kasus individu
TRANSCRIPT
Bab 1
Pendahuluan
Trauma mata merupakan penyebab umum kebutaan unilateral pada anak dan
dewasa muda; kelompok usia ini sebagian besar mengalami cedera mata yang parah.
Dewasa muda terutama pria merupakan kelompok yang paling mungkin mengalami
trauma tembus mata. Kecelakaan dirumah, kekerasan, ledakan aki, cedera yang
berhubungan dengan olah raga, dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-
keadaan yang paling sering menyebabkantrauma mata. Trauma mata yang berat dapat
menyebabkan cedera mutipel pada palpebra, bola mata, dan jaringan lunak orbita
(Vaughan, 2009).
Secara umum trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli perforans dan
trauma okuli non perforans. Sedangkan klasifikasi trauma okuli berdasarkan
mekanisme trauma terbagi atas trauma mekanik (trauma tumpul dan
trauma tajam), trauma radiasi (sinar inframerah, sinar ultraviolet, dan sinar X) dan
trauma kimia (bahan asam dan basa).
Prevalensi kebutaaan akibat trauma okuli secara nasional belum diketahui
dengan pasti, namun pada Survey Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran
pada tahun 1993-1996 didapatkan bahwa trauma okuli dimasukkan ke dalam
penyebab kebutaan lain-lain sebesar 0,15% dari jumlah total kebutaan nasional yang
berkisar 1,5%. Trauma okuli juga bukan merupakan 10 besar penyakit mata yang
menyebabkan kebutaan (Depkes RI, 1998).
Trauma Okuli Page 1
Bab 2
Laporan Kasus
2.1 Identitas Pasien
Nama : An. D
Jenis Kelamin : Laki- laki
Umur : 11 tahun
Alamat : Maduran, Lamongan.
Pekerjaan : Pelajar
Status : belum menikah
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal Periksa : 27 Juli 2011
No. RM : 03.45.56
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Mata kiri Merah
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS):
• Mata kiri merah, pandangan mata kiri kabur, nyeri (+), sejak 3 hari yang lalu
• 1 hari yang lalu mata kiri mengeluarkan sekret
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD): -
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK): -
Riwayat Trauma: + (3 hari yang lalu mata kiri terkena sandal)
Riwayat kaca mata: + (1 bulan yang lalu mengganti kaca mata)
Trauma Okuli Page 2
Riwayat Sosial: -
2.3 Pemeriksaan FisikKeadaan Umum : Baik
GCS : 456
Vital sign : Tekanan Darah : Tidak dilakukan
Nadi : Tidak dilakukan
Suhu : Tidak dilakukan
RR : Tidak dilakukan
Kepala/ leher : anemia -, ikterus -, sianosis -, dispsneu -,
Thorak : Simetris +, Retraksi -
Paru Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : pergerakkan dinding dada simetris, krepitasi -
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler/vesikuler
Rh -/-, Wh -/-
Jantung Inspeksi : ictus cordis (-)
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat,
thrill/fremissment (-)
Perkusi : Normal
Auskultasi : S1S2 Tunggal, Murmur -, gallop -
Abdomen Inspeksi : Flat
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium -, hepar lien tidak
teraba.
Trauma Okuli Page 3
Perkusi : thympani
Auskultasi : BU + N.
Extermitas : Hangat, kering, merah, edema -
2.4 Status Oftalmologi
Gambar okuli sinistra Pasien (slit lamp)
Pemeriksaan oftalmologikus
Okuli Dextra Okuli Sinistra
Pemeriksaan visus naturalis
Cc 6/8 ph tidak dilakukan Cc 6/12,5 ph tidak dilakukan
Pemeriksaan TIO Palpasi normal Palpasi normal
Pemeriksaan segmen anterior
- Palpebra - Konjungtiva - Kornea
- BMD- Iris- Pupil
- Lensa
Edema (-), masa (-)Hiperemi (-)
Hifema (-), jernih
Jernih, DalamReguler
RC (+),bulat isokor Ø 3mm Jernih
Edema (-), masa (-)Hiperemi (-)
Jernih, hifema (-), Koagulan (+)Jernih, dalam
RegulerRC (+), bulat isokoor Ø
3mm
Jernih Pemeriksaan segmen
posteriorTidak dilakukan
pemeriksaanTidak dilakukan
pemeriksaanTest fluoresein Tidak dilakukan
pemeriksaanTidak dilakukan
pemeriksaan
Trauma Okuli Page 4
2.5 Kata kunci
- Anak Laki-laki
- 11 tahun
- Mata kiri merah
- Nyeri
- Mata kiri kabur
- Post Trauma
- Sekret (+) mata kiri
- Kornea: koagulum (+)
2.6 Daftar masalah
- Penurunan visus
- Nyeri
- Mata kiri merah
- Sekret mata kiri (+)
- Kornea: koagulum (+)
2.7 Assesment
Trauma okuli sinistra post trauma tumpul dengan koagulum pada kornea.
2.8 Planning terapi
- Kalnex
- Polidex
- Asam mefanamat
Trauma Okuli Page 5
2.9 Planning Monitoring
- Keluhan subyektif pasien
- Visus
- Segmen Anterioor OS
- TIO
2.10 Edukasi
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit pasien penyebabnya
dan kemungkinan2 yang akan terjadi
2. Menjelaskan kepada keluarga untuk tindakan kompres dingin dirumah
Trauma Okuli Page 6
Bab 3
Tinjaun Pustaka
3.1 Trauma Meknik Okuli
3.1.1 Trauma Tumpul
1. Palpebra
Ruda paksa pada kelopak mata yang mengakibatkan luka robek atau
laserasi. Rudapaksa mengenai kelopak mata menyebabkan laserasi kelopak
mata atas atau bawah, bisa sebagian kelopak mata (partial thickness) ataun
seluruh ketebalan kelopak mata (full thickness), lokasi luka bisa pada 1/3
medial,sentral, dan 1/3 lateral.
Gejala klinis subyektif: penderita menggeluh kelopak matanya luka,
nyeri, bengkak, keluar darah. Secara obyektif ditemukan: kelopak mata
Trauma Okuli Page 7
bengkak , berdarah, luka sobek (+), luka sobek bisa mengenai sebagian atau
seluruh ketebalan. Diagnosis dapat ditegakkan dengan: anamnesis riwayat
trauma, pemeriksaan bola mata (visus, segmen anterior, segmen posterior)
Gambar laserasi palpebra
Penatalaksanaan padaa laserasi palpebra:
- Pertimbangkan pemberian ATS (dewasa 1500 iu, anak 750 iu)
- Partial thickess (kulit+orbic okuli) → Jahit kulit dengan benanng non
absorble 6.0 secara interrupted.
- Full thickness → Buatlah irisan pentagonal
o Jahit lid margin: dengan teknik 2 jahitan (tarsus dijahit dengan
tarsus dari tiap sisi luka dengan benang absorble 5.0/6.0, simpul
diluar, sebanyak 2 jahitan atau secara vertical mattress pada tarsal
plate) atau 3 jahitan (jahitan pertama melalui lash line, orifisium gld.
Meibom dan kadang-kadang melalui gray line dengan benang
absorble 5.0/6.0)
o Jahit otot orbik okuli dengan benang absorble 5.0/6.0 secara
interrupted
Trauma Okuli Page 8
o Jahit kulit dengan benang non absorble 5.0/6.0
- Beri antibiotik salap mata, antibiotic sistemik oral 3-5hari
- Angkat jahitan kulit 5-7hari, jahitan lid margin 10-14hari post oprasi.
Hematoma palpebra merupakan pembengkakan atau penimbunan darah
di bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra. Hematoma
palpebra merupakan kelainan yang sering terlihat pada trauma tumpul okuli.
Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan
berbentuk seperti kacamata hitam (racoon eye) yang sedang dipakai, terjadi
akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii.
Pada pecahnya arteri oftalmika maka darah masuk kedalam kedua rongga
orbita melalui fisura orbita. Penanganan pertama dapat diberikan kompres
dingin untuk menghentikan perdarahan. Selanjutnya untuk memudahkan
absorpsi darah dapat dilakukan kompres hangat pada palpebra (Depkes RI,
1998; Yanoff, 2004).
Gambar edema palpebra
Trauma Okuli Page 9
2. Konjungtiva
Konjungtiva mengalami edema yang tidak menimbulkan gangguan
penglihatan. Jika terjadi pendarahan subkonjungtiva, maka konjungtiva akan
tampak merah dengan batas tegas, yang pada penekanan tidak hilang atau
menipis. Hal ini penting untuk membedakan dengan hiperemi atau
hemangioma konjungtiva. Lama kelamaan perdarahan ini mengalami
perubahan warna menjadi membiru, menipis dan umumnya diserap dalam
waktu 2 minggu.
Epitel konjungtiva mudah mengalami regenerasi sehingga luka pada
konjungtiva penyembuhannya cepat. Robekan konjungtiva sebaiknya dijahit
untuk mempercepat penyembuhan (PDSMI 2010, hal 265).
Gambar edema konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva
3. Kornea
Trauma tumpul kornea dapat menimbulkan kelainan kornea mulai dari
erosi kornea sampai dengan laserasi kornea. Bilamana lesi terletak di bagian
sentral lebih-lebih bilaa mengakibatkan kekeruhan kornea yang luas dapat
mengakibatkan pengurangan tajam penglihatan. Pada lesi yang lebih dalam
Trauma Okuli Page 10
pada lapisan kornea, umumnya akan meninggalkan sikatriks berupa nebula,
makula ataupun leukoma (PDSMI 2010, hal 266).
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat
diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Erosi di kornea
menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat dirasakan sewatu mata dan kelopak
mata digerakkan. Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi
merusak kornea yang mempunyai serat sensibel yang banyak, mata berair,
fotofobia dan penglihatan akan terganggu oleh media yang keruh. Pada
kornea akan terlihat adanya defek epitel kornea yang bila diberi fuorosein
akan berwarna hijau (Depkes RI, 1998; Yanoff, 2004, Ilyas, 2009). Anestesi
topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan
menghilangkan rasa sakit yang sangat. Anestesi topikal diberikan dengan hati-
hati karena dapat menambah kerusakan epitel, yang lebih tepatnya jangan
pernah memberi larutan anestetik topikal kepada pasien untuk dipakai
berulang setelah cedera kornea, karena hal ini dapat memperlambat
penyembuhan, menutupi kerusakan lebih lanjut, dan dapat menyebabkan
pembentukan jaringan parut kornea permanen. Erosi yang kecil biasanya akan
tertutup kembali setelah 48 jam (Asbury, 2000; Ilyas, 2009; dan Jack, 2005).
Gambar Erosi kornea
Trauma Okuli Page 11
Secara anatomis edema kornea dibedakan atas edema epitel dan edema
stroma. Epitel kornea yang normal tidak terlihat dengan mikroskop slit lamp,
pada edema lapisan epitel ini kehilangan homogenitasnya dan menjadi tampak
pada pemeriksaan menggunakan slit lamp. Edema stroma menyebabkan
hilangnya transparansi kornea diterangkan oleh terjadinya pembelokan cahaya
oleh fibril stroma yang membengkak (PDSM 2010, hal 117).
Edema kornea dapat meberikan keluhan berupa penglihatan kabur dan
terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat.
Kornea dapat terlihat keruh. Edema kornea yang berat dapat mengakibatkan
masuknya serbukan sel radang dan neovaskularisasi ke dalam jaringan stroma
kornea (Depkes RI, 1998 dan Yanoff, 2004).
Gambar edema kornea
4. Bilik mata depan
Hifema adalah darah di dalam bilik mata depan (camera okuli
anterior/COA) yang dapat terjadi akibat trauma tumpul sehingga merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar. Hifema biasanya akan mengalami
penyerapan spontan, bilamana hifema penuh maka penyerapannya akan sukar
Trauma Okuli Page 12
kemudian dapat terjadi hemesiderosis kornea (penimbunan pigmen darah
dalam kornea) atau glaucoma skunder (PDSM 2010, hal 266). Bilamana
anyaman trabekular tersumbat oleh fibrin dan sel atau bila pembentukan
bekuan darah menimbun blockade pupil akan menyebabkan terjadinya
glaucoma akut (Vaughan, hal 377).
Hifema dibagi dalam 4 grade berdasarkan tampilan klinisnya
(Sheppard, 2008):
1. grade I: menutupi < 1/3 COA (Camera Okuli Anterior)
2. grade II: menutupi 1/3-1/2 COA
3. grade III: menutupi 1/2-3/4 COA
4. grade IV: menutupi 3/4-seluruh COA
Gambar grade I-IV hifema
Trauma Okuli Page 13
Pasien dengan hifema yang tampak sebaiknya diistrahatkan, pemberian
steroid tetes harus segera dimulai, anti fibrinolitik. Apabila terjadi glaukomma
skunder maka obat-obat segera diberikan seperti penyekat β (timolol 0,25% 2
kali sehari), terapi oral acetazolamide oral 250mg empat kali sehari dan obat
hiperosmotik (gliserin, manitol).
5. Iris
Iridodialisis adalah keadaan dimana iris terlepas dari pangkalnya
sehingga bentuk pupil tidak bulat dan pada pangkal iris terdapat lubang. Hal
ini mudah terjadi karena bagian iris yang berdekatan dengan badan silier
gampang robek. Lubang pupil pada pangkal iris tersebut merupakan lubang
permanen karena iris tidak mempunyai kemampuan regenerasi (PDSM 2010,
hal 267).
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga
bentuk pupil menjadi berubah. Perubahan bentuk pupil maupun perubahan
ukuran pupil akibat trauma tumpul tidak banyak mengganggu tajam
penglihatan penderita. Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya. Pada
iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya iridodialisis terjadi bersama-
sama dengan terbentuknya hifema. Bila keluhan demikian maka pada pasien
sebaiknya dilakukan pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris
yang terlepas (Asbury, 2000; Ilyas, 2009; dan Ilyas, 2001).
Trauma Okuli Page 14
Gambar iridodialisis
6. Pupil
Bilamana trauma pada mata ringan, pupil akan menyempit karena
kontraksi m sfingter pupil. Pada trauma berat, maka pupil akan melebar akibat
dan reaksi terhadap cahaya akan terhambat dan menghilang (PDSM 2010, hal
266).
7. Lensa
Trauma tumpul dapat menyebabkan subluksasi lensa atau luksasi lensa
(lensa mengalami perpindahan tempat). Zonula zinn dan badan kaca dapat
menonjol kedalam bilik mata depan sebagai hernia (PDSM 2010, hal 267).
Subluksasi Lensa adalah lensa yang berpindah tempat akibat putusnya
sebagian zonula zinii ataupun dapat terjadi spontan karena trauma atau zonula
zinii yang rapuh (sindrom Marphan). Pasien pasca trauma akan mengeluh
penglihatan berkurang. Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada, maka
lensa akan menjadi cembung dan mata akan menjadi lebih miopi. Lensa yang
Trauma Okuli Page 15
cembung akan membuat iris terdorong ke depan sehingga bisa mengakibatkan
terjadinya glaukoma sekunder (Ilyas, 2003 dan Jack , 2005).
Luksasi anterior yaitu bila seluruh zonula zinii di sekitar ekuator putus
akibat trauma sehingga lensa masuk ke dalam bilik mata depan. Pasien akan
mengeluh penglihatan menurun mendadak. Muncul gejala-gejala glaukoma
kongestif akut yang disebabkan karena lensa terletak di bilik mata depan yang
mengakibatkan terjadinya gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata.
Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa di dalam bilik mata
depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar (Ilyas, 2003 dan
Jack , 2005).
Luksasi posterior yaitu bila seluruh zonula zinii di sekitar ekuator putus
aibat trauma sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di
dataran bawah fundus okuli. Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada
lapang pandangnya karena lensa mengganggu kampus. Mata menunjukan
gejala afakia, bilik mata depan dalam dan iris tremulans (Ilyas, 2003 dan
Jack , 2005).
Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi ataupun
tumpul terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun. Katarak traumatik paling
sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau trauma tumpul
terhadap bola mata. Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular
anterior ataupun posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti
bintang, dan dapat pula dalam bentuk katarak tercetak (imprinting) yang
disebut cincin Vossius. Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih
Trauma Okuli Page 16
cepat, perforasi kecil akan menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel
sehingga bentuk kekeruhan terbatas kecil. Trauma tembus besar pada lensa
akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat disertai dengan
terdapatnya masa lensa di dalam bilik mata depan (Ilyas, 2009 dan Ilyas,
2001).
Dislokasi lensa ataupun katarak akibat trauma tumpul dapat
menyebabkan pengurangan tajam penglihata sampai kebutaan, perlu
penanganann dokter spesialis untuk dilakukan tindakan pembedahan.
8. Segmen Posterior
Trauma tumpul pada mata dapat mengakibatkan kelainan pada retina.
Perubahan yang terjadi dapat berupa edema retina, perdarahan retina, ablasia
retina maupun atropi saraf optik (PDSM 2010, hal 267). Edema retina akan
memberikan warna retina lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan
koroid melalui retina yang sembab. Penglihatan pasien akan menurun.
Penanganan yaitu dengan menyuruh pasien istirahat. Penglihatan akan normal
kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi dapat juga penglihatan berkurang
akibat tertimbunya daerah makula oleh sel pigmen epitel (Ilyas, 2003 dan Jack
, 2005).
Trauma Okuli Page 17
Edema retina yang letaknya didaerah makula dinamakan commotion
retina. Kelainan ini sering kali dapat sembuh dalam waktu singkat, sehingga
tajam penglihatan pulih kembali. Pemeriksaan oftalmoskopis adanya retina
yang abu-abu dan pembuluh darah yang tampak terangkat, berkelok-kelok,
kadang-kadang pembuluh darah yyang memberikan kesan terputus. Bilamana
terjadi atropi saraf optik maka tajam penglihataan akan sangat menurun
bahkan sampai buta ((PdSM 2010, hal 268).
Ablasio retina yaitu terlepasnya retina dari koroid yang bisa disebabkan
karena trauma. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya
ablasi retina. Pada pasien akan terdapat keluhan ketajaman penglihatan
menurun, terlihat adanya selaput yang seperti tabir pada pandangannya. Pada
pemeriksaan fundus kopi akan terlihat retina berwarna abu-abu dengan
pembuluh darah yang terangkat dan berkelok-kelok (Ilyas, 2003 dan Jack ,
2005).
Saraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata yang bisa
diakibatkan karena trauma tumpul. Penderita akan mengalami penurunan
tajam penglihatan yang sangat drastis dan dapat terjadi kebutaan. Penderita
Trauma Okuli Page 18
perlu dirujuk untuk menilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya (Ilyas,
2003 dan Jack , 2005).
3.1.2 Trauma Tajam
Luka akibat benda tajam dapat mengakibatkan berbagai keadaan seperti berikut:
1. Trauma tembus pada palpebra
Mengenai sebagian atau seluruhnya, jika mengenai levator apancurosis
dapat menyebabkan suatu ptosis yang permanen (Rodriguez, 2010).
2. Trauma tembus pada saluran lakrimalis
Dapat merusak sistem pengaliran air mata dari pungtum lakrimalis ke
rongga hidung. Hal ini dapat menyebabkan kekurangan air mata (Rodriguez,
2010).
3. Trauma tembus pada orbita
Luka tajam yang mengenai orbita dapat merusak bola mata, merusak saraf
optik, menyebabkan kebutaan atau merobek otot luar mata sehingga
menimbulkan paralisis dari otot dan diplopia. Selain itu juga bisa menyebabkan
Trauma Okuli Page 19
infeksi, menimbulkan selulitis orbita, karena adanya benda asing atau adanya
hubungan terbuka dengan rongga-rongga di sekitar orbita (Rodriguez, 2010).
4. Trauma tembus pada konjungtiva
Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva. Bila robekan
konjungtiva ini kecil atau tidak melebihi 1 cm, maka tidak perlu dilakukan
penjahitan. Bila robek lebih dari 1 cm perlu dilakukan penjahitan untuk
mencegah granuloma. Pada setiap robekan konjungtiva perlu diperhatikan juga
robekan sklera yang biasa disertai robekan konjungtiva. Di samping itu,
pemberian antibiotik juga perlu diberikan untuk mencegah infeksi sekunder
(Rodriguez, 2010).
5. Trauma tembus pada sklera
Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan tekanan
bola mata dan kamera okuli jadi dangkal, luka sklera yang lebar dapat disertai
Trauma Okuli Page 20
prolap jaringan bola mata, sehingga bisa menyebabkan infeksi dari bagian dalam
bola mata (Rodriguez, 2010).
6. Trauma tembus pada kornea
Bila luka tembus mengenai kornea dapat menyebabkan gangguan fungsi
penglihata karena fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus
kornea menyebabkan prolaps iris, korpus vitreum dan korpus siliaris prolaps, hal
ini dapat menurunkan visus (Rodriguez, 2010).
Bila tanpa perforasi: erosi atau benda asing tersangkut di kornea. Tes
fluoresin (+). Jaga jangan sampai terkena infeksi, sehingga menyebabkan
timbulnya ulkus atau herpes pada kornea. Lakukan pemberian antibiotik atau
kemoterapeutika yang berspektrum luas, lokal, dan sistemik. Benda asing di
kornea di angkat, setelah diberi anestesi lokal dengan pantokain. Kalau mulai ada
neovasklarisasi dari limbus, berikan kortison lokal atau subkonjungtiva. Tetapi
jangan diberikan kortison pada luka yang baru atau bila ada herpes kornea
(Rodriguez, 2010).
Bila ada perforasi: bila luka kecil, lepaskan konjungtiva di limbus yang
berdekatan, kemudian ditarik supaya menutupi luka kornea tersebut (flap
konjungtiva). Bila luka di kornea luas, maka luka itu harus dijahit. Kemudian
ditutup dengan flap konjungtiva. jika luka di kornea disertai prolaps iris, iris yang
keluar harus dipotong dan sisanya direposisi, robekan di kornea dijahit ddan
ditutup dengan flap konjungtiva. Kalau luka telah berlangsung beberapa jam,
sebaiknya bilik mata depan dibilas dahulu dengan larutan penisilin 10.000 U/cc,
Trauma Okuli Page 21
sebelum kornea dijahit. Sesudah selesai seluruhnya, berikan antibiotika dengan
spektrum luas dan sistemik, juga subkonjungtiva (Rodriguez, 2010).
7. Trauma tembus pada uvea
Bila terdapat luka pada uvea maka dapat menyebabkan pengaturan
banyaknya cahaya yang masuk sehingga muncul fotofobia atau penglihatan
kabur (Rodriguez, 2010).
8. Trauma tembus pada lensa
Bila ada trauma akan menggangu daya fokus sinar pada retina sehingga
menurunkan daya refraksi dan sferis sebagai penglihatan menurun karena daya
akomodasi tidak adekuat (Rodriguez, 2010).
9. Trauma tembus pada retina
Dapat menyebabkan perdarahan retina yang dapat menumpuk pada rongga
badan kaca, hal ini dapat muncul fotopsia dan ada benda melayang dalam badan
kaca (Rodriguez, 2010).
10. Trauma tembus pada corpus siliar
Luka pada korpus siliar mempunyai prognosis yang buruk, karena
kemungkinan besar dapat menimbulkan endofalmitis, panoftalmitis yang
Trauma Okuli Page 22
berakhir dengan ptisis bulbi pada mata yang terkena trauma. Sedangkan pada
mata yang sehat dapat timbul simpatikaoftalmia. Oleh karena itu, bila lukanya
besar, disertai prolaps dari isi bolam mata, sehingga mata mungkin tak dapat
melihat lagi, sebaiknya di enukleasi bulbi, supaya mata yang sehat menjadi baik
(Rodriguez, 2010).
Penatalaksanaan trauma tajam okuli.
Penatalaksanaan sebelum tiba di rumah sakit (Wijana, 1993, Rodriguez; 2010;
dan Rappon, 2010):
a. Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak.
b. Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dengan penekanan bola mata.
c. Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan.
d. Sebaiknya pasien dipuasakan untuk mengantisipasi tindakan operasi.
Penatalaksanaan saat di rumah sakit (Wijana, 1993, Rodriguez; 2010; dan
Rappon, 2010):
a. Pemberian antibiotik spektrum luas.
b. Pemberian obat sedasi, antiemetik, dan anlgesik sesuai indikasi.
c. Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.
d. Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler (bila mata
intak).
e. Tindakan pembedahan/ penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cedera.
Keadaan trauma tembus pada mata merupakan hal yang gawat darurat dan harus
segera mendapat perawatan khusus karena dapat menimbulkan bahaya seperti infeksi,
siderosis, kalkosis, dan oftalmika simpatika (Rodriguez; 2010 dan Rappon, 2010)
Trauma Okuli Page 23
Pada setiap tindakan harus dilakukan usaha untukmempertahankan bola mata
bila masih terdapat kemampuan meliha sinat atau pada proyeksi penglihatan. Bila
terdapat benda asing, maka sebaiknya dilakukan usaha untuk mengeluarkan benda
asing tersebut (Asbury, 2008; Chew, 2006; dan Rodriguez, 2010).
Apabila jelas tanpak ruptur bola maya, maka manipulasi lebih lanjtu harus
dihindari sampai pasien mendapat anestesi umum. Sebelum pembedahan jangan
diberi obat sikloplegik atau antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas pada
jaringan intraokuler yang terpajan. Berikan amtibiottik parenteral spektrum luas dan
pakaikan pelindung pada mata. Analgetik, antiemetik,dan antitoksin tetanus diberikan
sesuai kebutuhan, serta gizi atau nutrisi yang baik. Sebelum dirujuk mata tidak boleh
diberi salep, karena salep dapat masuk ke dalam mata. Pasien tidak boleh diberikan
steroid lokal dan bebat yang diberikan pada mata tidak boleh menekan bola mata
(Rappon, 2010).
Pada penutupan luka segmen anterior, harus digunakan teknik-teknik bedah
mikro. Laserasi kornea diperbaiki dengan jahitan nilon 10-0 untuk menghasilkan
penutupan yang kedap air. Iris atau korpus siliarisyang mengalami inkarserasi dan
terpajan kurang dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan
viskoelastik atau dengan memasikkan suatu spatula siklodialisis melalui insisi tusuk
di limbus dan menyapu jaringan keluar dari luka. Apabila hal ini tidak dapat
dilakukan, palabila jaringan telaj terpajan lebih dari 24 jam, atau apabila jaringan
tersebut mengalami iskemia dan kerusakan berat, maka jaringan yang prolaps harus
dieksisi setinggi bibir luka. Setiap jaringan yang dipotong harus dikirin ke
laboratorium patologik untuk diperiksa. Diakukan pembiakan untuk memeriksa
Trauma Okuli Page 24
kemungkinan infeksi bakteri atau jamur. Sisa-sisa lensa dan darah dikeluarkan
dengan aspirasi dan irigasi mekanis atau vitrektomi. Reformasi kamera anterior
selama tindakan perbaikan dapat dicapai dengan cairan intraokuler fisiologis, udara,
atau viskoelastik (Rappon, 2010).
Luka sklera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 9-0 interupted yang tidak dapat
diserap. Otot-otot rektus dapat secara sementara dilepaskan dari insersinya agar
tindakan lebih mudah dilakukan. Luka keluar di bagian posterior sklera pada cedera
tembus ganda dapat sembuh sendiri, dan biasanya tidak dilakukan usaha penutupan
(Rappon, 2010).
Bedah vitreoretinal, bila ada luka kornea yang besar, dapat dilakukan melalui
keratoprostesis Landers Foulks temporer sebelum melakukan penanaman kornea.
Enukleasi dan eviserasi primer hanya boleh dilakukan bila bola mata mengalami
kerusakan total. Mata sebelah rentan terhadap simpatetika oftalmia bila terjadi trauma
tembus mata terutama bila ada kerusakan di jaringan uvea (Rappon, 2010).
Trauma Okuli Page 25
BAB 4
Pembahasan
Pada pasien ini, An. A, 11 tahun, dari anamnesis didapatkan keluhan mata kiri
merah sejak 3 hari ini, Pasien juga mengeluh pandangan mata kiri kabur, nyeri (+),
sejak 3 hari yang lalu. 1 hari yang lalu pasien mengeluh pada mata kiri terdapat sekret
(+). 3 hari yang lalu pasien mengalami trauma tumpul (terkena sandal) pada mata
kirinya. Dari pemeriksaan segmen anterior didapatkan koagulan pada kornea.
Diperkirakan pasien awalnya mengalami hifema (perdarahan pada bilik mata depan)
yang ringan kemudian terjadi pembekuan sisa darah pada kornea. Dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan An. A didiagnosis sebagai Trauma okuli
sinistra post trauma tumpul dengan koagulum pada kornea.
Pada kasus ini pasien mendapatkan terapi Kalnex (Antifibrinolitik) diberikan
untuk mencegah perdarahan berulang, Polidex (Antibiotik+Antiinflamasi) diberikan
pada pasien yang menunjukan tanda infeksi (sekret +) serta mengurangi iinflamsi
yang terjadi dan Asam mefenamat diberikan atas dasar psien mengeluh nyeri (+).
Pasien juga dianjurkkan untuk Tirah baring dengan posisi kepala lebih tinggi kurang
lebih 40 derajat, selain itu edukasi untuk dikasih kompres dingin selam 4 hari pertama
yang bertujuan menghentikan perdarahan hal ini disebakkan karena dalam 4 hari
pertama rawan terjadi perdarahan. Monitoring visus perlu dilakukan untukk melihat
perkembangan tajam penglihatan pasien, Segmen anterior bertujuan melihat
perkembangan dari koagulumnya di kornea, keluhan pasien juga di amati serta
tekanan bola mata pasien hal ini disebabkan karena kemungkinan akibat dari
Trauma Okuli Page 26
perdarahan tersebut dapat berakibat tersumbatmya jaringan trabekula yang berakibaat
peningkatan tekanan bola mata pasien.
Trauma Okuli Page 27
Bab 5
Kesimpulan
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat juga
sebagai kasus polisi. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau
menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.
Trauma mata diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu:
1. Trauma tumpul (contusio okuli) (non perforans)
2. Trauma tajam (perforans)
Gejala trauma okuli antara lain perdarahan atau keluar cairan dar mata atau
sekitarnya, memar pada sekitar mata, penurunan visus dalam waktu yang mendadak,
penglihatan ganda, mata berwarna merah, nyeri dan rasa menyengat pada mata, sakit
kepala, mata terasa gatal, terasa daa yang mengganjal pada mata, dan fotofobia.
Untuk menegakkan diagnosis trauma okuli sama dengan penegakan diagnosis
pada umumnya, yaitu dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum
dan segera sesudah cedera. Harus dicatat apakah gangguan penglihatan bersifat
progresif lambat atau timbul mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing
intraokular apabila terdapat riwayat memalu, mengasah, atau ledakan (Asbury, 2000).
Penatalaksanaan yang dilakukan dapat berupa medikamentosa dengan
pemberian analgetik, antiemetik, dan antitoksin tetanus harus diberikan sesuai
kebutuhan atau tindakan pembedahan.
Trauma Okuli Page 28
DAFTAR PUSTAKA
Asbury T, Sanitato JJ. 2000. General Ophthalmology. Alih bahasa: Oftalmologi
Umum ed. 14. Jakarta. Widya Medika
Asbury, T. 2008. Trauma Mata. Dalam: Vaughan. Oftalmologi Umum Edisi XVIII.
Jakarta. Widya Medika
Depkes RI, Ditjen Binkenmas. 1998. Hasil Survey Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran 1996
Ilyas, Sidharta. 2009. Ilmu Penyakit Mata, Edisi Ketiga: Trauma Mata. Hal 259-276.
Penerbit: FKUI, Jakarta
Ilyas, Sidarta. 2001. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, edisi 2. Balai Penerbit
FK UI, Jakarta.
Kuhn F, Morris R, Witherspoon CD. 1995. BETT: The Terminology of Ocular
Trauma
Yanoff M, Duker JS. 2004. Ophtalmology. 2nd ed, p. 416-419. St Louis, MO: Mosby
Yanoff, M, Duker, JS and Augsburger, JJ, et al. Ophthalmology. 2nd ed. St. Louis,
Mo: Elsevier; 2004:1391-1396
Twanmoh JR. 2010. Eye Injuries. http://www.emedicinehealth.com
/eye_injuries/article_em.htm. diakses tanggal 22 April 2011
Jack, J. 2005. Clinical Oftalmologi: third edition. CJW. Teks Book
Nurwasis, dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit Mata:
Hifema pada Rudapaksa Tumpul. Hal 137-139. Penerbit: FK Unair, Surabaya.
Sheppard J, Crouch E. Hyphema. 2008. http://emedicine.medscape.com
/ophthalmology#anterior. Diakses tanggal 22 April 2011
Trauma Okuli Page 29
Rahman A, 2009. Trauma Tumpul Okuli. http://belibis-a17.com/2009/10/11/trauma-
tumpul-okuli/. Diakses tanggal 22 April 2011
Wijana, Nana. 1993. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. EGC
Chew, Chris. 2006. Trauma. Dalam: James, LectureNotes: Oftalmologi. Jakarta.
Erlangga.
Rodriguez, Jorge. 2010. Prevention and Treatment Of Common Eye Injuries In Sport.
Available at: www. Aafp.org.June 10, 2010.
Rappon, Joseph M. 2010. Primary Care Ocular Trauma Management. Available at:
www.pacificu.edu/optometry.June 16.2010.
Trauma Okuli Page 30