kebijakan pembangunan perikanan

42
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN “ANALISIS KEBIJAKAN INDUSTRIALISASI PERIKANAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA” Disusun Oleh : 1. Agung Sony Baskoro 135080407111014 2. Ersal Syahreza 135080407113002 3. Bayu April Handogo 135080407113003 PROGRAM STUDI AGROBISNIS PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN i

Upload: bayu-ganden

Post on 01-Feb-2016

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

afshdrj

TRANSCRIPT

Page 1: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

“ANALISIS KEBIJAKAN INDUSTRIALISASI PERIKANAN

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA”

Disusun Oleh :

1. Agung Sony Baskoro 135080407111014

2. Ersal Syahreza 135080407113002

3. Bayu April Handogo 135080407113003

PROGRAM STUDI AGROBISNIS PERIKANANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG

2015

i

Page 2: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat,

Taufik serta Hidayah-NYa sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini

sebagai pengganti ujian tengah semester, dalam bentuk maupun isinya yang sederhana.

Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada :

1. Dr.Ir. Ismadi, Ms selaku Dosen Pengampu matakuliah Kebijakan

Pembangunan Perikanan

2. Orang tua kami yang selalu mendukung dan memberikan doa untuk

kami.

3. Teman kami yang memberikan bantuan dan motivasi dalam penyusunan

makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca sebagai buku panduan ataupun

pengetahuan tentang kebijakan industrialisasi perikan Indonesia Makalah ini masih

banyak kekurangan karena ilmu dan pengetahuan yang kami miliki dan peroleh sangatlah

terbatas. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan kritik

dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan.

Malang, 30 Oktober 2015

Penulis

ii

Page 3: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR.................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

1.1 Latar Belakang.................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................2

1.3 Tujuan...............................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................3

2.1 Definisi..............................................................................................................3

2.2 Kebijakan Industrialisasi Perikanan................................................................3

2.3 Masalah-masalah Kelautan dan Perikanan Indonesia......................................5

2.4 Prinsip-prinsip Industrialisasi Perikanan.........................................................6

2.5 Hambatan Kebijakan Industrialisasi Perikanan..............................................8

2.6 Strategi Kebijakan Industrialisasi Periakan...................................................12

BAB III PEMBAHASAN..........................................................................................14

3.1 Pencapaian Sektor Kelautan dan Perikanan Tahun 2014...............................14

3.2 Laju Pertumbuhan PDB Nasional Atas Dasar Harga Konstan 2000 dan PDB Perikanan Atas Harga Konstan Tahun 2009–2014................................................16

3.3 Pertumbuhan PDB Tahun 2010-2014.............................................................17

3.4 Perkembangan Nilai PDB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 – 2014 17

3.5 Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2001 – 2014......18

3.6 Nilai Ekspor Produk Perikanan......................................................................19

3.7 Analisis Pengaruh Kebijakan Industrialisasi Perikanan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia..........................................................................19

BAB IV PENUTUP...................................................................................................22

4.1 Kesimpulan.....................................................................................................22

4.2 Saran...............................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................23

iii

Page 4: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

iv

Page 5: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

i

Page 6: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kelautan selama tiga dasa warsa terakhir selalu diposisikan

sebagai sektor pinggiran (peripheral sector) dalam pembangunan ekonomi

nasional. Dengan posisi semacam ini bidang kelautan yang didefinisikan sebagai

sektor perikanan, pariwisata bahari, pertambangan laut, industri maritim,

perhubungan laut, bangunan kelautan dan jasa kelautan, bukan menjadi arus

utama (mainstream) dalam kebijakan pembangunan ekonomi Nasional. Kondisi

ini menjadi ironis mengingat hampir 75 % wilayah Indonesia merupakan lautan

dengan potensi ekonomi yang sangat besar serta berada pada posisi geopolitis

yang penting yakni Lautan Pasifik dan Lautan Hindia- sebuah kawasan paling

dinamis dalam percaturan dunia baik secara ekonomi dan politik. Sehingga secara

ekonomi-politis sangat logis jika bidang kelautan dijadikan tumpuan dalam

pembangunan ekonomi nasional (Kusumastanto).

Dengan demikian secara ekonomi dalam konteks makro pada tataran

kebijakan pembangunan nasional, sudah selayaknya bidang kelautan menjadi arus

utama dalam kebijakan ekonomi nasional. Sedangkan, secara politik semangat

menjadikan sektor kelautan sebagai basis ekonomi nasional harus didukung oleh

visi dan konsensus bersama semua pengambil kebijakan di negeri ini baik pada

tataran eksekutif (termasuk militer dan polisi), legislatif, yudikatif serta didukung

oleh segenap komponen bangsa Indonesia. Dengan demikian untuk

Pembangunan Kelautan diperlukan national ocean development policy (NODEP)

dengan didukung oleh tiga pilar pembangunan kelautan yaitu kebijakan kelautan

nasional (National Ocean Policy-NOP), kebijakan ekonomi kelautan nasional

(national ocean economic policy - NOEP) dan pemerintahan kelautan nasional

(national ocean governance - NOG) yang komprehensif memandang laut sebagai

pemersatu wilayah, kesatuan politik dan ekonomi (Kusumastanto).

Pilar Pembangunan Kelautan tersebut merupakan kebijakan-kebijakan

dalam rangka mendayagunakan dan memfungsikan laut secara bijaksanaan yang

1

Page 7: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

didukung oleh pemanfaatan daratan untuk kepentingan publik dalam rangka

memaksimalkan kesejahteraan masyarakat (maximize social well-being).

Kebijakan pembangunan Kelautan Nasional (NODEP) sebagai kebijakan-

kebijakan yang dibuat oleh policy makers dalam mendayagunakan sumberdaya

kelautan secara bijaksana yang didukung pilar-pilar ekonomi sumberdaya daratan

yang tangguh untuk kepentingan publik dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan masyarakat (social well being). NODEP merupakan payung bagi

pembangunan Indonesia yang terintegrasi antara pembangunan lautan dan daratan

secara bijaksana dengan sasaran utama adalah meningkatkan kesejahteraan

masyarakat Indonesia khususnya masyarakat kecil yang harus mendapat perhatian

utama (Kusumastanto).

Berdasarkan hal tersebut dari kelompok kami ingin menyusun makalah

dengan judul Analisis Kebijakan Industrialisasi Perikanan Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh kebijakan industrialisasi Perikanan dengan

pertumbuhan ekonomi indonesia ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengaruh kebijakan industrialisasi perikanan dengan

pertumbuhan ekonomi indonesia.

2

Page 8: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan

oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu

sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-

peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.

Anderson merumuskan kebijakan sebagai langkah tindakan secara sengaja

dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya

masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi (Winarno,Budi,2002)

Pembangunan nasional Indonesia adalah paradigma Pembangunan yang

terbangun atas pengalaman Pancasila yaitu pembangunan manusia Indonesia

seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, dengan Pancasila

sebagai dasar, tujuan, dan pedomannya. Dari amanat tersebut disadari bahwa

pembangunan ekonomi bukan semata-mata proses ekonomi, tetapi suatu

penjelmaan pula dari proses perubahan politik, sosial, dan budaya yang meliputi

bangsa, didalam kebulatannya. Pembangunan Nasional merupakan cerminan

kehendak terus-menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat

Indonesia secara adil dan merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat

dan penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila.

Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu

negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode

tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan

kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan

pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi

keberhasilan pembangunan ekonomi.

2.2 Kebijakan Industrialisasi Perikanan

Dalam rangka mewujudkan visi baru untuk menjadi produsen perikanan

terbesar pada tahun 2015, sejak akhir tahun 2009 Kementerian Kelautan dan

Perikanan telah berkomitmen untuk meningkatkan produksi ikan sebesar 353%.

3

Page 9: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

Untuk itu pengkajian dan perumusan strategi yang tepat merupakan langkah yang

bijak agar terjadi sinergi antar berbagai pihak terkait sehingga peningkatan

produksi dapat tercapai secara efektif dan efisien tanpa harus mengeksploitasi

sumberdaya secara berlebihan (Ahmad Poernomo, 2011).

Tidak dapat dipungkiri bahwa perikanan tangkap baik di laut maupun

perairan umum merupakan salah satu jalan yang paling mudah dan relatif murah

untuk meningkatkan produksi perikanan, karena pada dasarnya perikanan tangkap

bersifat perburuan, dan hanya memerlukan biaya modal untuk menangkap ikan.

Akan tetapi ada permasalahan besar yang dihadapi yaitu adanya dugaan telah

banyak berkurangnya stok sumberdaya ikan, tidak saja di Indonesia, tetapi di

seluruh dunia sehingga potensi yang masih terbuka sepenuhnya hanyalah spesies

laut dalam, yang tentu saja ini memerlukan teknologi dan biaya yang sangat

tinggi. Selebihnya, diperlukan kehati-hatian dalam hal jenis dan lokasi untuk

melakukan eksploitasi sumberdaya ikan (Ahmad Poernomo, 2011).

Peluang berikutnya tentu berada pada perikanan budidaya, mengingat

Indonesia masih memiliki potensi lahan budidaya yang cukup besar, yang saat ini

belum digarap secara optimal. Namun ada juga permasalahan yang dihadapi

sektor ini antara lain mahalnya biaya untuk pembelian pakan ikan dan

ketersediaan bahan baku pakan, terutama tepung ikan. Pada perikanan budidaya,

biaya pakan adalah yang terbesar, yaitu mencapai 80% pada budidaya lele dan

70% pada budidaya ikan mas (Nugroho, 2010) dalam (Ahmad Poernomo, 2011),

bahkan mencapai lebih dari 89% untuk budidaya patin di Jambi (Koeshendrajana,

2010) dalam (Ahmad Poernomo, 2011). Permasalahan lain yang tidak kalah

pentingnya adalah masih kurangnya penguasaan teknologi pembenihan, teknologi

budidaya, dan penanggulangan penyakit, serta pengelolaan lingkungan budidaya.

Di samping itu, baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya masih harus

menghadapi masalah sosial berupa pencurian dan perampokan ikan. Alternatif

lain untuk meningkatkan produksi ikan, dapat juga dilakukan dengan mereduksi

susut hasil setelah ikan ditangkap. Bila dilakukan dengan baik, reduksi susut hasil

dapat berfungsi ganda, pertama mengurangi jumlah (volume) produksi ikan yang

ditangkap dan kedua meningkatkan nilai (value) dengan cara mempertahankan

4

Page 10: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

mutu kesegaran ikan. Peningkatan jumlah tangkapan tanpa mempertimbangkan

susut hasil fisik maupun susut nilai ekonomis (karena kerusakan mutu ikan)

adalah suatu pemborosan yang sia-sia. Peningkatan nilai ekonomis bahkan dapat

diupayakan dengan melakukan pengolahan ikan, karena nilai tambah yang

diperoleh melalui pengolahan primer, sekunder, atau tersier dapat mencapai 250%

(Sutjiamidjaja & Sutjiamidjaja, 1999) dalam (Ahmad Poernomo, 2011).

Peningkatan produksi juga dapat diperoleh bila penangkapan ilegal, tidak

terdaftar, dan melanggar peraturan (IUU fishing) dapat diatasi.

Bila semua peluang tersebut di atas dapat dimanfaatkan, maka baik

perikanan tangkap, budidaya, maupun pengolahan akan beroperasi pada skala

besar. Berbicara pada tataran produksi skala besar, mau tidak mau pertimbangan

masalah bisnis harus dipikirkan, karena sangat terkait dengan globalisasi

perdagangan yang tentu saja tidak dapat dihindari. Untuk itu industrialisasi

perikanan perlu digalakkan karena industrialisasi adalah bentuk yang tepat untuk

mengelola perikanan secara bisnis (Ahmad Poernomo, 2011).

Di Indonesia, pengaturan terkait pengembangan industri telah dilakukan

oleh Pemerintah, antara lain melalui PP 17 tahun 1986 tentang kewenangan

pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri, serta PP 13 tahun 1995

tentang kewajibkan IUI/TDI untuk industri, yang diserahkan kepada Departemen

Perindustrian dan Perdagangan (saat itu). Selanjutnya, Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan nomor 589 tahun 1999 telah mengatur jenis-jenis

industri yang masuk dalam kewenangan pembinaan oleh Menteri Perindustrian

dan Perdagangan. Dalam (Ahmad Poernomo, 2011) Untuk komoditi perikanan,

industri yang termasuk dalam Keputusan Menteri tersebut adalah:

1. Industri pengalengan ikan dan biota perairan lain

2. Industri pengasapan ikan dan biota perairan lain

3. Industri pembekuan ikan dan biota perairan lain (dikecualikan

pembekuan ikan di laut)

4. Industri pengolahan dan pengawetan ikan dan biota perairan lain.

2.3 Masalah-masalah Kelautan dan Perikanan Indonesia

5

Page 11: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

Permasalahan yang terjadi pada sumberdaya alam termasuk di dalamnya adalah sumberdaya ikan (SDI) jika dilihat dari segi ekonomi terbagi menjadi dua hal, yaitu:

1. Tidak tersedianya sistem hak kepemilikan atas sumberdaya perairan

2. Tidak tersedianya informasi detail mengenai sumberdaya ikan

Solusi yang dapat diberikan untuk kedua masalah tersebut adalah:

1. Sistem kuota yang dapat diperjualbelikan

Sistem ini dianggap mampu mengatasi ketidaktersedianya kepemilikan

atas sumberdaya ikan. Dengan diperjualbelikannya kuota tangkap

memiliki fungsi kepemilikan dan tanggung jawab atas keberlangsungan

SDI sejumlah kuota tersebut.

2. Pajak

Pajak dikenakan jika kepemilikan sumberdaya dipegang oleh Negara. Jika

ada orang/kelompok yang ingin memanfaatkan sumberdaya tersebut maka

dikenakan sejumlah uang sebagai kompensasi pengelolaan kelestarian

sumberdaya tersebut.

3. Subsidi

Subsidi oleh Pemerintah/Negara diberikan jika sumberdaya perikanan

mengalami penipisan stok. Maka peran dari pemerintahlah untuk

mengusahakan agar kegiatan ekonomi perikanan dapat terus berjalan.

4. Pembayaran untuk layanan ekologis

Sumberdaya tidak hanya berfungsi sebagai konsumsi manusia, ada

kalanya memiliki fungsi ekologis yang sangat penting untuk keberlanjutan

sumberdaya tersebut di masa yang akan datang. Terkadang fungsi ekologis

ini tidak Dalam rangka pengelolaan sumberdaya dibutuhkan dana yang tid

Berdasarkan hubungan antara sistem ekonomi dan lingkungan, masalah

lingkungan muncul ketika alokasi sumberdaya tidak efisien. Konsep

sistem hak kepemilikan atas sumberdaya merupakan jalan paling efektif

untuk memahami „mengapa asset dapat dinilai lebih rendah dari yang

seharusnya oleh pasar dan kebijakan pemerintah‟

2.4 Prinsip-prinsip Industrialisasi Perikanan

6

Page 12: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

a. Modernisasi dan Pengembangan Produk Bernilai Tambah

Kemajuan sektor perikanan dapat dipercepat dengan modernisasi

sistem produksi yang mampu meningkatkan produk bernilai tambah

berkualitas tinggi. Secara teoritis modernisasi yang terjadi melalui

kapitalisasi (peningkatan arus modal dan teknologi), akan berpengaruh

terhadap perubahan struktur sosial masyarakat. Peningkatan kebutuhan

spesialisasi pekerjaan atau tumbuhnya pekerjaan-pekerjaan baru dengan

posisi baru dalam struktur sosial masyarakat akan memainkan peranan-

peranan sosial tertentu sesuai dengan tuntutan statusnya. Struktur-strukrur

yang baru ini membawa sejumlah implikasi (Mandala Harefa). Biersted

(1970) dalam mandala harefa mengemukakan tiga pokok pemikiran

berkaitan dengan hal tersebut, yaitu (1) pembagian kerja merupakan wujud

adanya bentuk pelapisan atau stratifikasi sosial dalam masyarakat; (2)

pembagian kerja menghasilkan ragam posisi atau status dan peranan yang

berbeda; dan (3) pembagian kerja sebagai fungsi dari besar kecilnya ukuran

masyarakat, semakin besar ukuran masyarakat, pembagian kerja pun

semakin nyata. Berdasarkan proposisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa

stratifikasi sosial masyarakat dapat berubah setelah adanya modernisasi.

Pada tingkatan analisis mikro, kehadiran modernisasi perikanan

melalui berbagai bentuk inovasi teknologi menciptakan konfigurasi cara

produksi (mode of production) dalam formasi sosial (social formation)

dalam masyarakat, berupa hadirnya dua atau lebih cara produksi secara

bersamaan dan salah satu cara produksi mendominasi cara lainnya

(Budiman, 1995) dalam (Mandala Harefa). Konsep pokok cara produksi

atau cara berproduksi (mode of production) terdiri dari kekuatan produksi

berupa gabungan dari alat produksi (means of production) dan hubungan-

hubungan produksi (relation of production). Salah satu kasus yang diteliti

oleh Khan (1975) dalam (Mandala Harefa), tentang kehadiran lebih dari

dua mode of production pada satu masyarakat yang sama tentang pengrajin

logam menyimpulkan bahwa cara produksi dikalangan peasantakan

berubah-ubah sesuai dengan kondisi lingkup sosial yang lebih besar,

7

Page 13: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

bervariasi mengikuti a particular set of historical conditions; maka

bervariasi mengikuti interaksi dengan cara produksi lain yang peredarannya

lebih dominan. Sementara Taylor (1979) (Mandala Harefa), menegaskan

bahwa formasi sosial yang terbentuk akan mengalami suatu artikulasi cara

produksi dalam arti terjadinya koeksistensi ciri kapitalisme dan

prakapitalisme yang dipengaruhi oleh suatu konteks budaya berdasarkan

karakteristik daerah atau wilayah.

b. Integrasi Sistem Produksi Hulu dan Hilir Berorientasi Pasar dan

Kemitraan Usaha

Agar kuat, berkualitas dan kompetitif industrialisasi perikanan akan

diikuti dengan penguatan struktur industri, yaitu peningkatan jumlah dan

kualitas industri perikanan dan pembinaan hubungan antar entitas sesama

industri, industri hilir dan hulu, industri besar, menengah dan kecil, serta

hubungan antara industri dengan konsumen pada semua tahapan value

chain.

c. Berbasis Wilayah dan Sistem Manajemen Kawasan

Kebijakan industrialisasi perikanan dilaksanakan berbasis wilayah

dan sistem manajemen kawasan, yaitu berdasarkan pada distribusi

sumberdaya alam di wilayah-wilayah potensial dan dengan sistem

manajemen sentra-sentra produksi potensial dan sesuai dengan prospek

pertumbuhannya di masa depan.

d. Berkelanjutan

Industrialisasi perikanan akan dilaksanakan sesuai dengan konsep

pembangunan berkelanjutan, yaitu keseimbangan antara pemanfaatan

sumberdaya alam dan perlindungan lingkungan berjangka panjang

e. Transformasi Sosial

Industrialisasi Kelautan dan Perikanan diharapkan dapat mendorong

perubahan masyarakat agraris menjadi masyarakat industri yang modern,

8

Page 14: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

melalui perubahan cara berfikir perilaku masyarakat sesuai karakteristik

masyarakat industri.

2.5 Hambatan Kebijakan Industrialisasi Perikanan

a. Bahan Baku

Secara kuantitas, jumlah penduduk Indonesia merupakan yang

terbesar kelima di dunia, yaitu ± 220 juta jiwa dan, ± 60% diantaranya hidup

dan bermukim di sekitar wilayah pesisir. Sebagian besar diantaranya

menggantungkan kehidupannya kepada keberadaan sumber daya alam

pesisir dan lautan.  Sehingga tidaklah mengherankan bahwa sebagian besar

kegiatan dan aktivitas sehari-harinya selalu berkaitan dengan keberadaan

sumberdaya di sekitarnya.

Konsekuensi dari semua hal itu adalah sumber daya pesisir dan laut

semakin banyak dieksploitasi, mulai dengan menggunakan teknologi yang

paling sederhana sampai teknologi moderen.  Fenomena ini memberikan

indikasi bahwa semakin tinggi tingkat penggunaan teknologi eksploitasi,

maka semakin besar tekanan terhadap keberadaan sumberdaya

tersebut.  Bahkan tidaklah mengherankan bilamana tingkat teknologi yang

digunakan sangat ekstraktif dan cenderung destruktif, maka hal ini akan

menjadi ancaman yang sangat signifikan bagi keberlangsungnan sumber

daya pesisir dan laut Indonesia.

Sebagai negara maritim dengan wilayah laut yang luas ini telah

menyebabkan banyak kegiatan ekonomi penduduk, secara langsung dan

tidak langsung berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya laut, khususnya

mereka yang bermukim di wilayah pantai.

Oleh karena rendahnya kemampuan untuk mengontrol produksi

maupun harga produksi, masyarakat nelayan memiliki tingkat sosial

ekonomi rendah. Usahanya yang berskala kecil, sederhana, dan tradisional

lebih banyak mengarah pada aspek sosial budaya dibandingkan dengan

aspek ekonominya. Kecuali itu, mereka hanya monoton terikat pada

9

Page 15: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

pekerjaan menangkap ikan di laut. Demikian pula, pola-pola pekerjaan

sebagai nelayan membatasi aktivitas ke sektor pekerjaan lain yang pada

gilirannya mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran rumah tangganya.

b. Infrastruktur

Armada penangkapan didominasi oleh nelayan kecil dan kapal tanpa

motor/motor <5 GT (89,45% dari total armada tangkap Indonesia,

Pelabuhan Sebaran pelabuhan tidak merata pada daerah fishing ground (ii)

Pengelolaan pelabuhan perikanan belum berjalan baik : sistem informasi

dan manajemen operasional pelabuhan perikanan masih belum optimal dan

belum profesional, kualitas pendataan, peningkatan kualitas SDM dan

kelembagaan pengelolaan pelabuhan; (iii) pelabuhan yang idle tidak

termanfaatan dengan baik; (iv) Konektivitas antarpelabuhan belum berjalan

dengan baik. Masih terbatasnya lahan yang dipakai untuk kegiatan

budidaya, dibandingkan potensi terdata (6,28% dari total potensi lahan).

Keterbatasan pengembangan budidaya laut (marikultur dan budidaya air

payau) dibanding potensinya. Lemahnya akses permodalan, akses pasar, dll

dalam rangka pengembangan usaha (Kusnadi).

c. Teknologi

Teknologi, dimana industri perikanan indonesia saat ini sudah

dikelola dengan menggunakan terutama teknologi yang sederhana dan

madya, dan sebagian menggunakan teknologi maju. Pada kenyataanya

penggunaan teknologi sesuai dengan trend teknologi perikanan dunia,

teknologi perikanan indonesia, yang diantisipasi oleh dunia usaha sesuai

dengan kapasitas yang dimiliki, faktor ekonomi teknologi,  sehingga

walaupun lambat para pelaku usaha mengadopsi kemajuan-kemajuan

teknologi (Kusndi).

d. Permodalan

Kondisi keterbatasan sosial dan kemiskinan yang diderita

masyarakat nelayan disebabkan oleh faktor-faktor yang kompleks. Faktor-

10

Page 16: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

faktor tersebut tidak hanya berkaitan dengan fluktuasi musim ikan,

keterbatasan sumber daya manusia, keterbatasan modal, kurangnya akses,

dan jaringan perdagangan ikan yang cenderung eksploitatif terhadap nelayan

sebagai produsen, serta dampak negatif modernisasi perikanan yang

mendorong terkurasnya sumber daya laut secara cepat dan berlebihan, serta

terbatasnya peluang dan kesempatan nelayan untuk melakukan diverisifikasi

pekerjaan, terutama diluar kegiatan pencarian ikan di laut (Kusndi).

Beberapa studi memperlihatkan bahwa di kalangan masyarakat

nelayan telah berkembang berbagai strategi untuk mempertahankan

kelangsungan hidup, diantaranya adalah adanya pranata-pranata tradisional

sebagai tindakan kolektif yang secara efektif dapat dipakai sebagai strategi

untuk mengatasi kesulitan hidup, seperti pembentukan kelompok simpan

pinjam dan arisan. Aktivitas ini sangat sederhana, fleksibel, dan adaptif

terhadap kondisi-kondisi sosial-ekonomi, serta sesuai dengan kondisi

masyarakat nelayan, terutama yang kurang mampu (Sulistyo dan Rejeki,

1994: 113-135; Kusnadi, 1997: 7-8). Strategi lain adalah dengan melakukan

diversifikasi pekerjaan, baik pekerjaan-pekerjaan yang masih berkait dengan

kegiatan kenelayanan atau pencarian ikan di laut, maupun kegiatan di luar

sektor kenelayanan, seperti bertani, berkebun, penjual jasa, tukang becak,

buruh bangunan, dll.

e. Budaya

Sebagai suatu kesatuan sosial, masyarakat nelayan hidup, tumbuh, dan

berkembang di wilayah pesisir atau wilayah pantai. Dalam konstruksi

sosial masyarakat di kawasan pesisir, masyarakat nelayan merupakan

bagian dari konstruksi sosial tersebut, meskipun disadari bahwa tidak

semua desa-desa di kawasan pesisir memiliki penduduk yang

bermatapencaharian sebagai nelayan Walaupun demikian, di desa-desa

pesisir yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai

nelayan, petambak, atau pembudidaya perairan, kebudayaan nelayan

berpengaruh besar terhadap terbentuknya identitas kebudayaan masyarakat

pesisir secara keseluruhan (Ginkel, 2007) dalam (Kusndi). Baik nelayan,

11

Page 17: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

petambak, maupun pembudidaya perairan merupakan kelompok-kelompok

sosial yang langsung berhubungan dengan pengelolaan sumber daya

pesisir dan kelautan (Kusndi).

Dengan memperhatikan struktur sumber daya ekonomi lingkungan

yang menjadi basis kelangsungan hidup dan sebagai satuan sosial,

masyarakat nelayan memiliki identitas kebudayaan yang berbeda dengan

satuan-satuan sosial lainnya, seperti petani di dataran rendah, peladang di

lahan kering dan dataran tinggi, kelompok masyarakat di sekitar hutan,

dan satuan sosial lainnya yang hidup di daerah perkotaan (Kusnadi).

Bagi masyarakat  nelayan, kebudayaan merupakan sistem gagasan

atau sistem kognitif yang berfungsi sebagai ”pedoman kehidupan”,

referensi pola-pola kelakuan sosial, serta sebagai sarana untuk

menginterpretasi dan memaknai berbagai peristiwa  yang terjadi di

lingkungannya (Keesing, 1989:68-69) dalam (Kusnadi). Setiap gagasan

dan praktik kebudayaan harus bersifat fungsional dalam kehidupan

masyarakat. Jika tidak, kebudayaan itu akan hilang dalam waktu yang

tidak lama. Kebudayaan haruslah membantu kemampuan survival

masyarakat atau penyesuaian diri individu terhadap lingkungan

kehidupannya. Sebagai suatu pedoman untuk bertindak bagi warga

masyarakat, isi kebudayaan adalah rumusan dari tujuan-tujuan dan cara-

cara yang digunakan untuk mencapai tujuan itu, yang disepakati secara

sosial (Kluckhon, 1984:85, 91) dalam (Kusnadi).

Perspektif antropologis untuk memahami eksistensi suatu

masyarakat bertitik tolak dan berorientasi pada hasil hubungan dialektika

antara manusia, lingkungan, dan kebudayaannya. Karena itu, dalam

beragam lingkungan yang melingkupi kehidupan manusia,  satuan sosial

yang terbentuk melalui proses demikian akan menmpilkan karakteristik

budaya yang berbeda-beda.  Dengan demikian, sebagai upaya memahami

masyarakat nelayan, khususnya di Provinsi Jawa Tengah, berikut ini akan

dideskripsikan beberapa aspek antropologis yang dipandang penting

sebagai pembangun identitas kebudayaan masyarakat nelayan, seperti

12

Page 18: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

sistem gender, relasi patron-klien, pola-pola eksploitasi sumber daya

perikanan, dan kepemimpinan sosial (Kusnadi).

2.6 Strategi Kebijakan Industrialisasi Periakan

Strategi Utama Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan Kebijakan, visi, dan

misi Kementerian Kelautan dan Perikanan diimplementasikan dengan strategi

utama sebagai berikut:

1. memperkuat kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) secara

terintegrasi;

2. mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan;

3. meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan; dan

4. memperluas akses pasar domestik dan internasional.

13

Page 19: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Pencapaian Sektor Kelautan dan Perikanan Tahun 2014

Tabel 1.1

14

Page 20: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

1. Pertumbuhan PDB perikanan

PDB nasional atas dasar harga berlaku mencapai Rp2.607 triliun

pada triwulan IV-2014 atau mengalami penurunan sebesar 0,59%

dibandingkan triwulan III-2014. Sejalan dengan PDB nasional atas dasar

harga berlaku, PDB atas dasar harga konstan 2000 pada triwulan IV-2014

juga mengalami penurunan sebesar 1,41% dibandingkan triwulan

sebelumnya atau sebesar Rp734,6 triliun. Untuk pertumbuhan PDB

Perikanan dari tahun ke tahun selalu meningkat, hal tersebut

15

Page 21: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

menggambarkan bahwa kemampuan sumber daya perikanan sebagai

andalan dalam perekonomian nasional.

PDB Nasional memiliki kecenderungan mengalami penurunan

sedangkan PDB Perikanan Pertumbuhan sektor perikanan pada triwulan

IV-2014 tumbuh sebesar 8,11% dibandingkan triwulan III-2014 sebesar

6,51%. Pertumbuhan ini lebih besar daripada pertumbuhan sektor

kelompok pertanian triwulan IV-2014 sebesar 2,58% dan pertumbuhan

nasional triwulan IV-2014 sebesar 5,03%. Pertumbuhan ini menunjukkan

adanya peningkatan daya beli (purchasing power) dari para pelaku sektor

kelautan dan perikanan dibandingkan sektor kelompok pertanian dan

nasional.

PDB Nasional atas harga berlaku maupun PDB Nasional atas harga

konstan 2000 tahun 2014 menunjukkan adanya faktor musiman. Triwulan

I, triwulan II dan triwulan III menunjukkan pertumbuhan sedangkan

triwulan IV menunjukkan penurunan. Penurunan pada setiap triwulan IV

rata-rata sebesar -2,2% persen dari tahun 2000 hingga 2014. Penurunan ini

disebabkan adanya faktor musiman pada sektor sektor kelompok pertanian

terutama subsektor tanaman bahan makan dan tanaman perkebunan

bahkan beberapa komoditas tanaman bahan makan telah melewati masa

panen pada triwulan III. Gambar 3.6. menunjukan pertumbuhan sektor

perikanan tahun 2014 sebesar 6,96%, pertumbuhan ini lebih tinggai dari

pertumbuhan kelompok pertanian sebesar 3,3% dan PDB Nasional sebesar

5,1%.

3.2 Laju Pertumbuhan PDB Nasional Atas Dasar Harga Konstan 2000 dan

PDB Perikanan Atas Harga Konstan Tahun 2009–2014

16

Page 22: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

Tabel 1.2

Triwulan IV-2014 kinerja sektor perikanan mengalami pertumbuhan

sebesar 8,11% hampir mendekati kinerja triwulan yang sama tahun yang lalu

sebesar 8,15%. Pertumbuhan PDB Perikanan tahun 2014 tidak melebihi

pertumbuhan pada tahun 2013, yang dapat disebabkan oleh beberapa komponen

seperti tingkat konsumsi masyarakat, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor

dan impor.

Pertumbuhan sektor perikanan ini disebabkan oleh peningkatan produksi

perikanan tangkap dan perikanan budidaya tahun 2014. Produksi perikanan

tangkap tahun 2014 (angka sementara) meningkat sebesar 1,28% atau sebesar

5,78 juta ton sedangkan produksi perikanan budidaya tahun 2014 (angka

sementara triwulan III) mencapai 9,53 juta ton. Komoditas perikanan tangkap

seperti tuna mengalami peningkatan sebesar 1,68% (310 ribu ton) dibandingkan

tahun 2013, cakalang meningkat sebesar 0,75% (484 ribu ton), tongkol meningkat

sebesar 0,69% (454 ribu ton), dan udang meningkat sebesar 1,62% (255 ribu ton).

3.3 Pertumbuhan PDB Tahun 2010-2014

17

Page 23: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

Tabel 1.3

Terdapat perubahan target PDB sebagaimana tersebut dalam Renstra KKP

2010-2014 sebesar 7,27 menjadi 7,00 sesuai Tapja 2014 No.

580/MEN-KP/X/2014. Perubahan target tersebut dilakukan karena melambatnya

perekonomian dunia global, penurunan target PDB Perikanan disebabkan pula

oleh adanya penghematan anggaran seluruh Satuan Kerja lingkup KKP yang

berdampak pada pengurangan upaya-upaya (kegiatan) pencapaian IKU PDB

Perikanan. Alasan lain adalah kegiatan perikanan masih sangat di pengaruhi oleh

kondisi cuaca dan iklim sehingga aktivitas usaha tidak dapat berlangsung

sepanjang waktu sehingga mempengaruhi pertumbuhan sektor perikanan

Indonesia.

3.4 Perkembangan Nilai PDB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 –

2014

Tabel 1.4

PDB Nasional atas harga berlaku maupun PDB Nasional atas harga

konstan 2000 tahun 2014 menunjukkan adanya faktor musiman. Triwulan I,

triwulan II dan triwulan III menunjukkan pertumbuhan sedangkan triwulan IV

menunjukkan penurunan.

18

Page 24: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

Penurunan pada setiap triwulan IV rata-rata sebesar -2,2% persen dari

tahun 2000 hingga 2014. Penurunan ini disebabkan adanya faktor musiman pada

sektor sektor kelompok pertanian terutama subsektor tanaman bahan makan dan

tanaman perkebunan bahkan beberapa komoditas tanaman bahan makan telah

melewati masa panen pada triwulan III.

3.5 Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2001 – 2014

Tabel 1.6

Menunjukan pertumbuhan sektor perikanan tahun 2014 sebesar 6,96%,

pertumbuhan ini lebih tinggai dari pertumbuhan kelompok pertanian sebesar 3,3%

dan PDB Nasional sebesar 5,1%. Pertumbuhan sektor perikanan tahun 2014 lebih

tinggi dari rata-rata pertumbuhan sejak tahun 2009- 2014 sebesar 6,25%, hal ini

menunjukkan bahwa sektor perikanan baik perikanan tangkap maupun perikanan

budidaya menunjukkan potensi besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia.

3.6 Nilai Ekspor Produk Perikanan

19

Page 25: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

Tabel 1.6

Pada tahun 2014, nilai ekspor produk perikanan ditargetkan sebesar USD

5,1 miliar. Terdapat lag 2-3 bulan dalam menghitung nilai ekspor produk

perikanan riil berdasarkan data dari BPS. Nilai ekspor produk perikanan s/d

November 2014 mencapai USD 4,23 miliar, atau setara dengan pencapaian 83%

apabila dibandingkan dengan target tahun 2014. Berdasarkan realisasi nilai ekspor

hasil perikanan s/d November 2014, diperkirakan capaian sampai dengan

Desember 2014 sebesar USD 4,64 miliar (90,95% dari target).

3.7 Analisis Pengaruh Kebijakan Industrialisasi Perikanan Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Melihat data PDB dan data Ekspor Indonesia yang telah di jelaskan diatas maka

dapat dianalisa bahwa Kebijakan Industrialisasi Perikanan sangat mempengaruhi

Pertumbumbuhan Ekonomi Indonesia. Hampir semua sektor pada perikanan

mengalami kenaikan walaupun disetiap triwulan mengalami fluktuasi.

Tabel 1.1

20

Page 26: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

Pada Tabel menunjukan pertumbuhan sektor perikanan tahun 2014 sebesar

6,96%, pertumbuhan ini lebih tinggai dari pertumbuhan kelompok pertanian

sebesar 3,3% dan PDB Nasional sebesar 5,1%. Pertumbuhan sektor perikanan

tahun 2014 lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan sejak tahun 2009- 2014 sebesar

6,25%, hal ini menunjukkan bahwa sektor perikanan baik perikanan tangkap

maupun perikanan budidaya menunjukkan potensi besar dalam pembangunan

ekonomi Indonesia.

Demikian dengan data nilai Ekspor perikanan Indonesia menunjukkan

kenaikkan dari tahun ke tahun yang di tunjukkan pada tabel berikut :

Tabel 1.6

Pada tahun 2014, nilai ekspor produk perikanan ditargetkan sebesar USD

5,1 miliar. Terdapat lag 2-3 bulan dalam menghitung nilai ekspor produk

perikanan riil berdasarkan data dari BPS. Nilai ekspor produk perikanan s/d

November 2014 mencapai USD 4,23 miliar, atau setara dengan pencapaian 83%

apabila dibandingkan dengan target tahun 2014. Berdasarkan realisasi nilai ekspor

hasil perikanan s/d November 2014, diperkirakan capaian sampai dengan

Desember 2014 sebesar USD 4,64 miliar (90,95% dari target).

21

Page 27: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari analisa diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan Industrialaisasi

Perikanan memberikan dampak bagi pertumbuhan ekonomi sektor perikanan dan

mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Akan tetapi belum bisa berdampak

langsung bagi pertumbuhan ekonomi nasional dikarenakan banyak sektor yang

mengalami penurunan.

22

Page 28: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

Dari kebijakan industrialisasi sendiri mempunya tujuan yang menjadi landasan

untuk tercapainya sebuah industrialisasi perikanan yaitu Meningkatkan produksi,

produktivitas, dan nilai tambah produk kelautan dan perikanan yang berdaya saing

tinggi berorientasi pasar, Mempercepat pembangunan ekonomi berbasis kelautan

dan perikanan melalui modernisasi sistem produksi dan manajemen,

Meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan.

4.2 Saran

Dalam pembuatan kebijakan tentunya harus memperhatikan latar belakang

dari masyarakat kita, bahwasannya kebijakan industrialisasi perikanan ini hanya

mampu dijalankan bagi sang pemegang modal besar saja. Harapannya kebijakan

selanjutnya harus memperhatikan faktor financial dari masyarakat kita karena

berhubungan dengan paha ekonomi kita yaitu ekonomi kerakyatan

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor

PER27/MEN/2012 Tentang Pedoman Umum Industrialisasi Kelautan dan

Perikanan

Abdurrahman Syahrim.2014.Kebijakan Pembangunan Perikanan.Kementrian

Kelautan dan Perikanan

Kebijakan Industrialisasi Perikanan. Kementrian Kelautan.2012

23

Page 29: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

Laporan Kinerja Kementrian Kelautan dan Perikanan.Kementrian Kelautan dan

Perikanan. 2014

Poernomo, Achmad.,Heruwati, Endang Sri. Industrialisasi Perikanan Suatu

Tantangan Untuk Perubahan. Squalen Vol. 6 No.3, Desember 2011.

Harefa, Mandala.Kebijakan Pembangunan dan Kesenjangan Ekonomi Antar

Wilayah. Periset Ekonomi Kebijakan Publik pada Pusat Pengkajian

Pengolahan data dan Informasi Sekretarian Jenderal DPR RI.

http://www.bappenas.go.id/get-fileserver/node/8426/.

Kusnadi. 2014. Kebudayaan Masyarakat Nelayan.

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbyogyakarta/2014/09/22/kebudaya

an-masyarakat-nelayan/

Kusumastanto, Tridoyo. Urgensi” Natioanal Ocean Development Policy” Nodep

Bagi Negara Kepulauan. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan –

Institut Pertanian Bogor

Budi Winarno. (2004). Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta, Medpress

24