kelompok 04

14
Fiqh Lughah Bahasa Fushha dan ‘Amiyah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan masalah menjadi bentuk pertanyaan di bawah ini: 1. Apa pengertian Bahasa Arab Fushha dan ‘Amiyah? 2. Bagaimana sejarah munculnya Bahasa Arab Fushha dan ‘Amiyah? 3. Apa perbedaan antara Bahasa Arab Fushha dan ‘Amiyah? 4. Apa yang dimaksud dengan istilah Bilingualisme dan Diglosia? C. Metode Penulisan Metode yang penulis gunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode kepustakaan, yaitu sebuah metode dengan mengumpulkan keterangan- keterangan dari berbagai referensi. 1

Upload: fakhri-muhammad-ibadurrahman

Post on 08-Apr-2016

21 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Mancing Download

TRANSCRIPT

Fiqh LughahBahasa Fushha dan ‘Amiyah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan

masalah menjadi bentuk pertanyaan di bawah ini:

1. Apa pengertian Bahasa Arab Fushha dan ‘Amiyah?

2. Bagaimana sejarah munculnya Bahasa Arab Fushha dan ‘Amiyah?

3. Apa perbedaan antara Bahasa Arab Fushha dan ‘Amiyah?

4. Apa yang dimaksud dengan istilah Bilingualisme dan Diglosia?

C. Metode Penulisan

Metode yang penulis gunakan dalam penulisan makalah ini adalah

metode kepustakaan, yaitu sebuah metode dengan mengumpulkan keterangan-

keterangan dari berbagai referensi.

1

Fiqh LughahBahasa Fushha dan ‘Amiyah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Fushha dan ‘Amiyah

Bahasa arab baku adalah bahasa Quraisy yang digunakan al-Qur’an

dan Nabi Muhammad saw. Bahasa ini selanjutnya disebut sebagai bahasa

Arab fusha. Bahasa Arab Fushha adalah ragam bahasa yang ditemukan

dalam al-Qur’an, hadits Nabi dan warisan tradisi Arab. Bahasa fusha

digunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi dan untuk kepentingan

kodifikasi karya-karya puisi, prosa dan penulisan pemikiran intelektual secara

umum.

Sedangkan Bahasa ‘Amiyah adalah ragam bahasa yang digunakan

untuk urusan-urusan biasa sehari-hari. Bahasa amiyah ini menurut kalangan

linguis modern, dikenal dengan sejumlah nama semisal: al-lughat al-

ammiyah, asy-syakl al-lughawy al-darij, al-lahajat al-sya’i’ah, al-lughah al-

mahkiyah, al-lahajat al-arabiyah al-ammiyah, al-lahajat al-darijah, al-lahajat

al-ammiyah, al-arabiyah al-ammiyah, al-lughah al-darijah, al-kalam al-darij,

al-kalām al-ammiy, dan lughah al-sya’b.

B. Munculnya Bahasa Fushha dan ‘Amiyah

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahasa Arab baku adalah

bahasa Quraisy yang digunakan dalam Al-Qur’an dan Nabi Muhammad SAW.

Bahasa ini selanjutnya disebut dengan bahasa Arab Fushha. Hari ini bahasa

Arab Fushha adalah ragam bahasa yang ditemukan di dalam Al-Qur’an,

hadits nabi dan warisan tradisi Arab. Bahasa fushha hari ini digunakan dalam

2

Fiqh LughahBahasa Fushha dan ‘Amiyah

kesempatan-kesempatan resmi dan untuk kepentingan kodifikasi karya-karya

puisi, prosa, dan penulisan pemikiran intelektual secara umum. Sedangkan

bahasa ‘amiyah adalah ragam bahasa yang digunakan untuk urusan-urusan

sehari-hari.

Di zaman pra Islam, masyarakat Arab mengenal stratifikasi kefasihan

bahasa. Kabilah yang dianggap paling fasih dibanding yang lain adalah

Quraisy yang dikenal sebagai surat al-Arab (pusatnya masyarakat Arab).

Kefasihan bahasa Quraisy ini terutama ditunjang oleh tempat tinggal mereka

yang secara geografis berjauhan dengan negara-negara bangsa non-Arab dari

segala penjuru. Dibawah kefasihan Quraisy adalah bahasa kabilah Tsaqif,

Hudzail, Khuza’ah, Bani Kinanah, Ghathfan, Bani Asad, dan Bani Tamim,

menyusul kemudian kabilah Rabi’ah, Lakhm, Judzam, Ghassan, Iyadh,

Qadha’ah, dan Arab Yaman yang bertetangga dekat dengan Persia, Romawi,

dan Habasyah. Kefasihan berbahasa itu terus dipelihara hingga meluasnya

ekspansi Islam ke luar jazirah dan masyarakat Arab mulai berinteraksi dengan

masyarakat bangsa lain.

Dalam proses interaksi dan berbagai transaksi sosial lainnya itu terjadi

kesaling pengaruhan antara bahasa yang digunakan. Masyarakat ‘Ajam belajar

berbahasa Arab dan masyarakat Arab mulai mengenal bahasa mereka.

Intensitas interaksi tersebut lambat laun mulai berimbas pada penggunaan

bahasa Arab yang mulai bercampur dengan beberapa kosakata asing, baik

dengan atau tanpa proses arabisasi (ta’rib). Pertukaran pengetahuan antar

mereka juga berpengaruh pada pertambahan khazanah bahasa Arab khususnya

menyangkut hal-hal yang sebelumnya tidak diketahui masyarakat Arab ketika

hidup terisolasi dari bangsa lain. Masyarakat non-Arab juga kerap melakukan

kesalahan dalam menggunakan bahasa Arab. Fenomena ini kemudian makin

meluas melalui transaksi sosial, misalnya dalam aktivitas ekonomi di pasar-

pasar terutama sejak abad ke-5 H. Ragam bahasa Arab yang digunakan

3

Fiqh LughahBahasa Fushha dan ‘Amiyah

terutama di pasar-pasar, pada gilirannya mulai menemukan ciri-ciri tersendiri

dan meneguhkan identitasnya. “Bahasa pasaran” itu telah menjadi medium

komunikasi yang dimengerti oleh berbagai pihak yang terlibat di dalamnya.

Berbeda dengan ragam bahasa Arab Fushha yang syarat muatan

teologis sebagai bahasa agama, ragam bahasa “pasar” ini begitu ringan

mengalir tanpa adanya aturan yang rumit yang harus diwaspadai. Fenomena

penyimpangan bahasa (lahn) adalah cikal bakal lahirnya bahasa ‘Amiyah,

bahkan ia disebut sebagai bahasa ‘amiyah yang pertama. Berbeda dengan

dialek-dialek bahasa Arab yang digunakan di sejumlah tempat lokal. Bahasa

Arab ‘Amiyah adalah bahasa yang “menyalahi” kaidah-kaidah orisinil bahasa

Fushha. Dengan kata lain, bahasa ‘amiyah adalah “bahasa dalam

penyimpangan” (lughat fi al-lahn) setelah sebelumnya merupakan fenomena

dalam penyimpangan bahasa. Secara perlahan tapi pasti bahasa ‘amiyah terus

berkembang hingga menjelma sebagai bahasa yang otonom dengan kaidah

dan ciri-cirinya sendiri. Bahasa ‘Amiyah di negeri-negeri (taklukan) Islam

awalnya adalah lahn yang sederhana dan masih labil karena masyarakatnya

masih memiliki watak bahasa Arab yang genuin. Karena itu, di awal

kemunculannya, bahasa ‘Amiyah di kalangan masyarakat masih mempunyai

rentangan antara yang lebih dekat dengan bahasa baku (Fushha) sampai pada

yang jauh darinya. Contoh daerah yang memiliki bahasa yang masih sangat

dekat dengan bahasa baku itu sampai abad ke-3 H antara lain negeri Hijaz,

Basrah, dan Kufah.

Selanjutnya bahasa ‘Amiyah mulai menyebar di beberapa tempat

semisal Syam, Mesir, dan Sawad. Di beberapa tempat itu bahasa Arab Fushha

sudah menerima kosakata serapan dari Persia, Romawi, Qibtiyah, dan

Nabthiyah dalam jumlah yang cukup besar. Karena itu bahasa masyarakat

mulai rusak dalam ukuran yang signifikan. Masyarakat mulai mencampur

adukkan bahasa asli mereka dengan bahasa-bahasa serapan tanpa melakukan

4

Fiqh LughahBahasa Fushha dan ‘Amiyah

pemilihan. Di antara kosakata serapan yang paling banyak diambil adalah kata

benda (asma), sedangkan kata-kata ajektiva sedikit saja yang diadopsi.

Banyaknya pengadopsian kata benda itu karena intensitas pemakaiannya lebih

tinggi dibanding dengan jenis kata yang lain.

C. Perbedaan Bunyi Bahasa Arab Fusha dan ‘Amiyah

Jika dipetakan secara garis besar, bahasa Arab terbagi atas dua ragam,

yakni bahasa Arab baku (fusha) atau sering disebut formal language yang

dipakai sebagai bahasa resmi, yang merupakan perkembangan kembali bahasa

Arab Klasik dan bahasa yang dipakai dalam Al-Qur,an dan Hadits, dan bahasa

Arab amiyah (bahasa sehari-hari, bahasa pasaran, atau bahasa gaul) atau

sering disebut in-formal language yang dipakai sebagai bahasa komunikasi

non-formal sehari-hari.

Kedua jenis ini masing-masing mempunyai dialek geografis.

Perbedaan dialek geografis bahasa Arab baku tidak mencolok, misalnya /j/

diucapkan dengan [g] di Mesir, sementara di daerah Saudi Arabiah dan

sekitarnya [g] adalah realisasi pengucapan dari /q/.

Kata-kata dalam tuturan bahasa Arab amiyah dialek Saudi Arabiah

secara fonologis berbeda dengan bahasa fusha/ baku. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah mempunyai banyak

variasi fonologis yang berbeda dengan bahasa fusha. Variasi fonologis itu

berupa: penggantian bunyi, penambahan bunyi, dan pelesapan bunyi. Adapun

penjelasannya sebagai berikut:

1. Penggantian Bunyi

Penggantian dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi:

• Penggantian konsonan dengan konsonan

5

Fiqh LughahBahasa Fushha dan ‘Amiyah

Penggantian konsonan dengan konsonan pada bahasa amiyah dialek Saudi

Arabiah hanya terjadi pada tiga konsonan, yaitu konsonan /dz/, /ts/ dan /?/.

1) Perubahan /dz/ dari [ð] → [d]

Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabia konsonan /dz/ (interdental

frikatif bersuara) yang secara fusha diucapkan [ð] sering berubah

menjadi /d/ (dentalveolar plosif bersuara). Perubahan ini biasa terjadi

ketika /dz/ berposisi di akhir kata atau berada di akhir suku kata

tertutup. Contoh:

'dibaca [tafaddal xud] 'Silakan ambil [tafaddal xuð] تفضل خذ

'dibaca [da hǽn] 'Sekarang [ðal hi:n] ذاالحين

2) Perubahan /ts/ dari [θ] menjadi [t]

Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah konsonan /ts/ (interdendal

frikatif tak bersuara) sering dilafalkan dengan [t] (interdental plosif tak

bersuara). Contoh:

dibaca [xud fi: talla:jah] 'Ambil [xuð fi: θalla:jah] خذ في ثلةجة

di kulkas'

'dibaca [tama:nta ‘ašr] 'delapan belas [θama:niya ašrah] ثمانية عشرة

3) Perubahan /?/ menjadi [y]

Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah konsonan /?/ dalam sering

berubah menjadi [y]. Contoh:

'saya mau air' [abgha: muya?] أبغى مويا dibaca [?:bgha: ma?] أبغى ماء

'saya tersesat' [ana: ta:yih] أنا تايه dibaca [ana: ta:?ih] أنا تائه

6

Fiqh LughahBahasa Fushha dan ‘Amiyah

'enam ratus' [sittimiya] ستمية dibaca [sittimi?ah] ستمائة

• Penggantian vokal dengan vokal

Penggantian vokal dengan vokal pada bahasa amiyah dialek Saudi

Arabiah meliputi penggantian /a/ dengan /i/, dan penggantian

diftong /au/ dengan /o/ dan /ai/ dengan /e/. Contoh:

dibaca [man ?anta] من أنت '?siapa anda' [min inta] من أنت

'?perlu apa' [e:š tibgha] أيش تبغى dibaca [ayyu šai? tabgha] أي شيئ تبغى

'dibaca [al-θo:b] 'pakaian [al-θaub] الثوب

2. Penambahan Bunyi

Penambahan bunyi dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah hanya ada di

awal dan akhir kata, sedangkan penambahan di tengah kata tidak ditemukan.

• Penambahan bunyi di awal

Penambahan bunyi di awal kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah

jarang terjadi. Satu-satunya data yang menunjukkan adanya penambahan

bunyi di awal adalah pada frase min] ميين أييين؟ ?aina?] ’dari mana?’. Frase

tersebut dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabia diucapkan min] ميين فييين

fe:n]. Di sini tambahannya berupa konsonan /f-/ yang mendahului ?aina

setelah /?/ dilesapkan terlebih dahulu.

• Penambahan bunyi di akhir

Penambahan bunyi di akhir kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah,

yaitu penambahan vokal /a/ setelah ya’ mutakallim (kata ganti orang pertama

tunggal) yang berfungsi sebagai enklitik. Contoh:

7

Fiqh LughahBahasa Fushha dan ‘Amiyah

'Bersamaku' [ma’ay:a] معايا dibaca [ma’iy] معي

'Saudaraku' [axuya?] أخويا dibaca [axiy?] أخي

3. Pelesapan Bunyi

Pelesapan bunyi dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi

pelesapan bunyi di awal, di tengah, dan di akhir kata.

• Pelesapan bunyi di awal

Pelesapan bunyi di awal kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah

hanya ditemukan dalam dua kata, yaitu seperti contoh berikut:

!hai saudaraku' [ya xu:ya] يا خوي dibaca [ya ?axiy] يا أخي

'tunjukkan padaku' [ri:ny] ريني dibaca [ariny?] أرني

• Pelesapan bunyi di tengah

Pelesapan bunyi di tengah kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah

ada yang berupa pelesapan konsonan dan ada pelesapan vokal. Contoh:

'karena' [alašan‘] علشان dibaca [ala: ša?ni‘] على شأن

'tidak apa-apa' [ma‘leiš] معليش dibaca [ma: ‘alaih] ما عليه

ش ّي شيء '?mengapa' [le:š] ليش dibaca [’li?ayyi šay] ل

'lima belas' [xamstašar] خمسة شر dibaca [xamsata ‘ašar] خمسة عشر

• Pelesapan bunyi di akhir

Pelesapan bunyi di akhir kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah

berupa pelesapan vokal, pelesapan konsonan, dan ada juga yang berupa

8

Fiqh LughahBahasa Fushha dan ‘Amiyah

pelesapan silabel. Pelesapan konsonan biasanya terjadi pada isim mu’annats

yaitu dengan cara pelesapan konsonan /h/ atau /t/ yang merupakan penanda

feminin. Pelesapan vokal biasanya terjadi di akhir verba, sedangkan pelesapan

silabel terjadi pada kata-kata tertentu. Contoh:

ش ّي dibaca [al-lugah al-‘arabiyyah] اللغة العربية [al-lugal-‘arabiyya] اللغ العرب

'Anda tinggal' [taskun] تسكن dibaca [taskunu] تسكن

'?dan kamu' [wa ?an] وأن dibaca [wa ?anta] وأنت

.'yang (kata penghubung)' [:el-le] اش ّلي dibaca [:al-laði] الذي

D. Bilingualisme (Izdiwajiyat al- lughah) dan Diglosia (Tsunaiyat al-lughah)

Dalam bahasa Fushha dan Amiyah dikenal adanya istilah

bilingualisme (kedwibahasaan), yaitu penggunaan dua bahasa berbeda oleh

seorang penutur atau lebih dalam pergaulannya dengan orang lain secara

bergantian.

Namun, sebagian peneliti bahasa menolak penggunaan istilah

bilingualisme yang digunakan oleh kebanyakan ahli bahasa, dengan alasan

lahirnya bentuk bahasa Arab: Fushah dan Amiyah. Bahasa Fushah dan

Amiyah merupakan dua ragam yang berakar dari satu bahasa, sementara

bilingualisme terdapat pada dua bahasa yang berbeda, seperti halnya

perbedaan antara bahasa Perancis dan Bahasa Arab , atau antara Bahasa

Jerman dan Turki.

Untuk itu persoalannya tidak dapat dikaitkan dengan pemahaman

bilingualisme. Tetapi ia merupakan sebentuk diglosia yang menurut Ferguson

9

Fiqh LughahBahasa Fushha dan ‘Amiyah

adalah suatu situasi yang didalamnya ada dua ragam dari satu bahasa yang

hidup berdampingan dengan peran masing-masing dalam masyarakat itu.

Ferguson menjelaskan diglosia itu dari Sembilan segi: fungsi, prestise,

warisan tradisi, tulis menulis, pemerolehan, pembakuan, tata bahasa, leksikon,

dan fonologi. Menurutnya, dalam suatu bahasa ada dua ragam yang berbeda.

Yang satu disebut Dialek Tinggi, dan yang kedua Dialek Rendah. Dalam

Bahasa Arab dialek tinggi itu mengacu pada Bahasa Arab yang dipakai dalam

Al Qur’an dan bahasa klasik (Turast Arabi) yang lazim disebut Bahasa Fashih.

Sementara dialek rendah mengacu pada berbagai Masyarakat Arab diberbagai

Negara yang lazim disebut bahasa pasaran.(Amiyah)

Oleh karenanya, Distribusi fungsional dialek tinggi dan dialek rendah

mempunyai arti, bahwa terdapat situasi dimana hanya dialek tinggi yang

sesuai untuk digunakan dan dalam situasi lain hanya dialek rendah yang biasa

digunakan. Fungsi tinggi hanya pada sitasi resmi atau formal, sementara

fungsi rendah hanya pada situasi informal dan santai.

Sebenarnya bangsa arab telah mengenal adanya diglosia ini sejak masa

jahiliah. setiap kabilah memiliki dialek masing –masing dan bahasanya yang

khusus. Dengan adanya hubungan komunikasi antara bangsa arab dan para

penutur kabilah lain, itu akan segera membuat sempurna pada bahasa kabilah

ini, sehingga bila mereka bercakap-cakap, berpidato, membacakan syair atau

mengadakan pembicaraan antara satu kabilah dengan kabilah yang lainnya,

mereka senantiasa bertumpu pada bahasa umum(musytarakah). Dan diglosia

inilah masih tetap bertahan setelah datangnya islam ke negeri arab.

Diglosia bahasa fusha dan amiyah pada bangsa arab itu mulai muncul

seiring lahirnya amiyah itu sendiri, yaitu pada massa penaklukan-penaklukan

islam pertama setelah membaurnya orang arab dengan orang ajami (asing).

10

Fiqh LughahBahasa Fushha dan ‘Amiyah

11

Fiqh LughahBahasa Fushha dan ‘Amiyah

BAB III

SIMPULAN

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa:

Bahasa Arab Fushha adalah ragam bahasa yang ditemukan dalam al-Qur’an,

hadits Nabi dan warisan tradisi Arab. Bahasa fusha digunakan dalam kesempatan-

kesempatan resmi dan untuk kepentingan kodifikasi karya-karya puisi, prosa dan

penulisan pemikiran intelektual secara umum.

Sedangkan Bahasa ‘Amiyah adalah ragam bahasa yang digunakan untuk

urusan-urusan biasa sehari-hari. Bahasa amiyah ini menurut kalangan linguis modern,

dikenal dengan sejumlah nama semisal: al-lughat al-ammiyah, asy-syakl al-lughawy

al-darij, al-lahajat al-sya’i’ah, dan lain-lain.

Bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah mempunyai banyak variasi fonologis yang

berbeda dengan bahasa fusha/ baku. Variasi fonologis itu dikelompokkan menjadi

beberapa macam, yakni penggantian bunyi, penambahan bunyi, pelesapan bunyi.

Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah, variasi yang berupa penggantian

bunyi meliputi penggantian konsonan dengan konsonan dan vokal dengan vokal. Ada

tiga konsonan yang mengalami perubahan, yaitu konsonan /dz/ → [d], /ts/ → [t]

dan /?/→ [y], sedangkan perubahan vokal meliputi vokal /a/ → [i], diftong /ai/ →

[e:], dan diftong /au/ → [o:].

Sedangkan penambahan bunyi hanya ada di awal dan akhir kata. Penambahan

bunyi di awal jarang terjadi, sedangkan penambahan bunyi di akhir kata berupa

penambahan vokal /a/ setelah ya’ mutakallim yang berfungsi sebagai enklitik.

Pelesapan bunyi dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi

pelesapan bunyi di awal, di tengah, dan di akhir kata. Pelesapan bunyi di awal kata

jarang terjadi. Pelesapan bunyi di tengah kata ada yang berupa pelesapan konsonan

12

Fiqh LughahBahasa Fushha dan ‘Amiyah

dan ada pelesapan vokal. Pelesapan bunyi di akhir kata berupa berupa pelesapan

vokal, pelesapan konsonan, dan pelesapan silabel.

Dalam bahasa Fushha dan Amiyah dikenal adanya istilah bilingualisme

(kedwibahasaan), yaitu penggunaan dua bahasa berbeda oleh seorang penutur atau

lebih dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.

Selain itu, ada istilah Diglosia, menurut Ferguson adalah suatu situasi yang

didalamnya ada dua ragam dari satu bahasa yang hidup berdampingan dengan peran

masing-masing dalam masyarakat itu.

13

Fiqh LughahBahasa Fushha dan ‘Amiyah

DAFTAR PUSTAKA

Nandang S, Ade, 2012, Fiqh Lughah, Bandung: CV. Insan Mandiri

http//:Ach Farouq Abdullah, S.Pd.I/2013/10/27/Bahasa Fushha dan ‘Amiyah

http//: google.com//Bahasa Fushha dan ‘Amiyah

14