kata pengantar - · pdf filekebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi...

105

Upload: phamcong

Post on 07-Feb-2018

228 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan
Page 2: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan
Page 3: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya

berkat dan rahmat-Nya, maka Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia Volume 8 Nomor 1

Tahun 2014 berhasil diterbitkan. Jurnal ini hadir dihadapan pembaca sebagai wadah

bagi penulisan hasil pemikiran dan penelitian di bidang pengembangan mutu

pendidikan khususnya pendidikan kimia.

Rasa terima kasih kami sampaikan kepada para penulis atas kontribusinya

yang berupa artikel terhadap penerbitan edisi ini. Kami berharap agar para peneliti,

akademisi, pengamat, praktisi dibidang pendidikan kimia dapat berpartisipasi

menyumbangkan pengetahuan dan pengalamannya yang dituangkan dalam bentuk

tulisan dan dimasukkan kedalam jurnal ini. Kontribusi penulis berupa saran atau solusi

yang komprehensif dan mendalam diharapkan dapat dikembangkan berdasarkan

pengamatan atau pengalaman hasil refleksi terhadap permasalahan dan kenyataan di

lapangan. Kita dapat secara bersama-sama mewujudkan peningkatan mutu dan

relevansi pendidikan melalui semangat pengabdian, rasa kepemilikan, dan tekad untuk

memajukan pendidikan di tanah air.

Semoga kehairan jurnal ini dapat memacu pemikiran-pemikiran yang menggali

hingga ke akar permasalahan dan bermanfaat bagi semua pihak yang bergerak

dibidang pendidikan. Kritik dan saran bagi penyempurnaan penerbitan jurnal ini di

masa yang akan datang dapat disampaikan kepada Dewan Penyunting yang dengan

senang hati menerima dan menjadikannya sebagai masukan untuk meningkatkan

mutu jurnal.

Ketua Penyunting

Page 4: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

DAFTAR ISI

Analisis Kelemahan Eksplanasi Mahasiswa Kaitannya dengan Budaya Kerja dan

Pengembangan Kecerdasan Inter-Intrapersonal Dalam Perkuliahan Elektrometri

Sri Wardani (1219 - 1229)

Pengaruh Model Team Assisted Individualization dengan Structure Exercise Method

Terhadap Hasil Belajar

Fanny Firman Syah*, Antonius Tri Widodo dan Sri Nurhayati (1230 - 1240)

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kimia dengan Pendekatan Project-Based Learning

Didi Kurniadi*, Kasmadi Imam Supardi dan Latifah (1241 - 1249)

Pengembangan Rubrik Performance Assessment pada Praktikum Hidrolisis Garam

Nila Puspitasari*, Sri Haryani dan Nuni Widiarti (1250 – 1259)

Pembelajaran Berbasis Praktikum Bervisi Sets untuk Meningkatkan Keterampilan

Laboratorium dan Penguasaan Kompetensi

Shinta Nur Baeti*, Achmad Binadja dan Endang Susilaningsih (1260 – 1270)

Keefektifan Strategi Metakognitif Berbantu Advance Organizer untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Kimia Siswa

Zara Bunga Namira*, Ersanghono Kusumo dan Agung Tri Prasetya (1271 - 1280)

Keefektifan Inkuiri Terbimbing Berorientasi Green Chemistry terhadap Keterampilan

Proses Sains

Nur Amalia Afiyanti*, Edy Cahyono dan Soeprodjo (1281 - 1288)

Keefektifan Pembelajaran Berorientasi Chemoentrepreneurship pada Pemahaman

Konsep dan Kemampuan Life Skill Siswa

Novita Nurmasari*, Supartono dan Sri Mantini Rahayu Sedyawati (1289 – 1299)

Penerapan Pembelajaran Group Investigation Berbasis Inkuiri Terbimbing untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Koloid

Arinda Dian Wijayanti* dan Eko Budi Susatyo (1300 – 1308)

Implementasi Praktikum Aplikatif Berorientasi Chemoentrepreneurship Terhadap

Peningkatan Hasil Belajar Kimia

Fina Haziratul Qudsiyah*, Subiyanto Hadisaputro dan Woro Sumarni (1309–1318)

Page 5: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Sri Wardani, Analisis Kelemahan Eksplanasi.... 1219

ANALISIS KELEMAHAN EKSPLANASI MAHASISWA KAITANNYA

DENGAN BUDAYA KERJA DAN PENGEMBANGAN KECERDASAN

INTER-INTRAPERSONAL DALAM PERKULIAHAN ELEKTROMETRI

Sri Wardani*

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang kelemahan mahasiswa

dalam mengekplanasi prosedur, gejala yang teramati, dan konsep-konsep dasar dalam perkuliahan elektrometri berbasis aktivitas laboratorium yang dikaitkan dengan budaya kerja dan pengembangan kecerdasan inter-intrapersonal. Penelitian ini menggunakan subyek 30 mahasiswa pendidikan kimia yang mengambil mata kuliah praktikum kimia analisis instrumen. Data dikumpulkan melalui tes awal secara tertulis dan pertanyaan lisan pada saat mahasiswa melaporkan data pengamatan. Rerata nilai untuk eksplanasi prosedur, gejala yang teramati, serta konsep-konsep dasar berturut-turut adalah 60; 61 dan 59 (skor 100). Kegiatan praktikum yang berlangsung sampai saat ini tidak memberi peluang pengembangan kemampuan inter-intrapersonal mahasiswa seperti identifikasi informasi, mengelaborasi informasi, diskusi untuk mengembangkan dan mengevaluasi prosedur, menyusun konsep baru dan membuat laporan. Oleh sebab itu perlu diupayakan perkuliahan elektrometri berbasis aktivitas laboratorium yang memberi kesempatan mahasiswa mengembangkan kecerdasan inter-intrapersonal yang dikaitkan juga dengan budaya kerja orang jawa.

Kata kunci: aktivitas laboratorium, budaya kerja, elektrometri, inter-intrapersonal

ABSTRACT This study aims to gain an overview of student weakness in explanation of procedures, symptoms observed, and the basic concepts in the lecture of electrometry based laboratory activities associated with the work culture and the development of inter-intrapersonal intelligence. This study used 30 subjects, they are chemistry education students who take courses in analytical chemistry lab instruments. Data were collected through preliminary tests in writing and oral questions during student reported observational data. The mean value for the explanation of the procedure, the symptoms observed, as well as the basic concepts are respectively 60, 61 and 59 (score 100). Practicum that lasts to this day do not give opportunity to develop inter-intrapersonal ability students such as information identification, information elaborating, discussions to develop and evaluate procedures, formulate new concepts and create reports. Therefore it is necessary to built the electrometry lecture-based lab activities that give students the opportunity to develop inter-intrapersonal intelligence which is also associated with the work culture of Java. Keywords: electrometry, inter-intrapersonal, lab activity, work culture

PENDAHULUAN

Pembelajaran kimia sebagai

bagian dari sains diharapkan menjadi

wahana bagi mahasiswa untuk mempelajari

dirinya sendiri dan alam sekitarnya melalui

pemberian pengalaman secara langsung

(Depdiknas, 2003). Melalui kegiatan tersebut

peserta didik memperoleh pengalaman dan

menemukan sendiri produk sains. Salah

satu cara untuk mendapatkan pengalaman

dan menemukan sendiri suatu produk sains

Page 6: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1220 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014 Halaman 1219 - 1229

adalah melalui perkuliahan berbasis aktivitas

laboratorium.

Aktivitas laboratorium merupakan

salah satu cara para ilmuwan menemukan

ilmu pengetahuan, eksperimen merupakan

kegiatan laboratorium yang pada umumnya

digunakan untuk membuktikan suatu teori

(verifikasi). Oleh karena itu eksperimen

mempunyai peranan penting dalam pem-

belajaran. Kegiatan eksperimen merupakan

aktifitas istimewa yang berfungsi untuk

melatih dan memperoleh umpan balik serta

meningkatkan motivasi belajar mahasiswa.

Eksperimen dapat digunakan

untuk mengembangkan kompetensi ranah

psikomotorik, kognitif, dan afektif. Ranah

psikomotorik meliputi keterampilan meran-

cang, menentukan variabel, mengajukan

pertanyaan, menentukan dan menggunakan

peralatan, serta melaksanakan prosedur

penggunaan alat dan melakukan observasi.

Ranah kognitif diantaranya melalui kegiatan

merumuskan masalah, menetapkan tujuan

yang spesifik, memaparkan landasan teori

secara sekuensial dan sistematis, merumus-

kan hipotesis, merumuskan prosedur yang

benar, membuat prediksi, mengevaluasi

hasil observasi, membuat pembahasan dan

interpretasi, dan melaporkan hasil, serta

menyimpulkan hasil eksperimen. Ranah

afektif meliputi antara lain bekerja sama,

berbagi pengetahuan, berkomunikasi dan

menghargai pendapat orang lain.

Pelaksanaan Aktivitas laborato-

rium kimia analitik yang berlangsung saat ini

pada umumnya diawali dengan pretes,

praktikum sesuai prosedur, mencatat data

pengamatan dan melaporkan pada dosen,

serta membuat laporan akhir praktikum.

Pretes dilakukan secara tertulis dan lisan

yang mengutamakan pemahaman konsep

dan penjelasan prosedur. Setiap kelompok

terdiri dari 3-4 mahasiswa, pada umumnya

hanya 1-2 mahasiswa saja yang dapat

memberikan penjelasan dengan baik,

meskipun mata kuliah praktikum diberikan

sesudah mata kuliah teori.

Perkuliahan elektrometri terkait

pemahaman konsep sebagaimana tercan-

tum dalam kurikulum inti butir praktikum

kimia analisis instrumen, yakni mampu

mengembangkan konsep kimia dengan

memanfaatkan teknologi dan seni, serta

menggunakan peralatan kimia dalam me-

ngembangkan konsep elektrometri. Kedua

butir kompetensi tersebut mengisyaratkan

bahwa pengembangan konsep dasar

elektrometri dalam rangka pembekalan

kompetensi dasar elektroanalitik yang dapat

dicapai melalui aktivitas laboratorium yang

terencana dengan baik.

Aktivitas laboratorium yang

terencana dengan baik harus mengacu

pada kemampuan dasar analitik yang harus

dimiliki oleh mahasiswa calon guru.

Kemampuan dasar yang harus dimiliki

berupa pemahaman konsep dasar elektro-

analitik, tehnik analisis dan penerapan

analisis pada sampel. Selain itu dengan

pemahaman yang dimilikinya diharapkan

mahasiswa dapat menyelesaikan permasa-

lahan terkait teknik analisis secara

elekrometri. Hasil field study yang dilakukan

pada semester gasal 2009-2010 untuk mata

kuliah praktikum kimia analisis instrumen

menunjukan hasil pretes pemahaman

konsep teori elektrometri antara lain 80%

mendapat nilai di bawah 50 (skor 100),

3

Page 7: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Sri Wardani, Analisis Kelemahan Eksplanasi.... 1221

sedangkan 20% mendapat nilai antara 50-

79. Kondisi ini disebabkan oleh pemahaman

konsep teori elektroanalitik mahasiswa calon

guru yang masih rendah. Komentar

mahasiswa mengenai alasan terjadinya

kondisi tersebut adalah karena sebelum

melihat alat dan melakukan praktikum,

mereka masih salah dalam memahami

konsep. Diharapkan dengan melakukan

kegiatan praktikum di laboratorium akan

membuat mahasiswa menjadi lebih jelas

dalam memahami konsep.

Kebiasaan bekerja ilmiah, di-

laksanakan melalui aktivitasi laboratorium,

membuat ilmuwan memiliki kemampuan

berpikir, sehingga mereka terampil dalam

memecahkan berbagai masalah, tidak

hanya masalah dalam bidangnya namun

juga masalah di luar bidang dalam kehidu-

pannya. Laporan laboratorium Amerika

dalam NRC (2005) menyimpulkan bahwa

buku petunjuk praktikum sudah tidak efektif

lagi untuk pengajaran sains. Aktivitas

laboratorium dapat membangun pemaham-

an konsep, keterampilan praktek dan

perbaikan metakognisi, merupakan cara

untuk mengembangkan kecerdasan intra-

personal. Identifikasi tujuh tujuan pem-

belajaran dengan aktivitas laboratorium

antara lain: membangun teori, membangun

kompetensi dasar, dan membangun

kemampuan berpikir kompleks merupakan

pengembangan kecerdasan logical-

mathematic. Dalam kerja empirik terdapat

alternatif dalam mengembangkan kecer-

dasan interpersonal yakni membangun

keterampilan praktek, membangun pema-

haman konsep, mengembangkan ilmu dan

pembelajarannya, serta membangun kerja

sama team (Lazear, 2004; Cacciatore dan

Sevian, 2009)

Hasil penelitian Prasetyo, et al.,

(2008) menunjukkan bahwa pada praktikum

elektrometri, perolehan skor mahasiswa

adalah 70 (dari skor total 100) sebanyak

35,31%. Kekurangmampuan mahasiswa

dalam menjelaskan apa yang dilakukan dan

gejala yang teramati, terjadi karena aktivitas

laboratorium yang dilakukan selama ini

masih bersifat verifikatif. Kondisi terkait

permasalahan kurang bermaknanya prakti-

kum kimia termasuk kimia analitik, juga

dinyatakan oleh Adami (2006); Amara-

siriwardena, (2007); Kipnis dan Hofstein,

(2007).

Manusia di dalam kehidupannya

tidak dapat diputuskan dari akar kebudaya-

annya, karena akar kebudayaan inilah yang

sesungguhnya memberikan identitas

eksistensinya sebagai manusia. Oleh karena

itu pengetahuan tentang kebudayaan yang

telah lampau, walaupun kebudayaan itu

telah punah, akan selalu memperkokoh

identitas manusia sekarang (Suranto, 2009).

Indonesia yang merupakan negara kepulau-

an terdiri dari berbagai budaya, antara lain

benda, tradisi dan nilai-nilai budaya jawa

peninggalan nenek moyang yang masih ada

sampai sekarang. Benda dan tradisi yang

masih ada sampai sekarang adalah keris,

batik, candi, rumah joglo, jamu, bahasa jawa

dan huruf jawa, tarian jawa dan gamelan.

Nilai budaya jawa yang juga masih ada

sampai sekarang misalnya, aja lali nalika

lara lapa artinya berjuang mencapai cita-

cita, menanamkan setiakawan; aja metani

alaning liyan artinya menghargai orang lain;

aja rumangsa bisa, nanging bisaa rumangsa

Page 8: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1222 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014 Halaman 1219 - 1229

artinya belajar bisa merasakan rasa; narima

ing pandum artinya selalu bersyukur; rukun

agawe santosa artinya menciptakan kerja

sama yang baik; sugih tanpa bandha artinya

membagi ilmu dengan teman; alon-alon

waton kelakon artinya walaupun pelan tetapi

harus tercapai, ojo dumeh artinya jangan

sombong (Purwadi, 2004).

LPTK sebagai lembaga yang

mempersiapkan calon guru sains harus

membekali mahasiswanya sesuai standar

kemampuan calon tenaga kependidikan

yang meliputi aspek: kepribadian sebagai

tenaga kependidikan, materi bidang

spesialisasi, cara penyampaian, evaluasi

hasil belajar serta keprofesian (Depdiknas,

2002). Demikian juga calon guru sains harus

memiliki bekal pengetahuan yang terin-

tegrasi antara kemampuan bidang studi dan

kemampuan mengajar sains (NRC, 1996).

Pada hakekatnya kemampuan

bidang studi dan kemampuan mengajar

sains berhubungan erat dengan multiple

intelligence seseorang. Multiple intelligence

merupakan kemampuan untuk memecahkan

masalah dalam situasi budaya atau

komunitas tertentu, yang terdiri dari delapan

macam kecerdasan. Meskipun demikian,

jumlah tersebut bisa lebih atau kurang, tapi

jelas bukan hanya satu kapasitas mental.

Kecerdasan menurutnya merupakan

kemampuan untuk menangkap situasi baru

serta kemampuan untuk belajar dari

pengalaman masa lalu seseorang.

Kecerdasan bergantung pada

konteks, tugas serta tuntutan yang diajukan

oleh kehidupan, lingkungan dan budaya

dimana kita hidup dan mengembangkan diri.

Setiap manusia diciptakan dengan

bermacam kecerdasan. Ada delapan jenis

kecerdasan yang teridentifikasi, adapun

delapan jenis kecerdasan tersebut adalah

kecerdasan linguistic, kecerdasan logical

mathematic, kecerdasan spatial-visual,

kecerdasan musical-rhythmic, kecerdasan

bodily-kinesthetic, kecerdasan interpersonal,

kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan

naturalist (Lazear, 2004).

Kecerdasan interpersonal, meru-

pakan kecerdasan dalam berhubungan dan

memahami orang lain di luar dirinya.

Kecerdasan tersebut menuntun individu

untuk melihat berbagai fenomena dari sudut

pandang orang lain, agar dapat memahami

bagaimana mereka melihat dan merasakan,

sehingga terbentuk kemampuan yang bagus

dalam mengorganisasikan tim, menjalin

kerjasama dengan orang lain ataupun

menjaga kesatuan dalam suatu kelompok.

Kemampuan tersebut ditunjang dengan

bahasa verbal dan nonverbal untuk mem-

buka saluran komunikasi dengan orang lain.

Kecerdasan interpersonal terdiri dari

tahapan mengumpulkan dasar pengeta-

huan, tahap menerima masukan teman-

teman dan menyamakan dengan pendapat

sendiri, kemudian analisis informasi dan

processing yaitu tahapan menghubungkan

pendapat teman dengan pendapat sendiri

untuk menyamakan pemahaman konsep

dalam kerja kelompok, serta tahapan ber-

pikir tingkat tinggi dan penalaran merupakan

tahap menyimpulkan dan mengembangkan

hasil diskusi untuk mengembangkan

penelitian dan mengidentifikasi pendapat

dalam bentuk pertanyaan (Lazear, 2004).

Kecerdasan intrapersonal, tergan-

tung pada proses dasar yang memung-

5

Page 9: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Sri Wardani, Analisis Kelemahan Eksplanasi.... 1223

kinkan individu untuk mengklasifikasikan

dengan tepat perasaan-perasaan mereka,

misalnya membedakan sakit dan senang

dan bertingkah laku tepat sesuai

pembedaan tersebut. Kecerdasan ini

memungkinkan individu untuk membangun

model mental mereka yang akurat, dan

menggambarkan beberapa model untuk

membuat keputusan yang baik dalam hidup

mereka. Kecerdasan intrapersonal terdiri

dari tahapan mengumpulkan dasar

pengetahuan, melihat sumber informasi dari

buku dan internet agar dapat meng-

hubungkan dengan permasalahan yang

ada, kemudian tahapan analisis informasi

dan processing yaitu tahapan pengembang-

an penemuan untuk menjawab permasalah-

an yang ada serta tahapan berpikir tingkat

tinggi dan penalaran yang merupakan tahap

transformasi konsep dasar menjadi

pendapat sendiri dengan menyusun konsep

baru dari proses pemecahan masalah dan

dapat menunjukan pemahaman konsep

dengan cara membuat laporan (Lazear,

2004 ).

Dengan pelaksanaan praktikum

seperti yang telah diuraikan sebelumnya,

yaitu model praktikum verifikasi, peluang

mahasiswa mendapatkan latihan berupa

permasalahan yang menantang tidak bisa

dilakukan. Model praktikum verifikasi

bertujuan agar peserta didik siap meng-

hadapi tugas dan tantangan dalam dunia

kerja yaitu mengajar berbasis aktivitas

laboratorium di sekolah.

Berdasarkan uraian di atas maka

diperlukan perubahan pola pembelajaran

kimia di LPTK. Untuk mengembangkan

kecerdasan interintrapersonal yang diha-

rapkan, hendaknya dilakukan pembenahan

model pembelajaran, tidak hanya mene-

kankan penguasaan konsep kimia, tetapi

keterampilan berpikir, meng-komunikasikan

proses dan hasil belajar kimia dalam

pembelajaran kimia di sekolah lanjutan,

serta membekali calon guru kimia dengan

keterampilan laboratorium berpendekatan

interintrapersonal dan inqury (Lazear, 2004;

NSTA dan AETS, 1998; NRC, 2005).

Perkuliahan elektrometri berbasis

aktivitas laboratorium sangat sesuai untuk

mengembangkan kecerdasan inter-

intrapersonal dan kecerdasan logical-

mathematic (Lasear, 2004), karena melalui

mata kuliah ini diharapkan calon guru

mampu menggali kemampuan diri,

merencanakan percobaan, serta meng-

gunakan berbagai instrumen yang memang

diperlukan dalam salah satu langkah

pemecahan masalah (Amarasiriwardena,

2007; Adami, 2006).

Penelitian ini bertujuan untuk

memperoleh gambaran keterkaitan ekspla-

nasi mahasiswa sebagai hasil belajar

praktikum kimia analitik instrumen yang

selama ini dilakukan dengan budaya kerja

dan pengembangan kemampuan inter-

intrapersonal. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui budaya kerja yang dapat

dikembangkan dan apakah ada hubungan-

nya dengan indikator inter-intrapersonal

yang dikembangkan pada perkuliahan

elektrometri berbasis aktivitas laboratorium.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif yang ditujukan untuk memperoleh

Page 10: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1224 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014 Halaman 1219 - 1229

gambaran tentang keterkaitan eksplanasi

mahasiswa dalam memahami konsep-

konsep dasar, prosedur dan gejala yang

teramati dengan budaya kerja dan

kecerdasan inter-intrapersonal yang

terkembangkan dalam perkuliahan kimia

analisis instrumen. Penelitian ini dilakukan

pada tahun ajaran 2010/2011 dengan

melibatkan 30 mahasiswa yang mengontrak

mata kuliah kimia analisis instrumen,

termasuk didalamnya pada materi elektro-

metri. Materi praktikum elektrometri meliputi

substansi kajian Penentuan Tetapan

Disosiasi Asam Lemah secara Potensio-

metri, Penentuan Tetapan Hidrolisis (Kh)

Garam Pb(NO3)2, dan Tetapan Hasil Kali

Kelarutan (Ksp) Garam PbSO4 dan PbI2

serta Titrasi Konduktometri.

Pengambilan data dilakukan

dengan tes lisan, catatan lapangan untuk

menilai eksplanasi dan melalui angket/

kuisioner untuk budaya kerja yang terkait

diolah dengan deskriptif presentasi.

Kelemahan eksplanasi mahasiswa dalam

menjawab dianalisis dan dikaitkan dengan

kecerdasan inter-intrapersonal dan budaya

kerja.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan praktikum diawali

dengan pretes yang dilakukan secara lisan.

Tes awal ini dimaksudkan untuk mengetahui

kesiapan mahasiswa dalam melaksanakan

praktikum, khususnya pengetahuan tentang

prosedur. Pada umumnya mereka tidak

mampu menjelaskan maksud langkah

percobaan yang akan dilakukan, dan hal ini

selalu terjadi pada praktikum kimia analisis

instrumen, maupun praktikum kimia analitik

lainnya. Dari 30 mahasiswa praktikan, hanya

7 mahasiswa yang mampu menjawab

dengan baik, atau yang sering terjadi dalam

satu kelompok hanya 1 yang benar-benar

menjawab dengan baik. Soal-soal yang

diberikan secara keseluruhan meliputi

prinsip dasar metode, manfaat komponen

peralatan/ instrumen, serta maksud langkah

dalam prosedur.

Pada saat mahasiswa melaporkan

hasil data pengamatan dan sewaktu

melakukan praktikum, peneliti menanyakan

secara lisan terkait konsep dasar praktikum,

gejala yang teramati, dan data pengamatan

yang dihasilkan. Hasil jawaban mahasiswa

yang menunjukkan kelemahan eksplanasi

mahasiswa dianalisis dan dihubungkan

dengan budaya kerja dan kemampuan inter-

intrapersonal. Hasil analisis ditampilkan

pada Tabel 1.

Kekurangmampuan mahasiswa

dalam menjelaskan apa yang dilakukan dan

gejala yang teramati, terjadi karena aktivitas

laboratorium yang dilakukan selama ini

masih bersifat verifikatif. Kondisi terkait

permasalahan kurang bermaknanya

praktikum kimia termasuk kimia analitik, juga

dinyatakan oleh Adami (2006),

Amarasiriwardena (2007), Kipnis dan

Hofstein (2007).

Ashkenazi

dan Weaver (2007)

menyatakan bahwa pembelajaran berbasis

riset meningkatkan pemahaman konsep

mahasiswa. Adami (2006) melalui pembe-

lajaran berbasis proyek yang dinamakan

TAP (Total Analytical Project) mampu

meningkatkan motivasi siswa, menumbuh-

kan rasa tanggung jawab dan kemandirian,

Page 11: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Sri Wardani, Analisis Kelemahan Eksplanasi.... 1225

serta keterampilan berkomunikasi. Atmara-

siriwardena (2007) telah melakukan

penelitian dalam praktikum kimia analitik

yang dimaksudkan untuk memper-baiki

pelaksanaan praktikum yang selama ini

berlangsung, mereka memperbaiki pelaksa-

naan praktikum berbasis proyek, mahasiswa

dilatih sebagai seorang analis sehingga

lebih meningkatkan keterampilan maha-

siswa.

Tabel 1. Rangkuman kelemahan eksplanasi mahasiswa dalam praktikum kimia analisis

instrumen

No Substansi kajian Gejala yang teramati dari mahasiswa Jumlah

Mahasiswa (%)

1

Penentuan tetapan disosiasi asam lemah secara potensiometri

a. Tidak bisa menjelaskan mengapa titrasi potensiometri yang sedang dikerjakan semestinya tercapai pada pH>7

b. Hasil harga Ka yang diperoleh dengan 4 cara masing-masing berbeda. Pada umumnya mahasiswa tidak berusaha membahas cara mana yang paling teliti, serta belum banyak yang membandingkan dengan Ka dalam literatur

c. Kurang mampu menjelaskan mengenai maksud tiap tahap langkah dalam prosedur seperti:

1) Mengapa harus dicari titik ekivalen 2) Apa tujuan dibuat kurva titrasi 3) mengapa dicari pH pada setengah titik ekivalen.

60

50

73

2 Penentuan tetapan hidrolisis (Kh) garam Pb(NO3)2 , dan Tetapan Hasil kali kelarutan (Ksp) garam PbSO4 dan PbI2

a. Tidak mengetahui bahwa ada kesalahan data pH larutan Pb(NO3)2 , yakni yang disebabkan kurang tepat dalam membuat larutan

b. Tidak mengetahui bahwa larutan Pb(NO3)2 yang kurang tepat berakibat ketidaktepatan hasil Kh maupun Ksp

c. Tidak mengetahui mengapa daerah pH larutan (Pb(NO3)2 semestinya lebih kecil dari 7

d. Tidak mengetahui mengapa pH PbSO4 dan PbI2 harus masuk dalam daerah pH Pb(NO3)2

47

57

63

50

3 Titrasi Konduktometri a. Tidak mengetahui kapan titik ekivalen tercapai, karena tidak mampu memprediksi dari konsentrasi larutan yang digunakan, sehingga seringkali terjadi titrasi sudah berakhir meskipun titik ekivalen belum tercapai.

b. Pembuatan grafik terkesan asal membuat, absis dan ordinat tidak diberi nama dan skala kurang diperhatikan sehingga hasil letak titik ekivalen kurang tepat.

57

67

Page 12: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1226 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014 Halaman 1219 - 1229

Gambar 1. Rerata nilai eksplanasi aspek prosedur, gejala yang teramati, dan konsep dasar

Dengan pelaksanaan praktikum

seperti yang telah diuraikan sebelumnya

yaitu model praktikum verifikasi, peluang

mahasiswa mendapatkan latihan berupa

permasalahan yang menantang tidak bisa

dilakukan, padahal seharusnya dibekalkan,

agar siap menghadapi tugas dan tantangan

dalam dunia kerja yaitu mengajar berbasis

aktivitas laboratorium di sekolah.

Aktivitas laboratorium dalam

proses belajar sains termasuk kimia,

seharusnya dilakukan melalui tahapan

eksplorasi dari pengalaman yang dimiliki-

nya, mencari jurnal pendukung dan

mengembangkannya, persiapan kerja untuk

kegiatan bekerja ilmiah. Kemudian dimulai

aktivitas laboratorium dengan observasi data

primer dan atau sekunder dengan

melibatkan kemampuan dasar bekerja

ilmiah, sampai dengan menemukan

kesimpulan yang menjadi pengetahuan

baru. Sehingga aktivitas laboratorium sangat

mengembangkan infiltrasi budaya jawa

kearah yang positip dan juga mengembang-

kan kecerdasan logical-mathematic dan

kecerdasan inter-intrapersonal mahasiswa

(Lazear, 2004; Purwadi, 2006).

Terkait pemecahan masalah

menurut Lazear dan Sevian praktikum

dengan menggunakan prosedur sudah tidak

efektif, idealnya praktikum dapat mengem-

bangkan kemampuan interper-sonal terdiri

dari tahapan mengumpulkan dasar

pengetahuan merupakan tahap menerima

masukan teman-teman dan menyamakan

dengan pendapat sendiri, kemudian analisis

informasi dan prosesing yaitu tahapan

menghubungkan pendapat teman dengan

pendapat sendiri untuk menyamakan

pemahaman konsep dalam kerja kelompok,

dan tahapan berpikir tingkat tinggi dan

penalaran merupakan tahap menyimpulkan

dan mengembangkan hasil diskusi untuk

mengembangkan penelitian dan mengidenti-

fikasi pendapat dalam bentuk pertanyaan

(Lazear, 2004; Sevian, 2009).

Juga dapat mengembangkan

kecerdasan intrapersonal, kemampuan ini

55

56

57

58

59

60

61

62

63

Ka Kh dan Ksp Konduktrometri Rerata Total

ProsedurGejalaKonsep

Rerata

Nilai

Page 13: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Sri Wardani, Analisis Kelemahan Eksplanasi.... 1227

memungkinkan individu untuk membangun

model mental mereka yang akurat, dan

menggambarkan beberapa model untuk

membuat keputusan yang baik dalam hidup

mereka. Kecerdasan intrapersonal terdiri

dari tahapan mengumpulkan dasar

pengetahuan merupakan tahapan melihat

sumber informasi dari buku dan internet

agar dapat menghubungkan dengan

permasalahan yang ada, kemudian tahapan

analisis informasi dan prosesing yaitu

tahapan pengembangan penemuan untuk

menjawab permasalahan yang ada dan

tahapan berpikir tingkat tinggi dan penalaran

merupakan tahap transformasi konsep dasar

menjadi pendapat sendiri dengan

menyusun konsep baru dari proses

pemecahan masalah dan dapat menunjuk-

an pemahaman konsep dengan cara

membuat laporan (Lazear, 2004 ).

Dalam proses pengembangan

kecerdasan inter-intrapersonal juga perlu

dikaitkan dengan budaya kerja orang jawa

yang lebih menghidupkan sikap kerja nastiti

ngati-ati, tekun-sabar dan dapat bekerja

sama/gotong royong dengan baik diperkuat

dengan pendapat mahasiswa dari hasil uji

coba kelas besar dan kelas percobaan

sebagai berikut disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Hasil observasi budaya kerja kelas uji coba dan implementasi (%)

No Uji coba

% Implementasi

% Budaya kerja

Kecerdasan Inter Intrapersonal yang

terkembangkan

1 93 95 Nastiti ngati-ati Kecerdasan intrapersonal

2 81 100 Rukun agawe santosa Kecerdasan interpersonal

3 80 89 Alon-alon waton kelakon Kecerdasan intrapersonal

4 90 91 Sabar,tekun Kecerdasan intrapersonal

5 75 86 Ojo dumeh Kecerdasan interpersonal

6 80 94 Gotong royong Kecerdasan interpersonal

(Wardani, 2011)

Konsep dasar praktikum yang

berhubungan dengan pemahaman konsep,

merupakan kelemahan yang selama ini

selalu muncul. Keadaan ini menyebabkan

ketidaktahuan mahasiswa bahwa data

pengamatanya sangat menyimpang dan

mereka tidak mampu menjelaskan.

Kesalahan baru diketahui pada saat

melaporkan data hasil pengamatan.

Keadaan ini dapat diperbaiki dengan

penerapan model praktikum berbasis

aktivitas laboratorium dengan pengem-

bangan kecerdasan inter-intrapersonal,

seperti identifikasi informasi, mengelaborasi

informasi, diskusi untuk mengembangkan

dan mengevaluasi prosedur, menyusun

konsep baru dan membuat laporan. Model

ini juga dapat mengaktifkan budaya kerja

jawa yang sudah ada sejak lingkungan

keluarganya.

Page 14: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1228 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014 Halaman 1219 - 1229

SIMPULAN

Kelemahan eksplanasi mahasiswa

terkait prosedur, gejala yang teramati, dan

konsep-konsep dasar terjadi karena pola

pelaksanaan perkuliahan kimia analisis

instrumen yang belum mengembangkan

model berbasis aktivitas laboratorium.

Rerata nilai untuk eksplanasi prosedur,

gejala yang teramati, serta konsep-konsep

dasar berturut-turut adalah 60, 61 dan 59.

Oleh karena itu perlu diupayakan suatu

kegiatan perkuliahan analisis instrumen

berbasis aktivitas laboratorium yang selain

mengembangkan keterampilan dasar mela-

kukan praktikum dan pemahaman konsep

juga mengembangkan kemampuan peme-

cahan masalah, sehingga kecerdasan

inter-intrapersonal dan budaya kerja dapat

terkembangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Adami, G. A., 2006, New Project-Based

Lab for Undergraduate Environmental

and Analytical Cemistry, Journal of

Chemical Education, Vol 83, No 2.

Amarasiriwardena, D., 2007, Teaching

Analytical Atomic Spectroscopy

Advances In An Environmental

Chemistry Class Using A Project-

Based Laboratory Approach:

Investigation Of Lead And Arsenic

Distributions In A Lead Arsenate

Contaminated Apple Orchard, ABCS

of Teaching Analytical Science.

Ashkenazi, G. dan Weaver, G.C., 2007,

Using Lecture Demonstrations to

Promote The Refinement Of

Concepts: The Case Of Teaching

Solvent Miscibility, Chemistry

Education Research and Practice.

Cacciatore,K.L. dan Sevian, H., 2009,

Incrementally Approaching an

Inquiry Lab. Curriculum: Can

Changing a Single Laboratory

Experiment Improve Student

Performance in General

Chemistry?, Chemical Education

Research. Vol 86, No 4.

Depdiknas, 2003, Kurikulum 2004: Standar

Kompetensi Mata Pelajaran Kimia,

Jakarta: Departemen Pendidikan

Nasional.

Haryani, S., Prasetyo, A.T. dan Wardani,

S., 2008, Pengembangan Panduan

Praktikum Untuk Meningkatkan

Eksplanasi Mahasiswa Dalam

Praktikum Kimia Analisis Instrument,

Prosiding Seminar Nasional Kimia

dan Pendidikan Kimia 2008.

Kipnis, M. dan Hofstein, A., 2007, The

Inquiry Laboratory As A Source For

Development Of Metacognitive Skills.

International Journal of Science and

Mathematics Education.

Lazear, D., 2004, Higher-Order Thingking

the Multipple Intelligences Way.

Chicago: Zephir Press.

NRC (National Research Council), 1996,

National Science Education

Standard, Washington DC: National

Academic Press.

National Science Teacher Association &

Association for The Education of

Teachers in Science, 1998, Standar

Page 15: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Sri Wardani, Analisis Kelemahan Eksplanasi.... 1229

for Science Teacher Preparation, NY:

NSTA & AETS.

Purwadi, 2006, Babad Tanah Jawa:

Menelusuri Sejarah Kejayaan

Kehidupan Jawa Kuno,

Yogyakarta: Panji Pustaka.

Suranto, P., 2009, Gusti Ora Sare,

Yogyakarta: Penerbit Adiwacana.

Wardani, S., 2011, Potensi Budaya Jawa

dalam Meningkatkan Muliple

Intelligence Mahasiswa Calon Guru

Kimia. Proceeding Seminar Nasional

Kimia dan Pendidikan Kimia 2011.

Page 16: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1230 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1230 - 1240

PENGARUH MODEL TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION

DENGAN STRUCTURE EXERCISE METHOD

TERHADAP HASIL BELAJAR

Fanny Firman Syah*, Antonius Tri Widodo dan Sri Nurhayati

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan hasil belajar antara siswa dengan pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) dengan Structure Exercise Method (SEM) berfasilitasi LKS dibandingkan dengan siswa yang hanya dengan pembelajaran TAI, dan siswa tanpa model TAI dan SEM, serta manakah penerapan metode yang terbaik dari ketiga perlakuan sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif metode yang lebih baik. Desain penelitian ini adalah pretest and postest control group design. Sampel diambil dengan teknik cluster random sampling. Berdasarkan hasil analisis diperoleh rata-rata hasil belajar kognitif kelas eksperimen I sebesar 84,67, kelas eksperimen II sebesar 82,41, dan kelas kontrol sebesar 76,61. Hasil uji Anava menunjukkan perbedaan rata-rata yang signifikan antara ketiga kelas. Uji pasca Anava Scheffe menunjukkan adanya perbedaan rata-rata yang signifikan antara masing-masing kelas dan menunjukkan bahwa kelas eksperimen I merupakan kelas dengan hasil belajar terbaik. Pengaruh penerapan model TAI dengan SEM sebesar 20,82%. Hasil belajar afektif dan psikomotorik pada kelas TAI dan SEM menunjukkan hasil yang terbaik dari ketiga kelas. Kesimpulan pada penelitian ini yaitu pembelajaran TAI dengan SEM berfasilitasi LKS menghasilkan hasil belajar terbaik. Kata kunci: hasil belajar; structure exercise method, team assisted individualization

ABSTRACT

This study aimed to investigate the differences of learning outcomes between students with learning Team Asissted Individualization (TAI) and Structure Exercise Method (SEM) equipped with student worksheet, students with simply TAI learning, and students without TAI and SEM models, and which the implementation of model is the best ones that can be used as an alternative better model. Experimental design of this study is a pretest and posttest control group design. Samples were taken with cluster random sampling technique. Based on the analysis the average cognitive achievement test of experimental class I is 84.67, experimental class II is 82.41, and control class is 76.61. The Anova test results showed the average difference is significant between the three classes. Scheffe's post-ANOVA test showed the average difference is significant between each class and demonstrated that the experimental class I is the class with the best learning outcomes. The contribution of aplication of TAI and SEM models is 20,82%. Affective and Psychomotor learning outcomes of TAI and SEM class showed that it is the best result from three class. The conclusion of this study that learning TAI and SEM equipped with student worksheet produce the best learning outcomes. Keywords: learning outcomes, structure exercise method, team assisted individualization

PENDAHULUAN

Pembelajaran kimia pada umumnya

menuntut siswa untuk mempelajari konsep-

konsep kimia maupun materi kimia yang

bersifat hitungan matematis. Dalam proses

pemahamannya, seringkali siswa mengala-

mi kesulitan sehingga siswa menjadi malas

dan berdampak pada perolehan hasil belajar

Page 17: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Fanny Firman Syah, dkk, Pengaruh Model Team.... 1231

yang tidak maksimal. Salah satu faktor yang

mempunyai peranan yang sangat penting

adalah guru. Guru dituntut untuk dapat

mendesain proses kegiatan pembelajaran

yang inovatif, efektif dan interaktif sehingga

dapat menarik perhatian siswa, merangsang

motivasi belajar siswa sehinga berdampak

positif pada meningkatnya hasil belajar

siswa.

Pokok bahasan kelarutan dan hasil

kali kelarutan merupakan materi kimia yang

menuntut siswa untuk dapat menggabung-

kan antara penguasaan konsep-konsep

kimia dan mengaplikasikannya dalam

perhitungan kimia, sehingga tidak jarang

banyak siswa yang mengalami kesulitan

dalam mempelajari materi ini. Hasil

observasi yang dilakukan di suatu SMA di

Pekalongan, menunjukkan bahwa hasil

belajar kimia siswa kelas XI IPA pada pokok

bahasan kelarutan dan hasil kali masih

belum maksimal. Hal ini ditunjukkan dengan

masih banyaknya siswa yang mendapatkan

nilai di bawah kriteria ketuntasan minimal

(KKM) yang ditetapkan yaitu 76. Dalam

beberapa kasus guru menyadari bahwa

proses penyampaian materi oleh guru

seringkali tidak dapat diterima baik oleh

siswa, namun yang disayangkan adalah

ketika siswa belum memahami atau

menangkap materi yang disampaikan, siswa

enggan atau malas untuk bertanya, dengan

alasan malu atau takut untuk bertanya,

imbasnya selain pemahaman siswa

terhadap materi yang diajarkan menjadi

kurang, guru pun mengalami kesulitan

dalam mengukur tingkat pemahaman siswa.

Salah satu model pembelajaran

yang dapat digunakan untuk lebih mengak-

tifkan siswa dan membantu siswa dalam

proses pembelajaran adalah penggunaan

model pembelajaran Team Assisted Indi-

vidualization (TAI). Model pembelajaran

Team Assisted Individualization merupakan

model pembelajaran yang menekankan

pada penerapan bimbingan antarteman

(Suyitno, 2011). Dalam hal ini siswa dibagi

menjadi beberapa kelompok secara

heterogen. Pada setiap kelompok ada salah

satu siswa yang memiliki kemampuan lebih

dari yang lain sebagai penanggung jawab

kelompok dan bertugas membimbing

anggota kelompoknya yang masih kesulitan

dalam memahami suatu materi (Slavin,

1984). Keyakinan akan keunggulan model

pembelajaran Team Assisted Individuali-

zation diungkapkan Hooper dan Hannafin

dalam Yusuf, et al. (2012), bahwa

pembelajaran kooperatif atau berkelompok

erat hubungannya dengan pencapaian

kemampuan yang maksimal dari setiap

siswa pada kelompok yang heterogen,

meskipun siswa dengan kemampuan baik

akan lebih baik dibanding siswa dengan

kemampuan sedang ataupun rendah. Hal ini

didukung oleh hasil penelitian Awofala et al.

(2010) bahwa hasil belajar siswa dengan

model Team Assisted Individualization

meningkat lebih baik daripada pembelajaran

Framing strategy maupun konvensional.

Marijono (2006) dan Ariani, et al. (2008)

juga memperoleh hasil temuan yang hampir

sama bahwa prestasi belajar siswa

mengalami peningkatan dengan pembelajar-

an Team Assisted Individualization.

Selain penerapan model pembe-

lajaran TAI, untuk menambah tingkat

pemahaman siswa dan tingkat kemandirian

Page 18: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1232 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1230 - 1240

siswa dalam mempelajari suatu materi,

penerapan model TAI dapat juga disertai

dengan penggunaan metode latihan ber-

struktur atau Structure Exercise Method

yang difasilitasi dengan LKS. Metode latihan

berstruktur atau Structure Exercise Method

dapat digunakan untuk meningkatkan

pemahaman siswa mengenai suatu materi

yang sedang dipelajari dengan adanya

pemberian latihan soal-soal berstruktur,

yaitu penggunaan soal-soal yang dimulai

dari soal dengan tingkat kesulitan rendah

dan dilanjutkan ke soal dengan tingkat

kesulitan yang lebih tinggi (Rusmansyah

dan Irhasyuarna, 2002). Penelitian yang

dilakukan Nugraha (2008) menunjukkan

bahwa hasil belajar siswa mengalami

peningkatan yang signifikan dengan metode

latihan berstruktur. Hal ini menguatkan

bahwa metode latihan berstruktur dapat

memberikan efek positif dalam pem-

belajaran.

Rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah apakah hasil belajar siswa yang

diberi model pembelajaran TAI dengan SEM

berfasilitasi LKS meningkat lebih baik

daripada siswa yang hanya diberi model

pembelajaran TAI tanpa SEM dan LKS dan

siswa yang tidak diberi model pembelajaran

TAI maupun SEM berfasilitasi LKS pada

pokok bahasan kelarutan dan hasil kali

kelarutan serta berapakah kontribusi

pengaruh dari perbedaan perlakuan yang

dilakukan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui apakah hasil belajar siswa yang

diberi model pembelajaran TAI dengan SEM

berfasilitasi LKS lebih baik daripada siswa

yang hanya diberi model pembelajaran TAI

tanpa SEM dan LKS dan siswa yang tidak

diberi model pembelajaran TAI maupun

SEM berfasilitasi LKS pada pokok bahasan

kelarutan dan hasil kali kelarutan serta

mengetahui besarnya kontribusi pengaruh

dari perbedaan perlakuan yang dilakukan.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di suatu SMA

Negeri di Pekalongan pada materi kelarutan

dan hasil kelarutan. Desain peelitian yang

digunakan adalah Pretest-Posttest Control

Group Design. Populasi dalam penelitian ini

adalah siswa kelas XI SMA tahun pelajaran

2012/2013. Pengambilan sampel dilakukan

dengan teknik cluster random sampling,

yaitu sampel diambil secara acak

berdasarkan kelas-kelas tertentu (Sugiyono,

2010). Dalam penelitian ini diambil siswa-

siswa dari tiga kelas sebagai sampel dari

keseluruhan tujuh kelas populasi. Peng-

gunaan model pembelajaran TAI dengan

SEM berfasilitasi LKS sebagai kelas

eksperimen I, model pembelajaran TAI

tanpa SEM dan LKS sebagai kelas

eksperimen II dan pembelajaran tanpa

model TAI, SEM dan LKS sebagai kelas

kontrol.

Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah model pembelajaran yang diguna-

kan. Variasi perlakuan pada kelompok

eksperimen I adalah model pembelajaran

TAI dengan SEM berfasilitasi LKS, pada

kelompok eksperimen II adalah model

pembelajaran TAI tanpa SEM dan LKS dan

pada kelompok kontrol adalah pembelajaran

tanpa model TAI dengan SEM dan LKS.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah

Page 19: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Fanny Firman Syah, dkk, Pengaruh Model Team.... 1233

hasil belajar kimia siswa kelas XI suatu SMA

Negeri di Pekalongan pada materi kelarutan

dan hasil kali kelarutan. Variabel kontrol

dalam penelitian ini adalah materi pelajaran,

kurikulum yang digunakan, dan jumlah jam

pelajaran.

Metode pengumpulan data dilaku-

kan dengan metode dokumentasi, metode

tes, metode observasi, dan metode angket.

Metode dokumenasi digunakan untuk

mendaftar nama, jumlah siswa, dan semua

data yang diperlukan dalam penelitian.

Metode tes digunakan untuk mendapatkan

data hasil belajar kognitif kimia siswa materi

kelarutan dan hasil kali kelarutan. Metode

observasi ini digunakan untuk mengetahui

hasil belajar kimia siswa pada aspek afektif

dan psikomotor. Metode angket digunakan

untuk memperoleh data tanggapan siswa

terhadap pembelajaran.

Data penelitian hasil belajar kognitif

dianalisis dengan uji Anava untuk

mengetahui perbedaan hasil belajar antara

kelas eksperimen I, kelas eksperimen II, dan

kelas kontrol. Setelah diketahui adanya

perbedaan pada ketiga kelas eksperimen,

perhitungan dilanjutkan dengan uji pasca

Anava, yaitu uji Scheffe yang digunakan

untuk mengetahui adanya perbedaan yang

paling signifikan di antara ketiga kelas.

Analisis selanjutnya adalah uji besarnya

kontribusi pengaruh dari perlakuan pada

kelas eksperimen I dan II terhadap hasil

belajar kognitif siswa. Hasil belajar afektif,

psikomotor, dan hasil angket tanggapan

siswa dianalisis secara deskriptif. Kelas

eksperimen I diterapkan model pembela-

jaran TAI dengan SEM berfasilitasi LKS,

kelas eksperimen II diterapkan model

pembelajaran TAI, dan kelas kontrol dengan

model pembelajaran konvensional.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis data dilakukan pada nilai

pretest dan postest. Berdasarkan analisis

data pretest, rata-rata nilai pretest siswa

pada masing-masing kelas sampel

mempunyai rata-rata nilai yang tidak

berbeda secara signifikan. Hal ini

menunjukkan bahwa sampel berangkat dari

keadaan yang sama. Berdasarkan analisis

data akhir (postest), rata-rata hasil tes hasil

belajar siswa pada masing-masing kelas

eksperimen mempunyai perbedaan yang

signifikan. Rata-rata hasil belajar kelas

eksperimen I lebih tinggi dibandingkan rata-

rata hasil belajar kelas eksperimen II dan

kelas kontrol. Data rata-rata pretest, postest

dan N-gain pretest-postest dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Ringkasan rata-rata pretest, postest dan N-Gain pretest-posttest

No Kelas Pretest, Postest N-Gain

1. Eksperimen I 51,43 84,67 0,68

2. Eksperimen II 50,23 82,41 0,65

3. Kontrol 51,89 76,61 0,51

Page 20: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1234 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1230 - 1240

Berdasarkan hasil analisis data

diperoleh beberapa fakta dalam penelitian

ini yaitu terdapat perbedaan hasil belajar

kognitif siswa kelas eksperimen I, kelas

eksperimen II, dan kelas kontrol. Perbedaan

hasil belajar kognitif ini selanjutnya diuji

menggunakan uji pasca Anava Scheffe

untuk mengetahui manakah yang memiliki

perbedaan rata-rata hasil belajar kognitif

yang terbaik dari ketiga kelas dengan

membandingkan hasil belajar kognitif

antarkelasnya. Uji dilakukan pada kelas

eksperimen I dengan kelas eksperimen II,

kelas eksperimen I dengan kelas kontrol,

dan kelas eksperimen I dengan kelas

kontrol. Dari hasil perhitungan diperoleh

fakta bahwa terdapat perbedaan hasil

belajar yang signifikan antara kelas

eksperimen I dengan kelas kontrobl,

sedangkan kelas eksperimen I dengan

eksperimen II dan eksperimen II dengan

kelas kontrol tidak terlihat adanya

perbedaan yang signifikan. Oleh karena itu

untuk menentukan kelas mana yang

merupakan kelas terbaik dapat dilihat pada

analisis pengaruh antar variabel, yaitu

dengan membandingkan besarnya kontri-

busi pengaruh dari perbedaan treatment

yang dilakukan pada kelas eksperimen I dan

kelas eksperimen II. Hasil analisis pengaruh

antar variabel diperoleh penera-pan model

TAI dengan SEM berfasilitasi LKS (kelas

eksperimen I) memberikan kontribusi

pengaruh sebesar 20,82% sedangkan

penerapan model TAI tanpa SEM dan LKS

memberikan kontribusi pengaruh sebesar

10,87%. Sehingga, dapat disimpulkan

bahwa penerapan model pembelajaran TAI

dengan SEM berfasilitasi LKS memberikan

hasil belajar kognitif lebih baik daripada

penerapan model TAI tanpa SEM dan LKS,

dan pembelajaran konvensional. Sedangkan

untuk menentu-kan besarnya peningkatan

hasil belajar kognitif dengan melihat nilai N-

gain rata-rata tiap kelasnya. Pada hasil

analisis diketahui bahwa hasil belajar

kognitif kelas eksperimen I meningkat lebih

baik daripada kelas eksperimen II dan kelas

kontrol, atau dengan kata lain kelas

eksperimen I merupakan kelas yang

memiliki peningkat-an hasil belajar kognitif

terbaik.

Pada dasarnya penelitian ini

merupakan penggabungan dari penerapan

model pembelajaran TAI dan penggunaan

metode latihan berstruktur (SEM) dimana

diperoleh fakta bahwa hasil belajar kognitif

siswa lebih baik daripada kelas dengan

hanya menerapkan model TAI saja. Proses

pembelajaran kelas eksperimen I dan kelas

eksperimen II menggunakan model pembe-

lajaran TAI. Pembelajaran TAI dapat

meningkatkan interaksi antar siswa, serta

hubungan yang saling menguntung-kan

antar mereka (Rohendi, et al., 2010). Siswa

yang pandai dapat lebih mengembangkan

keterampilannya dengan membantu ang-

gota kelompok yang meng-alami kesulitan,

dan anggota kelompok yang mengalami

kesulitan juga akan terbantu dengan adanya

pemberian assist dari siswa yang pandai di

dalam kelompoknya. Adanya kesempatan

siswa dalam berdiskusi, meng-eksplorasi diri

dan melakukan aktivitas, selain dapat terjalin

komunikasi yang baik antar siswa, juga

siswa merasa menjadi lebih tertarik dan

bersemangat dalam mengikuti pembela-

Page 21: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Fanny Firman Syah, dkk, Pengaruh Model Team.... 1235

jaran. Keadaan seperti ini dapat

menghilangkan kebosanan pada saat

pembelajaran dan mengembangkan pola

pikir siswa menjadi lebih aktif dan kritis

dalam memecahkan suatu masalah (Slavin,

1984). Perbedaan antara kelas eksperimen I

dan kelas eksperimen II pada penerapan

metode latihan berstruktur atau SEM yang

dilengkapi dengan adanya LKS berbasis

SEM. Pada kelas eksperimen I pembelajar-

an model TAI akan dipadukan dengan

metode latihan berstruktur (SEM) yang

dilengkapi dengan adanya LKS berbasis

SEM sedangkan kelas eksperimen II tidak.

Structure Exercise Method menekankan

pada pemberian latihan-latihan soal dengan

kualitas soal yang bertingkat (Rijani, 2011).

Kaitannya dengan pemberian soal-soal ber-

tingkat, Rijani (2011) berinisiatif menyusun

LKS berbasis SEM sebagai suplemen

penunjangnya. LKS yang berisi ringkasan

materi disertai soal-soal yang dibuat

bertingkat berdasarkan tingkatan atau level-

level kesukaran tertentu. Pada kelas kontrol,

pembelajaran sepenuhnya dilaku-kan oleh

guru kimia pengampu kelas tersebut,

dengan materi, waktu pem-belajaran, dan

materi tes yang sama dengan kelas

eksperimen. Perbedaan terletak pada

kegiatan praktikum dimana seluruh kegiatan

praktikum baik kelas kontrol maupun kelas

ekperimen dilakukan dan dipandu oleh

peneliti langsung, dan tentunya didampingi

dengan guru.

Pada kelas eksperimen I kegiatan

diskusi disertai dengan latihan-latihan soal

berstruktur atau bertingkat, yakni dari soal-

soal yang mudah ke tingkat soal yang lebih

sulit. Melalui kegiatan pembelajaran seperti

ini siswa dapat lebih mudah mem-

bandingkan dan menganalisis bebe-rapa

variasi-variasi soal sehingga lebih terlatih

dalam mencari pemecahannya. Berbeda

dengan kelas eksperimen I, kelas ekspe-

rimen II hanya diskusi dan pembahasan soal

secara acak tingkatannya setelah

disampaikannya materi. Meskipun demikian

bantuan siswa pandai juga memiliki andil

besar dalam kegiatan meng-assist siswa-

siswa lain yang masih mengalami kesulitan,

karena dapat dipastikan kemampuan siswa

pandai baik di kelas eksperimen I maupun II

dalam menjelaskan suatu masalah pun

berbeda-beda. Hal ini jauh berbeda dengan

kelas kontrol, pada kelas kontrol penyam-

paian pembelajaran berpusat pada guru

(teacher center), walaupun sesekali guru

memberi-kan umpan balik kepada siswa,

memberikan pertanyaan-pertanyaan pada

siswa. Kemampuan siswa dalam me-

nangkap suatu materi beragam, tentunya

tidak semua siswa dapat menangkap materi

yang disampaikan oleh guru dengan baik,

akibatnya materi yang dapat diperoleh oleh

siswa kurang maksimal karena informasi

cenderung hanya bersumber dari guru.

Pada analisis deskriptif nilai afektif

diperoleh skor rata-rata aspek afektif kelas

eksperimen I sebesar 28,17, kelas

eksperimen II sebesar 27,57, dan kelas

kontrol sebesar 26,65. Selain itu diketahui

banyaknya siswa yang memperoleh nilai

afektif tinggi dan sangat tinggi dari ketiga

kelas, paling banyak ada di kelas

eksperimen I dengan kriteria tinggi di-

peroleh 13 siswa dan sangat tinggi 5 siswa,

kemudian di kelas eksperimen II kriteria

tinggi 14 siswa dan sangat tinggi 4 siswa

19

Page 22: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1236 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1230 - 1240

dan selanjutnya baru pada kelas kontrol

kriteria tinggi 12 siswa dan sangat tinggi 3

siswa. Artinya, jumlah siswa yang tuntas

aspek afektif pada kelas eksperimen I

sebesar 18 siswa, kelas eksperimen II

sebesar 18 siswa dan pada kelas kontrol 15

siswa. Berdasarkan hasil rata-rata skor

afektif tiap kelas dapat disimpulkan bahwa

kelas eksperimen I memperoleh hasil belajar

afektif yang lebih baik daripada kelas

eksperimen II dan kelas kontrol. Hal ini

berarti penerapan model pembelajaran TAI

dengan SEM berfasilitasi LKS tidak hanya

berpengaruh pada hasil belajar kognitif saja,

akan tetapi pada aspek afektif juga

walaupun tidak begitu signifikan

perbedaannya.

Hasil analisis nilai afektif kelas

eksperimen I, eksperimen II dan kelas

kontrol untuk skor tiap aspeknya dapat

dilihat pada Gambar 1. Perbedaan yang

paling terlihat di antara ketiga kelas terdapat

pada aspek kedua, keenam, ketujuh, dan

kedelapan. Pada aspek kedua yaitu

bertanya, siswa kelas eksperimen I dan II

cenderung lebih aktif dalam bertanya

dibanding pada kelas kontrol. Hal ini

disebabkan adanya pembelajaran yakni

cara diskusi TAI lebih membuat rasa ingin

tahu siswa ketika terdapat suatu masalah,

apalagi ketika pemberian materi yang ada

kaitannya dengan kehidupan sehari-hari,

rasa ingin tahu siswa bertambah sehingga

semakin banyak siswa yang bertanya. Di sisi

lain dengan adanya dorongan dari peneliti

agar mau bertanya dan tidak malu untuk

bertanya. Kerja kelompok dapat juga

bermanfaat untuk mengatasi atau mengu-

rangi kevakuman, karena siswa yang

mempunyai kemampuan lebih dapat

membimbing temannya (Saleh, 2012).

Berbeda dengan kelas kontrol selama

pembelajaran materi kelarutan dan hasil kali

kelarutan tidak ada pembelajaran diskusi di

dalamnya, pembelajaran diisi dengan

materi, contoh soal dan dilanjutkan latihan

soal. Hal ini juga mengingat bahwa materi

kelarutan dan hasil kelarutan cenderung

lebih ke perhitungan yang menjadi perma-

salahan siswa, sehingga dari guru lebih

menekankan pada contoh-contoh soalnya,

dan karena hal ini menyebabkan pemberian

materi yang dikaitkan dengan kehidupan

sehari-hari pun sangat sedikit. Pembelajaran

kelompok tidak hanya membantu siswa

dalam berinteraksi satu sama lain, namun

secara tidak langsung dapat menumbuhkan

ide-ide alternatif serta menghasilkan suatu

pemecahan masalah melaui adanya diskusi

(Pandey dan Kishore, 2003).

Pada aspek keenam dan kedelapan,

yaitu aspek kecermatan dan kemandirian

kelas eksperimen I lebih tinggi dibanding

kelas eksperimen II dan kelas kontrol. Hal ini

disebabkan karena pada kelas eksperimen I

siswa sudah terbiasa dihadapkan pada

pembahasan soal-soal secara bertingkat

melalui adanya penerapan metode latihan

berstruktur atau SEM, sehingga siswa pada

kelas eksperimen I terlatih dalam

penyelesaian-penyelesaian soal-soal dan

lebih cermat dan lebih mandiri. Hal ini

menunjukkan bahwa SEM memberikan

pengaruh positif pada siswa, sehingga siswa

menjadi terlatih dalam berfikir secara lebih

sistematis, logis, teliti, dan teratur (Nugraha,

2008).

Page 23: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Fanny Firman Syah, dkk, Pengaruh Model Team.... 1237

Pada aspek ketujuh yaitu aspek

penilaian siswa mengenai bekerjasama,

terlihat jelas bahwa kelas eksperimen I dan

II lebih tinggi dibandingkan dengan kelas

kontrol. Hal ini jelas dikarenakan pada kelas-

kelas eksperimen sudah terbiasa dalam

bekerjasama dengan adanya perapan TAI,

jadi bisa saling melengkapi antara siswa

yang pandai dengan siswa yang kurang

pandai, sehingga lebih tercipta suasana

yang harmonis dalam bekerjasama. Pada

kelas kontrol, walaupun dari awal kelas

kontrol tidak dikonsep dalam pembelajaran

berkelompok namun sebenarnya guru juga

memberikan instruksi kepada siswa untuk

saling berdiskusi dengan teman

sebangkunya ketika guru memberikan soal.

Namun demikian terjadi kesenjangan, yakni

ada beberapa siswa yang keduanya mampu

duduk sebangku. Ada juga yang keduanya

sama-sama tidak mampu dan justru perlu

dibimbing. Ketidakmerataan ini juga

menimbulkan masalah, sehingga beberapa

siswa justru malah tertinggal. Dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran diskusi

kelompok dapat meningkatkan interaksi

sosial antar siswa dalam membangun

pengetahuan dan pemahamannya di dalam

diskusi (Kupczynski, et al., 2012).

Gambar 1. Grafik perbandingan skor rata-rata afektif

Pada analisis deskriptif nilai

psikomotorik diperoleh skor rata-rata aspek

psikomotorik kelas eksperimen I sebesar

31,97, kelas eksperimen II sebesar 31,43,

dan kelas kontrol sebesar 31,39. Selain itu

diketahui banyaknya siswa yang mem-

peroleh nilai afektif tinggi dan sangat tinggi

dari ketiga kelas, paling banyak ada di kelas

eksperimen I kriteria tinggi diperoleh 20

siswa dan sangat tinggi 1 siswa, kemudian

di kelas eksperimen II kriteria tinggi 10 siswa

dan sangat tinggi 6 siswa dan selanjutnya

baru pada kelas kontrol kriteria tinggi 11

siswa dan sangat tinggi 4 siswa. Artinya,

jumlah siswa yang tuntas aspek

psikomotorik pada kelas eksperimen I

sebesar 21 siswa, kelas eksperimen II

sebesar 16 siswa dan pada kelas kontrol 15

siswa. Berdasarkan hasil rata-rata skor

psikomotorik tiap kelas dapat disimpulkan

bahwa kelas eksperimen I memperoleh hasil

belajar psikomotorik yang lebih baik

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

1 2 3 4 5 6 7 8

Rata

-rata

Aspek yang dinilai

Eksperimen I

Eksperimen II

Kontrol

Page 24: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1238 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1230 - 1240

daripada kelas eksperimen II dan kelas

kontrol. Hal ini berarti penerapan model

pembelajaran TAI dengan SEM berfasilitasi

LKS juga berpengaruh positif pada aspek

psikomotorik siswa.

Hasil analisis nilai psikomotorik

kelas eksperimen I, eksperimen II dan kelas

kontrol untuk skor tiap aspeknya dapat

dilihat pada Gambar 2. pada hasil penelitian

hasil belajar psikomotorik. Hasil analisis

psikomotorik untuk tiap aspeknya

menunjukkan hasil yang bervariasi. Pada

aspek keempat, lima dan enam dan

sembilan kelompok eksperimen I menun-

jukkan hasil yang lebih baik dari kelas

eksperimen II dan kontrol. Pada aspek

ketiga kelas eksperimen II lebih baik dan

pada aspek dua, tujuh, dan delapan

menunjukkan kelas kontrol lebih baik.

Sedangkan pada aspek kesatu tidak dapat

digunakan sebagai pengukuran, karena

berdasar pada hasil kordinasi yang

dilakukan peneliti dan guru pengampu pada

kegiatan praktikum alat dan bahan

dipersiapkan oleh guru dan peneliti demi

kelancaran kegiatan praktikum dan

keamanan bersama.

Hasil analisis psikomotorik ini

sangat bervariasi, namun terdapat hasil

perbedaan yang sangat mencolok yaitu

pada aspek kedua, yaitu aspek keteram-

pilan siswa dalam menggunakan alat

praktikum. Pada aspek ini siswa kelas

kontrol memperoleh hasil yang lebih baik

dari kelas eksperimen I dan kelas

eksperimen II. Hal ini ternyata disebabkan

karena kelas ekperimen I dan II tidak pernah

melaksanakan kegiatan praktikum

sebelumnya, dan berbeda dengan kelas

kontrol yang sudah beberapa kali

melaksanakan praktikum sebelum prak-

tikum materi kelarutan dan hasil kali

kelarutan. Hal ini terlihat sekali pada kelas

eksperimen I dan II belum terbiasa dalam

menggunakan alat-alat praktikum, sehingga

keterampilan dalam penggunaan alat

praktikum pun berbeda sekali dengan kelas

kontrol yang sudah terbiasa. Pengalaman

siswa dalam melaksanakan praktikum

menjadi kunci dalam kegiatan belajar siswa

pada kegiatan praktikum itu sendiri

(Suprijono, 2011).

Gambar 2. Grafik perbandingan skor rata-rata psikomotorik

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Rata

-rata

Aspek yang dinilai

Eks I

Eks II

Kontrol

Page 25: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Fanny Firman Syah, dkk, Pengaruh Model Team.... 1239

Angket tanggapan siswa diberikan

pada kelas eksperimen I dan kelas

eksperimen II dengan butir pertanyaan

angket yang disesuaikan dengan pem-

belajaran pada masing-masing kelas. Selain

itu, angket juga digunakan oleh peneliti

sebagai refleksi pada penelitian yang telah

dilakukan. Butir pertanyaan pada angket

berjumlah 18 butir pertanyaan secara garis

besar digunakan untuk mengetahui

seberapa besar antusiasme siswa terhadap

pembelajaran yang dilakukan, ketertarikan

siswa, keterbantuan siswa, motivasi siswa

dalam pembelajaran serta tanggapan

tentang adanya kegiatan praktikum dalam

pembelajaran kimia. Pada butir-butir soal

yang menyatakan antu-siasme siswa

terhadap pembelajaran, ketertarikan siswa,

keterbantuan siswa, motivasi siswa, dan

kegiatan praktikum, sebagian besar siswa

menjawab setuju di kedua kelas, yang

artinya baik di kelas eksperimen I maupun

eksperimen II merasa tertarik, termotivasi

dan terbantu dengan adanya penerapan

model pembelajaran yang dilakukan.

Ingatan, perhatian, minat, kecerdasan,

motivasi, kemauan dan pikiran merupakan

beberapa faktor yang mempengaruhi hasil

belajar (Anni dan Rifai, 2012). Oleh karena

itu pembelajaran dengan variasi model dan

metode ini perlu dikembangkan dalam

pembelajaran kimia, karena dapat ber-

pengaruh positif terhadap pembelajaran dan

hasil belajar siswa.

Perbedaan yang mengindikasikan

adanya pengaruh dari pemberian SEM

dengan LKS terlihat pada butir pertanyaan

ke-lima. Pada kelas eksperimen I butir ke-

lima menyatakan dengan adanya model

pembelajaran TAI dengan metode SEM dan

pemberian latihan soal dengan LKS

membuat siswa tertantang untuk berusaha

menyelesaikan soal-soal dan sebagian

besar siswa menjawab sangat setuju.

Sedangkan pada kelas eksperimen II

dengan butir pernyataan dengan adanya

model pembelajaran TAI membuat siswa

tertantang untuk berusaha menyelesaikan

soal-soal, sebagian besar siswa hanya

menjawab setuju. Hal ini dikarenakan

karena adanya penggunaan metode SEM

dilengkapi dengan LKS berbasis SEM,

dimana siswa kelas eksperimen I lebih

terbiasa dengan latihan-latihan soal

berstruktur atau bertingkat, sehingga siswa

lebih merasa tertantang dalam belajar dan

mengerjakan soal-soal yang ada, dan hal ini

merupakan hal positif yang menjadi poin

plus dalam kegiatan pembelajaran di kelas

eksperimen I.

SIMPULAN

Hasil belajar siswa yang diberi

model pembelajaran Team Assisted

Individualization dengan Structure Exercise

Method berfasilitasi LKS lebih baik daripada

siswa yang hanya diberi model pem-

belajaran Team Assisted Individuali-zation

tanpa Structure Exercise Method dan LKS

dan juga lebih baik dari siswa yang tidak

diberi model pembelajaran Team Assisted

Individualization maupun Structure Exercise

Method berfasilitasi LKS pada pokok

bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan.

Page 26: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1240 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1230 - 1240

DAFTAR PUSTAKA

Anni, C. T. dan Rifa’i, A., 2012, Psikologi

Belajar, Semarang: UPT UNNES Press.

Ariani, S. R. D., Mulyani, B. dan Yulianingrum, F., 2008, Penggunaan Metode Pembelajaran Kooperatif TAI (Team Assisted Individualization) dilengkapi Modul dan Penilaian Portofolio untuk meningkatkan Prestasi belajar Penentuan DH Reaksi Siswa SMA Kelas XI Semester I, Jurnal Varian Pendidikan, Vol 20, No 1, Hal 59-69.

Awofala, Adeneye, O.A. dan Nneji, L.M., 2010, Effect of Framing and Team Assisted Individualized Instructional Strategies on Students’ Achievement in Mathematics. Ibadan Journal of Educational Studies, Vol 6, No 1, Hal 1-9.

Kupczynski, L., Mundy, M.A., Goswami, J. dan Meling, V., 2012, Cooperative Learning in Distance Learning: a Mixed Methods Study, International Journal of Instruction, Vol 5, No 2, Hal 81-90.

Marijono, 2006, Upaya untuk Peningkatan Pemahaman Mahasiswa melalui Penerapan Belajar Kooperatif Model Team Assisted Individualized (T.AI), Jurnal Pancaran Pendidikan, Vol 19, No 65, Hal 762-777.

Nugraha, A. W., 2008, Penerapan Metode Latihan Berstruktur dalam Pengembangan Buku Ajar Kimia Fisika 1, Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains, Vol 3, No 2, Hal 125-131.

Pandey, N.N. dan Kishore, K., 2003, Effect of Cooperative Learning on Cognitive Achievement in Sciene, Journal of Science and Mathematics Education in S.E. Asia, Vol 26, No 2, Hal 52-60.

Rijani, E.W., 2011, Implementasi Metode Latihan Berjenjang untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Menyelesaikan Soal-Soal Hitungan Pada Materi Stoikiometri di SMA, E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Vol 1, No 1, Hal 1-6.

Rohendi, D., Sutarno, H. dan Waryuman, D.R., 2010, Penerapan Metode Pembelajaran Team Assisted Individualization untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi, Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi (PTIK), Vol 3, No 1, Hal 33-37.

Rusmansyah dan Irhasyuarna, Y., 2002, Penerapan Metode Latihan Berstrukturdalam Meningkatkan Pemahaman Siswa terhadap Konsep Persamaan Reaksi Kimia, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol 8, No 35, Hal 169-193.

Saleh. M., 2012, Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistic (PMR), Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Vol 13, No 2, Hal 51-59.

Slavin, R. E., 1984, Effects of Team Assisted Individualization on the Mathematics Achievement of Academically Handicapped and Nonhadicapped Students, Journal of Educational Psychology, Vol 76, No 5, Hal 813-819.

Sugiyono, 2010, Statistika untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta.

Suprijono, A., 2011, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Suyitno, A., 2011, Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I, Semarang: Jurusan Matematika FMIPA UNNES.

Yusuf, M.O., Gambari, I.A. dan Olumorin, C.U., 2012, Effectiveness of Computer-Supported Cooperative Learning Strategies in Learning Physics, International Journal Social, Sciene, and Education, Vol 2, No 2, Hal 94-109.

Page 27: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Didi Kurniadi, dkk, Upaya Meningkatkan Hasil.... 1241

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KIMIA

DENGAN PENDEKATAN PROJECT-BASED LEARNING

Didi Kurniadi*, Kasmadi Imam Supardi dan Latifah

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Rendahnya hasil belajar kimia banyak disebabkan oleh proses pembelajaran yang tidak memberikan kesempatan bagi siswa dalam memperoleh pengalaman belajar. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa dengan pendekatan Project-Based Learning. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Class-Room Action Research). Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri atas perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Fokus penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar siswa. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumentasi, observasi dan tes. Penelitian dikatakan berhasil jika sekurang-kurangnya 23 dari 30 siswa mendapat nilai lebih dari 75. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pendekatan Project-Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar. Data penelitian ketuntasan hasil belajar ranah kognitif siklus I sebanyak 23 dari 30 siswa tuntas, ranah afektif 23 dari 30 siswa tuntas dan ranah psikomotorik sebesar 27 dari 30 siswa tuntas. Data penelitian ketuntasan hasil belajar ranah kognitif siklus II sebanyak 26 dari 30 siswa tuntas, ranah afektif sebanyak 24 dari 30 siswa tuntas dan ranah psikomotorik sebanyak 26 dari 30 siswa tuntas. Hal ini berarti indikator keberhasilan yang dipatok telah tercapai pada siklus II. Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa menerapkan pendekatan Project-Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa.

Kata Kunci : hasil belajar, pemurnian garam dapur; project-based learning

ABSTRACT

The low learning outcome chemistry mainly caused by the learning process did not

provide the opportunity for students to gain learning experience. The purpose of this research was to improve student learning outcomes with Project-Based Learning approach. This study was a class action (Class-Room Action Research). This study was conducted in two cycles, each cycle consisting of planning, action, observation, and reflection. The focus of this research was improving student learning outcomes. The data collection techniques used were technical documentation, observation and tests. Research was successful if at least 23 of the 30 students scored more than 75. The results showed that the application of Project-Based Learning approach can improve learning outcomes. Research data completeness cognitive learning outcomes cycle I was 23 of the 30 students completed, affective domain was 23 of 30 students completed and psychomotor domains was 27 of 30 students completed. Research data completeness cognitive learning outcomes cycle II was 26 of 30 students completed, the affective domain was 24 of the 30 students completed and psychomotor domains was 26 of the 30 students completed. This means that the indicator set had achieved success on the cycle II. From the research, it was concluded that implementing Project-Based Learning approach could improve student learning outcomes of chemistry.

Keywords: learning outcome, project-based learning, purifying of table salt

PENDAHULUAN

Berdasarkan observasi yang telah

dilakukan di suatu SMA di Banjarnegara,

hasil belajar kimia siswa masih tergolong

rendah. Hal ini dapat dilihat dari ketuntasan

hasil belajar klasikal siswa yaitu sebanyak

Page 28: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1242 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1241 - 1249

17 siswa tuntas dari 30 siswa dengan rata-

rata kelas sebesar 69,30. Rendahnya hasil

belajar kimia siswa dapat disebabkan oleh

berbagai hal. Berdasarkan data observasi,

pembelajaran cenderung dilakukan dengan

ceramah. Pembelajaran cenderung berlang-

sung satu arah, artinya interaksi hanya

berpusat dari guru. Rendahnya interaksi

guru dan siswa menjadikan suasana di

kelas menjadi tidak kondusif dan cenderung

membosankan. Siswa dihadap-kan pada

situasi yang kurang real (Herminarto, 2006).

Selain itu, pada proses pembelajaran yang

dijumpai di SMA tersebut, siswa hanya

dituntut untuk dapat mengerjakan soal ujian.

Permasalahan yang terjadi adalah

masih rendahnya hasil belajar yang dicapai.

Hal ini disebabkan oleh proses pem-

belajaran yang belum sesuai materi kimia

(Hixson, et al. 2013). Materi kimia yang

mencapai tingkat sintesis, dibutuhkan high

order thinking dalam proses pem-

belajarannya (Anni, 2012). Padahal

pembelajaran konvensional (metode

ceramah, tanya jawab dan demonstrasi)

tidak menuntut sampai pada tingkat sintesis.

Kegiatan praktikum cenderung ditekankan

pada kemampuan aplikatif dengan men-

contoh prosedur yang sudah ada tanpa

mengetahui kenapa prosedurnya harus

seperti itu atau bagaimana dengan prosedur

lain. Pendekatan yang paling ideal untuk

memacu kemampuan sintesis adalah

dengan menggunakan pendekatan proyek

(Baker, et al. 2011).

Pembelajaran melalui proyek memi-

liki karakteristik yang kompleks, pem-

belajaran akan sangat dipengaruhi oleh

jenis tugas proyek yang diberikan pada

siswa (Wibowo, 2005). Pada pembelajaran

proyek, terdapat keterampilan proses yang

teramati ketika pembuatan suatu produk

ilmiah. Pembelajaran melalui pendekatan

keterampilan proses menyebabkan siswa

dapat menemukan fakta-fakta, konsep-

konsep dan teori-teori dengan keterampilan

proses dan sikap ilmiah siswa sendiri

(Soetarjo dan Soejitno, 1998).

Inti kegiatan pembelajaran proyek

adalah memberikan pengalaman secara

langsung kepada siswa sehingga siswa

dapat memaknai simbol-simbol, teori-teori

dan manfaat dari belajar kimia (Mulyani,

2011). Hal ini perlu dilakukan mengingat

simbol dan teori tersebut bersifat abstrak.

Ketertarikan terhadap sesuatu yang tidak

diketahui manfaatnya akan sangat kecil.

Jika saja bukan karena nilai yang diberikan

oleh guru, siswa tidak akan berminat belajar

kimia. Perlu dilakukan arahan kepada siswa

agar dapat menggunakan ilmu kimia dalam

kehidupan sehari-hari, menemukan arti

kimia dalam kehidupan nyata (Medine, et al.

2010).

Penelitian tindakan kelas sangat

memerlukan kreativitas guru dalam

menyampaikan materi. Penelitian dengan

penugasan proyek dapat mendukung pem-

belajaran tindakan kelas (Elfanany, 2013).

Penugasan proyek dapat dikembangkan

dalam banyak hal, seperti penyampaian

materi, lingkup kontekstual dan pembela-

jaran kooperatif (Rais, 2010). Penugasan

proyek menekankan suatu produk ilmiah,

memberikan pengertian kontekstual kepada

siswa (Susanti, 2008). Proyek juga

dilakukan dalam satu tim kerja ilmiah untuk

memacu siswa dalam kerja kooperatif.

27

Page 29: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Didi Kurniadi, dkk, Upaya Meningkatkan Hasil.... 1243

Penelitian-penelitian tentang Project-Based

Learning sudah banyak dilakukan, diantara-

nya adalah penelitian yang dilakukan

Katharina, et al. (2010) , menunjukan bahwa

pembelajaran dengan proyek dapat

meningkatkan sikap positif terhadap materi

ajar yang diberikan. Metode proyek akan

dapat meningkatkan kontekstual sehingga

materi yang diberikan dianggap berguna

dalam kehidupan nyata (Wasis, 2008).

Sikap positif pada materi ajar memberikan

pengaruh yang besar terhadap proses

pembelajaran (Sanjaya, 2009).

Rumusan masalah pada penelitian

ini adalah apakah pendekatan PBL (Project-

Based Learning) dapat meningkatkan hasil

belajar kimia siswa suatu SMA N di

Banjarnegara kelas IPA 1? Sedangkan tuju-

an penelitian ini adalah meningkatkan hasil

belajar kimia SMA dengan pendekatan PBL

(Project-Based Learning) berbasis bahan

sekitar.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di suatu SMA

Negeri di Banjarnegara pada materi

kelarutan dan hasil kelarutan. Subjek dalam

penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA I

SMA yang berjumlah 30 siswa. Fokus

penelitian ini adalah peningkatan hasil

belajar (Arikunto, 2006). Desain penelitian

yang digunakan adalah desain Penelitian

Tindakan Kelas (PTK). Penelitian dilakukan

dengan menerapkan metode penelitian

tindakan kelas, yaitu planning-acting-

observing-reflecting (Ristata, 2007) yang

berulang pada tiap siklus pada siswa kelas

XI IPA 1 tahun ajaran 2012/2013. Pada

tahap planning (perencanaan) dilakukan

penyusunan tindakan, melalui tahap

observasi dan analisis data tahap awal

untuk menentukan tindakan yang akan

dilakukan. Tahap acting (tindakan) dilakukan

penerapan tindakan yang sebelumnya telah

direncanakan pada tahap planning. Tahap

observing (pengamatan) dilakukan selama

proses tindakan dilakukan untuk mendapat-

kan data nilai afektif dan psikomtorik. Tahap

reflection dilakukan setelah satu siklus

dilakukan, merefleksi berarti mengkaji

kembali pembelajaran yang telah dilakukan.

Uji instrumen meliputi uji validitas

dan uji reliabilitas (Sudjana, 2005). Uji

validitas butir soal instrumen kognitif dengan

rumus r point biserial (Arikunto, 2009). Uji

reliabilitas butir soal instrumen kognitif

dengan rumus KR21. Uji reliabilitas

instrumen lembar observasi menggunakan

reliabilitas raters (Mardapi, 2000). Penelitian

dilakukan dalam 2 siklus, pengambilan data

dilakukan dengan instrumen teruji dalam

bentuk tes ranah kognitif, lembar observasi

ranah afektif dan lembar observasi ranah

psikomotorik (Widodo, 2009). Data hasil

penelitian di analisis dengan menggunakan

pencapaian hasil belajar klasikal. Penelitian

dianggap berhasil jika minimal 24 dari 30

siswa tuntas memenuhi KKM (>75)

(Mulyasa, 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data penelitian, hasil

belajar kognitif sebelum penelitian adalah

sebesar 17 dari 30 siswa tuntas KKM dan

data pada siklus I adalah 23 dari 30 siswa

tuntas KKM, data hasil belajar kognitif siklus

Page 30: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1244 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1241 - 1249

II sebesar 26 dari 30 siswa tuntas KKM.

Hasil belajar kognitif meningkat dari

sebelum tindakan dilakukan, yaitu

meningkat sebanyak 6 siswa pada siklus I

dan peningkatan sebanyak 9 siswa pada

siklus II. Peningkatan hasil belajar kognitif

sudah dapat dianggap berhasil jika

dibandingkan dengan target ketercapaian

sebanyak 24 siswa tuntas (Mulyasa, 2004).

Data ketercapaian siswa per indikator dapat

dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ketercapaian hasil belajar kognitif per indikator siklus I dan II

Gambar 1 indikator 1 menjelaskan

kesetimbangan dalam larutan jenuh atau

larutan garam yang sukar larut merupakan

indikator dengan ketercapaian terkecil. Hal

ini menunjukan bahwa perngertian kesetim-

bangan jenuh merupakan hal yang sulit

dipahami oleh siswa. Proses kesetimbangan

jenuh merupakan proses yang sulit

dimengerti terutama proses laju pelarutan

dan pengendapan yang setimbang. Proses

pelarutan suatu zat tidak terhenti karena

larutan menjadi jenuh, tetapi zat tetap

melarut dalam larutan jenuh dan pada waktu

yang sama sejumlah zat mengendap dalam

larutan itu. Proses pelarutan zat dan

pengendapan zat ini memiliki laju yang

sama. Proses kesetimbangan ini merupakan

proses kasat mata, sehingga diperlukan

pemahaman pada tingkat yang lebih tinggi

(Wasis, 2008). Indikator 1-6 sudah dapat

dikatakan memenuhi target pada siklus II

dengan melihat ketercapaian rata-rata 24

dari 30 siswa tuntas (Mulyasa, 2004).

Berdasarkan data penelitian, ketun-

tasan hasil belajar afektif yang diperoleh

adalah 23 dari 30 siswa tuntas pada siklus I

dan 24 dari 30 siswa pada siklus II. Data

ketercapaian indikator tiap siklus dapat

dilihat pada Gambar 2.

Page 31: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Didi Kurniadi, dkk, Upaya Meningkatkan Hasil.... 1245

.

Gambar 2. Ketercapaian rata-rata nilai hasil belajar afektif siklus I dan II.

Ketuntasan hasil belajar afektif

dapat dilihat dari kriteria skor lebih dari 3

dengan kategori baik. Berdasarkan data

yang diperoleh pada siklus I, indikator 5, 6,

7, 8, dan 9 masih kurang dari 3. Hal ini

menunjukan indikator tersebut masih belum

baik dan diperbaiki pada siklus II. Pembe-

nahan proses pembelajaran dilakukan

dengan cara kontrol pada tiap pengumpulan

tugas dan tertib saat pembelajaran

berlangsung. Dari data siklus II, semua

indikator ketercapaian sudah masuk dalam

kategori baik. Pelaksanaan kegiatan pem-

belajaran proyek lebih efektif dilaksanakan

di laboratorium (Miswanto, 2011). Pem-

belajaran proyek yang menggunakan alat-

alat laboratorium, ternyata tidak terlalu

efektif jika dilakukan di ruang kelas.

Pembelajaran akan lebih tertib dan mudah

dikontrol jika dilakukan di laboratorium yang

sudah lengkap peralatannya (Mulyani,

2011).

Hasil belajar psikomotorik memiliki

ketuntasan yang paling besar dibandingkan

dengan aspek afektif dan kognitif. Aspek

psikomotor yang dilakukan pada siklus 1

merupakan kegiatan dasar dalam kegiatan

laboratorium dan merupakan persiapan

pada proyek inti pemurnian garam dapur.

Hasil belajar psikomotor menghasilkan

ketuntasan 27 dari 30 siswa mampu

memenuhi kriteria ketuntasan minimal dan

rata-rata siswa mendapat nilai 3,57 dengan

kriteria sangat baik. Data ini menunjukan

Page 32: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1246 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1241 - 1249

bahwa kegiatan dasar laboratorium

(melarutkan, menyaring, dan mengamati

endapan dalam larutan) dapat dikuasai oleh

siswa (Widodo, 2009).

Data hasil belajar psikomotorik

siswa kelas IPA 1 pada siklus II memiliki

rata-rata sebesar 3,36 dengan kriteria Baik

dan sebanyak 26 dari 30 siswa tuntas KKM.

Jika dibandingkan dengan data siklus I, nilai

psikomotorik siswa menurun. Hal ini dikare-

nakan proyek pada siklus II cenderung lebih

kompleks dan membutuhkan kecermatan

lebih.

Gambar 3. Rata-rata nilai psikomotor per indikator aspek psikomotorik siklus II

Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa

indikator Keterampilan Dalam Menyaring

Larutan dan Melarutkan Garam Hasil Cucian

merupakan hal yang sulit dilakukan oleh

siswa. Hal ini dapat dipahami bahwa

keberhasilan proses permurnian garam

dapur ditentukan pada proses ini. Proses

penyaringan larutan tidak dapat berhasil

dengan sempurna jika prosedurnya salah

(Setyopratomo, 2003). Kebanyakan siswa

menyaring larutan dengan cara menuang

larutan secara berlebihan pada kertas saring

sehingga terdapat banyak larutan yang

berceceran.

Pembelajaran dengan pendekatan

Project-Based Learning menekankan untuk

dapat menghasilkan produk-produk ilmiah

(Baker, et al. 2011). Penelitian tindakan

kelas ini betujuan meningkatkan hasil

belajar siswa SMA kelas XI materi kelarutan

dan hasil kelarutan melalui pendekatan

Project-Based Learning, sehingga pada

akhir proses siklus II dihasilkan produk

ilmiah berupa garam dapur murni dan

makalah hasil proyek. Berdasarkan data

psikomotrik, terjadi peningkatan hasil belajar

pada tiap indikator. Semua hasil proyek

tersebut di nilai dalam bentuk hasil belajar

dalam ranah hasil belajar, yaitu ranah

psikomotor (Anni, 2012)

Berdasarkan kegiatan pembelajaran

siklus I, kegiatan pembelajaran berbasis

proyek merupakan langkah dalam me-

nyikapi ilmu sains untuk dapat berpikir kritis

Page 33: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Didi Kurniadi, dkk, Upaya Meningkatkan Hasil.... 1247

dan kreatif. Pembelajaran berbasis proyek

memberikan pengalaman yang lebih kepada

siswa tentang materi kimia sehingga

diharapakan pengalaman tersebut dapat

masuk dalam ingatan jangka panjang (Eng-

Tek, 2009). Efektifitas model pembelajaran

dipengaruhi oleh pengalaman siswa selama

pembelajaran berlangsung (Ambarjaya,

2012).

Berdasarkan kegiatan pembelajaran

siklus I dan II, kegiatan pembelajaran

berbasis proyek yang telah dilakukan dalam

penelitian ini memberikan pengalaman

siswa pada proporsi Doing Real Thing

(Ambarjaya, 2012) sehingga secara kualitas

seharusnya siswa dapat menyerap materi

pembelajaran sekitar 90%. Pada penelitian

tindakan kelas yang telah dilakukan secara

keseluruhan tidak semua siswa berpar-

tisipasi aktif dengan cara pengelompokan.

Hal ini menyebabkan tidak semua siswa

dapat melakukan kegiatan proyek secara

keseluruhan dan kejadian semacam ini

umum terjadi pada praktikum yang

beranggotakan banyak siswa.

Jika dilihat dari data proses

pembelajaran, pengelompokan mempe-

ngaruhi hasil belajar. Pengelompokan dalam

kegiatan proyek dimaksudkan agar siswa

dapat bekerja dalam kelompok sehingga

kejadian tidak semua siswa dapat

menempuh proses belajar secara

keseluruhan adalah hal yang tidak dapat

dihindarkan. Meskipun tidak semua siswa

dapat bekerja lebih banyak dari teman

sekelompoknya, setidaknya pengalaman

pembelajaran tetap terjadi. Kegiatan

semacam ini dikategorikan dalam Watching

a Demonstration pada piramida belajar

efektitas pembelajaran, yaitu sebesar 50%

(Ambarjaya, 2012).

Masalah yang menjadi dasar

penelitian ini adalah hasil belajar siswa yang

masih rendah dan didukung dari data

observasi afektif pada tahun 2012.

Permasalahan yang terjadi disebabkan oleh

proses belajar yang belum memberikan

kesempatan bagi siswa dalam mencapai

kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang

dilakukan dalam dalam penelitian adalah

pada tingkat sinstesa dalam taksonomi

Bloom. pembelajarannya (Anni, 2012).

Penelitian yang telah dilakukan meng-

gunakan pendekatan Project-Based

Learning untuk menuntaskan hasil belajar

siswa.

Project-based learning memungkin-

kan siswa untuk memperoleh pengalaman

belajar dalam tiap ranah (Mahanal, et al.

2009). Berdasarkan data peningkatan hasil

belajar, ranah kognitif siswa meningkat

dengan dilaksanakannya pembelajaran

berbasis proyek karena dalam pelaksanaan

pembelajaran proyek, siswa dituntut agar

mampu menjawab pertanyaan terkait

dengan proyek. Materi proyek dirancang

oleh guru pengampu agar relevan dengan

kurikulum. Pembelajaran berbasis proyek

memberikan kesempatan bagi siswa agar

mampu menyusun kegiatan pembelajaran

yang terkait dengan materi ajar yang

diberikan (Klein, 2009). Penelitian yang

telah dilakukan memberikan data pening-

katan hasil belajar yang mencapai indikator

keberhasilan.

Pendekatan Project-Based Learning

memberikan kesempatan bagi siswa agar

Page 34: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1248 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1241 - 1249

belajar dari kehidupan sehari-hari

(Herminarto, 2006). Proyek pemurnian

garam dapur (Setyopratomo, 2003) yang

dilakukan memberikan sikap positif bagi

siswa dan dinilai dalam instrumen afektif

siswa dan dapat dilihat pada Gambar 2.

Pada siklus II, pencapaian siswa hasil

belajar sudah mencapai target keberhasilan.

SIMPULAN

Data penelitian ketuntasan hasil

belajar ranah kognitif siklus I sebanyak 23

dari 30 siswa tuntas KKM, ranah afektif 23

dari 30 siswa tuntas KKM dan ranah

psikomotorik sebesar 27 dari 30 siswa

tuntas KKM. Data penelitian ketuntasan

hasil belajar ranah kognitif siklus II sebanyak

26 dari 30 siswa tuntas KKM, ranah afektif

sebanyak 24 dari 30 siswa tuntas KKM dan

ranah psikomotorik sebanyak 26 dari 30

siswa tuntas KKM. Hal ini berarti indikator

keberhasilan yang dipatok telah tercapai

pada siklus II. Dari data penelitian,

disimpulkan bahwa menerapkan pen-

dekatan Project-Based Learning dapat

meningkatkan hasil belajar kimia siswa.

DAFTAR PUSTAKA

__________, 2009, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.

Ambarjaya, B., 2012, Psikologi Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta: Center for Academic Publishing Service

Anni, C., 2004, Psikologi Belajar, Semarang: Unnes Press

Arikunto, S., 2006, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta.

Baker, E., Breana, T., Patricia, O., Margaret, T. dan Lynne F, 2011, Project-based Learning Model: Relevant Learning for the 21st Century, New York: Pacific Education Institute.

Elfanany, B., 2013, Penelitian Tindakan Kelas, Yogyakarta: Araska.

Eng-Tek, O., 2009, The Effectiveness of Smart Schooling on Students Attitudes Toward Science, Eurasia Journal of Mathematics, Science dan Technology Education, Vol 5, No 1, Hal: 35-45.

Herminarto, S., 2006, Implementasi Pembelajaran Berbasis Proyek pada Bidang Kejuruan, Cakrawala Pendidikan, Yogyakarta: LPM UNY.

Hixson, N., Jason, R. dan Andy, W., 2012, Extended Profesional Development in Project-based Learning: Impact on 21st Century Skills Teaching and Student Achivement, West Virgina: Department of Education.

Katharina, B., Torsten, W. dan Ingo, E., 2010, Open Experimentation on Phenomena of Chemical Reactions Via The Learning Company Approach in Early Secondary Chemistry Education, Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, Vol 6, No 3, Hal: 163-171

Klein, J., 2009, Project-base Learning: Inspiring Middle School Students to Engage in Deep and Active Learning, New York City : Department of Education.

Mahanal, S., Ericka, D., Corebimad dan Siti, Z., 2009, Pengaruh Pembelajaran Project Based Learning (PJBL) pada Materi Ekosistem terhadap Sikap dan Hasil Belajar Siswa SMAN 2 Malang, Jurnal Kependidikan Universitas Negeri Malang, Vol 3, No 2, Hal: 1-13.

Mardapi, D., 2000, Azas Performance-Based Evaluation, Yogyakarta: UNY Press.

Medine, B., Kadir, M. dan Nurcan, T., 2010, Research on the Effect of Certain Variables Chosen and Technology- Supported Project-Based Learning Approach on 11th-grade Students’ Attitudes Towards Computers,

Page 35: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Didi Kurniadi, dkk, Upaya Meningkatkan Hasil.... 1249

Eurasia Journal Of Mathematics, Science & Technology Education, Vol 3, No 1, Hal: 1-13.

Miswanto, 2011, Penerapan model Pembelajaran Berbasis Proyek pada Materi Program Linier Siswa Kelas x SMK Negeri 1 Singosari, Jurnal Penelitian dan Pemikiran Pendidikan, STAIN Tulungagung, Vol 1, No 1, Hal: 61-68.

Mulyani, S. 2011, Perbedaan Penggunaan Strategi Pembelajaran Kontekstual dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SDN Tugu Utara 11 Pagi Jakarta Utara, Skripsi, Jakarta: PGSD Universitas Muhammad Prof, Dr Hamka.

Mulyasa, E., 2004, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristi, Implementasi dan Inovasi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Rais, M., 2010, Model Project Based-Learning Sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi Akademik Mahasiswa, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Universitas Negeri Makassar, Vol 43, No 3, Hal: 246-252.

Ristata, R., 2007, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Universitas Terbuk

Sanjaya, W., 2009, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta : Prenada Media Group.

Setyopratomo, P., 2003, Studi Eksperimen-tal Pemurnian Garam NaCl dengan Cara Rekristalisasi, Jurnal Teknik Kimia Universitas Surabaya,Vol 1, No 2, Hal:17-28.

Soetarjo dan Soejitno, P., 1998, Proses Belajar Mengajar dengan Metode Pendekatan Keterampilan Proses, Surabaya: SIC.

Sudjana, 2005, Metode Statistika, Bandung: Tarsito.

Susanti, E., 2008, Pembelajaran Project-Based Learning untuk Pembelajaran Kimia Koloid di SMA, Jurnal Mipa Universitas Negeri Medan, Vol 3, No 2, Hal:106-112.

Wasis, P., 2008, Penerapan Metode Pembelajaran Berbasis Proyek untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Praktik Industri Pada Prodi S-1 PTB, Jurnal Penelitian Kependidikan Universitas Negeri Malang, Vol 1, No 1, Hal: 204-215.

Wibowo, A., 2005, Pengaruh Pendekatan Project Based Learning (PBL) terhadap Hasil Belajar serta Sikap terhadap Ekosistem Sungai Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 9 Malang, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Universitas Negeri Malang, Vol 3, No 2, Hal:106-112.

Widodo, A., 2009, Pengembangan assesmen pembelajaran pendidikan kimia, Semarang: LP3 UNNES.

Page 36: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1250 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1250 - 1259

PENGEMBANGAN RUBRIK PERFORMANCE ASSESSMENT

PADA PRAKTIKUM HIDROLISIS GARAM

Nila Puspitasari*, Sri Haryani dan Nuni Widiarti

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menghasilkan inovasi rubrik performance assessment praktikum materi hidrolisis garam. Rubrik dikonsultasikan dan divalidasi oleh ahli, kemudian dilakukan revisi dan dujicobakan. Hasil uji coba dianalisis, direvisi kemudian dilakukan uji pemakaian. Penelitian dilaksanakan di suatu SMA N di Semarang, dengan sampel diambil secara purposive sample. Uji skala kecil dilakukan pada 10 siswa dan uji skala besar dilakukan pada seluruh siswa kelas XI IPA 3 dan XI IPA 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa validitas inovasi rubrik performance assessment oleh para ahli adalah 86,46%. Penggunaan Inovasi rubrik performance assessment pada praktikum hidrolisis garam “uji larutan garam dalam air” telah tercapai kesepahaman antara observer dan siswa dengan harga koefisien generalisabilitas 0,711 dan 0,744. Dampak penggunaan rubrik performance assessment ini adalah hasil belajar kognitif siswa mencapai ketuntasan belajar. Pada kelas XI IPA 3 terdapat 33 siswa dari 38 siswa telah mencapai KKM, sedangkan kelas XI IPA 4 terdapat 33 siswa dari 37 siswa. Karakter siswa dapat dibangun selama kegiatan praktikum, antara lain kedisiplinan, kejujuran, kemandirian, rasa ingin tahu, bertanggungjawab, dan bekerjasama. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa inovasi performance assessment praktikum hidrolisis garam “uji larutan garam dalam air” dapat digunakan sebagai panduan penilaian kinerja siswa dan dapat meningkatkan pemahaman konsep serta menumbuhkan karakter siswa.

Kata kunci : hidrolisis garam, inovasi, rubrik performace assessment

ABSTRACT

This research aims to produce innovation of performance assessment rubric on practicum salt hydrolysis material. The rubric was being consulted and validated by experts, then it was being revised and tested. The trial result was being analyzed and revised, then usage test was given. The research was conducted at SMA in Semarang using purposive sampling technique. A small scale was given to ten students and large scales were given to the students in class XI IPA 3 and XI IPA 4. The results showed that the validity of innovation of performance assessment rubric by experts was 86.46%. Implementation innovation of performance assessment rubric on practicum salt hydrolysis "test salt solution in water", the agreement has been reached between the observer and the student with the value of generalizability coefficient are 0.711 and 0.744. The impact of the use of performance assessment rubric is that the cognitive learning outcomes of the students can achieve mastery learning. In class XI IPA 3, there are 33 students from 38 students achieve KKM and in class XI IPA 4 there are 33 students from 37 students achieve values KKM. Student’s characters can also be developed during lab activities, such as discipline, honesty, independence, curiosity, responsibility, and cooperation. Based on the results, innovation of performance assessment research practicum salt hydrolysis "test salt solution in water" could be used as a guide to the performance assessment (psychomotor) of the students and increase understanding of the concept and fosters student’s character.

Keywords : innovation, performance assessment rubric, salt hydrolisis

Page 37: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Nila Puspitasari, dkk, Pengembangan Rubrik Performance.... 1251

PENDAHULUAN

Kegiatan praktikum kimia meru-

pakan bagian integral dari pembelajaran

kimia. Praktikum dapat digunakan untuk

lebih memahami teori dan mengembangkan

keterampilan dasar. Keterampilan dikem-

bangkan melalui latihan-latihan meng-

gunakan alat, mengobservasi, mengukur

dan kegiatan lainnya (Rustaman, 2005).

Berdasarkan wawancara dan observasi

yang telah dilakukan di suatu SMA di kota

Semarang, masalah yang selama ini terjadi

adalah siswa belum mampu melakukan

praktikum secara mandiri dan kurang

memahami apa yang sebenarnya mereka

lakukan dalam kegiatan praktikum sehingga

guru hanya cenderung menilai hasil

akhirnya atau hanya nilai kognitifnya saja.

Guru diberikan keleluasaan dalam

memilih dan menentukan metode yang tepat

digunakan dalam pelaksanaan proses

pembelajaran serta penilaiannya (asses-

ment). Menurut Adiguzel (2011), peng-

gunaan assesment meningkat seiring

dengan kepentingan untuk mengetahui dan

meningkatkan kemajuan akademik siswa.

Namun, selama ini masih terdapat kendala

dalam menilai keterampilan kinerja siswa

dalam praktikum. Keberhasilan keterampilan

dasar sangat tergantung dari kualitas

program latihan dan assesmentnya (Sudria

dan Siregar, 2009). Oleh karena itu,

diperlukan performance assessment yang

dilengkapi dengan rubrik.

Hasil observasi dan wawancara di

suatu SMA di Semarang menunjukkan

bahwa sekolah tersebut merupakan sekolah

yang tepat untuk diadakan penelitian karena

guru belum memiliki rubrik performance

assessment dan kesulitan dalam menilai

psikomotorik (keterampilan kinerja) siswa.

Rubrik performance assessment yang akan

digunakan disosialisasikan terlebih dahulu

kepada siswa untuk membangun persa-

maan persepsi antara observer dan siswa.

Efektivitas pelaksanaan assessment

menuntut pihak yang dinilai (siswa) dan

penilai (guru) mempunyai kesamaan

persepsi terhadap kriteria penilaian. Tanpa

ketersediaan rubrik penilaian skill dan

produk yang valid, praktikum kurang

didasarkan pada penggunaan data yang

sesuai dan berkualitas (Sudria dan

Sya’aban, 2008). Selama ini, rubrik hanya

dibuat dalam kalimat-kalimat panjang yang

membutuhkan pemahaman lama apabila

digunakan sebagai panduan penilaian.

Padahal menurut Kishbaugh, et al., (2012),

rubrik yang dilengkapi dengan gambar dapat

memudahkan dalam menunjukkan kom-

petensi atau sub keterampilan yang dinilai.

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan

untuk menghasilkan rubrik performace

assessment praktikum hidrolisis garam “uji

larutan garam dalam air” yang dibuat

dengan cara inovasi melalui penggunaan

gambar dan tulisan untuk setiap aspek yang

dinilai, sehingga diharapkan dapat lebih

memudahkan dalam menilai kinerja siswa.

Rumusan masalah dalam penelitian

ini, (1) apakah inovasi rubrik performance

assessment yang telah dilakukan melalui

penggunaan gambar dan tulisan dapat

digunakan sebagai panduan penilaian

kinerja siswa dalam kegiatan praktikum

hidrolisis garam “uji larutan garam dalam

air”?; (2) bagaimana hasil belajar kognitif

Page 38: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1252 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1250 - 1259

siswa?; serta (3) apa karakter siswa yang

dapat dibangun setelah menggunakan rubrik

performance assessment dalam praktikum

hidrolisis garam “uji larutan garam dalam

air”?

Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui apakah inovasi rubrik

performance assessment yang telah dilaku-

kan melalui penggunaan gambar dan tulisan

dapat digunakan sebagai panduan penilaian

kinerja siswa dalam praktikum hidrolisis

garam “uji larutan garam dalam air”, dan

untuk mengetahui hasil belajar kognitif siswa

serta karakter siswa yang muncul setelah

melakukan kegiatan praktikum hidrolisis

garam dengan dilengkapi rubrik perfor-

mance assessment.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di suatu

SMA Negeri di Semarang. Penelitian ini

menggunakan metode research and

development, yang meliputi tiga langkah

utama yaitu: analisis kebutuhan,

perancangan dan pengembangan rubrik,

dan validasi serta reliabilitas perangkat

assessment yang meliputi uji coba, revisi

dan validasi perangkat rubrik. Prosedur

penelitian yang digunakan dalam penelitian

ini mengacu pada tahap R&D Sugiyono

(2010) yang telah dijabarkan, antara lain

menganalisis produk yang akan dikem-

bangkan, mengembangkan produk awal,

validasi ahli, revisi, uji coba skala kecil,

revisi, uji pemakaian skala besar, dan

produk telah teruji.

Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh siswa kelas XI IPA SMA di sekolah

tersebut yang terdiri dari 5 kelas. Sampel

dalam penelitian uji pemakaian skala besar

diambil dengan teknik purposive sampling

sebanyak 2 kelas, yaitu kelas XI IPA 3 dan

XI IPA 4 dimana guru yang mengajar kimia

pada kedua kelas tersebut adalah sama.

Namun, pada uji coba skala kecil hanya 10

siswa yang digunakan sebagai sampel.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

penggunaan rubrik performance assessment

pada praktikum hidolisis garam. Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah hasil

belajar siswa, yaitu psikomotorik, kognitif,

dan afektif. Variabel kontrol dalam penelitian

ini adalah alokasi waktu dan materi

pelajaran yang sama.

Responden diberikan perlakuan

pembelajaran praktikum dengan meng-

gunakan rubrik performance assessment

yang telah direvisi berdasarkan hasil pada

uji coba skala kecil. Hasil uji coba skala kecil

dimaksudkan untuk mengetahui keterlak-

sanaan penggunaan inovasi rubrik

performance assessment dan mendapatkan

masukan dari hasil pengamatan guna

memperbaiki kekurangan-kekurangan

(Listyawati, 2012). Observer mengisi lembar

observasi performance assessment dengan

panduan rubrik performance assessment

yang telah direvisi, kemudian dianalisis

menggunakan koefisien generalisabilitas

yang dikembangkan oleh Thorndike dalam

Susilaningsih (2011). Apabila diperoleh

harga reliabilitas yang tinggi dapat diartikan

bahwa pemberian skor yang telah

dikukuhkan oleh masing-masing observer

adalah konsisten satu sama lain (Sutrisno,

2012).

37

Page 39: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Nila Puspitasari, dkk, Pengembangan Rubrik Performance.... 1253

Aspek psikomotorik (kinerja) siswa

yang dinilai dalam penelitian ini adalah

persiapan praktikum, keterampilan mela-

kukan percobaan, kegiatan setelah

praktikum dan membuat laporan sementara.

Keefektifan rubrik performance assessment

dapat ditentukan dari ketuntasan hasil

belajar kognitif siswa secara klasikal.

Menurut Mulyasa dalam Prasetya (2012),

ketuntasan klasikal dapat tercapai apabila

tidak kurang dari 32 siswa dari jumlah siswa

di kelas tersebut telah mencapai ketuntasan.

Pembelajaran praktikum menggunakan

rubrik ini juga bertujuan mengetahui karakter

yang muncul dalam diri siswa. Data

penelitian hasil belajar kognitif dianalisis uji

normalitas, normalized-gain, dan uji ketun-

tasan. Hasil belajar afektif, psikomotorik, dan

tanggapan siswa dianalisis menggunakan

presentase (Pahlevi, 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penilaian rubrik performance

assessment dilakukan oleh 3 dosen Kimia

FMIPA UNNES. Penilaian rubrik perfor-

mance assessment meliputi 3 komponen

penilaian, yaitu kelayakan isi, kebahasaan,

dan penyajian. Tiga komponen tersebut

terbagi dalam 8 aspek, yaitu indikator

observasi harus sudah sesuai tujuan,

bahasa yang digunakan komunikatif, tata

bahasa yang digunakan benar, format

instrumen mudah dibaca, gambar instrumen

mudah dipahami, pedoman pengisian

instrumen jelas, kriteria penskoran jelas dan

mudah dipahami, serta rubrik penskoran

jelas dan mudah dipahami. Penilaian rubrik

performance assessment disajikan pada

Tabel 1.

Tabel 1. Penilaian dosen terhadap kelayakan rubrik

Penilai Persentase Kelayakan Kriteria

Validator I 90,63 % Sangat Layak Validator II 93,75 % Sangat Layak Validator III 75,00 % Layak

Rata-rata 86,46 % Sangat Layak

Berdasarkan Tabel 1 diketahui

bahwa validasi oleh dosen dalam

pengembangan produk berupa rubrik

performance assessment materi praktikum

hidrolisis garam “uji larutan garam dalam air”

diperoleh rata-rata penilaian oleh dosen

mencapai 86,46 % termasuk kriteria sangat

layak. Hasil tersebut menunjukkan rubrik

yang telah dikembangkan sudah valid

sehingga mudah dan layak digunakan

dalam pembelajaran praktikum (Sudria dan

Sya’aban, 2008).

Keterlaksanaan penerapan produk

dapat dilihat dari analisis data koefisien

generalisabilitas yang diperoleh dari lembar

observasi kinerja (psikomotorik) pada uji

coba skala kecil dengan berpedoman pada

inovasi rubrik performance assessment

menghasilkan harga reliabilitas antar penilai

(r) sebesar 0,417 dalam kategori sedang.

Reliabilitas kategori sedang mengakibatkan

nilai kinerja (psikomotorik) siswa belum

dapat dinilai dengan mudah meskipun telah

berpedoman dengan rubrik performance

Page 40: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1254 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1250 - 1259

assessment yang dikembangkan, sehingga

perlu dilakukan revisi pada rubrik yang telah

dibuat dan uji pelaksanaan lebih lanjut

dalam skala besar (Susilaningsih, 2011).

Penilaian kinerja (psikomotorik) terdiri

dari 4 aspek, yaitu (1) persiapan praktikum,

(2) keterampilan melakukan praktikum, (3)

membuat laporan sementara, dan (4)

kegiatan setelah praktikum. Dari keempat

aspek terdapat rata-rata nilai 2 aspek

dengan kriteria baik dan 2 aspek dengan

kriteria cukup. Rata-rata nilai keempat aspek

disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Nilai rata-rata masing-masing aspek kinerja (psikomotorik) siswa pada uji coba skala kecil materi praktikum hidrolisis garam

Tanggapan siswa terhadap peng-

gunaan rubrik performance assessment

disajikan pada Tabel 2. Hasil tanggapan

siswa dianalisis sehingga diperoleh hasil

sebagian besar siswa yaitu 7 dari 10 siswa

setuju dengan penggunaan rubrik

performance assessment. Hal ini mem-

buktikan bahwa siswa antusias dan tertarik

mengikuti pembelajaran praktikum

hidrolisisis “uji larutan garam dalam air”

dengan dilengkapi rubrik performance

assessment. Hasil tersebut juga mendu-

kung penggunaan rubrik tersebut pada uji

pemakaian skala besar setelah dilakukan

revisi

.

Tabel 2. Tanggapan siswa pada uji coba skala kecil terhadap penggunaan rubrik performance

assessment

Kriteria Tanggapan Jumlah Siswa

Sangat Setuju 1 Setuju 7 Tidak Setuju 1 Sangat Tidak Setuju 1

Jumlah Siswa 10

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

1 2 3 4

3,34

1,96

2,75

3,32

Nila

i Rat

a-ra

ta T

iap

ASp

ek

Aspek Psikomotorik

Page 41: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Nila Puspitasari, dkk, Pengembangan Rubrik Performance.... 1255

Penilaian kinerja (psikomotorik)

selama praktikum terdiri dari 4 aspek, yaitu

(1) persiapan praktikum, (2) keterampilan

melakukan praktikum, (3) membuat laporan

sementara, dan (4) kegiatan setelah

praktikum. Nilai keempat aspek tersebut

diperoleh dari rata-rata nilai dari 4 observer.

Reliabilitas untuk kelas XI IPA 3 diperoleh

sebesar 0,711 sedangkan kelas XI IPA 4

sebesar 0,744. Reliabilitas dari kedua kelas

tersebut sudah tinggi, yaitu tidak kurang dari

0,7. Hal ini menunjukkan telah tercipta

kesepahaman persepsi yang tinggi antara

observer dan siswa tentang aspek-aspek

sasaran keterampilan dalam praktikum yang

terdapat dalam rubrik sehingga membantu

memudahkan penilaian kinerja (psiko-

motorik) siswa (Susilaningsih, 2011).

Hasil kelas XI IPA 3 dan XI IPA 4

dari keempat aspek terdapat 3 aspek

dengan kriteria baik dan 1 aspek dengan

kriteria sangat baik. Nilai rata-rata masing-

masing aspek kinerja (psikomotorik) siswa

kelas XI IPA 3 disajikan pada Gambar 2 dan

kelas XI IPA 4 disajikan pada Gambar 3.

Gambar 2. Nilai rata-rata masing-masing aspek kinerja (psikomotorik) siswa kelas XI IPA 3 pada materi praktikum hidrolisis garam

Gambar 3. Nilai rata-rata masing-masing aspek psikomotorik siswa kelas XI IPA 4 pada materi praktikum hidrolisis garam

Rata-rata nilai kinerja (psiko-

motorik) siswa kelas XI IPA 3, yaitu 83,32

dengan nilai tertinggi 94,01 dan nilai

terendah 76,81; sedangkan rata-rata nilai

kinerja (psikomotorik) siswa kelas XI IPA 4

adalah 84,73 dengan nilai tertinggi 94,62

3,00

3,20

3,40

3,60

3,80

1 2 3 4

3,44 3,32

3,24

3,62

Nila

i Rat

a-ra

ta T

iap

ASp

ek

Aspek Psikomotorik

3,00

3,20

3,40

3,60

1 2 3 4

3,57 3,50

3,28

3,50

Nila

i Rat

a-ra

ta T

iap

A

Spe

k

Aspek Psikomotorik

Page 42: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1256 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1250 - 1259

dan nilai terendah 80,69. Kriteria kinerja

siswa kelas XI IPA 3 dan XI IPA 4 termasuk

dalam kriteria tinggi. Kinerja siswa dapat

terukur dengan tepat karena menggunakan

panduan penilaian berupa rubrik

performance assessment dengan reliabel

tinggi dalam menilai kinerja siswa tersebut

(Sudria dan Sya’aban, 2008.)

Berdasarkan analisis data akhir,

rata-rata hasil tes hasil belajar siswa pada

uji pemakaian skala besar disajikan pada

Tabel 3.

Tabel 3. Nilai hasil belajar kognitif siswa pada uji pemakaian skala besar materi praktikum hidrolisis garam

No Hasil Penelitian

Penelitian

Skala Besar

XI IPA 3 XI IPA 4

1. Nilai terendah 63 67 2. Nilai tertinggi 90 93 3. Rata-rata nilai 80,95 81,46 . Kriteria Tuntas Tuntas 5. N-Gain 0.57 0.58

Tabel 3 menjelaskan bahwa tercapai

ketuntasan belajar siswa. Indikator

keberhasilan untuk ketuntasan belajar yaitu

tidak kurang dari 32 siswa telah mencapai

KKM nilai kimia. Kelas XI IPA 3 dan XI IPA

4 dengan nilai rata-rata di atas nilai KKM

Kimia yaitu 80,95 dan 81,46. Harga N-Gain

rata-rata sebesar 0,57 dan 0,58. Kelas XI

IPA 3 telah mencapai ketuntasan dengan 33

siswa dari 38 siswa telah tuntas belajar dan

kelas XI IPA 4 telah mencapai ketuntasan

dengan 33 siswa dari 37 siswa telah tuntas

belajar sehingga uji pemakaian skala besar

ini telah berhasil karena keefektivan produk

ditentukan oleh hasil belajar kognitif siswa

(Jannah: 2012).

Hasil belajar afektif siswa juga

menjadi aspek penilaian pada uji pemakaian

skala besar ini. Nilai rata-rata afektif siswa

kelas XI IPA 3 dari keenam aspek tersebut

disajikan dalam Gambar 4 dan kelas XI IPA

4 disajikan dalam Gambar 5.

Gambar 4. Nilai rata-rata masing-masing aspek afektif siswa uji pemakaian skala besar kelas

XI IPA 3 materi praktikum hidrolisis garam

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

1 2 3 4 5 6

3.37 3.61

3.18 3.40

3.76 3.84

Rat

a-ra

ta N

ilai T

iap

Asp

ek

Aspek Afektif

Page 43: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Nila Puspitasari, dkk, Pengembangan Rubrik Performance.... 1257

Gambar 5. Nilai rata-rata masing-masing aspek afektif siswa uji pemakaian skala besar kelas

XI IPA 4 materi praktikum hidrolisis garam

Pada tahap skala besar di kelas XI

IPA 3 diperoleh 3 aspek dengan kriteria

sangat baik dan 3 aspek dengan kriteria

baik. Kelas XI IPA 4 diperoleh 5 aspek

dengan kriteria sangat baik dan 1 aspek

dengan kriteria baik. Nilai afektif terendah

kelas XI IPA 3 sebesar 75,00; nilai tertinggi

100,00; dan nilai rata-rata 84,67. Nilai afektif

terendah kelas XI IPA 4 sebesar 75,00; nilai

tertinggi 100,00; dan nilai rata-rata 88,88.

Siswa kelas XI IPA 3 maupun kelas XI IPA 4

memilki nilai afektif rata-rata dalam kriteria

tinggi. Nilai afektif siswa yang dapat terlihat

setelah melakukan praktikum dengan

berpedoman rubrik performance assess-

ment yaitu, kedisiplinan, kejujuran,

kemandirian, rasa ingin tahu, bertanggung-

jawab, dan bekerjasama. Nilai afektif siswa

yang terlihat tersebut menunjukkan

penelitian ini telah berhasil karena

pencapaian hasil belajar kognitif dan

psikomotorik siswa diikuti dengan keenam

kemampuan afektif tersebut (Sukanti, 2011).

Data untuk tanggapan siswa

diperoleh setelah pembelajaran berakhir

untuk mengetahui pendapat siswa terhadap

pembelajaran praktikum hidrolisis garam

dilengkapi rubrik performance assessment.

Kelas XI IPA 3 sebagian setuju yaitu 16

siswa dari 38 siswa. Kelas XI IPA 4

sebagian besar setuju yaitu 20 siswa dari 37

siswa. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

siswa setuju dengan penerapan pem-

belajaran praktikum hidrolisis garam “uji

larutan garam dalam air” dengan dilengkapi

rubrik performance assessment. Tanggapan

siswa tersebut disajikan dalam Tabel 4.

0

1

2

3

4

1 2 3 4 5 6

623.3 3.62 3.38 3.68 3.84 3.76

Rat

a-ra

ta N

ilai T

iap

Asp

ek

Aspek Afektif

Page 44: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1258 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1250 - 1259

Tabel 4. Tanggapan siswa uji pemakaian skala besar terhadap penggunaan rubrik performance assessment

Kriteria Tanggapan XI IPA 3 XI IPA 4

Sangat Setuju 13 9 Setuju 16 20 Tidak Setuju 9 8 Sangat Tidak Setuju 0 0

Jumlah Siswa 38 37

Tanggapan tentang penggunaan

rubrik performance assessment dalam

praktikum hidrolisis garam “uji larutan garam

dalam air” juga diperoleh dari guru

pengampu kelas yang digunakan dalam

penelitian ini. Hasil analisis deskriptif dari

angket yang telah diisi menunjukkan bahwa

guru setuju dengan penggunaan rubrik. Hal

ini dikarenakan guru beranggapan berda-

sarkan penelitian yang telah dilakukan,

rubrik dapat menarik minat belajar siswa,

mendorong aktivitas belajar siswa, siswa

dapat lebih mudah memahami materi yang

diajarkan. Penggunaan rubrik tersebut juga

dapat membantu dalam penilaian kinerja

(psikomotorik) siswa dan dapat melatih

keterampilan kinerja siswa dalam praktikum.

Jadi, rubrik performace assessment sangat

tepat digunakan dalam praktikum hidrolisis

garam “uji larutan garam dalam air”.

Berdasarkan penelitian yang

dilakukan, telah tercipta inovasi rubrik

performance assessment dalam materi

praktikum hidrolisis garam “uji larutan garam

dalam air” yang valid dan reliabilitas tinggi

sehingga memudahkan penilaian kinerja

(psikomotorik) siswa dan lebih menjamin

ketepatan penilaian sasaran (Sudria dan

Siregar, 2009). Rubrik yang diinovasi dapat

memudahkan pemahaman observer dan

siswa dalam memahami rubrik tersebut

sehingga tercipta kesepahaman persepsi

yang tinggi antara observer dan siswa

tentang aspek-aspek sasaran keterampilan

dalam praktikum yang terdapat dalam rubrik

tersebut. Dampak dari penggunaan rubrik

juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa

karena apabila telah mampu memaham

rubrik tersebut maka materi praktikum juga

semakin mudah untuk dipahami. Pening-

katan hasil belajar terbukti dengan

tercapainya indikator keberhasilan ketun-

tasan belajar dan aspek psikomotorik serta

afektif siswa juga dapat terukur. Penelitian

ini menunjukkan bahwa guru dan siswa juga

setuju dengan penggunaan rubrik

performance assessment dalam materi

praktikum hidrolisis garam “uji larutan garam

dalam air”.

SIMPULAN

Inovasi dalam rubrik performance

assessment telah memenuhi 3 komponen

penilaian, yaitu kelayakan isi, kebahasaan,

dan penyajian dengan rata-rata penilaian

ahli sebesar 86,46% termasuk kriteria

sangat layak. Rubrik juga dapat digunakan

sebagai panduan penilaian kinerja

(psikomotorik) siswa dalam kegiatan

praktikum hidrolisis garam “uji larutan garam

dalam air” dengan harga koefisien

generalisabilitas tinggi yaitu, 0,711 dan

0,744. Hasil belajar kognitif siswa pada

Page 45: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Nila Puspitasari, dkk, Pengembangan Rubrik Performance.... 1259

materi praktikum hidrolisis garam “uji larutan

garam dalam air” setelah melakukan

kegiatan praktikum dengan dilengkapi rubrik

performance assessment dapat mencapai

ketuntasan belajar, yaitu tidak kurang dari

32 siswa dari siswa di kelas mencapai nilai

KKM Kimia, dan karakter siswa yang dapat

dibangun selama kegiatan praktikum

hidrolisis garam “uji larutan garam dalam air”

antara lain adalah kedisiplinan, kejujuran,

kemandirian, rasa ingin tahu,

bertanggungjawab, dan bekerjasama.

DAFTAR PUSTAKA

Adiguzel, T., 2011, Use of Audio

Modification in Science Vocabulary Assessment, Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, Vol 7, No 4, Hal 215-225.

Jannah, M, Sugianto, dan Sarwi, 2012, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berorientasi Nilai Karakter Melalui Inkuiri Terbimbing Materi Cahaya pada Siswa Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama, Journal of Innovative Science Education, Vol 1, No 1, Hal 61-67.

Kishbaugh, T.L.S., Cessna, S., Horst, S.J., Leaman, L., Flanagan, T., Neufeld, D.G. dan Siderhurst, M., 2012, Measuring Beyond Content: A Rubric Bank For Assessing Skills In Authentic Research Assignments In The Sciences, Chem. Educ. Res.

Listyawati, M., 2012, Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu di SMP, Journal of Innovative Science Education, Vol 1, No 1, Hal 68-76.

Pahlevi, M., 2012, Pengaruh Pendekatan Aesop’s Berbantuan Guidance Worksheet terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Hidrokarbon, Skripsi, Semarang: FMIPA UNNES.

Prasetya, H.A., 2012, Pengaruh Pendekatan Brain-Based Teaching terhadap Hasil Belajar Siswa Materi Pokok Koloid Kelas XI Semeter 2 SMA Negeri 1 Mejobo, Skripsi, Semarang: FMIPA UNNES.

Rustaman, N.Y., 2005, Srategi Belajar Mengajar Biologi, Malang: Universitas Negeri Malang.

Sudria, I.B.N dan Siregar, M., 2009, Pengembangan Rubrik Penilaian Keterampilan Dasar Praktikum dan Mengajar Kimia Pada Jurusan Pendidikan Kimia, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Vol 42, No 3, Hal 222-233.

Sudria, I.B.N dan Sya’aban, S., 2008, Pengembangan Rubrik Assessment Performance Keterampilan Dasar Kimia dalam Perkuliahan Kimia Dasar, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, Vol 2, No 1, Hal 30-41.

Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta.

Sukanti, 2011, Penilaian Afektif dalam Pembelajaran Akuntansi, Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol 9, No 1, Hal 74-82.

Susilaningsih, E., 2011, Pengembangan Model Evaluasi Praktikum Kimia di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Disertasi, Yogyakarta: Program Pascasarjana UNY.

Sutrisno, 2012, Pembelajaran Fluida Menggunakan Model Jigsaw dengan Peer Assessment untuk Meningkatkan Aktivitas, Sikap Ilmiah, dan Prestasi Belajar Siswa Kelas XI IPA, Journal of Innovative Science Education, Vol 1, No 1, Hal 10-18.

Page 46: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1260 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1260 - 1270

PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM BERVISI SETS

UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN LABORATORIUM

DAN PENGUASAAN KOMPETENSI

Shinta Nur Baeti*, Achmad Binadja dan Endang Susilaningsih

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Praktikum merupakan salah satu kegiatan yang sangat berperan dalam meningkatkan keberhasilan proses belajar mengajar. Pembelajaran berbasis praktikum dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk belajar secara aktif merekonstruksi pemahaman konseptualnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan laboratorium dan penguasaan kompetensi pada materi hidrokarbon melalui pembelajaran berbasis praktikum bervisi SETS. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah posttest only control design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X suatu SMA Negeri di Pekalongan. Sampel diambil dengan teknik cluster random sampling, diperoleh X-5 sebagai kelas eksperimen 1 dan X-6 sebagai kelas eksperimen 2, dengan masing-masing terdiri dari 30 siswa. Keterampilan laboratorium meningkat secara signifikan dengan rata-rata praktikum 1, 2 dan 3 pada kelas eksperimen 1 masing-masing 25, 31 dan 32. Penguasaan kompetensi kognitif meningkat secara signifikan pada kelas eksperimen 1 dengan rata-rata 86 dengan 26 dari 30 siswa mencapai ketuntasan. Penguasaan kompetensi afektif dan psikomotorik meningkat secara signifikan pada kelas eksperimen 1 dengan rata-rata masing-masing 20 dan 17. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis praktikum bervisi SETS dapat meningkatkan keterampilan laboratorium dan penguasaan kompetensi pada materi hidrokarbon siswa.

Kata kunci: keterampilan laboratorium, pembelajaran berbasis praktikum, penguasaan kompetensi, SETS

ABSTRACT

Practicum is one instrumental activity that is improving the success of the learning process. Practicum-based learning can be used as an alternative learning which can encourage students to learn actively reconstruct the conceptual understanding. This study aims to determine the improvement of laboratory skills and mastery of competencies in hydrocarbon materials through lab-based learning with SETS vision. The design used in this study is the posttest only control design. The population in this study is a class X of an high school (SMA) in Pekalongan. Samples were taken with a random cluster sampling technique, which the X-5 was obtained as an experimental class 1 and X-6 as an experimental class 2, with each consisting of 30 students. Laboratory skills improved significantly by an average in Practicum 1, 2 and 3 in the experimental class 1 respectively 25, 31 and 32. Mastery cognitive competence increased significantly in the experimental class 1 with an average of 86 to 26 of the 30 students achieve mastery. Affective and psychomotor competency mastery increased significantly in the experimental class 1 with an average of respectively 20 and 17. Based on the results of this study, it can be concluded that lab-based learning with SETS vision can improve laboratory skills and mastery of student competencies in hydrocarbon material.

Keywords: laboratory skills, lab-based learning, mastery of competencies, SETS

Page 47: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Shinta Nur Baeti, dkk, Pembelajaran Berbasis Praktikum..... 1261

PENDAHULUAN

Kegiatan praktikum merupakan salah

satu kegiatan yang sangat berperan dalam

meningkatkan keberhasilan proses belajar

mengajar. Pembelajaran berbasis praktikum

dapat digunakan sebagai alternatif

pembelajaran yang dapat mendorong siswa

untuk belajar secara aktif merekonstruksi

pemahaman konseptualnya (Duda, 2010).

Rustaman, et al., (2005) mengemukakan

bahwa dalam pendidikan sains kegiatan

laboratorium (praktikum) merupakan bagian

integral dari kegiatan belajar mengajar. Hal

ini menunjukkan betapa pentingnya peranan

praktikum untuk mencapai tujuan pendidikan

IPA. Selain itu Rustaman, et al., (2005)

mengemukakan empat alasan mengenai

pentingnya kegiatan praktikum sains, yaitu

(1) dapat membangkitkan motivasi belajar

siswa; (2) mengembangkan keterampilan

dasar melakukan eksperimen; (3) menjadi

wahana belajar pendekatan ilmiah; serta (4)

menunjang materi pelajaran.

Berdasarkan hasil observasi yang

telah dilakukan di suatu SMA Negeri di

Pekalongan, diperoleh data penguasaan

kompetensi kognitif siswa pada materi

pokok hidrokarbon masih rendah. Hal ini

ditunjukkan dengan ketuntasan klasikal nilai

ulangan harian siswa pada materi

hidrokarbon tahun pelajaran 2011/2012

belum mencapai 70%, dengan kriteria

ketuntasan minimal (KKM) 75. Sekolah

tersebut memiliki fasilitas yang cukup

memadai seperti perpustakaan, ruang

multimedia, dan laboratorium kimia.

Peralatan dan bahan-bahan kimia di

laboratorium cukup lengkap dan memadai

untuk dilaksanakan praktikum. Namun,

kegiatan praktikum untuk mata pelajaran

kimia jarang dilaksanakan karena keter-

batasan waktu. Kegiatan praktikum di

laboratorium sebenarnya dapat dilakukan

bersamaan dengan pembelajaran konsep.

Kurangnya kegiatan praktikum mengakibat-

kan keterampilan laboratorium siswa

cenderung rendah. Pengalaman belajar

yang diberikan guru lebih ditekankan pada

kegiatan ceramah dan latihan soal,

sehingga hanya aspek kognitif saja yang

dinilai. Padahal aspek afektif dan psikomotor

penting untuk penilaian siswa selama

proses pembelajaran. Perilaku-perilaku

kognitif, afektif, dan psikomotor yang

ditampilkan oleh siswa selanjutnya disebut

dengan kompetensi. Lynn dan Nixon (1985)

menyatakan bahwa kompetensi atau

kemampuan terdiri dari pengalaman dan

pemahaman tentang fakta dan konsep,

peningkatan keahlian, selain itu juga

mengajarkan perilaku dan sikap.

Kebermaknaan suatu pembelajaran

dapat tercermin dalam pengaplikasian sains

untuk teknologi serta dampaknya pada

lingkungan dan masyarakat. Sains memiliki

nilai-nilai yang dikandungnya, sikap dan

keterkaitan sains, lingkungan, teknologi, dan

masyarakat (salingtemas). Pembelajaran

sains yang efektif harus memperhatikan dua

hal, yaitu hakekat bagaimana siswa belajar

dan hakekat materi yang diajarkan. Hakekat

sains yang meliputi sains sebagai konten,

proses, sikap, nilai, dan salingtemas harus

tercakup dalam proses pembelajaran

(Romlah, 2009). Perlunya menggunakan

pembelajaran model SETS yaitu, siswa

diharapkan memahami implikasi hubungan

Page 48: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1262 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1260 - 1270

antar unsur SETS. SETS akan membimbing

siswa berfikir aktif dan bertindak me-

mecahkan masalah lingkungan atau segala

sesuatu yang berhubungan dengan

masyarakat (Binadja, 1999).

Pembelajaran berbasis praktikum

bervisi SETS dapat digunakan sebagai

alternatif untuk mengembangkan keteram-

pilan laboratorium dan penguasaan kom-

petensi siswa. Pembelajaran ini memberikan

kesempatan kepada siswa untuk bekerja di

laboratorium dan mengaplikasikan sains

pada teknologi serta mengetahui dampak-

nya terhadap ling-kungan dan masyarakat.

Rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah: Apakah penerapan pembelajaran

berbasis praktikum bervisi SETS mem-

berikan peningkatan terhadap keterampilan

laboratorium dan penguasaan kompetensi

hidrokarbon siswa? Sehingga tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui

apakah penerapan pembelajaran berbasis

praktikum bervisi SETS memberikan pening-

katan terhadap keterampilan laboratorium

dan penguasaan kompetensi siswa.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di suatu

SMA Negeri di Pekalongan pada materi

hidrokarbon. Desain penelitian yang dipakai

yaitu posttest only control design. Populasi

dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-1

sampai X-8 tahun pelajaran 2012/2013.

Kelas X-5 merupakan kelas eksperimen 1

dan kelas X-6 merupakan kelas eksperimen

2 yang diambil dengan teknik cluster

random sampling dengan pertimbangan

hasil uji homogenitas terhadap nilai mid

semester ganjil yang diperoleh bahwa

keduanya homogen.

Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah metode pembelajaran yang

dilaksanakan dengan variasi pembelajaran

berbasis praktikum bervisi SETS dan

pembelajaran berbasis praktikum, sedang-

kan variabel terikatnya yaitu keterampilan

laboratorium dan penguasaan kompetensi.

Metode pengumpulan data dilakukan

dengan metode dokumentasi, metode tes,

lembar observasi dan angket. Instrumen

yang digunakan dalam penelitian ini adalah

soal postest penguasaan kompetensi

kognitif, lembar observasi dan angket

tanggapan siswa. Data penelitian pengua-

saan kompetensi kognitif dianalisis secara

statistik parametrik dihitung dengan uji t dan

uji anava untuk mengetahui peningkatan

yang signifikan. Penguasaan kompetensi

afektif, psikomotor, dan keterampilan

laboratoriun siswa dianalisis menggunakan

uji anava untuk mengetahui peningkatan

rata-rata dari penilaian awal dan penilaian

akhir. Pada kelas eksperimen 1. diterapkan

pembelajaran berbasis praktikum bervisi

SETS dan kelas eksperimen 2 diterapkan

pembelajaran berbasis praktikum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Observasi pada keterampilan labora-

torium dilakukan saat siswa melakukan

kegiatan praktikum, yakni dari praktikum

pertama, kedua dan ketiga. Nilai rata-rata

tiap aspek keterampilan laboratorium kedua

kelas eksperimen disajikan pada Tabel 1.

Page 49: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Shinta Nur Baeti, dkk, Pembelajaran Berbasis Praktikum..... 1263

Tabel 1. Rata-rata tiap aspek nilai keterampilan laboratorium

Aspek Eksperimen 1 Eksperimen 2

P 1 P 2 P 3 P 1 P 2 P 3

Menyiapkan alat 2,5 3,4 3,5 2,5 3,3 3,4 Menyiapkan bahan 2,6 3,1 3,2 2,5 3,1 3,3 Menyiapkan format laporan sementara 2,7 3,0 3,1 2,7 3,0 3,2 Melaksanakan prosedur kerja 2,6 2,8 3,1 2,6 2,8 3,0 Menggunakan alat 1,8 3,0 3,2 1,9 3,0 3,1 Menggunakan bahan dengan tepat 2,4 3,2 3,3 2,4 3,2 3,3 Melakukan pengamatan 2,7 3,4 3,5 2,7 3,3 3,4 Membersihkan alat dan tempat praktikum 2,5 3,1 3,2 2,5 3,2 3,3 Merapikan alat 2,6 3,1 3,2 2,6 3,0 3,2 Membuat laporan sementara 2,5 3,2 3,4 2,5 3,2 3,3

Nilai keterampilan laboratorium dalam

satu kelas untuk kelas eksperimen 1 dan

eksperimen 2 pada praktikum pertama,

kedua dan ketiga masing-masing sebesar

25, 31 dan 32. Hasil analisis data nilai

keterampilan laboratorium menggunakan uji

anava satu jalur untuk kelas eksperimen 1

dan eksperimen 2 pada praktikum pertama,

kedua dan ketiga diperoleh harga Fhitung

kurang dari Ftabel. Hal ini berarti rata-rata

keterampilan laboratorium kelas eksperimen

1 dengan kelas eksperimen 2 pada

praktikum pertama, kedua dan ketiga tidak

terdapat perbedaan. Hal ini disebabkan

karena praktikum yang diberikan dan

langkah-langkah kerja dalam praktikum

untuk kelas eksperimen 1 sama dengan

kelas eksperimen 2.

Pada kelas eksperimen 1 dan

eksperimen 2, setelah dianalisis mengguna-

kan uji anava satu jalur diperoleh hasil

bahwa rata-rata nilai keterampilan

laboratorium dari praktikum pertama hingga

praktikum ketiga terdapat perbedaan. Uji

pasca anava menghasilkan rata-rata nilai

keterampilan laboratorium yang berbeda

signifikan yaitu rata-rata nilai keterampilan

laboratorium yang pertama dengan kedua

serta rata-rata nilai keterampilan labora-

torium yang pertama dengan ketiga.

Jika diurutkan rata-rata nilai keteram-

pilan laboratorium dari paling tinggi hingga

paling rendah yaitu perolehan nilai pada

praktikum ketiga, praktikum kedua dan

praktikum pertama.

Nilai rata-rata keterampilan labora-

torium pada kedua kelas eksperimen pada

praktikum pertama masih tergolong rendah,

hal ini dikarenakan siswa pada kedua kelas

eksperimen baru pernah melakukan

kegiatan praktikum. Sebagian besar siswa

belum mengenal alat-alat serta bahan-

bahan praktikum. Saat kegiatan praktikum,

sebagian siswa belum dapat menggunakan

alat-alat praktikum dengan benar. Pada

praktikum kedua dan ketiga terjadi

peningkatan keterampilan laboratorium pada

kelas eksperimen 1 maupun kelas ekspe-

rimen 2. Peningkatan ini terjadi karena

siswa sudah memiliki pengalaman me-

lakukan kegiatan praktikum pada praktikum

pertama. Pembelajaran berbasis praktikum

dapat meningkatkan keterampilan labora-

torium siswa, seperti keterampilan

menggunakan alat dan bahan, keterampilan

melakukan prosedur kerja, keterampilan

Page 50: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1264 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1260 - 1270

melakukan pengamatan, keterampilan me-

ngumpulkan data serta keterampilan

membuat kesimpulan dalam laporan semen-

tara, hal ini sesuai dengan Tabel 1 (Adane

dan Admas, 2011). Pembelajaran berbasis

praktikum dapat melatih siswa dalam

melakukan keterampilan kerja laboratorium

serta meningkatkan keterampilan labora-

torium karena melalui praktikum siswa

memperoleh pengalaman langsung dalam

menggunakan alat-alat praktikum (Arifin,

1995; Romlah, 2009).

Penilaian penguasaan kompetensi

afektif untuk masing-masing kelas ekspe-

rimen diambil dua nilai, yaitu penilaian awal

sebelum perlakuan dan penilaian akhir

selama perlakuan. Sebelum perlakuan

dilakukan ketika guru kimia menggunakan

metode ceramah. Sedangkan penilaian

akhir yaitu penilaian dilakukan ketika

menggunakan pembelajaran berbasis prak-

tikum bervisi SETS pada kelas eksperimen

1 dan pembelajaran berbasis praktikum

pada kelas eksperimen 2. Nilai rata-rata tiap

aspek penguasaan kompetensi afektif

disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai rata-rata tiap aspek penguasaan kompetensi afektif

Aspek Eksperimen 1 Eksperimen 2

Nilai awal Nilai akhir Nilai awal Nilai akhir

Minat 3,3 3,7 3,2 3,6 Kesiapan 2,5 3,1 2,5 2,9 Sikap 2,7 3,3 2,7 3,0 Kedisiplinan 2,7 3,2 2,7 3,1 Kerapian 2,6 3,1 2,6 2,9 Tanggung jawab 2,8 3,4 2,8 3,5

Nilai penguasaan kompetensi afektif

dalam satu kelas untuk kelas eksperimen 1

dan eksperimen 2 pada penilaian awal

sebesar 17 dan penilaian akhir masing-

masing sebesar 19 dan 20. Uji anava satu

jalur, diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada

perbedaan rata-rata afektif pada penilaian

awal antara kelas eksperimen 1 dan ekspe-

rimen 2. Pada penilaian akhir dilakukan uji

anava satu jalur, diperoleh kesimpulan

bahwa ada perbedaan rata-rata afektif pada

penilaian akhir antara kelas eksperimen 1

dan eksperimen 2. Hasil uji lanjut pasca

anava didapatkan Fhitung lebih besar dari

Fkritis, sehingga dapat disimpulkan bahwa

ada perbedaan yang signifikan rata-rata

afektif kelas eksperimen 1 dengan

eksperimen 2 pada penilaian akhir. Pengua-

saan kompetensi afektif kelas eksperimen 1

lebih baik dari kelas eksperimen 2.

Peningkatan penguasaan kompe-

tensi afektif dilihat dari rata-rata nilai kedua

kelas eksperimen pada penilaian awal dan

penilaian akhir. Pada kelas eksperimen 1

setelah diuji menggunakan uji anava satu

jalur didapatkan harga Fhitung lebih besar dari

Fkritis yang berarti ada perbedaan rata-rata

nilai afektif pada penilaian awal dan

penilaian akhir. Uji lanjut pasca anava

(metode scheffe) diperoleh harga Fhitung jauh

lebih besar dari Fkritis. Hal ini berarti ada

perbedaan yang signifikan antara rata-rata

Page 51: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Shinta Nur Baeti, dkk, Pembelajaran Berbasis Praktikum..... 1265

nilai afektif pada penilaian awal dan

penilaian akhir, dan dapat disimpulkan ada

peningkatan rata-rata nilai afektif siswa

kelas eksperimen 1.

Pada kelas eksperimen 2 uji anava

satu jalur didapatkan harga Fhitung lebih

besar dari Fkritis yang berarti ada perbedaan

rata-rata nilai afektif pada penilaian awal

dan penilaian akhir. Uji lanjut pasca anava

(metode scheffe), diperoleh harga Fhitung jauh

lebih besar dari Fkritis. Hal ini berarti ada

perbedaan yang signifikan antara rata-rata

nilai afektif pada penilaian awal dan

penilaian akhir, atau dapat disimpulkan ada

peningkatan rata-rata nilai afektif siswa

kelas eksperimen 2.

Pembelajaran praktikum yang dite-

rapkan pada kedua kelas eksperimen dapat

meningkatkan penguasaan kompetensi

afektif siswa. Kegiatan praktikum dapat

meningkatkan kesiapan dan minat siswa

dalam belajar karena siswa mempersiapkan

sebelumnya dan berhubungan langsung

dengan objek yang diamati (Hayat, 2010).

Dalam pembelajaran praktikum bervisi

SETS pada kelas eksperimen 1, siswa

sangat antusias dalam mengikuti pembe-

lajaran ketika mengaitkan materi dengan

unsur-unsur SETS, sehingga berdampak

pula pada kedisiplinan, kerapian dan

tanggung jawab seperti ditunjukkan pada

Tabel 2 (Rahmiyati, 2008).

Penilaian penguasaan kompetensi

psikomotorik untuk masing-masing kelas

eksperimen diambil dua nilai, yaitu penilaian

awal sebelum perlakuan dan penilaian akhir

selama perlakuan. Sebelum perlakuan

maksudnya penilaian dilakukan ketika guru

kimia yang mengajar menggunakan metode

ceramah. Sedangkan penilaian akhir

dilakukan ketika menggunakan pembelaja-

ran berbasis praktikum bervisi SETS pada

kelas eksperimen 1 dan pembelajaran

berbasis praktikum pada kelas eksperimen

2. Nilai rata-rata penguasaan kompetensi

dalam satu kelas disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik rata-rata nilai psikomotorik

Peningkatan penguasaan kompetensi

psikomotorik dilihat dari rata-rata nilai kedua

kelas eksperimen pada penilaian awal dan

penilaian akhir. Pada kelas eksperimen 1

Page 52: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1266 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1260 - 1270

rata-rata skor psikomotorik pada penilaian

awal dan penilaian akhir masing-masing

sebesar 14 dan 17. Setelah diuji meng-

gunakan uji anava satu jalur didapatkan

harga Fhitung lebih besar dari Ftabel yang

berarti ada perbedaan rata-rata nilai

psikomotorik pada penilaian awal dan

penilaian akhir. Uji dilanjutkan dengan uji

lanjut pasca anava (metode scheffe),

diperoleh harga Fhitung jauh lebih besar dari

Ftabel. Hal ini berarti ada perbedaan yang

signifikan antara rata-rata nilai psikomotorik

pada penilaian awal dan penilaian akhir, dan

dapat disimpulkan ada peningkatan rata-rata

nilai psikomotorik siswa kelas eksperimen 1.

Kelas eksperimen 2 rata-rata nilai

psikomotorik pada penilaian awal dan

penilaian akhir masing-masing sebesar 14

dan 16. Uji anava satu jalur didapatkan

harga Fhitung lebih besar dari Ftabel yang

berarti ada perbedaan rata-rata nilai

psikomotorik pada penilaian awal dan

penilaian akhir. Uji dilanjutkan dengan uji

lanjut pasca anava (metode scheffe),

diperoleh harga Fhitung jauh lebih besar dari

Ftabel. Hal ini berarti ada perbedaan yang

signifikan antara rata-rata nilai psikomotorik

pada penilaian awal dan penilaian akhir,

atau dapat disimpulkan ada peningkatan

rata-rata nilai psikomotorik siswa kelas

eksperimen 2.

Perhitungan analisis data menunjuk-

kan bahwa pembelajaran berbasis prak-

tikum bervisi SETS dapat meningkatkan

penguasaan kompetensi psikomotorik

siswa. Adapun aspek-aspek psikomotorik

yang dinilai yaitu menulis, berbicara, dan

bekerjasama. Rata-rata nilai psikomotorik

kedua kelas eksperimen sama-sama

meningkat dari penilaian awal ke penilaian

akhir, tetapi pada penilaian akhir rata-rata

nilai psikomotorik kelas eksperimen 1 lebih

tinggi dari kelas eksperimen 2.

Tingginya rata-rata nilai psikomotorik

siswa pada kelas eksperimen 1 dikarenakan

pada pembelajaran yang diterapkan, yakni

pembelajaran berbasis praktikum bervisi

SETS, siswa aktif mengikuti kegiatan

praktikum dan diskusi mengenai keterkaitan

sains dengan lingkungan, teknologi dan

masyarakat. Dalam kegiatan diskusi

mengenai unsur-unsur SETS materi

hidrokarbon siswa dituntut aktif menulis hasil

diskusi, aktif bekerjasama dalam diskusi

kelompok dan berbicara saat mempresen-

tasikan hasil diskusi kelompok.

Berdasarkan analisis data diperoleh

adanya perbedaan rata-rata nilai kognitif

dari kedua kelas eksperimen dengan tahun

lalu. Dari data postes diketahui bahwa rata-

rata nilai kognitif kelas eksperimen 1 lebih

tinggi dari kelas eksperimen 2 dan tahun lalu

yaitu masing-masing sebesar 86, 79 dan 70.

Rata-rata nilai penguasaan kompetensi

kognitif disajikan pada Gambar

Page 53: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Shinta Nur Baeti, dkk, Pembelajaran Berbasis Praktikum..... 1267

Gambar 2. Grafik rata-rata nilai kognitif

Hasil perhitungan ketuntasan klasikal

diperoleh kelas eksperimen 1 mencapai

ketuntasan klasikal sedangkan kelas

eksperimen 2 dan kelas tahun lalu belum

mencapai ketuntasan klasikal. Data

ketuntasan masing-masing kelas disajikan

pada Tabel 3.

Tabel 3. Data ketuntasan klasikal

Kelas Jumlah siswa keseluruhan

Jumlah siswa tuntas

Jumlah siswa tidak tuntas

Eksperimen 1 30 26 4 Eksperimen 2 30 22 8

Tahun Lalu 30 16 14

Hasil perhitungan uji rata-rata satu

pihak kanan, uji ketuntasan rata-rata nilai

kognitif dan uji anava satu jalur menunjuk-

kan bahwa ada perbedaan antara kelas

eksperimen 1 dan eksperimen 2 serta kedua

kelas eksperimen dengan kelas tahun lalu.

Kelas eksperimen 1 lebih baik dari kelas

eksperimen 2 dan kelas tahun lalu, dan

kelas eksperimen 2 lebih baik dari kelas

tahun lalu. Hal ini dikarenakan diterapkan-

nya pembelajaran yang berbeda, pada kelas

eksperimen 1 diterapkan pembelajaran

berbasis praktikum bervisi SETS, kelas

eksperimen 2 diterapkan pembelajaran

berbasis praktikum sedangkan tahun lalu

hanya menggunakan metode ceramah.

Pembelajaran berbasis praktikum bervisi

SETS memberikan hasil nilai kognitif dan

ketuntasan klasikal yang paling baik karena

dalam proses pembelajarannya siswa

melakukan kegiatan praktikum dan mengait-

kan hasil praktikum ke dalam unsur-unsur

SETS. Pembelajaran berbasis praktikum

bervisi SETS dapat meningkatkan minat

siswa dan membuat siswas lebih antusias

dalam mengikuti pelajaran sehingga ber-

dampak pada kognitif siswa (Slish dan

Donald, 2005). Pembelajaran bervisi SETS

dapat meningkatkan kemampuan kognitif

siswa yang ditandai dengan meningkatnya

rata-rata nilai kognitif dan tingginya

ketuntasan klasikal dalam satu kelas

(Afriawan, et al., 2012; Mulyani, 2008).

Page 54: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1268 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1260 - 1270

Berdasarkan hasil tanggapan siswa

diketahui bahwa siswa menyukai pem-

belajaran dengan kegiatan praktikum. Pada

kelas eksperimen 1 yang diterapkan

pembelajaran berbasis praktikum bervisi

SETS, siswa sangat antusias untuk

mengikuti pembelajaran praktikum. Selain

itu siswa lebih termotivasi ketika dalam

proses pembelajaran mengaitkan materi

dengan lingkungan, teknologi dan masya-

rakat (Nuryanto dan Binadja, 2010). Hal ini

terlihat dari jawaban siswa yang sebagian

besar menyatakan bahwa dengan kegiatan

praktikum dan pembelajaran SETS dapat

mempermudah dalam memahami materi

pelajaran, mengajak siswa aktif, dan

membangun kerjasama antar siswa.

Tanggapan siswa kelompok eksperimen 1

terhadap pembelajaran berbasis praktikum

bervisi SETS disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Angket Tanggapan Siswa

No Pernyataan SS S TS STS

1. Saya merasa tertarik dan senang dengan pelaksanaan pembelajaran berbasis praktikum bervisi SETS materi hidrokarbon

4 siswa

25 siswa

1 siswa

0

2. Saya lebih mudah memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru dengan menggunakan pembelajaran berbasis praktikum bervisi SETS

6 siswa

20 siswa

4 siswa

0

3. Saya dapat meningkatkan kemampuan saya untuk mengingat suatu konsep melalui pembelajaran berbasis praktikum bervisi SETS

4 siswa

23 siswa

3 siswa

0

4. Saya lebih mudah dalam menyelesaikan soal hidrokarbon

5 siswa

22 siswa

3 siswa

0

5. Saya bersemangat melakukan kegiatan praktikum pada materi hidrokarbon

6 siswa

23 siswa

1 siswa

0

6. Saya tidak segan bertanya kepada guru jika ada pelajaran yang tidak jelas

7 siswa

20 3 0

7. Saya lebih mudah memahami materi setelah melakukan praktikum yang sesuai dengan materi

6 siswa

23 siswa

1 siswa

0

8. Saya bersemangat mengerjakan soal latihan di kelas dan di rumah yang diberikan oleh guru

5 siswa

20 siswa

5 siswa

1 siswa

9. Pelaksanaan pembelajaran berbasis praktikum bervisi SETS sesuai untuk materi hidrokarbon

6 siswa

24 siswa

0 0

10. Saya termotivasi untuk lebih giat belajar karena mengikuti pelajaran kimia dengan pembelajaran berbasis praktikum bervisi SETS

5 siswa

20 siswa

4 siswa

1 siswa

Hasil analisis angket mengenai

tanggapan siswa terhadap pembelajaran

berbasis praktikum menyatakan bahwa

pembelajaran lebih menarik, meningkatkan

minat belajar, dan membantu memahami

konsep yang diajarkan. Siswa senang dan

tertarik dengan pembelajaran, karena pem-

belajaran berbasis praktikum memberi

kesempatan siswa untuk belajar aktif. Siswa

dapat bereksplorasi melalui kegiatan yang

relevan untuk memperoleh pengalaman dan

konsep baru. Pembelajaran berbasis

praktikum menjadikan proses pembelajaran

menjadi lebih hidup dan bermakna bagi

Page 55: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Shinta Nur Baeti, dkk, Pembelajaran Berbasis Praktikum..... 1269

siswa (Sukaesih, 2011). Hasil tanggapan

siswa menyatakan bahwa kegiatan

laboratorium dengan visi SETS dapat

membantu siswa membantu memahami

materi pelajaran dan meningkatkan motivasi

untuk giat belajar. Kegiatan laboratorium

juga dapat meningkatkan kemampuan

kognitif, memecahkan masalah, mengerja-

kan tugas-tugas laboratorium dan juga

kemampuan untuk melakukan observasi

(Hofstein, 2004).

SIMPULAN

Penerapan pembelajaran berbasis

praktikum bervisi SETS dapat meningkatkan

keterampilan laboratorium dan penguasaan

kompetensi hidrokarbon siswa. Penerapan

pembelajaran tersebut dapat meningkatkan

keterampilan laboratorium dan penguasaan

kompetensi hidrokarbon siswa secara

signifikan.

DAFTAR PUSTAKA

Adane, L. dan Admas, A., 2011, Relevance

and Safety of Chemistry Laboratory Experiments from Students Perspective: A Case Study at Jimma University, Southwestern Ethiopia. Department of Chemistry, Jimma University, Southwstern Ethiopia, Journal Educational Research, Vol 2, No 12, Hal: 1749-1758.

Afriawan, M., Binadja, A. dan Latifah, 2012, Pengaruh Penerapan Pendekatan Savi Bervisi Sets Pada Pencapaian Kompetensi Terkait Reaksi Redoks, Unnes Science Education Journal, Vol 1, No 2, Hal : 2252-6617.

Arifin, M., 1995, Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia, Surabaya: Airlangga University Press.

Binadja, A., 1999, Cakupan Pendidikan SETS untuk Bidang Sains dan Non Sains, Makalah disajikan dalam seminar lokakarya Pendidikan SETS untuk bidang Sains dan Non Sains, Kerjasama antara SEMEORECSAM dan UNNES Semarang 14 -15 Desember 1999.

Duda, H. J., 2010, Pembelajaran Berbasis Praktikum dan Asesmennya pada Sistem Ekskresi untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI, VOX Edukasi, Vol 1, No 2, Hal: 29-39.

Hayat, M. S., 2010, Pembelajaran Berbasis Praktikum pada Konsep Invertebrata untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah Siswa, Tesis: UPI Bandung.

Hofstein, 2004, The Laboratory in Chemistry Education: Thirty Years of Experience with Developments, Implementation, and Research, Journal Research and Practice, Vol 5, No 3, Hal: 247-264.

Lynn, V. C. dan Nixon, J. E, 1985, Physical Education: Teacher Education, New York: John Wiley and Sons, Inc.

Mulyani, 2008, Pengaruh Pembelajaran Kimia Dengan Pendekatan SETS menggunakan Media CD Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa SMA Negeri 14 Semarang, Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA UNNES

Nuryanto dan Binadja, A., 2010, Efektivitas Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Salingtemas ditinjau dari Minat dan Hasil Belajar Siswa, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 4, No 1, Hal: 552-556.

Rahmiyati, S., 2008, Keefektifan Pemanfaatan Laboratorium di Madrasah Aliyah Yogyakarta, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Vol 11, No 1, Hal: 84-95.

Page 56: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1270 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1260 - 1270

Romlah, O., 2009, Peranan Praktikum dalam Mengembangkan Keterampilan Proses dan Kerja Laboratorium, Makalah disampaikan pada pertemuan MGMP Biologi Kabupaten Garut, 3 Februari 2009.

Rustaman, N., Dirdjosoemarto, S., Yudianto, S. A., Achmad, Y., Subekti, R., Rochiantaniawati, D., dan Nurjhani, M., 2005, Strategi Belajar Mengajar Biologi, Malang: UM PRESS.

Slish, J. dan Donald, E., 2005, Assesment of the Use of the Jigsaw Method and Active Learning in Major Introductory Biology, Journal of Science Education, Vol 31, No 4, Hal: 566-682.

Sukaesih, S., 2011, Analisis Sikap Ilmiah dan Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Praktikum, Jurnal penelitian pendidikan, Vol 28, No 1, Hal: 77-85.

Page 57: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Zara Bunga Namira, dkk, Keefektifan Strategi Metakognitif.... 1271

KEEFEKTIFAN STRATEGI METAKOGNITIF BERBANTU

ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR KIMIA SISWA

Zara Bunga Namira*, Ersanghono Kusumo dan Agung Tri Prasetya

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan penggunaan metode pembelajaran dengan strategi metakognitif berbantu Advance Organizer. Desain penelitan yang digunakan adalah pretest-posttest control group design. Keefektifan penelitian akan ditunjukkan dengan ketuntasan belajar klasikal siswa minimal 85%. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X suatu SMA di Tengaran. Sampel penelitian adalah kelas X-5 (kelas eksperimen) dan X-4 (kelas kontrol) yang diambil dengan teknik Cluster Random Sampling. Kelas eksperimen menerapkan pembelajaran dengan strategi metakogntif berbantu Advance Organizer sedangkan kelas kontrol tidak menerapkan strategi metakognitif berbantu Advance Organizer. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi afektif dan psikomotorik, tes hasil belajar kognitif dan lembar angket respon siswa. Data hasil penelitian diambil dari hasil belajar dan respon siswa. Berdasarkan analisis data diperoleh rata-rata hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen sebesar 78,32 dan kelas kontrol sebesar 75,09 dengan ketuntasan belajar klasikal kognitif kelas eksperimen sebesar 88,23% dan kelas kontrol sebesar 70,59%. Siswa kelas eksperimen rata-rata memiliki respon baik terhadap penggunaan strategi metakognitif berbantu Advance Organizer pada pembelajaran yang diterapakan. Kesimpulan yang dapat diambil yakni strategi metakognitif berbantu Advance Organizer terbukti efektif terhadap peningkatan hasil belajar siswa di sekolah.

Kata kunci: advance organizer, hasil belajar, strategi metakognitif

ABSTRACT

This study aims to determine the effectiveness of the use of learning methods with metacognitive strategies assisted Advance Organizer. Research design used was a pretest-posttest control group. The effectiveness of the research will be presented with the classical student learning completeness minimum 85%. The study population was all students of class X in a school of Tengaran. Samples were X-5 class (the experimental class) and X-4 (grade control) were taken with a cluster random sampling technique. Experimental class implements metakogntif assisted learning strategies Advance Organizer while the control class is not apply metacognitive strategies assisted Advance Organizer. The research instrument used is the observation sheet affective and psychomotor, cognitive and achievement test sheet student questionnaire responses. The data were taken from learning outcomes and student response. Based on data analysis, it obtained that the average student learning outcomes for experimental class was 78.32, and control class was 75.09, with classical cognitive mastery of learning outcomes for experimental class was 88.23% and control class was 70.59%. The average of experimental class students have a good response on learning that used metacognitive strategies assisted Advance Organizer. It can be concluded that metacognitive strategies assisted Advance Organizer effectively can improve the student learning outcomes in school.

Keywords: advance organizer, learning outcomes, strategy metacognitive

Page 58: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1272 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1271 - 1280

PENDAHULUAN

Pemerintah melalui berbagai program

selalu berusaha memajukan pendidikan di

Indonesia, mulai dari wajib belajar 9 tahun

sampai diberlakukannya perubahan kuri-

kulum. Penerapan kurikulum yang baru

disesuaikan dengan kebutuhan siswa

diharapkan mampu meningkatkan kualitas

lulusan dan kualitas pendidikan di

Indonesia. Tugas seorang guru bukan

hanya menyampaikan materi yang ada di

buku teks melainkan juga berupaya

menjadikan pembelajaran menjadi sesuatu

yang bermakna bagi siswa. Keberhasilan

proses belajar mengajar merupakan hal

utama yang didambakan dalam melaksana-

kan pendidikan sekolah. Komponen utama

dalam kegiatan belajar mengajar adalah

siswa dan guru, dalam hal ini siswa menjadi

subjek belajar. Oleh karena itu, paradigma

pembelajaran yang berpusat pada guru

hendaknya diubah menjadi pembelajaran

yang berpusat pada siswa (Fajri, 2012).

Kenyataan yang ditemui di suatu SMA di

Tengaran, hasil observasi menunjukkan

bahwa sebagian besar guru khususnya

pada mata pelajaran kimia hanya

mentransfer pengetahuan atau informasi

yang ada di buku. Siswa cenderung pasif di

dalam kelas dalam menerima pelajaran,

lebih banyak diam, mendengar, mencatat,

menghafal kemudian bosan dan tidak

bersungguh-sungguh mengikuti proses

pembelajaran. Pembelajaran konvensional

menekankan pada resitasi konten, tanpa

memberikan waktu yang cukup kepada

siswa untuk merefleksi materi-materi yang

dipresentasikan, menghubungkannya de-

ngan pengetahuan sebelumnya, atau meng-

aplikasikannya dalam situasi kehidupan

nyata (Warpala, 2009). Implementasi aspek-

aspek pelaksanaan pembelajaran itu harus

selalu diupayakan agar tidak semata-mata

mengacu pada kepentingan transfer

informasi saja tetapi mengacu pada

kecakapan berpikir tingkat tinggi (Susantini,

2010)

Salah satu mata pelajaran yang tidak

bisa diajarkan dengan hanya satu sumber

informasi saja adalah kimia. Oleh sebab itu

sampai saat ini kimia dianggap sebagai

mata pelajaran yang sulit dan mem-

bosankan bagi siswa karena selain banyak

rumus yang harus dihafal, juga terdapat

beberapa materi yang membutuhkan

visualiasasi dengan bantuan media lain,

tidak hanya sekedar ceramah. Anggapan

tersebut menyebabkan siswa memberikan

respon yang kurang positif terhadap

pembelajaran kimia yang akhirnya juga

mempengaruhi ketuntasan belajar siswa.

Ada banyak penelitian yang dilakukan terkait

dengan pemilihan metode, strategi,

pendekatan dan teknik pembelajaran yang

dapat membantu siswa meningkatkan hasil

belajar. Salah satu strategi menjadikan

informasi yang mudah diingat dan dipahami

adalah strategi metakognitif.

Pembelajaran dengan strategi meta-

kognitif merupakan pembelajaran yang

menanamkan kesadaran bagaimana meran-

cang, memonitor serta mengontrol tentang

apa yang mereka ketahui, apa yang

diperlukan untuk mengerjakan dan bagai-

mana melakukannya (Maulana, 2008).

Strategi metakognitif dilakukan dalam tiga

tahap, yakni tahap proses sadar belajar,

Page 59: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Zara Bunga Namira, dkk, Keefektifan Strategi Metakognitif.... 1273

tahap merencanakan belajar, tahap

monitoring dan refleksi belajar (Romli,

2009). Metakognitif dapat dinilai dengan

menggunakan kuesioner untuk melaporkan

persepsi dan kemampuan memecahkan

masalah siswa (Downing, 2009).

Strategi metakognitif melalui multi-

strategi dan dikombinasikan dalam sebuah

jurnal belajar lebih berpotensi untuk

meningkatkan hasil belajar siswa terutama

dalam aspek kognitif. Penelitian ini

menggunakan strategi metakognitif dengan

bantuan Advance Organizer. Istilah Advance

Organizer diartikan sebagai kesadaran

siswa terhadap struktur pengetahuan yang

telah dimilikinya sehingga informasi baru

dapat dikaitkan dengan pengetahuan

sebelumnya (Dahar, 1996). Saat ini

Advance Organizer dianggap sebagai alat

yang dapat dipakai untuk memberikan suatu

bahan pendahuluan terhadap apa yang

dipelajari untuk membantu siswa meng-

organisasi, mengingat, dan mengaitkan

dengan pengetahuan sebelumnya terhadap

pengetahuan baru yang akan dipelajari

(Wachanga, 2013). Advance Organizer

dapat meningkatkan pemahaman siswa

tentang berbagai macam materi pelajaran

dan lebih berguna untuk mengajarkan isi

pelajaran yang telah mempunyai struktur

kognitif relevan yang ada dalam diri siswa

(Dahar, 1996).

Berdasarkan uraian diatas maka

permasalahan yang dihadapi dalam

penelitian ini adalah apakah strategi

metakognitif berbantu Advance Organizer

efektif terhadap peningkatan hasil belajar

siswa di suatu SMA di Tengaran pada

materi pokok hidrokarbon kelas X tahun

ajaran 2012/2013. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui keefektifan strategi

metakognitif berbantu Advance Organizer

terhadap peningkatan hasil belajar siswa

pada materi hidrokarbon.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di suatu SMA

di Tengaran Kabupaten Semarang yakni

siswa kelas X pada mata pelajaran kimia

dan materi hidrokarbon. Desain penelitian

yang dipakai yaitu pretest-posttest control

group design yaitu desain penelitian dengan

melihat perbedaan pretest maupun posttest

antara kelas eksperimen dan kelas kontrol

(Sugiyono, 2010). Populasi dalam penelitian

ini adalah siswa kelas X-1 sampai X-9 suatu

SMA di Tengaran tahun pelajaran 2012/

2013. Kelas X-5 merupakan kelas ekspe-

rimen sedangkan kelas X-4 merupakan

kelas kontrol yang diambil dengan

menggunakan teknik cluster random

sampling. Variabel dalam penelitian ini ada

tiga, yakni variabel bebas, variabel kontrol

dan variabel terikat. Variabel bebas dalam

penelitian ini yaitu strategi pembelajaran.

Variasi perlakuan pada kelas eksperimen

adalah dengan menggunakan strategi

metakognitif berbantu Advance Organizer

sedangkan pada kelas kontrol tanpa

menggunakan strategi metakognitif berbantu

Advance Organizer atau menerapkan pem-

belajaran ceramah. Variabel terikat pada

penelitian ini yaitu hasil belajar siswa SMA N

1 Tengaran yang dinyatakan dengan hasil

belajar tes kognitif, penilaian aspek afektif

dan aspek psikomotorik sedangkan variabel

kontrol dalam penelitian ini yaitu Rencana

Page 60: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1274 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1271 - 1280

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), silabus,

materi yang diajarkan dan alokasi waktu

pembelajaran.

Metode pengumpulan data dilakukan

dengan metode dokumentasi, metode tes,

metode observasi dan metode angket.

Metode dokumentasi digunakan untuk mem-

peroleh data mengenai jumlah populasi,

jumlah sampel, nama-nama siswa anggota

sampel dan nilai ulangan mid semester 1

yang akan digunakan dalam analisis data

pada uji homogenitas populasi. Metode tes

digunakan untuk mengukur hasil belajar

pada aspek kognitif, afektif dan

psikomotorik. Metode observasi digunakan

untuk mengumpulkan data dengan cara

pengamatan dengan menggunakan hasil

belajar ranah afektif dan psikomotorik

dengan menggunakan lembar observasi/

pengamatan selama pembelajaran berlang-

sung. Metode angket digunakan untuk

memperoleh data mengenai tanggapan

siswa terhadap pembelajaran kimia

menggunakan strategi metakognitif berbantu

Advance Organizer di akhir pembelajaran.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian

ini adalah silabus, RPP, bahan ajar, soal

pretest dan posttest hasil belajar kognitif,

lembar observasi dan angket respon siswa.

Data penelitian hasil belajar siswa dianalisis

dengan statistika parametrik dihitung

dengan uji t, uji F, uji ketuntasan belajar

untuk mengetahui keefektifan penggunaan

strategi metakognitif berbantu Advance

Organizer terhadap peningkatan hasil be-

lajar aspek kognitif siswa kelas eksperimen.

Uji normalized-gain dan uji paired sample

test dihitung untuk mengetahui signifikansi

besarnya pe-ningkatan hasil belajar siswa

dengan menggunakan data nilai pretest dan

posttest siswa kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Hasil belajar afektif dan psiko-

motorik serta angket respon siswa dianalisis

secara deskriptif. Keefektifan dari pene-

rapan strategi metakognitif dilihat dari

ketuntasan belajar klasikal siswa dimana

suatu pembelajaran dapat dikatakan efektif

jika ketuntasan belajar klasikal siswa

minimal 85% (Mulyasa, 2007).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis dilakukan pada data nilai

pretest dan data nilai posttest siswa.

Berdasarkan hasil analisis data didapatkan

bahwa nilai rata-rata pretest siswa kelas

eksperimen sebesar 31,70 sedangkan nilai

rata-rata pretest kelas kontrol sebesar

30,29. Berdasarkan uji kesamaan dua

varians didapatkan hasil bahwa tidak ada

perbedaan yang signifikan pada nilai pretest

dari kedua kelas sehingga dapat dikatakan

bahwa sampel berangkat dari keadaan awal

yang sama atau kemampuan awal yang

sama. Hasil belajar kognitif siswa kelas

eksperimen setelah menerapkan strategi

metakognitif berbantu Advance Organizer

sebesar 78,32 dengan ketuntasan belajar

klasikal sebesar 88,23% sedangkan kelas

kontrol sebesar 75,09 dengan ketuntasan

belajar klasikal sebesar 80,29%. Pada

penelitian ini ketuntasan belajar individu

ditentukan berdasarkan KKM dari sekolah

yakni siswa dianggap tuntas secara individu

pada nilai minimal 75. Jika dibandingkan

antara nilai pretest dan posttest dari kedua

kelas dapat dilihat bahwa kelas eksperimen

dan kelas kontrol mengalami peningkatan

Page 61: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Zara Bunga Namira, dkk, Keefektifan Strategi Metakognitif.... 1275

nilai rata-rata. Nilai rata-rata pretest dan

posttest siswa kelas eksperimen dan kelas

kontrol diuji dengan menggunakan uji

Normalized gain (N-gain) dan uji paired

sample test untuk mengetahui kelas yang

mengalami peningkatan hasil belajar lebih

signifikan. Berdasarkan uji paired sample

test diperoleh harga t hitung pada taraf

kepercayaan 95% adalah 5,55 yang berada

pada daerah penolakan dengan t kritis

sebesar 2,03. Hasil N-gain dari kelas

eksperimen <g> sebesar 0,71 pada kategori

tinggi sedangkan kelas kontrol <g> sebesar

0,66 pada kategori sedang. Hasil uji

normalized-gain dan uji paired sample test

menunjukkan peningkatan hasil belajar yang

diperoleh kelas eksperimen lebih signifikan

dibandingkan dengan peningkatan hasil

belajar yang diperoleh kelas kontrol. Kelas

eksperimen mencapai rata-rata hasil belajar

kognitif lebih baik daripada kelas kontrol

karena selama pembelajaran di kelas

eksperimen siswa dibimbing dengan strategi

metakognitif yang diterapkan dengan

bantuan Advance Organizer untuk mem-

bangkitkan keaktifan siswa selama proses

pembelajaran. Pembelajaran dengan

strategi metakognitif menitikberatkan pada

aktivitas belajar siswa, membantu dan

membimbing siswa jika ada kesulitan serta

membantu siswa mengembangkan konsep

diri apa yang dilakukan saat kegiatan belajar

kimia berlangsung. Rata-rata hasil belajar

siswa yang menggunakan strategi

metakognitif dalam pembelajaran meningkat

dibandingkan dengan pembelajaran yang

tidak menerapkan strategi metakognitif

(Agustina dan Muyanratna, 2012). Sama

seperti yang diterapkan dalam pengetahuan

metakognitif, pembelajaran atau belajar

tidak seharusnya terjadi dalam kekosongan

pikiran. Guru juga perlu mengetahui

perbedaan individu dan bagaimana individu

tersebut menginteraksikan metakognitifnya

dengan berbagai komponen yang berkaitan

dengan proses pembelajaran (Veenman et

al., 2006).

Peningkatan hasil belajar siswa kelas

eksperimen disebabkan karena penerapan

strategi metakognitif dibantu dengan

Advance Organizer mampu membangkitkan

minat dan motivasi belajar siswa di dalam

kelas dan di luar kelas. Siswa menggunakan

Advance Organizer sebagai media belajar.

Dalam penelitian ini, Advance Organizer

memiliki fungsi yang hampir sama dengan

LKS yakni sama-sama digunakan untuk

membantu siswa selama kegiatan belajar

mengajar di dalam kelas dan di luar kelas.

Advance Organizer membuat siswa memiliki

aktivitas belajar selama di dalam kelas

karena selama pembelajaran siswa di-

bimbing untuk aktif mengungkapkan

pemikiran, ide dan pengetahuan yang ingin

mereka kuasai. Selama di luar kelas, siswa

menggunakan Advance Organizer untuk

membuat catatan dan mengumpulkan

informasi sebanyak mungkin terkait dengan

materi yang ingin mereka pelajari dari

berbagai sumber. Penggunaan Advance

Organizer sebagai suatu alat dalam

kegiatan belajar mengajar di dalam kelas

mampu meningkatkan minat dan motivasi

siswa dalam mempelajari suatu materi

(Shihusa dan Keraro, 2009). Bentuk

visualisasi nilai rata-rata hasil belajar kognitif

siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol

dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 62: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1276 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1271 - 1280

Gambar 1. Perbandingan hasil belajar kognitif kelas eksperimen dan kelas kontrol

Pengambilan data hasil belajar afektif

siswa dilakukan dengan metode observasi

langsung. Penilaian dilakukan selama

kegiatan belajar mengajar berlangsung oleh

observer yang dalam hal ini dilakukan oleh

guru kimia dan teman sejawat. Hasil belajar

afektif yang diamati terdiri dari delapan

aspek dan masing-masing aspek dianalisis

secara deskriptif. Kedelapan aspek tersebut

diantaranya kehadiran, konsentrasi dalam

pembelajaran, perhatian siswa selama

diskusi, interaksi dengan guru, kelengkapan

isi catatan dan Advance Organizer, disiplin

mengerjakan tugas, kerjasama dalam

kelompok serta kemauan bertanya dan

berpendapat. Berdasarkan analisis data

yang dilakukan terhadap nilai afektif siswa

selama proses pembelajaran berlangsung,

didapatkan hasil bahwa pada aspek

keempat yakni interaksi dengan guru dan

pada aspek kedelapan yakni kemauan

bertanya dan berpendapat terlihat jelas

perbedaan yang besar dari nilai rata-rata

aspek afektif siswa kelas eksperimen dan

kelas kontrol. Interaksi siswa kelas

eksperimen dengan guru meningkat seiring

meningkatnya aktivitas belajar siswa selama

berlangsungnya kegiatan belajar mengajar

menggunakan strategi metakognitif berbantu

Advance Organizer. Sedangkan kemauan

bertanya dan berpendapat siswa kelas

eksperimen meningkat karena siswa kelas

eksperimen dibiasakan untuk mengungkap-

kan ide dan pemikirannya pada Advance

Organizer sehingga ketika guru me-

nyampaikan suatu informasi baru, siswa

yang metakognitifnya telah terkontrol lebih

mudah mengungkapkan apa yang ingin

mereka ungkapkan. Seseorang yang

mempelajari suatu informasi dari sumber

yang baru kemudian membuat ringkasan

dari sumber tersebut akan memiliki skor tes

yang lebih baik daripada seseorang yang

mempelajari teks asli sebuah buku tanpa

membuat catatan atau ringkasan (Bahri dan

Apriana, 2008). Hal ini bisa membuktikan

bahwa dengan adanya strategi metakognitif

berbantu Advance Organizer mampu

meningkatkan aspek afektif yang dimiliki

oleh siswa. Hasil rata-rata nilai afekif tiap

aspek kelas eksperimen dan kontrol

terdapat pada Gambar 2.

Page 63: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Zara Bunga Namira, dkk, Keefektifan Strategi Metakognitif.... 1277

Gambar 2. Perbandingan rata-rata nilai aspek afektif siswa kelas kontrol dan eksperimen

Penilaian aspek psikomotorik siswa

kelas eksperimen dan kelas kontrol

dilakukan dengan menggunakan lembar

observasi pada saat praktikum. Berdasarkan

hasil analisis data didapatkan bahwa dari

pelaksanaan dua kali kegiatan praktikum,

kelas eksperimen memperoleh nilai rata-rata

sebesar 80,19 sedangkan kelas kontrol

memperoleh nilai rata-rata sebesar 72,15.

Penilaian aspek psikomotorik siswa meliputi

delapan indikator, yaitu kemampuan siswa

dalam diskusi kelompok, keterampilan siswa

dalam menyampaikan hasil diskusi,

persiapan alat dan bahan, keterampilan

menggunakan alat, penggunaan prosedur

praktikum, mengamati hasil percobaan,

keterampilan bekerjasama dalam kelompok

dan keterampilan berkomunikasi sosial.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa 26

siswa di kelas eksperimen memiliki nilai

psikomotorik pada kategori baik dan tujuh

siswa kelas eksperimen memiliki nilai

berkategori sangat baik dan hanya satu

siswa memiliki nilai berkategori cukup. Kelas

kontrol hanya memiliki 23 siswa dengan nilai

berkategori baik dan 11 siswa berkategori

cukup. Hal ini disebabkan karena sebelum

berlangsungnya kegiatan praktikum, siswa

kelas eksperimen telah dibimbing untuk

mempersiapkan pengetahuan awal yang

mendukung materi praktikum yang dituliskan

dalam Advance Organizer. Pengetahuan

awal yang dimiliki siswa setelah dibimbing

dengan strategi metakognitif terkait dengan

materi praktikum membantu siswa kelas

eksperimen dalam melakukan kegiatan

praktikum. Waktu yang diberikan untuk

melaksanakan praktikum tidak terbuang

percuma karena siswa memahami materi

sehingga pembelajaran dapat berlangsung

efektif. Siswa kelas eksperimen yang telah

mempersiapkan diri dengan pengetahuan

awal lebih mudah memahami, mengolah

dan menganalisis data hasil praktikum.

Mempelajari suatu materi sebelum materi

tersebut diajarkan oleh guru akan membuat

siswa mengingat informasi dengan lebih

baik dan lebih lama karena konsep baru

yang disampaikan digabungkan dengan

struktur kognitif yang sebelumnya telah

Page 64: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1278 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1271 - 1280

disiapkan oleh siswa. Visualiasi nilai hasil

rata-rata per aspek psikomotorik siswa

dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Perbandingan rata-rata nilai aspek psikomotorik siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen

Pengambilan data respon siswa

terhadap pembelajaran dengan meng-

gunakan metode angket yang memuat 20

indikator dengan kriteria sangat setuju,

setuju, kurang setuju, tidak setuju dan

sangat tidak setuju. Hasil analisis

menunjukkan bahwa rata-rata siswa

memberikan tanggapan baik terhadap

pembelajaran yang diterapkan. Hal ini bisa

dilihat dari indikator penyampaian tujuan

pembelajaran, rasa ingin tahu siswa,

kesesuaian metode dengan materi, aplikasi

metode pada materi lain dan semangat

belajar siswa memperoleh respon yang

sangat baik. Sebanyak 50% siswa sangat

setuju dan 44% siswa setuju dengan

pernyataan bahwa strategi metakognitif

berbantu Advance Organizer meningkatkan

rasa ingin tahu siswa dalam pembelajaran

kimia materi hidrokarbon. Sebanyak 17

siswa menyatakan sangat setuju dan

sembilan siswa menyatakan setuju pada

indikator yang menyatakan bahwa strategi

metakognitif berbantu Advance Organizer

membuat siswa lebih mudah belajar di luar

kelas. Respon baik yang ditunjukkan siswa

dengan diterapkannya strategi metakognitif

berbantu Advance Organizer disebabkan

karena Advance Organizer menjadi sebuah

media baru bagi siswa dalam belajar,

khususnya pada saat siswa membuat

catatan mengenai informasi baru dari

berbagai sumber, penyampaian ide dan

pendapat saat pembelajaran. Advance

Organizer dirancang untuk mengajarkan

informasi dan konsep verbal dan

pembelajaran melalui diskusi dan

presentasi. Masalah yang ditemui siswa

selama pembelajaran, didiskusikan bersama

guru untuk dapat mengetahui bagaimana

permasalahan tersebut dapat diatasi secara

tepat dan cepat. Refleksi yang dilakukan

diakhir pembelajaran dengan strategi

metakognitif berbantu Advance Organizer

membuat siswa terbiasa untuk memilih

strategi yang tepat bagi dirinya sehingga

pembelajaran dapat berlangsung lebih

bermakna bagi siswa. Melalui penggunaan

Advance Organizer, siswa memperoleh

manfaat tidak hanya dari belajar bermakna

Page 65: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Zara Bunga Namira, dkk, Keefektifan Strategi Metakognitif.... 1279

akan tetapi juga dari penguatan struktur

kognitif mereka (Aziz, 2009). Hal ini di-

dukung dengan nilai posttest, nilai tugas dan

sikap kedisplinan dalam mengerjakan tugas

siswa kelas eksperimen lebih baik daripada

kelas kontrol.

Peningkatan yang signifikan pada

hasil belajar siswa kelas eksperimen

disebabkan karena strategi metakognitif

yang diterapkan dengan bantuan Advance

Organizer berhasil meningkatkan kemam-

puan metakognitif siswa. Pada prinsipnya

jika dikaitkan dengan proses belajar,

kemampuan metakognitif seseorang diguna-

kan dalam mengontrol proses belajar mulai

dari tahap perencanaan, pemilihan strategi

yang tepat sesuai dengan masalah yang

dihadapi kemudian merefleksi dan

memonitor kemajuan dalam belajar secara

bersamaan sebagai bentuk koreksi selama

memahami konsep dan menganalisis

strategi belajar yang dipilih. Pada

pembelajaran yang diterapkan di kelas

eksperimen siswa diajarkan untuk berlatih

mengembangkan metakognitif yang telah

dimiliki siswa dengan menerapkan strategi

metakognitif berbantu Advance Organizer.

Siswa kelas eksperimen dibiasakan untuk

merencanakan dan menyadari untuk apa

harus belajar materi kimia, merencanakan

strategi yang tepat dalam mempelajari

materi serta melakukan refleksi untuk

memonitor bagaimana cara berpikir mereka

sendiri. Seiring dengan meningkatnya

kemampuan metakognitif siswa, maka

kemampuan kognitif siswa kelas eksperimen

pun akan perlahan meningkat karena

dengan strategi metakognitif siswa dibiasa-

kan untuk mengontrol apa saja yang mereka

butuhkan untuk dipelajari, apa saja masalah

yang ditemui selama pembelajaran dan

bagaimana mengatasi permasalahan

tersebut sehingga cara belajar pun lebih

terfokus pada pemecahan masalah.

Pemecahan masalah dilakukan dengan

diskusi dalam kelompok kecil dan kelompok

besar sehingga aktivitas belajar siswa kelas

pun semakin meningkat.

SIMPULAN

Penggunaan strategi metakognitif

berbantu Advance Organizer terbukti efektif

terhadap peningkatan hasil belajar siswa

suatu SMA di Tengaran kelas X-5 pada

materi hidrokarbon. Penggunaan strategi

metakognitif berbantu Advance Organizer

efektif meningkatkan hasil belajar siswa

kelas eksperimen pada aspek kognitif,

afektif dan psikomotorik secara signifikan.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, L. dan Muyanratna, M., 2012,

Penerapan strategi metakognitif dalam meningkatkan kualitas belajar siswa pada materi cahaya di kelas VIII SMP Negeri 1 Mojokerto, Jurnal Fisika, Vol 2, No 4, Hal 52-61.

Aziz, A., 2009, Model Advance Organizer dan penerapannya dalam pembelajaran, Jurnal Pendidikan Kimia, Vol 1, No 19, Hal 34-44.

Bahri, S. dan Apriana, E., 2008, Peran pengetahuan awal, strategi metakognitif, dan metakognitif terhadap pencapaian hasil belajar, Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu. Vol 1 No 6, Hal 58-64.

Dahar, R.W., 1996, Teori-teori belajar, Jakarta: Erlangga.

Page 66: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1280 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1271 - 1280

Downing, K.J., 2009, Self eficiacy and metacognitive development, The International Journal of Learning. Vol 4, No 16, Hal 21-32.

Fajri, L., 2012, Upaya peningkatan proses dan hasil belajar Kimia materi koloid melalui pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) dilengkapi dengan teka-teki silang bagi siswa kelas XI IPA 4 SMA Negeri 2 Boyolali pada semester genap tahun ajaran 2011/2012, Jurnal Pendidikan Kimia, Vol 1, No 1, Hal 50-61.

Maulana, 2008, Pendekatan metakognitif sebagai alternatif pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa PGSD, Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Vol 2, No 10, Hal 25-36.

Mulyasa, E., 2007, Menjadi pendidik profesional menciptakan pembelajaran kreatif dan menyenangkan, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Romli, M., 2009, Strategi membangun metakognisi siswa SMA dalam pemecahan masalah Matematika, Skripsi, Madura: FKIP Universitas Madura.

Shihusa, H. dan Keraro, F.N., 2009, Using Advance Organizers to enhance student’s motivation in learning Biology, Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technoloy Education, Vol 4, No 5, Hal 413-420.

Sugiyono, 2010, Statistika untuk penelitian, Bandung: Alfabeta.

Susantini, E., 2010, Efektivitas perangkat pembelajaran Biologi berbasis strategi metakognitif ditinjau dari kemampuan siswa dan kategori sekolah, Skripsi, Surabaya: FMIPA Universitas Negeri Surabaya.

Veenman, M.V.J., Bernadette, H.A.M., Wolters, W.H. dan Afflerbach, P, 2006, Metacognition and learning as conceptual and methodological considerations, Journal Springer Science, Vol 3, No 4, Hal 210-211.

Wachanga, S.W., 2013, Effects of Advance Organizer teaching approach on Secondary School students achievement in Chemistry in Maara District Kenya, Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technoloy Education, Vol 2, No 6, Hal 122-132.

Warpala, I.W.S., 2009, Pendekatan pembelajaran konvensional. Diunduh di http://edukasi.kompasiaa.com/2009/12/20/pendekatan-pembelajaran-konvensional/ tanggal 23 Januari 2013

Page 67: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Nur Amalia Afiyanti, dkk, Keefektifan Inkuiri Terbimbing.... 1281

KEEFEKTIFAN INKUIRI TERBIMBING

BERORIENTASI GREEN CHEMISTRY

TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS

Nur Amalia Afiyanti*, Edy Cahyono dan Soeprodjo

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry terhadap keterampilan proses sains kelas XI suatu SMA di Semarang pada tahun ajaran 2012/2013. Populasi bersifat normal dan homogen, sehingga pengambilan dua kelompok sampel menggunakan teknik cluster random sampling. Desain penelitian yaitu posttest only control design. Keberhasilan penelitian dilihat dari ketuntasan belajar pembelajaran yang menggunakan model inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry aspek kognitif mencapai nilai KKM. Pada analisis tahap akhir, uji yang digunakan adalah uji t pihak kiri dengan t hitung > t tabel (1,696). Hasil uji ketuntasan belajar untuk kelas eksperimen didapatkan thitung sebesar 3,860 sedangkan kelas kontrol 0,914. Hal ini menyatakan bahwa kelas eksperimen telah mencapai ketuntasan belajar, sedangkan kelas kontrol belum. Rata-rata nilai aspek psikomotorik siswa pada kelas eksperimen adalah 82,6 yang termasuk dalam kategori sangat baik dan kelas kontrol adalah 74 termasuk dalam kategori baik. Pada aspek kepedulian lingkungan siswa, rata-rata nilai pada kelas eksperimen adalah 88,65 termasuk dalam kategori sangat baik dan kelas kontrol adalah 81,7 termasuk dalam kategori baik. Kesimpulan penelitian adalah bahwa inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry terbukti efektif meningkatkan keterampilan proses sains.

Kata kunci: green chemistry, inkuiri terbimbing, keterampilan proses sains

ABSTRACT

This research aims to know the effectiveness of guided inquiry oriented green chemistry for science process skills at XI school grade of SMA in Semarang on 2012/2013 period. The population is normal and homogeneous, so to take two groups of samples using cluster random sampling techniques. Design of this research is posttest only control design. The succes of this research seen from cognitive aspect of student achievement reach KKM. At the final stage of the analysis, the t test used was left-test with t count > t table (1.696). The student achievement for experimental classes obtained t count of 3.860 while the control class 0,914. This suggests that the experimental class has achieved mastery learning, while the control class not yet. The average value of the psychomotor aspects of students in the experimental class was 82.6 which is included in the excellent category and control class was 74 included in good category. In the aspect of Students environmental concern, the average value of the experimental class was 88.65 included in the excellent category and class control was 81.7 included in good category. The conclusion was that the research-oriented guided inquiry of green chemistry proved effectively increase the science process skills. Keywords: green chemistry, guided inquiry, science process skills

PENDAHULUAN

Kurangnya keterlibatan siswa dalam

menemukan suatu konsep dalam pem-

belajaran membuktikan bahwa pem-

belajaran lebih bersifat teacher-centered,

yakni guru menyampaikan kimia sebagai

produk dan siswa menghafal informasi

faktualnya. Pembelajaran seperti itu akan

menimbulkan ketidaktahuan pada diri siswa

Page 68: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1282 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1281 - 1288

mengenai proses maupun sikap dan konsep

kimia yang mereka peroleh. Akibatnya, rasa

ingin tahu siswa akan konsep menjadi

kurang. Siswa hanya menghafalkan pe-

ngetahuan atau konsep tetapi tidak me-

ngetahui proses, sehingga keterampilan

proses sains masih kurang dan ketuntasan

belajarnya pun masih rendah. Salah satu

model pembelajaran yang melibatkan

keaktifan siswa untuk menemukan konsep-

nya sendiri adalah dengan model inkuiri

terbimbing (guided inquiry). Pembelajaran

inquiry diterapkan dalam mata pelajaran IPA

dan dirancang untuk melibatkan siswa

dalam berpikir sebab akibat dan untuk

mengajukan pertanyaan sehingga siswa

lebih komunikatif (Lisnawati, 2007). Pem-

belajaran berbasis inkuiri melibatkan proses-

proses mental, yaitu merumuskan masalah,

membuat hipotesis, mendesain eksperimen,

melakukan eksperimen, mengumpulkan

data, dan menganalisis data serta menarik

kesimpulan (Roestiyah, 2001). Inquiry ada-

lah proses mendefinisikan dan menyelidiki

masalah-masalah, me-rumuskan hipotesis,

merancang eks-perimen, menemukan data,

dan meng-gambarkan kesimpulan tentang

masalah-masalah tersebut. Lebih lanjut,

dikemukakan bahwa esensi dari pengajaran

inkuiri adalah menata lingkungan atau

suasana belajar yang berfokus pada siswa

dengan memberikan bimbingan secukupnya

dalam menemukan konsep-konsep dan

prinsip-prinsip ilmiah (Widowati, 2007).

Inkuiri terbimbing merupakan kegiatan

inkuiri dengan masalah dikemukakan guru

atau bersumber dari buku teks kemudian

siswa bekerja untuk menemukan jawaban

terhadap masalah tersebut di bawah

bimbingan intensif guru (Amri, 2010). Siswa

yang menggunakan metode berbasis inkuiri

pada kelas eksperimen menunjukkan pe-

ningkatan keterampilan proses sains

sebesar 2% (Brickman, et al., 2009).

Keterampilan proses merupakan

suatu pendekatan belajar mengajar yang

mengarah pada pertumbuhan dan pengem-

bangan sejumlah keterampilan tertentu

(Wardani, 2008). Keterampilan proses sains

merupakan perangkat keterampilan kom-

pleks yang digunakan ilmuan dalam mela-

kukan penyelidikan ilmiah. Keteram-pilan

proses merupakan pengetahuan prosedural

yang dapat dikembangkan pada peserta

didik sejak dini secara bertahap (Rustaman,

1992). Keterampilan proses adalah keteram-

pilan fisik dan mental terkait dengan

kemampuan-kemampuan mendasar yang

dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan dalam

suatu kegiatan ilmiah, sehingga para ilmuan

berhasil menemukan sesuatu yang baru.

Dengan mengembangkan keterampilan-

keterampilan memproses perolehan, siswa

mampu menemukan dan mengembangkan

sendiri fakta dan konsep serta menumbuh-

kan dan mengembangkan sikap yang

dituntut (Semiawan, 1992). Keterampilan ini

juga berkaitan dengan kreatifitas dan ber-

pikir kritis. Faktor penting untuk perkem-

bangan sebuah negara dapat diketahui

melalui siapa bisa berpikir kreatif dan

berpikir kritis (Karsi dan Sahin, 2009).

Green chemistry bukanlah environ-

mental science tetapi bagian ilmu kimia

yang mencari dan berkreasi untuk mem-

berikan solusi bagi penciptaan teknologi

yang aman bagi manusia dan lingkungan-

nya (Ilyas, 2010). Green chemistry adalah

bagian dari produk dan proses kimia yang

ramah lingkungan meliputi semua aspek

dan jenis dari proses kimia yang

mengurangi efek negatif bagi kesehatan

manusia dan lingkungan sekitar (Kusuma, et

al, 2009). Pembelajaran kimia berorientasi

green chemistry bertujuan agar siswa me-

miliki karakter peduli lingkungan, khususnya

dalam penanganan masalah lingkungan,

membentuk perilaku agar dapat berparti-

sipasi dalam pemeliharaan lingkungan.

Peng-kajian terhadap fenomena dan dam-

pak perubahan lingkungan perlu dilakukan

melalui pendidikan formal (Setyo, 2011).

Page 69: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Nur Amalia Afiyanti, dkk, Keefektifan Inkuiri Terbimbing.... 1283

Rumusan masalah dalam penelitian

ini yaitu efektifkah pembelajaran model

inkuiri terbimbing berorientasi green

chemistry terhadap keterampilan proses

sains dan kepedulian lingkungan siswa

suatu SMA di Semarang pada materi

kelarutan dan hasil kali kelarutan? Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan

pembelajaran model inkuiri terbimbing ber-

orientasi green chemistry terhadap keteram-

pilan proses sains dan kepedulian lingkung-

an siswa suatu SMA di Semarang pada

materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di suatu SMA

di Semarang pada materi kelarutan dan

hasil kali kelarutan. Desain penelitian ini

yaitu posttest only control design. Populasi

yang digunakan dalam penelitian adalah

siswa XI IPA SMA tahun pelajaran

2012/2013. Kelas XI IA 2 sebagai kelas

eksperimen dan kelas XI IA 3 sebagai kelas

kontrol yang diambil dengan teknik cluster

random sampling. Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah model pembelajaran.

Kelompok eksperimen menggunakan model

pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi

green chemistry sedangkan kelompok kon-

trol menggunakan model pembelajaran kon-

vensional. Variabel terikat dalam pene-litian

ini yaitu keterampilan proses sains dan

kepedulian lingkungan siswa SMA tahun

ajaran 2012/2013. Keberhasilan di dalam

penelitian ini dilihat dari ketuntasan belajar

pembelajaran yang menggunakan model

inkuiri terbimbing berorientasi green chemis-

try dari aspek kognitif mencapai nilai KKM

yaitu 72, aspek psikomotorik dan kepedulian

terhadap lingkungan setiap siswa mencapai

nilai 65 dengan ketuntasan klasikal sebesar

85% (Mulyasa, 2002).

Metode pengumpulan data dilaku-

kan dengan metode dokumentasi, tes,

lembar observasi dan angket. Bentuk

instrumen yang digunakan berupa silabus,

rencana pelaksanaan pembelajaran, soal

posttest, lembar observasi kepedulian ter-

hadap lingkungan, lembar observasi psiko-

motorik dan angket. Data penelitian posttest

dianalisis secara statistik parametrik yaitu

dihitung dengan uji t dan uji ketuntasan

klasikal sedangkan kepedulian lingkungan,

psikomotor dan hasil angket tanggapan

siswa dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelas eksperimen pada penelitian

ini menggunakan model inkuiri terbimbing

berorientasi green chemistry sedangkan

pembelajaran pada kelas kontrol meng-

gunakan model pembelajaran seperti yang

biasa digunakan guru mitra yaitu meng-

gunakan metode ceramah dan diskusi.

Analisis hasil belajar kognitif secara

statistika meliputi uji normalitas, uji kesama-

an dua varians, uji keefektifan, uji ketunta-

san belajar, dan uji estimasi rata-rata hasil

belajar. Hasil uji normalitas data posttes

kedua kelas berdistribusi normal. Uji kesa-

maan dua varians, kedua kelas memiliki

varians yang tidak berbeda (homogen).

Perhitungan uji keefektifan menggunakan uji

t, pada kelas eksperimen diperoleh thitung =

3,8601 sedangkan ttabel = 1,696. Besarnya

thitung> ttabel dan thitung berada di daerah

penerimaan H, sedangkan untuk kelas

kontrol thitung 0,914 dan thitung berada

didaerah penolakan H. Jadi, ada perbedaan

yang signifikan antara hasil belajar kimia

kelas eksperimen dengan kelas kontrol atau

hasil belajar kimia kelas eksperimen lebih

baik dari pada kelas kontrol. Hasil

perhitungan uji ketuntasan belajar, diperoleh

hasil ketuntasan belajar pada kelas

eksperimen adalah 87,5% yang berarti

bahwa kelas eksperimen telah mencapai

ketuntasan belajar klasikal sedangkan hasil

ketuntasan belajar kelas kontrol adalah

71,9% yang berarti bahwa kelas kontrol

Page 70: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1284 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1281 - 1288

belum mencapai ketuntasan belajar klasikal

karena kurang dari 85%. Hal ini dikarenakan

kelas eksperimen menggunakan inkuiri

terbimbing sehingga siswa dapat belajar

menemukan pengetahuan atau konsep,

guru hanya memberi pengarahan dan

bimbingan jika diperlukan siswa (Djamarah,

2002). Siswa dengan keterampilan proses

sains yang tinggi lebih mudah dalam

memahami materi yang diajarkan dan

berdampak pada kognitif siswa (Rahayu,

2011). Berdasarkan uji estimasi rata-rata

hasil belajar, dapat diprediksikan bahwa

rata-rata yang mungkin dicapai kelas

eksperimen berkisar antara 74,8 sampai

81,4 sedangkan pada kelas kontrol rata-rata

hasil belajarnya berkisar 70,7 sampai 76,6.

Hasil estimasi rata-rata hasil belajar ini

menunjukkan bahwa prediksi rata-rata hasil

belajar yang dicapai kelas eksperimen lebih

tinggi daripada rata-rata hasil belajar yang

dicapai kelas kontrol.

Penilaian ranah psikomotorik meng-

gunakan lembar observasi atau lembar

pengamatan yang dilakukan oleh observer.

Penilaian ini dilaksanakan ketika siswa

melaksanakan praktikum. Penilaian psiko-

motorik terdiri dari empat aspek. Aspek yang

pertama yaitu kegiatan persiapan. Kegiatan

persiapan ini dibagi menjadi 3 sub aspek

yaitu menyiapkan alat, menyiapkan zat/

larutan kerja, dan menyiapkan format

laporan sementara. Untuk kelas eksperimen

maupun kelas kontrol rata-rata nilai aspek

kegiatan persiapan ini termasuk kriteria

sangat tinggi, tetapi terdapat perbedaan

rata-rata nilai yaitu kelas ekperimen 3,6

sedangkan kelas kontrol 3,5. Aspek yang

kedua yaitu keterampilan proses sains.

Aspek ini terbagi menjadi 11 sub aspek

yang sesuai dengan sub-sub indikator

keterampilan proses sains serta disesuaikan

dengan materi kelarutan dan hasil kali

kelarutan. Untuk aspek ini rata-rata nilai

kelas eksperimen 3,38 dan kelas kontrol 2,8

yang termasuk dalam kriteria tinggi. Siswa

dengan keterampilan proses sains tinggi

cenderung melaksanakan percobaan sesuai

dengan metode ilmiah yang baku, siswa

memiliki bekal keterampilan untuk melaku-

kan percobaan, siswa tidak mengalami

hambatan yang berarti dalam pelaksanaan

percobaan. Hal ini berdampak pada

psikomotorik siswa, yakni siswa dengan

keterampilan proses sains tinggi cenderung

memiliki prestasi belajar yang lebih baik

daripada siswa dengan keterampilan proses

sains rendah (Nur, 2011). Aspek yang ketiga

yaitu membuat laporan sementara. Aspek ini

hanya terbagi menjadi dua aspek yaitu

membuat laporan sementara hasil analisis

dan merevisi kesalahan hasil analisis. Untuk

kelas eksperimen rata-ratanya sebesar 2,68

sedangkan kelas kontrol 2,7. Kelas

eksperimen memiliki rata-rata yang lebih

rendah dari kelas kontrol dikarenakan kelas

eksperimen mencari sendiri susunan

laporan yang sistematis, sedangkan untuk

kelas kontrol susunan laporan diberikan oleh

guru sehingga lebih sistematis. Susunan

laporan hasil siswa kelas eksperimen

kurang sistematis, maka guru memberikan

arahan terhadap siswa. Untuk aspek yang

terakhir yaitu kegiatan setelah praktikum,

aspek ini dibagi menjadi tiga sub aspek yaitu

membuang sisa praktikum ke tempat yang

disediakan, kebersihan, dan pengembalian

alat yang sudah dibersihkan. Dalam aspek

ini kelas eksperimen memiliki rata-rata 3,63,

sedangkan kelas kontrol memiliki rata rata

3,57. Hasil nilai rata-rata psikomotorik kelas

eksperimen dan kelas control ditampilkan

pada Gambar 1.

Page 71: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Nur Amalia Afiyanti, dkk, Keefektifan Inkuiri Terbimbing.... 1285

Gambar 1. Hasil nilai rata-rata psikomotorik kelas eksperimen dan kelas kontrol

Keterangan: Aspek Psikomotorik 1: Kegiatan Persiapan 3: Laporan Sementara 2: Keterampilan Proses Sains 4: Kegiatan Setelah Praktikum

Karakter peduli lingkungan merupakan sikap

dan tindakan yang selalu berupaya

mencegah kerusakan lingkungan alam di

sekitarnya dan mengembangkan upaya-

upaya untuk memperbaiki kerusakan alam

yang terjadi. Penilaian ranah ini dilakukan

pada saat proses pembelajaran di kelas dan

pada saat praktikum di laboratorium. Peni-

laian dilakukan oleh observer. Untuk kelas

eksperimen dan kelas kontrol setiap siswa

telah mencapai nilai lebih dari 65 tetapi

terdapat perbedaan pada rata-rata nilai

aspek kepedulian terhadap lingkungan.

Rata-rata nilai pada kelas eksperimen 88,65

yang termasuk dalam kategori sangat baik

dan kelas kontrol 81,7 yang termasuk

dalam kategori baik. Adapun perbedaan

rata-rata hasil analisis aspek kepedulian

siswa terhadap lingkungan kelas ekspe-

rimen dan kelas kontrol disajikan pada

Gambar 2.

Gambar 2. Hasil nilai rata-rata nilai kepedulian lingkungan terhadap lingkungan kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Keterangan: Aspek Kepedulian Terhadap Lingkungan 1: Kepedulian Lingkungan Saat di Kelas 2: Kepedulian Lingkungan Saat Praktikum

Perbedaan rata-rata nilai posttest, psiko-

motorik dan kepedulian terhadap lingkungan

lebih baik pada kelas eksperimen daripada

kelas kontrol. Inkuiri terbimbing meng-

0

1

2

3

4

1 2 3 4

Nila

i Rat

a-R

ata

Aspek Psikomotorik

Kelas Eksperimen

Kelas Kontrol

2,1

2,2

2,3

2,4

2,5

2,6

2,7

2,8

1 2

Nila

i Rat

a-R

ata

Aspek Kepedulian Terhadap Lingkungan

Kelas Eksperimen

Kelas Kontrol

Page 72: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1286 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1281 - 1288

hasilkan efek yang cukup signifikan antara

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

(Bilgin, 2009). Berdasarkan hal tersebut,

dapat dikatakan bahwa penggunaan inkuiri

terbimbing berorientasi green chemistry

dalam pelajaran kimia efektif terhadap hasil

postes, psikomotorik dan kepedulian siswa

terhadap lingkungan.

Berdasarkan hasil analisis angket

tanggapan siswa dalam penelitian ini dapat

disimpulkan pada kelas eksperimen siswa

menyukai pembelajaran menggunakan

inkuiri terbimbing berorientasi green

chemstry. Angket ini memiliki tingkatan

respon mulai dari sangat setuju, setuju,

kurang setuju, dan tidak setuju. Hasil angket

menyatakan bahwa 63% sangat setuju, 38%

setuju, dan 0% tidak setuju dengan per-

tanyaan berkaitan dengan ketertarikan pada

materi kimia kelarutan dan hasil kali

kelarutan yang dipelajari. Siswa menyatakan

53% sangat setuju, 41% setuju, dan 6%

tidak setuju dengan pernyataan

pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi

green chemistry dapat membuat mereka

lebih mudah memahami materi kelarutan

dan hasil kali kelarutan. Pernyataan rasa

ingin tahu meningkat, mendapat respon

56% sangat setuju, 31% setuju, dan 13%

tidak setuju. Siswa menyatakan 41% sangat

setuju, 53% setuju, dan 6% tidak setuju

terhadap pertanyaan pembelajaran inkuiri

terbimbing berorientasi green chemistry da-

pat meningkatkan kemampuan untuk mengi-

ngat suatu konsep pembelajaran. Hasil ini

didukung dengan nilai posttest hasil belajar

kelas eksperimen yang meningkat dan lebih

tinggi dari pada kelas kontrol. Siswa memilih

66% sangat setuju, 31% setuju, dan 3%

tidak setuju mengenai pernyataan pem-

belajaran inkuiri terbimbing berorientasi

green chemistry membuka wawasan

mengenai fenomena kelarutan dan hasil kali

kelarutan dalam kehidupan sehari-hari.

Pernyataan tentang lebih mudah dalam

menyelesaikan soal-soal latihan materi

kelarutan dan hasil kali kelarutan mendapat

respon 59% sangat setuju, 31% setuju dan

9% tidak setuju. Siswa menyatakan 72%

sangat setuju, dan 28% setuju terhadap

pertanyaan Pelaksanaan pembelajaran

inkuiri terbimbing berorientasi green

chemistry membuat mereka lebih tertarik

untuk memperdalam kimia lebih lanjut.

Siswa menyatakan 69% sangat setuju dan

31% setuju dengan pernyataan

Pelaksanaan pembelajaran inkuiri

terbimbing berorientasi green chemistry

membuatnya lebih peduli lagi terhadap

lingkungan sekitar. Adapun hasil analisis

respon siswa terhadap pembelajaran

disajikan dengan Gambar 3.

Page 73: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Nur Amalia Afiyanti, dkk, Keefektifan Inkuiri Terbimbing.... 1287

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

1 2 3 4 5 6 7 8

% P

en

dap

at S

isw

a

Pernyataan

Sangat Setuju

Setuju

Kurang Setuju

Tidak Setuju

Gambar 3. Hasil analisis respon siswa terhadap pembelajaran

Keterangan: Pernyataan

1. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry sangat menarik dan menyenangkan

2. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry dapat membuat saya lebih mudah memahami materi kelarutan dan hasil kali kelarutan

3. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry

dapat meningkatkan rasa ingin tahu saya 4. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry

dapat meningkatkan kemampuan saya untuk mengingat suatu konsep pembelajaran

5. Pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry membuka wawasan saya mengenai fenomena kelarutan dan hasil kali kelarutan dalam kehidupan sehari-hari

6. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry membuat saya lebih mudah dalam menyelesaikan soal-soal latihan materi kelarutan dan hasil kali kelarutan

7. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry membuat saya lebih tertarik untuk memperdalam kimia lebih lanjut

8. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry

membuat saya lebih peduli lagi terhadap lingkungan sekitar saya

SIMPULAN

Pembelajaran model inkuiri ter-

bimbing berorientasi green chemistry efektif

terhadap keterampilan proses sains dan

kepedulian lingkungan. Nilai posttest kelas

eksperimen yang menerapkan model inkuiri

terbimbing berorientasi green chemistry

sebesar 77,50 sedangkan kelas kontrol

yang menggunakan pembelajaran konven-

sional sebesar 73,18. Nilai aspek psiko-

motorik yang didalamnya sudah mencakup

keterampilan proses sains untuk kelas eks-

perimen dan kelas kontrol setiap siswa telah

mencapai nilai lebih dari 65 tetapi terdapat

perbedaan pada rata-ratanya. Rata-rata nilai

pada kelas eksperimen 82,6 yang termasuk

dalam kategori sangat baik dan kelas kontrol

74 yang termasuk dalam kategori baik. Nilai

aspek kepedulian terhadap lingkungan

Page 74: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1288 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1281 - 1288

untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol

setiap siswa telah mencapai nilai lebih dari

65 tetapi terdapat perbedaan pada rata-rata.

Rata-rata nilai pada kelas eksperimen 88,65

yang termasuk dalam kategori sangat baik

dan kelas kontrol 81,7 yang termasuk dalam

kategori baik.

DAFTAR PUSTAKA Amri, S., 2010, Proses Pembelajaran Kreatif

dan Inovatif Dalam Kelas, Jakarta : Prestasi Pustaka.

Bilgin, I., 2009, The Effect Of Guided Inqury Instruction Incorporating A Cooperative Leaning Approach On University Students Achievement Of Acid And Bases Concepts And Attitude Toward Guided Inquiry Insruction, Journal Of Science Research and Essay, Vol 4, No 10, Hal: 1-3.

Brickman, P., Gormally, Armstrong, dan Hallar, 2009, Effect Of Inquiry Based Learning On Students Science Literacy Skill And Confidence, Journal Of teaching and Learning Vol 2, No 3, Hal : 1-22.

Djamarah, S., 2002, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Rineka Cipta.

Ilyas, W., 2010, Sama atau Bedakah Green Chemistry Dan Enviromental Chemistry Itu? diunduh dari http://greenchemistryindonesia.blogspot.com/ pada tanggal 30 Desember 2012.

Karsi dan Sahin, 2009, Developing Worksheet Based On Science Process Skills: factors affecting solubility, Journal Of Science Learning and Teaching Vol 1, No 10, Hal: 1-12.

Kusuma, E., Sukirno, dan Kurniati, 2009, Penggunaan Pendekatan Chemo-Entrepreneurship Berorientasi Green Chemistry Untuk Meningkatkan Kemampuan Life Skill Siswa SMA, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia Vol 1, No 3, Hal: 2-4.

Lisnawati, L., 2007, Hubungan Antara Keterampilan Proses Sains Dengan Sikap Ilmiah Siswa Melalui Pembelajaran Inkuiri Terstruktur, Skripsi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Mulyasa, 2002, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung: Rosda-karya.

Nur, M., 2011, Modul Keterampilan Proses Sains, Surabaya: Pusat Matematika dan Sains Sekolah (PSMS) Universitas Negeri Surabaya.

Rahayu, E., Susanto, dan Yulianti, 2011, Pembelajaran sains dengan keterampilan proses untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kreatif siswa, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol 2, No 7, Hal: 106-110.

Roestiyah, 2001, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta

Rustaman, N., 1992, Pengembangan dan Validasi Alat Ukur Keterampilan Proses Sains Pada Pendidikan Dasar 9 Tahun Sebagai Persiapan Pelaksanaan Kurikulum 1994, Laporan Penelitian, Bandung : FPMIPA IKIP.

Semiawan, C., 1992, Pendekatan Keterampilan Proses, Jakarta: Gramedia.

Setyo, A., 2011, Pembelajaran Bermakna Berpendekatan SETS pada Pelajaran Biologi untuk Menumbuhkan Kepedulian terhadap Lingkungan, Jurnal Bioma Vol 1, No 2, Hal: 2-3.

Wardani, S., 2008, Pengembangan Keterampilan Proses Sains dalam Pembelajaran Kromatografi Lapis Tipis Melalui Praktikum Skala Mikro, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2, No 2, Hal:1-5.

Widowati, A., 2007, Penerapan Pendekatan Inquiry dalam Pembelajaran Sains sebagai Upaya Pengembangan Cara Berpikir Divergen, Jurnal Ilmiah Pembelajaran Vol 1, No 3, Hal:1-8.

Page 75: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Novita Nurmasari, dkk, Keefektifan Pembelajaran Berorientasi.... 1289

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN BERORIENTASI

CHEMOENTREPRENEURSHIP PADA PEMAHAMAN KONSEP

DAN KEMAMPUAN LIFE SKILL SISWA

Novita Nurmasari*, Supartono dan Sri Mantini Rahayu Sedyawati

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Studi pendahuluan yang dilakukan di salah satu SMA N di Semarang kelas X tahun ajaran 2012/2013 memperoleh data ketuntasan klasikal siswa pada mata pelajaran kimia kurang dari 85% dan kemampuan life skill siswa rendah yaitu sebesar 61%. Penelitian ini menerapkan pembelajaran berorientasi Chemoentrepreneurship (CEP) pada materi minyak bumi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan pembelajaran berorientasi CEP pada pemahaman konsep dan kemampuan life skill siswa SMA kelas X. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X di salah satu SMA N di Semarang. Desain yang digunakan adalah posttest only control design. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling, kelas X-3 sebagai kelas eksperimen dan X-2 sebagai kelas kontrol. Hasil ketuntasan belajar menunjukkan bahwa kelas eksperimen mencapai ketuntasan belajar klasikal sebesar 88,89%, sedangkan kelas kontrol hanya sebesar 78,95%. Rata-rata pemahaman konsep siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol yaitu masing-masing sebesar 80,11 dan 74,32. Kemampuan life skill siswa meningkat dari 61% menjadi 84%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran berorientasi CEP memberikan keefektifan yang signifikan pada pemahaman konsep dan kemampuan life skill siswa SMA kelas X. Kata kunci: chemoentrepreneurship, life skill, pemahaman konsep

ABSTRACT

Preliminary study has performed in a high school in Semarang within grade X of the school year 2012/2013, obtained the classical completeness students on chemistry subject less than 85% and the ability of students' life skill was lower, equal to 61%. This study applied the learning-oriented Chemoentrepreneurship (CEP) in petroleum subject. This study aimed to determine the effectiveness of the learning-oriented CEP in understanding the concepts and life skills of high school students’ grade X. The population in this study were class X students of high school in Semarang. The design used is a posttest only control design. The sample was taken by random cluster sampling technique, the class X-3 as the experimental class and the class X-2 as a control class. The results of completeness study showed that experimental class achieved mastery of classical study at 88.89%, while the control class was only 78.95%. The average of students’ concept understanding in experimental class was better than the control class respectively 80.11 and 74.32. The ability of student life skill increased from 61% to 84. The results showed that the learning-oriented CEP provided significant effectiveness in understanding the concepts and life skills of class X high school students.

Keywords: chemoentrepreneurship, concept understands, life skill

PENDAHULUAN

Salah satu masalah di bidang

pendidikan adalah masih rendahnya mutu

pendidikan di Indonesia bila dibandingkan

dengan negara-negara maju. Sistem

pendidikan di Indonesia berada di posisi

terbawah bersama Meksiko dan Brasil

berdasarkan tabel liga global yang

diterbitkan oleh Firma Pendidikan Pearson

Page 76: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1290 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1289-1299

(BBC Indonesia, 2012). Masalah rendahnya

mutu pendidikan ini berimplikasi langsung

terhadap mutu lulusan.

Menurut data Badan Pusat Statistik

(2012), tingkat pengangguran terbuka (TPT)

untuk pendidikan menengah masih tetap

menempati posisi tertinggi. Tingkat

pengangguran terbuka pada bulan Februari

2012 lulusan SMA mencapai 10,34%.

Masalah banyaknya pengangguran lulusan

SMA merupakan fenomena rendahnya mutu

lulusan. Kemampuan akademis lulusan

SMA dipengaruhi oleh beberapa faktor,

antara lain mutu lembaga sekolah, terutama

guru, peralatan, buku, dan sarana

pendukung maupun proses pengajaran dari

setiap sekolah (Asmorowati, 2009).

Hasil observasi dan wawancara di

salah satu SMA di Semarang menunjukkan

bahwa pemahaman siswa kelas X terhadap

pelajaran kimia masih rendah, banyak siswa

yang tidak mencapai batas Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM). Nilai rata-rata

kelas hanya 67,44 dengan ketuntasan

klasikal sebesar 57,89%. Pembelajaran

yang dilakukan di sekolah tersebut masih

didominasi oleh ceramah, pemberian tugas

dan latihan soal. Siswa kurang diberi

kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam

proses pembelajaran, hal ini menyebabkan

siswa belum dapat mengembangkan potensi

yang ada pada dirinya secara optimal dan

kemampuan life skill siswa rendah. Setelah

disebarkan angket, diperoleh informasi

bahwa kemampuan life skill siswa hanya

mencapai 61%. Hal ini menunjukan bahwa

kemampuan life skill siswa masih rendah.

Life skill meliputi kombinasi dari

pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan,

dengan penekanan pada pokok

keterampilan yang terkait dengan pemikiran

kritis dan pemecahan masalah, manajemen

diri, keterampilan berkomunikasi, dan

keterampilan antarpersonal (Rahmawati dan

Yonata, 2012). Pendidikan kecakapan hidup

dapat menghantarkan manusia-manusia

Indonesia memasuki era globalisasi dengan

kemampuan kompetitif yang tinggi. Life skill

harus diajarkan sejak duduk dibangku

sekolah agar peserta didik lebih terlatih

untuk melatih kemampuan life skill yang

mereka miliki (Yulianingrum dan Rahayu,

2013).

Setelah dilakukan survey tentang life

skill yang dibutuhkan, diperoleh 10 indikator

yang akan diamati dalam penelitian ini.

Indikator ini diambil dari hasil survey tentang

kecakapan hidup terbanyak yang

dibutuhkan oleh siswa. Indikator ini meliputi

(1) sadar sebagai makhluk tuhan, (2)

percaya diri, (3) kecakapan menggali dan

menemukan informasi, (4) kecakapan

mengolah informasi, (5) kecakapan ber-

komunikasi, (6) bekerjasama, (7) tanggung-

jawab, (8) merumuskan masalah, (9)

membuat hipotesis, dan (10) membuat

kesimpulan.

Pembelajaran harus lebih melibat-

kan siswa dalam proses belajar mengajar

dan memberi kesempatan siswa untuk

mengembangkan kemampuan life skill yang

nantinya dibutuhkan untuk mengatasi

masalah yang dihadapi dalam hidupnya.

Pembelajaran kimia dapat menggunakan

pendekatan CEP untuk menciptakan

suasana belajar yang lebih mengaktifkan

siswa dan memberikan kesempatan siswa

Page 77: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Novita Nurmasari, dkk, Keefektifan Pembelajaran Berorientasi.... 1291

untuk mengembangkan kemampuan life

skill.

Konsep pendekatan CEP adalah

suatu pendekatan pembelajaran kimia yang

dikaitkan dengan obyek nyata sehingga

selain mendidik, dengan pendekatan CEP

ini memungkingkan siswa dapat mempela-

jari proses pengolahan suatu bahan menjadi

produk yang bermanfaat, benilai ekonomi

tinggi dan menumbuhkan semangat berwira-

usaha (Supartono, 2006).

Rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah: bagaimana keefektifan pem-

belajaran berorientasi CEP pada pemaham-

an konsep dan kemampuan life skill siswa

SMA kelas X? Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui keefektifan pembelajaran bero-

rientasi CEP pada pemahaman konsep dan

kemampuan life skill siswa SMA kelas X.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian

eksperimen yang dilakukan salah satu di

SMA Negeri di Semarang pada materi

minyak bumi. Desain penelitian ini yaitu

posttest only control design. Populasi dalam

penelitian adalah siswa kelas X tahun

pelajaran 2012/2013. Kelas X-3 merupakan

kelas eksperimen dan X-2 merupakan kelas

kontrol yang diambil melalui teknik cluster

random sampling dengan pertimbangan

bahwa hasil uji normalitas dan uji

homogenitas terhadap nilai ulangan akhir

semester ganjil diperoleh bahwa keduanya

berdistribusi normal dan homogen. Variabel

bebas dalam penelitian ini adalah

pendekatan pembelajaran. Kelas ekspe-

rimen menggunakan pembelajaran dengan

pendekatan CEP, sedangkan kelas kontrol

menggunakan pendekatan yang biasa

dilakukan selama ini yaitu pem-belajaran

yang didominasi oleh ceramah, latihan soal

dan penugasan. Variabel terikat dalam

penelitian ini yaitu pemahaman konsep dan

kemampuan life skill siswa.

Metode pengumpulan data dilaku-

kan dengan metode dokumentasi, tes,

observasi dan angket. Tes digunakan untuk

mengukur pemahaman konsep siswa.

Observasi digunakan untuk menilai

kemampuan life skill siswa. Angket digu-

nakan sebagai data awal untuk mengetahui

kemampuan life skill siswa. Bentuk

instrumen yang digunakan berupa silabus,

rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),

tes pemahaman konsep (posttest), lembar

observasi, dan angket. Tes pemahaman

konsep sebelum digunakan perlu dianalisis

dengan uji validitas, reliabilitas, daya

pembeda, dan taraf kesukaran. Lembar

observasi digunakan untuk penilaian life skill

yang sebelumnya telah divalidasi oleh

dosen pembimbing dan telah diuji cobakan.

Hasil uji coba tersebut kemudian dihitung

reliabilitasnya. Instrumen observasi dika-

takan reliabel jika rhitung yang didapatkan

lebih dari atau sama dengan 0,7 (Mardapi,

2012).

Data penelitian pemahaman konsep

dianalisis secara statistik parametrik dihitung

dengan uji perbedaan rata-rata satu pihak

kanan untuk mengetahui apakah hasil

pemahaman konsep kelas eksperimen lebih

baik dari kelas kontrol, uji ketuntasan belajar

untuk mengetahui ketuntasan klasikal kedua

kelas. Ketuntasan belajar individu dapat

dilihat dari data hasil belajar siswa dan

Page 78: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1292 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1289-1299

dikatakan tuntas jika hasil belajarnya

mendapat nilai lebih besar dari 70. Lembar

observasi kemampuan life skill, dan angket

dalam penelitian ini dianalisis secara

deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembelajaran yang dilakukan di kelas

eksperimen menggunakan metode diskusi

berorientasi CEP. Penerapan metode

diskusi ini dilakukan untuk lebih me-

ngembangkan kemampuan life skill siswa.

Siswa terlihat kurang aktif terhadap kegiatan

diskusi kelompok pada pertemuan pertama.

Beberapa siswa ada yang ramai sendiri,

siswa juga belum berani mengemukakan

pendapatnya. Siswa harus ditunjuk untuk

maju mempresentasikan hasil diskusi. Hal

ini menunjukkan bahwa kemampuan life skiil

siswa belum berkembang. Siswa terlihat

antusias dan aktif berdiskusi saat diskusi

berlangsung pada pertemuan selanjutnya,

hal ini ditandai dengan siswa bertanya

kepada teman sekelompok, serta mencari

dari berbagai sumber untuk bahan

berdiskusi. Beberapa kelompok ada yang

maju tanpa ditunjuk. Hal ini terlihat bahwa

terlihat lebih percaya diri dan kemampuan

life skiil lebih berkembang.

Pembelajaran yang dilakukan di kelas

kontrol menggunakan metode ceramah,

latihan soal dan penugasan. Pembelajaran

pada kelas kontrol hanya berpusat pada

guru (teacher centered), siswa cenderung

pasif karena hanya mendengarkan pen-

jelasan dari guru. Hal ini membuat siswa

merasa bosan, dan mengantuk. Beberapa

siswa kurang memperhatikan penjelasan

dan mereka sibuk berbicara dengan teman

sendiri. Pembelajaran dengan metode

ceramah kurang efektif jika diterapkan untuk

mengajari matari minyak bumi karena materi

minyak bumi bersifat hafalan. Materi minyak

bumi lebih baik diajarkan dengan

mengaitkan materi dalam kehidupan sehari-

hari atau menggunakan media untuk

memudahkan memahami materi tersebut

(Wicaksana, 2013).

Kemampuan life skill siswa selama

proses pembelajaran diukur dengan

observasi yang dilakukan oleh tiga observer/

pengamat. Observer ini mengamati kegiatan

siswa selama pembelajaran di dalam kelas

dan kegiatan praktikum di laboratorium. Nilai

rata-rata kemampuan life skill kelas

eksperimen disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata kemampuan life skill siswa kelas eksperimen

Indikator/aspek Rata-rata Kategori

Sadar Sebagai Mahkluk Tuhan 4 Sangat Tinggi Percaya diri 3 Tinggi

Kecakapan menggali dan mencari informasi 3,3 Tinggi Kecakapan mengolah informasi 3,1 Tinggi

Kecakapan berkomunikasi 3,6 Sangat Tinggi Kerjasama 3,4 Tinggi

Tanggung jawab 3,5 Sangat Tinggi Kecakapan merumuskan masalah 3,1 Tinggi

Kecakapan membuat hipotesis 2,9 Tinggi Kecakapan membuat kesimpulan 3,5 Sangat Tinggi

Page 79: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Novita Nurmasari, dkk, Keefektifan Pembelajaran Berorientasi.... 1293

Kemampuan life skill yang dikem-

bangkan di kelas selama diskusi

berlangsung diantaranya kecakapan individu

(personal skill) yaitu sadar sebagai makhluk

Tuhan dan percaya diri, kecakapan berpikir

rasional (thinking skill) yaitu kecakapan

menggali dan mengolah informasi, ke-

cakapan sosial (social skill) meliputi bekerja

sama, tanggung jawab, kecakapan ber-

komunikasi, dan kecakapan akademik

(academic skill) meliputi kecakapan

merumuskan masalah, kecakapan membuat

hipotesis, dan kecakapan membuat

kesimpulan.

Penilaian semua indikator tersebut

dilakukan didalam kelas dan di laboratorium.

Penilaian didalam kelas dilakukan pada saat

siswa melakukan diskusi kelompok. Diskusi

kelompok dapat mengembangkan indikator

life skill sadar sebagai Makhluk Tuhan,

kecakapan menggali dan mencari informasi,

kecakapan mengolah informasi, kecakapan

merumuskan masalah, kecakapan membuat

hipotesis, dan kecakapan membuat

kesimpulan.

Indikator yang dinilai selama ke-

giatan praktikum di laboratorium adalah

aspek kerjasama dalam menyiapkan alat

dan bahan praktikum, pembagian kerja

kelompok, pemberian bantuan kepada

teman satu kelompok, tanggung jawab

setelah kegiatan praktikum, menggunakan

kecakapan sesuai fungsinya. Aspek yang

dapat dikembangkan selama kegiatan di

dalam kelas dan di laboratorium adalah

percaya diri, kecakapan berkomunikasi

secara lisan dan tulisan, kecakapan

berkomunikasi dalam kelompok, tanggung

jawab menyelesaikan tugas.

Terjadi peningkatan kemampuan life

skill siswa kelas eksperimen sebelum dan

sesudah diajar dengan menggunakan

pendekatan CEP. Kemampuan life skill

siswa sebelum diajar dengan pendekatan

CEP hanya mencapai 61%. Hasil ini

diperoleh dari angket yang disebarkan

sebelum pembelajaran berlangsung. Hasil

analisis deskriptif menunjukkan bahwa 15

siswa memiliki nilai dengan kategori sangat

baik dengan persentase sebesar 41,67%,

dan 21 siswa dengan persentase sebesar

58,33% memiliki kategori nilai baik.

Kemampuan life skill siswa setelah diajar

dengan menggunakan pendekatan CEP

mencapai persentase sebesar 84%.

Disimpulkan bahwa pembelajaran ber-

orientasi CEP efektif pada kemampuan life

skill karena kemampuan life skill siswa

meningkat (Mursiti, et al., 2008). Besarnya

Peningkatan kemampuan life skill kelas

eksperimen untuk masing-masing indikator

dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 80: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1294 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1289-1299

Gambar 1. Peningkatan kemampuan life skill kelas eksperimen Keterangan:

1) Sadar Sebagai Mahkluk Tuhan 2) Percaya diri 3) Kecakapan menggali dan mencari informasi 4) Kecakapan mengolah informasi 5) Kecakapan berkomunikasi 6) Kerjasama 7) Tanggung jawab 8) Kecakapan merumuskan masalah 9) Kecakapan membuat hipotesis 10) Kecakapan membuat kesimpulan

Aspek sadar sebagai makhluk

Tuhan mengalami peningkatan dari 74%

menjadi 100%. Aspek ini tergolong sangat

tinggi karena semua siswa pada kelas

eksperimen menyadari bahwa dirinya

adalah makhluk ciptaan Tuhan, sehingga

mensyukuri nikmat Tuhan dan tidak

merusak ciptaan Tuhan.

Aspek percaya diri mengalami

peningkatan dari 62% menjadi 76%.

Percaya diri adalah rasa percaya bahwa ia

sanggup dan mampu untuk mencapai

prestasi tertentu. Kurang percaya diri tidak

akan menunjang tercapainya prestasi yang

tinggi, dan berarti juga meragukan

kemampuan diri sendiri (Yulianto, 2006).

Kepercayaan diri siswa terlihat dari

keberanian siswa maju mempresentasikan

hasil diskusi tanpa ditunjuk oleh guru.

Aspek kecakapan berpikir rasional

yang diukur dalam penelitian ini adalah

kecakapan menggali informasi dan

kecakapan mengolah informasi. Kecakapan

menggali dan menemukan informasi

mengalami peningkatan dari 61% menjadi

83%. Peningkatan ini terjadi karena

penerapan pembelajaran dengan pen-

dekatan CEP dapat lebih mengaktifkan

siswa. Pembelajaran yang mengaktifkan

siswa dapat meningkatkan keterampilan

berpikir siswa daripada pembelajaran yang

menggunakan metode ceramah dan hafalan

(Snyder dan Snyder, 2008).

Peningkatan kecakapan berpikir

secara rasional terlihat dari siswa dapat

Page 81: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Novita Nurmasari, dkk, Keefektifan Pembelajaran Berorientasi.... 1295

mencari bahan/materi dari berbagai sumber.

Siswa tidak hanya mencari dari buku paket

SMA tetapi mereka juga mencari dari

internet atau sumber lain yang lebih relevan.

Kecakapan mengolah informasi mengalami

peningkatan dari 57% menjadi 77%. Siswa

mampu mengolah informasi, hal ini ditandai

dengan beberapa siswa mampu men-

jelaskan materi minyak bumi dengan benar

di depan kelas. Kecakapan berfikir rasional

penting karena memungkinkan siswa untuk

secara efektif menangani sosial, ilmiah, dan

masalah praktis (Shakirova, 2007).

Indikator kecakapan sosial yang

diukur pada penelitian ini adalah kecakapan

berkomunikasi, kerjasama, dan tanggung

jawab. Indikator kecakapan sosial ini dibagi

lagi dalam beberapa aspek meliputi

kecakapan berkomunikasi secara lisan dan

tulisan, berkomunikasi dalam kelompok,

kerjasama dalam menyiapkan alat dan

bahan praktikum, pembagian kerja

kelompok, pemberian bantuan kepada

teman kelompok, tanggung jawab setelah

praktikum, menggunakan alat sesuai

dengan fungsinya, dan tanggung jawab

menyelesaikan tugas. Kecakapan sosial

adalah kecakapan seseorang untuk

berkomunikasi dengan manusia lainnya.

Kecakapan sosial diperlukan agar mampu,

sanggup, terampil menjalankan kehidupan-

nya, yaitu dapat menjaga kelangsungan

hidup dan perkembangannya.

Kecakapan berkomunikasi siswa

secara lisan dan tulisan mengalami

peningkatan sebesar 28%, dengan nilai

rata-rata dalam kategori sangat tinggi yaitu

sebesar 3,6. Kecakapan berkomunikasi

secara tulisan terlihat dari siswa mampu

untuk membuat laporan praktikum dengan

benar dan mempresentasikan hasil

praktikum di depan kelas. Kecakapan

berkomunikasi dalam kelompok tergolong

sangat tinggi karena siswa dapat mem-

berikan minimal satu ide dalam kelompok-

nya dan dapat mengumpulkan tugas tepat

waktu. Keterampilan sosial sangat penting

untuk untuk berinteraksi dan beradaptasi

dalam lingkungan. Selain itu, mampu

berinteraksi dengan orang lain adalah kunci

sukses untuk pengalaman yang memper-

kaya kehidupan (Chen, 2006).

Aspek kerjasama mengalami

peningkatan dari 61% menjadi 85%, dengan

nilai rata-rata yang tergolong dalam kategori

tinggi. Siswa mampu bekerja sama dengan

teman satu kelompok untuk mempersiapkan

alat dan bahan yang digunakan dalam

praktikum. Siswa juga mampu membagi

kerja kelompok dan memberikan bantuan

kepada teman satu kelompoknya ketika ia

sedang sibuk atau tidak selama kegiatan

praktikum (Kadarwati, et al., 2010).

Aspek tanggung jawab mengalami

peningkatan sebesar 29% dari 59% menjadi

88%, dengan nilai rata-rata yang tergolong

dalam kategori tinggi yaitu sebesar 3,5.

Masing-masing kelompok dapat membersih-

kan dan mengembalikan alat ke tempat

semula. Siswa dapat menyelesaikan tugas

dengan tepat waktu. Siswa juga dapat

menggunakan alat sesuai fungsinya dengan

baik misalnya untuk memanaskan dengan

pembakar spirtus digunakan digunakan

beaker glass pyrex.

Kecakapan merumuskan masalah

dan kecakapan membuat hipotesis

dikembangkan dengan memberikan sebuah

Page 82: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1296 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1289-1299

permasalahan kepada siswa mengenai

materi minyak bumi. Kecakapan merumus-

kan masalah mengalami peningkatan yaitu

sebesar 55% menjadi 76%. Kecakapan

membuat hipotesis juga mengalami

peningkatan sebesar 20% yaitu dari 54%

menjadi 74%. Siswa dilatih untuk

menyimpulkan materi yang didiskusikan

pada akhir pembelajaran. Kecakapan

membuat kesimpulan siswa meningkat dari

56% menjadi 87%, hal ini terlihat dari siswa

yang dapat membuat kesimpulan sendiri.

Hasil praktikum menunjukkan bahwa

siswa sudah dapat membuat semir sepatu

yang baik dan layak dijual. Semir sepatu

yang layak dijual dan dapat dijadikan

peluang usaha adalah semir sepatu yang

berwarna hitam pekat, teksturnya rata, dan

tidak terlalu keras. Siswa sudah dapat

membuat lilin yang berkreasi dan dapat

memancarkan aroma terapi saat dibakar

dalam praktikum pembuatan lilin

aromaterapi. Lilin aromaterapi yang layak

dijual adalah lilin yang dapat memancarkan

aroma terapi ketika dibakar, tekstrurnya

rata, tidak ada bintik-bintik berwarna putih,

sumbu harus bisa dibakar, warna yang

dihasilkan dan kemasan lilin juga harus

menarik sehingga dapat dijadikan peluang

bisnis penjualan lilin aromaterapi. Balsem

yang baik dan dapat dijual adalah balsem

yang tidak terlalu keras dan memiliki khasiat

menghilangkan pegal-pegal. Siswa sudah

dapat membuat semir sepatu, lilin

aromaterapi, dan balsem yang dapat dijual

dan dijadikan peluang usaha dengan

mempertimbangkan laba yang diperoleh.

Pemahaman konsep siswa kelas

eksperimen dan kelas kontrol dapat

diketahui dengan hasil posttest yang

dilaksanakan diakhir pembelajaran. Rata-

rata hasil pemahaman konsep siswa kelas

eksperimen adalah 80,11 dengan nilai

tertinggi 96 dan nilai terendah 56. Rata-rata

hasil pemahaman konsep kelas kontrol

adalah 74,32 dengan nilai tertinggi 92 dan

nilai terendah 52. Hasil nilai rata-rata

posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol

dapat lihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Nilai rata-rata posttest kelas eksperimen dan kontrol

Rata-rata hasil pemahaman konsep

kelas eksperimen dan kelas kontrol

mempunyai perbedaan yang signifikan. Nilai

rata-rata posttest kelas eksperimen lebih

tinggi daripada kelas kontrol yaitu masing-

masing sebesar 80,11 dan 74,32.

Page 83: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Novita Nurmasari, dkk, Keefektifan Pembelajaran Berorientasi.... 1297

Perbedaan nilai rata-rata ini disebabkan

siswa pada kelas eksperimen dan kelas

kontrol diberi perlakuan yang berbeda.

Kelas eksperimen pembelajaran mengguna-

kan pendekatan CEP, sedangkan kelas

kontrol menggunakan CEP metode

ceramah. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa pembelajaran dengan pendekatan

dapat meningkatkan pemahaman konsep

siswa (Supartono, et al., 2009).

Hasil analisis dengan menggunakan

uji kesamaan dua varians diperoleh Fhitung

(1,07) kurang dari Fkritis (1,94) dengan

derajat kebebasan pembilang sebesar 35

dan derajat kebebasan penyebut sebesar

37, sehingga dapat disimpulkan bahwa

kedua kelompok memiliki varians yang

sama.

Hasil analisis uji perbedaan dua

rata-rata satu pihak kanan diperoleh harga

thitung sebesar 2,87 sedangkan harga tkritis

sebesar 1,99 dengan derajat kebebasan

sebesar 72, sehingga dapat disimpulkan

bahwa kelompok eksperimen lebih baik dari

kelompok kontrol karena thitung lebih besar

dari tkritis. Salah satu indikator untuk

menyatakan pembelajaran efektif adalah

apabila proporsi ketuntasan belajar kelas

eksperimen telah memenuhi ketuntasan

klasikal lebih besar dari 85%. Hasil

ketuntasan klasikal menunjukkan bahwa

ketuntasan klasikal pada kelas eksperimen

sebesar 88,89% dengan siswa yang tuntas

sebanyak 32 siswa dan kelas kontrol

sebesar 78,95% dengan siswa yang tuntas

sebanyak 30 siswa. Hal ini menunjukkan

bahwa kelompok eksperimen telah

mencapai ketuntasan klasikal, sedangkan

kelompok kontrol belum mencapai

ketuntasan klasikal.

Penerapan pembelajaran berorien-

tasi CEP pada materi minyak bumi

memberikan keefektifan yang signifikan

pada pemahaman konsep dan kemampuan

life skill siswa kelas X. Hal ini ditunjukkan

dengan dengan proporsi ketuntasan belajar

siswa kelas yang diajar dengan pendekatan

pembelajaran berorientasi CEP telah

memenuhi proporsi ketuntasan belajar

klasikal lebih dari 85% yaitu sebesar 88,89%

dengan siswa yang tuntas sebanyak 32

siswa. Rata-rata hasil pemahaman konsep

kelas eksperimen lebih baik daripada kelas

kontrol yaitu masing-masing sebesar 80,11

untuk kelas eksperimen dan 74,32 untuk

kelas kontrol. Kemampuan life skill siswa

juga meningkat dari 61% menjadi 84%.

Pembelajaran berorientasi CEP ini

memberikan keefektifan yang signifikan

pada pemahaman konsep dan kemampuan

life skill siswa karena siswa lebih termotivasi

dan lebih tertarik mempelajari kimia.

Pembuatan semir sepatu, lilin aromaterapi,

dan balsem ini juga dapat memberikan

pengalaman bagi siswa dalam membuat

suatu produk dengan nilai daya jual yang

tinggi, selain itu pembelajaran berorientasi

CEP juga dapat meningkatkan jiwa

berwirausaha siswa (Sumarti, 2008).

Beberapa hal yang perlu diperhati-

kan untuk melaksanakan pem-belajaran

berorientasi CEP dalam penelitian ini

diantaranya adalah (1) perlu persiapan yang

lebih matang untuk melakukan praktikum ini,

salah satunya adalah mempersiapkan

bahan-bahan yang di-gunakan, karena

bahan-bahan yang dipakai dalam penelitian

Page 84: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1298 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1289-1299

ini tidak tersedia di laboratorium sekolah, (2)

waktu yang di-perlukan untuk menerapkan

pendekatan tersebut lebih lama

dibandingkan dengan pembelajaran secara

konvensial, oleh karena itu guru harus

mampu menguasai materi dan tahapan-

tahapan dalam penelitian, (3) perlu

persiapan dalam membuat RPP berorientasi

CEP agar pembelajaran dapat terlaksana

dengan baik.

SIMPULAN

Hasil Penelitian menunjukkan

bahwa penerapan pembelajaran ber-

orientasi CEP memberikan keefektifan yang

signifikan pada pemahaman konsep dan

kemampuan life skill siswa kelas X-3 suatu

SMA N di Semarang. Proporsi ketuntasan

klasikal kelas X-3, telah memenuhi proporsi

ketuntasan klasikal sebesar 88,89%. Rata-

rata pemahaman konsep kelas eksperimen

sebesar 80,11 lebih baik daripada kelas

kontrol yaitu sebesar 74,32. Kemampuan

life skill siswa meningkat dari 61% menjadi

84%.

DAFTAR PUSTAKA Asmorowati, D.S., 2009, Pembelajaran

Kimia Hidrokarbon Menggunakan Kolaborasi Konstruktif dan Inkuiri Berorientasi Chemoentrepreneurship (CEP) untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Minat Berwirausaha Siswa, Skripsi, Semarang: Jurusan Kimia FMIPA UNNES.

Badan Pusat Statistik, 2012, Data strategis BPS, Jakarta: CV. Nasional Indah.

BBC Indonesia, 2012, Sistem Pendidikan Indonesia Terendah di Dunia, Tersedia di http://Sistem Pendidikan Indonesia Terendah di Dunia - KOMPAS.com.html tanggal 1 Maret 2013.

Chen, K. 2006, Social Skills Intervention For Students With Emotional/Behavioral Disorders: A Literature Review From The American Perspective, Education Research and Reviews, 1(3): 143-149.

Kadarwati, S., Saputro, S.H. dan Priatmoko, S., 2010, Upaya Peningkatan Hasil Belajar Kimia Fisika 5 Dengan Pendekatan Chemo-Entrepreneurship Melalui Kegiatan Lesson Study. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 1, No 4, Hal: 531-543.

Mardapi, D., 2012, Pengukuran Penilaian dan Evaluasi Pendidikan, Yogyakarta: Nuha Medika.

Mulyasa, E., 2007, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mursiti, S., Wahyukaeni, T. dan Sudarmin, 2008, Pembelajaran dengan Pendekatan Chemo-Entrepreneurship dan Penggunaan Game Simulation sebagai Media Chemo-Edutainment untuk Meningkatkan Hasil Belajar, Kreativitas, dan Life Skill, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2, No 2, Hal: 278-280.

Rahmawati, A. dan Yonata, B., 2012, Keterampilan Sosial Siswa Pada Materi Reaksi Reduksi Oksidasi melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) SMA Negeri 9 Surabaya, Unesa Journal of Chemical Education, Vol 1, No 1, Hal: 47-55.

Shakirova, D.M., 2007, Technology for the Shaping of College Students’ and Upper-Grade Students’ Critical Thinking, Russian Education dan Society, Vol 9, No 49, Hal: 42-52.

Page 85: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Novita Nurmasari, dkk, Keefektifan Pembelajaran Berorientasi.... 1299

Snyder, L.G. dan Snyder, M. J., 2008, Teaching Critical Thinking and Problem Solving Skills, The Delta Pi Epsilon Journal, Vol 2, No 50, Hal: 90-99.

Sumarti, S.S., 2008, Peningkatan Jiwa Kewirausahaan Mahasiswa Calon Guru Kimia dengan Pembelajaran Praktikum Kimia Dasar Berorientasi Chemo-Entrepreneurship, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2, No 2, Hal: 305-311.

upartono, Saptorini, dan Asmorowati, D,S., 2009, Pembelajaran Kimia Menggunakan Kolaborasi Konstruktif dan Inkuiri Berorientasi Chemo-Entrepreneurship, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2, No 3, Hal: 476-483.

Supartono, 2006, Peningkatan Kreativitas Peserta Didik Melalui Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Chemoentrepreneurship (CEP), Proposal Research Grant – Program Hibah A2, Semarang: Jurusan Kimia FMIPA UNNES.

Wicaksana, G.A., Nurhayati, N. dan Cahyono, E., 2013, Efektivitas Media Pembelajaran E-Learning Berbasis Chemo-Edutainment terhadap Hasil Belajar Materi Hidrokarbon dan Minyak Bumi Siswa Kelas X, Chemistry in Education, Vol 1, No 2, Hal: 1-10.

Yulianingrum dan Rahayu, Y.S., 2013, Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu Tipe Webbed Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill) Pada Tema Suara Kelas VII SMP Al-Amal Surabaya, Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa, Vol 1, No 1, Hal: 1-7.

Yulianto, F. dan Nashori , H.F., 2006, Kepercayaan Diri dan Prestasi Atlet Tae Kwon Do Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, Vol 1, No 3, Hal: 55-62.

Page 86: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1300 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1300-1308

PENERAPAN PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION

BERBASIS INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR KOLOID

Arinda Dian Wijayanti* dan Eko Budi Susatyo

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan pembelajaran Group Investigation berbasis Inkuiri Terbimbing berpengaruh dalam meningkatkan hasil belajar kimia kompetensi Sistem Koloid dan bagaimana tanggapan guru dan siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan. Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling, diperoleh kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 4 sebagai kelas kontol. Pengambilan data menggunakan teknik tes, observasi, angket, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan rerata hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol berdasarkan pada uji satu pihak kanan kedua nilai posttest yaitu dengan thitung sebesar 6,89 lebih dari ttabel sebesar 2,00. Hasil analisis pengaruh antar variabel diperoleh besarnya koefisien determinasi adalah 73,38%, berarti bahwa pembelajaran Group Investigation berbasis Inkuiri Terbimbing berkontribusi meningkatkan hasil belajar kognitif siswa sebesar 73,38%. Pada penilaian afektif dan psikomotor, rata-rata nilai hasil belajar kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Analisis angket tanggapan guru dan siswa juga menunjukkan bahwa pembelajaran Group Investigation berbasis Inkuiri Terbimbing memperoleh tanggapan yang baik. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penerapan pembelajaran Group Investigation berbasis Inkuiri Terbimbing berpengaruh dalam meningkatkan hasil belajar kimia siswa kelas XI kompetensi terkait sistem koloid dan memperoleh tanggapan yang baik dari guru dan siswa. Kata kunci: group investigation, hasil belajar, inkuiri terbimbing

ABSTRACT

This study aims to determine whether the implementation of inquiry-based learning Group Investigation Guided influential in improving learning outcomes of chemistry in competence of Colloid Systems and how the responses of teachers and students towards applied learning. Sampling used cluster random sampling technique, obtained class XI IPA 1 as the experimental class and the XI IPA 4 as control class. Retrieval of data used techniques: tests, observations, questionnaires, and documentation. The results showed that the average grade of experimental class was higher than the control class based on the test of the right hand, with both of the posttest score of tcount 6.89 over ttable of 2.00. The results of the analysis of the magnitude of the effect between variables obtained coefficient of determination 73.38%, mean that the inquiry-based learning Group Investigation Guided contributed to increasing students' cognitive learning outcomes of 73.38%. On Affective and psychomotor assessment, the average grades of the experimental class learning better than classroom control. Analysis of the questionnaire responses of teachers and students also indicated that inquiry-based learning Group Investigation Guided obtained a good response. This study concluded that the implementation of inquiry-based learning Group Investigation Guided influenced in improving learning outcomes chemistry class XI student with competencies related colloidal systems and obtained good response from teachers and students.

Kata kunci: group investigation, learning outcomes, inquiry-guided

Page 87: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Arinda Dian Wijayanti, dkk, Penerapan Pembelajaran Group.... 1301

PENDAHULUAN

Proses pembelajaran hingga saat

ini, kebanyakan belum memberikan akses

bagi siswa untuk berkembang secara

mandiri melalui penemuan dan proses

berpikirnya. Hal ini salah satunya disebab-

kan proses pembelajaran yang didominasi

oleh pembelajaran konvensional. Pada

pembelajaran ini suasana kelas cenderung

teacher centered sehingga siswa menjadi

kurang aktif. Pembelajaran pada materi

pokok koloid di salah satu SMA N di

Magelang cenderung di sampaikan dengan

metode ceramah dan hanya disampaikan

teorinya saja serta belum diadakan

percobaan atau praktikum sehingga siswa

menjadi kurang aktif. Materi koloid

merupakan salah satu materi kimia yang

sebagian besar aplikasinya paling dekat

dengan kehidupan sehari-hari, tetapi belum

banyak siswa yang menyadari akan hal

tersebut. Hal ini dikarenakan pemahaman

konsep oleh siswa masih belum maksimal.

Kebanyakan siswa hanya menghafal teori.

Menghafal teori boleh, tetapi belum cukup

sekedar itu saja. Siswa juga harus

menemukan dan memahami konsepnya

agar mengetahui aplikasi materi yang

sedang di pelajari, sehingga tidak hanya

sekedar menghafal teori-teorinya saja.

Pengembangan pembelajaran yang

diperlukan saat ini adalah pembelajaran

yang inovatif dan kreatif yang memberikan

pengembangan daya nalar dan kreatifitas

siswa. Salah satunya adalah dengan meng-

gunakan metode pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajar-

an dimana siswa dengan tingkat kemam-

puan yang berbeda bekerjasama dalam

kelompok-kelompok kecil untuk mencapai

tujuan bersama (Akinbobola, 2006). Salah

satu model pembelajaran kooperatif adalah

Group Investigation. Group Investigation

merupakan model pembelajaran kooperatif

yang melibatkan kelompok kecil yang

memungkinkan siswa bekerja menggunakan

penemuan kooperatif, perencanaan, proyek,

diskusi kelompok, dan kemudian mempre-

sentasikan penemuan mereka kepada kelas.

Istikomah, Istikomah, et al., (2009) dalam

penelitiannya, Group Investigation melatih

siswa untuk tekun, bersikap ingin tahu

dalam mencari informasi dan jujur dalam

mengolah data, terbuka dalam menerima

pendapat orang lain dan teliti memproses

informasi. Group Investigation melatih siswa

untuk bekerjasama dengan baik sehingga

terjadi interaksi sosial dan efektif dalam

menyelesaikan permasalahan yang sulit

dalam kelompok (Tsoi, 2004).

Indrawati dalam Trianto (2007)

menyatakan bahwa pembelajaran pada

umumnya akan lebih efektif bila diseleng-

garakan melalui model-model pemrosesan

informasi yang menekankan pada bagai-

mana seseorang berpikir dan bagaimana

dampaknya terhadap cara-cara mengolah

informasi. Salah satu yang termasuk dalam

model pemrosesan informasi adalah

pembelajaran inkuiri terbimbing. Inkuiri

terbimbing yaitu metode inkuiri dimana guru

membimbing siswa melakukan kegiatan

dengan memberi pertanyaan awal dan

mengarahkan pada suatu diskusi. Melalui

inkuiri terbimbing siswa dilibatkan secara

aktif dalam kegiatan pembelajaran, yakni

dengan melakukan percobaan untuk

Page 88: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1302 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1300-1308

menentukan konsep tentang materi

pembelajaran. Proses pembelajaran dengan

inkuiri terbimbing memungkinkan siswa

dapat bekerja secara kelompok (Zawadzki,

2010). Inkuiri terbimbing dapat meningkat-

kan partisipasi siswa dalam mempelajari

materi melalui proses penemuan dalam

kelompok kecil sehingga pembelajaran lebih

bermakna dan membantu siswa dalam

menemukan konsep materi (Bilgin, 2009).

Rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah apakah penerapan pembelajaran

Group Investigation berbasis Inkuiri

Terbimbing berpengaruh dalam meningkat-

kan hasil belajar kimia kompetensi Sistem

Koloid siswa kelas XI suatu SMAN di

Magelang dan bagaimana tanggapan guru

dan siswa terhadap penerapan pem-

belajaran Group Investigation berbasis

Inkuiri Terbimbing? Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui pengaruh penerapan

pembelajaran Group Investigation berbasis

Inkuiri Terbimbing dalam meningkatan hasil

belajar kimia kompetensi Sistem Koloid

siswa kelas XI suatu SMAN di Magelang

dan untuk mengetahui tanggapan guru dan

siswa terhadap penerapan pembelajaran

Group Investigation berbasis Inkuiri

Terbimbing.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Salah

satu SMA N di Magelang pada kompetensi

terkait Sistem Koloid. Penelitian ini

menggunakan yaitu Pretest-Posttest Control

Group Design. Populasi penelitian ini adalah

seluruh siswa kelas XI IPA salah satu SMA

Negeri di Magelang. Pengambilan sampel

pada penelitian ini menggunakan teknik

cluster random sampling, yaitu dengan

mengambil dua kelas secara acak dengan

syarat populasi berdistribusi normal dan

homogenitasnya sama. Instrumen yang

digunakan pada penelitian ini soal pretest

dan posttest, sedangkan untuk lembar

observasi digunakan untuk mengukur hasil

belajar psikomotorik dan afektif.

Variabel bebas dalam penelitian ini

yaitu metode pembelajaran. Sedangkan

variasi perlakuan adalah kelas eksperimen

diterapkan pembelajaran group investigation

berbasis inkuiri terbimbing dan kelas kontrol

diterapkan pembelajaran ceramah,

praktikum dan diskusi. Variabel terikat yaitu

hasil belajar siswa kompetensi terkait sistem

koloid siswa kelas XI Salah satu SMA N di

Magelang serta tanggapan guru dan siswa

terhadap pembelajaran yang diterapkan.

Metode pengumpulan data yang digunakan

pada penelitian ini yaitu metode

dokumentasi, metode tes, metode

observasi, dan metode angket. Instrumen

yang digunakan dalam penelitian ini adalah

soal pretest dan posttest hasil belajar

kognitif, lembar observasi afektif dan

psikomotorik serta angket tanggapan guru

dan siswa. Data penelitian hasil belajar

kognitif dianalisis secara statistik parametrik

dihitung dengan uji kesamaan dua varians,

uji perbedaan rata-rata satu pihak kanan, uji

ketuntasan hasil belajar, uji t, analisis

terhadap pengaruh variabel, penentuan

koefisisen determinasi dan uji peningkatan

hasil belajar digunakan untuk mengetahui

peningkatan belajar setelah diberi perlakuan

yang berbeda. Hasil belajar afektif,

89

Page 89: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Arinda Dian Wijayanti, dkk, Penerapan Pembelajaran Group.... 1303

psikomotorik, dan angket tanggapan guru

dan siswa dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

hasil belajar kognitif kelas ekperimen lebih

baik daripada kelas kontrol. Hal ini

didasarkan pada hasil perhitungan uji satu

pihak kanan nilai postes diperoleh thitung

sebesar 6,89 lebih dari ttabel sebesar 2,00

yang berarti bahwa rerata hasil belajar

kognitif kelas eksperimen lebih baik dari

kelas kontrol. Pada kelas eksperimen 100%

siswa sudah mencapai ketuntasan belajar,

sedangkan untuk kelas kontrol hanya 72%

siswa yang mencapai ketuntasan belajar.

Hasil perhitungan analisis pengaruh antar

variabel diperoleh koefisien korelasi biserial

hasil belajar kognitif siswa (rb) sebesar 0,86

dengan kriteria sangat tinggi. Harga

koefisien korelasi biserial yang diperoleh

bertanda positif sehingga menunjukkan

adanya pengaruh pembelajaran group

investigation berbasis inkuiri terbimbing

terhadap peningkatan hasil belajar kognitif

siswa pada materi pokok sistem koloid.

Perhitungan pengaruh antar variabel

menghasilkan koefisien determinasi hasil

belajar kognitif siswa sebesar 73,38%,

berarti besarnya kontribusi pembelajaran

group investigation berbasis inkuiri

terbimbing terhadap peningkatan hasil

belajar kognitif siswa pada materi pokok

koloid yaitu sebesar 73,38%. Berdasarkan

data penilaian kognitif siswa, penerapan

pembelajaran group investigation dapat

meningkatkan hasil belajar kognitif siswa

(Oh dan Shin, 2005). Hasil uji peningkatan

hasil belajar dari kelas eksperimen 0,76

dalam kategori tinggi dan kelas kontrol 0,61

yang dikategorikan sedang. Pembelajaran

group investigation berbasis inkuiri terbim-

bing ini menjadikan rasa ingin tahu siswa

meningkat sehingga siswa lebih aktif dan

bersungguh-sungguh dalam mengikuti

pelajaran serta selama proses pembelajaran

siswa mengalami proses inkuiri yang

membuat siswa menemukan konsep materi

yang sedang dipelajari melalui kegiatan

investigasi sehingga siswa lebih menguasai

konsep. Hal ini karena siswa akan lebih

mudah menemukan dan memahami konsep

melalui pemikiran aktif dan pemecahan

masalah yakni tidak sekedar mengingat

melainkan membangun pengetahuan se-

hingga pembelajaran menjadi bermakna dan

meningkatkan hasil belajar (Indiarti, 2011).

Penilaian psikomotorik siswa ada

dua yaitu hasil belajar psikomotorik siswa

selama kegiatan praktikum dan hasil belajar

psikomotorik siswa dalam kegiatan pem-

belajaran dikelas. Nilai rata-rata

psikomotorik kegiatan praktikum kelas

eksperimen adalah 84 dan kelas kontrol 78.

Hasil rata-rata nilai psikomotorik kegiatan

praktikum tiap aspek kelas eksperimen dan

kelas kontrol terdapat pada Gambar 1.

Page 90: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1304 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1300-1308

Gambar 1. Penilaian psikomotorik (kegiatan praktikum) kelas eksperimen dan kelas kontrol

Pada aspek 1 dan aspek 2 yaitu

aspek persiapan alat dan bahan dan

ketrampilan memakai alat pada kelas

eksperimen mempunyai rata-rata skor

dengan kategori sangat tinggi sedangkan

pada kelas kontrol mempunyai rata-rata skor

dengan kategori tinggi. Hal ini di karenakan

dalam pembelajaran group investigation

berbasis inkuiri terbimbing yang diterapkan

pada kelas eksperimen mengharuskan

siswa untuk merencanakan proses penemu-

an konsep sendiri dari permasalahan yang

diberikan. Hal tersebut menjadikan siswa

pada kelas eksperimen lebih mandiri dan

terampil dalam mempersiapkan dan

memakai bahan dan alat untuk praktikum.

Nilai rata-rata psikomotorik untuk

pembelajaran di kelas pada kelas eks-

perimen adalah 85 lebih tinggi dibandingkan

kelas kontrol dengan rata-rata nilai 78. Hasil

rata-rata nilai psikomotorik pembelajaran di

kelas tiap aspek kelas eksperimen dan kelas

kontrol terdapat pada Gambar 2.

Gambar 2. Penilaian psikomotorik (pembelajaran di kelas) kelas eksperimen dan kelas kontrol

Keterangan Aspek Penilaian:

1 = persiapan alat dan bahan 2 = keterampilan memakai alat 3 = penguasaan prosedur

praktikum 4 = kerjasama kelompok 5 = mengamati hasil praktikum 6 = kemampuan deskripsi hasil 7 = kebersihan (alat dan tempat 8 = pembuatan laporan

Keterangan Aspek Penilaian:

1 = kecakapan mengajukan pertanyaan

2 = kecakapan berkomunikasi lisan

3 = kemampuan menyelesaikan soal

4 = menggali informasi melalui alat atau sumber belajar lain

5 = ketrampilan melaksanakan diskusi

Page 91: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Arinda Dian Wijayanti, dkk, Penerapan Pembelajaran Group.... 1305

Pada aspek 4 dan 5 yaitu menggali

informasi melalui alat atau sumber belajar

lain dan ketrampilan melaksanakan diskusi

pada kelas eksperimen menunjukkan

perbedaan yang cukup menonjol di-

bandingkan kelas kontrol. Hal ini di-

karenakan dengan pembelajaran group

investigation berbasis inkuiri terbimbing

siswa dituntut untuk lebih aktif dalam

mencari sumber belajarnya sendiri dan juga

selama proses diskusi berlangsung siswa

lebih berani menyampaikan gagasan-

gagasan yang mereka miliki. Metode

pembelajaran group investigation juga dapat

meningkatkan aktifitas dan semangat siswa

dalam proses pembelajaran (Rahmi, 2012).

Hasil analisis deskriptif nilai afektif,

kelas eksperimen memperoleh rata-rata nilai

81 yang termasuk kategori baik, dan pada

kelas kontrol 79 yang termasuk kategori

sedang. Hasil rata-rata nilai afektif tiap

aspek kelas eksperimen dan kelas kontrol

terdapat pada Gambar 3.

Gambar 3. Penilaian afektif kelas eksperimen dan kelas kontrol

Hasil analisis afektif siswa

menunjukkan terdapat beberapa aspek yang

berbeda antara kelas eksperimen dengan

kelas kontrol, misalnya pada aspek

keberanian siswa mengerjakan tugas di

depan kelas dan sopan santun dalam

berkomunikasi. Hal ini dikarenakan pem-

belajaran pada kelas eksperimen yaitu

pembelajaran group investigation berbasis

inkuiri terbimbing, siswa menjadi lebih aktif

selama proses pembelajaran dan ingin

mengungkapkan gagasan yang dimiliki.

Pembelajaran group investigation ini mem-

buat peserta didik menjadi lebih aktif dalam

mengikuti kegiatan belajar mengajar (Hasan,

2009). Penerapan Pembelajaran dengan

inkuiri terbimbing dapat me-ningkatkan hasil

belajar afektif siswa (Douglas dan Chiu,

2009).

Tanggapan guru dan siswa terhadap

pembelajaran yang telah dilakukan di kelas

eksperimen diukur dengan angket. Angket

Keterangan Aspek Penilaian:

1 = kehadiran di kelas 2 = perhatian dalam mengikuti

pelajaran 3 = kejujuran 4 = keseriusan dan ketepatan

waktu menyerahkan tugas 5 = kerja sama 6 = kerapihan dan kelengkapan

buku catatan 7 = menghargai pendapat

teman 8 = keberanian siswa

mengerjakan tugas di depan kelas

9 = sopan santun dalam berkomunikasi

10 = sikap dan tingkah laku terhadap guru

Page 92: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1306 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1300-1308

memiliki tingkatan respon mulai dari sangat

setuju, setuju, kurang setuju, dan tidak

setuju. Angket ini digunakan untuk me-

ngetahui pendapat siswa terhadap pem-

belajaran group investigation berbasis inkuiri

terbimbing. Hasil analisis angket tanggapan

siswa dalam penelitian ini dapat disimpulkan

bahwa pada kelas eksperimen siswa

menyukai pembelajaran group investigation

berbasis inkuiri terbimbing. Hasil analisis

angket menunjukkan siswa pada kelas

ekperimen menyukai pembelajaran group

investigation berbasis inkuiri terbimbing

karena lebih menyenangkan, menarik, dan

membuat siswa lebih mudah memahami

konsep materi, hal ini dapat dilihat dari rasa

ingin tahu siswa yang meningkat dalam

pembelajaran serta peningkatan minat dan

motivasi siswa untuk giat belajar baik

individu maupun kelompok. Metode Inkuiri

terbimbing terbukti mampu meningkatkan

respons positif siswa dalam mengikuti

pelajaran (Soesanti, 2005). Hasil angket

tanggapan siswa terhadap pembelajaran

group investigation berbasis inkuiri

terbimbing disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil angket tanggapan siswa terhadap pembelajaran

No Pertanyaan SS (%)

S (%)

KS (%)

TS (%)

1. Saya selalu hadir di kelas selama pembelajaran berlangsung

86,67 13,33 0 0

2. Saya masuk kelas tepat waktu 33,33 66,67 0 0 3. Saya memperhatikan setiap penjelasan yang diberikan

oleh guru 30,00 70,00 0 0

4. Saya bersemangat mengikuti pelajaran kimia tentang sistem koloid

43,33 50,00 6,67 0

5. Saya berani mengungkapkan gagasan/pendapat di depan kelas

10,00 73,33 13,33 3,33

6. Saya sering memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan oleh guru

26,67 66,67 6,67 0

7. Saya mengerjakan setiap latihan yang diberikan oleh guru

36,67 60,00 3,33 0

8. Saya dapat memahami materi sistem koloid dengan lebih mudah setelah pembelajaran group investigation berbasis inkuiri terbimbing

50,00 50,00 0 0

9. Saya tidak mengalami kesulitan selama mempelajari materi sistem koloid

36,67 60,00 3,33 0

10. Saya berbagi tugas dengan anggota kelompok yang lain dalam menyelesaikan tugas

10,00 70,00 16,67 3,33

11 Saya berdiskusi dengan teman dalam menyelesaikan tugas kelompok

36,67 53,33 10,00 0

12. Saya membantu teman apabila teman satu kelompok apabila mengalami kesulitan

56,67 43,33 0 0

Hasil analisis angket tanggapan

guru dalam penelitian ini dapat disimpulkan

bahwa guru memberikan tanggapan yang

positif terhadap pembelajaran group

investigation berbasis inkuiri terbimbing. Hal

ini ditunjukkan dengan tanggapan positif

terhadap masing-masing indikator pertanya-

an yang terdapat dalam angket. Hasil angket

tanggapan guru menunjukkan bahwa

pembelajaran group investigation berbasis

inkuiri terbimbing mampu meningkatkan

partisipasi siswa dalam mengikuti pelajaran

dan meningkatkan penguasaan konsep

siswa terhadap materi yang sedang

Page 93: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Arinda Dian Wijayanti, dkk, Penerapan Pembelajaran Group.... 1307

dipelajari. Inkuiri terbimbing berhasil

meningkatkan partisipasi siswa dalam

mempelajari materi menambah penguasaan

konsep siswa (Bilgin, 2009). Hasil angket

tanggapan guru terhadap pembelajaran

disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Hasil angket tanggapan guru terhadap pembelajaran

No. Pertanyaan SS (%)

S (%)

KS (%)

TS (%)

1 Saya mengetahui pembelajaran group investigation berbasis inkuiri terbimbing

0 0 100 0

2 Saya merasa pembelajaran group investigation berbasis inkuiri terbimbing tepat diterapkan pada materi sistem koloid

50 50 0 0

3 Saya merasa pembelajaran group investigation berbasis inkuiri terbimbing dapat meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran.

0 100 0 0

4 Saya merasa pembelajaran group investigation berbasis inkuiri terbimbing pada materi sistem koloid meningkatkan penguasaan konsep siswa.

0 100 0 0

5 Saya merasa pembelajaran group investigation berbasis inkuiri terbimbing meningkatkan rasa ingin tahu dan partisipasi siswa dalam pelajaran.

50

50 0 0

6 Saya merasa pembelajaran group investigation berbasis inkuiri terbimbing efektif dalam mengatasi kesulitan siswa memahami materi pelajaran

50

50 0 0

SIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

rerata hasil belajar kelas eksperimen lebih

tinggi daripada kelas control. Berdasarkan

pada uji satu pihak kanan kedua nilai

posttest yaitu dengan thitung sebesar 6,89

lebih dari ttabel sebesar 2,00. Hasil analisis

pengaruh antar variabel diperoleh besarnya

koefisien determinasi adalah 73,38%, berarti

bahwa pembelajaran Group Investigation

berbasis Inkuiri Terbimbing berkontribusi

meningkatkan hasil belajar kognitif siswa

sebesar 73,38%. Penerapan pembelajaran

Group Investigation berbasis Inkuiri

Terbimbing terbukti berpengaruh dalam

meningkatkan hasil belajar kimia siswa kelas

XI kompetensi terkait sistem koloid dan

memperoleh tanggapan yang baik dari guru

dan siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Akinbobola, A.O., 2006, Effects of

Cooperative and Competitive Learning Strategies on Academic Performance of Students in Physics, Journal Result in Eduation, Vol 1, No 3, Hal: 1-5.

Bilgin, I., 2009, The Effects of Guided Inquiry Instruction Incorporating A Cooperative Learning Approach on University Students’ Toward Guided Inquiry Instruction, Scientific Research and Essay, Vol 4, No 10, Hal:1-9.

Douglas, E.P. dan Chiu, C., 2009, Use of Guided Inquiry as an Active Learning Technique in Engineering, Proceedings of the Research in Engineering Education Symposium, Vol 2, No 6, Hal: 1-6.

Page 94: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1308 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1300-1308

Hasan, S., 2009, Model Cooperative Learning Tipe Group Investigation untuk Meningkatkan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Perawatan dan Perbaikan Sistem Refrigerasi, Jurnal Pendidikan Teknik Mesin, Vol 1, No 3, Hal:1-10.

Indiarti, 2011, Penerapan Model Pembelajran Berdasarkan Masalah pada Pelajaran IPA Materi Zat Aditif Makanan dan Kaitannya dengan Kesehatan di Kelas VII SMP Negeri 2 Malang, PENSA E-Jurnal, Vol 1, No 2, Hal: 2-5.

Istikomah, S., Hendratto, S., dan Bambang, 2010, Penggunaan Model Pembelajaran Group Investigation untuk menumbuhkan sikap ilmiah siswa, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol 3, No 6, Hal:40-43.

Oh, P. S dan Shin, M. K., 2005, Student Reflection on Implementation of Group Investigation in Korean Secondary Classroom, Research International Journal of Science and Mathematic Education, Vol 2, No 3, Hal:327-349.

Rahmi, W., 2012, Penggunaan Model “Group Investigation” untuk Meningkatkan Minat Beajar Siswa Kelas VIII Di MTs Muhammadiyah Pekanbaru, Jurnal Pendidikan Indonesia, Vol 1, No 4, Hal:1-12.

Soesanti, N., 2005, Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Inkuiri Tidak Terbimbing terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Struktur Tumbuhan, diunduh di http://www.pagesyourfavourite.com/ppsupi/-abstrakipa2005.html, diakses tanggal 24 Juli 2013.

Trianto, 2007, Model Pembelajaran Terpadu Dalam Teori dan Praktik, Jakarta: Prestasi Pustaka.

Tsoi, M. F., 2004, Using Group Investigation for Chemistry in Teacher Education, Asia-Pacific Forum on Science Learning and Teaching, Vol 1, No 5, Hal: 1-12.

Zawadzki, R., 2010, Is process-oriented guided-inquiry learning (POGIL) suitable as a teaching method in Thailand’s higher education?, As. J. Education dan Learning, Vol 1, No 2, Hal:66-74.

Page 95: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Fina Haziratul Qudsiyah, dkk, Implementasi Praktikum Aplikatif.... 1309

IMPLEMENTASI PRAKTIKUM APLIKATIF

BERORIENTASI CHEMOENTREPRENEURSHIP

TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR KIMIA

Fina Haziratul Qudsiyah*, Subiyanto Hadisaputro dan Woro Sumarni

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh implementasi praktikum aplikatif berorientasi CEP terhadap peningkatan hasil belajar kimia materi pokok koloid siswa kelas XI SMA. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA pada salah satu SMA Negeri di Magelang pada tahun pelajaran 2012/2013. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest–Posttest Control Group Design. Teknik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling, sehingga diperoleh kelas XI IPA 3 sebagai kelas eksperimen menggunakan metode praktikum aplikatif berorientasi CEP dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol menggunakan metode praktikum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh implementasi praktikum aplikatif berorientasi CEP terhadap peningkatan hasil belajar kimia siswa. Besarnya pengaruh implementasi praktikum aplikatif berorientasi CEP terhadap peningkatan hasil belajar kimia siswa yaitu 63,64%. Peningkatan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen termasuk dalam kategori tinggi dengan nilai N-Gain sebesar 0,84 lebih besar dari kelas kontrol dengan nilai N-Gain sebesar 0,51 yang termasuk dalam kategori sedang. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh implementasi praktikum aplikatif berorientasi CEP terhadap peningkatan hasil belajar kimia siswa di salah satu SMA di Magelang.

Kata kunci: chemoentrepreneurship, hasil belajar, metode praktikum aplikatif

ABSTRACT This study aims to investigate the influence of applied practical implementation of

Chemoentrepreneurship (CEP) oriented towards improvement learning outcomes on colloid chemistry subject of class XI high school students. The population of this study were all Science students of class XI of the high schools in Magelang, 2012-2013 school year. The design used in this study was pretest-posttest control group design. The sampling technique used was purposive sampling, obtained Science XI-3 as experimental class used practical methods applicable CEP oriented and Science class XI-2 as the control class. The results showed that there was an influence of applied practical implementation of CEP oriented towards thew improvement of student learning outcomes chemistry. The magnitude of the effect of applied practical implementation of CEP oriented towards improvement of student learning outcomes chemistry was 63.64%. The improvement of student learning outcomes in the experimental class in the high category with N-Gain value of 0.84 was greater than the control class with N-Gain value of 0.51 was included in the medium category. Based on the results, it can be concluded that there are significant influence of practical implementation of CEP applicative oriented toward chemistry learning outcome of students in one high school in Magelang. Keywords: applicative experiment method, chemoentrepreneurship, learning outcomes

PENDAHULUAN

Observasi awal yang dilakukan di

suatu SMA Negeri di Magelang memberikan

hasil bahwa pembelajaran kimia yang

dilakukan cenderung text book oriented, dan

kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari

sehingga terjadi kesulitan dalam memahami

Page 96: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1310 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1309-1318

konsep materi yang diajarkan. Sementara itu

metode dan model pembelajaran yang

digunakan oleh guru juga kurang bervariasi

sehingga motivasi belajar dan kreativitas

siswa menjadi kurang. Motivasi siswa yang

kurang tersebut membuat pembelajaran

yang dilakukan tidak bermakna dan hasil

belajar yang diperoleh siswa menjadi tidak

maksimal. Kondisi seperti inilah yang

menjadi salah satu faktor penyebab kualitas

Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia

rendah.

Solusi dalam memperoleh pembelaja-

ran yang bermakna diperlukan suatu

metode pembelajaran yang dapat mening-

katkan hasil belajar siswa. Salah satu

metode yang dapat digunakan adalah

praktikum aplikatif berorientasi Chemoentre-

preneurship (CEP). Solusi dalam memper-

oleh pembelajaran yang bermakna di-

perlukan suatu metode pembelajaran yang

dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Salah satu metode yang dapat digunakan

adalah praktikum aplikatif berorientasi CEP.

Kegiatan praktikum di laboratorium merupa-

kan kegiatan siswa yang dilakukan secara

kooperatif dalam kelompok kecil untuk

menginvestigasi fenomena dengan instruksi

khusus dan salah satu cara untuk

mempelajari lingkungan. Kegiatan praktikum

mempunyai potensi untuk membangun

hubungan sosial serta sikap yang positif dan

dapat menunjang perkembangan kognitif

(Hofstein, 2004). Dibandingkan dengan

kegiatan di kelas, kegiatan praktikum

berpeluang lebih banyak untuk membangun

interaksi sosial antar siswa dan antar siswa

dengan guru sehingga menciptakan

lingkungan pembelajaran yang positif

(Tobin, 1990). Cara praktikum mutlak

diperlukan karena salah satu tujuan

pembelajaran kimia adalah agar siswa

memiliki keterampilan dalam melakukan

kegiatan laboratorium untuk memahami

konsep-konsep kimia serta menumbuhkan

minat dan sikap ilmiah (Depdiknas, 1999).

Pembelajaran menggunakan prak-

tikum aplikatif, memungkinkan siswa untuk

berproses dalam menemukan konsep

sendiri, sehingga materi yang dipelajari

dapat diidentifikasi, dianalisis dan disintesis,

diuji kebenarannya dan disimpulkan menjadi

suatu konsep. Penggunaan praktikum apli-

katif menjadikan siswa termotivasi untuk

belajar, kreatif, berpikir logis serta sistematis

dan dapat melatih siswa untuk berpikir

ilmiah. Kegiatan pembelajaran dengan

metode praktikum aplikatif akan lebih

menarik dan menyenangkan jika dikaitkan

dengan obyek nyata dan bisa menghasilkan

suatu produk dari praktikum yang dilakukan.

Konsep CEP adalah suatu pendekat-

an pembelajaran kimia yang kontekstual

yaitu pendekatan pembelajaran kimia yang

dikaitkan dengan obyek nyata. Tujuannya

adalah untuk memotivasi siswa agar

mempunyai semangat berwirausaha. Melalui

pendekatan ini pengajaran kimia akan lebih

menyenangkan dan memberi kesempatan

pada peserta didik untuk mengoptimalkan

potensinya agar menghasilkan produk.

Apabila peserta didik sudah terbiasa dengan

kondisi belajar yang demikian, tidak me-

nutup kemungkinan akan memotivasi

mereka untuk berwirausaha (Supartono,

2006).

Pembelajaran dengan pendekatan

CEP merupakan pendekatan pembelajaran

Page 97: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Fina Haziratul Qudsiyah, dkk, Implementasi Praktikum Aplikatif.... 1311

kimia yang dikaitkan dengan obyek nyata.

Penerapan pembelajaran dengan pende-

katan CEP ini diterapkan dengan harapan

siswa akan menjadi lebih paham terhadap

materi pelajaran kimia. Praktikum kimia

aplikatif berbasis CEP bisa dikatakan

menarik karena siswa bisa belajar untuk

mengaplikasikan teori-teori yang dipelajari-

nya dalam kehidupan sehari-hari dan juga

bisa menumbuhkan motivasi berwirausaha.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di suatu SMA

Negeri di Magelang pada materi kimia

koloid. Desain penelitian yang dipakai yaitu

Pretest–Posttest Control Group Design yang

merupakan desain eksperimen dengan

melihat perbedaan pretes maupun postes

antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa

kelas XI IPA suatu SMA Negeri di Magelang

tahun pelajaran 2012/2013. Kelas XI IPA 3

merupakan kelas eksperimen dan kelas XI-

IPA 2 merupakan kelas kontrol yang diambil

peneliti dengan teknik purposive sampling

dengan pertimbangan dari guru mata

pelajaran kimia di sekolah tersebut dan nilai

ujian akhir semester ganjil yang tidak jauh

berbeda.

Metode pengumpulan data dilakukan

dengan metode dokumentasi, metode tes,

lembar observasi dan angket. Metode

dokumentasi digunakan untuk penentuan

sampel. Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah silabus, RPP, soal

pretes dan postes, lembar observasi dan

angket tanggapan siswa. Data penelitian

hasil belajar kognitif dianalisis secara

statistik parametrik dihitung dengan uji t, uji

perbedaan rata-rata, pengaruh antar

variabel, penentuan koefisien determinasi,

uji normalized gain, dan uji ketuntasan hasil

belajar. Sedangkan hasil belajar afektif,

psikomotor, dan hasil angket tanggapan

siswa dianalisis secara deskriptif. Kelas

eksperimen diterapkan metode praktikum

aplikatif berorientasi CEP dan kelas kontrol

diterapkan metode praktikum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilaksanakan di suatu SMA

Negeri di Magelang yaitu kelas XI IPA 3

sebagai kelompok eksperimen dan kelas XI

IPA 2 sebagai kelompok kontrol. Hasil

belajar kognitif diperoleh dari nilai pretes

dan postes yang disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Nilai pretest dan posttest kelas eksperimen dan kontrol

Nilai Terendah Nilai Tertinggi Rata-rata

Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen

Pretest 40 30 83 67 62,50 47,96 Posttest 60 77 90 100 81,50 91,70

Hasil belajar kognitif setelah diberikan

perlakuan yang berbeda diperoleh rata-rata

nilai postes kelas eksperimen yang

menerapkan metode praktikum aplikatif

berorientasi CEP sebesar 91,70 sedangkan

kelas kontrol yang menggunakan metode

Page 98: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1312 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1309-1318

praktikum sebesar 81,5. Penelitian ini

menunjukkan pencapaian rata-rata hasil

belajar kelas eksperimen yang mengguna-

kan metode praktikum aplikatif berorientasi

CEP lebih tinggi dari pada kelas kontrol

yang menggunakan metode praktikum

sehingga dapat dikatakan perlakuan dengan

metode praktikum aplikatif berorientasi CEP

meningkatkan hasil belajar kognitif (Mursiti,

et al., 2008).

Penyebab kemampuan kognitif kelas

eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol

yaitu pada proses pembelajaran kelas

eksperimen siswa lebih tertarik dalam

pembelajaran dan lebih mudah memahami

materi karena dikaitkan dengan kehidupan

sehari-hari (Mansor dan Othman, 2011).

Perlakuan ini yang membuat siswa mudah

dalam mengerjakan soal kognitif. Walaupun

pada kelas kontrol juga diterapkan metode

praktikum tetapi praktikum yang dilakukan

tidak dikaitkan dengan kehidupan sehari-

hari dan tidak menciptakan suatu produk

yang berkaitan dengan materi sehingga

siswa menjadi kurang tertarik untuk belajar

dan lebih sulit memahami materi. Oleh

karena itu, rata-rata postes hasil belajar

kognitif siswa kelas kontrol lebih rendah dari

pada kelas eksperimen.

Perhitungan uji t satu pihak kanan

diperoleh thitung sebesar 6,10 sedangkan ttabel

sebesar 2,01. Jadi thitung lebih dari ttabel yang

menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar

kognitif kelompok eksperimen tidak sama

dengan rata-rata hasil belajar kimia

kelompok kontrol dengan rata-rata hasil

belajar kognitif kelas eksperimen lebih baik

dari pada kelas kontrol (Supartono, et al.,

2009). Analisis korelasi antar variabel

digunakan rumus koefisien korelasi biserial

(rb). Analisis ini bertujuan untuk menentukan

ada tidaknya korelasi penerapan metode

praktikum aplikatif berorientasi CEP pada

materi koloid terhadap hasil belajar siswa.

Hasil analisis pengaruh antar variabel dari

hasil belajar siswa disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis pengaruh antar variabel dari hasil belajar kognitif

Data Sy P Q Z rb Kriteria

Postes 8,01 0,49 0,51 0,02 0,798 Kuat

Perhitungan analisis korelasi antar

variabel menghasilkan koefisien korelasi

biserial hasil belajar (rb) sebesar 0,798.

Harga koefisien korelasi biserial yang

diperoleh bertanda positif sehingga

menunjukkan adanya korelasi yang

sebanding antara penerapan metode

praktikum aplikatif berorientasi CEP pada

materi koloid terhadap hasil belajar siswa

(Supartono et al., 2009). Perhitungan

kontribusi pengaruh antar variabel mengha-

silkan koefisien determinasi hasil belajar

sebesar 63,64%. Uji Normalized-Gain

dilakukan untuk mengetahui peningkatan

rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen

dan kontrol. Pada Tabel 3 menunjukkan

bahwa peningkatan hasil belajar kelas

eksperimen termasuk dalam kategori tinggi

sedangkan kelas kontrol termasuk dalam

kategori sedang (Morgil, et al., 2009).

Page 99: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Fina Haziratul Qudsiyah, dkk, Implementasi Praktikum Aplikatif.... 1313

Tabel 3. Kategori peningkatan hasil belajar kognitif

Kelas Rata-rata pretes Rata-rata postes Gain g Kategori

Eksperimen 47,96 91,70 0,84 Tinggi

Kontrol 62,50 81,50 0,51 Sedang

Implementasi praktikum aplikatif ber-

orientasi CEP pada materi koloid dapat

meningkatkan hasil belajar kognitif siswa

(Haniatun, 2007). Hal ini ditunjukkan dengan

adanya selisih rata-rata hasil pretes dan

postes hasil belajar dan harga N-Gain yang

ditunjukkan pada Gambar 1 (Morgil, et al.,

2009).

Gambar 1. Peningkatan hasil belajar kognitif siswa

Berdasarkan hasil perhitungan uji

ketuntasan belajar, diperoleh hasil bahwa

ketuntasan belajar pada kelas eksperimen

adalah 100% dan kelas kontrol 85,71%,

dapat dikatakan kedua kelas telah mencapai

ketuntasan belajar karena hasilnya lebih dari

85% (Mulyasa, 2007).

Perbandingan hasil belajar ranah

afektif pada kelompok eksperimen yang

menggunakan pembelajaran dengan

metode praktikum aplikatif berorientasi CEP

dan kelompok kontrol yang menggunakan

metode praktikum setelah penelitian dimuat

pada Gambar 2.

Gambar 2. Rerata nilai ranah afektif kelompok eksperimen dan kontrol

Keterangan Aspek Penilaian:

1 = kehadiran 2 = perhatian dalam mengikuti pelajaran 3 = kejujuran 4 = tanggungjawab 5 = kerajinan membawa buku referensi 6 = partisipasi dalam kegiatan diskusi 7 = kelengkapan dan kerapian catatan 8 = menghargai pendapat teman 9 = sopan santun dalam berkomunikasi 10 = sikap dan tingkah laku terhadap guru

Page 100: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1314 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1309-1318

Hasil tersebut menunjukkan bahwa

hasil belajar afektif kelompok eksperimen

lebih baik daripada hasil belajar afektif

kelompok kontrol (Morgil, et al., 2009).

Rerata hasil belajar afektif kelompok

eksperimen yaitu 5 yang termasuk dalam

kategori sangat tinggi. Aspek yang termasuk

dalam kategori sangat baik yaitu kehadiran,

perhatian dalam mengikuti pelajaran,

menghargai pendapat teman, sopan santun

dalam berkomunikasi, sikap dan tingkah

laku terhadap guru. Sedangkan pada

kelompok kontrol hanya ada 2 aspek yang

termasuk dalam kategori sangat tinggi, yaitu

kehadiran dan sopan santun dalam

berkomunikasi. Rerata afektif kelompok

eksperimen lebih baik daripada kelompok

kontrol karena metode yang diterapkan

pada kelas eksperimen yaitu praktikum

aplikatif berorientasi CEP menarik untuk

siswa sehingga menjadikan mereka rajin

untuk mengikuti pelajaran dan mem-

perhatikan serta menjadikan siswa lebih aktif

dalam kegiatan pembelajaran (Supartono, et

al., 2009).

Perbandingan hasil belajar ranah

psikomotorik pada kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol dimuat pada

Gambar 3.

Gambar 3. Rerata nilai psikomotorik kelompok eksperimen dan kontrol

Rata-rata skor semua indikator dalam

kemampuan psikomotor antara kelas

eksperimen dengan kontrol menunjukkan

adanya pengaruh positif terhadap

penggunaan pembelajaran dengan metode

praktikum aplikatif berorientasi CEP pada

kelas eksperimen dan metode praktikum

pada kelas kontrol. Pada semua aspek

terlihat kelas eksperimen memiliki rata-rata

psikomotorik yang lebih tinggi dibandingkan

dengan kelas kontrol (Urena et al., 2011).

Hal ini dikarenakan pada kelas eksperimen

menggunakan metode pembelajaran prak-

tikum aplikatif berorientasi CEP. Metode

tersebut dikaitkan dengan kehidupan sehari-

hari yang pada akhirnya akan menghasilkan

produk yang bermanfaat dan bernilai

ekonomis sehingga siswa akan cenderung

lebih tertarik mengikuti pelajaran (Mursiti et

al., 2008). Ketertarikan siswa tersebut

ditunjukkan dengan melakukan praktikum

Keterangan Aspek Penilaian:

1 = persiapan alat dan bahan 2 = ketrampilan menggunakan alat 3 = ketepatan prosedur praktikum 4 = kerjasama 5 = mengamati hasil praktikum 6 = kebersihan alat dan ruang 7 = menyampaikan hasil praktikum 8 = pembuatan laporan

Page 101: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Fina Haziratul Qudsiyah, dkk, Implementasi Praktikum Aplikatif.... 1315

secara sungguh-sungguh dan semua siswa

ikut berpartisipasi aktif dalam praktikum.

Tanggapan siswa terhadap pem-

belajaran yang telah dilakukan di kelas

eksperimen diukur dengan angket tertutup.

Angket tertutup memiliki tingkatan respon

mulai dari sangat setuju, setuju, tidak setuju,

dan sangat tidak setuju. Hal ini dilakukan

supaya pendapat siswa yang diberikan apa

adanya sesuai kenyataan selama proses

pembelajaran. Hasil analisis angket

tanggapan siswa dapat dilihat di Tabel 4.

Hasil angket menyatakan bahwa

hampir di semua indikator, siswa memilih

kategori sangat setuju dan setuju.

Tanggapan siswa terhadap indikator

keadaan siswa selama pelajaran yaitu 47%

menyatakan sangat setuju dan 53%

menyatakan setuju. Metode pembelajaran

praktikum aplikatif berorientasi CEP yang

diterapkan pada kelas eksperimen meru-

pakan metode yang menarik bagi siswa

sehingga siswa selalu hadir di kelas dan

dengan antusias mengikuti pembelajaran

yang berlangsung (Kusuma, et al., 2009).

Hasil ini didukung dengan rata-rata skor

afektif siswa, yaitu aspek kehadiran kelas

eksperimen yang lebih tinggi dibandingkan

kelas kontrol. Begitu juga rata-rata skor

afektif aspek perhatian dalam mengikuti

pelajaran kelas eksperimen lebih tinggi

dengan kategori sangat tinggi dibandingkan

dengan kelas kontrol dengan kategori tinggi.

Tabel 4. Hasil angket tanggapan siswa terhadap pembelajaran

No. Indikator SS %

S %

KS %

TS %

1. 2. 3.

Keadaan siswa selama pembelajaran Keadaan Akademik Keadaan Sosial

47 34 35

53 59 58

0 7 6

0 1 1

Tanggapan siswa dari indikator

keadaan akademik yaitu 34% siswa

menyatakan sangat setuju, 59% menya-

takan setuju, 7% meyatakan tidak setuju,

dan 1% menyatakan tidak setuju. Hasil

angket menunjukkan lebih banyak yang

menyatakan sangat setuju dan setuju

dibandingkan yang menyatakan kurang

setuju dan tidak setuju. Hal tersebut

dikarenakan metode praktikum aplikatif

berorientasi CEP dikaitkan dengan

kehidupan sehari-hari, sehingga membuat

siswa lebih mudah untuk mempelajari materi

koloid (Kusuma dan Siadi, 2010). Hasil ini

didukung dengan nilai postes hasil belajar

kognitif kelas eksperimen yang meningkat

dan lebih tinggi dari pada kelas kontrol.

Pada indikator keadaan sosial, ada

35% siswa menyatakan sangat setuju, 58%

setuju, 6% kurang setuju, dan 1% tidak

setuju. Sama dengan indikator sebelumnya,

siswa lebih banyak yang menyatakan

sangat setuju dan setuju dibandingkan yang

menyatakan kurang setuju dan tidak setuju.

Pada pembelajaran dengan metode

praktikum aplikatif berorientasi CEP, siswa

dituntut melakukan kerjasama yang baik

antar anggota kelompok pada kegiatan

Page 102: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1316 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1309-1318

praktikum dan kerja kelompok. Adanya

kerjasama antar anggota kelompok tersebut

akan melatih kemampuan bersosialisasi

siswa dengan orang lain menjadi lebih baik

(Morgil, et al., 2009). Hasil analisis angket

tanggapan siswa pada kelas eksperimen

dalam penelitian ini dapat disimpulkan

bahwa siswa menyukai pembelajaran

menggunakan metode praktikum aplikatif

berorientasi CEP. Siswa juga dapat

memahami materi koloid dengan lebih baik,

sehingga hasil belajarnya lebih maksimal

(Mursiti, et al., 2008).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan, maka dapat diambil simpulan

yaitu implementasi praktikum aplikatif

berorientasi CEP pada materi koloid

berpengaruh terhadap peningkatan hasil

belajar kognitif kimia siswa di suatub SMA

Negeri di Magelang dengan kontribusi

sebesar 63,64% dan implementasi

praktikum aplikatif berorientasi CEP pada

materi koloid mendapat tanggapan yang

baik dari siswa. Selain hasil belajar kognitif,

implementasi aplikatif berorientasi CEP juga

berpengaruh positif terhadap hasil belajar

afektif dan psikomotorik. Hal tersebut

ditunjukkan dengan rata-rata skor hasil

belajar afektif dan psikomotorik kelas

eksperimen lebih baik dibandingkan dengan

kelas kontrol. Secara umum dapat

disimpulkan bahwa implementasi praktikum

aplikatif berorientasi CEP pada pem-

belajaran berpengaruh terhadap pening-

katan hasil belajar kimia materi koloid siswa

kelas XI pada suatu SMA di Magelang.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas, 1999, Garis-garis besar program pengajaran Sekolah Menengah Umum 1994 Suplemen 1999, Jakarta.

Haniatun, 2007, Peningkatan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif students teams achieve-ment divisions (STAD) berorientasi chemoentrepreneurship (CEP) meng-gunakan praktikum aplikatif berbasis life skill, Skripsi, Semarang: FMIPA Universitas Negeri Semarang

Hofstein, A., 2004, The laboratory in chemistry education: thirty years of experience with developments, implementation, and research, Journal of Chemistry Education, Vol 3, No 5, Hal: 247-264.

Kusuma, E. dan K. Siadi, 2010, Pengem-bangan bahan ajar kimia berorientasi chemoentrepreneurship untuk me-ningkatkan hasil belajar dan life skill mahasiswa, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 1, No 4, Hal: 544-551.

Kusuma, E., Sukirno, dan Kurniati, I., 2009, Penggunaan pendekatan chemoen-trepreneurship berorientasi green chemistry untuk meningkatkan kemampuan life skill siswa SMA, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 1, No 3, Hal: 366-372.

Mansor, M. dan Othman, N., 2011, Consulting based entrepreneurship education in Malaysian higher education institutions, Journal of International Conference on Social Science and Humanity, Vol 5, Hal: 351-355.

Morgil, I., Seyhan, H.G., dan Secken N., 2009, Investigating the effects of project-oriented chemistry experi-ments on some affective and cognitive field components, Journal of Turkhis Science Education, Vol 1, No 6, Hal: 89-107.

Page 103: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

Fina Haziratul Qudsiyah, dkk, Implementasi Praktikum Aplikatif.... 1317

Mulyasa, 2007, Kurikulum tingkat satuan pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya

Mursiti, S., Wahyukaeni, T. dan Sudarmin, 2008, Pembelajaran dengan pendekatan chemoentrepreneurship dan penggunaan game simulation sebagai media chemoedutainment untuk meningkatkan hasil belajar, kreativitas, dan life skill, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2, No 2, Hal: 274-280.

Supartono, Wijayati, N., dan Sari, A.H., 2009, Kajian prestasi belajar siswa SMA dengan metode student teams achievement divisions melalui pendekatan chemoentrepreneurship, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 1, No 3, Hal: 337-344.

Supartono, Saptorini, dan Asmorowati, D.S., 2009, Pembelajaran kimia menggunakan kolaborasi konstruktif dan inkuiri berorientasi chemoentre-preneurship, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2, No 3, Hal: 476-483.

Supartono, 2006, Peningkatan kreativitas peserta didik melalui pembelajaran kimia dengan pendekatan chemoentrpreuneurship (CEP), Usulan Research Grant-Program Hibah A2, Semarang: Jurusan Kimia FMIPA UNNES.

Tobin, K.G., 1990, Research on science laboratory activities: in pursuit of better questions and answers to improve learning, Journal of School Science and Mathematics, Hal: 403-418.

Urena, S. S., Cooper, M. M., Gatlin, T. A. dan Bhattacharyya, G., 2011, Students’ experience in a general chemistry cooperative problem based laboratory, Journal of Chemistry Education Research and Practice, Hal: 434–442.

Page 104: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan

1318 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1309-1318

Page 105: KATA PENGANTAR - · PDF fileKebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi laboratorium, membuat ilmuwan memiliki kemampuan berpikir, sehingga mereka terampil dalam memecahkan