kasus obat anestesi bermasalah

20
OBAT ANESTESI BERMASALAH Makalah Undang-undang dan Hukum Etik Kedokteran Pembimbing: dr. Wawan M., SpBS Penyusun: Roy Andrew Halim Liem Meikhel Alexander Kadek Fabrian Anggi Miranda

Upload: godfather292

Post on 14-Feb-2016

367 views

Category:

Documents


27 download

DESCRIPTION

nice

TRANSCRIPT

Page 1: Kasus Obat Anestesi Bermasalah

OBAT ANESTESI BERMASALAHMakalah Undang-undang dan Hukum Etik Kedokteran

Pembimbing:

dr. Wawan M., SpBS

Penyusun:

Roy Andrew Halim Liem

Meikhel Alexander

Kadek Fabrian

Anggi Miranda

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN UDARA

DR. ESNAWAN ANTARIKSA

JAKARTA, MARET 2015

Page 2: Kasus Obat Anestesi Bermasalah

BAB I

PENDAHULUAN

Di awal tahun 2015 ini dunia kesehatan dikejutkan dengan meninggalnya 2 orang

pasien setelah diberi obat anestesi spinal di RS Siloam. Spekulasi pun berkembang, siapakah

yang seharusnya bertanggung jawab atas kasus ini. Apakah Kalbe sebagai pemasok obat

anestesi tersebut yang bersalah, atau tenaga medis maupun tenaga kesehatan yang melakukan

malpraktek. Definisi malpraktek di dunia kesehatan sendiri adalah “kelalaian dari seseorang

dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam

mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang

terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama”.

Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi

kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang

ukurannya adalah lazim dipergunakan di wilayah tersebut, ditinjau dari aspek hukum dan

berbagai aspek lainnya.

Page 3: Kasus Obat Anestesi Bermasalah

BAB II

PEMBAHASAN

1.Kronologis Kasus

Dua orang pasien di RS Siloam Karawaci meninggal dunia usai mendapat injeksi

Buvanest Spinal. Kini, obat tersebut sudah ditarik dari peredaran oleh pihak produsen, Kalbe

Farma.

Kronologi meninggalnya dua pasien tersebut bermula pada tanggal 11 Februari 2015,

kedua pasien mendapatkan injeksi Buvanest Spinal. Satu pasien mendapat injeksi Buvanest

untuk tindakan Sectio Caesarea (operasi caesar). Sedangkan, satu pasien lain terkait dengan

kasus urologi, di mana yang bersangkutan sedang melakukan cek kandung kemih lewat

uretra. Setelah pemberian injeksi tersebut, kedua pasien mengalami kejang dan panas.

Sumber lain juga mengatakan pasien mengalami gatal-gatal.

Kemudian, pasien mendapatkan perawatan intensif di ICU. Kurang dari waktu 24 jam,

pada 12 Februari 2015, kedua pasien meninggal. Untuk pasien operasi caesar, diketahui sang

bayi selamat. Pada tanggal 12 Februari itu pula, Kalbe Farma menarik 2 produk yakni seluruh

batch Buvanest Spinal 0,5 persen Heavy 4 ml dan Asam Tranexamat Generik 500 mg/Amp 5

ml dengan nomor batch 629668 dan 630025. Dalam suratnya untuk Otoritas Jasa Keuangan,

Kalbe menyebut langkah ini sebagai komitmen untuk bertanggung jawab atas segala produk

dan layanannya.

Dihubungi detikHealth pada Selasa (17/2/2015), Heppi Nurfianto, Kepala Hubungan

Masyarakat RS Siloam Karawaci membenarkan bahwa dua pasien di RS Siloam Karawaci

meninggal setelah mendapat suntikan salah satu dari obat yang ditarik Kalbe.

"Iya benar, meninggal setelah pemberian Buvanest Spinal. Ada 2 kasus, obsgyn dan urologi.

Kita sedang tunggu investigasi dari Kemenkes dan BPOM, paling dalam 1-2 hari ada

hasilnya," kata Heppi.

Ada indikasi, Buvanest yang disuntikkan berisi obat lain yakni Kalnex (Asam

Tranexamat). Buvanest merupakan injeksi anestesi yang mengandung Bupivacaine 5 mg/mL,

Page 4: Kasus Obat Anestesi Bermasalah

sedangkan Asam Tranexamat merupakan obat untuk mengatasi perdarahan. Keduanya

merupakan obat injeksi dengan kemasan berbentuk ampul atau vial.

2.Analisis Masalah

a. Ditinjau dari sudut pandang hukum

Tuduhan akan adanya Malapraktik sebenarnya bukan hanya ditujukan pada mereka

yang berprofesi sebagai Tenaga Kesehatan yang salah satunya adalah Dokter, akan tetapi

tuduhan Malapraktik dapat dituduhkan kepada semua kelompok Profesionalis, yaitu apakah

mereka itu kelompok Wartawan, Advokat, Paranormal dan kelompok lainnya. Pengertian

Malapraktik selama ini banyak diambil dari kalangan mereka yang berprofesi sebagai tenaga

kesehatan, terutama Dokter. 

Ditinjau dari masalah yang terjadi pada kasus salah pemberian obat anestesi di atas,

mengenai apakah terjadi kelalaian ataupun malpraktek, maka kita harus mengerti dulu

definisi kelalaian dan malpraktek dalam undang-undang. Dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana (KUHP) kelalaian yang mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa

orang lain. Pasal 359, menyebutkan, “Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya

orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama

satu tahun”. Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa

seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 360

KUHP, yang isinya:

(1) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat,

diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.

(2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa

sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian

selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau

kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.

Batasan pengertian umum tentang Malpraktik di kalangan tenaga kesehatan adalah ;

Seseorang tenaga kesehatan dalam memberikan tanggungjawab profesinya kepada

pasien dilakukan di luar prosedure dan stardard profesi pada umumnya yang

berakibat cacat dan matinya sang pasien. Namun rumusan akan standard profesi yang

Page 5: Kasus Obat Anestesi Bermasalah

bersifat baku, khususnya bagi tenaga kesehatan ataupun dokter secara tegas belum ada

dirumuskan di dalam undang-undang. 

Dari batasan itu, maka sanksi pidana dapat diberikan terhadap dokter ataupun tenaga

kesehatan yang terbukti melakukan kelalaian, sebagaimana Pasal 361 KUHP,

“Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan

atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut hak

untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat

memerintahkan supaya putusannya diumumkan.”

Namun, apabila kelalaian dokter atau tenaga kesehatan tersebut terbukti merupakan

malpraktik yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa dan atau hilangnya nyawa

orang lain maka pencabutan hak menjalankan pencaharian (pencabutan izin praktik) dapat

dilakukan.

Karena pemberian obat anestesi ini bukan hanya melibatkan tenaga medis, yaitu dokter

spesialis anestesi tetapi juga terdapat komponen tenaga kesehatan lainnya seperti perawat

anestesi disitu, maka perlu dikaji secara komprehensif mengenai fungsi dan tugas dari tenaga

kesehatan. Berdasarkan undang-undang nomor 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan, Pasal

65 (1) Dalam melakukan pelayanan kesehatan, Tenaga Kesehatan dapat menerima

pelimpahan tindakan medis dari tenaga medis. (2) Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian,

tenaga teknis kefarmasian dapat menerima pelimpahan pekerjaan kefarmasian dari tenaga

apoteker. (3) Pelimpahan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

dilakukan dengan ketentuan: a. tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan

keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan; b. pelaksanaan tindakan yang

dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi pelimpahan; c. pemberi pelimpahan tetap

bertanggung jawab atas tindakan yang dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai

dengan pelimpahan yang diberikan; dan d. tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk

pengambilan keputusan sebagai dasar pelaksanaan tindakan.

Dari pasal di atas, kita dapat melihat bahwa dalam menjalankan prakteknya tenaga

kesehatan mendapatkan pelimpahan tindakan medis dari tenaga medis (dokter) dan tetap di

bawah pengawasan dokter itu sendiri. Tenaga kesehatan yang diberi pelimpahan pun harus

mempunyai kompetensi yang memadai mengenai tindakan yang akan dilakukan.

Page 6: Kasus Obat Anestesi Bermasalah

Berdasarkan Pasal 361 KUHP, tindakan malpraktik juga dapat berimplikasi pada

gugatan perdata oleh seseorang (pasien) terhadap dokter yang dengan sengaja (dolus) telah

menimbulkan kerugian kepada pihak korban, sehingga mewajibkan pihak yang menimbulkan

kerugian (dokter) untuk mengganti kerugian yang dialami kepada korban, sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 1365 Kitab-Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), “Tiap perbuatan

melanggar hukum, yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang

karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Sedangkan

kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian (culpa) diatur oleh Pasal 1366 yang berbunyi:

“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya,

tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.” Undang-

undang tenaga kesehatan pasal 78 mengenai penyelesaian perselisihan; “Dalam hal Tenaga

Kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya yang menyebabkan

kerugian kepada penerima pelayanan kesehatan, perselisihan yang timbul akibat kelalaian

tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan

sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.”

Apabila mengakibatkan kematian, maka menurut Pasal 84 UU tenaga kesehatan; (1)

Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan Penerima

Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.

(2) Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian, setiap

Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Jadi disini dapat ditarik kesimpulan bahwa malpraktik erat hubungannya dengan

pelanggaran terhadap standard profesi medik, pelanggaran prosedur tindakan medik, dan bagi

pelanggarnya tentu dapat digugat, dituntut pidana dan diberi sanksi administratif berupa

pencabutan ijin praktik.

Kepastian hukum

Azas kepastian hukum merupakan hak setiap warga negara untuk diperlakukan sama di

depan hukum (equality before the law) dengan azas praduga tak bersalah (presumptions of

innocence) sehingga jaminan kepastian hukum dapat terlaksana dengan baik dengan tanpa

memihak-mihak siapa pun. Hubungan kausalitas (sebab-akibat) yang dapat dikategorikan

seorang dokter telah melakukan malpraktik, apabila:

Page 7: Kasus Obat Anestesi Bermasalah

(1) Bahwa dalam melaksanakan kewajiban tersebut, dokter telah melanggar standar

pelayanan medik yang lazim dipakai.

(2) Pelanggaran terhadap standar pelayanan medik yang dilakukan merupakan pelanggaran

terhadap Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki).

(3) Melanggar UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

b. Ditinjau dari Sudut Pandang Etik (Kode Etik Kedokteran Indonesia /KODEKI)

Bagi praktisi professional termasuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya, etika berarti

kewajiban dan tanggung jawab memenuhi harapan profesi dan masyarakat, serta bertindak

dengan cara-cara yang professional, etika adalah salah satu kaidah yang menjaga terjadinya

interaksi antara pemberi dan penerima jasa profesi secara wajar, jujur, adil, professional dan

terhormat.

Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; “seorang dokter harus senantiasa berupaya

melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi tertinggi”. Jelasnya bahwa seeorang

dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya sebagai seorang proesional harus sesuai

dengan ilmu kedokteran mutakhir, hukum dan agama. KODEKI pasal 7d juga menjelaskan

bahwa “setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani”.

Artinya dalam setiap tindakannya, dokter harus betujuan untuk memelihara kesehatan dan

kebahagiaan manusia.

Peran pengawasan terhadap pelanggaran KODEKI sangatlah perlu ditingkatkan untuk

menghindari terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang mungkin sering terjadi yang dilakukan

oleh setiap kalangan profesi-profesi lainnya seperti halnya advokat, pengacara, notaris, atau

akuntan, dll. Pengawasan biasanya dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk

memeriksa dan memutus sanksi terhadap kasus tersebut seperti Majelis Kode Etik, dalam hal

ini Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK). Mengenai MKEK itu sendiri, menurut Pasal 1

Angka 3, Pedoman MKEK:

 

”Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) ialah salah satu badan otonom

Ikatan Dokter Indonesa (IDI) yang dibentuk secara khusus di tingkat

Pusat, Wilayah dan Cabang untuk menjalankan tugas kemahkamahan profesi,

Page 8: Kasus Obat Anestesi Bermasalah

pembinaan etika profesi dan atau tugas kelembagaan dan ad hoc lainnya dalam

tingkatannya masing-masing.”

MKEK itu memiliki tugas untuk membimbing, mengawas, dan menilai pelaksanaan etik

kedokteran apakah sudah sejalan dengan cita-cita luhur profesi kedokteran. Jika ternyata

terbukti melanggar kode etik maka dokter yang bersangkutan akan dikenakan sanksi

sebagaimana yang diatur dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia. Karena itu seperti kasus

yang ditampilkan maka juga harus dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur dalam kode

etik. Namun, jika kesalahan tersebut ternyata tidak sekedar pelanggaran kode etik tetapi juga

dapat dikategorikan malpraktik, maka MKEK tidak diberikan kewenangan oleh undang-

undang untuk memeriksa dan memutus kasus tersebut.

Lembaga yang berwenang memeriksa dan memutus kasus pelanggaran hukum

hanyalah lembaga yudikatif, dalam hal ini lembaga peradilan. Jika ternyata terbukti

melanggar hukum maka dokter yang bersangkutan dapat dimintakan

pertanggungjawabannya, baik secara pidana maupun perdata.

Sudah saatnya pihak berwenang mengambil sikap proaktif dalam menyikapi fenomena

maraknya gugatan malpraktik. Dengan demikian kepastian hukum dan keadilan dapat tercipta

bagi masyarakat umum dan komunitas profesi. Dengan adanya kepastian hukum dan keadilan

pada penyelesaian kasus malpraktik ini maka diharapkan agar para dokter tidak lagi

menghindar dari tanggung jawab hukum profesinya.

c. Undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran

Praktek kedokteran seluruhnya diatur dalam undang-undang ini. Untuk menegakkan

disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran, dibentuk Majelis

Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) (Pasal 55 ayat (1) UU Praktik

Kedokteran).

Dalam pasal 64 UU Praktik Kedokteran, MKDKI bertugas:

a.    menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin

dokter dan dokter gigi yang diajukan; dan

b.    menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter

atau dokter gigi.

 

Page 9: Kasus Obat Anestesi Bermasalah

Nantinya, MKDKI memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan yang

berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi (Pasal 67 UU Praktik Kedokteran).

Adapun keputusan MKDKI itu sifatnya mengikat dokter, dokter gigi, dan KKI yang isinya

dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin. Sanksi disiplin itu

dapat berupa (Pasal 69 UU Praktik Kedokteran):

a.    pemberian peringatan tertulis;

b.    rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau

c.    kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau

kedokteran gigi.

d. Ditinjau dari Sudut Pandang Agama

• Menurut pandangan Islam

Dikatakan bahwa jatah hidup itu merupakan ketentuan yang menjadi hak prerogatif

Tuhan, biasanya disebut juga haqqullâh (hak Tuhan), bukan hak manusia (haqqul âdam).

Artinya, meskipun secara lahiriah atau tampak jelas bahwa saya menguasai diri saya sendiri,

tapi saya sebenarnya bukan pemilik penuh atas diri saya sendiri. Untuk itu, saya harus juga

tunduk pada aturan-aturan tertentu yang kita imani sebagai aturan Tuhan. Atau, meskipun

saya memiliki diri saya sendiri, tetapi saya tetap tidak boleh membunuh diri saya. Dari sini

dapat kita katakan bahwa sebagai individu saja kita tidak berhak atas diri atau kehidupan

yang kita miliki, apalagi kehidupan orang lain. Karena itu maka setiap tindakan yang ada

akhirnya menghilangkan hidup atau nyawa seseorang bisa dianggap sebagai satu tindakan

yang melanggar hak prerogatif Tuhan. Dengan demikian segala macam tindakan malpraktek

adalah suatu pelanggaran.

• Menurut pandangan Katolik

Secara garis besar yang menjadi titik tolak pandangan katolik tentang malpraktek

adalah mengenai hak hidup seseorang. Yang menjadi pertanyaan utama disini adalah sejak

kapan satu individu atau bakal individu sudah bisa disebut sebagai individu atau pribadi yang

sudah memiliki hak untuk hidup?

Yang menjadi persoalan sekarang adalah apakah setelah si janin terbentuk dia harus

dianggap sebagai pribadi (a person) atau sebagai manusia (a human person). Satu hal yang

perlu diketengahkan adalah apakah si janin telah memiliki roh atau jiwa (soul) atau tidak?

Page 10: Kasus Obat Anestesi Bermasalah

Agama katolik berpendapat ya, si janin sejak fertilisasi sudah memiliki jiwa. Pada

waktu dilahirkan janin telah menjadi seorang manusia yang telah berhak akan kewajiban

moral terhadapnya. Dari uraian singkat diatas kita dapat katakan bahwa, sejak si janin sudah

terbentuk, kita sebenarnya sudah tidak punya hak untuk memusnahkannya dan harus

membiarkan atau memeliharanya sampai ia tumbuh besar. Terkait dengan kasus yang kami

ambil dimana karena suatu kalalaian mengakibatkan satu nyawa menghilang, dapat kita

katakan sebagai suatu perampasan hak untuk hidup karena sejak ia masih sebagai janin saja

kita sudah tidak punya hak untuk membunuhnya apalagi ia sudah tumbuh besar. Karena itu

maka setiap kelalaiaan yang mengakibatkan menghilangnya nyawa seseorang harus bisa

ditindaklanjuti baik secara agama ataupun hukum.

e. Berdasarkan UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Karena kasus ini terjadi di rumah sakit, menurut pasal 13:

Tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di Rumah Sakit wajib memiliki

Surat Izin Praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di Rumah Sakit wajib memiliki izin sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan

standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang

berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien.

Ketentuan mengenai tenaga medis dan tenaga kesehatan sebagaimana `dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. 

Sedangkan mengenai Pasal 32 mengenai hak pasien, setiap pasien mempunyai hak:

memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;

memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar

prosedur operasional;

memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan

materi;

mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;

memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di

Rumah Sakit;

Page 11: Kasus Obat Anestesi Bermasalah

meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai

Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;

mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan

medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap

tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;

memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga

kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;

menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan

pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana;

Pasal 37

Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan di Rumah Sakit harus mendapat persetujuan

pasien atau keluarganya.

Ketentuan mengenai persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 46

Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan

atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.

Menurut pasal 46, jelaslah bahwa rumah sakit pun harus ikut bertanggung jawab atas kasus yang

terjadi di atas.

f. UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999

Pasal 4

Konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa. Konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau

tidak sebagaimana mestinya.

Pasal 7

Pelaku usaha wajib memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan

pemeliharaan“

Pasal 62

Page 12: Kasus Obat Anestesi Bermasalah

Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian

diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku

Pada pasal 7 yaitu pelaku usaha wajib memberikan informasi yang benar, jelas dan

jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan,

Apabila kesalahan pada kasus di atas terjadi dari pihak PT Kalbe selaku penyedia obat

anestesi Buvanest kepada pasien selaku konsumen, maka menurut pasal 62, PT Kalbe bisa

mendapatkan sanksi, baik sanksi perdata maupun pidana apabila terbukti melakukan kesalah

yang menyebabkan obat anestesi tertukar.

3. Solusi

Dengan melihat faktor-faktor penyebab dan juga segala macam aspek hukum serta

aspek kode etik atas kasus yang kami ambil dalam hal ini kesalahan pemberian obat anestesi,

maka pencegahan terjadinya malpraktek harus dilakukan dengan melakukan perbaikan

sistem, mulai dari pendidikan hingga ke tatalaksana praktek kedokteran dan masing-masing

pertugas kesehatan. Standar pelayanan harus diterbitkan untuk mengatur hal-hal pokok dalam

praktek, sedangkan ketentuan rinci agar diatur dalam pedoman-pedoman. Keseluruhannya

akan memberikan rambu-rambu bagi praktek kedokteran, dan tenaga kesehatan.

Ketentuan yang mendukung good clinical governance harus dibuat dan ditegakkan.

Dalam hal ini peran rumah sakit sangat diperlukan. Rumah sakit harus mampu mencegah

praktek kedokteran tanpa kewenangan atau di luar kewenangan, mampu “memaksa” para

profesional bekerja sesuai dengan standar profesinya, serta mampu memberikan “suasana”

dan budaya yang kondusif bagi suburnya praktek kedokteran yang berdasarkan bukti hukum

dan kode etik yang berlaku.

Page 13: Kasus Obat Anestesi Bermasalah

BAB III

PENUTUP

1.Kesimpulan

Malpraktek dalam bidang kesehatan adalah suatu tindakan kelalaian yang dilakukan

oleh dokter atau petugas pelayanan kesehatan yang bertugas melakukan segala macam

tindakan kesehatan. Dimana dalam kasus ini kedua pasien yang pada awalnya ingin operasi

akhirnya harus menghembuskan nafasnya untuk terakhir kalinya hanya karena kesalahan

pemberian obat anestesi sebelum operasi.

Kelalaian fatal ini bisa dikatakan terjadi karena kurangnya ketelitian dari dokter

ataupun petugas kesehatan lainnya dalam pemberian obat anestesi terhadap pasien. Kelalaian

ini juga bisa disebabkan karena manejemen rumah sakit yang kurang tertata baik, pendidikan

yang dimiliki petugas yang mungkin masih minim serta banyak lagi faktor yang lainnya.

Karena tindakan tersebut tidak hanya melangar hukum, kode etik kedokteran dan juga standar

berperilaku dalam suatu agama tetapi bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang maka

perlu ada jalan keluarnya yakni dengan cara; menginvestigasi permasalahan secara mendalam

dan mencari tahu siapa yang melakukan kelalaian. Di samping itu juga pembenahan majemen

rumah sakit, meningkatkan ketelitian dalam menjalankan profesi kedokteran serta

memperdalam segala macam pengetahuan tentang berbagai macam tindakan pelayanan

kesehatan bagi tenaga kesehatan sangat diperlukan agar kejadian ini tak terulang lagi.

2. Saran

Bagi semua oranng yang bertugas sebagai pelayan kesehatan dan juga bagi penulis

serta siapa saja yang nantinya akan menjadi seorang pelayan yang bergerak di bidang

kesehatan, hendaknya bisa menggunakan waktu yang masih ada semaksimal mungkin untuk

mempelajari semua hal yang berkaitan dangan tugas kita nantinya, tentang aspek hukum,

administratif, dan lain sebagainya, sehingga kelalaian itu bisa diminimalisir atau dihilangkan

dalam berpraktek kedokteran nantinya.