kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi

4
1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga (tinggi) negara yang baru yang sederajat dan sama tinggi kedudukannya dengan Mahkamah Agung (MA). Menurut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasca Perubahan Keempat (Tahun 2002), dalam struktur kelembagaan Republik Indonesia terdapat (setidaknya) 9 (sembilan) buah organ negara yang secara langsung menerima kewenangan langsung dari Undang-Undang Dasar. Kesembilan organ tersebut adalah (i) Dewan Perwakilan Rakyat, (ii) Dewan Perwakilan Daerah, (iii) Majelis Permusyawaratan Rakyat, (iv) Badan Pemeriksa Keuangan, (v) Presiden, (vi) Wakil Presiden, (vii) Mahkamah Agung, (viii) Mahkamah Konstitusi, dan (ix) Komisi Yudisial. Di samping kesembilan lembaga tersebut, terdapat pula beberapa lembaga atau institusi yang datur kewenangannya dalam UUD, yaitu (a) Tentara Nasional Indonesia, (b) Kepolisian Negara Republik Indonesia, (c) Pemerintah Daerah, (d) Partai Politik. Selain itu, ada pula lembaga yang tidak disebut namanya, tetapi disebut fungsinya, namun kewenangan dinyatakan akan diatur dengan undang-undang, yaitu: (i) bank central yang tidak disebut namanya “Bank Indonesia”, dan (ii) komisi pemilihan umum yang juga bukan nama karena ditulis dengan huruf kecil. Baik Bank Indonesia maupun Komisi Pemilihan Umum yang sekarang menyelenggarakan kegiatan pemilihan umum merupakan lembaga- lembaga independen yang mendapatkan kewenangannya dari Undang-Undang. Karena itu, kita dapat membedakan dengan tegas antara kewenangan organ negara berdasarkan perintah Undang-Undang Dasar (constitutionally entrusted power), dan kewenangan organ negara yang hanya berdasarkan perintah Undang-Undang (legislatively entrusted power), dan bahkan dalam kenyataan ada pula lembaga atau organ yang kewenangannya berasal dari atau bersumber dari Keputusan Presiden belaka. Contoh yang terakhir ini misalnya adalah pembentukan Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Hukum Nasional, dan sebagainya. Sedangkan contoh lembaga-lembaga yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang, misalnya, adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Penyiaran Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisa Traksaksi Keuangan (PPATK). 2. Menuliskan sifat konsitusi. Fungsi pokok konstitusi adalah membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Pemerintah sebagai suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, terkait oleh beberapa pembatasan dalam konstitusi negara sehigga menjamin bahwa kekuasaan yang dipergunakan untuk memerintah itu tidak disalahgunakan. Dengan demikian diharapkan hak- hak warganegara akan terlindungi.

Upload: wahyudi-arsyad

Post on 04-Jul-2015

27 views

Category:

News & Politics


3 download

DESCRIPTION

Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi

TRANSCRIPT

Page 1: kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga (tinggi) negara yang baru

yang sederajat dan sama tinggi kedudukannya dengan Mahkamah Agung (MA). Menurut

ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasca

Perubahan Keempat (Tahun 2002), dalam struktur kelembagaan Republik Indonesia

terdapat (setidaknya) 9 (sembilan) buah organ negara yang secara langsung menerima

kewenangan langsung dari Undang-Undang Dasar. Kesembilan organ tersebut adalah (i)

Dewan Perwakilan Rakyat, (ii) Dewan Perwakilan Daerah, (iii) Majelis Permusyawaratan

Rakyat, (iv) Badan Pemeriksa Keuangan, (v) Presiden, (vi) Wakil Presiden, (vii)

Mahkamah Agung, (viii) Mahkamah Konstitusi, dan (ix) Komisi Yudisial. Di samping

kesembilan lembaga tersebut, terdapat pula beberapa lembaga atau institusi yang datur

kewenangannya dalam UUD, yaitu (a) Tentara Nasional Indonesia, (b) Kepolisian

Negara Republik Indonesia, (c) Pemerintah Daerah, (d) Partai Politik. Selain itu, ada pula

lembaga yang tidak disebut namanya, tetapi disebut fungsinya, namun kewenangan

dinyatakan akan diatur dengan undang-undang, yaitu: (i) bank central yang tidak disebut

namanya “Bank Indonesia”, dan (ii) komisi pemilihan umum yang juga bukan nama

karena ditulis dengan huruf kecil. Baik Bank Indonesia maupun Komisi Pemilihan

Umum yang sekarang menyelenggarakan kegiatan pemilihan umum merupakan lembaga-

lembaga independen yang mendapatkan kewenangannya dari Undang-Undang.

Karena itu, kita dapat membedakan dengan tegas antara kewenangan organ

negara berdasarkan perintah Undang-Undang Dasar (constitutionally entrusted power),

dan kewenangan organ negara yang hanya berdasarkan perintah Undang-Undang

(legislatively entrusted power), dan bahkan dalam kenyataan ada pula lembaga atau organ

yang kewenangannya berasal dari atau bersumber dari Keputusan Presiden belaka.

Contoh yang terakhir ini misalnya adalah pembentukan Komisi Ombudsman Nasional,

Komisi Hukum Nasional, dan sebagainya. Sedangkan contoh lembaga-lembaga yang

kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang, misalnya, adalah Komisi Nasional Hak

Asasi Manusia, Komisi Penyiaran Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisa Traksaksi

Keuangan (PPATK).

2. Menuliskan sifat konsitusi.

Fungsi pokok konstitusi adalah membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa

sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Pemerintah sebagai

suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, terkait oleh

beberapa pembatasan dalam konstitusi negara sehigga menjamin bahwa kekuasaan yang

dipergunakan untuk memerintah itu tidak disalahgunakan. Dengan demikian diharapkan hak-

hak warganegara akan terlindungi.

Page 2: kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi

3. Menjelaskan perubahan dalam pelaksanaan konsitusi.

Sebagai negara yang berdasar atas hukum, Indonesia memiliki konstitusi yang sekarang

berlaku yang dikenal dengan UUD 1945. Keberadaan UUD 1945 sebagai konstitusi di

Indonesia mengalami perjalanan yang sangat panjang dari dimulai disahkan pada tanggal 18

Agustus 1945, hingga akhirnya diterima sebagai landasan hukum bagi pelaksanaan

ketatanegaraan di Indonesia saat ini.

Pada masa itu, konstitusi Indonesia sempat berganti beberapa kali dalam periode waktu

tertentu yaitu:

1. Undang - Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949)

UUD 1945 pertama kali disahkan dan berlaku sebagai konstitusi negara Indonesia

dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18

Agustus 1945 yaitu sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Naskah UUD

1945 ini pertama kali dipersiapkan oleh pemerintah balatentara Jepang yang diberi nama

Dokuristu Zyunbi Tyoosakai yang dalam bahasa Indonesia disebut Badan Penyidik

Usaha –Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).BPUPKI beranggotakan 26

orang, diketuai oleh K. R. T. Radjiman Wedyodiningrat serta Itibangese Yosio dan

Raden Panji Suroso, masing–masing sebagai wakil ketua. BPUPKI mengadakan 2 kali

sidang. Sidang Pertama berlangsung pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1956 dan sidang

Kedua berlangsung pada tanggal 10 Juli – 17 Juni 1945. Pada masa sidang Kedua itulah

dibentuk Panitia Hukum Dasar dengan anggota yang terdiri dari 19 orang, diketuai oleh

Ir. Soekarno. Panitia ini membentuk Panitia kecil yang diketuai Prof. Dr. Soepomo.

Panitia kecil berhasil menyelesaikan tugasnya dan BPUPKI menyetujui hasil kerjanya

sebagai rancangan UUD pada tanggal 16 Agustus 1945. Setelah BPUPKI

menyelesaikan tugasnya, Pemerintah Balatentara Jepang membentuk Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang beranggotakan 21 orang, termasuk Ir. Soekarno

dan Drs. Mohammad Hatta. Setelah mendengarkan hasil BPUPKI tentang naskah

rancangan UUD pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, akhirnya mengesahkan

rancangan UUD tersebut menjadi UUD Negara Republik Indonesia. Namun demikian,

setelah resmi disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 UUD 1945 tidak langsung

dijadikan referensi dalam setiap pengambilan keputusan kenegaraan dan pemerintahan.

UUD 1945 pada intinya hanya dijadikan sebagai alat untuk sesegera mungkin

membentuk negara merdeka yang bernama RI. Oleh karena itu walaupun secara formal

UUD 1945 berlaku sebagai konstitusi namun hanya bersifat nominal yaitu baru diatas

kertas saja.

2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950)

Pada tahun 1947 tentara Belanda melakukan Agresi Militer I yang kemudian dilanjutkan

dengan Agresi Militer II tahun 1948. Tujuan Belanda melakukan Agresi ini adalah untuk

menjajah Indonesia kembali. Agresi ini mendapat perhatian dunia sehingga PBB mengajak

pihak Indonesia dan Belanda berunding. Pada tanggal 23 Agustus – 2 November 1949

diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag Belanda. Konferensi ini berhasil

menyepakati 3 hal yaitu :

a. Mendirikan Republik Indonesia Serikat

Page 3: kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi

b. Penyerahan kedaulatan pada RIS yang berisi 3 hal yaitu piagam Penyerahan kadaulatan

dari Kerajaan Belanda pada pemerintahan RIS, status UNI dan persetujuan perpindahan.

c. Mendirikan UNI antara RIS dan Kerajaan Belanda

Naskah konstitusi RIS disusun bersama oleh delegasi RI dan FBO (Bijeenkoms Voor

Federal Overleg) dalam konferensi tersebut. Naskah rancangan UUD itu disepkati bersama

oleh kedua belah pihak untuk diberlakukan sebagai UUD RIS. Naskah UUD yang

kemudian dikenal dengan sebutan Konstitusi RIS itu resmi mendapat persetujuan Komite

Nasional Pusat pada tanggal 14 Desember 1949. selanjutnya Konstitusi RIS dinyatakan

berlaku mulai tanggal 27 Desember 1949.

Konstitusi RIS dimaksud sebagai UUD bersifat sementara, karena lembaga yang membuat

dan menetapkannya tidaklah representatif. Hal ini ditegaskan dalan Pasal 186 Konstitusi

RIS bahwa Konstituante bersama pemerintah selekas lekasnya menetapkan Konstitusi RIS.

3. Undang – Undang Dasar Sementara 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)

Bentuk Negara RIS tidak bertahan lama. Sebagai negara yang baru terbentuk Indonesia

masih membutuhkan tahap–tahap konsolidasi kekuasaan efektif. Bentuk Negara yang lebih

cocok untuk kondisi tersebut adalah Negara kesatuan. Dalam rangka konsolidasi kekuasaan

itu, tiga wilayah Negara bagian yaitu Negara RI, Negara Indonesia Timur dan Negara

Sumatra Timur menggabungkan diri menjadi satu wilayah RI.

Sejak saat itu wibawa pemerintah RIS menjadi berkurang sehingga dicapai kata sepakat

antara pemerintah RIS dan pemerintah RI untuk kembali mendirikan Negara kesatuan RI.

Kesepakatan itu dituangkan dalam satu naskah persetujuan bersama pada tanggal 19 Mei

1950.

Dalam rangka persiapan ke arah itu maka untuk keperluan menyiapkan satu naskah UUD,

dibentuklah suatu panitia bersama yang akan menyusun rancangannya. Setelah selesai

rancangan UU itu kemudian disahkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat pada

tanggal 12 Agustus 1950, dan DPR dan Senat RIS pada tanggal 14 Agustus 1950.

selanjutnya naskah UUD baru ini diberlakukan secara resmi mulai tanggal 17 Agustus 1950

yaitu dengan ditetapkannya UU No. 7 Tahun 1950.

UUDS 1950 ini bersifat pengganti (Renewal) sehingga isinya tidak hanya mencerminkan

perubahan (Amandemen) terhadap Konstitusi RIS Tahun 1949 namun juga mengganti

naskah Konstitusi RIS itu dengan naskah yang sama sekali baru dengan nama UUDS 1950.

Seperti halnya Konstitusi RIS 1949, UUDS 1950 juga bersifat sementara. Ini terlihat jelas

dalam rumusan pasal 134 yang mengharuskan Konstituante bersama pemerintah segera

menyusun UUD RI untuk menggantikan UUDS 1950 tersebut.

Sayangnya, Konstituante belum sempat berhasil menyelesaikan tugasnya untuk menyusun

UUD baru ketika Presiden Soekarno berkesimpulan bahwa Konstituante telah gagal dan

memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai UUD Negara RI

4. (Kembali Ke) Undang - Undang Dasar 1945 (5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999)

Sejak dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga sekarang, UUD 1945 terus berlaku dan

diberlakukan sebagai hukum dasar. Namun pada masa Orde baru, konsolidasi kekuasaan

lama kelamaan semakin terpusat. Disisi lain siklus kekuasaan mangalami stagnasi yang

statis karena pucuk pimpinan pemerintahan tidak pergantian selama 32 tahun. Akibarnya

UUD 1945 menagalami proses sakralisasi yang irasional semasa rezim Orde baru. UUD

Page 4: kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi

1945 tidak diizinkan bersentuhan dengan ide perubahan sama sekali. Padahal UUD 1945

jelas merupakan UUD yang masih sementara dan belum pernah dipergunakan dan

diterapkan secara sungguh–sungguh.

5. Perubahan ( Amandemen ) Undang - Undang Dasar 1945

Setelah jatuhnya rezim Orde baru dan digantikan Orde reformasi muncul tuntutan untuk

melakukan perubahan terhadap UUD 1945. Latar belakang tututan perubahan terhadap

UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde baru kekuasaan tertinggi berada ditangan

MPR dan bukan ditangan rakyat, kekuasaan yang sangat besar pada presiden, adanya pasal

–pasal yang “Luwes” (sehingga dapat menimbulkan multitafsir) serta kenyataan rumusan

UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan

konstitusi.

Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti

tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara

demokrasi dan negara hukum serta hal – hal yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan

kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dilakukan dengan kesepakatan, diantaranya tidak

mengubah pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan NKRI.

Dalam kurun waktu 1999 – 2001, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan yang ditetapkan

dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR. Adapun keempat perubahan tersebut

adalah:

a. Perubahan ( Amendemen) Pertama UUD 1945 (19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000)

• Perubahan pertama UUD 1945 dihasilkan melalui Sidang Umum MPR Tahun 1999

(tanggal 14 – 21 Oktober 1999)

b. Perubahan (Amendemen) Kedua UUD 1945 (18 Agustus 2000 – 9 November 2001)

• Perubahan Kedua UUD 1945 dihasilkan melalui Sidang Umum MPR Tahun 2000 tanggal

7 – 18 Agustus 2000

c. Perubahan (Amendemen) Ketiga UUD 1945 (9 November 2001 – 10 Agustus 2002)

• Perubahan Ketiga UUD 1945 dihasilkan melalui Sidang Umum MPR Tahun 2001 tanggal

1 – 9 November 2001

d. Perubahan (Amendemen) Keempat UUD 1945 (10 Agustus 2002–Sekarang)

• Perubahan Keempat UUD 1945 dihasilkan melalui Sidang Umum MPR Tahun 2002

tanggal 1 – 11 Agustus 2002

4. Menuliskan tujuan konsitusi

Tujuan konstitusi yaitu:

o Membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang – wenang maksudnya

tanpa membatasi kekuasaan penguasa, konstitusi tidak akan berjalan dengan baik dan

bisa saja kekuasaan penguasa akan merajalela Dan bisa merugikan rakyat banyak.

o Melindungi HAM maksudnya setiap penguasa berhak menghormati HAM orang lain

dan hak memperoleh perlindungan hukum dalam hal melaksanakan haknya.

o Pedoman penyelenggaraan negara maksudnya tanpa adanya pedoman konstitusi

negara kita tidak akan berdiri dengan kokoh.