kajian pustaka dan hipotesis - sinta.unud.ac.id 2...kebijakan tersebut diatur dalan peraturan daerah...
TRANSCRIPT
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Teori Legitimasi
Teori Legitimasi adalah suatu kondisi atau status yang ada ketika suatu
sistem nilai perusahaan sejalan dengan sistem nilai dari sistem sosial yang lebih
besar dimana perusahaan merupakan bagiannya (Ghozali dan Chairiri, 2007:411).
Pranata (2014) menyatakan legitimasi didapatkan jika apa yang dijalankan oleh
perusahaan telah selaras dengan apa yang juga diinginkan oleh masyarakat. Jika
dalam sistem di perusahaan tidak ada keselarasan dengan sistem nilai dari
masyarakat maka perusahaan tersebut akan kehilangan legitimasinya yang dapat
mengancam kelangsungan hidup perusahaan.
Suchman (1995) dalam Dewi (2015) menyatakan bahwa legitimasi dapat
dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang
dilakukan oleh suatu entitas adalah tindakan yang diinginkan, pantas ataupun
sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan
secara sosial. Apabila dikaitkan dengan kepatuhan wajib pajak restoran, teori
legitimasi sangat berkaitan dengan kepatuhan wajib pajak. Kaitannya dengan
kepatuhan wajib pajak restoran adalah wajib pajak restoran harus mengikuti
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang merupakan sistem sosial
yang lebih besar. Kebijakan tersebut diatur dalan Peraturan Daerah Kabupaten
Badung Nomor 16 Tahun 2011 yang mengatur tentang Pajak Restoran. Dengan
12
demikian, wajib pajak diharapkan dapat berlegitimasi atau menerima kebijakan
yang dikeluarkan oleh pemerintah, yakni kewajiban perpajakan.
2.1.2 Theory of Planned Behavior
Theory of Planned Behavior (TPB) menjelaskan bahwa perilaku yang
ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat untuk berperilaku.
Sedangkan munculnya niat untuk berperilaku ditentukan oleh tiga faktor
(Mustikasari, 2007) :
1) Behavioral beliefs merupakan keyakinan individu akan hasil dari suatu
perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut. Keyakinan dan evaluasi terhadap
hasil ini akan membentuk variabel sikap (attitude).
2) Normative Beliefs yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain
yang menjadi rujukannya dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut.
Harapan normatif ini membentuk variabel norma subjektif (subjective
norm).
3) Control beliefs merupakan keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang
mendukung atau menghambat perilakunya dan persepsinya tentang
seberapa kuat hal-hal tersebut mempengaruhi perilakunya. Control beliefs
membentuk variabel kontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived
behavioral control).
Menurut Azjen (1991) dalam Susmita (2015) sikap yang mendorong
perilaku (attitude toward behaviour) merupakan derajat dimana seseorang
memiliki evaluasi atau penilaian positif atau negatif terhadap perilaku yang akan
ditampilkan. Respon positif atau negatif itu adalah hasil proses evaluasi (outcome
13
evaluation) terhadap keyakinan (behavioral belief strength) individu yang
mendorong perilaku. Theory of Planned Behavior relevan untuk menjelaskan
perilaku wajib pajak dalam mematuhi kewajiban perpajakannya.
Mustikasari (2007) menyatakan pengertian norma subjektif (subjective
norm) adalah persepsi tekanan sosial untuk menampilkan atau tidak menampilkan
perilaku tertentu. Norma subjektif merupakan fungsi dari harapan yang
dipersepsikan individu dimana satu atau lebih orang disekitarnya menyetujui
perilaku tertentu dan memotivasi individu untuk mematuhi mereka. Hal tersebut
dapat dikaitkan dengan pelayanan pajak, dimana dengan adanya pelayanan
berkualitas dari petugas pajak, akan membuat wajib pajak memiliki keyakinan,
termotivasi, dan memilih perilaku taat pajak.
Kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control) merupakan
persepsi kemudahan dan atau kesulitan untuk melakukan perilaku. Semakin besar
(power of control) semakin besar pula niat seseorang untuk melakukan perilaku
yang sedang dipertimbangkan. Sanksi pajak terkait dengan perceived behavioral
control. Sanksi pajak dibuat untuk mendukung agar wajib pajak mematuhi
peraturan perpajakan. Kepatuhan wajib pajak akan ditentukan berdasarkan
persepsi wajib pajak tentang seberapa kuat sanksi pajak mampu mendukung
perilaku wajib pajak untuk taat pajak. Pemeriksaan pajak juga terkait dengan
control belief. Pemeriksaan pajak merupakan salah satu cara agar wajib pajak
tetap berada dikoridor peraturan pajak sehingga kepatuhan wajib pajak akan
ditentukan berdasarkan seberapa kuat pemeriksaan pajak mampu mendukung
perilaku wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
14
Behavioral beliefs, normative beliefs, dan control beliefs sebagai tiga
faktor yang menentukan seseorang untuk berperilaku. Setelah terdapat tiga faktor
tersebut, maka seseorang akan memasuki tahap intention, kemudian tahap terakhir
adalah behavior. Tahap intention merupakan tahap dimana seseorang memiliki
maksud atau niat untuk berperilaku, sedangkan behavior adalah tahap seseorang
berperilaku (Mustikasari, 2007). Pelayanan yang berkualitas dari petugas dinas,
pemeriksaan perpajakan, dan sanksi perpajakan dapat menjadi faktor yang
menentukan perilaku patuh wajib pajak. Setelah termotivasi oleh pelayanan yang
diberikan petugas dinas, kegiatan pemeriksaan pajak dan adanya sanksi pajak,
maka wajib pajak akan memiliki niat untuk memenuhi kewajiban perpajakannya
dan kemudian merealisasikan niat tersebut.
2.1.3 Pengertian Pajak
Pengertian pajak menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2011:1) bahwa pajak
adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari
definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai
berikut :
1) Iuran dari rakyat kepada negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang
(bukan barang).
15
2) Berdasarkan undang-undang.
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta
aturan pelaksanaannya.
3) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung
dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.1.4 Fungsi Pajak
Terdapat dua fungsi pajak menurut Resmi (2014:3), yaitu fungsi budgetair
(sumber keuangan negara) dan fungsi regularend (pengatur).
1) Fungsi budgetair (sumber keuangan negara) artinya salah satu sumber
penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun
pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya
memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara.
2) Fungsi regularend (pengatur) artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta
mencapai tujuan-tujuan di luar bidang keuangan.
16
2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi empat macam (Ilyas dan
Richard, 2011:30) yaitu:
1) Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang.
2) Semi self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada fiskus dan Wajib Pajak untuk menentukan
besarnya pajak seseorang yang terutang.
3) Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberikan wewenang penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang
pajak.
4) Withholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya
pajak yang terutang.
2.1.6 Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah
kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-
17
besarnya kemakmuran rakyat. Sesuai dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak daerah dapat digolongkan
menjadi dua yaitu:
1) Jenis Pajak Provinsi terdiri atas:
(a) Pajak Kendaraan Bermotor
(b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
(c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
(d) Pajak Air Permukaan
(e) Pajak Rokok
2) Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
(a) Pajak Hotel
(b) Pajak Restoran
(c) Pajak Hiburan
(d) Pajak Reklame
(e) Pajak Penerangan Jalan
(f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
(g) Pajak Parkir
(h) Pajak Air Tanah
(i) Pajak Sarang Burung Walet
(j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
(k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
18
2.1.7 Pajak Restoran
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 16 Tahun 2011
tentang Pajak Restoran, pajak restoran yang selanjutnya disebut pajak adalah
pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Dengan nama pajak restoran
dipungut pajak atas setiap pelayanan di restoran. Restoran adalah fasilitas
penyedia jasa makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang
mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya
termasuk jasa boga/katering. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan,
meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak yang mempunyai
hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan daerah. Wajib pajak restoran adalah orang pribadi atau
badan yang mengusahakan restoran.
Masa pajak adalah jangka waktu 1 bulan kalender atau jangka waktu lain
yang diatur dengan Peraturan Bupati paling lama 3 bulan kalender, yang menjadi
dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang
terutang. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar dalam masa pajak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. Pajak
yang terutang dipungut di wilayah daerah Kabupaten Badung. Dasar pengenaan
pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya
diterima restoran. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 16
Tahun 2011, tarif pajak restoran ditetapkan sebesar 10 persen. Besaran pokok
pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak restoran yang
19
ditetapkan sebesar 10 persen dengan jumlah pembayaran yang diterima atau yang
seharusnya diterima restoran dalam jangka waktu 1 bulan kalender.
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 16 Tahun
2011 tentang Pajak Restoran bahwa objek pajak restoran adalah pelayanan yang
disediakan oleh restoran. Objek pajak meliputi pelayanan penjualan makanan
dan/atau minuman yang dikomsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi ditempat
pelayanan maupun di tempat lain. Tidak termasuk objek pajak restoran adalah
pelayanan yang disediakan oleh restoran yang nilai penjualannya kurang dari Rp.
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) perbulan. Subjek pajak restoran adalah orang
pribadi atau badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari restoran.
2.1.8 Kualitas Pelayanan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2011
tentang Pelayanan Publik, pelayanan adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa
dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik. Menurut The Amerika Society of Quality Control dalam Sumadi (2005),
kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik dari suatu produk atau jasa
menyangkut kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah
ditentukan atau yang telah bersifat laten. Hakikat pelayanan umum yang
berkualitas menurut Boediono B. (2003:3) dalam (Supadmi (2009) adalah:
1) Meningkatakan mutu dan produktifitas pelaksanaan tugas dari instansi
pemerintah di bidang pelayanan umum.
20
2) Mendorong upaya pengefektifan sistem dan tata laksana pelayanan
sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya
guna dan berhasil guna (efisien dan efektif).
3) Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat
dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
Pelayanan yang berkualitas merupakan pelayanan yang memberikan
kepuasan kepada pelanggan dan dalam batas memenuhi standar pelayanan yang
bisa dipertanggungjawabkan serta dilakukan secara terus menerus (Supadmi,
2009). Menurut Prabawa dan Naniek (2012) untuk mengukur kualitas layanan
dapat dilakukan melalui indikator-indikator kualitas layanan sebagai berikut :
1) Tangibles (Bukti langsung), berfokus pada penampilan dan kemampuan
sarana dan prasarana fisik yang dapat diandalkan lingkungan sekitarnya
adalah bukti nyata dari layanan yang diberikan. Pelanggan dapat melihat
secara langsung tentang keadaan fisik fasilitas yang mendukung kinerja
perpajakan misalnya perlengkapan pegawai dan sarana komunikasi.
2) Reliability (Keandalan) yaitu pemenuhan pelayanan segera dan
memuaskan. Keandalan mencakup kemampuan untuk memberikan jasa
secara akurat sesuai dengan yang dijanjikan.
3) Responsiveness (Daya Tanggap) yaitu kemampuan karyawan untuk
membantu konsumen menyediakan jasa dengan cepat sesuai dengan yang
diinginkan konsumen serta keaktifan pemberian pelayanan dengan cepat,
tepat dan tanggap.
21
4) Assurance (Jaminan), mencakup pengetahuan, keahlian atau kemampuan
untuk memberikan rasa percaya, keramahan dan kesopanan serta menepati
janji yang telah dikemukakan kepada nasabah sehingga menumbuhkan
rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan.
5) Emphaty (Empati), memberikan perhatian yang tulus meliputi kesediaan
karyawan dan pengusaha untuk lebih peduli memberikan perhatian secara
pribadi kepada nasabah dengan berupaya memahami keinginan pelanggan.
Pelayanan berkualitas merupakan kemampuan suatu instansi yang dapat
memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar
pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan (Gilbert et al., 2004). Pelayanan
dapat dikatakan berkualitas apabila terwujudnya kepuasan pelanggan (wajib
pajak) dan adanya sikap profesionalisme fiskus dalam memberikan pelayanan.
Kepuasan pelanggan menurut Buttle (2007) dapat tercipta dari pengalaman
pelanggan dalam mengkonsumsi jasa atau produk, menerima janji yang diberikan
oleh perusahaan dan perusahaan dapat memberikan janji yang sesuai dengan yang
diharapkan oleh pelanggan serta menanggapi dengan cepat keluhan pelanggan.
Indikator assurance dan responsiveness dapat mengacu pada kepuasan pelanggan
dan dapat digunakan menungukur kualitas pelayanan, serta indikator lainnya
seperti tangibles, emphaty, dan reliability yang ditunjukkan kepada pelanggan
akan memberikan kepuasan pelanggan untuk dapat menunjukkan pelayanan yang
berkualitas agar menciptakan kepatuhan wajib pajak untuk senantiasa memenuhi
kewajibannya sebagai wajib pajak.
22
Dalam menyelenggarakan pelayanan publik memerlukan profesionalisme
dari pelaku dan penyelenggara pemerintahan pelayanan publik. Siagian
(2000:163) dalam Dwi (2008) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
profesionalisme adalah keandalan dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana
dengan mutu tinggi, waktu yang tepat, cermat, dan dengan prosedur yang mudah
dipahami dan diikuti oleh pelanggan. Tjokrowinoto (1996:191) dalam Dwi (2008)
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan profesionalisme adalah kemampuan
untuk untuk menjalankan tugas dan menyelenggarakan pelayanan publik dengan
mutu tinggi, tepat waktu, dan prosedur dan keahlian yang dapat dipercaya.
Berdasarkan definisi tersebut, maka profesionalisme mengacu pada indikator
reliability, responsiveness, emphaty, dan assurance untuk mengukur variabel
kualitas pelayanan pada penelitian ini.
2.1.9 Pemeriksaan Pajak
2.1.9.1 Pengertian Pemeriksaan
Menurut Undang-undang No. 28 tahun 2007 perubahan ketiga atas
Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemeriksaan adalah
serangkaian kegiatan untuk menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan atau
bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu
standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.
23
2.1.9.2 Tujuan Pemeriksaan Pajak
Berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 21 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Pemungutan Pajak Parkir, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, dan Pajak
Penerangan Jalan BAB IX mengenai Tata Cara Pemeriksaan Pajak Pasal 28
menyebutkan tujuan pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan daerah dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan. Menurut Mardiasmo (2011:53) tujuan pemeriksaan pajak
sebagai berikut:
a) Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka
memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada wajib pajak,
yang dapat dilakukan dalam hal :
(1) Surat Pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak,
termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak.
(2) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menunjukkan rugi.
(3) Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada
waktu yang telah ditetapkan.
(4) Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh
Direktorat Jendral Pajak.
(5) Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada poin
tiga tidak dipenuhi.
24
b) Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, yang dapat dilakukan dalam hal :
(1) Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan.
(2) Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.
(3) Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
(4) Wajib pajak mengajukan keberatan.
(5) Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Perhitungan Penghasilan
Neto.
(6) Pencocokan data dan atau alat keterangan.
(7) Penentuan wajib pajak berlokasi di daerah terpencil.
(8) Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk
tujuan lain selain angka (1) sampai dengan angka (7).
2.1.9.3 Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan
1) Menurut Suandy (2014:206) ruang lingkup pemeriksaan terdiri dari:
(a) Pemeriksaan Lapangan yang meliputi suatu jenis pajak atau seluruh jenis
pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya dan atau
untuk tujuan lain yang dilakukan di tempat wajib pajak.
(b) Pemeriksaan Kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun
berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor
Direktorat Jendral Pajak.
2) Pemeriksaan lapangan dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan lengkap atau
pemeriksaan sederhana.
3) Pemeriksaan kantor hanya dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan sederhana.
25
4) Pemeriksaan lengkap dilaksanakan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan dan
dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan.
5) Pemeriksaan sederhana lapangan dilaksanakan dalam jangka waktu 1 (satu)
bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan.
6) Pemeriksaan sederhana kantor dilaksanakan dalam jangka waktu 4 (empat)
minggu dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) minggu.
Pemeriksaan lengkap adalah yang dilakukan di tempat wajib pajak
meliputi seluruh jenis pajak, dan atau tujuan lain baik tahun berjalan dan atau
tahun tahun sebelumnya yang dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik
pemeriksaan yang lazim digunakan dalam pemeriksaan pada umumnya.
Pemeriksaan sederhana lapangan adalah pemeriksaan pajak meliputi
seluruh jenis pajak dan tujuan lain baik tahun berjalan dan/atau tahun-tahun
sebelumnya yang dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan
dengan bobot dan kedalaman yang sederhana. Pemeriksaan sederhana kantor
adalah pemeriksaan pajak meliputi jenis pajak tertentu untuk tahun berjalan dan
atau tahun tahun sebelumnya yang dilakukan dengan menerapakan teknik-teknik
pemeriksaan dengan bobot dan kedalaman yang sederhana.
2.1.10 Pengetahuan Perpajakan
Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses
pembelajaran. Pengetahuan adalah informasi yang diketahui atau disadari oleh
seseorang. Pengetahuan wajib pajak tentang perpajakan merupakan hasil tahu,
ingatan dan ilmu yang dimiliki oleh wajib pajak mengenai peraturan perpajakan
yang tercantum dalam undang-undang perpajakan (Punarbhawa, 2013). Menurut
26
Danang (2013) selain pengetahuan tentang fungsi pajak, pengetahuan tentang
mekanisme tata cara pembayaran pajak terutang ke petugas/bank yang telah
ditunjuk akan membantu kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Orang
yang berpengetahuan pajak tinggi akan memiliki kesadaran dan kepatuhan karena
selain memiliki pengetahuan akan tarif pajak yang dibebankan juga mengetahui
bahwa jika tidak melaksanakan kewajibannya sebagai wajib pajak akan terkena
sanksi maupun denda. Memiliki pengetahuan mengenai pajak, akan membuat
mampu mengetahui bagaimana alur pembayaran pajak, hingga manfaat membayar
pajak tersebut dapat dirasakan.
Pengetahuan pajak yang rendah dapat menyebabkan ketidakpercayaan dan
sikap negatif terhadap pajak, sedangkan pengetahuan pajak yang baik berkorelasi
dengan sikap positif terhadap pajak (Niemirowski et al., 2002). Menurut
Hardiningsih dan Nila (2011) pengetahuan pajak adalah proses perubahan sikap
dan tata laku seorang wajib pajak atau kelompok wajib pajak dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pengetahuan
akan peraturan perpajakan masyarakat melalui pendidikan formal maupun non
formal akan berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak untuk membayar
pajak. Menurut Supriyati (2012) pengetahuan perpajakan adalah pengetahuan
mengenai konsep ketentuan umum di bidang perpajakan, jenis pajak yang berlaku
di Indonesia mulai dari subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, perhitungan pajak
terutang, sampai dengan pengisian pelaporan pajak.
Menurut Lisnawati (2012) dalam Larasati (2013) pengetahuan perpajakan
adalah informasi yang dapat digunakan wajib pajak sebagai dasar untuk bertindak
27
dan mengambil keputusan sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
dibidang perpajakannya. Atau dengan kata lain, pengetahuan perpajakan
merupakan suatu sikap pola pikir, pemahaman atau penilaian seseorang terhadap
pajak yang akan mempengaruhi sikapnya dalam pemenuhan kewajiban
perpajakannya. Pengetahuan perpajakan seorang wajib pajak dapat diukur melalui
pengetahuan dan pemahaman mengenai hak, kewajiban dan tanggungjawab
sebagai wajib pajak. Apabila wajib pajak telah mengetahui dan memahami
kewajibannya sebagai wajib pajak, mereka akan melakukan kewajiban tersebut
untuk mendapatkan hak dan melaksanakan tanggungjawab sebagai wajib pajak.
Menurut Mardiasmo (2011: 56) kewajiban wajib pajak adalah :
1) Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.
2) Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.
3) Mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap dan jelas serta
melaporkan SPT dengan tepat waktu.
4) Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan.
5) Kewajiban menaati pemeriksaan untuk :
(a) Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasarnya dan dokumen lain berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak atau objek terutang.
(b) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang
dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
28
Mardiasmo (2011:56) menyatakan hak-hak wajib pajak adalah :
1) Mengajukan surat keberatan dan surat banding serta berhak mengajukan
keberatan dan banding.
2) Melakukan pembetulan SPT yang telah disampaikan.
3) Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak.
4) Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
5) Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta
pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.
2.1.11 Sanksi Perpajakan
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti atau ditaati
atau dipatuhi. Atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat
pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. Dalam
undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi
dan sanksi pidana. Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada
negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan. Sanksi pidana merupakan
siksaan dan penderitaan, merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang
digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi (Mardiasmo, 2011:59).
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 16 Tahun 2011
Tentang Pajak Restoran sanksi administratif dan ketentuan pidana yang ditetapkan
oleh Dinas Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupten Badung adalah:
29
1) Dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan
dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat di bayar untuk jangka waktu
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya
pajak, jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar, jika SPTPD tidak disampaikan kepada
Bupati dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak
disampaikan pada waktunya sebagimana ditentukan dalam surat teguran.
2) Dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima
persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga 2% (dua
persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk
jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat
terutangnya pajak, jika pajak yang terutang dihitung secara jabatan.
3) Dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100% (seratur persen)
dari jumlah kekurangan pajak yang terutang jika ditemukan data baru dan
atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan
jumlah pajak yang terutang.
4) Setiap wajib pajak yang tidak mengisi SPTPD dengan jelas, benar dan lengkap
serta ditandatangani oleh WP atau kuasanya dapat dipidana dengan pidana
kurungan paling lambat 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp.
50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
30
2.1.12 Kepatuhan Perpajakan
Kepatuhan berasal dari kata patuh yang artinya suka dan taat kepada
perintah atau aturan, dan berdisiplin. Kepatuhan pajak dapat didefinisikan sebagai
sejauh mana seorang wajib pajak sesuai atau gagal untuk mematuhi peraturan
perpajakan (Marziana et al., 2010). Prabawa dan Naniek (2012) menyatakan
kepatuhan wajib pajak adalah usaha untuk memenuhi segala kewajiban dengan
sadar dan atas dasar kemauannya sendiri, hal ini menunjukkan bahwa wajib pajak
telah bersikap baik terhadap segala kewajibannya. Wanjohi (2010) dalam Pranata
(2014) menyatakan kepatuhan pajak merupakan ukuran yang secara teori dapat
didefinisikan dengan mempertimbangkan tiga jenis pemenuhan seperti yaitu
pemenuhan pembayaran, pemenuhan pengisian surat pemberitahuan, dan
pemenuhan pelaporan. Menurut Devano dan Rahayu (2006:111) dalam Dewi
(2015), kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan dari:
1) Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri.
2) Kepatuhan wajib pajak dalam pembayaran pajak terutang.
3) Kepatuhan wajib pajak dalam pembayaran tunggakan.
Ada dua macam kepatuhan, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan
material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi
kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang
perpajakan. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak
memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa
undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan
formal (Supadmi, 2009).
31
2.1.13 Wajib Pajak Patuh
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000,
wajib pajak dimasukkan dalam kategori wajib pajak patuh apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut (Supadmi, 2009):
a) Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan untuk semua jenis
pajak dalam dua tahun terakhir.
b) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah
memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
c) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir.
d) Dalam dua tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP dan dalam hal terhadap wajib pajak
pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk
tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling banyak 5%.
e) Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh
akuntan publik dengan pendapatan wajar tanpa pengecualian atau pendapat
dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan
auditnya harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) yang
menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal. Dalam hal wajib pajak
yang laporan keuangannya tidak diaudit oleh akuntan publik dipersyaratkan
untuk memenuhi ketentuan pada huruf a, b, c, dan d di atas.
32
2.2 Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Kualitas Pelayanan pada Kepatuhan Wajib Pajak Restoran
Berdasarkan theory of planned behavior dijelaskan bahwa salah satu faktor
munculnya niat untuk berprilaku adalah normative beliefs yaitu individu akan
memiliki keyakinan tentang harapan normatif dari orang lain dan motivasi untuk
memenuhi harapan tersebut. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan pelayanan pajak,
dimana dengan adanya pelayanan yang baik dari petugas pajak memberikan
motivasi kepada wajib pajak agar taat pajak, akan membuat wajib pajak memiliki
keyakinan atau memilih perilaku taat pajak. Rohmawati dan Rasmini (2012)
menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa kualitas pelayanan berpengaruh positif
pada kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pranata (2014)
bahwa kualitas pelayanan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak
restoran di Dinas Pendapatan Kota Denpasar.
Harapan dari kualitas pelayanan yang baik adalah wajib pajak dapat
memperoleh kemudahan dalam menyelesaikan kewajiban pajaknya. Pelayanan
yang baik dapat membantu kesulitan ataupun permasalahan terkait perhitungan,
penyetoran dan pelaporan yang dilakukan oleh wajib pajak sehingga wajib pajak
mengerti dan paham akan kewajiban pajaknya yang harus dipenuhi. Sehingga,
semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan semakin patuh wajib pajak dalam
mematuhi kewajiban perpajakannya. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis
yang diajukan pada penelitian ini adalah:
H1 : Kualitas pelayanan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak restoran
di Dinas Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung.
33
2.2.2 Pengaruh Pemeriksaan Pajak pada Kepatuhan Wajib Pajak Restoran
Berdasarkan theory of planned behavior, pemeriksaan pajak terkait dengan
control beliefs. Pemeriksaan pajak merupakan salah satu cara agar wajib pajak
tetap berada dikoridor peraturan pajak sehingga kepatuhan wajib pajak akan
ditentukan berdasarkan seberapa kuat pemeriksaan pajak mampu mendukung
perilaku wajib pajak untuk memenuhii kewajiban perpajakannya. Kirchler (2008)
menyatakan bahwa pemeriksaan pajak adalah pemeriksaan individu atau
pemeriksaan terhadap laporan pajak suatu organisasi untuk memastikan kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan pajak yang berlaku. Menurut Slemrod dan Yitzhaki
(2002) pemeriksaan pajak adalah suatu cara pemerintah menekan angka
penggelapan pajak dan penghindaran pajak.
Shinta Dewi (2013) menyatakan dari hasil penelitiannya bahwa variabel
pemeriksaan pajak berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak badan di KPP
Madya Denpasar. Hasil penelitian Dewi (2015) menyatakan pemeriksaan pajak
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel di
Dinas Pendapatan Kota Denpasar. Hasil ini menunjukkan pemeriksaan pajak
menyebabkan peningkatan kepatuhan wajib pajak. Semakin baik dan intensif
pemeriksaan oleh aparat pajak maka kepatuhan wajib pajak diharapkan akan
semakin baik pula. Berdasarkan hal tersebut, maka diduga :
H2 : Pemeriksaan pajak berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak restoran
di Dinas Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung.
34
2.2.3 Pengaruh Pengetahuan Perpajakan pada Kepatuhan Wajib PajakRestoran
Teori legitimasi merupakan suatu kondisi atau status yang ada ketika suatu
sistem nilai perusahaan sejalan dengan sistem nilai dari sistem sosial yang lebih
besar dimana perusahaan merupakan bagiannya, sehingga untuk menjalankan
sistem sosial yang lebih besar tersebut perlu adanya pengetahuan mengenai hal
tersebut. Menurut Hofmann et al., (2008) menyatakan faktor penting yang
mempengaruhi kepatuhan pajak adalah pengetahuan tentang perpajakan. Hasil
Penelitiaan Palil and Ahmad (2010) bahwa ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan pajak dan kepatuhan pajak di Malaysia. Fjeldstad et al. (2012)
menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak tergantung pada pengetahuan wajib
pajak tentang pajak sehingga tidak bisa menghindari kewajiban perpajakannya.
Susilawati dan Budiartha (2013) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa
variabel pengetahuan perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak.
Pengetahuan tentang pajak perlu dimiliki oleh wajib pajak agar mengetahui hak,
kewajiban serta tanggungjawab sebagai wajib pajak sehingga tujuan pajak, fungsi
serta manfaat pajak dapat dipahami, dengan demikian timbul kesadaran untuk
patuh melaksanakan kewajiban perpajakannnya. Semakin baik pengetahuan
perpajakan wajib pajak, semakin patuh wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakan yang sesuai dengan peraturan perpajakan. Berdasarkan hal tersebut,
maka hipotesis yang diajukan adalah:
H3 : Pengetahuan perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak
restoran di Dinas Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten
Badung.
35
2.2.4 Pengaruh Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak Restoran
Berdasarkan theory of planned behavior, sanksi pajak terkait dengan
perceived control behaviour. Sanksi pajak dibuat untuk mendukung agar wajib
pajak mematuhi peraturan perpajakan. Kepatuhan wajib pajak akan ditentukan
berdasarkan persepsi wajib pajak tentang seberapa kuat sanksi pajak mampu
mendukung perilaku wajib pajak untuk taat pajak. Upaya untuk meningkatan
kepatuhan wajib pajak, pemerintah telah membuat sanksi perpajakan yang
dikenakan kepada wajib pajak yang lalai dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya, dengan sanksi tersebut diharapkan wajib pajak dapat memenuhi
kewajiban perpajakannya dengan tepat dan benar. Putri dan Jati (2012)
menyatakan jika semakin tegas dan berat sanksi perpajakannya akan
meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Sanders et al. (2008) dalam penelitiannya menghasilkan sanksi perpajakan
berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Pranadata (2014)
menyimpulkan pelaksanaan sanksi pajak berpengaruh secara signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Batu. Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya pelaksanaan sanksi
pajak yang tegas dan dianggap merugikan oleh wajib pajak, akan semakin
meningkatkan kepatuhan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:
H4 : Sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak restoran
di Dinas Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung.