kata pengantar - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan...

80
i

Upload: hoangdang

Post on 19-Jul-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

i

Page 2: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat
Page 3: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

KATA PENGANTAR

Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang

diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan

pada data dan informasi yang sudah dipublikasikan oleh Kementerian/Lembaga, instansi

internasional, asosiasi, maupun hasil dari diskusi terbatas perkembangan ekonomi yang

dilakukan bersama dengan beberapa Kementerian/Lembaga, pengamat, dan praktisi

ekonomi.

Publikasi triwulan I tahun 2019 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai

perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan I tahun 2019. Dari sisi

perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan

negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia. Dari sisi perekonomian

nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I tahun 2019

dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional,

industri dalam negeri, serta perekonomian daerah.

Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak

perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari

pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan publikasi

ini dapat tercapai.

Jakarta, Mei 2019

Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

Page 4: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat
Page 5: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

i

Ringkasan Eksekutif

Sebagian besar negara mengalami perlambatan ekonomi efek perang dagang. Hanya

Amerika Serikat yang pertumbuhannya tetap meningkat. Pada triwulan I tahun 2019,

perekonomian Amerika Serikat (AS) tumbuh lebih cepat sebesar 3,2 persen (YoY).

Pertumbuhan ini didorong oleh konsumsi masyarakat yang tumbuh mencapai 2,7 persen

(YoY), khususnya konsumsi barang (2,9 persen, YoY).iImpor tumbuh lebih lambat (1,6

persen, YoY).

Perekonomian Tiongkok tumbuh stabil pada triwulan I tahun 2019 sebesar 6,4 persen

(YoY). Penyelesaian perang dagang yang belum mencapai kesepakatan, menahan

pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Namun kondisi tersebut diimbangi dengan stimulus

moneter yang diberlakukan sehingga perekonomian dapat tetap tumbuh. Perlambatan

ekonomi juga terjadi di kawasan Eropa. Negara-negara di kawasan tersebut seperti

Spanyol dan Perancis mengalami perlambatan pertumbuhan masing-masing sebesar 1,1

dan 2,4 persen.

Akibat perekonomian global yang masih belum stabil, sebagian besar negara berhati-hati

dengan menahan tingkat suku bunganya. Di sisi lain, harga komoditas internasional

bergerak turun selama triwulan I tahun 2019. Meski begitu, harga minyak mentah justru

mengalami peningkatan. Hal ini merupakan keberhasilan bagi negara-negara yang

tergabung dalam OPEC+ yang sepakat menurunkan produksinya untuk kembali

menaikkan harga minyak.

Ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2019 itumbuh sebesar 5,07 persen (YoY),

sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan I tahun 2018. Pertumbuhan tersebut

merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir, menunjukkan adanya penguatan

ekonomi domestik. Secara kewilayahan, hampir semua kawasan mengalami

pertumbuhan positif, kecuali kawasan Maluku dan Papua. Perkembangan perekonomian

domestik banyak dipengaruhi oleh kondisi geopolitik global, harga komoditas

internasional, agenda nasional, yakni Pemilihan Umum, serta perubahan musim panen.

Perkembangan sektor fiskal, digambarkan dengan realisasi penerimaan perpajakan,

dimana hingga akhir triwulan I tahun 2019 mencapai Rp350,1 triliun, meningkat

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Meski demikian, realisasi terhadap

target APBN relatif menurun. Pendapatan Negara dan Hibah turun dibandingkan tahun

sebelumnya, disebabkan oleh turunnya harga komoditas. Di sisi lain, realisai Belanja

Negara turun dibandingkan periode yang sama tahun 2018. Kondisi ini disebabkan oleh

menurunnya Belanja Pemerintah Pusat (BPP) dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa

(TKDD).

Sementara itu, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga

BI7DRR pada level 6,00 persen. Langkah tersebut merupakan upaya untuk

mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik yang diharapkan menjaga stabilisasi

Page 6: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

ii

nilai tukar Rupiah. Sepanjang triwulan I tahun 2019, nilai tukar Rupiah cenderung

menguat didukung oleh kinerja ekonomi domestik yang membaik. Di sisi lain, normalisasi

kebijakan Amerika Serikat mendorong masuknya portofolio ke negara-negara

berkembang. Inflasi dalam negeri berada dalam rentang ±3,5 persen, dan mencapai

tingkat terendah dalam sepuluh tahun terakhir yang didorong oleh turunnya harga

komoditas dan pangan.

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I tahun 2019 surplus sebesar USD2,4

miliar, menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai USD5,4

miliar. Kinerja tersebut lebih baik dari triwulan I tahun 2018 yang defisit. Surplus yang

terjadi didorong oleh turunnya defisit neraca transaksi berjalan serta tingginya surplus

transaksi modal dan finansal. Sementara itu, neraca perdagangan membaik , ditopang

oleh neraca perdagangan nonmigas yang meningkat serta defisit migas yang menurun.

Penerapan kebijakan terkait kerjasama energi berhasil membawa dampak positif pada

defisit neraca migas.

Perekonomian global kedepannya, diprediksi masih akan tumbuh melambat. Hal ini

ditandai dengan penurunan target pertumbuhan ekonomi oleh beberapa negara besar.

Perlambatan ini masih dibayangi oleh isu perang dagang yang masih belum menemukan

titik temu. Sementara perekonomian Indonesia diprediksi masih tumbuh positif dan stabil

pada 5,2 persen. Pertumbuhan didorong oleh konsumsi rumah tangga seiring stabilnya

tingkat inflasi dan meningkatnya bantuan sosial. Konsumsi LNPRT akan tumbuh

melambat pada sisa triwulan 2019 terkait dengan pelaksanaan pemilu nasional. Selain

itu, investasi juga akan melambat, pengaruh tahun politik. Ekspor dan impor juga

diprediksi melambat terkait lemahnya kondisi perekonomian global. Di sisi lain, sektor

Pertanian pada triwulan II tahun 2019 diprediksi meningkat seiring dengan pergeseran

masa panen.

Meski diperkirakan menguat, perekonomian domestik dibayangi beberapa risiko negatif

yang dapat membuat realisasi pertumbuhan ekonomi meleset. Beberapa risiko utamanya

adalah eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, harga komoditas

internasional yang menurun, realisasi pendapatan negara yang lebih rendah dari target,

ketidakpastian pasca pemilu nasional, dan kinerja sektor migas yang belum pulih.

Page 7: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

iii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................. .iii

Daftar Tabel ............................................................................................................... .iv

Daftar Gambar ........................................................................................................... .vi

Policy Brief: Analisis Defisit Ocean Freight di Indonesia ............................................. ..1

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN GLOBAL .............................................................. ..5

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA ......................................................... 13

1.Perkembangan Sektor Riil ............................................................................................. 13

Perkembangan Ekonomi Nasional ............................................................................. 13

Perkembangan Ekonomi Regional ............................................................................. 16

Investasi ..................................................................................................................... 19

Sektor Industri ............................................................................................................ 25

2.Sektor Fiskal .................................................................................................................. 31

3.Moneter dan Jasa Keuangan ........................................................................................ 35

Perkembangan Moneter ............................................................................................ 35

Sektor Jasa Keuangan ................................................................................................. 39

4.Eksternal ....................................................................................................................... 47

Neraca Pembayaran ................................................................................................... 47

Perdagangan .............................................................................................................. 50

Kerjasama Ekonomi Internasional .............................................................................. 53

PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI ........................................................................ 59

Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Global ........................................................................ 59

Perkiraan Perekonomian Indonesia ................................................................................. 60

Page 8: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

iv

Daftar Tabel

Tabel 1. Suku Bunga Kebijakan Beberapa Negara ................................................................9 Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Menurut Jenis Pengeluaran (persen, YoY) .....14 Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi di Maluku dan Papua ......................................................17 Tabel 4. Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi ......................................................................17 Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi di Jawa ............................................................................18 Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera .....................................................................18 Tabel 7. Pertumbuhan Ekonomi di Bali dan Nusa Tenggara ...............................................19 Tabel 8. Pertumbuhan Ekonomi di Kalimantan ..................................................................19 Tabel 9. Perkembangan Pembentukan Modal Tetap Bruto ...............................................19 Tabel 10. Realisasi PMA dan PMDN Berdasarkan Kategori Utama Sektor Ekonomi ..........20 Tabel 11. Lima Sektor dengan Realisasi PMA Terbesar ......................................................20 Tabel 12. Lima Sektor dengan Realisasi PMDN Terbesar ...................................................21 Tabel 13. Realisasi dan Target Realisasi PMA dan PMDN dalam Triliun Rupiah .................21 Tabel 14. Proporsi PMA dan PMDN terhadap Realisasi Investasi (dalam Persen) .............21 Tabel 15. Realisasi PMA Berdasarkan Negara Asal Investasi ..............................................22 Tabel 16. Realisasi PMA Berdasarkan Lokasi (dalam triliun Rupiah) .................................22 Tabel 17. Realisasi PMDN Berdasarkan Lokasi (dalam triliun Rupiah) ...............................23 Tabel 18. Lima Provinsi dengan Realisasi PMA dan PMDN Terbesar .................................23 Tabel 19. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor ..................28 Tabel 20. Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (triliun Rupiah) ..........................34 Tabel 21. Perkembangan Komponen Pembiayaan (triliun Rp) ...........................................34 Tabel 22. Suku Bunga Operasi Moneter BI 7 Day Reverse Repo Rate Triwulan I

Tahun 2019 (persen) ..........................................................................................35 Tabel 23. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan I Tahun 2019 .................................................37 Tabel 24. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen ..............................................38 Tabel 25. Inflasi Kelompok Pengeluaran (MtM), Januari–Maret 2019 ...............................38 Tabel 26. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional di Indonesia

Tahun 2018-2019 (miliar Rupiah) .....................................................................41 Tabel 27. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah 2018 –2019 (miliar Rupiah) ...45 Tabel 28. Penyaluran Kredit Berdasarkan Sektor Tahun 2018-2019 (miliar Rupiah) .........45 Tabel 29. Pertumbuhan Aset IKNB Syariah 2018–2019 (miliar Rupiah) ............................47 Tabel 30. Neraca Perdagangan dan Tingkat Pertumbuhan Ekspor Impor ..........................50 Tabel 31. Nilai dan Tingkat Pertumbuhan Ekspor ...............................................................51 Tabel 32. Perkembangan Nilai Ekspor Nonmigas Berdasarkan 10 Negara Tujuan

Ekspor Utama ....................................................................................................51 Tabel 33. Nilai dan Tingkat Pertumbuhan Impor ................................................................52 Tabel 34. Perkembangan Niai Impor Nonmigas Berdasarkan 10 Negara Asal

Impor Utama ......................................................................................................53 Tabel 35. Perkembangan Perjanjian Internasional Indonesia ............................................54 Tabel 36. Nilai Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Preferensi .....................55 Tabel 37. Nilai Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Nonpreferensi ..............55 Tabel 38. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara Mitra FTA ................................56 Tabel 39. Proyeksi Pertumbuhan Menurut Kawasan .........................................................59

Page 9: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

v

Tabel 40. Konsensus Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ......................................60 Tabel 41. PDB Berdasarkan Pengeluaran............................................................................61 Tabel 42. PDB Berdasarkan Pengeluaran............................................................................61

Page 10: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

vi

Daftar Gambar

Gambar 1. Perbandingan Rasio Volume Muatan terhadap Jumlah Kapal

Tahun 1990-2018 (DWT/unit) ............................................................................... 1 Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I Tahun 2019 di Beberapa Negara ................... 8 Gambar 3. Perkembangan Harga Minyak Mentah ............................................................... 10 Gambar 4. Perkembangan Harga Gas Alam ......................................................................... 10 Gambar 5. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ...................................................................... 13 Gambar 6. Perkembangan Konsumsi Rumah Tangga dan Investasi terhadap PDB .............. 15 Gambar 7. Indeks Tendensi Bisnis Tahun 2018-2019 ........................................................... 16 Gambar 8. Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Spasial ................................................... 16 Gambar 9. Pertumbuhan Industri Pengolahan Nonmigas .................................................... 25 Gambar 10. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Triwulan I-2019 ..... 25 Gambar 11. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas Triwulan I-2019 ....... 26 Gambar 12. Ekspor Produk Industri ...................................................................................... 26 Gambar 13. Investasi Domestik (PMDN) Sektor Industri...................................................... 27 Gambar 14. Investasi Asing (PMA) Sektor Industri ............................................................... 27 Gambar 15. Perkembangan Produksi Mobil ......................................................................... 28 Gambar 16. Perkembangan Penjualan Mobil ....................................................................... 29 Gambar 17. Produksi, Penjualan Domestik, dan Ekspor Semen ........................................... 29 Gambar 18. Purchasing Manager Index (PMI) Sektor Manufaktur ...................................... 30 Gambar 19. Nilai Ekspor Jasa Perjalanan .............................................................................. 30 Gambar 20. Jumlah Wisatawan Mancanegara ..................................................................... 31 Gambar 21. Realisasi Komponen Penerimaan Perpajakan (triliun Rupiah) .......................... 32 Gambar 22. Perkembangan Komponen Belanja Negara ...................................................... 32 Gambar 23. Perkembangan Realisasi Defisit APBN .............................................................. 34 Gambar 24. Perkembangan Utang Pemerintah Pusat .......................................................... 35 Gambar 25. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah .................................................................... 36 Gambar 26. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5, Maret 2012 – Maret 2019

(2010=100) ........................................................................................................ 36 Gambar 27. Perkembangan Uang Beredar Triwulan I Tahun 2019 ...................................... 37 Gambar 28. Perkembangan Indeks Harga Pangan Strategis Nasional

Januari– Maret 2019, (2019=100) ................................................................... 39 Gambar 29. Kinerja Perbankan Konvensional ...................................................................... 39 Gambar 30. Pertumbuhan DPK Bank Konvensional ............................................................. 40 Gambar 31. Pertumbuhan Kredit Bank Konvensional .......................................................... 40 Gambar 32. Capaian Penyaluran KUR................................................................................... 42 Gambar 33. Pertumbuhan Total Aset Industri Asuransi 2018-2019 ..................................... 42 Gambar 34. Perkembangan Jumlah Aset Bersih dan Jumlah Investasi Dana Pensiun

2018-2019 ......................................................................................................... 42 Gambar 35. Perkembangan IHSG dan Nilai Kapitalisasi Pasar Saham 2018-2019 ................ 43 Gambar 36. Perkembangan Obligasi Korporasi 2018-2019 .................................................. 43 Gambar 37. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah 2018-2019 ..................................... 44 Gambar 38. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dan Kredit Perbankan Syariah

2018 – 2019 ...................................................................................................... 44

Page 11: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

vii

Gambar 39. Perkembangan Nilai Kapitalisasi Pasar Saham ISSI dan JII 2018-2019

(dalam juta Rupiah) ........................................................................................... 46 Gambar 40. Perkembangan Outstanding Sukuk Korporasi 2018-2019 (triliun Rupiah) ....... 46 Gambar 41. Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia (miliar USD) ............................ 48 Gambar 42. Neraca Jasa Perjalanan dan Transportasi ......................................................... 49 Gambar 43. Neraca Pendapatan Primer dan Sekunder ........................................................ 49 Gambar 44. Neraca Transaksi Finansial Indonesia ............................................................... 50

Page 12: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

i

Page 13: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

ii

Page 14: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

1

Policy Brief: Analisis Defisit Ocean Freight di Indonesia

Latar Belakang

Defisit Ocean Freight diidentifikasi

menjadi salah satu penyebab terjadinya

defisit transaksi berjalan di Indonesia,

khususnya pada komponen neraca jasa.

Temuan Skha Consulting pada tahun

2018 menunjukkan defisit ocean freight

mencapai USD5,5 miliar atau sekitar 70

persen dari total defisit neraca jasa

secara keseluruhan.

Studi Ridwan dkk (2016) mengungkapkan

penyebab tingginya defisit ocean freight

bersumber dari dominasi penggunaan

kapal asing dalam aktivitas perdagangan

luar negeri. Hal yang mendorong

tingginya penggunaan kapal asing di

Indonesia, karena faktor kapasitas

muatan. Wilmsmeier dan Zarzoso (2009)

menyatakan, semakin tinggi kapasitas

muatan suatu kapal akan mendorong

tingkat efisiensi jauh lebih tinggi.

Data United Nations Conference on

Trade and Development (UNCTaD) kurun

waktu 1990-2018, rasio volume muatan

kapal asing jauh lebih tinggi

dibandingkan jumlah kapal yang

berbendera Indonesia. Rata-rata kapal

asing dapat mengangkut muatan 15.000

Dead Weight Ton (DWT), lebih tinggi

dibandingkan rata-rata kapal Indonesia

yang hanya 5.000 DWT.

Gambar 1. Perbandingan Rasio Volume Muatan terhadap Jumlah Kapal Tahun 1990-2018 (DWT/unit)

Sumber: United Nations Conference on Trade and Development

Hasil Focus Group Discussion (FGD) dan Rekomendasi Kebijakan

Berdasarkan Focus Group Discussion

(FGD), rendahnya muatan kapal

Indonesia disebabkan beberapa hal

diantaranya insentif pembiayaan.

Minimnya dukungan dari sisi

pembiayaan terhadap industri

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

Berbendera Asing Berbendera Indonesia

Page 15: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

2

perkapalan tercermin suku bunga yang

diberlakukan. Data Otoritas Jasa

Keuangan (OJK) per Januari 2019, rata-

rata suku bunga di sektor transportasi

sebesar 10,2 persen atau lebih tinggi

dibandingkan negara tetangga seperti

Singapura yang hanya 5 persen.

Dampak tingginya suku bunga

menyebabkan Non Performing Loan

(NPL) di industri perkapalan lebih tinggi

dari rata-rata nasional. Pada tahun 2018,

rata-rata NPL industri perkapalan

mencapai 4,09 persen lebih tinggi dari

nasional sebesar 2,37 persen.

Selain faktor minimnya insentif

pembiayaan, prospek bisnis

pengangkutan oleh kapal domestik juga

menjadi perhatian lainnya. Pemerintah

melalui Kementerian Perdagangan telah

menerbitkan regulasi berupa Peraturan

Menteri Perdagangan (Permendag) No.

80 tahun 2018 mengenai kewajiban

eksportir dan importir nasional untuk

menggunakan kapal domestik.

Aturan ini menjadi keuntungan bagi para

pengusaha jasa angkutan nasional,

sehingga permintaan jasa kapal domestik

dapat meningkat. Namun, belum adanya

petunjuk teknis mengenai implementasi

aturan ini menimbulkan pertanyaan di

kalangan pengusaha, sehingga memicu

ketidakpastian. Jika aturan tersebut

memiliki kejelasan dari sisi teknis, maka

pengusaha dapat memperkirakan jumlah

kapal yang dibutuhkan, termasuk

mengajukan pembiayaan untuk membeli

kapal dengan kapasitas besar.

Hal lain yang menjadi perhatian adalah

skema perdagangan luar negeri (Term of

Trade). Saat ini aktivitas ekspor

Indonesia menggunakan skema Free on

Board (FoB) dan Impor menggunakan

skema Cost Insurance Freight (CIF).

Skema ini dinilai merugikan industri

pengangkutan domestik, sebab

Indonesia tidak memiliki daya tawar

dalam memilih kapal untuk pengiriman

barang.

Pada skema FoB, eksportir Indonesia

hanya bertanggung jawab terhadap

barang yang diekspor hingga pelabuhan.

Sementara aktivitas pengangkutan

dibebankan sepenuhnya kepada importir

barang dari luar negeri. Artinya dalam

pemilihan kapal untuk mengirim barang

tersebut keluar negeri ditentukan oleh

importir. Hal tersebut menyebabkan

peluang pemakaian kapal domestik

menjadi minim.

Sementara pada skema CIF, importir

Indonesia tidak bertanggung jawab

terhadap pengiriman barang dari luar

negeri ke Indonesia. Aktivitas dari mulai

pengiriman barang hingga pelabuhan

sepenuhnya menjadi tanggung jawab

eksportir luar negeri. Seperti pada halnya

skema FoB, skema ini juga kurang

menguntungkan bagi industri

pengangkutan domestik sebab eksportir

luar negeri akan cenderung memilih

kapal asing sebagai transportasi

pengangkutan.

Berdasarkan beberapa temuan di atas,

maka ada beberapa rekomendasi

kebijakan awal yang dapat diterapkan.

Pertama, penerapan subsidi bunga. Dihn,

dkk (2013) menyatakan, skema subsidi

bunga efektif untuk mengurangi beban

pelaku usaha dalam mengajukan

pembiayaan ke sektor perbankan. Jika

pemerintah mampu menyediakan skema

kebijakan pembiayaan berbunga rendah

seperti hanya Kredit Usaha Rakyat (KUR),

Page 16: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

3

maka bisa jadi insentif bagi pelaku usaha

jasa pengangkutan di Indonesia.

Kedua, penyusunan petunjuk teknis

Permendag No 80 tahun 2018 secara

menyeluruh dan sesegera mungkin. Hal

ini penting agar para pelaku usaha

memahami secara menyeluruh sehingga

tidak terjadi mis-komunikasi dalam

implementasi aturan tersebut

kedepannya.

Ketiga, peralihan skema perdagangan.

Skema aktivitas ekspor diusulkan beralih

dari FoB menjadi CIF dan skema aktivitas

impor beralih dari CIF menjadi FoB.

Adanya peralihan ini akan memberi

peluang lebih besar bagi penggunaan

jasa angkutan kapal domestik karena

posisi daya tawar Indonesia akan jauh

lebih besar.

Beberapa rekomendasi kebijakan ini

masih bersifat sementara, dan masih

memerlukan kajian lebih mendalam.

Namun sebagai tahap awal, beberapa

rekomendasi ini dapat digunakan untuk

menyelesaikan permasalahan dominasi

kapal asing dalam aktivitas perdagangan

luar negeri Indonesia.

Page 17: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

4

Page 18: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

5

Page 19: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

6

Page 20: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

7

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN GLOBAL

Pertumbuhan ekonomi dunia sepanjang

triwulan I tahun 2019 masih melambat.

Pada triwulan I tahun 2019, perlambatan

pertumbuhan ekonomi terjadi di

sebagian besar negara. Hanya Amerika

Serikat yang mampu tumbuh lebih cepat

dari triwulan I tahun 2018. Sementara

pertumbuhan Tiongkok tidak berbeda

dari triwulan sebelumnya namun

melambat dibanding periode yang sama

pada tahun sebelumnya.

Ekonomi Amerika Serikat (AS) tumbuh

3,2 persen (YoY) pada triwulan I tahun

2019, lebih tinggi dari pertumbuhan

pada triwulan I tahun 2018.

Pertumbuhan tersebut melampaui

ekspektasi pasar yang memprediksi

pertumbuhan ekonomi triwulan I berada

pada kisaran 2,2-2,4 persen. Pendorong

pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat

adalah meningkatnya konsumsi

masyarakat sebesar 2,7 persen (YoY),

khususnya konsumsi barang (2,9 persen,

YoY). Impor tumbuh melambat sebesar

1,6 persen (YoY) sedangkan

pertumbuhan ekspor stabil sebesar 2,3

persen (YoY). Pertumbuhan impor

Amerika Serikat melambat dampak

perang dagang yang terjadi dengan

Tiongkok dan lesunya perekonomian

domestik.

Inflasi di Amerika Serikat meningkat 0,8

persen pada triwulan I tahun 2019.

Harga makanan naik 3,0 persen

sementara harga energi turun sebesar

16,7 persen.

Pertumbuhan ekonomi Tiongkok

bergerak stabil pada triwulan I tahun

2019 sebesar 6,4 persen (YoY). Angka ini

tidak berubah dibandingkan

pertumbuhan ekonomi triwulan IV tahun

2018. Inflasi Tiongkok pada triwulan I

tahun 2019 sebesar 2,3 persen, lebih

tinggi dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya maupun triwulan I tahun

2018 yang sebesar 2,1 persen. Perang

dagang yang belum mencapai

kesepakatan hingga akhir Maret 2019

membuat pelaku ekonomi di Tiongkok

lebih berhati-hati. Stimulus kebijakan

moneter yang diterapkan oleh bank

sentral Tiongkok membantu

pertumbuhan ekonomi Tiongkok tetap

stabil.

Cadangan devisa Tiongkok meningkat

pada triwulan I tahun 2019. Sepanjang

periode tersebut, cadangan devisa

Tiongkok naik 0,85 persen dari triwulan

sebelumnya, ditopang oleh penguatan

Yuan dan kebijakan proteksi impor.

Cadangan devisa triwulan ini sebesar

USD3.098 miliar masih lebih kecil dari

cadangan devisa pada triwulan I tahun

2018 yang mencapai USD3.142 miliar

atau turun sebesar 1,4 persen.

Pertumbuhan negara-negara di Kawasan

Eropa pada triwulan I tahun 2019 secara

umum tumbuh lebih lambat

dibandingkan dengan triwulan I tahun

2018. Pertumbuhan ekonomi Italia

menurun dari sebelumnya 1,37 persen

(YoY) pada triwulan I tahun 2018,

menjadi 0,05 persen (YoY) pada triwulan

I tahun 2019. Kinerja tersebut lebih baik

dari triwulan sebelumnya yang

terkontraksi sebesar -0,01 persen.

Pertumbuhan ekonomi Perancis dan

Spanyol juga mengalami perlambatan

masing-masing sebesar 1,12 dan 2,43

Page 21: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

8

persen. Tingkat inflasi di Kawasan Eropa

cenderung stabil sebesar 1,6 persen,

tidak berubah dibandingkan triwulan

sebelumnya.

Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I Tahun 2019 di Beberapa Negara

Sumber: CEIC

Tingkat pengangguran menurun

sepanjang awal tahun 2019.

Tingkat pengangguran di AS mengalami

penurunan sepanjang triwulan I tahun

2019. Meskipun tingkat PHK pada

triwulan ini meningkat hingga 10,3

persen, namun tingkat pengangguran

masih tetap terjaga. Pada Maret 2019,

tingkat pengangguran sebesar 3,8 persen

lebih rendah dibandingkan periode yang

sama pada tahun sebelumnya yang

mencapai 4,0 persen.

Hal yang sama juga terjadi di kawasan

Eropa. Tingkat pengangguran di Eropa

menurun selama triwulan I tahun 2019.

Pada Januari dan Februari, tingkat

pengangguran sebesar 6,5 persen, lebih

rendah dari bulan sebelumnya yang

sebesar 6,6 persen. Pada bulan Maret,

tingkat pengangguran kembali turun

menjadi 6,4 persen. Kondisi tersebut

merupakan yang terendah sejak tahun

2000. Negara Uni Eropa dengan tingkat

pengangguran tertinggi adalah Yunani

sebesar 18,5 persen.

Tingkat pengangguran di Singapura pada

triwulan I tahun 2019 meningkat menjadi

3,2 persen setelah pada periode

sebelumnya sebesar 3,1 persen. Pelaku

bisnis di Singapura berusaha untuk

mempertahankan laba di tengah lesunya

perekonomian dengan melakukan

pengurangan pekerja terutama di sektor

manufaktur.

Sebagian besar negara menahan

kenaikan suku bunga kebijakan.

Bank Sentral Tiongkok, The People Bank

of China (PBoC), menahan tingkat suku

bunga bank sentral sepanjang triwulan I

tahun 2019 pada level 2,25 persen.

Keputusan ini diambil sebagai upaya

untuk menjaga pertumbuhan ekonomi

dalam negeri. PBoC menilai pemotongan

suku bunga merupakan langkah terakhir

yang akan diambil untuk mendorong

aktivitas perekonomiannya.

The Fed menahan suku bunga sepanjang

triwulan I tahun 2019. Hal ini dilakukan

atas pertimbangan laju inflasi yang tetap

rendah sebesar 1,9 persen dan

pengangguran yang menurun, sehingga

belum dirasa perlu untuk menaikkan

tingkat suku bunga acuannya. Langkah

tersebut juga merupakan bentuk

antisipasi dari ketidakpastian

perekonomian.

Kebijakan The Fed mempengaruhi

keputusan Bank Indonesia untuk

mempertahankan suku bunga pada level

6,00 persen sepanjang triwulan I tahun

2019. Langkah tersebut diambil sejalan

-1

0

1

2

3

4

5

6

7

8

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

2017 2018 2019

Tiongkok Amerika Serikat

Korea Italia

Perancis

Page 22: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

9

dengan upaya Bank Indonesia

memperkuat ketahanan eksternal

terutama untuk menurunkan defisit

neraca transaksi berjalan ke batas yang

aman serta mempertahankan daya tarik

aset keuangan domestik.

Tabel 1. Suku Bunga Kebijakan Beberapa

Negara

Jan Feb Mar

ASEAN

Indonesia 6,00 6,00 6,00

Thailand 1,75 1,75 1,75

Filipina 4,75 4,75 4,75

Malaysia 3,25 3,25 3,25

Vietnam 6,25 6,25 6,25

Negara Maju

Kawasan Eropa

0,00 0,00 0,00

Amerika Serikat

2,25-2,5 2,25-2,5 2,25-2,5

Inggris 0,75 0,75 0,75

Jepang -0,1 -0,1 -0,1

Sumber: CEIC

Sepanjang triwulan I tahun 2019 nilai

tukar Rupiah bergerak fluktuatif. Kondisi

pasar keuangan yang masih menghadapi

ketidakpastian pasar global, membuat

pergerakan Rupiah sensitif. Pada awal

tahun 2019, nilai tukar Rupiah berada

pada level Rp14.458 per USD.

Dibandingkan dengan awal tahun,

Rupiah menguat pada akhir Maret ke

level Rp14.243 per USD. Penguatan

tertinggi terjadi pada minggu pertama

bulan Februari yang menempatkan

Rupiah pada level Rp13.920 per USD.

Nilai tukar Yen sepanjang triwulan I

tahun 2019 cenderung melemah.

Pelemahan tertinggi terjadi pada awal

Maret yang mencapai JPY111,9 per USD.

Pada akhir triwulan I tahun 2019, Yen

ditutup pada level JPY110,86 per USD,

melemah dibanding awal tahun 2019

yang sebesar JPY109,74 per USD.

Nilai tukar Yuan bergerak menguat

terhadap Dolar AS pada triwulan I tahun

2019. Pada Februari 2019, Yuan menguat

tertinggi selama triwulan I tahun 2019

hingga level CNY6,6 per USD. Hingga

akhir Maret, nilai tukar Yuan ditutup

pada level CNY6,7 per USD.

Harga sebagian besar komoditas

internasional cenderung bergerak

turun.

Harga beberapa komoditas pertanian

pada triwulan I tahun 2019 naik, seperti

kakao (2,1 persen, YoY), jagung (2,3

persen, YoY), dan gandum (4,3 persen,

YoY). Sementara itu, harga kedelai turun

sebesar -10 persen (YoY).

Harga batubara sepanjang periode

Januari-Maret 2019 turun USD5,4

menjadi USD93,1/MT pada akhir Maret

2019. Turunnya harga batubara didorong

oleh lesunya permintaan akibat

perlambatan ekonomi global dan

pemberlakuan proteksi impor yang

dilakukan oleh Tiongkok. Selain itu harga

minyak sawit sepanjang triwulan I tahun

2019 juga bergerak turun. Rata-rata

harga minyak kelapa sawit sebesar

USD586,9 per MT, turun dibandingkan

periode yang sama tahun 2018 (USD850

per MT).

Harga komoditas logam dan mineral,

mayoritas melemah sepanjang triwulan I

tahun 2019. Semua komoditas

mengalami perlambatan dipengaruhi

dampak perang dagang antara AS dan

Tiongkok. Harga komoditas emas juga

turun sebesar -1,86 persen dibandingkan

triwulan I tahun 2018. Komoditas seng

turun hingga -20,7 persen. Selain itu

Page 23: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

10

harga logam dan aluminium juga anjlok

masing-masing sebesar -19,2 dan 13,5

persen.

Harga minyak mentah menunjukkan

tren meningkat sepanjang triwulan I

tahun 2019.

Hingga Maret 2019 harga rata-rata sudah

kembali ke level USD63,79 per barel.

Peningkatan ini disebabkan oleh

pemangkasan produksi oleh negara-

negara peserta OPEC+ serta pengenaan

sanksi Amerika Serikat kepada Venezuela

sebagai salah satu produsen utama

minyak dunia. Berkurangnya suplai

minyak mentah global pada akhirnya

berhasil meningkatkan harga minyak

mentah dunia. Selain itu, kondisi

tersebut ikut meningkatkan harga

minyak mentah Indonesia (ICP) hingga

USD60,49 per barrel. Namun, harga

minyak mentah secara rata-rata pada

triwulan I tahun 2019 masih lebih rendah

dibandingkan triwulan I tahun 2018

maupun triwulan sebelumnya.

Gambar 3. Perkembangan Harga Minyak

Mentah

Sumber: World Bank

Gambar 4. Perkembangan Harga Gas Alam

Sumber: World Bank

Sementara itu, harga gas alam

mengalami tren menurun sepanjang

triwulan I tahun 2019 dengan harga rata-

rata USD2,9 per mmbtu (gas alam

Eropa). Harga gas alam yang berasal dari

Eropa dan Amerika Serikat lebih rendah

dari triwulan sebelumnya maupun

triwulan I tahun 2018. Turunnya harga

gas alam disebabkan oleh oversupply dan

menurunnya permintaan setelah musim

dingin berakhir.

0

20

40

60

80

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

2017 2018 2019

Crude Oil; Brent Crude Oil; Dubai

Crude Oil; WTI

0

2

4

6

8

10

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

2017 2018 2019

Gas Alam (Europe) Gas Alam (US)

Page 24: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

11

Page 25: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

12

Page 26: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

13

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA

1. Perkembangan Sektor Riil

Perkembangan Ekonomi Nasional

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada

triwulan I tahun 2019 meningkat.

Target pertumbuhan ekonomi tahun

2019 yang ditetapkan sebesar 5,3 persen

dirasa sulit untuk dicapai melihat

pertumbuhan pada triwulan pertama.

Perekonomian Indonesia tumbuh

sebesar 5,07 persen (YoY), meningkat

tipis dibandingkan periode yang sama

tahun 2018. Namun, pertumbuhan

tersebut lebih rendah bila dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya, sesuai

dengan pola musiman. Angka tersebut

merupakan pertumbuhan tertinggi pada

triwulan I dalam lima tahun terakhir,

yang menunjukkan adanya penguatan

ekonomi domestik.

Gambar 5. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Sumber: Badan Pusat Statistik

Perkembangan Produk Domestik Bruto

dari sisi lapangan usaha menunjukkan

Jasa Perusahaan, Jasa lainnya, dan

Informasi dan Komunikasi merupakan

sektor dengan pertumbuhan tertinggi

pada triwulan ini yang masing-masing

tumbuh sebesar 10,36 persen, 9,99

persen, dan 9,03 persen.

Industri pengolahan tumbuh melambat.

Industri Pengolahan merupakan sektor

sumber pertumbuhan tertinggi pada

triwulan ini dengan sumbangan terhadap

pertumbuhan mencapai 0,83 persen.

Pertumbuhan industri pengolahan

sebesar 3,86 persen, lebih rendah

dibandingkan triwulan I tahun 2018

maupun triwulan sebelumnya yang

masing-masing sebesar 4,6 persen dan

4,25 persen. Kinerja tersebut terutama

dipengaruhi oleh Industri Batubara dan

Pengilangan Migas semakin terkontraksi

hingga -4,19 persen dibandingkan

triwulan sebelumnya yang hanya sebesar

-0,01 persen (YoY), juga lebih rendah dari

triwulan I tahun 2018 (0,66 persen, YoY).

Namun demikian, subsektor Industri

Tekstil dan Pakaian Jadi mendorong

perkembangan sektor dengan

pertumbuhan yang mencapai 18,98

persen, lebih tinggi dari triwulan

sebelumnya (10,82 persen, YoY) maupun

triwulan I tahun 2018 (7,46 persen, YoY).

Produksi yang meningkat dari subsektor

Industri Tekstil dan Pakaian Jadi

dipengaruhi oleh momentum pemilu

serta persiapan menjelang bulan

Ramadhan dan Idul Fitri.

Selain industri yang disebutkan

sebelumnya, pemilu juga mendorong

pertumbuhan pada subsektor Industri

Kertas dan Barang dari Kertas;

Percetakan dan Reproduksi Media

5,01 5,01

5,06

5,19

5,06

5,27

5,17 5,18

5,07

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

2017 2018 2019

Page 27: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

14

Rekaman sebesar 9,22 persen (YoY)

meskipun lebih rendah dari triwulan

sebelumnya yang mencapai 10,28

persen. Pertumbuhan triwulan ini masih

lebih tinggi dari triwulan I tahun 2018

yang sebesar -5,99 persen. Hal tersebut

didorong oleh aktivitas kampanye yang

telah dimulai sejak akhir tahun 2018

hingga menjelang bulan pemilihan.

Pertumbuhan sektor Pertanian

melambat disebabkan perubahan masa

panen.

Sementara itu, terkontraksinya

pertumbuhan subsektor Tanaman

Pangan sebesar -5,94 persen

memperlambat pertumbuhan di sektor

Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan

Perikanan. Pertumbuhan pada triwulan

ini sebesar 1,81 persen (YoY), lebih kecil

dibandingkan triwulan sebelumnya yang

mencapai 3,87 persen (YoY) maupun

triwulan I tahun 2018 yang sebesar 3,34

persen (YoY). Faktor gagal panen dan

pergeseran masa panen raya

menyebabkan perlambatan tersebut.

Tanaman pangan diperkirakan akan

panen pada bulan April.

Kinerja sektor Transportasi dan

Pergudangan melambat.

Pertumbuhan sektor Transportasi dan

Pergudangan pada triwulan I tahun 2019

sebesar 5,25 persen, lebih lambat

dibandingkan triwulan I tahun 2018 (8,56

persen, YoY) maupun triwulan

sebelumnya (5,34 persen, YoY). Hal

tersebut terutama disebabkan oleh

tingginya harga tiket pesawat sehingga

pertumbuhan Angkutan Udara

terkontraksi hingga -10,15 persen pada

triwulan ini. Kondisi ini mendorong

terjadinya pergeseran penumpang pada

moda transportasi lainnya yakni kereta

api dan transportasi laut yang tumbuh

signifikan sebesar 6,78 persen dan 5,62

persen.

Konsumsi LNPRT tumbuh paling tinggi

dari sisi pengeluaran.

Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan

ekonomi triwulan I tahun 2019 didorong

oleh Konsumsi LNPRT yang tumbuh

mencapai 16,9 persen (YoY).

Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari

triwulan I tahun 2018 yang sebesar 8,1

persen maupun dari triwulan

sebelumnya sebesar 10,79 persen.

Pertumbuhan tersebut didorong oleh

peningkatan aktivitas partai politik dan

organisasi masyarakat berskala nasional

pada masa kampanye Pemilu 2019.

Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Menurut Jenis Pengeluaran (persen, YoY)

Jenis Pengeluaran 2018 2019

Q1 Q4 Q1

Konsumsi RT 4,94 5,08 5,01

Konsumsi LNPRT 8,10 10,79 16,93

Konsumsi Pemerintah

2,71 4,56 5,21

PMTB 7,94 6,01 5,03

Ekspor 5,94 4,33 -2,08

Impor 12,64 7,10 -7,75

PDB 5,06 5,18 5,07

Sumber: Badan Pusat Statistik

Konsumsi Rumah Tangga dan Investasi

yang merupakan penggerak

perekonomian Indonesia tumbuh

melambat pada triwulan ini. Investasi

tumbuh dibawah pertumbuhan Produk

Domestik Bruto. Perlambatan kedua

sektor tersebut membuat perekonomian

tidak tumbuh maksimal.

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

yang tumbuh sebesar 5,01 persen pada

triwulan ini lebih rendah dibanding

triwulan I tahun 2018 yang sebesar 5,08

persen, namun lebih tinggi dari triwulan I

Page 28: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

15

tahun 2018 (4,94 persen, YoY).

Pendorong pertumbuhan terutama dari

kelompok Kesehatan dan Pendidikan

sebesar 5,66 persen dan kelompok

Makanan dan Minuman Selain Restoran

sebesar 5,29 persen.

Pertumbuhan investasi sebesar 5,03

persen mengalami perlambatan

dibandingkan triwulan sebelumnya (6,01

persen, YoY) maupun triwulan I tahun

2018 yang mencapai 7,94 persen. Hal ini

sejalan dengan turunnya indikator

investasi swasta maupun pemerintah.

Turunnya investasi pemerintah

tercermin dari realisasi belanja modal

yang terkontraksi sebesar 6,7 persen

pada triwulan ini. Investasi Mesin dan

Peralatan tumbuh melambat menjadi 8,4

persen dari tahun lalu yang rata-rata

mampu mencapai 20 persen.

Gambar 6. Perkembangan Konsumsi Rumah

Tangga dan Investasi terhadap PDB

Sumber: Badan Pusat Statistik

Ekspor dan impor terkontraksi

sepanjang triwulan I tahun 2019.

Aktivitas ekspor barang maupun jasa

mengalami penurunan yang

menyebabkan pertumbuhan ekspor total

terkontraksi hingga -2,08 persen pada

triwulan I tahun 2019. Angka tersebut

lebih rendah bila dibandingkan dengan

triwulan I tahun 2018 (5,94 persen, YoY)

maupun triwulan sebelumnya (4,33

persen, YoY). Volume ekspor komoditas

utama nonmigas turun sepanjang

triwulan ini. Selain itu, ekspor migas juga

mengalami penurunan volume yang

disertai penurunan harga komoditas

dunia sehingga terkontraksi sebesar -

9,42 persen (YoY). Selain itu, permintaan

dari beberapa negara mitra dagang juga

turun terkait dengan lesunya kondisi

ekonomi global.

Di sisi lain, impor terkontraksi lebih

dalam dari ekspor hingga -7,75 persen

(YoY), lebih rendah dari pertumbuhan

pada triwulan sebelumnya maupun

triwulan I tahun 2018. Penurunan nilai

dan volume impor migas menyebabkan

kontraksi hingga -22,95 persen. Di sisi

lain, volume impor nonmigas turun

terutama pada barang modal dan bahan

baku yang masing-masing terkontraksi

sebesar -4,64 dan 7,17 persen. Seiring

dengan turunnya aktivitas ekspor dan

impor barang pada triwulan I tahun

2019, impor jasa untuk jasa angkutan

juga turut terkontraksi.

Indeks Tendensi Bisnis menunjukkan

optimisme yang lebih rendah.

Sesuai dengan prediksi triwulan

sebelumnya, kondisi bisnis membaik

namun optimisme pelaku bisnis pada

triwulan I tahun 2019 kembali menurun

dengan Indeks Tendensi Bisnis (ITB)

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

2016 2017 2018 2019

PDB

Pengeluaran Konsumsi RumahTanggaPembentukan Modal Tetap Bruto

Page 29: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

16

sebesar 102,1. Kondisi bisnis yang

membaik dan optimisme pelaku bisnis

tertinggi terdapat pada sektor Jasa

Keuangan dan Asuransi. Sementara

kondisi bisnis terendah terjadi pada

sektor Pertambangan dan Penggalian

yang memiliki indeks sebesar 92,04. Pada

triwulan II tahun 2019, kondisi bisnis

seluruh lapangan usaha diperkirakan

akan meningkat kecuali sektor

Pertambangan dan Penggalian. Selain itu

optimisme pelaku usaha juga

diperkirakan meningkat.

Gambar 7. Indeks Tendensi Bisnis Tahun

2018-2019

Catatan:

ITB berkisar antara 0 sampai dengan 200

dengan indikasi sebagai berikut:

a. Nilai ITB < 100 menunjukkan kondisi pada

triwulan berjalan menurun dibanding

triwulan sebelumnya

b. Nilai ITB=100 menunjukkan kondisi bisnis

pada triwulan berjalan tidak mengalami

perubahan (stagnan) dibanding triwulan

sebellumnya

c. Nilai ITB > 100 menunjukkan kondisi bisnis

pada triwulan berjalan lebih baik

(meningkat)dibanding triwulan

sebelumnya

d. * = Angka perkiraan

Sumber: BPS, diolah

Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan

I tahun 2019 sebesar 104,35, lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya sebesar 103,83 namun

menurun dibanding triwulan sebelumnya

(110,54). Sejalan dengan kondisi bisnis,

kondisi ekonomi konsumen dapat

dikatakan meningkat namun dengan

tingkat optimisme yang lebih rendah dari

triwulan sebelumnya.

Perkembangan Ekonomi Regional

Sebagian besar kawasan mengalami

pertumbuhan positif kecuali Maluku

dan Papua.

Rata-rata perekonomian Maluku dan

Papua mengalami kontraksi -10,44

persen (YoY), tumbuh lebih lambat

dibandingkan triwulan I tahun 2018 yang

mencapai 17,2 persen (YoY) maupun

triwulan sebelumnya dengan

pertumbuhan -9,4 persen (YoY).

Perlambatan ini dipengaruhi oleh

penurunan yang signifikan di sektor

utama perekonomian Maluku dan Papua

yaitu Pertambangan dan Penggalian.

Gambar 8. Pertumbuhan dan Kontribusi

Ekonomi Spasial

Sumber: Badan Pusat Statistik

Papua memiliki proporsi terbesar bagi

perekonomian Maluku dan Papua, yaitu

mencapai 51,79 persen. Pada triwulan I

tahun 2019, perekonomian Papua

terkontraksi semakin dalam menjadi

106,28

112,82

108,05

104,71 102,10

106,44

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2*

2018 2019

21,4

59,0

3,0

8,3 6,1 2,2 4,5 5,7 4,6

5,3 6,5

-10,4

Sumatera Jawa Bali danNusa

Tenggara

Kalimantan Sulawesi Malukudan Papua

Kontribusi Pertumbuhan

Page 30: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

17

sebesar-20,13 persen (YoY),

dibandingkan dengan triwulan IV tahun

2018 yang sebesar -17,79 persen (YoY)

maupun triwulan I tahun 2018 sebesar -

11,12 (YoY). Pertumbuhan tersebut

dipengaruhi oleh lapangan usaha

Pertambangan dan Penggalian yang

terkontraksi hingga -23,55 persen yang

disebabkan oleh penurunan nilai

produksi PT Freeport. Jika perekonomian

Papua dihitung tanpa sektor usaha

Pertambangan dan Penggalian,

pertumbuhannya sebesar 6,3 persen

(YoY). Penurunan produksi tersebut juga

berdampak pada ekspor luar negeri yang

terkontraksi hingga -63,6 (YoY).

Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi di Maluku dan

Papua

Pertumbuhan (%YoY)

Proporsi terhadap Pulau (%)

Q1-2018

Q1-2019

Q1-2018

Q1-2019

Maluku 5,4 6,3 11,7 13,2

Maluku Utara

7,9 7,7 9,7 11,4

Papua Barat 5,9 -0,3 21,5 23,6

Papua 26,5 -20,1 57,1 51,8

Rata-rata 17,2 -10,4 100 100

Sumber: Badan Pusat Statistik

Sementara itu, perekonomian Sulawesi

tumbuh paling cepat diantara kawasan

yang lain, yakni sebesar 6,51 persen,

meningkat dibandingkan dengan

triwulan IV tahun 2018 yang sebesar 6,2

persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi

provinsi di Sulawesi diatas 6 persen

kecuali Sulawesi Barat dengan laju

pertumbuhan sebesar 5,21 persen.

Pertumbuhan tersebut lebih rendah dari

triwulan I tahun 2018 (5,57 persen, YoY)

maupun dari triwulan sebelumnya (5,32

persen, YoY). Secara keseluruhan,

kawasan Sulawesi memberi kontribusi

sebesar 6,14 persen bagi perekonomian

nasional.

Sulawesi Tengah merupakan provinsi

dengan pertumbuhan tertinggi di

Sulawesi yang tumbuh mencapai 6,77

persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan

ditopang oleh lapangan usaha

Pertambangan dan Penggalian sebesar

17,50 persen. Struktur lapangan usaha

Sulawesi Tengah didominasi oleh empat

lapangan usaha utama, yaitu: Pertanian,

Kehutanan dan Perikanan;

Pertambangan dan Penggalian; Industri

Pengolahan; serta Konstruksi. Sementara

itu dari sisi pengeluaran, sumber

pertumbuhan tertinggi berasal dari

ekspor yang tumbuh sebesar 12,7 persen

(YoY).

Tabel 4. Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi

Pertumbuhan (%, YoY)

Proporsi terhadap Pulau

(%)

Q1-2018

Q1-2019

Q1-201

8

Q1-2019

Sulut 6.62 6,58 12,5 12,44

Sulteng 6.63 6,77 16,1 16,47

Sulsel 7.35 6,56 49,9 49,92

Sultra 6.15 6,33 12,5 12,49

Gorontalo 6.13 6,72 4,24 4,21

Sulbar 5.57 5,21 4,62 4,47

Rata-rata 6,83 6,51 100 100

Sumber: Badan Pusat Statistik

Kontribusi Jawa terhadap ekonomi

nasional sebesar 59,03 persen . Rata-rata

pertumbuhan ekonomi di Jawa sebesar

5,66 persen (YoY), sedikit menurun

dibandingkan triwulan sebelumnya. DKI

Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat

merupakan provinsi dengan proporsi

perekonomian terbesar di Jawa. DI

Yogyakarta tumbuh paling cepat di pulau

Jawa dengan pertumbuhan sebesar 7,5

persen lebih tinggi dari triwulan

Page 31: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

18

sebelumnya maupun triwulan I tahun

2018.

Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi di Jawa

Pertumbuhan (%, YoY)

Proporsi terhadap Pulau (%)

Q1-2018

Q1-2019

Q1-2018

Q1-2019

DKI Jakarta 5,95 6,23 29,5 29,94

Jawa Barat 5,90 5,43 22,4 22,42

Jawa Tengah

5,37 5,14 14,6

14,42

DIY 5,41 7,50 1,49 1,51

Jawa TImur 5,42 5,51 24,9 24,69

Banten 5,84 5,42 7,03 7,03

Rata-rata 5,70 5,66 100 100

Sumber: Badan Pusat Statistik

Sumber pertumbuhan tertinggi DI

Yogyakarta pada triwulan I tahun 2019

adalah sektor Konstruksi yang tumbuh

hingga 20,62 persen. Pembangunan jalan

serta bandara Yogyakarta International

Airport menjadi pendorong laju

pertumbuhan konstruksi. Dari sisi

pengeluaran, Pembentukan Modal Tetap

Bruto (PMTB) merupakan sumber

pertumbuhan ekonomi tertinggi yakni

2,57 persen dengan pertumbuhan

sebesar 10,39 persen.

Sumatera tumbuh sebesar 4,55 persen

(YoY), cenderung stagnan dibandingkan

triwulan IV tahun 2018 yang tumbuh

sebesar 4,5 persen (YoY). Sumatera

Utara, Riau, dan Sumatera Selatan

memiliki proporsi terbesar pada

perekonomian Sumatera yaitu masing-

masing sebesar 23,3 persen, 22,4 persen

dan 13,1 persen. Sumatera Selatan

merupakan provinsi dengan

pertumbuhan tertinggi di Sumatera yakni

sebesar 5,68 persen. Pertumbuhannya

terutama didorong oleh sektor utamanya

yaitu Pertambangan dan Penggalian yang

tumbuh sebesar 9,41 persen, lebih tinggi

dari triwulan sebelumnya maupun

triwulan I tahun 2018. Peningkatan

tersebut disebabkan oleh meningkatnya

produksi batubara, naiknya produksi

minyak dan gas bumi serta penemuan

cadangan gas baru di Blok Sakakemang.

Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera

Pertumbuhan (%, YoY)

Proporsi terhadap Pulau

(%)

Q1-2018

Q1-2019

Q1-2018

Q1-2019

Aceh 3,22 3,88 4,80 4,72

Sumut 4,73 5,30 23,1 23,33

Sumbar 4,71 4,78 7,15 7,14

Riau 2,84 2,88 23,2 22,42

Jambi 4,61 4,73 6,43 6,48

Sumsel 5,86 5,68 12,9 13,13

Bengkulu 5,10 5,01 2,07 2,13

Lampung 5,09 5,18 10,4 10,59

Kep. Bangka Belitung

2,51 2,79 2,30 2,19

Kep. Riau 4,48 4,76 7,68 7,88

Rata-rata 4,34 4,55 100 100

Sumber: Badan Pusat Statistik

Bali dan Nusa Tenggara tumbuh sebesar

4,64 persen (YoY), lebih tinggi dari

triwulan IV tahun 2018 yang sebesar 4,4

persen (YoY). Bali merupakan provinsi

dengan proporsi perekonomian terbesar

di Bali dan Nusa Tenggara, yaitu

mencapai sebesar 51,9 persen. Pada

triwulan I tahun 2019, Bali tumbuh

sebesar 5,9 persen (YoY), lebih rendah

dari triwulan IV tahun 2018. Sementara

itu, Nusa Tenggara Barat kembali

tumbuh positif (2,12 persen, YoY) setelah

mengalami kontraksi sebesar -1,4 persen

(YoY) pada triwulan IV tahun 2018 akibat

gempa bumi. Pembangunan sarana dan

prasarana fisik pasca bencana

mendorong peningkatan di sektor

Konstruksi yang merupakan sektor

dengan pertumbuhan tertinggi sebesar

8,14 persen.

Page 32: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

19

Tabel 7. Pertumbuhan Ekonomi di Bali dan

Nusa Tenggara

Pertumbuhan (%, YoY)

Proporsi terhadap Pulau

(%)

Q1-2018

Q1-2019

Q1-2018

Q1-2019

Bali 5,58 5,94 51,4 51,85

NTB 0,06 2,12 27,5 26,82

NTT 5,01 5,09 21,2 21,33

Rata-rata 3,77 4,64 100 100

Sumber: Badan Pusat Statistik

Kawasan Kalimantan secara keseluruhan

merupakan kontributor pertumbuhan

terbesar ketiga setelah Jawa dan

Sumatera. Kontribusi Kalimantan pada

pertumbuhan ekonomi nasional sebesar

8,26 persen. Sementara itu, rata-rata

pertumbuhan ekonomi di Kalimatan

adalah sebesar 5,3 persen (YoY), lebih

rendah dari triwulan IV tahun 2018 yang

sebesar 5,5 persen (YoY).

Tabel 8. Pertumbuhan Ekonomi di Kalimantan

Pertumbuhan (%, YoY)

Proporsi terhadap Pulau

(%)

Q1-2018

Q1-2019

Q1-2018

Q1-2019

Kalbar 5,06 5,07 15,8 16,11

Kalteng 4,47 6,03 11,4 11,61

Kalsel 4,98 4,08 13,4 13,11

Kaltim 1,77 5,36 52,4 51,9

Kaltara 5,76 7,13 7,0 7,28

Rata-rata 3,24 5,33 100 100

Sumber: Badan Pusat Statistik

Kalimantan Timur memiliki proporsi

tertinggi sebesar 51,9 persen terhadap

perekonomian Kalimantan. Pada

triwulan I tahun 2019, Kalimantan Timur

tumbuh sebesar 5,4 persen (YoY), lebih

tinggi dari triwulan sebelumnya.

Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh

peningkatan pada sektor Konstruksi yang

tumbuh mencapai 16,14 persen. Sektor

utama Kalimantan Timur yakni

Pertambangan dan Penggalian, tumbuh

positif sebesar 7,19 persen.

Investasi

Pembentukan Modal Tetap Bruto pada

triwulan I tahun 2019 tumbuh sebesar

5,03 persen YoY

Dalam perhitungan PDB sisi pengeluaran,

komponen Pembentukan Modal Tetap

Bruto (PMTB) triwulan I tahun 2019

tumbuh sebesar 5,03 persen (YoY) dan

terkontrkasi sebesar -5,74 persen (QtQ).

Pada komponen PMTB, pertumbuhan

triwulan I tahun 2019 (YoY) didorong

oleh pertumbuhan Bangunan 5,48

persen; Mesin dan Kendaraan sebesar

3,34 persen; CBR sebesar 9,32 persen

dan Produk Kekayaan Intelektual sebesar

9,13 persen.

Tabel 9. Perkembangan Pembentukan Modal

Tetap Bruto

Kategori PDB Pengeluaran

Nilai (Miliar Rupiah) Proporsi

thd Total

PDB (%) 2018 Tw-I

2018 Tw-IV

2019 Tw-I

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)

820,6 914,3 861,8 32,2

a. Bangunan 611,9 676,9 645,5 24,2

b. Mesin dan Kendaraan

84,4 104,7 91,5 3,3

c. Kendaraan 51,1 51,2 47,4 1,6

d. Peralatan lainnya

15,0 15,2 14,0 0,5

e. CBR 39,8 46,7 43,5 1,7

f. Produk Kekayaan Intelektual

18,3 19,6 20,0 0,8

Total PDB Pengeluaran

2.498,5 2.638,9 2.625,0 100

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Pada triwulan I tahun 2019, realisasi

PMA mencapai USD7.194,6 sedangkan

realisasi PMDN mencapai Rp87,2 triliun

Realisasi PMA pada triwulan I tahun

2019 adalah sebesar USD7.194,6 juta.

Page 33: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

20

Nilai ini mengalami penurunan sebesar

11,5 persen dibandingkan dengan

periode yang sama tahun sebelumnya.

Berdasarkan komposisi antarsektor,

realisasi PMA didominasi oleh sektor

tersier yakni sebesar 62.3 persen.

Realisasi PMDN pada triwulan I tahun

2019 sebesar Rp87,2 triliun. Nilai ini

mengalami kenaikan sebesar 14,2 persen

dibandingkan dengan periode yang sama

tahun sebelumnya. Kenaikan PMDN

terjadi pada sektor tersier sebesar 36,6

persen dan sektor primer sebesar 12,3

persen. Sedangkan pada sektor

sekunder, realisasi PMDN mengalami

penurunan sebesar 24,8 persen (YoY).

Berdasarkan komposisi antarsektor,

realisasi PMDN pada triwulan I tahun

2019 juga didominasi oleh sektor tersier

yakni sebesar 60,6 persen.

Tabel 10. Realisasi PMA dan PMDN Berdasarkan Kategori Utama Sektor Ekonomi

Periode PMA (Triliun Rupiah) PMDN (Triliun Rupiah)

Primer Sekunder Tersier Total Primer Sekunder Tersier Total

2018 Tw-I 18.56 46.35 57.06 121.96 16,29 21,4 38,66 76,35 2018 Tw-IV 18.03 36.11 56.67 110.80 14,25 20,41 52,27 86,93 2019 Tw-I 12.54 28.10 67.28 107.92 18,29 16,1 52,81 87,2

Pertumbuhan (QtQ)

-30,42 -22,17 18,71 -2,60 28,35 -21,12 1,03 0,31

Pertumbuhan (YoY)

-32,41 -39,37 17,91 -11,51 12,28 -24,77 36,60 14,21

Proporsi (%) 11,62 26,04 62,34 100 20,97 18,46 60,56 100

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Catatan: Kurs 2018 Tw-I: Rp13.400/USD Kurs 2018 Tw-IV: Rp13.400/USD Kurs 2019 Tw-I: Rp15.000/USD

Tabel 11. Lima Sektor dengan Realisasi PMA Terbesar

Sektor Nilai (Triliun Rupiah) Proporsi (%) Pertumbuhan YoY (%)

Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi

24.63 22.82 400.66

Listrik, Gas dan Air 22.90 21.22 77.58

Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran

14.24 13.20 -49.79

Pertambangan 9.22 8.55 -4.01

Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya

9.17 8.50 -0.63

Gabungan Sektor Lainnya 27.76 25.72 23.29

Total 107.92 100.00 -11.51

Sumber: BKPM, diolah

Catatan:

Kurs 2018 Tw-I: Rp13.400/USD Kurs 2018 Tw-IV: Rp13.400/USD Kurs 2019 Tw-I: Rp15.000/USD

Realisasi PMA terbesar adalah sektor

Transportasi, Gudang dan

Telekomunikasi.

Sektor dengan kontribusi terbesar pada

realisasi PMA adalah: (1) Transportasi,

Gudang, dan Telekomunikasi; (2) Listrik,

Gas dan Air; (3) Perumahan, Kawasan

Industri dan Perkantoran; (4)

Page 34: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

21

Pertambangan; dan (5) Industri Logam

Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan

Peralatannya. Lima sektor di atas

berkontribusi sebesar 74,28 persen

terhadap total realisasi PMA pada

triwulan I tahun 2019.

Tabel 12. Lima Sektor dengan Realisasi PMDN

Terbesar

Sektor Nilai

(Triliun Rupiah)

Proporsi (%)

Pertumbuhan YoY (%)

Konstruksi 19,25 22,08 47,59

Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi

12,71 14,58 23,82

Listrik, Gas dan Air

10,29 11,80 32,45

Industri Makanan

8,93 10,24 -6,61

Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Peternakan

8,76 10,04 -17,53

Gabungan Sektor Lainnya

59,94 68,74 16,93

Total 87,20 100 14,2

Sumber: BKPM, diolah

Realisasi PMDN terbesar adalah sektor

Konstruksi

Sektor dengan kontribusi terbesar pada

realisasi PMDN adalah: (1) Konstruksi; (2)

Transportasi, Gudang, dan

Telekomunikasi; (3) Listrik, Gas, dan Air;

(4) Industri Makanan; dan (5) Tanaman

Pangan, Perkebunan, dan Peternakan.

Lima sektor di atas berkontribusi sebesar

68,74 persen terhadap total realisasi

PMDN pada triwulan I tahun 2019.

Tabel 13. Realisasi dan Target Realisasi PMA dan

PMDN dalam Triliun Rupiah

Kategori 2018 Tw-I 2018 Tw-IV 2019 Tw-I

PMA 108.9 99.0 107.9

PMDN 76.4 86.9 87.2

Total 185.3 185.9 195.1

Target RKP 765.0 765.0 850.0

Sumber: BKPM, diolah

Total Realisasi PMA dan PMDN pada

triwulan I tahun 2019 sebesar Rp195,1

triliun

Total realisasi PMA dan PMDN pada

triwulan I tahun 2019 adalah sebesar

Rp195,1 triliun, mencapai 24,63 persen

dari target realisasi investasi tahun 2019

yakni Rp792 triliun. Realisasi PMA dan

PMDN pada periode yang sama tahun

sebelumnya sebesar Rp185,3 triliun,

tumbuh sebesar 5,29 persen.

Tabel 14. Proporsi PMA dan PMDN terhadap

Realisasi Investasi (dalam Persen)

Periode PMA PMDN Target

RKP (Tahunan)

Target RPJMN

(Tahunan)

2018 Tw-I 58,77 41,23 37,6 37,6

2018 Tw-IV 53,25 46,75 37,6 37,6

2019 Tw-I 55,30 44,70 38,9 38,9

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Kontribusi PMDN terhadap Total

Realisasi Investasi pada triwulan I tahun

2019 sebesar 44,70 persen

Realisasi PMDN pada triwulan I tahun

2019 berkontribusi sebesar 44,70 persen

terhadap total Realisasi Investasi.

Realisasi ini sudah mencapai target

dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP)

tahun 2019 yakni 38,9 persen.

Page 35: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

22

Tabel 15. Realisasi PMA Berdasarkan Negara

Asal Investasi

Negara Asal

Realisasi PMA (Triliun Rupiah)

Proporsi thd

Total (%)

2018 Tw-I

2018 Tw-IV

2019 Tw-I

Singapura 39.72 37.37 25.85 23.95

Tiongkok 10.14 8.23 17.39 16.12

Jepang 20.43 17.99 17.00 15.76

Malaysia 4.12 8.91 10.58 9.81

Hong Kong 7.74 5.62 8.74 8.10 Negara Lainnya

39.81 32.68 28.35 26.27

Total 121.96 110.80 107.92 100

Sumber: BKPM, diolah

Catatan: Kurs 2018 Tw-I: Rp13.400/USD Kurs 2018 Tw-IV: Rp13.400/USD Kurs 2019 Tw-I: Rp15.000/USD

Negara Asal Investasi terbesar pada

adalah Singapura, Tiongkok, Jepang,

Malaysia, dan Hong Kong

Berdasarkan negara asal investasi, lima

negara asal investasi yang berkontribusi

terbesar pada realisasi PMA triwulan I

tahun 2019 adalah Singapura sebesar

24,0 persen; Tiongkok sebesar 16,1

persen; Jepang sebesar 15,8 persen;

Malaysia sebesar 9,8 persen; dan Hong

Kong sebesar 8,1 persen. Lima negara

asal investasi tersebut berkontribusi

sebesar 73,7 persen terhadap total

realisasi PMA pada triwulan I tahun

2019.

Tabel 16. Realisasi PMA Berdasarkan Lokasi

(dalam triliun Rupiah)

Periode 2018 Tw-I

2018 Tw-IV

2019 Tw-I

Proporsi

thd Total (%)

Jawa 79.63 61.50 62.48 57.90

Sumatera 19.89 16.44 14.58 13.51

Sulawesi 7.46 11.04 10.53 9.76

Kalimantan 4.85 9.32 8.48 7.86

Papua 5.54 7.23 5.31 4.92

Maluku 0.67 1.38 3.54 3.28

Bali dan

Nusa

Tenggara

3.92 3.89 3.00 2.78

Total 121.96 110.80 107.92 100

Sumber: BKPM, diolah

Realisasi PMA di Pulau Jawa

berkontribusi sebesar 57,9 persen

terhadap total realisasi PMA

Realisasi PMA di Jawa pada triwulan I

tahun 2019 mencapai USD5.308,5 juta,

memberikan kontribusi terbesar

terhadap total realisasi PMA yakni 57,9

persen. Sementara itu berdasarkan

tingkat pertumbuhan (YoY), daerah yang

mengalami pertumbuhan realisasi PMA

terbesar adalah Maluku yakni 430,3

persen (YoY).

Realisasi PMDN di Pulau Jawa

berkontribusi sebesar 53,7 persen

terhadap total realisasi PMDN

Realisasi PMDN di Jawa pada triwulan I

tahun 2019 mencapai Rp46,81 triliun,

memberikan kontribusi terbesar

terhadap total realisasi PMDN yakni 53,7

persen. Sementara itu berdasarkan

tingkat pertumbuhan (YoY), daerah yang

mengalami pertumbuhan realisasi PMDN

terbesar adalah Papua yakni 1.495,8

persen (YoY). Jika dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya, realisasi PMDN di

Papua turun sebesar 39,5 persen.

Page 36: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

23

Tabel 17. Realisasi PMDN Berdasarkan Lokasi (dalam triliun Rupiah)

Periode 2018 Tw-I

2018 Tw-IV

2019 Tw-I

YoY (%) QtQ (%) Proporsi thd

Total (%)

Jawa 40.69 46.26 46.81 15.03 1.19 53.68

Kalimantan 15.85 8.45 12.91 -18.55 52.91 14.81

Sulawesi 6.23 9.72 3.50 -43.76 -63.98 4.02

Bali dan Nusa Tenggara 2.40 1.10 2.22 -7.49 102.58 2.55

Sumatera 10.04 20.26 21.08 110.02 4.04 24.18

Papua 0.00 0.09 0.05 1,495.84 -39.51 0.06

Maluku 1.14 1.06 0.62 -45.69 -41.35 0.71

Total 76.35 86.93 87.20 14.20 0.31 100

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah

Tabel 18. Lima Provinsi dengan Realisasi PMA

dan PMDN Terbesar

PMA PMDN

Provinsi Nilai

(Triliun Rupiah)

Proporsi thd

Total (%)

Provinsi Nilai

(Triliun Rupiah)

Proporsi thd Total

(%)

Jawa Barat

25.77 23.88 Jawa Barat

11.56 13.26

Daerah Khusus Ibukota Jakarta

14.33 13.28

Daerah Khusus Ibukota Jakarta

10.41 11.94

Jawa Tengah

11.65 10.80 Jawa Timur

9.95 11.41

Banten 8.07 7.48 Jawa Tengah

9.77 11.20

Kepulauan Riau

6.84 6.33 Riau 8.22 9.42

Sumber: BKPM, diolah

Catatan: Kurs 2018 Tw-I: Rp13.400/USD Kurs 2018 Tw-IV: Rp13.400/USD Kurs 2019 Tw-I: Rp15.000/USD

Realisasi PMA dan PMDN terbesar

terdapat di Jawa Baratdan DKI Jakarta

Lima provinsi yang berkontribusi

terbesar pada realisasi PMA triwulan I

tahun 2019 adalah Jawa Barat sebesar

23,9 persen; Provinsi DKI Jakarta sebesar

13,3 persen; Provinsi Jawa Tengah

sebesar 10,8 persen; Provinsi Banten

sebesar 7,5 persen; dan Provinsi Jawa

Timur sebesar 6,3 persen. Sedangkan

pada realisasi PMDN, lima provinsi yang

berkontribusi terbesar pada triwulan I

tahun 2019 adalah Provinsi Jawa Barat

sebesar 13,3 persen; Provinsi DKI Jakarta

sebesar 11,9 persen; Provinsi Jawa Timur

sebesar 11,4 persen; Provinsi Jawa

Tengah sebesar 11,2 persen; Provinsi

Riau sebesar 9,4 persen.

Page 37: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

24

BOX 1

Pelaksanaan Musrenbangnas 2019 untuk Menyongsong Visi Indonesia 2045

Pembukaan Musrenbangnas 2019 pada tanggal 9 Mei 2019 lalu, dihadiri oleh Presiden

Republik Indonesia yang menyampaikan arahan bagi para Menteri dan Kepala Daerah. Dalam

acara tersebut, Presiden menyampaikan optimismenya bahwa Indonesia memiliki peluang

besar untuk masuk ke dalam lima negara dengan perekonomian terkuat di dunia pada tahun

2045.

Penyelenggaraan Musrenbangnas tahun ini ditujukan untuk menyusun rancangan awal

Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2020 hingga Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2020-2045. Dalam acara tersebut juga diluncurkan visi Indonesia 2045 atas

dasar gagasan Presiden yang disebut Impian Indonesia 2045. Dalam visi tersebut disampaikan

bahwa pada tahun 2045 Indonesia akan menjadi negara maju dengan Produk Domestik Bruto

kelima terbesar dengan pertumbuhan rata-rata 5,4-6 persen setiap tahunnya. Untuk

merealisasikannya, Presiden menyampaikan arahan untuk menyelesaikan permasalahan yang

dihadapi bangsa ini.

Pertama, dengan mendorong pemerataan infrastruktur. Presiden RI menekankan bahwa

dengan ketersediaan infrastruktur secara merata, akan meningkatkan konektivitas antar

daerah dan kawasan industri. Sehingga pembangunan infrastruktur utama menjadi pekerjaan

pemerintah pusat sedangkan pemerintah daerah bertugas untuk menghubungkannya dengan

pusat ekonomi daerah. Ketika perekonomian semua daerah dapat tumbuh positif, Indonesia

akan mampu menjadi negara dengan perekonomian terbesar keempat di dunia pada tahun

2045.

Kedua, melakukan reformasi struktural/birokrasi. Penyederhanaan birokrasi adalah sebuah

langkah yang harus diambil karena terkait secara langsung dengan kemudahan proses

perijinan dan aktivitas ekonomi. Dengan birokrasi yang semakin sederhana, pengambilan

keputusan akan semakin cepat dan fleksibel. Birokrasi sejak dahulu dipandang sebagai

hambatan dalam pembangunan karena proses perijinan yang berbelit-belit. Dengan sistem

yang lebih sederhana dan efisien, proses investasi serta ekspor akan berjalan lebih lancar yang

kemudian berdampak pada turunnya defisit neraca pembayaran.

Ketiga, pembangunan sumber daya manusia (SDM). Industri 4.0 yang tengah digaungkan

menuntut banyak keahlian baru. Pergeseran industri yang berkembang menyebabkan

hilangnya beberapa pekerjaan namun diimbangi dengan munculnya jenis pekerjaan baru.

Indonesia harus mampu menyediakan pekerja-pekerja dengan kualifikasi keahlian yang sesuai

dengan kebutuhan industri yang akan datang. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu

bekerja bersama-sama untuk menyediakan sistem pendidikan yang dapat mendukung

pengembangan SDM yang dibutuhkan, terutama SMK dan vokasi. Dari segi kesehatan,

permasalahan gizi buruk harus ditangani secara optimal.

Page 38: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

25

Sektor Industri

Industri pengolahan nonmigas tumbuh

lebih rendah.

Nilai tambah sektor industri pengolahan

nonmigas pada triwulan I tahun 2019

sebesar Rp675 triliun atau tumbuh

sebesar 4,80 persen dari triwulan I tahun

2018 (YoY). Pertumbuhan tersebut lebih

rendah dibandingkan triwulan I tahun

sebelumnya, sehingga kontribusi industri

pengolahan nonmigas pada triwulan I

turun menjadi 17,86 persen

dibandingkan triwulan I tahun 2018

(17,92 persen).

Gambar 9. Pertumbuhan Industri Pengolahan

Nonmigas

Sumber: Badan Pusat Statistik

Subsektor tekstil dan pakaian jadi,

pengolahan tembakau, dan furnitur

menjadi subsektor industri pengolahan

nonmigas dengan pertumbuhan

tertinggi, yaitu masing-masing 18,98

persen, 16,10 persen, dan 12,89 persen.

Pertumbuhan subsektor tersebut

didorong oleh peningkatan permintaan

domestik menjelang hari raya, terutama

subsektor tekstil dan pakaian jadi.

Pada triwulan I tahun 2019,

pertumbuhan industri pengolahan

nonmigas sebesar 48,9 persen masih

disumbang oleh industri makanan

minuman atau setara dengan 2,35

persen dari 4,8 persen. Peningkatan

permintaan domestik menjelang hari

raya dan peningkatan produksi CPO

masih menjadi pendorong pertumbuhan

subsektor makanan dan minuman.

Gambar 10. Pertumbuhan Subsektor Industri

Pengolahan Non Migas Triwulan I-2019

Sumber: Badan Pusat Statistik

Penurunan pertumbuhan industri

pengolahan nonmigas pada triwulan I

tahun 2019 salah satunya didorong oleh

pertumbuhan negatif subsektor industri

alat angkutan (-6,61 persen) yang

disebabkan oleh penurunan produksi

kendaraan bermotor, utamanya produksi

mobil sedan.

4,88

5,03

5,07 5,17

5,07

5,05

4,43

4,85 4,77

4,80

2015 2016 2017 2018 TW1-2019

Pertumbuhan PDB Nasional

SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS -8,56

-6,61

-6,52

-5,07

-1,15

0,41

1,29

5,36

6,77

8,59

9,22

11,53

12,89

16,10

18,98

4,80

Industri Kayu dll

Industri Alat Angkutan

Industri Karet, Barang dari Karet…

Industri Barang Galian bukan Logam

Industri Barang Logam dll

Industri Mesin dan Perlengkapan

Industri Pengolahan Lainnya

Industri Makanan dan Minuman

Industri Logam Dasar

Industri Kertas dll

Industri Kimia, Farmasi dan Obat…

Industri Furnitur

Industri Pengolahan Tembakau

Industri Tekstil dan Pakaian Jadi

SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR…

Page 39: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

26

Gambar 11. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas Triwulan I-2019

Sumber: Badan Pusat Statistik

Ekspor manufaktur pada triwulan I tahun

2019 masih melanjutkan tren penurunan

sejak triwulan IV tahun 2018. Pada

triwulan I tahun 2019, nilai ekspor

produk industri Indonesia mencapai

USD29,9 miliar atau menurun 6,61

persen dibandingkan triwulan I tahun

2018. Menurunnya harga komoditas

dunia, termasuk CPO, serta perang

dagang yang terjadi antara Tiongkok dan

Indonesia membuat permintaan produk

ekspor Indonesia, yang merupakan

bahan baku dari produk manufaktur

lainnya menjadi berkurang. Salah satu

strategi jangka menengah untuk

mendorong ekspor manufaktur

Indonesia adalah melalui investasi,

terutama mengundang perusahaan

manufaktur yang berorientasi ekspor

untuk berinvestasi di Indonesia.

Sementara dalam jangka pendek,

peningkatan ekspor dapat dilakukan

melalui pembukaan akses pasar baru.

Gambar 12. Ekspor Produk Industri

Sumber: Badan Pusat Statistik

Pada triwulan I tahun 2019, nilai PMDN

sektor industri pengolahan mencapai

USD 16,09 miliar atau menurun sebesar

24,78 persen (YoY). Subsektor dengan

nilai PMDN terbesar adalah industri

makanan sebesar USD8,9 miliar, yang

diikuti dengan industri logam dasar,

barang dari logam, bukan mesin dan

2,35

1,20

1,03

0,67

0,39

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

Makanan &Minum

Tekstil Kimia Farmasi Tembakau Logam Dasar Lainnya MANUFAKTURNon-MIGAS

29.922

-6,6

-20,0

-15,0

-10,0

-5,0

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

2017 2018 2019 Ekspor Produk Industri (juta USD, sb. kiri)

Pertumbuhan Ekspor Produk Industri (persen, sb. kanan, y-on-y)

Page 40: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

27

perlengkapannya dan industri kimia dan

farmasi dengan nilai investasi masing-

masing USD2,68 miliar dan USD1,06

miliar. Pada triwulan I tahun 2019, hanya

realisasi investasi pada subsektor industri

kayu, industri kertas dan percetakan,

serta industri lainnya yang mencatatkan

pertumbuhan positif jika dibandingkan

dengan realisasi investasi pada triwulan I

tahun 2018 lalu.

Gambar 13. Investasi Domestik (PMDN) Sektor

Industri

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal

Pada triwulan I tahun 2019, nilai PMA

sektor industri pengolahan mencapai

USD1,87 miliar atau menurun sebesar

39,37 persen (YoY). Subsektor dengan

nilai PMA terbesar adalah industri logam

dasar, barang dari logam, bukan mesin

dan perlengkapannya dengan nilai

investasi USD611 juta, dan subsektor

industri makanan, serta industri kimia

dan farmasi dengan nilai investasi

masing-masing USD383,2 juta dan

USD314 juta. Pada triwulan I tahun 2019,

hanya realisasi investasi pada subsektor

industri makanan minuman, industri

kulit, industri mineral non logam, dan

industri lainnya yang tumbuh positif jika

dibandingkan dengan realisasi investasi

pada triwulan I tahun 2018.

Gambar 14. Investasi Asing (PMA) Sektor

Industri

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal

Investasi menjadi salah satu faktor

utama dalam meningkatkan

pertumbuhan industri pengolahan,

terutama industri pengolahan yang

berbasis ekspor. Namun demikian,

realisasi invetasi sektor industri

pengolahan sejak tahun 2017 selalu

dalam tren penurunan. Mayoritas

investor yang datang ke Indonesia

berinvestasi di sektor pertambangan

maupun tersier (jasa). Salah satu alasan

investasi di sektor manufaktur kurang

diminati adalah tingginya risiko di sektor

manufaktur, termasuk inkonsistensi

regulasi antara pusat dan daerah

maupun regulasi antar lembaga

pemerintah. Sinkronisasi kebijakan pusat

dan daerah serta kepastian regulasi bagi

sektor industri pengolahan (termasuk

16.099

-24,78

-30

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

2017 2018 2019

PMDN (Juta USD, sb. kiri)

Pertumbuhan PMDN (%,sb. kanan,y-o-y)

1873,4

-39,4 -45

-40

-35

-30

-25

-20

-15

-10

-5

0

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

2017 2018 2019PMA (juta USD,sb. kiri)

Pertumbuhan PMA (%, sb. kanan, y-on-y)

Page 41: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

28

kebijakan perdagangan) menjadi salah

satu cara untuk meningkatkan investasi,

khususnya investasi di sektor industri

pengolahan.

Perdagangan besar dan eceran,

reparasi mobil, dan sepeda motor

tumbuh sebesar 5,29 persen (YoY)

PDB perdagangan besar dan eceran,

reparasi mobil, dan sepeda motor pada

triwulan I tahun 2019, mencapai Rp350,7

triliun, tumbuh sebesar 5,29 persen

dibandingkan dengan periode yang sama

tahun sebelumnya. Pertumbuhan (YoY)

triwulan ini lebih besar daripada

pertumbuhan (YoY) triwulan sebelumnya

yakni 4,4 persen.

Tabel 19. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Kategori PDB

Lapangan Usaha

Nilai (Triliun Rupiah) Tingkat Pertumbuhan

(%)

Proporsi thd

Total PDB

Lapangan Usaha

(%) 2018 Tw-I 2018

Tw-IV

2019

Tw-I QtQ YoY

Perdagangan Besar dan

Eceran; Reparasi Mobil

dan Sepeda Motor

333,1 346,3 350,7 1,3 5,3 13,4

Perdagangan Mobil,

Sepeda Motor, dan

Reparasinya

64,5 66,8 66,8 -0,1 3,5 2,5

Perdagangan Besar dan

Eceran, bukan Mobil

dan Motor

268,6 279,4 283,9 1,6 5,7 10,8

Total PDB Lapangan

Usaha 2.498,5 2.638,9 2.625,0 -0,5 5,1 100

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Produksi dan penjualan mobil tumbuh

melambat, sementara produksi semen

meningkat.

Produksi mobil di triwulan I tahun 2019

mencapai 314.901 unit, turun sebesar

4,61 persen dibandingkan dengan

triwulan I tahun 2018. Penurunan

produksi tersebut utamanya disebabkan

oleh penurunan produksi Sport Utilities

Over 3000cc (54,3 persen) dan

kendaraan sedan (42,33 persen).

Gambar 15. Perkembangan Produksi Mobil

Sumber: CEIC

314.901

-4,61

-15,00

-10,00

-5,00

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

0

50000

100000

150000

200000

250000

300000

350000

400000

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

2017 2018 2019Produksi mobil (unit, sb.kiri)

Pertumbuhan (y-o-y,%,sb.kanan)

Page 42: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

29

Gambar 16. Perkembangan Penjualan Mobil

Sumber: CEIC

Penjualan mobil pada triwulan I tahun

2019 mencapai 253.863 unit, atau

mengalami penurunan sebesar 13,07

persen dibandingkan dengan triwulan I

tahun 2018. Penurunan produksi

tersebut utamanya disebabkan oleh

penurunan penjualan sedan (-27,17

persen) dan Double Cabin lebih dari 24

ton (-23,06 persen).

Salah satu alasan penurunan produksi

dan penjualan kendaraan bermotor di

awal tahun 2019 ini adalah produsen

dan konsumen masih menahan konsumsi

dan produksinya, terutama produksi

dengan model yang baru serta

menunggu hasil pemilu.

Produksi semen pada triwulan I tahun

2019 mencapai 16,95 juta atau

meningkat 3,23 persen. Penjualan semen

domestik mencapai 15,72 juta ton, atau

menurun sebesar 0,01 persen (YoY).

Peningkatan produksi semen di

Indonesia juga diikuti oleh peningkatan

ekspor semen dari 701 ribu ton pada

triwulan I tahun 2018 menjadi 1,23 juta

ton pada triwulan I tahun 2019 atau

meningkat 75,98 persen. Sikap wait and

see pada tahun politik ini juga

mempengaruhi realisasi proyek

konstruksi.

Gambar 17. Produksi, Penjualan Domestik, dan

Ekspor Semen

Sumber: CEIC

Permintaan domestic terhadap produk

manufaktur melemah.

Nilai PMI Indonesia pada bulan Januari,

Februari, dan Maret 2019 adalah 49,9;

50,10; dan 51,20 dengan rata-rata 50,40

selama triwulan I tahun 2019. Meskipun

masih menunjukkan ekspansi, namun

secara nilai, indeks pada triwulan ini

lebih rendah dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Laporan Nikkei

Market menyebutkan pelemahan

permintaan terhadap produk manufaktur

Indonesia, utamanya permintaan

domestik salah satunya dipicu oleh

penurunan harga komoditas. Angka PMI

253.863

-13,07

-25,0

-20,0

-15,0

-10,0

-5,0

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

0

50000

100000

150000

200000

250000

300000

350000

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

2017 2018 2019

Penjualan Mobil (Unit, sb. kiri)

Pertumbuhan Penjualan Mobil (persen, sb.kanan, y-on-y)

1,23

15,72

16,95

,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

2017 2018 2019

Penjualan Semen (Juta Ton, sb. kiri)

Ekspor (Juta Ton, sb. kiri)

Produksi Semen (Juta Ton, sb. kiri)

Page 43: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

30

Gambar 18. Purchasing Manager Index (PMI) Sektor Manufaktur

meningkat pada bulan Maret 2019 yang

disebabkan permintaan domestik mulai

meningkat untuk persiapan bulan

Ramadan dan Idul Fitri.

Sumber: CEIC

Nilai ekspor jasa perjalanan Indonesia

pada triwulan I tahun 2019 mencapai

USD3,40 miliar atau meningkat 1,23

persen dibandingkan triwulan I tahun

2019. Perlambatan ekspor jasa

perjalanan tersebut tidak seiring dengan

peningkatan kunjungan wisatawan

mancanegara dan lebih disebabkan

stagnansi rata-rata pengeluaran

wisatawan mancanegara yang berada di

level USD1.100 per orang per kunjungan.

Gambar 19. Nilai Ekspor Jasa Perjalanan

Sumber: Bank Indonesia

3.404,17 14,67

17,93 17,19

-0,90

7,73

9,81

13,05

19,94

1,23

-5,00

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

2017 2018 2019

Nilai Ekspor Perjalanan (Juta USD)

Pertumbuhan (%, y-o-y)

Page 44: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

31

Gambar 20. Jumlah Wisatawan Mancanegara

Sumber: Badan Pusat Statistik

Pada triwulan I tahun 2019, jumlah

wisatawan mancanegara (wisman)

mencapai 3,81 juta orang, atau

meningkat 4,10 persen dibandingkan

dengan triwulan I tahun 2018.

Perlambatan pertumbuhan jumlah

kunjungan wisatawan mancanegara

tersebut lebih disebabkan efek musiman

dari pariwisata, dimana pada awal tahun

jumlah kunjungan pada umumnya terjadi

perlambatan atau penurunan kunjungan.

Peningkatan jumlah kunjungan

wisatawan tidak diriingi dengan

peningkatan devisa yang signifikan.

Seperti yang sudah disebutkan

sebelumnya rata-rata pengeluaran

wisatawan mancanegara juga mengalami

stagnansi. Hal tersebut dapat menjadi

indikasi bahwa jenis destinasi wisata di

Indonesia tidak terdiversifikasi sehingga

wisatawan yang datang tidak tertarik

untuk tinggal lebih lama dan

membelanjakan uangnya.

2. Sektor Fiskal

Realisasi penerimaan perpajakan

hingga Maret 2019 mengalami

peningkatan dibandingkan dengan

periode yang sama ditahun 2018.

Hingga akhir Maret 2019, Pendapatan

Negara dan Hibah telah mencapai

Rp350,1 triliun, atau meningkat 5,0

persen dibandingkan periode yang sama

tahun sebelumnya. Meskipun mengalami

peningkatan, namun realisasinya

terhadap target APBN relatif menurun.

Hingga akhir Maret 2019, Pendapatan

Negara dan Hibah telah mencapai 16,2

persen dari target APBN, sedangkan

pada periode yang sama tahun 2018

Pendapatan Negara dan Hibah telah

mencapai 17,6 persen dari target APBN.

Penurunan ini utamanya disebabkan

oleh menurunnya harga komoditas yang

berdampak pada komponen-komponen

penyusun Pendapatan Negara dan

Hibah.

Sebagai kontributor utama dari

Penerimaan Perpajakan, hingga akhir

Maret 2019 Pajak Penghasilan (PPh)

telah mencapai Rp157,3 atau tumbuh 9,0

persen dibanding periode yang sama

tahun 2018. Kondisi perekonomian yang

relatif stabil menjadi salah satu

pendorong kenaikan pajak penghasilan.

Adapun Pajak Pertambahan Nilai (PPN),

sebagai salah satu komponen penyusun

pendapatan negara, telah mencapai

Rp89,9 triliun hingga Maret 2019. Jumlah

ini mengalami penurunan 8,9 persen

apabila dibandingkan dengan periode

yang sama tahun 2018. Penurunan ini

disebabkan oleh pemberian fasilitas

kelonggaran restitusi dipercepat yang

berlaku sejak April 2018.

3.815

21,91

29,55

30,69

6,79

14,85

11,46

10,17 14,44

4,10 0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

35,0

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

4.500

5.000

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

2017 2018 2019

Jumlah Wisman (orang, BPS)

Pertumbuhan (%, y-o-y, sb. kanan)

Page 45: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

32

16,0

%APBN

16,1 %APBN

%APBN

24,2 23,1

%APBN

Gambar 21. Realisasi Komponen Penerimaan Perpajakan (triliun Rupiah)

Sumber: Kementerian Keuangan

Hingga Maret 2019, Penerimaan Negara

Bukan Pajak (PNBP) telah mencapai

Rp70,0 triliun, turun 1,6 persen

dibandingkan dengan realisasi Maret

2018. Turunnya penerimaan migas

menjadi salah satu penyebab

perlambatan PNBP. Adapun penurunaan

penerimaan migas ini diakibatkan oleh

relatif rendahnya harga realisasi ICP dan

komoditas primer selama triwulan

pertama 2019.

Realisasi Belanja Negara, hingga akhir

Maret 2019 telah mencapai Rp452,1

miliar, tumbuh 7,7 persen dibandingkan

dengan periode yang sama tahun 2018.

Meskipun mengalami peningkatan

secara nominal, namun realisasi Belanja

Negara sampai dengan periode Maret

2019 lebih rendah dibandingkan dengan

periode yang sama tahun sebelumnya.

Hingga Maret 2019, realisasi Belanja

Negara telah mencapai 18,4 persen dari

target APBN, sedangkan hingga Maret

2018 realisasi belanja negara telah

mencapai 18,9 persen dari APBN. Relatif

menurunnya realisasi Belanja

Pemerintah Pusat (BPP) dan Transfer ke

Daerah dan Dana Desa (TKDD) menjadi

faktor penyebab rendahnya realisasi

Belanja Negara.

Hingga akhir Maret 2019, realisasi

Belanja Pemerintah Pusat (BPP)

mencapai Rp260,7 triliun atau meningkat

11,4 persen dibandingkan dengan

periode yang sama tahun 2018. Akan

tetapi, apabila dibandingkan dengan

target APBN, realisasi sampai dengan

Maret 2019 sedikit lebih rendah

dibandingkan dengan periode yang sama

tahun sebelumnya. Hingga Maret 2019,

Belanja Pemerintah Pusat mencapai 16,0

persen dari target APBN lebih rendah

dibandingkan dengan Maret 2018 yaitu

16,1 persen. BPP masih menjadi

komponen utama dari Belanja Negara

dengan proporsi 57,7 persen.

Gambar 22. Perkembangan Komponen Belanja

Negara

Sumber: Kementerian Keuangan

Penurunan realisasi BPP terhadap APBN

ini salah satunya disebabkan oleh

rendahnya realisasi Belanja Modal.

Hingga akhir Maret 2019, realisasi

Belanja Modal sebesar Rp9,1 triliun atau

4,8 persen dari target APBN atau

menurun 6,7 persen dibandingkan Maret

144,3

98,7

1,6 8,0 9,8

157,3

89,9

1,8

21,4 9,6

PajakPenghasilan

PajakPertambahan

Nilai

PBB dan PajakLainnya

Cukai PajakPerdaganganInternasional

Maret 2018

Maret 2019

Belanja Pemerintah

Pusat

Belanja Transfer Ke

Daerah dan Dana

Desa

Desember 2018

Desember 2019

Page 46: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

33

2019. Meskipun realisasi penyerapan

belanja modal relatif menurun, namun

hal ini tidak berarti menurunnya kualitas

belanja produktif Pemerintah. Hingga

akhir Maret 2019, Pemerintah telah

mengalokasikan Belanja Modal untuk

preservasi rekonstruksi serta rehabilitasi

jalan, pembangunan jalan serta

prasarana perkerataapian dan

pembangunan infrastruktur pertanian

(bendungan dan irigasi). Selain itu,

belanja modal juga telah digunakan

untuk akuisisi kebutuhan peralatan dan

mesin bagi Kementerian Pertahanan,

Kepolisian RI, Kementerian Agama serta

Badan Pusat Statistik.

Selanjutnya, penurunan realisasi BPP

hingga Maret 2019 juga disebabkan oleh

rendahnya Belanja Subsidi, yang

mengalami penurunan hingga 13,8

persen dibandingkan dengan Maret

2018. Penurunan kebutuhan Belanja

Subsidi disebabkan oleh penurunan

harga minyak (Indonesia crude price/ICP)

selama triwulan I tahun 2019. Lebih

lanjut, subsidi nonmigas belum

terrealisasi karena masih berlangsungnya

proses administrasi dan verifikasi di

Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

Meskipun terdapat penurunan, namun

secara umum BPP senantiasa diarahkan

untuk menjaga kualitas dari belanja.

Salah satunya melalui peningkatan

kualitas dan kuantitas Belanja Bantuan

Sosial melalui Program Keluarga

Harapan, Bantuan Pangan Non-Tunai,

Program Indonesia Pintar, dan Penerima

Bantuan Iuran. Dengan program-

program ini, kualitas BPP dapat

senantiasa terjaga.

Adapun belanja TKDD sampai dengan

triwulan I tahun 2019 telah mencapai

Rp191,3 triliun, atau meningkat 3,0

persen dibandingkan dengan periode

yang sama tahun 2018. Sama seperti

BPP, realisasi TKDD terhadap target

APBN hingga Maret 2019 lebih rendah

dibandingkan dengan Maret 2018.

Adapun hingga Maret 2019, realisasi

TKDD terhadap target APBN mencapai

23,1. persen sedangkan sampai dengan

Maret 2018 sebesar 24,2 persen. Relatif

rendahnya realisasi komponen Dana

Perimbangan dan Dana Desa terhadap

target menjadi penyebab dari rendahnya

capaian TKDD terhadap target APBN.

Dana Perimbangan, sebagai komponen

terbesar dari TKDD telah mencapai

Rp176,0 triliun hingga triwulan I tahun

2019 atau tumbuh 3,5 persen

dibandingkan dengan triwulan I tahun

2018. Meskipun tumbuh, namun realisasi

Dana Perimbangan terhadap target

APBN hingga Maret 2019 relatif rendah

dibandingkan periode yang sama tahun

2018. Penurunan realisasi pada seluruh

komponen Dana Perimbangan, menjadi

penyebab dari penurunan ini.

Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai

komponen terbesar dari Dana

Perimbangan sebesar Rp138,4 triliun

atau meningkat 3,8 persen sampai

dengan Maret 2019. Apabila

dibandingkan dengan target APBN,

realisasi DAU hingga Maret 2019 sebesar

33,1 persen, sedikit lebih rendah

dibandingkan dengan Maret 2018 yaitu

33,2 persen. Adapun Dana Transfer

Khusus (DTK) mengalami penurunan baik

dari segi nominal maupun realisasinya

terhadap APBN. Sampai dengan Maret

2019, DTK telah mencapai Rp17,6 trliun,

turun 11,6 persen dibandingkan Maret

2018. Selain itu, apabila dibandingkan

dengan target APBN, realisasi DTK hingga

Page 47: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

34

Maret 2019 sebesar 8,8 persen atau

lebih rendah dibandingkan dengan

periode yang sama tahun sebelumnya

yaitu sebesar 10,7 persen. Belum adanya

penyaluran DAK Fisik kepada Pemerintah

Daerah hingga akhir Maret 2019 menjadi

penyebab dari rendahnya realisasi DTK.

Hal ini karena Pemerintah Daerah masih

dalam tahap penyelesaian

pengadaan/lelang, sehingga belum dapat

disampaikan syarat daftar kontrak

kegiatan untuk penyaluran DAK Fisik

tahap pertama.

Tabel 20. Komposisi Transfer ke Daerah dan

Dana Desa (triliun Rupiah)

Keterangan

Maret 2018 Maret 2019

Nominal %

APBN Nominal

% APBN

Transfer Ke Daerah

175,3 24,8 181,2 23,9

Dana Perimbangan

170,1 25,1 176,0 24,3

Dana Bagi Hasil

16,9 18,9 20,0 18,8

Dana Alokasi Umum

133,3 33,2 138,4 33,1

Dana Transfer Khusus

19,9 10,7 17,6 8,8

Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang

2,6 12,3 0,2 0,9

Dana Insentif Daerah

2,7 31,8 5,0 50,0

Dana Desa 10,3 17,2 10,1 14,4

Total 185,7 24,2 191,3 23,1

Sumber: Kementerian Keuangan

Lebih lanjut, hingga akhir Maret 2019,

realisasi Dana Desa telah mencapai

Rp10,1 triliun atau 14,4 persen dari

target APBN. Realisasi ini lebih rendah

baik dari segi nominal maupun terhadap

target APBN. Dari segi nominal, realisasi

Dana Desa hingga akhir Maret menurun

1,9 persen. Dari segi realisasi terhadap

target APBN, hingga Maret 2019 Dana

Desa telah mencapai 14,4 persen lebih

rendah dibandingkan Maret 2018 yaitu

sebesar 17,2 persen. Masih adanya

persyaratan administrasi yang belum

dilengkapi oleh Pemerintah Kabupaten

menjadi penyebab utama dari

keterlambatan realisasi Dana Desa.

Berdasarkan performa Penerimaan dan

struktur Belanja Negara diatas, maka

defisit anggaran hingga Maret 2019 telah

mencapai sebesar Rp102,0 triliun.

Besaran defisit ini meningkat 18,7 persen

dibandingkan dengan Maret 2018, yaitu

sebesar Rp85,9 triliun. Meningkatnya

defisit anggaran ini juga berbanding lurus

dengan peningkatan kebutuhan

pembiayaan. Khususnya untuk

pembiayaan utang yang telah mencapai

49,5 persen dari target APBN.

Gambar 23. Perkembangan Realisasi Defisit

APBN

Sumber: Kementerian Keuangan

Tabel 21. Perkembangan Komponen

Pembiayaan (triliun Rp)

Jenis Pembiayaan

Maret-2019 Maret-2019

Nominal %

APBN Nominal

% APBN

Utang (neto) 150,6 37,7 177,9 49,5

Investasi 0,0 0,0 (2,0) 2,64

Pinjaman 0,07 1,01 (1,6) -67,5

Penjaminan - 0,0 - 0,0 Lainnya 0,04 22,6 0,0 0,0

Total (neto) 152,2 46,7 177,5 60,0

Sumber: Kementerian Keuangan

Peningkatan defisit ini juga turut

berdampak pada kenaikan stok utang

-85,800 -102,00

-0,58 -0,63

-2

-1,5

-1

-0,5

0

-550

-500

-450

-400

-350

-300

-250

-200

-150

-100

-50

0

Maret 2018 Maret 2018

Rp Triliun %PDB

Page 48: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

35

Pemerintah Pusat, yang telah mencapai

Rp4.567,3 triliun hingga akhir Maret

2019. Meskipun mengalami peningkatan,

namun Pemerintah senantiasa menjaga

utang Pemerintah Pusat pada tingkat

yang berkelanjutan (sustainable). Hal ini

dapat terlihat dari rasio utang

Pemerintah yang masih relatif jauh dari

ambang batas aman yang ditetapkan

oleh UU No. 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara, yaitu 60,0 persen

PDB.

Gambar 24. Perkembangan Utang Pemerintah

Pusat

Sumber: Kementerian Keuangan

3. Moneter dan Jasa Keuangan

Perkembangan Moneter

BI mempertahankan suku bunga

kebijakan BI 7-day Reverse Repo Rate

sebesar 6,00 persen.

Pada Januari 2019, Bank Indonesia (BI)

mempertahankan suku bunga kebijakan

BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR)

sebesar 6,00 persen. Hingga akhir

triwulan I tahun 2019, Bank Indonesia

tetap mempertahankan besaran BI

7DRR. Langkah ini sejalan dengan upaya

mempertahankan daya tarik aset

keuangan domestik sehingga dapat

mengontrol aliran modal untuk menjaga

stabilisasi nilai tukar Rupiah. Kedepan,

Bank Indonesia memiliki ruang untuk

melakukan pelonggaran kebijakan

moneter melalui penurunan suku bunga

acuan.

Tabel 22. Suku Bunga Operasi Moneter BI 7

Day Reverse Repo Rate Triwulan I Tahun 2019

(persen)

Tenor Bulan

Jan Feb Mar

7 hari 6,00 6,00 6,00

2 minggu 6,20 6,05 6,05

1 bulan 6,40 6,24 6,25

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Rupiah menguat didukung kondisi

eksternal dan internal.

Langkah kebijakan tersebut mendukung

apreasiasi nilai tukar Rupiah. Penguatan

Rupiah pada triwulan I tahun 2019

ditandai dengan Rupiah yang stabil pada

kisaran Rp14.000 hingga Rp14.200 per

USD selama tiga bulan terakhir. Pada

awal triwulan I tahun 2019 nilai mata

uang Rupiah menguat terhadap Dolar

(USD) mencapai Rp14.390, kemudian

melemah tipis pada pertengahan

Februari hingga ditutup pada Rp14.243

pada akhir Maret 2019. Penguatan

Rupiah pada awal triwulan I tahun 2019

didorong oleh masuknya investasi

portofolio asing ke pasar negara

berkembang yang dipengaruhi

penurunan harga minyak dunia serta

normalisasi kebijakan moneter AS yang

membawa sentimen positif bagi

perekonomian domestik. Dari sisi

internal, penguatan nilai tukar Rupiah

3.165,1 3.515,5

4.010,3 4.418,3

4.567,3

27,5 28,3

29,5 29,8 30,1

15,0

20,0

25,0

30,0

35,0

2000

3000

4000

5000

6000

2015 2016 2017 2018 Maret2019

Utang Pemerintah Pusat

Rasio Utang (%PDB)

Page 49: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

36

didukung kinerja ekonomi domestik yang

terus membaik.

Gambar 25. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah

Sumber: Bloomberg, diolah

Selama triwulan I tahun 2019, nilai

tukar Rupiah REER relatif lebih baik

dibandingkan dengan mata uang

negara peers.

Pada triwulan I tahun 2019, indeks nilai

tukar Rupiah (Real Effective Exchange

Rate/REER) Indonesia adalah 90,38.

Selama periode triwulan I tahun 2019,

nilai REER Indonesia menurun dan

berada dibawah nilai wajarnya (par). Hal

ini berdampak terhadap terjaganya daya

saing Indonesia dalam perdagangan

internasional. Nilai REER Indonesia lebih

rendah dibandingkan negara-negara

sekawasan ASEAN yaitu Thailand,

Singapura, dan Filipina, meski

dibandingkan dengan Malayasia REER

Indonesia lebih tinggi. Nilai REER negara

kawasan ASEAN tertinggi adalah Thailand

sebesar 110,49, Singapura sebesar

108,20, dan Filipina sebesar 105,90.

Gambar 26. Real Effective Exchange Rate

ASEAN-5, Maret 2012 – Maret 2019

(2010=100)

Sumber: Bloomberg, diolah

Likuiditas perekonomian meningkat

sebagai akibat dari peningkatan

pertumbuhan M1.

Secara umum, likuiditas perekonomian

atau uang beredar dalam arti luas (M2)

pada triwulan I tahun 2019 mengalami

pertumbuhan yang meningkat

dibandingkan dengan akhir triwulan IV

tahun 2018. Posisi M2 pada akhir

triwulan I tahun 2019 tumbuh 6,99

persen (YoY) sebesar Rp5.745,06 triliun,

lebih tinggi dibanding pertumbuhan

triwulan IV tahun 2018 yang mencapai

6,29 persen.

Peningkatan pertumbuhan M2

dipengaruhi peningkatan komponen

uang beredar dalam arti sempit (M1).

Selama triwulan I tahun 2019,

pertumbuhan M1 adalah sebagai

berikut: 3,83 persen pada Januari, 2,65

persen pada November, dan 4,80 persen

pada Desember. PertumbuhanM2

didukung peningkatan komponen giro

12.500

13.000

13.500

14.000

14.500

15.000

15.500

Jan

-17

Ap

r-1

7

Jul-

17

Okt

-17

Jan

-18

Ap

r-1

8

Jul-

18

Okt

-18

Jan

-19

USD

- ID

R (

Ru

pia

h)

USD-IDR…

90,38

110,49

89,05

105,8

108,2

80

85

90

95

100

105

110

115

120

Ind

eks

INDONESIA THAILAND

MALAYSIA FILIPINA

SINGAPURA

Rp 14.243 31 Mar 2019

Rp 14.390 1 Jan 2019

Page 50: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

37

Rupiah. Komponen lain yang

berkontribusi terhadap peningkatan

likuiditas perekonomian adalah surat

berharga selain saham.

Pertumbuhan uang kuasi yang

cenderung stabil menahan laju

pertumbuhan M2. Selama triwulan I,

peningkatan pertumbuhan uang kuasi

sebagai berikut: 6,04 persen pada

Januari, 7,06 persen pada Februari, dan

6,99 persen pada Maret. Faktor lain yang

meredam pertumbuhan M2 pada akhir

triwulan I adalah pertumbuhan kredit

yang hanya mencapai 11,5 persen,

menurun dari Februari sebesar 12 persen

dan Januari sebesar 11,9 persen.

Gambar 27. Perkembangan Uang Beredar

Triwulan I Tahun 2019

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Inflasi mencapai tingkat terendah

dalam sepuluh tahun terakhir.

Sepanjang awal tahun 2019, inflasi

berada dalam rentang target yang

ditetapkan yakni ± 3,5 persen. Terpantau

pada bulan Januari-Maret 2019, inflasi

tahunan (YoY) masing-masing sebesar

2,82 persen, 2,57 persen dan 2,48

persen. Selanjutnya, jika dilihat secara

bulanan (MtM) pergerakan inflasi setiap

bulan sebesar 0,32 persen, -0,08 persen,

dan 0,35 persen.

Tabel 23. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan I

Tahun 2019

Persentase (%)

Jan Feb Mar

Year-on-Year (YoY) 2,82 2,57 2,48

Month-to-month (MtM) 0,32 -0,08 0,11

Year-to-Date (YtD) 0,32 0,24 0,35

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Inflasi komponen volatile foods (MtM)

mengalami inflasi pada Januari sebesar

0,97, kemudian pada Februari hingga

Maret secara berturut-turut mengalami

deflasi sebesar 1,30 dan 0,02. Deflasi

dipengaruhi turunnya harga-harga

pangan utama akibat siklus musim

panen. Rendahnya harga pangan

dipengaruhi lonjakan pasokan akibat

siklus musim panen. Secara tahunan

(YoY), inflasi komponen volatile foods

pada triwulan I tahun 2019 mengalami

penurunan berturut-turut sebesar 1,76

persen, 0,33 persen, dan 0,16 persen.

Sementara itu, komponen administered

prices (MtM) mengalami deflasi pada

Januari sebesar 0,12, selanjutnya pada

Februari dan Maret mengalami inflasi

secara berturut-turut sebesar 0,06

persen dan 0,08 persen. Peningkatan

tarif angkutan udara secara persisten

memberikan andil terhadap inflasi

administered price. Berdasarkan data

tahunan (YoY) inflasi komponen

administered price (YoY) pada triwulan I

tahun 2019 menurun secara berturut-

turut sebesar 3,39 persen, 3,38 persen,

3,25 persen.

5,51% 5,98%

6,49%

3,83%

2,65%

4,80%

6,04%

7,06% 6,99%

2%

4%

6%

8%

Jan Feb Mar

Pe

rtu

mb

uh

an Y

oY

(%

)

Pertumbuhan M2, %YoY

Pertumbuhan M1, %YoY

Pertumbuhan Uang Kuasi, %YoY

Page 51: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

38

Komponen inti (MtM) mengalami

penurunan dari Januari-Maret 2018,

secara berturut-turut sebesar 0,30

persen, 0,26 persen dan 0,16 persen.

Berdasarkan data tahunan (YoY) inflasi

inti pada Januari-Februari 2019 stabil

pada 3,06 persen kemudian turun

menjadi 3,03 persen pada Maret 2019.

Inflasi inti yang terjaga diatas level 3,00

persen mencerminkan fundamental

inflasi relatif stabil dan baik. Dengan

demikian, meskipun berdasarkan data

bulanan (MtM) inflasi inti menurun,

namun secara tahunan (YoY) stabil.

Tabel 24. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan

Komponen

Komponen

Inti Volatile Foods

Adinistered Price

YoY (%)

Jan 3,06 1,76 3,39 Feb 3,06 0,33 3,38 Mar 3,03 0,16 3,25

MtM (%)

Jan 0,30 0,97 -0,12

Feb 0,26 -1,30 0,06

Mar 0,16 -0,02 0,08

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Inflasi yang semakin menurun pada

triwulan I tahun 2019 utamanya

dipengaruhi penurunan harga pada

Kelompok Bahan Makanan mengikuti

siklus panen. Lonjakan pasokan

menyebabkan harga komoditas pangan

menurun. Kelompok lain yang

berkontribusi terhadap penurunan inflasi

adalah Kelompok Perumahan, Air, Listrik,

Gas, dan Bahan bakar. Penurunan harga

minyak dunia dan batu bara yang diiringi

penguatan nilai tukar Rupiah menahan

laju inflasi harga energi.

Inflasi pada kelompok Transpor,

Komunikasi, dan Jasa Keuangan

utamanya dipengaruhi peningkatan

harga tarif angkutan udara dengan pola

tidak wajar. Selanjutnya, inflasi

kelompok makanan jadi, minuman,

rokok, dan tembakau dipengaruhi

peningkatan harga rokok kretek filter.

Kelompok pengeluaran lain yang

menyumbang inflasi adalah kelompok

kesehatan dan kelompok sandang.

Tabel 25. Inflasi Kelompok Pengeluaran (MtM),

Januari–Maret 2019

Kelompok Pengeluaran Persentase (%)

Jan Feb Mar

UMUM (headline) 0,32 -0,08 0,11

Bahan Makanan 0,92 -1,11 -0,01

Transpor, Komunikasi, dan

Jasa Keuangan -0,16 0,05 0,10

Makanan Jadi, Minuman,

Rokok, dan Tembakau 0,27 0,31 0,21

Kesehatan 0,27 0,36 0,24

Perumahan, Air, Listrik,

Gas, dan Bahan bakar 0,28 0,25 0,11

Pendidikan, Rekreasi, dan

Olah raga 0,24 0,11 0,06

Sandang 0,47 0,27 0,23

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Setelah diteliti lebih lanjut, deflasi pada

kelompok pengeluaran bahan makanan

tercermin pada penurunan indeks harga

pangan strategis nasional. Secara umum

indeks harga komoditas bahan-bahan

pokok nasional menurun. Pada triwulan I

tahun 2019, indeks harga komoditas

bahan-bahan pokok nasional cenderung

menurun. Cabai merah mengalami

penurunan harga terendah, diikuti

daging ayam dan cabai rawit.

Page 52: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

39

Gambar 28. Perkembangan Indeks Harga

Pangan Strategis Nasional Januari–Maret 2019,

(2019=100)

Sumber: Pusat Informasi Harga Pangan Strategis

Nasional

Penurunan harga mayoritas komoditas

pangan pokok pada triwulan I tahun

2019 utamanya disebabkan lonjakan

pasokan. Penurunan inflasi harga bahan

makanan bersifat temporer, menimbang

pada akhir April inflasi kelompok bahan

makanan dan makanan jadi akan kembali

meningkat akibat naiknya permintaan

masyarakat di Indonesia menjelang

bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.

Sektor Jasa Keuangan

Kinerja sektor jasa keuangan tetap

terjaga, ditopang oleh kinerja

perbankan dan lembaga keuangan

nonbank yang mengalami peningkatan

serta kinerja pasar modal yang tetap

terkendali .

Perbankan Konvensional Kinerja

perbankan konvensional secara umum

mengalami peningkatan pada triwulan I

tahun 2019. Hal tersebut tercermin dari

peningkatan rasio kecukupan modal,

perbaikkan fungsi intermediasi, dan

kualitas penyaluran kredit yang relatif

baik. Rasio kecukupan modal (CAR)

mengalami peningkatan, yaitu dari 23,0

pada triwulan IV tahun 2018 menjadi

23,4 pada triwulan I tahun 2019, berada

jauh diatas ketentuan minimum yaitu 8

persen. Selain itu, fungsi intermediasi

perbankan konvensional juga meningkat,

yang tercermin dari menurunnya rasio

LDR pada triwulan I tahun 2019, meski

masih sedikit melampaui threshold yang

ditentukan. Indikator selanjutnya adalah

rasio kredit bermasalah (Non-Performing

Loan/ NPL). Pada triwulan I tahun 2019,

rasio kredit bermasalah tetap stabil di

angka yang rendah, meskipun sedikit

meningkat jika dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya.

Gambar 29. Kinerja Perbankan Konvensional

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (diolah)

100,42 100,81

88,92

92,56

99,92

100,82

90,69

89,27

97,62

119,35

70

80

90

100

110

120

130

Jan-19 Feb-19 Mar-19

Ind

eks

Har

ga

Minyak Goreng Daging Sapi

Daging Ayam Telur Ayam

Beras Medium Gula Pasir

Cabai Rawit Cabai Merah

Bawang Merah Bawang Putih

I IV I

2018 2018 2019

LDR 90% 95% 94%

NPL 03% 02% 03%

CAR 23% 23% 23%

00%

05%

10%

15%

20%

25%

87%

88%

89%

90%

91%

92%

93%

94%

95%

96%

NP

L d

an C

AR

(%

)

LDR

(%

)

Page 53: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

40

Selanjutnya, kinerja perbankan

konvensional juga didukung oleh Dana

Pihak Ketiga (DPK) dan kredit yang

tumbuh positif. Pada triwulan I tahun

2019, DPK tumbuh sebesar 7,5 persen

(YoY), lebih tinggi jika dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang hanya

tumbuh sebesar 6,9 persen (YoY). Secara

umum, peningkatan pertumbuhan

tersebut didorong oleh pertumbuhan

deposito yang merupakan komponen

terbesar DPK, serta diikuti oleh

pertumbuhan giro yang juga

berkontribusi dalam peningkatan

pertumbuhan total DPK.

Gambar 30. Pertumbuhan DPK Bank

Konvensional

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (diolah)

Gambar 31. Pertumbuhan Kredit Bank

Konvensional

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (diolah)

Sejalan dengan hal tersebut, peningkatan

pertumbuhan DPK diimbangi juga oleh

pertumbuhan kredit yang positif. Pada

triwulan I tahun 2019, pertumbuhan

kredit bahkan tetap stabil tumbuh dua

digit sejak pertengahan tahun 2018,

meskipun sedikit melambat jika

dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Pertumbuhan kredit

tersebut didorong oleh jenis kredit

investasi yang tumbuh cukup tinggi, yaitu

13,6 persen (YoY) pada triwulan I tahun

2019. Sementara jenis kredit yang lain

yaitu kredit konsumsi dan kredit modal

kerja juga tumbuh positif, meskipun

sedikit melambat jika dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Apabila

ditinjau lebih lanjut, secara sektoral,

penyaluran kredit perbankan mengalami

peningkatan hampir pada semua sektor

pada triwulan I tahun 2019. Peningkatan

terbesar terjadi pada sektor

pertambangan dan penggalian yaitu

sebesar 31,5 persen (YoY) dan sektor

konstruksi yaitu sebesar 27,1 persen

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

5.100

5.200

5.300

5.400

5.500

5.600

5.700

5.800

I IV I

2018 2018 2019

Per

tum

bu

han

DP

K (

%)

Tota

l DP

K (

Rp

)

Total DPK (Rp)Pertumbuhan Total DPKPertumbuhan DepositoPertumbuhan TabunganPertumbuhan Giro

0%

5%

10%

15%

4.300

4.500

4.700

4.900

5.100

5.300

5.500

I IV I

2018 2018 2019

Per

tum

bu

han

Kre

dit

(%

)

Tota

l Kre

dit

(R

p T

riliu

n)

Total Kredit (Rp)Pertumbuhan Tot. KreditPertumbuhan KIPertumbuhan KMK

Page 54: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

41

(YoY). Dari sisi volume, sektor

perdagangan besar dan eceran masih

mendominasi penyerapan kredit dengan

kontribusi sebesar 25,6 persen atau

Rp972.700 miliar, dan selanjutnya diikuti

oleh sektor industri pengolahan sebesar

9,3 persen atau Rp384.080 miliar.

Penyaluran KUR (Kredit Usaha Rakyat)

atau pembiayaan yang diberikan oleh

perbankan kepada UMKMK, pada

triwulan I tahun 2019, mencapai Rp38

triliun atau telah mencapai 27 persen

dari target yang ditetapkan sebesar

Rp140 triliun. Proporsi KUR terbesar

disalurkan ke sektor nonproduksi, yaitu

sebesar 59 persen, sementara 41 persen

selebihnya disalurkan ke sektor

nonproduksi. KUR telah disalurkan

kepada 1,3 juta debitur dengan rasio

tingkat kredit macet sebesar 0 persen.

Hal ini menunjukkan bahwa nasabah

penerima KUR dapat mengembalikan

dana pinjaman dengan tepat waktu.

Selanjutnya jika ditinjau lebih lanjut,

penyaluran KUR masih didominasi oleh

skema KUR Mikro (65,2 persen), lalu

diikuti dengan skema KUR Kecil (34,4

persen) dan KUR TKI (0,35 persen).

Tabel 26. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional di Indonesia Tahun 2018-2019

(miliar Rupiah)

Sektor 2018 2019

I IV I

Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 319.600 354.878 354.080

Perikanan 10.639 12.137 12.343

Pertambangan dan Penggalian 104.750 137.912 137.750

Industri Pengolahan 793.325 899.088 868.891

Listrik, gas dan air 154.238 170.190 186.861

Konstruksi 254.714 316.097 323.777

Perdagangan Besar dan Eceran 885.838 975.995 972.700

Penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum

97.367 99.751 100.369

Transportasi, pergudangan dan komunikasi 192.105 217.323 213.971

Perantara Keuangan 211.490 244.486 232.258

Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan

225.520 248.218 253.836

Admistrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

21.981 25.068 26.006

Jasa Pendidikan 10.166 12.322 12.664

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 19.799 22.698 23.117

Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan Perorangan lainnya

70.715 79.914 81.217

Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 2.703 2.715 2.734

Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya

152 173 172

Kegiatan yang belum jelas batasannya 3.488 2.257 1.593

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (31 Maret 2019)

Page 55: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

42

Sumber: Kemenko Perekonomian (31 Maret

2019)

Sementara dari segi sektor penerima

KUR, penyaluran KUR masih didominasi

oleh sektor perdagangan yaitu sebesar

59,6 persen, kemudian diikuti oleh

sektor pertanian, perburuan, dan

kehutanan yaitu sebesar 23,4 persen.

Gambar 33. Pertumbuhan Total Aset Industri

Asuransi 2018-2019

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Asuransi. Kinerja industri asuransi pada

triwulan I tahun 2019 meningkat setelah

mengalami perlambatan pertumbuhan

pada akhir tahun 2017. Hal tersebut

salah satunya didorong oleh percepatan

pertumbuhan aset industri asuransi.

Total aset industri asuransi pada triwulan

I tahun 2019 sebesar Rp1.249,2 triliun,

atau tumbuh sebesar 3,3 persen (QtQ)

dibandingkan dengan triwulan IV tahun

2018.

Gambar 34. Perkembangan Jumlah Aset Bersih

dan Jumlah Investasi Dana Pensiun 2018-2019

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Dana Pensiun. Pada triwulan I tahun

2019, industri dana pensiun mengalami

perkembangan yang positif, salah

satunya tercermin dari peningkatan

jumlah aset neto dan jumlah investasi

dana pensiun. Jumlah investasi dana

pensiun pada triwulan I tahun 2019

mencapai Rp266,3 miliar atau tumbuh

sebesar 3,6 persen (YoY) bila

dibandingkan dengan triwulan I tahun

2018. Sejalan dengan hal tersebut,

jumlah aset neto pada dana pensiun juga

mengalami peningkatan sebesar 4,4

persen (YoY) apabila dibandingkan

dengan triwulan I tahun 2018.

Pasar Modal. Kinerja pasar modal pada

triwulan I tahun 2019 relatif membaik

jika dibandingkan dengan kondisi tahun

2018 yang cukup berfluktuasi, terutama

karena pengaruh ketidakpastian global.

Kinerja pasar modal yang atraktif

ditandai dengan masuknya dana asing

0,0%

0,5%

1,0%

1,5%

2,0%

2,5%

3,0%

3,5%

1.080

1.100

1.120

1.140

1.160

1.180

1.200

1.220

1.240

1.260

I IV I

2018 2019

Total Aset (Dalam Triliun Rp)

Pertumbuhan Aset Industri (QtQ)

252

254

256

258

260

262

264

266

268

0

50

100

150

200

250

300

I IV I

2018 2019

Rp

Mili

ar

Rp

Mili

ar

Jumlah Aset Neto Jumlah Investasi

Capaian Sektor

Produksi

Capaian Sektor Non

Produksi

Januari-Maret 2019

15 triliun

(41%)

22 triliun

(59%)

Gambar 32. Capaian Penyaluran KUR

Page 56: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

43

dalam jumlah besar (capital Inflow) sejak

awal tahun 2019.

Pada pasar saham, kondisi pasar saham

mengalami penguatan pada triwulan I

tahun 2019, setelah sempat melemah

pada pertengahan tahun 2018. Hal

tersebut salah satunya ditunjukkan oleh

perkembangan nilai kapitalisasi pasar

dan Indeks Harga Saham Gabungan

(IHSG) yang positif. IHSG ditutup pada

level 6.525,2 pada triwulan I tahun 2019,

atau tumbuh sebesar 5,4 persen (YoY)

dibandingkan dengan triwulan I tahun

2018.

Gambar 35. Perkembangan IHSG dan Nilai

Kapitalisasi Pasar Saham 2018-2019

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Sejalan dengan peningkatan IHSG, nilai

kapitalisasi pasar saham juga mengalami

pertumbuhan positif setelah sempat

menurun pada triwulan IV tahun 2018.

Nilai kapitalisasi pasar saham pada

triwulan I tahun 2019 sebesar Rp7.356,4

triliun, atau tumbuh sebesar 6,8 persen

(YoY) jika dibandingkan dengan nilai

pada triwulan I tahun 2018.

Gambar 36. Perkembangan Obligasi Korporasi

2018-2019

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Sementara pada pasar obligasi korporasi,

kondisi pasar obligasi korporasi kembali

menguat pada awal tahun 2019, setelah

sempat mengalami perlambatan

pertumbuhan pada akhir tahun 2018.

Pada triwulan I tahun 2019, total nilai

obligasi korporasi tercatat sebesar

Rp424,1 triliun, meningkat jika

dibandingkan dengan triwulan I tahun

2018 yang hanya mencapai Rp400,9

triliun.

Perbankan Syariah. Perbankan Syariah

pada triwulan I tahun 2019 mengalami

peningkatan kinerja yang cukup baik.

Dari sisi likuiditas, kondisi likuiditas

perbankan syariah cukup memadai,

ditunjukkan oleh besaran Financing to

Deposit Ratio (FDR) yang terjaga pada

kisaran 80–90 persen, meskipun sedikit

menurun jika dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Selanjutnya dari

sisi kualitas pembiayaan, kualitas

pembiayaan cukup stabil, tercermin dari

nilai Non-Performing Financing (NPF)

6.600

6.700

6.800

6.900

7.000

7.100

7.200

7.300

7.400

6.000

6.100

6.200

6.300

6.400

6.500

6.600

I IV I

2018 2019

Nila

i Kap

ital

isas

i Pas

ar

(tri

liun

Ru

pia

h)

IHSG

(R

p)

Nilai Kapitalisasi Pasar IHSG

385

390

395

400

405

410

415

420

425

430

I IV I

2018 2019tr

iliu

n R

up

iah

Page 57: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

44

perbankan syariah yang tidak banyak

berubah, yaitu dari 3,3 persen pada

triwulan IV tahun 2018, menjadi 3,4

persen pada triwulan I tahun 2019. Dari

sisi permodalan, kondisi permodalan

perbankan syariah mengalami

peningkatan, tercermin dari nilai Capital

Adequacy Ratio (CAR) yang meningkat

sebesar 1,83 persen (QtQ) pada triwulan

I tahun 2019.

Gambar 37. Perkembangan Kinerja Perbankan

Syariah 2018-2019

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Catatan: Angka triwulan I tahun 2019

merupakan angka bulan Februari

Kegiatan intermediasi perbankan syariah

pada bulan Februari 2019 mengalami

peningkatan. Kondisi ini tercermin dari

pembiayaan perbankan syariah yang

tumbuh sebesar 11,99 persen (YoY) pada

Februari 2019, meskipun sedikit

melambat jika dibandingkan dengan

triwulan IV tahun 2018. Jika ditinjau lebih

lanjut, pembiayaan oleh Unit Usaha

Syariah (UUS) paling dominan

menyumbang pertumbuhan pembiayaan

perbankan syariah, yaitu sebesar 23,69

persen (YoY). Sementara Bank Umum

Syariah (BUS) hanya tumbuh sebesar

6,04 persen (YoY).

Gambar 38. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga

dan Kredit Perbankan Syariah 2018 – 2019

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Catatan: Angka triwulan I tahun 2019

merupakan angka bulan Februari

Dari jenis penggunaan, pertumbuhan

pembiayaan untuk investasi

mendominasi pertumbuhan pembiayaan

bank syariah secara umum. Sementara

itu, di saat yang sama Dana Pihak Ketiga

(DPK) perbankan syariah tumbuh sebesar

0,77 persen (QtQ) atau sebesar 10,24

persen (YoY). Komposisi DPK perbankan

syariah ditopang oleh DPK pada Unit

Usaha Syariah yang tumbuh signifikan

sebesar 20,63 persen (YoY).

I IV I*

2018 2019

FDR 84,32 88,18 85,67

CAR 18,47 20,39 20,30

NPF 3,86 3,26 3,44

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

82,00

83,00

84,00

85,00

86,00

87,00

88,00

89,00C

AR

& N

PF

(%)

FDR

(%

)

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

12,0

14,0

16,0

18,0

20,0

0

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

350.000

400.000

I IV I

2018 2019

Pe

rtu

mb

uh

an (%

)

Trill

iun

(R

P)

DPK

Pembiayaan

Pertumbuhan DPK (YoY)

Pertumbuhan Pembiayaan (YoY)

Page 58: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

45

Tabel 27. Perkembangan Pembiayaan

Perbankan Syariah 2018 –2019

(miliar Rupiah)

Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad

2018 2019

I IV I

Pembiayaan Investasi

67.502 75.730 76.241

Pembiayaan Modal Kerja

97.471 105.055 104.236

Pembiayaan Konsumsi

121.648 139.408 140.506

Total Pembiayaan

286.621 320.193 320.983

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Catatan: Angka triwulan I tahun 2019

merupakan angka bulan Februari

Secara umum, jumlah pembiayaan bank

syariah yang disalurkan kepada

masyarakat mengalami pertumbuhan

yang relatif pesat pada triwulan I tahun

2019. Pertumbuhan pembiayaan bank

syariah pada triwulan I tahun 2019

mencapai 13,79 persen (YoY) atau 2,71

persen lebih tinggi dibandingkan

pertumbuhan triwulan sebelumnya.

Pertumbuhan pembiayaan terbesar

disumbangkan oleh pembiayaan

konsumsi sebesar 17,11 persen (YoY)

atau meningkat sebesar 2,58 persen

(QtQ). Kondisi ini didorong oleh

pertumbuhan kredit pembiayaan

perumahan atau KPR. Sementara itu,

jenis Pembiayaan Investasi dan

Pembiayaan Modal Kerja juga mengalami

pertumbuhan pada periode yang sama.

Pembiayaan Investasi dan Pembiayaan

Modal Kerja masing-masing tumbuh

sebesar 12,73 persen (YoY) dan 10,31

persen (YoY).

Tabel 28. Penyaluran Kredit Berdasarkan Sektor Tahun 2018-2019 (miliar Rupiah)

Sektor 2018 2019

I IV I

Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 10.238 11.846 11.361

Perikanan 1.048 1.186 1.174

Pertambangan dan Penggalian 6.551 5.562 5.196

Industri Pengolahan 21.440 23.210 25.067

Listrik, gas dan air 11.266 14.635 16.334

Konstruksi 20.819 23.701 26.720

Perdagangan Besar dan Eceran 31.920 33.781 33.343

Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum

3.657 4.454 4.660

Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 9.645 9.177 9.121

Perantara Keuangan 17.794 18.498 17.528

Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan 12.089 13.218 12.896

Admistrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

9 4 9

Jasa Pendidikan 4.940 5.026 5.501

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.963 4.345 4.901

Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan Perorangan lainnya

4.953 5.644 5.477

Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 323 369 372

Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya

0 0 -

Kegiatan yang belum jelas batasannya 1.238 878 816

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Catatan: Angka triwulan I ahun 2019 merupakan angka bulan Februari

Page 59: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

46

Ditinjau secara sektoral, sektor

Perdagangan Besar dan Eceran serta

sektor Kontruksi masih mendominasi

penyerapan pembiayaan yang disalurkan

yaitu masing-masing sebesar 19,24

persen dan 13,50 persen dari total

pembiayaan. Nilai penyaluran ke sektor

Perdagangan Besar dan Eceran serta

sektor Kontruksi masing-masing sebesar

Rp33.343 miliar dan Rp26.720 miliar.

Sementara itu, sektor dengan kontribusi

penyaluran terendah adalah sektor

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan

dan Jaminan Sosial Wajib dengan nilai

pembiayaan sebesar Rp9 miliar. Adapun

dari sisi pertumbuhan, pembiayaan

sektor Listrik, Gas dan Air tumbuh

sebesar 45 persen (YoY).

Gambar 39. Perkembangan Nilai Kapitalisasi

Pasar Saham ISSI dan JII 2018-2019

(dalam juta Rupiah)

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Pasar Modal Syariah. Seiring dengan

penguatan Indeks Harga Saham

Gabungan, Indeks Saham Syariah

Indonesia (ISSI) dan Jakarta Islamic Index

(JII) juga turut mengalami penguatan

pada triwulan I tahun 2019. Nilai

kapitalisasi ISSI meningkat relatif kuat

hingga Rp3.798 triliun, atau tumbuh 3,61

persen dari triwulan sebelumnya (QtQ).

Sementara itu, pada periode yang sama

nilai kapitalisasi saham blue chip JII

menunjukkan penguatan senilai Rp2.302

triliun, atau tumbuh 2,81 persen dari

triwulan sebelumnya (QtQ).

Penguatan nilai kapitalisasi ISSI dan JII

menunjukkan performa kinerja pasar

modal syariah yang baik di tengah

eksposur perekonomian global yang

dinamis seperti terjadinya

proteksionisme beberapa negara

menyusul perang dagang AS dan

Tiongkok, eskalasi krisis di Turki dan

Argentina, serta rencana kenaikan suku

bunga acuan Fed Rate.

Gambar 40. Perkembangan Outstanding Sukuk

Korporasi 2018-2019 (triliun Rupiah)

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan dan DJPPR

Kemenkeu

Sejalan dengan tren IHSG, ISSI dan JII,

nilai outstanding sukuk korporasi pada

triwulan I tahun 2019 mengalami

peningkatan yang cukup signifikan

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

I IV I

2018 2019

ISSI JII

0

5

10

15

20

25

30

0

50

100

150

200

250

I IV I

2018 2019

Sukuk korporasi SBSN

Page 60: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

47

sebesar 11,91 persen dari triwulan

sebelumnya (QtQ) atau sebesar 44,82

(YoY) menjadi Rp24,62 triliun pada

triwulan I tahun 2019. Kondisi pasar

sukuk korporasi cenderung tumbuh

stabil, hal ini tercermin dari nilai

outstanding yang terus meningkat baik

secara triwulanan maupun tahunan.

Namun demikian, nilai outstanding sukuk

korporasi masih jauh jika dibandingkan

dengan sukuk negara, sehingga pasar

sukuk korporasi masih perlu dilakukan

pendalaman agar dapat memberikan

dukungan pembiayaan bagi

pembangunan ekonomi nasional.

Tabel 29. Pertumbuhan Aset IKNB Syariah

2018–2019 (miliar Rupiah)

Uraian

2018 2019

I IV I

Asuransi Syariah 42.742 41.959 42.692

Lembaga Jasa Keuangan Khusus Syariah

22.501 25.730 25.129

Lembaga Pembiayaan Syariah

32.774 25.757 26.098

Lembaga Keuangan Mikro Syariah

116 247 278

Pertumbuhan Aset IKNB (YoY) - (%)

6,01 -2,24 -4,01

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Angka triwulan I tahun 2019

merupakan angka bulan Februari

IKNB Syariah. Pada triwulan I tahun

2019, secara keseluruhan Industri

Keuangan Non-Bank Syariah

menunjukkan perkembangan yang

kurang positif. Kondisi ini tercermin dari

adanya penurunan secara umum pada

jumlah aset Industri Keuangan Non-Bank

Syariah (IKNBS) dibanding triwulan yang

sama tahun sebelumnya. Secara umum,

aset Industri Keuangan Non-Bank Syariah

mengalami penurunan sebesar 3,86

persen menjadi Rp94,20 triliun (YoY).

Apabila ditinjau lebih rinci, Lembaga

Pembiayaan Syariah mengalami

penurunan aset secara signifikan sebesar

20,37 persen dibanding triwulan yang

sama tahun sebelumnya (YoY), atau dari

Rp32,77 triliun pada triwulan I tahun

2018 menjadi Rp26,10 triliun pada

triwulan I tahun 2019.

Walaupun secara umum total aset IKNB

menurun, aset Lembaga Keuangan Mikro

Syariah meningkat paling tinggi yaitu

sebesar 140,59 persen menjadi Rp278

miliar (YoY). Diikuti oleh peningkatan

pada aset Lembaga Jasa Keuangan

Khusus Syariah sebesar 11,68 persen

menjadi Rp25,13 triliun (YoY) sisanya

aset Asuransi Syariah turun sebesar 0,12

persen menjadi Rp42,69 triliun (YoY).

4. Eksternal

Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran surplus, ditopang

surplus transaksi modal dan finansial

yang lebih besar dari defisit transaksi

berjalan.

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI)

pada triwulan I tahun 2019 mengalami

surplus sebesar USD2,4 miliar. Kinerja

tersebut meningkat dibandingkan

dengan triwulan I tahun 2018 yang

defisit sebesar USD3,8 miliar namun

lebih rendah dari triwulan IV tahun 2018

yang sebesar USD5,4 miliar. Surplus NPI

pada triwulan ini terjadi seiring

Page 61: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

48

membaiknya defisit neraca transaksi

berjalan serta diimbangi dengan surplus

transaksi modal dan finansial yang cukup

tinggi. Neraca transaksi modal dan

finansial surplus sebesar USD10,1 miliar,

lebih tinggi dibandingkan triwulan I

tahun 2018 (USD2,3 miliar).

Gambar 41. Perkembangan Neraca

Pembayaran Indonesia (miliar USD)

Sumber: Bank Indonesia

Defisit neraca transaksi berjalan pada

triwulan ini sebesar USD6,9 miliar, lebih

baik dari triwulan sebelumnya yang

defisit hingga USD9,2 miliar. Di tengah

lesunya perekonomian dunia dan

turunnya harga komoditas, penurunan

defisit tersebut terutama disebabkan

oleh penurunan impor yang lebih dalam

dibandingkan penurunan ekspor. Hal ini

dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah

yang melakukan upaya pengendalian

impor atas beberapa komoditas sejak

akhir tahun 2018.

Neraca perdagangan nonmigas

meningkat, defisit perdagangan migas

membaik.

Neraca perdagangan barang surplus

sebesar USD1,1 miliar, meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang

defisit USD2,6 miliar namun lebih rendah

dari triwulan I tahun 2018 (USD2,3

miliar). Neraca perdagangan nonmigas

meningkat tajam menjadi USD2,5 miliar

dibandingkan triwulan sebelumnya yang

sebesar USD0,09 miliar, meskipun masih

lebih rendah dibandingkan triwulan I

tahun 2018 yang mencapai USD4,4

miliar. Sementara itu, neraca

perdagangan migas masih mengalami

defisit sebesar USD1,9 miliar, membaik

dibandingkan defisit yang terjadi pada

triwulan I tahun 2018 (USD2,4 miliar)

dan triwulan sebelumnya (USD2,8

miliar). Perbaikan tersebut merupakan

disebabkan oleh penerapan kebijakan

energi yang dijalankan oleh pemerintah

untuk membeli minyak mentah dari

Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

Selain itu, penurunan impor minyak juga

dipengaruhi oleh konsumsi BBM

mengikuti pola musiman.

Defisit neraca perdagangan jasa

melebar.

Pada triwulan I tahun 2019, defisit

neraca perdagangan jasa mencapai

USD1,8 miliar, lebih tinggi dibandingkan

triwulan I tahun 2018 maupun triwulan

sebelumnya yang sebesar USD1,6 miliar.

Kinerja sebagian besar komponen jasa

mengalami penurunan kecuali jasa

transportasi, jasa keuangan, dan jasa

telekomunikasi komputer dan informasi

yang defisitnya lebih baik dari triwulan I

-20

0

20

40

60

80

100

120

140

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

2018 2019

Transaksi Berjalan

Transaksi Modal dan Finansial

Neraca Keseluruhan

Posisi Cadangan Devisa

Page 62: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

49

tahun 2018 maupun triwulan

sebelumnya. Meningkatnya defisit

neraca perdagangan jasa dipengaruhi

oleh menurunnya surplus jasa perjalanan

menjadi USD1,4 miliar. Pada triwulan I

tahun 2018 dan triwulan IV tahun 2018,

surplus neraca perjalanan mencapai

USD1,5 miliar. Penurunan tersebut

seiring dengan berkurangnya jumlah

wisatawan mancanegara (wisman) yang

berkunjung ke Indonesia. Tingginya

kunjungan wisman pada periode

sebelumnya yang terkait dengan

penyelenggaraan IMF-World Bank

Annual Meeting serta Asian Games dan

Asian Para Games menyebabkan

penurunan yang drastis pada triwulan I

tahun 2019.

Gambar 42. Neraca Jasa Perjalanan dan

Transportasi

Sumber: Bank Indonesia

Di sisi lain, defisit jasa transportasi juga

mengalami kinerja yang lebih baik. Pada

triwulanI tahun 2019, defisit jasa

transportasi sebesar USD1,86 miliar,

sedikit lebih kecil dibandingkan defisit

pada triwulan I tahun 2018 (USD1,88

miliar) maupun defisit yang terjadi pada

triwulan sebelumnya (USD2,5 miliar).

Perbaikan yang terjadi sesuai dengan

data historis yang mana defisit pada

triwulan pertama selalu lebih kecil dari

triwulan sebelumnya. Kondisi ini

terutama disebabkan oleh menurunnya

pembayaran jasa freight seiring kegiatan

ekspor impor yang belum padat pada

awal tahun.

Gambar 43. Neraca Pendapatan Primer dan

Sekunder

Sumber: Bank Indonesia

Pada triwulan I tahun 2019, neraca

pendapatan primer kembali defisit

sebesar USD8,1 persen, lebih besar dari

triwulan I tahun sebelumnya. Defisit

tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya

defisit pada pendapatan investasi

sebesar USD7,7 miliar. Di sisi lain, neraca

pendapatan sekunder meningkat

menjadi USD1,87 miliar dibandingkan

triwulan I tahun 2018 (USD1,44 miliar).

Peningkatan tersebut didorong oleh

turunnya pembayaran transfer lainnya

menjadi USD0,29 miliar.

-5,0 0,0 5,0

Q1

Q2

Q3

Q4

Q1

20

182

019

Impor Perjalanan Ekspor Perjalanan

Impor Transportasi Ekspor Transportasi

-12,0

-10,0

-8,0

-6,0

-4,0

-2,0

0,0

2,0

4,0

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

2018 2019

PenerimaanPendapatanPrimer

PembayaranPendapatanPrimer

PenerimaanPendapatanSekunder

PembayaranPendapatanSekunder

Page 63: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

50

Gambar 44. Neraca Transaksi Finansial

Indonesia

Sumber: Bank Indonesia

Pertumbuhan transaksi modal dan

finansial didukung optimisme investor.

Transaksi modal dan finansial mencapai

USD10,1 miliar mencerminkan

optimisme investor terhadap

perekonomian domestik. Meskipun jauh

lebih tinggi dari triwulan I tahun 2018

(USD2,3 miliar), namun masih lebih

rendah dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang mencapai USD15,9

miliar. Hal ini sebagian besar dipengaruhi

oleh turunnya investasi portofolio

sebesar 48 persen (QtQ). Selain itu,

investasi lainnya mengalami defisit

sebesar USD0,58 miliar setelah pada

triwulan sebelumnya surplus hingga

USD3,5 miliar.

Cadangan devisa Indonesia pada

triwulan I tahun 2019 sebesar USD124,5

miliar. Jumlah tersebut setara dengan

pembiayaan 6,8 bulan impor dan utang

luar negeri pemerintah, lebih tinggi dari

standar kecukupan internasional yang

sekitar 3 bulan impor.

Perdagangan

Tabel 30. Neraca Perdagangan dan Tingkat

Pertumbuhan Ekspor Impor

Tahun 2018

Tw-I

2018

Tw-IV

2019

Tw-I

Neraca Perdagangan (Juta USD)

Total 314,4 -4.871,4 -193,4

Migas -2.680,6 -3.094,4 -1.344,0

Non Migas 2.995,0 -1.777,0 1.150,6

Pertumbuhan YoY (%)

Total Ekspor 8,69 -0,70 -8,50

Total Impor 20,05 12,29 -7,40

Ekspor Migas 1,23 8,74 -15,17

Impor Migas 2,35 11,96 -28,98

Ekspor Nonmigas 9,51 -1,68 -7,83

Impor Nonmigas 23,93 12,36 -3,50

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Neraca perdagangan Indonesia pada

triwulan I tahun 2019 mengalami defisit

sebesar USD193,4 juta.

Neraca perdagangan Indonesia pada

triwulan I tahun 2019 defisit sebesar

USD193,4 juta. Pada sektor nonmigas,

Indonesia mengalami surplus sebesar

USD1.150,6 juta, namun defisit yang

terjadi pada sektor migas masih lebih

besar yakni USD1.344,0 juta Jika dilihat

dari tingkat pertumbuhannya (YoY),

secara keseluruhan ekspor pada triwulan

I tahun 2019 mengalami penurunan yang

lebih besar daripada impor. Pada sektor

nonmigas, penurunan ekspor lebih besar

daripada penurunan impor, namun

sebaliknya pada sektor migas. Secara

keseluruhan, baik ekspor maupun impor

pada triwulan I tahun 2019 tumbuh

negatif sebesar 8,5 persen dan 7,4

persen (YoY). Hal ini masih tidak lepas

dari pengaruh perlambatan

perekonomian global yang terjadi pada

akhir tahun 2018.

-4,00

-2,00

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

2018 2019

Investasi Langsung Investasi Portofolio

Investasi Lainnya

Page 64: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

51

Total ekspor Indonesia pada triwulan I

tahun 2019 sebesar USD40,5 miliar,

turun 8,5 persen.

Total ekspor Indonesia pada triwulan I

tahun 2019 adalah sebesar USD40,5

miliar, turun sebesar 8,5 persen (YoY).

Ekspor nonmigas pada triwulan I tahun

2019 sebesar USD37,1 miliar, lebih kecil

7,8 persen dibandingkan periode yang

sama tahun 2018. Adapun pada ekspor

migas mencapai USD3,4 miliar, turun

sebesar 15,2 (YoY).

Tiongkok, Amerika Serikat, Jepang,

India, dan Singapura.

Berdasarkan negara tujuan ekspor,

Tiongkok merupakan negara tujuan

ekspor terbesar dengan nilai ekspor

mencapai USD5.236,0 juta atau sebesar

14,12 persen dari total ekspor nonmigas.

Negara tujuan ekspor terbesar lainnya

adalah Amerika Serikat dan Jepang,

masing-masing berkontribusi sebesar

11,23 persen dan 9,18 persen terhadap

total ekspor nonmigas.

Tabel 31. Nilai dan Tingkat Pertumbuhan

Ekspor Kategori 2018 Tw-I 2018 Tw-IV 2019 Tw-I

Nilai Ekspor (Juta USD)

44.272,9 44.977,3 40.510,2

Migas 4.052,5 4.654,4 3.437,8 Minyak Mentah

1.224,7 1.116 349,3

Hasil Minyak 354,3 391 249,6 Gas 2.473,5 3.147 2.838,9 Nonmigas 40.220,4 40.322,9 37.072,4 Pertanian 774,0 934,2 785,8 Industri 32.039,5 32.396,2 29.922,4 Pertambangan dan lainnya

7.406,9 6.992,5 6.394,2

Pertumbuhan Ekspor (YoY%)

8,79 -1,01 -8,50

Migas 1,80 8,98 -15,17 Minyak Mentah -12,59

-23,25 -71,48

Hasil Minyak -19,24 0,35 -29,57 Gas 15,52 29,69 14,77 Nonmigas 9,44 -2,05 -7,73 Pertanian -9,41 -0,76 1,53 Industri 4,50 -1,30 -6,51 Pertambangan dan lainnya

41,51 -5,17 -14,07

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel 32. Perkembangan Nilai Ekspor Nonmigas Berdasarkan 10 Negara Tujuan Ekspor Utama

Negara

Nilai Ekspor (Juta USD) Pertumbuhan (%) Proporsi thd Total Ekspor

Nonmigas (%)

2018 Tw-I 2018 Tw-IV

2019 Tw-I QtQ YoY

Tiongkok 6.337,7 5.871,5 5.236,0 -10,8 -17,4 14,1 Amerika Serikat

4.421,2 4.473,6 4.164,8 -6,9 -5,8 11,2

Jepang 4.081,0 3.798,0 3.404,5 -10,4 -16,6 9,2 India 3.204,6 3.566,4 3.008,2 -15,7 -6,1 8,1 Singapura 2.442,5 2.316,1 1.998,5 -13,7 -18,2 5,4 Korea Selatan

1.633,8 1.941,5 1.757,7 -9,5 7,6 4,7

Malaysia 1.861,5 1.939,4 1.751,4 -9,7 -5,9 4,7 Filipina 1.523,5 1.629,2 1.602,7 -1,6 5,2 4,3 Thailand 1.462,6 1.329,7 1.393,9 4,8 -4,7 3,8 Vietnam 910,9 1.382,7 1.160,1 -16,1 27,4 3,1

10 Terbesar 27.879.2 28.248,2 25.477,9 -9,8 -8,6 68,7

Lainnya 12.341,2 12.074,7 11.594,5 -3,9 -6,1 31,3 Total Nonmigas

40.220,4 40.322,9 37.072,4 -8,1 -7,8 100

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Page 65: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

52

Negara tujuan ekspor nonmigas utama

pada triwulan I tahun 2019 antara lain:

Berdasarkan nilai ekspor, golongan

barang Bahan Bakar Mineral dan Lemak

& Minyak Hewan/Nabati berkontribusi

paling besar yakni berturut-turut sebesar

15.26 persen dan 11,66 persen terhadap

total ekspor nonmigas. Kedua golongan

tersebut tumbuh negatif masing-masing

sebesar -9,27 persen dan -16,32 persen

(YoY). Sementara itu, golongan

Kendaraan dan Bagiannya dan golongan

Besi dan Baja justru tumbuh positif yakni

berturut-turut sebesar 8,94 persen dan

30,33 persen YoY.

Tabel 33. Nilai dan Tingkat Pertumbuhan Impor

Kategori 2018 Tw-I 2018 Tw-IV 2019 Tw-I

Nilai Impor (USD Juta)

43,958.50 49,848.70 40,703.60

Barang Konsumsi

3,942.90 4,398.00 3,378.80

Bahan Baku 32,824.50 37,414.90 30,580.60 Barang Modal 7,191.10 8,035.80 6,744.20 Migas 6,733.10 7,748.80 4,781.80 Minyak Mentah 2,353.90 2,207.10 1,160.70 Hasil Minyak 3,715.80 4,734.50 3,112.30 Gas 663.40 807.20 508.80 Non Migas 37,225.40 42,099.90 35,921.80 Pertanian 43,958.50 49,848.70 40,703.60 Industri 3,942.90 4,398.00 3,378.80

Pertumbuhan Impor (YoY%)

20.09 12.17 -7.40

Barang Konsumsi

21.73 10.71 -14.31

Bahan Baku 18.38 13.60 -6.84 Barang Modal 27.55 6.70 -6.21 Migas 2.36 11.10 -28.98 Minyak Mentah 42.61 4.39 -50.69 Hasil Minyak -11.16 16.83 -16.24 Gas -10.96 -0.08 -23.30 Non Migas 23.97 12.37 -3.50

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Total impor Indonesia pada triwulan I

tahun 2019 turun 7,4 persen (YoY).

Nilai total impor Indonesia pada triwulan

I tahun 2019 mencapai USD40,7 miliar,

turun 7,4 persen dibandingkan periode

yang sama tahun 2018. Sementara itu,

nilai impor nonmigas pada triwulan I

tahun 2019 mencapai USD35,9 miliar

atau turun sebesar 3,5 persen

dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya. Adapun pada sektor migas,

nilai impor mencapai USD4,8 miliar atau

turun sebesar 29,0 persen.

Negara asal impor nonmigas utama

adalah Tiongkok, Jepang, Thailand,

Amerika Serikat, dan Korea Selatan.

Berdasarkan negara asal impor, Tiongkok

merupakan negara asal impor nonmigas

terbesar dengan nilai impor mencapai

USD10.419,81 juta atau sebesar 29,01

persen dari total impor nonmigas.

Negara asal impor terbesar lainnya

adalah Jepang dan Thailand, masing-

masing berkontribusi sebesar 11,05

persen dan 6,75 persen terhadap impor

nonmigas.

Page 66: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

53

Tabel 34. Perkembangan Niai Impor Nonmigas Berdasarkan 10 Negara Asal Impor Utama

Negara

Nilai Impor (Juta USD) Pertumbuhan (%) Proporsi thd Total Impor

Nonmigas (%) 2018 Tw-I

2018 Tw-IV

2019 Tw-I QtQ YoY

Tiongkok 10.164,9 12.755,1 10.419,8 -18,3 2,5 29,0

Jepang 4.331,8 4.643,9 3.970,7 -14,5 -8,3 11,1

Thailand 2.564,5 2.657,9 2.424,1 -8,8 -5,5 6,8

Amerika Serikat

2.137.9 1.670,8 1.954,7 16,9 -8,6 5,4

Korea Selatan 1.934,5 2.037,9 1.838,5 -9,8 -4,9 5,1

Singapura 2.442,2 2.194,2 1.759,8 -19,8 -27,9 4,9

Malaysia 1.482,5 1.701,9 1.481,1 -12,9 -0,1 4,1

India 1.107,5 1.241,4 1.139,5 -8,2 2,9 3,2

Australia 1.135,8 1.405,1 1.035,7 -26,3 -8,8 2,9

Vietnam 968,9 914,8 960,4 4,9 -0,9 2,7

10 Terbesar 28.270,5 31.223,1 26.984,3 -13,6 -4,6 75,1

Lainnya 8.954,9 10.876,8 8.937,5 -17,8 -0,2 24,9

Total Nonmigas

37.225,4 42.099,9 35.921,8 -14,7 -3,5 100

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Kerjasama Ekonomi Internasional

Pemerintah Republik Indonesia dan

Pemerintah Persemakmuran Australia

secara resmi menandatangani

Indonesia-Australia Comprehensive

Economic Partnership Agreement (IA-

CEPA).

Penandatanganan dilakukan pada

tanggal 4 Maret 2019 di Ballroom Hotel

JS Luwansa, Jakarta, oleh Menteri

Perdagangan RI Enggartiasto Lukita dan

Menteri Perdagangan, Pariwisata, dan

Investasi Australia Simon Birmingham.

Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, juga hadir

pada acara penandatanganan tersebut.

Perjanjian IA-CEPA bersifat

komprehensif, berkualitas tinggi, dan

menguntungkan secara ekonomi.

Beberapa poin penting yang dapat

dilakukan kedua negara termasuk

kebijakan bea masuk barang,

perdagangan jasa, perdagangan

elektronik, investasi, dan lainnya.

Sebagai bagian dari perjanjian IA-CEPA,

Australia akan mengeliminasi 100 persen

pos tarif (6.474 pos tarif) menjadi 0

persen. Sementara itu, Indonesia akan

mengeliminasi 94 persen pos tarif secara

bertahap, terutama pada sektor

otomotif, tekstil, alas kaki, agribisnis,

makanan dan minuman, serta furnitur.

Ke depannya, perjanjian IA-CEPA akan

memasukkan ketentuan tentang

langkah-langkah nontarif, termasuk

sanitary, phytosanitary, serta kerjasama

ekonomi dan teknis.

Page 67: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

54

Tabel 35. Perkembangan Perjanjian Internasional Indonesia

No Perjanjian / Kerjasama Status Tahun

1 ASEAN Free Trade Area Signed and In Effect 1993

2 Indonesia-United States Free Trade Agreement Proposed/under study 1997

3 East Asia Free Trade Area (ASEAN+3) Proposed/under study 2004

4 ASEAN-People's Republic of China Comprehensive Economic

Cooperation Agreement Signed and In Effect 2005

5 Comprehensive Economic Partnership for East Asia

(CEPEA/ASEAN+6) Proposed/under study 2005

6 ASEAN-[Republic of] Korea Comprehensive Economic

Cooperation Agreement Signed and In Effect 2007

7 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Signed and In Effect 2008

8 Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement Signed and In Effect 2008

9 ASEAN-Pakistan Free Trade Agreement Proposed/under study 2009

10 ASEAN-Australia and New Zealand Free Trade Agreement Signed and In Effect 2010

11 ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation

Agreement Signed and In Effect 2010

12 India-Indonesia Comprehensive Economic Cooperation

Arrangement Negotiations launched 2011

13 Indonesia-European Free Trade Association Free Trade

Agreement Negotiations launched 2011

14 Indonesia-Taipei, China FTA Proposed/under study 2011

15 Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing

Countries Signed and In Effect 2011

16 Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership

Agreement

Negotiations Concluded

(signed 2019) 2018

17 Indonesia-Republic of Korea Free Trade Agreement Negotiations launched 2012

18 Indonesia-Pakistan Free Trade Agreement Signed and In Effect 2013

19 Regional Comprehensive Economic Partnership Negotiations launched 2013

20 Free Trade Area of the Asia Pacific Proposed/under study 2014

21 Indonesia-Peru FTA Proposed/under study 2014

22 Trade Preferential System of the Organization of the Islamic

Conference Signed but not yet In Effect 2014

23 ASEAN-EU Free Trade Agreement Proposed/under study 2015

24 ASEAN-Eurasian Economic Union Free Trade Agreement Proposed/under study 2016

25 Eurasian Economic Union-Indonesia Proposed/under study 2016

26 Indonesia-Ukraine Free Trade Agreement Proposed/under study 2016

27 ASEAN-Canada FTA Proposed/under study 2017

28 ASEAN-Hong Kong, China Free Trade Agreement Signed but not yet In Effect 2017

29 Indonesia-Chile Free Trade Agreement Signed but not yet In Effect 2017

30 Indonesia-Turkey FTA Negotiations launched 2017

31 Indonesia-Gulf Cooperation Council Free Trade Agreement Proposed/under study 2018

Page 68: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

55

No Perjanjian / Kerjasama Status Tahun

32 Indonesia-Kenya Free Trade Agreement Proposed/under study 2018

33 Indonesia-Morocco Free Trade Agreement Proposed/under study 2018

34 Indonesia-Mozambique Free Trade Agreement Negotiations launched 2018

35 Indonesia-South Africa Free Trade Agreement Proposed/under study 2018

36 Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement Negotiations launched 2018

Sumber: Asia Regional Integration Center (ADB)

Tabel 36. Nilai Ekspor Berdasarkan Surat

Keterangan Asal (SKA) Preferensi

Form Nilai Ekspor (Juta USD)

2018 Tw-I 2018 Tw-IV 2019 Tw-I

Form A 6.047,67 15.566,64 7.465,34

Form AANZ 1.044,93 534,39 434,79

Form AI 2.708,01 3.057,58 3.315,89

Form AK 1.661,65 1.737,09 2.693,87

Form COA 4,13 3,22 2,07

Form D 6.145,83 6.419,98 6.758,04

Form E 6.259,61 9.966,79 7.115,03

Form GSTP 4,87 3,60 4,44

Form HANDICRAFT BATIK 0,00 0,00 0,00

Form HANDICRAFT

GOODS 0,00 0,00 0,00

Form HANDICRAFT

PRODUCT 0,55 0,17 0,35

Form ICC 0,00 0,00 0,00

Form IJEPA 1.818,95 1.605,69 1.896,13

Form IP 384,17 442,02 367,80

Sumber: Kementerian Perdagangan

Tabel 37. Nilai Ekspor Berdasarkan Surat

Keterangan Asal (SKA) Nonpreferensi

Form Nilai Ekspor (Juta USD)

2018 Tw-I 2018 Tw-IV 2019 Tw-I

Form AJCEP 45,5 246,5 226,8

Form ANEXO III 11,9 11,1 12,7

Form B 4.584,1 3.939,5 3.670,6

Form ICO 297,6 241,9 309,3

Form TP 6,9 5,7 6,5

Sumber: Kementerian Perdagangan

Page 69: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

56

Tabel 38. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara Mitra FTA

Kawasan /

Negara

2017 2018

Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor Neraca

KAWASAN ASIA TIMUR

Jepang 4.997,6 4.341,6 656,0 4.225,3 3.978,3 246,9

Korea Selatan 2.120,8 2.232,7 -111,9 2.082,8 2.129,8 -47,1

Tiongkok 6.780,3 10.223,5 -3.443,2 5.753,8 10.507,4 -4.753,6

KAWASAN ASIA TENGGARA

Thailand 1.741,7 2.577,4 -835,7 1.629,9 2.437,6 -807,8

Singapura 3.317,0 4.865,5 -1.548,5 3.160,9 3.603,8 -442,9

Filipina 1.523,9 228,1 1.295,9 1.604,8 207,5 1.397,4

Malaysia 2.306,7 2.183,6 123,1 1.954,4 1.932,3 22,2

Myanmar 273,2 49,7 223,5 200,9 38,3 162,6

Kamboja 114,4 8,3 106,1 138,9 12,4 126,5

Brunei

Darussalam 11,9 1,3 10,6 16,9 8,1 8,8

Laos 1,2 8,1 -6,8 1,8 8,9 -7,2

Vietnam 916,8 969,4 -52,5 1.160,9 960,9 200,0

KAWASAN ASIA SELATAN

India 3.209,2 1.118,7 2.090,5 3.019,7 1.146,0 1.873,7

Pakistan 558,1 137,5 420,6 512,8 92,9 419,9

Bangladesh 482,2 25,3 456,9 628,2 22,1 606,1

KAWASAN EROPA

Turki 352,5 152,6 199,9 275,9 89,3 186,7

KAWASAN AFRIKA

Mesir 247,4 38,3 209,1 292,3 48,9 243,3

Nigeria 94,0 597,2 -503,1 106,3 516,3 -409,9

KAWASAN OCEANIA

Australia 667,8 1.425,7 -757,9 475,1 1.163,9 -688,9

Selandia Baru 119,6 196,7 -77,1 101,2 170,9 -69,7

KAWASAN TIMUR TENGAH

Iran 94,3 168,5 -74,2 18,9 7,2 11,7

Sumber: Badan Pusta Statistik, diolah

Page 70: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

57

Page 71: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

58

Wa

Page 72: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

59

PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI

Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Global

Pertumbuhan ekonomi dunia pada

tahun 2019 diprediksi masih melambat

Uni Eropa dan Tiongkok telah

mengumumkan pemangkasan target

pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019.

Tiongkok menetapkan target

pertumbuhan ekonominya menjadi 6,0-

6,5 persen pada tahun 2019. Sementara

Eropa memperkirakan perekonomiannya

akan tumbuh melambat sebesar 1,3

persen, menyusul perlambatan aktivitas

ekonomi Jerman dan isu Brexit yang

belum berakhir.

IMF memprediksi perekonomian global

hanya mampu tumbuh hingga 3,5 persen

pada tahun 2019. Proyeksi tersebut lebih

rendah 0,2 persen dari proyeksi yang

dikeluarkan bulan Oktober 2018. World

Bank mengeluarkan prediksi yang lebih

rendah dengan perekonomian global

pada tahun 2019 tumbuh hanya sebesar

2,9 persen. Sementara pertumbuhan

negara-negara maju diproyeksikan

sebesar 2 persen pada tahun 2019.

Perekonomian AS pada tahun 2019

diperkirakan tumbuh melambat sebesar

2,5 persen. Hal tersebut diperkirakan

terjadi karena memudarnya stimulus

fiskal. Di sisi lain, peningkatan tarif

perdagangan akan membebani kinerja

ekspor dan impor.

Pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa

pada tahun 2019 diperkirakan sebesar

1,6 persen. Pertumbuhan pada tahun

2020 diperkirakan lebih lambat. Proyeksi

pertumbuhan yang menurun sebagai

dampak dari perlambatan ekonomi

negara-negara di kawasan Eropa

diantaranya Jerman, Perancis, dan Italia.

Peningkatan pengeluaran Jerman akan

memperkecil surplus, sementara defisit

yang terjadi di Perancis dan Italia

diprediksi meningkat.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi

Tiongkok pada tahun 2019 sebesar 6,2

persen. Proyeksi dengan pertumbuhan

yang melambat tersebut merupakan

dampak dari berlanjutnya proses

penyeimbangan kembali aktivitas

perekonomian domestik maupun

eksternal.

Tabel 39. Proyeksi Pertumbuhan Menurut

Kawasan

Kawasan 2019 2020

Asia Timur dan Pasifik 6,0 6,0 Eropa dan Asia Tengah 2,3 2,7 Amerika Latin dan Karibia 1,7 2,4 Timur Tengah dan Afrika Utara

1,9 2,7

Asia Selatan 7,1 7,1 Afrika Sub-Sahara 3,4 3,6

Global 2,9 2,8

Sumber: World Bank

World Bank memproyeksikan

pertumbuhan ekonomi Indonesia pada

tahun 2019 sebesar 5,2 persen dan

meningkat pada tahun 2020 menjadi 5,3

persen. Ekspansi ekonomi Thailand

diperkirakan melambat menjadi 3,8

persen. Kawasan Asia Timur dan Pasifik

sendiri diprediksi masih menjadi salah

satu kawasan dengan pertumbuhan

tercepat, stabil pada angka 6 persen

pada tahun 2019.

Kawasan Eropa dan Asia Tengah

diprediksi melambat menjadi 2,3 persen

disebabkan pertumbuhan beberapa

negara besar yang melambat. Kawasan

Page 73: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

60

dengan pertumbuhan ekonomi tercepat

yakni Asia Selatan diprediksi meningkat

menjadi 7,1 persen pada tahun 2019.

Perekonomian kawasan Amerika Latin

dan Karibia, Timur Tengah dan Afrika

Utara, serta Afrika Sub-Sahara juga

diprediksi tumbuh lebih cepat.

Perkiraan Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia pada tahun

2019 diprediksi masih tumbuh positif

dan stabil.

Dengan melihat berbagai kondisi pada

triwulan I tahun 2019, pertumbuhan

ekonomi 2019 diproyeksikan mencapai

5,2 persen, lebih rendah dari target

APBN yaitu 5,3 persen. Proyeksi tersebut

sejalan dengan proyeksi beberapa

lembaga internasional, seperti IMF,

World Bank, dan OECD. Namun,

konsensus ekonom market

memperkirakan pertumbuhan ekonomi

yang lebih rendah, yakni sebesar 5,1

persen.

Tabel 40. Konsensus Proyeksi Pertumbuhan

Ekonomi Indonesia

Lembaga 2019

IMF1) 5,2

World Bank2) 5,2

OECD3) 5,2

ADB4) 5,2

Market (Bloomberg) 5,1

Bappenas5) 5,2

Sumber: 1)

WEO April 2019 2)

GEP Januari 2019 3)

Economic Outlook April 2019 4)

ADO April

2019 5)

Perhitungan Bappenas

Pertumbuhan ekonomi 2019 didorong

oleh stabilnya pertumbuhan konsumsi

rumah tangga seiring dengan stabilnya

tingkat inflasi dan meningkatnya bantuan

sosial. Pertumbuhan konsumsi LNPRT

akan melambat pada sisa tahun 2019,

tetapi secara tahunan masih tetap

tumbuh double digit, seiring dengan

pelaksanaan pemilu nasional. Konsumsi

pemerintah diperkirakan akan

mengalami akselerasi dibandingkan

tahun 2018 seiring dengan realisasi

belanja pemerintah yang relatif tinggi,

terlepas dari kemungkinan lebih

rendahnya realisasi pendapatan negara

dari target.

Investasi diperkirakan akan tumbuh

melambat dibandingkan tahun 2018

didorong oleh lebih rendahnya belanja

modal dan faktor tahun politik yang

mendorong investor untuk menahan

investasi. Namun meski melambat,

tetapi pertumbuhan investasi

diperkirakan relatif terjaga pada tingkat

6,2 persen. Berakhirnya pemilu nasional

diperkirakan akan memberikan kepastian

yang mendorong peningkatan investasi

pada sisa tahun 2019.

Ekspor dan impor diperkirakan tumbuh

masing-masing 3,2 dan 2,1 persen di

2019, lebih rendah dari pertumbuhan

2018. Masih lambatnya pertumbuhan

ekonomi global dan stagnannya harga

komoditas utama ekspor, terutama

minyak sawit dan batu bara, akan

menahan pertumbuhan ekspor. Tidak

hanya itu, perang dagang antara Amerika

dengan Tiongkok juga menekan ekspor

Indonesia, mengingat Tiongkok

merupakan mitra dagang utama

Indonesia.

Page 74: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

61

Tabel 41. PDB Berdasarkan Pengeluaran

Komponen Pengeluaran 20181) 2019p2)

Konsumsi Rumah Tangga 5,1 5,0 Konsumsi LNPRT 9,1 12,2 Konsumsi Pemerintah 4,8 5,0 PMTB/Investasi 6,7 6,2 Ekspor 6,5 3,2 Impor 12,0 2,1

PDB 5,2 5,2

Sumber: 1)

BPS, 2)

Perhitungan Bappenas

Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan

ekonomi diperkirakan akan didorong

oleh pertumbuhan yang tinggi di sektor

jasa, di antaranya jasa informasi dan

komunikas, keuangan dan asuransi, serta

transportasi dan pergudangan. Ketiga

sektor tersebut diperkirakan mampu

tumbuh lebih tinggi di atas pertumbuhan

ekonomi nasional.

Tabel 42. PDB Berdasarkan Pengeluaran

Komponen Pengeluaran 20181) 2019p2)

Pertanian 3,9 3,5 Pertambangan 2,2 2,1 Industri Pengolahan 4,3 4,6 Pengadaan Listrik 5,5 2,4 Pengadaan Air 5,5 4,2 Konstruksi 6,1 5,9 Perdagangan 5,0 5,2 Transportasi 7,0 7,0 Penyediaan Akomodasi 5,7 5,7 Informasi dan Komunikasi 7,0 7,0 Jasa Keuangan dan Asuransi

4,2 6,1

Real Estat 3,6 4,9 Jasa Perusahaan 8,6 8,3 Administrasi Pemerintah 7,0 4,0 Jasa Pendidikan 5,4 6,0 Jasa Kesehatan 7,1 7,5 Jasa Lainnya 9,0 9,0

Sumber: 1)

BPS, 2)

Perhitungan Bappenas

Sektor dengan dengan kontribusi besar

terhadap PDB, industri pengolahan dan

pertanian, diperkirakan akan tumbuh

lebih tinggi dibandingkan realisasi

triwulan I tahun 2019. Industri

pengolahan diperkirakan tumbuh 4,6

persen pada akhir tahun 2019, didorong

utamanya oleh pertumbuhan industri

pengolahan nonmigas. Pergeseran masa

panen akan mendorong pertumbuhan

sektor pertanian yang tinggi pada

triwulan II tahun 2019. Secara

keseluruhan tahun 2019, sektor

pertanian diperkirakan tumbuh

melambat dibandingkan tahun

sebelumnya.

Meski masih diperkirakan tumbuh

menguat, tetapi perekonomian masih

dibayangi risiko negatif.

Pertama, meningkatnya eskalasi perang

dagang antara Amerika dengan

Tiongkok. Risiko perang dagang yang

lebih tinggi dapat meningkatkan

ketidakpastian global dan mendorong

pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih

rendah dari perkiraan. Selain berpotensi

berdampak pada realisasi pertumbuhan

ekspor yang lebih rendah, ketidakpastian

ekonomi global yang meningkat dapat

berdampak pula pada realisasi

pertumbuhan investasi yang lebih

rendah.

Kedua, pergerakan harga komoditas

internasional. Di satu sisi, hingga awal

bulan Mei, harga komoditas ekspor

utama Indonesia, CPO dan batubara,

cenderung menurun dibandingkan

dengan tahun 2018. Penurunan yang

lebih tajam dapat berdampak negatif

terhadap perkiraan pertumbuhan

ekspor. Namun disisi lain, harga minyak

dunia yang sempat melemah pada awal

tahun kembali mengalami peningkatan.

Meningkatnya harga minyak dunia akan

membantu meningkatkan realisasi

pendapatan negara dan menjaga

realisasi belanja pemerintah sesuai

rencana.

Ketiga, realisasi pendapatan negara yang

lebih rendah dari target. Hingga bulan

Page 75: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

62

April 2019, realisasi pendapatan negara

tumbuh 0,6 persen, lebih rendah

dibandingkan tahun 2018 yang tumbuh

15,3 persen. Sementara realisasi belanja

negara masih sejalan dengan

pertumbuhannya tahun 2018. Dengan

realisasi tersebut, terdapat risiko

penyesuiaan belanja negara ke depan.

Namun risiko tersebut diperkirakan

terbatas, seiring dengan masih

tersedianya ruang bagi peningkatan

defisit.

Keempat, ketidakpastian pasca pemilu

nasional. Perkiraan pertumbuhan

investasi didasarkan pada asumsi

peningkatan investasi seiring dengan

kepastian yang meningkat pasca pemilu

nasional yang mulai terjadi sejak triwulan

II tahun 2019. Namun bila suasana politik

tidak kembali mereda dengan cepat,

maka realisasi pertumbuhan investasi

dapat lebih rendah dari perkiraan.

Kelima, kinerja sektor migas yang belum

pulih. Penyebab utama rendahnya

realisasi pertumbuhan industri

pengolahan pada triwulan I tahun 2019

adalah kontraksi sebesar 4,2 persen yang

terjadi pada industri pengolahan migas.

Jika pertumbuhan industri pengolahan

migas tidak kembali pada pola

normalnya dalam sisa tahun 2019, maka

pertumbuhan industri pengolahan

berpotensi lebih rendah dari perkiraan,

bahkan lebih rendah dari tahun

sebelumnya.

Page 76: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

63

SUSUNAN TIM REDAKSI

Penanggungjawab

Ir. Bambang Prijambodo, MA

Pemimpin Redaksi

Eka Chandra Buana, SE, MA

Dewan Redaksi

Dr. Ir. Boediastoeti Ontowirjo, MBA

Dr. Muhammad Cholifihani, SE, MA

Dr. Ir. Yahya Rachmana Hidayat, MSc

Leonardo Adypurnama Alias Teguh Sambodo, SP, MS, Ph.D

Dr. Haryanto, SE, MA

Ir. Imarita Trihanda, MS

Drs. I Dewa Gde Sugihamretha, MPM

Redaktur Pelaksana

Cut Sawalina, SE, Msi

Ichsan Zulkarnaen, SE, MSc, Ph.D

Mochammad Firman Hidayat, SE, MA

Toni Priyanto J, S.Kom, ME

Muhammad Fahlevy, SE, MA

Rosy Wediawaty, SE, MSE, MSc

Dra. Dwi Martini, ME

Yunus Gastanto, SE, PG.Dip

Tari Lestari, S.Si, SE, MS

Octal Pramudito, SE, MA

Yogi Harsudiono, SE, MPA

Istasius Angger Anindito, SE, MA

Ibnu Yahya, SE, M.Ec. Pol

Fajar Hadi Pratama, ST

Sukhad, S.IP

Drs. Muhammad Arif, Msi

Page 77: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

64

Penulis

Geraldo Sihotang, SE

Filza Amalia, SE

Mochammad Firman Hidayat, SE, MA

Alfado Agustio, SE Sy, ME

Haqiqi Masnatin, SE

Salman Samir, SE, MSc

Rahma Hanii Maulida, SE

Indra Muhammad, SE

Aris Saputra, SE

Aldi Turindra Rachman

Deni Apriyanto

Hilda Roseline

Mutiara Maulidya

Widath Chaerunissa Ayuningtyas

Zakka Farisy

Ani Utami, SE

Distributor/Sirkulasi

Imam Musadad

Tulus Sujadi

Administrasi

Dina Fitriani, SPd

Editor

Rahma Hanii Maulida, SE

Grafis dan Layout

Hamdan Hasan, S.Kom

Page 78: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

65

Untuk memberikan hasil laporan terbaik, kami mengharapkan saran dan kritik membangun

dari pembaca.

Kritik dan saran harap dikirimkan ke alamat surat elektronik berikut

[email protected]

Page 79: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat
Page 80: KATA PENGANTAR - bappenas.go.id · dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Sangat

3