kajian pengembangan model penyelenggaraan … · universitas negeri malang (unm) dan badan...

34
KAJIAN PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN PENUNTASAN BUTA AKSARA DI PROVINSI JAWA TIMUR SEPTEMBER 2011 Hasil dari Kerjasama Antara BAPPEDA Provinsi Jawa Timur dengan USAID-DBE1

Upload: phungliem

Post on 09-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KAJIAN PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN PENUNTASAN BUTA AKSARA DI PROVINSI JAWA TIMUR

SEPTEMBER 2011

Hasil dari Kerjasama Antara BAPPEDA Provinsi Jawa Timur

dengan USAID-DBE1

DAFTAR ISI

Pendahuluan .....................................................................................................................

Bab I: Pendataan Penyandang Buta Aksara dan Kerangka Konsep Pembembangan Program Keaksaraan ................................................................ 1

A.Kerangka Konsep Pembembangan Program Keaksaraan ................................... 1 B. Hasil Pendataan Penyandang Buta Aksara Berdasarkan Sensus

Penduduk 2010 ........................................................................................ 2 C.Analisis Status Pendataan Buta Aksara di Jawa Timur ......................................... 4 D.Sistem Informasi Keaksaraan ............................................................................... 5

Bab II: Uji Coba “Aku Cepat Membaca” (ACM) ................................................................ 8 Tujuan Uji Coba ....................................................................................................... 8 Bappeda bekerjasama dengan Universitas Negeri Malang (UNM) untuk

mengujicoba metodologi baru “Aku Cepat Membaca” (ACM). Tujuan dari uji coba ini adalah: ................................................................. 8

Kelembagaan “Aku Cepat Membaca” ...................................................................... 8 Kepala Desa dan Ketua Tim Penggerak PKK desa ............................................. 9 Tim Kerja Masyarakat (TKM) ............................................................................... 9 Fasilitator Desa (FD) ............................................................................................ 9 Tutor .................................................................................................................... 9

Materi ACM ............................................................................................................ 10 Pelaksanaan .......................................................................................................... 10 Profil Warga Belajar .............................................................................................. 10

Usia Warga Belajar ............................................................................................ 10 Pendidikan Warga Belajar ................................................................................. 11 Pekerjaan Warga Belajar ................................................................................... 12

Analisis Konten dan Program ................................................................................. 13 Analisa Konten .................................................................................................. 13

Analisa Program .................................................................................................... 13 Persiapan program ............................................................................................ 13 Kesiapan kemampuan awal belajar ................................................................... 13 Keluangan waktu ............................................................................................... 14 Minat belajar ...................................................................................................... 14

Hasil Ujicoba .......................................................................................................... 14 Tindak Lanjut ......................................................................................................... 15

Bab III: Kesimpulan dan Rekomendasi ......................................................................... 16 A.Kesimpulan ......................................................................................................... 16 B.Rekomendasi ...................................................................................................... 16

Lampiran 1: Profil Penyandang Buta Aksara Jawa Timur Hasil Sensus Penduduk 2010 ................................................................................................. 18

Lampiran 2: Instrumen Test Akhir Yang Digunakan ACM ............................................... 23

Daftar Diagram

Diagram 1: Kerangka Konsep Pembembangan Program Keaksaraan ...................... 1 Diagram 2: Penyandang Buta Aksara Menurut .......................................................... 2 Kelompok Umur Berdasarkan Sensus Penduduk 2010 .......................... 2 Diagram 3: Penduduk Buta Aksara Menurut Jenis Kelamin....................................... 3 pada tingkat Kab/Kota Jawa Timur Tahun 2010 .................................. 3 Diagram 4: Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin pada ...................................... 3 Tingkat Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2010 .............................. 3 Diagram 5: Struktur Data, Output dan Kegunaannya................................................. 6 Diagram 6: Format Data Penyandang Buta Aksara .................................................. 6 Diagram 7: Profil Penyandang Buta Aksara ............................................................. 7 menurut Kelompok Usia dan Jenis Kelamin pada Setiap Jenjang

Pemerintahan ......................................................................................... 7

Pendahuluan

Tiga tahun terakhir, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa Propinsi Jawa

Timur merupakan salah satu Propinsi yang memiliki penyandang buta aksara terbesar

di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan termasuk melalui program percepatan

(akselerasi) untuk mengatasi masalah tersebut, namun angka buta aksara masih relatif

tinggi. Masih tingginya angka buta aksara di Jawa Timur mempengaruhi secara

keseluruhan pencapaian target pembangunan khususnya dalam kerangka pemenuhan

target Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Oleh karenanya, program pemberantasan

buta aksara menjadi salah satu prioritas program pembangunan pendidikan.

Kondisi yang demikian mendorong Pemerintah Propinsi Jawa Timur melalui Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Propinsi untuk mencari terobosan agar

terjadi percepatan penuntasan jumlah buta aksara, sehingga Rencana Pembangunan

Jangka Menengah (RPJM) Pemerintah Propinsi Jawa Timur yang mengamanatkan

bebas buta aksara pada Tahun 2014 dapat tercapai. Oleh karena itu, Bappeda meminta

DBE1 menjadi fasilitator dalam mengupayakan program agar ada kebijakan inovatif

dalam percepatan penuntasan penyandang buta aksara dimaksud.

Dengan kesepakatan tersebut, akhirnya dilakukan berbagai langkah dan kegiatan.

Sebagai langkah pertama, DBE1 memfasilitasi pertemuan antara Biro Pusat Statistik

(BPS) dan Dinas Pendidikan. Hal ini dilakukan karena hasil penelitian terhadap data

yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa masih banyak perbedaan data

pada ke dua sumber tersebut.

Setelah itu, DBE1 menyiapkan pertemuan-pertemuan untuk melihat dan mengkaji

pengalaman Kabupaten Karawang yang telah mendapat kepercayaan dari

Kementerian Pendidikan Nasional dalam pemberantasan buta aksara dengan metode

32 hari. DBE1 kemudian memfasilitasi pengembangan proposal dari tiga lembaga

yang kemudian diserahkan kepada Bappeda: Universitas Negeri Surabaya (UNESA),

Universitas Negeri Malang (UNM) dan Badan Pengembangan Pendidikan Nonformal

Informal (BPNFI) Surabaya. Setelah mempelajari berbagai proposal tersebut,

Bappeda sepakat untuk bekerjasama dengan Pendidikan Luar Sekolah Universitas

Negeri Malang (PLS UNM) untuk untuk melakukan uji coba “Aku Cepat Membaca”

(ACM) di Kabupaten Malang. DBE1 juga diminta oleh Bappeda untuk melakukan

monitoring uji coba dan memberikan rekomendasi untuk rencana selanjutnya

pengembangan program tersebut.

Kesimpulan Hasil Kajian

Dari hasil kajian menemukan tiga masalah pokok dalam penuntasan buta aksara di

Jawa Timur, yaitu: 1) tidak tersedia data yang akurat tentang penyandang buta aksara,

2) model penuntasan buta aksara yang dilaksanakan selama ini tidak efektif, dan 3)

upaya mendukung keberlanjutan program yang tidak berkesinambungan.

Struktur Laporan

Laporan ini terdiri dari tiga bab serta lampiran-lampiran. Bab I menggambarkan

pendataan terkait penyandang buta aksara. Data Sensus Penduduk 2010 BPS

dirangkum untuk memperlihatkan kondisi terkait buta aksara di Jawa Timur. Bab ini

juga membahas perbedaan antara data BPS dan data Dinas Pendidikan Jawa Timur.

Setelah itu, bab juga mencantumkan rekomendasi DBE1 mengenai penembangan

sistem informasi keaksaraan. Bab II menggambarkan hasil monitoring terhadap uji

coba program “Aku Cepat Membaca” (ACM).

Berdasarkan hasil penilaian terhadap perlunya data yang handal dan analisis ACM,

Bab III menampilkan kesimpulan kajian ini serta rekomendasi DBE1 untuk langkah-

langkah yang dapat diambil dalam mengembangkan program percepatan penuntasan

buta aksara di Jawa Timur.

Lampiran 1 berisikan Profil Penyandang Buta Aksara di Jawa Timur yang merupakan

hasil Sensus Penduduk 2010. Lampiran 2 berisikan test yang digunakan oleh UMN

untuk menentukan tingkat kelulusan program ACM.

Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur 1

Bab I: Pendataan Penyandang Buta Aksara dan Kerangka Konsep Pembembangan Program Keaksaraan

A. Kerangka Konsep Pembembangan Program Keaksaraan

Mengingat besarnya jumlah penduduk yang menyandang buta aksara di Jawa Timur,

yaitu sebesar 3,4 juta jiwa, bandingkan dengan jumlah seluruh penduduk di Propinsi

Papua sebesar 2,8 juta jiwa bahkan Propinsi Papua Barat jumlah penduduknya kurang

dari 1 juta jiwa.

Untuk menuntaskan jumlah penyandang buta aksara yang besar tersebut perlu ada

strategi inovatif. Dalam hal ini terutama data yang lebih rinci tentang tingkat

keberaksaraanya, program program keaksaraan yang efektif, mampu menjamin

kelestarian keaksaraan, serta pemutahiran data secara terus menerus.

Berdasarkan hasil fasilitasi, monitoring dan evaluasi DBE1 sejak tahun 2010, suatu

Kerangka Pengembangan Kebijakan Keaksaraan yang menjelaskan hubungan antara

Pendataan Penduduk, Pelaksanaan Program, dan Pemutahiran Data sebagai berikut:

Diagram 1: Kerangka Konsep Pembembangan Program Keaksaraan

Pelaksanaan Program Keaksaraan Dasar

(Dikelompokkan berdasarkan modalitas keberaksaraan, tema bahan ajar sesusi

dengan karakteristik warga Belajar, kecepatan

belajar yg berbeda, pendekatan pembelajaran Andragogi)

Verifikasi data Profil Penyadang Buta Aksara (Alamat, Kelompok usia, Jenis kelamin, Jenis

Pekerjaan)

Pelatihan Tutor

Pre Test

Pendataan Penduduk

penyandang buta aksara

Post Test

Pemutahiran data penyandang

buta aksara

Profil modalitas keberaksaraan

Tidak

Memenuhi SKK

Memenuhi

SKK

Insentif Sosial (KTP, BLT, dll)

Keaksaraan Usaha

Mandiri (KUM)

Pelestarian Keberaksaraan

Diperuntukan bagi warga belajar yang telah memenuhi standar kompetensi keaksaraan

(SKK).

2 Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur

B. Hasil Pendataan Penyandang Buta Aksara Berdasarkan Sensus Penduduk 2010

Hasil Sensus Penduduk 2010, khusus data tentang pemetaan penduduk penyandang

buta aksara di Jawa Timur dapat menunjukkan data secara rinci, dimana setiap

penduduk penyandang buta aksara dapat diidentifikasi nama dan alamatnya sampai

dengan tingkat desa dan dusun/kampung.

Selain dari itu, profil penduduk penyandang buta aksara dapat dikelompokkan

menurut usia, seperti 10-14 tahun (penduduk yang mestinya masih kelompok usia

wajib belajar), 15-24, 25-44, 45-64, dan >65 tahun. (Lihat Lampiran 1: Profil

Penyandang Buta Aksara Jawa Timur Hasil Sensus Penduduk 2010). Kelompok

usia 15-24 dan 25-44 tahun merupakan kelompok usia produktif yang harus menjadi

priorias dalam penyelenggraan penuntasan buta aksara.

Kelompok penduduk usia 10-14 tahun sebaiknya tidak diikutsertakan pada program

penuntasan buta aksara, tetapi pada jalur pendidikan nonformal lainnya, seperti Paket

A atau sejenisnya, seperti program diniyah tingkat Ulla.

Diagram 2: Penyandang Buta Aksara Menurut Kelompok Umur Berdasarkan Sensus Penduduk 2010

Dari data di atas tampak bahwa masih terdapat penduduk usia sekolah jenjang

pendidikan dasar, yaitu 10-14 tahun yang menyandang buta aksara sebanyak 25.558

jiwa atau setara dengan 1,6% penduduk usia 10-14 tahun. Ini menunjukkan bahwa

angka putus sekolah atau anak yang tidak pernah sekolah pada jenjang pendidikan

dasar berkontribusi terhadap tingginya angka buta aksara.

Penduduk usia produktif relatif lebih kecil dibandingkan dengan usia lanjut, pada

kelompok usia produktif ini harus menjadi prioritas untuk disertakan pada program

keaksaraan, terutama keaksaraan usaha mandiri.

Julah penduduk penyandang buta aksara pada tingkat Propinsi Jawa Timur di atas

dapat dirinci menurut kabupaten/kota yang dirinci menurut jenis kelamin, seperti

disajikan pada diagram berikut:

Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur 3

Diagram 3: Penduduk Buta Aksara Menurut Jenis Kelamin pada tingkat Kab/Kota Jawa Timur Tahun 2010

Pola jumlah penduduk penyandang buta aksara tidak selalu berhubungan secara

langsung dengan jumlah penduduk di suatu kabupaten/kota, seperti ditunjukkan oleh

Diagram 3.4. berikut:

Diagram 4: Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin pada Tingkat Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2010

4 Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur

C. Analisis Status Pendataan Buta Aksara di Jawa Timur

Pendataan penyandang buta aksara telah menjadi masalah bertahun-tahun dan telah

menjadi polemik yang berkepanjangan, terutama ketidak sinkronan data antara data

yang dikeluarkan oleh BPS dengan data yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan,

baik pada tingkat kabupaten/kota, propinsi, bahkan nasional. Masalah tersebut

disebabkan oleh belum adanya kesepakan model pendataan yang bisa diakui bersama.

Untuk mendukung pengembangan program Penuntasan Buta Aksara, diperlukan

keberadaan jenis-jenis data berikut (paling sedikit):

a. Karanteristik individu meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan.

b. Alamat mulai dari nama kepala keluarga, RT, RW, lingkungan/dusun,

desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten/kota.

c. Karakteristik lingkungan.

Saat ini, ada tiga sumber data mengenai kondisi buta aksara di Jawa Timur. Setiap

sumber memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing terkait kegunaannya

dalam mendukung program Penyandang Buta Aksara di Jawa Timur. Kelebihan dan

kekurangannya adalah sebagai berikut:

1. BPS: SUSUNAS

SUSENAS(Survey Sosial Ekonomi Nasional) adalah pemutahiran (updating) data

dilakukan setiap tahun dengan menggunakan metoda survey, dengan unit analisis

tingkat kecamatan. Secara metodologi data BPS baik, karena menggunakan

metode yang terstandar. Namun survey ini tidak dapat menjangkau seluruh

individu; jadi data SUSENAS tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk

penyelenggaraan program penuntasan buta aksara.

2. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota

Di sisi lain, data penduduk penyandang buta aksara yang dikeluarkan oleh Dinas

Pendidikan Kabupaten/Kota lebih rinci sesuai dengan kebutuhan program. Namun

secara metodologis kurang dapat dipertangungjawabkan karena metode

pengukurannya tidak terstandar serta bervariasi antar daerah.

3. BPS: Sensus Penduduk 2010

Pada Sensus Penduduk 2010 terdapat lima varibael baru yang ditambahkan dari

Sensus Penduduk 2000 (SP 2000), kelima varibael tersebut meliputi:

Kemampuan berbahasa Indonesia

Keterangan perumahan

Kecacatan

Kematian ibu hamil

Kemampuan baca tulis.

Kelima variabel tersebut digunakan untuk mengukur kualitas sumber daya

manusia (SDM) dari masyarakat Indonesia secara keseluruhan, sedangkan

variabel kemampuan berbahasa Indonesia dan kemampuan baca tulis merupakan

kemampuan dasar minimal bagi warga negara Indonesia atau dikenal dengan

Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur 5

kemampuan keberaksaraan. Pengukuran keberaksaraan relatif lebih sukar

dibandingkan dengan tiga variabel lainnya, yaitu keterangan perumahan,

kecacatan, dan kematian ibu hamil. Masalahnya, bagaimana cara mengukur

kemampuan keberaksaraan, apakah cukup dengan data sekunder, pengamatan di

lapangan, wawancara ataukan harus diukur melalui instrumen tertentu.

Sensus Penduduk 2010 mampu menyajikan profil penduduk penyandang buta

aksara secara rinci, yang mencakup:

a. Identitas diri, seperti nama, jenis kelamin, usia, dan pekerjaan penduduk.

b. Nama Kepala keluarga penyandang buta aksara.

c. Alamat penyandang buta aksara, yang meliputi: RT, RW/Dusun,

Desa/Kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, dan propinsi.

Berdasarkan analisis di atas, melalui berbagai workshop yang difasilitasi oleh

DBE1, Bappeda Propinsi Jawa Timur memutuskan untuk melakukan kerjasama

dengan BPS dan Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur untuk membangun

kesepakatan terhadap sistem pendataan buta aksara menggunaan hasil Sensus

Penduduk 2010.

D. Sistem Informasi Keaksaraan

Pendataan penyandang buta aksara merupakan masalah tersendiri dalam sistem

informasi manejemen pendidikan secara umum. Walaupun datanya sederhana, tetapi

ruang lingkup sasarannya lebih luas, karena warga belajar program Penuntasan Buta

Aksara tinggal di daerah terpisah. Selain itu, sistem informasi ini tidak sekuat seperti

halnya dengan sistem persekolahan yang sumber datanya berasal dari Lembar Kerja

Individu Sekolah (LKIS). Sistem ini secara rutin setiap tanggal 31 Agustus datanya

sudah dapat diambil dengan instrumen yang sudah baku.

Untuk membangun sistem informasi keaksaraan yang mampu mengambarkan profil

penduduk penyandang buta aksara secara rinci diperlukan perangkat sebagai berikut:

1. Instrumen pengumpulan data, yang memuat berbagai informasi yang

dibutuhkan untuk program keaksaraan, meliputi:

a. Indikator keberaksaraan, indikator ini dapat diambil dari indikator standar

kompetensi keaksaraan (SKK).

b. Karanteristik individu, meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan.

c. Alamat mulai dari nama kepala keluarga, RT, RW, lingkungan/dusun,

desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten/kota.

d. Karakteristik lingkungan.

2. Mekanisme/teknik pengumpulan data, berbasis data penyandang buta aksara

hasil Sensus Penduduk 2010, dilakukan langkah-langkah pengumpulan data sebagai

berikut:

a. Pemilahan data penduduk yang berusia 10 tahun atau lebih dan mereka yang

menyandang buta aksara.

b. Verifikasi data penduduk yang menyandang buta aksara dengan cara uji petik

pada penduduk yang menyandang buta aksara.

c. Menetapkan data tetap (fix data) berdasarkan hasil verifikasi tersebut.

6 Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur

3. Penyajian profil penduduk penyandang buta aksara, Penyajian profil

penyandang buta aksara merupakan penyajian indikator keberaksaraan, karakteristik

individu dan karakteristik lingkungan penyandang buta aksara, serta berdasarkan

struktur administrasi pemerintahan, sebagai berikut:

a. Desa/kelurahan

b. Kecamatan

c. Kabupaten/Kota

d. Propinsi.

Profil penyandang buta aksara sangat membantu dalam menyusun rencana

pengembangan penuntasan buta aksara, selain tersedianya peta penyandang buta

aksara secara rinci menurut karakteristiknya, juga tersedianya informasi yang akurat

tentang siapa dan di mana penyandang buta aksara tersebut berada.

Diagram 5: Struktur Data, Output dan Kegunaannya

Data dasar yang dibutuhkan untuk menyajikan profil penyandang buta aksara secara utuh

disajikan pada tabel berikut:

Diagram 6: Format Data Penyandang Buta Aksara

KABUPATEN/

KOTA

KECAMATAN

DESA/KELURAHAN

ALAMAT

LENGKAP

NAMA KEPALA

RUMAH

TANGGA

NAMA

ANGGOTA

RUMAH TANGGA YANG

BUTA HURUF

HUB.

DGN KRT

JENIS

KELAMIN UMUR

Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur 7

Diagram 7: Profil Penyandang Buta Aksara Menurut Kelompok Usia dan Jenis Kelamin pada Setiap Jenjang Pemerintahan

Analisis populasi buta aksara mengindikasikan bahwa angka buta aksara bersifat

dinamis dengan mempertimbangkan variabel sebagai berikut:

Drop out dari program buta aksara: untuk beberapa daerah angka ini cukup

signifikan.

Buta aksara kembali: yaitu warga belajar yang telah dinyatakan memenuhi SKK

(lulus keaksaraan dasar), tetapi keberaksaraanya tidak terpelihara (tidak ada

program pelestarian keaksaraan), maka yang bersangutan cendrung buta aksara

kembali.

Buta aksara baru: hasil Sensus Penduduk 2010 di Jawa Timur menunjukkan

penduduk usia 10-14 tahun yang menyandang buta aksara cukup signifikan

mencapai 1,6%. Ini menunjukkan adanya buta aksara baru, baik mereka yang

putus sekolah di kelas awal atau tidak pernah bersekolah.

Untuk itu, pemutahiran data yang dilakukan secara terus menerus setiap tahun

dengan mengacu pada hasil Sensus Penduduk 2010. Hal ini merupakan bagian

penting dari Sistem Informasi Keaksaraan.

8 Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur

Bab II: Uji Coba “Aku Cepat Membaca” (ACM)

Tujuan Uji Coba

Bappeda bekerjasama dengan Universitas Negeri Malang (UNM) untuk mengujicoba

metodologi baru “Aku Cepat Membaca” (ACM). Tujuan dari uji coba ini adalah:

1. Mengetahui tingkat efektifitas pelaksanaan ACM sebagai salah satu metode dalam

percepatan pemberantasan buta aksara.

2. Menghimpun berbagai masukan, untuk digunakan sebagai bahan rekomendasi

penyusunan kebijakan percepatan penuntasan buta aksara di Jatim.

3. Menyempurnakan/meriviu panduan yang telah diterbitkan oleh tim PLS UM.

4. Memperoleh gambaran plus minus metode ACM.

5. Memperoleh data dan informasi terkait kondisi, profil, perkembangan dan penyebaran

warga belajar, sebagai bahan penyusunan Laporan Inova Keaksaraan Fungsional.

6. Menghimpun informasi tentang pengelolaan, sistem koordinasi, rencana keberlanjutan

dan pelestarian ACM, sebagai bahan dalam menyiapkan rekomendasi digunakan atau

tidaknya model ACM ini kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

7. Untuk menyusun rekomendasi atau menentukan tindak lanjut dari inovasi kebijakan

pendidikan ini diperlukan kegiatan monitoring dan evaluasi, khususnya pada bidang

manajemen.

Kelembagaan “Aku Cepat Membaca”

Salah satu titik balik dalam kegiatan Keaksaraan Fungsional ACM ini adalah

keterlibatan secara intensif komponen-komponen yang ada di desa sehingga

pengelolaan program pemberantasan buta aksara dapat berjalan dengan lebih baik dan

berkesinambungan. Keterlibatan komponen-komponen dalam pengelolaan program

tersebut, tidak sekedar keterlibatan tanpa pembekalan. Namun diperlukan sebuah

aktivitas yang terencana yang memberi bekal baik pengetahuan dan ketrampilan

dalam pengelolaan kegiatan KF ACM secara keseluruhan. Berikut adalah anggota tim

pelaksanaan.

Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur 9

Kepala Desa dan Ketua Tim Penggerak PKK desa

Keterlibatan kepala desa dan Ketu tim Penggerak PKK desa (yang dalam hal ini

adalah istri kepala desa) sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengentasan buta

aksara di wilayahnya. Kepala desa sudah seharusnya memahami demografi

masyarakat buta aksara beserta data statistiknya. Hal ini juga merupakan salah satu

tugas pokoknya, yaitu membina kehidupan masyarakat desa.

Keterlibatan dan keaktifan kepala desa dalam program ACM ini memberikan

semangat belajar bagi warga belajar. Beberapa ketentuan kecil sebagai kebijakan

kepala desa mendorong masyarakat buta aksara untuk belajar. Keterlibatan Ketua Tim

Penggerak PKK desa dalam program ACM dapat dilihat pada perannya untuk

memotivasi kepada warga desa yang tergabung dalam kelompok PKK khususnya

yang masih buta aksara, pertemuan ketua tim dengan anggota PKK relative sering,

rutin dan sudah ada wadah atau kegiatan yang berjalan serta dikenal dan diikuti oleh

warga. Kondisi inilah yang memungkinkan Ibu lurah/ibu kepala desa dengan mudah

mendorong warga desa untuk belajar dan menjadi warga belajar dalam ACM, apalagi

warga penyandang buta aksara kebanyakan dari kaum ibu.

Tim Kerja Masyarakat (TKM)

Salah satu faktor determinan dalam proses pengembangan model KF ACM ini adalah

Tim Kerja Masyarakat (TKM). Semakin besar keterlibatan TKM sebagai

penyelenggara kegiatan KF ACM, semakin besar peranan faktor determinannya dan

semakin besar pula tingkat keberhasilan program dan sebaliknya.

TKM sebagai penyelenggara berjumlah 15 orang yang tersebar di 5 desa. Mereka

adalah kader desa yang aktif dalam pengembangan sumber daya manusia di desanya.

Semua TKM sangat komunikatif dan koordinatif dengan perangkat desa utamanya

Kepala Desa. Disamping itu juga kooperatif dengan Fasilitator Desa (FD) dan tutor.

Oleh karenanya, seorang TKM mengetahui perkembangan hasil pembelajaran

maupun perkembangan warga belajarnya.

Fasilitator Desa (FD)

Salah satu pendekatan utama dalam program percepatan penuntasan Buta Aksara

model ACM ini adalah adanya tim koordinasi dan tim teknis dalam pengelolaan

kegiatan. Pada kegiatan KF ACM ini tim teknis dikelola oleh Fasilitator Desa (FD)

yang berasal dari mahasiswa UM. Setiap desa dikoordinasikan oleh seorang

Fasilitator Desa.

Tutor

Tutor adalah mereka yang dipilih untuk membimbing Warga Belajar dan

melaksanakan proses pembelajaran membaca, menulis, berhitung, berbicara dan

mendengar. Tutor diharapkan berasal dari lingkungan tempat penyelenggaraan

pendidikan keaksaraan, supaya pelaksanaan pembelajaran lebih efektif dan efisien.

Adapun kriteria yang menjadi tutor pada model pendidikan keaksaraan dengan

metode aku cepat membaca (ACM) ialah tutor yang telah dilatih sehingga memiliki

kemampuan membelajarkan baca-tulis- hitung (calistung) dengan metode yang telah

ditentukan kepada warga belajar. Secara umum seorang tutor memiliki latar belakang

pendidikan minimal SMA (SMP yang sudah berpengalaman menjadi tutor program

keaksaraan).

10 Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur

Materi ACM

Materi yang dikembangkan pada metode ACM ini meliputi:

1. Pengenalan huruf, meliputi huruf mudah, perubahan bunyi A-I-U-E-O, huruf

sulit/transfer, nga dan nya, huruf mati dan menulis huruf

2. Menulis kalimat

3. Menulis tanda-tanda baca

4. Menulis identitas diri

5. Menyusun kata acak menjadi kalimat bermakna

6. Menulis angka

7. Berhitung dasar

8. Berbicara

9. Mendengar.

Selain warga belajar mampu membaca, menulis dan berhitung, juga diuji kemampuan

berbicara dan mendengarnya. Mengujinya dengan cara menilai kemampuan warga

belajar dalam mengungkapkan cerita yang baru saja dibaca secara verbal dengan

bahasa mereka sendiri. Kemudian menilai kemampuan warga belajar mendengarkan

cerita/kata/kalimat yang baru saja diucapkan oleh tutor dan teman warga belajar lain

secara verbal dengan bahasa warga belajar sendiri. Setiap warga belajar kemungkinan

besar memiliki pilihan bahasa sendiri dan belum tentu sama antara yang satu dengan

lain. Selanjutnya warga belajar diminta menceritakan secara verbal dihadapan tutor.

Parameter kemampuan berbicara adalah penggunaan bahasa dan ketepatan memahami

cerita yang dibaca.

Metode “Aku Cepat Membaca” (ACM) menggunakan metode semi SAS (Struktur,

Analitik, Sistetik). Metode ini menggunakan pendekatan global (Gestald Psychology)

dengan sistem analitik, sintetik. Metode ini telah disesuaikan dengan Standar

Kompetensi Keaksaraan Dasar (SKKD), yaitu membaca, menulis, berbicara dan

mendengar.

Pelaksanaan

Pelaksanaan pembelajaran berlangsung selama 90 menit dan terbagi menjadi 3

tahapan yaitu; tahap pertama selama 60 menit untuk belajar membaca, tahap kedua

yaitu selama 30 menit untuk belajar menulis (untuk 7x pertemuan) dan tahap ketiga

yaitu selama 90 menit untuk belajar berhitung (untuk 3x pertemuan). Materi yang

disampaikan harus sesuai dengan tahapan-tahapan yang ada pada silabus metode

“Aku Cepat Membaca” (ACM). Materi diberikan secara sistematis tahap demi tahap.

Profil Warga Belajar

Warga belajar Keaksaraan Fungsional (KF) mengggunakan pendekatan “Aku Cepat

Membaca” (ACM) sangat bervariasi dilihat dari berbagai karakteristik, seperti usia,

pendidikan, dan pekerjaan.

Usia Warga Belajar

Dilihat dari umur warga belajar, paling muda berusia 17 tahun dan paling tua berusia

70 tahun dengan rata-rata 50 tahun. Sementara yang paling banyak berkisar pada

kelompok umur 45 – 54 tahun sebesar 44%. Dengan mayoritas adalah usia produktif,

Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur 11

yaitu 15-54 tahun sebesar 86%. Distribusi kelompok umur warga belajar KF ACM

disajikan pada digram berikut:

Dilihat dari seberan secara keseluruhan distribusinya mendekati normal, seperti

tampak pada diagram berikut:

Pendidikan Warga Belajar

Penduduk penyandang buta aksara pada umumnya mereka tidak pernah bersekolah

atau putus sekolah (drop out) pada saat awal dan mereka tidak pernah berhubungan

dengan baca-tulis-hitung.

Secara umum sasaran warga belajar KF ACM sesuai dengan kriteria yang telah

ditetapkan, namun demikian sekitar 14 % warga belajar yang pernah bersekolah dan

DO, tetapi tidak jelas DO di kelas berapa dan hanya 1% yang tamat SD.

12 Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur

Pekerjaan Warga Belajar

Jenis pekerjaan warga belajar KF pola ACM yang paling banyak adalah buruh, baik

buruh tani, buruh pabrik, buruh tani, dan buruh pada toko atau pelayan tokok

mencapai hampir sepertiga dari warga belajar. Pekerjaan lainnya adalah swasta,

termasuk yang usaha sendiri (wiraswasta/ wirausaha). Warga belajar yang

menyatakan tidak bekerja atau tidak punya pekerjaan tetap cukup besar, yaitu

mencapai hampir seperempat dari warga belajar. Jenis pekerjaan warga belajar KF

pola ACM dapat disajikan pada diagram berikut:

Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur 13

Analisis Konten dan Program

Analisa Konten

Di dalam bahasa Indonesia, huruf-huruf dan pembunyiannya termasuk dalam kategori

transparan dan sederhana. Program ini terlihat memiliki pendekatan yang baik dalam

mengajarkan phonics (suara) ke 26 huruf tersebut.

Program ini diawali dengan pembelajaran dalam suku kata dan kemudian membaca

kalimat-kalimat sehingga urutan terlihat baik. Jika program ini hanya mengajarkan

bunyi huruf hidup tapi tidak mengajarkan bunyi dari setiap huruf, maka pengajaran

bunyi untuk setiap huruf perlu ditambahkan sebagai bagian kegiatan program.

Hal ini merupakan awal yang baik. Peserta program, baik dewasa maupun anak-anak,

memerlukan kesempatan tambahan untuk melatih membaca. Juga perlu penambahan

dalam petunjuk untuk mendukung tingkat pengertian peserta terhadap apa yang

dibaca.

Kami berasumsi bahwa di sekolah, pelajar akan meningkat kepada materi bacaan

lainnya karena tujuan dari pembelajaran ini adalah agar peserta dapat membaca dan

membaca bahan bacaan lainnya. Hal ini dilakukan untuk melatih kemampuan

membaca mereka. Dengan demikian, langkah tindak lanjut untuk mendukung

pembelajaran lebih jauh juga harus direncanakan.

Pembelajaran dengan jumlah 10 hari sepertinya sangat terbatas. Jika metode ini

dilakukan terhadap peserta dewasa, menurut perancang program (UNM) hal ini boleh

saja karena mereka memiliki kemampuan kognitif dalam menyerap informasi yang

ada dan karena mereka telah menggunakan bahasa tersebut dalam pembicaraan

sehari-hari.

Buku pembelajaran yang digunakan tidak memberikan informasi mengenai

bagaimana instruksi diberikan, namun urutannya sudah baik. Selain kemampuan

membaca, yang juga diperlukan adalah upaya untuk mendukung pengertian terhadap

apa yang dibaca.

Analisa Program

Persiapan program

Tahap persiapan yang dimonitor dalam pelaksanaan KF pola ACM adalah kesiapan

warga belajar dan kesiapan pengelolaan program KF pola ACM penuntasan buta

aksara. Kesiapan dilihat dari sisi warga belajar meliputi: 1) kesiapan modal awal

belajar, 2) keluangan waktu untuk belajar, dan, 3) minat untuk belajar.

Kesiapan kemampuan awal belajar

Dalam program penuntasan buta aksara dengan mengunakan pola ACM, test awal

tidak dilakukan, sehingga kemampuan awal belajar warga belajar tidak diketahui.

Berdasarkan hasil survei pada kegiatan Monitoring dan Evaluasi yang dilakukan,

mereka sebenarnya banyak yang sudah bisa membaca dan menulis, namun kurang

lancar. Dengan demikian, sulit untuk menentukan sampai dimana kemampuan

keaksaraan warga belajar meningkat melalui program ini.

14 Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur

Bahkan ada beberapa warga belajar tidak bisa membaca karena tidak bisa melihat

huruf dengan jelas. Pada kondisi seperti ini, pengelola berinisiatif membelikan kaca

mata baca bagi mereka yang penglihatannya sudah kurang jelas terutama untuk

mengenali huruf dan angka. Walaupun tujuannya baik, namun penilaian program

menjadi lebih sulit karena kegiatan pembelian kaca mata baca untuk peserta kegiatan

di masa yang akan datang adalah sesuatu yang tidak bisa dijaga kesinambungannya.

Faktor lain yang berpengaruh terhdap modal awal belajar warga belajar KF pekerjaan

yang berhubungan dengan baca tulis, seperti buruh dan pekerja wira swasta. Mereka

selalu berhubungan dengan baca dan tulis menulis. Bahkan ada beberapa warga

belajar yang diwawancara mereka menyatakan sudah biasa membaca koran bekas saat

istirahat bekerja.

Keluangan waktu

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kelancaran kegiatan belajar program KF

adalah keluangan waktu bagi warga belajar. Hal ini penting karena sebagaian besar warga belajar adalah mereka yang bekerja baik tetap maupun tidak tetap termasuk ibu

rumah tangga. Berdasarkan hasil wawancara dengan warga belajar dan pengelola

program KF, termasuk Tutor, mereka membuat kesepakatan tentang waktu belajar

agar semua aktivitas warga belajar tidak terganggu.

Waktu belajar yang disepakati antara warga belajar, tutor dan pengelolan umumnya

sore hari dan malam hari. Penggunaan waktu yang disepakati bersama merupakan

salah satu dari sekian faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat kehadiran warga

belajar dalam setiap kegiatan belajar KF.

Minat belajar

Peran Tim Koordinasi Masyarakat (TKM) dan Fasilitator Desa (FD) dalam

menggerakan masyarakat untuk mengikuti program KF. Mereka melakukan

penyuluhan bagaimana pentingnya melek aksara dan mengidentifikasi ulang warga

masyarakat penyandang buta aksara.

Walaupun pada awalnya warga belajar ada yang disuruh untuk mengikuti belajar KF,

namun pada akhirnya mereka menyenangi belajar KF pola ACM, selain cara

mengajar yang diselingi dengan nyanyian juga suasana belajar cukup kondusif untuk

warga belajar KF. Setelah mereka mulai membaca dan menulis, mereka lebih senang

dan rasa percaya diri mereka menjadi meningkat. Mereka menjadi bangga sebagai

warga masyarakat yang sudah terbebas dari buta aksara.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa tingkat kehadiran warga belajar yang tinggi

dikarenakan oleh adanya insentif berupa uang transport setiap kali datang pada

kegiatan belajar sebesar Rp.10.000,00. Kesinambungan pendekatan seperti ini juga

dipertanyakan karena jika hal tersebut dilakukan untuk semua penyandang buta aksara

di Jawa Timur, dana yang diperlukan adalah sekitar Rp. 340 milyar hanya untuk

pemenuhan biaya transportasi.

Hasil Ujicoba

Uji coba yang dilakukan oleh UNM menunjukkan bahwa sebagian besar peserta

(84%) lulus test akhir (lihat Soal Test Lampiran 2). Test ini mencakup tujuan

pembelajaran yang utama yaitu kompentensi dalam membaca, menulis, mendengar,

Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur 15

pemahaman, dan berhitung. Test tersebut (Lampiran 2) merupakan modifikasi dari

test kompetensi keaksaraan yang digunakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional.

Namun demikian, monitoring yang dilakukan DBE1 menyimpulkan bahwa hasil

tersebut tidak dapat digunakan sebagai dasar rekomendasi kebijakan karena UNM

tidak melakukan “pre-test.” Dengan demikian, hasil yang ada tidak menunjukkan

bahwa mereka yang buta aksara sudah dapat dinyatakan melek aksara setelah

menjalani program KF selama 10 hari. Lagi pula, berdasarkan wawancara yang

dilakukan pada saat DBE1 melakukan monitoring proses uji coba tersebut,

disimpulkan bahwa beberapa warga belajar yang memiliki sedikit atau tidak memiliki

pendidikan formal telah dapat membaca dan menulis hingga batas tertentu sebelum

masuk program.

Tindak Lanjut

Minat yang tinggi warga belajar terhadap program KF ditunjukkan oleh masih adanya

kemauan untuk mengikuti program KF lanjutan atau Keaksaraan Usaha Mandiri

(KUM). Berdasarkan hasil wawancara dengan warga belajar, hampir semua

menyetakan ingin mengikuti lagi program KF jika ada program lanjutan.

16 Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur

Bab III: Kesimpulan dan Rekomendasi

A. Kesimpulan

1. Adanya data buta aksara yang akurat dan terkini adalah hal yang penting dalam

pelaksanaan program pemberantasan buta aksara. Metodologi dalam mendapatkan

data sangat penting. Metodologi yang digunakan harus berbasis survei, bukan berbasis

sampling dimana nama-nama dan profil data untuk buta aksara harus dicatat. Selain

itu, pemutakhiran data-data ini dilakukan setiap tahun.

2. Uji coba “ACM” menunjukkan adanya kemungkinan mereka yang dikelompokkan

sebagai penyandang buta aksara pada Sensus Penduduk 2010 sebenarnya memiliki

kemampuan membaca dan menulis yang cukup untuk dianggap sebagai mereka yang

melek aksara. Dengan demikain, pengumpulan data harus menyertakan test standar

untuk menentukan: (i) jika orang tersebut melek aksara atau tidak, dan (ii) tingkatan

tidak bisa membaca atau menulisnya (apakah buta aksara murni, bisa baca tulis tetapi

tidak lancar, dan agak lancar.)

3. Pada saat pengumpulan data, mereka yang telah lulus test diberikan sertifikat dan

informasinya tidak lagi disertakan dalam data penyandang buta aksara. Metodologi

pengumpulan data yang seperti ini bisa dengan otomatis menurunkan angka buta

huruf di Jawa Timur. Penggunaan metodologi ini juga dapat menghemat dana karena

tidah harus memberikan petunjuk membaca kepada mereka yang telah diklasifikasi

sebagai melek aksara.

4. Salah satu hasil monitoring program “ACM” menunjukkan bahwa ada berbagai

tingkatan buta aksara dan motivasi yang berbeda-beda dalam berupaya menjadi melek

aksara termasuk adanya kelompok umur yang berbeda. Dengan demikian, program-

program yang berbeda dapat dikembangkan dan diujicoba untuk mencocokkan

kebutuhan keaksaraan yang ada. Pendekatan “satu untuk semua” tidak efisisien dan

efektif dalam mendukung upaya penurunan angka buta aksara secara cepat.

B. Rekomendasi

1. Melakukan uji sampling di salah satu kabupaten terhadap penduduk yang

dikelompokkan sebagai penyandang buta aksara berdasarkan hasil Sensus

Penduduk 2010.

Tujuan uji sampling ini adalah untuk mengetahui tingkat keaksaraan penduduk

penyandang buta aksara serta persentase penduduk yang masuk kategori buta aksara

murni, bisa baca tulis tetapi tidak lancar, dan agak lancar.

Output yang diharapkan dari kegiatan ini adalah:

(i) Program untuk setiap tingkat keaksaraan dapat dikembangkan dan

dilaksanakan di provinsi.

(ii) Kemungkinan ada penduduk yang tidak pernah bersekolah atau tidak tamat

SD, tetapi sudah bisa baca tulis dan hitung secara lancar sesuai dengan SKK

(Standar Kompetensi Keaksaraan). Penduduk tersebut dapat diberikan

sertifikat bebas buta aksara tanpa harus disertakan dalam program keaksaraan.

Dengan pengalaman ini, mekanisme untuk mensertifikasi dapat dilakukan

Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur 17

dimana Kementerian Pendidikan Nasional memberikan sertifikasi berdasarkan

rekomendasi Dinas Pendidikan Provinsi.

2. Mengeluarkan kebijakan untuk mengembangkan dan melaksanakan program

keaksaraan yang menyeluruh yang memiliki karakteristik berikut:

(i) Program-program keaksaraan yang dikelompokkan berdasarkan tingkatannya

(buta aksara murni, bisa baca tulis tapi tidak lancar) dan umur (yang termasuk

dalam kelompok usia produktif memiliki program keaksaraan fungsional

khusus).

(ii) Mekanisme dan instrumen untuk mengumpulkan dan memutakhirkan secara

terus menerus data terkait penyandang buta aksara dari Sensus Penduduk

2010.

(iii) Mekanisme pengumpulan data memiliki test standar untuk menentukan

apakah seseorang terdaftar sebagai penyandang buta aksara dalam Sensus

Penduduk 2011 dapat memenuhi Standar Kompetensi Keaksaraan (SSK). Jika

tidak, orang tersebut dinilai tingkat keaksaraannya.

(iv) Jika seseorang tersebut lulus test, maka dapat diberikan sertifikat yang

dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Informasi ini dapat di

sampaikan kepada badan yang bertanggung jawab dalam pemutakhirkan data

terkait buta aksara.

(v) Jika orang tersebut tidak lulus test, maka test harus dianggap sebagai pra-test.

Orang tersebut diarahkan untuk mengambil program keaksaraan yang cocok

dengan tingkat buta aksaranya dan juga kelompok umur.

Disarankan Kerangkah Konsep Pembembangan Kebijakan Keaksaraan yang

disajikan pada Diagram 1, Bab1 dipakai sebagai landasan penembangan kebijakan

tersebut.

18 Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur

Lampiran 1: Profil Penyandang Buta Aksara Jawa Timur Hasil Sensus Penduduk 2010

Tabel 1. Jumlah Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas menurut

Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin, Tahun 2010

Kode Kabupaten/Kota Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan L + P

01 KAB. PACITAN

225.152

240.122

465.274

02 KAB. PONOROGO

365.634

369.655

735.289

03 KAB. TRENGGALEK

284.698

291.239

575.937

04 KAB. TULUNGAGUNG

400.089

428.869

828.958

05 KAB. BLITAR

467.027

469.987

937.014

06 KAB. KEDIRI

623.032

623.003

1.246.035

07 KAB. MALANG

1.025.363

1.020.492

2.045.855

08 KAB. LUMAJANG

410.361

437.949

848.310

09 KAB. JEMBER

948.657

996.943

1.945.600

10 KAB. BANYUWANGI

645.911

659.687

1.305.598

11 KAB. BONDOWOSO

301.697

322.663

624.360

12 KAB. SITUBONDO

267.084

285.106

552.190

13 KAB. PROBOLINGGO

442.088

472.516

914.604

14 KAB. PASURUAN

622.293

642.432

1.264.725

15 KAB. SIDOARJO

802.647

803.278

1.605.925

16 KAB. MOJOKERTO

425.447

430.605

856.052

17 KAB. JOMBANG

494.097

505.857

999.954

18 KAB. NGANJUK

422.175

431.765

853.940

19 KAB. MADIUN

275.626

287.363

562.989

20 KAB. MAGETAN

256.934

275.278

532.212

21 KAB. NGAWI

337.479

361.869

699.348

22 KAB. BOJONEGORO

505.405

523.374

1.028.779

23 KAB. TUBAN

465.065

482.874

947.939

24 KAB. LAMONGAN

481.076

519.649

1.000.725

25 KAB. GRESIK

477.370

493.708

971.078

26 KAB. BANGKALAN

347.504

391.749

739.253

Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur 19

27 KAB. SAMPANG

344.240

369.198

713.438

28 KAB. PAMEKASAN

320.046

344.677

664.723

29 KAB. SUMENEP

418.901

472.098

890.999

71 KOTA KEDIRI

111.807

113.382

225.189

72 KOTA BLITAR

54.032

55.992

110.024

73 KOTA MALANG

340.983

355.698

696.681

74 KOTA PROBOLINGGO

87.622

91.704

179.326

75 KOTA PASURUAN

74.930

77.651

152.581

76 KOTA MOJOKERTO

48.518

51.115

99.633

77 KOTA MADIUN

69.258

75.440

144.698

78 KOTA SURABAYA

1.141.677

1.183.597

2.325.274

79 KOTA BATU

79.503

78.889

158.392

PROVINSI JAWA TIMUR

15.411.428

16.037.473

31.448.901

Sumber : Hasil Verifikasi Pendataan Buta Huruf 2010, BPS Provinsi Jawa Timur

Tabel 2. Jumlah Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas yang Buta Huruf menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin, Tahun

2010

Kode Kabupaten/Kota Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan L + P

01 KAB. PACITAN

18.013

39.481

57.494

02 KAB. PONOROGO

40.638

76.076

116.714

03 KAB. TRENGGALEK

14.590

31.947

46.537

04 KAB. TULUNGAGUNG

16.757

37.309

54.066

05 KAB. BLITAR

27.343

53.168

80.511

06 KAB. KEDIRI

30.108

66.272

96.380

07 KAB. MALANG

58.417

119.407

177.824

08 KAB. LUMAJANG

48.258

88.736

136.994

09 KAB. JEMBER

100.652

198.340

298.992

10 KAB. BANYUWANGI

40.057

100.351

140.408

11 KAB. BONDOWOSO

46.010

86.429

132.439

12 KAB. SITUBONDO

45.726

79.908

125.634

13 KAB. PROBOLINGGO

73.808

130.778

204.586

14 KAB. PASURUAN

39.594

79.824

119.418

20 Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur

15 KAB. SIDOARJO

10.212

27.791

38.003

16 KAB. MOJOKERTO

18.298

39.189

57.487

17 KAB. JOMBANG

22.347

49.522

71.869

18 KAB. NGANJUK

24.905

53.695

78.600

19 KAB. MADIUN

23.916

49.630

73.546

20 KAB. MAGETAN

14.185

38.148

52.333

21 KAB. NGAWI

36.403

69.899

106.302

22 KAB. BOJONEGORO

52.644

95.638

148.282

23 KAB. TUBAN

52.699

101.351

154.050

24 KAB. LAMONGAN

38.117

81.013

119.130

25 KAB. GRESIK

13.703

33.718

47.421

26 KAB. BANGKALAN

42.359

84.150

126.509

27 KAB. SAMPANG

53.942

88.689

142.631

28 KAB. PAMEKASAN

30.399

61.390

91.789

29 KAB. SUMENEP

72.525

139.741

212.266

71 KOTA KEDIRI

1.340

4.328

5.668

72 KOTA BLITAR

901

2.264

3.165

73 KOTA MALANG

4.448

12.754

17.202

74 KOTA PROBOLINGGO

4.485

10.717

15.202

75 KOTA PASURUAN

1.479

4.262

5.741

76 KOTA MOJOKERTO

688

2.144

2.832

77 KOTA MADIUN

770

3.211

3.981

78 KOTA SURABAYA

12.235

30.557

42.792

79 KOTA BATU

2.169

4.657

6.826

PROP. JATIM

1.135.140

2.276.484

3.411.624

Sumber : Hasil Verifikasi Pendataan Buta Huruf 2010, BPS Provinsi Jawa Timur

Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur 21

Tabel 3. Angka Buta Huruf Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas menurut Kabupaten/Kota dan Jenis

Kelamin, Tahun 2010

Kode Kabupaten/Kota Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan L + P

01 KAB. PACITAN

8.00

16.44

12.36

02 KAB. PONOROGO

11.11

20.58

15.87

03 KAB. TRENGGALEK

5.12

10.97

8.08

04 KAB. TULUNGAGUNG

4.19

8.70

6.52

05 KAB. BLITAR

5.85

11.31

8.59

06 KAB. KEDIRI

4.83

10.64

7.73

07 KAB. MALANG

5.70

11.70

8.69

08 KAB. LUMAJANG

11.76

20.26

16.15

09 KAB. JEMBER

10.61

19.89

15.37

10 KAB. BANYUWANGI

6.20

15.21

10.75

11 KAB. BONDOWOSO

15.25

26.79

21.21

12 KAB. SITUBONDO

17.12

28.03

22.75

13 KAB. PROBOLINGGO

16.70

27.68

22.37

14 KAB. PASURUAN

6.36

12.43

9.44

15 KAB. SIDOARJO

1.27

3.46

2.37

16 KAB. MOJOKERTO

4.30

9.10

6.72

17 KAB. JOMBANG

4.52

9.79

7.19

18 KAB. NGANJUK

5.90

12.44

9.20

19 KAB. MADIUN

8.68

17.27

13.06

20 KAB. MAGETAN

5.52

13.86

9.83

21 KAB. NGAWI

10.79

19.32

15.20

22 KAB. BOJONEGORO

10.42

18.27

14.41

23 KAB. TUBAN

11.33

20.99

16.25

24 KAB. LAMONGAN

7.92

15.59

11.90

25 KAB. GRESIK

2.87

6.83

4.88

26 KAB. BANGKALAN

12.19

21.48

17.11

27 KAB. SAMPANG

15.67

24.02

19.99

28 KAB. PAMEKASAN

22 Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur

9.50 17.81 13.81

29 KAB. SUMENEP

17.31

29.60

23.82

71 KOTA KEDIRI

1.20

3.82

2.52

72 KOTA BLITAR

1.67

4.04

2.88

73 KOTA MALANG

1.30

3.59

2.47

74 KOTA PROBOLINGGO

5.12

11.69

8.48

75 KOTA PASURUAN

1.97

5.49

3.76

76 KOTA MOJOKERTO

1.42

4.19

2.84

77 KOTA MADIUN

1.11

4.26

2.75

78 KOTA SURABAYA

1.07

2.58

1.84

79 KOTA BATU

2.73

5.90

4.31

PROP. JATIM

7.37

14.19

10.85

Sumber : Hasil Verifikasi Pendataan Buta Huruf 2010, BPS Provinsi Jawa Timur

Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur 23

Lampiran 2: Instrumen Test Akhir Yang Digunakan ACM

Petunjuk

Peserta diminta membaca kalimat yang tersedia (no 1a s.d 1f), tutor menyimak dan

menghitung jumlah kata yang dibaca dengan benar. Setiap kata yang dibaca dengan benar

diberi skor 1, yang salah diberi skor 0.

1. Bacalah kalimat di bawah ini dengan benar dan lancar

a. Saya sudah bisa membaca

b. Nani membeli buku bacaan

c. Ibu suka memasak nasi

d. Olahraga penting bagi kesehatan

e. Kebersihan sebagian dari iman

f. Harga cabe di pasar mahal sekali

Petunjuk

Peserta diminta membaca kalimat yang tersedia (no 2a s.d 2d), tutor menyimak dan

menghitung jumlah kata yang dibaca benar dan dengan intonasi benar. Setiap kata yang

dibaca benar dan dengan intonasi benar diberi skor 1, kata yang yang salah diberi skor 0.

2. Bacalah kalimat beserta tanda bacanya di bawah ini dengan benar dan lancar

a. Ayah berkata, “Jangan pergi!”

b. Katakan “Tidak!” pada narkoba.

c. Tuntutlah ilmu sampai negeri Cina!

d. Selamat pagi. Saya Dina. Bisa ketemu Rani?

Petunjuk

Peserta diminta menyusun kalimat dengan menggunakan kata-kata yang tersedia (no 3a s.d

3e), tutor menghitung jumlah kalimat yang disusun dengan benar. Setiap kalimat yang

disusun dengan benar diberi skor 4, yang salah diberi skor 0.

3. Susunlah kata-kata berikut menjadi kalimat yang benar!

a. memelihara – saya – ayam

……………………………………………

b. lagi – beras – harga – naik

……………………………………………

c. arisan – besok – PKK – ada

……………………………………………

d. telor asin – bu yanti – membuat

……………………………………………

e. pak lurah – blitar – har ini – pergi ke

……………………………………………

24 Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur

Petunjuk

Peserta diminta melengkapi kalimat sehingga tersusun kalimat yang benar (no 4a s.d 4j),

tutor menghitung jumlah kalimat yang disusun dengan benar. Setiap kalimat yang disusun

dengan benar diberi skor 2, yang salah diberi skor 0.

4. Lengkapi kalimat di bawah ini sehingga menjadi kalimat yang benar

a. ibu berbelanja sayur di …………….

b. ayah menanam ............ di sawah

c. adik ............. lantai dengan sapu

d. bibi mengupas kentang dengan .…………

e. pak lurah menghadiri ............ di kantor kecamatan

f. pak kasun membagikan ............ rapat kepada warga

g. bu dokter ........... para ibu lansia secara gratis di balai desa

h. bu bidan ............ persalinan ibu yang mau melahirkan

i. pak kiai wahab memberikan ......... agama di balai desa

j. murid SD Negeri I Tlogomas memperoleh ............ tambahan di sekolah

Petunjuk

Peserta diminta menjawab pertanyaan berdasarkan isi bacaan (no 5a s.d 5g), tutor

menghitung jumlah jawaban yang benar. Setiap jawaban yang benar diberi skor 2, yang

salah diberi skor 0.

5. Bacalah isi cerita berikut dan jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawahnya

Belanja ke Pasar

Ibu pergi ke pasar untuk belanja. Sampai di pasar ibu membeli ikan dan sayuran. Ikan dan

sayuran yang sudah dibeli dimasukkan ke dalam keranjang.

a. Ke mana Ibu pergi? ..................................

b. Apa saja yang dibeli Ibu? ..........................

c. Ditaruh di mana barang belanjaan yang sudah dibeli ibu? .......................................

Menjaga Kebersihan

Marilah kita jaga kebersihan. Menjaga kebersihan adalah tanggungjawab bersama. Agar

lingkungan terasa nyaman. Kebersihan sebagian dari iman

d. Apa judul bacaan di atas? ................................

e. Menjaga kebersihan tanggungjawab siapa?

...........................................................................

f. Mengapa kebersihan harus dijaga? .................

g. Kebersihan sebagian dari apa? ........................

Petunjuk

Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur 25

Peserta diminta mengisi titik-titik dengan jawaban yang benar berdasarkan isi bacaan (no 6a

s.d 6l), tutor menghitung jumlah jawaban yang benar. Setiap jawaban yang benar diberi skor

2, yang salah diberi skor 0.

6. Bacalah bacaan berikut kemudian lengkapi kalimat di bawahnya sesuai dengan isi

bacaan

Nama saya Siti

Nama saya Siti. Usia empat puluh lima tahun. Saya tinggal di desa Pedurungan Kecamatan

Glagah Kabupaten Lamongan. Saya memiliki tiga orang anak, satu laki-laki dan dua

perempuan. Setiap hari saya berjualan sayur di pasar. Suami saya bekerja sebagai buruh

tambak.

a. Judul bacaan di atas adalah ............................

b. Usia orang tersebut adalah ...................... tahun.

c. Dia tinggal di desa ............. kecamatan ........... kabupaten .........................

d. Setiap hari dia berjualan .................. di ............

e. Suaminya bekerja sebagai .................................

PENGUMUMAN

Diberitahukan kepada seluruh warga dusun Pedurungan bahwa kerja bakti bersama akan

dilaksanakan pada:

Hari : Minggu

Tanggal : 10 Agustus 2010

Waktu : Pukul 06.00 wib

Seluruh warga diharap berkumpul di halaman rumah kepala dusun pedurungan dengan

membawa alat-alat kebersihan.

Demikian pengumuman ini. atas perhatiannya, kami sampaikan terima kasih.

Lamongan, 6 agustus 2010

Kepala Dusun,

Drs. Ahmad Dahlan, S.Ag

Melengkapi Kalimat Berdasarkan Isi Bacaan

f. Pengumuman di atas ditujukan kepada ……………

g. Pengumumkan itu menceritakan tentang..………….

h. Kegiatan dilaksanakan pada hari …….......... waktu .........................

i. Warga diharap berkumpul di ..………..……………….

j. Dengan membawa alat-alat ...…………………………

k. Pengumuman dibuat pada tanggal …….... bulan …… tahun………

l. Nama Kepala Dusunnya adalah ..…………………...

26 Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur

Petunjuk

Peserta diminta menulis kembali kalimat yang tersedia (no 7a s.d 7e), tutor menghitung

jumlah jawaban yang benar. Setiap jawaban yang benar diberi skor 2, yang salah diberi skor

0.

7. Tulislah kembali kalimat-kalimat pada contoh yang telah disediakan :

a. Nama lengkap saya Siti Aminah.

b. Usia saya empat puluh lima tahun.

c. Saya tinggal di desa Pedurungan.

d. Saya mempunyai tiga orang anak.

e. Pekerjaan saya sebagai pedagang sayur di pasar.

a. ……………………………………………..……………

b. ……………………………………………..……………

c. ……………………………………………..……………

d. ……………………………………………..……………

e. ……………………………………………..……………

Petunjuk

Peserta diminta mengisi identitas diri (no 8a s.d 8f), tutor menghitung jumlah jawaban yang

benar. Setiap jawaban yang benar diberi skor 2, yang salah diberi skor 0.

8. Tulislah identitas diri Anda di bawah ini

a. Nama : .........................................................................

b. Tempat Lahir : .........................................................................

c. Agama : ........................................................................

d. Jenis Kelamin : ........................................................................

e. Pekerjaan : ........................................................................

f. Desa : .......................................................................

Petunjuk

Peserta diminta menulis kalimat yang diucapkan oleh tutor (no 9a s.d 9e). Setiap kalimat

yang ditulis dengan benar diberi skor 4, yang salah diberi skor 0.

9. Menulis kalimat yang dibacakan tutor

a. Nama saya iwan setiawan

b. Usia saya lima puluh tahun

c. Saya tinggal di karangduren

d. Saya mempunyai tiga anak

e. Saya bekerja sebagai pedagang

Petunjuk

Peserta diminta menulis jawaban hitungan dengan benar (SOAL BERHITUNG A no 1 s.d 10;

dan SOAL BERHITUNG B no 1 - 8). Setiap jawaban yang benar diberi skor 1, yang salah

diberi skor 0.

Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur 27

10. Soal berhitung

SOAL BERHITUNG A

........... .............. ...............

.............. ................

................. ................ .................

.............. ................

28 Kajian Pengembangan Model Penyelenggaraan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur

SOAL BERHITUNG B

1) 100 = 80 + ........... 2) 75 = ........ + 40

3) 90 = 55 + ........... 4) 80 =......... + 25

5) 60 = 85 - ....... 6) 75 =......... - 10

7) 50 = 90 - ....... 8) 50 = ........ - 25

Petunjuk

Peserta diminta menulis jawaban hitungan dengan benar (SOAL BERHITUNG C) no 1 s.d

2). Setiap jawaban yang benar diberi skor 2, yang salah diberi skor 0.

SOAL BERHITUNG C

1) Pak lurah membeli kelapa 75 buah. Kelapa tersebut diberikan pak Kasun 20 buah,

diberikan pak RW 15 buah, dan diberikan bu Carik 15 buah. Berapa sisa kelapa yang ada

di Pak Lurah? ........................

2) Bu Misti membeli semangka 4 buah. Satu buah semangka harganya Rp 3000. Berapa uang

yang harus dibayar oleh Bu Misti? ....................