehingga menyebabkan terjadinya luka, peradangan dan pada paru yang mengakibatkan gangguan pernafasan.

Adanya perdarahan dibawah selaput keras otak (subdural hemorrhage) yang diakibatkan adanya guncangan pada

kepala yang dapat memperberat kondisi korban.

Kata kunci: Otopsi, kekerasan tumpul, kekerasan terhadap anak

Abstract

A Case, 12-years old boy died from blunt force trauma in the oral cavity. The results of external examination,

autopsy, and histopathology are found inflammation and infection of the esophagus, trachea and lungs, signs of

asphyxia and subdural hemorrhage. The cause of death is blunt force trauma that enters into the oral cavity, upper

throat and esophagus, causing injury and inflammation of the lungs which results in respiratory disorders. The

subdural hemorrhage due to some shocks to the head that can aggravate the condition of the victim.

Key words: Autopsy, Blunt Force Trauma, Child Abuse

PENDAHULUAN Survey di Amerika Serikat, sekitar 30 %

terlibat dalam kegiatan yang berkaitan

dengan bullying. Data dari Komisi Nasional

Perlindngan Anak pada tahun 2007, jumlah

kekerasan pada anak di Indonesia mencapai

40.398.625 kasus.

Koresponden: Retno Sawitri, Instalasi

Forensik dan Pelayanan Jenazah, RSUP

Fatmawati, Jakarta, Indonesia.

Email: [email protected]

kekerasan fisik terhadap anak adalah

kekerasan yang mengakibatkan cedera fisik

nyata ataupun potensial terhadap anak,

sebagai akibat dari interaksi atau tidak

adanya interaksi, yang layaknya berada

dalam kendali orang tua atau orang dalam

posisi hubungan tanggung jawab,

kepercayaan atau kekuasaan.1 Kekerasan

terhadap anak dapat terjadi di lingkungan

rumah tangga, maupun sekolah. Kekerasan

terhadap anak yang terjadi di sekolah

dikenal dengan istilah “Bullying”. Jenis

Page 2: Kematian akibat kekerasan tumpul pada rongga mulut - Retnojurnal.fatmawatihospital.com/pdf/Kematianakibat... · epiglottitis pada anak sebesar 0,63 kasus per ... pertahanan saluran

Fatmawati  Hospital  Journal    

Bullying terdiri dari 3, yaitu secara fisik,

verbal, dan relational.2

Kematian akibat kekerasan tumpul

merupakan kasus forensik yang sering

ditemukan oleh ahli forensik. Kekerasan

tumpul yang terjadi terutama pada anak-

anak yang masuk ke dalam rongga mulut

masih sangat jarang. Kekerasan tumpul

tersebut dapat menyebabkan infeksi pada

epiglotis (epiglottitis akut). Insiden

epiglottitis akut pada orang dewasa berkisar

0,97-3,1 per 100.000, dengan angka

kematian sekitar 7,1%.3 Penelitian telah

menunjukkan tingkat kejadian tahunan

epiglottitis pada anak sebesar 0,63 kasus per

100.000 orang.4

Berdasarkan penelitian Howard L.

Needleman, dari 260 anak-anak yang

mengalami penganiayaan, ditemukan 4

kasus kekerasan tumpul yang masuk ke

dalam rongga mulut dan menyebabkan luka

lecet maupun luka terbuka, sedangkan yang

menyebabkan memar terdapat 6 kasus.5

Insidensi trauma di daerah leher yang

masuk ke dalam rongga mulut yang

menyebabkan terjadinya perforasi esofagus

mencapai angka 4 % - 15,3 %, sedangkan

yang diakibatkan oleh trauma tumpul

memiliki angka insidensi yang sangat kecil

yaitu hanya 0,001 %.6

ILUSTRASI KASUS Seorang anak laki-laki, berusia 12 tahun,

dilakukan pemeriksaan luar pada tanggal 4

Mei 2014 pukul 20.40 WIB yang

dilanjutkan dengan pemeriksaan otopsi.

Dari pemeriksaan luar ditemukan adanya

Pada bibir bawah sisi kanan terdapat 4 buah

luka lecet, pada lengan bawah kiri dan dada

terdapat memar. Pada jaringan di bawah

kuku jari-jari kedua tangan dan kaki tampak

berwarna kebiruan.

Pada pemeriksaan dalam (otopsi),

ditemukan jaringan lemak sisi kanan atas

dinding perut bagian depan, terdapat

memar, pada mukosa esophagus terdapat

beberapa luka lecet dan dikelilingi memar.

esophagus bagian belakang tampak memar.

Dan pangkal trachea terdapat luka lecet. Gambar 1. Memar pada esofagus

Gambar 2. Luka Lecet pada Trachea

Pada kedua paru tampak sembab, dan

ditemukan adanya gambaran asfiksia dan

aspirasi. Gambar 3. Gambaran Aspirasi

Page 3: Kematian akibat kekerasan tumpul pada rongga mulut - Retnojurnal.fatmawatihospital.com/pdf/Kematianakibat... · epiglottitis pada anak sebesar 0,63 kasus per ... pertahanan saluran

Fatmawati  Hospital  Journal    

Gambar 4. Gambaran Asfiksia (bintik perdarahan)

Limpa tampak pucat dan permukaannya

licin. Pada mesenterium dan mesocolon

bagian mendatar terdapat resapan darah.

Kedua ginjal tampak pucat dan terdapat

pelebaran pembuluh darah pada permukaan

dan penampang ginjal. Pada pelvis renalis

(piala ginjal) tampak bintik-bintik

perdarahan.

Pada kulit kepala bagian dalam terdapat

pelebaran pembuluh darah. Terdapat

perdarahan subdural di area parietal. Pada

permukaan dan penampang serebri,

serebellum, dan batang otak tampak adanya

pelebaran pembuluh darah. Sebagian batas

antara substansia alba dan grisea tampak

samar. Gambar 5. Gambaran perdarahan subdural

Dari hasil pemeriksaan histopatologi

terhadap organ-organ ditemukan adanya :

•   Pada otak besar, terdapat banyak

rongga-rongga kosong, diatas

arachnoidmater terdapat perdarahan.

Arteri dalam jaringan otak tampak

gambaran perbendungan yaitu di dalam

arteri penuh berisi eritrosit). Gambar 6. Gambaran histopatologi otak besar

(perdarahan subdural)

•   Pada esophagus, sebagian mukosa

tampak rusak dan hilang, jaringan

submukosa terdapat perdarahan dan

perbendungan (arteri berisi penuh

eritrosit) pada beberapa daerah di

sekitar mukosa yang mengalami erosi

terdapat serbukan monosit. Gambar. 7 Gambaran histopatologi esophagus

•   Pada trachea, mukosa sebagian tampak

rusak (erosi) dan hilang, pada

submukosa arteri penuh berisi eritrosit

(perbendungan) dan terdapat perdarahan

dalam jaringan.

•   Pada jantung, arteri penuh berisi eritrosit

(perbendungan)

Page 4: Kematian akibat kekerasan tumpul pada rongga mulut - Retnojurnal.fatmawatihospital.com/pdf/Kematianakibat... · epiglottitis pada anak sebesar 0,63 kasus per ... pertahanan saluran

Fatmawati  Hospital  Journal    

•   Pada paru-paru, kerapatan alveoli dalam

lapangan pandang berkurang, septum

alveoli dipenuhi oleh eritrosit dan

leukosit serta pigmen coklat, arteri di

alveoli tampak penuh berisi eritrosit

(perbendungan), dan pada beberapa

lapangan pandang alveoli tampak berisi

eritrosit dan leukosit. Gambar 8. Gambaran histopatologi paru (kerapatan

alveoli berkurang)

Gambar 9. Gambaran histopatologi arteri di alveoli

(berisi eritrosit/perbendungan)

Gambar 10. Gambaran histopatologi sebukan sel

darah putih pada septum alveoli

•   Pada limpa, gambarannya sudah tidak

jelas, jumlah sel limfosit dan monosit

sangat berkurang. Dalam jaringan limpa

ditemukan banyak pigmen coklat

kuning.

DISKUSI Seorang dokter forensik dalam melakukan

pemeriksaan forensik sesuai dengan Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) Pasal 133 ayat 1 yang berbunyi :

“Dalam hal penyidik untuk kepentingan

peradilan menangani seorang korban baik

luka, keracunan atau mati yang diduga

karena peristiwa yang merupakan tindak

pidana, ia berwenang mengajukan

permintaan keterangan ahli kedokteran

kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.”7

Kasus ini adalah kasus seorang anak yang

meninggal akibat tindakan kekerasan oleh

kakak kelasnya. Berdasarkan informasi dari

penyidik, bahwa mulut korban disodok

hingga masuk ke rongga mulut

menggunakan gagang pel pada tanggal 28

April 2014. Satu hari setelah kejadian

kekerasan, korban sempat mengeluh

demam kepada orang tuanya, kemudian

korban dibawa ke klinik dekat rumahnya,

dan diberikan pengobatan. Pada tanggal 2

Mei 2014, keadaan korban belum membaik.

Korban masih merasa badannya panas dan

muntah-muntah, sehingga orang tua korban

kembali membawa korban ke Rumah Sakit

yang berada di daerah Halim. Oleh dokter

pemeriksa di Rumah Sakit tersebut, korban

dinyatakan menderita sariawan dan luka di

lambung. Pada tanggal 3 Mei 2014, kondisi

korban membaik. Pada tanggal 4 Mei 2014

sekitar pukul 00.00 WIB, korban terbangun

dari tidurnya kemudian kejang-kejang.

Orang tua korban kemudian membawa

Page 5: Kematian akibat kekerasan tumpul pada rongga mulut - Retnojurnal.fatmawatihospital.com/pdf/Kematianakibat... · epiglottitis pada anak sebesar 0,63 kasus per ... pertahanan saluran

Fatmawati  Hospital  Journal    

korban ke Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu

Ibu, karena keterbatasan fasilitas, kemudian

korban dirujuk ke RS. POLRI. Setibanya di

Rumah Sakit Sukanto Kramat Jati Jakarta

Timur pada hari Minggu, 4 Mei 2014 pukul

01.00 WIB, korban dinyatakan telah

meninggal. Karena korban meninggal

akibat tindak pidana yaitu kekerasan, maka

diperlukan pemeriksaan kedokteran

forensik guna memperjelas perkara demi

kepentingan peradilan.

Pada pemeriksaan luar mayat, telah muncul

lebam mayat pada sisi kanan tubuh, wajah,

leher dan dada yang tidak hilang pada

penekana, namun kaku mayat sudah tidak

lagi ditemukan. Kornea mata tampak keruh.

Perubahan paska kematian ini dapat

digunakan untuk memperkirakan saat

kematian. Lebam mayat mulai muncul 20 –

30 menit setelah kematian, semakin lama

intensitasnya semakin bertambah, dan

menetap 8 – 12 jam. Kaku mayat mulai

muncul sekitar 2 jam setelah mati kalinis

kemudian setelah 12 jam kaku mayat

menjadi lengkap dan menghilang setelah 24

jam. Pada mata yang tertutup, perubahan

yang terjadi pada kornea menjadi keruh

sekitar 24 jam setelah kematian.8 Pada

kasus ini, ditemukannya lebam mayat yang

tidak hilang pada penekanan, kaku mayat

yang tidak ada, dan adanya kekeruhan pada

kornea mata maka dapat diperkirakan saat

kematiannya yaitu 12 – 24 jam sebelum

pemeriksaan (tanggal 3 Mei 2014 pukul

20.30 WIB – tanggal 4 Mei 2014 pukul

08.30 WIB). Akan tetapi, pada kasus ini

ditemukan meninggal di Rumah Sakit Said

Sukanto, Kramat Jati, sehingga tidak

diperlukan perkiraan saat kematian.

Dari pemeriksaan luar ditemukan tanda-

tanda sianosis serta 4 buah luka lecet pada

bibir dan memar pada lengan bawah kiri

dan dada. Pada mukosa kerongkongan

ditemukan beberapa luka lecet yang

dikelilingi oleh memar dan pada pangkal

trakea sisi kanan juga ditemukan luka lecet.

Pada pemeriksaan histopatologi esofagus,

ditemukan gambaran erosi pada sebagian

kerongkongan yang ditandai dengan rusak

dan hilangnya mukosa disertai adanya

sebukan sel radang bulat (monosit). Pada

pembuluh darah di kerongkongan penuh

berisi darah yang menandakan adanya

perbendungan serta terdapat perdarahan

jaringan. Pada pemeriksaan histopatologi

pada trakea, ditemukan bahwa sebagian

mukosanya tampak rusak dan hilang, pada

pembuluh darahnya penuh berisi eritrosit

dan juga terdapat perdarahan pada

jaringannya. Temuan histopatologi ini

mendukung bahwa adanya tanda-tanda

kekerasan dan infeksi pada organ tersebut.

Pada pemeriksaan paru, keduanya tampak

sembab dan ditemukan adanya aspirasi

serta tanda-tanda asfiksia. Pada

pemeriksaan histopatologi paru-paru,

didapatkan gambaran berkurangnya

kerapatan gelembung udara (alveoli)

dengan sekatnya dipenuhi oleh eritrosit dan

leukosit. Pembuluh darah pada paru tampak

Page 6: Kematian akibat kekerasan tumpul pada rongga mulut - Retnojurnal.fatmawatihospital.com/pdf/Kematianakibat... · epiglottitis pada anak sebesar 0,63 kasus per ... pertahanan saluran

Fatmawati  Hospital  Journal    

penuh berisi eritrosit yang menandakan

adanya perbendungan serta pada beberapa

lapangan pandang, tampak alveoli dipenuhi

oleh eritrosit dan leukosit. Gambaran

tersebut menandakan adanya aspirasi,

infeksi pada paru-paru dan asfiksia.

Akibat dari aspirasi pada paru adalah dari

tidak ada cedera sama sekali, hingga

pneumonitis atau pneumonia, atau bahkan

kematian dalam hitungan menit karena

asfiksia. Dampak tersebut bisa timbul

tergantung kepada volume, komposisi

kimia, ukuran partikel, ada atau tidak

adanya agen infeksi, dan status kesehatan

yang mendasari seseorang tersebut. Pada

orang yang sehat, aspirasi dalam jumlah

yang kecil jarang menimbulkan penyakit.

Pada orang yang memiliki penyakit penting

yang mendasari, terutama yang dirawat di

rumah sakit, memiliki resiko yang lebih

tinggi terjadinya komplikasi pada

pernapasan setelah terjadi aspirasi paru

dikarenakan beberapa faktor seperti

penurunan kesadaran atau gangguan

pertahanan saluran pernapasan (reflex

muntah dan/atau sistem pertahanan

antimikroba pada saluran pernapasan).9

Berikut adalah tabel perbedaan antara

Apirasi pneumonitis dengan aspirasi

pneumonia.9

Tabel 1. Perbedaan antara Aspirasi Pneumonitis dengan Aspirasi Pneumonia

Aspirasi Pneumonitis didefinisikan sebagai

cedera paru akut setelah menghirup

muntahan isi lambung. Sindrom ini terjadi

pada orang yang memiliki gangguan

kesadaran yang dikarenakan oleh overdosis

obat, kejang, atau penggunaan anestesi.

Page 7: Kematian akibat kekerasan tumpul pada rongga mulut - Retnojurnal.fatmawatihospital.com/pdf/Kematianakibat... · epiglottitis pada anak sebesar 0,63 kasus per ... pertahanan saluran

Fatmawati  Hospital  Journal    

Aspirasi isi lambung memberikan sensasi

seperti terbakar di daerah tracheobronkial

sehingga menyebabkan reaksi inflamasi

hebat pada parenkim. Karena asam

lambung mencegah pertumbuhan bakteri,

maka isi perut yang steril dalam kondisi

normal. Oleh karena itu, infeksi bakteri

tidak memiliki peran penting pada tahap

awal cedera paru akut akibat aspirasi isi

lambung. Infeksi bakteri dapat terjadi pada

tahap berikutnya, namun angka kejadian

terjadinya komplikasi tersebut tidak

diketahui. Kolonisasi isi lambung oleh

organisme patogen dapat terjadi ketika pH

dalam lambung meningkat dengan

menggunakan obat antasida, antagonis

histamine H2, atau proton pump inhibitor.

Dalam keadaan ini, respon inflamasi di

paru-paru mungkin dapat diakibatkan oleh

infeksi bakteri dan respon inflamasi

terhadap isi lambung. Pasien yang

menghirup isi lambung dapat menunjukkan

gejala dan tanda yang dramatis. Pada pasien

dapat ditemukan adanya isi lambung di

daerah orofaring, batuk, sesak nafas,

sianosis, edem paru, hipotensi, dan

hipoksemia dengan perkembangan yang

cepat, dapat menimbulkan gangguan

pernafasan hingga ke kematian.9 Pada kasus

ini, dengan adanya trauma di daerah

orofaring yang mengakibatkan terjadinya

infeksi di daerah orofaring, maka dapat

terjadi kolonisasi bakteri di daerah tersebut.

Pada saat korban masih hidup, sempat

terjadi kejang, sehingga ada kemungkinan

terjadinya aspirasi dari secret orofaring atau

isi lambung yang masuk ke dalam paru-

paru. Hal tersebut dibuktikan pada

pemeriksaan dalam, ditemukan adanya

gambaran aspirasi pada paru.

Pada pemeriksaan jantung ditemukan tidak

ada kelainan, namun pada pemeriksaan

histopatologi, gambaran otot jantung masih

dapat dikenali namun gambaran seran

lintang sebagian besar sudah tidak tampak

lagi dengan inti sel sebagian menghilang

atau menggumpal. Pembuluh darah pada

jantung penuh berisi eritrosit

(perbendungan). Tanda-tanda yang

ditemukan tersebut menandakan adanya

asfiksia.

Asfiksia dapat disebabakan oleh beberapa

hal seperti trauma mekanik, penyebab

alamiah dan keracunan.10 Pada kasus ini,

tidak ditemukan tanda-tanda keracunan.

Akan tetapi, pada kasus ini terdapat trauma

tumpul yang masuk ke dalam rongga mulut

hingga menimbulkan luka lecet dan memar

pada pangkal batang tenggorok dan

kerongkongan sehingga menimbulkan

infeksi (epiglottitis) hingga infeksi pada

paru-paru. Penyakit infeksi paru pada anak

diakibatkan karena trauma masih sangat

jarang namun merupakan penyebab

kematian terbesar karena menyebabkan

gangguan pernafasan hingga asfiksia.

Infeksi pada pangkal batang tenggorok

(epiglottitis) biasanya dimulai sebagai

peradangan dan pembengkakan antara

pangkal lidah dan epiglotis. Hal tersebut

Page 8: Kematian akibat kekerasan tumpul pada rongga mulut - Retnojurnal.fatmawatihospital.com/pdf/Kematianakibat... · epiglottitis pada anak sebesar 0,63 kasus per ... pertahanan saluran

Fatmawati  Hospital  Journal    

dapat menyebabkan struktur tenggorokan

terdorong ke belakang. Dengan inflamasi

lebih lanjut, dan pembengkakan epiglotis

(oedema epiglotis) dapat menyumbat

saluran nafas hingga menyebabkan sesak

nafas dan kematian.6 Berdasarkan perkiraan

sederhana yang dilakukan di Amerika

Serikat, terdapat 10-40 kasus per juta orang

di Amerika Serikat. Pada saat epiglottitis

menyerang, terjadi sangat cepat dalam

hitungan jam hingga beberapa hari. Gejala

klinis yang muncul adalah demam, nyeri

tenggorokan, adanya perubahan suara,

kesulitan berbicara, disfagia (kesulitan

menelan), dan kesulitan bernapas. Pada

kasus ini, informasi yang didapat sebelum

korban meninggal, didapatkan adanya

demam, dan nyeri tenggorokan dan

muntah-muntah yang muncul sehari setelah

kejadian. Korban sempat dibawa ke klinik,

lalu diberikan obat untuk mengurangi nyeri

(analgetik). Pada fase bakteremia, fokal

infeksi mungkin saja terjadi. Pneumonia

adalah salah satu komplikasi penyakit yang

paling sering berkaitan dengan epiglottitis.

Pada pneumonia bakteri, dapat

menyebabkan kerusakan jaringan paru-

paru, sehingga membentuk jaringan parut,

penurunan pertukaran gas secara permanen,

dan hilangnya cadangan pernapasan. Paru-

paru juga menjadi kurang elastis dan

membutuhkan energi yang lebih untuk

mengembangkan paru-paru dan kerja paru-

paru dalam fase inspirasi pernapasan.

Pneumonia bakterial dapat mematikan

apabila terdapat cairan yang mengisi penuh

kantong alveoli dan mengganggu

pertukaran oksigen dengan karbondioksida.

Menurunnya kadar oksigen yang beredar di

paru (hipoksia), dan meningkatnya kadar

karbondioksida (hiperkapnia) dapat

mengakibatkan gagal nafas hingga

kematian. Pada orang yang tidak dirawat di

rumah sakit, bakteri dapat mencapai saluran

pernafasaan dengan salah satu dari empat

rute berikut:

•   Terhirupnya mikroorganisme yang

dilepaskan ke udara saat orang

tersebut batuk atau bersin

•   Aspirasi bakteri dari saluran

pernapasan bagian atas

•   Menyebar dari lokasi yang

terinfeksi yang berdekatan

•   Penyebaran secara hematogen

Pada saat bakteri memasuki saluran

pernapasan bagian bawah, bakteri melekat

pada dinding bronkus dan bronkiolus,

memperbanyak diri secara ekstraseluler dan

memicu peradangan. Dengan terjadinya

peradangan, ruang alveolus diisi oleh cairan

eksudatif. Sel-sel radang (pada fase akut

adalah netrofil, kemudian makrofag dan

limfosit pada fase kronis), kemudian

menyerang dinding alveoli. Pneumonia

bakterial dapat terkait dengan hipoksemia

dan hiperkapnia. Eksudat inflamasi (nanah)

berkumpul di ruang alveoli dan menganggu

pertukaran oksigen dan karbondioksida. 11

Subdural hematoma atau lebih dikenal

sebagai subdural hemorrhage biasanya

Page 9: Kematian akibat kekerasan tumpul pada rongga mulut - Retnojurnal.fatmawatihospital.com/pdf/Kematianakibat... · epiglottitis pada anak sebesar 0,63 kasus per ... pertahanan saluran

Fatmawati  Hospital  Journal    

berhubungan dengan cedera otak traumatik.

Darah berkumpul di antara duramater dan

lapisan arachnoidmater. Perdarahan

subdural akut biasanya mengenai pembuluh

darah vena, oleh karena itu prosesnya lebih

lama dibandingkan perdarahan pembuluh

darah arteri pada epidural hemorrhage.

Angka kematian akibat perdarahan

subdural akut antara 60 % hingga 80 %.12

Perdarahan subdural dapat berupa akut,

subakut atau kronik. Perdarahan subdural

akut muncul dalam waktu 72 jam dari

cedera, subakut antara 3 hari hingga 2-3

minggu dan kronik lebih dari 3 minggu

setelah cedera. Perdarahan subdural terjadi

disebabkan oleh peregangan dan robeknya

parasagittal bridging vein yang mendarahi

permukaan otak ke dalam sinus venosus.

Cedera ini terjadi setelah kepala membentur

permukaan yang keras dan otak mengalami

percepatan. Percepatan pada otak tersebut

yang menyebabkan robeknya bridging vein.

Volume darah pada subdural hemorrhage

sebesar 50 ml memiliki arti yang sangat

penting dalam menimbulkan gejala klinis,

volume darah yang mematikan adalah

sebesar 100 ml, dan jumlah maksimalnya

adalah 300 ml. Pendapat lain

mengungkapkan bahwa volume darah pada

SubDural Hemorrhage (SDH) pada orang

dewasa yang mengancam nyawa jika

volumenya mencapai 50 ml. Sedangkan

pada anak-anak, volume darah yang

memiliki makna penting dalam timbulnya

gejala klinis adalah sebesar 30 – 50 ml.12

KESIMPULAN

Penyebab kematian pada kasus ini adalah

kekerasan tumpul yang memasuki rongga

mulut dan bagian atas tenggorok dan

kerongkongan, sehingga menyebabkan

terjadinya luka, peradangan dan infeksi

kerongkongan dan tenggorok, infeksi dan

peradangan pada paru yang mengakibatkan

gangguan pernafasan. Adanya perdarahan

dibawah selaput keras otak (subdurah

hemorrhage) yang diakibatkan adanya

guncangan pada kepala yang dapat

memperberat kondisi korban.

Page 10: Kematian akibat kekerasan tumpul pada rongga mulut - Retnojurnal.fatmawatihospital.com/pdf/Kematianakibat... · epiglottitis pada anak sebesar 0,63 kasus per ... pertahanan saluran

Fatmawati  Hospital  Journal    

DAFTAR PUSTAKA 1.   Sampurna Budi, Dharmono Suryo,

Kalibonso Rita Serena, Wiguna Tjhin,

Sekartini Rini, dkk. Deteksi Dini,

Pelaporan dan Rujukan Kasus

Kekerasan dan Penelantaran Anak.

2.   Gladden R. Matthew, PhD, Vivolo-

Kantor Alana M., MPH, CHES,

Hamburger Merle E., PhD, Lumpkin

Corey D., MPH. Bullying Surveillance

among Youths Uniform Definitions for

Public Health and Recommended Data

Elements. Centers for Disease Control

and Prevention: Atlanta, Georgia.

2014

3.   Abdallah Claude, Dr. Acute

Epiglottitis: Trends, diagnosis and

management. Saudi Journal of

Anaesthesia. Vol. 6 issue 3. July –

September 2012.

4.   Tolan Jr Robert W, MD. Pediatric

Epiglottitis. July 30, 2012 (updated).

Cited from :  

http://emedicine.medscape.com/article

/963773-overview#aw2aab6b2b6

5.   Needleman Howard L, MD. Orofacial

trauma in child abuse : types,

prevalence, management and the dental

profession’s involvement. Pediatric

Dentistry : May 1986 vol.8.

6.   Fischer Josef E. Mastery of Surgery. 5th

Ed. Philadelphia : Lippincott Williams

and Wilkins ; 2007. P789

7.   Kitab Undang-Undang Acara Pidana

Republik Indonesia.

8.   DiMaio Vincent J, DiMaio Dominick.

Forensic Pathology. 2nd Ed. New York

: CRC Press ; 2001. P91

9.   Marik Paul E. Aspiration Pneumonitis

and Aspiration Pneumonia. N Engl J

Med. 2001 March 1;344(9):665-671

10.   Budiyanto Arif, Widiatmaka WIbisana,

Sudiono Siswandi, Winardi T, Mun’im

Abdul, idhi, Hertian Swasti, et al. Ilmu

Kedokteran Forensik. Edisi Pertama.

Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik.

Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 1997

11.   Bruyere Jr. Harold J. 100 Cases Study

in Pathophysiology. Lippincott

Williams and Wilkins.

Philadephia.2009 ; 13 : 1 – 11

12.   Itabashi Hideo H, Andrew John M,

Tomiyasu Owamie, Erlich Stephanie S,

Sathyavagiswaran Lakshmanan.

Forensic Neuropathology: A Practical

Review of the Fundamentals. 1st ed.

Oxford: Elsevier; 2007. P63 – 68