kat a pengan tar -...

76
KAT A PENGANT AR Dengan mengaucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa maka Jurnal Kesehatan Ku- suma Husada (Jurnal KesMaDaSka) STIKes Kusuma Husada Surakarta yang memuat publikasi ilmiah ilmu-ilmu kesehatan khususnya bidang Keperawatan dan Kebidanan telah selesai dicetak. Perkembangan ilmu pengetahuan di lingkup kesehatan meliputi keperawatan, kebidanan maupun bidang kesehatan lainnya berupa informasi ilmiah melalui kajian kepustakaan maupun ulasan ilmiah berdasarkan hasil penelitian sangat diperlukan. Berdasarkan hal tersebut maka STIKes Kusuma Husada Surakarta melalui Jurnal KesMaDaSka memberikan wadah bagi para Dosen ataupun Peneliti sesuai bidang kompetensinya untuk mempub- likasikan artikel ilmiahnya. Penerbitan Jurnal Ilmiah KesMaDaSka ini, diharapkan mampu menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang kesehatan khususnya bidang keperawatan dan kebidanan serta kes- ehatan lainnya serta meningkatkan motivasi bagi para Dosen ataupun Peneliti. Atas nama civitas akademika STIKes Kusuma Husada Surakarta, saya mengucapkan selamat atas terbitnya Jurnal Ilmiah Kesehatan Kusuma Husada Surakarta. Semoga Jurnal ini bermanfaat bagi kita semua. Surakarta, 01 Juli 2015 STIKes Kusuma Husada Surakarta Ketua Dra. Agnes Sri Harti, M.Si.

Upload: doandung

Post on 18-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

KATA PENGANTAR

Dengan mengaucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa maka Jurnal Kesehatan Ku-

suma Husada (Jurnal KesMaDaSka) STIKes Kusuma Husada Surakarta yang memuat publikasi ilmiah

ilmu-ilmu kesehatan khususnya bidang Keperawatan dan Kebidanan telah selesai dicetak.

Perkembangan ilmu pengetahuan di lingkup kesehatan meliputi keperawatan, kebidanan maupun

bidang kesehatan lainnya berupa informasi ilmiah melalui kajian kepustakaan maupun ulasan ilmiah

berdasarkan hasil penelitian sangat diperlukan.

Berdasarkan hal tersebut maka STIKes Kusuma Husada Surakarta melalui Jurnal KesMaDaSka

memberikan wadah bagi para Dosen ataupun Peneliti sesuai bidang kompetensinya untuk mempub-

likasikan artikel ilmiahnya. Penerbitan Jurnal Ilmiah KesMaDaSka ini, diharapkan mampu menambah

khasanah ilmu pengetahuan tentang kesehatan khususnya bidang keperawatan dan kebidanan serta kes-

ehatan lainnya serta meningkatkan motivasi bagi para Dosen ataupun Peneliti.

Atas nama civitas akademika STIKes Kusuma Husada Surakarta, saya mengucapkan selamat atas

terbitnya Jurnal Ilmiah Kesehatan Kusuma Husada Surakarta. Semoga Jurnal ini bermanfaat bagi kita

semua.

Surakarta, 01 Juli 2015

STIKes Kusuma Husada Surakarta

Ketua

Dra. Agnes Sri Harti, M.Si.

Page 2: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

DAFTAR ISI

Atiek Murharyati, Joko Kismanto 119

STUDI EKSPLORASI PENGALAMAN MAHASISWA KEPERAWATAN MENGGUNAKAN

METODE PEMBELAJARAN SEVEN JUMP DI PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA

Anissa Cindy Nurul Afni, Dyah Ekarini

124

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

KETERKAITAN KEAKTIFAN MAHASISWA DALAM ORGANISASI DAN KECERDASAN

EMOSIONAL DENGAN MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA TINGKAT III PRODI D-IV

KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

Sunarto 67

PENGARUH SUDUT POSISI TIDUR TERHADAP KUALITAS TIDUR DAN STATUS

KARDIOVASKULER PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT (IMA) DI RUANG ICVCU

RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Dwi Sulistyowati 74

PENGHAMBATAN PRODUKSI EKSOPROTEASE DAN BIOFILM PADA Pseudomonas

aeruginosa OLEH EKSTRAK Apium graveolens L

Didik Wahyudi, Yusianti Silviani 81

METODE REDUKSI TAHU BERFORMALIN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AIR

GARAM YANG DITAMBAHKAN DENGAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum L.)

Tri Harningsih 1), Indah Tri Susilowati 89

PENAMBAHAN BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP KUALITAS VIRGIN COCONUT

OIL (VCO) SEBAGAI MINYAK GORENG

Indah Tri Susilowati; Tri Harningsih 96

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS LENDIR BEKICOT(Achatina fulica) DENGAN KITOSAN

TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA

S.Dwi Sulisetyowati; Meri Oktariani 104

PENGARUH RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA

PENDERITA HIPERTENSI STAGE 1 DI PUSKESMAS GONDANGREJO KARANGANYAR

Alfyana Nadya Rachmawati, Diyah Ekarini 111

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PENGIKAT TALI PUSAT BAYI BARU LAHIR TERHADAP

LAMA PELEPASAN TALI PUSAT

Anis Nurhidayati, Ernawati 115

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRESS KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT

INAP RSUD SUKOHARJO

Page 3: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

iii

HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN KERJA DAN KESADARAN INDIVIDU DENGAN

PENERAPAN PATIENT SAFETY DI RSUD KABUPATEN SUKOHARJO Meri Oktariani, Atiek Murharyati 132

PEDOMAN PENULISAN NASKAH 137

-oo0oo-

Page 4: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi
Page 5: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

67

KETERKAITAN KEAKTIFAN MAHASISWA DALAM

ORGANISASI DAN KECERDASAN EMOSIONAL

DENGAN MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA

TINGKAT III PRODI D-IV KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

Sunarto1)

1 Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta

[email protected]

ABSTRAK

Keseimbangan dari beberapa komponen yang dimiliki mahasiwa baik IQ (Intelligent Quotient), EQ

(Emotional Quotient), AQ ( Adversity Quotient ), SQ ( Spiritual Quotient ) berperanan sangat penting

dalam sesuatu kesuksesan dalam belajar karena hal tersebut berkaitan dengan motivasi setiap individu.

Pembentukan karakter mahasiswa salah satunya melalui berorganisasi. Dalam suatu organisasi

diharapkan mahasiswa mampu bersosialisasi, saling membantu, dan bertukar pendapat sebagai

poin penting yang dapat memotivasi mahasiswa untuk belajar. Tujuan penelitian untuk mengetahui

keterkaitan keaktifan mahasiswa dalam organisasi dan kecerdasan emosional dengan motivasi belajar

mahasiswa tingkat III Prodi D-IV Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta. Penelitian ini merupakan

penelitian kuantitatif dengan metode corelasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian

adalah 54 mahasiswa Prodi D-IV Keperawatan tingkat III Jurusan Keperawatan Poltekkes Surakarta.

Penentuan responden penelitian berdasarkan simple random sampling. Uji statistik menggunakan uji

linier ganda. Hasil penelitian menunjukkan adanya kontribusi dari variabel keaktifan mahasiswa dalam

organisasi dengan motivasi belajar sebesar 0,5% dengan tanda parameter positif pada angka 0,500. Hasil

t-hitung variabel keaktifan mahasiswa dalam organisasi sebesar 6,387 > nilai t tabel dengan tingkat

kepercayaan 95% yaitu 4,303 artinya ada kontribusi positif dan signifikan keaktifan mahasiswa dalam

organisasi terhadap motivasi belajar. Perhitungan regresi variabel kecerdasan emosional yaitu 0,500%.

Hasil t-hitung variabel kecerdasan emosional sebesar 6,984 > nilai t tabel dengan tingkat kepercayaan

95% yaitu 4,303 sehingga ada kontribusi positif dan signifikan kecerdasan emosional terhadap motivasi

belajar. Simpulan penelitian adalah secara simultan variabel keaktifan mahasiswa dalam organisasi

dan kecerdasan emosional berkaitan dengan motivasi belajar pada mahasiswa tingkat III Prodi D-IV

Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta.

Kata kunci: keaktifan mahasiswa berorganisasi, kecerdasan emosional, motivasi belajar

ABSTRACT

The balance of several components held good students IQ (Intelligent Quotient), EQ (Emotional

Quotient), AQ (Adversity Quotient), SQ (Spiritual Quotient) very important role in the success in

learning something because it is related to the motivation of each individual. Character formation of

students one of them through the organization. In an organization, students are expected to be able

to socialize, help each other, and exchanged opinions as important points that can motivate students

to learn. The aim of research to determine the activity of students in the organization’s relevance and

emotional intelligence in students’ motivation at third level Diploma IV Study program of Nursing

Health Polytechnic Surakarta. This research is a quantitative research methods corelasional with

Page 6: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

cross sectional approach. The sample was 54 students Diploma IV Study program of Nursing Health

Polytechnic Surakarta. Determination of survey respondents on the terms of simple random sampling.

Statistical test using multiple linear test. The results showed the contribution of variable activeness of

students in the organization with motivation to learn by 0.5% with positive parameters in the figures

mark of 0.500. T-test results of students in the organization of the activity variables of 6.387> t table

value with a confidence level of 95% as 4.303; there are positive and significant contribution in the

organization of the activity of student motivation to learn. Calculation of regression variables emotional

intelligence that is 0.5%. Results of t-test of emotional intelligence variable 6.984> t table value with

a confidence level of 95% which is 4.303 so that there is a significant and positive contribution of

emotional intelligence to motivate learning. The conclusions of the study is simultaneously variable

student liveliness and emotional intelligence in organizations related to student motivation to learn at

third level students Diploma IV Study program of Nursing Health Polytechnic Surakarta

Keywords: liveliness student organization, emotional intelligence, motivation to learn

1. PENDAHULUAN

Mahasiswa adalah sebagian kecil dari ge-

nerasi muda Indonesia yang mendapat ke-

sempatan untuk mengasah kemampuannya di

Perguruan Tinggi. Tentunya sangat diharapkan

mendapat manfaat yang sebesar - besarnya dalam

pendidikan agar kelak mampu menyumbangkan

kemampuannya untuk memperbaiki kualitas

hidup bangsa Indonesia yang saat ini belum pulih

sepenuhnya dari krisis yang dialami pada akhir

abad ke 20 (Salim dan Sukadji, 2006).

Kedewasaan berpikir mahasiswa akan se-

makin tumbuh seiring aktifnya berorganisasi di

kampus. Pengalaman berorganisasi di kampus

akan sedikit banyak membantu mahasiswa dalam

menghadapi dunia kerja setelah lulus nanti (Mau-

lawiyah, 2011).

Goleman menyatakan bahwa kecerdasan

emosional bertumpu pada keterkaitan an-

tara perasan, watak, dan naluri moral. Kecer-

dasan emosional merupakan kesanggupan un-

tuk mengendalikan dorongan emosi, membaca

perasan terdalam orang lain, memelihara keter-

kaitan dengan sebaik-baiknya. Kecerdasan

emosional berperan besar dalam suatu tindakan

termasuk dalam pengambilan keputusan secara

rasional (Syahraini, 2007).

Namun dalam kenyataannya keaktifan ma-

hasiswa dalam berorganisasi dan kecerdasan

emosioanal tidak selau beriringan dengan moti-

vasi belajar mahasiswa. Hal ini sering dapat di-

amati ketika mahasiswa sedang melakukan pem-

belajaran di kelas maupun di klinik, yang bisa

ditandai dengan perilaku kelesuan dan ketidak-

berdayaan yaitu penghindaran atau pelarian diri;

pertentangan dan kompensasi (Syaodih dalam

Ridwan, 2006).

Tujuan penelitian untuk mengetahui keter-

kaitan keaktifan mahasiswa dalam organisasi dan

kecerdasan emosional dengan motivasi belajar

mahasiswa tingkat III D-IV Keperawatan Poli-

teknik Kesehatan Surakarta.

2. PELAKSANAAN

a. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Jurusan Ke-

perawatan Politeknik Kesehatan Surakarta

pada bulan Juli sampai dengan bulan Oktober

2013.

b. Populasi dan sampel penelitian

Populasi pada penelitian ini yaitu mahasiswa

program studi Keperawatan tingkat III D-IV

Keperawatan yang mengikuti organisasi di

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Korps

Suka Rela (KSR) dan Himpunan Mahasiswa

Jurusan (HMJ) di Politeknik Kesehatan

Surakarta. Sedangkan teknik pengambilan

subyek dalam penelitian ini dengan meng-

gunakan simple random sampling.

Jumlah sampel 54 orang.

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuan-

titatif dengan metode corelasional dengan

pendekatan cross sectional.

68

Page 7: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

Analisis Data

Uji dimulai dengan uji regresi linier sederhana

dan dilanjutkan dengan uji linier ganda. Pada uji

regresi linier sederhana hanya ada satu variabel

independen dihubungkan dengan satu variabel

dependen.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran umum responden didapatkan

data bahwa mayoritas responden adalah perem-

puan yaitu sejumlah 39 orang (72.2%), Sedang-

kan responden berjenis kelamin laki-laki adalah

15 orang (27.8%) sebagaimana tercantum dalam

tabel 1.

Mayoritas responden berumur 21 tahun yaitu

sejumlah 40 orang (74.1%). Responden umur

22 tahun sejumlah 8 orang (14.8%). Sedangkan

responden umur 20 tahun sejumlah 6 orang

(11.1%) sebagaimana tercantum dalam tabel 2.

Pada tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas

responden memiliki kecerdasan emosional

dalam kategori tinggi sejumlah 44 orang

(81,5%). Responden dengan kategori kecerdasan

emosional sedang sejumlah 10 orang (18,5%).

Tidak terdapat responden kecerdasan emosional

kategori rendah.

Pada tabel 5 menunjukkan bahwa responden

dengan motivasi belajar kategori tinggi sejumlah

45 orang (83,3%). Responden dengan kategori

sedang dalam motivasi belajar sejumlah 9 orang

(16.7%). Tidak terdapat responden dengan

kategori rendah

Penelitian ini mengukur keterkaitan kedua

variabel bebas (independen) yaitu keaktifan

mahasiswa (X ) dan kecerdasan emosional (X ) 1 2

Pada tabel 3 menunjukkan keaktifan mahasiswa

dalam organisasi dengan kategori tinggi yaitu

sejumlah 46 orang (85,2%). Keaktifan kategori

sedang sejumlah 8 orang (14,8%). Tidak terdapat

responden dengan keaktifan kategori rendah.

dengan motivasi belajar (Y). Hasil perhitungan regresi menunjukkan adanya kontribusi dari

variabel keaktifan mahasiswa dengan motivasi

belajar yaitu sebesar 0,5 %. Tanda parameter

positif pada angka 0,5 dapat dimaknakan bahwa

ada kontribusi positif variabel keaktifan maha-

siswa dengan motivasi belajar. Variabel kecer-

dasan emosional juga berkontribusi positif den-

gan motivasi belajar. Hal ini ditunjukkan dengan

perhitungan regresi yaitu 0,500%. Pada tabel 6

menunjukkan hasil analisis regresi.

Keaktifan mahasiswa yang kurang dapat

memberikan gambaran yang tersirat akan suatu

keadaan seseorang, dalam hal ini adalah motivasi

belajar. Proses yang terjadi di dalam organisasi

69

Page 8: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

mendukung perkembangan kecerdasan emosi

seseorang. Dalam organisasi, mahasiswa dapat

belajar berkomunikasi dengan orang lain de-

ngan baik. Proses inilah yang mendukung terben-

tuknya suatu empati dari tiap mahasiswa, sehing-

ga empati terhadap apa yang dirasakan orang lain

meningkat. Kepekaan terhadap emosi orang lain

ini yang mendorong seseorang untuk mengasihi

sepenuh hati dan berusaha menolongnya (Craig,

2004).

Hasil perhitungan regresi pada tabel di atas

menunjukkan adanya kontribusi dari variabel ke-

aktifan mahasiswa dengan motivasi belajar yaitu

sebesar 0,5 %. Tanda parameter positif pada ang-

ka 0,500 dapat dimaknakan bahwa ada kontribusi

positif variabel keaktifan mahasiswa dengan mo-

tivasi belajar. Hasil t-hitung variabel keaktifan

mahasiswa sebesar 6,387 > nilai t tabel dengan

tingkat kepercayaan 95% yaitu 4,303 sehingga

dapat diartikan bahwa ada kontribusi positif dan

signifikan keaktifan mahasiswa terhadap moti-

vasi belajar.

Hasil penelitian sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Rubin, dkk, (2002), partisi-

pasi mahasiswa dalam kegiatan organisasi atau

ektrakurikuler akan mempunyai kemampuan

intrapersonal yang lebih tinggi dibandingkan

mahasiswa yang tidak terlibat dalam kegiatan or-

ganisasi. Penelitian lain yang mendukung adalah

dilakukan oleh Ali, dkk (2009) menunjukkan

bahwa terdapat keterkaitan yang positif antara

aktif dalam organisasi dengan pencapaian presta-

si belajar.

Dengan kecerdasan emosional, individu

mampu mengetahui dan menanggapi perasaan

mereka sendiri dengan baik dan mampu mem-

baca dan menghadapi perasaan-perasaan orang

lain dengan efektif. Individu dengan keterampil-

an emosional yang berkembang baik berarti ke-

mungkinan besar ia akan berhasil dalam kehidup-

an dan memiliki motivasi untuk berprestasi

dengan meningkatnya motivasi belajar. Sedang-

kan individu yang tidak dapat menahan kendali

atas kehidupan emosionalnya akan mengalami

pertarungan batin yang merusak kemampuannya

untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugas-

nya dan memiliki pikiran yang jernih. Individu

yang memiliki tingkat kecerdasan emosional

yang lebih baik, dapat menjadi lebih terampil

dalam menenangkan dirinya dengan cepat, ja-

rang tertular penyakit, lebih terampil dalam me-

musatkan perhatian, lebih baik dalam keterkaitan

dengan orang lain, lebih cakap dalam memahami

orang lain dan untuk kerja akademis di sekolah

lebih baik (Gottman, 2001).

Keterampilan dasar emosional tidak dapat

dimiliki secara tiba-tiba, tetapi membutuhkan

proses dalam mempelajarinya dan lingkungan

yang membentuk kecerdasan emosional tersebut

besar pengaruhnya. Hal positif akan diperoleh bila

anak diajarkan keterampilan dasar kecerdasan

emosional, secara emosional akan lebih cerdas,

penuh pengertian, mudah menerima perasaan dan

lebih banyak pengalaman dalam memecahkan

permasalahannya sendiri, sehingga pada saat

remaja akan lebih banyak sukses di sekolah dan

dalam keterkaitan dengan rekan-rekan sebaya

serta akan terlindung dari resiko-resiko seperti

obat-obat terlarang, kenakalan, kekerasan serta

seks yang tidak aman (Gottman, 2001). Orang

yang mempunyai kecerdasan emosional yang

tinggi akan mampu memotivasi dirinya untuk

mencapai tujuan dan sanggup menunda kenik-

matan. Di dalam organisasi, mahasiswa belajar

untuk mengevaluasi diri agar dapat termotivasi

untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan

(Craig, 2004).

Pengambilan keputusan yang tepat saat

rapat organisasi sangat memerlukan kesadaran

diri yang baik. Keputusan yang diambil tidak

hanya membutuhkan rasionalitas saja, tetapi

membutuhkan suara hati serta kebijaksanaan

emosional yang terangkum dari pengalaman-

pengalaman masa lampau (Goleman, 2007).

70

Page 9: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

Hasil t-hitung variabel keaktifan mahasiswa

sebesar 6,387 > nilai t tabel dengan tingkat keper-

cayaan 95% yaitu 4,303 sehingga dapat diartikan

bahwa ada kontribusi positif dan signifikan keak-

tifan mahasiswa terhadap motivasi belajar.

Hasil t-hitung variabel kecerdasan emosion-

al sebesar 6,984 > nilai t tabel dengan tingkat ke-

percayaan 95% yaitu 4,303 sehingga dapat diar-

tikan bahwa ada kontribusi positif dan signifikan

kecerdasan emosional terhadap motivasi belajar.

Hasil regresi total (variabel keaktifan ma-

hasiswa dan kecerdasan emosional) menunjuk-

kan nilai R2 sebesar 0,933 artinya sebesar 93,3%

variabel keaktifan mahasiswa dan kecerdasan

emosional berkaitan dengan motivasi belajar. Si-

sanya sebesar 0,067 atau 6,7% diterangkan oleh

variabel lain di luar model yang digunakan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa varia-

bel kecerdasan emosional juga berkontribusi

positif dengan motivasi belajar. Hal ini ditunjuk-

kan dengan perhitungan regresi yaitu 0,500%.

Hasil t-hitung variabel kecerdasan emosional

sebesar 6,984 > nilai t tabel dengan tingkat ke-

percayaan 95% yaitu 4,303 sehingga dapat diar-

tikan bahwa ada kontribusi positif dan signifikan

kecerdasan emosional terhadap motivasi belajar.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil peneli-

tian Amalia (2004) yang menemukan bahwa ter-

dapat keterkaitan kecerdasan emosional dengan

prestasi belajar. Selain itu, hasil penelitian ini

juga mendukung hasil penelitian Anggun (2010)

yang menemukan adanya pengaruh kecerdasan

emosional terhadap pemahaman akutansi. Ke-

aktifan mahasiswa dalam organisasi yang tinggi

didukung dengan kecerdasan emosional yang

tinggi akan mempunyai dampak yang positif ter-

hadap situasi belajar, khususnya motivasi ini ter-

bukti pada penelitian ini.

Pengujian secara simultan dilakukan oleh

uji F-statistik. Pengujian ini menunjukkan angka

sebesar 357,00 lebih besar dari batas kritis (F ta-

bel) yang mensyaratkan batas kritis F tabel sebe-

sar 19,00. Jika dibandingkan maka F hitung > F

tabel. Hasil penelitian sejalan dengan hasil pene-

litian Helmi Barliansyach (2010) bahwa keaktifan

berorganisasi dalam Organisasi Kemahasiswaan

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

prestasi belajar mahasiswa. Dengan demikian se-

cara simultan variabel keaktifan mahasiswa dan

kecerdasan emosional berkaitan dengan motivasi

belajar pada mahasiswa Jurusan Keperawatan

Politeknik Kesehatan Surakarta.

5. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian terhadap 54 responden maka

a. Ada keterkaitan antara keaktifan mahasiswa

dengan motivasi belajar pada mahasiswa

Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan

Surakarta

b. Ada keterkaitan antara kecerdasan emosi-

onal dengan motivasi belajar pada maha-

siswa jurusan Keperawatan Politeknik Ke-

sehatan Surakarta

c. Ada keterkaitan antara keaktifan mahasiswa

dan kecerdasan emosional dengan moti-

vasi belajar pada mahasiswa jurusan Ke-

perawatan Politeknik Kesehatan Surakarta.

SARAN

Jurusan Keperawatan dapat memanfaatkan hasil

penelitian ini sebagai rujukan untuk memperhati-

kan motivasi belajar mahasiswa dengan memper-

hatikan keaktifan mahasiswa dalam organisasi

dan kecerdasan emosional

6. REFERENSI

Abraham, Charles & Eamon Shanley. 2003. Alih

bahasa Leony Sally M. Editor: Robert Pri-

hajo & Yasmin Asih. Psikologi Sosial untuk

Perawat. Jakarta: EGC

Amy.2010.Organisasi Kemahasiswaan. http://

amy 09320017 .student. umm. ac.id/. Diak-

ses tanggal 28 Juli 2013.

Anand.2010. Emotional Intelligence and Its Re-

lationship with Leadership Practices. Inter-

national Journal of Bussines and Manage-

ment Vol.5 No.2.http: // journal. ccsenet.

Org /index. Php / ijbm /article /download /

4359/4190. Diakses tanggal: 28 Juli 2013

Asrori, A. 2009. Keterkaitan Kecerdasan Emosi

dan Interaksi Teman Sebaya dengan Penye-

suaian Sosial pada Siswa Kelas VII Pro-

gram Akselerasi di SMP Negeri 9 Surakarta.

Skripsi. Fakultas Kedokteran UNS.

71

Page 10: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

Aziz, Sunyoto, dan Widodo. 2008. Korelasi

antara Keaktifan dalam Organisasi Kema-

hasiswaan dengan Prestasi Belajar. Jurnal

Pendidikan Teknik Mesin Vol. 8 No. 1.http://

journal.unnes.ac.id/index.php/ JPTM article/

view/1168. Diakses tanggal: 28 Juli 2013.

Azwar, S. 2009. Penyusunan Skala Psikologi.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Barliansyach, Helmi. 2010. Pengaruh Keaktifan

Berorganisasi dalam Organisasi

Ekstrakurikuler Kemahasiswaan dan Mo-

tivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar

Mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangu-

nan Periode 2009/2010. Universitas Negeri

Malang. Skripsi

Chamidah, N. 2007. Pengaruh Keaktifan Siswa

dalam Organisasi (Ekstrakuri-kuler) Seko-

lah dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi

Belajar Siswa Kelas II di SMAN I Puloku-

lon Purwodadi Grobogan Tahun Ajaran

2006/2007. Skripsi. UNS: FKIP

Cooper dan Sawaf. 2000. Kecerdasan Emosi

dalam Kepemimpinan dan Organisasi. Ja-

karta: Gramedia Putra.

Craig, J.A. 2004. Bukan Seberapa Cerdas Diri

Anda tetapi Bagaimana Anda Cerdas. (Ter-

jemahan: Arvin Saputra). Batam: Interak-

sara.

Daulay, M.S. 2010. Pedoman Praktis Manaje-

men Organisasi Kemahasiswaan. Yogyakar-

ta: STMIK AMIKOM.

Dukarno, R. Jati Diri Baru Mahasiswa. http://

ndarusih.blogspot.com. Diakses tanggal 28

Juli 2013.

Gibson, Ivancevich, dan Donnelly. 1995. Organ-

isasi jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Goleman. 2007. Kecerdasan Emosional, Men-

gapa EI Lebih Penting daripada IQ.

(Terjemahan: T. Hermaya). Jakarta: PT. Grame-

dia Pustaka Utama.

Hasibuan, M. 2005. Organisasi dan Motivasi. Ja-

karta: Bumi Aksara.

Kumalasari, Meilina Fitri 2010. Perbedaan

Prestasi Belajar Mahasiswa D4 Kebidanan

Tingkat III, DIV Kebidanan UNS Berdasar-

kan Tingkat Aktivitas dalam Organisasi

Ekstrakurikuler. FK UNS. Karya Tulis Il-

miah

Marantika, Inun. 2007. Pengaruh Keaktifan

Organisasi Ekstrakurikuler dan Motivasi

Belajar terhadap Prestasi Belajar Maha-

siswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

Malang. Skripsi. Universitas Negeri Malang.

Martin, A.D. 2003. Emotional Quality Manage-

ment. Jakarta: Arga.

Maulawiyah.2011. Organisasi Sebagai Wa-

dah Aktualisasi Pendidikan Mahasiswa

Masa Kini. http://maulawiyah. blogspot.

com/2011/12/organisasi-sebagai-wadah-ak-

tualisasi.html. Diakses tanggal: 28 Juli 2013.

Nurdiana, Dewi. 2007. Keterkaitan antara Pen-

getahuan dan Motivasi Kader

Posyandu dengan Keaktifan Kader Posyandu

di Desa Dukuh Tengah Kecamatan Ketang-

gungan Kebupaten Brebes. Fakultas Ilmu

Keperawatan dan Kesehatan UMS. Skripsi

Nursalam.2003. Konsep Dan Penerapan Met-

odologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Ja-

karta: Salemba Medika

Senjana.2012. Pengaruh Partisipasi Maha-

siswa dalam Organisasi Kemahasiswa-an

terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Ju-

rusan Pendidikan Teknik Sipil FPTK UPI.

Skripsi

Sinta, Ari. 2009. Perbedaan Kecerdasan Emo-

sional pada Remaja Pengurus OSIS dengan

Remaja Anggota OSIS. Fakultas Psikologi

USU. Skripsi

Sriati, Aat. 2008. Adversity Quotient (AQ).

Fakultas Ilmu Keperawatan UNPAD. Skrip-

si.

Stein, S. J. dan Book, H. E. 2002. Ledakan EQ:

15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional

Meraih Sukses. Bandung: Kaifa.

Sugiono.2010. Metode Penelitian Pendidikan.

Bandung: Alfabeta

Sugiono.2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidi-

kan Nasional

Suryabrata. 2005. Pengembangan Alat Ukur

Psikologis. Yogyakarta: Andi.

72

Page 11: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

Suryosubroto. 2002. Proses Belajar Mengajar di

Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Syahraini, Karyono, dan Rohmatun. “Kecerdasan

Emosional dan Kecemasan

Pramenopause pada Wanita di RW IV dan XI

Kelurahan Gerbang Sari Semarang”. Jurnal

Psikologi Proyeksi.Unissula. Vol 2 no 1.

Syaiful, Fuad, dan Rahman. 2010. The USM

Emotional Quotient Inventory (USMEQi)

Manual.http://www.medic.usm.my/dme/

images/stories/staff/KKMED/ 2010 /manua

l%20usmeq-i.pdf. Diakses tanggal: 11 agus-

tus 2013.

Thoha, M. 2007. Perilaku Organisasi, Konsep

Dasar, dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada

-oo0oo-

73

Page 12: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

PENGARUH SUDUT POSISI TIDUR

TERHADAP KUALITAS TIDUR DAN STATUS

KARDIOVASKULER PADA PASIEN INFARK

MIOKARD AKUT (IMA) DI RUANG ICVCU

RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Dwi Sulistyowati1)

1Jurusan Keperawatan Program D-IV Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta

ABSTRAK

Pasien IMA umumnya akan mengalami penurunan kualitas tidur dan status kardiovaskuler. Kualitas

tidur yang buruk mengakibatkan proses perbaikan kondisi pasien akan semakin lama, sehingga akan

memperpanjang masa perawatan di rumah sakit. Salah satu cara untuk mengurangi akibat yang ditimbulkan

yaitu pentingnya pengaturan sudut posisi tidur yang paling efektif bagi pasien. Tujuan penelitian untuk

mengetahui pengaruh sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur dan status kardiovaskuler pasien IMA di

Ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta.Jenis penelitian ini adalah Quasi Eksperimental Design

dengan rancangan Static Group Comparison. Subyek penelitian ini adalah pasien IMA yang dirawat

pada hari pertama di ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian ini menggunakan uji T

Independen. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh antara sudut posisi tidur terhadap kualitas

tidur pasien IMA dengan nilai p = 0,023. Namun, tidak ada pengaruh antara sudut posisi tidur terhadap

3 parameter status kardiovaskuler. psistole = 0,583, p diastole 0,563, p HR = 0,895 dan nilai p RR =

0,858 (p > 0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi pengaturan sudut posisi tidur 30°dapat

menghasilkan kualitas tidur yang baik, sehingga bisa dipertimbangkan sebagai salah satu intervensi

untuk memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur pasien.

Kata kunci: IMA, sudut posisi tidur, kualitas tidur, status kardiovaskuler.

ABSTRACT

The patient with AMI usually will experience decrease of sleep quality and cardiovascular status. Bad

sleep quality result process in improvement of patient’s condition longer, so that it will extend the period

of hospitalization. One way to decrease the impact that is appeared is the importance of the arrangement

in the sleep position angle that is the most effective for the patients. The purpose of this research is to

know the effect of the sleep position angle to the sleep quality and cardiovascular status in patients with

AMI in ICVCU Dr. Moewardi hospital of Surakarta. The kind of this research is a Quasi Experimental

Design with Static Group Comparison. The subject of this research are patients with AMI who treated

on the first day in ICVCU Dr. Moewardi hospital of Surakarta. This research uses an Independent T

test. The research result showed that there was the influence of the sleep posisition angle to the sleep

quality of AMI patients with the value of p = 0.023. But, there was no influence of the sleep position

angle to three parameters of cardiovascular status. The value of systole p = 0.583, the value of diastole

p = 0.563, the value of HR p = 0.895, and the value of RR p = 0.858 (p > 0.05). Based on the analysis

result could be concluded that the intervention of the sleep position angle with 30° could produce the

good quality sleep, so that it could be considered as one of the intervention to meet the need of patient

rest and sleep.

Keyword: AMI, sleep position angle, the sleep quality, status cardiovascular

Page 13: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

1. PENDAHULUAN

Infark Miokard Akut (IMA) mengacu pada

proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai

darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah

koroner berkurang. Penyebab penurunan suplai

darah mungkin akibat penyempitan kritis arteri

koroner karena aterosklerosis atau penyumbatan

total arteri oleh emboli atau thrombus. Penyakit

IMA menimbulkan gejala klinis yang dirasakan

pasien, beberapa diantaranya dyspnea (sesak

nafas), ortopnea, pucat, keringat dingin, pusing,

mual muntah dan gejala yang paling sering di-

jumpai adalah

nyeri dada yang terjadi secara mendadak

dan terus-menerus tidak mereda seperti ditusuk-

tusuk, biasanya diatas region sternal bawah dan

abdomen bagian atas, menjalar ke bahu dan terus

ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri)

hingga ke arah rahang dan leher. Munculnya ber-

bagai gejala klinis pada pasien IMA tersebut akan

menimbulkan masalah keperawatan dan meng-

ganggu kebutuhan dasar manusia, salah satu

diantaranya adalah kebutuhan istirahat seperti

adanya nyeri dada pada aktivitas, dyspnea pada

istirahat dan aktivitas, letargi dan gangguan tidur

(Smeltzer and Bare, 2001).

Berdasarkan laporan World Health Statistic

2012, tercatat 17,8 juta orang meninggal di dunia

akibat penyakit jantung dan diperkirakan angka

ini akan meningkat terus hingga 2030 menjadi

23,4 juta kematian di dunia. Penyakit kardio-

vaskuler saat ini menempati urutan pertama

sebagai penyebab kematian di Indonesia. Ber-

dasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) tahun 2012, prosentase penderita IMA

dengan usia di bawah 40 tahun adalah 2-8 % dari

seluruh penderita dan sekitar 10 % pada penderita

dengan usia di bawah 46 tahun. Sensus kesehatan

nasional tahun 2010 menunjukkan bahwa kema-

tian karena penyakit kardiovaskular termasuk

IMAadalah sebesar 26,4%. Care Fatality Rate

(CFR) tertinggi terjadi pada IMA (13,49%) dan

kemudian diikuti gagal jantung (13,42%) dan

penyakit jantung lainnya (13,37%) (Badan Pene-

litian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).Di

unit perawatan intensif, pasien IMA pada umum-

nya akan mengalami gangguan tidur. Penyebab

gangguan tidur itu dikarenakan oleh nyeri, sesak

nafas, lingkungan unit perawatan intensif, stress

psikologis dan efek dari berbagai obat dan per-

awatan yang diberikan pada pasien kritis terse-

but. Oleh karena itu aktivitas intervensi keper-

awatan yang dilakukan antara lain menempatkan

posisi tidur yang nyaman, memonitor status ok-

sigen sebelum dan sesudah perubahan posisi, po-

sisikan untuk mengurangi dyspnea seperti posisi

semi fowler.

Di dalam standar asuhan keperawatan

pasien IMA RSUD Dr. Moewardi Surakarta

khususnya di Ruang ICVCU, bahwa pengaturan

sudut posisi tidur belum spesifik dijelaskan.Inter-

vensi keperawatan yang tercantum, ternyata ma-

sih banyak terdapat perbedaan pendapat dalam

hal memberikan intervensi sudut posisi tidur

pada pasien IMA. Dimana ada yang menyatakan

bahwa pasien dengan nyeri dan sesak nafas yang

penting diberikan posisi tidur dengan duduk mi-

ring senyaman pasien, ada mengatakan posisi

tidur yang biasa diberikan adalah posisi semi-

fowler saja tanpa memperhatikan besaran sudut

kemiringan pada tempat tidurnya. Berdasarkan

pengamatan selama studi pendahuluan di Ruang

ICVCU, sebagian besar pasien IMA banyak di-

posisikan dalam keadaan sudut posisi tidur 30°

daripada sudut posisi tidur 45°.Tindakan inter-

vensi itu dilakukan tanpa mengetahui efektifitas

diantara dua sudut tersebut. Keefektifan antara

dua sudut itu seharusnya sangat perlu untuk di-

perhatikan, mengingat nyeri dan sesak nafas pada

malam hari sangat mempengaruhi kebutuhan isti-

rahat dan tidur pasien serta proses penyembuhan.

3. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah Quasi Eksperi-

mental Design dengan rancangan Static Group

Comparison. Quasi experiments merupakan

penelitian untuk megetahui hubungan antara in-

tervensi dan efeknya pada variabel dependen

dan independen (Nursalam, 2008). Static Group

Comparison adalah penelitian yang bertujuan

untuk menentukan pengaruh dari suatu tindakan

pada kelompok subjek yang mendapat perlakuan

berbeda (Nursalam, 2008).Penelitian ini mem-

berikan perlakuan pada setiap kelompok inter-

vensi yang selanjutnya dilakukan elevasi terha-

dap hasil intervensi.

75

Page 14: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase Laki-laki 20 55,6

Kelompok Umur Frekuensi Persentase 18-40 tahun 6 16,7

41-65 tahun 16 44,4

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik responden

a. Jenis Kelamin

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden

Menurut Jenis Kelamin.

Perempuan 16 44,4

Total 36 100

Tabel 1 menggambarkan distribusi frekuensi

responden berdasarkan jenis kelamin laki-laki

sebanyak 20 responden (55,6%) dan perempuan

16 responden (44,4%).

Berdasarkan hasil penelitian, dari 36 respon-

den menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki

lebih dominan mengalami IMA dibandingkan

wanita. Dibuktikan distribusi frekuensi jumlah

responden laki-laki mendominasi dengan jum-

lah responden sebanyak 20 responden (55,6%).

Penelitian yang mendukung dari penelitian ini di-

lakukan oleh Melanie (2012) dengan hasil bahwa

sebagian besar responden adalah laki-laki dengan

prosentase 56,7%. Hal ini diperkuat dengan per-

nyataan dari Muttaqin (2009) yang menunjukkan

bahwa laki-laki memiliki resiko 2-3 kali lebih be-

sar mengalami penyakit jantung koroner daripa-

da wanita sebelum menopause. Laki-laki banyak

menderita penyakit IMA daripada perempuan

dikarenakan pengaruh gaya hidup yang tidak

sehat seperti minum minuman keras, kebiasaan

merokok yang mengakibatkan aterosklerosis di-

dominasi oleh laki-laki, sehingga menjadikan

nyeri dada yang hebat dan meningkatkan kebu-

tuhan oksigen.Dalam penelitian ini wanita tidak

terlihat mendominasi, dibuktikan dengan hasil

distribusi frekuensi hanya 16 responden (44,4%)

saja yang menderita penyakit IMA. Ini sejalan

dengan hasil penelitian yang disampaikan oleh

Melanie (2012), memang wanita tidak mendo-

minasi, hanya 43,3% saja wanita yang menderita

penyakit jantung koroner. Hasil ini diperkuat teo-

ri Smeltzer dan Bare (2001) bahwa wanita ter-

lindungi oleh hormon estrogen yang mencegah

kerusakan pembuluh darah yang berkembang

menjadi proses aterosklerosis, yang merupakan

penyebab utama dari penyakit IMA. Meskipun

begitu, apabila wanita sudah menginjak usia lan-

sia dan sudah kehilangan hormon estrogen maka

resiko terjadinya aterosklerosis akan menjadi

sama resikonya dengan laki-laki. Selain itu, teori

ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh

Meana & Lieberman (2009) yang menyebutkan

wanita lebih peduli dibandingkan laki-laki ten-

tang efek penyakit, program terapi dan kondisi

kesehatannya.

b. Umur

Tabel 2 menggambarkan umur 18-40 tahun

sebesar 6 responden (16,7%), 41-65 tahun

(44,4%) dan >66 tahun sebanyak 14 responden

(38,9%).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden

Menurut Kelompok Umur >66 tahun 14 38,9

Total 36 100

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa

responden didominasi oleh kelompok umur de-

wasa tua dengan rentang usia 41-65 tahun yang

berjumlah 16 responden (44,4%). Penelitian ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan Merta

(2010), yang menunjukkan bahwa sebagian be-

sar pasien yang menderita penyakit IMA berumur

diatas 50 tahun. Hal tersebut diperkuat dengan

teori dari Muttaqin (2009) bahwa penyakit IMA

45% terjadi pada usia 45 tahun keatas dan kurang

dari 10% terjadi pada usia <40 tahun. Menurut

Morton (2011) penyakit ini lebih banyak terjadi

pada usia diatas 50 tahun, dikarenakan pengaruh

oleh gaya hidup yang tidak sehat seperti stress,

obesitas, merokok dan kurangnya aktivitas fisik.

Selain gaya hidup, IMA juga dapat dipengaruhi

oleh hormon seks, pil pengontrol kelahiran dan

asupan alkohol berlebihan.

Pengaruh sudut posisi tidur terhadap kuali-

tas tidur pada pasien Infark Miokard Akut (IMA).

76

Page 15: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

Tabel 3. Karakteristik Kualitas Tidur Responden

Kualitas Tidur Frekuensi Persentase

Baik 24 66,7

Buruk 10 27,8

Sangat Buruk 2 5,6

Total 36 100

Tabel 3 menggambarkansebagian besar respon-

den memiliki kualitas tidur baik, dengan jumlah

24 responden (66,7%), 10 responden (27,8%)

dengan kualitas tidur buruk dan 2 responden

(5,6%) dengan kualitas tidur sangat buruk.

Berdasarkan perhitungan statistik peneli-

tersebut juga didukung oleh teori dari Smeltzer

dan Bare (2001) yang menyatakan bahwa posisi

kepala yang lebih tinggi sekitar 30° akan men-

guntungkan berdasarkan alasan berikut: volume

tidal dapat diperbaiki karena tekanan isi perut ter-

hadap diafragma berkurang, drainase lobus atas

paru lebih baik dan aliran balik vena ke jantung

berkurang, sehingga mengurangi kerja jantung.

Pengaruh sudut posisi tidur terhadap status

kardiovaskuler (respirasi, nadi dan tekanan

darah) pada pasien Infark Miokard Akut

(IMA). Tabel 4.4 Karakteristik Status Kardiovaskuler

tian menunjukkan terdapat perbedaan rerata skor

kualitas tidur yang bermakna antara dua inter-

vensi posisi tidur baik pada sudut 30° dan 45°.

Status Kardiovaskuler Posisi Tidur

30° 45° Pasien IMA dengan sudut 30° memiliki kualitas

tidur yang lebih baik dibandingkan sudut posisi

tidur 45°. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Melanie (2012) yang menunjuk-

Tekanan Sistolik

(mmHg)

Tekanan Diastolik

(mmHg)

123,8 121,6

76,2 78,0

kan bahwa sudut posisi tidur 30° menghasilkan kualitas tidur yang baik dibandingkan sudut 45°

dalam penyakit gagal jantung. Penelitian yang

dilakukan oleh Julie (2008) juga membuktikan

bahwa posisi tidur pasien mempengaruhi cardiac

output dengan hasil bahwa posisi kepala dieleva-

sikan dengan tempat tidur 30 derajat akan men-

jaga maintenance cardiac output sehingga ketida-

knyamanan nyeri dada dan sesak nafas berkurang

yang akhirnya akan mengoptimalkan kualitas ti-

dur pasien. Menurut Tarwoto (2010) hal-hal yang

mempengaruhi kualitas tidur seseorang adalah

faktor penyakit, kelelahan, stress psikologis,

obat, nutrisi dan faktor lingkungan. Faktor pe-

nyakit merupakan hal terbesar yang mempenga-

ruhi kualitas tidur seseorang. Seperti juga yang

dikemukakan oleh Amir (2008) menunjukkan

bahwa orang dewasa atau lanjut usia yang su-

dah didagnosis depresi, stroke, penyakit jantung,

penyakit paru, diabetes, arthritis atau hipertensi

sering melaporkan bahwa kualitas tidurnya bu-

ruk dan durasi tidurnya kurang dikarenakan ge-

jala yang ditimbulkan seperti nyeri dan sesak

nafas. Untuk mengurangi gejala nyeri dan sesak

nafas maka salah satu tindakan untuk mengu-

ranginya adalah dengan menentukan posisi tidur

pasien.Dengan demikian diharapkan berdampak

pada perbaikan kualitas tidur suatu pasien. Hal

Nadi (x/menit) 83,7 84,2

Respirasi (x/menit) 19,2 19,3

Tabel 4 menggambarkan pada sudut 30°

menghasilkan rerata nilai sistolik 123,8 mmHg,

diastolik 76,2 mmHg, nadi 83,7 x/menit dan

respirasi 19,2 x/menit. Sedangkan sudut 45°

menghasilkan rerata nilai sistolik 121,6 mmHg,

diastolik 78,0 mmHg, nadi 84,2 x/menit dan

respirasi 19,3 x/menit.

Berdasarkan perhitungan statistik pene-

litian menunjukkan tidak terdapat perbedaan re-

rata jumlah respirasi (RR) yang bermakna antara

dua intervensi posisi tidur baik pada sudut 30°

dan 45°. Hasil penelitian Supadi (2008) yang

mengungkapkan bahwa posisi semifowler dima-

na kepala dan tubuh dinaikkan 30° sampai 45°

membuat oksigen di dalam paru-paru semakin

meningkat sehingga memperingan kesukaran

bernafas. Selain itu, juga diperkuat oleh peneli-

tian Setyawati (2008) bahwa saat terjadi serangan

asma biasanya klien merasa sesak dan tidak

dapat tidur dengan posisi berbaring, melainkan

harus dalam posisi setengah duduk untuk mere-

dakan penyempitan jalan napas dan memenuhi

O2 darah. Seperti yang dikemukakan oleh teori

Smeltzer dan Bare (2001) bahwa pengaturan po-

77

Page 16: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

sisi tidur dengan meninggikan punggung bahu

dan kepala sekitar 30° atau 45° memungkinkan

rongga dada dapat berkembang secara luas dan

pengembangan paru meningkat. Kondisi ini akan

menyebabkan asupan oksigen membaik sehingga

proses respirasi kembali normal.

Selain respirasi, dalam penelitian ini menun-

jukkan bahwa dalam posisi semifowler dengan

sudut 30° dan 45° menghasilkan nadi yang baik

dan tidak ada perbedaan yang signifikan diantara

kedua sudut tersebut. Begitu pula dengan hasil

penelitian dari Melanie (2012) yang menyebut-

kan bahwa tidak ada perbedaan nadi yang ber-

makna diantara sudut 30° dan 45° pada pasien

gagal jantung. Secara teori sebenarnya posisi

tubuh sangat berpengaruh terhadap perubahan

denyut nadi, hal ini karena efek gravitasi bumi.

Pada saat duduk maupun berdiri, kerja jantung

dalam memompa darah akan lebih keras karena

melawan gaya gravitasi sehingga kecepatan de-

nyut jantung meningkat. Menurut Sudoyo (2006)

pada saat posisi supin dan semifowler gaya gravi-

tasi pada peredaran darah lebih rendah karena

arah peredaran tersebut horizontal sehingga tidak

terlalu melawan gravitasi dan tidak perlu me-

mompa besar.

Begitu juga dengan hasil tekanan darah,

pada penelitian ini posisi semifowler baik dengan

sudut 30° maupun 45° menghasilkan nilai tekan-

an darah yang baik, tanpa mempertimbangkan

sudut yang dipakai. Penelitian yang mendukung

penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan

oleh Bredore (2004) yang menyebutkan bahwa

posisi tidur semifowler menyebabkan tekanan

darah sistolik berkurang secara nyata (p<0,005),

demikian pula penelitian yang dilakukan oleh

Duward (2005) juga mengatakan bahwa po-

sisi tidur 30° sampai 45° ditemukan penurunan

tekanan arteri yang progresif, penurunan CVP

(p<0,005). Pemberian posisi semifowler akan

mengakibatkan peningkatan aliran darah balik ke

jantung tidak terjadi secara cepat (Sudoyo, 2006).

Aliran balik yang lambat menjadikan peningka-

tan jumlah cairan yang masuk ke paru berkurang,

sehingga udara di alveoli mampu mengabsorbsi

oksigen atmosfer. Disamping itu, pasien dengan

curah jantung yang menurun akan merangsang

mekanisme kompensasi (seperti peningkatan va-

sopressin, renin, angiotensin, aldosterone) serta

peningkatan aktivitas simpatik (Huddak dan Gal-

lo, 2010). Maka dapat disimpulkan bahwa secara

statisktik perubahan posisi semifowler dengan

berbagai ukuran sudut baik 30° dan 45° tidak

berpengaruh besar terhadap perubahan tekanan

darah pasien.

Analisa Bivariat

Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur

terhadap Kualitas Tidur.

Hasil uji-t didapatkan nilai th = 2,383, tt = 1,691,

dan p = 0,023 maka dapat dikatakan p < 0,05

dan th>tt, uji-t signifikan/bermakna sehingga Ho

ditolak, “sudut posisi tidur berpengaruh terhadap

kualitas tidur pada pasien Infark Miokard Akut

(IMA) di ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi

Surakarta”.Dari hasil analisis pengaruh sudut

tidur terhadap kualitas tidur diperoleh hasil

bahwa responden dengan sudut posisi tidur

30° memiliki skor kualitas tidur yang lebih

tinggi dibandingkan dengan skor kualitas tidur

responden dengan sudut posisi tidur 45°.

Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur

Terhadap Status Kardiovaskuler

Hasil uji-t didapatkan nilai th sistole = 0,554, th

diastole = 0,584, th HR = 0,133, th RR = 0,180

dan tt = 1,691 maka dapat dikatakan th < tt. Serta

didapatkan nilai p sistole = 0,583, p diastole =

0,563, p HR = 0,895 dan p RR = 0,858 maka

dapat dikatakan p > 0,05. Dari data tersebut

dapat disimpulkan bahwa uji-t tidak signifikan/

bermakna, sehingga Ho diterima, “sudut

posisi tidur tidak berpengaruh terhadap status

kardiovaskuler pada pasien Infark Miokard Akut

(IMA) di ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi

Surakarta.”

5. KESIMPULAN

a. Sudut posisi tidur berpengaruh terhadap

kualitas tidur pasien Infark Miokard Akut

(IMA) di ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi

Surakarta.

b. Posisi tidur 30° dapat menghasilkan kualitas

tidur yang lebih baik dibandingkan dengan

posisi tidur dengan sudut 45°.

78

Page 17: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

c. Sudut posisi tidur 30° maupun 45° tidak

berpengaruh terhadap status kardiovaskuler

(tekanan darah, nadi dan respirasi) pasien In-

fark Miokard Akut (IMA) di ruang ICVCU

RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

SARAN

Hasil penelitian diharapkan mampu menjadikan

rujukan dalam menentukan sudut posisi tidur

yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien

akut miokard infark untuk meningkatkan kualitas

tidur adalah dengan posisi semifowler 30°.

REFERENSI

Amir, N. (2008). Gangguan tidur pada lanjut

usia diagnosis dan penatalaksanaan. http://

www.critpathcardio.com/pt/re/ cpcardio /

abstract.00004268-200312000- 00022.htm,

(diunduh tanggal 2 Februari 2015).

Arikunto, S. (2010).Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

(2013). Survei Kesehatan Nasional 2012.

http.//dev3.litbang. depkes.go.id/surkesmas

(diakses pada 28 Desember 2014).

Bredore, V. (2004).The relationship between con-

getive heart failure, sleep apnea and mortal-

ity in older men. http://www. guideline.gov/

summary.aspx?Vied_id, (diunduh tanggal 12

April 2015)

Carpenito, L.J. (2001). Diagnosa Keperawatan:

Aplikasi Praktek Klinik, Edisi 6. Jakarta:

EGC.

Corwin, E.J. (2001). Handbook of pathophysiol-

ogy. Alih bahasa: Pendit, B.U. Jakarta: EGC.

Departemen Kesehatan RI. (2011). Pharamatical

Care Untuk Pasien Jantung Koroner. Jakar-

ta: Depkes RI.

Doengoes, E. (2000). Rencana Asuhan Keper-

awatan dan Dokumentasi Keperawatan.

Edisi 3.Jakarta : EGC.

Duward. (2004). The Effects of Semi- Fowler’s

Position on Post- Operative Recovery in Re-

covery Room for Patients with Laparoscopic

Abdominal Surgery. Abstract. College of

Nursing, Catholic University of Pusan, Ko-

rea

Harkreader, H.H & Thobaben, M. (2007).Funda-

mental of nursing: Caring and clinical judg-

ment. 3rd ed. St. Louis, Missouri: Saunders

Elevier.

Harwoko, P. (2012). Perbedaan Perubahan In-

tensitas Nyeri Dada Kaitannya dengan Pem-

berian Posisi Fowler dan Posisi Semifowler

Pada Pasien Dengan Coronary Heart Dis-

ease di Intensive Cardiovascular Care Unit

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi.

Jurnal Keperawatan Politeknik Kesehatan

Surakarta.

Hidayat, A.A.A. (2009). Metode Penelitian

Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Ja-

karta: Salemba Medika.

Hudak, C.M & Gallo, B.M. (2010). Keperawatan

Kritis: Pendekatan Holistik, Edisi 7, Vol. 1.

Jakarta: EGC.

Julie, C.H. (2008). The effect of positioning on

cardiac ouput measurement.http://proquest.

umi.com/pqdweb, (diunduh tanggal 19 Janu-

ari 2015).

Kasuari.(2002). Asuhan Keperawatan Sistem

Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan

Pendekatan Patofisiology. Magelang: Pol-

tekkes Semarang PSIK.

Kozier, B. (2004). Fundamental of nursing: con-

cepts, process and practice. 7thed. New Jer-

sey: Prentice-Hall, Inc.

Melanie, R. (2012). “Analisis Pengaruh Sudut

Tidur terhadap Kualitas Tidur dan Tanda

Vital Pada Pasien Gagal Jantung di Ruang

Intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung”.

http://stikesayani.ac.id/publikasi/e-jour-

nal/.../201208-008.pdf. (diakses pada tang-

gal 18 September 2014)

Meana & Lieberman. (2009).Evaluation of The

Effect of Group Counselling on Post Myo-

cardial Infarction Patient: Determined by

an Analysis of Quality of life.Blackwell Pub-

lishing Ltd. Journal of Clinical Nursing.

Merta. (2010). Impact of Anxiety ang Perceived

Control on In-Hospital Complications Af-

ter Acute Myicardial Infarction. By the

American Psychosomatic Society: 0033-

3174/07/6906-0010

79

Page 18: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

Muttaqin, A. (2009). Asuhan Keperawatan Klien

Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler

dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

Norman, W.M., Hayward, L.F., (2005). Sleep

Neurobiology for the Clinician. 27:811-820.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Met-

odologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pe-

doman Skripsi, Tesis dan Instrumen Peneli-

tian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Price, S., & Wilson, L. (2006). Patofisiologi. Ja-

karta : EGC

Potter, P.A., & Perry, AG. (2005). Buku Ajar Fun-

damental Keperawatan: Konsep, Proses dan

Praktik. Jakarta: EGC.

Rekam Medis RSUD Dr. Moewardi.(2014).

Angka Kejadian Miokard Infark di RSUD

Dr. Moewardi.

Safitri, R & Andriyani, A. (2011).Keefektifan

Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap

Penurunan Sesak Nafas pada Pasien Asma

di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD dr.

Moewardi Surakarta.Jurnal Keperawatan

dan Kebidanan Volume 4.

Smeltzer, S.C. & B.G. Bare.(2001). Buku Ajar

Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddart.Edisi 8.Jakarta: EGC.

Sudoyo, W., A., Setiyohadi, B., Alwi, I., et al.

(2006).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ja-

karta : Fakultas KedokteranUniversitas In-

donesia.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif,

Kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta

Supadi, E. Nurachmah, dan Mamnuah.(2008).

Hubungan Analisa Posisi Tidur Semi Fowler

Dengan Kualitas Tidur Pada Klien Gagal

Jantung Di RSU Banyumas Jawa Tengah.

Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Volume

IV No 2 Hal 97-108.

Tambayong, J. (2004). Patofisiologi Untuk

Keperawatan. Jakarta: EGC.

Tarwoto.(2010). Kebutuhan Dasar Manusia dan

Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Me- dika.

-oo0oo-

80

Page 19: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

PENGHAMBATAN PRODUKSI EKSOPROTEASE

DAN BIOFILM PADA Pseudomonas aeruginosa OLEH

EKSTRAK Apium graveolens L

Didik Wahyudi 1), Yusianti Silviani 2)

1, 2Akademi Analis Kesehatan Nasional Surakarta

[email protected] [email protected]

ABSTRAK

Eksoprotease merupakan enzim yang dihasilkan Pseudomonas aeruginosa, yang produksinya berhu-

bungan dengan sistem quorum sensing, yaitu proses yang terjadi pada bakteri dalam mengekpresikan

molekul sinyal untuk menjadi patogen. Perilaku bakteri yang diatur sistem quorum sensing antara lain

bioluminescen, sekresi virulensi, sporulasi, konjugasi, produksi enzim ekstraseluler, pembentukan bio-

film dan produksi pigmen. Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen opportunistik penyebab utama

infeksi nosokomial. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kemampuan ekstrak Apium graveolens L

dalam menghambat quorum sensing Pseudomonas aeruginosa, berdasarkan besarnya penghambatan

enzim eksoprotease dan produksi biofilmnya. Pseudomonas aeruginosa diisolasi dari Rumah Sakit Dr.

Moewardi Surakarta; dikarakterisasi sifat sensitivitas terhadap beberapa antibiotik; ekstraksi Apium

grabeolens L menggunakan pelarut etanol; uji kemampuan ekstrak Apium graveolens L dalam peng-

hambatan quorum sensing bakteri berdasarkan produksi enzim eksoprotease Pseudomonas aeruginosa

dengan metode kemampuan menghidrolisis azocasein yang ada di dalam media dan diukur dengan

spektofotometer, dilanjutkan uji pembentukan biofilm pada microtiter plate PVC, dengan metode Opti-

cal density. Semua eksperimen dilakukan ulangan tiga kali, analisis data menggunakan satu arah analisis

varians (ANOVA) dengan P-nilai 0,05 menggunakan perangkat lunak statistik SPSS. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ekstrak Apium graveolens L mempunyai kemampuan menghambat produksi enz-

im eksoprotease Pseudomonas aeruginosa pada konsentrasi 20% b/v, dan mampu menghambat produksi

biofilm Pseudomonas aeruginosa pada konsentrasi 15%.

Kata kunci: eksoprotease, biofilm, Pseudomonas aeruginosa, Apium graveolens L.

ABSTRACT

Eksoprotease is an enzyme produced by Pseudomonas aeruginosa, whose production is associated with

quorum sensing system, which is a process that occurs in bacteria in the express signaling molecules to

become pathogenic. Behavior bacterial quorum sensing system arranged bioluminescen among other

things, the secretion of virulence, sporulation, conjugation, the production of extracellular enzymes,

biofilm formation and the production of pigments. Pseudomonas aeruginosa is an opportunistic

pathogenic major cause of nosocomial infection. The study aims to determine the ability of Apium

graveolens L extract in inhibiting Pseudomonas aeruginosa quorum sensing, based on the amount of

enzyme inhibition eksoprotease and production biofilmnya. Pseudomonas aeruginosa was isolated from

Hospital Dr. Moewardi Surakarta; characterized the nature of sensitivity to multiple antibiotics; Apium

grabeolens L extraction using ethanol; test the ability of Apium graveolens extract L in quorum sensing

inhibition of bacterial enzyme production by Pseudomonas aeruginosa eksoprotease by hydrolyzing

81

Page 20: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

ability azocasein method that is in the media and are measured with a spectrophotometer, followed by a

test on a microtiter plate biofilm formation of PVC, with Optical density method. All experiments were

performed three times replay, analysis of data using one-way analysis of variance (ANOVA) with a

P-value of 0.05 using SPSS statistical software. The results showed that the extract of Apium graveolens

L has the ability to inhibit the production of enzymes eksoprotease Pseudomonas aeruginosa at a

concentration of 20% w / v, and is able to inhibit the production of biofilms of Pseudomonas aeruginosa

at a concentration of 15%.

Keywords: eksoprotease, biofilm, Pseudomonas aeruginosa, Apium graveolens

1. PENDAHULUAN

Eksoprotease merupakan enzim yang di-

hasilkan oleh Pseudomonas aeruginosa yang

berhubungan dengan sistem quorum sensing.

Quorum sensing merupakan suatu proses yang

memungkinkan bakteri dapat berkomunikasi de-

ngan mensekresikan molekul sinyal yang disebut

autoinducer atau molekul sinyal sebagai bahasa.

Proses ini memungkinkan suatu populasi bakteri

dapat mengatur ekspresi gen tertentu. Konsentra-

si autoinducer di lingkungan sebanding dengan

jumlah bakteri yang ada. Dengan mendeteksi

autoinducer, suatu bakteri mampu mengetahui

keberadaan bakteri lain di lingkungannya (Taga

et al., 2001). Pada Pseudomonas aeruginosa au-

toinducer tersebut adalah golongan enzim ekso-

protease (Rukayadi, 2006).

Sistem quorum sensing mengontrol perilaku

bakteri melalui pengubahan ekspresi gen oleh

molekul sinyal. Perilaku bakteri yang diatur

sistem quorum sensing antara lain: biolumi-

nescen, sekresi faktor virulensi, sporulasi, konju-

gasi, pembentukan biofilm dan produksi pigmen

(Taga et al., 2001).

Pengunaan senyawa antibiotik secara terus

menerus dapat meningkatkan frekuensi mutasi,

sehingga melahirkan generasi bakteri baru yang

resisten (Lewis, 2001), dengan pengetahuan

mengenai sistem quorum sensing, dapat dikem-

bangkan suatu cara pengendalian bakteri yang

tidak terbatas pada pemberantasan bakteri atau

antibiosis. Pengendalian infeksi dapat dilakukan

dengan mencegah pengumpulan massa bakteri

atau dengan merusak sistem komunikasi interse-

luler bakteri, bakteri tetap hidup selama perilaku-

nya tidak destruktif (Suwanto, 2005).

Pseudomonas aeruginosa merupakan pato-

gen oportunistik, yaitu memanfaatkan kerusakan

pada mekanisme pertahanan inang untuk memu-

lai suatu infeksi. Angka fatalitas kasus (case fa-

tality rate) pasien-pasien tersebut adalah 50%,

P. aeruginosa merupakan penyebab sepsis yang

umum dijumpai pada pasein di unit perawatan

intensif (Mayasari, 2006).

Penyakit infeksi P. aeruginosa dimulai de-

ngan penempelan dan kolonisasi bakteri ini pada

jaringan inang, dengan menggunakan fili untuk

penempelan sel pada permukaan inang, dapat

membentuk biofilm untuk mengurangi keefektif-

an mekanisme sistem imun inang (Zhang et al,

1998). P. aeruginosa memiliki molekul sinyal

utama yaitu komponen homoserin lakton yang

berfungsi sebagai agen kemostatik untuk meng-

umpulkan sel-sel P. aeruginosa yang berdekatan

melalui mekanisme quorum sensing dan mem-

bentuk biofilm (Madigan et al., 2006).

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk

mengetahui kemampuan penghambatan sistem

quorum sensing pada ekstrak beberapa jenis ba-

han alam yang lain terhadap beberapa bakteri,

antara lain Fuqua et al., (1997) yang meneliti

tentang sistem pengaturan ekspresi gen pada mi-

kroorganisme melalui sistem quorum sensing.

Rukayadi et al., (2006) meneliti tentang peng-

hambatan produksi faktor virulensi P. aerugino-

sa oleh tanaman vanili. Magdalena dan Yogiara

(2006) yang meneliti tentang kemampuan leng-

kuas dalam menghambat produksi biofilm pada

Streptococcus mutan penyebab plaq pada gigi.

Wahyudi (2011) menyebutkan bahwa Esktrak

Apium graveolens L mampu menghambat sistem

quorum sensing Pseudomonas aeruginosa, dan

Wahyudi (2014) menyebutkan bahwa Apium gra-

veolens mampu menghambat produksi biofilm

pada Salmonella typhi.

Tujuan penelitian untuk mengetahui apakah

ekstrak Apium graveolens L mampu mengham-

82

Page 21: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

3

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

bat produksi enzim eksoprotease dan produksi

biofilm pada Pseudomonas aeruginosa dan

berapakah konsentrasi ekstrak Apium graveo-

lens L yang paling efektif dalam menghambat

produksi eksoprotease dan produksi biofilm pada

Pseudomonas aeruginosa?

2. METODE PENELITIAN

a. Alat dan bahan

Alat meliputi rotary evaporator au-

toclave, kuvet, shaker, inkubator, laminar

air flow, waterbacth, petridish, jarum ohse,

bunsen, lemari es, ph meter, spektrofotom-

eter, sentrifuge, mikropipet, jangka sorong,

timbangan elektrik, elenmeyer, bekerglass,

aluminium foil,. tabung biakan kuman, rak

tabung reaksi, vortek, kertas saring.

Bahan yang digunakan Apium gra-

veolens L, isolat Pseudomonas aeruginosa,

medium Luria-Bertani (LB), etanol, akuades

steril, crystal violet, glukosa 5%. media

Brain Heart Infusion (BHI), MacConkey

(MC). Media uji biokimia: Kliger Iron Agar

(KIA), Sulfide Indol Motility (SIM), Urea,

Citrat, Methyl Red (MR), Voges Proskauer

(VP), Phenyl Alanine Deaminase (PAD).

Media Gula-Gula (Glukosa, Laktosa, Mani-

tol, Maltosa, Sukrosa); Azocasein (Sigma),

trichloroacetic acid (TCA), NaOH 0,5 M,

buffer fosfat pH 8. Media Trypticase soy

broth–0.6% yeast extract (TSBYE), 5%

glycerol, Trypticase soy agar (TSA), mi-

crotiter plate PVC,. NaCl 0,9 % steril. Rea-

gen Erlich, Methyl Red (MR), Ferri Klorida

(FeCl ) 10 %, Kalium Hidroksida (KOH) 40

%, Barried, Cat Gram A, B, C, dan D. disk

Antibiotik Lengkap.

b. Karakterisasi dan Ekstraksi Apium graveo-

lens L

Apium graveolen L (Seledri) yang digu-

nakan dalam penelitian ini akar, batang, dan

daunnya, diambil dari perkebunan di daerah

Tawangmanggu Kabupaten Karanganyar

Jawa Tengah berumur 3 bulan,

Pembuatan Fraksi Etanol 70% Seledri

dibuat dengan cara sebagai berikut: Herbal

Tanaman Seledri yang telah dikeringkan

pada suhu 50°C selama 5 hari diambil se-

banyak 2 kg. Setelah kering dilakukan

ekstraksi dengan metode maserasi, herbal

Seledri dimasukkan ke dalam bejana, ke-

mudian ditambahkan dengan 10 liter etanol

70% ditutup dan dibiarkan selama 5 hari.

Diserkai, dan diperas ampasnya. Sari etanol

yang diperoleh kemudian dilakukan peme-

katan sampai dihasilkan ekstrak etanolik

seledri.

c. Isolasi Bakteri Uji dan Persiapan Media

Bakteri P. aeruginosa diperoleh dari iso-

lasi dari Rumah Sakit Umum Dr.Moewardi

Surakarta Isolasi dilakukan dengan metode

uji biokimia, uji fermentasi karbohidrat dan

uji sensitivitas antibiotik dilakukan dengan

metode difusi agar (Bauer, 1966). Media

yang digunakan dalam penelitian ini adalah

media Luria-Bertani (LB) dilengkapi dengan

0,5% glukosa dan 2% susu skim (media LB,

mengandung 2,5 mg tiamin/liter), semua

strain yang diinkubasi pada 37 °C.

d. Pengujian Kuantitatif aktivitas enzim ekso-

protease P. aeruginosa

Pengujian ini dilakukan untuk menge-

tahui aktivitas enzim eksoprotease P. aeru-

ginosa secara kuantitatif pada perlakuan

ekstrak Apium graveolens L. Prinsip peng-

ujian aktivitas enzim eksoprotease berdasar-

kan metode Hanlon dan Hodges (1981) yaitu

kemampuan enzim protease untuk menghi-

drolisis Azocasein. Residu azocasein yang

tidak dapat terhidrolisis oleh enzim eksopro-

tease akan diendapkan oleh tricloro acetic

acid (TCA). Endapan dipisahkan dengan

filtrat, filtrat akan membentuk warna bila

direaksikan dengan NaOH. Intensitas warna

yang terbentuk diukur dengan spektrofoto-

meter pada panjang gelombang 440 nm.

Sepuluh ml suspensi bakteri yang telah

diukur pertumbuhannya di sentrifuge dengan

kecepatan 10.000 g selama 10 menit, filtrat-

nya diambil sebanyak 1 ml. lalu dimasukkan

dalam tabung reaksi yang telah berisi 3 ml

larutan buffer fosfat (pH 8). campuran ini

kemudian diletakkan di atas penanggas air

hingga suhunya mencapai 37oC. Setelah

itu ditambahkan 2 ml Azocasein yang se-

belumnya telah dipanaskan pada penanggas

83

Page 22: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

air hingga suhunya mencapai 37oC. Selanjut-

nya ditambahkan 4 ml trichkloro acetic acid

(TCA) 10% sehingga terbentuk endapan

kuning yang dipisahkan dengan sentrifuge.

Filtrat sebanyak 5 ml diambil lalu ditambah-

kan dengan 5 ml larutan NaOH 0,5 M, ke-

mudian diukur absorbansinya pada panjang

gelombang 440nm.

Pengukuran aktivitas enzim dilakukan

setiap 2 jam selam 24 jam sebanyak 3 kali

ulangan satu unit, aktivitas enzim eksoprote-

ase didefinisikan sebagai jumlah enzim yang

dapat menghasilkan kenaikan pengukuran

absorbansi sebesar 0,01 setiap jam pada kon-

disi pengukuran. Unit aktivitas enzim ekso-

protease yang digunakan dalam penelitian

ini dinyatakan dalam U/ml dengan rumus

Hanlon dan Hodges (1981) sebagai berikut:

Unit aktivitas / ml sampel (U/ml) = (ab-

sorbansi; 0,01) x 2

e. Uji Pembentukan Biofilm dengan Microtiter

Plate Polivinil Klorida. (Djordjevic et al,

2002; Rukayadi dan Hwang, 2006)

Pseudomonas aeruginosa pada media LB

segar yang mengandung ekstrak Apium graveo-

lens pada konsentrasi 0% (sebagai kontrol) 5%,

10%, 15%, 20% dan 25%, kemudian diinkubasi

dalam 10 ml media diperkaya TSBYE, pada suhu

320C semalam. Tes produksi biofilm dilakukan

dengan media Luria Bertani. Kultur semalam

di TSBYE dipindahkan (0,1 ml) ke 10 ml Luria

Bertani dan divortex. Kemudian 100µl dialihkan

ke dalam delapan pelat PVC microtiter (Becton

Dickinson Labware, Franklin Lakes, NJ), sebel-

umnya dibilas dengan 70% etanol dan udara ker-

ing.

Plate tersebut dibuat dalam rangkap dua, di-

inkubasi, dan ditutup pada 32°C selama 40 jam.

Setiap plate termasuk delapan sumur MWB tanpa

P. aeruginosa sebagai kontrol. Kekeruhan sel di-

pantau menggunakan pembaca piring microtiter

(Bio-Rad, Richmond, Calif), dengan densitas

optik 595 nm (OD595), dan dicatat pada interval

waktu yang berbeda.

Set plate pertama digunakan untuk pem-

bentukan biofilm pengukuran setelah 40 jam

pembentukan biofilm. OD rata-rata dari sumur

kontrol itu dikurangkan dari OD dari semua tes

sumur. Setelah 40 jam periode inkubasi, media

telah dihilangkan dari sumuran, dan sumur mi-

crotiter plate dicuci lima kali dengan air suling

steril untuk menghilangkan bakteri yang tidak

terikat kuat.

Plate dikeringkan udara selama 45 menit

dan masing-masing dilakukuan pewarnaan de-

ngan 150 µl dari kristal violet 1% larutan dalam

air selama 45 menit. Setelah pewarnaan, plate

yang dicuci dengan air suling steril lima kali.

Pada kondisi ini, biofilm yang terlihat sebagai

cincin ungu yang terbentuk di sisi masing-masing

dengan baik. Analisis kuantitatif produksi bio-

film dilakukan dengan menambahkan 200 µl dari

95% etanol ke dalam sumur. Seratus microliters

dari masing-masing dipindahkan ke microtiter

plate baru dan OD ungu kristal yang ada diukur

pada 595 nm. Uji biofilm dengan microtiter plate

dilakukan tiga kali ulangan.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Isolasi, Karakterisasi dan Uji Sensitivitas

Antibiotik.

Karakteristik P. aeruginosa hasil isolasi dari

Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta sebagai

berikut: pada media TSIA tidak memfermenta-

sikan media glukosa, manitol, sakarosa, malt-

ose, dan laktosa, hal ini terlihat dari media yang

berwarna merah baik pada dasar maupun pada

lereng permukaan media agarnya. Bakteri ini

menghasilkan hasil negatif pada uji indol, Merah

Metil, dan Voges-Proskauer. Bakteri tersebut

mampu memproduksi katalase, oksidase, dan

amonia dari arginin, dapat menggunakan sitrat

sebagai sumber karbonnya. Koloni yang dibentuk

halus, bulat dengan warna fluoresensi kehijauan.

Strain P. aeruginosa menghasilkan pigmen yang

berfluoresensi antara lain: pioverdin (warna hi-

jau), piorubin (warna merah gelap), piomelanin

(hitam). Pseudomonas aeruginosa yang berasal

dari koloni yang berbeda mempunyai aktivitas

biokimia, enzimatik dan kepekaan antimikroba

yang berbeda pula. P. aeruginosa yang diguna-

kan dalam penelitian ini memiliki sifat-sifat ter-

hadap antibiotik (Tabel 1).

Hasil isolasi P. aeruginosa hasil isolasi dari

Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta sudah re-

84

Page 23: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

sisten berbagai antibiotik, hal ini menyebabkan

sulit diobati jika bakteri tersebut menimbulkan

infeksi. Adanya resistensi tersebut dikarenakan

beberapa hal antara lain adanya mutasi ataupun

rekombinasi struktur gen yang terjadi di dalam sel

bakteri. Namun mengingat P. aeruginosa adalah

patogen oportunistik maka untuk menyebabkan

infeksi perlu adanya faktor predisposisi, salah

satunya adalah harus memenuhi jumlah tertentu

terlebih dahulu (107 – 108 sel), yang merupakan

syarat sistem quorum sensing bisa berjalan.

Tabel 1 Hasil Uji Sensitivitas Antibiotik

terhadap P. aeruginosa hasil isolasi dari RSU

Dr. Moewardi Surakarta, Jawa Tengah.

RESISTEN TERHADAP SENSITIF TERHADAP Nama Obat (µ gram ) Nama Obat (µ gram )

Amoxycillin

Amoxycillin Clav.Acid

Ceffazidime

Clindamisin

Ciprofloxacine

Penicillin G

Sulfamethaxazole

Trimetrhoprim

Streptomycin

Nalidic Acid

Amikacin

Cloramphenicol

Novobiocin

Cephalothin

Cefuroxime

Kanamycin

Cefoxitin

Ofloxacin

10

30

2

5

5

30

100

5

10

30

300

30

5

20

30

15

30

30

Cefriaxone

Fosfomycin

Meropenem

Imipenem

Gentamycin

Netilmycin

Cefepime

Coumpounds

Piperacillin

30

50

30

30

10

15

30

300

100

Penghambatan Produksi enzim Eksoprotease

P. aeruginosa oleh ekstrak Apium graveolens

L.

Hasil penghambatan produksi Enzim ekso-

protease Pseudomonas aeruginosa oleh ekstrak

Apium graveolens L di dapatkan hasil aktivitas

enzim berdasarkan optical densitynya didapatkan

hasil seperti pada Tabel 2.

Gambar 1 menunjukkan bahwa pada kon-

sentrasi 0 – 15 % produksi eksoprotease Pseu-

domonas aeruginosa cenderung tidak berbeda,

namun pada konsentrasi 20% dan 25% terlihat

adanya penurunan yang cukup drastis, besarnya

aktivitas enzim pada grafik mengikuti kurva per-

tumbuhannya (kurva sigmoid); terlihat bahwa

enzim eksoprotease ini diproduksi pada fase

eksponensial akhir.

Tabel 2. Unit aktivitas enzim eksoprotease pada

P. aenginosa yang dihambat dengan beberapa

konsentrasi aviumgroviolens L

Ket: Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda signifikan

secara statistik pada taraf kepercayaan 5%

Gambar 1. Kurva produksi enzim eksoprotease

P. aeruginosa yang dihambat dengan beberapa

konsentrasi Apium graveolens L

Hasil penelitian diatas, sejalan dengan bebe-

rapa penelitian sebelumnya (Smith dan Iglews-

ki, 2003; Hentzer et al., 2003; Rukayadi dan

Hwang, 2006; Adonizio, 2008; Mustika, 2009)

Hasil penelitian beberapa peneliti tersebut me-

nyatakan bahwa sistem quorum sensing bakteri

bisa dihambat oleh ekstrak tanaman obat tertentu

pada konsentrasi rendah dengan indikator adalah

produksi enzim protease yang terhambat, namun

pada konsentrasi tersebut beberapa dari ekstrak

tanaman obat tersebut belum tentu menghambat

pertumbuhan selnya.

85

Page 24: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

Hal tersebut juga sejalan dengan dua pene-

litian sebelumnya yaitu Lestari (2005) dan Aini

(2006) yang meneliti tentang penghambatan

eksoprotease pada Aeromonas hidrophyla dengan

ekstrak rimpang temulawak dan tomat ditemukan

bahwa ekstrak rimpang temulawak dan tomat ter-

sebut menghambat produksi eksoprotease pada

konsentrasi 4%, dan pada konsentrasi tersebut

tidak mempengaruhi pertumbuhan selnya.

Hasil Uji Pembentukan Biofilm Pseudomonas

aeruginosa dengan Microtiter Plate Polivinil

Klorida.

Bakteri yang berada di sebuah biofilm dapat

memiliki sifat sangat berbeda dari bakteri yang

hidup bebas. Sebagai lingkungan yang padat dan

dilindungi dalam lapisan film memungkinkan

mereka untuk bekerja sama dan berinteraksi de-

ngan berbagai cara. Apabila suatu bakteri telah

membentuk biofilm dan berkolonisasi dalam

suatu jaringan atau organ biasanya sudah resisten

terhadap beberapa jenis antibiotik (Adonizio,

2008) hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini,

yang dapat dilihat pada Tabel 3 bahwa Pseudo-

monas aeruginosa yang diisolasi dari sampel

pasien resisten terhadap beberapa antibiotik.

Tabel 3. Hasil Optical density pada Uji daya

hambat Biofilm Pseudomonas aeruginosa oleh

ekstrak Apium graveolens L dengan pelarut

atanol dan etil asetat

Pada hasil pengujian biofilm pada Pseudo-

monas aeruginosa terlihat bahwa semakin besar

konsentrasi ekstrak Apium graveolens L maka

semakin besar pula penghambatan produksi bio-

film pada Pseudomonas aeruginosa, Pada hasil

penghambatan biofilm Pseudomonas aeruginosa

terlihat bahwa pada konsentrasi ekstrak 15 % su-

dah terlihat berbeda nyata secara significan ber-

dasarkan perhitungan statistiknya, pada konsen-

trasi 15 % dan 20% terlihat tidak ada perbedaan

kemampuan penghambatan biofilm Pseudomo-

nas aeruginosa oleh ekstrak Apium graveolens

L, namun pada konsentrasi 25% terlihat bahwa

kemampuan penghambatannya berbeda secara

signifikan dengan pada konsentrai 25%.

Hasil penelitian ini sejalan penelitian sebe-

lumnya, (Wahyudi, 2011) bahwa ekstrak sele-

dri (Alpinia galanga L) mampu menghambat

produksi biofilm pada Pseudomonas aeruginosa

pada konsentrasi 8%, sedangkan Salmonella

typhi terhambat produksi biofilmya pada kon-

sentrasi ekstrak Alpinia galanga 6% (Wahyudi,

2014).

Gambar 2. Nilai Optical Density penghambatan

biofilm Pseudomonas aeruginosa oleh ekstrak

Apium graveolens L dengan pelarut Etanol

Hasil beberapa penelitian tersebut me-

nyatakan bahwa untuk penghambatan produksi

biofilm bakteri, dalam hal ini Pseudomonas ae-

ruginosa dan Salmonella typhi membutuhkan

konsentrasi ekstrak bahan alam yang rendah

kurang dari 20 %, namun pada konsentrasi terse-

but belum mampu mengambat pertumbuhan bak-

teri. Sehingga untuk mencegah bakteri memben-

tuk biofilm hanya membutuhkan sejumlah kecil

bahan aktif yang ada di dalam ekstrak Apium

graveolens L, hal ini disebabkan karena untuk

menghambat produksi biofilm suatu bakteri, se-

benarnya yang dibutuhkan adalah menghambat

enzim ataupun molekul protein yang menjadi

sinyal (autoindcer) unutk bakteri berkolonisasi,

kemudian mengekspresikan faktor virulensi dan

akhirnya membentuk biofilm yang dapat menye-

babkan bakteri menjadi resisten terhadap ber-

bagai jenis antibiotik. Mekanisme penghambatan

produksi biofilm ini bisa digunakan untuk acuan

pembuatan bahan pengawet, salep, dan produk-

produk lain yang bertujuan untuk mencegah

86

Page 25: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

bakteri menjadi patogen, sehingga bisa menye-

babkan penyakit, atau menhasilkan racun pada

beberapa produk makanan.

5. KESIMPULAN

Ekstrak Apium graveolens L mempunyai

kemampuan untuk menghambat produksi enzim

eksoprotease P. aeruginosa pada konsentrasi 20%

berat/vol, dan mampu menghambat produksi bio-

film Pseudomonas aeruginosa pada konsentrasi

15%.

6. REFERENSI

Adonizio Allison L., 2008., Anti-quorum sens-

ing Agents From South Florida Medicinal

Plants and Their Attenuation of Pseudomo-

nas aeruginosa Pathogenicity., FIU Elec-

tronic Theses and Dissertations, Florida In-

ternational University.

Allison, D. (2000). Community Structure and

Co-Operation in Biofilms. Cambridge: Cam-

bridge University Press.

Aini N, 2006., Penurunan produksi enzim ekso-

protease aeromonas hydrophila oleh ekstrak

buah tomat (lycopersicon esculentum mill.)

UNS-Solo Indonesia.

Aree JO., T Suzuki, P. Gasaluck, G. Eumkeb.,

2006., Antimicrobial properties and action

of galangal (Apium graveolens Linn.) on

Staphylococcus aureus., LWT Food Science

and Technology Volume 39, Issue 10, De-

cember 2006, page 1214-1220

Bauman, 2009. Biofilm, Pseudomonas putida,

Streptococcus mutans., http://biobakteri.

wordpress.com/2009/06/07/8-biofilm/. (1

Februari 2010). Boel, Trelia, 2004, Pse-

domonas aeruginosa, http:// library.usu.

ac.id;

Catherine Y(2002). Hoodoo Herb and Root Mag-

ic: A Materia Magica of African-American

Conjure, and Traditional Formulary. Lucky

Mojo Curio.

Choo JH, Rukayadi Y, Hwang JK. 2006, Inhibi-

tion of bacterial quorum sensing by vanilla

extract. Lett Appl Microbiol; (42):637-41

De Kievit TR, Iglewski BH. 2000, Bacterium

quorum sensing in pathogenic relationships.

Infect Immun; 68(9):4839–49

Djordjevic D, Wiedmann M, McLands borouggh

L A., 2002., Microtiter Plate assay for As-

sessment of Listeria monocytogenes Biofilm

Formation., Applied and Enviromental Mi-

crobiology., America Society For Micribiol-

ogy.

Fuqua WC, Winans SC, Greenberg EP. 1994.,

Quorum sensing in bacteria-the LuxRLuxI

family of cell density-responsive tran-

scriptional regulators. J Bacteriol 1994;

176(2):269-75

Fuqua, C. & Greenberg, E. P. (1999). Self percep-

tion in bacteria: quorum sensing with acyl-

ated homoserine lactones. Curr Opin Micro-

biol 1, 183-189.

Fuqua, C., Winans, S. C. & Greenberg, E. P.

(1997). Quorum sensing in bacteria: the

LuxR–LuxI family of cell density-respon-

sive transcriptional regulators. J Bacteriol

176, 269-275

Hentzer M, Wu H, Andersen JB, Riedel K, Ras-

mussen TB, Bagge N, et al., 2003, Attenu-

ation of Pseudomonas aeruginosa virulence

by quorum sensing inhibitors. The EMBO J

2003; 22(15):3803-15

Hentzer, M and M. Givskov, 2003, Pharmalogi-

cal Inhibitor, of Quorum Sensing For The

Treatment Of Chronic Bacterial Infection, J

Clint Invest

Lewis, K, 2001., Riddle of Biofilm Resistance,

Antimicrob Agent Chemotherapy.

Madigan MT, Martinko JM, Brock TD. 2006.

Brock Biology of Microorganisms. 11th Ed.

New Jersey: Pearson Prentice Hall. Hal:

617-619.

Magdalena, dan Yogiara, 2006., Screening of

Bioactive Compound from Plant Extract In-

hibiting Biofilm Formation. Proseding PER-

MI tahun 2006.

Mayasari, E, 2006, Pseudomonas aeruginosa;

Karakteristik, Infeksi, dan Penanganan, De-

partemen Mikrobiologi FK-USU.

Miller MB, Bassler BL., 2001, Quorum sensing

in bacteria. Annual Review Microbiology

2001;55:165-99

Murray. R.K., D.K Granner., P.A Mayes, V. W

Rodwell, 1997. Biokimia Harper (diter-

87

Page 26: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

jemahkan oleh A. Hartono). Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta.

Mustika F., 2009., Isolation and screening of

Biofilm forming bacteria for optimation of

biofilm production by addition of sugar and

antibiotics variation and its concentration

in Nile tilapia oral vaccines development

(Oreochromis niloticus Lac), School of Life

Sciences andTechnology- ITB

Nealson KH, Platt T, Hasting JW., 1970 Cellular

control of the synthesis and activity of the

bacterial luminescent system. J Bacteriol

1970; 104(1):313-22

Ni N, Li M, Wang J, Wang B., 2009, Inhibitors

and antagonists of bacterial quorum sensing.

Med Res Rev 2009; 29(1):65-124

Parsek, M.R, D, L. Val., B. L. Hanzeika., J. E

Cronan Jr., and E.P. Greenberg, 1999, Acyl

Homoserin Lactone Quorum Sensing Sig-

nal Generation. Proc. Natl. Acad, Sci. U S A

(96): 4360-4365.

Raffa RB, Iannuzzo JR, Leine DR, Saeid KK,

Schwartz RC, Sucic NT, et al, 2005, Bacte-

rial communicarion (“quorum sensing”) via

ligands and receptors: a novel pharmacolog-

ic target for the design of antibiotic drugs. J

Pharmacol Exp Ther 2005; 312(2):417-423

Rahayu DE., 1999. Kandungan Kimiawi Tana-

man Obat Indonesia., Penerbit Pelita Karya

Pustaka., Surabaya – Indonesia.

Rasmussen TB, Thomas Bjarnsholt, Mette Elena

Skindersoe, Morten Hentzer,Peter Krist-

offersen, Manuela Ko¨te, John Nielsen,

Leo Eberl, and Michael Givskov1, 2005.,

Screening for Quorum-Sensing Inhibitors

(QSI) by Use of a Novel., Genetic Sys-

tem, the QSI Selector. Journal of Bacteri-

ology, Mar. 2005, p. 1799–1814 Vol. 187,

No. 5 00219193/05/$08.00_0 doi:10.1128/

JB.187.5.1799–1814.2005., American Soci-

ety for Microbiology.

Rukayadi Y, Choo JH, Hwang JK. 2006, Vanil-

lin inhibits quorum sensing – regulated viru-

lence factors production of Pseudomonas

aeruginosa. Curr Microbiol (In press)

Rukayadi Y, Hwang JK. 2006. Effect of xanthor-

rhizol on Streptococcus mutans biofilm in

vitro. J Mikrobiol Indones (11):40-43.

Rukayadi Yaya dan Hwang Jae Kwan, 2009.,

Pencegahan Quorum Sensing: Suatu

pendekatan baru untuk mengatasi infeksi

bakteri., Cermin Dunia Kedokteran Vol. 22,

No.1, Edisi Maret - Mei 2009

Smith KM, Bu Y, Suga H., 2003, Induction

and inhibition of Pseudomonas aeruginosa

quroum sensing by synthetic autoinducer

analogs. Chem Biol 2003; 10:81-9

Smith Roger S, Barbara H Iglewski, 2003., Pseu-

domonas aeruginosa quorum sensing as a

potential antimicrobial target, Journal of

Clinical Investigation; Nov 2003; 112, 10;

ProQuest Biology Journals pg. 1460

Sinaga E., 2004., Apium graveolensl L., Pusat

Penelitian dan pengembangan Tumbuhan

Obat UNAS/P3TO UNAS.

Suwanto, A., 2005 Strategi Baru Mengendalikan

Penyakit Infeksi, http:/www.kompas.com/

kompas-cetak/ 0211/081/iptek/mema36.

htm(20Mei 2010).

Taga ME, Semmelhack JL, Bassler BL, 2001,.

The LuxS-dependent autoinducer AI-2 con-

trols the expression of an ABC transforter

that functions in AI-2 uptake in Salmonella

typhimurium. Mol Microbiol 2001; (42):77-

93.

Wahyudi, 2011, Penghambatan Quorum Sensing

Pada Pseudomonas aeruginosa oleh Ekstrak

Alpinia galangal L. Prosiding Perhipba ta-

hun 2011, UNS press.

Wahyudi, 2014, Uji Efektifitas Ekstrak Seledri

(Alpinia galangal L) sebagai penghambat

Produksi Biofilm pada Pseudomonas aerugi-

nosa, Jurnal Biomedika Volume 7 Universi-

tas Setia Budi, Surakarta.

Zhang XQ, Bishop PL, Kupferle MJ. 1998. Mea-

surement of polysaccharides and proteins

in biofilm extracellular polymers. Water Sci

Technol 37, 345-348.

-oo0oo-

88

Page 27: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

METODE REDUKSI TAHU BERFORMALIN

MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI

AIR GARAM YANG DITAMBAHKAN DENGAN

EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum L.)

Tri Harningsih 1), Indah Tri Susilowati 2)

1, 2Akademi Analis Kesehatan Nasional Surakarta

[email protected]

[email protected]

ABSTRAK

Tahu merupakan makanan dengan kadar air mencapai 85% sehingga tahu tidak dapat bertahan lama.

Beberapa produsen tahu diketahui menggunakan formalin sebagai bahan pengawet tahu. Salah satu cara

untuk menurunkan kadar formalin adalah menggunakan air garam dan ekstrak bawang putih (Allium

sativum L.). Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi air garam terhadap aktivitas

ekstrak bawang putih (Allium sativum L.) sebagai pereduksi tahu berformalin. Metode penelitian adalah

metode eksperimental dengan pendekatan pre post test without control. Pemeriksaan kadar formalin

menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis (Spectronic 200). Uji hipotesis menggunakan uji regresi

linier sederhana. Penelitian menggunakan enam sampel tahu berformalin dengan penambahan ekstrak

bawang putih (Allium sativum L.) 20% dan air garam dalam berbagai variasi konsentrasi yaitu 0%,

2%, 4%, 6%, 8% dan 10%. Penurunan kadar formalin tertinggi diperoleh pada konsentrasi 10% yaitu

405,0441 ppm dan penurunan kadar formalin terendah diperoleh pada konsentrasi 0% yaitu 312,2371

ppm. Kesimpulan terdapat hubungan yang sangat signifikan (r = 0,997, sig= 0,000) antara variasi

konsentrasi air garam terhadap aktivitas ekstrak bawang putih (Allium sativum L.) sebagai pereduksi

tahu berformalin.

Kata kunci : tahu, formalin, ekstrak bawang putih, air garam

ABSTRACT

Tofu is a food with a moisture content reaches 85% so that it tofu as perishable food. Some manufacturers

tofu to be using formaldehyde as a preservative. One way to reduce levels of formaldehyde is to use salt

water and extract of garlic (Allium sativum L.). The aim of research to determine the effect of variations

in the concentration of salt water on the activity of the extract of garlic (Allium sativum L.) as a reducing

formalin of tofu. The research method is experimental method with pre post test approach without

control. The level of formaldehyde using UV-Vis spectrophotometry (Spectronic 200). The hypothesis

testing using simple linear regression test. The study used six samples tofu of formalin with addition of

garlic extract (Allium sativum L.) 20% and salt water in various concentrations as 0%, 2%, 4%, 6%,

8% and 10%. 10% The salt concentration 10% decreased the highest levels of formaldehyde is 405.0441

ppm whereas the control without the addition of salt decreased the lowest levels of formaldehyde is is

312.2371 ppm. There is a very significant correlation (r = 0.997, sig = 0.000) between the variation of

the concentration of salt water on the activity of the extract of garlic (Allium sativum L.) as a reducing

formalin of tofu.

Keywords: tofu, formalin, extracts of garlic, salt water

89

Page 28: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

4

3

4

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

1. PENDAHULUAN

Tahu merupakan suatu produk yang dibuat

dari hasil penggumpalan protein kedelai yang di-

endapkan dengan batu tahu (CaSO ) atau dengan

asam asetat (CH COOH). Kedelai yang biasa

digunakan untuk membuat tahu adalah kedelai

kuning atau kedelai hitam. Kedelai mengandung

35% bahkan pada varietas unggul kadar protein-

nya mencapai 40–43% (Suprapti, 2005).

Tahu merupakan bahan pangan dengan kan-

dungan protein yang tinggi dan kadar air men-

capai 85%, sehingga tahu tidak dapat bertahan

lama. Kerusakan tahu ditandai dengan bau asam

dan berlendir. Perendaman tahu dalam air yang

diberi formalin akan membuat tahu lebih keras,

kenyal, tidak mudah hancur dan tahan terhadap

mikroorganisme, sehingga awet dan dapat ber-

tahan hingga tujuh hari (Widyaningsih dan Mur-

tini, 2006).

Pemaparan formaldehida terhadap kulit me-

nyebabkan kulit mengeras, menimbulkan kon-

tak dermatitis dan reaksi sensitivitas. Formalin

bisa menguap di udara, berupa gas yang tidak

berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan

sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan

mata (Cahyadi, 2006).

Penelitian mengenai reduksi formalin telah

dilakukan sebelumnya oleh Yunita (2011) yaitu

melakukan penelitian tentang penurunan kadar

formalin pada babat sapi (tripe) dengan peren-

daman air garam. Penelitian ini menggunakan

variasi konsentrasi air garam 2,5%, 5%, 7,5%,

dan 10% selama waktu perendaman optimum 60

menit dan didapatkan hasil secara berturut-turut

sebagai berikut 55,93 ± 1,15% , 62,40 ± 5,87% ,

64,63 ± 7,99% , 58,28 ± 19,15 %. Penelitian men-

genai reduksi formalin lainnya juga dilakukan

oleh Jannah dkk. (2014), yaitu dengan penamba-

han larutan lengkuas terhadap kadar residu for-

malin pada udang putih. Lengkuas mengandung

saponin yang mampu mengikat formalin, sehing-

ga kadar formalin pada udang berkurang. Hasil

penelitian menunjukkan larutan lengkuas efektif

dan mempunyai pengaruh positif dalam mer-

eduksi kadar formalin mencapai 63% pada udang

putih. Penanggulangan kadar formalin pada tahu

juga dapat dilakukan dengan menggunakan ba-

han alami lainnya, antara lain bawang putih (Al-

lium sativum L.) yang mengandung saponin.

Menurut Sirohi et al. (2009) kandungan saponin

pada bawang putih mencapai 20,94%. Saponin

dapat mengikat formalin sehingga kadar forma-

lin pada tahu berkurang. Tujuan penelitian un-

tuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi air

garam terhadap aktivitas ekstrak bawang putih

(Allium sativum L.) sebagai pereduksi tahu ber-

formalin. Manfaat dan kontribusi yang diperoleh

adalah mengetahui bahan alami yaitu bawang pu-

tih dapat digunakan untuk menurunkan kandun-

gan formalin pada tahu.

2. PELAKSANAAN

a. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di CV. Chem-Mix

Pratama Yogyakarta dan pembuatan ekstrak

bawang putih dilakukan di B2P2TO-OT

(Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Tanaman Obat dan Obat Tradisional), pada

bulan Januari sampai dengan Maret 2015.

b. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini

adalah: Spektrofotometri UV-Vis, neraca

analitik, oven, blender, alat ekstraksi, labu

takar 5,0 ml; 10,0 ml; 25,0 ml; 50,0 ml;

100,0 ml; 1 L, cawan penguap, tabung

reaksi, erlenmeyer 250 ml, buret 50 ml, pipet

volume 5,0 ml, pushball, pisau, evaporator,

fortex.

Bahan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah kedelai, bawang putih, garam,

Formalin 37%, koagulan CaSO , etanol

70%, aquadest, pereaksi schiff (fuchsin

asam proanalitis, natrium sulfit anhidrat

proanalitis, dan asam klorida proanalitis).

3. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah

analitik eksperimental dengan pendekatan pre

post test without control.

a. Pembuatan tahu

Kedelai ditimbang 2 kg kemudian dan

direndam selama 8–10 jam. Setelah direndam

kedelai ditiriskan dan digiling sampai menjadi

bubur (slurry). Bubur kedelai ditambah 20

liter air lalu dimasak selama 7–14 menit

90

Page 29: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

2 4

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

dengan suhu 1000C. Bubur kedelai yang

telah masak di saring untuk diambil sarinya

(susu kedelai).Susu kedelai dikoagulasikan

dan tidak hilang pada penambahan HCl 2 N

menunjukkan adanya saponin.

g. Pembuatan konsentrasi air garam dengan Ca SO sebanyak 44 gram kemudian Pembuatan air garam dengan konsentrasi 0%, pisahkan supernatant dan koagulannya. Selanjutnya tahu dicetak dan ditekan dengan

alat pencetak yang terbuat dari kayu selama

15–20 menit. Setelah dicetak tahu dipotong

dan didinginkan (Muchtadi, 2009).

b. Perendaman formalin

Tahu kemudian direndam dalam larutan

formalin p.a. 500 ppm dari formalin 37%

dalam wadah sampai terendam penuh selama

60 menit (Drastini, 2009).

c. Penyerbukan bawang putih

Bawang putih ditimbang sebanyak 2 kilogram, diiris tipis–tipis dan dikeringkan

dengan oven pada suhu 400C. Irisan bawang

putih yang sudah kering selanjutnya

dihaluskan dengan cara diblender.

d. Maserasi

Sebanyak 100 gram serbuk simplisia bawang

putih kering dimasukkan ke dalam maserator.

Ditambahkan 1 liter penyari etanol 70%

(perbandingan 1:10) ke dalam maserator dan

diaduk. Proses maserasi dilakukan selama

5 hari dalam maserator tertutup dengan

pengadukan setiap hari. Hasil maserasi

selanjutnya d saring dengan corong buchner.

Pisahkan maserat dari endapan dengan hati–

hati. Maserat lalu diuapkan menggunakan

evaporator pada suhu 600C. Selanjutnya

maserat dipekatkan diatas waterbath dengan

suhu 500C sampai didapatkan ekstrak kental

(Al-Ash’ary, 2010).

e. Pembuatan konsentrasi ekstrak bawang pu-

tih 20%

Ekstrak bawang putih diambil sebanyak 20

mg kemudian dimasukkan ke dalam labu

takar 100 ml, tambahkan aquadest sampai

tanda kalibrasi dan dihomogenkan.

f. Uji pendahuluan senyawa fitokimia (kualita-

tif) saponin

Ekstrak kental dimasukkan ke dalam tabung

reaksi, ditambahkan air panas, lalu diuji busa

dengan cara mengocok kuat kedua campuran

tersebut. Busa yang stabil selama 5 menit

2%, 4%, 6%, 8%, 10%. Garam ditimbang

sesuai dengan konsentrasi yang diperlukan

2%, 4%, 6%, 8%, 10%; dimasukkan dalam

labu takar 100 ml, tambahkan aquadest

sampai tanda kalibrasi dan dihomogenkan.

h. Pembuatan larutan sampel

Sampel tahu sebanyak 6,0 gram kemudian

direndam dalam wadah sampai terendam

penuh dengan menggunakan ekstrak bawang

putih (Allium sativum L.) dengan konsentra-

si 20% dan air garam dengan variasi konsen-

trasi 0%, 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10% selama

60 menit.

i. Pemeriksaan kadar formalin dengan Spe-

ktrofotometer UV-Vis

1) Pembuatan pereaksi Schiff. Mula-mula

ditimbang 500 mg fuchsin asam pro-

analitis , kemudian dilarutkan dalam

120 ml air panas dan biarkan dingin.Dit-

ambahkan larutan 5 gram natrium sulfit

anhidrat proanalitis dalam 20 ml air.Ke-

mudian ditambahkan 5 ml asam klorida

proanalitis. Selanjutnya ditambahkan

aquades sampai volume 500 ml (biar-

kan selama paling sedikit 1 jam).Jika

terdapat sisa warna merah jambu, tam-

bahkan 2-3 ml asam klorida proanalitis,

kocok. Dibiarkan semalam sebelum di-

gunakan. Simpan ditempat yang terlind-

ung dari cahaya.

2) Pembuatan larutan formalin 40 ppm.

Dipipet 0,01 ml formalin 37% lalu di-

masukkan ke labu takar 100 ml. Dit-

ambahkan aquadest sampai tanda ka-

librasi, homogenkan. Larutan formalin

40 ppm selanjutnya diencerkan menjadi

1000 ml sehingga di dapatkan 0,04 mg/

ml formalin.

3) Pembuatan larutan formalin standar.

Masing-masing konsentrasi 0,00 ppm;

0,008ppm; 0,016ppm; 0,024 ppm; 0,032

ppm; 0,04 ppm dibuat dengan prosedur

yang sama yaitu. Untuk konsentrasi

0,00ppm maka sebanyak 0,0 ml larutan

91

Page 30: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

formalin 0,04 mg/ml, diencerkan men-

jadi 1 ml dengan aquadest kemudian

ditambah 2 ml reagen Schiff. Selanjut-

nya untuk konsentrasi dilakukan dengan

prosedur yang sama.

4) Penentuan panjang gelombang maksi-

mal. Baku seri dibuat dengan konsen-

trasi 0,00 ppm; 0,008 ppm; 0,016 ppm;

0,024 ppm; 0,032 ppm; 0,04 ppm, me-

lalui pengenceran larutan baku 40 ppm.

Misalnya baku seri 0,008 ppm, memipet

0,2 ml formalin dan diencerkan menjadi

j. PerhitunganHasil

Konsentrasi formaldehid dalam sampel

ditentukan dengan menggunakan kurva

standar.

Y = aX + b

Keterangan :

� = kadar formaldehid (mg/l) � = absorbansi formaldehid standar (OD)

����� ����� (��) =

§ X x FP x 100 ·

1 ml dengan aquadest dan ditambahkan

2 ml reagen schiff, difortek, dibaca ab-

sorbansinya dengan spektrofotometer

¨ © mg sampel

¸ x 10.000 ¹

dengan variasi panjang gelombang (λ) (

400, 410, 420, 430,440, 450, 460, 470,

480, 490, 500, 510, 520, 530, 540, 550

dan 560 nm) sehingga didapatkan pan-

jang gelombang optimum untuk pemba-

caan absorbansi pada Spektrofotometer

UV-Vis.

5) Penentuan operating time. Misalnya

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji pendahuluan dilakukan menggunakan

ekstrak bawang putih (Allium sativum L.) 20%,

ekstrak tersebut terlebih dahulu dilakukan uji

pendahuluan senyawa fitokimia saponin secara

kualitatif. Hasil dari uji saponin dapat dilihat

pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil uji kualitatif saponin baku seri 0,008 ppm, memipet 0,2 ml

formalin dan diencerkan menjadi 1 ml Sampel Hasil Keterangan

dengan aquadest dan ditambahkan 2 ml

reagen schiff, difortek, dibaca absorban-

sinya dengan panjang gelombang opti-

Ekstrak

bawang

putih (Allium

(+) Terbentuk

busa yang stabil

selama 5 menit.

(+)

mengandung

saponin

mum dan dengan waktu yang bervariasi (0; 5; 10; 15; 20; 25; 30; 35; 40; 45; 50;

55; dan 60 menit) sehingga didapatkan

waktu operasional optimum.

6) Pengukuran kadar formalin. Satu buah

tahu besar direndam dengan larutan

formalin 500 ppm selama 60 menit, ke-

mudian di ambil kira-kira 6 gram sam-

pel untuk dilakukan pemeriksaan kadar

formalin (pretes). Selanjutnya sisa tahu

yang sudah direndam dengan forma-

lin diambil 6 bagian masing-masing

ditimbang kira-kira 6 gram kemudian

direndam dengan ekstrak bawang pu-

tih (Allium sativum L.) 20% dan variasi

konsentrasi air garam selama 60 menit.

Pengambilan sampel tahu dilakukan

dengan cara dipotong pada bagian sisi-

sisi tahu bagian luar, karena diharapkan

pada bagian tersebut dapat menyerap

formalin secara maksimal.

sativum L.)

Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa

ekstrak bawang putih (Allium sativum L.) me-

ngandung saponin, sehingga dapat dilanjutkan

penelitian formalin pada sampel tahu.

Gambar 1. Kurva standar baku formalin

Dari kurva diatas persamaan linier y = 13,35x +

0,102 , dengan nilai R2 = 0,990 yang memiliki

92

Page 31: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

hubungan sangat kuat. Kurva ini layak untuk

menghitung kadar formalin pada sampel.Adapun

hasil dari pemeriksaan fomalin dapat dilihat pada

tabel 2.

Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar formalin di

atas, maka didapatkan penurunan kadar formalin

sebagai berikut :

Untuk memperjelas data hasil pemeriksaan kadar

formalin pada tabel 3, maka data disajikan dalam

bentuk grafik. Grafik data hasil penurunan kadar

formalin dapat dilihat pada gambar 2.

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui

bahwa nilai penurunan kadar formalin untuk

tahu dengan air garam konsentrasi 0% adalah

312,2372ppm, yang kemudian penurunan kadar

formalin pada tahu meningkat sejalan dengan

penambahan konsentrasi air garam, dimana penu-

runan kadar formalin tertinggi dari penambahan

air garam konsentrasi 0-10% adalah pada penam-

bahan konsentrasi 10% yaitu sebesar 405,0441

ppm.

Persamaan garis regresi y = 9,162x + 134,7

nilai b pada persamaan garis regresi dan korelasi

menunjukkan harga positif (+9,162) berarti se-

makin tinggi konsentrasi air garam maka penu-

runan kadar formalin akan semakin meningkat.

Penurunan kadar formalin pada tahu dengan

penambahan ekstrak bawang putih (Allium sati-

vum L.) dan air garam meningkat sejalan dengan

bertambahnya konsentrasi air garam (Gambar 2),

peningkatan maksimal tercapai pada konsentrasi

10%.

Adapun penurunan kadar formalin dalam %

dapat dilihat pada tabel 4.

93

Page 32: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

Berdasarkan tabel di atas maka penurunan

kadar formalin terus meningkat sejalan den-

gan penambahan konsentrasi air garam, dimana

penurunan kadar formalin maksimal tercapai

pada penambahan ekstrak bawang putih (Allium

sativum L.) 20% dan air garam konsentrasi 10%

yaitu sebesar 82,91%.

Hasil penelitian membuktikan bahwa penu-

runan kadar formalin pada tahu dengan penam-

bahan variasi konsentrasi air garam dan ekstrak

bawang putih (Allium sativum L.) meningkat

sejalan dengan bertambahnya konsentrasi air

garam. Hal ini disebabkan oleh formalin memi-

liki sifat mudah larut dalam air, ini dikarenakan

adanya electron sunyi pada oksigen sehingga

dapat mengadakan ikatan dengan hydrogen pada

molekul air (Cahyadi, 2006).

Formalin dapat larut pada air garam, karena

garam merupakan salah satu jenis surfaktan yang

mampu menurunkan kadar formalin. Hal ini ses-

uai dengan penelitian Yunita (2013) yang me-

nyatakan bahwa penurunan kadar formalin pada

babat sapi mencapai maksimal dengan air garam

konsentrasi 10% sebanyak 58,28±19,5%.

Saponin pada ekstrak bawang putih (Allium

sativum L.) dapat menurunkan kadar formalin

pada tahu karena saponin dapat mengikat for-

malin. Saponin juga merupakan salah satu jenis

surfaktan. Mekanisme penurunan kadar forma-

lin pada tahu dengan proses perendaman variasi

konsentrasi air garam dan ekstrak bawang putih

memiliki cara kerja seperti surfaktan. Cara kerja

saponin dapat menurunkan kadar formalin yang

dikenal sebagai reaksi saponifikasi (proses pem-

bentukan sabun) dimana sabun termasuk golon-

gan zat surfaktan. Zat surfaktan dalam saponin

bersifat ampifatik yaitu memiliki gugus hidro-

fobik (non polar) dan hidrofilik (polar) dimana

mekanisme surfaktan dalam mengikat partikel

formaldehida dengan cara menurunkan tegangan

permukaan menjadi sangat rendah yang menja-

dikan larutan sabun (surfaktan) memiliki daya

pembersih yang lebih baik dibandingkan air saja.

Setelah formalin terikat oleh senyawa saponin,

maka saponin akan larut dan membentuk misel

(micelles). Bagian misel yang berbentuk bulat

dan lonjong merupakan kepala yang mengarah

keluar dan berinteraksi dengan air dan formalin

(bersifat polar) dan menunjukkan bahwa forma-

lin terbungkus sehingga dapat larut bersama air

(Gusviputri, 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Jannah dkk.

(2014) dan Yunita (2013) mendukung hasil pene-

litian pada uji yang dilakukan oleh peneliti. Ber-

dasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti

didapatkan hasil penurunan kadar formalin pada

tahu dengan variasi konsentrasi air garam 0%,

2%, 4%, 6%, 8%, 10% dan ekstrak bawang pu-

tih 20% selama 60 menit berturut-turut adalah

312,2372 ppm, 332,36385 ppm, 356,9096 ppm,

369,9251 ppm, 387,13295 ppm dan 405,0441

ppm. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bah-

wa penurunan kadar formalin pada tahu dengan

penambahan variasi konsentrasi air garam dan

ekstrak bawang putih (Allium sativum L.) menin-

gkat sejalan dengan bertambahnya konsentrasi

air garam.

5. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian kadar formalin dengan

penambahan air garam dan ekstrak bawang pu-

tih (Allium sativum L.) dapat disimpulkan ada

hubungan yang kuat signifikan (r= 0,997, sig=

0,000) antara penambahan variasi konsentrasi air

garam terhadap aktivitas ekstrak bawang putih

(Allium sativum L.) sebagai pereduksi tahu ber-

formalin. Reduksi formalin pada tahu mengalami

peningkatan sejalan dengan penambahan konsen-

trasi air garam.

SARAN

a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut men-

genai keefektifan untuk menurunkan forma-

lin supaya penurunan kadar formalin mampu

mencapai 100%. Peneliti selanjutnya sebai-

knya juga mengukur suhu, kadar air tahu,

dan pH karena ketiga hal tesebut mempen-

garuhi kadar formalin pada tahu.

b. Teknik pengambilan sampel tahu yang di-

gunakan sebaiknya menggunakan teknik

pengambilan aselektif, yaitu tahu dipotong-

potong terlebih dahulu sebelum direndam

formalin karena semakin kecil luas permu-

kaan tahu semakin baik gaya adhesinya.

94

Page 33: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

6. REFERENSI

Al-Ash’ary, M.N., F.M. Titin Supriyanti dan

Zackiyah. 2010. Penentuan Pelarut Terbaik

dalam Mengekstraksi Senyawa Bioaktif dari

Kulit Batang Artocarpus heterophyllus. Jur-

nal Sains dan Teknologi Kimia. ISSN 2087-

7412.

Cahyadi, S. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan

Bahan Tambahan Pangan. Cetakan Pertama:

PT. Bumi Aksara: Jakarta.

Drastini, Y dan Dyah A.W. 2009. Studi Metode

Schiff Untuk Deteksi Kadar Formalin Pada

ikan Bandeng Laut (Chanos-Chanos). Uni-

versitas Gajah mada : Yogyakarta.

Gusviputri, A., Meliana, N. P. S., Aylianawati

& Indraswati, S., 2013, Pembuatan Sabun

Dengan Lidah Buaya (Aloe Vera) sebagai

Antiseptik Alami. Widya Teknik. 12(1), 11-

21.

Jannah, M., W.F. Ma’ruf dan T. Surti. 2014. Efek-

tifitas Lengkuas (Alpinia galanga) Sebagai

pereduksi Kadar Formalin pada Udang Putih

(Penaeus merguiensis) Selama Penyimpanan

Dingin. Jurnal Pengolahan dan Bioteknolo-

gi Hasil Perikanan. Vol 3(1) : 70-79.

Muchtadi, Deddy. 2009. Prinsip Teknologi Pan-

gan Sumber Protein. Alfabeta: Bandung.

Sirohi, S.K., N. Pandey., N. Goel., B. Singh., M.

Mohini., P.Pandey and P.P. Chandhry. 2009.

Microbial Activity and Rumial Methana-

genesis as Affected by Plant Secondery Me-

tabolites in Different Plant Ekstract. Inter-

national Journal of Civil and Environment

Enginering 1:1.

Suprapti, Lies. 2005. Teknologi Pengolahan Pan-

gan Pembuatan Tahu. Yogyakarta: Penerbit

Kanisius.

Widyaningsih, TD dan Murtini, ES. 2006. Alter-

natif Pengganti Formalin pada Produk Pan-

gan. Surabaya: Trubus Agrissarana.

Yunita, Ariyanti. 2013. Penurunan Kadar For-

malin pada Babat Sapi (Tripe) dengan Per-

endaman Air Garam. Skripsi.

-oo0oo-

95

Page 34: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

PENAMBAHAN BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP

KUALITAS VIRGIN COCONUT OIL (VCO) SEBAGAI

MINYAK GORENG

Indah Tri Susilowati1. Tri Harningsih2

1, 2Akademi Analis Kesehatan Nasional Surakarta

[email protected]

[email protected]

ABSTRAK

Proses ketengikan yang mengakibatkan merosotnya kualitas minyak goreng kelapa terjadi pada minyak

selama penyimpanan dan pemanasan. Proses yang merugikan ini dapat dihambat dengan penambahan

antioksidan. Dalam penelitian ini digunakan antioksidan bawang putih (Allium sativum) yang

mengandung flavonoid untuk mencegah proses ketengikan pada VCO yang diolah dengan metode

pemanasan. Tujuan penelitian untuk mengetahui penambahan bawang putih(Allium sativum) akan

meningkatkan kualitas Virgin Coconut Oil (VCO) yang dibuat pada metode pemanasan bertahap sebagai

minyak goring serta perbandingan kualitasnnya dengan VCO tanpa penambahan bawang putih (Allium

sativum). Parameter kualitas yang diuji meliputi kadar air; bobot jenis VCO sebelum penyimpanan dan

pemanasan; kadar asam lemak bebas, dan bilangan peroksida setelah pemanasan 160oC selama 10 menit

pada hari ke 0, 5, dan 10. Hasil penelitian menunjukkan VCO dengan penambahan bawang putih 10%

memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan VCO tanpa penambahan bawang putih, dan

memenuhi standar APCC (Asian and Pacific Coconut Community).

Kata kunci : bawang putih, kualitas, VCO, minyak goreng

ABSTRACT

Rancidity process which resulted in the decline of the quality of cooking oil in the oil palm occurs during

storage and heating. This harmful process can be inhibited by the addition of antioxidants. This study

used an antioxidant garlic (Allium sativum) which contains flavonoids to prevent rancidity process on

VCO is processed by the method of heating. The aim of research to determine the addition of garlic

(Allium sativum) will increase the quality of Virgin Coconut Oil (VCO) which is made on the method of

gradual warming as cooking oil as well as comparison quality of VCO without the addition of garlic

(Allium sativum). Quality parameters tested include water content; VCO specific gravity before storage

and heating; levels of free fatty acids and peroxide value after heating 160oC for 10 minutes on days 0,

5, and 10. The results showed VCO with the addition of garlic 10% have a better quality than the VCO

without the addition of garlic and according to the standards of APCC (Asian and Pacific Coconut

Community).

Keywords: garlic, quality, VCO, cooking oil

1. PENDAHULUAN

Minyak kelapa murni atau Virgin Coconut Oil

(VCO) memiliki asam lemak tak jenuh sebesar

10% dan asam lemak jenuh sebesar 90% dengan

susunan asam lemak jenuh berupa asam laurat,

dan asam lemak jenuh berantai sedang atau yang

disebut MCFA (Medium Chain Fatty Acid) yang

memiliki banyak fungsi antara lain merangsang

96

Page 35: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

3

2 2 3

2 3 2 4

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

produksi insulin sehingga proses metabolisme

berjalan normal serta bermanfaat dalam

mengubah protein menjadi sumber energi.

Kandungan asam lemak jenuh rantai pan-

jang pada minyak kelapa hanya sebesar 8%, hal

ini yang membedakan dengan jenis minyak gore-

ng yang beredar yang berasal dari kelapa sawit.

Minyak goreng berbahan dasar kelapa sawit

mengandung asam lemak jenuh rantai panjang

lebih dari 90%. Banyaknya asam lemak jenuh

ini dalam metabolisme pencernaan dapat bere-

siko memunculkan penyakit karena tidak dapat

diserap secara langsung (Sutarmi dan Rozaline,

2005).

Sifat minyak yang rentan menyebabkan

minyak mudah teroksidasi dan mengalami ke-

tengikan sehingga masa simpan minyak terbatas.

Sifat ini juga dimiliki oleh Virgin Coconut Oil

(VCO) sebagai minyak untuk penggorengan. Ke-

tengikan merupakan perubahan baik warna, bau,

maupun rasa pada minyak yang dapat terjadi oleh

karena oksidatif yang disebabkan oleh kontak

antara minyak dengan oksigen, hidrolisis yang

disebabkan oleh kontak antara minyak dengan

air, atau enzimatis yang disebabkan oleh mikro-

organisme (Syah, 2005).

Oleh karena kerentanan sifat Virgin Coconut

Oil (VCO) maka dilakukan penambahan bahan

antioksidan dengan tujuan mencegah terjadinya

penurunan kualitas dari minyak. Penelitian oleh

Megawati Nodjeng pada tahun 2013 menggu-

nakan wortel sebagai sumber antioksidan yang

dapat mencegah penurunan kualitas minyak ke-

lapa murni dalam penggorengan berulang. VCO

dengan penambahan wortel memiliki kualitas

yang lebih baik dibandingkan VCO yang tanpa

penambahan wortel karena kandungan beta-

karoten yang terdapat dalam wortel merupakan

sumber antioksidan yang sangat bermanfaat

untuk menghambat proses oksidasi. Salah satu

antioksidan alami yang dapat mencegah proses

oksidasi adalah senyawa flavonoid. Studi yang

dilakukan oleh Phelps dan Harris (1993), dalam

Winarsi (2007) mengatakan bahwa senyawa fla-

vonoid ini terkandung dalam bawang putih (Al-

lium sativum) yang lebih kuat dari pada vitamin

C dan vitamin E, dan mampu menurunkan ok-

sidasi lipoprotein sebesar 34% pada pemberian

600 mg bubuk bawang putih selama 2 minggu

kepada tikus percobaan. Penelitian oleh Bayili, et

al. (2011) menyatakan bahwa bawang putih me-

miliki kapasitas antioksidan tertinggi sebesar 9,6

µmoltrolox/g FW.

Berdasarkan hal tersebut maka tujuan pene-

litian untuk mengetahui apakah penambahan

bawang putih(Allium sativum) akan menaik-

kan kualitas Virgin Coconut Oil (VCO) yang

dibuat pada metode pemanasan bertahap se-

bagai minyak goreng. Pengolahan VCO dengan

penambahan bawang putih (Allium sativum)

diharapkan dapat meningkatkan rendemen

maupun kualitas VCO yang dihasilkan meli-

puti analisa kadar air, bobot jenis, asam lemak

bebas dan kadar peroksida minyak.

2. PELAKSANAAN

a. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia

Akademi Analis Kesehatan Nasional Sura-

karta, pada bulan Agustus 2014 sampai

Februari 2015. Jenis penelitian adalah eks-

perimental dengan teknik sampling yang di-

gunakan dalam pengambilan sampel peneli-

tian ini adalah Quota Sampling.

b. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini

adalah neraca teknis, neraca analitik, mikro

buret 10,00 ml merk Pyrex, pipet tetes,

beaker glass, erlenmeyer 250 ml, batang

pengaduk, saringan, kain saring, labu takar

100 ml, tabung reaksi, corong kaca, oven,

statif, kertas saring, gelas ukur 10 ml dan

100 ml, parutan, kertas timbang, spatula,

wadah plastik transparan, wajan, sendok,

plastik, push ball, kompor, dan pipet volum

10,0 ml, pignometer.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kelapa hijau (Cocos nucifera L.), bawa-

ng putih (Allium sativum), aquadest, KIO pro

analisis, KI pro analisis kristal, larutan Na S O .

5H O, larutan KIO , larutan H SO , larutan KI

jenuh, larutan asam asetat glasial pro analisis,

kloroform pro analisis, dan indikator kanji 1%,

KOH, indikator phenoftalein.

97

Page 36: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

3. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian adalah eksperimental de-

ngan teknik sampling yang digunakan dalam

pengambilan sampel penelitian ini adalah Quota

Sampling.

a. Pembuatan minyak kelapa murni / Virgin

Coconut Oil (VCO) dengan penambahan

bawang putih (Nodjeng, 2013).

Daging kelapa dicuci, diparut, kemudian

ditambahkan air ke dalam hasil parutan

kelapa dengan perbandingan 1:2 (kelapa: air

= 1:2), dilakukan pemerasan dan disaring

agar santan terpisah dari ampas kelapa.

Bawang putih dihaluskan dan ditambahkan

ke dalam parutan kelapa dengan konsentrasi

bawang putih 0% (tanpa penambahan), dan

10%, kemudian dicampur dengan santan

sampai homogen. Santan ditempatkan dalam

wadah plastik transparan, dan didiamkan

selama kurang lebih 1,5 jam sampai terpisah

menjadi tiga lapisan yaitu lapisan atas berupa

krim yang kaya akan minyak, lapisan tengah

berupa air atau skim yang kaya protein dan

lapisan bawah yang berupa endapan. Krim

pada lapisan atas dipisahkan menggunakan

sendok dan dimasukkan dalam wajan

yang sudah bersih, lalu dipanaskan dengan

pembakar spiritus dan rak kaki tiga. Krim

diaduk secara kontinu agar tidak terjadi kerak

dalam waktu 20 menit sampai terlihat adanya

pemisahan antara blondo dengan minyak.

Blondo dan minyak dipisahkan dengan cara

penyaringan menggunakan saringan kawat

tahan panas yang dialasi dengan kain saring.

Minyak kemudian dipanaskan lagi selama

3 menit untuk mengurangi kadar air dan

disaring dengan menggunakan kertas saring.

b. Perhitungan Rendemen Hasil

Rendemen minyak dihitung berdasarkan bo-

bot minyak yang diperoleh (g) dibandingkan

dengan bobot kelapa parut yang digunakan

(g) dengan menggunakan rumus sebagai

berikut;

98

c. Perhitungan Bobot Jenis (Ketaren, 1986)

Piknometer dibersihkan dan dikeringkan,

kemudian diisi dengan akuades yang telah

mendidih dan didinginkan pada suhu 30oC.

Piknometer diiisi sampai air dalam bobot

meluap dan tidak terbentuk gelembung uda-

ra. Piknometer ditutup dengan penutup yang

dilengkapi termometer, selanjutnya diren-

dam dalam waterbath yang bersuhu 30oC

dan dibiarkan pada suhu konstan selama 30

menit. Piknometer diangkat dari waterbath

dan dikeringkan, Piknometer dengan isinya

ditimbang. Bobot air adalah selisih bobot

poiknometer dengan isinya dikurangi bobot

piknometer kosong.

Minyak disaring dengan kertas sar-

ing, didinginkan sampai 30oC, dan dima-

sukkan ke dalam piknometer sampai me-

luap dan diusahakan agar tidak terbentuk

udara. Piknometer ditutup dengan penutup

yang dilengkapi termometer, minyak yang

meluap dan menempel diluar piknometer

dibersihkan, selanjutnya piknometer diren-

dam dalam waterbath yang bersuhu 30oC

dan dibiarkan pada suhu konstan selama 30

menit. Piknometer diangkat dari waterbath

dibersihkan dan dikeringkan dengan hati-

hati. Piknometer dengan isinya ditimbang.

Bobot minyak adalah selisih berat piknome-

ter beserta isinya dikurangi berat piknometer

kosong. Bobot jenis minyak pada suhu 30oC

dengan menggunakan rumus sebgai berikut:

d. Uji Kadar Air (Wardani, 2011)

Ditimbang sampel ± 3 g dengan botol

timbang. Dipanaskan dengan oven pada

suhu 105OC selama 3 jam. Didinginkan

dalam desikator selama 30 menit. Ditimbang

botol timbang tersebut. Diulangi pemanasan

dan penimbangan sampel hingga diperoleh

berat konstan dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

Page 37: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

e. Perlakuan VCO tanpa dan dengan penam- V0= volume larutan Na S O untuk pe-

bahan bawang putih (Allium sativum)

Minyak VCO tanpa penambahan ba-

2 2 3

nitaran sampel (ml) N = normalitas larutan standar Na S O

wang putih, dan minyak VCO dengan kon-

sentrasi bawang putih10%, masing - masing

dilakukan pengujian bilangan peroksida dan

yang digunakan

m = berat sampel (g)

2 2 3

asam lemak bebasdata yang didapat digu-

nakan sebagai kontrol.Minyak dipanaskan

suhu 160 ºC selama 10 menit dan dilakukan

uji bilangan peroksida dan asam lemak be-

bas pada 0 hari. Pada hari ke 5 Masing-ma-

sing perlakuan minyak yang telah diuji ang-

ka peroksida dan asam lemak bebas hari ke 0

dan telah disimpan terbuka pada suhu ruang,

diberi perlakuan pemanasan pada suhu 160

ºC selama 10 menit, dan dilakukan peng-

ujian bilangan peroksida dan asam lemak be-

bas. Pada hari ke 10 minyak yang telah diuji

angka peroksida dan asam lemak bebas hari

ke 0 dan 5 serta mengalami penyimpanan

suhu ruang, dipanaskan suhu 160 ºC selama

10 menit dan dilakukan pengujian bilangan

peroksida dan asam lemak bebas (Nodjeng,

2013; Siswati, 2013).

f. Penentuan Bilangan Peroksida (Ketaren,

1986).

Timbang sampel sebanyak 5,0 gram.

Tambahkan 30 ml campuran pelarut yang

terdiri dari 60% asam asetat glasial dan 40%

kloroform, kemudian larutkan sampel den-

gan cara menggoyang-goyangkan erlenmey-

er dengan kuat. Tambahkan 0,5ml larutan

kalium iodida jenuh sambil dikocok.Tutup-

lah segera Erlenmeyer tersebut dan kocok

kira-kira 2 menit di tempat gelap pada suhu

ruang.Tambahkan 30 ml air suling dan ko-

cok dengan kuat.Titrasi dengan larutan stan-

dar natrium tiosulfat 0,0010N dengan 2 ml

larutan kanji 1% sebagai indikator. Hitung

bilangan peroksida dalam sampel dinyatakan

dalam miligram ekuivalen dari oksigen aktif

per kg, dihitung sampai dua desimal sampel

dengan menggunakan rumus:

g. Asam Lemak Bebas (FFA) (Ketaren, 1986) Sampel sebanyak 10 g dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 200 mL, dan ditambahkan 50 ml

etanol 95%. Kemudian dipanaskan sampai

mendidih dan dikocok kuat-kuat untuk

melarutkan asam lemak bebasnya. Setelah

dingin dititrasi dengan larutan KOH 0,0100N

menggunakan indicator phenolptalin hingga

berwarna merah muda. Jumlah KOH

yang digunakan untuk titrasi dicatat untuk

menghitung kadar asam lemak bebas dengan

menggunakan rumus sebagai berikut.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengeta-

hui kualitas antara minyak kelapa murni tanpa

penambahan senyawa antioksidan dan minyak

kelapa murni yang ditambahkan bawang putih

10% yang berperan sebagai antioksidan. Ber-

dasarkan Perhitungan rendemen untuk menge-

tahui persentasi berat minyak yang dihasilkan

dibandingkan dengan berat kelapa. Hasil rende-

men VCO dan VCO dengan penambahan ba-

wang putih 10% ditunjukkan dalam Gambar 1.

Keterangan:

V1 = volume larutan Na S O

untuk penita-

Dari data pada Gambar 1, nilai rendemen

VCO lebih tinggi dari pada VCO dengan penam-

ran blanko (ml) 2 2 3

99

Page 38: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

bahan bawang putih 10%. Hal ini disebabkan

karena bawang putih mengandung senyawa inu-

lin yang merupakan polisakarida yang terdiri

dari 3 molekul fruktosa dan 1 molekul glukosa

(Tjay, 2007). Senyawa ini memiliki sifat mampu

mengikat air (Widowati, 2006). Oleh karena sifat

tersebut, maka bawang putih yang ditambahkan

pada proses pembuatan VCO akan mengikat air

sehingga kandungan air dan bobot jenis dalam

VCO dengan penambahan bawang putih akan

lebih rendah dari pada kandungan air dan bobot

jenis pada VCO (Gambar 2 dan 3). Hal ini me-

nyebabkan VCO dengan penambahan bawang

putih 10% menghasilkanjumlah minyak yang

lebih sedikit sehingga rendemen VCO dengan

penambahan bawang putih 10% pun lebih rendah

dari pada VCO.

Dari gambar 2, diketahui bahwa kadar

air semua sampel baik VCO, VCO dengan

penambahan bawang putih 10% memenuhi stan-

dar APCC (Asian Pacific Coconut Community),

dimana standar kadar air yaitu 0.1 – 0.5% (Dayrit

et al., 2011).

Dari gambar 3, diketahui bahwa bobot jenis

semua sampel baik VCO, VCO dengan penam-

bahan bawang putih 10% memenuhi standar

APCC (Asian Pacific Coconut Community), di-

mana standar bobot jenis yaitu 0,915 – 0,920 g/

ml (Dayrit et al., 2011).

VCO tanpa penambahan senyawa antioksi-

dan memiliki warna yang lebih gelap dari pada

VCO dengan penambahan bawang putih 10%.

Perbandingan warna VCO dengan VCOyang di-

tambahkan bawang putih 10% ditunjukkan dalam

Gambar 4.

Perbedaan warna minyak ini disebabkan

karena minyak pada dasarnya mengandung se-

nyawa antioksidan alami seperti klorofil, sterol,

karotenoid, dan tokoferol. Senyawa yang paling

banyak ditemukan berupa tokoferol atau yang

dikenal dengan vitamin E. Senyawa ini bersifat

labil terhadap suhu. Pada proses pembuatan VCO

secara tradisional menggunakan metode basah

akan melewati proses pemanasan yang akan me-

nyebabkan terjadinya peningkatan kecepatan ok-

sidasi minyak. Bila kecepatan oksidasi mening-

kat maka senyawa tokoferol yang terdapat dalam

minyak akan ikut teroksidasi menjadi senyawa

kroman 5-6 kuinon yang menimbulkan warna

gelap pada minyak (Ketaren, 1986).

Berbeda dengan VCO dengan penambahan

bawang putih 10% sebagai antioksidan. Senya-

wa antioksidan bawang putih akan menghambat

oksidasi selama proses pemanasan sehingga ke-

cepatan oksidasi minyak dapat dihambat begitu

pula dengan oksidasi tokoferol pun dapat diham-

bat. Akibatnya produk oksidasi dari tokoferol pun

berada dalam jumlah yang kecil dan tidak me-

nimbulkan warna gelap pada minyak. Selain itu

bawang putih dapat bertindak sebagai adsorben.

Permukaan adsorben akan menyerap zat warna,

suspensi koloid (gum), dan hasil degradasi dari

100

Page 39: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

minyak sehingga warna VCO dengan penambah-

an bawang putih 10% menjadi lebih jernih dari

pada VCO (Ketaren, 1986).

VCO, dan VCO dengan penambahan ba-

wang putih 10% masing-masing kemudian di-

lakukan pengujian bilangan peroksida dan asam

lemak bebas awal sebagai kontrol, dan peng-

ujian bilangan peroksida dan Asam lemak bebas

setelah melalui proses pemanasan 160ºC selama

10 menit pada 0 hari, 5hari, dan 10 hari. Hasil

ujiangka peroksida ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5 menunjukkan bahwa bilangan

peroksida VCO lebih tinggi dari pada VCO de-

ngan penambahan bawang putih 10% pada pros-

es pembuatannya. Semakin lama waktu penyim-

panan menunjukkan pula semakin bertambahnya

bilangan peroksida.Hal ini dapat terjadi karena

ketika minyak dipanaskan pada suhu 160 ºC se-

lama 10 menit, maka kecepatan oksidasi minyak

akan meningkat sehingga peroksida dan hidro-

peroksida yang merupakan produk awal dari ok-

sidasi juga akan meningkat. Kadar peroksida dan

hidroperoksida ini menjadi dasar pengukuran bi-

langan peroksida (Aminah, 2010).

Jika minyak dipanaskan secara berulang

maka proses dekstruksi minyak akan bertambah

cepat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya ka-

dar peroksida pada tahap pendinginan dan akan

mengalami dekomposisi apabila minyak dipanas-

kan kembali (Ketaren, 1986). Oleh sebab itu

maka semakin lama waktu penyimpanan, maka

bilangan peroksida VCO akan semakin mening-

kat karena telah mengalami pemanasan berulang.

Hasil analisis asam lemak bebas dari VCO

dengan penambahan bawang putih 10% dan VCO

yang dibuat dengan metode pemanasan bertahap

sebelum dan sesudah penggorengan dapat dilihat

pada Gambar 6.

Dari hasil pengamatan nilai asam lemak be-

bas masih memenuhi standar APCC yaitu <0.5.

Gambar 6 menunjukkan lama penyimpanan dan

pemanasan menunjukkan penurunan nilai asam

lemak bebas. Banyaknya penurunan asam le-

mak bebas diakibatkan lamya waktu pemanasan.

Suwardi (1989) menyatakan bahwa bila suhu

pemanasan lebih tinggi daripada suhu normal

(160-196oC) akan terjadi percepatan proses de-

gradasi dan oksidasi minyak minyak goreng. Se-

lama pemanasan yang tinggi akan terjadi proses

oksidasi pada ikatan asam lemak tidak jenuh

yang menyebabkan reaksi berantai yang akan

menghasilkan alkohol, aldehid, asam dan hidro-

karbon, serta asam lemak jenuh dengan kompo-

sisi cis dan trans.

Kadar bilangan peroksida dan asam lemak

bebas VCO dengan bawang putih 10% masih

menempati posisi yang lebih rendah dari pada

VCO tanpa penambahan. Hal ini disebabkan

karena bawang putih mengandung senyawa an-

tioksidan yaitu komponen fenolik / flavonoid, vi-

tamin E, vitamin C, dan beta karoten. Senyawa

flavonoid yang terkandung dalam bawang putih

ini memiliki potensi lebih kuat daripada vitamin

C dan vitamin E.

Flavonoid merupakan substansi herbal yang

termasuk dalam golongan antioksidan (Soeharto,

101

Page 40: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

2000). Mekanisme kerja flavonoid adalah se-

bagai berikut:

1. Mengurangi radikal bebas dengan bertindak

sebagai agen / reduksi. Flavonoid berperan

sebagai penangkap radikal bebas karena

mengandung gugus hidroksil. Oleh karena

bersifat reduktor, flavonoid dapat bertindak

sebagai donor hidrogen terhadap senyawa

radikal bebas menurut reaksi yang ditunjuk-

kan dalam Gambar 7.

Flavonoid bekerja secara langsung mau-

pun tidak langsung. Flavonoid sebagai an-

tioksidan secara langsung berperan dengan

mendonorkan ion hidrogen sehingga dapat

menetralisir efek toksik dari radikal bebas.

Radikal bebas akan menerima atom hidrogen

yang didonorkan oleh flavonoid membentuk

senyawa radikal bebas yang tidak reaktif.

Flavonoid sebagai antioksidan secara tidak

langsung berperan dengan meningkatkan

ekspresi gen antioksidan endogen (Sumar-

dika dan Jawi, 2012).

2. Dapat mengurangi ion metal sehingga men-

gurangi kapasitasnya untuk menghasilkan

radikal bebas. Flavonoid dapat membentuk

kompleks dengan ion logam transisi seperti

besi sehingga tidak lagi bertindak sebagai

prooksidan (Silalahi, 2006).

3. Menahan vitamin E dan betakaroten pada

partikel LDL sehingga melindungi oksidasi

dari LDL. Vitamin E merupakan antioksidan

yang dominan dalampartikel LDL. Fungsi

vitamin E di dalam tubuh adalah melindungi

asam-asam lemak tak jenuh pada membran

sel, dan berperan sebagai antioksidan dengan

melindungi senyawa-senyawa yang mudah

teroksidasi. Vitamin E akan bertindak seb-

agai reduktor dan menangkap radikal bebas.

Dalam hal ini vitamin E berperan sebagai

scavenger(Wrasiati, 2011). Vitamin E dan

betakaroten dapat larut dalam minyak se-

hingga melindungi minyak dari kerusakan

yang disebabkan oleh reaksi oksidasi (Mo-

muat dkk, 2011).

4. KESIMPULAN

Kadar air, bobot jenis, bilangan peroksida

dan asam lemak bebas, VCO dengan penamba-

han bawang putih 10% memiliki kualitas yang

lebih baik dibandingkan dengan VCO tanpa

penambahan bawang putih, dan memenuhi stan-

dar APCC (Asian and Pacific Coconut Commu-

nity).

5. REFERENSI

Aminah, Siti. 2010. Bilangan peroksida minyak

goreng curah dan sifat organoleptik tempe

pada pengulangan penggorengan. Jurnal

Pangan dan Gizi Vol.01, hal. 7-14.

Bayili, R.G., F. A. Latief, O. H. Kone, M. Diao,

I. H. N. Basoledan M. H. Dicko. 2011. Phe-

nolic compounds and antioxidant activities

in some fruits and vegetables from Burkina

Faso. African Journal of Biotechnology Vol.

10 (62), pp. 13543-13547.

Dayrit, F. M., Ian, K. D. D., Melodina, F. V., Ja-

clyn, E. R. S., Mark, J. M. G., Blanca, J. V.

2011. Quality Characteristic of Virgin Coco-

nut Oil: Comprosions With Refined Cocunut

Oil. Pure Appl. Chem. 83: 1789 – 1799.

Ketaren, S.1986. Minyak dan lemak pangan. Ja-

karta: UI-Press

Momuat, L. I., Meiske, S. S., Ni, P. P. 2011. Pen-

garuh VCO Mengandung Ekstrak Wortel

Terhadap Peroksida Lipid Plasma. Jurnal

Ilmiah Sains. 11: 296 – 301.

Nodjeng, M., F. Fatimah dan J. A. Rorong. 2013.

Kualitas virgin coconut oil (VCO) yang

dibuat pada metode pemanasan bertahap

102

Page 41: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

sebagai minyak goring dengan penamba-

han wortel (Daucuscarota L.). Jurnal Ilmiah

Sains Vol.13 (2), hal. 102-109.

Silalahi, Jansen. 2006. Makananfungsional. Yog-

yakarta: Kanisius.

Siswati, N. D., J. SU dan Junaini. 2013. Peman-

faatan antioksidan alami flavonol untuk

mencegah proses ketengikan minyak kelapa.

Universitas Pembangunan Nasional. Suraba-

ya.

Soeharto, Iman. 2000. Pencegahan dan penyem-

buhanjantung koroner. Jakarta: EGC.

Sutarmi dan H. Rozaline. 2005. Taklukkan pe-

nyakit dengan VCO virgin coconut oil. Bo-

gor: Niaga Swadaya.

Sumardika, I., danI.Jawi. 2012. Ekstrak air daun

ubi jalar ungu memperbaiki profil lipid dan

meningkatkan kadar SOD dalam tikus yang

diberi makan yang tinggi kolesterol.Univer-

sitasUdayana. Bali.

Suwardi, M., Sugianto B., dan Rahman, A. 1989.

Kimia organik karbohidrat, lipid, dan pro-

tein [Disertasi]. Program Pascasarjana Uni-

versitas Indonesia. Jakarta.

Syah, A.N.A.2005.Virgin coconut oil minyak

penakluk aneka penyakit. Jakarta: Agro Me-

dia.

Tjay, T. H., dan K. Rahardja. 2007. Obat-obat

penting asiat, penggunaan dan efek-efek

sampingnya. Jakarta: Elex Media Kom-

putindo.

Wardani, I.E., 2007. Uji Kualitas VCO Ber-

dasarkan Cara Pembuatan dari Proses Pen-

gadukan Tanpa Pemancingan dan Proses

Pengadukan Tanpa Pemancingan. Skripsi.

UNNES, Semarang.

Widowati, S. 2006. Dahlia bunganya indah,

umbinya mengandung inulin. Bogor: Lit-

bang Pascapanen Pertanian.

Winarsi, H. 2007. Antioksidan alami dan radikal

bebas potensi dan aplikasinya dalam kes-

ehatan. Yogyakarta: Kanisius.

Wrasiati, L. P. 2011. Karakteristikdan Toksisitas

Ekstrak Bubuk Simplisia Bunga Kamboja

Cendana (Plumeriaalba) serta Peranannya

dalam Meningkatkan Aktivitas Antioksidan

Enzimatis pada Tikus Sprague Dawley. Uni-

versitas Udayana. Bali.

-oo0oo-

103

Page 42: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

2

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS LENDIR

BEKICOT(Achatina fulica) DENGAN KITOSAN

TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA

S.Dwi Sulisetyowati1*, Meri Oktariani 2

1, 2Prodi D-III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

[email protected] [email protected]

ABSTRAK

Bekicot, umumnya merupakan hewan tropis yang marak bermunculan saat musim hujan tiba. Disamping

bentuk tubuhnya yang lunak, bekicot ternyata memiliki banyak manfaat, salah satunya pada lendir

bekicot. Lendir bekicot banyak memiliki fungsi diantaranya dapat menyembuhkan luka atau goresan,

gingivitis, perawatan kulit. Kandungan penting dalam lendir bekicot antara lain glycosaminoglycan

yang mengikat senyawa copper peptida. Protein achasin pada bekicot (Achatina fullica) mempunyai

fungsi biologik penting, antara lain sebagai reseptor pengikat protein (enzim) bakteri. Kitosan

mempunyai reaktifitas kimia yang baik karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil (OH) dan gugus

amin (NH ). Sifat yang penting dari kitosan adalah memiliki muatan positif dalam larutan asam. Kitosan

bersifat antimikrobia dan polikationik, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai agensia penggumpal.

Tujuan penelitian adalah mengetahui perbandingan efektivitas lendir bekicot dengan kitosan terhadap

penyembuhan luka. Metode penelitian meliputi isolasi lendir bekicot, sintesis kitosan 2% dan tahapan

perlakuan secara in vivo menggunakan 5 kelompok mencit yaitu kontrol negatif; lendir bekicot, kitosan

2%, lendir bekicot dan kitosan ratio 1:1, 1: 2, 2:1. Hasil penelitian menunjukkan lendir bekicot dan

kitosan 2% ratio 1 : 1 efektif untuk penyembuhan luka. Adanya kandungan antiinflamasi dalam lendir

bekicot dan antimikrobia dalam kitosan maka kombinasi campuran keduanya berpotensi dan efektif

sebagai obat penyembuhan luka.

Kata kunci : lendir bekicot, kitosan, penyembuhan luka.

ABSTRACT

Snails, generally a tropical animals proliferation during the rainy season arrives. Besides the soft body

shape, snail proved to have many benefits, one of which the snail slime. Many snail slime has a function

which can heal wounds or scratches, gingivitis, skin care. Essential ingredients in snail mucus among

other glycosaminoglycan peptide that binds copper compounds. Protein achasin at snail (Achatina fullica)

have important biological functions, such as receptor-binding protein (enzyme) bacteria. Chitosan has a

chemical reactivity which is good because it has a number of hydroxyl (OH) and amine groups (NH2).

Important characteristics of chitosan has a positive charge in acidic solution. Chitosan is antimicrobial

and polycationic, so it can be used as a coagulant agent. The research objective was to determine the

comparative effectiveness of snail slime with chitosan on wound healing. Research methods include

isolation of snail slime, the synthesis of 2% chitosan and stages of treatment in vivo using mice that five

negative control group; Snail mucus, chitosan 2%, snail slime and chitosan ratio of 1: 1, 1: 2, 2: 1. The

results showed snail slime and chitosan 2% ratio of 1: 1 is effective for wound healing. The content of

104

Page 43: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

the anti-inflammatory and antimicrobial snail mucus in chitosan, the combination of a mixture of both

potential and effective as wound healing drug.

Keywords: snail slime, chitosan, wound healing.

1. PENDAHULUAN

Bekicot adalah hewan lunak namun me-

miliki cangkang. Sebagian banyak orang meng-

anggap bahwa hewan ini hewan yang menjijik-

kan karena bentuknya yang lunak dan berlendir.

Bekicot (Achatina fulica) dikatagorikan dalam

Phylum Mollusca dan dalam Spesies dentalium.

Bekicot terdiri dari cangkang berbentuk taring

atau terompet sehingga dikenal dengan kerang

terompet. Kedua ujungnya terbuka, dan panjang

cangkang sekitar 3-6 cm. Tubuh dilengkapi de-

ngan tentakel kecil yang di kenal dengan nama

kaptakuala. Bekicot, umumnya merupakan he-

wan tropis yang marak bermunculan saat musim

hujan tiba. Disamping bentuk tubuhnya yang lu-

nak, bekicot ternyata memiliki banyak manfaat.

Salah satunya pada lendir bekicot.

Lendir bekicot banyak memiliki fungsi di-

antaranya dapat menyembuhkan luka atau gore-

san, gingivitis, perawatan kulit. Karena Protein

pada lendir bekicot merupakan protein yang

mempunyai fungsi biologik penting, selain di-

maksudkan untuk mencegah terjadinya penguap-

an, membantu pergerakan secara halus, juga di-

perlukan untuk melindungi tubuh dari luka-luka

mekanis (Suwarno,2007). Hasil penelitian yang

dilakukan Bambang Pontjo Priosoeyanto pada

tahun 2005 yang dilakukan di Laboratorium

Parasitologi Fakultas Kedokteran hewan Institut

Pertanian Bogor, menyatakan bahwa lendir beki-

cot atau Achatina fulica mampu menyembuhkan

luka dua kali lebih cepat daripada luka yang di-

berikan larutan normal saline.

Bekicot (Achantina fulica) merupakan

salah satu obat tradisional dari bahan hewan yang

mampu untuk penyembuh luka baru. Faktor an-

tibakteri pada Achasin ini dapat bekerja dengan

cara menyerang atau menghambat pembentukan

bagian-bagian yang umum dari strain bakteri

seperti, lapisan peptidoglikan dan membran sito-

plasma, maka fraksi hasil pemisahan lendir be-

kicot dapat digunakan sebagai anti mikroba (Ot-

suka,1993). Selain menggunakan lendir bekicot,

kita juga dapat menyembuhkan luka dengan kito-

san. Kitosan adalah polimer alami yang memi-

liki berat 3 molekul tinggi, tidak beracun, dapat

mempercepat penyembuhan luka, mengurangi

kadar kolesterol darah, merangsang respon imun,

dapat terurai secara biologi (Sandford, 1989).

Kitosan mempunyai sifat antimikrobia le-

bih kuat dari kitin dalam melawan jamur, karena

kitosan mempunyai gugus aktif yang akan ber-

ikatan dengan mikroba yang mampu mengham-

bat pertumbuhan mikroba. Satu hal yang sangat

melegakan adalah kitosan sama sekali tidak

berefek buruk dan berpotensi sebagai agensia an-

timikrobia efektif termasuk untuk penyembuhan

luka.

Lendir bekicot memang sejak lama diper-

caya mengandung nutrisi tertentu yang bisa men-

gobti luka. Kandungan penting yang terdapat

dalam lender bekicot antara lain glycosamino-

glycan yang mengikat senyawa copper peptida.

Croswell dan Koplang (1981) merinci komposisi

kimia bekicot, ternyata memang kaya protein.

Protein Achasin pada bekicot (Achatina fulica)

mempunyai fungsi biologik penting, antara lain

sebagai reseptor pengikat protein (enzim) bak-

teri. Kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang

baik karena mempunyai sejumlah gugus hidrok-

sil (OH) dan gugus amin (NH2) ada rantainya.

Sifat yang penting dari kitosan adalah kitosan

memiliki muatan positif dalam larutan asam.

Kitosan juga mempunyai sifat antimikrobia,

dalam melawan jamur kitosan lebih kuat dari ki-

tin. Selain itu, kitosan bersifat polikationik, se-

hingga dapat dimanfaatkan sebagai agensia peng-

gumpal Adanya kandungan antiinflamasi dalam

lendir bekicot dan antimikrobia dalam kitosan

maka kombinasi campuran keduanya berpotensi

sebagai obat penyembuhan luka.

Tujuan penelitian adalah mengetahui per-

bandingan efektivitas lendir bekicot dengan kito-

san terhadap penyembuhan luka.

105

Page 44: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

0 1

hitung

tabel

0

1

≤ F

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

2. METODE PENELITIAN

a. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuanti-

tatif eksperimental laboratoris True Eksperi-

mental menggunakan design Pretest-Post-

test Control Group Design yaitu penelitian

dengan Simple random sampling dan mem-

berikan perlakuan yang berbeda terhadap

kelompok sampel serta mengontrol variabel

terkontrolnya sehingga hasil dari pengaruh

lendir bekicot dan kitosan terhadap lama pe-

nyembuhan luka bisa maksimal.

b. Populasi dalam penelitian ini adalah 25 ekor

mencit yang sehat dengan berat badan rata-

rata 100 gram. Jumlah sampel yang didapat-

kan adalah 5 tikus setiap kelompok.

Variabel bebas pada penelitian ini ada-

lah lendir bekicot dan kitosan 2%, sedang-

kan variabel terikat pada penelitian ini ada-

lah penyembuhan luka.

Hasil penelitian dianalisis dengan soft-

ware SPSS versi 18. Analisa data meng-

gunakan beberapa uji statistik yaitu uji

normalitas menggunakan statistik uji Shap-

iro- Wilk(sampel < 50 ekor) untuk membuk-

tikan bahwa data berdistribusi normal atau

tidak, nilai- nilai ini kemudian dibandingkan

dengan α = 0,01, sehingga signifikasi (p>

menggunakan uji LSD (Least Significant

Difference). Jika terdapat perbedaan yang

bermakna dilanjutkan uji LSD dengan dera-

jat kemaknaan α = 0, 01 untuk mengetahui

hubungan kelompok yang paling berpenga-

ruh di antara 4 kelompok dalam durasi pe-

nyembuhan luka (A).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Efektivitas Lendir Bekicot

Hasil penelitian Mandala (2014) menunjuk-

kan bahwa pemberian lendir bekicot 100%

(Achantina fulica) dan sediaan krim 5%

efektif untuk penyembuhan luka bakar de-

rajat II (A) secara in vivo terhadap durasi

waktu penyembuhan luka.

Hasil penelitian Sulisetyowati (2015)

diketahui bahwa penggunaan lendir bekicot

(Achatina fulica) dengan kitosan ratio (1: 2)

efektif untuk terhadap penyembuhan luka

dalam waktu 5 hari. Sedangkan penelitian

terapan yang dilaksanakan Harti dkk (2015)

menunjukkan bahwa biopreparasi lendir be-

kicot (Achatina fulica) efektif dan dapat di-

aplikasikan pada membran kitosan sebagai

balutan luka untuk penyembuhan luka.

0,05) dengan demikian H ditolak dan H di-

terima, yang artinya data berdistribusi nor-

mal. Kemudian, dilakukan uji homogenitas

menggunakan Test of Homogeneity of Vari-

ence yaitu Levene Statistic untuk membukti-

kan bahwa data memiliki variansi yang sama

atau homogen. Jika nilai F tabel

maka

data homogen.F di cari pada Ms. Excel

2010 dengan rumus (=FINV(0.01,df1,df2)).

Data berdistribusi normal dan homogen se-

lanjutnya dilakukan uji One Way ANOVA

(Analysis of Variance) untuk menguji pen-

garuh yang signifikan terhadap peningkatan

penyembuhan luka antar kelompok per-

Gambar 5. Uji in vivo

Lendir bekicot mengandung bahan ki-

mia antara lain achatin isolat, heparan sulfat,

dan calsium. Kandungan achatin isolat ber-

manfaat sebagai antibakteri dan antinyeri,

sedangkan calsium berperan dalam hemo- lakuan, jika nilai (p<0,05) maka H ditolak stasis (Bagaskara, 2009). Efek lendir bekicot dan H diterima yang artinya pemberian len- sebagai antibakteri dan antiinflamasi akan dir bekicot efektif dengan pemberian kito-

san 2% terhadap lama penyembuhan.Untuk

mengetahui kelompok mana yang paling

berbeda signifikan maka perlu dilakukan

uji perbandingan berganda (Post Hoc Test)

lebih mempercepat fase inflamasi sehingga

akan lebih cepat pula fase proliferasi pada

penyembuhan luka (Suriadi, 2004). Kan-

dungan dari lendir bekicot yang diduga pa-

ling berpengaruh terhadap proliferasi fibro-

106

Page 45: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

blas adalah heparan sulfat yang bermanfaat

dalam mempercepat proses penyembuhan

luka dengan membantu proses pembekuan

darah dan proliferasi sel fibroblas (Nur-

ingtyas, 2008). Heparan sulfat juga ber-

fungsi untuk angiogenesis, inhibisi vascular

endothelial growth factor atau menurunkan

aktivitas mitogen dari FGF (Vierira et al.,

2004). Heparan sulfat sebagai salah satu dari

proteoglikan berfungsi sebagai pengikat dan

reservoir (penyimpanan) bagi faktor pertum-

buhan basic fibroblast growth factor (bFGF)

yang disekresikan ke dalam ECM (Extra

Celluler Musculer). ECM dapat melepaskan

bFGF yang akan merangsang rekrutmen sel

radang, aktivasi fibroblas dan pembentukan

pembuluh darah baru setiap cedera (Rob-

bins, 2007).

b. Efektivitas Kitosan Sebagai Antimikroba

Kitosan pertama kali ditemukan oleh ilmu-

wan Perancis, Ojier, pada tahun 1823. Ojier

meneliti kitosan hasil ekstrak kerak binatang

berkulit keras, seperti udang, kepiting, dan

serangga. Kitosan merupakan produk tu-

runan dari polimer kitin yaitu produk samp-

ing (limbah) dari pengolahan industri peri-

kanan, Pengolahan kitin menjadi kitosan juga

hanya memerlukan teknik yang sederhana.

Limbah kepala udang mencapai 35-50% dari

total berat udang. Kadar kitin dalam berat

udang berkisar antara 60-70% dan bila di-

proses menjadi kitosan menghasilkan yield

15-20%. Ketersediaan limbah kepiting me-

miliki potensi yang sangat besar sebagai

bahan baku pembuatan kitosan. Kitosan

merupakan produk turunan dari polisakarida

kitin, sebagai senyawa polimer multifungsi,

karena mengandung 3 jenis asam amino, gu-

gus hidroksi primer dan sekunder.

Kitosan mempunyai rantai yang le-

bih pendek daripada rantai kitin. Kelarutan

kitosan dalam larutan asam serta viskositas

larutannya tergantung dari derajat deaseti-

lasi dan derajat degradasi polimer. Kitosan

kering tidak mempunyai titik lebur. Bila

kitosan disimpan dalam jangka waktu yang

relatif lama pada suhu sekitar 100oF maka

sifat kelarutannya dan viskositasnya akan

berubah. Bila kitosan disimpan lama dalam

keadaan terbuka maka akan terjadi dekom-

posisi, warnanya menjadi kekuningan dan

viskositas larutan menjadi berkurang. Hal ini

dapat digambarkan seperti kapas atau kertas

yang tidak stabil terhadap udara, panas dan

sebagainya.

Kitosan dapat dimanfaatkan di ber-

bagai bidang biokimia, obat-obatan atau

farmakologi, pangan dan gizi, pertanian,

mikrobiologi, penanganan air limbah, in-

dustri-industri kertas, tekstil membran atau

film, kosmetik dan lain sebagainya. Dalam

cangkang udang, kitin terdapat sebagai

mukopoli sakarida yang berikatan dengan

garam-garam anorganik, terutama kalsium

karbonat (CaCO3), protein dan lipida ter-

masuk pigmen-pigmen. Oleh karena itu un-

tuk memperoleh kitin dari cangkang udang

melibatkan proses-proses pemisahan protein

(deproteinasi) dan pemisahan mineral (de-

mineralisasi). Sedangkan untuk mendapat-

kan kitosan dilanjutkan dengan proses dea-

setilasi. Reaksi pembentukan kitosan dari

kitin merupakan reaksi hidrolisa suatu amida

oleh suatu basa. Kitin bertindak sebagai ami-

da dan NaOH sebagai basanya. Mula-mula

terjadi reaksi adisi, dimana gugus OH- ma-

suk ke dalam gugus NHCOCH3 kemudian

terjadi eliminasi gugus CH3COO- sehingga

dihasilkan suatu amida yaitu kitosan. Kito-

san sangat berpotensi untuk dijadikan seb-

agai bahan antimikroba, karena mengandung

enzim lisosim dan gugus aminopolisakarida

yang dapat menghambat pertumbuhan mi-

kroba dan efisiensi daya hambat khitosan

terhadap bakteri tergantung dari konsen-

trasi pelarutan kitosan. Kemampuan dalam

menekan pertumbuhan bakteri disebabkan

kitosan memiliki polikation bermuatan posi-

tif yang mampu menghambat pertumbuhan

bakteri dan kapang. Salah satu mekanisme

yang terjadi dalam pengawetan makanan

yaitu molekul kitosan memiliki kemampuan

untuk berinteraksi dengan senyawa pada

permukaan sel bakteri kemudian teradsorbi

membentuk semacam layer (lapisan) yang

menghambat saluran transportasi sel se-

107

Page 46: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

hingga sel mengalami kekurangan substansi

untuk berkembang dan mengakibatkan mat-

inya sel. Selain telah memenuhi standard se-

cara mikrobiologi ditinjau dari segi kimiawi

juga aman karena dalam prosesnya kitosan

cukup dilarutkan dengan asam asetat encer

(1,5 %) hingga membentuk larutan kitosan

homogen yang relative lebih aman.

Hasil penelitian yang telah dilakukan

penulis menunjukkan lender bekicot dengan

kitosan berpotensi dalam penyembuhan luka

(Sulistyawati, 2015). Polimer kitin yaitu

produk samping (limbah) dari pengolahan

industri perikanan, Pengolahan kitin menjadi

kitosan juga hanya memerlukan teknik yang

sederhana. Limbah kepala udang mencapai

35-50% dari total berat udang. Kadar kitin

dalam berat udang berkisar antara 60-70%

dan bila diproses menjadi kitosan meng-

hasilkan yield 15-20%. Ketersediaan limbah

kepiting memiliki potensi yang sangat be-

sar sebagai bahan baku pembuatan kitosan.

Kitosan merupakan produk alamiah yang

merupakan turunan dari polisakarida kitin.

Kitosan merupakan senyawa polimer mul-

tifungsi, karena mengandung 3 jenis asam

amino, gugus hidroksi primer dan sekunder.

Kitosan mempunyai rantai yang leb-

ih pendek daripada rantai kitin. Kelarutan

kitosan dalam larutan asam serta viskositas

larutannya tergantung dari derajat deasetilasi

dan derajat degradasi polimer. Kitosan ker-

ing tidak mempunyai titik lebur. Bila kitosan

disimpan dalam jangka waktu yang relatif

lama pada suhu sekitar 100oF maka sifat ke-

larutannya dan viskositasnya akan berubah.

Bila kitosan disimpan lama dalam keadaan

terbuka (terjadi kontak dengan udara) maka

akan terjadi dekomposisi, warnanya menjadi

kekuningan dan viskositas larutan menjadi

berkurang. Hal ini dapat digambarkan sep-

erti kapas atau kertas yang tidak stabil terha-

dap udara, panas dan sebagainya.

Kitosan dapat dimanfaatkan di ber-

bagai bidang biokimia, obat-obatan atau

farmakologi, pangan dan gizi, pertanian,

mikrobiologi, penanganan air limbah, in-

dustri-industri kertas, tekstil membran atau

film, kosmetik dan lain sebagainya. Dalam

cangkang udang, kitin terdapat sebagai

mukopoli sakarida yang berikatan dengan

garam-garam anorganik, terutama kalsium

karbonat (CaCO3), protein dan lipida ter-

masuk pigmen-pigmen. Oleh karena itu un-

tuk memperoleh kitin dari cangkang udang

melibatkan proses-proses pemisahan protein

(deproteinasi) dan pemisahan mineral (de-

mineralisasi). Sedangkan untuk mendapat-

kan kitosan dilanjutkan dengan proses dea-

setilasi. Reaksi pembentukan kitosan dari

kitin merupakan reaksi hidrolisa suatu amida

oleh suatu basa. Kitin bertindak sebagai ami-

da dan NaOH sebagai basanya. Mula-mula

terjadi reaksi adisi, dimana gugus OH- ma-

suk ke dalam gugus NHCOCH3 kemudian

terjadi eliminasi gugus CH3COO- sehingga

dihasilkan suatu amida yaitu kitosan. Kito-

san sangat berpotensi untuk dijadikan seb-

agai bahan antimikroba, karena mengandung

enzim lisosim dan gugus aminopolisakarida

yang dapat menghambat pertumbuhan mi-

kroba dan efisiensi daya hambat khitosan

terhadap bakteri tergantung dari konsen-

trasi pelarutan kitosan. Kemampuan dalam

menekan pertumbuhan bakteri disebabkan

kitosan memiliki polikation bermuatan posi-

tif yang mampu menghambat pertumbuhan

bakteri dan kapang. Salah satu mekanisme

yang terjadi dalam pengawetan makanan

yaitu molekul kitosan memiliki kemampuan

untuk berinteraksi dengan senyawa pada

permukaan sel bakteri kemudian teradsorbi

membentuk semacam layer (lapisan) yang

menghambat saluran transportasi sel se-

hingga sel mengalami kekurangan substansi

untuk berkembang dan mengakibatkan mat-

inya sel. Selain telah memenuhi standard se-

cara mikrobiologi ditinjau dari segi kimiawi

juga aman karena dalam prosesnya kitosan

cukup dilarutkan dengan asam asetat encer

(1,5 %) hingga membentuk larutan kitosan

homogen yang relative lebih aman.

4. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

a. Lendir bekicot dengan kitosan berpotensi

dalam penyembuhan luka. Lendir bekicot

108

Page 47: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

mengandung substansi kimia yang bersifat

anti bakteri dan anti inflamasi antara lain

achatin isolat, heparan sulfat, dan calcium

yang berfungsi mempercepat fase penyem-

buhan luka.

b. Kitosan sangat berpotensi sebagai bahan

antimikroba karena mengandung enzim

lisosim dan gugus aminopolisakarida polika-

tion bermuatan positif yang dapat mengham-

bat pertumbuhan bakteri dan kapang serta

bersifat biodegradable, biokompatibel dan

tidak beracun sehingga aman digunakan seb-

agai biomembran atau balutan luka.

Saran

Perlunya penelitian lebih lanjut tentang

a. Aplikasi dan inovasi pembuatan kasa pem-

balut luka berbasis bahan baku alami yaitu

lendir bekicot dan kitosan

b. Potensi pengembangan formulasi lendir

bekicot menjadi sediaan hayati selain kasa

pembalut luka misalnya krim atau salep luka

bakar.

c. Pengembangan pemanfaatan kitosan di-

bidang farmasi dan kesehatan dalam bentuk

berbagai maacam sediaan antara lain gel,

krim

5. REFERENSI Arief, I., 2007, Prebiotik & Probiotik Manfaat

Bagi Kesehatan?, http://www.pjnhk.go.id/

index2.php?option=com_content&do_

pdf=1&id=439, 21 September 2007.

Bomba, A., Nemcova, R., Gancarcikova, S.,

Herich, R., Guba, P., Mudronova, D., 2002,

Improvement of The Pribiotic Effect of Mi-

croorganism by Their Combination with

Metodextrins, Fructo-oligosaccharides and

Polyunsaturated Fatty Acid, British Journal

of Nutrition, Volume 88 September Supple-

ment 2002.

Berniyanti 2007,‘Analisis Hambatan Achasin

Bekicot Galur Jawa Sebagai Faktor Antibak-

teri Terhadap Viabilitas Eschericia coli dan

Streptococcus mutans’, Indonesian Journal

of Biotechnology Vol. 12, No. 1, pp. 943-951.

Berniyanti Titiek, dkk, 2007, ‘Biochemival

Characterization of an Antibactrial Glyco-

protein from Achatina fulica ferussac Snail

Mucus Local Isolate and Their Implication

on Bacterial Dental Infection’ , Indonesian

Journal of Biotechnology, Vol. 12. No.1. pp.

943-951Brunner & Sudarto,2002. Keper-

awatan Medikal Bedah, Vol. 2, EGC,Jakarta.

Da’i Muhammad 2012, ‘Pharmaceutical Journal

of Indonesia’,Universitas Muhammadiyah

Surakarta, Surakarta, Vol.13, no. 1, ISSN

1411-4283.

Dahlan MS, 2008. Statistik untuk Kedokteran

dan Kesehatan. Edisi 5. Salemba Medika.

Jakarta.

Dewi Sinta P 2010. Perbedaan Efek Pembe-

rian Lendir Bekicot ( Achantia fulica) Dan

Gel Bioplasenton™ Terhadap Penyembu-

han Luka Bersih Pada Tikus Putih. Skripsi,

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas

Maret,Surakarta.

Ekrami A and Kalantar E 2007, ‘ Bacterial in-

fections in burn patients at a burn hospital

in Iran’, Indian Journal Medical Research,

126: 541-544.

Graha cendikia, 2009. Perbedaan Kecepatan

Penyembuhan Luka Bersih Antara Penggu-

naan Lendir bekicot (Achatina fullica) den-

gan Povidone Iodine 10% dalam Perawatan

Luka Bersih pada Marmut (Cavia Porcel-

lus)’, Universitas Brawijaya, Malang.

Johnson, K. E., 2011, Quick Review Histologi

dan Biologi Sel, Binarupa Aksara, Tangerang

Selatan.

Klingensmith ME, Chen LE, Glasgow SC, Go-

ers TA, Melby SJ, 2008, ‘The Washington

Manual of Sugery, ed.5, Lippincott Williams

& Wilkins hal. 110-111, USA.

Kristiana Hery 2008,‘Gambaran Darah Mencit

(Mus ausculus Albinus) Yang Diberi Salep

Ekstrak Etanol dan Fraksi Hexan Rimpang

Kunyit ( Curcuma longa linn) Pada Proses

Penyembuhan Luka’, Skripsi, Fakultas Ke-

dokteran Hewan IPB,Bogor.

Rahmiati, 2002, Hidrolisis Kitin Hasil isolasi

dari Limbah Kulit Udang menjadi Kitosan,

Skripsi. FKIP Unlam, Tidak dipublikasikan.

109

Page 48: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

Rochima E., 2005. Aplikasi kitin deasetilasi ter-

mostabil dari Bacillus papandayan K29-14

asal Kawah Kamojang Jawa Barat pada

pembuatan kitosan. Tesis, Faperta, IPB.

Rochima E., 2005. Karakterisasi Kitin dan Kito-

san Asal Limbah Rajungan Cirebon Jawa

Barat. Artikel Publikasi Hasil Penelitian,

Faperta IPB.

Suptijah P, Salamah E, Sumaryanto H., Purwan-

ingsih S., Santosa J., 1992. Pengaruh ber-

bagai metode isolasi kitin dan kitosan dari

kulit udang terhadap kadar dan mutunya.

Laporan akhir penelitian, Faperikan, IPB.

-oo0oo-

110

Page 49: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

PENGARUH RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP

PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA

PENDERITA HIPERTENSI STAGE 1 DI PUSKESMAS

GONDANGREJO KARANGANYAR

Alfyana Nadya Rachmawati 1), Diyah Ekarini 2)

1Prodi D-III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

[email protected]

2Prodi D-III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

[email protected]

ABSTRAK

Hipertensi adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah di atas ambang batas normal

120/80 mmHg. Gangguan psikologis adalah salah satu etiologi hipertensi. Gangguan psikologis

termasuk kecemasan dapat diobati dengan teknik relaksasi, salah satunya teknik relaksasi progresif.

Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh penurunan relaksasi progresif tekanan darah pada pasien

dengan stadium hipertensi 1 di Puskesmas Gondangrejo Karanganyar. Sampel penelitian yaitu pasien

dengan hipertensi Tahap 1 di Puskesmas Gondangrejo. Metode penelitian adalah desain eksperimental

kuasi dengan tes pra-pasca tanpa control yaitu sampel penelitian pasien hipertensi dalam kesehatan Pusat

Karanganyar Gondangrejo yang memenuhi kriteria inklusi. Analisis statistik adalah analisis univariat

dan bivariat analisis menggunakan uji t Paired. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh relaksasi

progresif dari penurunan tekanan darah.

Kata kunci: relaksasi progresif, tekanan darah, hipertensi

ABSTRACT

Hypertension is a condition where an increase of blood pressure above the normal threshold of 120/80

mmHg. Psychological disorders are one of the etiology of hypertension. Psychological disorders

including anxiety can be treated with relaxation techniques, one of which progressive relaxation

techniques. The purpose of this study to determine the effect of progressive relaxation decrease in blood

pressure in patients with hypertension stage 1 in PHC Gondangrejo Karanganyar. Samples of research

that people with Stage 1 hypertension in Puskesmas Gondangrejo. The method used in this study is a

quasi experimental design with pre-post test without control. Namely research sample of hypertensive

patients in health centers Karanganyar Gondangrejo that met the inclusion criteria. The statistical

analysis used in the study is the analysis of univariate and bivariate analyzes in this study using Paired

t test. The results showed the influence of the progressive relaxation of the blood pressure reduction.

Keywords: progressive relaxation, blood pressure, hypertension

1. PENDAHULUAN

Pada abad ke-21 ini diperkirakan terjadi

peningkatan insidens dan prevalensi penyakit ti-

dak menular secara cepat, yang merupakan tan-

tangan utama masalah kesehatan dimasa yang

akan datang. WHO memperkirakan, pada tahun

2020 penyakit tidak menular akan menyebabkan

111

Page 50: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di du-

nia. Diperkirakan negara yang paling merasakan

dampaknya adalah negara berkembang termasuk

Indonesia (WHO,2005). Salah satu penyakit tidak

menular yang menjadi masalah kesehatan yang

sangat serius saat ini adalah hipertensi yang dise-

but sebagai the silent killer. Etilogi dari penyakit

hipertensi salah satunya yaitu stress. Relaksasi

adalah suatu teknik dalam teori perilaku un-

tuk mengurangi ketegangan dan kecemasan

dari stress. Relaksasi merupakan suatu terapi

kepada pasien dengan menegangkan otot-otot

tertentu dan merelaksasikan tubuh.

Puskesmas Gondangrejo merupakan salah

satu Puskesmas di Karanganyar dengan caku-

pan wilayah yang luas dan jumlah penduduk

padat. Angka kejadian hipertensi di wilayah

Puskesmas Gondangrejo cukup tinggi sehing-

ga perlu adanya tindakan keperawatan untuk

mengatasi masalah tersebut sehingga peneliti

ingin mengetahui pengaruh relaksasi progresif

terhadap penurunan tekanan darah pada pend-

erita hipertensi stage 1 di Wilayah Puskesmas

Gondangrejo Karanganyar

2. PELAKSANAAN

a. Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Puskesmas

Gondangrejo Karanganyar. Penelitian di-

lakukan pada bulan Januari 2015. Waktu

penelitian kurang lebih 1 bulan

b. Populasi dan sampel penelitian

Populasi penelitian adalah populasi terjang-

kau yaitu seluruh penderita Hipertensi di

Puskesmas Gondangrejo. Sampel penelitian

di Puskesmas Gondangrejo Karanganyar

berdasarkan kriteria inklusi yaitu :

1. Bersedia menjadi responden

2. Menderita hipertensi dengan tekanan

darah sistol 140-159 mmHg dan diastol

90-99 mmHg

3. Kooperatif

Besar sampel ditentukan menggunakan

teknik consecutive sampling yaitu teknik

penghitungan sampel dengan pertimbangan

yang memenuhi kriteria sampai kurun waktu

tertentu sehingga jumlah sampel terpenuhi

(Setiadi, 2007).

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian quasi

experiment dengan rancangan pre-post testwith-

out controldimana penelitian dilakukan dengan

melakukan suatu intervensi pada satu kelompok

tanpa pembanding. Penelitian ini untuk mengeta-

hui pengaruh relaksasi progresif terhadap penu-

runan tekanan darah pada penderita hipertensi

stage 1 di Puskesmas Gondangrejo Karanganyar

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Responden dalam penelitian berjumlah 25

orang yang terdiri dari 10 orang laki-laki (40%)

dan 15 orang perempuan (60%). Usia respon-

den yang ≥60 tahun berjumlah 11 orang (44%)

dan yang berusia <60 tahun sebanyak 14 orang

(56%).

Hubungan Relaksasi Progresif dengan

Tekanan Darah

Uji hubungan antara relaksasi progresif dan

penurunan tekanan darah menggunakan uji ko-

relasi Pearson menunjukkan hubungan yang sig-

nifikan dengan nilai signifikansi 0,002 (p < 0,01)

Pengaruh Relaksasi Progresif terhadap

Tekanan Darah

Untuk mengetahui pengaruh antara variabel

independent dan dependent digunakan uji Paired

t-test dengan hasil terdapat perbedaan yang sig-

nifikan anatara tekanan darah sebelum relaksasi

progresif dan setelah relaksasi progresif.

Teknik relaksasi progresif memusatkan per-

hatian pada suatu aktifitas otot dengan mengiden-

tifikasi otot yang tegang kemudian menurunkan

keteganagan dengan melakukan teknik relaksasi

untuk mendapatkan perasaan rileks. keuntungan

yang diperoleh dari relassasi progresif, antara

lain: menurunkan ketegangan otot mengurangi

tingkat kecemasan, masalah-masalah yang ber-

hubungan dengan stress.

Stress dapat meningkatkan kerja saraf sim-

patik yang dapat meningkatkan tekanan darah.

Karena itulah pada orang yang menderita hiper-

tensi menghindari stress sangatlah penting untuk

mengontrol tekanan darahnya. Pada saat relaksa-

si sistem saraf parasimpatis bekerja menstimulasi

turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sis-

112

Page 51: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

tem saraf parasimpatis. Kemudian sel saraf men-

geluarkan hormon norepinefrin yang menyebab-

kan tubuh menjadi rileks dan tekanan darah akan

menurun.

5. KESIMPULAN

a. Karakteristik responden menunjukkan jum-

lah responden laki-laki sebanyak 10 orang

(40%) dan responden wanita sebanyak 15

orang (60%). Usia Responden yang <60 ta-

hun sebanyak 14 orang (56%) dan responden

yang berusia ≥60 tahun sebanyak 11 orang

(44%)

b. Uji hubungan antara relaksasi progresif

dan penurunan tekanan darah menunjukkan

hubungan yang signifikan

c. Terdapat pengaruh antara variabel bebas

relaksasi progresif terhadap variabel terikat

penurunan tekanan darah

SARAN

a. Bagi penderita hipertensi

Penderita hipertensi untuk lebih dapat men-

goptimalkan penanganan hipertensi dengan

cara non farmakologi

b. Bagi Puskesmas

Promosi kesehatan mengenai cara perawatan

hipertensi lebih ditingkatkan agar sampai ke

masyarakat luas

c. Bagi profesi perawat

Upaya penanganan ataupun perawatn pen-

derita hipertensi lebih dikembangkan lagi

terutama dari sisi keperawatan

d. Bagi peneliti

Peneliti dapat lebih mengembangkan ide lain

yang dituangkan dalam penelitian agar dapat

memberikan manfaat bagi masyarakat khu-

susnya penderita hipertensi

6. REFERENSI

Ardi. T.A, Tri. I. R, dan Sholichatun, Y. 2007.

Psikologi Klinis. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Austriani, 2008. Risiko perilaku perawatan diri

pasien hipertensi terhadap kejadian Penya- kit Jantung Koroner pada pasien hiperten-

si. Airlangga University Library. Surabaya.

http://www unibraw.ac.id.

Benso, H dan Procotor W. 2000. Dasar-dasar

Relaksasi. Bandung : Kaifa.

Black & Hawks. 2005. Medical-Surgical Nursing

Clinical Management for Positive Outcame.

Carpentino, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan

Aplikasi pada Praktik Klinik. Edisi 6. Jakar-

ta : EGC.

Dyna, 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Pelaksanaan Teknik Relaksasi oleh Perawat

Pada Pasien Nyeri di RSUP Dr. Soeradji

Tirtonegoro. Skripsi. Tidak dipubikasikan.

Fakultas Kedokteran. Universitas Gadjah

Mada.

Kahija, YH. 2007. Hipnoterapi. Prinsip-prinsip

dasar Praktik Psikoterapi.Jakarta: Grame-

dia.

Lawrance. M, dkk. 2002. Diagnosis dan Terapi

Kedokteran Penyakit Dalam. Edisi 1. Jakar-

ta: Salemba Jakarta.

Mansjoer, H. 2000. Kapita Selekta Kedokteran.

Jakarta : Medica Aesculapius.

Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan Metodo-

logi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :

Salema Medika.

Ovedoff, D. 2002. Kapita Selekta Kedokteran.

Alih Bahasa oleh Hendarto Natadidjaja. Patricia

A. Potter and Anne G. Perry. 2005. Buku

Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Alih Bahasa

oleh Renata Komalasari, dkk. Jakarta : EGC.

Pratiknya. 2000. Dasar-Dasar Metodologi Pen-

elitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada.

Setiadi. 2007. Konsep & Penulisan Riset Keper-

awatan. Edisi Pertama. GrahaIlmu. Yogya-

karta.

Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawa-

tan Medikal Bedah Brunner and Suddart.

Volume 1. Edisi 8. Alih Bahasa oleh Agung

Waluyo, dkk. Jakarta : EGC.

Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawa-

tan Medikal Bedah Brunner and Suddart.

Volume 2. Edisi 8. Alih Bahasa oleh Agung

Waluyo, dkk. Jakarta : EGC.

Sudoyo. W, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam.

Edisi 2. Jakarta: Pusat Penerbitan Departe-

113

Page 52: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

men Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedok-

teran Universitas Indonesia.

Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Al-

fabetha. Bandung, hal 61-69

Sumaryanti, A. 2000. Pengaruh Teknik Guided

Imagery Terhadap Penurunan Tingkat Kece-

masan Pada Klien Pra Bedah Apendiktomi

di ruang Perawatan RS Abdul Moeloel Lam-

pung 2000. Skripsi. Tidak diterbitkan http://

www.niasisland.com. Diakses 5 September

2009.

Wahyuniarti. 2003. Pengaruh Teknik Relaksasi

Nafas Dalam Terhadap Tingkat Nyeri Pada

Klien Dengan Post Operatif Apenddiktomi di

Ruang Perawatan RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta 2003. Fakultas Keperawatan.

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Wolf, P. 2005. Hipertensi Cara Mendeteksi dan

Mencegah Tekanan Darah Tinggi Sejak

Dini. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer.

-oo0oo-

114

Page 53: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PENGIKAT TALI

PUSAT BAYI BARU LAHIR TERHADAP LAMA

PELEPASAN TALI PUSAT

Anis Nurhidayati 1), Ernawati 2)

1,2Prodi D-III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

[email protected]

ABSTRAK

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator utama

derajat kesehatan suatu negara. akses terhadap pelayanan kesehatan. Angka Kematian Neonatal (AKN)

sebesar 19 kematian/ 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 32 kematian/ 1000

kelahiran hidup dan Angka Kematian Balita (AKABA) sebesar 40 kematian/ 1000 kelahiran hidup.

Penyebab tersering kematian neonatus (0 – 28 hari) adalah gangguan pernafasan, bayi lahir premature

dan sepsis. Penyebab tersering kematian bayi adalah sepsisi/ infeksi, kelainan congenital (bawaan)

dan pneumonia. Bayi tetap berhubungan dengan tali pusat sampai tali pusat digunting. Pemotongan

dan pengikatan tali pusat menyebabkan pemisahan fisik terakhir antara ibu dan bayi. Hal ini harus

diperhatikan benar karena ikatan yang kurang kuat, ikatan dapat terlepas dan perdarahan dari tali pusat

masih dapat terjadi dan membahayakan bayi tersebut. Bahaya lain yang ditakutkan ialah bahaya infeksi.

Alat pengikat tali pusat dapat menggunakan benang disinfeksi tingkat tinggi atau klem plastik tali pusat.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat pengikat tali pusat bayi baru lahir

terhadap lama pelepasan tali pusat. Penelitian menggunakan metode penelitian eksperimen semu (quasi

experimental) dengan desain ”The Statistic Group Comparison. Jumlah sampel dalam penelitian adalah

40 bayi baru lahir yang terdiri dari 20 bayi baru lahir diberi perlakuan tali pusat yang diikat dengan

klem plastik tali pusat (umbilical clamp) dan 20 bayi baru lahir diberi perlakuan tali pusat yang diikat

dengan benang tali pusat.Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pelepasan tali pusat pada kelompok

perlakuan (klem plastik tali pusat) yaitu selama 5 -12 hari dan pada kelompok kontrol (benang tali pusat)

yaitu selama 5 - 9 hari. Ada pengaruh penggunaan alat pengikat tali pusat bayi baru lahir terhadap lama

pelepasan tali pusat

Kata kunci: alat pengikat tali pusat, bayi baru lahir, lama pelepasan

ABSTRACT

Maternal Mortality Rate (MMR) and Infant Mortality Rate (IMR) is one of the main indicators of the

health status of a country. Neonatal Mortality Rate (NMR) at 19 deaths / 1,000 live births. The most

common cause of neonatal mortality (0-28 days) is a breathing disorder, premature birth and sepsis.

The most common cause of infant mortality is sepsis / infection, congenital abnormalities (congenital)

and pneumonia. Babies stay in touch with the cord until the cord cut. Cutting and tying the umbilical

cord causes the last physical separation between mother and baby. This must be true because the less

115

Page 54: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

strong bonding, bonding can be detached and bleeding from the umbilical cord can still occur and

harm the baby. Another danger is feared is the danger of infection. Appliance cord yarn can use high-

level disinfection or plastic clamp the umbilical cord. The purpose of this study to determine the effect

of the use of umbilical cord fastener against long release newborn umbilical cord. This study uses a

quasi-experimental research method (Quasi-experimental designs) with cross sectional approach. The

number of samples in this study were 40 newborns consisting of 20 newborns as treatment group (tied

with umbilical cord clamp) and 20 newborns as control group (umbilical cord tied with string). From

the results of research on the effect of the use of umbilical cord fastener newborns to release a long cord,

it can be concluded that the time release cord in the treatment group (plastic clamp the umbilical cord)

that is for 5-12 days, while the control group (thread cord ), ie for 5-9 days. There is the effect of the use

of umbilical cord fastener against long release newborn umbilical cord.

Keywords: umbilical cord, clamp, newborn, long release

1. PENDAHULUAN

Anak adalah tunas, potensi dan generasi

muda penerus cita-cita bangsa, memiliki peran

strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus

yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa

dan negara pada masa depan. Kelangsungan hi-

dup Ibu, bayi dan anak merupakan sasaran utama

dari perwujudan keluarga berkwalitas, karena

kegagalan upaya ini akan berpengaruh buruk

pada eksistensi keluarga. Kematian ibu, bayi dan

anak balita tidak hanya merupakan tragedi bagi

keluarga tetapi juga berpengaruh buruk pada se-

luruh anggota keluarga dan akhirnya berpenga-

ruh pada bangsa dan negara (BKKBN, 2004).

Upaya untuk memperbaiki kesehatan ibu,

bayi baru lahir dan anak telah menjadi prioritas

utama dari pemerintah, bahkan sebelum Milleni-

um Development Goal’s 2015 ditetapkan. Angka

kematian ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi

(AKB) merupakan salah satu indikator utama

derajat kesehatan suatu negara. akses terhadap

pelayanan kesehatan. Angka Kematian Neonatal

(AKN) sebesar 19 kematian/ 1000 kelahiran hid-

up, Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 32 ke-

matian/ 1000 kelahiran hidup dan Angka Kema-

tian Balita (AKABA) sebesar 40 kematian/ 1000

kelahiran hidup. Penyebab tersering kematian

neonatus (0 – 28 hari) adalah gangguan perna-

fasan, bayi lahir premature dan sepsis. Penyebab

tersering kematian bayi adalah sepsisi/ infeksi,

kelainan congenital (bawaan) dan pneumonia

(SDKI, 2012).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk

mencegah kematian neonatal yang diutamakan

pada pemeliharaan kehamilan sebaik mungkin,

pertolongan persalinan sesuai standar pelayanan

dan perawatan bayi baru lahir yang adekuat ter-

masuk perawatan tali pusat yang higienis (Depkes

RI, 2004). Bayi tetap berhubungan dengan tali

pusat sampai tali pusat digunting. Pemotongan

dan pengikatan tali pusat menyebabkan pemisa-

han fisik terakhir antara ibu dan bayi. Hal ini ha-

rus diperhatikan benar karena ikatan yang kurang

kuat, ikatan dapat terlepas dan perdarahan dari

tali pusat masih dapat terjadi dan membahayakan

bayi tersebut. Bahaya lain yang ditakutkan ialah

bahaya infeksi (Wiknjosastro, 2010).

Alat pengikat tali pusat dapat menggunakan

benang disinfeksi tingkat tinggi atau klem plastik

tali pusat (APN, 2008).

Waktu pelepasan tali pusat dipengaruhi oleh

beberapa hal. Sampai saat ini sudah beberapa pe-

nelitian yang dilakukan tentang metode perawa-

tan tali pusat yang dapat mempengaruhi waktu

pelepasan tali pusat. Penelitian yang membahas

tentang penggunaan alat pengikat tali pusat, apa-

kah dapat mempengaruhi waktu pelepasan tali

pusat belum dilakukan.

2. PELAKSANAAN

a. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di BPS Suratini

Suwarno Surakarta selama 6 bulan.

b. Populasi dan sampel penelitian

Populasi target dalam penelitian ini adalah 40 bayi baru lahir di BPS Suratini Suwarno

Surakarta. Teknik sampling yang digunakan

dalam penelitian ini adalah quota sample.

116

Page 55: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode peneli-

Tabel 4.2 Lama Pelepasan Tali Pusat Pada

Kelompok Kontrol (Benang Tali Pusat)

tian eksperimen semu (quasi experimental) den-

gan desain ”The Statistic Group Comparison.”.

Instrumen penelitian yang digunakan adalah

No Lama

Pelepasan Tali

Pusat (Hari)

Jumlah

Respon-

den

Prosentase

(%)

lembar observasi untuk mengetahui waktu pele-

pasan tali pusat. Bahan yang digunakan adalah

alat pengikat tali pusat yaitu klem plastik tali pu-

sat (umbilical clamp) dan benang tali pusat.

Variabel independen dalam penelitian ini

adalah alat pengikat tali pusat dan variabel de-

penden dalam penelitian ini adalah waktu pele-

pasan tali pusat.

Analisis bivariat dilakukan pada variabel

alat pengikat tali pusat dan waktu pelepasan tali

pusat dengan menggunakan rumus independent

t-test. Tingkat kemaknaan ditentukan sebesar 5%.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan tabel 4.1, dapat dilihat bahwa

lama pelepasan tali pusat pada kelompok per-

lakuan (klem plastik tali pusat) yaitu selama 5

hari sebanyak 6 bayi (30%), selama 6 dan 8 hari

masing-masing 4 bayi (20%), selama 7 hari se-

banyak 3 bayi (15%), selama 10 hari sebanyak

2 bayi (10%) dan selam 12 hari sebanyak 1 bayi

(5 %).

Tabel 4.1 Lama Pelepasan Tali Pusat Pada

Kelompok Perlakuan (Klem Plastik Tali Pusat)

1 5 5 25

2 7 6 30

3 8 6 30

4 9 3 15

Jumlah 20 100

Alat pengikat tali pusat bayi baru lahir dapat

menggunakan benang disinfeksi tingkat tinggi

atau klem plastik tali pusat (APN, 2008). Waktu

pelepasan tali pusat dipengaruhi oleh beberapa

hal. Sampai saat ini sudah beberapa penelitian

yang dilakukan tentang metode perawatan tali

pusat yang dapat mempengaruhi waktu pelepas-

an tali pusat. Penelitian yang membahas tentang

penggunaan alat pengikat tali pusat, apakah dapat

mempengaruhi waktu pelepasan tali pusat belum

dilakukan.

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan

perbedaan tentang lama waktu pelepasan tali pu-

sat bayi diantara kedua alat ikat yang digunakan.

tali pusat pada umumnya akan terlepas pada wak-

tu bayi berumur 6-7 hari (Wiknjosastro, 2010).

Sedangkan menurut Varney (2007) lepasnya tali

pusat akan terjadi 1 – 2 minggu. Pada peneliti-

an ini lama pelepasan tali pusat pada kelompok

perlakuan (klem plastik tali pusat) yaitu selama

No Lama Pelepasan

Tali Pusat

(Hari)

Jumlah

Respon-

den

Prosen-

tase (%)

5 - 12 hari sedangkan pada kelompok kontrol

(benang tali pusat) yaitu selama 5 - 9 hari.

Lama waktu pelepasan tali pusat dapat di- 1 5 6 30

2 6 4 20

3 7 3 15

4 8 4 20

5 10 2 10

6 12 1 5

Jumlah 20 100

Berdasarkan tabel 4.2, dapat dilihat bahwa

lama pelepasan tali pusat pada kelompok kontrol

(benang tali pusat) yaitu selama 5 hari sebanyak

5 bayi (25%), selama 7 dan 8 hari masing – mas-

ing 6 bayi (30%) dan selama 9 hari sebanyak 3

bayi (15%).

pengaruhi beberapa faktor. Menurut Mugford,

et.al (1986) dalam Silvrston (1993) pada sebuah

penelitian dengan menggunakan design kontrol

secara random menunjukkan bahwa waktu pele-

pasan dan derajat kesembuhan tali pusat dipenga-

ruhi oleh tipe bahan untuk perawatan tali pusat

dan frekuensi penggunaannya. Dalam penelitian

tersebut juga disebutkan bahwa pembersihan tali

pusat dengan menggunakan asupan alkohol akan

sedikit memperlama waktu pelepasan tali pusat.

Sedangkan menurut Salariya dan Kowbus (1988)

dalam Silvrston (1993) menyimpulkan bahwa tali

pusat bayi baru lahir yang sedikit dimanipulasi

(hanya membersihkan tali pusat dengan meng-

gunakan air bersih ketika lengket) menyebabkan

117

Page 56: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

tali pusat lepas lebih cepat dibanding dengan tali

pusat yang sering dimanipulasi dengan meng-

gunakan asupan alkohol.

5. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian tentang pengaruh peng-

gunaan alat pengikat tali pusat bayi baru lahir ter-

hadap lama pelepasan tali pusat, maka dapat di-

simpulkan bahwa lama pelepasan tali pusat pada

kelompok perlakuan (klem plastik tali pusat) yai-

tu selama 5 - 12 hari sedangkan pada kelompok

kontrol (benang tali pusat) yaitu selama 5 - 9 hari.

Terdapat pengaruh penggunaan alat pengikat tali

pusat bayi baru.

SARAN

a. Bagi instansi pelayanan kesehatan diharap-

kan menggunakan alat pengikat tali pusat

yang aman yang dapat mencegah terjadinya

perdarahan tali pusat.

b. Bagi petugas kesehatan diharapkan agar

melakukan penjepitan atau pengikatan tali

pusat yang benar dan melakukan observasi

yang berulang – ulang pada waktu – wak-

tu tertentu selama 48 jam untuk mencegah

perdarahan tali pusat.

6. REFERENSI

Arikunto, S, 2006. Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. Jakarta:

Rineka Cipta

2010. Prosedur Penelitian Suatu

Depkes, RI, 2007. Pengertian Kehamilan. (onli-

ne) http://www.DepkesRI.co.id .html.. Diak-

ses tanggal 14 Maret 2012

Dinkes, 2011. Target MDGs Bidang Kesehatan.

http://www.1456-depkes-target-mdgs-bi-

dang-kesehatan.html. Diakses 23 April 2014.

Farrer.H. 2008. Perawatan Maternitas. Jakarta.

EGC.

Hidayat, A, A. 2010. Metode Penelitian Kebida-

nan dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Sa-

lemba Medika.

Miyata, S, M, I, Proverawati, A. 2010. Nutrisi

Janin dan Ibu Hamil. Yogyakarta: Nuha-

Medika.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian

Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta.

Prawiroharjo, S. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta:

Bina Yayasan Pustaka

Proverawati, A, Wati, E, K. 2011. Ilmu Gizi untuk

Keperawatan dan Gizi Kesehatan. Yogya-

karta: Nuha medika.

Riwidikdo, H. 2010. Statistik untuk Penelitian

Kesehatan dengan Aplikasi Program R dan

SPSS. Yogyakarta: Pustaka Rihama.

Saifuddin, A. B. 2006. Buku Acuan Nasional

Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neona-

tal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

Varney. Dkk. 2007. Buku Saku Bidan. Jakarta:

EGC. ––––––––––––––– ,

Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

BKKBN. 2003. Menyiapkan Anak Balita yang

Sehat dan Berkualitas. Jakarta: Depkes RI

Waryana. 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta:

Pustaka Rihama.

Wiknjosastro. 20010. Ilmu Kebidanan. Jakarta,

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiro-

hardjo

-oo0oo-

118

Page 57: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

STRESS KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP

RSUD SUKOHARJO

Atiek Murharyati 1), Joko Kismanto 2)

1Prodi D-III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

[email protected]

2Prodi D-III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

[email protected]

ABSTRAK

Stres adalah realitas kehidupan sehari-hari yang tidak bisa kita hindari. Perawat dituntut untuk bekerja

terampil, membuat keputusan dengan cepat, tepat. Perawat dapat mengalami stres, sehingga kehilangan

motivasi, pengalaman kebosanan yang menyebabkan penurunan kinerja kerja dan memburuknya

perawatan pasien. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor utama yang mempengaruhi

stres kerja perawat di rawat inap rumah sakit Sukoharjo. Metode ini merupakan studi cross sectional.

Metode sampling dengan pendekatan purposive sampling, jumlah sampel 42. Analisis data menggunakan

univariat, bivariat, dan analisis multivariat analisis bivariat dengan korelasi product moment dan analisis

multivariat dengan regresi linier berganda. Analisis univariat beban kerja antara kriteria perawat adalah

bahwa 92,9%, sebagian besar perawat dalam konflik dengan staf lain dengan kriteria adalah bahwa

88,1%, 78,6% sebagian besar perawat mengalami kesulitan dalam pengobatan pasien, perawat yang

memiliki hambatan dalam pengembangan karir kriteria 49,6% dengan moderat, dan perawat yang

mengalami hambatan untuk pengembangan karir dengan kriteria tinggi 49,6%, seorang perawat yang

mengalami stres kerja dengan 92,9%. Hasil analisis bivariat data menunjukkan bahwa masing-masing

beban kerja variabel independen, konflik dengan staf lain, masalah perawatan pasien, pengembangan

karir hasil tes diperoleh nilai p dari 0,0001 sehingga disimpulkan bahwa masing-masing variabel ini

memiliki pengaruh terhadap stres kerja . Analisis multivariat dengan nilai uji F signifikan 0,05 diperoleh

17.470 dan signifikansi nilai F adalah 0,0001, sehingga dengan efek yang sama antara beban kerja

variabel independen, konflik dengan staf lain, masalah perawatan pasien, pengembangan karir dengan

stres kerja. Uji adjusted R2 memperoleh nilai 0,616. Ini berarti perubahan variasi stres kerja dapat

dijelaskan oleh variasi perubahan beban kerja, konflik, masalah pasien dan pengembangan sebesar

61,6%.

Kata kunci: beban kerja, konflik dengan staf lain, masalah perawatan pasien, pengembangan karir,

stres kerja

ABSTRACT

Stress is a reality of everyday life that we can not avoid. Nurses are required to work skillfully, make

decisions quickly, right. Nurses can experience stress, so the loss of motivation, experience boredom

which causes decreased job performance and worsening of patient care. The purpose of this study was

to determine the major factors affecting the job stress of nurses in the hospital inpatient Sukoharjo. The

method is a cross sectional study. Method of sampling with purposive sampling approach, the number

119

Page 58: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

42 samples. Analysis of the data using univariate, bivariate, and multivariate analysis bivariate analysis

with product moment correlation and multivariate analysis with multiple linear regression. Univariate

analysis of workload among nurses criteria were that 92.9%, the majority of nurses in conflict with other

staff with the criteria being that 88.1%, 78.6% majority of caregivers had difficulty in the treatment of

patients, a nurse who had barriers in career development criteria 49.6% with moderate, and nurses who

experience barriers to career development with high criteria 49.6%, a nurse who experienced job stress

by 92.9%. The results of the bivariate analysis of data showed that each independent variable workload,

conflict with other staff, patient care issues, career development using product moment person test

results obtained p value of 0.0001 thus concluded that each of these variables has an influence on job

stress . Multivariate analysis with a significant F test F value of 0.05 obtained 17,470 and significance

F value is 0.0001, so there concluded with the same effect between the independent variable workload,

conflict with other staff, patient care issues, career development with stress working. Test Adjusted R2

obtained a value of 0.616. This means a change of job stress variation can be explained by variations in

workload changes, conflicts, problems of patients and the development of 61.6%.

Keywords: workload, conflict with other staff, patient care issues, career development, job stress

1. PENDAHULUAN

Stress merupakan realita kehidupan sehari-

hari yang tidak dapat kita hindari. Stres meru-

pakan bagian hidup manusia, karena stres akan

membuat individu berkembang dan berubah

(Davis,1995). Menurut Lazarus dan Folkman,

stres sebagai suatu hubungan yang khas antara

individu dan lingkungannya yang dinilai oleh in-

dividu sebagai suatu hal yang mengancam atau

melampaui kemampuannya untuk mengatasi-

nya sehingga membahayakan kesejahteraannya

(Widyasari,2009). Stress dapat terjadi pada setiap

individu, namun sumber-sumber terjadinya stress

pada setiap individu pasti berbeda-beda. Stress

dapat berasal dari dalam diri sendiri, keluarga,

komunitas atau lingkungan sekitar dan pekerjaan

(Smet,2004).

Salah satu stresor dalam lingkungan kerja

terdapat pada individu yang berada dalam bidang

pekerjaan yang penuh tanggungjawab atas ke-

selamatan orang lain dan sangat rentan terhadap

kejenuhan antara lain dibidang perawatan ke-

sehatan, penegak hukum dan pendidikan (Gol-

iszek,2005). Perawat dituntut untuk bekerja de-

ngan terampil, mengambil keputusan dengan

cepat dan tepat waktu. Perawat dalam bekerja

banyak menggunakan waktunya untuk berinter-

aksi dengan sesama tenaga kerja, pekerjaan,

pasien serta lingkungannya dan dapat menye-

babkan perasaan marah, malu, kecewa, takut, bi-

ngung atau frustasi karena tidak menemukan ja-

lan keluar terhadap masalah-masalah pasien atau

ada masalah dengan teman sejawat atau profesi

lain. Apabila tuntutan dan permasalah tersebut

tidak dapat di kelola dengan baik, maka perawat

dapat mengalami stres berat dan dapat kehilangan

motivasi, mengalami kejenuhan yang berat dan

tidak masuk kerja lebih sering. Hal tersebut dapat

menyebabkan menurunnya penampilan kerja dan

memburuknya pelayanan terhadap pasien (Hari-

yono,2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Mc Grath

dkk terhadap perawat yang bekerja pada berbagai

tatanan yang berbeda di Inggris, menemukan

bahwa 67% responden menyatakan waktu yang

tidak mencukupi untuk melakukan tugas secara

memuaskan merupakan sumber stress yang pa-

ling tinggi. Survey yang dilakukan oleh Dewe

pada 1801 perawat dengan mengkaji stress dalam

hal ketegangan dan kelelahan serta metode yang

digunakan. Menemukan data bahwa lima sum-

ber utama stress yaitu beban stress berlebihan,

kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain,

kesulitan merawat pasien kritis, pengobatan atau

perawatan pasien yang gagal untuk membaik

(Abraham,2003).

Profil RSUD Sukoharjo tahun 2011 men-

jelaskan bahwa kapasitas tempat tidur pada ru-

ang rawat inap sebanyak 200 tempat tidur, jum-

lah perawat 140 orang dan angka penggunaan

tempat tidur atau Bed Occupancy Rate (BOR)

sebesar 83,05%. Rata-rata lamanya perawatan

120

Page 59: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

atau Average Length of Stay (ALOS) selama 4,2

hari sedangkan standar DEPKES adalah 6-9 hari.

Angka ini menunjukkan adanya peningkatan

tingkat hunian tempat tidur yang cukup tinggi

bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya

hanya 74,51% dan rata-rata lamanya perawatan

pada tahun sebelumnya adalah 4,16 hari (Lapo-

ran bidang perawatan RSUD Sukoharjo,2011).

Peningkatan jumlah pasien tersebut akan mem-

berikan dampak terhadap peningkatan beban ker-

ja perawat dan apabila tidak segera diatasi dapat

menyebabkan stress kerja perawat.

Hasil wawancara dengan 10 perawat di

ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah

Sukoharjo yang diambil secara insidental pada

tanggal 3 Juli 2013 diperoleh data bahwa perawat

mengeluh nyeri otot dan sendi, mudah marah,

sulit konsentrasi, semangat kerja menurun dan

merasa lelah. Hasil observasi menunjukkan pe-

rawat tersebut tidak bergairah, sering terlambat

berangkat dinas, dan tidak bersemangat dalam

bekerja. Stres kerja yang terjadi akan berdampak

sangat bervariasi dan komplek baik secara lang-

sung maupun tidak langsung terhadap aspek fisik,

psikologis maupun perilaku. Asumsi peneliti

perawat tersebut kemungkinan mengalami stres

kerja. Fenomena-fenomena tersebut diatas, men-

stimulasi peneliti untuk meneliti tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi stress kerja perawat

di ruang rawat inap RSUD Sukoharjo.

2. PELAKSANAAN

a. Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian di ruang rawat inap RSUD

Sukoharjo pada bulan Juli 2013.

b. Populasi dan sampel penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah perawat

yang bekerja di ruang rawat inap RSUD

Sukoharjo dengan pendekatan purposive

sampling.

Penentuan besar sampel dapat didasarkan

prosentase dari besarnya populasi (Saryono,

2011 dalam Kurnia, Jhohana, 2010). Jika

populasi lebih dari 100 responden, maka

dapat diambil 25% sampai 30%. Besar sam-

pel penelitian dalam penelitian ini 42 sam-

pel. Alat yang digunakan dalam penelitian

ini adalah kuesioner.

3. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian kuantitatif non eksperimental dengan

studi korelasional yaitu suatu desain yang digu-

nakan untuk mengkaji pengaruh antara variabel.

Pendekatan yang digunakan adalah desain cross

sectional (Nursalam,2003).

Uji validitas dan reliabilitas : dilakukan pada

30 orang perawat dinyatakan valid jika koefisien

validitas atau r hitung lebih dari atau sama de-

ngan 0.361 Hasil uji validitas dari jumlah butir

soal variable beban kerja 6 soal , variable konflik

dengan staf lain 14 soal, variable masalah per-

awatan pasien 10 soal , variable perkembangan

karier 5 soal, variable stress kerja 60 soal di-

nyatakan valid dan reliabel

Variabel independen dalam penelitian ini

adalah beban kerja, konflik dengan staff lain,

pengembangan karir dan masalah yang ber-

hubungan dengan perawatan pasien. Beban kerja

adalah tanggung jawab pekerjaan perawat dalam

pemenuhan kebutuhan fisik pasien dan tindakan

keperawatan yang harus dilaksanakan perawat

dalam batas waktu tertentu. Konflik dengan staff

lain adalah pertentangan yang terjadi antar staf

yang dapat menyebabkan kerjasama dengan staff

dan teman sejawat terganggu. Pengembangan

karier adalah ketidakpastian pekerjaan karena

kurangnya promosi pengembangan karier oleh

atasan. Masalah yang berhubungan dengan per-

awatan pasien adalah masalah yang berhubungan

dengan pasien yang mencakup pemenuhan kebu-

tuhan fisik pasien, integrasi dan koordinasi pem-

berian perawatan. Skala ukur interval.

Pengolahan data dilakukan dengan meng-

gunakan komputer dengan langkah-langkah ed-

iting, coding, tabulating, entry data (Santjaka,

2011). Analisa data yang digunakan adalah anali-

sis univariat yang dilakukan untuk menggambar-

kan variabel penelitian secara deskriptif dalam

bentuk distribusi frekuensi, analisis bivariat yang

dilakukan untuk mengetahui hubungan antar

variabel penelitian. Analisis menggunakan kore-

lasi product momen, dan analisis multivariat yang

dilakukan untuk mengetahui kekuatan hubungan

antar beberapa variabel penelitian. Teknik analisa

yang digunakan adalah analisis regresi linier ber-

ganda (Sugiyono,2010).

121

Page 60: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis univariat diantaranya beban

kerja perawat sebagian besar kriteria sedang

yaitu 92,9%, sebagian besar perawat mengalami

konflik dengan staff lain dengan kriteria sedang

yaitu 88,1%, sebagian besar perawat 78,6%

mengalami kesulitan dalam perawatan pasien

dengan kriteria sedang, perawat yang mengalami

hambatan dalam pengembangan karier sebesar

49,6% dengan kriteria sedang, dan perawat yang

mengalami hambatan pengembangan karier de-

ngan kriteria tinggi sebesar 49,6%, perawat yang

mengalami stress kerja sebesar 92,9%.

Hasil analisa bivariat diperoleh data bahwa

masing- masing variabel independent beban ker-

ja, konflik dengan staff lain, masalah perawatan

pasien, pengembangan karier dengan menggu-

nakan uji perason product moment diperoleh ha-

sil p value 0,0001 sehingga disimpulkan bahwa

masing masing variabel tersebut memiliki penga-

ruh terhadap stress kerja.

Hasil analisis multivariat dengan uji F sig-

nifikan 0,05 diperoleh nilai F sebesar 17,470

dan nilai signifikansi F adalah 0,0001, sehingga

disimpulkan terdapat pengaruh secara bersama

sama antara variabel independent beban kerja,

konflik dengan staff lain, masalah perawatan

pasien, pengembangan karier dengan stress kerja.

Uji Adjusted R2 diperoleh nilai sebesar

0,616. Hal ini berarti variasi perubahan stress

kerja dapat dijelaskan oleh variasi perubahan be-

ban kerja, konflik, masalah pasien dan pengem-

bangan sebesar 61,6%.

Perawat merupakan komponen utama di

rumah sakit, bekerja siap siaga dalam waktu 24

jam, dengan segala kondisi pasien, ditambah de-

ngan jumlah perawat yang kurang. Tuntutan yang

tinggi, besarnya peran dan tanggung jawab per-

awat sehingga perawat beresiko menjadi stress

dalam bekerja, karena terdapat tekanan - tekanan

baik dari dalam maupun dari luar, sehingga dibu-

tuhkan penyesuaian diri. (Purwanto, 2007).

Stress adalah segala situasi dimana tuntutan

non spesifik mengharuskan seorang invidu untuk

berespons atau melakukan tindakan dan fenom-

ena universal dimana setiap orang mengalamin-

ya dan memberi dampak secara total baik, fisik

emosi, intelektual, sosial, dan spiritual (Patri-

cia,2005).

Perubahan lingkungan kerja dan tuntutan

pekerjaan yang banyak sehingga dapat menye-

babkan stress pada perawat. Nursalam (2003)

mengatakan, beban kerja yang sering dilakukan

oleh perawat bersifat fisik seperti mengangkat

pasien, mendorong peralatan kesehatan, mera-

pikan tempat tidur pasien, mendorong brankart,

dan yang bersifat mental yaitu kompleksitas pe-

kerjaan misalnya keterampilan, tanggung jawab

terhadap kesembuhan, mengurus keluarga serta

harus menjalin komunikasi dengan pasien. Stress

kerja menunujukan keadaan ketegangan yang

disebabkan oleh kondisi pekerjaan (Sunaryo,

2004).

Konflik yang terjadi akan meimbulkan rasa

sakit hati diantara individu sehingga akan me-

nambah perasaan tertekan dan stress. Perawat

yang memiliki stresss kerja tinggi akan memiliki

emosi negative sehingga cenderung mudah me-

nyalahkan diri sendiri, oranglain (rekan kerja,

pasien). Kondisi konflik antar perawat dengan

dituntut bisa kerja tim yang baik, maka diper-

lukan strategi untuk mengurangi stress kerja.

(Yustiya,Vita 2013).

Menurut Rivai (2010) bahwa stress kerja

adalah suatu kondisi ketegangan yang mencip-

takan adanya ketidakseimbangan fisik dan spikis,

yang mempengaruhi emosi, proses berfikir, dan

kondisi seorang karyawan. Davis dan Newstrom

dalam Mulyani (2008) bahwa stress kerja dapat

disebabkan juga salah satunya adalah frustasi

akibat terhambatnya promosi atau karier.

5. KESIMPULAN

a. Stress dalam pekerjaan merupakan salah

satu gangguan potensial yang akan berdam-

pak pada kinerja sumber daya manusia dan

akan berpengaruh pada perusahaan atau or-

ganisasi secara keseluruhan.

b. Stres kerja yang terjadi akan berdampak san-

gat bervariasi dan komplek baik secara lang-

sung maupun tidak langsung terhadap aspek

fisik, psikologis maupun perilaku.

c. Beban kerja, konflik dengan staff lain, ma-

salah perawatan pasien, pengembangan kari-

er, masing – masing memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap stress kerja.

122

Page 61: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

SARAN

a. Diadakannya pelatihan manajemen stress

bagi tenaga kemanusiaan khususnya perawat

b. Perlu dilatih kecerdasan emosi perawat

dalam memberikan pelayanan keperawatan

c. Bagi peneliti selanjutnya bisa meneliti ten-

tang hubungan stress kerja dengan pelayan-

an asuhan keperawatan di Rumah sakit.

6. REFERENSI

Abraham, Charles & Eamon Shanley. 2003. Alih

bahasa Leony Sally M. Editor : Robert Pri-

hajo & Yasmin Asih. Psikologi Sosial untuk

Perawat. Jakarta : EGC

Andreas Agung, et al. Faktor faktor penyebab

stress kerja pada perawat ICU rumah sakit

tipe C di kota Semarang. Fakultas psikologi

UNDIP. Skripsi

Anoraga, Pandji dan Ninik, Widiyanti. 2000.

Psikologi dalam Perusahaan. Jakarta : PT.

Rineka Cipta

Brecht. 2000. Mengenal dan Menaggulangi

Stress. Jakarta: PT Prenhallindo.

Davis, Martha dkk. 1995. Panduan Relaksasi

dan Reduksi Stress. Edisi III. Jakarta : EGC

Goliszek, Andrew. 2005. 60 Second Manajemen

Stres. alih bahasa: Dominicus Rusdin. Jakar-

ta: Bhuana Ilmu Populer.

Hariyono, Widodo, Diyah Suryani dan Yanuk

Wulandari. 2009. Hubungan antara

beban kerja, stress kerja dan tingkat konflik

dengan kelelahan kerja perawat d i

Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI Kota

Yogyakarta. Jurnal Kesmas UAD. Volume 3.

Nomor 3. 186-197

Huber, D. 2000. Leadership and Nursing Man-

agement. Edisi II. Philadelphia : W.B. Saun-

ders Company

Imam Ghozali. 2010. Aplikasi analisis multivari-

at dengan program SPSS. Semarang:

Badan penerbit Universitas Diponegoro

Istijanto. 2009. Aplikasi Praktis Riset Pemasa-

ran. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Khanifah, Heniatul. 2006. Studi Deskriptif Fak-

tor factor yang menyebabkan stress kerja

perawat rumah sakit jiwa daerah Dr Amino

Gondho Hutomo Semarang. Program Studi

Ilmu keperawatan UNDIP. Skripsi

Kozier, B & G. Blais, K. Fundamental of Nurs-

ing: Consepts, Process & Practice (4thed)

Addison Wesley Publishing Company, Inc.

1995.

Kurnia, Jhohana. 2010. Hubungan kelelahan

kerja dengan stress kerja pada perawat di

rumah sakit islam Yarsis Surakarta. Fakultas

kedokteran UNS.

Mangkunegara, A.P. (2001). Manajemen Sum-

ber Daya Manusia Perusahaan. Bandung:

Remaja Rosdakarya

Najmah. 2011. Managemen dan analisa data ke-

sehatan: kombinasi teori dan aplikasi SPSS.

Yogyakarta: Nuha medika

Nursalam. 2003. Konsep dan penerapan met-

odologi penelitian ilmu keperawatan: Pedo-

man skripsi, tesis, dan instrumen penelitian

keperawatan. Edisi 1. Jakarta: Salemba me-

dika

Rini., Jasinta F. http://www.e-psikologi.com/ma-

salah/stress.htm. Diakses tanggal 27 Agus-

tus 2013

Robbins, Stephen P., 2001. Organizational Be-

havior. Ninth Edition, Printice Hall,

International Inc

RSUD Sukoharjo. Laporan Kegiatan Bidang

Keperawatan Tahun 2011. Sukoharjo: Bi-

dang keperawatan

Santjaka, Aris. 2011. Statistik untuk penelitian

kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika

Smet, Bart. 2004. Psikologi Kesehatan. Jakarta :

PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian.

Bandung: Alfabeta

Widyasari.2009. http:\\www.rumah-belajar-psi-

kologi/stress kerja.stress kerja.diakses tang-

gal 20 Mei 2013.

Yun Iswanto. 2001. Analisis hubungan an-

tara stress kerja, kepribadian dan kinerja

manajerbank. http://pk.ut.ac.id/ Jsi/111yun.

htm. Diakses tanggal 12 Mei 2013

-oo0oo-

123

Page 62: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

STUDI EKSPLORASI PENGALAMAN MAHASISWA

KEPERAWATAN MENGGUNAKAN METODE

PEMBELAJARAN SEVEN JUMP DI PROGRAM

STUDI DIII KEPERAWATAN STIKES KUSUMA

HUSADA SURAKARTA

Anissa Cindy Nurul Afni1, Dyah Ekarini2

1,2Prodi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

Email: [email protected][email protected]

ABSTRAK

Kemajuan ilmu pengetahuan di segala bidang serta tuntutan era globalisasi menuntut setiap orang

mampu bersaing sesuai kompetensi yang dimiliki. Diperlukan adanya upaya peningkatan prestasi

belajar mahasiswa dengan memperbaharui metode pembelajaran dari klasikal menjadi Student Center

Learning (SCL) yang menempatkan peserta didik sebagai pusat kegiatan pembelajaran. Salah satu bentuk

SCL adalah metode Seven Jump. Pembelajaran dimulai dari pemunculan suatu masalah, kemudian

mahasiswa bersama dosen akan menyelesaikan permasalahan tersebut dengan tujuh langkah yang

disebut Seven Jump Method. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengalaman mahasiswa menggunakan

metode pembelajaran Seven Jump. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif fenomenologi dengan

pendekatan interpretif. Pengumpulan data dengan wawancara mendalam terhadap delapan mahasiswa

Tingkat II Prodi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surkarta. Analisa data menggunakan

Braun and Clarke yang menghasilkan sembilan tema yaitu ciri khas pembelajaran seven jump, dosen

sebagai pendamping, mahasiswa sebagai pusat pembelajaran, sarana peningkatan soft skill mahasiswa,

hal-hal yang menghambat seven jump, perbedaan ekspresi mengikuti seven jump, tidak ada feed back,

curah pendapat, dan harapan dalam pembelajaran seven jump. Seven Jump memiliki ciri khas dimana

mahasiswa sebagai pusat pembelajaran dan dosen hanya sebagai pendamping. Terdapat kelebihan dan

kekurangan yang dirasakan oleh mahasiswa selama mengikuti kegiatan seven jump dan hal ini akan

mempengaruhi penerimaan mahasiswa dalam proses pembelajaran.

Kata kunci: mahasiswa, SCL, seven jump

ABSTRACT

The progress of science in all fields as well as the demands of globalization requires every person is

able to compete in accordance with their competence. There needs to be an effort to improve student

achievement by renewing teaching methods from classical to Student Center Learning (SCL) that puts

the learner at the center of learning activities. One form of SCL is method Seven Jump Learning starts

from the appearance of a problem, then students with lecturers will solve the problem with the seven

steps are known as the Seven Jump Method. This study investigates the learning experience of students

using seven jump. This study used a qualitative design interpretive phenomenological approach.

Coleccted data with indepth interview used eight students Level II Prodi D III Nursing STIKes Kusuma

Husada Surkarta as a participants. Analysis of the data in this study used Braun and Clarke aproach

which resulted in nine theme that is characteristic of seven jump learning, as an assistant professor, a

student as a center of learning, means of increasing student soft skills, things that inhibit seven jump,

124

Page 63: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

differences in expression following the jump seven, not No feed back, brainstorm, and expectations in

seven jump learning. Seven Jump characterized as a learning center where students and faculty only as

a companion. There are advantages and disadvantages perceived by the students during the activities of

seven jump and this will affect the admission of students in the learning process.

Keywords: students, SCL, seven jump

1. PENDAHULUAN

Kemajuan ilmu pengetahuan di segala bi-

dang termasuk bidang kesehatan dan teknologi

serta tuntutan era globalisasi membuat setiap

orang harus mampu untuk bersaing sesuai kom-

petensi yang dimiliki. Upaya pengembangan

sumber daya manusia tertuju pada jenjang yang

lebih tinggi diharapkan proses pemahaman akan

menjadi lebih berkembang dan dewasa dari pada

pendidikan sebelumnya (Fathurrahman, 2010).

Pembelajaran klasikal yang masih didomi-

nasi oleh kegiatan dosen di depan kelas telah

banyak dievaluasi sebagai pembelajaran yang

kurang membelajarkan. Namun pada kenyataan-

nya, mayoritas dosen, masih menggunakan pola

teacher centered tersebut dalam pembelajarannya

di kelas. Keadaan ini menyebabkan mahasiswa

kesulitan menemukan makna yang terkandung

dalam materi pembelajaran tersebut (Nurohman,

2010)

Beberapa metode pembelajaran diperlukan

untuk membelajarkan mahasiswa secara benar.

Student center learning (SCL) merupakan salah

satu metode pembelajaran KBK. SCL adalah

pendekatan pembelajaran yang menempatkan

peserta didik di pusat kegiatan pembelajaran.

Penting bagi seorang Dosen menerapkan sistem

pembelajaran yang tepat jika ingin pembelajaran-

nya berhasil (Nurohman, 2010). Metode The Sev-

en Jump adalah sebuah metode PBL (Programe

Based Learning) yang sangat tepat digunakan un-

tuk pembelajaran untuk menganalisa dan mem-

ecahkan sebuah kasus. Pembelajaran dimulai

dari pemunculan suatu masalah, kemudian ma-

hasiswa bersama dosen akan menyelesaikan per-

masalahan tersebut dengan tujuh langkah yang

dikenal sebagai Seven Jump Method. Metode ini

merupakan langkah yang dinamis tetapi tetap

memerlukan keseimbangan dan keserasian atau

movement control agar tujuan belajar dapat terca-

pai (Arlan, dkk, 2013).

Terdapat tujuh tahapan untuk melakukan

diskusi, langkah pertama mulai dari fokus kasus

sampai pemecahan masalah yang biasa disebut

Seven jump. Taha pertama yaitu Clarifying unfa-

miliar terms, tahap ke dua Problem definitions,

tahap ke tiga Brain storming, tahap ke empat An-

alyzing the problems, tahap ke lima yaitu Formu-

lating learning issues, tahap ke enam Self-study,

dan tahap ke tujuh Reporting (Arlan,dkk, 2013).

Peneliti telah mewawancarai 10 mahasiswa

DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Sura-

karta dengan mengangkat pertanyaan tentang

rasa tertarik peserta didik terhadap proses Seven

Jump dan pada tahap mana yang dirasa sukar

oleh mahasiswa. Tiga dari 10 orang responden

menyatakan tertarik dengan proses Seven Jump.

Alasannya adalah dalam tahapan seven jump

mahasiswa dituntun untuk menyelesaikan suatu

kasus mulai tahap peratam hingga tahap tujuh se-

cara runtut. 7 dari 10 orang menyatakan kurang

tertarik dengan seven jump, mereka lebih tertarik

untuk kuliah biasa, alasan lainnya adalah pros-

es seven jump membutuhkan waktu yang lama

mulai step 1 hingga step 7. Pada penelitian ini,

peneliti ingin mengetahui pengalaman maha-

siswa DIII Keperawatan menggunakan metode

pembelajaran seven jump di Program Studi DIII

Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengek-

splorasi pengalaman mahasiswa menggunakan

metode pembelajaran seven jump di Program

Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada

Surakarta.

2. PELAKSANAAN

a. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dijadikan tempat penelitian

adalah Program Studi D III Keperawatan

STIKes Kusuma Husada.

b. Populasi dan Sampel Penelitian

Partisipan dalam penelitian ini berjumlah

delapan mahasiswa Tingkat II Prodi D III

125

Page 64: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

Keperawatan STIKes Kusuma Husada

Surkarta.

3. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian adalah penelitian kualita-

tif dengan desain fenomenologi menggunakan

pendekatan interpretif. Melalui metode kualitatif

peneliti ingin melihat gambaran menyeluruh pen-

galaman mahasiswa menggunakan metode seven

jump dalam proses pembearajan yang berbeda

dan cara partisipan memaknainya.

Data dikumpulkan dengan metode wawan-

cara mendalam semi struktur. Wawancara dilaku-

kan dalam waktu 20-40 menit dan direkam de-

ngan menggunakan Handphone Samsung Galaxy

Note II.

Hasil wawancara kemudian dijabarkan

dalam bentuk verbatim yang kemudian dianali-

sis menggunakan pendekatan Braun and Clarke

(2006). Proses analisa data dengan menggunakan

Braun and Clarke terdiri atas enam tahapan yai-

tu mengenali dan membiasakan diri dengan data,

memunculkan kode awal, mencari tema, me-

ninjau ulang dan menyaring tema, menjelaskan

dan memberi nama tema, terakhir menghasilkan

laporan (producing the report).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian mengungkapkan sembilan

(9) tema yaitu yaitu ciri khas pembelajaran seven

jump, dosen sebagai pendamping, mahasiswa

sebagai pusat pembelajaran, sarana peningkatan

soft skill mahasiswa, hal-hal yang menghambat

seven jump, perbedaan ekspresi mengikuti seven

jump, tidak ada feed back, curah pendapat, dan

harapan dalam pembelajaran seven jump.

Kesembilan tema tersebut dibangun oleh

sub-sub tema dan kategori yang didukung oleh

kutipa dari partisipan. Peneliti menggunkan

pengkodean dalam penyebutan partisipan dengan

“P” dimulai dari “P1” hingga “P8”. Tema-tema

dalam hasil penelitian akan dijabarkan berikut

ini.

Ciri Khas Pembelajaran Seven Jump

Pembelajaran seven jump memiliki ciri khas

yaitu kegiatan berkelompok, adanya kasus pe-

micu, pembagian peran, tujuh tahap pemecahan

masalah, peran aktif peserta didik dan pembela-

jaran mandiri.

“...metode pembelajaran dimana mahasiswa

secara berkelompok…”(P2)

“...diberikan kasus pemicu…” (P3)

Metode The Seven Jump adalah sebuah me-

tode PBL (Programme Based Learning) yang

sangat tepat digunakan untuk pembelajaran un-

tuk menganalisa dan memecahkan sebuah kasus.

Metode ini merupakan langkah yang dinamis te-

tapi tetap memerlukan keseimbangan dan kese-

rasian atau movement control agar tujuan belajar

dapat tercapai (Wagiran, 2007).

Dalam penerapan seven jump, kegiatan dite-

kankan pada suatu metode dimana peserta didik

sejak awal dihadapkan pada suatu masalah (ka-

sus pemicu) yang kemudian diikuti oleh proses

pencarian informasi yang bersifat student-cen-

terde (peserta didik sebagai pusat pembelajaran).

Kasus pemicu merupakan sebuah permasalahan

atau persoalan yang diberikan sesuai topik untuk

merangsang seseorang mengeluarkan pengeta-

huannya. Dalam hal ini, dosen memberikan per-

soalan sesuai dengan topik yang hendak dipelaja-

ri, dan peserta didik diminta untuk memecahkan

persoalan tersebut baik secara kelompok ataupun

individu (Wagiran, 2007).

Dengan pemecahan masalah secara berke-

lompok peserta didik dilatih untuk mengorgan-

isasikan pengetahuan dan kemampuan mereka.

Penting pula agar peserta didik mengungkapkan

apa alasan peserta didik mengerjakan dengan

cara yang dipilihnya (Wagiran, 2007).

Pada kegiatan seven jump biasanya dilaku-

kan secara berkelompok. Hasil penelitian menun-

jukkan hal yang khas lainnya pada pembelajaran

seven jump adalah kegiatan berkelompok. Gam-

baran kegiatan berkelompok ditunjukkan dengan

adanya forum diskusi secara berkelompok. Dis-

kusi adalah sebuah interaksi komunikasi antar

dua orang atau lebih (Arlan, Fitria, dan Rafiyah,

2012).

Ciri khas lain pada pembelajaran seven jump

menurut persepsi peserta didik adalah adanya

pembagian peran. Peserta didik menyebutkan ada

ketua, sekretaris dan anggota dalam kegiatan. Hal

ini tergambar secara teori bahwa dengan adanya

126

Page 65: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

kelompok, harus ada bagian-bagain dalam ke-

lompok yang amengorganisir kelompok terese-

but. Sehingga kegiatan berjalan dengan lancacr

(Arlan, Fitria, dan Rafiyah, 2012).

Disebut sebagai seven jump, peserta didik

memahami bahwa metode pembelajaran ini me-

miliki tujuh tahapan dalam pemecahan masalah.

Tujuh tahapan itu teridiri atas Clarify Unfamiliar

Terms yaitu Peserta didik mengidentifikasi kata-

kata yang artinya kurang jelas, anggota lainnya

mencoba untuk mendefinisikannya. Pada tahap

ini Peserta didik mengutarakan secara jujur ten-

tang apa yang belum diketahuinya.

Tahap kedua yaitu Define the Problems.

Problem (masalah), bias berupa istilah, fakta,

fenomena, yang oleh grup masih perlu dijelas-

kan (sesi terbuka pada step 1). Tahap ketiga yaitu

Brainstorm Possible Hypothesis or Explanation.

Tahap ketiga ini berisi Peserta didik mencoba

membuat formulasi, berdiskusi tentang berbagai

kemungkinan yang sesuai dengan masalah.

Tahap keempat yaitu Synthesize and Test

Acquired Informations (Reporting Phase). Pada

tahap ini Masing-masing anggota sudah siap

berdiskusi setelah belajar beberapa literatur mau-

pun sumber belajar lainnya. Tujuannya mensin-

tesis apa yang telah dipelajari, kemudian men-

diskusikan kembali. Kelompok membuat analisis

lengkap tentang masalah yang ada dan membuat

laporan tertulis. Bila ada kesulitan yang tidak

bisa terpecahkan dicatat dan ditanyakan dalam

diskusi dengan pakar / narasumber.

Langkah kelima yaitu Implementasi “the

seven jumps”. Kelompok peserta didik terdiri

dari 8-10 orang. Untuk setiap scenario, dipilih

ketua kelompok dan sekretaris. Langkah terakhir

yaitu langkah ke-6 self study atau independent

study dilaksanakan pada hari-hari berikutnya.

Peserta didik membaca skenario secara seksama.

Kelompok dapat mengambil keputusan apakah

pembacaan scenario dilakukan secara tenang

(membaca dalam hati) atau dibaca secara keras

oleh anggota kelompok. Setelah problem dibaca

secara lengkap, maka kelompok peserta didik be-

kerja dengan menggunakan the seven jump seca-

ra berurutan, sampai selesai tujuan belajar.

Ciri khas lain yang didapat dari hasil peneli-

tian yaitu adanya peran aktif peserta didik dalam

pembelajaran seven jump. Partisipan berpendapat

bahwa peserta didik yang paling banyak memi-

liki peran dalam proses pembelajaran menggu-

nakan metode seven jump ini. Peserta didik di-

tuntut untuk aktif dalam setiap tahapan kegiatan.

Dari hasil penelitian, pembelajran mandiri men-

jadi ciri khas lain dari pembelajaran seven jump.

Pembelajaran mandiri dapat dimulai dengan

menganalisa kasus secara mandiri, membuat per-

tanyaan sendiri, mencari jawaban sendiri. Peran

peserta didik dalam pembelajaran mandiri adalah

berperan aktif dalam merencanakan, memantau,

melaksanakan, dan mengevaluasi proses belajar

(Ayu, Adriani, dan Fitri, 2013).

Peran Dosen sebagai Pendamping

Tema kedua yang didapat dalam peng-

alaman peserta didik menggunakan metode seven

jump dalam pembelajaran adalah dosen sebagai

pendamping. Peran dosen sebagai pendamping

dalam kegaiatan seven jump dibuktikan dengan

beberapa pernyataan partisipan yang menunjuk-

kan bahwa dosen mendampingi kegiatan dan me-

lihat kegiatan.

”Emmmm dosen hanya banyak pendam-

pingan,” (P1)

Pendampingan dapat diartikan juga seb-

agai pembinaan dengan mendampingi selama

kegiatan. Model pembelajaran seven jump lebih

berfokus pada aktifitas dan partisipasi peserta

didik dalam proses pembelajaran. Oleh karena

itu, peran dosen sebagai pendidik dalam mo-

del pembelajaran ini tidak dominan menguasai

proses pembelajaran, melainkan lebih berperan

untuk memberikan kemudahan (fasilitator) de-

ngan merangsang peserta didik untuk selalu ak-

tif dalam segi fisik, mental, emosional, sosial

dan sebagainya. Pendidik member kesempatan

kepada peserta didik untuk berinteraksi dengan

materi pembelajaran yang sedang dipelajarinya.

Pendidik bukan menyampaikan materi pembela-

jaran, tetapi bagaimana menciptakan kondisi agar

terjadi proses belajar pada peserta didik sehingga

dapat mempelajari materi pembelajaran sesuai

tujuan yang telah ditetapkan (Muhtadi, 2007).

127

Page 66: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

Peran Peserta didik sebagai Pusat Pem-

belajaran

Sebagai pusat pembelajaran, partisipan ber-

pendapat peserta didik berperan aktif dalam ke-

giatan, peserta didik juga menjadi pusat semua

kegiatan.

“Mahasiswa yang berperan aktif”(P1)

“Mahasiswa semuanya yang melakukan.”

(P2)

Problem based learning (PBL) adalah se-

buah strategi pembelajaran yang berpusat kepada

peserta didik (Student Centerd Learning), dimana

peserta didik dihadapkan pada suatu masalah

dalam kehidupan nyata lalu dari masalah terse-

but peserta didik dirangsang untuk mempelajari

berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang

telah mereka punyai sebelumnya (prior know-

ledge) sehingga dari prior knowledge akan ter-

bentuk pengetahuan dan pengalaman baru (Ayu,

Adriani, dan Fitri, 2013).

Dalam konteks PBL pembelajaran dimana

peserta didik menjadi pusat segala aktifitas

adalah hal yang melekat pada proses pembela-

jaran PBL (Harsono, 2008). Pembelajaran yang

berorientasi pada aktivitas peserta didik me-

ngandung pengertian bahwa sistem pembelajaran

menempatkan peserta didik sebagai subyek didik

yang aktif dan telah memiliki kesiapan untuk be-

lajar. Dalam pandangan psikologi modern belajar

bukanlah sekedar menghafalkan sejumlah fakta

atau informasi, akan tetapi merupakan peristiwa

mental dan proses berpengalaman. Oleh karena

itu, setiap peristiwa pembelajaran menuntut ke-

terlibatan intelektual-emosional peserta didik

melalui asimilasi dan akomodasi kognitif untuk

mengembangkan pengetahuan, tindakan serta

pengalaman langsung dalam rangka memben-

tuk keterampilan (kognitif, motorik, dan sosial),

penghayatan serta internalisasi nilai-nilai dalam

pembentukan sikap (Muhtadi, 2007).

Seven Jump sebagai Sarana Peningkatan Soft

Skill Peserta didik

Sebagai sarana peningkatan soft skill, parti-

sipan berpendapat bahwa pembelajaran ini dapat

meningkatkan percaya diri peserta didik, peserta

didik berani berpendapat, mandiri dan berpikir

kritis.

Soft skill adalah seperangkat kemampuan

yang mempengaruhi cara kita berinteraksi den-

gan orang lain. Soft skill memuat komunikasi

efektif, berpikir kreatif dan kritis, membangun

tim, serta kemampuan lainnya yang terkait kapa-

sitas kepribadian individu. Soft skill merupakan

kemampuan yang tidak tampak dan seringkali

berhubungan dengan emosi manusia. Soft skill

lebih didominasi oleh komponen kepribadian in-

dividu (Jogja, Prasetya, Karnowahadi, Haribowo,

2013).

Partisipan menyebutkan bahwa manfaat dari

seven jump adalah peserta didik menjadi percaya

diri di depan orang banyak. Percaya diri meru-

pakan bentuk meyakinkan pada kemampuan dan

penilaian (judgment) diri sendiri dalam melaku-

kan tugas dan memilih pendekatan yang efektif

(Jogja, Prasetya, Karnowahadi, Haribowo, 2013).

Selain membaut peserta didik lebih percaya

diri, seven jump juga membantu peserta didik be-

rani berpendapat. Berpendapat adalah mengung-

kapkan pendapat atau berbicara menyampaikan

pemikiran yang dimiliki secara bebas tanpa ada

batasan. Kata berani memiliki arti adanya sifat

hati yang mantap dan rasa percaya diri yang be-

sar dalam menghadapi sesuatu. Secara keseluru-

han berani berpendapat mengisyaratkan adanya

sifat hati yang mantap dan percaya diri untuk

mengungkapkan pemikiran yang dimiliki secara

bebas. Seven jump menjadi wadah peserta didik

untuk mengembangkan keberanian berpendapat

(Jogja, Prasetya, Karnowahadi, Haribowo, 2013).

Salah satu manfaat lain yaitu peserta di-

dik dapat mandiri dalam proses pembelajaran.

Mandiri adalah keadaan dapat berdiri sendiri,

tidak bergantung pada orang lain. Dalam seven

jump, peserta didik dituntut untuk secara mandiri

memahami tujuan pembelajaran secara mandiri

pada tahap-tahap pemecahan masalah. Belajar

mandiri sangat dibutuhkan oleh peserta didik se-

bagai peserta didik terutama sebagai peserta di-

dik keperawatan dengan majunya teknologi dan

banyaknya sumber belajar yang tersedia seperti

internet (Ayu, Adriani, Fitri, 2013). Selain itu

dengan kemandirian yang dimiliki, dapat mendo-

rong peserta didik untuk lebih aktif nantinya me-

madukan keterampilan dan berpikir kritis mema-

128

Page 67: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

hami permasalahan yang ada pada pasien sebagai

individu, keluarga dan masyarakat.

Partisipan menyebutkan dalam penelitian

bahwa pola berpikir kritis peserta didik dapat

meningkat melalui pembelajaran seven jump. Ke-

mampuan berpikir merupakan kegiatan penalaran

yang reflektif, kritis, dan kreatif, yang berorienta-

si pada suatu proses intelektual yang melibatkan

pembentukan konsep, aplikasi, analisis, menilai

informasi yang terkumpul atau dihasilkan melalu

pengamatan dan pengalaman sebagai landasan

suatu keyakinan akan sebuah tindakan.

Hal-hal yang Menghambat Seven Jump

Terdapat lima hal yang diungkapkan oleh

partisipan dapat menghambat seven jump yaitu

waktu yang lama, keaktifan peserta didik, diskusi

tidak sesuai topik, kurangnya pemahaman, dan

kurangnya sosialisasi.

“...menyita banyak waktu dan dalam pembe-

lajaran itu di setiap langkah-langkahnya…”

(P2)

Masalah waktu menjadi hal yang dikeluhkan

oleh partisipan. Partisipan menyebutkan, pembe-

lajaran menggunakan metode seven jump cend-

erung memakan waktu lebih lama dibandingkan

dengan pembelajaran klasikal biasa. Penelitian

serupa pernah didapatkan oleh Arlan dkk (2012),

dalam penelitiannya mendapatkan bahwa waktu

yang lama dalam pembelajaran seven jump men-

jadi keluhan yang umum dirasakan peserta didik.

Hal ini menyebabkan peserta didik terikadang

kurang tertarik dan bosan mengikuti kegiatan

seven jump.

Tiga partisipan menyebutkan hal yang men-

jadi hambatan lain dalam proses pembelajaran

seven jump adalah keaktifan peserta didik yang

berbeda-beda. Ada peserta didik yang aktif dan

ada peserta didik yang kurang aktif.

“...mahasiswa dalam kelompok besar tidak

semua mahasiswa mengajukan pertanyaan

dan dalam pelaksanaan nya.”(P3)

Secondira dkk (2009) menyebutkan dalam

penelitiannya, faktor-faktor yang mempengaruhi

peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran

salah satunya adalah faktor peserta didik yaitu

motivasi intrinsic peserta didik dalam belajar.

Salah satu contoh faktor intrinsik adalah kemau-

an peserta didik untuk mencari tahu, mendapat-

kan informasi dan pengetahuan yang relevan

yang baik sehingga akan muncul keaktifan.

Kendala lain yang dihadapi adalah jalan-

nya diskusi yang tidak sesuai karena beberapa

pertanyaan diskusi tidak sesuai topik. Sesuatu

hal yang kurang atau tidak dipahami dengan

baik akan memberikan hambatan dalam setiap

kegiatan atau kondisi. Hasil kesimpulan yang

diungkapkan partisipan, salah satu poin penting

yang menghambat berjalannya metode seven

jump adalah kurangnya pemahaman peserta didik

mengenai cara pelaksanaan seven jump itu sen-

diri dan proses yang mereka lalui.

“...dosen tidak langsung memberitahu

bagaimana contoh yang benar dan nanti ha-

rus direvisi lagi.”(P4)

Hal akhir yang menjadi kendala menu-

rut partisipan adalah kurangnya sosialisasi dari

dosen terkait tahapan-tahapan metode seven

jump yang benar.

Perbedaan Ekspresi Mengikuti Seven Jump

Tema ke enam yang kemudian didapatkan

dalam penelitian ini adalah ditemukan adanya

perbedaan ekspresi peserta didik mengikuti

seven jump. Beberapa partisipan mengungkap-

kan ekspresi kejenuhan, dan partisipan lainnya

menunjukkan ekspresi senang dalam mengikuti

metode seven jump. Partisipan juga menyebutkan

bahwa ternyata metode seven jump yang telah di-

laksanakan dirasakan tidak efektif.

“...Malah cenderung bosan karna waktunya

lama. Mahasiswa jadi kadang mulai tidak

fokus.” (P2)

Ekspresi kejenuhan yang muncul pada

pengalaman peserta didik ditunjukkan dengan

perasaan bosan selama mengikuti kegiatan seven

jump. Hal ini dapat terjadi karena lamanya waktu

yang digunakan untuk melaksanakan seven jump.

Perbedaan ekspresi ditunjukkan oleh salah

satu partisipan yang menyebutkan menyukai

kegiatan seven jump ini. Perbedaan ekspresi ini

dapat terjadi karena adanya perbedaan karakter

individu. Individu yang aktif dan suka dengan

tantangan akan lebih semangat dan menikmati

129

Page 68: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

proses pembelajaran dengan seven jump, seba-

liknya individu yang kurang aktif akan jenuh dan

bosan dengan seven jump. Individu yang kurang

aktif cenderung belum mendapatkan manfaat

dari proses seven jump sehingga merasa kegiatan

yang dilakukan kurang efektif.

Pengalaman Menarik dalam Seven Jump

Pengalaman menarik yang ditemui partisi-

pan yaitu tidak ada feedback dari dosen setelah

proses pembelajaran dengan seven jump. Be-

berapa partisipan menyebutkan selama kegiatan

seven jump tidak ada pembahasan dari dosen.

Pengalaman ini menjadi menarik karena pengala-

man pertama bagi mereka mengikuti metode baru

dalam pembelajaran dan belum ada feedback

yang mereka dapatkan dari dosen.

Pengalaman menarik lainnya yang mereka

dapatkan adalah adanya curah pendapat selama

kegiatan. Curah pendapat merupakan merupakan

kegiatan yang dilakukan bersama untuk men-

cari pemecahan permasalahan. Di dalam curah

pendapat terdapat diskusi dan debat dimana satu

sama lain mengajukan pertanyaan dan pernyata-

an untuk menemukan solusi dari permasalahan.

Dalam curah pendapat ini, mahasiswa dituntut

untuk aktif diskusi mengajukan pertanyaan. Na-

mun dalam kegiatan ini juga dibutuhkan peran

dosen, yaitu: memberikan kesempatan kepada

setiap peserta/mahasiswa untuk memunculkan

gagasan, menghentikan kecenderungan spontan

peserta untuk langsung memberikan komentar

atau evaluasi dan memberikan bimbingan ke-

pada mahasiswa dalam mengelompokkan gaga-

san yang telah terkumpul (Masyitoh, Darmawan,

Syaifullah, 2010)

Debat merupakan kegiatan adu argumentasi,

pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai

suatu hal dan saling member alasan untuk mem-

pertahankan pendapat masing-masing.

Harapan dalam Pembelajaran Seven Jump

Setelah melampaui kegiatan seven jump

sebagai proses pembelajaran, hasil wawancara

mendapatkan harapan dalam pembelajaran sev-

en jump dari partisipan guna perbaiakan proses

pembelajaran berikutnya. Salah satu partisipan

menyebutkan harapannya seven jump ditiadakan

karena dianggap tidak efektif dan peserta didik

yang aktif hanya beberapa. Dari cuplikan juga

disebutkan waktu lama dan saran dari saja lebih

baik diskusi di kelas besar karena lebih efektif,

banyak pertanyaan yang sesuai dengan pemba-

hasan yang dosen berikan dan dosen menjelaskan

secara runtut dan jelas.

Penelitian yang dilakukan oleh Arlan dkk

(2012) menunjukkan bahwa mahasiswa cender-

ung lebih menyukai metode pembelajaran seven

jump yang dikombinasi dengan metode konven-

sional sebelumnya. Mahasiswa yang kurang aktif

cenderung lebih menyukai metode konvensional

dimana dosen menjelaskan dan memberikan ma-

teri di dalam kelas dan mahasiswa hanya men-

dengarkan.

Harapan lain diungkapkan oleh salah satu

partisipan adalah adanya seosialisasi sebelumnya.

Sosialisasi mengenai seven jump dapat diberikan

melalui penjelasan dan contoh dari tahapan keg-

iatan seven jump. Sosialisasi atau penjelasan se-

belumnya yang diberikan dengan jelas memban-

tu mahasiswa untuk memahami dan menguasai

langkah-langkah yang harus dilakukan.

Selain itu, harapan lain adalah mengenai

pembagian kelompok dalam kegiatan. Kelompok

dalam jumlah kecil menjadi harapan partisipan

sebagai peserta didik yang menjalankan metode

seven jump. Pembagian kelompok yang jumlahn-

ya besar yaitu lima belas hingga 20 orang dirasa

kurang efektif oleh partisipan.

Implikasi Keperawatan

Penelitian ini diharapkan menjadi masukan

dan dasar bagi institusi keperawatan dalam me-

nyusun metode pembeljaran yang tepat bagai

mahasiswa dengan memperhatikan sumber daya

mahasiswa yang ada, perbedaan karakteristik ma-

hasiswa, staf pengajar yang mumpuni dan daya

dukung fasilitas pembelajaran yang lengkap.

Hal ini akan sangat berdampak baik bagi dalam

mencetak profesi keperawatan yang berkualitas.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Sembilan tema yang berkaitan dengan pen-

galaman mahasiswa Prodi D III Keperawatan

dalam menggunakan metode seven jump

adalah ciri khas pembelajaran seven jump,

130

Page 69: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

dosen sebagai pendamping, mahasiswa se-

bagai pusat pembelajaran, sarana peningkat-

an soft skill mahasiswa, hal-hal yang meng-

hambat seven jump, perbedaan ekspresi

mengikuti seven jump, tidak ada feed back,

curah pendapat, dan harapan dalam pembe-

lajaran seven jump yang dikombinasi dengan

metode konvensional. Ditemukan adanya

perbedaan pengalaman dari masing-masing

mahasiswa berkaitan dengan karakteristik

mahasiswa yang berbeda.

b. Saran

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi

pertimbangan untuk memperbaiki metode

pembelajaran yang diberikan kepada ma-

hasiswa. Selain itu juga dilakukan pene-

litian lanjutan untuk dapat memperdalam

dan mengembangkannya dalam grounded

teory dan mengikuti kegiatan seven jump

yang berlangsung agar dapat mengobservasi

jalannya kegiatan sebagai referensi pengelo-

laan hasil penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul A. (2003) Riset Keperawatan dan teknik

penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.

Arlan, A. J., Fitria, N., dan Rafiyas, I. (2012).

Intensi Melaksanakan Self Study (Seven

Jump: Setp 6) Dalam Small Group Discus-

sion (SGD) Pada Mahasiswa Angkatan 2011

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Padjajaran. Univeristas Padjajaran Band-

ung. Fakultas Ilmu Keperawatan.

Ayu, N.F., Adriani, dan Fitri, D. (2013). Pelaksa-

naan Pembelajaran Mandiri Menurut Per-

sepsi Mahasiswa Angkatan 2012 di PSPD,

FKIK UNJA. Fakultas Kedokteran. Univer-

sitas Jambi.

Jogja T.J.B., Prasetya B., Karnowahadi, Hari-

bowo P. (2013). Model pengembangan soft

skill terintegrasi pada kurikulum berbasis

kompetensi bagi mahasiswa politeknik ne-

geri semarang. Jurnal Pengembangan Hu-

maniora. 13(2).

Kasinyo Hartato dan Abduramansyah (2009).

Metodologi Pembelajaran Berbasis Active

Learnin, Palembang : Grafika Telindo.

Machfoedz, Ircham. (2005). Metodologi Peneli-

tian Bidang Kesehatan, Keperawatan & Ke- bidanan. Yogyakarta: Fitriyama.

Masyitoh I.S., Darmawan S., Syaifullah. (2010).

Model pembelajaran curah pendapat untuk

meningkatkan partisipasi dan keterampilan

sosial mahasiswa. Proceeding of The 4th In-

ternational Confrence on Teacher Educa-

tion; Join Confrence UPI & UPSI Bandung

Indonesia, 8-10 November 2010.

Muhtadi Ali. (2007). Implementasi Konsep Pem-

belajaran “Active Learning” Sebagai Upaya

Untuk Meningkatkan Keaktifan Mahasiswa

Dalam Perkualiahan. Teknologi Pendidikan

FIP UNY.

Nurohman, Sabar. (2000). Penerapan Seven

Jump Method (SJM) Sebagai Upaya Pening-

katan Keterampilan Proses Sains Mahasis-

wa.

Secondira, V.M.R, Rahayu, G.R., Suhoyo, Y.

(2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi

mahasiswa fakultas kedokteran UGM un-

tuk melaksanakan pembejalajran yang kon-

struktif, mandiri, kolaboratif dan kontekstual

dalam problem based learning. Jurnal Pen-

didikan Kedokteran dan Profesi Kedokteran

Indonesia. 1(4): 32-43.

-oo0oo-

131

Page 70: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN KERJA DAN

KESADARAN INDIVIDU DENGAN PENERAPAN

PATIENT SAFETY DI RSUD KABUPATEN

SUKOHARJO

Meri Oktariani1) , Atiek Murharyati 2)

1Prodi D-III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

[email protected]

2Prodi D-III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

[email protected]

ABSTRAK

Permasalahan penelitian merujuk pada fenomena data pada RSUD Kabupaten Sukoharjo menunjukkan

rata-rata penerapan patient safety masih kurang baik. Penelitian bertujuan untuk mengetahui sejauhmana

hubungan antara lingkungan kerja dan kesadaran individu dengan penerapan patient safety oleh perawat

pelaksana di RSUD Kabupaten Sukoharjo. Metode penelitian merupakan penelitian kuantitatif dengan

metode sampel yang digunakan yaitu total sampling menggunakan 104 responden dan keseluruhan

responden merupakan perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Kabupaten Sukoharjo. Analisis

data menggunakan metode bivariat chi-square dilanjutkan metode multivariat dan regresi logistik. Hasil

penelitian menunjukkan ada hubungan faktor lingkungan kerja terhadap penerapan patient safety oleh

perawat, ada hubungan faktor kesadaran individu terhadap patient safety oleh perawat. Ada hubungan

secara bersama-sama antara faktor lingkungan kerja dan faktor kesadaran individu terhadap penerapan

patient safety oleh perawat pelaksana. Saran untuk meningkatkan penerapan patient safety, perlu

dilakukan usaha untuk menciptakan lingkungan kerja dan meningkatkan kesadaran individu secara

bersama-sama.

Kata Kunci: lingkungan kerja, kesadaran individu, penerapan patient safety.

ABSTRACT

Research problems refer to the data phenomenon in RSUD Kabupaten Sukoharjo which is the average

of patient safety application still unfavorable. This research is aimed to know how far the correlation

between work environments and individual awareness to the application of patient safety by nurses

in RSUD Kabupaten Sukoharjo. This research is a quantitative research with sampling method that

applied is total sampling and 104 responders and all of the responders are the nurses in the inpatient

ward of RSUD Kabupaten Sukoharjo. Data was analyzed by using logistics regression method. Result

of the research shows that there is the correlation between work environmental factor to the application

of patient safety by nurses, and also there is the corrrelation between individual awareness factor to

patient safety by nurses. There is relationship jointly between individual work environmental factor and

individual awareness factor to the application of patient safety by nurses. To raise the application of

patient safety, need efforts to optimize the work environment and increase individual awareness jointly.

Keywords: work environments, individual awareness, application of patient safety.

132

Page 71: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

1. PENDAHULUAN

Keselamatan pasien adalah sistem pe-

layanan dalam suatu rumah sakit yang mem-

berikan asuhan pasien menjadi lebih aman, ter-

masuk didalamnya mengukur risiko, identifikasi

dan pengelolaan risiko terhadap pasien, analisa

insiden, kemampuan untuk belajar & meninda-

klanjuti insiden serta menerapkan solusi untuk

mengurangi risiko. Insiden keselamatan pasien

yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap

kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang

mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan

cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri

dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadi-

an Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera

(KTC) dan Kejadian Potensial Cedera (KPC)

(Depkes RI, 2008).

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan

syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit

yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah

Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada

Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari

WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga

oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit

PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commis-

sion International (JCI). Maksud dari Sasaran

Keselamatan Pasien adalah mendorong perbai-

kan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran

menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam

pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta

solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian

atas permasalahan ini (Anonim, 2011).

Enam sasaran keselamatan pasien adalah

tercapainya hal-hal sebagai berikut: (1) ketepa-

tan identifikasi, (2) peningkatan komunikasi yang

efektif, (3) peningkatan keamanan obat yang per-

lu diwaspadai, (4) kepastian tepat lokasi, tepat

prosedur, tepat pasien operasi, (5) pengurangan

resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, (6)

pengurangan resiko pasien jatuh. Enam sasaran

tersebut diatas dapat dijadikan pedoman oleh

tiap-tiap rumah sakit untuk menerapkan patient

safety.

Penerapan program keselamatan pasien

merupakan hal yang sangat kompleks dan ter-

gantung oleh banyak faktor yang berkontribusi.

Menurut Cahyono hambatan yang paling be-

rat dalam penerapan keselamatan pasien adalah

bagaimana menciptakan Safety Culture sebagai

fondasi program keselamatan pasien (Cahyono,

2008). Selain kompleksitas yang terjadi dalam

suatu organisasi rumah sakit. Vincent menyatakan

penerapan keselamatan pasien dipengaruhi oleh

5 faktor yaitu (1) faktor komitmen pimpinan, (2)

faktor lingkungan kerja (3) faktor kesadaran in-

dividu. (4) faktor kerjasama tim/ teamwork (5)

faktor task, dan (6) faktor pasien (Vincent, 2003).

Tujuan penelitian untuk mengetahui fak-

tor-faktor yang berhubungan dengan penerapan

patient safety oleh perawat pelaksana di ruang

rawat inap RSUD Kabupaten Sukoharjo.

2. PELAKSANAAN

a. Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah 9 ruang rawat inap

di RS Kabupaten Sukoharjo yang meliputi

ruang Anggrek, ruang Bougenvile, ruang

Cempaka Atas, ruang Cempaka Bawah, ru-

ang NICU, ruang Dahlia, ruang Edelweis,

ruang Flamboyan, ruang Mawar. Penelitian

dilaksanakan pada bulan Juni - Juli tahun

2013.

b. Populasi dan sampel penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh per-

awat ruangan yang bekerja di ruang rawat

inap rumah sakit daerah Sukoharjo. Populasi

sampel adalah bagian populasi yang dapat

dijadikan responden oleh peneliti. Populasi

sampel pada penelitian ini berjumlah 106

orang.

Pengambilan sampel penelitian ini adalah

total perawat pelaksana yang bertugas di ruang

rawat inap RSUD kabupaten Sukoharjo ditentu-

kan. Selain itu berdasarkan kriteria inklusi dan

eksklusi. Kriteria Inklusi meliputi mau menjadi

responden, masa kerja minimal 1 tahun dan pen-

didikan minimal DIII keperawatan. Sedangkan

kriteria eksklusi meliputi perawat yan sedang cuti

dan sedang melakukan tugas belajar.

Total seluruh perawat pelaksana di Ruang

rawat Inap RSUD Kabupaten Sukoharjo berjum-

lah 106 perawat. Untuk sampel pada penelitian ini

menggunakan total semua perawat pelaksana dan

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sehingga

jumlah total sampel yaitu 104 perawat dimana 2

perawat pelaksana sedang mengambil cuti.

133

Page 72: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Tidak 27 17 44 rail atau pegangan pada kedua sisi tempat tidur. Baik 61,4% 38,6% 100% Keadaaan lingkungan kerja yang seperti ini su-

Baik 23 37 60 dah pasti kurang mendukung bagi perawat untuk

Tidak 31 17 48 Baik 64,6% 35,4% 100%

Baik 19 37 56

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian

dengan pendekatan kuantitatif analisis korelasi

dan desain cross sectional. Penelitian analitik ko-

relasi digunakan karena peneliti ingin mendapat-

kan gambaran masing-masing variabel penelitian

dan menghubungkan dua variabel dan subvaria-

bel masing-masing variabel dengan analisis ko-

relasi serta dengan melakukan penelitian sesaat

pada waktu tertentu saja (Sastroasmoro dan Is-

mail,2008)

Variabel bebas (independen) adalah ling-

kungan kerja dan kesadaran individu. Variabel

tergantung (dependen) adalah penerapan patient

safety.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lingkungan Kerja

Tabel 1. Hubungan faktor lingkungan kerja

dengan penerapan patient safety di Ruang

Rawat Inap RSUD Kabupaten Sukoharjo

Penerapan

Patient safety Total

Penjelasan tersebut diatas didukung oleh Handi-

yani, dalam penelitiannya menyatakan bahwa

terdapat hubungan antara lingkungan kerja de-

ngan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat

inap RSKM Cilegon (Capezuti et al, 2010).

Akan tetapi penulis menemukan fakta yang

berbeda di lapangan, penulis menemukan dari

hasil wawancara mendalam dengan kepala ruang

bahwa lingkungan kerja belum sepenuhnya men-

dukung terhadap penerapan patient safety dengan

ditemukannya jalan utama untuk proses transfer

pasien masih rawan sebagai penyebab pasien

jatuh. Hal ini masih ada kendala dengan pihak

rumah sakit sudah berusaha memenuhi kebutuh-

an akan lingkungan kerja yang berorientasi ter-

hadap penerapan patient safety tetapi prosesnya

tidak bisa berjalan cepat perlu waktu dan dana

yang memadai.

Dari hasil observasi, penulis menemukan

bahwa masih kurangnya fasilitas fisik yang ber-

orientasi kepada pelayanan patient safety. Ruang

kamar mandi di tiap ruang rawat inap belum ter-

dapat belum terdapat besi pengaman sebagai alat

yang membantu pasien saat akan ke kamar mandi Tidak Baik , lantai kamar mandi licin, dari 200 tempat tidur

Baik

Faktor

lingkungan

kerja 38,3% 61,7% 100%

50 54 104

terdapat 20 tempat tidur yang belum terdapat side

memberikan pelayanan keperawatan maksimal

dan aman bagi pasien. Total

48,1% 51,9% 100%

x² = 4,510 p value = 0,034 (p value < 0,05)

Berdasarkan hasil uji Chi Square analisis bi-

variat hubungan faktor lingkungan kerja dengan

penerapan patient safety oleh perawat pelaksana,

Kesadaran Individu

Tabel 2. Tabel hubungan antara faktor

kesadaran individu dengan penerapan patient

safety oleh perawat pelaksana di Ruang Rawat

Inap RSUD Kabupaten Sukoharjo diperoleh x² = 4,510 dengan p value = 0,034 (p value < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Hasil ini memiliki makna bahwa ada hubungan

Penerapan

Patient safety Total

yang signifikan antara lingkungan kerja dengan Tidak Baik

diruang rawat inap RSUD Kabupaten Sukoharjo.

Berdasarkan uji Chi square menunjukan

ada hubungan antara persepsi faktor lingkungan

kerja dengan penerapan patient safety di ruang

rawat inap RSUD Kabupaten Sukoharjo. Hasil

penelitian ini sesuai dengan teori sebelumnya, di

dalam teori menunjukkan bahwa lingungan kerja

berhubungan dengan penerapan patient safety.

Baik Faktor

kesadaran

individu 33,9% 66,1% 100%

50 54 104 Total

48,1% 51,9% 100%

x² = 8,540 p value = 0,003 (p value < 0,05)

134

Page 73: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Lingkungan

kerja 1,07 0,44 5,95 1 0,015 2,903

Faktor

kesadaran

1.38

0,43

10,05 1

0,002

3,922

individu

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

Berdasarkan uji Chi Square analisis bivariat

Hubungan faktor kesadaran individu dengan

penerapan patient safety oleh perawat pelaksana

di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Sukohar-

jo diperoleh x² = 8,540 dengan p value = 0,003 (p

value < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Hasil ini memiliki makna bahwa ada hubungan

yang signifikan antara kesadaran individu den-

gan penerapan patient safety di ruang rawat inap

RSUD Kabupaten Sukoharjo.

Berdasarkan uji Chi square menunjukan

ada hubungan antara persepsi kesadaran individu

dengan penerapan patient safety di ruang rawat

inap RSUD Kabupaten Sukoharjo. Hasil peneli-

tian ini sesuai dengan teori sebelumnya, di dalam

teori menunjukkan bahwa kesadaran individu

berhubungan dengan penerapan patient safety.

Penjelasan tersebut diatas didukung oleh peneli-

tian Setiowati, dalam penelitiannya menyatakan

bahwa terdapat hubungan antara kesadaran indi-

vidu dengan kinerja perawat pelaksana di ruang

rawat inap di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

Jakarta (Marpaung, 2005).

Tetapi hal diatas sangat bertolak belakang

dengan fakta yang terdapat di lapangan dari ha-

sil observasi ditemukan bahwa terdapat perawat

pelaksana di ruangannya tidak patuh terhadap

penggunaan alat proteksi diri, ada perawat pelak-

sana di ruangannya tidak cuci tangan dengan

benar, hampir semua perawat di ruangannya ti-

dak mensosialisasikan cara cuci tangan yang

benar kepada pasien dan keluarga

Tabel 3. Tabel hasil analisa multivariat

menggunakan regresi logistik metode Backward

Wald

Variabel

Independen B SE Wald Df P Exp B

Faktor

Konstan -1,17 0,37 10,14 1 0,001 0,312

Dari analisa multivariat p variabel bebas

faktor lingkungan kerja adalah 0,015 (p value ≤

0,05), dan p value variabel bebas faktor kesadar-

an individu adalah 0,002 (p value ≤ 0,05), maka

dapat disimpulkan lingkungan kerja dan kesadar-

an individu berpengaruh secara bersama-sama

terhadap variabel terikat dengan nilai Exp(B)

masing-masing 2,903 dan 3,922. Dari hasil terse-

but dapat dianalisa sebagai berikut:

1) Perawat yang memiliki lingkungan kerja

tidak baik memiliki resiko untuk menerap-

kan patient safety tidak baik 2,903 kali lebih

besar dibanding yang memiliki lingkungan

kerja baik.

2) Perawat yang memiliki kesadaran individu

tidak baik memiliki resiko untuk menerap-

kan patient safety tidak baik 3,922 kali lebih

besar dibanding yang memiliki kesadaran in-

dividu baik.

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan paling pokok penelitian ini

terletak pada instrumen pengumpulan data atau

disebut dengan skala. Skala yang digunakan

dalam mengukur variabel penelitian belum stan-

dar/ baku dan belum teruji keandalanya berka-

li-kali sehingga memiliki kecenderungan bias

mengungkap apa yang sebenarnya ingin diung-

kap. Skala penelitian disusun oleh peneliti sen-

diri berdasarkan tinjauan pustaka/ teori yang ada

dengan cara mengoperasionalkan variabel/ kon-

struk variabel melalui item-item pertanyaan. Se-

dangkan upaya untuk meminimalkan bias dalam

konstruksi instrumen tersebut dilakukan dengan

prosedur uji validitas dan reliabilitas.

Kelemahan lain dalam penelitian ini adalah

hanya mengukur sampai pada persepsi perawat

saja, sehingga terkadang ada persepsi perawat

yang tidak sesuai dengan realita. Hal tersebut

dapat penulis ketahui dengan melakukan wawan-

cara dengan kepala ruang dan melakukan obser-

vasi langsung pada semua ruang rawat inap.

5. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan

dapat diambil kesimpulan

a. Perawat pelaksana yang mempunyai persep-

si tentang komitmen pimpinan, lingkungan

kerja, kerjasama tim, kesadaran individu,

hanya sebagian kecil yang kurang setuju.

135

Page 74: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

Disamping itu baik pada komitmen pimpi-

nan (52,9%), lingkungan kerja (57,7%),

kerjasama tim (58,7%), akan kesadaran in-

dividu (53,8%) serta penerapan program pa-

tient safety oleh perawat pelaksana di Ruang

Rawat RSUD Kabupaten Sukoharjo cukup

baik (51,9%).

b. Terdapat hubungan antara faktor lingkun-

gan kerja dengan penerapan patient safety

oleh perawat pelaksana di Ruang Rawat

Inap RSUD Kabupaten Sukoharjo (p value

0,034).

c. Terdapat hubungan antara faktor kesadaran

individu dengan penerapan program patient

safety oleh perawat pelaksana di Ruang

Rawat Inap RSUD Kabupaten Sukoharjo

(p value 0,002). Faktor lingkungan kerja

dan kesadaran individu berhubungan secara

bersama-sama dengan variabel terikat yaitu

penerapan patient safety.

6. REFERENSI

Anonim, 2011. Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No 1691 Tentang Kes-

elamatan Pasien tahun 2011.

Cahyono, S.B, 2008. Membangun Budaya Kes-

elamatan Pasien dalam Praktik Kedokteran.

Yogyakarta. Kanisius.

Capezuti, E., Rice, J.C & Wagner, 2010 Nursing

perception of safety culture in long-term set-

ting. Journal of Nursing Scholarship. 2 (41),

184-289. Maret 15, 2010. http:/av.proquest.

com/pgdauto

Depkes RI, 2008. Panduan Nasional Kese-

lamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safe-

ty): Utamakan Keselamatan Pasien. Edisi 2.

Jakarta: Depkes RI. 2008

Marpaung, J. 2005 Persepsi Perawat Pelak-

sana Tentang Kepemimpinan Efektf Kepala

Ruang dan Hubungannva Dengan Budaya

Kerja Perawat Pelaksana Dalam Pengenda-

lian Mutu Pelayanan Keperawatan di Ruang

Rawat Inap RSUP Adam Malik Medan. FIK

UI.

Sastroasmoro. S & Ismail, S. 2008. Dasar-dasar

Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ketiga.

Jakarta: Sagung Seto.

Vincent, C., 2003. Understanding and Respond-

ing to Adverse Event. N Eng J Med 2003;

348: 1051-56

Walshe. K & Boaden. R, 2006. Patient safety:

Research into practice. New York: Open

University Press.

-oo0oo-

136

Page 75: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

PEDOMAN PENULISAN NASKAH

FILOSOFI

Jurnal Kesehatan Kusuma Husada disingkat Jurnal KesMaDaSka adalah jurnal ilmiah yang

diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Kusuma Husada Surakarta merupakan pu-

blikasi ilmiah ilmu-ilmu kesehatan. Artikel yang dimuat berupa : artikel penelitian (hasil penelitian asli),

kajian kepustakaan maupun ulasan ilmiah lain, yang belum pernah dimuat di media lain.

PEDOMAN

1. Redaksi menerima naskah dari peneliti dan pemerhati ilmu-ilmu kesehatan.

2. Naskah dikirim kepada :

Redaksi Jurnal Kesehatan Kusuma Husada, STIKes Kusuma Husada Surakarta

Jl. Jaya Wijaya No. 11 Surakarta 57127, Telpon / Fax (0271) 857724

Email : [email protected]

3. Naskah dikirim rangkap dua, disertai soft file dalam rekaman CD dan diketik dalam program Micro-

soft Word.

Ditulis spasi tunggal, font size 11, huruf Times New Roman, maksimal 20 halaman ukuran A4

(kuarto), Gambar / grafik dicetak dengan program pengolahan data yang kompatibel. Gambar,

ilustrasi dan foto dimasukkan dalam file naskah.

FORMAT PENULISAN

Sistematika artikel Hasil Penelitian adalah : Judul, Nama dan Instansi (para) Penulis, Abstrak,

Pendahuluan, Metodologi (Bahan dan Cara Penelitian), Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan, Ucapan

Terima Kasih (bila ada) dan Daftar Pustaka. Sedangkan artikel berupa Kajian Kepustakaan atau Ulasan

Ilmiah lain, sistematikanya adalah : Judul, Nama dan Instansi (para) Penulis, Ringkasan, Pendahuluan,

Bab Bagian yang diulas, Kesimpulan dan Daftar Pustaka.

Judul

Ditulis dalam bahasa Indonesia, singkat dan jelas.

Nama dan Instansi (para) Penulis

Ditulis dengan gelar akademik instansi ditulis di bawah nama dengan cara diberi superskrip 1), 2), 3)

dan seterusnya.

Abstrak dan Ringkasan

Ditulis dalam bahasa Indonesai dan atau bahasa Inggris, lebih – kurang 300 kata, berisi tentang highlight

hasil penelitian yang menonjol dan terkait dengan judul artikel. Kajian kepustakaan / ulasan ilmiah lain

mengikuti.

Pendahuluan

Berisi latar belakangan dan rumusan masalah, sitasi kepustakaan, tujuan dan manfaat, kontribusi hasil.

Metodologi

Berisi tentang waktu dan tempat penelitian, jenis dan teknis pengambilan data, hipotesis (bila ada),

teknik analisis dan interpretasi data.

137

Page 76: KAT A PENGAN TAR - digilib.stikeskusumahusada.ac.iddigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sunartodwi... · daf tar isi atiek murharyati, joko kismanto 119 studi eksplorasi

Jurnal KesMaDaSka - Juli 2015

Hasil dan Pembahasan

Judul Tabel maupun Gambar / grafik / ilustrasi, diberi nomor dan diawali huruf besar selanjutnya huruf

kecil. Bila ada foto (hitam putih), harus dicetak pada kertas putih mengkilat dan disertai keterangan.

Dalam membahas hasil penelitian, sebaiknya diikuti tinjauan pustaka yang terkait.

Simpulan (dan saran)

Penarikan kesimpulan didasari dari hasil yang diperoleh dengan mengacu kepada judul penelitian, dapat

dikemukakan saran yang terkait.

Ucapan Terima Kasih (bila ada)

Dapat ditulis nama perseorangan atau instansi yang banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian.

Daftar Pustaka

Disusun berdasarkan abjad nama akhir penulis utama, judul karangan buku ditulis dengan huruf besar

pada setiap awal kata yang bukan kata sambung, sedangkan untuk jurnal hanya awal kata saja.

Contoh bila kepustakaan diambil dari jurnal ilmiah :

Pippen, E.L. dan E.P. Mecchi, 1969. Hydrogen sulfide, a direct and potencially indirect contributor to

cook chicken aroma. J.Food Science, 34 : 443.

Contoh bila kepustakaan diambil dari buku :

Pippen, J.R., 1984. Sensory Analysis of Food. Elsevier Applied Science, Prentice-Hall Inc. Englewood

Cliff. New Jersey.

Contoh bila diambil dari internet :

Abadi , C.J., 2002. Kumis kucint. http :www.changjaya-abadi.com/jamu-jawa04html.tanggal akses 12

Desember 2003.

-oo0oo-

138