kanker
TRANSCRIPT
BAB I
PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ibu.M
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 39 Tahun
Alamat : Mojotengah Wonosobo
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Ruang Rawat : Bougenvile, kamar 306 C
Tanggal Masuk : 21 Mei 2010
Tanggal keluar : 24 Mei 2010
Nomor CM : 46 75 24
II. ANAMNESISAnamnesis dilakukan pada tanggal 22 Mei 2010 pukul 14.45 WIB secara
autoanamnesis di Bangsal Bougenvile kamar 306 C BRSD Setjonegoro Wonosobo.
Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas dan pada payudara sebelah kanan keluar
darah.
RPS (Riwayat Penyakit Sekarang)
Pasien datang ke IGD BRSD Setjonegoro Wonosobo dengan keluhan sesak nafas dan
payudara sebelah kanan mengeluarkan darah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
dan bertambah berat pada 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Terdapat benjolan pada
payudara sebelah kanan dirasakan pasien sejak kurang lebih 2 tahun yang lalu tidak
nyeri, bertambah besar, multiple, ukuran sebelumnya sebesar buah duku dan sekarang
sebesar bola tenis, teraba keras dan sulit digerakkan. Pasien tidak merasa mual, tidak
muntah, BAB normal, BAK normal.
RPD (Riwayat Penyakit Dahulu)
Pasien belum pernah mempunyai benjolan payudara atau infeksi sebelumnya, riwayat
operasi sebelumnya disangkal. Riwayat alergi, DM, Jantung, sesak nafas disangkal.
RPK (Riwayat Penyakit Keluarga)
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal. Riwayat keluarga dengan
penyakit keganasan juga disangkal.
Riwayat Pribadi
Riwayat menstruasi pertama pada umur 12 tahun, siklus menstruasi teratur tiap bulan,
3 bulan terakhir belum meanstruasi. Menikah sekali pada umur 25 tahun, mempunyai
anak 1 umur 14 tahun, anak ke 2 umur 9 tahun. Tidak sedang menyusui, riwayat
menyusui anak 1 dan 2 lancar. Riwayat KB suntik sudah 3 tahun, pasien mengaku
tidak merokok, tidak mengkonsumsi obat-obatan, tidak mengkonsumsi alkohol.
ANAMNESIS SISTEM
Sistem Cerebrospinal : Tidak merasa pusing, pasien sadar.
Sistem Respirasi : Tidak batuk, merasa sesak nafas, dan tidak nyeri dada
Sistem Kardiovaskuler : Tidak merasa berdebar-debar
Sistem Gastrointestinal : Tidak ada nyeri perut, tidak kembung, tidak ada gangguan
BAB, tidak mual, dan tidak muntah.
Sistem Urinarius : Tidak ada gangguan BAK, tidak nyeri
Sistem Muskuloskeletal : Tonus baik, kekuatan dan sensitivitas normal.
Sistem Integumentum : Suhu raba terasa hangat, turgor kulit baik.
RINGKASAN ANAMNESIS :
Pasien perempuan usia 39 tahun datang ke IGD BRSD Setjonegoro Wonosobo
dengan keluhan sesak nafas dan payudara sebelah kanan mengeluarkan darah sejak 3
hari sebelum masuk rumah sakit dan bertambah berat pada 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Terdapat benjolan pada payudara sebelah kanan dirasakan pasien sejak
kurang lebih 2 tahun yang lalu tidak nyeri, bertambah besar, multiple, ukuran
sebelumnya sebesar buah duku dan sekarang sebesar bola tenis, teraba keras dan sulit
digerakkan. Pasien tidak merasa mual, tidak muntah, BAB normal, BAK normal.
Pasien belum pernah mempunyai benjolan payudara atau infeksi sebelumnya, riwayat
operasi sebelumnya disangkal. Riwayat alergi, DM, Jantung, sesak nafas disangkal.
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal. Riwayat keluarga dengan
penyakit keganasan juga disangkal. Riwayat menstruasi pertama pada umur 12 tahun,
siklus menstruasi teratur tiap bulan, 3 bulan terakhir belum meanstruasi. Menikah
sekali pada umur 25 tahun, mempunyai anak 1 umur 14 tahun, anak ke 2 umur 9
tahun. Tidak sedang menyusui, riwayat menyusui anak 1 dan 2 lancar. Riwayat KB
suntik sudah 3 tahun, pasien mengaku tidak merokok, tidak mengkonsumsi obat-
obatan, tidak mengkonsumsi alkohol
III. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA
Keadaan Umum : Sedang, tidak tampak pucat, tidak tampak kesakitan.
Kesadaran : Compos Mentis.
GCS : Eye 4, Verbal5, Motorik6.
Vital Sign : Tekanan Darah = 140/80
Nadi = 100x/menit, regular, isi dan tegangan
cukup
Frek. pernafasan = 20x/menit
Suhu = 36,10C
Pemeriksaan Kepala
Kepala : simetris, bentuk mesochepal, tidak teradapat deformitas
Rambut : berwarna hitam, tersebar merata, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis(-/-), sklera ikterik(-/-), Udem palpebra(-/-),
ptosis(-/-), pupil isokor, reflek cahaya(+/+)
Telinga : Discharge(-/-), pendengaran normal, simetris
Hidung : Deviasi septum(-), sekret(-), nafas cuping hidung (-)
Bibir dan mulut : Sianosis(-), lidah kotor dengan tepi hiperemis(-), faring
hiperemis(-), bibir kering(-)
PEMERIKSAAN LEHER
Tekanan vena jugularis 5-2 cm H2O, leher teraba hangat, Limfonodi leher
tidak teraba, tiroid tidak membesar, tidak di temukan adanya hematom dan jejas post
trauma, tidak ada luka, dan tidak ada nyeri leher.
PEMERIKSAAN THORAX
PARU / PULMO
Inspeksi : tidak tampak adanya jejas, tidak ada bekas operasi, tidak ada sikatrik,
dan tidak ada retraksi
Palpasi : nyeri tekan(-), vocal fremitus kanan sama dengan kiri. Tidak ada
ketinggalan gerak, dan tidak ada krepitasi
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler, dan tidak ada suara tambahan
JANTUNG / COR
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba, tidak kuat angkat pada SIC 4
Perkusi : redup di daerah cor.
Kanan atas : SIC IV LPS dextra, kiri atas: SIC V MC sinistra,
Kanan bawah : SIC VIII PS dextra, kiri bawah: SIC VIII MC sinistra.
PEMERIKSAAN ABDOMEN
Inspeksi : flat/datar, dinding dada // dinding perut, tidak ada gambaran darm
steifung dan darm countour, tidak tampak adanya luka, tak tampak
massa dan tidak ada sikatrik.
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : timpani pada seluruh perut, redup hepar(+)
Palpasi : supel, nyeri tekan(-), tidak teraba massa, hepar dan lien tidak teraba.
PEMERIKSAAN EKSTREMITAS
Superior : akral hangat, udem (-/-), sianosis (-), deformitas(-/-), kekuatan otot
(5/5)
Inferiror : akral hangat, udem (-/-), sianosis (-), deformitas(-/-), kekuatan otot
(5/5)
STATUS LOKALIS
Mammae dextra
Inspeksi : Mammae asimetris, mammae berwarna coklat tua, kulit
berlekuk, tidak terdapat adanya ulserasi atau borok, terdapat benjolan pada
mammae, terdapat adanya retraksi puting susu. Tidak terdapat
pembengkakkan limfonodi axilla.
Palpasi : Teraba massa berukuran 8 x 6 x 5 cm, di seluruh mammae, bentuk
tidak beraturan, konsistensi keras, mobile (-), batas tidak tegas, melekat
kulit dan dasar, tidak nyeri, terdapat cairan atau darah yang keluar dari
papila mammae.
IV. DIAGNOSA KERJA
Tumor mammae dextra curiga ganas T3N0Mx stadium 4
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ro. Thorax AP
VI. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah lengkap dan golongan darah
Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah didapatkan hasil :
Hasil Interpretasi Unit Nilai normal
AL 7,85 N 10 3/ µL 5-10
RBC 3,63 N 10 6/ µL 4,00-5,00
HGB 10,5 Turun g/dl 12,0-16,0
PLT 254 N 103/µL 150-400
Pemeriksaan darah tambahan
Hasil Nilai normal
Golongan darah O
Cholesterol total 153 150-200 mg%
Trigiliserid 151 70-170 mg%
Ureum 14,9 20-40 mg%
Kreatinin 0,5 0,5-1,2 mg%
SGOT 19 5-40
SGPT 10 5-35
GDS 148 < 150
HbsAg - ( negatif )
VII. PEMERIKSAAN ECG
Normal Synus Rhytm
VIII. PLANING
RL 20 ttpm
Cefotaxime 2 x 1
Kalnex 2 x 1
Ketorolak 3x 1
Follow up hari ke 1 (21 Mei 2010)
Pasien mengeluh sesak nafas, payudara kanan keluar darah (+), BAB (+) dan BAK
(+) DBN
Keadaan Umum : Sedang, tidak tampak pucat, tidak tampak kesakitan.
Kesadaran : Compos Mentis.
GCS : Eye 4, Verbal5, Motorik6.
Vital Sign : Tekanan Darah = 140/80
Nadi = 100x/menit, regular, isi dan tegangan
cukup
Frek. pernafasan = 20x/menit
Suhu = 36,10C
STATUS GENERALIS
Pemeriksaan Kepala
Kepala : simetris, bentuk mesochepal, tidak teradapat deformitas
Rambut : berwarna hitam, tersebar merata, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis(-/-), sklera ikterik(-/-), Udem palpebra(-/-),
ptosis(-/-), pupil isokor, reflek cahaya(+/+)
Telinga : Discharge(-/-), pendengaran normal, simetris
Hidung : Deviasi septum(-), sekret(-), nafas cuping hidung (-)
Bibir dan mulut : Sianosis(-), lidah kotor dengan tepi hiperemis(-), faring
hiperemis(-), bibir kering(-)
PEMERIKSAAN LEHER
Tekanan vena jugularis 5-2 cm H2O, leher teraba hangat, Limfonodi leher
tidak teraba, tiroid tidak membesar, tidak di temukan adanya hematom dan jejas post
trauma, tidak ada luka, dan tidak ada nyeri leher.
PEMERIKSAAN THORAX
PARU / PULMO
Inspeksi : tidak tampak adanya jejas, tidak ada bekas operasi, tidak ada sikatrik,
dan tidak ada retraksi
Palpasi : nyeri tekan(-), vocal fremitus kanan sama dengan kiri. Tidak ada
ketinggalan gerak, dan tidak ada krepitasi
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler, dan tidak ada suara tambahan
JANTUNG / COR
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba, tidak kuat angkat pada SIC 4
Perkusi : redup di daerah cor.
Kanan atas : SIC IV LPS dextra, kiri atas: SIC V MC sinistra,
Kanan bawah : SIC VIII PS dextra, kiri bawah: SIC VIII MC sinistra.
PEMERIKSAAN ABDOMEN
Inspeksi : flat/datar, dinding dada // dinding perut, tidak ada gambaran darm
steifung dan darm countour, tidak tampak adanya luka, tak tampak
massa dan tidak ada sikatrik.
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : timpani pada seluruh perut, redup hepar(+)
Palpasi : supel, nyeri tekan(-), tidak teraba massa, hepar dan lien tidak teraba.
PEMERIKSAAN EKSTREMITAS
Superior : akral hangat, udem (-/-), sianosis (-), deformitas(-/-), kekuatan otot
(5/5)
Inferiror : akral hangat, udem (-/-), sianosis (-), deformitas(-/-), kekuatan otot
(5/5)
STATUS LOKALIS
Mammae dextra
Inspeksi : Mammae asimetris, mammae berwarna coklat tua, kulit
berlekuk, tidak terdapat adanya ulserasi atau borok, terdapat benjolan pada
mammae, terdapat adanya retraksi puting susu. Tidak terdapat
pembengkakkan limfonodi axilla.
Palpasi : Teraba massa berukuran 8 x 6 x 5 cm, di seluruh mammae, bentuk
tidak beraturan, konsistensi keras, mobile (-), batas tidak tegas, melekat
kulit dan dasar, tidak nyeri, terdapat cairan atau darah yang keluar dari
papila mammae.
DIAGNOSA KERJA
Tumor mammae dextra curiga ganas T3N0Mx stadium 4
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ro. Thorax AP : Cor : kesan tidak membesar
Pulmo : corakan bronkovaskuler bertambah
Diagfragma dbn & sinus Sn tumpul
Kesan : Cor tak membesar
PLANING
RL 20 ttpm
Cefotaxime 2 x 1
Kalnex 2 x 1
Ketorolak 3 x 1
Follow up hari ke II (22 mei 2010)
Pasien mengeluh sesak nafas, payudara kanan keluar darah (+), BAB (+) dan
BAK (+) DBN
Keadaan Umum : Sedang, tidak tampak pucat, tidak tampak kesakitan.
Kesadaran : Compos Mentis.
GCS : Eye 4, Verbal5, Motorik6.
Vital Sign : Tekanan Darah = 130/80
Nadi = 100x/menit, regular, isi dan tegangan
cukup
Frek. pernafasan = 20x/menit
Suhu = 36,70C
STATUS GENERALIS
Status Quo
STATUS LOKALIS
Mammae dextra
Inspeksi : Mammae asimetris, mammae berwarna coklat tua, kulit
berlekuk, tidak terdapat adanya ulserasi atau borok, terdapat benjolan pada
mammae, terdapat adanya retraksi puting susu. Tidak terdapat
pembengkakkan limfonodi axilla.
Palpasi : Teraba massa berukuran 8 x 6 x 5 cm, di seluruh mammae, bentuk
tidak beraturan, konsistensi keras, mobile (-), batas tidak tegas, melekat
kulit dan dasar, tidak nyeri, terdapat cairan atau darah yang keluar dari
papila mammae.
DIAGNOSA KERJA
Tumor mammae dextra curiga ganas T3N0Mx stadium 4
PLANING
RL 20 ttpm
Cefotaxime 2 x 1
Kalnex 2 x 1
Ketorolak 3 x 1
Follow up hari ke III (23 mei 2010)
Pasien mengeluh sesak nafas, payudara kanan keluar darah (+), BAB (+) dan
BAK (+) DBN
Keadaan Umum : Sedang, tidak tampak pucat, tidak tampak kesakitan.
Kesadaran : Compos Mentis.
GCS : Eye 4, Verbal5, Motorik6.
Vital Sign : Tekanan Darah = 130/80
Nadi = 80x/menit, regular, isi dan tegangan
cukup
Frek. pernafasan = 20x/menit
Suhu = 36,80C
STATUS GENERALIS
Status Quo
STATUS LOKALIS
Mammae dextra
Inspeksi : Mammae asimetris, mammae berwarna coklat tua, kulit
berlekuk, tidak terdapat adanya ulserasi atau borok, terdapat benjolan pada
mammae, terdapat adanya retraksi puting susu. Tidak terdapat
pembengkakkan limfonodi axilla.
Palpasi : Teraba massa berukuran 8 x 6 x 5 cm, di seluruh mammae, bentuk
tidak beraturan, konsistensi keras, mobile (-), batas tidak tegas, melekat
kulit dan dasar, tidak nyeri, terdapat cairan atau darah yang keluar dari
papila mammae.
DIAGNOSA KERJA
Tumor mammae dextra curiga ganas T3N0Mx stadium 4
PLANING
RL 20 ttpm
Cefotaxime 2 x 1
Kalnex 2 x 1
Ketorolak 3 x 1
Follow up hari ke IV (24 mei 2010)
Pasien mengeluh sesak nafas, payudara kanan keluar darah (+), BAB (+) dan
BAK (+) DBN
Keadaan Umum : Sedang, tidak tampak pucat, tidak tampak kesakitan.
Kesadaran : Compos Mentis.
GCS : Eye 4, Verbal5, Motorik6.
Vital Sign : Tekanan Darah = 120/80
Nadi = 100x/menit, regular, isi dan tegangan
cukup
Frek. pernafasan = 20x/menit
Suhu = 36,80C
STATUS GENERALIS
Status Quo
STATUS LOKALIS
Mammae dextra
Inspeksi : Mammae asimetris, mammae berwarna coklat tua, kulit
berlekuk, tidak terdapat adanya ulserasi atau borok, terdapat benjolan pada
mammae, terdapat adanya retraksi puting susu. Tidak terdapat
pembengkakkan limfonodi axilla.
Palpasi : Teraba massa berukuran 8 x 6 x 5 cm, di seluruh mammae, bentuk
tidak beraturan, konsistensi keras, mobile (-), batas tidak tegas, melekat
kulit dan dasar, tidak nyeri, terdapat cairan atau darah yang keluar dari
papila mammae.
DIAGNOSA KERJA
Tumor mammae dextra curiga ganas T3N0Mx stadium 4
PLANING
RL 20 ttpm
Cefotaxime 2 x 1
Neurodex 3 x 1
BAB II
DASAR TEORI
I. DEFINISI
Tumor (bahasa Latin; pembengkakan) menunjuk massa jaringan yang tidak normal,
tetapi dapat berupa "ganas" (bersifat kanker) atau "jinak" (tidak bersifat kanker).
Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak
terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan
biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan
(invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang
tidak terkendali tersebut disebabkan kerusakan DNA,
menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel. Beberapa buah
mutasi mungkin dibutuhkan untuk mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi-
mutasi tersebut sering diakibatkan agen kimia maupun fisik yang disebut karsinogen.
Mutasi dapat terjadi secara spontan (diperoleh) ataupun diwariskan (mutasi germline).
Batasan Tumor jinak mammae ialah neoplasma jinak yang berasal dari parenkim,
stroma, areola dan papilla mammae. Termasuk Tumor jaringan lunak mammae,
lipoma, hemangioma mammae, tidak termasuk tumor jinak kulit mammae.
Neoplasma jinak meliputi: Displasia mammae, Adenoma mammae, Kista mammae,
Adenoma papilla mammae, Duktal ekasia, Duktal papilloma, Fibrosklerosis,
Fibroadenoma mammae, Ginekomasti Kistasarkoma, Filloides Adenosis, Lipoma
mammae, Penyakit Fibrokistik, Hemangioma mammae, Proliferasi epitel tipik,
Limfangioma mammae dan Tumor non neoplasma lainnya.
Gambaran klinis khas:
1. Fibroadenoma mammae: a. Timbul pada wanita muda, 15-30 tahun b. Membesar
lambat c. Bentuk bulat atau oval d. Batas tegas e. Permukaan rata f. Konsistensi
padat kenyal g. Sangat mobile h. Tidak terdapat tanda invasi atau metastase.
2. Tumor Filloides: a. Bentuk bulat atau oval b. Batas tegas c. Permukaan dapat
berbenjol-benjol d. Konsistensi padat kenyal e. Sangat mobile f. Tidak terdapat
invasi atau metastase
3. Displasia Mammae: teradapat 3 varian :
a. Tanpa tumor yang jelas: a. Keluhan nyeri pada mammae yang
siklis sesuai dengan siklus menstruasi dan menghilang setelah
menstruasi (nyeri mammae pra menstruasi dan menghilang
setelah menstruasi) b. Jaringan mammae padar, menyeluruh
atau segmental
b. Berbentuk tumor: a. Kista, kista berisi cairan serous, jernih
atau keruh, singel (kista mammae singel), Multiple (kista
mammae multiple) b. Tumor padat, bentuk tidak teratur, batas
tidak tegas, sering multiple dan bilateral
c. Bentuk Campuran
d. Cairan Puting Susu (Nipple Discharge) cairan yang keluar
dari puting susu di luar laktasi dapat disebabkan oleh a.
c.Intraduktal papiloma b. Displasia mammae c. Mastitis d.
Galaktokel e. Kanker mammae f. Trauma
Diagnosis Pemeriksaan:
1. Pemeriksaan Klinis
2. Pemeriksaan penunjang klinis: a. X-foto thoraks b. USG mammae atau
mammografi c. Sitologi pada cairan puting susu d. Pemeriksaan darah, SGOT,
SGPT
3. Pemeriksaan sitologis atau patologis : Aspirasi jarum halus terapi neoplasma
jinak
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI MAMMAE
Kelenjer payudara merupakan derivatif sel epitel. Struktur anatomi payudara secara
garis besar tersusun dari jaringan lemak, lobus dan lobulus (setiap kelenjer terdiri dari
15-25 lobus) yang memproduksi cairan susu, serta ductus lactiferus yang berhubungan
dengan glandula lobus dan lobulus yang berfungsi mengalirkan cairan susu,
disamping itu juga terdapat jaringan penghubung (konektif), pembuluh darah dan
limfonodi (Hondermarck, 2003; bergman et al1996).(3)
Pertumbuhan dan perkembangan kelenjar payudara merupakan suatu seri peristiwa
yang melibatkan interaksi berbagai macam tipe sel yang berbeda yang dimulai sejak
kelahiran dan terus berlangsung di bawah pengaruh siklus menstruasi dan proses
gestasi. Rangkaian peristiwa tersebut diatur oleh interaksi yang kompleks antara
berbagai hormon steroid dan faktor pertumbuhan, baik dari sel yang berdekatan
dengannya maupun dari komponen dalam lingkungan sel tersebut (faktor
pertumbuhan). Stimulasi tersebut akan mempengaruhi perubahan morfologi dan
metabolismenya. Kerentanan kelenjar payudara terhadap tumorigenesis dipengaruhi
oleh perkembangan normal dari kelenjar itu sendiri yang dikarakterisasi dengan
berbagai perubahan dalam proliferasi dan diferensiasi sel payudara (Guyton and Hall,
1996;kumar, et al 2000). (3)
Payudara berfungsi memproduksi ASI, terdiri dari lobulus-lobulus yaitu kelenjer yang
menghasilkan ASI, tubulus atau duktus yang menghantarkan ASI dari kelenjar sampai
pada puting susu (nipple), pembuluh darah sebagai pemberi nutrisi dan salura-saluran
limfe yang akan berkumpul pada KGB aksila fungsinya membawa cairan jaringan dan
penyaring terhadap penyebaran bakteri dan sel-sel kanker, saluran limfe tidakl dapat
secara sempurna menyaring sel-sel kanker sehingga memungkinkan terjadinya
penyebaran pada organ tubuh lainnya, jaringan payudara dilindungi oleh jaringan
lemak dan ligamen-ligamen. Umumnya keganasan pada payudara diberi nama
berdasarkan asal sel kanker yaitu dari duktus atau lobulus.
III. MENGENAL CIRI SEL KANKER
Ciri suatu sel dikatakan sebagai sel kanker:
The six hallmark of cancer ( 6 Karakter sel kanker) (Pecorino, 2005) adalah sebagai
berikut ini :
1. Growth signal autonomy:
• Sel normal memerlukan sinyal eksternal untuk pertumbuhan dan pembelahannya
• Sel kanker mampu memproduksi growth factors dan growth factor receptors sendiri.
• Dalam proliferasinya sel kanker tidak tergantung pada sinyal pertumbuhan normal.
• Mutasi yang dimilikinya memungkinkan sel kanker untuk memperpendek Growth
Factor pathways .
2. Evasion Growth inhibitory signals :
• Sel normal merespon sinyal penghambatan pertumbuhan untuk mencapai
homeostasis. Jadi ada waktu tertentu bagi sel normal untuk proliferasi dan istirahat.
• Sel kanker tidak mengenal dan tidak merespon sinyal penghambatan pertumbuhan.
• Keadaan ini banyak disebabkan adanya mutasi pada beberapa gen (proto-onkogen)
pada sel kanker.
3. Evasion of Apoptosis Signals :
• Sel normal akan dikurangi jumlahnya dengan mekanisme apoptosis, bila ada
kerusakan DNA yang tidak bisa lagi direparasi.
• Sel kanker tidak peka terhadap sinyal apoptosis (padahal sel kanker membawa
acumulative DNA error yang sifatnya irreversible)
• Kegagalan sel kanker dalam merespon sinyal apoptosis lebih disebabkan karena
mutasinya gen-gen regulator apoptosis dan gen-gen sinyal apoptosis.
4. Unlimited replicative potential :
• Sel normal mengenal dan mampu menghentikan pembelahan selnya bila sudah
mencapai jumlah tertentu dan mencapai pendewasaan. Pengitungan jumlah sel ini
ditentukan oleh pemendekan telomere pada kromosom yang akan berlangsung setiap
ada replikasi DNA.
• Sel kanker memiliki mekanisme tertentu untuk tetap menjaga telomere tetap
panjang, hingga memungkinkan untuk tetap membelah diri.
• Kecacatan dalam regulasi pemendekan telomere inilah yang memungkinkan sel
kanker memiliki unlimited replicative potential.
Gambar 1 : Perbandingan relatif panjang telomer pada sel normal, sel kanker, germ
cell, dan stem cell (Kumar, Abbas & Foustro, 2005)
Gambar 2. Respon seluler terhadap pemendekan telomer. Gambar menunjukan respon
sel normal yang memiliki kemampuan intact dengan cell-cycle checkpoints dan sel
kehilangan kemampuan intact dengan cell-cycle checkpoints (Vong & Collins ,
Lancet 362 :983, 2003 cit Kumar, Abbas & Foustro, 2005)
5. Angiogenesis (formation of blood vessels) :
• Sel normal memiliki ketergantungan terhadap pembuluh darah untuk mendapatkan
suplay oksigen dan nutrient yang diperlukan untuk hidup. Namun, arsitektur
pembuluh darah sel normal lebih seherhana atau konstan sampai dengan sel itu
dewasa.
• Sel kanker mampu menginduksi angiogenesis, yaitu pertumbuhan pembuluh darah
baru di sekitar jaringan kanker. Pembentukan pembuluh darah baru ini diperlukan
untuk survival sel kanker dan ekspansi ke bagian lain dari tubuh (metastase).
• Kecacatan pada pengaturan keseimbangan induser angiogenik dan inhibitornya
dapat mengaktifkan angiogenic switch.
6. Invasion and metastasis :
• Normal sel memiki kepatuhan untuk tidak berpindah ke lokasi lain di dalam tubuh.
• Perpindahan sel kanker dari lokasi primernya ke lokasi sekunder atau tertiernya
merupakan faktor utama adanya kematian yang disebabkan karena kanker
• Mutasi memungkinkan peningkatan aktivitas ensim-ensim yang terlibat invasi sel
kanker (MMPs)
• Mutasi juga memungkinkan berkurangnya atau hilangnya adesi antar sel oleh
molekul-molekul adisi sel, meningkatnya attachment, degragasi dan migrasi ( gambar
1 dan 2 berikut ini )
Gambar 3 . Hilangnya intercellular junctions (adesi antar sel / antar molekul adesi)
dan meningkatnya daya attachment sel kanker ke membrana basalis memacu invasi
dan metastase (Kumar, Abbas & Foustro, 2005)
Gambar 4 . meningkatnya kemampuan degradasi matriks ekstra seluler memacu
migrasi , invasi dan metastase (Kumar, Abbas & Foustro, 2005)
Gambar 5. Proses metastase sel kanker , dimulai dari transformasi clonal, metastasic
sub clone, intravasasi sampai dengan pertumbuhan jaringantumor di daerah yang baru.
(Kumar, Abbas & Foustro, 2005)
Pada percobaan in vitro , perbedaan karakter antara sel normal dan kanker adalah
sebagai berikut :
• Sel normal akan tumbuh sebagai selapis sel (monolayer) jika dibiakan dalam
petridish, semua ini karena adanya kepekaan terhadap contact inhibition dengan sel-
sel tetangganya (bila sel normal sudah menyentuh sel tetangganya maka
pertumbuhannya akan berhenti).
• Transformed cells (sel kanker) memiliki fenotipe sebagai berikut :
o Tumbuh terus tanpa mengenal contact inhibitory signals, tumbuh menumpuk ke atas
bukan sebgai monolayer.
o Dapat tumbuh dalam kondisi minim serum (serum / FBS (fetal bovine seru) berisi
banyak Growth factor, sel kanker mampu memenuhi kebutuhan Growth factors
sendiri.
o Morfologi sel kanker lebih membulat dengan inti yang relatif lebih besar (karena
aktif membelah).
Selain dari hal-hal diatas masih terkait dengan ciri sel kanker yang penting adalah
TSA ( Tumor spesific Antigen ) dan TAA ( Tumor Associated Antigen).
1. TSA (Tumor spesific Antigen) adalah :
a. Tissue-spesific shared antigen.
b. Antigen Resulting from mutation
c. Viral antigen (untuk malignansi yang berkaitan denganinfeksi viral onkogenik).
2. TAA (Tumor associated Antigen) adalah :
a. Tissue specific antigen (Misal MUC-1 spesifik pada adenokarsinoma kolon).
b. Over expressed antigen
c. Onco-fetal antigen (misal CEA
d. Differentiations antigen.
IV. KANKER PAYUDARA
Sekitar dua abad yang lalu, penyakit infeksi menduduki urutan pertama sebagai
penyakit yang menyebabkan kematian. Sejak pertengahan abad 19, seiring dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peningkatan kualitas hidup manusia
maka pola penyakit juga berubah. Penyakit pembuluh darah dan kanker mulai
menggeser kedudukan penyakit infeksi.
Kanker payudara dapat terjadi pada pria maupun wanita, hanya saja prevalensi pada
wanita jauh lebih tinggi. Diperkirakan pada tahun 2006 di Amerika, terdapat 212.920
kasus baru kanker payudara pada wanita dan 1.720 kasus baru pada pria, dengan
40.970 kasus kematian pada wanita dan 460 kasus kematian pada pria (Anonimc,
2006). Di Indonesia, kanker payudara menempati urutan ke dua setelah kanker leher
rahim (Tjindarbumi, 1995). Kejadian kanker payudara di Indonesia sebesar 11% dari
seluruh kejadian kanker (siswono, 2003 )
Di Amerika Serikat, 20 % dari kematian disebabkan oleh karena kanker. Setengah
dari kematian akibat kanker ini disebabkan oleh tiga macam yang tersering yaitu
paru, payudara dan kolorektal. Meskipun statistik dan prevalensi penyakit kanker di
Indonesia tahun 2000 mendatang akan seperti pola penyakit di negara-negara maju.
Karena itu mulai saat ini perlu dipersiapkan segala sesuatunya untuk menghadapi
tahun 2000 yang akan datang (Ampi Retnowati, 1990).
Cara terbaik untuk menghadapi masalah kanker adalah dengan pencegahan atau
setidaknya dengan deteksi dini. Sayangnya pasien kanker sering datang ke dokter
dengan kondisi yang sudah parah (stadium lanjut), karena pada stadium dini belum
dirasakan gejala yang mengkhawatirkan. Untuk kasus demikian keberhasilan
penyembuhan tergantung pada keberhasilan penanganan selanjutnya (Ampi
Retnowati, 1990).
Tujuan akhir penemuan dini penyakit kanker adalah untuk memperbaiki angka
kematian hidup serta angka penyembuhan sehingga harapan hidup penderita kanker
yang ditemukan pada stadium dini menjadi lebih baik (Tjindarbumi, 1985).
V. PATOFISIOLOGI
Lobulus dan duktus payudara sangat responsif terhadap estrogen karena sel epitel
lobulus dan duktus mengekspresikan reseptor estrogen (ER) yang menstimulasi
pertumbuhan, diferensiasi, perkembangan kelenjar payudara, dan mammogenesis
(Van De Graaff and Fox, 1995).
Pertumbuhan dan perkembangan kelenjar payudara merupakan suatu seri peristiwa
yang melibatkan interaksi berbagai macam tipe sel yang berbeda yang dimulai sejak
kelahiran dan terus berlangsung di bawah pengaruh siklus menstruasi dan proses
gestasi. Rangkaian peristiwa tersebut diatur oleh interaksi yang kompleks antara
berbagai hormon steroid dan faktor pertumbuhan, baik dari sel yang berdekatan
dengannya maupun dari komponen dalam lingkungan sel tersebut (faktor
pertumbuhan). Stimulasi tersebut akan mempengaruhi perubahan morfologi dan
metabolismenya. Kerentanan kelenjar payudara terhadap tumorigenesis dipengaruhi
oleh perkembangan normal dari kelenjar itu sendiri yang dikarakterisasi dengan
berbagai perubahan dalam proliferasi dan diferensiasi sel payudara (Guyton and Hall,
1996; Kumar, et al., 2000).
Penelitian menunjukkan bahwa sistem endokrin yang mengontrol perkembangan
payudara mempengaruhi risiko terjadinya kanker payudara. Keseimbangan antara
proliferasi, diferensiasi dan kematian sel-sel kelenjar payudara berperan penting
dalam proses perkembangan tersebut. Gangguan dalam keseimbangan ini akan dapat
mengakibatkan terjadinya kanker (Kumar et al., 2000). Beberapa faktor endokrin yang
berkaitan dengan faktor risiko adalah obesitas, karena dalam keadaan obesitas
terdapat peningkatan produksi estrogen jaringan adipase payudara; peningkatan kadar
estrogen endogen dalam darah; kadar androstenedion dan testosteron dalam darah
yang lebih tinggi dari normal yang bisa diubah menjadi estrogen estron dan kemudian
estradiol; peningkatan kadar estrogen dan androgen dalam urin.
Estrogen merupakan suatu hormon steroid yang memberikan karakteristik seksual
pada wanita, mempengaruhi berbagai organ dan jaringan di antaranya terlibat pada
regulasi proliferasi sel dan diferensiasi baik pada wanita atau pria. Estrogen
menyebabkan perkembangan jaringan stroma payudara, pertumbuhan sistem duktus
yang luas, dan deposit lemak pada payudara (Guyton and Hall, 1996). Diduga paparan
yang berlebihan dari estrogen endogen dalam fase kehidupan perempuan
berkontribusi dan mungkin merupakan faktor penyebab terjadinya kanker payudara
(Yager and Davidson, 2006).
Pada umumnya tumor pada payudara bermula dari sel epitelial, sehingga kebanyakan
kanker payudara dikelompokkan sebagai karsinoma (keganasan tumor epitelial).
Sedangkan sarkoma, yaitu keganasan yang berangkat dari jaringan penghubung,
jarang dijumpai pada payudara. Berdasarkan asal dan karakter histologinya kanker
payudara dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu in situ karsinoma dan
invasive karsinoma. Karsinoma in situ dikarakterisasi oleh lokalisasi sel tumor baik di
duktus maupun di lobular, tanpa adanya invasi melalui membran basal menuju stroma
di sekelilingnya. Sebaliknya pada invasive karsinoma, membran basal akan rusak
sebagian atau secara keseluruhan dan sel kanker akan mampu menginvasi jaringan di
sekitarnya menjadi sel metastatik (Hondermarck, 2003).
Kanker payudara pada umumnya berupa ductal breast cancer yang invasif dengan
pertumbuhan tidak terlalu cepat (Tambunan, 2003). Kanker payudara sebagian besar
(sekitar 70%) ditandai dengan adanya gumpalan yang biasanya terasa sakit pada
payudara, juga adanya tanda lain yang lebih jarang yang berupa sakit pada bagian
payudara, erosi, retraksi, pembesaran dan rasa gatal pada bagian puting, juga secara
keseluruhan timbul kemerahan, pembesaran dan kemungkinan penyusutan payudara.
Sedangkan pada masa metastasis dapat timbul gejala nyeri tulang, penyakit kuning
atau bahkan pengurangan berat badan (Bosman, 1999). Sel kanker payudara dapat
tumbuh menjadi benjolan sebesar 1 cm2 dalam waktu 8-12 tahun (Tambunan, 2003).
Pada tumor yang ganas, benjolan ini besifat solid, keras, tidak beraturan, dan
nonmobile. Pada kasus yang lebih berat dapat terjadi edema kulit, kemerahan, dan
rasa panas pada jaringan payudara (Lindley dan Michaud, 2005).
Penyebab kanker payudara sangat beragam, tetapi ada sejumlah faktor risiko yang
dihubungkan dengan perkembangan penyakit ini yaitu asap rokok, konsumsi alkohol,
umur pada saat menstruasi pertama, umur saat melahirkan pertama, lemak pada
makanan, dan sejarah keluarga tentang ada tidaknya anggota keluarga yang menderita
penyakit ini (Macdonald dan Ford,1997). Hormon tampaknya juga memegang
peranan penting dalam terjadinya kanker payudara. Estradiol dan atau progresteron
dalam daur normal menstruasi meningkatkan resiko kanker payudara. Hal ini terjadi
pada kanker payudara yang memiliki reseptor estrogen, dimana memang 50 % kasus
kanker payudara merupakan kanker yang tergantung estrogen (Gibbs, 2000).
Meskipun mekanisme molekuler yang mempengaruhi risiko terjadinya kanker
payudara dan progresi dari penyakit ini belum dapat diketahui secara persis namun
aktivasi onkogen yang disebabkan oleh modifikasi genetik (mutasi, amplifikasi atau
penyusunan ulang kromosomal) atau oleh modifikasi epigenetik (ekspresi berlebihan)
dilaporkan mampu mengarahkan pada terjadinya multiplikasi dan migrasi sel.
Beberapa onkogen telah diketahui mempengaruhi karsinogenesis kanker payudara,
diantaranya Ras, c-myc, epidermal growth factor receptor (EGFR, erb-B1), dan erb-
B2 (HER-2/neu) (Greenwald, 2002). Perubahan ekspresi maupun fungsi dari gen
supresor tumor seperti BRCA1, BRCA2 dan p53 tidak sepenuhnya bertanggungjawab
dalam tingginya prevalensi kanker payudara spontan. Mutasi atau ketiadaan BRCA1
terdapat pada <10% kanker payudara, sementara itu mutasi p53 terjadi pada lebih dari
30% kanker payudara (Bouker et al., 2005).
Diperkirakan perkembangan tumor dari perubahan seluler pertama kali sampai
kemudian terlihat melalui mammografi memerlukan waktu 6 sampai 8 tahun. Adanya
perubahan sel kanker payudara menjadi sel yang ganas telah membentuk
heterogenisitas dalam lingkungan di dalam sel. Selain itu, inflamasi lokal yang terjadi
pada kasus kanker payudara mengindikasikan aktivitas sel sistem imun dan
interaksinya dengan tumor (Hondermarck, 2003).
Deteksi kanker payudara dapat dilakukan dengan mammograms yang kadang-kadang
dapat mendeteksi tumor secara dini. Stadium kanker payudara dapat diklasifikaskan
berdasarkan diameter tumor, keterlibatan nodus lymphe, dan ada tidaknya jaringan
yang terkena invasi metastasis kanker. Faktor prognostik pemeriksaan kanker
payudara juga meliputi status nodus lymphe, kondisi dan diferensiasi tumor, dan
kehadiran reseptor estrogen (Macdonald dan Ford, 1997).
Awalnya, proses metastase kanker payudara diinisiasi oleh adanya aktivasi atau
overekspresi beberapa protein, misalnya reseptor estrogen (ER) dan c-erbB-2 (HER2)
yang merupakan protein predisposisi kanker payudara (Fuqua, 2001; Eccles, 2001).
Sekitar 50% kasus kanker payudara merupakan kanker yang tergantung estrogen dan
sekitar 30% kasus merupakan kanker yang positif mengekspresi HER-2 berlebihan
(Gibbs, 2000). Kedua protein tersebut selain berperan dalam metastasis, juga berperan
dalam perkembangan kanker payudara (early cancer development). Estrogen
berikatan dengan reseptor estrogen (ER) membentuk kompleks reseptor aktif dan
mempengaruhi transkripsi gen yang mengatur proliferasi sel. Estrogen dapat memacu
ekspresi protein yang berperan dalam cell cycle progression, seperti Cyclin D1, CDK4
(cyclin-dependent kinases4), Cyclin E dan CDK2. Aktivasi reseptor estrogen juga
berperan dalam aktivasi beberapa onkoprotein seperti Ras, Myc, dan CycD1 (Foster et
al., 2001). Aktivasi protein ini mengakibatkan adanya pertumbuhan berlebih melalui
aktivasi onkoprotein yang lain seperti PI3K, Akt, Raf dan ERK. Protein Myc
merupakan protein faktor transkripsi yang penting untuk pertumbuhan, sedang CycD1
merupakan protein penting dalam kelangsungan cell cycle progression sehingga
adanya aktivasi tersebut akan mengakibatkan perkembangan kanker yang dipercepat
(Hanahan and Weinberg, 2000). Estrogen akan menstabilkan keberadaan protein Myc.
Protein ini sendiri berfungsi dalam menghambat kemampuan CKIKIPI untuk
menghambat Cdk2 (Foster et al., 2001), padahal komplek Cyclin E/Cdk2 bertanggung
jawab pada proses transisi sel dari fase G1 memasuki fase S (Pan et al., 2002)
.
Selain itu, kompleks estrogen dengan reseptornya juga akan memacu transkripsi
beberapa gen tumor suppressor, seperti BRCA1, BRCA2, dan p53. Akan tetapi pada
penderita kanker payudara (yang umumnya telah lewat masa menopause) gen-gen
tersebut telah mengalami perubahan akibat dari hiperproliferasi sel-sel payudara
selama perkembangannya sehingga tidak berperan sebagaimana mestinya (Adelmann
dkk., 2000; Clarke, 2000). Gen BRCA 1 terletak pada kromosom 17q21, terdiri dari
22 ekson dan panjangnya kira-kira 100 kb. Gen ini merupakan tumor suppresor gene.
Resiko terjadinya kanker payudara karena mutasi gen ini sebesar 85 % dan pada
wanita usia di bawah 50 tahun sebesar 50 %. Gen BRCA 2 mempunyai ukuran 70 kb
dan terdiri dari 27 ekson, terletak pada kromosom 13q12. Resiko terjadinya kanker
payudara karena mutasi pada gen ini sebesar 80-90 % pada wanita. Gen p53 secara
normal menyandi protein dengan berat molekul 53 kDa yang terlibat dalam kontrol
pertumbuhan sel. Terjadinya mutasi pada gen ini dapat menyebabkan pertumbuhan sel
menjadi tidak terkontrol (Gondhowiarjo, 2004). Hilangnya 4p, 4q dan 5q pada
BRCA1 serta 7p dan 17q24 pada BRCA2 dapat digunakan untuk membedakan antara
kanker payudara yang disebabkan faktor keturunan atau penyebab umum lainnya
(Borg, 2005). Mutasi pada BRCA1 adalah delesi ekson 11 sedangkan pada BRCA2
adalah delesi ekson 12 dan 3 (Franks and Teich, 1997). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa peran BRCA1 dan BRCA2 diantaranya dapat menjaga kestabilan dan integritas
genetik melalui kemampuannya untuk melakukan homolog rekombinasi. Protein
tersebut terlibat pula dalam perbaikan kerusakan DNA akibat oksidasi melalui
interaksinya dengan RAD50, RAD51, dan protein-protein lain yang merespon
kerusakan DNA. Fungsi BRCA1 dalam perbaikan DNA berkaitan dengan protein
GADD45 (Growth Arrest and DNA Damage) yang di-upregulasi ketika terjadi
overekspresi BRCA1. Saat terjadi kerusakan DNA, BRCA1 akan terlepas dari
pasangannya, yaitu CtIP (CtBP-Interacting Protein) sehingga BRCA1 dapat
mengaktifkan GADD45 yang akan menjaga stabilitas genomik (Wickremasighe and
Hoffbrand, 1999).
Salah satu model sel kanker payudara yang banyak digunakan dalam penelitian adalah
sel MCF7 dan sel T47D. Sel MCF-7 adalah sel kanker payudara yang diperoleh dari
pleural effusion breast adenocarcinoma seorang pasien wanita Kaukasian berumur 69
tahun, golongan darah O, dengan Rh positif. Sel menunjukkan adanya diferensiasi
pada jaringan epitel mammae termasuk diferensiasi pada sintesis estradiol. Media
dasar penumbuh sel MCF-7 adalah media EMEM terformulasi. Untuk memperoleh
media kompleks, maka ditambahkan 0,01 mg/ml bovine insulin dan FBS hingga
konsentrasi akhir FBS dalam media menjadi 10%. Sel ditumbuhkan pada suhu 37°C
dan dengan kadar CO2 5%. Sel MCF-7 tergolong cell line adherent (ATCC, 2008b)
yang mengekspresikan reseptor estrogen alfa (ER-α), resisten terhadap doxorubicin
(Zampieri dkk., 2002), dan tidak mengekspresikan caspase-3 (Onuki dkk., 2003;
Prunet dkk., 2005). Karakteristik tersebut membedakannya dengan sel kanker
payudara lain, seperti sel T47D.
Sel kanker payudara T47D merupakan continous cell lines yang morfologinya seperti
sel epitel yang diambil dari jaringan payudara seorang wanita berumur 54 tahun yang
terkena ductal carcinoma. Sel ini dapat ditumbuhkan dengan media dasar penumbuh
RPMI (Roswell Park Memorial Institute) 1640. Untuk memperoleh media kompleks,
maka ditambahkan 0,2 U/ml bovine insulin dan Foetal Bovine Serum (FBS) hingga
konsentrasi akhir FBS dalam media menjadi 10%. Sel ditumbuhkan pada suhu 37°C
dengan kadar CO2 5%. Sel ini termasuk cell line adherent (ATCC, 2008a) yang
mengekspresikan ER-β (Zampieri dkk., 2002) dibuktikan dengan adanya respon
peningkatan proliferasi sebagai akibat pemaparan 17β-estradiol (Verma dkk., 1998).
Sel ini memiliki doubling time 32 jam dan diklasifikasikan sebagai sel yang mudah
mengalami diferensiasi karena memiliki reseptor estrogen + (Wozniak and Keely,
2005). Sel ini sensitif terhadap doxorubicin (Zampieri dkk., 2002) dan mengalami
missense mutation pada residu 194 (dalam zinc binding domain L2) gen p53. Loop L2
ini berperan penting pada pengikatan DNA dan stabilisasi protein. Jika p53 tidak
dapat berikatan dengan response element pada DNA, kemampuannya untuk regulasi
cell cycle dapat berkurang atau hilang (Schafer et al., 2000). Pada sel tumor dengan
mutasi p53, diketahui terjadi pengurangan respons terhadap agen-agen yang
menginduksi apoptosis dan tumor-tumor tersebut kemungkinan menjadi resisten
terhadap obat antineoplastik yang memiliki target pengrusakan DNA (Crawford,
2002).
VI. STADIUM Ca MAMMAE
Sistem yang digunakan untuk menggambarkan stadium dari kanker adalah system
TNM. System ini menggunakan tiga kriteria untuk menentukan stadium kanker, yaitu:
1. Tumor itu sendiri. Seberapa besra ukuran tumornya dan dimana lokasinya ( T =
Tumor )
2. Kelenjar getah bening di sekitar tumor. Apakah tumor telah menyebar kekelenjar
getah bening disekitarnya? ( N, Node )
3. Kemungkinan tumor telah menjalar ke organ lain ( M, Metastasis )
Dan berikut penjelasan rincinya :
STADIUM 0
Disebut Ductal Carsinoma In Situ atau Noninvasive Cancer. Yaitu kanker tidak
menyebar keluar dari pembuluh / saluran payudara dan kelenjar-kelenjar (lobules)
susu pada payudara.
STADIUM 1
Tumor masih sangat kecil dan tidak menyebar serta tidak ada titik pada pembuluh
getah bening.
STADIUM II A
Pasien pada kondisi ini :
1. Diameter tumor lebih kecil atau sama dengan 2 cm dan telah ditemukan pada
titik-titik pada saluran getah bening di ketiak ( axillary limphnodes )
2. Diameter tumor lebih lebar dari 2 cm tapi tidak lebih dari 5 cm. Belum
menyebar ke titik-titik pembuluh getah bening pada ketiak ( axillary
limphnodes ).
3. Tidak ada tanda-tanda tumor pada payudara, tapi ditemukan pada titik-titik
di pembuluh getah bening ketiak.
STADIUM II B
Pasien pada kondisi ini:
1. Diameter tumor lebih lebar dari 2 cm tapi tidak melebihi 5 cm.
2. Telah menyebar pada titik-titik di pembuluh getah bening ketiak.
3. Diameter tumor lebih lebar dari 5 cm tapi belum menyebar.
STADIUM III A
Pasien pada kondisi ini:
1. Diameter tumor lebih kecil dari 5 cm dan telah menyebar ke titik-titik
pada pembuluh getah bening ketiak.
2. Diameter tumor lebih besar dari 5 cm dan telah menyebar ke titik-titik
pada pembuluh getah bening ketiak
STADIUM III B :
Tumor telah menyebar ke dinding dada atau menyebabkan pembengkakan bisa juga
luka bernanah di payudara. Atau didiagnosis sebagaiInflammatory Breast Cancer.
Bisa sudah atau bisa juga belum menyebar ke titik-titik pada pembuluh getah bening
di ketiak dan lengan atas, tapi tidak menyebar ke bagian lain dari organ tubuh.
STADIUM IIIC
Sebagaimana stadium IIIB, tetapi telah menyebar ke titik-titik pada pembuluh getah
bening dalam group N3 ( Kanker telah menyebar lebih dari 10 titik disaluran getah
bening dibawah tulang selangka ).
STADIUM IV
Ukuran tumor bisa berapa saja, tetapi telah menyebar ke lokasi yang jauh, yaitu :
Tulang, paru-paru,liver atau tulang rusuk.
Untuk mengetahui Grade Kanker, sample-sample hasil biopsy dipelajari
dibawah microscope. Suatu grade kanker payudara ditentukan berdasarkan pada
bagaimana bentuk sel kanker dan perilaku sel kanker dibandingkan dengan sel
normal. Ini akan memberi petunjuk pada team dokter seberapa cepatnya sel kanker itu
berkembang.
Berikut adalah Grade dalam kanker payudara :
GRADE 1 : Ini adalah grade yang paling rendah, sel kanker lambat dalam
berkembang, biasanya tidak menyebar.
GRADE 2 : Ini adalah grade tingkat sedang
GRADE 3 : Ini adalah grade yang tertinggi, cenderung berkembang cepat, biasanya
menyebar.
Dan berikut penilaian TNM pada kanker payudara, sebagai berikut :
• T (Tumor size), ukuran tumor :
T 0 : tidak ditemukan tumor primer
T 1 : ukuran tumor diameter 2 cm atau kurang
T 2 : ukuran tumor diameter antara 2-5 cm
T 3 : ukuran tumor diameter > 5 cm
T 4 : ukuran tumor berapa saja, tetapi sudah ada penyebaran ke kulit atau dinding
dada atau pada keduanya , dapat berupa borok, edema atau bengkak, kulit payudara
kemerahan atau ada benjolan kecil di kulit di luar tumor utama
• N (Node), kelenjar getah bening regional (kgb) :
N 0 : tidak terdapat metastasis pada kgb regional di ketiak / aksilla
N 1 : ada metastasis ke kgb aksilla yang masih dapat digerakkan
N 2 : ada metastasis ke kgb aksilla yang sulit digerakkan
N 3 : ada metastasis ke kgb di atas tulang selangka (supraclavicula) atau pada kgb di
mammary interna di dekat tulang sternum
• M (Metastasis) , penyebaran jauh :
M x : metastasis jauh belum dapat dinilai
M 0 : tidak terdapat metastasis jauh
M 1 : terdapat metastasis jauh
Setelah masing-masing faktot T,.N,M didapatkan, ketiga faktor tersebut kemudian
digabung dan didapatkan stadium kanker sebagai berikut :
Stadium 0 : T0 N0 M0
Stadium 1 : T1 N0 M0
Stadium II A : T0 N1 M0 / T1 N1 M0 / T2 N0 M0
Stadium II B : T2 N1 M0 / T3 N0 M0
Stadium III A : T0 N2 M0 / T1 N2 M0 / T2 N2 M0 / T3 N1 M0 / T2 N2 M0
Stadium III B : T4 N0 M0 / T4 N1 M0 / T4 N2 M0
Stadium III C : Tiap T N3 M0
Stadium IV : Tiap T-Tiap N -M1
VII. FAKTOR RESIKO
Beberapa faktor risiko yang memegang peranan penting di dalam proses kejadian
kanker payudara (Gani, 1995) :
1. Orang tua (ibu) pernah menderita karsinoma payudara terutama pada usia relatif
muda.
2. Anggota keluarga, kakak atau adik menderita karsinoma payudara.
3. Sebelumnya pernah menderita karsinoma pada salah satu payudara.
4. Penderita tumor jinak payudara.
5. Kehamilan pertama terjadi sesudah umur 35 tahun.
Pada laki-laki juga terdapat kelainan pertumbuhan misalnya Ginekomasti. Faktor
kelainan pada kelainan ini adalah (R. Sjamsuhidayat, 1997) :
1. Pada pria usia lebih dari 65 tahun, terutama orang gemuk.
2. Penyakit hari, seperti kanker atau sirosis hati.
3. Karsinoma testis.
4. Tumor anak ginjal.
5. Pada hipertiroidisme.
6. Pada orang yang menderita kanker paru.
7. Pada pubertas.
8. Pada pemakai obat-obatan misalnya :
- Estrogen.
- Testoteron.
- Antihipertensi.
- Digitalis.
- Simetidin.
- Diazepam.
- Amfetamin.
- Kemoterapeutik kanker.
VIII. GAMBARAN KLINIS
Kanker payudara biasanya mempunyai gambaran klinis sebagai berikut (Johan
Kurniada, 1997) :
1. Terdapat benjolan keras yang lebih melekat atau terfiksir.
2. Tarikan pada kulit di atas tumor.
3. Ulserasi atau koreng.
4. Peau’d orange.
5. Discharge dari puting susu.
6. Asimetri payudara.
7. Retraksi puting susu.
8. Elovasi dari puting susu.
9. Pembesaran kelenjar getah bening ketiak.
10. Satelit tumor di kulit.
11. Eksim pada puting susu.
12. Edema.
Tabel 1. Gejala dan tanda penyakit payudara
Tanda atau Gejala Interpretasi
a. Nyeri
- Berubah dengan daur
menstruasi
Penyebab fisiologi seperti
pada tegangan pramenstruasi
atau penyakit fibrokistik
- Tidak tergantung daur
menstruasi
Tumor jinak, tumor ganas
atau infeksi.
b. Benjolan di payudara
- Keras Permukaan licin dan
fibroudenoma atau kista
Permukaan keras, berbenjol
atau melekat pada kanker
atau inflamasi non-infektif
- Kenyal Kelainan fibrokistik
- Lunak Lipoma
c. Perubahan kulit
- Bercawak Sangat mencurigakan
karsinoma
- Benjolan kelihatan Kista, karsinoma,
fibroadenoma besar
- Kulit jeruk Di atas benjolan : kanker
(tanda khas)
- Kemerahan Infeksi jika panas
- Tukak Kanker lama (terutama pada
orang tua)
d. Kelainan puting atau
aerola
- Retraksi Fibrosis karena kanker
- Infeksi baru Retraksi baru karena kanker
(bidang fibrosis karena
pelebaran duktus)
- Eksoma Unilateral : penyakit paget
(tanda khas kanker)
e. Keadaan cairan
- Seperti susu Kehamilan atau laktasi
- Jernih Normal
- Hijau Perimenopause
Pelebaran duktus
Kelainan fibrolitik
f. Hemoragik Karsinoma
Papiloma Intraduktus
IX. PENEMUAN DINI
Penemuan dini merupakan upaya penting dalam penanggulangan karsinoma
payudara. Sebagian besar tumor payudara ditemukan oleh penderita sendiri. Hal ini
dapat diartikan bahwa ukuran tumor lebih besar bahkan sudah sampai tingkat
inoperable. Di berbagai rumah sakit di Indonesia, kira-kira 65-80 % karsinoma
payudara stadium inoperable (Gani, 1995).
Untuk menemukan penyakit lebih awal dikembangkan berbagai metoda sebagai
berikut :
1. Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI/SARARI)
Pemeriksaan payudara sendiri dilakukan setiap bulan secara teratur. Bagi wanita
masa reproduksi, pemeriksaan dilakukan 5-7 hari setelah haid berhenti dengan pola
pemeriksaan tertentu. Apabila teraba nodul atau benjolan segera dikonsultasikan pada
dokter keluarga untuk pemeriksaan sendiri secara teratur kesempatan menemukan
tumor dalam ukuran kecil lebih luas. Menurut penelitian para ahli, pemeriksaan
payudara sendiri (SADARI/SARARI) sangat bernilai dalam penemuan dini
karsinoma payudara (Gani, 1995).
Pentingnya memeriksa sendiri payudara tiap bulan terbukti dari kenyataan bahwa
kanker payudara ditemukan sendiri secara kebetulan atau waktu memeriksa diri
sendiri. Wanita-wanita yang sudah berpengalaman dalam memeriksa diri sendiri
dapat meraba benjolan-benjolan kecil dengan garis tengah yang kurang dari satu
sentimeter. Dengan demikian bila benjolan ini ternyata ganas dapat diobati dalam
stadium dini. Dan kemungkinan sembuh juga lebih besar.
Walaupun kanker payudara jarang terjadi pada usia dua puluhan, tetapi lebih
bijaksana jika seorang wanita mulai umur itu membiasakan untuk memeriksa
payudara sendiri satu bulan sekali, keuntungan memeriksa diri sendiri di usia muda
ialah bahwa ia dapat belajar meraba payudaranya dan bentuknya. Tiap kelainan yang
timbul dapat segera diketahui.
Hari-hari yang paling baik memeriksa payudaranya ialah hari-hari pertama sesudah
haid karena payudaranya mengendor, jika ada benjolan-benjolan dengan mudah
dapat diraba. Jika wanita sudah menopause, sebaiknya menentukan satu hari tertentu
untuk pemeriksaan. Hal ini disebabkan karena meningkatnya usia juga berarti
meningkatnya kemungkinannya mendapat kanker payudara. Penting sekali untuk
meneruskan pemeriksaan payudara sendiri ini sampai usia lanjut (Sri Moersodik,
1981).
Pemeriksaan payudara dibagi dalam dua tahap, yaitu :
- Memperlihatkan.
- Meraba.
Memperlihatkan Payudara Sendiri
Untuk melihat dengan jelas sendiri di depan cermin, dengan lengan menggantung ke
bawah, yang perlu diperhatikan adalah :
- Perbedaan di kedua payudara.
- Benjolan-benjolan, kerutan-kerutan, lekukan-lekukan atau lipatan kecil dari kulit.
- Perubahan dari puting susu dan apakah keluar cairan (kadang-kadang menjadi
basah).
- Perbedaan dengan pemeriksaan yang lalu.
Dengan tangan ke atas perhatikan cermin :
- Perubahan payudara.
- Perubahan di puting susu.
- Benjolan-benolan, kerutan-kerutan, lekukan-lekukan atau lipatan-lipatan kecil di
kulit yang menghilang atau timbul oleh karena lengan ditarik ke atas.
Meraba Payudara
Dilakukan sambil berbaring, periksa satu payudara dahulu, baru yang lainnya. Jika
mulai dari payudara yang kanan, di bawah pundak kanan diletakkan bantal kecil atau
handuk yang dilipat. Tangan kanan berada di bawah kepala. Pemeriksaan dilakukan
dengan tangan kiri.
Untuk memeriksa payudara bagian dalam cara meraba dilakukan dengan jari-jari
yang lurus dan rapat. Mulai dengan bagian atas payudara yang dekat dengan tulang
dada dengan gerakan berputar menjurus ke puting susu, lalu ke bawah sedikit dengan
gerakan berputar ke jurusan puting susu dan seterusnya sampai ke bagian bawah
payudara. Sekarang daerah sekitar puting susu diraba dengan teliti apakah ada :
- Benjolan-benjolam atau bagian-bagian yang terasa kaku.
- Terasa seperti ada tali ke jurusan puting susu.
- Kelainan dibandingkan dengan pemeriksaan terakhir.
Membedaki atau menyabun payudara memperlicin kulit hingga memudahkan
perabaan.
Untuk memeriksa bagian luar, lengan kanan diluruskan di samping tubuh. Dengan
jari tangan kiri yang lurus dan rapat membuat gerakan-gerakan berputar dari puting
susu sampai tepi bawah payudara. Mulai lagi dari puting susu sampai ke tepi bawah
payudara yang lebih tinggi dan seterusnya. Terakhir diperiksa lekukan ketiak kanan,
lengan kanan diangkat sedikit ke atas dan dengan ujung jari-jari tangan kiri diraba
apakah ada benjolan-benjolan atau bagian-bagian yang tebal.
Sesudah memeriksa payudara kanan dan ketiak kanan dengan cara yang sama
payudara dan ketiak kiri diperiksa dengan tangan kanan dan dimulai pada bagian
dalam dari payudara kiri lalu bagian luar. Perhatikan juga perbedaan-perbedaan
kedua payudara (Sri Moersodik, 1981; Johan Kurniada, 1997).
2. Pemeriksaan Payudara Secara Klinis (SARANIS)
Dokter umum merupakan ujung tombak penanggulangan kesehatan masyarakat,
mempunyai kesempatan luas menemukan tumor payudara lebih awal. Kesempatan
ini mungkin terwujud, apabila pada wanita berusia lebih dari 40 tahun atau golongan
resiko tinggi, walaupun dia datang karena penyakit lain, dilakukan pemeriksaan fisik
payudara secara klinis (SARANIS) oleh dokter, bidan atau paramedis wanita yang
terlatih dan trampil. Keikutsertaan bidan atau paramedis merupakan cara yang baik
untuk menerobos kendala “budaya malu” diperiksa dokter pria yang sering terjadi di
klinik atau puskesmas. Dokter spesialis kandungan sering menemukan tumor
payudara lebih awal (Gani, 1995).
Cara pemeriksaan payudara SARANIS sebaiknya dilakukan sistemis dan berurutan
mulai dari inspeksi sampai dengan palpasi sebagai berikut :
1. Pasien duduk melintang di atas tempat duduk periksa, pakaian dibuka setinggi
pusat dan tangan tergantung santai. Dengan cermat diamati semetrisasi dan
perubahan bentuk kedua payudara.
2. Kedua tangan diangkat ke atas kepala, sambil mengamati semetrasi dan perubahan
gerakan payudara. Adanya tarik pada kulit merupakan pertanda kemungkinan
karsinoma. Untuk melihat lebih jelas tarikan pada kulit, massa tumor ditekan diantara
dua jari sambil memperhatikan kemungkinan karsinoma. Untuk lebih jelas tarikan
pada kulit, massa tumor ditekan diantara dua jari sambil memperhatikan
kemungkinan dimpling sign sebagai pertanda adanya tarikan pada kulit yang
menutupi tumor.
3. Palpasi kelenjar getah bening dilakukan dengan lengan pasien diletakkan santai di
atas tangan pemeriksa.
4. Palpasi leher terutama daerah supraklavikuler dilakukan dengan leher dalam
keadaan fleksi untuk mengetahui kemungkinan pembesaran getah bening.
5. Pada posisi supine, kedua payudara dipalpasi sistematis mulai dari pinggir sampai
pada puting susu, palpasi lebih intensif dari area kuadran lateral atas karena di area
ini lebih sering ditemukan karsinoma. Nodul lebih jelas teraba di atas kulit disapukan
sabun sambil dipalpasi.
Palpasi dilakukan dengan telapak jari yang dirapatkan. Palpasi payudara diantara dua
jari tangan lurus dihindari, karena dengan cara ini kelenjar payudara normalpun
teraba seperti massa tumor.
Kadang-kadang saling menekan puting payudara diantara dua jari keluar cairan jernih
atau campur darah. Pada keadaan demikian dianjurkan untuk membuat sedian
sitologi imprin basah ataupun laring (air dry smear) (Gani, 1995).
Pemeriksaan klinis payudara pada usia 20-39 tahun dilakukan tiap 3 tahun sekali
sedangkan pada usia 40 tahun atau lebih dilakukan tiap tahun setiap benjolan pada
payudara harus dipikirkan adanya kanker, sampai dibuktikan bahwa benjolan itu
bukan kanker (Teguh Aryandono, 1997).
3. Pemeriksaan Mamografi
Mammografi adalah foto rontgen payudara dengan mempergunakan peralatan
khusus. Cara ini sederhana dan dapat dipercaya untuk menemukan kelainan-kelainan
di payudara (Sri Moersodik, 1981) tidak sakit dan memerlukan kontras (Gani, 1995).
Mammografi mampu mendeteksi karsinoma payudara ukuran kecil, lebih kecil dari
0,5 cm bahkan pada tumor yang tidak teraba (unpalpable tumor). Cara ini dapat
dipergunakan untuk scrining massal terutama golongan resiko tinggi. Tujuan utama
pemeriksaan mammografi adalah untuk mengenali secara dini keganasan payudara.
Indikasi Pemeriksaan Mammografi
a. Kecurigaan klinis kanker payudara.
- Baik dengna rasanyeri atau tanpa rasa nyeri.
- Dirasakan oleh pasien, sedankgn dokter pemeriksa belum dapat merabanya.
b. Adanya benjolan payudara.
c. Dalam follow up setelah mastektomi, deteksi primer kedua dalam payudara yang
lain.
d. Setelah “Breast Conserving Treatment” deteksi kekambuhan atau primer kedua.
e. Adenokarsinoma-metastasis dari primer yang tidak diketahui.
f. Adanya rasa tidak enak pada payudara.
g. Pada pasien-pasien dengan riwayat resiko tinggi untuk mendertia keganasan
payudara.
h. Pembesaran kelenjar axila yang meragukan.
i. Penyakit Paget dari puting susu.
j. Pada penderita denan Cancerphonia.
k. Program skrening.
4. Peranan Ultrasonografi (USG) pada Tumor Payudara
Pemeriksaan tumor payudara dengan USG mulai dikembangkan oleh Wild dan Roid
pada tahun 1952 dan saat ini pemeriksaan dengan USG sudah semakin populer dan
berkembang pesat.
Keuntungan pemeriksaan dengan USG, adalah :
a. Tidak menggunakan sinar pengion, jadi tidak ada bahaya radiasi.
b. Pemeriksaannya bersifat non-invasif, relatif mudah dikerjakan dengan cepat dan
cepat dipakai berulang-ulang dengan biaya relatif murah.
Ultrasonografi biasanya untuk membedakan tumor solid dengan kista dan untuk
menentukan metastasis pada hati (Gani, 1995). USG dapat bermanfaat dalam
mendiagnosa kista, bukan untuk tumor-tumor padat (Teguh Aryando, 1997). USG
berperan terutama untuk payudara yang padat, yang biasanya ditemukan pada wanita
muda, jenis payudara ini kadang-kadang sulit dimulai dengan mammografi.
USG juga dapat bermanfaat dalam membedakan jenis tumor solid atau kistik, yang
gambarannya pada mammografi hampir sama. Walaupun demikian, mikro-kalsifikasi
tidak dapat ditemukan dengan USG. Pembesaran kelenjar axila juga dapat ditemukan
dengan pemeriksaan USG. Keuntungannya terutama untuk deteksi pembesaran
kelenjar axila yang sulit diraba secara klinik. (Daniel Makes, Gregg M. Goy Lord et
al, 1989).
5. Computerized Tomography (CT)
Akhir-akhir ini pemeriksaan tumor payudara dengan CT telah berkembang tetapi
biaya pemeriksaan yang cukup tinggi, bahaya radiasi dan penggunaan kontras
merupakan limitasi pemeriksaan CT.
Untuk tumor ganas payudara biasanya gambaran CT sebelum dan sesudah
penyuntikkan zat kontras akan berbeda. CT juga unggul untuk melihat penyebaran
tumor ganas ke jaringan retromaria dan melihat destruksi dinding thoraks. Di
samping itu juga bermanfaat untuk penetapan jenis penyinaran dalam rencana
radioterapi pasca bedah.
X. DIAGNOSA KANKER PAYUDARA
Dengan mengamati sifat dan perilaku suatu penyakit yang berhubungan antara
pengaruh jejas dan reaksi tubuh melalui pengamatan penyakit dari segala seginya,
maka diagnosa dapat ditegakkan, dengan tetap mengingat definisi penyakit yang
merupakan proses dinamik, sehingga pemeriksaan sesaat hanyalah merupakan suatu
fragmen monomental dari proses yang berlaku, yang pada saat berikutnya dapat
mengalami perubahan-perubahan lagi (Andoko Prawiro Atmojo, 1987).
I. Pemeriksaan Klinik
Pada pemeriksaan klinik dilakukan langsung pada penderita dengan pertumbuhan
neoplasmanya, menurut cara-cara yang lazim dilakukan juga terhadap penyakit lain
pada umumnya :
a. Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara lansung atau melalui perantara sepengetahuan
orang terdekat lain, tentang penyakit dan penderitanya (Andoko Prawiro Atmodjo,
1987). Adanya benjolan pada payudara merupakan keluhan utama dari penderita.
Pada mulanya tidak merasa sakit, akan tetapi pada pertumbuhan selanjutnya akan
timbul keluhan sakit. Pertumbuhan cepat tumor merupakan kemungkinan tumor
ganas. Batuk atau sesak nafas dapat terjadi pada keadaan dimana tumor metastasis
pada paru. Tumor ganas pada payudara disertai dengan rasa sakit di pinggang perlu
dipikirkan kemungkinan metastasis pada tulang vertebra. Pada kasus yang
meragukan anamnesis lebih banyak diarahkan pada indikasi golongan resiko (Gani,
1995).
Nyeri adalah fisiologis kalau timbul sebelum atau sesudah haid dan dirasakan pada
kedua payudara. Tumor-tumor jinak seperti kista retensi atau tumor jinak lain,
hampir tidak menimbulkan nyeri. Bahkan kanker payudara dalam tahap
permulaanpun tidak menimbulkan rasa nyeri. Nyeri baru terasa kalau infiltrasi ke
sekitar sudah mulai (Hanifa Wiknjosastro, 1994).
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik payudara harus dikerjakan dengan cara gentle dan tidak boleh
kasar dan keras. Tidak jarang yang keras menimbulkan petechlenecehymoses
dibawah kulit.orang sakit dengan lesi ganas tidak boleh berulang-ulang diperiksa
oleh dokter atau mahasiswa karena kemungkinan penyebaran (Hanifa Wiknjosastro,
1994) inspeksi.
Harus dilakukan pertama dengan tangan di samping dan sesudah itu dengan tangan
ke atas, dengan posisi pasien duduk. Pada inspeksi dapat dilihat dilatasi pembuluh-
pembuluh balik di bawah kulit akibat pembesaran tumor jinak atau ganas dibawah
kulit (Hanifa Wiknjosastro, 1994).
Dapat dilihat :
- Puting susu tertarik ke dalam.
- Eksem pada puting susu.
- Edema.
- Peau d’orange.
- Ulserasi, satelit tumor di kulit.
- Nodul pada axilla (Zwaveling, 1985).
Palpasi
Palpasi harus meliputi seluruh payudara, dari parasternal kearah garis aksila ke
belakang, dari subklavikular ke arah paling distal (Hanifa Wiknjosastro, 1994).
Palpasi dilakukan dengan memakai 3-4 telapak jari. Palpasi lembut dimulai dari
bagian perifer sampai daerah areola dan puting susu.
II. Pemeriksaan Sitologi Kanker Payudara
Dapat dipakai untuk menegakkan diagnosa kanker payudara melalui tiga cara :
- Pemeriksan sekret dari puting susu.
- Pemeriksaan sedian tekan (Sitologi Imprint).
- Aspirasi jarum halus (Fine needle aspiration).
III. Biopsi
Biopsi insisi ataupun eksisi merupakan metoda klasik yang sering dipergunakan
untuk diagnosis berbagai tumor payudara. Biopsi dilakukan dengan anestesi lokal
ataupun umum tergantung pada kondisi pasien. apabila pemeriksaan histopatologi
positif karsinoma, maka pada pasien kembali ke kamar bedah untuk tindakan bedah
terapetik.
XI. TERAPI
Sebelum merencanakan terapi karsinoma mammae, diagnosis klinis dan
histopatologik serta tingkat penyebarannya harus dipastikan dahulu. Atas dasar
diagnosis tersebut, termasuk tingkat penyebaran penyakit, disusunlah rencana terapi
dengan mempertimbangkan manfaat dan mudarat setiap tindakan yang akan diambil.
1. Bedah Kuratif
· Mastektomi radikal
- Mastectomi radikal menurut Halsted : jaringan payudara dengan kulit dan putingya
+ kedua m. pektoralis + semua limfonodi aksilla (saat ini operasi tersebut hampir
tidak pernah dilakukan lagi).
- Mastektomi radikal modifikasi : jaringan payudara + kulit dan puting + semua
limfonodi axilla.
- Ablasio mamae : jaringna payudara dengan jaringan kulit dan puting.
· Breast Conservasing Treatment : segmental mastectomy (exsisional biopsi dengan
tepi yang lebar) + diseksi Inn aksilla + radioterapi untuk jaringan payudara.
Dibeberapa senter, terapi radiasi hanya terdiri radiasi eksterna, disenter lain
dikombinasikan dengan brachyterapi. BCT hanya mungkin pada kanker payudara
yang kecil tanpa metastase jauh.
2. Hormonal atau kemoterapi
- Terapi Hormonal paliatif dapat diberikan sebelum kemoterapi, karena efek
terapinya lebih lama dan efek sampingnya kurang, tetapi tidak semua karsinoma
mamae peka terhadap hormonal.
Terapi hormonal paliatif dapat dilakukan pada penderita yang pra menopause dengan
cara ovarektomi bilateral atau dengan aminoglutetimid.
- Terapi hormon diberikan sebagai ajuvan kepada pasien pascamenopause yang uji
reseptor estrogennya positif dan pada pemeriksaan histopatologik ditemukan kelenjar
axilla yang berisi metastasis.
- Terapi radiasi : lokoregional atau untuk mengendalikan metastase jauh (seperti
metastase tulang yang nyeri).
Radioterapi paliatif dapat dilakukan dengan hasil baik untuk waktu terbatas bila
tumor sudah tak mampu-angkat. Tumor disebut tak mampu angkat bila mencapai
tingkat T4 misalnya ada perlengketan pada dinding thoraks dan kulit.
Biasanya seluruh payudara dan kelenjar aksila dan supra klavikula diradiasi. Tetapi
penyulitnya adalah pembengkakan lengan karena limfodem akibat rusaknya kelenjar
ketiak supra klavikula.
3. Pembedahan paliative
Bedah paliatif pada kanker payudara hampir tidak pernah dilakukan. Kadang residif
lokoregional yang soliter dieksisi, tetapi biasanya pada awalnya saja tampak soliter,
padalah sebenarnya sudah menyebar, sehingga pengangkatan tumor residif tersebut
tidak berguna.
4. Kombinasi dari penanganan di atas
Kemoterapi paliatif dapat diberikan pada pasienyang telah menderita metastasis
secara sistemik. Obat yang dipakai secara kombinasi, antara lain (CMF
(Cyclofosfamide, Methotrexate, Fluorouracil atau Vinkristin dan Adriamisin (VA),
atau 5 Flyorouracil, Adriamisin (Adriablastin), dan Sikklofosfamid (FAC)).
Pada kanker payudara stadium lanjut, sifat pengobatannya adalah paliatif, yaitu
terutama untuk mengurangi penderitaan penderita dan memperbaiki kualitas hidup.
Pada penderita yang sudah di operasi (mastektomi) akan timbul reaksi psikologik
yang cukup tinggi dan juga setelah operasi mereka akan mengalami kesulitan dalam
kehidupan sehari-harinya, misalnya menyisir rambut, menyapu atau juga membawa
beban yang ringan/berat (menggendong anak). Bila mereka tidak kita berikan
perhatian ini sangat berat dirasakan oleh penderita.
Disini peran serta keluarga dalam mendampingi dengan memberikan perhatian dalam
fisioterapi dan psikologis penderita.
Fisioterapi diberikan sesuai dengan akibat dari cacat mastektominya, misalnya karena
akibat dari mastektomi penderita akan mengalami kesulitan dalam menggunakan
kedua tangannya, kita berikan kepercayaan pada mereka untuk beraktivitas.
Kemudian kita ikutkan dalam suatu organisasi wanita yang pernah mengalami
operasi angkat payudara, dimana disana mereka akan bertukar pengalaman dan
beraktivitas, berkreasi, berkarya dengan menghasilkan suatu karya yang dapat
dinikmati orang lain.
Ini akan memberikan rasa percaya diri mereka dalam melanjutkan kehidupannya.
XII. KESIMPULAN
Diperlukan pemeriksaan penunjang patologi anatomi untuk menegagkan diagnosis
pasti pada kasus ini.