kakak fix

Upload: dhanniisaurus-tuingtuing

Post on 06-Jul-2015

151 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pangan fungsional adalah bahan pangan yang memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan. Istilah pangan fungsional tidak hanya dilihat dari bentuk atau penampilan jasmani dan rohani dari sebuah bahan pangan melaikan kandungan gizi serta citra rasa yang dimiliki. Saat ini sedang berkembang istilah pangan fungsional, produk pangan fungsional dapat berupa makanan ataupun minuman. Biskuit adalah salah satu jenis kue kering (cookies), yang terbuat dari bahan dasar

tepung (Vail et al., 1978), dan diproses dengan proses pemanggangan sampai kadar air produk tidak lebih dari 5 % (BSN, 1992). Di dalam SNI 01-2973-1992 tentang Mutu dan Cara Uji Biskuit, biskuit didefinisikan sebagai sejenis makanan yang terbuat dari

tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan. Biskuit merupakan produk kering yang mempunyai daya awet yang relatif tinggi sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama dan mudah dibawa karena volume dan beratnya yang relatif ringan akibat adanya proses pengeringan (Matz dan Matz, 1978). Tepung tempe kedelai adalah jenis tempe kedelai hasil inkubasi 48 jam yang dihancurkan melalui tahapanproses blanching, penggilingan, pengeringan, penepungan, dan pengayakan. Tepung tempe kedelai berwarna putih kecoklatan, bersih dan butirannya halu serta berukuran 80-100 mesh. Isoflavon merupakan flavonoid yang bertindak sebagai fitoestrogen yang banyak berguna bagi kesehatan. Flavonoida dan isoflavonoida adalah salah satu golongan senyawa metabolit sekunder yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan, khususnya dari golongan Leguminoceae (tanaman berbunga kupu-kupu). Kandungan senyawa flavonoida sendiri dalam tanaman sangat rendah, yaitu sekitar 0,25%. Senyawa-senyawa tersebut pada umumnya dalam keadaan terikat/terkonjugasi dengan senyawa gula. Senyawa isoflavon terdistribusi secara luas pada bagian-bagian tanaman, baik pada akar, batang, daun, maupun buah, sehingga senyawa ini secara tidak disadari juga terikut dalam menu makanan sehari-hari. Bahkan, karena sedemikian luas distribusinya dalam tanaman

maka dikatakan bahwa hampir tidak normal apabila suatu menu makanan tanpa mengandung senyawa flavonoid. Hal tersebut menunjukkan bahwa senyawa flavon tidak membahayakan bagi tubuh dan bahkan sebaliknya dapat memberikan manfaat pada kesehatan.

1.2 RUMUSAN MASALAH Apa pangan fungsional itu? Bagaimana proses pembuatan biskuit dengan fortifikasi isoflavon dengan

penambahan tepung tempe dan tepung tahu? Apa manfaat fortifikasi isoflavon bagi tubuh yang ditambahkan pada biskuit dengan substitusi tepung tempe dan tepung tahu?

1.3 TUJUAN Mengetahui defisinisi pangan fungsional Mengetahui proses pembuatan biskuit dengan fortifikasi isoflavon dengan penambahan tepung tempe dan tepung tahu Mengetahui manfaat fortifikasi isoflavon pada tubuh yang ditambahkan pada biskuit.

1.4 MANFAAT Manfaat yang diharapkan dalam pembuatan makalah ini antara lain;

-

Mengetahui pengertian dari pangan fungsional itu sendiri Mengetahui manfaat isoflavon bagi tubuh

BAB II PEMBAHASAN

1. Pangan Fungsional Pangan fungsional adalah bahan pangan yang berpengaruh positif terhadap kesehatan seseorang, penampilan jasmani dan rohani selain kandungan gizi dan cita rasa yang dimiliki. Sedangkan menurut Muchtadi, Pangan fungsional adalah

makanan atau minuman yang dikonsumsi sebagai bagian dari pangan sehari-hari dan memunyai fungsi tertentu, pada waktu dicerna atau memberikan peran tertentu selama proses metabolisme di dalam tubuh karena mengandung komponen bioaktif (2002). Makanan dikatakan mempunyai sifat fungsional bila mengandung komponen (zat gizi atau non zat gizi) yang mempengaruhi satu atau sejumlah terbatas fungsi dalam tubuh tetapi yang bersifat positif, sehingga dapat memenuhi kriteria fungsional atau menyehatkan. Tiga faktor yang ditekankan para ilmuwan Jepang yang harus dipenuhi oleh suatu produk agar dapat dikatagorikan sebagai pangan fungsional, yaitu : - produk tersebut haruslah suatu produk pangan (bukan kapsul, tablet atau serbuk) yang berasal dari bahan yang terdapat secara alami. - produk tersebut dapat dan selayaknya dikonsumsi sebagai bagian dari pangan sehari-hari. - produk tersebut mempunyai fungsi tertentu pada waktu dicerna, serta memberikan peran tertentu dalam proses metabolisme tubuh, misalnya : (a) memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, (b) mencegah timbulnya penyakit tertentu (seperti penyakit kanker, kardivaskuler dan jantung koroner, pencernaan, osteoporosis, dan berbagai gangguan kesehatan akibat kekurangan atau kelebihan zat gizi tertentu), (c) membantu untuk mengembalikan kondisi tubuh setelah terserang penyakit tertentu, (d) menjaga kondisi fisik dan mental, dan (e) memperlambat proses penuaan. Komponen aktif dalam bahan pangan yang memberikan efek fisiologis atau menimbulkan adanya sifat fungsional telah mendapat perhatian yang cukup besar saat ini. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya laporan tentang manfaat suatu komponen yang dijumpai dalam suatu bahan pangan, baik yang berasal dari pangan nabati maupun hewani (Golberg, 1992; Bonio, 1992; Tomomatsu, 1994). Komponen aktif

yang termasuk dalam golongan zat gizi antara lain kalsium, asam folat, vitamin E, dan iodium. Sedangkan komponen aktif non zat gizi diantaranya yaitu grup senyawa flavonoid, komponen sulfur, senyawa polifenol, senyawa terpenoid, senyawa isoflavon, serat makanan, mikroba dan komponen hasil metabolit lainnya, oligosakarida, hidrokoloid, dan lain sebagainya.

2. Biskuit Fortifikasi Isoflavon Dengan Penambahan Tepung Tempe Dan Tepung Tahu 2.1 Biskuit Biskuit adalah salah satu jenis kue kering (cookies), yang terbuat dari bahan dasar tepung (Vail et al., 1978), dan diproses dengan proses pemanggangan sampai kadar air produk tidak lebih dari 5 % (BSN, 1992). Di dalam tentang Mutu dan Cara Uji Biskuit, SNI 01-2973-1992

biskuit didefinisikan sebagai sejenis

makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan. Biskuit merupakan produk kering yang mempunyai daya awet yang relatif tinggi sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama dan mudah dibawa karena volume dan beratnya yang relatif ringan akibat adanya proses pengeringan (Matz dan Matz, 1978). Menurut Whiteley (1971), suatu produk disebut biskuit bila 40% dari bahan utamanya merupakan serealia seperti gandum, jagung, oat, atau barley dan kadar air produk tidak lebih dari 5 %. Syarat mutu biskuit dapat ditemukan dalam SNI 01 2973 1992 tentang Mutu dan Cara Uji Biskuit seperti yang tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1. Syarat mutu biskuit berdasarkan SNI 01-2973-1992 Komponen Air Protein Lemak Karbohidrat Abu Logam Kalori Serat kasar Jenis tepung Bau dan rasa Warna Sumber : BSN, 1992 Satuan % b/b % b/b % b/b % b/b % b/b Kal/ g % b/b Spesifikasi Maks. 5,0 Min. 9,0 Min. 9,5 Min. 70,0 Maks. 1,5 Negatif Min. 400,0 Maks. 0,5 Terigu Normal, Normal

tidak

2.2 Tempe Tempe merupakan makanan hasil fermentasi biji kedelai dengan menggunakan jamur Rhizopus sp. Tempe dapat dibuat dari berbadai macam bahan, tetapi kebanyakan tempe dibuat dari kedelai melalui proses penempean, kedelai menjadi bahan makanan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan daya cerna yang jauh lebih tinggi dibandingkan daya cerna kedelai sebelum difermentasikan menjadi tempe. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa nilai gizi tempe lebih mudah dicerna, diseratp dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai (Astawan, 2003) Tempe sebagai bahan makanan yang banyak mengansung nilai gizi seperti protein yang tinggi, lemak, karbohidrat serta vitamin dan mineral dan beberapa senyawa akti seperti isoflavonoid, genestein, daidzein, fitosterol, saponin, asam fitat dan inhibitor protease. Dibandingkan kedelai, terdapat beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein serta skor proteinnya (Widianarko, 2000) Tabel 2. Kandungan Zat Gizi Tempe

Zat gizi dan senyawa aktif yang terdapat pada tempe memiliki banyak khasiat bagi kesehatan tubuh antara lain isoflavon tempe dapat menurunkan kolesterol, diterangkan melalui pengaruh

mekanisme penurunan kolesterol oleh isoflavon

terhadap peningkatan katabolisme sel lemak untuk pembentukan energi yang berakibat pada penurunan kandungan kolesterol (Sekiya, 2000 dalam Pawiroharsono, 2001). Zat antioksidan pada tempe antara lain berbentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E dan karotenoid, isoflavonoid merupakan zat antioksidan yang sangat

dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas yang dapat menyebabkan tumor, kanker, penuaan dan kematian sel. Tiga jenis isoflavon yang terdapat pada kedelai adalah daidzein, glisetein dan genist in dan semuanya berupa e molekul yang terikat dengan gula (glikosida) dan secara struktural mirip dengan estrogen alami dalam tubuh (Frerking, 2003 dalam Miladiyah, 2004). Ketiga isoflavon ini akan mengalami proses metabolisme dalam usus oleh beta-glukosidase yang akan diubah menjadi genistein, daidzein, dan glycitein, dalam bentuk tidak terikat dengan gula/aglikon (Arditi, 2003 dalam Miladiyah, 2004). Pada tempe selain ketiga jenis isoflavon, juga terdapat antioksidan faktor II (6,7,4 trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai yang dapat berkhasiat mencegah terjadinya proses penuaan diri (Pawiroharsono,2001). Senyawa isoflavon dapat mengalami transformasi lebih lanjut membentuk senyawa transformasi baru yang disebut sebagai faktor II (6,7,4 Trihidroksi Isoflavon) yang mempunyai aktivitas biologi lebih tinggi. Faktor II merupakan senyawa yang tidak terdapat pada kedelai dan hanya terdapat pada tempe, senyawa ini terbentuk selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh aktivitas mikroorganisme. Menurut faktor II

penelitian Barz, dkk. (1993) dalam Pawiroharsono (2001), biosintesis

dihasilkan melalui dimetilasi glisitein oleh bakteri Brevibacterium epidermis dan Mikrococcus luteus atau melalui reaksi hidroksilasi daidzein.

2.3

Tepung Tempe Tempe dapat diawetkan dengan cara pengeringan dalam bentuk tepung tempe.

Menurut Rizal Syarief (1999:98), proses pembuatan tepung tempe secara umum meliputi tahap pemotongan tempe segar, blanching, pengeringan, penggilingan dan pengayakan. Adapun penjelasannya sebagai berikut : Pemotongan Tempe segar, Tempe segar dipotong berbentuk segi empat dengan

ukuran kurang lebih panjang 1 (satu) cm, lebar 1 (satu) cm dan tebal 0,2 cm. Adapun tujuan pemotongan tempe segar menjadi potongan yang lebih memperoleh ukuran yamg seragam sehingga dalam kecil yaitu untuk

proses pengeringan akan lebih

cepat dan merata. Disamping itu potongan yang lebih kecil akan mempercepat proses penggilingan. Blanching, Proses blanching atau pemblansiran dapat dilakukan dengan dua cara

yaitu mencelupkan kedalam air panas atau dengan cara memasukkan ke dalam uap

panas (pengukusan). Dalam hal ini proses blanching tempe dilakukan dengan cara pengukusan selama kurang lebih 10 menit. Blanching dengan uap panas dimaksudkan untuk menghentikan aktivitas jamur tempe, membunuh jasad renik atau mikroba pembusuk, mengurangi aroma dan rasa mentah yang tidak dikehendaki dan membantu mempercepat pengeringan karena ketika terkena uap air panas sel-sel akan pecah dan rusak sehingga air akan keluar dan menguap. - Pengeringan, Pengeringan merupakan suatu cara untuk mengeluarkan atau

menghilangkan sebagian air dengan menggunakan energi panas. Pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan (dehidrasi) dan pengeringan sebagai suatu proses alami (pengeringan matahari). Dalam hal ini pengeringan tempe

dilakukan dengan menggunakan sinar matahari langsung karena pengeringan dengan cara ini disamping murah akan menghasilkan produk yang lebih pekat serta tahan lama. - Penggilingan, Penggilingan pada dasarnya adalah proses penghancuran tempe

menjadi tepung tempe. Dalam hal ini penggilingan tempe dilakukan dengan menggunakan mesin giling. - Pengayakan, Pengayakan dimaksudkan untuk menghasilkan homogenitas ukuran butiran tepung sehingga biscuit crackers yang dihasilkan memilki butiran yang halus. Dalam hal ini pengayakan tempe dilakukan dengan menggunakan ayakan tepung dari plastik. Tepung Syarief,1999:33). tempe yang bertekstur halus berukuran 80-100 mesh (Rizal

2.4

Tahu Tahu merupakan sumber protein murah yang sangat bermanfaat untuk kesehatan. Kandungan protein yang tinggi pada tahu, membuatnya dapat menjauhkan segala macam penyakit berbahaya. Tahu dibuat dengan mengentalkan sari kedelai menggunakan garam mineral (biasanya kalsium sulfat). Sari kedelai inilah yang membuat tahu kaya dengan manfaat kesehatan. Berikut beberapa manfaat kesehatan yang diperoleh dengan rajin makan tahu :

1. Mencegah penyakit jantung Sejumlah studi dalam beberapa tahun terakhir telah menunjukkan bahwa asupan rutin protein kedelai yang terkandung dalam tahu dapat membantu menurunkan LDL (kolesterol buruk) tanpa menurunkan HDL (kolesterol baik), yang menyebabkan

penurunan risiko penyakit jantung.

2.

Meningkatkan produksi energi Tahu merupakan sumber makanan yang kaya zat besi, yang menyediakan 30 persen dari nilai harian yang direkomendasikan untuk zat besi dalam 100 gram. Kehadiran zat besi dalam tahu terutama digunakan sebagai bagian dari hemoglobin yang membantu dalam ransportasi dan pelepasan oksigen ke seluruh tubuh mempromosikan produksi energi. Tahu juga menyediakan 10 persen dari nilai harian yang direkomendasikan untuk tembaga, mineral penting yang dimanfaatkan dalam sel darah merah. Tembaga juga membantu dalam mengurangi gejala rheumatoid arthritis.

3. Bermanfaat untuk wanita, khususnya wanita menopause Makanan yang berasal dari kedelai, seperti tahu mengandung isoflavon (fitoestrogen atau estrogen tanaman) yang bekerja pada tubuh seperti bentuk estrogen. Selama menopause, estrogen wanita berfluktuasi, baik naik atau turun di bawah tingkat normal. Nah, fitoestrogen dari kedelai dapat membantu menjaga keseimbangan hormon tersebut. Hal ini dapat membantu mengurangi frekuensi dan beratnya gejala hot flashes (rasa panas pada perut) pada wanita menopause.

4. Mencegah osteoporisis Tahu juga bisa menjadi sumber yang kaya kalsium tergantung pada koagulan yang digunakan dalam pembuatan (seperti kalsium sulfat yang digunakan oleh produsen tahu). Hal ini membantu melindungi terhadap penyakit seperti kehilangan tulang, kelemahan tulang, rheumatoid arthritis dan osteoporosis. Penelitian baru juga menunjukkan bahwa isoflavon dalam makanan kedelai dapat memperkuat densitas (kepadatan tulang). Ini bisa membuat tahu berguna dalam menangkal penyakit tulang pada wanita postmenopause.

5. Membantu menurunkan berat badan Tinggi protein membuat pemakan tahu tidak cepat merasa lapar. Juga, sifat rendah kalori (sekitar 80 kalori dalam 100 gram) tidak menambahkan kalori ekstra untuk menu diet Anda.

6. Membantu pasien diabetes dengan masalah ginjal Diabetes dapat menyebabkan sejumlah komplikasi, salah satunya gagal ginjal. Diabetes adalah penyebab utama kegagalan ginjal dengan tanda awal adanya sejumlah protein dalam urin. Sebuah penelitian dilakukan pada pria dengan diabetes tipe 2, yang semuanya didiagnosis dengan penyakit ginjal yang terkait dengan diabetes, menemukan bahwa protein kedelai dapat menurunkan 10 persen protein yang ditemukan dalam air seni.

2.5

Proses Pembuatan Biskuit Proses pembuatan biskuit terdiri dari tiga tahap, yaitu pembentukan adonan,

pencetakan,

dan pemanggangan adonan. Pembuatan adonan biasanya berbeda-beda

tergantung jenis adonan yang akan dibuat. Menurut Manley (1983), metode dasar pencampuran adonan dibagi menjadi dua yaitu, metode krim (creaming method) dan metode all in. Pembuatan adonan dengan metode krim dilakukan secara bertahap. Awalnya lemak dan gula dicampur sehingga membentuk krim yang homogen dan dan perisa (essence).

selama pembuatan krim bisa pula ditambahkan pewarna

Selanjutnya ditambahkan susu, bahan pengembang, dan garam yang telah dilarutkan dengan air. Pada tahap akhir ditambahkan tepung terigu ke dalam adonan dan dilakukan pengadukan sampai terbentuk adonan yang cukup mengembang dan mudah dibentuk. Metode krim ini akan menghasilkan adonan yang sifat pengembangan

glutennya tidak berlebihan dan terbatas (Matz dan Matz, 1978). Lain halnya dengan metode all in, semua bahan dicampur bersamaan lalu diaduk sampai membentuk

adonan. Metode ini lebih cepat, namun adonan yang dihasilkan lebih padat dan keras. Setelah adonan dibuat, adonan tersebut akan mengalami proses aging selama 15 menit, tergantung jenis bahan pengembang yang digunakan. Aging diperlukan kesempatan pada bahan pengembang untuk bekerja efektif.

untuk memberi

Selanjutnya dilakukan pencetakan terhadap adonan yang sebelumnya telah ditipiskan sampai mencapai ketebalan tertentu. Bentuk dan ukuran biscuit diusahakan seragam karena hal ini dapat membantu proses pemanggangan. Untuk menghindari

kelengketan antara adonan dan alat, permukaan adonan diberi tepung. Adonan yang telah dicetak tersebut ditata di atas loyang yang telah diolesi lemak lalu dipanggang. Pengolesan lemak bertujuan untuk menghindari lengketnya biskuit pada loyang setelah dipanggang.

Pemanggangan merupakan tahap pemasakan adonan. Selama pemanggangan terjadi beberapa perubahan, yaitu penurunan densitas, terbentuknya tekstur yang

porous, penurunan kadar air, dan perubahan warna karena adanya reaksi Maillard dan karamelisasi. Selain itu, pati akan mengalami gelatinisasi dan protein mengalami denaturasi, gas CO2 dan komponen aroma dibebaskan. Pemanggangan segera dilakukan setelah pencetakan. Selama pemanggangan akan terbentuk struktur biscuit akibat adanya gas yang dilepaskan oleh bahan pengembang dan uap air akibat dari kenaikan suhu. Ketebalan biskuit akan meningkat 4 - 5 kali dan kadar air akan menurun dari 21% menjadi kurang dari 5%. Pemanggangan biskuit dilakukan dengan oven selama 2,5 sampai 30 menit, tergantung suhu, jenis oven, dan jenis biskuitnya. Biasanya biskuit dipanggang pada suhu 350 oF (177 oC) selama

10 menit. Suhu dan lama pemanggangan akan menentukan kadar air akhir biskuit yang dihasilkan. Makin sedikit kandungan gula dan lemak, biskuit dapat dibakar pada suhu yang lebih tinggi, yaitu 177-204 oC (Matz dan Matz, 1978). Faktor-faktor yang perlu dikendalikan pada proses pemanggangan adalah suhu, waktu, serta sirkulasi udara di dalam oven. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan biskuit menjadi hangus di bagian luar tetapi bagian dalam belum matang. Sedangkan suhu yang terlalu rendah menyebabkan pemanggangan terlalu lama sehingga biskuit akan menjadi kering karena penguapan air yang terlalu banyak. Selain itu, rasa dan aroma juga banyak berkurang. Biskuit yang dihasilkan segera didinginkan untuk menurunkan suhu dan mendapatkan tekstur yang keras akibat memadatnya gula dan lemak. dikemas untuk melindunginya dari kerusakan dan Biskuit mutu.

penyimpangan

Menurut Manley (1983), biskuit termasuk produk yang mudah menyerap air dan oksigen. Oleh karena itu, bahan pengemasnya harus memenuhi beberapa syarat antara lain kedap air, kedap oksigen, kedap terhadap komponen volatil terutama bau-bauan, kedap terhadap sinar matahari, dan mampu melindungi produk dari kerusakan

mekanis. Bahan pengemas yang dapat digunakan diantaranya plastik, alumunium foil, kertas minyak, karton berlipat, dan kaleng berbentuk persegi dan bulat. Bahan kemasan diatas dapat berperan sebagai kemasan primer atau sekunder.

3. Manfaat Fortifikasi Isoflavon Pada Biskuit 3.1 Isoflavon

Senyawa isoflavon merupakan senyawa metabolit sekunder yang banyak disintesa oleh tanaman. Senyawa ini tidak disintesa oleh mikroorganisme. Dengan demikian, mikroorganisma tidak mempunyai kandungan senyawa ini. Oleh karena itu, tanaman merupakan sumber utama senyawa isoflavon di alam. Di berbagai antara tanaman, kandungan isoflavon yang lebih tinggi terdapat pada tanaman Leguminoceae, khususnya pada tanaman kedelai. Pada tanaman kedelai, kandungan isoflavo yang n lebih tinggi terdapat pada biji kedelai, khususnya pada bagian hipokotil (germ) yang akan tumbuh menjadi tanaman. Sebagian lagi terdapat pada kotiledon yang akan menjadi daun pertama dari tanaman (Anderson, 1997). Kandungan isoflavon pada kedelai berkisar 2-4 mg/g kedelai. Senyawa isoflavon ini pada umumnya berupa senyawa kompleks atau konjugasi dengan senyawa gula melalui ikatan glukosida. Jenis senyawa isoflavon ini terutama adalah genistin, daidzin, dan glisitin. Bentuk senyawa demikian ini mempunyai aktivitas fisiologis kecil. Selama proses pengolahan, baik melalui proses fermentasi maupun proses non fermentasi, senyawa isoflavon dapat mengalami transformasi, terutama melalui proses hidrolisa sehingga dapat diperoleh senyawa isoflavon bebas yang disebut aglikon yang lebih tinggi aktivitasnya. Senyawa aglikon tersebut adalah genistein, glisitein, dan daidzein. Bahkan, karena sedemikian luas distribusinya dalam tanaman maka dikatakan bahwa hampir tidak normal apabila suatu menu makanan tanpa mengandung senyawa flavonoid. Hal tersebut menunjukkan bahwa senyawa flavon tidak membahayakan bagi tubuh dan bahkan sebaliknya dapat memberikan manfaat pada tubuh. 3.2 Manfaat Isoflavony

Anti-tumor/ anti- kanker Senyawa flavonoida dan isoflavonoida banyak disebut-sebut berpotensi sebagai antitumor/antikanker. Proses pembentukan penyakit kanker dapat dibagi dalam 2 (dua) fase, yaitu fase inisiasi dan fase promosi. Senyawa flavonoida seperti quercetin dan kaemferol terbukti sebagai senyawa mutagenik pada sel-sel prokariotik dan eukariotik. Karena sifat inilah maka senyawa-senyawa flavonoida tersebut semula diduga sebagai inisiator terbentuknya sel tumor. Hal ini berkenaan dengan realitas bahwa semua inisiator bersifat mutagenik (menyebabkan mutasi pada DNA atau kerusakan irreversibel). Namun, dugaan tersebut ternyata salah mengingat tidak terbukti pada tikus. Bahkan, senyawa flavonoida tersebut terbukti menghambat

aktivitas senyawa promotor terbentuknya tumor, sehingga senyawa-senyawa di atas disebut sebagai antitumor. Dari sejumlah senyawa flavonoida dan isoflavonoida tersebut, yang banyak disebut-sebut berpotensi sebagai antitumor/antikanker adalah genestein yang merupakan isoflavon aglikon (bebas). Potensi tersebut antara lain menghambat perkembangan sel kanker payudara dan sel kanker hati. Penghambatan sel kanker oleh senyawa flavon/isoflavon ini terjadi khususnya pada fase promosi. Genestein yang merupakan salah satu komponen isoflavon tersebut juga terdapat pada kedelai dan tempe. Penghambatan sel kanker oleh genestein ini melalui mekanisma sebagai berikut: (1) Penghambatan pembelahan/proliferasi sel (baik sel normal, sel yang terinduksi oleh faktor pertumbuhan sitokinin, maupun sel kanker payudara yang terinduski dengan nonil-fenol atau bi-fenol A) yang diakibatkan oleh penghambatan pembentukan membran sel, khususnya penghambatan pembentukan protein yang mengandung tirosin. (2) Penghambatan aktivitas enzim DNA isomerase II (3) Penghambatan regulasi siklus sel (3) Sifat antioksidan dan anti-angiogenik yang disebabkan oleh sifat reaktif terhadap senyawa radikal bebas. (4) Sifat mutagenik pada gen endoglin (gen transforman faktor pertumbuhan betha atau TGF). Mekanisme ini dapat berlangsung apabila konsentrasi genestein lebih besar dari 5 M. Gambaran umum yang menunjukkan bahwa isoflavon berfungsi sebagai antikanker adalah suatu realita bahwa di negara-negara ASEAN dan Jepang di mana konsumsi kedelai relatif tinggi pasien penyakit kranker payudara, kanker prostat, dan uterus lebih rendah dibandingkan dengan negara lain, misalnya Amerika dan Australia.

y

Anti-virus Senyawa flavonoid sebagai anti-virus mula-mula diketemukan pada senyawa quercetin yang berefek "propilaktik" apabila diberikan pada tikus putih yang terinfeksi intraserebral dengan berbagai lenis virus (Selway, 1986). Pengaruh antivirus apabila dikaitkan dengan strukturnya maka terlihat adanya korelasi di mana sifat antivirus terutama ditunjukkan oleh senyawa aglikon. Sebaliknya, senyawa

isoflavon dalam bentuk ikatan o-glikosida tidak mempunyai efek antivirus (eg: rutin dan naringin). Mekanisme penghambatan senyawa flavonoida pada virus diduga terjadi melalui penghambatan sintesa asam nukleat (DNA atau RNA) dan pada translasi virion atau pembelahan dari poliprotein. Percobaan secara klinis menunjukkan bahwa senyawa flavonoida tersebut berpotensi untuk penyembuhan pada penyakit demam yang disebabkan oleh rhinovirus, yaitu dengan cara pemberian intravena dan juga terhadap penyakit hepatitis-B. Sementara itu, berbagai percobaan lain untuk pengobatan penyakit liver masih terus berlangsung.y

Anti alergi Senyawa flavonoida khellin (dimethoxy-methyl-furano-chromone) yang terdapat pada tanaman Ammi visnaga, telah berhasil diformulasikan menjadi obat (FPL-670: disodium kromoglikat), antara lain untuk penyakit asma, rhinitis, konjunctivitis, dan gastro-intestinal (Gabor, 1986). Aktivitas anti-allergi bekerja melalui mekanisme sebagai berikut:y

Penghambatan pembebasan histamin dari sel-sel "mast", yaitu sel yang mengandung granula histamin, serotinin, dan heparin.

y

Penghambatan pada enzim oxidative nukleosid-3', 5' siklik monofosfat fosfodiesterase, fosfatase alkalin, dan penyerapan Ca.

y y

Berinteraksi dengan pembentukan fosfoprotein. Senyawa-senyawa flavonoid lainnya yang digunakan sebagai anti-allergi antara lain adalah terbukronil, proksikromil, dan senyawa kromon.

y

Pengaruh pada Sistem Sirkulasi dan Penyakit Jantung Koroner

Berbagai pengaruh positif isoflavon terhadap sistem peredaran darah dan penyakit jantung banyak ditunjukkan oleh para peneliti pada aspek yang berlainan. Hasil penelitian Chen dkk., (1986) menyatakan bahwa isoflavon dan poli-metoksiflavone yang diekstrak dari tanaman Leguminosa Milletha riticalata dan Baishinia champiomi yang terikat pada protein, mempunyai sifat menghambat agregasi platelet (keping-

keping sel darah), dilatan koroner, dann menghambat introphy otot jantung (cardio trophyc) sehingga dapat memperlancar sistem sirkulasi darah. Murata dan Ikehata (1968) mengatakan bahwa efek antihemolisis (pecahnya sel-sel darah merah) dari ekstrak tempe naik berbanding lurus dengan waktu inkubasi. Hasil ekstraksi tersebut, setelah dikristalisasi dan diidentifikasi, ternyata mempunyai struktur 6, 7, 4'-trihidroksi isoflavon (Faktor-II) dengan daya antihemolisis setaraf dengan vitamin E dalam percobaannya pada darah yang tanpa atau telah diinduksi lebih dulu dengan asam dialurat. Di samping aktivitas tersebut, senyawa flavon mempunyai aktivitas vasodilator yang telah dijual dalam bentuk obat, yaitu Crataegut (Schwabe) dan Cratylene (Madaus) yang diekstrak dari tanaman Citaegus oxycantha. Obat lain yang berpotensi pula untuk melancarkan sirkulasi darah yaitu Tebonin (Schwabe) yang diekstrak dari tanaman Ginko biloba (Achmad, 1990). Studi di Universitas Yale menunjukkan bahwa pasien penderita (Osler-Weber-Rendu atau OWR) dengan diet kedelai hampir dapat menghentikan perdarahan hidung. OWR adalah penyakit keturunan dimana pasien menderita perdarahan hidung pada periode tertentu karena mutasi genetik yang menyebabkan kerusakan protein yang berfungsi sebagai signal terhadap hormon TGF- (transforming growth factor-betha). Penghentian perdarahan ini dapat diteranngkan melalui fungsi isoflavon sebagai interface dengan TGF-. Khususnya isoflavon pada tempe yang aktif sebagai antioksidan, yaitu 6,74' tri hidroksi isoflavan, terbukti berpotensi sebagai anti-kontriksi pembuluh darah (konsentrasi 5 g/ml) dan juga berpotensi menghambat pembentukan LDL (low density lipoprotein). Dengan demikian, isoflavon dapat mengurangi terjadinya arteriosclerosis pada pembuluh darah (Jha, 1985; Jha, 1997). Pengaruh isoflavon terhadap penurunan tekanan darah dan risiko CVD (cardio vascular desease) banyak dihubungakan dengan sifat hipolipidemik dan hipokholesteremik senyawa isoflavon (Teramoto, dkk. 2000).y

Estrogen dan Osteoporosis

Estrogen merupakan hormon yang diproduksi terutama oleh ovarium dan sebagian oleh ginjal pada bagian korteks adrenalis. Dalam tubuh kita berfungsi antara lain untuk pertumbuhan secara normal, serta untuk memelihara kesehatan tubuh pada orang dewasa, baik pada wanita maupun pada pria. Khusus pada wanita, hormon ini peranannya lebih luas, tidak saja berfungsi sebagai sistem reproduksi, tetapi juga berfungsi untuk tulang, jantung, dan mungkin juga otak (Barnes dan Kein, 1998). Pada wanita menjelang menopause, produksi estrogen menurun sehinngga dapat menimbulkan berbagai gangguan. Untuk itu, perlu dipikirkan bagaimana mensubstitusi hormon agar fungsi hormonalnya masih dapat dipertahankan. Dalam keadaan demikian, penggunaan estrogen yang dikombinasikan dengan progesteron sinttetik (hormon RT) dapat mencegah proses osteoporosis. Di sisi lain, dikatakan bahwa estrogen juga dapat mencegah risiko kanker. Dalam melakukan kerjanya, estrogen membutuhkan estrogen reseptor (ERs) yang dapat "on/off" di bawah kendali gen pada kromosom yang disebut _-ER. Beberapa target organ seperti pertumbuhan dada, tulang, dan empedu bersifat responsif terhadap _-ER ini. Isoflavon, khususnya genistein, dapat terikat dengan -ER. Walaupun ikatannya lemah, tetapi dengan -ER mempunyai ikatan sama dengan estrogen. Senyawa isoflavon terbukti juga mempunyai efek hormonal, khususnya efek estrogenik. Efek estrogenik ini terkait dengan struktur isoflavon yang dapat ditransformasikan menjadi equol, dimana equol ini mempunyai struktur fenolik yang mirip dengan hormon estrogen. Mengingat hormon estrogen berpengaruh pula terhadap metabolisme tulang, terutama proses klasifikasi, maka adanya isoflavon yang bersifat estrogenik dapat berpengaruh terhadap berlangsungnya proses klasifikasi. Dengan kata lain, isoflavon dapat melindungi proses osteoporosis pada tulang sehingga tulang tetap padat dan masif.y

Anti-kolesterol Efek isoflavon terhadap penurunan kolesterol telah terbukti tidak saja pada binatang percobaan seperti tikus dan kelinci, tetapi juga pada manusia. Efek yang lebih luas terbukti pula pada perlakuan terhadap tepung kedelai, di mana tidak saja kolesterol yang turun, tetapi juga trigliserida VLDL (very low density lipoprotein) dan LDL

(low density lipoprotein). Di sisi lain, tepung kedelai dapat meningkatkan HDL (high density lipoprotein) (Amirthaveni dan Vijayalaksha, 2000). Menurut Zilliken (1987), Faktor-II (6,7,4' tri-hidroksi isoflavon) merupakan senyawa isoflavon yang paling besar pengaruhnya. Mekanisme lain penurunan kolesterol oleh isoflavon diterangkan melalui pengaruh terhadap peningkatan katabolisme sel lemak untuk pembentukan energi, yang berakibat pada penurunan kandungan kolesterol (Sekiya, 2000).

3.3 Metabolisme Isoflavon Zat antioksidan pada tempe antara lain berbentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E dan karotenoid, isoflavonoid merupakan zat antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas yang dapat menyebabkan tumor, kanker, penuaan dan kematian sel. Tiga jenis isoflavon yang terdapat pada kedelai adalah daidzein, glisetein dan genistein dan semuanya berupa molekul yang terikat dengan gula (glikosida) dan secara struktural mirip dengan estrogen alami dalam tubuh (Frerking, 2003 dalam Miladiyah, 2004). Ketiga isoflavon ini akan mengalami proses metabolisme dalam usus oleh beta-glukosidase yang akan diubah menjadi genistein, daidzein, dan glycitein, dalam bentuk tidak terikat dengan gula/aglikon (Arditi, 2003 dalam Miladiyah, 2004).

BAB III PENUTUP

Kesimpulany

Pangan fungsional adalah bahan pangan yang berpengaruh positif terhadap kesehatan seseorang, penampilan jasmani dan rohani selain kandungan gizi dan cita rasa yang dimiliki.

y

Proses pembuatan biskuit terdiri dari tiga tahap, yaitu pembentukan adonan, pencetakan dan pemanggangan adonan.

y

Manfaat dari isoflavon adalah sebagai anti-tumor/anti- kanker, anti-virus, anti-allergi.