karya tulis pelestarian lingkungan hidup ikd
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebenarnya manusia hanyalah bagian kecil dari alam ini. Tapi
tindakannya yang sembrono dan serakah menyebabkan banyak spesies punah
tiap tahunnya. Manusia yang adalah makhluk yang mempunyai kemampuan
yang melebihi dari makhluk lain di alam ini, seharusnya mendayagunakan
kemampuannya untuk menjaga dan memelihara ekosfer dan ekosistem.
Manusia diharapkan dapat merubah sikapnya dari destruktif ke konstruktif.
Akal budi bisa digunakan untuk memperbaiki alam. Dengan akal budinya,
manusia memiliki kemampuan tidak hanya menghasilkan mesin dan industri
yang bisa merusak alamtetapi akal budi manusia juga mampu ‘digiring’ untuk
menciptakan teknologi yang mendukung kelestarian alam. Contohnya adalah
adanya usaha penanaman tumbuh-tumbuhan atau melakukanpenghijauandi
daerah kering,di Arab Saudi.
Kita hendaknya mengganti paradigma manusia sebagai sang penakluk
komunitas alam dengan paradigma manusia sebagai anggota dari komunitas
alam. Dengan begitu manusia mampu menghargai anggota lain di dalam
komunitas ekosistem. Aldo Leopold menyatakan bahwa “Sesuatu adalah
benar jika hal itu menuju pada kesatuan, stabilitas dan keindahan komunitas
biotik. Adalah salah jika menuju ke arah lain”.
Salah satu faktor penyebab terpenting yang perlu diperhatikan dalam
proses terjadinya perusakan lingkungan oleh manusia adalah faktor ekonomi.
Secara lebih khusus lagi adalah segi kerakusan manusia, dimana manusia
melakukan eksploitasi tak terbatas terhadap alam. Alam hanya dilihat sebagai
benda penghasil uang. Dunia sekarang ini berada dalam sistem ekonomi lama,
yaitu kapitalisme yang menjunjung tinggi keuntungan dan mengakibatkan
hilangnya nilai kebersamaan.
Sekarang ini diperlukan adanya perubahan sikap manusia secara
mendasar dalam memperlakukan alam. Perubahan itu adalah perubahan nilai,
Pelestarian Lingkungan |Page 1
dari nilai hubungan manusia dengan alam yang bersifat ekonomis ke nilai
hubungan yang dilandasi oleh sikap menghargaialam sebagai bagian dari
hidup manusia. Jadi berdasar pada nilai yang tidak melulu dan hanya
berorientasi keuntungan manusia. Maka diharapkan ada usaha untuk
menemukan suatu sistem ekonomi baru yang sungguh menghargai “yang
lemah”, yang nampaknya tak berperan dalam kehidupan di dunia ini.
Begitu baiknya alam ini hingga mampu menciptakan spesies-spesies
yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Di dalam alam juga tercipta
simbiosis-simbiosis. Tumbuhan, binatang dari yang paling kecil hingga yang
terbesar dan manusia, terjalin dalam jaring-jaring rantai makanan. Masing-
masing punya perannya sendiri dalam melestarikan alam ini. Semuanya
membentuk suatu komunitas yang saling tergantung. Inilah yang perlu
sungguh disadari manusia. Hewan, tumbuhan dan segala sesuatu bagian dari
ekosistem merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hidup manusia.
Merusak dan membunuh mereka tanpa perhitungan berarti menghancurkan
manusia sendiri.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana pengaruh pelestarian lingkungan
pada kehidupan manusia”.
C. Tujuan
Tujuan dari rumusan masalah tersebut yaitu agar keselarasan alam
terjaga dengan baik, tidak terganggu ekosistem alam.
Pelestarian Lingkungan |Page 2
BAB II
TELAAH PUSTAKA
UNESCO bekerja sama dengan institusi lokal dan LSM untuk
membangun sebuah model kerja untuk sebuah “Kampung Ramah
Lingkungan”. Kegiatan-kegiatannya terfokus pada: a) pembentukan panitia
lingkungan hidup pada tingkat masyarakat; b) peningkatan sistem
pengumpulan sampah (pemilahan sampah); c) pengurusan sampah melalui
kegiatan alternatif (pendaurulangan kertas, pengomposan, pembibitan
tanaman menggunakan kompos yang diproduksi sendiri sebagai penyubur); d)
program penghijauan; e) kesadaran masyarakat.
1. Meningkatkan kesadaran: meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
suatu permasalahan atau menciptakan pengetahuan baru. Jika apa yang
sebenarnya kita cari adalah keterlibatan masyarakat – remaja – dalam
pembangunan berkelanjutan, maka perubahan sikap atau perilaku
merupakan target yang lebih tepat.
2. Perubahan sikap: merubah cara bagaimana masyarakat berpikir dan
merasakan suatu permasalahan. Sedangkan perubahan sikap bisa menjadi
sebuah pemicu untuk perubahan perilaku, hal itu tidak menjamin.
Perubahan sikap melakukan, bagaimanapun, memiliki satu peranan
penting dalam menyiapkan inisiatif kebijakan baru. Hal ini dapat
membantu memastikan persetujuan terhadap legislasi baru, seperti halnya
kewajiban mengenakan sabuk pengaman.
3. Perubahan perilaku: mempengaruhi kegiatan masyarakat terkait dengan
suatu permasalahan. Dalam hal ini usaha-usaha harus difokuskan jika kita
ingin meraih tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan. Bagaimanapun
juga, ini merupakan pendekatan jangka panjang, terkadang memakan
waktu satu generasi untuk merasakan dampaknya.
4. Pendidikan Lingkungan Hidup dan Pengenalan Pengelolaan Sampah dan
Prinsip-Prinsip Daur Ulang Kepada Pelajar, Remaja dan Kelompok
Masyarakat
5. Wisata belajar untuk kelompok masyarakat, remaja dan pelajar diadakan
secara rutin untuk menunjukkan kepada mereka kondisi lingkungan, dan
memberikan kepada mereka pengertian tentang hubungan antara produksi
sampah di darat dan efek-efeknya pada kondisi yang memburuk.
Pelestarian Lingkungan |Page 3
BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi Konservasi
Pada awalnya, upaya konservasi di dunia ini telah dimulai sejak ribuan
tahun yang lalu. Naluri manusia untuk mempertahankan hidup dan
berinteraksi dengan alam dilakukan antara lain dengan cara berburu, yang
merupakan suatu kegiatan baik sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan
hidup, ataupun sebagai suatu hobi/hiburan.
Di Asia Timur, konservasi sumber daya alam hayati dimulai saat Raja
Asoka (252 SM) memerintah, dimana pada saat itu diumumkan bahwa perlu
dilakukan perlindungan terhadap binatang liar, ikan dan hutan.Sedangkan di
Inggris, Raja William I (1804 M) pada saat itu telah memerintahkan para
pembantunya untuk mempersiapkan sebuah buku berjudul Doomsday Book
yang berisi inventarisasi dari sumber daya alam milik kerajaan.
Kebijakan kedua raja tersebut dapat disimpulkan sebagai suatu bentuk
konservasi sumberdaya alam hayati pada masa tersebut dimana Raja Asoka
melakukan konservasi untuk kegiatan pengawetan, sedangkan Raja William I
melakukan pengelolaan sumber daya alam hayati atas dasar adanya data yang
akurat.Namun dari sejarah tersebut, dapat dilihat bahwa bahkan sejak jaman
dahulu, konsep konservasi telah ada dan diperkenalkan kepada manusia
meskipun konsep konservasi tersebut masih bersifat konservatif dan eksklusif
(kerajaan). Konsep tersebut adalah konsep kuno konservasi yang merupakan
cikal bakal dari konsep modern konservasi dimana konsep modern konservasi
menekankan pada upaya memelihara dan memanfaatkan sumber daya alam
secara bijaksana.
Konservasi itu sendiri merupakan berasal dari kata Conservation yang
terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki
pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what
you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh
Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama yang
mengemukakan tentang konsep konservasi.
Pelestarian Lingkungan |Page 4
Sedangkan menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk
evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada
saat sekarang.Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi
dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan
sumber daya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi
merupakan alokasi sumber daya alam untuk sekarang dan masa yang akan
datang.
B. Kebijaksanaan Nasional Dalam Pelestarian Lingkungan Hidup
Kebijakan nasional lingkungan hidup merupakan nilai-nilai dasar dalam
pelestarian lingkungan yang terdiri butir-butir sebagai berikut :
Pelestarian lingkungan dilaksanakan berdasarkan konsep Pembangunan
Berkelanjutan yaitu pembangunan yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan
manusia saat ini, tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan
kebutuhan manusia pada generasi-generasi mendatang. Pembangunan
berkelanjutan didasarkan atas kesejahteraan masyarakat serta keadilan dalam
jangka waktu pendek, menengah dan panjang dengan keseimbangan
pertumbuhan ekonomi, dinamika sosial dan pelestarian lingkungan hidup.
Fungsi lingkungan perlu dilestarikan demi kepentingan manusia baik
dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Pengambilan
keputusan dalam pembangunan perlu memperhatikan pertimbangan daya
dukung lingkungan sesuai fungsinya. Daya dukung lingkungan menjadi
kendala (constraint) dalam pengambilan keputusan dan prinsip ini perlu
dilakukan secara kontinyu dan konsekuen.
Pemanfaatan sumber daya alam tak terpulihkan perlu memperhatikan
kebutuhan antar generasi. Pemanfaatan sumber daya alam terpulihkan perlu
mempertahankan daya pemulihannya.
Setiap warga negara mempunyai hak untuk mendapatkan lingkungan
yang baik dan sehat dan berkewajiban untuk melestarikan lingkungan. Oleh
karenanya, setiap warga negara mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
Pelestarian Lingkungan |Page 5
lingkungan yang benar, lengkap dan mutakhir. Dalam pelestarian lingkungan,
usaha pencegahan lebih diutamakan daripada usaha penanggulangan dan
pemulihan.
Kualitas lingkungan ditetapkan berdasarkan fungsinya. Pencemaran dan
kerusakan lingkungan perlu dihindari bila sampai terjadi pencemaran dan
perusakan lingkungan, maka diadakan penanggulangan dan pemulihan dengan
tanggung jawab pada pihak yang menyebabkannya
Pelestarian lingkungan dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip pelestarian
melalui pendekatan manajemen yang layak dengan sistem pertanggung
jawaban.
C. Paradigma Pelestarian Lingkungan
Sekarang ini paradigma pembangunan lebih bersifat high-techsentris,
hingga keberhasilan pun hanya dilihat dari angka kuantitatif yang berdimensi
material. Sementara itu keseimbangan ekologis, langka – untuk tidak
mengatakan tak pernah sama sekali – mendapat perhatian dari fasilitator
pembangunan.
Akibatnya ratusan juta, miliaran, bahkan triliunan rupiah terkikis habis
diterjang kemurkaan alam lewat berbagai kondisi lingkungan yang kian
degradatif. Misalnya, hutan Indonesia mengalami kerusakan yang sedemikian
parah dari sekira 120,35 juta hektare; 59 juta hektare diantaranya rusak dan
memerlukan rehabilitasi. Bahkan laju pengrusakannya berkisar 2,83 juta
hektare setiap tahunnya. Kerugian material yang diderita pun hampir
mencapai Rp. 10 triliunan per tahun.
Jika kondisi di atas tidak segera mendapat perhatian, saya rasa sepuluh
atau dua puluh tahun ke depan, hutan Indonesia akan mengalami penurunan,
bahkan kehancuran. Maka, pengelolaan sumber daya alam (SDA) secara
terpadu semestinya menggunakan paradigma berwawasan ekologis hingga
pemanfaatannya tidak berbentuk pengurasan habis-habisan yang mengabaikan
kaidah-kaidah keseimbangan alam.
Pelestarian Lingkungan |Page 6
Lantas, bagaimana peran religiusitas, dalam hal ini Islam yang memiliki
sumber pertama (masdar al-awwal) Al-Qur’an dalam memberikan
sumbangsih bagi keberlangsungan ekosistem lingkungan hidup? Sebab,
kekritisan sumber daya alam adalah ancaman berat bagi pembangunan. Dari
sinilah, pembangunan berbasis nilai-nilai religius sangat urgen diperhatikan
agar bangsa dapat bepijak secara kokoh dan program pembangunan pun
berkesinambungan serta mengikuti “aturan main” alam.
Agama mengajarkan bahwa arah pembangunan semestinya digusur pada
keteraturan yang mengikuti kaidah-kaidah alamiah. Ada firman Tuhan yang
bermakna pentingnya menjaga keteraturan ekologis, yakni surat Ar-Ruum
ayat 41: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena ulah (eksploitasi
dan eksplorasi tak berkaidah) manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka (akibat) perbuatannya, agar mereka kembali (ke program konservasi
alam)”.
Esensi ayat di atas, menjelaskan konsep pembangunan yang
berkelanjutan (sustainable development) yakni dari kalimat “agar mereka
kembali”. Term “kembali” kalau ditinjau dengan kerangka pembangunan
berwawasan ekologis, bersanding kuat dengan program pelestarian
lingkungan hidup. Misalnya, program konservasi alam, reboisasi, pajak
perusahaan untuk menjaga kelestarian alam, pendidikan lingkungan hidup
untuk anak didik dan pengurusan izin analisis dampak lingkungan (amdal).
Kearifan ekologis berbasis agama juga dapat dilihat dari nama-nama
surat tentang keragaman ekosistem dan fungsi ekologis, semisal Al-Baqarah
(sapi betina), Al-Adiyat (kuda perang), An-Naml (semut), Al-Ankabut (Laba-
laba), Ath-Thur (bukit thur) dan masih banyak lagi. Hal ini mengindikasikan
bahwa kondisi alam beserta ekosistem kehidupannya memiliki sisi fungsional
yang wajib dipelihara sebaik-baiknya. Karena itu, alangkah arif rasanya jika
bangsa mulai merenungi kearifan ekologis yang dipesankan oleh-Nya melalui
teks dan kita kontekstualisasikan sehingga bersesuaian dengan perkembangan
zaman.
Pelestarian Lingkungan |Page 7
Tujuannya agar arah pembangunan dihiasi etika keadiluhungan agama,
dan ketika berinteraksi dengan ekosistem lingkungan tidak dimanfaatkannya
sembari “angkat tangan” melestarikan atau malah “cuci tangan” ketika dirinya
merusak alam. Sebab, setiap penganut agama (baca: umat Islam) yang
berbudaya tidak boleh bersikap dan berperilaku destruktif seperti melakukan
pengrusakan secara membabi buta terhadap lingkungan hidup atas dalih
pembangunan infrastruktur.
Demikian, dalam konteks sistem sosial budaya, hampir tiap daerah di
kepulauan Indonesia memiliki indigenous knowledge system masing-masing
ketika memperlakukan lingkungan hidup. Misalnya, dalam tradisi masyarakat
Sunda pedalaman terdapat tiga klasifikasi hutan (leuweung) yang dijelaskan
secara gamblang oleh Kusnaka Adimiharja (1994) dan bermanfaat bagi arah
gerak pembangunan.
Pertama, leuweung sampalan, yakni hutan yang telah mengalami
konversi menjadi lahan yang ditanami dan dijadikan tempat penggembalaan
oleh masyarakat. Kedua, leuweung geuledegan, semacam hutan yang tidak
boleh dieksploitasi warga, karena alasan kepercayaan dalam sistem sosial
kemasyarakatan. Ketiga, leuweung titipan, semacam hutan yang boleh
dieksploitasi dan dimanfaatkan warga setelah mendapatkan izin dari
pemimpin adat.
Dari tiga sistem pengetahuan tersebut, terdapat makna perennial yakni
pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan berparadigma
ekologis adalah sebuah keniscayaan. Sebab selama ini arah pembangunan
kerap diinterpretasi dengan pendekatan ekonomi-sentris saja. Akibatnya,
potensi alam banyak terdegradasi ketika terkena proyek pembangunan,
misalnya peristiwa meluapnya Lumpur panas di Sidoarjo yang menelan
kerugian besar ialah salah satu ekses negatif dari pembangunan yang tak
berkaidah. Atau, meningkatnya suhu Kota Bandung sebesar 34,5 derajat
celcius pada musim kemarau adalah akibat dari penebangan pohon dan
pembangunan infrastruktur yang jarang memperhatikan sarakan (baca:
lingkungan) sekitar.
Pelestarian Lingkungan |Page 8
Kondisi di atas, tidak semestinya diabaikan oleh para pemerintah agar
tercipta pembangunan yang menghasilkan income ekonomi di satu sisi dan
keuntungan ekologis bagi warga secara berkesinambungan di lain sisi. Maka,
konsep pembangunan di Indonesia mesti menghargai kearifan sistem sosial
masyarakat daerah yang semenjak dahulu selalu berharmoni dengan alam
sekitar. Para stakeholders di tiap daerah juga wajib menengok dan
mempraktikkannya untuk kemudian dikontekstualisasi sehingga mewujud
dalam bentuk pembangunan berkelanjutan.
Alhasil, income pendapatan ekonomi yang diperoleh warga tidak sesaat,
melainkan terus-menerus (sustainable) sampai terwariskan pada anak cucu.
Sebab, kita juga tahu bahwa kekayaan ekologis merupakan titipan anak cucu
kita dan mesti dipelihara agar kelak mereka dapat bersenyum ria pada
kehidupan. Tidak bermuram durja, apalagi bila sampai berusaha mengakhiri
hidup dengan cara “bunuh diri” akibat kemiskinan yang diderita.
D. Pentingnya Pemberdayaan Masyarakat dalam Upaya
Pelestarian Lingkungan
Konservasi sumber daya alam hayati dimaksudkan sebagai upaya
pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya senantiasa
memperhitungkan kelangsungan persediaannya dengan tetap memelihara serta
meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Tujuan melakukan
konservasi tersebut adalah untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian
sumber daya alam dan keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih
mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat serta mutu
kehidupan manusia (Dephut, 1990).
Strategi yang digunakan untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah
dengan :
1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan;
2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar beserta
ekosistemnya;
Pelestarian Lingkungan |Page 9
3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya.
Proses perlindungan, pengawetan dapat dilakukan di kawasan
konservasi, taman hutan raya, dan taman wisata alam; mengingat kawasan
konservasi itu adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem
asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,
ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi
(Dephut, 1990).
Dari ketiga strategi tersebut satu dengan lainnya sangat berkait, sehingga
untuk mewujudkan kelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
harus dilakukan bersama-sama. Artinya kalau yang dilakukan hanya satu
aspek, misalnya perlindungan saja tanpa dibarengi dengan pengawetan dan
pemanfaatan, maka akan menimbulkan resiko biaya pengelolaan yang sangat
tinggi, dengan tanpa memperoleh hasil. Sebaliknya, jika kegiatan tersebut
hanya memfokuskan pada aspek pemanfaatan dengan tanpa memperhatikan
pada perlindungan dan pengawetan, maka yang akan terjadi tentu saja
pemusnahan sumber daya alam hayati tersebut.
Kegiatan konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya ini meliputi
tiga kegiatan sebagaimana yang telah diutarakan di atas, yaitu perlindungan
sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis, dan
pemanfaatan sumber daya alam secara lestari (Dephut, 1990).
Perlindungan Sistem Penyangga Perlindungan sistem penyangga ini
dimaksudkan untuk memelihara proses ekologi yang dapat menunjang
kelangsungan dan mutu kehidupan, serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Cara pemanfaatan wilayah perlindungan dan sistem penyangga
hendaknya senantiasa memperhatikan kelangsungan dan fungsi perlindungan
di wilayah tersebut.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan
Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, maka pengelolaan jenis di luar habitatnya
Pelestarian Lingkungan |Page 10
dapat dilakukan dalam bentuk pemeliharaan, pengembangbiakan, pengkajian,
penelitian, pengembangan rehabilitasi satwa, penyelamatan jenis tumbuhan
dan satwa liar.
Untuk melakukan kegiatan konservasi ex-situ berbagai persyarataan
yang perlu dipenuhi, yaitu: tersedianya tempat yang cukup luas, aman dan
nyaman, memenuhi standart kesehatan tumbuhan dan satwa, serta mempunyai
tenaga ahli dalam bidang medis dan pemeliharaan. Begitu pula kalau ingin
melakukan perkembangbiakan jenis di luar habitatnya, maka persyaratan yang
perlu dipenuhi yaitu: dapat menjaga kemurnian jenis dan keanekaragaman
genetik, dapat melakukan penandaan dan sertifikasi, serta dapat membuat
buku daftar silsilah (Dephutbun, 1999).
Ada berbagai kelebihan dan kekurangan dalam penyelenggaraan
kegiatan konservasi ex-situ. Kelebihannya antara lain dapat mencegah
kepunahan lokal pada berbagai jenis tumbuhan akibat adanya bencana alam
dan kegiatan manusia, dapat dipakai untuk arena perkenalan berbagai jenis
tumbuhan dan wisata alam bagi masyarakat luas, berguna untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama yang berkaitan
dalam kegiatan budidaya jenis hewan dan tumbuhan; sedangkan
kelemahannya antara lain, konservasi ex-situ memerlukan kegiatan eksplorasi
dan penelitian terlebih dahulu. Hal ini dilakukan adalah untuk melihat adanya
kecocokan terhadap daerah atau lokasi sebelum kegiatan tersebut dilakukan;
di samping itu pada kegiatan ini dibutuhkan pula dana yang cukup besar, serta
tersedianya tenaga ahli dan orang yang berpengalaman.
Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam hendaknya
senantiasa tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan, sedangkan pemanfaatan
jenis tumbuhan dan satwa liar harus selalu memperhatikan kelangsungan
potensi, daya dukung, keanekaragaman jenis tumbuhan, dan satwa liar
tersebut.
Pemanfaatannya dapat dilakukan dalam bentuk pengkajian, penelitian
dan pengembangan, penangkaran, perburuan, perdagangan, peragaan,
Pelestarian Lingkungan |Page 11
pertukaran, budidaya tanaman dan obat-obatan, dan pemeliharaan untuk
kesenangan (Dephutbun, 1999b). Khusus untuk perdagangan jenis tumbuhan
dan satwa liar dalam skala kecil dapat dilakukan oleh masyarakat yang tinggal
di dalam atau sekitar kawasan konservasi. Tentu saja jenis tumbuhan dan
satwa liar tersebut adalah yang tidak dilindungi, sedangkan perdagangan
dalam skala besar hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang telah
memperoleh rekomendasi Menteri, di samping harus memiliki berbagai
persyaratan tertentu lainnya (Dephut, 1990).
Adanya perubahan politik dari era sentralistik-otoriter ke desentralistik-
demokratis yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah telah membawa
dampak semakin tajamnya degradasi sumber daya alam dan ekosistemnya.
Perubahan tersebut akan mendorong adanya kegiatan yang mengarah pada
perlombaan membangun daerah. Kegiatan tersebut senantiasa bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan daerah sebagai sarana menuju kesejahteraan
masyarakat setempat. Keadaan ini secara langsung atau tidak langsung akan
mengakibatkan terjadinya eksploitasi kekayaan sumber daya alam dan
ekosistemnya, sehingga pada gilirannya akan memacu keadaan lingkungan
menjadi berada pada taraf membahayakan kehidupan masyarakat.
Terjadinya penurunan kualitas sumber daya alam ini merupakan suatu
indikasi adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia dengan
ketersediaan sumber daya alam. Adanya peraturan pemerintah yang kurang
memberikan penekanan pada upaya pelestarian sumber daya alam, dan lebih
memprioritaskan perolehan pendapatan belaka, maka dapat membawa dampak
yang sulit dihindari dalam pengelolaan sumber daya alam dan ekosistemnya.
Sebagaimana data yang terjadi dewasa ini menunjukkan bahwalaju
pengurangan luas hutan di pulau Sumatera mencapai 2 % per tahun, di pulau
Jawa mencapai 0,42 % per tahun, di pulau Kalimantan mencapai 0,94 % per
tahun, di pulau Sulawesi mencapai 1 % per tahun, dan di Irian Jaya mencapai
0,7 % per tahun. Adanya pengurangan luas hutan tersebut terjadi akibat proses
laju penurunan mutu hutan (degradasi) dan pengundulan hutan (deforestasi).
Pelestarian Lingkungan |Page 12
Terjadinya degradasi dan deforestasi hutan tersebut telah memberikan
implikasi yang sangat luas dan mengkhawatirkan bagi kehidupan masa depan
manusia. Ada berbagai masalah yang akan terjadi pada sumber daya alam dan
ekosistemnya, jika dalam penjabaran dan pelaksanaan otonomi daerah
tersebut tidak ditangani secara hati-hati. Masalah yang akan muncul tersebut
akan berupa degradasi sumber daya alam dan ekosistemnya. Sebagai contoh
adanya degradasi sumber daya kelautan, sumber daya sungai dan alirannya,
sumber daya hutan, serta adanya berbagai dampak pencemaran akibat
aktivitas pembangunan ekonomi antar daerah, dan lain-lain. Oleh sebab itu,
sumber daya alam yang semula menjadi sumber utama bagi peningkatan
pendapatan daerah, jika pemanfaatannya dalam jangka panjang tidak disertai
dengan dukungan kebijakan yang mengarah kepada upaya perbaikan dan
memperhatikan pelestarian sumber daya alam, maka hal tersebut sudah dapat
diduga akan menjadi sumber konflik antar pemerintah daerah di masa yang
akan datang.
Di awal era reformasi, terlihat gejala makin cepatnya degradasi sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya. Di berbagai daerah telah terjadi
perusakan hutan, baik hutan lindung, hutan peyangga, hutan tanaman industri,
dan kawasan konservasi. Rusaknya hutan, berarti telah terjadi kerusakan dan
kepunahan keanekaragaman hayati, baik itu tumbuhan maupun satwa langka.
Juga berbagai macam perusakan baik di laut, daerah aliran sungai,
pertambangan, tanah, udara, dan air. Peristiwa tersebut telah terjadi secara
merata di berbagai wilayah di Indonesia dengan akibat yang akan dirasakan
oleh semua lapisan masyarakat.
Menyikapi fenomena degradasi sumber daya alam hayati bersamaan
dengan pelaksanaan otonomi daerah saat ini, maka diperlukan kesadaran
kolektif dan serentak pada semua lapisan masyarakat, baik para penyelenggara
pemerintahan, pelaku ekonomi, dan masyarakat pada umumnya untuk
mendukung pelaksanaan otonomi daerah.
Saat ini kita telah merasakan semangat pembaruan yang semakin tampil
dengan wajah kebebasan yang tidak jelas batas-batas dan arahnya. Hampir
Pelestarian Lingkungan |Page 13
semua aspek kehidupan sekarang telah dilanda gejala tersebut, termasuk
kebebasan pemanfaatan sumber daya alam yang cenderung mengarah pada
perusakan dan degradasi sumber daya alam itu sendiri. Oleh karena itu, dalam
penyelenggaraan otonomi daerah, memang dituntut untuk dapat menggali
potensi agar dapat menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri, tetapi
bukan berarti bahwa kebebasan menggali potensi ini adalah merusak sumber
daya alam yang ada. Pelaksanaan otonomi daerah tidak perlu terpaku pada
perjuangan untuk memanfaatkan sumber daya alam dan ekosistemnya, jika
nantinya yang akan menanggung segala kerugiannya adalah masyarakat.
Pelestarian Lingkungan |Page 14
BAB IIII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa upaya
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya akan sia-sia, bila hal
tersebut tidak disertai dengan upaya pemberdayaan masyarakat. Kegiatan
pemberdayaan masyarakat ini dapat meliputi peningkatan kesadaran dan
kemampuan masyarakat dalam mengelola sumber daya alam hayati tersebut.
Strategi yang efektif dalam upaya pemberdayaan masyarakat dapat
dilakukan melalui suatu kegiatan kerjasama antara pihak Kawasan
Konservasi, Perguruan Tinggi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Diharapkan dari upaya ini masyarakat dapat berperan aktif dalam kegiatan
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, sehingga pada
akhirnya kesejahteraan masyarakat dapat meningkat pula.
Kegiatan penyelamatan lingkungan harus membawa kesejahteraan bagi
masyarakat yang ada di sekitar kawasan konservasi. Konservasi lingkungan
yang meninggalkan masyarakat lokal hanya akan menimbulkan konflik dan
berujung pada kegagalan program konservasi. Karena itu, kepentingan
masyarakat harus diakomodasi dengan menjadikan mereka mitra konservasi.
Tujuan konservasi alam tidak akan tercapai tanpa kerja sama dengan
masyarakat lokal karena mereka sangat tergantung pada sumber daya alam.
Masyarakat harus tetap memperoleh keuntungan ekonomi dan sosial dari
kegiatan konservasi itu.
Kegiatan pelestarian lingkungan akan berhasil bila masyarakat lokal
merasakan manfaat dari kegiatan itu secara langsung. Selama ini kegiatan
konservasi lingkungan selalu diikuti konflik antara masyarakat dan pengelola
kawasan konservasi. Masyarakat di sekitar kawasan yang selama ini
bergantung pada sumber daya alam tiba-tiba terputus aksesnya untuk
memperoleh penghidupan dari alam.
Pelestarian Lingkungan |Page 15
Manfaat kawasan konservasi bagi masyarakat akan semakin tegas bila
didukung kebijakan pemerintah dalam mekanisme pembayaran jasa
lingkungan dan manajemen kolaborasi. Dalam manajemen kolaborasi,
masyarakat dan semua pihak terkait berbagi peran dalam pengelolaan
kawasan. Mekanisme ini bisa meningkatkan akuntabilitas dan efektivitas
pengelolaan kawasan.
Penerapan jasa lingkungan merupakan salah satu cara pemberian
imbalan yang layak bagi masyarakat konservasi. Sebagai contoh adalah
mekanisme pembayaran jasa lingkungan di Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Perusahaan Daerah Air Minum di sana membayar jasa lingkungan ke petani
yang telah menjaga hutan di daerah tangkapan air Gunung Rinjani.
Wacana pembayaran jasa lingkungan seperti ini harus terus diangkat.
Kita sering tidak memikirkan dari mana air yang kita minum selama ini.
Bagaimana jika tidak ada masyarakat yang menjaga hutan di daerah
tangkapan air.
Langkah lain yang penting dilakukan adalah meminta kontribusi dan
penghargaan dari kelompok masyarakat penerima manfaat langsung kegiatan
konservasi untuk ikut menanggung biaya konservasi. Hingga saat ini, sebut
saja konsumen air minum PDAM maupun air botolan, belum menghargai dan
membayar jasa keberadaan kawasan konservasi dan upaya tani-hutan di
daerah tangkapan air dalam mengkonservasi wilayah tersebut.
Imbal balik ekonomi dari kegiatan konservasi tersebut membutuhkan
peningkatan kapasitas masyarakat. Daya tawar masyarakat harus ditingkatkan
melalui berbagai pelatihan dan fasilitasi ke pemerintah.
B. Saran & Rekomendasi
Untuk mewujudkan generasi makmur dan sentosa, bijaksana rasanya
jika arah gerak pembangunan yang dikembangkan berpijak pada paradigma
agama, budaya lokal, dan berwawasan lingkungan. Dalam bahasa lain,
mencetuskan pembangunan berkelanjutan (sustainable development),
Pelestarian Lingkungan |Page 16
berwawasan lingkungan (eco-development) dan bisa juga kita sebut dengan
konsep eco-religious, sebab memelihara lingkungan adalah perintah suci dari
sang pencipta alam raya ini, Allah SWT. Karena itu, mari kita gulirkan
program pembangunan berkelanjutan yang berwawasan agama, budaya lokal,
dan berparadigma ekologis mulai detik ini.
Pelestarian Lingkungan |Page 17
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kehutanan. 1990. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya. Jakarta.
Wardojo, W. 2001. Strategi Pengelolaan Kawasan Konservasi dalam Rangka
Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat. Jember: Penerbit Universitas
Jember.
Pelestarian Lingkungan |Page 18