kajian potensi sungai tallo sebagai navigasi ... - … · metode penelitian adalah suatu cara...
TRANSCRIPT
JURNAL TUGAS AKHIR
KAJIAN POTENSI SUNGAI TALLO SEBAGAI
NAVIGASI SUNGAI
Disusun Oleh:
SUTRISNO
D111 08 898
JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
1 Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA 2 Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA
KAJIAN POTENSI SUNGAI TALLO SEBAGAI NAVIGASI SUNGAI
Rita Tahir Lopa 1, Farouk Maricar
1, Sutrisno2
Abstrak
Transportasi merupakan salah satu sektor kegiatan yang sangat penting karena
berkaitan dengan kebutuhan setiap orang. Volume lalu-lintas darat yang semakin
besar menyebabkan kinerja jalan raya semakin mengecil. Kondisi ini perlu
diantisipasi dengan melakukan pemanfaatan pengembangan sungai Tallo sebagai
sarana transportasi yang melintasi Kota Makassar. Tujuan penelitian ini
mengetahui karakteristik Sungai Tallo untuk navigasi serta untuk mengetahui dan
mengkaji potensi peluang pengembangan Kawasan Sungai Tallo untuk Navigasi
Sungai dan untuk mengetahui Jenis kapal yang dapat di gunakan di Sungai Tallo.
Adapun metode yang diguanakan adalah dengan melakukan survey lapangan data
ke sungai Tello sepanjang 4,3 km dari Aspol Tello ke arah Hulu. Data pengukuran
sungai Tello menggunakan metode Bathimetri, data hidrologi, analisa hidrologi,
dan analisa hidrolika. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa besarnya debit air
sungai dengan menggunakan Metode Mock didapatkan debit maksimum mencapai
79,685 m³/s terjadi pada musim penghujan dan debit minimum mencapai 21,141
m³/s terjadi pada musim kemarau. Hasil dari perhitungan debit rata-rata sebesar
43,834 m³/s. Dari hasil pengukuran pasang surut, berdasarkan nilai bilangan
Formzhal (0,89), pasang surut yang terjadi tergolong pasang surut tipe campuran
condong harian ganda (Mixed Tide Prevailing Semidiurnal). Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa sungai tallo berpotensi untuk dikembangkan menjadi sarana
transportasi dan navigasi sungai yang melayani masyarakat, terutama yang
bermukim di sekitar daerah aliran sungai. Pengembangan sistem transportasi di
sungai Tallo dapat dilakukan dengan memanfaatkan badan sungai sebagai alur
pelayaran dan sempadan sungai untuk pembangunan dermaga dan terminal. Selain
sebagai sarana pengangkutan manusia dan barang, transportasi sungai bisa
dijadikan sebagai wisata transportasi air.
Kata Kunci: Navigasi Sungai, Sungai Tallo, Bathimetri
1 Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA 2 Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA
PENDAHULUAN
Transportasi merupakan salah satu sektor
kegiatan yang sangat penting karena berkaitan
dengan kebutuhan setiap orang. Kebutuhan ini
misalnya kebutuhan untuk mencapai lokasi kerja,
lokasi sekolah, mengunjungi tempat hiburan atau
pelayanan, dan bahkan untuk bepergian ke luar
kota. Transportasi tidak hanya mengangkut
orang, tetapi juga untuk memindahkan barang
dari satu tempat ke tempat lain.
Perkembangan transportasi memungkinkan
berbagai kegiatan dapat diangkut melalui darat,
udara ataupun laut dengan jenis angkut yang
beragam. Namun yang perlu diingat, bahwa
sebagai fasilitas pendukung kegiatan kehidupan,
maka perkembangan transportasi harus
diperhitungkan dengan tepat dan secermat
mungkin agar dapat mendukung tujuan
pembangunan secara umum dari suatu daerah.
Pengadaan fasilitas pendukung transportasi yang
melebihi tingkat kegiatan hidup tertentu adalah
suatu investasi yang merugikan, sebaliknya bila
pengadaan transportasi kurang, maka akan
berdampak pada tersendatnya
Untuk menghindari pembahasan yang lebih
luas dari ruang lingkup bahasan penulisan, maka
perlu diberi batasan masalah sebagai berikut:
- Lokasi pengambilan data dilakukan di Kota
Makassar.
- Pengambilan data berdasarkan survey
lapangan.
- Batasan wilayah studi yang dipakai dalam
penelitian ini adalah sepanjang Sungai Tallo
dari Aspol Tello (5° 8'26.11"S,
119°28'13.69"E) sampai Antang (5°
8'55.41"S, 119°30'0.89"E).
SUNGAI
Sungai adalah air tawar yang mengalir dari
sumbernya di daratan menuju dan bermuara di
laut, danau atau sungai yang lebih besar, aliran
sungai merupakan aliran yang bersumber dari
limpasan, limpasan yang berasal dari hujan,
gletser, limpasan dari anak-anak sungai dan
limpasan dari air tanah.
Sifat-sifat sungai sangat dipengaruhi oleh luas
dan bentuk Daerah Aliran Sungai (DAS) serta
kemiringan sungai. Bentuk tebing, dasar muara
dan pesisir di depan muara memberi pengaruh
terhadap pembentukan sedimentasi terutama
terhadap angkutan sedimen (Sudarman, 2011).
TRANSPORTASI SUNGAI Transportasi air adalah angkutan orang dan
barang atau kargo. Walaupun dalam sejarah,
penggunaan transportasi air untuk penumpang
cenderung menurun dikarenakan meningkatnya
penerbangan komersial, transportasi air masih
penting untuk transportasi jarak dekat. Biaya
untuk transportasi air lebih rendah dari
transportasi udara untuk pelayaran antar-benua.
Transportasi air seringkali bersifat internasional
berdasarkan sifat alaminya, tetapi dapat juga
dijalankan oleh kapal melintasi lautan, samudera,
danau, kanal atau sungai.
ALUR PELAYARAN
Alur pelayaran adalah perairan yang dari segi
kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran
lainnya dianggap aman dan selamat untuk
dilayari oleh kapal di laut, sungai atau danau.
Alur pelayaran dicantumkan dalam peta Navigasi
dan buku petunjuk-pelayaran serta diumumkan
oleh instansi yang berwenang. Alur pelayaran
digunakan untuk mengarahkan kapal dilintasan
sungai atau danau.. Penguasa alur berkewajiban
untuk melakukan perawatan terhadap alur
pelayaran, perambuan dan pengendalian
penggunaan alur. Persyaratan perawatan harus
menjamin: keselamatan berlayar, kelestarian
lingkungan, tata ruang perairan dan tata
pengairan untuk pekerjaan di sungai dan danau.
Perencanaan Alur Pelayaran sangat penting untuk
menjaga keselamatan pelayaran. Perencanaan
alur pelayaran yang baik dapat mempercepat
produktivitas bongkar muat di pelabuhan,
lancarnya pergerakan kapal dan dan yang paling
utama adalah faktor keselamatan kapal yang
berlayar. Data-data yang diperlukan dan harus
diketahui untuk mengetahui kondisi hidrografi
alur pelayaran perairan daratan adalah:
- Kedalaman alur
- Pasang surut
- Lebar alur
- Perubahan geometri /alignment alur
- Ruang bebas diatas permukaan air
ANALISIS HIDROLOGI
1. Analisis Luas DAS
Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah
daratan yang merupakan suatu kesatuan dengan
sungai dan anak – anak sungainya, yang
berfungsi menampung, menyimpan dan
1 Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA 2 Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
danau atau ke laut secara alami, yang batas
didarat merupakan pemisah topografi dan batas di
laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktifitas daratan.
2. Analisis Curah Hujan Wilayah Rata-Rata
Secara umum terdapat tiga metode untuk
mendapatkan curah hujan rerata daerah, yaitu:
- Metode Rata-rata Aljabar
- Metode Poligon Thiessen
- Metode Garis Isohyet
Nilai curah hujan wilayah ini didapat atau
didekati nilainya dengan menggunakan beberapa
titik pengamatan curah hujan (biasanya stasiun
meteorologi) dengan menggunakan metode
Poligon Thiessen.
Metode Poligon Thiessen baik digunakan jika
titik-titik pengamatan di daerah jumlahnya tidak
terlalu banyak dan tidak tersebar secara merata.
Metode ini memperhitungkan daerah yang dapat
dipengaruhi oleh tiap titik pengamatan masing-
masing stasiun hujan ditentukan luas daerah
pengaruhnya berdasarkan poligon yang dibentuk
(menggambarkan garis-garis sumbu pada garis-
garis penghubung antara dua stasion hujan yang
berdekatan).
3. Metode Perhitungan Evapotranspirasi
Metoda empiris dapat digunakan untuk
menghitung besarnya evapotranspirasi potensial.
Metoda ini disusun berdasarkan data klimatologi
seperti : temperatur, penyinaran matahari,
kelembaban relatif dan kecepatan angin.
Besarnya evapotranspirasi aktual diperoleh
dengan mengalikan evapotranspirasi potensial
dengan faktor koreksi yang bergantung pada
tanaman setempat.
Beberapa metode empiris yang
dikembangkan untuk menghitung
evapotranspirasi potensial adalah Metode
Thornthwaite, Metode Blaney & Criddle, Metode
Radiasi dan Metode Penman (modifikasi).
Prosedur perhitungan metoda tersebut dapat
dilakukan mengikuti manual yang diterbitkan
oleh FAO pada tahun 1977 (Crop Water
Requirement, Doorencos & Pruitt).
4. Kesetimbangan air dengan metode FJ.
Mock
Metode ini ditemukan oleh Dr. F.J. Mock.
Metode ini dikembangkan untuk menghitung
debit bulanan rata-rata. Dengan metode ini,
besarnya aliran dari data curah hujan,
karakteristik hidrologi daerah pengaliran dan
evapotranspirasi dapat dihitung. Pada dasarnya
metode ini adalah hujan yang jatuh pada
catchment area sebagian akan hilang sebagai
evapotranspirasi, sebagian akan langsung
menjadi aliran permukaan (direct run off) dan
sebagian lagi akan masuk kedalam tanah
(infiltrasi), di mana infiltrasi pertama-tama akan
menjenuhkan top soil, kemudian menjadi
perkolasi membentuk air bawah tanah (ground
water) yang nantinya akan keluar ke sungai
sebagai aliran dasar (base flow). Prinsip Metode
F.J.Mock adalah :
- Memperhitungkan volume air yang
masuk (hujan), keluar (infiltrasi,
perkolasi, dan evapotranspirasi) dan
yang disimpan dalam tanah (soil
storage).
- Dalam sistem mengacu pada waterbalance,
volume air total yang berada di bumi tetap,
hanya sirkulasi dan distribusi yang
bervariasi.
5. Debit
Debit air merupakan ukuran banyaknya
volume air yang dapat lewat dalam suatu tempat
tiap satuan waktu. Aliran air dikatakan memiliki
sifat ideal apabila air tersebut tidak dapat
dimanfaatkan dan berpindah tanpa mengalami
gesekan, hal ini berarti pada gerakan air tersebut
memiliki kecepatan yang tetap pada masing -
masing titik saluran dan gerakannya beraturan
akibat pengaruh gravitasi bumi. Debit sungai
dapat diukur secara langsung atau tidak langsung.
METODE PENELITIAN
Secara geografis, Daerah Aliran Sungai Tallo
terletak pada koordinat antara 5° 6’ - 5° 16’
Lintang Selatan dan 119° 3’ - 119° 46’ Bujur
Timur. Daerah Pengaliran Sungai Tallo terletak
di 3 (tiga) wilayah administrasi kota dan
kabupaten yaitu Kota Makassar, Kabupaten
Gowa, Kabupaten Maros dengan luas areal
keseluruhan sebesar 407 km2.
- Wilayah administrasi Kota Makassar meliputi
Kecamatan Tamalate, Panakkukang,
Biringkanaya, Bontoala, Tallo, Tamalanrea,
Manggala, dan Rappocini.
- Wilayah administrasi Kabupaten Gowa
meliputi Kecamatan Bontomarannu,
Sombaopu, Parangloe, dan Tinggimoncong.
1 Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA 2 Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA
Segmen A Segmen B Segmen C
d1
d2
d3
d1
d2
d3
d1
d2
d3
- Wilayah administrasi Kabupaten Maros
meliputi Kecamatan Mandai, dan Tanralili.
Metode penelitian adalah suatu cara ilmiah
untuk mengumpulkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu. Agar penelitian dapat
terlaksana dengan baik dan tujuan penelitian
dapat tercapai, maka penelitian akan
dilaksanakan dalam beberapa tahap yaitu: tahap
persiapan, tahap survei lapangan berupa current
meter dan bathimetri, hasil tahap dari penelitian
berupa current meter digunakan untuk
menghitung kecepatan, pasang surut untuk
menentukan elevasi air, dan bathimetri kemudian
diplot ke peta, tahap analisis data dan penyusunan
laporan.
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
Metode pengumpulan data
- Data Kecepatan dan Kedalaman Sungai
Data kecepatan dan kedalaman sungai
diperoleh dari data hasil current meter dan
pengukuran langsung kedalaman sungai,
sehingga diperoleh profil sungai serta
kecepatan aliran tiap lokasi.
- Pengambilan Data Bathimetri
Pengukuran Bathimetri menggunakan alat
GPS map Sounder yang dipasang di perahu.
Dalam pelaksanaan pengukuran dengan GPSmap
Sounder, selain pengambilan elevasi kedalaman
laut dan koordinat titik elevasi tersebut,
dilakukan juga tracking dengan menggunakan
GPS untuk mendapatkan penggambaran jalur
dari pengukuran bathimetri.
Pengukuran debit sungai
Untuk mengetahui debit aliran pada sungai
dapat dilakukan dengan beberapa metode, selain
dengan pengukuran langsung dilapangan dapat
pula ditentukan berdasarkan prediksi curah hujan
pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Pada
dasarnya pengukuran debit adalah pengukuran
luas penampang basah, kecepatan aliran dan
tinggi muka air.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pengukuran arus
Pengukuran arus di lapangan dilaksanakan
dengan menggunakan alat ukur current meter
dengan pengambilan sampel kecepatan arus tiap
titik sebanyak 9 layer dengan skenario yang
terlihat pada Gambar 2, sedang kecepatan arus
hasil pengukuran lapangan dapat dilihat pada
Tabel 1
Gambar 2. Skenario pengambilan sampel
kecepatan arus
Tabel 1. Kecepatan arus hasil pengukuran
lapangan.
Sumber: Analisa data 2015
2. Pasang Surut
Data pasang surut didapatkan dari pengukuran
pasang surut muka air laut di lokasi muara Tallo
yang telah dilaksanakan selama periode tanggal
02 Februari 2015 sampai dengan 16 Februari
2015 untuk mendapatkan data 15 piantan. Letak
lokasi pengukuran pasang surut berada pada
koordinat 5° 5'53.81"S dan 119°27'5.20"E.
Pengukuran tersebut dilakukan tiap jam.
pengukuran pasang surut dimulai dengan
persiapan alat dan bahan serta penentuan lokasi
pemasangan peilschaal, dimana permukaan air
laut relatif tenang dan tidak mendapat gangguan
0.2 0.6 0.8 0.2 0.6 0.8 0.2 0.6 0.8
1 Dermaga 1 0.07 0.09 0.06 0.08 0.09 0.07 0.07 0.09 0.06 0.08 172.476 13.032
2 Dermaga 2 0.12 0.13 0.11 0.13 0.15 0.12 0.11 0.13 0.12 0.12 97.306 12.109
8 Dermaga 3 0.12 0.18 0.13 0.15 0.21 0.13 0.13 0.19 0.11 0.15 75.084 11.263
Segmen B (m/det) Segmen C (m/det)
Luas
Penampang
Basah (m2)
Debit
(m3/det)No Lokasi
Kecepatan Aliran tiap-tiap titik(V) Kecepatan Aliran tiap-tiap titik(V) Kecepatan Aliran tiap-tiap titik(V) Kecepatan
rata-rata
(m/det)
Segmen A (m/det)
1 Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA 2 Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA
gelombang angin dan kapal. Data hasil
pengukuran pasang surut berupa data fluktuasi
muka air dalam interval 60 menit disajikan dalam
bentuk tabulasi sebagaimana terlampir. Pada
tabel 11 berikut ini disajikan hasil pengamatan
pasang surut pada lokasi studi selama 15 piantan
dengan interval 1 jam.
Metode yang digunakan untuk perhitungan
pasang surut adalah konstanta dengan analisa
harmonik menggunakan Metode admiralty.
Konstanta pasut di lokasi studi hasil analisa
dengan Metode admiralty, pada metode ini
terdapat beberapa langkah yang dilakukan dalam
bentuk skema. Terdapat 7 skema dalam
pelaksanaan langkah analisis menggunakan
Metode Admiralty dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Konstanta pasang-surut
Sumber: Analisa data 2015
Berdasarkan hasil analisis konstanta tersebut
diatas maka dapat dihitung tipe pasang -surut
dengan persamaan berikut :
Berdasarkan nilai Formzhal, maka kriteria
pasang surut adalah : Pasut tipe campuran
condong harian ganda (Mixed Tide Prevailing
Semidiurnal).
Dari data pengukuran pasang surut tersebut
diperoleh beberapa elevasi muka air antara lain :
MSL, MHWS, MLWS, HAT dan LAT. Grafik
hasil peramalan pasang surut dengan
menggunakan metode Admiralty dapat dilihat
pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik pasang surut perairan muara
Sungai Tallo
Tunggang Pasang Surut adalah sebagai berikut:
Untuk Mixed Tide Prevailling Semi Diurnal HAT = LAT + 2 (AK1 + AO1 + AS2 + AM2)
= 63 + 2 (22 +17 +19+ 13)
= 204 cm
MHWS = LAT + 2 (AS2 + AM2) + AK1 +AO1
= 63 + 2 (19,2 +12,8) +21,5+ 116,8
= 166 cm
MHWN = LAT + 2 AM2+ AK1 +AO1
= 63 + 2 (12,8) +21,5+ 16,8
= 127 cm
MSL = 133 cm
MLLWN = LAT + 2AS2 + AK1 +AO1
= 63 + 2 x19,2 + 21,5+ 16,8
= 140 cm
MLLWS = LAT + AK1 + AO1
= 63 + 21,5 +1,86
= 101 cm
LAT = So- (AM2 + AS2 +AK1 +AO1)
= 133 – (22+17+19+12)
= 63 cm Dengan demikian diagram ilustrasi datum
pasang surut dijelaskan dalam bentuk Gambar 4.
Gambar 4. Elevasi muka air peilschaal referensi MSL
.
3. Tinggi Muka Air Sungai
Variasi ketinggian muka sungai sejatinya
hampir sama dengan pasang surut di laut, namun
memiliki beberapa perbedaan dari segi tenaga
penggerak dan variasi temporalnya.
Sesuai dengan karakteristik Sungai Tallo,
sehingga pengaruh pasang surut air laut akan
besar pengaruhnya terhadap tinggi muka
sungai yang akan diamati. Maka pengamatan
tinggi muka sungai dilakukan dengan
menggunakan metode yang mirip dengan
pengamatan pasang surut di laut dengan
menambahkan faktor-faktor lain seperti
pengaruh pasut laut, curah hujan, iklim, dan
lebar sungai, berikut adalah pengertian pasut
dan metode yang digunakan dalam
pengamatan tinggi muka sungai.
298
7
P1O1
5
231
0
M4
A (cm)
K2S2
296
4
N2
go 213
K1S0
221
13
M2
133
MS4
520 213 346
19 017
298
22
0
50
100
150
200
250
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320 330 340 350
Ele
vasi P
asan
g S
uru
t (c
m)
Waktu
Grafik Pasang Surut Sungai Tello3 Juni - 17 Juni 2013
Data Asli
Prediksi
MSL
LWS
6.4cm
HAT
MHHWS
MHHWN
MSL
MLLWN
MLLWS
LAT
32.08 cm
70.4 cm
-6.4 cm
-32.08 cm
-70.4 cm
0
Tunggang
pasang saat
neap tide
=-12.79
cm
Tunggang pasang
saat spring tide
=64.17 cm
A(K1) + A(O1)
A(M2) + A(S2)
+
+
F =
=1913
1722= 1.19
1 Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA 2 Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA
Pengamatan tinggi muka sungai bertujuan
untuk mencatat atau merekam gerakan vertikal
permukaan air sungai yang terjadi secara
periodic dengan menggunakan beberapa
metode. Hasil data tinggi muka air yang
diamati pada rentang waktu tertentu akan
menghasilkan muka sungai rata-rata. Permukaan
ini dapat dipakai sebagai tinggi nol yang
dijadikan sebagai referensi (datum) vertikal
dalam penentuan kedalaman suatu titik
Untuk pengukuran tinggi muka air mengacu
pada titik referensi (Bench Mark) yang dibuat
terhadap MSL = 0,00 dari hasil pengamatan
pasang surut. Ketinggian titik Bench Mark yang
terpasang adalah 1,97 m dari MSL. Nilai
ketinggian ini selanjutnya dijadikan acuan dalam
pengukuran tinggi muka air, kondisi topografi
dan bathimetri (kedalaman) sungai Tallo.
Gambar 5. Ketinggian Titik Referensi (Bench Mark)
terhadap MSL
4. Penampang Melintang dan Memanjang
Sungai
Penampang melintang adalah areal yang
tergenang air sungai. Luas penampang basah
ditetapkan berdasarkan pengukuran kedalaman
air dan lebar permukaan air. Luas penampang
melintang diperoleh berdasarkan pengukuran
profil melintang di lapangan termasuk tinggi
muka air. Penampang basah (A) diperoleh
dengan pengukuran lebar permukaan air dan
pengukuran kedalaman. Adapun skematik profil
melintang sungai Tallo dapat dilihat pada
gambar sebagai berikut ini:
Gambar 6. Profil melintang SungaiTallo.
Berdasarkan hasil pengukuran, lebar sungai
Tallo bervariasi sepanjang wilayah penelitian.
Lebar minimum 35,00 m dan maksimum 60,00
meter. Sedangkan untuk lebar rata-rata diperoleh
48,00 m.
ANALISIS DEBIT SUNGAI Analisis debit digunakan untuk mengetahui
berapa jumlah air yang mengalir melalui sungai
yang dianalisis berdasarkan data curah hujan,
luasan DAS dan Sub DAS, dan evapotranspirasi.
1. Daerah Aliran Sungai Tallo
Untuk mengetahui luas daerah aliran sungai
Tallo (Catchment Area) maka digunakan peta
Bakosurtanal 2009 versi digital yang kemudian
diolah lebih lanjut dengan membuat poligon batas
sub das yang masuk dalam wilayas DAS Sungai
Tallo yaitu pada Gambar 8.
Gambar 8. Pembagian Sub Daerah Aliran Sungai Tallo
Tabel 3. Pembagian Sub DAS Tallo
Sumber : Analisis Data 2015
2. Analisis perhitungan curah hujan rata-rata
Curah hujan yang diperlukan untuk
perhitungan debit sungai adalah curah hujan rata-
rata. Curah hujan ini disebut dengan curah hujan
daerah, yang dinyatakan dalam mm. Curah hujan
rerata daerah ini dipakai untuk mendapatkan
curah hujan yang dapat mewakili suatu daerah
yang ditinjau. Metode Poligon Thiessen dengan
cara membuat polygon antar pos hujan pada suatu
DAS. Penerapan analisa curah hujan dengan
metode Poligon Thiessen pada data curah hujan
di wilayah studi, dan pengujian dengan program
aplikasi ArcGIS untuk analisa sebaran
permukaan hujan yang bisa memberikan pola
sebaran titik-titik lokasi yang memuat informasi
dalam bentuk layout peta.
ELEVASI BM = 1,97 M
196.90 cm
267.30 cm
70.40 cm
BM
=
Peil
MSL
#
#
#
#
##
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
##
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
##
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
##
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
##
#
#
#
##
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
##
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
To kka
Bug is
Patt u
Ben go
Bisei
Sep pe
Barua
Te llo
Buloa
Patu ku
Selen g
Boron g
Kaluku
Pate ne
Man da i
Pao pao
Kab ung
Loka yaDa mm ak
Baring
Mat an a
Man uju
Sam aya
Belaka
Paran g
Ta ng ka
Kaccia
Malo ku
Tid ung
Anta ng
Baku ng
Boron g
Bon toa
Kap asa
Map ala
Barasa
Rita ya
Man da le
Len ga ng
Balem b a
Palacin
Ta silli
Balan ga
Bad dok a
Ben ten g
Kad ie ng
Palag ai
Abb eka e
Maring o
Bod don g
Man repo
Bosso lo
D. MA TA
Ta ba nga
Man yoli
Patu ng a
Pan nara
Un titoa
Pan can a
Ca mb aya
Kalima te
Nipa nip a
Ban gka la
Bollan gi
Ta ma layu
Bulum a ta
Boribo ri
Cilalan g
Male wa ng
Bon torea
Bira bira
Karian go
Bon toja i
Bulob ulo
Cinra nae
Galeso ng
Son gko lo
Paralloe
Bon toja i
Lam be ng i
Julum ata
Ta bo ro ng
Te teb at u
Maricaya
Karuw isi
Ta taka ng Palara ka
Lea ng ang
Kan tisan
Nipa nip a
Ban gka la
Jam buke bo
Kata m pan g
Koccika ng
Pan aikan g
Tim bu sen g
Paran gsu i
Pan aikan g
Dicce kang
San ra ng anPajaiya ng
Tu na sja ya
BULU BO GO
Ta ipala ba
Kalem p ang
Tim bu sen g
Bon tor ita
Bon tola ja
P. L AEL AE
De ppa saw i
Jin ga ra ka
Butt ad id i
Ca mp ag aya
Ta ma ng apa
Bon tosu gi
Lan teb un g
Lab akka ng
Kassika ssi
Bon tom an ai
Lap utu su 2
Lap utu su 1
Bon toram ba
Man ge mp an g
Balan gp apa
Bon tosu ng u
Lab ba kkang
Pace le kan g
Ta mm u tam mu
Mon con gloe
Bad dob ad do
Bon toram ba
BULU DAKK I
Batu loto ng
Pan gim ban g
Pakko lom po
Bon top an no
BULU PA NG I
Salo Ma ro s
Salo Ma ro s
Salo Ma ro s
Salo Ma ro s
Salo Ma ro s
Salo Ma ro s
Salo Ma ro s
Salo Ma ro s
Salo Ma ro s
Salo Ma ro s Salo Ma ro s
Salo Ma ro s
Salo Ma ro s
Salo Ma ro s
Salo Ma ro s
Salo Ma ro s
Salo Ma ro s
Salo Ma ro s
Salo Ma ro s
Salo Ma ro s
Te kkot anru
Kab aloka ng
Jene be ra ng
Mat oa ngin g
Ta en gta eng
Bon toram ba
Ta ba rin gan
Ta ma lalan g
Berua ng in g
Bon toram ba
Ta ba rin gan
Bon tocin de
Bon tom an aik
Sun ggu m ana i
Balan gp unia
Pab und uka ng
Mon con gke ke
Jene tallas a
Bon elen ggg aMan yikkoaya
Kam pu ng baru
BULU TURA YA
BULU BI TO LO
Kab alloka ng
Bon tob on toa
Bon toke po ng
Bon toka ma se
Bayo a Ke cil
Bayo a Be sar
Bon toja lin g
Bon tom akkio
Karan gp uan g Ca mb ajawaya
Gam pa ngca ya
Pag and on ga n
Gs. Ta lla ng
Paran gb ano a
Salo Bera ng
Salo Bera ng
Salo Bera ng
Salo Bera ng
Salo Bera ng
Salo Bera ng
Mon cob alan g
Balen ap pan g
BULU M ONRO LO
Pam an jeng an g
Boron gn ginru
Pad ang ta ring
BULU GA NRANG
BULU KA BBA SA
Pam an jeng an g
BULU SA UK ANG
BULU PA RRING
BULU BO SSOL O
Ta ne tte paku k
Birin grom an g
Kun ju ng ma ng e
Ta njun ga la ng
Sun ggu m in asa
SUNG GUMINAS A
Bon tot ang ng a
Gs. M alale ga
Gs. S ib oron g
BULU PA TTE KNE
Salo Tang ga ra
Salo Tang ga ra
Salo Tang ga ra
Salo Tang ga ra
Salo Tang ga ra
Salo Tang ga ra
BULU BO KOKURA
BULU BO LLA NG I
Pab bisan glao e
Pan yang kalan g BULU TOGOTO GO
BULU BO SSOL OK
BULU BA TUTIG A
Jene ma ding ing
Gon tan g B arat
Boron grau kan g
Patt inga loan g
Gs. Trab anu ru
BULU BA TUE JANG
BULU TATTAK ANG
Mon con gm on con g
BULU BA TUM AEJA
BULU KA NTIS ANG
Passin gkalling
Paka tto lo mp o 2
Gan taran gp ang e
Boron gka la ma sa
Ban gka la ma cinna
Gun ung sari La ma
KECAM ATAN TAL LO
BULU TANETEL ANGI
BULU LE RA LL ERANG
KECAM ATAN M ANDAI
MONCONG S ARETENE
Jene Ba ntim urun g
Gs. L aela e Ca ddi
Mon con gloe lapp ara
MONCONG M ONCOLL OE
KECAM ATAN P ALA NG GA
KECAM ATAN M AM AJANG
KECAM ATAN P ALA NG GA
KECAM ATAN TANRAL ILI
KECAM ATAN P ARANGLO E
BULU M ONCO NGL OEB UL U
KECAM ATAN P ARANGLO E
KECAM ATAN UJUNGTANAH
KECAM ATAN B ANTI MURUNG
KECAM ATAN P ANAKK UK ANG
KECAM ATAN B ONTO MARA NNU
KABUP ATEN UJUNG PANDANG
KECAM ATAN UJUNGPANDANG
PENGUNUNGA N PANGK ALA ENG
770000m
770000m
780000m
780000m
790000m
790000m
800000m
800000m
810000m
810000m
94
20
000
m
9420
00
0m
94
30
00
0m
94
30
00
0m
PETA SALURAN PEMBUANGAN LIMBAH DAS TELLO
N
EW
S
1500 0 1500 3000 4500 Meters
Skala 1: 150.000
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS HASANUDDIN
PROGRAM PASCASARJANA TEKNIK SIPILPROGRAM STUDI KEAIRAN
ANTANG
BTN HAMZI, ANTARA KAMPUS UNHAS
BUNG PERMAI, PERUMDOS
M'TOZ
NTI, DAYA, KIMA
PAMPANG
PLTU TELLO
HULU SUNGAI TELLO
Zona Saluran Pembuang :
: Garis pantai.
: Jalan
Legenda ;
: Sungai
: Batas DAS
DIGAMBAR OLEH :
DIPERIKSA OLEH ;
Pembimbing I Pembimbing II
Ika Apriyani
Catatan ;Indeks Peta ;
Prof.Dr.Ir.H.Muh.Saleh Pallu., M.eng Dr.Ir.Johanes Patanduk., MS
KM² Ha
1 BTN Antara, Hamzy, Unhas 3.708 370.78
2 PLTU Tallo 0.176 17.58
3 M'Toz 0.045 4.52
4 Perumahan BUNG, PK 4, PK 5 dan PK 6 2.112 211.24
5 Perumahan Antang, Bukit Baruga dan Panakukkang 10.887 1,088.71
6 Hulu Sungai Tallo 308.606 30,860.57
No Nama Sub DAS Luas Area
+4
+2
0
-2
-4Datum LWS
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
1 Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA 2 Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA
Gambar 9. Pembagian luas DAS Sungai Tallo berdasarkan
metode Polygon Thiessen
Pembagian bobot stasiun hujan yang mewakili
DAS Tallo sesuai dengan metode Poligon
Thiesen. Maka dapat diketahui bahwa bobot
stasiun Paotere sebesar 16,62%, stasiun Bontobili
sebesar 59,30% dan stasiun Hasanuddin sebesar
24,08%. Berikut merupakan tabel rincian
pembobotan stasiun hujan.
Tabel 4. Letak stasiun hujan dan pembagian luas
berdasarkan metode Polygon Thiessen
No
Nama
Stasiun
Hujan
Luas Daerah
Yang
Diwakili
(km2)
Prosentase /
Bobot (%)
1. Paotere 56,492 16,62
2. Bontobili 201,553 59,30
3. Hasanuddin 81,847 24,08
Jumlah 339,903 100
Sumber: Analisa data 2015
Data hujan yang tersedia adalah data curah
hujan harian dari tiga stasiun hujan yaitu stasiun
hujan Paotere, stasiun hujan Bontobili dan stasiun
Hasanuddin, sepanjang 15 tahun (1998-2012).
Curah hujan daerah ini harus diperkirakan dari
beberapa titik pengamatan curah hujan. Metode
ini memberikan bobot tertentu untuk setiap
stasiun hujan dengan pengertian bahwa setiap
stasiun hujan dianggap mewakili hujan dalam
suatu daerah dengan luas tertentu dan luas
tersebut merupakan faktor koreksi bagi hujan di
stasiun yang bersangkutan (Sri Harto, 1993). Tabel 5. Hujan Harian Maksimum Stasiun Paotere
Sumber: BMKG Wilayah VI Makassar
Tabel 6. Hujan Harian Maksimum Stasiun Bontobili
Sumber : BMKG Wilayah VI Makassar
Tabel 7. Hujan Harian Maksimum Stasiun Hasanuddin
Sumber: BMKG Wilayah VI Makassar
Tabel 8. Curah hujan bulanan rata-rata tiga stasiun
Sumber: Analisa data 2015
Gambar 10. Grafik curah hujan bulanan rata-rata
Stasiun Hujan Paotere
Stasiun Hujan Hasanuddin
Stasiun Hujan Bontobili
Tahun JAN. PEB. MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUST. SEPT. OKT. NOP. DES. Max1996 110.00 141.00 53.00 49.00 24.00 21.00 32.00 6.00 3.00 40.00 65.00 129.00 141.00
1997 85.00 79.00 64.00 37.00 24.00 1.00 25.00 0.00 0.00 8.00 24.00 84.00 85.00
1998 48.00 39.00 66.00 43.00 86.00 48.00 33.00 32.00 23.00 24.00 29.00 31.00 86.00
1999 130.00 391.00 64.00 78.00 14.00 90.00 31.00 0.00 0.00 28.00 75.00 76.00 391.00
2000 147.00 213.00 122.00 39.00 21.00 34.00 0.00 0.00 5.00 61.00 58.00 133.00 213.00
2001 167.00 129.00 36.00 74.00 45.00 11.00 1.00 0.00 8.00 19.00 55.00 112.00 167.00
2002 85.00 101.00 117.00 26.00 25.00 32.00 0.00 0.00 0.00 2.00 37.00 98.00 117.00
2003 98.00 62.00 62.00 63.00 17.00 4.00 36.00 0.00 0.00 117.00 45.00 98.00 117.00
2004 75.00 125.00 129.00 162.00 61.00 27.00 0.00 0.00 0.00 0.00 9.00 178.00 178.00
2005 121.00 107.00 70.00 32.00 11.00 87.00 5.00 22.00 0.00 23.00 32.00 84.00 121.00
2006 86.00 200.00 128.00 65.00 65.00 16.00 14.00 31.00 2.00 49.00 43.00 88.00 200.00
2007 146.00 145.00 51.00 56.00 13.00 50.00 38.00 0.00 0.00 2.00 122.00 109.00 146.00
2008 91.00 59.00 62.00 48.00 55.00 26.00 31.00 29.00 53.00 54.00 32.00 95.00 95.00
2009 80.00 175.00 117.00 44.00 57.00 6.00 0.00 5.00 5.00 26.00 31.00 178.00 178.00
2010 83.00 103.00 96.00 57.00 92.00 33.00 26.00 0.00 0.00 22.00 54.00 97.00 103.00
Tahun JAN. PEB. MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUST. SEPT. OKT. NOP. DES. Max1996 110.00 141.00 53.00 49.00 24.00 21.00 32.00 6.00 3.00 40.00 65.00 129.00 141.00
1997 85.00 79.00 64.00 37.00 24.00 1.00 25.00 0.00 0.00 8.00 24.00 84.00 85.00
1998 48.00 39.00 66.00 43.00 86.00 48.00 33.00 32.00 23.00 24.00 29.00 31.00 86.00
1999 130.00 391.00 64.00 78.00 14.00 90.00 31.00 0.00 0.00 28.00 75.00 76.00 391.00
2000 147.00 213.00 122.00 39.00 21.00 34.00 0.00 0.00 5.00 61.00 58.00 133.00 213.00
2001 167.00 129.00 36.00 74.00 45.00 11.00 1.00 0.00 8.00 19.00 55.00 112.00 167.00
2002 85.00 101.00 117.00 26.00 25.00 32.00 0.00 0.00 0.00 2.00 37.00 98.00 117.00
2003 98.00 62.00 62.00 63.00 17.00 4.00 36.00 0.00 0.00 117.00 45.00 98.00 117.00
2004 75.00 125.00 129.00 162.00 61.00 27.00 0.00 0.00 0.00 0.00 9.00 178.00 178.00
2005 121.00 107.00 70.00 32.00 11.00 87.00 5.00 22.00 0.00 23.00 32.00 84.00 121.00
2006 86.00 200.00 128.00 65.00 65.00 16.00 14.00 31.00 2.00 49.00 43.00 88.00 200.00
2007 146.00 145.00 51.00 56.00 13.00 50.00 38.00 0.00 0.00 2.00 122.00 109.00 146.00
2008 91.00 59.00 62.00 48.00 55.00 26.00 31.00 29.00 53.00 54.00 32.00 95.00 95.00
2009 80.00 175.00 117.00 44.00 57.00 6.00 0.00 5.00 5.00 26.00 31.00 178.00 178.00
2010 83.00 103.00 96.00 57.00 92.00 33.00 26.00 0.00 0.00 22.00 54.00 97.00 103.00
Tahun JAN. PEB. MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUST. SEPT. OKT. NOP. DES. Max1996 110.00 141.00 53.00 49.00 24.00 21.00 32.00 6.00 3.00 40.00 65.00 129.00 141.00
1997 85.00 79.00 64.00 37.00 24.00 1.00 25.00 0.00 0.00 8.00 24.00 84.00 85.00
1998 48.00 39.00 66.00 43.00 86.00 48.00 33.00 32.00 23.00 24.00 29.00 31.00 86.00
1999 130.00 391.00 64.00 78.00 14.00 90.00 31.00 0.00 0.00 28.00 75.00 76.00 391.00
2000 147.00 213.00 122.00 39.00 21.00 34.00 0.00 0.00 5.00 61.00 58.00 133.00 213.00
2001 167.00 129.00 36.00 74.00 45.00 11.00 1.00 0.00 8.00 19.00 55.00 112.00 167.00
2002 85.00 101.00 117.00 26.00 25.00 32.00 0.00 0.00 0.00 2.00 37.00 98.00 117.00
2003 98.00 62.00 62.00 63.00 17.00 4.00 36.00 0.00 0.00 117.00 45.00 98.00 117.00
2004 75.00 125.00 129.00 162.00 61.00 27.00 0.00 0.00 0.00 0.00 9.00 178.00 178.00
2005 121.00 107.00 70.00 32.00 11.00 87.00 5.00 22.00 0.00 23.00 32.00 84.00 121.00
2006 86.00 200.00 128.00 65.00 65.00 16.00 14.00 31.00 2.00 49.00 43.00 88.00 200.00
2007 146.00 145.00 51.00 56.00 13.00 50.00 38.00 0.00 0.00 2.00 122.00 109.00 146.00
2008 91.00 59.00 62.00 48.00 55.00 26.00 31.00 29.00 53.00 54.00 32.00 95.00 95.00
2009 80.00 175.00 117.00 44.00 57.00 6.00 0.00 5.00 5.00 26.00 31.00 178.00 178.00
2010 83.00 103.00 96.00 57.00 92.00 33.00 26.00 0.00 0.00 22.00 54.00 97.00 103.00
Bulan
Curah hujan bulanan rata-rata
(mm)
Paotere Hasanuddin Bontobili Rata-rata
Januari 725.33 650.20 715.75 697.09
Februari 578.93 638.27 551.43 589.54
Maret 395.93 339.67 370.49 368.70
April 259.07 215.47 191.80 222.11
Mei 102.20 101.07 95.97 99.75
Juni 69.07 75.47 65.40 69.98
Juli 54.20 35.40 41.87 43.82
Agustus 18.20 23.40 9.27 16.96
September 47.67 26.60 31.19 35.15
Oktober 90.20 80.80 94.33 88.44
November 245.27 190.47 206.17 213.97
Desember 664.27 684.33 666.25 671.62
0.00
100.00
200.00
300.00
400.00
500.00
600.00
700.00
800.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Cu
rah
Hu
jan
(m
m)
Bulan ke
Paotere
Biring Romang
Panakkukang
1 Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA 2 Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA
3. Analisis indeks evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan faktor penting
dalam memprediksi debit dari data curah hujan
dan klimatologi. Alasannya adalah karena
evapotranspirasi ini memberikan nilai yang besar
untuk terjadinya debit dari suatu daerah
pengaliran sungai. Evapotranspirasi diartikan
sebagai kehilangan air dari lahan dan permukaan
air dari suatu daerah pengaliran sungai akibat
kombinasi proses evaporasi dan transpirasi. Gambar 11. Grafik Perhitungan Evapotranspirasi
4. Debit Sungai Tallo
Metode perhitungan yang digunakan untuk
menghitung besarnya debit harian, bulanan, dan
debit maksimum dan minimum sungai adalah
dengan Metode Mock. Metode Mock untuk
memperkirakan besarnya debit suatu daerah
aliran sungai berdasarkan konsep water balance.
Air hujan yang jatuh (presipitasi) akan
mengalami evapotranspirasi sesuai dengan
vegetasi yang menutupi daerah tangkapan hujan.
T abel Gambar 12. Grafik hasil perhitungan debit andalan
menggunakan Metode Mock.
Dari hasil perhitungan debit menggunakan
Metode Mock maka didapatkan hasil debit
minimum Sungai Tallo sebesar 21,141 m³/s yang
terjadi pada musim kemarau (bulan Agusutus)
dan debit maksimum sebesar 79,685 m³/s yang
terjadi pada musim penghujan (bulan Februari).
Hasil dari perhitungan debit sungai ini akan
digunakan untuk menghitung tinggi muka air
pada sungai.
KARAKTERISTIK SUNGAI TALLO
Sungai Tallo dari hulu sampai hilir berjarak
72,00 km dengan luas daerah aliran sungai (DAS)
mencapai 339,90 km². Muara sungai dipengaruhi
oleh pasang surut air laut. Pasang surut yang
terjadi bertipe campuran condong harian ganda
(Mixed Tide Prevailing Semidiurnal), dengan
bentuk kurva pasut tidak simetris yakni waktu
pasang 8 – 9 jam, wktu surut 14 – 16 jam dan
waktu slack 2 – 3 jam. Kondisi pasang surut
mempengaruhi kecepatan arus sungai – laut. Saat
pasang arus menuju ke hulu sungai dan saat surut,
arus menuju ke muara sungai. Kecepatan arus
maksimal mencaai 0,254 m/s.
Kondisi bathimetri sungai Tallo
berdasarkan air surut terendah (LWS) selama
survey dengan level -70,40 cm dari muka air.
Peta bathimetri wilayah studi dapat di lihat
pada gambar berikut ini.
Gambar 13 Peta Bathimetri Sungai Tallo
Pada peta bathimetri, menunjukkan kondisi
sungai dan elevasi dasar sungai. Panjang sungai
untuk wilayah penelitian mencapai 4,30 km.
Lebar sungai rata-rata mencapai 48,70 m dengan
lebar minimum 35,00 m dan maksimum 60,00 m.
Ketinggian muka air pada sungai Tallo
tergantung pada ketinggian curah hujan dan
pasang surut yang terjadi. Pada musim hujan,
debit sungai bisa mencapai debit maksimum yaitu
79,685 m³/s. Ketinggian muka air mencapai 3,18
m dari dasar sungai. Pada musim kemarau, debit
sungai menjadi debit minimum yaitu 21,141 m³/s.
Ketinggian muka air hanya 1,66 m dari dasar
sungai. Alur sungai Tallo tidak mempunyai
pulau-pulau, sehingga tidak ada kendala selama
pengaliran sungai.
56.646
41.525
77.188
40.221 37.641
23.00122.892
16.87913.198
13.083
13.46312.241
13.110
11.20610.120
11.73910.216
10.56511.375
16.35119.310
20.257
46.327
64.106
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
Jan I Jan II Feb I Feb II Mar I Mar II Apr I Apr II Mei I Mei II Juni I Juni II Jul I Jul II Aug I Aug II Sep I Sep II Okt I Okt II Nop I Nop II Des I Des II
Debit
Andala
n (
m3/s
)
Bulan
Grafik Debit Andalan Dengan Menggunakan Metode FJ Mock
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
JAN. PEB. MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUST. SEPT. OKT. NOP. DES.
Evap
otra
nspi
rasi
Pote
nsia
l
Bulan
1 Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA 2 Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA
Gambar 14 Penampang Melintang Sungai Tallo
POTENSI KAWASAN SUNGAI TALLO
Saat ini Sungai Tallo berfungsi sebagai sungai
alamiah yang menerima buangan air drainase dan
saluran-saluran drainase kota yang ada di
Makassar, seperti Primer Sinrijala, Gowa,
dan Antang, serta saluran pembuang
sekunder yang ada di sekitarnya. Disamping
itu Sungai Tallo juga berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan air irigasi dan tambak di
daerah hilir dan sekitar muara. Sungai Tallo juga
dimanfaatkan airnya untuk memenuhi kebutuhan
air bagi PLTU Tello.
Penggunaan tanah pada DAS Tallo yaitu dari
Jembatan Tallo ke hulu sebagian besar berupa
kebun campuran, sawah, permukiman, dan rawa-
rawa. Sedangkan dari Jembatan Tallo ke hilir
sebagian besar berupa daerah permukiman padat,
dan lainnya berupa areal tambak, kebun, KIMA,
kampus dan rawa-rawa.
Pengembangan sistem transportasi di sungai
Tallo dapat dilakukan dengan memanfaatkan
badan sungai sebagai alur pelayaran dan
sempadan sungai untuk pembangunan dermaga
dan terminal. Penempatan bangunan dermaga dan
terminal di setiap wilayah perumahan
memungkinkan masyarakat lebih cenderung
menggunakan transportasi sungai dibandingkan
transportasi darat karena jarak tempuh yang lebih
pendek. Selain sebagai sarana pengangkutan
manusia dan barang, transportasi sungai bisa
dijadikan sebagai wisata transportasi air yang
menarik.
Gambar 15. Wilayah Pemukiman di sekitar DAS
Tallo
NAVIGASI SUNGAI TALLO
1. Karakteristik Perahu yang Digunakan
Untuk pengembangan sarana transportasi
sungai Tallo, perahu rencana yang akan
digunakan adalah perahu penumpang dengan
kapasitas 20 sampai dengan 50 orang
penumpang. Perahu ini terbuat dari kayu ataupun
fiber, dengan memperhatikan draft perahu
rencana terhadap tinggi muka air. Adapun
spesifikasi perahu yang akan digunakan adalah
sebagai berikut:
Perahu Fiberglass dengan kapasitas
penumpang 20 Orang
Gambar 16. Perahu fiberglass dengan kapasitas
penumpang 20 orang
Spesifikasi :
Panjang : 10 meter
Lebar : 2,8 meter
Draft : 0,5 meter
Kapasitas : 20 Penumpang
Bahan : Polyesther Resin Fiberglass
Marine Grade Standart Lloyd
Perahu Fiberglass dengan kapasitas
penumpang 50 Orang
1 Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA 2 Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA
Gambar 17. Perahu Fiberglass dengan kapasitas
penumpang 50 orang
Spesifikasi :
Panjang : 14 meter
Lebar : 5,0 meter
Draft : 0,80 meter
Kapasitas : 50 Penumpang
Bahan : Polyesther Resin
Fiberglass Marine Grade
Standart Lloyd
2. Alur Pelayaran
Alur pelayaran pada daerah Sungai Tallo ini
disesuaikan dengan spesifikasi kapal-kapal yang
direncanakan untuk berlayar di daerah tersebut,
Perahu dengan kapasitas 20 penumpang dan 50
penumpang adalah jenis perahu yang
direncanakan melewati alur pelayaran sungai.
Sesuai dengan spesifikasi alur pelayaran yang
meliputi ketentuan lebar alur dan kedalaman
sungai, dua jenis Perahu tersebut memiliki
spesifikasi alur dalam tabel berikut ini :
Tabel 9. Spesifikasi Alur Pelayaran Perahu
Perahu 20 Penumpang
Perahu 50 Penumpang
Lebar alur satu arah
13.44 m 24,00 m
Lebar alur dua arah
21.28 m 38,00 m
Kedalaman alur
1,00 m 1,30 m
Diameter Kolam Putar
30,00 m 42,00 m
Acuan kedalaman yang digunakan adalah
menggunakan keadaan muka air rendah terendah
(LLWL), dan akan dibandingkan dengan pada
saat keadaan tinggi air rata-rata, dan keadaan
muka air tinggi (HHWL), untuk mendapatkan
gambaran dari perbedaan alur pelayaran dalam
fungsi tinggi muka sungai.
Gambar 18. Alur Pelayaran Sungai Tallo
3. Dermaga dan Terminal Untuk mendukung pengembangan kawasan
transportasi sungai Tallo, akan direncanakan
bangunan pendukung yaitu bangunan dermaga
dan terminal. Dermaga adalah tempat sandar
Perahu sedangkan terminal sebagai naik/turun
penumpang dan/atau bongkar/muat
barang/muatan. Lokasi dermaga berdasarkan
tingkat kebutuhan dan kepadatan penduduk yang
bermukim di sekitar wilayah sungai.
Tabel 10. Lokasi Rencana Terminal dan Dermaga
Nama Terminal Lokasi Wilayah
layanan S E
Terminal I 5°
8'34.76"S 119°28'16.65"E Aspol Tello
Terminal II 5°
8'39.28"S 119°28'22.55"E
Perumahan Asri
Terminal III 5°
8'36.11"S 119°28'45.80"E
Perintis Kemerdekaan
Terminal IV 5°
8'56.51"S 119°28'58.56"E
Perumahan Antang
Terminal V 5°
8'58.67"S 119°29'13.38"E Bung, PK4, PK6
Terminal VI 5°
9'4.81"S 119°29'36.86"E
Bugis Water Park dan Bukit
Baruga
Terminal VII 5°
8'54.56"S 119°30'0.41"E
Perumahan Dosen
Gambar 19. Lokasi Rencana Dermaga dan Terminal
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Hasil penelitian Navigasi Sungai Tallo
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dari hasil analisis, diperoleh karakteristik
sungai Tallo sebagai berikut :
Panjang sungai Tallo dari hulu sampai hilir
mencapai 72,00 km dengan luas daerah
aliran sungai mencapai 339,90 km².
Besarnya debit air sungai dengan
menggunakan Metode Mock didapatkan
debit maksimum mencapai 79,685 m³/s
terjadi pada musim penghujan dan debit
1 Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA 2 Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA
minimum mencapai 21,141 m³/s terjadi
pada musim kemarau. Hasil dari
perhitungan debit rata-rata sebesar 43,834
m³/s.
Dari hasil pengukuran pasang surut,
berdasarkan nilai bilangan Formzhal
(0,89), pasang surut yang terjadi tergolong
Pasang surut tipe campuran condong
harian ganda (Mixed Tide Prevailing
Semidiurnal).
Panjang sungai yang masuk wilayah batas
peneitian mencapai 4,3 km dengan lebar
maksimum 60,00 m , lebar minimum 35,00
m , dan lebar rata-rata 48,70 m.
Tinggi muka air sungai Tallo pada kondisi
debit maksimum mencapai 3,18 m dari
dasar sungai dan pada kondisi debit
minimum mencapai 1,66 m.
2. Sungai Tallo berpotensi untuk
dikembangkan menjadi sarana transportasi
dan navigasi sungai yang melayani
masyarakat, teutama yang bermukim di
sekitar daerah aliran sungai.
Pengembangan sistem transportasi di
sungai Tallo dapat dilakukan dengan
memanfaatkan badan sungai sebagai alur
pelayaran dan sempadan sungai untuk
pembangunan dermaga dan terminal.
Selain sebagai sarana pengangkutan
manusia dan barang, transportasi sungai
bisa dijadikan sebagai wisata transportasi
air.
3. Perahu rencana yang akan digunakan
adalah Perahu penumpang dengan
kapasitas 20 sampai dengan 50 orang
penumpang. Perahu ini terbuat dari kayu
ataupun fiberglass. Dimensi perahu
rencana yang akan digunakan meliputi
panjang total (Loa) = 14,00 m, Lebar
Perahu (b) = 5,00 m dan draft perahu (d) =
0,80 m.
B. SARAN
Beberapa saran yang dapat kami berikan, antara
lain:
1. Penelitian selanjutnya agar dapat
menggunakan input data debit yang
disesuaikan dengan musimnya (musim
hujan dan musim kemarau).
2. Penelitian ini bisa sebagai masukan kepada
pemerintah Kota Makassar untuk menjadi
salah satu solusi pengembangan
transportasi di Kota Makassar
3. Untuk penelitian selanjutnya Tugas akhir
ini bisa di gunakan sebagai referensi dalam
pembangunan Dermaga di Sungai Tallo
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah
Mada University Press: Yogyakarta.
Harto, Sri Br. 2002. Analisis Hidrologi. PT.
Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK
Volume 17, No.2, Juli 2012 : 154-163 Metode
Thiessen Polygon untuk Ramalan Sebaran
Curah Hujan Periode Tertentu pada Wilayah
yang Tidak Memiliki Data Curah Hujan
(diakses 27 Oktober 2013).
Linsley, Ray K., Max A. Kohler, Joseph L.H.
Paulhus. 1986. Hidrologi Untuk Insinyur.
Terjemahan. Erlangga: Jakarta.
Mulyanto, H.R. 2007. Sungai, Fungsi dan
Sifat – Sifatnya. Graha Ilmu: Yogyakarta.
Pallu, Prof Dr Ir H Muh Saleh, M,Eng. 2007.
Metode Penelitian dan Penulisan Ilmiah.
Teknik Sipil Universitas Hasanuddin.
Soemarto, C.D. 1999. Hidrologi Teknik..
Erlangga:
Jakarta.
Sri Harto, Br. 2002. Hidrologi Teori,
Masalah, Penyelesaian. Nafiri Offset,
Yogyakarta
Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidrologi
Terapan. Beta Offset: Yogyakarta.
Usmani S., A. Nazar T. 2011. Tinjauan
Analisis Debit Banjir Rencana Pada Sungai
Tello Kota Makassar Sulawesi Selatan. Tugas
Akhir Sarjana. Program Studi Teknik Sipil.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Wahyuni, et al. 2011. Karakteristik debit
sungai pada DAS Tallo Hulu (sub DAS
Jenepangkalung dan sub DAS Jenetalinggoa).
Tesis. Universitas Hasanuddin, Makassar.