kasus etik dony.pptx

32
KASUS-KASUS KODE ETIK KEPERAWATAN Ach. Zainur Romadhony

Upload: annisa-wahyuningsih

Post on 05-Nov-2015

221 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

KASUS-KASUS KODE ETIK KEPERAWATAN

KASUS-KASUS KODE ETIK KEPERAWATANAch. Zainur RomadhonyWarga Kota Ternate Utara, dibuat heboh dengan kasus aborsi yang dilakukan seorang mahasiswi di salah satu universitas ternama di Ternate berinisial IK. IK diketahui merupakan anak seorang pegawai di Kementerian Agama Kabupaten Pulau Morotai.IK diketahui hamil bersama kekasihnya J yang juga sebagai salah satu mahasiswa di universitas berbeda di Ternate. Di hadapan penyidik, J mengisahkan, awalnya dia mengajak IK untuk menikah lantaran mengetahui kekasihnya hamil dua bulan. Namun, IK yang mengaku takut kepada keluarganya memilih menggugurkan kandungan dengan meminum pil sakit kepala yang dicampur dengan minuman bersoda. Karena takut, J lantas menguburkan ari-ari janinnya di belakang rumah IK di Akehuda, Ternate Utara. Sepulang dari kampus, J lantas mengambil janin yang masih di rumah IK, lalu dibawa ke Bula, Ternate Utara, untuk dibuang ke pantai.

Kasus Keperawatan Maternitas Kasus aborsi di atas merupakan kasus aborsi illegal. Karena dilakukan atas dasar malu atau takut terhadap keluarga pelaku, bukan dari saran dokter karena janin memiliki kelainan atau membahayakan kesehatan si ibu. Selain itu, proses aborsi yang dilakukan pun tidak sesuai bidang kedokteran dengan meminum pil sakit kepala bercampur minuman bersoda.Berdasarkan asas etik keperawatan, kasus aborsi yang telah disebutkan di atas diperbolehkan sesuai dengan asas etik autonomy (otonomi) yang dimiliki pelaku aborsi. Pelaku aborsi boleh memilih dan memutuskan untuk melakukan aborsi tanpa paksaan sebab keputusan itu adalah hak dia. Tetapi, melanggar asas beneficience (berbuat baik/manfaat). Karena kasus di atas bukanlah merupakan tindakan yang baik dan tidak memberikan manfaat apa pun, sekalipun alasannya karena takut atau malu atas janin yang dikandungnya pada keluarga dan orang lain.Ketika seorang wanita memilih aborsi sebagai jalan untuk mengatasi kehamilan yang tidak diinginkan, maka wanita tersebut dan pasangannya akan mengalami perasaan kehilangan, kesedihan yang mendalam atau rasa bersalah (Perry&Potter, 2010).

PEMBAHASAN KASUS Seorang wanita berusia 40 tahun menderita tumor dia menolak untuk di obati dikarenakan biaya yang kurang mencukupi, namun dia pernah mendatangi puskesmas terdekat untuk berobat dan konsultasi untuk menyelamatkan hidupnya, maka di perlukan suatu operasi dengan segera. Tetapi dia tetap saja menolak untuk dioperasi dengan alasan tidak adanya biaya, tidak ingin orang lain (anak-anaknya) susah akan keberadaannya seperti itu dan membiarkan tumor itu menjadi besar hingga ia meninggal. Anak-anak nya pun tidak bisa berbuat apa-apa, dan mereka menghargai keputusan ibunya walaupun dengan berat hati. Begitu pula suaminya dia bekerja hanya sebagai kuli yang hanya cukup untuk keperluan sehari-hari saja. Bagaimana perawat menghadapi situasi tersebut?

Kasus Keperawatan Medikal BedahKerangka pemecahan dilema etik, menurut kozier and Erb (1989)

1. Mengembangkan Data Dasar

a. Orang-orang yang terlibat dalam dilema etik tersebut: klien, suami, anak, perawat, rohaniawanb. Tindakan yang diusulkanSebagai klien dia mempunyai otonomi untuk membiarkan penyakitnya menggerogoti tubuhnya walaupun sebenarnya bukan hal itu yang di inginkannya. Dalam hal ini, perawat mempunyai peran dalam pemberi asuhan keperawatan, peran advocad (pendidik) serta sebagai konselor yaitu membela dan melindungi ibu tersebut untuk hidup dan menyelamatkan jiwanya dari ancaman kematian.c. Maksud dari tindakanDengan memberikan pendidikan, konselor, advokasi di harapkan klien mau menjalani operasi serta dapat membuat keputusan yang tepat terhadap masalah yang saat ini dihadapi.PEMBAHASAN KASUSd. Konsekuensi tindakan yang diusulkan1) Operasi dilaksanakan BiayaBiaya yang dibutuhkan klien cukup besar untuk dilaksanakannya operasi PsikososialPasien merasa bersyukur diberi umur yang panjang (bila operasi itu lancar dan baik) namun klien juga dihadapkan pada kecemasan akan kelanjutan hidupnya bila ternyata operasi itu gagal serta biaya-biaya yang akan di keluarkan. FisikKlien mempunyai bentuk tubuh yang normal tidak terdapat pembesaran dalam tubuhnya (perut) dan bila dibiarkan begitu saja cepat atau lambat akan terjadilah kematian

2) Bila operasi tidak dilaksanakan BiayaTidak mengeluarkan biaya apa-apa PsikososialKlien dihadapkan pada suatu ancaman kematian terjadi kecemasan dan rasa sedih dalam hatinya FisikTimbulnya pembesaran di daerah abdomen

2. Identifikasi Konflik Akibat Situasi Tersebut

a. Untuk memutuskan apakah operasi dilakukan pada wanita tersebut, perawat dihadapkan pada konflik tidak menghormati otonomi klienb. Apabila tindakan operasi tidak di lakukan perawat dihadapkan pada konflik:1. tidak melaksanakan sumpah profesi2. tidak melaksanakan kode etik profesi dan prinsip-prinsip moral: advokasi,benefesience, justice, avoiding, killing.3. tidak melaksanakan perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan4. perasaan bersalah (quilty) akibat tidak melaksanakan tindakan operasi yang memungkinkan timbulnya kematian.

3. Tindakan Alternatif Terhadap Tindakan Yang Diusulkan

a. mengusulkan dalam tim yang terlibat dalam masalah klien untuk dilakukannya operasi, konsekuensi:1. usul diterima atau ditolak aleh tim dan pihak yang terlibat dalam penanganan klien2. mungkin klien secara psikologis akan menjadi lebih siap untuk menghadapi tantangan akan kehidupan ini3. resiko pengeluaran biaya yang tak terduga/tidak dapat diprediksi

b. mengangkat dilema etik ini kepada komisi etik keperawatan yang lebih tinggi untuk mempertimbangkan apakah operasi ini dilakukan atau tidak konsekuensi:1. mungkin memperoleh tanggapan yang memuaskan2. mungkin memperoleh tanggapan yang kurang memuaskan3. tidak tertutup kemungkinan untuk tidak ditanggapi sama sekali

c. meminta izin kepada pimpinan lembaga pelayanan kesehatan (klinik kesehatan) untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi klien yang sebenarnya. Konsekuensi:1. koordinator lembaga pelayanan menyetujui atau menolak2. klien meperoleh informasi dan dapat memahami kondisinya, serta dapat mengambil sikap untuk memutuskan tindakan yang terbaik untuk dirinya.3. kondisi psikologis klien lebih baik atau bertambah buruk karena responnya terhadap informasi yang diperoleh

4. Menetapkan Siapa Pembuat Keputusan

a. pengambilan keputusan harus melibatkan tim yang terkait dan klien1. pihak yang terkait dengan wanita tersebut untuk melakukan operasi atau tidak2. klien, keputusan yang dibuat dapat memperoleh kepastian apakah dilakukan operasi atau tidak.

c. kriteria penetapan siapa pembuat keputusan1. TimKumpulan dari beberapa pihak yang berkepentingan dan yang paling memahami kondisi fisik dan psikologis klien. Masalah yang dihadapi sangat komplek dan rumit yang tidak hanya memerlukan pertimbangan ilmiah, tetapi juga pertimbangan etik sehingga pembuat keputusan akan lebih bijaksana dilakukan oleh tim.2. KlienKlien adalah orang yang paling berkepentingan dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang dibuat oleh klien bisa berubah secara tiba-tiba yang akan mempengaruhi keputusan tim.3. KeluargaKeterlibatan keluarga dalam upaya penyelesaian masalah cukup menentukan mengingat secara ekonomis klien masih belum mendapatkan biaya, sehingga keluarga mempunyai peranan yang cukup menentukan masalah.5. Mengidentifikasi Kewajiban Perawat

a. menghindari klien dari ancaman kematianb. menghargai otonomi klien dan berusaha menyeimbangkan dengan tanggung jawab pemberi pelayanan kesehatanc. menghindarkan klien dari tindakan yang tidak menguntungkan bagi dirinyad. melaksanakan prinsip-prinsip kode etik keperawatane. membantu sistem pendukung yang terlibat

6. Membuat Keputusan

Keputusan yang dapat diambil sesuai dengan hak otonomi klien dan dari pertimbangan tim kesehatan, sebagai seorang perawat, keputusan yang terbaik adalah dilakukan operasi berhasil atau tidak itu adalah kehendak yang maha kuasa sebagai manusia setidaknya kita telah berusaha.

Nn M berusai 16 tahun dibawa oleh sahabatnya ke poliklinik rumah sakit jiwa untuk konsultasi mengenai masalahnya. Nn M mengatakan bahwa dia sudah sering melakukan seks bebas sejak kelasdua sekolah menengah pertama. Nn M sudah dua kali melakukan aborsi, yang pertama ketika dia berusia 14 tahun dan yang terakhir kira-kira 6 bulan yang lalu. Nn M menyatakan tidak berani mengungkapkan kejadian yang ia alami kepada kedua orang tuanya. Ia khawatir nantinya orang tuanya syok dan jatuh sakit bahkan mengusir ia dari rumah. Nn M menyatakan sangat menyesal telah melakukan tindakan aborsi, tetapi ia sangat menyukai seks bebas, dan ia melakukan semuai ini hanya unutk mancari uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Ia mengungkapakan saya berasal dari keluarga yang sederhana akan tetapi saya menginginkan kekayaan. Nn M meminta kepada perawat untuk memberikan alat kontrasepsi yang tepat bagi dia dan memohon penjelasan tentang pencegahan penyakit menular. Bagaimana perawat menghadapi situasi tersebut?

Kasus Keperawatan Jiwa1. PengkajianNn M berusai 16 tahun dibawa oleh sahabatnya untuk konsultasi mengenai masalahnya. Yang suka melakukan seks bebas, sudah dua kali melakukan aborsi, menyatakan tidak berani mengungkapkan kejadian yang ia alami kepada kedua orang tuanya. Nn M meminta kepada perawat untuk memberikan alat kontrasepsi yang tepat bagi dia dan memohon penjelasan tentang pencegahan penyakit menular.

2. Identifikasi MasalahMasalah muncul karena pasien memerlukan informasi, perawat ingin memberikan informasi tetapi kebijakan rumah sakit tidak memperbolehkan anak dibawah umur untuk mendapatkan informasi tentang alat kontrasepsi. Dan larangan ini juga brelaku bagi pasangan yang belum menikah. Dan jika dikaitkan dengan tindakan termasuk area yang etis dilakukan akan tetapi tidak legal.

PEMBAHASAN KASUS Identifikasi masalah etikAutonomy (Otonomi)Sebenarnya Nn M berhak mendapatkan seutuhnya informasi yang sebenarnya dari pihak perawat sehingga perawat juga berkewajiban memberikannya untuk memenuhi standart pelayanan yang berkualitas. Akan tetapi disisi lain dari segi undang-undang dan peraturan disebutkan bahwa informasi yang berkenaan dengan penggunaan alat kontrasepsi hanya boleh diberikan kepada seseorang yang sudah memiliki status pernikahan. Selain itu juga ketika perawat mengatakan atau memberikan informasi yang sebenarnya nantinya akan disalahgunakan oleh Nn M sehingga nantinya akan mengurangi kualitas pelayanan keperawatan yang ia berikan.Beneficience (Berbuat Baik)Ketika perawat memberikan informasi terkait dengan penggunaan kontrasepsi maka ia akan meminimalkan tindakan aborsi yang dilakukan oleh Nn M sehingga selain menyelamatkan Nn M dari tindakan kriminal juga menghindari tindakan pengakhiran hidup pada janin yang dikandung, begitu juga dengan informasi penyakit menular seksualnya. Akan tetapi ini tidak dibenarkan dalam kode etik keperawatan dan undang-undang yang berlaku.

Veracity (Kejujuran)Nn M sebenarnya berhak tau tentang jenis kontrasepsi yang tepat untuk dirinya akan tetapi ketika informasi ini diberikan maka akan membuat perilaku Nn M menjadi lebih tidak baik secara sosial dan moral.Fidelity (Menepati Janji)Sebagai seorang perawat harus lebih peduli terhadap dampak yang ditimbulkan dengan seks bebas yang dilakukan oleh Nn M salah satunya resko PMS yang mungkin akan dideritanya, sehingga seyogyanya perawat memberikan informasi terkait dengan cara pencegahannya. Akan tetapi untuk memberikan informasi tersebut perawat juga tidak mau pasiennya menjadi lebih amoral dan juga tidak sesuai dengan undang-undang.Justice (Keadilan)Sebenarnya seorang perawat tidak boleh membedakan jenis pelayana yang ia berikan temasuk memberikan informasi terkait dengan penggunaan kontrasepsi dan cara pencegahan penyakit menular seksual, akan tatapi dalam hal ini Nn M masih dalam keadaan belum menikah dan ini bertentangan dengan undang-undang yang ada.

Identifikasi pihak yang terlibat:PerawatNn MSahabat yang mengantar sebagi sumber motivasi untuk Nn MIdentifikasi peran perawat:Peran perawat dalam menghadapi masalah tersebut adalah sebagai edukator, advokat, serta konselor, dan pemberi asuhan keperawatan. Sebagai edukator, perawat berkewajiban memberikan penjelasan atau pendidikan kesehatan kepada Nn. M tentang perilaku seks bebas terutama tentang dampak buruk dari seks bebas. Selain itu perawat perlu memberikan pendidikan spiritual tentang pandangan agama menanggapi kasus seks bebas. Jika Nn. M tetap pada pendirinya untuk tetap melakukan seks bebas, perawat sebagai edukator memberikan pendidikan kesehatan mengenai pencegahan penyakit menular. Disini perawat juga harus memberikan saran agar Nn. M rutin melakukan pemeriksaan berkaitan penyakit menular seksual dan penyakit HIV/ AIDS yang mungkin timbul pada pelaku seks bebas.Ketika Nn. M tetap berkeinginan melakukan pemasangan alat kontrasepsi, perawat berperan melakukan asuhan keperawatan dari pengkajian hingga evaluasi. Dan sebagai advokat, perawat berkewajiban untuk melakasanakan, membela, memperjuangkan hak pasien (otonomi). Dalam hal ini, perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan dan informasi kesehatan yang tepat bagi pasien.

3. Beberapa Tindakan Alternatif dan Konsekuensinya

Tidak memberikan informasi kepada pasien. Dengan alasan Nn. M masih dibawah umur 17 tahun dan belum menikahMerujuk pasien ke rumah sakit yang lain dan resiko mendapat teguran dari supervisor rumah sakitMemberikan informasi kepada pasien. Perawat menghargai hak otonomi pasien dan menuruti keinginan Nn. M untuk memasang alat kontrasepsi dan memberikan informasi tentang penyakit menular seksual namun dengan persetujuan orangtua. Hal ini bertujuan supaya Nn. M terhindar dari kehamilan yang tidak diinginkan dan berakhir pada aborsi. Selain itu agar terhindar dari penyakit menular seksual dengan sebelumnya dilakukan pendekatanpendekatan oleh perawat. Pendekatan ini berupa pendidikan kesehatan mengenai pandangan agama yang melarang seks bebas dan dampak bila tetap melanjutkan perilaku seks bebas. Namun ketika, pendekatan yang dilakukan perawat tidak berhasil dan Nn. M tetap berkeinginan untuk memasang alat kontrasepsi dan mendapatkan informasi tentang pencegahan penyakit menular seksual, maka perawat tersebut bisa melakukan pemasangan alat kontrasepsi dan memberikan pendidikan kesehatan mengenai pencegahan penyakit menular seksual dengan seblumnya mengisi informed consent.Perawat menolak melakukan pemasangan alat kontrasepsi dan menolak memberikan informasi tentang pencegahan penyakit menular seksual.

Mempertimbangkan prinsip etik dalam teori etik

Memberikan informasi yang berfokus pada penghargaan terhadap otonomi pasien dan akan memberikan keuntungan kepada pasien untuk mengurangi kesempatan pasien hamil lagi. Pilihan tidak memberikan keuntungan bagi perawat jika karena dapat mengakibatkan perawat kehilangan pekerjaan. Dan terkait dengan agama hal ini sanagt bertentangan sekali denagn ajaran setiap agama di dunia iniMembatasi otononomi pasien dengan tidak memberikan informasi yang sebenarnya. Hal ini akan merugikan pasien, bila tidak menggunkana alat kontrasepsi, kemungkinan besar pasien akan hamil (dan kondisi ini tidak diinginkan oleh pasien)Menghargai otonomi pasien, memberikan yang tebaik bagi pasien, tidak merugikan bagi pasien dan keputusan ini sesuai dengan ajaran agama4. Menyeleksi Tindakan Alternatif

Pilihan ketiga yang paling tepat karen tidak bertentangan dengan teori etik dan ajaran agama. Kesuksesan keputusan yang diambil bergantung pada apakah pasien menuruti segala peraturan dan kebijakan tentang penggunaan alat kontrasepsi.

Batasan hukum yang berlaku adalah:Menurut Depkes 2010 yang tertuang dalam:1) Pasal Pasal 28 H (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan2) Pasal 34 (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak

Menurut Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan:1) Pasal 146 (1) masyarakat berhak mendapatkan informasi dan edukasi yang benar mengenai kesehatan jiwa (2) hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menghindari pelanggaran hak asasi seseorang yang dianggap mengalami gangguan kesehatan jiwa2) Pasal 147 (1) upaya penyembuhan penderita ganguan kesehatan jiwa merupakan tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat(2) upaya penyembuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang dan ditempat yang tetap menghormati hak asasi penderita

5. Analisa situasi hingga hasil aktual dari putusan

Alternatif yang dilaksanakan kemudian dimonitoring dan dievaluasi sejauh mana keputusan orangtua pasien dan kondisi Nn. M setelah pemasangan kontrasepsi dan pemberian informasi.Jika kedua orangtua Nn. M menolak keinginan pasien, perawat sebaiknya tidak melakukan pemasangan alat kontrasepsi pada pasien. Mengingat aspek legalitas pemasangan kontrasepsi harus pada orang dewasa atau lebih dari usia 17 tahun dan pada pasangan yang sudah menikah. Selain itu karena usia Nn. M masih 16 tahun bisa dikatakan masih menjadi tanggung jawab orangtuanya, jadi setiap tindakan pada Nn. M harus mendapat persetujuan dari kedua orangtuanya. Namun perawat tidak berhenti disini saja, karena sebagai perawat jiwa, perawat sebaiknya melakukan pendekatan, konseling, dan terapi pada Nn. M agar dia berhenti untuk tidak berperilaku seks bebas.Namun jika orangtua Nn. M menyetujui dan pemasangan kontrasepsi sudah dilakukan, perawat juga tidak berhenti disini saja. Perawat harus melakukan pendekatan, konseling, dan terapi agar Nn. M berhenti melakukan seks bebas.Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan berikutnya.

6. Membuat keputusan dan interaksi

Membuat keputusan meliputi pemberian informasi kepada Nn M, kemungkinan dengan cara pembicaraan melalui telepon untuk membuat perjanjian dan membuat perencanaan diskusi dengan pasien dan orang tuanya. Interaksi meliputi segala catatan yang berkenaan dengan kondisi pasien.

7. Evaluasi hasil

Hasil yang diterima kemungkinan menunjukkan bahwa perjanjian yang telah disepakati antata Nn M dengan perawat jiwa tidak bertentangan dengan teori etik dan ajaran agama.Seorang wanita berumur 50 tahun menderita penyakit kanker payudara terminal dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi. Wanita tersebut mengalami nyeri tulang yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat wanita itu mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik, dan keluarganya pun meminta untuk dilakukan penambahan dosis pemberian obat analgesik. Saat dilakukan diskusi Perawat, disimpulkan bahwa penambahan obat analgesik dapat mempercepat kematian klien. Apa yang harus dilakukan perawat dalam menghadapi situasi tersebut?

Kasus Keperawatan Gerontik/TerminalKasus di atas merupakan salah satu contoh masalah dilema etik (ethical dilemma).

PEMECAHAN KASUS DILEMA ETIK

1. Mengembangkan data dasar:a. Orang yang terlibat: Klien, keluarga klien, dokter, dan perawatb. Tindakan yang diusulkan: tidak menuruti keinginan klien untuk memberikan penambahan dosis morphin.c. Maksud dari tindakan tersebut: agar tidak membahayakan diri kliend. Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak diberikan penambahan dosis morphin, klien dan keluarganya menyalahkan perawat dan apabila keluarga klien kecewa terhadap pelayanan di bangsal mereka bisa menuntut ke rumah sakit.

PEMBAHASAN KASUS 2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut Penderitaan klien dengan kanker payudara yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri yang tidak berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Klien meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya. Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah :a. Penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat kematian klien.b. Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien.

3. Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi tindakan tersebuta. Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat pengurang nyeri.Konsekuensi :1) Tidak mempercepat kematian klien2) Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung3) Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri4) Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut

b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen nyeri.Konsekuensi :1) Tidak mempercepat kematian pasien2) Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan ambang nyeri)3) Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhic. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan apabila diperlukan. Artinya penambahan diberikan kadang-kadang pada saat tertentu misalnya pada malam hari agar klien bisa tidur cukup.Konsekuensi :1) Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi2) Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia dapat cukup beristirahat.3) Hak klien sebagian dapat terpenuhi.4) Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi.

4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat \:Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah yang secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal ini perlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan dari penambahan dosis tersebut. Perawat membantu klien dan keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi, dan mekanisme koping klien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga, dan lain-lain.

5. Mendefinisikan kewajiban perawata.Memfasilitasi klien dalam manajemen nyerib. Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri/meningkatkan ambang nyeric. Mengoptimalkan sistem dukungand. Membantu klien untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap masalah yang sedang dihadapie. Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinannya

6. Membuat keputusanDalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan atau yang paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/keluarganya akan dilaksanakan.PRINSIP LEGAL DAN ETIK:1. Euthanasia (Yunani:kematian yang baik) dapat diklasifikasikan menjadiaktif atau pasif. Euthanasia aktif merupakan tindakan yang disengaja untuk menyebabkan kematian seseorang. Euthanasia pasif merupakan tindakan mengurangi ketetapan dosis pengobatan, penghilangan pengobatan sama sekali atau tindakan pendukung kehidupan lainnya yang dapat mempercepat kematian seseorang. Batas kedua tindakan tersebut kabur bahkan seringkali merupakan yang tidak relevan.Euthanasia pasif bertujuan untuk mengurangi rasa sakit danpenderitaan klien namun membiarkannya dapat berdampak pada kondisi klien yang lebih berat bahkan memiliki konsekuensi untuk mempercepat kematian klien. Walaupun sebagian besar nyeri pada kanker dapat ditatalaksanakan oleh petugas kesehatan profesional yang telah dilatih dengan manajemen nyeri, namun hal tersebut tidak dapat membantu sepenuhnya pada penderitaan klien tertentu. Upaya untuk mengurangi penderitaan nyeri klien mungkin akan mempercepat kematiannya, namun tujuan utama dari tindakan adalah untuk mengurangi nyeri dan penderitaan klien.

2. Menurut teori mengenai tindakan yang mengakibatkan dua efek yang berbeda, diperbolehkan untuk menaikkan derajat/dosis pengobatan untuk mengurangi penderitaan nyeri klien sekalipun hal tersebut memiliki efek sekunder untuk mempercepat kematiannya.

3. Prinsip kemanfaatan (beneficence) dan tidak merugikan orang lain (non maleficence) dapat dipertimbangkan dalam kasus ini. Mengurangi rasa nyeri klien merupakan tindakan yang bermanfaat, namun peningkatan dosis yang mempercepat kematian klien dapat dipandang sebagai tindakan yang berbahaya. Tidak melakukan tindakan adekuat untuk mengurangi rasa nyeri yang dapat membahayakan klien, dan tidak mempercepat kematian klien merupakan tindakan yang tepat (doing good).

TERIMA KASIH