kecap_tommys_09.70.0125

26
Acara III FERMENTASI SUBSTRAT PADAT FERMENTASI KECAP LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama: Tommy Sumanto NIM: 09.70.0125 Kelompok: E1 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Upload: james-gomez

Post on 16-Dec-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Praktikum fermentasi substrat padat fermentasi kecap ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan produk fermentasi kecap yang berbahan dasar kedelai. Berdasar teori dari Rahman (1992) mengatakan bahwa kecap merupakan jenis makanan tradisional yang dihasilkan melalui proses fermenasi kedelai hitam atau kacang-kacangan lainnya hingga menghasilkan cairan coklat sampai hitam yang kental. Dalam praktikum kali ini digunakan bahan dasar kedelai hitam dan putih. Kedelai mengandung protein tertinggi di antara kacang-kacangan lainnya, yaitu sekitar 40%. Di pasaran terdapat 2 jenis kedelai, yaitu kedelai kuning dan hitam. Kedelai kuning dipakai sebagai bahan dasar makanan turunan kedelai, baik dengan fermentasi maupun tidak. Kedelai hitam biasanya hanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap (Purwoko et al, 2007). Karakteristik kecap dipengaruhi oleh beberapa hal seperti adanya reaksi kimia. Pada umumnya kecap memiliki pH sekitar 4,9-5.0. Warna kecap pada umumnya kecoklatan hingga hitam. Berdasarkan pendapat Kasmidjo (1990), warna hitam ini disebabkan oleh adanya reaksi antar asam amino dengan gula yang ditambahkan. Warna coklat ini dapat muncul pada saat pemanasan maupun penyimpanan. Reaksi pencoklatan yang terjadi pada kecap merupakan reaksi non enzimatik yang terdiri dari karamelisasi dan reaksi Maillard. Karamelisasi terjadi akibat adanya degradasi gula tanpa asam amino atau protein, sedangkan reaksi Maillard terjadi karena ada reaksi kimia antara gula dengan asam amino.Mutu dan kualitas kecap dipengaruhi oleh jenis mikroba yang digunakan dan proses pengolahan kecap itu sendiri. Kapang yang paling sering digunakan dalam proses pembuatan kecap adalah Aspergillus oryzae, Aspergillus soyae, Aspergillus niger, dan Rhizopus sp. Sedangkan bakteri yang berperan penting dalam fermentasi kecap adalah Lactobacillus delbruckii dan ragi Hansenula sp (Astawan & Astawan, 1991). Proses pembuatan kecap dilakukan melalui proses fermentasi, di mana proses fermentasi dalam pembuatan kecap terdiri dari 2 tahap yaitu yang pertama adalah fermentasi padat (fermentasi koji/tempe) dan dilanjutkan dengan fermentasi cair (fermentasi moromi). Fermentasi KojiDalam praktikum ini fermentasi kecap terbagi menjadi dua tahap fermentasi, yaitu fermentasi koji dan fermentasi moromi. Dalam praktikum pembuatan kecap ini, pertama-tama dilakukan dengan cara merendam kedelai baik kedelai putih maupun hitam sebanyak 500 gram selama satu malam dalam air hingga terendam sempurna. Berdasarkan pendapat Tortora et al.(1995), proses perendaman bertujuan untuk hidrasi air ke dalam biji sehingga apabila kedelai tersebut dimasak maka hanya akan memerlukan waktu yang pendek karena kedelai tersebut akan mudah lunak akibat perlakuan perendaman. Selain itu dengan adanya perendaman maka kulit ari kedelai juga akan lebih mudah terkelupas. Menurut pendapat Kasmidjo, proses perendaman dapat meningkatkan berat kedelai menjadi dua kali lipat karena adanya proses penyerapan air. Kedelai yang telah berjamur dan menyerupai tempe dapat direduksi ukurannya dengan cara dipotong-potong. Hal ini bertujuan agar proses pengeringan dapat merata serta memudahkan pelepasan filamen ini. Setelah itu kedelai berjamur dapat dikeringkan dengan dehumidifier selama 2-4 jam. Proses pengeringan bertujuan untuk memudahkan dalam penghilangan kapang yang menempel pada permukaan substrat dan kedelai. Setelah kering, kedelai dimasukkan ke dalam toples plastik dan ditambahkan larutan garam 20% kemudian direndam selama 1 minggu. Penambahan larutan garam 20% telah sesuai dengan teori oleh Astawan & Astawan (1991). Tujuan perendaman dalam larutan garam adalah untuk mengekstraksi senyawa-senyawa sederhana hasil hidrolisis pada tahap fermentasi oleh jamur. Pada saat perendaman bakteri halofilik akan tumbuh secara spontan. Bakteri halofilik akan membantu terbentuknya flavor yang khas. Selain itu, perendaman dalam larutan garam juga bertujuan untuk menimbulkan rasa asin, dan berfungsi sebagai medium selekti

TRANSCRIPT

FERMENTASI SUBSTRAT PADATFERMENTASI KECAP

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:Nama: Tommy SumantoNIM: 09.70.0125Kelompok: E1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

Acara III20151

1. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan sensori kecap kelompok E1 sampa dengan E5 dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Sensori Fermentasi Kecap.KelompokPerlakuanAromaRasaWarnaKekentalan

E1

0,5% inoculum + kedelai hitam

++++++

E2

0,75% inokulum + kedelai putih

+++++++++

E3

0,75% inokulum + kedelai hitam

+++++++

E4

1% inokulum + kedelai putih

++++++++

E5

1% inokulum + kedelai hitam++++++++

Keterangan:Aroma:Rasa:Kekentalan:Warna:

+:Kurang kuat+:Kurang kuat+:Kurang kental+:Kurang hitam

++:Kuat++:Kuat++:kental++:hitam

+++:Sangat kuat+++:Sangat kuat+++:Sangat kental+++:Sangat hitam

Berdasarkan hasil pengamatan sensori yang dilakukan didapatkan hasil yang berbeda antar kelompok dengan bahan dasar yang dibedakan menjadi 2. Untuk kelompok E1, E3 dan E5 menggunakan bahan dasar kedelai hitam, sedangkan kelompok E2 dan E4 menggunakan bahan dasar kedelai putih. Penambahan inokulum sejumlah presentase dari berat bahan kedelai yang digunakan dibedakan menjadi 3 perlakuan. Pada kelompok E1 dilakukan penambahan inokulum sebanyak 0,5%, kelompok E2 dan E3 dilakukan penambahan 0,75%, sedangkan kelompok E4 dan E5 dilakukan penambahan 1%. Pengamatan sensori yang pertama adalah aroma, diperoleh data kelompok E2 dan E4 memiliki aroma yang sangat kuat, kelompok E5 memiliki aroma kuat, sedangkan kelompok E1 dan E3 aromanya kurang kuat. Pengamatan sensori yang kedua yaitu rasa, kelompok E3 dan E5 memiliki rasa yang sangat kuat, kelompok E1 dan E2 memiliki rasa kuat, sedangjn kelompok E4 memiliki rasa kurang kuat. Pada pengamatan sensori yang ketiga yaitu warna, kelompok E1, E2 dan E5 memiliki warna yang hitam, sedangkan kelompok E3 dan E4 memiliki warna kurang hitam. Pada bagian pengamatan sensori yang terakhir, yaitu kekentalan, kelompok E4 memliki kekentalan yang sangat kental, kelompok E2 dan E3 memiliki kekentalan yang kental, sedangkan kelompok E1 kurang kental. 14

3

2. PEMBAHASANPraktikum fermentasi substrat padat fermentasi kecap ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan produk fermentasi kecap yang berbahan dasar kedelai. Berdasar teori dari Rahman (1992) mengatakan bahwa kecap merupakan jenis makanan tradisional yang dihasilkan melalui proses fermenasi kedelai hitam atau kacang-kacangan lainnya hingga menghasilkan cairan coklat sampai hitam yang kental. Dalam praktikum kali ini digunakan bahan dasar kedelai hitam dan putih. Penggunaan bahan dasar kedelai putih dan hitam sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Kasmidjo (1990) yang berpendapat bahwa bahan dasar pembuatan kecap adalah kedelai putih atau hitam dalam bentuk utuh atau hancur yang sudah hilang lemaknya. Kedelai yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan seperti pendapat dari Santosa (1994), yaitu bebas dari pengotor seperti sisa tanaman (kulit polong, potongan batang atau ranting), batu kerikil, tanah atau biji-bijian tanaman lainnya;selain itu, biji kedelai tidak luka, serta bebas serangan hama dan penyakit; biji kedelai tidak memar atau rusak. Dalam jurnal yang berjudul Improvement of Experimentally Induced Hepatic and Renal Disorders in Rats using Lactic Acid Bacteria-fermented Soybean Extract (BiofermenticsTM) oleh Shin et al.(2007) disebutkan bahwa proses fermentasi pada kecap dibantu oleh jamur, ragi, bakteri, atau kombinasi dari mikroorganisme.

Kedelai mengandung protein tertinggi di antara kacang-kacangan lainnya, yaitu sekitar 40%. Di pasaran terdapat 2 jenis kedelai, yaitu kedelai kuning dan hitam. Kedelai kuning dipakai sebagai bahan dasar makanan turunan kedelai, baik dengan fermentasi maupun tidak. Kedelai hitam biasanya hanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap (Purwoko et al, 2007). Mutu dari kecap dipengaruhi oleh kedelai, kemurnian biakan kapang yang digunakan, lama fermentasi di dalam larutan garam, jenis mikrobia yang digunakan dan proses pengolahan yang dilakukan (Astawan & Astawan, 1991). Kecap berkualitas tinggi apabila memiliki karakteristik kualitas cita rasa dan aroma yang khas, warna coklat kehitam-hitaman dengan kekentalan tertentu. Secara teoritis kualitas kecap dipengaruhi oleh sifat dan komposisi bahan baku atau bahan dasar kecap, selain itu faktor-faktor yang tidak dapat dihindari seperti human error dari pekerja, keadaan lingkungan dan lain-lain. Oleh karena itu perlu pemilihan yang teliti dan ekonomis terhadap komposisi bahan baku (Setiawati, 2008).

Karakteristik kecap dipengaruhi oleh beberapa hal seperti adanya reaksi kimia. Pada umumnya kecap memiliki pH sekitar 4,9-5.0. Warna kecap pada umumnya kecoklatan hingga hitam. Berdasarkan pendapat Kasmidjo (1990), warna hitam ini disebabkan oleh adanya reaksi antar asam amino dengan gula yang ditambahkan. Warna coklat ini dapat muncul pada saat pemanasan maupun penyimpanan. Reaksi pencoklatan yang terjadi pada kecap merupakan reaksi non enzimatik yang terdiri dari karamelisasi dan reaksi Maillard. Karamelisasi terjadi akibat adanya degradasi gula tanpa asam amino atau protein, sedangkan reaksi Maillard terjadi karena ada reaksi kimia antara gula dengan asam amino.

Mutu dan kualitas kecap dipengaruhi oleh jenis mikroba yang digunakan dan proses pengolahan kecap itu sendiri. Kapang yang paling sering digunakan dalam proses pembuatan kecap adalah Aspergillus oryzae, Aspergillus soyae, Aspergillus niger, dan Rhizopus sp. Sedangkan bakteri yang berperan penting dalam fermentasi kecap adalah Lactobacillus delbruckii dan ragi Hansenula sp (Astawan & Astawan, 1991). Proses pembuatan kecap dilakukan melalui proses fermentasi, di mana proses fermentasi dalam pembuatan kecap terdiri dari 2 tahap yaitu yang pertama adalah fermentasi padat (fermentasi koji/tempe) dan dilanjutkan dengan fermentasi cair (fermentasi moromi). Jenis kapang yang digunakan dalam fermentasi padat adalah Aspergillus sp. dan Rhizopus sp. Untuk lama waktu yang diperlukan dalam proses fermentasi, berdasar jurnal berjudul Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R. Oligosporus oleh Purwoko & Noor (2007), dikatakan bahwa proses fermentasi padat dalam pembuatan kecap membutuhkan waktu 3-5 hari, sedangkan fermentasi cair membutuhkan waktu 14-28 hari.

Pada umumnya pembuatan kecap kedelai terdiri dari 4 tahapan besar yaitu proses perebusan biji kedelai yang telah disortir, penjamuran (mold fermentation), penggaraman, dan perebusan akhir. Berdasarkan pendapat Santoso (1994), tahap pembuatan kecap adalah sebagai berikut:

a. PenyortiranBiji kedelai hitam atau kedelai kuning yang tua disiapkan dan disortir. Proses ini bertujuan untuk memperoleh produk kecap kedelai yang berkualitas prima.

b. PencucianPencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang masih melekat maupun tercampur dengan biji kedelai.

c. Perebusan IPerebusan bertujuan untuk membuat kedelai menjadi lunak dan mudah dikupas kulitnya.

d. PenirisanMemisahkan kedelai dari air rebusan.

e. PenjamuranPenjamuran dilakukan saat kedelai sudah dingin. Penjamuran dalam kondisi panas dapat menyebabkan bibit jamur yang diberikan mati. Tahap penjamuran ini sangat berpengaruh terhadap berhasil atau tidaknya pembuatan kecap. Penjamuran dilakukan dengan cara mengusap-usapkan bibit/jamur bersama kedelai hingga merata, setelah itu dianginanginkan dan disimpan selama 4-5 hari. Pada akhir proses penjamuran tersebut, akan tampak biji kedelai sudah penuh ditumbuhi jamur berwarna putih merata/berwarna kehijau-hijauan menyerupai tempe

f. PenggaramanBiji kedelai yang sudah berjamur dimasukkan ke dalam larutan garam 20%. Selama proses penggaraman ini, perlu dilakukan penjemuran di panas matahari sambil sesekali diaduk-aduk.

g. PenyaringanSetelah proses penggaraman maka dilakukan penyaringan hingga didapatkan filtrat. Filtrat inilah yang nantinya akan diolah menjadi kecap.h. Perebusan II (pemasakan)Air ditambahkan ke dalam filtrat lalu direbus sampai mendidih. Setelah mendidih, ditambahkan larutan gula (gula jawa) dan bumbu-bumbu penyedap (sesuai selera, misal : daun sereh, salam, daun jeruk, lengkuas, pekak, kemiri, bawang putih, dan sebagainya). Selama proses perebusan sering diaduk-aduk. Perebusan dihentikan apabila sudah tidak terbentuk buih-buih lagi.i. Penyaringan IIPenyaringan II bertujuan untuk mendapatkan kecap yang bersih. Proses ini dilakukan dengan menggunakan kain saring.

2.1. Proses Fermentasi Kecap2.1.1. Fermentasi KojiDalam praktikum ini fermentasi kecap terbagi menjadi dua tahap fermentasi, yaitu fermentasi koji dan fermentasi moromi. Dalam praktikum pembuatan kecap ini, pertama-tama dilakukan dengan cara merendam kedelai baik kedelai putih maupun hitam sebanyak 500 gram selama satu malam dalam air hingga terendam sempurna. Berdasarkan pendapat Tortora et al.(1995), proses perendaman bertujuan untuk hidrasi air ke dalam biji sehingga apabila kedelai tersebut dimasak maka hanya akan memerlukan waktu yang pendek karena kedelai tersebut akan mudah lunak akibat perlakuan perendaman. Selain itu dengan adanya perendaman maka kulit ari kedelai juga akan lebih mudah terkelupas. Menurut pendapat Kasmidjo, proses perendaman dapat meningkatkan berat kedelai menjadi dua kali lipat karena adanya proses penyerapan air.

Setelah kedelai ditiriskan dan dikeringkan hingga setengah kering maka dilakukan proses perebusan. Proses perebusan ini bertujuan untuk melunakkan biji kedelai, merusak protein inhibitor, menginaktifkan zat-zat antinutrisi, menghilangkan bau langu, dan membunuh bakteri yang ada di permukaan kedelai. Protein yang terkandung didalam kedelai akan terpecah namun tidak berarti mengalami kerusakan. Pada saat pendinginan, bila kadar air terlalu tinggi dapat menyebabkan kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri pembusuk (Bacillus subtilis) dengan ditandai timbulnya lendir pada permukaan biji (Tortora et al., 1995). Lebih lanjut berdasarkan pendapat Atlas (1984), dikatakan bahwa kondisi panas atau hangat pada kedelai sesaat setelah direbus akan membantu pertumbuhan jamur pada permukaan kedelai, serta dapat mengaktifkan enzim proteinase dan amilase. Enzim proteinase dapat menguraikan protein pada kedelai menjadi asam amino, sedangkan enzim amilase akan memecah karbohidrat menjadi gula sederhana yang memudahkan jalannya proses fermentasi.Setelah kedelai siap, lalu ditambahkan inokulum dengan berat berbeda-beda. Untuk kelompok E1, E3 dan E5 menggunakan bahan dasar kedelai hitam, sedangkan kelompok E2 dan E4 menggunakan bahan dasar kedelai putih. Penambahan inokulum sejumlah presentase dari berat bahan kedelai yang digunakan dibedakan menjadi 3 perlakuan. Pada kelompok E1 dilakukan penambahan inokulum sebanyak 0,5%, kelompok E2 dan E3 dilakukan penambahan 0,75%, sedangkan kelompok E4 dan E5 dilakukan penambahan 1%.

Penambahan ragi ini dilakukan pada kedelai yang telah diratakan diatas tampah berlapiskan daun pisang yang telah disterilkan menggunakan alkohol. Pembersihan daun pisang menggunakan alkohol ini bertujuan untuk mencegah kontaminasi silang pada produk akhir. Dalam praktikum ini, inokulum yang ditambahkan telah sesuai dengan pendapat Santoso (1994) yaitu Rhizopus sp. Inokulum yang telah dicampur rata pada kedelai dengan cara diaduk menggunakan sendok, dapat ditutup dengan tampah dan diinkubasi selama 3 hari pada suhu ruang supaya kapang dapat tumbuh dengan optimal. Hal ini telah sesuai dengan teori dari Astawan & Astawan (1991) yang menyatakan bahwa inkubasi dapat dilakukan pada suhu ruang selama 3-5 hari.

Gambar 1. Perebusan biji kedelai.Gambar 2. Kedelai hasil inkubasi 3 hari.

Proses inkubasi yang dilakukan pada suhu ruang selama 3 hari menyebabkan kapang tumbuh dan membentuk lembaran putih menyerupai tempe. Hal ini menandakan bahwa proses fermentasi koji telah berjalan sebagaimana mestinya dan dapat dilanjutkan pada proses fermentasi tahap pertama, yaitu fermentasi moromi. Menurut Rahayu et al. (1993), selama proses fermentasi terjadi, perubahan pada kedelai yaitu degradasi karbohidrat dan protein oleh enzim yang dihasilkan oleh kapang. Teori ini didukung Chancharoonpong et al. (2012) dalam jurnalnya yang berjudul Enzyme production and growth of Aspergillus oryzae S. on soybean koji fermentation yang mengatakan bahwa selama proses fermnetasi koji berlangsung, Aspergillus oryzae menghasilkan dua jenis enzim, yaitu enzim amilase dan protease untuk memecah karbohidrat dan protein dalam kedelai. Menurut Wu et al.(2010) dalam jurnalnya yang berjudul Effect of temperature on moromi fermentation of soysauce with intermittent aeration mengatakan bahwa hasil fermentasi yang lebih sederhana ini akan memudahkan penyerapan nutrisi oleh yeast dan bakteri pada proses fermentasi moromi.

2.2. Fermentasi MoromiKedelai yang telah berjamur dan menyerupai tempe dapat direduksi ukurannya dengan cara dipotong-potong. Hal ini bertujuan agar proses pengeringan dapat merata serta memudahkan pelepasan filamen ini. Setelah itu kedelai berjamur dapat dikeringkan dengan dehumidifier selama 2-4 jam. Proses pengeringan bertujuan untuk memudahkan dalam penghilangan kapang yang menempel pada permukaan substrat dan kedelai. Setelah kering, kedelai dimasukkan ke dalam toples plastik dan ditambahkan larutan garam 20% kemudian direndam selama 1 minggu. Penambahan larutan garam 20% telah sesuai dengan teori oleh Astawan & Astawan (1991). Tujuan perendaman dalam larutan garam adalah untuk mengekstraksi senyawa-senyawa sederhana hasil hidrolisis pada tahap fermentasi oleh jamur. Pada saat perendaman bakteri halofilik akan tumbuh secara spontan. Bakteri halofilik akan membantu terbentuknya flavor yang khas. Selain itu, perendaman dalam larutan garam juga bertujuan untuk menimbulkan rasa asin, dan berfungsi sebagai medium selektif untuk mencegah pertumbuhan mikroba berbahaya tetapi masih memungkinkan pertumbuhan khamir dan bakteri yang diperlukan dalam pembentukan citarasa. Hal serupa juga dijelaskan oleh Elbashiti et al. (2010) dalam Isolation and Identification of Aspergillus oryzae and the Production of Soy Sauce with New Aroma bahwa fermentasi moromi dimulai dengan menggabungkan fermentasi kedelai dengan air garam.

Gambar 3. Reduksi ukuran kapang untuk dikeringkan dalam dehumidifier dan dijemur dalam larutan garam

Selama 1 minggu proses perendaman dapat dilakukan penjemuran serta pengadukan setiap hari. Pengadukan bertujuan untuk memberikan aerasi pada larutan garam. Selain itu menurut Tortora et al. (1995) disebutkan bahwa larutan garam dapat merata menyentuh permukaan substrat dan memberikan udara untuk merangsang pertumbuhan khamir dan bakteri. Setelah perendaman 1 minggu maka akan dihasilkan miselium berwarna putih di permukaan dengan warna air garam yang keruh ( Peppler & Perlman, 1979). Setelah itu dilakukan penyaringan sehingga diperolah filtrat, filtrat ini yang nantinya akan dimasak dengan menggunakan bumbu-bumbu dan bahan lain (Santoso, 1994). Bumbu-bumbu yang digunakan dalam praktikum ini adalah kayu manis 25 gram, laos 1 jentik, pekak 1 biji, gula jawa 1 kg, dan ketumbar 3 gram) (Gambar 5). Untuk kelompok E1 dan E2 menggunakan tambahan cengkeh 1 gram, kelompok E3 dan E4 menggunakan tambahan daun sereh 2 dan kelompok E5 menggunakan tambahan pala 1 buah diparut.

Gambar 5. Pemasakan kecap dengan penambahan bumbu dan proses penyaringan setelah kecap matang.

Penambahan gula jawa bertujuan untuk meningkatkan viskositas kecap dan memberikan flavor sehingga tercipta tekstur dan rasa yang khas dari kecap (Kasmidjo, 1990). Adapun bumbu yang dihaluskan hanya ketumbar saja, hal ini bertujuan agar mudah tercampur rata ( Astawan & Astawan, 1991). Proses pemasakan ini diawali dengan melelehkan gula jawa terlebih dahulu dengan menggunakan cairan moromi. Setelah gula jawa larut sempurna, semua bumbu dapat ditambahkan. Selama proses pemasakan atau perebusan dilakukan pengadukan sesekali untuk mencegah kematangan berlebih di dasar wajan. Pemasakan dapat dihentikan ketika cairan moromi sudah cukup mengental hingga menjadi kecap. Setelah selesai pemasakan, kecap kemudian disaring. Tujuan dari penyaringan ini adalah supaya tidak ada endapan pada produk kecap yang sudah jadi.

2.3. Uji Sensori KecapPengamatan sensori yang pertama adalah aroma, diperoleh data kelompok E2 dan E4 memiliki aroma yang sangat kuat, kelompok E5 memiliki aroma kuat, sedangkan kelompok E1 dan E3 aromanya kurang kuat. Pengamatan sensori yang kedua yaitu rasa, kelompok E3 dan E5 memiliki rasa yang sangat kuat, kelompok E1 dan E2 memiliki rasa kuat, sedangjn kelompok E4 memiliki rasa kurang kuat. Pada pengamatan sensori yang ketiga yaitu warna, kelompok E1, E2 dan E5 memiliki warna yang hitam, sedangkan kelompok E3 dan E4 memiliki warna kurang hitam. Pada bagian pengamatan sensori yang terakhir, yaitu kekentalan, kelompok E4 memliki kekentalan yang sangat kental, kelompok E2 dan E3 memiliki kekentalan yang kental, sedangkan kelompok E1 kurang kental.

2.3.1. Uji Sensori Kecap - AromaBerdasarkan hasil pengamatan diperolah data bahwa aroma yang dihasilkan berbeda-beda. diperoleh data kelompok E2 dan E4 memiliki aroma yang sangat kuat, kelompok E5 memiliki aroma kuat, sedangkan kelompok E1 dan E3 aromanya kurang kuat. Berdasarkan teori dari Rahayu et al. (1993) seharusnya dengan makin tingginya inokulum yang ditambahkan, aroma kecap yang dihasilkan akan semakin lemah. Data yang diperoleh sesuai dengan teori tersebut jika dibandingkan terhadap bahan dasar yang digunakan. Kelompok dengan bahan baku kedelai hitam (E1,E3 dan E5) diperoleh data pengamatan sensori aroma yang sama antara kelompok E1 dengan penambahan inokulum 0,5% dan E3 dengan penambahan inokulum 0,75%, yaitu kurang kuat dan kuat untuk kelompok E5 dengan penambahan inokulum 1%. Untuk kelompok E2 dan E4 dengan bahan baku kedelai putih, diperoleh hasl pengamatan sesnsori aroma yang sama, yaitu sangat kuat. Kelompok E2 dengan penambahan inokulum 0,75% dan kelompok E4 dengan penambahan inokulum 1%. Menurut Astawan & Astawan (1991), komponen aroma dan flavor dalam kecap ditentukan oleh komponen nitrogen pendukung yaitu kadaverin, putresin, arginin, histidin dan amonia. Bila membentuk senyawa garam dengan asam glutamat akan menyebabkan flavor yang enak. Demikian pula arginin, histidin, lisin, putresin dengan asam suksinat juga dapat menyebabkan flavor yang enak. Sedangkan semua garam-garam dari tiramin dan kholin berasa pahit, demikian juga garam-garam dari asam laktat, format, fosfat dan asetat. Hal ini didukung oleh teori dari Muangthai et al. (2007) dalam jurnal Study of Protease Enzyme and Amino Acid Contents in Soy Sauce Production from Peagon Pea and Soy Bean yang mengatakan bahwa asam amino yang dominan pada kecap adalah asam amino glutamat yang memberikan aroma spesifik pada kecap. Aroma kecap yang terbentuk juga disebabkan adanya penambahan bumbu selama proses pemasakan.

2.3.2. Uji Sensori Kecap - RasaPengamatan sensori yang kedua yaitu rasa, kelompok E3 dan E5 memiliki rasa yang sangat kuat, kelompok E1 dan E2 memiliki rasa kuat, sedangjn kelompok E4 memiliki rasa kurang kuat. Berdasarkan data pengamatan tersebut, dapat ditarik kesimpiulan bahwa kecap dengan bahan baku kedelai hitam menghasilkan cita rasa yang lebih baik jika dibandingkan dengan kecap yang berbahan baku kedelai putih. Selain itu, semakin banyak inokulum yang ditambahkan maka cita rasa kecap juga akan semakin kuat. Di samping kedua hal tersebut, hal yang paling utama mempengaruhi cita rasa kecap adalah bumbu yang diberikan saat proses pemasakan dan lama proses pemasakan. Semakin banyak gula jawa yang ditambahkan maka semakin manis pula rasa kecap yang dihasilkan. Amalia (2008) juga berpendapat bahwa proses pemasakan berperan dalam rasa kecap yang dihasilkan. Proses pemasakan yang terlalu lama akan menghasilkan rasa kecap yang cenderung pahit. Selain bahan tambahan pokok seperti kayu manis 25 gram, laos 1 jentik, pekak 1 biji, gula jawa 1 kg, dan ketumbar 3 gram. Dilakukan penambahan beberapa bahan lain. Untuk kelompok E1 dan E2 menggunakan tambahan cengkeh 1 gram, kelompok E3 dan E4 menggunakan tambahan daun sereh 2 dan kelompok E5 menggunakan tambahan pala 1 buah diparut. Astawan & Astawan (1991) menambahkan bahwa aroma spesifik kecap ditentukan oleh jenis bumbu sebab berperan dalam menimbulkan bau dan cita rasa yang spesifik pada kecap.

2.3.3. Uji Sensori Kecap - WarnaPada pengamatan sensori yang ketiga yaitu warna, kelompok E1, E2 dan E5 memiliki warna yang hitam, sedangkan kelompok E3 dan E4 memiliki warna kurang hitam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Peppler & Perlman (1979) bahwa pada umumnya kecap berwarna coklat kehitaman disebabkan karena adanya penambahan bumbu-bumbu saat pemasakan, khususnya gula kelapa. Pada proses perendaman dalam larutan garam, warna larutan kecap akan berubah. Hal ini disebabkan oleh warna yang terbentuk sebagai hasil reaksi pencoklatan antara gula pereduksi dengan gugus amino dari protein. (Astawan & Astawan, 1991). Gula reduksi sendiri dihasilkan oleh interaksi mikroorganisme selama proses fermentasi berlangsung. Selain berasal dari gula jawa, warna hitam pada kecap juga dipengaruhi oleh penambahan kluwak karena kluwak memiliki warna hitam pekat sehingga akan memberi pengaruh pada pembentukan warna kecap. Hal ini telah sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Kasmidjo (1990) yang mengatakan bahwa penambahan gula jawa berpengaruh pada viskositas kecap. Selain faktor-faktor di atas, warna coklat ini juga didapat dari proses karamelisasi dan reaksi antar asam-asam amino dengan gula reduksi yang tejadi saat pemasakan kecap.

Berdasar hasil pengamatan yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa penambahan inokulum dengan berbagai konsentrasi tidak berpengaruh signifikan terhaap karakteristik sensoris kecap. Karakteristik sensoris pada kecap lebih banyak dipengaruhi oleh bumbu yang ditambahkan pada proses pemasakan akhir. Berdasarkan teori maka dapat dikatakan ada kesalahan dalam proses pembuatan kecap. Seperti pendapat Astawan & Astawan (1991) bahwa mutu kecap dipengaruhi oleh varietas kedelai yang digunakan, lama fermentasi dalam larutan garam, dan kemurnian biakan kapang yang digunakan. Jika diamati maka ada beberapa hal yang kurang sesuai seperti penggunaan varietas kedelai yang merupakan kedelai kuning. Meskipun secara kimiawi kandungannya dengan kedelai hitam tidak berbanding jauh namun pada umumnya kecap dihasilkan dari substrat kedelai hitam. Selain itu proses fermentasi dalam larutan garam yang dilakukan pada praktikum ini hanya selama 1 minggu, sedangkan seharusnya dilakukan 2-4 minggu. Hal terakhir yang diduga mempengaruhi mutu kecap akhir adalah biakan yang sifatnya murni. Kontaminasi dari lingkungan sekitar memungkinkan proses pemecahan selama fermentasi kurang sempurna sehingga berpengaruh pada produk akhir yang dihasilkan. 3.

4. KESIMPULAN Kecap adalah produk fermentasi dari kedelai hitam atau kacang-kacangan lainnya yang berupa cairan berwarna coklat sampai hitam. Proses fermentasi kecap terdiri dari 2 tahap, yaitu fermentasi padat (fermentasi koji/tempe) dan fermentasi cair (fermentasi moromi). Proses pembuatan kecap terdiri dari 4 tahap, yaitu perebusan biji kedelai yang telah disortir, penjamuran, penggaraman, dan perebusan akhir. Proses pencucian bertujuan agar kotoran-kotoran yang masih melekat pada biji kedelai dapat hilang. Proses perendaman biji kedelai selama 1 malam untuk hidrasi air ke dalam biji sehingga jika dimasak hanya butuh waktu singkat karena kedelai akan mudah lunak akibat perlakuan perendaman serta untuk mempermudah menghilangkan kulit. Proses perebusan bertujuan untuk melunakkan biji kedelai, memudahkan kulit dikupas, merusak protein inhibitor, menginaktifkan zat antinutrisi, dan menghilangkan bau langu serta membunuh bakteri pada permukaan kedelai. Proses pengeringan bertujuan untuk untuk memudahkan penghilangan kapang yang melekat pada permukaan substrat dan menurunkan kadar air dari kedelai jamur yang belum mati terhambat pertumbuhannya. Suhu dan waktu inkubasi fermentasi kapang (fermentasi koji/stage fermentation) yakni pada suhu ruang selama 3-5 hari. Pada fermentasi jamur (koji), mikrobia yang dominan adalah A.oryzae atau A.soyae yang menghasilkan enzim protease untuk menghidrolisis komponen-komponen protein dalam biji kedelai. Bumbu yang ditambahkan mempengaruhi rasa dan aroma kecap Gula jawa mempengaruhi rasa, aroma, warna dan kekentalan kecap Beberapa faktor penyebab kegagalan kecap antara lain karena kondisi lingkungan yang tidak cocok, kurang lamanya waktu fermentasi, dan adanya kontaminasi. Pengaturan kondisi fermentasi meliputi suhu, aerasi dan kadar air harus tepat untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme kontaminan. Mutu kecap dipengaruhi oleh perbedaan varietas kedelai yang digunakan, lama fermentasi di dalam larutan garam, dan kemurnian biakan kapang yang digunakan

Semarang, 9 Juli 2015Asisten dosen: Frisca Melia Abigail SharonTommy Sumanto 18

09.70.0125

5. DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Tika. (2008). Pengaruh Karakteristik Gula Merah dan Proses Pemasakan Terhadap Mutu Organoleptik Kecap Manis. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB. http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/13813/2/F08tam.pdf.Astawan, M. & Astawan W. M. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo.Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Application. Collier Mcmillan Inc. New York.Elbashiti, T.; A. Fayyad & A. Elkichaoui. (2010). Isolation and Identification of Aspergillus oryzae and the Production of Soy Sauce with New Aroma. Pakistan Journal of Nutrition 9 (12): 1171-1175,2010.Fukushima, D. 2004. Industrialization of Fermented Soy Sauce ProductionCentering Around Japanese Shoyu. Di dalam: Steinkraus, K. H. (ed.). Industrialization of Indigenous Fermented Foods Second Edition. Marcel Dekker, Inc., New York.Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe : mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.Muangthai, P.; Upajak, P.; and Patumpai, W. 2007. Study of Protease Enzyme and Amino Acid Contents in Soy sauce Production from Peagion Pea and Soy bean. KMITL Sci. Tech. J. Vol. 7 No. S2Peppler, H. J. & Perlman, D. (1979). Microbial Technology, Fermentation Technology. Academic Press. San Fransisco.Purwoko, T dan Handajani, N.S. 2007. Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R. Oligosporus. Jurnal Biodiversitas Volume 8(2) p:223-227.Rahayu, E.; R. Indrati; T. Utami; E. Harmayani & M. N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi Food & Nutition. Collection. PAU Pangan & Gizi. Yogyakarta.Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. ARCAN Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bandung.Santoso, H. B. (1994). Kecap dan Taoco Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.Shin, R.; Momoyo, S.; Takeo, M. and Nobuyuki, S. 2007. Improvement of Experimentally Induced Hepatic and Renal Disorders in Rats using Lactic Acid Bacteria-fermented Soybean Extract (BiofermenticsTM). Oxford Journals Volume 6(3): p 357-363.Tortora, G. J.; R. Funke & C. L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc. USA.Wu, Ta Yeong, Mun Seng Kan, Lee Fong Siowand Lithnes Kalaivani Palniandy.(2010). Effect of temperature on moromi fermentation of soysauce with intermittent aeration.African Journal of Biotechnology Vol. 9(5), p. 702-706.

6. LAMPIRAN6.1. Laporan Sementara6.2. Report Viper6.3. Abstrak Jurnal