kasus malpraktek dalam bidang orthopedy
TRANSCRIPT
Nama : Yosefa Marlinda
NIM : 10110161
PRODI : IKP REG.1B
Kasus Malpraktek dalam bidang Orthopedy
Gas Medik yang Tertukar
Seorang pasien menjalani suatu pembedahan di sebuah kamar operasi. Sebagaimana
layaknya, sebelum pembedahan dilakukan anastesi terlebi dahulu. Pembiusan dilakukan
oleh dokter anastesi, sedangkan operasi dipimpin oleh dokter ahli bedah tulang
(orthopedy).
Operasi berjalan lancar. Namun, tiba-tiba sang pasien mengalami kesulitan
bernafas. Bahkan setelah operasi selesai dilakukan, pasien tetap mengalami gangguan
pernapasan hingga tak sadarkan diri. Akibatnya, ia harus dirawat terus menerus di
perawatan intensif dengan bantuan mesin pernapasan (ventilator). Tentu kejadian ini
sangat mengherankan. Pasalnya, sebelum dilakukan operasi, pasien dalam keadaan baik,
kecuali masalah tulangnnya.
Usut punya usut, ternyata kedapatan bahwa ada kekeliruan dalam pemasangan gas
anastesi (N2O) yang dipasng pada mesin anastesi. Harusnya gas N2O, ternyata yang
diberikan gas CO2. Padahal gas CO2 dipakai untuk operasi katarak. Pemberia CO2 pada
pasien tentu mengakibatkan tertekannya pusat-pusat pernapasan sehingga proses
oksigenasi menjadi sangat terganggu, pasien jadi tidak sadar dan akhirnya meninggal. Ini
sebuah fakta penyimpangan sederhana namun berakibat fatal.
Dengan kata lain ada sebuah kegagalan dalam proses penetapan gas anastesi. Dan
ternyata, di rumah sakit tersebut tidak ada standar-standar pengamanan pemakaian gas
yang dipasang di mesin anastesi. Padahal seeharusnya ada standar, siapa yang harus
memasang, bagaimana caranya, bagaimana monitoringnnya, dan lain sebagainya.
Idealnya dan sudah menjadi keharusan bahwa perlu ada sebuah standar yang tertulis
(misalnya warna tabung gas yang berbeda), jelas, dengan formulir yang memuat berbagai
prosedur tiap kali harus ditandai dan ditandatangani. Seandainya prosedur ini ada, tentu
tidak akan ada, atau kecil kemungkinan terjadi kekeliruan. Dan kalaupun terjadi akan
cepat diketahui siapa yang bertanggungjawab.
Tinjauan Kasus
Ditinjau dari Sudut Pandang Hukum
Sangsi hukum
Jika perbuatan malpraktik yang dilakukan dokter terbukti dilakukan dengan unsur
kesengajaan (dolus) dan ataupun kelalaian (culpa)seperti dalam kasus malpraktek dalam
bidang orthopedy yang kami ambil, maka adalah hal yang sangat pantas jika dokter yang
bersangkutan dikenakan sanksi pidana karena dengan unsur kesengajaan ataupun
kelalaian telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu menghilangkan nyawa
seseorang. Perbuatan tersebut telah nyata-nyata mencoreng kehormatan dokter sebagai
suatu profesi yang mulia.
Pekerjaan profesi bagi setiap kalangan terutama dokter tampaknya harus sangat
berhati-hati untuk mengambil tindakan dan keputusan dalam menjalankan tugas-tugasnya
karena sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Tuduhan malpraktik bukan hanya
ditujukan terhadap tindakan kesengajaan (dolus) saja.Tetapi juga akibat kelalaian (culpa)
dalam menggunakan keahlian, sehingga mengakibatkan kerugian, mencelakakan, atau
bahkan hilangnya nyawa orang lain. Selanjutnya, jika kelalaian dokter tersebut terbukti
merupakan tindakan medik yang tidak memenuhi SOP yang lazim dipakai, melanggar
Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, maka dokter tersebut dapat
terjerat tuduhan malpraktik dengan sanksi pidana.
Dalam Kitab-Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kelalaian yang
mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain. Pasal 359, misalnya
menyebutkan, “Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu
tahun”. Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa
seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 360
Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), (1) ‘Barang siapa karena kealpaannya
menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun’.
(2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa
sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian
selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
Pemberatan sanksi pidana juga dapat diberikan terhadap dokter yang terbukti
melakukan malpraktik, sebagaimana Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), “Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan
suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah
dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan
hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.” Namun, apabila kelalaian
dokter tersebut terbukti merupakan malpraktik yang mengakibatkan terancamnya
keselamatan jiwa dan atau hilangnya nyawa orang lain maka pencabutan hak
menjalankan pencaharian (pencabutan izin praktik) dapat dilakukan.
Berdasarkan Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tindakan
malpraktik juga dapat berimplikasi pada gugatan perdata oleh seseorang (pasien)
terhadap dokter yang dengan sengaja (dolus) telah menimbulkan kerugian kepada pihak
korban, sehingga mewajibkan pihak yang menimbulkan kerugian (dokter) untuk
mengganti kerugian yang dialami kepada korban, sebagaimana yang diatur dalam Pasal
1365 Kitab-Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), “Tiap perbuatan melanggar
hukum, yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena
salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Sedangkan kerugian
yang diakibatkan oleh kelalaian (culpa) diatur oleh Pasal 1366 yang berbunyi: “Setiap
orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi
juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.”
Kepastian hukum
Melihat berbagai sanksi pidana dan tuntutan perdata yang tersebut di atas dapat
dipastikan bahwa bukan hanya pasien yang akan dibayangi ketakutan. Tetapi, juga para
dokter akan dibayangi kecemasan diseret ke pengadilan karena telah melakukan
malpraktik dan bahkan juga tidak tertutup kemungkinan hilangnya profesi pencaharian
akibat dicabutnya izin praktik. Dalam situasi seperti ini azas kepastian hukum sangatlah
penting untuk dikedepankan dalam kasus malpraktik demi terciptanya supremasi hukum.
Apalagi, azas kepastian hukum merupakan hak setiap warga negara untuk
diperlakukan sama di depan hukum (equality before the law) dengan azas praduga tak
bersalah (presumptions of innocence) sehingga jaminan kepastian hukum dapat
terlaksana dengan baik dengan tanpa memihak-mihak siapa pun. Hubungan kausalitas
(sebab-akibat) yang dapat dikategorikan seorang dokter telah melakukan malpraktik,
apabila (1) Bahwa dalam melaksanakan kewajiban tersebut, dokter telah melanggar
standar pelayanan medik yang lazim dipakai. (2) Pelanggaran terhadap standar pelayanan
medik yang dilakukan merupakan pelanggaran terhadap Kode Etik Kedokteran Indonesia
(Kodeki). (3) Melanggar UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Ditinjau dari Sudut Pandang Etika (Kode Etik Kedokteran Indonesia /KODEKI)
Etika punya ari yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang pengguna yang
berbeda dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang
moralitas. Moralitas adalah hal-hal yang menyangkut moral, dan moral adalah sitem
tentang motifasi, perilaku dan perbuatan manusia yang dianggap baik atau buruk. Franz
Magnis Suseno menyebut etika sebagai ilmu yang mencari orientasi bagi usaha manusia
untuk menjawab pertanyaan yang amat fundamental: bagaimana saya harus hidup dan
bertindak?. Bagi seorang sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang
dari lingkungan budaya tertentu. Bagi praktisi professional termasuk dokter dan tenaga
kesehatan lainnya, etika berarti kewajiban dan tanggungjawab memenuhi harapan profesi
dan masyarakat, serta bertindak dengan cara-cara yang professional, etika adalah salah
satu kaidah yang menjaga terjadinya interaksi antara pemberi dan penerima jasa profesi
secara wajar, jujur, adil, professional dan terhormat.
Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; “ seorang dokter harus senantiasa
berupaya melaksanakan profesinya sesuai denga standar profesi tertinggi”. Jelasnya
bahwa seeorang dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya seebagai seorang
proesional harus sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir, hokum dan agama. KODEKI
pasal 7d juga menjelaskan bahwa “setiap dokter hrus senantiasa mengingat akan
kewajiban melindungi hidup insani”. Arinya dalam setiap tindakan dokter harus betujuan
untuk memelihara kesehatan dan kebahagiaan manusia.
Peran pengawasan terhadap pelanggaran kode etik (KODEKI) sangatlah perlu
ditingkatkan untuk menghindari terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang mungkin
sering terjadi yang dilakukan oleh setiap kalangan profesi-profesi lainnya seperti halnya
advokat/pengacara, notaris, akuntan, dll. Pengawasan biasanya dilakukan oleh lembaga
yang berwenang untuk memeriksa dan memutus sanksi terhadap kasus tersebut seperti
Majelis Kode Etik. Dalam hal ini Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK). Jika ternyata
terbukti melanggar kode etik maka dokter yang bersangkutan akan dikenakan sanksi
sebagaimana yang diatur dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia. Karena itu seperti
kasus yang ditampilkan maka juga harus dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur
dalam kode etik.
Namun, jika kesalahan tersebut ternyata tidak sekedar pelanggaran kode etik tetapi
juga dapat dikategorikan malpraktik maka MKEK tidak diberikan kewenangan oleh
undang-undang untuk memeriksa dan memutus kasus tersebut. Lembaga yang berwenang
memeriksa dan memutus kasus pelanggaran hukum hanyalah lembaga yudikatif. Dalam
hal ini lembaga peradilan. Jika ternyata terbukti melanggar hukum maka dokter yang
bersangkutan dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Baik secara pidana maupun
perdata. Sudah saatnya pihak berwenang mengambil sikap proaktif dalam menyikapi
fenomena maraknya gugatan malpraktik. Dengan demikian kepastian hukum dan
keadilan dapat tercipta bagi masyarakat umum dan komunitas profesi. Dengan adanya
kepastian hukum dan keadilan pada penyelesaian kasus malpraktik ini maka diharapkan
agar para dokter tidak lagi menghindar dari tanggung jawab hokum profesinya.
Ditinjau dari Sudut Pandang Agama
Adapun agama–agama memandang malpraktek, khususnya yang menyebabkan
kematian atau bisa pasien kehilangan nyawanya. Diantaranya dapat dilihat bagaimana
secara garis besar agama Islam dan Khatolik memandang malpraktek.
Menurut pandangan Islam
Dikatakan bahwa jatah hidup itu merupakan ketentuan yang menjadi hak
prerogatif Tuhan, biasanya disebut juga haqqullâh (hak Tuhan), bukan hak manusia
(haqqul âdam). Artinya, meskipun secara lahiriah atau tampak jelas bahwa saya
menguasai diri saya sendiri, tapi saya sebenarnya bukan pemilik penuh atas diri saya
sendiri. Untuk itu, saya harus juga tunduk pada aturan-aturan tertentu yang kita imani
sebagai aturan Tuhan. Atau, meskipun saya memiliki diri saya sendiri, tetapi saya tetap
tidak boleh membunuh diri. Dari sini dapat kita katakana bahwa, sebagai individu saja
kita tidak berhak atas diri atau kehidupan yang kita miliki, apalagi kehidupan orang lain.
Karena itu maka setiap tindakan yang oada akhirnya menghilangkan hidup atau nyawa
seseorang bisa dianggap sebagai satu tindakan yang melanggar hak prerogatif Tuhan.
Dengan demikian segala macam tindakan malpraktek adalah suatu pelanggaran.
Menurut pandangan Katolik
Secara garis besar yang menjadi titik tolak pandangan katolik tentang malpraktek
adalah mengenai hak hidup seseorang. Yang menjadi pertanyaan utama disini adalah
sejak kapan satu individu atau bakal individu sudah bisa disebut sebagai individu atau
pribadi yang sudah memiliki hak untuk hidup?.
Yang menjadi persoalan sekarang adalah apakah setelah si janin terbentuk dia
harus dianggap sebagai pribadi (a person) atau sebagai manusia (a human person). Satu
hal yang perlu diketengahkan adalah apakah si janin telah memiliki roh atau jiwa
(soul)atau tidak? Agama katolik berpendapat ya, si janin sejak fertilisasi sudah memiliki
jiwa. Pada waktu dilahirkan janin telah menjadi seorang manusia yang telah berhak akan
kewajiban moral terhadapnya.
Dari uraian singkat diatas kita dapat katakana bahwa, sejak si janin sudah
terbentuk, kita sebenarnya sudah tidak punya hak untuk memusnahkannya dan harus
membiarkan atau memeliharanya sampai ia tumbuh besar. Terkait dengan kasus yang
kami ambil dimana karena suatu kalalaian menakibatkan satu nyawa menghilang, dapat
kita katakana sebagai suatu perampasan hak untuk hidup karena sejak ia masih sebagai
janin saja kita sudah tidak punya hak untuk membunuhnya apalagi ia sudah tumbuh
besar. Karena itu maka setiap kelalaiaan yang mengakibatkan menghilangnya nyawa
seseorang harus bisa ditindaklanjuti baik secara agama ataupun hukum.
Solusi
Dengan melihat faktor-faktor penyebab dan juga segala macam sanksi hokum
serta segala macam pelanggaran kode etik atas kasus yang kami ambil dalam hal ini
keselahan pemberian atau pemasangan gas setalah oparasi paembedahan tulang di atas
maka pencegahan terjadinya malpraktek harus dilakukan dengan melakukan perbaikan
sistem, mulai dari pendidikan hingga ke tata-laksana praktek kedokteran. Pendidikan etik
kedokteran dianjurkan dimulai lebih dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran,
dengan memberikan lebih ke arah tools dalam membuat keputusan etik, memberikan
banyak latihan, dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik
tertentu (clinical ethics), sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian
pertimbangan dari pembuatan keputusan medis sehari-hari dan juga perlu terus ada
pelatihan dan pengenalan akan segala macam alat ataupun obat yang harus dipakai dalam
pelaksanaan profesi kedokteran ataupun semua tenaga pelayanan kesehatan agar
kesalahan dalam diagnosis atau kesalahan dalam pemberian obat dapat diminimalisir .
Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum tentu dapat mengubah perilaku etis
seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para seniornya bertolak belakang
dengan situasi ideal dalam pendidikan.
Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan
memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter.
Diyakini bahwa hal ini adalah bagian tersulit dari upaya sistemik pencegahan malpraktek,
oleh karena diperlukan kemauan politis yang besar dan serempak dari masyarakat profesi
kedokteran untuk mau bergerak ke arah tersebut. Perubahan besar harus dilakukan.
Undang-undang Praktik Kedokteran diharapkan menjadi wahana yang dapat
membawa kita ke arah tersebut, sepanjang penerapannya dilakukan dengan benar.
Standar pendidikan ditetapkan guna mencapai standar kompetensi, kemudian dilakukan
registrasi secara nasional dan pemberian lisensi bagi mereka yang akan berpraktek.
Konsil harus berani dan tegas dalam melaksanakan peraturan, sehingga akuntabilitas
progesi kedokteran benar-benar dapat ditegakkan. Standar perilaku harus ditetapkan
sebagai suatu aturan yang lebih konkrit dan dapat ditegakkan daripada sekedar kode etik.
Demikian pula standar pelayanan harus diterbitkan untuk mengatur hal-hal pokok dalam
praktek, sedangkan ketentuan rinci agar diatur dalam pedoman-pedoman.
Keseluruhannya akan memberikan rambu-rambu bagi praktek kedokteran, menjadi aturan
disiplin profesi kedokteran, yang harus diterapkan, dipantau dan ditegakkan oleh Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Profesional yang “kotor”
dibersihkan dan mereka yang “busuk” dibuang dari masyarakat profesi.
Ketentuan yang mendukung good clinical governance harus dibuat dan
ditegakkan. Dalam hal ini peran rmah sakit sangat diperlukan. Rumah sakit harus mampu
mencegah praktek kedokteran tanpa kewenangan atau di luar kewenangan, mampu
“memaksa” para profesional bekerja sesuai dengan standar profesinya, serta mampu
memberikan “suasana” dan budaya yang kondusif bagi suburnya praktek kedokteran
yang berdasarkan bukti hokum dank ode etik yang berlaku.
Kesimpulan
Malprktek dalam bidang orthopedy adalah suatu tinndakan kelalaian yang
dilakukan oleh dokter atau petugas pelayanan kesehatan yang bertugas melakukan segala
macam tindakan pembedahan khususnya pembedahan pada tulang. Dimana dalam kasus
ini si pasien yang pada awalnya hanya mengalami masalah pada tulangnya pada akhirnya
harus menghembuskan nafasnya untuk terakhir kalinya hanya karena kesalahan
pemberian gas setelah operasi. Kelalaian fatal ini bisa dikatakan terjadi karena kurangnya
ketelitian dari dokter ataupun petugas kesehatan lainnya dalam pemberian pelayanan
kesehatan terhadap pasien. Kelalaian ini juga bisa disebabkan karena manejemen rumah
sakit yang kurang tertata baik, pendidikan yang dimiliki petugas yang mungkin masih
minim serta banyak lagi faktor yang lainnya. Karena tindakan tersebut tidak hanya
melangar hukum, kode etik kedokteran dan juga standar berperilaku dalam suatu agama
tetapi bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang maka perlu ada jalan keluarnya
yakni dengan cara; pembenahan majemen rumah sakit, meningkatkan ketelitian dalam
menjalankan profesi kedokteran serta memperdalam segala macam pengetahuan tentang
berbagai macam tindakan pelayanan kesehatan.
Saran
Bagi semua oranng yang bertugas sebagai pelayan kesehatan dan juga bagi penulis
serta siapa saja yang nantinya akan menjadi seorang pelayan yang bergerak di bidang
kesehatan, hendaknya bisa menggunakan waktu yang masih ada semaksimal mungkin
untuk mempelajari semua hal yang berkaitan dangan tugas kita nantinya, agar segala
macam dindakan pelanggaran ataupun kelalaian dapat diminimalisir atau kalau bisa
dihilangkan.
Langkah-langkah dalam diskusi
1. Mencari kata-kata sulit atau yang tidak dapat di mengerti dalam diskusi Anastesi Intensif Katarak Dolus Culpa P3EK
Pertanyaan–pertanyaan penting dalam diskusi………….. Apa yang dimaksud dengan Orthopedy dan termasuk dalam
pembedahan secara umum atau local? Apa resiko yang terjadi bagi seorang dokter bila lalai dalam
melakukan tindakan medis? Apa yang dilakukan keluarga pasien atau tuntutan dari keluarga
pasien terhadap kelalaian dokter dalam melakukan operasi? Apa Dampak dari tindakan Malpraktek? Apakah tindakan yang dilakukan dokter khususnya dalam kasus
diatas dikatakan melanggar suatu tindakan hokum?dan termasuk dalam hokum pidana atau perdata?
Upaya-upaya apa yang harus dilakukan untuk mencegah tindakan malpraktek?
Menjawab problem-problem diatas1. Kata-kata sulit
Anastesi : Hilangnya unsur perasaan atau mati rasaIntensif : Melakukan pelayanan yang lebih mendalam atau sungguh-sungguhKatarak : sejenis kerusakan pada mata yang menyebabkan lensa mata berselaput dan rabunDolus : KesengajaanCulpa : KelalaianP3EK : Prosedur Penanganan Etika Kedokteran
2. Menjawab pertanyaan
Resikonya adalh mempertanggungjawabkan didepan hukum dan tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau pihak RS sarana kesehatanTuntutan dari pihak keluarga yaitu dokter yang melakukan kelalaian tersebut harus mempertanggungjawabkannya didepan hukumDampak dari malpraktek:Dampak negatifnya:-Bisa membahayakan nyawa seseorang -Apabila dari keluarga pasien tidak menerima kenyataan maka pihak rumah sakit akan di tuntut.
Dampak positifnya:
-Untuk melancarkan berjalannya operasi
-Untuk membantu kesembuhan seseorang
Termasuk tindakan perdata yang berkaitan dengan ganti rugi yang di atur dalam pasal 55 UU kesehatan, maka beban pembuktian dapat di bebankan pada dokter.Upaya-Upaya yang dilakukan:- Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan
upaya-upaya yang dilakukan karena perjanjian berbentuk daya upaya bukan perjanjian akan berhasil
- Mencatat semua tindakan yang dilakukan dlam rekam medis- Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau
dokter- Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan
memperhatikan segala kebutuhannya- Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien,keluarga dan
masyarakat sekitarnya
TujuanMahasiswa mampu memahami tentang malpraktek dan dapat mencegah terjadinya malpraktek dalam bidang pelayanan kesehatan.
“KODE ETIK KEPERAWATAN NASIONAL DAN DUNIA”
Definisi
Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar dan salah, baik dan buruk dalam hubungan dengan orang lain.
Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik serta ditekankan pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang.
Secara umum, terminologi etik dan moral adalah sama. Etik memiliki terminologi yang berbeda dengan moral bila istilah etik mengarahkan terminologinya untuk penyelidikan
filosofis atau kajian tentang masalah atau dilema tertentu. Moral mendeskripsikan perilaku aktual, kebiasaan dan kepercayaan sekelompok orang atau kelompok tertentu.
Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara hidup, sehingga etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang mempengaruhi perilaku profesional. Cara hidup moral perawat telah dideskripsikan sebagai etik perawatan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang digunakan untuk merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain.
TIPE-TIPE ETIK
a. Bioetik
Bioetik merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi dalam etik, menyangkut masalah biologi dan pengobatan. Lebih lanjut, bioetik difokuskan pada pertanyaan etik yang muncul tentang hubungan antara ilmu kehidupan, bioteknologi, pengobatan, politik, hukum, dan theology.
Pada lingkup yang lebih sempit, bioetik merupakan evaluasi etik pada moralitas treatment atau inovasi teknologi, dan waktu pelaksanaan pengobatan pada manusia. Pada lingkup yang lebih luas, bioetik mengevaluasi pada semua tindakan moral yang mungkin membantu atau bahkan membahayakan kemampuan organisme terhadap perasaan takut dan nyeri, yang meliputi semua tindakan yang berhubungan dengan pengobatan dan biologi. Isu dalam bioetik antara lain : peningkatan mutu genetik, etika lingkungan, pemberian pelayanan kesehatan
Dapat disimpulkan bahwa bioetik lebih berfokus pada dilema yang menyangkut perawatan kesehatan modern, aplikasi teori etik dan prinsip etik terhadap masalah-masalah pelayanan kesehatan
b. Clinical ethics/Etik klinik
Etik klinik merupakan bagian dari bioetik yang lebih memperhatikan pada masalah etik selama pemberian pelayanan pada klien.
Contoh clinical ethics : adanya persetujuan atau penolakan, dan bagaimana seseorang sebaiknya merespon permintaan medis yang kurang bermanfaat (sia-sia).
c. Nursing ethics/Etik Perawatan
Bagian dari bioetik, yang merupakan studi formal tentang isu etik dan dikembangkan dalam tindakan keperawatan serta dianalisis untuk mendapatkan keputusan etik.
TEORI ETIK
a. Utilitarian
Kebenaran atau kesalahan dari tindakan tergantung dari konsekwensi atau akibat tindakan Contoh : Mempertahankan kehamilan yang beresiko tinggi dapat menyebabkan hal yang tidak menyenangkan, nyeri atau penderitaan pada semua hal yang terlibat, tetapi pada dasarnya hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayinya.
b. Deontologi
Pendekatan deontologi berarti juga aturan atau prinsip. Prinsip-prinsip tersebut antara lain autonomy, informed consent, alokasi sumber-sumber, dan euthanasia.
PRINSIP-PRINSIP ETIK
a. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
b. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
c. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
d. Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
e. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
f. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
g. Karahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari.
h. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
KODE ETIK KEPERAWATAN INDONESIA
Kode etik adalah pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai pedoman perilaku dan menjadi kerangka kerja untuk membuat keputusan.
Aturan yang berlaku untuk seorang perawat Indonesia dalam melaksanakan tugas/fungsi perawat adalah kode etik perawat nasional Indonesia, dimana seorang perawat selalu berpegang teguh terhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan. Kode etik keperawtan Indonesia :
a. Perawat dan Klien
1) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan martabat manusia, keunikan klien dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik dan agama yang dianut serta kedudukan sosial.
2) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama klien.
3) Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan.
4) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang dikehendaki sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
b. Perawat dan praktek
1) Perawat memlihara dan meningkatkan kompetensi dibidang keperawatan melalui belajar terus-menerus
2) Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran profesional yang menerapkan pengetahuan serta ketrampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.
3) Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat dan mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi seseorang bila melakukan konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain
4) Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan selalu menunjukkan perilaku profesional.
c. Perawat dan masyarakat
Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai dan mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan masyarakat.
d. Perawat dan teman sejawat
1) Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama perawat maupun dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara keseluruhan.
2) Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan ilegal.
e. Perawat dan Profesi
1) Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan
2) Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi keperawatan
3)Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan memelihara kondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi.
KODE ETIK KEPERAWATAN I
KODE ETIK KEPERAWATAN AMERICAN NURSES ASSOCIATION
1. Perawat memberikan pelayanan dengan penuh hormat bagi martabat kemanusiaan dan keunikan klien yang tidak dibatasi oleh pertimbangan status sosial atau ekonomi, atribut personal atau corak masalah kesehatan.
2. Perawat melindungi hak klien akan privasi dengan memegang teguh informasi yang bersifat rahasia
3. Perawat melindungi klien dan publik bila kesehatan dan keselamatannya terancam oleh praktek seseorang yang tidak berkompoten, tidak etis atau ilegal
4. Perawat memikul tanggung jawab atas pertimbangan dan tindakan perawatan yang dijalankan masing-masing individu
5. Perawat memelihara kompetensi keperawatan6. Perawat melaksanakan pertimbangan yang beralasan dan menggunakan
kompetensi dan kualifikasi individu sebagai kriteria dalam mengusahakan konsultasi, menerima tanggung jawab dan melimpahkan kegiatan keperawatan kepada orang lain.
7. Perawat turut serta beraktivitas dalam membantu pengembangan pengetahuan profesi
8. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melaksanakan dan meningfkatkan standar keperawatan
9. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk membentuk dan membina kondisi kerja yang mendukung pelayanan keperawatan yang berkualitas
10. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melindungi publik terhadap informasi dan gambaran yang salah serta mempertahankan integritas perawat
11. Perawat bekerja sama dengan anggota profesi kesehatan atau warga masyarakat lainnya dalam meningkatkan upaya-upaya masyarakat dan nasional untuk memenuhi kebutuhan kesehatan publik
(International Council of Nurse (ICN)
1. Tanggung Jawab Utama Perawat
Tanggung jawab utama perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, memelihara kesehatan dan mengurangi penderitaan. Untuk melaksanakan tanggung jawab utama tersebut, perawat harus meyakini bahwa :
a. kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan di berbagai tempat adalahsama.b. pelaksanaan praktik keperawatan dititik beratkan pada penghargaan terhadap kehidupan yang bermartabat dan menjunjung tinggi hak asasimanusia.c. dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dan /atau keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, perawat mengikutsertakan kelompok dan instansi terkait.
2. Perawat, individu, dan anggota kelompok masyarakat.
Tanggung jawab utama perawat adalah melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan masyuarakat. Oleh karena itu , dalam menjalankan tugas, perawat perlu meningkatkan keadaan lingkungan kesehatan dengan menghargai nilai-nilai yang ada di masyarakat, menghargai aadat kebiasaan serta kepercayaan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang menjadi pasien atau kliennya. Perawat dapat memegang teguh rahasia pribadi (privasi) dan hanya dapat memberikan keterangan bila diperlukaan oleh pihak yang berkepentingan atau pengadilan.
3.Perawat dan pelaksanaan praktik keperawatan
Perawat memegang peranan penting dalam menentukan dan melaksanakan standar praktik keperawatan untuk mencapai kemampuan yang sesuai dengan standar pendidikan keperawatan. Perawat dapat mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya secara aktif untuk menopang perannya dalam situasi tertentu. Perawat sebagai anggota profesi, setiap saat dapat mempertahankan sikap sesuai dengan standar profesi keperawatan.
4. Perawat dan lingkungan masyarakat
Perawat dapat memprakarsai pembaharuan, tanggap, mempunyai inisiatif, dan dapat berperan serta secara aktif dalam menentukan masalah kesehatan dan masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
5. Perawat dan sejawat
Perawat dapat menopang hubungan kerja sama dengan teman kerja, baik tenaga keperawatan maupun tenaga profesi lain di keperawatan. Perawat dapat melindungi dan menjamin seseorang, bila dalam masa perawatannya merasa terancam.
6. Perawat dan profesi keperawatan
Perawat memainkan peran yang besar dalam menentukan pelaksanaan standar praktik keperawatan dan pendidikan keperawatan . Perawat diharapkan ikut aktif dalam mengembangkan pengetahuan dalam menopang pelaksanaan perawatan secara profesional. Perawat sebagai anggota profesi berpartisipasi dalam memelihara kestabilan sosial dan ekonomi sesuai dengan kondisi pelaksanaan praktik keperawatan.