kebijakan pemerintah terhadap rakyat (analisis...

98
1 KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN TANAH DALAM PANDANGAN FIQH) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh ABDUL RAHMAN NIM. 104043101306 KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQIH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H / 2009 M

Upload: dodang

Post on 14-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

1

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT

(ANALISIS KASUS PEMBEBASAN TANAH

DALAM PANDANGAN FIQH)

SKRIPSIDiajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat MemperolehGelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh

ABDUL RAHMANNIM. 104043101306

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQIHPROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUMUNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA

1430 H / 2009 M

Page 2: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

2

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT

(ANALISIS KASUS PEMBEBASAN TANAH

DALAM PANDANGAN FIQH)

SKRIPSIDiajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat MemperolehGelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh

ABDUL RAHMANNIM. 104043101306

Di bawah Bimbingan:

Pembimbing I

Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.AgNIP: 150 275 509

Pembimbing II

Dr. H. Muhammad Taufiki, M.AgNIP: 150 290 159

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQIHPROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUMUNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA

1430 H / 2009 M

Page 3: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

3

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul Orisinalitas Konsep Dalǎlat al-Ahkǎm al-Ghazǎlǐ DalamPerspektif Adonis telah diujikan dalam sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah danHukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 16 Februari2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SarjanaHukum Islam (SHI) pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum(Perbandingan Mazhab Fiqih)

Jakarta, 19 Februari 2009

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP. 150 210 422

Panitia Ujian

1. Ketua : Dr. KH. Ahmad Mukri Adji, MA, MM (……..…………..)NIP. 150 220 554

2. Sekretaris : Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag (……..…………..)NIP. 150 290 159

3. Pembimbing I : Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag (……..…………..)NIP: 150 275 509

4. Pembimbing II : Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag (……..…………..)NIP. 150 290 159

5. Penguji I : Dr. KH. Ahmad Mukri Adji, MA (……..…………..)NIP. 150 220 554

6. Penguji II : H. Abdul Wahab Abd. Muhaimin, Lc, MA (……..…………..)NIP. 150 238 774

Page 4: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

4

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang digunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta: 28 April 2009 M9 Jumadil Awal 1430 H

Abdul Rahman

Page 5: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

5

بسم اهللا الرمحن الرحيم

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur ke hadirat Allah Ta’ala yang memberi hidup dan

penghidupan, pengetahuan dan kemauan untuk menulis serta kekuatan hingga

penulisan skripsi ini selesai. Shalawat dan salam penulis kirimkan untuk orang yang

terpilih, Nabi Muhammad saw, yang atas kelahirannya Allah ciptakan semesta alam.

Semoga karunia iman dan berkah juga mengalir kepada para sahabat dan semua

pengikutnya hingga akhir zaman.

Menulis merupakan pengalaman unik sekaligus menegangkan namun cukup

menarik dijalani. Menulis tidak pernah memberi pengalaman yang sama dengan yang

dialami oleh generasi sebelumnya, ataupun penulis lainnya: menulis adalah

pengalaman individual. Walau begitu menulis adalah meta-dialog yang mengijinkan

seseorang memperoleh spirit pengetahuan dari banyak pihak sekaligus bertanggung

jawab kepada mereka. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M, Dekan Fakultas Syari’ah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, M.A, Ketua Prodi PMH Fakultas Syari’ah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta , dan Dr. H. Muhammad Taufiqi, M.Ag.,

Sekertaris Prodi PMH Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Page 6: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

6

Jakarta yang telah memberikan arahan, bimbingan dan dorongan kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag dan Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag, selaku

dosen pembimbing yang rela meluangkan waktunya dan selalu memberikan

masukan, arahan, dan kritikan yang konstruktif pada penulis sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan.

4. Pimpinan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan berupa buku ataupun

literatur lainnya sehingga penulis memperoleh informasi yang dibutuhkan.

5. Semua Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

atas semua pengetahuan yang diberikan pada penulis selama masa pendidikan

berlangsung.

6. Kedua orang tua yang tercinta Ayahanda Ahmad Sani (Alm) dan Ibunda Lasinah,

yang senantiasa mendoakan penulis dan menberikan motifasi, baik moril maupun

materil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi serta menyelesaikan

penulisan skripsi ini.

Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat, kasih sayang dan taufik-Nya

serta melimpahkan kebahagiaan kepada keduanya di dunia maupun di akhirat.

Amin.

Page 7: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

7

7. Kakak-kakakku yang tercinta Maryam, Lukman Hakim, Astri Suryani, Mushtofa

dan tak lupa adikku yang kusayangi Suryanti. Kalian adalah hidup, semangat dan

doaku.

8. Guru-guruku, para Kiyai dan dewan asatidz sejakku “Nyantri” di Al-Hamidiyah

(Depok-Jawa Barat), Bahrul Ulum (Jombang-Jawa Timur) hingga Darul Falah

(Jepara-Jawa Tengah) yang telah menancapkan keimanan dan keilmuan dalam

jiwaku dengan penuh keikhlasan. Semoga mereka selalu dalam naungan dan

keridhoan-Nya

9. Terima Kasih kepada seluruh Mahasiswa PF-B angkatan 2004, khususnya Anas

Shafwan Khalid SHI, Abdurrahman SHI, Abdul Halim Mahmudi SHI, Musthofa

Zahri, Madinah, SHI, Jannatul Firdaus, SHI, Jeffy Efrianti, SHI, Sinarembulan

SHI, Latifah, SHI dan teman-teman di semua periode hidupku, kalian adalah

wacana yang membentuk kepribadianku.

10. Terima kasih untuk semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu

yang telah memberikan dorongan, motifasi, bantuan moril maupun materil kepada

penulis dalam menyelesaikan studi penulis terutama penyelesaian penulisan

skripsi ini.

Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan, agar semua bantuan

dan partisipasi dari berbagai pihak tersebut diberikan-Nya ganjaran pahala yang

berlipat ganda.

Page 8: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

8

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu masukan dan saran selalu penulis harapkan untuk kesempurnaanya.

semoga pula skripsi ini berguna bagi para pembaca. Amin

Jakarta: 28 April 2009 M9 Jumadil Awal 1430 H

Penulis

Page 9: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

9

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................................. ix

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 7

D. Review Studi Terdahulu .......................................................... 8

E. Metode Penelitian ................................................................... 10

F. Sistematika Penulisan ............................................................ 12

BAB II : SISTEM PERTANAHAN DALAM HUKUM ISLAM

A. Sejarah Pertanahan dalam Islam ............................................. 14

B. Hukum Pertanahan Islam ......................................................... 16

C. Ihyâ’ al-Mawât ........................................................................ 22

D. Al-Iqtâ’ .................................................................................... 29

Page 10: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

10

BAB III : KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBEBASAN TANAH

BERDASARKAN HUKUM POSITIF

A. Tanah dan Pembangunan ........................................................ 35

B. Latar Belakang Pembebasan Tanah di Indonesia..................... 39

C. Pengertian dan Macam-macam Pembebasan Tanah ............... 45

D. Pelaksanaan Pembebasan Tanah dan Ganti Rugi yang diberikan

Pemerintah ............................................................................... 46

BAB IV : ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERILAKU

PEMERINTAH DALAM PEMBEBASAN TANAH

A. Efektifitas Kebijakan Pemerintah Tentang Pertanahan .......... 53

B. Dampak Pembebasan Tanah terhadap Kehidupan Rakyat ...... 58

C. Prinsip Musyawarah dan Ganti Rugi Pembebasan Tanah dalam

Perspektif Fiqh ........................................................................ 62

D. Otoritas Pemerintah Demi Kemaslahatan di bidang Pertanahan dalam

Sorotan Fiqh ........................................................................... 65

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................ 73

B. Saran-Saran ............................................................................ 74

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 76

LAMPIRAN ................................................................................................... 81

Page 11: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Persoalan hukum pertanahan yang kelihatannya tidak pernah selesai

diperbincangkan dan dikaji orang adalah persoalan pengambilan tanah kepunyaan

penduduk mayarakat untuk keperluan proyek pembangunan yang biasa dikenal

dengan istilah pembebasan tanah. Hal ini memang menyangkut persoalan paling

kontroversial dalam masalah pertanahan. Pada satu sisi tuntutan pembangunan

akan tanah ternyata sudah sedemikian mendesak, dan pada sisi lain persediaan

tanah semakin langka dan terbatas.

Perkembangan proses pembangunan yang terus berkembang pesat di

Negara kita bukan saja memaksa harga tanah pada berbagai tempat semakin

melambung, akan tetapi juga telah menciptakan suasana dimana tanah sudah

menjadi komoditi ekonomi yang mempunyai nilai yang sangat tinggi, sehingga

besar kemungkinan pembangunan selanjutnya akan mengalami kesulitan dalam

mengejar laju perkembangan harga tanah dimaksud.1

Tanah memang mempunyai arti yang sangat strategis bagi kehidupan

manusia di muka bumi dan hampir seluruh sektor kehidupan manusia bergantung

1 Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah diIndonesia, (Bandung : Citra Aditya Bhakti, 1991), cet.III, h.2

Page 12: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

12

dan bersumber pada tanah, baik itu sebagai tanah pertanian, tempat pemukiman,

tempat usaha, tempat peribadatan, sarana perhubungan dan lain sebagainya.2

Persoalan pembebasan tanah, pengadaan tanah atau apapun namanya

selalu menyangkut dua dimensi yang harus di tempatkan secara seimbang yaitu

kepentingan pemerintah dan kepentingan warga masyarakat. Dua pihak yang

terlibat yaitu penguasa dan rakyat harus sama-sama memperhatikan dan mentaati

ketentuan-ketentuan yang berlaku mengenai hal tersebut. Jika hal tersebut tidak

diindahkan akan timbul persoalan-persoalan seperti yang kita baca dalam

publikasi media masa dimana pihak penguasa dengan keterpaksaanya melakukan

tindakan yang dinilai bertentangan dengan hak azasi dan sebagainya. Sedangkan

rakyat mau tidak mau melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang

diyakininya sebagai hak yang harus dipertahankannya.

Konflik kepentingan atas hak tanah akan terus meningkat dimasa akan

datang antara lain disebabkan oleh mekanisme pembebasan tanah yang tidak

memberikan akses pada warga masyarakat untuk turut serta di dalam

pengambilan keputusan dan terutama yang berkenaan dengan penentuan

penggunaan tanah dan bentuk serta ganti rugi yang kurang wajar diterima oleh

mereka warga masyarakat yang tanahnya diambil untuk keperluan pembangunan.

Sedangkan menurut pengamat politik Dr. Affan Gaffar persoalan tanah

akan terus menerus muncul disebabkan oleh beberapa hal:

2 Abdul Muis, Pembangunan dan Problematika Pertanahan, dalam Masdar F. Mas’udi(ed.), Teologi Tanah, cet.I, (Jakarta : P3M, 1994), cet.I, h.55

Page 13: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

13

1. Prosedur pelepasan atas tanah yang tidak didasarkan atas prinsip musyawarah

dengan masyarakat yang terkena pembebasan tanah.

2. Rendahnya nilai ganti rugi tanah yang diberikan oleh Pemerintah ataupun

pelaksana pembangunan sebuah proyek.3

Untuk memenuhi kebutuhan akan tanah dalam usaha pembangunan baik

yang dilakukan oleh instansi Pemerintah maupun pihak swasta dirasakan perlu

adanya kesatuan mengenai pembebasan tanah dan sekaligus penentuan ganti rugi

atas tanah yang diperlukan secara teratur, tertib dan seragam.

Masalah ganti rugi pembebasan tanah meskipun tata caranya menganut

prinsip musyawarah, tetapi seperti diberitakan media masa terkadang masih juga

timbul persoalan-persoalan akibat ketidakpuasan bekas pemilik tanah dengan

ganti rugi yang diterimanya.

Ciri-ciri permasalahan yang pada umumnya menjadi konflik di dalam

proses pembebasan tanah yaitu:

1. Pelaksanaan keharusan musyawarah antara panitia pembebasan tanah dengan

para pihak pemilik tanah.

2. Penetapan ganti rugi yang sering dirasakan jauh dari memadai.

Pembayaran ganti rugi ada kalanya mengalami keterlambatan. Prosedur

pembayaran ganti rugi yang sering tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Menurut penulis permasalahan ganti rugi atas pembebasan tanah itu

karena dalam peraturan perundang-undangan hukum positif ada unsur-unsur

3 Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak-hak Atas Tanah, h.2

Page 14: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

14

bentuk ganti rugi yang perlu dipertimbangkan untuk ganti rugi di dalamnya.

Karena di dalamnya tidak ada keseimbangan antara penguasa pembebasan tanah

dengan rakyat yang tanahnya akan dibebaskan yaitu adanya susunan panitia yang

terdiri dari unsur-unsur birokrasi.

Beranjak dari permasalahan-permasalahan tersebut di atas maka penulis

memandang perlu untuk mengkaji ketentuan-ketentuan dalam hukum Islam dan

hukum positif untuk mencari alternatif pemecahan permasalahan dalam masalah

ganti rugi pembebasan tanah.

Islam adalah agama yang way of life dan oleh karenanya Islam sudah

tentu mempunyai konsepsi tentang segala segi hajat hidup. Persoalan tanah adalah

satu di antara hajat hidup, dan sudah tentu Islam mempunyai konsepsi tentang hal

tersebut. Melihat persoalan-persoalan yang terjadi pada saat ini khususnya pada

masalah pertanahan Islam mengadakan perubahan-perubahan yang diperlukan.

Hal tersebut telah di cetuskan dan dipelopori oleh Nabi Muhammad saw dan

dilanjutkan oleh para al- Khulafa’ al-Rasyidun.4

Islam mengajarkan agar hidup dalam bermasyarakat keadilan dan ihsan

dapat ditegakkan. Adil dan ihsan dalam kalangan muslim dan umat manusia pada

umumnya. Keadilan yang harus ditegakkan mencakup keadilan diri sendiri,

keadilan hukum dan keadilan sosial.5

4 Marsekan, Hak Milik Tanah dalam Islam, (Yogyakarta : t.n.p., t.th.), h.275 Ahmad Azhar Basyir, Pokok-pokok Filsafat Hukum Islam, (Yogyakarta : Fak. Hukum

UII, 1990), h.28

Page 15: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

15

Dalam hidup ini tiap-tiap orang mempunyai kepentingan terhadap orang

lain. Dan setiap orang memiliki hak yang diperhatikan oleh orang lain serta dalam

waktu yang sama juga memikul kewajiban yang harus ditunaikan terhadap orang

lain. Hubungan antara hak dan kewajiban itu diatur dengan batasan-batasan yang

telah ditentukan guna menghindari terjadinya bentrokan-bentrokan berbagai

kepentingan.

Dalam pola fiqih ada ketentuan-ketentuan tentang kewajiban-

kewajiban kemasyarakatan yang dikenal dengan istilah fardu al-Kifâyah. Dan jika

hal itu diabaikan maka seluruh masyarakat yang menanggung dosanya.

Dalam ruang lingkup pelaksanaan fardu al-Kifâyah terdapat

ketentuan-ketentuan pembatasan hak milik dan pencabutan hak milik untuk suatu

kepentingan umum seperti perluasan jalan raya, penggalian saluran air,

pembangunan masjid, rumah sakit dan sekolah dengan jalan mengganti kerugian

pemilik yang dibatasi atau dicabut haknya untuk kepentingan bersama dalam

bermasyarakat.

Begitu pentingnya tanah bagi manusia dapat dilihat dari kenyataan

bahwa manusia tidak mungkin hidup terlepas dari tanah. Tanah menjadi suatu

kebutuhan di mana setiap individu membutuhkannya.

Sebagai benda yang penting bagi manusia, tanah menjadi lebih

bernilai karena ia dapat beralih dari pemiliknya kepada pihak lain yang

menginginkannya. Peralihan kepemilikan tanah hubungannya sangat erat dengan

Page 16: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

16

ketentuan hukum untuk memberikan kepastian hak bagi seseorang yang

memperoleh tanah.

Islam pun mengakui bahwa manusia memerlukan tanah untuk

membangun sebuah atau lebih bangunan, guna mewujudkan barang-barang yang

dibutuhkan dan dapat digunakan pada saat-saat tertentu ataupun kebutuhan

komersial. Rasulullah saw sendiri menyimpan persediaan untuk memenuhi

kelangsungan hidup selama setahun setelah musim memetik tanaman kurma

tahunan.6 Pada tataran kondisi ini peranan penting dari tanah dalam aspek

konsumtif dalam mewujudkan keinginan manusia untuk mendirikan tempat

tinggal terlihat nyata. Aspek tersebut dapat dilihat dari target atas penggunaan

tanah.

Berdasarkan pemaparan di atas, membuat penulis tertarik untuk meneliti

lebih jauh tentang permasalahan tersebut dari berbagai sudut pandang, sehingga

penulis berkeinginan untuk meneliti tentang KEBIJAKAN PEMERINTAH

TERHADAP RAKYAT (Analisis Kasus Pembebasan Tanah Dalam

Tinjauan Fiqh).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Kajian ini ingin memfokuskan diri pada pandangan Fiqh terhadap

praktek penyimpangan Pemerintah pada persoalan pembebasan tanah. Dalam hal

6 Ahmad M. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, (Jakarta:Rajawali Pers, 19687), h.1

Page 17: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

17

ini penulis mencoba membandingkan antara konsep ulama mazhab secara realitas

melalui fatwa Fatwa MUI No. 8/Munas VII/MUI /12/ 2005 dan Perpres No. 65

Tahun 2006 untuk mengetahui efektifitas peraturan-peraturan yang berkaitan

dengan masalah ini.

Ringkasnya, beberapa pertanyaan berikut dapat menggambarkan

rumusan masalah skripsi ini:

1. Bagaimana kebijakan Pemerintah dalam menangani praktek kasus

pembebasan tanah?

2. Bagaimana efektifitas Perpres No. 65 Tahun 2006 dalam mengatur persoalan

pembebasan tanah?

3. Bagaimana dampak kebijakan Pemerintah dalam pembebasan tanah terhadap

kesejahteraan rakyat?

4. Bagaimana perspektif fiqih dalam menyikapi kebijakan Pemerintah tentang

pembebasan tanah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan di atas, maka tujuan penelitian adalah :

1. Mengetahui kebijakan Pemerintah dalam menangani kasus pembebasan tanah.

2. Mengetahui efektifitas Perpres No. 65 Tahun 2006 dalam mengatur

pembebasan tanah.

3. Mengetahui dampak kebijakan Pemerintah dalam pembebasan tanah terhadap

kesejahteraan rakyat.

Page 18: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

18

4. Mengetahui pandangan fiqih terhadap praktek Pemerintah dalam menangani

kasus pembebasan tanah.

Manfaat penelitian adalah:

1. Bagi Penulis.

Kegiatan penelitian ini merupakan kesempatan bagi penulis untuk menambah

pengetahuan teoretis dan memperluas wawasan untuk mempelajari secara

lansung dan menganalisis fiqh berikut Perpres No. 65 Tahun 2006 tentang

pembebasan tanah.

2. Bagi Akademisi

Guna memberikan pertimbangan kepada para pembuat Undang-Undang untuk

memperhatikan kondisi masyarakat dalam membuat Undang-Undang,

sehingga hukum yang dilahirkan tidak hanya sebatas wacana belaka tapi dapat

diterapkan sesuai tujuan melahirkan hukum tersebut, dan menguntungkan

masyrakat.

D. Review Studi Terdahulu

Dalam penulisan skripsi terdahulu, terdapat dua penelitian yang dilakukan

oleh mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yakni:

1. Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Pepres No. 36 Tahun

2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk

Kepentingan umum, oleh: Siti Faizah, SJPMH, 2005.

Page 19: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

19

Penulis menguraiakan bahwa pengadaan tanah bagi pelaksanaan

pembangunan untuk kepentingan umum dapat dilakukan jika benar-benar

untuk kepentingan umum, dan pemilik tanah harus rela melepaskan tanah

miliknya demi kepentingan umum. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan

pembangunan untuk kepentingan umum menurut hukukm positif dan hukum

Islam dilakukan dengan cara penyerahan dan pencabutan hak atas tanah. Islam

juga mengakui adanya pencabutan hak milik demi kepentingan umum, karena

tanah memiliki fungsi sosial yang dapat digunakan untuk kemashlahatan

umat. Kepentingan umum merupakan kepentingan yang manfaatnya dinikmati

masyarakat umum tanpa adanya diskriminasi.

2. Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam (Studi Kritis Terhadap

Perpres No. 65 Tahun 2006), oleh: Jalaluddin Noor, SJPMH, 2007.

Penulis mengurai tentang kepentingan umum dalam Perpres No.

65 Tahun 2006, sesuai pasal 2 butir 5 adalah kepentingan sebagian besar

lapisan masyarakat. Tindakan Pemerintah sesuai pasal 18 Perpres No. 65

Tahun 2006 merupakan ketentuan yang tidak mengandung unsur pembatasan,

setiap hak atas tanah baik yang telah memiliki surat-surat resmi/sertifikat

maupun belum dapat dicabut atas dalih pembangunan bagi kepentingan

umum. Hukum Islam memberikan wewenang kepada pemerintah untuk

mencabut hak milik demi kepentingan umum, tetapi hal tersebut di lakukan

berdasarkan persetujuan DPR dan DPRD.

Page 20: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

20

Dalam skripsi ini penulis akan menguraikan tentang perilaku

pemerintah di dalam menentukan suatu kebijakan dalam pertanahan. Dalam

hali ini tentunya pemerintah menggunakan peraturan tersendiri yang mengatur

tentang kasus pembebasan tanah antara lain Perpres No.65 Tahun 2006.

Namun Penulis memiliki sorotan yang berbeda dalam skripsi ini,

untuk membedakannya dengan dua skripsi terdahulu yang telah disebutkan di

atas. Dalam skripsi ini akan dibahas secara fokus tentang legalitas peraturan

yang dibuat pemerintah dalam perspektif fiqih dan Fatwa MUI No. 8/ Munas

VII/MUI/12/2005 . Selain itu penulis juga menyoroti tentang otoritas

Pemerintah sebagai pengatur kekuasaan untuk mewujudkan kemaslahatan

rakyat dan dampak yang ditimbulkan dari pembebasan tanah terhadap

kesejahteraan hidup rakyat.

E. Metode penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan normatif

sosiologis yaitu dengan mengkaji hukum terlebih dahulu kemudian dampak dari

hukum yang diterapkan dalam masyarakat. Sehingga dalam perolehan data

penelitian penulis memilih penelitian kepustakaan (library research),7 berkenaan

7 Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan datadan informasi dengan bantuan materi yang berupa buku, majalah, dokumen dan yang lainnya.Lihat: Mardalis, Metode Penelitian; Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006),h.28

Page 21: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

21

dengan perundang-undangan mengenai persoalan pertanahan dan aspek sosiologis

masyarakat terkait dengan persoalan yang dimaksud.

Selain itu penulis juga menyajikan penelitian lapangan (field research),

dengan cara, penulis langsung terjun kelapangan untuk memperoleh data yang

berkaitan dengan pokok permasalahan.

Untuk data primer penulis mengacu pada Perpres No. 65 Tahun 2006,

Fatwa MUI No. 8/Munas VII/MUI/12/2005, Fatwa MUI No. 6/Munas

VII/MUI/10/2005, Al-Qur’an, al-Hadis dan juga kaidah-kaidah ushul fiqh, seperti

kitab Al-asybah Wa al-Nazâ`ir Fi al-Furu’ karya Jalâluddin al-Suyûti dan Al-fiqh

al-Islâmi Wa Adillatuh karya Wahbah Zuhayli. Sedang pada data sekunder

penulis mengutip berbagai literatur seperti buku, artikel, majalah, internet dan

lainnya yang terkait dengan tema skripsi.

Dalam metode analisis data untuk penulisan skripsi ini yang digunakan

oleh penulis adalah analisis isi (content analysis), yaitu penguraian data melalui

kategorisasi, perbandingan dan pencarian sebab akibat, baik dengan

menggunakan analisis induktif (usaha penemuan jawaban dengan menganalisa

berbagai data untuk diambil kesimpulan), maupun metode analisa deduktif

(berangkat dari ungkapan umum kemudian dihubungkan dengan pertanyaan yang

lebih sempit)

Adapun tehnik penulisan ini, penulis mengacu pada buku “Pedoman

Penulisan Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” yang diterbitkan oleh

Fakultas Syari’ah dan Hukum Tahun 2007.

Page 22: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

22

F. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan

Terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan

masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Review

Studi Terdahulu dan Sistematika Penulisan.

Bab II Sistem Pertanahan Dalam Hukum Islam

Berisi ulasan teoretis berkenaan dengan pertanahan dalam Islam.

Meliputi Sejarah Pertanahan, Hukum Pertanahan, Ihya’ al-Mawât, dan

Al-Iqta’.

Bab III Kebijakan Pemerintah Dalam Pembebasan Tanah Berdasarkan

Hukum Positif

Mengenai perspektif hukum positif tentang pembebasan tanah. Pada bab

ini, penulis akan menguraikan hubungan tanah dan pembangunan, latar

belakang pembebasan tanah di Indonesia, pengertian dan macam-macam

pembebasan tanah, pelaksanaan pembebasan tanah dan ganti rugi yang

diberikan pemerintah.

Bab IV Analisis Hukum Islam Terhadap Perilaku Pemerintah Dalam

Pembebasan Tanah

Berupa analisis penulis tentang beberapa poin sentral mengenai praktik

pembebasan tanah, seperti: efektifitas kebijakan pemerintah tentang

pertanahan, dampak pembebasan tanah terhadap kehidupan rakyat,

Prinsip Musyawarah dan Ganti Rugi Pembebasan Tanah dalam

Page 23: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

23

Perspektif Fiqih serta otoritas Pemerintah demi kemaslahatan dibidang

pertanahan dalam sorotan fiqih.

Bab V Penutup, Berupa kesimpulan penelitian

Page 24: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

24

BAB II

SISTEM PERTANAHAN DALAM HUKUM ISLAM

A. Sejarah Pertanahan Dalam Islam

Syariah Islam tidak mempunyai satu teori yang lengkap yang

berhubungan dengan sistem pertanahan atau Undang-undang pertanahan, tetapi

melalui gabungan beberapa Undang-undang seperti kontrak, peraturan-peraturan

yang berhubungan dengan pengambilan balik harta, peraturan pajak tanah dan

hasil tanah, peraturan penaklukan, pembagian harta rampasan perang dan lain-

lain.8

Perkembangan Undang-undang pertanahan Islam secara ringkas dapat

dilihat pada praktek-praktek yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW serta para

sahabat dalam pemerintahan mereka masing-masing. Pada zaman Rasulullah

SAW tidak banyak timbul persoalan-persoalan yang berhubungan dengan harta

dan tanah, kecuali yang berkaitan dengan harta-harta rampasan perang

(ghanimah)9 yaitu tanah-tanah orang Yahudi di sekitar Madinah. Hal ini

disebabkan lahan-lahan pertanian di Semenanjung Tanah Arab yang terlalu

sedikit.10

8 Abdul Gani, Tinjauan Hukum Islam terhadap Pendayagunaan Lahan Kosong, TesisUniversitas Muhammadiyah Jakarta, 2002, h. 48-49

9 Ghanimah adalah harta kekayaan yang diperoleh orang-orang muslim dari non muslimmelalui peperangan. Ghanimah ini tidak hanya berupa harta (baik bergerak ataupun tidak), tetapijuga orang-orangnya dapat berupa tawanan perang ataupun perempuan dan anak-anak. Ridwan,Fiqih Politik: Gagasan, Harapan dan kenyataan, (Yogyakarta: FH. UII Press, 2007), h. 297.

10 Abdul Gani, Tinjauan Hukum Islam., h. 49-50

Page 25: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

25

Dalam perkembangan sejarah, penaklukan pertama yang dilakukan oleh

Rasulullah SAW dan orang-orang Islam ialah kepada Bani Nadhir (4 H/623 M).

Rasulullah SAW telah mengambil tanah-tanah Bani Nadhir di Madinah dan ini

merupakan perluasan wilayah taklukan yang mula-mula dilakukan oleh negara

Islam.11

Sedang pada masa kekhalifahan pada pemerintahan khalifah pertama

yaitu Abu Bakar Siddiq r.a tidak banyak mengalami perubahan tentang sistem

pemilikan tanah, bahkan sistem yang sama dengan zaman Rasulullah SAW telah

dilaksanakan. Tetapi setelah khalifah Umar bin Khattab r.a dilantik menjadi

khalifah kedua, sistem pemilikan tanah telah banyak berubah, dan banyak

pembaharuan Undang-undang tanah telah diperkenalkan. Zaman Umar r.a boleh

digambarkan sebagai zaman perluasan wilayah-wilayah yang berdekatan dengan

semenanjung Arab, disebelah timur negeri Persia, sebelah barat Syam dan Mesir,

dan di sebelah selatan ialah Afrika. Sedangkan negeri-negeri ini mempunyai

bentuk muka bumi dan kesuburan tanah yang berbeda-beda untuk pertanian.12

Kesan utama yang timbul dari penaklukan wilayah-wilayah yang baru itu

ialah masalah pembagian tanah-tanah di wilayah tersebut. Hal ini dapat

diperhatikan melalui tindakan Umar r.a atas tanah Sawad di Irak. Umar enggan

membagikan tanah Sawad kepada tentara-tentara Islam yang menaklukinya

melalui peperangan. Menurut Umar r.a tanah Sawad tidak boleh dibagikan seperti

11 Abdul Gani, Tinjauan Hukum Islam, h. 5312 Abdul Gani, Tinjauan Hukum Islam, h. 55

Page 26: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

26

pembagian yang dibuat pada harta rampasan perang. Bahkan harta itu hendaklah

diletakkan dibawah hak milik baitul mal orang-orang Islam dan hendaklah

dibelanjakan bagi kepentingan mereka.13

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa hukum pertanahan Islam telah

dilakukan pada zaman Rasulullah SAW dan para sahabatnya, tetapi ketentuan

pertanahan itu hanya sebatas praktek-praktek yang dilakukan pada masa

pemerintahannya masing-masing, dan belum dikodifikasikan secara lengkap.

B. Hukum Pertanahan Islam

Dalam hukum Islam ada beberapa macam tanah yang masuk ke dalam

wilayah kekuasaan umat Islam yaitu berupa tanah baru yang diperoleh melalui

penguasaan atau penaklukan dan berupa wilayah lama, yaitu yang mereka tempati

sendiri.14 Kedua jenis tanah tersebut akan dibahas sebagai berikut:

1. Tanah yang dimiliki karena penaklukan

Tanah yang dikuasai dalam jenis ini ada 3 macam, yaitu tanah yang

dimiliki secara paksa, tanah yang diserahkan oleh pemiliknya karena takut,

dan tanah yang dimiliki karena kesepakatan.

a) Tanah yang diperoleh secara paksa

Menurut mayoritas ulama Malikiyah, kepemilikan atas tanah dapat

berpindah kepada para penakluk dengan cara penaklukan, begitupun

13 Abdul Gani, Tinjauan Hukum Islam, h. 5614 Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâmi Wa Adillatuhu, (Beirut : Dâr-al Fikr,

2004), h. 4595

Page 27: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

27

menurut Hanabilah, Syi’ah Imamiyah dan Zaidiyah. Sebab tanah

merupakan harta yang bisa lepas dari penguasaan para penakluk jika tanah

itu masih bisa dipertahankan, sehingga sama dengan barang mubah yang

dapat dimiliki oleh orang yang memperoleh dan menjaganya. Menurut

ulama Syafi’iyah, kepemilkan atas tanah dan benda-benda bergerak

lainnya adalah dengan penguasaan dan pembagian yang disepakati atau

dengan upaya memilikinya. Sedang menurut Hanafiyah, kepemilikan itu

tidak dapat berpindah kecuali dengan memasukkannya sebagai wilayah

kekuasaan Islam.15

b) Tanah yang diberikan oleh pemiliknya karena takut

Jenis tanah yang kedua adalah tanah yang dikenal dengan fay', yaitu

harta kekayaan yang diperoleh kaum muslimin dari para kafir harbi

dengan tanpa melalui peperang atau mengerahkan pasukan kuda dan

unta,16 seperti halnya jizyah17 yang pajaknya 1/10 dalam perdagangan.

Ketentuannya kepemilikan atas tanah ini beralih pada baitul mal, dan

menjadi milik negara. Para fukaha menilainya sebagai wakaf milik umat

Islam, dan Pemerintah mengenakan pajak kepada orang yang

memanfaatkannya, perorangan ataupun persekutuan. Perihal wakaf itu

15 Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâmi, h. 4595-459616 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontektualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta :

Gaya Media Pratama, 2007), cet.II, h.27817 Jizyah adalah pajak yang dipungut oleh Negara Islam dari rakyat non muslim

yang membuat perjanjian dengan penguasa Islam, yang dengan membayar pajak itumereka mendapat jaminan perlindungan dari Negara yang bersangkutan. ‘Jizyah’ dalamAbdul Azis Dahlan, dkk, ed., Ensiklopedi Hukum Islam, vol. 2 (Jakarta : PT. Ichtiar BaruVan Hoeve, 1997), h. 824

Page 28: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

28

dikarenakan harta ini bukanlah ghanimah, sehingga ini menjadi hak

seluruh umat Islam. Para fuqaha sepakat hal itu sebanding dengan harta.

Hanya saja Syafi'iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa mewakafkan

tanah itu mengharuskan keterangan dari Pemerintah, agar tanah itu

menjadi tanah wakaf.

Sementara itu benda-benda bergerak dalam harta fay'18, menurut

Jumhur Ulama juga dapat diwakafkan dan dikelola untuk kepentingan

umat, dan pemerintah yang berhak untuk mengelolanya.

Jika pemerintah ingin membagi-bagikan harta fay' kepada masyarakat

Islam, maka harus membuat panitia yang menjaga, mengaturnya, dan

membagikannya sesuai kebutuhan bulanan.19

c) Tanah yang diperoleh melalui kesepakatan

Ketentuan hukum tanah ini terbatas pada akad damai, baik tanah itu

menjadi tanah milik umat Islam atau tetap menjadi tanah pemiliknya,

seperti tanah Yaman dan Hairah. Pada kategori pertama, tanah menjadi

18 Menurut Imam Syafi'i dalam qaul qadim, fay' atau harta yang diambil dari orang-orang kafir tanpa melalui perang tidak diambil 1/5 seperti dalam pembagian ghanimah,karena harta fay' sepadan dengan harta yang diperoleh melalui perniagaan. Sedang dalamqaul jadid, Imam Syafl'I berpendapat bahwa harta fay' diambil 1/5 seperti dalampembagian ghanimah. Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam: Studi tentang QaulQadim Qaul Jadid, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), h. 295

19 Pemerintah, diwakili oleh lembaga peradilan dapat menentukan kepemilikan atastanah kepada orang lain yang dianggap lebih mampu dan mengandung maslahat. Baikdalam bentuk hak pakai ataupun hak milik, dengan catatan bahwa tanah itu bukan tanahfay'. Selain itu, pemerintah tidak boleh mengalihkan hak itu untuk kepentingannyasendiri. AI-Khatib Al-Syarbiniy, Mughnî al-Muhtaj, Jilid 2, (Beirut : Dâr al-Fikr, 2003),h. 497-499

Page 29: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

29

wakaf untuk umat Islam, seperti tanah taklukan, dan dianggap sebagai

bagian dari Negara Islam, seperti tanah yang telah diserahkan oleh

pemiliknya. Sebab Nabi Saw menaklukkan Khaibar dan berdamai dengan

penduduknya untuk mengurus tanahnya, dan mereka berhak atas separuh

hasil buminya, dan sisanya untuk umat Islam. Ibnu Umar pernah berkata:

Nabi memperlakukan Khaibar separuh dari hasil tanahnya, buah dan

tanaman. Dan Nabi pun berdamai dengan Bani Nadhir, bahwa para

lelakinya tetap sebagai penduduk Madinah dan mereka berhak atas unta

dan harta benda, selain senjata yang menjadi harta yang diberikan Allah

untuk rasul-Nya. Tanah seperti ini dikenai pajak dan hal itu menjadi

kemestian, artinya ketika seorang muslim membeli sebagiannya, ia juga

dikenai pajak. Sebab hal itu dianggap sebagai upah dari pemakaian tanah.

Hal ini sudah menjadi kesepakatan para fuqaha.20

Sementara pada kategori kedua, tanah tetap menjadi hak pemiliknya

berdasarkan kesepakatan, dan orang Islam pun wajib memenuhi

persyaratan perdamaian secara total, selagi mereka tetap konsisten dengan

perdamaian. Akan tetapi mereka dikenai pajak atas tanah yang mereka

miliki, dan pemasukan pajak ini milik baitul mal. Pajak ini diperhitungkan

sebagai jizyah, yang mana ketika mereka masuk Islam kewajiban itu

gugur, ini menurut jumhur ulama dan Syi'ah Imamiyah yaitu berdasarkan

20 Al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islâmi, h. 4605-4606

Page 30: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

30

surat Umar bin Abdul Aziz kepada para pegawainya: "Tak ada kewajiban

pajak atas tanah bagi orang yang telah memeluk Islam. "21

Ulama Hanafiyah dan Syi'ah Zaidiyah berpendapat bahwa kewajiban

pajak itu tidak gugur, dikarenakan ada makna biaya dan balasan dalam

pajak, sehingga tetap wajib atas orang yang masuk Islam, dan tidak

terkecuali.22

Wilayah para penandatangan kesepakatan itu dianggap oleh

Syafi'iyah dan sebagian ulama Hanabilah sebagai wilayah perdamaian

atau perjanjian. Tapi menurut Jumhur wilayah itu adalah wilayah Islam

yang penduduknya diposisikan sebagai ahl dzimmah yang wajib dikenai

pajak.

2. Tanah yang berada dalam wilayah kekuasaan

Ada dua jenis tanah dalam kategori ini, yaitu tanah yang berpemilik dan

tanah mubah. Tanah yang berpemilik dibagi menjadi dua kategori, tanah yang

dipakai dan tanah yang dibiarkan (bero). Begitupun tanah mubah ada yang

dipakai untuk kepentingan mencari kayu dan mengembala binatang, ada juga

tanah kosong yang kini disebut sebagai tanah milik Negara. Jadi yang

dimaksud sebagai tanah yang dipakai adalah tanah yang digunakan sebagai

pemukiman, wilayah pertanian atau yang lainnya.23 Sedang tanah bero adalah

21 Al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islâmi, h. 4605-4606.22 Al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islâmi, h. 460723 Al-Khâtib As-Syarbîniy, Mughnî Al-Muhtâj, h. 490-491

Page 31: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

31

tanah yang kering tak berair, tidak ditempati sebagai pemukiman atau untuk

kepentingan apapun.

Adapun ketentuan hukum yang berlaku pada tanah milik yang dipakai

adalah tak seorang pun berhak menggunakannya tanpa izin pemiliknya.

Sedangkan tanah bero yang sudah kering, tanah ini masih menjadi hak

pemiliknya, sekalipun periode keberoannya lama, bahkan bisa dijual,

digadaikan, dihibahkan atau disewakan dan diwariskan. Ketentuan ini berlaku

jika pemilik tanah itu diketahui, jika tidak diketahui maka tanah itu berstatus

luqathah.24

Menurut ketentuan Islam, baik negara maupun masyarakat tidak dapat

mengklaim sebidang tanah bila keduanya mengabaikan tanah tersebut melewati

batas waktu 3 tahun.Pemanfaatan atas tanah dalam Islam bukan pada kemampuan

seseorang untuk menguasainya tetapi atas dasar pemanfaatannya. Sehingga fungsi

tanah dalam Islam adalah sebagai hak pengelolaan bukan pada penguasaan.

Dapat disimpulkan bahwa secara umum, dalam pandangan Islam

prinsip dasar kepemilikan tanah adalah karena pemanfaatan tanah itu sendiri.

Artinya, kepemilikan terhadap tanah menimbulkan konsekuensi

pemanfaatannya dan sebaliknya aktivitas pemanfaatan dapat menimbulkan

konsekuensi pemilikan. Cara-cara yang sah untuk memiliki tanah adalah

melalui pewarisan, akad pemindahan hak milik yang sah, dan kerja.

24 Al-Zuhaily, Al-Flqh Al-Islami, h. 4607

Page 32: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

32

Prinsip dasar ekonomi Islam adalah bahwa tidak ada sesuatu yang boleh

diperoleh secara gratis. Bahkan, seseorang juga tidak berhak hidup di atas kerja

orang lain. Allah membenci sumber daya yang ditelantarkan, dan juga orang

pemalas. Orang yang telah bekerja keras untuk hidup, di mata Islam sama

baiknya dengan jihad berjuang di jalan Allah.

C. Ihya' Al-Mawăt

1. Pengertian

Secara etimologis, kata ihya' berarti upaya menjadikan sesuatu menjadi

hidup, aktif dan memiliki kepekaan serta daya tumbuh. Kata al-mawat dapat

diartikan sebagai tanah yang tak bertuan atau tanah bero, tanah yang tak terpakai.

Ringkasnya, tanah yang tidak digunakan. Sehingga ihya’ al-mawât berarti

menggunakannya.25

Secara terminologis ihya’ al-mawât berarti memperbaiki tanah dengan

cara membangun, menanami atau membalik tanah yang tanah kosong, tak berair

dan belum dimiliki atau dimanfaatkan oleh siapapun. Dan ada beberapa definisi

yang dikemukakan para ulama tentang ihya' al-mawât, yaitu sebagai berikut:

25AI-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islami, h. 4614-4615 bandingkan dengan Ibn Qudamah al-Muqaddasi, Al-Mughni Wa l--Syarh al-Kabir, h. 147

Page 33: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

33

a. Menurut ulama Hanafiyah ihya' al-mawât adalah penggarapan lahan yang

belum dimiliki dan digarap oleh orang lain karena ketiadaan irigasi serta jauh

dari pemukiman.26

b. Menurut Imam Rafi'i ihya’ al-mawât adalah mengusahakan sebidang tanah

yang tidak ada atau tidak diketahui pemiliknya dan tidak dimanfaatkan oleh

seseorang.27

c. Menurut Imam Syafi’I dalam kitab al-umm, ihya’ al-mawât adalah sebidang

tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak ada seorangpun yang

memanfaatkannya.28

Dengan demikian definisi ihya’ al-mawât dapat dikatakan memperbaiki

tanah pertanian atau membuatnya bisa dijadikan lahan pertanian, dengan

membuang semua pantangannya (bebatuan, rerumputan), membuat saluran air,

menimbuni dengan tanah yang cocok untuk pertanian serta memagarinya.

Cara ihya' al-mawât pada umumnya meliputi salah satu dari beberapa

tindakan berikut, yaitu menyuburkan tanah, membersihkan tanah, menanaminya

dengan tumbuh-tumbuhan, membangun dinding atau memagarinya, dan menggali

parit yang di sekelilingnya. Namun semua itu tergantung pada adat kebiasaan

dalam membangun tanah tersebut.29

26Al-Imâm Abi al-Qâsim Abd al-Karîm bin Muhammad al-Rafi’I, Al-‘Azîz Syarh al-Wajîz, Juz. VI, (Beirut : Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1997), h. 205

27 al-Rafi’i, Al-‘Azîz h. 205.28Al-Imam Muhammad bin Idrîs al-Syafi’I, Al-Umm, Juz. V, (Beirut : Dâr al-Wafa`,

2005), h. 77-7829Ibnu Mas'ud dan Zainal Abidin, Fiqih Mazhab Syafi'i, Edisi Lengkap: Muamalah,

Munakahat, Jinayah, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2000), cet.I, h. 143

Page 34: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

34

Keberlakuan syari'at tentang hal ini diatur dalam beberapa hadits berikut:

قال من احي ارضا صلى اهللا عليه وسلم عن النبيعن جابر بن عبد اهللا له ة فهيتي30)رواه الترمذي(م

Artinya: Dari Jâbir bin ‘Abdillâh R.a. dari Nabi SAW beliau bersabda :“Barang siapa yang menghidupkan tanah yang mati, maka ia berhakterhadap tanah tersebut." (HR. Al-Tirmidzi)

ر من اعم: قالصلى اهللا عليه وسلمعن النبيعن عائشة رضي اهللا عنها قاح وفه دالح تسا ليض31)رواه البخاري(ار

Artinya: Dari ‘Aisyah R.a. dari Nabi SAW. Bersabda : “Barang siapa yangmenyuburkan sebidang tanah yang tak ada pemiliknya, maka dia lebihberhak terhadap tanah tersebut.” (HR. Bukhari)

Hadis-hadis tersebut menunjukkan bolehnya membuka lahan yang belum

dimiliki dan digunakan oleh siapapun, yaitu dengan menanami, membajak

tanahnya, membangun atau memagarinya. Selain itu, hadis-hadis di atas

menunjukkan bahwa membenarkan pembukaan lahan kosong, untuk kepentingan

manusia, seperti kepentingan pertanian, memakmurkan alam yang bisa

menghasilkan keuntungan ekonomis dan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat

luas.

30 Abî Îsâ Muhammad Bin Îsâ Bin Sauri, Sunan al-Tirmidzî, Juz 3, (Beirut : Dâr al-Fikr, 1994), h. 90

31Al-Imâm Abî ‘Abdillâh Muhammad Ibn Ismâîl al-Bukhâri, Sahih al-Bukhâri, Juz 3,(Beirut : Dâr al-Fikr, t.th), h. 139

Page 35: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

35

Dalam hal ini tidak semua tanah dapat dibuka atau dijadikan sebagai

lahan miliknya. Para fukaha sepakat tanah ini terbatas pada tanah yang belum

dimiliki dan tak ada tanda pemakaian dan pemanfaatnnya. Namun mereka

berselisih pendapat berkenaan dengan jenis-jenis tanah, seperti uraian berikut32

1) Tanah atau lahan yang sebelumya telah digarap seseorang tapi kemudian

ditingalkan sehingga menjadi lahan kosong. Terhadap tanah seperti ini Ulama

Syafi'iyah dan Hanabilah menyatakan tidak boleh digarap orang lain, karena

tanah itu sebelumnya telah digarap oleh seseorang, sekalipun setelah itu ia

tinggalkan kosong. Tanah seperti ini termasuk kedalam kategori yang telah

menjadi milik orang lain. Akan tetapi Imam Abu Yusuf, pakar fiqh Hanafi

menyatakan bahwa tanah seperti itu boleh digarap orang lain, selama

penggarap sebelumnya tidak diketahui, dan lahan itu berada jauh dari

pemukiman penduduk. Ulama Malikiyah menyatakan tanah yang telah

berubah menjadi tanah kosong, sekalipun sebelumnya telah digarap orang

lain, lalu ia tinggalkan sehingga tidak terurus boleh digarap oleh orang lain.33

Alasannya adalah keumuman hadis yang menyatakan :

يه وسلم قال من احي عن جابر بن عبد اهللا عن النبي صلى اهللا علله ة فهيتيا مض34)رواه الترمذي(ار

Artinya: Dari Jâbir bin ‘Abdillâh R.a. dari Nabi SAW beliau bersabda :“Barang siapa yang menghidupkan tanah yang mati, maka iaberhak terhadap tanah tersebut." (HR. At-Tirmidzi)

32 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007), h. 47-4833 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, h. 4734 Abî Îsâ Muhammad Bin Îsâ Bin Sauri, Sunan al-Tirmidzî, h. 90

Page 36: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

36

2) Tanah atau lahan yang di dalamnya ada bekas-bekas pemerintahan kuno,

seperti pemerintah Bizantium dan peninggalan kaum Samud. Lahan seperti

ini, menurut kesepakatan mazhab yang empat, boleh dijadikan obyek ihya' al-

mawât. Akan tetapi, di kalangan ulama Syafi'iyah ada pendapat lain yang

menyatakan bahwa lahan seperti itu tidak termasuk obyek ihya' al-mawât.

3) Tanah atau lahan yang sebelumnya dimiliki oleh orang Islam atau kaum

dzimmi (orang kafir yang tinggal dan tunduk kepada perturan Negara Islam),

namun tidak diketahui secara pasti siapa pemiliknya. Ulama Hanafiyah,

Malikiyah, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan

bahwa lahan seperti ini boleh dijadikan ihya' al-mawât. Adapun ulama

Syafi'iyah menyatakan bahwa lahan seperti itu adalah sama dengan harta yang

hilang. Tanggung jawab untuk memelihara lahan seperti itu berada di pundak

pemerintah, sampai diketahui pemiliknya, dan tidak bolah dijadikan obyek

ihya' al-mawât oleh seseorang. Pendapat terkuat dikalangan Hanabilah

menyatakan bahwa lahan seperti itu tidak boleh dijadikan obyek ihya' al-

mawât, tetapi lahan itu berstatus al-fai' (harta yang diperoleh umat Islam

melalui suatu penaklukan daerah kafir, tanpa peperangan dan digunakan untuk

kemaslahatan umat Islam). Harta seperti ini menurut ulama Hanabilah, boleh

dipergunakan untuk kepentingan umum.

Page 37: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

37

2. Syarat-syarat Membuka Lahan35

1. Syarat pelaku (al muhyi)

Muhyi adalah orang yang melakukan pembukaan lahan yang

menjadi sebab kepemilikan, menurut Jumhur (Hanafiyah, Malikiyah dan

Hanabilah) tidak disyaratkan beragama Islam. Hal ini berdasarkan redaksi

hadits yang umum "orang yang membuka lahan, dia pemiliknya "; dan

juga karena membuka lahan adalah salah satu sebab kepemilikan. Dalam

hal ini muslim dan non-muslim sama.36

Ulama Syafi’iyah mensyaratkan si pembuka lahan adalah muslim,

seorang dzimmi tidak berhak melakukannya, sekalipun mendapat izin dari

Pemerintah. Sebab membuka lahan berarti menguasainya. Jika seorang

dzimmi membuka lahan, maka ia bebas dari kewajiban pajak.

2. Syarat lahan yang hendak dibuka (al muhyat)

a. Bukan lahan yang telah miliki seseorang (baik muslim ataupun

dzimmi) dan bukan hak perorangan.

b. Tidak dimanfaatkan oleh penduduk perkampungan, baik jauh ataupun

dekat.

c. Menurut ulama Syafi'iyah lahan itu berada di wilayah Islam. Jika

berada di wilayah non-muslim, seorang muslim berhak membukanya

35 AI-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuhu, h. 4625-462736 Akan tetapi, penulis Al Mughni Wa as Syarh al Kabir mencatat, Imam Malik

membatasi ketentuan ini pada wilayah taklukan, tidak pada wilayah islam. Dalamwilayah islam, seorang dzimmi tidak berhak membuka lahan kosong. Lih. Ibn Qudamahal-Mukadasiy, Al Mughni Wa as Syarh al kabir, h. 150

Page 38: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

38

jika pemiliknya tidak mencegahnya. Sedang ulama Jumhur selain

Syafi’iyah tidak menysaratkan ketentuan ini, tidak ada beda antara

wilayah Islam ataupun non-muslim.37

3. Syarat yang terkait dengan penggarapan lahan

a. Menurut Abu Hanifah, harus memperoleh izin dari pemerintah.

Apabila pemerintah tidak mengizinkannya, maka seseorang tidak

boleh langsung menggarap lahan itu. Menurut ulama Malikiyah jika

lahan itu dekat dengan pemukiman, untuk menggarapnya harus

mendapat izin dari pemerintah, dan jika lahan itu jauh dari pemukiman

tidak perlu izin dari pemerintah. Sementara ulama Syafi'iyah,

Hanabilah, Abu Yusuf dan Muhammad al-Syaibani keduanya pakar

fiqh Hanafi, menyatakan bahwa seluruh lahan yang menjadi obyek

ihya' al-mawât jika ingin digarap oleh seseorang tidak perlu mendapat

izin dari pemerintah karena harta seperti itu adalah harta yang boleh

dimiliki oleh setiap orang, namun dianjurkan mendapatkan izin dari

pemerintah, untuk menghindari sengketa dikemudian hari.

b. Menurut ulama Hanafiyah, lahan itu sudah harus digarap dalam waktu

tiga tahun jika selama tiga tahun lahan itu tidak digarap secara intensif,

37 Di antara argumen yang dapat disebutkan adalah bahwa wilayah non-muslimdapat diperoleh dengan cara penaklukan secara paksa atau perdamaian. Di sinilahrelevansi ghanimah dan fay', seperti dalam ulasan tentang tanah. Ibn Qudamah al-Mukadasiy, Al mughni Wa as Syarh al Kabir, h. 150

Page 39: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

39

maka pihak pemerintah berhak mengambil lahan itu, serta

memberikannya kepada orang lain.38

D. Al-Iqta'

1. Pengertian

Secara etimologi, al-Iqta'39 berarti memotong. Persoalan al-Iqta' di

dalam fiqih Islam dibahasa dalam persoalan yang menyangkut pemilikan lahan

oleh pribadi maupun pemerintah. Secara terminologi para ulama fiqh

mendefinisikan al-Iqta' sebagai ketetapan pemerintah tentang penentuan lahan

kepada seseorang yang dianggap cakap menggarap lahan itu, baik penetapan itu

sebagai hak milik, maupun hak pemanfaatan lahan.40 Selain itu iqta’ juga dapat

didefinisikan sebagai harta yang diberi Pemerintah dalam bentuk tanah.

Pemberian tersebut dapat menjadi hak atupun hanya sebagai bentuk

pemanfaatan terhadap tanah tersebut.41

Menurut Qadhi lyadh yang dimaksud dengan al-Iqta' (membagi-bagi

tanah) adalah pembolehan atau izin kepala Negara untuk memanfaatkan

sesuatu dari kekayaan Allah kepada orang yang beliau pandang ahli dalam

bidang itu.42

38 Haroen, Fiqh Muamalah, h, 49-5039 Kâmil Musâ, Ahkâm al-Mu’âmalât, (Beirut : al-Risâlah, 1998), h. 4040 Haroen, Fiqh Muamalah, h. 51 -5241 Muhammad Rawwâs Qal`aji, Mausû`ah Fiqh `Umar ibn al-Khatâb, (Beirut : Dâr

al-Nafâis, 1986), h. 8142 Al-Imâm Muhammad ‘Ali al-Syaukânî, Nail al-Autâr, Juz.V, (Mishr: al-Halabî,

t.th), h. 351

Page 40: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

40

Jadi al-Iqta' adalah ketetapan pemerintah tetang penentuan tanah

kepada seseorang yang dianggap cakap menggarap tanah tersebut, baik

penetapan itu sebagai hak milik maupun hak pemanfaatannya saja, dengan

syarat tanah tersebut belum dimiliki orang lain.

2. Dasar hukum al-Iqta'

Para ulama fiqih menyatakan bahwa pihak penguasa dibolehkan

menyerahkan penggarapan lahan kosong yang dimiliki seeorang kepada

seorang yang dianggap cakap untuk menggarap lahan itu, baik penyerahan

lahan itu berupa pemilikan, maupun merupakan hak memanfaatkan lahan itu

selama waktu tertentu. Alasan mereka membolehkan hal ini adalah sebuah

riwayat yang menyatakan bahwa :

عليه وسلم النبي صلى اهللان ،عن ابيهث يحدبن وائلعن علقمة 43)لترمذيروه ا(اياه بحضرموت، وبعث له ليقطعها اقطعه ارضا

Artinya: "Dari ‘Alqamah bin wa`il diceritakan dari ayahnya (Wa`il binHajar) Bahwasanya Nabi SAW. Telah menetapkan sebidangtanah di Hadramaut (Yaman) dan mengirim Mu'awiyah untukmenentukannya. " (HR. At-Tirmidzi)

Hal yang sama dilakukan pula oleh Rasulullah untuk Jubair bin

Awwam seperti yang dijelaskan dalam hadis yang lain yang berkaitan dengan

masalah al-Iqta'.

43 Abî Îsâ Muhammad Bin Îsâ Bin Sauri, Sunan al-Tirmidzî, h. 91

Page 41: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

41

3. Macam-macam al-Iqta'

Ada beberapa macam al-Iqta' yang dikemukan oleh para ulama fiqh yaitu:44

a. Hukum Iqta' al-Mawât (lahan kosong yang digarap seseorang). Para ulama

fiqih menetapkan bahwa Pemerintah dibolehkan untuk menetukan dan

menyerahkan sebidang lahan untuk digarap oleh orang tertentu yang

dianggap cakap dalam menggarap lahan itu. Tujuannya adalah agar lahan itu

menjadi lahan yang produktif dan masyarakat terbantu. Alasannya adalah

hadis-hadis Rasulullah di atas, ulama Malikiyah menyatakan bahwa jika

Pemerintah menentukan sebidang lahan untuk digarap seseorang, maka lahan

itu berstatus hak milik penggarap, sekalipun belum ia garap. Alasannya

adalah karena ketetapan pemerintah itu mengacu kepada pemilikan.

Sedangkan Jumhur ulama menyatakan bahwa lahan yang diserahkan

Pemerintah untuk seseorang itu tidak berstatus hak milik, tetapi menjadi hak

pemanfaatan lahan dalam jangka waktu tertentu yang oleh ulama Hanafiyah

dibatasi selama tiga tahun, sehingga apabila Pemerintah meminta kembali

lahan itu, penggarap harus mengembalikannya. Ulama Hanabilah

menyatakan bahwa Pemerintah boleh saja menjanjikan lahan itu menjadi hak

milik seseorang atau hak pemanfaatan oleh seseorang, baik lahan itu lahan

kosong yang belum dimiliki orang maupun lahan Negara, jika Pemerintah

dalam penentuan itu ada kemaslahatan yang lebih besar.45

44 Abdul Azis, Ensiklopedi Hukum Islam, h. 73345 Abdul Azis, Ensiklopedi Hukum Islam, h. 733.

Page 42: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

42

b. Hukum Iqta' al-irfaq (lahan-lahan yang dimanfaatkan untuk kepentingan

umum). Ulama Syafi'iyah dan Hanabilah berpendirian bahwa Pemerintah

boleh menetapkan lahan tertentu untuk pekarangan masjid, tempat-tempat

istirahat di pasar, dan jalan yang luas, dengan status hak pemanfaatan saja

bukan hak milik, selama penetapan lahan itu tidak merugikan kepentingan

orang banyak. Apabila Pemerintah memerlukan lahan itu, mereka dapat

memintanya kembali, dan berakhirlah hak pemanfaatan lahan itu oleh

penggarap. Iqta' al-irfaq contohnya adalah seperti apa yang terjadi di

wilayah Indonesia yaitu lahan-lahan yang digarap oleh para transmigran di

berbagai wilayah Indonesia.46

c. Hukum Iqta' al-ma'âdin (harta terpendam).

Kata al-ma'âdin berarti tambang atau sumber barang-barang tambang.

Terdapat perbedaan ulama fiqh dalam mendefinisikan al-ma'âdin. Ulama

Hanafiyah menyatakan bahwa al-ma'âdin adalah seluruh harta yang

terpendam dalam tanah, baik atas kehendak Allah Swt, seperti bijih besi, emas

dan perak, maupun harta yang disimpan manusia zaman dahulu (harta karun).

Selain itu juga ulama ini menyamakan status al-ma'adin dengan harta karun

yang tersimpan di dalam tanah (rikaz).47

Akan tetapi, Jumhur ulama membedakan antara rikaz dan al-ma'adin.

Rikaz adalah harta terpendam yang disimpan orang terdahulu sebelum adanya

46 Abdul Azis, Ensiklopedi Hukum Islam, h. 734.47 Abdul Azis, Ensiklopedi Hukum Islam, h. 735

Page 43: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

43

Islam. Sedangkan al-ma'âdin adalah harta terpendam yang disimpan oleh

orang yang telah memeluk Islam. Ulama Syafi'iyah dan Hanabilah membagi

al-ma'adin kepada dua bagian, yaitu al-ma'âdin zâhirah dan al-ma'âdin

bâtinah, al-ma'âdin zâhirah seperti minyak bumi, gas dan belerang. Sedang

al-ma'adin bathinah seperti emas, perak, besi dan tembaga.

Selain definisi, ulama juga berbeda pendapat dalam hal pemilikan

harta tersebut. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa seluruh harta al-ma'âdin

dan rikaz tidak bisa dimiliki seseorang, ia menjadi milik dan dikuasai oleh

Negara untuk kepentingan bersama. Menurut ulama Hanafiyah harta

terpendam itu dapat dimiliki seseorang jika tanah tersebut adalah miliknya.

Jika barang yang ditemukan itu seperti emas dan perak, maka diwajibkan

zakat 20%. Jika barang itu seperti minyak bumi dan batu berharga, maka

seluruhnya milik penemu dan tidak dikenakan pajak.

Sedangkan ulama Syafi'iyah dan Hanabilah membedakan antara al-

ma'âdin dan rikaz. Jika al-ma'adin zahirah ditemukan maka seluruhnya

menjadi milik Negara dan dipergunakan untuk kepentingan umum. Jika al-

ma'âdin bâtinah ditemukan seseorang di dalam tanah kosong, maka harta itu

menjadi miliknya dan dikenakan zakat 2,5%. Jika itu berbentuk rikaz dan

ditemukan oleh seseorang di tanah kosong maka harta itu menjadi miliknya

Page 44: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

44

dan dikenakan pajak sebesar 20%. Apabila tanah itu ditemukan di tanah milik

seseorang, maka penemunya tidak mendapatkan apapun.48

48 Abdul Azis, Ensiklopedi Hukum Islam, h.735.

Page 45: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

45

BAB III

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBEBASAN TANAH

BERDASARKAN HUKUM POSITIF

A. Tanah dan Pembangunan

1. Tanah Sebagai Modal Dasar Pembangunan Ekonomi

Menurut Jhingan49 pembangunan ekonomi membutuhkan dua macam

faktor, yaitu faktor ekonomi dan faktor non ekonomi. Faktor ekonomi

tergantung pada sumber alam, akumulasi, modal, teknologi, organisasi dan

pembagian kerja serta skala produksi. Sedangkan faktor non ekonomi terdiri

dari : faktor sosial, manusia dan politik, administratif.

Peranan sumber daya tanah diperlukan dalam pembangunan ekonomi.

Menurut Prof. Soemitro50, tanah dan air termasuk kedalam sumber alam yang

utama. Tanah bersifat lestari (Renewable Resources), artinya sumber alam

yang dapat diperbaharui. Inti pokok permasalahan pertanahan dalam

pembangunan ekonomi berkisar pada penguasaan, pemilikan dan penggunaan

tanah.

a. Penguasaan tanah adalah hubungan hukum antara orang perorang,

kelompok orang atau badan hukum dengan tanah. Atas dasar

49Jhingan. M.L., Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Terj., (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999), cet.VII, h. 32

50Sumitro Djoyohadikusumo, Perkembangan Pemikiran Ekonomi : Dasar TeoriEkonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, (Jakarta: LP3ES, 1994), cet.I, h. 24.

Page 46: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

46

penguasaan tanah, muncul kewenangan bagi subjek hukum untuk

berbuat sesuatu terhadap tanah sebagai subjek hukum.Penggunaan tanah

b. adalah wujud tutupan permukaan bumi yang merupakan bentukan alami

maupun kegiatan manusia. Menurut UUPA, bagi subjek hukum

diwajibkan menggunakan tanahnya sesuai sifat dan tujuan pemberian

haknya.

c. Pemilikan tanah adalah tanah yang dilekati dengan hak milik atas tanah.

Menurut UUPA, hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan

terpenuh yang dipunyai orang atas tanah. Hak milik atas tanah memiliki

fungsi sosial ini menunjukan bahwa tanah tidak sekedar milik pribadi

tetapi juga milik bersama.

2. Fungsi Tanah Menurut Sistem Kapitalisme dan Sistem Sosialisme

Dalam sistem kapitalisme, tanah beralih ketangan para pemodal

yang akan memanfaatkan tanah untuk kepentingannya. Tanah bukan lagi alat

produksi untuk konsumsi penggarapnya melainkan alat produksi untuk meraih

laba sebesar-besarnya bagi pemiliknya.

Dalam sistem sosialisme, tanah tidak dimiliki secara pribadi, tetapi

secara kolektif. Tanah merupakan alat produksi, tetapi semua yang

dihasilkannya menjadi milik bersama yang akan dibagi secara adil, dengan

demikian eksploitasi tanah tidak terjadi.

Page 47: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

47

Berdasarkan dua sistem di atas jika diperbandingkan akan

memperoleh kesimpulan yang berbeda, sebagai berikut:

a. Dalam sistem kapitalisme, tanah dimiliki secara pribadi yang melakukan

eksploitasi tinggi, demi meraih keuntungan pribadi.

b. Dalam sistem sosialisme, tanah dimiliki secara kolektif.

Konsep tanah menurut UUPA tidak dapat dimasukkan kedalam

sistem kapitalisme maupun sistem sosialisme. UUPA menentang eksploitasi

tanah seperti yang dilakukan oleh kaum kapitalisme. Memang benar, bahwa

kekuasaan tertinggi terhadap tanah dipegang oleh Negara, tetapi anggota

masyarakat dibolehkan mempunyai hak atas tanah dan dibolehkannya tanah

untuk diperjual belikan sekedar sebagai usah pengalihan hak. Dan itu berbeda

dengan sistem sosilaisme yang melarang penguasaan tanah oleh anggota

masyarakat.

Menurut Wiradi51 UUPA lebih mendekati visi neo populis52

ketimbang kubu kapitalis atau sosialis. Sayangnya visi neo-populis tersebut

didengungkannya dengan slogan sosialisme ala Indonesia. Ini mengandung

prasangka bahwa UUPA mengandung stigma PKI.

51Gunawan Wiradi, Reforma Agraria, Perjalanan yang belum berakhir,(Yogyakarta : Insist Press, 2000), h. 71

52Dalam sistem Neo-populis, satuan usaha merupakan usaha keluarga (unit usahakecil). Karena itu penguasaan tanah dan sarana produksi lainnya tersebar kapada sejumlahbesar keluarga (tani). Tenaga kerjanya adalah tenaga kerja keluarga (tani). Dengan demikian,produksi secara Agregat merupakan fungsi dari keputusan keluarga-keluarga (tani) itu.Namun tanggung jawab atau akumulasi biasanya terletak ditangan Negara. Lihat GunawanWiradi, “Reformasi Agraria dalam Perspektif Transisi Agraris”, Jurnal Ilmiah PuslitBangBPN, No. 9 (Februari 1998), h. 25

Page 48: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

48

3. Permintaan dan Penawaran Atas Tanah

Dalam sumber daya tanah dikenal istilah land rent. Land Rent

adalah sewa atas tanah. Land rent ditentukan oleh interaksi antara permintaan

(demand) dan penawaran (supply) atas tanah. Menurut Barlowe53 terdapat

empat faktor utama yang mempengaruhi penawaran atas tanah untuk berbagai

penggunaan, yaitu :

1. Faktor pembatas alamiah, adanya variasi yang beraneka ragam dari

keadaan tanah, seperti: sinar matahari, curah hujan, topografi, dan lain-

lainnya, menyebabkan tanah hanya sesuai digunakan untuk kegiatan

tertentu dan menjadi pembatas untuk kegiatan lainnya.

2. Faktor ekonomi, manusia memanfaatkan tanah untuk suatu aktifitas

ekonomi, maka fungsi tanah menjadi barang ekonomi (tanah sebagai

faktor produksi).

3. Faktor intitusi, seperti: budaya, opini publik, pemerintah, hukum, dan

konsep kepemilikan tanah sangat berdampak terhadap penawaran tanah.

4. Faktor teknologi, adanya kemajuan teknologi menyebabkan

ketergantungan manusia pada tanah dapat dikurangi.54

53Releigh Barlowe, Land Resorce Economics: The Economics of Real Estate, thirdedition, (New Jersey : Printice-Hall, 1978), h. 84

54Chaizi Nasucha, Politik Ekonomi Pertanahan dan Struktur Perpajakan atasTanah, (Jakarta : Megapoin, 1995), cet. I, h. 82

Page 49: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

49

B. Latar Belakang Pembebasan Tanah di Indonesia

Pembebasan tanah di Indonesia, yang coba diuraikan kembali oleh

Zaman,55 bahwa pembebasan tanah berawal tahun 1970-an dan 1980-an, ketika

Pemerintah Indonesia hendak membangun proyek Bendungan Kedung Ombo,

yang didanai oleh Bank Dunia. Untuk merelokasi lokasi tersebut Pemerintah

melakukan suatu opsi yakni dengan transmigrasi. Ada sekitar 5.200 keluarga

(diestimasi 23.000 orang), dimana sekitar 3.500 keluarga (35%) memilih untuk

transmigrasi, dan sekitar 700 keluarga tetap memilih tinggal di sekitar lokasi

proyek. Hal ini mengundang banyak protes tentang pelanggaran hak azasi

manusia serta kurangnya perhatian dari Pemerintah dalam pengembangan

kembali bendungan tersebut, sehingga membuat Bank Dunia melakukan tinjauan

ulang akan “krisis” tersebut.

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum mulai dilaksanakan

berdasarkan Permendagri Nomor 15/1975 dan kemudian diganti menjadi

Permendagri Nomor 2/1985.

Dalam peraturan itu menyatakan, pembebasan tanah dilaksanakan melalui

panitia Pembebasan Tanah dengan asas musyawarah. Maksudnya, agar pemilik

tanah dilindungi dan tidak dirugikan. Sementara pemerintah memperoleh tanah

dengan harga yang benar.

55Zaman, Mohammad, “Resettlement and Development in Indonesia” Journal ofContemporary Asia 2. No.5 (Mei 2002), h. 255

Page 50: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

50

Deregulasi dilakukan terhadap peraturan tersebut dengan diberlakukan

Keppres Nomor 55/1993 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan

pembangunan untuk kepentingan umum, yang peraturan pelaksanaannya diatur

dalam Permenag/ kepala BPN Nomor 1/1994.

Panitia pembebesan tanah yang semula seperti penentu keputusan, dalam

Keppres ini hanya bertugas sebagai pengarah, penengah dan pemimpin

musyawarah antara instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dan para pemilik

tanah yang tanahnya akan dibebaskan.

Khusus perolehan tanah untuk kepentingan pihak swasta, sebelumnya

dikeluarkan Permendagri Nomor 2/1976, ada dua cara pembebasan tanah.

Sedangkan berdasarkan keppres Nomor 55/1993 ini, hanya dikenal satu cara,

yaitu pembebasan langsung berdasarkan musyawarah untuk mufakat seperti

proses jual beli biasa berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Pemerintah hanya

mengawasi dan mengendalikan. Pengawasan dan pengendalian tersebut

dimaksudkan agar pembebasan tanah dapat memuaskan kedua belah pihak.

Berbeda dengan perolehan tanah untuk kepentingan swasta pengadaan

tanah untuk kepentingan pembangunan bila tidak tercapai kata mufakat,

selanjutnya secara berjenjang dapat naik banding. Bila tetap tidak tercapai kata

mufakat juga maka dilakukan pencabutan hak yang menjadi wewenang presiden.

Masalah yang sering terjadi sehubungan dengan perdebatan hak atas tanah

adalah mengenai besarnya penetapan ganti rugi tanah. Berkaitan dengan hal ini,

Page 51: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

51

Maria Sumardjono56 mengatakan bahwa ganti kerugian pada Keppres dan permen

ini hanya diberikan semata-mata untuk hal-hal yang bersifat fisik, sedangkan

untuk hal-hal yang bersifat non fisik, seperti, hilangnya pekerjaan dan

pendapatan, tidak diperhitungkan. Padahal ganti kerugian dapat disebut adil,

apabila keadaan setelah pengambilalihan tanah paling tidak setara dengan

keadaan sebelumnya, disamping itu ada jaminan terhadap kelangsungan hidup

bagi mereka yang tergusur

Namun tidak berarti kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali

oleh kepentingan umum (masyarakat), satu dan yang lainnya harus saling

mengimbangi, hingga tercapai tujuan pokok yaitu kemakmuran, keadilan dan

kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya57.

Berkaitan dengan pembebasan tanah, persaingan ekonomi naiknya harga

tanah di kota, makin dekat dengan fasilias kota, maka makin mahal harganya, hal

tersebut yang pada akhirnya menjdi sumber konflik dalam penentuan ganti rugi

dalam pembebasan tanah.58

Undang-Undang pokok Agraria (UU No. 5 Tahun 1960) sebagai landasan

umum dan politik pertanahan Indonesia tidak mengatur secara tegas mengenai

pembebasan tanah, namun pada pasal 18 dinyatakan bahwa hak-hak atas tanah

yang dicabut untuk kepentingan umum akan diberikan ganti rugi yang layak.

56Maria Sumardjono. SW, Kebijakan Pertanahan: Antara Regulasi dan Implementasi,(Jakarta : Kompas, 2001), h. 54

57Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, (Jakarta : Kencana, 2006),cet.II, h. 60

58 Ibid., h. 175-176

Page 52: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

52

Selanjutnya dalam pengaturan mengenai Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak

Guna Bangunan akan hapus apabila dilepaskan secara sukarela oleh pemegang

haknya (Pasal 27, 34 dan 40 UUPA) sehingga dapat ditafsirkan bahwa

pembebasan tanah merupakan suatu pelaksanaan lebih lanjut dari adanya sifat

fungsi social pada semua hak atas tanah.59

Pembangunan yang meuntut pengadaan tanah yang cepat diharapkan

menghormati dan menghargai hak-hak warga masyarakat atas tanah dan tidak

merugikan masyarakat.60 Pada dasarnya tanah yang ada dalam wilayah Negara

Republik Indonesia adalah hak bangsa Indonesia, yaitu hak seluruh rakyat

Indonesia sepanjang masa yang bersatu sebagai bansga Indonesia.61 Sebagaimana

diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria yang berbunyi:

Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar danhal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air, dan ruangangkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu,pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasiseluruh rakyat.

Kemudian pada ayat (2) berbunyi:

Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini memberiwewenang untuk:a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan penggunaan, persediaan

dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

59Arie S. Hutagalung, “Tinjauan Kritis Terhadap Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun2005 Khususnya Menyangkut Pengertian Kepentingan Umum”, (Makalah pada Loka karyaPenegadaan Tanah, Jakarta, 24 Agustus 2005), h. 5

60 Abdurrahman, Tebaran Pemikiran Mengenai Hukum Agraria, (Bandung : Alumni,1985), h. 175-176

61Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-UndangPokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya), (Jakarta : Djambatan, 2003), cet. IX, h. 270

Page 53: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

53

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air danruang angkasa.62

Dari uraian tersebut di atas tampaklah bahwa hak dari seluruh rakyat

Indonesia tersebut diatur dalam Undang-Undang dengan adanya hak menguasai

dari Negara, yang memberi wewenang pada Negara sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 2 Ayat (2) dari Undang-Undang Pokok Agraria. Pasal 2 Ayat (3)

Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan bahwa:

Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negaratersebut pada ayat 2 pasal ini, digunakan untuk mencapai sebesar-sebesar kemakmuran rakyat, dalam masyarakat dan negara hukumIndonesia yang merdeka, berdaulat, adil63.

Dengan demikian, Negara harus memperhatikan bahwa peruntukan,

penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut

sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, jangan sampai wewenang yang

dilakukan tersebut justeru akan menyengsarakan rakyat dan menimbulkan

pertentangan dari masyarakat.

Setelah reformasi, Keppres 55/99 diganti; dan Pemerintah mengeluarkan

Perpres No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan

Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Perpres 36/2005 ini mengundang

kritikan dari berbagai pihak terkait dengan kecurigaan pelanggaran hak yang sah

atas tanah khususnya dalam klausul yang mengatur tentang cara pengadaan tanah

(pasal 2), lingkup definisi mengenai kepentingan umum (pasal 5), dan tenggat

62 Ibid., Pasal 2 ayat (2)63 Ibid., ayat (3)

Page 54: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

54

waktu pelaksanaan musyawarah (pasal 10). Menanggapi kontroversi ini maka

dikeluarkan Perpres No. 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan

Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Dengan berlakunya Perpres Nomor 36 Tahun 2005, timbul berbagai

tanggapan dalam masyarakat terhadap isi dan berlakunya Perpres tersebut, yang

dalam hal ini banyak terjadi pada pembebasan tanah yang dilakukan oleh pihak

swasta dalam rangka menjalankan proyek pemerintahan yang dikelola oleh pihak

swasta tersebut dengan dasar demi pembangunan untuk kepentingan umum.

Masing-masing pendapat sesuai dengan sudut pandang dan posisinya.

Kalangan birokrasi pemerintah umumnya berpendapat pro terhadap

diberlakukannya Peraturan Presiden ini, hal ini dapat dipahami karena pihak

pemerintah merupakan pihak yang melaksanakan proyek pembangunan untuk

kepentingan umum, sedangkan pihak masyarakat berpendapat kontra karena

sebagai pihak yang diharapkan “rela” melepaskan hak atas tanah demi

pembangunan untuk kepentingan umum64.

Suatu peraturan akan lebih jelas dan tepat apabila kita mampu

membacanya secara keseluruhan, tidak hanya dalam konteks in book, tapi juga

dalam konteks in action.65 Oleh Karena banyaknya penolakan dari masyarakat

64Arie S. Hutagalung, “Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 dalam HukumPertanahan Indonesia”, (Makalah pada Seminar Nasonal “ Perpres No 36 Tahun 2006 Untuk Apadan Siapa ?, Jakarta, 10 Agustus 2005), h. 3

65 Ibid., h. 3

Page 55: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

55

terhadap Perpres Nomor 36 Tahun 2005, maka dengan pertimbangan untuk lebih

meningkatkan prinsip penghormatan terhadap hak-hak atas tanah yang sah dan

kepastian hukum dalam pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk

kepentinagan umum, maka Pemerintah menganggap perlu merubah Perpres

Nomor 36 Tahun 2005 tersebut pada beberapa pasalnya dengan Perpres Nomor

65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun

2005 tentang Pengadaan Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum.

C. Pengertian dan Macam-Macam Pembebasan Tanah

1. Pengertian Pembebasan Tanah

Istilah pembebasan tanah, memang tidak terdapat dalam Undang-

undang Pokok Agraria. Keputusan Presiden No. 55 tahun 1993 menyatakan

tentang istilah pembebasan tanah yang diganti dengan pengadaan tanah. Yang

dimaksud dengan pengadaan tanah adalah setiap keadaan untuk mendapatkan

tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang berhak atas tanah

tersebut.

Sedangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2006 lebih

menegaskan lagi bahwa istilah Pembebasan Tanah diganti dengan pengadaan

tanah. Yang dimaksud dengan pengadaan tanah disini adalah setiap kegiatan

untuk mendapakan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang

Page 56: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

56

melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda

yang berkaiatan dengan tanah.66

2. Macam-macam Pembebasan Tanah.

a. Pembebasan tanah untuk kepentingan Perindustrian

Kawasan industri adalah tempat pemusatan kegiatan industri

pengolahan yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana serta fasilitas

penunjang lainnya yang disediakan dan dikelola oleh Perusahaan kawasan

Industri dan harus suatu perusahaan Badan Hukum didirikan menurut

hukum Indonesia dan tunduk pada hukum Indonesia yang khusus untuk

mengelola kawasan industri.67

b. Pembebasan Tanah untuk Kepentingan Pemukiman68

c. Pembebasan Tanah untuk Masa Depan

D. Pelaksanaan Pembebasan Tanah & Ganti Rugi Yang Diberikan Pemerintah

Pada hakikatnya, pembebasan tanah bila dilihat dari sudut pemegang

haknya adalah sebagai suatu pelepasan hak, namun dari sudut pemerintah dapat

dikatakan sebagai pembebasan tanah.69

Pelaksanaan pengadaan tanah pada prinsipnya dapat dilaksanakan oleh

pemerintah, BUMN maupun oleh swasta. Pelaksanaan pengadaan tanah oleh

66 Perpres Nomor 65 Tahun 2006 Pasal 1 angka 367 Harsono, Hukum Agraria Indonesia, h. 89568 Ibid., h. 68869 Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di

Indonesia, (Bandung : Alumni, 1978), h.15-16

Page 57: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

57

pemerintah untuk kepentingan umum diatur dalam Perpres No 36 Tahun 2005

dan Perpres No 65 Tahun 2006.

Pembangunan untuk kepentingan umum tersebut dilakukan dan

selanjutnya dimiliki oleh pemerintah serta tidak untuk mencari keuntungan.

Pelaksanaan pengadaan tanah oleh pemerintah tersebut dapat pula dipakai oleh

Badan Umum Milik Negara (BUMN) dengan: a.) Kegiatan pembangunan tersebut

dilakukan dan selanjutnya dimiliki oleh pemerintah (BUMN) yang bersangkutan;

b.) Tidak digunakan untuk mencari keuntungan; dan c.) bidang-bidang kegiatan

tersebut terbatas pada apa yang telah ditentukan dalam pasal 5.

Dalam pembebasan tanah demi pembangunan untuk kepentingan umum,

ganti rugi diberikan atas dasar musyawarah. Secara umum ganti rugi adalah

penggantian yang diterima seseorang karena adanya kehilangan atas hak yang

dimilikinya dalam pengadaan tanah. Untuk kepentingan umum. Ganti rugi

menurut pasal 1 angka 11 Perpres No. 36 Tahun 2005 :

Ganti rugi adalah penggantian terhadap kerugian baik bersifat fisikdan / atau non fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yangmempunyai tanah, bangunan, tanaman dan/ atau benda lain yangberkaitan dengan tanah yang dapat memberikan kelangsunganhidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomisebelum terkena pengadaan tanah.

Dengan terus meningkatnya pertumbuhan penduduk otomatis kebutuhan

akan tanah akan terus meningkat, namun kebutuhan akan tanah tersebut tidak

mampu diimbangi oleh suplai tanah, membawa konsekuensi serius baik terhadap

Page 58: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

58

pola hubungan antara manusia dengan tanah maupun terhadap hubungan antara

manusia dengan manusia yang berobyek tanah.70

Menurut penulis Interpretasi fungsi sosial hak atas tanah mengandung

makna bahwa antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum harus

terdapat keseimbangan dan dalam rangka pelaksanaan kepentingan masyarakat

secara keseluruhan, maka kepentingan perorangan itu harus diakui dan dihormati,

di samping makna bahwa hak atas tanah harus digunakan sesuai dengan sifat dan

tujuan haknya. Misalnya menemukan keseimbangan antara kepentingan

perseorangan dan kepentingan umum. Dalam ganti kerugian tanah yang

dibebaskan, menemukan keseimbangan tersebut tidaklah mudah. Sebagai wujud

upaya penghormatan kepada hak-hak dan kepentingan perseorangan yang telah

dikorbankan untuk kepentingan umum, ganti kerugian tersebut dikatakan adil jika

tidak membuat seseorang menjadi lebih kaya atau lebih miskin dari keadaan

semula.71

1. Faktor-Faktor Yang Harus Dipertimbangkan Dalam Pemberian Ganti

Rugi

Dalam pemberian ganti rugi harus dipertimbangkan beberapa hak

yang diperkirakan justru akan memperburuk keadaan dan taraf kehidupan

70Ali Sofyan Husein, Konflik Pertanahan, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1997),h. 40

71Maria SW. Somardjono, Kebijakan Pertanahan Antara RegulasidanImplementasi, (Jakarta : PT. Kompasa Media Nusantara, 2006), h. 79-80

Page 59: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

59

orang-orang yang tanahnya dibebaskan tersebut. Hendaknya dipikirkan agar

kualitas kehidupan mereka meningkat dan diupayakan agar ganti rugi

diberikan dalam bentuk yang tidak mengolah pola kehidupan masyarakat

dengan alih pemukiman ke lokasi yang sesuai. Pemukiman dapat dilihat

sebagai dunia tersendiri tempat dimana warga-warganya menentukan identitas

mereka, merasa sebagai makhluk sosial dan aman.72

Selain hal-hal yang sunguh-sunguh diderita, dalam pemberian ganti

rugi harus dipertimbangkan juga faktor-faktor non fisik atau imateriil. Faktor

yang bersifat non fisik atau imateriil yang dapat memperburuk keadan jika

tidak dipertimbangkan dalam menentukan besarnya ganti rugi misalnya biaya

pindah tempat atau pindah pekerjaan, turunnya penghasilan pemegang hak

karena proses pengambil alihan yang lama dan kerugian dala hal tanah yang

dibebaskan hanya sebagian sehingga tanah tersisa sulit dijual.73

Ada beberapa faktor yang dapat memadai bahan pertimbangan

dalam menentukan ganti rugi selain NJOP Bumi dan Bangunan tahun

terakhir, faktor-faktor trsebut adalah : 1.) lokasi/letak tanah, 2.) Status

pemegang hak atas tanah, 3.) Status hak atas tanah, 4.) Kelengkapan

sarana/prasarana, 5.) Keadaan penggunaan tanahnya, 6.) Kerugian sebagai

akibat dipecahnya hak atas tanah seseorang, 7.) Biaya pindah

72 Zarida Hermanto, Perubahan Pemanfaatan Lahan di Wilayah Jabotabek (StudiKasus Mengeanai Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat yang Mengalami Penggusuran,(Jakarta : Puslitbang Ekonomi dan Pembangnan LIPPi, 1995), h. 11

73 Maria, Kebijakan Pertanahan, h. 86

Page 60: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

60

tempat/pekerjaan, dan 8.) Kerugian terhadap turunnya penghasilan pemegang

hak, dan penentuan akhirnya tetap melalui musyawarah para pihak yang

bersangkutan.74

2. Pelaksanaan Ganti Rugi

Mengenai ganti rugi tanah sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 11

Perpres Nomor 36 tahun 2005 diatas juga diatur dalam UU No.24 Tahun 1992

pasal 4 ayat (2) mengenai hak sebagai akibat dari pelaksanaan kegiatan

pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.

Penggantian yang layak menurut pasal 4 ayat (2) huruf C undang-

undang tersebut adalah bahwa nilai dari penggantian itu tidak mengurangi

tingkat kesejahteraan orang yang bersangkutan.

Dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum,

menurut pasal 12 Perpres 36 Tahun 2005, ganti rugi hanya diberikan untuk

hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda yang berkaitan dengan tanah.

Sedangkan mengenai bentuk ganti rugi tersebut diatur selanjutnya dalam pasal

3 yang telah mengalami. Perubahan dengan Perpres Nomor 65 Tahun 2006

yang mengatakan bahwa ganti rugi kerugian sebagaimana dimaksud dalam

huruf A, huruf B, huruf C, atau bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak

yang bersangkutan.

74Maria, Kebijakan Pertanahan,, h. 81

Page 61: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

61

Mengenai pembebasan tanah ini penulis mengambil satu kasus yaitu

Proyek pembangunan Banjir Kanal Timur di wilayah kelurahan Pondok Kopi

Jakarta Timur. Penulis mewawancarai salah seorang warga yang menjadi

korban pembebasan tanah ini ketika ditanya nengenai ganti rugi yang

diberikan Pemerintah,

“..........Ganti rugi yang diberikan oleh Pemerintah menurut kami tidaklayak karena harga NJOP yang diberikan oleh Pemerintah di bawah hargapasaran. Kemudian harga tanah yang berada di gang dan di pinggir jalanraya sama. Mestinya kan berbeda. Karena rata-rata kami yang tinggal dipinggir jalan besar ini memiliki usaha, dan saat ini harga tanah di sinimencapai 2,5 juta rupiah per meternya. Jadi, kalau kami dikasih ganti rugiberdasar NJOP sebesar 1.722.000 rupiah per meter, jelas kami keberatan”75

Pada dasarnya cara memperoleh tanah harus melalui musyawarah

antara pihak yang memerlukan tanah dengan pemegang hak atas tanah hingga

tecapai kata sepakat antara kedua belah pihak, namun masyarakat sering

merasakan dalam kesepakatan untuk menentukan besarnya ganti rugi tanah

yang dibebaskan dihadapkan pada suatu ultimatum menerima ganti rugi yang

telah ditetapkan oleh penguasa atau merelakan tempat tinggalnya.

Jika musyawarah mengenai ganti rugi telah tercapai, maka Panitia

Pengadaan Tanah mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya

ganti rugi sesuai kesepakatan tersebut pasal 11 perpres tahun 2005. Namun

jika kesepakatan mengenai ganti rugi tidak tercapai sedangkan keperluan akan

75 Wawancara bersama H. Musa (Ketua Rt. 008 Rw. 03, Kel. Pondok Kopi JakartaTimur), Jakarta, 14 Mei 2009.

Page 62: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

62

tanah tersebut sangat mendesak bagi instansi yang memerlukan tanah, maka

dilaksanakan penitipan uang ganti rugi ke Pengadilan Negeri setempat

(konsinyasi) pasal 10 Ayat (2) Perpres No.36 Tahun 2005.

Page 63: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

63

BAB IV

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERILAKU PEMERINTAH

DALAM PEMBEBASAN TANAH

A. Efektifitas Kebijakan Pemerintah Tentang Pertanahan

Peranan Pemerintah atas tanah dalam rangka pembangunan sangat

penting sekali sehingga dalam hal ini Pemerintah harus dapat menjalankan

fungsinya dengan baik dan benar. Pemerintah dalam memecahkan berbagai

masalah yang berkenaan dengan tanah, bukan saja harus mengindahkan prinsip-

prinsip hukum akan tetapi juga harus memperhatikan kesejahteraan sosial, azas

ketertiban dan azas kemanusiaan agar masalah pertanahan tersebut tidak

berkembang menjadi keresahan yang mengganggu stabilitas masyarakat.

Dalam upaya mengatasi masalah tersebut Pemerintah perlu untuk

membangun suatu kerangka kebijakan pertanahan nasional untuk dipergunakan

sebagai pedoman oleh semua pihak, baik Pemerintah, masyarakat maupun sektor

swasta, dalam menangani masalah-masalah pertanahan sesuai dengan bidang

tugas dan kepentingannya masing-masing. Tujuan akhir dari kebijakan pertanahan

nasional ini adalah terwujudnya kondisi kemakmuran rakyat sebagaimana

diamanatkan oleh Pasal 33 ayat (3) UUD RI, UUPA dan TAP MPR IX/2001

sebagai akibat pengelolaan pertanahan dan sumberdaya alam lainnya secara

berkeadilan, transparan, partisipatif dan akuntabel.

Page 64: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

64

UUPA No. 5 tahun 1960 dianggap oleh sejumlah pengamat sebagai

suatu produk hukum yang paling populis (lebih bernuansa pro kepada rakyat kecil

atau petani) dibandingkan dengan produk-produk hukum lainnya yang dibuat di

masa Orde Lama, Orde Baru maupun sampai sekarang ini76. Akan tetapi dalam

kenyataannya telah terjadi ketidaksinkronan antara UUPA yang dianggap sebagai

Undang-Undang payung (umbrella act) dengan Undang-Undang sektoral yang

berkaitan pula dengan agraria dan pertanahan. Banyak ketentuan-ketentuan dari

berberapa Undang-Undang sektoral tersebut yang tidak sesuai dengan apa yang

telah digariskan di dalam UUPA.

Munculnya Undang-Undang sektoral tersebut lebih menitikberatkan

pada arah kebijakan pembangunan yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat

kecil dan hanya berpihak pada para pemilik modal saja (baik investor asing

maupun domestik). Yang paling diperdebatkan pada pertengahan tahun 2005

ialah munculnya Peraturan Presiden No. 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah

Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang kemudian

beberapa pasalnya dirubah dengan berlakunya Perpres No. 65 Tahun 2006.

Dengan adanya peraturan tersebut akan lebih mempermudah masuknya investasi

pemodal asing ke Indonesia. Sehingga kekuatan-kekuatan modallah yang akan

bermain dalam penguasaan tanah di Indonesia, hal ini tentunya akan berimplikasi

76 Irvan Surya Hartadi, SH, “Pentingnya Penyempurnaan UU No.5 Tahun 1960Tentang Pokok-Pokok Agraria”, artikel diakses pada 25 Februari 2009 darihttp://unisys.uii.ac.id/index.Pentingnya Penyempurnaan UU No.5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria

Page 65: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

65

rusaknya kemakmuran rakyat terutama rakyat tani, khususnya pencabutan hak

atas tanah. Dalam pengertian pengadaan tanah untuk kepentingan umumpun juga

belum ada penjelasan secara detail siapa yang akan mengelola negara, swasta atau

rakyat.

Ketidaksinkronan materi muatan yang terkandung di dalam Undang-

Undang sektoral dengan materi muatan UUPA sebagaimana telah dijelaskan di

atas, dapat menyebabkan terjadinya konflik hukum (Conflict of Law). Hal tersebut

tidak hanya terjadi antara Undang-Undang sektoral dan UUPA, akan tetapi

konflik hukum (Conflict of Law) juga terjadi antara Undang-Undang sektoral itu

sendiri. Salah satu penyebab utama kegagalan UUPA sebagai undang-undang

payung (umbrella act) ataupun sebagai pohon peraturan perundang-undangan

disebabkan karena materi muatan UUPA lebih dominan mengatur masalah

pertanahan, sehingga menimbulkan kesan bahwa UUPA lebih tepat disebut

sebagai Undang-Undang Pertanahan daripada Undang-Undang yang mengatur

secara komprehensif dan proporsional tentang agraria. Selain hal tersebut, UUPA

dirasakan belum dapat mengikuti perkembangan yang ada serta mengandung

beberapa kekurangan, diantaranya adalah:

1. UUPA belum memuat aspek perlindungan HAM bagi masyarakat, khususnya

petani dan pemilik tanah serta masyarakat adat;

2. UUPA tidak mampu merespon perkembangan global, khususnya

perkembangan yang menuju ke arah industrialisasi yang menghendaki

perubahan dalam pengaturan pertanahan;

Page 66: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

66

3. UUPA belum menjelaskan secara tegas institusi mana yang harus

mengkoordinir pengelolaan dan pengurusan tanah, dan lain sebagainya

Sebenarnya apa yang telah dipaparkan di atas hanya merupakan

sebagian kecil masalah yang dihadapi dalam upaya penegakan UUPA, masih

banyak permasalahan-permasalahan lain yang timbul di dalam bidang agraria

khususnya bidang pertanahan.77

Dari beberapa uraian permasalahan di atas, maka perlu dilakukan suatu

penataan kembali kebijakan-kebijakan untuk mengatasi segala permasalahan

mengenai agraria maupun pertanahan dalam upaya untuk meneruskan cita-cita

Reformasi Agraria (Agrarian Reform) maupun Reformasi dalam bidang

pertanahan (Land Reform). Beberapa alternatif penyelesaian permasalahan

tersebut diantaranya penyempurnaan aturan-aturan mengenai agraria maupun

pertanahan sehingga terjadi keselarasan antara UUPA dengan beberapa Undang-

Undang sektoral, perbaikan kinerja departemen/instansi yang bergerak di bidang

agraria khususnya di bidang pertanahan. Salah satu upaya penting guna

77 Permasalahan yang timbul dari konflik pertanahan di tanah air dapat disebabkankarena beberapa hal sebagai berikut:a. Peraturan Perundang-undangan yang tidak kondusif.b. Terbatasnya akses masyarakat terhadap pemilikan dan penguasaan tanah secara adil.c. Belum terwujudnya kelembagaan pertanahan yang efektif dan efisien.d. Pelaksanaan pendaftaran tanah belum optimal.e. Belum optimalnya penatagunaan tanah.f. Lemahnya informasi berbasis tanah.g. Pemecahan konflik dan sengketa pertanahan belum memadai.h. Lemahnya sistem perpajakan tanah.i. Pemecahan konflik dan sengketa pertanahan.

Page 67: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

67

mewujudkan hal tersebut adalah dilakukannya penyempurnaan (perubahan

maupun amandemen) UUPA.

Pada dasarnya upaya untuk melakukan penyempurnaan, baik berupa

perubahan maupun amandemen terhadap ketentuan-ketentuan UUPA sudah

menjadi pembahasan sejak dulu. Amandemen maupun perubahan terhadap UUPA

telah diamanatkan dalam TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan

Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam serta dalam Keputusan Presiden No.

34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan.

Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa dalam pengelolaan

pertanahan pada setiap kebijakan, program, dan proses pengelolaan pertanahan di

seluruh tanah air yang dilakukan oleh Pemerintah harus dapat

menginternalisasikan jiwa dan semangat 4 (empat) prinsip utama yaitu:

1. Pertanahan harus berperan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan

melahirkan sumber-sumber kemakmuran baru,

2. Pertanahan mampu meningkatkan tatanan kehidupan bersama yang lebih

berkeadilan dalam kaitannya dengan pemanfaatan, penggunaan, penguasaan

dan pemilikan tanah,

3. Pertanahan harus berkontribusi secara nyata dengan memberikan akses

seluas-luasnya pada generasi akan datang pada sumber-sumber ekonomi

masyarakat; dan

4. Pertanahan dapat menciptakan tatanan kehidupan bersama secara harmonis

dengan mengatasi berbagai sengketa dan konflik pertanahan di seluruh tanah.

Page 68: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

68

B. Dampak Pembebasan Tanah Terhadap Kehidupan Rakyat

Istilah dampak dapat didefnisikan sebagai setiap perubahan yang terjadi

dalam lingkungan akibat adanya aktivitas manusia78. Dampak yang akan timbul

dari proses pembebasan tanah dan pembangunan proyek disekitarnya antara lain

akan muncul dari segi sosial budaya dan ekonomi.79

1. Dampak Sosial Budaya

Dampak sosial budaya ini mempengaruhi sistem sosial budaya pada

daerah sekitar proyek konstruksi yang sedang dikerjakan. Menurut

Tjondronegoro seorang pakar sosiolog dari IPB menyebutkan bahwa sistem

sosial budaya mempunyai dua segi, yaitu segi yang lebih abstrak dan yang

lebih nyata.

Sedangkan yang dimaksud sistem sosial budaya yang lebih abstrak

antara lain ialah nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat, norma-norma

sosial, dan kelembagaan sosialnya yang mengarahkan dan mengatur perilaku

manusia.80

Pada pelaksanaan proyek konstruksi, dampak sosial budaya yang timbul

dapat berupa:

78 F Gunarwan Suratmo, Analisis mengenai dampak lingkungan, (Yogyakarta : GadjahMada University Press, 1995), h.2

79Menurut Otto Soemarwoto, seorang pakar lingkungan, setiap kegiatan akanmengakibatkan dampak terhadap lingkungan, demikian pula kegiatan manusia dalammelaksanakan pembangunan proyek konstruksi juga akan menimbulkan dampak terhadaplingkungannya, baik dampak yang bersifat positif maupun negatif. Otto Soemarwoto,“Analisis dampak lingkungan”, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1989), h. 15

80Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,2004), h. 16

Page 69: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

69

a. Ketegangan sosial81

Sebagai contoh: timbulnya perkelahian akibat perebutan pacar atau salah

pengertian akibat perbedaan adat istiadat.

b. Pergeseran nilai sosial82

c. Timbulnya pemukiman yang tidak higenis, seperti perjudian dan

pelacuran

d. Berubahnya struktur kependudukan

e. Perubahan adat istiadat setempat

f. Terganggunya gaya hidup, kebebasan, dan budaya masyarakat sekitar

yang dapat menimbulkan kesenjangan83

g. Terganggunya mobilitas masyarakat, seperti terjadinya kemacetan lalu

lintas terutama di sekitar proyek konstruksi akibat pergerakan kendaraan

proyek Dapat juga sebagai akibat langsung dari aktivitas konstruksi dan

operasi dari proyek seperti bau, debu, kebisingan, serta kemacetan lalu

lintas.

2. Dampak Sosial Ekonomi

Di samping adanya dampak sosial budaya pada saat pembangunan

proyek konstruksi pembebasan tanah, juga terjadi dampak sosial ekonomi

81Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan, (Jakarta :Djambatan, 1994), h. 165

82Otto Soemarwoto, Analisis Dampak Lingkungan, (Yogyakarta : Gadjah MadaUniversity Press, 1989), h. 33

83 Istimawan Dipohusodo, Manajemen Proyek & Konstruksi, Jilid 2, (Jakarta :Kanisius, 1996), h. 311

Page 70: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

70

terhadap masyarakat sekitar proyek. Dampak sosial ekonomi tersebut dapat

dilihat dari aspek:84

a. Mata Pencaharian Penduduk

Pada waktu pembebasan tanah untuk lokasi membangun proyek

konstruksi, terjadi pemindahan penduduk yang semula tinggal di lokasi

proyek tersebut termasuk pengalihan mata pencaharian mereka ke tempat

lain.

b. Kesehatan

Pelaksanaan proyek bangunan membawa dampak yang bersifat fisik,

kimia, dan biologis yang berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat

disekitar lingkungan proyek. Timbulnya gangguan kesehatan pada

masyarakat mengakibatkan masyarakat harus mengeluarkan biaya ekstra

untuk menyembuhkan gangguan kesehatan yang diderita akibat dampak

pembangunan proyek konstruksi tersebut.

c. Tingkat Pendapatan Penduduk

Pembebasan tanah untuk lokasi pembangunan proyek konstruksi

dapat menyebabkan berkurangnya tingkat pendapatan penduduk yang

semula memiliki lahan pada proyek konstruksi tersebut, walaupun tidak

sampai menghilangkan mata pencaharian yang dimiliki.

84 Soemarwoto, Analisis dampak, h. 15

Page 71: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

71

d. Proses Pemiskinan

Penggusuran juga menciptakan proses pemiskinan dimana warga

miskin menjadi semakin miskin akibat kehilangan berbagai sumber daya

yang sebenarnya hanya bisa digunakan untuk sekedar dapat bertahan

hidup.85

e. Meningkatnya Pengangguran

Angka pengangguran semakin meningkat, karena korban

penggusuran kehilangan tempat tinggal mereka yang juga dijadikan

sebagai tempat usaha mereka. Padahal angka pengangguran di Indonesia

telah mencapai angka yang memprihatinkan.86

f. Anak-anak putus sekolah

Penggusuran telah mengakibtkan tidak sedikit anak-anak di

pemukiman miskin menjadi putus sekolah akibat kondisi ekonomi orang

tua yang tidak memungkinkan lagi karena tidak menyisakan sedikitpun

harta milik mereka. Hancurnya buku-buku dan perlengkapan sekolah

(termasuk seragam) juga mendorong anak-anak warga miskin untuk

berhenti sekolah87

Dari uraian diatas dapat kita ketahui bahwa pengabaian terhadap hak

atas tanah melahirkan pola penyingkiran rakyat kecil dari akses atas tanah.

85Yayasan Kemala, Ford Foundation, Konsorsium Pembaruan Agraria, Tanah masih dilangit: penyelesaian masalah penguasaan tanah dan kekayaan alam di Indonesia yang takkunjung tuntas di era reformasi, (Bandung : Yayasan Kemala, 2005), h. 877-878

86 Ibid., h. 87887 Ibid., h. 877-878

Page 72: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

72

Dalam hal akses rakyat atas tanah negara, penguasa selama ini lebih banyak

mengedepankan kepentingan modal ketimbang kepentingan komunitas rakyat

kecil yang hanya butuh sedikit lahan untuk sekedar bertahan hidup. Sementara

rakyat konglomerat yang lapar tanah, lebih sering menjadikan tanah sebagai

obyek spekulasi.

C. Prinsip Musyawarah dan Ganti Rugi Pembebasan Tanah dalam Perspektif

Fiqh

Dalam suatu musyawarah setiap peserta saling mengemukakan pikiran,

pendapat atau pertimbangan kemudian lahir kesimpulan bersama. Apabila suatu

musyawarah menghasilkan kesimpulan bersama maka masing-masing peserta

terikat dengan kesimpulan tersebut dan bertanggung jawab terhadap putusan

tersebut baik moril dan formil.88

Musyawarah tersebut dilakukan harus sejalan dengan tujuan syari'at

yaitu terpe1iharanya hak atau jaminan dasar manusia yang meliputi kehormatan,

keyakinan agama, jiwa, akal, keluarga, keturunan dan keselamatan hak milik.

Masalah yang diselesaikan harus sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam

fiqih Islam yaitu:

1. Penentuan ganti rugi tersebut tidak menyalahi hukum syari’at Islam

88 M. Yunan Nasution, Keadilan dan Musyawarah, (Semarang : Ramadhani, 1993),h. 26

Page 73: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

73

2. Harus sama ridha dan ada pilihan antara kedua belah pihak tanpa ada unsur

paksaan dan tipuan dari pihak lain.

3. Harus jelas tujuannya agar tidak ada kesalah pahaman diantara para pihak

tentang apa yang telah dikerjakan dikemudian hari.89

Dalam penentuan ganti rugi pembebasan tanah seharusnya dilaksanakan

dan diatur dengan sebaik-baiknya. Mengenai masalah ini penulis memaparkan

beberapa point alternatif untuk pnyelesaian masalah ganti rugi sebagai mana yang

telah dikaji dalam hukum Islam.

1. Menjaga kehormatan manusia

Nilai kehormatan manusia telah dijelaskan dalam al-Qur’an surat A-Israa’ (17) ayat 70 :

)٧٠:اإلسراء(.

Artinya : “Dan Sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam”.(QS. A-Israa’ (17) ayat 70)

Dalam menetapkan bentuk dan besar ganti rugi, manusia (pemilik

tanah) harus dihormati apalagi mereka sudah mengorbankan hak miliknya

demi kepentingan umum. Oleh karena itu pemilik tanah perlu diberi jasa

tersendiri yang dapat meningkatkan tarap hidupnya, bukan sebaliknya rakyat

akan semakin lebih sengsara.

89 Chairuman P., Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 1994), h. 3

Page 74: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

74

2. Keadilan

Keadilan berarti memberikan kepada seseorang sesuatu haknya secara

seimbang (proporsional) antara jasa yang diberikan dengan imbalan yang

diterimanya.

Dalam penetapan bentuk dan besarnya ganti rugi pembebasan tanah ini

pemerintah (investor) selayaknya memperhatikan asas keadilan ini

dikarenakan jasa yang telah dikorbankan pemilik tanah sudah begitu besar,

tidak hanya mengorbankan tanahnya saja, tapi juga kehilangan mata

pencaharian.

3. Menarik Manfaat dan Menghindarkan Madarat

Pembangunan adalah untuk rakyat atau dengan kata lain untuk

kemaslahatan umum jangan sampai rakyat justru menjadi korban

pembangunan. Hal tersebut sesuai dengan Kaidah Fiqhiyyah :

90الضرر يزال

Artinya : “Kemudaratan itu harus dihilangkan”

4. Kesukarelaan

Fiqih Islam memandang bahwa pada dasarnya pembebasan tanah

rakyat untuk kepentingan apapun hanya bisa dilaksanakan atas dasar prinsip

kesukarelan dari pihak pemilik baik dalam bentuk jual beli atau hibah, wakaf

atau sedekah lainnya. Dalam bentuk jual beli prinsip sukarela kedua belah

90Jalâluddîn Abd al-Rahmân al-Suyûthi, al-Asybâh wa al-Nazâir fi al-Furû’, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1995), cet.I, h. 60

Page 75: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

75

pihak baik dalam penentuan harga, penyerahan barang maupun hal-hal lain

yang menjadi keperluan kedua pihak tetap berlaku.

Hal ini sesuai dengan kaidah fiqhiyyah :

رهغي لكم يف فرصتأ ن ي دأ حل زوج91ال ي

Artinya : “Tiada seorangpun yang boleh melakukan tindakan hukum atasmilik orang lain tanpa izin si pemilik harta”

D. Otoritas Pemerintah Demi Kemaslahatan dibidang Pertanahan dalam

Sorotan Fiqh

1. Penguasa Pemelihara Kemaslahatan Rakyat

Keberadaan penguasa/pemerintah tidak lain adalah untuk

memelihara kepentingan dan kemaslahatan rakyatnya, betapapun kepentingan

dan kemaslahatan ini berubah-ubah sesuai dengan perubahan pandangan

manusia terhadap suatu perbuatan atau sesuatu materi, yaitu apakah suatu

perbuatan atau materi itu termasuk kemaslahatan atau kemadaratan.

Islam telah menetapkan dalam banyak nash bahwa penguasa

berkewajiban memelihara kemaslahatan masyarakat. Dalam hadits yang

diriwayatkan oleh Muslim yang berasal dari Ibnu Umar r.a. Rasulullah saw.

pernah bersabda:

92)مسلمرواه(يته عكلكم راع وكلكم مسؤول عن رالا

91A. Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih : Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalamMenyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis, (Jakarta : Kencana, 2007), cet. II, h. 131

92Al-Imam Abî al-Husain Muslim Ibn al-Hajjâj al-Naysâburi, Sahîh Muslim (Al-Riyâd : Dâr al-Salâm, 1998), h. 280

Page 76: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

76

Artinya: “Ingatlah Setiap kalian adalah pemimpin dan masing-masingkalian akan ditanya (bertanggung jawab) atas kepemimpinannya.”(HR. Muslim).

Kaitanya dengan tema yang penulis angkat, dalam masalah

pembebasan tanah ini perlu adanya campur tangan pemerintah secara positif

untuk menentukan kebijakan yang baik untuk rakyat. Sesuai denga kaidah

fiqhiyyah:

93حةتصرف اإلمام على الرعية منوط بالمصل

Artinya: “Kebijakan seorang pemimpin terhadap rakyatnya bergantungkepada kemaslahatan”

Kaidah diatas memberikan pengertian bahwa setiap tindakan atau

kebijaksanaan para pemimpin yang menyangkut dan mengenai hak-hak rakyat

dikaitkan dengan kemaslahatan rakyat banyak dan ditujukan untuk

mendatangkan suatu kebaikan. Sebab pemimpin adalah pengemban amanat

penderitaan rakyat (umat) dan untuk itulah ia sebagai petunjuk dalam

kehidupan mereka serta harus memperhatikan kemaslahatannya.94

Kemaslahatan membawa manfaat bagi kehidupan manusia,

sedangkan mafsadah mengakibatkan kemudharatan bagi kehidupan manusia.

Para ulama telah menentukan kriteia kemaslahatan sebagai berikut:

93al-Suyûthi, al-Asybâh wa al-Nazâir, h. 8494Imam Musbikin, Qawaid al-Fiqhiyah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,

2001), h. 124

Page 77: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

77

1. Kemaslahatan itu harus diukur kesesuaiannya dengan maqâsid al-

syarî’ah, dalil-dalil kulli (general dari Al-Qur’an dan As-Sunnah),

semangat ajaran, dan kaidah kulliyah hukum Islam.

2. Kemaslahatan itu harus meyakinkan, dalm arti harus berdasarkan

penelitian yang akurat, hingga tidak meragukan lagi.

3. Kemaslahatan itu harus memberi manfaat pada sebagian besar

masyarakat, bukan pada sebagian kecil masyrakat.

4. Kemaslahatan itu memberikan kemudahan, bukan mendatangkan

kesulitan dalam arti dapat dilaksanakan.95

Setelah penulis cermati kriteria kemaslahatan diatas yang

disimpulkan para Ulama’ memiliki persamaan dengan kriteria yang telah

ditetapkan oleh MUI dalam keputusannya No. 6/MUNAS/VII/MUI/10/2005

tentang kritria maslahat. Persamaan itu dapat kita lihat dari segi tujuannya.96

Hal senada juga di ungkapkan oleh ketua komisi fatwa MUI Pusat,

M. Anwar Ibrahim ketika diwawancarai mengenai sumber hukum maslahat,

“…..maslahah yang digunakan bukanlah menurut pertimbangan kitaataupun pandangan para mujtahid, karena maslahah itu harus kitakembalikan kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Maslahat itu ibarat pisaubermata dua, sehingga sering disalah gunakan oleh orang. Banyak orangyang menilai maslahah sesuai dengan pandangan mereka sendiri tanpamelihat terlebih dahulu apakah telah sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Sunahatau belum dan mengandung maslahat atau tidak.97

95Imam Musbikin, Qawaid al-Fiqhiyah, h. 5396Mengenai isi dari Fatwa MUI dalam Musyawarah Nasional VII tahun 2005 No.

6/MUNAS/VII/MUI/10/2005 tentang kritria maslahat penulis cantumkan dalam lembaranlampiran 1

97Wawancara Pribadi dengan DR. KH. M. Anwar Ibrahim (Ketua Komisi FatwaMUI Pusat). Jakarta, 30 Mei 2009.

Page 78: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

78

Kemaslahatan yang ingin diwujudkan hukum Islam bersifat

universal, kemaslahatan sejati, bersifat duniawi dan ukhrawi, lahir dan batin,

material dan spiritual, maslahat individu dan maslahat umum, maslahat hari

ini dan esok. Semua terlindungi dan terlayani dengan baik, tanpa

membedakan jenis dan golongan, status sosial, daerah dan asal keturunan,

orang lemah atau kuat, penguasa atau rakyat jelata.98

Dengan demikian, peranan maslahat yang di lakukan oleh pemerintah

sebagai kontrol sosial untuk mewujudkan kesejateraan rakyat dalam hukum

Islam sangat dominan dan menentukan. Karena tujuan pokok hukum Islam

adalah untuk mewujudkan kemaslahatan di dunia dan akhirat.99

2. Pengutamaan Kemaslahatan Umum di atas Kemaslahatan Pribadi

Berkaitan dengan kasus pembebasan tanah yang didalamnya

menyangkut dua kepentingan antara rakyat (pemegang tanah) dengan

Pemerintah yang saling berbenturan dapat kita lihat sebagaimana yang

disebutkan dalam kaidah fiqhiyyah sbb :

ةاصالخ ةلحصلى المة عمقدة مـامة العلحص100.الم

Artinya: “Kemaslahatan yang umum lebih didahulukan daripadakemaslahatan yang khusus”

98Yusuf Qardawi, al-Ijtihad al-Mu’âsir, (Misr : Dâr at-Tauzi’ wa al-Nasy al-Islâmiyah, 1994), h. 68

99Al-Syâtibi, Abu Ishâq, al-Muwâfaqât fî Usul al-Syarîah, juz II (Misr : Maktabahal-Tijâriyah al-Kubrâ, tt.), h. 6

100 Ibid., 302 dan 369

Page 79: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

79

Kaidah di atas menegasakan bahwa apabila berbenturan antara

kemaslahatan umum dengan kemaslahatan yang khusus, maka kemaslahatan

yang bersifat umum harus lebih di dahulukan, karena dalam kemaslahatan

yang umum itu terkandung pula kemaslahatan yang khusus, namun tidak

sebaliknya.

Mengenai kemaslahatan umat, hukum Islam tetap memberikan

kelonggaran dan keringanan dengan mengacu pada tujuan syari’at. Dalam

keadaan tertentu yang mendesak baik dari sudut waktu maupun tempat

Pemerintah dapat melakukan pemindahan hak/pembebasan tanah oleh pihak

pemilik dengan ketentuan-ketentuan sbb :

a. Pembebasan tanah itu harus benar-benar karena kondisi keterpaksaan baik

secara waktu mupun tempat dan tidak ada jalan lain yang tersedia, artinya

jika tidak dilakukan, proses pembangunan sarana umum yang sangat

dibutuhkan oleh masyarakat luas tidak mungkin terlaksana. Sebagaimana

yang disebutkan dalam kaidah Fiqhiyyah :

راتظوحالم حبيت راتور101الض

Artinya : “Kemudaratan itu membolehkan hal-hal yang dilarang”

Kaidah diatas didasarkan kepada Firman Allah SWT:

:البقرة (.١٧٣(

101Al-Suyûti, al-Asybâh h. 61

Page 80: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

80

Artinya : “Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya)sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi MahaPenyayang.” (Q.S. Al-Baqarah : 173)

Selain kaidah yang telah disebutkan diatas juga terdapat kaidah

fikhiyyah lain yang berbunyi :

102اوخاصةكانتعامةالضرورةمنزلةتنزلالحاجة

Artinya : “Kedudukan kebutuhan itu menempati kedudukan daruratbaikumum maupun khusus”

b. Pembebasan tanah itu untuk kepentingan umum bukan tujuan komersil

terlebih lagi perorangan/pribadi. Dalam kaidah Fiqhiyyah di sebutkan :

كمالحعبتةيلحصةالماجح103الر

Artinya : “Hukum itu mengikuti maslahah yang kuat”

Ketentuan diatas nampaknya selaras dengan Fatwa MUI Dalam

Musyawarah Nasional VII tahun 2005 No. 8/MUNAS VII/MUI/12/2005

yang merumuskan dan menetapkan fatwa tentang perubahan hak milik

pribadi untuk kepentingan umum.104

Hal senada juga di ungkapkan oleh ketua komisi fatwa MUI Pusat, M.

Anwar Ibrahim ketika diwawancarai mengenai pembebasan tanah untuk

kepentingan umum.

102Ibid,. h. 63103T.M. Hasbi ash-Shiddiqie, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta : Bulan Bintang,

1975), h.463104Mengenai isi dari Fatwa MUI dalam Musyawarah Nasional VII tahun 2005 No.

8/MUNAS VII/MUI/12/2005 yang merumuskan dan menetapkan fatwa tentang perubahanhak milik pribadi untuk kepentingan umum penulis cantumkan dalam lembaran lampiran.

Page 81: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

81

Pembangunan harus bertujuan untuk meningkatkan harkat dan

martabat manusia sebagai warga masyarakat dalam negara hukum Indonesia.

Pembangunan adalah untuk rakyat atau dengan kata lain untuk kemaslahatan

umum jangan sampai rakyat justru menjadi korban pembangunan.

Masalah kepentingan umum dalam pembebasan tanah harus lebih kuat

daripada mafsadatnya. Hal tersebut juga pernah dilakukan oleh sahabat Umar

Ibn al-Khatab dalam membagi-bagikan tanah di negeri Syam untuk

kepentingan umum yang lebih penting, sebagaimana yang dikatakan oleh al-

Maududi.

نظام ق جرىاطاب الول مرة بالشام وسواد العربن اخلره عمرااختفتتحوه من البالد املفتوحة من بعده وهو انه مل يقسم بني املسلمني ماا

105االرض بل جعلها ملكية مجاعية للمسلمني مجيعـا

Artinya: “Sahabat Umar mengambil kebijaksanaan pada waktu membagitanah di Syam Dan Irak dalam melaksanakan peraturan Negarayang dimerdekakannya untuk generasi sesudahnya, maka beliautidak akan membagikan tanah kepada orang-orang muslim yangmereka telah (memerdekakan) tetapi Beliau menjadikan (tanahtersebut) menjadi milik kepentingan umum.”

Adapun masalah syarat-syarat kemaslahatan sebagian Fuqâhâ’

berpendapat

a. Dalam pengambilan kemaslahatan memandang kesempitan yang umum

105Abul A’la al-Maududi, Milkiyyah al-Ardi Fî al-Islâm, (Beirut : Dâr al-Fikr, 1969), h.43-44

Page 82: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

82

b. Kemaslahatan-kemaslahatan itu berupa kemaslahatan umum.106 Dalam kaidah

syariah masalah tanah Abul A’la al-Maududi berpendapat:

قة األمر قد قاموا يف حقياراضى اال من كانوان احلكومة ال تقطع األن هم االصلحة اجلماعية اومن كانت تتعلق بـخبدمة مشكورة للم

م راضى يألضا من األمن كان اقطاعهم اراوخدمه من هذا النوع107الوجوهاملصلحة اجلماعية بوجه

Artinya: “Pemerintah tidak mempunyai wewenang memberikan tanah,melainkan kepada orang-orang yang telah sanggup mengabdikandiri untuk kesejahteraan masyrakat atau dengan kata lainpemberian tanah tersebut sesuai dengan maksud untukkesejahteraan umat dari segala segi.”

Dari kaidah-kaidah dan pendapat para ulama di atas dapat kita

simpulkan bahwa pemerintah dalam menyerahkan pelaksanaan pembebasan tanah

(kepada panitia atau investor) harus betul-betul telah sanggup mengabdikan untuk

kepentingan bangsa dan Negara serta kesejahteraan umat dengan tetap

memperhatikan prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan hukum yang diantara

fungsinya untuk melaksanakan secara konsisten dan komitmen persoalan

pembebasan tanah dengan segenap implikasinya.

106Muhammad Abd al-Jawâd, Milkiyyah al-Ardi, (Misr : Iskandâriyyah Mansya`ah al-Ma’ârif, t.th), h. 345

107Al-Maududi, Milkiyyah al-Ardi, h. 43-44

Page 83: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

83

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah memperhatikan pembahasan-pembahasan sebelumnya maka

penulis dapat menarik beberapa kesimpulan :

1. Perilaku Pemerintah dalam kasus pembebasan tanah tidak berpihak pada

kepentingan rakyat. Karena selalu terjadi konflik pembebasan tanah. Hal ini

pada dasarnya, bukan karena rakyat menolak kepentingan pembangunan,

kepentingan bisnis, kepentingan investasi atau kepentingan umum lainnya,

tetapi karena prosedur hukum yang tidak terpenuhi seperti musyawarah

dalam penentuan ganti rugi yang cenderung sepihak..

2. Salah satu efektifitas Perpres No. 65 Tahun 2006 yaitu lebih mempermudah

masuknya investasi pemodal asing ke Indonesia. Akan tetapi, karena

pemilik modal yang lebih dominan, sehingga kekuatan-kekuatan modallah

yang akan bermain dalam penguasaan tanah di Indonesia, hal ini tentunya

akan berimplikasi pada rusaknya kemakmuran rakyat terutama petani,

karena terjadi pencabutan hak atas tanah mereka.

3. Dampak perilaku Pemerintah tidak relevan untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat. Sebab yang terjadi justru hilangnya mata pencaharian

penduduk, terganggunya kesehatan masyarakat, berkurangnya tingkat

pendapatan penduduk, meningkatnya angka kemiskinan di masyarakat,

Page 84: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

84

menambahnya jumlah pengangguran, dan yang terakhir adalah yang

menyangkut tentang masa depan, yaitu membuat anak-anak korban

penggusuran putus sekolah karena tidak adanya biaya yang mencukupi.

4. Dalam perspektif fiqih pemerintah boleh mendesak/memaksakan terjadinya

pemindahan hak oleh pihak pemilik atau pembebasan tanah. Namun dalam

penbebasan tanah ini Pemerintah harus selalu memperhatikan aspek

kemaslahatan untuk para warga yang tanahnya diambil alih, agar tidak

terjadi kesenjangan dan ketimpangan sosial di kemudian hari nanti.

B. Saran-saran

1. Pemerintah dalam melaksanaan musyawarah untuk menentukan ganti rugi

yang dalam hal ini dilaksanakan oleh panitia pengadaan tanah yang terdiri

dari unsur-unsur birokrasi, sudah saatnya mereka merubah sikap dari abdi

negara yang berorientasi kepada penguasa, menjadi abdi rakyat yang lebih

berorientasi kepada masyarakat dan sekaligus menjaga kepentingan

masyarakat. Selain itu warga masyarakat dalam bermusyawarah harus

berperan serta dalam proses pengambilan keputusan berkenaan dengan

alokasi penggunan tanah dan penentuan bentuk dan besarnya ganti rugiyang

akan diberikan.

2. Pemerintah dalam menentukan kebijakan pertanahan ini, selain menyertakan

panitia pengadaan tanah dan pemilik tanah, seharusnya juga

mengikutsertakan para ahli atau pakar-pakar ilmu seperti psikologi sosial,

Page 85: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

85

sosiologi, hukum, ekonomi dan tokoh-tokoh agama serta tokoh LSM dalam

musyawarah penentuan ganti rugi. Karena hukum pada dasarnya harus

berlaku secara filsafati yang merupakan pengejawantahan dari kewibawaan

dan keadilan secara yuridis yaitu sesuai dengan hukum positif dan fiqh atau

hukum Islam serta secara sosiologis yaitu dapat diterima oleh masyarakat

dengan baik dan bijaksana.

3. Pemerintah dalam hal ini panitia pengadaan tanah, dalam menentukan ganti

rugi tidak hanya sekedar mengganti nilai tanah, tanaman atau bangunan

yang berbentuk uang, pemukiman, atau tanah pengganti. Tetapi perlu juga

memperhatikan kelangsungan hidup mereka seperti kehilangan mata

pencaharian, kehilangan keahliannya dan diupayakan agar kemaslahatan

umum yang menjadi prinsip pembebasan tanah tidak menimbulkan kerugian

orang lain atau minimal memperkecil kerugian yang timbul sehinnga tidak

sampai mengorbankan kepentingan umum lainnya.

Page 86: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

86

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran al-Karim

Abd al-Jawâd, Muhammad, Milkiyyah al-Ardi, Misr: Iskandâriyyah Mansya`ah al-Ma’ârif, t.th

Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah diIndonesia, Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1991, cet. III

____________, Tebaran Pemikiran Mengenai Hukum Agraria, Bandung: Alumni,1985

Abî Îsâ Muhammad Bin Îsâ Bin Sauri, Sunan al-Tirmidzî, Beirut: Dâr al-Fikr, 1994,Juz 3

Barlowe, Releigh, Land Resorce Economics: The Economics of Real Estate, thirdedition, New Jersey: Printice-Hall, 1978

Basyir, Ahmad Azhar, Pokok-pokok Filsafat Hukum Islam, Yogyakarta: Fak. HukumUII, 1990

Bukhâri, al-, Al-Imâm Abî ‘Abdillâh Muhammad Ibn Ismâîl, Sahih al-Bukhâri,Beirut: Dâr al-Fikr, t.th, juz. 3

Dahlan, Abdul Azis, dkk, ed., Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar BaruVan Hoeve, 1997, vol. 2

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya: Al-Hidayah, 2002

Dipohusodo, Istimawan, Manajemen Proyek & Konstruksi, Jakarta: Kanisius, 1996,jilid 2

Djazuli, A., Kaidah-kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalamMenyelesaikan Masalah-masalah yang praktis, Jakarta: Kencana, 2007, cet.II

Djoyohadikusumo, Sumitro, Perkembangan Pemikiran Ekonomi: Dasar TeoriEkonomi Pertumbuhan dan Ekonomi pembangunan, Jakarta: LP3ES, 1994,cet. I

Page 87: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

87

F Gunarwan Suratmo, Analisis mengenai dampak lingkungan, Yogyakarta: GadjahMada University Press, 1995

Gani, Abdul, Tesis: Tinjauan Hukum Islam terhadap Pendayagunaan Lahan Kosong,Jakarta: UMJ, 2002

Haroen, Nasrun, Dr., H., Fiqh Mu’amalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, cet.II

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia; Sejarah Pembentukan Undang-undangPokok Agraria dan Pelaksanaanya, Jakarta: Djambatan, 2003, cet.IX

Hartadi, Irvan Surya Hartadi, SH, “Pentingnya Penyempurnaan UU No.5 Tahun 1960 Tentang

Pokok-Pokok Agraria”, artikel diakses pada 25 Februari 2009 darihttp://unisys.uii.ac.id/index.Pentingnya Penyempurnaan UU No.5 Tahun 1960Tentang Pokok-Pokok Agraria

Hasbullah, Frieda Husni, Hukum Kebendaan Perdata, Hak-hak Yang MemberiKenikamatan, Jakarta: Ind Hill Co, 2005, cet. III

Hermanto, Zarida, Perubahan Pemanfaatan Lahan di Wilayah Jabotabek (StudiKasus Mengeanai Kondisi SosialEkonomi Masyarakart yang MengalamiPenggusuran, Jakarta: Puslitbang Ekonomi dan Pembangnan LIPPi, 1995

Husein, Ali Sofyan, Konflik Pertanahan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997

Hutagalung, Arie S., “Tinjauan Kritis Terhadap Peraturan Presiden Nomor 36Tahun 2005 Khususnya Menyangkut Pengertian Kepentingan Umum”,Makalah pada Loka karya Penegadaan Tanah, Jakarta, 24 Agustus 2005

______________, “Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 dalam HukumPertanahan Indoneseia”, Makalah pada Seminar Nasonal “Perpres No 36Tahun 2006 Untuk Apa dan Siapa?, Jakarta, 10 Agustus 2005

Ibnu Mas'ud dan Zainal Abidin, Fiqih Mazhab Syafi'l, Edisi Lengkap: Muamalah,Munakahat, Jinayah, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000, cet. I

Iqbal, Muhammad , Fiqh Siyasah: Kontektualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta:Gaya Media Pratama, 2007, cet. II

Kemala, Yayasan, Ford Foundation, Konsorsium Pembaruan Agraria, Tanah masih dilangit: penyelesaian masalah penguasaan tanah dan kekayaan alam di

Page 88: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

88

Indonesia yang tak kunjung tuntas di era reformasi, Bandung: YayasanKemala, 2005

Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004

M.L, Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. terj, Jakarta: Raja GrafindoPersada, 1999, cet. VII

Mardalis, Metode Penelitian; Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta: Bumi Aksara,2006

Maududi, al-, Abul A’la, Milkiyyah al-Ardi Fî al-Islâm, Beirut: Dâr al-Fikr, 1969

Mubarok, Jaih, Modifikasi Hukum Islam: Studi Tentang Qaul Qadim Qaul Jadid,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002

Muis, Abdul, “Pembangunan dan Problematika Pertanahan”, dalam Masdar F.Mas’udi (ed.), Teologi Tanah, Jakarta, P3M, 1994, cet. I

Mulyadi, Kartini, Hak-hak Atas Tanah, Jakarta: Prenada Media Group, 2004

Musâ, Kâmil, Ahkâm al-Mu’âmalât, Beirut: al-Risâlah, 1998

Musbikin, Imam, Qawaid al-Fiqhiyah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001

Nasucha, Chaizi, Politik Ekonomi Pertanahan dan Struktur Perpajakan atas Tanah,Jakarta: Megapoin, 1995, cet. I

Nasution, M. Yunan, Keadilan dan Musyawarah, Semarang: Ramadhani, 1993

Naysâburi, al-, Al-Imam Abî al-Husain Muslim Ibn al-Hajjâj, Sahih Muslim, Al-Riyâd: Dâr al-Salâm, 1998, juz.V

P., Chairuman, Hukum Perjanjian dalam Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 1994

Perangin, Effendi, Hukum Agraria di Indonesia; suatu Telaah dari Sudut PandangPolitik Hukum, Jakarta: CV. Rajawali Pers, 1991, cet. III

Qal`aji, Muhammad Rawwâs, Mausû`ah Fiqh `Umar ibn al-Khatâb, Beirut: Dâr al-Nafâis, 1986

Page 89: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

89

Qardawi, Yusuf, al-Ijtihâd al-Mu’asir, Misr: Dâr at-Tauzi’ wa l-Nasy al-Islâmiyah,1994

Rafi’i, al, Al-Imâm Abi al-Qâsim Abd al-Karîm bin Muhammad, Al-‘Azîz Syarh al-Wajîz, Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1997, juz. VI

Ridwan, Fiqih Politik: Gagasan, Harapan dan kenyataan, Yogyakarta: FH. UIIPress, 2007

Saefuddin, Ahmad M., Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, Jakarta:Rajawali Pers, 1987

Santoso, Urip, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, Jakarta: Kencana, 2006, cet.II

Shiddieqy, Ash-, Muhammad Hasbi, Falsafah Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang,1975

Soemarwoto, Otto, Ekologi, lingkungan hidup, dan pembangunan, Jakarta:Djambatan, 1994

______________, Analisis dampak lingkungan, Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press, 1989

Soimin, Soedhryo, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Jakarta: Sinar Grafika, 2004,cet. II

Somardjono Maria SW., Kebijakan Pertanahan : Antara Regulasi dan Implementasi,Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2006

Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007

Suyûthi, al-, Jalâluddîn Abd al-Rahmân, al-Asybâh wa al-Nazhâir fi al-Furû’, Beirut:Dâr al-Fikr, 1415H/1995, cet.I

Syafi’i, al-, Al-Imam Muhammad bin Idrîs, Al-Umm, Beirut: Dâr al-Wafa`, 2005, juz.V

Syaibânî, al-, Al-Imâm Ahmad Ibn Hanbal, Fath al-Rabbânî, Qâhirah: Dâr al-Syihâb, t.th, juz 15

Syarbiniy, al-, AI-Khatib, Mughni Al-Muhtaj, Jilid 2, Beirut: Dar al-Fikr, 2003, jilid 2

Page 90: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

90

Syatibi, al-, Abu Ishâq, al-Muwâfaqat fî Usul al-Syarîah, Mesir: Maktabah al-Tijâriyah al-Kubrâ, t.th, juz II

Syaukânî, al-, Al-Imâm Muhammad ‘Ali, Nail al-Autâr, Misr: al-Halabî, t.th

Syukur, Ellyana, Hak Milik Atas Tanah; Himpunan Karya Tulis Bidang Hukum,Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, 1999, cet. II

Wiradi, Gunawan, Reforma Agraria, Perjalanan yang belum berakhir, Yogyakarta:Insist Press, 2000

______________, “Reformasi Agraria dalam Perspektif Transasi Agraris”, dalamJurnal Ilmiah Puslit Bang BPN, Nomor 9, Februari 1998

Zaman, Mohammad. “Resettlement and Development in Indonesia”, dalam Journalof Contemporary Asia, No.5, Mei 2002, vol. 2

Zuhaili, al-, Wahbah, Al-Fiqh al-Islâmi Wa Adillatuhu, Beirut: Dar-al Fikr, 2004

Page 91: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

91

Surat KeteranganNomor :

Yang bertanda tangan di bawah ini Ketua Rt. 08 / 03 Kelurahan Pondok Kopi

menerangkan bahwa :

Nama : Abdul Rahman

Nomor Pokok : 104043101306

Konsentrasi / Jurusan : PF / PMH

Fakultas : Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta

Telah mengadakan penelitian, wawancara, dan pengumpulan data di tempat

kami, guna memenuhi penyelesaian tugas akhir (skripsi) yang berjudul :

“KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (Analisis Kasus

Pembebasan Tanah Dalam Pandangan Fiqh)”

Demikian surat keterangan ini kami buat agar dapat dipergunakan

sebagaimana mestinya.

Pondok Kopi, 14 Mei 2009

An. Ketua Rt 08 / 03

( H. Musa )

Page 92: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

92

Daftar Wawancara

1. Apakah seluruh warga yang tempat tinggalnya terkena pembebasan tanah setuju

dengan pembangunan proyek Banjir Kanal Timur yang dilakukan oleh

Pemerintah?

Jawab : “Pada dasarnya seluruh warga setuju dengan proyek pembangunan

Banjir Kanal Timur yang dilakukan oleh Pemerintah. Akan tetapi

warga menginginkan Ganti rugi dari harga tanah yang diberikan oleh

Pemerintah itu NJOP, karena, harga tanah pasaran di daerah saja

jauh lebih tinggi dari NJOP”

2. Apakah ganti rugi yang diberikan oleh Pemerintah kepada warga sudah sesuai

dengan harga yang diinginkan warga?

Jawab : “Ganti rugi yang diberikan oleh Pemerintah menurut kami tidak layak

karena harga NJOP yang diberikan oleh Pemerintah di bawah harga

pasaran. Kemudian harga tanah yang berada di gang dan di pinggir

jalan raya sama. Mestinya kan berbeda. Karena rata-rata kami yang

tinggal di pinggir jalan besar ini memiliki usaha, dan saat ini harga

tanah di sini mencapai 2,5 juta rupiah per meternya. Jadi, kalau kami

dikasih ganti rugi berdasar NJOP sebesar 1.722.000 rupiah per meter,

jelas kami keberatan”

3. Dalam hal bermusyawarah. Apakah setiap warga yang memiliki hak atas tanah

tersebut sudah di undang untuk bermusyawarah?

Jawab : “Mengenai harga NJOP yang telah di tetapkan oleh Pemerintah warga

tidak diajak bermusyawarah, karena katanya penentuan harga itu harus

Page 93: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

93

dari Pemerintah. Warga hanya diajak bermusyawarah di kelurahan,

mengenai proses pemberian ganti rugi itu saja, yang diambil melalui

Bank DKI.

4. Bagaimana dampak pembebasan tanah yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap

tingkat kesejahteraan rakyat?

Jawab : “Mengenai hal itu kita kembalikan kepada masing-masing warga. Bagi

mereka yang mampu mengelola uang ganti rugi untuk melanjutkan

kehidupannya tentu itu tidak terlalu berpengaruh. Tapi disini perlu kita

ketahui bahwa banyak warga yang tempat tinggalnya juga dijadikan

sebagai tempat usaha, tentunya hal ini sangat merugikan mereka.

Karena selain mereka mendapatkan ganti rugi yang tidak layak mereka

juga harus kehilangan mata pencaharian. Sekalipun mereka membuka

usaha di tempat yang baru, tentunya mereka harus memulainya dari nol

lagi, dan itu bukan lah perkara yang mudah.

5. Bagaimana menurut pandangan Bapak apakah kebijakan yang dilakukan oleh

Pemerintah mengenai pembebasan tanah ini sudah berpihak kepada rakyat?

Jawab : “Menurut saya kebijakan Pemerintah dalam hal ini belum berpihak

kepada rakyat. Karena masih banyak warga yang merasa di rugikan

dengan kebijakan tersebut. pemerintah seharusnya juga memberikan

solusi atas masalah kami. Kami ingin ada keadilan bagi warga korban

BKT ini. Jangan hanya berdalih untuk kepentingan umum saja, akan

tetapi nasib kami tidak diperhatikan dengan baik.”

Page 94: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

94

Nama Responden : DR. KH. M. Anwar Ibrahim

Jabatan : Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat

Alamat : Jl. Kenari II Blok L 5 No. 13 Bintaro Jaya Jakarta Selatan

Waktu / Tempat : Sabtu, 30 Mei 2009 / Jl. Kenari II Blok L 5 No. 13 Bintaro

Jaya Jakarta Selatan

1. Apa yang melatarbelakangi MUI mengeluarkan Fatwa tentang Pencabutan Hak

Milik Pribadi Untuk Kepentingan Umum ?

2. Apakah MUI menggunakan maslahah sebagai salah satu dasar Penetapan Fatwa

tentang Pencabutan Hak Milik Pribadi Untuk Kepentingan Umum ?

3. Seperti Fatwa pada umumnya, apakah fatwa ini dikeluarkan karena adanya

permintaan dari pihak tertentu ?

4. Bagaimana pandangan Bapak tentang Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan

Umum?

5. Apakah fatwa yang dikeluarkan oleh MUI tentang Pencabutan Hak Milik Pribadi

Untuk Kepentingan Umum ini, juga dijadikan sebagai tolak ukur oleh Pemerintah

untuk menentukan kebijakan yang terkait dengan pembebasan tanah untuk

kepentingan umum?

6. Apakah pencabutan hak milik atas tanah yang dilakukan oleh Pemerintah selama

ini memang benar-benar digunakan untuk kepentingan umum ?

7. Bagaimanakah Aplikasi fatwa ini di Masyarakat ?

8. Terkait dengan masalah pembebasan tanah, Bagaimana menurut pandangan MUI

dengan banyaknya konflik yang terjadi di masyarakat tentang Pencabutan Hak

Milik Pribadi Untuk Kepentingan Umum ?

9. Apakah dengan dikeluarkannya fatwa ini mampu untuk mengurangi terjadinya

konflik pencabutan hak milik pribadi untuk kepentingan umum di Masyarakat ?

10. Bagaimana menurut MUI, Apakah kebijakan yang diberlakukan oleh Pemerintah

selama ini berpihak kepada Rakyat atau sebaliknya ?

Page 95: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

95

Jakarta, 30

Mei 2009

Ketua Komisi

Fatwa

MUI

Pusat

DR. KH. M.

Anwar Ibrahim

Daftar Wawancara

11. Apa yang melatarbelakangi MUI mengeluarkan Fatwa tentang Pencabutan Hak

Milik Pribadi Untuk Kepentingan Umum ?

Jawab : Mengenai latar belakangnya dapat kita lihat dalam konsideran fatwa

tersebut.

12. Apakah MUI menggunakan maslahah sebagai salah satu dasar Penetapan Fatwa

tentang Pencabutan Hak Milik Pribadi Untuk Kepentingan Umum ?

Jawab : Itu sudah jelas, dalam menetapkan fatwa ini MUI menggunakan konsep

maslahah. Akan tetapi maslahah yang digunakan bukanlah menurut

pertimbangan kita ataupun pandangan para mujtahid, karena

maslahah itu harus kita kembalikan kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah.

Maslahat itu ibarat pisau bermata dua, sehingga sering disalah

gunakan oleh orang. Banyak orang yang menilai maslahah sesuai

dengan pandangan mereka sendiri tanpa melihat terlebih dahulu

apakah telah sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Sunah atau belum dan

mengandung maslahat atau tidak.

Page 96: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

96

13. Seperti Fatwa pada umumnya, apakah fatwa ini dikeluarkan karena adanya

permintaan dari pihak tertentu ?

Jawab : Secara umum masyarakat banyak yang mengeluh karena hak tanah

mereka banyak yang diambil dengan alasan untuk pembangunan

fasilitas umum. Berangkat dari keresahan itulah timbul pertanyaan dan

pemintaan kepada MUI. Untuk merespon aspirasi masyarakat tersebut

maka kami mengeluarkan fatwa tentang Pencabutan Hak Milik Pribadi

Untuk Kepentingan Umum. Selain itu MUI juga bisa mengeluarkan

fatwa tanpa ada permintaan dari masyarakat dalam penetapan

hukumnya, walaupun hanya dengan melihat keresahan yang ada

dimasyarakat.

14. Bagaimana pandangan Bapak tentang Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan

Umum?

Jawab : Pembebasan tanah boleh dilakukan selama tidak menganggu ekosistem

yang ada dimasyarakat, jika mengganggu maka harus diselesaikan

dengan baik. Pemerintah harus mendata terlebih dahulu mengenai

status tanah yang dimiliki oleh masyarakat. Jika masyarakat tidak

memiliki bukti kepemilikan tanah yang sah, maka Pemrintah berhak

memindahkan mereka, karena tanah itu bukan hak mereka.

15. Apakah fatwa yang dikeluarkan oleh MUI tentang Pencabutan Hak Milik Pribadi

Untuk Kepentingan Umum ini, juga dijadikan sebagai tolak ukur oleh Pemerintah

untuk menentukan kebijakan yang terkait dengan pembebasan tanah untuk

kepentingan umum?

Jawab : Saya tidak tahu mengenai hal itu, kita lihat saja di dalam konsideran

perpres No. 65 Tahun 2006 itu, apakah di sebutkan atau tidak. Mestinya

dicantumkan di dalam konsideran karena Pemerintah itu terdiri dari

orang-orang Islam, seharusnya mereka membuat peraturan yang sesuai

dengan syari’at Islam.

Page 97: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

97

16. Apakah pencabutan hak milik atas tanah yang dilakukan oleh Pemerintah selama

ini memang benar-benar digunakan untuk kepentingan umum ?

Jawab : Kita lihat saja bagaimana faktanya secara ilmiah yang terjadi. Berapa

jumlah warga yang tanahnya dibebaskan, berapa jumlah ganti rugi

yang diberikan, Pemerintah. Untuk berbicara mengenai hal ini saya

tidak memiliki data.

17. Bagaimanakah Aplikasi fatwa ini di Masyarakat ?

Jawab : Dalam mengaplikasikan fatwa kemasyarakat MUI menggunakan

berbagai cara, baik secara lisan yaitu melalui seminar, diskusi dan

majelis-majelis ta’lim maupun secara tulisan yaitu melalui media cetak

dan yang lainnya.

18. Terkait dengan masalah pembebasan tanah, Bagaimana menurut pandangan MUI

dengan banyaknya konflik yang terjadi di masyarakat tentang Pencabutan Hak

Milik Pribadi Untuk Kepentingan Umum ?

Jawab : Konflik itu terjadi mungkin karena kurangnya pengetahuan masyarkat

mengenai kesadaran hukum. Atau juga mungkin kurang adilnya

Pemerintah di dalam menerapkan kebijakn yang ada. Seharusnya

Pemerintah dapat menerapkan kebijakan yang sesuai dengan kondisi

masyarakat dan masyarakat juga seharusnya mengerti dan sadar akan

kebijakan yang telah diterapkan.

19. Apakah dengan dikeluarkannya fatwa ini mampu untuk mengurangi terjadinya

konflik pencabutan hak milik pribadi untuk kepentingan umum di Masyarakat ?

Jawab : MUI tidak pernah melakukan pendataan mengenai konflik pertanahan

yang terjadi di Masyarakat. Sehinngga kami tidak mengetahui secara

jelas apakah fatwa ini dapat mengurangi benturan di masyarakat atau

tidak.

20. Bagaimana menurut MUI, Apakah kebijakan yang diberlakukan oleh Pemerintah

selama ini berpihak kepada Rakyat atau sebaliknya ?

Page 98: KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20882/1/ABDUL... · KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP RAKYAT (ANALISIS KASUS PEMBEBASAN

98

Jawab : Saya tidak tahu mengenai hal itu, karena kita harus memiliki data yang

akurat untuk mengetahuinya. Mungkin dapat dikatakan selama

Pemerintah dapat melaksanakan kebijakannya sesuai dengan ketetapan

yang diberlakukan dan masyarkat pun tidak merasa dirugikan, berarti

Pemerintah telah bertindak adil kepada masyarakat.