prospek pertumbuhan bisnis telepon selular di … · perangkat handset telepon maupun registrasi...

31
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia 01/10/07 1 PROSPEK PERTUMBUHAN DAN INOVASI BISNIS TELEPON SELULAR DI INDONESIA MASA DEPAN BISNIS TELEKOMUNIKASI NIRKABEL DALAM PERSPEKTIF PERSAINGAN PERANG TARIF MURAH oleh: Haery Sihombing @ Ian Pieter ([email protected] ) Manufacturing Management Dept., Manufacturing Engineering Faculty of Universiti Teknikal Malaysia Melaka Abstrak Bisnis penyediaan layanan telekomunikasi bergerak atau nirkabel, kini berada pada persimpangan jalan sebagai akibat tekanan persaingan yang begitu sengit untuk menghasilkan keuntungan yang memadai bagi perusahaan dalam mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan bisnisnya. Persaingan yang timbul sebagai akibat banyaknya operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel yang melibatkan diri dengan penawaran harga dan tarif (pulsa) yang murah kepada konsumennya, mengarahkan para operator penyedia layanan telekomunikasi tersebut berjuang untuk mempertahankan keberlangsungan bisnis mereka dalam jumlah raihan marjin keuntungan yang kurang menarik atau kecil bila hanya mengandalkan tarif murah tersebut sebagai satu- satunya strategi dalam merebut pasar. Padahal pasar telekomunikasi nirkabel di Indonesia pada masa kini, dari segi demografi dan potensi pasar, belumlah jenuh. Para operator penyedia layanan jasa telekomunikasi nirkabel menghadapi kesulitan di dalam mengembangkan bisnis layanan mereka ketika pasar sangat dinamis, di mana karakter konsumen sebagai pengguna layanan adalah dengan cepat dan mudah beralih ke penyedia layanan lainnya. Oleh karenanya, para operator layanan telekomunikasi nirkabel harus melakukan tindakan dan inisiatif dalam berbagai cara melalui inovasi- inovasi yang dihasilkan sebagai fokus utama dalam layanan untuk dapat mempertahankan keberadaannya di pasar yang begitu kompetitif dewasa ini. Inovasi terhadap produk, proses, teknologi, dan pasar adalah dipergunakan oleh perusahaan untuk mengetahui posisi diri atau lawannya dalam pengertian sebagai penopang/penyokong (sustainer) atau pengganggu (disruptor) terhadap pasar. Inovasi ini bekerja dan dipergunakan sebagai radar, melalui pengertian dua sisi pasar (two-sided market) dan/atau lokalisasi (localization) terhadap konsumen, untuk membuat operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel dapat berhasil lolos dari tekanan persaingan pasar dan muncul sebagai pemenang dengan melakukan pengganguan (disruption) terhadap produk dan layanan yang ada melalui nilai yang ditawarkan kepada konsumen sebagai keuntungan persaingan. Kata kunci: inovasi, radar inovasi, keuntungan persaingan, pasar 2 sisi, dan lokalisasi. 1.0 PENDAHULUAN Dalam satu dekade terakhir ini, perkembangan pasar penyedia layanan telepon selular atau nirkabel di Indonesia tumbuh semakin semarak bersamaan dengan tumbuhnya pasar permintaan akan jasa telekomunikasi bergerak atau nirkabel, yang bukan hanya di masyarakat perkotaan terutama di pulau Jawa dan Sumatera saja, namun juga hingga ke pelosok daerah. Bermula dengan semakin banyaknya konsumen yang

Upload: buitu

Post on 16-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 1

PROSPEK PERTUMBUHAN DAN INOVASI BISNIS

TELEPON SELULAR DI INDONESIA MASA DEPAN BISNIS TELEKOMUNIKASI NIRKABEL DALAM

PERSPEKTIF PERSAINGAN PERANG TARIF MURAH

oleh: Haery Sihombing @ Ian Pieter ([email protected])

Manufacturing Management Dept., Manufacturing Engineering Faculty of Universiti Teknikal Malaysia Melaka

Abstrak

Bisnis penyediaan layanan telekomunikasi bergerak atau nirkabel, kini berada pada persimpangan jalan sebagai akibat tekanan persaingan yang begitu sengit untuk menghasilkan keuntungan yang memadai bagi perusahaan dalam mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan bisnisnya. Persaingan yang timbul sebagai akibat banyaknya operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel yang melibatkan diri dengan penawaran harga dan tarif (pulsa) yang murah kepada konsumennya, mengarahkan para operator penyedia layanan telekomunikasi tersebut berjuang untuk mempertahankan keberlangsungan bisnis mereka dalam jumlah raihan marjin keuntungan yang kurang menarik atau kecil bila hanya mengandalkan tarif murah tersebut sebagai satu- satunya strategi dalam merebut pasar. Padahal pasar telekomunikasi nirkabel di Indonesia pada masa kini, dari segi demografi dan potensi pasar, belumlah jenuh.

Para operator penyedia layanan jasa telekomunikasi nirkabel menghadapi kesulitan di dalam mengembangkan bisnis layanan mereka ketika pasar sangat dinamis, di mana karakter konsumen sebagai pengguna layanan adalah dengan cepat dan mudah beralih ke penyedia layanan lainnya. Oleh karenanya, para operator layanan telekomunikasi nirkabel harus melakukan tindakan dan inisiatif dalam berbagai cara melalui inovasi- inovasi yang dihasilkan sebagai fokus utama dalam layanan untuk dapat mempertahankan keberadaannya di pasar yang begitu kompetitif dewasa ini.

Inovasi terhadap produk, proses, teknologi, dan pasar adalah dipergunakan oleh perusahaan untuk mengetahui posisi diri atau lawannya dalam pengertian sebagai penopang/penyokong (sustainer) atau pengganggu (disruptor) terhadap pasar. Inovasi ini bekerja dan dipergunakan sebagai radar, melalui pengertian dua sisi pasar (two-sided market) dan/atau lokalisasi (localization) terhadap konsumen, untuk membuat operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel dapat berhasil lolos dari tekanan persaingan pasar dan muncul sebagai pemenang dengan melakukan pengganguan (disruption) terhadap produk dan layanan yang ada melalui nilai yang ditawarkan kepada konsumen sebagai keuntungan persaingan.

Kata kunci: inovasi, radar inovasi, keuntungan persaingan, pasar 2 sisi, dan lokalisasi.

1.0 PENDAHULUAN

Dalam satu dekade terakhir ini, perkembangan pasar penyedia layanan telepon

selular atau nirkabel di Indonesia tumbuh semakin semarak bersamaan dengan

tumbuhnya pasar permintaan akan jasa telekomunikasi bergerak atau nirkabel, yang

bukan hanya di masyarakat perkotaan terutama di pulau Jawa dan Sumatera saja, namun

juga hingga ke pelosok daerah. Bermula dengan semakin banyaknya konsumen yang

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 2

secara finansial dimampukan untuk memiliki perangkat telekomunikasi nirkabel, baik

handset baru maupun bekas dan keduanya relatif semakin murah, maka kemudian kondisi

tersebut diikuti dengan bermunculannya para operator penyedia layanan telekomunikasi

nirkabel yang baru dengan strategi segmentasi dan jenis teknologi alternatif lain (GSM vs.

CDMA) terhadap produk layanan mereka untuk saling memperebutkan pangsa pasar yang

potensial ini dengan berbagai bentuk penawaran terhadap konsumennya.

Selain dengan tawaran melalui berbagai fitur yang dapat dipergunakan dan

diakses melalui perangkat nirkabel tersebut, para operator penyedia layanan

telekomunikasi juga memberikan kemudahan bagi penggunanya untuk memiliki

perangkat handset telepon maupun registrasi nomer telepon atau aksesnya. Di sisi lain,

inovasi- inovasi yang dilakukan oleh penyedia layanan telekomunikasi nirkabel tersebut,

juga saling berjuang dalam memperebutkan pasar dengan memberikan tarif murah bagi

setiap kali layanan yang mereka berikan untuk ditanggung oleh penggunanya. Tarif

murah tersebut dilakukan untuk fasilitas pesan singkat maupun suara, termasuk juga

bebas biaya untuk beberapa kondisi yang diisyaratkan penyedia layanan tersebut terhadap

penggunanya (berlaku untuk sesama pengguna layanan produk dari operator yang sama)

untuk lebih aktif mempergunakan fasilitas yang disediakan tersebut dengan cara

mengundang pengguna baru atau yang ada, untuk memiliki layanan dari operator nirkabel

yang sama.

Ketika pasar semakin selektif untuk memilih di antara keragaman pilihan yang

tersedia dan semakin bervariatifnya layanan yang diberikan, maka beban yang ditanggung

oleh para penyedia layanan telekomunikasi nirkabel ini semakin berat. Apalagi,

konsumen dengan sangat mudahnya beralih ke operator penyedia layanan telekomunikasi

nirkabel lainnya, dikarenakan kode atau nomer akses yang disyaratkan dalam hal

bertelekomunikasi ini sangat mudah dan murah untuk didapatkan daripada di masa- masa

awal peluncuran layanan telekomunikasi nirkabel.

Upaya- upaya yang dilakukan melalui berbagai inovasi terhadap produk, proses,

maupun pemasarannya adalah dimaksudkan untuk mempertahankan jumlah pengguna

atau konsumen yang diklaim oleh para operator penyedia tersebut sebagai persentase

pangsa pasar mereka. Namun pada kenyataannya, inovasi yang direalisasikan oleh para

penyedia layanan nirkabel tadi, tidaklah cukup sebagai bukti yang kuat untuk mendukung

dan menunjukkan keuntungan yang menarik dan sepadan dengan potensi pasar yang

masih cukup besar ini.

Pertanyaan yang timbul sebagai akibat persaingan yang begitu sengit di antara

para operator penyedia layanan telekomonikasi nirkabel ini adalah, apakah keuntungan

yang dapat diperoleh dari bisnis ini sepadan dengan biaya dan usaha yang dikeluarkan?

Apakah pasar dan peluang bisnis ini masih menarik dari segi keuntungan untuk dapat

diperoleh? Apakah keuntungan- keuntungan yang diperoleh dengan inovasi- inovasi yang

sudah dilakukan tersebut adalah optimal? Apakah bisinis di bidang ini masih memiliki

prospek keuntungan yang menarik di masa mendatang?

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 3

2.0 STRATEGI LAYANAN TARIF & HARGA MURAH SEBAGAI

PERSAINGAN.

Dalam menjawab pertanyaan dan tantangan terhadap persaingan pasar yang

sengit, maka para penyedia layanan berpijak secara teoritis kepada pengertian inovasi

terhadap keuntungan persaingan dalam kaitannya sebagai sumber kreatif di dalam

mempertahankan dan meningkatkan pasar, sekaligus meningkatkan perolehan dan

membuka keuntungan- keuntungan baru yang dapat diraih. Sawhney (2006) melihat

pengertian persaingan kepada peluang inovasi dengan dasar:

1. Apa tawaran yang perusahaan ciptakan ?

2. Siapa konsumen yang mereka layani ?

3. Apa proses yang mereka jalankan ?

4. Di mana posisi kehadiran mereka dengan tawaran terhadap pasar yang dituju ?.

Apa yang dilakukan oleh para operator penyedia layanan dengan memusatkan

perhatiannya pada dasar- dasar peluang (melalui gagasan kreatif yang diberlakukan

kepada setiap inovasi yang diluncurkan ke pasar), dengan fokus pada produk yang dijual

(dalam pengertian bahwa konsumen sebagai pengguna dan sumber dari keuntungan

perusahaan) adalah ternyata berpola sama, yaitu konsumen merupakan ‘mata air’

keuangan dan keuntungan perusahaan. Sebagai misal: Excelcomindo. Sebagai penyedia

layanan telekomunikasi nirkabel yang mula- mula dikenal dengan tawarannya sebagai

operator layanan nirkabel dengan jaminan terhadap mutu suara jernih dan jelas dalam

layanan mereka dengan fokus pasarnya di masyarakat perkotaan (sekalipun tarif

layanannya adalah relatif lebih mahal dari operator GSM lainnya) , kemudian terjun untuk

bersaing dengan meluncurkan produk layanan telekomunikasi dengan sangat murah

kepada para penggunanya. Dengan harga Rp.1 untuk per tiap detik layanan

telekomunikasi suara di antara sesama penggunanya, mereka melakukan suatu terobosan

untuk mengangkat dan mempertahankan pangsa pasar mereka. Dengan kata lain, mereka

hanya membebankan biaya kepada konsumen terhadap per tiap detik layanan suara yang

dipergunakan untuk memberikan konsumen kepuasan, sehingga konsumen akan merasa

bahwa uang yang dikeluarkan adalah sesuai dengan lamanya layanan yang diterima.

Tidak seperti penyedia lainnya (sekalipun mereka memberikan beban tarifnya lebih

murah untuk tiap menit layanan yang konsumen terima), konsumen bisa jadi merasa

bahwa uang mereka ‘dicuri atau dirampok’ ketika mereka mempergunakan layanan

tersebut kurang atau lebih dari batasan waktu terhadap tarif yang dikenakan oleh sebab

penyedia layanan membebankan tarifnya melalui pembulatan waktu. Pertanyaan

terhadap kondisi ini adalah, apakah konsumen dalam melakukan telekomunikasi suara

dengan mitranya tersebut adalah selalu menatapkan matanya tertuju kepada jarum jam

yang sengaja mereka tempatkan dihadapan mereka untuk mereka dapat lihat terus

menerus, detik demi detik, ketika melakukan telekomunikasi? Kalaupun ada, jenis

konsumen seperti ini, tentu perlu dipertanyakan potensinya terhadap keuntungan

perusahaan.

Terhadap suatu kasus, misalnya dalam layanan tarif murah terhadap tiap menit

layanan yang dipergunakan di mana konsumen melakukan telekomunikasi dengan jangka

waktu kurang dari 1 menit, maka biaya yang dikenakan adalah terhadap tarif 1 menit, atau

bila konsumen malakukannya dalam 1 menit 35 detik, maka konsumen harus

membayarnya untuk 2 menit layanan. Bila kita ilustrasikan dari keadaan tersebut, maka

beban biaya yang ditanggung sesuai dengan lama waktu layanan yang dipergunakan

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 4

konsumen Excelcomindo adalah sejumlah Rp. 9. Sehingga dengan demikian, maka biaya

yang dikeluarkan konsumennya adalah lebih murah dibandingkan dengan biaya yang

dikenakan oleh penyedia layanan telekomunikasi lainnya, bila misalnya operator lain

yang sama- sama berkecimpung dalam persaingan tarif murah tersebut memberikan tarif

layanan suara Rp.49 per tiap menitnya. Karena, konsumen yang mempergunakan layanan

dari operator penyedia layanan dengan tarif murah untuk per-menit layanan mereka

adalah harus membayar layanan tersebut seharga Rp.98. Namun, bagaimana bila

konsumen mempergunakan lama layanannya antara 100 detik hingga 120 detik?

Bukankah biaya yang dikeluarkan oleh konsumen dari operator penyedia tadi adalah lebih

murah daripada konsumen Exelcomindo yang tarifnya adalah kisaran Rp.100 hingga

Rp.120?

Pada kasus lain, bila harga murah tadi tidak menjamin kualitas suara dan akses

serta keberlangsungan proses bertelekomunikasi, sehingga layanan suara terhadap

konsumen ketika menggunakan telekomunikasi tersebut sering terputus atau mengulang-

ulang pembicaraannya (yang menyebabkan kosumsi waktu yang dipergunakan semakin

lama), bukankah tarif murah tadi menjadi penghalang dan kendala bagi mereka, serta

menjadikan pengeluaran biaya yang ditanggung konsumen menjadi lebih mahal? Contoh,

bila satu telekomunikasi dapat dilakukan dengan efektif dalam 1 menit 35 detik, namun

karena ketika akses mula- mula atau pertama yang dilakukan ternyata ‘berjeda atau

kosong’ (oleh sebab derajat mutu jaringan layanan kurang baik sehingga suara tidak jelas

dan jernih) untuk segera mulai terdengar balasan dari panggilan yang dituju setelah nada

‘koneksi’ terjadi dan setelah dilakukan beberapa kali pengulangan panggilan suara,

“Hallo, Hallo, Hallo…”, di mana dibutuhkan beberapa detik untuk memulai terjadinya

pembicaraan dua arah, bukankah konsumen dirugikan karena biaya atas waktu untuk

“berjeda” yang dibebankan kepada konsumen tersebut sebagai hasil mutu jaringan

penyedia layanan yang bukan menjadi tanggungjawab konsumen? Apalagi bila terjadi

putus hubungan (disconnected) ketika proses bertelekomunikasi berlangsung, sehingga

perlu dilakukan ‘dial’ ulang untuk menyambung proses telekomunikasi kembali dan

memulai pembicaraan dengan basa- basi, ”Maaf Pak, tadi putus. Maksud saya

adalah…….” yang membutuhkan waktu beberapa saat, yang sepadan dengan biaya yang

dikeluarkan untuk ditanggung konsumen. Sehingga total waktu pembicaraannya,

misalnya menjadi 2 menit 1 detik, di mana konsumen harus menanggung biaya

(3XRp.49) Rp.147 untuk layanan per-menit dan Rp. 121 untuk layanan per-detik dari

masing- masing operator tersebut. Apakah konsumen akan melihat keuntungan dalam

bertelekomunikasi tadi melalui perbandingan hematnya uang yang dikeluarkan sebagai

tarif dari antara kedua operator tersebut?

Sekalipun tarif murah adalah sebagai bentuk tawaran untuk memuaskan

konsumen, namun dalam kondisi ketika anda melakukan telekomunikasi untuk bisnis atau

kepada atasan anda, maka harga murah bukan berarti mengorbankan kenyamanan anda,

bukan? Bagaimana pula jadinya, bila ketika bertelekomunikasi tadi, ternyata panggilan

yang dituju menyahut,”Maaf, telepon yang anda tuju sedang sibuk atau tidak aktif.”,

namun pulsa yang anda miliki berkurang sebagai beban yang harus ditanggung dalam

melakukan upaya telekomunikasi tersebut? Dari ilustrasi cerita ini, tarif murah dapat

membuat kondisi psikologis konsumen terganggu dan kehilangan perspektifnya bisnisnya

sebagai strategi persaingan, karena tarif murah dalam kondisi tersebut adalah bersaing

terhadap kelancaran, keberlangsungan, suara jernih dan jelas, dan tidak terhambatnya

telekomunikasi yang dilakukan.

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 5

Apakah inovasi yang dilakukan dengan strategi tarif murah tersebut meningkatkan

keuntungan atau imbal yang diperoleh, serta akan menarik banyak konsumen baru atau

konsumen dari layanan operator pesaing lainnya untuk beralih kepada mereka, sehingga

persentase pangsa pasar mereka semakin besar? Bukankah penyedia layanan nirkabel

lainnya, juga menawarkan layanan telekomunikasi suara dengan bebas biaya (untuk

kondisi tertentu yang disyaratkan), selain layanan pesan singkatnya. Kita tahu, bahwa

pesaing Excelcomindo baru- baru ini meluncurkan tawaran Rp. 0 terhadap biaya layanan

mereka, atau biaya untuk jenis telekomunikasi interlokal yang lebih murah, dan berbagai

tarif murah tertentu lainnya. Dalam kondisi demikian, apakah dengan strategi tarif murah

tersebut, membawa perusahaan- perusahaan yang bersaing tadi dapat meraih keuntungan

yang signifikan melalui program tawaran seperti itu? Atau sekedar dilakukan untuk

mempertahankan pangsa pasar yang telah mereka miliki dan menghindarkan diri dari

kebangkrutan bisnis mereka masing- masing? Bukankah persaingan ini diikuti pula oleh

operator layanan nirkabel lainnya, operator dengan teknologi CDMA, untuk melakukan

hal yang sama dengan memberikan harga yang murah terhadap biaya tarif layanan

mereka?

Menurut Raynor & Christensen (2003), optimasi suatu produk atau layanan untuk

dimensi- dimensi yang berbeda dari kinerja dengan mempertahankan dasar- dasar dari

persaingan di dalam satu pasar pada satu kurun waktu tertentu, memerlukan satu usaha

dari perusahaan untuk mengendalikan elemen- elemen yang berbeda dari rantai nilai

industri. Perusahaan- perusahaan yang menampilkan dirinya sesuai dengan konfigurasi-

konfigurasi dasar dari persaingan di dalam satu pasar, biasanya adalah mendominasi pasar

setidaknya untuk sementara, dengan dominasi yang menjadikannya sebagai ‘porsi macan’

dari satu keuntungan industri.

Gambar 1: Pyramid dari tahapan Persaingan (sumber: Raynor & Christensen, 2003)

Raynor & Christensen menggambarkan bahwa, dasar persaingan dari produk atau

layanan yang ditawarkan kepada pasar adalah bermula dari segi fungsionalitasnya

(funsionality), dan kemudian pasar akan bergerak untuk melihat segi kelayakannya

(reliability) setelah kosumsi terhadap fungsi tersebut dapat diterima dan terbangun, untuk

kemudian memicu permintaan pasar akan kemudahan/ kenyamanan (convienient) dan

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 6

keumuman (customizability) dari produk terhadap spesifik kebutuhan dan penggunaan

yang konsumen perlukan. Hingga pada akhirnya, pasar mendorong penyedia untuk

melakukan penawaran dengan harga murah untuk memungkinkan konsumen bersedia

membelinya seperti diilustrasikan pada gambar di atas.

Melalui gambaran pyramid di atas, kita dapat segera dengan mudah meramalkan

dan mengetahui bahwa satu perusahaan penyedia layanan telekomunikasi nirkabel hanya

sekejap saja atau bahkan tidak dapat menikmati buah hasil dari inovasi mereka ketika

mereka hanya menawarkan kepada pasar terhadap sesuatu yang dapat segera ditiru oleh

para pesaingnya, terutama dalam persaingan dengan tawaran harga murah. Sir John Bond

sebagai chairman HSBC mengatakan bahwa hal ini berlaku kurang dari 3 bulan (Mehta,

2006). Sebab menurut David Rickard dari Boston Consulting (Rickard, 2006),

perusahaan- perusahaan secara fundamental menyeting strategi mereka terhadap

parameter harga untuk pasarnya melalui:

Obyektif perusahaan dalam menawarkan layanannya

Penawaran nilai terhadap konsumennya

Dasar dari keuntungan persaingan

Lingkungan persaingan

Biaya keseluruhan untuk melayani

Dengan maksud dan tujuan:

Untuk meningkatkan kinerja dari produk inti perusahaan dan promosi untuk

pembelian berulang

Untuk mencapai keuntungan yang berdiri sendiri pada layanan- layanan itu sendiri

Untuk merangsang penjualan berdasarkan ketertarikan pasar dari perangkat yang

ditawarkan

Padahal, konsumen beranjak dengan motivasi yang berbeda terhadap nilai layanan yang

ditawarkan perusahaan, yakni sebagai berikut:

Tabel 1. Konsumen Terhadap Perusahaan

Konsumen Dampaknya Terhadap Perusahaan

Yang mencari hemat biaya

Harga yang fleksibel untuk ditawarkan ke pasar akan

menghadapi keterbatasan. Sebab harga yang ditawarkan

tersebut harus lebih rendah dari harga yang konsumen dapat

lakukan terhadap layanan suatu produk atau yang didapatkan

dari alternatif yang ada.

Yang mencari kinerja Tersedianya kesempatan untuk menyetel harga- harga yang

mencerminkan nilai sebenarnya yang ditawarkan bagi masing-

masing konsumennya

Sehingga pertanyaan yang muncul bagi perusahaan penyedia layanan dalam

mempertahankan dan mengembangkan bisnisnya, adalah sebagai berikut:

a. Apakah pendekatan melalui harga yang sekarang ini dilakukan adalah sepadan

dengan obyektif secara keseluruhan dari organisasi servis/layanan tersebut?

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 7

b. Apakah pemahaman dari nilai yang ditawarkan terhadap konsumen benar- benar

dimengerti oleh perusahaan, dan harga yang dirancang dari layanan yang

diberikan tersebut mencerminkan perspektif tersebut?

c. Apakah pemahaman terhadap biaya yang dikeluarkan terhadap layanan yang

diberikan kepada pelbagai segmen dan pasar konsumen benar- benar jelas?

d. Apakah organisasi servis/layanan yang terjun untuk bersaing terhadap skala atau

kemampuan dan struktur biayanya adalah sebagai cerminan dasar aktual dari

persaingan yang ada?

e. Apakah harga layanan yang diberikan telah diperhitungkan terhadap perbedaan

dari karakteristik- karakteristik pembelian, seperti frekuensi atau keperluan

pembelian atau ukurannya?

f. Apakah perusahaan membedakan harga atas daur hidup dari masing- masing

hubungan konsumen?

3.0 INOVASI SEBAGAI KOMPETENSI

Dalam menjawab ke-6 pertanyaan di atas (melalui inovasi yang harus dilakukan

oleh perusahaan), menurut Raynor (2003), maka suatu organisas bisnisi harus mengerti

bagaimana dasar dari persaingan untuk menjadi berbeda dari apa yang telah ada pada

pasar yang telah terbentuk. Caranya adalah dengan melihat keterkaitan dari dasar- dasar

baru persaingan yang mendorong kesuksesan inovasi dalam bisnis perusahaan dan

aktiftas- aktifitas di dalam rantai nilai yang dapat diharapkan untuk disediakan terhadap

dimensi dari kinerja layanan atau produk untuk lebih efektif daripada para pesaingnya,

serta dengan mengambil daerah (pangsa) yang paling berharga dalam rantai nilai inovasi

sehingga posisi organisasi dapat menangkap sejumlah keuntungan- keuntungan.

Untuk itu, menurut Kandampully (2002), suatu perusahaan servis/layanan

haruslah memfungsikan dirinya secara interaktif dan terlibat dengan hampir semua

aktifitas atau komponen di dalam perusahaan, yakni: orang, proses atau bukti- bukti fisik

(representasi bukti yang tangible atau intangible dari perusahaan terhadap perspektif

konsumen), konsumen internal dan eksternal, pelbagai ragam jaringan usaha, aliansi, dan

para mitranya untuk menghindari kesalahan- kesalahan terhadap pemahaman produk atau

layanan yang ditawarkan kepada pasar yang menurut Cagan (2006), bahwa selama ini

produser/ penyedia terjebak dalam kebingungan terhadap:

persyaratan- persyaratan konsumen dengan persyaratan- persyaratan produk/

layanan.

inovasi dan nilai

diri sendiri dengan konsumen anda

konsumen dan pengguna

fitur- fitur dan keuntungan- keuntungan yang ditawarkan

pembangunan suatu produk yang benar daripada membangun dengan benar suatu

produk/layanan.

Satu produk/ layanan yang baik daripada satu model bisnis yang baik.

Fitur- fitur yang emosional dengan fitur- fitur yang tidak penting.

Meningkatkan funsionalitas daripada meningkatkan produk/layanan

Produk yang diluncurkan dengan sukses.

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 8

3.1 DEFINISI

Menurut Robertson (1974), inovasi adalah serangkaian tahapan dari teknikal,

industrial dan komersialisasi. Sedangkan menurut Marquis (1969), inovasi adalah satu

unit dari perubahan- perubahan teknologi yang mendorong perubahan- perubahan

teknikal suatu perusahaan di dalam menghasilkan produk- produk/ layanan- layanan atau

penggunaan suatu metode atau input yang dikenakan terhadapnya. Menurut Cumming

(1998), jika kita mempertimbangkan inovasi yang berkaitan dengan satu produk/layanan

yang dapat dipasarkan, maka haruslah jelas terlihat terhadap orang lain, berhubungan

dengan pasar, dan faktor- faktor yang memainkan satu bagian dalam mengadopsi

keberhasilan. Faktor- faktor tersebut, contohnya, adalah pengiklanan yang efektif dan

dampak- dampak dari branding merek produk.

Oleh karenanya, menurut Urabe (1988), inovasi haruslah terdiri dari

pengembangan dari satu gagasan baru dan diimplementasikan ke dalam satu produk baru,

proses atau layanan, serta mengarah kepada pertumbuhan yang dinamis dari ekonomi

nasional dan peningkatan dari ketenagakerjaan, maupun penciptaan keuntungan murni

untuk bisnis perusahan yang inovatif. Di mana inovasi sebagai proses dari gagasan-

gagasan adalah diambil secara efektif dan menguntungkan melalui kepuasan pelanggan

(DTI, 1996), selain sebagai satu proses melalui yang mana bangsa ciptakan dan

transformasikan pengetahuan dan teknologi baru ke dalam produk- produk dan layanan-

layanan yang berdaya guna, serta proses- prosesnya untuk pasar nasional dan global

melalui penciptaan nilai terhadap stakeholdernya (Milbergs). Oleh karenanya, inovasi

merupakan penciptaan, pengembangan dan pengenalan yang berhasil dari produk-

produk, layanan, atau proses yang baru (Urabe, 1988), bila berangkat dari kreatifitas

untuk membentuk sesuatu dari yang tidak ada sebelumnya dan kemudian dibentuk

melalui gagasan yang berkenaan dengan produk- produk atau layanan- layanan (Kuhn,

1985), atau dari kreatifitas yang membawa sesuatu yang baru terhadap sesuatu yang ada

dan dibawakan melalui inovasi yang dikenakan terhadap sesuatu yang baru untuk

digunakan (Badawy, 1988) sebagai gagasan bahwa, satu inovasi yang dihasilkan adalah

harus berhasil di pasar (Twiss, 1992) sehingga , menurut Drucker (2002), sebagai jantung

dari aktifitas perusahaan dalam upaya- upaya untuk menciptakan kedayagunaan dan

berfokus pada perubahan di dalam ekonomi perusahaan dan potensi sosial. Untuk itu,

menurut Mehta (2006) dengan mencuplik tulisan dari Deloitte Consultan, bahwa inovasi

perlu dipisahkan antara fungsinya sebagai penggangguan (disruptive) dan penopangan

(sustaining) dalam perspektif produk, proses, dan strategi.

Gambar 2: Inovasi Dalam Perspektif: Produk, Proses, dan Strategi

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 9

3.2 ORIENTASI PASAR DAN INOVASI

Menurut Assink (2006), karena inovasi lebih merupakan upaya revolusioner

ketimbang evolusioner, maka diperlukan satu prasyarat bagi perusahaan untuk mampu

bertahan terhadap pasar yang dinamis dan kompleks di dalam lingkungan ekonomi

tertentu. Dengan isu- isu terpenting ini, menurut Hamel (2002), bisnis dewasa ini adalah

difokuskan dalam menemukan satu cara untuk membangun perusahaan- perusahaan

melalui inovasi yang radikal dan sistematik. Sebab inovasi adalah satu faktor kunci bagi

satu perusahaan untuk lolos dan berkembang dalam jangka panjang (Tidd,2001). Inovasi

merupakan pembangkitan, pengembangan, dan adaptasi dari satu gagasan atau perilaku

dan sesuatu yang baru untuk diadposi oleh organisasi (Higgins,1995), di mana inovasi

ditangkap sebagai pengertian dari perubahan satu organisasi, baik sebagai tanggapan

terhadap perubahan dalam lingkungan eksternal, maupun tindakan- tindakan awal yang

mempengaruhi lingkungan (Damapour,1996).

Lebih lanjut, Assink (2006) mengatakan bahwa inovasi merupakan proses dari

suksesnya penciptaan sesuatu yang baru, yang harus memiliki nilai yang signifikan

terhadap bagian yang relevan dari adopsinya, dimana inovasi tersebut menurut Edquiest

(1997) dibedakan dengan derajat pemilahan melalui satu derajat individu (improvement),

fungsi (process improvement atau adaptasi), perusahaan sebagai satu rantai nilai (produk

radikal dan layanan inovasi, model bisnis baru), dan industri (terobosan teknologi)

sebagai sistem- sistem dari inovasi. Sekalipun, menurut Christensen (1997), ternyata

hanya sedikit saja perusahaan yang memahami apa yang diperlukan dan

diimplementasikan dari inovasi tersebut untuk berhasil. Oleh karena itu, menurut Johne

(1999), dalam memahami persaingan terhadap pasar yang cepat berubah, maka

perusahaan harus melihatnya pada:

a. Inovasi Produk untuk membangun pendapatan/penghasilan (revenue), dengan cara

memperbaharui produk dan secara lengkap memperbaharui keseluruhan produk

(up-dated and renew) untuk mempertahankan kedudukan bisnisnya yang kuat di

tengah pasar melalui peningkatan dari campuran tawaran (improving the mix of

offers). (Mehta,2006: difokuskan pada cara suatu pekerjaan yang dikerjakan

dengan membuatnya lebih baik, lebih cepat, dan lebih murah)

b. Inovasi Proses untuk menjaga dan meningkatkan mutu serta menghemat biaya

(safeguarding, improving quality, saving cost), dengan cara tetap

mempertahankan produktifitas kerja dan membuat produk- produk yang

kinerjanya sama dengan biaya lebih murah melalui peningkatan campuran dari

operasional internal (improving mix of internal operations). (Mehta,2006:

difokuskan pada pengalaman konsumen, membawa satu perusahaan lebih dekat

terhadap konsumennya dan menggunakan keintiman untuk menyediakan

pelayanan yang lebih baik)

c. Inovasi Pasar untuk meningkatkan campuran dari target- target pasar dan

bagaimana memilih pasar yang sebaiknya dilayani melalui identifikasi potensi

pasar dan cara (baru) melayani pasar dengan lebih baik melalui peningkatan dari

campuran pasar dan bagaimana melayaninya (improving the mix of markets and

how these are served). (Mehta,2006: difokuskan pada komitmen pemimpin

perusahaan dan pendukungnya, memimpin pemikiran rancang bangun dan

matriknya, mendorong pengambilan resiko, mentoleransi kesalahan, merubah

struktur, menciptakan sistem inovasi penghargaan, memperluas talenta rancang

bangun, dan mempengaruhi jaringan kerja inovasi dari luar dan dalam organisasi)

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 10

Untuk itu, menurut Mehta (2006), perusahaan setidaknya harus

mempertimbangkan jangka waktu 3 tahun dalam strategi terhadap pertumbuhan bisnisnya

terhadap upaya- upaya perusahaan dalam melakukan:

Fokus terhadap servis atau produk intinya.

Perubahan strategi harganya

Peningkatan rancang ulang prosesnya (misal: melalukan sesuatu dengan lebih

baik, lebih cepat, dan lebih efisien)

terhadap strategi yang berkenaan dengan (Johanssen,2001):

Produk baru

Layanan baru

Metode- metode baru dari produksi/ operasional

Membuka pasar- pasar baru

Sumberdaya- sumberdaya baru dari pasokan

Cara- cara baru dari organisasi

Sehingga ketika tarif murah dalam kaitannya sebagai inovasi pasar, menurut

Manzaro (2006), maka harus ditempatkan pada pilar- pilar pemasaran itu sendiri, yaitu

berupa: konsumen yang difokuskan, koordinasi pemasaran, dan keuntungan melalui

orientasi pemasaran dan komponen perilaku dalam satu organisasi.

Tabel 2. Orientasi Pasar dan Budaya Organisasi

ORIENTASI PASAR BUDAYA ORGANISASI

1.Informasi pasar dari perusahaan mengga-

bungkan faktor- faktor konsumen dan lainnya

2.Penyebaran dari informasi pasar ke seluruh

bagian perusahaan

3.Rancangan dan implementasi dari satu tang-

gapan terhadap informasi

1.Orientasi Konsumen (orientasi meningkatkan komersialisasi dari produk baru)

2.Orientasi Persaingan (orientasi pesaing mengurangi peluncuran dari perluasan terhadap produk dan lini- lini produk- produk baru)

3. Koordinasi AntarFungsi (meningkatkan komersialisasi perluasan terhadap lini- lini produk/layanan)

4.0 TEKANAN EKONOMI PADA INOVASI DAN MODEL BISNIS

Menurut Chesbrough (2007), bahwa untuk mendapatkan sistem inovasi baru,

maka perusahaan haruslah membuka model bisnis mereka secara aktif dengan mencari

dan menggali gagasan- gagasan dari luar dan dengan membolehkan teknologi internalnya

yang tidak terpakai tersebut mengalir ke luar. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan

nilai dan menangkap satu bagian dari nilai. Fungsi yang pertama (dalam menciptakan

nilai), memerlukan pendefinisian satu rangkaian aktifitas yang menghasilkan satu produk

atau layanan baru dengan nilai yang ditambahkan kepada seluruh ragam aktifitasnya, dan

fungsi yang kedua (dalam menangkap satu bagian dari nilai), memerlukan penetapan

sumber- sumber daya yang unik, aset atau posisi dalam serangkaian aktifitas yang

membuat perusahaan tersebut menikmati keuntungan persaingannya.

Hal ini dilakukan agar biaya- biaya pembangunan dari inovasi dikurangi dengan

penggunaan yang lebih besar dari teknologi ekternal di dalam perusahaan yang memiliki

proses R&D-nya sendiri. Sekalipun demikian, maka perusahaan seharusnya melakukan

perubahan mendasar terhadap model bisnisnya dengan suatu komitmen yang jelas dan

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 11

mendapat dukungan dari manajemen puncak. Pertama, model bisnis tadi harus disetel

atau dibangun ulang untuk mengatasi volume yang signifikan, dan kedua, model bisnis

tadi harus didapatkan dengan “buy in” dari lembaga- lembaga yang penting sebelum

dijalankan. Tentunya hal tersebut harus dilakukan dengan percobaan- percobaan yang

berulang, di mana perusahaan mengejar sumber- sumber daya baru dari pendapatan dan

nilai bisnis, serta informasi dari pasar tentang nilai potensial terhadap gagasan dan

teknologi. Model bisnis terhadap pendapatan dan biaya tersebut digambarkan dalam

gambar 3.

Dengan semakin meningkatnya biaya dari pengembangan teknologi, maka akan

berakibat bahwa hanya perusahaan yang besar saja yang akan menjadi lebih besar dengan

meninggalkan yang lainnya jauh ke belakang. Namun tekanan yang kedua, memainkan

peranan dalam hal memperpendek daur hidup dari produk- produk baru. Dengan

demikian, maka kecenderungan untuk meningkatkan biaya pengembangan dan

memperpendek siklus hidup produk akan menghadapkan perusahaan kepada

meningkatnya justifikasi penanaman modal terhadap inovasi.

Gambar 3. Model Bisnes Tertutup Menjadi Model Bisnis Terbuka (diadopsi dari Chesbrough, 2007)

Gambar 3a. (sebelah kiri)

Balok sebelah kiri dari model bisnis tertutup ini menunjukkan bahwa pendapatan yang diharap-kan adalah sebagai ekses dari biaya pengem-bangan. Namun sejalan dengan dengan mening-katnya biaya pengembangan dan semakin pendeknya daur hidup produk, maka hasil bersih yang perusahaan temukan (pada balok kanan) adalah menghasilkan semakin sulitnya bagi model bisnis ini untuk menjustifikasi investasi dalam inovasi yang dilakukan.

Gambar 3b (sebelah kanan)

Dengan kecenderungan- kecenderungan (trends) dari kenaikan biaya- biaya pengem-bangan dan daur hidup produk yang semakin pendek (pada balok kiri), mendorong peru-sahaan untuk bereksperimen atau mencoba dengan cara- cara yang kreatif untuk membu-ka model bisnis mereka dengan memper-gunakan gagasan- gagasan dari luar dan teknologi pengembangan produk internalnya.

Pada model bisnis terbuka (open business), sisi pendapatan diserang karena

kombinasi dari biaya- biaya yang saling berkaitan dan waktu yang dihemat dengan

peluang- peluang pendapatan untuk menghasilkan keuntungan- keuntungan berdayaguna.

Dengan cara ini, akan menghemat waktu dan juga uang, serta perusahaan tidak lagi

menutup dirinya terhadap pasar yang dilayaninya secara langsung.

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 12

Oleh karenanya, Linder (2006) mengusulkan, agar perusahaan memperhatikan

proporsi dari penjualan yang dihasilkan dari produk- produk atau layanan- layanan yang

diperkenalkan kepada pasar (dalam pertimbangan perhitungan 3 tahun terakhir)

berdasarkan pertumbuhan dalam pengeluaran, pendapatan, dan nilai harga di masa

mendatang dengan pemikiran (seperti yang digunakan oleh perusahaan 3M sebagai

perusahaan yang paling berinovasi), yaitu :

Pengukuran yang hanya dilakukan terhadap penjualan, bukan pada keuntungan-

keuntungan atau investasi yang diperlukan untuk menciptakan produk- produk,

bukanlah suatu target peningkatan yang menguntungkan. Oleh karenanya, maka

penilaian (scorecard) harus dilakukan terhadap pendapatan dan biaya yang

diinvestasikan.

Pengukuran yang melihat ke arah belakang, hanyalah menangkap dampak dari

inovasi masa silam, tidak dialamatkan terhadap investasi- investasi masa kini dan

apakah mereka dapat atau tidak dapat membayarnya di masa mendatang.

Pengukuran agaknya berfokus pada diri sendiri (self-centered), sehingga untuk

menentukan apakah suatu organisasi pada kenyataannya dapat menciptakan nilai,

maka sebaiknya mempertanyakan apakah hasil yang diperoleh akan menempatkan

perusahaan sebagai pemimpin atau sekedar menjaga kedudukannya terhadap pesaing

lainnya di dalam industri tersebut.

Pengukuran yang mengasumsikan bahwa semua unit- unit organisasi menciptakan

inisiatif yang mencerminkan penjualan produk- produknya adalah mungkin benar

terhadap inovasi untuk brand-merek produk, rantai distribusi, dan harga. Namun, hal

ini tidaklah berpengaruh terhadap inovasi dalam struktur finansial, model bisnis atau

bahkan servis atau layanannya.

Hal ini dikarenakan bahwa perusahaan, yang bahkan telah mapan sekalipun menurut

Valikangas (2005), sering kali terjebak secara internal dengan:

Kinerja (performance trap), di mana mereka menekankan pemotongan biaya (cost

cutting) dan pengukuran mendadak lainnya, yang menghasilkan keuntungan sesaat

atau jangka pendek daripada mencari peluang- peluang baru untuk pertumbuhan di

masa mendatang. Sebab perusahaan- perusahaan yang sekarang ini melakukan

kerjanya dengan baik dan nyaman dengan pertumbuhan yang sesuai di dalam bisnis

inti mereka, cenderung mengabaikan peluang- peluang jangka panjang yang mungkin

penting bagi mereka.

Komitmen (commitment trap), di mana terjadi ketika komitmen mereka terlalu besar

dan terlalu kecil terhadap satu inovasi tertentu. Jika satu mind-set ‘tetap mencoba’

berlaku, maka manajamen malu mengakui beberapa komitmen nyata terhadap

inovasinya. Sehingga mereka tetap mempertahankan tahapan- tahapan awal seperti

sebuah gagasan, percobaan- percobaan (experiments) atau prototype dengan cara

melakukan terlebih dahulu riset pasar, menganalisa lengkap dahulu teknikalnya, atau

tidak mau menjadi korban dalam hal tepat waktu untuk berinvestasi terhadap suatu

peluang karena resiko yang belum diketahui.

Model Bisnis (business model trap), di mana terjadi ketika perusahaan yang mencari

inovasi tersebut berbenturan dengan model bisnis perusahaan di dalam hal strategi dan

kompetensinya. Padahal, jika inovasi tadi memerlukan perubahan yang benar- benar

berbeda dari strategi dan kompetensi perusahaan terhadap persyaratan- persyaratan

bisnis perusahaan yang dijalankan, maka potensi terhadap inovasi tersebut hilang atau

terkubur.

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 13

Gambar 4. Jebakan Kinerja, Komitmen, dan Model Bisnis (sumber: Linder, 2006)

5.0 STRATEGI BISNIS & KEUNTUNGAN PERSAINGAN

Knight (2001) mengatakan, “Jika anda ingin berhasil dalam berinovasi, maka

harus dipastikan bahwa anda mengalokasikan sumber- sumber daya dalam satu konteks

organisasi di mana proses- prosesnya menfasilitasi dan nilai-nilainya memprioritaskan

inovasi.” Inovasi ini bisa dikatakan berhasil, terhadap produk atau layanan yang

ditawarkan kepada konsumen, bila dengan inovasi tersebut perusahaan dapat

meningkatkan pertumbuhan bisnisnya dalam perspektif keuntungan persaingan

(competitive advantage) melalui nilai yang ditangkap oleh masyarakat konsumen sebagai

pembeda. Sebab menurut Porter (1996), keuntungan persaingan adalah tentang menjadi

pembeda, di mana esensinya dilakukan melalui strategi (gambar 5.) dengan melakukan

aktifitas-aktifitas secara berbeda daripada para pesaingnya.

Gambar 5. Strategi Generik Porter

Namun, menurut Kandampuly (2002), keuntungan persaingan terhadap segmen

produk atau layanan telah menjadi suatu bukti yang kuat bahwa hal tersebut memberikan

pengaruh yang sedikit terhadap pembedaan dari persaingan produk- produk dari perpektif

kacamata konsumennya. Untuk itu, maka berlomba dan bersaing dengan harga murah

dalam hal produk jasa dan layanan sebagai suatu strategi, kini bukanlah keuntungan

persaingan. Begitu pula untuk menjadi inovasi yang menguntungkan, bila nilai yang

ditawarkan adalah terbatas kepada harga dan konsumen sebagai pengguna. Sebab keadaan

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 14

tersebut membawa perusahaan kepada komoditas ‘dog-eat-dog’ (habis- habisan) terhadap

marjin keuntungan yang bisa diraih perusahaan.

Hofstede (2002) mengatakan, bahwa identifikasi dari segmen- segmen dari pasar

seringkali dipengaruhi oleh tanggapan dari konsumen terhadap harga. Padahal gol dari

segmentasi pasar, menurut Wedel (1999), adalah untuk mengidentifikasikan individu-

individu konsumen terhadap suatu produk atau layanan, yang menghasratkan mereka

terhadap keuntungan- keuntungan yang serupa dengan menampilkan perilaku- perilaku

yang sama. Oleh karenanya, bentuk segmen- segmen yang secara relatif homogen

demikian haruslah digerakkan menjadi sebuah persilangan segmen yang heterogen.

Christensen & Raynor (2003) menawarkan strategi inovasi yang dapat dilakukan

oleh perusahaan melalui pengertian sebagai penyokong (innovation sustainer) dan

pengganggu (innovation disruptor). Inovasi penyokongan ditargetkan pada permintaan

terhadap konsumen- konsumen untuk produk/ layanan ‘high-end’ dengan kinerja yang

lebih baik daripada apa yang sebelumnya tersedia. Sedangkan inovasi penggangguan,

tidak mencoba membawa produk- produknya lebih baik terhadap konsumen- konsumen

yang telah terbentuk di dalam pasar yang ada (misal, antara produk 3G vs. produk yang

telah ada). Di dalam inovasi penggangguan, produk- produk dari penggangguan ‘new

market’ (pasar baru) bersaing dengan bukan kosumsi, sebab produk/layanan yang dibuat

adalah begitu pantas dimiliki dan sederhana untuk digunakan, yang memungkinkan satu

keseluruhan populasi mulai memiliki dan menggunakan produk/ layanan (misal, kamus,

chatting, dan games). Sedangkan inovasi penggangguan dengan produk/layanan ‘low-

end’, dilakukan dengan cara sekedar menampilkan model bisnis berbiaya rendah dengan

mengambil porsi yang kurang menarik dari konsumen- konsumen perusahaan yang telah

terbentuk. (misal, mahasiswa)

Sekalipun pengganggu ‘new market’ semula adalah bersaing terhadap bukan

kosumsi (non-consumption) dalam jaringan kerja nilai uniknya, maka sejalan dengan

semakin meningkatnya kinerja mereka, maka mereka dapat cukup baik untuk menarik

konsumen dari jaringan nilai aslinya semula kepada sesuatu yang baru dimulai dengan

porsi permintaan yang sedikit. Dengan demikian, maka penggangguan pasar tadi akan

membuat pemegang-tampuk (incumbent) mengabaikan penyerangnya, dan penggangguan

‘low-end’akan memotivasi pemegang tampuk untuk meninggalkan penyerangnya. Oleh

karenanya, maka untuk itu perusahaan perlu melakukan penggangguan dengan cara

kombinasi (hybrids) melalui pendekatan ‘new market’ dan ‘low-end’.

Tarif murah yang merupakan penggangguan produk/ layanan‘low end’ sebagai

strategi persaingan adalah akan lebih mudah bagi suatu perusahaan dalam menghajar para

pesaingnya jika para pesaingnya ini meninggalkan area ‘peperangan’ tersebut daripada

melawannya. Namun pada kenyataannya, tarif murah kini menjadi tawaran yang hampir

semua perusahaan lakukan, sehingga persaingan menjadi begitu sengit. Di dalam bersaing

terhadap perang tarif murah seperti di dalam bisnis penyedia layanan telekomunikasi

nirkabel ini, apakah yang sebaiknya perusahaan lakukan? Apakah operator penyedia

layanan telekomunikasi nirkabel, seperti Excelcomindo, perlu dan harus lakukan di dalam

arena persaingan ini?

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 15

5.1 LOKALISASI (LOCALIZATION)

Perusahaan- perusahaan terkemuka dalam jasa dan layanan, menurut

Kandampully (2006), secara berhasil memperkenalkan produk- produk maupun layanan

mereka terhadap pasar dengan cara memberikan dan menawarkan jauh melebihi apa yang

konsumen harapkan. Lagipula, ini karena bahwa di dalam benak konsumen, suatu

perusahaan memelihara posisi kepemimpinan pasarnya dengan terus menerus beroperasi

pada bagian pangkal (‘cutting-edge’) dan memperpanjang parameter- parameter

konvensionalnya.

Perusahaan- perusahaan jasa dewasa ini, diharapkan dapat menarik konsumen-

konsumennya dengan kreatifitas dan inovasi. Sehingga dalam kaitannya dengan

operasional perusahaan, inovasi diterjemahkan sebagai pandangan perusahaan terhadap

“think for customer” (berpikir untuk konsumen) dengan menciptakan layanan- layanan

yang menggerakkan (drive) pasar melalui nilai yang unggul terhadap konsumen.

Pertanyaannya kemudian adalah, apakah yang dapat ditawarkan kepada pasar dan

konsumen dengan jauh melebihi apa yang mereka harapkan dari harga murah yang telah

diberikan melalui produk atau layanan yang diberikan?

Menurut Rigby (2006), komunitas konsumen tumbuh lebih beragam dalam hal

etnik, kesejahteraan, gaya hidup, dan nilai- nilai. Oleh karenanya, lokalisasi produk/

layanan akan secara berhasil bila diletakkan untuk mendapatkan kesimbangan yang tepat.

Namun resikonya adalah, bila terlalu banyak lokalisasi, maka dapat mengurangi nilai

brand-merek dan mengarah kepada penggelembungan biaya. Demikian pula jika terlalu

banyak standarisasi, maka dapat membawa kemandegan (stagnation) dan menghantam

perusahaan dengan mengecilnya pangsa pasar mereka dan berkurangnya keuntungan yang

didapatkan. Dengan demikian, maka lokasisasi yang bagaimanakah yang menguntungkan

dari pasar dan konsumen terhadap perusahaan untuk meningkatkan pertumbuhan bisnis

mereka?

Sebagai contoh, pada masyarakat perkotaan - terutama di kota- kota besar,

tidaklah menjadi sesuatu yang mengherankan bila satu konsumen secara individu

memiliki lebih dari 1 buah telepon genggam. Apalagi bila memiliki lebih dari 1 nomer

telepon dari operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel yang berbeda. Sekalipun

demikian, biaya dan kosumsi terhadap layanan yang dipergunakan adalah keduanya

saling dipersilangkan dalam pemakaiannya sehubungan dengan masa aktif untuk

menelopon atau mengirimkan pesan keluar dan menerima telepon atau pesan dari luar.

Seorang individu yang memiliki lebih dari 1 buah nomer telepon, tidak serta merta

mengeluarkan biaya secara bersamaan untuk kedua nomer telepon yang dibelinya.

Misalnya, pada bulan ini individu konsumen tadi mengeluarkan biaya untuk membeli

pulsa telepon (pra-bayar) dari operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel A

sehingga membolehkannya menerima dan melakukan panggilan atau pesan singkat,

sementara nomer telepon dari operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel lainnya

(misalnya B) untuk sementara di ‘standby’-kan hanya untuk menerima panggilan dan

pesan singkat. Individu konsumen ini melakukan ‘cash flow’ dan pembagian biaya yang

dikeluarkan terhadap teleponnya, untuk mendapatkan keuntungan dari banyaknya

kemungkinan yang diperoleh bagi dia untuk mendapatkan panggilan dan informasi

melalui pesan singkat, serta memungkinkan dia untuk membalasnya (1 aktif & 2 pasif).

Untuk nomer telepon dari operator B, dilakukan pada bulan berikutnya seperti terhadap

nomer telepon dari operator A, di mana nomer telepon A kemudian di-standby-kan seperti

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 16

nomer telepon dari telepon B pada bulan sebelumnya Ketimbang hanya mempergunakan

1 buah nomer telepon yang terbatas hanya pada 1 saluran saja, dan pada kondisi

melewati batas masa aktif untuk melakukan panggilan atau mengirimkan pesan, maka

individu konsumen tadi menjadi bersifat pasif murni. Belum lagi bila individu konsumen

membeli satu nomer telepon yang berharga diskon (untuk jenis pra-bayar), sehingga pulsa

yang diperoleh melebihi harga jualnya, namun pemakaian nomer telepon ini hanya

terbatas sampai pulsanya habis dan kemudian dibuang. Bukankah keadaan tadi

menggiring operator penyedia layanan telepon nirkabel terbebani dengan pasifnya

individu konsumen dalam melakukan telekomunikasinya dan juga alokasi nomer telepon

yang harus disediakan (yang berkaitan dengan teknologi dan program dalam jaringannya),

padahal proses operasional dan pemeliharan yang dilakukan adalah membutuhkan biaya

yang ditanggung perusahaan?

Akan berlainan halnya, bila nomer telepon dari operator penyedia layanan adalah

disediakan bagi konsumen dengan suatu keterikatan dari identitas konsumen itu sendiri

sebagai lokalisasi. Misalnya, untuk konsumen korporasi, di mana nomer telepon yang

dialokasikan untuk korporasi tersebut adalah unik, dan kepemilikannya mengikutsertakan

korporasi tersebut di dalam proses pemasaran dari operator penyedia layanan nirkabel

beserta para pegawainya. Atau untuk konsumen mahasiswa, yang pemasarannya

melibatkan pihak uiniversitas, di mana keterikatannya terjalin dengan cara memberikan

layanan terhadap universitas, sementara pihak universitas mengikat dan melibatkan

mahasiswa sebagai konsumennya. Selain dapat dipastikan bahwa mahasiswa tidak akan

beralih kepada operator penyedia lain (sekalipun mereka memiliki nomer telepon dari

operator lain), namun keterikatan terhadap informasi dari kampus tersebut menjadi bagian

dari keseharian aktifitas mahasiswa tadi (terutama selama statusnya sebagai mahasiswa).

Tinggal persoalannya adalah, apakah bagi mereka yang pasif (dengan cara men-standby-

kan nomer teleponnya karena tidak membeli pulsa) akan berakibat pada diberikannya

layanan infomasi melalui telepon genggam mereka dari pihak kampus atau tidak.

Tentunya banyak ragam yang dapat dibuat untuk memformulasikan keadaan yang sejenis

serupa hal ini, di mana pihak konsumen (dalam hal ini pihak universitas) secara tidak

langsung turut bertanggungjawab dan terikat terhadap pertumbuhan bisnis operator

penyedia layanan telekomunikasi nirkabel ini (selama keterikatan ini juga

menguntungkan mereka).

5.2 PASAR DUA SISI (TWO-SIDED MARKET)

Eisenmann (2006) mengatakan bahwa, produk- produk dan jasa- jasa yang

membawa kelompok- kelompok dari para pengguna secara bersama- sama di dalam

jaringan 2 sisi pasar merupakan platform dari inovasi untuk bersaing. Dengan

menyediakan infrastruktur dan aturan- aturan yang memfasilitasi transaksi- transaksi dari

2 kelompok dari pasar dan konsumen, maka perusahaan dapat mengambil dan

mengundang banyak ‘tamu’ sebagai keuntungan

Sebagaimana kita tahu, bahwa di dalam persaingan industri- industri, faktor harga

adalah ditentukan secara luas melalui biaya marjinal dari hasil satu unit ekstra yang

marjinnya cenderung menipis. Di dalam industri dengan penghalang (barrier) yang tinggi

terhadap masuknya pengikut-serta (entrants), maka plafon harganya adalah ditentukan

oleh kemauan konsumen untuk membayar harga yang ditawarkan, sehingga marjinnya

adalah cenderung lebih ‘gemuk’. Namun, prospek dari peningkatan pendapatan terhadap

skala dalam jaringan industri adalah dapat menggiring perusahaan kepada pemikiran

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 17

sebagai pemenang yang mengikuti semua pertempuran (winner-take-all-battles). Padahal,

kita tahu, bahwa tidak ada satupun pemenang untuk semua lini di dalam satu industri,

terkecuali campur tangan pihak penguasa (regulator) untuk menempatkannya sebagai

pelaku tunggal untuk memonopoli. Sehingga dengan demikian, maka satu platform dari

penyedia dan pelaku di dalam satu industri harus mempertimbangkan apakah mereka

akan membagi platformnya dengan para pesaingnya atau bertempur habis- habisan.

Sekalipun anda dapat melakukan satu pekerjaan yang besar dalam kaitannya

terhadap harga dan sebagai pemenang yang mengambil semua tantangan, serta berhasil

membangun platform baru, maka anda akan menghadapi bahaya yang besar karena

platform anda dapat ‘dibungkus’ oleh platform penyedia yang masuk ke pasar anda. Oleh

karenanya, menurut Kandampully (2002), jaringan kerja hubungan ekternal menjadi satu

prasyarat inti bagi kemampuan satu perusahaan untuk dicapai, serta diperlukan

pengetahuan untuk melayani kebutuhan konsumen secara holistik (misal, hubungan

antara operator penyedia layanan nirkabel dengan pihak universitas dan mahasiswa, dan

tawaran apa yang pihak universitas dan mahasiwa inginkan)

Dengan pasar dua-sisi ini, suatu penyedia layanan telekomunikasi melalui

infrastrukturnya, dapat saling mensubsidikan harga layanan yang ditawarkan terhadap

kedua kelompok penggunanya. (misal, universitas vs. mahasiswa dan/atau universitas vs.

perbankan). Demikian pula terhadap biaya inovasi dan pengembangan, yang dapat saling

dapat dipertukarkan antara penyedia dengan kelompok penggunanya, sekaligus juga

memperkuat kemitraan yang terjalin diantara para perusahaan sebagai penyedia dan

konsumennya.

5.3 INOVASI LAYANAN MEJADI INOVASI SOLUSI

Shepherd (2000) mengatakan bahwa, di dalam hal untuk menyediakan nilai dan

memenangkan konsumen, maka perusahaan- perusahaan perlu secara cepat dan tepat

mengidentifikasikan perubahan- perubahan dalam kebutuhan dan keinginan konsumennya

dengan cara membangun produk- produk atau layanan- layanannya secara lebih kompleks

untuk memuaskan kebutuhan tersebut melalui penyediaan derajat- derajat yang lebih

tinggi dari dukungan konsumen dan layanan- layanan, yang juga menggunakan kekuatan

teknologi informasi di dalam penyediaan lebih besar terhadap fungsionalitas, kinerja, dan

kelayakan dari produk atau layanan yang ditawarkan (Misal, teknologi informasi di pihak

universitas memungkinkan mahasiswa untuk dapat menerima dan mengakses nilai

akademis sesuai dengan nomer induk dan nomer teleponnya). Hal ini terjadi karena pada

saat yang bersamaan, para perusahaan di dalam suatu industri, melihat marjin- marjin dari

produk atau layanan yang ditawarkan tersebut diperbandingkan terhadap komponen-

komponen produk atau layanannya sehingga menjadi meningkatnya komoditisasi produk.

Di dalam satu lingkungan yang berpusat pada pemikiran tentang ‘produk’, tim-

tim penjualan menjadi terbanjiri dengan pandangan pada satu dominasi perangkat keras

dari target- target pendapatannya, yang tergandakan dengan peningkatan kompleksitas

dari satu portofolio sebagai sebab karena perusahaan mencoba mempertahankan beberapa

derajat dari pembedaan di dalam pasar yang mereka pilih.

Untuk itu, menurut Y.Doz (2004), maka keuntungan dari satu inovasi hendaknya

dilakukan terhadap proses dalam perusahaan untuk dapat mengakses jenis- jenis yang

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 18

berbeda dari pengetahuan terhadap pasar dan memelihara perbedaan dari para pesaing

sebagai satu isu kunci dengan berusaha menciptakan nilai melalui penyediaan ‘solusi’,

daripada hanya berpijak pada produk atau layanan. Hal ini merupakan satu pengertian

dari pembedaan yang dilakukan perusahaan terhadap kebutuhan- kebutuhan konsumen

yang seringkali tidak terartikulasikan dalam lingkungan pemasaran di mana struktur-

struktur organisasi dan prosesnya berlaku dalam cakupan teknologi yang lebih luas. Oleh

sebab keberhasilan dari satu inovasi adalah lebih lanjut ditekankan - dengan cara jika

perusahaan dapat merakit kombinasi terbaik dari pengetahuan teknikal dan pasar di dunia

ini, ketimbang hanya pengetahuan yang tersedia dari satu lokasi tertentu - maka

bagaimanapun, menurut Lusch (2006), hanya para perusahaan dengan satu pengertian

yang unggul sajalah yang memungkinkan mereka dapat berhasil dalam persaingan. Yaitu

perusahaan yang di dalam mempergunakan pengalaman terhadap konsumennya tersebut,

adalah dapat menciptakan penawaran yang menjanjikan nilai lebih besar di dalam

penggunaan produk yang ditawarkan, ketimbang penawaran- penawaran persaingan yang

sama. Sehingga dengan demikian, memungkinkan para perusahaan yang inovatif dapat

mengalahkan para pesaingnya (Misal, teknologi informasi di pihak universitas

memungkinkan mereka untuk dapat mengirimkan nilai akademis mahasiswa atau chatting

antara mahasiswa dengan dosennya melalui antar telepon genggam dengan situs kampus

dalam konteks e-learning dengan bantuan teknologi dari operator penyedia layanan

nirkabel).

6.0 STRATEGI DALAM PERANG TARIF DAN INOVASI UNTUK

PERTUMBUHAN BISNIS SERTA MEMENANGKAN PASAR

Untuk mencapai pertumbuhan yang tinggi pada masa mendatang, para perusahaan

perlu memutuskan tali ‘lingkaran setan’ dari benchmark persaingan, peniruan (imitation)

dan pengejaran untuk sama (pursuit). Menurut W. Chan Kim, hal ini memerlukan satu

perubahan yang mendasar di dalam fokus strategi perusahaan, di mana para perusahaan

perlu mendorong para manajer mereka untuk mengejar apa yang dikatakan sebagai

‘inovasi nilai’. Caranya adalah dengan memperhatikan terhadap apa yang sebenarnya

konsumen inginkan.

Menurut Barwise (2004), para perusahaan dapat menarik konsumen- konsumen

baru dan menciptakan satu merek atau brand yang berbeda melalui inovasi nilai, di mana

nilai dan inovasi sama- sama ditekankan.. Demikian pula terhadap pembeli, bukan

terhadap persaingan, yang seharusnya ditempatkan sebagai pusat dari pemikiran strategis

dari para manajer yang seharusnya melakukan hal tersebut terhadap kemajuan- kemajuan

berupa ‘lompatan katak’(leapfrog) dan bukan lebih kepada peningkatan atas para pesaing

pasar.

Prinsip pemasaran yang secara luas diterima dan jarang ditantang terhadap para

perusahaan yang menyokong keuntungan persaingannya dengan hanya melakukan

pembedaaan melalui produk- produk yang ‘baru dan ditingkatkan’ (new and improved),

adalah didasarkan pada fitur yang unik dari suatu produk dan keuntungan-

keuntungannya. Dengan demikian, hal ini membuka mata mereka terhadap perbedaan

antara apa industri- industri yang bersaing dan apa yang para pembeli nilai dan hargai,

serta bagaimana para perusahaan dapat hasilkan melalui satu biaya yang rendah. Keadaan

ini mendorong pencapaian satu lompatan terhadap nilai dari satu model bisnis berbiaya

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 19

rendah, sehingga membuat para perusahaan mempertanyakan segala sesuatu yang

berkenaan terhadap satu industri dan apa yang para pesaing kerjakan.

Namun, ketika para perusahaan begitu ‘asyik’ bermain dengan produk- produk

baru dan brand-mereknya, mereka kehilangan pandangan terhadap nilai yang dapat

mereka buat bagi dirinya sendiri dan para konsumennya dalam meningkatkan derajat

terhadap seluruh kategori produk atau layanan yang ditawarkan. Di dalam industri yang

cepat bergerak, di mana nilai tambah terhadap produk dan jasa mungkin dengan secara

cepat menjadi produk komuditi, maka para perusahaan secara esensi terfokuskan pada

kategori- kategori yang diharapkan (categories expectation) untuk sadar terhadap fitur-

fitur produk yang konsumen inginkan dan menyinambungkan penyediaannya melalui

peningkatan terhadap penawaran dan harapan dari satu kategori.

Partovi (2001) mengatakan bahwa, di dalam menentukan satu target segmen

pasar, perusahaan harus melibatkan identifikasi kelompok- kelompok terhadap

konsumennya melalui karakteristik- karakteristik umum yang cukup untuk membuat

rancangan dan kehadiran dari layanan mereka terhadap masing- masing kebutuhan

kelompok tersebut dimungkinkan. Selain itu, perusahaan juga perlu menggambarkan cara

satu organisasi inginkan terhadap pandangan layanan yang mereka berikan terhadap

konsumennya dan pegawainya. Oleh karena itu, maka visi layanan strategis perusahaan

perlu dilakukan dengan cara mengindentifikasikan satu target segmen pasarnya,

mengembangkan satu konsep layanan terhadap target keinginan- keinginan konsumennya,

memprioritaskan fungsi operasi sebagai proses untuk mendukung konsep layanannya, dan

merancang satu sistem penyediaan layanan untuk mendukung strategi operasinya. Karena

kita tahu, bahwa para perusahaan yang paling inovatif di dunia ini berbagi satu pemikiran

(mindset) yang berbeda atau model mental dari bagaimana pasar bekerja dibandingkan

dengan pandangan tradisional dari pertukaran dan nilai di dalam pemasaran dan ekonomi.

Maka, menurut Lusch (2006), teori dan praktikal pemasaran harus dibangun berdasarkan

satu logika yang dititikberatkan pada apa yang terhitung atau terukur (tangible). Logika

ini menggiring model Newtonian dari pemasaran, di mana barang- barang yang

dikenakan dengan nilai dan dihasilkan untuk pasar atau konsumen dan dijual melalui

manipulasi dari keputusan- keputusan campuran pemasaran (marketing-mix) adalah akan

memaksimalkan keuntungan. Dengan logika seperti ini, maka pasar dan konsumen adalah

sesuatu yang bekerja terhadap segmen, target, penetrasi, manipulasi, dan pengendalian.

Oleh karenanya, maka harga murah dalam persaingan tarif murah di dalam bisnis

penyedia layanan telekomunikasi nirkabel, akan sukar berhasil bila hanya berpijak kepada

harga murah sebagai keuntungan persaingan selama penggeraknya adalah inovasi

penyokongan (sustaining innovation) terhadap inovasi proses dan inovasi pemasaran.

Sekalipun di dalam pengertian keuntungan persaingan, strategi ini dimaksudkan terhadap

cakupan bisnis yang luas. Namun, hal ini disebabkan karena konsumen tidak melihat nilai

melalui pembeda terhadap produk yang ditawarkan dan para pesaing dengan mudah dapat

melakukan peniruan dengan cara bagaimana mereka dapat mengefisiensikan operasional

dan proses internalnya untuk menghasilkan produk dan layanan berbiaya murah untuk

ditawarkan melalui produk/layanan dengan harga lebih murah kepada pasar (misal, dalam

kasus tarif murah, perusahaan lebih memfokuskan diri kepada efisiensi internal sebagai

tolak pangkal strateginya untuk kepuasan konsumen, bukan kepada sumber daya

pengetahuan dan pengalaman terhadap kepuasan konsumen).

Agar tarif murah sebagai strategi keuntungan persaingan dapat berhasil dalam

persaingan tarif dan harga murah, maka strategi bisnis perusahaan harus digerakkan

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 20

melalui inovasi penggangguan (disruption inovasi) yang dikerangkakan dalam pengertian

nilai untuk segmen pasar campuran dan campuran pemasaran terhadap inovasi produk,

proses, dan pemasaran yang fokus utamanya bergerak dari domain sumber daya yang

tangible, statis, dan berlaku lebih dinamis untuk menjadi lebih berguna terhadap mereka,

kepada domain sumber daya yang dapat bekerja pada sumber daya lainnya untuk

menciptakan nilai melalui perlengkapan layanannya. Inovasi pengganguan terhadap para

pesaing dalam segementasi pasar bergerak dari segmen biaya murah kepada segmen

keunikan produk (seperti gambar 6)

Gambar 6. Strategi Low Cost Ke Differentiation (adopsi dari Generik Strategi Porter)

Artinya adalah, bahwa harga murah yang ditawarkan kepada masyarakat hanya

akan terbatas dan terikat kepada biaya yang ditanggung oleh penyedia layanan terhadap

investasi yang telah mereka tanamkan, menutup biaya yang dikeluarkan dan tanggungan

biaya operasional perusahaan, keuntungan yang diharapkan di masa mendatang terhadap

stakeholdernya, serta para pesaing yang mencoba merebut konsumen yang ada dengan

penawaran yang sama melalui harga murah.

Perusahaan- perusahaan dapat berhasil dengan cara melakukan pelbagai strategi

melalui penciptaan unit- units bisnis yang terpisah terhadap masing- masing strateginya.

Dengan memisahkan strategi- strateginya ke dalam unit- unit yang berbeda, yang

memiliki kebijakan berbeda dan bahkan budaya berbeda, maka satu korporasi cenderung

leluasa bergerak. (misal, Korporasi Hotel Marriot dengan Courtyard, Fairfield Inn, dan

Residence Inn atau Telkom (yang produknya adalah telekomunikasi wireline, Telkomnet

Instant, Speed) dengan Telkomsel (yang produknya adalah Hallo, Simpati, dan As) dan

Flexy). Oleh karenanya, bagaimanapun keberadaan organisasi bisnis dalam menawarkan

produknya adalah dengan cara berada pada lebih dari satu poin pada generik strateginya

(seperti dalam gambar 7). Sebab terhadap produk yang sama, konsumen seringkali

mencari kepuasaan multi dimensi seperti kombinasi dari kualiti, gaya, kenyamanan, dan

harga.

Ketika harga murah dipergunakan sebagai suatu strategi perusahaan untuk

berkembang dan menguasai pasar, maka strategi ini hendaknya dilakukan untuk

menciptakan loyalitas pengguna dan juga mengembangkan kompetensi perusahaan

terhadap pesaingnya, dengan cara membangun loyalitas brand-merek dan menfokuskan

produk mereka pada pemenuhan kebutuhan konsumen melalui pembedaan. Sehingga

konsumen menjadi terbubuhi dengan atribut- atribut pembeda sebagai suatu ciri dan

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 21

keunikan melalui inovasi dengan atribut yang baru, sekalipun sederhana, dan sesuai

dengan pasar yang telah ada. Karena harga murah adalah pendekatan inovasi

penggangguan (disruption innovation), namun pendekatan keuangan terhadap biaya

murah untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan (seperti juga yang dilakukan oleh

para pesaing melalui inovasi proses internal mereka dalam hal efisiensi), maka haluannya

perlu dirubah terhadap pengertian lokalisasi (localization) dari produk untuk dikenakan

dan siapa pengguna, sekaligus kemitraan dari produk/layanan yang ditawarkan dalam

perspektif bisnis 2 sisi pasar untuk saling mensubsidi biaya dan berbagi keuntungan.

Gambar 7. Strategi Generik Terhadap Kekuatan Industri

Dengan mempergunakan matriks pendekatan inovasi (pada table 3 di bawah)

dalam menciptakan pertumbuhan bisnis melalui strategi tarif murah sebagai inovasi

penggangguan, maka pemilahan- pemilahan yang dilakukan akan semakin relatif lentur,

di mana tarif murah dapat dikenakan terhadap target pelanggan yang bersedia membayar

kinerja yang ditingkatkan, sekaligus juga melalui penggalian dari proses- proses dan

struktur biaya yang ada, yang merupakan target pelanggan dan dampak dari model bisnis

dari inovasi penyokongan (sustaining innovation).

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 22

Tabel 3. . Tiga Pendekatan Inovasi Untuk Menciptakan Pertumbuhan Baru

Artinya adalah, bahwa tarif murah sebagai penawaran dapat dilakukan oleh

perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dan juga meningkatkan pertumbuhan

bisnisnya, dengan cara melibatkan para konsumen untuk mendapatkan keuntungan dari

tarif murah tersebut, sekaligus terhadap pertumbuhan bisnis mereka sendiri melalui

inovasi proses dan pemasaran yang dilakukan secara sinergi. Sehingga keberhasilan dari

keuntungan persaingan, bukan lagi hanya terletak kepada bagaimana suatu perusahaan

menempatkan dirinya terhadap strategi yang digunakan, tetapi juga tergantung terhadap

bagaimana perusahaan melihat lingkungannya untuk saling bekerjasama dalam saling

mempertukarkan potensi keuntungan yang dapat diperoleh dari pasar dengan cara

menjalin kerjasama yang berlaku pada satu operator penyedia layanan yang dapat menjadi

penghalang terhadap pendatang baru (new-comer) atau pengikut-serta (entrants) dan

penggangu (disruptor) pada persaingan bisnis yang sama , yang menurut Drucker (2002),

adalah melalui peluang- peluang yang ada pada internal perusahaan, ketidak-kongruenan,

kebutuhan- kebutuhan proses, perubahan- perubahan industri dan pasar, maupun diluar

perusahaan tersebut, seperti: perubahan- perubahan demografi, persepsi, dan pengetahuan

baru.

6.1 CONTOH SKENARIO STRATEGI TARIF MURAH DAN INOVASI PASAR,

PROSES, DAN PRODUK YANG DILAKUKAN SEBAGAI ILUSTRASI INOVASI

TERHADAP PERTUMBUHAN BISNIS

Dewasa ini, persaingan tarif murah di Indonesia dalam bertelekomunikasi dengan

nirkabel, selain terjadi di antara sesama para operator penyedia layanan nirkabel, juga

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 23

bahkan menjurus dan melibatkan kepada persaingan terhadap layanan telepon melalui

sambungan publik dengan kabel (wiless vs. wireline). Persaingan antara platform

telekomunikasi melalui wireline (kabel) dan wireless (nirkabel) untuk beberapa kasus

adalah sangat menarik. Ketika beberapa operator telekomunikasi nirkabel melalui

strateginya membidik target konsumen baru, yaitu konsumen yang kesulitan untuk

mendapatkan fasilitas telekomunikasi dengan kabel (wireline) terhadap di mana lokasi

konsumennya berada dikarenakan terbatasnya infrastruktur yang dibangun sehingga

konsumen tadi ditempatkan pada daftar urutan tunggu yang panjang dan berakibat pula

terhadap biaya yang dikeluarkan relatif lebih mahal, maka para operator penyedia layanan

telekomunikasi nirkabel ini menampilkan kehadirannya sebagai suatu alternatif dan

jawaban terhadap keadaan tadi dan juga terhadap konsumen mainstream yang selama ini

sudah dan selalu mempergunakan fasilitas telekomunikasi dengan kabel (wireline) di

dalam kebiasaannya dalam bertelekomunikasi.

Ketika para operator layanan bertelekomunikasi nirkabel memberikan layanan

lokal maupun interlokal, baik dalam bentuk layanan suara maupun teks dengan tarif

murah dan bahkan gratis, maka posisi telekomunikasi melalui kabel terhadap pengguna

(wireline consumer) sebagai satu perspektif bisnis secara otomatis adalah tertekan.

Namun demikian, bertelekomunikasi melalui kabel (wireline) tadi tidak serta merta

ditinggalkan konsumennya. Sekalipun bisa saja intensitas penggunaannya terhadap

konsumen rumahan berkurang, namun untuk konsumen korporasi dan bisnis, maupun di

wilayah perkotaan adalah tetap bertahan dan bahkan masih adanya permintaan. Tarif

murah yang ditawarkan dengan hadirnya para operator penyedia layanan telekomunikasi

nirkabel terhadap pasar tersebut, tidak dapat menyetop dan ‘menyepak keluar’ operator

dengan kabel (wireline) tadi keluar dari persaingan pasar telekomunikasi (terkecuali

mungkin terhadap wartel?).

Keterikatan emosional konsumen dan ketidakpastian masa depan terhadap bisnis

telekomunikasi nirkabel (bisa jadi sebagai persepsi konsumen) dalam hal

mempertahankan tarifnya yang murah tersebut, dapat jadi ditangkap oleh konsumen

sebagai perspektif bahwa dengan dinamika bisnis yang ada ini, dapat menempatkan

konsumen sebagai pihak yang lemah ‘dicocok hidung’ ketika regulasi yang ada tidak

dapat dipastikan secara psikologis bahwa keterlibatan konsumen merupakan penentu

utama terhadap pasar sebagai pengalaman di masa lalu ketika tarif telepon (sekalipun ini

terjadi untuk telekomunikasi dengan kabel (wireline)) adalah ditentukan melalui regulasi

pemerintah yang dicurigai membawa kepentingan keuntungan segelintir kelompok dan

orang.

Operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel yang berkompetisi dengan

sesama para operator lainnya dalam menyediakan layanan dengan cara tarif yang sangat

murah dan bahkan gratis, dengan maksud ‘mengunci’ pasar terhadap para pesaingnya

melalui layanan yang hanya berlaku di antara sesama pengguna operator penyedia

tersebut, adalah ternyata tidak meninggalkan dampaknya secara langsung terhadap beban

yang harus ditanggung oleh para operator penyedia layanan tersebut untuk

mengefisiensikan proses operasional. Namun demikian, pada sisi lain, juga berdampak

secara langsung dan tidak langsung terhadap konsumennya. Di mana sebagai dampak

yang harus ditanggung sejalan dengan perkiraan bahwa jumlah konsumen baru yang

dapat diraih adalah semakin meningkat jumlahnya, sehingga kinerja dari operator

penyedia layanan tersebut semakin ditekan untuk menghasilkan mutu telekomunikasi

yang tetap sama dan bahkan lebih baik dari sebelumnya. Keadaan ini akan menghasilkan

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 24

perbesaran kesulitan yang dirasakan konsumen dalam bertelekomunikasi sebagai akibat

yang kemudian akan ditanggung konsumen melalui kacamata perspektif tarif murah

sebagai strategi dalam persaingan yang tidak menjanjikan jaminan mutu suara dan pesan

untuk tetap lancar dan jernih di dalam layanan telekomunikasi yang dilakukan. Namun,

tarif murah dapat ditangkap dan dipersepsikan oleh konsumen tertentu sebagai suatu

pengingkaran dan pengkhianatan terhadap mereka, bila mutu suara, keberhasilan dalam

mengakses, tidak terputus saat bertelekomunikasi, serta cepat dan berhasilnya pesan

singkat yang dikirimkan untuk sampai kepada yang dituju, adalah tidak terjadi.

Bagi mereka, tarif murah dapat diterjemahkan sebagai ‘produk murahan’, dan ini

menempatkan posisi bisnis perusahaan operator layanan telekomunikasi tersebut dalam

produk komoditisasi yang mungkin bertentangan dengan strategi bisnis mereka, sehingga

mengaburkan keuntungan persaingan yang mereka rancang terhadap segmen pasarnya.

Pada sisi lain, yang berlawanan dengan hal tersebut adalah berkenaan dengan beberapa

konsumen yang tidak begitu intens dalam berkomunikasi dan dapat menerima derajat

mutu tersebut, sehingga mereka dapat sekedar menerima dan memahaminya, “Syukur

bisa murah dan ‘ngirit’. Jadi wajarlah….. Murah, kok ingin bagus?”

Untuk itu, pelayanan dengan tarif murah terhadap konsumen sebagai tawaran dari

operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel untuk dapat mengembangkan

pertumbuhan bisnis mereka, haruslah diperhitungkan dan dipersiapkan melalui inovasi

proses, produk, dan pemasaran yang berkesinambungan dan sejalan dengan rancangan

strategi keuntungan persaingan perusahaan terhadap apakah segmen pasarnya,

bagaimanakah identifikasinya, di manakah area persaingan yang akan mereka geluti,

siapakah para pesaing yang akan mereka lawan. Strategi ini harus pula terbuka terhadap

pasar, ketika pasar mencurigai bahwa bisnis ini merupakan penggelembungan sesaat agar

para pesaing lain jatuh dan kemudian diambil alih dengan cara memonopoli pasar melalui

penetapan kenaikan harga kemudian yang ditentukan sepihak oleh operator penyedia

tersebut terhadap konsumennya.

Dalam perspektif tarif murah, para operator penyedia layanan nirkabel dapat

melakukan target segmentasi lokasilisasi pasarnya terhadap demografi dan karakteristik

konsumennya. Misalnya dalam masyarakat perkotaan, baik perorangan atau individu

maupun kelompok, seperti yang beberapa tahun lalu ketika strategi ini sebagai inovasi

pasar dilakukan oleh beberapa operator penyedia layanan telekomunikasi. (misal, Halo

Keluarga, IM Friends, dsb.). Namun inovasi yang dilakukan dalam hubungan kemitraan

yang dilakukan adalah berdasarkan perorangan atau kelompok tunggal dan bersifat

emosional dan langsung, bukan dalam konteks ‘business to business’. Sehingga raihan

keuntungan sebagai pertumbuhan bisnis dalam jangka waktu lama dengan upaya tarif

murah yang dikenakan melalui konsumen akhir, menjadi terbatas dan kehilangan daya

tariknya. Karena nilai yang ditangkap oleh konsumen adalah sekedar harga murah

daripada fasilitas dengan keadaan tidak berkelompok.

Dalam pengertian 2 sisi pasar, inovasi pemasaran dan layanan dapat dilakukan

dengan kerjasama ‘businesss to business’ melalui tawaran nilai yang dibangun sebagai

keuntungan bersama dari kemitraan yang dilakukan. Misalnya, penyediaan layanan

dengan tarif murah beserta fitur- fitur yang berdasarkan atribut yang dikenakan,

diperlukan, mudah dan gratis terhadap suatu lembaga institusi atau korporasi di mana

operator penyedia layanan tersebut mengikat perjanjian bisnisnya. Sehingga, selain

masing- masing individu dari organisasi atau institusi itu mendapatkan nilai dan

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 25

keuntungan yang diperoleh dari hasil kerjasama organisasi dan institusinya terhadap

operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel, juga memberikan organisasi atau

institusi tersebut keuntungan dalam melakukan inovasi proses internalnya dalam

mengkomunikasikan diri terhadap individu- individu anggotanya. Ambilah contoh

misalnya, operator penyedia layanan telekomunikasi bekerjasama dengan pihak

universitas dalam menyediakan layanan telekomunikasi nirkabel melalui penawaran

nomor telepon yang unik yang mengidentifikasikan nomer mahasiswa dan identifikasi

universitas mereka, selain antar mereka diberikan ‘privilage’ melalui tarif murah untuk

saling berhubungan dengan fasilitas fitur akses terhadap ‘kamus’ (dictionary) dan ‘nilai

akademis atau ujian’ yang mudah dan gratis untuk diakses. Selain itu, pihak universitas

dapat difasilitasi kemudahan untuk ‘menyebarkan’ informasi yang berkaitan dengan

kegiatan akademik terhadap mahasiswanya, dan harga gratis yang diberikan terhadap

penyebaran informasi tersebut. Tawaran tersebut dapat juga dilakukan terhadap korporasi

atau institusi bisnis. Malahan, keiikutsertaan organisasi lain dapat dilibatkan dalam

kemitraan tersebut untuk mengiklankan produk- produk mereka melalui pesan singkat,

yang biayanya kemudian saling dipertukarkan dan disubsidikan di antara pengguna

layanan tersebut. Kedudukan mitra bisnis dalam mengiklankan produk- produk mereka

dalam hal ini, juga dapat dipertukarkan sebagai konsumen.

Contoh tadi misalnya dilakukan dalam lokalisasi pasar di masyarakat perkotaan

dan juga dapat dilakukan sebagai satu mata rantai jaringan keterkaitan bisnis yang lebih

luas. Bukankah ini juga berlaku terhadap email gratis yang kita dapat peroleh dengan

mudah dalam koneksi internet, atau hiburan dan informasi gratis yang kita dapat peroleh

dari televisi dan radio? Siapa pengguna akhir (end-user) dari operator penyedia layanan

telekomunikasi nirkabel, kemudian dapat diformulasi terhadap siapa konsumen yang

dimaksud.

Misalnya, bila kita kenakan terhadap suatu korporasi bisnis, maka perusahaan

mitra yang menawarkan produk- produknya melalui fasilitas pesan singkat yang dilayani

telekomunikasi nirkabel ini, adalah juga memberikan penawaran terhadap perusahaan

atau bisnis yang juga merupakan mitra dari produk yang mereka jual. Sebagai misal,

contohnya kartu kredit. Penawaran kartu kredit melalui potongan harga terhadap mitra

bisnis mereka (misalnya, restoran, hotel, consumer product, dsb.), dapat disampaikan

sebagai informasi yang menarik terhadap konsumen akhir (individu maupun institusi).

Operator penyedia layanan tersebut juga dapat menjalin bisnis secara langsung dengan

perusahaan atau institusi bisnis dari indutri produk/ layanan tadi melalui potongan harga

yang ditawarkan sebagai kemitraan yang mereka lakukan (misal, restoran atau bioskop

yang mengiklankan diri lewat operator tersebut adalah memberikan harga diskon bagi

mahasiswa yang memiliki nomer telepon dari operator tersebut). Pada gambar 8 diberikan

contoh paling sederhana bagaimana jalinan kemitraan bisnis dapat dilakukan terhadap

mahasiswa, kampus, antar organisasi bisnis sebagai pengguna dan konsumen dari

operator layanan nirkabel. Jalinan bisnis ini dapat dikembangkan dan dikenakan terhadap

siapa konsumennya, dengan formulasi dan perspektif konsumen yang lebih luas dan

lentur.

Dengan pengertian lokalisasi terhadap 2 sisi pasar dan sebaliknya, seperti yang

diilustrasikan dari contoh di atas, maka keterlibatan mitra bisnis sebagai strategi

keuntungan persaingan dalam persaingan tarif murah untuk meningkatkan pertumbuhan

bisnis operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel adalah sangat masih

dimungkinkan, dan secara potensial masih menguntungkan. Apalagi bila kemudian

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 26

melibatkan produser handset telepon genggam di dalam penyediaan teknologi baru dan

ditingkatkan (new & improved technology), sehingga memungkinkan ragam dari nilai

yang ditawarkan kepada konsumen semakin bervariatif dan menarik. Hal ini dapat

dilakukan dengan cara menawarkan kerjasama terhadap satu produsen telepon genggam

melalui penyediaan suatu produk perangkat keras (handset) yang dilengkapi dengan

teknologi untuk akses terhadap penyedia informasi, di mana pihak operator penyedia

layanan memberikan konsumennya suatu informasi atau akses terhadap infomrasi dengan

harga murah sebagai satu paket terhadap harga produk handset yang ditawarkan kepada

pengguna/konsumen sebagai individu (mengadopsi strategi operator penyedia layanan

yang memberikan handset sekaligus nomer akses dengan harga murah). Misalnya, dengan

handset tadi, maka akses terhadap informasi dan hiburan (radio, televisi, dan internet)

menjadi dimungkinkan, sekalipun mungkin terbatas hanya berlaku terhadap produk

layanan yang diberikan dari kemitraan dan kerjasama atau kepemilikan dari produk

handset dan layanan dari operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel tersebut

terhadap penyediaan informasi atau hiburan tadi sebagai satu paket yang ditawarkan

kepada konsumen (konsumen sebagai individu produsen handset operator

penyedia layanan perusahaan penyedia informasi). Selain memberikan keuntungan

terhadap penyediaan informasi tadi, konsumen juga diuntungkan dengan informasi yang

mereka terima, demikian pula terhadap produser (untuk produk handset) dan operator

telekomunikasi nirkabel tadi dalam menyediakannya terhadap konsumennya.

Gambar 8. Contoh Hubungan Antara Konsumen (individu) Terhadap Operator Penyedia Layanan

Telekomunikasi Nirkabel Dalam Kemitraan Bisnis.

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 27

Dengan contoh ilustrasi di atas, maka inovasi yang dilakukan operator penyedia

layanan nirkabel di dalam kerangka pertumbuhan bisnisnya, kemudian dipandang dan

diukur melalui peta atau radar sebagai berikut:

1. Offering atau Penawaran, inovasi terhadap dimensi ini memerlukan penciptaan dari

suatu produk- produk dan layanan- layanan baru yang bernilai/ berharga terhadap

konsumennya.

2. Platform, inovasi terhadap dimensi ini melibatkan penggalian dari kekuataan

keumuman (power of commonality) dengan menggunakan modularity untuk

menciptakan satu set yang berbeda/ beragam dari tawaran- tawaran turunan (derivate

offerings) lebih cepat dan lebih murah daripada sekedar berdiri sendiri.

3. Solution atau Jawaban, inovasi terhadap dimensi ini merupakan satu keumuman

(customization), integrasi dari produk- produk, layanan- layanan, dan informasi untuk

menjawab persoalan- persoalan konsumen.

4. Customers atau Para Konsumen, inovasi terhadap dimensi ini berkenaan dengan

individu- individu atau organisasi- organisasi yang menggunakan atau

mengkosumsikan apa tawaran yang memuaskan kebutuhan- kebutuhan tertentu

mereka. Dengan cara ini, operator penyedia layanan dapat menjelajahi segmen-

segmen konsumen baru atau membuka pasar yang belum terlayani di mana terkadang

kebutuhan mereka tidak terartikulasikan.

5. Customer Experience atau Pengalaman, inovasi ini berkenaan dengan diperlukannya

memikirkan ulang hubungan antar bagian (interface) antara organisasi dengan

konsumennya yang berkaitan dengan apa yang konsumen lihat, dengar, rasakan, dan

alami selama berhubungan dengan perusahaan.

6. Value Capture atau Nilai Yang Ditawarkan, inovasi ini berkenaan dengan dimensi

yang dilakukan oleh perusahaan untuk dapat menemukan aliran- aliran pendapatan,

membangun sistem- sistem baru terhadap harga, dan juga kemampuan menangkap

nilai dari interaksinya terhadap konsumen dan mitranya.

7. Proses, inovasi ini berkenaan dengan dimensi kemampuan satu perusahaan dalam

merancang ulang prosesnya untuk lebih efisien, lebih bermutu, dan lebih cepat.

8. Organisasi, inovasi terhadap dimensi ini berkenaan dengan struktur organisasinya,

kemitraannya, peran- peran pegawainya, maupun tanggungjawabnya.

9. Supply Chain atau Rantai Pasokan, inovasi dalam dimensi ini berkaitan dengan garis

alur informasinya melalui rantai pasokan, perubahan- perubahan struktur atau

peningkatan kolaborasi dari para partisipannya atau yang terlibat.

10. Presence atau Keberadaan, inovasi dalam dimensi ini berkaitan terhadap pasar dan

tempat di mana penawaran dapat dibeli dan digunakan oleh konsumen.

11. Networking atau Mata Rantai Jaringan, inovasi di dalam dimensi ini terdiri dari

peningkatan mata rantai jaringan yang meningkatkan nilai dari tawaran yang

perusahaan berikan.

12. Brand atau Merek, inovasi di dalam dimensi ini berkenaan dengan pengaruh dan luas

daripada brand tersebut dalam cara- cara yang kreatif. (Brand terhadap produser

telepon genggam dan brand dari operator penyedia layanan nirkabel)

Sehingga dengan demikian, dengan radar inovasi ini memungkinkan kita untuk dapat

memperkirakan, apakah kita dapat memenangkan persaingan melalui di mana kita

mungkin dapat menang terhadap pasar dan siapa konsumen yang kita menangkan.

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 28

7.0 KESIMPULAN

Perang tarif murah dalam telekomunikasi nirkabel sebagai persaingan yang sengit

merupakan sebuah peluang dan kesempatan bagi operator penyedia layanan dalam

meningkatkan pertumbuhan bisnisnya.

Pasar tidak selalu menghargai nilai dari strategi harga dan tarif murah dalam

layanan dari operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel, oleh sebab kepentingan

dari harga murah tadi hanya menyiratkan bagi konsumen suatu ‘siasat’ dari operator

penyedia layanan telekomunikasi nirkabel terhadap beban yang ditanggung

konsumennya. Untuk beberapa konsumen yang tidak intens dalam melakukan

telekomunikasi dan sangat (begitu) terbatas lamanya waktu untuk dipergunakan dalam

mempergunakan layanan telekomunikasi, maka harga murah bisa jadi merupakan suatu

daya tarik, dan bahkan berlaku dan dapat diterima untuk derajat mutu tertentu yang

sedikit lebih rendah didalam layanan telekomunikasi nirkabel. Namun, sebaliknya, bagi

konsumen yang begitu sering bertelekomunikasi, maka kepastian, keberlangsungan akses

untuk bertelekomunikasi, suara jernih, dan jelas telah menjadi standar utama mereka

untuk mempergunakan telekomunikasi nirkabel ini dalam aktifitas mereka.

Harga murah dapat menjadi kendala dan bumerang, serta mengecilkan kedudukan

suatu bisnis dari operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel, jika hanya berpijak

kepada harga termurah daripada yang lain, tanpa memberikan nilai tambah yang

dibutuhkan oleh konsumen maupun pengurangan terhadap derajat mutu yang dihasilkan

dari layanan utamanya, suara ataupun pesan singkat. Produk atau layanan murah bukanlah

produk atau layanan murahan. Harga murah dapat menjadi jebakan bila dikenakan

sebagai satu- satunya komponen dalam persaingan. Sebab konsumen melihat bahwa,

harga murah adalah bersaing terhadap mutu layanan yang diberikan oleh operator layanan

telekomunikasi nirkabel dalam memastikan keinginan konsumen terpenuhi dan

dipuaskan.

Tekanan yang dihasilkan dari perang tarif murah dapat dimanipulasikan sebagai

daya pendorong untuk inovasi kreatif lainnya dalam meningkatkan pertumbuhan bisnis

dan keuntungan perusahaan. Oleh karena itu, dalam mensiasati perang tarif murah ini,

maka perusahaan atau operator penyedia layanan harus berani untuk keluar dari ‘black

box’ pengertian bahwa konsumen adalah ‘mata air’ keuntungan yang berdiri sendiri atau

tunggal.

Kemitraan merupakan sumber ‘mata air’ dari keuntungan, selama kemitraan ini

dilakukan dengan cara perluasan jaringan kerjasama terhadap konsumen, yang bukan

hanya terhadap pengguna tunggal saja, namun juga melibatkan konsumen dalam lingkup

yang lebih besar, seperti: korporasi atau kelompok/organisasi yang lebih besar. Kemitraan

dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, dengan melibatkan lebih dari 1

pihak, dan dapat dipertukarkan antara kedudukan mereka sebagai penerima infomasi

maupun pemberi informasi. Selain itu, dengan kemitraan ini, maka akan semakin

meningkatkan keintiman organisasi bisnis dari operator penyedia layanan telekomunikasi

nirkabel terhadap konsumennya, yang berakibat kepada semakin dinamisnya kinerja

internal mereka terhadap proses, komitmen pegawai, dan model bisnis usaha tersebut

untuk menghindarkan kesalahan- kesalahan sebagai akibat kebingungan- kebingungan

operator penyedia layanan/perusahaan terhadap produk atau layanan yang ditawarkan

kepada pasar.

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 29

Untuk itu, operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel harus membuka

model bisnis mereka terhadap konsumennya, untuk menyediakan inovasi- inovasi yang

memungkinkan konsumennya terlibat dalam menghasilkan kepuasaan- kepuasaan yang

mereka harapkan, sekaligus memungkinkan pendapatan- pendapatan baru dan percepatan

inovasi yang dilakukan oleh perusahaan.

Sehingga dengan demikian, sebagai sebuah bisnis, operator penyedia layanan

nirkabel harus memetakan dirinya terhadap inovasi yang dilakukan (melalui radar

inovasi) dan bagaimana inovasi tersebut diletakkan terhadap persaingan (melalui

penyokongan atau pengganguan) untuk direalisasikan sejalan dengan formulasi strategi

keuntungan yang menjadi strategi perusahaan terhadap model bisnis perusahaan yang

lentur terhadap perubahan- perubahan pasar. Dengan cara seperti ini, maka perang tarif

murah membawa ‘gempita’ yang menarik terhadap konsumen maupun operator penyedia

layanan telekomunikasi nirkabel di masa depan.

8.0 RUJUKAN PUSTAKA

Assink, M. (2006) ,”Inhibitors of Disruptive Innovation Capability: A Conceptual Model” , European Journal of Innovation Management, Vol.9 No.2, pp.215-233

Badawy, M.K (1988), “How to Prevent Creativity Mismanagement” , IEEE Engineering Management Review, Vol.16 No.6, pp.63

Bariwise, P. and S. Meehan (2004) ,” Making Differentiation Make Different” , Booz Allen Hamilton Stb enews, 09/30/04

Chesbrough, H.W.(2007) ,”Why Companies Should Have Open Business Model”, MITSloan Management Review, Winter, Vol.48 No.2, pp.22-28

Christensen, C.M (1997), The Innovator’s Dilemma: When New Technologies Cause Greats Firms to Fail , Harper Business Essentials, New York.

Christensen, C.M., and M.E. Raynor (2003) , The Innovator’s Solution: Creating Sustaining Successful Growth, Harvard Business School Press

Cumming, B.S (1998) ,”Innovation Overview and Future Challenges” , European Journal of Innovation Management, Vol.1 No.1, pp.21-29

Damanpour, F. (1996), “Organizational Complexity and Innovation: Developing and Testing Multiple Contingency Models” , Management Science, Vo.42 No.5, pp.693-716

Doz, Y, J. Santos, and P.J Williamson (2001) ,”From Global to Metanational: How Companies Win in the Knowledge Economy” , Harvard Business Review, November or INSEAD Working Paper Series (2004/09/SM)

Drucker, P. (2002) ,”The Discipline of Innovation” , Harvard Business Review, August, pp.5-10

DTI (1996) , Innovation the Best Practice – The Executive Summary, DTI

Edquiest, C. (1997) , System of Innovation: Technologies, Institutions, and Organization,Pinter, London

Eisenmann, T., G.Parker, and M.W. van Alstyne (2006) , “Strategies for Two-Sided Markets” , Harvard Business Review, October, pp.92-101

Hamel, G (2002) , “Innovation Now!” , Fast Company, December

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 30

Higgins, J.M (1995) ,”Innovation: The Core Competence”,Planning Review, Vol.23 No.6, pp.32-50

Hofsteede, F., M. Wedel, and J.B.E.M Steenkamp (2002) ,”Identifying Spatial Segments in International Markets” , Marketing Sceince, Vo.21, pp. 160-177

Husselid, M.A, B.E. Becker, and R.W. Beatty (2005) ,”Differentiating Your Workforce Strategy”, http://hbswk.hbs.edu/archieve/4687.html

Johannssen, J.A, B. Olsen, and G.T Lumkin (2001) ,”Innovation as Newness: What in New, How New, and New to Whom?” , European Journal of Innovation Management, Vol.4 No.1, pp.20-31

Johnne, A. (1999), “Successful Market Innovation”, European Journal of Innovation Management, Vol.2 No.1, pp.6-11

Kandampully, J (2002) , “Innovation as The Core Competency of a Service Organization: The Role of Technology, Knowledge, and Networks” , European Journal of Innovation Management, Vol.5 No.1, pp.81-26

Kim, W.C, and R. Mauborgne (1999) ,”Strategy, Value Innovation, and the Knowledge Economy”, MITSloan Management Review, Spring, Vol.40 No.3, pp.41-53

Kim, W.C, and R. Mauborgne (?) ,” Think for Yourself-Stop Copying Rival: New Thinking from INSEAD on How Companies Creatively Grow and Generate Revenue” , Strategy, Value Innovation “Marketspace ctd.”

Knight, D.J (2001) ,”Making Friends with Disruptive Technology: An Interview with Clayton M. Christensen” , Strategy & Leadership –MCB University Press 1087-8572, pp. 10-15

Kuhn, R.L (1985) ,frontiers in Creative and Innovative Management, Ballinger, Cambridge, MA

Linder, J.C (2006) ,”Measuring Profitable Growth and Innovation” Accenture Research Note, January.

Lusch, R.F, S.L Vargo, and A.J. Malter (2006) ,”Marketing as Service-Exchange: Taking a Leadership Role in Global Marketing Management”, Organizational Dynamics, Vol. 35 No.3, pp.264-278

Manzaro, J.A , I. Kuster, and N. Vila (2006) ,”Market Orientation and Innovation: An Inter-relationship Analysis “ , European Journal of Innovation Management, Vol.8 No.4, pp.437-452

Marquis, D.G (1969), “The Anatomy of Successful Innovations” Innovation, November.

Mehta, M. (2006) ,”Growth By Design: How Good Design drives Company Growth”, Ivey Business Journal, January/February, pp.1-5

Milbergs, E. (?) ,”Innovation Metrics: Measurement to Insight, White Paper of National Innovation Initiative 21st Century Innovation Working Group.

Partovi, F.Y (2001) ,”An Analytical Model to Quantify Strategic Service Vision”, International Journal of Service Industry Management, Vo.12 No.5, pp 476-499

Raynor, E.M and C.M Christensen (2003) ,”Innovating for Growth: Now IS the Time” , Ivey Business Journal, September/October, pp.1-9

Rickard, D. (2006) ,”The Price is Right: Optimizing Industrial Comapniess Pricing of Sevices” , Boston Consulting Corp

Rigby, D.K, and V. Vishwanath (2006) ,”Localization: The Revolutione in Consumer Market “ , Harvard Business Review, April, pp.82-92

Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia

01/10/07 31

Robertson, R (1974) ,”Innovation Management” , Management Decision Monograpghs, Vol.12 No.6, pp.332

Sawhney, M., Wolcott, R.C, and I. Arroniz (2006) ,”The 12 Different Ways for Companies to Innovate”, MITSloan Management Review, Winter, Vol.47 No.3, pp.75-81

Shepherd, C. and P.K Ahmed (2000) ,”From Product Innovation to Solutions Innovation: A New Paradigm for Competitive Advantage”, European Journal of Innovation Management, Vol.3 No.2, pp.100-106

Tidd, J., Bassant, J, andK. Pavitt (2001), Managing Innovation: Integrating Technological, Market, and Organizational Change”, 2nd Ed, Wiley, Chichester

Twiss, B (1992), Managing Technological Innovation, Pitman, London

Urabe, K. (1988) , Innovation and Management , Walter de Gruyter, New York, NY, p.3

Uwadia, F.E (1990) ,”Creativity and Innovation in Organizations” ,technological Forecasting and Social Change, Vol.38 No.1, pp.66

Valikanges, L and M. Gilbert (2005) ,” Boundary-Setting Strategies for Escaping Innovation Traps” , MITSloan Management Review, Spring, Vol.46 No.3, pp.58-65

Wedel, M. and W.A. Kamakura (1999), Market Segmentation:: Conceptual and Methodological Foundations, Boston: Kluwer Academic Publishing.

Ian Pieter, sejak tahun 2006 bekerja sebagai dosen tamu di Fakultas Kejuruteraan Pembuatan

(Manufacturing Engineering) Universiti Teknikal Malaysia Melaka (UTeM). Sejak tahun 2001 mengajar sebagai dosen paruh waktu di beberapa universitas swasta di Jakarta, seperti: Ukrida, Binus, dan STIE Supra dengan spesialisasi pada mata kuliah manajemen mutu, pengembangan dan perancangan produk, manajemen operasional, dan manajemen sumber daya manusia. Pengalaman bekerja sebagai praktisi dalam bidang mutu dan pengembangan bisnis, dimulai sejak tahun 1994 hingga tahun 2006 diperusahaan- perusahaan, seperti: AT&T, Sinoca Electronic, Ironhill Microelectronic, Chubb Lips Indonesia, dan Suar Utama Produktifitas.

Pengilustrasian dengan Excelcomindo adalah semata- mata bukan dimaksudkan untuk mengomentari dan menilai kinerja inovasi dan strategi bisnis pada perusahaan tersebut, namun lebih kepada pandangan sebagai konsumen terhadap tawaran harga murah melalui iklan yang dewasa ini begitu gencar, seperti halnya terhadap produk- produk dari operator nirkabel lainnya.