keberadaan pengemis di kota batam...

16
KEBERADAAN PENGEMIS DI KOTA BATAM E-JURNAL Oleh BAHARUDDIN 100569201090 PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2017

Upload: nguyenliem

Post on 25-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KEBERADAAN PENGEMIS DI KOTA BATAM

E-JURNAL

Oleh

BAHARUDDIN

100569201090

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

2017

KEBERADAAN PENGEMIS DI KOTA BATAM

Skripsi Diajukan Sebagai salah satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Bidang Sosiologi

Oleh

BAHARUDDIN

100569201090

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

2016/2017

ABSTRAK

Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Bagaimana Keberadaan Pengemis di Kota Batam. Metode penelitian yang peneliti

gunakan adalah metode kualitatif. Menurut Sugiyono (2008:292) pada umumnya

alasan menggunakan metode kualitatif yaitu permasalahan belum jelas, holistik,

kompleks, dinamis dan penuh makna sehingga tidak mungkin data pada situasi

sosial tersebut dijaring dengan metode penelitian kuantitatif. Selain itu peneliti

bermaksud memahami situasi sosial secara mendalam.

Dalam kaitannya dengan penelitian yang di maksud dengan memahami

situasi sosial secara mendalam adalah untuk mengungkapkan secara cermat

permasalahan yang berkaitan dengan masalah penelitian, yaitu bagaimana

Keberadaan Pengemis di Kota Batam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka sulit untuk mendapatkan

hasil kerja mereka di kota - kota lain dikarenakan beberapa hal yang tidak

mendukung seperti jumlah penduduk yang sedikit, hasil mengemis yang kecil,

persaingan antara pengemis yang lainnya dan mereka memilih kota Batam sebagai

tempat strategis untuk mengemis. Jaringan sosial yakni kedekatan pengemis dan

pengemis lainnya yang memperoleh informasi dengan kerabat terdekat. Seorang

atau keluarga miskin acapkali tetap mampu untuk bertahan (survive) dan bahkan

bangkit kembali terutama bila mereka memilki jaringan atau pranata sosial yang

melindungi dan menyelamatkan. Hal ini terpaksa dilakukan seorang individu

menjadi pengemis tentunya faktor ekonomi yang mendorong demi memenuhi

kebutuhan hidup dan mengenyampingkan gengsi atau sifat malu dari pada

memilih menjadi seorang pengangguran. Dari jumlah pengemis yang penulis

temui di lapangan di Kota Batam, mereka melakukan aksi tersebut karena

memiliki tubuh yang cacat, dengan demikian dimanfaatkan untuk memenuhi

kebutuhan sehari hari, adapun Kota Batam yang menjadi tujuan karena Kota ini

mampu memberikan penghasilan yang dibilang cukup fantastis setaiap harinya.

Kata Kunci: Kemiskinan, Pengemis

ABSTRACT

The purpose of this research is to know how the existence of beggars in the

city of Batam. The research method that researchers use is a qualitative method.

According Sugiyono (2008: 292) in general the reason to use qualitative methods

of problems is not yet clear, holistic, complex, dynamic and full of meaning so it is

impossible data on social situations are netted by quantitative research methods.

In addition the researchers intend to understand the social situation in depth.

In relation to research that is meant to understand the social situation in

depth is to express carefully the problems related to research problems, namely

how the existence of beggars in the city of Batam.

The results show that they are difficult to get their work in other cities due

to some unsupportive things such as small population, small begging, competition

between other beggars and they choose Batam as a strategic place to beg. Social

network is the proximity of beggars and other beggars who obtain information

with closest relatives. A poor person or family is often able to survive and even

rise again especially if they have a protective and saving social network or

institution. This forced an individual to be a beggar of course the economic

factors that encourage to meet the needs of life and put aside the prestige or the

shame of choosing to become an unemployed. From the number of beggars the

authors encounter in the field in the city of Batam, they perform the action

because it has a disabled body, thus utilized to meet the daily needs, as for the city

of Batam which became the destination because the city is able to provide a fairly

fantasticXincomeXeveryXday.

Keywords: Poverty, Beggars

1. Pendahuluan

Indonesia masih tergolong

Negara yang sedang berkembang dan

belum mampu menyelesaikan

masalah kemiskinan. Dari beberapa

banyak masalah sosial yang ada

sampai saat ini Gelandangan dan

Pengemis adalahh masalah yang

perlu diperhatikan lebih oleh

pemerintah, dalam penelitian ini

penulis hanya membahas mengenai

permasalahan Pengemis saja.

Permasalahan pengemis saat ini

menjadi bagian dari Kota Kota besar

di Indonesia seperti Jakarta, Medan,

Surabaya, Palembang, dan Batam

khususnya. Di Kota Batam populasi

pengemis saat ini meningkat dan

berbagai macam karakteristik

pengemis tersebut.

Pengemis secara nasional di

Indonesia mengalami naik dan turun

menurut pusat data dan informasi

(Pusdatin) kementrian sosial lima

tahun terahir, pada tahun 2011

terahir jumlah pengemis berjumlah

61.090 jiwa dan pada tahun 2016

berjumlah 194.908 jiwa ada

kenaikan sekitar 17% peningkatan

tersebut bukan hanya tidak

tersedianya lapangan kerja tetapi

adanya faktor kurangnya rasa ingin

berusaha dan kurangnya

keterampilan, dan kenyataannya

banyak pengemis yang kelihatannya

masih mampu untuk berusaha,

berusaha dalam arti dapat melakukan

kegiatan apapun untuk mendapatkan

makanan selain mengemis.

Keberadaan pengemis di

Kota - Kota besar khususnya Kota

Batam sangat meresahkan

masyarakat, karena mengganggu

aktifitas masyarakat dijalan raya dan

juga merusak keindahan Kota dan

tidak sedikit kasus kriminal yang

dilakukan oleh mereka seperti

mencopet mencuri dan lain - lain.

Oleh karena itu jika masalah

pengemis ini tidak segera

terselesaikan dengan baik maka

dampaknya akan merugikan kita dan

Kota yang kita tempati.

Faktor lain yang

menyebabkan terjadinya masalah

pengemis adalah urbanisasi dan

pembangunan wilayah yang timpang.

Kota besar mempunyai daya tarik

yang luar biasa bagi seluruh lapisan

masyarakat. Hal ini disebabkan Kota

sebagai pusat perkembangan

perekonomian, pusat peredaraan

uang dan pusat kemajuaan teknologi.

Kota besar menjadi magnet yang

sangat kuat untuk menarik penduduk

berpindah dari desa ke Kota. Banyak

alasan yang muncul

melatarbelakangi perpindahan

penduduk dari desa ke Kota atau

Urbanisasi tersebut misalnya

mengadu nasib, mencari pekerjaan,

mengembangkan usaha, melanjutkan

pendidikan dan lain sebagainya. Hal

ini dapat terjadi di Kota yang

perkembangan perekonomian yang

sangat pesat seperti halnya yang

terjadi di Kota Batam.

Banyak pendatang dari luar

daerah Kota Batam yang mencoba

mengadu nasib untuk mencari

peruntungan Kota Batam tetapi tanpa

dibekali dengan pendidikan dan skill

yang cukup untuk menghadapi

persaingan di Kota besar seperti

Kota Batam. Maka dengan

kurangnya pendidikan, skill dan

pengalaman yang minim untuk

menjalani kehidupan di Kota Batam

secara tidak langsung mereka yang

datang dari daerah diluar Batam

menjadi Pengemis untuk serta merta

bertahan hidup di Kota Batam.

Daya tarik Kota Batam

sebagai tempatnya pendatang –

pendatang baru untuk hijrah ke Kota

Batam antara lain :

1. Kehidupan Kota Batam yang

lebih modern dan mewah.

2. Sarana dan prasarana Kota

Batam yang lebih lengkap.

3. Banyaknya lapangan pekerjaan

di Kota Batam.

Tujuan utamanya adalah

untuk hijrah di Kota Batam, mereka

berharap akan memperbaiki hidup

mereka jika mereka berpindah ke

Kota Batam maka impian untuk

menjadi orang sukses juga

merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan seseorang melakukan

urbanisasi, karena perkotaanlah yang

memberikan peluang cukup besar

untuk mewujudkan impiannya itu.

Kota Batam merupakan salah satu

Kota tujuan bagi orang – orang yang

ingin merubah taraf kehidupan yang

lebih baik. Hal ini bisa kita pahami

karena Kota Batam merupakan pusat

pemerintahan, pusat industri, pusat

perdagangan baik barang maupun

jasa.

Sesuai dengan Peraturan

Daerah Kota Batam Nomor 6 Tahun

2002 tentang Ketertiban Sosial pada

Bab I Ketentuan Umum Pasal 1

Huruf S disebutkan Pengemis adalah

setiap orang yang mendapat

penghasilan dengan meminta – minta

dimuka umum dengan berbagai cara

dan alasan untuk mengharapkan

belas kasihan orang lain. Disebutkan

juga pada Bab II Tertib Sosial telah

menyebutkan pada Pasal 5 point ke 5

berbunyi: setiap orang atau Badan

yang berada dan atau berdomisili di

Kota Batam dilarang melakukan

perbuatan sebagai gelandangan atau

pengemis. Dengan telah keluarnya

Perda Kota Batam Nomor 6 Tahun

2002, maka telah jelas kegiatan yang

menyangkut dengan meminta –

minta dimuka umum atau mengemis

itu telah dilarang dilakukan di Kota

Batam.

Meski sudah ada peraturan

yang jelas. Akan tetap itu tidak

membuat para pengemis ini enggan

ataupun menjadi takut untuk terus

melakukan aktifitas mereka

mengemis. Sudah bayak cara yang

dilakukan oleh Pemerintah dalam hal

menertibkan pengemis ini baik

dengan cara merazia, pembinaan

bahkan dipulangkan kembali ke

kampung halaman mereka. Tetapi

para pengemis ini akan kembali ke

Kota Batam lagi untuk menjalani

rutinitasnya sebagai pengemis.

Berdasarkan urain yang telah

penulis jelaskan di atas masih

banyaknya pengemis berkeliaran di

Kota Batam sehingga membuat

penulis tertarik dan mengamatinya

apa sebenarnya yang membuat

mereka tetap melakukan tindakan

tersebut sehingga penulis mengambil

judul penelitian dengan

“Keberadaan Pengemis di Kota

Batam’’ menjadi judul penelitian

penulis yang telah mendapat

persetujuan dari kaprodi Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,

untuk menciptakan sebuah karya

ilmiah ber bentuk skripsi guna untuk

memenuhi persyaratan menjadi

sarjana Sosiologi.

2. Metode penelitian

Adapun metode penelitian

yang peneliti gunakan adalah metode

kualitatif. Menurut Sugiyono

(2008:292) pada umumnya alasan

menggunakan metode kualitatif yaitu

permasalahan belum jelas, holistik,

kompleks, dinamis dan penuh makna

sehingga tidak mungkin data pada

situasi sosial tersebut dijaring dengan

metode penelitian kuantitatif. Selain

itu peneliti bermaksud memahami

situasi sosial secara mendalam.

Dalam kaitannya dengan

penelitian yang di maksud dengan

memahami situasi sosial secara

mendalam adalah untuk

mengungkapkan secara cermat

permasalahan yang berkaitan dengan

masalah penelitian, yaitu Keberadaan

Pengemis di Kota Batam.

a. Lokasi Penelitian

Penelitian ini di laksanakan di

Kota Batam. Adapun alasan peneliti

memilih lokasi penelitian di Khusus

di Kota Batam, dari pada Kota

lainnya karena melihat fenomena

pengemis yang sangat unik dalam

bekerja dan mampu menghasilkan

penghasilan diatas rata - rata tanpa

bekerja dengan menggunakan tenaga

yang berat dan peneliti melihat

adanya faktor penarik pengemis

bermigrasi di Kota Batam dengan

melihat peluang yang lebih besar

dibandingkan Kota - Kota lainnya

atau Kota yang dekat di wilayah

Kepri, Karena Kota Batam

merupakan pusat Industri terbesar

sehingga menghasilkan Banyak

Tenaga Kerja di Kota Batam.

b. Populasi dan Sampel

Menurut Sugiyono

(2008:216) dalam penelitian

kualitatif tidak menggunakan istilah

populasi, tetapi oleh Spradley

dinamakan “social situation” atau

situasi sosial yang terdiri atas 3

element yaitu: tempat (place), pelaku

(actor) dan aktifitas (activity) yang

berinteraksi secara sinergis.

Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan teknik purposive

sampling. Menurut Sugiyono

(2008:218-219) purposive sampling

merupakan teknik pengambilan

sampel sumber data dengan

pertimbangan tertentu.

3. Pembahasan

A. Keadaan Pengemis di Kota

Batam

Pengemis di Kota Batam

memang semakin banyak kita temui

dan peneliti melihat adanya

pengemis yang lebih cenderung

berasal dari Kota luar dan bukan

penduduk asli Kota Batam hal ini di

dukung oleh beberapa hal yang

menjadikan Kota Batam sebagai

pusat Industri yang banyak

menghasilkan tenaga kerja, hasil

survei peneliti melihat pengemis di

Kota Batam berimigrasi dari Kota

luar ke Kota Batam senada dengan

peneliti mewancarai seorang

pengemis.

Terjadinya migrasi ini

dikarenakan adanya daya tarik dari

Kota (full factor) dan daya dorong

dari desa itu sendiri (push factor),

sebagai yang diungkapkan oleh

M.Dawan Rharjo yang menyatakan

bahwa latar belakang seseorang

menjadi pengemis karena ketiadaan

keterampilan yang dapat mereka

andalakan dalam mencari pekerjaan

di Kota. lalu mereka berusaha dalam

bidang apa saja dalam bidang sektor

informal, ada yang mnejadi

penganguran dan ada yang bekerja

sebagai peminta - minta dia juaga

menyebutkan profesi ini sebagai

profesi gelandang professional.

(Suryaningsih 1994:1).

Sebuah konsep diatas yang

menjelaskan hal - hal yang

menyebabkan seseorang menjadi

pengemis ini karena kekurangan

pada diri mereka seperti kemampuan

bekerja dibidang lain dan ini tidak

dimiliki individu tersebut. Rentannya

kemiskinan di kota yang padat

penduduk membuat mereka bersaing

dalam mencari pekerjaan dan ketika

hal tersebut tidak dimiliki mereka

dalam segi kemampuan mereka

terpaksa mengemis demi memenuhi

kebutuhan hidup.

Faktor lain yang mendukung

seorang individu menjadi pengemis

di kota - kota besar adalah faktor

yang mendorong dan menarik

individu tersebut dengan

menggunakan informasi atau

jaringan teman atau kerabat terdekat

hal ini juga dejelaskan oleh Panjimas

(1983) Alasan mengapa seseorang

menjadi pemengemis diuangkapkan

menyatakan karena kemiskinan,

terutama di daerah pedesaan.

Semakin banyaknya penduduk desa

(buruh tani) yang kehilangan tanah

garapannya, sulitnya pekerjaan di

desa, menurutnya ini telah

mendorong untuk berbondong –

bonding melakukan urbanisasi ke

perkotaan

B. Faktor penarik menjadi

Pengemis di Kota Batam

Adapun beberapa faktor yang

menjadi daya tarik pengemis

beimigrasi di Kota Batam merupakan

hal pendukung bagi mereka untuk

memilih Kota Batam sebagai tempat

strategis yang menjadikan Kota

Batam sebagai investor yang

menanam saham atau mendirikan

usaha terlebih lagi masyarakat Kota

Batam yang dominannya pekerja dan

masih belum terlalu banyak

pengemis di Kota Batam senada

dengan keterangan peneliti.

Dalam teori ketergantungan,

kaum miskin Kota tersebut dilihat

sebagai pendatang miskin yang tidak

memiliki keterampilan dan

pengetahuan yang memadai,

sehingga mereka tidak dapat ambil

bagian dalam sektor formal

(Setijaningrum dkk, 2009:6) Satu -

satunya kemungkinan bagi mereka

adalah bekerja di sektor informal

seperti penjaja makanan, pedagang

kaki lima (PKL), penjual koran

lampu merah, pemulung, sampai

menjadi pengemis meminta belas

kasih di jalanan dan lain sebagainya.

Hal ini terpaksa dilakukan seorang

individu menjadi pengemis tentunya

faktor ekonomi yang mendorong

demi memenuhi kebutuhan hidup

dan mengenyampingkan gengsi atau

sifat malu dari pada memilih menjadi

seorang pengangguran.

Mengemis di kota - kota luar

maupun di kota Batam hal ini juga

menjadi hal yang mnguntungkan

bagi mereka dalam bekerja sebagai

seorang pengemis dengan

memamfaatkan peluang di kota -

kota besar demi memenuhi

kebutuhan hidup keluarga, karena

bagi mereka bekerja sebagai seorang

pengemis merupakan hal yang

mudah untuk dijalani, tidak

menggunakan tenaga yang besar

ataupun pikiran yang menyulitkan

mereka seperti bekerja di sebagai

karyawan swalayan ataupun

karyawan swasta mereka lebih

memilih bekerja sebagai pengemis

dibandingkan bekerja sebagai

karyawan. Hal tersebutlah yang

membuat mereka malas dalam

bekerja.

C. Faktor pendorong menjadi

Pengemis di Kota Batam

Dalam Kondisi yang menarik

pengemis di Kota Batam dalam

bekerja sebagai pengemis ada

beberapa hal yang mendorong

mereka untuk menjadi seorang

pemgemis di Kota Batam.

Faktor pedorong adalah

bagaimana mereka bisa mendapatkan

penghasilan yang lebih besar

dibandingkan di desa mereka dan hal

tersebut mendorong mereka untuk

migrasi ke Kota besar salah satunya

Kota Batam yang berada didaerah

kepri dengan penghasilan yang besar

mereka mampu mendapatkan

penghasilan yang besar dengan

memamfaatkan situasi sosial ada

beberapa faktor yangmendorong

seseorang berimigrasi dari desa ke

Kota besar menurut konsep di bawah

ini.

Migrasi yang pesat

berlangsung terus karena tingkat

pertumbuhan penduduk di daerah

pedesaan tetap tinggi, kemiskinan di

desa semakin meningkat dan upah

serta pendapatan di Kota lebih tinggi

dibandingkan dengan keadaan di

pasar bebas. Sedemikian kuatnya

faktor pendorong dan penarik ini,

sehingga tingkat migrasi tidak

dipengaruhi oleh pertumbuhan dan

tingginya tingkat pengangguran dan

setengah pengangguran di Kota

(Todaro dan Stilkind, 1981).

Faktor pendorong yang

menunjukan bahwa pendapatan

sebagai seorang pemgemis ini

memang cukup besar

dibandingankan karyawan biasa.

Kegitan mengemis ini sering

berpindah pindah dari satu tempat ke

tempat yang lain, aksi ini ia mulai

pukul 7:00 WIB dan diahiri pada

pukul 17:00 dengan penghasilan rata-

rata Rp.300.000 sampai Rp 500.000.

dengan penghasilan tersebut mereka

berharap dapat memenuhi kebutuhan

makan dan hidup sehari hari serta

kebutuhan keperluan sekolah

anaknya dan tempat tinggal.

Dari jumlah pengemis yang

penulis temui di lapangan di Kota

Batam, mereka melakukan aksi

tersebut karena memiliki tubuh yang

cacat, dengan demikian

dimanfaatkan untuk memenuhi

kebutuhan sehari hari, adapun Kota

Batam yang menjadi tujuan karena

Kota ini mampu memberikan

penghasilan yang dibilang cukup

fantastis setaiap harinya, dari hasil

mengemis dipinggir jalan mereka

dapat menyisihkan penghasilannya

untuk menabung bahkan ada yang

sudah memiliki rumah dan tanah

perkebunan di kampong halaman,

rata rata masyarkat yang berprofesi

sebagai pengemis ini hidupnya

berkecukupan, mereka juga

memahami bahwa mengemis adalah

tindakan pekerjaan yang halal tetapi

tidak disukai olah Allah SWT, hal ini

dikarenakan pekerjaan yang hina dan

tidak terpuji.

Harapan mereka pemerintah

Kota Batam tetap membirikan

mereka akses untuk mengemis,

karena pekerjaan ini tidak membuat

orang rugi atau menggau ketertipan

umum, dengan dalih tidak ada lagi

pekerjaan yang bisa mereka lakukan

kecuali mengemis, dan bila tiba

saatnya mereka akan berhenti tetapi

hal ini tidak dapat mereka pastikan

kapan waktunya, selama mereka

masih mampu mereka akan terus dan

tetap mengemis, dapat pula

dikatakan profesi ini mengandung

unsur ketagihan, mengakibatkan

tidak berdayanya fungsi naluri dan

fungsi otak untuk kreatif sehingga

menimbulkan tindakan itu itu saja

dan cenderung mendorong rasa

malas untuk mencari profesi lain

yang lebih mulia dan layak.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Buku

Abdul Haris, 2002 Memburu Ringgit

Membagi Kemiskinan :

Fakta di Balik Migrasi

Orang Sasak ke Malaysia,

Pustaka

Pelajar.Yogyakarta

Ahmadi, Abu. 2002. Psikologi

Sosial. Jakarta: PT. Rineka

Cipta

Ahmadi, Abu. 2003. Ilmu Sosial

Dasar. Jakarta: PT.

Rineka Cipta

Arrasjid, Chainur. 1980.

Gelandangan Dalam

Pengertian Hukum

Pidana. Fakultas Hukum

UGM

Ali Marpudji, dkk, 1990.

Gelandangan di

Kartasura, dalam

Monografi 3 Lembaga

Penelitian Universitas

Muhammadiyah

Surakarta.

Breeman, Jan C, 1980. The Informal

Sektor in Recearch,

Theory and Practice

Comparative Asian

Studies.Program

Publication No.III.

Rotterdam.

Breman Jan, 1985. Sistem Ekonomi

Dualistis, Suatu kritik

terhadap Sektor

Informal.Yayasan Obor

Indonesia. Jakarta.

Bungin, Burhan, 2009 Penelitian

Kualitatif, Jakarta Pernada

Media Group

Goode, William J. 1991. Sosiologi

Keluarga. Jakarta: Bumi

Aksara

Hart, Keith, 1973. Informal Income

Opputunities and Urban

Employment in

Ghana.Journal of Modern

Africana Studies.

Nawawi, Handari, Metode Bidang

Penelitian

Sosisal,Yogyakarta Gajah

Mada University Pres

Lee, Everent S, Teori Migrasi, Pusat

Penelitian Kependudukan

UGM. Yogyakarta.

Syahrir Kartini, 1985. Sektor

Informal : Beberapa

Catatan Kritis. Prisma.

Nawawi, Hadari. 1998. Metode

Penelitian Bidang Sosial.

Yogyakarta: Gajahmada

University Press

Rahardjo M. Dawam, 1986.

Gelandangan dan Potensi

Sumberdaya. LP3ES.

Jakarta.

Salamah. 2004. Jurnal Media

Informasi Penelitian

Kesejahteraan Sosial.

Kehidupan para

gelandangan di

Yogyakarta ditinjau dari

mobilitas ekonomi,

Yogyakarta:

Badan Penelitian dan

Pengembangan

Kesejahteraan Sosial.

Singarimbun, Masri, 1981. Metode

Penelitian Survei. Jakarta:

LP3ES

Sudibia, I Ketut, 1992.Pola

Urbanisasi Migrasi dan

Pemukiman Penduduk di

Propinsi Bali selama

Repelita I – IV serta

Prospek dan Implikasinya

dalam Majalah

Universitas Udayana,

Tahun I No.01, Denpasar.

Soekanto Soerjono.1990. Sosiologi

Suatu Pengantar. Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada

Soekanto Soerjono,1985. Kamus

Sosiologi, Rajawali Pers.

Jakarta

Tadjuddin Noer Effendi, 1993

Sumber Daya Manusia

Peluang Kerja dan

Kemiskinan, Tiara

Wacana. Yogyakarta.

Todaro, M.P and Ferry Stilkind ,

1991. The Urbanization

Dilema, City Bias and

Rural Neglect, The Dilema

of Urban Development,

New York.

Mantra, Ida Bagus, 1988.Pola

Mobilitas Penduduk dan

Dampaknya terhadap

Daerah yang

Ditinggalkan. Studi Kasus

Kabupaten Sukoharjo,

Madura, Ciamis dan

Kabupaten Asahan.

Yogyakarta.

Winarni, Dwi. 2006. Jurnal Media

Informasi Penelitian

Kesejahteraan Sosial.

Yogyakarta: Badan

Pendidikan dan Penelitian

Kesejahteraan Sosial

Balai Besar Penelitian

dan Pengembangan

Kesejahteraan Sosial

Sumber Lain:

Peraturan Dan Perundang

Undangan

Perda Nomor 6 Tahun 2002 tentang

Ketertiban Sosial di Kota

Batam.

Profil Kota Batam Tahun 2017,(

Humas Pemko Batam)