kajian pemberian branchionus plicatilis (villeggas 1982 ...digilib.unila.ac.id/31005/2/skripsi tanpa...
TRANSCRIPT
KAJIAN PEMBERIAN Branchionus plicatilis (Villeggas 1982) YANG
MENGONSUMSI FITOPLANKTON YANG BERBEDA
TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PANJANG TOTAL POST
LARVA 1 UDANG VANAME Litopenaeus vannamei (Boone 1931)
(Skripsi)
Oleh:
NI PUTU MIRA TIRTAWATI
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
ABSTRAK
KAJIAN PEMBERIAN Branchionus plicatilis (Villeggas 1982) YANG
MENGKONSUMSI FITOPLANKTON YANG BERBEDA
TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PANJANG TOTAL POST
LARVA 1 UDANG VANAME Litopenaeus vannamei (Boone 1931)
Oleh
Penelitian dilakukan untuk mempelajari kelangsungan hidup dan pertumbuhan
(panjang total) larva udang vaname yang diberi Branchionus plicatilis dengan
perlakuan mengonsumsi fitoplankton yang berbeda. Rancangan percobaan yang
digunakan dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga
perlakuan, A (Nannochloropsis sp.), B (Nannochloropsis sp dan Chlorella sp.), C
(Nannochloropsis sp. dan Tetraselmis chuii), dengan tiga kali ulangan. B.plicatilis
sebagai pakan alami diperoleh dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut
(BBPBL) Hanura-Lampung. Larva udang vaname (Litopenaeus vannamei) stadia
mysis 1 (M1) sebagai hewan uji diperoleh dari Hatchery 8 PT. Central Proteina
Prima (Biru Laut Khatulistiwa). Data analisis menggunakan uji sidik ragam
dengan tingkat kepercayaan 95% dan uji BNT. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemberian B. plicatilis yang mengonsumsi fitoplankton yang berbeda tidak
menyebabkan perbedaan terhadap tingkat kelangsungan hidup dan panjang total
larva udang vaname.
Kata kunci: larva udang vaname, B.plicatilis, Nannochloropsis sp, Tetraselmis
chuii, Chlorella sp.
ABSTRACT
THE STUDY OF UTILIZATION Branchionus plicatilis (Villeggas, 1982)
FEEDING OF DIFFERENT PHYTOPLANKTONS TO SURVIVAL RATE
AND TOTAL LENGHT OF POST LARVAE 1
VANAME SHRIMP Litopenaeus vannamei (Boone 1931).
by
,
The research was conducted to study the survival rate and growth (total lenght) of
vaname shrimp larvae feeding on Branchionus plicatilis which consuming with
different phytoplankton. The research was used complete randomized design
(RAL) with three treatments, A (Nannochloropsis sp.), B (Nannochloropsis sp
and Chlorella sp.), C (Nannochloropsis sp and Tetraselmis chuii with three
replication. B. plicatilis as natural food was obtained from Balai Besar
Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL). Vaname shrimp larvaes (Litopenaeus
vannamei) stadia mysis 1 (M1) as object test were obtained from Hatchery 8 PT.
Central Proteina Prima. Data analysis used variance test with 95% confidence
level and BNT test. The results showed that B. plicatilis which feeding different
phytoplankton had no different to larvae’s survival rate and growth (total lenght)
significantly (P> 0.05).
Keywords: shrimp larvae vaname, B. plicatilis, Nannochloropsis sp, Tetraselmis
chuii, Chlorella sp.
KAJIAN PEMBERIAN Branchionus plicatilis (Villeggas 1982) YANG
MENGKONSUMSI FITOPLANKTON YANG BERBEDA
TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PANJANG TOTAL
POST LARVA 1 UDANG VANAME Litopenaeus vannamei (Boone 1931)
Oleh
NI PUTU MIRA TIRTAWATI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERIKANAN
Pada
Jurusan Perikanan Dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
JURUSANPERIKANANDANKELAUTAN
FAKULTASPERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
5
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sidoharjo, Lampung Selatan pada tanggal
17 Juni 1995 sebagai anak pertama dari dua bersaudara
pasangan Bapak I Ketut Bagus Sumarjanayasa dan Ibu Ni
Gusti Ayu Nyoman Aryawati.
Penulis memulai pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri
(SDN) 2 Sidoharjo diselesaikan pada tahun 2006, Sekolah
Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Kalianda diselesaikan pada tahun 2009,
Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Kalianda diselesaikan pada tahun
2013. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 di Program Studi Budidaya
Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2013.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Budidaya
Perairan UNILA (HIDRILA) sebagai anggota Bidang Kerohanian Periode 2014-
2015. Penulis telah melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata di Desa Kahuripan
Dalem, Kecamatan Menggala Timur, Kabupaten Tulang Bawang pada bulan
Januari-Maret 2016. Penulis mengikuti Praktik Umum di Instalasi Penelitian
Plasma Nutfah Cijeruk Bogor Jawa Barat dengan Judul “Pembenihan Ikan Nilem
(Osteochilus Hasselti) Di Instalasi Penelitian dan Pengembangan Plasma Nutfah
Perikanan Air Tawar Cijeruk, Bogor, Jawa Barat” pada bulan Juli-Agustus 2016.
Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Ikhtiologi (2014/2015) dan
Avertebrata Akuatik (2015/2016). Penulis melakukan penelitian pada bulan Juli-
Agustus 2017 di Jurusan Perikanan dan Kelautan Universitas Lampung dengan
judul “Kajian Pemberian Branchionus Plicatilis (Villeggas 1982) yang
mengonsumsi fitoplankton yang berbeda terhadap kelangsungan hidup larva dan
panjang total Post Larva udang vaname (Litopenaeus Vannamei , Boone 1931) ”.
PERSEMBAHAN
Karya ini ku persembahkan sebagai tanda baktiku kepada
kedua orang tua bapak dan ibu yang selalu mendo’akan dan
menyemangatiku serta selalu yakin padaku bahwa aku bisa
melewati semua ini.
Untuk ketiga adikku yang selalu menjadi tempat berbagi suka
duka dan menjadikan diriku kuat dalam menyelesaikan studi
ini.
Untuk sahabat-sahabatku dan teman-teman serta semua
pihak yang ikut membantu menyelesaikan skripsi ini.
Dan tak lupa untuk alamamater yang tercinta.
Hiduplah seolah engkau mati besok. Belajarlah seolah engkau
hidup selamanya –”Mahatma Gandhi”
Seseorang yang berhenti belajar adalah orang lanjut usia,
meskipun umurnya masih remaja. Seseorang yang tidak
pernah berhenti belajar akan selamanya menjadi pemuda –
“Henry Ford”
Tujuan dari belajar adalah terus tumbuh. Akal tidak sama
dengan tubuh, akal terus bertumbuh selama kita hidup”
Martimer adler”
Orang bijak belajar ketika mereka bisa. Orang bodoh belajar
ketika mereka harus “Ni Putu Mira Tirtawati”
6
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan
karunia-NYA sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Kajian Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva Udang Vaname
(Litopenaeus Vannamei , Boone 1931) dengan Pemberian Branchionus Plicatilis
(Villeggas 1982) yang Mengonsumsi Fitoplankton yang Berbeda” yang
merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Universitas
Lampung.
Dalam kesempatan ini penyusun menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tuaku tercinta Bapak I Ketut Bagus Sumarjanayasa dan Ibu
Ni Gusti Ayu Nyoman Aryawati yang selalu memberikan kasih sayang,
perhatian, pengorbanan, dukungan dan do’a yang dipanjatkan tanpa henti
demi kelancaran, keselamatan dan kesuksesan penyusun.
2. Prof. Dr. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
3. Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Perikanan dan Kelautan serta
pembimbing II.
4. Dr. Indra Gumay Yudha, S.Pi.,M.Si. selaku pembimbing I atas kesediaan
meluangkan waktu dan kesabarannya memberikan bimbingan, dukungan,
masukan dan saran.
5. Rara Diantari S.Pi., M.Sc. selaku penguji atas masukan dan saran yang
diberikan.
6. Ir. Supono selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan dan arahan selama
ini.
7
7. Adikku Ni Made Ratih Puspitawati, Ni Nyoman Desi Magdalena dan I Ketut
Herlan Guscarya serta keluarga besar yang selalu memberikan nasehat,
dukungan dan do’a yang menjadi penyemangat penyusun.
8. Bapak Dwi Cahya Putra selaku pimpinan PT. Central Proteina Prima,
Kalianda, Lampung Selatan yang telah memberikan saran dan masukannya
demi penyusunan skripsi ini.
9. Bude Heni yang selalu memberi semangat dan masukannya, Mbak Neni, Pak
Hengki, Pak Jeje, Pak Hendra dan lain-lain yang telah memberi semangat dan
motivasinya
10. Teman-teman seperjuangan angkatan 2013 Juli, Atik, Yeni, Tania, Ratna,
Rara, Masna, Wahyu, Tania, Arga, Anrifal, Aji S, Aji P, Arbi, Bibin, Dewi,
Ayu Nov, Ayu Wd, Arlin, Enggi, Rio, Gleen, Ari, Eko, Akbar, Mona, Ute,
Gina, Wulan, dan lain- lain terimakasih kebersamaannya selama ini.
11. Teman-teman UKM Hindu Unila angkatan 2013 dan teman kosan Indephys
atas kebersamaannya selama ini.
12. Martini S.Pi yang selalu memberi semangat dan motivasi.
13. Asrama Prahlada dan Kunti Devi (Mbak dewa, Arci,Iluh Diana, Iluh Arinda,
Iluh Lina, Saras, Radha, Ita, Pb Bira, Wine, Gaurangga, Govinda, Nengah,
Yoga, Sitaram dan Wayan Karang Yana S.Pd, M.A) yang telah memberi
dukungan dan motivasinya selama ini, terimakasih.
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan
ilmu perikanan.
Bandar Lampung, Maret 2018
Penyusun
Ni Putu Mira Tirtawati
i
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................................... 3
C. Manfaat penelitian ................................................................................................. 3
D. Hipotesis ............................................................................................................... 4
E. Kerangka pikir ....................................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Biologi udang vannamei ....................................................................................... 7
1. Taksonomi ..................................................................................................... 7
2. Perkembangan larva udang vannamei ............................................................ 7
3. Penentuan stadia larva ..................................................................................... 8
B. Biologi Branchionus plicatilis .......................................................................... 10
1. Klasifikasi dan morfologi ............................................................................. 10
2. Makanan dan kebiasaan makan .................................................................... 11
3. Nilai nutrisi Branchionus plicatilis .............................................................. 11
C. Biologi Chlorella sp .......................................................................................... 12
1. Klasifikasi dan morfologi Chlorella sp ........................................................ 12
2. Habitat Chlorella sp ..................................................................................... 13
3. Nilai nutrisi Chlorella sp .............................................................................. 13
D. Biologi Tetraselmis chuii................................................................................... 13
1. Klasifikasi dan morfologi Tetraselmis chuii ................................................ 13
ii
2. Habitat Tetraselmis chuii ............................................................................. 14
3. Nilai nutrisi Tetraselmis chuii ......................................................................... 14
E. Biologi Nannochloropsis sp. ................................................................................. 15
1. Klasifikasi dan morfologi Nannochloropsis sp. .............................................. 15
2. Habitat Nannochloropsis sp. ........................................................................... 16
3. Nilai nutrisi Nannochloropsis sp. .................................................................... 16
F. Kualitas air ......................................................................................................... 17
1. Salinitas .......................................................................................................... 17
2. Suhu ................................................................................................................ 17
3. pH .................................................................................................................... 17
4. Oksigen ............................................................................................................. 18
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan tempat penelitian ................................................................................ 19
B. Alat dan bahan ..................................................................................................... 19
1. Alat .................................................................................................................... 19
2. Bahan ............................................................................................................... 20
C. Desain penelitian ................................................................................................. 20
D. Prosedur penelitan ................................................................................................ 22
1. Hewan uji dan pakan ....................................................................................... 22
2. Persiapan wadah pemeliharaan larva udang vanname .................................... 22
3. Persiapan wadah B.plicatilis ........................................................................... 22
E. Pelaksanaan penelitian .......................................................................................... 22
1. Kultur fitoplankton .......................................................................................... 22
2. Kultur B.plicatilis ............................................................................................ 23
3. Proses pengkonsumsian B.plicatilis ................................................................ 23
4. Pemeliharaan larva udang vaname .................................................................. 24
5. Pengelolaan air ................................................................................................ 24
F. Parameter yang diukur .......................................................................................... 24
1. Kelangsungan Hidup ....................................................................................... 24
2. Panjang total larva udang vanname................................................................. 25
G. Analisis data ......................................................................................................... 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
iii
A. Panjang total dan tingkat kelangsungan hidup PL1 larva udang vaname ............ 26
B. Kelangsungan hidup larva udang vaname ............................................................ 26
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ............................................................................................................... 32
B. Saran ..................................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Skema kerangka pikir ................................................................................................. 6
2. Siklus hidup udang vannamei ................................................................................... 10
3. Morfologi Branchionus plicatilis ............................................................................... 11
4. Morfologi Chlorella sp ............................................................................................. 12
5. Morfologi Tetraselmis chuii ....................................................................................... 14
6. Morfologi Nannochloropsis sp .................................................................................. 16
7. Desain penelitian ....................................................................................................... 21
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Alat yang digunakan dalam penelitian ....................................................................... 19
2. Bahan yang digunakan dalam penelitian.................................................................... 20
3. Panjang total dan kelangsungan hidup PL1 udang vaname selama penelitian .......... 26
4. Kualitas air pada wadah pemeliharaan udang vaname ............................................. 30
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Faktor penentu keberhasilan pembenihan udang vaname Litopenaeus vannamei
(Boone, 1931) adalah dihasilkan larva yang berkualitas dengan tingkat
kelangsungan hidup yang tinggi. Salah satu upaya untuk menghasilkan larva yang
berkualitas adalah melalui manajemen pakan yang baik, baik kualitas maupun
kuantitasnya. Ketidaksesuaian pakan dapat mengakibatkan kegagalan dalam
pemangsaan awal oleh larva sehingga kebutuhan nutrisi larva tidak terpenuhi
(Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Ketidaksesuaian tersebut antara lain ukuran
pakan yang terlalu besar, kandungan nutrisi yang kurang, maupun pilihan jenis pakan
yang diberikan.
Larva udang vaname pada kegiatan pembenihan mengalami perkembangan stadia
mulai dari nauplii, zoea, mysis sampai postlarva. Stadia perkembangan larva yang
paling kritis adalah pada stadia mysis. Menurut Elovaara (2001) stadia mysis
memiliki kelangsungan hidup yang rendah dibandingkan dengan stadia yang
lainnya, bahkan kematian pada stadia mysis dapat mencapai lebih dari 60%. Hal
ini disebabkan oleh ketersediaan pakan yang tidak cukup pada proses antar ganti
kulit (intermolt) sehingga larva udang pada stadia mysis mengalami gagal
moulting sebelum berkembang menjadi stadia berikutnya. Proses moulting ini
merupakan proses yang rumit dan perjalanan nya banyak melalui proses yang
bersifat hormonal (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Selain itu, manajemen pakan
yang kurang baik juga dapat menghasilkan tingkat kelangsungan hidupnya
rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mempertahankan
kelangsungan hidup yang tinggi pada stadia mysis tersebut, antara lain melalui
perbaikan manajemen pakan.
2
Pakan yang diberikan ke larva udang pada umumnya berupa pakan alami. Pakan
alami memiliki peran yang sangat penting untuk kelangsungan hidup udang
terutama pada fase larva. Branchionus plicatilis (Villeggas, 1982) merupakan
salah satu pakan alami yang sering diberikan pada larva udang terutama pada fase
mysis. Pemberian B. plicatilis untuk pakan larva udang pada fase mysis memiliki
keunggulan, antara lain ukurannya yang relatif kecil, kemampuan berenang yang
lambat, dapat dibudidayakan dengan kepadatan yang tinggi, tingkat reproduksi
yang tinggi, mudah dicerna, dan mudah ditingkatkan kandungan nutrisinya
(Elovaara, 2001).
Watanabe et al., (1978) menyatakan bahwa kandungan asam lemak dari B.
plicatilis ditentukan oleh jenis bahan yang dikonsumsi, lama waktu
pengonsumsian, dan macam dari zat yang dikonsumsi. Ketiga hal tersebut sangat
menentukan profil asam lemak yang terkandung dalam B. plicatilis, khususnya
EPA dan DHA sebagai penentu kualitas nutrisi B. plicatilis tersebut (Takeuchi,
1988). Oleh karena itu, untuk mengatasi masa kritis yang terjadi pada saat
perubahan stadia mysis diperlukan perbaikan kualitas nutrisi pada B. plicatilis
dengan cara mengonsumsi fitoplankton yang berbeda yang telah diketahui
mengandung nutrisi yang penting untuk pertumbuhan, seperti EPA dan DHA
yang tinggi. Kompyang dan Ilyas (1988) menyatakan bahwa kekurangan asam
lemak esensial dalam pakan akan menyebabkan pertumbuhan yang rendah,
menurunnya efisiensi pakan dan dapat meningkatkan angka kematian udang.
Asam lemak mempunyai peranan penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
udang, terutama asam lemak eicosapentaenoic acid (EPA) dan decosahexaenoic
acid (DHA) yang merupakan salah satu pembangun jaringan syaraf pada udang.
(Elovaara, 2001). Selain itu, EPA dan DHA merupakan asam lemak esensial
yang memiliki nutrisi yang penting karena terbatasnya kemampuan udang vaname
untuk mengelongasi dan mendesaturasi rantai pendek PUFA menjadi HUFA
sehingga pemenuhan kebutuhannya harus terdapat dalam pakannya (Gonzales et
al. 2002). DHA adalah asam lemak n-3 rantai panjang yang termasuk kelompok
n-3 HUFA, dan merupakan salah satu pembangun jaringan neural. DHA juga
berperan penting dalam perkembangan dan pertumbuhan udang dan biasanya
3
digunakan dalam proses pengkayaan rotifer dan Artemia (Elovaara 2001).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa DHA lebih berperan dibanding EPA
dalam pigmentasi, pertumbuhan, perkembangan stadia pada larva ikan laut dan
krustasea (Mourente et al., 1993).
Kandungan EPA dan DHA yang cukup tinggi dapat ditemukan pada beberapa
fitoplankton. Fitoplankton yang dipakai dalam penelitian ini di antaranya adalah
Nannochloropsis sp., Tetraselmis chuii dan Chlorella sp.. Nannochloropsis sp.
telah dimanfaatkan sebagai pakan rotifer secara langsung maupun dengan
penambahan suplemen. Rotifer yang dikultur dalam media yang berisi
Nannochloropsis sp. diketahui memiliki kandungan protein dan asam lemak yang
lebih tinggi dibandingkan dengan fitoplankton lainnya (Tamaru et al., 1992).
Berdasarkan kajian sebelumnya diketahui bahwa B. plicatilis yang mengonsumsi
beberapa jenis fitoplankton memiliki kandungan asam lemak EPA ataupun DHA
yang tinggi. Menurut Suwirya et al. (2002) kandungan EPA pada B. plicatilis
yang mengonsumsi Nannochloropsis sp. sebesar 37,8%. Adapun menurut Bae dan
Hur, (2011) B. plicatilis yang mengonsumsi Chlorella sp. memiliki kandungan
EPA sekitar 37,4%. Adapun kandungan DHA pada B. plicatilis yang
mengonsumsi T. chuii adalah 43,24% (Khairy dan El-Sayed, 2012). Oleh karena
itu, perlu dilakukan kajian tentang pemberian B. plicatilis yang mengonsumsi
fitoplankton yang berbeda untuk meningkatkan tingkat kelangsungan hidup larva
udang vaname pada stadia mysis.
B.Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari kelangsungan hidup dan
aspek pertumbuhan (panjang total) larva udang vaname yang diberi B. plicatilis
yang mengonsumsi jenis fitoplankton yang berbeda.
C. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang jenis-jenis
fitoplankton yang baik dikonsumsi B. plicatilis sebagai pakan larva udang
vaname sehingga menghasilkan kelangsungan hidup dan panjang total larva
4
udang vaname yang terbaik. Hal ini juga bermanfaat untuk membantu pengelola
panti benih udang vaname dalam mengatasi kendala saat pembenihan, terutama
tingginya mortalitas pada fase mysis.
D. Hipotesis
a. Kelangsungan hidup.
Ho : μo = 0 ; Tidak ada pengaruh pemberian B. plicatilis yang diberi pakan
fitoplankton berbeda terhadap kelangsungan hidup larva udang vaname.
H1 : μo ≠ 1 ; Minimal ada satu pengaruh pemberian B. plicatilis yang diberi
fitoplankton berbeda terhadap kelangsungan hidup udang vaname.
b. Panjang total.
Ho : μo = 0 ; Tidak ada pengaruh pemberian B. plicatilis yang dapat diberi pakan
fitoplankton berbeda terhadap panjang total larva udang vaname.
H1 : μo ≠ 1 ; Minimal ada satu pengaruh pemberian B. plicatilis yang diberi
fitoplankton berbeda terhadap panjang total udang vaname.
E. Kerangka pikiran
Mortalitas larva udang vaname pada fase mysis cukup tinggi yang disebabkan
antara lain oleh manajemen pakan yang kurang baik. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan kelangsungan hidup larva udang vaname pada
stadia mysis adalah melalui pemberian pakan alami yang berkualitas.
Pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva udang vaname dipengaruhi oleh
kandungan asam lemak n3 HUFA, terutama EPA dan DHA. Kandungan asam
lemak Branchionus plicatilis yang digunakan sebagai pakan larva udang vaname
antara lain ditentukan oleh jenis fitoplankton yang dikonsumsi. Pemilihan jenis
fitoplankton yang tepat sebagai pakan alami B. plicatilis perlu dikaji berkenaan
dengan kandungan gizinya yang cukup tinggi untuk pertumbuhan dan tingkat
kelangsungan hidup larva udang vaname. Pakan yang diberikan pada larva udang
vaname adalah B. plicatilis yang telah mengonsumsi fitoplankton dengan empat
5
perlakuan, yaitu : B. plicatilis yang mengkonsumsi Nannochloropsis sp., B.
plicatilis yang mengkonsumsi Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp., dan B.-
plicatilis yang mengkonsumsi Nannochloropsis sp. dan Tetraselmis chuii. B.
plicatilis yang telah mengkonsumsi fitoplankton yang berbeda ini diharapkan
dapat meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva udang vaname.
6
Gambar 1. Skema kerangka pikir.
Peningkatan kandungan nutrisi
B.plicatilis
Pemberian B.plicatilis untuk larva udang
vaname pada fase mysis
SR dan panjang total larva udang vaname
pada fase mysis
Uji signifikasi
Semua perlakuan berpengaruh sama
terhadap SR dan panjang total larva
udang vaname pada fase mysis
Jenis-jenis fitoplankton yang memiliki
asam lemak yang tinggi.
Nannochloropsis sp
(A)
Nannochloropsis sp
dan Chlorella sp
(B)
Nannochloropsis sp
dan Tetraselmis chuii
(C)
Berbeda
nyata
Uji BNT
Perlakuan yang terbaik
untuk SR dan panjang total
larva udang vaname pada
fase mysis Tidak
Ya
Pemberian ke B.plicatilis
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Biologi Udang Vannamei
1. Taksonomi
Klasifikasi udang vaname (Litopenaeus vannamei) menurut Boone dalam
Haliman dan Adijaya (2005) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Filum : Artrhopoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malascostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobrachiata
Infraordo : Penaeidea
Superfamili : Penaeioidea
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
2. Perkembangan larva udang vannamei
Telur yang telah dibuahi akan menetas sekitar 24 jam pada temperatur 28- C
dan berubah menjadi nauplii. Nauplii yang baru menetas tidak memerlukan pakan
karena masih memiliki cadangan kuning telur. Nauplii akan berkembang menjadi
zoea setelah lima sampai enam kali moulting selama 48 jam. Setelah menjadi zoea
mulai memakan mikroalgae, seperti Chaetoceros dan Skeletonema (Lovell,
1989).
8
Stadia zoea akan berlangsung selama 3-4 hari, yang terdiri dari stadia zoea 1 (Z1)
dan zoea 2 (Z2) dan zoea 3 (Z3) akan berkembang menjadi mysis 1 (M1). Saat
stadia mysis 1 terjadi perubahan pola makan, dari herbivora menjadi karnivora
dan mulai memakan zooplankton, seperti rotifera dan naupli Artemia (Elovaara,
2001).
Stadia mysis memiliki kemiripan dengan udang dewasa dan aktif dalam
mengambil makanan berupa fitoplankton dan zooplankton. Selama stadia ini,
larva akan mengalami perkembangan pleopod menyerupai kipas yang berfungsi
sebagai alat lokomosi saat stadia postlarva. Stadia ini juga terdiri dari tiga tahap,
yaitu mysis 1 (M1), mysis 2 (M2) dan mysis 3 (M3). Setelah mengalami
perubahan tiga kali mysis yang bersifat planktonik berubah menjadi postlarva
(Sweeney dan Wyban, 1991).
Stadia terakhir larva di panti benih adalah postlarva (PL). Stadia postlarva
memiliki kemiripan dengan udang dewasa dan panjang totalnya sekitar 4,5 mm.
Kemampuan renangnya berubah, karena pleopod sudah berkembang dan mulai
berfungsi. Postlarva awal masih bersifat pelagis partikular hingga memasuki
stadia PL yang bentik (Sweeney dan Wyban ,1991).
3. Penentuan stadia larva
Dalam perkembangannya, larva udang penaeid mengalami perubahan bentuk
dan moulting berkali-kali. Adapun ciri-ciri stadia nauplii menurut Martosudarmo
dan Ranoemiharjo (1980) adalah sebagai berikut:
a. Nauplii 1 (N1) : badan berbentuk bulat telur dan memiliki tiga pasang
anggota badan.
b. Nauplii 2 (N2) : sudah memiliki antena yang pada bagian ujungnya terdapat
setae (rambut) yang satu panjang dan dua pendek.
c. Nauplii 3 (N3): ditandai dengan adanya sepasang furcal yang mulai jelas
terlihat dan tiap furcal memiliki tiga buah duri (spine).
d. Nauplii 4 (N4) : terdapat empat duri masing-masing furcal dan exopoda
pada antena kedua sudah mulai beruas-ruas.
9
e. Nauplii 5 (N5) : struktur tonjolan tumbuh pada pangkal maxilla dan organ
bagian depan mulai tampak jelas.
f. Nauplii 6 (N6) : perkembangan setae semakin sempurna dan duri pada furcal
tumbuh semakin panjang.
Ciri-ciri perkembangan stadia zoea menurut Martosudarmo dan Ranoemiharjo
(1980) adalah sebagai berikut:
a. Zoea 1 (Z1) : badan pipih dan carapace mulai nyata , mata mulai terlihat,
furcal mulai sempurna, dan alat pencernaan makanan mulai berkembang.
b. Zoea 2 (Z2) : mata bertangkai karapaks mulai memiliki duri rostrum dan
duri supra orbital yang bercabang.
c. Zoea 3 (Z3) : sepasang uropoda yang bercabang dua mulai berkembang dan
duri pada ruas-ruas perut mulai tumbuh.
Ciri-ciri perkembangan stadia mysis menurut Martosudarmo dan Ranoemiharjo
(1980) adalah sebagai berikut:
a. mysis 1 (M1) : bentuk badan sudah seperti udang dewasa.
b. mysis 2 (M2) : tunas pleopoda mulai tampak nyata belum beruas-ruas.
c. mysis 3(M3) :pleopoda bertambah panjang dan beruas-ruas Perkembangan
stadia larva udang vanname dapat dilihat pada (Gambar 2).
10
Gambar 2. Siklus hidup udang vaname
(Sumber : Haliman dan Adijaya, 2005).
B. Biologi Branchionus plicatilis
1. Klasifikasi dan morfologi
Branchionus plicatilis merupakan salah satu rotifera yang diklasifikasikan
menurut Villeggas (1982) sebagai berikut :
Filum : Trochelminthis
Kelas : Rotatoria/Rotifera
Ordo : Monogonanta
Subordo : Ploima
Famili : Branchioninae
Genus : Branchionus
Spesies : Branchionus plicatilis
Zooplankton ini memiliki bentuk bilateral simetris yang menyerupai piala. Kulit
terdiri atas dua lapisan yaitu hipodermis dan kutikula. Kutikula merupakan
bagian kulit yang tebal yang disebut lorika. Tubuhnya terbagi menjadi 3 bagian,
yaitu kepala, badan, dan kaki atau ekor. Bagian kepala terdapat 6 buah duri.
Sepasang duri panjang terdapat di tengah. Ujung bagian depan dilengkapi dengan
gelang-gelang silia yang kelihatan seperti spiral (korona) yang berfungsi untuk
11
memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Silia tersebut selalu bergetar
membentuk gerakan rotasi sehingga tampak seperti roda berputar (Villegas,
1982). Menurut ukurannya B. plicatilis dibagi menjadi 2 tipe yaitu berukuran
besar yang disebut dengan tipe-L dan yang berukuran kecil yang disebut
dengan tipe-S. Tipe-L kisaran ukurannya antara 230-400 mikron, sedangkan tipe-
S antara 50-220 mikron (Dhert et al., 2001).
Gambar 3. Morfologi B. plicatilis.
2. Makanan dan kebiasaan makan
B. plicatilis merupakan salah satu zooplankton yang mampu mengambil
makanannya yang ada di sekitarnya (media hidupnya) yang tersedia dalam
bentuk partikel mikroorganik (nonselective filter feeder), sehingga ia dapat
diperkaya dengan nutrien-nutrien tertentu sesuai dengan kebutuhan dari ikan yang
akan mengonsumsinya. Makanan bagi B. plicatilis bervariasi, terutama mikroalga,
bakteri, ragi dan partikel mikroorganik. Pakan yang terbaik adalah kombinasi
dari mikroalga (seperti Chlorella dan Tetraselmis) dan ragi roti. B. plicatilis yang
hanya mengkonsumsi ragi sama bagusnya dengan rotifera yang memakan
Nannochloropsis (Lubzens et al., 1989).
3. Nilai nutrisi B. plicatilis
Komposisi biokimia B. plicatilis dan yang tersedia dalam tubuhnya untuk larva
ikan yang mengonsumsi B. plicatilis tersebut bergantung pada pakannya.
Kemampuan penyerapan protein dari B. plicatilis berkisar antara 89-94% dengan
pakan ragi atau Nannochloropsis.
12
Analisis kimia terhadap B. plicatilis menunjukkan bahwa nilai HUFA tidak
terdapat dalam tubuh B. plicatilis yang memakan ragi, tetapi terdapat pada rotifer
yang mengkonsumsi Nannochloropsis (Watanabe et al., 1983). HUFA yang
terdapat pada Nannochloropsis menjadikan Nannochloropsis sebagai pakan
terbaik bagi B. plicatilis dalam memenuhi kebutuhan sebagian besar ikan laut
(Hoff dan Snell, 1985).
C. Biologi Chlorella sp
1. Klasifikasi dan morfologi
Klasifikasi Chlorella sp menurut Bold dan Wynne (1985) adalah sebagai berikut:
Divisi : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Chlorococcales
Famili : Oocystaceae
Genus : Chlorella
Spesies : Chlorella sp.
Gambar 4. Morfologi Chlorella sp.
(Sumber : Rostini, 2007).
Chlorella sp. merupakan alga bersel tunggal (unicelluler). Bentuk selnya bulat
dan didalamnya terdapat protoplasma yang berbentuk cawan, diameter selnya
berukuran 2-8 µm dan berwarna hijau. Warna hijau pada Chlorella sp. karena
selnya mengandung klorofil a dan b dalam jumlah yang besar. Dinding selnya
keras terdiri dari selulusa dan pektin (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).
13
2. Habitat Chlorella sp.
Berdasarkan habitat hidupnya Chlorella dapat dibedakan menjadi Chlorella air
tawar dan Chlorella air laut. Chlorella air tawar dapat hidup dengan kadar
salinitas hingga 5 ppt. Contoh Chlorella yang hidup di air laut adalah Chlorella
vulgaris, Chlorella pyrenoidosa, Chlorella virginica dan lain-lain (Isnansetyo
dan Kurniastuty 1995). Umumnya Chlorella bersifat planktonis yang melayang
di dalam perairan, namun beberapa jenis Chlorella juga ditemukan mampu
bersimbiosis dengan hewan lain misalnya Hydra dan beberapa Ciliata air tawar
seperti Paramecium bursaria.
3. Nilai nutrisi Chlorella sp.
Chlorella sp memiliki kandungan nutrisi yang lengkap, di antaranya protein,
lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, serat, klorofil, β-carotene. Isnansetyo dan
Kurniastuty (1995) menyatakan bahwa Chlorella sp mengandung: 60,5% protein,
11% lemak, 20,1% karbohidrat, 4,6% mineral, dan serat 0,2%.
D. Biologi Tetraselmis chuii
1. Klasifikasi dan morfologi
Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), Tetraselmis chuii merupakan
mikroalga yang dikenal dengan istilah flagellata berklorofil. Adapun klasifikasi
dari Tetraselmis chuii yaitu:
Filum : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Volvocales
Sub ordo : Chlamidomonacea
Genus : Tetraselmis
Spesies : Tetraselmis chuii
Tetraselmis chuii merupakan alga bersel tunggal yang memiliki warna tubuh
kehijauan atau dikenal dengan flagelata berklorofil, mempunyai empat buah flagel
berwarna hijau (green flagella). Flagella pada T.chuii dapat bergerak lincah dan
cepat seperti hewan bersel tunggal. Ukuran T. chuii berkisar antara 7-12
14
mikron. Klorofil merupakan pigmen yang dominan sehingga alga ini berwarna
hijau, yang dipenuhi plastida kloroplas (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).
Pigmen klorofil T.chuii terdiri dari dua macam, yaitu karotin dan xantofil. Inti
sel terlihat jelas dan berukuran kecil serta dinding sel mengandung bahan selulosa
dan pektosa (Rostini, 2007). Morfologi T.chuii dapat dilihat pada (Gambar 5).
Gambar 5.Morfologi Tetraselmis chuii
(Sumber : Rostini, 2007).
2. Habitat Tetraselmis chuii
T.chuii tumbuh dengan kondisi salinitas optimal antara 25 sampai dengan 35 ppm
(25 x106 sampai dengan 35 x106 ppt ). T.chuii masih dapat mentoleransi suhu
antara 15- C, sedangkan suhu optimal berkisar antara 23- . (Fabregas et
al., 1984).
3. Nilai nutrisi Tetraselmis chuii
Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) T.chuii mengandung protein cukup
tinggi, yaitu 48,42% dan lemak 9,70%. T.chuii dapat digunakan untuk
memproduksi pakan B. plicatilis secara masal, ataupun dapat juga dikonsumsi
secara langsung oleh larva ikan hias, larva udang, larva teripang, dan cukup bagus
digunakan sebagai pakan dalam budidaya biomassa artemia.
T.chuii mampu meningkatkan kandungan lemak tak jenuh pada konsumennya.
T.chuii dapat digunakan untuk memproduksi pakan B.- plicatilis secara masal,
ataupun dapat juga dikonsumsi secara langsung oleh larva ikan hias, larva udang,
15
larva teripang, dan dapat digunakan sebagai pakan dalam budidaya biomassa
artemia secara massal (Isnansetyo dan Kurniastuty,1995).
E. Biologi Nannochloropsis sp
1. Klasifikasi dan morfologi
Klasifikasi menurut Anon et al., (2009) Nannochloropsis sp. adalah sebagai
berikut:
Domain : Eukaryota
Kingdom : Chromista
Filum : Ochrophyta
Class : Eustigmatophyceae
Genus : Nannochloropsis
Spesies : Nannochloropsis sp.
Nannochloropsis sp. memiliki ukuran sel 2-4 mikron, berwarna hijau dan memilki
dua flagella (Heterokontous) yang salah satu flagella berambut tipis. Selain itu
Nannochloropsis sp. memiliki kloroplas dan nukleus yang dilapisi membran.
Kloroplas ini memiliki stigma (bintik mata) yang bersifat sensitif terhadap cahaya
(Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Nannochloropsis sp. dapat berfotosintesis
karena memiliki klorofil. Menurut Fachrullah (2011) ciri khas dari
Nannochloropsis sp. adalah memiliki dinding sel yang terbuat dari komponen
selulosa. Morfologi Nannochloropsis sp. tertera pada Gambar 6.
16
Gambar 6. Morfologi Nannochloropsis sp
(Sumber : Aliabas, 2002).
2. Habitat Nannochloropsis sp.
Nannochloropsis sp dapat tumbuh pada salinitas 0-35‰. Salinitas optimum untuk
pertumbuhannya adalah 25-35‰, dan suhu 25- C merupakan kisaran suhu
yang optimal tetapi masih dapat bertahan hidup pada suhu C namun
pertumbuhannya tidak normal. Mikroalga ini dapat tumbuh baik pada kisaran pH
8-9,5 dan intensitas cahaya 100-10.000 lux (Balai Budidaya Laut, 2002).
3. Nilai nutrisi Nannochloropsis sp
Nannochloropsis sp memiliki kandungan lipid yang cukup tinggi yaitu 31-68%
berat kering. Persentase PUFA (Poly Unsaturated Fattc Acid) utama pada
Nannochloropsis sp tetap stabil pada kondisi dengan keterbatasan cahaya, tetapi
pada kondisi dengan intensitas cahaya jenuh kandungan PUFA menurun yang
diikuti dengan kenaikan proporsi SFA dan MUFA (Mono Unsaturated Fatty
Acid). Nannochloropsis sp. mengandung vitamin B12 dan Eicosapentaenoic acid
(EPA) sebesar 30,5 % dan total kandungan omega 3 HUFAs sebesar 42,7%, serta
mengandung protein 57,02% (Fachrullah, 2011).
17
F. Kualitas air
Berhasil tidaknya suatu usaha budidaya udang vaname antara lain ditentukan oleh
kemampuan mengendalikan faktor-faktor lingkungan. Agar udang vaname yang
dibudidayakan dapat hidup dan tumbuh dengan baik, maka selain harus tersedia
pakan bergizi dalam jumlah yang cukup, kondisi lingkungan juga berada pada
kisaran yang layak.
1. Salinitas
Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang merubah atau menghambat
bekerjanya faktor lain. Salinitas sangat besar pengaruhnya terhadap proses
metabolisme dan kelangsungan hidup udang. Jika terjadi perubahan salinitas
maka kelangsungan hidupnya ditentukan oleh kemampuan adaptasi organisme
tersebut. Tingkat salinitas yang terlalu tinggi, atau rendah dan fluktuasinya lebar
dapat menyebabkan kematian pada larva udang. Untuk stadia larva salinitas yang
layak adalah 26-36 ppt (Sweeney dan Wyban, 1991).
2. Suhu air
Suhu merupakan salah satu kualitas air yang sangat penting bagi hewan air. Suhu
sangat berpengaruh terhadap laju metabolisme dan pertumbuhan organisme serta
memengaruhi jumlah makanan yang dikonsumsi organisme perairan (Mulyanto
1992). Suhu air mempengaruhi laju metabolisme dan pengeluaran energi udang.
Meskipun udang vaname mampu mentoleransi suhu pada kisaran tertentu, tetapi
untuk dapat tumbuh dengan baik pada stadia larva diperlukan suhu sekitar 27-
29ºC (Sweeney dan Wyban, 1991).
3. pH
Derajat keasaman (pH) adalah suatu konsentrasi dari ion hidrogen dan
menunjukkan kualitas air tersebut bersifat asam atau basa. Secara alamiah, pH
perairan dipengaruhi oleh konsentrasi karbon dioksida (CO2) dan senyawa yang
bersifat asam. Nilai pH air dapat berpengaruh terhadap meningkat tidaknya daya
racun ammonia, di mana semakin meningkat pH pada kadar tertentu akan
menyebabkan daya racun ammonia akan semakin meningkat. Untuk stadia larva
18
pH yang layak untuk udang vaname berkisar antara 7,8-8,4, dengan pH optimum
8,0 (Elovaara, 2001).
4. Oksigen
Oksigen dalam suatu perairan dibutuhkan oleh organisme air untuk respirasi
yang selanjutnya dimanfaatkan untuk kegiatan metabolisme. Adanya oksigen
terlarut akan mempercepat reaksi kimiawi dari bahan-bahan toksik yang
membahayakan kehidupan organisme air. Untuk stadia postlarva udang vaname,
kadar oksigen yang dapat menunjang pertumbuhan udang berada pada kisaran 5-7
mg/l (Sweeney dan Wyban, 1991)
19
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli- Agustus 2017, di PT. Central Proteina
Prima (Biru Laut Khatulistiwa) yang terletak di Kalianda, Lampung Selatan.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Peralatan yang digunakan selama penelitian disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat yang digunakan selama penelitian
No Alat Kegunaan
1 Gelas ukur Berfungsi sebagai alat ukur larutan.
2 Aerator Berfungsi untuk pemasok oksigen di media
pemeliharaan.
3 DO meter Berfungsi untuk mengukur kadar oksigen terlarut
dalam air.
4 Termometer Berfungsi untuk mengukur suhu air.
5 Wadah plastik (5 l ) Berfungsi untuk wadah pemeliharaan larva udang
vaname.
6 Saringan Berfungsi untuk menyaring rotifera.
7 Refraktometer Berfungsi untuk mengukur salinitas air.
8 Mikroskop Berfungsi untuk mengamati fitoplankton, rotifera
dan larva udang vaname
9 Haemocytometer Berfungsi untuk menghitung jumlah sel fitoplankton.
10 Sedwigck rafter Berfungsi untuk menghitung kepadatan rotifera.
11 Erlenmeyer Berfungsi sebagai alat ukur larutan.
12 Pipet tetes Berfungsi untuk meneteskan larutan.
13 Glass object Berfungsi untuk mengamati larva udang vaname.
14 Test tube Berfungsi untuk mengambil fitoplankton pada setiap
wadah kultur.
15 Ember kapasitas 25 l Berfungsi untuk wadah kultur rotifer.
16 Botol (1 l ) Berfungsi untuk pengonsumsian rotifera sesuai
perlakuan
20
2. Bahan
Bahan yang digunakan selama penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam penelitian
No Bahan Kegunaan
1 Larva udang vaname Bahan uji penelitian.
2 B. plicatilis Pakan untuk larva udang vaname stadia mysis 1.
3 Nannochloropsis sp. Bahan yang akan dikonsumsi B.plicatilis.
4 Chlorella sp. Bahan yang akan dikonsumsi B.plicatilis.
5 Tetraselmis chuii Bahan yang akan dikonsumsi B.plicatilis dan larva
udang.
6 Alkohol 70% Berfungsi untuk mematikan kuman dan bakteri.
7 Air laut Berfungsi sebagai media pemeliharaan.
8
9
10
11
12
Iodine
Thiosulfat
Trace metal
NP
Kaporit
Berfungsi untuk mematikan B.plicatilis dan T.
chuii.
Berfungsi untuk menetralkan air kaporit.
Berfungsi sebagai pupuk fitoplankton.
Berfungsi sebagai pupuk fitoplankton.
Berfungsi untuk sterilisasi air.
C. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 3
perlakuan dengan 3 kali ulangan yaitu :
a. Perlakuan A : Pemberian Branchionus plicatilis yang diberi pakan
Nannochloropsis sp dengan kepadatan 44 x sel/ml (100 ml/ l kultur
B.plicatilis).
b. Perlakuan B : Pemberian Branchionus plicatilis yang diberi pakan
Nannochloropsis sp 44 x Chlorella sp dengan
kepadatan 9 x (/l kultur B.plicatilis).
c. Perlakuan C : Pemberian Branchionus plicatilis yang diberi pakan
Nannochloropsis sp dengan kepadatan
Tetraselmis chuii dengan kepadatan 1 x sel/ml (/l kultur B.plicatilis).
Penempatan setiap satuan percobaan dilakukan secara acak. Tata letak
penempatan satuan percobaan dapat dilihat pada Gambar 7.
21
Gambar 7. Tata letak penempatan satuan perlakuan.
Keterangan : A, B, C : Perlakuan, 1, 2, 3 : Ulangan.
Model statistik yang digunakan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002)
adalah :
Yij = μ + βi + εij
Keterangan:
: Pengaruh pemberian Rotifer yang mengonsumsi fitoplankton berbeda
pada larva udang vanamei (Litopenaeus vannamei) pada perlakuan ke-
dan ulangan ke- .
: Rataan umum
: Pengaruh pemberian pakan alami ke-
: Galat percobaan pemberian pakan ke- dan ulangan ke- .
Uji lanjut Beda nyata terkecil (BNT)
Menurut Sastrosupadi (2000) uji beda nyata terkecil dilakukan untuk mengetahui
perbedaan masing-masing perlakuan atau beda nyata antar perlakuan dengan taraf
nyata 5 % dapat dihitung dengan rumus
BNT α= tα (v) x √
Ulangan
B
2
A
3
C
1
A
2
B
1
B
3
C
3
C
2
A
1
22
Keterangan:
Tα (v) = nilai baku yang terdapat pada taraf uji α dan derajat bebas galat v.
n = total perlakuan
D. Prosedur Penelitian
1. Hewan uji dan pakan
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva udang vanname
(Litopenaeus vannamei) stadia mysis 1 (M1) yang diperoleh dari Hatchery 8 PT.
Central Proteina Prima (Biru Laut Khatulistiwa). Adapun pakan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Branchionus plicatilis yang mengonsumsi jenis
fitoplankton yang berbeda. Rotifera sebagai pakan uji diperoleh dari Balai Besar
Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung.
2. Persiapan wadah pemeliharaan Larva udang vaname
1. Disediakan wadah plastik (5 l ) sebanyak 9 buah, dicuci dan dikeringkan
2. Dimasukkan air laut dengan salinitas sebanyak l, kemudian diaerasi.
3. Untuk mempertahankan suhu media pemeliharaan tetap stabil, semua wadah
pemeliharaan larva ditempatkan pada ruangan yang suhunya berada pada
kisaran - C
3. Persiapan wadah pemeliharaan B. plicatilis
1. Wadah yang digunakan untuk penambahan nutrisi berupa botol kapasitas 1 l
sebanyak 8 buah.
2. Wadah dicuci dan dikeringkan, lalu dipasang instalasi aerasi.
E. Pelaksanaan penelitian
1. Kultur Fitoplankton
1. Bibit fitoplankton disediakan sesuai perlakuan.
2. Botol (1 l ) diisi dengan air laut steril sebanyak 600 ml.
3. 200 µl pupuk trace metal dimasukkan kedalam botol 1 l
4. 300 ml bibit kultur murni dimasukkan kedalam 1 botol kemudian diinkubasi
selama 2 hari.
5. Kepadatan fitoplankton dihitung setiap hari pada pukul 08.00 WIB.
23
6. Setelah 2 hari, kultur dari botol dipindahkan ke galon. Pertama-tama diisi
air kaporit sebanyak 2,5 l kedalam galon (5 l), diberi thiosulfat dan pupuk
trace metal masing-masing sebanyak 10 ml, dan dimasukkan 2 liter kultur
fitoplankton kedalam galon (5 l) kemudian diinkubasi selama 2 hari.
7. Setelah 2 hari, kultur dari galon dipindahkan ke wadah plastik. Pertama-
tama diisi air kaporit sebanyak 5 l ke dalam wadah plastik (15 l ), diberi
thiosulfat, trace metal dan pupuk NP masing- masing sebanyak 20 ml dan
dimasukkan 4,5 l kultur fitoplankton ke dalam wadah plastik (15 l )
kemudian diinkubasi selama 2 hari.
8. Nannochloropsis sp. dikultur sampai kepadatan 44-50 x sel/ml,
Chlorella sp. 7-10 x sel/ml, Tetraselmis chuii 8 x - 10 x sel/ml.
2. Kultur B. plicatilis
1. Disediakan ember kapasitas 25 l sebanyak 8 buah dan perlengkapan kultur,
kemudian diisi dengan 5 liter kultur T. chuii dengan kepadatan 8 x - 1 x
sel/ml dan diaerasi.
2. Dimasukkan 1 liter B. plicatilis dengan kepadatan 255 ind/ml ke ember
kaporit.
3. Dihitung kepadatan B. plicatilis setiap pagi hari dengan menggunakan
sedwigck rafter.
4. Dipelihara dengan pemberian pakan T. chuii setiap pagi hari.
5. Setelah jumlah B. plicatilis sudah mencapai 100 ind/ ml maka dapat di
berikan ke larva udang vaname.
6. Untuk mempertahankan suhu media pemeliharaan agar tetap stabil, semua
wadah pemeliharaan B. plicatilis ditempatkan pada ruangan dengan suhu
C.
3. Pengkonsumsian B.plicatilis
1. B. plicatilis yang berasal dari kultur disaring, kemudian dimasukkan ke
ember (5 l ) yang telah diisi fitoplankton sesuai dengan perlakuan.
2. B. plicatilis dimasukkan ke dalam wadah botol (1 l ) sesuai perlakuan.
24
3. B. plicatilis dibiarkan selama 6 jam kemudian diberikan ke larva udang
vaname.
4. Pemeliharaan larva udang vanname
1. Disiapkan wadah plastik berbentuk kotak ( 5 l ) sebanyak 9 buah, diisi air
laut salinitas 31 ppt sebanyak 2 l dan kemudian diaerasi.
2. Larva udang vaname stadia M1 (mysis 1) dimasukkan ke dalam wadah
pemeliharaan dengan kepadatan 150 ekor/ l.
3. B. plicatilis yang telah diperkaya diberikan ke larva udang vaname
stadia M1 hingga M3 dengan kepadatan (Hermawan,
2007).
4. Pemberian B. plicatilis sebanyak empat kali sehari, yaitu pada pukul
08.00, 12.00, 16.00 dan 20.00 WIB.
5. Pengelolaan air
Selama pemeliharaan Mysis 1-PL1 tidak dilakukan pergantian air karena ukuran
larva masih kecil dan rentan dengan perubahan suhu yang mendadak. Parameter
kualitas air yaitu suhu dan oksigen terlarut diukur setiap pagi pukul 08.00 WIB
dan sore pukul 17.00 WIB, dan pH diamati waktu larva memasuki stadia M2 dan
pada waktu panen (PL1).
F. Parameter yang diukur
Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah kelangsungan hidup dan
panjang total udang vaname. Suhu dan oksigen terlarut diukur setiap hari pada
pukul 08.00 dan 15.00 WIB, pH diukur pada stadia M2.
1. Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup diperoleh dengan menghitung jumlah PL1 yang masih hidup
dalam 2 l dan disaring dan dipindahkan ke wadah 200 ml. Menurut Effendie
(1997) persamaan yang digunakan untuk mengukur kelangsungan hidup adalah:
25
Keterangan :
SR : kelangsungan hidup (%)
Nt : jumlah larva udang akhir (PL1)
No : jumlah larva udang saat awal perlakuan (M1)
2. Panjang total larva udang vaname
Panjang total larva diukur setelah masa pemeliharaan 4 hari saat memasuki stadia
PL1. Pengukuran panjang dilakukan dengan menggunakan mikrometer di
mikroskop. Sampel yang diambil sebanyak 30 ekor dari setiap ulangan.
G. Analisis Data
Data panjang total larva dan kelangsungan hidup larva udang vaname dianalisis
menggunakan sidik ragam pada tingkat kepercayaan 95%. Apabila didapatkan
hasil yang berbeda maka dilakukan uji lanjut BNT (beda nyata terkecil). Uji BNT
dilakukan untuk melihat perlakukan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan kelangsungan hidup larva udang vaname.
32
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Pemberian B. plicatilis pada larva udang vaname yang mengonsumsi jenis
fitoplankton yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup
dan panjang total larva udang vaname pada fase PL1. Tingkat kelangsungan hidup
larva udang vaname semua perlakuan rata-rata lebih dari 83 %.
B. SARAN
Untuk dapat menghasilkan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi larva udang
vaname fase mysis dapat diberikan B. plicatilis yang mengonsumsi
Nannochloropsis sp., Tetraselmis chuii dan Chlorella sp.
DAFTAR PUSTAKA
Aliabas, A. 2002. Kualitas Nannochloropsis sp. akibat lama penyimpanan Nata
de Nanno. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Skripsi. 48 hlm.
Ando Y, Kobayashi S, Sugimoto T, and Takamura N. 2004. Positional
distribution of n-3 HUFA in TAG of rotifer (Branchionus plicatilis)
enriched with fish and seal oils TAG. Aquaculture. 229: 275-288.
Anon, Kocer M.T. Alp, dan H. Erbas, 2009. Studies on growth marine microalgae
in batch cultures: III. Nannochloropsis oculata (Eustigmatophyta).
Departement of Basic Aquatic Sciences. Faculty of Aquaculture. Firat
University. Elazig. Turkey. Asian Journal of Plant Sciences 4(6) : 642-644.
Bae J.H dan Hur S.B. 2011, Selection of suitable species of Chlorella,
Nannocloris, and Nannochloropsis in high and low temperature seasons for
mass culture of the Rotifer Brachionus plicatilis. Departement of Marine
Bio-materials and Aquaculture. Pukyoung National University. Busan 608-
737, Korea. Fish.Aquat.Sci 14 (4), 323-332.
Balai Budidaya Laut. 2002. Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Direktorat
Jendral Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. 9 hlm.
Bold, H.C, dan Wynne, M.J. 1985, Introduction tothe algae, Second Edition,
Pretice-Hall Mc. Engelwood Cliffs, New York. 720 pp
D'Abramo, L.R. Conklin, D.E. Akiyama. D.M. 1997, Crustacean Nutrition.World
Aquaculture Society, Louisiana State University, Baton Rouge, LA, p 587.
Dhert P, Rombaut G, Suantika G, and Sorgeloos. 2001. Advancement of rotifera
cultur and manipulation tekniques in europe. Aquaculture. 200: 129-146.
Elovaara, A.K. 2001.Shrimp farming manual: practical technology for intensive
commercial shrimp production. Caribbean Press. ltd and Britisth West
Indies. United States of America (USA). Chapter 4. 40 hlm.
Ermayanti, E. 2011. Komponen kimia Chaetoceros calcitrans yang di kultivasi di
outdoor menggunakan media pupuk NPSi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Skripsi. 84 hlm.
Fabregas J, Abalde J, Herrero C, Cabezas B, Veiga M. 1984. Growth of the
marine microalga Tetraselmis suecica in batch cultures with different
salinities and nutrient concentrations. Aquaculture ;42(3-4):207-15.
Fachrullah, M.R. 2011. Laju pertumbuhan mikroalga penghasil biofuel jenis
Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. yang dikultivasi menggunakan air
limbah hasil penambangan timah di Pulau Bangka. Skripsi. Bogor: IPB. 102
hlm.
Haliman, R.W. dan D.S. Adijaya. 2005. Budidaya udang vannamei. Penebar
Swadaya. Jakarta. 75 hlm.
Hermawan, D. 2007. Pengaruh pemberian rotifer (Branchionus rotundiformis)
dan artemia yang diperkaya dengan DHA 70G terhadap kelangsungan hidup
dan intermolt period larva udang vaname (Litopenaeus vannamei). Thesis.
Institut Pertanian Bogor. 73 hlm.
Hoff, H. Frank dan Terry W. Snell. 1985. The effect of environmental factors on
resting egg production in the rotifer Brachionus plicatilis. J. World
Maricult. Soc., 16, 484–497.
Gonzales, Felix ML, Gatlin III DM, Lawrence AL, Perez-Velazquez M. 2002.
Effect of dietary phospholipid on essential fatty acid requirements and tissue
lipid composition of Litopenaeus vannamei juveniles. Aquaculture.
207:151-167.
Isnansetyo dan Kurniastuty.1995, Teknik kultur phytoplankton zooplankton. pakan
alami untuk pembenihan organisme laut. Kanisius. Yogyakarta. 116 hlm.
Khairy H.M dan El-Sayed H.S. 2012. Effect of enriched Brachionus plicatilis and
Artemia salina nauplii by microalga Tetraselmis chuii (Bütcher) grown on
four different culture media on the growth and survival of Sparus aurata
larvae. African Journal of Biotechnology. Vol. 11(2), 415 pp.
Kompyang IP. dan Ilyas S. 1988. Nutrisi ikan/udang toleransi untuk larva/induk.
Prosiding seminar nasional pembenihan ikan dan udang.
Prosiding/Puslitbangkan no 13/1988. Kerjasama Badan Penelitian
Pengembangan Pertanian dan Universitas Padjajaran. Hal 248-290.
Lovell T. 1989. Nutrition and feeding of fish. An AVI Book. Auburn Univercity.
New york. 241 hlm.
Lubzens, E. Tandler, A. Minkoff, G. 1989. Rotifer as food in aquaculture.
Hydrobiologia. 400 pp.
Martosudarmo, B. dan Ranoemihardjo, B.S. 1980. Pedoman Pembenihan Udang
Penaeid. Direktorat Jendral Perikanan Departemen Pertanian. Jepara. 40 Hal
Mattjik, A.A. dan Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan. Jilid 1 Edisi ke-2.
IPB Press : Bogor. 64 hlm.
Mourente G, Rodriguez DR, Tocher DR, Sargent JR. 1993. Effect of dietary
docosahexaenoic acid (DHA;22-6n-3) on lipid and fatty acid compositions
on growth in gilthead sea bream (Sparus aurata L.) larvae during first
feeding. Aquaculture. 112: 79-98 . Panjaitan, A.S. 2012. Pemeliharaan larva udang vaname (Litopenaeus vannamei,
Boone 1931) dengan pemberian jenis fitoplankton yang berbeda. Jurnal
Manajemen Perikanan dan Kelautan.Vol.1No.1.12: 6-8.
Purba, C.Y. Peforma pertumbuhan, kelulushidupan, dan kandungan nutrisi larva
udang vaname (Litopenaeus vannamei) melalui pemberian pakan artemia
produk lokal yang diperkaya dengan sel diatom. Journal of Aquaculture
Management and Tecnology. Vol.1 No.1. hal 102-115.
Rostini, I. 2007. Kultur fitoplankton (Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii) pada
skala laboratorium. Skripsi. Universitas Padjajaran. Jatinagor. 33 hlm.
Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan percobaan praktis bidang pertanian. Penerbit
Kanisus. Yogyakarta. 276 Hal
Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6144-2006. Larva udang vaname
(Litopenaeus vannamei Villeggas, 1982). Badan Standarisasi Nasional, 8
hlm.
Sri Redjeki,1999. Budidaya Rotifera (Brachionus plicatilis). Oseana, Volume
XXIV, Nomor 2,: 27-43.
Suwirya, K., Marzuki, dan Giri, N. A. 2002. Informasi nutrisi ikan untuk
menunjang pengembangan budidaya laut. Singaraja. Balai Besar Riset
Perikanan Budidaya Laut Gondol. Seminar Nasional Peningkatan
Pendapatan Petani Melalui Penerapan Teknologi Tepat Guna 2002. Hal
234-235.
Sweeney dan Wyban. 1991. Intensive shrimp production technology : The
Oceanic Institute Shrimp Manual. The Oceanic Institut, Honolulu. Hawwai.
158 hlm.
Takeuchi, T. 1988. Laboratory work chemical evaluation of dietary nutrients. In:
Watanabe T, (ed). Fish Nutrition and Mariculture. Kanagawa International
Fisheries Training Centre. JICA. 200: 203-222.
Tamaru, C.S. Lee, C.S. dan Ako, H. 1992. Improving the larval rearing of striped
mullet (Mugil cepalus) by manipulating quantity and quality of the rotifer.
In Fulks and Main, W.K.L. (eds). Rotifer and Mikroalgae System.
Proceeding of a U.S. Asia Workshop. Honolulu-Hawaii. 104p.
Villegas, C. T. 1982. Culture and screening of food organism as potential larva
food for finfish and shelfish. Report of the Training Course on Growing
Food Organism for Fish Hatchery. 23 pp.
Wahyudin, 2005. Pengaruh Rotifera yang diperkaya dengan beberapa jenis
sumber lemak terhadap kelangsungan hidup larva udang vaname
Litopenaeus vannamei. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 41 hlm.
Watanabe, T. C. Kitajima, T. Arakawa, K. Fukusho dan S. Fujita. 1978.
Nutritional quality of rotifer Brachionus plicatilis as a living feed from the
view point of essential fatty acids for fish. Bull. Japan. Scien. Fish. 44:
1109-1114.
Watanabe T. Kitajima, C. Fukusho, K. dan Fujjita, S. 1983. Nutritional value of
live organisme used in Japan for mass propagation of fish : a review.
Aquaculture. Japan. 34:115-143.