uud malpraktek
TRANSCRIPT
Bab I
Pendahuluan
Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan salah satu indicator positif
meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat. Sisi negatifnya adalah adanya
kecenderungan meningkatnya kasus tenaga kesehatan ataupun rumah sakit di somasi, diadukan
atau bahkan dituntut pasien yang akibatnya seringkali membekas bahkan mencekam para tenaga
kesehatan yang pada gilirannya akan mempengaruhi proses pelayanan kesehatan tenaga
kesehatan dibelakang hari. Secara psikologis hal ini patut dipahami mengingat berabad-abad
tenaga kesehatan telah menikmati kebebasan otonomi paternalistik yang asimitris kedudukannya
dan secara tiba-tiba didudukkan dalam kesejajaran. Masalahnya tidak setiap upaya pelayanan
kesehatan hasilnya selalu memuaskan semua pihak terutama pasien, yang pada gilirannya dengan
mudah menimpakan beban kepada pasien bahwa telah terjadi malpraktek.
Dari definisi malpraktek “adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat
pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama”. (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos,
California, 1956).Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah
terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Andaikata akibat yang tidak
diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat terhadap suatu
tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam transaksi teraputik antara
tenagakesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning
verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaa verbintenis).
Apabila tenaga tenaga kesehatan didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini
bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan
dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan.
Gugatan malpraktek medis bermula dari dua pandangan yang berbeda antara dokter yang
menjanjikan terapi (inspanning verbentenis) dan pasien yang mengharapkan (resultant
verbentenis). Dalam perspektif dokter, jasa yang mereka berikan adalah suatu transaksi ‘upaya’
1
(therapeutic) sementara pasien memandang bahwa dokter harus bertanggungjawab atas hasil
tindakan medisnya, apalagi bila terjadi kejadian yang tidak diharapkan (adverse event). Kejadian
yang Tidak Diharapkan tidak selalu merupakan malpraktek.Malpraktek selalu didahului oleh
‘error’. Kesalahan yang terjadi bisa berupa kesalahan diagnostik, kesalahan pengobatan,
kesalahan tidak melakukan pencegahan, dan kesalahan lain-lain seperti kesalahan komunikasi.
Dalam tugas pokoknya untuk mempertahankan kehidupan dan mengurangi penderitaan,
dokter mengambil tindakan-tindakan yang sesuai dengan keahliannya, sumpah profesi, dan
hukum serta peraturan yang berlaku.Namun kesalahan dan kelalaian bisa saja terjadi. Secara
kategoris ada empat macam pelanggaran yang mungkin dilakukan oleh dokter: etika (sanksi
diberikan oleh MKEK); disiplin (sanksi oleh MKDKI); administrasi (ditertibkan oleh dinas atau
departemen kesehatan); dan hukum (penegak hukum).
Hak dan Kewajiban
Sebagai suatu hubungan transaksional, dokter dan pasien memiliki hak dan kewajiban yang
komplementer.Pasien berhak mendapatkan informasi yang benar, mencari ’second opinion’,
mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan, dan mengetahui rekam medisnya.Sebaliknya, pasien
berkewajiban memberikan informasi yang benar, mematuhi nasehat dokter dan ketentuan yang
berlaku, dan memberikan imbalan jasa medis.
Di sisi lain dokter berhak mendapatkan perlindungan hukum, menerapkan standar profesi
atau SOP, memperoleh informasi lengkap dan jujur tentang pasien, dan menerima imbalan jasa
(pasal 50 UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran). Kewajiban dokter adalah memberi
layanan medis dengan standar profesi atau SOP, sesuai dengan kebutuhan pasien, merujuk pasien
pada dokter lain yang lebih mampu,menjaga rahasia pasien, memberi pertolongan darurat,
menambah ilmu (pasal 51 UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran).
Menuju Kesepahaman
Diperlukan kesepahaman pemahaman tentang definisi malpraktik medis, indikator-
indikatornya, otoritas yang berwenang menanganinya, dan sanksi yang diberikan. Karena istilah
malpraktek sendiri tidak termuat dalam kitab hukum apa pun, maka agak sulit mengkaitkan
pelanggaran medis ini dengan sanksi hukum yang tepat. Di Indonesia sendiri, istilah malpraktek
medis ini mencuat dari kasus dugaan kelalaian seorang dokter puskesmas di kota Pati Jawa
2
Tengah pada tahun 1984. Seperti bola salju, istilah itu menggelinding semakin lama semakin
besar seiring dengan semakin kritisnya masyarakat dan semakin berperannya lembaga-lembaga
advokasi.Gejala ini semestinya mendorong kita untuk lebih cermat dalam melakukan transaksi
pelayanan medis.Hubungan simbiotik mutualistik antara konsumen dan dokter harus dilandasi
dengan kepercayaan (trust) yang bisa dipertanggungjawabkan.Kewajiban kita bersama untuk
mendorong agar dokter memperhatikan kesejahteraan pasien (caveat vendor). Sifat kritis
konsumen pun, asal proporsional, tetap diperlukan untuk mendesakkan profesionalisme para
dokter (caveat emptor).
3
Bab II
Isi
RINGKASAN KRONOLOGI :
1. Pada tanggal 14 mei 2009, korban berobat pada salah satu dokter yang berpraktik di kota
pematang siantar, kota yang sama dengan domisili korban. Korban menyampaikan
keluhannya, yaitu jika korban haid darahnya bergumpal, bahwa terhadap korban dilakukan
pemeriksaan USG dan hasilnya ditemukan adanya myoma uteri (pembesaran otot rahim),
yang harus dibuang melalui tindakan operasi.
2. Korban menyetujui saran dari dokter tersebut, namun saat pemeriksaan Hb (Hemoglobin)
korban terlalu rendah, oleh karenanya tidak dimungkinkannya dilakukan tindakan operasi.
Untuk itu Hb harus dinaikkan melalui transfuse darah.
3. Kemudian korban dirujuk ke dr. H. P. P., SpOG yang berpraktik di RS. SANTA
ELISABETH yang beralamat di jl. Haji Misbah no.7 Medan, dengan jaminan bahwa
alatnya lebih lengkap dan beliau adalah dokter yang bagus dan baik.
4. Pada tanggal 19 mei 2009, korban mendatangi praktik dr. H Partogi P, SpOG, setelah
dilakukan pemeriksaan maka terhadap korban perlu dilakukan Biopsi (pengambilan
sebagian jaringan untuk diperiksa) dan dianjurkan untuk dirawat inap di RS. Santa
Elisabeth Medan.
5. Kemudian, pada tanggal 20 mei 2009, penggugat jadi menjalani rawat inap di RS. Santa
Elisabeth Medan, dimana dr. H P P, SpOG mengatakan agar dilakukan tindakan kuret
(dikerok dinding rahim) tanpa menjelaskan apa maksud dan tujuan dari tindakan tersebut,
namun pada kenyataannya bukan tindakan kuret yang dilakukan melainkan tindakan
pengangkatan rahim.
6. Pada tanggal 27 mei 2009, pada pukul 08.00 wib sampai dengan 12.30 wib, dr. H P P,
SpOG melakukan operasi pada korban. Pasca operasi, setelah korban sadar korban tidak
dapat mengeluarkan urine di kateter, hal ini berlangsung hingga pagi esok harinya.
4
Kemudian pagi itu juga dilakukan USG terhadap korban oleh dr. H P P, SpOG dan hasilnya
ada penyumbatan lalu kemudian dilakukan kembali operasi untuk kedua kalinya selama
tiga jam (3jam). Sampai hari kedua pasca operasi, urine keluar dari kateter, tetapi pada hari
ketiga dan seterusnya, ada urine keluar melalui vagina (seperti beser), pernah dilakukan
peneropongan dari vagina dan dijelaskan bahwa ada bocor yang halus sekali pada kandung
kemih korban. Dan kemudian dr. H P P, SpOG memberikan obat dan menyatakan akan
sembuh. Setelah 3 (tiga) minggu kateter dibuka, ternyata urine keluar melalui vagina tanpa
sadar dan tidak bisa ditahan.
7. Setelah korban dirawat selama 25 (dua puluh lima) hari di RS. Santa Elisabeth Medan,
korban merasa penyakitnya tidak kunjung sembuh, malah makin parah. Akhirnya korban
memutuskan untuk pindah ke RS COLUMBIA ASIA Medan, setelah dilakukan
pemeriksaan dan hasil pemeriksaan menyebutkan ada kanker dan perlu dirawat untuk
kemoterapi dan radiasi. Namun karena sering beser, kemo tidak jadi dilaksanakan, lalu
kemudian korban dipindahkan ke Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta pada tanggal 1 juni 2009
8. Sesampainya di RS PGI Cikini, korban ditangani oleh dr. E E S, SpU. Dan selama 2 (dua)
minggu dilakukan pemeriksaan ulang terhadap korban karena tidak adanya rekaman medik
korban selama dirawat di RS. Santa Elisabeth Medan.
9. Kemudian oleh dr. E E, SpU membentuk tim untuk melakukan tindakan operasi terhadap
korban. Setelah 2 (dua) jam operasi dilakukan, pihak keluarga korban diminta masuk ke
ruangan operasi untuk memperlihatkan hasil operasi yang pernah dilakukan di RS. Santa
Elisabeth Medan, oleh dr. H P P, SpOG yaitu adanya 2 (dua) robekan sebesar ibu jari
dan tidak mungkin untuk diperbaiki lagi, serta masih adanya kelenjar yang
tertinggal dan masih belum bersih. Hal ini sangat berbeda dengan penjelasan
sebelumnya oleh dr. H P P, SpOG yang menyatakan bahwa kebocorannya sangat
halus dan akan sembuh setelah diobati. Saat itu juga dr. E E S, SpU dan dr. C, SpOK
(Onk) menjelaskan bahwa kebocoran tersebut dapat diperbaiki tetapi hanya bertahan 1
(satu) minggu, sementara korban membutuhkan dilakukannya tindakan radiasi agar
kankernya tidak menyebar kemana-mana. Solusi akhir adalah dilakukannya tindakan
penutupan kandung kemih dan dipasangnya kateter langsung dari ginjal secara permanen.
5
10. Selain dari semua proses operasi tersebut, korban telah juga menjalani 25 (dua puluh lima)
kali radiasi luar dan 2 (dua) kali radiasi dalam.
11. Akibat dari semuanya itu, korban mengalami cacat permanen , kondisi fisik yang menurun
yang dapat dijelaskan dengan berulang-kalinya korban harus dirawat inap di rumah sakit
dengan keluhan yang sama, yaitu pada ginjal : (25 mei 2010 s/d 29 mei 2010, 06 sep 2011
s/d 10 sep 2011, 10 jan 2012 s/d 12 jan 2012, 26 mar 2012 s/d 29 mar 2012, 10 sep 2012
s/d 13 sep 2012) dan kondisi ini tidak tahu akan terulang untuk berapa kali lagi. Disamping
itu setiap 1 (satu) bulan, korban harus melakukan kurang lebih 7 (tujuh) jam perjalanan
dari kota domisili korban di pematang siantar ke kota medan untuk mengganti selang yang
tertanam pada ginjal korban, termasuk mengganti perban penutup lubang pada pinggang
kiri kanan setiap 3 (tiga) hari yang terpaksa dilakukan sendiri dengan dibantu keluarga.
6
Analisis Kasus
Berdasarkan UU No. 29 tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran
Pasal 2
Praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai ilmiah,
manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan dan keselamatan pasien.
Pasal 3
Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk :
1. memberikan perlindungan kepada pasien
2. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter
dan dokter gigi; dan
3. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.
Pasal 39
Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter
gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Pasal 44
1. Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti
standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi,
2. Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut jenis dan
strata sarana pelayanan kesehatan.
3. Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 49
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran atau kedokteran
gigi wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya.
2. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diselenggarakan audit medis.
7
3. Pembinaan dan pengawasan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan oleh organisasi profesi.
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban:
1. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien;
2. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan;
3. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah
pasien itu meninggal dunia;
4. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila Ia yakin ada
orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
5. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi.
Pasal 66
1. Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau
gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada
Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
2. Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat:
1. identitas pengadu;
2. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan
dan
3. alasan pengaduan.
3. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak
setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang
berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
Pembahasan
8
Dokter yang melakukan tindakan operasi terhadap pasien merupakan seorang yang memiliki
keahlian dalam bidang bedah yang lebih dari sekedar dokter umum biasa.Kompetensi dalam
melakukan pemeriksaan yang tepat, teliti, dan sesuai standar kompetensi yang
dimilikinya.Seharusnya dokter tersebut tetap menjaga mutu dan kualitas pelayanan medis untuk
kepentingan pasien sesuai dengan pertimbangan biaya.
9
UU No. 29 Th 2004 Tentang Praktek Kedokteran
Pasien yang dirugikan dapat memberikan pengaduan terhadap dokter yang lalai kepada Majelis
Kehormatan melalui surat tertulis. Artinya sanksi terhadap Dokter yang lalai utamanya adalah
sanksi profesi sepanjang pasien tidak melakukan penuntutan di muka hakim.Akan tetapi
kelalaian dokter dapat juga dituntut secara Pidana maupun Perdata asalkan terpenuhinya unsur
atas tindakan yang dapat disebut sebagai Kelalaian Dokter, yaitu :
a. Adanya duty (kewajiban) yang harus dilaksanakan.
b. Adanya derelection of that duty (penyimpangan kewajiban)
c. Terjadinya damaged (kerusakan / kerugian)
d. Terbuktinya direct causal relationship (berkaitan langsung) antara pelanggaran
kewajiban dengan kerugian.
Dasar Hukum para pasien yang dirugikan untuk melakukan penuntutan yaitu :
Pasal 1365 KUH Perdata : tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian
kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut.
Pasal 1366 KUH Perdata : setiap orang bertanggung-jawa tidak saja untuk kerugian yang
disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau
kurang hati-hatiannya
Pasal 1367 KUH Perdata : seorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang
disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan
orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang
berada di bawah pengawasannya.
Pasal 55 Undang-Undang No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan : (1) setiap orang berhak
atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.
Pasal 1370 KUH Perdata : Dalam halnya suatu kematian dengan sengaja atau karena
kurang hati-hatinya seorang, maka suami atau isteri yang ditinggalkan, anak atau orang
tua si korban yang lazimnya mendapat nafkah dari pekerjaan si korban mempunyai hak
menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukan dan kekayaan kedua
belah pihak, serta menurut keadaan.
10
Pasal 1371 KUH Perdata : Penyebab luka atau cacatnya sesuatu anggota badan dengan
sengaja atau karena kurang hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk selain
penggantian biaya-biaya penyembuhan, menuntut penggantian kerugian yang disebabkan
oleh luka atau cacat tersebut. Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan
dan kemampuan kedua belah pihak, dan menurut keadaan.
Pasal 1372 KUH Perdata : Tuntutan perdata tentang hal penghinaan adalah bertujuan
mendapat penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik.
PIDANA
Pasal 359 KUHP : Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang
lainmati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan
paling lama satu tahun. (apabila pasien sampai meninggal dunia)
Pasal 360 KUHP : (1) Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan
orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. (2) Barangsiapa karena
kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa
sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian
selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima
ratus rupiah.
Pasal 361 KUHP : Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam
menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan
yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan
kejahatan, dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.
11
UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Hak dan Kewajiban Konsumen
Pasal 4
Hak konsumen adalah :
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
f. perlindungan konsumen secara patut;
g. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
h. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
i. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
j. hak-hakyang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundanganlainnya.
Pasal 5
Kewajiban konsumen adalah :
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
a. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
12
b. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
c. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Pasal 6
Hak pelaku usaha adalah :
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidakbaik;
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hokum sengketa
konsumen;
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugiankonsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e. hak-hakyang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undanganlainnya.
Pasal 7
Kewajiban pelaku usaha adalah :
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barangdan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan;memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidakdiskriminatif;
c. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkanberdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
d. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barangdan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang
dibuatdan/atau yang diperdagangkan;
e. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibatpenggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
13
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasayang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
14
BAB IV
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Pasal 19
1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan
atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan.
2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan
kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
transaksi. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih
lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku
usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Pembahasan kasus:
1. Pada kasus diatas telah terjadi pelanggaran terhadap hak-hak yang harusnya
diterima oleh pasien . hak seperti mendapatkan penjelasan inform consent dan
persetujuan tindakan untuk dilakukan pengangkatan rahim , .
2. Pada kasus juga tampak bahwa pasien menuntut haknya, yaitu hak untuk
mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya. Pasien menuntut tanggung jawab pihak RS Santa elisabeth dan tim dr.
H P P,SpOG atas kelalaian yang terjadi pada dirinya berupa terjadi kesalahan
diagnosis dan adanya komplikasi pasca operasi pengangkatan rahim.
3. Pada kasus, pasien telah memenuhi kewajibannya sebagai konsumen yaitu
membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. Pasien membayar dengan
15
biaya yang lebih tinggi di RS Columbia asia dan RS PGI Cikini untuk mencari
penyebab kebocoran urine pasca operasi karena adanya penyumbatan .
4. Pada kasus, dr .H P P, SpOG tidak memberikan informasi yang benar, jelas dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta tidak
memperlakukan atau melayani konsumen secara benar .
16
BAB V
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2009
TENTANG RUMAH SAKIT
Pasal 29
Kewajiban Rumah sakit:
(1) Setiap rumah sakit berkewajiban:
a. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada
masyarakat
b. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif
dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan
Rumah Sakit .
c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan
pelayanannya.
d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai
dengan kemampuan pelayanannya
e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin
f. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan
pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan
gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi
misi kemanusiaan
g. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien
h. menyelenggarakan rekam medis
i. menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah,
parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak,
lanjut usia
j. melaksanakan sistem rujukan
k. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika
serta peraturan perundang-undangan
17
l. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban
pasien
m. menghormati dan melindungi hak-hak pasien
n. melaksanakan etika Rumah Sakit, memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan
penanggulangan bencana
o. melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional
maupun nasional
p. membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau
kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya
q. menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws)
r. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit
dalam melaksanakan tugas; dan
s. memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.
(2) Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi
admisnistratif
berupa:
a. teguran;
b. teguran tertulis; atau
c. denda dan pencabutan izin Rumah Sakit.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 37
(1) Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan di Rumah Sakit harus mendapat persetujuan
pasien atau keluarganya.
(2) Ketentuan mengenai persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
18
Pasal 46
Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas
kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.
19
BAB VI
S A N K S I
Bagian Pertama
Sanksi Administratif
Pasal 60
(1) Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif
terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal25
dan Pasal 26.
(2) Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
(3) Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut dalam peraturan perundangundangan.
Bagian Kedua
Sanksi Pidana
Pasal 61
Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.
Pasal 62
(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal9,
Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e,
ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal12,
Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyakRp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
(3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau
kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Pasal 63
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman
20
tambahan, berupa:
a. perampasan barang tertentu;
b. pengumuman keputusan hakim;
c. pembayaran ganti rugi;
d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugiankonsumen;
e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
f. pencabutan izin usaha.
Pembahasan Kasus:
1. Pada kasus, terjadi penuntutan ganti rugi atas kelalaian yang dilakukan oleh dr H
P P ,SpOG , karena telah melanggar pasal 19, maka dapat dikenakan saksi
administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
2. Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan
hukuman tambahan, berupa pembayaran ganti rugi;perintah penghentian kegiatan
tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen bahkan hingga bisa
terjadi pencabutan izin usaha (izin praktek dalam hal ini)
21
Daftar Pustaka
1. Pembuktian Malpraktek dalam Pelayanan Kesehatan(13 Februari 2013). Diunduh dari:
URL:http://muhammadjabir.wordpress.com/2008/10/30/pembuktian-malpraktek-dalam-
pelayanan-kesehatan/
2. Malpraktek Medis (13 Februari 2013).Diunduh dari:
URL:Hyperlinkhttp://hukum.kompasiana.com/2012/06/16/malpraktek-medis/
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 TentangPraktik Kedokteran
(13Februari 2013). Diunduh dari:
URL:Hyperlinkwww.depkes.go.id/downloads/Permenkes/permenkes%20512.pdf
4. Undang-UndangPerlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 (13 Februari 2013). Diunduh
dari: www.komisiinformasi.go.id/assets/.../UU_Perlindungan_Konsumen.
22