kajian pustaka dan hipotesis - sinta.unud.ac.id 2...kebijakan tersebut diatur dalan peraturan daerah...

25
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Legitimasi Teori Legitimasi adalah suatu kondisi atau status yang ada ketika suatu sistem nilai perusahaan sejalan dengan sistem nilai dari sistem sosial yang lebih besar dimana perusahaan merupakan bagiannya (Ghozali dan Chairiri, 2007:411). Pranata (2014) menyatakan legitimasi didapatkan jika apa yang dijalankan oleh perusahaan telah selaras dengan apa yang juga diinginkan oleh masyarakat. Jika dalam sistem di perusahaan tidak ada keselarasan dengan sistem nilai dari masyarakat maka perusahaan tersebut akan kehilangan legitimasinya yang dapat mengancam kelangsungan hidup perusahaan. Suchman (1995) dalam Dewi (2015) menyatakan bahwa legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah tindakan yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan secara sosial. Apabila dikaitkan dengan kepatuhan wajib pajak restoran, teori legitimasi sangat berkaitan dengan kepatuhan wajib pajak. Kaitannya dengan kepatuhan wajib pajak restoran adalah wajib pajak restoran harus mengikuti kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang merupakan sistem sosial yang lebih besar. Kebijakan tersebut diatur dalan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 16 Tahun 2011 yang mengatur tentang Pajak Restoran. Dengan

Upload: dangthuy

Post on 09-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori dan Konsep

2.1.1 Teori Legitimasi

Teori Legitimasi adalah suatu kondisi atau status yang ada ketika suatu

sistem nilai perusahaan sejalan dengan sistem nilai dari sistem sosial yang lebih

besar dimana perusahaan merupakan bagiannya (Ghozali dan Chairiri, 2007:411).

Pranata (2014) menyatakan legitimasi didapatkan jika apa yang dijalankan oleh

perusahaan telah selaras dengan apa yang juga diinginkan oleh masyarakat. Jika

dalam sistem di perusahaan tidak ada keselarasan dengan sistem nilai dari

masyarakat maka perusahaan tersebut akan kehilangan legitimasinya yang dapat

mengancam kelangsungan hidup perusahaan.

Suchman (1995) dalam Dewi (2015) menyatakan bahwa legitimasi dapat

dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang

dilakukan oleh suatu entitas adalah tindakan yang diinginkan, pantas ataupun

sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan

secara sosial. Apabila dikaitkan dengan kepatuhan wajib pajak restoran, teori

legitimasi sangat berkaitan dengan kepatuhan wajib pajak. Kaitannya dengan

kepatuhan wajib pajak restoran adalah wajib pajak restoran harus mengikuti

kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang merupakan sistem sosial

yang lebih besar. Kebijakan tersebut diatur dalan Peraturan Daerah Kabupaten

Badung Nomor 16 Tahun 2011 yang mengatur tentang Pajak Restoran. Dengan

12

demikian, wajib pajak diharapkan dapat berlegitimasi atau menerima kebijakan

yang dikeluarkan oleh pemerintah, yakni kewajiban perpajakan.

2.1.2 Theory of Planned Behavior

Theory of Planned Behavior (TPB) menjelaskan bahwa perilaku yang

ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat untuk berperilaku.

Sedangkan munculnya niat untuk berperilaku ditentukan oleh tiga faktor

(Mustikasari, 2007) :

1) Behavioral beliefs merupakan keyakinan individu akan hasil dari suatu

perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut. Keyakinan dan evaluasi terhadap

hasil ini akan membentuk variabel sikap (attitude).

2) Normative Beliefs yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain

yang menjadi rujukannya dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut.

Harapan normatif ini membentuk variabel norma subjektif (subjective

norm).

3) Control beliefs merupakan keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang

mendukung atau menghambat perilakunya dan persepsinya tentang

seberapa kuat hal-hal tersebut mempengaruhi perilakunya. Control beliefs

membentuk variabel kontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived

behavioral control).

Menurut Azjen (1991) dalam Susmita (2015) sikap yang mendorong

perilaku (attitude toward behaviour) merupakan derajat dimana seseorang

memiliki evaluasi atau penilaian positif atau negatif terhadap perilaku yang akan

ditampilkan. Respon positif atau negatif itu adalah hasil proses evaluasi (outcome

13

evaluation) terhadap keyakinan (behavioral belief strength) individu yang

mendorong perilaku. Theory of Planned Behavior relevan untuk menjelaskan

perilaku wajib pajak dalam mematuhi kewajiban perpajakannya.

Mustikasari (2007) menyatakan pengertian norma subjektif (subjective

norm) adalah persepsi tekanan sosial untuk menampilkan atau tidak menampilkan

perilaku tertentu. Norma subjektif merupakan fungsi dari harapan yang

dipersepsikan individu dimana satu atau lebih orang disekitarnya menyetujui

perilaku tertentu dan memotivasi individu untuk mematuhi mereka. Hal tersebut

dapat dikaitkan dengan pelayanan pajak, dimana dengan adanya pelayanan

berkualitas dari petugas pajak, akan membuat wajib pajak memiliki keyakinan,

termotivasi, dan memilih perilaku taat pajak.

Kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control) merupakan

persepsi kemudahan dan atau kesulitan untuk melakukan perilaku. Semakin besar

(power of control) semakin besar pula niat seseorang untuk melakukan perilaku

yang sedang dipertimbangkan. Sanksi pajak terkait dengan perceived behavioral

control. Sanksi pajak dibuat untuk mendukung agar wajib pajak mematuhi

peraturan perpajakan. Kepatuhan wajib pajak akan ditentukan berdasarkan

persepsi wajib pajak tentang seberapa kuat sanksi pajak mampu mendukung

perilaku wajib pajak untuk taat pajak. Pemeriksaan pajak juga terkait dengan

control belief. Pemeriksaan pajak merupakan salah satu cara agar wajib pajak

tetap berada dikoridor peraturan pajak sehingga kepatuhan wajib pajak akan

ditentukan berdasarkan seberapa kuat pemeriksaan pajak mampu mendukung

perilaku wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.

14

Behavioral beliefs, normative beliefs, dan control beliefs sebagai tiga

faktor yang menentukan seseorang untuk berperilaku. Setelah terdapat tiga faktor

tersebut, maka seseorang akan memasuki tahap intention, kemudian tahap terakhir

adalah behavior. Tahap intention merupakan tahap dimana seseorang memiliki

maksud atau niat untuk berperilaku, sedangkan behavior adalah tahap seseorang

berperilaku (Mustikasari, 2007). Pelayanan yang berkualitas dari petugas dinas,

pemeriksaan perpajakan, dan sanksi perpajakan dapat menjadi faktor yang

menentukan perilaku patuh wajib pajak. Setelah termotivasi oleh pelayanan yang

diberikan petugas dinas, kegiatan pemeriksaan pajak dan adanya sanksi pajak,

maka wajib pajak akan memiliki niat untuk memenuhi kewajiban perpajakannya

dan kemudian merealisasikan niat tersebut.

2.1.3 Pengertian Pajak

Pengertian pajak menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2011:1) bahwa pajak

adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung

dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari

definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai

berikut :

1) Iuran dari rakyat kepada negara.

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang

(bukan barang).

15

2) Berdasarkan undang-undang.

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta

aturan pelaksanaannya.

3) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung

dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya

kontraprestasi individual oleh pemerintah.

4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-

pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2.1.4 Fungsi Pajak

Terdapat dua fungsi pajak menurut Resmi (2014:3), yaitu fungsi budgetair

(sumber keuangan negara) dan fungsi regularend (pengatur).

1) Fungsi budgetair (sumber keuangan negara) artinya salah satu sumber

penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun

pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya

memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara.

2) Fungsi regularend (pengatur) artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau

melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta

mencapai tujuan-tujuan di luar bidang keuangan.

16

2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi empat macam (Ilyas dan

Richard, 2011:30) yaitu:

1) Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan

besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang.

2) Semi self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada fiskus dan Wajib Pajak untuk menentukan

besarnya pajak seseorang yang terutang.

3) Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberikan wewenang penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung,

memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang

pajak.

4) Withholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya

pajak yang terutang.

2.1.6 Pajak Daerah

Berdasarkan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah, pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah

kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-

17

besarnya kemakmuran rakyat. Sesuai dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak daerah dapat digolongkan

menjadi dua yaitu:

1) Jenis Pajak Provinsi terdiri atas:

(a) Pajak Kendaraan Bermotor

(b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

(c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

(d) Pajak Air Permukaan

(e) Pajak Rokok

2) Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:

(a) Pajak Hotel

(b) Pajak Restoran

(c) Pajak Hiburan

(d) Pajak Reklame

(e) Pajak Penerangan Jalan

(f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

(g) Pajak Parkir

(h) Pajak Air Tanah

(i) Pajak Sarang Burung Walet

(j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

(k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

18

2.1.7 Pajak Restoran

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 16 Tahun 2011

tentang Pajak Restoran, pajak restoran yang selanjutnya disebut pajak adalah

pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Dengan nama pajak restoran

dipungut pajak atas setiap pelayanan di restoran. Restoran adalah fasilitas

penyedia jasa makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang

mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya

termasuk jasa boga/katering. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan,

meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak yang mempunyai

hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan daerah. Wajib pajak restoran adalah orang pribadi atau

badan yang mengusahakan restoran.

Masa pajak adalah jangka waktu 1 bulan kalender atau jangka waktu lain

yang diatur dengan Peraturan Bupati paling lama 3 bulan kalender, yang menjadi

dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang

terutang. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar dalam masa pajak

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. Pajak

yang terutang dipungut di wilayah daerah Kabupaten Badung. Dasar pengenaan

pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya

diterima restoran. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 16

Tahun 2011, tarif pajak restoran ditetapkan sebesar 10 persen. Besaran pokok

pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak restoran yang

19

ditetapkan sebesar 10 persen dengan jumlah pembayaran yang diterima atau yang

seharusnya diterima restoran dalam jangka waktu 1 bulan kalender.

Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 16 Tahun

2011 tentang Pajak Restoran bahwa objek pajak restoran adalah pelayanan yang

disediakan oleh restoran. Objek pajak meliputi pelayanan penjualan makanan

dan/atau minuman yang dikomsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi ditempat

pelayanan maupun di tempat lain. Tidak termasuk objek pajak restoran adalah

pelayanan yang disediakan oleh restoran yang nilai penjualannya kurang dari Rp.

10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) perbulan. Subjek pajak restoran adalah orang

pribadi atau badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari restoran.

2.1.8 Kualitas Pelayanan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2011

tentang Pelayanan Publik, pelayanan adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan

dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa

dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan

publik. Menurut The Amerika Society of Quality Control dalam Sumadi (2005),

kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik dari suatu produk atau jasa

menyangkut kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah

ditentukan atau yang telah bersifat laten. Hakikat pelayanan umum yang

berkualitas menurut Boediono B. (2003:3) dalam (Supadmi (2009) adalah:

1) Meningkatakan mutu dan produktifitas pelaksanaan tugas dari instansi

pemerintah di bidang pelayanan umum.

20

2) Mendorong upaya pengefektifan sistem dan tata laksana pelayanan

sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya

guna dan berhasil guna (efisien dan efektif).

3) Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat

dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.

Pelayanan yang berkualitas merupakan pelayanan yang memberikan

kepuasan kepada pelanggan dan dalam batas memenuhi standar pelayanan yang

bisa dipertanggungjawabkan serta dilakukan secara terus menerus (Supadmi,

2009). Menurut Prabawa dan Naniek (2012) untuk mengukur kualitas layanan

dapat dilakukan melalui indikator-indikator kualitas layanan sebagai berikut :

1) Tangibles (Bukti langsung), berfokus pada penampilan dan kemampuan

sarana dan prasarana fisik yang dapat diandalkan lingkungan sekitarnya

adalah bukti nyata dari layanan yang diberikan. Pelanggan dapat melihat

secara langsung tentang keadaan fisik fasilitas yang mendukung kinerja

perpajakan misalnya perlengkapan pegawai dan sarana komunikasi.

2) Reliability (Keandalan) yaitu pemenuhan pelayanan segera dan

memuaskan. Keandalan mencakup kemampuan untuk memberikan jasa

secara akurat sesuai dengan yang dijanjikan.

3) Responsiveness (Daya Tanggap) yaitu kemampuan karyawan untuk

membantu konsumen menyediakan jasa dengan cepat sesuai dengan yang

diinginkan konsumen serta keaktifan pemberian pelayanan dengan cepat,

tepat dan tanggap.

21

4) Assurance (Jaminan), mencakup pengetahuan, keahlian atau kemampuan

untuk memberikan rasa percaya, keramahan dan kesopanan serta menepati

janji yang telah dikemukakan kepada nasabah sehingga menumbuhkan

rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan.

5) Emphaty (Empati), memberikan perhatian yang tulus meliputi kesediaan

karyawan dan pengusaha untuk lebih peduli memberikan perhatian secara

pribadi kepada nasabah dengan berupaya memahami keinginan pelanggan.

Pelayanan berkualitas merupakan kemampuan suatu instansi yang dapat

memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar

pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan (Gilbert et al., 2004). Pelayanan

dapat dikatakan berkualitas apabila terwujudnya kepuasan pelanggan (wajib

pajak) dan adanya sikap profesionalisme fiskus dalam memberikan pelayanan.

Kepuasan pelanggan menurut Buttle (2007) dapat tercipta dari pengalaman

pelanggan dalam mengkonsumsi jasa atau produk, menerima janji yang diberikan

oleh perusahaan dan perusahaan dapat memberikan janji yang sesuai dengan yang

diharapkan oleh pelanggan serta menanggapi dengan cepat keluhan pelanggan.

Indikator assurance dan responsiveness dapat mengacu pada kepuasan pelanggan

dan dapat digunakan menungukur kualitas pelayanan, serta indikator lainnya

seperti tangibles, emphaty, dan reliability yang ditunjukkan kepada pelanggan

akan memberikan kepuasan pelanggan untuk dapat menunjukkan pelayanan yang

berkualitas agar menciptakan kepatuhan wajib pajak untuk senantiasa memenuhi

kewajibannya sebagai wajib pajak.

22

Dalam menyelenggarakan pelayanan publik memerlukan profesionalisme

dari pelaku dan penyelenggara pemerintahan pelayanan publik. Siagian

(2000:163) dalam Dwi (2008) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan

profesionalisme adalah keandalan dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana

dengan mutu tinggi, waktu yang tepat, cermat, dan dengan prosedur yang mudah

dipahami dan diikuti oleh pelanggan. Tjokrowinoto (1996:191) dalam Dwi (2008)

menyatakan bahwa yang dimaksud dengan profesionalisme adalah kemampuan

untuk untuk menjalankan tugas dan menyelenggarakan pelayanan publik dengan

mutu tinggi, tepat waktu, dan prosedur dan keahlian yang dapat dipercaya.

Berdasarkan definisi tersebut, maka profesionalisme mengacu pada indikator

reliability, responsiveness, emphaty, dan assurance untuk mengukur variabel

kualitas pelayanan pada penelitian ini.

2.1.9 Pemeriksaan Pajak

2.1.9.1 Pengertian Pemeriksaan

Menurut Undang-undang No. 28 tahun 2007 perubahan ketiga atas

Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemeriksaan adalah

serangkaian kegiatan untuk menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan atau

bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu

standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan

dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan yang berlaku.

23

2.1.9.2 Tujuan Pemeriksaan Pajak

Berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 21 Tahun 2012 tentang Tata Cara

Pemungutan Pajak Parkir, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, dan Pajak

Penerangan Jalan BAB IX mengenai Tata Cara Pemeriksaan Pajak Pasal 28

menyebutkan tujuan pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan

kewajiban perpajakan daerah dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan. Menurut Mardiasmo (2011:53) tujuan pemeriksaan pajak

sebagai berikut:

a) Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka

memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada wajib pajak,

yang dapat dilakukan dalam hal :

(1) Surat Pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak,

termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan

pembayaran pajak.

(2) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menunjukkan rugi.

(3) Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada

waktu yang telah ditetapkan.

(4) Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh

Direktorat Jendral Pajak.

(5) Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada poin

tiga tidak dipenuhi.

24

b) Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan, yang dapat dilakukan dalam hal :

(1) Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan.

(2) Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.

(3) Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

(4) Wajib pajak mengajukan keberatan.

(5) Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Perhitungan Penghasilan

Neto.

(6) Pencocokan data dan atau alat keterangan.

(7) Penentuan wajib pajak berlokasi di daerah terpencil.

(8) Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk

tujuan lain selain angka (1) sampai dengan angka (7).

2.1.9.3 Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan

1) Menurut Suandy (2014:206) ruang lingkup pemeriksaan terdiri dari:

(a) Pemeriksaan Lapangan yang meliputi suatu jenis pajak atau seluruh jenis

pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya dan atau

untuk tujuan lain yang dilakukan di tempat wajib pajak.

(b) Pemeriksaan Kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun

berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor

Direktorat Jendral Pajak.

2) Pemeriksaan lapangan dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan lengkap atau

pemeriksaan sederhana.

3) Pemeriksaan kantor hanya dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan sederhana.

25

4) Pemeriksaan lengkap dilaksanakan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan dan

dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan.

5) Pemeriksaan sederhana lapangan dilaksanakan dalam jangka waktu 1 (satu)

bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan.

6) Pemeriksaan sederhana kantor dilaksanakan dalam jangka waktu 4 (empat)

minggu dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) minggu.

Pemeriksaan lengkap adalah yang dilakukan di tempat wajib pajak

meliputi seluruh jenis pajak, dan atau tujuan lain baik tahun berjalan dan atau

tahun tahun sebelumnya yang dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik

pemeriksaan yang lazim digunakan dalam pemeriksaan pada umumnya.

Pemeriksaan sederhana lapangan adalah pemeriksaan pajak meliputi

seluruh jenis pajak dan tujuan lain baik tahun berjalan dan/atau tahun-tahun

sebelumnya yang dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan

dengan bobot dan kedalaman yang sederhana. Pemeriksaan sederhana kantor

adalah pemeriksaan pajak meliputi jenis pajak tertentu untuk tahun berjalan dan

atau tahun tahun sebelumnya yang dilakukan dengan menerapakan teknik-teknik

pemeriksaan dengan bobot dan kedalaman yang sederhana.

2.1.10 Pengetahuan Perpajakan

Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses

pembelajaran. Pengetahuan adalah informasi yang diketahui atau disadari oleh

seseorang. Pengetahuan wajib pajak tentang perpajakan merupakan hasil tahu,

ingatan dan ilmu yang dimiliki oleh wajib pajak mengenai peraturan perpajakan

yang tercantum dalam undang-undang perpajakan (Punarbhawa, 2013). Menurut

26

Danang (2013) selain pengetahuan tentang fungsi pajak, pengetahuan tentang

mekanisme tata cara pembayaran pajak terutang ke petugas/bank yang telah

ditunjuk akan membantu kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Orang

yang berpengetahuan pajak tinggi akan memiliki kesadaran dan kepatuhan karena

selain memiliki pengetahuan akan tarif pajak yang dibebankan juga mengetahui

bahwa jika tidak melaksanakan kewajibannya sebagai wajib pajak akan terkena

sanksi maupun denda. Memiliki pengetahuan mengenai pajak, akan membuat

mampu mengetahui bagaimana alur pembayaran pajak, hingga manfaat membayar

pajak tersebut dapat dirasakan.

Pengetahuan pajak yang rendah dapat menyebabkan ketidakpercayaan dan

sikap negatif terhadap pajak, sedangkan pengetahuan pajak yang baik berkorelasi

dengan sikap positif terhadap pajak (Niemirowski et al., 2002). Menurut

Hardiningsih dan Nila (2011) pengetahuan pajak adalah proses perubahan sikap

dan tata laku seorang wajib pajak atau kelompok wajib pajak dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pengetahuan

akan peraturan perpajakan masyarakat melalui pendidikan formal maupun non

formal akan berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak untuk membayar

pajak. Menurut Supriyati (2012) pengetahuan perpajakan adalah pengetahuan

mengenai konsep ketentuan umum di bidang perpajakan, jenis pajak yang berlaku

di Indonesia mulai dari subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, perhitungan pajak

terutang, sampai dengan pengisian pelaporan pajak.

Menurut Lisnawati (2012) dalam Larasati (2013) pengetahuan perpajakan

adalah informasi yang dapat digunakan wajib pajak sebagai dasar untuk bertindak

27

dan mengambil keputusan sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban

dibidang perpajakannya. Atau dengan kata lain, pengetahuan perpajakan

merupakan suatu sikap pola pikir, pemahaman atau penilaian seseorang terhadap

pajak yang akan mempengaruhi sikapnya dalam pemenuhan kewajiban

perpajakannya. Pengetahuan perpajakan seorang wajib pajak dapat diukur melalui

pengetahuan dan pemahaman mengenai hak, kewajiban dan tanggungjawab

sebagai wajib pajak. Apabila wajib pajak telah mengetahui dan memahami

kewajibannya sebagai wajib pajak, mereka akan melakukan kewajiban tersebut

untuk mendapatkan hak dan melaksanakan tanggungjawab sebagai wajib pajak.

Menurut Mardiasmo (2011: 56) kewajiban wajib pajak adalah :

1) Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.

2) Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.

3) Mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap dan jelas serta

melaporkan SPT dengan tepat waktu.

4) Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan.

5) Kewajiban menaati pemeriksaan untuk :

(a) Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang

menjadi dasarnya dan dokumen lain berhubungan dengan penghasilan yang

diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak atau objek terutang.

(b) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang

dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.

28

Mardiasmo (2011:56) menyatakan hak-hak wajib pajak adalah :

1) Mengajukan surat keberatan dan surat banding serta berhak mengajukan

keberatan dan banding.

2) Melakukan pembetulan SPT yang telah disampaikan.

3) Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak.

4) Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

5) Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta

pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.

2.1.11 Sanksi Perpajakan

Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti atau ditaati

atau dipatuhi. Atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat

pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. Dalam

undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi

dan sanksi pidana. Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada

negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan. Sanksi pidana merupakan

siksaan dan penderitaan, merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang

digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi (Mardiasmo, 2011:59).

Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 16 Tahun 2011

Tentang Pajak Restoran sanksi administratif dan ketentuan pidana yang ditetapkan

oleh Dinas Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupten Badung adalah:

29

1) Dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan

dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat di bayar untuk jangka waktu

paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya

pajak, jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang

terutang tidak atau kurang dibayar, jika SPTPD tidak disampaikan kepada

Bupati dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak

disampaikan pada waktunya sebagimana ditentukan dalam surat teguran.

2) Dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima

persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga 2% (dua

persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk

jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat

terutangnya pajak, jika pajak yang terutang dihitung secara jabatan.

3) Dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100% (seratur persen)

dari jumlah kekurangan pajak yang terutang jika ditemukan data baru dan

atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan

jumlah pajak yang terutang.

4) Setiap wajib pajak yang tidak mengisi SPTPD dengan jelas, benar dan lengkap

serta ditandatangani oleh WP atau kuasanya dapat dipidana dengan pidana

kurungan paling lambat 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp.

50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

30

2.1.12 Kepatuhan Perpajakan

Kepatuhan berasal dari kata patuh yang artinya suka dan taat kepada

perintah atau aturan, dan berdisiplin. Kepatuhan pajak dapat didefinisikan sebagai

sejauh mana seorang wajib pajak sesuai atau gagal untuk mematuhi peraturan

perpajakan (Marziana et al., 2010). Prabawa dan Naniek (2012) menyatakan

kepatuhan wajib pajak adalah usaha untuk memenuhi segala kewajiban dengan

sadar dan atas dasar kemauannya sendiri, hal ini menunjukkan bahwa wajib pajak

telah bersikap baik terhadap segala kewajibannya. Wanjohi (2010) dalam Pranata

(2014) menyatakan kepatuhan pajak merupakan ukuran yang secara teori dapat

didefinisikan dengan mempertimbangkan tiga jenis pemenuhan seperti yaitu

pemenuhan pembayaran, pemenuhan pengisian surat pemberitahuan, dan

pemenuhan pelaporan. Menurut Devano dan Rahayu (2006:111) dalam Dewi

(2015), kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan dari:

1) Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri.

2) Kepatuhan wajib pajak dalam pembayaran pajak terutang.

3) Kepatuhan wajib pajak dalam pembayaran tunggakan.

Ada dua macam kepatuhan, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan

material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi

kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang

perpajakan. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak

memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa

undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan

formal (Supadmi, 2009).

31

2.1.13 Wajib Pajak Patuh

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000,

wajib pajak dimasukkan dalam kategori wajib pajak patuh apabila memenuhi

kriteria sebagai berikut (Supadmi, 2009):

a) Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan untuk semua jenis

pajak dalam dua tahun terakhir.

b) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah

memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

c) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang

perpajakan dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir.

d) Dalam dua tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP dan dalam hal terhadap wajib pajak

pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk

tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling banyak 5%.

e) Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh

akuntan publik dengan pendapatan wajar tanpa pengecualian atau pendapat

dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan

auditnya harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) yang

menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal. Dalam hal wajib pajak

yang laporan keuangannya tidak diaudit oleh akuntan publik dipersyaratkan

untuk memenuhi ketentuan pada huruf a, b, c, dan d di atas.

32

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Kualitas Pelayanan pada Kepatuhan Wajib Pajak Restoran

Berdasarkan theory of planned behavior dijelaskan bahwa salah satu faktor

munculnya niat untuk berprilaku adalah normative beliefs yaitu individu akan

memiliki keyakinan tentang harapan normatif dari orang lain dan motivasi untuk

memenuhi harapan tersebut. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan pelayanan pajak,

dimana dengan adanya pelayanan yang baik dari petugas pajak memberikan

motivasi kepada wajib pajak agar taat pajak, akan membuat wajib pajak memiliki

keyakinan atau memilih perilaku taat pajak. Rohmawati dan Rasmini (2012)

menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa kualitas pelayanan berpengaruh positif

pada kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pranata (2014)

bahwa kualitas pelayanan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak

restoran di Dinas Pendapatan Kota Denpasar.

Harapan dari kualitas pelayanan yang baik adalah wajib pajak dapat

memperoleh kemudahan dalam menyelesaikan kewajiban pajaknya. Pelayanan

yang baik dapat membantu kesulitan ataupun permasalahan terkait perhitungan,

penyetoran dan pelaporan yang dilakukan oleh wajib pajak sehingga wajib pajak

mengerti dan paham akan kewajiban pajaknya yang harus dipenuhi. Sehingga,

semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan semakin patuh wajib pajak dalam

mematuhi kewajiban perpajakannya. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis

yang diajukan pada penelitian ini adalah:

H1 : Kualitas pelayanan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak restoran

di Dinas Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung.

33

2.2.2 Pengaruh Pemeriksaan Pajak pada Kepatuhan Wajib Pajak Restoran

Berdasarkan theory of planned behavior, pemeriksaan pajak terkait dengan

control beliefs. Pemeriksaan pajak merupakan salah satu cara agar wajib pajak

tetap berada dikoridor peraturan pajak sehingga kepatuhan wajib pajak akan

ditentukan berdasarkan seberapa kuat pemeriksaan pajak mampu mendukung

perilaku wajib pajak untuk memenuhii kewajiban perpajakannya. Kirchler (2008)

menyatakan bahwa pemeriksaan pajak adalah pemeriksaan individu atau

pemeriksaan terhadap laporan pajak suatu organisasi untuk memastikan kepatuhan

terhadap hukum dan peraturan pajak yang berlaku. Menurut Slemrod dan Yitzhaki

(2002) pemeriksaan pajak adalah suatu cara pemerintah menekan angka

penggelapan pajak dan penghindaran pajak.

Shinta Dewi (2013) menyatakan dari hasil penelitiannya bahwa variabel

pemeriksaan pajak berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak badan di KPP

Madya Denpasar. Hasil penelitian Dewi (2015) menyatakan pemeriksaan pajak

berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel di

Dinas Pendapatan Kota Denpasar. Hasil ini menunjukkan pemeriksaan pajak

menyebabkan peningkatan kepatuhan wajib pajak. Semakin baik dan intensif

pemeriksaan oleh aparat pajak maka kepatuhan wajib pajak diharapkan akan

semakin baik pula. Berdasarkan hal tersebut, maka diduga :

H2 : Pemeriksaan pajak berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak restoran

di Dinas Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung.

34

2.2.3 Pengaruh Pengetahuan Perpajakan pada Kepatuhan Wajib PajakRestoran

Teori legitimasi merupakan suatu kondisi atau status yang ada ketika suatu

sistem nilai perusahaan sejalan dengan sistem nilai dari sistem sosial yang lebih

besar dimana perusahaan merupakan bagiannya, sehingga untuk menjalankan

sistem sosial yang lebih besar tersebut perlu adanya pengetahuan mengenai hal

tersebut. Menurut Hofmann et al., (2008) menyatakan faktor penting yang

mempengaruhi kepatuhan pajak adalah pengetahuan tentang perpajakan. Hasil

Penelitiaan Palil and Ahmad (2010) bahwa ada hubungan yang signifikan antara

pengetahuan pajak dan kepatuhan pajak di Malaysia. Fjeldstad et al. (2012)

menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak tergantung pada pengetahuan wajib

pajak tentang pajak sehingga tidak bisa menghindari kewajiban perpajakannya.

Susilawati dan Budiartha (2013) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa

variabel pengetahuan perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak.

Pengetahuan tentang pajak perlu dimiliki oleh wajib pajak agar mengetahui hak,

kewajiban serta tanggungjawab sebagai wajib pajak sehingga tujuan pajak, fungsi

serta manfaat pajak dapat dipahami, dengan demikian timbul kesadaran untuk

patuh melaksanakan kewajiban perpajakannnya. Semakin baik pengetahuan

perpajakan wajib pajak, semakin patuh wajib pajak dalam memenuhi kewajiban

perpajakan yang sesuai dengan peraturan perpajakan. Berdasarkan hal tersebut,

maka hipotesis yang diajukan adalah:

H3 : Pengetahuan perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak

restoran di Dinas Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten

Badung.

35

2.2.4 Pengaruh Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak Restoran

Berdasarkan theory of planned behavior, sanksi pajak terkait dengan

perceived control behaviour. Sanksi pajak dibuat untuk mendukung agar wajib

pajak mematuhi peraturan perpajakan. Kepatuhan wajib pajak akan ditentukan

berdasarkan persepsi wajib pajak tentang seberapa kuat sanksi pajak mampu

mendukung perilaku wajib pajak untuk taat pajak. Upaya untuk meningkatan

kepatuhan wajib pajak, pemerintah telah membuat sanksi perpajakan yang

dikenakan kepada wajib pajak yang lalai dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya, dengan sanksi tersebut diharapkan wajib pajak dapat memenuhi

kewajiban perpajakannya dengan tepat dan benar. Putri dan Jati (2012)

menyatakan jika semakin tegas dan berat sanksi perpajakannya akan

meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Sanders et al. (2008) dalam penelitiannya menghasilkan sanksi perpajakan

berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Pranadata (2014)

menyimpulkan pelaksanaan sanksi pajak berpengaruh secara signifikan terhadap

kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Batu. Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya pelaksanaan sanksi

pajak yang tegas dan dianggap merugikan oleh wajib pajak, akan semakin

meningkatkan kepatuhan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.

Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:

H4 : Sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak restoran

di Dinas Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung.