karya ilmiah keripik kelapa perbaikan
TRANSCRIPT
PENINGKATAN MUTU KERIPIK KELAPA (DRIED BUKO CHIPS) DENGAN VARIASI PENAMBAHAN VITAMIN E DAN LAMA PERENDAMAN
Judith Henny Mandei
ABSTRAK
Penelitian peningkatan mutu keripik kelapa dengan variasi penambahan vitamin E dan lama perendaman telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan masa simpan dari keripik kelapa.
Penelitian ini menggunakan metode percobaan yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan perlakuan; faktor A = Penambahan vitamin E , yaitu A1 = 0,01 persen, dan A2 = 0,02 persen, serta B = Lama perendaman, yaitu B1 = 1 jam dan B2 = 2 jam.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan penambahan vitamin E dan lama perendaman memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap mutu kimia dan sifat-sifat sensoris dari keripik kelapa. Sedangkan perlakuan tunggal penambahan vitamin E hanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna dari keripik kelapa.
Sampai dengan penyimpanan dua bulan keripik kelapa belum mengalami kerusakan ditandai dengan kandungan total bakterinya yang relatif tidak ada, dan keripik kelapa secara organoleptik masih disukai oleh panelis.
Kata kunci : Keripik kelapa, vitamin E.
PENDAHULUAN
Bagian dari buah kelapa yang paling dominan dimanfaatkan yaitu daging buah, dan
umumnya daging buah kelapa diolah menjadi kopra, santan, minyak goreng, kelapa parut,
Virgin Coconut Oil (VCO), dan sebagainya. Salah satu produk hasil olahan daging buah
kelapa yang dapat dikembangkan ialah keripik kelapa (dried buko chips).
Keripik kelapa ialah produk yang dibuat dari daging buah kelapa yang dikeringkan,
berwarna putih, renyah, dan manis serta mempunyai bau khas kelapa. Pada umumnya
produk ini dibuat dari buah kelapa muda yang berumur 7 – 8 bulan, dikonsumsi sebagai
makanan ringan, atau makanan yang dikeringkan setelah dicelup dalam larutan sirup encer
yang panas dan dikonsumsi dalam keadaan segar, sebagai pengisi pastry dan sebagai salah
satu bahan campuran buah-buahan tropis serta makanan olahan lainnya. Keripik kelapa
(dried buko chips) yang bermutu baik adalah yang berwarna putih, renyah dan manis dengan
bau khas kelapa. Menurut Sanchez dkk (1996), komposisi dried buko chips meliputi kadar
air 4,7%, protein 3,6%, lemak 17,7%, dan karbohidrat 61,6% untuk jenis sweetened.
Sedangkan untuk jenis unsweetened meliputi kadar air 2,3%, protein 7,7%, lemak 51,4%,
dan karbohidrat 13,6%. Pada tahun 1993/1994 Baristand Industri Manado telah melakukan
penelitian teknologi pembuatan dried buko chips. Dalam penelitian tersebut perlakuan yang
diberikan adalah umur kelapa, konsentrasi gula serta lama penyimpanan dengan hasil
perlakuan terbaik yaitu umur kelapa 10 bulan, konsentrasi gula 25% dan penyimpanan 1
bulan. Pada kondisi penyimpanan lebih dari 1 bulan produk sudah mengalami perubahan
terutama dari tingkat penerimaan terhadap bau dan rasa, yang diakibatkan oleh terjadinya
oksidasi lemak dan mengakibatkan penyimpangan bau atau bau tengik. Proses oksidasi
lemak dipandang sangat mempengaruhi mutu produk-produk makanan yang banyak
dikonsumsi terutama yang mengalami penyimpanan pada waktu yang relatif lama.
Terjadinya oksidasi pada komponen bahan makanan diketahui telah berakibat pada
munculnya aroma tidak sedap dan bisa menyebabkan kerusakan mutu pada makanan segar
maupun makanan olahan serta dapat menghasilkan senyawa-senyawa toksik (Min dan Boff,
dalam Muis, 2007). Salah satu cara efektif untuk menghambat berlangsungnya oksidasi
lemak adalah penggunaan antioksidan. Antioksidan adalah senyawa yang dapat digunakan
untuk melindungi bahan pangan melalui perlambatan kerusakan, ketengikan atau perubahan
warna yang disebabkan oleh oksidasi. Antioksidan berperan menghambat oksidasi melalui
beberapa mekanisme antara lain mengendalikan substrat/oksigen dan lipida, mengendalikan
peroksida (senyawa oksigen yang reaktif dan logam katalis), dan pengendalian radikal bebas.
Antioksidan paling efektif menjalankan fungsinya melalui pemutusan reaksi berantai dari
radikal bebas pada oksidasi lemak. Antioksidan dalam bahan makanan berlemak berperan
sebagai inhibitor atau pemecah peroksida (Freidon et al, 2003).
Vitamin E merupakan antioksidan yang larut dalam lemak. Ada dua bentuk vitamin
E yaitu tokoferol dan tokotrienol (www.nutrition-health.info/vitaminE). Tokoferol dan
tokotrienol merupakan komponen minor yang terdapat pada hampir semua minyak nabati.
Tokoferol dan tokotrienol dapat berfungsi sebagai antioksidan dalam menghambat proses
ketengikan dan sebagai sumber nutrisi esensial dalam bentuk vitamin E. Semua bentuk
tokoferol dan tokotrienol memiliki aktivitas vitamin E (Muis, 2007). Menurut Sanchez dkk
(1996), pada pembuatan dried buko chips perlu ditambahkan antiokidan (vitamin E)
sebanyak 0,01 – 0,02%. Berdasarkan pengalaman penelitian yang telah dilakukan, maka
upaya untuk pengembangan teknologi proses pembuatan keripik kelapaperlu dilakukan, yaitu
dengan penambahan vitamin E untuk menghambat terjadinya oksidasi lemak. Penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan mutu, dan memperpanjang masa simpan keripik kelapa.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kelapa berumur 8 – 9
bulan, natrium metabisulfit, gula pasir, vitamin E, kantong plastik, dan bahan-bahan untuk
pengujian laboratorium .
Alat-alat yang digunakan adalah oven, pisau, loyang, ember, panci, kompor, slicer,
peralatan untuk pengujian laboratorium.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode percobaan yang disusun dalam Rancangan Acak
Lengkap (RAL) faktorial dengan perlakuan; faktor A = Penambahan vitamin E , yaitu A1 =
0,01%, dan A2 = 0,02%, serta B = Lama perendaman, yaitu B1 = 1 jam dan B2 = 2 jam.
Kombinasi perlakuan diulang sebanyak 2 (dua) kali, kemudian dilakukan Pengamatan
(analisis mutu dan organoleptik) pada penyimpanan 0, 1, dan 2 bulan.
Prosedur Pembuatan Keripik Kelapa
1. Pemilihan buah kelapa berumur 8 – 9 bulan.
2. Pengeluaran tempurung
Tempurung kelapa dikeluarkan dengan parang, sedangkan daging kelapa masih dalam
keadaan utuh.
3. Pengeluaran kulit ari (paring)
Bagian kelapa yang berwarna coklat dikeluarkan dengan hati-hati setipis mungkin
sehingga diperoleh daging kelapa berwarna putih.
4. Pencucian dan pemotongan daging buah kelapa
Daging buah kelapa dicuci dengan air bersih untuk mengeluarkan kotoran-kotoran yang
terdapat pada permukaan . Setelah itu buah kelapa dibelah dua dan dipotong tipis-tipis.
5. Perendaman
Buah kelapa yang sudah dipotong-potong, direndam dalam larutan Na-metabisulfit 500
ppm selama 15 menit, kemudian ditiriskan. Daging kelapa dicuci kembali dengan air
untuk menghilangkan sisa sulfit dan tiriskan.
Masukkan daging buah kelapa ke dalam larutan gula 25% yang sudah ditambahkan
vitamin E sesuai perlakuan (0,01 dan 0,02 persen), kemudian panaskan hingga
mendidih , dan direndam selama 1 jam, dan 2 jam, sesuai perlakuan.
Tiriskan dan keringkan dalam oven pada suhu 70°C selama 10 – 16 jam.
Dinginkan, dan dikemas dengan kantong plastik.
Variabel Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap kadar air ( metode oven) , kadar gula (Luff Scohrl),
protein (Makro Kjeldahl), lemak (ekstraksi dengan heksana), FFA (metode titrasi dengan
NaOH), mikrobiologi (total bakteri menggunakan media PCA), dan organoleptik (metode
Hedonic Scale Test), dengan skala penilaian: 1(sangat tidak suka); 2(tidak suka); 3(cukup
suka); 4(suka); 5(sangat suka).
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis varians dilanjutkan dengan uji beda
rata-rata menggunakan uji BNT.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kimia dan Mikrobiologi
Kadar Air
Gambar 1. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Lama Perendaman dalam Larutan Gula dan Vitamin E terhadap Kadar Air Keripik Kelapa pada Beberapa Periode Penyimpanan.
Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa kadar air keripik kelapa yang dihasilkan pada
penyimpanan 0 bulan bervariasi antara 2.45 – 2.64%. Setelah dianalisis sidik ragam ternyata
perlakuan penambahan vitamin E (A) dan lama perendaman (B) serta interaksi keduanya
tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air keripik kelapa. Tidak adanya
pengaruh terhadap kadar air dari keripik kelapa disebabkan vitamin E maupun lama
perendaman bukan merupakan faktor yang sangat menentukan tinggi rendahnya kadar air.
Hal ini mengingat waktu dan suhu pengeringan yang digunakan untuk pengeringan relatif
sama, sehingga uap air yang keluar dari bahan pada saat pengeringan relatif juga hampir
sama.
Data hasil analisis kadar air selama penyimpanan bervariasi antara 1,775 – 2,82%.
Dibandingkan dengan kadar air berdasarkan komposisi dried buko chips menurut Sanchez et
al (1996) yaitu sebesar 4,7% (sweetened), dan 2,3% (unsweetened), maka kadar air keripik
kelapa yang dihasilkan sampai dengan penyimpanan dua bulan masih lebih rendah, yang
mengindikasikan bahwa keripik kelapa yang dihasilkan lebih tahan terhadap pertumbuhan
mikroba.
Kadar Lemak
Gambar 2. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Lama Perendaman dalam Larutan Gula dan Vitamin E terhadap Kadar Lemak Keripik Kelapa pada Beberapa Periode Penyimpanan.
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa kadar lemak dari keripik kelapa pada
penyimpanan 0 bulan berkisar antara 34,7 – 37,01%. Hasil analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa baik perlakuan penambahan vitamin E (A), perlakuan lama perendaman
(B), dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak dari keripik
kelapa. Hal ini disebabkan bahan baku kelapa (umur kelapa) yang digunakan dalam
pembuatan keripik kelapa sama, sedangkan baik vitamin E maupun lama perendaman bukan
sebagai faktor yang sangat menentukan kadar lemak pada keripik kelapa. Menurut Thampan
(1981), kandungan lemak kelapa akan meningkat dengan bertambahnya umur kelapa dan
kandungan lemak pada kelapa yang matang (ripe nut) sebesar 37,9%. Selama penyimpanan
2 (dua) bulan, kadar lemak keripik kelapa belum mengalami perubahan yang cukup berarti
dengan kisaran dari 30,6 – 38,76%.
Kadar Protein
Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa kadar protein dari keripik kelapa pada
penyimpanan 0 bulan berkisar antara 4,8 – 4,9% (Gambar 3). Setelah dianalisis sidik ragam
ternyata baik perlakuan penambahan vitamin E (A), maupun perlakuan lama perendaman
(B), serta interaksi keduanya tidak berpengaruh terhadap kadar protein dari keripik kelapa.
Gambar 3. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Lama Perendaman dalam Larutan Gula dan Vitamin E terhadap Kadar Protein Keripik Kelapa pada Beberapa Periode Penyimpanan.
Hal ini disebabkan perlakuan-perlakuan ini bukan merupakan faktor penentu terjadinya
kerusakan atau denaturasi protein. Menurut Winarno (20040, denaturasi protein dapat terjadi
dengan berbagai cara, yaitu oleh panas, pH, bahan kimia, mekanik dan sebagainya. Pada
pembuatan keripik kelapa suhu pengeringan 70% belum menyebabkan terjadinya kerusakan
protein, sehingga dengan demikian protein yang ada pada keripik kelapa belum mengalami
perubahan. Menurut Thampan (1981), kandungan protein pada kelapa sebesar 4,5%.
Selama penyimpanan 2 (dua) bulan belum terjadi perubahan protein yang cukup
berarti, dimana kandungan protein berkisar antara 4,57 – 5,57%.
Kadar Gula
Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa hasil analisis kimia menunjukkan bahwa kadar
gula dari keripik kelapa pada penyimpanan 0 bulan berkisar antara 21,99- 23,38%. Setelah
dianalisis sidik ragam ternyata bahwa perlakuan penambahan vitamin E (A), perlakuan lama
perendaman (B), maupun interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Salah satu
penyebabnya adalah pada proses pembuatan keripik kelapa menggunakan konsentrasi gula
yang sama untuk semua perlakuan yaitu sebesar 25%, sehingga jumlah gula yang diserap
oleh daging buah kelapa relatif hampir sama.
Gambar 4. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Lama Perendaman dalam Larutan Gula dan Vitamin E terhadap Kadar Gula Keripik Kelapa pada Beberapa Periode Penyimpanan.
Selama penyimpanan 2 (dua) bulan belum terlihat perubahan yang berarti terhadap kadar
gula dari keripik kelapa, dimana kadar gulanya berkisar antara 23,38 – 26,78%.
Kadar FFA
Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa kadar gula dari keripik kelapa pada
penyimpanan 0 bulan berkisar antara 0,2 - 0,23% (Gambar 5). Apabila dibandingkan dengan
kadar FFA dari Dehydrated Edible Coconut Meat (DECM) yaitu sebesar 0,34%, (Sanchez et
al, 1996), maka kadar FFA ini masih di bawah batas maksimum, kecuali perlakuan A2B1
(penambahan viamin E 0,02%, penyimpanan 1 bulan). Setelah dianalisis sidik ragam
ternyata baik perlakuan penambahan vitamin E, dan perlakuan lama perendaman serta
interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar FFA dari keripik
kelapa. Hal ini antara lain disebabkan oleh jarak antara jumlah penambahan vitamin E untuk
perlakuan A1 dan A2 yang terlalu kecil, juga waktu perendaman yang terlalu singkat.
Selama penyimpanan 2 (dua) bulan keripik kelapa belum memperlihatkan perubahan
yang berarti dilihat dari kadar FFAnya yang berkisar antara 0,19 – 0,38%. Hal ini berarti
peran vitamin E untuk menghambat proses ketengikan yang terjadi akibat oksidasi lemak
dapat berjalan dengan cukup baik.
Gambar 5. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Lama Perendaman dalam Larutan Gula dan Vitamin E terhadap Kadar FFA Keripik Kelapa pada Beberapa Periode Penyimpanan.
Vitamin EPengujian terhadap kadar vitamin E dari keripik kelapa hanya dilakukan untuk 2
contoh, yaitu perlakuan penambahan vitamin E 0,01%, dan 0,02% dengan lama perendaman
2 jam (A1B2 dan A2B2). Hasil pengujian menunjukkan bahwa kandungan vitamin E dari
keripik kelapa dengan penambahan vitamin E 0,01% adalah sebesar 2,59 mg/100 gr,
sedangkan keripik kelapa yang ditambahkan vitamin E 0,02% mengandung vitamin E sebesar
2,80 mg/100 gr. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan vitamin E mempengaruhi jumlah
vitamin E yang dikandung oleh keripik kelapa walaupun perbedaannya sangat kecil. Hal ini
disebabkan antara lain karena jumlah vitamin E yang ditambahkan relatif sedikit, serta lama
perendaman yang terlalu singkat, sehingga vitamin E yang diserap oleh keripik kelapa juga
sedikit.
Total Bakteri
Dari hasil pengujian mikrobiologi ternyata total bakteri keripik kelapa relatif tidak
ada atau 0 (nol). Bahkan sampai pada penyimpanan 2 (dua) bulan relatif rendah bahkan tidak
ada (Tabel 1). Hal ini disebabkan antara lain karena produk keripik kelapa mempunyai kadar
air yang rendah serta kadar gula yang cukup sehingga pertumbuhan bakteri selama
penyimpanan dapat dicegah.
Tabel 1. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Lama Perendaman dalam Larutan Gula dan Vitamin E terhadap Total Bakteri Keripik Kelapa pada Beberapa Periode Penyimpanan.
Perlakuan Total Bakteri (koloni/100 ml)
A1B1 10
A1B2 0
A2B1 0
A2B2 10
Kontrol 0
Pengujian Organoleptik
Warna
Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa hasil pengujian organoleptik terhadap warna
keripik kelapa pada penyimpanan berkisar antara 3,5 – 3,9 (cukup suka – suka). Hal ini
mengindikasikan bahwa warna keripik kelapa dapat diterima oleh panelis.
Gambar 6. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Lama Perendaman dalam Larutan Gula dan Vitamin E terhadap Warna Keripik Kelapa pada Beberapa Periode Penyimpanan.
Setelah dianalisis sidik ragam ternyata perlakuan penambahan vitamin E (faktor A)
memberikan pengaruh nyata terhadap warna dari keripik kelapa (Fhit>Ftab), sedangkan
perlakuan lama perendaman (faktor B) dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh
yang nyata (Fhit <Ftab). Hasil uji Beda Nyata Terkecil pengaruh penambahan vitamin E
terhadap warna keripik kelapa dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil Pengaruh Penambahan Vitamin E terhadap Warna Keripik Kelapa.
Perlakuan Nilai Rata-rata NotasiA1 3,6 AA2 3,4 B
BNT 5% = 0,226
Menurut Sanchez et al (1996), warna keripik kelapa (dried buko chips) adalah putih. Sampai
penyimpanan 2 (dua) bulan warna keripik kelapa belum mengalami perubahan dan masih
disukai oleh panelis.
Rasa
Hasil penilaian organoleptik terhadap rasa dari keripik kelapa pada penyimpanan 0
bulan berkisar pada nilai 3,3 – 4,0 atau dari cukup suka – suka (Gambar 8). Analisis sidik
ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan vitamin E dan lama perendaman tidak
mempengaruhi rasa keripik kelapa bagi panelis. Hal ini antara lain sejalan dengan kadar FFA
yang cukup rendah sehingga belum terjadi kerusakan lemak (bau tengik), karena hal ini akan
sangat mempengaruhi tingkat kesukaan terhadap rasa. Menurut Winarno (2004), kerusakan
lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan.
Gambar 7. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Lama Perendaman dalam Larutan Gula dan Vitamin E terhadap Rasa Keripik Kelapa pada Beberapa Periode Penyimpanan.
Rasa keripik kelapa selama penyimpanan 2 (dua) bulan belum memperlihatkan
perubahan yang besar, sehingga masih dapat diterima oleh panelis.
Bau
Hasil penilaian organoleptik (Gambar 8) menunjukkan bahwa tingkat kesukaan
panelis terhadap bau dari keripik kelapa pada penyimpanan 0 bulan berkisar antara 3,35 – 3,7
(cukup suka – suka). Hasil analisis sidik ragam ternyata tingkat penilaian panelis terhadap
bau dari keripik kelapa tidak dipengaruhi oleh penambahan vitamin E dan lama perendaman.
Gambar 8. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Lama Perendaman dalam Larutan Gula dan Vitamin E terhadap Bau Keripik Kelapa pada Beberapa Periode Penyimpanan.
Bau keripik kelapa (dried buko chips) adalah bau khas kelapa (Sanchez et al, 1996). Selama
penyimpanan 2 (dua) bulan ada sedikit perubahan tingkat kesukaan panelis terhadap bau dari
keripik kelapa, namun penilaiannya masih berkisar pada tingkat cukup suka.
Tekstur
Hasil penilaian organoleptik tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur dari keripik
kelapa (Gambar 9) mempunyai nilai 3,4 – 4,0 (cukup suka – suka). Keripik kelapa yang
dihasilkan mempunyai tekstur garing agak kenyal. Menurut Sanchez et al (1996), keripik
kelapa (dried buko chips) berwarna putih, mempunyai tekstur chewy, rasa manis dengan bau
khas kelapa. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan vitamin E dan
lama perendaman tidak berpengaruh terhadap tekstur keripik kelapa. Salah satu penyebabnya
adalah kadar air yang relatif sama yang mengindikasikan bahwa belum adanya penyerapan
air yang dapat mempengaruhi tekstur keripik kelapa. Menurut Winarno (2004), tekstur dan
konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut.
Gambar 9. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Lama Perendaman dalam Larutan Gula dan Vitamin E terhadap Tekstur Keripik Kelapa pada Beberapa Periode Penyimpanan.
Selama penyimpanan 2 (dua) bulan belum memperlihatkan perubahan tekstur yang
besar, dan penilaian panelis masih berkisar pada nilai 3,2 – 3,45 (cukup suka).
KESIMPULAN
Sampai dengan penyimpanan dua bulan keripik kelapa belum mengalami kerusakan
ditandai dengan kandungan total bakterinya yang relatif tidak ada, dan keripik kelapa secara
organoleptik masih disukai oleh panelis.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1994. Penerapan Teknologi Pembuatan dried Buko Chips. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Manado. Komunikasi No. 138.
Freidon Shahidi., Cryil Desilva and Ryszard Amarowiz. 2003. Antioxidant Activity of Extract of Defatted Seeds of Niger (Goizotia abyssinica)”. JAOCS. 80. 5. 443-450.
Muis, A. 2007. Aktivitas Antioksidan dan Antifotooksidan dari Virgin Coconut Oil (VCO). Tesis. Universitas Sam Ratulangi Manado.
Sanchez, P., A. S. Herman, B. Enie dan P. K. Thampan. 1996. Coconut Processing Technology Information Documement. Coconut Food Prrocesses. APCC.
Thampan, P. K. 1981. Handbook on Coconut Palm. Publishing Co. New Delhi.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Woodroof, J. G. 1978. Coconut: Production, Processing Product. The AVI Publishing Co. INC. Wesport, Connecticut.
www. Nutrition-health.info/vitaminE