kedangkalan pemahaman ham dalam lingkar pendidikan
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
3.1 Latar Belakang
Hak asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang
sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM
tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of
Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia,
seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 28 A-Jpasal 29 ayat 2, pasal 30
ayat 1, pasal 31 ayat 1, dan pasal 34.
HAM merupakan bagian integral dari kajian dalam disiplin ilmu
hukum internasional. Oleh karenannya bukan sesuatu yang kontroversial bila
komunitas internasional memiliki kepedulian serius dan nyata terhadap isu
HAM di tingkat domestik. Malahan, peran komunitas internasional sangat
pokok dalam perlindungan HAM karena sifat dan watak HAM itu sendiri
yang merupakan mekanisme pertahanan dan perlindungan individu terhadap
kekuasaan negara yang sangat rentan untuk disalahgunakan, sebagaimana
telah sering dibuktikan sejarah umat manusia sendiri.
Di indonesia sendiri, undang-undang yang mengatur tentang Hak
Asasi Manusia termuat dalam UU. No. 39 Tahun 1999. Salah satu hak yang
termuat dalam UU tersebut di antaranya yaitu hak untuk memperoleh
keadilan. Rasa keadilan tentunya sangat dibutuhkan oleh semua kalangan,
termasuk dalam dunia pendidikan, khususnya pada Sekolah Tinggi. Akhir-
akhir ini marak sekali pendidikan yang memberikan pengajaran berupa
pengenalan kehidupan kampus bagi mahasiswa baru (ospek). Namun,
pendidikan tersebut kurang diimbangi dengan penegakan Hak Asasi Manusia
yang seutuhnya. Pasalnya, saat awal mendapatkan pendidikan dari kegiatan
ospek, mereka kurang mendapatkan perilaku yang tidak menyenangkan dari
senior mereka. Seperti penglocoan, para junior diperlakukan bukan layaknya
manusia. Memang perilaku kurang menyenangkan saat kegiatan ospek sudah
biasa, namun tidak biasa jika hal tersebut sudah menyalahi aturan tentang
Hak Asasi Manusia.
1
Contoh kasus kekerasan dalam dunia pendidikan yaitu kasus IPDN
pada tahun 2003 dan 2007. Pada tahun tersebut terjadi kekerasan saat
kegiatan orientasi yang dilakukan oleh senior kepada juniornya hingga
berujung kematian. Hal ini mendapat banyak kecaman dari berbagai pihak.
Karena dari tahun ke tahun lembaga pendidikan IPDN selalu ditemui kasus
yang serupa dengan hal itu. Yang menjadi pertanyaan yaitu mengapa lembaga
tersebut selalu menerapkan tindak kekerasan dalam mengimplimintasikan
pendidikannya. Padahal dalam kurikulum pendidikan sudah banyak
diterapkan sistem PAIKEM yang selalu mengedepankan pendidikan yang
menyenangkan dan efektif dalam pembelajarannya. Hal itu sudah biasa jika
pendidikan tersebut diperuntukkan untuk kemiliteran.
Latar belakang kelompok kami mengangkat kasus kekerasan pada
lembaga pendidikan IPDN yaitu kelompok kami ingin mendiskusikan
bersama-sama apa yang melatarbelakangi beberapa kekerasan yang terjadi
pada IPDN hingga berujung kematian. Dimana dari kasus inilah kita semua
bisa berpikir luas tentang makna dari penegakan HAM dalam dunia
pendidikan yang sebenarnya. Dengan begitu kedepannya kasus
penyalahgunaan HAM bisa diminimalisir dan bisa teratasi dengan baik.
3.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Mengapa kasus kekerasan IPDN dikatakan pelanggaran HAM?
1.2.2 Apa penyebab kasus kekerasan ini terus berlangsung hingga 2007?
1.2.3 Bagaimana solusi untuk memutus rantai tindakan pelanggaran HAM
di IPDN?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui bukti kekerasan di IPDN termasuk pelanggarn
HAM.
1.3.2 Untuk mengetahui penyebab kasus kekerasan di IPDN.
1.3.3 Untuk mencari solusi agar pelanggaran HAM dalam lingkar
pendidikan dapat teratasi.
1.4 Manfaat
2
Makalah ini kami susun bagi para pembaca agar bermanfaat
mengurangi tindakan pelanggaran HAM, terutama dalam lingkar
pendidikan.Dan dapat meningkatkan pemahaman, penghormatan dan
penegakkan HAM agar lebih diakui dan dijunjung harkat dan martabat
setiap individu kedepannya dengan berkaca pada contoh kasus yang kami
bahasdalammakalahini.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Pengertian HAM dan Pelanggaran HAM
3
Hak asasi manusia (HAM) terbentuk dari tiga kata, yaitu hak,
asasi, dan manusia. Hak berarti milik atau kepunyaan. Hak juga
didefinisikan sebagai kekuasaan untuk berbuat sesuatu. Asas berarti
pokok, dasar, atau utama. Asasi berarti yang dasar atau yang pokok.
Manusia didefinisikan sebagai orang, insan, atau makhluk yang berakal
budi. Dengan demikian hak asasi manusia dapat didefinisikan sebagai
milik atau kepunyaan yang bersifat mendasar atau pokok yang melekat
pada seseorang sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
Hak asasi manusia dijabarkan atau dikembangkan menjadi
kewajiban-kewajiban dan hak-hak lainnya. Ada beberapa pengertian hak
asasi manusia sebagai berikut.
1. Jan Materson (Komisi HAM PBB) berpendapat bahwa hak asasi
manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang
tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
2. John Locke berpendapat bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak
yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai
hak yang kodrati.
3. Miriam Budiardjo mengemukakan bahwa hak asasi adalah hak yang
dimiliki manusiayangtelahdiperolehdandibawanyabersamaandengan
kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat.
4. Muladi berpendapat hak asasi adalah segala hak-hak dasar yang
melekat dalam kehidupan manusia (those rights which are inherent
in our nature and without which we cannot live as human being).
5. Peter R. Baehr menjelaskan hak asasi manusia sebagai hak dasar
yang dipandang mutlak perlu untuk perkembangan individu.
6. Menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, hak
asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi
dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
4
Jadi, secara umum Hak asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai
seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal.
Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat
(Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD
1945Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29
ayat 2, pasal 30 ayat 1,pasal 31 ayat 1, dan pasal 34.
Menurut pasal 1 angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud
dengan pelanggaran HAM setiap perbuatan seseorang atau kelompok
termasuk aparat Negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau
kelalaian yang secara umum mengurangi, menghalangi, membatasi dan
atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
UU dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyesalan hokum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hokum
yang berlaku.
2.2 Jenis-jenis HAM dan Pelanggaran HAM
Jenis-jenis HAM
Pembagian bidang, jenis, dan macam HAM dunia, yaitu :
a. Hak asasi pribadi/personal rights
b. Hak asasi politik/political rights
c. Hak asasi hokum/lgal equality rights
d. Hak asasi ekonomi/property rights
e. Hak asasi peradilan/procedural rights
f. Hak asasi social budaya/social culture rights
Jenis-jenis pelanggaran HAM
Kasus pelanggaran HAM dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
1. Pembunuhan masal (genisida)
2. Pembunuhan sewenang-wenang atau diluar putusan
pengadilan
3. Penyiksaan
4. Penghilangan orang secara paksa
5
5. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara
sistematis.
b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
1. Pemukulan
2. Penganiayaan
3. Pencemaran nama baik
4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
5. Menghilangkan nyawa orang lain.
2.3 UUD 1945 dan UU yang Mengatur Tentang HAM
a. UUD I945
Pasal 27 ayat 2 tentang Pekerjaan dan penghidupan yang layak
Pasal 27 ayat 3 tentang Bela negara
Pasal 28 tentang Kebebasan berpendapat
Pasal 28 A-J tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 29 ayat 2 tentang Kebebasan memeluk agama
Pasal 30 ayat 1 tentang Pertahanan dan keamanan negara
Pasal 31 ayat 1 tentang Pendidikan
Pasal 34 ayat 1 tentang Pemeliharaan fakir miskin dan anak
terlantar
b. UU
UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
2.4 Profil IPDN
Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) adalah salah satu
Lembaga Pendidikan Tinggi Kedinasan dalam lingkungan Departemen
Dalam Negeri, dengan maksud untuk mempersiapkan kader pemerintahan
dalam negeri yang siap tugas dan siap dikembangkan dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan tugas pembangunan, baik di
tingkat daerah maupun di tingkat pusat secara berdaya guna dan berhasil
guna.
6
Berawal dari didirikannya Akademi Pemerintahan Dalam Negeri
(APDN) di Malang Jawa Timur pada tanggal 1 Maret 1956 berdasarkan SK
Mendagri No.Pend. 1/20/565 tanggal 24 September 1956 dengan Direktur
Pertama dr. Raspio Woerjadiningrat. Untuk memenuhi kebutuhan akan
tenaga kader aparatur pemerintah di tiap daerah, maka sejak tahun 1965
satu demi satu didirikan APDN di berbagai propinsi dan pada tahun 1970
telah berdiri 20 APDN di seluruh Nusantara, lokasi-lokasi APDN tersebut
adalah di Banda Aceh, Medan, Bukittinggi, Pekanbaru, Jambi, Palembang,
Tanjung Karang, Bandung, Semarang, Malang, Mataram, Kupang, Ujung
Pandang, Manado, Pontianak, Banjarmasin, Palangkaraya, Samarinda,
Ambon, dan Jayapura.
Sampai dengan tahun pendidikan 1991, yaitu tahun alumnus
berakhimya operasi APDN di daerah-daerah telah menghasilkan 27.910
orang, yang penempatannya tersebar di 27 Propinsi. Kini para alumninya
sudah mengembangkan diri untuk pendidikan selanjutnya dan pada
umumnya sudah menduduki jabatan teratas di lingkungan Departemen
Dalam Negeri. Untuk menyamakan pola pendidikan APDN dikeluarkan
Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 38 Tahun 1988 tentang
Pembentukan APDN yang bersifat Nasional yang dipusatkan di
Jatinangor, Sumedang Jawa Barat . Dalam proses perkembangan
selanjutnya dikeluarkan Keputusan Presiden No.42 Tahun 1992, yang
mengubah APDN menjadi Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri
disingkat menjadi STPDN. Bagi lulusan Program D-IV STPDN berhak
menyandang gelar "SSTP" (“Sarjana Sains Terapan Pemerintahan”).
Lulusan atau alumni STPDN diharapkan memiliki tiga kompetensi dasar
yaitu :
Kepemimpinan (Leadership),
Kepelayanan (Stewardship),
Kenegarawanan (Statemanship).
Setelah terjadi kasus kekerasan pada praja Wahyu Hidayat yang
menyebabkannya meninggal dunia, pemerintah melalui Departemen
7
Dalam Negeri akhirnya memutuskan melebur Sekolah Tinggi
Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) dan Institut Ilmu Pemerintahan
(IIP) dalam wadah baru bernama Institut Pemerintahan Dalam Negeri
(IPDN) pada tahun 2005. Perubahan yang diatur Keppres Nomor
87/2004 tentang Penggabungan STPDN dan IIP dan Permen Dalam
Negeri No. 29 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja IPDN.
2.5 Kasus Kekerasan IPDN
Bandung – Kekerasanfisikkerap kali terjadi di kampus IPDN-
sebelumnya STPDN. Beberapa orang meninggal dalam ospek mahasiswa
baru yang dilakukan oleh IPDN. Jumlah orang yang meninggal dari tahun
1993-2007 diperkirakan 35 orang. Angka kematian tersebut rata-rata
disebabkan oleh perlakuan tidak layak dari senior kepada mahasiswa baru.
Salah satu korban yang menarik perhatian pemerintah pada tahun 2007
adalah Cliff Muntu, di mana IPDN diduga berusaha menutupi penyebab
kematian mahasiswa tersebut dengan cairan formalin.Tewasnya Cliff
Muntu bukan kejadian satu-satunya.
Sejak 1990-an sampai 2005 tercatat 35 praja tewas.Namun dari
total praja yang tewas, hanya 10 kasus saja yang terungkap di media
massa.Banyaknya kasus praja IPDN yang tewas ini didasarkan hasil riset
yang dilakukan dosen IPDN, Inu Kencana.Inu melakukan
risetterkaitdisertasidoktornyayang belumdisidangkan di
UniversitasPadjajaran.Disertasi itu berjudul Pengawasan Kinerja STPDN
Terhadap Sikap Masyarakat Kabupaten Sumedang. Data-data yang
berhasil dihimpunnya dan dimasukkan dalam disertasinya, antara lain
tentang kasus kematian di kampus yang berlokasi di Sumedang, Jawa
Barat itu.
Menurut dia, sejak 1990-an terjadi kematian sekitar 35 praja.
Namun yang terungkap hanya 10 orang.
Tahun 1994, Madya Praja Gatot dari Kontingen Jatim yang
meninggal ketika menjalani latihan dasar militer dan dadanya
retak.
8
Tahun 1995, Alvian dari Lampung, meninggal di barak tanpa
sebab.
Tahun 1997, Fahrudin dari Jateng, meninggal di barak tanpa sebab.
Tahun 1999, Edi meninggal dengan dalih sedang belajar sepeda
motor di lingkungan kampus.
Tahun 2000, Purwanto meninggal dengan dada retak.
Tahun 2000, Obed dari Irian Jaya, meninggal dengan dada retak.
Tahun 2000, Heru Rahman dari Jawa Barat yang meninggal akibat
tindak kekerasan. Kasusnya sempat menjadi bahan berita.
Kasusnya dilimpahkan di pengdilan.
Tahun 2000, Utari meninggal karena aborsi dan mayatnya
ditemukan di Cimahi.
Tahun 2003, Wahyu Hidayat yang juga ramai diberitakan
meninggal karena tindak kekerasan. Kasusnya dilimpahkan ke
pengadilan.
Tahun 2005, Irsan Ibo meninggal karena dugaan narkoba.
“Data ini saya kejar sendiri ketika saya berada dalam pengurusan
senat.Yang aneh pelanggaran berat yang menyebabkan kematian, hanya
sedikit sekali praja yang terlibat yang dikeluarkan,” beber Inu.
Jawa Pos
Senin, 09 Apr 2007,
*Kehidupan Sarat Kekerasan di Kampus IPDN *
Puas Pukuli Junior, Praja Senior Nyanyi Bersama
Cliff Muntu adalah praja ke-37 yang tewas karena kekerasan di
kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor,
Sumedang. Mengapa budaya kekerasan sulit hilang di lembaga
pendidik calon camat itu?
YUGI PRASETYO, Sumedang
Ketika Wahyu Hidayat tewas pada 2003, banyak yang percaya dia
adalah korban terakhir di IPDN. Saat itu, IPDN masih bernama Sekolah
Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN).Setelah kasus kematian
9
praja asal Jawa Barat itu, para praja semua tingkat dikumpulkan untuk
mengucapkan ikrar. “Kami berjanji meninggalkan segala bentuk
kekerasan….” Begitu sebagian isi ikrar para praja.
Namun, janji tinggallah janji.Ikrar pun hanyalah torehan tinta
hitam di atas kertas yang bisa luntur. Cliff Muntu, praja asal Manado, juga
tewas karena dianiaya para seniornya. Delapan orang praja ditetapkan
sebagai tersangka dan langsung dipecat dari IPDN dan divonis 3 Thun
penjara .Meski begitu, tetap saja muncul pertanyaan, siapa bisa menjamin
Cliff Muntu adalah korban terakhir?
10
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasuskekerasan IPDN merupakanpelanggaran HAM
Kasus yang terjadi pada lembaga pendidikan IPDN termasuk dalam
pelanggaran HAM berat. Pelanggaran di IPDN bisa dikategorikan
pelanggaran HAM berat. “Dalam UUD 45 Pasal 28 B ayat (2) menegaskan
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Seperti yang
tertera dalam UUD 1945 Pasal 28 i ayat (1) yaitu “Hak untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan, pikiran hati nurani, hak beragama, hak
untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebgagai pribadi di depan hukum,
dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”. Sementara
Pasal 28 i ayat (2) “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan
terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. Kenyataannya di IPDN
justru terjadi pelanggaran HAM berat yang notabene melanggar UUD 45
yang sebenarnya menjadi lan-dasan pendidikan mereka.
Hal ini sependapat dengan Komnas HAM yang mengatakan bahwa
kekerasan pada IPDN merupakan pelanggaran HAM terberat. Seperti yang
dilansir oleh liputan6.com pada 29 September 2003, “Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (Komnas HAM) menganggap kekerasan di lingkungan
Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri, Jatinangor, Sumedang, Jawa
Barat, memenuhi syarat sebagai kasus pelanggaran HAM berat. Demikian
dikemukakan anggota Komnas HAM Koesparmono Irsan. Menurut
Koesparmono, jenis pelanggaran HAM berat adalah genosida atau
pembasmian etnis atau ras secara sistematis, pembunuhan massal, dan
kejahatan terhadap kemanusiaan. Kasus STPDN, menurut Koesparmono,
dari data awal sudah memenuhi indikasi adanya kejahatan kemanusiaan
yang dilakukan secara sistematis dan meluas. Komnas HAM rencananya
akan menggelar sidang pleno untuk mengusut pelanggaran HAM di STPD”.
11
Hal itu juga sependapat dengan Dewan Eksekutif Mahasis-wa Fakultas
Hukum (DEM FH) UKIT. “tindak kekerasan dan penganiayaan fisik yang
mengakibatkan kematian Cliff Muntu di kampus IPDN. Di mana telah terjadi
pelangga-ran nilai-nilai Pancasila, UUD 45 dan HAM. Di mana prinsip
pendidikan seharusnya diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan
serta tak diskriminatif dengan menjunjung HAM. Ini sangat jelas merusak
wajah dunia pendidikan”
3.3 Penyebab kasus kekerasan ini terus berlangsung hingga 2007
Dalam lingkup pendidikan IPDN memiliki beberapa tujuan pendidikan,
visi dan misi dalam mewujudkan pendidikan yang berlangsung pada praja
IPDN.
Tujuan Pendidikan IPDN
Pendidikan IPDN bertujuan membentuk kader pamong praja, yang memiliki
triple-competence sebagai berikut:
1. Kemampuan untuk mengelola kebhinekaan bangsa dan nusantara
menjadi kekuatan nasional (tunggal ika), memproses persatuan dan
melestarikan kesatuan bangsa (Bhineka Tunggal Ika).
2. Kemampuan untuk berfungsi sebagai conductor (dirigent), yaitu
kemampuan untuk mengelola berbagai fungsi dan tugas yang
berbeda-beda, mengidentifikasi konflik atau nada sumbang sekecil
apapun dan mengoreksinya sehingga tercipta harmoni antar pihak
dan pada gilirannya menghasilkan kinerja maksimal untuk
kesejahteraan masyarakat.
3. Kemampuan untuk berkoordinasi dengan pihak lain yang fungsinya
berbeda dan berfungsi sebagai koordinator antar berbagai satuan
kerja yang berlainan yang beroperasi dalam suatu wilayah/daerah.
Visi
Visi yang ditetapkan Institut Pemerintahan Dalam Negeri dalam
mewujudkan cita-cita tersebut dalam waktu sepuluh tahun ke depan
12
adalah”Menjadi Lembaga Pendidikan Tinggi Kepamongprajaan yang
terpercaya dalam mengemban tugas pengembangan ilmu, pembentukan
perilaku kepamongan dan penyedia kader pemerintahan yang terampil”.
Misi
Untuk mencapai visi tersebut, maka misi Institut Pemerintahan Dalam
Negeri ditetapkan sebagai berikut:
1. Mensinergikan kekuatan sivitas akademika Institut Pemerintahan
Dalam Negeri.
2. Mengembangkan kurikulum berbasis pengajaran, pelatihan, dan
pengasuhan (Jar-Lat-Suh).
3. Membangun jaringan kerjasama dengan berbagai kalangan yang
mampu mendukung pengembangan kurikulum dan implementasinya.
4. Melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian,
dan Pengabdian Masyarakat).
5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia Institut Pemerintahan
Dalam Negeri.
6. Memberdayakan praja sebagai subyek pendidikan dan aset nasional.
Pemaparan tentang apa yang terjadi di IPDN dan bagaimana itu
terjadi, pada gilirannya tidak mampu mengungkap dan menjawab pertanyaan
tentang: mengapa bisa terjadi tindak kekerasan selama bertahun-tahun di
IPDN.
Melalui kegiatan yang disebut Wahana Bina Praja, semacam Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) di perguruan tinggi, siswa-siswa senior merasa
berhak memukuli adik-adik kelasnya dengan dasar kesalahan yang hanya
dicari-cari belaka. Pemukulan dilakukan pada malam hari selepas kegiatan
ekstra dan berdasarkan doktrin “Binalah juniormu dengan cara menyentuh
hatinya. Kalau tidak bisa, sentuhlah ulu hatinya”.
Doktrin lainnya adalah “Bila tidak bisa diluruskan, maka patahkan”.
Doktrin ini menjadi pembenaran dilakukannya pemukulan dan penyiksaan
13
terhadap siswa di IPDN. Beberapa siswa yang tidak tahan atas pemukulan
dan penyiksaan di IPDN berusaha kabur dari lembaga yang awalnya bernama
Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) itu. Pada dasarnya doktin
tersebut berasal dari statement mahasiswa senior yang berangsur secara turun
temurun. Kesalapahaman makna disiplin dari lembaga IPDN dengan praja
sehingga muncul doktrin-doktrin antar praja yang pada akhirnya menjadi
turun temurun.
Doktrin IPDN: Tak Bisa Sentuh Hati Junior, Sentuh Ulu Hatinya
Erna Mardiana - detikNews
Bandung - Selain mendapat 'restu' dari lembaga dengan keluarnya SK pembinaan, serta pengalaman saat
menjadi junior pernah mengalami kekerasan, di kalangan praja senior juga tertanam doktrin yang membuat
mereka makin beringas. "Ada ungkapan yang sangat ekstrem dan hidup di seluruh praja. Jika praja junior tidak
bisa disentuh hatinya, maka sentuhlan ulu hatinya. Lalu ada satu lagi doktrin, binalah para junior dengan cara
apapun tapi sisakan nyawanya," ungkap kuasa hukum tiga tersangka dari tujuh tersangka penganiaya Cliff
Muntu, Nurkholim, kepada detikcom di Cimahi, Jumat pagi (20/4/2007). Doktrin ini, lanjut dia, ditanamkan terus
menerus di benak para praja selama ini. Nurkholim mengaku kliennya tidak tahu sejak kapan doktrin tersebut
ada. Yang jelas, sejak para tersangka ini masuk IPDN, doktrin tersebut sudah ada. "Ini kan bahaya. Iya kalau
nyawanya bisa disisakan, tetapi kalau seperti Cliff?" ujarnya. Doktrim tersebut membuat para praja senior
menjadi beringas. Belum lagi ditambah pengalaman buruk saat menjadi praja junior. "Pengalaman secara fisik
juga mereka (para tersangka) rasakan. Bagaimana mereka dipukul di mana saja, di bagian tubuh, kepala,
tangan, kaki, dan sekitar dada," tuturnya. Body contact ini, lanjut Nurkholim, seringkali terjadi saat 'koreksi'.
Koreksi yang dimaksud melingkupi tiga hal yaitu pemberian doktrin, pembinaan fisik, dan pemukulan. "Koreksi
ini seringkali dilakukan saat malam hari. Klien saya katakan jika tradisi koreksi ini telah turun temurun," ujarnya.
Semua hal itu, tandasnya, membuat kehidupan para praja menjadi penuh kekerasan. Repotnya lagi, kekerasan
tersebut mengkristal menjadi sebuah kebiasaan atau budaya di kampus IPDN.
Jawaban atas statement yang berkaitan dengan eksistensi IPDN sebagai
lembaga pendidikan birokrat yang bernaung di bawah Departemen Dalam
Negeri dan bukan Departemen Pendidikan Nasional. Pemrakarsanya pun
seorang Jenderal Angkatan Darat yang kemudian menjabat Menteri Dalam
Negeri periode 1988-1993, Rudini.
Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN, sebelum menjadi
IPDN) didirikan dengan menggabungkan 20 Akademi Pemerintahan Dalam
Negeri (APDN) yang tersebar di beberapa provinsi. Konsep perubahan ini
mengadopsi sistem Akabri di Magelang dan diilhami oleh sistem pendidikan
taruna di Amerika Serikat yang patuh pada aturan dan atasan.
14
Dengan demikian, sesungguhnya, ide dasar lembaga pendidikan calon
birokrat ini adalah mencetak tenaga-tenaga yang memiliki disiplin seperti
militer meskipun mereka adalah orang sipil.Disiplin para Praja IPDN adalah
ketaatan dan kepatuhan yang sungguh-sungguh setiap praja yang didukung
oleh kesadaran yang bersendikan Sumpah Praja untuk menunaikan tugas dan
kewajiban serta bersikap dan berperilaku sesuai dengan aturan-aturan atau
tata kehidupan praja.
Disiplin praja mutlak harus ditegakkan demi tumbuh dan
berkembangnya para pegawai pemerintahan dalam mengemban dan
mengamalkan tugas yang dipercayakan oleh bangsa dan negara kepadanya.
Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban setiap praja untuk menegakkan
disiplin. Disiplin bukan merupakan persoalan yang dimonopoli suatu
golongan atau instansi, melainkan merupakan persoalan dari setiap pribadi.
Namun disiplin militer di sini dimaknai sebagai kepatuhan absolut
kepada senior dan penggunaan cara-cara kekerasan untuk menyelesaikan
sebuah masalah oleh praja IPDN.
Dua persektif inilah yang melandasi proses belajar dan berinteraksi di
IPDN. Sejak pertama melangkahkan kaki ke kompleks Kampus IPDN, para
siswa harus berhadapan dengan sikap para seniornya yang menganggap diri
paling benar. Siswa senior selalu berusaha mencari-cari kesalahan siswa di
bawahnya agar bisa menunjukkan kekuasaannya yang lebih tinggi atas adik-
adik kelasnya.
Setiap kesalahan yang dibuat oleh siswa junior melulu diselesaikan
dengan pukulan dan bukan dengan dialog. Akibatnya adalah timbul kesakitan
fisik dan bahkan kematian. Kalaupun tidak sakit atau tewas, sakit hati dan
kebencian yang memenuhi perasaan para siswa junior akan menciptakan
lingkaran kekerasan berikutnya berupa balas dendam kepada siswa di
bawahnya.
Cara-cara menyelesaikan persoalan dengan kekerasan sebenarnya
sangat mengakar di zaman Orde Baru. Rezim tersebut mengelola konflik
15
dengan menghabisi atau menyiksa dan menyeret orang-orang yang dianggap
menentang rezim ke balik jeruji penjara.
Seluruh cara-cara kekerasan pada saat orde baru tidak pernah ada
pertanggungjawabannya. Kalaupun ada beberapa kasus yang sampai ke meja
hijau, tetapi para pelakunya tetap dapat melenggang bebas.
Dengan kata lain, impunitas tetap menjadi modus untuk melanggengkan
cara-cara kekerasan tersebut. Maka, tidak mengherankan bila lembaga
pendidikan pencetak birokrat seperti IPDN pada saat itu juga memiliki watak
militeristik sekaligus mengadopsi impunitas bagi para pelaku dan
penanggungjawabnya.
Sampai saat ini, dalam penyelenggaraan pendidikan di IPDN, masih
menganut sistem Tritunggal Terpusat yaitu Pengajaran, Pelatihan, dan
Pengasuhan (JARLATSUH). Bagian/bidang yang melaksanakan Fungsi
Pengajaran bertugas memberikan bekal pengetahuan (knowledge) kepada
siswa didik. Bagian/bidang yang melaksanakan fungsi Pelatihan memberikan
kemampuan motorik berupa ketrampilan tertentu yang diperlukan dalam
pelaksanaan tugas kepamongan. Dan Bagian/bidang Pengasuhan memberikan
dan menginternalisasi nilai-nilai kepamongprajaan kepada siswa didik yang
merupakan calon pamong praja. Penyelenggaraan ketiga fungsi
diorganisasikan dalam beberapa Fakultas, yaitu:
1. Fakultas Manajemen Pemerintahan
2. Fakultas Politik Pemerintahan
Selain itu kurikulum pendidikan yang diterapkan pada praja IPDN ialah
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, silabus dan evaluasi
dilakukan dengan perancangan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan
pengguna alumni yang berorientasi ke masa depan dengan memperhatikan
dinamika pemerintahan dan masyarakat dengan karakteristik :
1. sistem belajar dengan modul
2. menggunakan keseluruhan sumber belajar
3. pengalaman lapangan
4. strategi individual personal
16
5. kemudahan belajar
6. belajar tuntas
Pengembangan silabus mata kuliah pengajaran, pelatihan dan
pengasuhan yang sesuai dengan kompetensi Perguruan Tinggi Kedinasan,
kebutuhan dan kemampuan peserta didik, dan kebutuhan pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat. Melakukan akreditasi bersama BAN-PT
Kementerian Pendidikan Nasional dalarn rangka Broad Bases Education
(BBE) (kebijakan diknas dalam mewujudkan peningkatan mutu belajar)
standard nasional akademik, Mendayagunakan semua potensi sumber belajar
yang dimiliki IPDN dengan dukungan pemerintah, Pemda, dan masyarakat
balk yng direncanakan untuk kepentingan belajar (learning resourcess by
design) maupun yang dimanfaatkan/ aplikasikan (learning resourcess by a
utili¬zation), dan Reorientasi pembelajaran (classroom reform) sebagai salah
satu implementasi BBE-LS, Reorientasi pembelajaran menuju pembelajaran
dan evaluasi yang efektif, serta Pengisian muatan pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan pemerintah dan pemerintah daerah dan dinamika
masyarakat, pengembangan soft skill Praja/ Mahasiswa, peran alumni untuk
meningkatkan networking.
Kurikulum pendidikan meliputi :
1. Kurikulum pengajaran
KURIKULUM PROGRAM DIPLOMA IV
Berdasarkan Permendagri No 51 Tahun 2009 tentang Kurikulum
Program Diploma IV meliputi :
1. SEBARAN MATA KULIAH FAKULTAS POLITIK
PEMERINTAHAN PRODI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
2. SEBARAN MATA KULIAH FAKULTAS POLITIK
PEMERINTAHAN PRODI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
3. SEBARAN MATA KULIAH FAKULTAS POLITIK
PEMERINTAHAN PRODI PEMERINTAHAN UMUM
4. SEBARAN MATA KULIAH FAKULTAS POLITIK
PEMERINTAHAN PRODI KESBANGPOL
17
5. SEBARAN MATA KULIAH FAKULTAS MANAJEMEN
PEMERINTAHAN PRODI MANAJEMEN KEPENDUDUKAN
6. SEBARAN MATA KULIAH FAKULTAS MANAJEMEN
PEMERINTAHAN PRODI MANAJEMEN SUMBERDAYA
APARATUR
7. SEBARAN MATA KULIAH FAKULTAS MANAJEMEN
PEMERINTAHAN PRODI MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH
8. SEBARAN MATA KULIAH FAKULTAS MANAJEMEN
PEMERINTAHAN PRODI MANAJEMEN PEMBANGUNAN
2. Kurikulum Pelatihan
Tugas pokok yang melekat pada Bagian Pelatihan adalah
menyelenggarakan kegiatan pelatihan yang berorientasi pada aspek
keterampilan atau skill peserta didik dalam menghadapi dunia kerja yang
nyata di lapangan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 51 Tahun 2009
tentang Kurikulum Diploma IV Institut Pemerintahan Dalam Negeri,
terkait dengan kurikulum pelatihan paradigma yang dikembangkan adalah
penguatan keterampilan atau skill praja secara berjenjang. Berjenjang
dalam pengertian pengembangan keterampilan praja disesuaikan dengan
tingkat atau semester yang sedang ditempuh di IPDN.
1) Tingkat I (Muda Praja) semester I dan II diberikan pelatihan
tentang organisasi, tata kerja, manajemen, ketatakelolaan serta
dinamika pemerintahan di level Desa dan Kelurahan.
2) Tingkat II (Madya Praja) semester III dan IV diberikan pelatihan
tentang organisasi, tata kerja, manajemen, ketatakelolaan serta
dinamika pemerintahan di level Kecamatan.
3) Tingkat III (Nindya Praja) semester V dan VI diberikan pelatihan
tentang organisasi, tata kerja, manajemen, ketatakelolaan serta
dinamika pemerintahan di level Kabupaten dan Kota.
18
4) Tingkat IV (Wasana Praja) semester VII dan VIII diberikan
pelatihan tentang organisasi, tata kerja, manajemen, ketatakelolaan
serta dinamika pemerintahan di level Propinsi dan Nasional.
Sebaran Mata Pelatihan :
Sebaran mata pelatihan yang dilatihkan kepada praja IPDN disesuaikan
dengan tingkat (semester) yang ditempuh praja sebagaimana di uraikan di
atas, sebagai berikut :
Semester I
NO MATA PELATIHAN
1. Praktek Pembentukan Peraturan Desa/ Kelurahan
2. Praktek Perencanaan Pembangunan Desa/ Kelurahan
3. Praktek Pengelolaan Keuangan
4. Praktek Administrasi Desa/Kelurahan
5. Praktek Pemilihan Kepala Desa
6. Praktek Pelayanan Masyarakat
7. Praktek Bahasa Inggris
8. Praktek Pertanian Terpadu (Pertanian, Peternakan, Perikanan, dan
Perkebunan)
9. Praktek Komputer (E-Government)
Semester II :
NO MATA PELATIHAN
1. Praktek Penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan
19
Desa/Kelurahan
2. Praktek Pengelolaan Bencana Tingkat Desa/Kelurahan
3. Praktek Manajemen Konflik Pertanahan
4. Praktek Analisa Potensi Wilayah Desa/Kelurahan
5. Praktek Hubungan Kerja Tingkat Desa/Kelurahan
6. Praktek Kepemimpinan Budaya Lokal
7. Praktek Komunikasi Efektif (Praktek Teknik Pidato, Berbicara
Efektif, Menulis Efektif dan Diskusi)
8. Praktek Teknologi Tepat Guna (TTG)
9. Praktek Lapangan I
Semester III :
NO MATA PELATIHAN
1. Praktek Implementasi Kewenangan Camat dan Praktek Implementasi
Tugas Pokok dan Fungsi Kecamatan
2. Praktek Perencanaan dan Penganggaran Kecamatan
3. Praktek Pelayanan Masyarakat di Tingkat Kecamatan
4. Praktek Pengawasan Koordinasi dan Pembinaan di Tingkat
Kecamatan
5. Praktek Administrasi Kecamatan
6. Praktek Analisis Potensi Wilayah Kecamatan
7. Praktek Pengelolaan Bencana
8. Praktek Konflik Pertanahan di Kecamatan
9. Praktek Agrofrestry
20
Semester IV :
NO MATERI PELATIHAN
1. Praktek Implementasi Tugas Pembantuan
2. Praktek Penyusunan Hukum Daerah
3. Praktek Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
4. Praktek Penyusunan LKPD dan Evaluasi
5. Praktek Tata Naskah Dinas Kabupaten/Kota
6. Praktek Teknis Kehumasan dan Protokol
7. Praktek Pertanian Pola Green House
8. Praktek Lapangan II
Semester V :
NO MATERI PELATIHAN
1. Praktek Pembinaan dan Pengawasan
2. Praktek Ketertiban Masyarakat
3. Praktek Pengembangan Sumber Daya Aparatur
4. Praktek Pelayanan Masyarakat
5. Praktek Manajemen Disaster
6. Praktek Latihan Pramuka
7. Praktek Mediasi Perdamaian Wilayah
8. Praktek Gladi Posko Pemerintahan
21
(Tingkat Kelurahan, Kecamatan dan Kabupaten/ Kota)
9. Praktek Program dan Kegiatan Pelestarian Lingkungan
Semester VI :
NO MATERI PELATIHAN
1. Praktek Pembinaan dan Pengawasan
2. Praktek Ketertiban Masyarakat
3. Praktek Lingkungan Hidup
4. Praktek Penanggulangan Bencana
5. Praktek Kearsipan
6. Praktek Tata Upacara Sipil
7. Praktek Lapangan III
Semester VII:
NO MATERI PELATIHAN
1. Praktek Pengelolaan Aset dan Potensi Daerah
2. Praktek Kerjasama Antar Daerah
3. Praktek Penataan Batas Daerah
4. Praktek Mengemudi
5. Praktek Penyusunan Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
6. Praktek Bhakti Karya Praja (BKP)
Tenaga Pelatih
22
Guna memenuhi kualifikasi tenaga pelatih yang dibutuhkan dalam
mengimplementasikan Permendagri Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Kurikulum Diploma IV Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Rektor IPDN
Prof. DR. H. I Nyoman Sumaryadi, M.Si berkomitmen merekrut tenaga
pelatih yang qualified dan kompeten dalam bidangnya untuk mengampu
mata pelatihan yang sesuai. Komitmen tersebut diwujudkan dengan
melakukan koordinasi antara pihak IPDN dengan Pemerintah Daerah dan
berbagai lembaga professional lainnya. Bagian Pelatihan sebagai
pengelola/penanggungjawab penyelenggaraan pelatihan yang dipimpin
oleh Bapak Ir. Murdiyana, M.Si (Kepala Bagian Pelatihan) bersama Ir. Ali
Hanafiah Muhi, MP (Kasubag Pengembangan Pelatihan) dan Drs. Cecep
Rohendi, M.Si (Kasubag Evaluasi Pelatihan) menindaklanjuti komitmen
Rektor IPDN dalam menjalin koordinasi dan kerjasama dengan pihak-
pihak terkait dalam upaya merekrut tenaga pelatih dari kalangan
professional dan praktisi. Mulai tahun akademik 2009/2010 tenaga pelatih
IPDN direkrut dari :
Pemerintah Daerah (seperti Kabupaten Sumedang, Kota Bandung,
dan Kabupaten Bandung).
Lembaga terkait lainnya (seperti KPUD Kabupaten Sumedang dan
KPUD Kota Bandung).
Tenaga professional dan praktisi lainnya seperti praktisi di bidang
hukum, manajemen dan lain-lain.
Tenaga pelatih dari lingkungan IPDN yang memiliki kualifikasi
dan kompetensi sesuai kebutuhan.
3. Kurikulum Pengasuhan
Sistem, Metode dan Teknik Pengasuhan
1. Sistem Pengasuhan
Melibatkan tiga komponen yaitu:
Civitas akademika,
Pemerintah Daerah,
23
Keluarga dan Masyarakat.
2. Metode pengasuhan
Metode “among asuh” (saling asah, saling asih dan saling asuh).
Penerapan asas-asas ing ngarso sungtulodo, ing madyo mangun
karso, dan tut wuri handayani;
Metode observasi prilaku setiap hari, edukatif dengan pemberian
materi pengembangan kepribadian , kegiatan simulasi dan Role
Playing (KIAT)
3. Teknik pengasuhan
Persuasif, edukatif, humanis dan religius serta keteladanan
Pemberian konseling, bimbingan dan penyuluhan.
Pengkondisian dengan memberikan seperangkat suasana yang
terstruktur, yang harus dilakukan secara berulang kali dan terus-
menerus untuk bersikap dan berperilaku seperti budaya dan tata
nilai yang sudah disepakati dan menjadi ketentuan yang berlaku
bagi seluruh Praja
Pemberian dukungan dan arahan sehingga Praja mampu bersikap
partisipatif, kritis, kreatif dan inovatif.
Intruksi, yaitu dengan pemberian perintah kepada Praja untuk
mengetahui, meresapi dan melakukan serta tidak melakukan
sesuatu dalam rangka meningkatkan ketrampilan, ketangkasan,
kemahiran kepribadian yang seimbang untuk mencapai kebulatan
tujuan pendidikan.
Pemberian Kepercayaan dan tanggung jawab kepada Praja pada
suatu hal tertentu.
Pemberian ganjaran kepada Praja baik berupa penghargaan dan
sanksi.
4. Kurikulum Pengasuhan
24
a. Pembinaan dan Pengembangan Kepribadian
Pembinaan dan pengembangan kepribadian dilaksanakan melalui
kegiatan edukatif, pengarahan dan pengamatan terhadap materi
pengembangan kepribadian. Kegiatan pengarahan dan observasi
dilaksanakan pada setiap hari oleh Pamong Keprajaan (Wali Wisma)
sedangkan kegiatan edukatif pemberian materi dilaksanakan pada hari
pengasuhan (Hari Sabtu) secara bergiliran setiap angkatan. Adapun Materi
pembinaan dan Pengembangan Kepribadian terdiri dari:
1) Takwa (Fath)
a. Ketaatan beribadah
b. Sikap Toleransi
c. Kejujuran
2) Kepedulian (Care)
a. Kepekaan Sosial
b. Adaptasi
c. Tanggungjawab
3) Etika (ethics)
a. Etika Pribadi
b. Etika Sosial
c. Kesopanan
4) Performance
a. Sikap Penampilan
b. Kebersihan Pribadi
c. Kebersihan Lingkungan
d. Kemampuan Komunikasi
5) Kepemimpinan (Leadership)
a. Kemampuan memotivasi
b. Keteladanan
c. Pengambilan Keputusan
d. Keaktifan Beroganisasi
6) Disiplin (Discplin)
25
a. Aktualisasi diri
b. Ketaatan pada aturan
c. Mawas Diri
d. Kemandirian
b. Pembinaan Mental Kepamongprajaan
Pembinaan Mental Kepamongprajaan dilaksanakan melalui kegiatan
Role Playing atau KIAT yang terdiri dari Outbond, Hunting Fox, Lintas
Alam, Pembersihan Lingkungan Masyarakat. Kegiatan tersebut
dilaksanakan secara bergiliran setiap angkatan pada setiap hari pengasuhan
(Hari Sabtu).
c. Pembinaan Kesemaptaan Jasmani
Pembinaan Kesemaptaan Jasmani dilaksanakan melalui kegiatan
olahraga kesemaptaan secara terprogram. Kegiatan tersebut dilaksanakan
secara bergiliran setiap angkatan pada hari pengasuhan (Hari Sabtu).
d. Sistem evaluasi pengasuhan
3.4 Solusi untuk memutus rantai tindakan pelanggaran HAM di IPDN
Persoalan melembaganya kekerasan dalam pola pendidikan dan
pengasuhan di IPDN harus diparadigma sebagai problem serius yang tidak
bisa ditangani dengan mudah .Hal itu disebabkan pola pengasuhan senior
kepada junior dengan pendekatan kekerasan merupakan sebuah perilaku
dehumanisasi dan demoralisasi.
Merupakan dehumanisasi karena apa yang dilakukan senior kepada
junior merendahkan martabat manusia bahkan lebih buruk dari perlakuan
sebagian anggota masyarakat terhadap binatang kesayangannya/
peliharaannya. Manusia dicipta sebagai citra Allah (imago Dei) yang
sejatinya mendapatkan apresiasi sepatutnya.
Merupakan demoralisasi karena pola pengasuhan mengabaikan
konsiderasi moral dalam pendekatannya,mengedepankan pendekatan
kekerasan,sesuatu yang jarang terjadi di akademi militer atau akademi
kepolisian.
26
Lagi pula,pendekatan kekerasan yang dipertontonkan senior kepada
yunior akan membentuk sebuah pola (pattern) dan hal ini berbahaya tatkala
para alumni IPDN akan bertugas di masyarakat sebagai birokrat, yang
seharusnya mengayomi dan melindungi masyarakat, tetapi dengan
pendekatan ini, yang terjadi adalah birokrat despotik, otoriter, dan cenderung
menjadi kejam kepada masyarakat. Selain itu, pola pendidikan ala
premanisme demikian, sama sekali tidak sesuai semangat Undang-Undang
(UU) Sistem Pendidikan Nasional, Nomor 20 tahun 2003.
Oleh karena itu, kami mencoba memberikan solusi untuk memutus
rantai kekerasan ini agar harkat dan martabat manusia lebih bisa diakui dan
dijunjung oleh semua orang. Solusi yang dapat kami berikan sebagai berikut.
a. Revolusi IPDN
Perlu adanya perubahan mendasar dari sistem yang ada saat
ini, dari mulai rekruitmen, pola asuh, administrasi, kontrol
operasional, serta perhatian dari pemerintah. Proses rekruitmen
calon praja penting untuk di evaluasi serta di rombak. Pola asuh
bagi praja pun perlu diperhatikan dengan seksama, perlu adanya
pengawasan melekat dari pengelola kampus, mengingat praja
adalah CPNS/PNS. Perubahan Sistem administrasi baik
administrasi keuangan maupun administrasi kemahasiswaan juga
patut di kedepankan, Audit keuangan dan Pembinaan mahasiswa
dapat dilakukan secara rutin guna melihat performance dari
penyelenggaraan IPDN. Hal ini tentunya dapat menghilangkan
budaya ketidaktransparanan dalam pengelolaan. Untuk menjaga
kualitas dari Praja dapat menerapkan sistem drop out dalam
pencapaian nilai akademis bagi praja yang tidak mencapai nilai
tertentu yang telah ditentukan. Hal ini juga dilakukan dengan
melihat aspek budi pekerti dan sosial. Selain itu perlu di lakukan
langkan revolusioner seperti memangkas 4 generasi dari sekarang,
sehingga tidak ada lagi dendam turunan. Pertimbangan untuk
pemerintah saat menunggu masa tenggang 4 tahun tersebut adalah
27
dengan merekrut aparatur melalui penerimaan pegawai secara
rutin.
b. Sosialisasi pemahaman HAM baik bagi pihak sekolah maupun
praja IPDN
dalam setiap pelajaran sebaiknya diberikan mata pelajaran tentang
HAM untuk menghapuskan kedangkalan pemahaman HAM bagi
warga IPDN. Selain itu, pelajaran HAM juga mampu mengenalkan
tentang sanksi bagi pelaku pelanggar HAM. Sehingga kekerasan
maupun penganiayaan yang sering terjadi dapat teratasi terlebih
penegakkan hukum yang tegas bagi tindakan pelanggaran HAM
dengan berpedoman pada UU No. 26 Tahun 2000 tentang Peradilan
HAM .
28
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari Bab I sampai Bab III di atas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa kasus
kekerasan yang terjadi pada lembaga pendidikan IPDN merupakan kasus
pelanggaran HAM berat. Karena hal itu telah melanggar UUD 1945 Pasal 28 B
ayat (2), Pasal 28 i ayat (1), Pasal 28 i ayat (2). Selain pasal pasal tersebut, hal
tersebut diperkuat dengan pernyataan dari Komnas HAM yang mengatakan bahwa
kekerasan pada IPDN merupakan pelanggaran HAM terberat.juga sependapat
dengan Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (DEM FH) UKIT.
Perlu ditelisik bahwa penyebab kasus kekerasan pada IPDN tersebut
berlangsung hingga tahun 2007. Hal itu terus berlangsung karena adanya doktrin
yang mengajarkan bahwa para senior dibenarkan untuk memukuldan menyiksa
para junior. Setiap ada kesalahan yang dilakukan oleh junior, hanya dengan
kekerasanlah masalah itu diselesaikan.
Namun, dari beberapa masalah kekerasan yang terjadi di IPDN, ada
beberapa solusi untuk mencegah kembali terjadinya kekerasan yang ada dalam
IPDN, yaitu revolusi IPDN, Sosialisasi pemahaman HAM baik bagi pihak sekolah
maupun praja IPDN. Diharapkan dengan solusi tersebut bisa memperbaiki sistem
penddidikan yang ada dalam IPDN
4.2 Saran
Dari kasus kekerasan pada IPDN tersebut, saran yang bisa diberikan yaitu
jika terjadi kesalahan yang diperbuat oleh para junior, senior tidak perlu
memperlakukan junior dengan tindak kekerasan hingga berujung kematian.
Mereka sebagai senior harus melindungi dan mensejahterakan para juniornya.
Senior hanya perlu menghukum mereka dalam batas sewajarnya, seperti push-up,
lari, dan sebagainya yang bersifat edukasi. Alangkah lebih baiknya jika mereka
saling mengingatkan kesalahan yang mereka lakukan.
29
Daftar Pustaka
Tim Citra Mediatama. UUD RI 1945 dan GBHN.Citra Meditama.
http://www.Hak asasi manusia - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia
bebas.htm
http://www.Institut Pemerintahan Dalam Negeri - Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas.htm
http://www..Memutus Rantai Kekerasan di IPDN - Reformed Center For Religion
and Society.htm
http://www..Berkaca dari Kekerasan di Kampus STPDN _ Cecengsalamudin's
Blog.htm
http://www..Kekerasan di IPDN - Fokus.htm
http://www..Kumpulan Makalah Paper Essai Solusi Kebijakan dalam Kasus
Kekerasan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).htm
http://www.ipdn.ac.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=75&Itemid=79
http://www.ipdn.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=97:visi-
misi&catid=25:the-project&Itemid=53&lang=en
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=28386
http://untouch.wordpress.com/2007/09/03/menghapus-kekerasan-dalam-
pendidikan-birokrat/
30