kajian manajemen organisasi, produksi, dan … · judul tesis : kajian manajemen organisasi,...
TRANSCRIPT
i
KAJIAN MANAJEMEN ORGANISASI, PRODUKSI, DAN PEMASARAN
GRUP MUSIK TIUP DI KOTA MEDAN: STUDI KASUS MANGAMPU TUA DAN TAMBUNAN
TESIS
Oleh
ELISABETH PURBA
NIM. 137037004
PROGRAM STUDI
MAGISTER (S-2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 1 5
ii
KAJIAN MANAJEMEN ORGANISASI, PRODUKSI, DAN PEMASARAN
GRUP MUSIK TIUP DI KOTA MEDAN: STUDI KASUS MANGAMPU TUA DAN TAMBUNAN
T E S I S
Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) dalam Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni
pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Oleh ELISABETH PURBA
NIM. 137037004
PROGRAM STUDI
MAGISTER (S-2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N 2 0 1 5
iii
Judul Tesis : Kajian Manajemen Organisasi, Produksi, dan Pemasaran
Grup Musik Tiup di Kota Medan: Studi Kasus Mangampu Tua dan Tambunan
Nama : ELISABETH PURBA Nomor Pokok : 137037004 Program Studi : Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni
Menyetujui
Komisi Pembimbing,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP. 196512211991031001 _____________________________ Ketua
Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si. NIP. 195608281986012001 _____________________________ Anggota
Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Ketua, Drs. Irwansyah, M.A. NIP 196212211997031001
Fakultas Ilmu Budaya Dekan, Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP 195110131976031001
Tanggal lulus:
iv
Telah diuji pada Tanggal : PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS Ketua : Drs. Irwansyah, M.A. (______________________) Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. (______________________) Anggota I : Drs. M. Takari, M.Hum., Ph.D. (______________________) Anggota II : Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si. (______________________)
v
ABSTRAK
Tesis ini berjudul Kajian Manajemen Organisasi, Produksi, dan Pemasaran Grup Musik Tiup di Kota Medan: Studi Kasus Mangampu Tua dan Tambunan. Pokok masalah utama penelitian ini adalah mencakup tiga aspek, yaitu bagaimana manajemen (a) organisasi, (b) produksi, dan (c) pemasaran dua grup musik tiup di Kota Medan, yakni Mangampu Tua dan Tambuan.
Metode yang penulis gunakan dalam mengkaji manajemen organisasi, produksi, dan pemasaran kedua grup musik tiup ini adalah metode penelitian kualitatif. Teknik penelitian adalah menggunakan studi pustaka, media sosial, internet, wawancara, perekaman data baik berupa audio, visual, maupun audio visual. Peneliti bertindak sebagai pengamat yang terlibat. Data-data lapangan kemudian diolah di laboratorium yang bersifat ilmu manajemen dan etnomusikologis, dalam konteks multidisiplin ilmu. Untuk mengkaji tiga pokok masalah tersebut, digunakan juga tiga teori utama, yaitu teori manajemen organisasi, manajemen produksi, dan manajemen pemasaran.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan fakta-fakta sebagai berikut. (A) Manajemen organisasi kedua grup musik tiup menggunakan manajemen secara tradisional yang ditandai dengan perekrutan anggota berdasar kepada asas kekerabatan (marga) dan pertemanan, berdasar musyawarah lisan, tidak menggunakan akte notaris, kedua grup ini dalam operasinya sangat terfokus kepada peranan pemimpinnya, para anggotanya sebagai pemain musik cenderung dalam posisi pemain cabutan (freelance). (B) Manajemen produksi kedua grup musik ini adalah berdasar kepada repertoar yang lazim digunakan di dalam musik tradisi Batak Toba untuk mengiringi berbagai upacara dan acara, namun ditambah juga dengan berbagai repertoar musik etnik Sumatera Utara lainnya, dan musik pop nasional dan dunia. Kemudian terdapat variasi-variasi pemain yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar, seperti yang sederhana adalah sulim dan keyboard, trio vokalis dan keyboard, sampai ensambel lengkap (alat-alat tiup, keyboard, drum set, kadangkala ditambah gondang sabangunan). (C) Manajemen pemasaran kedua kelompok musik tiup ini menggunakan media lisan, kartu nama, plangkat, menjaga kualitas pertunjukan, teknik diskon biaya pertunjukan, variasi pertunjukan sesuai kemampuan ekonomi penanggap, dan lain-lainnya. Kata kunci: manajemen, organisasi, produksi, pemasaran, musik tiup
vi
ABSTRACT
This magister thesis entitled The Study of Organization, Production, and Marketing Management in Brass Band Ensamble Groups: Case Study in Mangampu Tua and Tambunan. The main question in this research are three aspects, how management application, in (a) organization, (b) production, and (c) marketing in two brass (wind) band group at Medan, mangampu Tua and Tambunan.
The researcher use the method in this study of organization, production, and marketing two group wind bands by qualitative method. The technique of this research use: bibliography, social media, internet, interview, recording data as audio, visual, and audiovisual. The researcher works as participant observer. The fieldwork data then analyzed in laboratory, in the perspective management and ethnomusicological science, in the context of scientific multidisciplines. To analyze three main problems in this thesis, I use three main theory: organization management, production management, and marketing management.
In this research I use some facts as that. (A) The organization management of two wind band group based on Batak Toba tradition management, with the specific process, they adopted the musicians based on patrilineal kinship (marga) and friendly system, meeting with verbal media, not write as notariat acte, the two group in their operations very focused the role of the leader, the musicians majority as freelance player (“pemain cabutan”). (B) The production management of two wind band groups based on repertoire which always use in Toba Batak musical tradition, to encompaniment some rituals, plus some repertoar of North Sumatran another ethnic musics, Indonesian’s national popular musics, and world popular musics. There are variations the group of musicians accordingly to market demand, as simple in sulim and keyboard, the trio vocalist pus keyboard, and the full ensamble (wood wind instrument section, keyboard, drum set, always plus the gondang sabangunan). (C) The marketing management two brass band groups use the oral media, the group card name, plank, to stability the quality of performance, applied discount the money of performance, variated the performances to equilibrium the economic power of demander, etc. Key words: management, organization, production, marketing, brass (wind) band
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas
segala berkat, rahmat dan karunia-Nya yang membimbing dan menyertai
penulis dalam penyelesaian studi di Program Studi Magister (S-2) Penciptaan
dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara
Medan. Tesis ini berjudul Kajian Manajemen Organisasi, Produksi, dan
Pemasaran Grup Musik Tiup Kota Medan: Studi Kasus Mangampu Tua dan
Tambunan. Tulisan dalam bentuk tesis ini adalah untuk memenuhi salah satu
syarat memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) pada Program Studi Magister
(S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Tesis ini berisikan tentang hasil penelitian mengenai sistem manajemen
seni: organisasi, produksi, dan pemasaran, di grup musik Mangampu Tua dan
Tambunan. Aspek-aspek yang dikaji mencakup jenis-jenis produksi yang
dihasilkan, pembagian tugas, sistem manajemen keuangan dan pembagian gaji
para pemusik dan promosi yang dilakukan grup musik ini. Selanjutnya pada
bahagian saran, dikaji masalah seperti apa yang ditemukan dan bagaimana
solusinya di grup musik Mangampu Tua dan Tambunan?
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada para pembimbing yang telah banyak memberikan tuntunan,
arahan serta bimbingan hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tulisan
ini, yakni Ketua Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni,
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. Irwansyah,
viii
M.A., dan Sekretaris, Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum., atas bimbingan
akademis dan arahan yang diberikan. Ucapan terima kasih kepada Bapak Drs.
Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D., sebagai Dosen Pembimbing I dan Bapak
Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si. sebagai Dosen Pembimbing II, yang telah
begitu sabar membimbing penulis dan memberikan masukan-masukan saintifik
dalam rangka menambah wawasan keilmuan penulis dalam mengerjakan tesis
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dosen
Penguji, Ibu Dra. Rithaony Hutajulu, M.A. yang memberikan koreksi dan
kritikan demi perbaikan penulisan tesis ini.
Secara akademik penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Rektor Universitas Sumatera Utara, dan segenap jajarannya. Demikian pula
kepada Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya,
yang telah memberi fasilitas, sarana dan prasarana belajar bagi penulis,
sehingga dapat menuntut ilmu di Kampus Universitas Sumatera Utara ini
dengan baik.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada dosen Program Studi
Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, antara lain: Dra. Rithaony,
M.A., Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Dra. Frida
Deliana, M.Si., Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D., Prof. Dr. Robert
Sibarani, M.Si., atas ilmu yang telah diberikan selama ini. Begitu juga kepada
Bapak Drs. Ponisan sebagai pegawai adminsitrasi, terima kasih atas segala
bantuannya selama ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua tercinta,
bapak tersayang Pdt. Dr. Pilipus Purba, dan mama tercinta Tiurma Pakpahan,
nasehat bapak dan mama senantiasa mengiringi langkahku di manapun aku
ix
berada. Segala yang bapak dan ibu berikan (doa dan nasehat) membawaku
mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi, penulis tidak mampu
membalasnya dengan apapun. Terimakasih juga kepada abang Drs. Joshua
Purba, Pdt. David Purba, kakak Mawarni Purba, dan adikku Firman Budiono
Nababan. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih untuk kekasih
tersayang, Benyamin Maneey, S.E. yang selalu setia mendampingi serta
memberikan dorongan semangat hingga akhirnya tesis ini dapat selesai.
Penulis berharap kiranya tulisan ini bermanfaat bagi pembaca. Selain
itu juga dapat menjadi sumbangan dalam ilmu pengetahuan, khususnya dalam
bidang Penciptaan dan Pengkajian Seni, serta Etnomusikologi. Tentu tesis ini
masih jauh dari kesempurnaannya, karena itu kepada semua pihak penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun pada tesis ini.
Tujuannya adalah untuk menjadikan tesis ini sebagai salah satu karya ilmiah
yang mengikuti kaidah-kaidah saintifik, baik itu ditinjau dari bentuk maupun
isi yang terdapat di dalam tesis magister seni ini.
Medan, Juli 2015
Penulis
Elisabeth Purba
NIM. 137037004
x
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
1. Nama : Elisabeth Purba
2. Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 19 Januari 1987
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Kristen Protestan
5. Kewarganegaraan : Indonesia
6. Nomor Telepon : 081376149323
7. Alamat : Jl. Kemiri 2 GangPinang No.5A Medan
PENDIDIKAN
1. Sekolah Dasar Negeri 060818 Medan lulus tahun 1999.
2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 15 Medan lulus tahun 2002.
3. Sekolah Menengah Atas Swasta Cahaya Medan lulus tahun 2005.
4. Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas HKBP Nommensen
Medan lulus tahun 2009.
5. Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Riama Medan lulus tahun
2012.
6. Mahasiswa Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni
di Fakultas Budaya Universitas Sumatera Utara.
xi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2015
Elisabeth Purba
NIM. 137037004
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii ABSTRAK ..................................................................................................... v ABSTRACT................................................................................................... vi KATA PENGANTAR .................................................................................. vii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... x SURAT PERNYATAAN .............................................................................. xi DAFTAR ISI ................................................................................................ xii DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv DAFTAR BAGAN ...................................................................................... xvi DAFTAR PETA ......................................................................................... xvii DAFTAR NOTASI ................................................................................... xviii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xix BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Pokok Permasalahan ............................................................................... 26 1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ............................................... 26
1.3.1 Tujuan penelitian ............................................................................ 26 1.3.2 Manfaat penelitian .......................................................................... 27
1.4 Studi Kepustakaan .................................................................................. 27 1.5 Konsep dan Teori ................................................................................... 31
1.1 Konsep ............................................................................................. 31 1.1 Teori .................................................................................................. 35
1.6 Metode Penelitian ................................................................................... 41 1.7 Teknik Mengumpulkan Data .................................................................. 44
1.7.1 Observasi ....................................................................................... 45 1.7.2 Wawancara .................................................................................... 45 1.7.3 Tahap analisis ................................................................................ 46 1.7.4 Perekaman ..................................................................................... 46 1.7.4 Lokasi penelitian ............................................................................ 46
1.8 Sistematika Penulisan ............................................................................. 47 BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA DAN MUSIK TIUP (TERMASUK DI KOTA MEDAN) DALAM KEBUDAYAAN ......................................................................................... 49 2.1 Etnografi Suku Batak Toba ..................................................................... 49
2.1.1 Asal-usul masyarakat Batak Toba .................................................. 49 2.1.2 Konsep budaya masyarakat Batak Toba ......................................... 53 2.1.3 Sistem kemasyarakatan dan kekerabatan ......................................... 57 2.1.4 Kepercayaan tradisional Batak Toba ............................................... 62 2.1.5 Konsep kehidupan dalam masyarakat Batak Toba .......................... 64 2.1.6 Wilayah budaya ............................................................................. 66 2.1.7 Adat Batak Toba dalam siklus kehidupan ....................................... 70
2.1.7.1 Upacara adat kelahiran ........................................................ 73
xiii
2.1.7.2 Upacara perkawinan adat na gok ......................................... 74 2.1.7.3 Upacara adat kematian ........................................................ 76 2.1.7.3 Upacara adat pesta tugu ....................................................... 80
2.2 Integrasi Adat dan Agama Kristen .......................................................... 83 2.3 Musik Tiup dalam Kebudayaan Batak Toba ............................................ 87
2.3.1 Sejarah musik tiup ......................................................................... 90 2.3.2 Masuknya musik tiup di Tanah Batak ............................................ 94 2.3.3 Musik tiup dalam ibadah gereja .................................................... 105 2.3.4 Persebaran musik tiup .................................................................. 108 2.3.5 Peranan musik tiup dalam upacara adat ........................................ 112
2.4 Masyarakat Batak Toba di Kota Medan dan Perkembangan Musik Tiupnya ..................................................................................... 117
2.4.1 Gambaran umum Kota Medan ..................................................... 117 2.4.2 Perkembangan musik tiup di Kota Medan .................................... 126
BAB III MANAJEMEN ORGANISASI .................................................. 137 3.1 Grup Musik Tiup sebagai Organisasi Seni Tradisi ............................... 138 3.2 Latar Belakang berdirinya Organisasi ................................................... 151 3.3 Organisasi Berdasarkan Hubungan Pertemenan dan Kekerabatan ......... 155 3.4 Struktur Organisasi ................................................................................ 158 3.5 Jam Kerja .............................................................................................. 164 3.6 Biaya Pertunjukan dan Pembagian Honorarium .................................... 165 3.7 Sumber Daya Manusia .......................................................................... 173
3.7.1 Pembagian tugas .......................................................................... 174 3.7.2 Pemain saxophone dan alat musiknya ........................................... 175 3.7.3 Pemain trombone dan alat musiknya ............................................ 176 3.7.4 Pemain keyboard dan alat musiknya ............................................ 178 3.7.5 Pemain sulim dan alat musiknya .................................................. 181 3.7.6 Pemain drum set dan alat musiknya ............................................. 182 3.7.7 Pemain gitar strings dan alat musiknya ......................................... 184 3.7.8 Pemain gitar bas dan alat musiknya .............................................. 185
BAB IV MANAJEMEN PRODUKSI ...................................................... 187 4.1 Fungsi Produksi Pertunjukan Musik untuk Memenuhi Kebutuhan Budaya ................................................................................................. 187 4.2 Proses Upacara Adat Batak Toba dan Penggunaan Musik Tiup ............. 189
4.2.1 Tahap persiapan ........................................................................... 189 4.2.2 Tahap pelaksanaan upacara ........................................................... 190
4.3 Produksi Musik Tiup dalam Upacara Adat Batak Toba .......................... 193 4.3.1 Produksi musik tiup dalam upacara adat kematian saur matua ..... 195 4.3.2 Produksi musik tiup dalam upacara adat perkawinan .................... 196 4.3.3 Produksi musik tiup bukan dalam konteks adat ............................ 198
4.4 Teknik Bermain Musik Tiup sebagai Bagian Proses Produksi ................ 199 4.5 Produksi Genre Sulim Keyboard dalam Upacara Adat batak Toba ........ 200 4.6 Produksi Lagu-lagu .............................................................................. 203 4.7 Produksi Tambahan .............................................................................. 208 BAB V MANAJEMEN PEMASARAN ................................................... 210 5.1 Diberitakan Secara Lisan ...................................................................... 210
xiv
5.2 Promosi Melalui Kartu Nama dan Plankat ............................................ 212 5.3 Strategi Pemasaran dengan Diskon Biaya Pertunjukan .......................... 217 5.4 Perluasan Genre Pertunjukan Musik ..................................................... 217 5.5 Promosi Melalui Cara Menjaga Kepercayaan Pelanggan ...................... 218 5.6 Menjaga Kualitas Pertunjukan .............................................................. 219 5.7 Menyediakan Berbagai Pilihan Biaya Pertunjukan ................................ 219 BAB VI PENUTUP .................................................................................. 221 6.1 Kesimpulan .......................................................................................... 221 6.2 Saran .................................................................................................... 224 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 231 DAFTAR INFORMAN ............................................................................ 235
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1: Perbedaan manajemen sebagai Ilmu Pengetahuan dan Seni ............. 6 Tabel 2.1: Gereja-gerja dalam Budaya Batak Toba yang Menggunakan Ensambel Musik Tiup ............................................................... 107 Tabel 2.2: Kelompok-kelompok Musik Tiup di Sumatera Utara .................. 111 Tabel 2.3: Perbandingan Etnik di Kota Medan pada Tahun 1930, 1980, dan 2000 ........................................................................... 125 Tabel 2.4: Pasang-surut Kelompok-kelompok Musik Tiup di Kota Medan ......................................................................................... 132 Tabel 4.1: Produksi Berupa Substitusi Repertoar Lagu Musik Tiup Batak Toba di Kota Medan ........................................................ 204
xvi
DAFTAR BAGAN Bagan 1.1: Bagan Perusahaan Formal .............................................................. 9 Bagan 1.2: Bagan Manajemen Organisasi Grup Musik Mangampu Tua ........ 12 Bagan 1.3: Bagan Manajemen Organisasi Grup Musik Tambunan ................ 13 Bagan 2.1: Diagram Kelompok Dalihan Na Tolu .......................................... 61 Bagan 2.2: Budaya Masyarakat Batak Toba dan Eksistensi Musik Tiupnya ........................................................................... 136 Bagan 3.1: Struktur Organisasi Mangampu Tua........................................... 160 Bagan 3.2: Struktur Organisasi Tambunan Musik ........................................ 160 Bagan 3.3: Biaya Pertunjukan Mangampu Tua ............................................ 162 Bagan 3.4: Biaya Pertunjukan Tambunan Musik ......................................... 170 Bagan 4.1: Kedudukan Musik Tiup dalam Upacara Adat Batak Toba ......... 194
xvii
DAFTAR PETA Peta 2.1: Administrasi Kota Medan ............................................................. 119
xviii
DAFTAR NOTASI
Notasi 4.1: Gondang Mula-Mula (Somba-Somba) ....................................... 206
xix
DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1: M. Silaban Pimpinan Grup Mangampu Tua ............................ 161 Gambar 3.2: S. Tambunan Pimpinan Grup Tambunan Musik ..................... 162 Gambar 3.3: Penulis Bersama S. Tambunan Pimpinan Grup Tambunan Musik Saat Penelitian .............................................................. 163 Gambar 3.4: Salah Seorang Vokalis dalam Bentuk Trio dan Keyboard yang Disediakan oleh Kelompok Musik Tiup di Medan .......... 168 Gambar 3.5: Pemain Saxophone dan Alat Musiknya ................................... 176 Gambar 3.6: Pemain Trombone dan Alat Musiknya ..................................... 177 Gambar 3.7: Pemain Keyboard dan Alat Musiknya pada Grup Musik Tiup Mangampu Tua .............................................................. 179 Gambar 3.8: Pemain Keyboard dan Alat Musiknya pada Grup Musik Tiup Tambunan Musik ............................................................ 180 Gambar 3.9: Pemain Sulim dan Alat Musiknya ............................................ 182 Gambar 3.10: Instrumen Drum Set yang Digunakan Musik Tiup Mangampu Tua .................................................................... 182 Gambar 3.11: Pemain dan Instrumen Gitar String ....................................... 184 Gambar 3.12: Pemain dan Instrumen Gitar Bas Elektrik pada Kelompok Musik Tiup Mangampu Tua ................................ 186 Gambar 4.1: Suasana Musik Tiup dalam Upacara Perkawinan Adat Batak Toba di Kota Medan ............................................ 197 Gambar 4.2: Salah Satu Pertunjukan Musik Tiup Mangampu Tua Di Kota Medan ....................................................................... 207 Gambar 4.3: Penulis bersama Kelompok Musik Tiup Mangampu Tua ........ 209 Gambar 5.1: Plankat Mangampu Tua Musik di Depan Halaman Rumah M. Silaban .............................................................................. 215 Gambar 5.2: Plankat Tambunan Musik di Depan Halaman Rumah S. Tambunan .......................................................................... 216
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam mengisi kehidupannya manusia menciptakan dan berdasar kepada
kebudayaan (budaya). Kebudayaan ini mencakup unsur-unsur: sistem religi,
bahasa, teknologi, pendidikan, organisasi sosial, kesenian, dan ekonomi (mata
pencaharian). Ketujuh unsur kebudayaan tersebut dapat terwujud dalam bentuk-
bentuk: gagasan (ide), aktivitas, dan artefak (benda-benda). Tujuh unsur
kebudayaan selalu disebut dengan dimensi isi budaya, sedangkan tiga wujud
kebudayaan disebut dengan dimensi wujud budaya (Koentjaraningrat, 1990).
Dalam menjalani hidupnya, manusia pastilah bekerja dalam bidang-bidang
tertentu. Misalnya ia bekerja sebagai petani, nelayan, tukang (pembuat rumah),
montir, buruh, pegawai, tentara, polisi, jaksa, hakim, ekonom, dan lain-lainnya.
Setiap bidang pekerjaan ini bisa saja melibatkan satu atau lebih unsur-unsur
kebudayaan seperti terurai di atas. Misalnya seorang petani selain menggunakan
artefak-artefak dalam tekonologi pertanian seperti: cangkul, sabit, pupuk, bibit,
tajak, kerbau, traktor, dan lain-lainnya, ia juga menggunakan sistem organisasi
sosial seperti koperasi petani, perbankan, persatuan petani, hubungan petani
dengan badan urusan logistik, dan lain-lainnya. Semua ini melibatkan
manajemen atau pengelolaan.
Demikian pula yang terjadi di dalam kelompok-kelompok kesenian. Para
seniman ini pada umumnya membentuk organisasi kesenian, apakah seni
pertunjukan, rupa, kerajinan, dan lainnya. Organisasi tersebut diciptakan
2
2
manusia untuk dapat mengatur atau mengelola kehidupannya dengan lebih
terarah dan lebih baik lagi. Dengan demikian manajemen dapat dipastikan selalu
digunakan oleh manusia baik secara pribadi atau kelompok untuk mengurusi
kehidupan mereka. Oleh karena itu, lebih dahulu dijelaskan apa itu manajemen
baik dari sisi etimologis, seni, saintifik, dan lainnya, sebelum membahas
mengapa penulis tertarik dengan keberadaan manajemen oleh kelompok-
kelompok musik tiup di Kota Medan, dengan studi kasus pada kelompok
Mangampu Tua dan Tambunan.
Secara etimologis kata manajemen berasal dari bahasa Perancis Kuno
ménagement, yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Sedangkan secara
terminologis para pakar mendefinisikan manajemen secara beragam, di antaranya
adalah sebagai berikut.
(1) Follet yang dikutip oleh Wijayanti (2008:1) mengartikan manajemen
sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Menurut Stoner
yang dikutip oleh Wijayanti (2008:1) manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota
organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya manusia organisasi lainnya
agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Gulick dalam Wijayanti
(2008:1) mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan
(science) yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan
bagaimana manusia bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan dan membuat
sistem ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.
Schein (2008:2) memberi definisi manajemen sebagai profesi. Menurutnya
manajemen merupakan suatu profesi yang dituntut untuk bekerja secara
3
3
profesional, karakteristiknya adalah para profesional membuat keputusan
berdsarkan prinsip-prinsip umum, para profesional mendapatkan status mereka
karena mereka mencapai standar prestasi kerja tertentu, dan para profesional harus
ditentukan suatu kode etik yang kuat.
Terry (2005:1) memberi pengertian manajemen yaitu suatu proses atau
kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok
orang-orang ke arah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang
nyata. Hal tersebut meliputi pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan,
menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami bagaimana mereka harus
melakukannya, dan mengukur efektivitas dari usaha-usaha yang telah dilakukan.
Dari beberapa definisi yang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
manajemen merupakan usaha yang dilakukan secara bersama-sama untuk
menentukan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-
fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan
(actuating), staffing (penentuan sumber daya manusia), dan pengawasan
(controlling).
Manajemen merupakan sebuah kegiatan; pelaksanaannya disebut
managing dan orang yang melakukannya disebut manajer. Manajemen
dibutuhkan setidaknya untuk mencapai tujuan, menjaga keseimbangan di antara
tujuan-tujuan yang saling bertentangan, dan untuk mencapai efisiensi dan
efektivitas.
Kata manajemen sudah sangat umum kita dengar. Hampir semua kegiatan
baik di lingkungan pemerintahan maupun di lingkungan swasta, istilah
manajemen selalu digunakan, misalnya, manajemen organisasi, manajemen
4
4
produksi, manajemen pemasaran, pelatihan manajemen, keputusan manajemen,
manajemen konflik, dan lain-lain. Walaupun semua menggunakan istilah
manajemen akan tetapi artinya berbeda-beda, sesuai dengan konteks
digunakannya istilah manajemen ini.
Pada kata manajemen produksi, manajemen artinya adalah penerapan salah
satu fungsi manajemen yang ada di dalam perusahaan. Pelatihan manajemen
artinya manajemen tersebut dapat dipelajari atau manajemen sebagai suatu ilmu.
Sedangkan keputusan manajemen artinya manajemen sebagai suatu kolektivitas
(manajemen artinya lebih dari satu manajer). Inti dari penggunaan kata
manajemen selalu mempunyai tujuan agar suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan
efektif dan efisien.
Menurut Stoner dkk. (1995:9) efektif diartikan sebagai kemampuan untuk
menentukan tujuan yang memadai. Sedangkan efisien artinya kemampuan untuk
meminimalkan penggunaan sumber daya dalam mencapai tujuan organisasi.
Keberhasilan dalam menjalankan aktivitas manajemen, tidak semata-mata
karena mereka memiliki ilmu manajemen yang memadai, akan tetapi juga
tergantung dari keterampilan untuk menjalankannya. Betapa banyak orang
memiliki ilmu manajemen yang tinggi akan tetapi ternyata gagal di dalam
menjalankan usahanya, sedangkan di lain pihak tidak sedikit pula orang yang
berhasil dalam usahanya, padahal mereka tidak mempunyai latar belakang
keilmuan yang mendukungnya.
Oleh karena itu, manajemen bukan saja sebagai ilmu tetapi juga sebagai
seni. Ilmu adalah sekumpulan pengetahuan yang telah disistematisasi,
dikumpulkan dan diterima menurut pengertian kebenaran umum. Manajemen
5
5
tergolong ilmu pengetahuan karena memenuhi persyaratan di atas, yaitu karena ia
mempunyai prinsip-prinsip, peraturan-peraturan, dan ketentuan yang merupakan
satu kesatuan dalam sistem yang berlaku umum, berhubungan dengan ilmu-ilmu
pengetahuan lainnya, dapat dijadikan suatu teori dan obyektif.
The art of management artinya manajemen sebagai suatu seni kemahiran
untuk menerapkan ilmu yang dimiliki pada situasi-situasi dan obyek-obyek
tertentu. Kemahiran tersebut ditentukan oleh watak dan kepribadian seseorang,
yang banyak ditentukan oleh bakat, naluri, emosi, tingkat usia, pengalaman, dan
lain sebagainya. Seni pada dasarnya merupakan kemampuan pribadi yang tidak
dapat dipelajari karena tidak mempunyai prinsip-prinsip yang standar, tetapi dapat
ditempa melalui latihan dan pengalaman.
Dengan demikian manajer adalah seorang ilmuwan dan sekaligus seniman,
karena kecuali mengandalkan diri pada ilmu, ia pun harus mempunyai firasat,
keyakinan-keyakinan, kreativitas, dan menguasai cara-cara penerapannya. Karena
itu seseorang yang mempunyai pengetahuan luas tentang manajemen, bisa saja
gagal dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang manajer yang kompeten, jika
ia kurang menguasai art of management (seni manajemen). Jabatan manajer
cenderung seperti peran seorang artis, dan bukan seorang ilmuwan, namun dalam
praktik kedua hal ini tidak dapat dipisah-pisahkan.
Manajemen terdiri dari beberapa unsur, di antaranya: man, money,
method, machine, market, material, dan information, yang dapat diuraikan sebagai
berikut.
(1) Man: sumber daya manusia (SDM);
(2) Money: uang yang diperlukan untuk mencapai tujuan;
6
6
(3) Method: cara atau sistem untuk mencapai tujuan;
(4) Machine: mesin atau alat untuk berproduksi;
(5) Material: bahan-bahan yang diperlukan dalam kegiatan;
(6) Market: Pasaran atau tempat untuk melemparkan hasil produksi;
(7) Information: hal-hal yang dapat membantu untuk mencapai tujuan.
Karenanya, manajemen dapat diartikan sebagai ilmu dan seni tentang upaya
untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan
secara efektif dan efesien. Banyak jenis-jenis manajemen, seperti manajemen
organisasi, manajemen perencanaan, manajemen produksi, manajemen
pemasaran, dan lain-lainnya. Demikian pula setiap unsur kebudayaan memiliki
manajemen yang berbeda-beda, misalnya manajemen sistem religi tentu berbeda
dengan manajemen seni. Dalam tulisan ini yang dimaksud manajemen seni adalah
sistem pengelolaan terhadap kesenian, khususnya yang dilakukan oleh para
seniman dan pengelola seni kelompok musik tiup (brass band) di Kota Medan.
Perbedaan antara ilmu dengan seni dapat dilihat pada Tabel 1.1 di bawah ini.
Tabel 1.1: Perbedaan Manajemen sebagai Ilmu Pengetahuan dan Seni
Manajemen
No. Ilmu Pengetahuan Seni
1 Berkembang secara teoritis Berkembang secara praktis
2 Membuktikan Merasa
3 Meramalkan Menerka
4 Menguraikan/mengajarkan Memberi definisi
5 Memberikan kepastian/ukuran Memberikan pendapat
7
7
Bila dilihat dari tingkatan dalam organisasi, manajemen dibagi menjadi
tiga golongan yang berbeda yaitu:
1. Manajemen puncak, yaitu jenjang yang paling tinggi pada tingkatan manajemen
(puncak piramid), mereka sering juga disebut manajer senior atau eksekutif
kunci. Jenjang ini meliputi dewan direktur, direktur utama (CEO), dan
pimpinan puncak lainnya. Tugas utama mereka adalah menyusun rencana
induk perusahaan/rencana umum yang dijadikan pedoman aksi dari perusahaan
tersebut, mengambil keputusan–keputusan yang sangat penting (strategis).
2. Manajemen madya, yaitu tingkatan manajemen yang berada ditengah-tengah
piramid, mereka sering juga disebut manajemen administratif yang terdiri dari
pimpinan pabrik atau manajer divisi. Para manajer ini mempunyai tanggung
jawab dalam penyusunan rencana operasi untuk melaksanakan rencana-rencana
umum dari manajer puncak.
3. Manajemen operasional atau sering disebut manajemen bawah yaitu merupakan
jenjang terendah dari tingkatan manajemen, mereka yang tergabung dalam
tingkatan ini adalah supervisor garis pertama, seperti mandor, kepala seksi dan
lain-lain, yang mempunyai tugas untuk berhubungan langsung dengan
karyawan operasi.
Fungsi manajemen terdiri atas perencanaan, pengarahan, sumber daya
manusia, pengawasan, dan organisasi. Fungsi manajemen pertama kali
diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal
abad ke-20. Beliau menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang,
mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini,
kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi empat, yaitu:
8
8
(1) Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan
sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan
perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu.
Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil
tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat
digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan
proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan
fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.
(2) Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu
kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian
mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang
yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi
tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa
yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-
tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas
tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil.
(3) Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua
anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan
perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi. Jadi actuating artinya
adalah menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau
penuh kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah
kepemimpinan.
9
9
(4) Pengevaluasian (evaluating) adalah proses pengawasan dan pengendalian
performa perusahaan untuk memastikan bahwa jalannya perusahaan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Seorang manajer dituntut untuk
menemukan masalah yang ada dalam operasional perusahaan, kemudian
memecahkannya sebelum masalah itu menjadi semakin besar. Adapun bagan
perusahaan formal yang terdiri atas manajemen puncak (top management) dan
manajemen menengah (middle management) adalah sebagai berikut.
Bagan 1.1:
Bagan Perusahaan Formal
Manajemen seni dalam prosesnya mengacu pada suatu tujuan untuk
mencapai sistem nilai. Hal ini merupakan orientasi yang hendak dicapai dengan
konsep manajemen seni. Orientasi ini juga yang membedakan dengan manajemen
bisnis, karena manajemen bisnis berorientasi pada pencapaian secara finansial
atau laba, sedangkan manajemen seni lebih mengutamakan nilai artistik dan
estetik (Harjana, 1995:1).
10
10
Secara umum, manajemen kesenian perkembangannya tidak sama seperti
manajemen bisnis. Sejauh pengamlaman penulis para pakar manajemen belum
banyak yang mengkaji masalah manajemen kesenian, yang keberadaannya
berbeda dengan manajemen bisnis secara umum. Para pengelola seni, terutama
seni tradisional biasanya mengikuti proses manajemen tradisi yang diwarisi secara
turun-temurun.
Walau demikian, manajemen kesenian juga memiliki fungsi manajerial
yang terdiri atas: planning, organizing, actuating, staffing, dan controlling.
Manajemen kesenian lebih mengutamakan sistem nilai (kebudayaan) dan
menekankan sumber daya manusia. Keuntungan berdasarkan prinsip-prinsip
ekonomi, yaitu dengan biaya sekecil-kecilnya mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya, bukanlah tujuan utama.
Demikianlah halnya yang dilakukan grup musik Mangampu Tua dan
Tambunan Musik di Kota Medan, mereka menggunakan seni dan ilmu manajemen
secara “tradisional” dalam mengembangkan usaha grup musiknya. Mereka tidak
mempunyai “banyak ilmu pengetahuan” tentang manajemen karena usaha yang
mereka dirikan dikelola sendiri oleh pemilik.
Grup musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik adalah kelompok seni
pertunjukan musik, yang biasanya dikategorikan sebagai seni musik tiup [Batak
Toba]. Seni ini umumnya digunakan untuk memeriahkan berbagai pesta di dalam
kebudayaan Batak Toba, seperti: perkawinan, kematian (baik saur matua atau
tidak), dan berbagai upacara lainnya. Kelompok musik ini terdiri dari para
pemain: saksofon, trombon, sausafon, trumpet, drum set, bas gitar listrik,
keyboard, hasapi, dan lain-lainnya.
11
11
Dalam pertunjukan berbagai repertoar disajikan mereka sebagai bahagian
dari produksi seni. Mereka menyatu dalam grup ini hanya berdasarkan
kebersamaan akan keberadaan budaya dan juga kepentingan ekonomisnya.
Mereka tidak memiliki akte notaris yang mengikat secara hukum.
Adapun sistem manajemen musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik
memiliki sistem tersendiri, yang berbeda dengan sistem manajemen pada
umumnya. Pola manajemen kedua grup ini adalah sebagai berikut.
(1) Bagan sistem manajemen musik Mangampu Tua, adalah bergantung kepada
pemilik dan pemimpin grup musik tersebut adalah M. Silaban. Saya waktu
datang ketempat musik Mangampu Tua pertama kalinya untuk meneliti
mereka sama sekali tidak memahami sistem manajemen (sebagaimana
pengertian di Eropa) bahkan mereka berkata manajemen di sini tidak ada
masih “asal-asalan” karena mereka tidak memiliki manajemen sebagai ilmu
(sains) hanya sebagai seni manajemen. Sedangkan grup musik Tambunan
dengan baik menyampaikan sederhananya sistem manajemen mereka dimana
pemilik yang mengelola semua kegiatan dan menggaji para pemain musiknya.
Namun demikian, bagi penulis, di dalam kedua kelompok musik tiup ini
terdapat sistem manajemen yang berakar dari tradisi pengelolaan kelompok
musik dalam ranah kebudayaan Batak Toba. Inilah yang menarik untuk dikaji.
12
12
Bagan 1.2:
Bagan Manajemen Organisasi Grup Musik Mangampu Tua
Grup musik Tambunan juga memiliki manajemen organisasi yang sama
dengan mangampua Tua. Kelompok ini dipimpin oleh sebuah pemilik dan pemilik
itu sendiri, yaitu Bapak H. Tambunan yang memimpin dan mengatur semua
urusan grup musik tersebut. Adapun bagan sistem manajemen Tambunan Musik
adalah sebagai berikut.
13
13
Bagan 1.3:
Bagan Manajemen Organisasi Grup Musik Tambunan
Anggota pemusik grup Tambunan terdiri dari pemain trumpet, pemain
trombone, pemain saksofon (saxophone), pemain gitar bas, pemain drum,
pemain keyboard, dan pemain sulim (seruling). Di lain sisi, pemusik grup
Mangampu Tua terdiri dari pemain trumpet, pemain trombone, pemain
saxophone, pemain gitar bas, pemain drum, pemain keyboard, pemain sulim,
dan pemain hasapi.
(2) Sistem pemberian tugas di musik Tambunan dan Mangampu Tua sama yaitu
jika ada yang pesan untuk tampil maka para pemain musik akan dipanggil
untuk bekerja sesuai dengan alat musik yang dimainkan. Para pemusik ini
diatur dan diawasi oleh pemilik yang juga sebagai pengawas.
(3) Pemain musik Tambunan dahulu diambil dari keluarga Tambunan dan mereka
dilatih terlebih dahulu untuk cara bermain dengan baik. Pemain musik
14
14
Tambunan dahulu banyak diambil dari kampung Balige dan Samosir.
Sekarang sudah banyak dari Medan sendiri.
(4) Para pemain musik dahulu datang melamar bekerja di grup musik Tambunan
dan menetap di Medan. Tetapi setelah berkembangnya zaman dan banyaknya
muncul grup musik di kota Medan, membuat grup musik Tambunan mencari
pemain musik seperti dari USU, Unimed, dan dari desa-desa di Tanah Batak.
Pemain musik yang ada di grup musik Tambunan tidaklah menetap di grup
musik Tambunan tetapi para pemusik juga bisa bermain musik di grup yang
lainnya. Para pemusik dipanggil jika ada jadwal sesuai dengan ada pesanan.
(5) Di kedua grup musik ini tidak mempunyai jadwal latihan yang rutin tetapi
mereka langsung latihan dicoba dengan mulut dan langsung latihan didalam
mobil. Hal ini juga berlaku pada grup musik Mangampu Tua para pemusiknya
diambil dari luar dan jika ada pesanan baru para pemusik dipanggil untuk
bermain musik.
(6) a. Adapun sistem penggajian yang dilakukan selama ini oleh grup musik
Mangampu Tua yaitu pembagian hasil dimana 30% dari Rp 2.500.000, untuk
pemilik dan 70% dari Rp 2.500.000, untuk para pemain musik sedangkan di
grup musik Tambuanan yaitu pembagian hasil dimana 20% untuk pemilik dan
80% untuk para pemain musik setelah dikurangi ongkos pengangkutan barang-
barang musik dan pemain. Adapun harga yang sudah ditentukan oleh grup
musik Tambunan untuk setiap konsumen yang memesan grup musik
Tambunan di suatu pesta sekitar Medan itu sebesar Rp 2.500.000. Kemudian
pembagian uang pendapatan tersebut dirinci lagi sebagai berikut.
15
15
(i) Ongkos transport pengangkutan barang sebesar Rp 200.000,-
(ii) Maka yang dibagi hasil Rp 2.300.000 dimana 20% x Rp.2.300.000 =
Rp 460.000 untuk pemilik dan pemain musik ada 7 orang sehingga 7
orang itu mendapat 80% x Rp 2.300.000 = Rp 1.840.000. Jadi tiap
orang pemusik mendapat Rp 1.840.000 dibagi 7 orang = Rp 262.857.
Para pemain musik digaji jika ada pekerjaan untuk tampil di pesta-pesta
seperti acara pernikahan dan acara adat meninggal Batak Toba. Adapun
lamanya jam yang sudah ditentukan untuk grup musik Tambunan ini disewa
yaitu dari jam 9 pagi sampai jam 6 sore berarti selama 9 jam tapi tidak terus
memainkan musik ada saat istirahatnya juga Di sini berarti minimya
gaji/kesejahteraan para pemusik karena tidak ada uang masuk yang lainnya
hanya gaji saja sesuai ada pekerjaan untuk tampil. Dahulu grup musik
Tambunan banyak dipesan karena 35 kali tampil dalam sebulan karena ada
dua kali tampil dalam sehari, namun sekarang hanya ada 10 kali tampil dalam
sebulan karena banyaknya persaingan.
Grup musik Tambunan juga menghadapi beberapa gangguan jika mereka
tampil di acara pernikahan dan acara kematian di desa karena pemuda setempat
meminta uang keamanan ataupun uang kutipan sehingga kadang menyebabkan
pertengkaran.
Adapun grup musik Tambunan dan Mangampu Tua bertahan sampai
sekarang ini karena hanya ini saja usaha yang mereka miliki dan pemilik langsung
aktif ke lapangan, pemilik ikut terlibat dalam mengawasi para pemusik saat tampil
untuk memastikan semua alat-alat musik tetap dalam kondisi yang baik agar alat-
alat musik tidak rusak ataupun tidak hilang.
16
16
Sekarang ini, musik tiup bagi masyarakat Batak sepertinya sudah melekat
bagi mayoritas komunitas ini. Karena pada setiap acara upacara adat perkawinan
dan kematian selalu menyertakan aliran musik tiup sebagai bagian dari upacara
ini.
Apabila manajer/pemilik mampu menjalankan fungsinya dan perannya
dengan baik, maka organisasi yang dipimpinnya akan berkembang dengan baik.
George Terry dalam bukunya Principles of Management mengemukakan bahwa
ada beberapa kesalahan yang menyebabkan gagalnya perusahaan di Amerika
Serikat antara lain:
1. Memulai secara besar-besaran, tanpa mencoba dahulu apakah idenya itu
berhasil di bidang yang kecil dan terbatas.
2. Saingan (terutama asing) tidak dinilai sebagaimana mestinya.
3. Salah dalam menetapkan nilai (harga) barang dan jasa.
4. Memulai usaha dengan modal yang terlalu kecil, dengan sebagian besarnya
diharapkan dari hutang, sehingga terjadi praktek tutup lobang gali lobang.
5. Memasuki usaha tanpa mempunyai pengalaman terlebih dahulu.
6. Terjadi pemborosan pada penggunaan modal yang besar.
7. Terlalu gampang menggunakan skim kredit tanpa ada perencanaan sistem
pengembaliannya.
8. Terlalu mudah memberikan kredit, hanya untuk menarik langganan baru.
9. Terlalu banyak keluarga yang ikut campur di dalam perusahaan tanpa
memperhatikan keahliaannya.
17
17
Untuk itu Tom Peters dan Robert Waterman dalam bukunya Insearch of
Excellencen memberikan jalan keluar dalam rangka mensukseskan kegiatan
usaha, yaitu:
1. Sergap bertindak: bersedia melakukan apa saja untuk kesuksesan usahanya.
2. Dekat dengan para pelanggan: mempelajari kebutuhan-kebutuhan pelanggan
danmencari cara untuk memenuhinya.
3. Otonom dan berwirausaha: memecah perusahaan menjadi bagian-bagian kecil
dan mendorong masing-masing bagian tersebut untuk berfikir mandiri dan
kompetitif.
4. Produktivitas melalui motivasi anggota organisasi: menumbuhkan kesadaran
semua karyawan bahwa upaya mereka dalam memajukan perusahaan adalah
sangat penting dan mereka akan turut menikmati apabila berhasil.
5. Mengutamakan hal-hal yang penting bagi kemajuan usaha.
6. Bertahan dengan hal-hal yang menguntungkan usaha.
7. Organisasi sederhana dan tidak banyak biaya.
8. Tegas tapi toleran terhadap karyawan.
Menurut Peters dan Waterman, apa yang membuat manajer efektif dan
perusahaan unggul, bukanlah strategi intelektual yang cemerlang, akan tetapi
ketaatan pada dasar, yaitu kerja keras, mengerjakan sesuatu dengan sederhana,
bertindak cepat, berinteraksi dengan pelanggan, menghargai karyawan dan
mempertahankan arti suatu misi.
Lagu-lagu yang dimainkan pemusik grup musik Tambunan dan
Mangampu Tua sebagai hasil dari manajemen produksinya, disesuaikan dengan
sesuai pesanan yang menggunakan mereka, dan lagu-lagu yang lagi trend di
18
18
masyarakat. Grup musik Tambunan juga menyewakan sound system dan alat-alat
musik dan mempunyai prasarana alat musik tersendiri dan bus pengangkut barang
serta pakaian seragam grup musik Tambunan.
Dilihat dari sisi manajemen pemasarannya, maka kedua kelompok ini
menggunakan sistem pemasaran secara kelisanan. Keberadaan mereka
disampaikan dari orang ke orang secara lisan. Selain itu, mereka juga
menggunakan media-media seperti kartu nama grup yang siap untuk dibagi-
bagikan kepada semua orang, dengan harapan suatu saat kelak mereka dipanggil
untuk pertunjukan dalam berbagai peristiwa musikal. Seterusnya strategi
pemasaran kedua kelompok ini adalah bekerjasama dengan berbagai kelompok
usaha yang berkaitan dengan pesta adat perkawinan Batak Toba, seperti usaha
pelaminan, catering makanan dan minuman, foto perkawinan, dan shooting video,
dan lain-lainnya.
Menurut peneliti, sistem manajemen Mangampu Tua dan Tambunan musik
masih lebih menganut sistem manajemen tradisional, artinya pemiliklah yang
mengelola semua dari mengatur jadwal, memberikan gaji, menyediakan alat-alat
musik dan para pemain musik tidak terikat dan bisa berpindah-pindah ke grup
musik lain serta tidak mempunyai waktu yang khusus untuk latihan sehingga grup
musik ini hanya bisa bertahan saja dan tidak berkembang. Padahal untuk
mengembangkan suatu usaha diperlukan sistem manajemen yang baik. Oleh karen
hal inilah peneliti tertarik untuk meneliti grup musik Mangampu Tua dan
Tambunan Musik.
Berdasarkan paparan di atas, ada beberapa hal yang menjadi pertanyaan
dalam benak penulis, yaitu bagaimana sistem manajemen Mangampu Tua dan
19
19
Tambunan Musik yang meliputi perencanaan, pengarahan, sumber daya manusia,
pengawasan dan organisasi, apa strategi musik Mangampu Tua dan musik
Tambunan untuk tetap bertahan dan diminati masyarakat, dan bagaimana sejarah
berdirinya dan bertahannya grup musik Mangampu Tua dan grup musik
Tambunan.
Fenomena manusia pengelola dan seniman musik serta musik yang
dihasilkannya seperti terurai di atas sangat menarik untuk didekati dari dua ilmu
utama yaitu manajemen dan etnomusikologi. Untuk itu dalam latar belakang ini
selain ilmu manajemen, dikaji juga etnomusikologi sebagai sebuah disiplin ilmu
pengetahuan.
Menurut I Made Bandem (2001:1-2), etnomusikologi merupakan sebuah
bidang keilmuan yang topiknya menantang dan menyenangkan untuk
diwacanakan. Sebagai disiplin ilmu musik yang unik, etnomusikologi mempelajari
musik dari sudut pandang sosial dan budaya. Sebagai disiplin yang sangat populer
saat ini (baik di tingkat internasional atau Indonesia), etnomusikologi merupakan
ilmu pengetahuan yang relatif muda umurnya. Walaupun umurnya baru sekitar
satu abad, namun uraian-uraian tentang musik eksotik (yang merupakan dasar-
dasar munculnya etnomusikologi) sudah dijumpai jauh sebelumnya. Uraian-raian
tersebut ditulis oleh para penjelajah dunia, utusan-utusan agama, orang-orang
yang suka berziarah dan para ahli filologi. Pengenalan musik Asia di Dunia Barat,
pada awal-awalnya dilakukan oleh Marco Polo, pengenalan musik China oleh
Jean-Babtise Halde tahun 1735, dan Josep Amiot tahun 1779. Kemudian musik
Arab oleh Guillaume-Andre Villoeau hun 1809. Periode ini dipandang sebagai
awal perkembangan etnomusikologi. Masa ini pula diterbitkan Ensiklopedi Musik
20
20
oleh Jean-Jaques Rousseau, tepatnya tahun 1768, yang memberi semangat
tumbuhnya etnomusikologi. Penelitian tentang musik rakyat dari berbagai bangsa
di Eropa dilakukan oleh Grin dan Herder dan kawan-kawannya, yang akhirnya
menjadi tumbuhnya benih kesadaran akan perbedaan budaya dalam persamaan
universal makhluk manusia.
Sebagai sebuah disiplin ilmu, etnomusikologi dengan terang-terangan
dinobatkan sebagai dua kelompok disiplin, yaitu ilmu humaniora dan ilmu sosial
sekali gus. Selain itu pula, sangat dirasakan perlunya memanfaatkan ilmu eksakta
di bidang disiplin ini, terutama yang berkaitan dengan organologi, akustik, dan
artefak. Etnomusikologi, pada waktu ini, memberikan kontribusi keunikannya
dalam hubungannya bersama aspek-aspek ilmu pengetahuan sosial dan aspek-
aspek ilmu humaniora, dalam caranya untuk melengkapi satu dengan lainnya,
mengisi penuh kedua pengetahuan itu. Keduanya akan dianggap sebagai hasil
akhir darinya sendiri; keduanya dipertemukan menjadi pengetahuan yang lebih
luas (Merriam, 1964).
Etnomusikologi biasanya secara tentatif paling tidak menjangkau
lapangan-lapangan studi lain sebagai suatu sumber stimulasi baik terhadap
etnomusikologi itu sendiri maupun disiplin saudaranya, dan ada beberapa cara
yang dapat dijadikan nilai pemecahan terhadap masalah-masalah ini. Studi teknis
dapat memberitahukan kita banyak tentang sejarah kebudayaan. Fungsi dan
penggunaan musik adalah sebagai suatu yang penting dari berbagai aspek lainnya
pada kebudayaan, untuk mengetahui kerja suatu masyarakat. Musik mempunyai
interelasi dengan berbagai tumpuan budaya; ia dapat membentuk, menguatkan,
saluran sosial, politik, ekonomi, linguistik, religi, dan beberapa jenis tata tingkah
21
21
laku lainnya. Teks nyanyian melahirkan beberapa pemikiran tentang suatu
masyarakat, dan musik secara luas dipergunakan sebagaimana analisis makna
terhadap prinsip struktur sosial. Etnomusikolog seharusnya tidak dapat
menghindarkan diri terhadap dirinya sendiri dengan masalah-masalah simbolisme
di dalam musik, pertanyaan tentang hubungan antara berbagai seni, dan semua
kesulitan pengetahuan apa itu estetika dan bagaimana strukturnya. Ringkasnya,
masalah-masalah etnomusikologi bukan hanya terbatas kepada teknik semata--
tetapi juga tentang tata tingkah laku manusia. Etnomusikologi juga tidak sebagai
sebuah disiplin yang terisolasi, yang memusatkan perhatiannya kepada masalah-
masalah esoterisnya saja, yang tidak dapat diketahui oleh orang selain yang
melakukan studi etnomusikologi itu sendiri. Tentu saja, etnomusikologi berusaha
mengkombinasikan dua jenis studi, untuk mendukung hasil penelitian, untuk
memecahkan masalah-masalah spektrum yang lebih luas, yang mencakup baik
ilmu humaniora ataupun sosial.
Ilmu pengetahuan humaniora lebih memfokuskan perhatian kepada nilai-
nilai kemanusiaan dibandingkan dengan ilmu pengetahuan sosial, dan lebih
menaruh perhatian kepada nilai kebebasan dalam mendeskripsikan perilaku
manusia. Pernyataan ini, secara umum memang benar, yang kembali
mendiskusikan dan menanyakan metode-metode dari menanyakan muatan
lapangan studinya. Begitu juga, penting untuk menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan humaniora sangat melibatkan nilai-nilai, dan ini menjadi titik
kuncinya. Dengan demikian, fokus ilmu-ilmu humaniora dibangun di atas kritik
pengujian dan evaluasi dari produk manusia di dalam urusan kebudayaan (seni,
22
22
musik, sastra, filsafat, dan religi), sedangkan fokus ilmu pengetahuan sosial adalah
cara manusia hidup bersama, termasuk aktivitas-aktivitas kreatif mereka.
Dalam sejarah perkembangan etnomusikologi, terjadi gabungan dua
disiplin yaitu muskologi dan etnologi. Musikologi selalu digunakan dalam
mendeskrip-sikan struktur musik yang mempunyai hukum-hukum internalnya
sendiri--sedangkan etnologi memandang musik sebagai bahagian dari fungsi
kebudayaan manusia dan sebagai suatu bahagian yang menyatu dari suatu dunia
yang lebih luas. Secara tegas dinyatakan oleh Merriam sebagai berikut.
Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but tidakes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam, 1964:3-4).
23
23
Dari kutipan di atas, menurut Merriam, para pakar etnomusikologi
membawa dirinya sendiri kepada pembahagian bidang kajian ilmu. Oleh karena
itu, selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan, yaitu musikologi dan
etnologi. Kemudian menimbulkan kemungkinan-kemungkinan masalah besar
dalam rangka mencampurkan kedua disiplin itu dengan cara yang unik, dengan
penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin
tersebut. Sifat dualisme lapangan studi ini, dapat ditandai dari literatur-literatur
yang dihasilkannya. Seorang sarjana menulis secara teknis tentang struktur suara
musik sebagai suatu sistem tersendiri, sedangkan sarjana lain memilih untuk
memperlakukan musik sebagai suatu bahagian dari fungsi kebudayaan manusia,
dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan ini. Pada saat
yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh pakar antropologi
Amerika, yang cenderung untuk mengandaikan kembali suatu aura reaksi
terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai
dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Di sini,
penekanan etnologi yang dilakukan oleh para sarjana ini tidak seluas struktur
komponen suara musik sebagai suatu bahagian dari permainan musik dalam
kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan
manusia yang lebih luas.
Dalam bukunya yang bertajuk The Anthropology of Music (1964) yang
diterbitkan oleh Northwestern University Press di Chicago ini, salah satu kajian
Merriam adalah mengenai pemusik itu sendiri, yang dipaparkannya pada Bab VII
yang berjudul “Social Behaviour: Musician.” Tema mengenai pemusik ini sangat
relevan dalam mengkaji manajemen organisasi, produksi, dan pemasaran dua grup
24
24
musik tiup Batak Toba di Medan, yaitu Tambunan dan Mangampu Tua. Menurut
Merriam mengenai pemusik ini dijelaskannya sebagai berikut.
A third type of behavior in the music process is that of the musician who, no less than any other individual, is also a member of society. As a musician, he plays a specific role and may hold a specific status within his society, and his role and status are determined by the consensus of society as to what should be proper behavior for the musician. Musicians may form a special class or caste, they may or may not be regarded as professionals, their role may be ascribed or achieved, their status may be high or low or a combination of both. In nearly every case, however, musicians behave socially in certain well-defined ways, because they are musicians, and their behavior is shaped both by their own self-image and by the expectations and stereotypes of the musicianly role as seen by society at large (Merriam 1964: 121).
Tipe ketiga dari perilaku dalam proses budaya musik adalah mengenai
pemusik itu sendiri. Pemusik ini dalam kajian kebudayaan bukan hanya
dipandang sebai individu saja, tetapi ia menjadi bahagian dari masyarakatnya.
Sebagai seorang pemusik, ia memiliki peran-peran khusus, yang bahkan bisa pula
memiliki status yang khusus dalam kehidupan masyarakatnya. Kedudukan
pemusik di dalam masyarakat ini ditentukan oleh konsensus warga
masyarakatnya, yang mengarahkan bagaimana pemusik tersebut bertindak dan
berperilaku. Para pemusik ini dapat dipandang sebagai kelas atau kasta yang
khusus. Para pemusik ini bisa dipandang bukan atau sebagai pemain musik yang
profesional, peran pemusik ini dapat saja ascribed atau achieved, status mereka
bisa saja dipandang kelas atas atau kelas bawah, atau kombinasi keduanya. Pada
berbagai kasus para pemusik secara sosial dapat dikategorikan dengan berbagai
pandangan, sebab ia adalah pemusik yang perilakunya dibentuk dan diarahkan
oleh imajinasi (cara pandang dari dalam) dan juga oleh ekspektasi dan stereotipe
yang diberikan oleh masyarakat secara luas.
25
25
Lebih jauh lagi mengenai pemusik yang tidak dapat dikategorikan sebagai
spesialis atau profesional dikemukakan oleh Nettl sebagai berikut.
The typical primitive group has no specialization or
professionalization; its division of labor depends almost exclusively on sex and occasionally on age; and only rarely are certain individuals proficient in any technique to a distinctive degree. All women do the same things each day, possess approximately the same skills, have the same interests; and the men’s activities are equally common to all. Accordingly, the same songs are known by all the members of the group, and there is little specialization in composition, performance, or instrument-making. (1956:10)
Menurutnya, tipe pemusik di dalam kelompok masyarakat primitif tidak
memiliki pemusik yang spesialis ataupun profesional. Para pemusik ini biasanya
dikategorikan sebagai bagian dari pekerjaannya yang tergantung secara eksklusif
kepada jenis kelamin dan juga umur, dan ada pula yang ditentukan oleh kemahiran
teknis bermusik untuk memberikan peringkat bermusik di atara pemusik-pemusik
ini. Semua pemusik wanita melakukan hal yang sama setiap hari, demikian pula di
kalangan pemusik laki-laki. Sejalan dengan hal itu beberapa nyanyian dikuasai
oleh semua anggota grup musik tersebut, namun ada pula kekhususan dalam
konteks komposisi, pertunjukan, dan pembuatan alat-alat musik.
Penulis melihat fenomena sosial dan budaya grup musik tiup di Medan
seperti diurai di atas, menjadi suatu kerja keilmuan yang menarik, untuk dijadikan
sebagai salah satu bahan penelitian ilmiah. Hal inilah yang melatar belakangi
penulis memilih judul “Kajian Manajemen Organisasi, Produksi, dan Pemasaran
Grup Musik Tiup di Kota Medan: Studi Kasus Mangampu Tua dan Tambunan
Musik.”
26
26
1.2 Pokok Permasalahan
Dalam penulisan ini perlu dilakukan pembatasan masalah. Masalah dalam
penelitian ini dibuat dengan jelas untuk mempermudah penulisan dalam
menyelesaikan masalah. Adapun yang menjadi pokok masalah yang diteliti ada
tiga yaitu sebagai berikut.
1. Bagaimana manajemen organisasi grup musik Mangampu Tua dan grup
musik Tambunan di Kota Medan?
2. Bagaimana manajemen produksi pertunjukan musik grup musik
Mangampu Tua dan grup musik Tambunan?
3. Bagaimana manajemen pemasaran pertunjukan musik grup musik
Mangampu Tua dan grup musik Tambunan?
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:
1. Untuk menganalisis manajemen organisasi di grup musik Mangampu Tua
dan Tambunan Musik.
2. Untuk menganalisis manajemen organisasi di grup musik Mangampu Tua
dan Tambunan Musik.
3. Untuk menganalisis manajemen pemasaran di grup musik Mangampu Tua
dan Tambunan Musik.
27
27
1.3.2 Manfaat penelitian
Dalam penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat
menjadi kontribusi bagi para pembaca dan khususnya bagi grup musik Mangampu
Tua dan Tambunan musik.
Adapun manfaat penulisan ilmiah ini adalah:
1. Memberikan pemahaman dan masukan kepada grup musik Mangampu
Tua dan Tambunan Musik untuk memperbaiki sistem manajemen yang
lebih baik lagi.
2. Memberikan masukan strategi meningkatkan kualitas untuk diminati
masyarakat banyak kepada grup musik Mangampu Tua dan Tambunan
Musik.
3. Memberikan masukan bagi peneliti berikutnya yang ingin menganalisis
kajian manajemen seni grup musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik.
1.4 Studi Kepustakaan
Sebelum melakukan penelitian ini, penulis terlebih dahulu melakukan
tinjauan kepustakaan, yaitu mencari literatur-literatur yang berhubungan dengan
objek penelitian ini. Tujuan dari kepustakaan ini dibagi dalam dua bagian, yaitu:
(1) untuk mendapatkan dasar-dasar teori dan menelaah literatur-literatur tersebut
dengan penelitian dalam lingkup pengkajian dan penelitian seni secara umum dan
pembahasan manajemen organisasi, produksi, dan pemasaran grup musik
Mangampu Tua dan Tambunan Musik” secara khusus dan (2) untuk menghindari
penelitian yang tumpang tindih.
28
28
Sepanjang pengetahuan penulis, dari hasil penelitian pustaka yang
dilakukan menunjukkan bahwa hingga saat ini belum ada kajian mengenai kajian
manajemen seni Grup Musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik.
Untuk mendukung pengetahuan dan pemahaman penulis dalam membahas
permasalahan yang ada, maka penulis mempergunakan beberapa buku acuan,
antara lain sebagai berikut.
1. Buku Ajar Pengantar Manajemen disusun oleh Azhar dan Cut Nizma,
Program Studi Perbankan dan Keuangan Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri
Medan, 2015. Buku ini membahas tentang The Art of Management artinya
manajemen sebagai suatu seni kemahiran untuk menerapkan ilmu yang
dimiliki pada situasi-situasi dan obyek-obyek tertentu. Kemahiran tersebut
ditentukan oleh watak dan kepribadiaan seseorang, yang ditentukan oleh
bakat, naluri, emosi, tingkat usia, pengalaman, dan lain sebagainya. Seni pada
dasarnya merupakan kemampuan pribadi yang tidak dapat dipelajari karena
tidak mempunyai prinsip-prinsip yang standar, tetapi dapat ditempa melalui
latihan dan pengalaman.
2. Buku Penelitian Ilmu Manajemen, Tinjauan Filosofis dan Praktis (2013)
berisikan tentang konsep manajemen adalah ilmu dan seni, artinya sebuah
proses atau upaya sadar antar manusia dengan sesama secara beradab, dimana
pihak kesatu secara terarah membimbing perkembangan kemampuan dan
kepribadian pihak kedua secara manusiawi yaitu orang per orang. Atau bisa
diperluas menjadi makro sebagai upaya sadar manusia dimana warga
masyarakat yang lebih dewasa dan berbudaya membantu pihak-pihak yang
29
29
kurang mampu dan kurang dewasa agar bersama-sama mencapai taraf
kemampuan dan kedewasaan yang lebih baik.
3. Buku Manajemen Kinerja, yang ditulis oleh Wibowo (2014). Buku ini
membahas tentang manajemen kinerja adalah manajemen tentang menciptakan
hubungan dan memastikan komunikasi yang efektif. Manajemen kinerja
memfokuskan pada apa yang diperlukan oleh organisasi, manajer, dan pekerja
untuk berhasil. Manajemen kinerja adalah tentang bagaimana kinerja dikelola
untuk memperoleh sukses.
4. Penelitian yang dilakukan Tetty Aritonang, 1992, dalam Analisa Melodi
Musik Brass Pada Upacara Adat Saur Matua di Kotamadya Medan, adalah
mendeskripsikan tentang upacara adat kematian masyarakat Batak Toba
melalui pendekatan analisa melodi musik yang dimainkan oleh kelompok
musik tiup dengan mengetengahkan konsep masyarakatnya terhadap musik
yang digunakan dalam sebuah upacara adat kematian, termasuk aspek mar-
gondang.
5. Monang Asi Sianturi, 2012, menulis sebuah tesis yang diajukan untuk
menylesaikan studi magister seni di Program Studi Magister Penciptaan dan
Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang
bertajuk Ensambel Musik Tiup Pada Upacara Adat Batak Toba,
mendeskripsikan dan mengkaji struktur repertoar musik yang difungsikan
pada upacara adat dalam masyarakat Batak Toba.
6. Dalam konteks yang sama, tulisan Horasman Sinurat, 2001, yang mengkaji
Perkembangan Musik Brass di Kota Medan dengan Masuknya Unsur Musik
Tradisi Batak Toba pada satu kelompok musik di kota Medan. Skripsi ini
30
30
menyoroti dan fokus kepada bagaimana alat-alat musik tradisi Batak Toba
masuk ke dalam ensambel musik tiup, terjadilah akulturasi peralatan dan juga
lagu-lagu yang dipergunakan.
7. Mariance Damanik, menulis sebuah skripsi sarjana di Program Studi
Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara pada tahun 2006
yang lalu. Tulisannya ini berjudul Dinamika Organisasi Musik Tiup pada
Masyarakat Batak Toba di Kota Medan. Skripsi sarjana ini secara umum
adalah menganalisis pasang dan surutnya organisasi-organisasi musik tiup
yang ada di Medan dari grup yang pertama yaitu Duma Musik yang didirikan
tahun 1987 kemudian diikuti oleh Tambunan Musik tahun 1989 sampai
kemudian di era tahun 2006. Tampak dari hasil kajian beliau ini terjadi masa-
masa naik dan masa-masa surut grup musik tiup, semua ini tidak dapat
dilepaskan dari hukum permintaan dan persediaan.
Dari beberapa tinjauan pustaka yang diuraikan di atas, penelitian yang
akan dilakukan penulis dari hasil studi di lapangan (field work) terhadap hubungan
diantara keduanya, yaitu hasil temuan dengan teori dan asumsi para penulis
sebelumnya. Dengan itu diharapkan, dapat ditemukan hubungan keterkaitan topik
yang dikemukakan penulis dengan pendapat para penulis buku, sekaligus memberi
pembenaran dan sanggahan akan pernyataan-pernyataan mereka. Karena jawaban
akan dapat ditemukan setelah mengkaji dan menganalisis fenomena musik dalam
disiplin ilmu etnomusikologi ini dengan studi lapangan dan studi laboratorium,
dimana studi laboratorium harus berdasarkan atas studi lapangan, dan harus
mencari keseimbangan di antara keduanya (dual nature), bukan memberi tekanan
khusus pada salah satu (Merriam,1964;39).
31
31
Musik adalah seni penataan bunyi secara cermat yang membentuk pola
teratur dan merdu yang tercipta dari alat musik atau suara manusia. Musik
biasanya mengandung unsur ritme, melodi, harmoni, dan warna bunyi (Syukur,
2005).
1.5 Konsep dan Teori
1.5.1 Konsep
Kajian artinya adalah hasil mengkaji. Manajemen dapat diartikan sebagai
ilmu dan seni tentang upaya untuk memanfaatkan semua sumber daya yang
dimiliki untuk mencapai tujuan secara efektif dan efesien.
Manajemen sebagai seni yaitu manajemen dipandang sebagai keahlian,
kemahiran, kemampuan, serta keterampilan dalam menerapkan prinsip, metode,
dan teknik dalam menggunakan sumber daya manusia dan sumber daya alam
secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan. Sifat manajemen sebagai seni
yaitu: ahli, mahir, mampu, dan terampil.
The art of management artinya manajemen sebagai suatu seni kemahiran
untuk menerapkan ilmu yang dimiliki pada situasi-situasi dan obyek-obyek
tertentu. Kemahiran tersebut ditentukan oleh watak dan kepribadian seseorang,
yang banyak ditentukan oleh bakat, naluri, emosi, tingkat usia, pengalaman, dan
lain sebagainya. Seni pada dasarnya merupakan kemampuan pribadi yang tidak
dapat dipelajari karena tidak mempunyai prinsip-prinsip yang standar, tetapi dapat
ditempa melalui latihan dan pengalaman.
Musik adalah sebuah organisasi bunyi yang sangat berperan aktif dalam
kehidupan manusia. Peran penting musik juga sangat dibutuhkan dalam sebuah
32
32
kebudayaan baik melalui vokal, instrumen, maupun gabungan keduanya. Musik
selalu berkembang bentuk, guna, dan fungsinya di tengah-tengah masyarakat
pendukungnya. Di antara fungsi musik adalah sebagai media hiburan, ritual,
peribadatan, maupun sebuah pendidikan. Musik adalah salah satu bagian dari
kesenian yang dinikmati melalui pendengaran melalui warna suara (tone
color/timbre), ritme (rhythm), melodi (melody), harmoni (harmony), dan dinamika
(dynamic) yang terajut dalam suatu tekstur yang dapat menghasilkan suatu
ekspresi.
Grup musik atau band merupakan kumpulan yang terdiri atas dua atau
lebih musisi (pemusik) yang memainkan alat musik ataupun bernyanyi. Grup
musik Mangampu Tua dan musik Tambunan dikenal sebagai musik brass band
Batak Toba. Sadie dalam The New Grove Dictionary of Music mengatakan bahwa
brass band adalah sebuah bentuk musik tiup (wind band) yang keseluruhannya
terdiri dari alat musik yang terbuat dari logam kuningan, yang berasal dari tahun
1820-an (1980:209). Brass band digunakan oleh resimen kavaleri (pasukan
berkuda) dan menjadi sangat terkenal terutama di Inggris dan Amerika Serikat. Di
Inggris, brass band menjadi tradisi militer bersama-sama dengan ensambel musik
tiup kayu pada tahun 1800-an.
Tradisi musik brass band yang pada awalnya muncul di Eropa dan
Amerika, pada masa sekarang ini telah menjadi tradisi kebudayaan musik bangsa
lain. Tradisi tersebut dapat dikatakan sebagai suatu hasil kontak kebudayaan.
Masyarakat Batak Toba di Sumatera Utara juga memiliki musik ensambel brass
band yang lazim juga disebut dengan ensambel musik tiup. Sampai sekarang ini,
brass band pada masyarakat Batak Toba telah berkembang cukup pesat dan
33
33
menyebar diberbagai tempat seperti Balige, Pematang Siantar, Tarutung, dan
Medan. Masyarakat Batak Toba sangat merespon secara positif kehadiran brass
band, terbukti pada perkembangan penggunaannya, yang dalam waktu singkat
menjadi tradisi bagi beberapa kalangan masyarakat Batak Toba. Menurut
penjelasan informan H. Tambunan, tempat awal mulai berkembangnya brass band
di dalam aktivitas budaya masyarakat Batak Toba adalah di daerah Tambunan
Balige sekitar tahun 1930-an.
Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep-konsep
kepemimpinan. Douglas McGregor (Luthans, 2008:444) berpendapat ada dua
gaya kepemimpinan, yaitu teori X mempresentasikan gaya otoriter tradisional
kepemimpinan dan teori Y mempresentasikan gaya humanistis yang bebas dari
prasangka. Teori ini menyatakan bahwa pemimpin yang menyukai teori X
cenderung menyukai gaya kepemimpinan otoriter, seorang pemimpin yang
menyukai teori Y lebih menyukai gaya kepemimpinan demokratis. Untuk kriteria
bawahan yang memiliki tipe teori X adalah bawahan dengan sifat yang tidak akan
bekerja tanpa perintah, sebaliknya bawahan yang memiliki tipe teori Y akan
bekerja dengan sendirinya tanpa perintah atau pengawasan dari atasannya. Tipe Y
ini adalah tipe yang sudah menyadari tugas dan tanggung jawab pekerjaannya.
Dalam konteks kehidupan tradisional masyarakat Batak Toba, aktivitas
bermain musik merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari setiap
kegiatan kebudayaan. Kegiatan musik ini dapat dijumpai dalam kegiatan
pertunjukan musik yang bersifat seremonial dan bersifat hiburan. Salah satu
kegiatan musik dalam konteks adat dan dapat juga dipakai dalam kegiatan ritual
34
34
keagamaan adalah gondang yang dimainkan dalam bentuk ensambel. Ada
beberapa jenis gondang Batak yaitu gondang sabangunan dan gondang hasapi.
1. Gondang Sabangunan,
Gondang Sabangunan terdiri dari Sarune Bolon (sejenis alat tiup oboe
berlidah ganda), Taganing (perlengkapan terdiri dari lima gendang yang
dikunci punya peran melodis dengan sarune tersebut), Gordang (sebuah
gendang besar yang menonjolkan irama ritme). Empat gong yang disebut
Ogung dan Hesek sebuah alat perkusi/biasanya sebuah botol yang dipukul
dengan batang kayu atau logam) yang mengatur/menjaga stabilitas tempo.
2. Gondang Hasapi,
Ensambel gondang hasapi terdiri dari hasapi ende (sejenis gitar kecil yang
punya dua tali yang main melodi), hasapi doal (sejenis gitar kecil yang punya
dua tali yang main pola irama), garantung (sejenis gambang kecil yang main
melodi mengambil peran taganing dalam ansambel gondang hasapi), sulim
(sejenis suling terbuat dari bambu yang punya selaput kertas yang bergetar.
Adapun alat musik yang digunakan pada grup seni brass band yaitu trumpet
(salah satu alat musik tiup logam yang pada awalnya digunakan sebagai sinyal
panggilan, mulai digunakan pada abad ke-17), saxophone (alat musik tiup logam
dengan reed tunggal, seperti pada alat musik klarinet), trombone yaitu trumpet
besar yang terbuat dari bahan kuningan dan bahan lain dari besi putih atau besi
stainless, keyboard, sulim, drum set, gitar string, dan gitar bas.
35
35
1.5.2 Teori
Ada tiga teori utama yang digunakan dalam mengkaji sistem manajemen
seni yang berfokus kepada tiga masalah utama, yaitu manajemen organisasi,
manajemen produksi, dan manajemen pemasaran. Teori-teori yang penulis
gunakan yaitu: teori manajemen organisasi, teori manajemen produksi, dan teori
manajemen pemasaran.
(A) Di dalam konteks mengkaji manajemen organisaasi, penelitian ini
menggunakan pendekatan teori organisasi dan teori kepemimpinan, dimana
pengorganisasian merupakan keseluruhan proses pengelompokkan orang-orang,
alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab dan wewenang sedemikian rupa sehingga
tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Definisi ini menunjukkan bahwa
pengorganisasian merupakan langkah pertama ke arah pelaksanaan rencana yang
telah tersusun sebelumnya. Dengan demikian, adalah suatu hal yang logis pula
apabila pengorganisasian sebagai fungsi manajemen ditempatkan sebagai fungsi
kedua.
Sumber daya manusia merupakan komponen utama suatu organisasi yang
menjadi perencana dan pelaksana dalam setiap aktivitas organisasi. Mereka
mempunyai pikiran, perasaan, keinginan, status dan latar belakang pendidikan,
usia, jenis kelamin yang heterogen dibawa ke dalama suatu organisasi sehingga
tidak seperti mesin, uang dan materiel, yang sifatnya pasif dan dapat dikuasai dan
diatur sepenuhnya dalam mendukung tercapainya tujuan organisasi.
Selanjutnya daam konteks kepemimpinan ada 3 teori kepemimpinan
menurut Lewin, White, dan Lippit (1930). Menurut mereka kepemimpinan itu:
36
36
(1) ada yang authoritarian, yang menerapkan kepemimpinan otoriter, pemimpin
tidak memberi kesempatan pada bawahannya untuk bertanya ataupun minta
penjelasan. Yang kedua disebut (2) democratic yang mengikutsertakan
bawahannya serta memberi kesempatan bawahan untuk berdiskusi. Yang ketiga
(3) laissez fair yang membiarkan kondisi yang ada dan menyerahkan
kekuasaannya pada bawahannya.
Dalam ilmu manajemen biasanya ada 6 macam teori aliran manajamen
organisasi, yaitu sebagai berikut.
(1) Aliran klasik, aliran ini mendefinisikan manajemen sesuai dengan fungsi-
fungsi manajemennya. Perhatian dan kemampuan manajemen dibutuhkan
pada penerapan fungsi-fungsi tersebut.
(2) Aliran perilaku, aliran ini sering disebut juga aliran manajemen hubungan
manusia. Aliran ini memusatkan kajiannya pada aspek manusia dan
perlunya manajemen memahami manusia.
(3) Aliran manajemen ilmiah, aliran ini menggunakan matematika dan ilmu
statistika untuk mengembangkan teorinya. Menurut aliran ini, pendekatan
kuantitatif merupakan sarana utama dan sangat berguna untuk menjelaskan
masalah manajemen.
(4) Aliran analisis sistem, aliran ini memfokuskan pemikiran pada masalah
yang berhubungan dengan bidang lain untuk mengembangkan teorinya.
(5) Aliran manajemen berdasarkan hasil, aliran manajemen ini diperkenalkan
pertama kali oleh Peter Drucker pada awal 1950-an. Aliran ini
memfokuskan pada pemikiran hasil-hasil yang dicapai bukannya pada
interaksi kegiatan karyawan.
37
37
(6) Aliran manajemen mutu, yaitui yang memfokuskan pemikiran pada usaha-
usaha untuk mencapai kepuasan pelanggan atau konsumen.
(B) Selanjutnya untuk mengkaji manajemen produksi seni musik oleh
Mangampu Tua dan Tambunan di Kota Medan, penulis menggunakan teori
manajemen produksi. Menurut Sofyan Assauri (1980), produksi didefinisikan
sebagai berikut: “Produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan
menambah kegunaan (utility) sesuatu barang atau jasa, untuk kegiatan mana
dibutuhkan faktor-faktor produksi dalam ilmu ekonomi berupa tanah, tenaga kerja,
dan skill (organization, managerial, dan skills).
Produksi adalah segala kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan atau
menambah guna atas suatu benda, atau segala kegiatan yang ditujukan untuk
memuaskan orang lain melalui pertukaran (Partadireja, 1985:21). Produksi adalah
semua kegiatan dalam menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa,
dimana untuk kegiatan tersebut diperlukan faktor-faktor produksi (Sumiarti et al.,
1987:60).
Dari pengertian tentang definisi produksi di atas, maka dapat diartikan
bahwa produksi merupakan suatu kegiatan untuk mentransformasikan faktor-
faktor produksi, sehingga dapat meningkatkan atau menambah manfaat bentuk,
waktu, dan tempat suatu barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia
yang diperoleh melalui pertukaran.
Pada umumnya tujuan perusahaan adalah untuk memperoleh laba yang
maksimal. Di satu sisi sumber daya yang dimiliki oleh suatu perusahaan terbatas.
Dengan demikian seorang manajer perlu merencanakan dan menghitung dengan
38
38
cermat mutu dan kuantitas produk yang diproduksi dan dipasarkan, sehingga
diperoleh keuntungan yang maksimal.
Luas produksi adalah jumlah atau volume produksi yang seharusnya
diproduksi oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu. Luas produksi yang
terlalu besar dapat berakibat pengeluaran biaya yang terlalu besar, pemakaian
bahan baku yang besar pula dan akhirnya memberikan akibat akan merosotnya
harga jual. Sedangkan luas produksi yang terlalu kecil mengakibatkan perusahaan
tersebut tidak mampu memenuhi permintaan pasar atau pelanggan, sehingga
pelanggan tersebut pindah ke produk perusahaan lain yang menjadi pesaing
perusahaan tersebut.
Suatu perusahaan memerlukan sumber daya yang akan dipergunakan
untuk produksi barang. Sumber daya tersebut berupa bahan mentah, bahan
pembantu, mesin-mesin, peralatan lain, tenaga kerja, modal, dan tanah. Selain
sumber daya tersebut jumlah permintaan merupakan penentu luas produksi yang
paling menguntungkan.
Menurut Ahyari (1997:67) luas produksi optimal suatu perusahaan akan
terpenuhi oleh beberapa faktor berikut: (a) tersedianya bahan dasar, (b)
ersedianya kapasitas mesin-mesin yang dimiliki, (c) tersedianya tenaga kerja, (d)
besarnya permintaan akan hasil produksi, (e) tersedianya faktor-faktor produksi
yang lain.
Luas perusahaan tidak selalu sama ukurannya dengan luas produksi.
Perbedaan lain diantara keduanya yaitu luas perusahaan ditentukan oleh batas
waktu dalam jangka panjang, sedangkan luas produksi ditentukan oleh batas
39
39
waktu jangka pendek. Luas perusahaan relatif tetap, sedangkan luas produksi
berubah-ubah setiap waktu.
Sadar akan pentingnya produk yang bermutu, maka perusahaan harus
berorentasi pada penciptaan produk yang bermutu (berkualitas). Akan tetapi, perlu
ditegaskan bahwa bermutu atau tidaknya produk suatu perusahaan bukan
ditetapkan atau di nilai oleh perusahaan, namun produk yang bermutu atau tidak
bermutu dinilai oleh konsumen. Untuk itu, dalam usaha menghasilkan produk
yang bermutu harus mengacu pada keinginan konsumen.
Adapun beberapa strategi yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan
mutu produk perusahaan, sebagai berikut: (a) menetapkan tujuan yang jelas, (b)
memprakarsai atau menentukan kembali budaya organisasi, (c) mengembangkan
komunikasi yang jelas, (d) melembagakan komunikasi efektif dan konsisten, (e)
melembagakan pendidikan dan pelatihan, (f) mendorong perbaikan terus menerus.
Untuk mencapai produk yang bermutu, maka langkah awal perusahaan
yang harus ditempuh pertama kali harus menetapkan tujuan yang jelas dan
spesifik serta didasarkan atas tuntutan pelanggan atau konsumen. Apabila tujuan
telah ditetapkan, maka seluruh sumber daya yang ada pada perusahaan dapat
diarahkan untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh perusahaan guna mencapai
hasil produk yang bermutu yaitu penetapan budaya organisasi. Artinya, individu
yang ada di dalam perusahaan hendaknya dibangun sikap dan perilakunya menjadi
perilaku yang mempunyai moral dan semangat kerja yang tinggi, loyalitas, tepat
waktu, dan rasa antusias untuk menyelesaikan pekerjaan. Hal yang perlu
ditekankan pada karyawan di dalam perusahaan oleh manejer adalah kesejahteraan
40
40
perusahaan yang mencakup tenaga kerja didalamnya untuk masa sekarang dan
masa yang akan datang, untuk mencapainya hanya dengan cara menghasilkan
produk yang bermutu.
Pada tahap di atas, kondisi internal perusahaan telah cukup baik. Tahap
selanjutnya adalah pembentukan komunikasi yang baik antara karyawan atau
dengan pihak eksternal (luar) perusahaan salah satunya adalah dengan konsumen.
Melalui komunikasi yang baik dengan konsumen, maka perusahaan akan
mengetahu tanggapan konsumen atas produk yang dihasilkan serta apa keinginan
konsumen pada periode-periode selanjutnya. Adapun keinginan konsumen pada
setiap periode selalu akan mengalami perubahan.
(C) Untuk mengkaji bagaimana kedua kelompok musik tiup tersebut
memasarkan hasil produksinya berupa pertunjukan musik, maka penulis
menggunakan teori manajemen pemasaran. Teori ini bertumpu pada bagaimana
produk berupa barang dan jasa dipasarkan, sesuai dengan kebutuhan
konsumennya.
Menurut Sofyan Assauri (2004) pemasaran adalah kegiatan aktivitas
menganalisis, merencanakan, mengkoordinasikan, serta mengendalikan semua
kegiatan yang terkait dengan perancangan serta peluncuran produk,
pengkomunikasian, promosi, serta pendistribusian produk tersebut, menenetapkan
harga serta mentransaksikannya, dengan tujuan agar dapat memuaskan konsumen
serta sekaligus dapat mencapai tujuan organisasi perusahaan dalam jangka
panjang. Dalam sebuah konsep pemasaran, terdapat tiga unsur yang penting yang
harus selalu diperhatikan. Ketiga hal tersebut yang nantinya akan menjadi bagian
41
41
penting dalam konsep pemasaran serta akan turut menentukan bagaimana nantinya
manajemen pemasaran tersebut dikelola.
(1) Orientasi pada konsumen. Pada konsep pemasaran sebagai bagian dari
manajemen pemasaran adalah hal yang menjadi prioritas utama saat menghasilkan
sebuah produk bisnis. Pada dasarnya usaha bisnis yang dilakukan merupakan
upaya pemenuhan terhadap kebutuhan konsumen. Konsumen ialah orientasi utama
yang harus dipertimbangkan dalam segala hal dan macam bentuk strategi bisnis.
(2) Penyusunan kegiatan-kegiatan pemasaran secara integral atau
menyeluruh. Manajemen pemasaran dapat melalui konsep pemasaran sebagai
bagian dari filsafat bisnis yang dapat dijalankan menghendaki adanya pengaturan
secara yang dinamis berbagai bentuk penyusunan kegiatan pemasaran secara yang
lebih menyeluruh.
(3) Kepuasan konsumen, juga adalah salah satu unsur penting yang sangat
perlu diperhatikan dalam penyusunan konsep pemasaran. Manajemen pemasaran
yang baik akan menghendaki adanya hasil kepuasan konsumen yang maksimal
sebagai akibat dari proses marketing yang berjalan baik. Kepuasan konsumen
tidak hanya diukur dari bagaimana kualitas produk yang dihasilkan, namun juga di
ukur dari bagaimana cara dan strategi pemasaran itu dijalankan.
1.6 Metode Penelitian
Dalam rangka penelitian tesisi ini, pada tahap awal dilakukan perumusan
pokok permasalahan, untuk menjadi acuan bekerja di lapangan, yang kemudian
mencari data-data yang berkaitan dengan manajemen organisasi, produksi, dan
pemasaran. Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode
42
42
kualitatif dengan menggunakan informan kunci dan informan-informan
tambahan. Data-data primer didapatkan dengan cara pengamatan langsung,
pengamatan partisipatif, serta wawancara mendalam kepada para narasumber
sebagai manejer dan pemusik pada organisasi musik tiup di Kota Medan.
Pada tahap observasi terfokus, peneliti selepas saja diterima untuk dapat
masuk dalam kehidupan informan, maka peneliti menggunakan metode
pengamatan langsung dan terlibat. Untuk melengkapi data-data yang
diperlukan, dilakukan serangkaian kegiatan wawancara bebas dan tidak
berstruktur. Misalnya, ketika bertemu dengan seorang informan, jika kondisinya
memungkinkan langsung berbicara dan menanyakan berbagai pendapat dan
informasi yang berkaitan dengan topik penelitian. Teknik ini lebih tepat untuk
mendapatkan data yang lebih natural tanpa menimbulkan suasana memaksa.
Penelitian ini berdasar pada fenomena sosial terhadap studi kasus,
cenderung menggunakan paradigma terpadu antara fakta sosial dengan defenisi
sosial, karena latar belakang masalah yang dilihat berada pada tingkat hubungan
makrosubyektif dan mikrosubyektif. Pilihan terhadap paradigma ini karena
tergantung pada jenis permasalahan yang sedang dipertanyakan. Manusia sebagai
individu, bertindak, berinteraksi dan menciptakan realitas sosial dalam waktu yang
bersamaan dan sampai pada tingkat tertentu berpengaruh terhadap masyarakatnya.
Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa penelitian ini sepenuhnya
menggunakan metode kualitatif, yaitu peranan peneliti sebagai instrumen utama
dalam proses penelitian. Peneliti berusaha mendeskripsikan dan memahami
fenomena sosial atau masyarakat sebagaimana masyarakat itu mempersepsikan
diri mereka. Oleh karena itu realitas sosial atau masyarakat yang menjadi asaran
43
43
pengamatan akan lebih dipahami sebagai suatu proses, bukan kejadian semata-
mata, yaitu subyek penelitian yang memiliki struktur, kelompok, perilaku,
tindakan, kreativitas, dinamika, sikap dan cita-cita sesuai dengan diri mereka
sendiri beserta lingkungannya. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan
pendekatan etnografi yaitu lebih menggambarkan cara hidup atau kegiatan
masyarakat terutama dalam menginterpretasikan kesenian dan fungsi-fungsi
manajemen di dalam kehidupan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dalam rangka
mencari ilmu pengetahuan tentang manajemen organisasi, produksi, dan
pemasaran pada kelompok musik tiup di Kota Medan, dengan studi kasus pada
kelompok musik Mangampu Tua dan Tambunan. Denzin dan Lincoln menyatakan
secara eksplisit tentang penelitian kualitatif sebagai berikut.
Qualitative [sic.] research has a long and distinguished history in human disiplines. In sociology the work of the "Chicago school" in the 1920s and 1930s established the importance of qualitative research for the study of human group life. In anthropology, during the same period, ... charted the outlines of the field work method, where in the observer went to a foreign setting to study customs and habits of another society and culture. ...Qualitative research is a field of inquiry in its own right. It crosscuts disiplines, fields, and subject matter. A complex, interconnected, family of terms, concepts, and assumtions surround the term qualitative research (Denzin dan Lincoln, 1995:1).
Lebih jauh Nelson menjelaskan mengenai apa itu penelitian kualitatif itu
menurut keberadaannya dalam dunia ilmu pengetahuan adalah seperti yang
dijabarkannya berikut ini.
44
44
Qualitative research is an interdisiplinary, transdisiplinary, and sometimes counterdisiplinary field. It crosscuts the humanities and the social and physical sciences. Qualitative research is many things at the same time. It is multiparadigmatic in focus. Its practitioners are sensitive to the value of the multimethod approach. They are commited to the naturalistic perspective, and to the interpretive understanding of human experience. At the same time, the field is inherently political and shaped by multiple ethical and political positions (Nelson dan Grossberg 1992:4).
Dari kedua kutipan di atas secara garis besar dapat dinyatakan bahwa
penelitian kualitatif umumnya ditujukan untuk mempelajari kehidupan
kelompok manusia. Biasanya manusia di luar kelompok peneliti. Penelitian
ini melibatkan berbagai jenis disiplin, baik dari ilmu kemanusiaan, sosial,
ataupun ilmu alam. Para penelitinya percaya kepada perspektif naturalistik,
serta menginterpretasi untuk mengetahui pengalaman manusia, yang oleh karena
itu biasanya inheren dan dibentuk oleh berbagai nilai etika posisi politik.
1.7 Teknik Mengumpulkan Data
Untuk mengumpulkan data, dilakukan penelitian lapangan.Penelitian
lapangan yang dimaksud disini adalah kegiatan yang penulis lakukan yang
berkaitan dengan pengumpulan data di lapangan, yang terdiri dari observasi,
wawancara, perekaman, dan analisis.
Pada tahap pengumpulan data ini dikumpulkan data yang diperlukan yaitu
buku-buku yang berisi tentang sietem manajemen seni yang sangat membantu
dalam pemaparannya. Kemudian mengamati proses permainan musik dan
manajemen grup musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik, mengambil foto
dari kegiatan-kegiatan yang terdapat di grup musik Mangampu Tua dan
45
45
Tambunan Musik, merekam proses wawancara terhadap berbagai pihak yang
terlibat dalam penelitian penuli dalam kajian manajemen seni grup musik
Mangampu Tua dan Tambunan musik, kemudian mengklasifikasikan dan
memverifikasikan data yang didapat dari Mangampu Tua dan Tambunan Musik.
1.7.1 Observasi
Observasi yang dilakukan penulis adalah observasi langsung: yaitu
langsung kepada pihak manajemen Mangampu Tua dan Tambunan musik serta
kepada para pemain musik yang terlibat dalam grup musik Mangampu Tua dan
Tambunan musik. Selain itu, observasi yang penulis lakukan adalah dengan
melihat langsung pertunjukan-pertunjukan yang dilakukan kelompok musik tiup
Mangampu Tua dan Tambunan ini.
1.7.2 Wawancara
Untuk memperoleh data-data yang tidak dapat dilakukan melalui observasi
tersebut (seperti konsep etnosainsnya tentang estetika dan teknis musikalnya),
penulis melakukan wawancara. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara
yang sifatnya terfokus yaitu terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan
dengan sistem manajemen, sejarah berdirinya dan bertahannya grup musik
Mangampu Tua dan Tambunan musik, sistem gaji pemusik, tingkat kesejahteraan
pemusik dan strategi grup musik Mangampu Tua dan Tambunan musik dalam
meningkatkan kualitas produksi dan diminati masyarakat banyak. Juga yang tidak
kalah pentingnya adalah strategi pemasaran yang direncanakan dan dilakukan.
46
46
1.7.3 Tahap analisis
Dari data yang diperoleh, data yang telah terkumpul kemudian
diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya dan selanjutnya dilakukan analisis. Hal ini
dilakukan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam
penelitian dan penulisan tesis. Analisis data-data yang diperoleh dari lapangan ini
tetap mengacu kepada tiga pokok permasalahan yang telah ditetapkan, yaitu
mengenai manajemen organisasi, produksi, dan pemasaran di dalam kedua
kelompok musik tiup Batak Toba di Kota Medan, yaitu Mangampu Tua dan
Tambunan.
1.7.4 Perekaman
Perekaman musik dan wawancara dilakukan dengan menggunakan HP
Nokia Xperia dan Kamera Sonny. Untuk dokumentasi audiovisual dipergunakan
Kamera Sony. Kedua jenis data yaitu data auditif dan audiovisual ini kemudian
diedit kembali dalam format-format yang lazim di dalam dunia teknologi
informasi dan komunikasi. Untuk data gambar penulis mengeditnya dalam format
jpg. Sementara untuk hasil rekaman audiovisual penulis mengeditnya dalam
format mp4.
1.7.5 Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di daerah kota Medan pada upacara pernikahan
pesta Batak Toba di rumah adat dan di upacara kematian adat Batak Toba. Lokasi
ini mencerminkan bagaimana orang-orang Batak Toba di perkotaan terutama
Medan, melakukan kegiatan upacara-upacara yang menggunakan musik tiup di
47
47
dalamnya. Kemudian bagaimana pihak pengelola musik tiup ini menerapkan
manajemen organisasi, produksi, dan pemasarannya.
1.8 Sistematika Penulisan
Tesis ini terdiri dari enam bab dengan rincian sebagai berikut. Bab I ini
merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pokok masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, konsep yang digunakan, teori yang
digunakan, metode penelitian, dan sistematika penelitian.
Dilanjutkan kepada Bab II yang merupakan pemaparan gambaran umum
kebudayaan masyarakat Batak Toba dan bagaimana eksistensi ensambel musik
tiup di dalam kebudayaan Batak Toba ini.
Selanjutnya Bab III berisikan kajian tentang manajemen organisasi grup
musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan di Kota Medan. Di dalamnya tercakup
struktur manajemen, yang terdiri dari ketua, dan para pemain musik (tiup, maupun
ritme), sistem pembayaran (gaji), latihan, dan lainnya.
Seterusnya IV berisi kajian terhadap manajemen produksi, yang mencakup
ensambel, repertoar, latihan dalam konteks produksi, perubahan-perubahan
repertoar yang digunakan, jenis-jenis repertoar untuk upacara-upacara yang
menggunakan ensambel musik tiup, dan lainnya.
Kemudian Bab V memuat kajian tentang manajemen pemasaran yang
dilakukan oleh dua kelompok musik tiup di Kota medan ini yaitu Mangampu Tua
dan Tambunan. Apek-aspek manajemen pemasaran yang dikaji meliputi: reklame,
hubungan personal, promosi lisan, promosi melalui media, menjaga hubungan
dengan konsumen, dan aspek-aspek sejenis.
48
48
Bab VI merupakan bab penutup yang isinya memuat kesimpulan dan saran
dari penulisan ini. Kesimpulan yang diuraikan adalah menjawab tiga pokok
masalah yang telah dikemukakan di dalam Bab I. Sedangkan saran-saran akan
diarahkan bagaimana pendekatan saintifik dan bagaimana yang harus dilakukan
oleh para peneliti dan pemerhati kebudayaan terkait dalam konteks meneruskan
eksistensi kesenian sebagai bahagian dari jati diri atau identitas bangsa khususnya
Mangampu Tua dan Tambunan Musik.
Dengan mengorganisasikan tulisan seperti terurai di atas, kiranya teisis ini
diharapkan akan dapat menjadi salah satu sumber keilmuan di bidang manajemen
seni. Khususnya pada Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni,
pada Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.
49
BAB II
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA
DAN MUSIK TIUP (TERMASUK DI KOTA MEDAN)
DALAM KEBUDAYAAN
2.1 Etnografi Suku Batak Toba
Pada Bab II ini, penulis akan memaparkan dua aspek yang berkait dengan
topik penelitian. Yang pertama adalah gambaran umum masyarakat Batak
Toba berdasarkan pendekatan etnografis.1 Yang kedua, adalah keberadaan
ensambel musik tiup dalam kebudayaan Batak Toba pada umumnya, dan
secara khusus perkembangannya di Kota Medan, yang mendukung studi kasus
manajemen organisasi, produksi, dan pemasaran kelompok musik tiup
Mangampu Tua dan Tambunan. Berikut ini adalah paparannya.
2.1.1 Asal-usul masyarakat Batak Toba
1Etnografi berasal dari istilah ethnic yang arti harfiahnya suku bangsa dan graphein
yang artinya mengambarkan atau mendeskripsikan. Etnografi adalah jenis karya antropologis khusus dan penting yang mengandung bahan-bahan kajian pokok dari pengolahan dan analisis terhadap kebudayaan satu suku bangsa atau kelompok etnik. Oleh karena di dunia ini ada suku-suku bangsa yang jumlahnya relatif kecil, dengan hanya beberapa ratus ribu warga, dan ada pula kelompok etnik yang berjumlahrelatif besar, berjuta-juta jiwa, maka seorang antropolog yang membuat karya etnografi tidak dapat mengkaji keseluruhan aspek budaya suku bangsa yang besar ini. Oleh karena itu, untuk mengkaji budaya Batak Toba misalnya, yang mencakup berbagai kawasan, maka seorang antropolog boleh saja memilih etnografi masyarakat Batak Toba di Desa Turpuk Limbong, atau lebih besar sedikit masyarakat Batak Toba Silindung, atau masyarakat Batak Toba Samosir, dan seterusnya. Ada pula istilah yang mirip dengan etnografi, yaitu etnologi. Arti etnologi berbeda dengan etnografi. Istilah etnologi adalah dipergunakan sebelum munculnya istilah antropologi. Etnologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan kebudayaannya di seluruh dunia, sama maknanya dengan antropologi, yang lebih lazim dipakai belakang hari oleh para ilmuwannya atau dalam konteks sejarah ilmu pengetahuan manusia.
50
50
Di dalam konteks penelitian kebudayaan musikal di manapun di dunia
ini, para peneliti perlu untuk menggali fenomena musik yang terdapat di dalam
kebudayaan itu melalui pendekatan sejarah (historis). Dengan pendekatan
kesejarahan ini, diperlukan sebuah rancangan untuk menemukan hubungan
untuk membahas kategori-kategori yang berlaku dalam sebuah masyarakat,
tujuannya adalah melihat apakah ada hubungan langsung terhadap sebuah
fenomena musik dengan aturan-aturan yang ada pada sebuah budaya dengan
mengetahui asal-usul, gambaran wilayah dan aspek kebudayaan masyarakat
Batak Toba yang bermukim di daerah asal kebudayaannya (area culture)
maupun peersebaran atau diasporanya di luar daerah kebudayaan mereka.
Secara historis, beberapa catatan sejarah yang memuat asal-usul nenek
moyang orang Batak Toba yang bermukim di Sumatera ini, telah dilakukan
beberapa penulis, di antaranya adalah: Ypes (1932 dalam Simanjuntak,
2006:11), menyebut bahwa suku Batak Toba berasal dari dua tempat asal.
Pendapat pertama asal-usul orang Batak Toba adalah dari Asia Utara menuju
Kepulauan Formosa, kemudian Filipina, dan turun ke arah selatan di Sulawesi
bagian selatan menjadi komunitas Toraja, Bugis, dan Makasar. Kemudian
bergerak hingga sampai di Lampung, Sumatera Selatan, lalu menyusuri pantai
Barat hingga Barus dan seterusnya naik ke pegunungan Bukit Barisan di Pusuk
Buhit kawasan Danau Toba. Pendapat kedua, menyebutkan bahwa orang
Batak berasal dari India yang melakukan migrasi ke kawasan Asia Tenggara,
yaitu di negeri Muang Thai, Burma, kemudian turun ke Tanah Genting Kera di
belahan utara Malaysia. lantas bergerak melayari Semenanjung Malaya menuju
pantai timur Sumatera, hingga di pantai Batubara. Dengan menyusuri sungai
51
51
Asahan menuju hulu di kawasan Danau Toba. Atau rute lain yang dipilih
adalah dari Semenanjung Malaya menuju pantai Barat Aceh, dan selanjutnya
menuju Singkil, Barus atau Sibolga hingga menetap di Pusuk Buhit (Harahap
dalam Simanjuntak, 2002:75).
Ahli sejarah migrasi Batak Toba lainnya yaitu Pedersen, menyebutkan
persebaran Batak berawal dari Indochina yang melakukan perpindahan secara
besar-besaran pada zaman bangsa Melayu Tua (lihat juga Cunningham, 1956
dalam Simanjuntak 2002:75). Perpindahan dialami orang Batak pada zaman
ini, tentu saja menyulitkan para peneliti sejarah untuk mengungkap kebenaran
asal-usul Batak sacara pasti. Dalam realitasnya kini semua orang Batak hingga
kini, mutlak mengakui kebenaran akan silsilah masing-masing (Rajamar-
podang, 1995:12).
Menurut mitologi2 yang berkembang dalam masyarakat Batak Toba, Si
Raja Batak lahir dari perkawinan incest (perkawinan sedarah) kembar Si Raja
Ihat Manisia dengan Si Boru Ihat Manisia keturunan Raja Odap-odap kawin
dengan Si Boru Deak Parujar yang diutus oleh Mulajadi Na Bolon. Kampung
kediamannya adalah Sianjur Mula-mula di kaki gunung Pusuk Buhit, di bagian
2Mitos (myth) adala bahagian dari folklor (cerita rakyat). Dari bentuk atau genre
folklor, yang paling banyak diteliti para ahli folklor adalah cerita prosa rakyat. Menurut William R. Bascom, cerita prosa rakyat dapt dibagi ke dalam tiga golongan besar, iaitu: (1) mite (myth), (2) legenda (legend), dan (3) dongeng (folktale). Mitos (mitologi) adalah cerita prosa rakyat yag dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohi para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwanya terjadi di dunia lain, atau di dunia yang bukan seperti kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau. Selanjutnya dalam kajian folklor, yang dimaksud legenda adalah prosa (cerita bebas) rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci—namun legenda ditokohi oleh manusia, meski kadangkala memiliki sifat-sifat luar biasa, dan sering juga dibantu makhluk-makhluk ajaib. Tempat terjadinya legenda ini adalah di dunia seperti yang kita kenal sekarang, waktu terjadinya belu begitu lama. Seterusnya, yang dimaksud dogeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita, tidak terikat oleh waktu dan ruang (lihat Bascom 1965:3-20). Parafrase pengertian tiga bentuk ceritera rakyat ini lihat James Danandjaja (1984:50-51).
52
52
barat pulau Samosir. Setelah Si Raja Batak meninggal, arwahnya menetap di
asta gunung Pusuk Buhit. Si Raja Batak mempunyai dua putera, yang sulung
bernama Guru Tatea Bulan ahli ilmu tenung dan adiknya Raja Isumbaon, ahli
dalam hukum adat. Guru Tatea Bulan mempunyai lima putra, yaitu: (1) Raja
Biak-biak atau Raja Uti, (2) Saribu Raja, (3) Limbong Mulana, (4) Sagala Raja,
(5) Silau Raja atau Malau Raja dan empat orang putri, yaitu (1) Sarimangaraja,
(2) Raja Asiasi, dan (3) Sangkar Somalidang. Mereka inilah yang kemudian
menurunkan marga-marga orang Batak.
Kedua induk marga di atas yang memiliki keturunan dan masing-
masing dari generasi anak mereka membuat marga yang terdapat pada
masyarakat Batak, adalah sebagai garis generasi pertama lahirnya sebuah
marga atau dikenal dengan sundut pertama, seperti marga Silau Raja yang
dikenal dengan marga Malau. Namun, tidak semua marga berasal dari garis
generasi ini. Misalnya, anak kedua dari Guru Tatea Bulan memiliki anak
bernama Saribu Raja, satu garis dengan Silau Raja atau Malau Raja—kawin
dengan adik perempuannya Si Boru Pareme (incest) dan mempunyai anak
bernama Raja Lontung. Raja Lontung sendiri memiliki tujuh orang anak dari
istrinya Si Boru Pareme (incest dengan ibunya): (1) Situmorang, (2) Sinaga, (3)
Pandingan, (4) Nainggolan, (5) Simatupang, (6) Aritonng, dan (7) Siregar.
Generasi ketiga dari garis Saribu Raja ini, memakai nama mereka menjadi
marga sebagai sundut generasi pertama hingga generasi sekarang ini.
Silsilah Batak yang bermuatan mitologi dengan status marga setiap
orang Batak yang melekat dalam dirinya, dapat dipandang sangat terkait, dan
diyakini bahwa setiap orang yang mengklaim dirinya sebagai Batak yang
53
53
memiliki marga adalah keturunan atau sundut Si Raja Batak. Asal-usul Si Raja
Batak dapat dilihat dari tradisi lisan dalam bentuk mitologi yang bertajuk Si
Boru Deak Parujar yang diutus oleh Mula Jadi Nabolon [“Tuhan Sang Causa
Prima”]. Belum ditemukan, catatan lain yang mengungkap asal-usul Si Raja
Batak secara tertulis. Namun, mite ini tetap hidup di tengah masyarakat Batak
Toba sebagai tradisi lisan (oral tradition) yang diceritakan secara turun-
temurun.
2.1.2 Konsep budaya masyarakat Batak Toba
Sebagai sebuah kesatuan masyarakat,3 orang Batak Toba mengakui
kehidupan sosial mereka tidak dapat terlepas dari kebudayaan yang dimiliki.
3Seperti tersebut di atas, istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut
kesatuan-kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmlah maupun dalam bahasa sehari-hari adalah masyarakat. Padanannya dalam bahasa Inggris adalah society yang berasal dari kata Latin socius, yang berarti "kawan.” Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata Arab syaraka yang berarti "ikut serta, berpartisipasi.” Masyarakat adalah memang sekumpulan manusia yang saling "bergaul,” atau dengan istilah ilmiah, saling “berinteraksi.” Satu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui apa warga-warganya dapat saling berinteraksi. Suatu negara modem misalnya, merupakan kesatuan manusia dengan berbagai macam prasarana, yang memungkinkan para warganya untuk berinteraksi secara intensif. lkatan apa yang membuat suatu kesatuan manusia itu menjadi suatu masyarakat? Yaitu pola tingkah laku yang khas mengenai semua faktor kehidupan. Pola itu harus bersifat mantap dan kontinu--harus sudah menjadi adat-istiadat yang khas. Dengan demikian suatu asrama pelajar, suatu akademi kedinasan, atau suatu sekolah, tidak dapat kita sebut masyarakat, karena meskipun kesatuan manusia yang terdiri dari murid, guru, pegawai administrasi, serta para karyawan lain itu terikat dan diatur tingkah-lakunya oleh berbagai norma dan aturan sekolah dan lain-lain. Namin sistem normanya hanya meliputi beberapa sektor kehidupan yang terbatas saja. Sedang-kan sebagai kesatuan manusia, satu asrama, atau sekolah itu hanya bersifat sementara, artinya tidak kontinu. Selain ikatan adat-istiadat khas yang meliputi sektor kehidupan serta suatu kontinuitas dalam waktu, suatu masyarakat manusia harus juga mempunyai ciri lain, yaitu suatu rasa identitas di antara para warga atau anggotanya. Mereka memang merupakan suatu kesatuan khusus yang berbeda dari kesatuan-kesatuan manusia lainnya. Ciri-ciri memang dimiliki oleh penghuni suatu asrama atau anggota suatu sekolah, tetapi tidak adanya sistem norma yang menyeluruh serta tidak adanya kontinuitas, menyebabkan penghuni suatu asrama atau murid suatu sekolah biasanya tidak disebut masyarakat. Sebaliknya suatu negara, atau suatu kota, maupun desa, misalnya merupakan kesatuan manusia yang memiliki ciri-ciri: (a) interaksi antara warga-warganya, (b) adat-istiadat, (c) norma-norma, (d) hukum dan aturan-aturan khas yang mengatur seluruh pola tingkah laku warga negara kota atau desa; (e) kontinuitas dalam waktu; dan (f) memiliki rasa identitas kuat yang mengikat semua warga. Itulah sebabnya suatu negara atau desa dapat kita sebut masyarakat dan kita memang sering
54
54
Konsep kebudayaan masyarakat ini secara keilmuan telah dibahas secara luas
dari sudut disiplin ilmu sosiologi maupun antropologi. Dari sejumlah uraian
buku yang menjelaskan dan mendeskripsikan kebudayaan Batak Toba, didapati
defenisi-defenisi yang sama tentang kebudayaan Batak Toba yang memiliki
dua dimensi yaitu wujud dan isi. Sejalan dengan hal tersebut, diungkapkan
Koentjaraningrat tentang kebudayaan itu sebagai ungkapan dari ide, gagasan
dan tindakan manusia dalam memenuhi keperluan hidup sehari-hari, yang
diperoleh melalui proses belajar dan mengajar (Koentjaraningrat, 1990).
Masyarakat yang berbudaya ini, hidup dari berbagai faktor yang
menentukan cara kehidupan masyarakat. Disamping lingkungan dan teknologi,
faktor lain adalah organisasi sosial dan politik berpengaruh dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Unsur-unsur itu disebut dengan inti kebudayaan,
meliputi kemampuan pengetahuan masyarakat terhadap sumber daya yang ada.
Inti kebudayaan itu, menjelaskan lebih luas dalam mempengaruhi pola
kehidupan dalam lingkungan lokal masyarakat Batak Toba. Para pakar
etnosains percaya bahwa ideologi sebuah masyarakat terhadap prinsip-prinsip
itu biasanya untuk mempertahankan kelangsungan hidup komunitasnya
(Haviland, 1988:13).
Orang-orang Batak Toba merupakan kelompok etnik Batak terbesar
yang secara tradisional hidup di wilayah Provinsi Sumatera Utara sekarang ini.
Kelompok suku Batak ini terbagi dalam lima kelompok besar yaitu: Batak berbicara tentang masyarakat Indonesia, masyarakat Filipina, masyarakat Belanda, masyarakat Amerika, masyarakat Jakarta, masyarakat Medan, masyarakat Solo masyarakat Balige, masyarakat Desa Ciamis, tau masyarakat desa Trunyan. Dari uraian di atas dapat didefinisikan istilah masyarakat dalam konteks antropologi: masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifiat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat 1990:146-147).
55
55
Toba, Pakpak, Mandailing, Simalungun, dan Karo. Kelompok-kelompok suku
ini sekarang masih berada di bagian Provinsi Sumatera Utara dengan memiliki
ciri-ciri kebudayaan tertentu, yang dilihat dari pembagian beberapa marga yang
bermukim menurut daerahnya, bahasa dana pakaian adat dari kelompok-
kelompok ini juga menunjukkan perbedaan. Adat pada budaya Batak Toba
dalam kehidupan kesehariannya merupakan wujud dari sistem nilai
kebudayaan yang dijunjung tinggi. Adat sendiri adalah istilah yang sering
digunakan di Indonesia, adat merujuk pada segala sesuatu di alam yang
mengikuti caranya sendiri yang khas. Adat memiliki asal-usul keilahian dan
merupakan seperangkat norma yang diturunkan dari nenek moyang, yang
berulang-ulang atau yang teratur datang kembali, lalu kembali menjadi suatu
kebiasaan atau hal yang biasa (Schreiner, 1994:18). Pola-pola kehidupan yang
tampak dalam bentuk pergaulan sehari-hari, pembangunan rumah, upacara
perkawinan, upacara kematian, semuanya dipelihara, dilaksanakan dan diatur
menurut adat (Schreiner, 1994:20).
Kebudayaan Batak Toba merupakan sebuah bentuk gagasan yang
diwaarisi masyarakat pemiliknya dengan membuat perilaku terhadap nilai-nilai
budaya. Konsep masyarakat Batak Toba tentang kehidupan manusia, adalah
bahwa kehidupannya selalu terkait dan diatur oleh nilai-nilai adat. Adat
merupakan bagian dari kewajiban yang harus ditaati dan dijalankan. Dalam
praktek pelaksanaan adat Batak Toba, realita di lapangan menunjukkan
terdapat empat katagorial adat yang telah dilakukan. Pertama, komunitas
masyarakat Batak Toba mempunyai sistem hubungan adat tersendiri.
Menunjukkan, setiap komunitas mempunyai tipologi adat masing-masing.
56
56
Perlakuan masyarakat pedesaan terhadap adat lebih intensif dan merekat,
dengan masyarakat Batak yang tinggal di perkotaan relatif lebih individualistis
menyikapi adat Batak. Perilaku ini muncul akibat pengaruh lingkungan yang
membentuk pola pikir disamping unsur teknologi yang mempengaruhi. Kedua,
Adat yang diyakini sebagai norma yang mengatur hubungan antar manusia
Batak Toba, dipengaruhi oleh aturan dan norma yang sudah berlaku dalam
masyarakatnya. Peraturan perundang-undangan dan hukum agama yang
banyak mengatur kehidupan normatif masyarakat sacara rinci dan detail,
memperkecil peranan adat dalam mengatur norma sosial dan kehidupan
bermasyarakatnya. Seiring pula dengan aturan perundang-undangan dan
hukum agama yang sudah meembudaya, sering juga dipandang dan dianggap
sebagai bagian dari adat istiadat Batak Toba sendiri. Ketiga, pola hubungan
antar manusia dalam kelompok masyarakat Batak Toba berubah secara terus-
menerus, sehingga pelaksanaan adatnya juga mengalami perubahan sesuai
kebutuhan tanpa melihat sisi ruang dan waktu. Keempat, perundangan dan nilai
yang diberikan terhadap adat itu juga mengalami perubahan, akibat dari
pengaruh teknologi dalam penyebaranluasan informasi. Hal itu tampak dalam
praktek adat yang dilakukan oleh masyarakat pendukungnya.
Lebih jauh, adat adalah sebuah sistem yang mengatur kehidupan
manusia. Sehingga, orang Batak yang bertindak dan bertingkah laku tidak
sesuai dengan adat disebut dengan na so maradat (orang yang tidak memiliki
adat) dan akan ada sanksi sosial terhadap orang-orang yang melanggar adat.
Pelanggaran adat yang dilakukan dapat berbentuk perkawinan terlarang.
Misalnya, perkawinan semarga, perkawinan incest. Pencurian, pencemaran
57
57
nama baik, dan hal lain yang diyakini sebagai tatanan sosial masyarakat yang
tidak dapat dilanggar (Bruner, 1961:510). Sanksi bagi pelanggar hukum adat,
diyakini datang dari kutukan ilahi yang mereka percayai. Misalnya, tidak
mendapat keturunan, penyakit menahun yang tidak kunjung sembuh, kerugian
ekonomis dalam setiap pekerjaan bahkan sanksi kematian. Hukuman ini
berlaku bagi pelanggar adat hingga keturunan selanjutnya dalam beberapa
generasi. Karena prinsip adat Batak bersumber dari keilahian yang diturunkan
nenek moyang orang Batak, maka setiap orang Batak yang menjalakan adat
adalah orang-orang yang bersekutu dengan nenek moyangnya.
2.1.3 Sistem kemasyarakatan dan kekerabatan
Koentjaraningrat (1995:110) mengatakan bahwa stratifikasi sosial
orang Batak dalam kehidupan sehari-hari dapat dibedakan menjadi empat
prinsip. Keempat prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
(1) Perbedaan tingkat umurm yakni, sistem pelapisan sosial masyarakat Batak
Toba berdasarkan perbedaan tingkat umur dapat dilihat dalam sistem adat
istiadat. Dalam pesta adat, orang-orang tua yang tingkat umurnya lebih
tinggi, akan lebih banyak berbicara atau disebut raja adat.
(2) Perbedaan pangkat dan jabatan adalah sistem pelapisan sosial berdasarkan
perbedaan pangkat dan jabatan dapat juga dilihat pada perbedaan harta dan
keahlian yaitu pada keturunan raja-raja, dukun, pemusik (pargonsi) dan
juga pandai-pandai seperti besi, tenun, ukir, dan lain-lain.
(3) Perbedaan sifat keaslian merupakan sistem pelapisan sosial berdasarkan
perbedaan sifat dan keaslian dapat kita lihat dalam jabatan dan
58
58
kepemimpinan. Dalam sistem ini berlaku sifat keturunan contohnya, di
daerah Muara adalah daerah asal marga Simatupang. Maka secara otomatis
turunan marga Simatupang ini lebih berhak atas jabatan kepemimpinan di
daerah tersebut seperti Kepala Desa atau yang di luar jabatan pemerintahan.
Demikian juga halnya dalam hak ulayat dalam pemilikan tanah.
(4) Status kawin adalah sistem pelapisan sosial berdasarkan status kawin dapat
dilihat di dalam kehidupan sehari-hari yaitu pada orang Batak yang sudah
berkeluarga. Mereka sudah mempunyai wewenang untuk mengikuti acara
adat atau berbicara dalam lingkungan keluarganya. Biasanya orang Batak
yang sudah berkeluarga akan menjaga wibawanya dalam adat ataupun
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu sangat besar arti perkawinan
pada masyarakat Batak Toba.
Sistem kekerabatan keluarga Batak Toba, tidak dapat dipisahkan dari
filsafat hidupnya dan merupakan suatu pranata yang tidak hanya mengikat
seorang laki-laki dan seorang wanita, akan tetapi mengikat suatu hubungan
yang tertentu yaitu kaum kerabat dari pihak laki-laki atau kaum kerabat dari
pihak perempuan. Seluruh pihak yang masuk dalam lingkaran kerabat Batak
Toba, masing-masing memiliki nama sebutan panggilan yang menunjukkan
status kekerabatan. Filsafat hidup kekerabatan tersebut adalah Dalihan Na
Tolu4 (tungku nan tiga) yang terdiri dari unsur kekerabatan berikut.
4Di dalam kebudayaan masyarakat Batak di Sumatera Utara ini, konsep mengenai
struktur sosial kemasyarakatan ini sebenarnya berdasar dari hubungan darah yang ditaris secar patrilineal (dari pihak ayah) dan hubungan perkawinan. Ada persamaan universal di antara sub suku-suku Karo, Pak, Simalungun, Batak Toba, Mandailing-Angkola. Dalam kebudayaan Batak Toba disebut dalihan na tolu, dalam kebudayaan Mandailing-Angkola disebut dalian na tolu, di dalam kebudayaan Karo disebut rakut sitelu, di dalam budaya Pakpak disebut daliken sitelu.
59
59
a. Hula-hula atau parrajaon (pihak yang dirajakan) yaitu marga ayah mertua
seorang laki-laki yang memberinya istri. Yang termasuk hula-hula bukan
hanya pihak mertua dan golongan semarganya tetapi juga bona ni ari yaitu
marga asal nenek (istri kakek) ego lima tingkat ke atas atau lebih, tulang
yaitu saudara laki-laki ibu, yang terdiri dari tiga bagian yaitu bona tulang
(tulang kandung dari bapa ego), tulang tangkas (tulang ego saudara), tulang
rorobot (ipar dari tulang), lae atau tunggane (ipar) yang termasuk di
dalamnya anak dari tulang anak mertua, mertua laki-laki dari anak, ipar
dari ipar, cucu ipar, bao (istri ipar) yaitu istri ipar dari pihak hula-hula
mertua perempuan dan anak laki-laki, anak perempuan dari tulang rorobot,
paraman dari anak laki-laki, termasuk didalamnya anak ipar dari hula-hula,
cucu pertama, cucu dari tulang, saudara dari menantu perempuan, paraman
dari bao, hula-hula hatopan yaitu semua abang dan adik dari pihak hula-
hula.
2. Boru yaitu marga yang menerima anak perempuan sebagai istri, yang
termasuk di dalamnya namboru (bibi) yang terdiri dari iboto ni ama niba
(saudara perempuan bapak), mertua perempuan dari saudara perempuan,
nenek dari menantu laki-laki, amangboru (suami bibi) yang termasuk di
dalamnya mertua laki-laki dari saudara perempuan, kakak dari menantu
laki-laki, iboto (saudara perempuan) yang termasuk didalamnya putri dari
namboru, saudara perempuan nenek, saudara perempuan dari abang atau
adik kita, lae (ipar) yang termasuk di dalamnya saudara perempuan, anak
namboru, mertua laki-laki dari putri amangboru dari ayah, bao dari saudara
perempuan. Boru (putri) yang termasuk didalamnya boru tubu (putri
60
60
kandung), boru ni pariban (putri kakak atau adik perempuan), hela
(menantu), yang termasuk didalamnya suami dari putri, suami dari putri
abang atau adik kita, suami dari putri, bere atau ibebere (kemenakan) atau
anak dari saudara perempuan, boru natua-tua yaitu semua keturunan dari
putri kakak kita dari tingkat kelima.
3. Dongan Sabutuha atau dongan tubu yaitu terdiri dari namarsaompu artinya
segenap keturunan dari kakek yang sama, dengan pengertian keturunan
laki-laki dari satu marga. Setiap orang Batak Toba dapat terlihat dalam
posisi sebagai dongan tubu, hula-hula, dan boru terhadap orang lain.
Terhadap hula-hulanya, dia adalah boru. Sebaliknya, terhadap boru dia
merupakan hula-hula dan terhadap garis keturunannya sendiri dia
merupakan dongan tubu. Penyebutan kata somba marhula-hula, elek
marboru, manat mardongan tubu adalah salah satu semboyan yang hidup
hingga saat ini pada masyarakat Batak Toba yang mencerminkan
keterkaitan hubungan ketiga sistem kekerabatan ini. Artinya hula-hula
menempati kedudukan yang terhormat di antara ketiga golongan fungsional
tersebut. Boru harus bersikap sujud dan patuh terhadap hula-hula dan harus
dijunjung tinggi. Hal itu tampak dari filosofi yang dianut tentang ketiga
golongan ini. Hula-hula, mata ni mual sipatio-tioon, mata ni ari so husoran
artinya hula-hula adalah sumber mata air yang selalu dipelihara supaya
tetap jernih dan matahari yang tidak boleh ditentang. Hula-hula diberi
sebutan sebagai debata na tarida atau wakil Tuhan yang dapat dilihat,
karena merupakan sumber berkat, perlindungan dan pendamai dalam
sengketa. Elek Marboru artinya hula-hula harus selalu menyayangi borunya
61
61
dan sangat pantang untuk menyakiti hati dan perasaan boru. Manat
mardongan tubu artinya orang yang semarga harus berperasaan seia sekata
dan sepenanggungan sebagai saudara kandung dan saling hormat-
menghormati.
Adapun fungsi dalihan natolu dalam hubungan sosial antar marga ialah
mengatur ketertiban dan jalannya pelaksanaan tutur, menentukan kedudukan,
hak dan kewajiban seseorang dan juga sebagai dasar musyawarah dan mufakat
bagi masyarakat Batak Toba. Di mana saja ada masyarakat Batak Toba, secara
otomatis berlaku fungsi dalihan natolu. Dan selama orang Batak Toba tetap
mempertahankan kesadaran bermarga, selama itu pulalah fungsi dalihan natolu
tetap dianggap baik untuk mengatur tata cara dan tata hidup masyarakatnya.
Sistem kekerabatan memegang peranan penting dalam jalinan
hubungan baik antara individu dengan individu atau individu dengan
masyarakat lingkungannya.
Bagan 2.1: Diagram Kelompok Dalihan Na Tolu
Sumber: Monang Asi Sianturi (2012)
62
62
2.1.4 Kepercayaan tradisional Batak Toba
Berdasarkan kepercayaan orang Batak dalam mitologinya, persoalan
kehidupan selalu ada sangkut pautnya dengan keilahian yang dipercaya sebagai
karya Allah kodrati oleh Mula Jadi Naboloni. Mite yang mirip dengan mitologi
dalam kepercayaan Hindu dalam cerita turun-temurun masyarakat Batak Toba
ini, yaitu adanya tiga oknum dewa masing-masing Batara Guru, Soripada, dan
Mangala Bulan sebagai aspek dari Mulajadi Nabolon (Situmorang, 2009:21)
yang memiliki otoritas di bumi untuk mengatur kehidupan manusia. Dalam
beberapa tulisan, konsep mitologi ini berbeda dengan konsep yang
diungkapkan oleh Sitor Situmorang tentang “Tri Tunggal” Dewa orang Batak.
Dalam tulisan lain, Tampubolon menyebutkan ketiga Dewa itu bukanlah
implisit dari jelmaan Mulajadi Nabolon, melainkan tiga dewa yang berdiri
sendiri yaitu: (1) Mulajadi Nabolon, (2) Debata Asi-asi, dan (3) Batara Guru
yang sesuai dengan pekerjaannya di bumi. Mulajadi Nabolon diyakini sebagai
pencipta dari alam semesta untuk alam yang besar (Nabolon). Dan
menciptakan dewa-dewa yang lebih rendah. Debata Asi-asi sebagai dewa yang
menurunkan berkat dan kasih melalui oknum perantara (roh leluhur, roh
penghuni suatu tempat). Batara Guru berarti maha guru yang memberi ilmu
pengetahuan, ilmu-ilmu gaib, pengobatan dan penangkalan roh-roh jahat.
(Lihat M.B. Tampubolon, 1978:9-10).
Mitologi Batak pada umumnya disampaikan melalui cerita dari mulut
ke mulut (tradisi aural), biasanya pemberitaan seperti ini sukar untuk
63
63
dipercaya. Hal ini terbukti dari banyaknya beredar cerita-cerita dongeng di
kalangan bangsa Batak. Lebih lanjut Warneck membenarkan bahwa hampir
semua suku bangsa memiliki dongeng, yang tidak memiliki hubungan satu
sama lain masing-masing berdiri sendiri. (Hutauruk, 2006:8).
Ajaran agama Batak yang terdapat dalam mitologi Batak ini, diperjelas
oleh Batara Sangti menyebut ketiga dewa (sama dengan versi Situmorang)
pemilik otoritas kedewaan dengan konsep pekerjaan ketiga dewa tersebut
mengatur tata kehidupan manusia. Dalam legenda Siboru Deak (Deang)
Parujar dalam tonggo-tonggo (doa) yang disampaikan pada Mulajadi Nabolon
menyebut: Debata Natolu, Natolu Suhu, Naopat Harajaon. Lebih jauh lagi,
Sangti menguraikan pekerjaan dan tugas keempat oleh Debata Asi-asi yaitu
menolong manusia dengan bersusah payah dan berkorban. Dewa ini berfungsi
sebagai: naso pinele jala naso sinomba (yang tidak disaji dan tidak disembah)
sebgaai tugas keempat dimaksud dari naopat harajaon (Sangti, 1977:279).
Di dalam kepercayaan tradisional “agama Batak” itu, terdapat konsep
bahwa kehidupan manusia tetap berlangsung, walaupun sudah meninggal.
Kehidupan itu berada pada dunia maya, kehidupan para roh-roh yang sudah
meninggal. Mereka meyakini bahwa roh-roh itu memiliki komunitas dan
aktivitas sendiri. Oleh karena hal tersebut, hingga kini masih terdapat
kepercayaan bagi masyarakat Batak untuk ikut menyertakan berbagai
perlengkapan orang yang sudah mati, dikubur bersama jasadnya.
Perlengkapan-perlengkapan tersebut di antaranya adalah: pahean (pakaian)
yang dikenakan dipergunakan nantinya setelah roh sebagai pakaian yang
membungkus dari rasa dingin, kemudian ringgit sitio suara (uang) untuk
64
64
kebutuhan perjalanan menempuh perjalanan “jauh” dari dunia maya ke dunia
atau benda-benda lainnya yang dibutuhkan dalam dunia roh (Sangti, 1977:10).
Dengan demikian maka orang Batak Toba pada zaman keberhalaan
sudah mempercayai adanya Allah yang satu yang disebut Mulajadi Nabolon
yang menjadi sumber dari segala yang ada. Orang Batak Toba di kala itu
percaya ada kekuatan besar Debata yang menjadikan langit dan bumi dan
segala isinya. Juga memelihara kehidupan secara terus-menerus. Debata
Mulajadi Nabolon adalah sebagai ilah yang tidak bermula dan tidak berakhir.
Dia adalah awal dari semua yang ada.
Dalam konsep orang Batak Toba, seluruh kehidupan tertuju pada daya
dan upaya untuk mencapai kepemilikan sahala. Sahala dalam filsafat Batak
sangat besar pengaruhnya dalam segala gerak hidup orang Batak, dan semua
orang Batak harus mempunyai sahala. Penafsiran sahala menurut Warneck
adalah kewibawaan hidup, kekayaan akan harta benda dan keturunan,
kemudian yang mencakup kebijaksanaan, kecerdikan, kecerdasan, kekuasaan,
keluhuran budi pekerti. Hal ini terus dilakukan oleh orang Batak secara turun-
temurun. Impelementasinya, nampak pada setiap pekerjaan adat dan hubungan
kehidupan antara orang Batak. Sehingga Sahala adalah wujud dari hagabeon,
hamoraon dan hasangapon.
2.1.5 Konsep kehidupan dalam masyarakat Batak Toba
Dalam agama tradisional Batak Toba ada kepercayaan kepada
ketuhanan yang lebih tinggi yang disebut Mula Jadi Nabolon atau permulaan
yang agung, yang menciptakan langit dan bumi dan dibawah bumi. Di
65
65
bawahnya terdapat tiga dewa yaitu Batara Guru, Soripada dan Mangala Bulan.
Di pihak lain, cara hidup sehari-hari berpusat pada roh-roh nenek moyang,
terutama laki-laki yang selalu mempengaruhi kehidupan mahluk hidup. Karena
prinsip kehidupan manusia (tondi) berlanjut setelah kematian, pemakaman
menjadi sangat penting. Setelah itu, tulang-tulang digali, dibersihkan dan
diletakkan di sebuah rumah tempat penyimpanan jasad, yang sering
ditempatkan di pekarangan rumah.
Sahala adalah perwujudan roh (tondi) dalam kehidupan manusia di
dunia. Dia merujuk pada sebuah kekuatan nyata yang menjadi milik orang-
orang penting dan kuat. Tanda utama kepemilikan Sahala yang besar adalah
dimana seseorang memiliki keberhasilan duniawi. Sahala merupakan sebuah
kualitas yang bisa diperoleh atau hilang. Masyarakat Batak Toba memberi
tingkatan hidup pada nilai-nilai kebudayaan dalam tiga kata, yaitu harajaon
(kuasa), hamoraon (kekayaan), dan hasangapon (kehormatan).
Harajaon menunjukkan bahwa tujuan setiap manusia adalah berdiri
sendiri secara merdeka dan mengelola hidup dengan wibawa dan kuasanya.
Setiap orang Batak (laki-laki), selalu mempunyai keinginan menjadi seorang
raja. Pengertian menjadi raja adalah seorang yang dapat mengatur hidupnya
sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu dianggap penting untuk
membentuk rumah tangga sendiri, karena rumah tangganya adalah awal dari
usaha-usaha untuk mendirikan ke”rajaan”nya sendiri. Manusia harus
menghormati sanak saudaranya dan marga yang dia miliki.
Hamoraon menunjukkan bahwa tujuan dalam hidup seorang Batak
adalah mensejahterakan kehidupan. Anggapan tradisional, pengertian
66
66
kesejahteraan lebih dianggap sama dengan banyak memiliki istri dan anak,
ladang yang luas dan ternak yang banyak. Kepemilikan ini dianggap sebagai
hasil karena memiliki seorang Batak memiliki sahala sebagai raja.
Hasangapon merupakan tujuan dari usaha-usaha untuk mewujudkan
gagasan-gagasan harajaon dan hamoraon. Perjuangan untuk mencapai
hasangapon digambarkan sebagai motivasi fundamental suku Batak. Dalam
mencapai harajaon, hamoraon, dan hasangapon, ketegangan seringkali
muncul antara kakak beradik dalam satu marga. Dalam hal ini, seseorang yang
memiliki status yang tinggi akan mencoba menengahi, tetapi bila usaha-usaha
ini tidak berhasil, sebuah kelompok bisa pergi untuk mendirikan pemukiman
baru.
Sistem dalihan natolu mencegah pembentukan kelas-kelas sosial yang
kaku. Selalu ada hula-hula yang harus dipelihara dan dihormati. Oleh karena
itu, masyarakat Toba memiliki ciri egaliter yang kuat, dibandingkan misalnya
dengan masyarakat Jawa. Sifat ini tidak berarti bahwa masyarakat Toba bebas
dari hirarki gender, pada umumnya perempuan menempati posisi rendah
dibanding laki-laki.
2.1.6 Wilayah budaya Batak Toba
Tanah Batak merupakan tempat pemukiman orang Batak (halak Batak).
Sebutan Tanah Batak menunjukkan wilayah yang didiami kelompok
masyarakat dikenal dalam bahasa Batak Toba dengan “Tano Batak”. Tano
artinya tanah. Tanah Batak ini adalah tempat bermukimnya orang yang
menyebut dirinya Batak, seperti Batak Angkola, Batak Karo, Batak
67
67
Simalungun, Batak Pakpak, dan Batak Toba sendiri. Terletak di bagian utara
pulau Sumatera yang berbatasan langsung dengan Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD) pada bagian utara, sedang di sebelah selatan berbatasan
dengan provinsi Sumatera Barat dan Riau. Pada bagian timur berbatasan
dengan Kabupaten Asahan dan Labuhan Batu dan bagian barat langsung
berbatasan dengan lautan bebas Samudera Indonesia. Secara astronomis berada
antara 2003’ dan 2040’ Lintang utara dan antara 98056’ dan 99040’ Bujur
Timur.5 Masyarakat Batak Toba yang tinggal di Tanah Batak, terbagi pada
empat sub wilayah dalam satu distrik disebut dengan Distrik Toba, mengacu
kepada pembagian seluruh kawasan Toba dengan empat jenis topografi dengan
empat variasi adatnya.
Distrik Toba yang meliputi wilayah Silindung, Toba Holbung,
Humbang dan Pulau Samosir yang terdapat di Tapanuli, adalah pemukiman
masyarakat Batak Toba. Keadaan alam dan topografi distrik Toba ini, sebagian
besar terdiri dari dataran tinggi dan bukit-bukit tandus dari rangkaian
pegunungan Bukit Barisan yang sebagian kecil masih berupa hutan primer.
Pada awalnya, distrik Toba ini berinduk pada satu kabupaten yaitu Tapanuli
Utara.6 Kabupaten Tapanuli Utara berada di dataran tinggi pegunungan Bukit
Barisan, dengan ketinggian antara 900 meter sampai dengan 1500 meter dpl.
5Sumatera Utara in Figures. 2010. Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 6Kabupaten Tapanuli Utara yang beribukota Tarutung adalah kabupaten induk
(pertama) di Bona Pasogit. Kabupaten ini, pada masa sekarang (2015) memiliki 15 kecamatan antara lain: Kecamatan Tarutung, Kecamatan Sipoholon, Kecamatan Siborongborong, Kecamatan Pagaran, Kecamatan Parmonangan, Kecamatan Muara, kecamatan Sipahutar, Kecamatan Pangaribuan, Kecamatan Garoga, Kecamatan Adian Koting, Kecamatan Pahae Jae, Kecamatan Pahae Julu, Kecamatan Simangumban, Kecamatan Purba Tua dan Kecamatan Siatas Barita.
68
68
Wilayah Tapanuli Utara memiliki garis pantai Danau Toba kira-kira sepanjang
6 kilometer di kecamatan Muara.
Pada tahun 1999, wilayah Toba Holbung dimekarkan menjadi satu
kabupaten yang dikenal dengan Kabupaten Toba Samosir7 disingkat Tobasa.
Pada awalnya, kabupaten ini meliputi seluruh pulau Samosir dan wilayah Toba
Holbung. Saat ini, wilayah Toba Holbung ini membentang mengikuti garis
pantai Danau Toba sebelah utara dan sebagian wilayah dataran tinggi
pegunungan Bukit Barisan. Sungai yang berhulukan Danau Toba membelah
Toba Samosir dinamai Tao Porsea sampai tepian air terjun Sigura-gura, dan ke
hilir menuju pantai timur laut Malaka sungai ini disebut dengan sungai Asahan.
Selanjutnya pada tahun 2004, kabupaten ini dimekarkan dengan memisahkan
pulau Samosir menjadi sebuah kabupaten baru.
Kawasan Humbang yang dikenal lebih banyak dengan dataran
tingginya, memisahkan diri dari kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2005
dengan nama Kabupaten Humbang Hasundutan8 disingkat Humbahas atau
Humbang Bagian Barat. Hasundutan berarti belahan barat. Sedang kawasan
Humbang bagian timur atau Humbang Habinsaran, saat ini masuk dalam
kawasan Kabupaten Tapanuli Utara meliputi Siborongborong, Pagaran, Muara,
Sipahutar, Pangaribuan dan Garoga. Wilayah Humbang keseluruhan
7Kabupaten Toba Samosir dengan ibukotanya Balige memiliki 16 kecamatan antara lain : Kecamatan Tampahan, Kecamatan Balige, Kecamatan Laguboti, Kecamatan Sigumpar, Kecamatan Siantar Narumonda, Kecamatan Porsea, Kecamatan Uluan, Kecamatan Bonatua Lunasi, Kecamatan Permaksian, Kecamatan Pintu Pohan Maranti, Kecamatan Lumban Julu, Kecamatan Silaen, Kecamatan Habinsaran, Kecamatan Borbor, Kecamatan Nassau dan Kecamatan Ajibata (Toba Samosir Dalam Angka 2011, BPS Toba Samosir).
8Kabupaten Humbang Hasundutan yang beribukota Dolok Sanggul memiliki 11 kecamatan, antara lain: Kecamatan Dolok Sanggul, Kecamatan Pollung, Kecamatan Sijama Polang, Kecamatan Onan Ganjang, Kecamatan Pakkat, Kecamatan Parlilitan, Kecamatan Tarabintang, Kecamtan Simamora Nabolak, Kecamatan Lintong Nihuta, Kecamatan Paranginan, Kecamatan Baktiraja (Sumber: Humbang Hasundutan Dalam Angka In Figures 2011, BPS Humbahas).
69
69
membentang mengikuti pegunungan Bukit Barisan dengan memiliki garis
pantai Danau Toba sepanjang lebih kurang 16 km meliputi wilayah Bakkara,
Tipang,dan Janji Raja.
Kabupaten Samosir9 sebagai pemekaran dari kabupaten Toba Samosir
berpisah pada tahun 2006. Wilayah Samosir meliputi seluruh pulau Samosir
yang dikelilingi Danau Toba ditambah dengan dataran tinggi steppa di pulau
Sumatera meliputi Kecamatan Sianjur Mulamula dan Kecamatan Harian yang
berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Pakpak
Bharat dan Kabupaten Dairi. Wilayah Samosir ini sering disebut dalam bahasa
Batak dengan Pulo Samosir”. Pulo berarti pulau. Dulunya, Samosir bersatu
dengan pulau Suamtera. Namun, pada masa penjajahan Belanda, kawasan tano
ponggol (tanah putus) digali dengan membuat terusan yang menghubungkan
danau Toba, sekaligus memisahkan antara pulau Sumatera dengan pulau
Samosir. Di tempat ini, tepatnya di Kecamatan Sianjur Mulamula terdapat
kawasan bersejarah tempat situs-situs Batak yang mengungkapkan legenda dan
mitos asal mula orang Batak, yakni di kaki gunung Pusuk Buhit. Pulo Samosir
dapat ditempuh denga jalur darat melalui Tele ke Pangururan dan jalur
angkutan air dengan ferry melalui beberapa titik dermaga antara lain: Dermaga
Ajibata, Tigaras, Haranggaol, Silalahi, Tongging, Bakara, Muara, Balige dan
Porsea yang semuanya menuju daerah pulau Samosir.
9Kabupaten Samosir yang ibukotanya Pangururan memiliki 9 kecamatan, yaitu:
Kecamatan pangururan, Kecamatan Simanindo, Kecamatan Ronggur ni Huta, Kecamatan Sianjur Mulamula, Kecamatan Harian, Kecamatan Palipi, Kecamatan Nainggolan, Kecamatan Onan Runggu, dan Kecamatan Sitiotio (Sumber wawancara: Kabag Humas dan Infokom Pemkab Samosir).
70
70
Orientasi geografis penduduk yang bermukim di empat wilayah distrik
Toba, masing-masing memiliki variasi adat-istiadat budaya. Dari wujud
pelaksanaan bentuk upacara-upacara adat yang diadakan, sekilas tampak ada
persamaan antara empat sub kelompok kultur Batak Toba ini. Namun, bila
diikuti seluruh rangkaian kegiatan dalam bentuk parjambaran juhut (hak
pembagian daging), bentuk ulos (selendang Batak) yang diselempangkan ke
berbagai pihak dalihan natolu, umpasa (petuah-petuah), akan tampak adanya
perbedaan-perbedaan.
Dalam memetakan empat kultur Batak Toba yang ada di wilayah bona
pasogit, dapat dilihat bahwa satu sama lain tidak memiliki akar historis dari
sumber yang sama. Masing-masing memiliki bentuk budaya dengan variasi
adat dengan ciri-ciri tertentu, dengan mengesampingkan wilayah yang didiami
masyarakat Batak itu dari pembagian wilayah menurut demografi struktur
pemerintahan. Misalnya, seorang Batak bermarga Sihombing yang bertempat
tinggal di Siborongborong melakukan upacara adat Batak dengan afiliasi kultur
Humbang. Sekalipun daerah Siborongborong masuk dalam wilayah Kabupaten
Tapanuli Utara yang dikenal dengan par-Silindung (orang dari Silindung). Si
empunya pesta tidak memakai adat Silindung dalam kegiatannya, oleh karena
nilai kulturnya masih dalam ranah budaya Humbang. Keadaan hal seperti itu
juga diperlakukan sama pada masyarakat Batak Toba yang ada di area kultur
Humbang lainnya seperti di Sipahutar, Pangaribuan, Muara, Pagaran, Butar
dan Parmonangan.
2.1.7 Adat Batak Toba dalam siklus kehidupan
71
71
Dalam konteks kebudayaan masyarakat Batak Toba, adat sebagai suatu
kelaziman memiliki sinonim kepada kata membiasakan atau mengadakan,
ketika adat dilakukan secara berulang-ulang maka adat serta kebiasaan itu
adalah merupakan sebuah sikap perilaku. Adat hidup dari perorangan atau
golongan yang dipakai dalam lingkungan suatu kebudayaan. Pada masyarakat
Batak Toba adat dikenal dengan ugari yang berarti suatu kebiasaan atau cara
(Warneck, 1978:14). Dengan demikian adatlah yang mengatur keseluruhan
kehidupan ketika manusia mulai lahir hingga mati. Adat sebagai inti utama
sistem kebudayaan yang dibangun oleh komunitas Batak Toba.
Batasan yang dipakai untuk menyebut adat bagi masyarakat Batak Toba
adalah sebuah hukum yang menjadi ugari yang sudah dipergunakan oleh nenek
moyang orang Batak (adat sijolo-jolo tubu) orang Batak mempercayai bahwa
kehidupan adat bagi mereka adalah mutlak dan alamiah. Orang Batak tidak
mengenal istilah bebas dari adat atau lingkungan kehidupan orang Batak yang
bebas dari adat untuk itu dapat disebut bahwa adatlah yang menentukan dan
mengatur semua batas dan penggenapan kehidupan.
Adat lebih kurang sama pengertiannya dengan hukum ugari yang hidup
di tengah-tengah masyarakat Batak. Orang Batak yang tidak memiliki adat
dicap sebagai jolma naso maradat, satu hal yang dihindarkan dalam kehidupan
mereka, namun belakangan, ada pemahaman adat itu dapat dibuat sesuka hati
menurut keinginan sepihak. Contoh, pesta jubilate (ulang tahun), tardidi
(inisiasi pembaptisan nama), malua (masa akil baligh), peresmian bangunan
pemerintah, syukuran naik jabatan adalah adat yang dibuat-buat oleh orang
Batak.
72
72
Masyarakat Batak Toba memiliki adat dalam mencerminkan sikap
perilaku yang digunakan oleh masyarakatnya yang berisikan sistem
kekeluargaan dengan nilai-nilai dan norma yang saling berhubungan.
Perwujudan dari adat Batak, secara normatif dapat dilihat dari pelaksanaan
upacara-upacara yang dilakukan masyarakat Batak Toba. Hal ini diasumsikan
bahwa adat bagi orang Batak adalah aturan hidup yang harus dimiliki dalam
bertingkah laku pada setiap individu dan kelompok masyarakat ini (Parbato
Medan, 1988).
Konsep yang dilakukan dalam setiap upacara adat Batak untuk
menunjukkan nilai normatifnya, tertuang dalam konsep suhi ampang na opat
(empat sudut bakul) yang memberi arti kehadiran pihak-pihak kekerabatan
dalam sebuah upacara adat, diantaranya pihak dongan tubu, hula-hula, boru
dan aleale. Keempat kelompok ini bertemu melakukan kegiatan adat menurut
kepentingannya seperti bermufakat mengambil kesimpulan dengan
musyawarah marhata adat, menerima hak tetap dengan membagi potongan
daging parjambaran kepada kelompok suhi ampang na opat, hingga
implementasi komunikasi yang dilakukan dengan kegiatan tari manortor
bersama (Situmorang, 1983:5).
Kegiatan manortor adalah bagian dari konsep marmusik bagi
masyarakat Batak Toba. Seperti, kegiatan ritual upacara bius, upacara religi
ugamo malim dan upacara perkawinan, selalu memakai alat musik pengiring
(Sihombing, 1989 : 289). Adat Batak Toba dalam perjalanannya berhadapan
dengan perubahan sosial masyarakat pengguna kebudayaan ini.
73
73
2.1.7.1 Upacara adat kelahiran
Wujud budaya Batak Toba sebagai sumber sikap perilaku dalam
kehidupan sehari-hari, tampak dalam sistem yang digunakan di masyarakat
Batak Toba itu sendiri. Kekerabatan yang ada pada masyarakat ini
berhubungan dengan fase kelahiran yang menimbulkan kekerabatan, baik
vertikal maupun horizontal. Inisiasi kelahiran memulai tahapan kedudukan
kekerabatan seorang Batak Toba pada sistem kemasyarakatan yang berlaku.
Sebab nilai yang terdapat pada kekerabatan itu, memunculkan identitas baru
pada marga dan atau garis keturunan dengan dimulainya tarombo atau silsilah.
Penghargaan masyarakat Batak Toba terhadap marga dan silsilahnya,
ditunjukkan dengan kedudukan yang dimiliki seseorang bagi kelompok
keluarga dan masyarakat sekaitan dengan dalihan na tolu. Arti kelahiran yang
menentukan kedudukan seseorang Batak Toba. Anak sulung dalam satu
keluarga merupakan mataniari binsar atau matahari terbit, dipandang sebagai
orang yang memiliki wibawa kebijaksanaan, adik-adiknya yang lahir kelak
akan merasakan satu wibawa anak sulung dalam keluarga sebagai wakil dari
ayah. Hal itu tampak, saat dimana seorang anak sulung mengambil keputusan
yang mengikat dan mutlak diikuti oleh semua saudaranya yang menerima
keputusan itu. Dalam beberapa kasus terhadap keputusan yang diambil anak
sulung tidak diterima oleh sesama saudaranya dan menimbulkan konflik,
penyelesaiannya adalah menyerahkan persoalan itu kepada Tulang itu Sipupus
74
74
Sombubu (pembelai kepala) sebagai pengambil keputusan terakhir yang
dianggap merupakan wujud Tuhan dalam masyarakat Batak Toba.
2.1.7.2 Upacara perkawinan adat na gok
Dalam adat Batak Toba, tahapan yang dilakukan dalam upacara
perkawinan terdiri dari beberapa tahapan yang dibagi menjadi 3 (tiga)
tingkatan:
a. Unjuk: adalah ritus perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan semua
prosedur adat Batak dalihan na tolu sebagai tata upacara ritus perkawinan
biasa.
b. Mangadati: ritus perkawinan yang dilaksanakan tidak berdasarkan adat
Batak dalihan na tolu, pasangan yang bersangkutan mangalua atau kawin
lari, tetapi ritusnya sendiri dilakukan sebelum pasangan tersebut memiliki
anak.
c. Pasahat sulang-sulang ni pahoppu: ritus perkawinan yang dilakukan di
luar adat Batak dalihan na tolu, sehingga pasangan bersangkutan mangalua
dan ritusnya diadakan setelah memiliki anak.
Dalam upacara perkawinan adat na gok, dilaksanakan sesuai dengan
prosedur adat yang dilaksanakan. Maksudnya, apabila upacara perkawinan itu
melibatkan unsur: dalihan na tolu paopat sihal-sihal, turut berperan di
dalamnya dan prosedur pelaksanaan adat itu dengan upacara adat peresmian
perkawinan: alap jual atau dengan taruhon jual. Urutan upacara perkawinan
ini, dilaksanakan dengan mengikuti tata cara adat Batak Toba dengan
menyertakan perangkat musik sebagai bagian dari rangkaian kegiatan
75
75
perkawinan ini. Selanjutnya, akan lebih lengkap dibahas dalam sub bab
berikut.
a. Upacara perkawinan alap jual, yang dilaksanakan apabila tempat upacara
perkawinan itu atau horja adat marunjuk diadakan di halaman rumah pihak
perempuan dan pihak laki-laki datang menjemput pengantin perempuan
dengan cara adat dari keluarga pihak parboru (perempuan), setelah ada
kata kesepakatan dalam marhata sinamot. Pengertian jual adalah jenis
bakul Batak tempat sumpit tandok berisi makanan adat yang dibawa
dengan cara menjunjung. Lauk makanan adat dari suhut lengkap dengan
tudutudu sipanganon, dipersiapkan oleh pihak boru yang diperuntukkan
untuk hulahula, sedang lauknya dari dengke atau ihan, maka makanan adat
tersebut dibuat oleh hulahula diperuntukkan untuk boru. Makanan ini
disajikan dan disantap bersama dalam acara marsibuhabuhai. Pihak
paranak mengiringi anaknya sebagai calon pengantin dengan membawa
makanan adat dalam jual yang dijunjung Boru pihak paranak disebut
sihunti ampang.
b. Upacara perkawinan taruhon jual, upacara perkawinan ini dapat dilihat dari
tempat dilaksanakannya perkawinan itu tempat pengantin laki-laki atau
suhut paranak. Suhut sebagai tuan rumah adalah pihak paranak, dan pihak
parboru menghantarkan putrinya ke tempat pihak paranak. Acara
menjemput pengantin putri dari rumah parboru, sama halnya dengan alap
jual dengan membawa makanan adat sibuhabuhai. Pengertian makanan
sibuhabuhai adalah makanan adat. Namun, pengertian ini berkembang
menjadi nama acara itu sendiri (Rajamarpodang, 1995:280).
76
76
2.1.7.3 Upacara adat kematian
Kematian yang sudah saur matua bagi masyarakat Batak Toba, adalah
sebuah gejala paradoks. Kaitannya, kematian adalah pemisahan diri antara
orang hidup dan mati, mewujudkan adanya sebuah kehilangan esensial yang
menghimpit. Konsep masyarakat Batak Toba dalam peristiwa ini, bukanlah
keadaan yang harus ditangisi dan sedih. Ada perhatian khusus untuk
menunjukkan keluarga yang ditinggalkan, harus bersikap sukacita, gembira
tanpa tekanan dan beban apapun. Seluruh keluarga menghibur diri dari
pertukaran fase kehidupan.
Tradisi masyarakat Batak Toba dalam memperlakukan upacara
kematian dapat diklasifikasi berdasarkan usia dan status si mati. Perlakuan
untuk orang yang meninggal ketika masih dalam kandungan (mate di bortian)
belum mendapatkan perlakuan adat (langsung dikubur tanpa peti mati).
Namun, bila meninggal ketika masih bayi (mate poso-poso), meninggal saat
anak-anak (mate dakdanak), meninggal saat remaja (mate ponggol),
keseluruhan jenis kematian tersebut telah mendapat perlakuan adat. Mayatnya
ditutupi selembar ulos (kain tenunan khas masyarakat Batak) sebelum
dikuburkan. Ulos penutup mayat untuk mate poso-poso berasal dari
orangtuanya sedangkan untuk mate dakdanak dan mate bulung, ulos berasal
dari tulang (saudara laki-laki ibu) si orang mati.
Upacara adat kematian mendapat perlakuan adat dengan syarat-syarat
apabila seseorang meninggal dunia pada saat sebagai berikut.
77
77
1. Telah berumah tangga namun belum mempunyai keturunan anak disebut
dengan mate diparalang-alangan atau mate punu.
2. Telah berumah tangga dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih
kecil disebut dengan mate mangkar.
3. Telah memiliki anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang
kawin, namun belum bercucu disebut dengan mate hatungganeon.
4. Telah bercucu dari semua anak-anaknya disebut dengan mate saur matua.
Bagi masyarakat Batak Toba, mate saur matua menjadi tingkat
tertinggi dari klasifikasi upacara, karena ketika seseorang menutup usia saat
semua anaknya telah berumah tangga. Memang masih ada tingkat kematian
tertinggi di atasnya, yaitu mate saur matua bulung (mati ketika semua anak-
anaknya telah berumah tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu,
bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan anaknya perempuan). Namun keduanya
dianggap sama sebagai konsep kematian ideal (meninggal dengan tidak
memiliki tanggungan anak lagi).
Pelaksanaan upacara bergantung pada lamanya mayat disemayamkan.
Upacara adat diadakan ketika seluruh putra-putri orang yang mate saur matua
dan pihak hula-hula telah hadir. Segala persiapan dan mekanisme adat yang
dilakukan pada hari penguburan si mati, akan dibicarakan dalam martonggo
raja untuk memberi pertimbangan untuk memutuskan kapan puncak upacara
saur matua dilaksanakan. Sambil menunggu kedatangan semua anggota
keluarga, biasa dilakukan dengan menahan na mate selama berhari-hari dengan
melakukan acara di luar adat, seperti menerima kedatangan para pelayat
dengan membuat acara sesuai dengan agama pelaku adat. Dalam konteks sari
78
78
matua dan saur matua, cara mangondasi dilakukan oleh pihak keluarga dan
kerabat dekat dengan acara makan malam yang dikenal dengan mangan
pandungoi diselang-selingi dengan hiburan musik yang sesuai dengan
kemampuan pihak dalam menyediakan perangkat hiburan ini. Pada hari yang
sudah ditentukan, upacara saur matua dilaksanakan pada siang hari di ruangan
terbuka di halaman rumah duka. Kategori upacara kematian pada masyarakat
Batak Toba adalah sebagai berikut.
a. Tilahaon, Matipul Ulu, Matompas Tataring. Sebuah keluarga yang
mengalami kematian seorang anak disebut tilahaon. Bila seorang anak bayi
meninggal dunia dari keluarga penganut agama Kristen sebelum dibabtis,
dianggap tidak akan masuk dalam kerajaan surga. Agar anak itu berhak
memasuki surga, diberi hak kepada seorang pengetua gereja atau kedua orang
untuk membaptis bayi itu. Inisiasi ini disebut tardidi na hinipu. Demikian pula
halnya dalam kepercayaan lama masyarakat Batak Toba, apabila seorang bayi
meninggal dunia sebelum inisiasi martutuaek, maka roh bayi itu tidak akan
dapat berhubungan dengan penghuni Banua Atas. Untuk mengatasi itu, maka
setiap orangtua si anak diberi hak untuk melakukan martutuaek di jabu.
Seorang remaja dalam tingkat usia naposo atau bajarbajar meninggal
dunia, disebut dengan mate diparalangalangan atau mati tanggung. Sebelum
upacara keagamaan diadakan, maka lebih dulu dilaksanakan acara adat atau
upacara budaya dengan jalan membuat ulos Batak di atas mayat yang disebut
ulos saput. Saput dilakukan oleh tulang yang meninggal sebagai ulos kepada
kemenakannya.
79
79
Seorang kepala keluarga atau suami dalam masyarakat Batak, apabila ia
meninggal dunia dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil disebut
dengan matipul ulu, dengan anggapan tubuh manusia yang telah putus kepala.
Pengertian matompas tataring, diberikan kepada seorang ibu yang masih muda
meninggal dunia dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil.
Pengertian harafiahnya dapur masak yang rubuh.
b. Sarimatua dan saur matua. Sarimatua adalah orang yang
meninggal dunia telah beranak cucu, tetapi masih ada diantara anak-anaknya
yang belum kawin. Sari, artinya masih ada anak yang digelisahkan, masih
mengganggu jiwanya karena belum kawin. Apabila orangtua seperti ini
meninggal dunia, jiwanya belu pasrah menghadapi kematian itu, masih
diganggu tanggung jawabnya mengawinkan anaknya. Untuk kematian orang
seperti ini, belum pantas diadakan acara adat na gok untuk
memberangkatkannya dengan jambar mangihut, serentak diberikan ke
tujuannya tanpa dengan panggilan dari hewan acara adat yang disembelih
untuk itu.
Pengertian saur lebih dekat kepada sempurna atau lengkap. Saur Matua
dilaksanakan dengan adat na gok berdasar pada dalihan na tolu. Orangtua yang
meninggal dalam kelompok ini, tidak akan ditangisi. Ia dianggap pantas
mendapatkan perlakuan terhormat pada upacara kematiannya. Untuk
menghormati yang saur matua ini, orang banyak perlu diundang dengan
mengadakan pesta besar dan memanggil ogung sabangunan. Mengundang
kelompok musik ogung sabangunan, diisyaratkan sebagai undangan bagi
tamu-ramu dari pihak hasuhuton.
80
80
2.1.7.4 Upacara adat pesta tugu
Fase kelahiran dan kematian jelas lebih penting dari pada peristiwa
pokok dalam persekutuan antar manusia yakni perkawinan. Perkawinan
memang dilakukan dan diatur adat. Pelaksanaan adat itu sebagai wujud
keberagaman adat Batak lebih jelas tampak dalam penyelenggaraan pemujaan
nenek moyang. Pemujaan itu, sekarang ini dapat digambarkan dalam bentuk
membuat tanda artifisial bagi satu kelompok garis keturunan. Misalnya,
bangunan sebuah tugu. Tugu yang menjadi pertanda, bukan kuburan para
leluhur mereka, adalah cara untuk menghormati leluhur mereka. Penghormatan
atas orang yang sudah meninggal harus dibedakan dari pemujaan nenek
moyang di lain pihak. Yang termasuk dalam upacara untuk orang mati adalah
semua peristiwa yang menyangkut kematian dan acara penguburan.
Demikianlah setiap orang mati harus dihormati tanpa kecuali. Sebaliknya
pemujaan nenek moyang diselenggarakan bagi para leluhur yang dianggap
mempunyai suatu kuasa pengaruh yang istimewa, berdasarkan pekerjaan
mereka saat di dunia, yang dilihat dari kekayaan dan kedudukan mereka dalam
silsilah marga. Jadi tidak semua yang meninggal orang Batak diangkat menjadi
nenek moyang yang dipuja. Pembedaan antara upacara untuk orang mati dan
pemujaan nenek moyang tidak hanya dibuat dalam agama-agama, suku,
melainkan juga dalam gereja-gereja suku yang didirikan lingkungan agama,
81
81
suku. Upacara untuk orang mati dan pemujaan mengenai suku-suku telah
banyak diteliti.
Orang-orang Kristen dari gereja-gereja suku memuja nenek moyang
mereka dengan berbagai cara. Di Sumatera Utara mereka membuka kuburan-
kuburan tanah yang sementara, sesudah lewat waktu pembusukan yang
dianggap perlu, lalu mengangkat tulang-tulang dari dalamnya dan
menempatkan tulang-tulang mereka di dasar monumen itu. Setahun setelah
didirikan kuburan dan ini dijadikan alasan untuk menghormati orang mati.
Baik pemakaman kembali maupun penguburan tengkorak atau semua tulang-
tulang dengan upacara, di sarkofagus-sarkofagus tersendiri ataupun di
sarkofagus-sarkofagus bersama demikian juga pembangunan patung-patung
batu buat nenek moyang hingga sekarang masih dapat ditemukan di sub kultur
Batak di daerah bona pasogit.
Di daerah Tobasa, orang-orang Kristen terus menjalankan upacara-
upacara penggalian tulang-tulang dalam bentuk yang telah diubah. Gereja telah
menyucikan (membersihkan) adat itu dari unsur-unsur yang dianggap animis,
dan telah memasukkan suatu peraturan penggalian tulang-tulang diantara
orang-orang Kristen HKBP distrik Toba.10 Peraturan-peraturan yang
dikeluarkan dalam pihak gereja terdahulu masih berlaku hingga kini.
Pemakaman kembali atau pemakaman secara meriah oleh kelompok-
kelompok yang sudah dikristenkan itu berlangsung hingga kini dengan
beberapa pendapat yang berbeda antara penganut agama Kristen lainnya di
10Masyarakat Batak Toba, mayoritas menganut agama Kristen Protestan. Lebih
banyak terdaftar sebagai anggota gereja di HKBP. Sikap HKBP dalam mengakomodir bentuk-bentuk pesta dituangkan dalam pelayanan yang dilakukan dengan memberi izin dalam ritual penggalian tulang belulang leluhur Batak dengan liturgist dari HKBP.
82
82
tanah Batak selain HKBP. Perbedan itu masih dipertahankan sampai sekarang.
Adanya kuburan-kuburan tanah yang tua, yang biasanya tak terpelihara,
disamping tanda-tanda makam yang dibangun, sampai yang bersifat
mausoleum megah berdiri di sepanjang jalan dan di perkampungan di
Tapanuli. Hal ini memperlihatkan adanya perbedaan dari tingkat sosial orang-
orang Batak itu.
Sekarang ini telah banyak didapati bentuk kuburan yang telah diganti
oleh bangunan-bangunan dari semen dan ubin yang hanya mempunyai nilai
religietnologis. Orang Batak sekarang ini, tidak lagi memahat batu membentuk
sarkofagus, melainkan membuat bangunan dari bahan adukan semen dan batu.
Tulang-tulang para leluhur yang dipilih untuk dipindahkan itu
dimakamkan kembali dalam sebuah ruangan di dasar sebuah kuburan semen.
Pemindahan itu dilakukan dengan perayaan, sehingga orang dapat
menyebutnya suatu pesta. Apabila orang-orang yang mengurus pemindahan itu
adalah orang-orang kristen, sebagaimana sekarang ini sudah berlaku umum,
mereka meminta kepada majelis jemaat gerejanya persetujuan untuk
pemindahan tersebut, dengan memberitahukan hari dan jumlah para tulang-
tulang leluhurnya yang akan dikumpulkan dan dimakamkan. Dari permohonan
ini pun sudah nyata di tingkat mana dari ketiga tingkat yang ada akan
berlangsung perayaan tersebut. Upacara ini dinamai dengan panaikkon saring-
saring merupakan perayaan yang paling terhormat dan paling banyak makan
biaya.
Dalam adat kematian di kalangan orang Kristen, dapat dipahami
tentang peristiwa kematian sebagai suatu peristiwa yang bukan bersifat
83
83
perorangan, melainkan yang bersifat genealogis sosial. Dengan demikian maka
tugu atau rumah penyimpanan tulang-tulang itu menjadi kegiatannya yang
potensial selalu dilakukan orang Batak secara berkala. Secara religi-etnologis
dalam arti upacara, ada beberapa faktor yang membuat kegiatan ini tetap
dilakukan, yakni peran para anak rantau yang menganggap kegiatan itu adalah
bagian dari kepercayaan Kristiani yang mengharuskan seorang anak harus
menghormati orangtuanya, baik saat dia masih hidup ataupun sudah
meninggal. Adat itu sendiri dapat berjalan bersama dalam ajaran agama
Kristen. Dengan demikian adat itu membuktikan tidak bertentangan dengan
ajaran kristiani. Peristiwa budaya ini, menggunakan perangkat musik sebagai
bagian dari unsur kelengkapan pesta.
2.2 Integrasi Adat dan Agama Kristen
Dalam sejarah gereje, masuknya Reinische Mission Gesselschaft
(RMG) di Indonesia dimulai pada tahun 1834, ketika misi ini mengirimkan
missionaris ke Kalimantan (Borneo). Selepas itu, maka RMG dipusatkan di
Banjarmasin. Lembaga ini memulai memusatkan misi penginjilan kepada
suku-suku Dayak11 yang ada di pedalaman. Ketika para missionaris keluar dari
Kalimantan, badan zending ini mulai mencari lahan misi yang lain dalam
koloni Belanda. Serikat Injil Belanda menerima bahwa karya misi diantara
suku Batak di Sumatera tampaknya akan menjadi usaha yang menjanjikan.
11Di Kalimantan, orang-orang Dayak ini sebenarnya terdiri dari kelompok-kelompok
etnik lagi, yang berbeda budaya dan bahasanya. Di antara kelompok-kelompok etnik tersebut adalah: Iban, Kadazan, Dusun, Murut, Melanau, orang Ulu, Kenyah, Modang, dan masih banyak lagi yang lainnya. Di sampaing suku-suku tersebut di wilayah ini bermukim pula etnik Melayu. Kemudian ada pula etnik Banjar. Begitu pula etnik-etnik pendatang seperti Jawa, Madura, Bugis, Makasar, Tionghoa, dan lain-lainnya.
84
84
Sehingga Belanda mengirimkan ahli bahasa bernama Van der Tuuk ke
Indonesia, dimana ia telah menulis tata bahasa Batak Toba dan menerjemahkan
bagian-bagian dari Injil. Pada bulan Oktober 1860, resmi dibuat oleh Badan
Zending RMG di Jerman untuk memulai penginjilan di Sumatera Utara, RMG
juga memulai misi penginjilan di Pulau Nias arah barat pantai Sumatera.
Sebelum tahun 1860-an, beberapa usaha tersendiri dibuat untuk
melanjutkan karya missioner Kristen di Tapanuli Utara. Pada tahun 1834 para
missionaris Baptis Amerika memasuki lembah Silindung, namun usaha mereka
terhenti dan gagal total.
Istilah Rhenish Mission atau dalam bahasa Jerman Rheinische Mission
Gesselschaft (RMG), akan merujuk pada misi dari Rhenish Mission Society di
Sumatera. Sehubungan dengan hal itu, keresidenan Sumatera Timur pada
zaman kolonial Belanda dibagi menjadi beberapa distrik. Sebuah terobosan
penting dalam hal ini komunikasi regional terjadi pada tahun 1915, ketika jalan
raya trans Sumatera selesai dibangun dari Medan menuju Sibolga, sebuah kota
kecil di pesisir samudra India di sebelah barat Tapanuli. Jalan raya ini
menghubungkan kota dan desa Tapanuli Utara dengan Simalungun dan daerah
pesisir timur, dan menjadikan transportasi jauh lebih mudah ketimbang
sebelumnya.
Kedatangan bangsa Eropa di Sumatera Timur memiliki konsekuensi
didirikannya organisasi gereja dengan maksud memelihara kebutuhan-
kebutuhan religius dari pada kolonial. Bangsa Eropa pada umumnya tidak
tertarik dan para pendeta jemaat yang mengeluh bahwa pengumpulan
keuntungan adalah minat utama mereka dan bukan kehidupan spiritual. Ada
85
85
banyak jemaat Kristen dari non-Eropa yang tinggal di Medan. Beberapa dari
mereka tergabung dalam jemaat yang didominasi oleh orang-orang Eropa dan
ada juga anggota badan missioner yang didirikan oleh missioner Barat.
Gereja Katolik merupakan umat pertama yang memulai karya
kongregasional bagi bangsa Eropa di Medan. Di Medan, sebuah jemaat Katolik
didirikan pada tahun 1878 dan sebuah gereja dibangun di Paleisweg (sekarang
jalan Pemuda) pada tahun 1879. Gereja tersebut terletak di sebelah timur
sungai Deli dekat perbatasan perkampungan orang Eropa. Gereja Protestan
utama di Medan adalah Protestantsche Kerk (saat ini GPIB jalan Diponegoro).
Gereja ini adalah gereja Protestan satuan di koloni yang sangat terikat dengan
pemerintahan kolonial, dinamai juga dengan Gereja Belanda (Gereformeer-
dekerk), gereja ini dibangun pada tahun 1888 di dekat Lapangan Merdeka, dan
pada tahun 1912 orang-orang yang tergabung dalam Batak Mission
mengadakan kebaktian Minggu di gereja tersebut. Pada tahun 1921, sebuah
gereja baru diresmikan di Mangalaan Protestantsche Kerk memiliki banyak
jemaat Kristen pribumi sebagai anggota di bagian barat koloni. Gereja juga
terbuka terhadap jemaat pribumi pada umumnya. Dan pada tahun 1927,
dibangun gereja Batak pertama di sekitar jalan Sudirman dengan sungai Deli,
bernama Huria Christian’s Batacs (HChB) yang berubah namanya menjadi
HKI Dahlia sekarang. Pada tahun 1928, gereja HKBP Sudirman resmi berdiri.
Selama dua dekade abad ke-20, sekitar 80-100 anggota Protestant Kerk
bermigrasi dari Ambon dan Manado ke Medan. Para lelaki bekerja sebagai
pegawai negeri. Dua kelompok etnis ini pada umumnya banyak yang menjadi
serdadu dan polisi pribumi di koloni, migrasi kelompok-kelompok ini mungkin
86
86
menjadi alasan mengapa jemaat Kristen pribumi pada umumnya (wawancara
dengan J.A. Ferdinandus, 9 Oktober 2011).
Pada tahun 1918 dan 1919, Protestantsche Kerk mengalami krisis,
gereja tidak memiliki pendeta jemaat. Bersamaan dengan peristiwa tersebut
sekelompok jemaat Kristen Belanda mendirikan sebuah gereja baru yang
bernama Gereformeerde Kerken, gereja ini didirikan pada tahun 1886 (Gereja
GKI di Jalan H. Zainul Arifin sekarang). Jemaat ini menekankan doktrin-
doktrin tradisional yang sudah direformasi. Jemaat ini terdiri dari golongan
kaum Belanda yang terkemuka di Medan yang dikenali karena kesetiaan
mereka terhadap agama Kristen. Selain itu ada juga gerakan yang terjadi di
Medan, yaitu Methodis yang merupakan organisasi missioner yang paling
penting di Medan selama beberapa dekade pertama pada abad itu. Di Medan,
gereja Methodis didirikan atas inisiatif pedagang-pedagang Cina. Pada tahun
1915, misi Methodis menambah keluar Medan, terutama bangunan-bangunan
sekolahnya sebagai hasil kekuasaan Belanda yang mengizinkan mereka
melakukan karya misi di pantai timur. Organisasi missioner yang lain adalah
Gereja Advent. Gereja ini dibawa oleh para missioner dari Amerika. Pada
tahun 1920-an, jemaat Advent mencoba membangun gereja namun tidak
diketahui pasti apakah mereka berhasil atau tidak. Jadi dalam penjelasan di atas
dapat dilihat bahwa dominasi agama Kristen di Medan sangat berpengaruh,
termasuk orang Batak yang beragama Kristen.
87
87
2.3 Musik Tiup dalam Kebudayaan Batak Toba
Dalam pembahasan ini, akan dilihat bagaimana musik berfungsi dalam
aktivitas kemasyarakatan Batak Toba di berbagai tempat dan melihat proses
perubahan kehidupan sosial dengan aktivitas-aktivitas individu masyarakat
Batak Toba demi kelangsungan hidup struktur sosial masyarakatnya. Termasuk
dalam aktivitas pelaku musik. Bagaimana seorang pemusik melakukan
pekerjaannya dan bagaimana musik tiup ini disetujui masyarakat dalam sebuah
upacara.
Batak Toba mempunyai musik tradisional sendiri yang telah menjadi
heritage sebagai unsur kebudayaan material. Musik tradisional masyarakat
Batak Toba, seperti musik tradisional lainnya memiliki posisi yang sangat
penting dalam mengiringi acara-acara tradisional berupa upacara adat, upacara-
upacara keagamaan dan sebagai sarana hiburan. Dari dua pendapat di atas,
penelitian ini akan berkaitan dengan perilaku musik, pertunjukan musik dan
pengalaman terhadap musik serta mempelajari sekaligus menganalisis
keberadaan musik tersebut dalam masyarakat.
Musik sebagai ekspresi kultural yang sebagiannya bersifat universal
dan sebagian lain bersifat partikular. Musik juga merupakan ekspresi emosi
yang berkait dengan kehidupan. Ritem dan melodi dalam musik dapat
mengungkapkan emosi yang disampaikan oleh senimannya. Selain itu musik
juga merupakan alat komunikasi sosial yang berhubungan dengan aspek
kebudayaan. Di dalamnya terkandung sistem kepercayaan, konsep struktur
88
88
sosial, dan juga sistem perekonomian suatu masyarakat. Musik juga dapat
disajikan sebagai hiburan yang mempunyai peranan penting dalam suatu
kehidupan masyarakat. Setiap suku bangsa memiliki kebudayaan musik yang
berbeda-beda.
Dalam kehidupan sosial masyarakat ini, kegiatan bermain musik
dipergunakan pada konteks adat dan ritual keagamaan atau pertunjukan musik
yang bersifat hiburan. Kegiatan musikal masyarakat Batak Toba ini dikenal
dengan margondang12, sebuah aktivitas melakukan pertunjukan musik sebagai
wujud dari bentuk gagasan konsep dalihan natolu13 pada masyarakat Batak
Toba.
Sebelum kekristenan muncul di tanah Batak, musik yang digunakan
dalam acara adat tradisi, ataupun acara ritual lainnya adalah ensembel
Gondang Sabangunan dan ensembel Uning-uningan yang digunakan
memanggil arwah nenek moyang dan dalam konteks ucara adat lainnya,
gondang sebagai kearifan lokal orang Batak memiliki peran strategis dalam
lingkungan kegiatan kebudayaan masyarakat ini.
Pemahaman musik, dalam hal ini musik tiup oleh masyarakat Batak
Toba untuk setiap upacara adatnya telah keluar dari kegiatan keagamaan
dengan mengadaptasi musik yang dipakai pada upacara di gereja, menuju
kegiatan upacara lain di luar gereja dengan alasan: dapat dipergunakan sebagai
12Kegiatan bermain musik dalam bentuk ensembel gondang sabangunan sebagai
heritage (warisan budaya) pada masyarakat Batak Toba, dapat diartikan sebagai “bermusik” yang dipergunakan dalam mengiringi berbagai dalam konteks bentuk upacara adat.
13Gagasan kebudayaan yang mengatur tata kehidupan masyarakat Batak Toba secara tradisional dalam sebuah sistem sosial kemasyarakatan. Pengertian harfiah dalihan na tolu adalah tungku nan tiga, sebuah sistem hubungan sosial atas tiga elemen dasar yakni: dongan tubu (kekerabatan primordial dari pihak saudara laki-laki seibu), hula-hula (pihak keluarga pemberi istri), dan boru (pihak keluarga penerima istri).
89
89
pengiring upacara adat atau upacara lainnya yang di dalamnya ada unsur
kegiatan keagamaan dan dapat diiringi oleh musik dari barat ini. Konsep
awalnya bahwa musik barat ini digunakan pada acara adat tradisi upacara adat
pesta perkawinan, upacara ritual orang yang meninggal dunia saur matua,
menggali tulang belulang mangongkal holi, pesta tugu dan upacara adat
lainnya pada masyarakat Batak Toba.
Sekarang ini, musik tiup bagi masyarakat Batak sepertinya sudah
melekat bagi mayoritas komunitas ini. Karena pada setiap upacara adat
perkawinan dan kematian saur matua atau acara lainnya, selalu menyertakan
genre musik tiup sebagai bagian dari upacara ini. Dalam perkembangannya,
kelompok musik tiup terdapat di berbagai kota besar yang dikelola secara
professional untuk mengakomodasi permintaan masyarakat Batak Toba dalam
melakukan hajatan seperti disebutkan di atas.
Di lain pihak, kehadiran ensembel musik tiup ke dalam kehidupan
budaya masyarakat Batak Toba, terutama penggunaannya dalam upacara
kematian saur matua, memunculkan banyak reaksi berbeda diantara kelompok
masyarakat Batak sendiri. Beberapa pandangan dan pendapat itu hadir dari
orang Batak sendiri yang memiliki rasa kuatir atas kehadiran musik tiup ini.
Dikuatirkan, peran musik tiup ini akan menggerus peranan musik tradisional
gondang dalam kehidupan tradisional Batak yang dapat mengakibatkan
hilangnya kebudayaan itu.
Pandangan teologi Kristen seperti disebutkan di atas, memberi asumsi
kehadiran musik tiup sebagai “juru selamat” kepada dua sudut pandang
90
90
budaya, antara yang membuat penolakan dengan yang memakainya sebagai
budaya postmodernitas oleh masyarakat Batak.
2.3.1 Sejarah14 musik tiup
Musik tiup adalah kesatuan musik yang terbuat dari bahan logam.
Menurut teori Curt Sachs dalam Wellsprings of Music, pengelompokan musik
tentang konsep sexes dalam klasifikasi alat atau penjenisan musik, musik tiup
brass termasuk dalam kelompok aerofon yakni sumber bunyi berasal dari
udara (1962:97-98), yang dimaksud dengan klasifikasi ini adalah sumber getar
berasal dari bunyi yang dihasilkan oleh udara. Awalnya, bahan untuk
instrumen logam ini terbuat dari kuningan dan sering dinamai brass,15 dapat
menghasilkan bunyi musikal wind blow (cara ditiup). Kelompok instrumen ini
disebut dengan brasses (kuningan) yang berasal dari tahun 1820-an di tempat
asalnya di Inggris.
14 Pengertian sejarah dalam tesis magister ini adalah mengacu kepada pendapat Garraghan
yang menyatakan bahwa yang dimaksud sejarah itu memiliki tiga makna, yaitu: (a) peristiwa-peristiwa mengenai manusia pada masa lampau; juga aktualitas masa lalu; (b) rekaman mengenai manusia di masa lampau atau rekaman tentang aktualitas masa lampau; dan (c) proses atau teknik membuat rekaman sejarah. Ketiga aspek sejarah tersebut, berkaitan erat dengan disiplin ilmu pengetahuan. Secara lengkap penulis kutip sebagai berikut: “The term history stands for three related but sharply differentiated concepts: (a) past human events; past actuality; (b) the record of the same; (c) the process or technique of making the record. The Greek , which gives us the Latin historia, the French histoire, and English history, originally meant inquiry, investigation, research, and not a record of data accumulated thereby—the usual present-day meaning of the term. It was only at a later period that the Greeks attached to it the meaning of “a record or narration of the results of inquiry.” In current usage the term history may accordingly signify or imply any one of three things: (1) inquiry; (2) the objects of inquiry; (3) the record of the results of inquiry, corresponding respectively to (c), (a), and (b) above” (Garraghan, 1957:3).
15Bahan brass dari kuningan untuk instrumen musik tiup adalah campuran antara logam tembaha Cuprum (Cu) nomor atom 29 dengan seng Zinkum (Zn) golongan IB dari asal unsur alam yang bermanfaat untuk bahan kawat, penghantar listrik, pegas dan alat musik tiup.
91
91
Sadie dalam The New Grove Dictionary of Music mengatakan bahwa
musik tiup adalah suatu bentuk musik tiup (wind band) yang keseluruhannya
terdiri dari instrumen logam kuningan yang berasal dari tahun 1820-an (1980 :
209). Musik tiup digunakan oleh resimen cavalery (pasukan berkuda) yang
dipakai untuk pemberi semangat dalam berperang dan menjadi sangat terkenal
teristimewa di Inggris dan Amerika Serikat.
Di Inggris musik tiup menjadi tradisi militer bersama-sama dengan
musik tiup kayu, di Amerika Serikat kebanyakan ensembel (musik) memakai
bahan kuningan dan kayu pada tahun 1800-an. Tradisi musik tiup yang pada
awalnya muncul di benua Eropa dan Amerika, dewasa ini menjadi tradisi
kebudayaan musik bagi bangsa lain. Tradisi tersebut dapat dikatakan sebagai
suatu hasil kontak kebudayaan Eropa dengan kebudayaan lain melalui daerah-
daerah koloni jajahan mereka dan mempunyai hubungan dengan ekspansi
bangsa Eropa ke berbagai penjuru di dunia melalui bentuk infiltrasi
kebudayaan, penyebaran agama dan perdagangan antar benua.
Soeharto (1992:17) lebih detail menyebutkan tentang musik brass yaitu
alat musik tiup logam. Bukan hanya dibuat dari logam, melainkan karena
bunyinya yang kuat seperti bunyi logam, misalnya: trumpet, trombone, horn,
dan tuba. Sedangkan saxofon dan flute tidak termasuk di sini, walaupun
seluruh bagiannya terbuat dari logam tetapi dibedakan dari reed sebagai
sumber getar yang membedakannya.
Pengaruh musik luar, dalam sebutan musik Barat yang datang dalam
komunitas masyarakat Batak, diawali dari aktivitas keagamaan oleh gereja
pertama di tanah Batak. Missionaris membawa instrumen musik aerophone
92
92
trumpet selain harmonium (organ pipa yang disandang) yang digunakan di
gereja dalam mengiringi nyanyian-nyanyian kebaktian.
Dalam ilmu kesejarahannya, musik tiup (brass) memulai
keberadaannya di Wales Inggris. Bermula dari kepentingan para pekerja pabrik
yang memerlukan hiburan sebagai upaya pemilik pabrik untuk memberikan
hiburan kepada para pekerjanya, dengan tujuan untuk memberi arti kehidupan
sosial para pekerja dari sisi kemanusiaan. Mereka melihat, dengan membentuk
kelompok musik tiup bagi para pekerja pabrik akan menambah nilai yang
berarti untuk hasil pekerjaan mereka. Selain untuk menambah kesenangan
untuk peningkatan kerja, kelompok musik tiup ini menjadi sarana hiburan
komersil yang pada saat itu menjadi populer dan disenangi kalangan
masyarakat.
Dalam hal notasi alat-alat brass umumnya membaca not secara
transposisi, kecuali trombone bass. Sehingga dapat disebutkan dalam
pengertian musikologi, musik brass menjadi sebuah disiplin ilmu yang
mempelajari segala aspek musik yang terjadi pada instrumen musik tiup
dengan mengidentifikasi semua unsur-unsur yang melekat di dalam ilmu musik
dengan pendekatan keilmuan musik Barat.
Banyaknya pemakaian instrumen brass, pembuatan alat musik inipun
semakin bertambah. Mulai dari alat musik tiup trumpet yang belum memiliki
klep (berbentuk bugel), hingga pembuatan trumpet yang memakai klep juga
dilakukan pada masa sekarang. Perkembangan pemakaian alat ini yang dipakai
sebagai sarana hiburan, juga dipergunakan dalam beberapa festival yang
bersifat kompetisi untuk menunjukkan teknik bermain musik tiup dari berbagai
93
93
daerah di Inggris. Kontes semacam ini secara teratur dilakukan yang menjadi
agenda tetap dalam setiap perayaan-perayaan besar. Dapat dicatat menurut
buku sejarah musik oleh Marsha Tambunan (2004:91), bahwa kontes dalam
kompetisi pertama musik tiup dilakukan di Burton Constable-Hulm pada tahun
1845 yang diikuti oleh lima kelompok musik tiup. Pada awal pertama kegiatan
ini, kelompok brass yang memainkan alat musik terbatas pada jumlah
maksimal hanya 12 orang, dan repertoar yang dimainkan adalah karya dari
Webber, Rossini, dan Mozart.
Kelompok yang paling populer pada masa awal terbentuknya musik
tiup brass adalah kelompok Besses o’th barn dari Whitefield, Lancashire
Inggris. Kelompok musik terkemuka ini dibentuk pada tahun 1818, dan hingga
tahun 1905 merupakan kelompok musik tiup yang mengadakan perjalanan
keliling hampir ke seluruh daratan Eropa. Instrumen yang dipergunakan pada
masa ini adalah: flute (side blown), oboe, clarinet, horn, trumpet, trombone,
dan tuba.
Sampai sekarang ini, tradisi untuk melakukan kompetisi sejak tahun
1878 tersebut masih dilakukan dalam acara kontes kelompok musik tiup
nasional Inggris yang dikenal dengan British National Brass Band Contest
yang diselenggarakan di Royal Albert Hall, London. Festival ini diikuti oleh
kelompok musik tiup yang dimainkan oleh para pria yang ada di Eropa. Di
samping itu, masih ada kontes serupa yang diadakan untuk tingkat seluruh
dataran Eropa yang dinamakan European Brass Band Championship.
Pada tahun-tahun berikutnya, tradisi pemakaian musik tiup ini berlanjut
hingga ke benua Amerika dengan didirikannya kelompok musik tiup pertama
94
94
di Amerika Serikat bernama Brass Band of New York yang dibentuk oleh Alan
Dodworth pada tahun 1834.
Beberapa konser yang dilakukan di negara ini, membuat permainan
musik tiup menjadi gaya hidup dan banyak disenangi masyarakat Amerika, hal
ini terbukti dari banyaknya tempat gazebo (ruang dalam taman) yang dibentuk
menjadi tempat permainan musik tiup sebagai sarana hiburan yang
menyenangkan. Misalnya, seperti terdapat di Central Park, pusat taman di kota
New York yang dibiayai oleh perusahaan kereta api untuk meningkatkan
pelayanan mereka kepada masyarakat dengan menyuguhkan permainan musik
tiup setiap harinya. Begitu pula yang terdapat di Common Boston, salah satu
tempat dimana setiap diadakan pertunjukan musik tiup yang selalu dipadati
oleh penonton.
2.3.2 Masuknya musik tiup di Tanah Batak
Lahirnya musik tiup Batak Toba yang dikomersilkan berasal dari desa
Tambunan Balige, Toba Samosir. Awalnya, alat musik tiup itu dipakai untuk
mengiringi pesta bersifat hiburan maupun dalam konteks upacara adat, telah
membuat kelompok musik tiup sebagai sumber mata pencaharian baru, dan itu
menjadikan para pemusik tiup di gereja memperoleh pekerjaan sebagai sumber
pencaharian yang memadai. Anggapan itu terbukti ketika beberapa pesanan
untuk undangan-undangan banyak yang datang dari luar kota dan dari luar
propinsi datang memesak kelompok musik ini, bahkan mereka pernah
diundang ke sebuah pesta adat di pulau Jawa.
95
95
Kelompok musik tiup Batak Toba pertama dapat dicatat pada
komunitas Batak Toba, adalah Tambunan Group Musik sesuai dengan nama
tempat kelahiran grup musik ini di desa Tambunan Balige yang kemudian
hijrah ke kota Medan. Dengan hadirnya kelompok musik ini, membuat para
pemusik yang belum punya pekerjaan namun memiliki pengetahuan dan bakat
musik bergabung dengan mencari induk semang untuk membentuk kelompok
musik tiup baru. Di Medan, pada tahun 1987 terbentuk pertama sekali
kelompok musik tiup bernama Duma Musik yang dikelola seorang pengusaha
penerbit buku Masco pimpinan S.Situmorang. Kelompok ini didirikan dengan
latar belakang untuk mengisi konsumsi pemakaian dalam acara-acara adat.
Para pemainnya berasal dari personil Tambunan Musik Balige yang sengaja
didatangkan ke Kota Medan (wawancara S. Tambunan, pimpinan Tambunan
Musik Medan, 11 Januari 2015).
Bagi masyarakat Batak Toba Kristen yang mendukung kebudayaan ini,
musik brass yang dipakai hingga kini sering disebut dengan musik tiup.
Perkembangan tersebut terus berlanjut hingga akhirnya memasukkan unsur
perkusi (drum set) dan unsur elektrik (keyboard dan brass guitar). Penggunaan
instrumen musik tiup dalam satu ensembel musik yang dibentuk tidak hanya
terdiri dari satu jenis alat musik tiup.
Bagi masyarakat Batak Toba, terdapat ensembel musik yang disebut
dengan musik tiup. Menurut beberapa sumber mengatakan istilah musik tiup
muncul pada masyarakat Batak Toba karena keseluruhan instrumen yang
digunakan dalam ensembel tersebut awalnya adalah instrumen musik yang
ditiup. Sampai sekarang ini musik tiup pada masyarakat Batak Toba telah
96
96
berkembang cukup pesat dan menyebar serta terdapat di berbagai tempat
seperti Balige, Pematangsiantar, Tarutung, dan Medan. Masyarakat Batak Toba
sangat menerima kehadiran musik tiup ini, terbukti pada perkembangan
penggunaannya karena dalam waktu relatif singkat sudah menjadi “tradisi”
bagi beberapa kalangan masyarakat Batak Toba yang menggunakannya
sebagain bagian dari acara adat.
Menurut para informan bahwa tempat awal berkembangnya musik tiup
di tengah masyarakat Batak Toba adalah di desa Tambunan Balige, Tapanuli
Utara. Hal itu tidak sulit dibuktikan karena kehadiran musik tiup di daerah ini
sebagai musik yang dikenal masyarakat masih relatif baru, yakni sekitar tahun
1930-an.
Seiring dengan penyebaran agama Kristen Protestan, maka zending
Jerman, turut membangun sarana-sarana seperti pendidikan dengan membuka
sekolah, sarana kesehatan dengan membuka rumah sakit dan balai pengobatan
maupun membangun sarana transportasi dan lainnya. Hal ini mendorong
berjalan pesat karena prinsip hidup Batak Toba, yakni hamoraon (kekayaan),
hagabeon (memiliki keturunan yang berhasil), dan hasangapon (kemuliaan
atau kehormatan), dirasakan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Dalam waktu relatif singkat maka kehidupan kerohanian dalam konteks
kekristenan dapat berkembang pesat, sehingga kebaktian di gereja menjadi
kebiasaan masyarakat bahkan gereja menajdi fokus perhatian masyarakat
tempat bersatu dan berintegrasi. Situasi ini juga berlaku pada masyarakat Batak
Toba di kawasan Tapanuli. Perhatian masyarakat Batak Toba terhadap
97
97
eksistensi gereja juga didorong oleh pengetahuan tambahan terhadap
pengenalan musik-musik rohani gereja yang berasal dari Eropa.
Setiap acara kebaktian di gereja mereka diajarkan pengenalan terhadap
lagu-lagu melalui notasi Barat, bersamaan dengan itu para zending
memperkenalkan instrumen musik tiup yang terdiri dari: trumpet, trombone
dan sousaphone. Instrumen tersebut dipakai untuk mengiringi nyanyian-
nyanyian rohani saat upacara gereja. Proses belajar dimulai oleh badan zending
dengan mengumpulkan pengetua gereja di bawah asuhan RMG di sebuah
tempat pelatihan di Jetun Silangit Siborongborong Tapanuli Utara pada tahun
1929 hingga 1931. pendidikan musik ini berlangsung dibawah asuhan
Berausgeben Von D. Johansen R. Nommensen dikenal dengan tuan Pdt.
Berzchauer (wawancara dengan Pensilwally, Tarutung, 17 Desember 2014).
Pendidikan ini mendapat perhatian besar dari masyarakat gereja.
Mereka memiliki alasan, bahwa memainkan musik tiup lebih gampang dari
permainan orgel atau poti marende yang dianggap cukup rumit. Zending juga
mengajarkan bagaimana cara memainkan alat musik tersebut kepada
sekelompok warga jemaat yang dianggap sungguh-sungguh mengikuti ajaran
agama Kristen dan mempunyai minat dan perhatian yang tinggi untuk bermain
musik. Mereka diajar untuk mengenal notasi-notasi musik barat yang ada.
Melalui proses belajar yang cukup lama dari hari ke hari, akhirnya beberapa
warga jemaat mahir memainkan musik tiup tersebut dengan baik.
Missi Nommensen untuk terus memperluas penyebaran agama Kristen
ini ternyata diwariskan oleh anaknya sendiri bernama Berausgeben Von D.
Johansen R. Nommensen. Sama seperti ayahnya, Johansen terpanggil untuk
98
98
menjadi seorang missionaris di Tanah Batak. Jadi selama beberapa tahun
lamanya kedua missionaris ini telah banyak bekerjasama untuk
mengembangkan agama Kristen di Tanah Batak. Johansen pada saat itu dikenal
dengan kemahirannya dalam memainkan orgel harmonium. Kemampuannya
dalam memainkan orgel diabadikannya dengan menjadi pengajar alat musik
organ di Sekolah Guru Huria (Guru Jemaat).
Selain itu Johansen juga memiliki kemampuan memainkan alat musik
trumpet yang digunakan dalam acara kebaktian di gereja Silindung (Theol,
2004:95). Inilah untuk pertama sekali musik tiup terompet masuk ke Tanah
Batak, yaitu sekitar abad ke-19. Ternyata alat musik trumpet ini memiliki
kelebihan dibanding dengan orgel. Penggunaan trumpet dalam mengiringi
lagu-lagu gereja lebih bersifat menggugah dan memberikan semangat dalam
bernyanyi dengan volume yang lebih kuat. Akhirnya alat musik trumpet ini
menjadi salah satu mata pelajaran di Sekolah Guru Jemaat. Dengan demikian
kemampuan untuk memainkan organ dan meniup trumpet wajib diketahui oleh
para guru jemaat.
Pada tahun 1832 badan zending American Board of Commission of
Foreign Missions (ABCFM) mengirim Henry Lyman dan Samuel Munson
untuk menjelajahi pedalaman Sumatera. Mereka dibunuh oleh sekelompok
masyarakat Batak di Lobu Pining Adian Koting. Setelah pembunuhan atas
Munson dan Lyman, ABCFM kembali mengirim seorang missionaris ke Tanah
Batak yang bernama Jacob Ennis dan ia diterima dengan baik. Ini adalah usaha
ABCFM yang terakhir untuk bekerja di Sumatera. Semua missionaris-
missionaris di atas belum berhasil dalam upaya mendirikan sekolah-sekolah
99
99
baru sesuai dengan semboyan mereka to restor the Old Christian Communities
to Their Former Glory. Jadi menurut mereka sekolah merupakan sarana yang
efektif untuk mengabarkan Injil. Jenis-jenis sekolah yang didirikan RMG pada
umumnya hampir sama dengan sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah
kolonial Belanda. Pada waktu itu sekolah-sekolah yang diadakan oleh RMG
dibiayai oleh lembaga zending sendiri dan terlepas dari campur tangan
pemerintah Belanda.
Pada awalnya buku-buku yang digunakan di sekolah yang didirikan
RMG ini adalah berbahasa asing, tetapi kemudian atas seizin pemerintah
Belanda maka akhirnya pada tahun 1863 buku-buku tersebut diterjemahkan ke
dalam bahasa dan aksara Batak. Sebenarnya pemerintah Hindia Belanda
memberikan subsidi kepada sekolah-sekolah swasta yang ada pada saat itu,
tetapi karena asas netralitas (azas yang meniadakan pendidikan agama di
sekolah yang dianutnya) maka subsidi itu ditolak oleh RMG, walaupun krisis
keuangan melanda lembaga zending ini dan memaksa mereka untuk membatasi
kegiatannya. Sejak masuknya zending Belanda di Tanah Batak, tidak ada
sumber buku yang menyebutkan bahwa para zending turut serta membawa alat
musik tiup trumpet (brass) dalam kegiatan zending mereka (lihat J.R.
Hutauruk, 1986).
Pada 7 Oktober 1861, van Asselt mengumpulkan seluruh badan zending
yang bekerja di tanah Batak bertemu di Parau Sorat Sipirok, untuk menyambut
kedatangan zending Jerman yang akan menggantikan mereka meneruskan
penginjilan di Tanah Batak. Sejak saat itulah usaha pengkristenan di Tanah
Batak beralih dari zending Belanda ke zending Jerman. Salah seorang zending
100
100
Jerman yang paling terkenal di Tanah Batak adalah Ludwig Ingwer
Nommensen.
Pada 14 Mei 1862, Nommensen tiba di Padang [ibukota Provinsi
Sumatera Barat sekarang]. Perjalanan pertamanya ke pedalaman dimulai 25
Oktober 1862. Dalam menjalankan misinya Nommensen mencoba
menempatkan adat Batak ke dalam cara hidup Kristen yang baru. Cara-cara
baru dalam pola hidup orang Kristen baru adalah termasuk menggantikan
musik tradisional Batak dengan nyanyian gereja yang diiringi oleh orgel (organ
pipa) dan musik trumpet untuk mengiringi lagu gereja dengan buku panduan
lagu pasaunen buch. Tetapi ia mempertahankan banyak kebiasaan-kebiasaan
pernikahan adat yang diatur oleh struktur dalihan natolu.
Setelah masuknya Kristen oleh para zending Belanda dan Jerman,
Ludwig Ingwer Nommensen melarang masyarakat Batak memainkan gondang
karena permainan gondang dianggap mengandung unsur-unsur magis yang
ditujukan kepada arwah para leluhur. Pada saat ini penggunaan alat musik tiup
telah digunakan bersama-sama dengan alat musik yang lain seperti halnya
dengan sulim, didalam mengiringi upacara adat dan acara kebaktian di gereja.
Setelah masa pemerintahan jajahan Belanda berakhir (sekitar tahun
1943) maka zending Jerman juga meninggalkan tanah Batak, tetapi aktivitas
kerohanian masih tetap dijalankan sebagaimana mestinya. Anggota-anggota
jemaat yang berada di seluruh wilayah Tapanuli, tetap melaksanakan ajaran
Kristen yang telah diterima dan berakar dalam kehidupan masyarakat Batak
Toba. Para pendeta dan evangelis pribumi yang telah diajar akan pengealan
musik oleh zending mengambil alih para pemimpin rohani di gereja dan
101
101
menjalankan tugas-tugas sebagaimana layaknya seorang pendeta termasuk
mengajarkan musik dengan sistem four part harmony pada tangga nada Barat.
Dalam hal keperluan tata ibadah di gereja, musik tiup dipergunakan
mengiringi pasukan Jepang yang hendak perang. Hal ini terjadi pada masa
pendudukan Jepang dan dilakukan atas perintah dari kerajaan Jepang dalam
rangka pemberangkatan tentara Jepang, dengan diiringi oleh musik tiup maka
semangat juang para tentara semakin meningkat. Peralatan musik yang dipakai
bukan berasal dari gereja, melainkan peralatan yang dibawa oleh Jepang
sendiri.
Pada saat yang sama, penggunaan musik tiup di beberapa gereja sudah
tidak dipakai lagi disebabkan kerusakan pada instrumen musik tiup yang sudah
cukup lama. Perangkat alat musik brass itu disimpan oleh pengurus gereja di
dalam gudang, karena tidak ada dana membeli instrumen yang baru, disamping
sulit mencarinya, juga sangat mahal harganya.
Pemakaian musik tiup di luar gereja, awalnya muncul pada tahun 1930-
an oleh seorang ahli musik bernama Adian Silalahi dari desa Tambunan Balige
bersama seorang rekannya, yakni Ismail Hutajulu (penggubah lagu-lagu
nasional, rakyat). Mereka memainkan perangkat instrumen musik tiup di pada
kegiatan acara perkawinan. Adian Silalahi telah belajar bermain musik tiup
dari Pdt. Berzchauer seorang missionaris Jerman. Ketertarikan orang terhadap
musik tiup ini, menjadikan beberapa pemuda belajar secara non formal /
otodidak kepada Adian Silalahi.
Keberhasilan yang dicapai oleh kelompok kecil ini, menjadikan seorang
pengusaha di Balige membelikan perangkat musik tiup ini dari Amerika, dan
102
102
terbentuklah ensembel musik tiup pertama sekali di tanah Batak. Konteks
pemakaiannya kala itu adalah mengiringi kebaktian gereja dan hiburan.
Pemakaian pertitur dalam membaca notasi balok pada lagu-lagi gereja sangat
ditekankan kepada semua pemain musik ini. Tetapi Adian Silalahi juga
mengajarkan beberapa lagu-lagu rakyat yang dihafal oleh setiap pemain untuk
kebutuhan acara-acara hiburan seperti pertandingan olahraga di wilayah
Balige. Anggota dari kelompok pemain musik tiup ini bukan hanya terdiri dari
para pemuda, tetapi juga para orangtua yang dulunya aktif dalam permainan
musik tiup di gereja (wawancara S. Tambunan, Medan 10 Maret 2015).
Pada masa kemerdekaan usai tahun 1945, keberadaan musik tiup di
Balige telah dikenal sebagai sarana hiburan, yaitu untuk menghibur para
pemain olahraga yang hendak bertanding juga dalam seni pertunjukan opera.
Para pemain opera dengan pemain musik tiup bekerjasama menyelaraskan
iringan lagu rakyat dengan musik tiup ini. Dalam hal ini musik tiup hanya
dianggap sebagai pengiring permainan musik tradisi untuk mengiringi jalannya
cerita-cerita rakyat yang dibawakan. Inilah awal, beberapa repertoar lagu-lagu
rakyat dimainkan oleh musik tiup. Kesamaan tangga nada diatonis, tidak
menyulitkan bagi para pemain musik tiup untuk menyelaraskan lagu-lagu
rakyat yang dibawakan.
Instrumen yang dimainkan dalam kelompok musik tiup ini, terdiri dari
trumpet sopran dan alto (trumpet klep, bukan trumpet peston), trombone
bariton dan trombone tenor, tuba, contra bass atau bassoon ditambah dengan
bass drum double headed. Instrumen ini kemudian dipakai dalam kegiatan di
luar kebaktian gereja.
103
103
Selain penggunaan tersebut di atas, musik tiup juga dipergunakan untuk
menyambut kedatangan tamu negara yang datang ke Balige. Misalnya, ketika
diadakan penyambutan atas kedatangan Presiden RI pertama Soekarno ke
Balige di tahun 1950. Ketika itu masyarakat menyambut dengan iringan musik
tiup. Sejak hadirnya guru Adian Silalahi dan Ismail Hutajulu, sejak itu pula
lahirlah kelompok musik tiup profesional. Kelompok itu disebut Verenighing
Music Silalahi yang berlokasi di desa Tambunan. Kelompok musik ini
beranggotakan warga masyarakat yang mempunyai bakat musik, dan mereka
diberi pelajaran notasi musik dan teknik memainkan brass band. Ada juga
kelompok musik tiup yang didirikan secara komersil tahun 1952 di Balige oleh
pengusaha toko emas dengan nama Surabaya Musik dan menyusul Bethesda
Musik dengan mengambil nama kelompok Mannen Koor (paduan suara
Bapak) Bethesda di HKBP Balige. Kelompok-kelompok musik tiup pertama
ini adalah cikal bakal berdirinya kelompok serupa di berbagai tempat hingga
sekarang ini.
Kelompok musik tiup yang didirikan oleh masyarakat di Balige telah
mengarah menjadi komersial, sebab setiap kali diundang memainkan musik
tiup, maka imbalan materi berupa beras (sejumlah 100 kaleng beras untuk satu
kali pertunjukan) atau uang yang setara dengan itu. Oleh karena itu para
pemain musik tiup dalam kelompok ini mempunyai anggota kelompok yang
tetap dan jarang terjadi penambahan anggota secara tiba-tiba tanpa melalui
proses belajar. Selain mendapat perhatian dari masyarakat agar dalam upacara
adat yang mereka lakukan dapat mengundang kelompok musik tiup, para
pemain musik ini dibayar dengan cukup mahal.
104
104
Bagi mereka yang tidak dapat membaca dan mempelajari notasi musik,
dilatih dengan feeling sound. Sehingga ketika mendengar suara musik tiup
yang dibunyikan, timbul kepekaan untuk dapat menyesuaikan pendengaran
setiap hari, menimbulkan ingatan yang dalam, dan menghasilkan permainan
sempurna.
Dalam beberpaa dekade, kelompok musik tiup Tambunan yang ada di
Balige mengiringi acara adat di Kota Medan. Sama halnya dengan penggunaan
yang dipakai pertama sekali di kawasan Toba Samosir. Namun dapat dicatat,
sebelumnya di Kota Medan sudah ada kelompok musik tiup mengiringi
upacara adat kematian, khusus untuk lagu-lagu rohani. Kelompok ini dalam
jangka waktu lama melayani kegiatan serupa dengan waktu yang ditentukan
oleh pemusik itu sendiri, karena pemusiknya terdiri dari pegawai kepolisian.
Kelompok ini disebut dengan Korps Musik Brimob asuhan Detasemen Brigade
Mobil Kepolisian Sumatera Utara sekitar tahun 1978 hingga 1986.
Sejak berdirinya musik tiup di Kota Medan, instrumen yang digunakan
seluruhnya adalah musik tiup dalam arti sebenarnya. Komposisi musiknya
terdiri dari: trumpet sopran, trumpet tenor, trombone, tuba, bassoon (contra
bass) dan saxophone yang menyusul kemudian. Pada tahun 1990, Immanuel
Musik membuat perubahan dengan menyertakan gitar bas sebagai pengganti
contra bas atau tuba dengan membuat penguat suara melalui monitor TR Bas,
dan pada tahun 1991 Duma Musik menyertakan Synthesizer Keyboard sebagai
pendamping akkord terdiri dari gitar string. Hiingga pada tahun 1992,
Tambunan Musik membuat perubahan besar yang diikuti oleh kelompok musik
105
105
tiup lainnya yaitu dengan membuat perangkat sound sebagai penguat amplitude
semua peralatan musik sekaligus pemakaian mikrophone.
Dalam uraian sebelumnya, kelompok musik tiup Duma adalah sebagai
pionir berdirinya ensembel musik tiup di Medan, yang disusul dengan
berdirinya kelompok musik serupa yang tumbuh secara sporadis. Hingga tahun
1998, di Kota Medan terdapat 21 kelompok musik dimaksud. Namun sekarang
ini, keberadaan musik ini sudah tinggal enam kelompok lagi yang masih
melakukan aktivitasnya.
Penamaan musik tiup dalam menjelaskan kelompok ini mengalami
pergeseran dari waktu ke waktu. Awalnya, ketika musik tiup dipergunakan
dengan memakai instrumen yang terdiri dari semua perangkat alat tiup,
kelompok-kelompok ini memakainya dengan nama musik tiup menyertai nama
kelompok mereka. Contoh Bethesda Musik Tiup.
Dalam perjalanannya, ketika perangkat musiknya mengalami
perubahan, nama musik tiup menjadi ditinggalkan, dan berubah menjadi nama
identitas kelompok musik itu sendiri dan tidak menyertakan kata musik tiup.
Beberapa kelompok musik cenderung memberi nama dalam penyebutan
kelompok mereka dengan alasan bahwa identitas musik tiup tidak lagi
disertakan karena sudah bercampur dengan alat musik lain di luar musik tiup,
dengan contoh: Sopo Nauli Musik, Tambunan Musik, dan lainnya (wawancara
S. Tambunan, 20 Februari 2012).
2.3.3 Musik tiup dalam ibadah gereja
106
106
Instrumen musik memiliki peranan penting dalam tata ibadah gereja.
Karena posisi yang dimiliki musik dalam ibadah bukan sebagai pelengkap atau
tambahan dari seluruh rangkaian ibadah itu. Bagaimana jemaat dapat
memahami peribadatan apabila tidak disertai dengan musik. Dalam ibadah
gereja-gereja suku di tanah Batak yang beraliran Protestan, peranan Musik
hampir mencapai 72 persen dari limit waktu yang dipakai dalam sebuah
rundown (urutan) acara kebaktian (wawancara dengan Pensilwally, Tarutung,
12 September 2014).
Jemaat akan merasa khusuk dan merasakan kehadirat Allah hadir dalam
dirinya terhadap penyembahan yang dilakukan jemaat kepada Allah
dalam kebaktian apabila kidung-kidung pujian diiringi oleh musik yang
bagus. Dengan kata lain musik dalam gereja berkuasa dan mempunyai peranan
penting di dalam pembinaan rohani anggota jemaat. Oleh karena itu kedudukan
atau penggunaan instrumen musik dalam kebaktian gereja, bukanlah sebagai
alat pelengkap, lebih jauh sebagai bagian penting memainkan perannya dalam
sebuah ibadah. Sehingga musik dapat dikatakan sebagai alat untuk
memberitakan Firman Allah. Dan penggunaan instrumen musik dalam sebuah
ibadah adalah bagian yang dipergunakan secara bagus dalam pelaksanaan
kebaktian.
Kebaktian itu dibentuk dalam sebuah liturgi dan diwarnai dengan suara
dan perbuatan yang indah-indah yang membentuk suatu peristiwa yang
berisikan Tuhan hadir berfirman kepada manusia, manusia mendengarnya dan
memberikan puji-pujian melalui nyanyian (musik), doa permohonan dan
memberikan persembahan atas pemberian Tuhan. Perbuatan itu sama halnya
107
107
dengan kebaktian surgawi, yang mana kebaktian itu disemarakkan dengan
warna-warni musik, simbol dan perbuatan-perbuatan lainnya (Garret, 1974 :
19).
Ibadah di gereja merupakan saat dimana para jemaat melakukan
kebaktian untuk mendengarkan firman Tuhan untuk melengkapi kehidupan
mereka. Kebaktian yang dilakukan dalam ibadah ini adalah bernyanyi untuk
memuji kebesaran Tuhan sebagai tanda ucapan syukur atas anugerah Allah.
Kebaktian ini disamakan dengan ibadah.
Perihal pertumbuhan iman Kristen, hal itu tidak dapat diabaikan dan
sesuai dengan pengalaman misi dalam pertumbuhan gereja di tanah Batak
maka para pengurus gereja dari tingkat bawah hingga tingkat pimpinan pusat
untuk melihat peranan musik dalam mempercepat perkembangan gereja Batak
selanjutnya.
Beberapa gereja yang masih mempergunakan instrumen tiup hingga
sekarang dalam kelompok brass untuk mengiringi nyanyian liturgis kebaktian
dapat dilihat dalam bagan berikut.
Tabel 2.1: Gereja-gereja dalam Budaya Batak Toba
yang Menggunakan Ensambel Musik Tiup
No Nama Gereja
Alamat / Tempat Alat Musik yang Dipakai
1 HKBP Jalan Gereja; Kota Pematangsiantar trumpet, saxophone, trombone, keyboard
2 HKBP Jalan Rumah Sakit Balige, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa)
trumpet, saxophone, trombone
3 HKBP Gedung Laguboti; KabupatenTobasa trumpet, saxophone, trombone, tuba, gitar bass
4 HKBP Sitorang; KabupatenTobasa trumpet, saxaphone, trombone, organ 5 HKBP Jalan S.M. Simanjuntak Tampahan;
Kabupaten Tobasa trumpet, keyboard
6 HKBP Tambunan; Kabupaten Tobasa trumpet, saxophone, trombone 7 HKBP Jalan Dr. T.D. Pardede Sipahutar;
Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) trumpet, saxophone, trombone, organ
108
108
8 HKBP Desa Simatupang Muara; kabupaten Taput
trumpet, saxophone, trombone, organ
9 HKBP Tiga Balata; Kabupaten Simalungun trumpet, saxophone, keyboard 10 HKI Tiga Bolon; Kabupaten Simalungun trumpet, saxophone, keyboard 11 HKBP Dolok Sanggul; Kabupaten Humbang
Hasundutan (Humbahas) trumpet, saxophone, trombone
12 HKBP Parulohan Lintong; Kabupaten Humbahas
trumpet, saxophone, trombone
Sumber: Monang Asi Sianturi (2012)
Dari pengamatan penulis, beberapa gereja yang amsih memiliki
instrumen musik tiup tetapi tidak dipergunakan lagi yang ditandai dengan
masih terdapatnya sisa instrumen brass di gereja itu, antara lain : HKBP
Sidorame-Medan, HKBP Teladan-Medan, HKBP Tiga Dolok-Simalungun,
GKPS Sudirman-Pematang Siantar, GKPS Teladan, HKI Marihat-Pematang
Siantar, HKI Bah Sampuran Tiga Dolok-Simalungun, HKBP Porsea Kota-
Tobasa, HKBP Pearaja-Taput, HKBP Siwaluoppo-Taput, HKI
Siborongborong-Taput, HKI Hutabarat-Taput, HKI Tarutung Kota-Taput,
HKBP Godung Lintong ni Huta-Humbahas.
2.3.4 Persebaran musik tiup
Para missionaris yang mengajarkan bagaimana cara memainkan alat
musik tiup kepada sekelompok warga jemaat yang dianggap mau dan sungguh-
sungguh mengikuti ajaran agama Kristen dan mempunyai minat terhadap
musik, memberi pengenalan akan alat musik ini seperti : trumpet, Trombone,
baritone dan bassoon. Mereka diajarkan dengan metode musik barat dengan
proses waktu yang cukup lama, hingga mereka dianggap mahir untuk
memainkan instrumen ini.
109
109
Perkembangan agama Kristen yang semakin pesat, merambah hingga
daerah Simalungun meliputi gereja yang dibuka di sana. Gereja protestan yang
dianggap pertama berdiri di Simalungun adalah HKBPS atau Huria Kristen
Batak Protestan Simalungun. Mereka juga aktif melakukan kegiatan musik ini
setelah beberapa penginjil dari Simalungun yang ditugaskan pihak RMG,
diutus untuk mengurus gereja-gereja Simalungun termasuk dalam hal
musiknya.
Ada beberapa repertoar lagu yang dimainkan musik tiup yang tidak
dapat diiringi oleh musik tiup, yakni lagu-lagu berpola ornamentasi
Simalungun akibat pengaruh lagu-lagu tradisional Simalungun. Tetapi
Martasujdita menyebutkan bahwa lagu-lagu yang dibawakan itu bukanlah
bentuk kesalahan yang perlu untuk disalahkan (Martasudjita, 2009 : 36).
Dalam risalah khotbah P.P. Luther Purba pada kebaktian Minggu di
GKPS Marbun Lokkung pada tahun 1988 menyebutkan nyanyian yang benar
adalah dengan mengikuti tempo dan jiwa lagunya haruslah muncul. Dia
memberi ilustrasi bahwa lagu yang berhubungan dengan puji-pujian harus
dinyanyikan dengan tempo yang cepat dan gembira. Dan ditekankan bahwa
nyanyian gereja seperti yang dimainkan oleh musik tiup haruslah benar sesuai
dengan tuntutan lagu itu sendiri.
Seorang pendeta RMG berkebangsaan Jerman yang memberi perhatian
terhadap perkembangan musik tiup di Simalungun sekitar tahun 1961-1963,
dengan mensosialisasikan instrumen ini ke beberapa gereja HKBPS (sekarang
disebut GKPS). Gagasan ini diwujudkan dengan membuat fasilitas dengan
memberi bantuan ensembel musik tiup. Awalnya, musik tiup yang diberikan
110
110
adalah trumpet, Trombone dan basson saja dengan jumlah 60 buah yang dibagi
kepada enam kelompok. Sehingga setiap kelompok mendapatkan sepuluh buah
alat musik tiup. Dalam hal ini, alat musik tiup saxophone tidak dikenal seperti
sekarang ini, misalnya, saxophone.
Jemaat-jemaat gereja Simalungun yang mendapatkan ensembel musik
tiup ketika itu dapat disebutkan antara lain : HKBPS Jalan Sudirman Pematang
Siantar, HKBPS Pematang Raya, HKBPS Saribu Dolok, HKBPS Tebing
Tinggi, HKBPS Teladan Medan dan HKBPS Bangun Purba. Dalam
perjalanannya, gereja-gereja ini tidak lagi memainkan ensembel tiup seperti
pada awalnya.
Kelompok musik tiup yang ada di beberapa kota di Sumatera Utara
masih menamakan dirinya sebagai kelompok musik tiup di dalamnya seperti
dijelaskan sebelumnya. Tetapi kelompok-kelompok musik tiup ini tetap
menganggap bahwa musik yang mereka gunakan tidak terlepas dari musik tiup.
Dengan alasan bahwa untuk menyebut kelompok musik ini, harus disertakan
dengan instrumen tiup seperti trumpet, saxophone dan lainnya.
Beberapa kelompok musik yang ditemukan di Medan, Pematang
Siantar, Toba Samosir dan Tapanuli Utara, tetap menyertakan instrumen musik
tiup sebagai perangkatnya walaupun tidak se”lengkap” masa-masa awalnya.
Musik ini sekarang disebut dengan musik komplit atau musik lengkap dan
sebagian masyarakat menyebut dengan musik na balga (musik besar).
Penyebutan musik na balga berkonotasi pada tingkat kemampuan ekonomi
pengguna ensembel ini, dengan memberi kompensasi harga lebih besar dari
harga musik na gelleng / musik na metmet (untuk menyebut kelompok musik
111
111
keyboard tunggal beberapa pemusik menyebutnya dengan singkatan sulkib atau
sulim kibod) yang harganya lebih murah dari kelompok pertama tadi.
Tabel 2.2: Kelompok-kelompok Musik Tiup di Sumatera Utara
Lokasi Tempat Nama Kelompok Perangkat Keterangan Medan Tambunan Musik Trumpet, Saxophone,
Trombone, Keyboard, Sulim, Gitar Strings, Gitar Bas, Drum Set dan Gondang Sabangunan
Komplit atau lengkap
Tonggo Musik √ √ Anugerah Musik √ √ Patra Musik √ √ Sopo Nauli Musik √ √ Marcelino Musik Trumpet, Saxophone,
Trombone, Keyboard, Sulim, Gitar Strings, Gitar Bas, Drum Set
Minus gondang sabangunan
Pematangsiantar Tambunan Musik √ √ Siantar Musik √ √ Relasi Musik √ √ Horasi Musik √ √ Nauli Musik √ √ Sira Tambor Musik √ √ Eben Ezer Musik √ √ Kartika Musik √ √ Naga Baling Musik √ √ Kana Musik √ √ Maduma Musik
√ √
Toba Samosir Dalihan Natolu Musik Trumpet, Saxophone, Trombone, Keyboard, Sulim, Gitar Strings, Gitar Bas, Drum Set dan Gondang Sabangunan
Komplit atau lengkap
Tambunan Grup Musik Lembaga Sisingamangaraja XII
Trumpet, Saxophone, Trombone, Keyboard, Sulim, Gitar Strings, Gitar Bas, Drum Set
Minus gondang sabangunan
Sam Jaya Musik √ √ Binter Jaya Musik √ √ Sahabat Gabe Musik √ √ Morina Musik √ √ Maju Jaya Musik √ √ Family Musik √ √ Oriza Musik √ √ Melody Musik √ √ Genesis Musik √ √ Pardomuan Nauli Musik √ √ Amborado Musik √ √ Jonathan Musik √ √ Parulian Musik √ √ Nathanael Musik √ √ Bethesda Musik √ √ Relasi Musik √ √ Lembaga Musik √ √
112
112
Josua Musik √ √ Anugrah Musik √ √ Bintang Mas Musik √ √ Toba Nauli Musik √ √ Parisma Musik
√ √
Tapanuli Utara Top Jaya Musik √ √ Bahana Musik √ √ Gesima Musik √ √ Orion Musik √ √ Tiger Musik √ √ Buha Nauli Musik √ √ Martabe Musik √ √ Agnes Musik √ √ Daun Mas Musik √ √ Sapri Musik √ √ Haleluya Musik √ √ Malela Musik √ √ Morina Musik
√ √
Keterangan: Tanda (√) menunjukkan keterangan yang persis sama dengan sebelumnya (sumber: diolah dari data yang dikumpulkan dari lapangan penelitian)
2.3.5 Peranan musik tiup dalam upacara adat
Selain untuk mengiringi lagu-lagu gereja, grup musik tiup milik
gerejapun mulau melayani masyarakat secara cuma-cuma, apabila diminta
untuk mengiringi acara kebaktian dalam upacara perkawinan masyarakat
Batak. Dalam hal ini lagu-lagu yang akan dibawakan ditentukan oleh pihak
yang berpesta termasuk lagu-lagu popular. Seni populer dalam keadaan tertentu
mengambil alih seni tradisional dengan berbagai cara: ada yang muncul
sebagai tiruan dan kontinuitas dari seni tradisional, ada pula yang muncul
dalam bentuk baru. Seni rakyat juga menjadi seni populer dalam konteksnya
tersendiri (Kaplan, 1967:317).
Kadang-kadang bentuk seni populer disesuaikan dengan kesadaran dan
kehendak masyarakat umum. Seperti halnya dalam musik pengiring upacara
adat pada masyarakat Batak Toba yang mengalami perubahan itu dikehendaki
oleh masyarakat dan menjadi kajian dalam tulisan ini. Tradisi upacara adat
113
113
Batak Toba yang diiringi oleh musik tiup ini masih terus dipertahankan sampai
sekarang. Kedudukan musik tiup yang dimiliki secara pribadi dan sifatnya pun
berubah menjadi grup musik komersil dan populer. Grup-grup musik komersil
seperti ini pada saat sekarang diundang untuk mengiringi upacara perkawinan.
Di lain pihak, gereja dianggap sudah tidak mampu lagi untuk mendanai
pembentukan suatu grup musik tiup milik gereja secara mandiri.
Di dalam kehidupan sehari-hari, bahwa peranan musik sangat penting
dalam memberikan arti bagi kehidupan bertata ibadah di gereja, dan bukan saja
musik berkembang dalam kehidupan manusia, tetapi kehidupan musik juga
berkembang di gereja. Karena pada dasarnya musik dapat dipakai sebagai daya
tarik dalam kegiatan atau aktivitas gereja. Sejalan dengan itu, Pandopo
(1983:28) berpendapat bahwa musik mempunyai fungsi yang sangat penting
dalam pendidikan dan etika, sehingga semua anggota para jemaat di gereja
merasakan secara langsung apa itu fungsi musik dalam ibadah. Sehubungan
dengan hal itu fungsi musik dalam arti yang lebih luas adalah membantu,
memandu tata ibadah menjadi lebih hidup dalam menyanyikan nyanyian yang
ada di gereja.
Penggunaan ensembel musik tiup pada masyarakat Batak Toba dapat
dilakukan dalam dua konteks yaitu keagamaan dan adat. Dalam konteks
keagamaan ensembel musik tiup mulai digunakan untuk turut mengiringi lagu-
lagu rohani dalam kebaktian gereja dimana ensembel musik tiup bergabung
dengan organ gereja. Sedangkan dalam konteks adat, baik pada upacara
perkawinan maupun upacara kematian, ensembel musik tiup digabungkan
dengan alat musik tradisional Batak Toba yaitu gondang dan alat musik
114
114
perkusi disebut brass band. Brass band ini dikenal masyarakat Batak Toba
dengan musik tiup. Sebuah pemahaman budaya (reinterpretasi culture) yang
dipergunakan hingga sekarang ini.
Saat ini perangkat musik tiup yang digunakan dalam upacara adat
tersebut telah merupakan alat musik yang memasyarakat bagi seluruh kalangan
orang Batak Toba karena hampir seluruh golongan usia dari anak-anak sampai
orangtua, mengenal dan mengetahuinya. Mereka sangat menikmati dan
menyukainya. Musik tiup yang digunakan dalam upacara adat Batak Toba,
kadang-kadang menunjukkan gejala paradoks.
Pemakaian musik tiup tersebut dipergunakan untuk memainkan lagu
Batak dan sekaligus mengiringi tarian adat Batak Toba. Muncul juga anggapan,
khususnya dari kalangan orangtua, yang mengatakan bahwa musik tradisional
Batak Toba (Gondang Sabangunan) sudah tidak pernah lagi digunakan, dan
musik tiup sangat berpeluang memberi arti lain pada adat-istiadat Batak.
Anehnya, ketika sedang menari (manortor) dalam iringan alat musik tiup
tersebut, justru mereka sangat menikmati irama musik yang muncul. Banyak
tanggapan yang muncul di kalangan masyarakat Batak Toba, masing-masing
dari sudut pandang pribadi mereka. Pandangan dan asumsi yang telah
disebutkan di atas merupakan bagian dari pendekatan emik yang merupakan
salah satu unsur penting dalam penelitian kualitatif.
Sejak masuknya pengaruh agama Kristen di Tanah Batak yang dibawa
oleh Nommensen dari Badan Zending RMG Jerman, Nommensen tidak
memperkenankan masyarakat Batak menggunakan gondang dalam setiap
upacara yang mereka laksanakan, baik upacara adat maupun upacara gereja.
115
115
Secara teknis, sebenarnya disebabkan karena gondang mempunyai tangga nada
pentatonis sehingga tidak bisa memainkan lagu-lagu gereja yang menggunakan
tangga nada diatonis, dan pada saat itu penggunaan gondang dianggap
mengandung unsur magis dalam kepercayaan masyarakat Batak. Pada saat itu
(sebelum masuknya Kristen) gondang Batak sering digunakan untuk
memanggil roh-roh nenek moyang diikuti dengan suatu pertarungan antara
datu yang sering memakan korban jiwa. Gondang Batak ini dikenal dengan
nama tortor begu atau tortor guru (tarian hantu atau tarian para datu). Inilah
yang menjadi alasan bagi Nommensen untuk melarang digunakannya gondang.
Seperti yang kita ketahui dan rasakan tekanan proses modernisasi yang
tanpa arah jelas itu mengakibatkan pelunturan dan degradasi nilai-nilai yang
dikandung di dalam kehidupan ritual dan spiritual. Namun hal itu sebenarnya
bukan hanya diakibatkan oleh proses kebudayaan yang nasionalisasi. Jauh
sebelumnya, daerah kultur Batak mengalami guncangan akibat politik
kebudayaan yang diterapkan oleh kekuatan agama, Badan Zending RMG
(Rheinische Mission Gesellschaft), yang menganggap bahwa kehidupan seni
tradisi yang ada di tanah Batak bersifat hasipelebeguon, pemujaan terhadap roh
leluhur bersifat animisme, dan hal itu mesti disingkirkan agar kehidupan
beragama menjadi murni yang dapat dilihat secara periodik.
Periode pertama, seperti yang diungkapkan oleh peneliti kebudayaan
dan pengamat kehidupan agama di tanah Batak, Lothar Schreiner dalam
bukunya, Oehoem Parhoeriaon Siingoton ni Angka Huria Kristen Batak, 1924
menyebutkan: “melarang semua masyarakat Batak mengadakan pertunjukan
gondang sabangunan dan tortor dalam upacara pesta bius” dan kebijakan ini
116
116
dibua oleh pihak missionaris RMG dan pemerintahan kolonial Belanda pada
tahun 1897, untuk semua pengikut Kristen dan non Kristen di tanah Batak
(2002:11).
Peride kedua, disusun penegasannya terhadap larangan itu oleh
kebijakan yang dibuat missionaris RMG Jerman pada tahun 1907 untuk
membuat batasan pelaksanaan adat dan lebih tegas pada tahun 1924 RMG
bersama kelompok gereja-gereja lokal dalam Mission Batak yang sudah berdiri
menyebutkan pada butir (g): Penyajian gondang sabangunan dan tortor dapat
dilakukan harus dengan seizin pejabat gereja di samping larangan-larangan lain
yang berimplikasi pada praktek animis (Schreiner, 1994:52).
Periode ketiga, di HKBP sendiri, dibuat aturan tentang pemakaian alat
musik gondang sabangunan hasil dari Sinode Godang HKBP Tahun 1952.
Disana disebutkan bahwa gondang sabangunan hanya dipakai pada upacara
adat Batak yang bersifat hiburan, kalau dipergunakan pada upacara ritual
seperti, mangongkal holi, atau saur matua, harus seijin dan persetujuan
pengurus gereja. Termasuk pelarangan penyampaian doa-doa pada leluhur atau
tonggotonggo, karena berkonotasi ke arah hasipelebeguon (menyembah
berhala, dan arwah-arwah yang telah meninggal). (Ruhut Parminsangon di
Huria Kristen Batak Protestan, Kolportase HKBP, 1952).
Periode keempat, dalam Ruhut Parminsangon di Huria Kristen Batak
Protestan, Kolportase HKBP tahun 1962, terdapat keputusan yang melanjutkan
aturan yang diberlakukan pada tahun 1952 ditambah dengan penjelasan teknis
pemakaian dan waktu pelaksanaan serta repertoar yang diizinkan untuk
dimainkan gondang dalam upacara adat kematian.
117
117
Dari pendapat tersebut, bahwa penggunaan musik perlu
dipertimbangkan dalam kebutuhan di gereja, karena musik merupakan salah
satu bentuk ekspresi iman di dalam jemaat atau gereja, sehingga
penggunaannya harus disesuaikan dengan maksud dan sifat dan tujuan dari
peribadatan itu sendiri.
2.4 Masyarakat Batak Toba di Kota Medan dan Perkembangan Musik
Tiupnya
Pada bahagian ini dideskripsikan bagaimana orang-orang Batak Toba di
Kota Medan, terutama gambarannya pada masa sekarang (2015). Setelah
memaparkan keberadaan masyarakat Batak Toba di Kota medan yang
multikultural ini, kerja saintifik selanjutnya adalah menggambarkan
perkembangan musik tiup di dalam kebudayaan masyarakat batak Toba di Kota
Medan ini. Hal ini menarik karena Medan adalah tempat perantauan, Medan
pada awalnya adalah wilayah budaya Melayu Deli di bawah pemerrintahan
Kesultanan Melayu Deli yang kemudian menjadi ibukota Sumatera dan
kemudian Provinsi Sumatera Utara.
2.4.1 Gambaran umum Kota Medan
Dalam perkembangan etnis di Medan, kebudayaan Melayu yang lebih
dominan. Melayu merupakan dinamika yang penting bagi kelompok-kelompok
Batak yang berhubungan langsung dengan kebudayaan Melayu di Medan.
Sekitar tahun 1920-an perubahan dominasi etnik di Medan mulai berubah.
118
118
Orang-orang Batak yang ada di Medan mulai memunculkan diri dengan hasil
pekerjaan mereka sekaligus memperlihatkan identitas mereka.
Dicatat, beberapa gerakan organisasi membentuk gerakan komunitas
Batak. Selain di Medan, di kota besar lainnya, seperti Jakarta, orang Batak juga
menunjukkan identitas mereka. Sehingga kelompok etnis lain harus mendapati
bahwa orang-orang yang tertib dan pandai yang mereka kenal adalah ternyata
adalah orang Batak. Orang Batak merupakan kaum minoritas kecil di kota-
kota, tetapi sangat berpengaruh pada saat itu, hal ini juga menyebar ke
Tapanuli Utara dan Selatan (Hasselgren, 2008:48).
Dalam kasus masyarakat Batak yang bermukim di kota Medan
mengalami perubahan dalam pembentukan organisasi-organisasi yang semakin
didominasi oleh orang Kristen Batak Toba. Perkembangan-perkembangan yang
terjadi berimplikasi bahwa komunitas Melayu dari awal tahun 1920-an mulai
kehilangan kebudayaannya dan identitasnya dalam suku etnis semula. Medan
menjadi lingkungan yang multi etnis dimana lebih mudah bagi kelompok-
kelompok lain untuk menonjol jati dirinya. Meskipun perbedaan etnis menjadi
realitas penting di Medan, ada juga diantara penduduk urban pribumi memiliki
rasa kebersamaan. Di dalam berbagai perkembangan ini, tidak tampak
perbedaan etnis baik suku maupun agama.
Di samping pembahasan tentang migrasi masyarakat Batak Toba yang
bermukim di perantauan khususnya di Kota Medan, kelompok imigran penting
lainnya adalah Batak Mandailing. Saat pergantian abad, banyak orang
Mandailing bertempat di pantai timur Sumatera dan di tempat lain (Ibid, 2008 :
51). Orang dari selatan ini tampaknya lebih mudah diterima masyarakat
119
119
Melayu di Kota Medan, daripada orang Batak Toba. Hal ini terjadi dikarenakan
mereka memiliki kesamaan agama, sehingga dianggap sebagai saudara seiman
mereka. Dan ini menyebabkan mereka lebih berpeluang untuk mendapatkan
akses pekerjaan di bidang perdagangan dan pemerintahan.
Peta 2.1: Administrasi Kota Medan
120
120
Tingkat kompetisi yang tinggi orang-orang yang bermukim di kota Medan,
membuat orang Batak Toba berusaha keras untuk dapat hidup bertahan
121
121
(survive). Berbagai cara dilakukan misalnya sebagian orang menukar identitas
mereka agar dapat diterima dengan mudah, atau meleburkan diri terhadap pola
dan tatanan hidup pada masyarakat pribumi pertama yang tinggal di Kota
Medan. Tetapi, hal yang dapat dilihat adalah mereka tetap hidup berkelompok
dengan membentuk komunitas yang kaut. Mereka membentuk kesatuan-
kesatuan hegemonis marga menurut garis keturunan, kelompok satu daerah asal
(sahuta) dari tingkat pemuda hingga jenjang keluarga yang sudah menikah.
Mereka juga aktif membentuk kelompok dalam satu pola pikir dan tujuan yang
disebut dengan partungkoan.
Kota Medan (Melayu Jawi: میدان) adalah ibu kota provinsi Sumatera
Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota metropolitan terbesar di luar Pulau
Jawa dan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan
Surabaya[4][5][6] Kota Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia
bagian barat dan juga sebagai pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju
objek wisata Brastagi di daerah dataran tinggi Karo, objek wisata penangkaran
orangutan di Bukit Lawang, serta kawasan Danau Toba.
Medan didirikan oleh Guru Patimpus Sembiring Pelawi pada tahun
1590. John Anderson, orang Eropa pertama yang mengunjungi Deli pada tahun
1833 menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Kampung ini
berpenduduk 200 orang dan seorang pemimpin bernama Tuanku Pulau
Berayan sudah sejak beberapa tahun bermukim disana untuk menarik pajak
dari sampan-sampan pengangkut lada yang menuruni sungai. Pada tahun 1886,
Medan secara resmi memperoleh status sebagai kota, dan tahun berikutnya
menjadi ibukota Karesidenan Sumatera Timur sekaligus ibukota Kesultanan
122
122
Deli. Tahun 1909, Medan menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama
setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-
besaran. Dewan kota yang pertama terdiri dari 12 anggota orang Eropa, dua
orang bumiputra, dan seorang Tionghoa.
Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang
migrasi besar ke Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan orang
Tionghoa dan Jawa sebagai kuli kontrak perkebunan. Tetapi setelah tahun 1880
perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena
sebagian besar dari mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan
kerusuhan. Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa
sebagai kuli perkebunan. Orang-orang Tionghoa bekas buruh perkebunan
kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan. Gelombang
kedua ialah kedatangan orang Minangkabau, Mandailing dan Aceh. Mereka
datang ke Medan bukan untuk bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk
berdagang, menjadi guru dan ulama.
Sejak tahun 1950, Medan telah beberapa kali melakukan perluasan
areal, dari 1.853 ha menjadi 26.510 ha pada tahun 1974. Dengan demikian
dalam tempo 25 tahun setelah penyerahan kedaulatan, kota Medan telah
bertambah luas hampir delapan belas kali lipat.
Kota Medan saat ini dipimpin oleh seorang pelaksana harian, yakni
Syaiful Bahri Lubis pasca habisnya masa jabatan wali kota terakhir, Dzulmi
Eldin. Wilayah Kota Medan dibagi menjadi 21-kecamatan & 151-kelurahan:
Medan Tuntungan, Medan Johor, Medan Amplas, Medan Denai, Medan Area,
Medan Kota, Medan Maimun, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Selayang,
123
123
Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Barat, Medan Timur,
Medan Perjuangan, Medan Tembung, Medan Deli, Medan Labuhan, Medan
Marelan, dan Medan Belawan.
Kota Medan memiliki luas 26.510 hektare (265,10 km²) atau 3,6% dari
keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan
kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan
jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada
3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu
topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian
2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut.
Secara administratif, batas wilayah Medan adalah sebagai berikut: (a)
Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka; (b) Seebelah selatanberbatasan
dengan Kabupaten Deli Serdang; (c) sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Deli Serdang; dan (d) sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten
Deli Serdang. Dengan demikian Kota Medan dikelilingi oleh Kabupaten Deli
Serdang. Demikian pula di siang hari banyak penduduk Kabupaten Deli
Serdang yang bekerja di Kota Medan.
Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya
dengan sumber daya alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan
kehutanan. Karena secara geografis Medan didukung oleh daerah-daerah yang
kaya sumber daya alam, seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun,
Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain.
Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan
124
124
berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling
memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.
Di samping itu sebagai daerah pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka,
Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan
perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri
(ekspor-impor). Posisi geografis Medan ini telah mendorong perkembangan
kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan
pusat Kota Medan saat ini.
Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Medan
diperkirakan telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar
dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui
merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan
mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter.
Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk Medan
berjumlah 2.109.339 jiwa. Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan
1.068.659 perempuan. Bersama kawasan metropolitannya (Kota Binjai dan
Kabupaten Deli Serdang) penduduk Medan mencapai 4.144.583 jiwa. Dengan
demikian Medan merupakan kota dengan jumlah penduduk terbesar di
Sumatera dan keempat di Indonesia.
Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan
20-39 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk). Dilihat dari
struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia
produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata
lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara
125
125
relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis
perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.
Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2000-2004
cenderung mengalami peningkatan, dimana tingkat pertumbuhan penduduk
pada tahun 2000 adalah sebesar 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004.
Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Medan
Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit, terdapat
di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Tingkat
kepadatan penduduk tertinggi ada di Kecamatan Medan Perjuangan, Medan
Area, dan Medan Timur. Pada tahun 2004, angka harapan hidup bagi laki-laki
adalah 69 tahun sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun.
Kota Medan memiliki beragam etnis dengan mayoritas penduduk
beretnis Jawa, Batak Toba, Mandailing-Angkola, dan Tionghoa. Adapun etnis
aslinya adalah Minangkabau, India, dan Melayu serta etnis lain-lain.
Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja dan
vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl.
Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling, yang merupakan daerah
pemukiman orang keturunan India.
Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni oleh
43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang keturunan Eropa, 35.009 orang
Indonesia, 8.269 keturunan Tionghoa, dan 139 berasal dari ras-ras yang ada di
Asia lainnya.
126
126
Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni oleh
43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang keturunan Eropa, 35.009 orang
Indonesia, 8.269 keturunan Tionghoa, dan 139 berasal dari ras Timur lainnya.
Tabel 2.3: Perbandingan Etnik di Kota Medan
pada Tahun 1930, 1980, dan 2000
Etnis Tahun 1930 Tahun 1980 Tahun 2000
Jawa 24,89% 29,41% 27,03%
Batak 2,93% 14,11% 19,69%
Tionghoa 35,63% 14,80% 17,65%
Mandailing 6,12% 7,90% 8,36%
Minangkabau 7,29% 7,02% 7,57%
Melayu 7,06% 6,22% 6,18%
Lain-lain 14,31% 9,43% 8,42%
Sumber: 1930 dan 1980: Usman Pelly, 1983; 2000: BPS Sumut *Catatan: Data BPS Sumut tidak menyenaraikan "Batak" sebagai suku bangsa, total Simalungun (0,69%), Tapanuli/Toba (19,21%), Pakpak (0,34%), dan Nias (0,69%) adalah 20,93%
Angka Harapan Hidup penduduk kota Medan pada tahun 2007 adalah 71,4
tahun, sedangkan jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 adalah 148.100
jiwa.
Dari data tersebut di atas, pada tahun 2000, orang-orang Batak di Kota
Medan, menduduki peringkat kedua setelah etnik Jawa. Jumlah orang Batak
adalah 19,69 % dari keseluruhan penduduk Kota Medan. Dalam sensus ini,
orang Batak didukung oleh sub-subnya yaitu Simalungun, Batak Toba, Pakpak,
dan Nias. Yang tentu saja menarik, mengapa BPS Sumut memasukkan orang
Nias sebagai orang Batak.
127
127
Dengan keberadaan orang Batak yang seperti itu di Medan, maka salah
satu dampaknya adalah mereka menganggap bahwa Medan adalah tempat
pemukiman mereka yang baru, tetapi keadaannya agak berbeda dengan
kampung halaman mereka. Perbedaan itu terutama tampak dari komposisi
penduduk dan kebudayaan di Medan ini yang multikultural.16
2.4.2 Perkembangan musik tiup di Kota Medan
Dalam realitas sosial di dalam masyarakat, grup-grup musik tiup atau
brass band Batak Toba di Kota Melan mengalami pasang dan surut mengikuti
waktu dan ruang yang dilaluinya. Pasang dan surfutnya eksistensi ini menurut
penulis disebabkan faktor dari dalam (internal) dan juga faktor dari luar
(eksternal).
Selanjutnya, faktor dari dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba di
Medan adalah terjadinya perubahan-perubahan sosial, yang mengakibatkan
perubahan-perubahan terhadap eksistensi ensambel-ensambel musik tiup ini.
Di antara perubahan sosial itu adalah bertambah atau berkurangnya permintaan
untuk pertunjukan musik tiup, yang juga didasari oleh kemampuan ekonomi
masyarakat. Demikian pula, pasang surut kelompok-kelompok musik tiup ini
16Multikulturalisme adalah sebuah terminologi dalam ilmu-ilmu sosiobudaya yang
acapkali digunakan sejak dasawarsa 1970-an. Istilah ini lazim digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang keanekaragaman hidup manusia di dunia ini, atau kebijakan kebudayaan yang menekankan perhatian kepada penerimaan terhadap realitas keanekaragaman budaya (multikultural) yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Keanekaragaman ini menyangkut: nilainilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. Multikulturalisme pada dasarnya adalah gagasan yang diaplikasikan ke dalam berbagai kebijakan budaya, berdasar kepada penerimaan terhadap realitas aneka agama, pluralitas, dan multikultural dalam kehidupan masyarakat di dunia ini. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azyumardi Azra, 2007).
128
128
yang disebabkan faktor dari dalam adalah kenyataan hukum ekonomi yang
terjadi yaitu semakin banyak permintaan akan pertunjukan musik tiup maka
akan semakin memacu pula tumbuh dan berkembangnya kelompok-kelompok
musik tiup. Sebaliknya semakin sedikit permintaan akan pertunjukan musik
tiup dalam berbagai upacara adat batak Toba, maka akan semakin berkuranglah
eksistensi kelompok musik tiup ini.
Selanjutnya faktor eksternal yang mempengaruhi pasang dan surutnya
eksistensi kelompok-kelompok musik tiup di Kota Medan ini, menurut penulis
terutama disebabkan oleh faktor ekonomi nasional dan global. Sebagai contoh
konkrit yaitu ketika tahun 1998, di Indonesia terjadi krisis keuangan (moneter)
yang salah satunya dipicu oleh peristiwa reformasi politik, dan ikut campur
tangan lembaga-lembaga internasional, terutama IMF (International Monetery
Fund), maka berdampak juga terhadap surutnya eksistensi kelompok-kelompok
musik tiup di Kota Medan.
Selanjutnya dilihat dari produksi yaitu lagu-lagu yang digunakan terjadi
kontinuitas dan perubahan. Kontinuitas adalah meneruskan lagu-lagu yang
memang secara historis menjadi bahagian dari sejarah muncul dan
berkembangnya ensambel musik tiup Batak Toba ini. Di sisi lain, orang-orang
Batak Toba juga ingin sesuatu yang baru berdasarkan masa-masa yang
dilaluinya. Apa saja yang terjadi berdasarkan perkebangan di wilayah budaya
Batak Toba sendiri, Sumatera Utara, Indonesia, atau internasional,
mempengaruhi lagu-lagu (repertoar) yang dipergunakan. Berikut adalah uraian
singkat tentang pasang dan surutnya kelompok-kelompok musik tiup di Kota
Medan. Pasang surut dan perubahan yang penulis maksud adalah mencakup
129
129
perkembangan jumlah grup musik tiup yang ditandai dengan dibentuknya gup-
grup musik tiup di kota Medan sejak masuknya ke kota Medan sampai pada
tahun 2015 ini.
Berdasarkan fakta historis, kelompok musik tiup yang pertama kali
muncul di Kota Medan adalah adalah Duma Musik. Kelompok ini didirikan
pada bulan Maret tahun 1987. Duma Musik ini di Kota Medan, pada saat
dibentuk terdiri dari 10 orang anggota yang berasal dari Kota Balige yang
dikontrak selama dua tahun. Ketika Duma Musik dibentuk di Kota Medan,
sebenarnya sudah ada juga grup musik tiup di beberapa Gereja dan Kepolisian
Daerah (Polda) Sumatera Utara, namun karena pemainnya cabutan dari daerah-
daerah di wilayah Batak Toba dan tidak memiliki nama tertentu serta
organisasi yang mengikat, maka penulis menganggap yang awal kali
membentuk kelompok musik tiup berdasarkan organisasi adalah Duma Musik.
Kelompok musik tiup Duma Musik sebagai satu-satunya grup musik tiup yang
terorganisir, yang ada di kota Medan saat itu sangat diminati oleh masyarakat
luas. Menurut penjelasan dari para informan, Duma Musik ini kewalahan untuk
memenuhi permintaan masyarakat. Di kala itu honorarium yang diterima oleh
Duma Musik dapat disebut juga cukup besar atau mahal, dibandingkan dengan
honor untuk sebuah grup musik tiup saat ini.
Selepas saja masa kontrak habis, maka tepatnya pada bulan Maret tahun
1989, 6 orang pemain dari kelompok musik tiup Duma Musik ini, tidak
melanjutkan kontraknya. Keenamnya memilih keluar dari Duma Musik.
Keenam mantan angota Duma Musik ini memanggil 6 orang pemain musik
tiup dari Balige dan membentuk grup musik tiup baru yang diberi nama
130
130
Tambunan Musik. Sedangkan 4 (empat) orang pemain lainnya tetap bertahan
dan menambah pemain musik tiup dari tanah Batak dan berusaha untuk
bertahan. Akan tetapi Duma Musik, yang telatr ditinggalkan oleh 6 orang
pemainnya ini, kalah bersaing dengan Tambunan Musik yang baru saja
terbentuk.
Akhirnya Duma Musik kurang diminati dan belakangan kira-kira tahun
lagi akhirnya berganti nama menjadi Esperanza Musik dengan anggota yang
sudah berganti-ganti pula. Tambunan Musik sendiri mengalami kejayaan mulai
dari awal terbentuknya Dengan 12 orung anggota pemain, Tambunan Musik
tampil dengan ensambel musik tiup yang lebih lebih lengkap sehingga terkesan
lebih megah dan mewah. Tambunan Musik masih bertahan sampai saat ini
walaupun dengan berbagai dinamika di dalamnya dan pemain-pemain di
dalamnya juga telah berganti-ganti. Pemain Tambunan Musik yang masih tetap
hingga saat ini hanyalah bapak S. Tambunan yang adalah pimpinan Tambunan
Musik tiup saat ini. sepanjang tahtur 1989 sampai tahun 1992, grup musik tiup
yang ada di kota Medan berjumlah hanya 2 saja.
Hingga pada tahun 1993 dalam bulan yang berbeda terbentuk kembali 2
grup musik tiup yang baru yaitu; Immanuel Musik dan Boris Musik. Immanuel
Musik adalah grup musik tiup yang berasal dari kota Pematangsiantar yang
kemudian pindah ke Kota Medan. Sedangkan Boris Musik, dua orang
pemainnya adalah dari Tambunan Musik yang keluar dan kembati ke Tarutung
untuk mengajak pemain dari sana dan membentuk Boris Musik. Akan tetapi
kedua grup musik tiup ini tidak bertahan lama pada tahun 1996 Boris Musik
tutup, sedangkan Imanuel Musik sendiri hanya bertahan selama dua tahun.
131
131
Pada tahun 1995, jumlah grup musik tiup di kota Medan kembali
mengalami penambahan. Tahun ini pada bulan yang berbeda, terbentuk Horas
Musik kemudian menyusul Tonggo Musik dan Parulian Musik. Dari ketiga
grup musik tiup ini hanya Tonggo Musik yang masih bertahan sampai saat ini.
Jadi pada tahun 1995 ada 6 grup musik tiup di kota Medan yaitu; Duma Musik
atau Esperanza Musik Tambunan Musik, Horas Musik, Tonggo Musik, dan
parulian Musik.
Tahun 1996 kembali terbentuk 2 grup musik tiup yaitu Patra Musik dan
Ambito Musik. Patra Musik masih ada sampai saat ini sedangkan Ambito
Musih yang adalah perpecahan dari Boris Musik, tidak ada lagi. Tahun 1997
sampai tahun 1998, kembali terbentuk beberapa grup musik tiup yaitu;
Bonansa Musik, Mangampu Tua Musik, Sopo Nauli Musik, Medan Musik, dan
Sinar Anugerah Musik, yang kemudian dipecah menjadi dua grup yaitu Sinar
Musik dan Anugerah Musik tetapi dengan tauke dan pimpinan yang sama.
Sampai saat ini kelima grup yang baru terbentuk ini masih tetap eksis.
Pada tahun 1997 krisis moneter yang terjadi di Indonesia yang cukup
mempengaruhi perkembangan grup-grup musik tiup di kota Medan. Hingga
sampai sekitar tahun 2000 tidak ada grup musik tiup yang terbentuk. Akan
tetapi pada era tahun 2000-an perkembangan grup musik tiup mulai
menunjukkan perubahan yang ditandai dengan banyaknya dibentuk grup-grup
musik tiup yang baru.
Menurut Tambunan, sejak tatrun 2000 setiap tahunnya pasti ada grup
musik tiup yang terbentuk- Tahun 200A-2003 terbentuk cukup banyak grup
musik tiup arfiara lain Parna Musik, Lamhot Musik, Berlian Musik, Bethesda
132
132
Musik, Amora Musik, Lamora Musik, situm Jaya Musik, Rosari Musik, dan
wella Musik. Semua grup musik tiup ini masih bertahan sampai saaat ini
kecuali Amora Musik. Akan tetapi beberapa diantaranya sebenarnya
dapatdikatakan sudah tidak eksis lagi seperti misalnya Lamhot Musik, Rosari
Musik dan Lamora Musik karena tidak begitu banyak masyarakat yang
memakai grup ini.
Tahun 2004-2005 kembali terbentuk grup-grup musik tiup antara lain;
Memori Musik, Batavia Musik, Simto Musik, Marcelino Musik (pemiliknya
adalah orang yang sama dengan pemilik Esperanza Musik), KUPJ Musik Tiup
dan Karunia Musik. Selain grup-grup muik tiup yang sudah disebutkan diatas
masih banyak lagi grup-grup musik lain yang seolatr-olatr adalah grup musik
tiup tetapi sesunguhnya tidak Grup musik ini adalah grup musik yang hanya
beranggotakan dua atau tiga orang pemain yang terdiri dari satu orang pemain
kibor dan satu orang pemain sulim yang kerap disebut dengan grup kibor-
sulim.
Dari data diatas maka pada tahun 2005 tefiapat sekitar 23 wpmusik tiup
di Kota Medan yaitu; Tambunan Musik, Esperanza Musik, Horas Musik,
parulian Musik, Tonggo Musik, Medan Musik, Sopo Nauri Musik, Mangarnpu
Tua Musik, Bonansa Musik, Sinar Anugerah Musik (Sinar Musik dan
Anugerah Musik), Patra Musik, Berlian Musik, Memory Musik, Batavia
Musik, Simto Musik, Parna Musik, Lamhot Musik, Lamora Musik, Rosari
Musik, Bethesda Musik, Situm Jaya Musik, Karunia Musik, KUPJ Musik, dan
wella Musik. Demikianlah perkembangan grup-grup musik tiup yang ada di
Kota Medan sejajk grup kelompok pertama dibentuk sampai saat ini.
133
133
Berikut adalah tabel yang menggambarkan grup-grup musik tiup yang
mengisi pasang surut eksistensinya di Kota Medan.
Tabel 2.4: Pasang-surut Kelompok-kelompok Musik Tiup
di Kota Medan
Masa Politik Nasional
Tahun/ Bulan
No. Kelompok Musik Tiup yang Eksis
Penjelasan
Ord
e B
aru
Maret 1987
1. Duma Musik Lima tahun kemudian Duma Musik berganti nama menjadi Esperanza Musik. Masa Orde Baru dimuai tahun 1966, ketika Suharto menggantikan Sukarno melalui sidang MPRS. Masa Orde Baru ditandai dengan pelarangan Komunisme dan Pembangunan di bidang ekonomi. Namun di era ini, demokrasi tersumbat. Pemerintahan Orde Baru berkuasa selama 32 tahun (1966-1998)
Maret 1989
2. Duma Musik Tambunan Musik
Tambunan Musik mampu terus bertahan sampai 2015 ini.
1993 3. Duma Musik Tambunan Musik Imanuel Musik Boris Musik
Immanuel Musik bertahan selam 2 tahun saja Tahun 1996 Boris Musik membubarkan diri. Tahun 1993 Duma Musik berganti nama menjadi Esperanza Musik.
1995 4. Esperaza Musik Tambunan Musik Boris Musik Horas Musik Tonggo Musik Parulisan Musik
Tiga kelompok musik yang baru terbentuk (Horas Musik, Tonggo Musik, dan Parulian Musik, hanya Tonggo Musik yang mampu bertahan hingga kini).
1996 5. Esperanza Musik Tambunan Musik Horas Musik Tonggo Musik Parulisan Musik Patra Musik Ambito Musik
Kini Ambito Musik sudah tidak eksis lagi.
134
134
Era
Ref
ortm
asi
1997-1998
6. Esperanza Musik Tambunan Musik Horas Musik Tonggo Musik Patra Musik Ambito Musik Bonansa Musik Mangampu Tua Musik Sopo Nauli Musik Medan Musik Sinar Anugerah Musik
Kelima grup musik tiup (Bonanza Musik, Mangampu Tua Musik, Sopo Nauli Musik, Medan Musik, dan Anugerah Musik) masih mampu bertahan hingga kini. Tahun 1997 terjadi krisis moneter (krismon) di Indonesia. Salah satu faktor pemicunya adalah destabilisasi politik di dalam negeri, serta keuangan dunia yang tidak menentu. Rupiah saat 1998 ini menyentuh level pertukaran di Rp. 16.000 per dolar Amerika Serikat. Namun B.J. Habibie cepat mengantisipasinya, di tahun 2000-an rupiah kembali menguat ke level Rp 6000 per dolar AS. Namun politik demokrasi masih belum stabil. Era ini ditandai dengan pergantian-pergantian presiden dan kabinet, yaitu presiden ketiga B.J. Habibie, disusul keempat sampai ketujuh: Abdurrahman Wahid, Megawati Sukarnoputri, Soesilo bambang Yoedhoyono, dan Joko Widodo.
2000-2003
7. Esperanza Musik Tambunan Musik Tonggo Musik Patra Musik Bonansa Musik Mangampu Tua Musik Sopo Nauli Musik Medan Musik Sinar Anugerah Musik Parna Musik Lamhot Musik Berlian Musik Bethesda Musik Amora Musik Lamora Musik Situm Jaya Musik Rosari Musik Wella Musik
Amora Musik membubarkan diri saat ini
2004-2007
8. Esperanza Musik Tambunan Musik Tonggo Musik Patra Musik Bonansa Musik Mangampu Tua Musik Sopo Nauli Musik Medan Musik
Semakin bertambah jumlah grup musik tiup di Kota Medan
135
135
Sumber: diolah dari data lapangan dan tulisan terdahulu (Tetty Aritonang 1992; P.M. Pardede, 1995; Musa Siagian, 2000; F.E. Tarihoran, 1994; M. Damanik, 2006).
Pasang dan surutnya keberadaan kelompok-kelompok musik tiup di
Kota Medan seperti terpapar di atas, sebenarnya memiliki kecenderungan
semakin banyak secara kuantitatif dan dalam pengamatan lapangan juga
Sinar Anugerah Musik Parna Musik Lamhot Musik Berlian Musik Bethesda Musik Amora Musik Lamora Musik Situm Jaya Musik Rosari Musik Wella Musik Memori Musik Batavia Musik Simto Musik Marcelino Musik KUPJ Musik Karunia Musik
2008-2015
9. Esperanza Musik Tambunan Musik Tonggo Musik Patra Musik Bonansa Musik Mangampu Tua Musik Sopo Nauli Musik Medan Musik Sinar Anugerah Musik Parna Musik Lamhot Musik Berlian Musik Bethesda Musik Amora Musik Lamora Musik Situm Jaya Musik Rosari Musik Wella Musik Memori Musik Batavia Musik Simto Musik Marcelino Musik KUPJ Musik Karunia Musik Sari Musik Patra Parulian Musik
Semakin bertambah jumlah grup musik tiup di Kota Medan
136
136
kualitatif. Semua pasang surut tersebut tampaknya memang menjadi hukum
alam terhadap perubahan-perubahan kebudayaan yang dipengaruhi oleh aspek
internal dan eksternalnya. Kini keberadaan kelompok-kelompok musik tiup ini
di Kota Medan adalah terutama tanggung jawab semua warga Batak Toba yang
merasa memilikinya dan menjadi bahagian dari kekuatan identitas mereka, baik
yang berada di wilayah budaya asal, yaitu daerah kebudayaan batak Toba,
maupun tempat-tempat perantauan mereka seperti halnya di Kota Medan.
Semua ini tidak lepas dari keinginan semua warga masyarakat Batak Toba atau
lebih luas masyarakat perduli budaya Batak Toba. Begitu juga eksistensi musik
tiup ini tidak bisa dilepaskan dari cara mengelolanya baik itu organisasi,
produksi, maupun pemasaran.
138
BAB III
MANAJEMEN ORGANISASI
Pada Bab III ini, penulis mengkaji manajemen organisasi Mangampu
Tua dan Tambunan Musik di Kota Medan, berdasarkan teori organisasi yang
telah diuraikan pada bab pertama. Aspek-aspek yang dikaji dalam manajemen
organisasi ini mencakup: struktur organisasi yang terdiri dari ketua, anggota-
anggota, dan seterusnya. Apa yang menjadi dasar terbentuknya organisasi ini,
akan dikaji secara rinci.
Seperti sudah dibicarakan di dalam bab pendahuluan, di dalam konteks
mengkaji manajemen organisaasi, penelitian ini menggunakan pendekatan
teori organisasi dan teori kepemimpinan, dimana pengorganisasian merupakan
keseluruhan proses pengelompokkan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas,
tanggung jawab dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu
organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditentukan.
Seterusnya, sumber daya manusia (SDM) adalah komponen utama
suatu organisasi yang menjadi perencana dan pelaksana dalam setiap aktivitas
organisasi. Apa yang disebut sumber daya manusia ini mempunyai pikiran,
perasaan, keinginan, status dan latar belakang pendidikan, usia, jenis kelamin
yang heterogen dibawa ke dalama suatu organisasi, sehingga tidak seperti
mesin, uang dan material, yang sifatnya pasif dan dapat dikuasai dan diatur
sepenuhnya dalam mendukung tercapainya tujuan organisasi.
139
139
Selanjutnya dalam konteks kepemimpinan ada 3 teori kepemimpinan
menurut Lewin, White, dan Lippit (1930). Menurut mereka kepemimpinan itu:
(1) ada yang authoritarian, yang menerapkan kepemimpinan otoriter,
pemimpin tidak memberi kesempatan pada bawahannya untuk bertanya
ataupun minta penjelasan. Yang kedua disebut (2) democratic yang
mengikutsertakan bawahannya serta memberi kesempatan bawahan untuk
berdiskusi. Yang ketiga (3) laissez fair yang membiarkan kondisi yang ada dan
menyerahkan kekuasaannya pada bawahannya.
3.1 Grup Musik Tiup sebagai Organisasi Seni Tradisi
Kedua kelompok music tiup tersebut yakni Mangampu Tua dan
Tambunan Musik menurut penulis dapat digolongkan sebagai organisasi musik
yang berdasarkan tradisi. Yang dimaksud dengan tradisional dalam tesis ini
adalah sebuah gagasan, kegiatan, atau benda-benda yang diturunkan dari satu
generasi ke generasi berikutnya secara teratur mengikuti norma-norma yang
terjadi di dalam masyarakat itu. Tradisi ini erat kaitannya dengan budaya
sebuah masyarakat atau sebuah kelompok etnik tertentu. Misalnya tradisi
mangupa-upa pada masyarakat Mandailing, yaitu upacara menyambut
seseorang yang baru ditimpa kemalangan atau mendapatkan rezeki yang baik,
atau untuk mendoakan keselamatan, dan lainnya. Seni tradisional yang
dimakud dalam tulisan ini adalah seni yang didukung masyarakat tradisi, dan
berfungsi secara sosial selama bertahun-tahun.
Menurut Takari (2008), manajemen seni yang dilakukan masyarakat di
Nusantara ini [termasuk Batak Toba] secara tradisional adalah sebagai berikut.
140
140
(a) Berkesenian bukan profesi utama tetapi kerja sampingan atau sambilan.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, setiap organisasi harus memilili tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Kemudian tujuan ini bisa
dicapai dengan menggunakan sistem manajemen, seperti perencanaan,
pengorganisasian, staffing, actuating, pengawasan. Hal yang paling mendasar,
biasanya organisasi kesenian tradisi di Nusantara, menetukan tujuan utamanya
bukan sebagai organisasi bisnis, hanya sekedar meneruskan tradisi yang telah
ada dengan istilah melestarikan atau mengem-bangkannya. Jarang ditemukan
sebuah organisasi seni sebagai organisasi bisnis dan keutamaan pada
profesionalisme, layaknya sebuah perusahaan waralaba. Dengan tujuan
sebagai kelompok yang mengusung kesenian sebagai kerja sambilan, maka
manajemennya pun ditangani secara “sambilan” pula. Tujuan tidak akan diraih
atau diusahakan untuk berhasil dengan sebaik-baiknya. Waktu yang
diluangkan untuk kegiatan berkesenian juga adalah waktu sambilan, di luar
kerja utama profesi seseorang seniman.
Walau demikian, ada sebahagian kecil seniman profesional dalam
masyarakat tradisional, yang keseluruhan waktu dan hidupnya digunakan untuk
berkarir di bidang-bidang seni. Dalam konteks Sumatera Utara misalnya, ada
Marsius Sitohang yang bekerja sebagai seniman musik Batak Toba yang
bekerja di bidang seni musik tradisi Batak Toba. Ia bergabung dengan beberapa
kelompok ensambel musik tiup, sebagai seniman dan juga dipercayakan
manajer kesenian untuk mengurusi kelompoknya. Selain itu ia juga dosen di
Deparemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.
Berdasarkan penjelasannya kepada penulis, ia dapat hidup dan menghidupi
141
141
keluarganya memang benar-benar penuh dari bidang seni musik tradisi Toba.
Kerja utamanya adalah seniman, dan kerja sambilannya adalah dosen.
Demikian pula yang terjadi di dalam grup Mangampu Tua dan tambunan. Di
antara pemusiknya ada yang memang sangat bergantung ekonominya sebagai
seniman music tiup, tetapi sebahagian ada yang menjadikan kinerja di dalam
music tiup ini sebagai kerja sambilan saja.
(b) Menonjolkan pimpinan yang biasanya juga sebagai seniman utama
dan pendukung dana utama organisasinya. Sebagaimana masyarakat yang
hidup dalam kebudayaan agraris, pola hubungan antara anggota masyarakat
adalah hubungan yang sangat menonjolkan pimpinan. Bahkan adakalanya
pimpinan memiliki sifat-sifat indivdualis yang hanya mementingkan
kepentingannya. Dalam sistem sosial masyarakat yang demikian, maka
kontinuitas kelompoknya sangat tergantung pada pimpinan. Sangat
bersyukurlah apabila pimpinan masyarakat itu memiliki sikap yang baik dan
mampu mengayomi masyarakat yang dipimpinnya. Namun sebaliknya, akan
sengsaralah masyarakat yang dipimpin oleh pimpinan yang egosentris.
Berkat menumpuknya kekuasaan pada seorang pemimpin ini, sistem
dan norma sosial pun bisa ia rubah dan akibatnya akan diteruskan oleh genrasi
berikutnya. Demikian juga dalam manajemen seni secara tradisional di
Nusantara ini, umumnya kekuasaan dan pengarahan tertumpu pada seorang
pimpinan. Pengawasan (controlling) biasanya tak berjalan efektif dalam pola
sosial masyarakat tradisional. Pengawasan bisa dianggap sebagai menjatuhkan
kekuasaan pimpinan kesenian. Organisasi biasanya dilakukan atas dasar
142
142
kehendak pimpinan. Ia akan merekrut seniman dan kru seni sesuai dengan
keinginannya.
Namun demikian, dalam beberapa kelompok masyarakat atau etnik, ada
juga sistem musyawarah untuk mufakat, termasuk dalam organisasi kesenian.
Dalam kedudukan demikian, maka sistem sosial kesenian menjadi hidup dan
berperan, bukan menonjolkan peran pemimpin.
Namun secara dasar, manajemen seni di Nusantara ini memang
menonjolkan peran sosiobudaya pimpinannya. Hal ini bisa dibuktikan, jika
seorang pimpinan organisasi kesenian yang punya kekuatan manajerial kuat,
dan ia tidak mewariskan pada generasi selanjutnya, maka akan mati pula
kelompok kesenian yang dipimpinnya ini. Atau pun kalau ada yang
meneruskan dengan mengikuti pola yang sama, tetapi dengan kapasistas yang
kurang, maka terjadi degradasi sosial dalam kelompok kesenian ini.
Demikian juga yang terjadi di dalam kelompok musik tiup Mangampu
Tua dan Tambunan Musik Di Medan. Kedua organisasi seni musik ini,
menonjolkan pimpinan yang biasanya juga sebagai seniman utama dan
pendukung dana utama organisasinya. Lebih jauh lagi dominasi peimpin grup
ini terekspresi dari digunakan istilah grup tersebut sebagai “milik” dari
pemipimpin.
(c) Pembagian honorarium yang agak bersifat rahasia, dan biasanya
dicarikan kata-kata yang “manis” seperti “uang pupur,” “uang lelah,” dan
sejenisnya. Ciri manajemen seni secara tradisional di Nusantara ini, adalah
pembagian hasil jerih payah bersama, kurang menghargai peran integral
keseluruhan pelaku seni (seniman, kru, dan pihak pimpinan). Biasanya
143
143
honorarium sangat ditentukan oleh seorang pimpinan saja. Ada juga pimpinan
yang mengambil homor 50 persen lebih untuk dirinya pribadi, dan selebihnya
untuk pekerja seni. Akibatnya biasanya adalah munculnya perasaan tidak
senang di antara para pekerja seni yang dipimpinnya. Atau ada juga yang
dengan ikhlas menerimanya, terutama seniman-seniman yang baru direkrut.
Agar uang hasil kerja bersama ini dapat diambil sebesar-besamya oleh
pimpinan kesenian, maka istilah yang digunakan pun bukan dengan istilah
profesionalisme, seperti gaji atau honor kerja, dan sejenisnya—tetapi
cenderung menggunakan kata-kata yang bemosi kerja yang dilakukan sebagai
kerja sampingan, seperti uang pupur (uang bedak), uang lelah, uang rokok,
uang terima kasih, uang jalan, dan sejenisnya. Keadaan seperti ini, sering
terjadi dalam kelompok-kelompok kesenian tradisional di Nusantara ini.
Namun demikian, ada juga sebahagian kecil kelompok seni tradisional
yang membagikan honorarium hasil kerja bersama yang memperhatikan aspek
peran, kemanusiaan, keseimbangan, terhadap masing-masing individu di dalam
kelompok organisasi keseniannya. Sebagian lagi bahkan telah mengadopsi
sistem manajemen Eropa yang melakukan sistem kontrak dan pembayaran
dengan melibatkan notariat dalam mengurusnya. Tujuan utama kelompok ini
adalah menjaga seacra yuridis pendapatan-pendapat yang diperoleh agar
kelompok ini berkelanjutan dan tak ada masalah dengan pendapat yng
diperoleh oleh masing-masing individu dalam organisasi tersebut.
Untuk uraian poin (c) ini, di dalam kelompok musik Mangampu Tua
dan Tambunan tidak menggunakan istilah-istilah yang dicarikan padanan
seperti terurai di atas. Kedua kelompok ini menggunakan kata-kata yang tegas
144
144
sebagai hak para pemain dalam berprofesi sebagai pemusik. Mereka
menggunakan kata gaji (sebagaimana layaknya buruh di perusahaan) atau
kadangkala menggunakan istilah honorarium.
(d) Pembagian tugas tidak begitu spesifik. Ciri lainnya manajemen
kelompok seni tradisional adalah tugas tumpang tindih setiap orang dalam
organisasi tersebut. Jarang seorang pemain hanya memainkan satu jenis tari
atau musik atau peran teater. Sebagian besar seniman biasanya harus
melakukan berbagai kerja di dalam organisasi kesenian. Kadang sebagai
seniman, ia juga harus mengangkat alat musik, sound system, tata lampu,
properti tari, sebelum dan setelah pertunjukan. Bahkan ironisnya, seniman-
seniman yang berusia relatif tua ikut mengangkat alat musik gordang yang
besar dan berat. Ini biasa terjadi dalam kelompok kesenian tradisional.
Pembagian kerja yang tidak spesifik ini biasanya akan pula mengurangi
tanggung jawab dan tugas khususnya. Katakanlah jika terjadi hilangnya alat
musik atau properti tari, maka para seniman saling melepaskan tanggung
jawab, mereka tidak tahu ke mana alat musik dan properti tari yang hilang.
Mereka hanya menduga-duga atau bahkan saling tuduh menuduh. Pembagian
tugas yang tidak spesifik atau tugas ganda ini, biasanya akan mengakibatkan
pula waktu dan tenaga tidak terkonsentrasi ke arah profesionalisme permainan
dan pembayaran honorarium. Biasanya pendekatan semacam ini, berdasar
kepada asumsi mereka adalah keluarga besar, tanggung jawab dipikul bersama-
sama. Kerja pun harus dikerjakan bersama-sama dalam sistem gotong royong,
dan seterusnya. Dengan cara kerja seperti ini, biasanya para seniman muda dan
yang berjenis kelamin laki-laki yang diutamakan untuk bekerja ekstra keras,
145
145
dengan alasan tenaganya masih kuat, masih muda, dan masih jauh masanya
berkarir di bidang seni. Demikian pula yang terjadi di dalam kelompok musik
tiup Mangampu Tua dan Tambunan Musik.
(d) Organisasi kesenian tradisional jarang yang dibentuk dengan
mendasarkan pada aspek yuridis. Artinya sebuah organisasi kesenian
biasanya dibentuk hanya berdasarkan musyawarah mufakat untuk kelestarian
budaya semata. Mereka memang memiliki motivasi yang kuat untuk
melestarikan kesenian tradisionalnya. Namun seiring dengan perkembangan
zaman, jika terjadi masalah-masalah di antara mereka, sebahagian memang
bisa dipecahkan secara adat dan musyawarah. Namun jika telah masuk ke
wilayah masalah hukum, seperti plagiarisme, bajakan produksi, pengakuan hal
cipta dan sejenisnya, maka permasalahan ini selalu tidak bisa diselesaikan
secara adat. Maka perlu diselesaikan secara hukum. Untuk itu, supaya kuat,
maka sebaiknya setiap organisasi kesenian didirikan atas dasar yuridis. Karena
dengan demikian, maka segala macam permasalahan yang mencakup aspek
hukum dapat diselesaikan mengikut norma-norma hukum, dan akhimya akan
memberikan keadilan bagi sebagian seniman atau pekerja seni. tidak memakai
hukum rimba, yaitu siapa yang kuat mengalahkan yang lemah. Pengertian kuat
di sini juga bermacam-macam. Bisa kekuatan politis, ekonomis, dan lainnya.
Seiring dengan perkembangan zaman, maka sudah banyak pula
sekarang ini organisasi-organisasi kesenian tradisional yang didirikan
berdasarkan aspek yuridis, dan biasanya tertulis dalam bentuk akte notaris.
Contoh organisasi kesenian seperti ini adalah Sri Indra Ratu di Kesultanan
Deli, Sinar Budaya Grup yang awalnya diketuai olehTengku Luckman Sinar,
146
146
Lembaga Studi Tari Patria yang berpusat di Tanjungmorawa, Deli Serdang,
pimpinan H. Jose Rizal Firdaus, S.H., dan masih banyak lagi yang lainnya.
Dalam kasus dua grup musik tiup Batak Toba ini, yaitu Mangampu Tua
dan Tambunan Musik, kedua-duanya sama sekali tidak menggunakan dasar
yuridis formal atau hukum positif dalam membentuk organisasinya. Mereka
membentuk berdasarkan musyawarah bersama, dan sifatnya adalah lisan,
namun diingat di dalam memori mereka masing-masing sebagai penyanggah
grup musik ini.
(e) Perekrutan seniman sifatnya “cabutan.” Dalam rangka penentuan
sumber daya manusia atau staffing, banyak kelompok seniman tradisional
Nusantara, yang membentuknya berdasarkan, seniman-seniman “cabutan.”
Maksud seniman cabutan dalam tanda kutip ini, adalah seniman dari kelompok
lain atau seniman yang tak terikat oleh kelompok disatu-satukan untuk
memenuhi permintaan kesenian dalam satu atau beberapa kali pertunjukan.
Pemakaian seniman cabutan ini, adalah fenomena yang umum terjadi di
Sumatera Utara misalnya. Alasan melakukan ini adalah, banyak seniman ingin
menambah penghasilan keuangannya melalui banyaknya pertunjukan. Ia tak
mau terikat hanya dalam satu organisasi kesenian saja. Karena jarang sekali
ada sebuah organisasi kesenian yang membayar gaji seniman setiap bulan
dengan jumlah tertentu sebagaimana layaknya tenaga kerja. Apalagijika
dikaitkan dengan upah minimum regional. Oleh karena itu, sebagian besar
seniman di Sumatera Utara misalnya adalah seniman cabutan, yang bisa main
dengan organisasi seni di luar organisasi utamanya.
147
147
Ke masa depan tentu saja sistem seperti ini perlu dikurangi dan perlu
diimbangi dengan sistem kerja hanya untuk satu organisasi seni semata dan
dibayar gaji pokoknya oleh sebuah oraganisasi seni dengan sistem kontrak.
Tujuannya agar seniman lebih profesional, dapat main dan menciptakan seni
dengan tenang, terarah, terpadu, dan tidak lagi pusing memikirkan income per
kapitanya setiap bulan. Paling tidak organisasi kesenian harus bisa melakukan
kegiatan seperti layaknya organisasi sebuah pabrik sepatu atau pabrik ban
mobil misalnya.
Dalam kasus organisasi musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan
Musik, awalnya para pemain adalah bersifat tetap, memiliki gaji yang tetap
yang besarannya dimusyawarahkan bersama, dan menjadi keputusan bersama.
Bahkan Tambunan Musik memberikan fasilitas perumahan tempat tinggal bagi
para pemusiknya. Namun seiring berjalannya waktu, ketika grup-grup musik
sejenis tumbuh dan berkembang sangat pesat, maka mau tidak mau pesanan
pertunjukan semakin berkurang dan mengakibatkan berkurangnya pendapatan.
Maka kini sebahagian besar pemusik tiup di kota Medan adalah dalam posisi
sebagai “pemain cabutan” atau kadangkala diistilahkan oleh mereka sebagai
pemaian musik freelance.
(f) Asas keluarga dan kekeluargaan. Sistem manajemen ini banyak
diterapkan oleh organisasi-organisasi kesenian di Nusantara. Sistem
manajemen ini memang ada kelebihannya di satu pihak, yaitu para anggotanya
merasa sebagai satu keluarga besar, yang terikat hubungan kekerabatan dan
darah, sehingga masalah yang timbul dengan mudah dapat dipecahkan dengan
landasan mereka satu keluarga yang sesungguhnya baik di bidang kesenian
148
148
maupun kekerabatan. Di sisi lain, sistem ini agak kurang demokratis. Artinya
bakat-bakat seniman yang handal di luar keluarga, agak sulit untuk masuk ke
dalam organisasi seni tersebut. Kualitas sumber daya manusia dan produksi
seni dalam organisasi seperti ini hanya menjadi nomor sekian saja. Selain itu,
karena berdasar kepada keluarga dan kekeluargaan, maka pengembangan yang
ekstensif kurang diperhatikan. Misalkan saja sejak zaman dahulu, mereka
mewarisi kesenian istana Melayu, maka sampai sekarang pun mereka akan
memproduksi kesenian yang sama. Untuk membuka diri memproduksi seni
rakyat atau etnik lain agak kurang, karena pembatasan sumber daya manusia
seni tadi. Tentu mereka akan enggan memakai seniman etnik Nias misalnya.
Ataupun kalau dipakai sifatnya bukan sebagai anggota tetap hanya sebagai
pemain cabutan. Atau seniman Nias ini hanya melatih dan kemudian mereka
yang mengambilalih persembahan kesenian Nias tadi. Itu banyak terjadi di
kawasan Nusantara.
Demikian pula yang terjadi di dalam dua organisasi musik tiup atau
brass band ini, yaitu Mangampu Tua dan Tambunan Musik. Untuk kasus
mangampu Tua, kelompok ini walau tetap menggunakan asa keluarga dan
kekeluargaan, namun mereka lebih terbuka. Artinya kelompok ini menerima
marga-marga lainnya di luar marga pimpinan yaitu Silaban. Namun untuk
kasus Tambunan Musik, mereka mengutamakan asa keluarga terutama rekan
satu marga, tetaptnya marga Tambunan. Walau mereka juga memasukkan
anggota pemusik di luar marga Tambunan, tetapi pada prinsipnya oragnisasi ini
mengutamakan dan mayoritas anggotanya bermarga Tambunan.
149
149
(g) Sangat erat dengan ritual masyarakat. Produksi seni tradisional,
umumnya sangat erat dengan ritual-ritual yang dilakukan oleh masyarakat.
Dalam keadaan sedemikian, uang bukanlah aspek terpenting, bahkan kadang
seniman berbuat bukan dimotivasi oleh uang tetapi dimotivasi oleh sistem
religinya. Kegiatan yang dilakukannya benar-benar sebagai bagian dari
ibadahnya kepada Tuhan. Ia melakukan dan mempraktikkan seni untuk Tuhan
bukan untuk ekonominya. Banyak peristiwa seni di Nusantara yang
mengabsahkan gabaran ini. Misalnya dalam masyarakat Islam di Sumatera
Utara, para seniman penyanyi (pembaca) barzanji dan marhaban, yaitu satu
genre seni vokal yang memuji-muji abi Muhammad dalam bentuk syair
berbahasa Arab, yang biasanya digunakn untuk mengiringi uoacara
perkawinan, sunatan, atau menyambut bayi lahir. Setiap seniman tidak
mengharapkan uang lelah atau uang honorarium. Mereka biasanya tidak akan
keberatan jika hanya diberi pulut kuning atau bunga telur, sebagai balasan dari
yang empunya acara. Tetapi mereka pun tidak akan menolak bila diberi
amplop yang berisi uang, katakanlah mereka menerima Rp 10.000 setiap
orangnya. Para seniman ini merasa mereka membantu sesama muslim dan
perbuatan mereka adalah ibadah langsung kepada Allah dan ibadah sosial
kepada sesama manusia.
Begitu juga dalam masyarakat Batak Toba Parmalim, para pemusik
ketika mengiringi upacara ritual Sipaha Sada atau Sipaha Lima (sesuai dengan
ritus dan kalender Batak Toba Tua), tidak akan meminta bayarannya sebagai
pemusik profesional, tetapi sebaliknya adalah sebagai bakti dan ibadahnya
kepada Tuhan (Debata Mula Jadi na Bolon).
150
150
Bagi para penganut agama Kristen Protestan atau Katolik, setiap hari
Minggu mereka menyanyi di gereja sebagai bagian dari ibadahnya. Walau ia
seorang pemain piano profesional, atau ia seorang penyanyi sopran, alto, teno,
atau bass. Kalau biasanya mereka diberi honorarium tinggi untuk pertunjukan
yang sifatnya di luar ibadah gereja, maka ketika ia mempertunjukkan kesenian
di gereja ini tidak mungkin ia meminta honorarium. Bahkan kalau diberi honor
pun oleh pihak gereja misalnya pasti ia akan menolaknya.
Keadaan seperti ini merupakan ciri utama dalam masyarakat Timur
yang religius. Jadi manajemen di bidang seperti ini yang perlu diatur adalah
bagaimana menggerakkan sumber daya manusia yang ada untuk menjadi
bagian dari pertunjukan upacara atau pertunjukan budaya. Sekali lagi uang
atau honor berkesenian bukan yang utama di sini. Yang berperan adalah
konsep-konsep dan aktivitas religius, yang memotivasi setiap orang dan
seniman untuk melakukan menurut fungsi individunya dalam konteks
masyarakat luas, yang memiliki cita-cita dan tujuan bersama.
Sesuai dengan uraian Takari di atas, maka dalam kasus grup musik tiup
Mangampu Tua dan Tambunan Musik, aspek ritual dalam adat Batak Toba
dengan pertunjukan musik ini sangat erat kaitannya. Namun sisi lain yang
menarik, walau apa yang mereka lakukan dipandang dan dihayati sebagai
ibadah, tetapi para pemain musik ini pun tetap mengharapkan honorarium atau
gaji dalam setiap pertunjukannya. Jadi aspek ibadah dan ekonomi dalam grup-
grup ini berjalan dengan seiring dan saling menguatkan, tidak hanya
didominasi oleh aspek ibadah saja, sehingga mereka ikhlas jika tidak diberi
honor.
151
151
(h) Ikut berperannya pemerintah daerah. Dalam rangka melestarikan
seni budaya tradisional, maka pemerintah Republik Indonesia, mencanangkan
perlunya pembinaan, pelestarian, pemungsian kesenian tradisional terutama
untuk pariwisata dalam kehidupan masyarakat pendukungnya, maka pihak
pemerintah ikut serta mengarahkan atau memanajemeni seni-seni tradisional
seluruh Indonesia. Tak jarang pemerintahan di tingkat kecamatan atau
kabupaten memiliki sanggar kesenian daerahnya. Biasanya didukung pula oleh
isteri camat atau gubemur, dan tentu saja tak segan-segan mengucurkan dana
untuk bidang kesenian daerah ini. Itu semua dilakukan untuk berbagai tujuan.
Bisa tujuan politis, popularitas, atau memang juga dengan ikhlas ingin
mengembangkan kebudayan daerahnya, karena ia menjadi orang nomor satu di
daerah yang dipimpinnya tersebut.
Di Sumatera Utara misalnya, di masa kepemimpinan Gubemur Tengku
Rizal Nurdin, ia membentuk kesenian gubernuran yang langsung diketuai oleh
isterinya. Grup kesenian ini bemama Cindai. Beberapa seniman, kemudian
dimasukkannya menjadi pegawai negeri sipil. Beberapa persembahan
dilakukan di Sumatera Utara dan manca negara. Satu sisi berkembang dan
bertambahlah organisasi kesenian di Sumatera Utara. Di sisi lainnya, timbullah
“kecemburuan” organisasi seni lainnya, yang merasa kurang diperhatikan.
Dalam kasus grup musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan Musik,
maka campur tangan pemerintah tidak begitu tampak di sini, kecuali oleh pihak
keamanan. Setiap akan tampil pastilah pihak penyelenggara pesta
melaporkannya kepada pihak keamanan setempat agar upacara tersebut
berjalan dengan tertib, tenang, dan tak ada keributan. Untuk berjalannya
152
152
organisasi-organisasi musik tiup ini, mereka mengaku tidak ada dana yang
mereka peroleh dari pemerintah. Demikian keadaan kedua organisasi musik
tiup ini di Kota Medan.
3.2 Latar Belakang Berdirinya Organisasi
Latar belakng berdirinya organisasi musik tiup, menurut pengamatan
penulis adalah faktor permintaan masyarakat. Bahwa ensambel musik tiup
memiliki nilai-nilai keagamaan dan juga identitas budaya. Oleh karenanya
maka setiap orang Batak Toba selalu mengundang atau memesan kelompok
musik tiup ini untuk berbagai upacara yang berkaitan dengan kehidupannya
seperti: uapacara perkawinan, upacara kematian (sari matua, saur matua),
upacara pendirian tugu, pesta rakyat, upacara hiburan keluarga, dan lain-
lainnya. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan yang demikian ini
dibutuhkan musik tiup. Berikut ini adalah contoh latar belakang berdirinya
organisasi ensambel musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan Musik.
(A) Grup musik Mangampu tua berdiri pada tanggal 6 Desember 1998
di Medan. Grup musik Mangampu Tua tidak memiliki akte notaris. Pemilik
dan sekaligus pemimpin kelompok musik Mangampu Tua adalah M. Silaban.
Grup musik Mangampu Tua ini sangat diminati masyarakat Batak di Kota
medan, khususnya dalam acara pesta pernikahan dan upacara kematian saur
matua. Menurut penjelasan M. Silaban, biasanya di dalam sehari paling tidak
terdapat dua kali pesanan kepada mereka untuk bermain musik di tempat yang
berbeda. Dampak ekonomisnya menguntungkan para pemusik, yang mendapat
gaji yang relatif lebih besar.
153
153
Lebih jauh lagu menurut M. Silaban dalam setiap bulannya, ketika
mereka berada di dalam dasawarsa tahun 1980-an, jumlah pesanan atau
panggilan untuk bermain musik rata-rata bisa mencapai sampai 30 sampai 40
kali. Tetapi selaras dengan perkembangan zaman, yaitu dengan semakin
banyak lahirnya grup-grup musik tiup di Kota Medan ataupun di kota-kota lain
di Sumatera Utara, yang mengakibatkan semakin ketatnya persaingan grup-
grum musik tiup di Kota Medan ini. Tentu saja membuat kurangnya pesanan
untuk bermain musik kepada setiap grup, tidak terkecuali kepada Mangampu
Tua. Akibat akhirnya membuat berkurangnya pendapatan bagi pihak manejer,
ketua, maupun bagi para pemusik. Pada masa sekarang ini, para pemusik di
dalam kelompok Mangampu Tua sebahagian besar sudah menjadi pemusik
yang freelance, artinya oleh pihak pengelola mereka diberi kebebasan untuk
pergi bermain dengan grup musik manapun, selain Mangampu Tua, jika tidak
ada panggilan bermain musik di grup ini. Mereka lazim juga disebut sebagai
pemusik “cabutan.”
(B) Grup musik Tambunan berasal dari daerah Pematangsiantar pada
tahun 1930 dan yang mendirikan grup musik Tambunan adalah S. Tambunan.
S. Tambunan mengambil anggota-anggota grup musiknya dari pemuda
daerahnya di Pematangsiantar. S. Tambunan melatih pemuda setempatnya
dengan belajar seruling, belajar keyboard, gondang (taganing), dan trumpet.
Setelah mahir S.Tambunan membentuk grup musik Tambunan di
daerah Pematangsiantar. Kelompok musik tiup merekla ini dikenal sebagai
grup musik yang pertama kali ada di tanah Batak. S.Tambunan membuka diri
ke daerah-daerah Batak lainnya seperti di Balige, Samosir, dan Medan.
154
154
Seiring semakin berkembangnya dan banyak orang menggunakan grup
musik Tambunan, maka S.Tambunan menambah anggota musiknya dan
membuat fasilitas kepada anggota musiknya. Adapun fasilitas yang diberikan
yaitu perumahan bagi anggota musik, kendaraan, dan gaji yang lumayan besar
serta mereka terikat kontrak di grup musik Tambunan.
Grup musik Tambunan sangat diminati masyarakat Batak secara khusus
dalam acara pesta pernikahan dan upacara kematian saur matua. Dalam 1 hari
ada dua sampai tiga kali panggilan atau pesanan untuk bermain musik di
tempat yang berbeda, sehingga menguntungkan para pemusik mendapat gaji
yang relatif lebih besar. Berdasarkan hukum ekonomi, jika pesanan sedikit
justru mengurangi pemasukan bagi para pemusik di grup musik S.Tambunan.
Dalam sebulan pada tahun 1980-an, jumlah pesanan atau panggilan
untuk bermain musik mau mencapai sampai 30-40 kali. Namun semakin
berkembangnya zaman, semakin banyak bermunculan grup musik di Kota
Medan ataupun di luar kota Medan. Sehingga hal ini membuat ketatnya
persaingan di grup-grum musik tiup di Kota Medan dan membuat kurangnya
pesanan panggilan untuk bermain musik pada kelompok Tambunan ini.
Dampaknya adalah membuat berkurangnya pemasukan bagi para pemusik.
Pada masa-masa jayanya dahulu, para pemusik terikat kontrak dan
diberikan fasilitas perumahan. Sesuai keadaan sosial, maka pada zaman
sekarang dimulai tahun 2005 sampai 2015, para pemusik tidak lagi diberikan
fasilitas perumahan dan tidak terikat kerja. Mereka para pemusik di Tambunan
sudah freelance atau sudah bebas pergi ke grup musik manapun jika tidak ada
panggilan bermain musik di grup musik Tambunan.
155
155
Melihat tumbuh dan berkembangnya kedua kelompok musik tiup ini di
Kota Medan seperti terurai di atas, maka dengan jelas mereka lahir karena
memenuhi kebutuhan masyarakat akan pertunjukan musik, yang dilegitimasi
secara agama dan budaya. Musik tiup memiliki fungsi-fungsi sosiobudaya,
yang mengacu kepada konsep budaya masyarakat pendukungnya. Dalam hal
ini, selain keperluan untuk upacara tersebut, organisasi-organisasi musik tiup
ini, mendapatkan keutungan ekonomis berupa jasa pertunjukan yang dilakukan
mereka sesuai dengan pesanan, yang melakukan upacara dalam adat Batak
Toba di Kota Medan.
Selain latar belakang kebutuhan masyarakat, ada juga alasan yang
menjadikan seorang pimpinan organisasi musik tiup ini yang kuat memotivasi
mereka. Baik itu pimpinan Mangampu Tua, yaitu M. Silaban, maupun
pimpinan Tambunan Musik yaitu S. Tambunan, mereka menyatakan alasan
membentuk dan mengembangkan grup musik tiup ini adalah didasari oleh
motivasi melestarikan kebudayaan. Hal itu dengan eksplisit dijelaskan oleh M.
Silaban (dalam wawancara penulis dengan beliau di medan, 12 Mei 2015).
Sebagai orang Batak, apalagi yang dianugerahi Tuhan bakat di bidang musik, adalah panggilan jiwa untuk melestarikan musik dan kebudayaan Batak pada umumnya. Musik tiup ini pun secara tegas didukung pengembangannya oleh lembaga gereja khususnya HKBP. Selain itu melalui musik tiup ini, saya pun dapat membagikan rezeki yang dianugerahkan Tuhan, kepada para pemusik dan keluarganya, untuk menambah pendapatan keluarga masing-masing.
Hal senada juga dikemukakan oleh S. Tambunan dalam wawancara
penulis dengan beliau di Medan 15 Maret 2015.
Bagi tulang, berkecimpung di bidang musik tiup ini adalah panggilan jiwa dan panggilan budaya. Tulang yang diberi
156
156
kepercayaan oleh Tuhan dalam bidang kesenian musik (baik itu gondang maupun yang modern seperti musik tiup ini), maka harus mewartakannya kepada semua orang Batak. Tulang berharap agar mereka semua menyadari betapa pentingnya musik Batak ini dalam memperkaya hal-hal yang bersifat rohani, sakral, dan menyuarakan firman-firman Tuhan, baik itu saat ibadah di gereja, maupun saat mengiringi berbagai upacara adat, yang penuh dengan nilai-nilai kebudayaan.
3.3 Organisasi Berdasarkan Hubungan Pertemanan dan Kekerabatan
Kedua organisasi kelompok musik tiup ini, berdasarkan penelitian
penulis, dibentuk berdasarkan kepada hubungan pertemanan, terutama dalam
kelompok Mangampu Tua. Pada kelompok Tambunan Musik, organisasi ini
dibentuk terutama berdasarkan kepada hubungan kekerabatan, dalam hal ini
klen (marga) Tambunan. Dalam kenyataannya kedua grup musik tiup ini
memiliki pemimpin dan anggota sebagai berikut.
(A) Pemimpin grup musik tiup Mangampu Tua adalah M. Silaban, yang
kemudian organisasinya diisi oleh para pemusik dan ketua pemusik. Adapun
para pemusik dan ketua pemusik grup Mangampu Tua yaitu sebagai berikut.
(1) M. Sirait umur 65 tahun pemain saxophone, alamatnya adalah di Jalan
Pelajar, Medan.
(2) F. Sitorus umur 27 tahun, sebagai pemain drum trap set, ia bekerja di Bank
Rakyat Inodonesia (BRI) Jalan Amaliun Medan.
(3) Sinaga umur 38 tahun, pemain keyboard, alamatnya adalah di Jalan
Namoramb, Medan.
(4) Pandingan umur 43 tahun pemain sulim dan sarune. Alamat beliau adalah
di Jalan Binjai, Medan.
157
157
(5) Tobing umur 43 tahun, sebagai pemain trumpet, dengan alamat beliau di
Jalan Menteng Nomor 7, Medan.
(6) Silalahi umur 50 tahun pemain hasapi. Alamat beliau adalah di Jalan
Pancing, Kota Medan.
(7) S. Simarmata umur 50 tahun, sebagai pemain taganing.
(8) A. Silaban umur 43 tahun, sebagai pemain bass elektrik dan trombone. Ia
juga diangkat sebagai ketua pemusik mangampu Tua. Alamat beliau adalah
di Jalan Bahagia Bypass, nomor 23, Medan.
Para pemusik Mangampu Tua menetap tetapi jika ada halangan akan
dicari penggantinya. Para pemusik di gaji bagi rata tidak ada istilah senior dan
junior. Dahulu Marsius Sitohang main musik di grup musik Mangampu Tua
selama 5 tahun (2001-2005) tetapi sekarang tidak lagi.
(B) Grup musik Tambunan tidak memiliki akte notaris dan tidak
memiliki bendahara karena pemilik yang mengatur semua dan memberikan
gaji kepada para pemusik. Struktur grup musik Tambunan yaitu: pemilik dan
para pemain musik.
Para pemain musik ini di era awal grup ini berdiri bersifat menetap
yaitu dipilih dari keluarga Tambunan sendiri. Para pemain musik tersebut
adalah:
(a) 8 orang pemain musik bermarga Tambunan,
(b) 2 orang bermarga Pardede, dan
(c) 1 orang marga Sirait.
Sebelas pemain musik tersebut, meluangkan waktunya lebih banyak sebagai
pemusik Tambunan Musik. Kelompok ini juga mempersiapkan nama-nama
158
158
pemusik panggilan. Nama-nama pemusik panggilan grup Tambunan Musik
adalah sebagai berikut.
(1) Sidabutar (pemain seruling),
(2) Simbolon (trumpet),
(3) Tambunan (trumpet),
(4) Sihombing (keyboard),
(5) Panggabean (saxophone),
(6) Tambunan ( trumpet),
(7) Tambunan (drum), dan
(8) Tambunan (bass elektrik).
Jika ada di antara pemusik-pemusik tersebut yang berhalangan pemain
musiknya maka pemain musik yang lain dicari sampai dapat.
Awalnya semua para pemusik adalah bersifat tetap, artinya anggota
tetap yang terikat dengan eksistensi grup ini. Seiring perjalanan waktu,
sekarang para pemain musik tiup grup Tambunan Musik sudah tidak menetap
lagi tetapi sudah freelance, yaitu tidak terikat lagi atau pemusik panggilan.
Melihat kepemimpinan dan keanggotaan seperti terurai di atas, maka
kelompok musik tiup Mangampu Tua hanya membagi organisasinya kepada
dua unsur saja yaitu pimpinan dan pemusik-pemusiknya (yang tidak terikat ke
dalam kontrak). Sementara kelompok Tambunan Musik, yang mengutamakan
kekerabatan marga Tambunan, membagi organisasinya kepada tiga peran,
yaitu: (a) pemimpin atau manejer yaitu Bapak S. Tambunan; (b) pemusik
terutama yang bermarga Tambunan; dan (c) pemusik “cabutan.” Dalam hal ini,
Tambunan Musik, lebih menyiasati tetap adanya pemain, walau sebagian besar
159
159
pemusik ensambel musik tiup di Medan sifatnya freelance. Dengan membentuk
sistem tiga struktur ini, kemungkinan besar Tambunan Musik akan terus
mendapatkan pemain, jika ada pesanan dari pihak penyelenggara upacara,
dibandingkan Mangampu Tua. Itulah siasat bisnis yang mereka konsepkan dan
lakukan.
3.4 Struktur Organisasi
Selanjutnya sebagai sebuah organisasi, kelompok musik tiup
Mangampu Tua dan Tambunan Musik memiliki struktur yang khas. Kekhasan
itu adalah sangat tergantung dari keberadaan pimpinan yang menjadi dasar dan
sumber hidup dari organisasi. Para pemimpin grup ini baik Mangampu Tua
yaitu Bapak M. Silaban dan Tambunan Musik yaitu Bapak S. Tambunan
meneaskan bahwa grup tersebut adalah milik mereka. Pemimpin grup inilah
yang mendirikannya, membeli alat-alat musik dan sound system. Mereka juga
sebagai pemimpin yang mencari job atau pesanan untuk melakukan
pertunjukan musik, dan seterusnya. Para pemimpin ii juga yang bertanggung
jawab terhadap segala permasalahan yang timbul dari masing-masing grupnya.
Struktur organisasi ini adalah mengikuti kelompok-kelompok musik
tradisional yang ada di dalam kebudayaan Batak, seperti halnya Opera Batak
yang dipimpin oleh Tilhang Gultom. Begitu juga berbagai kelompok pemusik
gondang sabangunan dan hasapi yang terdapat di dalam kebudayaan Batak
Toba. Jadi tipe orgasnisasi grup musik tiup Bataka Toba dalam studi kasus
Mangampu Tua dan Tambunan Musik adalah manajemen organisasi yang
berpusat kepada pemimpin. Jatuh atau bangunnya organisasi ini sangat
160
160
tergantung kepada pemimpin ini. Walau bagaimanapun berbagai fungsi
organisasi modern seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
penempatan sumber daya manusia, dan pengawasan tetap berjalan di dalam
organisasi ini. Fungsi-gungsi manajemen ini biasanya dilakukan berdasarkan
tradisi kelisanan, dan mengikat anggita secara kultural bukan dengan aturan-
aturan hukum positif, tetapi lebih ke norma-norma budaya tradisi mereka.
Walaupun demikian, wewenang kekuasaan pemimpin dalam kasus
Mangampu Tua, dibagikan juga wewenangnya kepada pemimpin musik. Bapak
M. Silaban tampaknya tidak mau memmonopoli urusan pertunjukannya dan
pembahagian honorarium para pemain musik. Dalam hal ini ia mengangkat
ketua musik. Peran ketua musik ini semacam orang tengah antara pemimpin
grup dengan para anggotanya yaitu pemain musik. Dengan peran yang
sedemikian rupa, maka ketua musik ini mendapatkan honorarium yang sedikit
melebihi para anggota pemusik lainnnya.
Kedua organisasi musik tiup ini, dapat digambarkan seperti pada bagan
berikut ini.
163
163
Gambar 3.2: S. Tambunan Pimpinan Grup
Tambunan Musik
Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
164
164
Gambar 3.3: Penulis Bersama S. Tambunan Pimpinan Grup
Tambunan Musik Saat Penelitian
Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
165
165
3.5 Jam Kerja
Berdasarkan wawancara penulis dengan pimpinan kedua grup musik
tiup ini, yaitu Bapak M. Silaban dan S. Tambunan, maka dapat diketahui
bahwa mereka itu bekerja ketika melaksanakan tugas meemnuhi undangan
yang punya hajat dalam pesta tertentu.
Menurut penjelesalan Bapak M. Silaban, jam kerja Mangampu Tua
adalah ketika melaksanakan pengisian acara pertunjukan musik. Dimulai dari
pukul 7.30 WIB, yaitu mereka semua (manejer dan pemusik) berkumpul di
kantor. Kemudian mereka mengangkat barang-barang berupa alat-alat musik,
sound sytem, dan lainnya. Dengan mobil pick-up yang mengangkat barang-
barang untuk keperluan pertunjukan tersebut disertai dengan mobil lainnya,
mereka berangkat ke rumah yang mengadakan upacara. Misalnya dalam
upacara perkawinan bisa saja mereka lakukan di ke gereja, bisa juga di rumah
yang punya hajatan. Biasanya pukul 13.00 sampai 15.00 mereka istirahat
sejenak. Sesudah itu disambung lagi mulai jam 15.00 sampai 18.00. Selesailah
tugas mereka mengisi acara tersebut. Menurut Bapak M. Silaban, Mangampu
Tua memiliki aturan yang disampaikan secara lisan kepeda penyelenggara
upacara, yaitu mereka harus sudah selesai jam 18.00. Jika tuan rumah meminta
lewat jam 18.00 ini, maka sessuai kesepakatan pihak tuan rumah harus
menambah biaya Rp. 200.000 setiap jamnya. Selama ini, menurut pengalaman
Mangampu Tua, pihak tuan rumah lebih banyak yang menyambung waktu
pertunjukan, ketimbang selsai tepat pada jam 18.00 WIB.
166
166
Selanjutnya jam kerja grup musik tiup Tambunan Musik, adalah hampir
sama dengan Mangampu Tua. Menurut penjelasan Bapak S. Tambunan,
mereka pada hari penyelenggaraan pertunjukan musik, hadir di markas
Tambunan Musik, yaitu di rumah Bapak S. Tambunan jam 8.00 pagi.
Kemudian mengangkat peralatan-peralatan pertunjukan yang dibutuhkan
seperti alat-alat musi dan sound system ke tempat acara. Biasanya mereka
melakukan pertunjukan sesuai permintaan tuan rumah berdasarkan kesepakatan
sebelumnya. Biasanya dari pagi kira-kira pukul 11.00 sampai dengan jam
18.00 WIB. Di sela-sela pertunjukan ini mereka memiliki jam istirahat yaitu
pukul 13.00-15.00 WIB. Mereka tidak mengenakan biaya tambahan jika tuan
rumah meminta pertunjukan lebih sekitar satu sampai dua jam. Ini adalah
teknik bisnis jam kerja yang dilakukan oleh kelompok musik tiup Tambunan
Musik.
3.6 Biaya Pertunjukan dan Pembagian Honorarium
Sebagai sebuah grup musik tiup yang mengarah kepada dukungan
bisnis, maka kedua kelompok ini menentukan harga sekali pertunjukan dalam
setiap upacara. Kemudian berdasarkan pendapatan setiap kali pertunjukan
inilah, pimpinan membagikan honorarium kepada setiap pemain musik.
Kelompok Mangampu Tua menetapkan harga sekali pertunjukan menurut
tempat pertunjukan, yang dihitung jaraknya dari Kota Medan. Di sisi lain,
Tambunan Musik juga menentukan biaya pesanan dalam sekali pertunjukan di
Medan. Jika keluar kota bisa maka biaya pertunjukan juga akan bertambah,
sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan oleh pimpinan Tambunan Musik.
167
167
Untuk memperluas pengetahuan tentang biaya ppertunjukan ini, penulis
mengumpulkan data dari kelompok-kelompok musik tiup lain, yaitu: Bernabe
dan Lina. Selengkapnya biaya pertunjukan kelompok-kelompok musik tiup itu
adalah sebagai berikut.
(A) Mangampu Tua, ketua atau pimpinan pemusik yaitu A. Silaban
yang mengatur para pemusik dan membagi gajinya. Adapun biaya pertunjukan
berdasarkan jauh dan dekatnya tempat pertunjukan adalah sebagai berikut.
1. Biaya pertunjukan di Kota Medan dan sekitarnya, dengan ensambel lengkap,
adalah pada kisaran Rp 2.500.000 sampai Rp 3.000.000.
2. Biaya pertunjukan di Kota Medan dan sekitarnya, dengan ensambel lengkap,
ditambah ensambel gondang sabangunan adalah pada kisaran Rp 3.500.000,
karena mereka menambah 3 pemain gondang lagi.
2. Biaya pertunjukan di Brastagi lengkap seluruh peralatan musik adalah
sekitar Rp 4.000.000 sampai Rp 5.000.000.
3. Biaya pertunjukan di Balige dan Dolok Sanggul lengkap seluruh peralatan
musik dalam kisaran Rp 10.000.000 dsmpsi Rp 12.000.000.
4. Biaya pertunjukan di Medan, yang hanya menggunakan sulim dan keyboard
(sulkib) adalah Rp 1.500.000
4. Biaya pertunjukan di Medan, yang hanya menggunakan trio penyanyi dan
keyboard adalah Rp 1.500.000
Selain itu, kelompok musik tiup Mangampu Tua ini juga menyediakan jasa
shooting video, yang biayanya adalah Rp 1.500.000 dalam durasi 3 jam,
dengan menggunakan 3 rol video hasil rekaman, juga diolah ke dalam bentuk
compact disk dalam format dvd.
168
168
Bagan 3.3: Biaya Pertunjukan Mangampu Tua
Jika ada kerusakan alat musik, pemilik (pimpinan grup) yang
menggantinya, tetapi jika ada alat musik yang hilang maka anggota pemusik
yang menggantinya dengan cara dipotong gajinya. Dahulu di era 1980-an grup
musik Mangampu Tua tampil rata-rata 30 sampai 40kali sebulan, kemudian
menurun dan 25 sampai30 kali saja pada tahun 1990-an sampai 2005.
Kemudian pada tahun 2005 tetapi sekarang hanya 10 sampai15 kali tampil dan
kebanyakan pada hari Kamis,Jumat, dan Sabtu.
169
169
Gambar 3.4: Salah Seorang Vokalis dalam Bentuk Trio Vokal dan Keyboard
yang Disediakan oleh Kelompok Musik Tiup di Medan
Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
170
170
(B) Tambunan Musik, biaya pertunjukan dapat dirinci sebagai berikut.
1. Pertunjukan di Kota Medan dalam ensambel musik tiup lengkap sebesar Rp
2.500.000 (ditentukan oleh pimpinan dari biaya ini dipotong 10% (Rp
250.000) untuk transport.
2. Jika pertunjukan hanya keyboard dan seruling saja di Kota Medan,
biayanya Rp 1.200.000 (dengan pembagian Rp 250.000 untuk dua pemain;
dan Rp 700.000 untuk pemilik dan biaya transportasi.
3. Jika keluar dari Kota Medan dan pertunjukan di Kota Brastagi, Karo, maka
biaya pertunjukan adalah sebesar Rp 5.000.000.
4. Semua pertunjukan di atas, jika ditambah lagi musik gondang yang
melibatkan 2 orang, maka masing-masing pemain gondang mendapat
honor Rp 300.000 (dua pemain Rp 600.000) untuk tempat pertunjukan di
Medan. Jika keluar Kota Medan 2 orang x Rp 1.000.000 = Rp 2.000.000.
Pada masa sekarang ini di Medan sudah jarang pakai gondang sekarang
masyarakat lebih suka menggunakan keyboard dan sulim saja alasan
menghemat karna sulitnya mencari uang sekarang.
Tambunan Musik juga menawarkan jasa shooting video dengan harga
1.000.000 dengan durasi waktu 3 jam dengan menggunakan 3 rol pita video,
yang juga disertai dengan hasil editing dalam format dvd. Mereka
menggunakan jasa para pakar shooting dan editing video yang biasa menjadi
mitranya.
171
171
Contoh lain, Grup Musik Barnabe berdiri pada tahun 2004 dimana grup
musik ini semi grup musik tiup dimana hanya terdiri keyboard, saxophone,
gondang, dan trio vokalis. Kelompok dua mematok harga sekali pertunjukan
untuk mengiringi upacara dalam budaya Batak Toba di Medan adalah seharga
Rp 1.750.000. Ada pula grup musik Lina berdiri pada tahun 2003 dengan
beranggotakan trio vokalis, keyboard, dan sulim. Mereka menentukan biaya
sekali pertunjukan di Kota Medan sebesar Rp 1.500.000.
Bagan 3.4: Biaya Pertunjukan Tambunan Musik
172
172
Adapun sistem pembagian honorarium atau penggajian yang dilakukan
selama ini, oleh grup musik Mangampu Tua yaitu pembagian hasil, yang
ditetapkan sebagai berikut.
(A) Mangampu Tua
1. Untuk keseluruhan pemain adalah sebesar 30% dari Rp 2.500.000 = Rp
750.000. Jadi, untuk tiap pemain musik yaitu sebesar Rp.750.000/8 orang
= Rp. 93.750.
2. Untuk pemilik (pimpinan grup) sebesar 70% dari Rp.2.500.000 =
Rp.1.750.000
(B) Tambuanan Musik
1. Sebesar 20% dari pendapatan sekali pertunjukan untuk pemilik.
2. Sebesar 80% dari pendapatan sekali pertunjukan untuk para pemain musik
setelah dikurangi ongkos pengangkutan barang-barang berupa alat musik
dan sound system. Adapun harga yang sudah ditentukan oleh grup musik
Tambunan untuk setiap konsumen yang memesan grup musik Tambunan
di suatu pesta sekitar Medan itu sebesar Rp.2.500.000,- Misalnya ongkos
transport pengangkutan barang sebesar Rp.200.000,- maka yang dibagi
hasil Rp.2.300.000 dimana 20% x Rp.2.300.000 = Rp.460.000 untuk
pemilik dan pemain musik ada 7 orang sehingga 7 orang itu mendapat 80%
x Rp.2.300.000 = Rp.1.840.000 jadi tiap orang pemusik mendapat
Rp.1.840.000/7 orang = Rp 262.857.
173
173
Para pemain musik digaji jika ada pekerjaan untuk tampil di pesta-pesta
seperti acara pernikahan dan acara adat meninggal Batak Toba. Adapun
lamanya jam yang sudah ditentukan untuk grup musik Tambunan ini disewa
yaitu dari jam 9 pagi sampai jam 6 sore berarti selama 9 jam tapi tidak terus
memainkan musik ada saat istirahatnya juga. Di sini berarti minimnya
gaji/kesejahteraan para pemusik karena tidak ada uang masuk yang lainnya
hanya gaji saja sesuai ada pekerjaan untuk tampil.
Karena minimnya gaji para pemusik menyebabkan para pemusik
mencari grup musik lain untuk bisa bermain ditempat lain sehingga mendapat
pemasukan yang lebih banyak. Sehingga grup musik Tambunan dan
Mangampu Tua kadang kala kesulitan mencari para pemain musik yang
berkualitas karena para pemusik yang berkualitas tidak mau dibayar dengan
upah yang rendah, sehingga grup musik Tambunan dan Mangampua Tua
mengambil para pemain musiknya dari Unimed dan USU yang masih kuliah
ataupun yang baru tamat kuliah.
Namun demikian, menurut pemahaman pemain, bekerja sebagai pemain
musik lebih baik dari pada pekerjaan lain. Alasan itu dapat dilihat dari
pendapatan per kapita pemain musik ini sudah dianggap cukup untuk
memenuhi kebutuhan keluarga pemain musik. Secara merata satu orang
pemain musik dapat mengumpulkan hasil dari bermain musik dalam satu bulan
Rp. 1.800.000,- hingga ke Rp. 2.000.000,-. Pendapatan ini untuk hari-hari yang
sepi orderan. Namun, bisa melonjak pada saat musim pesta masyarakat Batak
sekitar bulan Juni ke bulan September dan bulan Desember ke bulan Januari.
174
174
Para pemain musik dapat mengantongi penghasilan hingga Rp. 5.000.000,- ke
Rp. 6.000.000,- per bulannya.
3.7 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang dikembangkan di grup musik Tambunan
dan Mangampu Tua adalah orang-orang yang mempunyai bakat dan keahlian
khusus dalam bermain alat musik. Dan bukan hanya itu saja tetapi manusia
yang terampil dan bisa menjadi anggota tim yang kuat dan saling mendukung
serta mau diajari untuk menjadi lebih baik dan seirama dalam bermain musik.
Tim pemusik di grup musik Tambunan terdiri atas 7 orang pemain yaitu
pemain trompet, pemain sulim, pemain trombone, pemain gitar bass, pemain
drum, pemain keyboard dan pemain saxophone. Sedangkan tim pemusik di
grup musik Mangampu Tua terdiri atas 8 orang pemain yaitu pemain trompet,
pemain seruling, pemain trombone, pemain drum, pemain gitar bass, pemain
keyboard, pemain saxophone dan pemain hasapi. Dimana grup musik
Tambunan tidak memiliki pemain kecapi. Kedua grup musik ini dipimpin dan
diatur langsung oleh pemilik usaha grup musik itu sendiri. Sebelum tampil
mereka terlebih dahulu latihan dan membicarakan lagu – lagu apa saja yang
sudah mahir dimainkan atau yang sudah ditetapkan oleh pesanan masyarakat.
Tetapi sekarang, para pemusik sudah tidak terikat kontrak lagi karena mereka
sudah bebas atau freelance sehingga para pemusik tidak sempat lagi untuk
latihan secara resmi tetapi hanya diberitahukan dan diterangkan lewat
pembicaraan bagaimana bentuk lagu dan bentuk musik yang akan dimainkan.
175
175
3.7.1 Pembagian tugas
Sistem pemberian tugas di musik Mangampu Tua dan Tambunan musik
sama yaitu jika ada yang pesan untuk tampil maka para pemain musik akan
dipanggil untuk bekerja sesuai dengan alat musik yang dimainkan. Para
pemusik ini diatur dan diawasi oleh pemilik yang juga sebagai pengawas.
Namun, kadangkala bisa terjadi adanya masalah misalnya si X yang
seharusnya sudah diberikan tugas untuk bermain keyboard namun karena orang
tuanya mendadak meninggal sehingga pemilik grup musik kesulitan untuk
dapat mencari penggantinya, oleh karena itu pemilik harus menyiapkan
pemain cadangan yang siap sedia untuk dapat bermain musik kapanpun jika
diperlukan di grup musik ini.
Adapun grup musik Tambunan dan Mangampu Tua bertahan sampai
sekarang ini karena hanya ini saja usaha yang mereka miliki dan pemilik
langsung aktif ke lapangan, pemilik ikut terlibat dalam mengawasi para
pemusik saat tampil untuk memastikan semua alat-alat musik tetap dalam
kondisi yang baik agar alat-alat musik tidak rusak ataupun tidak hilang.
Manajemen strategik yang dilakukan grup musik Tambunan dan Mangampu
Tua yaitu harga yang mereka tawarkan dapat dijangkau semua kalangan
masyarakat dan grup musik ini menjalin hubungan kekeluargaan yang sangat
kuat dengan daerah setempatnya dan dengan para pemusik.
Grup musik Tambunan dan Mangampu Tua memfokuskan musiknya
pada musik traditional Batak Toba sehingga kualitasnya ditujukan khusus pada
alat musik gondang Batak. Ini merupakan kelebihan grup musik Tambunan
dan Mangampu Tua namun juga menjadi kelemahan serta peluang yang besar
176
176
bagi grup musik yang lain karena zaman terus berkembang semakin modern
dan alat musik pun sebagai modern serta banyak minat masyarakat yang
mengalami pergeseran dari musik tradisional menjadi musik modern seperti
pop, rock, jazz dan blues. Hal ini menjadi ancaman bagi grup musik Tambunan
dan Mangampu Tua, oleh karena itu grup musik ini juga harus
mengembangkan kualitas mereka dalam bermain musik modern agar tidak jauh
ketinggalan dan dapat bersaing dengan grup musik lainnya.
3.7.2 Pemain Saxophone dan alat musiknya
Saxophone sebagai alat musik tiup logam (brass wind) dengan reed
tunggal, seperti pada alat musik klarinet. Diciptakan oleh Antoine Joseph Sax
(Adolphe Sax) dari Belgia pada tahun 1840. Walaupun badan Saxophone
terbuat dari logam, namun alat tersebut dimasukkan ke dalam keluarga alat
musik tiup kayu (wood wind) sebab sumber getar atau bunyinya adalah
lempeng reed yang terbuat dari batang tumbuh-tumbuhan yang melekat pada
lubang tiup. Saat ini reed banyak diproduksi dari bahan plastik. Jenis
Saxophone yang dipakai dalam ensembel musik tiup adalah sopran sax in bes
dan alto sax in es.
Dalam kelompok musik tiup ini, pemain musik saxophone bermain
berdua dengan posisi sopran sax in bes dan alto sax in es. Banyak dijumpai
seorang pemain saxophone dapat bermain juga sebagai peniup sulim. Sehingga
dia dapat bermain musik dengan membaca partitur atau dengan feeling sound.
177
177
Gambar 3.5: Pemain Saxophone dan Alat Musiknya
Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
3.7.3 Pemain trombone dan alat musiknya
Trombone berasal dari bahasa Italia yang artinya trumpet besar, adalah
instrumen yang terbuat bahan kuningan (brass) dan bahan lain dari besi putih
atau besi stainless. Jenis Trombone ada dua yaitu:
a. Slide Trombone, yaitu alat tiup logam dengan warna suara tersendiri yang
memungkinkan suara diproduksi dengan halus. Permainan untuk jenis
Trombone ini adalah teknik glissando. Nada-nada yang dihasilkan dapat
178
178
meluncur dari satu nada ke nada-nada berikutnya dengan modulasi tanpa
perhentian di satu nada.
b. Valve Trombone, yaitu Trombone dengan prinsip kerja ventil (klep) tekan,
diciptakan untuk mencapai kemudahan dalam formasi dan penggunaannya.
Prinsip kerjanya seperti permainan trumpet valve.
Yang dipakai dalam kelompok musik tiup ini adalah jenis slide
trombone dari berbagai merk seperti Conn, King, buatan berbagai negara.
Misalnya Jerman, Jepang, Cina, dan Taiwan.
Gambar 3.6: Alat Musik Trombone
Sumber: www.wulandarioctavia.blogspot.com
179
179
3.7.4 Pemain keyboard dan alat musiknya
Keyboard seperti instrumen klaviatur lainnya adalah adaptasi piano
akustik, dengan bentuknya yang portable membuat praktis untuk diangkat dan
dipindahkan dengan mudah. Keyboard diproduksi oleh banyak pabrik dengan
berbagai merek dan varian. Selain dapat dipakai sebagai pengiring dengan
fasilitas ritmis beragam, dapat juga menghasilkan suara sintesis menirukan
berbagai jenis suara alat musik aslinya.
Jenis keyboard yang banyak digunakan dalam kelompok musik tiup
Batak dari produk Technis seri KN dan Yamaha seri PSR dari jenis keyboard
intellegent yang memiliki fitur-fitur style bentuk irama, jenis tabuhan perkusi
dan akompanimen berbagai tipe siap guna. Keyboard ini berfungsi all in one,
sehingga dapat menyajikan permainan yang mewakili permainan sebuah
combo band.
Tipikal keyboard semacam ini terdapat pada merk YAMAHA dengan
seri EZ, DGX dan PSR (variannya berbagai tingkatan menurut pemakaian
tahun terakhir, sekarang tipe terbaru yang diluncurkan adalah seri PSR 910-S),
produksi ROLAND memproduksi berbagai varian dengan seri EM, VA, G.
EXR, TECHNIS mengeluarkan produk andalan mereka SX dan KN yang
banyak menguasai pasaran di Indonesia, KORG dengan jenis I dan Pa serta
CASIO produk ILK, CTK dan WK.
Dalam pemakaian Keyboard dalam musik tiup Batak ini, ditentukan
jenis yang memiliki pilihan yang dapat mengeluarkan fitur style irama dan
suara sintesis yang beragam. Untuk kelompok musik tiup ini tidak perlu
Keyboard jenis synthesizer yang lebih fokus kepada pengeditan data suara atau
180
180
rekayasa karakter suara. Yang diperlukan adanya adaptasi suara dari beberapa
alat musik yang menyerupai dalam kelompok ini seperti trumpet, sulim atau
hasapi. Namun, fungsi Keyboard juga diperlukan untuk mengiringi lagu yang
memerlukan irama ketika permainan full band tidak dipergunakan.
Gambar 3.7: Pemain Keyboard dan Alat Musiknya pada
Grup Musik Tiup Mangampua Tua
Sumber : Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
181
181
Gambar 3.8: Pemain Keyboard dan Alat Musiknya pada
Grup Musik Tiup Tambunan Musik
Sumber : Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
182
182
3.7.5 Pemain sulim dan alat musiknya
Instrumen sulim Batak Toba yang dipakai dalam kelompok musik tiup
awalnya berada pada ensembel gondang hasapi atau uning-uningan sebagai
pembawa melodi. Sejak dimulainya penciptaan lagu-lagu rakyat tradisional dan
lagu-lagu opera Batak yang mengikut pada tangga nada diatonis, instrumen
Sulim ini mampu membawakan laku dari beberapa jenis irama. Lagu-lagu
gondang yang dikenal dalam repertoar gocci-gocci, banyak dipergunakan
untuk iringan tortor dalam kelompok musik tiup.
Alat musik sulim ni hanya dapat dipakai untuk tangga nada dalam skala
satu kunci kromatis. Bila tangga nada sebuah lagu berubah dari lagu pertama
dalam iringan musik tiup, pemain sulim akan mengganti instrumen sulim dari
tangga nada yang sesuai dengan lagu dimaksud. Teknik bermain bagi musisi
instrumen sulim adalah sebagai pembawa melodi bersama dengan instrumen
lain secara bergantian atau bersamaan. Sulim sebagai alat tiup yang terbuat dari
bambu ini, adalah jenis side blown flute dengan cara meniup dari samping.
Untuk menghasilkan efek suara vibrasi, pada satu sisi lobang penghasil
getarnya diterakan sebuah membran kertas tipis.
184
184
3.7.6 Pemain drum set dan alat musiknya
Jenis drum yang dipakai dalam permaian kelompok musik tiup adalah
jenis drum set seperti bentuk drum konvensional yang beredar saat ini. Drum
set akustik ini dipergunakan sebagai bagian kelengkapan dari kelompok musik
tiup yang mirip dengan permainannya seperti combo band. Drum yang dipakai
terdiri dari bagian-bagian yang secara fisik adalah terpisah tetapi merupakan
satu kesatuan drum set.
Bagian itu terdiri dari cymbal (ride) yang terbuat dari logam kuningan.
Cymbal yang dipakai terdiri dari tiga jenis yaitu : ride cymbal, flash cymbal
dan hi-hat cymbal. Bagian lain dari drum adalah tom-tom yang terdiri dari
berbagai ukuran disebut small tom-tom dan large tom-tom/ floor tom-tom.
Tom-tom ini adalah jenis drum double head yang memiliki dua sisi membran.
Bagian drum lain yang merupakan salah satu bagian utama dan paling sering
dimainkan adalah Snare Drum. Posisinya paling dekat dengan pemain. Yang
membedakan antara snare drum dengan tom-tom, selain bentuknya lebih pipih,
pada bagian bawahnya menggunakan kawat-kawat spiral (snare ware) yang
jika dipukul akan mengeluarkan suara yang tajam. Ditambah sebuah bas drum
pada bagian bawah dari seluruh komponen drum.
185
185
Gambar 3.10: Instrumen Drum Set yang Digunakan Musik Tiup Mangampu Tua
Sumber: Dokumentasi: Elisabeth Purba, 2015
3.7.7 Pemain gitar strings dan alat musiknya
Instrumen gitra strings yang dipakai dalam kelompok musik tiup,
digunakan sebagai rhythm (ritem) mendampingi keyboard dalam mengisi
progresi akord dari lagu-lagu yang dimainkan. Namun adakalanya instrumen
ini berfungsi untuk mengisi melodi secara bergantian dengan instrumen lain.
Gitra Strings ini dapat berbunyi karena amplitude dari sebuah TR (monitor)
khusus untuk alat musik ini sendiri.
186
186
Gambar 3.11: Instrumen Gitar String
Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
3.7.8 Pemain gitar bas dan alat musiknya
Peranan gitar bas dalam permainan musik tiup ini adalah hal terutama
memberi penegasan kepada bunyi dari bas drum. Sebelum dipergunakannya
gitar bas, peranannya diambil alih oleh sausaphone. Permainan gitar bas adalah
sebagai root dari perjalanan akord lagu-lagu yang dimainkan. Seorang pemain
bas dapat juga bermain sebagai drummer karena memiliki hubungan koneksitas
sebuah ensembel combo band yang persis dimainkan oleh musik tiup.
Amplitude untuk gitar bas adalah sebuah keharusan untuk mengeluarkan bunyi.
TR yang dipergunakan untuk gitar bas biasanya sudah dirakit khusus untuk
instrumen ini.
187
187
Gambar 3.12: Pemain dan Instrumen Gitar Bas Elektrik pada Kelompok Musik Tiup Mangampu Tua
Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
188
BAB IV
MANAJEMEN PRODUKSI
Dalam Bab IV ini dikaji bagaimana manajemen atau pengelolaan
produksi yang dilakukan oleh kelompok musik tiup Mangampu Tua dan
Tambunan Musik. Dalam hal ini yang dimaksud dengan produksi adalah
berupa pertunjukan musikal, yang terintegrasi secara erat dengan berbagai
upacara tradisi dalam adat Batak Toba di Kota Medan. Produksi pertunjukan
musikal ini mencakup penggunaan repertoar (lagu-lagu), bangunan musikal
yang dijalin antara pemain musik. Dalam kenyataan musikal tekstur sajian
musik yang dihasilkan oleh grup-grup musik tiup adalah mengacu kepada
musik homofonik khordal, yaitu berbagai alat musik atau vokal yang disajikan
secara bersama-sama mengikuti kaidah-kaidah harmoni dalam budaya musik
Barat, yang disesuaikan dengan estetika di dalam musik Batak Toba sendiri.
Dalam bab ini sebelum mengkaji manajemen produksi pertunjukan
musikal, sebagai sebuah industri jasa estetika, terlebih dahulu dideskripsikan
proses upacara adat Batak Toba, yang di dalamnya digunakan pertunjukan
musik tiup ini.
4.1 Fungsi Produksi Pertunjukan Musik untuk Memenuhi Kebutuhan Bu-
daya
Ahli teori fungsionalisme dalam disiplin antropologi lainnya, Radcliffe-
Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat dengan struktur sosial
masyarakatnya. Bahwa struktur sosial itu hidup terus, sedangkan individu-
189
189
individu dapat berganti setiap waktu. Dengan demikian, Radcliffe-Brown yang
melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat,
mengemukakan bahwa fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitas kepada
keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi
adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal, seperti yang
diuraikan Radcliffe-Brown berikut ini.
By the definition here offered ‘function’ is the contribution which a partial activity makes of the total activity of which it is a part. The function of a perticular social usage is the contribution of it makes to the total social life as the functioning of the total social system. Such a view implies that a social system ... has a certain kind of unity, which we may speak of as a functional unity. We may define it as a condition in which all parts of the social system work together with a sufficient degree of harmony or internal consistency, i.e., without producing persistent conflicts can neither be resolved not regulated (1952:181).
Sejalan pula dengan pandangan Radcliffe-Brown, pertunjukan musik
oleh grup-grup musik tiup di Kota Medan, bisa dianggap sebagai bahagian dari
struktur sosial masyarakatnya. Pertunjukan musik tiup dalam budaya
masyarakat Batak Toba ini ini adalah salah satu aktivitas yang bisa
menyumbang kepada keseluruhan aktivitas masyarakat, yang pada masanya
akan berfungsi bagi kelangsungan kehidupan budaya masyarakat pengamalnya
dalam hal ini masyarakat batak Toba di Kota Medan. Fungsinya lebih jauh
adalah untuk mencapai tingkat harmoni dan konsistensi internal.
Pencapaian kondisi itu, dilatarbelakangi oleh berbagai kondisi sosial
dan budaya dalam masyarakat Batak Toba di Kota Medan, misalnya
lingkungan yang heterogen secara etnik di kawasan ini, penguatan identitas
190
190
kumpulan etnik Batak Toba, masalah perubahan kebudayaan, transmisi nilai-
nilai religi baru (Kristen Protestan dan Katolik) yang merubah nilai-nilai religi
lama (kepercayaan kepada Debata Mulajadi Na Bolon dan berbagai Dewa),
dan masalah-masalah sosial dan kebudayaan lainnya.
4.2 Proses UpacaraAdat Batak Toba dan Penggunaan Musik Tiup
4.2.1 Tahap persiapan
Pada setiap upacara adat, selalu dibicarakan hal-hal penting yang
berkenan dengan upacara tersebut. Kesepakatan untuk menggunakan musik
dinyatakan pada waktu diadakannya rapat bersama keluarga besar yang akan
mengadakan upacara, dan kadang kala melibatkan pengurus grup musik tiup,
walau bukan satu keharusan. Setelah diadakan kesepakatan, maka diundanglah
kelompok musik tiup untuk dapat mengiringi upacara adat yang akan
dilangsungkan. Pada waktu mengundang dan membicarakan biaya
pembayaran, dijalankan tidak seperti cara mengundang pargonsi (pemain
gondang), yakni dengan memberi demban (daun sirih) yang berisikan berbagai
jenis rempah-rempah dan sejumlah besar uang tunai. Dalam hal ini, pihak
yang mengundang musik tiup hanya memberikan sejumlah uang muka yang
lazim disebut down payment (DP) sebagai perjanjian di antara kedua belah
pihak. Kadang-kadang perjanjian hanya disepakati melalui telefon dan
mengenai pembayaran dapat disampaikan melalui perantaraan atau akan
dilunasi saat pesta usai. Bahkan tidak jarang pihak pengundang hanya
mengirimkan dana DP tersebut melalui nomor rekening ketua grup musik tiup.
191
191
Kelompok pemain musik tiup kemudian mempersiapkan anggotanya
untuk memenuhi undangan yang telah disepakati bersama dengan orang yang
akan mengadakan upacara adat. Misalnya, untuk mengiringi pesta perkawinan,
kelompok musik tiup harus latihan agar tidak kehabisan persediaan lagu.
Namun adakalanya mereka tidak perlu latihan, karena dianggap telah memiliki
kemampuan memainkan lagu-lagu yang diminta. Umumnya ini dilakukan oleh
para pemain musik yang berpengalaman, termasuk di dalam grup musik tiup
Mangampu Tua dan Tambunan Musik.
Pemain musik tiup akan mencari lagu-lagu dengan suasana upacara
adat tersebut. Persiapan bagi pemain musik tiup biasanya dilakukan satu hari
penuh untuk menjaga kemungkinan terjadinya kesalahan yang akan terjadi saat
mengiringi acara-acara pada saat upacara berlangsung. Namun bagi kelompok
musik tiup lain, proses latihan tidak begitu penting karena anggapan mereka
hal itu tidak lagi sebagai hal yang harus dilakukan, karena mereka telah
menguasai kegiatan pesta adat dimaksud.
4.2.2 Tahap pelaksanaan upacara
Pada tahap ini dibuat berbagai aturan penting sesuai dengan permintaan
orang yang mengundang. Ditekankan bahwa peranan musik tiup di dalam
upacara tidak merupakan bagian dari adat, walaupun musik tiup itu mengiringi
tortor. Walaupun demikian, ada kalanya protokol yang meminta musik tiup
dalam memulai suatu repertoar lagu untuk mengiringi tortor yang sama
kedudukannya dengan protokol raja paminta pada ensembel gondang
192
192
sabangunan. Namun, sebagian peminta gondang dalam musik tiup tidak
mengucapkan prolog seperti gondang sabangunan.
Asumsi yang dikemukakan masyarakat dalam hal ini adalah karena
musik tiup dalam memulai suatu repertoar lagu untuk mengiringi tortor yang
sama kedudukannya dengan protokol raja paminta pada ensembel gondang
sabangunan. Namun, sebagian peminta gondang dalam musik tiup tidak
mengucapkan prolog seperti gondang sabangunan.
Asumsi yang dikemukakan masyarakat dalam hal ini adalah karena
musik tiup tadinya hanya digunakan di gereja beralih kepada nuansa adat,
sehingga tidak ada kata-kata yang tepat yang dibuat terhadap acara adat.
Istilah-istilah yang digunakan pada gondang juga digunakan oleh masyarakat
Batak Toba terhadap musik tiup pada berbagai upacara adat.
Pada setiap upacara adat seringkali penggunaan istilah tidak sama di
dalam berbagai upacara adat yang memakai musik tiup. Hal ini disebabkan
istilah yang digunakan sering harus disesuaikan dengan permintaan orang yang
mengundang. Kondisi ini menimbulkan ketidakseragaman pemakaian istilah
dalam upacara adat.
Dalam tahapan ini ada beberapa bentuk perlakuan untuk memberi nama
pada ensembel ini (dalam upacara perkawinan di Kota Medan), antara lain
sebagai berikut.
a. Mengadakan upacara adat dengan urutan dan tata cara seperti pada
penggunaan gondang untuk mengiringi tortor, yaitu dengan menggunakan
prolog tertentu dalam bentuk perumpamaan atau peribahasa dan kalimat
tersebut untuk meminta repertoar gondang. Kemudian setelah selesai
193
193
upacara adat dilanjutkan dengan upacara gereja atau kebaktian. Saat ini
musik tiup dipergunakan sebagai pengiring lagu-lagu gereja.
b. Mengadakan upacara gerejawi, setelah itu diserahkan kepada orang yang
mengadakan upacara adat. Dalam hal ini musik tiup hanya mengiringi
upacara gerejawi.
c. Menggunakan musik tiup hanya sebagai pengiring dalam arti hiburan pada
upacara adat tersebut, dan tidak ada kaitannya secara langsung dengan cara
kebaktian gereja maupun upacara adat.
d. Menggunakan musik tiup dengan gondang sabangunan sekaligus pada
upacara adat. Hal ini jarang sekali dilakukan.
Jenis-jenis pelaksanaan upacara adat tersebut tergantung pada
keinginan hati masyarakat yang melaksanakan upacara. Tidak ada peranan dari
kelompok musik tiup untuk mencampuri jalannya upacara adat, karena
kelompok musik tiup ini hanya berhak memainkan musik tiup sejauh mana
diminta oleh orang yang mengundang. Menurut keterangan yang diperoleh,
kelompok musik tiup sering memperoleh perlakuan seperti pemain gondang
sabangunan, yaitu menerima jambar. Perlakuan dalam memberikan jambar
pada para pemusik sudah dimulai sejak tahun 1970-an. Hal ini dilakukan untuk
memberi penghormatan sesuai adat Batak kepada dalihan natolu paopat sihal-
sihal. Perlu diketahui, itu hanya kebijaksanaan hasuhuton (pelaksana upacara),
bukan menjadi suatu syarat dan sering hal itu tidak dilaksanakan.
194
194
4.3 Produksi Musik Tiup dalam Upacara Adat Batak Toba
Salah satu faktor dipergunakannya musik tiup ini di luar gereja, ketika
pertama sekali dipakai dalam upacara adat karena keterbatasan ensambel
gondang sabangunan untuk digunakan sebagai perangkat pengiring dalam
acara adat itu. Alasan kedua, yang dianggap sebagai salah satu faktor ketika
dalam sebuah peristiwa ketika meninggalnya seorang pengusaha kaya dan
terhormat di Balige pada tahun 1950-an. Kematiannya yang belum memiliki
keturunan bagi orang Batak disebut mate ponggol, kematian yang tidak
diinginkan dalam kehidupan adat orang Batak. Hal seperti ini tidak akan
diperlakukan dengan adat Batak penuh. Sanksi yang diberlakukan menurut
konsep adat Batak, kematian seperti ini adalah tidak diadatkan, termasuk tidak
diperkenankan memakai musik dalam upacara penguburannya dengan iringan
gondang sabangunan (lihat hubungannya dengan konsep dalihan natolu).
Prestise hasangapon yang melekat membuat mereka menunjukkan
kewibawaan dengan mengundang musik tiup dalam upacara kematiannya.
Kedudukan musik tiup dalam kasus ini diperlakukan seperti pargonsi
(sebutan untuk pemain gondang sabangunan). Musik tiup dimintakan untuk
memainkan lagu-lagu ratapan andung dan lagu penghiburan kepada keluarga
yang ditinggalkan dengan repertoar bercirikan lagu-lagu rohani. Masyarakat
Batak yang menyaksikan upacara itu merasa terharu dan kagum melihat
pelaksanaan upacara tersebut. Dalam waktu yang relatif singkat timbul ide
masyarakat untuk menggunakan musik untuk alternatif pengganti gondang
sabangunan.
195
195
Bagan 4.1:Kedudukan Musik Tiup dalam Upacara Adat Batak Toba
Hal lain yang membuat musik tiup mendapat tempat dalam kegiatan
upacara adat Batak, adalah sulitnya menemukan kelompok ensembel gondang
sabangunan. Keberadaan mereka yang terbatas tidak dapat memenuhi berbagai
upacara adat Batak, karena hingga kini tidak ada dijumpai (sepengetahuan
penulis), sebuah sanggar atau lembaga pendidikan yang khusus mengajarkan
permainan perangkat ensembel gondang sabangunan secara intensif. Dalam
institusi pendidikan yang mengelola musik tradisional, didapati hanya sebatas
memberi pengertian dan mengajarkan teknik bermain dengan satu atau dua
buah lagu saja. Karena untuk menjadi seorang pemain musik dalam ensembel
gondang sabangunan, seorang musisi harus mengetahui banyak tentang adat
Batak Toba. Menjadi seorang pemusik gondang sabangunan harus melalui
proses yang sulit dan memakan waktu yang relatif lama.
196
196
4.3.1 Produksi musik tiup dalam upacara adat kematian saur matua
Pertama kali musik tiup dipakai dalam upacara adat kematian saur
matua merupakan hasil musyawarah anggota jemaat gereja, karena mereka
merasa telah bersatu dengan musik tiup yang telah pernah di dengar dan
disajikan pada saat acara kebaktian dan pada saat hari Natal dan Tahun Baru.
Mereka menganggap bahwa musik tiup dapat mempunyai dwifungsi (fungsi
ganda) di dalam penyajiannya, yaitu dalam upacara kebaktian dan upacara
adat. Musik tiup pada mulanya dipakai dalam upacara adat saur matua kira-
kira tahun 1950-an dan dipadukan dengan musik gondang sabangunan.
Pemakaian alat musik tiup ini digunakan untuk mengiringi lagu-lagu
dalam acara kebaktian dan juga dalam pelaksanaan adat secara keseluruhan.
Dalam pelaksanaan adat, musik tiup dibawakan untuk mengiringi tortor (tarian
Batak) selama upacara berlangsung. Dengan demikian musik tiup ini
merupakan alat bagi para panortor (penari) untuk melukiskan pemujaan dan
penghormatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, unsur-unsur dalihan natolu
dan juga terhadap seluruh masyarakat yang hadir pada upacara tersebut.
Sebelum unsur-unsur dalihan natolu paopat sihal-sihal (unsur kekerabatan
dalihan natolu dan unsur teman-teman yang meninggal dalam bentuk
kumpulan ataupun individu) memberikan kata-kata penghiburan kepada
keluarga berduka, mereka disambut dengan musik tiup dan tortor pihak
keluarga yang meninggal terlebih dahulu. Kerabat dalihan natolu memberikan
penghormatan kepada yang meninggal dan pihak keluarga dengan meminta
gondang pada kelompok musik tiup, sesuai dengan aturan permintaan gondang
dalam tradisi adat Batak Toba. Pada saat acara pemakaman, musik tiup juga
197
197
dipergunakan untuk mengiringi lagu-lagu yang diadopsi dari nyanyian rohani
Buku Ende orang Batak Kristen pada saat berlangsungnya pemakaman
tersebut.
4.3.2 Produksi musik tiup dalam upacara adat perkawinan
Seperti halnya dalam upacara adat saur matua, musik tiup juga
dipergunakan dalam mengiringi upacara adat perkawinan Batak Toba. Pada
upacara adat perkawinan Batak sekarang ini, musik tiup dimainkan pada saat-
saat tertentu, yaitu: (1) Pada saat penjemputan pengantin perempuan dari
rumah orangtuanya, yang dikenal dengan marsibuha-buhai. (2) Mengiringi
pengantin dari rumah menuju gereja. Prosesi ini biasanya menggunakan
kenderaan bak terbuka untuk pemain musik. (3) Pada saat pengantin memasuki
gedung pertemuan atau balai adat tempat pelaksanaan acara perkawinan adat
dilaksanakan, (4) Pada saat manjalo tumpak (menerima sumbangan partisipasi
adat dari para undangan), dan (5) pada saat mangulosi (menerima ulos dari dua
unsur dalihan natolu ditambah orang-orang yang mengasihinya).
198
198
Gambar 4.1: Suasana Musik Tiup dalam Upacara Perkawinan
Adat Batak Toba di Kota Medan
Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
Setelah selesai upacara pemberkatan pernikahan di gereja, maka kedua
pengantin beserta keluarga dan undangan lainnya akan meninggalkan gereja
dan bersiap sedia memasuki gedung dimana upacara adat akan dilaksanakan.
Masuknya pihak pengantin dan seluruh keluarga ke rumah adat ini disambut
dengan lagu-lagu yang dimainkan oleh musik tiup. Musik tiup ini akan terus
dimainkan sampai seluruh undangan memasuki gedung, sesuai dengan
kedudukannya masing-masing dalam adat. Selain mengiringi pengantin beserta
keluarga dan undangan memasuki gedung, musik tiup juga dimainkan pada
saat manjalo tumpak yaitu upacara menerima uang oleh kedua pengantin dari
para keluarga dan undangan lainnya. Musik tiup ini terus dimainkan selama
upacara manjalo tumpak tersebut. Terakhir sekali musik tiup dimainkan untuk
mengiringi upacara mangulosi yaitu memberikan ulos kepada pengantin dan
199
199
pihaknya oleh pihak parboru (pihak perempuan). Semua lagu-lagu yang
dibawakan oleh musik tiup ini tidak bersifat terikat dan umumnya lagu-lagu
yang dibawakan adalah lagu-lagu yang sering dibawakan dalam upacara
perkawinan antara lain lagu Anakonhi Do Hamoraon di Ahu berasal dari
Tapanuli Utara, Selayang Pandang berasal dari daerah Melayu, Poco-poco dari
Indonesia Timur, Lapaloma berasal dari Spanyol atau lagu-lagu rakyat
Tapanuli yang sedang populer.
4.3.3 Produksi musik tiup bukan dalam konteks adat
Dengan hadirnya musik tiup dalam kegiatan adat Batak Toba, membuat
segelintir orang memperlakukan kelompok musik ini sebagai media pelengkap
untuk kegiatan-kegiatan masyarakat Batak lainnya. Misalnya, musik tiup
dipakai untuk kegiatan keagamaan seperti Ibadah Raya kekristenan dalam
perayaan Natal atau Paskah, kegiatan kenegaraan untuk mengiringi lagu-lagu
Nasional dalam peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Republik Indonesia,
atau lainnya, kegiatan ulang tahun perseorangan orang Batak yang sudah tua
seperti jubileum pesta pernikahan, ulang tahun orangtua, kegiatan memasuki
rumah baru bahkan pesta horja pemugaran tugu, musik tiup dipakai untuk
berbagai kegiatan ini.
Demikian musik tiup dipergunakan dalam upacara adat pada
masyarakat Batak Toba, yaitu untuk mengiringi berlangsungnya upacara adat
yang akan dilaksanakan, baik upacara adat saur matua maupun upacara adat
perkawinan ataupun kegiatan di luar konteks adat Batak seperti yang telah
dikemukakan di atas.
200
200
4.4 Teknik Bermain Musik Tiup sebagai Bagian Proses Produksi
Repertoar lagu yang akan dimainkan musik tiup dalam sebuah pesta
adat, tidak memiliki nada dasar yang sama untuk setiap permainannya. Bila
lagu yang akan dimainkan untuk mengiringi lagu-lagu rohani akan disesuaikan
dengan nada dasar yang tertera dalam buku. Bagi kelompok musik tiup yang
memiliki pengalaman bermain selama bertahun-tahun, akan memainkan lagu
sesuai dengan kelompok suaranya tanpa melihat buku pedoman. Dalam sebuah
lagu yang ditentukan oleh peminta lagu, hanya dengan menyebut judul saja
para pemain masing-masing instrumen akan mengerti nada dasar apa yang
dipakai.
Dalam beberapa kasus kelompok musik yang memiliki anggota junior
yang belum memahami nada dasar repertoar lagu atau terdapat komposisi
melodi dan progresi akor lagu yang kurang dimengerti beberapa pemain musik,
salah seorang pemain yang mengerti lagu itu akan membuat tanda-tanda (sign)
kepada kelompoknya dengan kode jari tangan. Biasanya yang menjadi leader
untuk memberi petunjuk kode penjarian ini adalah pemain musik keyboard.
Kode komunikasi ini akan membantu pemain lain untuk lebih cepat mengerti
tanda-tanda yang dimaksudkan dalam permainan musik tiup.
Sistem kode penjarian (fingering code) yaitu pemberian kode jari
dilakukan oleh pemain yang paham akan lagu dan dapat dimengerti oleh
pemain lain. Biasanya kode sign itu dilakukan oleh pemain keyboard. Di awal
lagu, pemain keyboard akan memberi aba-aba untuk menunjukkan nada dasar
yang dimaksudkan. Untuk nada dasar dari F diberi lambang dengan satu jari
201
201
jempol tegak berdiri, nada dasar Bes diberi lambang dengan dua jari tegak
berdiri, hingga empat jari tegak berdiri menurut tangga nada bertanda mula
mol. Untuk nada dasar G dilambangkan dengan satu jari jempol tegak ke
bawah, nada dasar D dilambangkan dengan dua jari tegak ke bawah hingga
empat jari ke bawah untuk tangga nada bertanda mula kres.
Dalam praktik pertunjukan musikal grup musik tiup, sistem kode
penjarian ini sangat diperlukan dalam sebuah permainan musik tiup yang
berfungsi untuk mecegah kekeliruan pemain dalam menentukan nada dasar.
Kode-kode ini dipakai untuk memberitahu kepada pemain lainnya tentang
tanda nada dasar, tanda mengakhiri atau selesainya lagu, tanda lagu yang
diulang, tanda musik tengah (interlude), tanda instrumen musik saja yang
main. Beberapa tanda yang diberi melalui kode jari.
Posisi pemain keyboard yang menjadi leader dalam sebuah kelompok
musik tiup sangat menentukan, posisinya dalam memberikan tanda atau aba-
aba harus selalu dapat telihar jelas oleh seluruh pemain musik tiup. Biasanya
dia ditempatkan di sisi depan kiri atau kanan kelompok itu. Dalam setiap grup
musik tiup, kode penjarian itu tidak selalu sama, namun banyak yang
menyerupai.
4.5 Produksi Genre Sulim Keyboard dalam Upacara Adat Batak Toba
Keboard yang dimaksud dalam tulisan ini adalah salah satu jenis alat
musik elektronik yang berasal dari kebudayaan musik barat yang hingga kini
dipergunakan dalam mengiringi pesta adat masyarakat Batak Toba. Disebutkan
sebagai alat musik elektronik karena suara atau bunyi alat musik tersebut
202
202
dihasilkan melalui gelombang listrik yang digetarkan (proses elektronik). Cara
memainkannya adalah dengan menekan bilah-bilah nada (tuts) yang terdapat
pada alat musik tersebut. Susunan bilah-bilah nada mengikuti format tuts
piano, yaitu mulai dari tuts sebelah kiri dengan nada-nada rendah dan semakin
ke kanan nadanya semakin tinggi. Pengembangan yang berasal dari instrumen
organ dalam kelompok musik synthesizer dikenal dengan nama populer yakni
keyboard.
Setiap jenis keyboard setidaknya memiliki dua unsur yang paling
mendasar, yaitu: pertama, memiliki berbagai jenis program irama (style) musik
populer, seperti: pop, rock, disco, reggae, country, rumba, waltz, dan lain-lain;
dan kedua, memiliki berbagai jenis bunyi (voice) menyerupai bunyi musik
konvensional, baik bersifat akustik, maupun bersifat elektrik, seperti: gitar,
biola, drums, flute, dan lain-lain. Kedua unsur tersebut dapat dimainkan
(dibunyikan) secara bersama-sama atau secara tersendiri oleh seorang pemain
keyboard. Dengan demikian, seorang pemain keyboard dapat memainkan
musik secara lengkap, seperti musik yang dihasilkan sebuah band. Sebuah
band biasanya terdiri dari beberapa pemain musik, tetapi alat musik keyboard
hanya dimainkan oleh seorang pemain. Hal tersebut dapat terjadi karena alat
musik keyboard memiliki berbagai sistem otomatisasi seperti cara kerja
komputer yang bersifat all in one.
Beberapa jenis keyboard juga memiliki fasilitas yang memungkinkan
seseorang pemain dapat membuat program irama musik sesuai dengan
keinginannya. Hasil program tersebut dapat disimpan di dalam hard disk
keyboard sehingga sewaktu-waktu dapat dimainkan kembali. Alat musik
203
203
keyboard memiliki beberapa merek dan kemampuan tertentu, dan semuanya
merupakan produk kebudayaan Barat.1 Jenis musik yang dimainkan adalah
musik-musik populer, baik untuk musik yang bersifat instrumentalia, maupun
sekaligus untuk mengiringi seseorang bernyanyi (penyanyi).
Dalam kebaktian, pada dasarnya alat musik keyboard sudah merata
dipergunakan dalam gereja-gereja Lutheran di Sumatera Utara. Dalam
mengiringi nyanyian di gereja, keyboard dapat dimainkan untuk sistem four
part harmony mengikut teknik bermain pipe organ atau organ elektrik.
Kemampuan alat ini, dapat menyerupai produksi suara ensemble orchestra
yang dihasilkan seperti yang diinginkan oleh pemain musik. Seperti kelompok
suara strings, brass bahkan perkusi. Walaupun dalam praktiknya, banyak
pemain musik keyboard di gereja banyak menggunakan sistem progresi akor.
Lebih jauh, penggunaannya sekarang ini selalu dihadirkan pada setiap
kelompok musik tiup, fungsi dari instrumen keyboard ini menciptakan akord
dalam bermain bersama instrumen tiup sulim sebagai pembawa melodi sesuai
dengan perjalanan akord dan gaya musik yang diinginkan dalam sebuah
pertunjukan upacara adat bagi masyarakat pemakainya.
Irama lagu yang dimainkan menyerupai permainan style dari combo
band yang diprogram dalam midi atau quantize sesuai dengan kemampuan
keyboard tersebut. Pemusik keyboard menyebutkan program ini dengan :
gocci-gocci untuk irama cha-cha yang dipergunakan untuk mengiringi tortor.
1Keyboard yang diadopsi dari sistem kerja organ. Alat musik ini tidak saja diproduksi
oleh teknologi Eropa dan Amerika, tetapi juga telah diproduksi oleh Jepang, Taiwan, dan negara-negara Asia lainnya. Negara penghasil alat musik keyboard inidapat ditandai dai berbagai merek penciptanya yang beredar di Indonesia, khususnya Sumatera Utara, seperti: Casio, Yamaha, Technics, Korg, Roland, Medeli yang diproduksi dengan berbagai varian dan pengembangannya.
204
204
Gaya yang sudah tersedia dalam menu keyboard juga dipakai dalam mengiringi
lagu-lagu rohani atau lagu permintaan dari si pemilik pesta.
Keberadaan keyboard sulim dalam berbagai upacara adat Batak Toba,
sudah dipakai secara merata karena pelaku pesta dapat mengundangnya dengan
harga yang terjangkau tanpa mengurangi nilai pesta itu dapat disebut sudah
marmusik. Bentuknya yang portable lebih memudahkan untuk memindahkan
perangkat ini memenuhi panggilan pada tempat dan keadaan yang berbeda.
4.6 Produksi Lagu-lagu
Bagi musisi musik tiup jika mereka dimintakan gondang seperti pada
pargonsi dalam mengiringi upacara adat, mereka hanya mengikuti keinginan
dari peminta gondang. Bila gondangnya bersifat sedih, seperti saur matua,
kematian atau perpisahan, mereka menyajikan repertoar lagu yang bertempo
lambat. Jika yang diinginkan adalah repertoar lagu yang gembira seperti
siriang-riang, simonang-monang dan sebagainya, mereka akan menyajikan
repertoir lagu dengan tempo yang cepat. Namun menurut pengalaman mereka
(musisi musik tiup) beberapa kali, kadang-kadang orang yang memintakan
repertoar gondang bisa saja meminta gondang yang tidak pernah ada, mereka
akhirnya memainkan lagu apa saja yang sesuai dengan perkiraan musisi
terhadap tujuan dari peminta gondang dan sebagaimana pada semua lagu-lagu /
repertoar yang mereka sajikan, trumpet akan selalu lebih dulu membawakan
melodi, baru semua instrumen yang lain mengikuti.
Komposisi repertoir musik tiup, sejauh ini belum ada yang diciptakan
secara khusus untuk musik tiup. Semua komposisi lagu dalam repertoar musik
205
205
tiup adalah diambil dari lagu-lagu daerah lagu-lagu rohani Kristen, lagu-lagu
pop, bahkan lagu-lagu dari mancanegara.
Tabel 4.1: Produksi Berupa Substitusi Repertoar Lagu Musik Tiup Batak Toba di Kota Medan
No Judul Lagu Bentuk Repertoar Daerah 1 Tangan do Botohon Non Teks Mula-mula/somba Batak Toba 2 Pantun do Mula ni Ngolu Teks Mula-mula/somba Batak Toba 3 Sihutur Sanggul Non Teks Mangaliat Batak Toba 4 Tumba Sirege Tumba Non Teks Mangaliat Batak Toba 5 Sibukka Main Non Teks Mangaliat Batak Toba 6 A Tene Botou Teks Mangaliat Simalungun 7 Sapu Tangan Teks Mangaliat Batak Toba 8 Siantar Simalungun Teks Monang-monang Batak Toba 9 Ketabo Teks Monang-monang Mand. Angkola
10 Sinanggar Tullo Teks Monang-monang Batak Toba 11 Si Boru Enggan Teks Siriang-riang Mand. Angkola 12 La pa Loma Teks Siriang-riang Spanyol 13 Balendang Paca-paca Teks Siriang-riang Ambon 14 Siantar Man Teks Siriang-riang Pop Indonesia 15 Goyang Anak Deli Teks Siriang-riang Melayu 16 Biring Manggis Teks Siriang-riang Karo 17 Tirismo Teks Siriang-riang Pakpak 18 Namarbaju na so malo Teks Siriang-riang Batak Toba 19 Anak Medan Teks Siriang-riang Batak Toba 20 Tolu Sahundulan Teks Sampurnameme Simalungun 21 Si Tolu Sada Ina Teks Sampurnameme Batak Toba 22 Si Raja Nai Ambaton Teks Sampurnameme Batak Toba 23 Si Raja Lontung Teks Sampurnameme Batak Toba 24 Eme ni Simbolon Teks Sampurnameme Batak Toba 25 Marragam-ragam Teks Sampurnameme Batak Toba 26 Anakonhi do Hamoraon Teks Saur Matua Batak Toba 27 Ida Gambir Teks Parorot Simalungun 28 Boru Hasianku Teks Parorot Batak Toba 29 Ulos Pansamot Teks Parorot Batak Toba 30 Di Aekk si Bulbulan i Teks Parorot Batak Toba 31 Parombus-ombus do Teks Sibane-bane Batak Toba 32 Selayang Pandang Teks Sibane Band Melayu 33 Malala Rohangki Teks Parsirangan Batak Toba 34 Dang Gulut di Arta Teks Sitorop Pinoppar Batak Toba 35 Ema da Tutu Non Teks Hasahatan/Sitio-tio Batak Toba 36 Sahat-sahat ni Solu Teks Hasahatan/Sitio-tio Pop Indonesia
Tidak ada konsistensi bahwa lagu-lagu tersebut dipakai dalam judul
baru, dia bisa berpindah “sesuka hati” menurut pemainnya. Lagu-lagu itu akan
dapat berubah pada saat yang berlainan. Misalnya, pada saat lagu yang dipakai
206
206
sebagai repertoir gondang mula-mula adalah tangan do botohon, tetapi di saat
berikutnya repertoar gondang mula-mula sudah menjadi lagu pantun do mula
ni ngolu, demikian juga sebaliknya. Pola kadensa yang umum digunakan dalam
repertoar musik tiup, dengan lagu sahat-sahat ni solu memiliki karakteristik
berbeda pada setiap daerahnya.
Mangampu tua yaitu dahulu ada latihan musik dikantor 1xseminggu
dari jam 2 sampai jam 5 tetapi sekarang tidak ada lagi kecuali ada lagu yang
baru harus latihan. Lagu-lagu yang sering dinyanyikan Kasihnya Seperti
Sungai, Hupuji Ma Haleluya, Anak Medan, Marolop-olop, Hamamere, dan
lain-lainnya. Berikut adalah contoh produksi lagu Gondang Mula-mula yang
disajikan di dalam ensambel musik tiup.
208
208
Dilihat dari sajian di atas, secara umum tekstur musik disajikan secara
polifoni. Digunakan dua saksofon, yaitu saksofon alto dan saksofon tenor, kedua-
duanya membawakan melodi yang berbeda dan ritme yang berbeda pula. Namun
bersama trumpet, sausafon, dan trombon—membentuk jalinan harmoni polifoni.
Sementara itu trombon membawakan teknik up beat yang dalam ensambel
gondang sabangunan dilakukan oleh ogung doal. Sausafon selain memberikan unsur
harmoni sekali gus juga melakukan teknik apergiasi, yaitu memainkan nada-nada akor
tetapi dalam jalinan melodi dan ritmik yang diulang-ulang
Gambar 4.2: Salah Satu Pertunjukan Musik Tiup
Mangampu Tua di Kota Medan
Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
209
209
Lagu-lagu yang dibawakan sesuai dengan permintaan pemesan yang
paling sering dibawakan pada pesta yaitu lagu yang lazim dipertunjukkan
dalam ensambel uning-uningan, yaitu: Sakkae Horbo, Pinasa Sidung,
Dungon,dan lain-lainnya. Begitu juga dengan lagu-lagu opera Batak, seperti:
Raja Doli, Tinittip Sanggar, Hotel, Sawan, dan lain-lainnya.
4.7 Produksi Tambahan
Adapun manajemen produksi yang dihasilkan oleh grup musik
Tambunan yaitu shooting video, fotografi, musik tiup, sulim keyboard (sulkib),
dan musik tiup ditambah gondang. Sedangkan manajemen produksi yang
dihasilkan grup musik Mangampu Tua yaitu shooting video, fotografi, musik
tiup ditambah gondang, les (kursus) saxophone, catering pesta, menyewakan
ulos, serta menyewakan sound system. Adapun masalah-masalah yang dihadapi
dalam manajemen produksi ini yaitu kerusakan alat sound system yang
disewakan karena tidak dijaga dengan baik oleh si penyewa. Produksi yang
dihasilkan ini paling sering dipakai oleh masyarakat Batak pada umumnya
untuk acara pernikahan, ulang tahun pernikahan dan upacara kematian saur
matua.
210
210
Gambar 4.3: Penulis Bersama Kelompok Musik Tiup Mangampu Tua
Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
211
BAB V
MANAJEMEN PEMASARAN
Dalam hukum ekonomi, baik ekonomi mikro maupun ekonomi mikro,
pemasaran menjadi ujung tombak sebuah usaha, termasuk
perusahaaperusahaan besar, seperti halnya Badan Usaha Milik Negara, maupun
usaha-usaha menengah dan kecil, seperti halnya grup-grup musik tiup di dalam
kebudayaan Batak Toba. Pemasaran berkait erat bagaiman memperkenalkan
produk baik barang maupun jasa kepada para konsumen.
Dalam kaitannya dengan pemasaran di dalam grup-grup musik tiup
Batak Toba di Medan ini, maka setiap grup memiliki sendiri kebijakan mereka
dalam pemasaran. Namun demikian, secara umum, pemasaran yang mereka
lakukan umumnya mencakup: (a) promosi, (b) media dan sarana pengenalan
kelompok musik tiup, (c) negosiasi biaya pertunjukan, (d) pengenalan
pimpinan dan pemusik, dan hal-hal sejenisnya.
5.1 Diberitakan secara Lisan
Manajemen pemasaran yang dilakukan kedua kelompok musik tiup ini,
yaitu Mangampu Tua dan Tambunan Musik adalah melalui aspek-aspek
kelisanan. Dalam hal ini, keberadaan kedua kelompok musik tersebut
disampaikan oleh para pengurus (pimpinan dan seniman musik) kepada semua
orang yang dikenal atau baru dikenalnya.
Isi pesan komunikasi lisan dalam hal ini adalah tentang adanya grup
musik yang mereka adalah sebagai anggota grup tersebut. Kemudian kepada
212
212
orang yang menerima pesan (komunikan) yang nantinya diharapkan akan
mengundang atau menggunakan jasa seni pertunjukan musik grup ini,
diceritakan tentang keberadaan grup musik tiup tersebut, terutama keunggulan-
keunggulannya baik dari sisi keunggulan produk maupun harga. Namun dalam
hal ini menurut kedua pimpinan kelompok musik tiup tersebut, mereka tidak
menjelek-jelekkan kelompok lain, atau berpromosi negatif terhadap grup musik
lain, dan berpromosi positif terhadap kelompok musik mereka sendiri. Mereka
hanya mengkomunikasikan apa-apa yang menjadi keunggulan di dalam
kelompok ini. Termasuk juga pengalaman-pengalaman grup tersebut
melakukan pertunjukan.
Satu hal yang penting dicatat di sini, umumnya dalam menceritakan
pengalaman grupnya ini, para penyampai pesan selalu menceritakan
pengalaman-pengalaman mereka diundang mengisi pertujukan musik pada
upacara-upacara pejabat (eksekutif, legislatif, maupun yudikatif) baik di
peringkat kabupaten dan kota, provinsi, maupun nasional. Tujuan utama
promosi kelisanan seperti ini adalah untuk meyakinkan secara psikologis
terhadap para calon pengundang mereka selanjutnya.
Menurut penjelasan dua kelompok musik tiup ini, yaitu Bapak M.
Silaban untuk Mangampu Tua dan S. Tambunan untuk Tambunan Musik, jika
orang yang diberikan informasi tersebut faham dan bisa berbahasa Batak, maka
mereka cenderung menggunakan bahasa Batak. Jika sebaliknya, tidak begitu
faham bahasa Batak, maka mereka cenderung menggunakan bahasa nasional
yaitu bahasa Indonesia.
213
213
Selanjutnya menurut penjelasan keduanya, sasaran komunikasi atau
komunikan dalam strategi pemasaran ini adalah khalayak batak Toba pada
umumnya. Pemasaran secara lisan ini juga dilakukan kepada jemaat gereja-
gereja Batak Toba, terutama HKBP. Mereka juga selalu mendiskusikannya
dengan para pendeta mengenai kedudukan musik tiup yang selaras dengan
ajaran-ajaran Kristen. Dalam rangka promosi adakalanya kedua kelompok
musik tiup ini menawarkan diri untuk bermain musik secara gratis untuk
kepentingan gereja. Mereka berharap bahwa masyarakat Batak Toba secara
umum memiliki persepsi bahwa mereka juga perduli terhadap pelayanan dan
pewartaan Injil di manapun. Mereka tidak semata-mata menjadikan musik tiup
ini sebagai murni sarana bisnis.
Kemudian mereka juga berpesan kepada para warga Batak Toba yang
telah menerima cerita tentang grup musik ini untuk menceritakan lebih jauh
kepada para komunikan selanjutnya. Jadi pola komunikasi interpersonal, dan
komunikasi berbagai arah sangat diharapkan terwujud dalam konteks
mengenalkan grup musik tiup ini.
5.2 Promosi Melalui Kartu Nama dan Plankat
Selain itu manajemen pemasaran yang dilakukan grup musik tiup
Mangampu Tua dan Tambunan Musik adalah memberikan kartu-kartu nama
yang telah mereka cetak, kepada keluarga atau saudara-saudara dekatnya. Juga
membagi-bagikan kartu nama pada saat acara pesta kumpulan keluarga.
Selain itu, kedua kelompok musik tiup ini membuat plankat grup musik
yang dipancangkan di depan jalan besar markas kegiatan mereka, yang dapat
214
214
terlihat oleh orang banyak. Seterusnya teknik promosi dalam rangka pemasaran
ini adalah dengan cara mengunjungi kenalan atau saudara yang sudah sakit,
terutama dalam kondisi sakit parah (biasanya dirawat di rumah sakit), agar
menggunakan grup musiknya dalam berbagai upacara adat Batak. Menurut
penjelasan kedua grup musik tiup ini, biasanya yang terjadi seringkali pihak
keluarga dekat grup musik ini meminta diskon ataupun meminta harga yang
miring dari harga sebenarnya sehingga membuat grup musik ini kadang
mengalami berkurangnya uang masuk bagi grup musik ini.
Berikut ini adalah isi yang terdapat di dalam kartu nama kedua grup
musik tiup yang menjadi kajian di dalam tesis ini.
(A) Mangampu Tua, isi kartu nama mereka adalah yang pertama nama
grum itu sendiri. Kemudian diikuti dengan alamat lengkapnya di Kota
Medan ini. Baru kemudian adalah nomor telefon maupun handphone
yang biasa dihubungi dalam rangka memesan produksi pertunjukan
musik mereka. Sesudah itu jasa-jasa atau produksi apa saja yang bisa
dilayani oleh kedua grup musik tiup ini. Lengkapnya isi kartu nama
Mangampu Tua adalah sebagai berikut.
Jal
MANGAMPU TUA MUSIK Jln. Bahagia No. 23/ Jln. A.R. Rahman Hakim,
No. 324 Medan Telepon: (061)7364125
HP: 08120649931 Menyediakan jasa musik keyboard untuk semua upacara
dalam adat Batak, shooting video, foto, catering, dan lain-lain.
215
215
Seterusnya ini kartu nama grup musik tiup Tambunan Musik ini adlaah
sebagai berikut.
Jal
Selain kartu nama, kedua kelompok musik ini juga menggunakan media
plankat grup. Pesan komunikasi atau isi informasi dari plankat nama ini, juga
tidak jauh berbeda dengan kartu nama grup musik tiup tersebut. Di dalam
plankat nama ini tertera nama grup. Kemudian disusul dengan alamat lengkap
markas (kantor) mereka di Kota Medan ini. Setelah itu nomor telefon yang bisa
dihubungi untuk memesan mereka jika diperlukan jasa pertunjukan musiknya.
Selengkapnya kedua plankat dari kedua grup musik tiup ini dapat dilihat pada
dua gambar berikut.
TAMBUNAN MUSIK Jln. Menteng Raya
Gang Samaria No, 2 Medan
HP: 08126411404 Menyediakan pertunjukan musik keyboard untuk acara-
acara dalam adat Batak, shooting video, foto, catering, dan lain-lain. Dijamin memuaskan.
216
216
Gambar 5.1: Plankat Mangampu Tua Musik di Depan
Halaman Rumah M. Silaban
Sumber: Dokumentasi, Elisabeth Purba, 2015
217
217
Gambar 5.2: Plankat Tambunan Musik di Depan
Halaman Rumah S. Tambunan
Sumber: Dokumentasi, Elisabeth Purba, 2015
218
218
5.3 Strategi Pemasaran dengan Diskon Biaya Pertunjukan
Seterusnya selain dari media komunikasi kartu nama dan plankat, maka
kedua kelompok msuik tiup di Kota Medan ini juga menawarkan diskon biaya
pertunjukan, yang besarannya adalah tidak melebihi 10 % dari harga biasa atau
harga standar. Tujuan utama diskon ini adalah untuk menarik peminat yang
akan memakai jasa mereka dalam sebuah upacara adat atau acara lainnya di
dalam kebudayaan Batak Toba.
Menurut tuturan kedua pemimpin grum ini, dengan strategi promosi
dengan diskon, maka itu akan dapat menaikkan jumlah konsumen atau calon
penanggap mereka untuk berbagai keperluan budaya Batak Toba ini. Strategi
diskon ini mereka akui sebagai salah satu bentuk kegiatan ekonomi di bidang
apapun. Tujuannya untuk lebih menarik minat konsumen dan juga
menyesuaikan dengan kemampuan keuangan konsumen.
5.4 Perluasan Genre Produksi Pertunjukan Musik
Grup musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan Musik walaupun
mengkhususkan aliran musiknya kepada tradisional Batak Toba. Namun,
mereka juga meningkatkan kualitas dan kuantitas musik dalam grup musik
Tambunan dan Mangampu Tua, ke arah yang lebih baik dan lebih luas lagi
agar semua masyarakat bisa menikmati tidak hanya suku Batak Toba saja.
Menurut penjelasan kedua pemipin grup ini, semakin majunya
perkembangan musik di Indonesia ke arah musik yang lebih modern seperti
jazz, R&B (Rhythm and Blues), rock’nroll, pop, maka tentu saaj untuk
mengikuti perkembangan tersebut, kelompok musik tiup Batak Toba ini juga
219
219
mengadopsi pertunjukan dari genre-genre tersebut yang disesuaikan dengan
kebutuan upacara dan acara di dalam kebudayaan. Dengan strategi seperti ini,
mereka pun mempromosikanya dalam manajemen pemasaran, sehingga banyak
orang menghendaki dan memesan pertunjukan musikal mereka dalam fungsi
yang terus meluas dari waktu ke waktu.
5.5 Promosi Melalui Cara Menjaga Kepercayaan Pelanggan
Selain itu, dalam meningkatkan daya saing, kedua grup ini melakukan
strategi pemasaran dengan cara menjaga kepercayaan pelanggan. Strategi ini
mencakup aspek psikologis, artistik, teknis, dan religius.
Menurut penjelasan dari kedua pimpinan grup musik tiup ini, dalam
rangka menjaga kontinuitas kebaradaan mereka, salah satu strategi pemasaran
yang mereka lakukan adalah dengan cara menjaga kepercayaan pelanggan. Ini
bermakna bahwa pelanggan adalah orang yang telah percaya kepada mereka,
baik dari segi kedekatan psikologis maupun pertunjukan musikal yang mereka
tampilkan. Kedekatan psikologis dengan para pelanggan tersebut dilakukan
dengan cara berkomunikasi saat-saat tertentu atau ketika mereka dalam waktu
luang berdiskusi atau berbincang-bincang segala hal di dalam konteks
kebudayaan, baik itu isu-isu: politik, ekonomi, seni, sosial, budaya, dan lain-
lain. Semua ini dilakukan agar silaturrahmi (hubungan sosial) tetap terjaga dan
mereka menjadi semakin dekat lagi. Dampak positifnya, jika si pelanggan atau
kerabatnya memerlukan pertunjukan musik untuk upacara adat atau acara
lainnya di dalam kehidupan mereka, maka pasti saja akan menggunakan grup
musik tersebut.
220
220
5.6 Menjaga Kualitas Pertunjukan
Seterusnya dalam strategi pemasaran ini, yang tidak dilakukan secara
langsung adalah dengan cara setiap grup musik tiup ini menjaga kualits
pertunjukan. Yang mereka maksud dengan kualitas pertunjukan adalah
pertujukan musikal grup musik tiup yang mencakup: rapi dan teraturnya
pertunjukan, komposisi musik yang estetik menurut selera orang-orang Batak,
penggunaan lagu-lagu yang sesuai dengan tuntutan zaman, juga memelihara
lagu-lagu tradisi sebagai identitas yang memperkuat kebudayaan Batak.
Begitu juga kualitas penampilan di panggung yang mencakup sound
system yang baik, penampilan pemusik dan penyanyi dengan baik, jika perlu
dalam pertunjukan di waktu malam dikelola tata cahaya dan tata panggung
yang eksotik dan menarik. Selain itu juga tata busana, make-up, gaya
panggung, dan sejenisnya dijaga kualitasnya oleh grup-grup musik tiup di Kota
Medan ini. Seterusnya dalam rangka menjaga kualitas tersebut, walau mereka
tidak melakukan latihan, karena hampir setiap hari ada pesanan pertunjukan
musik kepada mereka, mereka pun terus mengasah ketrampilan (virtuoso)
bermusiknya, termasuk juga penggarapan komposisi-kompoisi musik dengan
pengalaman-pengalaman dan ilmu musik yang baru. Demikian salah satu
strategi pemasaran yang mereka lakukan.
5.7 Menyediakan Berbagai Pilihan Biaya Pertunjukan
Seterusnya, dalam rangkla strategi pemasaran ini, maka kedua grup
musik tiup tersebut yaitu Mangampu Tua dan Tambunan Musik, menyiasati
221
221
kemampuan ekonomis dan selera konsumen dengan cara menyediakan
berbagai bentuk pertunjukan dengan biaya yang berbeda-beda. Hal ini mereka
lakukan berdasarkan pengalaman di lapangan. Bahwa di antara para konsumen
tersebut ada yang menginginkan bentuk pertunjukan yang sederhana saja
seperti genre sulkib (sulim dan keyboard), atau keyboard dan trio vokal. Yang
penting bagi mereka dalam upacara yang mereka selenggarakan disertai dan
diwarnai pertunjukan musikal yang berciri Batak, namun dengan bentuk dan
tampilan yang relatif sederhana.
Selain itu, grup-grup musik ini juga menyediakan pertunjukan musik
yang lengkap, yang terdiri dari pemain dan pemusik: trumpet, saksofon,
trombon (bisa ditambah sausafon) untuk kategori brass atau tiupnya, ditambah
drum trap set, gitar bas, keyboard, bila perlu ada penyanyi. Tak jarang
ensambel yang dianggap lengkap ini, perlu dilengkapi lagi dengan ensambel
gondang sabangunan. Itu semua menyesuaikan dengan permintaan konsumen,
yang tentu saja berdasar kepada kemampuan ekonomi, selera musikal, filsafat
interksionisme simbolik, dan sejumlah faktor budaya dan sosial lainnya.
Demikian kira-kira kajian manajemen pemasaran grup musik tiup Mangampu
Tua dan Tambunan Musik.
222
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Setelah diuraikan dan dikaji secara meluas dan mendalam dari Bab I
sampai V, maka pada Bab VI, disimpulkan hasil penelitian yang penulis
lakukan terhadap dua grup (kelompok) musik tiup di Kota Medan, yaitu
Mangampu Tua dan Tambunan Musik. Adapun kesimpulan ini dibuat untuk
menjawab secara umum tiga pokok masalah yang telah ditetapkan di bab satu.
Ketiga pokok masalah tersebut adalah: manajemen organisasi, manajemen
produksi, dan manajemen pemasaran. Hasilnya disimpulkan sebagai berikut.
(A) Manajemen organisasi Mangampu Tua berdasarkan kepada
manajemen tradisi kelompok-kelompok musik yang lazim terdapat di dalam
kebudayaan Batak Toba. Manajemennya sangat tergantung kepada ketua atau
pemimpin organisasi musik tiup ini, bahkan ketua ini selalu juga dijuuki
sebagai pemilik organisasi musik tiup. Dalam hal ini Mangampu Tua diketuai
dan dimiliki oleh M. Silaban. Namun demikian, wewenang keorganisasian
tidak menumpu secara penuh kepada pimpinan grup. Di dalam grup
Mangampu Tua ini diangkat pula seorang pemimpin musik, yang
menanggungjawabi pertunjukan dan pembagian honor pemain. Ketua
kelompok ini tampaknya ingin membagi kekuasaan dan wewenang organisasi
kepada anggotanya. Di bawah ketua musik, ada beberapa pemusik, baik itu
pemusik alat-alat tiup: saksofon, trombon, trumpet, sulim, maupun pemusik
petik dan ritmik: gitar bas, gitar string, dan gondang, jua pemusik elektrofon
yaitu pemain keyboard. Secara organisatoris, ketika awal perkembangan musik
223
223
tiup dan mengalami kejayaan, sebahagian besar pemain musik adalah anggota
tetap grup ini, namun kini sesuai perkembangan zaman ketika begitu banyak
muncul grup-grup sejenis yang mengakibatkan kurangnya pesanan
pertunjukan, maka sebahagian besar pemain musik Mangampu Tua bersifat
freelance.
Sementara tidak begitu jauh berbeda dengan Mangampu Tua, kelompok
musik tiup Tambunan Musik juga mendasarkan organisasi sebagaimana yang
lazim organisasi kesenian yang terdapat dalam budaya Batak Toba, yang
menumpukan peran utama kepada pemimpin grup. Dalam hal ini pemimpin
tersebut adalah Bapak S. Tambunan. Sedikit agak berbeda dengan Mangampu
Tua yang merekrut anggota (pemusik) berdasarkan pertemanan dan keahlian
bermusik, maka kelompok musik tiup Tambunan Musik, menurut penulis lebih
mengedepankan anggota-anggota satu marga yaitu marga Tanmbunan, walau
tidak semuanya. Alasan keluarga dan kekerabatan adalah menjadi dasar
perekrutan dan penetapan anggota. Kemudian juga agak berbeda dengan
Mangampu Tua yang membagi unsur organisasi ke dalam tiga golongan, yaitu
ketua grup, ketua pemusik, dan para pemusik—maka grup Tambunan musik
hanya menggunakan dua unsur organisasi saja yaitu ketua grup, dan pemusik.
Namun demikian, untuk mengawal jangan sampai terjadinya kekosongan
pemain, grup ini membagi dua kelompok pemain musik, yaitu mereka yang
semi tetap dan mereka yang freelance.
Masih dalam kaitan manajemen organisasi ini, terutama manajemen
keuangannya, Mangampu Tua membagi pendapatan dengan besaran yang
sedikit lebih besar dibanding dengan Tambunan Musik, yaitu kepada pemilik
224
224
(pemimpin) yaitu 30%, sisanya 70% dibagi-bagi untuk semua pemain musik.
Sebaliknya, pada grup Tambunan Musik, 20 % untuk pemilik, dan 10% untuk
transportasi juga disetor ke pemilik, jadi kumulatif 30%. Sisanya yang 70%
dibagi sama rata kepada seluruh pemusik. Ini yang sedikit membedakan
manajemen keuangan kedua grup musik tiup ini.
(B) Manajemen produksi Mangampu Tua dan Tambunan Musik adalah
relatif sama. Produksi yang dihasilkan kedua kelompok musik tiup ini adalah
berbentuk pertunjukan musikal. Lagu-lagu yang disajikan adalah lagu-lagu
Batak Toba tradisi, lagu populer Batak Toba, lagu-lagu populer daerah
Sumatera Utara, lagu-lagu daerah lain dari Nusantara, lagu-lagu populer
nasional, bahkan lagu-lagu populer dunia.
Dalam rangka memproduksi pertunjukan musikal ini, baik kelompok
musik tiup Mangampu Tua maupun Tambunan Musik selalu melihat dalam
konteks upacara apa produksi tersebut disajikan. Jika untuk upacara yang
bersifat ritual, maka produksi pertunjukan musikal ini akan menggunakaan
repertoar-repertoar yang lazim digunakan di dalam tradisi ritual tersebut,
namun ditambah dengan lagu-lagu lainnya ketika masuk ke acara yang bersifat
hiburan.
Pada era-era awal pertumbuhan kedua kelompok musk tiup ini, ada
jadwal-jadwal latihan khusus dalam rangka memproduksi pertunjukan musikal
yang digunakan untuk berbagai upacara di dalam adat Batak Toba di Medan
atau di luar Medan. Namun seiring berjalannya waktu dan seringnya mereka
melakukan pertunjukan sesuai dengan pesanan dari para pihak penyelenggara
upacara, maka mereka merasa tidak perlu melakukan latihan, karena rata-rata
225
225
setiap harinya mereka melakukan pertunjukan dan bertemu di dalam
pertunjukan tersebut. Maka bagi mereka, pertunjukan musikal tersebut adalah
juga sekaligus sebagai sarana latihan dalam rangka mendukung produksi seni
pertunjukannya.
(C) Manajemen pemasaran yang dilakukan kedua kelompok musik tiup
ini dapat dikatakan sama. Keduanya menggunakan cara pemasaran melalui: (i)
diberitakan secara lisan, (ii) promosi melalui kartu nama dan plankat; (iii)
strategi pemasaran dengan diskon biaya pertunjukan; (iv) perluasan genre
produksi pertunjukan musik; (v) promosi melalui cara menjaga kepercayaan
pelanggan; (vi) menjaga kualitas pertunjukan, dan (vii) menyediakan berbagai
pilihan biaya pertunjukan
6.2 Saran
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, dengan rendah hati penulis bersedia untuk diberikan saran atau
kritik yang membangun agar tulisan ini lebih baik lagi. Penulis juga
memberikan saran kepada masyarakat Batak Toba agar kiranya tetap
memelihara dan memberikan perhatian terhadap kebudayaan yang ada baik
seni musik, seni vokal, tortor, sastra, dan lain-lainnya.
Khusus dalam menyikapi keberadaan musik-musik tipu di dalam
kebudayaan Batak Toba, termasuk yang berada di Medan, yang sebenarnya
mereka memiliki berbagai masalah, maka diperlukan solusi-solusinya seperti
saran berikut ini.
226
226
(i) Solusi dalam menangani masalah banyaknya muncul grup musik tiup.
Semakin berkembangnya zaman, semakin berkembang pula grup musik tiup di
kota Medan. Oleh karena itu, grup musik Tambunan dan Mangampu Tua harus
memiliki kualitas dan keunikan yang berbeda dari grup musik yang lainnya
agar mereka dapat tetap dikenal sebagai salah satu musik tiup yang berciri khas
yang unik dengan grup musik lainnya. Adapun usaha yang dilakukan oleh grup
musik tiup Tambunan yaitu mereka membuat grup musik tiup yang berciri
khas tradisional adat upacara Batak Toba dengan harga yang dapat dijangkau
oleh semua lapisan masyarakat. Hal ini juga dilakukan oleh grup musik
Mangampu Tua, mereka juga mempunyai ciri khas traadisional adat upacara
Batak Toba dengan harga yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Tetapi alat musik tradisional Mangampu Tua lebih lengkap dari pada alat
musik tradisional Tambunan karena Mangampu Tua memiliki alat tradisional
kecapi.
Grup musik tiup Tambunan dan Mangampu Tua memiliki kesamaan
dan letak lokasinya berdekatan sehingga mereka saling bersaing. Dan disini
dibutuhkan pelayanan yang baik dan dapat menarik perhatian semua
masyarakat. Keahliaan dan keramahtamahan para pemain musik juga
diperlukan untuk mengambil rasa simpatik masyarakat untuk menggunakan
jasa grup musik ini dengan nyaman dan dapat bertahan lebih lama dikalangan
semua masyarakat.
Grup musik tiup Tambunan dan Mangampu Tua juga harus
mempromosikan grup musiknya dengan membuat kartu nama dan brosur agar
227
227
semua masyarakat dapat mengetahui dan dapat menggunakan jasa grup musik
tiup Tambunan dan Mangampu Tua.
(ii) Solusi dalam menangani masalah sistem manajemen sumber daya
manusia. Sumber daya manusia yang ahli dan terampil sangat dibutuhkan di
dalam semua organisasi manapun. Sumber daya manusia yang ahli dan
terampil akan pasti membawa keberuntungan dan keberhasilan bagi organisasi
tersebut karena mereka bekerja dan berkarya dengan penuh tanggung jawab
dan dengan profesional. Demikian juga halnya dengan organisasi budaya seni,
organisasi budaya seni membutuhkan para pemusik yang ahli, terampil,
profesional dan penuh tanggung jawab.
Untuk membentuk karakter sumber daya manusia diperlukan
pengembangan karakter yang baik, pengarahan, motivasi dan masukan yang
baik agar seseorang tersebut dapat menjadi sumber daya manusia yang lebih
baik lagi dalam mengembangkan kepribadiannya. Pribadi yang baik akan
membuat nama organisasi tersebut terkenal citranya dengan baik oleh
masyarakat sehingga masyarakat nyaman untuk menggunakan jasa grup musik
tradisional Tambunan dan Mangampu Tua. Grup musik Tambunan sudah
sangat terkenal bagi masyrakat karena grup musik Tambunan merupakan salah
satu grup musik tiup yang paling lama di kota Medan dan grup musik
Mangampu Tua juga merupakan grup musik yang sudah dikenal masyarakat.
(iii) Solusi dalam menyelesaikan masalah manajemen produksi
pertunjukan pentas seni grup Mangampu Tua dan Tambunan Musik. Pentas
seni yang baik dan bagus sangat mendukung pertunjukkan seni yang dilakukan
para pemusik. Peralatan dan perlengkapan musik yang baik dan bagus juga
228
228
mempengaruhi bagus atau tidaknya pertunjukkan seni tersebut. Dengan
demikian pentas yang layak pakai itu harus mendukung berjalannya
pertunjukkan seni seperti ruangan yang layak pakai tidak terlalu kecil, listrik
yang baik, keamanan yang baik, peralatan musik yang baik dan tata letak yang
baik.
(iv) Solusi dalam menangani masalah manajemen keuangan dan sistem
penggajian. Manajemen keuangan yang baik juga mempengaruhi maju atau
tidaknya suatu organisasi. Demikian halnya dengan grup musik Tambunan dan
Mangampu Tua jika manajemen keuangannya baik maka keuangan dan
kesejahteraannya meningkat juga. Gaji dan honor para pemusik dibagi rata
bagi pemilik musik yaitu 70 % untuk Mangampu Tua dan Tambunan Musik 80
%. Pemilik membagi sama gaji para pemusik karena agar tidak ada yang
merasa dikhususkan jadi semua pemusik sama bagi pemilik. Jadi disini tidak
ada istilah pemusik yang senior dan junior karena para pemusik tidak terikat
kontrak tetapi sistem bebas memilih kerja kepada grup mana saja (freelance).
Tetapi kadang kala pemilik kesulitan untuk mencari para pemusik sehingga
solusi dalam masalah ini harus ada dibuat para pemusik yang menetap dan
terikat kerja sama jadi apabila mereka dipanggil bermain musik mereka tidak
berhalangan jika mereka berhalangan harus mencari pengganti mereka.
(v) Solusi dalam menangani masalah manajemen produksi. Adapun
solusi dalam masalah manajemen produksi khususnya dalam hal menyewakan
alat-alat musik dan sound system yaitu dengan memberikan sanksi atau
hukuman bagi penyewa jika terjadi hal-hal yang tidak memungkinkan seperti
kerusakan ataupun hilangnya alat-alat musik dan sound system. Sanksi atau
229
229
hukuman ini harus secara tertulis dan harus memakai matrai kedua belah pihak
yang memberikan sewa dan yang si pemakai barang sewaan. Dengan demikian
kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan.
(vi) Solusi dalam menyelesaikan masalah manajemen pemasaran.
Manajemen pemasaran yang baik akan mempengaruhi meningkatnya produk
penjualan suatu organisasi. Demikian halnya dengan organisasi seni,
pemasaran yang baik dan semakin banyaknya promosi akan dikenal
masyarakat banyak dan banyak masyarakat akan menggunakan jasa grup
musik tersebut. Grup musik Tambunan dan Mangampu Tua melakukan
pemasaran grup musiknya dengan membuat kartu nama, brosur, dan plankat di
jalan besar yang dapat dengan mudah dilihat masyarakat banyak. Grup musik
Tambunan dan Mangampu Tua juga melakukan promosi kepada pihak
keluarganya seperti di Serikat Tolong Menolong (STM) acara keluarga dan
juga di gedung-gedung pesta serta di gereja. Grup musik Tambunan dan
Mangampu Tua juga melakukan promosi di rumah sakit jika ada pihak
keluarga yang tidak ada lagi harapan untuk hidup dan sudah tua mereka
menawarkan grup musik mereka dan katering mereka. Namun yang menjadi
masalah dalam pemasaran ini tidak semua orang mengenal grup musik ini
karena itu diperlukan juga pemasaran melalui radio dan koran sehingga banyak
masyarakat lebih lagi mengenal grup musik ini.
(vii) Solusi Dalam menangani masalah manajemen pembagian tugas.
Pembagian tugas diatur oleh pemilik grup musik Tambunan dan Mangampu
Tua. Adapun tugas yang diberikan kepada pemain musik yaitu setiap ada
pesanan panggilan untuk bermain musik maka para pemusik sudah ditentukan
230
230
untuk bermain musik contonya X bermain keyboard, Y bermain kecapi, Z
bermain trombone, W bermain saksopon, R bermain drum, dan S bermain gitar
bass dan seterusnya. Jika salah satu pemain musik berhalangan maka pemain
musik harus mencarikan penggantinya agar hal ini tidak menjadi masalah bagi
grup musik Tambunan dan Mangampu Tua atau pemilik harus menyediakan
para pemusik cadangan sehingga pemilik tidak sulit lagi untuk mencari
pemusik pada saat ada pesanan.
(viii) Solusi dalam manajemen strategik. Manajemen strategik yang baik
akan mendukung perkembangan suatu organisasi. Suatu organisasi harus
mempunyai trik-trik dan kiat-kiat untuk mengembangkan usahanya.
Demikianlah dalam organisasi seni, pemilik harus memiliki trik-trik dan kiat-
kiat apa yang harus dilakukan untuk mengembangkan grup musik yang
dimilikinya. Adapun trik-trik dan kiat-kiat yang dilakukan grup musik
Tambunan dan Mangampu Tua sehingga tetap bertahan sampai saat ini karena
pemilik langsung ikut ke lapangan untuk mengatur dan mengawas para
pemusik dan alat-alat musik agar kinerja para pemusik bagus dan alat-alat
musik tidak ada yang rusak ataupun hilang.
(ix) Solusi dalam menangani masalah manajemen kualitas produksi
pertunjukan musikal. Kualitas musik diperlukan dalam setiap grup musik
karena hal ini mempengaruhi bagi masyarakat untuk tetap menggunakan jasa
grup musik. Grup-rup musik tiup ini, dalam rangka menjamin kualitas produksi
seni pertunjukannnya haruslah melakukan latihan-latihan, dan penggarapan-
penggarapan komposisi musik baik secara struktural maupun estetik. Selain itu,
kualitas pertunjukan lainnya sangat didukung pula oleh aspek-aspek
231
231
pendukung pementasan, seperti tata suara (sound system) yang baik, tata
cahaya, busana, aksesori, komposisi panggung, dan aspek-aspek lainnya yang
mendukung kualitas pertunjukan.
232
232
DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad. 1985. Paper, Skripsi, Tesis, Disertasi, Makalah. Bandung:
Tarsito. Aritonang, Tetty.1992 Musik Tiup dalam Upacara Saur Matua di Kotamadya
Medan. Analisis Gaya Melodi dan Fungsi Sosial. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi Fakultas Sastra USU.
Assauri, Sofyan, 1980. Manajemen Produksi. Jakarta: Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. Azhar, Cut Nizma. 2015. Buku Ajar Pengantar Manajemen. Medan: Program
Studi Perbankan dan Keuangan Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Medan.
Azra, Azyumardi, 2006. Islam in the Indonesian World: An Account of
Institutional Formation. Bandung: Mizan. Azra, Azyumardi, 2007. Merawat Kemajemukan Merawat Indonesia. Jakarta:
Kanisius. Damanik, Mariance, 2006. Dinamika Organisasi Musik Tiup pada Masyarakat
Batak Toba di Kota Medan. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi USU.
Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi.Jakarta: PT.Rineka Cipta. Hasibuan, Malayu S.P., 2001. Manajemen Dasar: Pengertain dan Masalah.
Bandung Bumi Aksara. HKBP, 2004. Barita ni D. Theol. L. Nommensen dalam Parsorion dohot na ni
ulana (Edisi Bahasa Batak). Jakarta: Tulus Jaya. Hutagalung Ikin. R. 2009. Deskripsi Penyajian Musik Brass Band Sebagai
Pengiring Pesta Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba. Tarutung: (t.p).
Hutajulu, Rithaony dan Irwansyah Harahap. 2005. Gondang Batak Toba. Bandung:P4ST-UPI. Hutauruk, J.R., 1986, Garis Besar Sejarah 125 Tahun HKBP. Tarutung:
Kantor Pusat HKBP Pearaja.
233
233
Ismiralda, Astri, 2003. Analisis terhadap manajemen Organisasi, Produksi, dan Pemasaran Sinar Budaya Group dalam Konteks Kebudayaan. Medan: Skripsi Sarja Jurusan Etnomusikologi USU.
Koentjaraningrat, 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Manullang, M., 1992. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia. Merriam, Alan P., 1964. The Anthropology of Music. Chicago: North Western
University Press. Muhadjir, Noeng. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake
Sarasin. Parbato Medan, 1988. Rumusan Seminar Adat Batak Toba dalam Pedoman
Umum Pelaksanaan Adat Batak Toba. Medan: Bintang. Pasaribu, Ben M., 1986. Taganing Batak Toba: Suatu Kajian dalam Konteks
Gondang Sabangunan. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi Fakultas Sastra USU Medan.
Pardede, Patar Marudut, 1995. Pengaruh Musik Tiup terhadap Kelestarian
Gondang Sabangunan dalam Pesta Adat batak Toba di Pematang Siantar. Medan: Skripsi Sarjana Jurusan Sendratasik Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP).
Partadireja, Ace, 1985. Pengantar Ekonomi. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada.
Permas, Achsan dkk., 2003. Manajemen Organisasi Seni Pertunjukan. Jakarta:
PPM. Purba, Mauly.1989. “Mangido Gondang Dalam Penyajian Musik Gondang
Sabangunan Pada Masyarakat Batak Toba.” Makalah pada Temu Ilmiah Masyarakat Musikologi Indonesia , Jakarta.
Purba, Mauly, 1995. “Gereja dan Adat: Kasus Gondang Sabangunan dan
Tortor.” Jurnal Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Rajamarpodang, Jacobus. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Bogor:
Ghalia Indonesia. R.M.G. 1926. Almanak ni Halak Kristen angka na di Tano Batak. Lagoeboti- Toba:Mission. Ratna, Nyonya Kutha. 2006. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra-dari Struturalisme hingga Postrukturalisme. Yogyakarta. Pustaka Belajar.
234
234
Sangti, Batara. 1975. Sejarah Batak. Balige: Karl Sianipar Company. Santosa dan Rizaldi Siagian. 1992. Etnomusikologi Defenisi dan
Perkembangannya. Surakarta: Yayasan Masyarakat Musikologi Indonesia.
Sachs, Curt & M. Von Hornbostel. 1962. The Wellsprings of Music. New York:
Da Capo Press Inc. Siahaan, Edward T., 1999. Tapanuli Utara New Life in Hills & Valleys. The Journal of Indonesia. Jakarta: Regency Series-BAPPEDA Tapanuli Utara. Sianturi, Monang Asi, 2011, Ensambel Musik Tiup pada Upacara Adat Batak
Toba. Medan: Tesis magister Seni Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara..
Siburian, Jonsonm 2009. Studi Deskriptis dan Musikologi Musik Brass di
HKBP Simatupang Kecamatan Muara. Tarutung: (t.p). Sihombing, TM. 1989. Jambar Hata-Dongan Tu Ualon Adat. Jakarta: Tulus
Jaya. Sinurat, Horasman.2001.“Perkembangan Musik Brass di Kota Medan dengan
Masuknya Unsur Musik Tradisi Batak Toba. Studi Kasus Kelompok Musik Sopo Nauli.” Skripsi S-1 Etnomusikologi Fakultas Sastra USU Medan.
Simanjuntak, Bungaran A. 1985. Pemikiran Tentang Batak. Medan.
Universitas HKBP Nommensen. Soedarsono, R.M. 1999. Metodologi Penelitian Seni Pertunjukkan dan Seni
Rupa. Bandung. Masyarakat Seni Pertunjukkan Indonesia. Universitas HKBP Nommensen. 1979. Ruhut Parsaoran Di Habatahon.
Medan: Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak. Sumiarti, Murti dkk., 1987. Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan (Edisi II).
Yogyakarta: Penerbit Liberty. Siagian, Musa, 2000. Suatu Tinjauan tentang Perkembangan Ensambel Musik
Tiup pada Masyarakat Batak Toba di Kotamadya Medan. Medan: Skripsi sarjana Jurusan Etnomusikologi USU.
Sukarna, 1992. Dasar-dasar Manajemen. Bandung: Mandar Maju.
235
235
Suti, Bayo, 1979. Medan Menuju Kota Metropolitan. Medan: Yayasan Potensi Pengembangan Daerah.
Sopiah, 2008. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Penerbit Andi. Suyono, Aryanto, 1985. Kamus Antropologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Tarihoran, P. Emerson, 1994. Analisis Perkembangan Repertoar Musik Brass
band dengan Gondang Sabangunan dalam Sipitu Gondang di Kotamadya Medan. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi USU.
Terry, George R. dan Leslie W. Rue, 2000. Dasar-dasar Manajemen
(terjemahan G.A. Ticoalu). Jakarta: Bumi Aksara. Internet: Hakim, Lukmanul (2011-10-22). "Selamat Datang di Situs Resmi Koni
Medan". Koni-medan.org. Diakses tanggal 2011-10-30.
236
236
DAFTAR INFORMAN Drs. H. Bakkara, yang dikenal sebagai salah seorang pemain musik tiup (saksofon) yang terkenal di dalam ensambel musik tiup di Kota Medan. Beliau memiliki pendidikan akademik di peringkat S-1, yang kemudian terjun sebagai seniman juga sebagai panggilan hidupnya. Alamat rumahnya adalah di Jalan Menteng VII, Gang Cinta Alam, Nomor 34 Medan. Drs. J.M. Girsang adalah salah seorang pemain musik tiup di Kota Medan yang juga cukup dikenal di kalangan seniman musik tiup. Beliau beralamat di Perumahan Umum Nasional (Perumnas) Mandala Kota Medan. Drs. P.M. Pardede, merupakan seorang pemain musik tiup Batak Toba di Kota Medan ini. Walaupun sebenarnya pekerjaan utama beliau adalah sebagai pegawai negeri sipil di salah satu pemerintahan Kota Medan, namun ia emndedikasikan sebahagaian hidupnya untuk bermuisk, dan mengembangkan budaya musik Batak, terutama ensambel musik tiup. Alamat beliau adalah di Kompleks Perumahan Universitas Negeri Medan (Unimed), Kota Medan. Marsius Sitohang, yang dijuluki sebagai “Raja Sulim Batak” adalah juga dosen luar biasa Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan. Ia juga pernah menjadi pimpinan salah satu musik tiup di Kota Medan. Alamat beliau adalah di Desa Martoba Kota Medan. Pensilwally, adalah seorang gembala Tuhan yang mengabdikan hidupnya di Gereja HKBP di Tarutung. Ia menjadi informan kunci penulis dalam rangka penelitian ini, terutama untuk pengumpulan data mengenai hubungan agama Kristen Protestan dengan musik, terutama musik tiup dalam konteks kebudayaan Batak Toba. Alamat beliau adalah di Kota Tarutung. Sarikawan Sitohang adalah termasuk kepada salah seorang seniman musik Batak Toba yang multitalenta dan serius bekerja sebagai seniman musik. Ia dapat memainkan alat-alat musik seperti hasapi, taganing, ogung, dan lain-lainnya. Ia adalah adik dari Marsius Sitohang. Beliau juga aktif sebagai pemusik di dalam beberapa ensambel musik tiup di Kota Medan ini. S. Silaban, juga seorang pimpinan salah satu grup musik tiup di Kota Medan. Selain dipandang juga sebagai tokoh musik tiup yang senior beliau juga selalu melakukan pembaharuan-pembaharuan pertunjukan dalam musik tiup ini. Alamat rumah beliau adalah di Jalan Menteng Raya Nomor 107 Kota Medan. S. Sitohang, adalah salah seorang pemimpin grup musik tiup di Kota Medan, yang dipandang cukup memiliki pengalaman dalam mengelola grupnya ini. Beliau beralamat di Jalan Bakti (di samping Wisma Umum) Kota Medan.
237
237
S. Tambunan adalah sebagai pimpinan dan pemain musik tiup pada kelompok musik tiup Tambunan. Ia dipandang sebagai pempimpin musik tiup yang berpengalaman dan senior di antara mitra sejawatnya di Kota Medan ini. Alamat beliau adalah di Jalan Menteng Raya, Gang Samaria, Nomor 2 Kota Medan. Beliau menjadi informan kunci penulis dalam rangka penelitian ini.