kebutuhan informasi pertanian dan aksesnya bagi petani ... · ini dengan mengkombinasikan antara...
TRANSCRIPT
63
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Mengacu pada tujuan penelitian ini, peneliti berusaha mencari hubungan
antar peubah yang terkait dengan tingkat keberdayaan petani sayuran dalam upaya
meningkatkan pendapatan dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan petani
serta keluarganya. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti merancang penelitian
ini dengan mengkombinasikan antara penelitian menerangkan (explanatory
research) dengan penelitian deskriptif (descriptive research). Rancangan ini,
sesuai dengan pendapat Babbie (1992) yang menyatakan bahwa penelitian yang
bersifat menerangkan adalah, penelitian survai yang bertujuan menjelaskan
pengaruh dan hubungan antar peubah melalui pengujian hipotesis. Penelitian
semacam ini dalam deskriptifnya juga mengandung uraian-uraian, tetapi fokusnya
terletak pada hubungan antar peubah.
Penelitian deskriptif adalah, penelitian yang memberikan gambaran yang
lebih mendalam tentang gejala-gejala sosial tetentu atau aspek kehidupan tertentu
pada masyarakat tertentu yang diteliti. Pendekatan ini dapat mengungkapkan
secara jelas kaitan antar berbagai gejala sosial, suatu hal yang tidak dapat dicapai
oleh penelitian yang bersifat menerangkan (Singarimbun dan Sofian Effendi,
1995). Pendekatan deskriptif digunakan untuk menganalisis tingkat kesadaran
petani terhadap pentingnya informasi, jenis-jenis informasi yang dibutuhkan
petani, kekondusifan faktor lingkungan, kualitas sumber informasi, kemudahan
dalam mendapatkan informasi, kemampuan petani mengakses informasi,
penyediaan informasi, dan tingkat keberdayaan petani sayuran.
Lingkup penelitian ini, terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan model
pemberdayaan dan faktor-faktor lain yang saling terkait seperti: karakteristik
pribadi petani sayuran, tuntutan kebutuhan dan memperoleh informasi pertanian,
kekondusifan faktor lingkungan, kualitas sumber informasi pertanian, kemudahan
mendapatkan informasi pertanian, penyediaan informasi pertanian, dan tingkat
keberdayaan petani sayuran.
64
Lokasi, Objek dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian, dipilih berdasarkan keadaan dan dibatasi pada tiga
kabupaten mengingat keterbatasan waktu dan dana, yaitu di wilayah Provinsi
Jawa Barat, di tiga kabupaten. Masing-masing kabupaten dipilih dua kecamatan
yaitu: Kabupaten Bogor (Kec.Cisarua dan Megamendung), Kabupaten Cianjur
(Kec. Cipanas dan Cugenang) dan Kabupaten Bandung (Kec.Cimaung dan
Pangalengan). Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa
daerah tersebut: (1) merupakan sentra produksi sayuran, (2) menghasilkan jenis
sayuran yang dikelompokkan sebagai komoditas unggulan nasional, dan (3)
memiliki agroklimat dan lahan dataran tinggi.
Objek dan responden penelitian ini adalah, petani sayuran yang
berusahatani pada lahan dataran tinggi, baik lahan basah maupun lahan kering
dengan unit analisis adalah rumah tangga tani atau keluarga yang mempunyai
mata pencaharian utama dari sayuran. Jenis sayuran yang diteliti, terbatas hanya
pada tiga jenis (kubis, kentang, dan cabai) karena merupakan komoditas unggulan
nasional yang dihasilkan pada lahan dataran tinggi.
Responden penelitian sebagai petani sampel adalah, kepala rumah tangga
tani dari setiap keluarga petani sayuran untuk dilakukan wawancara testruktur
dengan menggunakan kuesioner. Selain keluarga petani sayuran, pengumpulan
data juga dilakukan kepada penyuluh, tokoh masyarakat, dan informan kunci, baik
yang berasal dari institusi terkait (pemerintah daerah, dinas pertanian, dan lain-
lain) dengan menggunakan pedomam wawancara tak terstruktur untuk menggali
informasi secara mendalam (indepth interview), terutama data kualitatif yang
sangat berguna mendukung analisis data kuantitatif.
Waktu pelaksanaan penelitian, mulai dari survai pendahuluan (penjajakan
lokasi, uji coba kuesioner), penyempurnaan kuesioner sampai dengan
pengumpulan data primer dan data sekunder, seluruhnya dilakukan selama
delapan bulan, yaitu Juli 2006 sampai dengan Februari 2007.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi
Pada dasarnya, populasi adalah himpunan semua hal yang diketahui dan
biasanya disebut sebagai universum. Populasi dapat berupa lembaga, individu,
65
kelompok, dokumen atau konsep (Singarimbun dan Sofian Effendi, 1995). Dalam
penentuan populasi, ada empat faktor untuk mendefinisikannya dengan tepat,
yaitu: (1) isi, (2) satuan, (3) cakupan, dan (4) waktu.
Populasi penelitian ini, adalah “kepala keluarga” atau “anggota keluarga”
yang merupakan representatif rumah tangga tani yang berusahatani komoditas
sayuran (kubis, kentang, cabai) di Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur, dan
Kabupaten Bandung yang bertempat tinggal di wilayah Provinsi Jawa Barat pada
saat penelitian (tahun 2006 / 2007). Sampel
Mengingat waktu, tenaga, dan biaya yang terbatas, maka survai dilakukan
dengan mengambil sampel dari populasi yang ada. Sampel penelitian ini adalah,
responden yang merupakan bagian dari populasi. Menurut Singarimbun dan
Sofian Effendi (1995), kunci dari teknik pengambilan sampel adalah, keterwakilan
populasi, maksudnya anggota/elemen dalam sampel dapat dianggap
menggambarkan keadaan atau ciri populasinya.
Ada dua jenis teknik penarikan sampel, yakni: (1) penarikan sampel
secara probabilita dan (2) penarikan sampel secara tidak probabilita (non
probabilita). Namun demikian, kedua teknik tersebut dapat dilakukan dalam
rangka memperoleh keterwakilan yang maksimal. Sampel probabilita, adalah
teknik penarikan sampel dimana setiap anggota populasi diberi kesempatan yang
sama dan persis sama untuk dipilih kedalam sampel. Apabila terdapat keadaan
dimana kesempatan lebih besar tersedia untuk sebagian anggota populasi, maka
persyaratan probabilita telah diabaikan. Syarat dari penarikan sampel probabilita
adalah, tersedianya daftar anggota populasi atau daftar satuan elemen populasi.
Dari daftar tersebut, dilakukan penarikan sampel dengan memberikan
kesempatan yang sama untuk setiap anggota populasi. Berbeda dengan sampel
tidak probabilita, tidak terdapat kesempatan demikian karena tidak diperoleh
daftar yang lengkap dari populasi penelitian (Singarimbun dan Sofian Effendi,
1995; Newman, 1997).
Konsep keterwakilan (representativeness) masih tetap merupakan
pedoman yang digunakan dalam penelitian untuk menentukan sampel non
probabilita. Perbedaannya adalah, pada apa/siapa yang berperan. Di dalam
66
penarikan sampel probabilita, kesempatan yang mempunyai peranan yang besar.
Sedangkan dalam penarikan sampel non probabilita, yang berperan adalah
kemampuan atau pengetahuan peneliti terhadap populasi penelitiannya. Semakin
baik kemampuan dan pengetahuan peneliti tentang populasinya, semakin baik
pula tingkat keterwakilan populasinya.
Pengambilan sampel pada penelitian ini, adalah secara probabilita dengan
menggunakan Penarikan Sampel Gugus Sederhana (Simple Cluster Sampling),
karena kerangka sampel (sampling frame) yang digunakan untuk dasar pemilihan
sampel tidak tersedia atau tidak lengkap dan biaya untuk membuat kerangka
sampel tersebut terlalu basar. Untuk mengatasi hal tersebut, populasi dibagi ke
dalam sentra produksi sebagai gugus-gugus atau clusters sesuai dengan fokus
penelitian. Karena populasi penelitian ini merupakan sentra produksi sayuran
(kubis, kentang, cabai) serta memiliki agroklimat dan lahan dataran tinggi, maka
ditetapkan tiga kabupaten sebagai lokasi penelitian. Besarnya jumlah sampel,
ditentukan dengan mengacu pada luas lahan sayuran (kubis, kentang, cabai) pada
tiga kabupaten (Bogor, Cianjur, Bandung) seluas 13.791 ha (Dinas Pertanian
Provinsi Jawa Barat, 2005) dibagi dengan rata-rata luas lahan yang dimiliki petani
(± 0,25 ha/orang), sehingga diperoleh jumlah sampel yang mengacu pada rumus
Slovin yang mengemukakan bahwa persyaratan minimum sampel dinotasikan
dalam rumus sebagai berikut:
N , Keterangan: 1 + Ne2 n = jumlah sampel N = jumlah anggota populasi e = galat error
Apabila: 13.791
0,25
e = 0,07 maka: 15.164 1 + 55.164 (0,07)2 Untuk memudahkan jumlah sampel masing-masing kabupaten, maka
ditetapkan jumlah sampel (n) sebesar 240 orang petani untuk tiga kabupaten
dengan jumlah masing-masing kabupaten 80 orang.
n =
N = = 55.164 orang petani
n = = 203,33 orang petani
67
Petani sampel yang merupakan responden dalam penelitian ini,
dikelompokkan berdasarkan tipologi petani (petani maju dan petani berkembang),
jenis sayuran yang dihasilkan (petani kubis, petani kentang, dan petani cabai), dan
lokasi lahan usahatani sayuran (petani Bogor, petani Cianjur, petani Bandung).
Pengelompokkan petani ini, dilakukan setelah pengumpulan data primer dari
lapangan, karena ada kaitannya dengan penyusunan konsep model pemberdayaan
petani sayuran sesuai dengan tujuan penelitian ini. Pembahasan selanjutnya dalam
penelitian ini, selain menggunakan tipologi petani juga dikaitkan dengan jenis
sayuran yang dihasilkan petani dan lokasi usahatani sayuran.
Tipologi petani dalam penelitian ini, dikelompokkan dalam dua golongan
yaitu: petani maju dan petani berkembang (kurang maju). Berdasarkan hasil survai
pendahuluan, tidak ditemukan petani sayuran yang tertinggal, karena sebagian
besar petani berada dalam tipe golongan petani berkembang yang bersifat
kontinuum yang memiliki kondisi (karakteristik pribadi petani) tidak berbeda
nyata, namun berbeda dengan petani maju. Pengelompokkan petani maju dan
petani berkembang, ditetapkan secara relatif dengan menggunakan indikator-
indikator, seperti: jumlah tahun pendidikan formal, luas lahan sayuran,
pengalaman berusahatani sayuran, tingkat motivasi berprestasi dalam berusahatani
sayuran, kondisi permodalan usahatani, kondisi pendapatan usahatani sayuran,
tingkat keinovatifan, tingkat kesadaran pentingnya informasi, dan tingkat
kemampuan mengakses informasi.
Pengambilan sampel penelitian ini, dinilai sudah mengacu pada konsep
keterwakilan. Menurut Ida Bagoes Mantra dan Kasto (1995), suatu metode
pengambilan sampel yang ideal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: (1) dapat
menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti,
(2) dapat menentukan presisi dari hasil penelitian dengan menentukan
penyimpangan baku (standar) dari taksiran yang diperoleh, (3) sederhana,
sehingga mudah dilaksanakan, dan (4) dapat memberikan keterangan sebanyak
mungkin dengan biaya serendah-rendahnya.
Presisi adalah, tingkat ketepatan yang ditentukan oleh perbedaan hasil
yang diperoleh dari catatan lengkap, dengan syarat bahwa keadaan-keadaan di
mana kedua metode dilakukan, seperti: daftar pertanyaan, teknik wawancara,
68
kualitas pencacah dan sebagainya, adalah sama. Secara kuantitatif presisi disebut
kesalahan baku (standard error). Misalnya, nilai rata-rata suatu populasi diberi
simbol U dan nilai rata-rata sampel diberi simbol X, maka perbedaan U-X disebut
presisi (Singarimbun dan Sofian Effendi, 1995).
Dengan demikian ukuran sampel pada penelitian ini (n = 240), sudah
memenuhi persyaratan besarnya sampel yang dibutuhkan untuk analisis pengaruh
antar peubah penelitian dengan pendekatan Structural Equation Modeling, sebagai
salah satu alat analisis dalam penelitian ini. Menurut Solimun (2002), di dalam
SEM, parameter yang diduga meliputi: (1) parameter pada model pengukuran, (2)
parameter pengaruh peubah exogen terhadap peubah endogen, (3) parameter
pengaruh antar peubah endogen, (4) parameter korelasi antar peubah exogen, dan
(5) parameter error. Dengan kata lain, parameter yang diduga cukup banyak. Oleh
sebab itu, penerapan SEM sangat kritis terhadap pemenuhan besarnya sampel.
Beberapa pedoman penentuan besarnya sampel untuk analisis dengan
menggunakan SEM, (Solimun, 2002) adalah:
(1) Bila pendugaan parameter menggunakan metode kemungkinan
maksimum, besar sampel yang disarankan adalah 100-200, dan minimum
absolutnya adalah 50.
(2) Sebanyak 5-10 kali jumlah parameter yang ada di dalam model dan akan
diduga,
(3) Sama dengan 5-10 kali jumlah peubah manifest (indikator) dari
keseluruhan peubah laten
Data dan Instrumen Penelitian
Data
Data yang dikumpulkan adalah, data primer dan data sekunder. Data
primer, adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden, meliputi data:
(1) Karakteristik pribadi petani sayuran, meliputi: status sosial ekonomi,
kesadaran pentingnya informasi, kemampuan mengakses informasi, motivasi
terhadap usahatani sayuran, dan keinovatifan.
(2) Tuntutan kebutuhan dan memperoleh informasi pertanian, meliputi informasi
tentang: peningkatan produksi dan mutu sayuran, ketersediaan sarana
69
produksi, ketersediaan permodalan, teknologi pengolahan hasil sayuran,
dukungan pemasaran sayuran, dan metode analisis usahatani sayuran.
(3) Kekondusifan faktor lingkungan, meliputi: lingkungan fisik, lingkungan
sosial, ketersediaan informasi, kondisi megapolitan, kebijakan bidang
penyuluhan dan pembangunan subsektor hortikultura.
(4) Kualitas sumber informasi pertanian, meliputi: ketersediaan sumber informasi,
kemampuan menyediakan informasi, pelayanan, dan kualitas saluran
informasi.
(5) Kemudahan mendapatkan informasi pertanian, meliputi: komunikatif,
penggunaan saluran dan alat komunikasi, penyuluhan, dan keterjangkauan.
(6) Penyediaan informasi pertanian, meliputi: relevansi informasi, akurasi
informasi, kelengkapan informasi, ketajaman informasi, ketepatan waktu
informasi, dan keterwakilan informasi.
(7) Tingkat keberdayaan petani sayuran, meliputi: kemampuan merencanakan
usahatani sayuran, kemampuan melaksanakan usahatani sayuran, kemampuan
mengevaluasi usahatani sayuran, dan kemampuan mengatasi masalah
usahatani sayuran.
Data primer, diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan
kuesioner kepada responden dan wawancara mendalam (indepth interview)
dengan sejumlah responden terpilih. Data sekunder, merupakan data yang telah
tersedia sebelumnya di kantor-kantor pemerintah daerah kabupaten dan provinsi,
termasuk Dinas Pertanian kabupaten dan provinsi, serta instansi terkait lainnya
yang bermanfaat untuk penelitian. Data ini juga diperoleh dari buku, internet,
media massa, dan sumber lainnya. Data sekunder yang diperlukan meliputi:
(1) Keadaan umum daerah penelitian,
(2) Kebijakan yang terkait dengan bidang penyuluhan dan pembangunan
pertanian, khususnya subsektor hortikultura,
(3) Rencana strategis pembangunan daerah,
(4) Peta lokasi penelitian,
(5) Jenis sayuran yang diusahakan dan bernilai ekonomis,
(6) Manajemen usahatani sayuran,
(7) Lokasi pemasaran sayuran,
70
(8) Data produksi sayuran
(9) Data jumlah ekspor dan impor sayuran
Data sekunder, dikumpulkan dari hasil-hasil penelitian terdahulu dan
dokumen-dokumen yang relevan dengan penelitian ini, yang diperoleh dari
instansi-instansi terkait, seperti: pemerintah daerah, dinas pertanian, lembaga
penyuluhan, BPS, Departemen Pertanian, lembaga-lembaga informasi, LSM, dan
lain-lain. Instrumen
Penelitian ini, merupakan penelitian survai yang datanya dikumpulkan dari
responden dengan menggunakan instrumen dalam bentuk kuesioner sebagai
pedoman dalam melakukan wawancara atau alat pengumpulan data primer dan
data sekunder (Singarimbun, 1995). Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah,
untuk: (1) memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan survai, dan (2)
memperoleh informasi dengan validitas dan realibilitas setinggi mungkin.
Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner disusun dalam bentuk pertanyaan
tertutup dan terbuka yang langsung berkaitan dengan tujuan dan hipotesis
penelitian ini. Pertanyaan tertutup adalah, pertanyaan yang kemungkinan
jawabannya sudah ditentukan terlebih dahulu dan responden tidak diberi
kesempatan memberikan jawaban lain. Sedangkan pertanyaan terbuka adalah,
pertanyaan yang kemungkinan jawabannya tidak ditentukan terlebih dahulu dan
responden bebas memberikan jawaban. Kuesioner disusun sedemikian rupa dan
sebelum digunakan saat penelitian, alat pengukur atau instrumen yang digunakan
sudah teruji kesahihan (validity) dan keterandalannya (reliability) untuk
memperoleh data dan informasi yang relevan dengan topik penelitian.
Validitas Instrumen
Suatu alat ukur dikatakan valid atau sahih, jika alat ukur tersebut dapat
mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur atau mengukur secara tepat
konsep yang sebenarnya ingin diukur. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995),
kesahihan atau validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat
mengukur apa yang ingin diukur. Validitas menyangkut ketepatan dalam
penggunaan alat ukur atau kebenaran suatu alat ukur untuk mengukur ihwal (hal)
71
yang memang ingin diukur oleh peneliti (Kerlinger, 1973). Pada penelitian ini, uji
validitas instrumen dilakukan dengan mengguna-kan uji validitas isi (butir)
dengan cara menyusun indikator pengukuran operasional berdasarkan kerangka
teori dari konsep yang akan diukur. Validitas isi dari sebuah instrumen ditentukan
dengan jalan mengkorelasikan antara skor masing-masing item dengan total skor
item. Langkah-langkah cara menguji validitas menurut Ancok (1995) adalah:
(1) Mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur
(2) Melakukan uji coba skala pengukuran pada sejumlah responden
(3) Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban
(4) Menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total,
menggunakan teknik korelasi Rank Spearman
Jika r-hitung lebih besar dari r-tabel pada taraf kepercayaan (signifikansi)
tertentu, berarti instrumen yang dibuat memenuhi kriteria validitas atau instrumen
tersebut valid. Sebaliknya, jika angka korelasi yang diperoleh (r-hitung) lebih
kecil dari r-tabel (berkorelasi negatif), berarti pertanyaan tersebut bertentangan
dengan pertanyaan lainnya atau instrumen tersebut tidak valid. Berdasarkan hasil
uji validitas dengan menggunakan teknik korelasi Rank Spearman, diperoleh
koefisien korelasi (r) masing-masing peubah, seperti disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai Koefisien Korelasi Hasil Uji Validitas
Peubah Kisaran Nilai Koefisien
Korelasi (r)
1. Karakteristik Pribadi Petani Sayuran (X1)
2. Tuntutan Kebutuhan dan Memperoleh Informasi Pertanian (X2)
3. Kekondusifan Faktor Lingkungan (X3)
4. Kualitas Sumber Informasi Pertanian (X4)
5. Kemudahan Mendapatkan Informasi Pertanian (X5)
6. Penyediaan Informasi Pertanian (X6)
7. Tingkat Keberdayaan Petani Sayuran (Y1)
0,7333 – 0,8933
0,6168 – 0,8328
0,6261 – 0,8958
0,9542 – 1,0000
0,6532 – 0,9697
0,7596 – 0,9419
0,6161 – 0,8598
72
Berdasarkan hasil analisis, korelasi (r-hitung) dalam uji validitas item
(butir) pada penelitian ini, berkisar dari 0,6161 sampai dengan 1,000 pada taraf
signifikansi sebesar 95%, sedangkan r-tabel dengan jumlah responden sebanyak
240 (n =240) sebesar 0,125. Hasilnya, semua item dalam penelitian ini memiliki r-
hitung > r-tabel (0,62 s.d 0,97 > 0,125). Dengan demikian, instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini cukup valid. Menurut Babbie (1992), bila
koefisien korelasi antara skor suatu indikator dengan skor total seluruh indikator,
positif dan lebih besar dari 0,3 (r >0,3), maka instrumen tersebut sudah valid. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas atau keterandalan, menunjukkan konsistensi suatu alat
pengukur di dalam mengukur ihwal (hal) yang sama. Menurut Singarimbun dan
Effendi (1995), reliabilitas suatu alat ukur adalah, untuk menunjukkan sejauh
mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua
kali atau lebih atau sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau
diandalkan. Kerlinger (1973) menyatakan bahwa ada tiga pendekatan untuk
mengukur reliabilitas, yaitu: (1) suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila alat
ukur tersebut digunakan berulang kali, memberikan hasil yang sama, (2) suatu alat
ukur dikatakan reliabel, apabila alat ukur tersebut dapat mengukur hal yang
sebenarnya dari sifat yang diukur, (3) reliabilitas suatu alat ukur dapat dilihat dari
galat pengukurannya. Pada penelitian ini, uji realibilitas yang digunakan adalah
metode Cronbach Alpha atau Cr. Alpha berdasarkan skala Cr. Alpha: 0 sampai
dengan 1 dengan rumus:
n
n - 1
Keterangan: α = koefisien Alpha Cronbach (koefisien realibilitas) n = besar sampel pada uji instrumen Vi = ragam bagian ke i kelompok indikator Vt = ragam skor total (perolehan)
∑ Vi i=1 Vt
1 – α =
73
Apabila nilai hasil perhitungan (α ) dikelompokkan ke dalam lima kelas
dengan skala yang sama (0 sampai dengan 1), maka ukuran kemantapan alpha
dapat diinterpretasikan sebagai berikut (Triton, 2005):
(1) Nilai Koefisien Alpha berkisar 0,00 – 0,20, berarti kurang reliabel
(2) Nilai Koefisien Alpha berkisar 0,21 – 0,40, berarti agak reliabel
(3) Nilai Koefisien Alpha berkisar 0,41 – 0,60, berarti cukup reliabel
(4) Nilai Koefisien Alpha berkisar 0,61 – 0,80, berarti reliabel
(5) Nilai Koefisien Alpha berkisar 0,81 – 1,00, berarti sangat reliabel
Suatu instrumen (keseluruhan indikator) dianggap sudah cukup reliabel
(reliabilitas konsistensi internal), bilamana α ≥ 0,6 (Babbie, 1992). Berdasarkan
hasil uji realibilitas terhadap peubah-peubah penelitian ini dengan menggunakan
metode Cronbach’s Alpha (Cr-Alpha), diperoleh koefisien Alpha yang menunjuk
kan bahwa instrumen yang digunakan pada penelitian ini cukup reliabel seperti
pada Tabel 6.
Tabel 6 Nilai Koefisien Alpha Hasil Uji Reliabilitas
Peubah Kisaran Nilai Koefisien
Alpha (r)
1. Karakteristik Pribadi Petani Sayuran (X1)
2. Tuntutan Kebutuhan dan Memperoleh Informasi Pertanian (X2)
3. Kekondusifan Faktor Lingkungan (X3)
4. Kualitas Sumber Informasi Pertanian (X4)
5. Kemudahan Mendapatkan Informasi Pertanian (X5)
6. Penyediaan Informasi Pertanian (X6)
7. Tingkat Keberdayaan Petani Sayuran (Y1)
0,7102 – 0,8796
0,7261 – 0,8875
0,6078 – 0,9258
0,8430 – 0,9636
0,6927 – 0,9410
0,7019 – 0,9148
0,6667 – 0,8457
Peubah Penelitian
Model pemberdayaan petani sayuran melalui penyediaan informasi
pertanian mencakup tujuh peubah pokok, terdiri dari enam peubah bebas dan satu
peubah terikat. Peubah-peubah yang diukur dalam penelitian ini, adalah:
(1) Karakteristik Pribadi Petani Sayuran (X1)
74
(2) Tuntutan Kebutuhan dan Memperoleh Informasi Pertanian (X2)
(3) Kekondusifan Faktor Lingkungan (X3)
(4) Kualitas Sumber Informasi Pertanian (X4)
(5) Kemudahan Mendapatkan Informasi Pertanian (X5)
(6) Penyediaan Informasi Pertanian (X6)
(7) Tingkat Keberdayaan Petani Sayuran (Y1)
Ketujuh peubah-peubah yang terpilih ini akan diuji secara statistik dalam
berbagai bentuk hubungan dan pengaruh antar konsep dalam model teoritis seperti
yang dijelaskan dalam Gambar 4 dan hipotesis penelitian ini. Model adalah, suatu
hubungan keterkaitan antar peubah yang disederhanakan. Menurut Sukanto dan
Reading dalam Sumardjo (1999), suatu model yang mewakili suatu perangkat
sistem unsur-unsur dengan cara mengajukan perangkat sistem unsur-unsur lain
disebut model analogi. Suatu sistem yang mencakup sistem peubah-peubah yang
mandiri secara fungsional dikenal sebagai model analitis, sedangkan bila suatu
model yang menyangkut perubahan disebut model dinamis, dan model yang
memungkinkan peramalan terhadap masa depan suatu sistem disebut model
deterministik. Model hubungan antar peubah dalam penelitian ini, merupakan
model dinamis-determinastik, yaitu model yang merupakan kombinasi dari model
dinamis dan model deterministik.
Definisi Operasional dan Pengukuran Peubah
Menurut Nazir (1983), definisi operasional adalah suatu definisi yang
diberikan kepada suatu peubah atau konstrak dengan cara memberikan arti atau
menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang
diperlukan untuk mengukur peubah tersebut. Definisi operasional yang dibuat,
dapat berbentuk definisi operasional yang diukur ataupun definisi operasional
eksperimental. Pada penelitian ini, digunakan definisi operasional yang diukur
yang menggambarkan bagaimana hal yang didefinisikan itu muncul.
Selanjutnya, pengukuran adalah pemberian angka pada obyek-obyek atau
kejadian-kejadian menurut suatu aturan (Kerlinger, 1973). Dalam pengukuran,
yang perlu diperhatikan adalah terdapat kesamaan yang dekat antara realitas sosial
yang diteliti dengan nilai yang diperoleh dari pengukuran. Oleh sebab itu, suatu
75
instrumen pengukur dipandang baik apabila hasilnya dapat merefleksikan secara
tepat realitas dari fenomena yang hendak diukur (Singarimbun dan Effendi, 1995).
Mengacu pada konsep tersebut, definisi pengukuran pada penelitian ini
adalah, pemberian angka-angka secara nominal terhadap perangkat sosial atau
perangkat psikologis dari individu sebagai responden yang sesuai dengan aturan
dan menetapkan hubungan di antara keduanya secara simbolik. Untuk mengukur
obyek-oyek atau kejadian-kejadian dalam penelitian ini, maka terlebih dahulu
definisi operasional masing-masing peubah dijabarkan dalam bentuk indikator dan
parameter. Hasil pengukuran terhadap setiap parameter dilakukan transformasi
data untuk keperluan analisis statistik parametrik. Transformasi seperti ini
digunakan untuk menghitung nilai keragaman yang terjadi dalam setiap peubah
penelitian, terutama peubah yang berskala ordinal. Semua data hasil pengukuran
terhadap parameter penelitian ini berskala ordinal, kemudian selanjutnya untuk
keperluaan analisis statistik dilakukan transformasi sehingga data berskala rasio.
Perhitungan transformasi data dalam penelitian ini ada dua tahap, yaitu:
(1) transformasi untuk mencari nilai indeks indikator, dan (2) transformasi
mencari nilai indeks peubah. Melalui proses transformasi, tiap indikator memiliki
nilai indeks 0-100. Nilai indeks terkecil diberikan untuk jumlah skor terendah dan
nilai 100 untuk jumlah skor tertinggi dari tiap indikator. Nilai tiap indikator,
merupakan nilai indeks yang didapat dari hasil transformasi penjumlahan skor tiap
parameter dalam tiap indikator. Nilai peubah, merupakan nilai indeks yang
didapat dari penjumlahan indeks tiap indikator yang ditransformasikan.
Rumus transformasi yang digunakan pada penelitian ini, adalah:
(1) Transformasi Indeks Indikator
Jumlah skor yang dicapai tiap indikator –
jumlah skor minimum tiap indikator
Jumlah skor maksimum tiap indikator
Keterangan: Selang nilai indeks transformasi indikator: 0-100
(2) Transformasi Indeks Peubah Jumlah indeks indikator tiap peubah
Jumlah total indeks maksimum tiap peubah
Keterangan: Selang nilai indeks transformasi peubah: 0-100
Indeks Indikator = x 100
Indeks Peubah = x 100
76
Definisi operasional dan pengukuran terhadap ketujuh peubah penelitian
ini, adalah sebagai berikut:
(1) Karakteristik Pribadi Petani Sayuran (X1)
Karakteristik pribadi petani sayuran, adalah ciri-ciri atau sumber daya
yang melekat pada diri petani sebagai individu manusia yang mempengaruhi
kemampuan petani dalam berusahatani sayuran. Peubah ini diukur melalui
lima indikator dan sejumlah parameter, seperti disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Indikator dan Parameter Karakteristik Pribadi Petani Sayuran Variabel/Indikator
Parameter Karakteristik Pribadi Petani Sayuran (X1) (1) Status Sosial Ekonomi (1) Umur
(2) Jumlah tahun pendidikan formal (3) Lama bekerja pada usahatani sayuran (4) Status penguasaan lahan (5) Luas lahan sayuran (6) Pendapatan keluarga (7) Tingkat kebutuhan keluarga (8) Tingkat kebutuhan biaya sosial keluarga
(2) Kesadaran Pentingnya Informasi
(1) Keaktifan mencari informasi di bidang usahatani sayuran (2) Banyaknya media informasi yang digunakan (3) Intensitas pertemuan dengan penyuluh (4) Intensitas pertemuan dengan kelompok/ kelembagaan petani (5) Intensitas pertemuan dengan perusahaan mitra/pihak mitra (6) Intensitas interaksi dengan sumber informasi lainnya
(3) Kemampuan Mengakses Informasi Pertani-an
(1) Kemampuan memperoleh informasi usahatani sayuran (2) Kemampuan memanfaatkan informasi pada saat dibutuhkan (3) Kemampuan memilih informasi yang dibutuhkan (4) Jumlah informasi baru yang diperoleh (5) Frekuensi memperoleh informasi dari pertemuan kelompok tani (6) Kegiatan pelatihan dan penyuluhan yang pernah diikuti (7) Keterjangkauan harga untuk memperoleh informasi pertanian
(4) Motivasi terhadap Usahatani Sayuran
(1) Minat untuk meningkatkan produktivitas (2) Minat untuk meningkatkan kualitas sayuran (3) Minat untuk melakukan usahatani sayuran (4) Minat untuk memilih jenis sayuran yang diminati pasar (5) Minat untuk mencoba ide baru, walaupun belum dicoba oleh petani lainnya (6) Jumlah jam per hari yang digunakan untuk usahatani sayuran
(5) Keinovatifan (1) Semangat/upaya mencari inovasi baru (2) Jumlah inovasi yang sudah dicoba
77
Adapun skala pengukuran, cara pengukuran, dan proses transformasi
menggunakan rumus umum seperti telah diuraikan sebelumnya.
(2) Tuntutan Kebutuhan dan Memperoleh Informasi Pertanian (X2)
Tuntutan kebutuhan dan memperoleh informasi pertanian adalah,
tuntutan petani untuk memperoleh berbagai jenis informasi yang dibutuhkan
yang diukur melalui enam indikator dan sejumlah parameter, seperti pada
Tabel 8. Adapun skala pengu-kuran, cara pengukuran, dan proses transformasi
menggunakan rumus umum seperti telah diuraikan sebelumnya.
Tabel 8 Indikator dan Parameter Tuntutan Kebutuhan dan Memperoleh Informasi Pertanian
Variabel/Indikator
Parameter Tuntutan Kebutuhan dan Mem peroleh Informasi Pertanian (X2) (1) Informasi Peningkatan
Produksi dan Mutu Sayuran (1) Informasi jenis, dosis, dan penggunaan pupuk (2) Informasi jenis, dosis, dan penggunaan pestisida (3) Informasi jenis dan jumlah benih/bibit (4) Informasi ramalan iklim dan cuaca (5) Informasi luas tanam jenis sayuran tertentu (6) Informasi pengaturan pola tanam (7) Informasi teknologi produksi
(2) Informasi Ketersediaan Sarana Produksi
(1) Inf. ketersediaan jenis sayuran yang diminati pasar (2) Inf. ketersediaan benih bermutu, pupuk, pestisida (3) Informasi ketersediaan alat-alat/mesin pertanian
(3) Informasi Ketersediaan Permodalan
(1) Informasi skim (pola) kredit usaha pertanian (2) Informasi lembaga penyedia modal/ keuangan
(4) Informasi Teknologi Pengolahan Hasil Sayuran
(1) Informasi jenis sayuran yang tahan lama (2) Informasi teknologi pengolahan hasil sayuran (3) Informasi jenis-jenis sayuran bentuk olahan (4) Informasi pabrik-pabrik pengolah hasil sayuran
(5) Informasi Dukungan Pemasaran Sayuran
(1) Informasi lokasi pemasaran dan harga sayuran (2) Informasi jenis/jumlah dan mutu sayuran ekspor (3) Informasi jenis/jumlah dan mutu sayuran untuk
pasar domestik (4) Informasi perusahaan mitra sebagai penampung (5) Inf. daerah penghasil masing-masing jenis sayuran (6) Informasi rantai pemasaran sayuran (7) Informasi keterjaminan pemasaran sayuran
(6) Informasi Metode Analisis
Usahatani Sayuran
(1) Informasi biaya yang dikeluarkan per hektar (2) Informasi produksi yang dihasilkan per hektar (3) Informasi harga jual produksi per hektar (4) Informasi tambahan keuntungan dibandingkan dgn
tambahan biaya yang di keluarkan per hektar (5) Informasi keuntungan bersih per hektar
(2) Kekondusifan Faktor Lingkungan (X3)
Kekondusifan faktor lingkungan adalah, tingkat faktor-faktor spesifik
di sekitar petani yang menggambarkan kondisi yang terjadi di luar diri petani
78
sehingga mampu memenuhi kebutuhan informasi dan meningkatkan
keberdayaan petani dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
keluarganya. Kekondusifan faktor lingkungan diukur melalui indikator dan
parameter, seperti disajikan pada Tabel 9. Adapun skala pengukuran, cara
pengukuran, dan proses transformasi menggunakan rumus umum seperti telah
diuraikan sebelumnya.
Tabel 9 Indikator dan Parameter Kekondusifan Faktor Lingkungan
Variabel/Indikator
Parameter Kekondusifan Faktor Lingkungan (X3) (1) Lingkungan Fisik (1) Kelancaran pengangkutan hasil pertanian
(2) Kondisi saluran pengairan dan pembuangan air (3) Kondisi modal usaha (4) Kualitas iklim/cuaca, lahan dan air (5) Kualitas sarana dan prasarana (6) Ketersediaan tenaga kerja (usia produktif )
(2) Lingkungan Sosial (1) Persepsi terhadap norma masyarakat (2) Interaksi dalam masyarakat (3) Dukungan keluarga dan tokoh masyarakat
(3) Ketersediaan Informasi Pertanian
(1) Ketersediaan informasi usahatani sayuran (2) Ketersediaan informasi pada penyuluh, lembaga penyulu-
han, lembaga informasi dan pihak lainnya (3) Kualitas informasi yang tersedia
(4) Kondisii Megapolitan (1) Kerjasama lemb. pelayanan bdg pertanian dlm satu kawasan (2) Kerjasama pemasaran dalam satu kawasan (3) Kerjasama lembaga pusat informasi dalam satu kawasan (4) Kerjasama pengemb. agribisnis sayuran dlm satu kawasan
(5) Kebijakan Bidang Penyuluhan dan Pem-bangunan Subsektor Hortikulkultura
(1) Kebijakan pengembangan agribisnis sayuran (2) Dukungan Lembaga Penyuluhan (BPP/UPTD) (3) Dukungan lembaga BPTP (penyedia teknologi) (4) Dukungan kegiatan penyuluhan pertanian (5) Keberadaan lembaga-lembaga penyedia informasi pertanian
(4) Kualitas Sumber Informasi Pertanian (X4)
Kualitas sumber informasi pertanian adalah, keberadaan dan
kemampuan sumber informasi menyediakan informasi yang dibutuhkan petani
dan kemanfaatannya bagi proses belajar untuk mengembangkan usahataninya.
Kondisi ini, diduga dapat mempengaruhi penyediaan informasi bagi petani.
Kualitas sumber informasi, diukur dengan menggunakan empat indikator dan
sejumlah parameter, seperti pada Tabel 10. Adapun skala pengukuran, cara
pengukuran, dan proses transformasi menggunakan rumus umum seperti telah
diuraikan sebelumnya.
79
Tabel 10 Indikator dan Parameter Kualitas Sumber Informasi Pertanian
Variabel/Indikator
Parameter Kualitas Sumber Informasi Pertanian (X4) (1) Ketersediaan Sumber
Informasi (1) Ketersediaan dan keragaman sumber informasi (2) Pemenuhan kebutuhan informasi
(2) Kemampuan Menyediakan Informasi
(1) Kecepatan menyediakan informasi (2) Kesesuaian informasi yang dibutuhkan
(3) Pelayanan (1) Keterpercayaan (Reliability) (2) Keterjaminan (Assurance) (3) Penampilan (Tangibility) (4) Pemerhatian (Empathy) (5) Ketanggapan (Responsiveness)
(4) Kualitas Saluran Informasi (1) Kualitas sumber daya pribadi penyuluh (2) Kemampuan kelembagaan petani menyediakan inf. (3) Kemampuan mass media menyediakan inf. pertanian
(5) Kemudahan Mendapatkan Informasi Pertanian (X5)
Kemudahan mendapatkan informasi pertanian adalah, faktor-faktor
yang mempengaruhi petani dalam mendapatkan informasi pertanian dengan
mudah, yang dapat meningkatkan kemampuan petani untuk berkomunikasi.
Adapun skala pengukuran, cara pengukuran, dan proses transformasi
menggunakan rumus umum seperti telah diuraikan sebelumnya.
Tabel 11 Indikator dan Parameter Kemudahan Mendapatkan Informasi Pertanian
Variabel/Indikator
Parameter Kemudahan Mendapatkan Informasi Pertanian (X5) (1) Komunikatif (1) Interaksi dengan kelompok/kelembagaan petani
(2) Kekosmopolitan (3) Aksesibilitas saluran komunikasi interpersonal (4) Kontak dengan penyuluh/agen pembaruan (5) Keaktifan mencari informasi
(2) Penggunaan Saluran Komunikasi
(1) Tingkat penggunaan mass media cetak (2) Tingkat penggunaan mass media elektronik (3) Tingkat penggunaan alat komunikasi (4) Tingkat pemanfaaatan kelompok tani sebagai sal.informasi
(3) Penyuluhan (1) Penerapan prinsip membantu petani sayuran untuk membantu dirinya sendiri (2) Kesesuaian tujuan penyuluhan dengan kebutuhan ushtani (3) Intensitas penyuluh melibatkan diri dalam penyuluhan (4) Kesesuaian materi dan metode penyuluhan (5) Penggunaan saluran komunikasi (6) Frekuensi kegiatan penyuluhan (7) Frekuensi petani mengikuti kegiatan penyuluhan (8) Kemudahan petani menghubungi penyuluh (9) Keikutsertaan petani dlm penyusunan programa penyul.
(4) Keterjangkauan Informasi
(1) Jarak/lokasi sumber informasi (2) Waktu (3) Biaya
80
(6) Penyediaan Informasi Pertanian (X6)
Penyediaan informasi pertanian adalah, salah satu upaya yang
dilakukan untuk memberdayakan petani dengan menyediakan informasi yang
bermutu yang dapat diakses oleh petani untuk meningkatkan kemampuannya
dalam mengembangkan usahatani sayuran. Upaya ini, diduga dapat
mempengaruhi tingkat keberdayaan petani sayuran. Penyediaan informasi,
diukur dengan menggunakan enam indikator dan sejumlah parameter, seperti
disajikan pada Tabel 12. Adapun skala pengukuran, cara pengukuran, dan
proses transformasi menggunakan rumus umum seperti telah diuraikan
sebelumnya.
Tabel 12 Indikator dan Parameter Penyediaan Informasi Pertanian
Variabel/Indikator
Parameter Penyediaan Informasi Pertanian (X6) (1) Relevansi Informasi (1) Ketersediaan informasi yang terkait dengan usahatani
sayuran (2) Ketersediaan informasi yang sesuai dengan kebutuhan petani sayuran
(3) Kelengkapan Informasi (1) Ketersediaan sejumlah informasi yang sesuai dengan kebutuhan petani sayuran
(2) Ketersediaan informasi yang dapat menerangkan hal-hal yang sedang dipertimbangkan
(3) Ketersediaan informasi yang dapat membantu meme- cahkan masalah usahatani sayuran
(4) Ketajaman Informasi (1) Ketersediaan informasi yang dapat menunjukkan perbe-daan antara satu pilihan dengan pilihan yang lain
(2) Ketersediaan informasi yang dapat menjelaskan hal-hal yang lebih spesifik
(5) Ketepatan Waktu Informasi
(1) Ketersediaan informasi masih berlaku atau absah (2) Ketersediaan informasi saat dibutuhkan (tepat waktu)
(6) Keterwakilan Informasi (1) Ketersediaan informasi yang cukup memiliki seluruh kenyataan (representatif)
(2) Ketersediaan informasi yang cukup untuk menarik suatu kesimpulan
(7) Tingkat Keberdayaan Petani Sayuran (Y1)
Tingkat keberdayaan petani adalah, kemampuan petani untuk
mengembangkan usahatani sayuran karena meningkatnya kualitas SDM
(kognitif, afektif dan psikomotor) petani dalam merencanakan, melaksanakan,
mengevaluasi, dan mengatasi masalah usahatani sayuran yang pada akhirnya
akan berpengaruh terhadap peningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani
serta keluarganya. Tingkat keberdayaan petani sayuran diukur dengan
81
menggunakan empat indikator dan sejumlah parameter, seperti disajikan pada
Tabel 13. Adapun skala pengukuran, cara pengukuran, dan proses
transformasi menggunakan rumus umum seperti telah diuraikan sebelumnya.
Tabel 13 Indikator dan Parameter Tingkat Keberdayaan Petani Sayuran
Variabel/Indikator
Parameter Meningkatnya Kualitas SDM Petani Sayuran (Y1) (1) Kemampuan Merencanakan
Usahatani Sayuran (1) Kemampuan merencanakan produksi dan memilih jenis sayuran yang diminati pasar (2) Kemampuan merencanakan pola tanam (3) Kemampuan merencanakan pemasaran dan pasca
panen (4) Kemampuan merencanakan biaya dan keuntungan dari usahatani sayuran
(2) Kemampun Melaksanakan Usahatani Sayuran
(1) Kemampuan menerapkan teknologi produksi (2) Kemampuan berusahatani dengan memperhatikan
pelestarian lingkungan hidup (3) Kemampuan menerapkan pola tanam (4) Kemampuan menghasilkan sayuran bermutu dan
aman konsumsi (3) Kemapuan Mengevaluasi
Usahatani Sayuran (1) Kemampuan mengevaluasi produksi dan mutu
sayuran (2) Kemampuan mengevaluasi keuntungan dan biaya
produksi (4) Kemampua Mengatasi
Masalah Usahatani Sayuran (1) Kemampuan memahami rantai pemasaran sayuran (2) Kemampuan memenuhi kebutuhan pasar (3) Kemampuan memprediksi harga (4) Kemampuan mencari informasi pasar (5) Kemampuan menjalin kerjasama dgn pihak mitra
Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang objektif dan dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah, metode pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan survai.
Menurut Nazir (1983), pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan
standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Secara umum, metode
pengumpulan data dapat dibagi atas beberapa cara, yaitu: (1) metode pengamatan
langsung, (2) metode dengan menggunakan pertanyaaan, dan (3) metode khusus.
Metode pengamatan langsung, dilakukan dengan cara pengamatan
berstruktur dan pengamatan tidak berstruktur. Pada pengamatan berstruktur,
peneliti telah mengetahui aspek dari aktivitas yang diamatinya, yang relevan
dengan masalah dan tujan penelitian dengan pengungkapan yang sistematik untuk
menguji hipotesisnya. Sedangkan pengamatan tidak berstruktur, peneliti tidak
82
mengetahui aspek-aspek dari kegiatan-kegiatan yang ingin diamatinya yang
relevan dengan tujuan penelitiannya.
Pada penelitian ini, jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer
dan data sekunder yang diperoleh dengan menggunakan beberapa teknik yaitu:
(1) Pengamatan langsung, yaitu pengumpulan data dengan observasi langsung
pada obyek penelitian.
(2) Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan mengadakan tatap muka dan
wawancara langsung dengan responden penelitian, menggunakan pedoman
wawancara terstruktur dalam bentuk kuesioner yang telah disiapkan
sebelumnya.
(3) Indepth interview, yaitu pengumpulan data dengan melakukan wawancara
mendalam dengan informan kunci atau responden terpilih untuk memperoleh
informasi yang lebih mendalam dan mengklarifikasi informasi yang diperoleh
sebelumnya.
(4) Dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari hasil-hasil
penelitian yang sudah ada, kajian pustaka yang relevan dengan penelitian,
serta data yang sudah ada di instansi pemerintah dan instansi terkait lainnya,
buku, internet, media massa, serta sumber lainnya.
Teknik Analisis Data
Data yang dikumpulkan dari penelitian ini, dianalisis melalui uji statistik.
Analisis data adalah, proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang mudah
dibaca dan diinterpretasikan (Sofian Effendi, 1995).
Teknik analisis data yang digunakan adalah:
(1) Analisis Korelasi Rank Spearman, untuk menganalisis hubungan antar peubah
dengan rumus:
Keterangan :
RS = Koefisien Korelasi Rank Spearman di = Perbedaan antara kedua ranking N = Banyaknya sampel
N ∑ di
2 i=1 N(N2 – 1)
1 – RS =
83
(2) Analisis Deskriptif, untuk menganalisis kondisi masing-masing peubah yang
mempengaruhi penyediaan informasi pertanian dan tingkat keberdayaan petani
sayuran, yakni:
(a) Menganalisis tingkat kesadaran petani terhadap pentingnya informasi
(b) Menganalisis tingkat kemampuan petani mengakses informasi
(c) Menganalisis jenis-jenis informasi yang dibutuhkan petani
(d) Menganalisis kekondusifan faktor lingkungan
(e) Menganalisis kualitas sumber informasi
(f) Menganalisis kemudahan petani mendapatkan informasi
(g) Menganalisis tingkat penyediaan informasi.
(3) Uji Statistik dengan Uji t, untuk membedakan dua buah mean sampel dengan
rumus:
__ __ X1 – X2
SX1-X2
Keterangan: t = Nilai statistik t (t hitung ) X2 = Mean dari pengamatan sampel 1 X2 = Mean dari pengamatan sampel 2 S x1 – x2 = Mean dari pengamatan sampel 2
Selanjutnya, nilai t hitung dibandingkan dengan nilai t tabel untuk mengetahui
perbedaan antara mean sampel masing-masing peubah. Apabila nilai t hitung
<= t tabel, maka terdapat perbedaan antara mean sampel. Sedangkan, bila t
hitung > t tabel, maka tidak terdapat perbedaan antara mean sampel yang diuji
pada level signifikansi p< 0,05 (α = 0,95) atau p< 0,01 (α = 0,99).
(4) Structural Equation Modeling (SEM), untuk menganalisis pengaruh secara
struktural antar peubah baik secara langsung maupun tidak langsung
(Solimun, 2002). SEM atau LISREL (Linear Structural Relations) merupakan
pendekatan terintegrasi antara analisis data dengan konstruksi konsep. Pada
penelitian ini, SEM digunakan untuk pengujian model hubungan antar peubah
laten (peubah exogen dan peubah endogen) dan mendapatkan model yang
bermanfaat untuk prakiraan. Oleh sebab itu, SEM tidak digunakan untuk
t =
84
menghasilkan sebuah model, melainkan digunakan untuk mengkonfirmasikan
model hipotetik melalui data empirik.
Dua komponen utama dari LISREL adalah Model Persamaan Struktural (a
Structural Equation Model) dan Model Pengukuran (a Measurement Model)
dengan rumus sebagai berikut:
(a) Model Persamaan Struktural (a Structural Equation Model) adalah: η = Bη + Ґξ + ζ
Keterangan:
η = eta, suatu vektor dari variabel endogenous (peubah laten Y ), B = beta (besar), suatu matriks koefisien yang menggambarkan pengaruh
dari peubah endogenous terhadap peubah endogenous lainnya, Ґ = gamma (besar), suatu matriks koefisien yang menggambarkan
pengaruh dari peubah exogenous terhadap peubah endogenous ξ = xi, suatu vektor dari peubah exogenous (peubah laten X ) ζ = zeta, yaitu suatu vektor dari residual atau error dalam persamaan
(Pedhazur 1982; Bollen 1989).
(b) Model Pengukuran (a Measurement Model) adalah:
X = Λx ξ + δ Y = Λy ξ + δ
Keterangan:
X = suatu vektor dari pengukuran peubah-peubah bebas Λx = lambda X (besar), suatu matrik dari loading X pada peubah laten
exogenous yang tidak diobservasi. δ = delta (kecil), galat pengukuran pada peubah manifest untuk peubah X
Λy = lambda Y (besar), suatu matrik dari loading Y pada peubah laten endogenous yang tidak diobservasi,
λ = lamnda (kecil), loading factor, λx = lamnda (kecil), loading factor X, λy = lamnda (kecil), loading factor Y, β = beta (kecil), koefisien pengaruh peubah endogenous terhadap peubah
endogenous lainnya, γ = gamma (kecil), koefisien pengaruh peubah exogenous terhadap
peubah endogenous, Φ = phi (kecil), koefisien pengaruh antar peubah laten X (peubah
exogenous), ε = epsilon (kecil), galat pengukuran pada peubah manifest (indikator
atau observable variable) untuk peubah laten Y (peubah endogenous),
δ = delta (kecil), galat pengukuran pada peubah manifest untuk peubah laten X