kata pengantar - · pdf filekebiasaan bekerja ilmiah, di-laksanakan melalui aktivitasi...
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
berkat dan rahmat-Nya, maka Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia Volume 8 Nomor 1
Tahun 2014 berhasil diterbitkan. Jurnal ini hadir dihadapan pembaca sebagai wadah
bagi penulisan hasil pemikiran dan penelitian di bidang pengembangan mutu
pendidikan khususnya pendidikan kimia.
Rasa terima kasih kami sampaikan kepada para penulis atas kontribusinya
yang berupa artikel terhadap penerbitan edisi ini. Kami berharap agar para peneliti,
akademisi, pengamat, praktisi dibidang pendidikan kimia dapat berpartisipasi
menyumbangkan pengetahuan dan pengalamannya yang dituangkan dalam bentuk
tulisan dan dimasukkan kedalam jurnal ini. Kontribusi penulis berupa saran atau solusi
yang komprehensif dan mendalam diharapkan dapat dikembangkan berdasarkan
pengamatan atau pengalaman hasil refleksi terhadap permasalahan dan kenyataan di
lapangan. Kita dapat secara bersama-sama mewujudkan peningkatan mutu dan
relevansi pendidikan melalui semangat pengabdian, rasa kepemilikan, dan tekad untuk
memajukan pendidikan di tanah air.
Semoga kehairan jurnal ini dapat memacu pemikiran-pemikiran yang menggali
hingga ke akar permasalahan dan bermanfaat bagi semua pihak yang bergerak
dibidang pendidikan. Kritik dan saran bagi penyempurnaan penerbitan jurnal ini di
masa yang akan datang dapat disampaikan kepada Dewan Penyunting yang dengan
senang hati menerima dan menjadikannya sebagai masukan untuk meningkatkan
mutu jurnal.
Ketua Penyunting
DAFTAR ISI
Analisis Kelemahan Eksplanasi Mahasiswa Kaitannya dengan Budaya Kerja dan
Pengembangan Kecerdasan Inter-Intrapersonal Dalam Perkuliahan Elektrometri
Sri Wardani (1219 - 1229)
Pengaruh Model Team Assisted Individualization dengan Structure Exercise Method
Terhadap Hasil Belajar
Fanny Firman Syah*, Antonius Tri Widodo dan Sri Nurhayati (1230 - 1240)
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kimia dengan Pendekatan Project-Based Learning
Didi Kurniadi*, Kasmadi Imam Supardi dan Latifah (1241 - 1249)
Pengembangan Rubrik Performance Assessment pada Praktikum Hidrolisis Garam
Nila Puspitasari*, Sri Haryani dan Nuni Widiarti (1250 – 1259)
Pembelajaran Berbasis Praktikum Bervisi Sets untuk Meningkatkan Keterampilan
Laboratorium dan Penguasaan Kompetensi
Shinta Nur Baeti*, Achmad Binadja dan Endang Susilaningsih (1260 – 1270)
Keefektifan Strategi Metakognitif Berbantu Advance Organizer untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Kimia Siswa
Zara Bunga Namira*, Ersanghono Kusumo dan Agung Tri Prasetya (1271 - 1280)
Keefektifan Inkuiri Terbimbing Berorientasi Green Chemistry terhadap Keterampilan
Proses Sains
Nur Amalia Afiyanti*, Edy Cahyono dan Soeprodjo (1281 - 1288)
Keefektifan Pembelajaran Berorientasi Chemoentrepreneurship pada Pemahaman
Konsep dan Kemampuan Life Skill Siswa
Novita Nurmasari*, Supartono dan Sri Mantini Rahayu Sedyawati (1289 – 1299)
Penerapan Pembelajaran Group Investigation Berbasis Inkuiri Terbimbing untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Koloid
Arinda Dian Wijayanti* dan Eko Budi Susatyo (1300 – 1308)
Implementasi Praktikum Aplikatif Berorientasi Chemoentrepreneurship Terhadap
Peningkatan Hasil Belajar Kimia
Fina Haziratul Qudsiyah*, Subiyanto Hadisaputro dan Woro Sumarni (1309–1318)
Sri Wardani, Analisis Kelemahan Eksplanasi.... 1219
ANALISIS KELEMAHAN EKSPLANASI MAHASISWA KAITANNYA
DENGAN BUDAYA KERJA DAN PENGEMBANGAN KECERDASAN
INTER-INTRAPERSONAL DALAM PERKULIAHAN ELEKTROMETRI
Sri Wardani*
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang kelemahan mahasiswa
dalam mengekplanasi prosedur, gejala yang teramati, dan konsep-konsep dasar dalam perkuliahan elektrometri berbasis aktivitas laboratorium yang dikaitkan dengan budaya kerja dan pengembangan kecerdasan inter-intrapersonal. Penelitian ini menggunakan subyek 30 mahasiswa pendidikan kimia yang mengambil mata kuliah praktikum kimia analisis instrumen. Data dikumpulkan melalui tes awal secara tertulis dan pertanyaan lisan pada saat mahasiswa melaporkan data pengamatan. Rerata nilai untuk eksplanasi prosedur, gejala yang teramati, serta konsep-konsep dasar berturut-turut adalah 60; 61 dan 59 (skor 100). Kegiatan praktikum yang berlangsung sampai saat ini tidak memberi peluang pengembangan kemampuan inter-intrapersonal mahasiswa seperti identifikasi informasi, mengelaborasi informasi, diskusi untuk mengembangkan dan mengevaluasi prosedur, menyusun konsep baru dan membuat laporan. Oleh sebab itu perlu diupayakan perkuliahan elektrometri berbasis aktivitas laboratorium yang memberi kesempatan mahasiswa mengembangkan kecerdasan inter-intrapersonal yang dikaitkan juga dengan budaya kerja orang jawa.
Kata kunci: aktivitas laboratorium, budaya kerja, elektrometri, inter-intrapersonal
ABSTRACT This study aims to gain an overview of student weakness in explanation of procedures, symptoms observed, and the basic concepts in the lecture of electrometry based laboratory activities associated with the work culture and the development of inter-intrapersonal intelligence. This study used 30 subjects, they are chemistry education students who take courses in analytical chemistry lab instruments. Data were collected through preliminary tests in writing and oral questions during student reported observational data. The mean value for the explanation of the procedure, the symptoms observed, as well as the basic concepts are respectively 60, 61 and 59 (score 100). Practicum that lasts to this day do not give opportunity to develop inter-intrapersonal ability students such as information identification, information elaborating, discussions to develop and evaluate procedures, formulate new concepts and create reports. Therefore it is necessary to built the electrometry lecture-based lab activities that give students the opportunity to develop inter-intrapersonal intelligence which is also associated with the work culture of Java. Keywords: electrometry, inter-intrapersonal, lab activity, work culture
PENDAHULUAN
Pembelajaran kimia sebagai
bagian dari sains diharapkan menjadi
wahana bagi mahasiswa untuk mempelajari
dirinya sendiri dan alam sekitarnya melalui
pemberian pengalaman secara langsung
(Depdiknas, 2003). Melalui kegiatan tersebut
peserta didik memperoleh pengalaman dan
menemukan sendiri produk sains. Salah
satu cara untuk mendapatkan pengalaman
dan menemukan sendiri suatu produk sains
1220 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014 Halaman 1219 - 1229
adalah melalui perkuliahan berbasis aktivitas
laboratorium.
Aktivitas laboratorium merupakan
salah satu cara para ilmuwan menemukan
ilmu pengetahuan, eksperimen merupakan
kegiatan laboratorium yang pada umumnya
digunakan untuk membuktikan suatu teori
(verifikasi). Oleh karena itu eksperimen
mempunyai peranan penting dalam pem-
belajaran. Kegiatan eksperimen merupakan
aktifitas istimewa yang berfungsi untuk
melatih dan memperoleh umpan balik serta
meningkatkan motivasi belajar mahasiswa.
Eksperimen dapat digunakan
untuk mengembangkan kompetensi ranah
psikomotorik, kognitif, dan afektif. Ranah
psikomotorik meliputi keterampilan meran-
cang, menentukan variabel, mengajukan
pertanyaan, menentukan dan menggunakan
peralatan, serta melaksanakan prosedur
penggunaan alat dan melakukan observasi.
Ranah kognitif diantaranya melalui kegiatan
merumuskan masalah, menetapkan tujuan
yang spesifik, memaparkan landasan teori
secara sekuensial dan sistematis, merumus-
kan hipotesis, merumuskan prosedur yang
benar, membuat prediksi, mengevaluasi
hasil observasi, membuat pembahasan dan
interpretasi, dan melaporkan hasil, serta
menyimpulkan hasil eksperimen. Ranah
afektif meliputi antara lain bekerja sama,
berbagi pengetahuan, berkomunikasi dan
menghargai pendapat orang lain.
Pelaksanaan Aktivitas laborato-
rium kimia analitik yang berlangsung saat ini
pada umumnya diawali dengan pretes,
praktikum sesuai prosedur, mencatat data
pengamatan dan melaporkan pada dosen,
serta membuat laporan akhir praktikum.
Pretes dilakukan secara tertulis dan lisan
yang mengutamakan pemahaman konsep
dan penjelasan prosedur. Setiap kelompok
terdiri dari 3-4 mahasiswa, pada umumnya
hanya 1-2 mahasiswa saja yang dapat
memberikan penjelasan dengan baik,
meskipun mata kuliah praktikum diberikan
sesudah mata kuliah teori.
Perkuliahan elektrometri terkait
pemahaman konsep sebagaimana tercan-
tum dalam kurikulum inti butir praktikum
kimia analisis instrumen, yakni mampu
mengembangkan konsep kimia dengan
memanfaatkan teknologi dan seni, serta
menggunakan peralatan kimia dalam me-
ngembangkan konsep elektrometri. Kedua
butir kompetensi tersebut mengisyaratkan
bahwa pengembangan konsep dasar
elektrometri dalam rangka pembekalan
kompetensi dasar elektroanalitik yang dapat
dicapai melalui aktivitas laboratorium yang
terencana dengan baik.
Aktivitas laboratorium yang
terencana dengan baik harus mengacu
pada kemampuan dasar analitik yang harus
dimiliki oleh mahasiswa calon guru.
Kemampuan dasar yang harus dimiliki
berupa pemahaman konsep dasar elektro-
analitik, tehnik analisis dan penerapan
analisis pada sampel. Selain itu dengan
pemahaman yang dimilikinya diharapkan
mahasiswa dapat menyelesaikan permasa-
lahan terkait teknik analisis secara
elekrometri. Hasil field study yang dilakukan
pada semester gasal 2009-2010 untuk mata
kuliah praktikum kimia analisis instrumen
menunjukan hasil pretes pemahaman
konsep teori elektrometri antara lain 80%
mendapat nilai di bawah 50 (skor 100),
3
Sri Wardani, Analisis Kelemahan Eksplanasi.... 1221
sedangkan 20% mendapat nilai antara 50-
79. Kondisi ini disebabkan oleh pemahaman
konsep teori elektroanalitik mahasiswa calon
guru yang masih rendah. Komentar
mahasiswa mengenai alasan terjadinya
kondisi tersebut adalah karena sebelum
melihat alat dan melakukan praktikum,
mereka masih salah dalam memahami
konsep. Diharapkan dengan melakukan
kegiatan praktikum di laboratorium akan
membuat mahasiswa menjadi lebih jelas
dalam memahami konsep.
Kebiasaan bekerja ilmiah, di-
laksanakan melalui aktivitasi laboratorium,
membuat ilmuwan memiliki kemampuan
berpikir, sehingga mereka terampil dalam
memecahkan berbagai masalah, tidak
hanya masalah dalam bidangnya namun
juga masalah di luar bidang dalam kehidu-
pannya. Laporan laboratorium Amerika
dalam NRC (2005) menyimpulkan bahwa
buku petunjuk praktikum sudah tidak efektif
lagi untuk pengajaran sains. Aktivitas
laboratorium dapat membangun pemaham-
an konsep, keterampilan praktek dan
perbaikan metakognisi, merupakan cara
untuk mengembangkan kecerdasan intra-
personal. Identifikasi tujuh tujuan pem-
belajaran dengan aktivitas laboratorium
antara lain: membangun teori, membangun
kompetensi dasar, dan membangun
kemampuan berpikir kompleks merupakan
pengembangan kecerdasan logical-
mathematic. Dalam kerja empirik terdapat
alternatif dalam mengembangkan kecer-
dasan interpersonal yakni membangun
keterampilan praktek, membangun pema-
haman konsep, mengembangkan ilmu dan
pembelajarannya, serta membangun kerja
sama team (Lazear, 2004; Cacciatore dan
Sevian, 2009)
Hasil penelitian Prasetyo, et al.,
(2008) menunjukkan bahwa pada praktikum
elektrometri, perolehan skor mahasiswa
adalah 70 (dari skor total 100) sebanyak
35,31%. Kekurangmampuan mahasiswa
dalam menjelaskan apa yang dilakukan dan
gejala yang teramati, terjadi karena aktivitas
laboratorium yang dilakukan selama ini
masih bersifat verifikatif. Kondisi terkait
permasalahan kurang bermaknanya prakti-
kum kimia termasuk kimia analitik, juga
dinyatakan oleh Adami (2006); Amara-
siriwardena, (2007); Kipnis dan Hofstein,
(2007).
Manusia di dalam kehidupannya
tidak dapat diputuskan dari akar kebudaya-
annya, karena akar kebudayaan inilah yang
sesungguhnya memberikan identitas
eksistensinya sebagai manusia. Oleh karena
itu pengetahuan tentang kebudayaan yang
telah lampau, walaupun kebudayaan itu
telah punah, akan selalu memperkokoh
identitas manusia sekarang (Suranto, 2009).
Indonesia yang merupakan negara kepulau-
an terdiri dari berbagai budaya, antara lain
benda, tradisi dan nilai-nilai budaya jawa
peninggalan nenek moyang yang masih ada
sampai sekarang. Benda dan tradisi yang
masih ada sampai sekarang adalah keris,
batik, candi, rumah joglo, jamu, bahasa jawa
dan huruf jawa, tarian jawa dan gamelan.
Nilai budaya jawa yang juga masih ada
sampai sekarang misalnya, aja lali nalika
lara lapa artinya berjuang mencapai cita-
cita, menanamkan setiakawan; aja metani
alaning liyan artinya menghargai orang lain;
aja rumangsa bisa, nanging bisaa rumangsa
1222 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014 Halaman 1219 - 1229
artinya belajar bisa merasakan rasa; narima
ing pandum artinya selalu bersyukur; rukun
agawe santosa artinya menciptakan kerja
sama yang baik; sugih tanpa bandha artinya
membagi ilmu dengan teman; alon-alon
waton kelakon artinya walaupun pelan tetapi
harus tercapai, ojo dumeh artinya jangan
sombong (Purwadi, 2004).
LPTK sebagai lembaga yang
mempersiapkan calon guru sains harus
membekali mahasiswanya sesuai standar
kemampuan calon tenaga kependidikan
yang meliputi aspek: kepribadian sebagai
tenaga kependidikan, materi bidang
spesialisasi, cara penyampaian, evaluasi
hasil belajar serta keprofesian (Depdiknas,
2002). Demikian juga calon guru sains harus
memiliki bekal pengetahuan yang terin-
tegrasi antara kemampuan bidang studi dan
kemampuan mengajar sains (NRC, 1996).
Pada hakekatnya kemampuan
bidang studi dan kemampuan mengajar
sains berhubungan erat dengan multiple
intelligence seseorang. Multiple intelligence
merupakan kemampuan untuk memecahkan
masalah dalam situasi budaya atau
komunitas tertentu, yang terdiri dari delapan
macam kecerdasan. Meskipun demikian,
jumlah tersebut bisa lebih atau kurang, tapi
jelas bukan hanya satu kapasitas mental.
Kecerdasan menurutnya merupakan
kemampuan untuk menangkap situasi baru
serta kemampuan untuk belajar dari
pengalaman masa lalu seseorang.
Kecerdasan bergantung pada
konteks, tugas serta tuntutan yang diajukan
oleh kehidupan, lingkungan dan budaya
dimana kita hidup dan mengembangkan diri.
Setiap manusia diciptakan dengan
bermacam kecerdasan. Ada delapan jenis
kecerdasan yang teridentifikasi, adapun
delapan jenis kecerdasan tersebut adalah
kecerdasan linguistic, kecerdasan logical
mathematic, kecerdasan spatial-visual,
kecerdasan musical-rhythmic, kecerdasan
bodily-kinesthetic, kecerdasan interpersonal,
kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan
naturalist (Lazear, 2004).
Kecerdasan interpersonal, meru-
pakan kecerdasan dalam berhubungan dan
memahami orang lain di luar dirinya.
Kecerdasan tersebut menuntun individu
untuk melihat berbagai fenomena dari sudut
pandang orang lain, agar dapat memahami
bagaimana mereka melihat dan merasakan,
sehingga terbentuk kemampuan yang bagus
dalam mengorganisasikan tim, menjalin
kerjasama dengan orang lain ataupun
menjaga kesatuan dalam suatu kelompok.
Kemampuan tersebut ditunjang dengan
bahasa verbal dan nonverbal untuk mem-
buka saluran komunikasi dengan orang lain.
Kecerdasan interpersonal terdiri dari
tahapan mengumpulkan dasar pengeta-
huan, tahap menerima masukan teman-
teman dan menyamakan dengan pendapat
sendiri, kemudian analisis informasi dan
processing yaitu tahapan menghubungkan
pendapat teman dengan pendapat sendiri
untuk menyamakan pemahaman konsep
dalam kerja kelompok, serta tahapan ber-
pikir tingkat tinggi dan penalaran merupakan
tahap menyimpulkan dan mengembangkan
hasil diskusi untuk mengembangkan
penelitian dan mengidentifikasi pendapat
dalam bentuk pertanyaan (Lazear, 2004).
Kecerdasan intrapersonal, tergan-
tung pada proses dasar yang memung-
5
Sri Wardani, Analisis Kelemahan Eksplanasi.... 1223
kinkan individu untuk mengklasifikasikan
dengan tepat perasaan-perasaan mereka,
misalnya membedakan sakit dan senang
dan bertingkah laku tepat sesuai
pembedaan tersebut. Kecerdasan ini
memungkinkan individu untuk membangun
model mental mereka yang akurat, dan
menggambarkan beberapa model untuk
membuat keputusan yang baik dalam hidup
mereka. Kecerdasan intrapersonal terdiri
dari tahapan mengumpulkan dasar
pengetahuan, melihat sumber informasi dari
buku dan internet agar dapat meng-
hubungkan dengan permasalahan yang
ada, kemudian tahapan analisis informasi
dan processing yaitu tahapan pengembang-
an penemuan untuk menjawab permasalah-
an yang ada serta tahapan berpikir tingkat
tinggi dan penalaran yang merupakan tahap
transformasi konsep dasar menjadi
pendapat sendiri dengan menyusun konsep
baru dari proses pemecahan masalah dan
dapat menunjukan pemahaman konsep
dengan cara membuat laporan (Lazear,
2004 ).
Dengan pelaksanaan praktikum
seperti yang telah diuraikan sebelumnya,
yaitu model praktikum verifikasi, peluang
mahasiswa mendapatkan latihan berupa
permasalahan yang menantang tidak bisa
dilakukan. Model praktikum verifikasi
bertujuan agar peserta didik siap meng-
hadapi tugas dan tantangan dalam dunia
kerja yaitu mengajar berbasis aktivitas
laboratorium di sekolah.
Berdasarkan uraian di atas maka
diperlukan perubahan pola pembelajaran
kimia di LPTK. Untuk mengembangkan
kecerdasan interintrapersonal yang diha-
rapkan, hendaknya dilakukan pembenahan
model pembelajaran, tidak hanya mene-
kankan penguasaan konsep kimia, tetapi
keterampilan berpikir, meng-komunikasikan
proses dan hasil belajar kimia dalam
pembelajaran kimia di sekolah lanjutan,
serta membekali calon guru kimia dengan
keterampilan laboratorium berpendekatan
interintrapersonal dan inqury (Lazear, 2004;
NSTA dan AETS, 1998; NRC, 2005).
Perkuliahan elektrometri berbasis
aktivitas laboratorium sangat sesuai untuk
mengembangkan kecerdasan inter-
intrapersonal dan kecerdasan logical-
mathematic (Lasear, 2004), karena melalui
mata kuliah ini diharapkan calon guru
mampu menggali kemampuan diri,
merencanakan percobaan, serta meng-
gunakan berbagai instrumen yang memang
diperlukan dalam salah satu langkah
pemecahan masalah (Amarasiriwardena,
2007; Adami, 2006).
Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran keterkaitan ekspla-
nasi mahasiswa sebagai hasil belajar
praktikum kimia analitik instrumen yang
selama ini dilakukan dengan budaya kerja
dan pengembangan kemampuan inter-
intrapersonal. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui budaya kerja yang dapat
dikembangkan dan apakah ada hubungan-
nya dengan indikator inter-intrapersonal
yang dikembangkan pada perkuliahan
elektrometri berbasis aktivitas laboratorium.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif yang ditujukan untuk memperoleh
1224 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014 Halaman 1219 - 1229
gambaran tentang keterkaitan eksplanasi
mahasiswa dalam memahami konsep-
konsep dasar, prosedur dan gejala yang
teramati dengan budaya kerja dan
kecerdasan inter-intrapersonal yang
terkembangkan dalam perkuliahan kimia
analisis instrumen. Penelitian ini dilakukan
pada tahun ajaran 2010/2011 dengan
melibatkan 30 mahasiswa yang mengontrak
mata kuliah kimia analisis instrumen,
termasuk didalamnya pada materi elektro-
metri. Materi praktikum elektrometri meliputi
substansi kajian Penentuan Tetapan
Disosiasi Asam Lemah secara Potensio-
metri, Penentuan Tetapan Hidrolisis (Kh)
Garam Pb(NO3)2, dan Tetapan Hasil Kali
Kelarutan (Ksp) Garam PbSO4 dan PbI2
serta Titrasi Konduktometri.
Pengambilan data dilakukan
dengan tes lisan, catatan lapangan untuk
menilai eksplanasi dan melalui angket/
kuisioner untuk budaya kerja yang terkait
diolah dengan deskriptif presentasi.
Kelemahan eksplanasi mahasiswa dalam
menjawab dianalisis dan dikaitkan dengan
kecerdasan inter-intrapersonal dan budaya
kerja.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan praktikum diawali
dengan pretes yang dilakukan secara lisan.
Tes awal ini dimaksudkan untuk mengetahui
kesiapan mahasiswa dalam melaksanakan
praktikum, khususnya pengetahuan tentang
prosedur. Pada umumnya mereka tidak
mampu menjelaskan maksud langkah
percobaan yang akan dilakukan, dan hal ini
selalu terjadi pada praktikum kimia analisis
instrumen, maupun praktikum kimia analitik
lainnya. Dari 30 mahasiswa praktikan, hanya
7 mahasiswa yang mampu menjawab
dengan baik, atau yang sering terjadi dalam
satu kelompok hanya 1 yang benar-benar
menjawab dengan baik. Soal-soal yang
diberikan secara keseluruhan meliputi
prinsip dasar metode, manfaat komponen
peralatan/ instrumen, serta maksud langkah
dalam prosedur.
Pada saat mahasiswa melaporkan
hasil data pengamatan dan sewaktu
melakukan praktikum, peneliti menanyakan
secara lisan terkait konsep dasar praktikum,
gejala yang teramati, dan data pengamatan
yang dihasilkan. Hasil jawaban mahasiswa
yang menunjukkan kelemahan eksplanasi
mahasiswa dianalisis dan dihubungkan
dengan budaya kerja dan kemampuan inter-
intrapersonal. Hasil analisis ditampilkan
pada Tabel 1.
Kekurangmampuan mahasiswa
dalam menjelaskan apa yang dilakukan dan
gejala yang teramati, terjadi karena aktivitas
laboratorium yang dilakukan selama ini
masih bersifat verifikatif. Kondisi terkait
permasalahan kurang bermaknanya
praktikum kimia termasuk kimia analitik, juga
dinyatakan oleh Adami (2006),
Amarasiriwardena (2007), Kipnis dan
Hofstein (2007).
Ashkenazi
dan Weaver (2007)
menyatakan bahwa pembelajaran berbasis
riset meningkatkan pemahaman konsep
mahasiswa. Adami (2006) melalui pembe-
lajaran berbasis proyek yang dinamakan
TAP (Total Analytical Project) mampu
meningkatkan motivasi siswa, menumbuh-
kan rasa tanggung jawab dan kemandirian,
Sri Wardani, Analisis Kelemahan Eksplanasi.... 1225
serta keterampilan berkomunikasi. Atmara-
siriwardena (2007) telah melakukan
penelitian dalam praktikum kimia analitik
yang dimaksudkan untuk memper-baiki
pelaksanaan praktikum yang selama ini
berlangsung, mereka memperbaiki pelaksa-
naan praktikum berbasis proyek, mahasiswa
dilatih sebagai seorang analis sehingga
lebih meningkatkan keterampilan maha-
siswa.
Tabel 1. Rangkuman kelemahan eksplanasi mahasiswa dalam praktikum kimia analisis
instrumen
No Substansi kajian Gejala yang teramati dari mahasiswa Jumlah
Mahasiswa (%)
1
Penentuan tetapan disosiasi asam lemah secara potensiometri
a. Tidak bisa menjelaskan mengapa titrasi potensiometri yang sedang dikerjakan semestinya tercapai pada pH>7
b. Hasil harga Ka yang diperoleh dengan 4 cara masing-masing berbeda. Pada umumnya mahasiswa tidak berusaha membahas cara mana yang paling teliti, serta belum banyak yang membandingkan dengan Ka dalam literatur
c. Kurang mampu menjelaskan mengenai maksud tiap tahap langkah dalam prosedur seperti:
1) Mengapa harus dicari titik ekivalen 2) Apa tujuan dibuat kurva titrasi 3) mengapa dicari pH pada setengah titik ekivalen.
60
50
73
2 Penentuan tetapan hidrolisis (Kh) garam Pb(NO3)2 , dan Tetapan Hasil kali kelarutan (Ksp) garam PbSO4 dan PbI2
a. Tidak mengetahui bahwa ada kesalahan data pH larutan Pb(NO3)2 , yakni yang disebabkan kurang tepat dalam membuat larutan
b. Tidak mengetahui bahwa larutan Pb(NO3)2 yang kurang tepat berakibat ketidaktepatan hasil Kh maupun Ksp
c. Tidak mengetahui mengapa daerah pH larutan (Pb(NO3)2 semestinya lebih kecil dari 7
d. Tidak mengetahui mengapa pH PbSO4 dan PbI2 harus masuk dalam daerah pH Pb(NO3)2
47
57
63
50
3 Titrasi Konduktometri a. Tidak mengetahui kapan titik ekivalen tercapai, karena tidak mampu memprediksi dari konsentrasi larutan yang digunakan, sehingga seringkali terjadi titrasi sudah berakhir meskipun titik ekivalen belum tercapai.
b. Pembuatan grafik terkesan asal membuat, absis dan ordinat tidak diberi nama dan skala kurang diperhatikan sehingga hasil letak titik ekivalen kurang tepat.
57
67
1226 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014 Halaman 1219 - 1229
Gambar 1. Rerata nilai eksplanasi aspek prosedur, gejala yang teramati, dan konsep dasar
Dengan pelaksanaan praktikum
seperti yang telah diuraikan sebelumnya
yaitu model praktikum verifikasi, peluang
mahasiswa mendapatkan latihan berupa
permasalahan yang menantang tidak bisa
dilakukan, padahal seharusnya dibekalkan,
agar siap menghadapi tugas dan tantangan
dalam dunia kerja yaitu mengajar berbasis
aktivitas laboratorium di sekolah.
Aktivitas laboratorium dalam
proses belajar sains termasuk kimia,
seharusnya dilakukan melalui tahapan
eksplorasi dari pengalaman yang dimiliki-
nya, mencari jurnal pendukung dan
mengembangkannya, persiapan kerja untuk
kegiatan bekerja ilmiah. Kemudian dimulai
aktivitas laboratorium dengan observasi data
primer dan atau sekunder dengan
melibatkan kemampuan dasar bekerja
ilmiah, sampai dengan menemukan
kesimpulan yang menjadi pengetahuan
baru. Sehingga aktivitas laboratorium sangat
mengembangkan infiltrasi budaya jawa
kearah yang positip dan juga mengembang-
kan kecerdasan logical-mathematic dan
kecerdasan inter-intrapersonal mahasiswa
(Lazear, 2004; Purwadi, 2006).
Terkait pemecahan masalah
menurut Lazear dan Sevian praktikum
dengan menggunakan prosedur sudah tidak
efektif, idealnya praktikum dapat mengem-
bangkan kemampuan interper-sonal terdiri
dari tahapan mengumpulkan dasar
pengetahuan merupakan tahap menerima
masukan teman-teman dan menyamakan
dengan pendapat sendiri, kemudian analisis
informasi dan prosesing yaitu tahapan
menghubungkan pendapat teman dengan
pendapat sendiri untuk menyamakan
pemahaman konsep dalam kerja kelompok,
dan tahapan berpikir tingkat tinggi dan
penalaran merupakan tahap menyimpulkan
dan mengembangkan hasil diskusi untuk
mengembangkan penelitian dan mengidenti-
fikasi pendapat dalam bentuk pertanyaan
(Lazear, 2004; Sevian, 2009).
Juga dapat mengembangkan
kecerdasan intrapersonal, kemampuan ini
55
56
57
58
59
60
61
62
63
Ka Kh dan Ksp Konduktrometri Rerata Total
ProsedurGejalaKonsep
Rerata
Nilai
Sri Wardani, Analisis Kelemahan Eksplanasi.... 1227
memungkinkan individu untuk membangun
model mental mereka yang akurat, dan
menggambarkan beberapa model untuk
membuat keputusan yang baik dalam hidup
mereka. Kecerdasan intrapersonal terdiri
dari tahapan mengumpulkan dasar
pengetahuan merupakan tahapan melihat
sumber informasi dari buku dan internet
agar dapat menghubungkan dengan
permasalahan yang ada, kemudian tahapan
analisis informasi dan prosesing yaitu
tahapan pengembangan penemuan untuk
menjawab permasalahan yang ada dan
tahapan berpikir tingkat tinggi dan penalaran
merupakan tahap transformasi konsep dasar
menjadi pendapat sendiri dengan
menyusun konsep baru dari proses
pemecahan masalah dan dapat menunjuk-
an pemahaman konsep dengan cara
membuat laporan (Lazear, 2004 ).
Dalam proses pengembangan
kecerdasan inter-intrapersonal juga perlu
dikaitkan dengan budaya kerja orang jawa
yang lebih menghidupkan sikap kerja nastiti
ngati-ati, tekun-sabar dan dapat bekerja
sama/gotong royong dengan baik diperkuat
dengan pendapat mahasiswa dari hasil uji
coba kelas besar dan kelas percobaan
sebagai berikut disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Hasil observasi budaya kerja kelas uji coba dan implementasi (%)
No Uji coba
% Implementasi
% Budaya kerja
Kecerdasan Inter Intrapersonal yang
terkembangkan
1 93 95 Nastiti ngati-ati Kecerdasan intrapersonal
2 81 100 Rukun agawe santosa Kecerdasan interpersonal
3 80 89 Alon-alon waton kelakon Kecerdasan intrapersonal
4 90 91 Sabar,tekun Kecerdasan intrapersonal
5 75 86 Ojo dumeh Kecerdasan interpersonal
6 80 94 Gotong royong Kecerdasan interpersonal
(Wardani, 2011)
Konsep dasar praktikum yang
berhubungan dengan pemahaman konsep,
merupakan kelemahan yang selama ini
selalu muncul. Keadaan ini menyebabkan
ketidaktahuan mahasiswa bahwa data
pengamatanya sangat menyimpang dan
mereka tidak mampu menjelaskan.
Kesalahan baru diketahui pada saat
melaporkan data hasil pengamatan.
Keadaan ini dapat diperbaiki dengan
penerapan model praktikum berbasis
aktivitas laboratorium dengan pengem-
bangan kecerdasan inter-intrapersonal,
seperti identifikasi informasi, mengelaborasi
informasi, diskusi untuk mengembangkan
dan mengevaluasi prosedur, menyusun
konsep baru dan membuat laporan. Model
ini juga dapat mengaktifkan budaya kerja
jawa yang sudah ada sejak lingkungan
keluarganya.
1228 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014 Halaman 1219 - 1229
SIMPULAN
Kelemahan eksplanasi mahasiswa
terkait prosedur, gejala yang teramati, dan
konsep-konsep dasar terjadi karena pola
pelaksanaan perkuliahan kimia analisis
instrumen yang belum mengembangkan
model berbasis aktivitas laboratorium.
Rerata nilai untuk eksplanasi prosedur,
gejala yang teramati, serta konsep-konsep
dasar berturut-turut adalah 60, 61 dan 59.
Oleh karena itu perlu diupayakan suatu
kegiatan perkuliahan analisis instrumen
berbasis aktivitas laboratorium yang selain
mengembangkan keterampilan dasar mela-
kukan praktikum dan pemahaman konsep
juga mengembangkan kemampuan peme-
cahan masalah, sehingga kecerdasan
inter-intrapersonal dan budaya kerja dapat
terkembangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Adami, G. A., 2006, New Project-Based
Lab for Undergraduate Environmental
and Analytical Cemistry, Journal of
Chemical Education, Vol 83, No 2.
Amarasiriwardena, D., 2007, Teaching
Analytical Atomic Spectroscopy
Advances In An Environmental
Chemistry Class Using A Project-
Based Laboratory Approach:
Investigation Of Lead And Arsenic
Distributions In A Lead Arsenate
Contaminated Apple Orchard, ABCS
of Teaching Analytical Science.
Ashkenazi, G. dan Weaver, G.C., 2007,
Using Lecture Demonstrations to
Promote The Refinement Of
Concepts: The Case Of Teaching
Solvent Miscibility, Chemistry
Education Research and Practice.
Cacciatore,K.L. dan Sevian, H., 2009,
Incrementally Approaching an
Inquiry Lab. Curriculum: Can
Changing a Single Laboratory
Experiment Improve Student
Performance in General
Chemistry?, Chemical Education
Research. Vol 86, No 4.
Depdiknas, 2003, Kurikulum 2004: Standar
Kompetensi Mata Pelajaran Kimia,
Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Haryani, S., Prasetyo, A.T. dan Wardani,
S., 2008, Pengembangan Panduan
Praktikum Untuk Meningkatkan
Eksplanasi Mahasiswa Dalam
Praktikum Kimia Analisis Instrument,
Prosiding Seminar Nasional Kimia
dan Pendidikan Kimia 2008.
Kipnis, M. dan Hofstein, A., 2007, The
Inquiry Laboratory As A Source For
Development Of Metacognitive Skills.
International Journal of Science and
Mathematics Education.
Lazear, D., 2004, Higher-Order Thingking
the Multipple Intelligences Way.
Chicago: Zephir Press.
NRC (National Research Council), 1996,
National Science Education
Standard, Washington DC: National
Academic Press.
National Science Teacher Association &
Association for The Education of
Teachers in Science, 1998, Standar
Sri Wardani, Analisis Kelemahan Eksplanasi.... 1229
for Science Teacher Preparation, NY:
NSTA & AETS.
Purwadi, 2006, Babad Tanah Jawa:
Menelusuri Sejarah Kejayaan
Kehidupan Jawa Kuno,
Yogyakarta: Panji Pustaka.
Suranto, P., 2009, Gusti Ora Sare,
Yogyakarta: Penerbit Adiwacana.
Wardani, S., 2011, Potensi Budaya Jawa
dalam Meningkatkan Muliple
Intelligence Mahasiswa Calon Guru
Kimia. Proceeding Seminar Nasional
Kimia dan Pendidikan Kimia 2011.
1230 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1230 - 1240
PENGARUH MODEL TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION
DENGAN STRUCTURE EXERCISE METHOD
TERHADAP HASIL BELAJAR
Fanny Firman Syah*, Antonius Tri Widodo dan Sri Nurhayati
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan hasil belajar antara siswa dengan pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) dengan Structure Exercise Method (SEM) berfasilitasi LKS dibandingkan dengan siswa yang hanya dengan pembelajaran TAI, dan siswa tanpa model TAI dan SEM, serta manakah penerapan metode yang terbaik dari ketiga perlakuan sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif metode yang lebih baik. Desain penelitian ini adalah pretest and postest control group design. Sampel diambil dengan teknik cluster random sampling. Berdasarkan hasil analisis diperoleh rata-rata hasil belajar kognitif kelas eksperimen I sebesar 84,67, kelas eksperimen II sebesar 82,41, dan kelas kontrol sebesar 76,61. Hasil uji Anava menunjukkan perbedaan rata-rata yang signifikan antara ketiga kelas. Uji pasca Anava Scheffe menunjukkan adanya perbedaan rata-rata yang signifikan antara masing-masing kelas dan menunjukkan bahwa kelas eksperimen I merupakan kelas dengan hasil belajar terbaik. Pengaruh penerapan model TAI dengan SEM sebesar 20,82%. Hasil belajar afektif dan psikomotorik pada kelas TAI dan SEM menunjukkan hasil yang terbaik dari ketiga kelas. Kesimpulan pada penelitian ini yaitu pembelajaran TAI dengan SEM berfasilitasi LKS menghasilkan hasil belajar terbaik. Kata kunci: hasil belajar; structure exercise method, team assisted individualization
ABSTRACT
This study aimed to investigate the differences of learning outcomes between students with learning Team Asissted Individualization (TAI) and Structure Exercise Method (SEM) equipped with student worksheet, students with simply TAI learning, and students without TAI and SEM models, and which the implementation of model is the best ones that can be used as an alternative better model. Experimental design of this study is a pretest and posttest control group design. Samples were taken with cluster random sampling technique. Based on the analysis the average cognitive achievement test of experimental class I is 84.67, experimental class II is 82.41, and control class is 76.61. The Anova test results showed the average difference is significant between the three classes. Scheffe's post-ANOVA test showed the average difference is significant between each class and demonstrated that the experimental class I is the class with the best learning outcomes. The contribution of aplication of TAI and SEM models is 20,82%. Affective and Psychomotor learning outcomes of TAI and SEM class showed that it is the best result from three class. The conclusion of this study that learning TAI and SEM equipped with student worksheet produce the best learning outcomes. Keywords: learning outcomes, structure exercise method, team assisted individualization
PENDAHULUAN
Pembelajaran kimia pada umumnya
menuntut siswa untuk mempelajari konsep-
konsep kimia maupun materi kimia yang
bersifat hitungan matematis. Dalam proses
pemahamannya, seringkali siswa mengala-
mi kesulitan sehingga siswa menjadi malas
dan berdampak pada perolehan hasil belajar
Fanny Firman Syah, dkk, Pengaruh Model Team.... 1231
yang tidak maksimal. Salah satu faktor yang
mempunyai peranan yang sangat penting
adalah guru. Guru dituntut untuk dapat
mendesain proses kegiatan pembelajaran
yang inovatif, efektif dan interaktif sehingga
dapat menarik perhatian siswa, merangsang
motivasi belajar siswa sehinga berdampak
positif pada meningkatnya hasil belajar
siswa.
Pokok bahasan kelarutan dan hasil
kali kelarutan merupakan materi kimia yang
menuntut siswa untuk dapat menggabung-
kan antara penguasaan konsep-konsep
kimia dan mengaplikasikannya dalam
perhitungan kimia, sehingga tidak jarang
banyak siswa yang mengalami kesulitan
dalam mempelajari materi ini. Hasil
observasi yang dilakukan di suatu SMA di
Pekalongan, menunjukkan bahwa hasil
belajar kimia siswa kelas XI IPA pada pokok
bahasan kelarutan dan hasil kali masih
belum maksimal. Hal ini ditunjukkan dengan
masih banyaknya siswa yang mendapatkan
nilai di bawah kriteria ketuntasan minimal
(KKM) yang ditetapkan yaitu 76. Dalam
beberapa kasus guru menyadari bahwa
proses penyampaian materi oleh guru
seringkali tidak dapat diterima baik oleh
siswa, namun yang disayangkan adalah
ketika siswa belum memahami atau
menangkap materi yang disampaikan, siswa
enggan atau malas untuk bertanya, dengan
alasan malu atau takut untuk bertanya,
imbasnya selain pemahaman siswa
terhadap materi yang diajarkan menjadi
kurang, guru pun mengalami kesulitan
dalam mengukur tingkat pemahaman siswa.
Salah satu model pembelajaran
yang dapat digunakan untuk lebih mengak-
tifkan siswa dan membantu siswa dalam
proses pembelajaran adalah penggunaan
model pembelajaran Team Assisted Indi-
vidualization (TAI). Model pembelajaran
Team Assisted Individualization merupakan
model pembelajaran yang menekankan
pada penerapan bimbingan antarteman
(Suyitno, 2011). Dalam hal ini siswa dibagi
menjadi beberapa kelompok secara
heterogen. Pada setiap kelompok ada salah
satu siswa yang memiliki kemampuan lebih
dari yang lain sebagai penanggung jawab
kelompok dan bertugas membimbing
anggota kelompoknya yang masih kesulitan
dalam memahami suatu materi (Slavin,
1984). Keyakinan akan keunggulan model
pembelajaran Team Assisted Individuali-
zation diungkapkan Hooper dan Hannafin
dalam Yusuf, et al. (2012), bahwa
pembelajaran kooperatif atau berkelompok
erat hubungannya dengan pencapaian
kemampuan yang maksimal dari setiap
siswa pada kelompok yang heterogen,
meskipun siswa dengan kemampuan baik
akan lebih baik dibanding siswa dengan
kemampuan sedang ataupun rendah. Hal ini
didukung oleh hasil penelitian Awofala et al.
(2010) bahwa hasil belajar siswa dengan
model Team Assisted Individualization
meningkat lebih baik daripada pembelajaran
Framing strategy maupun konvensional.
Marijono (2006) dan Ariani, et al. (2008)
juga memperoleh hasil temuan yang hampir
sama bahwa prestasi belajar siswa
mengalami peningkatan dengan pembelajar-
an Team Assisted Individualization.
Selain penerapan model pembe-
lajaran TAI, untuk menambah tingkat
pemahaman siswa dan tingkat kemandirian
1232 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1230 - 1240
siswa dalam mempelajari suatu materi,
penerapan model TAI dapat juga disertai
dengan penggunaan metode latihan ber-
struktur atau Structure Exercise Method
yang difasilitasi dengan LKS. Metode latihan
berstruktur atau Structure Exercise Method
dapat digunakan untuk meningkatkan
pemahaman siswa mengenai suatu materi
yang sedang dipelajari dengan adanya
pemberian latihan soal-soal berstruktur,
yaitu penggunaan soal-soal yang dimulai
dari soal dengan tingkat kesulitan rendah
dan dilanjutkan ke soal dengan tingkat
kesulitan yang lebih tinggi (Rusmansyah
dan Irhasyuarna, 2002). Penelitian yang
dilakukan Nugraha (2008) menunjukkan
bahwa hasil belajar siswa mengalami
peningkatan yang signifikan dengan metode
latihan berstruktur. Hal ini menguatkan
bahwa metode latihan berstruktur dapat
memberikan efek positif dalam pem-
belajaran.
Rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah apakah hasil belajar siswa yang
diberi model pembelajaran TAI dengan SEM
berfasilitasi LKS meningkat lebih baik
daripada siswa yang hanya diberi model
pembelajaran TAI tanpa SEM dan LKS dan
siswa yang tidak diberi model pembelajaran
TAI maupun SEM berfasilitasi LKS pada
pokok bahasan kelarutan dan hasil kali
kelarutan serta berapakah kontribusi
pengaruh dari perbedaan perlakuan yang
dilakukan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui apakah hasil belajar siswa yang
diberi model pembelajaran TAI dengan SEM
berfasilitasi LKS lebih baik daripada siswa
yang hanya diberi model pembelajaran TAI
tanpa SEM dan LKS dan siswa yang tidak
diberi model pembelajaran TAI maupun
SEM berfasilitasi LKS pada pokok bahasan
kelarutan dan hasil kali kelarutan serta
mengetahui besarnya kontribusi pengaruh
dari perbedaan perlakuan yang dilakukan.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di suatu SMA
Negeri di Pekalongan pada materi kelarutan
dan hasil kelarutan. Desain peelitian yang
digunakan adalah Pretest-Posttest Control
Group Design. Populasi dalam penelitian ini
adalah siswa kelas XI SMA tahun pelajaran
2012/2013. Pengambilan sampel dilakukan
dengan teknik cluster random sampling,
yaitu sampel diambil secara acak
berdasarkan kelas-kelas tertentu (Sugiyono,
2010). Dalam penelitian ini diambil siswa-
siswa dari tiga kelas sebagai sampel dari
keseluruhan tujuh kelas populasi. Peng-
gunaan model pembelajaran TAI dengan
SEM berfasilitasi LKS sebagai kelas
eksperimen I, model pembelajaran TAI
tanpa SEM dan LKS sebagai kelas
eksperimen II dan pembelajaran tanpa
model TAI, SEM dan LKS sebagai kelas
kontrol.
Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah model pembelajaran yang diguna-
kan. Variasi perlakuan pada kelompok
eksperimen I adalah model pembelajaran
TAI dengan SEM berfasilitasi LKS, pada
kelompok eksperimen II adalah model
pembelajaran TAI tanpa SEM dan LKS dan
pada kelompok kontrol adalah pembelajaran
tanpa model TAI dengan SEM dan LKS.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
Fanny Firman Syah, dkk, Pengaruh Model Team.... 1233
hasil belajar kimia siswa kelas XI suatu SMA
Negeri di Pekalongan pada materi kelarutan
dan hasil kali kelarutan. Variabel kontrol
dalam penelitian ini adalah materi pelajaran,
kurikulum yang digunakan, dan jumlah jam
pelajaran.
Metode pengumpulan data dilaku-
kan dengan metode dokumentasi, metode
tes, metode observasi, dan metode angket.
Metode dokumenasi digunakan untuk
mendaftar nama, jumlah siswa, dan semua
data yang diperlukan dalam penelitian.
Metode tes digunakan untuk mendapatkan
data hasil belajar kognitif kimia siswa materi
kelarutan dan hasil kali kelarutan. Metode
observasi ini digunakan untuk mengetahui
hasil belajar kimia siswa pada aspek afektif
dan psikomotor. Metode angket digunakan
untuk memperoleh data tanggapan siswa
terhadap pembelajaran.
Data penelitian hasil belajar kognitif
dianalisis dengan uji Anava untuk
mengetahui perbedaan hasil belajar antara
kelas eksperimen I, kelas eksperimen II, dan
kelas kontrol. Setelah diketahui adanya
perbedaan pada ketiga kelas eksperimen,
perhitungan dilanjutkan dengan uji pasca
Anava, yaitu uji Scheffe yang digunakan
untuk mengetahui adanya perbedaan yang
paling signifikan di antara ketiga kelas.
Analisis selanjutnya adalah uji besarnya
kontribusi pengaruh dari perlakuan pada
kelas eksperimen I dan II terhadap hasil
belajar kognitif siswa. Hasil belajar afektif,
psikomotor, dan hasil angket tanggapan
siswa dianalisis secara deskriptif. Kelas
eksperimen I diterapkan model pembela-
jaran TAI dengan SEM berfasilitasi LKS,
kelas eksperimen II diterapkan model
pembelajaran TAI, dan kelas kontrol dengan
model pembelajaran konvensional.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis data dilakukan pada nilai
pretest dan postest. Berdasarkan analisis
data pretest, rata-rata nilai pretest siswa
pada masing-masing kelas sampel
mempunyai rata-rata nilai yang tidak
berbeda secara signifikan. Hal ini
menunjukkan bahwa sampel berangkat dari
keadaan yang sama. Berdasarkan analisis
data akhir (postest), rata-rata hasil tes hasil
belajar siswa pada masing-masing kelas
eksperimen mempunyai perbedaan yang
signifikan. Rata-rata hasil belajar kelas
eksperimen I lebih tinggi dibandingkan rata-
rata hasil belajar kelas eksperimen II dan
kelas kontrol. Data rata-rata pretest, postest
dan N-gain pretest-postest dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Ringkasan rata-rata pretest, postest dan N-Gain pretest-posttest
No Kelas Pretest, Postest N-Gain
1. Eksperimen I 51,43 84,67 0,68
2. Eksperimen II 50,23 82,41 0,65
3. Kontrol 51,89 76,61 0,51
1234 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1230 - 1240
Berdasarkan hasil analisis data
diperoleh beberapa fakta dalam penelitian
ini yaitu terdapat perbedaan hasil belajar
kognitif siswa kelas eksperimen I, kelas
eksperimen II, dan kelas kontrol. Perbedaan
hasil belajar kognitif ini selanjutnya diuji
menggunakan uji pasca Anava Scheffe
untuk mengetahui manakah yang memiliki
perbedaan rata-rata hasil belajar kognitif
yang terbaik dari ketiga kelas dengan
membandingkan hasil belajar kognitif
antarkelasnya. Uji dilakukan pada kelas
eksperimen I dengan kelas eksperimen II,
kelas eksperimen I dengan kelas kontrol,
dan kelas eksperimen I dengan kelas
kontrol. Dari hasil perhitungan diperoleh
fakta bahwa terdapat perbedaan hasil
belajar yang signifikan antara kelas
eksperimen I dengan kelas kontrobl,
sedangkan kelas eksperimen I dengan
eksperimen II dan eksperimen II dengan
kelas kontrol tidak terlihat adanya
perbedaan yang signifikan. Oleh karena itu
untuk menentukan kelas mana yang
merupakan kelas terbaik dapat dilihat pada
analisis pengaruh antar variabel, yaitu
dengan membandingkan besarnya kontri-
busi pengaruh dari perbedaan treatment
yang dilakukan pada kelas eksperimen I dan
kelas eksperimen II. Hasil analisis pengaruh
antar variabel diperoleh penera-pan model
TAI dengan SEM berfasilitasi LKS (kelas
eksperimen I) memberikan kontribusi
pengaruh sebesar 20,82% sedangkan
penerapan model TAI tanpa SEM dan LKS
memberikan kontribusi pengaruh sebesar
10,87%. Sehingga, dapat disimpulkan
bahwa penerapan model pembelajaran TAI
dengan SEM berfasilitasi LKS memberikan
hasil belajar kognitif lebih baik daripada
penerapan model TAI tanpa SEM dan LKS,
dan pembelajaran konvensional. Sedangkan
untuk menentu-kan besarnya peningkatan
hasil belajar kognitif dengan melihat nilai N-
gain rata-rata tiap kelasnya. Pada hasil
analisis diketahui bahwa hasil belajar
kognitif kelas eksperimen I meningkat lebih
baik daripada kelas eksperimen II dan kelas
kontrol, atau dengan kata lain kelas
eksperimen I merupakan kelas yang
memiliki peningkat-an hasil belajar kognitif
terbaik.
Pada dasarnya penelitian ini
merupakan penggabungan dari penerapan
model pembelajaran TAI dan penggunaan
metode latihan berstruktur (SEM) dimana
diperoleh fakta bahwa hasil belajar kognitif
siswa lebih baik daripada kelas dengan
hanya menerapkan model TAI saja. Proses
pembelajaran kelas eksperimen I dan kelas
eksperimen II menggunakan model pembe-
lajaran TAI. Pembelajaran TAI dapat
meningkatkan interaksi antar siswa, serta
hubungan yang saling menguntung-kan
antar mereka (Rohendi, et al., 2010). Siswa
yang pandai dapat lebih mengembangkan
keterampilannya dengan membantu ang-
gota kelompok yang meng-alami kesulitan,
dan anggota kelompok yang mengalami
kesulitan juga akan terbantu dengan adanya
pemberian assist dari siswa yang pandai di
dalam kelompoknya. Adanya kesempatan
siswa dalam berdiskusi, meng-eksplorasi diri
dan melakukan aktivitas, selain dapat terjalin
komunikasi yang baik antar siswa, juga
siswa merasa menjadi lebih tertarik dan
bersemangat dalam mengikuti pembela-
Fanny Firman Syah, dkk, Pengaruh Model Team.... 1235
jaran. Keadaan seperti ini dapat
menghilangkan kebosanan pada saat
pembelajaran dan mengembangkan pola
pikir siswa menjadi lebih aktif dan kritis
dalam memecahkan suatu masalah (Slavin,
1984). Perbedaan antara kelas eksperimen I
dan kelas eksperimen II pada penerapan
metode latihan berstruktur atau SEM yang
dilengkapi dengan adanya LKS berbasis
SEM. Pada kelas eksperimen I pembelajar-
an model TAI akan dipadukan dengan
metode latihan berstruktur (SEM) yang
dilengkapi dengan adanya LKS berbasis
SEM sedangkan kelas eksperimen II tidak.
Structure Exercise Method menekankan
pada pemberian latihan-latihan soal dengan
kualitas soal yang bertingkat (Rijani, 2011).
Kaitannya dengan pemberian soal-soal ber-
tingkat, Rijani (2011) berinisiatif menyusun
LKS berbasis SEM sebagai suplemen
penunjangnya. LKS yang berisi ringkasan
materi disertai soal-soal yang dibuat
bertingkat berdasarkan tingkatan atau level-
level kesukaran tertentu. Pada kelas kontrol,
pembelajaran sepenuhnya dilaku-kan oleh
guru kimia pengampu kelas tersebut,
dengan materi, waktu pem-belajaran, dan
materi tes yang sama dengan kelas
eksperimen. Perbedaan terletak pada
kegiatan praktikum dimana seluruh kegiatan
praktikum baik kelas kontrol maupun kelas
ekperimen dilakukan dan dipandu oleh
peneliti langsung, dan tentunya didampingi
dengan guru.
Pada kelas eksperimen I kegiatan
diskusi disertai dengan latihan-latihan soal
berstruktur atau bertingkat, yakni dari soal-
soal yang mudah ke tingkat soal yang lebih
sulit. Melalui kegiatan pembelajaran seperti
ini siswa dapat lebih mudah mem-
bandingkan dan menganalisis bebe-rapa
variasi-variasi soal sehingga lebih terlatih
dalam mencari pemecahannya. Berbeda
dengan kelas eksperimen I, kelas ekspe-
rimen II hanya diskusi dan pembahasan soal
secara acak tingkatannya setelah
disampaikannya materi. Meskipun demikian
bantuan siswa pandai juga memiliki andil
besar dalam kegiatan meng-assist siswa-
siswa lain yang masih mengalami kesulitan,
karena dapat dipastikan kemampuan siswa
pandai baik di kelas eksperimen I maupun II
dalam menjelaskan suatu masalah pun
berbeda-beda. Hal ini jauh berbeda dengan
kelas kontrol, pada kelas kontrol penyam-
paian pembelajaran berpusat pada guru
(teacher center), walaupun sesekali guru
memberi-kan umpan balik kepada siswa,
memberikan pertanyaan-pertanyaan pada
siswa. Kemampuan siswa dalam me-
nangkap suatu materi beragam, tentunya
tidak semua siswa dapat menangkap materi
yang disampaikan oleh guru dengan baik,
akibatnya materi yang dapat diperoleh oleh
siswa kurang maksimal karena informasi
cenderung hanya bersumber dari guru.
Pada analisis deskriptif nilai afektif
diperoleh skor rata-rata aspek afektif kelas
eksperimen I sebesar 28,17, kelas
eksperimen II sebesar 27,57, dan kelas
kontrol sebesar 26,65. Selain itu diketahui
banyaknya siswa yang memperoleh nilai
afektif tinggi dan sangat tinggi dari ketiga
kelas, paling banyak ada di kelas
eksperimen I dengan kriteria tinggi di-
peroleh 13 siswa dan sangat tinggi 5 siswa,
kemudian di kelas eksperimen II kriteria
tinggi 14 siswa dan sangat tinggi 4 siswa
19
1236 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1230 - 1240
dan selanjutnya baru pada kelas kontrol
kriteria tinggi 12 siswa dan sangat tinggi 3
siswa. Artinya, jumlah siswa yang tuntas
aspek afektif pada kelas eksperimen I
sebesar 18 siswa, kelas eksperimen II
sebesar 18 siswa dan pada kelas kontrol 15
siswa. Berdasarkan hasil rata-rata skor
afektif tiap kelas dapat disimpulkan bahwa
kelas eksperimen I memperoleh hasil belajar
afektif yang lebih baik daripada kelas
eksperimen II dan kelas kontrol. Hal ini
berarti penerapan model pembelajaran TAI
dengan SEM berfasilitasi LKS tidak hanya
berpengaruh pada hasil belajar kognitif saja,
akan tetapi pada aspek afektif juga
walaupun tidak begitu signifikan
perbedaannya.
Hasil analisis nilai afektif kelas
eksperimen I, eksperimen II dan kelas
kontrol untuk skor tiap aspeknya dapat
dilihat pada Gambar 1. Perbedaan yang
paling terlihat di antara ketiga kelas terdapat
pada aspek kedua, keenam, ketujuh, dan
kedelapan. Pada aspek kedua yaitu
bertanya, siswa kelas eksperimen I dan II
cenderung lebih aktif dalam bertanya
dibanding pada kelas kontrol. Hal ini
disebabkan adanya pembelajaran yakni
cara diskusi TAI lebih membuat rasa ingin
tahu siswa ketika terdapat suatu masalah,
apalagi ketika pemberian materi yang ada
kaitannya dengan kehidupan sehari-hari,
rasa ingin tahu siswa bertambah sehingga
semakin banyak siswa yang bertanya. Di sisi
lain dengan adanya dorongan dari peneliti
agar mau bertanya dan tidak malu untuk
bertanya. Kerja kelompok dapat juga
bermanfaat untuk mengatasi atau mengu-
rangi kevakuman, karena siswa yang
mempunyai kemampuan lebih dapat
membimbing temannya (Saleh, 2012).
Berbeda dengan kelas kontrol selama
pembelajaran materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan tidak ada pembelajaran diskusi di
dalamnya, pembelajaran diisi dengan
materi, contoh soal dan dilanjutkan latihan
soal. Hal ini juga mengingat bahwa materi
kelarutan dan hasil kelarutan cenderung
lebih ke perhitungan yang menjadi perma-
salahan siswa, sehingga dari guru lebih
menekankan pada contoh-contoh soalnya,
dan karena hal ini menyebabkan pemberian
materi yang dikaitkan dengan kehidupan
sehari-hari pun sangat sedikit. Pembelajaran
kelompok tidak hanya membantu siswa
dalam berinteraksi satu sama lain, namun
secara tidak langsung dapat menumbuhkan
ide-ide alternatif serta menghasilkan suatu
pemecahan masalah melaui adanya diskusi
(Pandey dan Kishore, 2003).
Pada aspek keenam dan kedelapan,
yaitu aspek kecermatan dan kemandirian
kelas eksperimen I lebih tinggi dibanding
kelas eksperimen II dan kelas kontrol. Hal ini
disebabkan karena pada kelas eksperimen I
siswa sudah terbiasa dihadapkan pada
pembahasan soal-soal secara bertingkat
melalui adanya penerapan metode latihan
berstruktur atau SEM, sehingga siswa pada
kelas eksperimen I terlatih dalam
penyelesaian-penyelesaian soal-soal dan
lebih cermat dan lebih mandiri. Hal ini
menunjukkan bahwa SEM memberikan
pengaruh positif pada siswa, sehingga siswa
menjadi terlatih dalam berfikir secara lebih
sistematis, logis, teliti, dan teratur (Nugraha,
2008).
Fanny Firman Syah, dkk, Pengaruh Model Team.... 1237
Pada aspek ketujuh yaitu aspek
penilaian siswa mengenai bekerjasama,
terlihat jelas bahwa kelas eksperimen I dan
II lebih tinggi dibandingkan dengan kelas
kontrol. Hal ini jelas dikarenakan pada kelas-
kelas eksperimen sudah terbiasa dalam
bekerjasama dengan adanya perapan TAI,
jadi bisa saling melengkapi antara siswa
yang pandai dengan siswa yang kurang
pandai, sehingga lebih tercipta suasana
yang harmonis dalam bekerjasama. Pada
kelas kontrol, walaupun dari awal kelas
kontrol tidak dikonsep dalam pembelajaran
berkelompok namun sebenarnya guru juga
memberikan instruksi kepada siswa untuk
saling berdiskusi dengan teman
sebangkunya ketika guru memberikan soal.
Namun demikian terjadi kesenjangan, yakni
ada beberapa siswa yang keduanya mampu
duduk sebangku. Ada juga yang keduanya
sama-sama tidak mampu dan justru perlu
dibimbing. Ketidakmerataan ini juga
menimbulkan masalah, sehingga beberapa
siswa justru malah tertinggal. Dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran diskusi
kelompok dapat meningkatkan interaksi
sosial antar siswa dalam membangun
pengetahuan dan pemahamannya di dalam
diskusi (Kupczynski, et al., 2012).
Gambar 1. Grafik perbandingan skor rata-rata afektif
Pada analisis deskriptif nilai
psikomotorik diperoleh skor rata-rata aspek
psikomotorik kelas eksperimen I sebesar
31,97, kelas eksperimen II sebesar 31,43,
dan kelas kontrol sebesar 31,39. Selain itu
diketahui banyaknya siswa yang mem-
peroleh nilai afektif tinggi dan sangat tinggi
dari ketiga kelas, paling banyak ada di kelas
eksperimen I kriteria tinggi diperoleh 20
siswa dan sangat tinggi 1 siswa, kemudian
di kelas eksperimen II kriteria tinggi 10 siswa
dan sangat tinggi 6 siswa dan selanjutnya
baru pada kelas kontrol kriteria tinggi 11
siswa dan sangat tinggi 4 siswa. Artinya,
jumlah siswa yang tuntas aspek
psikomotorik pada kelas eksperimen I
sebesar 21 siswa, kelas eksperimen II
sebesar 16 siswa dan pada kelas kontrol 15
siswa. Berdasarkan hasil rata-rata skor
psikomotorik tiap kelas dapat disimpulkan
bahwa kelas eksperimen I memperoleh hasil
belajar psikomotorik yang lebih baik
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
1 2 3 4 5 6 7 8
Rata
-rata
Aspek yang dinilai
Eksperimen I
Eksperimen II
Kontrol
1238 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1230 - 1240
daripada kelas eksperimen II dan kelas
kontrol. Hal ini berarti penerapan model
pembelajaran TAI dengan SEM berfasilitasi
LKS juga berpengaruh positif pada aspek
psikomotorik siswa.
Hasil analisis nilai psikomotorik
kelas eksperimen I, eksperimen II dan kelas
kontrol untuk skor tiap aspeknya dapat
dilihat pada Gambar 2. pada hasil penelitian
hasil belajar psikomotorik. Hasil analisis
psikomotorik untuk tiap aspeknya
menunjukkan hasil yang bervariasi. Pada
aspek keempat, lima dan enam dan
sembilan kelompok eksperimen I menun-
jukkan hasil yang lebih baik dari kelas
eksperimen II dan kontrol. Pada aspek
ketiga kelas eksperimen II lebih baik dan
pada aspek dua, tujuh, dan delapan
menunjukkan kelas kontrol lebih baik.
Sedangkan pada aspek kesatu tidak dapat
digunakan sebagai pengukuran, karena
berdasar pada hasil kordinasi yang
dilakukan peneliti dan guru pengampu pada
kegiatan praktikum alat dan bahan
dipersiapkan oleh guru dan peneliti demi
kelancaran kegiatan praktikum dan
keamanan bersama.
Hasil analisis psikomotorik ini
sangat bervariasi, namun terdapat hasil
perbedaan yang sangat mencolok yaitu
pada aspek kedua, yaitu aspek keteram-
pilan siswa dalam menggunakan alat
praktikum. Pada aspek ini siswa kelas
kontrol memperoleh hasil yang lebih baik
dari kelas eksperimen I dan kelas
eksperimen II. Hal ini ternyata disebabkan
karena kelas ekperimen I dan II tidak pernah
melaksanakan kegiatan praktikum
sebelumnya, dan berbeda dengan kelas
kontrol yang sudah beberapa kali
melaksanakan praktikum sebelum prak-
tikum materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan. Hal ini terlihat sekali pada kelas
eksperimen I dan II belum terbiasa dalam
menggunakan alat-alat praktikum, sehingga
keterampilan dalam penggunaan alat
praktikum pun berbeda sekali dengan kelas
kontrol yang sudah terbiasa. Pengalaman
siswa dalam melaksanakan praktikum
menjadi kunci dalam kegiatan belajar siswa
pada kegiatan praktikum itu sendiri
(Suprijono, 2011).
Gambar 2. Grafik perbandingan skor rata-rata psikomotorik
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Rata
-rata
Aspek yang dinilai
Eks I
Eks II
Kontrol
Fanny Firman Syah, dkk, Pengaruh Model Team.... 1239
Angket tanggapan siswa diberikan
pada kelas eksperimen I dan kelas
eksperimen II dengan butir pertanyaan
angket yang disesuaikan dengan pem-
belajaran pada masing-masing kelas. Selain
itu, angket juga digunakan oleh peneliti
sebagai refleksi pada penelitian yang telah
dilakukan. Butir pertanyaan pada angket
berjumlah 18 butir pertanyaan secara garis
besar digunakan untuk mengetahui
seberapa besar antusiasme siswa terhadap
pembelajaran yang dilakukan, ketertarikan
siswa, keterbantuan siswa, motivasi siswa
dalam pembelajaran serta tanggapan
tentang adanya kegiatan praktikum dalam
pembelajaran kimia. Pada butir-butir soal
yang menyatakan antu-siasme siswa
terhadap pembelajaran, ketertarikan siswa,
keterbantuan siswa, motivasi siswa, dan
kegiatan praktikum, sebagian besar siswa
menjawab setuju di kedua kelas, yang
artinya baik di kelas eksperimen I maupun
eksperimen II merasa tertarik, termotivasi
dan terbantu dengan adanya penerapan
model pembelajaran yang dilakukan.
Ingatan, perhatian, minat, kecerdasan,
motivasi, kemauan dan pikiran merupakan
beberapa faktor yang mempengaruhi hasil
belajar (Anni dan Rifai, 2012). Oleh karena
itu pembelajaran dengan variasi model dan
metode ini perlu dikembangkan dalam
pembelajaran kimia, karena dapat ber-
pengaruh positif terhadap pembelajaran dan
hasil belajar siswa.
Perbedaan yang mengindikasikan
adanya pengaruh dari pemberian SEM
dengan LKS terlihat pada butir pertanyaan
ke-lima. Pada kelas eksperimen I butir ke-
lima menyatakan dengan adanya model
pembelajaran TAI dengan metode SEM dan
pemberian latihan soal dengan LKS
membuat siswa tertantang untuk berusaha
menyelesaikan soal-soal dan sebagian
besar siswa menjawab sangat setuju.
Sedangkan pada kelas eksperimen II
dengan butir pernyataan dengan adanya
model pembelajaran TAI membuat siswa
tertantang untuk berusaha menyelesaikan
soal-soal, sebagian besar siswa hanya
menjawab setuju. Hal ini dikarenakan
karena adanya penggunaan metode SEM
dilengkapi dengan LKS berbasis SEM,
dimana siswa kelas eksperimen I lebih
terbiasa dengan latihan-latihan soal
berstruktur atau bertingkat, sehingga siswa
lebih merasa tertantang dalam belajar dan
mengerjakan soal-soal yang ada, dan hal ini
merupakan hal positif yang menjadi poin
plus dalam kegiatan pembelajaran di kelas
eksperimen I.
SIMPULAN
Hasil belajar siswa yang diberi
model pembelajaran Team Assisted
Individualization dengan Structure Exercise
Method berfasilitasi LKS lebih baik daripada
siswa yang hanya diberi model pem-
belajaran Team Assisted Individuali-zation
tanpa Structure Exercise Method dan LKS
dan juga lebih baik dari siswa yang tidak
diberi model pembelajaran Team Assisted
Individualization maupun Structure Exercise
Method berfasilitasi LKS pada pokok
bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan.
1240 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1230 - 1240
DAFTAR PUSTAKA
Anni, C. T. dan Rifa’i, A., 2012, Psikologi
Belajar, Semarang: UPT UNNES Press.
Ariani, S. R. D., Mulyani, B. dan Yulianingrum, F., 2008, Penggunaan Metode Pembelajaran Kooperatif TAI (Team Assisted Individualization) dilengkapi Modul dan Penilaian Portofolio untuk meningkatkan Prestasi belajar Penentuan DH Reaksi Siswa SMA Kelas XI Semester I, Jurnal Varian Pendidikan, Vol 20, No 1, Hal 59-69.
Awofala, Adeneye, O.A. dan Nneji, L.M., 2010, Effect of Framing and Team Assisted Individualized Instructional Strategies on Students’ Achievement in Mathematics. Ibadan Journal of Educational Studies, Vol 6, No 1, Hal 1-9.
Kupczynski, L., Mundy, M.A., Goswami, J. dan Meling, V., 2012, Cooperative Learning in Distance Learning: a Mixed Methods Study, International Journal of Instruction, Vol 5, No 2, Hal 81-90.
Marijono, 2006, Upaya untuk Peningkatan Pemahaman Mahasiswa melalui Penerapan Belajar Kooperatif Model Team Assisted Individualized (T.AI), Jurnal Pancaran Pendidikan, Vol 19, No 65, Hal 762-777.
Nugraha, A. W., 2008, Penerapan Metode Latihan Berstruktur dalam Pengembangan Buku Ajar Kimia Fisika 1, Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains, Vol 3, No 2, Hal 125-131.
Pandey, N.N. dan Kishore, K., 2003, Effect of Cooperative Learning on Cognitive Achievement in Sciene, Journal of Science and Mathematics Education in S.E. Asia, Vol 26, No 2, Hal 52-60.
Rijani, E.W., 2011, Implementasi Metode Latihan Berjenjang untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Menyelesaikan Soal-Soal Hitungan Pada Materi Stoikiometri di SMA, E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Vol 1, No 1, Hal 1-6.
Rohendi, D., Sutarno, H. dan Waryuman, D.R., 2010, Penerapan Metode Pembelajaran Team Assisted Individualization untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi, Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi (PTIK), Vol 3, No 1, Hal 33-37.
Rusmansyah dan Irhasyuarna, Y., 2002, Penerapan Metode Latihan Berstrukturdalam Meningkatkan Pemahaman Siswa terhadap Konsep Persamaan Reaksi Kimia, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol 8, No 35, Hal 169-193.
Saleh. M., 2012, Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistic (PMR), Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Vol 13, No 2, Hal 51-59.
Slavin, R. E., 1984, Effects of Team Assisted Individualization on the Mathematics Achievement of Academically Handicapped and Nonhadicapped Students, Journal of Educational Psychology, Vol 76, No 5, Hal 813-819.
Sugiyono, 2010, Statistika untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta.
Suprijono, A., 2011, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Suyitno, A., 2011, Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I, Semarang: Jurusan Matematika FMIPA UNNES.
Yusuf, M.O., Gambari, I.A. dan Olumorin, C.U., 2012, Effectiveness of Computer-Supported Cooperative Learning Strategies in Learning Physics, International Journal Social, Sciene, and Education, Vol 2, No 2, Hal 94-109.
Didi Kurniadi, dkk, Upaya Meningkatkan Hasil.... 1241
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KIMIA
DENGAN PENDEKATAN PROJECT-BASED LEARNING
Didi Kurniadi*, Kasmadi Imam Supardi dan Latifah
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Rendahnya hasil belajar kimia banyak disebabkan oleh proses pembelajaran yang tidak memberikan kesempatan bagi siswa dalam memperoleh pengalaman belajar. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa dengan pendekatan Project-Based Learning. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Class-Room Action Research). Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri atas perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Fokus penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar siswa. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumentasi, observasi dan tes. Penelitian dikatakan berhasil jika sekurang-kurangnya 23 dari 30 siswa mendapat nilai lebih dari 75. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pendekatan Project-Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar. Data penelitian ketuntasan hasil belajar ranah kognitif siklus I sebanyak 23 dari 30 siswa tuntas, ranah afektif 23 dari 30 siswa tuntas dan ranah psikomotorik sebesar 27 dari 30 siswa tuntas. Data penelitian ketuntasan hasil belajar ranah kognitif siklus II sebanyak 26 dari 30 siswa tuntas, ranah afektif sebanyak 24 dari 30 siswa tuntas dan ranah psikomotorik sebanyak 26 dari 30 siswa tuntas. Hal ini berarti indikator keberhasilan yang dipatok telah tercapai pada siklus II. Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa menerapkan pendekatan Project-Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa.
Kata Kunci : hasil belajar, pemurnian garam dapur; project-based learning
ABSTRACT
The low learning outcome chemistry mainly caused by the learning process did not
provide the opportunity for students to gain learning experience. The purpose of this research was to improve student learning outcomes with Project-Based Learning approach. This study was a class action (Class-Room Action Research). This study was conducted in two cycles, each cycle consisting of planning, action, observation, and reflection. The focus of this research was improving student learning outcomes. The data collection techniques used were technical documentation, observation and tests. Research was successful if at least 23 of the 30 students scored more than 75. The results showed that the application of Project-Based Learning approach can improve learning outcomes. Research data completeness cognitive learning outcomes cycle I was 23 of the 30 students completed, affective domain was 23 of 30 students completed and psychomotor domains was 27 of 30 students completed. Research data completeness cognitive learning outcomes cycle II was 26 of 30 students completed, the affective domain was 24 of the 30 students completed and psychomotor domains was 26 of the 30 students completed. This means that the indicator set had achieved success on the cycle II. From the research, it was concluded that implementing Project-Based Learning approach could improve student learning outcomes of chemistry.
Keywords: learning outcome, project-based learning, purifying of table salt
PENDAHULUAN
Berdasarkan observasi yang telah
dilakukan di suatu SMA di Banjarnegara,
hasil belajar kimia siswa masih tergolong
rendah. Hal ini dapat dilihat dari ketuntasan
hasil belajar klasikal siswa yaitu sebanyak
1242 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1241 - 1249
17 siswa tuntas dari 30 siswa dengan rata-
rata kelas sebesar 69,30. Rendahnya hasil
belajar kimia siswa dapat disebabkan oleh
berbagai hal. Berdasarkan data observasi,
pembelajaran cenderung dilakukan dengan
ceramah. Pembelajaran cenderung berlang-
sung satu arah, artinya interaksi hanya
berpusat dari guru. Rendahnya interaksi
guru dan siswa menjadikan suasana di
kelas menjadi tidak kondusif dan cenderung
membosankan. Siswa dihadap-kan pada
situasi yang kurang real (Herminarto, 2006).
Selain itu, pada proses pembelajaran yang
dijumpai di SMA tersebut, siswa hanya
dituntut untuk dapat mengerjakan soal ujian.
Permasalahan yang terjadi adalah
masih rendahnya hasil belajar yang dicapai.
Hal ini disebabkan oleh proses pem-
belajaran yang belum sesuai materi kimia
(Hixson, et al. 2013). Materi kimia yang
mencapai tingkat sintesis, dibutuhkan high
order thinking dalam proses pem-
belajarannya (Anni, 2012). Padahal
pembelajaran konvensional (metode
ceramah, tanya jawab dan demonstrasi)
tidak menuntut sampai pada tingkat sintesis.
Kegiatan praktikum cenderung ditekankan
pada kemampuan aplikatif dengan men-
contoh prosedur yang sudah ada tanpa
mengetahui kenapa prosedurnya harus
seperti itu atau bagaimana dengan prosedur
lain. Pendekatan yang paling ideal untuk
memacu kemampuan sintesis adalah
dengan menggunakan pendekatan proyek
(Baker, et al. 2011).
Pembelajaran melalui proyek memi-
liki karakteristik yang kompleks, pem-
belajaran akan sangat dipengaruhi oleh
jenis tugas proyek yang diberikan pada
siswa (Wibowo, 2005). Pada pembelajaran
proyek, terdapat keterampilan proses yang
teramati ketika pembuatan suatu produk
ilmiah. Pembelajaran melalui pendekatan
keterampilan proses menyebabkan siswa
dapat menemukan fakta-fakta, konsep-
konsep dan teori-teori dengan keterampilan
proses dan sikap ilmiah siswa sendiri
(Soetarjo dan Soejitno, 1998).
Inti kegiatan pembelajaran proyek
adalah memberikan pengalaman secara
langsung kepada siswa sehingga siswa
dapat memaknai simbol-simbol, teori-teori
dan manfaat dari belajar kimia (Mulyani,
2011). Hal ini perlu dilakukan mengingat
simbol dan teori tersebut bersifat abstrak.
Ketertarikan terhadap sesuatu yang tidak
diketahui manfaatnya akan sangat kecil.
Jika saja bukan karena nilai yang diberikan
oleh guru, siswa tidak akan berminat belajar
kimia. Perlu dilakukan arahan kepada siswa
agar dapat menggunakan ilmu kimia dalam
kehidupan sehari-hari, menemukan arti
kimia dalam kehidupan nyata (Medine, et al.
2010).
Penelitian tindakan kelas sangat
memerlukan kreativitas guru dalam
menyampaikan materi. Penelitian dengan
penugasan proyek dapat mendukung pem-
belajaran tindakan kelas (Elfanany, 2013).
Penugasan proyek dapat dikembangkan
dalam banyak hal, seperti penyampaian
materi, lingkup kontekstual dan pembela-
jaran kooperatif (Rais, 2010). Penugasan
proyek menekankan suatu produk ilmiah,
memberikan pengertian kontekstual kepada
siswa (Susanti, 2008). Proyek juga
dilakukan dalam satu tim kerja ilmiah untuk
memacu siswa dalam kerja kooperatif.
27
Didi Kurniadi, dkk, Upaya Meningkatkan Hasil.... 1243
Penelitian-penelitian tentang Project-Based
Learning sudah banyak dilakukan, diantara-
nya adalah penelitian yang dilakukan
Katharina, et al. (2010) , menunjukan bahwa
pembelajaran dengan proyek dapat
meningkatkan sikap positif terhadap materi
ajar yang diberikan. Metode proyek akan
dapat meningkatkan kontekstual sehingga
materi yang diberikan dianggap berguna
dalam kehidupan nyata (Wasis, 2008).
Sikap positif pada materi ajar memberikan
pengaruh yang besar terhadap proses
pembelajaran (Sanjaya, 2009).
Rumusan masalah pada penelitian
ini adalah apakah pendekatan PBL (Project-
Based Learning) dapat meningkatkan hasil
belajar kimia siswa suatu SMA N di
Banjarnegara kelas IPA 1? Sedangkan tuju-
an penelitian ini adalah meningkatkan hasil
belajar kimia SMA dengan pendekatan PBL
(Project-Based Learning) berbasis bahan
sekitar.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di suatu SMA
Negeri di Banjarnegara pada materi
kelarutan dan hasil kelarutan. Subjek dalam
penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA I
SMA yang berjumlah 30 siswa. Fokus
penelitian ini adalah peningkatan hasil
belajar (Arikunto, 2006). Desain penelitian
yang digunakan adalah desain Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Penelitian dilakukan
dengan menerapkan metode penelitian
tindakan kelas, yaitu planning-acting-
observing-reflecting (Ristata, 2007) yang
berulang pada tiap siklus pada siswa kelas
XI IPA 1 tahun ajaran 2012/2013. Pada
tahap planning (perencanaan) dilakukan
penyusunan tindakan, melalui tahap
observasi dan analisis data tahap awal
untuk menentukan tindakan yang akan
dilakukan. Tahap acting (tindakan) dilakukan
penerapan tindakan yang sebelumnya telah
direncanakan pada tahap planning. Tahap
observing (pengamatan) dilakukan selama
proses tindakan dilakukan untuk mendapat-
kan data nilai afektif dan psikomtorik. Tahap
reflection dilakukan setelah satu siklus
dilakukan, merefleksi berarti mengkaji
kembali pembelajaran yang telah dilakukan.
Uji instrumen meliputi uji validitas
dan uji reliabilitas (Sudjana, 2005). Uji
validitas butir soal instrumen kognitif dengan
rumus r point biserial (Arikunto, 2009). Uji
reliabilitas butir soal instrumen kognitif
dengan rumus KR21. Uji reliabilitas
instrumen lembar observasi menggunakan
reliabilitas raters (Mardapi, 2000). Penelitian
dilakukan dalam 2 siklus, pengambilan data
dilakukan dengan instrumen teruji dalam
bentuk tes ranah kognitif, lembar observasi
ranah afektif dan lembar observasi ranah
psikomotorik (Widodo, 2009). Data hasil
penelitian di analisis dengan menggunakan
pencapaian hasil belajar klasikal. Penelitian
dianggap berhasil jika minimal 24 dari 30
siswa tuntas memenuhi KKM (>75)
(Mulyasa, 2004).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data penelitian, hasil
belajar kognitif sebelum penelitian adalah
sebesar 17 dari 30 siswa tuntas KKM dan
data pada siklus I adalah 23 dari 30 siswa
tuntas KKM, data hasil belajar kognitif siklus
1244 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1241 - 1249
II sebesar 26 dari 30 siswa tuntas KKM.
Hasil belajar kognitif meningkat dari
sebelum tindakan dilakukan, yaitu
meningkat sebanyak 6 siswa pada siklus I
dan peningkatan sebanyak 9 siswa pada
siklus II. Peningkatan hasil belajar kognitif
sudah dapat dianggap berhasil jika
dibandingkan dengan target ketercapaian
sebanyak 24 siswa tuntas (Mulyasa, 2004).
Data ketercapaian siswa per indikator dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Ketercapaian hasil belajar kognitif per indikator siklus I dan II
Gambar 1 indikator 1 menjelaskan
kesetimbangan dalam larutan jenuh atau
larutan garam yang sukar larut merupakan
indikator dengan ketercapaian terkecil. Hal
ini menunjukan bahwa perngertian kesetim-
bangan jenuh merupakan hal yang sulit
dipahami oleh siswa. Proses kesetimbangan
jenuh merupakan proses yang sulit
dimengerti terutama proses laju pelarutan
dan pengendapan yang setimbang. Proses
pelarutan suatu zat tidak terhenti karena
larutan menjadi jenuh, tetapi zat tetap
melarut dalam larutan jenuh dan pada waktu
yang sama sejumlah zat mengendap dalam
larutan itu. Proses pelarutan zat dan
pengendapan zat ini memiliki laju yang
sama. Proses kesetimbangan ini merupakan
proses kasat mata, sehingga diperlukan
pemahaman pada tingkat yang lebih tinggi
(Wasis, 2008). Indikator 1-6 sudah dapat
dikatakan memenuhi target pada siklus II
dengan melihat ketercapaian rata-rata 24
dari 30 siswa tuntas (Mulyasa, 2004).
Berdasarkan data penelitian, ketun-
tasan hasil belajar afektif yang diperoleh
adalah 23 dari 30 siswa tuntas pada siklus I
dan 24 dari 30 siswa pada siklus II. Data
ketercapaian indikator tiap siklus dapat
dilihat pada Gambar 2.
Didi Kurniadi, dkk, Upaya Meningkatkan Hasil.... 1245
.
Gambar 2. Ketercapaian rata-rata nilai hasil belajar afektif siklus I dan II.
Ketuntasan hasil belajar afektif
dapat dilihat dari kriteria skor lebih dari 3
dengan kategori baik. Berdasarkan data
yang diperoleh pada siklus I, indikator 5, 6,
7, 8, dan 9 masih kurang dari 3. Hal ini
menunjukan indikator tersebut masih belum
baik dan diperbaiki pada siklus II. Pembe-
nahan proses pembelajaran dilakukan
dengan cara kontrol pada tiap pengumpulan
tugas dan tertib saat pembelajaran
berlangsung. Dari data siklus II, semua
indikator ketercapaian sudah masuk dalam
kategori baik. Pelaksanaan kegiatan pem-
belajaran proyek lebih efektif dilaksanakan
di laboratorium (Miswanto, 2011). Pem-
belajaran proyek yang menggunakan alat-
alat laboratorium, ternyata tidak terlalu
efektif jika dilakukan di ruang kelas.
Pembelajaran akan lebih tertib dan mudah
dikontrol jika dilakukan di laboratorium yang
sudah lengkap peralatannya (Mulyani,
2011).
Hasil belajar psikomotorik memiliki
ketuntasan yang paling besar dibandingkan
dengan aspek afektif dan kognitif. Aspek
psikomotor yang dilakukan pada siklus 1
merupakan kegiatan dasar dalam kegiatan
laboratorium dan merupakan persiapan
pada proyek inti pemurnian garam dapur.
Hasil belajar psikomotor menghasilkan
ketuntasan 27 dari 30 siswa mampu
memenuhi kriteria ketuntasan minimal dan
rata-rata siswa mendapat nilai 3,57 dengan
kriteria sangat baik. Data ini menunjukan
1246 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1241 - 1249
bahwa kegiatan dasar laboratorium
(melarutkan, menyaring, dan mengamati
endapan dalam larutan) dapat dikuasai oleh
siswa (Widodo, 2009).
Data hasil belajar psikomotorik
siswa kelas IPA 1 pada siklus II memiliki
rata-rata sebesar 3,36 dengan kriteria Baik
dan sebanyak 26 dari 30 siswa tuntas KKM.
Jika dibandingkan dengan data siklus I, nilai
psikomotorik siswa menurun. Hal ini dikare-
nakan proyek pada siklus II cenderung lebih
kompleks dan membutuhkan kecermatan
lebih.
Gambar 3. Rata-rata nilai psikomotor per indikator aspek psikomotorik siklus II
Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa
indikator Keterampilan Dalam Menyaring
Larutan dan Melarutkan Garam Hasil Cucian
merupakan hal yang sulit dilakukan oleh
siswa. Hal ini dapat dipahami bahwa
keberhasilan proses permurnian garam
dapur ditentukan pada proses ini. Proses
penyaringan larutan tidak dapat berhasil
dengan sempurna jika prosedurnya salah
(Setyopratomo, 2003). Kebanyakan siswa
menyaring larutan dengan cara menuang
larutan secara berlebihan pada kertas saring
sehingga terdapat banyak larutan yang
berceceran.
Pembelajaran dengan pendekatan
Project-Based Learning menekankan untuk
dapat menghasilkan produk-produk ilmiah
(Baker, et al. 2011). Penelitian tindakan
kelas ini betujuan meningkatkan hasil
belajar siswa SMA kelas XI materi kelarutan
dan hasil kelarutan melalui pendekatan
Project-Based Learning, sehingga pada
akhir proses siklus II dihasilkan produk
ilmiah berupa garam dapur murni dan
makalah hasil proyek. Berdasarkan data
psikomotrik, terjadi peningkatan hasil belajar
pada tiap indikator. Semua hasil proyek
tersebut di nilai dalam bentuk hasil belajar
dalam ranah hasil belajar, yaitu ranah
psikomotor (Anni, 2012)
Berdasarkan kegiatan pembelajaran
siklus I, kegiatan pembelajaran berbasis
proyek merupakan langkah dalam me-
nyikapi ilmu sains untuk dapat berpikir kritis
Didi Kurniadi, dkk, Upaya Meningkatkan Hasil.... 1247
dan kreatif. Pembelajaran berbasis proyek
memberikan pengalaman yang lebih kepada
siswa tentang materi kimia sehingga
diharapakan pengalaman tersebut dapat
masuk dalam ingatan jangka panjang (Eng-
Tek, 2009). Efektifitas model pembelajaran
dipengaruhi oleh pengalaman siswa selama
pembelajaran berlangsung (Ambarjaya,
2012).
Berdasarkan kegiatan pembelajaran
siklus I dan II, kegiatan pembelajaran
berbasis proyek yang telah dilakukan dalam
penelitian ini memberikan pengalaman
siswa pada proporsi Doing Real Thing
(Ambarjaya, 2012) sehingga secara kualitas
seharusnya siswa dapat menyerap materi
pembelajaran sekitar 90%. Pada penelitian
tindakan kelas yang telah dilakukan secara
keseluruhan tidak semua siswa berpar-
tisipasi aktif dengan cara pengelompokan.
Hal ini menyebabkan tidak semua siswa
dapat melakukan kegiatan proyek secara
keseluruhan dan kejadian semacam ini
umum terjadi pada praktikum yang
beranggotakan banyak siswa.
Jika dilihat dari data proses
pembelajaran, pengelompokan mempe-
ngaruhi hasil belajar. Pengelompokan dalam
kegiatan proyek dimaksudkan agar siswa
dapat bekerja dalam kelompok sehingga
kejadian tidak semua siswa dapat
menempuh proses belajar secara
keseluruhan adalah hal yang tidak dapat
dihindarkan. Meskipun tidak semua siswa
dapat bekerja lebih banyak dari teman
sekelompoknya, setidaknya pengalaman
pembelajaran tetap terjadi. Kegiatan
semacam ini dikategorikan dalam Watching
a Demonstration pada piramida belajar
efektitas pembelajaran, yaitu sebesar 50%
(Ambarjaya, 2012).
Masalah yang menjadi dasar
penelitian ini adalah hasil belajar siswa yang
masih rendah dan didukung dari data
observasi afektif pada tahun 2012.
Permasalahan yang terjadi disebabkan oleh
proses belajar yang belum memberikan
kesempatan bagi siswa dalam mencapai
kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang
dilakukan dalam dalam penelitian adalah
pada tingkat sinstesa dalam taksonomi
Bloom. pembelajarannya (Anni, 2012).
Penelitian yang telah dilakukan meng-
gunakan pendekatan Project-Based
Learning untuk menuntaskan hasil belajar
siswa.
Project-based learning memungkin-
kan siswa untuk memperoleh pengalaman
belajar dalam tiap ranah (Mahanal, et al.
2009). Berdasarkan data peningkatan hasil
belajar, ranah kognitif siswa meningkat
dengan dilaksanakannya pembelajaran
berbasis proyek karena dalam pelaksanaan
pembelajaran proyek, siswa dituntut agar
mampu menjawab pertanyaan terkait
dengan proyek. Materi proyek dirancang
oleh guru pengampu agar relevan dengan
kurikulum. Pembelajaran berbasis proyek
memberikan kesempatan bagi siswa agar
mampu menyusun kegiatan pembelajaran
yang terkait dengan materi ajar yang
diberikan (Klein, 2009). Penelitian yang
telah dilakukan memberikan data pening-
katan hasil belajar yang mencapai indikator
keberhasilan.
Pendekatan Project-Based Learning
memberikan kesempatan bagi siswa agar
1248 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1241 - 1249
belajar dari kehidupan sehari-hari
(Herminarto, 2006). Proyek pemurnian
garam dapur (Setyopratomo, 2003) yang
dilakukan memberikan sikap positif bagi
siswa dan dinilai dalam instrumen afektif
siswa dan dapat dilihat pada Gambar 2.
Pada siklus II, pencapaian siswa hasil
belajar sudah mencapai target keberhasilan.
SIMPULAN
Data penelitian ketuntasan hasil
belajar ranah kognitif siklus I sebanyak 23
dari 30 siswa tuntas KKM, ranah afektif 23
dari 30 siswa tuntas KKM dan ranah
psikomotorik sebesar 27 dari 30 siswa
tuntas KKM. Data penelitian ketuntasan
hasil belajar ranah kognitif siklus II sebanyak
26 dari 30 siswa tuntas KKM, ranah afektif
sebanyak 24 dari 30 siswa tuntas KKM dan
ranah psikomotorik sebanyak 26 dari 30
siswa tuntas KKM. Hal ini berarti indikator
keberhasilan yang dipatok telah tercapai
pada siklus II. Dari data penelitian,
disimpulkan bahwa menerapkan pen-
dekatan Project-Based Learning dapat
meningkatkan hasil belajar kimia siswa.
DAFTAR PUSTAKA
__________, 2009, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.
Ambarjaya, B., 2012, Psikologi Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta: Center for Academic Publishing Service
Anni, C., 2004, Psikologi Belajar, Semarang: Unnes Press
Arikunto, S., 2006, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta.
Baker, E., Breana, T., Patricia, O., Margaret, T. dan Lynne F, 2011, Project-based Learning Model: Relevant Learning for the 21st Century, New York: Pacific Education Institute.
Elfanany, B., 2013, Penelitian Tindakan Kelas, Yogyakarta: Araska.
Eng-Tek, O., 2009, The Effectiveness of Smart Schooling on Students Attitudes Toward Science, Eurasia Journal of Mathematics, Science dan Technology Education, Vol 5, No 1, Hal: 35-45.
Herminarto, S., 2006, Implementasi Pembelajaran Berbasis Proyek pada Bidang Kejuruan, Cakrawala Pendidikan, Yogyakarta: LPM UNY.
Hixson, N., Jason, R. dan Andy, W., 2012, Extended Profesional Development in Project-based Learning: Impact on 21st Century Skills Teaching and Student Achivement, West Virgina: Department of Education.
Katharina, B., Torsten, W. dan Ingo, E., 2010, Open Experimentation on Phenomena of Chemical Reactions Via The Learning Company Approach in Early Secondary Chemistry Education, Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, Vol 6, No 3, Hal: 163-171
Klein, J., 2009, Project-base Learning: Inspiring Middle School Students to Engage in Deep and Active Learning, New York City : Department of Education.
Mahanal, S., Ericka, D., Corebimad dan Siti, Z., 2009, Pengaruh Pembelajaran Project Based Learning (PJBL) pada Materi Ekosistem terhadap Sikap dan Hasil Belajar Siswa SMAN 2 Malang, Jurnal Kependidikan Universitas Negeri Malang, Vol 3, No 2, Hal: 1-13.
Mardapi, D., 2000, Azas Performance-Based Evaluation, Yogyakarta: UNY Press.
Medine, B., Kadir, M. dan Nurcan, T., 2010, Research on the Effect of Certain Variables Chosen and Technology- Supported Project-Based Learning Approach on 11th-grade Students’ Attitudes Towards Computers,
Didi Kurniadi, dkk, Upaya Meningkatkan Hasil.... 1249
Eurasia Journal Of Mathematics, Science & Technology Education, Vol 3, No 1, Hal: 1-13.
Miswanto, 2011, Penerapan model Pembelajaran Berbasis Proyek pada Materi Program Linier Siswa Kelas x SMK Negeri 1 Singosari, Jurnal Penelitian dan Pemikiran Pendidikan, STAIN Tulungagung, Vol 1, No 1, Hal: 61-68.
Mulyani, S. 2011, Perbedaan Penggunaan Strategi Pembelajaran Kontekstual dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SDN Tugu Utara 11 Pagi Jakarta Utara, Skripsi, Jakarta: PGSD Universitas Muhammad Prof, Dr Hamka.
Mulyasa, E., 2004, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristi, Implementasi dan Inovasi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Rais, M., 2010, Model Project Based-Learning Sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi Akademik Mahasiswa, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Universitas Negeri Makassar, Vol 43, No 3, Hal: 246-252.
Ristata, R., 2007, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Universitas Terbuk
Sanjaya, W., 2009, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta : Prenada Media Group.
Setyopratomo, P., 2003, Studi Eksperimen-tal Pemurnian Garam NaCl dengan Cara Rekristalisasi, Jurnal Teknik Kimia Universitas Surabaya,Vol 1, No 2, Hal:17-28.
Soetarjo dan Soejitno, P., 1998, Proses Belajar Mengajar dengan Metode Pendekatan Keterampilan Proses, Surabaya: SIC.
Sudjana, 2005, Metode Statistika, Bandung: Tarsito.
Susanti, E., 2008, Pembelajaran Project-Based Learning untuk Pembelajaran Kimia Koloid di SMA, Jurnal Mipa Universitas Negeri Medan, Vol 3, No 2, Hal:106-112.
Wasis, P., 2008, Penerapan Metode Pembelajaran Berbasis Proyek untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Praktik Industri Pada Prodi S-1 PTB, Jurnal Penelitian Kependidikan Universitas Negeri Malang, Vol 1, No 1, Hal: 204-215.
Wibowo, A., 2005, Pengaruh Pendekatan Project Based Learning (PBL) terhadap Hasil Belajar serta Sikap terhadap Ekosistem Sungai Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 9 Malang, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Universitas Negeri Malang, Vol 3, No 2, Hal:106-112.
Widodo, A., 2009, Pengembangan assesmen pembelajaran pendidikan kimia, Semarang: LP3 UNNES.
1250 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1250 - 1259
PENGEMBANGAN RUBRIK PERFORMANCE ASSESSMENT
PADA PRAKTIKUM HIDROLISIS GARAM
Nila Puspitasari*, Sri Haryani dan Nuni Widiarti
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menghasilkan inovasi rubrik performance assessment praktikum materi hidrolisis garam. Rubrik dikonsultasikan dan divalidasi oleh ahli, kemudian dilakukan revisi dan dujicobakan. Hasil uji coba dianalisis, direvisi kemudian dilakukan uji pemakaian. Penelitian dilaksanakan di suatu SMA N di Semarang, dengan sampel diambil secara purposive sample. Uji skala kecil dilakukan pada 10 siswa dan uji skala besar dilakukan pada seluruh siswa kelas XI IPA 3 dan XI IPA 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa validitas inovasi rubrik performance assessment oleh para ahli adalah 86,46%. Penggunaan Inovasi rubrik performance assessment pada praktikum hidrolisis garam “uji larutan garam dalam air” telah tercapai kesepahaman antara observer dan siswa dengan harga koefisien generalisabilitas 0,711 dan 0,744. Dampak penggunaan rubrik performance assessment ini adalah hasil belajar kognitif siswa mencapai ketuntasan belajar. Pada kelas XI IPA 3 terdapat 33 siswa dari 38 siswa telah mencapai KKM, sedangkan kelas XI IPA 4 terdapat 33 siswa dari 37 siswa. Karakter siswa dapat dibangun selama kegiatan praktikum, antara lain kedisiplinan, kejujuran, kemandirian, rasa ingin tahu, bertanggungjawab, dan bekerjasama. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa inovasi performance assessment praktikum hidrolisis garam “uji larutan garam dalam air” dapat digunakan sebagai panduan penilaian kinerja siswa dan dapat meningkatkan pemahaman konsep serta menumbuhkan karakter siswa.
Kata kunci : hidrolisis garam, inovasi, rubrik performace assessment
ABSTRACT
This research aims to produce innovation of performance assessment rubric on practicum salt hydrolysis material. The rubric was being consulted and validated by experts, then it was being revised and tested. The trial result was being analyzed and revised, then usage test was given. The research was conducted at SMA in Semarang using purposive sampling technique. A small scale was given to ten students and large scales were given to the students in class XI IPA 3 and XI IPA 4. The results showed that the validity of innovation of performance assessment rubric by experts was 86.46%. Implementation innovation of performance assessment rubric on practicum salt hydrolysis "test salt solution in water", the agreement has been reached between the observer and the student with the value of generalizability coefficient are 0.711 and 0.744. The impact of the use of performance assessment rubric is that the cognitive learning outcomes of the students can achieve mastery learning. In class XI IPA 3, there are 33 students from 38 students achieve KKM and in class XI IPA 4 there are 33 students from 37 students achieve values KKM. Student’s characters can also be developed during lab activities, such as discipline, honesty, independence, curiosity, responsibility, and cooperation. Based on the results, innovation of performance assessment research practicum salt hydrolysis "test salt solution in water" could be used as a guide to the performance assessment (psychomotor) of the students and increase understanding of the concept and fosters student’s character.
Keywords : innovation, performance assessment rubric, salt hydrolisis
Nila Puspitasari, dkk, Pengembangan Rubrik Performance.... 1251
PENDAHULUAN
Kegiatan praktikum kimia meru-
pakan bagian integral dari pembelajaran
kimia. Praktikum dapat digunakan untuk
lebih memahami teori dan mengembangkan
keterampilan dasar. Keterampilan dikem-
bangkan melalui latihan-latihan meng-
gunakan alat, mengobservasi, mengukur
dan kegiatan lainnya (Rustaman, 2005).
Berdasarkan wawancara dan observasi
yang telah dilakukan di suatu SMA di kota
Semarang, masalah yang selama ini terjadi
adalah siswa belum mampu melakukan
praktikum secara mandiri dan kurang
memahami apa yang sebenarnya mereka
lakukan dalam kegiatan praktikum sehingga
guru hanya cenderung menilai hasil
akhirnya atau hanya nilai kognitifnya saja.
Guru diberikan keleluasaan dalam
memilih dan menentukan metode yang tepat
digunakan dalam pelaksanaan proses
pembelajaran serta penilaiannya (asses-
ment). Menurut Adiguzel (2011), peng-
gunaan assesment meningkat seiring
dengan kepentingan untuk mengetahui dan
meningkatkan kemajuan akademik siswa.
Namun, selama ini masih terdapat kendala
dalam menilai keterampilan kinerja siswa
dalam praktikum. Keberhasilan keterampilan
dasar sangat tergantung dari kualitas
program latihan dan assesmentnya (Sudria
dan Siregar, 2009). Oleh karena itu,
diperlukan performance assessment yang
dilengkapi dengan rubrik.
Hasil observasi dan wawancara di
suatu SMA di Semarang menunjukkan
bahwa sekolah tersebut merupakan sekolah
yang tepat untuk diadakan penelitian karena
guru belum memiliki rubrik performance
assessment dan kesulitan dalam menilai
psikomotorik (keterampilan kinerja) siswa.
Rubrik performance assessment yang akan
digunakan disosialisasikan terlebih dahulu
kepada siswa untuk membangun persa-
maan persepsi antara observer dan siswa.
Efektivitas pelaksanaan assessment
menuntut pihak yang dinilai (siswa) dan
penilai (guru) mempunyai kesamaan
persepsi terhadap kriteria penilaian. Tanpa
ketersediaan rubrik penilaian skill dan
produk yang valid, praktikum kurang
didasarkan pada penggunaan data yang
sesuai dan berkualitas (Sudria dan
Sya’aban, 2008). Selama ini, rubrik hanya
dibuat dalam kalimat-kalimat panjang yang
membutuhkan pemahaman lama apabila
digunakan sebagai panduan penilaian.
Padahal menurut Kishbaugh, et al., (2012),
rubrik yang dilengkapi dengan gambar dapat
memudahkan dalam menunjukkan kom-
petensi atau sub keterampilan yang dinilai.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
untuk menghasilkan rubrik performace
assessment praktikum hidrolisis garam “uji
larutan garam dalam air” yang dibuat
dengan cara inovasi melalui penggunaan
gambar dan tulisan untuk setiap aspek yang
dinilai, sehingga diharapkan dapat lebih
memudahkan dalam menilai kinerja siswa.
Rumusan masalah dalam penelitian
ini, (1) apakah inovasi rubrik performance
assessment yang telah dilakukan melalui
penggunaan gambar dan tulisan dapat
digunakan sebagai panduan penilaian
kinerja siswa dalam kegiatan praktikum
hidrolisis garam “uji larutan garam dalam
air”?; (2) bagaimana hasil belajar kognitif
1252 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1250 - 1259
siswa?; serta (3) apa karakter siswa yang
dapat dibangun setelah menggunakan rubrik
performance assessment dalam praktikum
hidrolisis garam “uji larutan garam dalam
air”?
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui apakah inovasi rubrik
performance assessment yang telah dilaku-
kan melalui penggunaan gambar dan tulisan
dapat digunakan sebagai panduan penilaian
kinerja siswa dalam praktikum hidrolisis
garam “uji larutan garam dalam air”, dan
untuk mengetahui hasil belajar kognitif siswa
serta karakter siswa yang muncul setelah
melakukan kegiatan praktikum hidrolisis
garam dengan dilengkapi rubrik perfor-
mance assessment.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di suatu
SMA Negeri di Semarang. Penelitian ini
menggunakan metode research and
development, yang meliputi tiga langkah
utama yaitu: analisis kebutuhan,
perancangan dan pengembangan rubrik,
dan validasi serta reliabilitas perangkat
assessment yang meliputi uji coba, revisi
dan validasi perangkat rubrik. Prosedur
penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini mengacu pada tahap R&D Sugiyono
(2010) yang telah dijabarkan, antara lain
menganalisis produk yang akan dikem-
bangkan, mengembangkan produk awal,
validasi ahli, revisi, uji coba skala kecil,
revisi, uji pemakaian skala besar, dan
produk telah teruji.
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas XI IPA SMA di sekolah
tersebut yang terdiri dari 5 kelas. Sampel
dalam penelitian uji pemakaian skala besar
diambil dengan teknik purposive sampling
sebanyak 2 kelas, yaitu kelas XI IPA 3 dan
XI IPA 4 dimana guru yang mengajar kimia
pada kedua kelas tersebut adalah sama.
Namun, pada uji coba skala kecil hanya 10
siswa yang digunakan sebagai sampel.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
penggunaan rubrik performance assessment
pada praktikum hidolisis garam. Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah hasil
belajar siswa, yaitu psikomotorik, kognitif,
dan afektif. Variabel kontrol dalam penelitian
ini adalah alokasi waktu dan materi
pelajaran yang sama.
Responden diberikan perlakuan
pembelajaran praktikum dengan meng-
gunakan rubrik performance assessment
yang telah direvisi berdasarkan hasil pada
uji coba skala kecil. Hasil uji coba skala kecil
dimaksudkan untuk mengetahui keterlak-
sanaan penggunaan inovasi rubrik
performance assessment dan mendapatkan
masukan dari hasil pengamatan guna
memperbaiki kekurangan-kekurangan
(Listyawati, 2012). Observer mengisi lembar
observasi performance assessment dengan
panduan rubrik performance assessment
yang telah direvisi, kemudian dianalisis
menggunakan koefisien generalisabilitas
yang dikembangkan oleh Thorndike dalam
Susilaningsih (2011). Apabila diperoleh
harga reliabilitas yang tinggi dapat diartikan
bahwa pemberian skor yang telah
dikukuhkan oleh masing-masing observer
adalah konsisten satu sama lain (Sutrisno,
2012).
37
Nila Puspitasari, dkk, Pengembangan Rubrik Performance.... 1253
Aspek psikomotorik (kinerja) siswa
yang dinilai dalam penelitian ini adalah
persiapan praktikum, keterampilan mela-
kukan percobaan, kegiatan setelah
praktikum dan membuat laporan sementara.
Keefektifan rubrik performance assessment
dapat ditentukan dari ketuntasan hasil
belajar kognitif siswa secara klasikal.
Menurut Mulyasa dalam Prasetya (2012),
ketuntasan klasikal dapat tercapai apabila
tidak kurang dari 32 siswa dari jumlah siswa
di kelas tersebut telah mencapai ketuntasan.
Pembelajaran praktikum menggunakan
rubrik ini juga bertujuan mengetahui karakter
yang muncul dalam diri siswa. Data
penelitian hasil belajar kognitif dianalisis uji
normalitas, normalized-gain, dan uji ketun-
tasan. Hasil belajar afektif, psikomotorik, dan
tanggapan siswa dianalisis menggunakan
presentase (Pahlevi, 2004).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penilaian rubrik performance
assessment dilakukan oleh 3 dosen Kimia
FMIPA UNNES. Penilaian rubrik perfor-
mance assessment meliputi 3 komponen
penilaian, yaitu kelayakan isi, kebahasaan,
dan penyajian. Tiga komponen tersebut
terbagi dalam 8 aspek, yaitu indikator
observasi harus sudah sesuai tujuan,
bahasa yang digunakan komunikatif, tata
bahasa yang digunakan benar, format
instrumen mudah dibaca, gambar instrumen
mudah dipahami, pedoman pengisian
instrumen jelas, kriteria penskoran jelas dan
mudah dipahami, serta rubrik penskoran
jelas dan mudah dipahami. Penilaian rubrik
performance assessment disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Penilaian dosen terhadap kelayakan rubrik
Penilai Persentase Kelayakan Kriteria
Validator I 90,63 % Sangat Layak Validator II 93,75 % Sangat Layak Validator III 75,00 % Layak
Rata-rata 86,46 % Sangat Layak
Berdasarkan Tabel 1 diketahui
bahwa validasi oleh dosen dalam
pengembangan produk berupa rubrik
performance assessment materi praktikum
hidrolisis garam “uji larutan garam dalam air”
diperoleh rata-rata penilaian oleh dosen
mencapai 86,46 % termasuk kriteria sangat
layak. Hasil tersebut menunjukkan rubrik
yang telah dikembangkan sudah valid
sehingga mudah dan layak digunakan
dalam pembelajaran praktikum (Sudria dan
Sya’aban, 2008).
Keterlaksanaan penerapan produk
dapat dilihat dari analisis data koefisien
generalisabilitas yang diperoleh dari lembar
observasi kinerja (psikomotorik) pada uji
coba skala kecil dengan berpedoman pada
inovasi rubrik performance assessment
menghasilkan harga reliabilitas antar penilai
(r) sebesar 0,417 dalam kategori sedang.
Reliabilitas kategori sedang mengakibatkan
nilai kinerja (psikomotorik) siswa belum
dapat dinilai dengan mudah meskipun telah
berpedoman dengan rubrik performance
1254 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1250 - 1259
assessment yang dikembangkan, sehingga
perlu dilakukan revisi pada rubrik yang telah
dibuat dan uji pelaksanaan lebih lanjut
dalam skala besar (Susilaningsih, 2011).
Penilaian kinerja (psikomotorik) terdiri
dari 4 aspek, yaitu (1) persiapan praktikum,
(2) keterampilan melakukan praktikum, (3)
membuat laporan sementara, dan (4)
kegiatan setelah praktikum. Dari keempat
aspek terdapat rata-rata nilai 2 aspek
dengan kriteria baik dan 2 aspek dengan
kriteria cukup. Rata-rata nilai keempat aspek
disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Nilai rata-rata masing-masing aspek kinerja (psikomotorik) siswa pada uji coba skala kecil materi praktikum hidrolisis garam
Tanggapan siswa terhadap peng-
gunaan rubrik performance assessment
disajikan pada Tabel 2. Hasil tanggapan
siswa dianalisis sehingga diperoleh hasil
sebagian besar siswa yaitu 7 dari 10 siswa
setuju dengan penggunaan rubrik
performance assessment. Hal ini mem-
buktikan bahwa siswa antusias dan tertarik
mengikuti pembelajaran praktikum
hidrolisisis “uji larutan garam dalam air”
dengan dilengkapi rubrik performance
assessment. Hasil tersebut juga mendu-
kung penggunaan rubrik tersebut pada uji
pemakaian skala besar setelah dilakukan
revisi
.
Tabel 2. Tanggapan siswa pada uji coba skala kecil terhadap penggunaan rubrik performance
assessment
Kriteria Tanggapan Jumlah Siswa
Sangat Setuju 1 Setuju 7 Tidak Setuju 1 Sangat Tidak Setuju 1
Jumlah Siswa 10
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
1 2 3 4
3,34
1,96
2,75
3,32
Nila
i Rat
a-ra
ta T
iap
ASp
ek
Aspek Psikomotorik
Nila Puspitasari, dkk, Pengembangan Rubrik Performance.... 1255
Penilaian kinerja (psikomotorik)
selama praktikum terdiri dari 4 aspek, yaitu
(1) persiapan praktikum, (2) keterampilan
melakukan praktikum, (3) membuat laporan
sementara, dan (4) kegiatan setelah
praktikum. Nilai keempat aspek tersebut
diperoleh dari rata-rata nilai dari 4 observer.
Reliabilitas untuk kelas XI IPA 3 diperoleh
sebesar 0,711 sedangkan kelas XI IPA 4
sebesar 0,744. Reliabilitas dari kedua kelas
tersebut sudah tinggi, yaitu tidak kurang dari
0,7. Hal ini menunjukkan telah tercipta
kesepahaman persepsi yang tinggi antara
observer dan siswa tentang aspek-aspek
sasaran keterampilan dalam praktikum yang
terdapat dalam rubrik sehingga membantu
memudahkan penilaian kinerja (psiko-
motorik) siswa (Susilaningsih, 2011).
Hasil kelas XI IPA 3 dan XI IPA 4
dari keempat aspek terdapat 3 aspek
dengan kriteria baik dan 1 aspek dengan
kriteria sangat baik. Nilai rata-rata masing-
masing aspek kinerja (psikomotorik) siswa
kelas XI IPA 3 disajikan pada Gambar 2 dan
kelas XI IPA 4 disajikan pada Gambar 3.
Gambar 2. Nilai rata-rata masing-masing aspek kinerja (psikomotorik) siswa kelas XI IPA 3 pada materi praktikum hidrolisis garam
Gambar 3. Nilai rata-rata masing-masing aspek psikomotorik siswa kelas XI IPA 4 pada materi praktikum hidrolisis garam
Rata-rata nilai kinerja (psiko-
motorik) siswa kelas XI IPA 3, yaitu 83,32
dengan nilai tertinggi 94,01 dan nilai
terendah 76,81; sedangkan rata-rata nilai
kinerja (psikomotorik) siswa kelas XI IPA 4
adalah 84,73 dengan nilai tertinggi 94,62
3,00
3,20
3,40
3,60
3,80
1 2 3 4
3,44 3,32
3,24
3,62
Nila
i Rat
a-ra
ta T
iap
ASp
ek
Aspek Psikomotorik
3,00
3,20
3,40
3,60
1 2 3 4
3,57 3,50
3,28
3,50
Nila
i Rat
a-ra
ta T
iap
A
Spe
k
Aspek Psikomotorik
1256 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1250 - 1259
dan nilai terendah 80,69. Kriteria kinerja
siswa kelas XI IPA 3 dan XI IPA 4 termasuk
dalam kriteria tinggi. Kinerja siswa dapat
terukur dengan tepat karena menggunakan
panduan penilaian berupa rubrik
performance assessment dengan reliabel
tinggi dalam menilai kinerja siswa tersebut
(Sudria dan Sya’aban, 2008.)
Berdasarkan analisis data akhir,
rata-rata hasil tes hasil belajar siswa pada
uji pemakaian skala besar disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Nilai hasil belajar kognitif siswa pada uji pemakaian skala besar materi praktikum hidrolisis garam
No Hasil Penelitian
Penelitian
Skala Besar
XI IPA 3 XI IPA 4
1. Nilai terendah 63 67 2. Nilai tertinggi 90 93 3. Rata-rata nilai 80,95 81,46 . Kriteria Tuntas Tuntas 5. N-Gain 0.57 0.58
Tabel 3 menjelaskan bahwa tercapai
ketuntasan belajar siswa. Indikator
keberhasilan untuk ketuntasan belajar yaitu
tidak kurang dari 32 siswa telah mencapai
KKM nilai kimia. Kelas XI IPA 3 dan XI IPA
4 dengan nilai rata-rata di atas nilai KKM
Kimia yaitu 80,95 dan 81,46. Harga N-Gain
rata-rata sebesar 0,57 dan 0,58. Kelas XI
IPA 3 telah mencapai ketuntasan dengan 33
siswa dari 38 siswa telah tuntas belajar dan
kelas XI IPA 4 telah mencapai ketuntasan
dengan 33 siswa dari 37 siswa telah tuntas
belajar sehingga uji pemakaian skala besar
ini telah berhasil karena keefektivan produk
ditentukan oleh hasil belajar kognitif siswa
(Jannah: 2012).
Hasil belajar afektif siswa juga
menjadi aspek penilaian pada uji pemakaian
skala besar ini. Nilai rata-rata afektif siswa
kelas XI IPA 3 dari keenam aspek tersebut
disajikan dalam Gambar 4 dan kelas XI IPA
4 disajikan dalam Gambar 5.
Gambar 4. Nilai rata-rata masing-masing aspek afektif siswa uji pemakaian skala besar kelas
XI IPA 3 materi praktikum hidrolisis garam
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
1 2 3 4 5 6
3.37 3.61
3.18 3.40
3.76 3.84
Rat
a-ra
ta N
ilai T
iap
Asp
ek
Aspek Afektif
Nila Puspitasari, dkk, Pengembangan Rubrik Performance.... 1257
Gambar 5. Nilai rata-rata masing-masing aspek afektif siswa uji pemakaian skala besar kelas
XI IPA 4 materi praktikum hidrolisis garam
Pada tahap skala besar di kelas XI
IPA 3 diperoleh 3 aspek dengan kriteria
sangat baik dan 3 aspek dengan kriteria
baik. Kelas XI IPA 4 diperoleh 5 aspek
dengan kriteria sangat baik dan 1 aspek
dengan kriteria baik. Nilai afektif terendah
kelas XI IPA 3 sebesar 75,00; nilai tertinggi
100,00; dan nilai rata-rata 84,67. Nilai afektif
terendah kelas XI IPA 4 sebesar 75,00; nilai
tertinggi 100,00; dan nilai rata-rata 88,88.
Siswa kelas XI IPA 3 maupun kelas XI IPA 4
memilki nilai afektif rata-rata dalam kriteria
tinggi. Nilai afektif siswa yang dapat terlihat
setelah melakukan praktikum dengan
berpedoman rubrik performance assess-
ment yaitu, kedisiplinan, kejujuran,
kemandirian, rasa ingin tahu, bertanggung-
jawab, dan bekerjasama. Nilai afektif siswa
yang terlihat tersebut menunjukkan
penelitian ini telah berhasil karena
pencapaian hasil belajar kognitif dan
psikomotorik siswa diikuti dengan keenam
kemampuan afektif tersebut (Sukanti, 2011).
Data untuk tanggapan siswa
diperoleh setelah pembelajaran berakhir
untuk mengetahui pendapat siswa terhadap
pembelajaran praktikum hidrolisis garam
dilengkapi rubrik performance assessment.
Kelas XI IPA 3 sebagian setuju yaitu 16
siswa dari 38 siswa. Kelas XI IPA 4
sebagian besar setuju yaitu 20 siswa dari 37
siswa. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
siswa setuju dengan penerapan pem-
belajaran praktikum hidrolisis garam “uji
larutan garam dalam air” dengan dilengkapi
rubrik performance assessment. Tanggapan
siswa tersebut disajikan dalam Tabel 4.
0
1
2
3
4
1 2 3 4 5 6
623.3 3.62 3.38 3.68 3.84 3.76
Rat
a-ra
ta N
ilai T
iap
Asp
ek
Aspek Afektif
1258 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1250 - 1259
Tabel 4. Tanggapan siswa uji pemakaian skala besar terhadap penggunaan rubrik performance assessment
Kriteria Tanggapan XI IPA 3 XI IPA 4
Sangat Setuju 13 9 Setuju 16 20 Tidak Setuju 9 8 Sangat Tidak Setuju 0 0
Jumlah Siswa 38 37
Tanggapan tentang penggunaan
rubrik performance assessment dalam
praktikum hidrolisis garam “uji larutan garam
dalam air” juga diperoleh dari guru
pengampu kelas yang digunakan dalam
penelitian ini. Hasil analisis deskriptif dari
angket yang telah diisi menunjukkan bahwa
guru setuju dengan penggunaan rubrik. Hal
ini dikarenakan guru beranggapan berda-
sarkan penelitian yang telah dilakukan,
rubrik dapat menarik minat belajar siswa,
mendorong aktivitas belajar siswa, siswa
dapat lebih mudah memahami materi yang
diajarkan. Penggunaan rubrik tersebut juga
dapat membantu dalam penilaian kinerja
(psikomotorik) siswa dan dapat melatih
keterampilan kinerja siswa dalam praktikum.
Jadi, rubrik performace assessment sangat
tepat digunakan dalam praktikum hidrolisis
garam “uji larutan garam dalam air”.
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan, telah tercipta inovasi rubrik
performance assessment dalam materi
praktikum hidrolisis garam “uji larutan garam
dalam air” yang valid dan reliabilitas tinggi
sehingga memudahkan penilaian kinerja
(psikomotorik) siswa dan lebih menjamin
ketepatan penilaian sasaran (Sudria dan
Siregar, 2009). Rubrik yang diinovasi dapat
memudahkan pemahaman observer dan
siswa dalam memahami rubrik tersebut
sehingga tercipta kesepahaman persepsi
yang tinggi antara observer dan siswa
tentang aspek-aspek sasaran keterampilan
dalam praktikum yang terdapat dalam rubrik
tersebut. Dampak dari penggunaan rubrik
juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa
karena apabila telah mampu memaham
rubrik tersebut maka materi praktikum juga
semakin mudah untuk dipahami. Pening-
katan hasil belajar terbukti dengan
tercapainya indikator keberhasilan ketun-
tasan belajar dan aspek psikomotorik serta
afektif siswa juga dapat terukur. Penelitian
ini menunjukkan bahwa guru dan siswa juga
setuju dengan penggunaan rubrik
performance assessment dalam materi
praktikum hidrolisis garam “uji larutan garam
dalam air”.
SIMPULAN
Inovasi dalam rubrik performance
assessment telah memenuhi 3 komponen
penilaian, yaitu kelayakan isi, kebahasaan,
dan penyajian dengan rata-rata penilaian
ahli sebesar 86,46% termasuk kriteria
sangat layak. Rubrik juga dapat digunakan
sebagai panduan penilaian kinerja
(psikomotorik) siswa dalam kegiatan
praktikum hidrolisis garam “uji larutan garam
dalam air” dengan harga koefisien
generalisabilitas tinggi yaitu, 0,711 dan
0,744. Hasil belajar kognitif siswa pada
Nila Puspitasari, dkk, Pengembangan Rubrik Performance.... 1259
materi praktikum hidrolisis garam “uji larutan
garam dalam air” setelah melakukan
kegiatan praktikum dengan dilengkapi rubrik
performance assessment dapat mencapai
ketuntasan belajar, yaitu tidak kurang dari
32 siswa dari siswa di kelas mencapai nilai
KKM Kimia, dan karakter siswa yang dapat
dibangun selama kegiatan praktikum
hidrolisis garam “uji larutan garam dalam air”
antara lain adalah kedisiplinan, kejujuran,
kemandirian, rasa ingin tahu,
bertanggungjawab, dan bekerjasama.
DAFTAR PUSTAKA
Adiguzel, T., 2011, Use of Audio
Modification in Science Vocabulary Assessment, Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, Vol 7, No 4, Hal 215-225.
Jannah, M, Sugianto, dan Sarwi, 2012, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berorientasi Nilai Karakter Melalui Inkuiri Terbimbing Materi Cahaya pada Siswa Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama, Journal of Innovative Science Education, Vol 1, No 1, Hal 61-67.
Kishbaugh, T.L.S., Cessna, S., Horst, S.J., Leaman, L., Flanagan, T., Neufeld, D.G. dan Siderhurst, M., 2012, Measuring Beyond Content: A Rubric Bank For Assessing Skills In Authentic Research Assignments In The Sciences, Chem. Educ. Res.
Listyawati, M., 2012, Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu di SMP, Journal of Innovative Science Education, Vol 1, No 1, Hal 68-76.
Pahlevi, M., 2012, Pengaruh Pendekatan Aesop’s Berbantuan Guidance Worksheet terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Hidrokarbon, Skripsi, Semarang: FMIPA UNNES.
Prasetya, H.A., 2012, Pengaruh Pendekatan Brain-Based Teaching terhadap Hasil Belajar Siswa Materi Pokok Koloid Kelas XI Semeter 2 SMA Negeri 1 Mejobo, Skripsi, Semarang: FMIPA UNNES.
Rustaman, N.Y., 2005, Srategi Belajar Mengajar Biologi, Malang: Universitas Negeri Malang.
Sudria, I.B.N dan Siregar, M., 2009, Pengembangan Rubrik Penilaian Keterampilan Dasar Praktikum dan Mengajar Kimia Pada Jurusan Pendidikan Kimia, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Vol 42, No 3, Hal 222-233.
Sudria, I.B.N dan Sya’aban, S., 2008, Pengembangan Rubrik Assessment Performance Keterampilan Dasar Kimia dalam Perkuliahan Kimia Dasar, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, Vol 2, No 1, Hal 30-41.
Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta.
Sukanti, 2011, Penilaian Afektif dalam Pembelajaran Akuntansi, Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol 9, No 1, Hal 74-82.
Susilaningsih, E., 2011, Pengembangan Model Evaluasi Praktikum Kimia di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Disertasi, Yogyakarta: Program Pascasarjana UNY.
Sutrisno, 2012, Pembelajaran Fluida Menggunakan Model Jigsaw dengan Peer Assessment untuk Meningkatkan Aktivitas, Sikap Ilmiah, dan Prestasi Belajar Siswa Kelas XI IPA, Journal of Innovative Science Education, Vol 1, No 1, Hal 10-18.
1260 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1260 - 1270
PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM BERVISI SETS
UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN LABORATORIUM
DAN PENGUASAAN KOMPETENSI
Shinta Nur Baeti*, Achmad Binadja dan Endang Susilaningsih
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Praktikum merupakan salah satu kegiatan yang sangat berperan dalam meningkatkan keberhasilan proses belajar mengajar. Pembelajaran berbasis praktikum dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk belajar secara aktif merekonstruksi pemahaman konseptualnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan laboratorium dan penguasaan kompetensi pada materi hidrokarbon melalui pembelajaran berbasis praktikum bervisi SETS. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah posttest only control design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X suatu SMA Negeri di Pekalongan. Sampel diambil dengan teknik cluster random sampling, diperoleh X-5 sebagai kelas eksperimen 1 dan X-6 sebagai kelas eksperimen 2, dengan masing-masing terdiri dari 30 siswa. Keterampilan laboratorium meningkat secara signifikan dengan rata-rata praktikum 1, 2 dan 3 pada kelas eksperimen 1 masing-masing 25, 31 dan 32. Penguasaan kompetensi kognitif meningkat secara signifikan pada kelas eksperimen 1 dengan rata-rata 86 dengan 26 dari 30 siswa mencapai ketuntasan. Penguasaan kompetensi afektif dan psikomotorik meningkat secara signifikan pada kelas eksperimen 1 dengan rata-rata masing-masing 20 dan 17. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis praktikum bervisi SETS dapat meningkatkan keterampilan laboratorium dan penguasaan kompetensi pada materi hidrokarbon siswa.
Kata kunci: keterampilan laboratorium, pembelajaran berbasis praktikum, penguasaan kompetensi, SETS
ABSTRACT
Practicum is one instrumental activity that is improving the success of the learning process. Practicum-based learning can be used as an alternative learning which can encourage students to learn actively reconstruct the conceptual understanding. This study aims to determine the improvement of laboratory skills and mastery of competencies in hydrocarbon materials through lab-based learning with SETS vision. The design used in this study is the posttest only control design. The population in this study is a class X of an high school (SMA) in Pekalongan. Samples were taken with a random cluster sampling technique, which the X-5 was obtained as an experimental class 1 and X-6 as an experimental class 2, with each consisting of 30 students. Laboratory skills improved significantly by an average in Practicum 1, 2 and 3 in the experimental class 1 respectively 25, 31 and 32. Mastery cognitive competence increased significantly in the experimental class 1 with an average of 86 to 26 of the 30 students achieve mastery. Affective and psychomotor competency mastery increased significantly in the experimental class 1 with an average of respectively 20 and 17. Based on the results of this study, it can be concluded that lab-based learning with SETS vision can improve laboratory skills and mastery of student competencies in hydrocarbon material.
Keywords: laboratory skills, lab-based learning, mastery of competencies, SETS
Shinta Nur Baeti, dkk, Pembelajaran Berbasis Praktikum..... 1261
PENDAHULUAN
Kegiatan praktikum merupakan salah
satu kegiatan yang sangat berperan dalam
meningkatkan keberhasilan proses belajar
mengajar. Pembelajaran berbasis praktikum
dapat digunakan sebagai alternatif
pembelajaran yang dapat mendorong siswa
untuk belajar secara aktif merekonstruksi
pemahaman konseptualnya (Duda, 2010).
Rustaman, et al., (2005) mengemukakan
bahwa dalam pendidikan sains kegiatan
laboratorium (praktikum) merupakan bagian
integral dari kegiatan belajar mengajar. Hal
ini menunjukkan betapa pentingnya peranan
praktikum untuk mencapai tujuan pendidikan
IPA. Selain itu Rustaman, et al., (2005)
mengemukakan empat alasan mengenai
pentingnya kegiatan praktikum sains, yaitu
(1) dapat membangkitkan motivasi belajar
siswa; (2) mengembangkan keterampilan
dasar melakukan eksperimen; (3) menjadi
wahana belajar pendekatan ilmiah; serta (4)
menunjang materi pelajaran.
Berdasarkan hasil observasi yang
telah dilakukan di suatu SMA Negeri di
Pekalongan, diperoleh data penguasaan
kompetensi kognitif siswa pada materi
pokok hidrokarbon masih rendah. Hal ini
ditunjukkan dengan ketuntasan klasikal nilai
ulangan harian siswa pada materi
hidrokarbon tahun pelajaran 2011/2012
belum mencapai 70%, dengan kriteria
ketuntasan minimal (KKM) 75. Sekolah
tersebut memiliki fasilitas yang cukup
memadai seperti perpustakaan, ruang
multimedia, dan laboratorium kimia.
Peralatan dan bahan-bahan kimia di
laboratorium cukup lengkap dan memadai
untuk dilaksanakan praktikum. Namun,
kegiatan praktikum untuk mata pelajaran
kimia jarang dilaksanakan karena keter-
batasan waktu. Kegiatan praktikum di
laboratorium sebenarnya dapat dilakukan
bersamaan dengan pembelajaran konsep.
Kurangnya kegiatan praktikum mengakibat-
kan keterampilan laboratorium siswa
cenderung rendah. Pengalaman belajar
yang diberikan guru lebih ditekankan pada
kegiatan ceramah dan latihan soal,
sehingga hanya aspek kognitif saja yang
dinilai. Padahal aspek afektif dan psikomotor
penting untuk penilaian siswa selama
proses pembelajaran. Perilaku-perilaku
kognitif, afektif, dan psikomotor yang
ditampilkan oleh siswa selanjutnya disebut
dengan kompetensi. Lynn dan Nixon (1985)
menyatakan bahwa kompetensi atau
kemampuan terdiri dari pengalaman dan
pemahaman tentang fakta dan konsep,
peningkatan keahlian, selain itu juga
mengajarkan perilaku dan sikap.
Kebermaknaan suatu pembelajaran
dapat tercermin dalam pengaplikasian sains
untuk teknologi serta dampaknya pada
lingkungan dan masyarakat. Sains memiliki
nilai-nilai yang dikandungnya, sikap dan
keterkaitan sains, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat (salingtemas). Pembelajaran
sains yang efektif harus memperhatikan dua
hal, yaitu hakekat bagaimana siswa belajar
dan hakekat materi yang diajarkan. Hakekat
sains yang meliputi sains sebagai konten,
proses, sikap, nilai, dan salingtemas harus
tercakup dalam proses pembelajaran
(Romlah, 2009). Perlunya menggunakan
pembelajaran model SETS yaitu, siswa
diharapkan memahami implikasi hubungan
1262 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1260 - 1270
antar unsur SETS. SETS akan membimbing
siswa berfikir aktif dan bertindak me-
mecahkan masalah lingkungan atau segala
sesuatu yang berhubungan dengan
masyarakat (Binadja, 1999).
Pembelajaran berbasis praktikum
bervisi SETS dapat digunakan sebagai
alternatif untuk mengembangkan keteram-
pilan laboratorium dan penguasaan kom-
petensi siswa. Pembelajaran ini memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bekerja di
laboratorium dan mengaplikasikan sains
pada teknologi serta mengetahui dampak-
nya terhadap ling-kungan dan masyarakat.
Rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah: Apakah penerapan pembelajaran
berbasis praktikum bervisi SETS mem-
berikan peningkatan terhadap keterampilan
laboratorium dan penguasaan kompetensi
hidrokarbon siswa? Sehingga tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui
apakah penerapan pembelajaran berbasis
praktikum bervisi SETS memberikan pening-
katan terhadap keterampilan laboratorium
dan penguasaan kompetensi siswa.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di suatu
SMA Negeri di Pekalongan pada materi
hidrokarbon. Desain penelitian yang dipakai
yaitu posttest only control design. Populasi
dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-1
sampai X-8 tahun pelajaran 2012/2013.
Kelas X-5 merupakan kelas eksperimen 1
dan kelas X-6 merupakan kelas eksperimen
2 yang diambil dengan teknik cluster
random sampling dengan pertimbangan
hasil uji homogenitas terhadap nilai mid
semester ganjil yang diperoleh bahwa
keduanya homogen.
Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah metode pembelajaran yang
dilaksanakan dengan variasi pembelajaran
berbasis praktikum bervisi SETS dan
pembelajaran berbasis praktikum, sedang-
kan variabel terikatnya yaitu keterampilan
laboratorium dan penguasaan kompetensi.
Metode pengumpulan data dilakukan
dengan metode dokumentasi, metode tes,
lembar observasi dan angket. Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
soal postest penguasaan kompetensi
kognitif, lembar observasi dan angket
tanggapan siswa. Data penelitian pengua-
saan kompetensi kognitif dianalisis secara
statistik parametrik dihitung dengan uji t dan
uji anava untuk mengetahui peningkatan
yang signifikan. Penguasaan kompetensi
afektif, psikomotor, dan keterampilan
laboratoriun siswa dianalisis menggunakan
uji anava untuk mengetahui peningkatan
rata-rata dari penilaian awal dan penilaian
akhir. Pada kelas eksperimen 1. diterapkan
pembelajaran berbasis praktikum bervisi
SETS dan kelas eksperimen 2 diterapkan
pembelajaran berbasis praktikum.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Observasi pada keterampilan labora-
torium dilakukan saat siswa melakukan
kegiatan praktikum, yakni dari praktikum
pertama, kedua dan ketiga. Nilai rata-rata
tiap aspek keterampilan laboratorium kedua
kelas eksperimen disajikan pada Tabel 1.
Shinta Nur Baeti, dkk, Pembelajaran Berbasis Praktikum..... 1263
Tabel 1. Rata-rata tiap aspek nilai keterampilan laboratorium
Aspek Eksperimen 1 Eksperimen 2
P 1 P 2 P 3 P 1 P 2 P 3
Menyiapkan alat 2,5 3,4 3,5 2,5 3,3 3,4 Menyiapkan bahan 2,6 3,1 3,2 2,5 3,1 3,3 Menyiapkan format laporan sementara 2,7 3,0 3,1 2,7 3,0 3,2 Melaksanakan prosedur kerja 2,6 2,8 3,1 2,6 2,8 3,0 Menggunakan alat 1,8 3,0 3,2 1,9 3,0 3,1 Menggunakan bahan dengan tepat 2,4 3,2 3,3 2,4 3,2 3,3 Melakukan pengamatan 2,7 3,4 3,5 2,7 3,3 3,4 Membersihkan alat dan tempat praktikum 2,5 3,1 3,2 2,5 3,2 3,3 Merapikan alat 2,6 3,1 3,2 2,6 3,0 3,2 Membuat laporan sementara 2,5 3,2 3,4 2,5 3,2 3,3
Nilai keterampilan laboratorium dalam
satu kelas untuk kelas eksperimen 1 dan
eksperimen 2 pada praktikum pertama,
kedua dan ketiga masing-masing sebesar
25, 31 dan 32. Hasil analisis data nilai
keterampilan laboratorium menggunakan uji
anava satu jalur untuk kelas eksperimen 1
dan eksperimen 2 pada praktikum pertama,
kedua dan ketiga diperoleh harga Fhitung
kurang dari Ftabel. Hal ini berarti rata-rata
keterampilan laboratorium kelas eksperimen
1 dengan kelas eksperimen 2 pada
praktikum pertama, kedua dan ketiga tidak
terdapat perbedaan. Hal ini disebabkan
karena praktikum yang diberikan dan
langkah-langkah kerja dalam praktikum
untuk kelas eksperimen 1 sama dengan
kelas eksperimen 2.
Pada kelas eksperimen 1 dan
eksperimen 2, setelah dianalisis mengguna-
kan uji anava satu jalur diperoleh hasil
bahwa rata-rata nilai keterampilan
laboratorium dari praktikum pertama hingga
praktikum ketiga terdapat perbedaan. Uji
pasca anava menghasilkan rata-rata nilai
keterampilan laboratorium yang berbeda
signifikan yaitu rata-rata nilai keterampilan
laboratorium yang pertama dengan kedua
serta rata-rata nilai keterampilan labora-
torium yang pertama dengan ketiga.
Jika diurutkan rata-rata nilai keteram-
pilan laboratorium dari paling tinggi hingga
paling rendah yaitu perolehan nilai pada
praktikum ketiga, praktikum kedua dan
praktikum pertama.
Nilai rata-rata keterampilan labora-
torium pada kedua kelas eksperimen pada
praktikum pertama masih tergolong rendah,
hal ini dikarenakan siswa pada kedua kelas
eksperimen baru pernah melakukan
kegiatan praktikum. Sebagian besar siswa
belum mengenal alat-alat serta bahan-
bahan praktikum. Saat kegiatan praktikum,
sebagian siswa belum dapat menggunakan
alat-alat praktikum dengan benar. Pada
praktikum kedua dan ketiga terjadi
peningkatan keterampilan laboratorium pada
kelas eksperimen 1 maupun kelas ekspe-
rimen 2. Peningkatan ini terjadi karena
siswa sudah memiliki pengalaman me-
lakukan kegiatan praktikum pada praktikum
pertama. Pembelajaran berbasis praktikum
dapat meningkatkan keterampilan labora-
torium siswa, seperti keterampilan
menggunakan alat dan bahan, keterampilan
melakukan prosedur kerja, keterampilan
1264 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1260 - 1270
melakukan pengamatan, keterampilan me-
ngumpulkan data serta keterampilan
membuat kesimpulan dalam laporan semen-
tara, hal ini sesuai dengan Tabel 1 (Adane
dan Admas, 2011). Pembelajaran berbasis
praktikum dapat melatih siswa dalam
melakukan keterampilan kerja laboratorium
serta meningkatkan keterampilan labora-
torium karena melalui praktikum siswa
memperoleh pengalaman langsung dalam
menggunakan alat-alat praktikum (Arifin,
1995; Romlah, 2009).
Penilaian penguasaan kompetensi
afektif untuk masing-masing kelas ekspe-
rimen diambil dua nilai, yaitu penilaian awal
sebelum perlakuan dan penilaian akhir
selama perlakuan. Sebelum perlakuan
dilakukan ketika guru kimia menggunakan
metode ceramah. Sedangkan penilaian
akhir yaitu penilaian dilakukan ketika
menggunakan pembelajaran berbasis prak-
tikum bervisi SETS pada kelas eksperimen
1 dan pembelajaran berbasis praktikum
pada kelas eksperimen 2. Nilai rata-rata tiap
aspek penguasaan kompetensi afektif
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai rata-rata tiap aspek penguasaan kompetensi afektif
Aspek Eksperimen 1 Eksperimen 2
Nilai awal Nilai akhir Nilai awal Nilai akhir
Minat 3,3 3,7 3,2 3,6 Kesiapan 2,5 3,1 2,5 2,9 Sikap 2,7 3,3 2,7 3,0 Kedisiplinan 2,7 3,2 2,7 3,1 Kerapian 2,6 3,1 2,6 2,9 Tanggung jawab 2,8 3,4 2,8 3,5
Nilai penguasaan kompetensi afektif
dalam satu kelas untuk kelas eksperimen 1
dan eksperimen 2 pada penilaian awal
sebesar 17 dan penilaian akhir masing-
masing sebesar 19 dan 20. Uji anava satu
jalur, diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada
perbedaan rata-rata afektif pada penilaian
awal antara kelas eksperimen 1 dan ekspe-
rimen 2. Pada penilaian akhir dilakukan uji
anava satu jalur, diperoleh kesimpulan
bahwa ada perbedaan rata-rata afektif pada
penilaian akhir antara kelas eksperimen 1
dan eksperimen 2. Hasil uji lanjut pasca
anava didapatkan Fhitung lebih besar dari
Fkritis, sehingga dapat disimpulkan bahwa
ada perbedaan yang signifikan rata-rata
afektif kelas eksperimen 1 dengan
eksperimen 2 pada penilaian akhir. Pengua-
saan kompetensi afektif kelas eksperimen 1
lebih baik dari kelas eksperimen 2.
Peningkatan penguasaan kompe-
tensi afektif dilihat dari rata-rata nilai kedua
kelas eksperimen pada penilaian awal dan
penilaian akhir. Pada kelas eksperimen 1
setelah diuji menggunakan uji anava satu
jalur didapatkan harga Fhitung lebih besar dari
Fkritis yang berarti ada perbedaan rata-rata
nilai afektif pada penilaian awal dan
penilaian akhir. Uji lanjut pasca anava
(metode scheffe) diperoleh harga Fhitung jauh
lebih besar dari Fkritis. Hal ini berarti ada
perbedaan yang signifikan antara rata-rata
Shinta Nur Baeti, dkk, Pembelajaran Berbasis Praktikum..... 1265
nilai afektif pada penilaian awal dan
penilaian akhir, dan dapat disimpulkan ada
peningkatan rata-rata nilai afektif siswa
kelas eksperimen 1.
Pada kelas eksperimen 2 uji anava
satu jalur didapatkan harga Fhitung lebih
besar dari Fkritis yang berarti ada perbedaan
rata-rata nilai afektif pada penilaian awal
dan penilaian akhir. Uji lanjut pasca anava
(metode scheffe), diperoleh harga Fhitung jauh
lebih besar dari Fkritis. Hal ini berarti ada
perbedaan yang signifikan antara rata-rata
nilai afektif pada penilaian awal dan
penilaian akhir, atau dapat disimpulkan ada
peningkatan rata-rata nilai afektif siswa
kelas eksperimen 2.
Pembelajaran praktikum yang dite-
rapkan pada kedua kelas eksperimen dapat
meningkatkan penguasaan kompetensi
afektif siswa. Kegiatan praktikum dapat
meningkatkan kesiapan dan minat siswa
dalam belajar karena siswa mempersiapkan
sebelumnya dan berhubungan langsung
dengan objek yang diamati (Hayat, 2010).
Dalam pembelajaran praktikum bervisi
SETS pada kelas eksperimen 1, siswa
sangat antusias dalam mengikuti pembe-
lajaran ketika mengaitkan materi dengan
unsur-unsur SETS, sehingga berdampak
pula pada kedisiplinan, kerapian dan
tanggung jawab seperti ditunjukkan pada
Tabel 2 (Rahmiyati, 2008).
Penilaian penguasaan kompetensi
psikomotorik untuk masing-masing kelas
eksperimen diambil dua nilai, yaitu penilaian
awal sebelum perlakuan dan penilaian akhir
selama perlakuan. Sebelum perlakuan
maksudnya penilaian dilakukan ketika guru
kimia yang mengajar menggunakan metode
ceramah. Sedangkan penilaian akhir
dilakukan ketika menggunakan pembelaja-
ran berbasis praktikum bervisi SETS pada
kelas eksperimen 1 dan pembelajaran
berbasis praktikum pada kelas eksperimen
2. Nilai rata-rata penguasaan kompetensi
dalam satu kelas disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik rata-rata nilai psikomotorik
Peningkatan penguasaan kompetensi
psikomotorik dilihat dari rata-rata nilai kedua
kelas eksperimen pada penilaian awal dan
penilaian akhir. Pada kelas eksperimen 1
1266 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1260 - 1270
rata-rata skor psikomotorik pada penilaian
awal dan penilaian akhir masing-masing
sebesar 14 dan 17. Setelah diuji meng-
gunakan uji anava satu jalur didapatkan
harga Fhitung lebih besar dari Ftabel yang
berarti ada perbedaan rata-rata nilai
psikomotorik pada penilaian awal dan
penilaian akhir. Uji dilanjutkan dengan uji
lanjut pasca anava (metode scheffe),
diperoleh harga Fhitung jauh lebih besar dari
Ftabel. Hal ini berarti ada perbedaan yang
signifikan antara rata-rata nilai psikomotorik
pada penilaian awal dan penilaian akhir, dan
dapat disimpulkan ada peningkatan rata-rata
nilai psikomotorik siswa kelas eksperimen 1.
Kelas eksperimen 2 rata-rata nilai
psikomotorik pada penilaian awal dan
penilaian akhir masing-masing sebesar 14
dan 16. Uji anava satu jalur didapatkan
harga Fhitung lebih besar dari Ftabel yang
berarti ada perbedaan rata-rata nilai
psikomotorik pada penilaian awal dan
penilaian akhir. Uji dilanjutkan dengan uji
lanjut pasca anava (metode scheffe),
diperoleh harga Fhitung jauh lebih besar dari
Ftabel. Hal ini berarti ada perbedaan yang
signifikan antara rata-rata nilai psikomotorik
pada penilaian awal dan penilaian akhir,
atau dapat disimpulkan ada peningkatan
rata-rata nilai psikomotorik siswa kelas
eksperimen 2.
Perhitungan analisis data menunjuk-
kan bahwa pembelajaran berbasis prak-
tikum bervisi SETS dapat meningkatkan
penguasaan kompetensi psikomotorik
siswa. Adapun aspek-aspek psikomotorik
yang dinilai yaitu menulis, berbicara, dan
bekerjasama. Rata-rata nilai psikomotorik
kedua kelas eksperimen sama-sama
meningkat dari penilaian awal ke penilaian
akhir, tetapi pada penilaian akhir rata-rata
nilai psikomotorik kelas eksperimen 1 lebih
tinggi dari kelas eksperimen 2.
Tingginya rata-rata nilai psikomotorik
siswa pada kelas eksperimen 1 dikarenakan
pada pembelajaran yang diterapkan, yakni
pembelajaran berbasis praktikum bervisi
SETS, siswa aktif mengikuti kegiatan
praktikum dan diskusi mengenai keterkaitan
sains dengan lingkungan, teknologi dan
masyarakat. Dalam kegiatan diskusi
mengenai unsur-unsur SETS materi
hidrokarbon siswa dituntut aktif menulis hasil
diskusi, aktif bekerjasama dalam diskusi
kelompok dan berbicara saat mempresen-
tasikan hasil diskusi kelompok.
Berdasarkan analisis data diperoleh
adanya perbedaan rata-rata nilai kognitif
dari kedua kelas eksperimen dengan tahun
lalu. Dari data postes diketahui bahwa rata-
rata nilai kognitif kelas eksperimen 1 lebih
tinggi dari kelas eksperimen 2 dan tahun lalu
yaitu masing-masing sebesar 86, 79 dan 70.
Rata-rata nilai penguasaan kompetensi
kognitif disajikan pada Gambar
Shinta Nur Baeti, dkk, Pembelajaran Berbasis Praktikum..... 1267
Gambar 2. Grafik rata-rata nilai kognitif
Hasil perhitungan ketuntasan klasikal
diperoleh kelas eksperimen 1 mencapai
ketuntasan klasikal sedangkan kelas
eksperimen 2 dan kelas tahun lalu belum
mencapai ketuntasan klasikal. Data
ketuntasan masing-masing kelas disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Data ketuntasan klasikal
Kelas Jumlah siswa keseluruhan
Jumlah siswa tuntas
Jumlah siswa tidak tuntas
Eksperimen 1 30 26 4 Eksperimen 2 30 22 8
Tahun Lalu 30 16 14
Hasil perhitungan uji rata-rata satu
pihak kanan, uji ketuntasan rata-rata nilai
kognitif dan uji anava satu jalur menunjuk-
kan bahwa ada perbedaan antara kelas
eksperimen 1 dan eksperimen 2 serta kedua
kelas eksperimen dengan kelas tahun lalu.
Kelas eksperimen 1 lebih baik dari kelas
eksperimen 2 dan kelas tahun lalu, dan
kelas eksperimen 2 lebih baik dari kelas
tahun lalu. Hal ini dikarenakan diterapkan-
nya pembelajaran yang berbeda, pada kelas
eksperimen 1 diterapkan pembelajaran
berbasis praktikum bervisi SETS, kelas
eksperimen 2 diterapkan pembelajaran
berbasis praktikum sedangkan tahun lalu
hanya menggunakan metode ceramah.
Pembelajaran berbasis praktikum bervisi
SETS memberikan hasil nilai kognitif dan
ketuntasan klasikal yang paling baik karena
dalam proses pembelajarannya siswa
melakukan kegiatan praktikum dan mengait-
kan hasil praktikum ke dalam unsur-unsur
SETS. Pembelajaran berbasis praktikum
bervisi SETS dapat meningkatkan minat
siswa dan membuat siswas lebih antusias
dalam mengikuti pelajaran sehingga ber-
dampak pada kognitif siswa (Slish dan
Donald, 2005). Pembelajaran bervisi SETS
dapat meningkatkan kemampuan kognitif
siswa yang ditandai dengan meningkatnya
rata-rata nilai kognitif dan tingginya
ketuntasan klasikal dalam satu kelas
(Afriawan, et al., 2012; Mulyani, 2008).
1268 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1260 - 1270
Berdasarkan hasil tanggapan siswa
diketahui bahwa siswa menyukai pem-
belajaran dengan kegiatan praktikum. Pada
kelas eksperimen 1 yang diterapkan
pembelajaran berbasis praktikum bervisi
SETS, siswa sangat antusias untuk
mengikuti pembelajaran praktikum. Selain
itu siswa lebih termotivasi ketika dalam
proses pembelajaran mengaitkan materi
dengan lingkungan, teknologi dan masya-
rakat (Nuryanto dan Binadja, 2010). Hal ini
terlihat dari jawaban siswa yang sebagian
besar menyatakan bahwa dengan kegiatan
praktikum dan pembelajaran SETS dapat
mempermudah dalam memahami materi
pelajaran, mengajak siswa aktif, dan
membangun kerjasama antar siswa.
Tanggapan siswa kelompok eksperimen 1
terhadap pembelajaran berbasis praktikum
bervisi SETS disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Angket Tanggapan Siswa
No Pernyataan SS S TS STS
1. Saya merasa tertarik dan senang dengan pelaksanaan pembelajaran berbasis praktikum bervisi SETS materi hidrokarbon
4 siswa
25 siswa
1 siswa
0
2. Saya lebih mudah memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru dengan menggunakan pembelajaran berbasis praktikum bervisi SETS
6 siswa
20 siswa
4 siswa
0
3. Saya dapat meningkatkan kemampuan saya untuk mengingat suatu konsep melalui pembelajaran berbasis praktikum bervisi SETS
4 siswa
23 siswa
3 siswa
0
4. Saya lebih mudah dalam menyelesaikan soal hidrokarbon
5 siswa
22 siswa
3 siswa
0
5. Saya bersemangat melakukan kegiatan praktikum pada materi hidrokarbon
6 siswa
23 siswa
1 siswa
0
6. Saya tidak segan bertanya kepada guru jika ada pelajaran yang tidak jelas
7 siswa
20 3 0
7. Saya lebih mudah memahami materi setelah melakukan praktikum yang sesuai dengan materi
6 siswa
23 siswa
1 siswa
0
8. Saya bersemangat mengerjakan soal latihan di kelas dan di rumah yang diberikan oleh guru
5 siswa
20 siswa
5 siswa
1 siswa
9. Pelaksanaan pembelajaran berbasis praktikum bervisi SETS sesuai untuk materi hidrokarbon
6 siswa
24 siswa
0 0
10. Saya termotivasi untuk lebih giat belajar karena mengikuti pelajaran kimia dengan pembelajaran berbasis praktikum bervisi SETS
5 siswa
20 siswa
4 siswa
1 siswa
Hasil analisis angket mengenai
tanggapan siswa terhadap pembelajaran
berbasis praktikum menyatakan bahwa
pembelajaran lebih menarik, meningkatkan
minat belajar, dan membantu memahami
konsep yang diajarkan. Siswa senang dan
tertarik dengan pembelajaran, karena pem-
belajaran berbasis praktikum memberi
kesempatan siswa untuk belajar aktif. Siswa
dapat bereksplorasi melalui kegiatan yang
relevan untuk memperoleh pengalaman dan
konsep baru. Pembelajaran berbasis
praktikum menjadikan proses pembelajaran
menjadi lebih hidup dan bermakna bagi
Shinta Nur Baeti, dkk, Pembelajaran Berbasis Praktikum..... 1269
siswa (Sukaesih, 2011). Hasil tanggapan
siswa menyatakan bahwa kegiatan
laboratorium dengan visi SETS dapat
membantu siswa membantu memahami
materi pelajaran dan meningkatkan motivasi
untuk giat belajar. Kegiatan laboratorium
juga dapat meningkatkan kemampuan
kognitif, memecahkan masalah, mengerja-
kan tugas-tugas laboratorium dan juga
kemampuan untuk melakukan observasi
(Hofstein, 2004).
SIMPULAN
Penerapan pembelajaran berbasis
praktikum bervisi SETS dapat meningkatkan
keterampilan laboratorium dan penguasaan
kompetensi hidrokarbon siswa. Penerapan
pembelajaran tersebut dapat meningkatkan
keterampilan laboratorium dan penguasaan
kompetensi hidrokarbon siswa secara
signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Adane, L. dan Admas, A., 2011, Relevance
and Safety of Chemistry Laboratory Experiments from Students Perspective: A Case Study at Jimma University, Southwestern Ethiopia. Department of Chemistry, Jimma University, Southwstern Ethiopia, Journal Educational Research, Vol 2, No 12, Hal: 1749-1758.
Afriawan, M., Binadja, A. dan Latifah, 2012, Pengaruh Penerapan Pendekatan Savi Bervisi Sets Pada Pencapaian Kompetensi Terkait Reaksi Redoks, Unnes Science Education Journal, Vol 1, No 2, Hal : 2252-6617.
Arifin, M., 1995, Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia, Surabaya: Airlangga University Press.
Binadja, A., 1999, Cakupan Pendidikan SETS untuk Bidang Sains dan Non Sains, Makalah disajikan dalam seminar lokakarya Pendidikan SETS untuk bidang Sains dan Non Sains, Kerjasama antara SEMEORECSAM dan UNNES Semarang 14 -15 Desember 1999.
Duda, H. J., 2010, Pembelajaran Berbasis Praktikum dan Asesmennya pada Sistem Ekskresi untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI, VOX Edukasi, Vol 1, No 2, Hal: 29-39.
Hayat, M. S., 2010, Pembelajaran Berbasis Praktikum pada Konsep Invertebrata untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah Siswa, Tesis: UPI Bandung.
Hofstein, 2004, The Laboratory in Chemistry Education: Thirty Years of Experience with Developments, Implementation, and Research, Journal Research and Practice, Vol 5, No 3, Hal: 247-264.
Lynn, V. C. dan Nixon, J. E, 1985, Physical Education: Teacher Education, New York: John Wiley and Sons, Inc.
Mulyani, 2008, Pengaruh Pembelajaran Kimia Dengan Pendekatan SETS menggunakan Media CD Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa SMA Negeri 14 Semarang, Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA UNNES
Nuryanto dan Binadja, A., 2010, Efektivitas Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Salingtemas ditinjau dari Minat dan Hasil Belajar Siswa, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 4, No 1, Hal: 552-556.
Rahmiyati, S., 2008, Keefektifan Pemanfaatan Laboratorium di Madrasah Aliyah Yogyakarta, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Vol 11, No 1, Hal: 84-95.
1270 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1260 - 1270
Romlah, O., 2009, Peranan Praktikum dalam Mengembangkan Keterampilan Proses dan Kerja Laboratorium, Makalah disampaikan pada pertemuan MGMP Biologi Kabupaten Garut, 3 Februari 2009.
Rustaman, N., Dirdjosoemarto, S., Yudianto, S. A., Achmad, Y., Subekti, R., Rochiantaniawati, D., dan Nurjhani, M., 2005, Strategi Belajar Mengajar Biologi, Malang: UM PRESS.
Slish, J. dan Donald, E., 2005, Assesment of the Use of the Jigsaw Method and Active Learning in Major Introductory Biology, Journal of Science Education, Vol 31, No 4, Hal: 566-682.
Sukaesih, S., 2011, Analisis Sikap Ilmiah dan Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Praktikum, Jurnal penelitian pendidikan, Vol 28, No 1, Hal: 77-85.
Zara Bunga Namira, dkk, Keefektifan Strategi Metakognitif.... 1271
KEEFEKTIFAN STRATEGI METAKOGNITIF BERBANTU
ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR KIMIA SISWA
Zara Bunga Namira*, Ersanghono Kusumo dan Agung Tri Prasetya
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan penggunaan metode pembelajaran dengan strategi metakognitif berbantu Advance Organizer. Desain penelitan yang digunakan adalah pretest-posttest control group design. Keefektifan penelitian akan ditunjukkan dengan ketuntasan belajar klasikal siswa minimal 85%. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X suatu SMA di Tengaran. Sampel penelitian adalah kelas X-5 (kelas eksperimen) dan X-4 (kelas kontrol) yang diambil dengan teknik Cluster Random Sampling. Kelas eksperimen menerapkan pembelajaran dengan strategi metakogntif berbantu Advance Organizer sedangkan kelas kontrol tidak menerapkan strategi metakognitif berbantu Advance Organizer. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi afektif dan psikomotorik, tes hasil belajar kognitif dan lembar angket respon siswa. Data hasil penelitian diambil dari hasil belajar dan respon siswa. Berdasarkan analisis data diperoleh rata-rata hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen sebesar 78,32 dan kelas kontrol sebesar 75,09 dengan ketuntasan belajar klasikal kognitif kelas eksperimen sebesar 88,23% dan kelas kontrol sebesar 70,59%. Siswa kelas eksperimen rata-rata memiliki respon baik terhadap penggunaan strategi metakognitif berbantu Advance Organizer pada pembelajaran yang diterapakan. Kesimpulan yang dapat diambil yakni strategi metakognitif berbantu Advance Organizer terbukti efektif terhadap peningkatan hasil belajar siswa di sekolah.
Kata kunci: advance organizer, hasil belajar, strategi metakognitif
ABSTRACT
This study aims to determine the effectiveness of the use of learning methods with metacognitive strategies assisted Advance Organizer. Research design used was a pretest-posttest control group. The effectiveness of the research will be presented with the classical student learning completeness minimum 85%. The study population was all students of class X in a school of Tengaran. Samples were X-5 class (the experimental class) and X-4 (grade control) were taken with a cluster random sampling technique. Experimental class implements metakogntif assisted learning strategies Advance Organizer while the control class is not apply metacognitive strategies assisted Advance Organizer. The research instrument used is the observation sheet affective and psychomotor, cognitive and achievement test sheet student questionnaire responses. The data were taken from learning outcomes and student response. Based on data analysis, it obtained that the average student learning outcomes for experimental class was 78.32, and control class was 75.09, with classical cognitive mastery of learning outcomes for experimental class was 88.23% and control class was 70.59%. The average of experimental class students have a good response on learning that used metacognitive strategies assisted Advance Organizer. It can be concluded that metacognitive strategies assisted Advance Organizer effectively can improve the student learning outcomes in school.
Keywords: advance organizer, learning outcomes, strategy metacognitive
1272 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1271 - 1280
PENDAHULUAN
Pemerintah melalui berbagai program
selalu berusaha memajukan pendidikan di
Indonesia, mulai dari wajib belajar 9 tahun
sampai diberlakukannya perubahan kuri-
kulum. Penerapan kurikulum yang baru
disesuaikan dengan kebutuhan siswa
diharapkan mampu meningkatkan kualitas
lulusan dan kualitas pendidikan di
Indonesia. Tugas seorang guru bukan
hanya menyampaikan materi yang ada di
buku teks melainkan juga berupaya
menjadikan pembelajaran menjadi sesuatu
yang bermakna bagi siswa. Keberhasilan
proses belajar mengajar merupakan hal
utama yang didambakan dalam melaksana-
kan pendidikan sekolah. Komponen utama
dalam kegiatan belajar mengajar adalah
siswa dan guru, dalam hal ini siswa menjadi
subjek belajar. Oleh karena itu, paradigma
pembelajaran yang berpusat pada guru
hendaknya diubah menjadi pembelajaran
yang berpusat pada siswa (Fajri, 2012).
Kenyataan yang ditemui di suatu SMA di
Tengaran, hasil observasi menunjukkan
bahwa sebagian besar guru khususnya
pada mata pelajaran kimia hanya
mentransfer pengetahuan atau informasi
yang ada di buku. Siswa cenderung pasif di
dalam kelas dalam menerima pelajaran,
lebih banyak diam, mendengar, mencatat,
menghafal kemudian bosan dan tidak
bersungguh-sungguh mengikuti proses
pembelajaran. Pembelajaran konvensional
menekankan pada resitasi konten, tanpa
memberikan waktu yang cukup kepada
siswa untuk merefleksi materi-materi yang
dipresentasikan, menghubungkannya de-
ngan pengetahuan sebelumnya, atau meng-
aplikasikannya dalam situasi kehidupan
nyata (Warpala, 2009). Implementasi aspek-
aspek pelaksanaan pembelajaran itu harus
selalu diupayakan agar tidak semata-mata
mengacu pada kepentingan transfer
informasi saja tetapi mengacu pada
kecakapan berpikir tingkat tinggi (Susantini,
2010)
Salah satu mata pelajaran yang tidak
bisa diajarkan dengan hanya satu sumber
informasi saja adalah kimia. Oleh sebab itu
sampai saat ini kimia dianggap sebagai
mata pelajaran yang sulit dan mem-
bosankan bagi siswa karena selain banyak
rumus yang harus dihafal, juga terdapat
beberapa materi yang membutuhkan
visualiasasi dengan bantuan media lain,
tidak hanya sekedar ceramah. Anggapan
tersebut menyebabkan siswa memberikan
respon yang kurang positif terhadap
pembelajaran kimia yang akhirnya juga
mempengaruhi ketuntasan belajar siswa.
Ada banyak penelitian yang dilakukan terkait
dengan pemilihan metode, strategi,
pendekatan dan teknik pembelajaran yang
dapat membantu siswa meningkatkan hasil
belajar. Salah satu strategi menjadikan
informasi yang mudah diingat dan dipahami
adalah strategi metakognitif.
Pembelajaran dengan strategi meta-
kognitif merupakan pembelajaran yang
menanamkan kesadaran bagaimana meran-
cang, memonitor serta mengontrol tentang
apa yang mereka ketahui, apa yang
diperlukan untuk mengerjakan dan bagai-
mana melakukannya (Maulana, 2008).
Strategi metakognitif dilakukan dalam tiga
tahap, yakni tahap proses sadar belajar,
Zara Bunga Namira, dkk, Keefektifan Strategi Metakognitif.... 1273
tahap merencanakan belajar, tahap
monitoring dan refleksi belajar (Romli,
2009). Metakognitif dapat dinilai dengan
menggunakan kuesioner untuk melaporkan
persepsi dan kemampuan memecahkan
masalah siswa (Downing, 2009).
Strategi metakognitif melalui multi-
strategi dan dikombinasikan dalam sebuah
jurnal belajar lebih berpotensi untuk
meningkatkan hasil belajar siswa terutama
dalam aspek kognitif. Penelitian ini
menggunakan strategi metakognitif dengan
bantuan Advance Organizer. Istilah Advance
Organizer diartikan sebagai kesadaran
siswa terhadap struktur pengetahuan yang
telah dimilikinya sehingga informasi baru
dapat dikaitkan dengan pengetahuan
sebelumnya (Dahar, 1996). Saat ini
Advance Organizer dianggap sebagai alat
yang dapat dipakai untuk memberikan suatu
bahan pendahuluan terhadap apa yang
dipelajari untuk membantu siswa meng-
organisasi, mengingat, dan mengaitkan
dengan pengetahuan sebelumnya terhadap
pengetahuan baru yang akan dipelajari
(Wachanga, 2013). Advance Organizer
dapat meningkatkan pemahaman siswa
tentang berbagai macam materi pelajaran
dan lebih berguna untuk mengajarkan isi
pelajaran yang telah mempunyai struktur
kognitif relevan yang ada dalam diri siswa
(Dahar, 1996).
Berdasarkan uraian diatas maka
permasalahan yang dihadapi dalam
penelitian ini adalah apakah strategi
metakognitif berbantu Advance Organizer
efektif terhadap peningkatan hasil belajar
siswa di suatu SMA di Tengaran pada
materi pokok hidrokarbon kelas X tahun
ajaran 2012/2013. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui keefektifan strategi
metakognitif berbantu Advance Organizer
terhadap peningkatan hasil belajar siswa
pada materi hidrokarbon.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di suatu SMA
di Tengaran Kabupaten Semarang yakni
siswa kelas X pada mata pelajaran kimia
dan materi hidrokarbon. Desain penelitian
yang dipakai yaitu pretest-posttest control
group design yaitu desain penelitian dengan
melihat perbedaan pretest maupun posttest
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
(Sugiyono, 2010). Populasi dalam penelitian
ini adalah siswa kelas X-1 sampai X-9 suatu
SMA di Tengaran tahun pelajaran 2012/
2013. Kelas X-5 merupakan kelas ekspe-
rimen sedangkan kelas X-4 merupakan
kelas kontrol yang diambil dengan
menggunakan teknik cluster random
sampling. Variabel dalam penelitian ini ada
tiga, yakni variabel bebas, variabel kontrol
dan variabel terikat. Variabel bebas dalam
penelitian ini yaitu strategi pembelajaran.
Variasi perlakuan pada kelas eksperimen
adalah dengan menggunakan strategi
metakognitif berbantu Advance Organizer
sedangkan pada kelas kontrol tanpa
menggunakan strategi metakognitif berbantu
Advance Organizer atau menerapkan pem-
belajaran ceramah. Variabel terikat pada
penelitian ini yaitu hasil belajar siswa SMA N
1 Tengaran yang dinyatakan dengan hasil
belajar tes kognitif, penilaian aspek afektif
dan aspek psikomotorik sedangkan variabel
kontrol dalam penelitian ini yaitu Rencana
1274 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1271 - 1280
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), silabus,
materi yang diajarkan dan alokasi waktu
pembelajaran.
Metode pengumpulan data dilakukan
dengan metode dokumentasi, metode tes,
metode observasi dan metode angket.
Metode dokumentasi digunakan untuk mem-
peroleh data mengenai jumlah populasi,
jumlah sampel, nama-nama siswa anggota
sampel dan nilai ulangan mid semester 1
yang akan digunakan dalam analisis data
pada uji homogenitas populasi. Metode tes
digunakan untuk mengukur hasil belajar
pada aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Metode observasi digunakan
untuk mengumpulkan data dengan cara
pengamatan dengan menggunakan hasil
belajar ranah afektif dan psikomotorik
dengan menggunakan lembar observasi/
pengamatan selama pembelajaran berlang-
sung. Metode angket digunakan untuk
memperoleh data mengenai tanggapan
siswa terhadap pembelajaran kimia
menggunakan strategi metakognitif berbantu
Advance Organizer di akhir pembelajaran.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah silabus, RPP, bahan ajar, soal
pretest dan posttest hasil belajar kognitif,
lembar observasi dan angket respon siswa.
Data penelitian hasil belajar siswa dianalisis
dengan statistika parametrik dihitung
dengan uji t, uji F, uji ketuntasan belajar
untuk mengetahui keefektifan penggunaan
strategi metakognitif berbantu Advance
Organizer terhadap peningkatan hasil be-
lajar aspek kognitif siswa kelas eksperimen.
Uji normalized-gain dan uji paired sample
test dihitung untuk mengetahui signifikansi
besarnya pe-ningkatan hasil belajar siswa
dengan menggunakan data nilai pretest dan
posttest siswa kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Hasil belajar afektif dan psiko-
motorik serta angket respon siswa dianalisis
secara deskriptif. Keefektifan dari pene-
rapan strategi metakognitif dilihat dari
ketuntasan belajar klasikal siswa dimana
suatu pembelajaran dapat dikatakan efektif
jika ketuntasan belajar klasikal siswa
minimal 85% (Mulyasa, 2007).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis dilakukan pada data nilai
pretest dan data nilai posttest siswa.
Berdasarkan hasil analisis data didapatkan
bahwa nilai rata-rata pretest siswa kelas
eksperimen sebesar 31,70 sedangkan nilai
rata-rata pretest kelas kontrol sebesar
30,29. Berdasarkan uji kesamaan dua
varians didapatkan hasil bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan pada nilai pretest
dari kedua kelas sehingga dapat dikatakan
bahwa sampel berangkat dari keadaan awal
yang sama atau kemampuan awal yang
sama. Hasil belajar kognitif siswa kelas
eksperimen setelah menerapkan strategi
metakognitif berbantu Advance Organizer
sebesar 78,32 dengan ketuntasan belajar
klasikal sebesar 88,23% sedangkan kelas
kontrol sebesar 75,09 dengan ketuntasan
belajar klasikal sebesar 80,29%. Pada
penelitian ini ketuntasan belajar individu
ditentukan berdasarkan KKM dari sekolah
yakni siswa dianggap tuntas secara individu
pada nilai minimal 75. Jika dibandingkan
antara nilai pretest dan posttest dari kedua
kelas dapat dilihat bahwa kelas eksperimen
dan kelas kontrol mengalami peningkatan
Zara Bunga Namira, dkk, Keefektifan Strategi Metakognitif.... 1275
nilai rata-rata. Nilai rata-rata pretest dan
posttest siswa kelas eksperimen dan kelas
kontrol diuji dengan menggunakan uji
Normalized gain (N-gain) dan uji paired
sample test untuk mengetahui kelas yang
mengalami peningkatan hasil belajar lebih
signifikan. Berdasarkan uji paired sample
test diperoleh harga t hitung pada taraf
kepercayaan 95% adalah 5,55 yang berada
pada daerah penolakan dengan t kritis
sebesar 2,03. Hasil N-gain dari kelas
eksperimen <g> sebesar 0,71 pada kategori
tinggi sedangkan kelas kontrol <g> sebesar
0,66 pada kategori sedang. Hasil uji
normalized-gain dan uji paired sample test
menunjukkan peningkatan hasil belajar yang
diperoleh kelas eksperimen lebih signifikan
dibandingkan dengan peningkatan hasil
belajar yang diperoleh kelas kontrol. Kelas
eksperimen mencapai rata-rata hasil belajar
kognitif lebih baik daripada kelas kontrol
karena selama pembelajaran di kelas
eksperimen siswa dibimbing dengan strategi
metakognitif yang diterapkan dengan
bantuan Advance Organizer untuk mem-
bangkitkan keaktifan siswa selama proses
pembelajaran. Pembelajaran dengan
strategi metakognitif menitikberatkan pada
aktivitas belajar siswa, membantu dan
membimbing siswa jika ada kesulitan serta
membantu siswa mengembangkan konsep
diri apa yang dilakukan saat kegiatan belajar
kimia berlangsung. Rata-rata hasil belajar
siswa yang menggunakan strategi
metakognitif dalam pembelajaran meningkat
dibandingkan dengan pembelajaran yang
tidak menerapkan strategi metakognitif
(Agustina dan Muyanratna, 2012). Sama
seperti yang diterapkan dalam pengetahuan
metakognitif, pembelajaran atau belajar
tidak seharusnya terjadi dalam kekosongan
pikiran. Guru juga perlu mengetahui
perbedaan individu dan bagaimana individu
tersebut menginteraksikan metakognitifnya
dengan berbagai komponen yang berkaitan
dengan proses pembelajaran (Veenman et
al., 2006).
Peningkatan hasil belajar siswa kelas
eksperimen disebabkan karena penerapan
strategi metakognitif dibantu dengan
Advance Organizer mampu membangkitkan
minat dan motivasi belajar siswa di dalam
kelas dan di luar kelas. Siswa menggunakan
Advance Organizer sebagai media belajar.
Dalam penelitian ini, Advance Organizer
memiliki fungsi yang hampir sama dengan
LKS yakni sama-sama digunakan untuk
membantu siswa selama kegiatan belajar
mengajar di dalam kelas dan di luar kelas.
Advance Organizer membuat siswa memiliki
aktivitas belajar selama di dalam kelas
karena selama pembelajaran siswa di-
bimbing untuk aktif mengungkapkan
pemikiran, ide dan pengetahuan yang ingin
mereka kuasai. Selama di luar kelas, siswa
menggunakan Advance Organizer untuk
membuat catatan dan mengumpulkan
informasi sebanyak mungkin terkait dengan
materi yang ingin mereka pelajari dari
berbagai sumber. Penggunaan Advance
Organizer sebagai suatu alat dalam
kegiatan belajar mengajar di dalam kelas
mampu meningkatkan minat dan motivasi
siswa dalam mempelajari suatu materi
(Shihusa dan Keraro, 2009). Bentuk
visualisasi nilai rata-rata hasil belajar kognitif
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol
dapat dilihat pada Gambar 1.
1276 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1271 - 1280
Gambar 1. Perbandingan hasil belajar kognitif kelas eksperimen dan kelas kontrol
Pengambilan data hasil belajar afektif
siswa dilakukan dengan metode observasi
langsung. Penilaian dilakukan selama
kegiatan belajar mengajar berlangsung oleh
observer yang dalam hal ini dilakukan oleh
guru kimia dan teman sejawat. Hasil belajar
afektif yang diamati terdiri dari delapan
aspek dan masing-masing aspek dianalisis
secara deskriptif. Kedelapan aspek tersebut
diantaranya kehadiran, konsentrasi dalam
pembelajaran, perhatian siswa selama
diskusi, interaksi dengan guru, kelengkapan
isi catatan dan Advance Organizer, disiplin
mengerjakan tugas, kerjasama dalam
kelompok serta kemauan bertanya dan
berpendapat. Berdasarkan analisis data
yang dilakukan terhadap nilai afektif siswa
selama proses pembelajaran berlangsung,
didapatkan hasil bahwa pada aspek
keempat yakni interaksi dengan guru dan
pada aspek kedelapan yakni kemauan
bertanya dan berpendapat terlihat jelas
perbedaan yang besar dari nilai rata-rata
aspek afektif siswa kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Interaksi siswa kelas
eksperimen dengan guru meningkat seiring
meningkatnya aktivitas belajar siswa selama
berlangsungnya kegiatan belajar mengajar
menggunakan strategi metakognitif berbantu
Advance Organizer. Sedangkan kemauan
bertanya dan berpendapat siswa kelas
eksperimen meningkat karena siswa kelas
eksperimen dibiasakan untuk mengungkap-
kan ide dan pemikirannya pada Advance
Organizer sehingga ketika guru me-
nyampaikan suatu informasi baru, siswa
yang metakognitifnya telah terkontrol lebih
mudah mengungkapkan apa yang ingin
mereka ungkapkan. Seseorang yang
mempelajari suatu informasi dari sumber
yang baru kemudian membuat ringkasan
dari sumber tersebut akan memiliki skor tes
yang lebih baik daripada seseorang yang
mempelajari teks asli sebuah buku tanpa
membuat catatan atau ringkasan (Bahri dan
Apriana, 2008). Hal ini bisa membuktikan
bahwa dengan adanya strategi metakognitif
berbantu Advance Organizer mampu
meningkatkan aspek afektif yang dimiliki
oleh siswa. Hasil rata-rata nilai afekif tiap
aspek kelas eksperimen dan kontrol
terdapat pada Gambar 2.
Zara Bunga Namira, dkk, Keefektifan Strategi Metakognitif.... 1277
Gambar 2. Perbandingan rata-rata nilai aspek afektif siswa kelas kontrol dan eksperimen
Penilaian aspek psikomotorik siswa
kelas eksperimen dan kelas kontrol
dilakukan dengan menggunakan lembar
observasi pada saat praktikum. Berdasarkan
hasil analisis data didapatkan bahwa dari
pelaksanaan dua kali kegiatan praktikum,
kelas eksperimen memperoleh nilai rata-rata
sebesar 80,19 sedangkan kelas kontrol
memperoleh nilai rata-rata sebesar 72,15.
Penilaian aspek psikomotorik siswa meliputi
delapan indikator, yaitu kemampuan siswa
dalam diskusi kelompok, keterampilan siswa
dalam menyampaikan hasil diskusi,
persiapan alat dan bahan, keterampilan
menggunakan alat, penggunaan prosedur
praktikum, mengamati hasil percobaan,
keterampilan bekerjasama dalam kelompok
dan keterampilan berkomunikasi sosial.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa 26
siswa di kelas eksperimen memiliki nilai
psikomotorik pada kategori baik dan tujuh
siswa kelas eksperimen memiliki nilai
berkategori sangat baik dan hanya satu
siswa memiliki nilai berkategori cukup. Kelas
kontrol hanya memiliki 23 siswa dengan nilai
berkategori baik dan 11 siswa berkategori
cukup. Hal ini disebabkan karena sebelum
berlangsungnya kegiatan praktikum, siswa
kelas eksperimen telah dibimbing untuk
mempersiapkan pengetahuan awal yang
mendukung materi praktikum yang dituliskan
dalam Advance Organizer. Pengetahuan
awal yang dimiliki siswa setelah dibimbing
dengan strategi metakognitif terkait dengan
materi praktikum membantu siswa kelas
eksperimen dalam melakukan kegiatan
praktikum. Waktu yang diberikan untuk
melaksanakan praktikum tidak terbuang
percuma karena siswa memahami materi
sehingga pembelajaran dapat berlangsung
efektif. Siswa kelas eksperimen yang telah
mempersiapkan diri dengan pengetahuan
awal lebih mudah memahami, mengolah
dan menganalisis data hasil praktikum.
Mempelajari suatu materi sebelum materi
tersebut diajarkan oleh guru akan membuat
siswa mengingat informasi dengan lebih
baik dan lebih lama karena konsep baru
yang disampaikan digabungkan dengan
struktur kognitif yang sebelumnya telah
1278 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1271 - 1280
disiapkan oleh siswa. Visualiasi nilai hasil
rata-rata per aspek psikomotorik siswa
dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Perbandingan rata-rata nilai aspek psikomotorik siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen
Pengambilan data respon siswa
terhadap pembelajaran dengan meng-
gunakan metode angket yang memuat 20
indikator dengan kriteria sangat setuju,
setuju, kurang setuju, tidak setuju dan
sangat tidak setuju. Hasil analisis
menunjukkan bahwa rata-rata siswa
memberikan tanggapan baik terhadap
pembelajaran yang diterapkan. Hal ini bisa
dilihat dari indikator penyampaian tujuan
pembelajaran, rasa ingin tahu siswa,
kesesuaian metode dengan materi, aplikasi
metode pada materi lain dan semangat
belajar siswa memperoleh respon yang
sangat baik. Sebanyak 50% siswa sangat
setuju dan 44% siswa setuju dengan
pernyataan bahwa strategi metakognitif
berbantu Advance Organizer meningkatkan
rasa ingin tahu siswa dalam pembelajaran
kimia materi hidrokarbon. Sebanyak 17
siswa menyatakan sangat setuju dan
sembilan siswa menyatakan setuju pada
indikator yang menyatakan bahwa strategi
metakognitif berbantu Advance Organizer
membuat siswa lebih mudah belajar di luar
kelas. Respon baik yang ditunjukkan siswa
dengan diterapkannya strategi metakognitif
berbantu Advance Organizer disebabkan
karena Advance Organizer menjadi sebuah
media baru bagi siswa dalam belajar,
khususnya pada saat siswa membuat
catatan mengenai informasi baru dari
berbagai sumber, penyampaian ide dan
pendapat saat pembelajaran. Advance
Organizer dirancang untuk mengajarkan
informasi dan konsep verbal dan
pembelajaran melalui diskusi dan
presentasi. Masalah yang ditemui siswa
selama pembelajaran, didiskusikan bersama
guru untuk dapat mengetahui bagaimana
permasalahan tersebut dapat diatasi secara
tepat dan cepat. Refleksi yang dilakukan
diakhir pembelajaran dengan strategi
metakognitif berbantu Advance Organizer
membuat siswa terbiasa untuk memilih
strategi yang tepat bagi dirinya sehingga
pembelajaran dapat berlangsung lebih
bermakna bagi siswa. Melalui penggunaan
Advance Organizer, siswa memperoleh
manfaat tidak hanya dari belajar bermakna
Zara Bunga Namira, dkk, Keefektifan Strategi Metakognitif.... 1279
akan tetapi juga dari penguatan struktur
kognitif mereka (Aziz, 2009). Hal ini di-
dukung dengan nilai posttest, nilai tugas dan
sikap kedisplinan dalam mengerjakan tugas
siswa kelas eksperimen lebih baik daripada
kelas kontrol.
Peningkatan yang signifikan pada
hasil belajar siswa kelas eksperimen
disebabkan karena strategi metakognitif
yang diterapkan dengan bantuan Advance
Organizer berhasil meningkatkan kemam-
puan metakognitif siswa. Pada prinsipnya
jika dikaitkan dengan proses belajar,
kemampuan metakognitif seseorang diguna-
kan dalam mengontrol proses belajar mulai
dari tahap perencanaan, pemilihan strategi
yang tepat sesuai dengan masalah yang
dihadapi kemudian merefleksi dan
memonitor kemajuan dalam belajar secara
bersamaan sebagai bentuk koreksi selama
memahami konsep dan menganalisis
strategi belajar yang dipilih. Pada
pembelajaran yang diterapkan di kelas
eksperimen siswa diajarkan untuk berlatih
mengembangkan metakognitif yang telah
dimiliki siswa dengan menerapkan strategi
metakognitif berbantu Advance Organizer.
Siswa kelas eksperimen dibiasakan untuk
merencanakan dan menyadari untuk apa
harus belajar materi kimia, merencanakan
strategi yang tepat dalam mempelajari
materi serta melakukan refleksi untuk
memonitor bagaimana cara berpikir mereka
sendiri. Seiring dengan meningkatnya
kemampuan metakognitif siswa, maka
kemampuan kognitif siswa kelas eksperimen
pun akan perlahan meningkat karena
dengan strategi metakognitif siswa dibiasa-
kan untuk mengontrol apa saja yang mereka
butuhkan untuk dipelajari, apa saja masalah
yang ditemui selama pembelajaran dan
bagaimana mengatasi permasalahan
tersebut sehingga cara belajar pun lebih
terfokus pada pemecahan masalah.
Pemecahan masalah dilakukan dengan
diskusi dalam kelompok kecil dan kelompok
besar sehingga aktivitas belajar siswa kelas
pun semakin meningkat.
SIMPULAN
Penggunaan strategi metakognitif
berbantu Advance Organizer terbukti efektif
terhadap peningkatan hasil belajar siswa
suatu SMA di Tengaran kelas X-5 pada
materi hidrokarbon. Penggunaan strategi
metakognitif berbantu Advance Organizer
efektif meningkatkan hasil belajar siswa
kelas eksperimen pada aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik secara signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, L. dan Muyanratna, M., 2012,
Penerapan strategi metakognitif dalam meningkatkan kualitas belajar siswa pada materi cahaya di kelas VIII SMP Negeri 1 Mojokerto, Jurnal Fisika, Vol 2, No 4, Hal 52-61.
Aziz, A., 2009, Model Advance Organizer dan penerapannya dalam pembelajaran, Jurnal Pendidikan Kimia, Vol 1, No 19, Hal 34-44.
Bahri, S. dan Apriana, E., 2008, Peran pengetahuan awal, strategi metakognitif, dan metakognitif terhadap pencapaian hasil belajar, Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu. Vol 1 No 6, Hal 58-64.
Dahar, R.W., 1996, Teori-teori belajar, Jakarta: Erlangga.
1280 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1271 - 1280
Downing, K.J., 2009, Self eficiacy and metacognitive development, The International Journal of Learning. Vol 4, No 16, Hal 21-32.
Fajri, L., 2012, Upaya peningkatan proses dan hasil belajar Kimia materi koloid melalui pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) dilengkapi dengan teka-teki silang bagi siswa kelas XI IPA 4 SMA Negeri 2 Boyolali pada semester genap tahun ajaran 2011/2012, Jurnal Pendidikan Kimia, Vol 1, No 1, Hal 50-61.
Maulana, 2008, Pendekatan metakognitif sebagai alternatif pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa PGSD, Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Vol 2, No 10, Hal 25-36.
Mulyasa, E., 2007, Menjadi pendidik profesional menciptakan pembelajaran kreatif dan menyenangkan, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Romli, M., 2009, Strategi membangun metakognisi siswa SMA dalam pemecahan masalah Matematika, Skripsi, Madura: FKIP Universitas Madura.
Shihusa, H. dan Keraro, F.N., 2009, Using Advance Organizers to enhance student’s motivation in learning Biology, Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technoloy Education, Vol 4, No 5, Hal 413-420.
Sugiyono, 2010, Statistika untuk penelitian, Bandung: Alfabeta.
Susantini, E., 2010, Efektivitas perangkat pembelajaran Biologi berbasis strategi metakognitif ditinjau dari kemampuan siswa dan kategori sekolah, Skripsi, Surabaya: FMIPA Universitas Negeri Surabaya.
Veenman, M.V.J., Bernadette, H.A.M., Wolters, W.H. dan Afflerbach, P, 2006, Metacognition and learning as conceptual and methodological considerations, Journal Springer Science, Vol 3, No 4, Hal 210-211.
Wachanga, S.W., 2013, Effects of Advance Organizer teaching approach on Secondary School students achievement in Chemistry in Maara District Kenya, Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technoloy Education, Vol 2, No 6, Hal 122-132.
Warpala, I.W.S., 2009, Pendekatan pembelajaran konvensional. Diunduh di http://edukasi.kompasiaa.com/2009/12/20/pendekatan-pembelajaran-konvensional/ tanggal 23 Januari 2013
Nur Amalia Afiyanti, dkk, Keefektifan Inkuiri Terbimbing.... 1281
KEEFEKTIFAN INKUIRI TERBIMBING
BERORIENTASI GREEN CHEMISTRY
TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS
Nur Amalia Afiyanti*, Edy Cahyono dan Soeprodjo
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry terhadap keterampilan proses sains kelas XI suatu SMA di Semarang pada tahun ajaran 2012/2013. Populasi bersifat normal dan homogen, sehingga pengambilan dua kelompok sampel menggunakan teknik cluster random sampling. Desain penelitian yaitu posttest only control design. Keberhasilan penelitian dilihat dari ketuntasan belajar pembelajaran yang menggunakan model inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry aspek kognitif mencapai nilai KKM. Pada analisis tahap akhir, uji yang digunakan adalah uji t pihak kiri dengan t hitung > t tabel (1,696). Hasil uji ketuntasan belajar untuk kelas eksperimen didapatkan thitung sebesar 3,860 sedangkan kelas kontrol 0,914. Hal ini menyatakan bahwa kelas eksperimen telah mencapai ketuntasan belajar, sedangkan kelas kontrol belum. Rata-rata nilai aspek psikomotorik siswa pada kelas eksperimen adalah 82,6 yang termasuk dalam kategori sangat baik dan kelas kontrol adalah 74 termasuk dalam kategori baik. Pada aspek kepedulian lingkungan siswa, rata-rata nilai pada kelas eksperimen adalah 88,65 termasuk dalam kategori sangat baik dan kelas kontrol adalah 81,7 termasuk dalam kategori baik. Kesimpulan penelitian adalah bahwa inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry terbukti efektif meningkatkan keterampilan proses sains.
Kata kunci: green chemistry, inkuiri terbimbing, keterampilan proses sains
ABSTRACT
This research aims to know the effectiveness of guided inquiry oriented green chemistry for science process skills at XI school grade of SMA in Semarang on 2012/2013 period. The population is normal and homogeneous, so to take two groups of samples using cluster random sampling techniques. Design of this research is posttest only control design. The succes of this research seen from cognitive aspect of student achievement reach KKM. At the final stage of the analysis, the t test used was left-test with t count > t table (1.696). The student achievement for experimental classes obtained t count of 3.860 while the control class 0,914. This suggests that the experimental class has achieved mastery learning, while the control class not yet. The average value of the psychomotor aspects of students in the experimental class was 82.6 which is included in the excellent category and control class was 74 included in good category. In the aspect of Students environmental concern, the average value of the experimental class was 88.65 included in the excellent category and class control was 81.7 included in good category. The conclusion was that the research-oriented guided inquiry of green chemistry proved effectively increase the science process skills. Keywords: green chemistry, guided inquiry, science process skills
PENDAHULUAN
Kurangnya keterlibatan siswa dalam
menemukan suatu konsep dalam pem-
belajaran membuktikan bahwa pem-
belajaran lebih bersifat teacher-centered,
yakni guru menyampaikan kimia sebagai
produk dan siswa menghafal informasi
faktualnya. Pembelajaran seperti itu akan
menimbulkan ketidaktahuan pada diri siswa
1282 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1281 - 1288
mengenai proses maupun sikap dan konsep
kimia yang mereka peroleh. Akibatnya, rasa
ingin tahu siswa akan konsep menjadi
kurang. Siswa hanya menghafalkan pe-
ngetahuan atau konsep tetapi tidak me-
ngetahui proses, sehingga keterampilan
proses sains masih kurang dan ketuntasan
belajarnya pun masih rendah. Salah satu
model pembelajaran yang melibatkan
keaktifan siswa untuk menemukan konsep-
nya sendiri adalah dengan model inkuiri
terbimbing (guided inquiry). Pembelajaran
inquiry diterapkan dalam mata pelajaran IPA
dan dirancang untuk melibatkan siswa
dalam berpikir sebab akibat dan untuk
mengajukan pertanyaan sehingga siswa
lebih komunikatif (Lisnawati, 2007). Pem-
belajaran berbasis inkuiri melibatkan proses-
proses mental, yaitu merumuskan masalah,
membuat hipotesis, mendesain eksperimen,
melakukan eksperimen, mengumpulkan
data, dan menganalisis data serta menarik
kesimpulan (Roestiyah, 2001). Inquiry ada-
lah proses mendefinisikan dan menyelidiki
masalah-masalah, me-rumuskan hipotesis,
merancang eks-perimen, menemukan data,
dan meng-gambarkan kesimpulan tentang
masalah-masalah tersebut. Lebih lanjut,
dikemukakan bahwa esensi dari pengajaran
inkuiri adalah menata lingkungan atau
suasana belajar yang berfokus pada siswa
dengan memberikan bimbingan secukupnya
dalam menemukan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip ilmiah (Widowati, 2007).
Inkuiri terbimbing merupakan kegiatan
inkuiri dengan masalah dikemukakan guru
atau bersumber dari buku teks kemudian
siswa bekerja untuk menemukan jawaban
terhadap masalah tersebut di bawah
bimbingan intensif guru (Amri, 2010). Siswa
yang menggunakan metode berbasis inkuiri
pada kelas eksperimen menunjukkan pe-
ningkatan keterampilan proses sains
sebesar 2% (Brickman, et al., 2009).
Keterampilan proses merupakan
suatu pendekatan belajar mengajar yang
mengarah pada pertumbuhan dan pengem-
bangan sejumlah keterampilan tertentu
(Wardani, 2008). Keterampilan proses sains
merupakan perangkat keterampilan kom-
pleks yang digunakan ilmuan dalam mela-
kukan penyelidikan ilmiah. Keteram-pilan
proses merupakan pengetahuan prosedural
yang dapat dikembangkan pada peserta
didik sejak dini secara bertahap (Rustaman,
1992). Keterampilan proses adalah keteram-
pilan fisik dan mental terkait dengan
kemampuan-kemampuan mendasar yang
dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan dalam
suatu kegiatan ilmiah, sehingga para ilmuan
berhasil menemukan sesuatu yang baru.
Dengan mengembangkan keterampilan-
keterampilan memproses perolehan, siswa
mampu menemukan dan mengembangkan
sendiri fakta dan konsep serta menumbuh-
kan dan mengembangkan sikap yang
dituntut (Semiawan, 1992). Keterampilan ini
juga berkaitan dengan kreatifitas dan ber-
pikir kritis. Faktor penting untuk perkem-
bangan sebuah negara dapat diketahui
melalui siapa bisa berpikir kreatif dan
berpikir kritis (Karsi dan Sahin, 2009).
Green chemistry bukanlah environ-
mental science tetapi bagian ilmu kimia
yang mencari dan berkreasi untuk mem-
berikan solusi bagi penciptaan teknologi
yang aman bagi manusia dan lingkungan-
nya (Ilyas, 2010). Green chemistry adalah
bagian dari produk dan proses kimia yang
ramah lingkungan meliputi semua aspek
dan jenis dari proses kimia yang
mengurangi efek negatif bagi kesehatan
manusia dan lingkungan sekitar (Kusuma, et
al, 2009). Pembelajaran kimia berorientasi
green chemistry bertujuan agar siswa me-
miliki karakter peduli lingkungan, khususnya
dalam penanganan masalah lingkungan,
membentuk perilaku agar dapat berparti-
sipasi dalam pemeliharaan lingkungan.
Peng-kajian terhadap fenomena dan dam-
pak perubahan lingkungan perlu dilakukan
melalui pendidikan formal (Setyo, 2011).
Nur Amalia Afiyanti, dkk, Keefektifan Inkuiri Terbimbing.... 1283
Rumusan masalah dalam penelitian
ini yaitu efektifkah pembelajaran model
inkuiri terbimbing berorientasi green
chemistry terhadap keterampilan proses
sains dan kepedulian lingkungan siswa
suatu SMA di Semarang pada materi
kelarutan dan hasil kali kelarutan? Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan
pembelajaran model inkuiri terbimbing ber-
orientasi green chemistry terhadap keteram-
pilan proses sains dan kepedulian lingkung-
an siswa suatu SMA di Semarang pada
materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di suatu SMA
di Semarang pada materi kelarutan dan
hasil kali kelarutan. Desain penelitian ini
yaitu posttest only control design. Populasi
yang digunakan dalam penelitian adalah
siswa XI IPA SMA tahun pelajaran
2012/2013. Kelas XI IA 2 sebagai kelas
eksperimen dan kelas XI IA 3 sebagai kelas
kontrol yang diambil dengan teknik cluster
random sampling. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah model pembelajaran.
Kelompok eksperimen menggunakan model
pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi
green chemistry sedangkan kelompok kon-
trol menggunakan model pembelajaran kon-
vensional. Variabel terikat dalam pene-litian
ini yaitu keterampilan proses sains dan
kepedulian lingkungan siswa SMA tahun
ajaran 2012/2013. Keberhasilan di dalam
penelitian ini dilihat dari ketuntasan belajar
pembelajaran yang menggunakan model
inkuiri terbimbing berorientasi green chemis-
try dari aspek kognitif mencapai nilai KKM
yaitu 72, aspek psikomotorik dan kepedulian
terhadap lingkungan setiap siswa mencapai
nilai 65 dengan ketuntasan klasikal sebesar
85% (Mulyasa, 2002).
Metode pengumpulan data dilaku-
kan dengan metode dokumentasi, tes,
lembar observasi dan angket. Bentuk
instrumen yang digunakan berupa silabus,
rencana pelaksanaan pembelajaran, soal
posttest, lembar observasi kepedulian ter-
hadap lingkungan, lembar observasi psiko-
motorik dan angket. Data penelitian posttest
dianalisis secara statistik parametrik yaitu
dihitung dengan uji t dan uji ketuntasan
klasikal sedangkan kepedulian lingkungan,
psikomotor dan hasil angket tanggapan
siswa dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelas eksperimen pada penelitian
ini menggunakan model inkuiri terbimbing
berorientasi green chemistry sedangkan
pembelajaran pada kelas kontrol meng-
gunakan model pembelajaran seperti yang
biasa digunakan guru mitra yaitu meng-
gunakan metode ceramah dan diskusi.
Analisis hasil belajar kognitif secara
statistika meliputi uji normalitas, uji kesama-
an dua varians, uji keefektifan, uji ketunta-
san belajar, dan uji estimasi rata-rata hasil
belajar. Hasil uji normalitas data posttes
kedua kelas berdistribusi normal. Uji kesa-
maan dua varians, kedua kelas memiliki
varians yang tidak berbeda (homogen).
Perhitungan uji keefektifan menggunakan uji
t, pada kelas eksperimen diperoleh thitung =
3,8601 sedangkan ttabel = 1,696. Besarnya
thitung> ttabel dan thitung berada di daerah
penerimaan H, sedangkan untuk kelas
kontrol thitung 0,914 dan thitung berada
didaerah penolakan H. Jadi, ada perbedaan
yang signifikan antara hasil belajar kimia
kelas eksperimen dengan kelas kontrol atau
hasil belajar kimia kelas eksperimen lebih
baik dari pada kelas kontrol. Hasil
perhitungan uji ketuntasan belajar, diperoleh
hasil ketuntasan belajar pada kelas
eksperimen adalah 87,5% yang berarti
bahwa kelas eksperimen telah mencapai
ketuntasan belajar klasikal sedangkan hasil
ketuntasan belajar kelas kontrol adalah
71,9% yang berarti bahwa kelas kontrol
1284 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1281 - 1288
belum mencapai ketuntasan belajar klasikal
karena kurang dari 85%. Hal ini dikarenakan
kelas eksperimen menggunakan inkuiri
terbimbing sehingga siswa dapat belajar
menemukan pengetahuan atau konsep,
guru hanya memberi pengarahan dan
bimbingan jika diperlukan siswa (Djamarah,
2002). Siswa dengan keterampilan proses
sains yang tinggi lebih mudah dalam
memahami materi yang diajarkan dan
berdampak pada kognitif siswa (Rahayu,
2011). Berdasarkan uji estimasi rata-rata
hasil belajar, dapat diprediksikan bahwa
rata-rata yang mungkin dicapai kelas
eksperimen berkisar antara 74,8 sampai
81,4 sedangkan pada kelas kontrol rata-rata
hasil belajarnya berkisar 70,7 sampai 76,6.
Hasil estimasi rata-rata hasil belajar ini
menunjukkan bahwa prediksi rata-rata hasil
belajar yang dicapai kelas eksperimen lebih
tinggi daripada rata-rata hasil belajar yang
dicapai kelas kontrol.
Penilaian ranah psikomotorik meng-
gunakan lembar observasi atau lembar
pengamatan yang dilakukan oleh observer.
Penilaian ini dilaksanakan ketika siswa
melaksanakan praktikum. Penilaian psiko-
motorik terdiri dari empat aspek. Aspek yang
pertama yaitu kegiatan persiapan. Kegiatan
persiapan ini dibagi menjadi 3 sub aspek
yaitu menyiapkan alat, menyiapkan zat/
larutan kerja, dan menyiapkan format
laporan sementara. Untuk kelas eksperimen
maupun kelas kontrol rata-rata nilai aspek
kegiatan persiapan ini termasuk kriteria
sangat tinggi, tetapi terdapat perbedaan
rata-rata nilai yaitu kelas ekperimen 3,6
sedangkan kelas kontrol 3,5. Aspek yang
kedua yaitu keterampilan proses sains.
Aspek ini terbagi menjadi 11 sub aspek
yang sesuai dengan sub-sub indikator
keterampilan proses sains serta disesuaikan
dengan materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan. Untuk aspek ini rata-rata nilai
kelas eksperimen 3,38 dan kelas kontrol 2,8
yang termasuk dalam kriteria tinggi. Siswa
dengan keterampilan proses sains tinggi
cenderung melaksanakan percobaan sesuai
dengan metode ilmiah yang baku, siswa
memiliki bekal keterampilan untuk melaku-
kan percobaan, siswa tidak mengalami
hambatan yang berarti dalam pelaksanaan
percobaan. Hal ini berdampak pada
psikomotorik siswa, yakni siswa dengan
keterampilan proses sains tinggi cenderung
memiliki prestasi belajar yang lebih baik
daripada siswa dengan keterampilan proses
sains rendah (Nur, 2011). Aspek yang ketiga
yaitu membuat laporan sementara. Aspek ini
hanya terbagi menjadi dua aspek yaitu
membuat laporan sementara hasil analisis
dan merevisi kesalahan hasil analisis. Untuk
kelas eksperimen rata-ratanya sebesar 2,68
sedangkan kelas kontrol 2,7. Kelas
eksperimen memiliki rata-rata yang lebih
rendah dari kelas kontrol dikarenakan kelas
eksperimen mencari sendiri susunan
laporan yang sistematis, sedangkan untuk
kelas kontrol susunan laporan diberikan oleh
guru sehingga lebih sistematis. Susunan
laporan hasil siswa kelas eksperimen
kurang sistematis, maka guru memberikan
arahan terhadap siswa. Untuk aspek yang
terakhir yaitu kegiatan setelah praktikum,
aspek ini dibagi menjadi tiga sub aspek yaitu
membuang sisa praktikum ke tempat yang
disediakan, kebersihan, dan pengembalian
alat yang sudah dibersihkan. Dalam aspek
ini kelas eksperimen memiliki rata-rata 3,63,
sedangkan kelas kontrol memiliki rata rata
3,57. Hasil nilai rata-rata psikomotorik kelas
eksperimen dan kelas control ditampilkan
pada Gambar 1.
Nur Amalia Afiyanti, dkk, Keefektifan Inkuiri Terbimbing.... 1285
Gambar 1. Hasil nilai rata-rata psikomotorik kelas eksperimen dan kelas kontrol
Keterangan: Aspek Psikomotorik 1: Kegiatan Persiapan 3: Laporan Sementara 2: Keterampilan Proses Sains 4: Kegiatan Setelah Praktikum
Karakter peduli lingkungan merupakan sikap
dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah kerusakan lingkungan alam di
sekitarnya dan mengembangkan upaya-
upaya untuk memperbaiki kerusakan alam
yang terjadi. Penilaian ranah ini dilakukan
pada saat proses pembelajaran di kelas dan
pada saat praktikum di laboratorium. Peni-
laian dilakukan oleh observer. Untuk kelas
eksperimen dan kelas kontrol setiap siswa
telah mencapai nilai lebih dari 65 tetapi
terdapat perbedaan pada rata-rata nilai
aspek kepedulian terhadap lingkungan.
Rata-rata nilai pada kelas eksperimen 88,65
yang termasuk dalam kategori sangat baik
dan kelas kontrol 81,7 yang termasuk
dalam kategori baik. Adapun perbedaan
rata-rata hasil analisis aspek kepedulian
siswa terhadap lingkungan kelas ekspe-
rimen dan kelas kontrol disajikan pada
Gambar 2.
Gambar 2. Hasil nilai rata-rata nilai kepedulian lingkungan terhadap lingkungan kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Keterangan: Aspek Kepedulian Terhadap Lingkungan 1: Kepedulian Lingkungan Saat di Kelas 2: Kepedulian Lingkungan Saat Praktikum
Perbedaan rata-rata nilai posttest, psiko-
motorik dan kepedulian terhadap lingkungan
lebih baik pada kelas eksperimen daripada
kelas kontrol. Inkuiri terbimbing meng-
0
1
2
3
4
1 2 3 4
Nila
i Rat
a-R
ata
Aspek Psikomotorik
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
2,1
2,2
2,3
2,4
2,5
2,6
2,7
2,8
1 2
Nila
i Rat
a-R
ata
Aspek Kepedulian Terhadap Lingkungan
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
1286 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1281 - 1288
hasilkan efek yang cukup signifikan antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
(Bilgin, 2009). Berdasarkan hal tersebut,
dapat dikatakan bahwa penggunaan inkuiri
terbimbing berorientasi green chemistry
dalam pelajaran kimia efektif terhadap hasil
postes, psikomotorik dan kepedulian siswa
terhadap lingkungan.
Berdasarkan hasil analisis angket
tanggapan siswa dalam penelitian ini dapat
disimpulkan pada kelas eksperimen siswa
menyukai pembelajaran menggunakan
inkuiri terbimbing berorientasi green
chemstry. Angket ini memiliki tingkatan
respon mulai dari sangat setuju, setuju,
kurang setuju, dan tidak setuju. Hasil angket
menyatakan bahwa 63% sangat setuju, 38%
setuju, dan 0% tidak setuju dengan per-
tanyaan berkaitan dengan ketertarikan pada
materi kimia kelarutan dan hasil kali
kelarutan yang dipelajari. Siswa menyatakan
53% sangat setuju, 41% setuju, dan 6%
tidak setuju dengan pernyataan
pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi
green chemistry dapat membuat mereka
lebih mudah memahami materi kelarutan
dan hasil kali kelarutan. Pernyataan rasa
ingin tahu meningkat, mendapat respon
56% sangat setuju, 31% setuju, dan 13%
tidak setuju. Siswa menyatakan 41% sangat
setuju, 53% setuju, dan 6% tidak setuju
terhadap pertanyaan pembelajaran inkuiri
terbimbing berorientasi green chemistry da-
pat meningkatkan kemampuan untuk mengi-
ngat suatu konsep pembelajaran. Hasil ini
didukung dengan nilai posttest hasil belajar
kelas eksperimen yang meningkat dan lebih
tinggi dari pada kelas kontrol. Siswa memilih
66% sangat setuju, 31% setuju, dan 3%
tidak setuju mengenai pernyataan pem-
belajaran inkuiri terbimbing berorientasi
green chemistry membuka wawasan
mengenai fenomena kelarutan dan hasil kali
kelarutan dalam kehidupan sehari-hari.
Pernyataan tentang lebih mudah dalam
menyelesaikan soal-soal latihan materi
kelarutan dan hasil kali kelarutan mendapat
respon 59% sangat setuju, 31% setuju dan
9% tidak setuju. Siswa menyatakan 72%
sangat setuju, dan 28% setuju terhadap
pertanyaan Pelaksanaan pembelajaran
inkuiri terbimbing berorientasi green
chemistry membuat mereka lebih tertarik
untuk memperdalam kimia lebih lanjut.
Siswa menyatakan 69% sangat setuju dan
31% setuju dengan pernyataan
Pelaksanaan pembelajaran inkuiri
terbimbing berorientasi green chemistry
membuatnya lebih peduli lagi terhadap
lingkungan sekitar. Adapun hasil analisis
respon siswa terhadap pembelajaran
disajikan dengan Gambar 3.
Nur Amalia Afiyanti, dkk, Keefektifan Inkuiri Terbimbing.... 1287
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
1 2 3 4 5 6 7 8
% P
en
dap
at S
isw
a
Pernyataan
Sangat Setuju
Setuju
Kurang Setuju
Tidak Setuju
Gambar 3. Hasil analisis respon siswa terhadap pembelajaran
Keterangan: Pernyataan
1. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry sangat menarik dan menyenangkan
2. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry dapat membuat saya lebih mudah memahami materi kelarutan dan hasil kali kelarutan
3. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry
dapat meningkatkan rasa ingin tahu saya 4. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry
dapat meningkatkan kemampuan saya untuk mengingat suatu konsep pembelajaran
5. Pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry membuka wawasan saya mengenai fenomena kelarutan dan hasil kali kelarutan dalam kehidupan sehari-hari
6. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry membuat saya lebih mudah dalam menyelesaikan soal-soal latihan materi kelarutan dan hasil kali kelarutan
7. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry membuat saya lebih tertarik untuk memperdalam kimia lebih lanjut
8. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry
membuat saya lebih peduli lagi terhadap lingkungan sekitar saya
SIMPULAN
Pembelajaran model inkuiri ter-
bimbing berorientasi green chemistry efektif
terhadap keterampilan proses sains dan
kepedulian lingkungan. Nilai posttest kelas
eksperimen yang menerapkan model inkuiri
terbimbing berorientasi green chemistry
sebesar 77,50 sedangkan kelas kontrol
yang menggunakan pembelajaran konven-
sional sebesar 73,18. Nilai aspek psiko-
motorik yang didalamnya sudah mencakup
keterampilan proses sains untuk kelas eks-
perimen dan kelas kontrol setiap siswa telah
mencapai nilai lebih dari 65 tetapi terdapat
perbedaan pada rata-ratanya. Rata-rata nilai
pada kelas eksperimen 82,6 yang termasuk
dalam kategori sangat baik dan kelas kontrol
74 yang termasuk dalam kategori baik. Nilai
aspek kepedulian terhadap lingkungan
1288 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Volume 8, No. 1, 2014, halaman 1281 - 1288
untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol
setiap siswa telah mencapai nilai lebih dari
65 tetapi terdapat perbedaan pada rata-rata.
Rata-rata nilai pada kelas eksperimen 88,65
yang termasuk dalam kategori sangat baik
dan kelas kontrol 81,7 yang termasuk dalam
kategori baik.
DAFTAR PUSTAKA Amri, S., 2010, Proses Pembelajaran Kreatif
dan Inovatif Dalam Kelas, Jakarta : Prestasi Pustaka.
Bilgin, I., 2009, The Effect Of Guided Inqury Instruction Incorporating A Cooperative Leaning Approach On University Students Achievement Of Acid And Bases Concepts And Attitude Toward Guided Inquiry Insruction, Journal Of Science Research and Essay, Vol 4, No 10, Hal: 1-3.
Brickman, P., Gormally, Armstrong, dan Hallar, 2009, Effect Of Inquiry Based Learning On Students Science Literacy Skill And Confidence, Journal Of teaching and Learning Vol 2, No 3, Hal : 1-22.
Djamarah, S., 2002, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Rineka Cipta.
Ilyas, W., 2010, Sama atau Bedakah Green Chemistry Dan Enviromental Chemistry Itu? diunduh dari http://greenchemistryindonesia.blogspot.com/ pada tanggal 30 Desember 2012.
Karsi dan Sahin, 2009, Developing Worksheet Based On Science Process Skills: factors affecting solubility, Journal Of Science Learning and Teaching Vol 1, No 10, Hal: 1-12.
Kusuma, E., Sukirno, dan Kurniati, 2009, Penggunaan Pendekatan Chemo-Entrepreneurship Berorientasi Green Chemistry Untuk Meningkatkan Kemampuan Life Skill Siswa SMA, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia Vol 1, No 3, Hal: 2-4.
Lisnawati, L., 2007, Hubungan Antara Keterampilan Proses Sains Dengan Sikap Ilmiah Siswa Melalui Pembelajaran Inkuiri Terstruktur, Skripsi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Mulyasa, 2002, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung: Rosda-karya.
Nur, M., 2011, Modul Keterampilan Proses Sains, Surabaya: Pusat Matematika dan Sains Sekolah (PSMS) Universitas Negeri Surabaya.
Rahayu, E., Susanto, dan Yulianti, 2011, Pembelajaran sains dengan keterampilan proses untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kreatif siswa, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol 2, No 7, Hal: 106-110.
Roestiyah, 2001, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta
Rustaman, N., 1992, Pengembangan dan Validasi Alat Ukur Keterampilan Proses Sains Pada Pendidikan Dasar 9 Tahun Sebagai Persiapan Pelaksanaan Kurikulum 1994, Laporan Penelitian, Bandung : FPMIPA IKIP.
Semiawan, C., 1992, Pendekatan Keterampilan Proses, Jakarta: Gramedia.
Setyo, A., 2011, Pembelajaran Bermakna Berpendekatan SETS pada Pelajaran Biologi untuk Menumbuhkan Kepedulian terhadap Lingkungan, Jurnal Bioma Vol 1, No 2, Hal: 2-3.
Wardani, S., 2008, Pengembangan Keterampilan Proses Sains dalam Pembelajaran Kromatografi Lapis Tipis Melalui Praktikum Skala Mikro, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2, No 2, Hal:1-5.
Widowati, A., 2007, Penerapan Pendekatan Inquiry dalam Pembelajaran Sains sebagai Upaya Pengembangan Cara Berpikir Divergen, Jurnal Ilmiah Pembelajaran Vol 1, No 3, Hal:1-8.
Novita Nurmasari, dkk, Keefektifan Pembelajaran Berorientasi.... 1289
KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN BERORIENTASI
CHEMOENTREPRENEURSHIP PADA PEMAHAMAN KONSEP
DAN KEMAMPUAN LIFE SKILL SISWA
Novita Nurmasari*, Supartono dan Sri Mantini Rahayu Sedyawati
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Studi pendahuluan yang dilakukan di salah satu SMA N di Semarang kelas X tahun ajaran 2012/2013 memperoleh data ketuntasan klasikal siswa pada mata pelajaran kimia kurang dari 85% dan kemampuan life skill siswa rendah yaitu sebesar 61%. Penelitian ini menerapkan pembelajaran berorientasi Chemoentrepreneurship (CEP) pada materi minyak bumi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan pembelajaran berorientasi CEP pada pemahaman konsep dan kemampuan life skill siswa SMA kelas X. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X di salah satu SMA N di Semarang. Desain yang digunakan adalah posttest only control design. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling, kelas X-3 sebagai kelas eksperimen dan X-2 sebagai kelas kontrol. Hasil ketuntasan belajar menunjukkan bahwa kelas eksperimen mencapai ketuntasan belajar klasikal sebesar 88,89%, sedangkan kelas kontrol hanya sebesar 78,95%. Rata-rata pemahaman konsep siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol yaitu masing-masing sebesar 80,11 dan 74,32. Kemampuan life skill siswa meningkat dari 61% menjadi 84%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran berorientasi CEP memberikan keefektifan yang signifikan pada pemahaman konsep dan kemampuan life skill siswa SMA kelas X. Kata kunci: chemoentrepreneurship, life skill, pemahaman konsep
ABSTRACT
Preliminary study has performed in a high school in Semarang within grade X of the school year 2012/2013, obtained the classical completeness students on chemistry subject less than 85% and the ability of students' life skill was lower, equal to 61%. This study applied the learning-oriented Chemoentrepreneurship (CEP) in petroleum subject. This study aimed to determine the effectiveness of the learning-oriented CEP in understanding the concepts and life skills of high school students’ grade X. The population in this study were class X students of high school in Semarang. The design used is a posttest only control design. The sample was taken by random cluster sampling technique, the class X-3 as the experimental class and the class X-2 as a control class. The results of completeness study showed that experimental class achieved mastery of classical study at 88.89%, while the control class was only 78.95%. The average of students’ concept understanding in experimental class was better than the control class respectively 80.11 and 74.32. The ability of student life skill increased from 61% to 84. The results showed that the learning-oriented CEP provided significant effectiveness in understanding the concepts and life skills of class X high school students.
Keywords: chemoentrepreneurship, concept understands, life skill
PENDAHULUAN
Salah satu masalah di bidang
pendidikan adalah masih rendahnya mutu
pendidikan di Indonesia bila dibandingkan
dengan negara-negara maju. Sistem
pendidikan di Indonesia berada di posisi
terbawah bersama Meksiko dan Brasil
berdasarkan tabel liga global yang
diterbitkan oleh Firma Pendidikan Pearson
1290 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1289-1299
(BBC Indonesia, 2012). Masalah rendahnya
mutu pendidikan ini berimplikasi langsung
terhadap mutu lulusan.
Menurut data Badan Pusat Statistik
(2012), tingkat pengangguran terbuka (TPT)
untuk pendidikan menengah masih tetap
menempati posisi tertinggi. Tingkat
pengangguran terbuka pada bulan Februari
2012 lulusan SMA mencapai 10,34%.
Masalah banyaknya pengangguran lulusan
SMA merupakan fenomena rendahnya mutu
lulusan. Kemampuan akademis lulusan
SMA dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain mutu lembaga sekolah, terutama
guru, peralatan, buku, dan sarana
pendukung maupun proses pengajaran dari
setiap sekolah (Asmorowati, 2009).
Hasil observasi dan wawancara di
salah satu SMA di Semarang menunjukkan
bahwa pemahaman siswa kelas X terhadap
pelajaran kimia masih rendah, banyak siswa
yang tidak mencapai batas Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM). Nilai rata-rata
kelas hanya 67,44 dengan ketuntasan
klasikal sebesar 57,89%. Pembelajaran
yang dilakukan di sekolah tersebut masih
didominasi oleh ceramah, pemberian tugas
dan latihan soal. Siswa kurang diberi
kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam
proses pembelajaran, hal ini menyebabkan
siswa belum dapat mengembangkan potensi
yang ada pada dirinya secara optimal dan
kemampuan life skill siswa rendah. Setelah
disebarkan angket, diperoleh informasi
bahwa kemampuan life skill siswa hanya
mencapai 61%. Hal ini menunjukan bahwa
kemampuan life skill siswa masih rendah.
Life skill meliputi kombinasi dari
pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan,
dengan penekanan pada pokok
keterampilan yang terkait dengan pemikiran
kritis dan pemecahan masalah, manajemen
diri, keterampilan berkomunikasi, dan
keterampilan antarpersonal (Rahmawati dan
Yonata, 2012). Pendidikan kecakapan hidup
dapat menghantarkan manusia-manusia
Indonesia memasuki era globalisasi dengan
kemampuan kompetitif yang tinggi. Life skill
harus diajarkan sejak duduk dibangku
sekolah agar peserta didik lebih terlatih
untuk melatih kemampuan life skill yang
mereka miliki (Yulianingrum dan Rahayu,
2013).
Setelah dilakukan survey tentang life
skill yang dibutuhkan, diperoleh 10 indikator
yang akan diamati dalam penelitian ini.
Indikator ini diambil dari hasil survey tentang
kecakapan hidup terbanyak yang
dibutuhkan oleh siswa. Indikator ini meliputi
(1) sadar sebagai makhluk tuhan, (2)
percaya diri, (3) kecakapan menggali dan
menemukan informasi, (4) kecakapan
mengolah informasi, (5) kecakapan ber-
komunikasi, (6) bekerjasama, (7) tanggung-
jawab, (8) merumuskan masalah, (9)
membuat hipotesis, dan (10) membuat
kesimpulan.
Pembelajaran harus lebih melibat-
kan siswa dalam proses belajar mengajar
dan memberi kesempatan siswa untuk
mengembangkan kemampuan life skill yang
nantinya dibutuhkan untuk mengatasi
masalah yang dihadapi dalam hidupnya.
Pembelajaran kimia dapat menggunakan
pendekatan CEP untuk menciptakan
suasana belajar yang lebih mengaktifkan
siswa dan memberikan kesempatan siswa
Novita Nurmasari, dkk, Keefektifan Pembelajaran Berorientasi.... 1291
untuk mengembangkan kemampuan life
skill.
Konsep pendekatan CEP adalah
suatu pendekatan pembelajaran kimia yang
dikaitkan dengan obyek nyata sehingga
selain mendidik, dengan pendekatan CEP
ini memungkingkan siswa dapat mempela-
jari proses pengolahan suatu bahan menjadi
produk yang bermanfaat, benilai ekonomi
tinggi dan menumbuhkan semangat berwira-
usaha (Supartono, 2006).
Rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah: bagaimana keefektifan pem-
belajaran berorientasi CEP pada pemaham-
an konsep dan kemampuan life skill siswa
SMA kelas X? Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui keefektifan pembelajaran bero-
rientasi CEP pada pemahaman konsep dan
kemampuan life skill siswa SMA kelas X.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimen yang dilakukan salah satu di
SMA Negeri di Semarang pada materi
minyak bumi. Desain penelitian ini yaitu
posttest only control design. Populasi dalam
penelitian adalah siswa kelas X tahun
pelajaran 2012/2013. Kelas X-3 merupakan
kelas eksperimen dan X-2 merupakan kelas
kontrol yang diambil melalui teknik cluster
random sampling dengan pertimbangan
bahwa hasil uji normalitas dan uji
homogenitas terhadap nilai ulangan akhir
semester ganjil diperoleh bahwa keduanya
berdistribusi normal dan homogen. Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah
pendekatan pembelajaran. Kelas ekspe-
rimen menggunakan pembelajaran dengan
pendekatan CEP, sedangkan kelas kontrol
menggunakan pendekatan yang biasa
dilakukan selama ini yaitu pem-belajaran
yang didominasi oleh ceramah, latihan soal
dan penugasan. Variabel terikat dalam
penelitian ini yaitu pemahaman konsep dan
kemampuan life skill siswa.
Metode pengumpulan data dilaku-
kan dengan metode dokumentasi, tes,
observasi dan angket. Tes digunakan untuk
mengukur pemahaman konsep siswa.
Observasi digunakan untuk menilai
kemampuan life skill siswa. Angket digu-
nakan sebagai data awal untuk mengetahui
kemampuan life skill siswa. Bentuk
instrumen yang digunakan berupa silabus,
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
tes pemahaman konsep (posttest), lembar
observasi, dan angket. Tes pemahaman
konsep sebelum digunakan perlu dianalisis
dengan uji validitas, reliabilitas, daya
pembeda, dan taraf kesukaran. Lembar
observasi digunakan untuk penilaian life skill
yang sebelumnya telah divalidasi oleh
dosen pembimbing dan telah diuji cobakan.
Hasil uji coba tersebut kemudian dihitung
reliabilitasnya. Instrumen observasi dika-
takan reliabel jika rhitung yang didapatkan
lebih dari atau sama dengan 0,7 (Mardapi,
2012).
Data penelitian pemahaman konsep
dianalisis secara statistik parametrik dihitung
dengan uji perbedaan rata-rata satu pihak
kanan untuk mengetahui apakah hasil
pemahaman konsep kelas eksperimen lebih
baik dari kelas kontrol, uji ketuntasan belajar
untuk mengetahui ketuntasan klasikal kedua
kelas. Ketuntasan belajar individu dapat
dilihat dari data hasil belajar siswa dan
1292 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1289-1299
dikatakan tuntas jika hasil belajarnya
mendapat nilai lebih besar dari 70. Lembar
observasi kemampuan life skill, dan angket
dalam penelitian ini dianalisis secara
deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembelajaran yang dilakukan di kelas
eksperimen menggunakan metode diskusi
berorientasi CEP. Penerapan metode
diskusi ini dilakukan untuk lebih me-
ngembangkan kemampuan life skill siswa.
Siswa terlihat kurang aktif terhadap kegiatan
diskusi kelompok pada pertemuan pertama.
Beberapa siswa ada yang ramai sendiri,
siswa juga belum berani mengemukakan
pendapatnya. Siswa harus ditunjuk untuk
maju mempresentasikan hasil diskusi. Hal
ini menunjukkan bahwa kemampuan life skiil
siswa belum berkembang. Siswa terlihat
antusias dan aktif berdiskusi saat diskusi
berlangsung pada pertemuan selanjutnya,
hal ini ditandai dengan siswa bertanya
kepada teman sekelompok, serta mencari
dari berbagai sumber untuk bahan
berdiskusi. Beberapa kelompok ada yang
maju tanpa ditunjuk. Hal ini terlihat bahwa
terlihat lebih percaya diri dan kemampuan
life skiil lebih berkembang.
Pembelajaran yang dilakukan di kelas
kontrol menggunakan metode ceramah,
latihan soal dan penugasan. Pembelajaran
pada kelas kontrol hanya berpusat pada
guru (teacher centered), siswa cenderung
pasif karena hanya mendengarkan pen-
jelasan dari guru. Hal ini membuat siswa
merasa bosan, dan mengantuk. Beberapa
siswa kurang memperhatikan penjelasan
dan mereka sibuk berbicara dengan teman
sendiri. Pembelajaran dengan metode
ceramah kurang efektif jika diterapkan untuk
mengajari matari minyak bumi karena materi
minyak bumi bersifat hafalan. Materi minyak
bumi lebih baik diajarkan dengan
mengaitkan materi dalam kehidupan sehari-
hari atau menggunakan media untuk
memudahkan memahami materi tersebut
(Wicaksana, 2013).
Kemampuan life skill siswa selama
proses pembelajaran diukur dengan
observasi yang dilakukan oleh tiga observer/
pengamat. Observer ini mengamati kegiatan
siswa selama pembelajaran di dalam kelas
dan kegiatan praktikum di laboratorium. Nilai
rata-rata kemampuan life skill kelas
eksperimen disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata kemampuan life skill siswa kelas eksperimen
Indikator/aspek Rata-rata Kategori
Sadar Sebagai Mahkluk Tuhan 4 Sangat Tinggi Percaya diri 3 Tinggi
Kecakapan menggali dan mencari informasi 3,3 Tinggi Kecakapan mengolah informasi 3,1 Tinggi
Kecakapan berkomunikasi 3,6 Sangat Tinggi Kerjasama 3,4 Tinggi
Tanggung jawab 3,5 Sangat Tinggi Kecakapan merumuskan masalah 3,1 Tinggi
Kecakapan membuat hipotesis 2,9 Tinggi Kecakapan membuat kesimpulan 3,5 Sangat Tinggi
Novita Nurmasari, dkk, Keefektifan Pembelajaran Berorientasi.... 1293
Kemampuan life skill yang dikem-
bangkan di kelas selama diskusi
berlangsung diantaranya kecakapan individu
(personal skill) yaitu sadar sebagai makhluk
Tuhan dan percaya diri, kecakapan berpikir
rasional (thinking skill) yaitu kecakapan
menggali dan mengolah informasi, ke-
cakapan sosial (social skill) meliputi bekerja
sama, tanggung jawab, kecakapan ber-
komunikasi, dan kecakapan akademik
(academic skill) meliputi kecakapan
merumuskan masalah, kecakapan membuat
hipotesis, dan kecakapan membuat
kesimpulan.
Penilaian semua indikator tersebut
dilakukan didalam kelas dan di laboratorium.
Penilaian didalam kelas dilakukan pada saat
siswa melakukan diskusi kelompok. Diskusi
kelompok dapat mengembangkan indikator
life skill sadar sebagai Makhluk Tuhan,
kecakapan menggali dan mencari informasi,
kecakapan mengolah informasi, kecakapan
merumuskan masalah, kecakapan membuat
hipotesis, dan kecakapan membuat
kesimpulan.
Indikator yang dinilai selama ke-
giatan praktikum di laboratorium adalah
aspek kerjasama dalam menyiapkan alat
dan bahan praktikum, pembagian kerja
kelompok, pemberian bantuan kepada
teman satu kelompok, tanggung jawab
setelah kegiatan praktikum, menggunakan
kecakapan sesuai fungsinya. Aspek yang
dapat dikembangkan selama kegiatan di
dalam kelas dan di laboratorium adalah
percaya diri, kecakapan berkomunikasi
secara lisan dan tulisan, kecakapan
berkomunikasi dalam kelompok, tanggung
jawab menyelesaikan tugas.
Terjadi peningkatan kemampuan life
skill siswa kelas eksperimen sebelum dan
sesudah diajar dengan menggunakan
pendekatan CEP. Kemampuan life skill
siswa sebelum diajar dengan pendekatan
CEP hanya mencapai 61%. Hasil ini
diperoleh dari angket yang disebarkan
sebelum pembelajaran berlangsung. Hasil
analisis deskriptif menunjukkan bahwa 15
siswa memiliki nilai dengan kategori sangat
baik dengan persentase sebesar 41,67%,
dan 21 siswa dengan persentase sebesar
58,33% memiliki kategori nilai baik.
Kemampuan life skill siswa setelah diajar
dengan menggunakan pendekatan CEP
mencapai persentase sebesar 84%.
Disimpulkan bahwa pembelajaran ber-
orientasi CEP efektif pada kemampuan life
skill karena kemampuan life skill siswa
meningkat (Mursiti, et al., 2008). Besarnya
Peningkatan kemampuan life skill kelas
eksperimen untuk masing-masing indikator
dapat dilihat pada Gambar 1.
1294 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1289-1299
Gambar 1. Peningkatan kemampuan life skill kelas eksperimen Keterangan:
1) Sadar Sebagai Mahkluk Tuhan 2) Percaya diri 3) Kecakapan menggali dan mencari informasi 4) Kecakapan mengolah informasi 5) Kecakapan berkomunikasi 6) Kerjasama 7) Tanggung jawab 8) Kecakapan merumuskan masalah 9) Kecakapan membuat hipotesis 10) Kecakapan membuat kesimpulan
Aspek sadar sebagai makhluk
Tuhan mengalami peningkatan dari 74%
menjadi 100%. Aspek ini tergolong sangat
tinggi karena semua siswa pada kelas
eksperimen menyadari bahwa dirinya
adalah makhluk ciptaan Tuhan, sehingga
mensyukuri nikmat Tuhan dan tidak
merusak ciptaan Tuhan.
Aspek percaya diri mengalami
peningkatan dari 62% menjadi 76%.
Percaya diri adalah rasa percaya bahwa ia
sanggup dan mampu untuk mencapai
prestasi tertentu. Kurang percaya diri tidak
akan menunjang tercapainya prestasi yang
tinggi, dan berarti juga meragukan
kemampuan diri sendiri (Yulianto, 2006).
Kepercayaan diri siswa terlihat dari
keberanian siswa maju mempresentasikan
hasil diskusi tanpa ditunjuk oleh guru.
Aspek kecakapan berpikir rasional
yang diukur dalam penelitian ini adalah
kecakapan menggali informasi dan
kecakapan mengolah informasi. Kecakapan
menggali dan menemukan informasi
mengalami peningkatan dari 61% menjadi
83%. Peningkatan ini terjadi karena
penerapan pembelajaran dengan pen-
dekatan CEP dapat lebih mengaktifkan
siswa. Pembelajaran yang mengaktifkan
siswa dapat meningkatkan keterampilan
berpikir siswa daripada pembelajaran yang
menggunakan metode ceramah dan hafalan
(Snyder dan Snyder, 2008).
Peningkatan kecakapan berpikir
secara rasional terlihat dari siswa dapat
Novita Nurmasari, dkk, Keefektifan Pembelajaran Berorientasi.... 1295
mencari bahan/materi dari berbagai sumber.
Siswa tidak hanya mencari dari buku paket
SMA tetapi mereka juga mencari dari
internet atau sumber lain yang lebih relevan.
Kecakapan mengolah informasi mengalami
peningkatan dari 57% menjadi 77%. Siswa
mampu mengolah informasi, hal ini ditandai
dengan beberapa siswa mampu men-
jelaskan materi minyak bumi dengan benar
di depan kelas. Kecakapan berfikir rasional
penting karena memungkinkan siswa untuk
secara efektif menangani sosial, ilmiah, dan
masalah praktis (Shakirova, 2007).
Indikator kecakapan sosial yang
diukur pada penelitian ini adalah kecakapan
berkomunikasi, kerjasama, dan tanggung
jawab. Indikator kecakapan sosial ini dibagi
lagi dalam beberapa aspek meliputi
kecakapan berkomunikasi secara lisan dan
tulisan, berkomunikasi dalam kelompok,
kerjasama dalam menyiapkan alat dan
bahan praktikum, pembagian kerja
kelompok, pemberian bantuan kepada
teman kelompok, tanggung jawab setelah
praktikum, menggunakan alat sesuai
dengan fungsinya, dan tanggung jawab
menyelesaikan tugas. Kecakapan sosial
adalah kecakapan seseorang untuk
berkomunikasi dengan manusia lainnya.
Kecakapan sosial diperlukan agar mampu,
sanggup, terampil menjalankan kehidupan-
nya, yaitu dapat menjaga kelangsungan
hidup dan perkembangannya.
Kecakapan berkomunikasi siswa
secara lisan dan tulisan mengalami
peningkatan sebesar 28%, dengan nilai
rata-rata dalam kategori sangat tinggi yaitu
sebesar 3,6. Kecakapan berkomunikasi
secara tulisan terlihat dari siswa mampu
untuk membuat laporan praktikum dengan
benar dan mempresentasikan hasil
praktikum di depan kelas. Kecakapan
berkomunikasi dalam kelompok tergolong
sangat tinggi karena siswa dapat mem-
berikan minimal satu ide dalam kelompok-
nya dan dapat mengumpulkan tugas tepat
waktu. Keterampilan sosial sangat penting
untuk untuk berinteraksi dan beradaptasi
dalam lingkungan. Selain itu, mampu
berinteraksi dengan orang lain adalah kunci
sukses untuk pengalaman yang memper-
kaya kehidupan (Chen, 2006).
Aspek kerjasama mengalami
peningkatan dari 61% menjadi 85%, dengan
nilai rata-rata yang tergolong dalam kategori
tinggi. Siswa mampu bekerja sama dengan
teman satu kelompok untuk mempersiapkan
alat dan bahan yang digunakan dalam
praktikum. Siswa juga mampu membagi
kerja kelompok dan memberikan bantuan
kepada teman satu kelompoknya ketika ia
sedang sibuk atau tidak selama kegiatan
praktikum (Kadarwati, et al., 2010).
Aspek tanggung jawab mengalami
peningkatan sebesar 29% dari 59% menjadi
88%, dengan nilai rata-rata yang tergolong
dalam kategori tinggi yaitu sebesar 3,5.
Masing-masing kelompok dapat membersih-
kan dan mengembalikan alat ke tempat
semula. Siswa dapat menyelesaikan tugas
dengan tepat waktu. Siswa juga dapat
menggunakan alat sesuai fungsinya dengan
baik misalnya untuk memanaskan dengan
pembakar spirtus digunakan digunakan
beaker glass pyrex.
Kecakapan merumuskan masalah
dan kecakapan membuat hipotesis
dikembangkan dengan memberikan sebuah
1296 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1289-1299
permasalahan kepada siswa mengenai
materi minyak bumi. Kecakapan merumus-
kan masalah mengalami peningkatan yaitu
sebesar 55% menjadi 76%. Kecakapan
membuat hipotesis juga mengalami
peningkatan sebesar 20% yaitu dari 54%
menjadi 74%. Siswa dilatih untuk
menyimpulkan materi yang didiskusikan
pada akhir pembelajaran. Kecakapan
membuat kesimpulan siswa meningkat dari
56% menjadi 87%, hal ini terlihat dari siswa
yang dapat membuat kesimpulan sendiri.
Hasil praktikum menunjukkan bahwa
siswa sudah dapat membuat semir sepatu
yang baik dan layak dijual. Semir sepatu
yang layak dijual dan dapat dijadikan
peluang usaha adalah semir sepatu yang
berwarna hitam pekat, teksturnya rata, dan
tidak terlalu keras. Siswa sudah dapat
membuat lilin yang berkreasi dan dapat
memancarkan aroma terapi saat dibakar
dalam praktikum pembuatan lilin
aromaterapi. Lilin aromaterapi yang layak
dijual adalah lilin yang dapat memancarkan
aroma terapi ketika dibakar, tekstrurnya
rata, tidak ada bintik-bintik berwarna putih,
sumbu harus bisa dibakar, warna yang
dihasilkan dan kemasan lilin juga harus
menarik sehingga dapat dijadikan peluang
bisnis penjualan lilin aromaterapi. Balsem
yang baik dan dapat dijual adalah balsem
yang tidak terlalu keras dan memiliki khasiat
menghilangkan pegal-pegal. Siswa sudah
dapat membuat semir sepatu, lilin
aromaterapi, dan balsem yang dapat dijual
dan dijadikan peluang usaha dengan
mempertimbangkan laba yang diperoleh.
Pemahaman konsep siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol dapat
diketahui dengan hasil posttest yang
dilaksanakan diakhir pembelajaran. Rata-
rata hasil pemahaman konsep siswa kelas
eksperimen adalah 80,11 dengan nilai
tertinggi 96 dan nilai terendah 56. Rata-rata
hasil pemahaman konsep kelas kontrol
adalah 74,32 dengan nilai tertinggi 92 dan
nilai terendah 52. Hasil nilai rata-rata
posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol
dapat lihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Nilai rata-rata posttest kelas eksperimen dan kontrol
Rata-rata hasil pemahaman konsep
kelas eksperimen dan kelas kontrol
mempunyai perbedaan yang signifikan. Nilai
rata-rata posttest kelas eksperimen lebih
tinggi daripada kelas kontrol yaitu masing-
masing sebesar 80,11 dan 74,32.
Novita Nurmasari, dkk, Keefektifan Pembelajaran Berorientasi.... 1297
Perbedaan nilai rata-rata ini disebabkan
siswa pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol diberi perlakuan yang berbeda.
Kelas eksperimen pembelajaran mengguna-
kan pendekatan CEP, sedangkan kelas
kontrol menggunakan CEP metode
ceramah. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pembelajaran dengan pendekatan
dapat meningkatkan pemahaman konsep
siswa (Supartono, et al., 2009).
Hasil analisis dengan menggunakan
uji kesamaan dua varians diperoleh Fhitung
(1,07) kurang dari Fkritis (1,94) dengan
derajat kebebasan pembilang sebesar 35
dan derajat kebebasan penyebut sebesar
37, sehingga dapat disimpulkan bahwa
kedua kelompok memiliki varians yang
sama.
Hasil analisis uji perbedaan dua
rata-rata satu pihak kanan diperoleh harga
thitung sebesar 2,87 sedangkan harga tkritis
sebesar 1,99 dengan derajat kebebasan
sebesar 72, sehingga dapat disimpulkan
bahwa kelompok eksperimen lebih baik dari
kelompok kontrol karena thitung lebih besar
dari tkritis. Salah satu indikator untuk
menyatakan pembelajaran efektif adalah
apabila proporsi ketuntasan belajar kelas
eksperimen telah memenuhi ketuntasan
klasikal lebih besar dari 85%. Hasil
ketuntasan klasikal menunjukkan bahwa
ketuntasan klasikal pada kelas eksperimen
sebesar 88,89% dengan siswa yang tuntas
sebanyak 32 siswa dan kelas kontrol
sebesar 78,95% dengan siswa yang tuntas
sebanyak 30 siswa. Hal ini menunjukkan
bahwa kelompok eksperimen telah
mencapai ketuntasan klasikal, sedangkan
kelompok kontrol belum mencapai
ketuntasan klasikal.
Penerapan pembelajaran berorien-
tasi CEP pada materi minyak bumi
memberikan keefektifan yang signifikan
pada pemahaman konsep dan kemampuan
life skill siswa kelas X. Hal ini ditunjukkan
dengan dengan proporsi ketuntasan belajar
siswa kelas yang diajar dengan pendekatan
pembelajaran berorientasi CEP telah
memenuhi proporsi ketuntasan belajar
klasikal lebih dari 85% yaitu sebesar 88,89%
dengan siswa yang tuntas sebanyak 32
siswa. Rata-rata hasil pemahaman konsep
kelas eksperimen lebih baik daripada kelas
kontrol yaitu masing-masing sebesar 80,11
untuk kelas eksperimen dan 74,32 untuk
kelas kontrol. Kemampuan life skill siswa
juga meningkat dari 61% menjadi 84%.
Pembelajaran berorientasi CEP ini
memberikan keefektifan yang signifikan
pada pemahaman konsep dan kemampuan
life skill siswa karena siswa lebih termotivasi
dan lebih tertarik mempelajari kimia.
Pembuatan semir sepatu, lilin aromaterapi,
dan balsem ini juga dapat memberikan
pengalaman bagi siswa dalam membuat
suatu produk dengan nilai daya jual yang
tinggi, selain itu pembelajaran berorientasi
CEP juga dapat meningkatkan jiwa
berwirausaha siswa (Sumarti, 2008).
Beberapa hal yang perlu diperhati-
kan untuk melaksanakan pem-belajaran
berorientasi CEP dalam penelitian ini
diantaranya adalah (1) perlu persiapan yang
lebih matang untuk melakukan praktikum ini,
salah satunya adalah mempersiapkan
bahan-bahan yang di-gunakan, karena
bahan-bahan yang dipakai dalam penelitian
1298 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1289-1299
ini tidak tersedia di laboratorium sekolah, (2)
waktu yang di-perlukan untuk menerapkan
pendekatan tersebut lebih lama
dibandingkan dengan pembelajaran secara
konvensial, oleh karena itu guru harus
mampu menguasai materi dan tahapan-
tahapan dalam penelitian, (3) perlu
persiapan dalam membuat RPP berorientasi
CEP agar pembelajaran dapat terlaksana
dengan baik.
SIMPULAN
Hasil Penelitian menunjukkan
bahwa penerapan pembelajaran ber-
orientasi CEP memberikan keefektifan yang
signifikan pada pemahaman konsep dan
kemampuan life skill siswa kelas X-3 suatu
SMA N di Semarang. Proporsi ketuntasan
klasikal kelas X-3, telah memenuhi proporsi
ketuntasan klasikal sebesar 88,89%. Rata-
rata pemahaman konsep kelas eksperimen
sebesar 80,11 lebih baik daripada kelas
kontrol yaitu sebesar 74,32. Kemampuan
life skill siswa meningkat dari 61% menjadi
84%.
DAFTAR PUSTAKA Asmorowati, D.S., 2009, Pembelajaran
Kimia Hidrokarbon Menggunakan Kolaborasi Konstruktif dan Inkuiri Berorientasi Chemoentrepreneurship (CEP) untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Minat Berwirausaha Siswa, Skripsi, Semarang: Jurusan Kimia FMIPA UNNES.
Badan Pusat Statistik, 2012, Data strategis BPS, Jakarta: CV. Nasional Indah.
BBC Indonesia, 2012, Sistem Pendidikan Indonesia Terendah di Dunia, Tersedia di http://Sistem Pendidikan Indonesia Terendah di Dunia - KOMPAS.com.html tanggal 1 Maret 2013.
Chen, K. 2006, Social Skills Intervention For Students With Emotional/Behavioral Disorders: A Literature Review From The American Perspective, Education Research and Reviews, 1(3): 143-149.
Kadarwati, S., Saputro, S.H. dan Priatmoko, S., 2010, Upaya Peningkatan Hasil Belajar Kimia Fisika 5 Dengan Pendekatan Chemo-Entrepreneurship Melalui Kegiatan Lesson Study. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 1, No 4, Hal: 531-543.
Mardapi, D., 2012, Pengukuran Penilaian dan Evaluasi Pendidikan, Yogyakarta: Nuha Medika.
Mulyasa, E., 2007, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mursiti, S., Wahyukaeni, T. dan Sudarmin, 2008, Pembelajaran dengan Pendekatan Chemo-Entrepreneurship dan Penggunaan Game Simulation sebagai Media Chemo-Edutainment untuk Meningkatkan Hasil Belajar, Kreativitas, dan Life Skill, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2, No 2, Hal: 278-280.
Rahmawati, A. dan Yonata, B., 2012, Keterampilan Sosial Siswa Pada Materi Reaksi Reduksi Oksidasi melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) SMA Negeri 9 Surabaya, Unesa Journal of Chemical Education, Vol 1, No 1, Hal: 47-55.
Shakirova, D.M., 2007, Technology for the Shaping of College Students’ and Upper-Grade Students’ Critical Thinking, Russian Education dan Society, Vol 9, No 49, Hal: 42-52.
Novita Nurmasari, dkk, Keefektifan Pembelajaran Berorientasi.... 1299
Snyder, L.G. dan Snyder, M. J., 2008, Teaching Critical Thinking and Problem Solving Skills, The Delta Pi Epsilon Journal, Vol 2, No 50, Hal: 90-99.
Sumarti, S.S., 2008, Peningkatan Jiwa Kewirausahaan Mahasiswa Calon Guru Kimia dengan Pembelajaran Praktikum Kimia Dasar Berorientasi Chemo-Entrepreneurship, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2, No 2, Hal: 305-311.
upartono, Saptorini, dan Asmorowati, D,S., 2009, Pembelajaran Kimia Menggunakan Kolaborasi Konstruktif dan Inkuiri Berorientasi Chemo-Entrepreneurship, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2, No 3, Hal: 476-483.
Supartono, 2006, Peningkatan Kreativitas Peserta Didik Melalui Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Chemoentrepreneurship (CEP), Proposal Research Grant – Program Hibah A2, Semarang: Jurusan Kimia FMIPA UNNES.
Wicaksana, G.A., Nurhayati, N. dan Cahyono, E., 2013, Efektivitas Media Pembelajaran E-Learning Berbasis Chemo-Edutainment terhadap Hasil Belajar Materi Hidrokarbon dan Minyak Bumi Siswa Kelas X, Chemistry in Education, Vol 1, No 2, Hal: 1-10.
Yulianingrum dan Rahayu, Y.S., 2013, Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu Tipe Webbed Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill) Pada Tema Suara Kelas VII SMP Al-Amal Surabaya, Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa, Vol 1, No 1, Hal: 1-7.
Yulianto, F. dan Nashori , H.F., 2006, Kepercayaan Diri dan Prestasi Atlet Tae Kwon Do Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, Vol 1, No 3, Hal: 55-62.
1300 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1300-1308
PENERAPAN PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION
BERBASIS INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR KOLOID
Arinda Dian Wijayanti* dan Eko Budi Susatyo
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan pembelajaran Group Investigation berbasis Inkuiri Terbimbing berpengaruh dalam meningkatkan hasil belajar kimia kompetensi Sistem Koloid dan bagaimana tanggapan guru dan siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan. Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling, diperoleh kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 4 sebagai kelas kontol. Pengambilan data menggunakan teknik tes, observasi, angket, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan rerata hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol berdasarkan pada uji satu pihak kanan kedua nilai posttest yaitu dengan thitung sebesar 6,89 lebih dari ttabel sebesar 2,00. Hasil analisis pengaruh antar variabel diperoleh besarnya koefisien determinasi adalah 73,38%, berarti bahwa pembelajaran Group Investigation berbasis Inkuiri Terbimbing berkontribusi meningkatkan hasil belajar kognitif siswa sebesar 73,38%. Pada penilaian afektif dan psikomotor, rata-rata nilai hasil belajar kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Analisis angket tanggapan guru dan siswa juga menunjukkan bahwa pembelajaran Group Investigation berbasis Inkuiri Terbimbing memperoleh tanggapan yang baik. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penerapan pembelajaran Group Investigation berbasis Inkuiri Terbimbing berpengaruh dalam meningkatkan hasil belajar kimia siswa kelas XI kompetensi terkait sistem koloid dan memperoleh tanggapan yang baik dari guru dan siswa. Kata kunci: group investigation, hasil belajar, inkuiri terbimbing
ABSTRACT
This study aims to determine whether the implementation of inquiry-based learning Group Investigation Guided influential in improving learning outcomes of chemistry in competence of Colloid Systems and how the responses of teachers and students towards applied learning. Sampling used cluster random sampling technique, obtained class XI IPA 1 as the experimental class and the XI IPA 4 as control class. Retrieval of data used techniques: tests, observations, questionnaires, and documentation. The results showed that the average grade of experimental class was higher than the control class based on the test of the right hand, with both of the posttest score of tcount 6.89 over ttable of 2.00. The results of the analysis of the magnitude of the effect between variables obtained coefficient of determination 73.38%, mean that the inquiry-based learning Group Investigation Guided contributed to increasing students' cognitive learning outcomes of 73.38%. On Affective and psychomotor assessment, the average grades of the experimental class learning better than classroom control. Analysis of the questionnaire responses of teachers and students also indicated that inquiry-based learning Group Investigation Guided obtained a good response. This study concluded that the implementation of inquiry-based learning Group Investigation Guided influenced in improving learning outcomes chemistry class XI student with competencies related colloidal systems and obtained good response from teachers and students.
Kata kunci: group investigation, learning outcomes, inquiry-guided
Arinda Dian Wijayanti, dkk, Penerapan Pembelajaran Group.... 1301
PENDAHULUAN
Proses pembelajaran hingga saat
ini, kebanyakan belum memberikan akses
bagi siswa untuk berkembang secara
mandiri melalui penemuan dan proses
berpikirnya. Hal ini salah satunya disebab-
kan proses pembelajaran yang didominasi
oleh pembelajaran konvensional. Pada
pembelajaran ini suasana kelas cenderung
teacher centered sehingga siswa menjadi
kurang aktif. Pembelajaran pada materi
pokok koloid di salah satu SMA N di
Magelang cenderung di sampaikan dengan
metode ceramah dan hanya disampaikan
teorinya saja serta belum diadakan
percobaan atau praktikum sehingga siswa
menjadi kurang aktif. Materi koloid
merupakan salah satu materi kimia yang
sebagian besar aplikasinya paling dekat
dengan kehidupan sehari-hari, tetapi belum
banyak siswa yang menyadari akan hal
tersebut. Hal ini dikarenakan pemahaman
konsep oleh siswa masih belum maksimal.
Kebanyakan siswa hanya menghafal teori.
Menghafal teori boleh, tetapi belum cukup
sekedar itu saja. Siswa juga harus
menemukan dan memahami konsepnya
agar mengetahui aplikasi materi yang
sedang di pelajari, sehingga tidak hanya
sekedar menghafal teori-teorinya saja.
Pengembangan pembelajaran yang
diperlukan saat ini adalah pembelajaran
yang inovatif dan kreatif yang memberikan
pengembangan daya nalar dan kreatifitas
siswa. Salah satunya adalah dengan meng-
gunakan metode pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajar-
an dimana siswa dengan tingkat kemam-
puan yang berbeda bekerjasama dalam
kelompok-kelompok kecil untuk mencapai
tujuan bersama (Akinbobola, 2006). Salah
satu model pembelajaran kooperatif adalah
Group Investigation. Group Investigation
merupakan model pembelajaran kooperatif
yang melibatkan kelompok kecil yang
memungkinkan siswa bekerja menggunakan
penemuan kooperatif, perencanaan, proyek,
diskusi kelompok, dan kemudian mempre-
sentasikan penemuan mereka kepada kelas.
Istikomah, Istikomah, et al., (2009) dalam
penelitiannya, Group Investigation melatih
siswa untuk tekun, bersikap ingin tahu
dalam mencari informasi dan jujur dalam
mengolah data, terbuka dalam menerima
pendapat orang lain dan teliti memproses
informasi. Group Investigation melatih siswa
untuk bekerjasama dengan baik sehingga
terjadi interaksi sosial dan efektif dalam
menyelesaikan permasalahan yang sulit
dalam kelompok (Tsoi, 2004).
Indrawati dalam Trianto (2007)
menyatakan bahwa pembelajaran pada
umumnya akan lebih efektif bila diseleng-
garakan melalui model-model pemrosesan
informasi yang menekankan pada bagai-
mana seseorang berpikir dan bagaimana
dampaknya terhadap cara-cara mengolah
informasi. Salah satu yang termasuk dalam
model pemrosesan informasi adalah
pembelajaran inkuiri terbimbing. Inkuiri
terbimbing yaitu metode inkuiri dimana guru
membimbing siswa melakukan kegiatan
dengan memberi pertanyaan awal dan
mengarahkan pada suatu diskusi. Melalui
inkuiri terbimbing siswa dilibatkan secara
aktif dalam kegiatan pembelajaran, yakni
dengan melakukan percobaan untuk
1302 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1300-1308
menentukan konsep tentang materi
pembelajaran. Proses pembelajaran dengan
inkuiri terbimbing memungkinkan siswa
dapat bekerja secara kelompok (Zawadzki,
2010). Inkuiri terbimbing dapat meningkat-
kan partisipasi siswa dalam mempelajari
materi melalui proses penemuan dalam
kelompok kecil sehingga pembelajaran lebih
bermakna dan membantu siswa dalam
menemukan konsep materi (Bilgin, 2009).
Rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah apakah penerapan pembelajaran
Group Investigation berbasis Inkuiri
Terbimbing berpengaruh dalam meningkat-
kan hasil belajar kimia kompetensi Sistem
Koloid siswa kelas XI suatu SMAN di
Magelang dan bagaimana tanggapan guru
dan siswa terhadap penerapan pem-
belajaran Group Investigation berbasis
Inkuiri Terbimbing? Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh penerapan
pembelajaran Group Investigation berbasis
Inkuiri Terbimbing dalam meningkatan hasil
belajar kimia kompetensi Sistem Koloid
siswa kelas XI suatu SMAN di Magelang
dan untuk mengetahui tanggapan guru dan
siswa terhadap penerapan pembelajaran
Group Investigation berbasis Inkuiri
Terbimbing.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Salah
satu SMA N di Magelang pada kompetensi
terkait Sistem Koloid. Penelitian ini
menggunakan yaitu Pretest-Posttest Control
Group Design. Populasi penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas XI IPA salah satu SMA
Negeri di Magelang. Pengambilan sampel
pada penelitian ini menggunakan teknik
cluster random sampling, yaitu dengan
mengambil dua kelas secara acak dengan
syarat populasi berdistribusi normal dan
homogenitasnya sama. Instrumen yang
digunakan pada penelitian ini soal pretest
dan posttest, sedangkan untuk lembar
observasi digunakan untuk mengukur hasil
belajar psikomotorik dan afektif.
Variabel bebas dalam penelitian ini
yaitu metode pembelajaran. Sedangkan
variasi perlakuan adalah kelas eksperimen
diterapkan pembelajaran group investigation
berbasis inkuiri terbimbing dan kelas kontrol
diterapkan pembelajaran ceramah,
praktikum dan diskusi. Variabel terikat yaitu
hasil belajar siswa kompetensi terkait sistem
koloid siswa kelas XI Salah satu SMA N di
Magelang serta tanggapan guru dan siswa
terhadap pembelajaran yang diterapkan.
Metode pengumpulan data yang digunakan
pada penelitian ini yaitu metode
dokumentasi, metode tes, metode
observasi, dan metode angket. Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
soal pretest dan posttest hasil belajar
kognitif, lembar observasi afektif dan
psikomotorik serta angket tanggapan guru
dan siswa. Data penelitian hasil belajar
kognitif dianalisis secara statistik parametrik
dihitung dengan uji kesamaan dua varians,
uji perbedaan rata-rata satu pihak kanan, uji
ketuntasan hasil belajar, uji t, analisis
terhadap pengaruh variabel, penentuan
koefisisen determinasi dan uji peningkatan
hasil belajar digunakan untuk mengetahui
peningkatan belajar setelah diberi perlakuan
yang berbeda. Hasil belajar afektif,
89
Arinda Dian Wijayanti, dkk, Penerapan Pembelajaran Group.... 1303
psikomotorik, dan angket tanggapan guru
dan siswa dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
hasil belajar kognitif kelas ekperimen lebih
baik daripada kelas kontrol. Hal ini
didasarkan pada hasil perhitungan uji satu
pihak kanan nilai postes diperoleh thitung
sebesar 6,89 lebih dari ttabel sebesar 2,00
yang berarti bahwa rerata hasil belajar
kognitif kelas eksperimen lebih baik dari
kelas kontrol. Pada kelas eksperimen 100%
siswa sudah mencapai ketuntasan belajar,
sedangkan untuk kelas kontrol hanya 72%
siswa yang mencapai ketuntasan belajar.
Hasil perhitungan analisis pengaruh antar
variabel diperoleh koefisien korelasi biserial
hasil belajar kognitif siswa (rb) sebesar 0,86
dengan kriteria sangat tinggi. Harga
koefisien korelasi biserial yang diperoleh
bertanda positif sehingga menunjukkan
adanya pengaruh pembelajaran group
investigation berbasis inkuiri terbimbing
terhadap peningkatan hasil belajar kognitif
siswa pada materi pokok sistem koloid.
Perhitungan pengaruh antar variabel
menghasilkan koefisien determinasi hasil
belajar kognitif siswa sebesar 73,38%,
berarti besarnya kontribusi pembelajaran
group investigation berbasis inkuiri
terbimbing terhadap peningkatan hasil
belajar kognitif siswa pada materi pokok
koloid yaitu sebesar 73,38%. Berdasarkan
data penilaian kognitif siswa, penerapan
pembelajaran group investigation dapat
meningkatkan hasil belajar kognitif siswa
(Oh dan Shin, 2005). Hasil uji peningkatan
hasil belajar dari kelas eksperimen 0,76
dalam kategori tinggi dan kelas kontrol 0,61
yang dikategorikan sedang. Pembelajaran
group investigation berbasis inkuiri terbim-
bing ini menjadikan rasa ingin tahu siswa
meningkat sehingga siswa lebih aktif dan
bersungguh-sungguh dalam mengikuti
pelajaran serta selama proses pembelajaran
siswa mengalami proses inkuiri yang
membuat siswa menemukan konsep materi
yang sedang dipelajari melalui kegiatan
investigasi sehingga siswa lebih menguasai
konsep. Hal ini karena siswa akan lebih
mudah menemukan dan memahami konsep
melalui pemikiran aktif dan pemecahan
masalah yakni tidak sekedar mengingat
melainkan membangun pengetahuan se-
hingga pembelajaran menjadi bermakna dan
meningkatkan hasil belajar (Indiarti, 2011).
Penilaian psikomotorik siswa ada
dua yaitu hasil belajar psikomotorik siswa
selama kegiatan praktikum dan hasil belajar
psikomotorik siswa dalam kegiatan pem-
belajaran dikelas. Nilai rata-rata
psikomotorik kegiatan praktikum kelas
eksperimen adalah 84 dan kelas kontrol 78.
Hasil rata-rata nilai psikomotorik kegiatan
praktikum tiap aspek kelas eksperimen dan
kelas kontrol terdapat pada Gambar 1.
1304 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1300-1308
Gambar 1. Penilaian psikomotorik (kegiatan praktikum) kelas eksperimen dan kelas kontrol
Pada aspek 1 dan aspek 2 yaitu
aspek persiapan alat dan bahan dan
ketrampilan memakai alat pada kelas
eksperimen mempunyai rata-rata skor
dengan kategori sangat tinggi sedangkan
pada kelas kontrol mempunyai rata-rata skor
dengan kategori tinggi. Hal ini di karenakan
dalam pembelajaran group investigation
berbasis inkuiri terbimbing yang diterapkan
pada kelas eksperimen mengharuskan
siswa untuk merencanakan proses penemu-
an konsep sendiri dari permasalahan yang
diberikan. Hal tersebut menjadikan siswa
pada kelas eksperimen lebih mandiri dan
terampil dalam mempersiapkan dan
memakai bahan dan alat untuk praktikum.
Nilai rata-rata psikomotorik untuk
pembelajaran di kelas pada kelas eks-
perimen adalah 85 lebih tinggi dibandingkan
kelas kontrol dengan rata-rata nilai 78. Hasil
rata-rata nilai psikomotorik pembelajaran di
kelas tiap aspek kelas eksperimen dan kelas
kontrol terdapat pada Gambar 2.
Gambar 2. Penilaian psikomotorik (pembelajaran di kelas) kelas eksperimen dan kelas kontrol
Keterangan Aspek Penilaian:
1 = persiapan alat dan bahan 2 = keterampilan memakai alat 3 = penguasaan prosedur
praktikum 4 = kerjasama kelompok 5 = mengamati hasil praktikum 6 = kemampuan deskripsi hasil 7 = kebersihan (alat dan tempat 8 = pembuatan laporan
Keterangan Aspek Penilaian:
1 = kecakapan mengajukan pertanyaan
2 = kecakapan berkomunikasi lisan
3 = kemampuan menyelesaikan soal
4 = menggali informasi melalui alat atau sumber belajar lain
5 = ketrampilan melaksanakan diskusi
Arinda Dian Wijayanti, dkk, Penerapan Pembelajaran Group.... 1305
Pada aspek 4 dan 5 yaitu menggali
informasi melalui alat atau sumber belajar
lain dan ketrampilan melaksanakan diskusi
pada kelas eksperimen menunjukkan
perbedaan yang cukup menonjol di-
bandingkan kelas kontrol. Hal ini di-
karenakan dengan pembelajaran group
investigation berbasis inkuiri terbimbing
siswa dituntut untuk lebih aktif dalam
mencari sumber belajarnya sendiri dan juga
selama proses diskusi berlangsung siswa
lebih berani menyampaikan gagasan-
gagasan yang mereka miliki. Metode
pembelajaran group investigation juga dapat
meningkatkan aktifitas dan semangat siswa
dalam proses pembelajaran (Rahmi, 2012).
Hasil analisis deskriptif nilai afektif,
kelas eksperimen memperoleh rata-rata nilai
81 yang termasuk kategori baik, dan pada
kelas kontrol 79 yang termasuk kategori
sedang. Hasil rata-rata nilai afektif tiap
aspek kelas eksperimen dan kelas kontrol
terdapat pada Gambar 3.
Gambar 3. Penilaian afektif kelas eksperimen dan kelas kontrol
Hasil analisis afektif siswa
menunjukkan terdapat beberapa aspek yang
berbeda antara kelas eksperimen dengan
kelas kontrol, misalnya pada aspek
keberanian siswa mengerjakan tugas di
depan kelas dan sopan santun dalam
berkomunikasi. Hal ini dikarenakan pem-
belajaran pada kelas eksperimen yaitu
pembelajaran group investigation berbasis
inkuiri terbimbing, siswa menjadi lebih aktif
selama proses pembelajaran dan ingin
mengungkapkan gagasan yang dimiliki.
Pembelajaran group investigation ini mem-
buat peserta didik menjadi lebih aktif dalam
mengikuti kegiatan belajar mengajar (Hasan,
2009). Penerapan Pembelajaran dengan
inkuiri terbimbing dapat me-ningkatkan hasil
belajar afektif siswa (Douglas dan Chiu,
2009).
Tanggapan guru dan siswa terhadap
pembelajaran yang telah dilakukan di kelas
eksperimen diukur dengan angket. Angket
Keterangan Aspek Penilaian:
1 = kehadiran di kelas 2 = perhatian dalam mengikuti
pelajaran 3 = kejujuran 4 = keseriusan dan ketepatan
waktu menyerahkan tugas 5 = kerja sama 6 = kerapihan dan kelengkapan
buku catatan 7 = menghargai pendapat
teman 8 = keberanian siswa
mengerjakan tugas di depan kelas
9 = sopan santun dalam berkomunikasi
10 = sikap dan tingkah laku terhadap guru
1306 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1300-1308
memiliki tingkatan respon mulai dari sangat
setuju, setuju, kurang setuju, dan tidak
setuju. Angket ini digunakan untuk me-
ngetahui pendapat siswa terhadap pem-
belajaran group investigation berbasis inkuiri
terbimbing. Hasil analisis angket tanggapan
siswa dalam penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa pada kelas eksperimen siswa
menyukai pembelajaran group investigation
berbasis inkuiri terbimbing. Hasil analisis
angket menunjukkan siswa pada kelas
ekperimen menyukai pembelajaran group
investigation berbasis inkuiri terbimbing
karena lebih menyenangkan, menarik, dan
membuat siswa lebih mudah memahami
konsep materi, hal ini dapat dilihat dari rasa
ingin tahu siswa yang meningkat dalam
pembelajaran serta peningkatan minat dan
motivasi siswa untuk giat belajar baik
individu maupun kelompok. Metode Inkuiri
terbimbing terbukti mampu meningkatkan
respons positif siswa dalam mengikuti
pelajaran (Soesanti, 2005). Hasil angket
tanggapan siswa terhadap pembelajaran
group investigation berbasis inkuiri
terbimbing disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil angket tanggapan siswa terhadap pembelajaran
No Pertanyaan SS (%)
S (%)
KS (%)
TS (%)
1. Saya selalu hadir di kelas selama pembelajaran berlangsung
86,67 13,33 0 0
2. Saya masuk kelas tepat waktu 33,33 66,67 0 0 3. Saya memperhatikan setiap penjelasan yang diberikan
oleh guru 30,00 70,00 0 0
4. Saya bersemangat mengikuti pelajaran kimia tentang sistem koloid
43,33 50,00 6,67 0
5. Saya berani mengungkapkan gagasan/pendapat di depan kelas
10,00 73,33 13,33 3,33
6. Saya sering memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan oleh guru
26,67 66,67 6,67 0
7. Saya mengerjakan setiap latihan yang diberikan oleh guru
36,67 60,00 3,33 0
8. Saya dapat memahami materi sistem koloid dengan lebih mudah setelah pembelajaran group investigation berbasis inkuiri terbimbing
50,00 50,00 0 0
9. Saya tidak mengalami kesulitan selama mempelajari materi sistem koloid
36,67 60,00 3,33 0
10. Saya berbagi tugas dengan anggota kelompok yang lain dalam menyelesaikan tugas
10,00 70,00 16,67 3,33
11 Saya berdiskusi dengan teman dalam menyelesaikan tugas kelompok
36,67 53,33 10,00 0
12. Saya membantu teman apabila teman satu kelompok apabila mengalami kesulitan
56,67 43,33 0 0
Hasil analisis angket tanggapan
guru dalam penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa guru memberikan tanggapan yang
positif terhadap pembelajaran group
investigation berbasis inkuiri terbimbing. Hal
ini ditunjukkan dengan tanggapan positif
terhadap masing-masing indikator pertanya-
an yang terdapat dalam angket. Hasil angket
tanggapan guru menunjukkan bahwa
pembelajaran group investigation berbasis
inkuiri terbimbing mampu meningkatkan
partisipasi siswa dalam mengikuti pelajaran
dan meningkatkan penguasaan konsep
siswa terhadap materi yang sedang
Arinda Dian Wijayanti, dkk, Penerapan Pembelajaran Group.... 1307
dipelajari. Inkuiri terbimbing berhasil
meningkatkan partisipasi siswa dalam
mempelajari materi menambah penguasaan
konsep siswa (Bilgin, 2009). Hasil angket
tanggapan guru terhadap pembelajaran
disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Hasil angket tanggapan guru terhadap pembelajaran
No. Pertanyaan SS (%)
S (%)
KS (%)
TS (%)
1 Saya mengetahui pembelajaran group investigation berbasis inkuiri terbimbing
0 0 100 0
2 Saya merasa pembelajaran group investigation berbasis inkuiri terbimbing tepat diterapkan pada materi sistem koloid
50 50 0 0
3 Saya merasa pembelajaran group investigation berbasis inkuiri terbimbing dapat meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran.
0 100 0 0
4 Saya merasa pembelajaran group investigation berbasis inkuiri terbimbing pada materi sistem koloid meningkatkan penguasaan konsep siswa.
0 100 0 0
5 Saya merasa pembelajaran group investigation berbasis inkuiri terbimbing meningkatkan rasa ingin tahu dan partisipasi siswa dalam pelajaran.
50
50 0 0
6 Saya merasa pembelajaran group investigation berbasis inkuiri terbimbing efektif dalam mengatasi kesulitan siswa memahami materi pelajaran
50
50 0 0
SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rerata hasil belajar kelas eksperimen lebih
tinggi daripada kelas control. Berdasarkan
pada uji satu pihak kanan kedua nilai
posttest yaitu dengan thitung sebesar 6,89
lebih dari ttabel sebesar 2,00. Hasil analisis
pengaruh antar variabel diperoleh besarnya
koefisien determinasi adalah 73,38%, berarti
bahwa pembelajaran Group Investigation
berbasis Inkuiri Terbimbing berkontribusi
meningkatkan hasil belajar kognitif siswa
sebesar 73,38%. Penerapan pembelajaran
Group Investigation berbasis Inkuiri
Terbimbing terbukti berpengaruh dalam
meningkatkan hasil belajar kimia siswa kelas
XI kompetensi terkait sistem koloid dan
memperoleh tanggapan yang baik dari guru
dan siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Akinbobola, A.O., 2006, Effects of
Cooperative and Competitive Learning Strategies on Academic Performance of Students in Physics, Journal Result in Eduation, Vol 1, No 3, Hal: 1-5.
Bilgin, I., 2009, The Effects of Guided Inquiry Instruction Incorporating A Cooperative Learning Approach on University Students’ Toward Guided Inquiry Instruction, Scientific Research and Essay, Vol 4, No 10, Hal:1-9.
Douglas, E.P. dan Chiu, C., 2009, Use of Guided Inquiry as an Active Learning Technique in Engineering, Proceedings of the Research in Engineering Education Symposium, Vol 2, No 6, Hal: 1-6.
1308 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1300-1308
Hasan, S., 2009, Model Cooperative Learning Tipe Group Investigation untuk Meningkatkan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Perawatan dan Perbaikan Sistem Refrigerasi, Jurnal Pendidikan Teknik Mesin, Vol 1, No 3, Hal:1-10.
Indiarti, 2011, Penerapan Model Pembelajran Berdasarkan Masalah pada Pelajaran IPA Materi Zat Aditif Makanan dan Kaitannya dengan Kesehatan di Kelas VII SMP Negeri 2 Malang, PENSA E-Jurnal, Vol 1, No 2, Hal: 2-5.
Istikomah, S., Hendratto, S., dan Bambang, 2010, Penggunaan Model Pembelajaran Group Investigation untuk menumbuhkan sikap ilmiah siswa, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol 3, No 6, Hal:40-43.
Oh, P. S dan Shin, M. K., 2005, Student Reflection on Implementation of Group Investigation in Korean Secondary Classroom, Research International Journal of Science and Mathematic Education, Vol 2, No 3, Hal:327-349.
Rahmi, W., 2012, Penggunaan Model “Group Investigation” untuk Meningkatkan Minat Beajar Siswa Kelas VIII Di MTs Muhammadiyah Pekanbaru, Jurnal Pendidikan Indonesia, Vol 1, No 4, Hal:1-12.
Soesanti, N., 2005, Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Inkuiri Tidak Terbimbing terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Struktur Tumbuhan, diunduh di http://www.pagesyourfavourite.com/ppsupi/-abstrakipa2005.html, diakses tanggal 24 Juli 2013.
Trianto, 2007, Model Pembelajaran Terpadu Dalam Teori dan Praktik, Jakarta: Prestasi Pustaka.
Tsoi, M. F., 2004, Using Group Investigation for Chemistry in Teacher Education, Asia-Pacific Forum on Science Learning and Teaching, Vol 1, No 5, Hal: 1-12.
Zawadzki, R., 2010, Is process-oriented guided-inquiry learning (POGIL) suitable as a teaching method in Thailand’s higher education?, As. J. Education dan Learning, Vol 1, No 2, Hal:66-74.
Fina Haziratul Qudsiyah, dkk, Implementasi Praktikum Aplikatif.... 1309
IMPLEMENTASI PRAKTIKUM APLIKATIF
BERORIENTASI CHEMOENTREPRENEURSHIP
TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR KIMIA
Fina Haziratul Qudsiyah*, Subiyanto Hadisaputro dan Woro Sumarni
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh implementasi praktikum aplikatif berorientasi CEP terhadap peningkatan hasil belajar kimia materi pokok koloid siswa kelas XI SMA. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA pada salah satu SMA Negeri di Magelang pada tahun pelajaran 2012/2013. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest–Posttest Control Group Design. Teknik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling, sehingga diperoleh kelas XI IPA 3 sebagai kelas eksperimen menggunakan metode praktikum aplikatif berorientasi CEP dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol menggunakan metode praktikum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh implementasi praktikum aplikatif berorientasi CEP terhadap peningkatan hasil belajar kimia siswa. Besarnya pengaruh implementasi praktikum aplikatif berorientasi CEP terhadap peningkatan hasil belajar kimia siswa yaitu 63,64%. Peningkatan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen termasuk dalam kategori tinggi dengan nilai N-Gain sebesar 0,84 lebih besar dari kelas kontrol dengan nilai N-Gain sebesar 0,51 yang termasuk dalam kategori sedang. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh implementasi praktikum aplikatif berorientasi CEP terhadap peningkatan hasil belajar kimia siswa di salah satu SMA di Magelang.
Kata kunci: chemoentrepreneurship, hasil belajar, metode praktikum aplikatif
ABSTRACT This study aims to investigate the influence of applied practical implementation of
Chemoentrepreneurship (CEP) oriented towards improvement learning outcomes on colloid chemistry subject of class XI high school students. The population of this study were all Science students of class XI of the high schools in Magelang, 2012-2013 school year. The design used in this study was pretest-posttest control group design. The sampling technique used was purposive sampling, obtained Science XI-3 as experimental class used practical methods applicable CEP oriented and Science class XI-2 as the control class. The results showed that there was an influence of applied practical implementation of CEP oriented towards thew improvement of student learning outcomes chemistry. The magnitude of the effect of applied practical implementation of CEP oriented towards improvement of student learning outcomes chemistry was 63.64%. The improvement of student learning outcomes in the experimental class in the high category with N-Gain value of 0.84 was greater than the control class with N-Gain value of 0.51 was included in the medium category. Based on the results, it can be concluded that there are significant influence of practical implementation of CEP applicative oriented toward chemistry learning outcome of students in one high school in Magelang. Keywords: applicative experiment method, chemoentrepreneurship, learning outcomes
PENDAHULUAN
Observasi awal yang dilakukan di
suatu SMA Negeri di Magelang memberikan
hasil bahwa pembelajaran kimia yang
dilakukan cenderung text book oriented, dan
kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari
sehingga terjadi kesulitan dalam memahami
1310 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1309-1318
konsep materi yang diajarkan. Sementara itu
metode dan model pembelajaran yang
digunakan oleh guru juga kurang bervariasi
sehingga motivasi belajar dan kreativitas
siswa menjadi kurang. Motivasi siswa yang
kurang tersebut membuat pembelajaran
yang dilakukan tidak bermakna dan hasil
belajar yang diperoleh siswa menjadi tidak
maksimal. Kondisi seperti inilah yang
menjadi salah satu faktor penyebab kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia
rendah.
Solusi dalam memperoleh pembelaja-
ran yang bermakna diperlukan suatu
metode pembelajaran yang dapat mening-
katkan hasil belajar siswa. Salah satu
metode yang dapat digunakan adalah
praktikum aplikatif berorientasi Chemoentre-
preneurship (CEP). Solusi dalam memper-
oleh pembelajaran yang bermakna di-
perlukan suatu metode pembelajaran yang
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Salah satu metode yang dapat digunakan
adalah praktikum aplikatif berorientasi CEP.
Kegiatan praktikum di laboratorium merupa-
kan kegiatan siswa yang dilakukan secara
kooperatif dalam kelompok kecil untuk
menginvestigasi fenomena dengan instruksi
khusus dan salah satu cara untuk
mempelajari lingkungan. Kegiatan praktikum
mempunyai potensi untuk membangun
hubungan sosial serta sikap yang positif dan
dapat menunjang perkembangan kognitif
(Hofstein, 2004). Dibandingkan dengan
kegiatan di kelas, kegiatan praktikum
berpeluang lebih banyak untuk membangun
interaksi sosial antar siswa dan antar siswa
dengan guru sehingga menciptakan
lingkungan pembelajaran yang positif
(Tobin, 1990). Cara praktikum mutlak
diperlukan karena salah satu tujuan
pembelajaran kimia adalah agar siswa
memiliki keterampilan dalam melakukan
kegiatan laboratorium untuk memahami
konsep-konsep kimia serta menumbuhkan
minat dan sikap ilmiah (Depdiknas, 1999).
Pembelajaran menggunakan prak-
tikum aplikatif, memungkinkan siswa untuk
berproses dalam menemukan konsep
sendiri, sehingga materi yang dipelajari
dapat diidentifikasi, dianalisis dan disintesis,
diuji kebenarannya dan disimpulkan menjadi
suatu konsep. Penggunaan praktikum apli-
katif menjadikan siswa termotivasi untuk
belajar, kreatif, berpikir logis serta sistematis
dan dapat melatih siswa untuk berpikir
ilmiah. Kegiatan pembelajaran dengan
metode praktikum aplikatif akan lebih
menarik dan menyenangkan jika dikaitkan
dengan obyek nyata dan bisa menghasilkan
suatu produk dari praktikum yang dilakukan.
Konsep CEP adalah suatu pendekat-
an pembelajaran kimia yang kontekstual
yaitu pendekatan pembelajaran kimia yang
dikaitkan dengan obyek nyata. Tujuannya
adalah untuk memotivasi siswa agar
mempunyai semangat berwirausaha. Melalui
pendekatan ini pengajaran kimia akan lebih
menyenangkan dan memberi kesempatan
pada peserta didik untuk mengoptimalkan
potensinya agar menghasilkan produk.
Apabila peserta didik sudah terbiasa dengan
kondisi belajar yang demikian, tidak me-
nutup kemungkinan akan memotivasi
mereka untuk berwirausaha (Supartono,
2006).
Pembelajaran dengan pendekatan
CEP merupakan pendekatan pembelajaran
Fina Haziratul Qudsiyah, dkk, Implementasi Praktikum Aplikatif.... 1311
kimia yang dikaitkan dengan obyek nyata.
Penerapan pembelajaran dengan pende-
katan CEP ini diterapkan dengan harapan
siswa akan menjadi lebih paham terhadap
materi pelajaran kimia. Praktikum kimia
aplikatif berbasis CEP bisa dikatakan
menarik karena siswa bisa belajar untuk
mengaplikasikan teori-teori yang dipelajari-
nya dalam kehidupan sehari-hari dan juga
bisa menumbuhkan motivasi berwirausaha.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di suatu SMA
Negeri di Magelang pada materi kimia
koloid. Desain penelitian yang dipakai yaitu
Pretest–Posttest Control Group Design yang
merupakan desain eksperimen dengan
melihat perbedaan pretes maupun postes
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa
kelas XI IPA suatu SMA Negeri di Magelang
tahun pelajaran 2012/2013. Kelas XI IPA 3
merupakan kelas eksperimen dan kelas XI-
IPA 2 merupakan kelas kontrol yang diambil
peneliti dengan teknik purposive sampling
dengan pertimbangan dari guru mata
pelajaran kimia di sekolah tersebut dan nilai
ujian akhir semester ganjil yang tidak jauh
berbeda.
Metode pengumpulan data dilakukan
dengan metode dokumentasi, metode tes,
lembar observasi dan angket. Metode
dokumentasi digunakan untuk penentuan
sampel. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah silabus, RPP, soal
pretes dan postes, lembar observasi dan
angket tanggapan siswa. Data penelitian
hasil belajar kognitif dianalisis secara
statistik parametrik dihitung dengan uji t, uji
perbedaan rata-rata, pengaruh antar
variabel, penentuan koefisien determinasi,
uji normalized gain, dan uji ketuntasan hasil
belajar. Sedangkan hasil belajar afektif,
psikomotor, dan hasil angket tanggapan
siswa dianalisis secara deskriptif. Kelas
eksperimen diterapkan metode praktikum
aplikatif berorientasi CEP dan kelas kontrol
diterapkan metode praktikum.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilaksanakan di suatu SMA
Negeri di Magelang yaitu kelas XI IPA 3
sebagai kelompok eksperimen dan kelas XI
IPA 2 sebagai kelompok kontrol. Hasil
belajar kognitif diperoleh dari nilai pretes
dan postes yang disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Nilai pretest dan posttest kelas eksperimen dan kontrol
Nilai Terendah Nilai Tertinggi Rata-rata
Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen
Pretest 40 30 83 67 62,50 47,96 Posttest 60 77 90 100 81,50 91,70
Hasil belajar kognitif setelah diberikan
perlakuan yang berbeda diperoleh rata-rata
nilai postes kelas eksperimen yang
menerapkan metode praktikum aplikatif
berorientasi CEP sebesar 91,70 sedangkan
kelas kontrol yang menggunakan metode
1312 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1309-1318
praktikum sebesar 81,5. Penelitian ini
menunjukkan pencapaian rata-rata hasil
belajar kelas eksperimen yang mengguna-
kan metode praktikum aplikatif berorientasi
CEP lebih tinggi dari pada kelas kontrol
yang menggunakan metode praktikum
sehingga dapat dikatakan perlakuan dengan
metode praktikum aplikatif berorientasi CEP
meningkatkan hasil belajar kognitif (Mursiti,
et al., 2008).
Penyebab kemampuan kognitif kelas
eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol
yaitu pada proses pembelajaran kelas
eksperimen siswa lebih tertarik dalam
pembelajaran dan lebih mudah memahami
materi karena dikaitkan dengan kehidupan
sehari-hari (Mansor dan Othman, 2011).
Perlakuan ini yang membuat siswa mudah
dalam mengerjakan soal kognitif. Walaupun
pada kelas kontrol juga diterapkan metode
praktikum tetapi praktikum yang dilakukan
tidak dikaitkan dengan kehidupan sehari-
hari dan tidak menciptakan suatu produk
yang berkaitan dengan materi sehingga
siswa menjadi kurang tertarik untuk belajar
dan lebih sulit memahami materi. Oleh
karena itu, rata-rata postes hasil belajar
kognitif siswa kelas kontrol lebih rendah dari
pada kelas eksperimen.
Perhitungan uji t satu pihak kanan
diperoleh thitung sebesar 6,10 sedangkan ttabel
sebesar 2,01. Jadi thitung lebih dari ttabel yang
menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar
kognitif kelompok eksperimen tidak sama
dengan rata-rata hasil belajar kimia
kelompok kontrol dengan rata-rata hasil
belajar kognitif kelas eksperimen lebih baik
dari pada kelas kontrol (Supartono, et al.,
2009). Analisis korelasi antar variabel
digunakan rumus koefisien korelasi biserial
(rb). Analisis ini bertujuan untuk menentukan
ada tidaknya korelasi penerapan metode
praktikum aplikatif berorientasi CEP pada
materi koloid terhadap hasil belajar siswa.
Hasil analisis pengaruh antar variabel dari
hasil belajar siswa disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil analisis pengaruh antar variabel dari hasil belajar kognitif
Data Sy P Q Z rb Kriteria
Postes 8,01 0,49 0,51 0,02 0,798 Kuat
Perhitungan analisis korelasi antar
variabel menghasilkan koefisien korelasi
biserial hasil belajar (rb) sebesar 0,798.
Harga koefisien korelasi biserial yang
diperoleh bertanda positif sehingga
menunjukkan adanya korelasi yang
sebanding antara penerapan metode
praktikum aplikatif berorientasi CEP pada
materi koloid terhadap hasil belajar siswa
(Supartono et al., 2009). Perhitungan
kontribusi pengaruh antar variabel mengha-
silkan koefisien determinasi hasil belajar
sebesar 63,64%. Uji Normalized-Gain
dilakukan untuk mengetahui peningkatan
rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen
dan kontrol. Pada Tabel 3 menunjukkan
bahwa peningkatan hasil belajar kelas
eksperimen termasuk dalam kategori tinggi
sedangkan kelas kontrol termasuk dalam
kategori sedang (Morgil, et al., 2009).
Fina Haziratul Qudsiyah, dkk, Implementasi Praktikum Aplikatif.... 1313
Tabel 3. Kategori peningkatan hasil belajar kognitif
Kelas Rata-rata pretes Rata-rata postes Gain g Kategori
Eksperimen 47,96 91,70 0,84 Tinggi
Kontrol 62,50 81,50 0,51 Sedang
Implementasi praktikum aplikatif ber-
orientasi CEP pada materi koloid dapat
meningkatkan hasil belajar kognitif siswa
(Haniatun, 2007). Hal ini ditunjukkan dengan
adanya selisih rata-rata hasil pretes dan
postes hasil belajar dan harga N-Gain yang
ditunjukkan pada Gambar 1 (Morgil, et al.,
2009).
Gambar 1. Peningkatan hasil belajar kognitif siswa
Berdasarkan hasil perhitungan uji
ketuntasan belajar, diperoleh hasil bahwa
ketuntasan belajar pada kelas eksperimen
adalah 100% dan kelas kontrol 85,71%,
dapat dikatakan kedua kelas telah mencapai
ketuntasan belajar karena hasilnya lebih dari
85% (Mulyasa, 2007).
Perbandingan hasil belajar ranah
afektif pada kelompok eksperimen yang
menggunakan pembelajaran dengan
metode praktikum aplikatif berorientasi CEP
dan kelompok kontrol yang menggunakan
metode praktikum setelah penelitian dimuat
pada Gambar 2.
Gambar 2. Rerata nilai ranah afektif kelompok eksperimen dan kontrol
Keterangan Aspek Penilaian:
1 = kehadiran 2 = perhatian dalam mengikuti pelajaran 3 = kejujuran 4 = tanggungjawab 5 = kerajinan membawa buku referensi 6 = partisipasi dalam kegiatan diskusi 7 = kelengkapan dan kerapian catatan 8 = menghargai pendapat teman 9 = sopan santun dalam berkomunikasi 10 = sikap dan tingkah laku terhadap guru
1314 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1309-1318
Hasil tersebut menunjukkan bahwa
hasil belajar afektif kelompok eksperimen
lebih baik daripada hasil belajar afektif
kelompok kontrol (Morgil, et al., 2009).
Rerata hasil belajar afektif kelompok
eksperimen yaitu 5 yang termasuk dalam
kategori sangat tinggi. Aspek yang termasuk
dalam kategori sangat baik yaitu kehadiran,
perhatian dalam mengikuti pelajaran,
menghargai pendapat teman, sopan santun
dalam berkomunikasi, sikap dan tingkah
laku terhadap guru. Sedangkan pada
kelompok kontrol hanya ada 2 aspek yang
termasuk dalam kategori sangat tinggi, yaitu
kehadiran dan sopan santun dalam
berkomunikasi. Rerata afektif kelompok
eksperimen lebih baik daripada kelompok
kontrol karena metode yang diterapkan
pada kelas eksperimen yaitu praktikum
aplikatif berorientasi CEP menarik untuk
siswa sehingga menjadikan mereka rajin
untuk mengikuti pelajaran dan mem-
perhatikan serta menjadikan siswa lebih aktif
dalam kegiatan pembelajaran (Supartono, et
al., 2009).
Perbandingan hasil belajar ranah
psikomotorik pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol dimuat pada
Gambar 3.
Gambar 3. Rerata nilai psikomotorik kelompok eksperimen dan kontrol
Rata-rata skor semua indikator dalam
kemampuan psikomotor antara kelas
eksperimen dengan kontrol menunjukkan
adanya pengaruh positif terhadap
penggunaan pembelajaran dengan metode
praktikum aplikatif berorientasi CEP pada
kelas eksperimen dan metode praktikum
pada kelas kontrol. Pada semua aspek
terlihat kelas eksperimen memiliki rata-rata
psikomotorik yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kelas kontrol (Urena et al., 2011).
Hal ini dikarenakan pada kelas eksperimen
menggunakan metode pembelajaran prak-
tikum aplikatif berorientasi CEP. Metode
tersebut dikaitkan dengan kehidupan sehari-
hari yang pada akhirnya akan menghasilkan
produk yang bermanfaat dan bernilai
ekonomis sehingga siswa akan cenderung
lebih tertarik mengikuti pelajaran (Mursiti et
al., 2008). Ketertarikan siswa tersebut
ditunjukkan dengan melakukan praktikum
Keterangan Aspek Penilaian:
1 = persiapan alat dan bahan 2 = ketrampilan menggunakan alat 3 = ketepatan prosedur praktikum 4 = kerjasama 5 = mengamati hasil praktikum 6 = kebersihan alat dan ruang 7 = menyampaikan hasil praktikum 8 = pembuatan laporan
Fina Haziratul Qudsiyah, dkk, Implementasi Praktikum Aplikatif.... 1315
secara sungguh-sungguh dan semua siswa
ikut berpartisipasi aktif dalam praktikum.
Tanggapan siswa terhadap pem-
belajaran yang telah dilakukan di kelas
eksperimen diukur dengan angket tertutup.
Angket tertutup memiliki tingkatan respon
mulai dari sangat setuju, setuju, tidak setuju,
dan sangat tidak setuju. Hal ini dilakukan
supaya pendapat siswa yang diberikan apa
adanya sesuai kenyataan selama proses
pembelajaran. Hasil analisis angket
tanggapan siswa dapat dilihat di Tabel 4.
Hasil angket menyatakan bahwa
hampir di semua indikator, siswa memilih
kategori sangat setuju dan setuju.
Tanggapan siswa terhadap indikator
keadaan siswa selama pelajaran yaitu 47%
menyatakan sangat setuju dan 53%
menyatakan setuju. Metode pembelajaran
praktikum aplikatif berorientasi CEP yang
diterapkan pada kelas eksperimen meru-
pakan metode yang menarik bagi siswa
sehingga siswa selalu hadir di kelas dan
dengan antusias mengikuti pembelajaran
yang berlangsung (Kusuma, et al., 2009).
Hasil ini didukung dengan rata-rata skor
afektif siswa, yaitu aspek kehadiran kelas
eksperimen yang lebih tinggi dibandingkan
kelas kontrol. Begitu juga rata-rata skor
afektif aspek perhatian dalam mengikuti
pelajaran kelas eksperimen lebih tinggi
dengan kategori sangat tinggi dibandingkan
dengan kelas kontrol dengan kategori tinggi.
Tabel 4. Hasil angket tanggapan siswa terhadap pembelajaran
No. Indikator SS %
S %
KS %
TS %
1. 2. 3.
Keadaan siswa selama pembelajaran Keadaan Akademik Keadaan Sosial
47 34 35
53 59 58
0 7 6
0 1 1
Tanggapan siswa dari indikator
keadaan akademik yaitu 34% siswa
menyatakan sangat setuju, 59% menya-
takan setuju, 7% meyatakan tidak setuju,
dan 1% menyatakan tidak setuju. Hasil
angket menunjukkan lebih banyak yang
menyatakan sangat setuju dan setuju
dibandingkan yang menyatakan kurang
setuju dan tidak setuju. Hal tersebut
dikarenakan metode praktikum aplikatif
berorientasi CEP dikaitkan dengan
kehidupan sehari-hari, sehingga membuat
siswa lebih mudah untuk mempelajari materi
koloid (Kusuma dan Siadi, 2010). Hasil ini
didukung dengan nilai postes hasil belajar
kognitif kelas eksperimen yang meningkat
dan lebih tinggi dari pada kelas kontrol.
Pada indikator keadaan sosial, ada
35% siswa menyatakan sangat setuju, 58%
setuju, 6% kurang setuju, dan 1% tidak
setuju. Sama dengan indikator sebelumnya,
siswa lebih banyak yang menyatakan
sangat setuju dan setuju dibandingkan yang
menyatakan kurang setuju dan tidak setuju.
Pada pembelajaran dengan metode
praktikum aplikatif berorientasi CEP, siswa
dituntut melakukan kerjasama yang baik
antar anggota kelompok pada kegiatan
1316 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1309-1318
praktikum dan kerja kelompok. Adanya
kerjasama antar anggota kelompok tersebut
akan melatih kemampuan bersosialisasi
siswa dengan orang lain menjadi lebih baik
(Morgil, et al., 2009). Hasil analisis angket
tanggapan siswa pada kelas eksperimen
dalam penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa siswa menyukai pembelajaran
menggunakan metode praktikum aplikatif
berorientasi CEP. Siswa juga dapat
memahami materi koloid dengan lebih baik,
sehingga hasil belajarnya lebih maksimal
(Mursiti, et al., 2008).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, maka dapat diambil simpulan
yaitu implementasi praktikum aplikatif
berorientasi CEP pada materi koloid
berpengaruh terhadap peningkatan hasil
belajar kognitif kimia siswa di suatub SMA
Negeri di Magelang dengan kontribusi
sebesar 63,64% dan implementasi
praktikum aplikatif berorientasi CEP pada
materi koloid mendapat tanggapan yang
baik dari siswa. Selain hasil belajar kognitif,
implementasi aplikatif berorientasi CEP juga
berpengaruh positif terhadap hasil belajar
afektif dan psikomotorik. Hal tersebut
ditunjukkan dengan rata-rata skor hasil
belajar afektif dan psikomotorik kelas
eksperimen lebih baik dibandingkan dengan
kelas kontrol. Secara umum dapat
disimpulkan bahwa implementasi praktikum
aplikatif berorientasi CEP pada pem-
belajaran berpengaruh terhadap pening-
katan hasil belajar kimia materi koloid siswa
kelas XI pada suatu SMA di Magelang.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas, 1999, Garis-garis besar program pengajaran Sekolah Menengah Umum 1994 Suplemen 1999, Jakarta.
Haniatun, 2007, Peningkatan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif students teams achieve-ment divisions (STAD) berorientasi chemoentrepreneurship (CEP) meng-gunakan praktikum aplikatif berbasis life skill, Skripsi, Semarang: FMIPA Universitas Negeri Semarang
Hofstein, A., 2004, The laboratory in chemistry education: thirty years of experience with developments, implementation, and research, Journal of Chemistry Education, Vol 3, No 5, Hal: 247-264.
Kusuma, E. dan K. Siadi, 2010, Pengem-bangan bahan ajar kimia berorientasi chemoentrepreneurship untuk me-ningkatkan hasil belajar dan life skill mahasiswa, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 1, No 4, Hal: 544-551.
Kusuma, E., Sukirno, dan Kurniati, I., 2009, Penggunaan pendekatan chemoen-trepreneurship berorientasi green chemistry untuk meningkatkan kemampuan life skill siswa SMA, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 1, No 3, Hal: 366-372.
Mansor, M. dan Othman, N., 2011, Consulting based entrepreneurship education in Malaysian higher education institutions, Journal of International Conference on Social Science and Humanity, Vol 5, Hal: 351-355.
Morgil, I., Seyhan, H.G., dan Secken N., 2009, Investigating the effects of project-oriented chemistry experi-ments on some affective and cognitive field components, Journal of Turkhis Science Education, Vol 1, No 6, Hal: 89-107.
Fina Haziratul Qudsiyah, dkk, Implementasi Praktikum Aplikatif.... 1317
Mulyasa, 2007, Kurikulum tingkat satuan pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya
Mursiti, S., Wahyukaeni, T. dan Sudarmin, 2008, Pembelajaran dengan pendekatan chemoentrepreneurship dan penggunaan game simulation sebagai media chemoedutainment untuk meningkatkan hasil belajar, kreativitas, dan life skill, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2, No 2, Hal: 274-280.
Supartono, Wijayati, N., dan Sari, A.H., 2009, Kajian prestasi belajar siswa SMA dengan metode student teams achievement divisions melalui pendekatan chemoentrepreneurship, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 1, No 3, Hal: 337-344.
Supartono, Saptorini, dan Asmorowati, D.S., 2009, Pembelajaran kimia menggunakan kolaborasi konstruktif dan inkuiri berorientasi chemoentre-preneurship, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2, No 3, Hal: 476-483.
Supartono, 2006, Peningkatan kreativitas peserta didik melalui pembelajaran kimia dengan pendekatan chemoentrpreuneurship (CEP), Usulan Research Grant-Program Hibah A2, Semarang: Jurusan Kimia FMIPA UNNES.
Tobin, K.G., 1990, Research on science laboratory activities: in pursuit of better questions and answers to improve learning, Journal of School Science and Mathematics, Hal: 403-418.
Urena, S. S., Cooper, M. M., Gatlin, T. A. dan Bhattacharyya, G., 2011, Students’ experience in a general chemistry cooperative problem based laboratory, Journal of Chemistry Education Research and Practice, Hal: 434–442.
1318 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 1, 2014, hlm 1309-1318