jurnal kelompok kb

26
GENETIK ABORSI SPONTAN PENDAHULUAN Faktor genetik adalah penyebab yang paling umum dari aborsi spontan. Dari 50% sampai 80% pada aborsi trimester pertama menunjukkan kelainan kromosom. Selain itu, ada penyebab genetik lain yang berbeda dari kelainan kromosom. Kelainan pada gen tunggal hampir belum diselidiki pada kelainan spontan, meskipun cacat gen tunggal pada lahir hidup dibandingkan kelainan kromosom. Banyak penyebab dari aborsi berulang yang umumnya diklasifikasikan sebagai 'non-genetik’ sebenarnya hasil dari gangguan dari produk gen seperti faktor V Leiden, dan gen lain yang terkait dengan tromboemboli, dan kehilangan aloimun selama kehamilan ( yang mungkin melibatkan molekul antigen leukosit manusia (HLA). Dalam bagian ini, kita akan membatasi diskusi untuk frekuensi dan penyebab genetik yang paling umum aborsi sporadic dan berulang. Kelainan Pada Kromosom Embrio Praimplantasi Frekuensi kegagalan pada embrio praimplantasi manusia sangat tinggi. Hal ini tercermin dari angka kehamilan yang kurang dari 25-35% per transfer embrio dibantu dengan teknologi reproduksi (ART), bahkan di tangan berpengalaman. Morfologi embrio normal, lebih dari 25% menunjukkan kelainan kromosom (aneuploidi atau poliploidi). Hal ini didasarkan pada studi yang menggunakan hibridisasi in situ fluoresensi (FISH) dengan kromosom-spesifik probe hanya tujuh sampai sembilan kromosom, tingkat pasti akan lebih tinggi jika secara rutin 1

Upload: ayuniputri

Post on 27-Oct-2015

61 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Kelompok Kb

GENETIK ABORSI SPONTAN

PENDAHULUAN

Faktor genetik adalah penyebab yang paling umum dari aborsi spontan. Dari 50%

sampai 80% pada aborsi trimester pertama menunjukkan kelainan kromosom. Selain itu, ada

penyebab genetik lain yang berbeda dari kelainan kromosom. Kelainan pada gen tunggal

hampir belum diselidiki pada kelainan spontan, meskipun cacat gen tunggal pada lahir hidup

dibandingkan kelainan kromosom. Banyak penyebab dari aborsi berulang yang umumnya

diklasifikasikan sebagai 'non-genetik’ sebenarnya hasil dari gangguan dari produk gen seperti

faktor V Leiden, dan gen lain yang terkait dengan tromboemboli, dan kehilangan aloimun

selama kehamilan ( yang mungkin melibatkan molekul antigen leukosit manusia (HLA).

Dalam bagian ini, kita akan membatasi diskusi untuk frekuensi dan penyebab genetik yang

paling umum aborsi sporadic dan berulang.

Kelainan Pada Kromosom Embrio Praimplantasi

Frekuensi kegagalan pada embrio praimplantasi manusia sangat tinggi. Hal ini

tercermin dari angka kehamilan yang kurang dari 25-35% per transfer embrio dibantu dengan

teknologi reproduksi (ART), bahkan di tangan berpengalaman. Morfologi embrio normal,

lebih dari 25% menunjukkan kelainan kromosom (aneuploidi atau poliploidi). Hal ini

didasarkan pada studi yang menggunakan hibridisasi in situ fluoresensi (FISH) dengan

kromosom-spesifik probe hanya tujuh sampai sembilan kromosom, tingkat pasti akan lebih

tinggi jika secara rutin melakukan kariotipe lengkap atau analisis microarray pada blastomer.

Tingkat aneuploidi 25% pada morfologi embrio normal sesuai dengan aneuploidi 6% dalam

sperma laki-laki yang seolah-olah normal dan dalam 20% pada oosit. Peningkatan aneuploidi

dalam embrio dan oosit sesuai dengan meningkatnya usia ibu.

Kelainan kromosom lebih sering pada morfologi embrio abnormal. Menggunakan

FISH dengan kromosom-spesifik probe, tingkat kelainan 50-75% dapat diamati, bahkan

ketika tidak semua kromosom diuji.

1

Page 2: Jurnal Kelompok Kb

Kelainan Kromosom: Penjelasan Aborsi Spontan yang paling sering diakui secara

klinis

Frekuensi

Lebih dari 50% dari kegagalan kehamilan klinis diakui menunjukkan kelainan

kromosom. Angka ini didasarkan pada analisis produk spontan dikeluarkan. Jika sampling

villus korion (CVS) dilakukan setelah diagnosis USG dari kematian janin, frekuensi adalah

75-90%. Perbandingan genomik hibridisasi (CGH, analisis microarray) juga mengungkapkan

kelainan pada abortus yang tidak terbukti dengan kariotipe. Menggunakan mikroarray

kromosom, kelainan tambahan dapat dideteksi. Schaeffer et al melakukan CGH

menggunakan microarray pada 41 abortus yang sebelumnya telah dianalisis dengan kariotipe.

Analisis Array mengungkapkan kelainan sampai sekarang belum diakui dalam 4 dari 41

kasus.

Pada trimester kedua, frekuensi kelainan kromosom berkurang. Frekuensi yang

sebenarnya tidak pasti, karena banyak abortus diakui pada trimester kedua yang absen aborsi

disimpan dalam rahim setelah kematian trimester pertama. Telah lama diakui bahwa

kematian janin mendahului persalinan spontan hasil konsepsi dalam beberapa minggu.

Anomali terlihat pada aborsi trimester kedua yang serupa dengan yang diamati pada bayi-

bayi yang baru lahir; trisomi 13, 18,21; monosomi X; dan polisomi kromosom seks.

Frekuensi dari anomali ini diperkirakan dapat mencapai 15 %.

Pada trimester tiga, frekuensi dari kelainan kromosom ialah sekitar 5 %. Insidensinya

berkurang dari penelitian terhadap arbotus sebelumnya, akan tetapi lebih besar 0,6 %

ditemukan pada kelahiran hidup. Masalah utama dalam menilai frekuensi dari kelainan

kromosom adalah bahwa kelelahan terjadi segera setelah kematian janin, biasanya dalam

hitungan hari setelah kelahiran. Hefler menemukan bahwa 63% dari 139 kematian pada

trimester tiga mengalami kelelahan, sehingga menghambat akurasi dari penelusuran secara

morfologi maupun sitogenetik. Pada akhirnya, banyaknya jenis dari kelahiran mati yang

dipelajari dengan analisis microarray (dari susunan terkecil) dapat menjadi sangat informatif.

2

Page 3: Jurnal Kelompok Kb

SPEKTRUM DARI KELAINAN KROMOSOM

Trisomi Autosom

Trisomi autosom mencakup kurang lebih 50 % dari kelainan sitogenetik abnormal

pada aborsi. Trisomi pada setiap kromosom untuk saat ini telah diteliti. Tabel 3.1.

menunjukan frekuensi pada satu seri dimana didapatkan bahwa yang tersering mengalami

trisomi adalah 16, 22, 21, 15, 13, dan 14. Trisomi 16 jarang ditemukan, jikapun ada, biasanya

terdapat pada kelairan hidup dengan bentuk non-mosaik dan merupakan penyimpangan

tersering pada abortus. Keenam kromosom ini (16, 22, 21, 15, 13, 14) jika dijumlahkan, akan

menjadi 70% dari keseluruhan trisomi, yang sangat perlu dipertimbangkan dalam memilih

penyelidikan untuk mengecualikan aneuploidi pada diagnosis genetik preimplantasi.

Kolerasi antara kelainan morfologi plasenta dengan trisomi tertentu sedang

diusahakan pembuktiannya, akan tetapi masih belum ditemukan ketetapannya. Usaha-usaha

tersebut terkendala oleh adanya perubahan nonspesifik pada vili-vili yang diikuti kematian

janin in utero. Dengan demikian, terdapat sedikit perkiraan pada pemeriksaan histoogi

plasenta, yang digunakan untuk membedakan aneuploid dengan abortus euploid. Beberapa

kolerasi memang telah terbukti. Janin dengan trisomi inkompatibel dengan hidup, lebih

lambat pertumbuhannya dibandingjanin trisomi kompatibel dengan hidup ( trisomi 13, 18,

21). Dengan perbandingan, panjang kaki-bokong (crown-rump-length) untuk yang trisomi

kompatibel dengan hidup adalah 20,65mm, sedangkan yang trisomi inkompatibel dengan

hidup 10,66mm. Janin dengan nonletal trisomi hidup lebih panjang dibanding yang letal

trisomi, atau janin dengan trisomi yang letal menunjukkan angka kejadian retardasi

pertumbuhan intrauterine (IUGR) yang cukup besar, atau bahkan keduanya. Abortus yang

disebabkan oleh trisomy non-letal (13, 18 dan 21) cenderung menunjukkan suatu anomali

yang konsistens dimana ditemukan pada bayi cukup bulan yang mengalami trisomi

kongenital. Malformasi yang terjadi bahkan dapat lebih buruk dibandingkan dengan

malformasi yang ditemukan pada kasus abortus yang diinduksi yang terdeteksi setelah

diagnosis prenatal.

Sebagian besar trisomi, menunjukkan efek pada usia ibu, tetapi efeknya bervariasi

antara kromosom. Usia ibu berkorelasi positif dengan kesalahan pada tahap meiosis I, yang

merupakan penjelasan sitologi paling umum untuk trisomi. Proporsi trisomi yang muncul

pada miosis I jika dibandingkan dengan miosis II bervariasi antara aneuploidie. Hampir

semua kasus trisomi 16 berhubungan dengan factor ibu, dan muncul pada meiosis I. Pada

3

Page 4: Jurnal Kelompok Kb

trisomie 13 dan 21, 90% yang disebabkan factor ibu, biasanya timbul pada meiosis I. Pada

trisomi 18, namun, dua- pertiga dari 90% dari kasus maternal origin timbul pada meiosis II.

Kesalahan meiosis ibu berkorelasi tidak hanya dengan ibu usia lanjut, tetapi juga dengan

penurunan atau ketidakadaan rekombinasi miosis. Mekanisme untuk menjelaskan hubungan

ini adalah hipotesis line-product. Oosit yang berovulasi lebih awal diyakini menjadi lebih

mungkin mengalami kekurangan rekombinasi genetic dan oleh sebab itu pula cenderung

untuk lebih mudah mengalami non-disjunction. Lokasi terjadinya rekombinan adalah pada

kromosome dan sifat yang tepat dari rekombinasi itu sendiri penting, seperti yang dibahas

sebelumnya.

Kesalahan dalam meiosis ayah sekitar 10% dari akrosentrik (13,14,15,21, dan 22)

trisomies. Pada non- acrocentric trisomi kesalahan dalam meiosis ayah sama- sama

cenderung muncul pada meiosis I atau II. Kesalahan miosis ayah adalah sebesar 10% dari

kasus trisomi21 , untuk beberapa kasus trisomi 2 abortus. Namun demikian kesalahan dalam

miosis ayah ini jarang ditemukan pada trisomi abortus lainnya.

Kemampuan untuk menganalisa polar body (1 dan 2) untuk PGD telah menghasilkan

informasi baru tentang meiosis ibu. Topik ini berada di luar lingkup bab ini, dan masih

belum jelas apakah kelainan yang terjadi pada polar body tersebut dapat langsung

diaplikasikan untuk mengenali secara klinis tanda abourtus sebagaimana dapat menjelaskan

masalah embrio sebelum implantasi. Studi tentang polar body ini telah mengungkapkan

bahwa tingkat kesalahan meiosis I secara marginal lebih tinggi (41,7% vs 35,2%)

dibandingkan kesalahan meiosis II, ataupun kesalahan yang terjadi akibat kesalahan dalam

miosis I dan II yang tidak biasa. Distribusi relative kesalahan tersebut yang menyebabkannya

berbeda dari hasil pengamatan yang dilakukan pada proses pemulihan trisomi menjelang

akhir kehamilan.

Trisomi Ganda ( Double Trisomy)

Frekuensi dari trisomy ganda pada abortus lebih sering dari pada yang diharapkan

secara kebetulan. Frekuensi lebih bervariasi untuk kelainan kromosom lainnya, yang mana

merefleksikan perubahan- perubahan kebudayaan (kegagalan) atau perbedaan karakteristik

sampel ( usia ibu atau gestasional). Tabel 3.1 ( berdasarkan pada seri yang dikumpulkan

sampai dengan tahun 1987) menunjukkan trisomi ganda berkontribusi sebesar 0,7% dari

seluruh kejadian abortus yang ada. Sebuah prevalensi yang sama yang diamati dalam data

yang ditabulasi pada tahun 1987 oleh Reddy. Namun demikian, sebuah laporan yang lebih

4

Page 5: Jurnal Kelompok Kb

baru melaporkan dari 517 abortus yang terjadi ditemukan trisomi ganda sebesar 2,2% dari

321 abortus karyotype yang berhasil. Trisomies ganda paling sering melibatkan kromosom

X, tetapi mungkin saja melibatkan kromosom Y atau autosom 21, 18, 16, 22, 13, 8, 2 dan 15

dalam urutan menurun ( Tabel 3.2). Diego Alvarez et al telah menggambarkan kombinasi

yang tepat dari 178 dilaporkan trisomies ganda. Pada lahir hidup, sekitar 50 trisomi ganda

telah dilaporkan. Pada lahir hidup, biasanya terdapat tambahan pada salah satu kromosom X

dan yang lainnya adalah pada kromosom 13, 18, atau 21.

Usia kehamilan adalah 8,7 ± 2,2 minggu pada aborsi oleh trisomi ganda dalam seri

yang dibuat oleh Reddy itu, sedangkan10,1 ± 2,9 minggu pada trisomi tunggal. Dalam seri

yang dibuat oleh Diego Avarez et al s, usia kehamilan adalah 8,2 ± 1,7 untuk trisomies ganda.

Sedangkan rasio seks rata- ratanya adalah 1dalam kedua seri.

Pemeriksaan Morfologi biasanya memperlihatkan kantung kosong dan hanya embrio sekali-

sekali.

Tabel 3.2 kromosom yang terlibat dalam abortus trisomi ganda

Dalam satu studi, 5 dari 7 trisomies ganda menunjukkan tidak adanya detail morfologi,

salah satunya adalah anembryonic dan lainnya (48, XXX, +18) menunjukkan hidrops fetalis.

Ibu lanjut usia adalah fitur yang mencolok. Dalam rangkaian Diego-Alvarez et al, usia

rata-rata ibu hamil adalah 39,7 ± 3,4 tahun. Hampir semua kasus dianalisis berasal darii

meiosis ibu. Seperti yang diharapkan, tahap kesalahan meiosis konsisten dengan yang

diharapkan untuk trisomies tunggal. Dengan demikian, trisomi ganda yang melibatkan

kromosom 18 lebih mungkin untuk menunjukkan kesalahan meiosis II dari 48, XX, +16, +21

POLYPLOID

Dalam polyploidi, terdapat lebih dari dua kromosom haploid komplemen. Mosaik

triploidy Non (3n = 69) dan tetraploidy (4n = 92) tidak umum di abortus (tabel (tabel 3.1) .

Diploid / mosaicism triploid ditemukan pada sekitar 30% dari kista blast. Namun, mosaicism

plasenta jenis ini diperkirakan melibatkan trophoectoderm daripada embrio per se (massa sel

dalam), dan karenanya tidak akan dibahas di sini. Unutk kepentingan umum, bagaimanapun,

5

Kromosom 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 X / Y Total

Jumlah kasus 0 15 0 5 4 3 7 18 5 2 1 2 18 7 13 37 2 44 0 8 66 20 79 360

Page 6: Jurnal Kelompok Kb

yaitu hubungan antara diandric (warisan ayah) triploidy dan hydatiditiform mole. A 'mol

parsial' ada jika molar tissue dan bagian janin hidup berdampingan. Partial (triploid) mol

harus dibedakan dari mole lengkap biasa dan hidatidosa mole biasa yaitu 46, XX, eksklusif

asal androgenetic, dan jaringan eksklusif vili.

Temuan plasenta pada plasenta triploids diandric termasuk kantung kehamilan tidak

proporsional besar, focal (parsial) degenerasi hidropik dari Vili plasenta, dan hiperplasia

throfoblast. Perubahan hidropik plasenta bersifat progresif, dan karenanya sulit untuk

mengidentifikasi pada awal kehamilan. Terlepas dari status kromosom, Vili plasenta juga

menjalani non Hanges degenerasi hidropik spesifik berikut kematian janin. Hal ini membuat

cirrections histologis dan sitogenetika menjadi sulit. Malformasi embrio / janin terkait dengan

abortuses triploid termasuk cacat tabung saraf dan omphaloceles - anomali mengingatkan

mereka yang conceptuses triploid bertahan untuk jangka panjang. Fasia dysmorphia dan

ekstremitas kelainan juga telah dilaporkan. Tidak ada hubungan antara morfologi embrio dan

asal patental (diandry atau digyny).

Abortuses triploid biasanya 69, XXY atau 69, XXX. penyebabnya telah lama diduga

karena dispermy, dan ini telah diverifikasi. Triploidy dapat mengikuti fertilisasi baik oleh dua

sperma haploid atau fertilisasi oleh sperma diploid tunggal

TETRAPLOIDY

Tetraploidy (4n = 92) adalah jarang, jarang berkembang melampaui 2-3 minggu

kehidupan embrio. kelainan kromosom ini dapat dikaitkan dengan penyakit tromphoblastic

persisten, dan dengan demikian perlu diidentifikasi dalam rangka memberikan tindak lanjut

yang tepat. Tetraploidy dalam jaringan embrio harus dibedakan dari, sel-sel trofoblas

prsisten, dan temuan klinis signifikan tetraploid ditemukan dalam cairan ketuban. Walaupun

jarang, tetraploidy janin yang benar-benar ada, dan mungkin timbul dari kegagalan

sitokinesis. Kegagalan sitokinesis telah disimpulkan berdasarkan complement kromosom (92,

XXXX o 92, XXYY dan lebih baru-baru ini dikonfirmasi oleh studi molekuler.

6

Page 7: Jurnal Kelompok Kb

MONOSOMY X

Monosomi X menyumbang 15-20% dari spesimen kromosom abnormal. Monosomi

autosomal tampaknya mematikan sebelum atau hanya di luar implantasi, dan dengan

demikian tampaknya tidak bertahan untuk pengakuan klinis. Awal monosomi X abortuses

biasanya terdiri dari hanya tunggul cod pusar. Jika hidup berlanjut sampai akhir kehamilan,

anomalis karakteristik syndrom Turner dapat dilihat. Ini termasuk hygromas kistik, edema

umum, dan cacat jantung. Tidak seperti individu 45x lahir hidup, 45X abortus menunjukkan

sel-sel germinal, namun, sel-sel germinal jarang berkembang melampaui tahap primordial.

Patogenesis dari kegagalan germ cell 45 X tampaknya menjadi gesekan cepat germ cell,

daripada kegagalan pembangunan germ cell. Gesekan cepat sel germinal menjelaskan

kehamilan yang jarang tetapi didokumentasikan dengan baik yang terjadi pada individu 45

X. Mosaicism (45, X / 46 XX) tidak perlu selalu dipanggil sebagai mekanisme yang

menjelaskan kehamilan. Sekitar 80% dari monosomi X terjadi sebagai akibat dari hilangnya

kromosom seks ayah.Akibatnya terdapat kekurangan pengaruh umur ibu pada 45,X.

Sebaliknya pengaruh umur telah dilaporkan.

POLISOMI KROMOSOM SEX (X atau Y)

Komplemen 47,XXY dan 37,XYY masing-masing terjadi sekitar 1 per 800 kelahiran

hidup bayi laki-laki; 47,XXX terjadi sekitar 1 per 800 kelahiran hidup bayi perempuan.

Polisomi X atau Y sedikit (10%) lebih sering pada abortus daripada kelahiran hidup.

ANEUPLOIDY REKUREN

Apakah ada aneuploidy rekuren?

Pada aborsi trimester pertama, aneuploidi rekuren terjadi lebih sering dari pada yang

diperkirakan. Bagaimanapun kelemahan dari konsensus yang telah ada dimana abnormalitas

kromosom secara numerik menjelaskan kehilangan rekuren. Menurut pandangan saya,

aneuploidi rekuren merupakan penjelasan tersering paling tidak sampai jumlah

kehilangannya melebihi 4. Alasan ini didasarkan pada observasi bahwa komplemen

kromosom dari abortus. Itulah mengapa komplemen dari abortus pertama abnormal, maka

peningkatan komplemen dari abortus kedua juga akan abnormal. Rekurensi bisanya

7

Page 8: Jurnal Kelompok Kb

melibatkan trisomi. Percabangan menjadi signifikan dengan mematuhi manajemen terapi.

Beberapa distribusi non random merefleksikan peningkatan insiden aneuplodi seiring

peningkatan umur ibu. Pencocokan perhitungan umur ibu untuk beberapa distribusi non

random dan dalam opini Warburton et al,menghalangi hubungan. Studi oleh Warburton et al

menyatukan kasus dari sampel di kota New York dan Hawai. Bagaimanapun, yang

mengacaukan adalah kasus di kota NewYork termasuk kriteria pemanjangan sampai gestasi

28 minggu; kasus ini diprediksi mempunyai angka aneuploidi yang lebih rendah dari pada

sampel gestasi yang lebih muda dari Hawai. Oleh karena itu, aneuploidi rekuren yang

sebelumnya nampak lebih jelas ada di sampel Hawai dari Hassold et al, tetapi tidak

dikonfirmasi secara statistik oleh Warburton et al. Studi aneuploidi rekuren pada

preimplantasi embrio telah diyakinkan Warburton.

Pendekkatan berbeda yang juga mendukung konsep aneuploidi rekuren adalah

kalkulasi dari kejadian aneuploidi pada sampel diagnosis prenatal, dalam perbandingan

dengan hasil kehamilan sebelumnya. Bianco et al meneliti 46939 wanita dengan diagnosis

genetik prenatal (CVS atau amniosentesis). Prevalensi dari aneuplodi meningkat secara

progresif karena meningkatnya abortus spontan sebelumnya (Tabel 3.4) : 1.39% tanpa

abortus sebelumnya, 1.67 % setelah satu kali, 1.84% setelah 2 kali dan 2.18 setelah 3 kali

abortus.

Tabel 3.3 Aneuploidi rekuren : Hubungan antara kariotip dari abortus suksesif

Kompleme

n dari

abortus

pertama

Komplemen dari abortus kedua

Normal Trisomi Monosomi Triploid Tetraploid Penyusunan

kembali De

novo

Normal 142 18 5 7 3 2

Trisomi 31 30 1 4 3 1

Monosomi

X

7 5 3 3 0 0

Triploid 7 4 1 4 0 0

Tetraploid 3 1 0 2 0 0

Penyusunan

kembali De

1 3 0 0 0 0

8

Page 9: Jurnal Kelompok Kb

Novo

Tabel 3.4 Resiko dari aneuploidi dengan jumlah sebelum keguguran; dikelompokkan

berdasarkan sesuai usia Ibu. Perbandingan dengan wanita tanpa aborsi spontan,

mengendalikan paritas dan indikasi untuk diagnosis prenatal.

Usia Ibu < 35 tahun

No. sebelum aborsi

spontan

Sesuai OR untuk Trisomy 13, 18, or

21

Sesuai OR untuk semua

aneuploidi

0

1

2

≥3

1.00

1.27

1.31

1.36

1.00

1.19

1.21

1.41

Usia Ibu > 35 tahun

No. sebelum aborsi spontan Sesuai OR untuk Trisomy 13,

18, or 21

Sesuai OR untuk semua

aneuploidi

0

1

2

≥3

1.00

1.23

1.34

1.56

1.00

1.23

1.30

1.68

Frekuensi dari abnormal kromosom yaitu 71% berbanding 45 respektif. Pada kasus,

Munne et al, menemukan perbandingan menjadi 37% dengan 21% pada wanota berusia

dibawah 35 tahun., dan 34% dengan 31,5% pada wanita usia lebih 35 tahun.

Konsekuensi untuk Konseling Genetik

9

Page 10: Jurnal Kelompok Kb

Jika pasangan ada prediposisi untuk terjadinya aneuploidi, mereka mungkin menjadi

peningkatan resiko tidak hanya aneuploid abortus, tetapi juga untuk kelahiran hidup dengan

aneuploidi.

Berdasarkan dari trisomi pada trimester I, yang mana ada kemungkinan selamat atau

tidak selamat, Snidjers dan nicholades melaporkan rataan pengulangan diikuti trisomi 21

0,7% dan pengulangan diikuti trisomi 18 0,7%.Bianco et al menjelaskan akibat dari aborsi

sebelumnya yang tidak diketahui kariotipenya.Apabila aborsi berulang terjadi tapi tidak aada

kelainan ditemukan dari status kromosomnya. Rataan kelainan atau rumus yang dibuat oleh

Bianco et al dapat digunakan untuk memperlihatkan resiko spesifik dari pasien. Contohnya,

jika resiko down syndrome adalah 1 dalam 300, maka wanita dengan resiko yang telah

dihitung setelah mengalami 3x aborsi adalah 1/300 x 1,5 atau 1/200.

Kariotipe yang diharapkan pada aborsi berulang

Konsep dari aneuploidi berulang memiliki akibat bagian tertentu, salah satunya

menjadi subjek yang controversial. Mengingat keadaan dari aneulpoidi berulang dan 50%

dari seluruh keguguran adalah ketidaknormalan citogenic, aneuploidi seharusnya dapat

diditeksi di kejadian keguguran berulang seperti pada abortus sporadic. Ini telah dibuktikan

kebenarannya di sebagian besar series. Stern et al menemukan 57% dari kejadian

ketidaknormalan kromosom dari keguguran dialami oleh wanita yang keguguran berulang.

Identik antara abortus sporadik dengan aborsi pada wanita.Antara 420 abortus yang

didapat dari wanita dengan aborsi berulang,Stephenson et al55 menemukan40% kelainan

kromosom,315 dari sampel asli adalah trisomi.Perbandingan mereka pada kumpulan data

yang tidak dipilih,menunjukkan 48% dari abortus adalah abnormal, 27% dari sampel asli

adalah trisomi.

Penulis lain menyimpulkan bahwa abortus berulang cenderung bersifat citogenik yang

normal,sedangkan abortus sporadik akan bersifat citogenetik abnormal. Casp at all

menemukan bahwa diantara wanita yang mengalami 3 atau lebih abortus kemungkinan

karyotip abnormal sebesar 29%. Setelah abortus aneuploidi kemungkinan kelahiran

berikutnya adalah 68% (13 dari 19 ).Jika abortus adalah euploidi angka kelahiran berikutnya

adalah 41% (16 dari 39). Satu penjelasan untuk perbedaan pada penelitian ini dengan

keterangan diatas mungkin memiliki pola yang berbeda.Sebagai contoh pada kasus autoimun.

Kemungkinan kedua hanyalah sejumlah kecil dari masing-masing subgrup. Yang ketiga dan

10

Page 11: Jurnal Kelompok Kb

selanjnya kemungkinan peningkatan usia kehamilan pada sampel ini. Hanya 25% dari abortus

pada penelitian carp et all56 yang kromosom abnormalnya mengandung kriteria inklusi

mencapai 20 minggu usia kehamilan.ada sedikit alasan untuk mengharapkan aneuploidi pada

trimester kedua mengingat frekuensi rendah (15% dari kelainan kromosom pada trimester

kedua) . Kemungkinan keempat mempunyai rata-rata yang tinggi pada keguguran kehamilan

sebelumya,berdasarkan penelitian carp et all56.

Hubungan antara aneuploidi berulang dengan kejadian abortus

Meskipun aneuploidi berulang muncul dengan 2-3 abortus inini tidak berlaku untuk

abortus tingkat tinggi.Ini tampaknya bersifat citogenetik normal. Faktor maternal menjadi

penjelasan yang masuk akal ketika kejadian berkembang menjadi keempat kalinya.abortus

yang berurutan menunjukkan penjelasan non aneupoidi karena tidak setiap abortus bisa

dijelaskan denagn aneuploid

Konsekuensi Pada manajemen klinik

Jumlah keguguran pada An euploidi berulang tidak bisa dijelaskan karena sebab

genetik maupun nongenetik. Seringkali tidak ada informasi mengenai status kromosom pada

abortus sebelumnya. Namun ,blok parafin dari produk konsepsi sesuai dengan analisis FISH

pada umumnya merupakan trisomi (13,14,16,18,21,22). Kromosom mikroarray mungkin juga

meemberi informasi pada spesimen blok parafin. Jika tidak ada informasi yang

didapatkan ,diagnosis prenatal genetik menjadi salah satu pilihan. Namun risiko aneuploidi

pada keturuna berikutnya tetap meningkat . Risiko kecil dari amniosintesis atau CVS

khusus bagi pasangan yang mempunyai maslah dalam mempertahankan kehamilan.

Pendekatan non invasif mungkin menjadi pilihan utama,tapi sensitivitas untuk mendeteksi

aneupoidi tidak lebih dari 85-95%.PGD adalah pilihan lainnya.Transfer selektif dari embrio

euploid menurunkan aborsi klinis pada pasangan dengan RPL. Penelitian sedang dilakukan

untuk memverifikasi peningkatan kelhiran bayi.

Penyusunan Ulang Struktur Kromosom :Translokasi

Penyusunan ulang struktur Kromosom merupakan faktor penting dari aborsi

berulang ,tapi presentasenya hnaya 1,5 % dari semua aborsi.Adanya keseimbangan

penyusunan kembali pada salah satu orang tua akan menghasilkan translokasi yang tidak

seimbang pada keturunannya.Konsekuensi fenotip bergantung kepada duplikasi spesifi atau

segmen kromosom defisiensi.

11

Page 12: Jurnal Kelompok Kb

Frekuensi

Translokasi yang seimbang ditemukan pada 4-5% pasangan yang mengalami abortus

berulang.individu-individu ini normal secara fenotip,Tapi pada keturunnya (yang abortus atau

yang lahir normal) bisa menunjukkan duplikasi kromosom atau defisiensi sebagai hasil.

Frekuensi dari translokasi seimbang lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki,

dan jika ada riwayat keluarga yang dilahirkan abnormal.

Kemungkinan deteksi translokasi heterozigot tidak begitu mempertimbangkan umur

ibu,begitu juga pada pendeteksian keseimbangan translokasi tidak dibedakan pada

miscarriages yang pertama,kedua atau ketiga. Penelitian Simpson dkk, kelainan ini terdeteksi

pada kehilangan kandungan yang ke 2,3,4,dan 5 pada perempuan adalah 0.8%, 1.7% ,2.3%,

dan 2.9%. sedangkan pada laki-laki angkanya 1.2% , 1.9% ,2.4% , 0. Pada penelitian Goddjin

dkk ratio ditemukannya translokasi setelah 2,3,4,atau lebih keguguran adalh 1.4%, 2.2% ,

2.1%.

Kemungkinan kelahiran bayi yang abnormal

Terdapat dua tipe translokasi : Robertsonian dan reciprocal. Robertsorian translokasi

melibatkan fusi sentral dari kromosom akrosentrik (13,14,15,21,22). Secara teori, orang tua

dengan t(14q;21q) berisiko mempunyai anak dengan syndrom down adalah 33%. Namun ,

secara empiris, risiko ini hanya sedikit. Resikonya 2 % jika si Ayah merupakan karier

translokasi kromosom 21 dan 10% jika Ibu memiliki karier tersebut. Robert sonian (fusi

sentral) translokasi yang melibatkan selain kromosom 21 menunjukkan resiko empiris yang

lebih rendah. Pada t(13q;14q) resiko trisomy 13 pada bayi baru lahir adalah 1% atau lebih

sedikit.

Pada resiprokal translokasi,pertukaran muncul antara dua atau lebih kromosom

metasentrik. Data empiris untuk translokasi spesifik biasanya tidak tersedia, dan generalisasi

khususnya dibuat berdasarkan data yang disatukan dari berbagai translokasi yang berbeda.

Sama seperti robertsonian translokasi, resiko teorikal dari keturunan abnormal lebih besar

dari resiko empiris. Perbedaan sex lebih sedikit muncul. Resikonya sebesar 12% untuk

keturunan dari perempuan heterozigot ataupun laki-laki heterozigot.

Cara untuk pemastian lebih penting pada konseling. Frekuensi dari

ketidakseimbangan fetus lebih rendah jika keseimbangan translokasi orangtua sudah pasti

12

Page 13: Jurnal Kelompok Kb

melalui aborsi berulang (3%) daripada melalui anomali pada bayi baru lahir (mendekati

20%). Kemungkinan, ketidakseimbangan produk yang berat (seperti pemisahan 3:1) lebih

besar pada yang terdahulu. Penelitian terhadap endeteksian penyusunan ulang kromosom

pada orangtua yang jelas-jelas menyebabkan prenatal cytogenetik harus dilakukan.

Bahkan ,jika terdapat transmisi normal dari kromosom pada suatu translokasi, kromosom

yang berbeda bisa menjadi aneuploid (efek interkromosom).

Kemungkinan subsekuen aborsi

Kemungkinan ketidakseimbangan pemisahan berbeda dengan kemungkinan

kuantitatif subsekuen aborsi. Perbedaan ini dilihat dari 65-70% angka kelahiran yang

diharapkan yang siobservasi pada populasi general dengan kehilangan kehamilan berulang.

Sedikit Prognosis yang baik telah dilaporkan. Penelitian oleh Sugiora-Ogasawara dkk, angka

keguguran adalah 61% pada pasangan yang pasangan laki-lakinya memiliki translokasi dan

72,4% jika pasangan perempuannya yang memiliki translokasi. Dari 1184 pasangan yang

pernah mengalami dua atau lebih keguguran yang memiliki karyotip normal,angka keguguran

hanya 28.3%. pada tahun 2004, Carp dkk melaporkan bahwa 45.2% kehamilan dari

pasangan yang memiliki translokasi heterozigot berhasil melahirkan , dibandingkan dengan

55,3% pasangan tanpa translokasi. pada penelitian selanjutnya grup ini menemukan

persentase yang sama dari karyotip yang normal dan seimbang pada embrio dari translokasi

heterozigot maupun embrio dari pasangan tanpa translokasi. carp dkk menyimpulkan bahwa

ada penurunan angka kelahiran bayi yang disebabkan bukan karena ketidakseimbangan

kromosom. Hasil yang berbeda telah dilaporkan oleh yang lain. Goddjin,dkk melaporkan

hanya 26% miscarriages yang terjadi pada 43 kehamilan dengan 25 pasangan yang karier.

Namun,hampir separuh dari pasien pada penelitian ini yang mengalami dua kali miscarriages,

hasil yang terbaik. stephenson dan sierra mempelajari 1893 pasangan, yang 40 diantaranya

mempunyai translokasi yang seimbang (28 resiprok dan 12 robertsonian). diantara 35 wanita

hamil yang dimonitor dalam kelompok translokasi resiprok, rata-rata angka kelahirannya

ialah 63% (22/35); sedangkan dalam kelompok translokasi Robertsonian, didapatkan angka

69% (9/13). data ini sebanding dengan translokasi RPL. sedangkan proporsi dari abortus yang

tidak seimbang meningkat. diantara abortus dari pasangan heterozygot yang mengalami

translokasi, 13 dari 36 (36%) data yang ada tidak seimbang, 11 dari 36 (30%) adalah

aneuploidi untuk kromosom yang lain (efek interkromosomal), dan hanya 12 dari 36 (30%)

yang normal.

13

Page 14: Jurnal Kelompok Kb

Translokasi jarang terjadi pada bayi yang lahir normal. hal ini hanya terjadi pada

kromosom translokasi homolog akrosentrik (misalnya pada t(13q;13q) atau t(21q;21q)).

kemungkinan untuk menjadi normal hanyalah adalah jika penyelamatan trisomi terjadi.

tambahan kromosom dikeluarkan dari nukleus untuk menjadi kromosom yang normal dengan

sifat 1 kromosom homolog. jika sang ayah membawa struktur homolog yang disusun ulang,

inseminasi buatan mungkin bisa cocok. jika sang ibu membawa susunan ulang, donor oosit

atau donor embryo harus dipertimbangkan.

Kesimpulannya, ketika translokasi seimbang dideteksi pada pasangan yang

mengalami aborsi berulang, maka prognosis terjadinya kelahiran hidup menjadi tidak pasti

jika dibandingkan dengan keadaan yang translokasinya tidak terdeteksi. menurut pendapat

saya, peningkatan frekuensi dari kehilangan PGD menunjukkan angka 80-100% dari embryo

menjadi non-viabel. strateginya ialah untuk mengidentifikasi dan mentransfer embryo yang

seimbang. sedangkan penurunan ini juga menunjukkan angka aborsi.

INVERSI

Dalam sebuah inversi, urutan dari gen dibalik. konsekuensu klinisnya analog dengan

sebuah translokasi, dalam artian individual heterozygot untuk sebuah inversi adalah normal,

tetapi gen tersebut disusun ulang. selanjutnya individu tersebut menderita kegagalan

reproduksi sebagai akibat dari fenomena miotik normal. sedangkan crossing over yang

mencakup segmen yang terbalik mungkin.akan.memproduksi gamet-gamet yang tidak

seimbang. duplikasi akan terjadi pada beberapa region dan akan menyebabkan kekurangan

pada bagian yang lain. ada 2 jenis dari inversi. pada paracentrik inversi, kerusakan terjadi

pada tangan yang sama. frekuensi dari inversi pada pasangan yang mempunyai aborsi yang

repetitif adalah kurang dari 1%.

KEMUNGKINAN KELAHIRAN HIDUP ABNORMAL

Wanita dengan inversi pericentrik mempunyai risiko 7% dari kelahiran abnormal.;

laki-laki membawa risiko sekitar 5%. inversi paracentrik menegaskan bahwa fenotip normal

biasanya akan menghasilkan bayi lahir yang abnormal. perluasan dari gen yang mengalami

crossing diantara segmen yang mengalami inversi mempengaruhi kemungkinan anomali

fetus. hasil klinisnya biasanya paradoksikal. inversi mencakup hanya bagian yang kecil dari

semua panjang kromosom yang biasanya lethal karena ketika rekombinan naik, mereka tidak

sanggup untuk berduplikasi dalam jumlah yang luas sehingga mengalami defisiensi.

14

Page 15: Jurnal Kelompok Kb

sebaliknya, produk dari inversi dalam jumlah yang besar, yang mencakup 30-60% total

panjang kromosom, biasanya lebih tinggi kemungkinannya untuk survive. pada tingkat

molekuler, inversi yang kurang dari 100Mbp biasanya tidak memberikan hasil yang

bermakna. tidak ada rekombinan dalam suatu tabulasi ketika inversi terjadi kurang dari 50

Mbp (40% dari kromosom). angka kejadian lebih tinggi terjadi jika inversi lebih tinggi dari

100Mbp.

Data yang terkait paracentrik inversi dibatasi pada risiko kejadian berulang. secara

teoritis, seharusnya terdapat risiko yang lebih rendah pada produk yang tidak seimbang

sebagai manifestasi klinis jika dibandingkan dengan inversi paracentrik, karena semua

paracentrik rekombinan seharusnya mati. bagaimanapun juga baik aborsi maupun kelahiran

abnormal kelahiran hidup telah diamati dalam keluarga yang sama. Risiko keturunan layak

secara tidak seimbang telah ditabulasikan menjadi 4%.

KEMUNGKINAN ABORSI SELANJUTNYA

Sedikit data yang ada pada kemungkinan aborsi setelah deteksi inversi di salah satu

orang tua. Dalam rangkaian Stephenson dan Sierra, ada 7 operator inversi dengan 35

kehamilan, 31% adalah kelahiran hidup dan keguguran 69% (24/35). Dalam rangkaian Carp

et al, 8 dari 15 kehamilan (53%) adalah kelahiran hidup. Hasil ini kurang menguntungkan

dibandingkan pada populasi umum, tetapi data jarang ditemukan.

PERKEMBANGAN GEN: MENDELIAN DAN POLIGENIK / MULTIFAKTORIAL

Dari 50% sampai 80% dari trimester pertama abortus menunjukkan kelainan

kromosom. Pemotongan kasual mungkin akan membawa kita untuk menyimpulkan bahwa

20-50% lainnya tidak mungkin memiliki etiologi genetik. Namun, ini tidak benar, karena

gangguan Mendelian dan poligenik / multifaktorial menunjukkan kelainan kromosom.

Memang, kondisi ini jauh lebih sering menjelaskan anomali bawaan pada kelahiran hidup

daripada kelainan kromosom. Dengan demikian, itu akan sangat naif untuk mengasumsikan

bahwa faktor-faktor Mendel dan poligenik / multifaktorial tidak memainkan peran penting

dalam kematian embrio. Kesulitannya adalah bahwa beberapa dari banyak gen yang

diperlukan untuk diferensiasi telah diidentifikasi, meskipun ada segudang gen kandidat

potensial. Sebagai salah satu contoh, Baek menyebutkan lebih dari 30 gen kandidat yang

15

Page 16: Jurnal Kelompok Kb

sangat masuk akal. Banyak gen pada hewan yang dikenal untuk menghasilkan letalitas,

seperti yang ditunjukkan oleh mutan nol (knock-out) pada tikus. Pada embrio manusia,

letalitas diakui untuk gen tertentu (misalnya, OCT4), namun studi pada embrio yang bertahan

sampai trisemester pertama terbatas.

Embrio yang dibatalkan karena faktor Mendel atau poligenik mungkin atau mungkin

tidak menunjukkan anomali struktural. Namun, anomali struktural yang ditemukan di aborsi

memiliki pelengkap kromosom normal masih dapat menunjukkan etiologi genetik.

Kurangnya data sitogenetika pada contoh spesimen telah membuatnya menjadi sulit untuk

menentukan peran yang tepat pada mekanisme perkembangan embrio yang non-sitogenetik.

Phillip dan Kalousek berusaha untuk mengatasi hal ini dengan menghubungkan status

sitogenetika missed abortions dengan kelainan morfologi dan diamati di embryoscopy.

Embrio dengan kelainan kromosom biasanya menunjukkan satu atau lebih kelainan eksternal,

tetapi beberapa embrio euploid juga menunjukkan kelainan anatomi.

Bukti tidak langsung poin lebih lanjut untuk etiologi Mendelian dalam abortuses

manusia. Mosaicism dapat dibatasi ke plasenta, embrio per se yang normal. Mosaicism

disebut plasenta terbatas, fenomena ini memiliki konsekuensi Uniparental Disomy (UPD).

Dalam UPD, kedua homolog untuk kromosom tertentu berasal dari orang tua tunggal. UPD

diduga terjadi akibat penyingkiran kromosom dari zigot trisomi (‘trisomic rescue’). Meskipun

kariotipe akan jadi euploid (46, XX atau 46, XY), gen pada kromosom yang terlibat memiliki

1 dalam 3 kemungkinan memiliki kontribusi genetik dari satu orangtua tunggal. Memang,

disomy uniparental untuk kromosom 21 telah dideteksi pada abortus embrio. Letalitas akan

terjadi jika kromosom yang berisi gen yang diperlukan dicantumkan dalam herited dari

orangtua yang kromosom dikeluarkan. (Masalah yang sama dapat terjadi pada trisomic rescue

melibatkan translokasi robertsonian.) Mekanisme lain melibatkan mutan heterozigot yang

menjadi homozigot (sebenarnya hemizigot ganda) melalui trisomic rescue.

Mekanisme lain secara tidak langsung menunjuk ke keberadaan gen mutan menjadi

X-inaktivasi yang bias. Di antara 48 perempuan yang memiliki dua kerugian sebelumnya

tanpa penjelasan yang jelas, 7 (14,6%) mempunyai X-inaktivasi yang bias seperti yang

didefinisikan oleh 90% dari kromosom X mereka berasal dari satu orang tua (diperkirakan

50%), hanya 1 dari 67 kontrol (1,5 %) menunjukkan X-inaktivasi yang bias. Distribusi non-

acak dapat dijelaskan oleh letalitas untuk gen terkait-X pada kromosom X dari orang tua

tunggal. Dengan demikian, keturunan laki-laki dari seorang wanita dengan X-inaktivasi yang

16

Page 17: Jurnal Kelompok Kb

bias istimewa mungkin dibatalkan. Kerugian bisa menjadi hasil spesifik dari UPD per se, atau

bisa mencerminkan kontribusi tunggal oleh orang tua tunggal yang memiliki gen letal

(heterozigositas). Silsilah konsisten dengan hipotesis ini telah dilaporkan.

17