kelompok 4_lapak ekplorasi jurnal

Upload: eka040992

Post on 14-Oct-2015

30 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Eksplorasi

TRANSCRIPT

Eksplorasi Potensi dan Kandungan Spons Laut serta Tingkat Keanekaragaman Mangrove di Pulau Pari, Kepulauan Seribu

Viky Fajrul.1, Desta Tansya2, Eka Septiyawati3, Ajeng Y. Ikhsani4, Aurora Aproditha5, Eli Riswandi6

1 230210100002, 2 230210100028, 3 230210100034, 4 230210100049, 5 230210100052, 6 230210100055

AbstractPari Island have three important ecosystem that are Mangrove ecosystems, seagrass and coral reefs. Mangrove ecosystem has many benefits both in terms of ecological , biological , and economical. The method used for calculating the density of mangrove is 10x10 m line transect method. While the Sea Sponge to do a test to find out the content of Phytochemical metabalit secondary. Results be obtained is the level of dominance of Rhizophora up to 100 % due to mangrove mangrove island is artificial rays . In view of the value of the temperature , salinity , and substrate brightness , water conditions on the island are pari suitable conditions for the growth of the genus Rhizophora . Test results showed that phytochemicals found sponge contains alkaloids and saponins characterized by the appearance of red - brown precipitate after adding reagent Wegner and 1cm tall foam to test saponins. When compared with the literature above, the probability that the sample tested is a type of sponge Callyspongia sp because of the content of alkaloids and saponins in the sponge and its presence in the cluster of the Thousand Islands

Key word: Spons, Phytochemical metabalit secondary, Mangrove, Ecosystem, Rhizophora mucronataAbstrakDi Pulau Pari terdapat tiga ekosistem penting yaitu ekosistem Mangrove, lamun dan terumbu karang. Ekosistem mangrove memiliki banyak manfaatnya baik dari segi ekologis, biologis, maupun ekonomis. Di Pulau Pari juga terdapat biota yang meiliki potensi yang masih kurang dieksplorasi salah satunya sponge laut. Metode yang digunakan untuk penghitungan kerapatan mangrove adalah metode transek garis 10X10 m. Sedangkan untuk spons Laut dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui kandungan metabalit sekundernya. Hasil yang didapatkan adalah tingkat dominasi dari Rhizophora hingga 100% dikarenakan mangrove di Pulau pari merupakan mangrove buatan. Di lihat dari nilai suhu, salinitas, kecerahan dan subtrat, kondisi perairan di pulau pari merupakan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan genus Rhizophora. Hasil Uji fitokimia didapatkan bahwa spons yang ditemukan memiliki kandungan alkaloid dan saponin ditandai dengan munculnya endapan coklat-merah setelah ditambahkan pereaksi wegner dan busa setinggi 1cm untuk uji saponin. Jika dibandingkan dengan literatur di atas maka kemungkinan sampel spons yang diuji adalah jenis Callyspongia sp karena adanya kandungan alkaloid serta saponin pada spons tersebut dan keberadaanya di gugusan Kepulauan Seribu.

Kata kunci : Sponge Laut, Uji Fitokimia, Mangrove, Ekosistem, Rhizophora mucronata

I. PENDAHULUAN

Pulau Pari merupakan pulau terbesar dari tujuh buah pulau yang ada di Gugusan Pulau Pari. Panjangnya 2,5 km dan lebar bagian terpendek sekitar 60 meter dan bagian terpanjang 900 meter. Pantai utaranya terdiri atas goba (Goba Besar I dan Goba Besar II), di sebelah barat dan timur terdiri atas rataan terumbu. Rataan terumbu adalah bagian pulau karang yang berada di daerah pasang surut. Pulau Pari memiliki wilayah yang tidak terlalu luas, yaitu sekitar 40,32 hektar dengan jumlah pendduk yang tidak terlalu padat (Zaini 2009 dalam Anonim 2010). Di Pulau Pari terdapat tiga ekosistem penting yaitu ekosistem Mangrove, lamun dan terumbu karang. Ekosistem mangrove memiliki banyak manfaatnya bagi manusia baik dari segi ekologis, biologis, maupun segi ekonomis. Fungsi ekologis sangat penting yaitu sebagai penghasil organik (detritus) yang sangat produktif. Fungsi fisik, yaitu menjaga kestabilaan garis pantai, melindungi tepian sungai dan pantai, mempercepat terbentuk lahan atau daratan baru, melindungi daratan dibelakangnya dengan meredam gelombang dan angin badai dari laut, menahan lumpur dan menangkap sedimen dari darat atau aliran permukaan (melindungi padang lamun dan terumbu karang), mendaur ulang unsur-unsur hara yang penting. Fungsi biologi, yaitu: Spawning, nursery dan feeding ground bagi aneka jenis udang, ikan dan biota laut lainnya. Fungsi ekonomi, yaitu: akua/mari-kultur (Reiza 2010).Selain itu Di Pulau pari terdapat biota-biota yang memiliki potensi yang masih belum dimangaatkan, salah satunya adalah sponge laut. Telah banyak senyawa metabolit sekunder yang berhasil diisolasi dari sponge yaitu alkaloida, diterpenoida, sesquiterpenoida, asam-asam amino dan karotenoida (Attaway dan Zaborsky 1993 dan Shceuer 1995 dalam Anonim 2010). Karena adanya senyawa bioaktif tersebut maka sponge mempunyai aktivitas sebagai antelmentik, anti virus, anti tumor, anti kanker, anti malaria, anti abkteri dan anti jamur (Colwell 1984 dalam Anonim 2010). Sponge saat ini juga tengah gencar diteliti di berbagai negara untuk diambil senyawa bioaktifnya (Anonim 2013).Berdasarkan alasan di atas, maka tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui potensi kandungan sponge laut yang ditemukan dan Tingkat Keanekaragaman Ekosistem Mangrove di Pulau Pari, Kepulauan Seribu.

II. METODE

Bahan BakuPengambilan sampel dilaksanakan pada tanggal 16 Desember 2013. Adapun lokasi pengambilan sampel adalah kawasan Selatan Pulau Pari. Sedangkan uji fitokimia bahan hayati ini dilaksanakan pada tanggal 30 Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan, Gedung 4 Lantai 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Untuk mengetahui kerapatan mangrove di Pulau Pari, digunakan transek garis 10x10 m. Sampel sponge laut yang diambil adalah sponge laut yang ditemukan di daerah ekosistem lamun. Sampel dimasukan ke dalam kantong plastik berisi air laut yang telah diberi methanol dan disimpan ke dalam coolbox. Setelah sampai di laboratorium, sampel sebaiknya langsung dimasukan kedalam lemari pendingin.Bahan kimia yang digunakan adalah akuades, metanol, kloroform, bubuk magnesium, asam klorida pekat, pereaksi Lieberman Burchard, dan FeCl3.

Alat PenelitianAlat yang digunakan untuk metode transek garis lamun adalah tali rafia, roll meter, refraktometer dan termometer. Sedangkan, alat yang digunakan dalam uji fitokimia ini antara lain : bunsen, gelas ukur, kertas saring, neraca analitis, penjepit tabung, pipet tetes, plat tetes, dan tabung reaksi.

Metode PenelitianTransek garis untuk ekosistem mangrove dimulai dengan menarik garis sejauh 30 meter dari arah pantai hingga ke laut. Kemudian dibuat petak 10X10 m. di Dalam petak 10X10 meter dibuat petak lebih kecil berukuran 5X5 dan 2X2.Sampel spons laut yang didapat akan diekstrak lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan diberi pereaksi sesuai dengan uji fitokimianya (tabel 1)

Tabel 1. Uji FitokimiaUji FitokimiaPereaksi

SaponinDipanaskan lalu dikocok hingga berbusa selama 10 menit sepanjang 10 cm , lalu diteteskan HCl 2 N. (+) busa tidak hilang.FenolLapisan air pada uji flavonoid diteteskan FeCl3 1 %. (+) larutan berwarna ungu

FlavonoidDitambahkan akuades dan kloroform (1:1). Lapisan air ditambahkan bubuk magnesium dan asam klorida pekat. (+) larutan berwarna orange.TriterpenoidLapisan kloroform dari uji flavonoid diteteskan ke plat tetes. Setelah mengering diteteskan pereaksi Lieberman Burchard. (+) berwarna merah.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASILMangroveBerdasarkan hasil pengukuran Suhu, Salinitas, Kecrahan dan kerapatan (transek garis) di dapatkan hasil jenis mangrove yang terdapat di Pulau pari pada koordinat yang telah ditentukan. Data pengukuran dapat dilihat dalam tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengukuran dan Pengambilan Data Mangrove Stasiun 1Tempat SamplingPulau Pari, Kepulauan Seribu

Waktu Sampling10.00 WIB

PosisiSouth05o 51 40.6

East106 o 36 46.4

Spesies MangroveRhizopora mucronata

Jenis 10X10Tiang1 indKerapatan1 ind/100m2

Jenis 5X5Pancang174Kerapatan174 ind/25m2

Jenis 2X2Semai23Kerapatan23 ind/4m2

ParameterKedalamanSuhu (oC)SubstratSalinitas (%o)

Pengulangan 11 m29Lumpur Berpasir25

Pengulangan 21 m29Lumpur Berpasir26

Pengulangan 31 m30Lumpur Berpasir30

Tabel 3. Hasil Pengamatan Kualitas Perairan di Ekosistem Mangrove Stasiun 2Tempat SamplingPulau Pari, Kepulauan Seribu

Waktu Sampling10.46 WIB

PosisiSouth05o 51 38,5

East106 o 36 48,2

Spesies MangroveRhizopora apiculata

JenisTiang200 indKerapatan200 ind/100m2

ParameterKedalamanSuhu (oC)SubstratSalinitas (%o)

Pengulangan 11 m29Lumpur Berpasir29

Pengulangan 21 m29Lumpur Berpasir30

Pengulangan 31 m30Lumpur Berpasir30

Tabel 3. Hasil Pengamatan Kualitas Perairan di Ekosistem Mangrove Stasiun 3Tempat SamplingPulau Pari, Kepulauan Seribu

Waktu Sampling10:55 WIB

PosisiSouth05o 51 36,6

East106 o 36 49,3

Spesies MangroveRhizopora mucronata

JenisTiang6 indKerapatan9 ind/100m2

Pancang3 ind

ParameterKedalamanSuhu (oC)SubstratSalinitas (%o)

Pengulangan 185 cm29Lumpur Berpasir29

Pengulangan 285 cm28Lumpur Berpasir28

Pengulangan 385 cm29Lumpur Berpasir25

Perhitungan Data Mangrove1. Kerapatana.

b.

2. Frekuensia.

b. x100%

3. Dominansia.

b.

Kondisi suhu perairan yang diperoleh selaman praktikum berkisar antara 29 30 0C, dimana nilai yang diperoleh dari tiap stasiun tidak jauh berbeda. Besarnya nilai pada setiap stasiun disebabkan oleh dangkalnya perairan, sehingga cahaya yang masuk kedalam kolom air lebih banyak dan mengakibatkan suhu perairan meningkat. Kondisi perairan di lokasi praktikum yang dangkal merupakan salah satu faktor yang menyebabkan nilai kecerahan perairan menjadi 100%. Nilai salinitas yang diukur selama praktikum berlangsung di tiap stasiun memiliki kisaran pada lokasi penelitian yaitu 25 30 o/oo. Nilai salinitas ini diduga karena dekat dengan perairan pantai wilayah Jakarta, sehingga masih adanya pengaruh aliran air tawar dari beberapa muara sungai. Selain itu percampuran dasar periran dengan permukaan karena gerakan praktikan saat pengukuran mempengaruhi nilai salinitas dikarenakan mineral dasar periaran yang naik keatas sehingga di pengukuran ketiga terjadi rentang perbedaan salinitas yang cukup tinggi.Dari hasil pengamatan diketahui bahwa pada stasiun 1 didominasi oleh jenis Rhizophora mucronata (gambar 2) dengan total individu 174 individu untuk ukuran pancang, 23 individu untuk ukuran semai dan 1 individu untuk ukuran tiang. Stasiun 2 memiliki jenis mangrove dominan yang berbeda dibanding dengan stasiun 1 yaitu jenis Rhizophora aviculata dengan total jumlah 200 individu. Seperti halnya di stasiun 1, stasiun 3 juga di dominasi dengan jenis Rhizophora mucronata dengan jumlah individu yang lebih sedikit yaitu 11 individu dengan ukuran tiang dan 6 individu dengan ukuran pancang.

Gambar 1. Rhizophora mucronataUmumnya nilai penutupan hanya dihitung pada pohon saja dikarenakan suatu ekosistem hutan mangrove yang paling mendominasi adalah pohon.Berdasarkan nilai dominasi yang didapat dari tiap stasiun, diketahui bahwa species Rhizophora mempunyai pengaruh yag besar di wilayah tersebut. Hal ini menunjukan bawa Rhizophora mendominasi pulau tersebut sehingga dapat disebut sebagai komunitas monospesifik. Perolehan hanya satu jenis mangrove pada Pulau Pari disebabkan oleh mangrove tersebut merupakan mangrove buatan/ditanam sendiri (anonim 2010). Selain itu faktor yang mengakibatkan wilayah tersebut didominasi oleh spesies Rhizophoraadalah substrat lumpur-berpasir dimana dengan subtrat tersebut Rhizophora dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pada dasarnya tumbuhan ini sering kali berkembang pada daerah intertidal yang luas, dari tingkat yang tergenang pada setiap pasang naik sampai daerah yang tergenang hanya pada pasang purnama yang tertinggi, serta dipengaruhi oleh tingkat penyebaran dariRhizophorayang luas dan mudah tumbuh.

Karakteristik Sponge Laut Sponge merupakan hewan sederhana yang termasuk dalam filum porifera. Sebagai porifera, sponge memiliki Struktur yang asimetri atau simetri (radial), tersusun atas 3 jenis sel; pinacocytes, choanocytes, danmesohyl, memiliki rongga sebagai tempat terjadinya sirkulasi air selama proses pencarian bahan makanan dan tidak memiliki jaringan atau organ tubuh. Sebagai hewan yang tergolong purba karena strukturnya yang sederhana, maka cara hidupnya juga relatif simpel karena tidak memiliki organ tubuh. Sponge biasanya mendapatkan suplay makanan dari lingkungan sekitarnya atau organisme yang berasosiasi dengannya (anonim 2009).

Uji FitokimiaHasil uji fitokimia yang dilakukan di laboratorium FPIK, Universitas Padjadjaran dengan sampel sponge laut yang diambil dari Pulau Pari disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Fitokimia Sampel Sponge LautNo.Uji FitokimiaHasilKeteranganHasil Positif

1Alkaloid Meyer: ( - )Tidak ada endapanEndapan putih

Wagner: ( + )Ada endapan coklatEndapan coklat kemerahan

3Flavonoid ( - )Terbentuk 2 lapisan, bawah : kuning bening(kloroform)atas : kuning keruh (air)Warna orange merah

5Triterpenoid/steroid( - )Warna putih beningTriterpenoid: MerahSteroid: ungu

6Fenolik( - )+3 tetes FeCl3 : kuning beningWarna biru-ungu

7Saponin( + )Busa stabilTerjadi busa

8Tanin ( - )Warna kuning beningBiru tua/ hijau kehitaman

Uji fitokimia yang dilakukan pada sampel spons yang diambil dari Pulau Pari, Kepulauan Seribu meliputi uji alkaloid, flavonoid, senyawa fenolik, triterpenoid, steroid, saponin, dan tannin. Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, sampel spons mengandung senyawa alkaloid dan saponin.Uji alkaloid dilakukan dengan sampel yang sudah dimaserasi dengan pelarut metanol. Kemudian pelarut diambil dan diekstraksi dengan bantuan rotary evaporator selama 1 jam dengan putaran 150 rpm dan suhu 660C. Setelah diperoleh ekstraknya, kemudian ditambahkan 5 tetes ammonia 10% untuk membentuk basa bebas alkaloid lalu diekstraksi atau dilarutkan dengan 5 ml CHCl3 (kloroform), dikocok dan disaring. Ekstraksi dengan penambahan kloroform bertujuan untuk memutuskan ikatan antara asam tannin dan alkaloid yang terikat secara ionik dimana atom N dari alkaloid berikatan saling stabil dengan gugus hidroksil genolik dari asam tannin. Dengan terputusnya ikatan ini alkaloid akan bebas, sedangkan asam tannin akan terikat oleh kloroform. Setelah diekstraksi, filtrat disaring dan ditambahkan H2SO4 2 N hingga terbentuk 2 lapisan, kemudian dikocok kuat-kuat. Penambahan H2SO4 2 N ini bertujuan untuk mengikat kembali alkaloid menjadi garam alkaloid. Terbentuknya dua lapisan ini dikarenakan adanya perbedaan tingkat kepolaran antara larutan asam yang polar dan kloroform yang relatif nonpolar. Garam alkaloid akan larut pada lapisan asam, sedangkan lapisan kloroform berada pada lapisan paling bawah karena memiliki massa jenis yang lebih besar. Lapisan asam diambil masing-masing 3 tetes untuk selanjutnya ditambahkan dengan 2 tetes pereaksi Meyer dan pereaksi Wagner. Pereaksi Meyer bertujuan untuk mendeteksi alkaloid, dimana pereaksi ini berikatan dengan alkaloid melalui ikatan koordinasi antara atom N alkaloid dan Hg pereaksi meyer sehingga menghasilkan senyawa kompleks merkuri yang nonpolar mengendap berwarna putih. Uji alkaloid dengan sampel spons, tidak menunjukkan adanya endapan putih ketika ditambahkan pereaksi Meyer namun ketika ditambahkan pereaksi Wagner menunjukkan adanya endapan coklat yang sangat jelas sehingga dapat dikatakan bahwa sampel spons yang diambil dari Pulau Pari mengandung senyawa alkaloid. Uji flavonoid dilakukan dengan menggunakan metanol dan air sebagai pelarut serta menggunakan kloroform untuk memisahkan senyawa nonpolar dari larutan tersebut sehingga senyawa polar terutama flavonoid dapat lebih mudah dideteksi keberadaannya. Lapisan air dan metanol yang melarutkan senyawa polar terutama flavonoid kemudian ditambahkan pereaksi magnesium, asam klorida pekat, dan amil alkohol. Penambahan serbuk magnesium dan asam klorida pada pengujian flavonoid akan menyebabkan tereduksinya senyawa flavonoid yang ada sehingga menimbulkan reaksi warna merah yang merupakan ciri adanya flavonoid pada sampel.Hasil dari sampel spons menunjukkan hasil negatif yaitu dengan hanya terbentuknya 2 lapisan, yaitu lapisan atas berupa larutan kuning keruh dan lapisan bawah berupa larutan kuning bening. Pada lapisan air (atas) tidak terjadi perubahan warna menjadi orange merah setelah ditambahkan amil alkohol dan asam klorida serta terdapat bubuk Magnesium yang mengendap dan tidak terjadi perubahan warna menjadi orange merah karena serbuk Mg tidak memberikan reaksi reduksi terhadap senyawa flavonoid. Hasil uji flavonoid menunjukkan bahwa spons yang diambil dari Pulau Pari tidak mengandung flavonoid. Flavonoid biasanya terkandung dalam tumbuhan sebagai pigmen sehingga pada spons yang merupakan hewan tidak terkandung flavonoid.Uji senyawa fenolik dilakukan pada lapisan air dari uji flavonoid yang merupakan lapisan yang mengandung senyawa-senyawa polar. Pereaksi yang digunakan yaitu FeCl3 1%. Hasil dari sampel spons menunjukkan hasil negatif yaitu hanya terdapat perubahan warna menjadi kuning, orange-cokelat, bening tanpa adanya perubahan warna menjadi warna biru-ungu jika terdapat senyawa fenol maka akan terjadi reaksi dengan FeCl3 1% menghasilkan senyawa kompleks berwarna biru-ungu dari fenolat besi. Hasil uji fenolik menunjukkan bahwa spons yang diambil dari Pulau Pari tidak mengandung fenolik.Uji triterpenoid dan steroid dilakukan bersamaan pada lapisan kloroform dari uji flavonoid karena triterpenoid dan steroid bersifat nonpolar sehingga akan larut dalam pelarut nonpolar juga. Pereaksi yang digunakan dalam uji triterpenoid dan steroid ini sama yaitu pereaksi Lieberman burchard dengan komponen yang terdiri dari asam asetat anhidrida dan asam sulfat pekat namun hasil positif dari senyawa triterpenoid dan steroid ini berbeda yaitu terjadinya warna merah untuk hasil positif triterpenoid dan warna biru atau ungu untuk hasil positif steroid.Menurut Siadi (2012), prinsip reaksi dalam mekanisme reaksi uji triterpenoid adalah kondensasi atau pelepasan H2O dan penggabungan dengan karbokation. Reaksi ini diawali dengan proses asetilasi gugus hidroksil menggunakan asam asetat anhidrida. Gugus asetil yang merupakan gugus pergi yang baik akan lepas, sehingga terbentuk ikatan rangkap. Selanjutnya terjadi pelepasan gugus hidrogen beserta elektronnya mengakibatkan ikatan rangkap berpindah. Senyawa ini mengalami resonansi yang bertindak sebagai elektrooil atau karbokation menyebabkaan adisi elektrooilik diikuti pelepasan hidrogen. Kemudian gugus hidrogen beserta elektronnya dilepas akibatnya senyawa mengalaami perpanjangan konjugasi yang memperlihatkan munculnya warna ungu. Hasil praktikum uji triterpenoid dan steroid ini pada sampel spons menunjukkan hasil yang negatif karena tidak menunjukkan adanya perubahan warna baik menjadi merah ataupun biru-ungu. Hasil ini menunjukkan bahwa spons tidak mengandung senyawa triterpenoid dan steroid. Uji saponin dilakukan dengan melarutkan saponin menggunakan pelarut air panas yang kemudian dikocok untuk melihat terjadinya busa sebagai hasil positif dari kandungan senyawa saponin. Hasil dari sampel spons menunjukkan hasil yang positif yaitu dengan adanya busa setinggi 1 cm selama 10 menit yang stabil. Busa tersebut terbentuk akibat adanya glikosidan yang mempunyai kemampuan membentuk busa dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa. Hasil uji ini menunjukkan bahwa spons mengandung senyawa saponinUji tannin dilakukan dengan melarutkan tannin dengan air panas dan ditambahkan pereaksi FeCl3 1%. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya perubahan warna menjadi biru tua atau hijau kehitaman. Terjadinya pembentukan warna hijau ini karena terbentuknya senyawa kompleks antara logam Fe dan tanin. Hasil uji tannin dengan sampel spons menunjukkan bahwa spons yang diambil dari Pulau Pari tidak mengandung tanin.Menurut Susanna (2006), Handojo (2006), dan Ismet (2007), spons yang terdapat di Pulau Pari yaitu jenis Clathria sp, Xestospongia sp, Petrosia sp, Adocia sp, Paratetilla bacca, Liosina sp, Acantella cavernosa, Callyspongia sp, Chelinaphsilla sp, Neopetrosia sp, Niphates calista, Suberea laboutei, dan Aaptos aaptos. Jenis spons yang dominan di Pulau Pari menurut Susanna (2006) adalah Petrosia sp dan Xestospongia sp. Kandungan fitokimia spons jenis Petrosia sp mengandung alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon (Hafidzah 2011). Kandungan fitokimia spons jenis Xestospongia sp mengandung steroid dan terpenoid (Mangallo et al. 2011). Menurut Hanani (2005), dalam jurnal Identifikasi Senyawa Antioksidan Dalam Spons Callyspongia Sp Dari Kepulauan Seribu diketahui kandungan fitokimia dari sponge yang ditemukan memiliki kandungan alkaloid.Hasil uji fitokimia yang dilakukan pada sampel spons dari Pulau Pari menunjukkan hasil positif pada alkaloid dan saponin. Jika dibandingkan dengan literatur di atas maka kemungkinan sampel spons yang diuji adalah jenis Callyspongia sp karena adanya kandungan alkaloid serta saponin pada spons tersebut dan keberadaanya yang dapat ditemukan di gugusan Kepulauan Seribu. Pada uji kandungan steroid, flavonoid, dan fenol hidrokuinon menunjukkan hasil negatif pada saat uji fitokima. Hal ini dapat dikarenakan walaupun pelarut yang digunakan merupakan pelarut universal yaitu metanol, tetapi metanol bersifat polar sehingga ada kemungkinan senyawa non polar dan semi polar masih tidak dapat tertarik. Steroid dan triterpenoid merupakan senyawa yang bersifat non polar serta flavonoid merupakan senyawa semi polar. Sehingga ada kemungkinan senyawa-senyawa tersebut tidak tertarik. Selain itu, dapat juga dikarenakan ini adanya kesalahan dalam prosedur pengujian. Penyimpanan sampel dalam bentuk kering juga dapat berpengaruh dikarenakan terjadinya pembusukan dan perubahan senyawa-senyawa oleh air sehingga kandungan senyawa metabolit sekunder berkurang seiringnya waktu.

IV. KESIMPULANBeberapa kesimpulan dari hasil Praktikum Eksplorasi ini, diantaranya:1. Kandungan Fitokimia dalam Sponge laut di Pulau Pari, Kepulau Seribu adalah Allkaloid ditandai dengan munculnya endapan merah-coklat setelah diberi pereaksi wegner dan saponin dengan munculnya busa setinggi 1 cm. diperkirakan jenis spn laut yang ditemukan adalah Callyspongia sp2. Tingkat Keanekaragaman mangrove di Pulau pari sangat kecil karena dominasi genus Rhizophora hingga 99%. Hal ini dikarenaka Mangrove di Pulau pari merupakan mangrove buatan yang ditanam sendiri.

SARANUntuk kevalidan data di praktikum selanjtya, sampel yang telah diberi ethanol langsung dimasukan kedalam lemari pendingin atau sampel merupakan sample kering agar air tidak mempengaruhi kandungan kimi sebenarnya. Sebaiknya dilakukan identifikasi awal sebelum uji fitkimia. Dalam pengukuran parameter lingkungan, sebaiknya kelengkapan alan dipersiapkan dimulai dari fisik (suhu, kecerahan dan kedalam), kimia (DO, pH, salinitas) dan Biologi (prosesa transek garis pengulangan 3 kali).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Mengenal Spons Laut. http://savedesea.wordpress.com/2009/05/30/mengenal-sponge/. Diakses Pada Selasa, 01 Januari 2014 pukul 10.33 WIB.Anonim. 2011. Bab IV Hasil dan Pembahasan. http://repository.ipb.ac.id /bitstream/handle/123456789/46676/BAB%20IV%20Hasil%20dan%20Pembahasan_%202011mab1.pdf?sequence=7. Diakses pada tanggal 2 Januari 2014 pukul 10.20 WIBBagus. 2011. Taman Laut Pulau Pari Yang Penuh Keindahan. http://bagusrn-fpk09.web.unair.ac.id. Diakses pada tanggal 27 Desember 2013.Christon, et al. 2012. Pengaruh Tinggi Pasang Surut Terhadap Pertumbuhan dan Biomassa Daun Lamun Enhalus acoroides Di Pulau Pari Kepulauan Seribu Jakarta. Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol.3; No.3Dahuri, Rohmin. 2005. Menggali Bahan Baku Obat di dalam Laut. Departemen Perikanan dan Kelautan dalam Harlina Kurnia (2010) . http://www.dkp.go.id.Hafidzah, T. 2011. Kandungan Senyawa Bioaktif Antioksidan Spons Petrosia nigricans Alami dan Transplantasi di Perairan Pulau Pramuka, Kep. Seribu. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 35 hlm.Hanani, E. dkk. 2005. Identifikasi Senyawa Antioksidan Dalam Spons Callyspongia Sp Dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No.3, Desember 2005, 127 133. ISSN : 1693-9883. Universitas Indonesia. Handojo, K.K. 2006. Distribusi dan Preferensi Habitat Spons Kelas Demospongiae di Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 84 hlm.Ismet, M.S. 2007. Penapisan Senyawa Bioaktif Spons Aaptos aaptos dan Petrosia sp. dari Lokasi yang Berbeda. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 79 hlm.Mangallo et al. 2011. UJi Antimalaria secara In Vitro In Vivo Spons Xestospongia Sp. asal Kepulauan Yapen Papua dari Isolat Fraksi Heksana sebagai Produsen Bioaktif. PDII-LIPI. 30 hlm.Mulia, Dedi. 2004. Alternatif Pengembangan Gugusan Pulau Pari Kepulauan Seribu sebagai Objek Ekowisata Bahari di DKI Jakarta. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK IPB. Bogor.Reiza, M. dkk. 2010. Pengamatan Ekosistem Mangrove Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Laporan Fieltrip Mangemen Sumber Daya Perairan.Seandy. 2010. Ekosistem Mangrove Pulau Pari (kep. Seribu). http://seandy-laut-biru.blogspot.com/2010/09/ekosistem-mangrove-di-pulau-pari.html. Diakses Pada Senin, 01 Januari 2014 pukul 12.35 WIB. Setyawan , Ahmad Dwi, Ari Susilowati dan Sutarno. 2002. Biodiversitas Genetik, Spesies dan Ekosistem Mangrove di Jawa. FMIPA UNS: SurakartaSiadi, K. 2012. Ekstrak Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas) sebagai Biopestisida yang Efektif dengan Penambahan Larutan NaCl. Jurnal MIPA. 35 (1) : 77-83.Susanna. 2006. Kajian Kualitas Perairan terhadap Kelimpahan dan Senyawa Bioaktif Antibakteri Spons Demospongiae di Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 143 hlm.