kel 9 spondilitis tubercolosis

18
TUGAS KELOMPOK PBL SISTEM MUSKULOSKELETAL PATOFISIOLOGI GANGGUAN PADA SISTEM MUSKULOSKELETAL Kelompok 9 : Erik Adik Putra.B.K 1002038 Petrus Kinkin Prahara 1002082 Yonathan Hondo 10020 Ni Made Asri Wianita 1002076 Maianjelina Hutagaol 10020 Annisa Eka Febri R 1002005 Elisabeth W.M. Wede 1002035 Nindya Yuliana Rizki 1002078 Roselina Kurnia S.C 1002091 Efrin Rambu Leki 1002032 Erly Pe Leba 1002039 PRODI S - 1 ILMU KEPERAWATAN STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA

Upload: indra-saputra

Post on 11-Aug-2015

39 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kel 9 Spondilitis Tubercolosis

TUGAS KELOMPOK PBL SISTEM MUSKULOSKELETAL

PATOFISIOLOGI GANGGUAN PADA SISTEM MUSKULOSKELETAL

Kelompok 9 :

Erik Adik Putra.B.K 1002038

Petrus Kinkin Prahara 1002082

Yonathan Hondo 10020

Ni Made Asri Wianita 1002076

Maianjelina Hutagaol 10020

Annisa Eka Febri R 1002005

Elisabeth W.M. Wede 1002035

Nindya Yuliana Rizki 1002078

Roselina Kurnia S.C 1002091

Efrin Rambu Leki 1002032

Erly Pe Leba 1002039

PRODI S - 1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA

TA 2013/2014

Page 2: Kel 9 Spondilitis Tubercolosis

SPONDILITIS TUBERCOLOSIS

A. Pengertian

Spondilitis tuberkulosis adalah infeksi pada tulang belakang yang disebabkan oleh

kuman Mycobacterium tuberculosis.

Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah peradangan

granulomatosa yg bersifat kronisdestruktif olehMycobacterium tuberculosis. Dikenal

pula dengan nama Pottds disease of the spine atau tuberculousvertebral osteomyelitis.

Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebraT8 – L3dan paling jarang pada

vertebraC1  2. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi

jarang menyerang arkus vertebrae.

Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa

merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif

olehMycobacterium tuberculosa. Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan

infeksi sekunder dari fokus di tempat lain dalam tubuh. Percivall Pott (1973) yang

pertama kali menulis tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan

antara penyakit ini dengan deformitas tulang belakang yang terjadi, sehingga penyakit

ini disebut juga sebagai penyakit Pott atau tuberculous vertebral

osteomyelitis (Rasjad, 2007).

Page 3: Kel 9 Spondilitis Tubercolosis

B. Anatomi fisiologi

Page 4: Kel 9 Spondilitis Tubercolosis

C. ETIOLOGI

Penyakit ini

disebabkan

oleh karena

bakteri

berbentuk

basil.

Bakteri

yang paling

sering

menjadi

penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis, walaupun

spesiesMycobacterium yang lain pun dapat juga bertanggung jawab sebagai

penyebabnya, seperti Mycobacterium africanum, bovine tubercle baccilus,

ataupun non-tuberculous mycobacteria (Brooks, 2008)

Ruas tulang

belakang

tulang leher (vertebrae sevicale)

ruas tulang punggung (vertebrae

dorsales)

ruas tulang pinggang (vertebrae

lumbales)

ruas tulang kelangkang (os.cacrum)

ruas tulang ekor (vertebrae

cocigeus)

7 ruas

12 ruas

5 ruas

5 ruas

4 ruas

Tulang dada

(Sternum)

Hulu (manubrium sterni)

Badan (corpus sterni)

Taju pedang (proccesus

xyphoideus)

Tulang rusuk

(Costae)

tulang rusuk sejati (costa vera)

tulang rusuk palsu (costa sporia)

pasang tulang rusuk melayang

(costa fluctuantes)

7 pasang

3 pasang

2 pasang

Tulang gelang

bahu

tulang belikat (scapula)

tulang selangka (clavicula)

2 tlg

2 tlg

Tulang gelang

panggul

tulang usus (os.ilium)

tulang duduk (os.ichium)

tulang kemaluan (os.pubis)

2 tlg

2 tlg

2 tlg

Page 5: Kel 9 Spondilitis Tubercolosis

Spondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di

tubuh, 90-95% disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa typic (2/3 dari tipe

human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh Mycobacterium tuberculosa atypic.

Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan

lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosis traktus

urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena paravertebralis

(Rasjad, 2007).

D. PATOFISIOLOGI

Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada tulang selalu merupakan infeksi sekunder.

Berkembangnya kuman dalam tubuh tergantung pada keganasan kuman dan

ketahanan tubuh penderita. Reaksi tubuh setelah terserang kuman tuberkulosis dibagi

menjadi lima stadium, yaitu13:

1. Stadium I (Implantasi) : Stadium ini terjadi awal, bila keganasan kuman lebih kuat

dari daya tahan tubuh. Pada umumnya terjadi pada daerah torakal atau

torakolumbal soliter atau beberapa level.

2. Stadium II (Destruksi awal) : Terjadi 3-6 minggu setelah implantasi. Mengenai

diskus intervertebralis.

3. Stadium III (Destruksi lanjut dan Kolaps) : Terjadi setelah 8-12 minggu dari

stadium II. Bila stadium ini tidak diterapi maka akan terjadi destruksi yang hebat

dan kolaps dengan pembentukan bahan-bahan pengejuan dan pus (cold abscess).

4. Stadium IV (Gangguan Neurologis) : Terjadinya komplikasi neurologis, dapat

berupa gangguan motoris, sensoris dan otonom.

5. Stadium V (Deformitas residual) : Biasanya terjadi 3-5 tahun setelah stadium I.

Kiposis atau gibus tetap ada, bahkan setelah terapi.

Daerah yang biasanya terkena bagian anterior korpus vertebra. Destruksi tulang yang

progresif mengakibatkan kolaps vertebra dan kifosis. Kanal spinalis menyempit

karena adanya abses atau jaringan granulasi. Ini mengakibatkan kompresi spinal

cord dan defisit neurologis.

Page 6: Kel 9 Spondilitis Tubercolosis

E. TANDA DAN GEJALA

Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala

tuberkulosis pada umumnya, yaitu: (Mansjoer, 2000)

1. Terdapat gejala klasik tuberkulosis berupa penurunan berat badan, keringat

malam, demam subfebris, kakeksia. Gejala ini sering tidak menonjol.

2. Nyeri vertebra/lokal pada lokasi infeksi sering dijumpai dan menghilang bila

istirahat.

Page 7: Kel 9 Spondilitis Tubercolosis

3. Gejala dan tanda kompresi radiks atau medula spinalis terjadi pada 20% kasus

(akibat abses dingin).

4. Onset penyakit dapat gradual atau mendadak (akibat kolaps vertebra dan kifosis).

5. Pada awalnya terjadi nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut, kemudian

diikuti paraparesis yang lambat laun semakin memberat, spastisitas, klonus,

hiperrefleksia dan refleks Babinsky bilateral. Dapat ditemukan deformitas dan

nyeri ketok tulang vertebra.

6. Penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama

gangguan motorik.

7. Gangguan menelan dan pernapasan akibat adanya abses retrofaring.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penyakit spondilitis

tuberkulosa antara lain: (Rasjad, 2007)

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Peningkatan laju endap darah dan mungkin disertai leukositosis

b. Uji Mantoux positif

Dilakukan dengan penyuntikan intrakutan dan “multiple puncture method” dengan

4-6 jarum berdasarkan cara Heaf dan Tine. Sampai sekarang cara Mantoux masih

dianggap sebagai cara yang paling dapat dipertanggungjawabkan karena jumlah

zat yang dimasukkan ke intrakutan dapat diketahui banyaknya. Reaksi lokal yang

terdapat pada uji mantoux terdiri atas: (Staf IKA UI, 2007)

c. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan Mycobacterium

d. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional

e. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel

2. Pemeriksaan radiologis

a. Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru

b. Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik, dan destruksi korpus

vertebra, disertai penyempitan diskus intervertebralis yang berada diantara korpus

tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral

Page 8: Kel 9 Spondilitis Tubercolosis

c. Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal berbentuk sarung burung

(bird’s nets) di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses

terlihat berbentuk fusiform

d. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbul kifosis

e. Pemeriksaan foto dengan zat kontras

f. Pemeriksaan mielografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan sumsum

tulang

g. Pemeriksaan CT scan atau CT dengan mielografi

h. Pemeriksaan MRI

G. PENATALAKSANAAN

Pada prinsipnya pengobatan spondilitis tuberkulosis harus dilakukan sesegera

mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.

Pengobatan terdiri atas: (Rasjad, 2007)

1. Terapi konservatif, berupa:

a. Tirah baring (bed rest)

b. Memperbaiki keadaan umum penderita

c. Pemasangan brace pada penderita, baik yang dioperasi ataupun yang tidak

dioperasi

d. Pemberian obat antituberkulosa

Obat-obatan yang diberikan terdiri atas:

1) Isonikotinik hidrasit (INH) dengan dosis oral 5 mg/kg berat badan per hari

dengan dosis maksimal 300 mg. Dosis oral pada anak-anak 10 mg/kg berat

badan.

2) Asam para amino salisilat. Dosis oral 8-12 mg/kg berat badan

3) Etambutol. Dosis per oral 15-25 mg/kg berat badan per hari

4) Rifampisin. Dosis oral 10 mg/kg berat badan diberikan pada anak-anak.

Pada orang dewasa 300-400 mg per hari.

5) Streptomisin, pada saat ini tidak digunakan lagi.

2. Terapi operatif

Indikasi operasi yaitu:

Page 9: Kel 9 Spondilitis Tubercolosis

a. Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah

semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan,

setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.

b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka

dan sekaligus debrideman serta bone graft.

c. Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun

pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada

medulla spinalis. Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan

utama bagi penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif

masih memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold

abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.

Abses Dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat

terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang

besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa,

yaitu:

1) Debrideman fokal

2) Kosto-transveresektomi

3) Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.

H. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh spondilitis tuberkulosa yaitu:

1. Pottds paraplegiaa.

a. Muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun

sequester atau invasi jaringangranulasi pada medula spinalis. Paraplegia ini

membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medulaspinalis dan

saraf.

b. Muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari

jaringan granulasi atau perlekatantulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.

2. Ruptur abses paravertebraa.

a. Pada vertebra torakal maka nanah akan turun ke dalam pleura sehingga

menyebabkan empiema tuberculosis

Page 10: Kel 9 Spondilitis Tubercolosis

b. Pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk

psoas abses yang merupakan coldabsces (Lindsay, 2008).

3. Cedera corda spinalis (spinal cord injury).

Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pustuberkulosa,

sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis (contoh : Pottds paraplegia

“ prognosabaik) atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh

jaringan granulasi tuberkulosa (contoh :menigomyelitis “ prognosa buruk). Jika

cepat diterapi sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis padatumor).

MRI dan mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau

karena invasi dura dancorda spinalis.

I. ASUHAN KEPERAWATAN

Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan

keperawatan dan juga sebagai alat dalam melaksanakan praktek keperawatan yang

terdiri dari lima tahap yang meliputi : pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan,

perencanaan, implementasi dan evaluasi. ( Lismidar, 1990 : IX ).

1. Pengkajian.

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Pengkajian

di lakukan dengan cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat memeri arah

kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung

pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Tahap pengkajian terdiri

dari tiga kegiatan yaitu : pengumpulan data, pengelompokan data, perumusan

diagnosa keperawatan. ( Lismidar 1990 : 1)

a. Pengumpulan data.

Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada klien,

keluarga maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan fisik di lakukan

dengan cara , inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status

perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS

dan diagnosa medis.

2) Riwayat penyakit sekarang.

Page 11: Kel 9 Spondilitis Tubercolosis

Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada

punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah

sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada

atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah

berat terutama pada saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya

keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan

terasa lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat

badan.

3) Riwayat penyakit dahulu

Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di

dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis

paru. ( R. Sjamsu hidajat, 1997 : 20).

4) Riwayat kesehatan keluarga.

Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab

timbulnya adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain

yang menderita penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada

yang menderita penyakit menular tersebut.

5) Riwayat psikososial

Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan

kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit,

pengobatan dan perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut

dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan

mempengaruhi sosialisai penderita.

6) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.Adanya tindakan medis serta

perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi klien tentang

kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua klien mengerti

benar perjalanan penyakitnya.Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam

pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat

tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang

mempengaruhi keadaan kesehatan klien.

7) Pola nutrisi dan metabolisme.

Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah

dan amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin

Page 12: Kel 9 Spondilitis Tubercolosis

meningkat, sehingga klien akan mengalami gangguan pada status

nutrisinya. ( Abdurahman, et al 1994 : 144)

8) Pola eliminasi.

Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa

ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan

adanya penata laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB

dan BAK harus ditempat tidur dengan suatu alat. Dengan adanya

perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga akan mengganggu proses

aliminasi.

9) Pola aktivitas.

Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung

serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien

membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam

melaksanakan aktivitas fisik tersebut.

10) Pola tidur dan istirahat.

Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak

hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan

tidur dan istirahat.

11) Pola hubungan dan peran.

Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau

tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran

dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya

hubungan interpersonal.

12) Pola persepsi dan konsep diri.

Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap

bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.

13) Pola sensori dan kognitif.

Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila

terjadi komplikasi paraplegi.

14) Pola reproduksi seksual.

Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan

terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal

Page 13: Kel 9 Spondilitis Tubercolosis

curahan kasih sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara

merawat sehari - hari tidak terganggu atau dapat dilaksanakan.

15) Pola penaggulangan stres.

Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti

penyakitnya , akan mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang

menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya - tanya tentang penyakitnya

untuk mengurangi stres.

16) Pola tata nilai dan kepercayaan.

Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan

ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai

dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan

pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya.

17) Pemeriksaan fisik.

a) Inspeksi.

Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan

pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis.

b) Palpasi.

Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang

terdapat adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi.

c) Perkusi.

Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.

d) Auskultasi.

Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan.

(Abdurahman, et al 1994 : 145 ).

18) Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.

a) Radiologi

Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior,

sangat jarang menyerang area posterior.

Terdapat penyempitan diskus.

Page 14: Kel 9 Spondilitis Tubercolosis

Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).

b) Laboratorium

Laju endap darah meningkat

Tes tuberkulin.

Reaksi tuberkulin biasanya positif.

c) Analisa

Setelah data di kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data

subjektif yaitu data yang didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi

atau data verbal dan objektiv yaitu data yang didapat dari pengamatan,

observasi, pengukuran dan hasil pemeriksaan radiologi maupun

laboratorium. Dari hasil analisa data dapat disimpulkan masalah yang

di alami oleh klien. ( Mi Ja Kim,et al 1994 ).

b. Diagnosa Keperawatan.

Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien yang

nyata ataupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang

pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat untuk

melakukannya. ( Tim Departemen Kesehatan RI, 1991 : 17 ).

Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa

adalah:

1) Gangguan mobilitas fisik

2) Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.

3) Perubahan konsep diri : Body image.

4) Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah.

( Susan Martin Tucker, 1998 : 445 )

c. Perencanaan Keperawatan.

Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan

yang akan di laksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan

diagnosa keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan terpenuhinya

kebutuhan klien.( Tim Departemen Kesehatan RI, 1991 :20 ).

Adapun perencanaan masalah yang penulis susun sebagai berikut :

1) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal

dan nyeri.

Page 15: Kel 9 Spondilitis Tubercolosis

Tujuan

Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.

Kriteria hasil

a) Klien dapat ikut serta dalam program latihan

b) Mencari bantuan sesuai kebutuhan

c) Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.

Rencana tindakan

a) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan

kerusakan.

b) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.

c) Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :

Mattress

Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang

keras yang tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur.

mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ;

d) Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri ( bersandar pada

tembok ) maupun posisi menelungkup dengan cara mengangkat

ekstremitas atas dan kepala serta ekstremitas bawah secara bersamaan.

e) monitor tanda –tanda vital setiap 4 jam.

f) Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau

lecet – lecet.

g) Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra

indikasi.

h) Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek

samping : bisa tak nyaman pada lambung atau diare.

2) Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya

peradangan sendi.

Tujuan

a) Rasa nyaman terpenuhi

b) Nyeri berkurang / hilang

Kriteria hasil

a) klien melaporkan penurunan nyeri

Page 16: Kel 9 Spondilitis Tubercolosis

b) menunjukkan perilaku yang lebih relaks

c) memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan

peningkatan keberhasilan.

Rencana tindakan

a) Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan

nyeri ke daerah yang baru.

b) Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap

nyeri.

c) Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.

d) Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk

meningkatkan rasa nyaman.

e) Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.

3) Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.

Tujuan

Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan koping

yang adaptif.

Kriteria hasil

Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan

keterampilan koping yang positif dalam mengatasi perubahan citra.

Rencana tindakan

a) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan.

Perawat harus mendengarkan dengan penuh perhatian.

b) Bersama – sama klien mencari alternatif koping yang positif.

c) Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga dan

teman serta berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna mengatasi

perubahan body image.

4) Kurang pengetahuan berhungan dengan kurangnya informasi tentang

penatalaksanaan perawatan di rumah.

Page 17: Kel 9 Spondilitis Tubercolosis

Tujuan

Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah.

Kriteria hasil

a) Klien dapat memperagakan pemasangan dan perawatan brace atau

korset

b) Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan

c) Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, rencana

pengobatan, dan gejala kemajuan penyakit.

Page 18: Kel 9 Spondilitis Tubercolosis

Daftar Pustaka

Anonim, 2007. Spondylitis Tuberkulosa. Diakses tanggal 25 Agustus 2010 darihttp://www.medlinux.blogspot.com

Harsono, 2003. Spondilitis Tuberkulosa dalam Kapita Selekta Neurologi. Ed. II. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. p. 195-197

Hidalgo, J.A., 2005. Pott Disease. Diakses tanggal 25 Agustus 2010 darihttp://www.eMedicine.com/med/topic

Rasjad C., 2003. Spondilitis Tuberkulosa dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Ed.II. Makassar: Bintang Lamumpatue. p. 144-149

Tamburaf, V., 2006. Spinal Tuberculosis. Diakses tanggal 25 Agustus 2010 darihttp://www.infeksi.com http://qittun.blogspot.com/2008/10/asuhan-keperawatan-dengan- spondilitis.html

http://adirasoziety.blogspot.com/2012/08/laporan-tutorial-spondilitis-tuberkulosa.html