karakterisitk produksi dan potensi … · anak, masa kawin kembali setelah melahirkan, dan selang...

26
KARAKTERISITK PRODUKSI DAN POTENSI PENGEMBANGAN KERBAU RAWA PADA DAERAH BASAH DAN KERING DI KABUPATEN BIMA SEPTIADI YULISMAR DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Upload: dodien

Post on 21-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KARAKTERISITK PRODUKSI DAN POTENSI PENGEMBANGAN KERBAU RAWA PADA DAERAH BASAH DAN

KERING DI KABUPATEN BIMA

SEPTIADI YULISMAR

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Produksi dan Potensi Pengembangan Kerbau Rawa pada Daerah Basah dan Kering di Kabupaten Bima adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Septiadi Yulismar NIM D14080029

ABSTRAK

SEPTIADI YULISMAR. Karakteristik Produksi dan Potensi Pengembangan Kerbau Rawa pada Daerah Basah dan Kering di Kabupaten Bima. Dibimbing oleh RUDY PRIYANTO dan ASNATH MARIA FUAH.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dan potensi produksi ternak kerbau rawa di daerah basah dan daerah kering di Kabupaten Bima. Penelitian ini menggunakan metode survey dan pengamatan langsung ke lokasi penelitian. Data yang terkumpul baik data primer maupun sekunder dianalisa secara deskriptif. Ternak kerbau di Kecamatan Belo digembalakan secara semi intensif, sedangkan kerbau di Kecamatan Wera digembalakan secara ekstensif. Ternak kerbau di dua kecamatan tersebut memiliki rasio kelamin, umur kawin pertama, umur beranak pertama, persentase kelahiran, calf crop, tingkat kematian anak, masa kawin kembali setelah melahirkan, dan selang beranak yaitu 1:3, 3.4 tahun, 4.2 tahun, 91.1%, 76.2%, 12%, 2.4 bulan, 15.9 bulan di Kecamatan Belo dan 1:3, 3.3 tahun, 4.1 tahun, 84.2%, 70.3%, 17.1%, 2.3 bulan, 14.4 bulan di Kecamatan Wera. Ternak kerbau di Kecamatan Belo memiliki BCS 2 (35%), BCS 3 (60%), dan BCS 4 (5%), sedangkan di Kecamatan Wera BCS 2 (45%), BCS 3 (50%) dan BCS 4 (5%). Performans ternak kerbau di Kecamatan Belo lebih baik dibandingkan Wera, namun potensi lahan dan ketersediaan pakan untuk pengembangan kerbau di Wera masih cukup besar dibandingkan dengan Belo. Kata kunci : daerah basah, daerah kering, kerbau rawa, performans.

ABSTRACT

SEPTIADI YULISMAR. Production Characteristics and Potential Development of Swamp Buffalo in Wet and Dry Areas in Bima regency. Supervised by RUDY PRIYANTO and ASNATH MARIA FUAH.

The purpose of this research was to study the characteristics and potential production of swamp buffalo in wet and dry areas of Bima regency. The study used survey and direct observation methods on the targeted areas. The primary and secondary data were collected and analyzed descriptively. The buffaloes in Belo district were semi-intensively reared, whereas those in Wera district were extensively reared. The buffalo in Belo district had sex ratio, age of first mating, age of first parturition, calving rate, calf crop, calf mortality, periode of first mating after calving, and calving interval were 1:3, 3.4 years, 4.2 years, 91.1%, 76.2%, 12%, 2.4 months, 15.9 months respectively. Meanwhile, the reproductive characteristics in Wera district were 1:3, 3.3 years, 4.1 years, 84.2%, 70.3%, 17.1%, 2.3 months 14.4 months respectively. The buffaloes in Belo had BCS 2 (35%), BCS 3 (60%), and BCS 4 (5%), whereas in Wera have BCS 2 (45%), BCS 3 (50%) and BCS 4 (5%). In general, the buffaloes In Belo had better performance compared to that in Wera district. However, the potential land and feed resources for development of buffalo in Wera district still high compared with Belo district.

Key words: dry area, performance, swamp buffalo, wet area.

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Peternakan pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEPTIADI YULISMAR

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

KARAKTERISITK PRODUKSI DAN POTENSI PENGEMBANGAN KERBAU RAWA PADA DAERAH BASAH DAN

KERING DI KABUPATEN BIMA

Judul Skripsi: Karakteristik Produksi dan Potensi Pengembangan Kerbau Rawa pada Daerah Basah dan Kering di Kabupaten Bima

Nama : Septiadi Yulismar NIM : D14080029

Disetujui oleh

Dr Ir Rudy Priyanto Dr Ir Asn<1th Maria Fuah, MS Pembimbing I Pembimbing II

Tanggal Lulus: 2 1 AUG 2013

Judul Skripsi : Karakteristik Produksi dan Potensi Pengembangan Kerbau Rawa pada Daerah Basah dan Kering di Kabupaten Bima

Nama : Septiadi Yulismar NIM : D14080029

Disetujui oleh

Dr Ir Rudy Priyanto Pembimbing I

Dr Ir Asnath Maria Fuah, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bertempat di Kecamatan Belo dan Wera, Kabupaten Bima, NTB, pada bulan Juli sampai Agustus 2012. Penelitian ini berjudul Karakteristik Produksi dan Potensi Pengembangan Kerbau Rawa pada Daerah Basah dan Kering di Kabupaten Bima.

Terima kasih atas bantuan dan dukungan serta motivasi dari Dr Ir Rudy Priyanto, selaku pembimbing utama dan Dr Ir Asnath Maria Fuah, MS. selaku pembimbing anggota, serta Alm. Dr Ir Rarah R. A. Maheswari, DEA. selaku pembimbing akademik. Terima kasih atas bantuan dan dukungan dari semua pihak terutama keluarga penulis Ayahanda Ir Edy Sukardi, Ibunda Asni, adik-adik (Zaki, Faisal, Ayu dan Dwi), keluarga besar kakek (H Mansyur Usman dan Sayuti Hasan), sahabat-sahabat (Lizard, Penato’i, IPTP 45, HMI Cabang Bogor, HMI Komisariat Fapet, dan FKMBB) yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

Septiadi Yulismar

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Ruang Lingkup Penelitian 1

METODE 2 Waktu dan Tempat Penelitian 2 Alat 2 Bahan 2 Prosedur 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4 Karakteristik Peternak di Lokasi Penelitian 6 Tatalaksana Budidaya Ternak Kerbau 7 Produktivitas Ternak Kerbau 10 Potensi Pengembangan Ternak Kerbau 13

SIMPULAN DAN SARAN 13 DAFTAR PUSTAKA 14 RIWAYAT HIDUP 15

DAFTAR TABEL

1 Profil peternak kerbau di Kecamatan Belo dan Wera 6 2 Karakteristik reproduksi ternak kerbau di Kecamatan Belo dan Wera 10 3 POPRIL, PMSL dan KPPTRSL di Kecamatan Belo dan Wera 13

DAFTAR GAMBAR

1 Peta Kabupaten Bima; (a) Kecamatan Belo, (b) Kecamatan Wera. 5 2 Penggembalaan kerbau di Belo 8 3 Penggembalaan kerbau di Wera 8 4 Kandang yang terletak di samping rumah peternak 9 5 Kerbau anak di Kecamatan (a) Belo BCS 3 dan (b) Wera BCS 2 12 6 Kerbau muda di Kecamatan (a) Belo BCS 3 dan (b) Wera BCS 2 12 7 Kerbau dewasa di Kecamatan (a) Belo BCS 3 dan (b) Wera BCS 3 12

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kerbau di Indonesia memiliki fungsi ganda bagi petani ternak yaitu sebagai ternak kerja dan penghasil daging. Umumnya kerbau dipelihara secara tradisional sebagai usaha sampingan atau digembalakan di alam bebas tanpa dikandangkan. Data dari Direktorat Jendral Peternakan (2011) menunjukkan bahwa populasi kerbau di Indonesia adalah 1 305 011 ekor, dengan sebaran terbanyak di propinsi Nusa Tenggara Timur (11.49%). Produksi daging kerbau secara nasional dari tahun 2007 sampai 2011 sebesar 188 800 ton (Direktorat Jendral Peternakan 2011).

Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki populasi ternak kerbau sebanyak 105 391 ekor (8.07%) dan produksi daging 2 162 ton pada tahun 2011 (Dirjen Peternakan 2011). Ternak ini biasanya dipelihara secara semi intensif yaitu digembalakan pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari. Bima merupakan salah satu kabupaten penghasil ternak kerbau yang cukup potensial di daerah NTB, populasi ternak kerbau sebesar 36 217 ekor (34.36% dari populasi kerbau di NTB) dan produksi daging sebanyak 61 ton (2.82 % dari produksi daging di NTB) pada tahun 2010 (Badan Pusat Statistik Kabupaten Bima 2011).

Kerbau mempunyai potensi tinggi karena merupakan ternak asli daerah panas dan lembab, khususnya daerah belahan utara tropika selain itu, pengembangan usaha kerbau mempunyai prospek yang sangat baik (Departemen Pertanian 2008). Kabupaten Bima merupakan daerah dengan topografi wilayah berupa bukit dan terdiri dari 18 kecamatan dengan tipe iklim basah dan kering. Menurut Suhubdy (2007), ternak kerbau mempunyai kemampuan yang luar biasa dan spesifik dalam hal memanfaatkan pakan yang kurang berkualitas (hijauan berprotein sangat rendah dan banyak kadar serat kasar). Peran kerbau bagi peternak di Kabupaten Bima cukup tinggi namun belum dimanfaatkan secara optimal, oleh karena itu perlu diidentifikasi dan dianalisis karakteristik dan potensi pengembangan ternak kerbau pada daerah basah dan kering untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan masyarakat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan potensi produksi ternak kerbau rawa yang terdapat pada daerah basah dan daerah kering di Kabupaten Bima.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dua kecamatan yang mewakili daerah basah dan daerah kering di Kabupaten Bima. Daerah basah diwakili oleh Kecamatan Belo dan daerah kering diwakili oleh Kecamatan Wera. Penelitian ini difokuskan pada informasi tentang aspek produksi dan karakteristik ternak kerbau di dua kecamatan tersebut.

2

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan selama tiga bulan dari bulan Juni sampai Agustus 2012, dengan rincian tahap persiapan satu bulan dan pengumpulan data selama dua bulan (Juli-Agustus 2012) di dua kecamatan yaitu Wera dan Belo. Dua lokasi dipilih secara sengaja (purposive) dari 18 kecamatan di Kabupaten Bima karena memiliki populasi ternak kerbau terbanyak yaitu 4 376 ekor (12.08%) di Kecamatan Wera dan 2 566 ekor (7.08%) di Kecamatan Belo dari total populasi yang ada.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner, alat tulis dan kamera.

Bahan

Objek yang diteliti yaitu kerbau rawa lokal dari Kecamatan Belo dan Wera serta peternak kerbau sebagai responden. Responden ditentukan secara sengaja (purposive) berdasarkan kriteria sebagai berikut: 1). bersedia diwawancarai 2). jumlah kepemilikan ternak kerbau sama dengan atau lebih dari 10 ekor.

Responden adalah petani peternak kerbau sejumlah 64 orang yang berdomisili di Kecamatan Belo dan Wera. Peternak responden di Kecamatan Belo dan Wera masing-masing berjumlah 20 orang dan 44 orang. Responden yang aktif memelihara ternak kerbau di dua kecamatan yaitu 18 orang (90%) di Kecamatan Belo dan 38 orang (86.36%) di Kecamatan Wera, sedangkan yang pasif sebanyak 2 orang (10%) di Belo dan 6 orang (13.64%) di Wera. Peternak aktif adalah peternak yang berhubungan langsung dalam pemeliharaan ternak kerbau, sedangkan peternak pasif adalah orang yang memiliki kerbau dan dititipkan pada peternak aktif (Lita 2009).

Prosedur

Penelitian ini menggunakan metode survey dan pengamatan langsung ke lokasi penelitian. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan peternak responden menggunakan kuisioner yang sudah disiapkan. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait, yakni Dinas Peternakan dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bima.

3

Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu :

Rasio jantan dan betina Rasio jantan dan betina adalah banyaknya ternak kerbau jantan

dibandingkan dengan jumlah betina yang dimiliki oleh peternak responden.

Umur kawin pertama Umur kawin pertama adalah umur ternak kerbau betina saat dikawinkan

untuk pertama kali.

Umur beranak pertama Umur beranak pertama adalah umur ternak kerbau saat melahirkan untuk

pertama kali.

Persentase kelahiran Persentase kelahiran dihitung dari jumlah total anak yang lahir tiap tahun

dari persentase betina dewasa.

Calf crop Calf crop adalah persentase jumlah anak yang dilahirkan dan disapih dalam

satu tahun dari seluruh induk yang diteliti.

Tingkat kematian anak Jumlah anak kerbau yang mati dari seluruh anak yang dilahirkan hingga di

sapih dalam satu tahun.

Masa kawin kembali setelah melahirkan Rata-rata waktu yang dibutuhkan induk dari mulai melahirkan hingga

dikawinkan kembali.

Selang beranak Selang beranak adalah jangka waktu dari saat induk beranak hingga saat

beranak berikutnya. Body Condition Score (BCS)

Body condition score (BCS) adalah penilaian skor kondisi tubuh ternak berdasarkan nilai perlemakan. Menurut Balai Pengkajian Teknologi Peternakan Nusa Tenggara Barat (2010), kriteria skor kondisi tubuh (BCS) yaitu; BCS 1 (sangat kurus) = tonjolan tulang belakang, tulang rusuk, tulang pinggul dan tulang pangkal ekor terlihat sangat jelas, BCS 2 (kurus) = tonjolan tulang dan garis tulang rusuk masih terlihat jelas namun sudah mulai terlihat ada sedikit perlemakan pada pangkal tulang ekor, BCS 3 (sedang) = tonjolan tulang sudah tidak terlihat, garis tulang rusuk mulai tidak terlihat dan terlihat ada penimbunan lemak pada pangkal tulang ekor, BCS 4 (gemuk) = kerangka tubuh dan tonjolan tulang sudah tidak terlihat dan lemak pada pangkal tulang ekor terlihat menonjol, BCS 5 (sangat gemuk) = kerangka tubuh dan struktur pertulangan sudah tidak terlihat dan pangkal ekor sudah tenggelam oleh lemak.

4

Penilaian dilakukan dengan menggunakan sampel 40 ekor ternak kerbau. Sebanyak masing-masing 20 ekor kerbau dari Kecamatan Belo dan Wera. Kerbau yang diamati terdiri dari 5 ekor kerbau anak, 7 ekor kerbau muda dan 8 ekor kerbau dewasa.

Analisis data Data yang diperoleh dari hasil survey akan dianalisis secara deskriptif.

Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan atau menyimpulkan data baik secara numerik (misalnya menghitung rata-rata dan deviasi standar) atau secara grafis (dalam bentuk tabel atau grafik).

Model perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia

Metode yang digunakan adalah metode “Pemetaan Potensi Wilayah” yaitu metode hasil kajian Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian (1985). Bentuk-bentuk persamaan dari model tersebut adalah :

1. PMSL = a LG + b PR + c R

Karena tidak adanya lahan rawa di Kabupaten Bima maka model yang digunakan yaitu : PMSL = a LG + b PR dimana :

PMSL = Potensi maksimum (ST) berdasarkan sumber daya lahan, yaitu lahan garapan (LG), padang rumput (PR).

LG = Lahan garapan tanaman pangan (ha). Yaitu hasil penjumlahan dari luas lahan sawah, tanah tegalan dan ladang.

a = Koefisien yang dihitung sebagai nisbah populasi ternak ruminansia (ST) dengan luas lahan garapan (ha) yaitu 1,34 ST/Ha.

PR = Luas padang rumput b = Koefisien yang dihitung sebagai kapasitas tampung padang

rumput yaitu 0,5 ST/Ha padang rumput alam. 2. KPPTR (SL) = PMSL-POPRIL

dimana : KPPTR (SL) = Kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia (ST) berdasarkan sumber daya lahan. POPRIL = Populasi ternak ruminansia (ST) pada tahun tertentu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Lokasi dan Pemanfaatan Lahan Kabupaten Bima merupakan salah satu kabupaten di Nusa Tenggara Barat

yang mempunyai topografi wilayah yang berbukit–bukit. Luas wilayah Kabupaten Bima mencapai 438 940 Ha yang terdiri dari 18 kecamatan. Perincian wilayah

5

yaitu 54.36% hutan negara, 9.25% hutan rakyat, 6.98% lahan persawahan, dan 13.07% tanah tegal/kebun. Tanah yang sementara ini tidak diusahakan mencapai 5.21% (BPS Kabupaten Bima 2011). Kecamatan Belo terdiri dari 8 desa dan luas wilayah Kecamatan Belo yaitu 4 476 Ha dengan ketinggian 10 m dpl. Batas-batas wilayah Kecamatan Belo yaitu; di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Palibelo, Selatan berbatasan dengan Kecamatan Langgudu, Barat berbatasan dengan Kecamatan Woha dan Timur berbatasan dengan Kecamatan Lambitu. Kecamatan Wera terdiri dari 11 desa dan luas wilayah Kecamatan Wera yaitu 46 532 Ha dengan ketinggian 35 m dpl. Batas-batas wliayah Kecamatan Wera yaitu; di sebelah Utara berbatasan dengan Laut Flores, Selatan berbatasan dengan Kota Bima, Barat berbatasan dengan Kecamatan Ambalawi dan Timur berbatasan dengan Kecamatan Sape (BPS Kabupaten Bima 2011).

Peta Kabupaten Bima serta letak Kecamatan Belo dan Wera dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta Kabupaten Bima; (a) Kecamatan Belo, (b) Kecamatan Wera.

Iklim

Menurut Badan Pusat Statistik (2011), Kabupaten Bima termasuk daerah yang beriklim tropis dengan suhu rata-rata minimal 24.3 oC dan maksimal 32.9 oC, suhu umum 26 oC pada pagi hari, 31.3 oC pada siang hari dan 27.6 oC pada malam hari. Kelembaban rata-rata di Kabupaten Bima yaitu 66%-88% dan curah hujan rata-rata 1 893 mm/tahun. Kecamatan Belo memiliki curah hujan rata-rata per tahun sekitar 2 133 mm; curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret sebanyak 304 mm sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli dan Agustus dimana tidak terjadi hujan. Kecamatan Belo termasuk daerah dengan curah hujan yang cukup tinggi sehingga dikategorikan sebagai daerah basah (iklim tipe B menurut Schmidt dan Ferguson 1951). Kecamatan Wera memiliki curah hujan

6

rata-rata per tahun 658 mm; curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember yaitu 163 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan April sebanyak 6 mm dan merupakan daerah dengan kategori kering (iklim tipe F menurut Schmidt dan Ferguson 1951).

Karakteristik Peternak di Lokasi Penelitian

Karakterisitik peternak kerbau di dua kecamatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Profil peternak kerbau di Kecamatan Belo dan Wera

Karakteristik Persentase (%) Belo Wera

Umur peternak - 25-35 tahun - 26-45 tahun - > 45

10 20 70

2.3

22.7 75

Pendidikan formal - SD 85 81.82

- SMP 15 18.18 Pekerjaan

- Petani dan peternak 85 90.91 - Petani, peternak dan pedagang 15 9.09 Pengalaman beternak kerbau

- 0-10 tahun 0 0 - 11-20 tahun 15 22.73 - > 20 tahun 85 77.27 Tujuan pemeliharaan kerbau

- Tabungan dan ternak Kerja 100 100 Kepemilikan ternak kerbau

- 1-10 ekor - 11-20 ekor - > 20 ekor

15 70 15

11.36 81.82 6.82

Peternak kerbau di Kecamatan Belo dan Wera sudah berusia lanjut, yaitu 70% ke atas berumur lebih dari 45 tahun. Meskipun demikian, umur peternak tersebut masih dalam kisaran umur produktif, sesuai dengan laporan Lita (2009) yaitu antara 20-55 tahun.

Sebagian besar peternak di Kecamatan Belo dan Wera memiliki pendidikan yang rendah yaitu tingkat Sekolah Dasar. Tingkat pendidikan tergolong rendah, tetapi petani ternak sudah memelihara ternak sejak turun temurun, sehingga terbiasa dengan sistem pemeliharaan tradisional. Pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang dapat merubah sikap dan perilaku, meningkatnya dan berkembangnya pola pikir, wawasan serta lebih memudahkan seseorang menyerap informasi yang sifatnya membawa pembaharuan dan kemajuan (Kusumah 2008).

7

Alasan peternak memelihara ternak kerbau adalah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan sebagai tenaga kerja pertanian. Beternak kerbau merupakan pekerjaan sambilan, karena mata pencaharian utama adalah bercocok tanam. Walaupun beternak bukan merupakan prioritas utama, namun lebih dari 70% peternak di Belo dan Wera memiliki pengalaman beternak lebih dari 20 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa, ternak kerbau sudah menjadi bagian dari aktivitas usaha pertanian dan sumber pendapatan tambahan peternak. Beternak kerbau merupakan usaha yang dilakukan secara turun temurun dan diwariskan ke generasi berikutnya. Dari aspek sosial budaya beternak kerbau akan berlangsung secara terus menerus selama ternak kerbau masih dipelihara oleh keluarga peternak.

Jumlah ternak kerbau yang dipelihara oleh peternak responden di Kecamatan Belo adalah sebanyak 298 ekor dengan rataan kepemilikan 15 ekor per peternak. Sebanyak 70% peternak memiliki kerbau dalam skala usaha 11-20 ekor. Lebih banyak kerbau betina yang dipertahankan untuk tujuan reproduksi sedangkan kerbau jantan dijual pada umur 4-5 tahun untuk dipotong. Kerbau betina dijual pada umur afkir yaitu lebih dari 10 tahun. Sementara, kerbau yang dipelihara oleh 44 orang peternak responden di Wera sebanyak 631 ekor dengan rataan kepemilikan 14 ekor per peternak. Skala usaha kepemilikan ternak kerbau di Wera berada dalam kisaran yang sama seperti di Belo yaitu 11-20 ekor namun dengan persentase yang lebih tinggi yaitu 81.82%. Kerbau jantan di Wera dijual pada umur 4 tahun untuk dipotong dan betina dijual setelah afkir yaitu lebih dari 10 tahun.

Status kepemilikan ternak kerbau di Kecamatan Belo dan Wera merupakan ternak kerbau milik sendiri. Beberapa orang peternak responden di Belo dan Wera menjual betina produktif karena permintaan dari peternak lain maupun tengkulak, namun betina produktif tidak dijual untuk dipotong melainkan dipelihara kembali oleh pembeli. Peternak di Belo (45%) dan Wera (34%) mendapatkan bibit atau bakalan dari hasil warisan, sedangkan 55% peternak di Belo dan 66% peternak di Wera memperoleh bakalan dengan cara membeli dari peternak lain. Hal ini menunjukkan bahwa budaya peternak mewariskan ternak kerbau kepada keturunan di Kecamatan Belo masih lebih sering dilakukan dibandingkan Wera.

Tatalaksana Budidaya Ternak Kerbau

Pemeliharaan Ternak Perubahan iklim dari musim kering ke musim hujan atau sebaliknya

mempengaruhi perbedaan sistem pemeliharaan ternak kerbau di Kecamatan Belo dan Wera. Saat musim hujan, ternak kerbau di Kecamatan Belo digembalakan di areal persawahan. Pada saat musim kering kerbau juga digembalakan namun dipulangkan sore hari untuk dikandangkan. Sementara itu, sistem pemeliharaan ternak kerbau di Kecamatan Wera pada saat musim hujan dilepas sepanjang hari di areal pegunungan dan bukit yang banyak tersedia rumput alam. Saat musim kering juga hampir sama yaitu tetap digembalakan di pegunungan dan bukit tanpa dikandangkan kecuali apabila ditemukan ternak kerbau yang sakit atau bunting, maka kerbau tersebut dikandangan dan diberi pakan tambahan berupa rumput dan jerami. Bila dilihat dari sistem pemeliharaan di Wera, maka konsumsi pakan

8

ternak akan sangat bergantung pada ketersediaan pakan di padang penggembalaan. Hal ini mengakibatkan produktivitas ternak kerbau berfluktuasi tergantung musim.

Penggembalaan ternak kerbau saat musim kemarau di Kecamatan Belo dan Wera dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.

Gambar 2 Penggembalaan kerbau di Belo

Gambar 3 Penggembalaan kerbau di Wera

Kandang yang digunakan oleh peternak di Kecamatan Belo dan Wera yaitu bangunan kandang yang sangat sederhana (Gambar 4). Umumnya kandang tidak memiliki atap, lantai beralaskan tanah dan tiang-tiangnya dibuat dari kayu dan bambu. Jenis kandang yang digunakan adalah kandang koloni. Jauhnya lokasi penggembalaan di Wera merupakan alasan utama ternak kerbau jarang dikandangkan saat musim kering walaupun sesekali tetap di kontrol. Berbeda dengan di Kecamatan Wera, kerbau di Belo dikandangkan malam hari pada saat

9

musim kering karena lokasi penggembalaan yang dekat dengan kandang dan rumah peternak, sehingga memudahkan peternak mengontrol kerbau mereka.

Gambar 4 Kandang yang terletak di samping rumah peternak Penanganan Kesehatan

Umumnya jenis penyakit dan gangguan kesehatan ternak kerbau di Kecamatan Belo yang paling sering terjadi adalah diare, bloat, ngorok, cacingan dan gatal-gatal. Jenis penyakit yang sering terjadi di Kecamatan Wera adalah diare, bloat dan cacingan. Ternak kerbau di Wera pernah ada yang terjangkit Anthrax, penyakit ini ditemukan pada kerbau milik 3 orang peternak responden. Peternak di Belo segera memanggil petugas kesehatan untuk mengobati penyakit ternak kerbau mereka dan dilakukan penanganan secara cepat karena jarak yang dekat dengan poskeswan, sehingga memudahkan peternak melakukan penanganan. Sebagian peternak di Wera melakukan pengobatan tradisional terhadap ternak kerbau seperti pengobatan luka lecet dengan menggunakan kunyit.

Sebagian besar peternak di Wera tidak mengetahui kondisi kesehatan ternak kerbau mereka, karena kontrol terhadap kerbau di tempat penggembalaan tidak setiap saat dilakukan. Setelah diketahui bahwa kerbau terjangkit penyakit baru dilaporkan kepada petugas kesehatan hewan dan penanganan terhadap penyakit tidak sesegera mungkin dilakukan karena akses yang jauh ke poskeswan. Petugas Dinas Peternakan melakukan vaksinasi Anthrax secara periodik (6 bulan sekali) untuk mencegah terjangkitnya penyakit tersebut di Belo dan Wera. Jenis dan Sistem Pemberian Pakan

Sebanyak 32.46% areal di Kecamatan Belo merupakan areal persawahan dan 3.26% merupakan padang rumput. Ternak kerbau di Kecamatan Belo umumnya mengkonsumsi rumput lapang, jerami padi, jerami kacang dan jerami kedelai. Saat musim hujan, hijauan rumput lapang dan limbah pertanian tersedia di areal persawahan tanpa harus dicarikan oleh peternak. Pada saat musim kemarau, peternak yang mencarikan rumput alam, karena pakan yang tersedia di

10

tempat penggembalaan sangat terbatas. Sebanyak 70% responden di Kecamatan Belo menyatakan bahwa ketersediaan air cukup untuk ternak kerbau mereka, sisanya sebanyak 30% menyatakan kurang khususnya pada saat musim kering. Sebanyak 10.74% areal di Wera merupakan padang rumput yang terletak di sekitar pegunungan dan bukit, ternak kerbau di Wera umumnya mengkonsumsi rumput lapang yang tersedia di lokasi tersebut. Dengan areal persawahan yang hanya sedikit yaitu 3.67%, saat musim hujan kerbau mengkonsumsi jerami padi, jerami jagung, dan jerami kacang dalam jumlah yang terbatas. Sebanyak 61% responden di Wera menyatakan bahwa ketersediaan air kurang untuk ternak kerbau khususnya saat musim kering dan sebanyak 39% menyatakan cukup.

Pakan yang tersedia di Kecamatan Belo lebih banyak dan lebih bervariasi jika dibandingkan dengan Wera. Banyaknya areal persawahan di Belo berpengaruh terhadap ketersediaan pakan khususnya jerami, sedangkan kerbau di wera sangat bergantung pada ketersediaan rumput alam. Menurut Suhubdy (2007), perkembangan populasi dan laju tumbuh kembang ternak kerbau sangatlah ditentukan oleh ketersediaan dan terpenuhinya sumber pakan serta air minum yang berkualitas sepanjang tahun.

Produktivitas Ternak Kerbau

Reproduksi Ternak Kerbau Perbandingan jantan dan betina di Belo dan Wera adalah 1:3, hal ini

menunjukkan bahwa jumlah ternak jantan relatif banyak, sehingga perkawinan secara alami dapat terjadi kapan saja, bahkan dapat mengakibatkan persaingan antar pejantan untuk mengawini betina. Kondisi ini juga dapat mengakibatkan ternak terluka saat terjadi perkelahian antar sesama pejantan. Nisbah jantan : betina sebesar 1:3 dinilai terlalu tinggi, sementara menurut data dari Deptan (2008) perbandingan jantan dan betina yang baik sebesar 1:8. Rata-rata umur kawin pertama ternak kerbau di Kecamatan Belo adalah 3.4 tahun, hampir sama dengan ternak yang dipelihara di Wera yakni sekitar 3.3 tahun. Umur kawin tersebut tergolong tua, diakibatkan oleh nutrisi pakan yang kurang lengkap dan kerbau betina digunakan untuk membajak sawah sehingga kemampuan reproduksinya menurun. Konsekuensi dari umur kawin tua adalah umur beranak pertama yang lama yaitu 4.2 tahun di Kecamatan Belo dan 4.1 tahun di Wera. Rata-rata masa kawin kembali kerbau betina di Kecamatan Belo setelah melahirkan yaitu 2.4 bulan, hasil ini hampir sama dengan ternak kerbau di Wera yaitu 2.3 bulan dengan selang beranak masing-masing 15.9 dan 14.4 bulan. Karakteristik reproduksi ternak kerbau di Kecamatan Belo dan Wera dapat dilihat pada Tabel 2.

11

Tabel 2 Karakteristik reproduksi ternak kerbau di Kecamatan Belo dan Wera

Persentase jumlah anak yang hidup saat lepas sapih atau calf crop di

Kecamatan Belo yaitu sebesar 76.2%, sedangkan di Wera sebesar 70.3%. Calf crop yang lebih tinggi di Kecamatan Belo dipengaruhi oleh persentase kelahiran yang tinggi dan tingkat kematian anak kerbau yang rendah yaitu masing-masing 91.1% dan 12%, sedangkan di Kecamatan Wera yaitu 84.2% dan 17.1%. Persentase kelahiran yang tinggi di Belo dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu; keberhasilan perkawinan antara jantan dan betina, kuantitas dan kualitas pakan, tersedianya pejantan unggul dan akibat campur tangan peternak dalam proses kelahiran ternak kerbau. Kelahiran ternak kerbau di Wera banyak terjadi di lokasi penggembalaan, sehingga jarang ada campur tangan peternak dalam proses kelahiran tersebut. Tingginya tingkat kematian anak kerbau di Wera diakibatkan oleh penyakit dan kesalahan penanganan saat dan setelah lahir.

Body Condition Score (BCS)

Hasil evaluasi body condition score menunjukkan bahwa ternak kerbau di Kecamatan Belo memiliki kondisi tubuh yang lebih baik dibanding Kecamatan Wera. Ternak kerbau di Kecamatan Belo memiliki BCS 2 (35%), BCS 3 (60%), dan BCS 4 (5%), sedangkan di Kecamatan Wera BCS 2 (45%), BCS 3 (50%) dan BCS 4 (5%).

Performans produksi ternak kerbau di Kecamatan Belo secara umum lebih baik dibandingkan di Wera. Beberapa alasan yang mendasari perbedaan tersebut diantaranya meliputi: a. Kecamatan Belo merupakan wilayah pertanian padi dan hortikultura yang

dapat menyediakan limbah seperti jerami padi, jerami kacang, jerami kedelai dan rerumputan sementara di Wera merupakan wilayah perbukitan dengan vegetasi utama rerumputan dan beberapa limbah pertanian.

b. Ketersediaaan air di Kecamatan Belo lebih terjamin, sedangkan di Wera kurang.

c. Penanganan ternak di Belo lebih terkontrol yaitu pada saat penanganan kesehatan, induk bunting dan beranak, sedangkan penanganan kerbau di Wera di lepas secara liar dan jarang di kontrol oleh peternak.

Sifat Reproduksi Hasil Belo Wera

Rasio Jantan : Betina 1:3 1:3 Umur kawin pertama (tahun) 3.4 3.3 Umur beranak pertama (tahun) 4.2 4.1 Persentase kelahiran (%) 91.1 84.2 Calf crop (%) 76.2 70.3 Tingkat kematian anak (%) 12 17.1 Masa kawin kembali setelah melahirkan (bulan) 2.4 2.3 Selang beranak (bulan) 15.9 14.4

12

Berikut adalah gambar ternak kerbau anak, muda dan dewasa di Kecamatan (a) Belo dan (b) Wera.

(a) (b)

Gambar 5 Kerbau anak di Kecamatan (a) Belo BCS 3 dan (b) Wera BCS 2

(a) (b)

Gambar 6 Kerbau muda di Kecamatan (a) Belo BCS 3 dan (b) Wera BCS 2

(a) (b)

Gambar 7 Kerbau dewasa di Kecamatan (a) Belo BCS 3 dan (b) Wera BCS 3

13

Potensi Pengembangan Ternak Kerbau

Populasi ternak ruminansia (POPRIL), potensi maksimum sumberdaya lahan (PMSL) dan kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia berdasarkan sumberdaya lahan (KPPTRSL) di dua lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 POPRIL, PMSL dan KPPTRSL di Kecamatan Belo dan Wera

Uraian Kecamatan Belo Wera POPRIL (ST) 8 776.15 13 480.33 PMSL (ST) 3 057.18 16 354.10 KPPTRSL (ST) -5 718.97 2 873.77

Populasi ternak ruminansia dan potensi sumberdaya lahan di Kecamatan

Wera lebih tinggi dibandingkan dengan Kecamatan Belo. Hal ini disebabkan ketersediaan padang rumput yang luas di Kecamatan Wera yaitu 4 997 Ha (10.74%), sehingga cukup potensial untuk penggembalaan ternak ruminansia. Dilihat dari daya tampung ternak ruminansia yang masih cukup tinggi, kapasitas peningkatan populasi ternak kerbau di Kecamatan Wera masih dapat ditingkatkan lagi. Sementara itu, populasi ternak ruminansia di Kecamatan Belo sudah melebihi daya tampung. Hal tersebut perlu dicarikan alternatif solusi misalnya konservasi lahan, budidaya rumput, legum dan intensifikasi penggunaan lahan untuk tanaman pakan ternak. Minimnya daya tampung lahan untuk ternak ruminansia di Kecamatan Belo karena sempitnya areal padang rumput yang hanya seluas 146 Ha (3.26%).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Produktivitas ternak kerbau di Kecamatan Belo lebih baik dibandingkan Wera berdasarkan hasil evaluasi terhadap karakteristik reproduksi dan kondisi tubuh. Hal tersebut berkaitan dengan ketersediaan pakan dan air yang cukup, serta manajemen pemeliharaan yang lebih baik. Namun, daya tampung ternak ruminansia di Kecamatan Belo sudah tidak mencukupi sehingga upaya peningkatan populasi perlu mempertimbangkan faktor ketersediaan lahan dan pakan. Untuk Kecamatan Wera, peningkatan populasi dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan sumberdaya lahan secara optimal.

Saran

Perlu dilakukan upaya pelestarian ternak kerbau di dua kecamatan dengan mempertimbangkan ketersediaan lahan dan pakan yang cukup.

14

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bima. 2011. Bima Dalam Angka. Bima (ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Bima.

[BPTP-NTB] Balai Pengkajian Teknologi Peternakan Nusa Tenggara Barat. 2010. Petunjuk Praktis Pengukuran Ternak Sapi Potong. Kementrian Pertanian. Mataram (ID): Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2008. Road Map Perbibitan Ternak. Direktorat Jendral Peternakan. Jakarta (ID): Direktorat Perbibitan.

[DJPKH] Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kementrian Pertanian RI, Jakarta (ID): Karya Cemerlang

[Dirjenak] Direktorat Jendral Peternakan. 1985. Peta Potensi Wilayah Penyebaran dan Pengembangan Peternakan Ruminansia Sapi dan Kerbau Potong. Bogor (ID): Kerjasama antara Ditjen. Peternakan dengan Fakultas Peternakan IPB.

Kusumah M. 2008. Analisis tingkat kepuasan peternak plasma terhadap pola kemitraan Tunas Mekar Farm di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Lita M. 2009. Produktivitas kerbau rawa di Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Schmidt F H Ferguson, J H A. 1951. Rainfall Types Based on Wet and Dry Period Ratios for Indonesia with Western New Guinee.Verhandelingen No. 42. P.T. Djulif. Bogor (ID).

Suhubdy. 2007. Strategi Penyediaan Pakan Untuk Pengembangan Usaha Ternak Kerbau. Pusat Kajian Sistem Produksi Ternak Gembala dan Padang Penggembalaan Kawasan Tropis. Universitas Mataram, Mataram (ID). Wartazoa 17 (1): 1-11.

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 21 September 1989 di Bima. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara pasangan Bapak Ir. Edy Sukardi dan Ibu Asni. Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada tahun 2002 di SDN 6 Raba. Pendidikan Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SMPN 1 Kota Bima dan pendidikan Menengah Atas diselesaikan pada tahun 2008 di SMAN 1 Kota Bima. Tahun 2008 penulis mendapatkan kesempatan untuk menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor dan diterima sebagai mahasiswa

pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan antara lain menjadi ketua FKMBB (Forum Komunikasi Mahasiswa Bima Bogor) serta sebagai ketua umum HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) komisariat Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penulis juga pernah meraih beasiswa dari PT. Newmont Nusa Tenggara.