kajian manajemen organisasi, produksi, dan … · judul tesis : kajian manajemen organisasi,...

256
i KAJIAN MANAJEMEN ORGANISASI, PRODUKSI, DAN PEMASARAN GRUP MUSIK TIUP DI KOTA MEDAN: STUDI KASUS MANGAMPU TUA DAN TAMBUNAN TESIS Oleh ELISABETH PURBA NIM. 137037004 PROGRAM STUDI MAGISTER (S-2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 1 5

Upload: duongbao

Post on 14-Mar-2019

288 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

i

KAJIAN MANAJEMEN ORGANISASI, PRODUKSI, DAN PEMASARAN

GRUP MUSIK TIUP DI KOTA MEDAN: STUDI KASUS MANGAMPU TUA DAN TAMBUNAN

TESIS

Oleh

ELISABETH PURBA

NIM. 137037004

PROGRAM STUDI

MAGISTER (S-2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 1 5

ii

KAJIAN MANAJEMEN ORGANISASI, PRODUKSI, DAN PEMASARAN

GRUP MUSIK TIUP DI KOTA MEDAN: STUDI KASUS MANGAMPU TUA DAN TAMBUNAN

T E S I S

Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) dalam Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni

pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Oleh ELISABETH PURBA

NIM. 137037004

PROGRAM STUDI

MAGISTER (S-2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2 0 1 5

iii

Judul Tesis : Kajian Manajemen Organisasi, Produksi, dan Pemasaran

Grup Musik Tiup di Kota Medan: Studi Kasus Mangampu Tua dan Tambunan

Nama : ELISABETH PURBA Nomor Pokok : 137037004 Program Studi : Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni

Menyetujui

Komisi Pembimbing,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP. 196512211991031001 _____________________________ Ketua

Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si. NIP. 195608281986012001 _____________________________ Anggota

Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Ketua, Drs. Irwansyah, M.A. NIP 196212211997031001

Fakultas Ilmu Budaya Dekan, Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP 195110131976031001

Tanggal lulus:

iv

Telah diuji pada Tanggal : PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS Ketua : Drs. Irwansyah, M.A. (______________________) Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. (______________________) Anggota I : Drs. M. Takari, M.Hum., Ph.D. (______________________) Anggota II : Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si. (______________________)

v

ABSTRAK

Tesis ini berjudul Kajian Manajemen Organisasi, Produksi, dan Pemasaran Grup Musik Tiup di Kota Medan: Studi Kasus Mangampu Tua dan Tambunan. Pokok masalah utama penelitian ini adalah mencakup tiga aspek, yaitu bagaimana manajemen (a) organisasi, (b) produksi, dan (c) pemasaran dua grup musik tiup di Kota Medan, yakni Mangampu Tua dan Tambuan.

Metode yang penulis gunakan dalam mengkaji manajemen organisasi, produksi, dan pemasaran kedua grup musik tiup ini adalah metode penelitian kualitatif. Teknik penelitian adalah menggunakan studi pustaka, media sosial, internet, wawancara, perekaman data baik berupa audio, visual, maupun audio visual. Peneliti bertindak sebagai pengamat yang terlibat. Data-data lapangan kemudian diolah di laboratorium yang bersifat ilmu manajemen dan etnomusikologis, dalam konteks multidisiplin ilmu. Untuk mengkaji tiga pokok masalah tersebut, digunakan juga tiga teori utama, yaitu teori manajemen organisasi, manajemen produksi, dan manajemen pemasaran.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan fakta-fakta sebagai berikut. (A) Manajemen organisasi kedua grup musik tiup menggunakan manajemen secara tradisional yang ditandai dengan perekrutan anggota berdasar kepada asas kekerabatan (marga) dan pertemanan, berdasar musyawarah lisan, tidak menggunakan akte notaris, kedua grup ini dalam operasinya sangat terfokus kepada peranan pemimpinnya, para anggotanya sebagai pemain musik cenderung dalam posisi pemain cabutan (freelance). (B) Manajemen produksi kedua grup musik ini adalah berdasar kepada repertoar yang lazim digunakan di dalam musik tradisi Batak Toba untuk mengiringi berbagai upacara dan acara, namun ditambah juga dengan berbagai repertoar musik etnik Sumatera Utara lainnya, dan musik pop nasional dan dunia. Kemudian terdapat variasi-variasi pemain yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar, seperti yang sederhana adalah sulim dan keyboard, trio vokalis dan keyboard, sampai ensambel lengkap (alat-alat tiup, keyboard, drum set, kadangkala ditambah gondang sabangunan). (C) Manajemen pemasaran kedua kelompok musik tiup ini menggunakan media lisan, kartu nama, plangkat, menjaga kualitas pertunjukan, teknik diskon biaya pertunjukan, variasi pertunjukan sesuai kemampuan ekonomi penanggap, dan lain-lainnya. Kata kunci: manajemen, organisasi, produksi, pemasaran, musik tiup

vi

ABSTRACT

This magister thesis entitled The Study of Organization, Production, and Marketing Management in Brass Band Ensamble Groups: Case Study in Mangampu Tua and Tambunan. The main question in this research are three aspects, how management application, in (a) organization, (b) production, and (c) marketing in two brass (wind) band group at Medan, mangampu Tua and Tambunan.

The researcher use the method in this study of organization, production, and marketing two group wind bands by qualitative method. The technique of this research use: bibliography, social media, internet, interview, recording data as audio, visual, and audiovisual. The researcher works as participant observer. The fieldwork data then analyzed in laboratory, in the perspective management and ethnomusicological science, in the context of scientific multidisciplines. To analyze three main problems in this thesis, I use three main theory: organization management, production management, and marketing management.

In this research I use some facts as that. (A) The organization management of two wind band group based on Batak Toba tradition management, with the specific process, they adopted the musicians based on patrilineal kinship (marga) and friendly system, meeting with verbal media, not write as notariat acte, the two group in their operations very focused the role of the leader, the musicians majority as freelance player (“pemain cabutan”). (B) The production management of two wind band groups based on repertoire which always use in Toba Batak musical tradition, to encompaniment some rituals, plus some repertoar of North Sumatran another ethnic musics, Indonesian’s national popular musics, and world popular musics. There are variations the group of musicians accordingly to market demand, as simple in sulim and keyboard, the trio vocalist pus keyboard, and the full ensamble (wood wind instrument section, keyboard, drum set, always plus the gondang sabangunan). (C) The marketing management two brass band groups use the oral media, the group card name, plank, to stability the quality of performance, applied discount the money of performance, variated the performances to equilibrium the economic power of demander, etc. Key words: management, organization, production, marketing, brass (wind) band

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas

segala berkat, rahmat dan karunia-Nya yang membimbing dan menyertai

penulis dalam penyelesaian studi di Program Studi Magister (S-2) Penciptaan

dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara

Medan. Tesis ini berjudul Kajian Manajemen Organisasi, Produksi, dan

Pemasaran Grup Musik Tiup Kota Medan: Studi Kasus Mangampu Tua dan

Tambunan. Tulisan dalam bentuk tesis ini adalah untuk memenuhi salah satu

syarat memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) pada Program Studi Magister

(S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Tesis ini berisikan tentang hasil penelitian mengenai sistem manajemen

seni: organisasi, produksi, dan pemasaran, di grup musik Mangampu Tua dan

Tambunan. Aspek-aspek yang dikaji mencakup jenis-jenis produksi yang

dihasilkan, pembagian tugas, sistem manajemen keuangan dan pembagian gaji

para pemusik dan promosi yang dilakukan grup musik ini. Selanjutnya pada

bahagian saran, dikaji masalah seperti apa yang ditemukan dan bagaimana

solusinya di grup musik Mangampu Tua dan Tambunan?

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada para pembimbing yang telah banyak memberikan tuntunan,

arahan serta bimbingan hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tulisan

ini, yakni Ketua Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni,

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. Irwansyah,

viii

M.A., dan Sekretaris, Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum., atas bimbingan

akademis dan arahan yang diberikan. Ucapan terima kasih kepada Bapak Drs.

Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D., sebagai Dosen Pembimbing I dan Bapak

Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si. sebagai Dosen Pembimbing II, yang telah

begitu sabar membimbing penulis dan memberikan masukan-masukan saintifik

dalam rangka menambah wawasan keilmuan penulis dalam mengerjakan tesis

ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dosen

Penguji, Ibu Dra. Rithaony Hutajulu, M.A. yang memberikan koreksi dan

kritikan demi perbaikan penulisan tesis ini.

Secara akademik penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak

Rektor Universitas Sumatera Utara, dan segenap jajarannya. Demikian pula

kepada Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya,

yang telah memberi fasilitas, sarana dan prasarana belajar bagi penulis,

sehingga dapat menuntut ilmu di Kampus Universitas Sumatera Utara ini

dengan baik.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada dosen Program Studi

Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, antara lain: Dra. Rithaony,

M.A., Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Dra. Frida

Deliana, M.Si., Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D., Prof. Dr. Robert

Sibarani, M.Si., atas ilmu yang telah diberikan selama ini. Begitu juga kepada

Bapak Drs. Ponisan sebagai pegawai adminsitrasi, terima kasih atas segala

bantuannya selama ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua tercinta,

bapak tersayang Pdt. Dr. Pilipus Purba, dan mama tercinta Tiurma Pakpahan,

nasehat bapak dan mama senantiasa mengiringi langkahku di manapun aku

ix

berada. Segala yang bapak dan ibu berikan (doa dan nasehat) membawaku

mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi, penulis tidak mampu

membalasnya dengan apapun. Terimakasih juga kepada abang Drs. Joshua

Purba, Pdt. David Purba, kakak Mawarni Purba, dan adikku Firman Budiono

Nababan. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih untuk kekasih

tersayang, Benyamin Maneey, S.E. yang selalu setia mendampingi serta

memberikan dorongan semangat hingga akhirnya tesis ini dapat selesai.

Penulis berharap kiranya tulisan ini bermanfaat bagi pembaca. Selain

itu juga dapat menjadi sumbangan dalam ilmu pengetahuan, khususnya dalam

bidang Penciptaan dan Pengkajian Seni, serta Etnomusikologi. Tentu tesis ini

masih jauh dari kesempurnaannya, karena itu kepada semua pihak penulis

sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun pada tesis ini.

Tujuannya adalah untuk menjadikan tesis ini sebagai salah satu karya ilmiah

yang mengikuti kaidah-kaidah saintifik, baik itu ditinjau dari bentuk maupun

isi yang terdapat di dalam tesis magister seni ini.

Medan, Juli 2015

Penulis

Elisabeth Purba

NIM. 137037004

x

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS DIRI

1. Nama : Elisabeth Purba

2. Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 19 Januari 1987

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Agama : Kristen Protestan

5. Kewarganegaraan : Indonesia

6. Nomor Telepon : 081376149323

7. Alamat : Jl. Kemiri 2 GangPinang No.5A Medan

PENDIDIKAN

1. Sekolah Dasar Negeri 060818 Medan lulus tahun 1999.

2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 15 Medan lulus tahun 2002.

3. Sekolah Menengah Atas Swasta Cahaya Medan lulus tahun 2005.

4. Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas HKBP Nommensen

Medan lulus tahun 2009.

5. Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Riama Medan lulus tahun

2012.

6. Mahasiswa Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni

di Fakultas Budaya Universitas Sumatera Utara.

xi

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan

Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang

secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2015

Elisabeth Purba

NIM. 137037004

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii ABSTRAK ..................................................................................................... v ABSTRACT................................................................................................... vi KATA PENGANTAR .................................................................................. vii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... x SURAT PERNYATAAN .............................................................................. xi DAFTAR ISI ................................................................................................ xii DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv DAFTAR BAGAN ...................................................................................... xvi DAFTAR PETA ......................................................................................... xvii DAFTAR NOTASI ................................................................................... xviii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xix BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Pokok Permasalahan ............................................................................... 26 1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ............................................... 26

1.3.1 Tujuan penelitian ............................................................................ 26 1.3.2 Manfaat penelitian .......................................................................... 27

1.4 Studi Kepustakaan .................................................................................. 27 1.5 Konsep dan Teori ................................................................................... 31

1.1 Konsep ............................................................................................. 31 1.1 Teori .................................................................................................. 35

1.6 Metode Penelitian ................................................................................... 41 1.7 Teknik Mengumpulkan Data .................................................................. 44

1.7.1 Observasi ....................................................................................... 45 1.7.2 Wawancara .................................................................................... 45 1.7.3 Tahap analisis ................................................................................ 46 1.7.4 Perekaman ..................................................................................... 46 1.7.4 Lokasi penelitian ............................................................................ 46

1.8 Sistematika Penulisan ............................................................................. 47 BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA DAN MUSIK TIUP (TERMASUK DI KOTA MEDAN) DALAM KEBUDAYAAN ......................................................................................... 49 2.1 Etnografi Suku Batak Toba ..................................................................... 49

2.1.1 Asal-usul masyarakat Batak Toba .................................................. 49 2.1.2 Konsep budaya masyarakat Batak Toba ......................................... 53 2.1.3 Sistem kemasyarakatan dan kekerabatan ......................................... 57 2.1.4 Kepercayaan tradisional Batak Toba ............................................... 62 2.1.5 Konsep kehidupan dalam masyarakat Batak Toba .......................... 64 2.1.6 Wilayah budaya ............................................................................. 66 2.1.7 Adat Batak Toba dalam siklus kehidupan ....................................... 70

2.1.7.1 Upacara adat kelahiran ........................................................ 73

xiii

2.1.7.2 Upacara perkawinan adat na gok ......................................... 74 2.1.7.3 Upacara adat kematian ........................................................ 76 2.1.7.3 Upacara adat pesta tugu ....................................................... 80

2.2 Integrasi Adat dan Agama Kristen .......................................................... 83 2.3 Musik Tiup dalam Kebudayaan Batak Toba ............................................ 87

2.3.1 Sejarah musik tiup ......................................................................... 90 2.3.2 Masuknya musik tiup di Tanah Batak ............................................ 94 2.3.3 Musik tiup dalam ibadah gereja .................................................... 105 2.3.4 Persebaran musik tiup .................................................................. 108 2.3.5 Peranan musik tiup dalam upacara adat ........................................ 112

2.4 Masyarakat Batak Toba di Kota Medan dan Perkembangan Musik Tiupnya ..................................................................................... 117

2.4.1 Gambaran umum Kota Medan ..................................................... 117 2.4.2 Perkembangan musik tiup di Kota Medan .................................... 126

BAB III MANAJEMEN ORGANISASI .................................................. 137 3.1 Grup Musik Tiup sebagai Organisasi Seni Tradisi ............................... 138 3.2 Latar Belakang berdirinya Organisasi ................................................... 151 3.3 Organisasi Berdasarkan Hubungan Pertemenan dan Kekerabatan ......... 155 3.4 Struktur Organisasi ................................................................................ 158 3.5 Jam Kerja .............................................................................................. 164 3.6 Biaya Pertunjukan dan Pembagian Honorarium .................................... 165 3.7 Sumber Daya Manusia .......................................................................... 173

3.7.1 Pembagian tugas .......................................................................... 174 3.7.2 Pemain saxophone dan alat musiknya ........................................... 175 3.7.3 Pemain trombone dan alat musiknya ............................................ 176 3.7.4 Pemain keyboard dan alat musiknya ............................................ 178 3.7.5 Pemain sulim dan alat musiknya .................................................. 181 3.7.6 Pemain drum set dan alat musiknya ............................................. 182 3.7.7 Pemain gitar strings dan alat musiknya ......................................... 184 3.7.8 Pemain gitar bas dan alat musiknya .............................................. 185

BAB IV MANAJEMEN PRODUKSI ...................................................... 187 4.1 Fungsi Produksi Pertunjukan Musik untuk Memenuhi Kebutuhan Budaya ................................................................................................. 187 4.2 Proses Upacara Adat Batak Toba dan Penggunaan Musik Tiup ............. 189

4.2.1 Tahap persiapan ........................................................................... 189 4.2.2 Tahap pelaksanaan upacara ........................................................... 190

4.3 Produksi Musik Tiup dalam Upacara Adat Batak Toba .......................... 193 4.3.1 Produksi musik tiup dalam upacara adat kematian saur matua ..... 195 4.3.2 Produksi musik tiup dalam upacara adat perkawinan .................... 196 4.3.3 Produksi musik tiup bukan dalam konteks adat ............................ 198

4.4 Teknik Bermain Musik Tiup sebagai Bagian Proses Produksi ................ 199 4.5 Produksi Genre Sulim Keyboard dalam Upacara Adat batak Toba ........ 200 4.6 Produksi Lagu-lagu .............................................................................. 203 4.7 Produksi Tambahan .............................................................................. 208 BAB V MANAJEMEN PEMASARAN ................................................... 210 5.1 Diberitakan Secara Lisan ...................................................................... 210

xiv

5.2 Promosi Melalui Kartu Nama dan Plankat ............................................ 212 5.3 Strategi Pemasaran dengan Diskon Biaya Pertunjukan .......................... 217 5.4 Perluasan Genre Pertunjukan Musik ..................................................... 217 5.5 Promosi Melalui Cara Menjaga Kepercayaan Pelanggan ...................... 218 5.6 Menjaga Kualitas Pertunjukan .............................................................. 219 5.7 Menyediakan Berbagai Pilihan Biaya Pertunjukan ................................ 219 BAB VI PENUTUP .................................................................................. 221 6.1 Kesimpulan .......................................................................................... 221 6.2 Saran .................................................................................................... 224 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 231 DAFTAR INFORMAN ............................................................................ 235

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1: Perbedaan manajemen sebagai Ilmu Pengetahuan dan Seni ............. 6 Tabel 2.1: Gereja-gerja dalam Budaya Batak Toba yang Menggunakan Ensambel Musik Tiup ............................................................... 107 Tabel 2.2: Kelompok-kelompok Musik Tiup di Sumatera Utara .................. 111 Tabel 2.3: Perbandingan Etnik di Kota Medan pada Tahun 1930, 1980, dan 2000 ........................................................................... 125 Tabel 2.4: Pasang-surut Kelompok-kelompok Musik Tiup di Kota Medan ......................................................................................... 132 Tabel 4.1: Produksi Berupa Substitusi Repertoar Lagu Musik Tiup Batak Toba di Kota Medan ........................................................ 204

xvi

DAFTAR BAGAN Bagan 1.1: Bagan Perusahaan Formal .............................................................. 9 Bagan 1.2: Bagan Manajemen Organisasi Grup Musik Mangampu Tua ........ 12 Bagan 1.3: Bagan Manajemen Organisasi Grup Musik Tambunan ................ 13 Bagan 2.1: Diagram Kelompok Dalihan Na Tolu .......................................... 61 Bagan 2.2: Budaya Masyarakat Batak Toba dan Eksistensi Musik Tiupnya ........................................................................... 136 Bagan 3.1: Struktur Organisasi Mangampu Tua........................................... 160 Bagan 3.2: Struktur Organisasi Tambunan Musik ........................................ 160 Bagan 3.3: Biaya Pertunjukan Mangampu Tua ............................................ 162 Bagan 3.4: Biaya Pertunjukan Tambunan Musik ......................................... 170 Bagan 4.1: Kedudukan Musik Tiup dalam Upacara Adat Batak Toba ......... 194

xvii

DAFTAR PETA Peta 2.1: Administrasi Kota Medan ............................................................. 119

xviii

DAFTAR NOTASI

Notasi 4.1: Gondang Mula-Mula (Somba-Somba) ....................................... 206

xix

DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1: M. Silaban Pimpinan Grup Mangampu Tua ............................ 161 Gambar 3.2: S. Tambunan Pimpinan Grup Tambunan Musik ..................... 162 Gambar 3.3: Penulis Bersama S. Tambunan Pimpinan Grup Tambunan Musik Saat Penelitian .............................................................. 163 Gambar 3.4: Salah Seorang Vokalis dalam Bentuk Trio dan Keyboard yang Disediakan oleh Kelompok Musik Tiup di Medan .......... 168 Gambar 3.5: Pemain Saxophone dan Alat Musiknya ................................... 176 Gambar 3.6: Pemain Trombone dan Alat Musiknya ..................................... 177 Gambar 3.7: Pemain Keyboard dan Alat Musiknya pada Grup Musik Tiup Mangampu Tua .............................................................. 179 Gambar 3.8: Pemain Keyboard dan Alat Musiknya pada Grup Musik Tiup Tambunan Musik ............................................................ 180 Gambar 3.9: Pemain Sulim dan Alat Musiknya ............................................ 182 Gambar 3.10: Instrumen Drum Set yang Digunakan Musik Tiup Mangampu Tua .................................................................... 182 Gambar 3.11: Pemain dan Instrumen Gitar String ....................................... 184 Gambar 3.12: Pemain dan Instrumen Gitar Bas Elektrik pada Kelompok Musik Tiup Mangampu Tua ................................ 186 Gambar 4.1: Suasana Musik Tiup dalam Upacara Perkawinan Adat Batak Toba di Kota Medan ............................................ 197 Gambar 4.2: Salah Satu Pertunjukan Musik Tiup Mangampu Tua Di Kota Medan ....................................................................... 207 Gambar 4.3: Penulis bersama Kelompok Musik Tiup Mangampu Tua ........ 209 Gambar 5.1: Plankat Mangampu Tua Musik di Depan Halaman Rumah M. Silaban .............................................................................. 215 Gambar 5.2: Plankat Tambunan Musik di Depan Halaman Rumah S. Tambunan .......................................................................... 216

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam mengisi kehidupannya manusia menciptakan dan berdasar kepada

kebudayaan (budaya). Kebudayaan ini mencakup unsur-unsur: sistem religi,

bahasa, teknologi, pendidikan, organisasi sosial, kesenian, dan ekonomi (mata

pencaharian). Ketujuh unsur kebudayaan tersebut dapat terwujud dalam bentuk-

bentuk: gagasan (ide), aktivitas, dan artefak (benda-benda). Tujuh unsur

kebudayaan selalu disebut dengan dimensi isi budaya, sedangkan tiga wujud

kebudayaan disebut dengan dimensi wujud budaya (Koentjaraningrat, 1990).

Dalam menjalani hidupnya, manusia pastilah bekerja dalam bidang-bidang

tertentu. Misalnya ia bekerja sebagai petani, nelayan, tukang (pembuat rumah),

montir, buruh, pegawai, tentara, polisi, jaksa, hakim, ekonom, dan lain-lainnya.

Setiap bidang pekerjaan ini bisa saja melibatkan satu atau lebih unsur-unsur

kebudayaan seperti terurai di atas. Misalnya seorang petani selain menggunakan

artefak-artefak dalam tekonologi pertanian seperti: cangkul, sabit, pupuk, bibit,

tajak, kerbau, traktor, dan lain-lainnya, ia juga menggunakan sistem organisasi

sosial seperti koperasi petani, perbankan, persatuan petani, hubungan petani

dengan badan urusan logistik, dan lain-lainnya. Semua ini melibatkan

manajemen atau pengelolaan.

Demikian pula yang terjadi di dalam kelompok-kelompok kesenian. Para

seniman ini pada umumnya membentuk organisasi kesenian, apakah seni

pertunjukan, rupa, kerajinan, dan lainnya. Organisasi tersebut diciptakan

2

2

manusia untuk dapat mengatur atau mengelola kehidupannya dengan lebih

terarah dan lebih baik lagi. Dengan demikian manajemen dapat dipastikan selalu

digunakan oleh manusia baik secara pribadi atau kelompok untuk mengurusi

kehidupan mereka. Oleh karena itu, lebih dahulu dijelaskan apa itu manajemen

baik dari sisi etimologis, seni, saintifik, dan lainnya, sebelum membahas

mengapa penulis tertarik dengan keberadaan manajemen oleh kelompok-

kelompok musik tiup di Kota Medan, dengan studi kasus pada kelompok

Mangampu Tua dan Tambunan.

Secara etimologis kata manajemen berasal dari bahasa Perancis Kuno

ménagement, yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Sedangkan secara

terminologis para pakar mendefinisikan manajemen secara beragam, di antaranya

adalah sebagai berikut.

(1) Follet yang dikutip oleh Wijayanti (2008:1) mengartikan manajemen

sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Menurut Stoner

yang dikutip oleh Wijayanti (2008:1) manajemen adalah proses perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota

organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya manusia organisasi lainnya

agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Gulick dalam Wijayanti

(2008:1) mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan

(science) yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan

bagaimana manusia bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan dan membuat

sistem ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.

Schein (2008:2) memberi definisi manajemen sebagai profesi. Menurutnya

manajemen merupakan suatu profesi yang dituntut untuk bekerja secara

3

3

profesional, karakteristiknya adalah para profesional membuat keputusan

berdsarkan prinsip-prinsip umum, para profesional mendapatkan status mereka

karena mereka mencapai standar prestasi kerja tertentu, dan para profesional harus

ditentukan suatu kode etik yang kuat.

Terry (2005:1) memberi pengertian manajemen yaitu suatu proses atau

kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok

orang-orang ke arah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang

nyata. Hal tersebut meliputi pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan,

menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami bagaimana mereka harus

melakukannya, dan mengukur efektivitas dari usaha-usaha yang telah dilakukan.

Dari beberapa definisi yang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa

manajemen merupakan usaha yang dilakukan secara bersama-sama untuk

menentukan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-

fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan

(actuating), staffing (penentuan sumber daya manusia), dan pengawasan

(controlling).

Manajemen merupakan sebuah kegiatan; pelaksanaannya disebut

managing dan orang yang melakukannya disebut manajer. Manajemen

dibutuhkan setidaknya untuk mencapai tujuan, menjaga keseimbangan di antara

tujuan-tujuan yang saling bertentangan, dan untuk mencapai efisiensi dan

efektivitas.

Kata manajemen sudah sangat umum kita dengar. Hampir semua kegiatan

baik di lingkungan pemerintahan maupun di lingkungan swasta, istilah

manajemen selalu digunakan, misalnya, manajemen organisasi, manajemen

4

4

produksi, manajemen pemasaran, pelatihan manajemen, keputusan manajemen,

manajemen konflik, dan lain-lain. Walaupun semua menggunakan istilah

manajemen akan tetapi artinya berbeda-beda, sesuai dengan konteks

digunakannya istilah manajemen ini.

Pada kata manajemen produksi, manajemen artinya adalah penerapan salah

satu fungsi manajemen yang ada di dalam perusahaan. Pelatihan manajemen

artinya manajemen tersebut dapat dipelajari atau manajemen sebagai suatu ilmu.

Sedangkan keputusan manajemen artinya manajemen sebagai suatu kolektivitas

(manajemen artinya lebih dari satu manajer). Inti dari penggunaan kata

manajemen selalu mempunyai tujuan agar suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan

efektif dan efisien.

Menurut Stoner dkk. (1995:9) efektif diartikan sebagai kemampuan untuk

menentukan tujuan yang memadai. Sedangkan efisien artinya kemampuan untuk

meminimalkan penggunaan sumber daya dalam mencapai tujuan organisasi.

Keberhasilan dalam menjalankan aktivitas manajemen, tidak semata-mata

karena mereka memiliki ilmu manajemen yang memadai, akan tetapi juga

tergantung dari keterampilan untuk menjalankannya. Betapa banyak orang

memiliki ilmu manajemen yang tinggi akan tetapi ternyata gagal di dalam

menjalankan usahanya, sedangkan di lain pihak tidak sedikit pula orang yang

berhasil dalam usahanya, padahal mereka tidak mempunyai latar belakang

keilmuan yang mendukungnya.

Oleh karena itu, manajemen bukan saja sebagai ilmu tetapi juga sebagai

seni. Ilmu adalah sekumpulan pengetahuan yang telah disistematisasi,

dikumpulkan dan diterima menurut pengertian kebenaran umum. Manajemen

5

5

tergolong ilmu pengetahuan karena memenuhi persyaratan di atas, yaitu karena ia

mempunyai prinsip-prinsip, peraturan-peraturan, dan ketentuan yang merupakan

satu kesatuan dalam sistem yang berlaku umum, berhubungan dengan ilmu-ilmu

pengetahuan lainnya, dapat dijadikan suatu teori dan obyektif.

The art of management artinya manajemen sebagai suatu seni kemahiran

untuk menerapkan ilmu yang dimiliki pada situasi-situasi dan obyek-obyek

tertentu. Kemahiran tersebut ditentukan oleh watak dan kepribadian seseorang,

yang banyak ditentukan oleh bakat, naluri, emosi, tingkat usia, pengalaman, dan

lain sebagainya. Seni pada dasarnya merupakan kemampuan pribadi yang tidak

dapat dipelajari karena tidak mempunyai prinsip-prinsip yang standar, tetapi dapat

ditempa melalui latihan dan pengalaman.

Dengan demikian manajer adalah seorang ilmuwan dan sekaligus seniman,

karena kecuali mengandalkan diri pada ilmu, ia pun harus mempunyai firasat,

keyakinan-keyakinan, kreativitas, dan menguasai cara-cara penerapannya. Karena

itu seseorang yang mempunyai pengetahuan luas tentang manajemen, bisa saja

gagal dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang manajer yang kompeten, jika

ia kurang menguasai art of management (seni manajemen). Jabatan manajer

cenderung seperti peran seorang artis, dan bukan seorang ilmuwan, namun dalam

praktik kedua hal ini tidak dapat dipisah-pisahkan.

Manajemen terdiri dari beberapa unsur, di antaranya: man, money,

method, machine, market, material, dan information, yang dapat diuraikan sebagai

berikut.

(1) Man: sumber daya manusia (SDM);

(2) Money: uang yang diperlukan untuk mencapai tujuan;

6

6

(3) Method: cara atau sistem untuk mencapai tujuan;

(4) Machine: mesin atau alat untuk berproduksi;

(5) Material: bahan-bahan yang diperlukan dalam kegiatan;

(6) Market: Pasaran atau tempat untuk melemparkan hasil produksi;

(7) Information: hal-hal yang dapat membantu untuk mencapai tujuan.

Karenanya, manajemen dapat diartikan sebagai ilmu dan seni tentang upaya

untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan

secara efektif dan efesien. Banyak jenis-jenis manajemen, seperti manajemen

organisasi, manajemen perencanaan, manajemen produksi, manajemen

pemasaran, dan lain-lainnya. Demikian pula setiap unsur kebudayaan memiliki

manajemen yang berbeda-beda, misalnya manajemen sistem religi tentu berbeda

dengan manajemen seni. Dalam tulisan ini yang dimaksud manajemen seni adalah

sistem pengelolaan terhadap kesenian, khususnya yang dilakukan oleh para

seniman dan pengelola seni kelompok musik tiup (brass band) di Kota Medan.

Perbedaan antara ilmu dengan seni dapat dilihat pada Tabel 1.1 di bawah ini.

Tabel 1.1: Perbedaan Manajemen sebagai Ilmu Pengetahuan dan Seni

Manajemen

No. Ilmu Pengetahuan Seni

1 Berkembang secara teoritis Berkembang secara praktis

2 Membuktikan Merasa

3 Meramalkan Menerka

4 Menguraikan/mengajarkan Memberi definisi

5 Memberikan kepastian/ukuran Memberikan pendapat

7

7

Bila dilihat dari tingkatan dalam organisasi, manajemen dibagi menjadi

tiga golongan yang berbeda yaitu:

1. Manajemen puncak, yaitu jenjang yang paling tinggi pada tingkatan manajemen

(puncak piramid), mereka sering juga disebut manajer senior atau eksekutif

kunci. Jenjang ini meliputi dewan direktur, direktur utama (CEO), dan

pimpinan puncak lainnya. Tugas utama mereka adalah menyusun rencana

induk perusahaan/rencana umum yang dijadikan pedoman aksi dari perusahaan

tersebut, mengambil keputusan–keputusan yang sangat penting (strategis).

2. Manajemen madya, yaitu tingkatan manajemen yang berada ditengah-tengah

piramid, mereka sering juga disebut manajemen administratif yang terdiri dari

pimpinan pabrik atau manajer divisi. Para manajer ini mempunyai tanggung

jawab dalam penyusunan rencana operasi untuk melaksanakan rencana-rencana

umum dari manajer puncak.

3. Manajemen operasional atau sering disebut manajemen bawah yaitu merupakan

jenjang terendah dari tingkatan manajemen, mereka yang tergabung dalam

tingkatan ini adalah supervisor garis pertama, seperti mandor, kepala seksi dan

lain-lain, yang mempunyai tugas untuk berhubungan langsung dengan

karyawan operasi.

Fungsi manajemen terdiri atas perencanaan, pengarahan, sumber daya

manusia, pengawasan, dan organisasi. Fungsi manajemen pertama kali

diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal

abad ke-20. Beliau menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang,

mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini,

kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi empat, yaitu:

8

8

(1) Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan

sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan

perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu.

Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil

tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat

digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan

proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan

fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.

(2) Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu

kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian

mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang

yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi

tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa

yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-

tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas

tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil.

(3) Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua

anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan

perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi. Jadi actuating artinya

adalah menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau

penuh kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang

dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah

kepemimpinan.

9

9

(4) Pengevaluasian (evaluating) adalah proses pengawasan dan pengendalian

performa perusahaan untuk memastikan bahwa jalannya perusahaan sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan. Seorang manajer dituntut untuk

menemukan masalah yang ada dalam operasional perusahaan, kemudian

memecahkannya sebelum masalah itu menjadi semakin besar. Adapun bagan

perusahaan formal yang terdiri atas manajemen puncak (top management) dan

manajemen menengah (middle management) adalah sebagai berikut.

Bagan 1.1:

Bagan Perusahaan Formal

Manajemen seni dalam prosesnya mengacu pada suatu tujuan untuk

mencapai sistem nilai. Hal ini merupakan orientasi yang hendak dicapai dengan

konsep manajemen seni. Orientasi ini juga yang membedakan dengan manajemen

bisnis, karena manajemen bisnis berorientasi pada pencapaian secara finansial

atau laba, sedangkan manajemen seni lebih mengutamakan nilai artistik dan

estetik (Harjana, 1995:1).

10

10

Secara umum, manajemen kesenian perkembangannya tidak sama seperti

manajemen bisnis. Sejauh pengamlaman penulis para pakar manajemen belum

banyak yang mengkaji masalah manajemen kesenian, yang keberadaannya

berbeda dengan manajemen bisnis secara umum. Para pengelola seni, terutama

seni tradisional biasanya mengikuti proses manajemen tradisi yang diwarisi secara

turun-temurun.

Walau demikian, manajemen kesenian juga memiliki fungsi manajerial

yang terdiri atas: planning, organizing, actuating, staffing, dan controlling.

Manajemen kesenian lebih mengutamakan sistem nilai (kebudayaan) dan

menekankan sumber daya manusia. Keuntungan berdasarkan prinsip-prinsip

ekonomi, yaitu dengan biaya sekecil-kecilnya mendapatkan keuntungan yang

sebesar-besarnya, bukanlah tujuan utama.

Demikianlah halnya yang dilakukan grup musik Mangampu Tua dan

Tambunan Musik di Kota Medan, mereka menggunakan seni dan ilmu manajemen

secara “tradisional” dalam mengembangkan usaha grup musiknya. Mereka tidak

mempunyai “banyak ilmu pengetahuan” tentang manajemen karena usaha yang

mereka dirikan dikelola sendiri oleh pemilik.

Grup musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik adalah kelompok seni

pertunjukan musik, yang biasanya dikategorikan sebagai seni musik tiup [Batak

Toba]. Seni ini umumnya digunakan untuk memeriahkan berbagai pesta di dalam

kebudayaan Batak Toba, seperti: perkawinan, kematian (baik saur matua atau

tidak), dan berbagai upacara lainnya. Kelompok musik ini terdiri dari para

pemain: saksofon, trombon, sausafon, trumpet, drum set, bas gitar listrik,

keyboard, hasapi, dan lain-lainnya.

11

11

Dalam pertunjukan berbagai repertoar disajikan mereka sebagai bahagian

dari produksi seni. Mereka menyatu dalam grup ini hanya berdasarkan

kebersamaan akan keberadaan budaya dan juga kepentingan ekonomisnya.

Mereka tidak memiliki akte notaris yang mengikat secara hukum.

Adapun sistem manajemen musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik

memiliki sistem tersendiri, yang berbeda dengan sistem manajemen pada

umumnya. Pola manajemen kedua grup ini adalah sebagai berikut.

(1) Bagan sistem manajemen musik Mangampu Tua, adalah bergantung kepada

pemilik dan pemimpin grup musik tersebut adalah M. Silaban. Saya waktu

datang ketempat musik Mangampu Tua pertama kalinya untuk meneliti

mereka sama sekali tidak memahami sistem manajemen (sebagaimana

pengertian di Eropa) bahkan mereka berkata manajemen di sini tidak ada

masih “asal-asalan” karena mereka tidak memiliki manajemen sebagai ilmu

(sains) hanya sebagai seni manajemen. Sedangkan grup musik Tambunan

dengan baik menyampaikan sederhananya sistem manajemen mereka dimana

pemilik yang mengelola semua kegiatan dan menggaji para pemain musiknya.

Namun demikian, bagi penulis, di dalam kedua kelompok musik tiup ini

terdapat sistem manajemen yang berakar dari tradisi pengelolaan kelompok

musik dalam ranah kebudayaan Batak Toba. Inilah yang menarik untuk dikaji.

12

12

Bagan 1.2:

Bagan Manajemen Organisasi Grup Musik Mangampu Tua

Grup musik Tambunan juga memiliki manajemen organisasi yang sama

dengan mangampua Tua. Kelompok ini dipimpin oleh sebuah pemilik dan pemilik

itu sendiri, yaitu Bapak H. Tambunan yang memimpin dan mengatur semua

urusan grup musik tersebut. Adapun bagan sistem manajemen Tambunan Musik

adalah sebagai berikut.

13

13

Bagan 1.3:

Bagan Manajemen Organisasi Grup Musik Tambunan

Anggota pemusik grup Tambunan terdiri dari pemain trumpet, pemain

trombone, pemain saksofon (saxophone), pemain gitar bas, pemain drum,

pemain keyboard, dan pemain sulim (seruling). Di lain sisi, pemusik grup

Mangampu Tua terdiri dari pemain trumpet, pemain trombone, pemain

saxophone, pemain gitar bas, pemain drum, pemain keyboard, pemain sulim,

dan pemain hasapi.

(2) Sistem pemberian tugas di musik Tambunan dan Mangampu Tua sama yaitu

jika ada yang pesan untuk tampil maka para pemain musik akan dipanggil

untuk bekerja sesuai dengan alat musik yang dimainkan. Para pemusik ini

diatur dan diawasi oleh pemilik yang juga sebagai pengawas.

(3) Pemain musik Tambunan dahulu diambil dari keluarga Tambunan dan mereka

dilatih terlebih dahulu untuk cara bermain dengan baik. Pemain musik

14

14

Tambunan dahulu banyak diambil dari kampung Balige dan Samosir.

Sekarang sudah banyak dari Medan sendiri.

(4) Para pemain musik dahulu datang melamar bekerja di grup musik Tambunan

dan menetap di Medan. Tetapi setelah berkembangnya zaman dan banyaknya

muncul grup musik di kota Medan, membuat grup musik Tambunan mencari

pemain musik seperti dari USU, Unimed, dan dari desa-desa di Tanah Batak.

Pemain musik yang ada di grup musik Tambunan tidaklah menetap di grup

musik Tambunan tetapi para pemusik juga bisa bermain musik di grup yang

lainnya. Para pemusik dipanggil jika ada jadwal sesuai dengan ada pesanan.

(5) Di kedua grup musik ini tidak mempunyai jadwal latihan yang rutin tetapi

mereka langsung latihan dicoba dengan mulut dan langsung latihan didalam

mobil. Hal ini juga berlaku pada grup musik Mangampu Tua para pemusiknya

diambil dari luar dan jika ada pesanan baru para pemusik dipanggil untuk

bermain musik.

(6) a. Adapun sistem penggajian yang dilakukan selama ini oleh grup musik

Mangampu Tua yaitu pembagian hasil dimana 30% dari Rp 2.500.000, untuk

pemilik dan 70% dari Rp 2.500.000, untuk para pemain musik sedangkan di

grup musik Tambuanan yaitu pembagian hasil dimana 20% untuk pemilik dan

80% untuk para pemain musik setelah dikurangi ongkos pengangkutan barang-

barang musik dan pemain. Adapun harga yang sudah ditentukan oleh grup

musik Tambunan untuk setiap konsumen yang memesan grup musik

Tambunan di suatu pesta sekitar Medan itu sebesar Rp 2.500.000. Kemudian

pembagian uang pendapatan tersebut dirinci lagi sebagai berikut.

15

15

(i) Ongkos transport pengangkutan barang sebesar Rp 200.000,-

(ii) Maka yang dibagi hasil Rp 2.300.000 dimana 20% x Rp.2.300.000 =

Rp 460.000 untuk pemilik dan pemain musik ada 7 orang sehingga 7

orang itu mendapat 80% x Rp 2.300.000 = Rp 1.840.000. Jadi tiap

orang pemusik mendapat Rp 1.840.000 dibagi 7 orang = Rp 262.857.

Para pemain musik digaji jika ada pekerjaan untuk tampil di pesta-pesta

seperti acara pernikahan dan acara adat meninggal Batak Toba. Adapun

lamanya jam yang sudah ditentukan untuk grup musik Tambunan ini disewa

yaitu dari jam 9 pagi sampai jam 6 sore berarti selama 9 jam tapi tidak terus

memainkan musik ada saat istirahatnya juga Di sini berarti minimya

gaji/kesejahteraan para pemusik karena tidak ada uang masuk yang lainnya

hanya gaji saja sesuai ada pekerjaan untuk tampil. Dahulu grup musik

Tambunan banyak dipesan karena 35 kali tampil dalam sebulan karena ada

dua kali tampil dalam sehari, namun sekarang hanya ada 10 kali tampil dalam

sebulan karena banyaknya persaingan.

Grup musik Tambunan juga menghadapi beberapa gangguan jika mereka

tampil di acara pernikahan dan acara kematian di desa karena pemuda setempat

meminta uang keamanan ataupun uang kutipan sehingga kadang menyebabkan

pertengkaran.

Adapun grup musik Tambunan dan Mangampu Tua bertahan sampai

sekarang ini karena hanya ini saja usaha yang mereka miliki dan pemilik langsung

aktif ke lapangan, pemilik ikut terlibat dalam mengawasi para pemusik saat tampil

untuk memastikan semua alat-alat musik tetap dalam kondisi yang baik agar alat-

alat musik tidak rusak ataupun tidak hilang.

16

16

Sekarang ini, musik tiup bagi masyarakat Batak sepertinya sudah melekat

bagi mayoritas komunitas ini. Karena pada setiap acara upacara adat perkawinan

dan kematian selalu menyertakan aliran musik tiup sebagai bagian dari upacara

ini.

Apabila manajer/pemilik mampu menjalankan fungsinya dan perannya

dengan baik, maka organisasi yang dipimpinnya akan berkembang dengan baik.

George Terry dalam bukunya Principles of Management mengemukakan bahwa

ada beberapa kesalahan yang menyebabkan gagalnya perusahaan di Amerika

Serikat antara lain:

1. Memulai secara besar-besaran, tanpa mencoba dahulu apakah idenya itu

berhasil di bidang yang kecil dan terbatas.

2. Saingan (terutama asing) tidak dinilai sebagaimana mestinya.

3. Salah dalam menetapkan nilai (harga) barang dan jasa.

4. Memulai usaha dengan modal yang terlalu kecil, dengan sebagian besarnya

diharapkan dari hutang, sehingga terjadi praktek tutup lobang gali lobang.

5. Memasuki usaha tanpa mempunyai pengalaman terlebih dahulu.

6. Terjadi pemborosan pada penggunaan modal yang besar.

7. Terlalu gampang menggunakan skim kredit tanpa ada perencanaan sistem

pengembaliannya.

8. Terlalu mudah memberikan kredit, hanya untuk menarik langganan baru.

9. Terlalu banyak keluarga yang ikut campur di dalam perusahaan tanpa

memperhatikan keahliaannya.

17

17

Untuk itu Tom Peters dan Robert Waterman dalam bukunya Insearch of

Excellencen memberikan jalan keluar dalam rangka mensukseskan kegiatan

usaha, yaitu:

1. Sergap bertindak: bersedia melakukan apa saja untuk kesuksesan usahanya.

2. Dekat dengan para pelanggan: mempelajari kebutuhan-kebutuhan pelanggan

danmencari cara untuk memenuhinya.

3. Otonom dan berwirausaha: memecah perusahaan menjadi bagian-bagian kecil

dan mendorong masing-masing bagian tersebut untuk berfikir mandiri dan

kompetitif.

4. Produktivitas melalui motivasi anggota organisasi: menumbuhkan kesadaran

semua karyawan bahwa upaya mereka dalam memajukan perusahaan adalah

sangat penting dan mereka akan turut menikmati apabila berhasil.

5. Mengutamakan hal-hal yang penting bagi kemajuan usaha.

6. Bertahan dengan hal-hal yang menguntungkan usaha.

7. Organisasi sederhana dan tidak banyak biaya.

8. Tegas tapi toleran terhadap karyawan.

Menurut Peters dan Waterman, apa yang membuat manajer efektif dan

perusahaan unggul, bukanlah strategi intelektual yang cemerlang, akan tetapi

ketaatan pada dasar, yaitu kerja keras, mengerjakan sesuatu dengan sederhana,

bertindak cepat, berinteraksi dengan pelanggan, menghargai karyawan dan

mempertahankan arti suatu misi.

Lagu-lagu yang dimainkan pemusik grup musik Tambunan dan

Mangampu Tua sebagai hasil dari manajemen produksinya, disesuaikan dengan

sesuai pesanan yang menggunakan mereka, dan lagu-lagu yang lagi trend di

18

18

masyarakat. Grup musik Tambunan juga menyewakan sound system dan alat-alat

musik dan mempunyai prasarana alat musik tersendiri dan bus pengangkut barang

serta pakaian seragam grup musik Tambunan.

Dilihat dari sisi manajemen pemasarannya, maka kedua kelompok ini

menggunakan sistem pemasaran secara kelisanan. Keberadaan mereka

disampaikan dari orang ke orang secara lisan. Selain itu, mereka juga

menggunakan media-media seperti kartu nama grup yang siap untuk dibagi-

bagikan kepada semua orang, dengan harapan suatu saat kelak mereka dipanggil

untuk pertunjukan dalam berbagai peristiwa musikal. Seterusnya strategi

pemasaran kedua kelompok ini adalah bekerjasama dengan berbagai kelompok

usaha yang berkaitan dengan pesta adat perkawinan Batak Toba, seperti usaha

pelaminan, catering makanan dan minuman, foto perkawinan, dan shooting video,

dan lain-lainnya.

Menurut peneliti, sistem manajemen Mangampu Tua dan Tambunan musik

masih lebih menganut sistem manajemen tradisional, artinya pemiliklah yang

mengelola semua dari mengatur jadwal, memberikan gaji, menyediakan alat-alat

musik dan para pemain musik tidak terikat dan bisa berpindah-pindah ke grup

musik lain serta tidak mempunyai waktu yang khusus untuk latihan sehingga grup

musik ini hanya bisa bertahan saja dan tidak berkembang. Padahal untuk

mengembangkan suatu usaha diperlukan sistem manajemen yang baik. Oleh karen

hal inilah peneliti tertarik untuk meneliti grup musik Mangampu Tua dan

Tambunan Musik.

Berdasarkan paparan di atas, ada beberapa hal yang menjadi pertanyaan

dalam benak penulis, yaitu bagaimana sistem manajemen Mangampu Tua dan

19

19

Tambunan Musik yang meliputi perencanaan, pengarahan, sumber daya manusia,

pengawasan dan organisasi, apa strategi musik Mangampu Tua dan musik

Tambunan untuk tetap bertahan dan diminati masyarakat, dan bagaimana sejarah

berdirinya dan bertahannya grup musik Mangampu Tua dan grup musik

Tambunan.

Fenomena manusia pengelola dan seniman musik serta musik yang

dihasilkannya seperti terurai di atas sangat menarik untuk didekati dari dua ilmu

utama yaitu manajemen dan etnomusikologi. Untuk itu dalam latar belakang ini

selain ilmu manajemen, dikaji juga etnomusikologi sebagai sebuah disiplin ilmu

pengetahuan.

Menurut I Made Bandem (2001:1-2), etnomusikologi merupakan sebuah

bidang keilmuan yang topiknya menantang dan menyenangkan untuk

diwacanakan. Sebagai disiplin ilmu musik yang unik, etnomusikologi mempelajari

musik dari sudut pandang sosial dan budaya. Sebagai disiplin yang sangat populer

saat ini (baik di tingkat internasional atau Indonesia), etnomusikologi merupakan

ilmu pengetahuan yang relatif muda umurnya. Walaupun umurnya baru sekitar

satu abad, namun uraian-uraian tentang musik eksotik (yang merupakan dasar-

dasar munculnya etnomusikologi) sudah dijumpai jauh sebelumnya. Uraian-raian

tersebut ditulis oleh para penjelajah dunia, utusan-utusan agama, orang-orang

yang suka berziarah dan para ahli filologi. Pengenalan musik Asia di Dunia Barat,

pada awal-awalnya dilakukan oleh Marco Polo, pengenalan musik China oleh

Jean-Babtise Halde tahun 1735, dan Josep Amiot tahun 1779. Kemudian musik

Arab oleh Guillaume-Andre Villoeau hun 1809. Periode ini dipandang sebagai

awal perkembangan etnomusikologi. Masa ini pula diterbitkan Ensiklopedi Musik

20

20

oleh Jean-Jaques Rousseau, tepatnya tahun 1768, yang memberi semangat

tumbuhnya etnomusikologi. Penelitian tentang musik rakyat dari berbagai bangsa

di Eropa dilakukan oleh Grin dan Herder dan kawan-kawannya, yang akhirnya

menjadi tumbuhnya benih kesadaran akan perbedaan budaya dalam persamaan

universal makhluk manusia.

Sebagai sebuah disiplin ilmu, etnomusikologi dengan terang-terangan

dinobatkan sebagai dua kelompok disiplin, yaitu ilmu humaniora dan ilmu sosial

sekali gus. Selain itu pula, sangat dirasakan perlunya memanfaatkan ilmu eksakta

di bidang disiplin ini, terutama yang berkaitan dengan organologi, akustik, dan

artefak. Etnomusikologi, pada waktu ini, memberikan kontribusi keunikannya

dalam hubungannya bersama aspek-aspek ilmu pengetahuan sosial dan aspek-

aspek ilmu humaniora, dalam caranya untuk melengkapi satu dengan lainnya,

mengisi penuh kedua pengetahuan itu. Keduanya akan dianggap sebagai hasil

akhir darinya sendiri; keduanya dipertemukan menjadi pengetahuan yang lebih

luas (Merriam, 1964).

Etnomusikologi biasanya secara tentatif paling tidak menjangkau

lapangan-lapangan studi lain sebagai suatu sumber stimulasi baik terhadap

etnomusikologi itu sendiri maupun disiplin saudaranya, dan ada beberapa cara

yang dapat dijadikan nilai pemecahan terhadap masalah-masalah ini. Studi teknis

dapat memberitahukan kita banyak tentang sejarah kebudayaan. Fungsi dan

penggunaan musik adalah sebagai suatu yang penting dari berbagai aspek lainnya

pada kebudayaan, untuk mengetahui kerja suatu masyarakat. Musik mempunyai

interelasi dengan berbagai tumpuan budaya; ia dapat membentuk, menguatkan,

saluran sosial, politik, ekonomi, linguistik, religi, dan beberapa jenis tata tingkah

21

21

laku lainnya. Teks nyanyian melahirkan beberapa pemikiran tentang suatu

masyarakat, dan musik secara luas dipergunakan sebagaimana analisis makna

terhadap prinsip struktur sosial. Etnomusikolog seharusnya tidak dapat

menghindarkan diri terhadap dirinya sendiri dengan masalah-masalah simbolisme

di dalam musik, pertanyaan tentang hubungan antara berbagai seni, dan semua

kesulitan pengetahuan apa itu estetika dan bagaimana strukturnya. Ringkasnya,

masalah-masalah etnomusikologi bukan hanya terbatas kepada teknik semata--

tetapi juga tentang tata tingkah laku manusia. Etnomusikologi juga tidak sebagai

sebuah disiplin yang terisolasi, yang memusatkan perhatiannya kepada masalah-

masalah esoterisnya saja, yang tidak dapat diketahui oleh orang selain yang

melakukan studi etnomusikologi itu sendiri. Tentu saja, etnomusikologi berusaha

mengkombinasikan dua jenis studi, untuk mendukung hasil penelitian, untuk

memecahkan masalah-masalah spektrum yang lebih luas, yang mencakup baik

ilmu humaniora ataupun sosial.

Ilmu pengetahuan humaniora lebih memfokuskan perhatian kepada nilai-

nilai kemanusiaan dibandingkan dengan ilmu pengetahuan sosial, dan lebih

menaruh perhatian kepada nilai kebebasan dalam mendeskripsikan perilaku

manusia. Pernyataan ini, secara umum memang benar, yang kembali

mendiskusikan dan menanyakan metode-metode dari menanyakan muatan

lapangan studinya. Begitu juga, penting untuk menyatakan bahwa ilmu

pengetahuan humaniora sangat melibatkan nilai-nilai, dan ini menjadi titik

kuncinya. Dengan demikian, fokus ilmu-ilmu humaniora dibangun di atas kritik

pengujian dan evaluasi dari produk manusia di dalam urusan kebudayaan (seni,

22

22

musik, sastra, filsafat, dan religi), sedangkan fokus ilmu pengetahuan sosial adalah

cara manusia hidup bersama, termasuk aktivitas-aktivitas kreatif mereka.

Dalam sejarah perkembangan etnomusikologi, terjadi gabungan dua

disiplin yaitu muskologi dan etnologi. Musikologi selalu digunakan dalam

mendeskrip-sikan struktur musik yang mempunyai hukum-hukum internalnya

sendiri--sedangkan etnologi memandang musik sebagai bahagian dari fungsi

kebudayaan manusia dan sebagai suatu bahagian yang menyatu dari suatu dunia

yang lebih luas. Secara tegas dinyatakan oleh Merriam sebagai berikut.

Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but tidakes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam, 1964:3-4).

23

23

Dari kutipan di atas, menurut Merriam, para pakar etnomusikologi

membawa dirinya sendiri kepada pembahagian bidang kajian ilmu. Oleh karena

itu, selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan, yaitu musikologi dan

etnologi. Kemudian menimbulkan kemungkinan-kemungkinan masalah besar

dalam rangka mencampurkan kedua disiplin itu dengan cara yang unik, dengan

penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin

tersebut. Sifat dualisme lapangan studi ini, dapat ditandai dari literatur-literatur

yang dihasilkannya. Seorang sarjana menulis secara teknis tentang struktur suara

musik sebagai suatu sistem tersendiri, sedangkan sarjana lain memilih untuk

memperlakukan musik sebagai suatu bahagian dari fungsi kebudayaan manusia,

dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan ini. Pada saat

yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh pakar antropologi

Amerika, yang cenderung untuk mengandaikan kembali suatu aura reaksi

terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai

dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Di sini,

penekanan etnologi yang dilakukan oleh para sarjana ini tidak seluas struktur

komponen suara musik sebagai suatu bahagian dari permainan musik dalam

kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan

manusia yang lebih luas.

Dalam bukunya yang bertajuk The Anthropology of Music (1964) yang

diterbitkan oleh Northwestern University Press di Chicago ini, salah satu kajian

Merriam adalah mengenai pemusik itu sendiri, yang dipaparkannya pada Bab VII

yang berjudul “Social Behaviour: Musician.” Tema mengenai pemusik ini sangat

relevan dalam mengkaji manajemen organisasi, produksi, dan pemasaran dua grup

24

24

musik tiup Batak Toba di Medan, yaitu Tambunan dan Mangampu Tua. Menurut

Merriam mengenai pemusik ini dijelaskannya sebagai berikut.

A third type of behavior in the music process is that of the musician who, no less than any other individual, is also a member of society. As a musician, he plays a specific role and may hold a specific status within his society, and his role and status are determined by the consensus of society as to what should be proper behavior for the musician. Musicians may form a special class or caste, they may or may not be regarded as professionals, their role may be ascribed or achieved, their status may be high or low or a combination of both. In nearly every case, however, musicians behave socially in certain well-defined ways, because they are musicians, and their behavior is shaped both by their own self-image and by the expectations and stereotypes of the musicianly role as seen by society at large (Merriam 1964: 121).

Tipe ketiga dari perilaku dalam proses budaya musik adalah mengenai

pemusik itu sendiri. Pemusik ini dalam kajian kebudayaan bukan hanya

dipandang sebai individu saja, tetapi ia menjadi bahagian dari masyarakatnya.

Sebagai seorang pemusik, ia memiliki peran-peran khusus, yang bahkan bisa pula

memiliki status yang khusus dalam kehidupan masyarakatnya. Kedudukan

pemusik di dalam masyarakat ini ditentukan oleh konsensus warga

masyarakatnya, yang mengarahkan bagaimana pemusik tersebut bertindak dan

berperilaku. Para pemusik ini dapat dipandang sebagai kelas atau kasta yang

khusus. Para pemusik ini bisa dipandang bukan atau sebagai pemain musik yang

profesional, peran pemusik ini dapat saja ascribed atau achieved, status mereka

bisa saja dipandang kelas atas atau kelas bawah, atau kombinasi keduanya. Pada

berbagai kasus para pemusik secara sosial dapat dikategorikan dengan berbagai

pandangan, sebab ia adalah pemusik yang perilakunya dibentuk dan diarahkan

oleh imajinasi (cara pandang dari dalam) dan juga oleh ekspektasi dan stereotipe

yang diberikan oleh masyarakat secara luas.

25

25

Lebih jauh lagi mengenai pemusik yang tidak dapat dikategorikan sebagai

spesialis atau profesional dikemukakan oleh Nettl sebagai berikut.

The typical primitive group has no specialization or

professionalization; its division of labor depends almost exclusively on sex and occasionally on age; and only rarely are certain individuals proficient in any technique to a distinctive degree. All women do the same things each day, possess approximately the same skills, have the same interests; and the men’s activities are equally common to all. Accordingly, the same songs are known by all the members of the group, and there is little specialization in composition, performance, or instrument-making. (1956:10)

Menurutnya, tipe pemusik di dalam kelompok masyarakat primitif tidak

memiliki pemusik yang spesialis ataupun profesional. Para pemusik ini biasanya

dikategorikan sebagai bagian dari pekerjaannya yang tergantung secara eksklusif

kepada jenis kelamin dan juga umur, dan ada pula yang ditentukan oleh kemahiran

teknis bermusik untuk memberikan peringkat bermusik di atara pemusik-pemusik

ini. Semua pemusik wanita melakukan hal yang sama setiap hari, demikian pula di

kalangan pemusik laki-laki. Sejalan dengan hal itu beberapa nyanyian dikuasai

oleh semua anggota grup musik tersebut, namun ada pula kekhususan dalam

konteks komposisi, pertunjukan, dan pembuatan alat-alat musik.

Penulis melihat fenomena sosial dan budaya grup musik tiup di Medan

seperti diurai di atas, menjadi suatu kerja keilmuan yang menarik, untuk dijadikan

sebagai salah satu bahan penelitian ilmiah. Hal inilah yang melatar belakangi

penulis memilih judul “Kajian Manajemen Organisasi, Produksi, dan Pemasaran

Grup Musik Tiup di Kota Medan: Studi Kasus Mangampu Tua dan Tambunan

Musik.”

26

26

1.2 Pokok Permasalahan

Dalam penulisan ini perlu dilakukan pembatasan masalah. Masalah dalam

penelitian ini dibuat dengan jelas untuk mempermudah penulisan dalam

menyelesaikan masalah. Adapun yang menjadi pokok masalah yang diteliti ada

tiga yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimana manajemen organisasi grup musik Mangampu Tua dan grup

musik Tambunan di Kota Medan?

2. Bagaimana manajemen produksi pertunjukan musik grup musik

Mangampu Tua dan grup musik Tambunan?

3. Bagaimana manajemen pemasaran pertunjukan musik grup musik

Mangampu Tua dan grup musik Tambunan?

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:

1. Untuk menganalisis manajemen organisasi di grup musik Mangampu Tua

dan Tambunan Musik.

2. Untuk menganalisis manajemen organisasi di grup musik Mangampu Tua

dan Tambunan Musik.

3. Untuk menganalisis manajemen pemasaran di grup musik Mangampu Tua

dan Tambunan Musik.

27

27

1.3.2 Manfaat penelitian

Dalam penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat

menjadi kontribusi bagi para pembaca dan khususnya bagi grup musik Mangampu

Tua dan Tambunan musik.

Adapun manfaat penulisan ilmiah ini adalah:

1. Memberikan pemahaman dan masukan kepada grup musik Mangampu

Tua dan Tambunan Musik untuk memperbaiki sistem manajemen yang

lebih baik lagi.

2. Memberikan masukan strategi meningkatkan kualitas untuk diminati

masyarakat banyak kepada grup musik Mangampu Tua dan Tambunan

Musik.

3. Memberikan masukan bagi peneliti berikutnya yang ingin menganalisis

kajian manajemen seni grup musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik.

1.4 Studi Kepustakaan

Sebelum melakukan penelitian ini, penulis terlebih dahulu melakukan

tinjauan kepustakaan, yaitu mencari literatur-literatur yang berhubungan dengan

objek penelitian ini. Tujuan dari kepustakaan ini dibagi dalam dua bagian, yaitu:

(1) untuk mendapatkan dasar-dasar teori dan menelaah literatur-literatur tersebut

dengan penelitian dalam lingkup pengkajian dan penelitian seni secara umum dan

pembahasan manajemen organisasi, produksi, dan pemasaran grup musik

Mangampu Tua dan Tambunan Musik” secara khusus dan (2) untuk menghindari

penelitian yang tumpang tindih.

28

28

Sepanjang pengetahuan penulis, dari hasil penelitian pustaka yang

dilakukan menunjukkan bahwa hingga saat ini belum ada kajian mengenai kajian

manajemen seni Grup Musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik.

Untuk mendukung pengetahuan dan pemahaman penulis dalam membahas

permasalahan yang ada, maka penulis mempergunakan beberapa buku acuan,

antara lain sebagai berikut.

1. Buku Ajar Pengantar Manajemen disusun oleh Azhar dan Cut Nizma,

Program Studi Perbankan dan Keuangan Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri

Medan, 2015. Buku ini membahas tentang The Art of Management artinya

manajemen sebagai suatu seni kemahiran untuk menerapkan ilmu yang

dimiliki pada situasi-situasi dan obyek-obyek tertentu. Kemahiran tersebut

ditentukan oleh watak dan kepribadiaan seseorang, yang ditentukan oleh

bakat, naluri, emosi, tingkat usia, pengalaman, dan lain sebagainya. Seni pada

dasarnya merupakan kemampuan pribadi yang tidak dapat dipelajari karena

tidak mempunyai prinsip-prinsip yang standar, tetapi dapat ditempa melalui

latihan dan pengalaman.

2. Buku Penelitian Ilmu Manajemen, Tinjauan Filosofis dan Praktis (2013)

berisikan tentang konsep manajemen adalah ilmu dan seni, artinya sebuah

proses atau upaya sadar antar manusia dengan sesama secara beradab, dimana

pihak kesatu secara terarah membimbing perkembangan kemampuan dan

kepribadian pihak kedua secara manusiawi yaitu orang per orang. Atau bisa

diperluas menjadi makro sebagai upaya sadar manusia dimana warga

masyarakat yang lebih dewasa dan berbudaya membantu pihak-pihak yang

29

29

kurang mampu dan kurang dewasa agar bersama-sama mencapai taraf

kemampuan dan kedewasaan yang lebih baik.

3. Buku Manajemen Kinerja, yang ditulis oleh Wibowo (2014). Buku ini

membahas tentang manajemen kinerja adalah manajemen tentang menciptakan

hubungan dan memastikan komunikasi yang efektif. Manajemen kinerja

memfokuskan pada apa yang diperlukan oleh organisasi, manajer, dan pekerja

untuk berhasil. Manajemen kinerja adalah tentang bagaimana kinerja dikelola

untuk memperoleh sukses.

4. Penelitian yang dilakukan Tetty Aritonang, 1992, dalam Analisa Melodi

Musik Brass Pada Upacara Adat Saur Matua di Kotamadya Medan, adalah

mendeskripsikan tentang upacara adat kematian masyarakat Batak Toba

melalui pendekatan analisa melodi musik yang dimainkan oleh kelompok

musik tiup dengan mengetengahkan konsep masyarakatnya terhadap musik

yang digunakan dalam sebuah upacara adat kematian, termasuk aspek mar-

gondang.

5. Monang Asi Sianturi, 2012, menulis sebuah tesis yang diajukan untuk

menylesaikan studi magister seni di Program Studi Magister Penciptaan dan

Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang

bertajuk Ensambel Musik Tiup Pada Upacara Adat Batak Toba,

mendeskripsikan dan mengkaji struktur repertoar musik yang difungsikan

pada upacara adat dalam masyarakat Batak Toba.

6. Dalam konteks yang sama, tulisan Horasman Sinurat, 2001, yang mengkaji

Perkembangan Musik Brass di Kota Medan dengan Masuknya Unsur Musik

Tradisi Batak Toba pada satu kelompok musik di kota Medan. Skripsi ini

30

30

menyoroti dan fokus kepada bagaimana alat-alat musik tradisi Batak Toba

masuk ke dalam ensambel musik tiup, terjadilah akulturasi peralatan dan juga

lagu-lagu yang dipergunakan.

7. Mariance Damanik, menulis sebuah skripsi sarjana di Program Studi

Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara pada tahun 2006

yang lalu. Tulisannya ini berjudul Dinamika Organisasi Musik Tiup pada

Masyarakat Batak Toba di Kota Medan. Skripsi sarjana ini secara umum

adalah menganalisis pasang dan surutnya organisasi-organisasi musik tiup

yang ada di Medan dari grup yang pertama yaitu Duma Musik yang didirikan

tahun 1987 kemudian diikuti oleh Tambunan Musik tahun 1989 sampai

kemudian di era tahun 2006. Tampak dari hasil kajian beliau ini terjadi masa-

masa naik dan masa-masa surut grup musik tiup, semua ini tidak dapat

dilepaskan dari hukum permintaan dan persediaan.

Dari beberapa tinjauan pustaka yang diuraikan di atas, penelitian yang

akan dilakukan penulis dari hasil studi di lapangan (field work) terhadap hubungan

diantara keduanya, yaitu hasil temuan dengan teori dan asumsi para penulis

sebelumnya. Dengan itu diharapkan, dapat ditemukan hubungan keterkaitan topik

yang dikemukakan penulis dengan pendapat para penulis buku, sekaligus memberi

pembenaran dan sanggahan akan pernyataan-pernyataan mereka. Karena jawaban

akan dapat ditemukan setelah mengkaji dan menganalisis fenomena musik dalam

disiplin ilmu etnomusikologi ini dengan studi lapangan dan studi laboratorium,

dimana studi laboratorium harus berdasarkan atas studi lapangan, dan harus

mencari keseimbangan di antara keduanya (dual nature), bukan memberi tekanan

khusus pada salah satu (Merriam,1964;39).

31

31

Musik adalah seni penataan bunyi secara cermat yang membentuk pola

teratur dan merdu yang tercipta dari alat musik atau suara manusia. Musik

biasanya mengandung unsur ritme, melodi, harmoni, dan warna bunyi (Syukur,

2005).

1.5 Konsep dan Teori

1.5.1 Konsep

Kajian artinya adalah hasil mengkaji. Manajemen dapat diartikan sebagai

ilmu dan seni tentang upaya untuk memanfaatkan semua sumber daya yang

dimiliki untuk mencapai tujuan secara efektif dan efesien.

Manajemen sebagai seni yaitu manajemen dipandang sebagai keahlian,

kemahiran, kemampuan, serta keterampilan dalam menerapkan prinsip, metode,

dan teknik dalam menggunakan sumber daya manusia dan sumber daya alam

secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan. Sifat manajemen sebagai seni

yaitu: ahli, mahir, mampu, dan terampil.

The art of management artinya manajemen sebagai suatu seni kemahiran

untuk menerapkan ilmu yang dimiliki pada situasi-situasi dan obyek-obyek

tertentu. Kemahiran tersebut ditentukan oleh watak dan kepribadian seseorang,

yang banyak ditentukan oleh bakat, naluri, emosi, tingkat usia, pengalaman, dan

lain sebagainya. Seni pada dasarnya merupakan kemampuan pribadi yang tidak

dapat dipelajari karena tidak mempunyai prinsip-prinsip yang standar, tetapi dapat

ditempa melalui latihan dan pengalaman.

Musik adalah sebuah organisasi bunyi yang sangat berperan aktif dalam

kehidupan manusia. Peran penting musik juga sangat dibutuhkan dalam sebuah

32

32

kebudayaan baik melalui vokal, instrumen, maupun gabungan keduanya. Musik

selalu berkembang bentuk, guna, dan fungsinya di tengah-tengah masyarakat

pendukungnya. Di antara fungsi musik adalah sebagai media hiburan, ritual,

peribadatan, maupun sebuah pendidikan. Musik adalah salah satu bagian dari

kesenian yang dinikmati melalui pendengaran melalui warna suara (tone

color/timbre), ritme (rhythm), melodi (melody), harmoni (harmony), dan dinamika

(dynamic) yang terajut dalam suatu tekstur yang dapat menghasilkan suatu

ekspresi.

Grup musik atau band merupakan kumpulan yang terdiri atas dua atau

lebih musisi (pemusik) yang memainkan alat musik ataupun bernyanyi. Grup

musik Mangampu Tua dan musik Tambunan dikenal sebagai musik brass band

Batak Toba. Sadie dalam The New Grove Dictionary of Music mengatakan bahwa

brass band adalah sebuah bentuk musik tiup (wind band) yang keseluruhannya

terdiri dari alat musik yang terbuat dari logam kuningan, yang berasal dari tahun

1820-an (1980:209). Brass band digunakan oleh resimen kavaleri (pasukan

berkuda) dan menjadi sangat terkenal terutama di Inggris dan Amerika Serikat. Di

Inggris, brass band menjadi tradisi militer bersama-sama dengan ensambel musik

tiup kayu pada tahun 1800-an.

Tradisi musik brass band yang pada awalnya muncul di Eropa dan

Amerika, pada masa sekarang ini telah menjadi tradisi kebudayaan musik bangsa

lain. Tradisi tersebut dapat dikatakan sebagai suatu hasil kontak kebudayaan.

Masyarakat Batak Toba di Sumatera Utara juga memiliki musik ensambel brass

band yang lazim juga disebut dengan ensambel musik tiup. Sampai sekarang ini,

brass band pada masyarakat Batak Toba telah berkembang cukup pesat dan

33

33

menyebar diberbagai tempat seperti Balige, Pematang Siantar, Tarutung, dan

Medan. Masyarakat Batak Toba sangat merespon secara positif kehadiran brass

band, terbukti pada perkembangan penggunaannya, yang dalam waktu singkat

menjadi tradisi bagi beberapa kalangan masyarakat Batak Toba. Menurut

penjelasan informan H. Tambunan, tempat awal mulai berkembangnya brass band

di dalam aktivitas budaya masyarakat Batak Toba adalah di daerah Tambunan

Balige sekitar tahun 1930-an.

Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep-konsep

kepemimpinan. Douglas McGregor (Luthans, 2008:444) berpendapat ada dua

gaya kepemimpinan, yaitu teori X mempresentasikan gaya otoriter tradisional

kepemimpinan dan teori Y mempresentasikan gaya humanistis yang bebas dari

prasangka. Teori ini menyatakan bahwa pemimpin yang menyukai teori X

cenderung menyukai gaya kepemimpinan otoriter, seorang pemimpin yang

menyukai teori Y lebih menyukai gaya kepemimpinan demokratis. Untuk kriteria

bawahan yang memiliki tipe teori X adalah bawahan dengan sifat yang tidak akan

bekerja tanpa perintah, sebaliknya bawahan yang memiliki tipe teori Y akan

bekerja dengan sendirinya tanpa perintah atau pengawasan dari atasannya. Tipe Y

ini adalah tipe yang sudah menyadari tugas dan tanggung jawab pekerjaannya.

Dalam konteks kehidupan tradisional masyarakat Batak Toba, aktivitas

bermain musik merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari setiap

kegiatan kebudayaan. Kegiatan musik ini dapat dijumpai dalam kegiatan

pertunjukan musik yang bersifat seremonial dan bersifat hiburan. Salah satu

kegiatan musik dalam konteks adat dan dapat juga dipakai dalam kegiatan ritual

34

34

keagamaan adalah gondang yang dimainkan dalam bentuk ensambel. Ada

beberapa jenis gondang Batak yaitu gondang sabangunan dan gondang hasapi.

1. Gondang Sabangunan,

Gondang Sabangunan terdiri dari Sarune Bolon (sejenis alat tiup oboe

berlidah ganda), Taganing (perlengkapan terdiri dari lima gendang yang

dikunci punya peran melodis dengan sarune tersebut), Gordang (sebuah

gendang besar yang menonjolkan irama ritme). Empat gong yang disebut

Ogung dan Hesek sebuah alat perkusi/biasanya sebuah botol yang dipukul

dengan batang kayu atau logam) yang mengatur/menjaga stabilitas tempo.

2. Gondang Hasapi,

Ensambel gondang hasapi terdiri dari hasapi ende (sejenis gitar kecil yang

punya dua tali yang main melodi), hasapi doal (sejenis gitar kecil yang punya

dua tali yang main pola irama), garantung (sejenis gambang kecil yang main

melodi mengambil peran taganing dalam ansambel gondang hasapi), sulim

(sejenis suling terbuat dari bambu yang punya selaput kertas yang bergetar.

Adapun alat musik yang digunakan pada grup seni brass band yaitu trumpet

(salah satu alat musik tiup logam yang pada awalnya digunakan sebagai sinyal

panggilan, mulai digunakan pada abad ke-17), saxophone (alat musik tiup logam

dengan reed tunggal, seperti pada alat musik klarinet), trombone yaitu trumpet

besar yang terbuat dari bahan kuningan dan bahan lain dari besi putih atau besi

stainless, keyboard, sulim, drum set, gitar string, dan gitar bas.

35

35

1.5.2 Teori

Ada tiga teori utama yang digunakan dalam mengkaji sistem manajemen

seni yang berfokus kepada tiga masalah utama, yaitu manajemen organisasi,

manajemen produksi, dan manajemen pemasaran. Teori-teori yang penulis

gunakan yaitu: teori manajemen organisasi, teori manajemen produksi, dan teori

manajemen pemasaran.

(A) Di dalam konteks mengkaji manajemen organisaasi, penelitian ini

menggunakan pendekatan teori organisasi dan teori kepemimpinan, dimana

pengorganisasian merupakan keseluruhan proses pengelompokkan orang-orang,

alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab dan wewenang sedemikian rupa sehingga

tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam

rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Definisi ini menunjukkan bahwa

pengorganisasian merupakan langkah pertama ke arah pelaksanaan rencana yang

telah tersusun sebelumnya. Dengan demikian, adalah suatu hal yang logis pula

apabila pengorganisasian sebagai fungsi manajemen ditempatkan sebagai fungsi

kedua.

Sumber daya manusia merupakan komponen utama suatu organisasi yang

menjadi perencana dan pelaksana dalam setiap aktivitas organisasi. Mereka

mempunyai pikiran, perasaan, keinginan, status dan latar belakang pendidikan,

usia, jenis kelamin yang heterogen dibawa ke dalama suatu organisasi sehingga

tidak seperti mesin, uang dan materiel, yang sifatnya pasif dan dapat dikuasai dan

diatur sepenuhnya dalam mendukung tercapainya tujuan organisasi.

Selanjutnya daam konteks kepemimpinan ada 3 teori kepemimpinan

menurut Lewin, White, dan Lippit (1930). Menurut mereka kepemimpinan itu:

36

36

(1) ada yang authoritarian, yang menerapkan kepemimpinan otoriter, pemimpin

tidak memberi kesempatan pada bawahannya untuk bertanya ataupun minta

penjelasan. Yang kedua disebut (2) democratic yang mengikutsertakan

bawahannya serta memberi kesempatan bawahan untuk berdiskusi. Yang ketiga

(3) laissez fair yang membiarkan kondisi yang ada dan menyerahkan

kekuasaannya pada bawahannya.

Dalam ilmu manajemen biasanya ada 6 macam teori aliran manajamen

organisasi, yaitu sebagai berikut.

(1) Aliran klasik, aliran ini mendefinisikan manajemen sesuai dengan fungsi-

fungsi manajemennya. Perhatian dan kemampuan manajemen dibutuhkan

pada penerapan fungsi-fungsi tersebut.

(2) Aliran perilaku, aliran ini sering disebut juga aliran manajemen hubungan

manusia. Aliran ini memusatkan kajiannya pada aspek manusia dan

perlunya manajemen memahami manusia.

(3) Aliran manajemen ilmiah, aliran ini menggunakan matematika dan ilmu

statistika untuk mengembangkan teorinya. Menurut aliran ini, pendekatan

kuantitatif merupakan sarana utama dan sangat berguna untuk menjelaskan

masalah manajemen.

(4) Aliran analisis sistem, aliran ini memfokuskan pemikiran pada masalah

yang berhubungan dengan bidang lain untuk mengembangkan teorinya.

(5) Aliran manajemen berdasarkan hasil, aliran manajemen ini diperkenalkan

pertama kali oleh Peter Drucker pada awal 1950-an. Aliran ini

memfokuskan pada pemikiran hasil-hasil yang dicapai bukannya pada

interaksi kegiatan karyawan.

37

37

(6) Aliran manajemen mutu, yaitui yang memfokuskan pemikiran pada usaha-

usaha untuk mencapai kepuasan pelanggan atau konsumen.

(B) Selanjutnya untuk mengkaji manajemen produksi seni musik oleh

Mangampu Tua dan Tambunan di Kota Medan, penulis menggunakan teori

manajemen produksi. Menurut Sofyan Assauri (1980), produksi didefinisikan

sebagai berikut: “Produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan

menambah kegunaan (utility) sesuatu barang atau jasa, untuk kegiatan mana

dibutuhkan faktor-faktor produksi dalam ilmu ekonomi berupa tanah, tenaga kerja,

dan skill (organization, managerial, dan skills).

Produksi adalah segala kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan atau

menambah guna atas suatu benda, atau segala kegiatan yang ditujukan untuk

memuaskan orang lain melalui pertukaran (Partadireja, 1985:21). Produksi adalah

semua kegiatan dalam menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa,

dimana untuk kegiatan tersebut diperlukan faktor-faktor produksi (Sumiarti et al.,

1987:60).

Dari pengertian tentang definisi produksi di atas, maka dapat diartikan

bahwa produksi merupakan suatu kegiatan untuk mentransformasikan faktor-

faktor produksi, sehingga dapat meningkatkan atau menambah manfaat bentuk,

waktu, dan tempat suatu barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia

yang diperoleh melalui pertukaran.

Pada umumnya tujuan perusahaan adalah untuk memperoleh laba yang

maksimal. Di satu sisi sumber daya yang dimiliki oleh suatu perusahaan terbatas.

Dengan demikian seorang manajer perlu merencanakan dan menghitung dengan

38

38

cermat mutu dan kuantitas produk yang diproduksi dan dipasarkan, sehingga

diperoleh keuntungan yang maksimal.

Luas produksi adalah jumlah atau volume produksi yang seharusnya

diproduksi oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu. Luas produksi yang

terlalu besar dapat berakibat pengeluaran biaya yang terlalu besar, pemakaian

bahan baku yang besar pula dan akhirnya memberikan akibat akan merosotnya

harga jual. Sedangkan luas produksi yang terlalu kecil mengakibatkan perusahaan

tersebut tidak mampu memenuhi permintaan pasar atau pelanggan, sehingga

pelanggan tersebut pindah ke produk perusahaan lain yang menjadi pesaing

perusahaan tersebut.

Suatu perusahaan memerlukan sumber daya yang akan dipergunakan

untuk produksi barang. Sumber daya tersebut berupa bahan mentah, bahan

pembantu, mesin-mesin, peralatan lain, tenaga kerja, modal, dan tanah. Selain

sumber daya tersebut jumlah permintaan merupakan penentu luas produksi yang

paling menguntungkan.

Menurut Ahyari (1997:67) luas produksi optimal suatu perusahaan akan

terpenuhi oleh beberapa faktor berikut: (a) tersedianya bahan dasar, (b)

ersedianya kapasitas mesin-mesin yang dimiliki, (c) tersedianya tenaga kerja, (d)

besarnya permintaan akan hasil produksi, (e) tersedianya faktor-faktor produksi

yang lain.

Luas perusahaan tidak selalu sama ukurannya dengan luas produksi.

Perbedaan lain diantara keduanya yaitu luas perusahaan ditentukan oleh batas

waktu dalam jangka panjang, sedangkan luas produksi ditentukan oleh batas

39

39

waktu jangka pendek. Luas perusahaan relatif tetap, sedangkan luas produksi

berubah-ubah setiap waktu.

Sadar akan pentingnya produk yang bermutu, maka perusahaan harus

berorentasi pada penciptaan produk yang bermutu (berkualitas). Akan tetapi, perlu

ditegaskan bahwa bermutu atau tidaknya produk suatu perusahaan bukan

ditetapkan atau di nilai oleh perusahaan, namun produk yang bermutu atau tidak

bermutu dinilai oleh konsumen. Untuk itu, dalam usaha menghasilkan produk

yang bermutu harus mengacu pada keinginan konsumen.

Adapun beberapa strategi yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan

mutu produk perusahaan, sebagai berikut: (a) menetapkan tujuan yang jelas, (b)

memprakarsai atau menentukan kembali budaya organisasi, (c) mengembangkan

komunikasi yang jelas, (d) melembagakan komunikasi efektif dan konsisten, (e)

melembagakan pendidikan dan pelatihan, (f) mendorong perbaikan terus menerus.

Untuk mencapai produk yang bermutu, maka langkah awal perusahaan

yang harus ditempuh pertama kali harus menetapkan tujuan yang jelas dan

spesifik serta didasarkan atas tuntutan pelanggan atau konsumen. Apabila tujuan

telah ditetapkan, maka seluruh sumber daya yang ada pada perusahaan dapat

diarahkan untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.

Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh perusahaan guna mencapai

hasil produk yang bermutu yaitu penetapan budaya organisasi. Artinya, individu

yang ada di dalam perusahaan hendaknya dibangun sikap dan perilakunya menjadi

perilaku yang mempunyai moral dan semangat kerja yang tinggi, loyalitas, tepat

waktu, dan rasa antusias untuk menyelesaikan pekerjaan. Hal yang perlu

ditekankan pada karyawan di dalam perusahaan oleh manejer adalah kesejahteraan

40

40

perusahaan yang mencakup tenaga kerja didalamnya untuk masa sekarang dan

masa yang akan datang, untuk mencapainya hanya dengan cara menghasilkan

produk yang bermutu.

Pada tahap di atas, kondisi internal perusahaan telah cukup baik. Tahap

selanjutnya adalah pembentukan komunikasi yang baik antara karyawan atau

dengan pihak eksternal (luar) perusahaan salah satunya adalah dengan konsumen.

Melalui komunikasi yang baik dengan konsumen, maka perusahaan akan

mengetahu tanggapan konsumen atas produk yang dihasilkan serta apa keinginan

konsumen pada periode-periode selanjutnya. Adapun keinginan konsumen pada

setiap periode selalu akan mengalami perubahan.

(C) Untuk mengkaji bagaimana kedua kelompok musik tiup tersebut

memasarkan hasil produksinya berupa pertunjukan musik, maka penulis

menggunakan teori manajemen pemasaran. Teori ini bertumpu pada bagaimana

produk berupa barang dan jasa dipasarkan, sesuai dengan kebutuhan

konsumennya.

Menurut Sofyan Assauri (2004) pemasaran adalah kegiatan aktivitas

menganalisis, merencanakan, mengkoordinasikan, serta mengendalikan semua

kegiatan yang terkait dengan perancangan serta peluncuran produk,

pengkomunikasian, promosi, serta pendistribusian produk tersebut, menenetapkan

harga serta mentransaksikannya, dengan tujuan agar dapat memuaskan konsumen

serta sekaligus dapat mencapai tujuan organisasi perusahaan dalam jangka

panjang. Dalam sebuah konsep pemasaran, terdapat tiga unsur yang penting yang

harus selalu diperhatikan. Ketiga hal tersebut yang nantinya akan menjadi bagian

41

41

penting dalam konsep pemasaran serta akan turut menentukan bagaimana nantinya

manajemen pemasaran tersebut dikelola.

(1) Orientasi pada konsumen. Pada konsep pemasaran sebagai bagian dari

manajemen pemasaran adalah hal yang menjadi prioritas utama saat menghasilkan

sebuah produk bisnis. Pada dasarnya usaha bisnis yang dilakukan merupakan

upaya pemenuhan terhadap kebutuhan konsumen. Konsumen ialah orientasi utama

yang harus dipertimbangkan dalam segala hal dan macam bentuk strategi bisnis.

(2) Penyusunan kegiatan-kegiatan pemasaran secara integral atau

menyeluruh. Manajemen pemasaran dapat melalui konsep pemasaran sebagai

bagian dari filsafat bisnis yang dapat dijalankan menghendaki adanya pengaturan

secara yang dinamis berbagai bentuk penyusunan kegiatan pemasaran secara yang

lebih menyeluruh.

(3) Kepuasan konsumen, juga adalah salah satu unsur penting yang sangat

perlu diperhatikan dalam penyusunan konsep pemasaran. Manajemen pemasaran

yang baik akan menghendaki adanya hasil kepuasan konsumen yang maksimal

sebagai akibat dari proses marketing yang berjalan baik. Kepuasan konsumen

tidak hanya diukur dari bagaimana kualitas produk yang dihasilkan, namun juga di

ukur dari bagaimana cara dan strategi pemasaran itu dijalankan.

1.6 Metode Penelitian

Dalam rangka penelitian tesisi ini, pada tahap awal dilakukan perumusan

pokok permasalahan, untuk menjadi acuan bekerja di lapangan, yang kemudian

mencari data-data yang berkaitan dengan manajemen organisasi, produksi, dan

pemasaran. Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode

42

42

kualitatif dengan menggunakan informan kunci dan informan-informan

tambahan. Data-data primer didapatkan dengan cara pengamatan langsung,

pengamatan partisipatif, serta wawancara mendalam kepada para narasumber

sebagai manejer dan pemusik pada organisasi musik tiup di Kota Medan.

Pada tahap observasi terfokus, peneliti selepas saja diterima untuk dapat

masuk dalam kehidupan informan, maka peneliti menggunakan metode

pengamatan langsung dan terlibat. Untuk melengkapi data-data yang

diperlukan, dilakukan serangkaian kegiatan wawancara bebas dan tidak

berstruktur. Misalnya, ketika bertemu dengan seorang informan, jika kondisinya

memungkinkan langsung berbicara dan menanyakan berbagai pendapat dan

informasi yang berkaitan dengan topik penelitian. Teknik ini lebih tepat untuk

mendapatkan data yang lebih natural tanpa menimbulkan suasana memaksa.

Penelitian ini berdasar pada fenomena sosial terhadap studi kasus,

cenderung menggunakan paradigma terpadu antara fakta sosial dengan defenisi

sosial, karena latar belakang masalah yang dilihat berada pada tingkat hubungan

makrosubyektif dan mikrosubyektif. Pilihan terhadap paradigma ini karena

tergantung pada jenis permasalahan yang sedang dipertanyakan. Manusia sebagai

individu, bertindak, berinteraksi dan menciptakan realitas sosial dalam waktu yang

bersamaan dan sampai pada tingkat tertentu berpengaruh terhadap masyarakatnya.

Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa penelitian ini sepenuhnya

menggunakan metode kualitatif, yaitu peranan peneliti sebagai instrumen utama

dalam proses penelitian. Peneliti berusaha mendeskripsikan dan memahami

fenomena sosial atau masyarakat sebagaimana masyarakat itu mempersepsikan

diri mereka. Oleh karena itu realitas sosial atau masyarakat yang menjadi asaran

43

43

pengamatan akan lebih dipahami sebagai suatu proses, bukan kejadian semata-

mata, yaitu subyek penelitian yang memiliki struktur, kelompok, perilaku,

tindakan, kreativitas, dinamika, sikap dan cita-cita sesuai dengan diri mereka

sendiri beserta lingkungannya. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan

pendekatan etnografi yaitu lebih menggambarkan cara hidup atau kegiatan

masyarakat terutama dalam menginterpretasikan kesenian dan fungsi-fungsi

manajemen di dalam kehidupan.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dalam rangka

mencari ilmu pengetahuan tentang manajemen organisasi, produksi, dan

pemasaran pada kelompok musik tiup di Kota Medan, dengan studi kasus pada

kelompok musik Mangampu Tua dan Tambunan. Denzin dan Lincoln menyatakan

secara eksplisit tentang penelitian kualitatif sebagai berikut.

Qualitative [sic.] research has a long and distinguished history in human disiplines. In sociology the work of the "Chicago school" in the 1920s and 1930s established the importance of qualitative research for the study of human group life. In anthropology, during the same period, ... charted the outlines of the field work method, where in the observer went to a foreign setting to study customs and habits of another society and culture. ...Qualitative research is a field of inquiry in its own right. It crosscuts disiplines, fields, and subject matter. A complex, interconnected, family of terms, concepts, and assumtions surround the term qualitative research (Denzin dan Lincoln, 1995:1).

Lebih jauh Nelson menjelaskan mengenai apa itu penelitian kualitatif itu

menurut keberadaannya dalam dunia ilmu pengetahuan adalah seperti yang

dijabarkannya berikut ini.

44

44

Qualitative research is an interdisiplinary, transdisiplinary, and sometimes counterdisiplinary field. It crosscuts the humanities and the social and physical sciences. Qualitative research is many things at the same time. It is multiparadigmatic in focus. Its practitioners are sensitive to the value of the multimethod approach. They are commited to the naturalistic perspective, and to the interpretive understanding of human experience. At the same time, the field is inherently political and shaped by multiple ethical and political positions (Nelson dan Grossberg 1992:4).

Dari kedua kutipan di atas secara garis besar dapat dinyatakan bahwa

penelitian kualitatif umumnya ditujukan untuk mempelajari kehidupan

kelompok manusia. Biasanya manusia di luar kelompok peneliti. Penelitian

ini melibatkan berbagai jenis disiplin, baik dari ilmu kemanusiaan, sosial,

ataupun ilmu alam. Para penelitinya percaya kepada perspektif naturalistik,

serta menginterpretasi untuk mengetahui pengalaman manusia, yang oleh karena

itu biasanya inheren dan dibentuk oleh berbagai nilai etika posisi politik.

1.7 Teknik Mengumpulkan Data

Untuk mengumpulkan data, dilakukan penelitian lapangan.Penelitian

lapangan yang dimaksud disini adalah kegiatan yang penulis lakukan yang

berkaitan dengan pengumpulan data di lapangan, yang terdiri dari observasi,

wawancara, perekaman, dan analisis.

Pada tahap pengumpulan data ini dikumpulkan data yang diperlukan yaitu

buku-buku yang berisi tentang sietem manajemen seni yang sangat membantu

dalam pemaparannya. Kemudian mengamati proses permainan musik dan

manajemen grup musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik, mengambil foto

dari kegiatan-kegiatan yang terdapat di grup musik Mangampu Tua dan

45

45

Tambunan Musik, merekam proses wawancara terhadap berbagai pihak yang

terlibat dalam penelitian penuli dalam kajian manajemen seni grup musik

Mangampu Tua dan Tambunan musik, kemudian mengklasifikasikan dan

memverifikasikan data yang didapat dari Mangampu Tua dan Tambunan Musik.

1.7.1 Observasi

Observasi yang dilakukan penulis adalah observasi langsung: yaitu

langsung kepada pihak manajemen Mangampu Tua dan Tambunan musik serta

kepada para pemain musik yang terlibat dalam grup musik Mangampu Tua dan

Tambunan musik. Selain itu, observasi yang penulis lakukan adalah dengan

melihat langsung pertunjukan-pertunjukan yang dilakukan kelompok musik tiup

Mangampu Tua dan Tambunan ini.

1.7.2 Wawancara

Untuk memperoleh data-data yang tidak dapat dilakukan melalui observasi

tersebut (seperti konsep etnosainsnya tentang estetika dan teknis musikalnya),

penulis melakukan wawancara. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara

yang sifatnya terfokus yaitu terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan

dengan sistem manajemen, sejarah berdirinya dan bertahannya grup musik

Mangampu Tua dan Tambunan musik, sistem gaji pemusik, tingkat kesejahteraan

pemusik dan strategi grup musik Mangampu Tua dan Tambunan musik dalam

meningkatkan kualitas produksi dan diminati masyarakat banyak. Juga yang tidak

kalah pentingnya adalah strategi pemasaran yang direncanakan dan dilakukan.

46

46

1.7.3 Tahap analisis

Dari data yang diperoleh, data yang telah terkumpul kemudian

diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya dan selanjutnya dilakukan analisis. Hal ini

dilakukan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam

penelitian dan penulisan tesis. Analisis data-data yang diperoleh dari lapangan ini

tetap mengacu kepada tiga pokok permasalahan yang telah ditetapkan, yaitu

mengenai manajemen organisasi, produksi, dan pemasaran di dalam kedua

kelompok musik tiup Batak Toba di Kota Medan, yaitu Mangampu Tua dan

Tambunan.

1.7.4 Perekaman

Perekaman musik dan wawancara dilakukan dengan menggunakan HP

Nokia Xperia dan Kamera Sonny. Untuk dokumentasi audiovisual dipergunakan

Kamera Sony. Kedua jenis data yaitu data auditif dan audiovisual ini kemudian

diedit kembali dalam format-format yang lazim di dalam dunia teknologi

informasi dan komunikasi. Untuk data gambar penulis mengeditnya dalam format

jpg. Sementara untuk hasil rekaman audiovisual penulis mengeditnya dalam

format mp4.

1.7.5 Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di daerah kota Medan pada upacara pernikahan

pesta Batak Toba di rumah adat dan di upacara kematian adat Batak Toba. Lokasi

ini mencerminkan bagaimana orang-orang Batak Toba di perkotaan terutama

Medan, melakukan kegiatan upacara-upacara yang menggunakan musik tiup di

47

47

dalamnya. Kemudian bagaimana pihak pengelola musik tiup ini menerapkan

manajemen organisasi, produksi, dan pemasarannya.

1.8 Sistematika Penulisan

Tesis ini terdiri dari enam bab dengan rincian sebagai berikut. Bab I ini

merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pokok masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, konsep yang digunakan, teori yang

digunakan, metode penelitian, dan sistematika penelitian.

Dilanjutkan kepada Bab II yang merupakan pemaparan gambaran umum

kebudayaan masyarakat Batak Toba dan bagaimana eksistensi ensambel musik

tiup di dalam kebudayaan Batak Toba ini.

Selanjutnya Bab III berisikan kajian tentang manajemen organisasi grup

musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan di Kota Medan. Di dalamnya tercakup

struktur manajemen, yang terdiri dari ketua, dan para pemain musik (tiup, maupun

ritme), sistem pembayaran (gaji), latihan, dan lainnya.

Seterusnya IV berisi kajian terhadap manajemen produksi, yang mencakup

ensambel, repertoar, latihan dalam konteks produksi, perubahan-perubahan

repertoar yang digunakan, jenis-jenis repertoar untuk upacara-upacara yang

menggunakan ensambel musik tiup, dan lainnya.

Kemudian Bab V memuat kajian tentang manajemen pemasaran yang

dilakukan oleh dua kelompok musik tiup di Kota medan ini yaitu Mangampu Tua

dan Tambunan. Apek-aspek manajemen pemasaran yang dikaji meliputi: reklame,

hubungan personal, promosi lisan, promosi melalui media, menjaga hubungan

dengan konsumen, dan aspek-aspek sejenis.

48

48

Bab VI merupakan bab penutup yang isinya memuat kesimpulan dan saran

dari penulisan ini. Kesimpulan yang diuraikan adalah menjawab tiga pokok

masalah yang telah dikemukakan di dalam Bab I. Sedangkan saran-saran akan

diarahkan bagaimana pendekatan saintifik dan bagaimana yang harus dilakukan

oleh para peneliti dan pemerhati kebudayaan terkait dalam konteks meneruskan

eksistensi kesenian sebagai bahagian dari jati diri atau identitas bangsa khususnya

Mangampu Tua dan Tambunan Musik.

Dengan mengorganisasikan tulisan seperti terurai di atas, kiranya teisis ini

diharapkan akan dapat menjadi salah satu sumber keilmuan di bidang manajemen

seni. Khususnya pada Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni,

pada Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.

49

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA

DAN MUSIK TIUP (TERMASUK DI KOTA MEDAN)

DALAM KEBUDAYAAN

2.1 Etnografi Suku Batak Toba

Pada Bab II ini, penulis akan memaparkan dua aspek yang berkait dengan

topik penelitian. Yang pertama adalah gambaran umum masyarakat Batak

Toba berdasarkan pendekatan etnografis.1 Yang kedua, adalah keberadaan

ensambel musik tiup dalam kebudayaan Batak Toba pada umumnya, dan

secara khusus perkembangannya di Kota Medan, yang mendukung studi kasus

manajemen organisasi, produksi, dan pemasaran kelompok musik tiup

Mangampu Tua dan Tambunan. Berikut ini adalah paparannya.

2.1.1 Asal-usul masyarakat Batak Toba

1Etnografi berasal dari istilah ethnic yang arti harfiahnya suku bangsa dan graphein

yang artinya mengambarkan atau mendeskripsikan. Etnografi adalah jenis karya antropologis khusus dan penting yang mengandung bahan-bahan kajian pokok dari pengolahan dan analisis terhadap kebudayaan satu suku bangsa atau kelompok etnik. Oleh karena di dunia ini ada suku-suku bangsa yang jumlahnya relatif kecil, dengan hanya beberapa ratus ribu warga, dan ada pula kelompok etnik yang berjumlahrelatif besar, berjuta-juta jiwa, maka seorang antropolog yang membuat karya etnografi tidak dapat mengkaji keseluruhan aspek budaya suku bangsa yang besar ini. Oleh karena itu, untuk mengkaji budaya Batak Toba misalnya, yang mencakup berbagai kawasan, maka seorang antropolog boleh saja memilih etnografi masyarakat Batak Toba di Desa Turpuk Limbong, atau lebih besar sedikit masyarakat Batak Toba Silindung, atau masyarakat Batak Toba Samosir, dan seterusnya. Ada pula istilah yang mirip dengan etnografi, yaitu etnologi. Arti etnologi berbeda dengan etnografi. Istilah etnologi adalah dipergunakan sebelum munculnya istilah antropologi. Etnologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan kebudayaannya di seluruh dunia, sama maknanya dengan antropologi, yang lebih lazim dipakai belakang hari oleh para ilmuwannya atau dalam konteks sejarah ilmu pengetahuan manusia.

50

50

Di dalam konteks penelitian kebudayaan musikal di manapun di dunia

ini, para peneliti perlu untuk menggali fenomena musik yang terdapat di dalam

kebudayaan itu melalui pendekatan sejarah (historis). Dengan pendekatan

kesejarahan ini, diperlukan sebuah rancangan untuk menemukan hubungan

untuk membahas kategori-kategori yang berlaku dalam sebuah masyarakat,

tujuannya adalah melihat apakah ada hubungan langsung terhadap sebuah

fenomena musik dengan aturan-aturan yang ada pada sebuah budaya dengan

mengetahui asal-usul, gambaran wilayah dan aspek kebudayaan masyarakat

Batak Toba yang bermukim di daerah asal kebudayaannya (area culture)

maupun peersebaran atau diasporanya di luar daerah kebudayaan mereka.

Secara historis, beberapa catatan sejarah yang memuat asal-usul nenek

moyang orang Batak Toba yang bermukim di Sumatera ini, telah dilakukan

beberapa penulis, di antaranya adalah: Ypes (1932 dalam Simanjuntak,

2006:11), menyebut bahwa suku Batak Toba berasal dari dua tempat asal.

Pendapat pertama asal-usul orang Batak Toba adalah dari Asia Utara menuju

Kepulauan Formosa, kemudian Filipina, dan turun ke arah selatan di Sulawesi

bagian selatan menjadi komunitas Toraja, Bugis, dan Makasar. Kemudian

bergerak hingga sampai di Lampung, Sumatera Selatan, lalu menyusuri pantai

Barat hingga Barus dan seterusnya naik ke pegunungan Bukit Barisan di Pusuk

Buhit kawasan Danau Toba. Pendapat kedua, menyebutkan bahwa orang

Batak berasal dari India yang melakukan migrasi ke kawasan Asia Tenggara,

yaitu di negeri Muang Thai, Burma, kemudian turun ke Tanah Genting Kera di

belahan utara Malaysia. lantas bergerak melayari Semenanjung Malaya menuju

pantai timur Sumatera, hingga di pantai Batubara. Dengan menyusuri sungai

51

51

Asahan menuju hulu di kawasan Danau Toba. Atau rute lain yang dipilih

adalah dari Semenanjung Malaya menuju pantai Barat Aceh, dan selanjutnya

menuju Singkil, Barus atau Sibolga hingga menetap di Pusuk Buhit (Harahap

dalam Simanjuntak, 2002:75).

Ahli sejarah migrasi Batak Toba lainnya yaitu Pedersen, menyebutkan

persebaran Batak berawal dari Indochina yang melakukan perpindahan secara

besar-besaran pada zaman bangsa Melayu Tua (lihat juga Cunningham, 1956

dalam Simanjuntak 2002:75). Perpindahan dialami orang Batak pada zaman

ini, tentu saja menyulitkan para peneliti sejarah untuk mengungkap kebenaran

asal-usul Batak sacara pasti. Dalam realitasnya kini semua orang Batak hingga

kini, mutlak mengakui kebenaran akan silsilah masing-masing (Rajamar-

podang, 1995:12).

Menurut mitologi2 yang berkembang dalam masyarakat Batak Toba, Si

Raja Batak lahir dari perkawinan incest (perkawinan sedarah) kembar Si Raja

Ihat Manisia dengan Si Boru Ihat Manisia keturunan Raja Odap-odap kawin

dengan Si Boru Deak Parujar yang diutus oleh Mulajadi Na Bolon. Kampung

kediamannya adalah Sianjur Mula-mula di kaki gunung Pusuk Buhit, di bagian

2Mitos (myth) adala bahagian dari folklor (cerita rakyat). Dari bentuk atau genre

folklor, yang paling banyak diteliti para ahli folklor adalah cerita prosa rakyat. Menurut William R. Bascom, cerita prosa rakyat dapt dibagi ke dalam tiga golongan besar, iaitu: (1) mite (myth), (2) legenda (legend), dan (3) dongeng (folktale). Mitos (mitologi) adalah cerita prosa rakyat yag dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohi para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwanya terjadi di dunia lain, atau di dunia yang bukan seperti kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau. Selanjutnya dalam kajian folklor, yang dimaksud legenda adalah prosa (cerita bebas) rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci—namun legenda ditokohi oleh manusia, meski kadangkala memiliki sifat-sifat luar biasa, dan sering juga dibantu makhluk-makhluk ajaib. Tempat terjadinya legenda ini adalah di dunia seperti yang kita kenal sekarang, waktu terjadinya belu begitu lama. Seterusnya, yang dimaksud dogeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita, tidak terikat oleh waktu dan ruang (lihat Bascom 1965:3-20). Parafrase pengertian tiga bentuk ceritera rakyat ini lihat James Danandjaja (1984:50-51).

52

52

barat pulau Samosir. Setelah Si Raja Batak meninggal, arwahnya menetap di

asta gunung Pusuk Buhit. Si Raja Batak mempunyai dua putera, yang sulung

bernama Guru Tatea Bulan ahli ilmu tenung dan adiknya Raja Isumbaon, ahli

dalam hukum adat. Guru Tatea Bulan mempunyai lima putra, yaitu: (1) Raja

Biak-biak atau Raja Uti, (2) Saribu Raja, (3) Limbong Mulana, (4) Sagala Raja,

(5) Silau Raja atau Malau Raja dan empat orang putri, yaitu (1) Sarimangaraja,

(2) Raja Asiasi, dan (3) Sangkar Somalidang. Mereka inilah yang kemudian

menurunkan marga-marga orang Batak.

Kedua induk marga di atas yang memiliki keturunan dan masing-

masing dari generasi anak mereka membuat marga yang terdapat pada

masyarakat Batak, adalah sebagai garis generasi pertama lahirnya sebuah

marga atau dikenal dengan sundut pertama, seperti marga Silau Raja yang

dikenal dengan marga Malau. Namun, tidak semua marga berasal dari garis

generasi ini. Misalnya, anak kedua dari Guru Tatea Bulan memiliki anak

bernama Saribu Raja, satu garis dengan Silau Raja atau Malau Raja—kawin

dengan adik perempuannya Si Boru Pareme (incest) dan mempunyai anak

bernama Raja Lontung. Raja Lontung sendiri memiliki tujuh orang anak dari

istrinya Si Boru Pareme (incest dengan ibunya): (1) Situmorang, (2) Sinaga, (3)

Pandingan, (4) Nainggolan, (5) Simatupang, (6) Aritonng, dan (7) Siregar.

Generasi ketiga dari garis Saribu Raja ini, memakai nama mereka menjadi

marga sebagai sundut generasi pertama hingga generasi sekarang ini.

Silsilah Batak yang bermuatan mitologi dengan status marga setiap

orang Batak yang melekat dalam dirinya, dapat dipandang sangat terkait, dan

diyakini bahwa setiap orang yang mengklaim dirinya sebagai Batak yang

53

53

memiliki marga adalah keturunan atau sundut Si Raja Batak. Asal-usul Si Raja

Batak dapat dilihat dari tradisi lisan dalam bentuk mitologi yang bertajuk Si

Boru Deak Parujar yang diutus oleh Mula Jadi Nabolon [“Tuhan Sang Causa

Prima”]. Belum ditemukan, catatan lain yang mengungkap asal-usul Si Raja

Batak secara tertulis. Namun, mite ini tetap hidup di tengah masyarakat Batak

Toba sebagai tradisi lisan (oral tradition) yang diceritakan secara turun-

temurun.

2.1.2 Konsep budaya masyarakat Batak Toba

Sebagai sebuah kesatuan masyarakat,3 orang Batak Toba mengakui

kehidupan sosial mereka tidak dapat terlepas dari kebudayaan yang dimiliki.

3Seperti tersebut di atas, istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut

kesatuan-kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmlah maupun dalam bahasa sehari-hari adalah masyarakat. Padanannya dalam bahasa Inggris adalah society yang berasal dari kata Latin socius, yang berarti "kawan.” Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata Arab syaraka yang berarti "ikut serta, berpartisipasi.” Masyarakat adalah memang sekumpulan manusia yang saling "bergaul,” atau dengan istilah ilmiah, saling “berinteraksi.” Satu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui apa warga-warganya dapat saling berinteraksi. Suatu negara modem misalnya, merupakan kesatuan manusia dengan berbagai macam prasarana, yang memungkinkan para warganya untuk berinteraksi secara intensif. lkatan apa yang membuat suatu kesatuan manusia itu menjadi suatu masyarakat? Yaitu pola tingkah laku yang khas mengenai semua faktor kehidupan. Pola itu harus bersifat mantap dan kontinu--harus sudah menjadi adat-istiadat yang khas. Dengan demikian suatu asrama pelajar, suatu akademi kedinasan, atau suatu sekolah, tidak dapat kita sebut masyarakat, karena meskipun kesatuan manusia yang terdiri dari murid, guru, pegawai administrasi, serta para karyawan lain itu terikat dan diatur tingkah-lakunya oleh berbagai norma dan aturan sekolah dan lain-lain. Namin sistem normanya hanya meliputi beberapa sektor kehidupan yang terbatas saja. Sedang-kan sebagai kesatuan manusia, satu asrama, atau sekolah itu hanya bersifat sementara, artinya tidak kontinu. Selain ikatan adat-istiadat khas yang meliputi sektor kehidupan serta suatu kontinuitas dalam waktu, suatu masyarakat manusia harus juga mempunyai ciri lain, yaitu suatu rasa identitas di antara para warga atau anggotanya. Mereka memang merupakan suatu kesatuan khusus yang berbeda dari kesatuan-kesatuan manusia lainnya. Ciri-ciri memang dimiliki oleh penghuni suatu asrama atau anggota suatu sekolah, tetapi tidak adanya sistem norma yang menyeluruh serta tidak adanya kontinuitas, menyebabkan penghuni suatu asrama atau murid suatu sekolah biasanya tidak disebut masyarakat. Sebaliknya suatu negara, atau suatu kota, maupun desa, misalnya merupakan kesatuan manusia yang memiliki ciri-ciri: (a) interaksi antara warga-warganya, (b) adat-istiadat, (c) norma-norma, (d) hukum dan aturan-aturan khas yang mengatur seluruh pola tingkah laku warga negara kota atau desa; (e) kontinuitas dalam waktu; dan (f) memiliki rasa identitas kuat yang mengikat semua warga. Itulah sebabnya suatu negara atau desa dapat kita sebut masyarakat dan kita memang sering

54

54

Konsep kebudayaan masyarakat ini secara keilmuan telah dibahas secara luas

dari sudut disiplin ilmu sosiologi maupun antropologi. Dari sejumlah uraian

buku yang menjelaskan dan mendeskripsikan kebudayaan Batak Toba, didapati

defenisi-defenisi yang sama tentang kebudayaan Batak Toba yang memiliki

dua dimensi yaitu wujud dan isi. Sejalan dengan hal tersebut, diungkapkan

Koentjaraningrat tentang kebudayaan itu sebagai ungkapan dari ide, gagasan

dan tindakan manusia dalam memenuhi keperluan hidup sehari-hari, yang

diperoleh melalui proses belajar dan mengajar (Koentjaraningrat, 1990).

Masyarakat yang berbudaya ini, hidup dari berbagai faktor yang

menentukan cara kehidupan masyarakat. Disamping lingkungan dan teknologi,

faktor lain adalah organisasi sosial dan politik berpengaruh dalam memenuhi

kebutuhan sehari-hari. Unsur-unsur itu disebut dengan inti kebudayaan,

meliputi kemampuan pengetahuan masyarakat terhadap sumber daya yang ada.

Inti kebudayaan itu, menjelaskan lebih luas dalam mempengaruhi pola

kehidupan dalam lingkungan lokal masyarakat Batak Toba. Para pakar

etnosains percaya bahwa ideologi sebuah masyarakat terhadap prinsip-prinsip

itu biasanya untuk mempertahankan kelangsungan hidup komunitasnya

(Haviland, 1988:13).

Orang-orang Batak Toba merupakan kelompok etnik Batak terbesar

yang secara tradisional hidup di wilayah Provinsi Sumatera Utara sekarang ini.

Kelompok suku Batak ini terbagi dalam lima kelompok besar yaitu: Batak berbicara tentang masyarakat Indonesia, masyarakat Filipina, masyarakat Belanda, masyarakat Amerika, masyarakat Jakarta, masyarakat Medan, masyarakat Solo masyarakat Balige, masyarakat Desa Ciamis, tau masyarakat desa Trunyan. Dari uraian di atas dapat didefinisikan istilah masyarakat dalam konteks antropologi: masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifiat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat 1990:146-147).

55

55

Toba, Pakpak, Mandailing, Simalungun, dan Karo. Kelompok-kelompok suku

ini sekarang masih berada di bagian Provinsi Sumatera Utara dengan memiliki

ciri-ciri kebudayaan tertentu, yang dilihat dari pembagian beberapa marga yang

bermukim menurut daerahnya, bahasa dana pakaian adat dari kelompok-

kelompok ini juga menunjukkan perbedaan. Adat pada budaya Batak Toba

dalam kehidupan kesehariannya merupakan wujud dari sistem nilai

kebudayaan yang dijunjung tinggi. Adat sendiri adalah istilah yang sering

digunakan di Indonesia, adat merujuk pada segala sesuatu di alam yang

mengikuti caranya sendiri yang khas. Adat memiliki asal-usul keilahian dan

merupakan seperangkat norma yang diturunkan dari nenek moyang, yang

berulang-ulang atau yang teratur datang kembali, lalu kembali menjadi suatu

kebiasaan atau hal yang biasa (Schreiner, 1994:18). Pola-pola kehidupan yang

tampak dalam bentuk pergaulan sehari-hari, pembangunan rumah, upacara

perkawinan, upacara kematian, semuanya dipelihara, dilaksanakan dan diatur

menurut adat (Schreiner, 1994:20).

Kebudayaan Batak Toba merupakan sebuah bentuk gagasan yang

diwaarisi masyarakat pemiliknya dengan membuat perilaku terhadap nilai-nilai

budaya. Konsep masyarakat Batak Toba tentang kehidupan manusia, adalah

bahwa kehidupannya selalu terkait dan diatur oleh nilai-nilai adat. Adat

merupakan bagian dari kewajiban yang harus ditaati dan dijalankan. Dalam

praktek pelaksanaan adat Batak Toba, realita di lapangan menunjukkan

terdapat empat katagorial adat yang telah dilakukan. Pertama, komunitas

masyarakat Batak Toba mempunyai sistem hubungan adat tersendiri.

Menunjukkan, setiap komunitas mempunyai tipologi adat masing-masing.

56

56

Perlakuan masyarakat pedesaan terhadap adat lebih intensif dan merekat,

dengan masyarakat Batak yang tinggal di perkotaan relatif lebih individualistis

menyikapi adat Batak. Perilaku ini muncul akibat pengaruh lingkungan yang

membentuk pola pikir disamping unsur teknologi yang mempengaruhi. Kedua,

Adat yang diyakini sebagai norma yang mengatur hubungan antar manusia

Batak Toba, dipengaruhi oleh aturan dan norma yang sudah berlaku dalam

masyarakatnya. Peraturan perundang-undangan dan hukum agama yang

banyak mengatur kehidupan normatif masyarakat sacara rinci dan detail,

memperkecil peranan adat dalam mengatur norma sosial dan kehidupan

bermasyarakatnya. Seiring pula dengan aturan perundang-undangan dan

hukum agama yang sudah meembudaya, sering juga dipandang dan dianggap

sebagai bagian dari adat istiadat Batak Toba sendiri. Ketiga, pola hubungan

antar manusia dalam kelompok masyarakat Batak Toba berubah secara terus-

menerus, sehingga pelaksanaan adatnya juga mengalami perubahan sesuai

kebutuhan tanpa melihat sisi ruang dan waktu. Keempat, perundangan dan nilai

yang diberikan terhadap adat itu juga mengalami perubahan, akibat dari

pengaruh teknologi dalam penyebaranluasan informasi. Hal itu tampak dalam

praktek adat yang dilakukan oleh masyarakat pendukungnya.

Lebih jauh, adat adalah sebuah sistem yang mengatur kehidupan

manusia. Sehingga, orang Batak yang bertindak dan bertingkah laku tidak

sesuai dengan adat disebut dengan na so maradat (orang yang tidak memiliki

adat) dan akan ada sanksi sosial terhadap orang-orang yang melanggar adat.

Pelanggaran adat yang dilakukan dapat berbentuk perkawinan terlarang.

Misalnya, perkawinan semarga, perkawinan incest. Pencurian, pencemaran

57

57

nama baik, dan hal lain yang diyakini sebagai tatanan sosial masyarakat yang

tidak dapat dilanggar (Bruner, 1961:510). Sanksi bagi pelanggar hukum adat,

diyakini datang dari kutukan ilahi yang mereka percayai. Misalnya, tidak

mendapat keturunan, penyakit menahun yang tidak kunjung sembuh, kerugian

ekonomis dalam setiap pekerjaan bahkan sanksi kematian. Hukuman ini

berlaku bagi pelanggar adat hingga keturunan selanjutnya dalam beberapa

generasi. Karena prinsip adat Batak bersumber dari keilahian yang diturunkan

nenek moyang orang Batak, maka setiap orang Batak yang menjalakan adat

adalah orang-orang yang bersekutu dengan nenek moyangnya.

2.1.3 Sistem kemasyarakatan dan kekerabatan

Koentjaraningrat (1995:110) mengatakan bahwa stratifikasi sosial

orang Batak dalam kehidupan sehari-hari dapat dibedakan menjadi empat

prinsip. Keempat prinsip tersebut adalah sebagai berikut.

(1) Perbedaan tingkat umurm yakni, sistem pelapisan sosial masyarakat Batak

Toba berdasarkan perbedaan tingkat umur dapat dilihat dalam sistem adat

istiadat. Dalam pesta adat, orang-orang tua yang tingkat umurnya lebih

tinggi, akan lebih banyak berbicara atau disebut raja adat.

(2) Perbedaan pangkat dan jabatan adalah sistem pelapisan sosial berdasarkan

perbedaan pangkat dan jabatan dapat juga dilihat pada perbedaan harta dan

keahlian yaitu pada keturunan raja-raja, dukun, pemusik (pargonsi) dan

juga pandai-pandai seperti besi, tenun, ukir, dan lain-lain.

(3) Perbedaan sifat keaslian merupakan sistem pelapisan sosial berdasarkan

perbedaan sifat dan keaslian dapat kita lihat dalam jabatan dan

58

58

kepemimpinan. Dalam sistem ini berlaku sifat keturunan contohnya, di

daerah Muara adalah daerah asal marga Simatupang. Maka secara otomatis

turunan marga Simatupang ini lebih berhak atas jabatan kepemimpinan di

daerah tersebut seperti Kepala Desa atau yang di luar jabatan pemerintahan.

Demikian juga halnya dalam hak ulayat dalam pemilikan tanah.

(4) Status kawin adalah sistem pelapisan sosial berdasarkan status kawin dapat

dilihat di dalam kehidupan sehari-hari yaitu pada orang Batak yang sudah

berkeluarga. Mereka sudah mempunyai wewenang untuk mengikuti acara

adat atau berbicara dalam lingkungan keluarganya. Biasanya orang Batak

yang sudah berkeluarga akan menjaga wibawanya dalam adat ataupun

dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu sangat besar arti perkawinan

pada masyarakat Batak Toba.

Sistem kekerabatan keluarga Batak Toba, tidak dapat dipisahkan dari

filsafat hidupnya dan merupakan suatu pranata yang tidak hanya mengikat

seorang laki-laki dan seorang wanita, akan tetapi mengikat suatu hubungan

yang tertentu yaitu kaum kerabat dari pihak laki-laki atau kaum kerabat dari

pihak perempuan. Seluruh pihak yang masuk dalam lingkaran kerabat Batak

Toba, masing-masing memiliki nama sebutan panggilan yang menunjukkan

status kekerabatan. Filsafat hidup kekerabatan tersebut adalah Dalihan Na

Tolu4 (tungku nan tiga) yang terdiri dari unsur kekerabatan berikut.

4Di dalam kebudayaan masyarakat Batak di Sumatera Utara ini, konsep mengenai

struktur sosial kemasyarakatan ini sebenarnya berdasar dari hubungan darah yang ditaris secar patrilineal (dari pihak ayah) dan hubungan perkawinan. Ada persamaan universal di antara sub suku-suku Karo, Pak, Simalungun, Batak Toba, Mandailing-Angkola. Dalam kebudayaan Batak Toba disebut dalihan na tolu, dalam kebudayaan Mandailing-Angkola disebut dalian na tolu, di dalam kebudayaan Karo disebut rakut sitelu, di dalam budaya Pakpak disebut daliken sitelu.

59

59

a. Hula-hula atau parrajaon (pihak yang dirajakan) yaitu marga ayah mertua

seorang laki-laki yang memberinya istri. Yang termasuk hula-hula bukan

hanya pihak mertua dan golongan semarganya tetapi juga bona ni ari yaitu

marga asal nenek (istri kakek) ego lima tingkat ke atas atau lebih, tulang

yaitu saudara laki-laki ibu, yang terdiri dari tiga bagian yaitu bona tulang

(tulang kandung dari bapa ego), tulang tangkas (tulang ego saudara), tulang

rorobot (ipar dari tulang), lae atau tunggane (ipar) yang termasuk di

dalamnya anak dari tulang anak mertua, mertua laki-laki dari anak, ipar

dari ipar, cucu ipar, bao (istri ipar) yaitu istri ipar dari pihak hula-hula

mertua perempuan dan anak laki-laki, anak perempuan dari tulang rorobot,

paraman dari anak laki-laki, termasuk didalamnya anak ipar dari hula-hula,

cucu pertama, cucu dari tulang, saudara dari menantu perempuan, paraman

dari bao, hula-hula hatopan yaitu semua abang dan adik dari pihak hula-

hula.

2. Boru yaitu marga yang menerima anak perempuan sebagai istri, yang

termasuk di dalamnya namboru (bibi) yang terdiri dari iboto ni ama niba

(saudara perempuan bapak), mertua perempuan dari saudara perempuan,

nenek dari menantu laki-laki, amangboru (suami bibi) yang termasuk di

dalamnya mertua laki-laki dari saudara perempuan, kakak dari menantu

laki-laki, iboto (saudara perempuan) yang termasuk didalamnya putri dari

namboru, saudara perempuan nenek, saudara perempuan dari abang atau

adik kita, lae (ipar) yang termasuk di dalamnya saudara perempuan, anak

namboru, mertua laki-laki dari putri amangboru dari ayah, bao dari saudara

perempuan. Boru (putri) yang termasuk didalamnya boru tubu (putri

60

60

kandung), boru ni pariban (putri kakak atau adik perempuan), hela

(menantu), yang termasuk didalamnya suami dari putri, suami dari putri

abang atau adik kita, suami dari putri, bere atau ibebere (kemenakan) atau

anak dari saudara perempuan, boru natua-tua yaitu semua keturunan dari

putri kakak kita dari tingkat kelima.

3. Dongan Sabutuha atau dongan tubu yaitu terdiri dari namarsaompu artinya

segenap keturunan dari kakek yang sama, dengan pengertian keturunan

laki-laki dari satu marga. Setiap orang Batak Toba dapat terlihat dalam

posisi sebagai dongan tubu, hula-hula, dan boru terhadap orang lain.

Terhadap hula-hulanya, dia adalah boru. Sebaliknya, terhadap boru dia

merupakan hula-hula dan terhadap garis keturunannya sendiri dia

merupakan dongan tubu. Penyebutan kata somba marhula-hula, elek

marboru, manat mardongan tubu adalah salah satu semboyan yang hidup

hingga saat ini pada masyarakat Batak Toba yang mencerminkan

keterkaitan hubungan ketiga sistem kekerabatan ini. Artinya hula-hula

menempati kedudukan yang terhormat di antara ketiga golongan fungsional

tersebut. Boru harus bersikap sujud dan patuh terhadap hula-hula dan harus

dijunjung tinggi. Hal itu tampak dari filosofi yang dianut tentang ketiga

golongan ini. Hula-hula, mata ni mual sipatio-tioon, mata ni ari so husoran

artinya hula-hula adalah sumber mata air yang selalu dipelihara supaya

tetap jernih dan matahari yang tidak boleh ditentang. Hula-hula diberi

sebutan sebagai debata na tarida atau wakil Tuhan yang dapat dilihat,

karena merupakan sumber berkat, perlindungan dan pendamai dalam

sengketa. Elek Marboru artinya hula-hula harus selalu menyayangi borunya

61

61

dan sangat pantang untuk menyakiti hati dan perasaan boru. Manat

mardongan tubu artinya orang yang semarga harus berperasaan seia sekata

dan sepenanggungan sebagai saudara kandung dan saling hormat-

menghormati.

Adapun fungsi dalihan natolu dalam hubungan sosial antar marga ialah

mengatur ketertiban dan jalannya pelaksanaan tutur, menentukan kedudukan,

hak dan kewajiban seseorang dan juga sebagai dasar musyawarah dan mufakat

bagi masyarakat Batak Toba. Di mana saja ada masyarakat Batak Toba, secara

otomatis berlaku fungsi dalihan natolu. Dan selama orang Batak Toba tetap

mempertahankan kesadaran bermarga, selama itu pulalah fungsi dalihan natolu

tetap dianggap baik untuk mengatur tata cara dan tata hidup masyarakatnya.

Sistem kekerabatan memegang peranan penting dalam jalinan

hubungan baik antara individu dengan individu atau individu dengan

masyarakat lingkungannya.

Bagan 2.1: Diagram Kelompok Dalihan Na Tolu

Sumber: Monang Asi Sianturi (2012)

62

62

2.1.4 Kepercayaan tradisional Batak Toba

Berdasarkan kepercayaan orang Batak dalam mitologinya, persoalan

kehidupan selalu ada sangkut pautnya dengan keilahian yang dipercaya sebagai

karya Allah kodrati oleh Mula Jadi Naboloni. Mite yang mirip dengan mitologi

dalam kepercayaan Hindu dalam cerita turun-temurun masyarakat Batak Toba

ini, yaitu adanya tiga oknum dewa masing-masing Batara Guru, Soripada, dan

Mangala Bulan sebagai aspek dari Mulajadi Nabolon (Situmorang, 2009:21)

yang memiliki otoritas di bumi untuk mengatur kehidupan manusia. Dalam

beberapa tulisan, konsep mitologi ini berbeda dengan konsep yang

diungkapkan oleh Sitor Situmorang tentang “Tri Tunggal” Dewa orang Batak.

Dalam tulisan lain, Tampubolon menyebutkan ketiga Dewa itu bukanlah

implisit dari jelmaan Mulajadi Nabolon, melainkan tiga dewa yang berdiri

sendiri yaitu: (1) Mulajadi Nabolon, (2) Debata Asi-asi, dan (3) Batara Guru

yang sesuai dengan pekerjaannya di bumi. Mulajadi Nabolon diyakini sebagai

pencipta dari alam semesta untuk alam yang besar (Nabolon). Dan

menciptakan dewa-dewa yang lebih rendah. Debata Asi-asi sebagai dewa yang

menurunkan berkat dan kasih melalui oknum perantara (roh leluhur, roh

penghuni suatu tempat). Batara Guru berarti maha guru yang memberi ilmu

pengetahuan, ilmu-ilmu gaib, pengobatan dan penangkalan roh-roh jahat.

(Lihat M.B. Tampubolon, 1978:9-10).

Mitologi Batak pada umumnya disampaikan melalui cerita dari mulut

ke mulut (tradisi aural), biasanya pemberitaan seperti ini sukar untuk

63

63

dipercaya. Hal ini terbukti dari banyaknya beredar cerita-cerita dongeng di

kalangan bangsa Batak. Lebih lanjut Warneck membenarkan bahwa hampir

semua suku bangsa memiliki dongeng, yang tidak memiliki hubungan satu

sama lain masing-masing berdiri sendiri. (Hutauruk, 2006:8).

Ajaran agama Batak yang terdapat dalam mitologi Batak ini, diperjelas

oleh Batara Sangti menyebut ketiga dewa (sama dengan versi Situmorang)

pemilik otoritas kedewaan dengan konsep pekerjaan ketiga dewa tersebut

mengatur tata kehidupan manusia. Dalam legenda Siboru Deak (Deang)

Parujar dalam tonggo-tonggo (doa) yang disampaikan pada Mulajadi Nabolon

menyebut: Debata Natolu, Natolu Suhu, Naopat Harajaon. Lebih jauh lagi,

Sangti menguraikan pekerjaan dan tugas keempat oleh Debata Asi-asi yaitu

menolong manusia dengan bersusah payah dan berkorban. Dewa ini berfungsi

sebagai: naso pinele jala naso sinomba (yang tidak disaji dan tidak disembah)

sebgaai tugas keempat dimaksud dari naopat harajaon (Sangti, 1977:279).

Di dalam kepercayaan tradisional “agama Batak” itu, terdapat konsep

bahwa kehidupan manusia tetap berlangsung, walaupun sudah meninggal.

Kehidupan itu berada pada dunia maya, kehidupan para roh-roh yang sudah

meninggal. Mereka meyakini bahwa roh-roh itu memiliki komunitas dan

aktivitas sendiri. Oleh karena hal tersebut, hingga kini masih terdapat

kepercayaan bagi masyarakat Batak untuk ikut menyertakan berbagai

perlengkapan orang yang sudah mati, dikubur bersama jasadnya.

Perlengkapan-perlengkapan tersebut di antaranya adalah: pahean (pakaian)

yang dikenakan dipergunakan nantinya setelah roh sebagai pakaian yang

membungkus dari rasa dingin, kemudian ringgit sitio suara (uang) untuk

64

64

kebutuhan perjalanan menempuh perjalanan “jauh” dari dunia maya ke dunia

atau benda-benda lainnya yang dibutuhkan dalam dunia roh (Sangti, 1977:10).

Dengan demikian maka orang Batak Toba pada zaman keberhalaan

sudah mempercayai adanya Allah yang satu yang disebut Mulajadi Nabolon

yang menjadi sumber dari segala yang ada. Orang Batak Toba di kala itu

percaya ada kekuatan besar Debata yang menjadikan langit dan bumi dan

segala isinya. Juga memelihara kehidupan secara terus-menerus. Debata

Mulajadi Nabolon adalah sebagai ilah yang tidak bermula dan tidak berakhir.

Dia adalah awal dari semua yang ada.

Dalam konsep orang Batak Toba, seluruh kehidupan tertuju pada daya

dan upaya untuk mencapai kepemilikan sahala. Sahala dalam filsafat Batak

sangat besar pengaruhnya dalam segala gerak hidup orang Batak, dan semua

orang Batak harus mempunyai sahala. Penafsiran sahala menurut Warneck

adalah kewibawaan hidup, kekayaan akan harta benda dan keturunan,

kemudian yang mencakup kebijaksanaan, kecerdikan, kecerdasan, kekuasaan,

keluhuran budi pekerti. Hal ini terus dilakukan oleh orang Batak secara turun-

temurun. Impelementasinya, nampak pada setiap pekerjaan adat dan hubungan

kehidupan antara orang Batak. Sehingga Sahala adalah wujud dari hagabeon,

hamoraon dan hasangapon.

2.1.5 Konsep kehidupan dalam masyarakat Batak Toba

Dalam agama tradisional Batak Toba ada kepercayaan kepada

ketuhanan yang lebih tinggi yang disebut Mula Jadi Nabolon atau permulaan

yang agung, yang menciptakan langit dan bumi dan dibawah bumi. Di

65

65

bawahnya terdapat tiga dewa yaitu Batara Guru, Soripada dan Mangala Bulan.

Di pihak lain, cara hidup sehari-hari berpusat pada roh-roh nenek moyang,

terutama laki-laki yang selalu mempengaruhi kehidupan mahluk hidup. Karena

prinsip kehidupan manusia (tondi) berlanjut setelah kematian, pemakaman

menjadi sangat penting. Setelah itu, tulang-tulang digali, dibersihkan dan

diletakkan di sebuah rumah tempat penyimpanan jasad, yang sering

ditempatkan di pekarangan rumah.

Sahala adalah perwujudan roh (tondi) dalam kehidupan manusia di

dunia. Dia merujuk pada sebuah kekuatan nyata yang menjadi milik orang-

orang penting dan kuat. Tanda utama kepemilikan Sahala yang besar adalah

dimana seseorang memiliki keberhasilan duniawi. Sahala merupakan sebuah

kualitas yang bisa diperoleh atau hilang. Masyarakat Batak Toba memberi

tingkatan hidup pada nilai-nilai kebudayaan dalam tiga kata, yaitu harajaon

(kuasa), hamoraon (kekayaan), dan hasangapon (kehormatan).

Harajaon menunjukkan bahwa tujuan setiap manusia adalah berdiri

sendiri secara merdeka dan mengelola hidup dengan wibawa dan kuasanya.

Setiap orang Batak (laki-laki), selalu mempunyai keinginan menjadi seorang

raja. Pengertian menjadi raja adalah seorang yang dapat mengatur hidupnya

sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu dianggap penting untuk

membentuk rumah tangga sendiri, karena rumah tangganya adalah awal dari

usaha-usaha untuk mendirikan ke”rajaan”nya sendiri. Manusia harus

menghormati sanak saudaranya dan marga yang dia miliki.

Hamoraon menunjukkan bahwa tujuan dalam hidup seorang Batak

adalah mensejahterakan kehidupan. Anggapan tradisional, pengertian

66

66

kesejahteraan lebih dianggap sama dengan banyak memiliki istri dan anak,

ladang yang luas dan ternak yang banyak. Kepemilikan ini dianggap sebagai

hasil karena memiliki seorang Batak memiliki sahala sebagai raja.

Hasangapon merupakan tujuan dari usaha-usaha untuk mewujudkan

gagasan-gagasan harajaon dan hamoraon. Perjuangan untuk mencapai

hasangapon digambarkan sebagai motivasi fundamental suku Batak. Dalam

mencapai harajaon, hamoraon, dan hasangapon, ketegangan seringkali

muncul antara kakak beradik dalam satu marga. Dalam hal ini, seseorang yang

memiliki status yang tinggi akan mencoba menengahi, tetapi bila usaha-usaha

ini tidak berhasil, sebuah kelompok bisa pergi untuk mendirikan pemukiman

baru.

Sistem dalihan natolu mencegah pembentukan kelas-kelas sosial yang

kaku. Selalu ada hula-hula yang harus dipelihara dan dihormati. Oleh karena

itu, masyarakat Toba memiliki ciri egaliter yang kuat, dibandingkan misalnya

dengan masyarakat Jawa. Sifat ini tidak berarti bahwa masyarakat Toba bebas

dari hirarki gender, pada umumnya perempuan menempati posisi rendah

dibanding laki-laki.

2.1.6 Wilayah budaya Batak Toba

Tanah Batak merupakan tempat pemukiman orang Batak (halak Batak).

Sebutan Tanah Batak menunjukkan wilayah yang didiami kelompok

masyarakat dikenal dalam bahasa Batak Toba dengan “Tano Batak”. Tano

artinya tanah. Tanah Batak ini adalah tempat bermukimnya orang yang

menyebut dirinya Batak, seperti Batak Angkola, Batak Karo, Batak

67

67

Simalungun, Batak Pakpak, dan Batak Toba sendiri. Terletak di bagian utara

pulau Sumatera yang berbatasan langsung dengan Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam (NAD) pada bagian utara, sedang di sebelah selatan berbatasan

dengan provinsi Sumatera Barat dan Riau. Pada bagian timur berbatasan

dengan Kabupaten Asahan dan Labuhan Batu dan bagian barat langsung

berbatasan dengan lautan bebas Samudera Indonesia. Secara astronomis berada

antara 2003’ dan 2040’ Lintang utara dan antara 98056’ dan 99040’ Bujur

Timur.5 Masyarakat Batak Toba yang tinggal di Tanah Batak, terbagi pada

empat sub wilayah dalam satu distrik disebut dengan Distrik Toba, mengacu

kepada pembagian seluruh kawasan Toba dengan empat jenis topografi dengan

empat variasi adatnya.

Distrik Toba yang meliputi wilayah Silindung, Toba Holbung,

Humbang dan Pulau Samosir yang terdapat di Tapanuli, adalah pemukiman

masyarakat Batak Toba. Keadaan alam dan topografi distrik Toba ini, sebagian

besar terdiri dari dataran tinggi dan bukit-bukit tandus dari rangkaian

pegunungan Bukit Barisan yang sebagian kecil masih berupa hutan primer.

Pada awalnya, distrik Toba ini berinduk pada satu kabupaten yaitu Tapanuli

Utara.6 Kabupaten Tapanuli Utara berada di dataran tinggi pegunungan Bukit

Barisan, dengan ketinggian antara 900 meter sampai dengan 1500 meter dpl.

5Sumatera Utara in Figures. 2010. Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 6Kabupaten Tapanuli Utara yang beribukota Tarutung adalah kabupaten induk

(pertama) di Bona Pasogit. Kabupaten ini, pada masa sekarang (2015) memiliki 15 kecamatan antara lain: Kecamatan Tarutung, Kecamatan Sipoholon, Kecamatan Siborongborong, Kecamatan Pagaran, Kecamatan Parmonangan, Kecamatan Muara, kecamatan Sipahutar, Kecamatan Pangaribuan, Kecamatan Garoga, Kecamatan Adian Koting, Kecamatan Pahae Jae, Kecamatan Pahae Julu, Kecamatan Simangumban, Kecamatan Purba Tua dan Kecamatan Siatas Barita.

68

68

Wilayah Tapanuli Utara memiliki garis pantai Danau Toba kira-kira sepanjang

6 kilometer di kecamatan Muara.

Pada tahun 1999, wilayah Toba Holbung dimekarkan menjadi satu

kabupaten yang dikenal dengan Kabupaten Toba Samosir7 disingkat Tobasa.

Pada awalnya, kabupaten ini meliputi seluruh pulau Samosir dan wilayah Toba

Holbung. Saat ini, wilayah Toba Holbung ini membentang mengikuti garis

pantai Danau Toba sebelah utara dan sebagian wilayah dataran tinggi

pegunungan Bukit Barisan. Sungai yang berhulukan Danau Toba membelah

Toba Samosir dinamai Tao Porsea sampai tepian air terjun Sigura-gura, dan ke

hilir menuju pantai timur laut Malaka sungai ini disebut dengan sungai Asahan.

Selanjutnya pada tahun 2004, kabupaten ini dimekarkan dengan memisahkan

pulau Samosir menjadi sebuah kabupaten baru.

Kawasan Humbang yang dikenal lebih banyak dengan dataran

tingginya, memisahkan diri dari kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2005

dengan nama Kabupaten Humbang Hasundutan8 disingkat Humbahas atau

Humbang Bagian Barat. Hasundutan berarti belahan barat. Sedang kawasan

Humbang bagian timur atau Humbang Habinsaran, saat ini masuk dalam

kawasan Kabupaten Tapanuli Utara meliputi Siborongborong, Pagaran, Muara,

Sipahutar, Pangaribuan dan Garoga. Wilayah Humbang keseluruhan

7Kabupaten Toba Samosir dengan ibukotanya Balige memiliki 16 kecamatan antara lain : Kecamatan Tampahan, Kecamatan Balige, Kecamatan Laguboti, Kecamatan Sigumpar, Kecamatan Siantar Narumonda, Kecamatan Porsea, Kecamatan Uluan, Kecamatan Bonatua Lunasi, Kecamatan Permaksian, Kecamatan Pintu Pohan Maranti, Kecamatan Lumban Julu, Kecamatan Silaen, Kecamatan Habinsaran, Kecamatan Borbor, Kecamatan Nassau dan Kecamatan Ajibata (Toba Samosir Dalam Angka 2011, BPS Toba Samosir).

8Kabupaten Humbang Hasundutan yang beribukota Dolok Sanggul memiliki 11 kecamatan, antara lain: Kecamatan Dolok Sanggul, Kecamatan Pollung, Kecamatan Sijama Polang, Kecamatan Onan Ganjang, Kecamatan Pakkat, Kecamatan Parlilitan, Kecamatan Tarabintang, Kecamtan Simamora Nabolak, Kecamatan Lintong Nihuta, Kecamatan Paranginan, Kecamatan Baktiraja (Sumber: Humbang Hasundutan Dalam Angka In Figures 2011, BPS Humbahas).

69

69

membentang mengikuti pegunungan Bukit Barisan dengan memiliki garis

pantai Danau Toba sepanjang lebih kurang 16 km meliputi wilayah Bakkara,

Tipang,dan Janji Raja.

Kabupaten Samosir9 sebagai pemekaran dari kabupaten Toba Samosir

berpisah pada tahun 2006. Wilayah Samosir meliputi seluruh pulau Samosir

yang dikelilingi Danau Toba ditambah dengan dataran tinggi steppa di pulau

Sumatera meliputi Kecamatan Sianjur Mulamula dan Kecamatan Harian yang

berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Pakpak

Bharat dan Kabupaten Dairi. Wilayah Samosir ini sering disebut dalam bahasa

Batak dengan Pulo Samosir”. Pulo berarti pulau. Dulunya, Samosir bersatu

dengan pulau Suamtera. Namun, pada masa penjajahan Belanda, kawasan tano

ponggol (tanah putus) digali dengan membuat terusan yang menghubungkan

danau Toba, sekaligus memisahkan antara pulau Sumatera dengan pulau

Samosir. Di tempat ini, tepatnya di Kecamatan Sianjur Mulamula terdapat

kawasan bersejarah tempat situs-situs Batak yang mengungkapkan legenda dan

mitos asal mula orang Batak, yakni di kaki gunung Pusuk Buhit. Pulo Samosir

dapat ditempuh denga jalur darat melalui Tele ke Pangururan dan jalur

angkutan air dengan ferry melalui beberapa titik dermaga antara lain: Dermaga

Ajibata, Tigaras, Haranggaol, Silalahi, Tongging, Bakara, Muara, Balige dan

Porsea yang semuanya menuju daerah pulau Samosir.

9Kabupaten Samosir yang ibukotanya Pangururan memiliki 9 kecamatan, yaitu:

Kecamatan pangururan, Kecamatan Simanindo, Kecamatan Ronggur ni Huta, Kecamatan Sianjur Mulamula, Kecamatan Harian, Kecamatan Palipi, Kecamatan Nainggolan, Kecamatan Onan Runggu, dan Kecamatan Sitiotio (Sumber wawancara: Kabag Humas dan Infokom Pemkab Samosir).

70

70

Orientasi geografis penduduk yang bermukim di empat wilayah distrik

Toba, masing-masing memiliki variasi adat-istiadat budaya. Dari wujud

pelaksanaan bentuk upacara-upacara adat yang diadakan, sekilas tampak ada

persamaan antara empat sub kelompok kultur Batak Toba ini. Namun, bila

diikuti seluruh rangkaian kegiatan dalam bentuk parjambaran juhut (hak

pembagian daging), bentuk ulos (selendang Batak) yang diselempangkan ke

berbagai pihak dalihan natolu, umpasa (petuah-petuah), akan tampak adanya

perbedaan-perbedaan.

Dalam memetakan empat kultur Batak Toba yang ada di wilayah bona

pasogit, dapat dilihat bahwa satu sama lain tidak memiliki akar historis dari

sumber yang sama. Masing-masing memiliki bentuk budaya dengan variasi

adat dengan ciri-ciri tertentu, dengan mengesampingkan wilayah yang didiami

masyarakat Batak itu dari pembagian wilayah menurut demografi struktur

pemerintahan. Misalnya, seorang Batak bermarga Sihombing yang bertempat

tinggal di Siborongborong melakukan upacara adat Batak dengan afiliasi kultur

Humbang. Sekalipun daerah Siborongborong masuk dalam wilayah Kabupaten

Tapanuli Utara yang dikenal dengan par-Silindung (orang dari Silindung). Si

empunya pesta tidak memakai adat Silindung dalam kegiatannya, oleh karena

nilai kulturnya masih dalam ranah budaya Humbang. Keadaan hal seperti itu

juga diperlakukan sama pada masyarakat Batak Toba yang ada di area kultur

Humbang lainnya seperti di Sipahutar, Pangaribuan, Muara, Pagaran, Butar

dan Parmonangan.

2.1.7 Adat Batak Toba dalam siklus kehidupan

71

71

Dalam konteks kebudayaan masyarakat Batak Toba, adat sebagai suatu

kelaziman memiliki sinonim kepada kata membiasakan atau mengadakan,

ketika adat dilakukan secara berulang-ulang maka adat serta kebiasaan itu

adalah merupakan sebuah sikap perilaku. Adat hidup dari perorangan atau

golongan yang dipakai dalam lingkungan suatu kebudayaan. Pada masyarakat

Batak Toba adat dikenal dengan ugari yang berarti suatu kebiasaan atau cara

(Warneck, 1978:14). Dengan demikian adatlah yang mengatur keseluruhan

kehidupan ketika manusia mulai lahir hingga mati. Adat sebagai inti utama

sistem kebudayaan yang dibangun oleh komunitas Batak Toba.

Batasan yang dipakai untuk menyebut adat bagi masyarakat Batak Toba

adalah sebuah hukum yang menjadi ugari yang sudah dipergunakan oleh nenek

moyang orang Batak (adat sijolo-jolo tubu) orang Batak mempercayai bahwa

kehidupan adat bagi mereka adalah mutlak dan alamiah. Orang Batak tidak

mengenal istilah bebas dari adat atau lingkungan kehidupan orang Batak yang

bebas dari adat untuk itu dapat disebut bahwa adatlah yang menentukan dan

mengatur semua batas dan penggenapan kehidupan.

Adat lebih kurang sama pengertiannya dengan hukum ugari yang hidup

di tengah-tengah masyarakat Batak. Orang Batak yang tidak memiliki adat

dicap sebagai jolma naso maradat, satu hal yang dihindarkan dalam kehidupan

mereka, namun belakangan, ada pemahaman adat itu dapat dibuat sesuka hati

menurut keinginan sepihak. Contoh, pesta jubilate (ulang tahun), tardidi

(inisiasi pembaptisan nama), malua (masa akil baligh), peresmian bangunan

pemerintah, syukuran naik jabatan adalah adat yang dibuat-buat oleh orang

Batak.

72

72

Masyarakat Batak Toba memiliki adat dalam mencerminkan sikap

perilaku yang digunakan oleh masyarakatnya yang berisikan sistem

kekeluargaan dengan nilai-nilai dan norma yang saling berhubungan.

Perwujudan dari adat Batak, secara normatif dapat dilihat dari pelaksanaan

upacara-upacara yang dilakukan masyarakat Batak Toba. Hal ini diasumsikan

bahwa adat bagi orang Batak adalah aturan hidup yang harus dimiliki dalam

bertingkah laku pada setiap individu dan kelompok masyarakat ini (Parbato

Medan, 1988).

Konsep yang dilakukan dalam setiap upacara adat Batak untuk

menunjukkan nilai normatifnya, tertuang dalam konsep suhi ampang na opat

(empat sudut bakul) yang memberi arti kehadiran pihak-pihak kekerabatan

dalam sebuah upacara adat, diantaranya pihak dongan tubu, hula-hula, boru

dan aleale. Keempat kelompok ini bertemu melakukan kegiatan adat menurut

kepentingannya seperti bermufakat mengambil kesimpulan dengan

musyawarah marhata adat, menerima hak tetap dengan membagi potongan

daging parjambaran kepada kelompok suhi ampang na opat, hingga

implementasi komunikasi yang dilakukan dengan kegiatan tari manortor

bersama (Situmorang, 1983:5).

Kegiatan manortor adalah bagian dari konsep marmusik bagi

masyarakat Batak Toba. Seperti, kegiatan ritual upacara bius, upacara religi

ugamo malim dan upacara perkawinan, selalu memakai alat musik pengiring

(Sihombing, 1989 : 289). Adat Batak Toba dalam perjalanannya berhadapan

dengan perubahan sosial masyarakat pengguna kebudayaan ini.

73

73

2.1.7.1 Upacara adat kelahiran

Wujud budaya Batak Toba sebagai sumber sikap perilaku dalam

kehidupan sehari-hari, tampak dalam sistem yang digunakan di masyarakat

Batak Toba itu sendiri. Kekerabatan yang ada pada masyarakat ini

berhubungan dengan fase kelahiran yang menimbulkan kekerabatan, baik

vertikal maupun horizontal. Inisiasi kelahiran memulai tahapan kedudukan

kekerabatan seorang Batak Toba pada sistem kemasyarakatan yang berlaku.

Sebab nilai yang terdapat pada kekerabatan itu, memunculkan identitas baru

pada marga dan atau garis keturunan dengan dimulainya tarombo atau silsilah.

Penghargaan masyarakat Batak Toba terhadap marga dan silsilahnya,

ditunjukkan dengan kedudukan yang dimiliki seseorang bagi kelompok

keluarga dan masyarakat sekaitan dengan dalihan na tolu. Arti kelahiran yang

menentukan kedudukan seseorang Batak Toba. Anak sulung dalam satu

keluarga merupakan mataniari binsar atau matahari terbit, dipandang sebagai

orang yang memiliki wibawa kebijaksanaan, adik-adiknya yang lahir kelak

akan merasakan satu wibawa anak sulung dalam keluarga sebagai wakil dari

ayah. Hal itu tampak, saat dimana seorang anak sulung mengambil keputusan

yang mengikat dan mutlak diikuti oleh semua saudaranya yang menerima

keputusan itu. Dalam beberapa kasus terhadap keputusan yang diambil anak

sulung tidak diterima oleh sesama saudaranya dan menimbulkan konflik,

penyelesaiannya adalah menyerahkan persoalan itu kepada Tulang itu Sipupus

74

74

Sombubu (pembelai kepala) sebagai pengambil keputusan terakhir yang

dianggap merupakan wujud Tuhan dalam masyarakat Batak Toba.

2.1.7.2 Upacara perkawinan adat na gok

Dalam adat Batak Toba, tahapan yang dilakukan dalam upacara

perkawinan terdiri dari beberapa tahapan yang dibagi menjadi 3 (tiga)

tingkatan:

a. Unjuk: adalah ritus perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan semua

prosedur adat Batak dalihan na tolu sebagai tata upacara ritus perkawinan

biasa.

b. Mangadati: ritus perkawinan yang dilaksanakan tidak berdasarkan adat

Batak dalihan na tolu, pasangan yang bersangkutan mangalua atau kawin

lari, tetapi ritusnya sendiri dilakukan sebelum pasangan tersebut memiliki

anak.

c. Pasahat sulang-sulang ni pahoppu: ritus perkawinan yang dilakukan di

luar adat Batak dalihan na tolu, sehingga pasangan bersangkutan mangalua

dan ritusnya diadakan setelah memiliki anak.

Dalam upacara perkawinan adat na gok, dilaksanakan sesuai dengan

prosedur adat yang dilaksanakan. Maksudnya, apabila upacara perkawinan itu

melibatkan unsur: dalihan na tolu paopat sihal-sihal, turut berperan di

dalamnya dan prosedur pelaksanaan adat itu dengan upacara adat peresmian

perkawinan: alap jual atau dengan taruhon jual. Urutan upacara perkawinan

ini, dilaksanakan dengan mengikuti tata cara adat Batak Toba dengan

menyertakan perangkat musik sebagai bagian dari rangkaian kegiatan

75

75

perkawinan ini. Selanjutnya, akan lebih lengkap dibahas dalam sub bab

berikut.

a. Upacara perkawinan alap jual, yang dilaksanakan apabila tempat upacara

perkawinan itu atau horja adat marunjuk diadakan di halaman rumah pihak

perempuan dan pihak laki-laki datang menjemput pengantin perempuan

dengan cara adat dari keluarga pihak parboru (perempuan), setelah ada

kata kesepakatan dalam marhata sinamot. Pengertian jual adalah jenis

bakul Batak tempat sumpit tandok berisi makanan adat yang dibawa

dengan cara menjunjung. Lauk makanan adat dari suhut lengkap dengan

tudutudu sipanganon, dipersiapkan oleh pihak boru yang diperuntukkan

untuk hulahula, sedang lauknya dari dengke atau ihan, maka makanan adat

tersebut dibuat oleh hulahula diperuntukkan untuk boru. Makanan ini

disajikan dan disantap bersama dalam acara marsibuhabuhai. Pihak

paranak mengiringi anaknya sebagai calon pengantin dengan membawa

makanan adat dalam jual yang dijunjung Boru pihak paranak disebut

sihunti ampang.

b. Upacara perkawinan taruhon jual, upacara perkawinan ini dapat dilihat dari

tempat dilaksanakannya perkawinan itu tempat pengantin laki-laki atau

suhut paranak. Suhut sebagai tuan rumah adalah pihak paranak, dan pihak

parboru menghantarkan putrinya ke tempat pihak paranak. Acara

menjemput pengantin putri dari rumah parboru, sama halnya dengan alap

jual dengan membawa makanan adat sibuhabuhai. Pengertian makanan

sibuhabuhai adalah makanan adat. Namun, pengertian ini berkembang

menjadi nama acara itu sendiri (Rajamarpodang, 1995:280).

76

76

2.1.7.3 Upacara adat kematian

Kematian yang sudah saur matua bagi masyarakat Batak Toba, adalah

sebuah gejala paradoks. Kaitannya, kematian adalah pemisahan diri antara

orang hidup dan mati, mewujudkan adanya sebuah kehilangan esensial yang

menghimpit. Konsep masyarakat Batak Toba dalam peristiwa ini, bukanlah

keadaan yang harus ditangisi dan sedih. Ada perhatian khusus untuk

menunjukkan keluarga yang ditinggalkan, harus bersikap sukacita, gembira

tanpa tekanan dan beban apapun. Seluruh keluarga menghibur diri dari

pertukaran fase kehidupan.

Tradisi masyarakat Batak Toba dalam memperlakukan upacara

kematian dapat diklasifikasi berdasarkan usia dan status si mati. Perlakuan

untuk orang yang meninggal ketika masih dalam kandungan (mate di bortian)

belum mendapatkan perlakuan adat (langsung dikubur tanpa peti mati).

Namun, bila meninggal ketika masih bayi (mate poso-poso), meninggal saat

anak-anak (mate dakdanak), meninggal saat remaja (mate ponggol),

keseluruhan jenis kematian tersebut telah mendapat perlakuan adat. Mayatnya

ditutupi selembar ulos (kain tenunan khas masyarakat Batak) sebelum

dikuburkan. Ulos penutup mayat untuk mate poso-poso berasal dari

orangtuanya sedangkan untuk mate dakdanak dan mate bulung, ulos berasal

dari tulang (saudara laki-laki ibu) si orang mati.

Upacara adat kematian mendapat perlakuan adat dengan syarat-syarat

apabila seseorang meninggal dunia pada saat sebagai berikut.

77

77

1. Telah berumah tangga namun belum mempunyai keturunan anak disebut

dengan mate diparalang-alangan atau mate punu.

2. Telah berumah tangga dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih

kecil disebut dengan mate mangkar.

3. Telah memiliki anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang

kawin, namun belum bercucu disebut dengan mate hatungganeon.

4. Telah bercucu dari semua anak-anaknya disebut dengan mate saur matua.

Bagi masyarakat Batak Toba, mate saur matua menjadi tingkat

tertinggi dari klasifikasi upacara, karena ketika seseorang menutup usia saat

semua anaknya telah berumah tangga. Memang masih ada tingkat kematian

tertinggi di atasnya, yaitu mate saur matua bulung (mati ketika semua anak-

anaknya telah berumah tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu,

bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan anaknya perempuan). Namun keduanya

dianggap sama sebagai konsep kematian ideal (meninggal dengan tidak

memiliki tanggungan anak lagi).

Pelaksanaan upacara bergantung pada lamanya mayat disemayamkan.

Upacara adat diadakan ketika seluruh putra-putri orang yang mate saur matua

dan pihak hula-hula telah hadir. Segala persiapan dan mekanisme adat yang

dilakukan pada hari penguburan si mati, akan dibicarakan dalam martonggo

raja untuk memberi pertimbangan untuk memutuskan kapan puncak upacara

saur matua dilaksanakan. Sambil menunggu kedatangan semua anggota

keluarga, biasa dilakukan dengan menahan na mate selama berhari-hari dengan

melakukan acara di luar adat, seperti menerima kedatangan para pelayat

dengan membuat acara sesuai dengan agama pelaku adat. Dalam konteks sari

78

78

matua dan saur matua, cara mangondasi dilakukan oleh pihak keluarga dan

kerabat dekat dengan acara makan malam yang dikenal dengan mangan

pandungoi diselang-selingi dengan hiburan musik yang sesuai dengan

kemampuan pihak dalam menyediakan perangkat hiburan ini. Pada hari yang

sudah ditentukan, upacara saur matua dilaksanakan pada siang hari di ruangan

terbuka di halaman rumah duka. Kategori upacara kematian pada masyarakat

Batak Toba adalah sebagai berikut.

a. Tilahaon, Matipul Ulu, Matompas Tataring. Sebuah keluarga yang

mengalami kematian seorang anak disebut tilahaon. Bila seorang anak bayi

meninggal dunia dari keluarga penganut agama Kristen sebelum dibabtis,

dianggap tidak akan masuk dalam kerajaan surga. Agar anak itu berhak

memasuki surga, diberi hak kepada seorang pengetua gereja atau kedua orang

untuk membaptis bayi itu. Inisiasi ini disebut tardidi na hinipu. Demikian pula

halnya dalam kepercayaan lama masyarakat Batak Toba, apabila seorang bayi

meninggal dunia sebelum inisiasi martutuaek, maka roh bayi itu tidak akan

dapat berhubungan dengan penghuni Banua Atas. Untuk mengatasi itu, maka

setiap orangtua si anak diberi hak untuk melakukan martutuaek di jabu.

Seorang remaja dalam tingkat usia naposo atau bajarbajar meninggal

dunia, disebut dengan mate diparalangalangan atau mati tanggung. Sebelum

upacara keagamaan diadakan, maka lebih dulu dilaksanakan acara adat atau

upacara budaya dengan jalan membuat ulos Batak di atas mayat yang disebut

ulos saput. Saput dilakukan oleh tulang yang meninggal sebagai ulos kepada

kemenakannya.

79

79

Seorang kepala keluarga atau suami dalam masyarakat Batak, apabila ia

meninggal dunia dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil disebut

dengan matipul ulu, dengan anggapan tubuh manusia yang telah putus kepala.

Pengertian matompas tataring, diberikan kepada seorang ibu yang masih muda

meninggal dunia dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil.

Pengertian harafiahnya dapur masak yang rubuh.

b. Sarimatua dan saur matua. Sarimatua adalah orang yang

meninggal dunia telah beranak cucu, tetapi masih ada diantara anak-anaknya

yang belum kawin. Sari, artinya masih ada anak yang digelisahkan, masih

mengganggu jiwanya karena belum kawin. Apabila orangtua seperti ini

meninggal dunia, jiwanya belu pasrah menghadapi kematian itu, masih

diganggu tanggung jawabnya mengawinkan anaknya. Untuk kematian orang

seperti ini, belum pantas diadakan acara adat na gok untuk

memberangkatkannya dengan jambar mangihut, serentak diberikan ke

tujuannya tanpa dengan panggilan dari hewan acara adat yang disembelih

untuk itu.

Pengertian saur lebih dekat kepada sempurna atau lengkap. Saur Matua

dilaksanakan dengan adat na gok berdasar pada dalihan na tolu. Orangtua yang

meninggal dalam kelompok ini, tidak akan ditangisi. Ia dianggap pantas

mendapatkan perlakuan terhormat pada upacara kematiannya. Untuk

menghormati yang saur matua ini, orang banyak perlu diundang dengan

mengadakan pesta besar dan memanggil ogung sabangunan. Mengundang

kelompok musik ogung sabangunan, diisyaratkan sebagai undangan bagi

tamu-ramu dari pihak hasuhuton.

80

80

2.1.7.4 Upacara adat pesta tugu

Fase kelahiran dan kematian jelas lebih penting dari pada peristiwa

pokok dalam persekutuan antar manusia yakni perkawinan. Perkawinan

memang dilakukan dan diatur adat. Pelaksanaan adat itu sebagai wujud

keberagaman adat Batak lebih jelas tampak dalam penyelenggaraan pemujaan

nenek moyang. Pemujaan itu, sekarang ini dapat digambarkan dalam bentuk

membuat tanda artifisial bagi satu kelompok garis keturunan. Misalnya,

bangunan sebuah tugu. Tugu yang menjadi pertanda, bukan kuburan para

leluhur mereka, adalah cara untuk menghormati leluhur mereka. Penghormatan

atas orang yang sudah meninggal harus dibedakan dari pemujaan nenek

moyang di lain pihak. Yang termasuk dalam upacara untuk orang mati adalah

semua peristiwa yang menyangkut kematian dan acara penguburan.

Demikianlah setiap orang mati harus dihormati tanpa kecuali. Sebaliknya

pemujaan nenek moyang diselenggarakan bagi para leluhur yang dianggap

mempunyai suatu kuasa pengaruh yang istimewa, berdasarkan pekerjaan

mereka saat di dunia, yang dilihat dari kekayaan dan kedudukan mereka dalam

silsilah marga. Jadi tidak semua yang meninggal orang Batak diangkat menjadi

nenek moyang yang dipuja. Pembedaan antara upacara untuk orang mati dan

pemujaan nenek moyang tidak hanya dibuat dalam agama-agama, suku,

melainkan juga dalam gereja-gereja suku yang didirikan lingkungan agama,

81

81

suku. Upacara untuk orang mati dan pemujaan mengenai suku-suku telah

banyak diteliti.

Orang-orang Kristen dari gereja-gereja suku memuja nenek moyang

mereka dengan berbagai cara. Di Sumatera Utara mereka membuka kuburan-

kuburan tanah yang sementara, sesudah lewat waktu pembusukan yang

dianggap perlu, lalu mengangkat tulang-tulang dari dalamnya dan

menempatkan tulang-tulang mereka di dasar monumen itu. Setahun setelah

didirikan kuburan dan ini dijadikan alasan untuk menghormati orang mati.

Baik pemakaman kembali maupun penguburan tengkorak atau semua tulang-

tulang dengan upacara, di sarkofagus-sarkofagus tersendiri ataupun di

sarkofagus-sarkofagus bersama demikian juga pembangunan patung-patung

batu buat nenek moyang hingga sekarang masih dapat ditemukan di sub kultur

Batak di daerah bona pasogit.

Di daerah Tobasa, orang-orang Kristen terus menjalankan upacara-

upacara penggalian tulang-tulang dalam bentuk yang telah diubah. Gereja telah

menyucikan (membersihkan) adat itu dari unsur-unsur yang dianggap animis,

dan telah memasukkan suatu peraturan penggalian tulang-tulang diantara

orang-orang Kristen HKBP distrik Toba.10 Peraturan-peraturan yang

dikeluarkan dalam pihak gereja terdahulu masih berlaku hingga kini.

Pemakaman kembali atau pemakaman secara meriah oleh kelompok-

kelompok yang sudah dikristenkan itu berlangsung hingga kini dengan

beberapa pendapat yang berbeda antara penganut agama Kristen lainnya di

10Masyarakat Batak Toba, mayoritas menganut agama Kristen Protestan. Lebih

banyak terdaftar sebagai anggota gereja di HKBP. Sikap HKBP dalam mengakomodir bentuk-bentuk pesta dituangkan dalam pelayanan yang dilakukan dengan memberi izin dalam ritual penggalian tulang belulang leluhur Batak dengan liturgist dari HKBP.

82

82

tanah Batak selain HKBP. Perbedan itu masih dipertahankan sampai sekarang.

Adanya kuburan-kuburan tanah yang tua, yang biasanya tak terpelihara,

disamping tanda-tanda makam yang dibangun, sampai yang bersifat

mausoleum megah berdiri di sepanjang jalan dan di perkampungan di

Tapanuli. Hal ini memperlihatkan adanya perbedaan dari tingkat sosial orang-

orang Batak itu.

Sekarang ini telah banyak didapati bentuk kuburan yang telah diganti

oleh bangunan-bangunan dari semen dan ubin yang hanya mempunyai nilai

religietnologis. Orang Batak sekarang ini, tidak lagi memahat batu membentuk

sarkofagus, melainkan membuat bangunan dari bahan adukan semen dan batu.

Tulang-tulang para leluhur yang dipilih untuk dipindahkan itu

dimakamkan kembali dalam sebuah ruangan di dasar sebuah kuburan semen.

Pemindahan itu dilakukan dengan perayaan, sehingga orang dapat

menyebutnya suatu pesta. Apabila orang-orang yang mengurus pemindahan itu

adalah orang-orang kristen, sebagaimana sekarang ini sudah berlaku umum,

mereka meminta kepada majelis jemaat gerejanya persetujuan untuk

pemindahan tersebut, dengan memberitahukan hari dan jumlah para tulang-

tulang leluhurnya yang akan dikumpulkan dan dimakamkan. Dari permohonan

ini pun sudah nyata di tingkat mana dari ketiga tingkat yang ada akan

berlangsung perayaan tersebut. Upacara ini dinamai dengan panaikkon saring-

saring merupakan perayaan yang paling terhormat dan paling banyak makan

biaya.

Dalam adat kematian di kalangan orang Kristen, dapat dipahami

tentang peristiwa kematian sebagai suatu peristiwa yang bukan bersifat

83

83

perorangan, melainkan yang bersifat genealogis sosial. Dengan demikian maka

tugu atau rumah penyimpanan tulang-tulang itu menjadi kegiatannya yang

potensial selalu dilakukan orang Batak secara berkala. Secara religi-etnologis

dalam arti upacara, ada beberapa faktor yang membuat kegiatan ini tetap

dilakukan, yakni peran para anak rantau yang menganggap kegiatan itu adalah

bagian dari kepercayaan Kristiani yang mengharuskan seorang anak harus

menghormati orangtuanya, baik saat dia masih hidup ataupun sudah

meninggal. Adat itu sendiri dapat berjalan bersama dalam ajaran agama

Kristen. Dengan demikian adat itu membuktikan tidak bertentangan dengan

ajaran kristiani. Peristiwa budaya ini, menggunakan perangkat musik sebagai

bagian dari unsur kelengkapan pesta.

2.2 Integrasi Adat dan Agama Kristen

Dalam sejarah gereje, masuknya Reinische Mission Gesselschaft

(RMG) di Indonesia dimulai pada tahun 1834, ketika misi ini mengirimkan

missionaris ke Kalimantan (Borneo). Selepas itu, maka RMG dipusatkan di

Banjarmasin. Lembaga ini memulai memusatkan misi penginjilan kepada

suku-suku Dayak11 yang ada di pedalaman. Ketika para missionaris keluar dari

Kalimantan, badan zending ini mulai mencari lahan misi yang lain dalam

koloni Belanda. Serikat Injil Belanda menerima bahwa karya misi diantara

suku Batak di Sumatera tampaknya akan menjadi usaha yang menjanjikan.

11Di Kalimantan, orang-orang Dayak ini sebenarnya terdiri dari kelompok-kelompok

etnik lagi, yang berbeda budaya dan bahasanya. Di antara kelompok-kelompok etnik tersebut adalah: Iban, Kadazan, Dusun, Murut, Melanau, orang Ulu, Kenyah, Modang, dan masih banyak lagi yang lainnya. Di sampaing suku-suku tersebut di wilayah ini bermukim pula etnik Melayu. Kemudian ada pula etnik Banjar. Begitu pula etnik-etnik pendatang seperti Jawa, Madura, Bugis, Makasar, Tionghoa, dan lain-lainnya.

84

84

Sehingga Belanda mengirimkan ahli bahasa bernama Van der Tuuk ke

Indonesia, dimana ia telah menulis tata bahasa Batak Toba dan menerjemahkan

bagian-bagian dari Injil. Pada bulan Oktober 1860, resmi dibuat oleh Badan

Zending RMG di Jerman untuk memulai penginjilan di Sumatera Utara, RMG

juga memulai misi penginjilan di Pulau Nias arah barat pantai Sumatera.

Sebelum tahun 1860-an, beberapa usaha tersendiri dibuat untuk

melanjutkan karya missioner Kristen di Tapanuli Utara. Pada tahun 1834 para

missionaris Baptis Amerika memasuki lembah Silindung, namun usaha mereka

terhenti dan gagal total.

Istilah Rhenish Mission atau dalam bahasa Jerman Rheinische Mission

Gesselschaft (RMG), akan merujuk pada misi dari Rhenish Mission Society di

Sumatera. Sehubungan dengan hal itu, keresidenan Sumatera Timur pada

zaman kolonial Belanda dibagi menjadi beberapa distrik. Sebuah terobosan

penting dalam hal ini komunikasi regional terjadi pada tahun 1915, ketika jalan

raya trans Sumatera selesai dibangun dari Medan menuju Sibolga, sebuah kota

kecil di pesisir samudra India di sebelah barat Tapanuli. Jalan raya ini

menghubungkan kota dan desa Tapanuli Utara dengan Simalungun dan daerah

pesisir timur, dan menjadikan transportasi jauh lebih mudah ketimbang

sebelumnya.

Kedatangan bangsa Eropa di Sumatera Timur memiliki konsekuensi

didirikannya organisasi gereja dengan maksud memelihara kebutuhan-

kebutuhan religius dari pada kolonial. Bangsa Eropa pada umumnya tidak

tertarik dan para pendeta jemaat yang mengeluh bahwa pengumpulan

keuntungan adalah minat utama mereka dan bukan kehidupan spiritual. Ada

85

85

banyak jemaat Kristen dari non-Eropa yang tinggal di Medan. Beberapa dari

mereka tergabung dalam jemaat yang didominasi oleh orang-orang Eropa dan

ada juga anggota badan missioner yang didirikan oleh missioner Barat.

Gereja Katolik merupakan umat pertama yang memulai karya

kongregasional bagi bangsa Eropa di Medan. Di Medan, sebuah jemaat Katolik

didirikan pada tahun 1878 dan sebuah gereja dibangun di Paleisweg (sekarang

jalan Pemuda) pada tahun 1879. Gereja tersebut terletak di sebelah timur

sungai Deli dekat perbatasan perkampungan orang Eropa. Gereja Protestan

utama di Medan adalah Protestantsche Kerk (saat ini GPIB jalan Diponegoro).

Gereja ini adalah gereja Protestan satuan di koloni yang sangat terikat dengan

pemerintahan kolonial, dinamai juga dengan Gereja Belanda (Gereformeer-

dekerk), gereja ini dibangun pada tahun 1888 di dekat Lapangan Merdeka, dan

pada tahun 1912 orang-orang yang tergabung dalam Batak Mission

mengadakan kebaktian Minggu di gereja tersebut. Pada tahun 1921, sebuah

gereja baru diresmikan di Mangalaan Protestantsche Kerk memiliki banyak

jemaat Kristen pribumi sebagai anggota di bagian barat koloni. Gereja juga

terbuka terhadap jemaat pribumi pada umumnya. Dan pada tahun 1927,

dibangun gereja Batak pertama di sekitar jalan Sudirman dengan sungai Deli,

bernama Huria Christian’s Batacs (HChB) yang berubah namanya menjadi

HKI Dahlia sekarang. Pada tahun 1928, gereja HKBP Sudirman resmi berdiri.

Selama dua dekade abad ke-20, sekitar 80-100 anggota Protestant Kerk

bermigrasi dari Ambon dan Manado ke Medan. Para lelaki bekerja sebagai

pegawai negeri. Dua kelompok etnis ini pada umumnya banyak yang menjadi

serdadu dan polisi pribumi di koloni, migrasi kelompok-kelompok ini mungkin

86

86

menjadi alasan mengapa jemaat Kristen pribumi pada umumnya (wawancara

dengan J.A. Ferdinandus, 9 Oktober 2011).

Pada tahun 1918 dan 1919, Protestantsche Kerk mengalami krisis,

gereja tidak memiliki pendeta jemaat. Bersamaan dengan peristiwa tersebut

sekelompok jemaat Kristen Belanda mendirikan sebuah gereja baru yang

bernama Gereformeerde Kerken, gereja ini didirikan pada tahun 1886 (Gereja

GKI di Jalan H. Zainul Arifin sekarang). Jemaat ini menekankan doktrin-

doktrin tradisional yang sudah direformasi. Jemaat ini terdiri dari golongan

kaum Belanda yang terkemuka di Medan yang dikenali karena kesetiaan

mereka terhadap agama Kristen. Selain itu ada juga gerakan yang terjadi di

Medan, yaitu Methodis yang merupakan organisasi missioner yang paling

penting di Medan selama beberapa dekade pertama pada abad itu. Di Medan,

gereja Methodis didirikan atas inisiatif pedagang-pedagang Cina. Pada tahun

1915, misi Methodis menambah keluar Medan, terutama bangunan-bangunan

sekolahnya sebagai hasil kekuasaan Belanda yang mengizinkan mereka

melakukan karya misi di pantai timur. Organisasi missioner yang lain adalah

Gereja Advent. Gereja ini dibawa oleh para missioner dari Amerika. Pada

tahun 1920-an, jemaat Advent mencoba membangun gereja namun tidak

diketahui pasti apakah mereka berhasil atau tidak. Jadi dalam penjelasan di atas

dapat dilihat bahwa dominasi agama Kristen di Medan sangat berpengaruh,

termasuk orang Batak yang beragama Kristen.

87

87

2.3 Musik Tiup dalam Kebudayaan Batak Toba

Dalam pembahasan ini, akan dilihat bagaimana musik berfungsi dalam

aktivitas kemasyarakatan Batak Toba di berbagai tempat dan melihat proses

perubahan kehidupan sosial dengan aktivitas-aktivitas individu masyarakat

Batak Toba demi kelangsungan hidup struktur sosial masyarakatnya. Termasuk

dalam aktivitas pelaku musik. Bagaimana seorang pemusik melakukan

pekerjaannya dan bagaimana musik tiup ini disetujui masyarakat dalam sebuah

upacara.

Batak Toba mempunyai musik tradisional sendiri yang telah menjadi

heritage sebagai unsur kebudayaan material. Musik tradisional masyarakat

Batak Toba, seperti musik tradisional lainnya memiliki posisi yang sangat

penting dalam mengiringi acara-acara tradisional berupa upacara adat, upacara-

upacara keagamaan dan sebagai sarana hiburan. Dari dua pendapat di atas,

penelitian ini akan berkaitan dengan perilaku musik, pertunjukan musik dan

pengalaman terhadap musik serta mempelajari sekaligus menganalisis

keberadaan musik tersebut dalam masyarakat.

Musik sebagai ekspresi kultural yang sebagiannya bersifat universal

dan sebagian lain bersifat partikular. Musik juga merupakan ekspresi emosi

yang berkait dengan kehidupan. Ritem dan melodi dalam musik dapat

mengungkapkan emosi yang disampaikan oleh senimannya. Selain itu musik

juga merupakan alat komunikasi sosial yang berhubungan dengan aspek

kebudayaan. Di dalamnya terkandung sistem kepercayaan, konsep struktur

88

88

sosial, dan juga sistem perekonomian suatu masyarakat. Musik juga dapat

disajikan sebagai hiburan yang mempunyai peranan penting dalam suatu

kehidupan masyarakat. Setiap suku bangsa memiliki kebudayaan musik yang

berbeda-beda.

Dalam kehidupan sosial masyarakat ini, kegiatan bermain musik

dipergunakan pada konteks adat dan ritual keagamaan atau pertunjukan musik

yang bersifat hiburan. Kegiatan musikal masyarakat Batak Toba ini dikenal

dengan margondang12, sebuah aktivitas melakukan pertunjukan musik sebagai

wujud dari bentuk gagasan konsep dalihan natolu13 pada masyarakat Batak

Toba.

Sebelum kekristenan muncul di tanah Batak, musik yang digunakan

dalam acara adat tradisi, ataupun acara ritual lainnya adalah ensembel

Gondang Sabangunan dan ensembel Uning-uningan yang digunakan

memanggil arwah nenek moyang dan dalam konteks ucara adat lainnya,

gondang sebagai kearifan lokal orang Batak memiliki peran strategis dalam

lingkungan kegiatan kebudayaan masyarakat ini.

Pemahaman musik, dalam hal ini musik tiup oleh masyarakat Batak

Toba untuk setiap upacara adatnya telah keluar dari kegiatan keagamaan

dengan mengadaptasi musik yang dipakai pada upacara di gereja, menuju

kegiatan upacara lain di luar gereja dengan alasan: dapat dipergunakan sebagai

12Kegiatan bermain musik dalam bentuk ensembel gondang sabangunan sebagai

heritage (warisan budaya) pada masyarakat Batak Toba, dapat diartikan sebagai “bermusik” yang dipergunakan dalam mengiringi berbagai dalam konteks bentuk upacara adat.

13Gagasan kebudayaan yang mengatur tata kehidupan masyarakat Batak Toba secara tradisional dalam sebuah sistem sosial kemasyarakatan. Pengertian harfiah dalihan na tolu adalah tungku nan tiga, sebuah sistem hubungan sosial atas tiga elemen dasar yakni: dongan tubu (kekerabatan primordial dari pihak saudara laki-laki seibu), hula-hula (pihak keluarga pemberi istri), dan boru (pihak keluarga penerima istri).

89

89

pengiring upacara adat atau upacara lainnya yang di dalamnya ada unsur

kegiatan keagamaan dan dapat diiringi oleh musik dari barat ini. Konsep

awalnya bahwa musik barat ini digunakan pada acara adat tradisi upacara adat

pesta perkawinan, upacara ritual orang yang meninggal dunia saur matua,

menggali tulang belulang mangongkal holi, pesta tugu dan upacara adat

lainnya pada masyarakat Batak Toba.

Sekarang ini, musik tiup bagi masyarakat Batak sepertinya sudah

melekat bagi mayoritas komunitas ini. Karena pada setiap upacara adat

perkawinan dan kematian saur matua atau acara lainnya, selalu menyertakan

genre musik tiup sebagai bagian dari upacara ini. Dalam perkembangannya,

kelompok musik tiup terdapat di berbagai kota besar yang dikelola secara

professional untuk mengakomodasi permintaan masyarakat Batak Toba dalam

melakukan hajatan seperti disebutkan di atas.

Di lain pihak, kehadiran ensembel musik tiup ke dalam kehidupan

budaya masyarakat Batak Toba, terutama penggunaannya dalam upacara

kematian saur matua, memunculkan banyak reaksi berbeda diantara kelompok

masyarakat Batak sendiri. Beberapa pandangan dan pendapat itu hadir dari

orang Batak sendiri yang memiliki rasa kuatir atas kehadiran musik tiup ini.

Dikuatirkan, peran musik tiup ini akan menggerus peranan musik tradisional

gondang dalam kehidupan tradisional Batak yang dapat mengakibatkan

hilangnya kebudayaan itu.

Pandangan teologi Kristen seperti disebutkan di atas, memberi asumsi

kehadiran musik tiup sebagai “juru selamat” kepada dua sudut pandang

90

90

budaya, antara yang membuat penolakan dengan yang memakainya sebagai

budaya postmodernitas oleh masyarakat Batak.

2.3.1 Sejarah14 musik tiup

Musik tiup adalah kesatuan musik yang terbuat dari bahan logam.

Menurut teori Curt Sachs dalam Wellsprings of Music, pengelompokan musik

tentang konsep sexes dalam klasifikasi alat atau penjenisan musik, musik tiup

brass termasuk dalam kelompok aerofon yakni sumber bunyi berasal dari

udara (1962:97-98), yang dimaksud dengan klasifikasi ini adalah sumber getar

berasal dari bunyi yang dihasilkan oleh udara. Awalnya, bahan untuk

instrumen logam ini terbuat dari kuningan dan sering dinamai brass,15 dapat

menghasilkan bunyi musikal wind blow (cara ditiup). Kelompok instrumen ini

disebut dengan brasses (kuningan) yang berasal dari tahun 1820-an di tempat

asalnya di Inggris.

14 Pengertian sejarah dalam tesis magister ini adalah mengacu kepada pendapat Garraghan

yang menyatakan bahwa yang dimaksud sejarah itu memiliki tiga makna, yaitu: (a) peristiwa-peristiwa mengenai manusia pada masa lampau; juga aktualitas masa lalu; (b) rekaman mengenai manusia di masa lampau atau rekaman tentang aktualitas masa lampau; dan (c) proses atau teknik membuat rekaman sejarah. Ketiga aspek sejarah tersebut, berkaitan erat dengan disiplin ilmu pengetahuan. Secara lengkap penulis kutip sebagai berikut: “The term history stands for three related but sharply differentiated concepts: (a) past human events; past actuality; (b) the record of the same; (c) the process or technique of making the record. The Greek , which gives us the Latin historia, the French histoire, and English history, originally meant inquiry, investigation, research, and not a record of data accumulated thereby—the usual present-day meaning of the term. It was only at a later period that the Greeks attached to it the meaning of “a record or narration of the results of inquiry.” In current usage the term history may accordingly signify or imply any one of three things: (1) inquiry; (2) the objects of inquiry; (3) the record of the results of inquiry, corresponding respectively to (c), (a), and (b) above” (Garraghan, 1957:3).

15Bahan brass dari kuningan untuk instrumen musik tiup adalah campuran antara logam tembaha Cuprum (Cu) nomor atom 29 dengan seng Zinkum (Zn) golongan IB dari asal unsur alam yang bermanfaat untuk bahan kawat, penghantar listrik, pegas dan alat musik tiup.

91

91

Sadie dalam The New Grove Dictionary of Music mengatakan bahwa

musik tiup adalah suatu bentuk musik tiup (wind band) yang keseluruhannya

terdiri dari instrumen logam kuningan yang berasal dari tahun 1820-an (1980 :

209). Musik tiup digunakan oleh resimen cavalery (pasukan berkuda) yang

dipakai untuk pemberi semangat dalam berperang dan menjadi sangat terkenal

teristimewa di Inggris dan Amerika Serikat.

Di Inggris musik tiup menjadi tradisi militer bersama-sama dengan

musik tiup kayu, di Amerika Serikat kebanyakan ensembel (musik) memakai

bahan kuningan dan kayu pada tahun 1800-an. Tradisi musik tiup yang pada

awalnya muncul di benua Eropa dan Amerika, dewasa ini menjadi tradisi

kebudayaan musik bagi bangsa lain. Tradisi tersebut dapat dikatakan sebagai

suatu hasil kontak kebudayaan Eropa dengan kebudayaan lain melalui daerah-

daerah koloni jajahan mereka dan mempunyai hubungan dengan ekspansi

bangsa Eropa ke berbagai penjuru di dunia melalui bentuk infiltrasi

kebudayaan, penyebaran agama dan perdagangan antar benua.

Soeharto (1992:17) lebih detail menyebutkan tentang musik brass yaitu

alat musik tiup logam. Bukan hanya dibuat dari logam, melainkan karena

bunyinya yang kuat seperti bunyi logam, misalnya: trumpet, trombone, horn,

dan tuba. Sedangkan saxofon dan flute tidak termasuk di sini, walaupun

seluruh bagiannya terbuat dari logam tetapi dibedakan dari reed sebagai

sumber getar yang membedakannya.

Pengaruh musik luar, dalam sebutan musik Barat yang datang dalam

komunitas masyarakat Batak, diawali dari aktivitas keagamaan oleh gereja

pertama di tanah Batak. Missionaris membawa instrumen musik aerophone

92

92

trumpet selain harmonium (organ pipa yang disandang) yang digunakan di

gereja dalam mengiringi nyanyian-nyanyian kebaktian.

Dalam ilmu kesejarahannya, musik tiup (brass) memulai

keberadaannya di Wales Inggris. Bermula dari kepentingan para pekerja pabrik

yang memerlukan hiburan sebagai upaya pemilik pabrik untuk memberikan

hiburan kepada para pekerjanya, dengan tujuan untuk memberi arti kehidupan

sosial para pekerja dari sisi kemanusiaan. Mereka melihat, dengan membentuk

kelompok musik tiup bagi para pekerja pabrik akan menambah nilai yang

berarti untuk hasil pekerjaan mereka. Selain untuk menambah kesenangan

untuk peningkatan kerja, kelompok musik tiup ini menjadi sarana hiburan

komersil yang pada saat itu menjadi populer dan disenangi kalangan

masyarakat.

Dalam hal notasi alat-alat brass umumnya membaca not secara

transposisi, kecuali trombone bass. Sehingga dapat disebutkan dalam

pengertian musikologi, musik brass menjadi sebuah disiplin ilmu yang

mempelajari segala aspek musik yang terjadi pada instrumen musik tiup

dengan mengidentifikasi semua unsur-unsur yang melekat di dalam ilmu musik

dengan pendekatan keilmuan musik Barat.

Banyaknya pemakaian instrumen brass, pembuatan alat musik inipun

semakin bertambah. Mulai dari alat musik tiup trumpet yang belum memiliki

klep (berbentuk bugel), hingga pembuatan trumpet yang memakai klep juga

dilakukan pada masa sekarang. Perkembangan pemakaian alat ini yang dipakai

sebagai sarana hiburan, juga dipergunakan dalam beberapa festival yang

bersifat kompetisi untuk menunjukkan teknik bermain musik tiup dari berbagai

93

93

daerah di Inggris. Kontes semacam ini secara teratur dilakukan yang menjadi

agenda tetap dalam setiap perayaan-perayaan besar. Dapat dicatat menurut

buku sejarah musik oleh Marsha Tambunan (2004:91), bahwa kontes dalam

kompetisi pertama musik tiup dilakukan di Burton Constable-Hulm pada tahun

1845 yang diikuti oleh lima kelompok musik tiup. Pada awal pertama kegiatan

ini, kelompok brass yang memainkan alat musik terbatas pada jumlah

maksimal hanya 12 orang, dan repertoar yang dimainkan adalah karya dari

Webber, Rossini, dan Mozart.

Kelompok yang paling populer pada masa awal terbentuknya musik

tiup brass adalah kelompok Besses o’th barn dari Whitefield, Lancashire

Inggris. Kelompok musik terkemuka ini dibentuk pada tahun 1818, dan hingga

tahun 1905 merupakan kelompok musik tiup yang mengadakan perjalanan

keliling hampir ke seluruh daratan Eropa. Instrumen yang dipergunakan pada

masa ini adalah: flute (side blown), oboe, clarinet, horn, trumpet, trombone,

dan tuba.

Sampai sekarang ini, tradisi untuk melakukan kompetisi sejak tahun

1878 tersebut masih dilakukan dalam acara kontes kelompok musik tiup

nasional Inggris yang dikenal dengan British National Brass Band Contest

yang diselenggarakan di Royal Albert Hall, London. Festival ini diikuti oleh

kelompok musik tiup yang dimainkan oleh para pria yang ada di Eropa. Di

samping itu, masih ada kontes serupa yang diadakan untuk tingkat seluruh

dataran Eropa yang dinamakan European Brass Band Championship.

Pada tahun-tahun berikutnya, tradisi pemakaian musik tiup ini berlanjut

hingga ke benua Amerika dengan didirikannya kelompok musik tiup pertama

94

94

di Amerika Serikat bernama Brass Band of New York yang dibentuk oleh Alan

Dodworth pada tahun 1834.

Beberapa konser yang dilakukan di negara ini, membuat permainan

musik tiup menjadi gaya hidup dan banyak disenangi masyarakat Amerika, hal

ini terbukti dari banyaknya tempat gazebo (ruang dalam taman) yang dibentuk

menjadi tempat permainan musik tiup sebagai sarana hiburan yang

menyenangkan. Misalnya, seperti terdapat di Central Park, pusat taman di kota

New York yang dibiayai oleh perusahaan kereta api untuk meningkatkan

pelayanan mereka kepada masyarakat dengan menyuguhkan permainan musik

tiup setiap harinya. Begitu pula yang terdapat di Common Boston, salah satu

tempat dimana setiap diadakan pertunjukan musik tiup yang selalu dipadati

oleh penonton.

2.3.2 Masuknya musik tiup di Tanah Batak

Lahirnya musik tiup Batak Toba yang dikomersilkan berasal dari desa

Tambunan Balige, Toba Samosir. Awalnya, alat musik tiup itu dipakai untuk

mengiringi pesta bersifat hiburan maupun dalam konteks upacara adat, telah

membuat kelompok musik tiup sebagai sumber mata pencaharian baru, dan itu

menjadikan para pemusik tiup di gereja memperoleh pekerjaan sebagai sumber

pencaharian yang memadai. Anggapan itu terbukti ketika beberapa pesanan

untuk undangan-undangan banyak yang datang dari luar kota dan dari luar

propinsi datang memesak kelompok musik ini, bahkan mereka pernah

diundang ke sebuah pesta adat di pulau Jawa.

95

95

Kelompok musik tiup Batak Toba pertama dapat dicatat pada

komunitas Batak Toba, adalah Tambunan Group Musik sesuai dengan nama

tempat kelahiran grup musik ini di desa Tambunan Balige yang kemudian

hijrah ke kota Medan. Dengan hadirnya kelompok musik ini, membuat para

pemusik yang belum punya pekerjaan namun memiliki pengetahuan dan bakat

musik bergabung dengan mencari induk semang untuk membentuk kelompok

musik tiup baru. Di Medan, pada tahun 1987 terbentuk pertama sekali

kelompok musik tiup bernama Duma Musik yang dikelola seorang pengusaha

penerbit buku Masco pimpinan S.Situmorang. Kelompok ini didirikan dengan

latar belakang untuk mengisi konsumsi pemakaian dalam acara-acara adat.

Para pemainnya berasal dari personil Tambunan Musik Balige yang sengaja

didatangkan ke Kota Medan (wawancara S. Tambunan, pimpinan Tambunan

Musik Medan, 11 Januari 2015).

Bagi masyarakat Batak Toba Kristen yang mendukung kebudayaan ini,

musik brass yang dipakai hingga kini sering disebut dengan musik tiup.

Perkembangan tersebut terus berlanjut hingga akhirnya memasukkan unsur

perkusi (drum set) dan unsur elektrik (keyboard dan brass guitar). Penggunaan

instrumen musik tiup dalam satu ensembel musik yang dibentuk tidak hanya

terdiri dari satu jenis alat musik tiup.

Bagi masyarakat Batak Toba, terdapat ensembel musik yang disebut

dengan musik tiup. Menurut beberapa sumber mengatakan istilah musik tiup

muncul pada masyarakat Batak Toba karena keseluruhan instrumen yang

digunakan dalam ensembel tersebut awalnya adalah instrumen musik yang

ditiup. Sampai sekarang ini musik tiup pada masyarakat Batak Toba telah

96

96

berkembang cukup pesat dan menyebar serta terdapat di berbagai tempat

seperti Balige, Pematangsiantar, Tarutung, dan Medan. Masyarakat Batak Toba

sangat menerima kehadiran musik tiup ini, terbukti pada perkembangan

penggunaannya karena dalam waktu relatif singkat sudah menjadi “tradisi”

bagi beberapa kalangan masyarakat Batak Toba yang menggunakannya

sebagain bagian dari acara adat.

Menurut para informan bahwa tempat awal berkembangnya musik tiup

di tengah masyarakat Batak Toba adalah di desa Tambunan Balige, Tapanuli

Utara. Hal itu tidak sulit dibuktikan karena kehadiran musik tiup di daerah ini

sebagai musik yang dikenal masyarakat masih relatif baru, yakni sekitar tahun

1930-an.

Seiring dengan penyebaran agama Kristen Protestan, maka zending

Jerman, turut membangun sarana-sarana seperti pendidikan dengan membuka

sekolah, sarana kesehatan dengan membuka rumah sakit dan balai pengobatan

maupun membangun sarana transportasi dan lainnya. Hal ini mendorong

berjalan pesat karena prinsip hidup Batak Toba, yakni hamoraon (kekayaan),

hagabeon (memiliki keturunan yang berhasil), dan hasangapon (kemuliaan

atau kehormatan), dirasakan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Dalam waktu relatif singkat maka kehidupan kerohanian dalam konteks

kekristenan dapat berkembang pesat, sehingga kebaktian di gereja menjadi

kebiasaan masyarakat bahkan gereja menajdi fokus perhatian masyarakat

tempat bersatu dan berintegrasi. Situasi ini juga berlaku pada masyarakat Batak

Toba di kawasan Tapanuli. Perhatian masyarakat Batak Toba terhadap

97

97

eksistensi gereja juga didorong oleh pengetahuan tambahan terhadap

pengenalan musik-musik rohani gereja yang berasal dari Eropa.

Setiap acara kebaktian di gereja mereka diajarkan pengenalan terhadap

lagu-lagu melalui notasi Barat, bersamaan dengan itu para zending

memperkenalkan instrumen musik tiup yang terdiri dari: trumpet, trombone

dan sousaphone. Instrumen tersebut dipakai untuk mengiringi nyanyian-

nyanyian rohani saat upacara gereja. Proses belajar dimulai oleh badan zending

dengan mengumpulkan pengetua gereja di bawah asuhan RMG di sebuah

tempat pelatihan di Jetun Silangit Siborongborong Tapanuli Utara pada tahun

1929 hingga 1931. pendidikan musik ini berlangsung dibawah asuhan

Berausgeben Von D. Johansen R. Nommensen dikenal dengan tuan Pdt.

Berzchauer (wawancara dengan Pensilwally, Tarutung, 17 Desember 2014).

Pendidikan ini mendapat perhatian besar dari masyarakat gereja.

Mereka memiliki alasan, bahwa memainkan musik tiup lebih gampang dari

permainan orgel atau poti marende yang dianggap cukup rumit. Zending juga

mengajarkan bagaimana cara memainkan alat musik tersebut kepada

sekelompok warga jemaat yang dianggap sungguh-sungguh mengikuti ajaran

agama Kristen dan mempunyai minat dan perhatian yang tinggi untuk bermain

musik. Mereka diajar untuk mengenal notasi-notasi musik barat yang ada.

Melalui proses belajar yang cukup lama dari hari ke hari, akhirnya beberapa

warga jemaat mahir memainkan musik tiup tersebut dengan baik.

Missi Nommensen untuk terus memperluas penyebaran agama Kristen

ini ternyata diwariskan oleh anaknya sendiri bernama Berausgeben Von D.

Johansen R. Nommensen. Sama seperti ayahnya, Johansen terpanggil untuk

98

98

menjadi seorang missionaris di Tanah Batak. Jadi selama beberapa tahun

lamanya kedua missionaris ini telah banyak bekerjasama untuk

mengembangkan agama Kristen di Tanah Batak. Johansen pada saat itu dikenal

dengan kemahirannya dalam memainkan orgel harmonium. Kemampuannya

dalam memainkan orgel diabadikannya dengan menjadi pengajar alat musik

organ di Sekolah Guru Huria (Guru Jemaat).

Selain itu Johansen juga memiliki kemampuan memainkan alat musik

trumpet yang digunakan dalam acara kebaktian di gereja Silindung (Theol,

2004:95). Inilah untuk pertama sekali musik tiup terompet masuk ke Tanah

Batak, yaitu sekitar abad ke-19. Ternyata alat musik trumpet ini memiliki

kelebihan dibanding dengan orgel. Penggunaan trumpet dalam mengiringi

lagu-lagu gereja lebih bersifat menggugah dan memberikan semangat dalam

bernyanyi dengan volume yang lebih kuat. Akhirnya alat musik trumpet ini

menjadi salah satu mata pelajaran di Sekolah Guru Jemaat. Dengan demikian

kemampuan untuk memainkan organ dan meniup trumpet wajib diketahui oleh

para guru jemaat.

Pada tahun 1832 badan zending American Board of Commission of

Foreign Missions (ABCFM) mengirim Henry Lyman dan Samuel Munson

untuk menjelajahi pedalaman Sumatera. Mereka dibunuh oleh sekelompok

masyarakat Batak di Lobu Pining Adian Koting. Setelah pembunuhan atas

Munson dan Lyman, ABCFM kembali mengirim seorang missionaris ke Tanah

Batak yang bernama Jacob Ennis dan ia diterima dengan baik. Ini adalah usaha

ABCFM yang terakhir untuk bekerja di Sumatera. Semua missionaris-

missionaris di atas belum berhasil dalam upaya mendirikan sekolah-sekolah

99

99

baru sesuai dengan semboyan mereka to restor the Old Christian Communities

to Their Former Glory. Jadi menurut mereka sekolah merupakan sarana yang

efektif untuk mengabarkan Injil. Jenis-jenis sekolah yang didirikan RMG pada

umumnya hampir sama dengan sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah

kolonial Belanda. Pada waktu itu sekolah-sekolah yang diadakan oleh RMG

dibiayai oleh lembaga zending sendiri dan terlepas dari campur tangan

pemerintah Belanda.

Pada awalnya buku-buku yang digunakan di sekolah yang didirikan

RMG ini adalah berbahasa asing, tetapi kemudian atas seizin pemerintah

Belanda maka akhirnya pada tahun 1863 buku-buku tersebut diterjemahkan ke

dalam bahasa dan aksara Batak. Sebenarnya pemerintah Hindia Belanda

memberikan subsidi kepada sekolah-sekolah swasta yang ada pada saat itu,

tetapi karena asas netralitas (azas yang meniadakan pendidikan agama di

sekolah yang dianutnya) maka subsidi itu ditolak oleh RMG, walaupun krisis

keuangan melanda lembaga zending ini dan memaksa mereka untuk membatasi

kegiatannya. Sejak masuknya zending Belanda di Tanah Batak, tidak ada

sumber buku yang menyebutkan bahwa para zending turut serta membawa alat

musik tiup trumpet (brass) dalam kegiatan zending mereka (lihat J.R.

Hutauruk, 1986).

Pada 7 Oktober 1861, van Asselt mengumpulkan seluruh badan zending

yang bekerja di tanah Batak bertemu di Parau Sorat Sipirok, untuk menyambut

kedatangan zending Jerman yang akan menggantikan mereka meneruskan

penginjilan di Tanah Batak. Sejak saat itulah usaha pengkristenan di Tanah

Batak beralih dari zending Belanda ke zending Jerman. Salah seorang zending

100

100

Jerman yang paling terkenal di Tanah Batak adalah Ludwig Ingwer

Nommensen.

Pada 14 Mei 1862, Nommensen tiba di Padang [ibukota Provinsi

Sumatera Barat sekarang]. Perjalanan pertamanya ke pedalaman dimulai 25

Oktober 1862. Dalam menjalankan misinya Nommensen mencoba

menempatkan adat Batak ke dalam cara hidup Kristen yang baru. Cara-cara

baru dalam pola hidup orang Kristen baru adalah termasuk menggantikan

musik tradisional Batak dengan nyanyian gereja yang diiringi oleh orgel (organ

pipa) dan musik trumpet untuk mengiringi lagu gereja dengan buku panduan

lagu pasaunen buch. Tetapi ia mempertahankan banyak kebiasaan-kebiasaan

pernikahan adat yang diatur oleh struktur dalihan natolu.

Setelah masuknya Kristen oleh para zending Belanda dan Jerman,

Ludwig Ingwer Nommensen melarang masyarakat Batak memainkan gondang

karena permainan gondang dianggap mengandung unsur-unsur magis yang

ditujukan kepada arwah para leluhur. Pada saat ini penggunaan alat musik tiup

telah digunakan bersama-sama dengan alat musik yang lain seperti halnya

dengan sulim, didalam mengiringi upacara adat dan acara kebaktian di gereja.

Setelah masa pemerintahan jajahan Belanda berakhir (sekitar tahun

1943) maka zending Jerman juga meninggalkan tanah Batak, tetapi aktivitas

kerohanian masih tetap dijalankan sebagaimana mestinya. Anggota-anggota

jemaat yang berada di seluruh wilayah Tapanuli, tetap melaksanakan ajaran

Kristen yang telah diterima dan berakar dalam kehidupan masyarakat Batak

Toba. Para pendeta dan evangelis pribumi yang telah diajar akan pengealan

musik oleh zending mengambil alih para pemimpin rohani di gereja dan

101

101

menjalankan tugas-tugas sebagaimana layaknya seorang pendeta termasuk

mengajarkan musik dengan sistem four part harmony pada tangga nada Barat.

Dalam hal keperluan tata ibadah di gereja, musik tiup dipergunakan

mengiringi pasukan Jepang yang hendak perang. Hal ini terjadi pada masa

pendudukan Jepang dan dilakukan atas perintah dari kerajaan Jepang dalam

rangka pemberangkatan tentara Jepang, dengan diiringi oleh musik tiup maka

semangat juang para tentara semakin meningkat. Peralatan musik yang dipakai

bukan berasal dari gereja, melainkan peralatan yang dibawa oleh Jepang

sendiri.

Pada saat yang sama, penggunaan musik tiup di beberapa gereja sudah

tidak dipakai lagi disebabkan kerusakan pada instrumen musik tiup yang sudah

cukup lama. Perangkat alat musik brass itu disimpan oleh pengurus gereja di

dalam gudang, karena tidak ada dana membeli instrumen yang baru, disamping

sulit mencarinya, juga sangat mahal harganya.

Pemakaian musik tiup di luar gereja, awalnya muncul pada tahun 1930-

an oleh seorang ahli musik bernama Adian Silalahi dari desa Tambunan Balige

bersama seorang rekannya, yakni Ismail Hutajulu (penggubah lagu-lagu

nasional, rakyat). Mereka memainkan perangkat instrumen musik tiup di pada

kegiatan acara perkawinan. Adian Silalahi telah belajar bermain musik tiup

dari Pdt. Berzchauer seorang missionaris Jerman. Ketertarikan orang terhadap

musik tiup ini, menjadikan beberapa pemuda belajar secara non formal /

otodidak kepada Adian Silalahi.

Keberhasilan yang dicapai oleh kelompok kecil ini, menjadikan seorang

pengusaha di Balige membelikan perangkat musik tiup ini dari Amerika, dan

102

102

terbentuklah ensembel musik tiup pertama sekali di tanah Batak. Konteks

pemakaiannya kala itu adalah mengiringi kebaktian gereja dan hiburan.

Pemakaian pertitur dalam membaca notasi balok pada lagu-lagi gereja sangat

ditekankan kepada semua pemain musik ini. Tetapi Adian Silalahi juga

mengajarkan beberapa lagu-lagu rakyat yang dihafal oleh setiap pemain untuk

kebutuhan acara-acara hiburan seperti pertandingan olahraga di wilayah

Balige. Anggota dari kelompok pemain musik tiup ini bukan hanya terdiri dari

para pemuda, tetapi juga para orangtua yang dulunya aktif dalam permainan

musik tiup di gereja (wawancara S. Tambunan, Medan 10 Maret 2015).

Pada masa kemerdekaan usai tahun 1945, keberadaan musik tiup di

Balige telah dikenal sebagai sarana hiburan, yaitu untuk menghibur para

pemain olahraga yang hendak bertanding juga dalam seni pertunjukan opera.

Para pemain opera dengan pemain musik tiup bekerjasama menyelaraskan

iringan lagu rakyat dengan musik tiup ini. Dalam hal ini musik tiup hanya

dianggap sebagai pengiring permainan musik tradisi untuk mengiringi jalannya

cerita-cerita rakyat yang dibawakan. Inilah awal, beberapa repertoar lagu-lagu

rakyat dimainkan oleh musik tiup. Kesamaan tangga nada diatonis, tidak

menyulitkan bagi para pemain musik tiup untuk menyelaraskan lagu-lagu

rakyat yang dibawakan.

Instrumen yang dimainkan dalam kelompok musik tiup ini, terdiri dari

trumpet sopran dan alto (trumpet klep, bukan trumpet peston), trombone

bariton dan trombone tenor, tuba, contra bass atau bassoon ditambah dengan

bass drum double headed. Instrumen ini kemudian dipakai dalam kegiatan di

luar kebaktian gereja.

103

103

Selain penggunaan tersebut di atas, musik tiup juga dipergunakan untuk

menyambut kedatangan tamu negara yang datang ke Balige. Misalnya, ketika

diadakan penyambutan atas kedatangan Presiden RI pertama Soekarno ke

Balige di tahun 1950. Ketika itu masyarakat menyambut dengan iringan musik

tiup. Sejak hadirnya guru Adian Silalahi dan Ismail Hutajulu, sejak itu pula

lahirlah kelompok musik tiup profesional. Kelompok itu disebut Verenighing

Music Silalahi yang berlokasi di desa Tambunan. Kelompok musik ini

beranggotakan warga masyarakat yang mempunyai bakat musik, dan mereka

diberi pelajaran notasi musik dan teknik memainkan brass band. Ada juga

kelompok musik tiup yang didirikan secara komersil tahun 1952 di Balige oleh

pengusaha toko emas dengan nama Surabaya Musik dan menyusul Bethesda

Musik dengan mengambil nama kelompok Mannen Koor (paduan suara

Bapak) Bethesda di HKBP Balige. Kelompok-kelompok musik tiup pertama

ini adalah cikal bakal berdirinya kelompok serupa di berbagai tempat hingga

sekarang ini.

Kelompok musik tiup yang didirikan oleh masyarakat di Balige telah

mengarah menjadi komersial, sebab setiap kali diundang memainkan musik

tiup, maka imbalan materi berupa beras (sejumlah 100 kaleng beras untuk satu

kali pertunjukan) atau uang yang setara dengan itu. Oleh karena itu para

pemain musik tiup dalam kelompok ini mempunyai anggota kelompok yang

tetap dan jarang terjadi penambahan anggota secara tiba-tiba tanpa melalui

proses belajar. Selain mendapat perhatian dari masyarakat agar dalam upacara

adat yang mereka lakukan dapat mengundang kelompok musik tiup, para

pemain musik ini dibayar dengan cukup mahal.

104

104

Bagi mereka yang tidak dapat membaca dan mempelajari notasi musik,

dilatih dengan feeling sound. Sehingga ketika mendengar suara musik tiup

yang dibunyikan, timbul kepekaan untuk dapat menyesuaikan pendengaran

setiap hari, menimbulkan ingatan yang dalam, dan menghasilkan permainan

sempurna.

Dalam beberpaa dekade, kelompok musik tiup Tambunan yang ada di

Balige mengiringi acara adat di Kota Medan. Sama halnya dengan penggunaan

yang dipakai pertama sekali di kawasan Toba Samosir. Namun dapat dicatat,

sebelumnya di Kota Medan sudah ada kelompok musik tiup mengiringi

upacara adat kematian, khusus untuk lagu-lagu rohani. Kelompok ini dalam

jangka waktu lama melayani kegiatan serupa dengan waktu yang ditentukan

oleh pemusik itu sendiri, karena pemusiknya terdiri dari pegawai kepolisian.

Kelompok ini disebut dengan Korps Musik Brimob asuhan Detasemen Brigade

Mobil Kepolisian Sumatera Utara sekitar tahun 1978 hingga 1986.

Sejak berdirinya musik tiup di Kota Medan, instrumen yang digunakan

seluruhnya adalah musik tiup dalam arti sebenarnya. Komposisi musiknya

terdiri dari: trumpet sopran, trumpet tenor, trombone, tuba, bassoon (contra

bass) dan saxophone yang menyusul kemudian. Pada tahun 1990, Immanuel

Musik membuat perubahan dengan menyertakan gitar bas sebagai pengganti

contra bas atau tuba dengan membuat penguat suara melalui monitor TR Bas,

dan pada tahun 1991 Duma Musik menyertakan Synthesizer Keyboard sebagai

pendamping akkord terdiri dari gitar string. Hiingga pada tahun 1992,

Tambunan Musik membuat perubahan besar yang diikuti oleh kelompok musik

105

105

tiup lainnya yaitu dengan membuat perangkat sound sebagai penguat amplitude

semua peralatan musik sekaligus pemakaian mikrophone.

Dalam uraian sebelumnya, kelompok musik tiup Duma adalah sebagai

pionir berdirinya ensembel musik tiup di Medan, yang disusul dengan

berdirinya kelompok musik serupa yang tumbuh secara sporadis. Hingga tahun

1998, di Kota Medan terdapat 21 kelompok musik dimaksud. Namun sekarang

ini, keberadaan musik ini sudah tinggal enam kelompok lagi yang masih

melakukan aktivitasnya.

Penamaan musik tiup dalam menjelaskan kelompok ini mengalami

pergeseran dari waktu ke waktu. Awalnya, ketika musik tiup dipergunakan

dengan memakai instrumen yang terdiri dari semua perangkat alat tiup,

kelompok-kelompok ini memakainya dengan nama musik tiup menyertai nama

kelompok mereka. Contoh Bethesda Musik Tiup.

Dalam perjalanannya, ketika perangkat musiknya mengalami

perubahan, nama musik tiup menjadi ditinggalkan, dan berubah menjadi nama

identitas kelompok musik itu sendiri dan tidak menyertakan kata musik tiup.

Beberapa kelompok musik cenderung memberi nama dalam penyebutan

kelompok mereka dengan alasan bahwa identitas musik tiup tidak lagi

disertakan karena sudah bercampur dengan alat musik lain di luar musik tiup,

dengan contoh: Sopo Nauli Musik, Tambunan Musik, dan lainnya (wawancara

S. Tambunan, 20 Februari 2012).

2.3.3 Musik tiup dalam ibadah gereja

106

106

Instrumen musik memiliki peranan penting dalam tata ibadah gereja.

Karena posisi yang dimiliki musik dalam ibadah bukan sebagai pelengkap atau

tambahan dari seluruh rangkaian ibadah itu. Bagaimana jemaat dapat

memahami peribadatan apabila tidak disertai dengan musik. Dalam ibadah

gereja-gereja suku di tanah Batak yang beraliran Protestan, peranan Musik

hampir mencapai 72 persen dari limit waktu yang dipakai dalam sebuah

rundown (urutan) acara kebaktian (wawancara dengan Pensilwally, Tarutung,

12 September 2014).

Jemaat akan merasa khusuk dan merasakan kehadirat Allah hadir dalam

dirinya terhadap penyembahan yang dilakukan jemaat kepada Allah

dalam kebaktian apabila kidung-kidung pujian diiringi oleh musik yang

bagus. Dengan kata lain musik dalam gereja berkuasa dan mempunyai peranan

penting di dalam pembinaan rohani anggota jemaat. Oleh karena itu kedudukan

atau penggunaan instrumen musik dalam kebaktian gereja, bukanlah sebagai

alat pelengkap, lebih jauh sebagai bagian penting memainkan perannya dalam

sebuah ibadah. Sehingga musik dapat dikatakan sebagai alat untuk

memberitakan Firman Allah. Dan penggunaan instrumen musik dalam sebuah

ibadah adalah bagian yang dipergunakan secara bagus dalam pelaksanaan

kebaktian.

Kebaktian itu dibentuk dalam sebuah liturgi dan diwarnai dengan suara

dan perbuatan yang indah-indah yang membentuk suatu peristiwa yang

berisikan Tuhan hadir berfirman kepada manusia, manusia mendengarnya dan

memberikan puji-pujian melalui nyanyian (musik), doa permohonan dan

memberikan persembahan atas pemberian Tuhan. Perbuatan itu sama halnya

107

107

dengan kebaktian surgawi, yang mana kebaktian itu disemarakkan dengan

warna-warni musik, simbol dan perbuatan-perbuatan lainnya (Garret, 1974 :

19).

Ibadah di gereja merupakan saat dimana para jemaat melakukan

kebaktian untuk mendengarkan firman Tuhan untuk melengkapi kehidupan

mereka. Kebaktian yang dilakukan dalam ibadah ini adalah bernyanyi untuk

memuji kebesaran Tuhan sebagai tanda ucapan syukur atas anugerah Allah.

Kebaktian ini disamakan dengan ibadah.

Perihal pertumbuhan iman Kristen, hal itu tidak dapat diabaikan dan

sesuai dengan pengalaman misi dalam pertumbuhan gereja di tanah Batak

maka para pengurus gereja dari tingkat bawah hingga tingkat pimpinan pusat

untuk melihat peranan musik dalam mempercepat perkembangan gereja Batak

selanjutnya.

Beberapa gereja yang masih mempergunakan instrumen tiup hingga

sekarang dalam kelompok brass untuk mengiringi nyanyian liturgis kebaktian

dapat dilihat dalam bagan berikut.

Tabel 2.1: Gereja-gereja dalam Budaya Batak Toba

yang Menggunakan Ensambel Musik Tiup

No Nama Gereja

Alamat / Tempat Alat Musik yang Dipakai

1 HKBP Jalan Gereja; Kota Pematangsiantar trumpet, saxophone, trombone, keyboard

2 HKBP Jalan Rumah Sakit Balige, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa)

trumpet, saxophone, trombone

3 HKBP Gedung Laguboti; KabupatenTobasa trumpet, saxophone, trombone, tuba, gitar bass

4 HKBP Sitorang; KabupatenTobasa trumpet, saxaphone, trombone, organ 5 HKBP Jalan S.M. Simanjuntak Tampahan;

Kabupaten Tobasa trumpet, keyboard

6 HKBP Tambunan; Kabupaten Tobasa trumpet, saxophone, trombone 7 HKBP Jalan Dr. T.D. Pardede Sipahutar;

Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) trumpet, saxophone, trombone, organ

108

108

8 HKBP Desa Simatupang Muara; kabupaten Taput

trumpet, saxophone, trombone, organ

9 HKBP Tiga Balata; Kabupaten Simalungun trumpet, saxophone, keyboard 10 HKI Tiga Bolon; Kabupaten Simalungun trumpet, saxophone, keyboard 11 HKBP Dolok Sanggul; Kabupaten Humbang

Hasundutan (Humbahas) trumpet, saxophone, trombone

12 HKBP Parulohan Lintong; Kabupaten Humbahas

trumpet, saxophone, trombone

Sumber: Monang Asi Sianturi (2012)

Dari pengamatan penulis, beberapa gereja yang amsih memiliki

instrumen musik tiup tetapi tidak dipergunakan lagi yang ditandai dengan

masih terdapatnya sisa instrumen brass di gereja itu, antara lain : HKBP

Sidorame-Medan, HKBP Teladan-Medan, HKBP Tiga Dolok-Simalungun,

GKPS Sudirman-Pematang Siantar, GKPS Teladan, HKI Marihat-Pematang

Siantar, HKI Bah Sampuran Tiga Dolok-Simalungun, HKBP Porsea Kota-

Tobasa, HKBP Pearaja-Taput, HKBP Siwaluoppo-Taput, HKI

Siborongborong-Taput, HKI Hutabarat-Taput, HKI Tarutung Kota-Taput,

HKBP Godung Lintong ni Huta-Humbahas.

2.3.4 Persebaran musik tiup

Para missionaris yang mengajarkan bagaimana cara memainkan alat

musik tiup kepada sekelompok warga jemaat yang dianggap mau dan sungguh-

sungguh mengikuti ajaran agama Kristen dan mempunyai minat terhadap

musik, memberi pengenalan akan alat musik ini seperti : trumpet, Trombone,

baritone dan bassoon. Mereka diajarkan dengan metode musik barat dengan

proses waktu yang cukup lama, hingga mereka dianggap mahir untuk

memainkan instrumen ini.

109

109

Perkembangan agama Kristen yang semakin pesat, merambah hingga

daerah Simalungun meliputi gereja yang dibuka di sana. Gereja protestan yang

dianggap pertama berdiri di Simalungun adalah HKBPS atau Huria Kristen

Batak Protestan Simalungun. Mereka juga aktif melakukan kegiatan musik ini

setelah beberapa penginjil dari Simalungun yang ditugaskan pihak RMG,

diutus untuk mengurus gereja-gereja Simalungun termasuk dalam hal

musiknya.

Ada beberapa repertoar lagu yang dimainkan musik tiup yang tidak

dapat diiringi oleh musik tiup, yakni lagu-lagu berpola ornamentasi

Simalungun akibat pengaruh lagu-lagu tradisional Simalungun. Tetapi

Martasujdita menyebutkan bahwa lagu-lagu yang dibawakan itu bukanlah

bentuk kesalahan yang perlu untuk disalahkan (Martasudjita, 2009 : 36).

Dalam risalah khotbah P.P. Luther Purba pada kebaktian Minggu di

GKPS Marbun Lokkung pada tahun 1988 menyebutkan nyanyian yang benar

adalah dengan mengikuti tempo dan jiwa lagunya haruslah muncul. Dia

memberi ilustrasi bahwa lagu yang berhubungan dengan puji-pujian harus

dinyanyikan dengan tempo yang cepat dan gembira. Dan ditekankan bahwa

nyanyian gereja seperti yang dimainkan oleh musik tiup haruslah benar sesuai

dengan tuntutan lagu itu sendiri.

Seorang pendeta RMG berkebangsaan Jerman yang memberi perhatian

terhadap perkembangan musik tiup di Simalungun sekitar tahun 1961-1963,

dengan mensosialisasikan instrumen ini ke beberapa gereja HKBPS (sekarang

disebut GKPS). Gagasan ini diwujudkan dengan membuat fasilitas dengan

memberi bantuan ensembel musik tiup. Awalnya, musik tiup yang diberikan

110

110

adalah trumpet, Trombone dan basson saja dengan jumlah 60 buah yang dibagi

kepada enam kelompok. Sehingga setiap kelompok mendapatkan sepuluh buah

alat musik tiup. Dalam hal ini, alat musik tiup saxophone tidak dikenal seperti

sekarang ini, misalnya, saxophone.

Jemaat-jemaat gereja Simalungun yang mendapatkan ensembel musik

tiup ketika itu dapat disebutkan antara lain : HKBPS Jalan Sudirman Pematang

Siantar, HKBPS Pematang Raya, HKBPS Saribu Dolok, HKBPS Tebing

Tinggi, HKBPS Teladan Medan dan HKBPS Bangun Purba. Dalam

perjalanannya, gereja-gereja ini tidak lagi memainkan ensembel tiup seperti

pada awalnya.

Kelompok musik tiup yang ada di beberapa kota di Sumatera Utara

masih menamakan dirinya sebagai kelompok musik tiup di dalamnya seperti

dijelaskan sebelumnya. Tetapi kelompok-kelompok musik tiup ini tetap

menganggap bahwa musik yang mereka gunakan tidak terlepas dari musik tiup.

Dengan alasan bahwa untuk menyebut kelompok musik ini, harus disertakan

dengan instrumen tiup seperti trumpet, saxophone dan lainnya.

Beberapa kelompok musik yang ditemukan di Medan, Pematang

Siantar, Toba Samosir dan Tapanuli Utara, tetap menyertakan instrumen musik

tiup sebagai perangkatnya walaupun tidak se”lengkap” masa-masa awalnya.

Musik ini sekarang disebut dengan musik komplit atau musik lengkap dan

sebagian masyarakat menyebut dengan musik na balga (musik besar).

Penyebutan musik na balga berkonotasi pada tingkat kemampuan ekonomi

pengguna ensembel ini, dengan memberi kompensasi harga lebih besar dari

harga musik na gelleng / musik na metmet (untuk menyebut kelompok musik

111

111

keyboard tunggal beberapa pemusik menyebutnya dengan singkatan sulkib atau

sulim kibod) yang harganya lebih murah dari kelompok pertama tadi.

Tabel 2.2: Kelompok-kelompok Musik Tiup di Sumatera Utara

Lokasi Tempat Nama Kelompok Perangkat Keterangan Medan Tambunan Musik Trumpet, Saxophone,

Trombone, Keyboard, Sulim, Gitar Strings, Gitar Bas, Drum Set dan Gondang Sabangunan

Komplit atau lengkap

Tonggo Musik √ √ Anugerah Musik √ √ Patra Musik √ √ Sopo Nauli Musik √ √ Marcelino Musik Trumpet, Saxophone,

Trombone, Keyboard, Sulim, Gitar Strings, Gitar Bas, Drum Set

Minus gondang sabangunan

Pematangsiantar Tambunan Musik √ √ Siantar Musik √ √ Relasi Musik √ √ Horasi Musik √ √ Nauli Musik √ √ Sira Tambor Musik √ √ Eben Ezer Musik √ √ Kartika Musik √ √ Naga Baling Musik √ √ Kana Musik √ √ Maduma Musik

√ √

Toba Samosir Dalihan Natolu Musik Trumpet, Saxophone, Trombone, Keyboard, Sulim, Gitar Strings, Gitar Bas, Drum Set dan Gondang Sabangunan

Komplit atau lengkap

Tambunan Grup Musik Lembaga Sisingamangaraja XII

Trumpet, Saxophone, Trombone, Keyboard, Sulim, Gitar Strings, Gitar Bas, Drum Set

Minus gondang sabangunan

Sam Jaya Musik √ √ Binter Jaya Musik √ √ Sahabat Gabe Musik √ √ Morina Musik √ √ Maju Jaya Musik √ √ Family Musik √ √ Oriza Musik √ √ Melody Musik √ √ Genesis Musik √ √ Pardomuan Nauli Musik √ √ Amborado Musik √ √ Jonathan Musik √ √ Parulian Musik √ √ Nathanael Musik √ √ Bethesda Musik √ √ Relasi Musik √ √ Lembaga Musik √ √

112

112

Josua Musik √ √ Anugrah Musik √ √ Bintang Mas Musik √ √ Toba Nauli Musik √ √ Parisma Musik

√ √

Tapanuli Utara Top Jaya Musik √ √ Bahana Musik √ √ Gesima Musik √ √ Orion Musik √ √ Tiger Musik √ √ Buha Nauli Musik √ √ Martabe Musik √ √ Agnes Musik √ √ Daun Mas Musik √ √ Sapri Musik √ √ Haleluya Musik √ √ Malela Musik √ √ Morina Musik

√ √

Keterangan: Tanda (√) menunjukkan keterangan yang persis sama dengan sebelumnya (sumber: diolah dari data yang dikumpulkan dari lapangan penelitian)

2.3.5 Peranan musik tiup dalam upacara adat

Selain untuk mengiringi lagu-lagu gereja, grup musik tiup milik

gerejapun mulau melayani masyarakat secara cuma-cuma, apabila diminta

untuk mengiringi acara kebaktian dalam upacara perkawinan masyarakat

Batak. Dalam hal ini lagu-lagu yang akan dibawakan ditentukan oleh pihak

yang berpesta termasuk lagu-lagu popular. Seni populer dalam keadaan tertentu

mengambil alih seni tradisional dengan berbagai cara: ada yang muncul

sebagai tiruan dan kontinuitas dari seni tradisional, ada pula yang muncul

dalam bentuk baru. Seni rakyat juga menjadi seni populer dalam konteksnya

tersendiri (Kaplan, 1967:317).

Kadang-kadang bentuk seni populer disesuaikan dengan kesadaran dan

kehendak masyarakat umum. Seperti halnya dalam musik pengiring upacara

adat pada masyarakat Batak Toba yang mengalami perubahan itu dikehendaki

oleh masyarakat dan menjadi kajian dalam tulisan ini. Tradisi upacara adat

113

113

Batak Toba yang diiringi oleh musik tiup ini masih terus dipertahankan sampai

sekarang. Kedudukan musik tiup yang dimiliki secara pribadi dan sifatnya pun

berubah menjadi grup musik komersil dan populer. Grup-grup musik komersil

seperti ini pada saat sekarang diundang untuk mengiringi upacara perkawinan.

Di lain pihak, gereja dianggap sudah tidak mampu lagi untuk mendanai

pembentukan suatu grup musik tiup milik gereja secara mandiri.

Di dalam kehidupan sehari-hari, bahwa peranan musik sangat penting

dalam memberikan arti bagi kehidupan bertata ibadah di gereja, dan bukan saja

musik berkembang dalam kehidupan manusia, tetapi kehidupan musik juga

berkembang di gereja. Karena pada dasarnya musik dapat dipakai sebagai daya

tarik dalam kegiatan atau aktivitas gereja. Sejalan dengan itu, Pandopo

(1983:28) berpendapat bahwa musik mempunyai fungsi yang sangat penting

dalam pendidikan dan etika, sehingga semua anggota para jemaat di gereja

merasakan secara langsung apa itu fungsi musik dalam ibadah. Sehubungan

dengan hal itu fungsi musik dalam arti yang lebih luas adalah membantu,

memandu tata ibadah menjadi lebih hidup dalam menyanyikan nyanyian yang

ada di gereja.

Penggunaan ensembel musik tiup pada masyarakat Batak Toba dapat

dilakukan dalam dua konteks yaitu keagamaan dan adat. Dalam konteks

keagamaan ensembel musik tiup mulai digunakan untuk turut mengiringi lagu-

lagu rohani dalam kebaktian gereja dimana ensembel musik tiup bergabung

dengan organ gereja. Sedangkan dalam konteks adat, baik pada upacara

perkawinan maupun upacara kematian, ensembel musik tiup digabungkan

dengan alat musik tradisional Batak Toba yaitu gondang dan alat musik

114

114

perkusi disebut brass band. Brass band ini dikenal masyarakat Batak Toba

dengan musik tiup. Sebuah pemahaman budaya (reinterpretasi culture) yang

dipergunakan hingga sekarang ini.

Saat ini perangkat musik tiup yang digunakan dalam upacara adat

tersebut telah merupakan alat musik yang memasyarakat bagi seluruh kalangan

orang Batak Toba karena hampir seluruh golongan usia dari anak-anak sampai

orangtua, mengenal dan mengetahuinya. Mereka sangat menikmati dan

menyukainya. Musik tiup yang digunakan dalam upacara adat Batak Toba,

kadang-kadang menunjukkan gejala paradoks.

Pemakaian musik tiup tersebut dipergunakan untuk memainkan lagu

Batak dan sekaligus mengiringi tarian adat Batak Toba. Muncul juga anggapan,

khususnya dari kalangan orangtua, yang mengatakan bahwa musik tradisional

Batak Toba (Gondang Sabangunan) sudah tidak pernah lagi digunakan, dan

musik tiup sangat berpeluang memberi arti lain pada adat-istiadat Batak.

Anehnya, ketika sedang menari (manortor) dalam iringan alat musik tiup

tersebut, justru mereka sangat menikmati irama musik yang muncul. Banyak

tanggapan yang muncul di kalangan masyarakat Batak Toba, masing-masing

dari sudut pandang pribadi mereka. Pandangan dan asumsi yang telah

disebutkan di atas merupakan bagian dari pendekatan emik yang merupakan

salah satu unsur penting dalam penelitian kualitatif.

Sejak masuknya pengaruh agama Kristen di Tanah Batak yang dibawa

oleh Nommensen dari Badan Zending RMG Jerman, Nommensen tidak

memperkenankan masyarakat Batak menggunakan gondang dalam setiap

upacara yang mereka laksanakan, baik upacara adat maupun upacara gereja.

115

115

Secara teknis, sebenarnya disebabkan karena gondang mempunyai tangga nada

pentatonis sehingga tidak bisa memainkan lagu-lagu gereja yang menggunakan

tangga nada diatonis, dan pada saat itu penggunaan gondang dianggap

mengandung unsur magis dalam kepercayaan masyarakat Batak. Pada saat itu

(sebelum masuknya Kristen) gondang Batak sering digunakan untuk

memanggil roh-roh nenek moyang diikuti dengan suatu pertarungan antara

datu yang sering memakan korban jiwa. Gondang Batak ini dikenal dengan

nama tortor begu atau tortor guru (tarian hantu atau tarian para datu). Inilah

yang menjadi alasan bagi Nommensen untuk melarang digunakannya gondang.

Seperti yang kita ketahui dan rasakan tekanan proses modernisasi yang

tanpa arah jelas itu mengakibatkan pelunturan dan degradasi nilai-nilai yang

dikandung di dalam kehidupan ritual dan spiritual. Namun hal itu sebenarnya

bukan hanya diakibatkan oleh proses kebudayaan yang nasionalisasi. Jauh

sebelumnya, daerah kultur Batak mengalami guncangan akibat politik

kebudayaan yang diterapkan oleh kekuatan agama, Badan Zending RMG

(Rheinische Mission Gesellschaft), yang menganggap bahwa kehidupan seni

tradisi yang ada di tanah Batak bersifat hasipelebeguon, pemujaan terhadap roh

leluhur bersifat animisme, dan hal itu mesti disingkirkan agar kehidupan

beragama menjadi murni yang dapat dilihat secara periodik.

Periode pertama, seperti yang diungkapkan oleh peneliti kebudayaan

dan pengamat kehidupan agama di tanah Batak, Lothar Schreiner dalam

bukunya, Oehoem Parhoeriaon Siingoton ni Angka Huria Kristen Batak, 1924

menyebutkan: “melarang semua masyarakat Batak mengadakan pertunjukan

gondang sabangunan dan tortor dalam upacara pesta bius” dan kebijakan ini

116

116

dibua oleh pihak missionaris RMG dan pemerintahan kolonial Belanda pada

tahun 1897, untuk semua pengikut Kristen dan non Kristen di tanah Batak

(2002:11).

Peride kedua, disusun penegasannya terhadap larangan itu oleh

kebijakan yang dibuat missionaris RMG Jerman pada tahun 1907 untuk

membuat batasan pelaksanaan adat dan lebih tegas pada tahun 1924 RMG

bersama kelompok gereja-gereja lokal dalam Mission Batak yang sudah berdiri

menyebutkan pada butir (g): Penyajian gondang sabangunan dan tortor dapat

dilakukan harus dengan seizin pejabat gereja di samping larangan-larangan lain

yang berimplikasi pada praktek animis (Schreiner, 1994:52).

Periode ketiga, di HKBP sendiri, dibuat aturan tentang pemakaian alat

musik gondang sabangunan hasil dari Sinode Godang HKBP Tahun 1952.

Disana disebutkan bahwa gondang sabangunan hanya dipakai pada upacara

adat Batak yang bersifat hiburan, kalau dipergunakan pada upacara ritual

seperti, mangongkal holi, atau saur matua, harus seijin dan persetujuan

pengurus gereja. Termasuk pelarangan penyampaian doa-doa pada leluhur atau

tonggotonggo, karena berkonotasi ke arah hasipelebeguon (menyembah

berhala, dan arwah-arwah yang telah meninggal). (Ruhut Parminsangon di

Huria Kristen Batak Protestan, Kolportase HKBP, 1952).

Periode keempat, dalam Ruhut Parminsangon di Huria Kristen Batak

Protestan, Kolportase HKBP tahun 1962, terdapat keputusan yang melanjutkan

aturan yang diberlakukan pada tahun 1952 ditambah dengan penjelasan teknis

pemakaian dan waktu pelaksanaan serta repertoar yang diizinkan untuk

dimainkan gondang dalam upacara adat kematian.

117

117

Dari pendapat tersebut, bahwa penggunaan musik perlu

dipertimbangkan dalam kebutuhan di gereja, karena musik merupakan salah

satu bentuk ekspresi iman di dalam jemaat atau gereja, sehingga

penggunaannya harus disesuaikan dengan maksud dan sifat dan tujuan dari

peribadatan itu sendiri.

2.4 Masyarakat Batak Toba di Kota Medan dan Perkembangan Musik

Tiupnya

Pada bahagian ini dideskripsikan bagaimana orang-orang Batak Toba di

Kota Medan, terutama gambarannya pada masa sekarang (2015). Setelah

memaparkan keberadaan masyarakat Batak Toba di Kota medan yang

multikultural ini, kerja saintifik selanjutnya adalah menggambarkan

perkembangan musik tiup di dalam kebudayaan masyarakat batak Toba di Kota

Medan ini. Hal ini menarik karena Medan adalah tempat perantauan, Medan

pada awalnya adalah wilayah budaya Melayu Deli di bawah pemerrintahan

Kesultanan Melayu Deli yang kemudian menjadi ibukota Sumatera dan

kemudian Provinsi Sumatera Utara.

2.4.1 Gambaran umum Kota Medan

Dalam perkembangan etnis di Medan, kebudayaan Melayu yang lebih

dominan. Melayu merupakan dinamika yang penting bagi kelompok-kelompok

Batak yang berhubungan langsung dengan kebudayaan Melayu di Medan.

Sekitar tahun 1920-an perubahan dominasi etnik di Medan mulai berubah.

118

118

Orang-orang Batak yang ada di Medan mulai memunculkan diri dengan hasil

pekerjaan mereka sekaligus memperlihatkan identitas mereka.

Dicatat, beberapa gerakan organisasi membentuk gerakan komunitas

Batak. Selain di Medan, di kota besar lainnya, seperti Jakarta, orang Batak juga

menunjukkan identitas mereka. Sehingga kelompok etnis lain harus mendapati

bahwa orang-orang yang tertib dan pandai yang mereka kenal adalah ternyata

adalah orang Batak. Orang Batak merupakan kaum minoritas kecil di kota-

kota, tetapi sangat berpengaruh pada saat itu, hal ini juga menyebar ke

Tapanuli Utara dan Selatan (Hasselgren, 2008:48).

Dalam kasus masyarakat Batak yang bermukim di kota Medan

mengalami perubahan dalam pembentukan organisasi-organisasi yang semakin

didominasi oleh orang Kristen Batak Toba. Perkembangan-perkembangan yang

terjadi berimplikasi bahwa komunitas Melayu dari awal tahun 1920-an mulai

kehilangan kebudayaannya dan identitasnya dalam suku etnis semula. Medan

menjadi lingkungan yang multi etnis dimana lebih mudah bagi kelompok-

kelompok lain untuk menonjol jati dirinya. Meskipun perbedaan etnis menjadi

realitas penting di Medan, ada juga diantara penduduk urban pribumi memiliki

rasa kebersamaan. Di dalam berbagai perkembangan ini, tidak tampak

perbedaan etnis baik suku maupun agama.

Di samping pembahasan tentang migrasi masyarakat Batak Toba yang

bermukim di perantauan khususnya di Kota Medan, kelompok imigran penting

lainnya adalah Batak Mandailing. Saat pergantian abad, banyak orang

Mandailing bertempat di pantai timur Sumatera dan di tempat lain (Ibid, 2008 :

51). Orang dari selatan ini tampaknya lebih mudah diterima masyarakat

119

119

Melayu di Kota Medan, daripada orang Batak Toba. Hal ini terjadi dikarenakan

mereka memiliki kesamaan agama, sehingga dianggap sebagai saudara seiman

mereka. Dan ini menyebabkan mereka lebih berpeluang untuk mendapatkan

akses pekerjaan di bidang perdagangan dan pemerintahan.

Peta 2.1: Administrasi Kota Medan

120

120

Tingkat kompetisi yang tinggi orang-orang yang bermukim di kota Medan,

membuat orang Batak Toba berusaha keras untuk dapat hidup bertahan

121

121

(survive). Berbagai cara dilakukan misalnya sebagian orang menukar identitas

mereka agar dapat diterima dengan mudah, atau meleburkan diri terhadap pola

dan tatanan hidup pada masyarakat pribumi pertama yang tinggal di Kota

Medan. Tetapi, hal yang dapat dilihat adalah mereka tetap hidup berkelompok

dengan membentuk komunitas yang kaut. Mereka membentuk kesatuan-

kesatuan hegemonis marga menurut garis keturunan, kelompok satu daerah asal

(sahuta) dari tingkat pemuda hingga jenjang keluarga yang sudah menikah.

Mereka juga aktif membentuk kelompok dalam satu pola pikir dan tujuan yang

disebut dengan partungkoan.

Kota Medan (Melayu Jawi: میدان) adalah ibu kota provinsi Sumatera

Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota metropolitan terbesar di luar Pulau

Jawa dan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan

Surabaya[4][5][6] Kota Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia

bagian barat dan juga sebagai pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju

objek wisata Brastagi di daerah dataran tinggi Karo, objek wisata penangkaran

orangutan di Bukit Lawang, serta kawasan Danau Toba.

Medan didirikan oleh Guru Patimpus Sembiring Pelawi pada tahun

1590. John Anderson, orang Eropa pertama yang mengunjungi Deli pada tahun

1833 menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Kampung ini

berpenduduk 200 orang dan seorang pemimpin bernama Tuanku Pulau

Berayan sudah sejak beberapa tahun bermukim disana untuk menarik pajak

dari sampan-sampan pengangkut lada yang menuruni sungai. Pada tahun 1886,

Medan secara resmi memperoleh status sebagai kota, dan tahun berikutnya

menjadi ibukota Karesidenan Sumatera Timur sekaligus ibukota Kesultanan

122

122

Deli. Tahun 1909, Medan menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama

setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-

besaran. Dewan kota yang pertama terdiri dari 12 anggota orang Eropa, dua

orang bumiputra, dan seorang Tionghoa.

Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang

migrasi besar ke Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan orang

Tionghoa dan Jawa sebagai kuli kontrak perkebunan. Tetapi setelah tahun 1880

perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena

sebagian besar dari mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan

kerusuhan. Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa

sebagai kuli perkebunan. Orang-orang Tionghoa bekas buruh perkebunan

kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan. Gelombang

kedua ialah kedatangan orang Minangkabau, Mandailing dan Aceh. Mereka

datang ke Medan bukan untuk bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk

berdagang, menjadi guru dan ulama.

Sejak tahun 1950, Medan telah beberapa kali melakukan perluasan

areal, dari 1.853 ha menjadi 26.510 ha pada tahun 1974. Dengan demikian

dalam tempo 25 tahun setelah penyerahan kedaulatan, kota Medan telah

bertambah luas hampir delapan belas kali lipat.

Kota Medan saat ini dipimpin oleh seorang pelaksana harian, yakni

Syaiful Bahri Lubis pasca habisnya masa jabatan wali kota terakhir, Dzulmi

Eldin. Wilayah Kota Medan dibagi menjadi 21-kecamatan & 151-kelurahan:

Medan Tuntungan, Medan Johor, Medan Amplas, Medan Denai, Medan Area,

Medan Kota, Medan Maimun, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Selayang,

123

123

Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Barat, Medan Timur,

Medan Perjuangan, Medan Tembung, Medan Deli, Medan Labuhan, Medan

Marelan, dan Medan Belawan.

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektare (265,10 km²) atau 3,6% dari

keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan

kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan

jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada

3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu

topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian

2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut.

Secara administratif, batas wilayah Medan adalah sebagai berikut: (a)

Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka; (b) Seebelah selatanberbatasan

dengan Kabupaten Deli Serdang; (c) sebelah barat berbatasan dengan

Kabupaten Deli Serdang; dan (d) sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Deli Serdang. Dengan demikian Kota Medan dikelilingi oleh Kabupaten Deli

Serdang. Demikian pula di siang hari banyak penduduk Kabupaten Deli

Serdang yang bekerja di Kota Medan.

Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya

dengan sumber daya alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan

kehutanan. Karena secara geografis Medan didukung oleh daerah-daerah yang

kaya sumber daya alam, seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun,

Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain.

Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan

124

124

berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling

memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

Di samping itu sebagai daerah pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka,

Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan

perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri

(ekspor-impor). Posisi geografis Medan ini telah mendorong perkembangan

kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan

pusat Kota Medan saat ini.

Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Medan

diperkirakan telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar

dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui

merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan

mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter.

Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk Medan

berjumlah 2.109.339 jiwa. Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan

1.068.659 perempuan. Bersama kawasan metropolitannya (Kota Binjai dan

Kabupaten Deli Serdang) penduduk Medan mencapai 4.144.583 jiwa. Dengan

demikian Medan merupakan kota dengan jumlah penduduk terbesar di

Sumatera dan keempat di Indonesia.

Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan

20-39 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk). Dilihat dari

struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia

produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata

lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara

125

125

relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis

perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.

Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2000-2004

cenderung mengalami peningkatan, dimana tingkat pertumbuhan penduduk

pada tahun 2000 adalah sebesar 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004.

Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Medan

Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit, terdapat

di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Tingkat

kepadatan penduduk tertinggi ada di Kecamatan Medan Perjuangan, Medan

Area, dan Medan Timur. Pada tahun 2004, angka harapan hidup bagi laki-laki

adalah 69 tahun sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun.

Kota Medan memiliki beragam etnis dengan mayoritas penduduk

beretnis Jawa, Batak Toba, Mandailing-Angkola, dan Tionghoa. Adapun etnis

aslinya adalah Minangkabau, India, dan Melayu serta etnis lain-lain.

Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja dan

vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl.

Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling, yang merupakan daerah

pemukiman orang keturunan India.

Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni oleh

43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang keturunan Eropa, 35.009 orang

Indonesia, 8.269 keturunan Tionghoa, dan 139 berasal dari ras-ras yang ada di

Asia lainnya.

126

126

Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni oleh

43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang keturunan Eropa, 35.009 orang

Indonesia, 8.269 keturunan Tionghoa, dan 139 berasal dari ras Timur lainnya.

Tabel 2.3: Perbandingan Etnik di Kota Medan

pada Tahun 1930, 1980, dan 2000

Etnis Tahun 1930 Tahun 1980 Tahun 2000

Jawa 24,89% 29,41% 27,03%

Batak 2,93% 14,11% 19,69%

Tionghoa 35,63% 14,80% 17,65%

Mandailing 6,12% 7,90% 8,36%

Minangkabau 7,29% 7,02% 7,57%

Melayu 7,06% 6,22% 6,18%

Lain-lain 14,31% 9,43% 8,42%

Sumber: 1930 dan 1980: Usman Pelly, 1983; 2000: BPS Sumut *Catatan: Data BPS Sumut tidak menyenaraikan "Batak" sebagai suku bangsa, total Simalungun (0,69%), Tapanuli/Toba (19,21%), Pakpak (0,34%), dan Nias (0,69%) adalah 20,93%

Angka Harapan Hidup penduduk kota Medan pada tahun 2007 adalah 71,4

tahun, sedangkan jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 adalah 148.100

jiwa.

Dari data tersebut di atas, pada tahun 2000, orang-orang Batak di Kota

Medan, menduduki peringkat kedua setelah etnik Jawa. Jumlah orang Batak

adalah 19,69 % dari keseluruhan penduduk Kota Medan. Dalam sensus ini,

orang Batak didukung oleh sub-subnya yaitu Simalungun, Batak Toba, Pakpak,

dan Nias. Yang tentu saja menarik, mengapa BPS Sumut memasukkan orang

Nias sebagai orang Batak.

127

127

Dengan keberadaan orang Batak yang seperti itu di Medan, maka salah

satu dampaknya adalah mereka menganggap bahwa Medan adalah tempat

pemukiman mereka yang baru, tetapi keadaannya agak berbeda dengan

kampung halaman mereka. Perbedaan itu terutama tampak dari komposisi

penduduk dan kebudayaan di Medan ini yang multikultural.16

2.4.2 Perkembangan musik tiup di Kota Medan

Dalam realitas sosial di dalam masyarakat, grup-grup musik tiup atau

brass band Batak Toba di Kota Melan mengalami pasang dan surut mengikuti

waktu dan ruang yang dilaluinya. Pasang dan surfutnya eksistensi ini menurut

penulis disebabkan faktor dari dalam (internal) dan juga faktor dari luar

(eksternal).

Selanjutnya, faktor dari dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba di

Medan adalah terjadinya perubahan-perubahan sosial, yang mengakibatkan

perubahan-perubahan terhadap eksistensi ensambel-ensambel musik tiup ini.

Di antara perubahan sosial itu adalah bertambah atau berkurangnya permintaan

untuk pertunjukan musik tiup, yang juga didasari oleh kemampuan ekonomi

masyarakat. Demikian pula, pasang surut kelompok-kelompok musik tiup ini

16Multikulturalisme adalah sebuah terminologi dalam ilmu-ilmu sosiobudaya yang

acapkali digunakan sejak dasawarsa 1970-an. Istilah ini lazim digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang keanekaragaman hidup manusia di dunia ini, atau kebijakan kebudayaan yang menekankan perhatian kepada penerimaan terhadap realitas keanekaragaman budaya (multikultural) yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Keanekaragaman ini menyangkut: nilainilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. Multikulturalisme pada dasarnya adalah gagasan yang diaplikasikan ke dalam berbagai kebijakan budaya, berdasar kepada penerimaan terhadap realitas aneka agama, pluralitas, dan multikultural dalam kehidupan masyarakat di dunia ini. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azyumardi Azra, 2007).

128

128

yang disebabkan faktor dari dalam adalah kenyataan hukum ekonomi yang

terjadi yaitu semakin banyak permintaan akan pertunjukan musik tiup maka

akan semakin memacu pula tumbuh dan berkembangnya kelompok-kelompok

musik tiup. Sebaliknya semakin sedikit permintaan akan pertunjukan musik

tiup dalam berbagai upacara adat batak Toba, maka akan semakin berkuranglah

eksistensi kelompok musik tiup ini.

Selanjutnya faktor eksternal yang mempengaruhi pasang dan surutnya

eksistensi kelompok-kelompok musik tiup di Kota Medan ini, menurut penulis

terutama disebabkan oleh faktor ekonomi nasional dan global. Sebagai contoh

konkrit yaitu ketika tahun 1998, di Indonesia terjadi krisis keuangan (moneter)

yang salah satunya dipicu oleh peristiwa reformasi politik, dan ikut campur

tangan lembaga-lembaga internasional, terutama IMF (International Monetery

Fund), maka berdampak juga terhadap surutnya eksistensi kelompok-kelompok

musik tiup di Kota Medan.

Selanjutnya dilihat dari produksi yaitu lagu-lagu yang digunakan terjadi

kontinuitas dan perubahan. Kontinuitas adalah meneruskan lagu-lagu yang

memang secara historis menjadi bahagian dari sejarah muncul dan

berkembangnya ensambel musik tiup Batak Toba ini. Di sisi lain, orang-orang

Batak Toba juga ingin sesuatu yang baru berdasarkan masa-masa yang

dilaluinya. Apa saja yang terjadi berdasarkan perkebangan di wilayah budaya

Batak Toba sendiri, Sumatera Utara, Indonesia, atau internasional,

mempengaruhi lagu-lagu (repertoar) yang dipergunakan. Berikut adalah uraian

singkat tentang pasang dan surutnya kelompok-kelompok musik tiup di Kota

Medan. Pasang surut dan perubahan yang penulis maksud adalah mencakup

129

129

perkembangan jumlah grup musik tiup yang ditandai dengan dibentuknya gup-

grup musik tiup di kota Medan sejak masuknya ke kota Medan sampai pada

tahun 2015 ini.

Berdasarkan fakta historis, kelompok musik tiup yang pertama kali

muncul di Kota Medan adalah adalah Duma Musik. Kelompok ini didirikan

pada bulan Maret tahun 1987. Duma Musik ini di Kota Medan, pada saat

dibentuk terdiri dari 10 orang anggota yang berasal dari Kota Balige yang

dikontrak selama dua tahun. Ketika Duma Musik dibentuk di Kota Medan,

sebenarnya sudah ada juga grup musik tiup di beberapa Gereja dan Kepolisian

Daerah (Polda) Sumatera Utara, namun karena pemainnya cabutan dari daerah-

daerah di wilayah Batak Toba dan tidak memiliki nama tertentu serta

organisasi yang mengikat, maka penulis menganggap yang awal kali

membentuk kelompok musik tiup berdasarkan organisasi adalah Duma Musik.

Kelompok musik tiup Duma Musik sebagai satu-satunya grup musik tiup yang

terorganisir, yang ada di kota Medan saat itu sangat diminati oleh masyarakat

luas. Menurut penjelasan dari para informan, Duma Musik ini kewalahan untuk

memenuhi permintaan masyarakat. Di kala itu honorarium yang diterima oleh

Duma Musik dapat disebut juga cukup besar atau mahal, dibandingkan dengan

honor untuk sebuah grup musik tiup saat ini.

Selepas saja masa kontrak habis, maka tepatnya pada bulan Maret tahun

1989, 6 orang pemain dari kelompok musik tiup Duma Musik ini, tidak

melanjutkan kontraknya. Keenamnya memilih keluar dari Duma Musik.

Keenam mantan angota Duma Musik ini memanggil 6 orang pemain musik

tiup dari Balige dan membentuk grup musik tiup baru yang diberi nama

130

130

Tambunan Musik. Sedangkan 4 (empat) orang pemain lainnya tetap bertahan

dan menambah pemain musik tiup dari tanah Batak dan berusaha untuk

bertahan. Akan tetapi Duma Musik, yang telatr ditinggalkan oleh 6 orang

pemainnya ini, kalah bersaing dengan Tambunan Musik yang baru saja

terbentuk.

Akhirnya Duma Musik kurang diminati dan belakangan kira-kira tahun

lagi akhirnya berganti nama menjadi Esperanza Musik dengan anggota yang

sudah berganti-ganti pula. Tambunan Musik sendiri mengalami kejayaan mulai

dari awal terbentuknya Dengan 12 orung anggota pemain, Tambunan Musik

tampil dengan ensambel musik tiup yang lebih lebih lengkap sehingga terkesan

lebih megah dan mewah. Tambunan Musik masih bertahan sampai saat ini

walaupun dengan berbagai dinamika di dalamnya dan pemain-pemain di

dalamnya juga telah berganti-ganti. Pemain Tambunan Musik yang masih tetap

hingga saat ini hanyalah bapak S. Tambunan yang adalah pimpinan Tambunan

Musik tiup saat ini. sepanjang tahtur 1989 sampai tahun 1992, grup musik tiup

yang ada di kota Medan berjumlah hanya 2 saja.

Hingga pada tahun 1993 dalam bulan yang berbeda terbentuk kembali 2

grup musik tiup yang baru yaitu; Immanuel Musik dan Boris Musik. Immanuel

Musik adalah grup musik tiup yang berasal dari kota Pematangsiantar yang

kemudian pindah ke Kota Medan. Sedangkan Boris Musik, dua orang

pemainnya adalah dari Tambunan Musik yang keluar dan kembati ke Tarutung

untuk mengajak pemain dari sana dan membentuk Boris Musik. Akan tetapi

kedua grup musik tiup ini tidak bertahan lama pada tahun 1996 Boris Musik

tutup, sedangkan Imanuel Musik sendiri hanya bertahan selama dua tahun.

131

131

Pada tahun 1995, jumlah grup musik tiup di kota Medan kembali

mengalami penambahan. Tahun ini pada bulan yang berbeda, terbentuk Horas

Musik kemudian menyusul Tonggo Musik dan Parulian Musik. Dari ketiga

grup musik tiup ini hanya Tonggo Musik yang masih bertahan sampai saat ini.

Jadi pada tahun 1995 ada 6 grup musik tiup di kota Medan yaitu; Duma Musik

atau Esperanza Musik Tambunan Musik, Horas Musik, Tonggo Musik, dan

parulian Musik.

Tahun 1996 kembali terbentuk 2 grup musik tiup yaitu Patra Musik dan

Ambito Musik. Patra Musik masih ada sampai saat ini sedangkan Ambito

Musih yang adalah perpecahan dari Boris Musik, tidak ada lagi. Tahun 1997

sampai tahun 1998, kembali terbentuk beberapa grup musik tiup yaitu;

Bonansa Musik, Mangampu Tua Musik, Sopo Nauli Musik, Medan Musik, dan

Sinar Anugerah Musik, yang kemudian dipecah menjadi dua grup yaitu Sinar

Musik dan Anugerah Musik tetapi dengan tauke dan pimpinan yang sama.

Sampai saat ini kelima grup yang baru terbentuk ini masih tetap eksis.

Pada tahun 1997 krisis moneter yang terjadi di Indonesia yang cukup

mempengaruhi perkembangan grup-grup musik tiup di kota Medan. Hingga

sampai sekitar tahun 2000 tidak ada grup musik tiup yang terbentuk. Akan

tetapi pada era tahun 2000-an perkembangan grup musik tiup mulai

menunjukkan perubahan yang ditandai dengan banyaknya dibentuk grup-grup

musik tiup yang baru.

Menurut Tambunan, sejak tatrun 2000 setiap tahunnya pasti ada grup

musik tiup yang terbentuk- Tahun 200A-2003 terbentuk cukup banyak grup

musik tiup arfiara lain Parna Musik, Lamhot Musik, Berlian Musik, Bethesda

132

132

Musik, Amora Musik, Lamora Musik, situm Jaya Musik, Rosari Musik, dan

wella Musik. Semua grup musik tiup ini masih bertahan sampai saaat ini

kecuali Amora Musik. Akan tetapi beberapa diantaranya sebenarnya

dapatdikatakan sudah tidak eksis lagi seperti misalnya Lamhot Musik, Rosari

Musik dan Lamora Musik karena tidak begitu banyak masyarakat yang

memakai grup ini.

Tahun 2004-2005 kembali terbentuk grup-grup musik tiup antara lain;

Memori Musik, Batavia Musik, Simto Musik, Marcelino Musik (pemiliknya

adalah orang yang sama dengan pemilik Esperanza Musik), KUPJ Musik Tiup

dan Karunia Musik. Selain grup-grup muik tiup yang sudah disebutkan diatas

masih banyak lagi grup-grup musik lain yang seolatr-olatr adalah grup musik

tiup tetapi sesunguhnya tidak Grup musik ini adalah grup musik yang hanya

beranggotakan dua atau tiga orang pemain yang terdiri dari satu orang pemain

kibor dan satu orang pemain sulim yang kerap disebut dengan grup kibor-

sulim.

Dari data diatas maka pada tahun 2005 tefiapat sekitar 23 wpmusik tiup

di Kota Medan yaitu; Tambunan Musik, Esperanza Musik, Horas Musik,

parulian Musik, Tonggo Musik, Medan Musik, Sopo Nauri Musik, Mangarnpu

Tua Musik, Bonansa Musik, Sinar Anugerah Musik (Sinar Musik dan

Anugerah Musik), Patra Musik, Berlian Musik, Memory Musik, Batavia

Musik, Simto Musik, Parna Musik, Lamhot Musik, Lamora Musik, Rosari

Musik, Bethesda Musik, Situm Jaya Musik, Karunia Musik, KUPJ Musik, dan

wella Musik. Demikianlah perkembangan grup-grup musik tiup yang ada di

Kota Medan sejajk grup kelompok pertama dibentuk sampai saat ini.

133

133

Berikut adalah tabel yang menggambarkan grup-grup musik tiup yang

mengisi pasang surut eksistensinya di Kota Medan.

Tabel 2.4: Pasang-surut Kelompok-kelompok Musik Tiup

di Kota Medan

Masa Politik Nasional

Tahun/ Bulan

No. Kelompok Musik Tiup yang Eksis

Penjelasan

Ord

e B

aru

Maret 1987

1. Duma Musik Lima tahun kemudian Duma Musik berganti nama menjadi Esperanza Musik. Masa Orde Baru dimuai tahun 1966, ketika Suharto menggantikan Sukarno melalui sidang MPRS. Masa Orde Baru ditandai dengan pelarangan Komunisme dan Pembangunan di bidang ekonomi. Namun di era ini, demokrasi tersumbat. Pemerintahan Orde Baru berkuasa selama 32 tahun (1966-1998)

Maret 1989

2. Duma Musik Tambunan Musik

Tambunan Musik mampu terus bertahan sampai 2015 ini.

1993 3. Duma Musik Tambunan Musik Imanuel Musik Boris Musik

Immanuel Musik bertahan selam 2 tahun saja Tahun 1996 Boris Musik membubarkan diri. Tahun 1993 Duma Musik berganti nama menjadi Esperanza Musik.

1995 4. Esperaza Musik Tambunan Musik Boris Musik Horas Musik Tonggo Musik Parulisan Musik

Tiga kelompok musik yang baru terbentuk (Horas Musik, Tonggo Musik, dan Parulian Musik, hanya Tonggo Musik yang mampu bertahan hingga kini).

1996 5. Esperanza Musik Tambunan Musik Horas Musik Tonggo Musik Parulisan Musik Patra Musik Ambito Musik

Kini Ambito Musik sudah tidak eksis lagi.

134

134

Era

Ref

ortm

asi

1997-1998

6. Esperanza Musik Tambunan Musik Horas Musik Tonggo Musik Patra Musik Ambito Musik Bonansa Musik Mangampu Tua Musik Sopo Nauli Musik Medan Musik Sinar Anugerah Musik

Kelima grup musik tiup (Bonanza Musik, Mangampu Tua Musik, Sopo Nauli Musik, Medan Musik, dan Anugerah Musik) masih mampu bertahan hingga kini. Tahun 1997 terjadi krisis moneter (krismon) di Indonesia. Salah satu faktor pemicunya adalah destabilisasi politik di dalam negeri, serta keuangan dunia yang tidak menentu. Rupiah saat 1998 ini menyentuh level pertukaran di Rp. 16.000 per dolar Amerika Serikat. Namun B.J. Habibie cepat mengantisipasinya, di tahun 2000-an rupiah kembali menguat ke level Rp 6000 per dolar AS. Namun politik demokrasi masih belum stabil. Era ini ditandai dengan pergantian-pergantian presiden dan kabinet, yaitu presiden ketiga B.J. Habibie, disusul keempat sampai ketujuh: Abdurrahman Wahid, Megawati Sukarnoputri, Soesilo bambang Yoedhoyono, dan Joko Widodo.

2000-2003

7. Esperanza Musik Tambunan Musik Tonggo Musik Patra Musik Bonansa Musik Mangampu Tua Musik Sopo Nauli Musik Medan Musik Sinar Anugerah Musik Parna Musik Lamhot Musik Berlian Musik Bethesda Musik Amora Musik Lamora Musik Situm Jaya Musik Rosari Musik Wella Musik

Amora Musik membubarkan diri saat ini

2004-2007

8. Esperanza Musik Tambunan Musik Tonggo Musik Patra Musik Bonansa Musik Mangampu Tua Musik Sopo Nauli Musik Medan Musik

Semakin bertambah jumlah grup musik tiup di Kota Medan

135

135

Sumber: diolah dari data lapangan dan tulisan terdahulu (Tetty Aritonang 1992; P.M. Pardede, 1995; Musa Siagian, 2000; F.E. Tarihoran, 1994; M. Damanik, 2006).

Pasang dan surutnya keberadaan kelompok-kelompok musik tiup di

Kota Medan seperti terpapar di atas, sebenarnya memiliki kecenderungan

semakin banyak secara kuantitatif dan dalam pengamatan lapangan juga

Sinar Anugerah Musik Parna Musik Lamhot Musik Berlian Musik Bethesda Musik Amora Musik Lamora Musik Situm Jaya Musik Rosari Musik Wella Musik Memori Musik Batavia Musik Simto Musik Marcelino Musik KUPJ Musik Karunia Musik

2008-2015

9. Esperanza Musik Tambunan Musik Tonggo Musik Patra Musik Bonansa Musik Mangampu Tua Musik Sopo Nauli Musik Medan Musik Sinar Anugerah Musik Parna Musik Lamhot Musik Berlian Musik Bethesda Musik Amora Musik Lamora Musik Situm Jaya Musik Rosari Musik Wella Musik Memori Musik Batavia Musik Simto Musik Marcelino Musik KUPJ Musik Karunia Musik Sari Musik Patra Parulian Musik

Semakin bertambah jumlah grup musik tiup di Kota Medan

136

136

kualitatif. Semua pasang surut tersebut tampaknya memang menjadi hukum

alam terhadap perubahan-perubahan kebudayaan yang dipengaruhi oleh aspek

internal dan eksternalnya. Kini keberadaan kelompok-kelompok musik tiup ini

di Kota Medan adalah terutama tanggung jawab semua warga Batak Toba yang

merasa memilikinya dan menjadi bahagian dari kekuatan identitas mereka, baik

yang berada di wilayah budaya asal, yaitu daerah kebudayaan batak Toba,

maupun tempat-tempat perantauan mereka seperti halnya di Kota Medan.

Semua ini tidak lepas dari keinginan semua warga masyarakat Batak Toba atau

lebih luas masyarakat perduli budaya Batak Toba. Begitu juga eksistensi musik

tiup ini tidak bisa dilepaskan dari cara mengelolanya baik itu organisasi,

produksi, maupun pemasaran.

137

137

Bagan 2.2: Budaya Masyarakat Batak Toba

dan Eksistensi Musik Tiupnya

138

BAB III

MANAJEMEN ORGANISASI

Pada Bab III ini, penulis mengkaji manajemen organisasi Mangampu

Tua dan Tambunan Musik di Kota Medan, berdasarkan teori organisasi yang

telah diuraikan pada bab pertama. Aspek-aspek yang dikaji dalam manajemen

organisasi ini mencakup: struktur organisasi yang terdiri dari ketua, anggota-

anggota, dan seterusnya. Apa yang menjadi dasar terbentuknya organisasi ini,

akan dikaji secara rinci.

Seperti sudah dibicarakan di dalam bab pendahuluan, di dalam konteks

mengkaji manajemen organisaasi, penelitian ini menggunakan pendekatan

teori organisasi dan teori kepemimpinan, dimana pengorganisasian merupakan

keseluruhan proses pengelompokkan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas,

tanggung jawab dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu

organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka

pencapaian tujuan yang telah ditentukan.

Seterusnya, sumber daya manusia (SDM) adalah komponen utama

suatu organisasi yang menjadi perencana dan pelaksana dalam setiap aktivitas

organisasi. Apa yang disebut sumber daya manusia ini mempunyai pikiran,

perasaan, keinginan, status dan latar belakang pendidikan, usia, jenis kelamin

yang heterogen dibawa ke dalama suatu organisasi, sehingga tidak seperti

mesin, uang dan material, yang sifatnya pasif dan dapat dikuasai dan diatur

sepenuhnya dalam mendukung tercapainya tujuan organisasi.

139

139

Selanjutnya dalam konteks kepemimpinan ada 3 teori kepemimpinan

menurut Lewin, White, dan Lippit (1930). Menurut mereka kepemimpinan itu:

(1) ada yang authoritarian, yang menerapkan kepemimpinan otoriter,

pemimpin tidak memberi kesempatan pada bawahannya untuk bertanya

ataupun minta penjelasan. Yang kedua disebut (2) democratic yang

mengikutsertakan bawahannya serta memberi kesempatan bawahan untuk

berdiskusi. Yang ketiga (3) laissez fair yang membiarkan kondisi yang ada dan

menyerahkan kekuasaannya pada bawahannya.

3.1 Grup Musik Tiup sebagai Organisasi Seni Tradisi

Kedua kelompok music tiup tersebut yakni Mangampu Tua dan

Tambunan Musik menurut penulis dapat digolongkan sebagai organisasi musik

yang berdasarkan tradisi. Yang dimaksud dengan tradisional dalam tesis ini

adalah sebuah gagasan, kegiatan, atau benda-benda yang diturunkan dari satu

generasi ke generasi berikutnya secara teratur mengikuti norma-norma yang

terjadi di dalam masyarakat itu. Tradisi ini erat kaitannya dengan budaya

sebuah masyarakat atau sebuah kelompok etnik tertentu. Misalnya tradisi

mangupa-upa pada masyarakat Mandailing, yaitu upacara menyambut

seseorang yang baru ditimpa kemalangan atau mendapatkan rezeki yang baik,

atau untuk mendoakan keselamatan, dan lainnya. Seni tradisional yang

dimakud dalam tulisan ini adalah seni yang didukung masyarakat tradisi, dan

berfungsi secara sosial selama bertahun-tahun.

Menurut Takari (2008), manajemen seni yang dilakukan masyarakat di

Nusantara ini [termasuk Batak Toba] secara tradisional adalah sebagai berikut.

140

140

(a) Berkesenian bukan profesi utama tetapi kerja sampingan atau sambilan.

Sebagaimana telah diuraikan di atas, setiap organisasi harus memilili tujuan

dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Kemudian tujuan ini bisa

dicapai dengan menggunakan sistem manajemen, seperti perencanaan,

pengorganisasian, staffing, actuating, pengawasan. Hal yang paling mendasar,

biasanya organisasi kesenian tradisi di Nusantara, menetukan tujuan utamanya

bukan sebagai organisasi bisnis, hanya sekedar meneruskan tradisi yang telah

ada dengan istilah melestarikan atau mengem-bangkannya. Jarang ditemukan

sebuah organisasi seni sebagai organisasi bisnis dan keutamaan pada

profesionalisme, layaknya sebuah perusahaan waralaba. Dengan tujuan

sebagai kelompok yang mengusung kesenian sebagai kerja sambilan, maka

manajemennya pun ditangani secara “sambilan” pula. Tujuan tidak akan diraih

atau diusahakan untuk berhasil dengan sebaik-baiknya. Waktu yang

diluangkan untuk kegiatan berkesenian juga adalah waktu sambilan, di luar

kerja utama profesi seseorang seniman.

Walau demikian, ada sebahagian kecil seniman profesional dalam

masyarakat tradisional, yang keseluruhan waktu dan hidupnya digunakan untuk

berkarir di bidang-bidang seni. Dalam konteks Sumatera Utara misalnya, ada

Marsius Sitohang yang bekerja sebagai seniman musik Batak Toba yang

bekerja di bidang seni musik tradisi Batak Toba. Ia bergabung dengan beberapa

kelompok ensambel musik tiup, sebagai seniman dan juga dipercayakan

manajer kesenian untuk mengurusi kelompoknya. Selain itu ia juga dosen di

Deparemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

Berdasarkan penjelasannya kepada penulis, ia dapat hidup dan menghidupi

141

141

keluarganya memang benar-benar penuh dari bidang seni musik tradisi Toba.

Kerja utamanya adalah seniman, dan kerja sambilannya adalah dosen.

Demikian pula yang terjadi di dalam grup Mangampu Tua dan tambunan. Di

antara pemusiknya ada yang memang sangat bergantung ekonominya sebagai

seniman music tiup, tetapi sebahagian ada yang menjadikan kinerja di dalam

music tiup ini sebagai kerja sambilan saja.

(b) Menonjolkan pimpinan yang biasanya juga sebagai seniman utama

dan pendukung dana utama organisasinya. Sebagaimana masyarakat yang

hidup dalam kebudayaan agraris, pola hubungan antara anggota masyarakat

adalah hubungan yang sangat menonjolkan pimpinan. Bahkan adakalanya

pimpinan memiliki sifat-sifat indivdualis yang hanya mementingkan

kepentingannya. Dalam sistem sosial masyarakat yang demikian, maka

kontinuitas kelompoknya sangat tergantung pada pimpinan. Sangat

bersyukurlah apabila pimpinan masyarakat itu memiliki sikap yang baik dan

mampu mengayomi masyarakat yang dipimpinnya. Namun sebaliknya, akan

sengsaralah masyarakat yang dipimpin oleh pimpinan yang egosentris.

Berkat menumpuknya kekuasaan pada seorang pemimpin ini, sistem

dan norma sosial pun bisa ia rubah dan akibatnya akan diteruskan oleh genrasi

berikutnya. Demikian juga dalam manajemen seni secara tradisional di

Nusantara ini, umumnya kekuasaan dan pengarahan tertumpu pada seorang

pimpinan. Pengawasan (controlling) biasanya tak berjalan efektif dalam pola

sosial masyarakat tradisional. Pengawasan bisa dianggap sebagai menjatuhkan

kekuasaan pimpinan kesenian. Organisasi biasanya dilakukan atas dasar

142

142

kehendak pimpinan. Ia akan merekrut seniman dan kru seni sesuai dengan

keinginannya.

Namun demikian, dalam beberapa kelompok masyarakat atau etnik, ada

juga sistem musyawarah untuk mufakat, termasuk dalam organisasi kesenian.

Dalam kedudukan demikian, maka sistem sosial kesenian menjadi hidup dan

berperan, bukan menonjolkan peran pemimpin.

Namun secara dasar, manajemen seni di Nusantara ini memang

menonjolkan peran sosiobudaya pimpinannya. Hal ini bisa dibuktikan, jika

seorang pimpinan organisasi kesenian yang punya kekuatan manajerial kuat,

dan ia tidak mewariskan pada generasi selanjutnya, maka akan mati pula

kelompok kesenian yang dipimpinnya ini. Atau pun kalau ada yang

meneruskan dengan mengikuti pola yang sama, tetapi dengan kapasistas yang

kurang, maka terjadi degradasi sosial dalam kelompok kesenian ini.

Demikian juga yang terjadi di dalam kelompok musik tiup Mangampu

Tua dan Tambunan Musik Di Medan. Kedua organisasi seni musik ini,

menonjolkan pimpinan yang biasanya juga sebagai seniman utama dan

pendukung dana utama organisasinya. Lebih jauh lagi dominasi peimpin grup

ini terekspresi dari digunakan istilah grup tersebut sebagai “milik” dari

pemipimpin.

(c) Pembagian honorarium yang agak bersifat rahasia, dan biasanya

dicarikan kata-kata yang “manis” seperti “uang pupur,” “uang lelah,” dan

sejenisnya. Ciri manajemen seni secara tradisional di Nusantara ini, adalah

pembagian hasil jerih payah bersama, kurang menghargai peran integral

keseluruhan pelaku seni (seniman, kru, dan pihak pimpinan). Biasanya

143

143

honorarium sangat ditentukan oleh seorang pimpinan saja. Ada juga pimpinan

yang mengambil homor 50 persen lebih untuk dirinya pribadi, dan selebihnya

untuk pekerja seni. Akibatnya biasanya adalah munculnya perasaan tidak

senang di antara para pekerja seni yang dipimpinnya. Atau ada juga yang

dengan ikhlas menerimanya, terutama seniman-seniman yang baru direkrut.

Agar uang hasil kerja bersama ini dapat diambil sebesar-besamya oleh

pimpinan kesenian, maka istilah yang digunakan pun bukan dengan istilah

profesionalisme, seperti gaji atau honor kerja, dan sejenisnya—tetapi

cenderung menggunakan kata-kata yang bemosi kerja yang dilakukan sebagai

kerja sampingan, seperti uang pupur (uang bedak), uang lelah, uang rokok,

uang terima kasih, uang jalan, dan sejenisnya. Keadaan seperti ini, sering

terjadi dalam kelompok-kelompok kesenian tradisional di Nusantara ini.

Namun demikian, ada juga sebahagian kecil kelompok seni tradisional

yang membagikan honorarium hasil kerja bersama yang memperhatikan aspek

peran, kemanusiaan, keseimbangan, terhadap masing-masing individu di dalam

kelompok organisasi keseniannya. Sebagian lagi bahkan telah mengadopsi

sistem manajemen Eropa yang melakukan sistem kontrak dan pembayaran

dengan melibatkan notariat dalam mengurusnya. Tujuan utama kelompok ini

adalah menjaga seacra yuridis pendapatan-pendapat yang diperoleh agar

kelompok ini berkelanjutan dan tak ada masalah dengan pendapat yng

diperoleh oleh masing-masing individu dalam organisasi tersebut.

Untuk uraian poin (c) ini, di dalam kelompok musik Mangampu Tua

dan Tambunan tidak menggunakan istilah-istilah yang dicarikan padanan

seperti terurai di atas. Kedua kelompok ini menggunakan kata-kata yang tegas

144

144

sebagai hak para pemain dalam berprofesi sebagai pemusik. Mereka

menggunakan kata gaji (sebagaimana layaknya buruh di perusahaan) atau

kadangkala menggunakan istilah honorarium.

(d) Pembagian tugas tidak begitu spesifik. Ciri lainnya manajemen

kelompok seni tradisional adalah tugas tumpang tindih setiap orang dalam

organisasi tersebut. Jarang seorang pemain hanya memainkan satu jenis tari

atau musik atau peran teater. Sebagian besar seniman biasanya harus

melakukan berbagai kerja di dalam organisasi kesenian. Kadang sebagai

seniman, ia juga harus mengangkat alat musik, sound system, tata lampu,

properti tari, sebelum dan setelah pertunjukan. Bahkan ironisnya, seniman-

seniman yang berusia relatif tua ikut mengangkat alat musik gordang yang

besar dan berat. Ini biasa terjadi dalam kelompok kesenian tradisional.

Pembagian kerja yang tidak spesifik ini biasanya akan pula mengurangi

tanggung jawab dan tugas khususnya. Katakanlah jika terjadi hilangnya alat

musik atau properti tari, maka para seniman saling melepaskan tanggung

jawab, mereka tidak tahu ke mana alat musik dan properti tari yang hilang.

Mereka hanya menduga-duga atau bahkan saling tuduh menuduh. Pembagian

tugas yang tidak spesifik atau tugas ganda ini, biasanya akan mengakibatkan

pula waktu dan tenaga tidak terkonsentrasi ke arah profesionalisme permainan

dan pembayaran honorarium. Biasanya pendekatan semacam ini, berdasar

kepada asumsi mereka adalah keluarga besar, tanggung jawab dipikul bersama-

sama. Kerja pun harus dikerjakan bersama-sama dalam sistem gotong royong,

dan seterusnya. Dengan cara kerja seperti ini, biasanya para seniman muda dan

yang berjenis kelamin laki-laki yang diutamakan untuk bekerja ekstra keras,

145

145

dengan alasan tenaganya masih kuat, masih muda, dan masih jauh masanya

berkarir di bidang seni. Demikian pula yang terjadi di dalam kelompok musik

tiup Mangampu Tua dan Tambunan Musik.

(d) Organisasi kesenian tradisional jarang yang dibentuk dengan

mendasarkan pada aspek yuridis. Artinya sebuah organisasi kesenian

biasanya dibentuk hanya berdasarkan musyawarah mufakat untuk kelestarian

budaya semata. Mereka memang memiliki motivasi yang kuat untuk

melestarikan kesenian tradisionalnya. Namun seiring dengan perkembangan

zaman, jika terjadi masalah-masalah di antara mereka, sebahagian memang

bisa dipecahkan secara adat dan musyawarah. Namun jika telah masuk ke

wilayah masalah hukum, seperti plagiarisme, bajakan produksi, pengakuan hal

cipta dan sejenisnya, maka permasalahan ini selalu tidak bisa diselesaikan

secara adat. Maka perlu diselesaikan secara hukum. Untuk itu, supaya kuat,

maka sebaiknya setiap organisasi kesenian didirikan atas dasar yuridis. Karena

dengan demikian, maka segala macam permasalahan yang mencakup aspek

hukum dapat diselesaikan mengikut norma-norma hukum, dan akhimya akan

memberikan keadilan bagi sebagian seniman atau pekerja seni. tidak memakai

hukum rimba, yaitu siapa yang kuat mengalahkan yang lemah. Pengertian kuat

di sini juga bermacam-macam. Bisa kekuatan politis, ekonomis, dan lainnya.

Seiring dengan perkembangan zaman, maka sudah banyak pula

sekarang ini organisasi-organisasi kesenian tradisional yang didirikan

berdasarkan aspek yuridis, dan biasanya tertulis dalam bentuk akte notaris.

Contoh organisasi kesenian seperti ini adalah Sri Indra Ratu di Kesultanan

Deli, Sinar Budaya Grup yang awalnya diketuai olehTengku Luckman Sinar,

146

146

Lembaga Studi Tari Patria yang berpusat di Tanjungmorawa, Deli Serdang,

pimpinan H. Jose Rizal Firdaus, S.H., dan masih banyak lagi yang lainnya.

Dalam kasus dua grup musik tiup Batak Toba ini, yaitu Mangampu Tua

dan Tambunan Musik, kedua-duanya sama sekali tidak menggunakan dasar

yuridis formal atau hukum positif dalam membentuk organisasinya. Mereka

membentuk berdasarkan musyawarah bersama, dan sifatnya adalah lisan,

namun diingat di dalam memori mereka masing-masing sebagai penyanggah

grup musik ini.

(e) Perekrutan seniman sifatnya “cabutan.” Dalam rangka penentuan

sumber daya manusia atau staffing, banyak kelompok seniman tradisional

Nusantara, yang membentuknya berdasarkan, seniman-seniman “cabutan.”

Maksud seniman cabutan dalam tanda kutip ini, adalah seniman dari kelompok

lain atau seniman yang tak terikat oleh kelompok disatu-satukan untuk

memenuhi permintaan kesenian dalam satu atau beberapa kali pertunjukan.

Pemakaian seniman cabutan ini, adalah fenomena yang umum terjadi di

Sumatera Utara misalnya. Alasan melakukan ini adalah, banyak seniman ingin

menambah penghasilan keuangannya melalui banyaknya pertunjukan. Ia tak

mau terikat hanya dalam satu organisasi kesenian saja. Karena jarang sekali

ada sebuah organisasi kesenian yang membayar gaji seniman setiap bulan

dengan jumlah tertentu sebagaimana layaknya tenaga kerja. Apalagijika

dikaitkan dengan upah minimum regional. Oleh karena itu, sebagian besar

seniman di Sumatera Utara misalnya adalah seniman cabutan, yang bisa main

dengan organisasi seni di luar organisasi utamanya.

147

147

Ke masa depan tentu saja sistem seperti ini perlu dikurangi dan perlu

diimbangi dengan sistem kerja hanya untuk satu organisasi seni semata dan

dibayar gaji pokoknya oleh sebuah oraganisasi seni dengan sistem kontrak.

Tujuannya agar seniman lebih profesional, dapat main dan menciptakan seni

dengan tenang, terarah, terpadu, dan tidak lagi pusing memikirkan income per

kapitanya setiap bulan. Paling tidak organisasi kesenian harus bisa melakukan

kegiatan seperti layaknya organisasi sebuah pabrik sepatu atau pabrik ban

mobil misalnya.

Dalam kasus organisasi musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan

Musik, awalnya para pemain adalah bersifat tetap, memiliki gaji yang tetap

yang besarannya dimusyawarahkan bersama, dan menjadi keputusan bersama.

Bahkan Tambunan Musik memberikan fasilitas perumahan tempat tinggal bagi

para pemusiknya. Namun seiring berjalannya waktu, ketika grup-grup musik

sejenis tumbuh dan berkembang sangat pesat, maka mau tidak mau pesanan

pertunjukan semakin berkurang dan mengakibatkan berkurangnya pendapatan.

Maka kini sebahagian besar pemusik tiup di kota Medan adalah dalam posisi

sebagai “pemain cabutan” atau kadangkala diistilahkan oleh mereka sebagai

pemaian musik freelance.

(f) Asas keluarga dan kekeluargaan. Sistem manajemen ini banyak

diterapkan oleh organisasi-organisasi kesenian di Nusantara. Sistem

manajemen ini memang ada kelebihannya di satu pihak, yaitu para anggotanya

merasa sebagai satu keluarga besar, yang terikat hubungan kekerabatan dan

darah, sehingga masalah yang timbul dengan mudah dapat dipecahkan dengan

landasan mereka satu keluarga yang sesungguhnya baik di bidang kesenian

148

148

maupun kekerabatan. Di sisi lain, sistem ini agak kurang demokratis. Artinya

bakat-bakat seniman yang handal di luar keluarga, agak sulit untuk masuk ke

dalam organisasi seni tersebut. Kualitas sumber daya manusia dan produksi

seni dalam organisasi seperti ini hanya menjadi nomor sekian saja. Selain itu,

karena berdasar kepada keluarga dan kekeluargaan, maka pengembangan yang

ekstensif kurang diperhatikan. Misalkan saja sejak zaman dahulu, mereka

mewarisi kesenian istana Melayu, maka sampai sekarang pun mereka akan

memproduksi kesenian yang sama. Untuk membuka diri memproduksi seni

rakyat atau etnik lain agak kurang, karena pembatasan sumber daya manusia

seni tadi. Tentu mereka akan enggan memakai seniman etnik Nias misalnya.

Ataupun kalau dipakai sifatnya bukan sebagai anggota tetap hanya sebagai

pemain cabutan. Atau seniman Nias ini hanya melatih dan kemudian mereka

yang mengambilalih persembahan kesenian Nias tadi. Itu banyak terjadi di

kawasan Nusantara.

Demikian pula yang terjadi di dalam dua organisasi musik tiup atau

brass band ini, yaitu Mangampu Tua dan Tambunan Musik. Untuk kasus

mangampu Tua, kelompok ini walau tetap menggunakan asa keluarga dan

kekeluargaan, namun mereka lebih terbuka. Artinya kelompok ini menerima

marga-marga lainnya di luar marga pimpinan yaitu Silaban. Namun untuk

kasus Tambunan Musik, mereka mengutamakan asa keluarga terutama rekan

satu marga, tetaptnya marga Tambunan. Walau mereka juga memasukkan

anggota pemusik di luar marga Tambunan, tetapi pada prinsipnya oragnisasi ini

mengutamakan dan mayoritas anggotanya bermarga Tambunan.

149

149

(g) Sangat erat dengan ritual masyarakat. Produksi seni tradisional,

umumnya sangat erat dengan ritual-ritual yang dilakukan oleh masyarakat.

Dalam keadaan sedemikian, uang bukanlah aspek terpenting, bahkan kadang

seniman berbuat bukan dimotivasi oleh uang tetapi dimotivasi oleh sistem

religinya. Kegiatan yang dilakukannya benar-benar sebagai bagian dari

ibadahnya kepada Tuhan. Ia melakukan dan mempraktikkan seni untuk Tuhan

bukan untuk ekonominya. Banyak peristiwa seni di Nusantara yang

mengabsahkan gabaran ini. Misalnya dalam masyarakat Islam di Sumatera

Utara, para seniman penyanyi (pembaca) barzanji dan marhaban, yaitu satu

genre seni vokal yang memuji-muji abi Muhammad dalam bentuk syair

berbahasa Arab, yang biasanya digunakn untuk mengiringi uoacara

perkawinan, sunatan, atau menyambut bayi lahir. Setiap seniman tidak

mengharapkan uang lelah atau uang honorarium. Mereka biasanya tidak akan

keberatan jika hanya diberi pulut kuning atau bunga telur, sebagai balasan dari

yang empunya acara. Tetapi mereka pun tidak akan menolak bila diberi

amplop yang berisi uang, katakanlah mereka menerima Rp 10.000 setiap

orangnya. Para seniman ini merasa mereka membantu sesama muslim dan

perbuatan mereka adalah ibadah langsung kepada Allah dan ibadah sosial

kepada sesama manusia.

Begitu juga dalam masyarakat Batak Toba Parmalim, para pemusik

ketika mengiringi upacara ritual Sipaha Sada atau Sipaha Lima (sesuai dengan

ritus dan kalender Batak Toba Tua), tidak akan meminta bayarannya sebagai

pemusik profesional, tetapi sebaliknya adalah sebagai bakti dan ibadahnya

kepada Tuhan (Debata Mula Jadi na Bolon).

150

150

Bagi para penganut agama Kristen Protestan atau Katolik, setiap hari

Minggu mereka menyanyi di gereja sebagai bagian dari ibadahnya. Walau ia

seorang pemain piano profesional, atau ia seorang penyanyi sopran, alto, teno,

atau bass. Kalau biasanya mereka diberi honorarium tinggi untuk pertunjukan

yang sifatnya di luar ibadah gereja, maka ketika ia mempertunjukkan kesenian

di gereja ini tidak mungkin ia meminta honorarium. Bahkan kalau diberi honor

pun oleh pihak gereja misalnya pasti ia akan menolaknya.

Keadaan seperti ini merupakan ciri utama dalam masyarakat Timur

yang religius. Jadi manajemen di bidang seperti ini yang perlu diatur adalah

bagaimana menggerakkan sumber daya manusia yang ada untuk menjadi

bagian dari pertunjukan upacara atau pertunjukan budaya. Sekali lagi uang

atau honor berkesenian bukan yang utama di sini. Yang berperan adalah

konsep-konsep dan aktivitas religius, yang memotivasi setiap orang dan

seniman untuk melakukan menurut fungsi individunya dalam konteks

masyarakat luas, yang memiliki cita-cita dan tujuan bersama.

Sesuai dengan uraian Takari di atas, maka dalam kasus grup musik tiup

Mangampu Tua dan Tambunan Musik, aspek ritual dalam adat Batak Toba

dengan pertunjukan musik ini sangat erat kaitannya. Namun sisi lain yang

menarik, walau apa yang mereka lakukan dipandang dan dihayati sebagai

ibadah, tetapi para pemain musik ini pun tetap mengharapkan honorarium atau

gaji dalam setiap pertunjukannya. Jadi aspek ibadah dan ekonomi dalam grup-

grup ini berjalan dengan seiring dan saling menguatkan, tidak hanya

didominasi oleh aspek ibadah saja, sehingga mereka ikhlas jika tidak diberi

honor.

151

151

(h) Ikut berperannya pemerintah daerah. Dalam rangka melestarikan

seni budaya tradisional, maka pemerintah Republik Indonesia, mencanangkan

perlunya pembinaan, pelestarian, pemungsian kesenian tradisional terutama

untuk pariwisata dalam kehidupan masyarakat pendukungnya, maka pihak

pemerintah ikut serta mengarahkan atau memanajemeni seni-seni tradisional

seluruh Indonesia. Tak jarang pemerintahan di tingkat kecamatan atau

kabupaten memiliki sanggar kesenian daerahnya. Biasanya didukung pula oleh

isteri camat atau gubemur, dan tentu saja tak segan-segan mengucurkan dana

untuk bidang kesenian daerah ini. Itu semua dilakukan untuk berbagai tujuan.

Bisa tujuan politis, popularitas, atau memang juga dengan ikhlas ingin

mengembangkan kebudayan daerahnya, karena ia menjadi orang nomor satu di

daerah yang dipimpinnya tersebut.

Di Sumatera Utara misalnya, di masa kepemimpinan Gubemur Tengku

Rizal Nurdin, ia membentuk kesenian gubernuran yang langsung diketuai oleh

isterinya. Grup kesenian ini bemama Cindai. Beberapa seniman, kemudian

dimasukkannya menjadi pegawai negeri sipil. Beberapa persembahan

dilakukan di Sumatera Utara dan manca negara. Satu sisi berkembang dan

bertambahlah organisasi kesenian di Sumatera Utara. Di sisi lainnya, timbullah

“kecemburuan” organisasi seni lainnya, yang merasa kurang diperhatikan.

Dalam kasus grup musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan Musik,

maka campur tangan pemerintah tidak begitu tampak di sini, kecuali oleh pihak

keamanan. Setiap akan tampil pastilah pihak penyelenggara pesta

melaporkannya kepada pihak keamanan setempat agar upacara tersebut

berjalan dengan tertib, tenang, dan tak ada keributan. Untuk berjalannya

152

152

organisasi-organisasi musik tiup ini, mereka mengaku tidak ada dana yang

mereka peroleh dari pemerintah. Demikian keadaan kedua organisasi musik

tiup ini di Kota Medan.

3.2 Latar Belakang Berdirinya Organisasi

Latar belakng berdirinya organisasi musik tiup, menurut pengamatan

penulis adalah faktor permintaan masyarakat. Bahwa ensambel musik tiup

memiliki nilai-nilai keagamaan dan juga identitas budaya. Oleh karenanya

maka setiap orang Batak Toba selalu mengundang atau memesan kelompok

musik tiup ini untuk berbagai upacara yang berkaitan dengan kehidupannya

seperti: uapacara perkawinan, upacara kematian (sari matua, saur matua),

upacara pendirian tugu, pesta rakyat, upacara hiburan keluarga, dan lain-

lainnya. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan yang demikian ini

dibutuhkan musik tiup. Berikut ini adalah contoh latar belakang berdirinya

organisasi ensambel musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan Musik.

(A) Grup musik Mangampu tua berdiri pada tanggal 6 Desember 1998

di Medan. Grup musik Mangampu Tua tidak memiliki akte notaris. Pemilik

dan sekaligus pemimpin kelompok musik Mangampu Tua adalah M. Silaban.

Grup musik Mangampu Tua ini sangat diminati masyarakat Batak di Kota

medan, khususnya dalam acara pesta pernikahan dan upacara kematian saur

matua. Menurut penjelasan M. Silaban, biasanya di dalam sehari paling tidak

terdapat dua kali pesanan kepada mereka untuk bermain musik di tempat yang

berbeda. Dampak ekonomisnya menguntungkan para pemusik, yang mendapat

gaji yang relatif lebih besar.

153

153

Lebih jauh lagu menurut M. Silaban dalam setiap bulannya, ketika

mereka berada di dalam dasawarsa tahun 1980-an, jumlah pesanan atau

panggilan untuk bermain musik rata-rata bisa mencapai sampai 30 sampai 40

kali. Tetapi selaras dengan perkembangan zaman, yaitu dengan semakin

banyak lahirnya grup-grup musik tiup di Kota Medan ataupun di kota-kota lain

di Sumatera Utara, yang mengakibatkan semakin ketatnya persaingan grup-

grum musik tiup di Kota Medan ini. Tentu saja membuat kurangnya pesanan

untuk bermain musik kepada setiap grup, tidak terkecuali kepada Mangampu

Tua. Akibat akhirnya membuat berkurangnya pendapatan bagi pihak manejer,

ketua, maupun bagi para pemusik. Pada masa sekarang ini, para pemusik di

dalam kelompok Mangampu Tua sebahagian besar sudah menjadi pemusik

yang freelance, artinya oleh pihak pengelola mereka diberi kebebasan untuk

pergi bermain dengan grup musik manapun, selain Mangampu Tua, jika tidak

ada panggilan bermain musik di grup ini. Mereka lazim juga disebut sebagai

pemusik “cabutan.”

(B) Grup musik Tambunan berasal dari daerah Pematangsiantar pada

tahun 1930 dan yang mendirikan grup musik Tambunan adalah S. Tambunan.

S. Tambunan mengambil anggota-anggota grup musiknya dari pemuda

daerahnya di Pematangsiantar. S. Tambunan melatih pemuda setempatnya

dengan belajar seruling, belajar keyboard, gondang (taganing), dan trumpet.

Setelah mahir S.Tambunan membentuk grup musik Tambunan di

daerah Pematangsiantar. Kelompok musik tiup merekla ini dikenal sebagai

grup musik yang pertama kali ada di tanah Batak. S.Tambunan membuka diri

ke daerah-daerah Batak lainnya seperti di Balige, Samosir, dan Medan.

154

154

Seiring semakin berkembangnya dan banyak orang menggunakan grup

musik Tambunan, maka S.Tambunan menambah anggota musiknya dan

membuat fasilitas kepada anggota musiknya. Adapun fasilitas yang diberikan

yaitu perumahan bagi anggota musik, kendaraan, dan gaji yang lumayan besar

serta mereka terikat kontrak di grup musik Tambunan.

Grup musik Tambunan sangat diminati masyarakat Batak secara khusus

dalam acara pesta pernikahan dan upacara kematian saur matua. Dalam 1 hari

ada dua sampai tiga kali panggilan atau pesanan untuk bermain musik di

tempat yang berbeda, sehingga menguntungkan para pemusik mendapat gaji

yang relatif lebih besar. Berdasarkan hukum ekonomi, jika pesanan sedikit

justru mengurangi pemasukan bagi para pemusik di grup musik S.Tambunan.

Dalam sebulan pada tahun 1980-an, jumlah pesanan atau panggilan

untuk bermain musik mau mencapai sampai 30-40 kali. Namun semakin

berkembangnya zaman, semakin banyak bermunculan grup musik di Kota

Medan ataupun di luar kota Medan. Sehingga hal ini membuat ketatnya

persaingan di grup-grum musik tiup di Kota Medan dan membuat kurangnya

pesanan panggilan untuk bermain musik pada kelompok Tambunan ini.

Dampaknya adalah membuat berkurangnya pemasukan bagi para pemusik.

Pada masa-masa jayanya dahulu, para pemusik terikat kontrak dan

diberikan fasilitas perumahan. Sesuai keadaan sosial, maka pada zaman

sekarang dimulai tahun 2005 sampai 2015, para pemusik tidak lagi diberikan

fasilitas perumahan dan tidak terikat kerja. Mereka para pemusik di Tambunan

sudah freelance atau sudah bebas pergi ke grup musik manapun jika tidak ada

panggilan bermain musik di grup musik Tambunan.

155

155

Melihat tumbuh dan berkembangnya kedua kelompok musik tiup ini di

Kota Medan seperti terurai di atas, maka dengan jelas mereka lahir karena

memenuhi kebutuhan masyarakat akan pertunjukan musik, yang dilegitimasi

secara agama dan budaya. Musik tiup memiliki fungsi-fungsi sosiobudaya,

yang mengacu kepada konsep budaya masyarakat pendukungnya. Dalam hal

ini, selain keperluan untuk upacara tersebut, organisasi-organisasi musik tiup

ini, mendapatkan keutungan ekonomis berupa jasa pertunjukan yang dilakukan

mereka sesuai dengan pesanan, yang melakukan upacara dalam adat Batak

Toba di Kota Medan.

Selain latar belakang kebutuhan masyarakat, ada juga alasan yang

menjadikan seorang pimpinan organisasi musik tiup ini yang kuat memotivasi

mereka. Baik itu pimpinan Mangampu Tua, yaitu M. Silaban, maupun

pimpinan Tambunan Musik yaitu S. Tambunan, mereka menyatakan alasan

membentuk dan mengembangkan grup musik tiup ini adalah didasari oleh

motivasi melestarikan kebudayaan. Hal itu dengan eksplisit dijelaskan oleh M.

Silaban (dalam wawancara penulis dengan beliau di medan, 12 Mei 2015).

Sebagai orang Batak, apalagi yang dianugerahi Tuhan bakat di bidang musik, adalah panggilan jiwa untuk melestarikan musik dan kebudayaan Batak pada umumnya. Musik tiup ini pun secara tegas didukung pengembangannya oleh lembaga gereja khususnya HKBP. Selain itu melalui musik tiup ini, saya pun dapat membagikan rezeki yang dianugerahkan Tuhan, kepada para pemusik dan keluarganya, untuk menambah pendapatan keluarga masing-masing.

Hal senada juga dikemukakan oleh S. Tambunan dalam wawancara

penulis dengan beliau di Medan 15 Maret 2015.

Bagi tulang, berkecimpung di bidang musik tiup ini adalah panggilan jiwa dan panggilan budaya. Tulang yang diberi

156

156

kepercayaan oleh Tuhan dalam bidang kesenian musik (baik itu gondang maupun yang modern seperti musik tiup ini), maka harus mewartakannya kepada semua orang Batak. Tulang berharap agar mereka semua menyadari betapa pentingnya musik Batak ini dalam memperkaya hal-hal yang bersifat rohani, sakral, dan menyuarakan firman-firman Tuhan, baik itu saat ibadah di gereja, maupun saat mengiringi berbagai upacara adat, yang penuh dengan nilai-nilai kebudayaan.

3.3 Organisasi Berdasarkan Hubungan Pertemanan dan Kekerabatan

Kedua organisasi kelompok musik tiup ini, berdasarkan penelitian

penulis, dibentuk berdasarkan kepada hubungan pertemanan, terutama dalam

kelompok Mangampu Tua. Pada kelompok Tambunan Musik, organisasi ini

dibentuk terutama berdasarkan kepada hubungan kekerabatan, dalam hal ini

klen (marga) Tambunan. Dalam kenyataannya kedua grup musik tiup ini

memiliki pemimpin dan anggota sebagai berikut.

(A) Pemimpin grup musik tiup Mangampu Tua adalah M. Silaban, yang

kemudian organisasinya diisi oleh para pemusik dan ketua pemusik. Adapun

para pemusik dan ketua pemusik grup Mangampu Tua yaitu sebagai berikut.

(1) M. Sirait umur 65 tahun pemain saxophone, alamatnya adalah di Jalan

Pelajar, Medan.

(2) F. Sitorus umur 27 tahun, sebagai pemain drum trap set, ia bekerja di Bank

Rakyat Inodonesia (BRI) Jalan Amaliun Medan.

(3) Sinaga umur 38 tahun, pemain keyboard, alamatnya adalah di Jalan

Namoramb, Medan.

(4) Pandingan umur 43 tahun pemain sulim dan sarune. Alamat beliau adalah

di Jalan Binjai, Medan.

157

157

(5) Tobing umur 43 tahun, sebagai pemain trumpet, dengan alamat beliau di

Jalan Menteng Nomor 7, Medan.

(6) Silalahi umur 50 tahun pemain hasapi. Alamat beliau adalah di Jalan

Pancing, Kota Medan.

(7) S. Simarmata umur 50 tahun, sebagai pemain taganing.

(8) A. Silaban umur 43 tahun, sebagai pemain bass elektrik dan trombone. Ia

juga diangkat sebagai ketua pemusik mangampu Tua. Alamat beliau adalah

di Jalan Bahagia Bypass, nomor 23, Medan.

Para pemusik Mangampu Tua menetap tetapi jika ada halangan akan

dicari penggantinya. Para pemusik di gaji bagi rata tidak ada istilah senior dan

junior. Dahulu Marsius Sitohang main musik di grup musik Mangampu Tua

selama 5 tahun (2001-2005) tetapi sekarang tidak lagi.

(B) Grup musik Tambunan tidak memiliki akte notaris dan tidak

memiliki bendahara karena pemilik yang mengatur semua dan memberikan

gaji kepada para pemusik. Struktur grup musik Tambunan yaitu: pemilik dan

para pemain musik.

Para pemain musik ini di era awal grup ini berdiri bersifat menetap

yaitu dipilih dari keluarga Tambunan sendiri. Para pemain musik tersebut

adalah:

(a) 8 orang pemain musik bermarga Tambunan,

(b) 2 orang bermarga Pardede, dan

(c) 1 orang marga Sirait.

Sebelas pemain musik tersebut, meluangkan waktunya lebih banyak sebagai

pemusik Tambunan Musik. Kelompok ini juga mempersiapkan nama-nama

158

158

pemusik panggilan. Nama-nama pemusik panggilan grup Tambunan Musik

adalah sebagai berikut.

(1) Sidabutar (pemain seruling),

(2) Simbolon (trumpet),

(3) Tambunan (trumpet),

(4) Sihombing (keyboard),

(5) Panggabean (saxophone),

(6) Tambunan ( trumpet),

(7) Tambunan (drum), dan

(8) Tambunan (bass elektrik).

Jika ada di antara pemusik-pemusik tersebut yang berhalangan pemain

musiknya maka pemain musik yang lain dicari sampai dapat.

Awalnya semua para pemusik adalah bersifat tetap, artinya anggota

tetap yang terikat dengan eksistensi grup ini. Seiring perjalanan waktu,

sekarang para pemain musik tiup grup Tambunan Musik sudah tidak menetap

lagi tetapi sudah freelance, yaitu tidak terikat lagi atau pemusik panggilan.

Melihat kepemimpinan dan keanggotaan seperti terurai di atas, maka

kelompok musik tiup Mangampu Tua hanya membagi organisasinya kepada

dua unsur saja yaitu pimpinan dan pemusik-pemusiknya (yang tidak terikat ke

dalam kontrak). Sementara kelompok Tambunan Musik, yang mengutamakan

kekerabatan marga Tambunan, membagi organisasinya kepada tiga peran,

yaitu: (a) pemimpin atau manejer yaitu Bapak S. Tambunan; (b) pemusik

terutama yang bermarga Tambunan; dan (c) pemusik “cabutan.” Dalam hal ini,

Tambunan Musik, lebih menyiasati tetap adanya pemain, walau sebagian besar

159

159

pemusik ensambel musik tiup di Medan sifatnya freelance. Dengan membentuk

sistem tiga struktur ini, kemungkinan besar Tambunan Musik akan terus

mendapatkan pemain, jika ada pesanan dari pihak penyelenggara upacara,

dibandingkan Mangampu Tua. Itulah siasat bisnis yang mereka konsepkan dan

lakukan.

3.4 Struktur Organisasi

Selanjutnya sebagai sebuah organisasi, kelompok musik tiup

Mangampu Tua dan Tambunan Musik memiliki struktur yang khas. Kekhasan

itu adalah sangat tergantung dari keberadaan pimpinan yang menjadi dasar dan

sumber hidup dari organisasi. Para pemimpin grup ini baik Mangampu Tua

yaitu Bapak M. Silaban dan Tambunan Musik yaitu Bapak S. Tambunan

meneaskan bahwa grup tersebut adalah milik mereka. Pemimpin grup inilah

yang mendirikannya, membeli alat-alat musik dan sound system. Mereka juga

sebagai pemimpin yang mencari job atau pesanan untuk melakukan

pertunjukan musik, dan seterusnya. Para pemimpin ii juga yang bertanggung

jawab terhadap segala permasalahan yang timbul dari masing-masing grupnya.

Struktur organisasi ini adalah mengikuti kelompok-kelompok musik

tradisional yang ada di dalam kebudayaan Batak, seperti halnya Opera Batak

yang dipimpin oleh Tilhang Gultom. Begitu juga berbagai kelompok pemusik

gondang sabangunan dan hasapi yang terdapat di dalam kebudayaan Batak

Toba. Jadi tipe orgasnisasi grup musik tiup Bataka Toba dalam studi kasus

Mangampu Tua dan Tambunan Musik adalah manajemen organisasi yang

berpusat kepada pemimpin. Jatuh atau bangunnya organisasi ini sangat

160

160

tergantung kepada pemimpin ini. Walau bagaimanapun berbagai fungsi

organisasi modern seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,

penempatan sumber daya manusia, dan pengawasan tetap berjalan di dalam

organisasi ini. Fungsi-gungsi manajemen ini biasanya dilakukan berdasarkan

tradisi kelisanan, dan mengikat anggita secara kultural bukan dengan aturan-

aturan hukum positif, tetapi lebih ke norma-norma budaya tradisi mereka.

Walaupun demikian, wewenang kekuasaan pemimpin dalam kasus

Mangampu Tua, dibagikan juga wewenangnya kepada pemimpin musik. Bapak

M. Silaban tampaknya tidak mau memmonopoli urusan pertunjukannya dan

pembahagian honorarium para pemain musik. Dalam hal ini ia mengangkat

ketua musik. Peran ketua musik ini semacam orang tengah antara pemimpin

grup dengan para anggotanya yaitu pemain musik. Dengan peran yang

sedemikian rupa, maka ketua musik ini mendapatkan honorarium yang sedikit

melebihi para anggota pemusik lainnnya.

Kedua organisasi musik tiup ini, dapat digambarkan seperti pada bagan

berikut ini.

161

161

Bagan 3.1: Struktur Organisasi Mangampu Tua

Bagan 3.2: Struktur Organisasi Tambunan Musik

162

162

Gambar 3.1: M. Silaban Pimpinan Grup

Mangampu Tua

Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015

163

163

Gambar 3.2: S. Tambunan Pimpinan Grup

Tambunan Musik

Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015

164

164

Gambar 3.3: Penulis Bersama S. Tambunan Pimpinan Grup

Tambunan Musik Saat Penelitian

Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015

165

165

3.5 Jam Kerja

Berdasarkan wawancara penulis dengan pimpinan kedua grup musik

tiup ini, yaitu Bapak M. Silaban dan S. Tambunan, maka dapat diketahui

bahwa mereka itu bekerja ketika melaksanakan tugas meemnuhi undangan

yang punya hajat dalam pesta tertentu.

Menurut penjelesalan Bapak M. Silaban, jam kerja Mangampu Tua

adalah ketika melaksanakan pengisian acara pertunjukan musik. Dimulai dari

pukul 7.30 WIB, yaitu mereka semua (manejer dan pemusik) berkumpul di

kantor. Kemudian mereka mengangkat barang-barang berupa alat-alat musik,

sound sytem, dan lainnya. Dengan mobil pick-up yang mengangkat barang-

barang untuk keperluan pertunjukan tersebut disertai dengan mobil lainnya,

mereka berangkat ke rumah yang mengadakan upacara. Misalnya dalam

upacara perkawinan bisa saja mereka lakukan di ke gereja, bisa juga di rumah

yang punya hajatan. Biasanya pukul 13.00 sampai 15.00 mereka istirahat

sejenak. Sesudah itu disambung lagi mulai jam 15.00 sampai 18.00. Selesailah

tugas mereka mengisi acara tersebut. Menurut Bapak M. Silaban, Mangampu

Tua memiliki aturan yang disampaikan secara lisan kepeda penyelenggara

upacara, yaitu mereka harus sudah selesai jam 18.00. Jika tuan rumah meminta

lewat jam 18.00 ini, maka sessuai kesepakatan pihak tuan rumah harus

menambah biaya Rp. 200.000 setiap jamnya. Selama ini, menurut pengalaman

Mangampu Tua, pihak tuan rumah lebih banyak yang menyambung waktu

pertunjukan, ketimbang selsai tepat pada jam 18.00 WIB.

166

166

Selanjutnya jam kerja grup musik tiup Tambunan Musik, adalah hampir

sama dengan Mangampu Tua. Menurut penjelasan Bapak S. Tambunan,

mereka pada hari penyelenggaraan pertunjukan musik, hadir di markas

Tambunan Musik, yaitu di rumah Bapak S. Tambunan jam 8.00 pagi.

Kemudian mengangkat peralatan-peralatan pertunjukan yang dibutuhkan

seperti alat-alat musi dan sound system ke tempat acara. Biasanya mereka

melakukan pertunjukan sesuai permintaan tuan rumah berdasarkan kesepakatan

sebelumnya. Biasanya dari pagi kira-kira pukul 11.00 sampai dengan jam

18.00 WIB. Di sela-sela pertunjukan ini mereka memiliki jam istirahat yaitu

pukul 13.00-15.00 WIB. Mereka tidak mengenakan biaya tambahan jika tuan

rumah meminta pertunjukan lebih sekitar satu sampai dua jam. Ini adalah

teknik bisnis jam kerja yang dilakukan oleh kelompok musik tiup Tambunan

Musik.

3.6 Biaya Pertunjukan dan Pembagian Honorarium

Sebagai sebuah grup musik tiup yang mengarah kepada dukungan

bisnis, maka kedua kelompok ini menentukan harga sekali pertunjukan dalam

setiap upacara. Kemudian berdasarkan pendapatan setiap kali pertunjukan

inilah, pimpinan membagikan honorarium kepada setiap pemain musik.

Kelompok Mangampu Tua menetapkan harga sekali pertunjukan menurut

tempat pertunjukan, yang dihitung jaraknya dari Kota Medan. Di sisi lain,

Tambunan Musik juga menentukan biaya pesanan dalam sekali pertunjukan di

Medan. Jika keluar kota bisa maka biaya pertunjukan juga akan bertambah,

sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan oleh pimpinan Tambunan Musik.

167

167

Untuk memperluas pengetahuan tentang biaya ppertunjukan ini, penulis

mengumpulkan data dari kelompok-kelompok musik tiup lain, yaitu: Bernabe

dan Lina. Selengkapnya biaya pertunjukan kelompok-kelompok musik tiup itu

adalah sebagai berikut.

(A) Mangampu Tua, ketua atau pimpinan pemusik yaitu A. Silaban

yang mengatur para pemusik dan membagi gajinya. Adapun biaya pertunjukan

berdasarkan jauh dan dekatnya tempat pertunjukan adalah sebagai berikut.

1. Biaya pertunjukan di Kota Medan dan sekitarnya, dengan ensambel lengkap,

adalah pada kisaran Rp 2.500.000 sampai Rp 3.000.000.

2. Biaya pertunjukan di Kota Medan dan sekitarnya, dengan ensambel lengkap,

ditambah ensambel gondang sabangunan adalah pada kisaran Rp 3.500.000,

karena mereka menambah 3 pemain gondang lagi.

2. Biaya pertunjukan di Brastagi lengkap seluruh peralatan musik adalah

sekitar Rp 4.000.000 sampai Rp 5.000.000.

3. Biaya pertunjukan di Balige dan Dolok Sanggul lengkap seluruh peralatan

musik dalam kisaran Rp 10.000.000 dsmpsi Rp 12.000.000.

4. Biaya pertunjukan di Medan, yang hanya menggunakan sulim dan keyboard

(sulkib) adalah Rp 1.500.000

4. Biaya pertunjukan di Medan, yang hanya menggunakan trio penyanyi dan

keyboard adalah Rp 1.500.000

Selain itu, kelompok musik tiup Mangampu Tua ini juga menyediakan jasa

shooting video, yang biayanya adalah Rp 1.500.000 dalam durasi 3 jam,

dengan menggunakan 3 rol video hasil rekaman, juga diolah ke dalam bentuk

compact disk dalam format dvd.

168

168

Bagan 3.3: Biaya Pertunjukan Mangampu Tua

Jika ada kerusakan alat musik, pemilik (pimpinan grup) yang

menggantinya, tetapi jika ada alat musik yang hilang maka anggota pemusik

yang menggantinya dengan cara dipotong gajinya. Dahulu di era 1980-an grup

musik Mangampu Tua tampil rata-rata 30 sampai 40kali sebulan, kemudian

menurun dan 25 sampai30 kali saja pada tahun 1990-an sampai 2005.

Kemudian pada tahun 2005 tetapi sekarang hanya 10 sampai15 kali tampil dan

kebanyakan pada hari Kamis,Jumat, dan Sabtu.

169

169

Gambar 3.4: Salah Seorang Vokalis dalam Bentuk Trio Vokal dan Keyboard

yang Disediakan oleh Kelompok Musik Tiup di Medan

Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015

170

170

(B) Tambunan Musik, biaya pertunjukan dapat dirinci sebagai berikut.

1. Pertunjukan di Kota Medan dalam ensambel musik tiup lengkap sebesar Rp

2.500.000 (ditentukan oleh pimpinan dari biaya ini dipotong 10% (Rp

250.000) untuk transport.

2. Jika pertunjukan hanya keyboard dan seruling saja di Kota Medan,

biayanya Rp 1.200.000 (dengan pembagian Rp 250.000 untuk dua pemain;

dan Rp 700.000 untuk pemilik dan biaya transportasi.

3. Jika keluar dari Kota Medan dan pertunjukan di Kota Brastagi, Karo, maka

biaya pertunjukan adalah sebesar Rp 5.000.000.

4. Semua pertunjukan di atas, jika ditambah lagi musik gondang yang

melibatkan 2 orang, maka masing-masing pemain gondang mendapat

honor Rp 300.000 (dua pemain Rp 600.000) untuk tempat pertunjukan di

Medan. Jika keluar Kota Medan 2 orang x Rp 1.000.000 = Rp 2.000.000.

Pada masa sekarang ini di Medan sudah jarang pakai gondang sekarang

masyarakat lebih suka menggunakan keyboard dan sulim saja alasan

menghemat karna sulitnya mencari uang sekarang.

Tambunan Musik juga menawarkan jasa shooting video dengan harga

1.000.000 dengan durasi waktu 3 jam dengan menggunakan 3 rol pita video,

yang juga disertai dengan hasil editing dalam format dvd. Mereka

menggunakan jasa para pakar shooting dan editing video yang biasa menjadi

mitranya.

171

171

Contoh lain, Grup Musik Barnabe berdiri pada tahun 2004 dimana grup

musik ini semi grup musik tiup dimana hanya terdiri keyboard, saxophone,

gondang, dan trio vokalis. Kelompok dua mematok harga sekali pertunjukan

untuk mengiringi upacara dalam budaya Batak Toba di Medan adalah seharga

Rp 1.750.000. Ada pula grup musik Lina berdiri pada tahun 2003 dengan

beranggotakan trio vokalis, keyboard, dan sulim. Mereka menentukan biaya

sekali pertunjukan di Kota Medan sebesar Rp 1.500.000.

Bagan 3.4: Biaya Pertunjukan Tambunan Musik

172

172

Adapun sistem pembagian honorarium atau penggajian yang dilakukan

selama ini, oleh grup musik Mangampu Tua yaitu pembagian hasil, yang

ditetapkan sebagai berikut.

(A) Mangampu Tua

1. Untuk keseluruhan pemain adalah sebesar 30% dari Rp 2.500.000 = Rp

750.000. Jadi, untuk tiap pemain musik yaitu sebesar Rp.750.000/8 orang

= Rp. 93.750.

2. Untuk pemilik (pimpinan grup) sebesar 70% dari Rp.2.500.000 =

Rp.1.750.000

(B) Tambuanan Musik

1. Sebesar 20% dari pendapatan sekali pertunjukan untuk pemilik.

2. Sebesar 80% dari pendapatan sekali pertunjukan untuk para pemain musik

setelah dikurangi ongkos pengangkutan barang-barang berupa alat musik

dan sound system. Adapun harga yang sudah ditentukan oleh grup musik

Tambunan untuk setiap konsumen yang memesan grup musik Tambunan

di suatu pesta sekitar Medan itu sebesar Rp.2.500.000,- Misalnya ongkos

transport pengangkutan barang sebesar Rp.200.000,- maka yang dibagi

hasil Rp.2.300.000 dimana 20% x Rp.2.300.000 = Rp.460.000 untuk

pemilik dan pemain musik ada 7 orang sehingga 7 orang itu mendapat 80%

x Rp.2.300.000 = Rp.1.840.000 jadi tiap orang pemusik mendapat

Rp.1.840.000/7 orang = Rp 262.857.

173

173

Para pemain musik digaji jika ada pekerjaan untuk tampil di pesta-pesta

seperti acara pernikahan dan acara adat meninggal Batak Toba. Adapun

lamanya jam yang sudah ditentukan untuk grup musik Tambunan ini disewa

yaitu dari jam 9 pagi sampai jam 6 sore berarti selama 9 jam tapi tidak terus

memainkan musik ada saat istirahatnya juga. Di sini berarti minimnya

gaji/kesejahteraan para pemusik karena tidak ada uang masuk yang lainnya

hanya gaji saja sesuai ada pekerjaan untuk tampil.

Karena minimnya gaji para pemusik menyebabkan para pemusik

mencari grup musik lain untuk bisa bermain ditempat lain sehingga mendapat

pemasukan yang lebih banyak. Sehingga grup musik Tambunan dan

Mangampu Tua kadang kala kesulitan mencari para pemain musik yang

berkualitas karena para pemusik yang berkualitas tidak mau dibayar dengan

upah yang rendah, sehingga grup musik Tambunan dan Mangampua Tua

mengambil para pemain musiknya dari Unimed dan USU yang masih kuliah

ataupun yang baru tamat kuliah.

Namun demikian, menurut pemahaman pemain, bekerja sebagai pemain

musik lebih baik dari pada pekerjaan lain. Alasan itu dapat dilihat dari

pendapatan per kapita pemain musik ini sudah dianggap cukup untuk

memenuhi kebutuhan keluarga pemain musik. Secara merata satu orang

pemain musik dapat mengumpulkan hasil dari bermain musik dalam satu bulan

Rp. 1.800.000,- hingga ke Rp. 2.000.000,-. Pendapatan ini untuk hari-hari yang

sepi orderan. Namun, bisa melonjak pada saat musim pesta masyarakat Batak

sekitar bulan Juni ke bulan September dan bulan Desember ke bulan Januari.

174

174

Para pemain musik dapat mengantongi penghasilan hingga Rp. 5.000.000,- ke

Rp. 6.000.000,- per bulannya.

3.7 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang dikembangkan di grup musik Tambunan

dan Mangampu Tua adalah orang-orang yang mempunyai bakat dan keahlian

khusus dalam bermain alat musik. Dan bukan hanya itu saja tetapi manusia

yang terampil dan bisa menjadi anggota tim yang kuat dan saling mendukung

serta mau diajari untuk menjadi lebih baik dan seirama dalam bermain musik.

Tim pemusik di grup musik Tambunan terdiri atas 7 orang pemain yaitu

pemain trompet, pemain sulim, pemain trombone, pemain gitar bass, pemain

drum, pemain keyboard dan pemain saxophone. Sedangkan tim pemusik di

grup musik Mangampu Tua terdiri atas 8 orang pemain yaitu pemain trompet,

pemain seruling, pemain trombone, pemain drum, pemain gitar bass, pemain

keyboard, pemain saxophone dan pemain hasapi. Dimana grup musik

Tambunan tidak memiliki pemain kecapi. Kedua grup musik ini dipimpin dan

diatur langsung oleh pemilik usaha grup musik itu sendiri. Sebelum tampil

mereka terlebih dahulu latihan dan membicarakan lagu – lagu apa saja yang

sudah mahir dimainkan atau yang sudah ditetapkan oleh pesanan masyarakat.

Tetapi sekarang, para pemusik sudah tidak terikat kontrak lagi karena mereka

sudah bebas atau freelance sehingga para pemusik tidak sempat lagi untuk

latihan secara resmi tetapi hanya diberitahukan dan diterangkan lewat

pembicaraan bagaimana bentuk lagu dan bentuk musik yang akan dimainkan.

175

175

3.7.1 Pembagian tugas

Sistem pemberian tugas di musik Mangampu Tua dan Tambunan musik

sama yaitu jika ada yang pesan untuk tampil maka para pemain musik akan

dipanggil untuk bekerja sesuai dengan alat musik yang dimainkan. Para

pemusik ini diatur dan diawasi oleh pemilik yang juga sebagai pengawas.

Namun, kadangkala bisa terjadi adanya masalah misalnya si X yang

seharusnya sudah diberikan tugas untuk bermain keyboard namun karena orang

tuanya mendadak meninggal sehingga pemilik grup musik kesulitan untuk

dapat mencari penggantinya, oleh karena itu pemilik harus menyiapkan

pemain cadangan yang siap sedia untuk dapat bermain musik kapanpun jika

diperlukan di grup musik ini.

Adapun grup musik Tambunan dan Mangampu Tua bertahan sampai

sekarang ini karena hanya ini saja usaha yang mereka miliki dan pemilik

langsung aktif ke lapangan, pemilik ikut terlibat dalam mengawasi para

pemusik saat tampil untuk memastikan semua alat-alat musik tetap dalam

kondisi yang baik agar alat-alat musik tidak rusak ataupun tidak hilang.

Manajemen strategik yang dilakukan grup musik Tambunan dan Mangampu

Tua yaitu harga yang mereka tawarkan dapat dijangkau semua kalangan

masyarakat dan grup musik ini menjalin hubungan kekeluargaan yang sangat

kuat dengan daerah setempatnya dan dengan para pemusik.

Grup musik Tambunan dan Mangampu Tua memfokuskan musiknya

pada musik traditional Batak Toba sehingga kualitasnya ditujukan khusus pada

alat musik gondang Batak. Ini merupakan kelebihan grup musik Tambunan

dan Mangampu Tua namun juga menjadi kelemahan serta peluang yang besar

176

176

bagi grup musik yang lain karena zaman terus berkembang semakin modern

dan alat musik pun sebagai modern serta banyak minat masyarakat yang

mengalami pergeseran dari musik tradisional menjadi musik modern seperti

pop, rock, jazz dan blues. Hal ini menjadi ancaman bagi grup musik Tambunan

dan Mangampu Tua, oleh karena itu grup musik ini juga harus

mengembangkan kualitas mereka dalam bermain musik modern agar tidak jauh

ketinggalan dan dapat bersaing dengan grup musik lainnya.

3.7.2 Pemain Saxophone dan alat musiknya

Saxophone sebagai alat musik tiup logam (brass wind) dengan reed

tunggal, seperti pada alat musik klarinet. Diciptakan oleh Antoine Joseph Sax

(Adolphe Sax) dari Belgia pada tahun 1840. Walaupun badan Saxophone

terbuat dari logam, namun alat tersebut dimasukkan ke dalam keluarga alat

musik tiup kayu (wood wind) sebab sumber getar atau bunyinya adalah

lempeng reed yang terbuat dari batang tumbuh-tumbuhan yang melekat pada

lubang tiup. Saat ini reed banyak diproduksi dari bahan plastik. Jenis

Saxophone yang dipakai dalam ensembel musik tiup adalah sopran sax in bes

dan alto sax in es.

Dalam kelompok musik tiup ini, pemain musik saxophone bermain

berdua dengan posisi sopran sax in bes dan alto sax in es. Banyak dijumpai

seorang pemain saxophone dapat bermain juga sebagai peniup sulim. Sehingga

dia dapat bermain musik dengan membaca partitur atau dengan feeling sound.

177

177

Gambar 3.5: Pemain Saxophone dan Alat Musiknya

Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015

3.7.3 Pemain trombone dan alat musiknya

Trombone berasal dari bahasa Italia yang artinya trumpet besar, adalah

instrumen yang terbuat bahan kuningan (brass) dan bahan lain dari besi putih

atau besi stainless. Jenis Trombone ada dua yaitu:

a. Slide Trombone, yaitu alat tiup logam dengan warna suara tersendiri yang

memungkinkan suara diproduksi dengan halus. Permainan untuk jenis

Trombone ini adalah teknik glissando. Nada-nada yang dihasilkan dapat

178

178

meluncur dari satu nada ke nada-nada berikutnya dengan modulasi tanpa

perhentian di satu nada.

b. Valve Trombone, yaitu Trombone dengan prinsip kerja ventil (klep) tekan,

diciptakan untuk mencapai kemudahan dalam formasi dan penggunaannya.

Prinsip kerjanya seperti permainan trumpet valve.

Yang dipakai dalam kelompok musik tiup ini adalah jenis slide

trombone dari berbagai merk seperti Conn, King, buatan berbagai negara.

Misalnya Jerman, Jepang, Cina, dan Taiwan.

Gambar 3.6: Alat Musik Trombone

Sumber: www.wulandarioctavia.blogspot.com

179

179

3.7.4 Pemain keyboard dan alat musiknya

Keyboard seperti instrumen klaviatur lainnya adalah adaptasi piano

akustik, dengan bentuknya yang portable membuat praktis untuk diangkat dan

dipindahkan dengan mudah. Keyboard diproduksi oleh banyak pabrik dengan

berbagai merek dan varian. Selain dapat dipakai sebagai pengiring dengan

fasilitas ritmis beragam, dapat juga menghasilkan suara sintesis menirukan

berbagai jenis suara alat musik aslinya.

Jenis keyboard yang banyak digunakan dalam kelompok musik tiup

Batak dari produk Technis seri KN dan Yamaha seri PSR dari jenis keyboard

intellegent yang memiliki fitur-fitur style bentuk irama, jenis tabuhan perkusi

dan akompanimen berbagai tipe siap guna. Keyboard ini berfungsi all in one,

sehingga dapat menyajikan permainan yang mewakili permainan sebuah

combo band.

Tipikal keyboard semacam ini terdapat pada merk YAMAHA dengan

seri EZ, DGX dan PSR (variannya berbagai tingkatan menurut pemakaian

tahun terakhir, sekarang tipe terbaru yang diluncurkan adalah seri PSR 910-S),

produksi ROLAND memproduksi berbagai varian dengan seri EM, VA, G.

EXR, TECHNIS mengeluarkan produk andalan mereka SX dan KN yang

banyak menguasai pasaran di Indonesia, KORG dengan jenis I dan Pa serta

CASIO produk ILK, CTK dan WK.

Dalam pemakaian Keyboard dalam musik tiup Batak ini, ditentukan

jenis yang memiliki pilihan yang dapat mengeluarkan fitur style irama dan

suara sintesis yang beragam. Untuk kelompok musik tiup ini tidak perlu

Keyboard jenis synthesizer yang lebih fokus kepada pengeditan data suara atau

180

180

rekayasa karakter suara. Yang diperlukan adanya adaptasi suara dari beberapa

alat musik yang menyerupai dalam kelompok ini seperti trumpet, sulim atau

hasapi. Namun, fungsi Keyboard juga diperlukan untuk mengiringi lagu yang

memerlukan irama ketika permainan full band tidak dipergunakan.

Gambar 3.7: Pemain Keyboard dan Alat Musiknya pada

Grup Musik Tiup Mangampua Tua

Sumber : Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015

181

181

Gambar 3.8: Pemain Keyboard dan Alat Musiknya pada

Grup Musik Tiup Tambunan Musik

Sumber : Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015

182

182

3.7.5 Pemain sulim dan alat musiknya

Instrumen sulim Batak Toba yang dipakai dalam kelompok musik tiup

awalnya berada pada ensembel gondang hasapi atau uning-uningan sebagai

pembawa melodi. Sejak dimulainya penciptaan lagu-lagu rakyat tradisional dan

lagu-lagu opera Batak yang mengikut pada tangga nada diatonis, instrumen

Sulim ini mampu membawakan laku dari beberapa jenis irama. Lagu-lagu

gondang yang dikenal dalam repertoar gocci-gocci, banyak dipergunakan

untuk iringan tortor dalam kelompok musik tiup.

Alat musik sulim ni hanya dapat dipakai untuk tangga nada dalam skala

satu kunci kromatis. Bila tangga nada sebuah lagu berubah dari lagu pertama

dalam iringan musik tiup, pemain sulim akan mengganti instrumen sulim dari

tangga nada yang sesuai dengan lagu dimaksud. Teknik bermain bagi musisi

instrumen sulim adalah sebagai pembawa melodi bersama dengan instrumen

lain secara bergantian atau bersamaan. Sulim sebagai alat tiup yang terbuat dari

bambu ini, adalah jenis side blown flute dengan cara meniup dari samping.

Untuk menghasilkan efek suara vibrasi, pada satu sisi lobang penghasil

getarnya diterakan sebuah membran kertas tipis.

183

183

Gambar 3.9: Pemain Sulim dan Alat Musiknya

Sumber: www.sitohang.net

184

184

3.7.6 Pemain drum set dan alat musiknya

Jenis drum yang dipakai dalam permaian kelompok musik tiup adalah

jenis drum set seperti bentuk drum konvensional yang beredar saat ini. Drum

set akustik ini dipergunakan sebagai bagian kelengkapan dari kelompok musik

tiup yang mirip dengan permainannya seperti combo band. Drum yang dipakai

terdiri dari bagian-bagian yang secara fisik adalah terpisah tetapi merupakan

satu kesatuan drum set.

Bagian itu terdiri dari cymbal (ride) yang terbuat dari logam kuningan.

Cymbal yang dipakai terdiri dari tiga jenis yaitu : ride cymbal, flash cymbal

dan hi-hat cymbal. Bagian lain dari drum adalah tom-tom yang terdiri dari

berbagai ukuran disebut small tom-tom dan large tom-tom/ floor tom-tom.

Tom-tom ini adalah jenis drum double head yang memiliki dua sisi membran.

Bagian drum lain yang merupakan salah satu bagian utama dan paling sering

dimainkan adalah Snare Drum. Posisinya paling dekat dengan pemain. Yang

membedakan antara snare drum dengan tom-tom, selain bentuknya lebih pipih,

pada bagian bawahnya menggunakan kawat-kawat spiral (snare ware) yang

jika dipukul akan mengeluarkan suara yang tajam. Ditambah sebuah bas drum

pada bagian bawah dari seluruh komponen drum.

185

185

Gambar 3.10: Instrumen Drum Set yang Digunakan Musik Tiup Mangampu Tua

Sumber: Dokumentasi: Elisabeth Purba, 2015

3.7.7 Pemain gitar strings dan alat musiknya

Instrumen gitra strings yang dipakai dalam kelompok musik tiup,

digunakan sebagai rhythm (ritem) mendampingi keyboard dalam mengisi

progresi akord dari lagu-lagu yang dimainkan. Namun adakalanya instrumen

ini berfungsi untuk mengisi melodi secara bergantian dengan instrumen lain.

Gitra Strings ini dapat berbunyi karena amplitude dari sebuah TR (monitor)

khusus untuk alat musik ini sendiri.

186

186

Gambar 3.11: Instrumen Gitar String

Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015

3.7.8 Pemain gitar bas dan alat musiknya

Peranan gitar bas dalam permainan musik tiup ini adalah hal terutama

memberi penegasan kepada bunyi dari bas drum. Sebelum dipergunakannya

gitar bas, peranannya diambil alih oleh sausaphone. Permainan gitar bas adalah

sebagai root dari perjalanan akord lagu-lagu yang dimainkan. Seorang pemain

bas dapat juga bermain sebagai drummer karena memiliki hubungan koneksitas

sebuah ensembel combo band yang persis dimainkan oleh musik tiup.

Amplitude untuk gitar bas adalah sebuah keharusan untuk mengeluarkan bunyi.

TR yang dipergunakan untuk gitar bas biasanya sudah dirakit khusus untuk

instrumen ini.

187

187

Gambar 3.12: Pemain dan Instrumen Gitar Bas Elektrik pada Kelompok Musik Tiup Mangampu Tua

Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015

188

BAB IV

MANAJEMEN PRODUKSI

Dalam Bab IV ini dikaji bagaimana manajemen atau pengelolaan

produksi yang dilakukan oleh kelompok musik tiup Mangampu Tua dan

Tambunan Musik. Dalam hal ini yang dimaksud dengan produksi adalah

berupa pertunjukan musikal, yang terintegrasi secara erat dengan berbagai

upacara tradisi dalam adat Batak Toba di Kota Medan. Produksi pertunjukan

musikal ini mencakup penggunaan repertoar (lagu-lagu), bangunan musikal

yang dijalin antara pemain musik. Dalam kenyataan musikal tekstur sajian

musik yang dihasilkan oleh grup-grup musik tiup adalah mengacu kepada

musik homofonik khordal, yaitu berbagai alat musik atau vokal yang disajikan

secara bersama-sama mengikuti kaidah-kaidah harmoni dalam budaya musik

Barat, yang disesuaikan dengan estetika di dalam musik Batak Toba sendiri.

Dalam bab ini sebelum mengkaji manajemen produksi pertunjukan

musikal, sebagai sebuah industri jasa estetika, terlebih dahulu dideskripsikan

proses upacara adat Batak Toba, yang di dalamnya digunakan pertunjukan

musik tiup ini.

4.1 Fungsi Produksi Pertunjukan Musik untuk Memenuhi Kebutuhan Bu-

daya

Ahli teori fungsionalisme dalam disiplin antropologi lainnya, Radcliffe-

Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat dengan struktur sosial

masyarakatnya. Bahwa struktur sosial itu hidup terus, sedangkan individu-

189

189

individu dapat berganti setiap waktu. Dengan demikian, Radcliffe-Brown yang

melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat,

mengemukakan bahwa fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitas kepada

keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi

adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal, seperti yang

diuraikan Radcliffe-Brown berikut ini.

By the definition here offered ‘function’ is the contribution which a partial activity makes of the total activity of which it is a part. The function of a perticular social usage is the contribution of it makes to the total social life as the functioning of the total social system. Such a view implies that a social system ... has a certain kind of unity, which we may speak of as a functional unity. We may define it as a condition in which all parts of the social system work together with a sufficient degree of harmony or internal consistency, i.e., without producing persistent conflicts can neither be resolved not regulated (1952:181).

Sejalan pula dengan pandangan Radcliffe-Brown, pertunjukan musik

oleh grup-grup musik tiup di Kota Medan, bisa dianggap sebagai bahagian dari

struktur sosial masyarakatnya. Pertunjukan musik tiup dalam budaya

masyarakat Batak Toba ini ini adalah salah satu aktivitas yang bisa

menyumbang kepada keseluruhan aktivitas masyarakat, yang pada masanya

akan berfungsi bagi kelangsungan kehidupan budaya masyarakat pengamalnya

dalam hal ini masyarakat batak Toba di Kota Medan. Fungsinya lebih jauh

adalah untuk mencapai tingkat harmoni dan konsistensi internal.

Pencapaian kondisi itu, dilatarbelakangi oleh berbagai kondisi sosial

dan budaya dalam masyarakat Batak Toba di Kota Medan, misalnya

lingkungan yang heterogen secara etnik di kawasan ini, penguatan identitas

190

190

kumpulan etnik Batak Toba, masalah perubahan kebudayaan, transmisi nilai-

nilai religi baru (Kristen Protestan dan Katolik) yang merubah nilai-nilai religi

lama (kepercayaan kepada Debata Mulajadi Na Bolon dan berbagai Dewa),

dan masalah-masalah sosial dan kebudayaan lainnya.

4.2 Proses UpacaraAdat Batak Toba dan Penggunaan Musik Tiup

4.2.1 Tahap persiapan

Pada setiap upacara adat, selalu dibicarakan hal-hal penting yang

berkenan dengan upacara tersebut. Kesepakatan untuk menggunakan musik

dinyatakan pada waktu diadakannya rapat bersama keluarga besar yang akan

mengadakan upacara, dan kadang kala melibatkan pengurus grup musik tiup,

walau bukan satu keharusan. Setelah diadakan kesepakatan, maka diundanglah

kelompok musik tiup untuk dapat mengiringi upacara adat yang akan

dilangsungkan. Pada waktu mengundang dan membicarakan biaya

pembayaran, dijalankan tidak seperti cara mengundang pargonsi (pemain

gondang), yakni dengan memberi demban (daun sirih) yang berisikan berbagai

jenis rempah-rempah dan sejumlah besar uang tunai. Dalam hal ini, pihak

yang mengundang musik tiup hanya memberikan sejumlah uang muka yang

lazim disebut down payment (DP) sebagai perjanjian di antara kedua belah

pihak. Kadang-kadang perjanjian hanya disepakati melalui telefon dan

mengenai pembayaran dapat disampaikan melalui perantaraan atau akan

dilunasi saat pesta usai. Bahkan tidak jarang pihak pengundang hanya

mengirimkan dana DP tersebut melalui nomor rekening ketua grup musik tiup.

191

191

Kelompok pemain musik tiup kemudian mempersiapkan anggotanya

untuk memenuhi undangan yang telah disepakati bersama dengan orang yang

akan mengadakan upacara adat. Misalnya, untuk mengiringi pesta perkawinan,

kelompok musik tiup harus latihan agar tidak kehabisan persediaan lagu.

Namun adakalanya mereka tidak perlu latihan, karena dianggap telah memiliki

kemampuan memainkan lagu-lagu yang diminta. Umumnya ini dilakukan oleh

para pemain musik yang berpengalaman, termasuk di dalam grup musik tiup

Mangampu Tua dan Tambunan Musik.

Pemain musik tiup akan mencari lagu-lagu dengan suasana upacara

adat tersebut. Persiapan bagi pemain musik tiup biasanya dilakukan satu hari

penuh untuk menjaga kemungkinan terjadinya kesalahan yang akan terjadi saat

mengiringi acara-acara pada saat upacara berlangsung. Namun bagi kelompok

musik tiup lain, proses latihan tidak begitu penting karena anggapan mereka

hal itu tidak lagi sebagai hal yang harus dilakukan, karena mereka telah

menguasai kegiatan pesta adat dimaksud.

4.2.2 Tahap pelaksanaan upacara

Pada tahap ini dibuat berbagai aturan penting sesuai dengan permintaan

orang yang mengundang. Ditekankan bahwa peranan musik tiup di dalam

upacara tidak merupakan bagian dari adat, walaupun musik tiup itu mengiringi

tortor. Walaupun demikian, ada kalanya protokol yang meminta musik tiup

dalam memulai suatu repertoar lagu untuk mengiringi tortor yang sama

kedudukannya dengan protokol raja paminta pada ensembel gondang

192

192

sabangunan. Namun, sebagian peminta gondang dalam musik tiup tidak

mengucapkan prolog seperti gondang sabangunan.

Asumsi yang dikemukakan masyarakat dalam hal ini adalah karena

musik tiup dalam memulai suatu repertoar lagu untuk mengiringi tortor yang

sama kedudukannya dengan protokol raja paminta pada ensembel gondang

sabangunan. Namun, sebagian peminta gondang dalam musik tiup tidak

mengucapkan prolog seperti gondang sabangunan.

Asumsi yang dikemukakan masyarakat dalam hal ini adalah karena

musik tiup tadinya hanya digunakan di gereja beralih kepada nuansa adat,

sehingga tidak ada kata-kata yang tepat yang dibuat terhadap acara adat.

Istilah-istilah yang digunakan pada gondang juga digunakan oleh masyarakat

Batak Toba terhadap musik tiup pada berbagai upacara adat.

Pada setiap upacara adat seringkali penggunaan istilah tidak sama di

dalam berbagai upacara adat yang memakai musik tiup. Hal ini disebabkan

istilah yang digunakan sering harus disesuaikan dengan permintaan orang yang

mengundang. Kondisi ini menimbulkan ketidakseragaman pemakaian istilah

dalam upacara adat.

Dalam tahapan ini ada beberapa bentuk perlakuan untuk memberi nama

pada ensembel ini (dalam upacara perkawinan di Kota Medan), antara lain

sebagai berikut.

a. Mengadakan upacara adat dengan urutan dan tata cara seperti pada

penggunaan gondang untuk mengiringi tortor, yaitu dengan menggunakan

prolog tertentu dalam bentuk perumpamaan atau peribahasa dan kalimat

tersebut untuk meminta repertoar gondang. Kemudian setelah selesai

193

193

upacara adat dilanjutkan dengan upacara gereja atau kebaktian. Saat ini

musik tiup dipergunakan sebagai pengiring lagu-lagu gereja.

b. Mengadakan upacara gerejawi, setelah itu diserahkan kepada orang yang

mengadakan upacara adat. Dalam hal ini musik tiup hanya mengiringi

upacara gerejawi.

c. Menggunakan musik tiup hanya sebagai pengiring dalam arti hiburan pada

upacara adat tersebut, dan tidak ada kaitannya secara langsung dengan cara

kebaktian gereja maupun upacara adat.

d. Menggunakan musik tiup dengan gondang sabangunan sekaligus pada

upacara adat. Hal ini jarang sekali dilakukan.

Jenis-jenis pelaksanaan upacara adat tersebut tergantung pada

keinginan hati masyarakat yang melaksanakan upacara. Tidak ada peranan dari

kelompok musik tiup untuk mencampuri jalannya upacara adat, karena

kelompok musik tiup ini hanya berhak memainkan musik tiup sejauh mana

diminta oleh orang yang mengundang. Menurut keterangan yang diperoleh,

kelompok musik tiup sering memperoleh perlakuan seperti pemain gondang

sabangunan, yaitu menerima jambar. Perlakuan dalam memberikan jambar

pada para pemusik sudah dimulai sejak tahun 1970-an. Hal ini dilakukan untuk

memberi penghormatan sesuai adat Batak kepada dalihan natolu paopat sihal-

sihal. Perlu diketahui, itu hanya kebijaksanaan hasuhuton (pelaksana upacara),

bukan menjadi suatu syarat dan sering hal itu tidak dilaksanakan.

194

194

4.3 Produksi Musik Tiup dalam Upacara Adat Batak Toba

Salah satu faktor dipergunakannya musik tiup ini di luar gereja, ketika

pertama sekali dipakai dalam upacara adat karena keterbatasan ensambel

gondang sabangunan untuk digunakan sebagai perangkat pengiring dalam

acara adat itu. Alasan kedua, yang dianggap sebagai salah satu faktor ketika

dalam sebuah peristiwa ketika meninggalnya seorang pengusaha kaya dan

terhormat di Balige pada tahun 1950-an. Kematiannya yang belum memiliki

keturunan bagi orang Batak disebut mate ponggol, kematian yang tidak

diinginkan dalam kehidupan adat orang Batak. Hal seperti ini tidak akan

diperlakukan dengan adat Batak penuh. Sanksi yang diberlakukan menurut

konsep adat Batak, kematian seperti ini adalah tidak diadatkan, termasuk tidak

diperkenankan memakai musik dalam upacara penguburannya dengan iringan

gondang sabangunan (lihat hubungannya dengan konsep dalihan natolu).

Prestise hasangapon yang melekat membuat mereka menunjukkan

kewibawaan dengan mengundang musik tiup dalam upacara kematiannya.

Kedudukan musik tiup dalam kasus ini diperlakukan seperti pargonsi

(sebutan untuk pemain gondang sabangunan). Musik tiup dimintakan untuk

memainkan lagu-lagu ratapan andung dan lagu penghiburan kepada keluarga

yang ditinggalkan dengan repertoar bercirikan lagu-lagu rohani. Masyarakat

Batak yang menyaksikan upacara itu merasa terharu dan kagum melihat

pelaksanaan upacara tersebut. Dalam waktu yang relatif singkat timbul ide

masyarakat untuk menggunakan musik untuk alternatif pengganti gondang

sabangunan.

195

195

Bagan 4.1:Kedudukan Musik Tiup dalam Upacara Adat Batak Toba

Hal lain yang membuat musik tiup mendapat tempat dalam kegiatan

upacara adat Batak, adalah sulitnya menemukan kelompok ensembel gondang

sabangunan. Keberadaan mereka yang terbatas tidak dapat memenuhi berbagai

upacara adat Batak, karena hingga kini tidak ada dijumpai (sepengetahuan

penulis), sebuah sanggar atau lembaga pendidikan yang khusus mengajarkan

permainan perangkat ensembel gondang sabangunan secara intensif. Dalam

institusi pendidikan yang mengelola musik tradisional, didapati hanya sebatas

memberi pengertian dan mengajarkan teknik bermain dengan satu atau dua

buah lagu saja. Karena untuk menjadi seorang pemain musik dalam ensembel

gondang sabangunan, seorang musisi harus mengetahui banyak tentang adat

Batak Toba. Menjadi seorang pemusik gondang sabangunan harus melalui

proses yang sulit dan memakan waktu yang relatif lama.

196

196

4.3.1 Produksi musik tiup dalam upacara adat kematian saur matua

Pertama kali musik tiup dipakai dalam upacara adat kematian saur

matua merupakan hasil musyawarah anggota jemaat gereja, karena mereka

merasa telah bersatu dengan musik tiup yang telah pernah di dengar dan

disajikan pada saat acara kebaktian dan pada saat hari Natal dan Tahun Baru.

Mereka menganggap bahwa musik tiup dapat mempunyai dwifungsi (fungsi

ganda) di dalam penyajiannya, yaitu dalam upacara kebaktian dan upacara

adat. Musik tiup pada mulanya dipakai dalam upacara adat saur matua kira-

kira tahun 1950-an dan dipadukan dengan musik gondang sabangunan.

Pemakaian alat musik tiup ini digunakan untuk mengiringi lagu-lagu

dalam acara kebaktian dan juga dalam pelaksanaan adat secara keseluruhan.

Dalam pelaksanaan adat, musik tiup dibawakan untuk mengiringi tortor (tarian

Batak) selama upacara berlangsung. Dengan demikian musik tiup ini

merupakan alat bagi para panortor (penari) untuk melukiskan pemujaan dan

penghormatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, unsur-unsur dalihan natolu

dan juga terhadap seluruh masyarakat yang hadir pada upacara tersebut.

Sebelum unsur-unsur dalihan natolu paopat sihal-sihal (unsur kekerabatan

dalihan natolu dan unsur teman-teman yang meninggal dalam bentuk

kumpulan ataupun individu) memberikan kata-kata penghiburan kepada

keluarga berduka, mereka disambut dengan musik tiup dan tortor pihak

keluarga yang meninggal terlebih dahulu. Kerabat dalihan natolu memberikan

penghormatan kepada yang meninggal dan pihak keluarga dengan meminta

gondang pada kelompok musik tiup, sesuai dengan aturan permintaan gondang

dalam tradisi adat Batak Toba. Pada saat acara pemakaman, musik tiup juga

197

197

dipergunakan untuk mengiringi lagu-lagu yang diadopsi dari nyanyian rohani

Buku Ende orang Batak Kristen pada saat berlangsungnya pemakaman

tersebut.

4.3.2 Produksi musik tiup dalam upacara adat perkawinan

Seperti halnya dalam upacara adat saur matua, musik tiup juga

dipergunakan dalam mengiringi upacara adat perkawinan Batak Toba. Pada

upacara adat perkawinan Batak sekarang ini, musik tiup dimainkan pada saat-

saat tertentu, yaitu: (1) Pada saat penjemputan pengantin perempuan dari

rumah orangtuanya, yang dikenal dengan marsibuha-buhai. (2) Mengiringi

pengantin dari rumah menuju gereja. Prosesi ini biasanya menggunakan

kenderaan bak terbuka untuk pemain musik. (3) Pada saat pengantin memasuki

gedung pertemuan atau balai adat tempat pelaksanaan acara perkawinan adat

dilaksanakan, (4) Pada saat manjalo tumpak (menerima sumbangan partisipasi

adat dari para undangan), dan (5) pada saat mangulosi (menerima ulos dari dua

unsur dalihan natolu ditambah orang-orang yang mengasihinya).

198

198

Gambar 4.1: Suasana Musik Tiup dalam Upacara Perkawinan

Adat Batak Toba di Kota Medan

Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015

Setelah selesai upacara pemberkatan pernikahan di gereja, maka kedua

pengantin beserta keluarga dan undangan lainnya akan meninggalkan gereja

dan bersiap sedia memasuki gedung dimana upacara adat akan dilaksanakan.

Masuknya pihak pengantin dan seluruh keluarga ke rumah adat ini disambut

dengan lagu-lagu yang dimainkan oleh musik tiup. Musik tiup ini akan terus

dimainkan sampai seluruh undangan memasuki gedung, sesuai dengan

kedudukannya masing-masing dalam adat. Selain mengiringi pengantin beserta

keluarga dan undangan memasuki gedung, musik tiup juga dimainkan pada

saat manjalo tumpak yaitu upacara menerima uang oleh kedua pengantin dari

para keluarga dan undangan lainnya. Musik tiup ini terus dimainkan selama

upacara manjalo tumpak tersebut. Terakhir sekali musik tiup dimainkan untuk

mengiringi upacara mangulosi yaitu memberikan ulos kepada pengantin dan

199

199

pihaknya oleh pihak parboru (pihak perempuan). Semua lagu-lagu yang

dibawakan oleh musik tiup ini tidak bersifat terikat dan umumnya lagu-lagu

yang dibawakan adalah lagu-lagu yang sering dibawakan dalam upacara

perkawinan antara lain lagu Anakonhi Do Hamoraon di Ahu berasal dari

Tapanuli Utara, Selayang Pandang berasal dari daerah Melayu, Poco-poco dari

Indonesia Timur, Lapaloma berasal dari Spanyol atau lagu-lagu rakyat

Tapanuli yang sedang populer.

4.3.3 Produksi musik tiup bukan dalam konteks adat

Dengan hadirnya musik tiup dalam kegiatan adat Batak Toba, membuat

segelintir orang memperlakukan kelompok musik ini sebagai media pelengkap

untuk kegiatan-kegiatan masyarakat Batak lainnya. Misalnya, musik tiup

dipakai untuk kegiatan keagamaan seperti Ibadah Raya kekristenan dalam

perayaan Natal atau Paskah, kegiatan kenegaraan untuk mengiringi lagu-lagu

Nasional dalam peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Republik Indonesia,

atau lainnya, kegiatan ulang tahun perseorangan orang Batak yang sudah tua

seperti jubileum pesta pernikahan, ulang tahun orangtua, kegiatan memasuki

rumah baru bahkan pesta horja pemugaran tugu, musik tiup dipakai untuk

berbagai kegiatan ini.

Demikian musik tiup dipergunakan dalam upacara adat pada

masyarakat Batak Toba, yaitu untuk mengiringi berlangsungnya upacara adat

yang akan dilaksanakan, baik upacara adat saur matua maupun upacara adat

perkawinan ataupun kegiatan di luar konteks adat Batak seperti yang telah

dikemukakan di atas.

200

200

4.4 Teknik Bermain Musik Tiup sebagai Bagian Proses Produksi

Repertoar lagu yang akan dimainkan musik tiup dalam sebuah pesta

adat, tidak memiliki nada dasar yang sama untuk setiap permainannya. Bila

lagu yang akan dimainkan untuk mengiringi lagu-lagu rohani akan disesuaikan

dengan nada dasar yang tertera dalam buku. Bagi kelompok musik tiup yang

memiliki pengalaman bermain selama bertahun-tahun, akan memainkan lagu

sesuai dengan kelompok suaranya tanpa melihat buku pedoman. Dalam sebuah

lagu yang ditentukan oleh peminta lagu, hanya dengan menyebut judul saja

para pemain masing-masing instrumen akan mengerti nada dasar apa yang

dipakai.

Dalam beberapa kasus kelompok musik yang memiliki anggota junior

yang belum memahami nada dasar repertoar lagu atau terdapat komposisi

melodi dan progresi akor lagu yang kurang dimengerti beberapa pemain musik,

salah seorang pemain yang mengerti lagu itu akan membuat tanda-tanda (sign)

kepada kelompoknya dengan kode jari tangan. Biasanya yang menjadi leader

untuk memberi petunjuk kode penjarian ini adalah pemain musik keyboard.

Kode komunikasi ini akan membantu pemain lain untuk lebih cepat mengerti

tanda-tanda yang dimaksudkan dalam permainan musik tiup.

Sistem kode penjarian (fingering code) yaitu pemberian kode jari

dilakukan oleh pemain yang paham akan lagu dan dapat dimengerti oleh

pemain lain. Biasanya kode sign itu dilakukan oleh pemain keyboard. Di awal

lagu, pemain keyboard akan memberi aba-aba untuk menunjukkan nada dasar

yang dimaksudkan. Untuk nada dasar dari F diberi lambang dengan satu jari

201

201

jempol tegak berdiri, nada dasar Bes diberi lambang dengan dua jari tegak

berdiri, hingga empat jari tegak berdiri menurut tangga nada bertanda mula

mol. Untuk nada dasar G dilambangkan dengan satu jari jempol tegak ke

bawah, nada dasar D dilambangkan dengan dua jari tegak ke bawah hingga

empat jari ke bawah untuk tangga nada bertanda mula kres.

Dalam praktik pertunjukan musikal grup musik tiup, sistem kode

penjarian ini sangat diperlukan dalam sebuah permainan musik tiup yang

berfungsi untuk mecegah kekeliruan pemain dalam menentukan nada dasar.

Kode-kode ini dipakai untuk memberitahu kepada pemain lainnya tentang

tanda nada dasar, tanda mengakhiri atau selesainya lagu, tanda lagu yang

diulang, tanda musik tengah (interlude), tanda instrumen musik saja yang

main. Beberapa tanda yang diberi melalui kode jari.

Posisi pemain keyboard yang menjadi leader dalam sebuah kelompok

musik tiup sangat menentukan, posisinya dalam memberikan tanda atau aba-

aba harus selalu dapat telihar jelas oleh seluruh pemain musik tiup. Biasanya

dia ditempatkan di sisi depan kiri atau kanan kelompok itu. Dalam setiap grup

musik tiup, kode penjarian itu tidak selalu sama, namun banyak yang

menyerupai.

4.5 Produksi Genre Sulim Keyboard dalam Upacara Adat Batak Toba

Keboard yang dimaksud dalam tulisan ini adalah salah satu jenis alat

musik elektronik yang berasal dari kebudayaan musik barat yang hingga kini

dipergunakan dalam mengiringi pesta adat masyarakat Batak Toba. Disebutkan

sebagai alat musik elektronik karena suara atau bunyi alat musik tersebut

202

202

dihasilkan melalui gelombang listrik yang digetarkan (proses elektronik). Cara

memainkannya adalah dengan menekan bilah-bilah nada (tuts) yang terdapat

pada alat musik tersebut. Susunan bilah-bilah nada mengikuti format tuts

piano, yaitu mulai dari tuts sebelah kiri dengan nada-nada rendah dan semakin

ke kanan nadanya semakin tinggi. Pengembangan yang berasal dari instrumen

organ dalam kelompok musik synthesizer dikenal dengan nama populer yakni

keyboard.

Setiap jenis keyboard setidaknya memiliki dua unsur yang paling

mendasar, yaitu: pertama, memiliki berbagai jenis program irama (style) musik

populer, seperti: pop, rock, disco, reggae, country, rumba, waltz, dan lain-lain;

dan kedua, memiliki berbagai jenis bunyi (voice) menyerupai bunyi musik

konvensional, baik bersifat akustik, maupun bersifat elektrik, seperti: gitar,

biola, drums, flute, dan lain-lain. Kedua unsur tersebut dapat dimainkan

(dibunyikan) secara bersama-sama atau secara tersendiri oleh seorang pemain

keyboard. Dengan demikian, seorang pemain keyboard dapat memainkan

musik secara lengkap, seperti musik yang dihasilkan sebuah band. Sebuah

band biasanya terdiri dari beberapa pemain musik, tetapi alat musik keyboard

hanya dimainkan oleh seorang pemain. Hal tersebut dapat terjadi karena alat

musik keyboard memiliki berbagai sistem otomatisasi seperti cara kerja

komputer yang bersifat all in one.

Beberapa jenis keyboard juga memiliki fasilitas yang memungkinkan

seseorang pemain dapat membuat program irama musik sesuai dengan

keinginannya. Hasil program tersebut dapat disimpan di dalam hard disk

keyboard sehingga sewaktu-waktu dapat dimainkan kembali. Alat musik

203

203

keyboard memiliki beberapa merek dan kemampuan tertentu, dan semuanya

merupakan produk kebudayaan Barat.1 Jenis musik yang dimainkan adalah

musik-musik populer, baik untuk musik yang bersifat instrumentalia, maupun

sekaligus untuk mengiringi seseorang bernyanyi (penyanyi).

Dalam kebaktian, pada dasarnya alat musik keyboard sudah merata

dipergunakan dalam gereja-gereja Lutheran di Sumatera Utara. Dalam

mengiringi nyanyian di gereja, keyboard dapat dimainkan untuk sistem four

part harmony mengikut teknik bermain pipe organ atau organ elektrik.

Kemampuan alat ini, dapat menyerupai produksi suara ensemble orchestra

yang dihasilkan seperti yang diinginkan oleh pemain musik. Seperti kelompok

suara strings, brass bahkan perkusi. Walaupun dalam praktiknya, banyak

pemain musik keyboard di gereja banyak menggunakan sistem progresi akor.

Lebih jauh, penggunaannya sekarang ini selalu dihadirkan pada setiap

kelompok musik tiup, fungsi dari instrumen keyboard ini menciptakan akord

dalam bermain bersama instrumen tiup sulim sebagai pembawa melodi sesuai

dengan perjalanan akord dan gaya musik yang diinginkan dalam sebuah

pertunjukan upacara adat bagi masyarakat pemakainya.

Irama lagu yang dimainkan menyerupai permainan style dari combo

band yang diprogram dalam midi atau quantize sesuai dengan kemampuan

keyboard tersebut. Pemusik keyboard menyebutkan program ini dengan :

gocci-gocci untuk irama cha-cha yang dipergunakan untuk mengiringi tortor.

1Keyboard yang diadopsi dari sistem kerja organ. Alat musik ini tidak saja diproduksi

oleh teknologi Eropa dan Amerika, tetapi juga telah diproduksi oleh Jepang, Taiwan, dan negara-negara Asia lainnya. Negara penghasil alat musik keyboard inidapat ditandai dai berbagai merek penciptanya yang beredar di Indonesia, khususnya Sumatera Utara, seperti: Casio, Yamaha, Technics, Korg, Roland, Medeli yang diproduksi dengan berbagai varian dan pengembangannya.

204

204

Gaya yang sudah tersedia dalam menu keyboard juga dipakai dalam mengiringi

lagu-lagu rohani atau lagu permintaan dari si pemilik pesta.

Keberadaan keyboard sulim dalam berbagai upacara adat Batak Toba,

sudah dipakai secara merata karena pelaku pesta dapat mengundangnya dengan

harga yang terjangkau tanpa mengurangi nilai pesta itu dapat disebut sudah

marmusik. Bentuknya yang portable lebih memudahkan untuk memindahkan

perangkat ini memenuhi panggilan pada tempat dan keadaan yang berbeda.

4.6 Produksi Lagu-lagu

Bagi musisi musik tiup jika mereka dimintakan gondang seperti pada

pargonsi dalam mengiringi upacara adat, mereka hanya mengikuti keinginan

dari peminta gondang. Bila gondangnya bersifat sedih, seperti saur matua,

kematian atau perpisahan, mereka menyajikan repertoar lagu yang bertempo

lambat. Jika yang diinginkan adalah repertoar lagu yang gembira seperti

siriang-riang, simonang-monang dan sebagainya, mereka akan menyajikan

repertoir lagu dengan tempo yang cepat. Namun menurut pengalaman mereka

(musisi musik tiup) beberapa kali, kadang-kadang orang yang memintakan

repertoar gondang bisa saja meminta gondang yang tidak pernah ada, mereka

akhirnya memainkan lagu apa saja yang sesuai dengan perkiraan musisi

terhadap tujuan dari peminta gondang dan sebagaimana pada semua lagu-lagu /

repertoar yang mereka sajikan, trumpet akan selalu lebih dulu membawakan

melodi, baru semua instrumen yang lain mengikuti.

Komposisi repertoir musik tiup, sejauh ini belum ada yang diciptakan

secara khusus untuk musik tiup. Semua komposisi lagu dalam repertoar musik

205

205

tiup adalah diambil dari lagu-lagu daerah lagu-lagu rohani Kristen, lagu-lagu

pop, bahkan lagu-lagu dari mancanegara.

Tabel 4.1: Produksi Berupa Substitusi Repertoar Lagu Musik Tiup Batak Toba di Kota Medan

No Judul Lagu Bentuk Repertoar Daerah 1 Tangan do Botohon Non Teks Mula-mula/somba Batak Toba 2 Pantun do Mula ni Ngolu Teks Mula-mula/somba Batak Toba 3 Sihutur Sanggul Non Teks Mangaliat Batak Toba 4 Tumba Sirege Tumba Non Teks Mangaliat Batak Toba 5 Sibukka Main Non Teks Mangaliat Batak Toba 6 A Tene Botou Teks Mangaliat Simalungun 7 Sapu Tangan Teks Mangaliat Batak Toba 8 Siantar Simalungun Teks Monang-monang Batak Toba 9 Ketabo Teks Monang-monang Mand. Angkola

10 Sinanggar Tullo Teks Monang-monang Batak Toba 11 Si Boru Enggan Teks Siriang-riang Mand. Angkola 12 La pa Loma Teks Siriang-riang Spanyol 13 Balendang Paca-paca Teks Siriang-riang Ambon 14 Siantar Man Teks Siriang-riang Pop Indonesia 15 Goyang Anak Deli Teks Siriang-riang Melayu 16 Biring Manggis Teks Siriang-riang Karo 17 Tirismo Teks Siriang-riang Pakpak 18 Namarbaju na so malo Teks Siriang-riang Batak Toba 19 Anak Medan Teks Siriang-riang Batak Toba 20 Tolu Sahundulan Teks Sampurnameme Simalungun 21 Si Tolu Sada Ina Teks Sampurnameme Batak Toba 22 Si Raja Nai Ambaton Teks Sampurnameme Batak Toba 23 Si Raja Lontung Teks Sampurnameme Batak Toba 24 Eme ni Simbolon Teks Sampurnameme Batak Toba 25 Marragam-ragam Teks Sampurnameme Batak Toba 26 Anakonhi do Hamoraon Teks Saur Matua Batak Toba 27 Ida Gambir Teks Parorot Simalungun 28 Boru Hasianku Teks Parorot Batak Toba 29 Ulos Pansamot Teks Parorot Batak Toba 30 Di Aekk si Bulbulan i Teks Parorot Batak Toba 31 Parombus-ombus do Teks Sibane-bane Batak Toba 32 Selayang Pandang Teks Sibane Band Melayu 33 Malala Rohangki Teks Parsirangan Batak Toba 34 Dang Gulut di Arta Teks Sitorop Pinoppar Batak Toba 35 Ema da Tutu Non Teks Hasahatan/Sitio-tio Batak Toba 36 Sahat-sahat ni Solu Teks Hasahatan/Sitio-tio Pop Indonesia

Tidak ada konsistensi bahwa lagu-lagu tersebut dipakai dalam judul

baru, dia bisa berpindah “sesuka hati” menurut pemainnya. Lagu-lagu itu akan

dapat berubah pada saat yang berlainan. Misalnya, pada saat lagu yang dipakai

206

206

sebagai repertoir gondang mula-mula adalah tangan do botohon, tetapi di saat

berikutnya repertoar gondang mula-mula sudah menjadi lagu pantun do mula

ni ngolu, demikian juga sebaliknya. Pola kadensa yang umum digunakan dalam

repertoar musik tiup, dengan lagu sahat-sahat ni solu memiliki karakteristik

berbeda pada setiap daerahnya.

Mangampu tua yaitu dahulu ada latihan musik dikantor 1xseminggu

dari jam 2 sampai jam 5 tetapi sekarang tidak ada lagi kecuali ada lagu yang

baru harus latihan. Lagu-lagu yang sering dinyanyikan Kasihnya Seperti

Sungai, Hupuji Ma Haleluya, Anak Medan, Marolop-olop, Hamamere, dan

lain-lainnya. Berikut adalah contoh produksi lagu Gondang Mula-mula yang

disajikan di dalam ensambel musik tiup.

207

207

Notasi 4.1:

GONDANG MULA-MULA

(SOMBA-SOMBA)

MM ♪ = 130 Disajikan Oleh: Tambunan Musik

208

208

Dilihat dari sajian di atas, secara umum tekstur musik disajikan secara

polifoni. Digunakan dua saksofon, yaitu saksofon alto dan saksofon tenor, kedua-

duanya membawakan melodi yang berbeda dan ritme yang berbeda pula. Namun

bersama trumpet, sausafon, dan trombon—membentuk jalinan harmoni polifoni.

Sementara itu trombon membawakan teknik up beat yang dalam ensambel

gondang sabangunan dilakukan oleh ogung doal. Sausafon selain memberikan unsur

harmoni sekali gus juga melakukan teknik apergiasi, yaitu memainkan nada-nada akor

tetapi dalam jalinan melodi dan ritmik yang diulang-ulang

Gambar 4.2: Salah Satu Pertunjukan Musik Tiup

Mangampu Tua di Kota Medan

Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015

209

209

Lagu-lagu yang dibawakan sesuai dengan permintaan pemesan yang

paling sering dibawakan pada pesta yaitu lagu yang lazim dipertunjukkan

dalam ensambel uning-uningan, yaitu: Sakkae Horbo, Pinasa Sidung,

Dungon,dan lain-lainnya. Begitu juga dengan lagu-lagu opera Batak, seperti:

Raja Doli, Tinittip Sanggar, Hotel, Sawan, dan lain-lainnya.

4.7 Produksi Tambahan

Adapun manajemen produksi yang dihasilkan oleh grup musik

Tambunan yaitu shooting video, fotografi, musik tiup, sulim keyboard (sulkib),

dan musik tiup ditambah gondang. Sedangkan manajemen produksi yang

dihasilkan grup musik Mangampu Tua yaitu shooting video, fotografi, musik

tiup ditambah gondang, les (kursus) saxophone, catering pesta, menyewakan

ulos, serta menyewakan sound system. Adapun masalah-masalah yang dihadapi

dalam manajemen produksi ini yaitu kerusakan alat sound system yang

disewakan karena tidak dijaga dengan baik oleh si penyewa. Produksi yang

dihasilkan ini paling sering dipakai oleh masyarakat Batak pada umumnya

untuk acara pernikahan, ulang tahun pernikahan dan upacara kematian saur

matua.

210

210

Gambar 4.3: Penulis Bersama Kelompok Musik Tiup Mangampu Tua

Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015

211

BAB V

MANAJEMEN PEMASARAN

Dalam hukum ekonomi, baik ekonomi mikro maupun ekonomi mikro,

pemasaran menjadi ujung tombak sebuah usaha, termasuk

perusahaaperusahaan besar, seperti halnya Badan Usaha Milik Negara, maupun

usaha-usaha menengah dan kecil, seperti halnya grup-grup musik tiup di dalam

kebudayaan Batak Toba. Pemasaran berkait erat bagaiman memperkenalkan

produk baik barang maupun jasa kepada para konsumen.

Dalam kaitannya dengan pemasaran di dalam grup-grup musik tiup

Batak Toba di Medan ini, maka setiap grup memiliki sendiri kebijakan mereka

dalam pemasaran. Namun demikian, secara umum, pemasaran yang mereka

lakukan umumnya mencakup: (a) promosi, (b) media dan sarana pengenalan

kelompok musik tiup, (c) negosiasi biaya pertunjukan, (d) pengenalan

pimpinan dan pemusik, dan hal-hal sejenisnya.

5.1 Diberitakan secara Lisan

Manajemen pemasaran yang dilakukan kedua kelompok musik tiup ini,

yaitu Mangampu Tua dan Tambunan Musik adalah melalui aspek-aspek

kelisanan. Dalam hal ini, keberadaan kedua kelompok musik tersebut

disampaikan oleh para pengurus (pimpinan dan seniman musik) kepada semua

orang yang dikenal atau baru dikenalnya.

Isi pesan komunikasi lisan dalam hal ini adalah tentang adanya grup

musik yang mereka adalah sebagai anggota grup tersebut. Kemudian kepada

212

212

orang yang menerima pesan (komunikan) yang nantinya diharapkan akan

mengundang atau menggunakan jasa seni pertunjukan musik grup ini,

diceritakan tentang keberadaan grup musik tiup tersebut, terutama keunggulan-

keunggulannya baik dari sisi keunggulan produk maupun harga. Namun dalam

hal ini menurut kedua pimpinan kelompok musik tiup tersebut, mereka tidak

menjelek-jelekkan kelompok lain, atau berpromosi negatif terhadap grup musik

lain, dan berpromosi positif terhadap kelompok musik mereka sendiri. Mereka

hanya mengkomunikasikan apa-apa yang menjadi keunggulan di dalam

kelompok ini. Termasuk juga pengalaman-pengalaman grup tersebut

melakukan pertunjukan.

Satu hal yang penting dicatat di sini, umumnya dalam menceritakan

pengalaman grupnya ini, para penyampai pesan selalu menceritakan

pengalaman-pengalaman mereka diundang mengisi pertujukan musik pada

upacara-upacara pejabat (eksekutif, legislatif, maupun yudikatif) baik di

peringkat kabupaten dan kota, provinsi, maupun nasional. Tujuan utama

promosi kelisanan seperti ini adalah untuk meyakinkan secara psikologis

terhadap para calon pengundang mereka selanjutnya.

Menurut penjelasan dua kelompok musik tiup ini, yaitu Bapak M.

Silaban untuk Mangampu Tua dan S. Tambunan untuk Tambunan Musik, jika

orang yang diberikan informasi tersebut faham dan bisa berbahasa Batak, maka

mereka cenderung menggunakan bahasa Batak. Jika sebaliknya, tidak begitu

faham bahasa Batak, maka mereka cenderung menggunakan bahasa nasional

yaitu bahasa Indonesia.

213

213

Selanjutnya menurut penjelasan keduanya, sasaran komunikasi atau

komunikan dalam strategi pemasaran ini adalah khalayak batak Toba pada

umumnya. Pemasaran secara lisan ini juga dilakukan kepada jemaat gereja-

gereja Batak Toba, terutama HKBP. Mereka juga selalu mendiskusikannya

dengan para pendeta mengenai kedudukan musik tiup yang selaras dengan

ajaran-ajaran Kristen. Dalam rangka promosi adakalanya kedua kelompok

musik tiup ini menawarkan diri untuk bermain musik secara gratis untuk

kepentingan gereja. Mereka berharap bahwa masyarakat Batak Toba secara

umum memiliki persepsi bahwa mereka juga perduli terhadap pelayanan dan

pewartaan Injil di manapun. Mereka tidak semata-mata menjadikan musik tiup

ini sebagai murni sarana bisnis.

Kemudian mereka juga berpesan kepada para warga Batak Toba yang

telah menerima cerita tentang grup musik ini untuk menceritakan lebih jauh

kepada para komunikan selanjutnya. Jadi pola komunikasi interpersonal, dan

komunikasi berbagai arah sangat diharapkan terwujud dalam konteks

mengenalkan grup musik tiup ini.

5.2 Promosi Melalui Kartu Nama dan Plankat

Selain itu manajemen pemasaran yang dilakukan grup musik tiup

Mangampu Tua dan Tambunan Musik adalah memberikan kartu-kartu nama

yang telah mereka cetak, kepada keluarga atau saudara-saudara dekatnya. Juga

membagi-bagikan kartu nama pada saat acara pesta kumpulan keluarga.

Selain itu, kedua kelompok musik tiup ini membuat plankat grup musik

yang dipancangkan di depan jalan besar markas kegiatan mereka, yang dapat

214

214

terlihat oleh orang banyak. Seterusnya teknik promosi dalam rangka pemasaran

ini adalah dengan cara mengunjungi kenalan atau saudara yang sudah sakit,

terutama dalam kondisi sakit parah (biasanya dirawat di rumah sakit), agar

menggunakan grup musiknya dalam berbagai upacara adat Batak. Menurut

penjelasan kedua grup musik tiup ini, biasanya yang terjadi seringkali pihak

keluarga dekat grup musik ini meminta diskon ataupun meminta harga yang

miring dari harga sebenarnya sehingga membuat grup musik ini kadang

mengalami berkurangnya uang masuk bagi grup musik ini.

Berikut ini adalah isi yang terdapat di dalam kartu nama kedua grup

musik tiup yang menjadi kajian di dalam tesis ini.

(A) Mangampu Tua, isi kartu nama mereka adalah yang pertama nama

grum itu sendiri. Kemudian diikuti dengan alamat lengkapnya di Kota

Medan ini. Baru kemudian adalah nomor telefon maupun handphone

yang biasa dihubungi dalam rangka memesan produksi pertunjukan

musik mereka. Sesudah itu jasa-jasa atau produksi apa saja yang bisa

dilayani oleh kedua grup musik tiup ini. Lengkapnya isi kartu nama

Mangampu Tua adalah sebagai berikut.

Jal

MANGAMPU TUA MUSIK Jln. Bahagia No. 23/ Jln. A.R. Rahman Hakim,

No. 324 Medan Telepon: (061)7364125

HP: 08120649931 Menyediakan jasa musik keyboard untuk semua upacara

dalam adat Batak, shooting video, foto, catering, dan lain-lain.

215

215

Seterusnya ini kartu nama grup musik tiup Tambunan Musik ini adlaah

sebagai berikut.

Jal

Selain kartu nama, kedua kelompok musik ini juga menggunakan media

plankat grup. Pesan komunikasi atau isi informasi dari plankat nama ini, juga

tidak jauh berbeda dengan kartu nama grup musik tiup tersebut. Di dalam

plankat nama ini tertera nama grup. Kemudian disusul dengan alamat lengkap

markas (kantor) mereka di Kota Medan ini. Setelah itu nomor telefon yang bisa

dihubungi untuk memesan mereka jika diperlukan jasa pertunjukan musiknya.

Selengkapnya kedua plankat dari kedua grup musik tiup ini dapat dilihat pada

dua gambar berikut.

TAMBUNAN MUSIK Jln. Menteng Raya

Gang Samaria No, 2 Medan

HP: 08126411404 Menyediakan pertunjukan musik keyboard untuk acara-

acara dalam adat Batak, shooting video, foto, catering, dan lain-lain. Dijamin memuaskan.

216

216

Gambar 5.1: Plankat Mangampu Tua Musik di Depan

Halaman Rumah M. Silaban

Sumber: Dokumentasi, Elisabeth Purba, 2015

217

217

Gambar 5.2: Plankat Tambunan Musik di Depan

Halaman Rumah S. Tambunan

Sumber: Dokumentasi, Elisabeth Purba, 2015

218

218

5.3 Strategi Pemasaran dengan Diskon Biaya Pertunjukan

Seterusnya selain dari media komunikasi kartu nama dan plankat, maka

kedua kelompok msuik tiup di Kota Medan ini juga menawarkan diskon biaya

pertunjukan, yang besarannya adalah tidak melebihi 10 % dari harga biasa atau

harga standar. Tujuan utama diskon ini adalah untuk menarik peminat yang

akan memakai jasa mereka dalam sebuah upacara adat atau acara lainnya di

dalam kebudayaan Batak Toba.

Menurut tuturan kedua pemimpin grum ini, dengan strategi promosi

dengan diskon, maka itu akan dapat menaikkan jumlah konsumen atau calon

penanggap mereka untuk berbagai keperluan budaya Batak Toba ini. Strategi

diskon ini mereka akui sebagai salah satu bentuk kegiatan ekonomi di bidang

apapun. Tujuannya untuk lebih menarik minat konsumen dan juga

menyesuaikan dengan kemampuan keuangan konsumen.

5.4 Perluasan Genre Produksi Pertunjukan Musik

Grup musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan Musik walaupun

mengkhususkan aliran musiknya kepada tradisional Batak Toba. Namun,

mereka juga meningkatkan kualitas dan kuantitas musik dalam grup musik

Tambunan dan Mangampu Tua, ke arah yang lebih baik dan lebih luas lagi

agar semua masyarakat bisa menikmati tidak hanya suku Batak Toba saja.

Menurut penjelasan kedua pemipin grup ini, semakin majunya

perkembangan musik di Indonesia ke arah musik yang lebih modern seperti

jazz, R&B (Rhythm and Blues), rock’nroll, pop, maka tentu saaj untuk

mengikuti perkembangan tersebut, kelompok musik tiup Batak Toba ini juga

219

219

mengadopsi pertunjukan dari genre-genre tersebut yang disesuaikan dengan

kebutuan upacara dan acara di dalam kebudayaan. Dengan strategi seperti ini,

mereka pun mempromosikanya dalam manajemen pemasaran, sehingga banyak

orang menghendaki dan memesan pertunjukan musikal mereka dalam fungsi

yang terus meluas dari waktu ke waktu.

5.5 Promosi Melalui Cara Menjaga Kepercayaan Pelanggan

Selain itu, dalam meningkatkan daya saing, kedua grup ini melakukan

strategi pemasaran dengan cara menjaga kepercayaan pelanggan. Strategi ini

mencakup aspek psikologis, artistik, teknis, dan religius.

Menurut penjelasan dari kedua pimpinan grup musik tiup ini, dalam

rangka menjaga kontinuitas kebaradaan mereka, salah satu strategi pemasaran

yang mereka lakukan adalah dengan cara menjaga kepercayaan pelanggan. Ini

bermakna bahwa pelanggan adalah orang yang telah percaya kepada mereka,

baik dari segi kedekatan psikologis maupun pertunjukan musikal yang mereka

tampilkan. Kedekatan psikologis dengan para pelanggan tersebut dilakukan

dengan cara berkomunikasi saat-saat tertentu atau ketika mereka dalam waktu

luang berdiskusi atau berbincang-bincang segala hal di dalam konteks

kebudayaan, baik itu isu-isu: politik, ekonomi, seni, sosial, budaya, dan lain-

lain. Semua ini dilakukan agar silaturrahmi (hubungan sosial) tetap terjaga dan

mereka menjadi semakin dekat lagi. Dampak positifnya, jika si pelanggan atau

kerabatnya memerlukan pertunjukan musik untuk upacara adat atau acara

lainnya di dalam kehidupan mereka, maka pasti saja akan menggunakan grup

musik tersebut.

220

220

5.6 Menjaga Kualitas Pertunjukan

Seterusnya dalam strategi pemasaran ini, yang tidak dilakukan secara

langsung adalah dengan cara setiap grup musik tiup ini menjaga kualits

pertunjukan. Yang mereka maksud dengan kualitas pertunjukan adalah

pertujukan musikal grup musik tiup yang mencakup: rapi dan teraturnya

pertunjukan, komposisi musik yang estetik menurut selera orang-orang Batak,

penggunaan lagu-lagu yang sesuai dengan tuntutan zaman, juga memelihara

lagu-lagu tradisi sebagai identitas yang memperkuat kebudayaan Batak.

Begitu juga kualitas penampilan di panggung yang mencakup sound

system yang baik, penampilan pemusik dan penyanyi dengan baik, jika perlu

dalam pertunjukan di waktu malam dikelola tata cahaya dan tata panggung

yang eksotik dan menarik. Selain itu juga tata busana, make-up, gaya

panggung, dan sejenisnya dijaga kualitasnya oleh grup-grup musik tiup di Kota

Medan ini. Seterusnya dalam rangka menjaga kualitas tersebut, walau mereka

tidak melakukan latihan, karena hampir setiap hari ada pesanan pertunjukan

musik kepada mereka, mereka pun terus mengasah ketrampilan (virtuoso)

bermusiknya, termasuk juga penggarapan komposisi-kompoisi musik dengan

pengalaman-pengalaman dan ilmu musik yang baru. Demikian salah satu

strategi pemasaran yang mereka lakukan.

5.7 Menyediakan Berbagai Pilihan Biaya Pertunjukan

Seterusnya, dalam rangkla strategi pemasaran ini, maka kedua grup

musik tiup tersebut yaitu Mangampu Tua dan Tambunan Musik, menyiasati

221

221

kemampuan ekonomis dan selera konsumen dengan cara menyediakan

berbagai bentuk pertunjukan dengan biaya yang berbeda-beda. Hal ini mereka

lakukan berdasarkan pengalaman di lapangan. Bahwa di antara para konsumen

tersebut ada yang menginginkan bentuk pertunjukan yang sederhana saja

seperti genre sulkib (sulim dan keyboard), atau keyboard dan trio vokal. Yang

penting bagi mereka dalam upacara yang mereka selenggarakan disertai dan

diwarnai pertunjukan musikal yang berciri Batak, namun dengan bentuk dan

tampilan yang relatif sederhana.

Selain itu, grup-grup musik ini juga menyediakan pertunjukan musik

yang lengkap, yang terdiri dari pemain dan pemusik: trumpet, saksofon,

trombon (bisa ditambah sausafon) untuk kategori brass atau tiupnya, ditambah

drum trap set, gitar bas, keyboard, bila perlu ada penyanyi. Tak jarang

ensambel yang dianggap lengkap ini, perlu dilengkapi lagi dengan ensambel

gondang sabangunan. Itu semua menyesuaikan dengan permintaan konsumen,

yang tentu saja berdasar kepada kemampuan ekonomi, selera musikal, filsafat

interksionisme simbolik, dan sejumlah faktor budaya dan sosial lainnya.

Demikian kira-kira kajian manajemen pemasaran grup musik tiup Mangampu

Tua dan Tambunan Musik.

222

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Setelah diuraikan dan dikaji secara meluas dan mendalam dari Bab I

sampai V, maka pada Bab VI, disimpulkan hasil penelitian yang penulis

lakukan terhadap dua grup (kelompok) musik tiup di Kota Medan, yaitu

Mangampu Tua dan Tambunan Musik. Adapun kesimpulan ini dibuat untuk

menjawab secara umum tiga pokok masalah yang telah ditetapkan di bab satu.

Ketiga pokok masalah tersebut adalah: manajemen organisasi, manajemen

produksi, dan manajemen pemasaran. Hasilnya disimpulkan sebagai berikut.

(A) Manajemen organisasi Mangampu Tua berdasarkan kepada

manajemen tradisi kelompok-kelompok musik yang lazim terdapat di dalam

kebudayaan Batak Toba. Manajemennya sangat tergantung kepada ketua atau

pemimpin organisasi musik tiup ini, bahkan ketua ini selalu juga dijuuki

sebagai pemilik organisasi musik tiup. Dalam hal ini Mangampu Tua diketuai

dan dimiliki oleh M. Silaban. Namun demikian, wewenang keorganisasian

tidak menumpu secara penuh kepada pimpinan grup. Di dalam grup

Mangampu Tua ini diangkat pula seorang pemimpin musik, yang

menanggungjawabi pertunjukan dan pembagian honor pemain. Ketua

kelompok ini tampaknya ingin membagi kekuasaan dan wewenang organisasi

kepada anggotanya. Di bawah ketua musik, ada beberapa pemusik, baik itu

pemusik alat-alat tiup: saksofon, trombon, trumpet, sulim, maupun pemusik

petik dan ritmik: gitar bas, gitar string, dan gondang, jua pemusik elektrofon

yaitu pemain keyboard. Secara organisatoris, ketika awal perkembangan musik

223

223

tiup dan mengalami kejayaan, sebahagian besar pemain musik adalah anggota

tetap grup ini, namun kini sesuai perkembangan zaman ketika begitu banyak

muncul grup-grup sejenis yang mengakibatkan kurangnya pesanan

pertunjukan, maka sebahagian besar pemain musik Mangampu Tua bersifat

freelance.

Sementara tidak begitu jauh berbeda dengan Mangampu Tua, kelompok

musik tiup Tambunan Musik juga mendasarkan organisasi sebagaimana yang

lazim organisasi kesenian yang terdapat dalam budaya Batak Toba, yang

menumpukan peran utama kepada pemimpin grup. Dalam hal ini pemimpin

tersebut adalah Bapak S. Tambunan. Sedikit agak berbeda dengan Mangampu

Tua yang merekrut anggota (pemusik) berdasarkan pertemanan dan keahlian

bermusik, maka kelompok musik tiup Tambunan Musik, menurut penulis lebih

mengedepankan anggota-anggota satu marga yaitu marga Tanmbunan, walau

tidak semuanya. Alasan keluarga dan kekerabatan adalah menjadi dasar

perekrutan dan penetapan anggota. Kemudian juga agak berbeda dengan

Mangampu Tua yang membagi unsur organisasi ke dalam tiga golongan, yaitu

ketua grup, ketua pemusik, dan para pemusik—maka grup Tambunan musik

hanya menggunakan dua unsur organisasi saja yaitu ketua grup, dan pemusik.

Namun demikian, untuk mengawal jangan sampai terjadinya kekosongan

pemain, grup ini membagi dua kelompok pemain musik, yaitu mereka yang

semi tetap dan mereka yang freelance.

Masih dalam kaitan manajemen organisasi ini, terutama manajemen

keuangannya, Mangampu Tua membagi pendapatan dengan besaran yang

sedikit lebih besar dibanding dengan Tambunan Musik, yaitu kepada pemilik

224

224

(pemimpin) yaitu 30%, sisanya 70% dibagi-bagi untuk semua pemain musik.

Sebaliknya, pada grup Tambunan Musik, 20 % untuk pemilik, dan 10% untuk

transportasi juga disetor ke pemilik, jadi kumulatif 30%. Sisanya yang 70%

dibagi sama rata kepada seluruh pemusik. Ini yang sedikit membedakan

manajemen keuangan kedua grup musik tiup ini.

(B) Manajemen produksi Mangampu Tua dan Tambunan Musik adalah

relatif sama. Produksi yang dihasilkan kedua kelompok musik tiup ini adalah

berbentuk pertunjukan musikal. Lagu-lagu yang disajikan adalah lagu-lagu

Batak Toba tradisi, lagu populer Batak Toba, lagu-lagu populer daerah

Sumatera Utara, lagu-lagu daerah lain dari Nusantara, lagu-lagu populer

nasional, bahkan lagu-lagu populer dunia.

Dalam rangka memproduksi pertunjukan musikal ini, baik kelompok

musik tiup Mangampu Tua maupun Tambunan Musik selalu melihat dalam

konteks upacara apa produksi tersebut disajikan. Jika untuk upacara yang

bersifat ritual, maka produksi pertunjukan musikal ini akan menggunakaan

repertoar-repertoar yang lazim digunakan di dalam tradisi ritual tersebut,

namun ditambah dengan lagu-lagu lainnya ketika masuk ke acara yang bersifat

hiburan.

Pada era-era awal pertumbuhan kedua kelompok musk tiup ini, ada

jadwal-jadwal latihan khusus dalam rangka memproduksi pertunjukan musikal

yang digunakan untuk berbagai upacara di dalam adat Batak Toba di Medan

atau di luar Medan. Namun seiring berjalannya waktu dan seringnya mereka

melakukan pertunjukan sesuai dengan pesanan dari para pihak penyelenggara

upacara, maka mereka merasa tidak perlu melakukan latihan, karena rata-rata

225

225

setiap harinya mereka melakukan pertunjukan dan bertemu di dalam

pertunjukan tersebut. Maka bagi mereka, pertunjukan musikal tersebut adalah

juga sekaligus sebagai sarana latihan dalam rangka mendukung produksi seni

pertunjukannya.

(C) Manajemen pemasaran yang dilakukan kedua kelompok musik tiup

ini dapat dikatakan sama. Keduanya menggunakan cara pemasaran melalui: (i)

diberitakan secara lisan, (ii) promosi melalui kartu nama dan plankat; (iii)

strategi pemasaran dengan diskon biaya pertunjukan; (iv) perluasan genre

produksi pertunjukan musik; (v) promosi melalui cara menjaga kepercayaan

pelanggan; (vi) menjaga kualitas pertunjukan, dan (vii) menyediakan berbagai

pilihan biaya pertunjukan

6.2 Saran

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh

karena itu, dengan rendah hati penulis bersedia untuk diberikan saran atau

kritik yang membangun agar tulisan ini lebih baik lagi. Penulis juga

memberikan saran kepada masyarakat Batak Toba agar kiranya tetap

memelihara dan memberikan perhatian terhadap kebudayaan yang ada baik

seni musik, seni vokal, tortor, sastra, dan lain-lainnya.

Khusus dalam menyikapi keberadaan musik-musik tipu di dalam

kebudayaan Batak Toba, termasuk yang berada di Medan, yang sebenarnya

mereka memiliki berbagai masalah, maka diperlukan solusi-solusinya seperti

saran berikut ini.

226

226

(i) Solusi dalam menangani masalah banyaknya muncul grup musik tiup.

Semakin berkembangnya zaman, semakin berkembang pula grup musik tiup di

kota Medan. Oleh karena itu, grup musik Tambunan dan Mangampu Tua harus

memiliki kualitas dan keunikan yang berbeda dari grup musik yang lainnya

agar mereka dapat tetap dikenal sebagai salah satu musik tiup yang berciri khas

yang unik dengan grup musik lainnya. Adapun usaha yang dilakukan oleh grup

musik tiup Tambunan yaitu mereka membuat grup musik tiup yang berciri

khas tradisional adat upacara Batak Toba dengan harga yang dapat dijangkau

oleh semua lapisan masyarakat. Hal ini juga dilakukan oleh grup musik

Mangampu Tua, mereka juga mempunyai ciri khas traadisional adat upacara

Batak Toba dengan harga yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.

Tetapi alat musik tradisional Mangampu Tua lebih lengkap dari pada alat

musik tradisional Tambunan karena Mangampu Tua memiliki alat tradisional

kecapi.

Grup musik tiup Tambunan dan Mangampu Tua memiliki kesamaan

dan letak lokasinya berdekatan sehingga mereka saling bersaing. Dan disini

dibutuhkan pelayanan yang baik dan dapat menarik perhatian semua

masyarakat. Keahliaan dan keramahtamahan para pemain musik juga

diperlukan untuk mengambil rasa simpatik masyarakat untuk menggunakan

jasa grup musik ini dengan nyaman dan dapat bertahan lebih lama dikalangan

semua masyarakat.

Grup musik tiup Tambunan dan Mangampu Tua juga harus

mempromosikan grup musiknya dengan membuat kartu nama dan brosur agar

227

227

semua masyarakat dapat mengetahui dan dapat menggunakan jasa grup musik

tiup Tambunan dan Mangampu Tua.

(ii) Solusi dalam menangani masalah sistem manajemen sumber daya

manusia. Sumber daya manusia yang ahli dan terampil sangat dibutuhkan di

dalam semua organisasi manapun. Sumber daya manusia yang ahli dan

terampil akan pasti membawa keberuntungan dan keberhasilan bagi organisasi

tersebut karena mereka bekerja dan berkarya dengan penuh tanggung jawab

dan dengan profesional. Demikian juga halnya dengan organisasi budaya seni,

organisasi budaya seni membutuhkan para pemusik yang ahli, terampil,

profesional dan penuh tanggung jawab.

Untuk membentuk karakter sumber daya manusia diperlukan

pengembangan karakter yang baik, pengarahan, motivasi dan masukan yang

baik agar seseorang tersebut dapat menjadi sumber daya manusia yang lebih

baik lagi dalam mengembangkan kepribadiannya. Pribadi yang baik akan

membuat nama organisasi tersebut terkenal citranya dengan baik oleh

masyarakat sehingga masyarakat nyaman untuk menggunakan jasa grup musik

tradisional Tambunan dan Mangampu Tua. Grup musik Tambunan sudah

sangat terkenal bagi masyrakat karena grup musik Tambunan merupakan salah

satu grup musik tiup yang paling lama di kota Medan dan grup musik

Mangampu Tua juga merupakan grup musik yang sudah dikenal masyarakat.

(iii) Solusi dalam menyelesaikan masalah manajemen produksi

pertunjukan pentas seni grup Mangampu Tua dan Tambunan Musik. Pentas

seni yang baik dan bagus sangat mendukung pertunjukkan seni yang dilakukan

para pemusik. Peralatan dan perlengkapan musik yang baik dan bagus juga

228

228

mempengaruhi bagus atau tidaknya pertunjukkan seni tersebut. Dengan

demikian pentas yang layak pakai itu harus mendukung berjalannya

pertunjukkan seni seperti ruangan yang layak pakai tidak terlalu kecil, listrik

yang baik, keamanan yang baik, peralatan musik yang baik dan tata letak yang

baik.

(iv) Solusi dalam menangani masalah manajemen keuangan dan sistem

penggajian. Manajemen keuangan yang baik juga mempengaruhi maju atau

tidaknya suatu organisasi. Demikian halnya dengan grup musik Tambunan dan

Mangampu Tua jika manajemen keuangannya baik maka keuangan dan

kesejahteraannya meningkat juga. Gaji dan honor para pemusik dibagi rata

bagi pemilik musik yaitu 70 % untuk Mangampu Tua dan Tambunan Musik 80

%. Pemilik membagi sama gaji para pemusik karena agar tidak ada yang

merasa dikhususkan jadi semua pemusik sama bagi pemilik. Jadi disini tidak

ada istilah pemusik yang senior dan junior karena para pemusik tidak terikat

kontrak tetapi sistem bebas memilih kerja kepada grup mana saja (freelance).

Tetapi kadang kala pemilik kesulitan untuk mencari para pemusik sehingga

solusi dalam masalah ini harus ada dibuat para pemusik yang menetap dan

terikat kerja sama jadi apabila mereka dipanggil bermain musik mereka tidak

berhalangan jika mereka berhalangan harus mencari pengganti mereka.

(v) Solusi dalam menangani masalah manajemen produksi. Adapun

solusi dalam masalah manajemen produksi khususnya dalam hal menyewakan

alat-alat musik dan sound system yaitu dengan memberikan sanksi atau

hukuman bagi penyewa jika terjadi hal-hal yang tidak memungkinkan seperti

kerusakan ataupun hilangnya alat-alat musik dan sound system. Sanksi atau

229

229

hukuman ini harus secara tertulis dan harus memakai matrai kedua belah pihak

yang memberikan sewa dan yang si pemakai barang sewaan. Dengan demikian

kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan.

(vi) Solusi dalam menyelesaikan masalah manajemen pemasaran.

Manajemen pemasaran yang baik akan mempengaruhi meningkatnya produk

penjualan suatu organisasi. Demikian halnya dengan organisasi seni,

pemasaran yang baik dan semakin banyaknya promosi akan dikenal

masyarakat banyak dan banyak masyarakat akan menggunakan jasa grup

musik tersebut. Grup musik Tambunan dan Mangampu Tua melakukan

pemasaran grup musiknya dengan membuat kartu nama, brosur, dan plankat di

jalan besar yang dapat dengan mudah dilihat masyarakat banyak. Grup musik

Tambunan dan Mangampu Tua juga melakukan promosi kepada pihak

keluarganya seperti di Serikat Tolong Menolong (STM) acara keluarga dan

juga di gedung-gedung pesta serta di gereja. Grup musik Tambunan dan

Mangampu Tua juga melakukan promosi di rumah sakit jika ada pihak

keluarga yang tidak ada lagi harapan untuk hidup dan sudah tua mereka

menawarkan grup musik mereka dan katering mereka. Namun yang menjadi

masalah dalam pemasaran ini tidak semua orang mengenal grup musik ini

karena itu diperlukan juga pemasaran melalui radio dan koran sehingga banyak

masyarakat lebih lagi mengenal grup musik ini.

(vii) Solusi Dalam menangani masalah manajemen pembagian tugas.

Pembagian tugas diatur oleh pemilik grup musik Tambunan dan Mangampu

Tua. Adapun tugas yang diberikan kepada pemain musik yaitu setiap ada

pesanan panggilan untuk bermain musik maka para pemusik sudah ditentukan

230

230

untuk bermain musik contonya X bermain keyboard, Y bermain kecapi, Z

bermain trombone, W bermain saksopon, R bermain drum, dan S bermain gitar

bass dan seterusnya. Jika salah satu pemain musik berhalangan maka pemain

musik harus mencarikan penggantinya agar hal ini tidak menjadi masalah bagi

grup musik Tambunan dan Mangampu Tua atau pemilik harus menyediakan

para pemusik cadangan sehingga pemilik tidak sulit lagi untuk mencari

pemusik pada saat ada pesanan.

(viii) Solusi dalam manajemen strategik. Manajemen strategik yang baik

akan mendukung perkembangan suatu organisasi. Suatu organisasi harus

mempunyai trik-trik dan kiat-kiat untuk mengembangkan usahanya.

Demikianlah dalam organisasi seni, pemilik harus memiliki trik-trik dan kiat-

kiat apa yang harus dilakukan untuk mengembangkan grup musik yang

dimilikinya. Adapun trik-trik dan kiat-kiat yang dilakukan grup musik

Tambunan dan Mangampu Tua sehingga tetap bertahan sampai saat ini karena

pemilik langsung ikut ke lapangan untuk mengatur dan mengawas para

pemusik dan alat-alat musik agar kinerja para pemusik bagus dan alat-alat

musik tidak ada yang rusak ataupun hilang.

(ix) Solusi dalam menangani masalah manajemen kualitas produksi

pertunjukan musikal. Kualitas musik diperlukan dalam setiap grup musik

karena hal ini mempengaruhi bagi masyarakat untuk tetap menggunakan jasa

grup musik. Grup-rup musik tiup ini, dalam rangka menjamin kualitas produksi

seni pertunjukannnya haruslah melakukan latihan-latihan, dan penggarapan-

penggarapan komposisi musik baik secara struktural maupun estetik. Selain itu,

kualitas pertunjukan lainnya sangat didukung pula oleh aspek-aspek

231

231

pendukung pementasan, seperti tata suara (sound system) yang baik, tata

cahaya, busana, aksesori, komposisi panggung, dan aspek-aspek lainnya yang

mendukung kualitas pertunjukan.

232

232

DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad. 1985. Paper, Skripsi, Tesis, Disertasi, Makalah. Bandung:

Tarsito. Aritonang, Tetty.1992 Musik Tiup dalam Upacara Saur Matua di Kotamadya

Medan. Analisis Gaya Melodi dan Fungsi Sosial. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi Fakultas Sastra USU.

Assauri, Sofyan, 1980. Manajemen Produksi. Jakarta: Penerbit Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia. Azhar, Cut Nizma. 2015. Buku Ajar Pengantar Manajemen. Medan: Program

Studi Perbankan dan Keuangan Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Medan.

Azra, Azyumardi, 2006. Islam in the Indonesian World: An Account of

Institutional Formation. Bandung: Mizan. Azra, Azyumardi, 2007. Merawat Kemajemukan Merawat Indonesia. Jakarta:

Kanisius. Damanik, Mariance, 2006. Dinamika Organisasi Musik Tiup pada Masyarakat

Batak Toba di Kota Medan. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi USU.

Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi.Jakarta: PT.Rineka Cipta. Hasibuan, Malayu S.P., 2001. Manajemen Dasar: Pengertain dan Masalah.

Bandung Bumi Aksara. HKBP, 2004. Barita ni D. Theol. L. Nommensen dalam Parsorion dohot na ni

ulana (Edisi Bahasa Batak). Jakarta: Tulus Jaya. Hutagalung Ikin. R. 2009. Deskripsi Penyajian Musik Brass Band Sebagai

Pengiring Pesta Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba. Tarutung: (t.p).

Hutajulu, Rithaony dan Irwansyah Harahap. 2005. Gondang Batak Toba. Bandung:P4ST-UPI. Hutauruk, J.R., 1986, Garis Besar Sejarah 125 Tahun HKBP. Tarutung:

Kantor Pusat HKBP Pearaja.

233

233

Ismiralda, Astri, 2003. Analisis terhadap manajemen Organisasi, Produksi, dan Pemasaran Sinar Budaya Group dalam Konteks Kebudayaan. Medan: Skripsi Sarja Jurusan Etnomusikologi USU.

Koentjaraningrat, 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Manullang, M., 1992. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia. Merriam, Alan P., 1964. The Anthropology of Music. Chicago: North Western

University Press. Muhadjir, Noeng. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake

Sarasin. Parbato Medan, 1988. Rumusan Seminar Adat Batak Toba dalam Pedoman

Umum Pelaksanaan Adat Batak Toba. Medan: Bintang. Pasaribu, Ben M., 1986. Taganing Batak Toba: Suatu Kajian dalam Konteks

Gondang Sabangunan. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi Fakultas Sastra USU Medan.

Pardede, Patar Marudut, 1995. Pengaruh Musik Tiup terhadap Kelestarian

Gondang Sabangunan dalam Pesta Adat batak Toba di Pematang Siantar. Medan: Skripsi Sarjana Jurusan Sendratasik Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP).

Partadireja, Ace, 1985. Pengantar Ekonomi. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada.

Permas, Achsan dkk., 2003. Manajemen Organisasi Seni Pertunjukan. Jakarta:

PPM. Purba, Mauly.1989. “Mangido Gondang Dalam Penyajian Musik Gondang

Sabangunan Pada Masyarakat Batak Toba.” Makalah pada Temu Ilmiah Masyarakat Musikologi Indonesia , Jakarta.

Purba, Mauly, 1995. “Gereja dan Adat: Kasus Gondang Sabangunan dan

Tortor.” Jurnal Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Rajamarpodang, Jacobus. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Bogor:

Ghalia Indonesia. R.M.G. 1926. Almanak ni Halak Kristen angka na di Tano Batak. Lagoeboti- Toba:Mission. Ratna, Nyonya Kutha. 2006. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra-dari Struturalisme hingga Postrukturalisme. Yogyakarta. Pustaka Belajar.

234

234

Sangti, Batara. 1975. Sejarah Batak. Balige: Karl Sianipar Company. Santosa dan Rizaldi Siagian. 1992. Etnomusikologi Defenisi dan

Perkembangannya. Surakarta: Yayasan Masyarakat Musikologi Indonesia.

Sachs, Curt & M. Von Hornbostel. 1962. The Wellsprings of Music. New York:

Da Capo Press Inc. Siahaan, Edward T., 1999. Tapanuli Utara New Life in Hills & Valleys. The Journal of Indonesia. Jakarta: Regency Series-BAPPEDA Tapanuli Utara. Sianturi, Monang Asi, 2011, Ensambel Musik Tiup pada Upacara Adat Batak

Toba. Medan: Tesis magister Seni Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara..

Siburian, Jonsonm 2009. Studi Deskriptis dan Musikologi Musik Brass di

HKBP Simatupang Kecamatan Muara. Tarutung: (t.p). Sihombing, TM. 1989. Jambar Hata-Dongan Tu Ualon Adat. Jakarta: Tulus

Jaya. Sinurat, Horasman.2001.“Perkembangan Musik Brass di Kota Medan dengan

Masuknya Unsur Musik Tradisi Batak Toba. Studi Kasus Kelompok Musik Sopo Nauli.” Skripsi S-1 Etnomusikologi Fakultas Sastra USU Medan.

Simanjuntak, Bungaran A. 1985. Pemikiran Tentang Batak. Medan.

Universitas HKBP Nommensen. Soedarsono, R.M. 1999. Metodologi Penelitian Seni Pertunjukkan dan Seni

Rupa. Bandung. Masyarakat Seni Pertunjukkan Indonesia. Universitas HKBP Nommensen. 1979. Ruhut Parsaoran Di Habatahon.

Medan: Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak. Sumiarti, Murti dkk., 1987. Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan (Edisi II).

Yogyakarta: Penerbit Liberty. Siagian, Musa, 2000. Suatu Tinjauan tentang Perkembangan Ensambel Musik

Tiup pada Masyarakat Batak Toba di Kotamadya Medan. Medan: Skripsi sarjana Jurusan Etnomusikologi USU.

Sukarna, 1992. Dasar-dasar Manajemen. Bandung: Mandar Maju.

235

235

Suti, Bayo, 1979. Medan Menuju Kota Metropolitan. Medan: Yayasan Potensi Pengembangan Daerah.

Sopiah, 2008. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Penerbit Andi. Suyono, Aryanto, 1985. Kamus Antropologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Tarihoran, P. Emerson, 1994. Analisis Perkembangan Repertoar Musik Brass

band dengan Gondang Sabangunan dalam Sipitu Gondang di Kotamadya Medan. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi USU.

Terry, George R. dan Leslie W. Rue, 2000. Dasar-dasar Manajemen

(terjemahan G.A. Ticoalu). Jakarta: Bumi Aksara. Internet: Hakim, Lukmanul (2011-10-22). "Selamat Datang di Situs Resmi Koni

Medan". Koni-medan.org. Diakses tanggal 2011-10-30.

236

236

DAFTAR INFORMAN Drs. H. Bakkara, yang dikenal sebagai salah seorang pemain musik tiup (saksofon) yang terkenal di dalam ensambel musik tiup di Kota Medan. Beliau memiliki pendidikan akademik di peringkat S-1, yang kemudian terjun sebagai seniman juga sebagai panggilan hidupnya. Alamat rumahnya adalah di Jalan Menteng VII, Gang Cinta Alam, Nomor 34 Medan. Drs. J.M. Girsang adalah salah seorang pemain musik tiup di Kota Medan yang juga cukup dikenal di kalangan seniman musik tiup. Beliau beralamat di Perumahan Umum Nasional (Perumnas) Mandala Kota Medan. Drs. P.M. Pardede, merupakan seorang pemain musik tiup Batak Toba di Kota Medan ini. Walaupun sebenarnya pekerjaan utama beliau adalah sebagai pegawai negeri sipil di salah satu pemerintahan Kota Medan, namun ia emndedikasikan sebahagaian hidupnya untuk bermuisk, dan mengembangkan budaya musik Batak, terutama ensambel musik tiup. Alamat beliau adalah di Kompleks Perumahan Universitas Negeri Medan (Unimed), Kota Medan. Marsius Sitohang, yang dijuluki sebagai “Raja Sulim Batak” adalah juga dosen luar biasa Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan. Ia juga pernah menjadi pimpinan salah satu musik tiup di Kota Medan. Alamat beliau adalah di Desa Martoba Kota Medan. Pensilwally, adalah seorang gembala Tuhan yang mengabdikan hidupnya di Gereja HKBP di Tarutung. Ia menjadi informan kunci penulis dalam rangka penelitian ini, terutama untuk pengumpulan data mengenai hubungan agama Kristen Protestan dengan musik, terutama musik tiup dalam konteks kebudayaan Batak Toba. Alamat beliau adalah di Kota Tarutung. Sarikawan Sitohang adalah termasuk kepada salah seorang seniman musik Batak Toba yang multitalenta dan serius bekerja sebagai seniman musik. Ia dapat memainkan alat-alat musik seperti hasapi, taganing, ogung, dan lain-lainnya. Ia adalah adik dari Marsius Sitohang. Beliau juga aktif sebagai pemusik di dalam beberapa ensambel musik tiup di Kota Medan ini. S. Silaban, juga seorang pimpinan salah satu grup musik tiup di Kota Medan. Selain dipandang juga sebagai tokoh musik tiup yang senior beliau juga selalu melakukan pembaharuan-pembaharuan pertunjukan dalam musik tiup ini. Alamat rumah beliau adalah di Jalan Menteng Raya Nomor 107 Kota Medan. S. Sitohang, adalah salah seorang pemimpin grup musik tiup di Kota Medan, yang dipandang cukup memiliki pengalaman dalam mengelola grupnya ini. Beliau beralamat di Jalan Bakti (di samping Wisma Umum) Kota Medan.

237

237

S. Tambunan adalah sebagai pimpinan dan pemain musik tiup pada kelompok musik tiup Tambunan. Ia dipandang sebagai pempimpin musik tiup yang berpengalaman dan senior di antara mitra sejawatnya di Kota Medan ini. Alamat beliau adalah di Jalan Menteng Raya, Gang Samaria, Nomor 2 Kota Medan. Beliau menjadi informan kunci penulis dalam rangka penelitian ini.