kala visi itu dirindukan di simeulue

6
KALA VISI ITU ‘DIRINDUKAN’ VISI, satu kata yang sering kita dengar dan tak begitu asing ditelinga kita, kata yang tak lazim selalu diperdengarkan kepada kita menyangkut cita/pandangan seorang atau sebuah lembaga/organisasi. Visi biasanya selalu diikuti oleh misi (eksekusi dari visi). Karenanya sering kita mendengar gabungan kata “visi- misi”. Walaupun sebenarnya visi-misi ini dua kata yang memiliki makna berbeda, namun keduanya saling berkaitan. Visi biasanya juga menghiasi poster-poster, spanduk, baliho dan semacamnya ketika menjelang pemilu (pemilihan umum). Biasanya oleh si calon –mulai dari tingkat presiden sampai ketingkat ketua RT, bahkan ketua kelas di sekolah dasar-pun– kerap didengungkan baik itu di mimbar-mimbar pidato, media massa, poster- poster, selebaran dan sejenisnya. Visi-misi itu kemudian bak barang dagangan yang jajakan oleh seorang pedagang. Luas dan begitu panjang lebar kalau kita membahas visi, penulis khawatir kemudian tidak akan sampai kepada maksud isi tulisan ini. Sedikit kita beralih ke yang lebih spesifik. Tulisan ringan ini mencoba menyoal visi-misi bupati dan wakil bupati Simeulue periode 2012-2017 yang saat ini sedang menjabat.

Upload: heri-manjungkan

Post on 22-Dec-2015

4 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Opini pribadi

TRANSCRIPT

Page 1: Kala Visi Itu Dirindukan di Simeulue

KALA VISI ITU ‘DIRINDUKAN’

VISI, satu kata yang sering kita dengar dan tak begitu asing ditelinga kita, kata yang tak lazim selalu diperdengarkan kepada kita menyangkut cita/pandangan seorang atau sebuah lembaga/organisasi. Visi biasanya selalu diikuti oleh misi (eksekusi dari visi). Karenanya sering kita mendengar gabungan kata “visi-misi”. Walaupun sebenarnya visi-misi ini dua kata yang memiliki makna berbeda, namun keduanya saling berkaitan.

Visi biasanya juga menghiasi poster-poster, spanduk, baliho dan semacamnya ketika menjelang pemilu (pemilihan umum). Biasanya oleh si calon –mulai dari tingkat presiden sampai ketingkat ketua RT, bahkan ketua kelas di sekolah dasar-pun– kerap didengungkan baik itu di mimbar-mimbar pidato, media massa, poster-poster, selebaran dan sejenisnya. Visi-misi itu kemudian bak barang dagangan yang jajakan oleh seorang pedagang.

Luas dan begitu panjang lebar kalau kita membahas visi, penulis khawatir kemudian tidak akan sampai kepada maksud isi tulisan ini. Sedikit kita beralih ke yang lebih spesifik. Tulisan ringan ini mencoba menyoal visi-misi bupati dan wakil bupati Simeulue periode 2012-2017 yang saat ini sedang menjabat.

Bagi sebagian masyarakat Simeulue, kata ‘METRO’ sangatlah tidak asing, karena METRO bagi masyarakat Simeulue merupakan julukan/panggilan akrab bagi bupati Simeulue Drs. Riswan NS.

Selanjutnya, METRO selain julukan bagi bupati Simeulue Riswan NS, METRO sebagai visi-misi oleh Drs. Riswan NS dan Hasrul Edyar, S.Sos,. MAP pasangan calon bupati dan wakil bupati Simeulue pada PEMILUKADA 2012 tempo hari dan terpilih, seterusnya sekarang menjabat sebagai bupati dan wakil bupati di kabupaten ate fulawan itu hingga 2017.

Page 2: Kala Visi Itu Dirindukan di Simeulue

METRO dalam visi-misi mereka merupakan singkatan dari ‘Membangun Ekonomi Terpadu Berbasis Kerakyatan’. Sebuah visi yang menggambarkan kebutuhan masyarakat pulau penghasil cengkeh di Aceh itu.

Penulis dalam hal ini bukanlah hendak mengukur visi METRO. Karena penulis menyadari, bahwa kapasitas penulis yang masih berkedudukan mahasiswa belum bisa mengukur visi mulia itu. Namun demikian, penulis mencoba melihat visi itu dalam kapasitasnya sebagai bentuk kritis seorang pemuda Simeule yang peduli dan ingin tahu sudah sampai dimana visi yang ‘cetar membahana’ itu.

“Haba Lagee Buet. Buet Lagee Na”, satu bentuk pribahasa yang ada dimasyarakat Aceh yang berarti menuntut perkataan seseorang itu seperti yang diperbuatnya. Tentu hal itu sebuah nilai moral dalam kehidupan sosialnya yang melekat dalam diri masyarakat negeri syariat ini. Hal ini kemudian adalah kondisi yang seharusnya (normatif). Namun pertanyaannya kemudian, dikehidupan/kenyataannya apakah berlaku seperti dalam pribahasa itu. Tentu masing-masing kita memilki jawaban yang berbeda-beda untuk situasi yang berbeda-beda.

Kembali ke METRO, Membangun Ekonomi Terpadu Berbasis Kerakyatan –katanya– kita melihat dan merenung sejenak. Apakah METRO telah memenuhi niatannya itu? Atau dimana posisi METRO didalam masyarakat Simeulue kekinian dalam perspektif perkembagan ekonomi?

Nah, untuk menemukan jawabannya tentu kita harus melihat kondisi nyata di Simeulue. Lantas seperti apa kondisi Simeulue itu? Melihat secara ekonomi –meskipun bukanlah kepakaran/disiplin ilmu penulis– di kabupaten Simeulue maka yang tergambarkan adalah ekonomi Simeulue secara umum hampir tidak ada peningkatan secara signifikan. Dalam artian bahwa ekonomi di pulau yang pemekaran dari kabupaten Aceh

Page 3: Kala Visi Itu Dirindukan di Simeulue

Barat itu masih seperti dulu sebelum hadirnya visi besar untuk masyarakat itu, yakni METRO.

Pernah suatu waktu penulis berdiskusi dengan seorang tokoh dari Simeulue dan penulis berkesempatan menanyakan terkait visi METRO tersebut. “Pak, tahun 2012 lalu kita didengungkan dengan kalimat Membangun Ekonomi Terpadu Berbasis Kerakyatan, METRO. Lantas sejauh mana visi itu sekarang pak?. Kira-kira seperti itu pertanyaan penulis. Dengan jawaban mantap tokoh masyarakat yang juga mantan anggota DPRK Simeulue itu kepada penulis menjawab “Jika indikator peningkatan ekonomi di Simeulue itu berkaitan dengan jalan beraspal hotmix, maka seharusnya Lasikin itu sudah lama maju secara ekonomi.” (red: Lasikin secara geografis, merupakan daerah yang tidak jauh berjarak dengan ibukota Simeulue-Sinabang dan jalannya sudah lama beraspal serta tempat badar udara di Simeulue namun secara ekonomi juga tidak begitu baiknya dengan daerah lain di Simeulue).

Analogi yang diberikan bapak berperawakan anak muda dan senang berdiskusi dengan mahasiswa itu seolah menggambarkan Simeulue yang sedang sibuk dengan pembangunan/peningkatan jalan, yang sebenarnya menurutnya itu bukanlah hal jitu untuk meningkatkan perekonomian di kabupaten yang mendapatkan otonominya di tahun 1998 itu.

Dari diskusi diatas sedikit banyaknya telah menggambarkan bahwa sesungguhnya ekonomi di Simeulue perlu diperlakukan dengan serius. Tidaklah cukup hanya dengan visi yang terdengar enak di telinga, namun tidak dapat dirasakan pengejawantahannya. Tidak mampu mengubah ekonomi masyarakat.

Hal itu kemudian menjadi kerinduan kita bersama (masyarakat) dan itu adalah sebuah keniscayaan. Seterusnya kita berharap visi itu dapat dipertanggung jawabkan, seperti apa yang dijanjikan

Page 4: Kala Visi Itu Dirindukan di Simeulue

ketika kampanye seperti itu pula yang harus ditepati. Kita tentunya memilih mereka (bupati dan wakilnya) dengan harapan mampu memperbaiki nasib kita (masyarakat).

Kepada pemimpin si pemilik visi METRO itu penulis berharap, agar melihat kembali sejauh mana visi itu dilaksanakan, bagaimana ekonomi masyarakatnya, pendidikannya, kesehatannya dan kesejahteraannya. Baik itu bagi mereka yang masih setia dan sabar tinggal di pulau tercintanya dan dengan nasib seadanya atau kepada mereka yang mencoba memperbaiki nasib dengan perjuangan di negeri orang karena minimnya lapangan pekerjaan di negerinya sendiri (Simeulue Ate Fulawan).

Selanjutnya jika tulisan ini –mungkin– dibaca oleh empuhnya visi nan cantik itu, penulis berpesan agar visi itu dijalankan sebagaimana cita-cita/janji bapak-bapak sebelum terpilih. Jangan pula kemudian ‘lalai’ terbang kesana-kemari. “Tengok-lah rakyatmu ini, yang menaruh harapan di tangan bapak-bapak ku”.

Dan kalau visi itu sudah dijalankan (mungkin) kami (rakyatmu) ini sangat berterima kasih. Karena apa yang bapak janjikan, sudah bapak coba tepati. Namun, jka itu belum bapak tepati. Kami akan tagih itu. KAMI TIDAK LUPA VISI BAPAK YANG RANCAK, MARE’EN DAN EKHI ITU. KARENA KAMI PEDULI SIMEULUE.

Penulis merupakan mahasiswa asal Simeulue yang berdomisili di Banda Aceh.