karya tulis ilmiah aplikasi riset pemberian jus...
TRANSCRIPT
KARYA TULIS ILMIAH APLIKASI RISET
PEMBERIAN JUS JAMBU MERAH TERHADAP PENINGKATAN
TROMBOSIT PADA ASUHAN KEPERAWATAN An.
DHF (DENGUE HAEMORHAGIC FEVER) DI RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH KARANGANYAR
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
KARYA TULIS ILMIAH APLIKASI RISET
PEMBERIAN JUS JAMBU MERAH TERHADAP PENINGKATAN
SIT PADA ASUHAN KEPERAWATAN An.
DHF (DENGUE HAEMORHAGIC FEVER) DI RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH KARANGANYAR
DI SUSUN OLEH :
SINTA PUTRI HAPSARI
NIM. P.13118
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
KARYA TULIS ILMIAH APLIKASI RISET
PEMBERIAN JUS JAMBU MERAH TERHADAP PENINGKATAN
SIT PADA ASUHAN KEPERAWATAN An.F DENGAN
DHF (DENGUE HAEMORHAGIC FEVER) DI RUMAH SAKIT
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
PEMBERIAN JUS JAMBU MERAH TERHADAP PENINGKATAN
TROMBOSIT PADA ASUHAN KEPERAWATAN An.
DHF (DENGUE HAEMORHAGIC FEVER) DI RUMAH
UMUM DAERAH KARANGANYAR
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATA
i
PEMBERIAN JUS JAMBU MERAH TERHADAP PENINGKATAN
SIT PADA ASUHAN KEPERAWATAN An.
DHF (DENGUE HAEMORHAGIC FEVER) DI RUMAH
UMUM DAERAH KARANGANYAR
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH :
SINTA PUTRI HAPSARI
NIM. P.13118
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
PEMBERIAN JUS JAMBU MERAH TERHADAP PENINGKATAN
SIT PADA ASUHAN KEPERAWATAN An.F DENGAN
DHF (DENGUE HAEMORHAGIC FEVER) DI RUMAH SAKIT
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
N KUSUMA HUSADA
ii
SURAT PERYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Sinta Putri Hapsari
NIM : P13118
Program Study : DIII Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : Pemberian Jus Jambu Merah terhadap Peningkatan
Trombosit pada Asuhan Keperawatan An.F dengan
dengue haemorhagic fever diruang Melati Rumah
Sakit Umum Daerah Karanganyar
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau
pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanki atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 12 Mei 2016
Yang Membuat Pernyataan
Sinta Putri Hapsari
NIM.P13118
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa
karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Jus Jambu Merah Terhadap
Peningkatan Trombosit pada Asuhan Keperawatan An.F dengan dengue
haemorhagic feverdi Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.“
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1. Ns. Meri Oktariani, M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes
Kusuma Husada Surakarta, sekaligus sebagai dosen pembimbing dan penguji
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
2. Ns. Alfyana Nadya R, M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Siti Mardiyah, S.Kep selaku dosen penguji I yang membimbing dengan
cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam
bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini
v
4. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat
5. Kedua Orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan
6. Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar yang telah memberikan ijin untuk
mengadakan studi kasus di Ruang Melati
7. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, yang telah memberikan dukungan moral dan spiritual
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, 11 Mei 2016
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ..................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ............................................................................ 6
C. Manfaat Penulisan .......................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ................................................................................ 8
1. DHF (Dengue Haemoragic Fever) .......................................... 8
2. Asuhan Keperawatan ............................................................... 19
3. Trombosit ................................................................................ 28
4. Pengertian Jambu Merah .......................................................... 31
B. Kerangka Teori............................................................................... 34
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset ..................................................................... 35
B. Tempat dan Waktu ......................................................................... 35
C. Media atau Alat yang Digunakan ................................................... 35
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset ............................. 36
E. Alat Ukur Evaluasi Tindakan Aplikasi Riset ................................. 37
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien .............................................................................. 38
B. Pengkajian ..................................................................................... 39
vii
C. Perumusan Masalah Keperawatan ................................................ 46
D. Perencanaan ................................................................................... 47
E. Implementasi .................................................................................. 49
F. Evaluasi ......................................................................................... 58
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian ..................................................................................... 64
B. Perumusan Diagnosa Keperawatan ............................................... 77
C. Intervensi ....................................................................................... 80
D. Implementasi ................................................................................. 82
E. Evaluasi ......................................................................................... 85
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................... 87
B. Saran ............................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pemberian Pemberian Jus Jambu .............................................. 36
Tabel 3.2 Alat Ukur Evaluasi ..................................................................... 37
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori .......................................................................... 34
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Usulan Judul
Lampiran 2 Jurnal
Lampiran 3 Asuhan Keperawatan
Lampiran 4 Lembar Konsultasi
Lampiran 5 Lembar Observasi
Lampiran 6 Pendelegasian
Lampiran 7 Log Book
Lampiran 8 Surat Pernyataan
Lampiran 9 Daftar Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengue Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang termasuk golongan Arbovirus melalui
gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina (Hidayat, 2008). DBD adalah sindrom
jinak yang disebabkan beberapa virus yang dibawa arthopoda, ditandai
dengan demam bifasik, mialgia atau artalgia, ruam, leukopenia dan
limfadenopati (Nelson, 2012). Demam dengue/DF dengan demam berdarah
dengue/DBD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis
hemoragik (Nurarif dan Hardhi, 2013).
Demam dengue (DD) disebabkan karena tertelannya darah viremia
yang mengandung virus dengue oleh nyamuk aedes spp,diikuti dengan
masuknya darah tersebut ke manusia (Garna, 2012). Virus dengue termasuk
dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan terdiri dari empat serotipe,
DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Seluruh serotipe beredar di indonesia,
dengan serotipe DEN-3 yang paling dominan dan ditemukan pada kasus
dengue dengan masa inkubasi sekitar 4-10 hari (Cristanto dkk,2014). Virus
dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepty dan masuk kedalam
pembuluh darah. Trombosit dan endotel mempunyai peran penting dalam
2
patogenesis, berdasarkan kenyataan bahwa pada DHF terjadi trombositopenia
disertai peningkatan permeabilitas kapiler (Huda, 2010).
Menurut Word Health Organization (WHO) jumlah kematian oleh
penyakit DHF di dunia mencapai 5% dengan perkiraan 25.000 kematian
setiap tahunnya (WHO, 2012) pada tahun 2010 angka kematian mencapai
0,87%, pada tahun 2011 meningkat menjadi 0,91% dan sempat menurun pada
tahun 2012 menjadi 0,90% dengan total kasus tahun 2012 sabanyak 90245
penderita dan jumlah kematian 816 penderita (Depkes, 2013). Angka
kesakitan DHF di Indonesia cenderung meningkat, mulai 50 kasus per
100.000 penduduk dengan kematian sekitar 1-2% (Kompas, 2010). DHF yang
terjadi di beberapa kota di Jawa Tengah sampai pertengahan 2009 sebanyak
2767 orang 73 diantaranya meninggal (Lismiyati, 2009). Kurang dari 500.000
kasus setiap tahun di rawat di RS dan ribuan orang meninggal (Mekadiana,
2007).
Berdasarkan data yang diperoleh di ruang Melati Rumah Sakit Umum
Daerah Karanganyar, kasus dengue haemorhagic fever hanya sedikit, dimana
selama bulan Desember 2015 ada 6 pasien, dan dibulan Januari 2016 ada 10
pasien dengan dengue haemorhagic fever yang dirawat diruang Melati
Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar, hal ini membuktikan bahwa
jumlah pasien dengan penyakit dengue haemorhagic fever diruang Melati
Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar meningkat (Data Pasien Ruang
Melati).
3
Pengobatan DHF pada dasarnya masih bersifat supportif atau
simtomatis berdasarkan kelainan utama yang terjadi yaitu berupa perembesan
plasma akibat dari meningkatnya permeabilitas vaskuler. Cairan awal sebagai
pengganti volume plasma dapat diberikan garam isotonik atau ringer laktat.
Belum ada usaha pengobatan yang bersifat kuratif, baik dalam mengatasi
terjadinya perdarahan atau trombositopenia maupun dalam mengatasi
kebocoran plasma. Manifestasi klinis dari infeksi virus dengue yang paling
ditakutkan adalah terjadinya perdarahan dan kebocoran plasma yang dapat
menyebabkan syok (Huda, 2010). Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau
kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya nilai
hematokrit sebanyak 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit pada
masa konvalesen. Ditemukan komplek imun dipermukaan trombosit diduga
sebagai penyebab terjadinya agregasi trombosit yang kemudian akan
dimusnakan oleh sistem retikuloendotelia, terutama dalam limpa dan hati,
dari infeksi virus dengue yang paling ditakutkan adalah terjadinya perdarahan
dan kebocoran plasma yang dapat menyebabkan syok. Perdarahan dapat
terjadi akibat adanya trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit (Huda,
2010).
Pada pasien DHF disertai dengan adanya trombositopenia dengan
dilakukan pemeriksaan serologis ternyata diagnosis tepat (Ngastiyah, 2005).
Akan muncul diagnosa keperawatan yang berupa, resiko perdarahan
berhubungan dengan penurunan faktor-faktor pembekuan darah
(trombositopeni), ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu
makan yang menurun, hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus
dengue, nyeri akut, kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler, ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot
pernafasan (Nurarif dan Hardhi, 2013).
Menurut WHO (2011) trombosit dan endotel mempunyai peran
penting dalam patogenesis, berdasarkan kenyataan bahwa pada DHF terjadi
trombositopenia disertai peningkatan permeabilitas kapiler. Trombositopenia
(jumlah trombosit < 100.000/µL) merupakan salah satu kriteria laboratorium
disamping peningkatan hematokrit >20% dari kriteria diagnosis DHF.
Perdarahan dapat terjadi akibat adanya trombositopenia dan gangguan fungsi
trombosit (Huda, 2010).
Untuk dapat mengatasi masalah resiko perdarahan berhubungan
dengan faktor-faktor pembekuan darah (trombositopenia) kita harus berupaya
untuk melakukan tindakan untuk peningkatan trombosit pada pasien DHF
dengan cara monitor nilai tanda-tanda vital, anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake makanan yang banyak mengandung vitamin, catat nilai
hemoglobin dan hematokrit, sebelum dan sesudah perdarahan (Nurarif dan
Hardhi, 2013), berikan jus jambu merah dan catat trombosit sebelum dan
setelah diberikan jus (Huda, 2010).
Jus jambu merah adalah obat tradisional untuk membantu peningkatan
trombosit pada pasien DHF, melalui pemberian jus jambu merah sebagai
5
peningkatan trombosit responden diberikan suatu pengetahuan baru yang
belum diketahuinyan agar mereka melaksanakan, dan dapat menerapkan
sesuai dengan apa yang dikehendaki penulis yaitu dengan cara mengkonsumsi
jus jambu merah sebagai peningkatan trombosit pada DHF (Huda, 2010).
Buah jambu (Psidiumguajava L.) kaya dengan vitamin C, β karoten, vitamin
B1, B2dan B6. Buah jambu merah mengandung vitamin C dalam jumlah
besar. Dilaporkan 100 g buah jambu merah mengandung 100 mg vitamin C
(Puspaningtyas, 2012).
Jambu merah adalah suatu bentuk terapi herbal yang dapat
meningkatkan trombosit pada DHF. Jambu merah yang diberikan dalam
bentuk jus yang dapat menimbulkan peningkatan trombosit. Buah jambu
digunakan untuk meningkatkan trombosit darah, sehingga banyak digunakan
untuk melawan DHF (Huda, 2010).
Jus buah jambu merah memiliki potensi untuk meningkatkan kadar
trombosit pada penderita demam berdarah dengue. Kandungan vitamin C
yang ada pada buah ini memberikan kekebalan tubuh melawan infeksi
termasuk infeksi virus dengue. Senyawa lain seperti flavonoid juga memiliki
fungsi dalam menghambat virus dengue untuk bereplikasi sehingga tingkat
virulensi dari virus dengue berkurang. Hal ini akan mencegah perdarahan
akibat rusaknya trombosit yang disebabkan serangan virus dengue (Huda,
2010).
Dari kasus diatas memperlihatkan adanya suatu kasus yaitu, dengue
haemorhagic fever (DHF) yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes
6
Aegepty yang dapat mengakibatkan trombosit dalam darah menurun. Oleh
karena itu, penulis tertarik untuk melakukan aplikasi jurnal tentang pemberian
jus jambu terhadap peningkatan trombosit pada pasien dengan DHF di RSUD
Karanganyar.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan tindakan pemberian jus jambu merah terhadap
peningkatan trombosit pada An.F dengan dengue haemorhagic fever
(DHF) di Rumah Sakit RSUD Karanganyar.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan dengue
haemorhagic fever (DHF).
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan dengue haemorhagic fever (DHF).
c. Penulis mampu menyusun intervensi pada pasien dengan dengue
haemorhagic fever (DHF).
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan dengue
haemorhagic fever (DHF).
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan dengue
haemorhagic fever (DHF).
7
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian jus jambu merah
terhadap peningkatan trombosit pada An.F dengan dengue
haemorhagic fever (DHF).
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit
Dapat memberikan informasi tentang asuhan keperawatan pasien
dengan pemberian jus jambu merah terhadap peningkatan trombosit,
khususnya pada pasien DHF, sehingga perawat dapat memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan lebih optimal serta
meningkatkan keterampilan dalam memberikan penatalaksanaan yang
lebih baik pada pasien DHF. Perawat mampu bersikap profesional dalam
memberikan asuhan keperawatan pemberian jus jambu merah terhadap
peningkatan trombosit pada pasien dengan DHF.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai informasi kepada mahasiswa tentang asuhan keperawatan
pada pasien DHF, sehingga dapat memberikan gambaran tentang
penatalaksanaan pemberian jus jambu merah terhadap peningkatan
trombosit pada pasien DHF.
3. Bagi Pasien
Dapat dijadikan salah satu alternatif dalam meningkatkan trombosit pada
DHF.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Teori
1. DHF atau Dengue Haemorhagic fever
a. Definisi
Dengue Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang termasuk golongan Arbovirus
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina (Hidayat, 2008). DBD
adalah sindrom jinak yang disebabkan beberapa virus yang dibawa
arthopoda, ditandai dengan demam bifasik, mialgia atau artalgia,
ruam, leukopenia dan limfadenopati (Nelson, 2012). DHF adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tipe 1-4, sifat dari
virus dengue antara lain berbentuk batang, termolabil, sensitif
terhadap inaktivasi, stabil pada suhu 700 celcius (Soegeng, 2006).
DHF atau Dengue Haemorhagic Fever adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia,
ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada
DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematikrit) atau penumpukan cairan
dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome)
9
adalah demamberdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok
(Sudoyo Aru,dkk, 2009).
b. Etiologi
Virus dengue terdiri atas 4 serotipe yang masing-masing
menimbulkan gejala yang bervariasi, mulai dari asimtomatik hingga
gejala perdarahan fatal. Derajat beratnya penyakit diperkirakan
bergantung pada efek Antibody Dependent Enbancement (ADE)
pada reaksi silang senotipe yang berbeda. Patogenesis terjadinya hal
ini belum jelas, terdapat beberapa mekanisme yang terlibat dan
berjalan secara bersamaan (Garna, 2012).
Demam dengue (DD) disebabkan karena tertelannya darah
viremia yang mengandung virus dengue oleh nyamuk aedes spp,
diikuti dengan masuknya darah (Garna, 2012). Virus dengue
termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan terdiri dari
empat serotipe, DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Seluruh
serotipe beredar di indonesia, dengan serotipe DEN-3 yang paling
dominan dan ditemukan pada kasus dengue dengan masa inkubasi
sekitar 4-10 hari (Cristanto, 2014). Dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegpty dan beberapa spesies lainnya. Virus ini masuk
kedalam pembuluh darah dan menyerang bagian dinding pembuluh
darah. Pada penderita DHF terjadi peningkatan sistem komplemen
akibat aktivasi kompleks antigen virus-antibodi (Soegeng, 2006).
10
c. Klasifikasi
Klasifikasi Dengue haemorhagic fever menurut Padila (2013) :
1) Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi
perdarahan (uji tourniquet positif).
2) Derajat II
Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan
perdarahan lain.
3) Derajat III
Kegagalan sirkulasi darah, nadi, cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (20 mmHg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi).
4) Derajat IV
Nadi tak teraba, tekanan darah tidak dapat diukur.
d. Manifestasi Klinis
Menurut Nurarif dan Hardhi (2013) berdasarkan kriteria
diagnosa DHF ditegakkan bila semua hal dibawah ini :
1) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya
bersifat bifasik.
2) Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :
a) Uji touniquet positif
b) Petekie, ekimosis, atau purpura
c) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi,) saluran
cerna, tempat bekas suntikan.
11
3) Trombositopenia < 100.00/ul
4) Kebocoran plasma yang di tandai dengan :
a) Peningkatan nilai hematrokrit ≥ 20% dari nilai baku sesuai
umur dan jenis kelamin.
b) Penurunan nilai hematokrit ≥ 20% setelah pemberian cairan
yang adekuat.
5) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi
pleura.
Selain itu gejala seperti pembesaran hati, adanya nyeri, asites
dan tanda-tanda ensefalopati, seperti kejang-kejang, gelisah, sopor
dan koma akan muncul (Hidayat, 2008). Gejala klinis untuk
diagnosis DBD demam tinggi mendadak dan terus menerus selama
2-7 hari tanpa sebab jelas. Demam berdarah dengue ditandai oleh
demam mendadak tanpa sebab yang jelas disertai gejala lain seperti
lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan,
punggung, sendi, kepala, dan perut. Gejala-gejala tersebut
menyerupai influenza biasa. Pada hari kedua atau ketiga demam
muncul berupa perdarahan yang beraneka ragam dimulai dari yang
paling ringan berupa perdarahan dibawah kulit
(peteki/ekimosis/purpura), perdarahan gusi, epistaksis, sampai
perdarahan yang hebat berupa muntah darah akibat perdarahan
lambung, melena dan juga hematuria masif (Ngastiyah, 2005).
12
e. Patofisiologi
Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti atau Aedes albopictus. Faktor tersebut tersebar meluas di
daerah tropis dan subtropis diberbagai belahan dunia. Virus dengue
masuk ke sirkulasi perifer manusia melalui gigitan nyamuk. Virus
akan berada di dalam darah sejak fase akut atau fase demam hingga
klinis demam menghilang. Secara klinis perjalanan penyakit dengue
dibagi menjadi tiga, yaitu fase demam (febrile), fase kritis, dan fase
penyembuhan. Fase demam berlangsung pada hari ke-1 hingga 3,
fase kritis terjadi pada demam hari ke-3 hingga 7, dan fase
penyembuhan terjadi setelah demam hari ke-6-7. Perjalanan penyakit
tersebut menentukan dinamika perubahan tanda dan gejala klinis
pada pasien dengan infeksi demam berdarah dengue (DBD). Demam
merupakan tanda utama infeksi dengue, terjadi mendadak tinggi,
selama 2-7 hari. Demam juga disertai gejala konstitutional lainnya
seperti lesu, tidak mau makan, dan muntah. Selain itu, pada anak
lebih sering terjadi gejala facial flush, radang faring serta pilek
(Christanto dkk, 2014).
Pada DBD terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler yang
menyebabkan kebocoran plasma ke jaringan, sedangkan pada
demam dengue tidak terjadi hal ini. Kondisi tersebut dapat
mengakibatkan syok hipovolemia. Peningkatan permeabilitas
vaskuler akan terjadi pada fase kritis dan berlangsung maksimal 48
13
jam. Hal tersebut yang menjadi alasan mengapa cairan diberikan
maksimal 48 jam. Kebocoran plasenta terjadi akibat disfunfsi endotel
serta peran kompleks dari sistem imun : monosit dan sel T, sistem
komplemen, serta produksi madiator inflamasi dan sitokin lainnya.
Trombositopenia pun terjadi akibat beberapa mekanisme yang
kompleks, seperti gangguan megakariositopoiesis (akibat infeksi sel
hematopoiletik), serta peningkatan destruksi dan konsumsi
trombosit. Pada kasus DBD, tanda hepatomegali dan kelainan fungsi
hati lebih sering ditemukan. Manifestasi perdarahan yang paling
dijumpai pada anak ialah perdarahan kulit (petekie) dan mimisan
(epistaksis). Tanda perdarahan lainnya yang patut diwaspadai, antara
lain melena, hematemesis, dan hematuria. Pada kasus tanpa
perdarahan spontan maka dapat dilakukan uji turniket. Kebocoran
plasma secara pasif akan menyebabkan pasien mengalami syok
hipovolemik. Kondisi ini disebut sindrom syok dengue (SSD)
(Christanto dkk, 2014).
f. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Pada DHF umumnya dijumpai trombositopenia
(100.000/UL atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat
dilihat dari meningginya nilai hematokrit sebanyak 20%
atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa
konvalensi.
14
b) Uji serologi: uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat fase
akut dan fase konvalesens.
c) Pemeriksaan radiologis untuk mendeteksi adanya efusi
pleura rontgen toraks posisi right lateral decubitus, USG
(Christanto dkk, 2014).
g. Komplikasi
Komplikasi dari demam dengue antara lain : Ensefalopati
dengue edema otak dan alkalosis dapat terjadi baik pada syok
maupun tanpa syok, kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan,
edema paru akibat pemberian cairan berlebihan (Christanto dkk,
2014). Tata laksana syok yang tidak adekuat akan menimbulkan
komplikasi hipoksia, perdarahan gastrointestinal hebat dengan
prognosis buruk. Sebaliknya dengan pengobatan yang tepat
(termasuk syok berat) segera terjadi masa penyembuhan dengan
cepat (Nissa, 2012).
h. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan medis
Pada dasarnya pengobatan pasien DBD bersifat simtomatis
dan suportif. Pengobatan terhadap virus ini sampai sekarang
bersifat menunjang agar pasien dapat bertahan hidup. Obat yang
tepat belum ditemukan. Pengobatan yang diberikan biasanya
bersifat penurun demam dan menghilangkan rasa sakit pada
otot-otot atau sendi seperti paracetamol atau novalgin selain
15
harus istirahat mutlak dan banyak minum. Jika suhu tinggi di
kompres dingin secara intensif. Pasien yang diduga menderita
demam berdarah dengue harus dirawat di rumah sakit karena
memerlukan pengawasan terhadap kemungkinan terjadi syock
atau perdarahan yang dapat mengancam keselamatan jiwa
pasien (Ngastiyah, 2005).
Penatalaksanaan menurut Hidayat (2008) untuk klien
dengan DBD adalah penanganan pada derajat I hingga derajat
IV :
a) Derajat I dan II
(1) Pemberian cairan yang cukup dengan infus ringer laktat
(RL) dengan dosis 75 ml/kgBB/hari untuk anak dengan
berat badan kurang dari 10kg atau bersama diberikan
oralit, air, buah, atau susu secukupnya, atau pemberian
cairan dalam waktu 24 jam antara lain sebagai berikut :
(a) 100ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB <
25kg.
(b) 75 ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB < 26-
30kg.
(c) 60 ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB < 31-
40kg.
(d) 50 ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB < 41-
50kg.
16
(2) Pemberian antibiotik apabila adanya infeksi sekunder.
(3) Pemberian antipiretik untuk menurunkan panas.
(4) Apabila ada perdarahan hebat maka berikan darah
15cc/kgBB/hari.
b) Derajat III
1) Pemberian cairan yang cukup dengan infus RL dengan dosi
20ml/kgBb/jam,apabila ada perbaikan lanjutkan pemberian
RL 10 ml/ kgBB/jam, jika nadi dan tensi stabil lanjutkan
jumlah cairan berdasarkan kebutuhan dalam waktu 24 jam
dikurangi cairan yang sudah masuk dengan perhitungan
sebagai berikut :
a) 100ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB < 25kg.
b) 75 ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB < 26-30kg.
c) 60 ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB < 31-40kg.
2) Pemberian plasma atau plasma ekspander (dextran L atau
lainya) sebanyak 10 ml/ kgBB/jam dapat diulang maksimal
30 ml/kgBb dalam 24 jam, apabila setelah satu jam
pemakaian RL 20 ml/kgBB/jam keadaan takanan darah
kurang dari 80 mmHg dan nadi lemah, maka berikan cairan
yang cukup berupa infus RL dengan dosis 20 ml/kgBB/,
jika baik lanjutkan RL sebagaimana perhitungan di atas.
3) Apabila 1 jam pemberian RL 10 ml/kgBb/jam keadaan
tensi masih menurun dan dibawah 80mmHg, maka
17
penderita harus mendapatkan pplasma ekspander sebanyak
10 ml/kgBB/jam diulang maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
Bila baik,lanjutkan cairan RL sebagaimana perhitungan di
atas.
c) Derajat IV
(1) Pemberian cairan cukup dengan infus RL dosis 30
ml/kgBB/jam, apabila keadaan tekanan darah baik,
lanjutkan RL sebanyak 10 ml/kgBb/jam, sebagaimana
perhitungan di atas.
(2) Apabila keadaan tensi memburuk maka harus dipasang
dua saluran infus dengan tujuan satu untuk RL 10
ml/kgBb/1jam dan satunya pemberian plasma
ekspander (dextran L) sebanyak 20 ml/kgBb/jam
selama 1 jam, jika membaik lanjutkan RL sebagaimana
perhitungan diatas.
(3) Apabila keadaan masih juga buruk, maka berikan
plasma ekspander 20 ml/kgBb/jam, jika membaik
lanjutkan Rl sesusai perhitungan di atas.
(4) Apabila masih tetap buruk, maka berikan plasma
ekspander 10 ml/ kgBB/jam diulangi maksimum 30 ml/
kgBB/24 jam, jika membaik, berikan RL sebagaimana
perhitungan di atas.
18
(5) Jika setelah dua jam pemberian plasma dan RL tidak
menunjukkan perbaikan, maka konsultasikan ke bagian
anastesi untuk perlu tidaknya dipasang Central
Vascular Pressure (CVP).
2) Penatalaksanaan Keperawatan menurut Padila (2013) adalah
sebagai berikut :
a) Pengawasan tanda-tanda vital secara kontinue tiap jam
(1) Pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, trombosit
(2) Observasi intake output
(3) Pada pasien DHF derajat I : pasien diistirahatkan,
observasi tanda vital tiap 3 jam, periksa Hb, Ht,
Trombosit tiap 4 jam beri minum 1 ½ liter-2 liter
perhari, beri kompres.
(4) Pada pasien pada DHF derajat II : pengawasan tanda
vital, pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, trombosit,
perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat,
tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri
infus.
(5) Pada pasien DHF derajat III : infus guyur, posisi semi
fowler, beri oksigen pengawasan tanda-tanda vital tiap
15 menit, pasang kateter, observasi productie urin tiap
jam, periksa hemoglobin, hematokrit, trombosit.
19
b) Peningkatan suhu tubuh
(1) Observasi/ukur suhu tubuh secara periodik
(2) Beri minum banyak
(3) Berikan kompres
2. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari
pengumpulan, komunikasi data tentang pasien. Pengkajian adalah
langkah awal dari tahapan proses informasi yang didapat pasien
(sumber data primer), data yang didapat dari orang lain (data
sekunder), catatan kesehatan pasien, informasi atau laporan
laboratorium, tes diagnostik, keluarga dan orang yang terdekat atau
anggota tim kesehatan merupakan pengkajian data dasar (Perry dan
Potter, 2005). Menurut Padila (2013) Pengkajian pada pasien dengan
DHF meliputi: kaji riwayat keperawatan, kaji adanya peningkatan
suhu tubuh, tanda perdarahan, mual muntah, tidak nafsu makan,
nyeri ulu hati, nyeri otot dan tanda-tanda renjatan (denyut nadi) cepat
dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab, terutama pada
ekstremitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran.
Pengkajian pada anak dengan penyakit infeksi demam berdarah
dengue menurut Nursalam 2005 adalah :
20
1) Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2) Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien demam berdarah
dengue untuk datang ke rumah sakit adalah panas tinggi dan
anak lemah.
3) Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai
menggigil, dan saat demam kesadaran komposmentis. Turunnya
panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan anak semakin lemah.
Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk pilek, nyeri telan,
mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala,
nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan bola
mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada
kulit, gusi (grade 3 dan 4), menelan, atau hematemesis.
4) Riwayat penyakit yang pernah diderita
Pada demam berdarah dengue, anak bisa mengalami serangan
ulangan demam berdarah dengue dengan tipe virus yang lain.
5) Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka
memungkinkan akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
21
6) Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita demam berdarah dengue dapat
bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk
dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Anak
yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah,
dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut, dan
tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka
anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status
gizinya menjadi kurang.
7) Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan
lingkungan yang kurang bersih (seperti air yang menggenang
dan gantungan baju di kamar).
8) Pola kebiasaan
a) Nutrisi dan metabolisme : frekuensi jenis, pantangan, nafsu
makan berkurang.
b) Eliminasi atau buang air besar. Kadang-kadang anak
mengalami diare atau konstipasi. Pada demam berdarah
dengue grade III-IV bisa terjadi melena.
c) Eliminasi urine atau buang air kecil perlu dikaji apakah
sering kencing sedikit atau banyak sakit atau tidak. Pada
demam berdarah dengue grade IV sering terjadi hematuria.
22
d) Tidur dan istirahat. Anak sering mengalami kurang tidur
karena mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian
sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun istirahatnya
kurang.
e) Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri
dan lingkungan cenderung kurang terutama untuk
membersihkan tempat sarang nyamuk Aedes Aegpti.
f) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta
upaya untuk menjaga kesehatan.
9) Pemeriksan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan
atau (grade) demam berdarah dengue, keadaan fisik anak adalah
sebagai berikut :
a) Grade I : kesadaran komposmentis, keadaan umum
lemah, tanda-tanda vital dan nadi lemah.
b) Grade II : kesadaran komposmentis, keadaan umum
lemah, dan perdarahan spontan
petekie/purpura, perdarahan gusi dan
telinga, serta nadi lemah, kecil dan tidak
teratur.
c) Grade III : kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum
lemah, nadi lemah, kecil dan tidak teratur,
serta tensi menurun.
23
d) Grade IV : kesadaran koma, tanda-tanda vital nadi
tidak teraba, tensi tidak terukur, pernafasan
tidak teratur, ekstremitas dingin,
berkeringat, dan kulit tampak biru.
10) Sistem integumen
a) Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan
muncul keringat dingin, dan lembab.
b) Kuku sianosis tidak.
c) Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena
demam (flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami
perdarahan (epistaksis) pada grade II, III, IV. Pada mulut
didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan
gusi dan nyeri telan. Dan tenggorokan mengalami
hiperemia pharing (pada grade II,III,IV).
d) Dada
Bentuk dada simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada
foto thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada
paru sebelah kanan (efusi pleura), rales, ronchi, yang
biasanya terdapat pada grade III dan IV.
e) Abdomen
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali),
asites.
24
f) Ekstremitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual
atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk
mencapai tujuan asuhan keperawatan (Nursalam, 2005). Menurut
Nurarif dan Hardhi (2013), diagnosa keperawatan pada pasien
dengan DHF yaitu antara lain sebagai berikut:
1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya
cairan intavaskuler ke ekstravaskuler.
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas
terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat
mual dan nafsu makan yang menurun.
4) Nyeri akut
5) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
6) Resiko perdarahan berhubungan dengan faktor-faktor
pembekuan darah (trombositopeni).
c. Intervensi dan Perencanaan
Intervensi adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana
tujuan yang berpusat pada pasien dan hasil yang diperkirakan
25
ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan
tersebut. Intervensi merupakan langkah awal dalam menentukan apa
yang dilakukan untuk membantu pasien dalam memenuhi serta
mengatasi masalah keperawatan yang telah ditentukan. Tahap
perencanaan keperawatan adalah menentukan prioritas diagnosa
keperawatan, penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi
keperawatan (Potter dan Perry, 2005).
1) Ketidakefektifas pola nafas berhubungan dengan jalan nafas
terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan, nyeri
hipoventilasi.
Kriteria Hasil :
Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan nafas, menunjukan jalan nafas yang paten,
mengajarkan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu.
Intervensi :
Monitor respirasi dan oksigen, berikan oksigen dengan
menggunakan nasal kanul, auskultasi suara nafas catat adanya
suara tambahan, observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi.
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya
cairan intavaskuler ke ekstravaskuler.
Kriteria Hasil :
26
Mempertahankan urine output, sesuai dengan usia dan berat
badan, hematokrit normal, tekanan darah, nadi, suhu tubuh
dalam batas normal, tidak ada tanda dehidrasi, elastisitas turgor
kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang
berlebihan.
Intervensi :
Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi
adekuat, tekanan darah ortostatik) jika diperlukan, monitor
tingkat hemoglobin dan hematokrit, dorong pasien untuk
menambah intake oral, pertahankan catatan intake dan output
yang akurat, kolaborasi pemberian cairan iv.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat
mual dan nafsu makan yang menurun.
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan, berat
badan ideal sesuai dengan tinggi badan, mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, tidak ada tanda-tanda
malnutrisi, menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari
menelan, tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
Intervensi :
Observasi pemberian makan, berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi, ajarkan kepada keluarga untuk makan sedikit
27
tapi sering, timbang berat badan per hari, kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
4) Resiko perdarahan berhubungan dengan faktor-faktor
pembekuan darah (trombositopeni)
Kriteria Hasil :
kehilangan darah yang terlihat, tekanan darah dalam batas
normal sistol dan diastol, hemoglobin dan hematrokit dan
trombosit dalam batas normal.
Intervensi :
Monitor tanda-tanda vital, observasi tanda perdarahan, anjurkan
pasien untuk meningkatkan intake makanan yang banyak
mengandung vitamin, catat hemoglobin, hematokrit, trombosit.
5) Nyeri akut
Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan), melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri, mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri), menyatakan nyaman
setelah nyeri berkurang.
Intervensi :
28
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri, lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi,
berikan analgetik untuk mengurangi nyeri, ajarkan tekhnik non
farmakologikolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil, tingkatkan istirahat.
6) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
Kriteria hasil :
Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5oc-37,5
oc), nadi dan
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada perubahan warna
kulit dan tidak ada pusing.
Intervensi :
Monitor suhu minimal tiap 2 jam, monitor warna dan suhu kulit,
berikan pengobatan untuk mengatasi demam, berikan kompres
hangat di axsila (Nurarif dan Hardhi, 2013).
3. Trombosit
a. Definisi
Trombosit adalah merupakan bagian darah yang berperan
dalam proses pembekuan darah, bentuk trombosit tidak beraturan,
tidak memiliki inti sel, serta berukuran kecil. Fungsi trombosit yaitu
membekukan darah sehingga tidak banyak darah yang terbuang
percuma saat terjadi perdarahan. Trombosit juga berfungsi untuk
mendorong respon daya tahan tahan tubuh. Dengan kata lain,
29
trombosit juga berfungsi untuk memperkuat daya tahan tubuh
(Fauzan, 2013). Nilai trombosit yaitu 150-300/µl, dan trombosit
berperan penting dalam hemopoesis, penghentian perdarahan dari
cedera pembuluh darah (Hoffbrand, 2007).
b. Penyebab Trombosit Turun
Penurunan trombosit hingga di bawah batas normal
diidentikkan dengan demam. Dalam keadaan tidak normal, trombosit
yang berperan dalam pembekuan darah ini bisa turun. Keadaan ini
disebut dengan trombositopenia, yakni trombosit berada dalam
keadaan rendah. Demam berdarah hanyalah salah satu penyakit yang
ditandai oleh kadar trombosit turun. Trombosit dibentuk dalam
sumsum tulang dan mempunyai umur lebih kurang 10 hari.
Trombosit mudah pecah dan akan mengeluarkan enzim trombosit.
Enzim ini berperan dalam proses pembekuan darah (Fauzan, 2013).
c. Diagnosa keperawatan dengan adanya penurunan nilai trombosit
adalah resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-
faktor pembekuan darah (trombositopenia).
d. Mekanisme trombosit turun
Keping darah atau yang dalam istilah medis disebut dengan
trombosit berperan dalam membekuan darah sehingga tidak banyak
darah yang akan terbuang ketika terjadi pendarahan. Selain itu,
trombosit mampu meningkatkan daya tahan tubuh sehingga tubuh
tidak mudah terkena infeksi atau gangguan penyakit berbahaya
30
lainnya. Pada saat terjadi luka, maka trombosit berkumpul pada luka
dan membeku sehingga tertutup lukanya. Kemudian, trombosit
tersebut mengarahkan bakteri ke limpa. Selanjutnya, bakteri tersebut
akan dikepung oleh sel-sel dendritik yang berfungsi sebagai sel daya
tahan tubuh. Maka respon daya tahan tubuh itulah yang
mengalahkan bakteri. Trombosit rendah bisa di sebabkan oleh
bermacam hal. Tapi secara garis besar, penyebab trombosit turun
karena dua hal yaitu kerusakan trombosit di peredaran darah atau
kurangnya produksi trombosit di sumsun tulang (Candrasoma,
2005).
e. Cara penanganan untuk peningkatan trombosit
Cara peningkatan trombosit darah dengan memberi asupan
minuman bernutrisi atau makanan yang kaya nutrisi. Dengan minum
jus jambu biji tetapi jambu biji yang berwarna merah buah yang satu
ini sudah dikenal masyarakat mampu meningkatkan jumlah
trombosit. Cara yang mudah untuk mengkonsumsi buah ini adalah
dengan membuatnya jus sehingga mudah dicerna dengan cara
diminum, jus jambu merah 2 kali sehari 1000 ml selama 3-4 hari
(Huda, 2010).
f. Pengaruh Pemberian Jus Jambu Merah terhadap Trombosit
Jambu merah dikenal dengan sebutan jambu klutuk.
Tanaman buah ini bisa didapat dengan mudah di berbagai pelosok
Indonesia. Kandungan yang dimiliki oleh buah yang satu ini
31
sangatlah banyak. Diantaranya adalah dapat meningkatkan kadar
trombosit di dalam darah sehingga efektif mengatasi penyakit
demam berdarah dan kaya akan kandungan likopen yang berperan
sebagai antioksidan yang melindungi kesehatan tubuh (Satuhu,
2010).
4. Pengertian Jambu Merah
a. Pengertian
Jambu merah adalah suatu bentuk terapi herbal yang dapat
meningkatkan trombosit pada DHF. Yang diberikan jus jambu
merah jambu merah yang diberikan dalam bentuk jus yang dapat
menimbulkan peningkatan trombosit. Buah jambu digunakan untuk
meningkatkan trombosit darah, sehingga banyak digunakan untuk
melawan DHF (Dengue hemoragic fever) (Huda, 2010).
b. Kandungan Jua Jambu Merah
Buah jambu (Psidiumguajava L.) kaya dengan vitamin C, β
karoten, vitamin B1, B2dan B6. Buah jambu merah mengandung
vitamin C dalam jumlah besar. Dilaporkan 100 g buah jambu merah
mengandung 100 mg vitamin C (Puspaningtyas, 2012).
Jambu jambu mengandung berbagai mineral dan vitamin, Kandungan
vitamin C jambu merah 100 gram 2-3 kali lebih tinggi dari jeruk
dengan berat yang sama. Kandungan dalam jambu merah salah
satunya senyawa quarcentin golongan flavonoid, sitokin yang
berfungsi meningkatkan kekenyalan pembuluh darah. Senyawa yang
32
diduga berperan penting adalah quarcentin dari golongan flavonoid.
Senyawa ini bekerja meningkatkan jumlah sitokin. Di dalam tubuh
sitokin berperan meningkatkan kekenyalan pembuluh darah sekaligus
meningkatkan sistem pembekuan darah. Menurut Prof dr Sumali
kepala pusat studi bahan alam, di mana quarcentin bekerja dengan
cara menghambat enzim pembentuk RNA virus dengue. RNA
berperan dalam sintesis protein. Jika pembentukan virus RNA
terganggu, virus meningkat (Huda, 2010).
c. Manfaat Jus Jambu Merah
Buah jambu merah bermanfaat untuk memperbaiki kapiler
supaya tidak terjadi kebocoran. Oleh karena itu pencegahan
pecahnya kapiler dapat dilakukan dengan minum jus jambu biji
secara rutin jika sudah muncul kecurigaan, bahwa demam berdarah
sedang beraksi di dalam tubuh. Likopen dalam jambu biji lokal
merah mempunyai banyak manfaat karena bersifat antioksidan. Buah
jambu biji yang dapat memperlambat penggandaan (replika) human
immunodeficiency virus (HIV) penyebab penyakit AIDS. Zat ini
bekerja dengan cara menghambat pengeluaran enzim reserved
transriptase yang dapat mengubah RNA virus menjadi DNA di
dalam tubuh manusia. Buah jambu merah bermanfaat untuk
memperbaiki kapiler supaya tidak terjadi kebocoran. Oleh karena itu
pencegahan pecahnya kapiler dapat dilakukan dengan minum jus
jambu biji secara rutin jika sudah muncul kecurigaan, bahwa demam
33
berdarah sedang beraksi di dalam tubuh. Likopen dalam jambu biji
lokal merah mempunyai banyak manfaat karena bersifat antioksidan
(Huda, 2010).
d. Mekanisme pemberian terapi pemberian jus jambu terhadap
peningkatan trombosit : mekanisme kerja jambu biji dalam
peningkatan jumlah trombosit, tanin dan flavonoid yang dinyatakan
sebagai quersetin dalam ekstrak jambu biji dapat menghambat
aktivitas enzim reverse transkriptase, yang berarti khasiat untuk
mengatasi penyakit demam dengan menghambat pertumbuhan virus
berinti RNA. Bahan itu juga disebutkan mampu meningkatkan
jumlah trombosit hingga 100 ribu milimeter per kubik tanpa efek
dalam meningkatkan trombosit pada penderita demam berdarah. Jadi
khasiat jambu biji karena jambunya, melainkan cairan jus yang
masuk ke tubuh pasien dalam jumlah banyak. Cairan jika diminum
sampai 2 atau 3 gelas sehari, amat dibutuhkan pasien yang
kehilangan banyak plasma darah akibat penurunan trombosit.
Pemberian jus jambu biji sangat bermanfaat dalam hal vitamin C dan
cairan yang dapat membantu proses penyembuhan (Guyton dan Hall,
2007).
34
B. Kerangka Teori
Gambar 2.1 KerangkaTeori
Sumber : Garna (2012) dan Hidayat (2008)
Demam dengue (DD) disebabkan karena tertelannya darah viremia
yang mengandung virus dengue oleh nyamuk aedes spp,diikuti
dengan masuknya darah tersebut ke manusia pejamu
kedua(Garna,2012).
Pemberian Jus Jambu Merah
Dengue Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang termasuk golongan
Arbovirusmelalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina(Hidayat,
2008).
Kekurangan
volume cairan
berhubungan
dengan
pindahnya
cairan
intravaskuler ke
ekstravaskuler.
Ketidakefektifan
pola nafas
berhubungan
dengan jalan
nafas terganggu
akibat spasme
otot-otot
pernafasan,
nyeri,
hipoventilasi.
Ketidakseimbang
an nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan intake
nutrisi yang tidak
adekuat akibat
mual dan nafsu
makan yang
menurun.
Resiko
perdarahan
berhubungan
dengan
penurunan
faktor-faktor
pembekuan
darah
(trombositopeni)
Hipertermia
berhubungan
dengan proses
infeksi virus
dengue.
Peningkatan Trombosit
35
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subyek Aplikasi Riset
Pasien An.F berusia 6 tahun dengan Dengue Haemorhagic Fever atau DHF
yang dirawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
B. Tempat dan Waktu
1. Tempat aplikasi riset
Penulis melakukan aplikasi riset di ruang inap Rumah Sakit Umum
Daerah Karanganyar.
2. Waktu aplikasi riset
Aplikasi riset ini dilakukan pada tanggal 04-07 Januari 2016
C. Media dan Alat yang Digunakan
1. Media yang digunakan:
a. Air
b. Gelas
c. Buah jambu merah
36
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset
Tabel 3.1
Pemberian pemberian jus jambu
No Aspek Yang Dinilai
A Fase Orientasi
1 Memberi salam/menyapa pasien
2 Memperkenalkan diri
3 Menjelaskan tujuan
4 Menjelaskan langkah prosedur
5 Menanyakan kesiapan pasien
B Fase Kerja
1 Mencuci tangan
2 Menyiapkan alat
3 Memposisikan pasien (posisi duduk/berbaring)
4 Memberikan jus jambu pada pasien
5 Meminta pasien untuk minum jus jambu (jus jambu diberikan dua kali sehari)
6 Membersihkan mulut pasien dengan tissu
7 Merapikan alat
C Terminasi
1 Mengevaluasi tindakan
2 Mencuci tangan
3 Berpamitan
37
E. Alat Ukur Evaluasi
Alat ukur observasi dilakukan dengan cara observasi menggunakan evaluasi
dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan pemberian jus jambu merah.
Tabel 3.2
Lembar observasi sebelum dilakukan pemberian jus jambu merah
No. Hari/Tanggal Waktu Sebelum Waktu Sesudah TTD Pasien
Lembar observasi sesudah dilakukan pemberian jus jambu merah
No. Hari/Tanggal Waktu Sebelum Waktu Sesudah TTD Pasien
Keterangan :
1. Hasil trombosit dilaporan tiga hari setelah diberikan jus jambu merah.
2. Nilai normal trombosit pada anak adalah 150.000 ul-300.000 µl.
38
BAB IV
LAPORAN KASUS
Dalam bab ini tentang asuhan keperawatan yang dilakukan pada An.F
dengan dengue haemorhagi fever, dilaksanakan pada tanggal 4-7 Januari 2016.
Asuhan keperawatan ini dimulai pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi.
A. Identitas Pasien
Pengkajian dimulai pada hari Senin tanggal 4 Januari 2016 pukul
10.10 WIB. Pada An.F di rumah sakit umum daerah karanganyar di ruang
melati adalah anak perempuan berusia 6 tahun dengan metode wawancara
kepada keluarga, observasi langsung pada pasien, pemeriksaan fisik dan
melihat catatan medis, penulis mendapatkan data sebagai berikut.
Pasien bernama An.F tinggal bersama kedua orang tuanya dan nenek
kakeknya (ayah dan ibu dari Ny.R) di Padangan Jongke Karanganyar. An.F
masuk di rumah sakit umum daerah karanganyar pada tanggal 4 Januari 2016
dan dari diagnosa dokter An.F menderita penyakit dengue haemorhagi fever
dengan nomor RM 323xxx.
Penanggung jawab An.F adalah Ny.R yang merupakan ibu dari
orang tua An.F pendidikan terakhir sampai SLTA dan sekarang Ny.R bekerja
sebagai swasta.
39
B. Pengkajian
Alasan An.F masuk rumah sakit. Ny.R ibu pasien mengatakan sejak
hari Sabtu tanggal 31 Desember 2015 pagi An.F panas, susah makan. An.F
kemudian di bawa ke bidan terdekat dan mendapat sirup penurun panas,
setelah minum obat dari bidan panas tidak turun. Kemudian ibu membawa
An.F ke IGD rumah sakit umum daerah karanganyar pada hari senin tanggal
4 Januari 2016 pukul 08.20 WIB. Di IGD An.F mendapat terapi infus RL 16
tpm, cefotaxim 200mg/6 jam, paracetamol 3x1 ½ cth. Kemudian pasien di
pindah di ruang Melati pada hari senin pukul 09.00 WIB. Dari hasil
pemeriksaan pasien tampak lemas, panas, bintik merah pada tangan.
Riwayat penyakit dahulu, Ny.R ibu dari An.F mengatakan saat
kehamilan jumlah gravida G1P1A0, Ny.R mengatakan An.F lahir pada tanggal
4 Desember 2009 usia gestasi saat lahir yaitu 40 minggu dan hari perkiraan
lahir dari bidan akhir bulan tahun 2009, Ny.R mengatakan pada usia
kehamilan 3 bulan keluar flek-flek darah dan di bawa ke rumah sakit umum
daerah karanganyar dirawat 3 hari sembuh, Ny.R ibu An.F mengatakan
periksa kehamilan rutin sesuai anjuran dari bidan dan mengkonsumsi obat
kehamilan, Ny.R mengatakan An.F lahir di tempat bidan dan normal dengan
berat badan 2900 gram. Penyakit yang diderita sebelumnya sebelum terkena
dengue haemoghagi fever yaitu panas batuk pilek.
Riwayat alergi, ibu pasien mengatakan An.F alergi dengan minyak
ikan. Imunisasi, ibu pasien mengatakan An.F sudah diimunisasi secara
lengkap, yaitu BCG, hepatitis, polio, DPT, campak.
40
Pertumbuhan dan perkembangan, ibu pasien mengatakan berat badan
waktu lahir 2900 gram. Antropometri berat badan An.F sekarang 16 kg,
panjang badan 100 cm, lingkar dada 58, lingkar lengan 25 cm, lingkar kepala
50 cm.
Riwayat kesehatan keluarga, ibu pasien mengatakan pasien anak
pertama dan satu-satunya (tunggal). Dalam anggota keluarga tidak ada yang
memiliki penyakit menular atau keturunan lainnya.
Genogram:
Keterangan
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: TinggalSatuRumah
Riwayat sosial, struktur keluarga komposisi keluarga ibu pasien
mengatakan tinggal satu rumah dengan ayah, ibu, suami dan satu anak
6th
6th
41
perempuan, lingkungan rumah bersih, tidak ada tumpukan sampah disekitar
rumah dan berkomunikasi dengan tetangganya baik dan rukun, ibu pasien
mengatakan pendidikan terakhir slta dan bekerja di pabrik, An.F sekolah,
suami pendidikan terakhir slta dan bekerja di pabrik, ibu pasien mengatakan
bahwa keluarganya beragama islam dan menjalankan sholat lima waktu.
Pola nutrisi dan cairan pasien, sebelum sakit ibu pasien mengatakan
An.F dirumah makan tiga kali sehari nasi, lauk, sayur satu porsi habis dan
tidak ada keluhan, minum air putih, teh, susu porsi lima sampai enam gelas
dan tidak ada keluhan. Selama sakit di rumah sakit ibu pasien mengatakan
An.F makan tiga kali sehari bubur dua sampai tiga sendok dan susah makan,
minum air putih, teh empat sampai lima gelas dan tidak ada keluhan,
pengkajian antropometri selama sakit berat badan 16 kg tinggi badan 100 cm
imt 16, biocemical hemoglobin 12.6 g/dl, hematokrit 37.5 %, leukosit 2.70
10ʌ3/ul, trombosit 41 10
ʌ3/ul, clinical lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit
tidak elastis, diit bubur porsi dua sampai tiga sendok.
Pola eliminasi pasien, ibu pasien mengatakan sebelum sakit An.F
BAB satu kali sehari dengan konsistensi lunak berbentuk berbau khas
berwarna kuning kecoklatan dan tidak ada keluhan. Ibu pasien mengatakan
An.F BAK enam sampai delapan kali sehari, berbau amoniak berwarna
kuning bening dan tidak ada keluhan. Ibu pasien mengatakan selama sakit
An.F BAB satu kali sehari dengan konsistensi lunak berbentuk berbau khas
berwarna kuning kecoklatan dan tidak ada keluhan. Ibu pasien mengatakan
42
An.F BAK lima sampai enam kali sehari berbau amoniak berwarna kuning
bening dan tidak ada keluhan.
Pola aktivitas dan latihan, ibu pasien mengatakan sebelum sakit
makan, minum, toilleting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah,
ambulasi/ROM dilakukan sendiri. Selama sakit ibu pasien mengatakan
makan, minum, toilleting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah,
ambulasi/ROM di bantu dengan orang lain.
Pola istirahat tidur, ibu pasien mengatakan tidur nyenyak, tidur
siang siang pukul 12.00-14.00 WIB dan pada malam hari pukul 20.30-06.00
WIB. selama sakit ibu pasien mengatakan tidur siang pukul 12.00-14.00 dan
tidur malam pukul 20.30-06.00 WIB.
Pola kognitif perseptual, pasien mengatakan sebelum sakit An.F
sangat aktif sering bermain dengan temannya tidak pernah rewel selama sakit
pasien tidak bisa bermain dengan temanya.
Pola persepsi konsep diri, sebelum sakit An.F mengatakan tentang
gambaran diri merasa sehat, identitas diri mengetahui sebagai seorang anak
tunggal, peran berperan sebagai pelajar sekolah, ideal diri ingin menjadi anak
dari bapak ibu yang baik, harga diri tidak ada rasa minder. Selama sakit An.F
mengatakan tentang gambaran diri merasa sempurna dengan keadaan yang
dialami, identitas diri mengetahui sebagai seorang anak tunggal, peran
berperan sebagai pelajar sekolah, ideal diri ingin menjadi anak baik, harga
diri tidak rasa minder. Pola hubungan peran, ibu pasien mengatakan
hubungan dengan keluarga cukup baik.
43
Pola seksualitas An.F berjenis kelamin perempuan. Pola mekanisme
koping, ibu pasien mengatakan apabila mendapat masalah kesehatan ataupun
yang lainnya selalu di musyawarahkan bersama dan diselesaikan secara
bersama. Pola nilai dan keyakinan, pasien mengatakan semua keluarganya
beragama islam.
Pemeriksaan fisik An.F didapatkan hasil keadaan umum pasien
composmentis. Dan setelah dilakkan pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan hasil suhu tubuh 380C, respirasi 24 kali permenit, nadi 82 kali
permenit, tekanan darah 90/60mmHg. Pemeriksaan sistematis yang dilakukan
pada An.F dari pemeriksaan head to toe didapatkan hasil sebagai berikut.
Kepala An.F berbentuk mesochepal, kepala bersih, rambut berwarna hitam
dan panjang, tidak ada ketombe. Mata warna sklera putih (tidak ikterik),
warna kornea hitam, posisi simetris, gerakan mata normal, keadaan kelopak
mata normal (tidak ada mata panda/ warna hitam pada kelopak mata),
konjungtiva tidak anemis, pupil isokor normal mengecil apabila diberi
rangsangan cahaya. Telinga kebersihan bersih dan tidak ada serumen,
kesimetrisan simetris antara kanan kiri, ketajaman pendengaran pendengaran
tajam dan tidak ada gangguan pendengaran. Hidung letak simetris, tidak ada
polip, penciuman tidak terganggu.
Mulut, bibir simetris, mukosa bibir kering, tidak ada sianosis, tidak
ada nyeri telan, tidak ada stomatitis. Leher, tidak ada kaku kudu, tidak ada
pembesaran kelenjar tyroid. Kelenjar limfe, tidak ada pembesaran kelenjar
limfe. Kuku bersih tidak ada kotoran, bersih, warna merah muda,rapi dan
44
pendek. Kulit, turgor kulit lambat atau tidak elastis, teraba panas, terdapat
bintik - bintik merah pada tangan.
Pada pemeriksaan dada, paru-paru inspeksi bentuk dada simetris
antara kanan kiri palpasi vocal premitus sama antara kanan kiri perkusi sonor
auskultasi vesikuler tidak ada suara tambahan. Pemeriksaan inspeksi jantung
ictus cordis tidak tampak palpasi ictus cordis teraba di SIC V perkusi pekak
auskultasi bunyi jantung satu dan bunyi jantung dua sama suara lub ,dup, lup,
dup. Pemeriksaan inspeksi abdomen datar dan tidak ada bekas luka auskultasi
bising usus 18 kali permenit, pada pemeriksaan palpasi abdomen tidak ada
nyeri tekan dan tidak ada benjolan, dan pada pemeriksaan perkusi terdengar
thympani.
Genetalia An.F tidak terpasang kateter, tidak ada kelainan pada
genetalia dan berjenis kelamin perempuan. Anus An.F bersih, tidak ada
hemoroid. Pada pengkajian ekstremitas tangan kanan dan kiri maupun kaki
kanan dan kiri normal kekuatan otot normal lima, tidak ada perubahan bentuk
tulang, ROM aktif, capilary refile kurang dari dua detik, perabaan akral
hangat.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 4 januari 2016
didapatkan hasil: hematologi rutin, hemoglobin 12.6 dengan satuan g/dl,
normalnya 12.00-16.00. Hematokrit 37.5 dengan satuan %, normalnya
32.00-44.00. Leukosit 2.70 dengan satuan 10ʌ3/ul, normalnya 5-10.
Trombosit 41 dengan satuan 10ʌ3/ul, normalnya 150-300. Eritrosit 4.86
dengan satuan 10ʌ6/ul, normalnya 4.00-5.00. MPV 9.6 dengan satuan FL,
45
normalnya 6.5-12.00. PDW 17.0 normalnya 9.0-17.0. INDEX, MCV 77.2
dengan satuan FL, normalnya 82.0-92.0. MCH 25.9 dengan satuan pg,
normalnya 27.0-31.0. MCHC 33.6 dengan satuan g/dl, normalnya 32.0-37.0.
HITUNG JENIS, gran % 59.8 dengan satuan %, normalnya 50.0-70.0.
Limfosit % 31.4 dengan satuan %, normalnya 25.0-40.0. Monosit % 7.5
dengan satuan %, normalnya 3.0-9.0. Eosinofil % 1.2 dengan satuan %,
normalnya 0.5-5.0. Basofil % 0.1 dengan satuan %, normalnya 0.0-1.0.
IMUNO-SEROLOGI, widal, salmonella typhi O negatif, salmonella typhi H
negatif, salmonella paratyphi AO negatif, salmonella paratyphi AH negatif,
salmonella paratyphi BO negatif, salmonella paratyphi HB negatif,
salmonella paratyphi CO +1/80.
Terapi yang di peroleh An.F selama perawatan di rumah sakit umum
daerah karanganyar adalah cefotaxim dengan dosis 200mg/12 jam termasuk
golongan obat antipakteri berfungsi untuk saluran nafas bawah saluran kemih
kulit dan tulang, paracetamol dengan dosis 3x11/2 cth termasuk golongan
obat analgesik non narkotik berfungsi untuk menurunkan panas, infus RL
dengan dosis 16 tpm (makro) termasuk golongan cairan elektrolit dan
berfungsi untuk resusitasi cairan dan mengembalikan keseimbangan cairan,
cholescor 400mg berfungsi untuk mengurangi kadar lemak dalam darah.
46
C. Perumusan masalah keperawatan
Dari pengkajian dan observasi di atas yang diperoleh pada tanggal 4
Januari 2016 penulis melakukan analisa data dan kemudian merumuskan
diagnosa keperawatan ditandai dengan data subyektif An.F, ibu pasien
mengatakan anaknya susah makan, makan bubur sehari tiga kali dengan
porsi dua sampai tiga sendok. Data obyektif yang diperoleh, pasien tampak
lemas, pengkajian antropometri selama sakit berat badan sebelum sakit 17 kg,
selama sakit 16 kg tinggi badan 100 cm imt 16, biocemical hemoglobin 12.6
g/dl, hematokrit 37.5 %, leukosit 2.7010ʌ3/ul, trombosit 41 10
ʌ3/ul, clinical
lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis, diit bubur habis dua
sampai tiga sendok. Maka penulis merumuskan prioritas masalah
keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu
makan yang menurun (00002).
Masalah keperawatan kedua adalah hipertermia berhubungan dengan
penyakit (00007). Yang ditandai dengan data subyektif ibu pasien
mengatakan anaknya panas sudah empat hari. Data obyektif kulit teraba
panas, suhu tubuh 380C, panas hari ke empat.
Masalah keperawatan yang ketiga adalah resiko perdarahan
berhubungan dengan penurunan faktor-faktor pembekuan darah
(trombositopeni) (00206). Yang ditandai dengan data subyektif ibu pasien
mengatakan An.F tangannya ada bintik merah. Data obyektif dari masalah
keperawatan ini adalah pasien tampak lemas, tampak bintik merah pada
47
tangan, hasil pemeriksaan laboratorium hemoglobin 12.6 g/dl, hematokritt
37.5 %, leukosit 2.70 10ʌ3/ul, trombosit 41 10
ʌ3/ul, tekanan darah
90/60mmHg, nadi 84 kali permenit, respirasi 24 kali permenit.
Untuk memprioritaskan masalah keperawatan maka diagnosa
keperawatan yang diprioritaskan:
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun (00002).
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (00007).
3. Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor
pembekuan darah (trombositopeni) (00206).
D. Perencanaan
Intervensi yang sesuai dengan diagnosa keperawatan An.F yang
sedang dirawat di ruang melati rumah sakit umum daerah karanganyar
sebagai berikut: untuk diagnosa yang pertama ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mencerna makanan. Tujuan yang ingin dicapai adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 4x24 jam ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan kriteria hasil nafsu makan
bertambah, tidak ada tanda-tanda malnutrisi (peningkatan berat badan,
mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis). Intervensi yang pertama monitor
48
tanda-tanda vital, observasi pemberian makanan, timbang berat badan perhari,
anjurkan pasien makan sedikit tapi sering, kolaborasi dengan ahli gizi.
Diagnosa kedua hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam hipertermia
dapat teratasi dengan kriteria hasil suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C-
37,5OC), perabaan kulit hangat. Intervensi yang pertama monitor suhu tubuh
minimal tiap 2 jam, monitor tanda-tanda vital, kompres pasien pada lipat paha
dan aksila, berikan pengobatan untuk mengatasi demam.
Diagnosa ketiga resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan
faktor-faktor pembekuan darah (trombositopeni). Tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 4x24 jam resiko perdarahan dapat teratasi
dengan kriteria hasil tekanan darah dalam batas normal (100/70mmHg), hasil
laboratorium dalam batas normal hemoglobin 12.00-16.00 g/dl, hematokrit
32.00-44.00 %, leukosit 5-1010ʌ3/ul, trombosit 150-300 10
ʌ3/ul. Intervensi
yang pertama dilakukan monitor tanda-tanda vital, observasi tanda-tanda
perdarahan, catat nilai hemoglobin hematokrit leukosit dan trombosit,
anjurkan keluarga pasien untuk meningkatkan intake makanan yang
mengandung vitamin, berikan jus jambu merah pagi dan sore, kolaborasi
dengan dokter.
49
E. Implementasi
Dalam melakukan implementasi selama 4x24 jam pada An.F yang
sedang dirawat di ruang melati rumah sakit umum daerah karanganyar
implementasi dimulai pada hari Senin tanggal 4 Januari 2016. Pada jam 10:30
WIB untuk diagnosa pertama, dengan intervensi yang didelegasikan monitor
tanda-tanda vital pasien, implementasi yang dilakukan memonitor tanda-
tanda vital pasien. Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia An.F
diperiksa dan respon obyektif tekanan darah 90/60mmHg, nadi 82 kali
permenit, respirasi 24 kali permenit, suhu 380C. Jam 10:35 WIB untuk
diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan observasi pemberian
makanan, implementasi yang dilakukan mengobservasi pemberian makanan.
Respon subyektif ibu pasien mengatakan An.F makan bubur 2 sampai 3
sendok dan respon obyektif pasien tampak lemas, antropometri berat badan
16 kg tinggi badan 100 cm imt 16, biocemical hasil laboratorium hemoglobin
12.6 g/dl hematokrit 37.5%, leukosit 2.70 10ʌ3/ul, trombosit 41 10
ʌ3/ul,
clinical mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis, diit bubur habis 2
sampai 3 sendok.
Jam 10:40 untuk diagnosa pertama dengan intervensi anjurkan
keluarga pasien untuk memberikan makan sedikit tapi sering, implementasi
yang dilakukan menganjurkan keluarga pasien untuk memberikan makan
sedikit tapi sering. Respon subyektif keluarga pasien mengatakan bersedia
untuk memberikan makan sedikit tapi sering dan data obyektif pasien tampak
kooperatif. Jam 11:10 WIB untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang
50
didelegasikan kolaborasi dengan ahli gizi, implementasi yang dilakukan
berkolaborasi dengan ahli gizi. Respon obyektif bubur lauk teh. Jam 11:20
WIB untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan timbang
berat badan, implementasi yang dilakukan menimbang berat badan.
Implementasi hari Selasa 5 Januari 2016 pada jam 08:20 WIB untuk
diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan monitor tanda-tanda
vital, implementasi yang dilakukan memonitor tanda-tanda vital. Respon
subyektif ibu pasien mengatakan bersedia An.F diperiksa dan respon obyektif
tekanan darah 100/60 mmHg nadi 88 kali permenit respirasi 24 kali permenit
suhu 37,80C. jam 08:25 WIB untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang
didelegasikan observasi pemberian makanan, implementasi yang dilakukan
mengobservasi pemberian makanan. Respon subyektif ibu pasien mengatakan
An.F makan bubur habis setengah porsi dan respon obyektif antropometri
berat badan 16 kg tinggi badan 100 cm imt 16, biocemical hasil laboratorium
hemoglobin 13.5 g/dl hematokrit 38.5%, leukosit 3.0 10ʌ3/ul, trombosit 81
10ʌ3/ul, clinical mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis, diit bubur
habis setengah porsi.
Jam 08:35 WIB untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang
didelegasikan anjurkan keluarga pasien untuk memberiakan makan sedikit
tapi sering, implementasi yang dilakukan menganjurkan keluarga pasien
untuk memberikan makan tapi sering. Respon subyektif keluarga pasien
mengatakan bersedia untuk memberikan makan sedikit tapi sering dan
respon obyektif pasien tampak kooperatif.
51
Implementasi pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 pada jam 08:00
WIB untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan monitor
tanda-tanda vital, implementasi yang dilakukan memonitor tanda-tanda vital.
Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia An.F diperiksa dan respon
obyektif tekanan darah 100/70 mmHg nadi 86 kali permenit respirasi 24 kali
permenit suhu 37,20C. Jam 08:30 WIB untuk diagnosa pertama dengan
intervensi yang telah didelegasikan observasi pemberian makan,
implementasi yang dilakukan mengobservasi pemberian makan. Respon
subyektif ibu pasien mengatakan An.F makan bubur setengah porsi habis dan
respon obyektif antropometri berat badan 16 kg tinggi badan 100 cm imt 16,
biocemical hasil laboratorium hemoglobin 12.6 g/dl hematokrit 34.5%,
leukosit 3.70 10ʌ3/ul, clinical mukosa bibir kering, turgor kulit elastis, diit
bubur habis setengah porsi.
Jam 08:45 WIB untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang
didelegasikan anjurkan keluarga pasien untuk memberikan makan sedikit tapi
sering, implementasi yang dilakukan menganjurkan keluarga pasien untuk
memberikan makan sedikit tapi sering. Respon subyektif keluarga pasien
mengatakan bersedia untuk memberikan makan sedikit tapi sering dan respon
obyektif pasien tampak kooperatif.
Implementasi pada hari Kamis tanggal 7 Januari 2016 pada jam
08:00 WIB untuk diagnosa pertama dengan intervensi yang didelegasikan
monitor tanda-tanda vital, implementasi yang dilakukan memonitor tanda-
tanda vital. Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia An.F diperiksa
52
dan respon obyektif tekanan darah 100/70 mmHg nadi 87 kali permenit
respirasi 24 kali permenit suhu 37,20C. Jam 08:30 WIB untuk diagnosa
pertama dengan intervensi yang telah didelegasikan observasi pemberian
makan, implementasi yang dilakukan mengobservasi pemberian makan.
Respon subyektif ibu pasien mengatakan An.F makan bubur satu porsi habis
bubur habis dan respon obyektif antropometri berat badan 16 kg tinggi badan
100 cm imt 16, biocemical hasil laboratorium hemoglobin 12.6 g/dl
hematokrit 34.5%, leukosit 3.70 10ʌ3/ul, clinical mukosa bibir lembab, turgor
kulit elastis, diit bubur habis satu porsi.
Dalam melakukan implementasi selama 4x24 jam pada An.F yang
sedang dirawat di ruang melati rumah sakit umum daerah karanganyar
implementasi dimulai pada hari Senin tanggal 4 Januari 2016. Pada jam 10:30
WIB untuk diagnosa kedua, dengan intervensi yang didelegasikan monitor
tanda-tanda vital pasien, implementasi yang dilakukan memonitor tanda-
tanda vital pasien. Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia An.F
diperiksa dan respon obyektif tekanan darah 90/60mmHg, nadi 82 kali
permenit, respirasi 24 kali permenit.
Jam 10:55 WIB untuk diagnosa kedua dengan intervensi yang
didelegasikan monitor suhu tubuh pasien, implementasi yang dilakukan
memonitor suhu tubuh pasien. Respon subyektif ibu pasien mengatakan
anaknya panas sudah 4 hari dan respon obyektif kulit teraba panas, suhu
tubuh 380C dan panas hari ke empat. Jam 11:00 WIB untuk diagnosa kedua
dengan intervensi yang didelegasikan berikan kompres hangat, implementasi
53
tang dilakukan memberikan kompres hangat. Respon subyektif, ibu pasien
mengatakan bersedia An.F diberikan kompres hangat dan respon obyektif
tampak kompres dibagian axsila.
Jam 11:05 WIB untuk diagnosa kedua dengan intervensi yang
didelegasikan berikan obat penurun panas, implementasi yang dilakukan
memberikan obat oral paracetamol 3x11/2 cth. Respon subyektif ibu pasien
mengatakan bersedia anaknya diberikan obat dan respon obyektif obat masuk
melalui mulut.
Implementasi hari Selasa 5 Januari 2016 pada jam 08:20 WIB untuk
diagnosa kedua dengan intervensi yang didelegasikan monitor tanda-tanda
vital, implementasi yang dilakukan memonitor tanda-tanda vital. Respon
subyektif ibu pasien mengatakan bersedia An.F diperiksa dan respon obyektif
tekanan darah 100/60 mmHg nadi 88 kali permenit respirasi 24 kali permenit.
Jam 08:55 WIB untuk diagnosa kedua dengan intervensi yang didelegasikan
monitor suhu tubuh, implementasi yang dilakukan memonitor suhu tubuh.
Respon subyektif ibu pasien mengatakan badan An.F panas dan respon
obyektif kulit teraba panas, suhu tubyh 37,80c, panas hari ke lima.
Jam 09:00 WIB untuk diagnosa kedua dengan intervensi yang
didelegasikan berikan kompres hangat, implementasi yang dilakukan
memberikan kompres hangat. Respon subyektif ibu pasien mengatakan
bersedia An.F diberi kompres dan respon obyektif tampak kompres hangat di
aksila. Jam 09:30 WIB untuk diagnosa kedua dengan intervensi yang
54
didelegasikan berikan obat penurun panas, implementasi yang dilakukan
memberikan obat oral paracetamol 3x11/2 cth.
Implementasi pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 pada jam 08:00
WIB untuk diagnosa kedua dengan intervensi yang didelegasikan monitor
tanda-tanda vital, implementasi yang dilakukan memonitor tanda-tanda vital.
Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia An.F diperiksa dan respon
obyektif tekanan darah 100/70 mmHg nadi 86 kali permenit respirasi 24 kali
permenit suhu 37,20C. Jam 10:20 WIB untuk diagnosa kedua dengan
intervensi yang didelegasikan monitor suhu tubuh, implementasi yang
dilakukan memonitor suhu tubuh. Respon subyektif ibu pasien mngatakan
An.F sudah tidak panas dan respon obyektif suhu tubuh pasien 37.20C.
Implementasi pada hari Kamis tanggal 7 Januari 2016 pada jam
08:00 WIB untuk diagnosa kedua dengan intervensi yang didelegasikan
monitor tanda-tanda vital, implementasi yang dilakukan memonitor tanda-
tanda vital. Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia An.F diperiksa
dan respon obyektif tekanan darah 100/70 mmHg nadi 87 kali permenit
respirasi 24 kali permenit suhu 37,20C. Jam 09:30 WIB untuk diagnosa kedua
dengan intervesi yang didelegasikan monitor suhu tubuh, implementasi yang
dilakukan memonitor suhu tubuh. Respon subyektif ibu pasien mengatakan
bersedia An.F diperiksa dan respon obyektif suhu tubuh 37,20C, kulit teraba
hangat.
Dalam melakukan implementasi selama 4x24 jam pada An.F yang
sedang dirawat di ruang melati rumah sakit umum daerah karanganyar
55
implementasi dimulai pada hari Senin tanggal 4 Januari 2016. Pada jam 10:30
WIB untuk diagnosa ketiga, dengan intervensi yang didelegasikan monitor
tanda-tanda vital pasien, implementasi yang dilakukan memonitor tanda-
tanda vital pasien. Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia An.F
diperiksa dan respon obyektif tekanan darah 90/60mmHg, nadi 82 kali
permenit, respirasi 24 kali permenit, suhu 380C.
Jam 10:45 WIB untuk diagnosa ketiga dengan intervensi yang
didelegasikan observasi tanda-tanda perdarahan, implementasi yang
dilakukan mengobservasi tanda-tanda perdarahan. Respon subyektif ibu
pasien mengatakan tangan An.F terdapat bintik merah dan respon obyektif
pasien tampak lemas, tampak bintik merah pada tangan, hemoglobin 12.6 g/dl
hematokrit 37.5%, leukosit 2.70 10ʌ3/ul, trombosit 41 10
ʌ3/ul. Jam 10:50
WIB untuk diagnosa ketiga dengan intervensi yang didelegasikan berikan jus
jambu merah, implementasi yang dilakukan memberikan jus jambu merah.
Respon subyektif ibu pasien mengatakan brsedia An.F diberikan jus jambu
merah dan respon obyektif pasien tampak minum jus jambu merah.
Jam 14:00 WIB untuk diagnos ketiga dengan intervensi yang
didelegasikan berikan jus jambu merah, implementasi yang dilakukan
memberikan jus jambu merah. Respon subyektif ibu pasien bersedia An.F
diberikan jus jambu merah dan respon obyektif pasien tampak minum jus
jambu.
Implementasi hari Selasa 5 Januari 2016 pada jam 08:20 WIB untuk
diagnosa ketiga dengan intervensi yang didelegasikan monitor tanda-tanda
56
vital, implementasi yang dilakukan memonitor tanda-tanda vital. Respon
subyektif ibu pasien mengatakan bersedia An.F diperiksa dan respon obyektif
tekanan darah 100/60 mmHg nadi 88 kali permenit respirasi 24 kali permenit
suhu 37,80C.
Jam 08:40 WIB untuk diagnosa ketiga dengan intervensi yang
didelegasikan observasi tanda-tanda perdarahan, implementasi yang
dilakukan mengobservasi tanda-tanda perdarahan. Respon subyektif ibu
pasien mengatakan tangan An.F terdapat binti merah dan respon obyektif
tampak bintik merah di tangan, hemoglobin 13.5 g/dl hematokrit 38.5%,
leukosit 3.0 10ʌ3/ul, trombosit 81 10
ʌ3/ul. Jam 08:50 WIB untuk diagnosa
kedua dengan intervensi yang didelegasikan berikan jus jambu merah,
implementasi yang dilakukan memberikan jus jambu merah. Respon
subyektif ibu pasien mengatakan bersedia An.F diberikan jus jambu dan
respon obyektif pasien tampak minum jus jambu.
Jam 14:00 WIB untuk diagnosa kedua dengan intervensi yang
didelegasikan berikan jus jambu merah, implementasi yang dilakukan
memberikan jus jambu merah. Respon subyektif ibu pasien mengatakan
bersedia An.F diberikan jus jambu dan respon obyektif pasien tampak minum
jus jambu.
Implementasi pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 pada jam 08:00
WIB untuk diagnosa ketiga dengan intervensi yang didelegasikan monitor
tanda-tanda vital, implementasi yang dilakukan memonitor tanda-tanda vital.
Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia An.F diperiksa dan respon
57
obyektif tekanan darah 100/70 mmHg nadi 86 kali permenit respirasi 24 kali
permenit suhu 37,20C.
Jam 08:50 WIB untuk diagnosa ketiga dengan intervensi yang
didelegasikan observasi tanda-tanda perdarahan, implementasi yang
dilakukan mengobservasi tanda-tanda perdarahan. Respon subyektif ibu
pasien mengatakan bintik di tangan sudah tidak ada dan respon obyektif
hemoglobin 12.6 g/dl hematokrit 34.5%, leukosit 5.70 10ʌ3/ul, trombosit 100
10ʌ3/ul. Jam 09:00 WIB untuk diagnosa ketiga dengan intervensi yang
didelegasikan berikan jus jambu merah, implementasi yang dilakukan
memberikan jus jambu respon subyektif ibu pasien bersedia An.F diberikan
jus jambu dan respon obyektif pasien tampak minum jus jambu.
Jam 14:00 WIB untuk diagnosa ketiga dengan intervensi yang
didelegasikan berikan jus jambu merah, implementasi yang dilakukan
memberikan jus jambu respon subyektif ibu pasien bersedia An.F diberikan
jus jambu dan respon obyektif pasien tampak minum jus jambu.
Implementasi pada hari Kamis tanggal 7 Januari 2016 pada jam
08:00 WIB untuk diagnosa ketiga dengan intervensi yang didelegasikan
monitor tanda-tanda vital, implementasi yang dilakukan memonitor tanda-
tanda vital. Respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia An.F diperiksa
dan respon obyektif tekanan darah 100/70 mmHg nadi 87 kali permenit
respirasi 24 kali permenit suhu 37,20C.
Jam 08:10 WIB untuk diagnosa ketiga dengan intervensi yang
didelegasikan observasi tanda-tanda perdarahan, implementasi yang
58
dilakukan mengobservasi tanda-tand perdarahan. Respon subyektif ibu pasien
mengatakan tangan An.F sudah tidak bintik merah dan respon obyektif bintik
merah ditangan pasien sudah tidak ada, hasil pemeriksaan laboratorium
hemoglobin 12.6 g/dl hematokrit 34.5%, leukosit 5.70 10ʌ3/ul, trombosit 150
10ʌ3/ul.
F. Evaluasi
Catatan perkembangan pada An.F yang dirawat di ruang Melati
rumah sakit umum daerah karanganyar dimulai sejak hari Senin tanggal 4
Januari 2016 jam 13:40 WIB untuk diagnosa pertama ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang
tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun. Didapatkan hasil
evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan An.F makan bubur dua
samapai tiga sendok. Data obyektif pasien tampak lemas, antropometri berat
badan 16 kg tinggi badan 100 cm imt 16 kg, biocemical hasil laboratorium
hemoglobin 12.6 g/dl hematokrit 37.5 % leukosit 2.70 10ʌ3/ul trombosit 41
10ʌ3/ul, clinical mukosa bibir kering turgor kulit tidak elastis, diit bubur habis
dua sampai tiga sendok. Analisis masalah ketidakmampuan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi observasi
pemberian makan, anjurkan keluarga pasien untuk memberikan makan sedikit
tapi sering, kolaborasi dengan ahli gizi.
Catatan perkembangan An.F pada hari Selasa tanggal 5 Januari 2016
jam 13:45 WIB untuk diagnosa pertama ketidakmampuan nutrisi kurang dari
59
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat
akibat mual dan nafsu makan yang menurun. Didapatkan hasil evaluasi data
subyektif ibu pasien mengatakan An.F makan bubur habis setengah porsi.
Data obyektif antropometri berat badan sebelum 16 kg tinggi badan 100 cm
imt 16 kg, biocemical hasil laboratorium hemoglobin 13.5 g/dl hematokrit
38.5 % leukosit 3.0 10ʌ3/ul trombosit 81 10
ʌ3/ul, clinical mukosa bibir kering
turgor kulit tidak elastis, diit bubur habis setengah porsi. Analisis masalah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi.
Planning lanjutkan intervensi observasi pemberian makan, anjurkan keluarga
pasien untuk memberikan makan sedikit tapi sering, kolaborasi dengan ahli
gizi.
Catatan perkembanagan An.F pada hari Rabu tanggal 6 Januari
2016 jam 13:40 WIB untuk diagnosa pertama ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak
adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun. Didapatkan hasil
evalusai data subyektif ibu pasien mengatakan An.F makan setengah porsi
bubur habis. Data obyektif antropometri berat badan 16 tinggi badan 100 cm
imt 16 kg, biocemical hasil laboratorium hemoglobin 12.6 g/dl hematokrit
34.5 % leukosit 5.70 10ʌ3/ul, clinical mukosa bibir kering turgor kulit elastis,
diit bubur habis setengah porsi. Analisis masalah ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi
observasi pemberian makan, anjurkan keluarga pasien untuk memberikan
makan sedikit tapi sering, kolaborasi dengan ahli gizi.
60
Catatan perkembanagan An.F pada hari Kamis tanggal 7 Januari
2016 jam 10:30 WIB untuk diagnosa pertama ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak
adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun. Didapatkan hasil
evalusai data subyektif ibu pasien mengatakan An.F makan satu porsi bubur
habis. Data obyektif antropometri berat badan 16 tinggi badan 100 cm imt 16
kg, biocemical hasil laboratorium hemoglobin 12.6 g/dl hematokrit 34.5 %
leukosit 5.70 10ʌ3/ul, clinical mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis, diit
bubur habis satu porsi. Analisis masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh teratasi. Planning hentikan intervensi.
Catatan perkembangan pada An.F hari Senin tanggal 5 Januari 2016
jam 13:50 WIB untuk diagnosa kedua hipertermia berhubungan dengan
proses penyakit. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien
mengatakan anakanya panas. Data obyektif kulit teraba panas, suhu tubuh
380C, panas hari ke empat. Analisis masalah hipertermia belum teratasi.
Planning lanjutkan intervensi berikan kompres hangat, monitor suhu tubuh,
kolaborasi pemberian obat paracetamol.
Catatan perkembangan An.F pada hari Selasa tanggal 5 Januari 2016
jam 13:55 WIB untuk diagnosa kedua hipertermia berhubungan dengan
proses penyakit. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien
mengatakan badan An.F panas. Data obyektif kulit panas, suhu tubuh 37,80C,
panas hari ke lima. Analisis masala hipertermia belum teratasi. Planning
61
lanjutkan intervensi monitor suhu tubuh, beriksn kompres hanagat, berikan
obat penurun panas.
Catatan perkembangan An.F pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016
jam 13:50 WIB untuk diagnosa kedua hipertermia berhubungan dengan
proses penyakit. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien
mengatakan An.F sudah tidak panas. Data obyektif suhu tubuh 37,20C.
Analisis masalah hiperterima teratasi. Planning hentikan intervensi.
Catatan perkembangan An.F pada hari Kamis tanggal 7 Januari 2016
jam 10:40 WIB untuk diagnosa kedua hipertermia berhubungan dengan
proses penyakit. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien
mengatakan An.F sudah tidak panas. Data obyektif suhu tubuh 37,20C.
Analisis masalah hiperterima teratasi. Planning hentikan intervensi.
Catatan perkembanagan An.F pada hari Senin tanggal 5 Januari 2016
jam 14:10 WIB untuk diagnosa ketiga resiko perdarahan berhubungan dengan
penurunan faktor-faktor pembekuan darah (trombositopeni). Didapatkan hasil
evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan tangan An.F terdapat bintik
merah. Data obyektif pasien tampak ada bintik merah ditangan, hasil
laboratorium hemoglobin 12.6 g/dl hematokrit 37.5 % leukosit 2.70 10ʌ3/ul
trombosit 41 10ʌ3/ul. Analisis masalah resiko perdarahan berhubungan
dengan penurunan faktor-faktor pembekuan darah (trombositopeni) belum
teratasi. Planning lanjutkan intervensi observasi tanda-tanda perdarahan,
berikan jus jambu.
62
Catatan perkembangan An.F pada hari Selasa tanggal 5 Januari 2016
jam 14:10 WIB untuk diagnosa ketiga resiko perdarahan berhubungan dengan
penurunan faktor-faktor pembekuan darah (trombositopeni). Didapatkan hasil
evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan tangan An.F terdapat bintik
merah. Data obyektif pasien tampak lemas, tampak bintik merah ditangan,
hasil laboratorium hemoglobin 13.5 g/dl hematokrit 38.5 % leukosit 3.0
10ʌ3/ul trombosit 81 10
ʌ3/ul. Analisis masalah resiko perdarahan
berhubungan dengan penurunan faktor-faktor pembekuan darah
(trombositopeni) belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi observasi
tanda-tanda perdarahan, berikan jus jambu merah.
Catatan perkembangan An.F pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016
jam 14:10 WIB untuk diagnosa ketiga resiko perdarahan berhubungan dengan
penurunan faktor-faktor pembekuan darah (trombositopeni). Didapatkan hasil
evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan bintik ditangan tidak ada. Data
obyektif hasil laboratorium hemoglobin 12.6 g/dl hematokrit 34.5 % leukosit
5.7010ʌ3/ul trombosit 100 10
ʌ3/ul. Analisis masalah resiko perdarahan
berhubungan dengan penurunan faktor-faktor pembekuan darah
(trombositopeni) teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi observasi
tanda-tanda perdarahan, berikan jus jambu merah.
Catatan perkembangan An.F pada hari Kamis tanggal 7 Januari 2016
jam 10:55 WIB untuk diagnosa ketiga resiko perdarahan berhubungan dengan
penurunan faktor-faktor pembekuan darah (trombositopeni). Didapatkan hasil
evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan bintik ditangan tidak ada. Data
63
obyektif hasil laboratorium hemoglobin 12.6 g/dl hematokrit 34.5 % leukosit
5.70 10ʌ3/ul trombosit 150 10
ʌ3/ul. Analisis masalah resiko perdarahan
berhubungan dengan penurunan faktor-faktor pembekuan darah
(trombositopeni) teratasi. Planning hentikan intervensi.
64
BAB V
PEMBAHASAN
Asuhan keperawatan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar
manusia melalui tahap, pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi, dan evaluasi. Penulis akan membahas tentang “ Aplikasi tindakan
pemberian jus jambu merah terhadap peningkatan trombosit pada asuhan
keperawatan An.F dengan dengue haemorhagic fever di ruang Melati Rumah
Sakit Umum Daerah Karanganyar. Pada bab pembahasan ini penulis juga
membahas adakah kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dengan kasus.
A. Pengkajian
Dalam pengkajian penulis terhadap An.F didapatkan data bahwa
pasien datang dengan keluhan utama panas selama 4 hari dan susah makan.
Menurut Nursalam (2005) alasan/keluhan yang menonjol pada pasien demam
berdarah dengue untuk datang ke rumah sakit adalah panas tinggi dan anak
lemah. Berdasarkan hasil pengkajian pada An.F dengan kasus dengue
haemorhagic fever telah sesuai dengan teori yang ditemukan oleh penulis
berupa panas selama 4 hari dan susah makan. Sehingga tidak ada kesenjangan
dengan teori yang ada.
Dalam pengkajian keperawatan An.F didapatkan data ibu pasien
mengatakan sejak hari Sabtu tanggal 31 Desember 2015 pagi An.F panas,
susah makan. An.F kemudian di bawa ke bidan terdekat dan mendapat sirup
penurun panas, setelah minum obat dari bidan panas tidak turun. Kemudian
65
ibu membawa An.F ke IGD rumah sakit umum daerah karanganyar pada hari
senin tanggal 4 Januari 2016 pukul 08.20 WIB. Di IGD An.F mendapat terapi
infus RL 16 tpm, cefotaxim 200mg/6 jam, paracetamol 3x1 ½ cth. Kemudian
pasien di pindah di ruang Melati pada hari senin pukul 09.00 WIB.Dari hasil
pemeriksaan pasien tampak lemas, panas, bintik merah pada tangan. Menurut
Christanto dkk (2014) terjadi mendadak tinggi selama 2-7 hari, pada anak
dengue akan terjadi perdarahan kulit (petekie/purpura) disertai gejala tidak
mau makan. Dapat disimpulkan kriteria keluhan ada pada An.F terdapat
dalam teori, sehingga tidak ada kesenjangan dengan teori yang ada.
Riwayat penyakit dahulu, ibu pasien mengatakan An.F baru satu kali
di rawat inap. Menurut Nursalam (2005) deman berdarah dengue pada anak
bisa mengalami serangan ulangan demam berdarah dengue denga tipevirus
yang lain. Berdasarkan hasil pengkajian pada An.F dengan dengue
haemoragic fever bahwa An.F baru pertama di rawat inap.
Pertumbuhan dan perkembangan pada An.F. berdasarkan data
wawancara yang diperoleh dari ayah An.F antara lain, pertumbuhan meliputi
berat badan saat lahir 2.800 gram. Berat badan saat ini 21 kg, usia tumbuh
dan tanggal gigi pada usia 6 tahun, tidak ada masalah pertumbuhan gigi. Usia
berjalan pada usia 9 bulan. Imunisasi, ibu pasien mengatakan An.F sudah
diimunisasi secara lengkap, yaitu BCG, hepatitis, polio, DPT, campak
lengkap. Menurut Hidayat (2008), pertumbuhan merupakan bertambah
jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat
diukur. Perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh
66
yang dapat dicapai melalui tumbuh kematangan. Masa neonatus, terjadi
proses penyesuaian dengan kehidupan di luar rahim dan hampir sedikit aspek
pertumbuhan fisik dalam perubahan. Dalam pertumbuhan akan terjadi
perubahan ukuran dalam hal bertambahnya ukuran fisik, berat badan, tinggi
badan, lingkar kepala, lingkar dada, dan lain-lain. Dengan adanya teori diatas,
dapat disimpulkan pertumbuhan yang dialami An.F tidak ada kesenjangan
dengan teori yang ada.
Perkembangan yang dicapai antara lain, personal sosial An.F merasa
dirinnya senang berinteraksi dengan teman yang lain saat diruang bermain.
Adaptif motorik halus, bahasa yang digunakan bahasa jawa. Motorik kasar
pasien tida ada. Kebiasaan yang dinilai dari pola tingkah laku, An.F tidak ada
tingkah laku yang abnormal. Sesuai dengan tahap usia belajar dan rasa ingin
tahu yang tinggi. Menurut Hidayat (2008), pertumbuhan dan perkembangan
intelektual anak dapat dilihat dari kemampuan secara simbolik maupun
abstrak, seperti berbicara, bermain, berhitung, membaca, dan lain-lain.
Berdasarkan teori diatas, kriteria yang ada pada An.F sudah sesuai dengan
teori, sehingga tidak ada kesenjangan.
Model pengkajian keperawatan dengan sebelas pola kesehatan
fungsional dari Gordon berguna untuk mengatur riwayat keperawatan,
pemeriksaan fisik, dan mengelompokkan diagnosa keperawatan (Allen,
2005). Pengkajian sebelas pola gordon yang didapat dari wawancara dan
observasi An.F dan ibu An.F diantaranya, pola persepsi dan pemeliharaan
kesehatan. Jika An.F sakit keluarga segera berobat ke pelayanan kesehatan
67
terdekat. Pola persepsi dan pemeliharaan, menggambarkan persepsi,
pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan,
dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan
tentang praktik kesehatan (Hidayat, 2008). Berdasarkan teori tersebut
persepsi yang ada pada An.F tidak ada kesenjangan dengan teori.
Pola nutrisi dan metabolisme pada An.F. Pengkajian nutrisi yang
didapat dari hasil wawancara sebagai berikut, pengkajian antropometri
sebelum sakit berat badan 17 kg, tinggi badan 100 cm, diperoleh indeks
massa tubuh (imt) didapatkan dari bb(kg)/tb2(m), kategori kekurangan berat
badan tingkat berat (<17), kekurangan berat badan tingkat sedang (17.0-18.5),
normal (18.5-25.0), kelebihan berat badan tingkat ringan (>25.0-27.0),
kelebihan berat badan tingkat berat (>27.0) (Asmadi,2008). Hasilnya 17
(kekurangan berat badan tingkat sedang). Berat badan 16 kg, tinggi badan 100
cm, diperoleh indeks massa tubuh (imt) didapat dari bb/tb² hasilnya 16.
(Pengkajian biochemical hasil selama sakit pemeriksaan
laboratoriumhemoglobin 12.6 g/dl, hematokrit 37.5 %, leukosit 2.70 10ʌ3/ul,
trombosit 41 10ʌ3/ul.
Status nutrisi tubuh adalah keseimbangan antara asupan zat gizi dan
energi yang dikeluarkan atau dibutuhkan di tingkat kebutuhan fisiologis akan
nutrisi yang harus dipenuhi yang tepat meningkatkan pertumbuhan,
mempertahankan kesehatan dan membantu tubuh melawan infeksi dan pulih
dari penyakit (Morton dan Patricia Gonce,2005).
68
Pengkajian clinical lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit
lambat/tidak elastis, hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial
apithelial tissues) seperti kulit, rambut, mata dan mukosa bibir, atau pada
organ yang terdekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid
(Mega, 2011).
Pengkajian dietary sebelum sakit nafsu makan baik, diit seimbang
dengan makan nasi, sayur, lauk. Makan tiga kali dalam sehari, porsi satu
piring habis dengan nafsu makan baik, makanan favorit soup dan wortel,
minum air mineral sehari lima sampai enam gelas. Selama sakit makan tiga
kali dalam sehari, kurang nafsu makan, porsi makan hanya habis dua samapai
tiga sendok, dengan bubur, minum air dalam sehari sekitar empat gelas air
putih dan teh dalam sehari.
Dari pengkajian diatas disimpulkan pada pengkajian nutrisi terdapat
masalah pada pengkajian antropometri imt 16, pengkajian biochemical
selama sakit pemeriksaan laboratorium hemoglobin 12.6 g/dl, hematokrit 37.5
%, leukosit 2.70 10ʌ3/ul. Pengkajian clinical selama sakit lemas, mukosa
bibir kering, turgor kulit lambat/tidak elastis. Dan pengkajian dietary selama
sakit makan tiga kali dalam sehari, kurang nafsu makan, porsi makan hanya
habis dua samapai tiga sendok, dengan bubur, minum air dalam sehari sekitar
empat gelas air putih dan teh dalam sehari. Sehingga muncul masalah
keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Berdasarkan teori aspek biologis dari pengkajian nutrisi meliputi, umur
(terkait dengan tumbuh kembang pasien. Tinggi badan dan berat badan, untuk
69
mengetahui perbandingan antara tinggi dan berat badan, apakah ideal atau
tidak. Pengukuran antropometri berguna untuk mengidentifikasi masalah
nutrisi klien. Riwayat kesehatan dan diet, misal adakah alergi terhadap jenis
makanan tertentu, riwayat diet terkait dengan kebiasaan asupan makanan dan
cairan klien, jenis makanan yang dikonsumsi, nafu makan (Asmadi, 2008).
Menurut Nurlaila (2009) dapat diangkat menjadi masalah dari pengkajian
makan dan cairan, yaitu terdapat kehilangan nafsu makan, perubahan rasa
atau penyimpangan rasa dan penurunan berat badan. Yang ditandai dengan
mukosa bibir kering, turgor kulit lambat/tidak elastis, sehingga tidak ada
kesenjangan antara teori dan pembahasan pengkajian nutrisi.
Pola eliminasi pasien, ibu pasien mengatakan sebelum sakit An.F
BAB satu kali sehari dengan konsistensi lunak berbentuk berbau khas
berwarna kuning kecoklatan dan tidak ada keluhan. Ibu pasien mengatakan
An.F BAK enam sampai delapan kali sehari, berbau amoniak berwarna
kuning bening dan tidak ada keluhan. Ibu pasien mengatakan selama sakit
An.F BAB satu kali sehari dengan konsistensi lunak berbentuk berbau khas
berwarna kuning kecoklatan dan tidak ada keluhan. Ibu pasien mengatakan
An.F BAK lima sampai enam kali sehari berbau amoniak berwarna kuning
bening dan tidak ada keluhan. Pengkajian pola eliminasi merupakan
kebutuhan dasar manusia yang essensial dan berperan penting dalam
menentukan kelangsungan kehidupan manusia. Eliminasi terbagi dua bagian
utama pula, yaitu eliminasi fekal (buang air besar) dan eliminasi urine (buang
air kecil) (Asmadi,2008). Dari kesimpulan pengkajian eliminasi fekal dan
70
urine An.F tidak ada masalah keperawatan yang muncul. Karena dalam teori
menggambarkan efisiensi dalam pembuangan zat sisa metabolisme (Davey,
2005). Karakteristik feses abnormal konsistensi dikatakan abnormal bila
bentuknya cairatau keras. Warna abnormal sangat pucat (penyakit pada organ
empedu), merah (perdarahan pada rektum dan anus). Ciri urine normal baik,
kejernihan normal jernih bila dibiarkan lama akan menjadi keruh. Warna
kuning, bau seperti amonia (Asmadi, 2008). Berdasarkan teori diatas tidak
ada kesenjangan dalam pengkajian eliminasi, eliminasi An.F dalam batas
normal.
Pola aktifitas dan latihan sebelum sakit meliputi makan/minum, mandi
toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi dapat
dilakukan secara mandiri. Selama sakit meliputi makan/minum, mandi
toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi dibantu
oleh orang lain. Aktifitas fisik (mekanik tubuh) merupakan irama sirkadian
manusia. Tiap individu mempunyai irama atau pola tersendiri dalam
kehidupan sehari-hari untuk melakukan kerja, rekreasi, makan, istirahat
(Asmadi, 2008). Dalam teori disebutkan pola aktivitas dan latihan tingkat
kemampuan nilai 2 adalah dibantu orang lain (Nurlaila, 2009), sehingga
ditarik kesimpulan antara teori dengan pengkajian tidak ada kesenjangan.
Pola istirahat tidur pasien, ayah pasien mengatakan sebelum sakit pola
tidur An.F tidur malam pada pukul 20.30 WIB dan bangun pagi pada pukul
06.30 WIB. Selama sakit pola istirahat tidur pasien, ayah pasien mengatakan
bisa tidur siang dan malam hari. Kebutuhan istirahat tidur pada individu yang
71
sakit sangat diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan (Asmadi,
2008). Dalam teori kelemahan dan kelelahan adalah faktor utama paling kuat
yang mempengaruhi status fungsional dan kualitas kesehatan hidup anak.
Saat aktivitas persyarafan secara otomatis akan mengurangi suplai energi ke
ekstremitas superior dan inferior. Tubuh memprioritaskan suplai darah ke
jantung dan paru-paru, sehingga otak juga mengalami penurunan suplai
darah. Penurunan suplai darah ke otak menimbulkan rangsang mengantuk,
sehingga tubuh memerintahkan untuk istirahat (Tiurlan, 2011).
Pola kognitif perseptual sebelum sakit dan selama sakit, ibu pasien
mengatakan pasien tidak mempunyai gangguan terhadap indra penciuman,
perabaan, penglihatan maupun pendengaran. Pola kognitif perseptual pasien
menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi
pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perabaan, pembau, dan
kompensasinya terhadap tubuh (Muttaqin, 2008). Dari hasil pengkajian
terhadap An.F tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan.
Pola persepsi konsep diri, sebelum sakit An.F mengatakan tentang
gambaran diri merasa sehat, identitas diri mengetahui sebagai seorang anak
tunggal, peran berperan sebagai pelajar sekolah dasar, ideal diri ingin menjadi
anak baik, harga diri tidak rasa minder. Pola persepsi konsep diri
menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan.
Konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan ideal
diri sendiri (Nurlaila,2009). Selama sakit An.F mengatakan tentang gambaran
diri merasa sempurna dengan keadaan yang dialami, identitas diri mengetahui
72
sebagai seorang anak, berperan sebagai pelajar sekolah dasar, ideal diri ingin
menjadi anak baik, harga diri tidak rasa minder. Menurut Tiurlan (2011),
konsep diri anak dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal maupun internal.
Usia anak, temperamen, dukungan keluarga, status kesehatan dan kecerdasan
sangat mempengaruhi pembentukan konsep diri. Anak dengan kemampuan
percaya diri yang tinggi dapat menerima perubahan akibat sakitnya, sehingga
dapat tetap menjalani aktivitas sehari-hari dengan tidak dibawah tekananrasa
malu atau depresi. Dari teori tersebut An.F termasuk dalam kemapuan
percaya diri yang tinggi, sehingga tidak ada perbedaan dari teori.
Pola hubungan peran pasien menggambarkan dan mengetahui
hubungan dan peran klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat
tinggal pasien (Nurlaila, 2009). Ibu pasien mengatakan sebelum sakit An.F
dekat dengan keluarga, selama sakit An.F dekat dengan ibu. Anak sakit berat
merupakan fungsi peran yang harus disadari oleh anak, konsep diri positif
yang diadopsi anak terhadap kondisi fisik dan kesehatannya, akan
meningkatkan respon adaptasi anak dalam menjalani terapi dan mencapai
hasil yang maksimal. Anak perlu menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang
dalam kondisi sakit berat, sehingga anak memiliki kehati-hatian yang tinggi
dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Pemahaman positif tentang kondisi
sakit beratnya dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya pencapaian
kesehatan, sehingga hal tersebut dapat meningkatkan semangat anak dalam
menjalani terapi. Anak menyatakan bahwa mereka bersemangat untuk
menjalani terapi sampai sembuh total (Tiurlan, 2011). Berdasarkan teori
73
pasien telah mengetahui hubungan dan peran anggota keluarga, sehingga
tidak ada kesenjangan dari teori yang ada.
Pola seksualitas, seorang anak perempuan bejenis kelamin perempuan
dan tidak ada kelainan jenis kelamin. Menurut Hoffbrand (2005) manifestasi
lebih jarang adalah kelainan kelanin pada anak dengue haemoragic fever.
Dapat disimpulkan tidak ada kesenjangan denga teori dalam pola seksualitas
An.F.
Pola mekanisme koping pasien, ibu pasien mengatakan apa bila
mendapat masalah kesehatan ataupun yang lainnya selalu dimusyawarahkan
bersama. Mekanisme koping pada setiap anak memiliki kemampuan adaptasi
terhadap setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungannya, namun dalam
kapasitas yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuannya. Mekanisme
koping adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk mengatur emosi,
kognisi, perilaku, fisiologis, dan lingkungan yang dapat menimbulkan stres
(Tiurlan, 2011). Anak mengalami berbagai hal yang tidak menyenangkan dari
prosedur klinik dan hospitalisai, namun anak menyadari bahwa menjalankan
protokol terapi merupakan pilihan yang terbaik untuk mencapai kesembuhan
dari penyakitnya (Tiurlan, 2011). Dari teori tersebut mekanisme koping yang
ada di An.F mengalami kontrol seperti yang ada pada teori, sehingga tidak
terdapat kesenjangan antara teori dan pengkajian pola mekanisme koping
An.F.
Pola nilai dan keyakinan, keluarganya beragama islma dan selalu
berdoa. Menurut Wong, (2009) anak telah mengembangkan kemampuan
74
untuk memahami adanya kekuasaan Tuhan dalam kehidupannya dan
memiliki keyakinan bahwa Tuhan sanggup memberikan jalan keluar terhadap
masalah yang dihadapinya. Perilaku yang baik akan mendapatkan balasan
atau reward baik dari Tuhan maupun manusia demikian juga jika anak
berbuat jahat. Didukung dari teori tersebut, An.F lebih berserah diri kepada
Tuhan dengan cara berdoa dan bersyukur ketika mengalami sesuatu yang
tidak menyenangkan selama menjalani terapi. Sehingga kesimpulan dari
pembahasan tidak ada kesenjangan dengan teori dari kondisi An.F.
Keadaan umum pasien adalah composmentis. Setelah dilakukan
tindakan pemeriksaan tanda-tanda vital didaptkan hasil didapatkan hasil suhu
tubuh 380C, respirasi 24 kali permenit, nadi 82 kali permenit, tekanan darah
90/60 mmHg. Pada pemeriksaan sistematis yang dilakukan pada An.F dari
pemeriksaan head to toe didapatkan hasil sebagai berikut, kepala berbentuk
mesocephal, kontrol kepala normal, rambut berwarna hitam, kondisi kulit
kepala bersih, mulut bersih, membran mukosa kering, simetris tidak ada
sianosis, tidak ada nyeri telan. Mata warna sklera putih (tidak ikterik), warna
kornea hitam, posisi simetris, gerakan mata normal, keadaan kelopak mata
normal (tidak ada mata panda/ warna hitam pada kelopak mata), konjungtiva
tidak anemis, pupil isokor normal mengecil apabila diberi rangsangan cahaya
dan yang dimaksud mengalami gangguan penglihatan adalah terjadinya
penglihatan ganda atau kesulitan dalam melihat(Price and Wilson, 2006).
Pemeriksaan integumen pada An.F terdapat bintik pada tangan, turgor
kulit tidak elastis. Dalam hal ini menunjukan bahwa An.F demam pada grade
75
II. Menurut nursalam (2005) pada demam Grade II ditandai dengan kesadaran
komposmentis, lemas, dan perdarahan spontan atau bintik merah
(purpura/petekie). Berdasarkan teori tidak ada kesenjangan dengan teori
tersebut.
Pemeriksaan fisik paru, inspeksi paru-paru simetris antara kanan kiri
sama palpasi vocal premitus sama antara kanan kiri perkusi sonor auskultasi
vesikuler tidak ada suara tambahan. Pemeriksaan inspeksi jantung ictus cordis
tidak tampak palpasi ictus cordis teraba di SIC V perkusi pekak auskultasi
bunyi jantung satu dan bunyi jantung dua sama suara lub ,dup, lup, dup.
Dalam pemeriksaan dada, dilakukan dengan metode dan langkah inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi (Nursalam, 2005). Berdasarakan teori
tersebut, pemeriksaan telah dilakukan sesuai dengan teori, sehingga tidak ada
kesenjangan antara pemeriksaan langsung pada pasien dengan
teori.Pemeriksaan abdomen inspeksi datar dan tidak ada bekas luka auskultasi
bising usus 18 kali permenit, pada pemeriksaan palpasi abdomen tidak ada
nyeri tekan dan tidak ada benjolan, dan pada pemeriksaan perkusi terdengar
thympani.Menurut nursalam (2005) pemeriksaan abdomen terdapat nyeri
tekan, pembesaran hati (hepatomegali), asites. Berdasarkan pemeriksaan pada
An.F tidak ada nyeri tekan.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 4 januari 2016
didapatkan hasil: hematologi rutin, hemoglobin 12.6 dengan satuan g/dl,
normalnya 12.00-16.00. Hematokrit 37.5 dengan satuan %, normalnya 32.00-
44.00. Leukosit 2.70 dengan satuan 10ʌ3/ul, normalnya 5-10. Trombosit 41
76
dengan satuan 10ʌ3/ul, normalnya 150-300. Eritrosit 4.86 dengan satuan
10ʌ6/ul, normalnya 4.00-5.00. MPV 9.6 dengan satuan FL, normalnya 6.5-
12.00. PDW 17.0 normalnya 9.0-17.0. INDEX, MCV 77.2 dengan satuan
FL, normalnya 82.0-92.0. MCH 25.9 dengan satuan pg, normalnya 27.0-31.0.
MCHC 33.6 dengan satuan g/dl, normalnya 32.0-37.0. HITUNG JENIS, gran
% 59.8 dengan satuan %, normalnya 50.0-70.0. Limfosit % 31.4 dengan
satuan %, normalnya 25.0-40.0. Monosit % 7.5 dengan satuan %, normalnya
3.0-9.0. Eosinofil % 1.2 dengan satuan %, normalnya 0.5-5.0. Basofil % 0.1
dengan satuan %, normalnya 0.0-1.0. IMUNO-SEROLOGI, widal,
salmonella typhi O negatif, salmonella typhi H negatif, salmonella paratyphi
AO negatif, salmonella paratyphi AH negatif, salmonella paratyphi BO
negatif, salmonella paratyphi HB negatif, salmonella paratyphi CO +1/80.
Sebagai data yang menunjang resiko perdarahan, diperlukan pemeriksaan
laboratorium ini meliputi nilai trombosit, hemoglobin, hematokrit, leukosit.
Pada pasien dengan demam berdarah yang terutama dilihat dari hasil
laboratorium yaitu nilai trombosit, nilai trombosit yaitu 150-300 3/µl,
hemoglobin nilai normal 12.00-16.00 g/dl, hematokrit nilai normal 32.00-
44.00 %, leukosit nilai normal 5-1010ʌ3/ul, trombosit berperan penting dalam
hemopoesis, penghentian perdarahan dari cedera pembuluh darah
(Hoffbrand, 2007).
Terapi medis yang diberikan kepada An.F selama dirawat di Rumah
Sakit Umum Daerah Karanganyar. Jenis terapi cairan infus RL denga dosis
16 tetes permenit, golongan larutan eletrolit, fungsi dan farmakodinamik
77
sebagai cairan untuk mengembalikan keseimbangan cairan. cefotaxim dengan
dosis 200mg/12 jam termasuk golongan obat antipakteri, fungsi dan
farmakodinamik untuk saluran nafas bawah saluran kemih kulit dan tulang
(ISO, 2012), paracetamol dengan dosis 3x11/2 cth termasuk golongan obat
analgesik non narkotik, fungsi dan farmakodinamik untuk menurunkan panas,
infus RL dengan dosis 16 tpm (makro) termasuk golongan cairan elektrolit
dan berfungsi untuk resusitasi cairan dan mengembalikan keseimbangan
cairan, cholescor 400 mg berfungsi untuk mengurangi kadar lemak dalam
darah. Pengobatan gejala yang menyertai dengue haemorhagic fever, jika
demam maka diberikan paracetamol (Prihaningtyas, 2014), dan berikan jus
jambu merah (Huda, 2010). Berdasarkan teori tersebut, terapi yang diberikan
sesuai dengan teori yang ada, sehingga tidak ada kesenjangan denga teori.
B. Perumusan Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan teori yang didapatkan penulis, masalah keperawatan
yang lazim muncul pada penyakit dengue haemorhagic fever adalah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, hipertermia, resiko
perdarahan, ketidakefektifan pola nafas, nyeri akut, kekurangan volume
cairan ( Nurarif dan Hardhi, 2013). Dari pengkajian yang dilakukan penulis
didapatkan tiga masalah keperawatan yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh, hipertermia, resiko perdarahan.Berdasarkan teori yang
tidak muncul adalah ketidakefektifan pola nafas, nyeri akut, kekurangan
volume cairan. Penulis tidak memasukkan dalam asuhan keperawatan An.F
78
karena dalam pengkajian tidak didapatkan tanda dan gejala dari
ketidakefektifan pola nafas, kekurangan volume cairan tidak ditemukan pada
An.F. Sedangkan diagnosa nyeri akut tidak ditemukan juga pada An.F.
Diagnosa keperawatan utama yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat
akibat mual dan nafsu makan yang menurun, data yang menunjang pada
diagnosa keperawatan tersebut adalah dat subyektif ibu pasien mengatakan
anaknya susah makan, makan bubur sehari tiga kali dengan porsi dua sampai
tiga sendok. Data obyektif pasien tampak lemas, pengkajian antropometri
selama sakit berat badan 16 kg, biocemical hemoglobin 12.6 g/dl, hematokrit
37.5 %, leukosit 2.70 10ʌ3/ul, trombosit 41 10
ʌ3/ul, clinical lemas, mukosa
bibir kering, turgor kulit tidak elastis, diit bubur habis dua sampai tiga
sendok. Dari hasil pengkajian tersebut sesuai dengan teori dan batasan
karakteristik ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
penurunan berat badan, penurunan asupan makanan, membran mukosa kering
(Nurarif dan Hardhi, 2013). Dari hasil pengkajian dan batasan karakteristik
terdapat kesamaan, dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara
teori dan kenyataan yang terjadi pada An.F.
Penulis juga merumuskan diagnosa keperawatan yang kedua yaitu
hipertermia berhubungan dengan proses penyakit, data yang menunjang pada
diagnosa keperawatan tersebut adalah data subyektif ibu pasien mengatakan
anaknya panas sudah empat hari. Data obyektif kulit teraba panas, suhu tubuh
380C, panas hari ke empat. Dari hasil pengkajian tersebut sesuai dengan teori
79
dan batasan karakteristik hipertermia yaitu kulit teraba panas, peningkatan
suhu tubuh diatas rentang normal (36,50C-37,5
0C) (Nurarif dan Hardhi,
2013). Berdasarkan hasil pengkajian dan batasan karakteristik terdapat
kesamaan, dapat disimpulkan tidak ada kesenjangan antar teori dan kenyataan
yang terjadi pada An.F.
Penulis juga merumuskan diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu
resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor pembekuan
darah (trombositopeni), data yang menunjang pada diagnosa keperawatan
tersebut adalah data subyektif ibu pasien mengatakan An.F tangannya ada
bintik merah. Data obyektif pasien tampak lemas, tampak bintik merah pada
tangan, hasil pemeriksaan laboratorium hemoglobin 12.6 g/dl, hematokritt
37.5 %, leukosit 2.70 10ʌ3/ul, trombosit 41 10
ʌ3/ul, tekanan darah
90/60mmHg, nadi 84 kali permenit, respirasi 24 kali permenit. Hasil
pengkajian pada An.F tersebut sesuai dengan teori dan batasan karakteristik
resiko perdarahan yaitu trombositopenia, gangguan gastrointestinal (Nurarif
dan Hardhi, 2013). Berdasarkan hasil pengkajian dan batasan karakteristik
terdapat kesamaan, dapat disimpulkan tidak ada kesenjangan antara teori dan
kenyataan yang ada pada An.F.
Untuk diagnosa kekurangan volume cairan tidak ditemui pada pasien
An.F. Tanda awal dari dengue haemorhagic fever ditandai oleh demam
mendadak tanpa sebab yang jelas disertai gejala lain seperti lemah, nafsu
makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan, punggung, sendi,
kepala, dan perut (Ngastiyah, 2005).
80
Untuk diagnosa ketidakefektifan pola nafas tidak muncul pada An.F
karena tidak ditemui tanda-tandanya ketidakefektifan pola nafas seperti :
perubahan kedalaman penafasan, bradipneu, pernafasan cuping hidung,
takipneu, penggunaan otot bantu untuk nafas (Nurarif dan Hardhi, 2013).
Pada dengue haemorhagic fever terjadi pembesaran plasma dan penumpukan
cairan dirongga tubuh (Sudoyo dkk, 2006).
Untuk diagnosa nyeri akut tidak ditemui pada pasien An.F karena
tidak ditemui tanda-tandanya. Tanda awal dari penyakit dengue haemorhagic
fever nyeri pada anggota badan, punggung, sendi, kepala, dan perut
(Ngastiyah, 2005). Dan pada pasien An.F tidak merasakan nyeri pada anggota
tubuhnya.
Dalam memprioritaskan diagnosa keperawatan pada An.F penulis
menggunkan prioritas kebutuhan dasar Hirarki Maslow, diagnosa yang utama
adalah ketidakefektifan pola nafas, kekurangan volume cairan,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, hipertermia, nyeri
akut, resiko perdarahan.
C. Intervensi
Prioritas diagnosa pertama yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat
akibat mual dan nafsu makan yang menurun, perawat melakukan rencana
keperawatan, setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 4x24 jam
diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil nafsu makan
81
bertambah, tidak ada tanda-tanda malnutrisi (peningkatan berat badan,
mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis). Intervensi monitor tanda-tanda
vital, observasi pemberian makanan, timbang berat badan perhari, anjurkan
pasien makan sedikit tapi sering, kolaborasi dengan ahli gizi (Nurarif dan
Hardhi, 2013).
Diagnosa kedua yaitu hipertermia berhubungan dengan proses
penyakit, perawat melakukan rencana keperawatan, setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 4x24 jam diharapkan hipertermi dapat teratasi
dengan kriteria hasil suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C-37,5
OC),
perabaan kulit hangat. Intervensi yang pertama monitor suhu tubuh minimal
tiap 2 jam, monitor tanda-tanda vital, kompres pasien pada lipat paha dan
aksila, berikan pengobatan untuk mengatasi demam(Nurarif dan Hardhi,
2013).
Untuk diagnosa ketiga resiko perdarahan berhubungan dengan faktor-
faktor pembekuan darah (trombositopeni), perawat melakukan rencana
keperawatan, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam
diharapkan resiko perdarahan teratasi dengan kriteria hasil tekanan darah
dalam batas normal (100/70mmHg), hasil laboratorium dalam batas normal
hemoglobin 12.00-16.00 g/dl, hematokrit 32.00-44.00 %, leukosit 5-
1010ʌ3/ul, trombosit 150-300 10
ʌ3/ul. Intervensi yang pertama dilakukan
monitor tanda-tanda vital, observasi tanda-tanda perdarahan, catat nilai
hemoglobin hematokrit leukosit dan trombosit, anjurkan keluarga pasien
untuk meningkatkan intake makanan yang mengandung vitamin, kolaborasi
82
dengan dokter (Nurarif dan Hardhi, 2013), berikan jus jambu merah pagi dan
sore (Huda,2010).
D. Implementasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis untuk mengatasi
diagnosa pertama yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan
nafsu makan yang menurun dilakukan selama empat hari. Penulis sudah
melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi keperawatan yaitu
memonitor tanda-tanda vital, mengobservasi pemberian makan, menimbang
berat badan, berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi, mengajarkan
kepada keluarga untuk makan sedikit tapi sering, , berkolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Sedang diagnosa keperawatan yang kedua yaitu hipertermia
berhubungan dengan proses penyakit. Implementasi yang dilakukan penulis
untuk mengatasi hipertermia yang dilakukan selama empat hari. Penulis
melakukan Monitor suhu minimal tiap 2 jam, memonitor warna dan suhu
kulit, memberikan pengobatan untuk mengatasi demam yaitu paracetamol
3x11/2 cth (ISO, 2012), memberikan kompres hangat pada bagian axsila.
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis untuk mengatasi
diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu Resiko perdarahan berhubungan
dengan faktor-faktor pembekuan darah (trombositopeni) dilakukan selama
empat hari. Penulis sudah melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan
83
intervensi keperawatan yaitu memonitor tanda-tanda vital, mengobservasi
tanda-tanda perdarahan, mencatat nilai hemoglobin hematokrit leukosit dan
trombosit, menganjurkan keluarga pasien untuk meningkatkan intake
makanan yang mengandung vitamin, berkolaborasi dengan dokter,
memberikan jus jambu merah pagi dan sore (Huda,2010).
Untuk peningkatan trombosit darah dengan memberi asupan minuman
bernutrisi atau makanan yang kaya nutrisi. Dengan minum jus jambu biji
tetapi jambu biji yang berwarna merah buah yang satu ini sudah dikenal
masyarakat mampu meningkatkan jumlah trombosit. Mekanisme kerja jambu
biji dalam peningkatan jumlah trombosit, tanin dan flavonoid yang
dinyatakan sebagai quersetin dalam ekstrak jambu biji dapat menghambat
aktivitas enzim reverse transkriptase, yang berarti khasiat untuk mengatasi
penyakit demam dengan menghambat pertumbuhan virus berinti RNA. Bahan
itu juga disebutkan mampu meningkatkan jumlah trombosit hingga 100 ribu
milimeter per kubik tanpa efek dalam meningkatkan trombosit pada penderita
demam berdarah (Huda, 2010).
Buah jambu (Psidiumguajava L.) kaya dengan vitamin C, β karoten,
vitamin B1, B2dan B6. Buah jambu merah mengandung vitamin C dalam
jumlah besar. Dilaporkan 100 g buah jambu merah mengandung 100 mg
vitamin C (Puspaningtyas, 2012). Jadi khasiat jambu biji karena jambunya,
melainkan cairan jus yang masuk ke tubuh pasien dalam jumlah banyak.
Cairan jika diminum sampai 2 atau 3 gelas sehari, amat dibutuhkan pasien
yang kehilangan banyak plasma darah akibat penurunan trombosit. Trombosit
84
(keping-keping darah) adalah fragmen sitoplasmik tanpa inti berdiameter 2-4
mm yang berasal dari megakariosit, nilai normal trombosit yaitu 150-300
u/µl, dan trombosit berperan penting dalam hemopoesis, penghentian
perdarahan dari cedera pembuluh darah (Hoffbrand, 2007).
Pemberian jus jambu biji sangat bermanfaat dalam hal vitamin C dan
cairan yang dapat membantu proses penyembuhan (Guyton dan Hall, 2006).
Cara yang mudah untuk mengkonsumsi buah ini adalah dengan membuatnya
jus sehingga mudah dicerna dengan cara diminum (Huda, 2010).
Buah jambu merah bermanfaat untuk memperbaiki kapiler supaya
tidak terjadi kebocoran. Oleh karena itu pencegahan pecahnya kapiler dapat
dilakukan dengan minum jus jambu biji secara rutin jika sudah muncul
kecurigaan, bahwa demam berdarah sedang beraksi di dalam tubuh. Likopen
dalam jambu biji lokal merah mempunyai banyak manfaat karena bersifat
antioksidan. Buah jambu biji yang dapat memperlambat penggandaan
(replika) human immunodeficiency virus (HIV) penyebab penyakit AIDS. Zat
ini bekerja dengan cara menghambat pengeluaran enzim reserved
transriptase yang dapat mengubah RNA virus menjadi DNA di dalam tubuh
manusia. Buah jambu merah bermanfaat untuk memperbaiki kapiler supaya
tidak terjadi kebocoran. Oleh karena itu pencegahan pecahnya kapiler dapat
dilakukan dengan minum jus jambu biji secara rutin jika sudah muncul
kecurigaan, bahwa demam berdarah sedang beraksi di dalam tubuh. Likopen
dalam jambu biji lokal merah mempunyai banyak manfaat karena bersifat
antioksidan (Huda, 2010).
85
Trombosit adalah merupakan bagian darah yang berperan dalam
proses pembekuan darah, bentuk trombosit tidak beraturan, tidak memiliki
inti sel, serta berukuran kecil. Fungsi trombosit yaitu membekukan darah
sehingga tidak banyak darah yang terbuang percuma saat terjadi perdarahan.
Trombosit juga berfungsi untuk mendorong respon daya tahan tahan tubuh.
Dengan kata lain, trombosit juga berfungsi untuk memperkuat daya tahan
tubuh (Fauzan, 2013).
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan pada An.F yang dirawat di ruang Melati Rumah
Sakit Umum Daerah Karanganyar yang dilakukan selama 4 hari untuk
diagnosa pertama ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu
makan yang menurun yaitu subyektif ibu pasien mengatakan An.F makan satu
porsi bubur habis. Data obyektif antropometri berat badan 16, biocemical
hasil laboratorium hemoglobin 12.6 g/dl hematokrit 34.5 % leukosit 5.70
10ʌ3/ul, clinical mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis, diit bubur habis
satu porsi. Analisis masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh teratasi. Planning hentikan intervensi. Hal ini menyatakan
masalah ketidakseimbangan nutrisi sudah teratasi, nafsu makan bertambah,
tidak ada tanda-tanda malnutrisi (peningkatan berat badan, mukosa bibir
lembab, turgor kulit elastis) (Nurarif dan Hardhi, 2013).
86
Catatan perkembangan pada An.F yang dirawat di ruang Melati rumah
sakit umum daerah karanganyar yang dilakukan selama 4 hari untuk diagnosa
hipertermia berhubungan dengan proses penyakit didapatkan hasil evaluasi
data subyektif ibu pasien mengatakan An.F sudah tidak panas. Data obyektif
suhu tubuh 37,20C. Analisis masalah hiperterima teratasi. Planning hentikan
intervensi. Dengan kriteria hasil suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C-
37,5OC), perabaan kulit hangat (Nurarif dan Hardhi, 2013). Hal ini
menyatakan masalah hipertermia sudah teratasi dan hentikan intervensi.
Catatan perkembangan pada An.F yang dirawat di ruang Melati
Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar yang dilakukan selama 4 hari untuk
diagnosa resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor
pembekuan darah (trombositopeni). Didapatkan hasil evaluasi data subyektif
ibu pasien mengatakan bintik ditangan tidak ada. Data obyektif hasil
laboratorium hemoglobin 12.6 g/dl hematokrit 34.5 % leukosit 5.70 10ʌ3/ul
trombosit 150 10ʌ3/ul. Analisis masalah resiko perdarahan teratasi. Planning
hentikan intervensi. Nilai normal trombosit pada anak yaitu, nilai trombosit
yaitu 150-300/µl. Trombosit berperan penting dalam hemopoesis,
penghentian perdarahan dari cedera pembuluh darah (Hoffbrand, 2007). Hal
ini menyatakan masalah resiko perdarahan sudah teratasi dan hentikan
intervensi.
87
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis menerapkan pemberian jus jambu merah terhadap
peningkatan trombositterhadap nilai trombosit yang turun pada asuhan
keperawatan An.F dengan dengue haemoragic feverdiruang rawat inap anak
Melati Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
1. Pada pengkajian An.F dengan Dengue Haemoragic Fever didapatkan
data subyektif dan obyektif, terdapat keluhan utama panas selama 4 hari
dan susah makan. Data obyektif suhu 380C, mukosa bibir kering, tidak
nafsu makan merupakan tanda dan gejala dari penyakit dengue
haemoragic fever.
2. Prioritas diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan kebutuhan
dasar Maslow pada pasien adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat
akibat mual dan nafsu makan yang menurun, hipertermia berhubungan
dengan penyakit, resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan
faktor-faktor pembekuan darah (trombositopeni).
3. Intervensi keperawatan untuk diagnosa yang pertama ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi
yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun
observasi pemberian makanan, timbang berat badan perhari, anjurkan
88
pasien makan sedikit tapi sering. Diagnosa yang kedua hipertermia
berhubungan dengan proses penyakit, intervensi monitor suhu tubuh
minimal tiap 2 jam, kompres pasien pada lipat paha dan aksila. Diagnosa
yang ketiga Pada diagnosa ketiga yaitu resiko perdarahan, intervensi
berikan jus jambu merah pagi dan sore.
4. Implementasi yang diberikan penulis sesuai dengan intervensi yang
sudah dibuat penulis. pemberian jus jambu merah merupakan salah satu
tindakan untuk membantu meningkatkan trombosit pada An.F. pada
diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu, resiko perdarahan berhubungan
dengan penurunan faktor-faktor pembekuan darah (trombositopeni).
5. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama empat hari, evaluasi
masalah pada ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan
nafsu makan yang menurun sudah teratasi. Dengan intervensi
dipertahankan anjurkan keluarga pasien untuk memberikan makan sedikit
tapi sering. Diagnosa keperawatan kedua yaitu hipertermia berhubungan
dengan proses penyakit, sudah teratasi. Diagnosa keperawatan ketiga
yaitu resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor
pembekuan darah (trombositopeni), masalah teratasi dan pertahankan
intervensi pemberian jus jambu merah.
6. Analisa hasil implementasi aplikasi jurnal penelitian yang telah
dilakukan oleh Huda (2010). Pemberian jus jambu merah untuk
peningkatan trombosit yang diberikan selama tiga hari, setiap pagi dan
89
sore. Hasil analisa dari implementasi berupa hasil dari laboratorium yang
diambil tiga hari setelah diberikan tindakan aplikasi jurnal.
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan
dengue haemoragic fever, penulis memberikan usulan dan masukan positif
pada bidang kesehatan antara lain :
1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit)
Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun
dengan klien, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan yang optimal pada umumnya dan khususnya bagi klien yang
mengalami dengue haemoragic fever.
2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat
Diharapkan perawat memiliki tanggung jawab dan ketrampilan yang baik
dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan yang lain dalam
memberikan asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengue
haemoragic fever, keluarga, perawat dan tim kesehatan lain mampu
membantu dalam kesembuhan pasien serta memenuhi kebutuhan
dasarnya.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan selalu meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih
berkualitas sehingga dapat menghasilkan perawat yang profesional,
90
terampil, inovatif dan bermutu dalam memberikan asuhan keperawatan
secara komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.
Alimul, A.H. 2010. Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif.
Surabaya: Health Books publising.
A. V. Hoffbrand, J. E. Petit, P.A.H. Moss. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Edisi
4. Jakarta. EGC.
Ainul, R. K. 2010. Sayur Buah Sehat Mengenal Kandungan`DanKhasiat Untuk
Menjaga Kesehatan Tubuh. Yogyakarta: Pionor Media.
Christanto, Liwang fans, Hanifa Sonia Pradipta, E adip. 2014. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi 4. Media Aedculapius. Jakarta.
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.
Garna, H. 2012. Devisi Penyakit dan Penyakit Tropis. Bandung: Universitas
Padjajaran.
Guyton AC, Hall JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta.
EGC.
Hidayat, A Aziz Alimun. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk
Pendidikan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.
Nelson. 2012. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta: EGC.
Ngastiyah. 2005. Keperawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Nasirudin, M. 2005. Pengaruh Pemberian Ekstrak Jus Jambu Biji Terhadap
Peningkatan Jumlah Trombosit Kasus Demam Berdarah Dengue Pada Anak.
Universitas Airlangga.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta: EGC.
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk bidan dan perawat).
Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika.
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan penyakit dalam. Nuha Medika. Yogyakarta.
Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Konsep, Proses dan
Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC
Price, S. A. dan Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi. Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Volume 1. Jakarta. EGC.
Setiadi. 2007. Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Sudoyo, Aru, W. 2006. Buku Ajaran Penyakit dalam. Edisi 4. Jilid 3. Jakarta :
FKUI.
Wilkinson, J.M., dan Ahern N.R. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Diagnosa NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Edisi 9. Jakarta :
EGC.
Wong, Donna L, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Volume 2. Jakarta
: EGC.
World Health Organization. 2014. Tropical Disease. Dengue and Severe Dengue :
Global Burden of Dengue. Geneva.