keberadaan pengemis di kota batam...
TRANSCRIPT
KEBERADAAN PENGEMIS DI KOTA BATAM
E-JURNAL
Oleh
BAHARUDDIN
100569201090
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
KEBERADAAN PENGEMIS DI KOTA BATAM
Skripsi Diajukan Sebagai salah satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Bidang Sosiologi
Oleh
BAHARUDDIN
100569201090
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016/2017
ABSTRAK
Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui
Bagaimana Keberadaan Pengemis di Kota Batam. Metode penelitian yang peneliti
gunakan adalah metode kualitatif. Menurut Sugiyono (2008:292) pada umumnya
alasan menggunakan metode kualitatif yaitu permasalahan belum jelas, holistik,
kompleks, dinamis dan penuh makna sehingga tidak mungkin data pada situasi
sosial tersebut dijaring dengan metode penelitian kuantitatif. Selain itu peneliti
bermaksud memahami situasi sosial secara mendalam.
Dalam kaitannya dengan penelitian yang di maksud dengan memahami
situasi sosial secara mendalam adalah untuk mengungkapkan secara cermat
permasalahan yang berkaitan dengan masalah penelitian, yaitu bagaimana
Keberadaan Pengemis di Kota Batam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka sulit untuk mendapatkan
hasil kerja mereka di kota - kota lain dikarenakan beberapa hal yang tidak
mendukung seperti jumlah penduduk yang sedikit, hasil mengemis yang kecil,
persaingan antara pengemis yang lainnya dan mereka memilih kota Batam sebagai
tempat strategis untuk mengemis. Jaringan sosial yakni kedekatan pengemis dan
pengemis lainnya yang memperoleh informasi dengan kerabat terdekat. Seorang
atau keluarga miskin acapkali tetap mampu untuk bertahan (survive) dan bahkan
bangkit kembali terutama bila mereka memilki jaringan atau pranata sosial yang
melindungi dan menyelamatkan. Hal ini terpaksa dilakukan seorang individu
menjadi pengemis tentunya faktor ekonomi yang mendorong demi memenuhi
kebutuhan hidup dan mengenyampingkan gengsi atau sifat malu dari pada
memilih menjadi seorang pengangguran. Dari jumlah pengemis yang penulis
temui di lapangan di Kota Batam, mereka melakukan aksi tersebut karena
memiliki tubuh yang cacat, dengan demikian dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan sehari hari, adapun Kota Batam yang menjadi tujuan karena Kota ini
mampu memberikan penghasilan yang dibilang cukup fantastis setaiap harinya.
Kata Kunci: Kemiskinan, Pengemis
ABSTRACT
The purpose of this research is to know how the existence of beggars in the
city of Batam. The research method that researchers use is a qualitative method.
According Sugiyono (2008: 292) in general the reason to use qualitative methods
of problems is not yet clear, holistic, complex, dynamic and full of meaning so it is
impossible data on social situations are netted by quantitative research methods.
In addition the researchers intend to understand the social situation in depth.
In relation to research that is meant to understand the social situation in
depth is to express carefully the problems related to research problems, namely
how the existence of beggars in the city of Batam.
The results show that they are difficult to get their work in other cities due
to some unsupportive things such as small population, small begging, competition
between other beggars and they choose Batam as a strategic place to beg. Social
network is the proximity of beggars and other beggars who obtain information
with closest relatives. A poor person or family is often able to survive and even
rise again especially if they have a protective and saving social network or
institution. This forced an individual to be a beggar of course the economic
factors that encourage to meet the needs of life and put aside the prestige or the
shame of choosing to become an unemployed. From the number of beggars the
authors encounter in the field in the city of Batam, they perform the action
because it has a disabled body, thus utilized to meet the daily needs, as for the city
of Batam which became the destination because the city is able to provide a fairly
fantasticXincomeXeveryXday.
Keywords: Poverty, Beggars
1. Pendahuluan
Indonesia masih tergolong
Negara yang sedang berkembang dan
belum mampu menyelesaikan
masalah kemiskinan. Dari beberapa
banyak masalah sosial yang ada
sampai saat ini Gelandangan dan
Pengemis adalahh masalah yang
perlu diperhatikan lebih oleh
pemerintah, dalam penelitian ini
penulis hanya membahas mengenai
permasalahan Pengemis saja.
Permasalahan pengemis saat ini
menjadi bagian dari Kota Kota besar
di Indonesia seperti Jakarta, Medan,
Surabaya, Palembang, dan Batam
khususnya. Di Kota Batam populasi
pengemis saat ini meningkat dan
berbagai macam karakteristik
pengemis tersebut.
Pengemis secara nasional di
Indonesia mengalami naik dan turun
menurut pusat data dan informasi
(Pusdatin) kementrian sosial lima
tahun terahir, pada tahun 2011
terahir jumlah pengemis berjumlah
61.090 jiwa dan pada tahun 2016
berjumlah 194.908 jiwa ada
kenaikan sekitar 17% peningkatan
tersebut bukan hanya tidak
tersedianya lapangan kerja tetapi
adanya faktor kurangnya rasa ingin
berusaha dan kurangnya
keterampilan, dan kenyataannya
banyak pengemis yang kelihatannya
masih mampu untuk berusaha,
berusaha dalam arti dapat melakukan
kegiatan apapun untuk mendapatkan
makanan selain mengemis.
Keberadaan pengemis di
Kota - Kota besar khususnya Kota
Batam sangat meresahkan
masyarakat, karena mengganggu
aktifitas masyarakat dijalan raya dan
juga merusak keindahan Kota dan
tidak sedikit kasus kriminal yang
dilakukan oleh mereka seperti
mencopet mencuri dan lain - lain.
Oleh karena itu jika masalah
pengemis ini tidak segera
terselesaikan dengan baik maka
dampaknya akan merugikan kita dan
Kota yang kita tempati.
Faktor lain yang
menyebabkan terjadinya masalah
pengemis adalah urbanisasi dan
pembangunan wilayah yang timpang.
Kota besar mempunyai daya tarik
yang luar biasa bagi seluruh lapisan
masyarakat. Hal ini disebabkan Kota
sebagai pusat perkembangan
perekonomian, pusat peredaraan
uang dan pusat kemajuaan teknologi.
Kota besar menjadi magnet yang
sangat kuat untuk menarik penduduk
berpindah dari desa ke Kota. Banyak
alasan yang muncul
melatarbelakangi perpindahan
penduduk dari desa ke Kota atau
Urbanisasi tersebut misalnya
mengadu nasib, mencari pekerjaan,
mengembangkan usaha, melanjutkan
pendidikan dan lain sebagainya. Hal
ini dapat terjadi di Kota yang
perkembangan perekonomian yang
sangat pesat seperti halnya yang
terjadi di Kota Batam.
Banyak pendatang dari luar
daerah Kota Batam yang mencoba
mengadu nasib untuk mencari
peruntungan Kota Batam tetapi tanpa
dibekali dengan pendidikan dan skill
yang cukup untuk menghadapi
persaingan di Kota besar seperti
Kota Batam. Maka dengan
kurangnya pendidikan, skill dan
pengalaman yang minim untuk
menjalani kehidupan di Kota Batam
secara tidak langsung mereka yang
datang dari daerah diluar Batam
menjadi Pengemis untuk serta merta
bertahan hidup di Kota Batam.
Daya tarik Kota Batam
sebagai tempatnya pendatang –
pendatang baru untuk hijrah ke Kota
Batam antara lain :
1. Kehidupan Kota Batam yang
lebih modern dan mewah.
2. Sarana dan prasarana Kota
Batam yang lebih lengkap.
3. Banyaknya lapangan pekerjaan
di Kota Batam.
Tujuan utamanya adalah
untuk hijrah di Kota Batam, mereka
berharap akan memperbaiki hidup
mereka jika mereka berpindah ke
Kota Batam maka impian untuk
menjadi orang sukses juga
merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan seseorang melakukan
urbanisasi, karena perkotaanlah yang
memberikan peluang cukup besar
untuk mewujudkan impiannya itu.
Kota Batam merupakan salah satu
Kota tujuan bagi orang – orang yang
ingin merubah taraf kehidupan yang
lebih baik. Hal ini bisa kita pahami
karena Kota Batam merupakan pusat
pemerintahan, pusat industri, pusat
perdagangan baik barang maupun
jasa.
Sesuai dengan Peraturan
Daerah Kota Batam Nomor 6 Tahun
2002 tentang Ketertiban Sosial pada
Bab I Ketentuan Umum Pasal 1
Huruf S disebutkan Pengemis adalah
setiap orang yang mendapat
penghasilan dengan meminta – minta
dimuka umum dengan berbagai cara
dan alasan untuk mengharapkan
belas kasihan orang lain. Disebutkan
juga pada Bab II Tertib Sosial telah
menyebutkan pada Pasal 5 point ke 5
berbunyi: setiap orang atau Badan
yang berada dan atau berdomisili di
Kota Batam dilarang melakukan
perbuatan sebagai gelandangan atau
pengemis. Dengan telah keluarnya
Perda Kota Batam Nomor 6 Tahun
2002, maka telah jelas kegiatan yang
menyangkut dengan meminta –
minta dimuka umum atau mengemis
itu telah dilarang dilakukan di Kota
Batam.
Meski sudah ada peraturan
yang jelas. Akan tetap itu tidak
membuat para pengemis ini enggan
ataupun menjadi takut untuk terus
melakukan aktifitas mereka
mengemis. Sudah bayak cara yang
dilakukan oleh Pemerintah dalam hal
menertibkan pengemis ini baik
dengan cara merazia, pembinaan
bahkan dipulangkan kembali ke
kampung halaman mereka. Tetapi
para pengemis ini akan kembali ke
Kota Batam lagi untuk menjalani
rutinitasnya sebagai pengemis.
Berdasarkan urain yang telah
penulis jelaskan di atas masih
banyaknya pengemis berkeliaran di
Kota Batam sehingga membuat
penulis tertarik dan mengamatinya
apa sebenarnya yang membuat
mereka tetap melakukan tindakan
tersebut sehingga penulis mengambil
judul penelitian dengan
“Keberadaan Pengemis di Kota
Batam’’ menjadi judul penelitian
penulis yang telah mendapat
persetujuan dari kaprodi Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,
untuk menciptakan sebuah karya
ilmiah ber bentuk skripsi guna untuk
memenuhi persyaratan menjadi
sarjana Sosiologi.
2. Metode penelitian
Adapun metode penelitian
yang peneliti gunakan adalah metode
kualitatif. Menurut Sugiyono
(2008:292) pada umumnya alasan
menggunakan metode kualitatif yaitu
permasalahan belum jelas, holistik,
kompleks, dinamis dan penuh makna
sehingga tidak mungkin data pada
situasi sosial tersebut dijaring dengan
metode penelitian kuantitatif. Selain
itu peneliti bermaksud memahami
situasi sosial secara mendalam.
Dalam kaitannya dengan
penelitian yang di maksud dengan
memahami situasi sosial secara
mendalam adalah untuk
mengungkapkan secara cermat
permasalahan yang berkaitan dengan
masalah penelitian, yaitu Keberadaan
Pengemis di Kota Batam.
a. Lokasi Penelitian
Penelitian ini di laksanakan di
Kota Batam. Adapun alasan peneliti
memilih lokasi penelitian di Khusus
di Kota Batam, dari pada Kota
lainnya karena melihat fenomena
pengemis yang sangat unik dalam
bekerja dan mampu menghasilkan
penghasilan diatas rata - rata tanpa
bekerja dengan menggunakan tenaga
yang berat dan peneliti melihat
adanya faktor penarik pengemis
bermigrasi di Kota Batam dengan
melihat peluang yang lebih besar
dibandingkan Kota - Kota lainnya
atau Kota yang dekat di wilayah
Kepri, Karena Kota Batam
merupakan pusat Industri terbesar
sehingga menghasilkan Banyak
Tenaga Kerja di Kota Batam.
b. Populasi dan Sampel
Menurut Sugiyono
(2008:216) dalam penelitian
kualitatif tidak menggunakan istilah
populasi, tetapi oleh Spradley
dinamakan “social situation” atau
situasi sosial yang terdiri atas 3
element yaitu: tempat (place), pelaku
(actor) dan aktifitas (activity) yang
berinteraksi secara sinergis.
Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan teknik purposive
sampling. Menurut Sugiyono
(2008:218-219) purposive sampling
merupakan teknik pengambilan
sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu.
3. Pembahasan
A. Keadaan Pengemis di Kota
Batam
Pengemis di Kota Batam
memang semakin banyak kita temui
dan peneliti melihat adanya
pengemis yang lebih cenderung
berasal dari Kota luar dan bukan
penduduk asli Kota Batam hal ini di
dukung oleh beberapa hal yang
menjadikan Kota Batam sebagai
pusat Industri yang banyak
menghasilkan tenaga kerja, hasil
survei peneliti melihat pengemis di
Kota Batam berimigrasi dari Kota
luar ke Kota Batam senada dengan
peneliti mewancarai seorang
pengemis.
Terjadinya migrasi ini
dikarenakan adanya daya tarik dari
Kota (full factor) dan daya dorong
dari desa itu sendiri (push factor),
sebagai yang diungkapkan oleh
M.Dawan Rharjo yang menyatakan
bahwa latar belakang seseorang
menjadi pengemis karena ketiadaan
keterampilan yang dapat mereka
andalakan dalam mencari pekerjaan
di Kota. lalu mereka berusaha dalam
bidang apa saja dalam bidang sektor
informal, ada yang mnejadi
penganguran dan ada yang bekerja
sebagai peminta - minta dia juaga
menyebutkan profesi ini sebagai
profesi gelandang professional.
(Suryaningsih 1994:1).
Sebuah konsep diatas yang
menjelaskan hal - hal yang
menyebabkan seseorang menjadi
pengemis ini karena kekurangan
pada diri mereka seperti kemampuan
bekerja dibidang lain dan ini tidak
dimiliki individu tersebut. Rentannya
kemiskinan di kota yang padat
penduduk membuat mereka bersaing
dalam mencari pekerjaan dan ketika
hal tersebut tidak dimiliki mereka
dalam segi kemampuan mereka
terpaksa mengemis demi memenuhi
kebutuhan hidup.
Faktor lain yang mendukung
seorang individu menjadi pengemis
di kota - kota besar adalah faktor
yang mendorong dan menarik
individu tersebut dengan
menggunakan informasi atau
jaringan teman atau kerabat terdekat
hal ini juga dejelaskan oleh Panjimas
(1983) Alasan mengapa seseorang
menjadi pemengemis diuangkapkan
menyatakan karena kemiskinan,
terutama di daerah pedesaan.
Semakin banyaknya penduduk desa
(buruh tani) yang kehilangan tanah
garapannya, sulitnya pekerjaan di
desa, menurutnya ini telah
mendorong untuk berbondong –
bonding melakukan urbanisasi ke
perkotaan
B. Faktor penarik menjadi
Pengemis di Kota Batam
Adapun beberapa faktor yang
menjadi daya tarik pengemis
beimigrasi di Kota Batam merupakan
hal pendukung bagi mereka untuk
memilih Kota Batam sebagai tempat
strategis yang menjadikan Kota
Batam sebagai investor yang
menanam saham atau mendirikan
usaha terlebih lagi masyarakat Kota
Batam yang dominannya pekerja dan
masih belum terlalu banyak
pengemis di Kota Batam senada
dengan keterangan peneliti.
Dalam teori ketergantungan,
kaum miskin Kota tersebut dilihat
sebagai pendatang miskin yang tidak
memiliki keterampilan dan
pengetahuan yang memadai,
sehingga mereka tidak dapat ambil
bagian dalam sektor formal
(Setijaningrum dkk, 2009:6) Satu -
satunya kemungkinan bagi mereka
adalah bekerja di sektor informal
seperti penjaja makanan, pedagang
kaki lima (PKL), penjual koran
lampu merah, pemulung, sampai
menjadi pengemis meminta belas
kasih di jalanan dan lain sebagainya.
Hal ini terpaksa dilakukan seorang
individu menjadi pengemis tentunya
faktor ekonomi yang mendorong
demi memenuhi kebutuhan hidup
dan mengenyampingkan gengsi atau
sifat malu dari pada memilih menjadi
seorang pengangguran.
Mengemis di kota - kota luar
maupun di kota Batam hal ini juga
menjadi hal yang mnguntungkan
bagi mereka dalam bekerja sebagai
seorang pengemis dengan
memamfaatkan peluang di kota -
kota besar demi memenuhi
kebutuhan hidup keluarga, karena
bagi mereka bekerja sebagai seorang
pengemis merupakan hal yang
mudah untuk dijalani, tidak
menggunakan tenaga yang besar
ataupun pikiran yang menyulitkan
mereka seperti bekerja di sebagai
karyawan swalayan ataupun
karyawan swasta mereka lebih
memilih bekerja sebagai pengemis
dibandingkan bekerja sebagai
karyawan. Hal tersebutlah yang
membuat mereka malas dalam
bekerja.
C. Faktor pendorong menjadi
Pengemis di Kota Batam
Dalam Kondisi yang menarik
pengemis di Kota Batam dalam
bekerja sebagai pengemis ada
beberapa hal yang mendorong
mereka untuk menjadi seorang
pemgemis di Kota Batam.
Faktor pedorong adalah
bagaimana mereka bisa mendapatkan
penghasilan yang lebih besar
dibandingkan di desa mereka dan hal
tersebut mendorong mereka untuk
migrasi ke Kota besar salah satunya
Kota Batam yang berada didaerah
kepri dengan penghasilan yang besar
mereka mampu mendapatkan
penghasilan yang besar dengan
memamfaatkan situasi sosial ada
beberapa faktor yangmendorong
seseorang berimigrasi dari desa ke
Kota besar menurut konsep di bawah
ini.
Migrasi yang pesat
berlangsung terus karena tingkat
pertumbuhan penduduk di daerah
pedesaan tetap tinggi, kemiskinan di
desa semakin meningkat dan upah
serta pendapatan di Kota lebih tinggi
dibandingkan dengan keadaan di
pasar bebas. Sedemikian kuatnya
faktor pendorong dan penarik ini,
sehingga tingkat migrasi tidak
dipengaruhi oleh pertumbuhan dan
tingginya tingkat pengangguran dan
setengah pengangguran di Kota
(Todaro dan Stilkind, 1981).
Faktor pendorong yang
menunjukan bahwa pendapatan
sebagai seorang pemgemis ini
memang cukup besar
dibandingankan karyawan biasa.
Kegitan mengemis ini sering
berpindah pindah dari satu tempat ke
tempat yang lain, aksi ini ia mulai
pukul 7:00 WIB dan diahiri pada
pukul 17:00 dengan penghasilan rata-
rata Rp.300.000 sampai Rp 500.000.
dengan penghasilan tersebut mereka
berharap dapat memenuhi kebutuhan
makan dan hidup sehari hari serta
kebutuhan keperluan sekolah
anaknya dan tempat tinggal.
Dari jumlah pengemis yang
penulis temui di lapangan di Kota
Batam, mereka melakukan aksi
tersebut karena memiliki tubuh yang
cacat, dengan demikian
dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan sehari hari, adapun Kota
Batam yang menjadi tujuan karena
Kota ini mampu memberikan
penghasilan yang dibilang cukup
fantastis setaiap harinya, dari hasil
mengemis dipinggir jalan mereka
dapat menyisihkan penghasilannya
untuk menabung bahkan ada yang
sudah memiliki rumah dan tanah
perkebunan di kampong halaman,
rata rata masyarkat yang berprofesi
sebagai pengemis ini hidupnya
berkecukupan, mereka juga
memahami bahwa mengemis adalah
tindakan pekerjaan yang halal tetapi
tidak disukai olah Allah SWT, hal ini
dikarenakan pekerjaan yang hina dan
tidak terpuji.
Harapan mereka pemerintah
Kota Batam tetap membirikan
mereka akses untuk mengemis,
karena pekerjaan ini tidak membuat
orang rugi atau menggau ketertipan
umum, dengan dalih tidak ada lagi
pekerjaan yang bisa mereka lakukan
kecuali mengemis, dan bila tiba
saatnya mereka akan berhenti tetapi
hal ini tidak dapat mereka pastikan
kapan waktunya, selama mereka
masih mampu mereka akan terus dan
tetap mengemis, dapat pula
dikatakan profesi ini mengandung
unsur ketagihan, mengakibatkan
tidak berdayanya fungsi naluri dan
fungsi otak untuk kreatif sehingga
menimbulkan tindakan itu itu saja
dan cenderung mendorong rasa
malas untuk mencari profesi lain
yang lebih mulia dan layak.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Buku
Abdul Haris, 2002 Memburu Ringgit
Membagi Kemiskinan :
Fakta di Balik Migrasi
Orang Sasak ke Malaysia,
Pustaka
Pelajar.Yogyakarta
Ahmadi, Abu. 2002. Psikologi
Sosial. Jakarta: PT. Rineka
Cipta
Ahmadi, Abu. 2003. Ilmu Sosial
Dasar. Jakarta: PT.
Rineka Cipta
Arrasjid, Chainur. 1980.
Gelandangan Dalam
Pengertian Hukum
Pidana. Fakultas Hukum
UGM
Ali Marpudji, dkk, 1990.
Gelandangan di
Kartasura, dalam
Monografi 3 Lembaga
Penelitian Universitas
Muhammadiyah
Surakarta.
Breeman, Jan C, 1980. The Informal
Sektor in Recearch,
Theory and Practice
Comparative Asian
Studies.Program
Publication No.III.
Rotterdam.
Breman Jan, 1985. Sistem Ekonomi
Dualistis, Suatu kritik
terhadap Sektor
Informal.Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta.
Bungin, Burhan, 2009 Penelitian
Kualitatif, Jakarta Pernada
Media Group
Goode, William J. 1991. Sosiologi
Keluarga. Jakarta: Bumi
Aksara
Hart, Keith, 1973. Informal Income
Opputunities and Urban
Employment in
Ghana.Journal of Modern
Africana Studies.
Nawawi, Handari, Metode Bidang
Penelitian
Sosisal,Yogyakarta Gajah
Mada University Pres
Lee, Everent S, Teori Migrasi, Pusat
Penelitian Kependudukan
UGM. Yogyakarta.
Syahrir Kartini, 1985. Sektor
Informal : Beberapa
Catatan Kritis. Prisma.
Nawawi, Hadari. 1998. Metode
Penelitian Bidang Sosial.
Yogyakarta: Gajahmada
University Press
Rahardjo M. Dawam, 1986.
Gelandangan dan Potensi
Sumberdaya. LP3ES.
Jakarta.
Salamah. 2004. Jurnal Media
Informasi Penelitian
Kesejahteraan Sosial.
Kehidupan para
gelandangan di
Yogyakarta ditinjau dari
mobilitas ekonomi,
Yogyakarta:
Badan Penelitian dan
Pengembangan
Kesejahteraan Sosial.
Singarimbun, Masri, 1981. Metode
Penelitian Survei. Jakarta:
LP3ES
Sudibia, I Ketut, 1992.Pola
Urbanisasi Migrasi dan
Pemukiman Penduduk di
Propinsi Bali selama
Repelita I – IV serta
Prospek dan Implikasinya
dalam Majalah
Universitas Udayana,
Tahun I No.01, Denpasar.
Soekanto Soerjono.1990. Sosiologi
Suatu Pengantar. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
Soekanto Soerjono,1985. Kamus
Sosiologi, Rajawali Pers.
Jakarta
Tadjuddin Noer Effendi, 1993
Sumber Daya Manusia
Peluang Kerja dan
Kemiskinan, Tiara
Wacana. Yogyakarta.
Todaro, M.P and Ferry Stilkind ,
1991. The Urbanization
Dilema, City Bias and
Rural Neglect, The Dilema
of Urban Development,
New York.
Mantra, Ida Bagus, 1988.Pola
Mobilitas Penduduk dan
Dampaknya terhadap
Daerah yang
Ditinggalkan. Studi Kasus
Kabupaten Sukoharjo,
Madura, Ciamis dan
Kabupaten Asahan.
Yogyakarta.
Winarni, Dwi. 2006. Jurnal Media
Informasi Penelitian
Kesejahteraan Sosial.
Yogyakarta: Badan
Pendidikan dan Penelitian
Kesejahteraan Sosial
Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial
Sumber Lain:
Peraturan Dan Perundang
Undangan
Perda Nomor 6 Tahun 2002 tentang
Ketertiban Sosial di Kota
Batam.
Profil Kota Batam Tahun 2017,(
Humas Pemko Batam)