kapitasi dan drg
DESCRIPTION
pembiayaan kesehatanTRANSCRIPT
Keuntungan sistem kapitasi:
RS dapat jaminan adanya pasien (captive market) RS mendapat kepastian dana di awal tahun/kontrak Bila berhasil mengefisienkan pelayanan akan mendapat keuntungan Dokter dapat lebih taat prosedur Promosi dan prevensi akan lebih ditekankan
Kelemahan sistem kapitasi :
Cenderung underutilization Bila dokter belum memahami dapat menimbulkan konflik Bila peserta tidak banyak ada risiko kerugian
Apakah cukup bagi pihak pelaksana hanya dengan mengetahui pengertian, keuntungan
, serta kelemahannya?Tentu tidak, masih terdapat banyak tantangan yang akan
dihadapi disini, yakni :
Menjaga agar asumsi-asumsi dapat tetap terpenuhi Mengantisipasi risiko kerugian yang akan muncul Menjaga sistem mutu agar tetap terjaga dengan cara menggunakan
sistem insentif dan disinsentif.
Setelah mengetahui apa saja tantangan yang akan dihadapi serta keuntungan dan
kelemahan dari sistem ini, maka harus ada jalan keluar yang wajib diterapkan agar
semua ini tidak hanya sekedar menjadi teori belaka, hal itu adalah :
Review dalam pemanfaatan harus tertata dengan baik, dimana mungkin dibutuhkan ahli untuk mengeluarkan suatu kontrak.
Standar terapi akan disusun secara rapi dan ditaati dengan serius Para dokter sendiri harus menyadari tentang biaya yang akan
dikeluarkan, jika kesadaran dirasa masih kurang maka wajib hukumnya untuk diadakan pelatihan mengenai hal ini.
Oke, itu adalah suatu sistem yang menjadi model sistem pembiayaan kesehatan yang
akan dilakukan di Indonesia untuk saat ini. Disamping itu, mungkin pembaca sering
mendengar istilah DRG yang merupakan akronim dari Diagnosis Related Group. Makanan apakah sebanarnya itu? Tentu saja itu Penulis hanya bergurau
dengan menyebut itu adalah suatu jenis makanan. DRG atau Diagnosis Related Group adalah salah satu jenis sistem pembayaran rumah sakit yang menggunakan
metodecasemix, dimana casemix itu sendiri adalah suatu metode klasifikasi yang
mengkategorisasikan pasien ke dalam grup-grup yang menggunakan sumber yang
sama.
Apkah alasan diperlukannya sistem ini? Memangnya lebih efektif? Ko pasien
ditempatkan dalam grup-grup tapi mendapatkan pelayanannya sama? Jadi apa
bedanya? Oke sebelum terjadi suatu bombardir pertanyaan, alangkah baiknya jika
pembaca mengetahui tentang dasar-dasar DRG secara bertahap dan menyimpulkan
setelahnya. Penulis lagi-lagi ingin berbagi ilmu mengenai hal ini, karena Penulis rasa
sangat penting hukumnya bagi masyarakat saat ini untuk mengetahui fakta yang terjadi
demi mencegah kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.
Mengapa sih diperlukan sistem DRG di Indonesia? Berikut beberapa alasan sekaligus
menjadi keuntungan dari sistem DRG :
Dengan sistem pembayaran ini, rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang ebih efisien kepada pasien
Standar mutu pelayanan akan ebih mudah diimplementasikan karena dikaitkan dengan sistem pembayaran
Administrasi dari sistem DRG ini jauh lebih mudah dibandingkan sistem yang lain.
Dalam pembayaran DRG, rumah sakit maupun pihak pembayar tidak lagi merinci tagihan dalam
dengan merinci pelayanan apa saja yang telah diberikan kepada seorang pasien. Akan
tetapi rumah sakit hanya menyampaikan diagnosis pasien waktu pulang dan memasukkan kode
DRG untuk diagnosis tersebut. besarnya tagihan untuk diagnosis tersebut sudah disepakati oleh
seluruh rumah sakit di suatu wilayah dan pihak pembayar misalnya badan asuransi/jaminan sosial
atau tarif DRG tersebut telah ditetapkan oleh pemerintah sebelumrumah sakit dikeluarkan.
Harus dipahami bahwa besaran pembayaran DRG per suatu diagnosis baru dapat dilaksanakan jika
sistem informasi di rumah sakit sudah berjalan dengan baik, sehingga tiap tiap catatan medis atau
berkas rekam medis pasien sudah mencantumkan kode diagnosis yang akurat dan seluruh biaya
yang harus dikeluarkan pasien/pembayar (termasuk obat obatan) sudah terekam. Penggantian
biaya per diagnosis menggunakan dasar rata rata biaya yang dihabiskan untuk
pengobatan/perawatan pasien dengan suatu diagnosis dari berbagairumah sakit di suatu wilayah,
BUKAN dari rata rata biaya di suatu rumah sakit saja. oleh karena itu
sistem informasi seluruh rumah sakit harus tertata terlebih dahulu, barulah besaran pembayaran
DRG dapat dihitung dan diberlakukan dengan efek yang diharapkan.
Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan layanan, dimana
pencari layanan kesehatan berobat lalu membayar kepada pemberi pelayanan kesehatan (PPK).
PPK (dokter atau rumah sakit) mendapatkan pendapatan berdasarkan atas pelayanan yang
diberikan, semakin banyak yang dilayani, semakin banyak pula pendapatan yang diterima.
Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada sistem pembiayaan kesehatan secara Fee for Service ini. Dari laporan World Health Organization di tahun 2006 sebagian besar (70%) masyarakat Indonesia masih bergantung pada sistem, Fee for Service dan hanya 8,4% yang dapat mengikuti sistem Health Insurance (WHO, 2009). Kelemahan sistem Fee for Service adalah terbukanya peluang bagi pihak pemberi pelayanan kesehatan (PPK) untuk memanfaatkan hubungan Agency Relationship , dimana PPK mendapat imbalan berupa uang jasa medik untuk pelayanan yang diberikannya kepada pasien yang besar-kecilnya ditentukan dari negosiasi. Semakin banyak jumlah pasien yang ditangani, semakin besar pula imbalan yang akan didapat dari jasa medik yang ditagihkan ke pasien. Dengan demikian, secara tidak langsung PPK didorong untuk meningkatkan volume pelayanannya pada pasien untuk mendapatkan imbalan jasa yang lebih banyak.
2. Health Insurance
Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga atau pihak
asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat. Sistem health insurance ini dapat berupa
system kapitasi dan system Diagnose Related Group (DRG system).
Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan kesehatan dimana PPK
menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta untuk pelayanan yang telah ditentukkan per
periode waktu. Pembayaran bagi PPK dengan system kapitasi adalah pembayaran yang
dilakukan oleh suatu lembaga kepada PPK atas jasa pelayanan kesehatan dengan pembayaran di
muka sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan satuan biaya (unit cost) tertentu. Salah
satu lembaga di Indonesia adalah Badan Penyelenggara JPKM (Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat). Masyarakat yang telah menajdi peserta akan membayar iuran dimuka
untuk memperoleh pelayanan kesehatan paripurna dan berjenjang dengan pelayanan tingkat
pertama sebagai ujung tombak yang memenuhi kebutuhan utama kesehatan dengan mutu terjaga
dan biaya terjangkau.
Sistem kedua yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh dengan system
kapitasi di atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan dengan melihat diagnosis penyakit yang
dialami pasien. PPK telah mendapat dana dalam penanganan pasien dengan diagnosis tertentu
dengan jumlah dana yang berbeda pula tiap diagnosis penyakit. Jumlah dana yang diberikan ini,
jika dapat dioptimalkan penggunaannya demi kesehatan pasien, sisa dana akan menjadi
pemasukan bagi PPK.
Kelemahan dari system Health Insurance adalah dapat terjadinyaunderutilization dimana
dapat terjadi penurunan kualitas dan fasilitas yang diberikan kepada pasien untuk memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya. Selain itu, jika peserta tidak banyak bergabung dalam system ini,
maka resiko kerugian tidak dapat terhindarkan. Namun dibalik kelemahan, terdapat kelebihan
system ini berupa PPK mendapat jaminan adanya pasien (captive market), mendapat kepastian
dana di tiap awal periode waktu tertentu, PPK taat prosedur sehingga mengurangi terjadinya
multidrug dan multidiagnose. Dan system ini akan membuat PPK lebih kea rah preventif dan
promotif kesehatan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, pembiayaan kesehatan dengan sistem kapitasi dinilai
lebih efektif dan efisien menurunkan angka kesakitan dibandingkan sistem pembayaran
berdasarkan layanan (Fee for Service) yang selama ini berlaku. Namun, mengapa hal ini belum
dapat dilakukan sepenuhnya oleh Indonesia? Tentu saja masih ada hambatan dan tantangan,
salah satunya adalah sistem kapitasi yang belum dapat memberikan asuransi kesehatan bagi
seluruh rakyat tanpa terkecuali seperti yang disebutkan dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sampai saat ini, perusahaan asuransi masih banyak
memilah peserta asuransi dimana peserta dengan resiko penyakit tinggi dan atau kemampuan
bayar rendah tidaklah menjadi target anggota asuransi. Untuk mencapai terjadinya pemerataan,
dapat dilakukan universal coverage yang bersifat wajib dimana penduduk yang mempunyai
resiko kesehatan rendah akan membantu mereka yang beresiko tinggi dan penduduk yang
mempunyai kemampuan membayar lebih akan membantu mereka yang lemah dalam
pembayaran. Hal inilah yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi sistem kesehatan Indonesia.
Memang harus kita akui, bahwa tidak ada sistem kesehatan terutama dalam pembiayaan
pelayanan kesehatan yang sempurna, setiap sistem yang ada pasti memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Namun sistem pembayaran pelayanan kesehatan ini harus
bergerak dengan pengawasan dan aturan dalam suatu sistem kesehatan yang komprehensif, yang
dapat mengurangi dampak buruk bagi pemberi dan pencari pelayanan kesehatan sehingga dapat
terwujud sistem yang lebih efektif dan efisien bagi pelayanan kesehatan di Indonesia.
Suatu biaya kesehatan yang baik haruslah memenuhi beberapa syarat pokok yaitu:
1. Jumlah
Syarat utama dari biaya kesehatan haruslah tersedia dalam jumlah yang cukup. Yang
dimaksud cukup adalah dapat membiayai penyelenggaraan semua upaya kesehatan yang
dibutuhkan serta tidak menyulitkan masyarakat yang ingin memanfaatkannya.
2. Penyebaran
Berupa penyebaran dana yang harus sesuai dengan kebutuhan. Jika dana yang tersedia
tidak dapat dialokasikan dengan baik, niscaya akan menyulitkan penyelenggaraan setiap
upaya kesehatan.
3. Pemanfaatan
Sekalipun jumlah dan penyebaran dana baik, tetapi jika pemanfaatannya tidak mendapat
pengaturan yang optimal, niscaya akan banyak menimbulkan masalah, yang jika
berkelanjutan akan menyulitkan masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan.
Sistem Pembiayaan
Kelebihan Kekurangan
Fee For Service
· Penanganan yang diberikan dokter cendrung lebih maksimal dan tidak terkesan terbatas – batas
· Sering terjadi moral hazard dimana provider akan sengaja secara berlebihan member layanan kesehatan dengan tujuan meningkatkan pendapatan dari layanan tersebut
Kapitasi · Kepastian adanya pasien· Jaminan pendapatan di awal tahun /
bulan· Semakin efisien layanan, semakin
banyak pendapatan· Dokter lebih taat prosedur· Lebih menekankan pada pencegahan
dan promosi kesehatan
· Sering terjadi underutilisasi (pengurangan layanan yang diberikan)
· Kebanyakan dokter merasa dirugikan· Bila peserta sedikit, dapat merugikan dokter
Gaji · Dokter memperoleh pendapatan yang tetap tiap bulannya berdasar upah minimal yang telah ditentukan
· Sering terjadi kerjasama antara pihak provider dengan bagian lain untuk memperoleh pendapatan yang lebih banyak
· Dokter cendrung melakukan pelayanan kesehatan seadanya dan kurang optimal
Reimbursement
· Dokter akan melakukan penangan dengan maksimal
· Sering terjadi pemalsuan identitas dan dimanfaatkan oleh pihak lain
· Biaya kesehatan datang dari pihak perusahaan sehingga pasien tidak perlu mengeluarkan biaya selain premi (bila ada premi)
· Sering terjadi adanya overutilisasi dari penyedia layanan kesehatan
Dari pembahasan diatas, bila kita perinci lagi, maka akan diperoleh bahwasanya permasalahan seputar pembiayaan layanan kesehatan yang ada saat ini antara lain:
1. Kurangnya dana yang tersedia ; hal ini terjadi akibat pola pikir dimana biaya kesehatan merupakan suatu hal yang bersifat konsumtif dan bukan produktif, sehingga cendrung dikurangi.
2. Penyebaran dana yang tidak sesuai ; hal ini terjadi saat pihak tertentu meminta bagian yang lebih, misalnya satu jabatan yang lebih tinggi merasa berhak menerima layanan kesehatan yang lebih baik pula, padahal hal tersebut lebih baik di alihkan kepada pihak lain yang lebih membutuhkan, sehingga aliran dana kesehatan lebih merata.
3. Pemanfaatan dana yang tidak tepat ; adanya kesalahan pada pola pikir baik dari sisi penyedia maupun pemakai layanan kesehatan menyebabkan kecendrungan pemanfaatan dana kesehatan yang tidak tepat. Misalnya meminta dilakukan pemeriksaan yang pada dasarnya tidak perlu dilakukan.
4. Pengelolaan dana yang belum sempurna ; kurangnya keterampilan, pengetahuan dan moral dari pihak pengelola dana kesehatan akan dapat berdampak pada sistem pengelolan dana yang sudah ada, sehingga akan merugikan pihak – pihak lain yang terlibat di dalam sistem tersebut, seperti dokterm maupun pasien.
5. Biaya kesehatan yang makin meningkat ; Seiring dengan bertambahnya tahun, biaya pelayanan kesehatan semakin meningkat.
Adanya peningkatan biaya kesehatan sendiri, biasanya disebabkan oleh :
1. Tingkat Inflasi : peningkatan biaya yang terjadi di masyarakat, akan berdampak pada meningkatnya biaya investasi dan operasional kesehatan secara otomatis. Dan hal ini pada akhirnya akan kembali dibebankan pada pengguna jasa kesehatan.
2. Tingkat Permintaan ; Peningkatan kuantitas (jumlah) penduduk dan kualitas (tingkata pendidikan dan pedapatan) penduduk akan menuntu penyediaan layanan kesehatan yang lebih tinggi pula, sehingga biaya yang dibutuhkan juga akan semakin meningkat.
3. Kemajuan Ilmu dan Teknologi ; Kemajuan ilmu dan teknologi akan mendorong peningkatan biaya operasional sehingga akan meningkatkan beban pembiayaan kesehatan bagi pengguna jasa kesehatan.
4. Perubahan Pola Penyakit ; Pergeseran pola penyakit dari akut menjadi kronis juga akan meningkatkan biaya jasa layanan kesehatan.
5. Perubahan Pola Pelayanan Kesehatan ; Adanya pelayanan kesehatan spesialisasi dan subspesialisasi yang saat ini masih terkotak – kotak satu sama lain tanpa adanya penghubung seperti dokter keluarga / gate keeper lainnya
menyebabkan tumpang tindih dan terjadinya pengulangan proses pemeriksaan yang sama, sehingga biaya kesehatan yang dikeluarkan pun meningkat pula.
6. Perubahan Pola Hubungan Dokter-Pasien ; Hilangnya hubungan kekeluargaan antar dokter – pasien yang dulu ada menyebabkan hubungan antar dokter – pasien saat ini hanya seolah sebatas penyedia jasa dan konsumen saja, dimana disatu pihak pasien meminta kepastian akan kesehatan dan kondisinya, sementara itu sang dokter menganggap pasien sebagai lading penghasilan sehingga sering timbul adanya overutilisasi dan rasa was – was akan prosedur yang diberikan, sehingga semakin banyak dokter yang menggunakan asuransi terhadap prosedur medis yang dilakukan, namun preminya tetap dibebankan ke pasien. Sehingga biaya yang harus dibayarpun meningkat pula.
7. Lemahnya Mekanisme Pengendalian Biaya ; Kurangnya peraturan perundang-undangan yang ditetapkan untuk mengatur dan membatasi pemakaian biaya pelayanan kesehatan menyebabkan pemakaiannya sering tidak terkendali, yang akhirnya akan membebani penanggung (perusahaan) dan masyarakat secara keseluruhan.
8. Penyalahgunaan Asuransi Kesehatan ; Penggunaan asuransi kesehatan dengan metode reimbursement/penggantian biaya kesehatan perkunjungan sebagai ganti biaya layanan yang dikeluarkan, seperti yang terjadi dahulu (sebelum adanya mekanisme kapitasi) malah akan meningkatkan pengeluaran di bidang kesehatan karena bisa saja terjadi pemalsuan bukti layanan kesehatan atau identitas.
Pada dasarnya, ada 3 sistem pembiayaan jasa kesehatan yang ada saat ini, yaitu :1. Sistem Pembiayaan Fee For Service
Pada sistem pembiayaan fee for service, pembayaran jasa kesehatan berasal dari kantong orang itu sendiri. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pada mekanisme pembiayaan ini, pasien cendrung berada di dalam posisi menerima sehingga sering terjadi penyimpangan seperti overutilisasi jasa kesehatan dimana sang dokter memberikan banyak pelayanan yang pada dasarnya tidak dibutuhkan, namun sengaja diberikan dengan tujuan agar semakin banyak layanan yang diberikan, maka pendapatanyang didapat dari layanan tersebut juga akan semakin besar.
2. Sistem Pembiayaan Kapitasi
Kapitasi merupakan suatu sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang dilakukan di muka berdasar jumlah tanggungan kepala per suatu daerah tertentu dalam kurun waktu tertentu tanpa melihat frekuensi kunjungan tiap kepala tersebut. Misalnya saja setiap kepala di desa A ditetapkan biayanya sebesar Rp 10.000,- /bulan, bila sang dokter bertanggung jawab atas 500 kepala, maka ia akan menerima Rp 10.000,- x 500 / bulannya yaitu Rp 5.000.000,- . Biaya sebesar Rp 5.000.000,- inilah yang akan ia kelola untuk meningkatkan kualitas kesehatan di 500 warga tersebut, baik melaui tindakan pencegahan (preventive), pengobatan (curative) maupun rehabilitasi. Sehingga semakin banyak layanan kesehatan yang diberikan / semakin banyak pasien yang sakit
dan butuh pengobatan, biaya yang akan dipotong semakin banyak dan penghasilan sang dokter akan semakin sedikit. Pada sistem ini, termasuk di dalamnya jaminan kesehatan yang dijalankan oleh PT.Askes3. Sistem Pembiayaan Berdasar Gaji Pada sistem ini, sang dokter akan menerima penghasilan tetap di tiap bulannya sebagai balas jasa atas layanan kesehatan yang telah diberikan. Termasuk di dalamnya sistem pembayaran pada penyedia layanan kesehatan yang bekerja di instansi dimana dokternya dibayarkan berdasar gaji bulanan di instansi tersebut, bukan dari jenis layanan kesehatan yang diberikannya.
4. Sistem reimbursementSistem penggantian biaya kesehatan oleh pihak perusahaan berdasar layanan kesehatan yang dikeluarkan terhadap seorang pasien. Metode ini pada dasarnya mirip dengan fee for service, hanya saja dana yang dikeluarkan bukan oleh pasien, tapi pihak perusahaan yang menanggung biaya kesehatan pasien, namun berbeda dengan kapitasi karena metode ini melihat jumlah kunjungan dan jenis layanan yang diberikan oleh provide