kajian potensi penerapan produksi(karet)

112
KAJIAN POTENSI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PADA INDUSTRI CRUMB RUBBER (Studi Kasus : Pabrik SIR 3L/SIR 3WF PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu Bandar Lampung) Oleh Samuel Saortua Manullang F34102125 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Upload: hanes-tse-wf

Post on 30-Nov-2015

343 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

KAJIAN POTENSI PENERAPAN PRODUKSI

BERSIH PADA INDUSTRI CRUMB RUBBER (Studi Kasus : Pabrik SIR 3L/SIR 3WF PT. Perkebunan

Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu Bandar Lampung)

Oleh

Samuel Saortua Manullang

F34102125

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

KAJIAN POTENSI PENERAPAN PRODUKSI

BERSIH PADA INDUSTRI CRUMB RUBBER (Studi Kasus : Pabrik SIR 3L/SIR 3WF PT. Perkebunan

Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu Bandar Lampung)

SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

Samuel Saortua Manullang

F34102125

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 3: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAJIAN POTENSI PENERAPAN PRODUKSI

BERSIH PADA INDUSTRI CRUMB RUBBER (Studi Kasus : Pabrik SIR 3L/SIR 3WF PT. Perkebunan

Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu Bandar Lampung)

SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Dilahirkan pada tanggal 31 Januari 1984

Di Bandar Lampung

Tanggal Lulus :

Disetujui, Bogor, Agustus 2006

Ir. Andes Ismayana, MT Pembimbing Akademik

Page 4: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam

skripsi saya yang berjudul :

KAJIAN POTENSI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH

PADA INDUSTRI CRUMB RUBBER (Studi Kasus : Pabrik SIR 3L/SIR 3WF PT. Perkebunan Nusantara VII

Unit Usaha Way Berulu Bandar Lampung)

merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan arahan Dosen

Pembimbing, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Skripsi ini belum

pernah diajukan untuk memperoleh gelar atau capaian akademik lainnya pada

program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang

digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2006

Yang Membuat Pernyataan

Samuel Saortua Manullang

Page 5: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

i

Samuel S Manullang. F34102125. Kajian Potensi Penerapan Produksi Bersih pada Industri Crumb Rubber (Studi Kasus di Pabrik SIR 3L/SIR 3WF PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu). Di bawah bimbingan Bapak Andes Ismayana.

RINGKASAN

Produksi bersih adalah suatu pendekatan penanganan limbah yang bersifat preventif dan terpadu, sehingga dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan melalui pengurangan jumlah limbah yang dihasilkan. Pelaksanaan strategi produksi bersih untuk mencegah terbentuknya limbah tersebut dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu kegiatan recycle, reduksi pada sumbernya dan modifikasi produk. Penerapan produksi bersih pada industri, diharapakan akan dapat membantu mengurangi pencemaran yang ditimbulkan selama proses produksi dan memberikan keuntungan secara ekonomi bagi industri yang bersangkutan. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mempelajari dan mengkaji potensi penerapan produksi bersih pada industri crumb rubber. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data lapangan, pengukuran neraca massa, pengumpulan kemungkinan penerapan produksi bersih, evaluasi kelayakan teknis terhadap produk SIR 3L/SIR 3WF melalui pengujian di laboratorium dan mencoba menerapkannya di pabrik, serta melakukan analisis finansial untuk mengetahui kelayakan penerapan produksi bersih yang diusulkan. Kemungkinan penerapan produksi bersih yang dapat dilakukan antara lain melalui tindakan good housekeeping, penggantian mesin pengering dan membuat instalasi daur ulang air pada setiap stasiun proses. Good housekeeping dengan menghentikan aliran air saat tidak digunakan, akan menghemat penggunaan sumber daya air sebanyak 10.291,5 kg/hari dan memberikan keuntungan secara ekonomi sebesar Rp. 4.787.015,04/tahun. Good housekeeping melalui pemasangan talang akan mencegah terjadinya kebocoran air sebanyak 9.381,363 kg/hari dan terbuangnya limbah berupa campuran latek homogen sebanyak 178,716 kg/hari. Pemasangan talang tersebut memberikan keuntungan secara ekonomi sebesar Rp. 181.621.459,9 per tahun. Penggantian mesin pengering lama dengan mesin pengering baru akan memberikan penghematan sebanyak 26,8 l solar/ton karet kering dan memberikan keuntungan secara ekonomi sebesar Rp. 634.047.264/tahun. Investasi penggantian mesin penegring ini layak untuk diterapkan, karena memiliki nilai NPV positif, IRR sebesar 19,271 persen, dan B/C ratio sebesar 1.1814.

Sedangkan penerapan produksi bersih dengan membuat instalasi daur ulang air, akan menghemat penggunaan sumber daya air sebanyak 33.298,402 m3/tahun dan memberikan keuntungan ekonomi sebesar Rp. 45.285.827/tahun. Investasi instalasi daur ulang air ini layak untuk diterapkan, karena memiliki nilai NPV positif, IRR sebesar 21,9 %, dan B/C ratio sebesar 1,153. Selain memiliki kelayakan ekonomi untuk diterapkan, berdasarkan SNI 06-1903-1990 dan kebijakan direksi PTPN VII, penerapan instalasi daur ulang air ini tidak mengakibatkan gagalnya mutu produk SIR 3L/SIR 3WF yang dihasilkan. Air hasil daur ulang dari mesin creper I dan creper II, serta air hasil daur ulang dari mesin hammer mills dan vortex pump ditampung dalam dua buah instalasi daur ulang yang berbeda untuk selanjutnya didistribusikan ke masing-masing mesin tersebut untuk digunakan kembali pada proses produksi.

Page 6: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

ii

Samuel S Manullang. F34102125. Studies of Effectiveness of Cleaner Production Implementation in Crumb Rubber Industry (Case Study: SIR 3L or SIR 3WF plant, PT. Perkebunan Nusantara VII, Way Berulu Unit). Under guidance of Mr. Andes Ismayana.

SUMMARY

Cleaner Production is an approach to solve industrial waste problem which has preventive and integrated action, so that it can reduce the negative impacts from industrial waste towards environment by reducing the amount of waste products. Implementation of cleaner production strategy can be classified into three groups. They are recycling process, resource reduction, and product modification. This implementation should help the industry to reduce its waste pollution during production. Consequently, this reduction will give financial benefit for the industry. The purpose of this research is to study the effectiveness of implementation of cleaner production in crumb rubber industry. Methodology used in this research comprises six stages. They are collecting data field, measuring mass balance, and collecting potencies of net production implementation, evaluating technical properness of SIR 3L or SIR 3WF thought laboratory test and trial implementation in the plant, and analyzing financial statement to study the effectiveness of net production implementation which has been proposed before. Feasible possibilities of cleaner production that can be implemented in the industry are good housekeeping action, dryer machine replacement, and water-recycle installation set-up in every process station. Good housekeeping can be implemented by stopping water faucet when it is not needed. This action saves water resource up to 10,291.5 kg per day and gives financial benefit as much as Rp. 4,787,015.04 per year. Good housekeeping also can be done by establishing permanent gutter which will prevent water leakage of 9,381.363 kg per day and the waste of homogeny latex as much 178.716 kg per day. The installation of permanent gutter will give financial benefit as much Rp. 181,621,459.9 per year. Replacing the old machine with new dryer machines saves energy up to 26.8 L diesel fuel per ton dry rubber and gives financial benefit as much as Rp. 634,047,264 per year. Investment on new dryer machine gives positive NPV, with IRR of 19.271 percent, and B/C ratio of 1.1814. Thus, this investment is worth. Meanwhile, setting up water-recycle installation will save water resource management up to 33,298.402 m3 per year and will give financial benefit as much as Rp. 45,285,827 per year. Investment on water-recycle installation is also worth as it gives positive NPV, with IRR of 21.9 percent, and B/C ratio of 1.153. Moreover, based upon SNI 06-1903-1990 and PTPN VII managerial policy, this installation will not reduce the quality of SIR 3L or SIR WF products. Recycled water from creper I and creper II machines, hammer mills, and vortex pump were collected in two different tanks, and then would be distributed to each machine to be reused in production process.

Page 7: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

iii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Bapa di Sorga, karena berkat dan

rahmat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Kajian

Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Industri Crumb Rubber (Studi Kasus di

PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu Bandar Lampung).

Kegiatan penulisan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan yang harus

dipenuhi oleh seluruh mahasiswa Departemen Teknologi Industri Pertanian

Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT.

Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu Bandar Lampung. Hasil

penelitian ini diharapkan dapat mengkaji potensi penerapan produksi bersih yang

dapat dilakukan oleh Unit Usaha Way Berulu sebagai upaya mengurangi

terbentuknya limbah yang dapat memberikan dampak negatif bagi lingkungan.

Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan berupa

pengarahan, petunjuk pengerjaan, saran dan dorongan serta semangat. Penulis

menyadari bahwa semua bantuan yang diperoleh atas berkat kepercayaan semua

pihak kepada penulis. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Ir. Andes Ismayana, MT selaku dosen pembimbing yang telah bersedia

membimbing dan memberikan arahan serta nasihat mulai dari penulisan

proposal, penelitian hingga menyelesaikan penulisan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng. selaku penguji yang telah memberikan banyak

masukan untuk perbaikan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, MSi. selaku penguji yang telah memberikan

banyak masukan untuk perbaikan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Pengajar dan staf TIN-IPB yang telah banyak memberikan

ilmu yang berharga dan bantuan selama penulis melangsungkan perkuliahaan.

5. Kedua Orangtua penulis (Papa, Mama) dan kepada kak Orlande, kak Novi dan

kak Riama yang selalu memberi doa restu dan dukungan kepada penulis.

Page 8: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

iv

6. Drs. H. Yusa’ari Supadin, selaku Kepala Bagian Sumber Daya Manusia

PT. Perkebunan Nusantara VII Bandar Lampung yang telah mengijinkan

melakukan penelitian.

7. Ir. H. Mujitaba Naning, MBA selaku Manajer PT. Perkebunan Nusantara VII

Unit Usaha Way Berulu, serta seluruh karyawan bagian pengolahan dan

laboratorium yang telah memberikan masukan serta bantuan untuk penulisan

skripsi ini.

8. Ir. Tanto P Utomo, MSi selaku staf pengajar Universitas Lampung yang telah

memberikan masukan dan bantuan untuk penulisan skripsi ini.

9. Ir. Dadi Maspanger, MT selaku peneliti di BPTK dan Dr. Suharto

Honggokusumo selaku Direktur Eksekutif Gapkindo yang telah memberikan

masukan untuk penulisan skripsi ini.

10. Adriel, Jeni Eva, Putra, dan Thomas yang telah memberikan bantuan dan

dukungan untuk penulisan skripsi ini. Terima kasih untuk seluruh anggota

Useless Community dan Gibol : Amin, Arif, Eko, Frans, Hadi, Haiman, Iklash,

Indra, Irham, Irpan, Iyas, Lutfi dan Sesar atas kebersamaannya selama ini.

Terima kasih kepada seluruh TIN 39 atas kebersamaan dan keceriaannya.

Penulis telah berusaha menyelesaikan penelitian ini sebaik mungkin,

apabila masih terdapat kekurangan, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membantu untuk menyempurnakannya.

Bogor, Agustus 2006

Penulis

Page 9: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

v

DAFTAR ISI

RINGKASAN ...........................................................................................................

KATA PENGANTAR ..............................................................................................

DAFTAR ISI .............................................................................................................

DAFTAR TABEL .....................................................................................................

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................

I. PENDAHULUAN ..............................................................................................

A. LATAR BELAKANG ..................................................................................

B. TUJUAN PENELITIAN ...............................................................................

C. RUANG LINGKUP PENELITIAN .............................................................

II. TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................

A. PENGENDALIAN LIMBAH .......................................................................

B. PENERAPAN PRODUKSI BERSIH ...........................................................

C. TANAMAN KARET DAN LATEKS ..........................................................

D. INDUSTRI CRUMB RUBBER .....................................................................

E. LIMBAH INDUSTRI KARET .....................................................................

III. METODOLOGI ..................................................................................................

A. KERANGKA PEMIKIRAN .........................................................................

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ......................................................

C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ............................................................

D. IDENTIFIKASI SUMBER LIMBAH ..........................................................

E. PEMILIHAN POTENSI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH ..................

F. ANALISIS DATA ........................................................................................

1. Evaluasi Kelayakan Teknis …………………………………………….

2. Evaluasi Kelayakan Finansial ………………………………………….

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………...

A. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN …………………………………….

Halaman

i

iii

v

vii

viii

ix

1

1

3

3

4

4

6

12

14

18

20

20

21

21

22

22

22

22

23

25

25

Page 10: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

vi

1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ………………………………..

2. Sarana dan Prasarana …………………………………………………..

B. PROSES PRODUKSI ……………………………………………………...

1. Bahan Baku dan Bahan Penunjang ………………………………….....

2. Proses Pengolahan ……………………………………………………..

C. IDENTIFIKASI SUMBER LIMBAH ……………………………………..

D. KAJIAN POTENSI PRODUKSI BERSIH ………………………………..

1. Kegiatan Perusahaan Yang Dapat Digolongkan Sebagai Pengelolaan

Lingkungan .............................................................................................

2. Kemungkinan Penerapan Produksi Bersih Pada Industri SIR 3L atau

SIR 3 WF UU. Wabe ..............................................................................

E. ANALISIS FINANSIAL …………………………………………………..

1. Penggantian Mesin Pengering …………………………………………

2. Good Housekeeping ……………………………………………………

3. Pembuatan Talang Permanen ………………………………………….

4. Daur Ulang Air Limbah ………………………………………………..

F. REKOMENDASI ………………………………………………………….

V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………..

A. KESIMPULAN …………………………………………………………….

B. SARAN …………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………...

LAMPIRAN ………………………………………………………………………..

25

25

27

27

29

32

46

46

47

56

56

59

60

63

68

69

69

70

71

73

Page 11: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Lateks …………………………………………..…………...

Tabel 2. Neraca Massa di Proses Pencampuran ......................................................

Tabel 3. Neraca Massa di Bak Pembekuan .............................................................

Tabel 4. Neraca Massa di Mesin Mobile Crusher ..................................................

Tabel 5. Neraca Massa di Mesin Creper I ..............................................................

Tabel 6. Neraca Massa di Mesin Creper II .............................................................

Tabel 7. Neraca Massa di Mesin Hammer Mills .....................................................

Tabel 8. Neraca Massa di Mesin Vortex Pump .......................................................

Tabel 9. Neraca Massa di Mesin Pengering ............................................................

Tabel 10. Neraca Massa Keseluruhan Proses ...........................................................

Tabel 11. Neraca Air Keseluruhan Proses ................................................................

Tabel 12. Karakteristik Air Masing-Masing Stasiun Proses .....................................

Halaman

12

33

35

36

37

38

40

41

43

44

48

52

Page 12: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Unsur- Unsur Definisi Produksi Bersih ………………………………..

Gambar 2. Teknik Minimasi Limbah Dalam Produksi Bersih .................................

Gambar 3. Tahapan Penerapan Produksi Bersih .......................................................

Gambar 4. Pohon Industri Karet ...............................................................................

Gambar 5. Diagram Alir Tahapan Penelitian ...........................................................

Gambar 6. Diagram Alir Proses Produksi SIR 3L dan SIR 3 WF di Unit Usaha

Way Berulu …………………………………………………………….

Gambar 7. Diagram Alir Proses Produksi SIR 3L PT. Perkebunan Nusantara VII

Unit Usaha Way Berulu ………………………………………………..

Gambar 8. Rancangan Pembuatan Daur Ulang Air Limbah ……………………….

Gambar 9. Rancangan Proses Pendistribusian Air Hasil Daur Ulang ……………..

Halaman

5

7

11

13

25

31

45

50

57

Page 13: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Standar Kualitas Karet Remah (SNI 06-1903-1990) .........................

Lampiran 2. Struktur Organisasi Unit Usaha Way Berulu .....................................

Lampiran 3. Uji Mutu SIR 3L/SIR 3WF ................................................................

Lampiran 4. Pengamatan Visual Terhadap Air Hasil Daur Ulang .........................

Lampiran 5. Perhitungan Berat Rata-Rata Bahan Untuk Pembuatan Neraca

Massa ..................................................................................................

Lampiran 6. Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Setiap Stasiun Proses ........

Lampiran 7. Perhitungan Ukuran Bak Pengendapan, Penampungan dan

Penyaringan Instalasi Daur Ulang Air ................................................

Lampiran 8. Perincian Biaya Investasi, Total Modal, Depresiasi dan Modal

Kerja Penggantian Mesin Pengering ...................................................

Lampiran 9. Perincian Biaya Operasional Mesin Pengering ..................................

Lampiran 10. Nilai Penghematan Penggantian Mesin Pengering ...........................

Lampiran 11. Arus Penerimaan Pengeluaran dan Analisis Penggantian Mesin

Pengering ............................................................................................

Lampiran 12. Hasil Analisis Finansial Mesin Pengering .........................................

Lampiran 13. Perincian Biaya Investasi dan Total Modal Pembuatan Daur Ulang

Air …………………………………………………………………..

Lampiran 14. Depresiasi Pembuatan Daur Ulang Air ……………………………..

Lampiran 15. Modal Kerja Pembuatan Daur Ulang Air …………………………...

Lampiran 16. Perincian Biaya Operasional Pembuatan Daur Ulang Air ………….

Lampiran 17. Nilai Penghematan Pembuatan Daur Ulang Air …………………….

Lampiran 18. Arus Penerimaan Pengeluaran dan Hasil Analisis Finansial

Pembuatan Daur Ulang Air .................................................................

Halaman

73

74

75

83

85

86

87

89

90

91

92

93

94

95

96

97

98

99

Page 14: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembangunan di Indonesia harus didasarkan pada konsep

pembangunan berkelanjutan dan perlindungan lingkungan seperti tercantum

dalam GBHN tahun 1993. Pembangunan yang merusak lingkungan bukanlah

pembangunan, melainkan bencana yang tertunda. Untuk itu industri yang ada

di Indonesia, termasuk industri crumb rubber haruslah menjalankan

industrinya dengan tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan.

Berdasarkan data statistik International Study Group (IRSG), dari

tahun 1986 sampai 1996 produksi karet alam dunia telah meningkat dengan

rata-rata tingkat pertumbuhan pertahun sebesar 3,56 persen hingga mencapai

5,54 juta ton pada tahun 1996. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik

(BPS), harga karet alam selama semester I tahun 2006 mengalami peningkatan

mencapai 37 persen, sementara volume ekspornya mencapai 14,7 persen. Hal

ini membuktikan bahwa produksi karet alam di Indonesia mengalami

peningkatan setiap tahunnya. Meningkatnya produksi karet alam Indonesia

tidak terlepas dari meningkatnya permintaan akan karet alam untuk digunakan

sebagai bahan baku pada industri otomotif.

Selain itu meningkatnya produksi karet alam Indonesia juga tidak

terlepas dari peran perusahaan yang membudidayakan karet dan menghasilkan

karet alam olahan. Industri karet alam yang diperankan oleh Perkebunan

Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) yang biasa dikenal dengan PT.

Perkebunan Nusantara, serta Perkebunan Besar Swasta (PBS)

membudidayakan tumbuhan karet dan memproduksi berbagai jenis produk

karet alam, antara lain Ribbed Smoked Sheet (RSS), lateks pekat, block rubber,

tyre rubber, reclaimed rubber, dan crumb rubber atau sering disebut Standard

Indonesia Rubber (SIR).

Industri crumb rubber memiliki proporsi yang jauh lebih besar dari

industri karet jenis lainnya di Indonesia, maka pengendalian limbah pabrik

Page 15: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

2

crumb rubber perlu mendapatkan perhatian serius agar dapat dicapai optimasi

daya dukung lingkungan tanpa menimbulkan pencemaran. Industri crumb

rubber berpotensi menimbulkan pencemaran, karena selama proses

produksinya industri crumb rubber menghasilkan limbah padat, cair dan gas.

Limbah cair merupakan limbah yang terbanyak terbentuk dari ketiga jenis

limbah tersebut. Menurut Tampubolon (1993) limbah cair yang dihasilkan dari

proses produksi pabrik crumb rubber perkebunan besar mencapai kurang lebih

26,4 m3 per ton karet kering. Tingginya limbah cair tersebut disebabkan

karena selama proses produksinya air merupakan sumber daya yang terbanyak

dibutuhkan untuk proses pengenceran, pencucian dan untuk pencucian

peralatan dan lantai pabrik.

Limbah cair industri crumb rubber banyak mengandung padatan

tersuspensi, terlarut maupun terendap. Peningkatan kadar bahan organik yang

diakibatkan limbah industri crumb rubber akan mengganggu ekosistem

lingkungan yang menerima air buangan, karena oksigen banyak digunakan

oleh bakteri pengurai untuk menghancurkan bahan organik tersebut.

Kekurangan oksigen, matinya mahluk hidup dan terdapatnya bahan organik di

dalam air buangan, mengakibatkan timbulnya berbagai jasad renik yang

berpotensi menimbulkan penyakit.

Industri crumb rubber telah melakukan usaha end of pipe untuk

mengurangi pencemaran yang ditimbulkan dari proses pengolahannya.

Penanganan limbah dengan end of pipe treatment pada industri karet dirasa

kurang tepat, hal ini disebabkan karena penanganan dengan cara tersebut

hanya mengubah bentuk limbah dari suatu bentuk ke bentuk lainnya.

Industri crumb rubber seharusnya mengambil langkah untuk mencegah

terbentuknya limbah, bukan lagi hanya mengatasi limbah yang sudah

terbentuk. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan

menerapkan strategi produksi bersih.

Produksi bersih adalah suatu pendekatan penanganan limbah

yang bersifat preventif dan terpadu, sehingga dapat mengurangi dampak

negatif terhadap lingkungan melalui pengurangan jumlah limbah yang

dihasilkan. Pendekatan penanganan limbah ini dilakukan melalui

Page 16: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

3

penanganan siklus produksi dari penyediaan bahan baku sampai produk,

dengan cara reduce, recycle, reuse dan recovery. Dari pendekatan ini

akan diperoleh limbah dalam jumlah yang sedikit sehingga akan

mengurangi dampak negatif bagi lingkungan. Selain memberikan

manfaat bagi lingkungan, produksi bersih ini juga dapat menghemat

pengeluaran perusahaan karena adanya efisiensi produksi dan

pengelolaan limbah.

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengkaji potensi

penerapan produksi bersih pada pabrik karet PT. Perkebunan Nusantara VII

Unit Usaha Way Berulu tanpa mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan.

Penelitian ini diharapkan dapat mengurangi jumlah limbah sehingga akan

dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan yang

ditimbulkan dari proses produksi, mengurangi penggunaan sumber daya

dan energi serta dapat memperbaiki efisiensi proses produksi yang

secara langsung dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi

perusahaan.

C. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini hanya dilakukan pada proses pengolahan industri

crumb rubber, untuk mengetahui kelayakan penerapan secara teknis maupun

finansial. Analisa kelayakan teknis dilakukan terhadap produk dengan skala

laboratorium, sedangkan analisis finansial menggunakan kriteria investasi

NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return) dan Net B/C (Net

Benefit Cost Ratio).

Page 17: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGENDALIAN LIMBAH

Limbah hampir selalu terbentuk pada setiap kegiatan industri. Kegiatan

industri tersebut di satu sisi memiliki tujuan untuk menghasilkan produk yang

bermanfaat dan mendatangkan keuntungan sosial-ekonomi, namun di sisi lain

berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Strategi pendekatan

pengelolaan lingkungan hidup telah mengalami perubahan seiring dengan

semakin meningkatnya masalah pencemaran. Perlindungan lingkungan yang

selama ini dilakukan oleh industri-industri hanya ditekankan pada usaha

penanganan dan pembuangan limbah. Salah satu usaha tersebut dilakukan

dilakukan dengan cara membangun Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL).

Perlindungan seperti ini disebut konsep End of Pipe Treatment (EOP), dimana

pada konsep ini limbah dilihat sebagai sesuatu yang sudah terjadi dan

berusaha ditangani agar tidak mencemari lingkungan.

Penerapan EOP pada dasarnya telah memberikan sumbangan yang

nyata bagi pencegahan pencemaran lingkungan, tetapi konsep ini mempunyai

kekurangan karena membutuhkan tambahan lahan, waktu dan biaya yang

mahal. Selain itu, penerapan konsep EOP juga menyebabkan timbulnya

produk limbah baru dan perpindahan masalah dari media lingkungan yang

satu dengan media lainnya (Theodore dan Young, 1992). Sebenarnya

pengendalian terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh industri

dapat dilakukan dengan usaha pencegahan terhadap timbulnya limbah, mulai

dari sumber bahan baku, proses manufaktur, alat-alat pemroses sampai tahap

finishing (Tim Bapedal dan Tim BPTK Bogor Pusat Penelitian Karet , 1999).

Usaha pencegahan limbah ini sudah lama diperkenalkan oleh UNEP (United

National Environment Program) sejak tahun 1989, dengan sebutan produksi

bersih. Menurut UNEP (2001), produksi bersih adalah aplikasi secara terus-

menerus dari suatu strategi pencegahan pencemaran lingkungan terhadap

proses dan produk untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan.

Page 18: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

5

Gambar 1. Unsur-unsur utama definisi produksi bersih

Menurut Tim Bapedal dan Tim BPTK Bogor Pusat Penelitian Karet

(1999), produksi bersih memiliki acuan strategis yang dilandasi pemahaman

atas pentingnya kelestarian lingkungan, selanjutnya diikuti langkah nyata yang

kemungkinan mengharuskan adanya perubahan tata cara produksi seperti

penyediaan sarana penyimpanan bahan baku untuk mencegah pembentukan

limbah berbahaya, penggantian mesin produksi yang tidak efisien, penerapan

sistem daur ulang air proses, dan modifikasi sistem penanganan limbah.

Perwujudan kelestarian lingkungan melalui upaya produksi bersih tersebut,

menurut Raka, et al (1999) didasarkan pada empat strategi, yaitu :

1. Merupakan upaya penerapan strategi pencegahan yang berkelanjutan

terhadap proses dan produk untuk mengurangi resiko terhadap manusia

dan lingkungan hidup serta sumber daya alamnya.

2. Merupakan upaya untuk menggarap proses produksi dengan strategi yang

meliputi pelestarian bahan mentah dan energi, penghilangan pemakaian B3

(Bahan Berbahaya dan Beracun), dan pengurangan kadar racun dari semua

bentuk buangan dan limbah sebelum meninggalkan proses produksi.

3. Dalam proses menghasilkan produk, strategi produksi bersih memusatkan

perhatian pada upaya pengurangan dampak lingkungan di seluruh daur

Page 19: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

6

suatu produk, mulai dari ekstraksi bahan mentah sampai ke pembuangan

limbah produk tersebut.

4. Meliputi upaya penguasaan teknik pelaksanaan, penyempurnaan teknik

yang sudah ada, dan pengubahan sikap, pandangan serta perilaku

produsen.

B. PENERAPAN PRODUKSI BERSIH

Menurut Maspanger dan Honggokusumo (2004), pada dasarnya

penerapan produksi bersih adalah tindakan meningkatkan efisiensi operasional

sambil melindungi lingkungan, melalui pencegahan, pengurangan dan atau

menyisihkan terjadinya limbah, atau menghindari sumber pencemaran dari

penyediaan bahan baku dalam satu siklus produk, dengan melaksanakan

kebijakan teknologi ramah lingkungan dan perubahan sikap. Penerapan

produksi bersih tersebut menurut Bapedal (2001), secara garis besar

melibatkan beberapa faktor, yaitu :

1. Teknologi, yang meliputi desain produk (eco product design) dan

teknologi proses;

2. Sistem manajemen, yang meliputi sistem pembelian ramah lingkungan

(green purchasing systems) dan manajemen lingkungan;

3. Sumber daya manusia;

4. Kondisi operasi yang sedang berlangsung.

Page 20: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

7

Gambar 2. Teknik minimisasi limbah dalam produksi bersih (Pudjiastuti, 1999)

Produksi bersih haruslah difokuskan pada usaha pencegahan

terbentuknya limbah (Afmar, 1998). Pelaksanaan strategi produksi bersih

untuk mencegah terbentuknya limbah tersebut menurut Bapedal (2001) dapat

dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu kegiatan recycle, reduksi pada

sumbernya dan modifikasi produk.

1. Recycle

Recycle atau daur ulang adalah upaya pemanfaatan limbah dengan atau

tanpa melakukan serangkaian proses, baik fisika, kimia atau biologi. Daur

ulang ini dibagi menjadi dua, yaitu :

� Pemanfaatan kembali limbah.

� Reduksi produk samping yang bermanfaat.

Page 21: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

8

2. Reduksi pada Sumbernya

Reduksi pada sumbernya adalah mencegah terbentuknya limbah pada

waktu pelaksanaan suatu kegiatan produksi. Kegiatan program

pengurangan limbah pada sumbernya, secara garis besar dapat dibagi

dalam dua kelompok, yaitu :

� Good Housekeeping, adalah sejumlah langkah praktis yang dapat

segera dilaksanakan oleh pelaku kegiatan dengan memperhatikan

kebersihan, kerapihan lingkungan kerja, kinerja proses produksi

sehingga dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan melalui

perbaikan kinerja lingkungan, penyempurnaan operasional dan

penghematan biaya produksi. Good Housekeeping dapat dilaksanakan

dengan cara memperhatikan tata cara penyimpanan bahan yang baik,

penanganan dan pengangkutan bahan yang baik, serta mencegah

terjadinya kebocoran dan ceceran bahan.

� Modifikasi proses, yaitu salah satu cara pengurangan terbentuknya

limbah dengan melakukan tata cara operasi yang baik, perubahan

teknologi, perubahan masukan proses serta melakukan modifikasi alat.

3. Modifikasi Produk

Modifikasi produk sebagai salah satu upaya penerapan produksi bersih

dapat dilakukan dengan cara mengubah komposisi produk atau bahan yang

digunakan, sehingga meminimalkan potensi timbulnya bahaya dari

penggunaan produk tersebut.

Keberhasilan upaya penerapan produksi bersih ini akan menghasilkan

penghematan (saving), karena terjadi penurunan biaya produksi yang

signifikan, sehingga pendekatan ini dapat menjadi sumber pendapatan bagi

industri yang menerapkannya. Selain keuntungan dari segi biaya produksi,

penerapan produksi bersih juga memberikan beberapa keuntungan antara lain :

1. Penggunaan sumber daya alam lebih efektif dan efisien;

2. Mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan pencemar;

3. Mencegah berpindahnya pencemar dari satu media ke media lain;

Page 22: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

9

4. Terhindar dari biaya pembersihan lingkungan;

5. Produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar internasional;

6. Mengurangi resiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan;

7. Mendorong dikembangkannya teknologi pengurangan limbah pada

sumbernya dan produk ramah lingkungan.

Banyaknya manfaat yang diberikan dengan menerapkan produksi

bersih tersebut, seharusnya dapat menarik industri untuk

mengimplementasikan strategi produksi bersih dalam produk dan proses

produksinya. Namun pada kenyataannya masih banyak industri yang belum

mau menerapkan strategi produksi bersih tersebut. Hal ini disebabkan oleh

keterbatasan informasi yang diberikan oleh pemerintah kepada industri,

kurang pahamnya industri akan pentingnya melakukan pengelolaan

lingkungan, masih kurangnya pengawasan dan audit lingkungan yang

dilakukan instansi pemerintah, serta kurangnya penegakkan hukum terhadap

industri yang belum memenuhi baku mutu lingkungan (Raka, et al. 1999).

Pemerintah perlu memberikan informasi, pelatihan dan memberikan

insentif kepada industri untuk menarik industri agar mau menerapkan strategi

produksi bersih, sehingga industri tersebut dapat meningkatkan efisiensi

produksi dan pada saat yang sama akan dapat mengurangi limbah serta

buangan lain di tempat sumber limbah tersebut dihasilkan (Pudjiastuti, 1999).

Pemberian insentif tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan

penghargaan, pinjaman lunak, potongan atau bahkan pembebasan pajak

kepada perusahaan yang mengimplementasikan produksi bersih.

Selain dukungan dari pihak pemerintah, keberhasilan program

produksi bersih haruslah mendapatkan dukungan dari manajemen puncak

industri yang bersangkutan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif. Hal

ini sangat diperlukan mengingat penerapan produksi bersih memerlukan

dukungan sumber daya seperti pengalokasian tenaga, biaya dan waktu.

Komitmen manajemen puncak tersebut dapat dituangkan dalam bentuk

pernyataan tertulis, mengenai kebijakan perusahaan yang memuat aspek

pencegahan dan pengendalian pencemaran melelui penerapan produksi bersih,

Page 23: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

10

yang disebarluaskan kepada seluruh stakeholder baik di lingkungan internal

maupun eksternal perusahaan (Bapedal, 2001).

Penerapan produksi bersih sendiri menurut Bapedal (1997)

memerlukan beberapa tahapan, yaitu mencakup tahap perencanaan dan

pengorganisasian, penilaian dan kajian yang mengidentifikasikan alternatif

pilihan, suatu analisis kelayakan yang melihat secara cermat pada pilihan dan

kemudian mengimplementasikannya.

Page 24: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

11

Gambar 3. Tahapan penerapan produksi bersih (Bapedal, 2001).

Page 25: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

12

C. TANAMAN KARET DAN LATEKS

Menurut Nazaruddin dan Paimin (2004), dalam dunia tumbuhan

tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut :

Devisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis

Tanaman yang merupakan tanaman daerah tropis ini, cocok ditanam pada

zone antara 15o LS sampai 15o LU. Curah hujan tahunan yang cocok untuk

pertumbuhan tanaman karet tidak kurang dari 2.000 mm, dan paling optimal

antara 2.500 – 4.000 mm/tahun yang terbagi dalam 100 – 150 hari hujan.

Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah, yakni pada ketinggian

sampai 200 meter diatas permukaan laut (Setyamidjaja, 1993).

Getah dari tanaman karet atau sering disebut sebagai lateks, berpotensi

menghasilkan berbagai macam produk, seperti yang ditampilkan pada Gambar

4. Menurut Suwardin (1989), lateks merupakan suatu dispersi partikel karet

hidrokarbon dalam fase cair yang disebut sebagai serum. Kandungan karet

dalam lateks bervariasi, tergantung dari klon, umur tanaman, pemupukan,

musim, dan sistem eksploitasi yang dilakukan. Secara umum komposisi lateks

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi lateks (37 % KKK)

No Komponen Presentase

(%) 1 Protein hidrokarbon 37 2 Protein dan senyawa nitrogen 2 3 Lipid 1 4 Karbohidrat 1,5 5 Garam anorganik 0,5 6 Air 58

Page 26: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

13

Gambar 4. Pohon industri karet (BPTK,2001)

Page 27: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

14

Menurut Goutara, et al (1985) umumnya kadar karet di dalam lateks

berkisar 20-35 persen dan bentuknya berupa butir yang sangat halus. Masing-

masing butir karet diselubungi oleh protein dan lipid serta tersebar dalam

serum. Butir-butir karet tersebut bermuatan negatif sehingga saling tolak

menolak dan tidak menggumpal. Muatan listrik negatif pada butir karet

tersebut dapat ditingkatkan dengan menambahkan suatu basa seperti amoniak.

Tetapi apabila lateks ditambahkan suatu asam akan mengurangi muatan listrik

negatif yang akan menyebabkan lateks menggumpal.

Penggumpalan lateks sangat dipengaruhi oleh kandungan protein di

dalam lateks. Protein di dalam lateks dapat menstabilkan larutan koloid lateks,

karena muatan listrik dalam partikel dapat dipertahankan. Apabila protein

dihilangkan maka keseimbangan muatan akan terganggu sehingga partikel

karet dalam lateks akan menggumpal. Untuk mencegah penggumpalan

sebelum lateks tersebut diolah di pabrik maka pada lateks perlu ditambahkan

anti koagulan. Anti koagulan yang banyak digunakan pada industri crumb

rubber antara lain berupa amoniak, soda, formaldehida, natrium sulfat, boraks

dan asam borat. Jumlah antikoagulan yang digunakan tergantung dari keadaan

lateks. Pada umumnya harus dimulai dengan jumlah serendah mungkin dan

bila ternyata belum mencukupi, maka jumlahnya diperbesar.

D. INDUSTRI CRUMB RUBBER

Crumb Rubber atau sering disebut sebagai Standard Indonesia Rubber

(SIR) merupakan salah satu jenis karet alam selain Ribbed Smoked Sheet

(RSS), lateks pekat, block rubber, tyre rubber, reclaimed rubber yang

diproduksi di Indonesia. Menurut Nazaruddin dan Paimin (2004), pada

prinsipnya pengolahan SIR merupakan usaha menghasilkan karet yang dapat

diketahui dan terjamin mutu teknisnya, disajikan beserta sertifikat uji coba

laboratorium, pengepakan dalam bongkah kecil, mempunyai berat dan ukuran

yang seragam, serta ditutup dengan lembaran plastik polyethylene.

Page 28: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

15

Sedangkan menurut Solichin (1991), SIR adalah karet alam produksi

Indonesia yang dijual dalam bentuk bongkah dan mutunya dinilai secara

spesifikasi teknis. Penilaian mutu secara spesifikasi teknis tersebut didasarkan

pada hasil analisis dari beberapa syarat uji yang ditetapkan oleh SNI 06-1903-

1990 , antara lain : kadar kotoran, kadar abu, kadar zat menguap, Platisitas

awal (Po) dan Plasticity Retention Index (PRI).

Kadar kotoran sebagai salah satu uji mutu SIR ditentukan dari jumlah

kotoran yang tertampung diatas saringan ASTM 325 mesh (ukuran celah 44

mikron) dan berasal dari sejumlah tertentu sampel karet yang dilarutkan dalam

terpentin mineral. Tingginya kadar kotoran dalam karet yang menyebabkan

menurunnya mutu karet, sangat dipengaruhi oleh jenis bokar dan penjagaan

serta pemeliharaan kebersihan pabrik. Penjagaan dan pemeliharaan kebersihan

peralatan dan pabrik yang baik akan menolong mengurangi kontaminasi karet

serta menjaga kadar kotoran tetap rendah dan konsisten (Solichin dan Setiadi,

1992).

Menurut Solichin (1991), kadar abu pada produk karet sangat

dipengaruhi oleh jumlah kontaminasi bahan-bahan asing dan jenis bahan

pembeku yang digunakan. Kadar abu yang tinggi pada karet jarang terjadi,

tetapi tingginya kadar abu dalam karet akan terjadi apabila kedalam lateks

ditambahkan bahan-bahan asing seperti lumpur dan pasir halus. Selain itu

tingginya kadar abu juga disebabkan kurang bersihnya pencucian bekuan

selama proses produksi dari bahan-bahan kimia yang terdapat didalam bekuan.

Menurut Goutara, et al (1985), kadar abu ditentukan dari hasil pengabuan

karet dengan suhu 550 oC selama 2 jam. Pengukuran ini dapat dilihat adanya

jumlah natrium bisulfit, natrium karbonat, tawas dan bahan kimia lainnya.

Menurut Solichin (1991), pengukuran kadar zat menguap dilakukan

untuk memastikan bahwa karet mentah yang dijual telah dikeringkan secara

sempurna. Pengukuran yang dipengaruhi oleh kondisi pengeringan karet dan

jenis karet ini, menyatakan ukuran tingkat pengering yang dipengaruhi oleh

kondisi dimana karet tersebut dikeringkan. Biasanya karet yang kurang kering

akan menghasilkan kadar zat menguap yang tinggi, tetapi karet terlalu kering

juga akan mempengaruhi sifat fisik karet. Untuk menghasilkan karet dengan

Page 29: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

16

kadar zat menguap yang baik atau masih sesuai dengan mutu yang telah

ditetapkan, maka diperlukan pengaturan suhu yang tepat pada proses

pematangan karet di mesin pengering.

Plastisitas awal (Po) merupakan jumlah dari zat-zat yang mengandung

nitrogen dan terdiri dari protein dan turunannya. Nilai Po yang beragam pada

setiap sampel, menurut Suwardin (1990) disebabkan oleh faktor teknik

pengeringan yang menyangkut aspek waktu, besarnya temperatur pengeringan

serta kondisi koagulum. SIR dengan nilai Po yang rendah, disebabkan karena

karet mengalami proses produksi yang tidak tepat, seperti penggunaan bahan

kimia berupa formalin untuk membekukan karet dan proses pematangan karet

dalam mesin pengering yang tidak sempurna.

Plasticity Retention Index (PRI) sebagai salah satu uji mutu terhadap

SIR, merupakan suatu ukuran ketahanan karet terhadap pengusangan

(oksidasi) pada suhu tinggi. Nilai PRI yang ditentukan dengan alat Wallace

Plastimeter adalah presentase keliatan karet sesudah dipanaskan yang

dibandingkan dengan keliatan karet sebelum dipanaskan. Nilai PRI yang

tinggi memperlihatkan bahwa karet tahan terhadap oksidasi khususnya pada

suhu tinggi, sedangkan karet dengan nilai PRI rendah akan peka terhadap

oksidasi yang menyebabkan karet menjadi lunak bila dipanaskan dengan suhu

tinggi (Solichin, 1991).

Menurut Tim Bapedal dan Tim BPTK Bogor Pusat Penelitian Karet

(1999), dalam SNI 06-1903-1990 telah ditetapkan bahwa jenis mutu crumb

rubber yang boleh diproduksi yaitu SIR 3L, SIR 3CV, dan SIR 3WF dari

bahan olah lateks, SIR 5 dari koaglum lateks tipis, serta SIR 10 dan SIR 20

dari koagulum lapangan. Perbedaan masing-masing jenis mutu tersebut

diperlihatkan pada Lampiran 1.

Tahap-tahap pengolahan SIR 3L, SIR 3CV, maupun SIR 3WF dapat

dikatakan hampir sama, yang membedakan ketiga jenis SIR tersebut hanyalah

perlakuan penambahan bahan kimia yang disesuaikan dengan jenis mutu yang

diinginkan. Pada pengolahan SIR 3L, saat proses homogenisasi lateks kebun

dan air di bak bulking tank ditambahkan larutan sodium metabisulfit (SMBS)

untuk menghasilkan karet dengan penampilan cerah (L= light), sedangkan

Page 30: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

17

pada pengolahan SIR 3CV ditambahkan larutan hidroksilamin normal sulfat

(HNS) untuk menghasilkan karet yang memiliki viskositas konstan (CV=

constan viscosity). Pengolahan yang khusus memproduksi SIR 3WF tidak

digunakan bahan kimia sebagai bahan pencampur latek kebun. Selain itu jika

pengolahan yang semula ditunjukkan untuk membuat SIR 3L atau SIR 3CV

ternyata tidak mengahasilkan mutu yang diinginkan, maka produk karetnya

dapat diklasifikasikan sebagai SIR 3WF (Tim Bapedal dan Tim BPTK Bogor

Pusat Penelitian Karet, 1999).

Selain menggunakan bahan tambahan berupa bahan kimia, air juga

berperan sangat penting dan dibutuhkan dalam jumlah besar selama proses

pengolahan crumb rubber. Air yang digunakan sebagai bahan pengencer

lateks, pelarut dan bahan kimia haruslah jernih dan tidak berwarna. Selain itu

air tersebut juga tidak boleh mengandung garam-garam terutama garam

kapur, karena sangat mempermudah terjadinya prakoagulasi dan menimbulkan

bintik-bintik oksidasi. Sedangkan air yang digunakan untuk pengolahan pabrik

persyaratannya tidak terlalu ketat, akan tetapi tidak boleh mengandung

kotoran. Air yang bersih dapat diperoleh dari sumbernya atau dari sungai

dengan cara disaring dan diendapkan dalam bak-bak, atau dengan

penambahan tawas (Setyamidjaja, 1993).

Menurut Sudibyo (1996), mengingat keterbatasan sumber air, baik air

permukaan (sungai) maupun air tanah (sumur arteris), maka pabrik karet

remah sudah saatnya untuk melakukan penghematan penggunaan air dengan

cara melakukan kalkulasi menyeluruh kebutuhan air untuk setiap tahapan

proses, dan mempertimbangkan kemungkinan penggabungan proses atau

menghilangkan proses pencucian yang kurang perlu, serta memanfaatkan air

buangan proses (daur ulang air proses) dengan tanpa mengurangi mutu produk

yang dihasilkan. Selain keterbatasan sumber air, langkah penghematan air

tersebut juga akan mengurangi debit air limbah yang dihasilkan, sehingga

secara langsung akan mengurangi beban pencemaran lingkungan yang

diakibatkan dari proses pengolahan.

Page 31: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

18

E. LIMBAH INDUSTRI KARET

Menurut Suwardin (1989), sehubungan dengan perkembangan industri

karet, maka pengendalian limbah pabrik karet perlu mendapatkan perhatian

serius agar dapat dicapai optimasi daya dukung lingkungan tanpa

menimbulkan pencemaran. Limbah cair merupakan limbah terbanyak yang

dihasilkan selama proses pengolahan karet, hal ini disebabkan karena selama

proses berlangsung, air banyak digunakan untuk pencucian, pembersihan dan

pengenceran.

Menurut Suparto dan Alfa (1996) bahan olah berupa lateks dibersihkan

dari satu stasiun proses ke stasiun proses berikutnya sehingga bahan olahan

tersebut akan semakin bersih. Dengan demikian air buangan dari suatu stasiun

proses relatif lebih bersih dibandingkan dengan air buangan dari stasiun proses

sebelumnya. Buangan dari pabrik karet umumnya terdiri dari air sisa proses

produksi, sedikit lateks yang tidak menggumpal, dan serum yang mengandung

bahan-bahan organik dan anorganik. Sifat limbah cair yang dihasilkan

berbeda-beda, tergantung proses yang digunakan dalam pabrik. Pada

umumnya limbah yang dihasilkan bersifat asam dengan pH antara 4,2 dan 6,3.

Sifat asam yang dimiliki limbah tersebut, disebabkan karena di dalam air

limbah tercampur asam semut yang digunakan pada tahap pembekuan lateks.

Pengolahan air limbah pabrik karet termasuk air limbah pabrik crumb

rubber dapat dilakukan dengan berbagai cara, dan salah satu diantaranya

adalah pengolahan dengan sistem anaerob-aerob. Sistem ini merupakan suatu

sistem pengolahan yang sederhana, mudah dioperasikan, murah, dan kualitas

hasil olahannya dapat memenuhi kriteria baku mutu yang berlaku. Kelemahan

sistem tersebut adalah kebutuhan lahan yang cukup luas untuk pembangunan

kolam. Karena itu pengolahan dengan sistem kolam sesuai untuk pabrik-

pabrik crumb rubber yang terletak jauh dari pemukiman dan mempunyai

persediaan lahan yang cukup luas. Pengolahan yang membutuhkan lahan yang

luas ini pada prinsipnya merupakan proses biologis, yaitu penguraian bahan-

bahan organik yang terkandung dalam air limbah tersebut dengan bantuan

Page 32: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

19

mikroorganisme, baik dalam kondisi aerob maupun dalam kondisi anaerob

(Tampubolon, 1993).

Menurut Taricska, et al (1999), penanganan limbah dengan pembuatan

kolam anaerob-aerob selain memiliki kekurangan kebutuhan lahan yang luas,

juga memiliki kendala kurang optimalnya sistem tersebut dalam menurunkan

kadar zat pencemar agar tidak memberikan dampak negatif bagi lingkungan.

Perusahaan yang menerapkan sistem kolam anaerob-aerob juga harus

memperhatikan kapasitas kolam dan waktu tinggal limbah cair dalam kolam

tersebut. Kedalaman kolam anaerob minimum adalah 1,8 meter, sedangkan

waktu tinggal ditentukan oleh tingkat zat pencemar yang ada di limbah cair.

Page 33: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

20

III. METODOLOGI

A. KERANGKA PEMIKIRAN

Sejalan dengan upaya memacu laju pembangunan, maka pelestarian

kemampuan daya dukung lingkungan secara menyeluruh dan terpadu perlu

mendapat perhatian. Strategi pembangunan berkelanjutan haruslah dijadikan

dasar dalam mengambil kebijakan pembangunan. Hal ini harus diupayakan

untuk melindungi dan mengembangkan lingkungan hidup yang mencakup

perhitungan generasi saat ini dan generasi yang akan datang.

Industri crumb rubber haruslah menerapkan strategi pembangunan

berkelanjutan, karena setiap stasiun proses pengolahan pada industri crumb

rubber berpotensi menghasilkan limbah yang dapat memberikan dampak

negatif bagi lingkungan. Upaya pelestarian lingkungan melalui strategi

produksi bersih lebih sesuai dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan,

karena pada dasarnya produksi bersih merupakan upaya mencegah timbulnya

limbah dari suatu proses produksi.

Produksi bersih sebagai upaya pelestarian lingkungan yang bersifat

preventif dan terpadu diawali dengan perhitungan jumlah limbah pada setiap

stasiun proses produksi, dengan memperhitungkan neraca massa. Pengetahuan

mengenai jumlah limbah tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan

kemungkinan penerapan produksi bersih yang dapat dilakukan melalui

tindakan Reduce, Reuse, Recycle, dan Recovery (4R) pada setiap stasiun

proses.

Tindakan 4R tersebut dapat diterapkan apabila tindakan tersebut

memiliki kelayakan, baik secara teknis maupun layak secara finansial.

Penerapan produksi bersih dapat dikatakan layak secara teknis apabila

penerapan produksi bersih tersebut tidak berdampak negatif terhadap proses

produksi dan mutu produk yang dihasilkan. Sedangkan penerapan produksi

bersih dapat dikatakan layak secara finansial apabila penerapan produksi

Page 34: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

21

bersih tersebut akan menghasilkan NPV positif, IRR yang lebih besar dari

discount rate serta memiliki nilai B/C Ratio lebih dari satu.

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha

Way Berulu. Lokasi kantor Unit Usaha Way Berulu terletak di Desa

Kebagusan, Kecamatan Gedongtataan, Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi

Lampung yang berjarak sekitar 20 Km dari kota Bandar Lampung. Pemilihan

tempat penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena perusahaan ini

memiliki ketersediaan data dan bersedia untuk dilakukan perhitungan neraca

massa yang dibutuhkan untuk penelitian. Pengumpulan data yang diperlukan

untuk penelitian ini dilaksanakan pada pertengahan Februari hingga April

2006.

C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data lapangan sangat diperlukan untuk mengetahui

keadaan di lapangan, yang diperlukan untuk mengetahui peluang produksi

bersih yang dapat diterapkan di perusahaan yang bersangkutan. Selain itu

pengumpulan data lapangan dapat pula digunakan untuk melihat kemungkinan

untuk memberikan masukan langkah-langkah perbaikan selama proses

produksi berlangsung. Data-data yang diperlukan untuk penelitian ini

diperoleh melalui beberapa tahap berikut ini :

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan ini meliputi kegiatan pengumpulan dan telaah pustaka

yang berkaitan dengan kegiatan produksi karet dan produksi bersih.

2. Tahap Pengumpulan Data Lapangan

Pengumpulan data lapangan meliputi pengumpulan data kebijakan

perusahaan, kegiatan pengamatan dan pengukuran secara langsung

beberapa parameter pada bagian proses pengolahan crumb rubber, serta

melakukan wawancara langsung pada karyawan. Tahap pengukuran secara

Page 35: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

22

langsung beberapa parameter pada bagian proses pengolahan, dilakukan

sebanyak sepuluh kali pengukuran pada kondisi lateks yang tidak jauh

berbeda dan ditampilkan pada neraca massa dengan memperhitungkan

rata-rata dari hasil pengukuran tersebut.

D. IDENTIFIKASI SUMBER LIMBAH

Identifikasi limbah dilakukan pada semua tahapan proses produksi

crumb rubber, mulai dari tahapan penampungan lateks yang berasal dari

kebun hingga produk tersebut selesai dikemas dan siap untuk dipasarkan.

Identifikasi limbah ini dilakukan dengan cara melakukan penyusunan neraca

massa pada tiap tahapan proses, yang diperoleh dari pengukuran dan

pengamatan secara langsung, sehingga mendapatkan gambaran tepat proses

produksi yang dilakukan perusahaan.

E. PEMILIHAN POTENSI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH

Berdasarkan hasil dari identifikasi limbah yang diperoleh, dilakukan

pemilihan potensi penerapan produksi bersih yang mungkin dilakukan. Potensi

tersebut didapatkan dari studi literatur dan wawancara yang telah

dikumpulkan, yang akan memberikan gambaran tentang kemungkinan

penerapan produksi bersih yang dapat dilakukan di industri crumb rubber. Hal

tersebut diharapkan akan membantu mengatasi masalah pencemaran

lingkungan yang dapat ditimbulkan selama proses produksi crumb rubber

berlangsung.

F. ANALISIS DATA

1. Evaluasi Kelayakan Teknis

Evaluasi kelayakan teknis adalah evaluasi akan alternatif

penerapan produksi bersih terhadap beberapa kriteria teknis dari segi

proses, lahan, teknologi, SDM, utilitas, bahan, peralatan/layout, tenaga

kerja, dan lain-lain. Evaluasi ini dilaksanakan dengan melakukan studi

literatur untuk melihat kelayakan teknis dari perusahaan. Perbandingan

Page 36: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

23

dengan langkah proses yang dilakukan pada perusahaan lain akan

memberikan dasar bahwa alternatif penerapan produksi bersih dapat

dilaksanakan pada perusahaan. Selain itu alternatif penerapan produksi

bersih juga dilakukan dengan mempertimbangkan pengaruhnya terhadap

mutu produk yang dihasilkan, dengan cara melakukan pengujian secara

langsung terhadap produk hasil penerapan produksi bersih tersebut di

laboratorium.

2. Evaluasi Kelayakan Finansial

Evaluasi kelayakan finansial dilakukan terhadap alternatif-

alternatif yang telah lolos evaluasi teknis. Evaluasi ini menggunakan tolak

ukur melalui nilai NPV, IRR, dan B/C ratio dari penerapan produksi

bersih. Perhitungan tolak ukur kajian ekonomi tersebut digunakan untuk

mengetahui manfaat ekonomis yang dapat diambil melalui proyek

penerapan produksi bersih bagi industri crumb rubber.

Page 37: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

24

Gambar 5. Diagram alir tahapan penelitian

Page 38: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

PT. Perkebunan Nusantara merupakan perusahaan perkebunan

milik pemerintah Belanda yang kemudian diambil alih oleh pemerintah

Republik Indonesia pada tanggal 3 Desember 1957. PT. Perkebunan

Nusantara VII (Persero) sebagai perusahaan Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) merupakan gabungan dari PT. Perkebunan X (Persero), PT.

Perkebunan XXXI (Persero), eks proyek PT. Perkebunan XI (Persero) di

Lahat, dan eks proyek PT. Perkebunan XXIII (Persero) di Bengkulu.

PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) mengelola usaha

perkebunan dengan budidaya berupa karet, kelapa sawit, tebu dan teh.

Perusahaan ini memiliki kantor pusat yang berlokasi di Jalan Teuku Umar

No 300, Kedaton Bandar Lampung, dan memiliki kantor penghubung

yang beralamat di Jalan Tebet Timur Dalam IJ/14, Jakarta. Tujuan

didirikannya perusahaan ini adalah melaksanakan pembangunan dan

pengembangan agrobisnis sektor perkebunan sesuai dengan prinsip

perusahaan yang sehat, kuat dan tumbuh dalam sekala usaha yang

ekonomis. Perusahaan ini memiliki visi untuk menjadi perusahaan

agroindustri terkemuka di Indonesia dan memiliki keunggulan bersaing

sehingga dapat tumbuh dan berkembang baik dengan kemampuan sendiri

maupun dengan pola kemitraan.

Unit Usaha Way Berulu (UU. Wabe) merupakan salah satu dari

29 Unit Usaha yang dikelola PTPN VII. Lokasi kantor UU. Wabe terletak

di Desa Kebagusan, Kecamatan Gedongtataan, Kabupaten Lampung

Selatan, Propinsi Lampung yang berjarak sekitar 20 Km dari kota Bandar

Lampung. Areal konsensi UU. Wabe seluruhnya berjumlah 2.403,67 Ha,

terdiri dari areal tanaman karet menghasilkan seluas 1.665 Ha, areal

Page 39: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

26

tanaman karet belum menghasilkan (TBM) seluas 321 Ha, areal tanaman

kakao seluas 20 Ha, areal tanaman ulangan seluas 113 Ha, tanaman entrys

seluas 7 Ha, areal pembibitan seluas 74 Ha, areal lain-lain seluas 203,67

Ha.

UU. Wabe sebagai perusahaan yang memanfaatkan bahan baku

lateks kebun memiliki dua buah pabrik, yaitu Pabrik Pengolahan Karet

Remah (PPKR) dan Pabrik Pengolahan Lateks Pekat. PPKR yang

dibangun sejak tahun 1982 memiliki kapasitas produksi 30 ton karet

kering per hari. Pabrik ini mengelola lateks dari produksi kebun sendiri

dan dari kebun seinduk yaitu UU. Way Lima dengan mutu produk yang

dihasilkan terdiri dari dua jenis, yaitu SIR 3L dan SIR 3WF. Sedangkan

Pabrik Pengolahan Lateks Pekat yang ada di UU. Wabe dibangun pada

tahun 1989, memiliki kapasitas produksi 20 ton per hari. Pabrik ini hanya

beroperasi apabila ada pesanan dari pembeli, tetapi sejak tahun 1998 UU.

Wabe tidak memproduksi lateks pekat. Selain disebabkan tidak adanya

permintaan, juga disebabkan pula oleh biaya produksi lateks pekat yang

terlalu tinggi.

Selama menjalankan kegiatannya, UU. Wabe dipimpin oleh

seorang Manajer, yang dalam pelaksanaanya dibantu oleh Sinder Kepala

Tanaman, Sinder Tanaman, Sinder Teknik, Sinder Pengolahan, Sinder

SDM dan Umum, serta Sinder Tata Usaha dan Keuangan. Setiap Sinder

yang membantu Manajer dalam melaksanakan tugasnya, haruslah dapat

melaksanakan pekerjaannya secara efisien dan efektif serta dapat saling

melakukan koordinasi antara sinder satu dengan sinder lainnya. Bagan

struktur organisasi pada UU. Wabe ditampilkan pada Lampiran 2.

2. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana untuk menunjang berlangsungnya proses

produksi mutlak diperlukan oleh setiap industri. UU. Wabe sebagai

industri yang mengolah lateks kebun menjadi SIR 3L atau SIR 3WF,

selain membutuhkan sarana dan prasarana berupa mesin pengolahan, juga

Page 40: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

27

membutuhkan sarana berupa jembatan penimbangan dan pembangkit

listrik untuk menunjang proses produksi.

Jembatan penimbangan yang dimiliki UU. Wabe digunakan untuk

menentukan berat bersih dari lateks yang akan memasuki proses

pengolahan. Sebelum memasuki pabrik, truk yang membawa lateks kebun

ditimbang untuk mendapatkan berat kotor (brutto) dan setelah keluar

pabrik ditimbang kembali untuk mendapatkan berat bersih (netto). Proses

penimbangan tersebut dilakukan pada setiap truk yang membawa lateks

dengan tujuan untuk mengatahui banyaknya lateks kebun yang diolah

pabrik setiap harinya.

Listrik yang digunakan untuk menjalankan mesin-mesin produksi

maupun sebagai sarana penerangan di pabrik dan kebutuhan listrik di

kantor, berasal dari tiga buah mesin genset berbahan bakar solar. Genset

yang disimpan dalam ruangan tertutup ini masing-masing mempunyai

kapasitas 313 KVA dan digunakan secara bergantian.

B. PROSES PRODUKSI

1. Bahan Baku dan Bahan Penunjang

Bahan baku yang digunakan dalam kegiatan produksi SIR 3L

atau 3 WF di PTPN VII UU. Wabe adalah lateks, amoniak, sodium

metabisulfit (NaHSO3), asam semut (HCOOH), dan air. Bahan baku

berupa lateks yang diolah di pabrik, selain berasal dari kebun yang

dimiliki UU. Wabe sendiri, juga mengolah lateks berasal dari kebun lain,

yaitu dari UU. Way Lima. Pengolahan lateks yang berasal dari UU. Way

Lima selain disebabkan karena UU. Way Lima tidak memiliki PPKR

untuk mengolah lateks hasil sadapan, juga disebabkan jarak yang dekat

antar kedua unit usaha tersebut. Lateks hasil sadapan kedua Unit Usaha

tersebut sebelum dikirim ke pabrik terlebih dahulu ditampung dan

dilakukan penyaringan di Stasiun Lateks (STL) yang terdapat di setiap

afdiling kebun.

Page 41: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

28

Lateks yang akan dikirim dengan menggunakan truk dari STL

terlebih dahulu dicampur dengan bahan pengawet berupa amoniak. Hal ini

dilakukan dengan tujuan untuk menghindari terjadinya penggumpalan

lateks selama dalam tanki pada saat pengangkutan ke pabrik. Jenis

amoniak yang digunakan adalah amoniak yang mempunyai kepekatan 2,5

persen sebanyak 0,5-1 liter untuk setiap 1000 liter lateks kebun bila

diperlukan. Penggunaan pengawet berupa amoniak ini lebih dianjurkan

daripada menggunakan pengawet jenis lain (formaldehid dan sodium

sulfit), hal ini disebabkan karena amoniak tidak mengakibatkan warna

gelab pada produk yang dihasilkan.

Sodium Metabisulfit (NaHSO3) merupakan bahan kimia yang

biasa digunakan dalam pembuatan karet SIR 3L. Bahan kimia ini

berfungsi sebagai bahan pemucat agar diperoleh karet berpenampakan

cerah atau warna muda. UU. Wabe menggunakan sodium metabisulfit

yang berkonsentrasi 5 persen dengan dosis 0,4-0,6 kg per ton karet kering,

yang dicampurkan pada lateks yang berada pada bulking tank.

Asam semut (HCOOH) sebagai koagulan yang sengaja

ditambahkan ke dalam lateks untuk menggumpalkannya, dilakukan pihak

UU. Wabe pada saat lateks akan dialirkan ke bak pembekuan. Asam semut

yang digunakan oleh UU. Wabe ini memiliki kepekatan sebesar 1 persen,

dan dengan dosis 2,5 – 3 liter asam semut per ton karet kering.

Penambahan asam semut yang dimaksudkan untuk mempercepat proses

pembekuan ini dilakukan secara hati-hati, karena dapat mengakibatkan

iritasi kulit, uapnya perih dimata serta merusak membran mukosa dari

saluran pernapasan.

Selain membutuhkan bahan baku berupa lateks kebun dan bahan

kimia, selama proses produksi pengolahan lateks menjadi SIR 3L atau SIR

3WF membutuhkan air bersih yang digunakan untuk proses produksi

maupun sebagai sarana sanitasi. Kebutuhan air tersebut diperoleh dari air

permukaan (sungai) yang mengalir di tengah perkebunan. Sebelum

digunakan untuk proses produksi, air sungai yang dialirkan menuju pabrik

dengan menggunakan pompa tersebut, terlebih dahulu diendapkan dan

Page 42: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

29

dilakukan penyaringan menggunakan sunfilter agar air tersebut tidak

mengandung kotoran yang dapat menurunkan mutu dari produk yang

dihasilkan.

2. Proses Pengolahan

Proses produksi crumb rubber di UU. Wabe dimulai dari

penimbangan lateks kebun yang datang menggunakan truk pengangkut.

Setelah berat lateks yang di bawa oleh truk diketahui, maka lateks tersebut

dialirkan ke bulking tank untuk dilakukan pencampuran dengan sodium

metabisulfit dan pengencer berupa air. Banyaknya bahan pengencer yang

dicampurkan dalam bulking tank sangat tergantung dari Kadar Karet

Kering (KKK) dari lateks kebun. Proses perhitungan KKK yang

menggunakan faktor pengering sebesar 72,2 persen dilakukan untuk

mengencerkan lateks hingga memiliki nilai KKK sebesar 18 persen.

Setelah lateks kebun telah diencerkan sampai memiliki nilai

KKK yang diinginkan, campuran lateks yang telah homogen dialirkan

melalui talang menuju bak pembekuan. Proses pembekuan yang dibantu

oleh larutan asam semut ini dilakukan selama 12 jam, dengan tujuan untuk

mempersatukan butir-butiran karet yang terdapat dalam cairan lateks,

supaya menjadi satu gumpalan atau koagulum. Lamanya waktu yang

dibutuhkan untuk proses pembekuan disebabkan UU. Wabe hanya

menggunakan asam semut yang memiliki kepekatan sebesar 1 persen

dengan dosis 2,5 – 3 liter asam semut per ton karet kering. Rendahnya

kepekatan asam semut yang digunakan diproses ini dikarenakan lateks

yang datang sore hari baru akan diolah pada pagi hari berikutnya, sehingga

tidak membutuhkan asam semut kepekatan yang tinggi untuk

mempercepat waktu pembekuan.

Lateks yang telah beku selanjutnya digiling untuk mengurangi

ketebalan bekuan. Mesin penggilingan yang terdiri dari mobile crusher,

creper I, creper II dan hammer mills selain digunakan untuk mengurangi

ketebalan dan mencuci bekuan, juga berfungsi untuk mengeluarkan air

dan bahan kimia yang masih terkandung pada bekuan lateks tersebut.

Page 43: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

30

Selama proses penggilingan bekuan ini akan menghasilkan limbah cair

yang langsung dialirkan menuju IPAL (Instalasi Pengolahan Limbah).

Proses penggilingan akhir menggunakan hammer mills akan

menghasilkan remahan yang siap untuk dipanaskan dengan menggunakan

mesin pengering. Sebelum remahan tersebut dikeringkan, remahan hasil

pencacahan hammer mills dihisap oleh vortex pump untuk dialirkan dan

ditiriskan dalam box mesin pengering. Setelah itu box mesin pengering

dimasukkan setiap 15 menit dalam mesin pengering untuk dikeringkan.

Selama proses pengeringan dengan mesin pengering ini, akan terbentuk

limbah berupa uap panas yang langsung dialirkan melalui cerobong tanpa

mengalami penanganan untuk mencegah dampaknya terhadap lingkungan.

Remahan yang telah matang, selanjutnya disortasi dengan cara

pengamatan secara visual untuk mengetahui keadaan fisik remahan.

Apabila dalam remahan terbentuk white spot, maka remahan tersebut akan

dikeringkan lagi dengan menggunakan mesin pengering. Sedangkan

remahan karet matang yang telah lolos dari tahap sortasi dikeluarkan dari

box mesin pengering dengan dibantu oleh hydroulic balling press, untuk

seterusnya dilakukan penimbangan dan dimasukkan ke dalam bale press,

dengan tujuan memadatkan remahan matang tersebut, sehingga didapatkan

bentuk bale yang seragam, baik ukuran maupun bobot yang dimilikinya.

Setelah remahan matang ditimbang dan dibentuk bale dengan

bobot 33,3 kg atau 35 kg (tergantung pesanan), selanjutnya dilakukan

pengawasan mutu terhadap produk di laboratorium. Uji kadar kotoran,

kadar abu, kadar zat menguap, PRI, Po dan warna lovibond yang

dilakukan di laboratorium tidak dilakukan pada setiap bale. Pengujian

mutu tersebut dilakukan pada bale dengan urutan produksi ke sembilan

dan kelipatannya. Apabila sampel jenis SIR 3L yang diambil untuk

dilakukan pengujian di laboratorium, memiliki mutu di bawah spesifikasi

menurut SNI 06-1903-1990 dan kebijakan direksi, maka bale-bale yang

diwakili oleh sampel tersebut akan dikeluarkan dari pallet dan dimasukkan

ke pallet lain sebagai produk SIR 3WF.

Page 44: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

31

Gambar 6. Diagram alir proses produksi SIR 3L dan SIR 3WF di UU.Wabe

Page 45: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

32

C. IDENTIFIKASI SUMBER LIMBAH

Kegiatan produksi di pabrik UU. Wabe dapat menjadi sumber

dampak negatif bagi lingkungan. Dampak negatif tersebut ditimbulkan dari

limbah yang dihasilkan selama proses produksi berlangsung. Untuk

mengetahui besarnya jumlah beban pencemaran yang diberikan kepada

lingkungan, maka diperlukan identifikasi sumber limbah pada setiap tahapan

proses produksi. Setelah melakukan identifikasi tersebut, maka diharapkan

dapat dilakukan tindakan pencegahan dan meminimalisasi terhadap

terbentuknya limbah, sebagai upaya untuk menjaga keseimbangan lingkungan

di sekitar PTPN VII UU. Wabe.

Limbah dalam bentuk padat, gas dan cair yang terbentuk selama

proses pengolahan crumb rubber berasal dari luar dan dari dalam proses

produksi. Limbah yang terbentuk diluar proses berasal dari kebun dan berasal

dari tumpahan lateks pada saat proses transportasi lateks dari kebun ke pabrik.

Limbah padat yang terbentuk di kebun, disebabkan lateks telah mengalami

pembekuan sebelum lateks tersebut dikirim ke pabrik untuk diolah menjadi

SIR 3L atau SIR 3WF. Limbah padat yang sering disebut sebagai koagulum

tersebut digunakan sebagai bahan baku untuk SIR 10 dan SIR 20 yang diolah

di Unit Usaha Pewa. Sedangkan limbah yang terbentuk akibat guncangan

selama pengangkutan lateks dari kebun ke pabrik, menyebabkan lateks

tersebut tumpah dan menjadi limbah.

Limbah yang dihasilkan selama proses produksi berlangsung terdiri

dari limbah padat, gas dan cair. Limbah padat umumnya berupa kotoran yang

terbawa oleh lateks dan produk yang tidak terolah. Limbah gas berupa bau

terbentuk pada saat proses pembekuan dan pada tahap pengeringan akhir.

Sedangkan limbah cair terbentuk dari air proses, bahan kimia dan sisa-sisa

karet.

Limbah yang terbentuk selama proses produksi, merupakan salah

satu indikator bahwa proses yang telah berlangsung tidak efisien, karena itu

diperlukan usaha pencegahan yang dilakukan mulai dari awal (source

reduction), pengurangan terbentuknya limbah (waste reduction) dan

Page 46: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

33

pemanfaatan limbah melalui daur ulang (recycle). Usaha pencegahan

terbentuknya limbah yang merupakan salah satu strategi penerapan produksi

bersih, dapat dilakukan apabila neraca massa dari masing-masing tahapan

proses telah diketahui, sehingga dapat diketahui besarnya input maupun output

yang terjadi selama proses tersebut berjalan.

Identifikasi limbah di UU. Wabe dilakukan dengan menyusun neraca

massa pada setiap stasiun proses produksi yang diperoleh dari hasil

pengamatan, pengukuran dan wawancara. Neraca massa akan memberikan

gambaran yang jelas tentang jumlah limbah, bahan baku dan produk. Hasil

identifikasi limbah tersebut diperlihatkan dengan susunan neraca massa seperti

dibawah ini.

1. Neraca Massa di Proses Pencampuran

Tabel 2. Neraca massa di bulking tank

No Keterangan INPUT OUTPUT (kg/hari)

(kg / hari) Produk Utama

Produk Samping Kehilangan

A INPUT 1 Lateks kebun 53614,680 - - - 2 Air 14175,126 - - - 3 Larutan SMB 23,226 - - -

B OUTPUT

1 Campuran lateks - 67634,316 - - 2 Limbah - - 178,716 -

Jumlah 67813,032 67634,316 178,716 - Total Input 67813,032 - Total Output - 67813,032

Lateks kebun yang memiliki nilai Kadar Karet Kering (KKK) rata-

rata sebesar 22,759 persen setelah dimasukkan ke dalam bulking tank

melalui saringan sebesar 20 mesh dilakukan pengenceran. Pengenceran

Page 47: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

34

tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan nilai KKK hingga

mencapai 18 persen agar warna lateks yang dihasilkan lebih cerah.

Pengenceran dengan cara menambahkan air tersebut, dapat pula

memudahkan penghilangan gelembung udara atau gas yang terdapat di

dalam lateks, serta dapat melunakkan bekuan lateks sehingga mengurangi

tenaga yang diperlukan untuk proses penggilingan.

Sebelum dilakukan pengadukan selama 10 menit dengan

menggunakan stirer untuk homogenisasi larutan, lateks yang telah

diencerkan menggunakan air rata-rata sebanyak 14.175,126 kg per hari

atau sebanyak 1,167 m3 per ton karet tersebut dicampurkan dengan larutan

sodium metabisulfit rata-rata sebanyak 23,226 kg per hari atau 0,523 kg

per ton karet. Proses pencampuran tersebut hanya dilakukan apabila UU.

Wabe ingin menghasilkan SIR 3L, namun apabila UU. Wabe ingin

memproduksi SIR 3WF, maka selama proses pencampuran ini tidak perlu

ditambahkan larutan sodium metabisulfit.

Jumlah campuran lateks rata-rata sebanyak 67.634,316 kg per hari

atau sebanyak 5,567 m3 per ton karet yang dihasilkan pada tahap ini

merupakan campuran lateks kebun, air pengencer dan larutan sodium

metabisulfit. Selama proses pencampuran di tahap ini tidak menghasilkan

limbah, limbah terbentuk pada saat campuran lateks dari bulking tank

dialirkan melalui talang. Limbah rata-rata sebanyak 178,716 kg per hari

yang terdiri dari campuran lateks dari bulking tank, disebabkan karena

adanya kebocoran dan kurang permanennya talang yang menghubungkan

bulking tank dengan bak pembekuan. Limbah tersebut dialirkan menuju

IPAL melalui saluran air limbah, dengan tujuan untuk mengurangi dampak

yang diberikan limbah tersebut terhadap lingkungan.

Terbentuknya limbah pada saat campuran lateks dialirkan melalui

talang menuju bak pembekuan, menyebabkan terjadinya penurunan bobot

campuran lateks yang akan dibekukan. Penurunan bobot rata-rata

sebanyak 178,716 kg per hari menyebabkan campuran lateks yang akan

dibekukan menjadi rata-rata 67.634,316 kg per hari.

Page 48: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

35

2. Neraca Massa di Bak Pembekuan

Tabel 3. Neraca massa di bak pembekuan

No Keterangan INPUT OUTPUT (kg/hari)

(kg/hari) Produk Utama

Produk Samping Kehilangan

A INPUT 1 Campuran Lateks 67634,316 - - - 2 Larutan Asam Semut 135,484 - - -

B OUTPUT

1 Bekuan - 67769,800 - - Jumlah 67769,800 67769,800 - - Total Input 67769,800 - Total Output - 67769,800

Pada proses pembekuan, campuran lateks yang dialirkan melalui

talang dicampurkan dengan larutan asam semut. Banyaknya asam semut

yang digunakan pada tahap ini, sangat tergantung dari jumlah campuran

lateks yang akan dibekukan. Semakin tinggi jumlah lateks yang akan

dibekukan semakin tinggi pula larutan asam semut yang dibutuhkan untuk

membantu mempercepat proses pembekuan.

Proses pembekuan campuran lateks homogen rata-rata sebanyak

67.634,316 kg per hari akan membutuhkan asam semut rata-rata sebanyak

135,484 kg per hari. Proses pencampuran lateks dengan asam semut ini

akan menghasilkan bekuan yang siap digiling rata-rata sebanyak

67.769,800 kg per hari.

3. Neraca Massa di Penggilingan Mobile Crusher

Page 49: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

36

Tabel 4. Neraca massa di mesin mobile crusher

No Keterangan INPUT OUTPUT (kg/hari)

(kg/hari) Produk Utama

Produk Samping Kehilangan

A INPUT 1 Bekuan Tebal 67769,800 - - - 2 Air 166722,300 - - -

B OUTPUT

1 Bekuan Tipis - 59678,086 - - 2 Air Limbah - - 174814,014 -

Jumlah 234492,100 59678,086 174814,014 - Total Input 234492,100 - Total Output - 234492,100

Proses penggilingan yang bertujuan untuk menipiskan bekuan

serta mengeluarkan sisa bahan kimia dan air yang masih terkandung

dalam bekuan, dilakukan dengan bantuan dua operator untuk menarik

bekuan menuju mesin mobile crusher. Tabel 4. memperlihatkan adanya

penggunaan air dalam jumlah besar yang bertujuan untuk memudahkan

bekuan untuk mengapung, sehingga meringankan tenaga operator dalam

menarik bekuan. Penggunaan air untuk mengapungkan bekuan ini rata-

rata sebesar 166.722,3 kg per hari atau sebesar 13,722 m3 per ton karet,

yang dialirkan dari bulking tank dan melalui talang air menuju bak

pembekuan.

Proses penggilingan dengan mobile crusher menghasilkan

limbah cair berwarna putih pekat dengan nilai kekeruhan mencapai 300

FAU (Formazin Atuantion Unit). Air limbah rata-rata sebesar

174.814,014 kg per hari langsung dialirkan menuju kolam IPAL, dimana

limbah tersebut terdiri dari air yang digunakan untuk mengapungkan

bekuan dan air ataupun bahan kimia yang keluar dari bekuan setelah

diberi tekanan oleh mobile crusher. Selain itu limbah rata-rata sebesar

174.814,014 kg per hari juga terdiri dari tumpahan air yang belum

sampai ke bak pembekuan akibat bocornya talang yang menghubungkan

talang utama dengan talang yang menuju bak pembekuan. Kebocoran

akibat tidak permanennya talang tersebut menyebabakan air terbuang

rata-rata sebanyak 9.381,363 kg per hari atau sebanyak 9,381 m3 per

Page 50: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

37

hari. Keluarnya air dan bahan kimia tersebut selain menyebabkan

turunnya bobot bekuan yang semula rata-rata 67.769,800 kg per hari

menjadi rata-rata 59.678,086 kg per hari, juga menyebabkan turunnya

ketebalan bekuan menjadi 5 cm.

4. Neraca Massa di Penggilingan Creper I

Tabel 5. Neraca massa di mesin creper I

No Keterangan INPUT OUTPUT (kg/hari)

(kg/hari) Produk Utama

Produk Samping Kehilangan

A INPUT 1 Bekuan Tipis 59678,086 - - - 2 Air 25706,217 - - -

B OUTPUT

1 Lembaran Bekuan 1 Cm - 33885,217 - - 2 Air Limbah - - 51499,086 -

Jumlah 85384,303 33885,217 51499,086 -

Total Input 85384,303 -

Total Output - 85384,303

Proses penggilingan dengan menggunakan creper I bertujuan

untuk menurunkan ketebalan bekuan dari mobile crusher hingga 1 cm,

mengeluarkan bahan kimia dan air yang tersisa pada bekuan, serta

mencuci bekuan dari bahan kimia yang terdapat di permukaan bekuan

dengan menggunakan air yang dialirkan melalui pipa. Air rata-rata

sebesar 25.70l,217 kg per hari atau sebesar 2,115 m3 per ton, selain

digunakan untuk pencucian juga digunakan untuk pendingin penggiling.

Proses penggilingan dengan creper I menghasilkan limbah cair

berwarna putih pekat dengan nilai kekeruhan mencapai 410 FAU.

Tingginya nilai kekeruhan pada tahap ini disebabkan karena tahap di

Page 51: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

38

mesin creper I ini merupakan tahap pencucian awal terhadap bekuan,

sehingga masih banyak bahan pencemar berupa sodium metabisulfit dan

asam semut yang terdapat pada bekuan.

Limbah cair yang rata-rata mencapai 51.499,86 kg per hari atau

sebanyak 4,239 m3 per ton , yang terdiri dari sisa bahan kimia dan air

dari bekuan serta berasal dari sisa pencucian bekuan dialirkan ke IPAL

melalui saluran limbah. Hal ini dilakukan UU. Wabe sebagai upaya

mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan.

Bekuan yang telah melalui mesin ini akan mengalami

pengurangan bobot rata-rata menjadi 33.885,217 kg per hari.

Pengurangan bobot tersebut disebabkan karena kandungan air dan

bahan kimia yang terkandung didalamnya keluar dari bekuan akibat

tekanan yang diberikan oleh mesin penggiling.

5. Neraca Massa di Penggilingan Creper II

Tabel 6. Neraca massa di mesin creper II

No Keterangan INPUT OUTPUT (kg/hari)

(kg/hari) Produk Utama

Produk Samping Kehilangan

A INPUT

1 Lembaran Bekuan 1 Cm 33885,217 - - -

2 Air 22542,154 - - -

B OUTPUT

1 Lembaran Bekuan 0.5 Cm - 29005,746 - -

2 Air Limbah - - 27421,625 -

Jumlah 56427,371 29005,746 27421,625 -

Total Input 56427,371 -

Total Output - 56427,371

Page 52: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

39

Bekuan tipis yang melalui mesin creper II ini pada prinsipnya

mengalami tahapan yang sama dengan bekuan yang melalui mesin

creper I. Perbedaan antara mesin creper I dan creper II adalah ketebalan

bekuan yang dihasilkan. Mesin penggiling creper I hanya menipiskan

bekuan hingga memiliki ketebalan hingga 1 cm, sedangkan pada mesin

penggiling creper II ini akan menipiskan bekuan lateks hingga 0,5 cm.

Proses penggilingan pada mesin creper II bertujuan untuk

membersihkan bahan kimia pada permukaan bekuan yang masih tersisa

pada bekuan setelah melalui mesin creper I. Pada tahap ini lembaran

bekuan juga mengalami pengurangan bobot rata-rata menjadi 29.005,746

kg per hari. Pengurangan bobot tersebut disebabkan karena keluarnya

bahan kimia dan air yang terkandung di dalam lembaran bekuan pada

saat lembaran tersebut mengalami penggilingan.

Limbah cair yang dihasilkan pada mesin ini terdiri dari sisa

bahan kimia dan air dari bekuan, serta berasal dari sisa pencucian

bekuan. Limbah rata-rata sebanyak 27.421,625 kg per hari atau sebanyak

2,257 m3 per ton ini berwarna putih agak pekat dan memiliki nilai

kekeruhan mencapai 140 FAU. Nilai kekeruhan pada tahap ini lebih

rendah dari tahap sebelumnya, hal ini disebabkan karena telah

berkurangnya bahan kimia yang terdapat pada permukaan bekuan akibat

pencucian awal di mesin creper I.

6. Neraca Massa di Hammer Mills

Page 53: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

40

Tabel 7. Neraca massa di mesin hammer mills

No Keterangan INPUT OUTPUT (kg/hari)

(kg/hari) Produk Utama

Produk Samping Kehilangan

A INPUT

1 Lembaran Bekuan 0.5 Cm 29005,746 - - -

2 Air 10982,928 - - - B OUTPUT

1 Remahan - 28965,138 - - 2 Air Limbah - - 10982,928 - 3 Limbah Remahan - - 40,608 -

Jumlah 39988,674 28965,138 11023,536 - Total Input 39988,674 - Total Output - 39988,674

Mesin hammer mills digunakan untuk meningkatkan efisiensi

pengeringan karet pada mesin pengering. Pengeringan yang efisien

sangat diperlukan, karena karet pada dasarnya bukan merupakan

penghantar panas yang baik, sehingga membutuhkan pencacahan agar

karet lebih mudah untuk dikeringkan di mesin pengering.

Lembaran bekuan yang masuk dalam mesin hammer mills akan

mengalami pemukulan dan pencacahan oleh piringan pisau berputar,

sehingga akan menghasilkan butiran-butiran atau sering disebut sebagai

remahan. Selama proses pemukulan dan pencacahan ini berlangsung, air

dialirkan melalui pipa menuju mesin hammer mills rata-rata sebesar

10.982,928 kg per hari atau sebesar 0,904 m3 per ton. Air yang

digunakan untuk pencucian dan pendinginan gilingan tersebut, akan

keluar sebagai limbah yang langsung dialirkan menuju IPAL untuk

menghindari pencemaran lingkungan yang mungkin dapat ditimbulkan

dari air limbah tersebut.

Limbah cair yang dihasilkan pada tahap ini tidak terlalu keruh,

hal ini diperlihatkan dengan nilai kekeruhan yang mencapai 85 FAU.

Masih tingginya nilai kekeruhan dari limbah ini, disebabkan karena

bekuan yang telah mengalami pencacahan dan menjadi remahan-

remahan kecil memungkinkan untuk mengalami pencucian pada bagian

Page 54: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

41

dalam bekuan yang tidak dapat dicuci oleh mesin-mesin penggiling

sebelumnya.

Selama proses ini berlangsung, tidak semua remahan yang

dihasilkan masuk ketahap selanjutnya untuk dilakukan pengeringan pada

mesin pengering. Tabel 7. memperlihatkan adanya remahan rata-rata

sebanyak 40,608 kg per hari tercampur dalam air limbah yang mengalir

pada saluran limbah menuju IPAL. Terbentuknya remahan sebagai

limbah tersebut disebabkan karena remahan hasil pemukulan dan

pencacahan tidak sepenuhnya dapat dialirkan melalui pipa yang

menghubungkan hammer mills dengan bak air yang akan dihisap oleh

vortex pump.

7. Neraca Massa di Vortex Pump

Tabel 8. Neraca massa di mesin vortex pump

No Keterangan INPUT OUTPUT (kg/hari)

(kg/hari) Produk Utama

Produk Samping Kehilangan

A INPUT 1 Remahan 28965,138 - - - 2 Air 56388,152 - - -

B OUTPUT

1 Remahan Dryer - 28860,864 - - 2 Air Limbah - - 56388,152 - 3 Limbah Remahan 104,274

Jumlah 85353,290 28860,864 56492,426 -

Total Input 85353,290 -

Total Output - 85353,290

Page 55: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

42

Selain berfungsi untuk mencuci remahan, vortex pump juga

berfungsi untuk menghantarkan butiran-butiran karet yang bercampur

dengan air dari bak penampung hammer mills menuju box mesin

pengering. Butiran-butiran karet atau remahan yang dikeluarkan oleh

mesin hammer mills ini dialirkan dengan air dalam jumlah yang cukup

besar, yaitu rata-rata 56.388,152 kg per hari atau sebesar 4,641 m3 per

ton dengan tujuan untuk mendorong remahan agar dapat sampai ke pipa

penghisap vortex pump.

Remahan yang dikeluarkan oleh mesin vortex pump tidak

sepenuhnya dapat diolah pada mesin pengering. Terdapat remahan rata-

rata sebanyak 104,274 kg per hari terbuang bersama dengan air limbah

melalui saluran menuju IPAL, akibat remahan yang telah dihisap oleh

vortex pump tidak tertampung dalam box mesin pengering.

Terbuangnya remahan tersebut, menyebabkan terjadinya penurunan

bobot remahan yang akan dipanaskan di box mesin pengering rata-rata

menjadi 28.860,864 kg per hari.

Limbah cair yang ditimbulkan dari proses ini berasal dari air

yang digunakan untuk mengalirkan remahan , yaitu rata-rata sebesar

56.388,152 kg per hari atau sebesar 4,641 m3 per ton. Limbah cair ini

secara visual memiliki warna yang agak bening, dan memiliki nilai

kekeruhan sebesar 34 FAU. Rendahnya nilai kekeruhan pada tahap ini

disebabkan karena bahan kimia yang ada di remahan sebagian besar

telah mengalami pencucian di tahap penggilingan sebelumnya, sehingga

remahan pada tahap ini sudah relatif bersih.

8. Neraca Massa di Mesin Pengering

Page 56: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

43

Tabel 9. Neraca massa di mesin pengering

No Keterangan INPUT OUTPUT (kg/hari)

(kg/hari) Produk Utama

Produk Samping Kehilangan

A INPUT

1 Remahan 28860,864 - - -

B OUTPUT

1 SIR 3WF/SIR 3L - 12167,740 - -

2 Uap Air - - - 16693,124

Jumlah 28860,864 12167,740 - 16693,124

Total Input 28860,864 -

Total Output - 28860,864

Box mesin pengering berisi remahan karet dipanaskan dalam

mesin pengering selama 3,5 jam dengan suhu 118-120 oC. Setiap 15

menit box mesin pengering berisi remahan dimasukan untuk dilakukan

pematangan, dan secara bersamaan box mesin pengering yang telah

dimasukkan 3,5 jam sebelumnya keluar dari mesin pengering. Suhu pada

mesin pengering diusahakan tetap pada suhu yang telah ditentukan,

apabila proses pengeringan yang digunakan dibawah suhu tersebut, akan

menyebabkan remahan yang dihasilkan mentah, serta perlu dilakukan

pengeringan ulang yang secara langsung akan menyebabkan tambahnya

biaya produksi. Sedangkan bila suhu yang digunakan berada diatas suhu

yang telah ditentukan, akan dapat menyebabkan remahan yang

dihasilkan berwarna tidak cerah dan terlalu empuk.

Selama di dalam mesin ini remahan akan mengalami penurunan

bobot, akibat proses pematangan yang menghilangkan kandungan air

yang terkandung dalam remahan. Penurunan bobot dalam bentuk uap

panas rata-rata sebesar 16.693,124 kg per hari menyebabkan remahan

yang semula rata-rata 28.860,864 kg per hari, setelah mengalami proses

pematangan akan menjadi SIR 3L atau SIR 3WF dengan bobot rata-rata

12.167,740 kg per hari.

Page 57: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

44

Tabel 10. Neraca massa keseluruhan proses

No Keterangan INPUT OUTPUT (kg/hari)

(kg/hari) Produk Utama

Produk Samping Kehilangan

1 Bulking Tank 67813,032 67634,316 178,716 -

2 Bak Pembekuan 67769,800 67769,800 - -

3 Mobile Crusher 234492,100 59678,086 174814,014 -

4 Creper I 85384,303 33885,217 51499,086 -

5 Creper II 56427,371 29005,746 27421,625 -

6 Hammer Mills 39988,674 28965,138 11023,536 -

7 Vortex Pump 85353,290 28860,864 56492,426 -

8 Mesin Pengering 28860,864 12167,740 - 16693,124

Hasil analisis keseimbangan bahan pada keseluruhan tahapan

proses produksi Pabrik Pengolahan Karet Remah (PPKR) UU. Wabe,

memperlihatkan jumlah produk samping rata-rata sebesar 321.250,687

kg per hari, dan kehilangan bahan rata-rata sebesar 16.693,124 kg per

hari. Produk samping terbesar terdapat pada mesin mobile crusher,

sedangkan konstribusi terkecil dari jumlah produk samping diberikan

oleh tahapan pada mesin hammer mills.

Produk samping sebagai indikator proses produksi yang

dilakukan tidak berlangsung secara efesien. PTPN VII UU. Wabe dapat

melakukan upaya pencegahan terbentuknya produk samping berupa

limbah tersebut dengan memperhatikan sumber limbah pada setiap

stasiun proses produksi (titik kritis). Titik kritis pada setiap stasiun

proses produksi akan dapat membantu menentukan strategi produksi

bersih yang dapat dilakukan di PPKR PTPN VII UU. Wabe. Strategi

produksi bersih yang dapat dilakukaan pada setiap stasiun proses dapat

dilihat pada Lampiran 6.

Page 58: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

Gambar 7. Diagram Alir Proses Produksi SIR 3L PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu Keterangan : F1 = Lateks kebun di pabrik yang masuk bulking tank = 53.614,680 kg/hari F2 = Air yang digunakan untuk pengenceran Lateks = 14.175,126 kg/hari F3 = Larutan Sodium Metabisulfit = 23,226 kg/hari W1 = Air limbah tumpahan campuran lateks = 178,176 kg/hari F4 = Campuran lateks yang telah homogen = 67.634,316 kg/hari F5 = Larutan Asam Semut = 135,484 kg/hari F6 = Campuran lateks yang siap dibekukan = 67.634,316 kg/hari F7 = Air untuk mengapungkan bekuan = 166.722,300 kg/hari W2 = Air limbah bak pembekuan = 174.814,014 kg/hari

F8 = Bekuan yang telah digiling oleh mobile crusher = 59.678,086 kg/hari F9 = Air untuk tahap pencucian bekuan creaper I = 25.706,217 kg/hari W3 = Air limbah creaper I = 51.499,086 kg/hari F10 = Lembaran bekuan hasil penggilingan creaper I = 33.885,217 kg/hari F11 = Air untuk tahap pencucian bekuan creaper II = 22.542,154 kg/hari W4 = Air limbah creaper I I= 27.421,625 kg/hari F12 = Lembaran bekuan hasil penggilingan creaper II = 29.005,746 kg/hari F13 = Air untuk tahap pencacahan hammer Mills = 10.982,928 kg/hari W5 = Air limbah hammer mills = 10.982,928 kg/hari

W6 = Limbah remahan yang tidak terolah = 40,608 kg/hari F14 = Remahan hasil pencacahan hammer Mills = 28.965,138 kg/hari F15 = Air untuk menghantarkan dan mencuci remahan = 56.388,152 kg/hari W7 = Air limbah vortex pump = 56.388,152 kg/hari W8 = Limbah remahan yang tidak terolah = 104,274 kg/hari F16 = Remahan dalam box dryer yang siap Diolah = 28.860,864 kg/hari W9 = Uap air yang hilang ke udara =16.693,124 kg/hari F17 = SIR 3L/SIR 3WF yang siap dikemas = 12.167,740 kg/hari

Page 59: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

46

D. KAJIAN POTENSI PRODUKSI BERSIH

1. Kegiatan Perusahaan Yang Dapat Digolongkan Sebagai Pengelolaan

Lingkungan

UU. Wabe selain telah mengolah limbah pada Instalasi Pengolahan

Air Limbah (IPAL), sudah menerapkan pengelolaan lingkungan di

beberapa proses produksi yang dapat mengurangi timbulnya pencemaran

bagi lingkungan. Beberapa usaha yang dilakukan oleh UU. Wabe antara

lain :

a. Bahan baku berupa lateks kebun hasil sadapan yang diterima oleh

pabrik, sebelum dikirim ke pabrik untuk diolah telah mengalami

penyaringan di Stasiun Penerimaan Lateks (STL) yang berada di areal

perkebunan karet. Penyaringan tersebut menyebabkan lateks yang

telah diterima oleh pabrik, telah bebas dari limbah padat berupa

ranting, daun ataupun bahan padat lain yang tercampur dalam lateks.

Usaha penyaringan lateks di STL ini dapat mengurangi beban limbah

yang akan ditangani oleh IPAL pabrik.

b. Pada saat musim kemarau, UU. Wabe mengalami kekurangan air

untuk memenuhi kebutuhan selama proses produksi berlangsung.

Untuk mengatasi hal itu UU. Wabe melakukan usaha recyle air yang

dikeluarkan oleh IPAL, untuk digunakan kembali pada proses

produksi. Proses recycle tersebut dilakukan dengan cara melakukan

pengendapan dan penyaringan air di cyclus tank. Selain itu air tersebut

juga telah melewati sunfilter, sehingga air yang digunakan telah bersih

dan dapat mengurangi beban pencemaran yang ditangani IPAL.

c. Usaha produksi bersih juga dilakukan dengan recovery limbah di

kolam rubber trap. Kolam rubber trap ini berfungsi untuk menangkap

butiran-butiran karet yang masih tersisa di dalam air limbah dan juga

membantu mengendapkan kotoran berupa zat padat. Dengan demikian

beban pencemaran air limbah yang dimasukkan ke dalam kolam IPAL

dapat dikurangi. Butiran-butiran karet yang telah berbentuk padat pada

permukaan kolam, diambil untuk digunakan kembali pada awal proses

Page 60: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

47

pengolahan untuk meningkatkan rendemen SIR 10 atau SIR 20 di Unit

Usaha lain yang ada PTPN VII.

2. Kemungkinan Penerapan Produksi Bersih pada Industri SIR 3WF

atau SIR 3L UU. Wabe

PTPN VII UU. Wabe sebagai perusahaan yang memproduksi SIR

3L atau SIR 3WF dapat melakukan upaya penerapan produksi bersih

seperti yang telah dilakukan oleh industri crumb rubber lainnya ataupun

berdasarkan hasil penelitian yang telah ada. Selain usaha produksi bersih

yang telah dilakukan UU. Wabe, terdapat beberapa kemungkinan

penerapan produksi bersih yang dapat diterapkan oleh industri SIR 3L

atau SIR 3WF, yaitu :

a. Penggantian Mesin Pengering

Penggantian mesin pengering dengan mesin pengering

terbaru, menurut Tim Bapedal dan Tim BPTK Bogor Pusat Penelitian

Karet (1999) dapat meningkatkan efisiensi pengeringan terhadap

remahan yang siap dimatangkan, serta dapat mengurangi konsumsi

bahan bakar yang secara langsung akan berdampak pada turunnya

jumlah emisi gas-gas pencemar yang dapat mengganggu keseimbangan

lingkungan.

Mesin pengering berteknologi baru memanfaatkan sisa panas

yang keluar dari pemanasan tahap akhir untuk dapat dialirkan kembali

ke pengeringan tahap awal melalui pipa. Dengan menggunakan

teknologi baru ini, mesin pengering yang semula membutuhkan 45-55

liter solar per ton karet, hanya akan membutuhkan penggunaan bahan

bakar sebesar 30-35 liter solar per ton karet.

b. Good Housekeeping

Tabel 11. memperlihatkan bahwa selama proses produksi SIR

3L atau SIR 3WF membutuhkan air dalam jumlah yang sangat tinggi.

Page 61: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

48

Penggunaan air selama proses produksi yang rata-rata mencapai

325.225,834 kg per hari. Limbah yang dihasilkan UU. Wabe

merupakan selisih kebutuhan air total dengan kebutuhan air pengencer.

Limbah rata-rata sebanyak 310.931,565 kg per hari, dapat dikurangi

apabila karyawan pabrik dapat menerapkan good housekeeping.

Penggunaan air yang rata-rata mencapai 166.722,300 kg per

hari pada mesin mobile crusher, dapat dikurangi dengan cara

memperbaiki kebocoran pada talang yang menghubungkan bulking

tank dengan bak pembekuan. Kebocoran yang disebabkan tidak

permanennya talang yang menghubungkan talang utama dengan bak

pembekuan, menyebabkan air rata-rata sebanyak 9.381,363 kg per hari

terbuang sebagai limbah. Hal ini tentu saja menyebabkan pemborosan

penggunaan sumber daya alam yang secara langsung dapat

meningkatkan biaya produksi.

Tabel 11. Neraca air keseluruhan proses

No Keterangan Input Air Kg/hari 1 Pengenceran 14294,269 2 Mobile Crusher 166722,300 3 Creper I 25706,217 4 Creper II 22542,154 5 Hammer Mills 10982,928 6 Vortex Pump 56388,152 7 Pencucian a. Bulking Tank 4743,288 b. Talang 4884,947

c. Bak Pembekuan 14400,000 d. Box Mesin Pengering 2131,579 e. Lantai Pabrik 2430,000

Jumlah 325225,834

Perusahaan dapat melakukan perbaikan talang dengan cara

menambah jumlah talang yang menghubungkan talang utama dengan

dengan bak pembekuan sesuai dengan jumlah bak pembekuan.

Penambahan talang tersebut sebaiknya dilakukan secara permanen

Page 62: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

49

dengan menggunakan las, agar dapat menghindari terjadinya

kebocoran air rata-rata sebanyak 9.381,363 kg per hari yang secara

langsung akan dapat menghemat penggunaan air untuk proses

produksi.

Penggunaan talang yang permanen selain dapat menghindari

terbuangnya air, juga dapat menghindari terbentuknya limbah berupa

campuran lateks yang tidak terolah akibat kebocoran talang tersebut.

Dengan melakukan perbaikan talang sebagai upaya menerapkan

produksi bersih, terbentuknya limbah campuran lateks rata-rata

sebanyak 178,716 kg per hari yang berpotensi menghasilkan 32,067 kg

SIR 3L atau SIR 3WF yang diperlihatkan pada Tabel 2. akan dapat

dihindari. Hal ini tentu saja akan memberikan keuntungan berupa

berkurangnya beban lingkungan serta bertambahnya jumlah produksi,

yang secara langsung akan menyebabkan bertambahnya pendapatan

perusahaan.

Selain perbaikan dan penambahan jumlah talang yang

menghubungkan talang utama dengan bak pembekuan, usaha good

housekeeping dapat pula dilakukan dengan cara mematikan air pada

saat tidak digunakan. Air yang digunakan untuk mengapungkan

bekuan selalu dihidupkan walaupun karyawan pabrik sedang

beristirahat pada pukul 08.00 – 08.30 WIB. Hal ini tentu saja

menyebabkan terjadinya pemborosan penggunaan sumber daya,

sehingga menyebabkan semakin tingginya biaya produksi. Tabel 11.

memperlihatkan bahwa air yang digunakan untuk mengapungkan

bekuan untuk digiling di mesin mobile crusher rata-rata sebanyak

166.722,3 kg per hari. Karena waktu penggilingan selama 8,1 jam per

hari maka air yang dibutuhkan untuk mengapungkan bekuan selama 30

menit rata-rata sebesar 10.291,5 kg per hari atau 10,292 m3 per hari.

Pihak manajemen hendaknya mengingatkan para karyawan pabrik

untuk mematikan air yang tidak digunakan, sehingga dapat menghemat

penggunaan air rata-rata sebesar 10.291,5 kg per hari atau 10,292 m3

Page 63: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

50

per hari yang terbuang, yang secara langsung juga akan dapat

mengurangi biaya produksi.

c. Daur Ulang Air Limbah

Usaha minimalisasi limbah sebagai bagian dari produksi

bersih dapat juga diterapkan melalui teknik segegrasi air bekas dari

masing-masing tahapan proses produksi, serta melakukan usaha daur

ulang air proses yang relatif bersih. Proses daur ulang air limbah

tersebut dilakukan dengan membuat bak pengendapan dan bak

penyaringan, seperti yang terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Rancangan pembuatan daur ulang air limbah

Page 64: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

51

Bak pengendapan pada rancangan daur ulang air limbah

diatas akan menahan padatan selama 2 jam. Pengendapan selama 2 jam

tersebut dirasa sudah cukup, karena menurut Sundstrom & Klei (1979)

waktu yang biasa digunakan pada sedimentasi adalah 1-4 jam. Setelah

melalui bak pengendapan, air limbah selanjutnya dialirkan ke bak

penyaringan, dengan susunan saringan yang terdiri dari batu, ijuk,

zeolit, pasir halus, dan kerikil. Dengan susunan saringan seperti di atas,

diharapkan akan terjadi adsorbsi bahan organik pada permukaan batu

dan oksidasi bahan organik oleh bakteri. Selain itu bahan organik juga

akan terserap oleh zeolit, sehingga BOD, COD dan nilai permanganat

akan turun (Panji dan Oei, 1992).

Air limbah yang telah melalui daur ulang ini akan mengalami

penurunan beban pencemaran yang diperlihatkan pada Tabel 12.

Walau hasil daur ulang dengan kedua bak tersebut tidak dapat

memperbaiki mutu air limbah hingga memiliki karakteristik seperti

yang dimiliki oleh air umpan, namun cukup terjadi perbaikan mutu

yang signifikan pada hasil daur ulang air limbah tersebut. Hal ini

diperlihatkan dengan naiknya pH air limbah yang memperlihatkan

turunnya kandungan asam dalam air limbah, serta diperlihatkan dengan

turunnya nilai kekeruhan dan COD yang terdapat pada air limbah.

Tabel 12. memperlihatkan pH efluen hasil penyaringan naik

mendekati 7 selama tahap pengolahan. Proses pengendapan dan

penyaringan menggunakan zeolit dapat membantu mengurangi nilai

COD yang disebabkan tingginya konsentrasi bahan organik dalam air

limbah. Menurunnya beban pencemaran yang dimiliki limbah dari

tahap pada mesin creper I hingga mesin box mesin pengering

disebabkan karena semakin bersihnya bekuan setelah melewati

masing-masing tahapan proses produksi. Semakin bersihnya limbah

cair yang dihasilkan, disebabkan karena kandungan bahan pencemar

yang terdiri dari bahan kimia akan semakin berkurang setelah melewati

suatu tahapan proses ke tahapan proses berikutnya.

Page 65: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

52

Hasil daur ulang dari masing-masing stasiun proses hanya

dapat diterapkan apabila daur ulang tersebut tidak mengganggu atau

berdampak terhadap menurunnya mutu produk yang dihasilkan.

Berdasarkan uji mutu terhadap produk pada Lampiran 3. terdapat

beberapa air hasil daur ulang pada masing-masing stasiun proses yang

masih dapat digunakan kembali untuk proses produksi.

Tabel 12. Karakteristik air masing-masing stasiun proses

No Uraian Hasil Uji

pH Kekeruhan

(FAU) COD

(mg/L)1 Air Umpan 7,05 2 90 2 Limbah Bak Pembekuan a. Sebelum daur ulang 5,44 300 3290 b. Setelah daur ulang 6,14 77 1450 3 Limbah Creper I a. Sebelum daur ulang 5,62 410 7540 b. Setelah daur ulang 5,97 142 3470 4 Limbah Creper II a. Sebelum daur ulang 5,73 140 5520 b. Setelah daur ulang 6,14 44 2800 5 Limbah Hammer Mills a. Sebelum daur ulang 6,39 85 1780 b. Setelah daur ulang 6,64 23 720 6 Limbah Box Mesin Pengering a. Sebelum daur ulang 6,30 34 890 b. Setelah daur ulang 6,58 24 540

Air hasil daur ulang limbah yang berasal dari tirisan box

mesin pengering dan mesin hammer mills masih dapat digunakan

kembali pada proses di mesin creper I, creper II, hammer mills dan

vortex pump, baik digunakan pada masing-masing mesin ataupun

digunakan secara bersamaan pada mesin creper I dan creper II, dan

dapat pula digunakan seara bersamaan pada mesin creper I, creper II

dan mesin hammmer mills. Hal ini dibuktikan dari hasil percobaan

terhadap beberapa kriteria mutu SIR 3L, yang memperlihatkan bahwa

kadar kotoran, kadar abu, zat menguap, PRI, Po dan warna lovibond

produk yang menggunakan air hasil daur ulang, masih sesuai dengan

Page 66: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

53

kriteria mutu SIR 3L berdasarkan SNI 06-1903-1990 maupun

berdasarkan kebijakan direksi PTPN VII.

Terpenuhinya mutu SNI 06-1903-1990 pada produk tersebut,

selain disebabkan karena lateks telah melalui tahapan proses yang

benar untuk diolah sebagai SIR 3L atau SIR 3WF, juga disebabkan

masih rendahnya beban pencemaran yang dimiliki air hasil daur ulang

dari tirisan box mesin pengering dan mesin hammer mills. Hal ini tentu

saja menyebabkan kecilnya kemungkinan kotoran dan bahan pencemar

lainnya untuk masuk ke dalam lateks yang bersifat padat, walaupun

lateks tersebut telah mengalami penggilingan dan pencacahan yang

memungkinkan bahan pencemar dapat masuk ke dalam lateks.

Air hasil daur ulang dari mesin hammer mills dan vortex

pump yang mencapai 67.371,08 kg per hari, dapat mencukupi

kebutuhan air sebesar 59.231,299 kg per hari pada proses di mesin

creper I, creper II dan hammer mills. Sisa air daur ulang sebanyak

8.139,781 kg per hari, dengan mempertimbangkan jarak dan

kemudahan pendistribusian air dapat digunakan sebagai air pencucian

box mesin pengering dan lantai pabrik. Selain itu, pemanfaatan air

hasil daur ulang dari mesin hammer mills dan vortex pump dapat pula

dengan cara memanfaatkan kembali air tersebut untuk memenuhi

kebutuhan mesin hammer mills dan vortex pump itu sendiri. Hal ini

disebabkan lebih mudahnya proses pendistribusian air hasil daur ulang

tersebut, serta disebabkan pula oleh mutu produk yang masih sesuai

dengan spesifikasi mutu SIR menurut SNI 06-1903-1990 dan

kebijakan direksi PTPN VII.

Sedangkan penggunaan air hasil daur ulang dari mesin

creper II sebenarnya dapat dilakukan, karena masih dibawah

spesifikasi mutu SIR 3L menurut SNI 06-1903-1990, namun pihak

direksi PTPN VII menetapkan bahwa batas warna lovibond SIR 3L

yaitu sebesar 5 lovibond, atau lebih rendah 1 lovibond dari yang

ditetapkan SNI 06-1903-1990. Hal ini menyebabkan hasil daur ulang

dari mesin creper II, tidak dapat digunakan kembali pada mesin

Page 67: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

54

hammer mills. Apabila air hasil daur ulang mesin creper II digunakan

pada proses di mesin creper I, creper II dan hammer mills secara

bersamaan akan menghasilkan produk crumb rubber yang memiliki

nilai kekeruhan sebesar 6,0 lovibond. Tingginya warna lovibond

menyebabkan produk yang dihasilkan tersebut tidak memenuhi mutu

SIR 3L dan hanya dapat dijadikan sebagai produk SIR 3WF.

Gagalnya mutu SIR 3L menjadi SIR 3WF akibat

menggunakan air hasil daur ulang dari mesin creper II, menyebabkan

kerugian bagi perusahaan yang telah mencampurkan larutan sodium

metabisulfit pada awal proses di bulking tank. Gagalnya mutu SIR 3L

tersebut disebabkan bahan pencemar yang terdapat dalam air daur

ulang sudah cukup tinggi, sehingga dapat masuk ke dalam remahan

yang telah dicacah dengan menggunakan hammer mills. Remahan

tersebut memiliki peluang besar untuk menyimpan bahan pencemar

yang terbawa oleh air daur ulang, hal ini disebabkan karena bahan

pencemar akan lebih mudah masuk ke dalam remahan yang tidak

padat. Tercemarnya remahan oleh kotoran yang dibawa oleh air hasil

daur ulang tersebut, menyebabkan kadar kotoran yang tinggi pada

produk crumb rubber, sehingga menyebabkan kurang cerahnya warna

produk yang dihasilkan.

Walaupun air hasil daur ulang dari mesin creper II tidak

dapat digunakannya pada mesin hammer mills, tetapi air hasil daur

ulang dari mesin creper II tersebut dapat digunakan kembali pada

masing-masing mesin penggiling, atau dapat pula digunakan secara

bersamaan pada mesin creper I dan creper II. Namun melihat jumlah

air hasil daur ulang yang hanya mencapai 22.542,154 kg per hari,

maka air hasil daur ulang ini lebih baik digunakan kembali sebagai

bahan baku air di mesin creper II itu sendiri.

Air hasil daur ulang dari mesin creper I, masih dapat

digunakan kembali untuk mengoperasikan mesin creper I itu sendiri,

mesin creper II, dan dapat pula digunakan di mesin creper I dan creper

II secara bersamaan. Beban pencemaran yang diperlihatkan oleh pH,

Page 68: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

55

kekeruhan dan COD yang dimiliki oleh air daur ulang tersebut tetap

dapat mengahasilkan SIR 3L yang memenuhi syarat mutu SIR 3L yang

ditetapkan berdasarkan SNI 06-1903-1990 ataupun berdasarkan

kebijakan direksi PTPN VII. Namun hasil daur ulang dari mesin

creper I tersebut, tidak dapat digunakan kembali pada mesin hammer

mills ataupun digunakan pada mesin creper I, creper II dan hammer

mills secara bersamaan, karena akan menghasilkan produk yang

memiliki nilai warna lebih tinggi dari 5 lovibond, sehingga

menyebabkan tidak terpenuhinya spesifikasi mutu SIR 3L. Hal ini

disebabkan bahan pencemar yang ada di dalam air hasil daur ulang

dapat masuk dalam lateks yang menyebabkan warna gelab pada

produk SIR yang dihasilkan.

Penggunaan dua buah bak daur ulang seperti yang

diperlihatkan pada Gambar 9. akan mengurangi penggunaan air selama

proses pengolahan serta akan mengurangi jumlah limbah yang

dihasilkan. Tabel 11. memperlihatkan bahwa jumlah air limbah yang

dihasilkan selama proses produksi adalah rata-rata sebesar 310.931,565

kg per hari atau sebanyak 111.935,363 m3 per tahun. Penerapan daur

ulang air pada setiap stasiun proses ini hanya akan menghasilkan

limbah sebesar 75.466,623 m3 per tahun atau mengurangi jumlah

limbah sebanyak 36.468,741 m3 per tahun. Penggunaan air hasil daur

ulang dengan tetap mempertimbangkan mutu produk, seperti yang

telah dijelaskan diatas akan menguntungkan perusahaan, karena dapat

mengurangi jumlah penggunaan air sungai yang harus dibayar kepada

Pemerintah Daerah setempat, serta dapat mengurangi beban

pencemaran yang ditanggung oleh lingkungan akibat tingginya limbah

cair yang dihasilkan oleh UU. Wabe.

UU. Wabe dapat menggunakan pembuatan daur ulang ini

dengan cara mengalirkan air limbah dari mesin creper I dan creper II

menuju bak pengendapan yang berukuran 3,5 m x 3,5 m x 4 m dengan

menggunakan bantuan pompa. Setelah air tersebut dilakukan

pengendapan, selanjutnya dapat dialirkan kembali ke bak penyaringan

Page 69: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

56

berukuran 1,6 m x 1,6 m x 2,8 m untuk mengurangi bahan pencemar

yang ada di air limbah tersebut. Air yang telah disaring tersebut

selanjutnya ditampung ke dalam bak yang berukuran sama dengan bak

pengendapan, sebelum air tersebut digunakan kembali oleh mesin

mesin creper I dan creper II.

Air yang berasal dari mesin hammer mills dan tirisan box

mesin pengering mengalami tahapan yang sama seperti air limbah

yang berasal dari creper I dan creper II. Proses daur ulang air pada

mesin hammer mills dan tirisan box mesin pengering dilakukan dengan

menggunakan bak pengendapan berukuran 4,5 m x 4,5 m x 3,5 m dan

bak penyaringan berukuran 1,9 m x 1,9 m x 2,5 m. Perhitungan

volume bak pengandapan dan bak penyaringan dapat dilihat pada

Lampiran 7.

E. ANALISIS FINANSIAL

1. Penggantian Mesin Pengering

Perhitungan analisis finansial terhadap penggantian mesin

pengering diberlakukan beberapa asumsi sebagai berikut :

a. Umur ekonomi proyek ditetapkan selama 20 tahun.

b. Harga-harga yang digunakan dalam analisis ini berdasarkan pada hasil

survey bulan April 2006 sampai Juni 2006.

c. Nilai sisa mesin pada masa akhir proyek 25 persen dari nilai awal.

d. Biaya pemeliharaan sebesar 1 persen dari investasi awal.

e. Bunga pinjaman pada Bank Niaga sebesar 16 persen per tahun.

f. Kapasitas Produksi 12,17 ton per hari

g. Jumlah hari kerja 360 hari per tahun dengan jumlah jam kerja 8,1 jam

per hari.

h. Angsuran kredit dan bunga modal dibayar setiap tahun dengan

angsuran yang sama setiap tahunnya.

Page 70: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

57

Gambar 9. Rancangan proses pendistribusian air hasil daur ulang

Biaya investasi yang dikeluarkan untuk proyek ini digunakan

untuk membeli dua unit mesin pengering berkapasitas 900 kg karet per

jam, masing-masing bernilai Rp. 901.600.000 dengan rincian yang dapat

dilihat pada Lampiran 8. Pada tahun ke-0, biaya operasional berasal dari

modal yang digunakan untuk pembelian alat-alat. Perincian modal kerja

tersebut dapat dilihat pada 8.

Page 71: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

58

Biaya operasional sebesar Rp. 87.168.800 yang terdapat pada

analisis finansial ini terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap yang

dibutuhkan untuk operasional mesin pengering. Biaya tetap yang terdiri

dari biaya penyusutan mesin dan biaya pemeliharaan, merupakan biaya

yang dikeluarkan oleh perusahaan tanpa dipengaruhi oleh tingkat produksi.

Sedangkan biaya tidak tetap, yang terdiri dari biaya pelumas mesin

merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan dengan memperhatikan

tingkat produksi. Perincian kebutuhan biaya tetap dan tidak tetap ini

setiap tahunnya dapat dilihat pada Lampiran 9.

Penghematan yang diperoleh oleh perusahaan dari penggantian

mesin pengering ini, berasal dari perbandingan konsumsi bahan bakar

solar mesin pengering baru dengan mesin pengering lama. Konsumsi

bahan bakar yang hanya 30 liter solar per ton karet pada mesin pengering

baru, memberikan penghematan penggunaan bahan bakar solar sebanyak

26,8 liter solar per ton karet dari mesin pengering lama. Dengan

menggunakan harga solar industri sebesar Rp. 5.400 per liter, maka

perhitungan keuntungannya sebagai berikut :

26,8 L/ton karet x 12,17 ton karet/hari x Rp. 5.400/L = Rp. 1.761.242/hari

Dalam satu tahun, maka penghematan yang diperoleh perusahaan adalah :

Rp. 1.761.242/hari x 360 hari/tahun = Rp. 634.047.264/tahun.

Setelah dipotong oleh biaya tetap dan biaya tidak tetap, proyek

penggantian mesin pengering ini akan menghasilkan keuntungan sebesar

Rp. 546.878.464 per tahun. Menurut UU RI No. 17 tahun 2000,

keuntungan lebih dari Rp. 200.000.000 akan dikenakan pajak sebesar 35

persen . Hal ini menyebabkan proyek penggantian mesin pengering ini

dikenakan pajak sebesar :

Beban Pajak = 35 % x Rp. 546.878.464 /tahun = Rp. 191.407.462/tahun

Potongan pajak keuntungan yang ditetapkan oleh pemerintah

tersebut, menyebabkan tindakan penggantian mesin pengering akan

mendapatkan keuntungan dengan perhitungan sebagai berikut :

Page 72: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

59

Keuntungan = Penghematan – Beban Pajak

= Rp. 546.878.464 /tahun - Rp. 191.407.462/tahun

= Rp. 355.471.002/tahun

Nilai penghematan yang didapat dari proyek dalam analisis

finansial ini dimasukkan sebagai penerimaan pada arus kas penerimaan

dan pengeluaran proyek. Selain nilai penghematan, dalam kas penerimaan

juga dimasukkan modal sendiri yang terdiri dari biaya investasi dan modal

kerja, serta terdapat nilai sisa dari mesin pada tahun ke-20. Arus kas

penerimaan dan pengeluaran ini dapat dilihat pada Lampiran 11.

2. Good Housekeeping

Penerapan good housekeeping melalui tindakan menghentikan

aliran air selama proses produksi tidak berjalan dapat memberikan

keuntungan bagi perusahaan, berupa berkurangnya biaya pengolahan air

yang perlu dikeluarkan serta penghematan pajak yang dibebankan akibat

pemanfaatan air permukaan. Tindakan menghentikan aliran air tersebut

dapat menghindari terbuangnya air rata-rata sebesar 10.291,5 kg per hari

atau 10,292 m3 per hari. Menurut Laporan Manajemen (LM) UU. Wabe

biaya yang diperlukan untuk pengolahan air yaitu sebesar Rp. 1.150 per

m3. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Daerah Propinsi Lampung

Nomor 04 Tahun 2000, tentang pajak pengambilan dan pemanfaatan air

bawah tanah dan air permukaan, serta Keputusan Gubernur Lampung

Nomor 07 Tahun 2002 tentang petunjuk pelaksanaan Peraturan

Pemerintah Daerah Propinsi Lampung Nomor 04 Tahun 2000, pajak yang

dibebankan pada perusahaan agroindustri yang memanfaatkan air

permukaan golongan B yaitu sebesar Rp. 210 per m3. Perhitungan

penghematan dari penerapan good housekeeping melalui tindakan

menghentikan aliran air adalah sebagai berikut :

Biaya Pengolahan = 10,292 m3/hari x Rp. 1.150/m3

= Rp. 11.835,8/hari

Page 73: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

60

Beban Pajak = 10,292 m3/hari x Rp. 210/m3

= Rp. 2.161,32/hari

Penghematan = Biaya Pengolahan + Beban Pajak

= Rp. 11.835,8/hari + Rp. 2.161,32/hari

= Rp. 13.997,12/hari

= Rp. 5.038.963,2/tahun

Menurut UU RI No. 17 tahun 2000, keuntungan proyek sebesar

Rp. 5.038.963,2 per tahun akan dikenakan pajak sebesar 5 persen . Hal ini

menyebabkan tindakan menghentikan aliran air pada saat tidak digunakan

ini dikenakan pajak sebesar :

Beban Pajak = 5 % x Rp. 5.038.963,2/tahun = Rp 251.948,16/tahun

Potongan pajak keuntungan yang ditetapkan oleh pemerintah tersebut,

menyebabkan langkah good housekeeping melalui tindakan menghentikan

aliran air pada saat tidak digunakan dalam proses produksi akan

mendapatkan keuntungan dengan perhitungan sebagai berikut :

Keuntungan = Penghematan – Beban Pajak

= Rp. 5.038.963,2/tahun - Rp 251.948,16/tahun

= Rp. 4.787.015,04/tahun.

3. Pembuatan Talang Permanen

Perhitungan analisis finansial terhadap pembuatan talang

permanen diberlakukan beberapa asumsi sebagai berikut :

a. Harga-harga yang digunakan dalam analisis ini adalah sebagai berikut :

- Talang = Rp. 175.000/unit

- SIR 3L = Rp. 24.071/kg

a. Besarnya kapasitas produksi sama dari hari ke hari sesuai dengan

pengukuran neraca massa.

b. Jumlah hari kerja 360 hari per tahun dengan jumlah jam kerja 8,1 jam

per hari.

Page 74: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

61

Pembuatan talang permanen yang menghubungkan talang utama

bulking tank dengan bak pembekuan akan memberikan penghematan

pengunaan air, yang disebabkan tidak terdapatnya kebocoran pada saat

pendistribusian air yang digunakan untuk mengapungkan bekuan lateks

pada bak pembekuan. Selain memberikan penghematan berupa

berkurangnya penggunaan sumber daya air, pembuatan talang permanen

ini juga akan menghindari terbentuknya limbah berupa campuran lateks

homogen, seperti yang terlihat pada Tabel 2.

UU. Wabe membutuhkan penambahan 16 unit talang dari

alumunium yang masing-masing talang bernilai Rp. 175.000. Investasi

pembuatan talang tersebut akan memberikan penghematan yang diperoleh

dari berkurangnya penggunaan air sebesar 9.381,363 kg per hari atau

sebesar 9,381 m3 per hari akan memberikan keuntungan berkurangnya

biaya pengolahan air dan pajak yang ditanggung UU. Wabe. Menurut

Laporan Manajemen (LM) UU. Wabe biaya yang diperlukan untuk

pengolahan air yaitu sebesar Rp. 1.150 per m3. Sedangkan menurut

Peraturan Pemerintah Daerah Propinsi Lampung Nomor 04 Tahun 2000,

tentang pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air

permukaan, serta Keputusan Gubernur Lampung Nomor 07 Tahun 2002

tentang petunjuk pelaksanaan Peraturan Pemerintah Daerah Propinsi

Lampung Nomor 04 Tahun 2000, pajak yang dibebankan pada perusahaan

agroindustri yang memanfaatkan air permukaan golongan B yaitu sebesar

Rp. 210 per m3. Perhitungan penghematan air dari proyek penambahan

talang adalah sebagai berikut :

Biaya Pengolahan = 9,381 m3/hari x Rp. 1.150/m3

= Rp. 10.788,150/hari

Beban Pajak = 9,381 m3/hari x Rp. 210/m3

= Rp. 1.970,010/hari

Penghematan = Biaya Pengolahan + Beban Pajak

= Rp. 10.788,150/hari + Rp. 1.970,010/hari

= Rp. 12.758,16/hari

= Rp. 4.593.115/tahun

Page 75: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

62

Penghematan pembuatan talang permanen juga didapat dari

berkurangnya limbah berupa campuran lateks homogen rata-rata sebanyak

178,716 kg per hari, yang berpotensi menghasilkan 32,067 kg SIR 3L per

hari atau sebanyak 11.544,12 kg SIR 3L per tahun. Perhitungan

penghematan dengan berkurangnya limbah berupa campuran lateks

homogen adalah sebagai berikut :

Penghematan SIR 3L : Volume SIR 3L x Harga SIR 3L

: 11.544,12 kg /tahun x Rp. 24.071/kg

: Rp. 277.878.512,5/tahun

Penghematan Talang : Penghematan air + Penghematan SIR 3L

: Rp. 4.593.115/tahun + Rp. 277.878.512,5/tahun

: Rp. 282.471.627,5/tahun

Berdasarkan LM UU. Wabe, biaya yang dikeluarkan perusahaan

untuk memproduksi SIR 3L adalah Rp. 264,55 per kilogram. Perhitungan

pengeluaran biaya produksi yang diperoleh dari terhindarnya kebocoran

lateks yang berpotensi menghasilkan 11.544,12 kg SIR 3L per tahun

adalah sebagai berikut :

Pengeluaran : Volume SIR 3L x Biaya produksi

: 11.544,12 kg /tahun x Rp. 264,55/kg

: Rp. 3.053.996,95/tahun

Total Penghematan : Penghematan Talang – Pengeluaran

: Rp. 282.471.627,5/tahun - Rp. 3.053.996,95/tahun

: Rp. 279.417.630,6/tahun

Menurut UU RI No. 17 tahun 2000, keuntungan proyek sebesar

Rp. 279.417.630,6 per tahun akan dikenakan pajak sebesar 35 persen . Hal

ini menyebabkan proyek pembuatan talang permanen ini dikenakan pajak

sebesar :

Beban Pajak = 35 % x Rp. 279.417.630,6/tahun = Rp. 97.796.170,71/tahun

Potongan pajak keuntungan yang ditetapkan oleh pemerintah

tersebut, menyebabkan langkah pembuatan talang permanen akan

mendapatkan keuntungan dengan perhitungan sebagai berikut :

Page 76: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

63

Keuntungan = Penghematan – Beban Pajak

= Rp. 279.417.630,6/tahun - Rp. 97.796.170,71/tahun

= Rp. 181.621.459,9/tahun

4. Daur Ulang Air

Perhitungan analisis finansial terhadap pembuatan instalasi daur

ulang air diberlakukan beberapa asumsi sebagai berikut :

a. Umur ekonomi proyek ditetapkan selama 10 tahun.

b. Harga-harga yang digunakan dalam analisis ini berdasarkan pada hasil

survey bulan April 2006 sampai Juni 2006.

c. Nilai sisa bak pada masa akhir proyek 50 persen dari nilai awal, nilai

sisa pompa pada masa akhir proyek 10 persen dari nilai awal,

sedangkan pipa dan investasi lain-lain tidak memiliki nilai sisa pada

akhir proyek.

d. Biaya pemeliharaan bak sebesar 1 persen dari investasi awal, biaya

pemeliharaan pompa sebesar 10 persen dari investasi awal, sedangkan

biaya pemeliharaan untuk pipa dan investasi lain-lain sebesar 15

persen dari investasi awal tersebut.

e. Biaya listrik yang dibutuhkan untuk operasional pompa sama dengan

biaya listrik yang telah ditentukan oleh PLN (Perusahaan Listrik

Negara) untuk harga jual listrik rata-rata berdasarkan kelompok

pelanggan wilayah Lampung.

f. Air hasil daur ulang dapat digunakan sebanyak 4 kali perulangan.

g. Pompa dijalankan selam 8,5 jam per hari.

h. Bahan penyaring diganti setiap 60 kali penyaringan atau setiap dua

bulan.

i. Bahan penyaring dicuci setiap 10 kali penyaringan, dengan

penggunaan air sebagai berikut :

� Bak penyaringan I (1.9 x 1.9 x 2.5) = 18 m3 per pencucian

� Bak penyaringan II (1.6 x 1.6 x 2.8) = 14 m3 per pencucian

j. Bunga pinjaman pada Bank Niaga sebesar 16 persen per tahun.

Page 77: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

64

k. Kapasitas Produksi 12,17 ton per hari

l. Besarnya penggunaan air tetap dari hari ke hari sesuai dengan

pengukuran neraca massa.

m. Jumlah hari kerja 360 hari per tahun dengan jumlah jam kerja 8,1 jam

per hari.

n. Angsuran kredit dan bunga modal dibayar setiap tahun dengan

angsuran yang sama setiap tahunnya.

Biaya investasi sebesar Rp. 72.523.750 yang dikeluarkan untuk

proyek ini digunakan untuk membuat 6 buah bak, 8 unit pompa air, dan

pipa dengan rincian yang dapat dilihat pada Lampiran 13. Pada tahun ke-0,

biaya operasional berasal dari modal yang digunakan untuk pembelian

alat-alat. Perincian modal kerja tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15.

Lampiran 16. memperlihatkan biaya operasional sebesar Rp.

29.104.917 yang terdapat pada analisis finansial ini terdiri dari biaya tetap

dan biaya tidak tetap yang dibutuhkan untuk operasional daur ulang air

limbah. Biaya tetap yang terdiri dari biaya penyusutan mesin dan biaya

pemeliharaan, merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan tanpa

dipengaruhi oleh tingkat produksi. Sedangkan biaya tidak tetap, yang

terdiri dari biaya penggantian bahan penyaring, biaya pencucian bahan

penyaring, biaya pelumas mesin pompa, biaya tenaga kerja dan biaya

operasional pompa.

Bahan penyaring yang diganti setiap dua bulan membutuhkan

biaya sebagai berikut :

Kebutuhan biaya bahan penyaring I = Rp. 188.623/2 bulan

Kebutuhan biaya bahan penyaring II = Rp. 133.760/2 bulan

Total biaya bahan penyaring = Rp. 322.383/2 bulan

Kebutuhan biaya penyaring = Rp. 1.934.295/tahun

Sedangkan biaya yang dibutuhkan untuk mencuci bahan penyaring adalah

sebagai berikut :

Kebutuhan air pencucian penyaring I : 18 m3

Kebutuhan air pencucian penyaring II : 14 m3

Page 78: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

65

Biaya pencucian penyaring I : kebutuhan air x (biaya pengolahan + pajak)

: 18 m3 x (Rp. 1.150/m3 + Rp. 210/m3)

: Rp. 24.480

Biaya pencucian penyaring II : kebutuhan air x (biaya pengolahan + pajak)

: 14 m3 x (Rp. 1.150/m3 + Rp. 210/m3)

: Rp. 19.040

Total biaya pencucian : biaya pencucian I + biaya pencucian II

: Rp. 24.480 + Rp. 19.040

: Rp. 43.520

Jadi biaya yang dibutuhkan untuk mencuci kedua penyaring tersebut

dalam setahun adalah sebagai berikut :

Total biaya = biaya pencucian x banyak pencucian

= Rp. 43.520 x 30/tahun

= Rp. 1.305.600/tahun

Menurut harga jual listrik rata-rata Perusahaan Listrik Negara

(PLN) untuk penggunaan listrik industri di wilayah Lampung, biaya yang

dikenakan adalah Rp. 600,22 per kWh. Maka biaya listrik yang perlu

dikeluarkan untuk operasional pompa adalah sebagai berikut :

Kebutuhan listrik pompa I = 1 kWh/jam

Kebutuhan listrik pompa II = 1 kWh/jam

Kebutuhan listrik pompa III = 1 kWh/jam

Kebutuhan listrik pompa IV = 1 kWh/jam

Kebutuhan listrik pompa V = 0,37 kWh/jam

Kebutuhan listrik pompa VI = 0,37 kWh/jam

Kebutuhan listrik pompa VII = 1 kWh/jam

Kebutuhan listrik pompa VIII = 1 kWh/jam

Total kebutuhan listrik = 6,74 kWh/jam

Waktu operasional pompa = 8,5 jam/hari

Kebutuhan listrik pompa = 6,74 kWh/jam x 8,5 jam/hari

= 57,26 kWh/hari

= 20.624,4 kWh/tahun

Page 79: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

66

Biaya operasional pompa = Biaya listrik (PLN) x kebutuhan listrik

= Rp. 600,22/kWh x 20.624,4 kWh/tahun

= Rp. 12.379.177/tahun

Penghematan yang diperoleh oleh perusahaan berasal dari

berkurangnya biaya pengolahan dan pajak yang harus dikeluarkan, akibat

telah dioperasikannya instalasi daur ulang air. Pembuatan daur ulang

limbah pada mesin creper I, creper II, hammer mills dan vortex pump akan

menghemat penggunaan air sebesar 33.298,402 m3 per tahun apabila air

dari masing-masing mesin tersebut tetap dapat digunakan setelah melewati

proses daur ulang sebanyak empat kali perulangan.

Menurut Laporan Manajemen (LM) UU. Wabe biaya yang

diperlukan untuk pengolahan air yaitu sebesar Rp. 1.150 per m3.

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Daerah Propinsi Lampung

Nomor 04 Tahun 2000 tentang pajak pengambilan dan pemanfataan air

bawah tanah dan air permukaan, serta Keputusan Gubernur Lampung

Nomor 07 Tahun 2002 tentang petunjuk pelaksanaan Peraturan

Pemerintah Daerah Propinsi Lampung Nomor 04 Tahun 2000, pajak yang

dibebankan pada perusahaan agroindustri yang memanfaatkan air

permukaan golongan B yaitu sebesar Rp. 210 per m3. Perhitungan

penghematan air dari proyek pembuatan daur ulang limbah adalah sebagai

berikut :

Biaya Pengolahan = 33.298,402 m3/tahun x Rp. 1.150/m3

= Rp. 38.293.162/tahun

Beban Pajak = Rp 33.298,402 m3/tahun x Rp. 210/m3

= Rp. 6.992.664/tahun

Penghematan = Biaya Pengolahan + Beban Pajak

= Rp. 38.293.162/tahun + Rp. 6.992.664/tahun

= Rp. 45.285.827/tahun

Selain penghematan konsumsi air, investasi pembuatan bak

pengendapan dan penyaringan juga mendapatkan sumber penghematan

dari berkurangnya biaya pengolahan air limbah di IPAL. Menurut LM

Page 80: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

67

UU.Wabe, biaya yang dibutuhkan untuk pengolahan air limbah di IPAL

adalah Rp. 65,091 per m3 limbah. Perhitungan penghematan biaya

pengolahan IPAL dari proyek penambahan talang adalah sebagai berikut :

Biaya Pengolahan = 36.468,741 m3/tahun x Rp. 65,091/m3

= Rp. 2.373.786,82/tahun

Maka penghematan yang diperoleh dengan menerapkan daur ulang limbah

ini adalah sebagai berikut :

Total Penghematan = Penghematan air + Penghematan biaya limbah

= Rp. 45.285.827/tahun + Rp. 2.373.786,82/tahun

= Rp. 47.659.613,82/tahun

Setelah dipotong oleh biaya tetap dan biaya tidak tetap, proyek

pembuatan daur ulang air limbah ini akan menghasilkan keuntungan

sebesar Rp. 18.554.696 /tahun. Menurut UU RI No. 17 tahun 2000,

keuntungan sebesar Rp. 18.554.696 pada investasi ini akan dikenakan

pajak sebesar 5 persen. Hal ini menyebabkan proyek instalasi daur ulang

limbah ini dikenakan pajak sebesar :

Biaya Pajak = 5 % x Rp. 18.554.696/tahun.= Rp. 927.734,8/tahun

Potongan pajak keuntungan yang ditetapkan oleh pemerintah

tersebut, menyebabkan investasi pembuatan bak pengendapan dan

penyaringan untuk daur ulang limbah akan mendapatkan keuntungan

dengan perhitungan sebagai berikut :

Keuntungan = Penghematan – Beban Pajak

= Rp. 18.554.696/tahun - Rp. 927.734,8/tahun

= Rp. 17.626.961,2/tahun

Nilai penghematan yang didapat dari proyek dalam Lampiran 17.

dimasukkan sebagai penerimaan pada arus kas penerimaan dan

pengeluaran proyek. Selain nilai penghematan, dalam kas penerimaan juga

dimasukkan modal sendiri yang terdiri dari biaya investasi dan modal

kerja, serta terdapat nilai sisa dari mesin pada tahun ke-20. Arus kas

penerimaan dan pengeluaran ini dapat dilihat pada Lampiran 18.

Page 81: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

68

F. REKOMENDASI

Peluang penerapan produksi bersih melalui penggantian mesin

pengering, mematikan aliran air pada saat tidak digunakan, pembuatan talang

permanen dan melalui pembuatan daur ulang air limbah dapat memberikan

keuntungan berupa berkurangnya limbah yang diakibatkan proses produksi

dan memberikan keuntungan secara ekonomi. Strategi produksi bersih melalui

tindakan mematikan aliran air pada saat tidak digunakan dan pembuatan

talang permanen dapat langsung diimplementasikan di pabrik. Hal ini

disebabkan langkah tersebut tidak akan mengganggu proses produksi dan

mutu produk yang dihasilkan, karena tindakan tersebut tidak membutuhkan

pengggantian peralatan. Langkah tersebut hanya membutuhkan perubahan

sikap seluruh bagian dari perusahaan untuk mencegah terbentuknya limbah,

serta mebutuhkan tambahan peralatan sejenis yang sebelumnya sudah dimiliki

oleh UU. Wabe.

Strategi produksi bersih melalui penggantian mesin pengering dan

pembuatan daur ulang air limbah yang membutuhkan nilai investasi yang

cukup tinggi, dapat dilakukan oleh UU. Wabe secara bersamaan atau dapat

dilakukan secara bertahap. Analisis finansial yang telah dilakukan pada

masing-masing strategi produksi bersih tersebut memperlihatkan investasi

yang dibutuhkan untuk menerapkan kedua strategi produksi tersebut layak

untuk diterapkan selama proses produksi crumb rubber di UU. Wabe.

Page 82: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

69

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengukuran neraca massa yang dilakukan, pabrik

crumb rubber PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu

menghasilkan limbah cair sebesar 310.931,565 kg per hari. Limbah cair yang

dihasilkan tersebut, memiliki kandungan polutan yang berbeda-beda di setiap

stasiun prosesnya. Limbah cair yang dihasilkan suatu stasiun proses akan

memiliki kandungan polutan yang lebih rendah dibandingkan stasiun proses

sebelumnya.

Limbah cair yang dihasilkan selama proses produksi tersebut, dapat

dikurangi dengan menerapkan produksi bersih melalui tindakan good

housekeeping dan daur ulang air. Menghentikan aliran air pada saat tidak

digunakan sebagai salah satu langkah good housekeeping, akan menghasilkan

penghematan sebesar Rp. 4.787.015,04 per tahun. Selain melalui tindakan

menghentikan aliran air pada saat tidak digunakan, langkah good

housekeeping dapat pula dilakukan dengan pembuatan talang permanen.

Pembuatan talang yang dapat menghindari terjadinya kebocoran air sebanyak

9.381,363 kg per hari dan campuran lateks homogen sebanyak 178,716 kg per

hari yang berpotensi menghasilkan 178,716 kg SIR per hari. Pembuatan

talang tersebut akan memberikan penghematan bagi PTPN VII UU. Wabe

sebesar Rp. 181.621.459,9 per tahun

Penerapan produksi bersih untuk mengurangi jumlah limbah yang

dihasilkan selama proses produksi, dapat pula dilakukan dengan daur ulang air

limbah pada setiap stasiun proses. Daur ulang ini akan memberikan

penghematan bagi perusahaan sebesar Rp. 17.626.961,2 per tahun. Langkah

daur ulang ini layak untuk diterapkan, karena dalam analisis finansial

memperlihatkan NPV positif, IRR sebesar 21,9 persen, dan B/C ratio sebesar

1,153.

Page 83: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

70

Penerapan produksi bersih selain dapat mengurangi terbentuknya

limbah cair, juga dapat mengurangi pencemaran udara yang ditimbulkan dari

sisa pembakaran mesin dryer. Selain mengurangi pencemaran udara,

penerapan produksi bersih dengan mengganti mesin pengering juga dapat

memberikan keuntungan ekonomi sebesar Rp. 355.471.002 per tahun.

Langkah daur ulang ini layak untuk diterapkan, karena dalam analisis finansial

memperlihatkan NPV positif, IRR sebesar 19,271 persen, dan B/C ratio

sebesar 1,1814.

B. SARAN

Kajian penerapan produksi bersih ini belum sepenuhnya

mempertimbangkan dampak dari usulan produksi bersih yang dapat dilakukan

PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu. Hal ini menyebabkan

perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai :

1. Penggunaan sumber daya air yang efisien untuk setiap stasiun proses

produksi, sehingga akan dapat mengurangi penggunaan sumber daya air

yang diperlukan selama proses produksi.

2. Penerapan secara lapangan terhadap kajian penerapan produksi bersih di

industri crumb rubber.

Page 84: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

71

DAFTAR PUSTAKA

Afmar, M. 1998. Faktor Kunci dan Teknik Efektif Penerapan Cleaner Production

di Industri. Makalah Seminar Peningkatan Efisiensi dan Daya Saing Industri Melalui Cleaner Production, Jakarta.

Bapedal . 1997. Panduan Pelatihan Produksi Bersih Untuk Industri dan Jasa, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Jakarta.

Bapedal. 2001. Panduan Model Penerapan Produksi Bersih. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Jakarta.

Goutara., B. Djatmiko dan W. Tjiptadi. 1985. Dasar Pengolahan Karet. Agro Industri Press. Jurusan teknologi Industri Pertanian, FATETA. IPB, Bogor.

Maspanger, D dan S. Honggokusumo. 2004. Dampak Penerapan Produksi Bersih Industri Crumb Rubber Pada Peningkatan Pasar Global. Seminar Sosialisasi Produksi Bersih Industri Crumb Rubber. Direktorat Industri Kimia Hasil Pertanian dan Perkebunan. Pekanbaru, 6 Oktober 2004.

Nazaruddin. dan F.B. Paimin. 2004. Karet : Budi Daya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Penebar Swadaya, Jakarta.

Panji, T. dan B.L. Oei. 1992. Kemungkinan Pengolahan Limbah Cair Industri Karet Remah Dengan Cara Pengendapan, Aerasi, Penyaringan dan Penyerapan. Menara Perkebunan, 60(1) : 38 – 46.

Pudjiastuti, L. 1999. Produksi Bersih. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Purwono, B. 2004. Panduan Inspeksi Penaatan Pengelolaan Lingkungan Kegiatan Pertanian dan Kehutanan Industri Karet Remah. Asdep Urusan Pertanian dan Kehutanan. Deputi Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Sumber Institusi. Kementrian Lingkungan Hidup, Jakarta.

Raka, G., M.T. Zen., O. Soemarwoto., S.T. Djajadiningrat dan Z. Saidi. 1999. Paradigma Produksi Bersih Mendamaikan Pembangunan Ekonomi Dan Pelestarian Lingkungan. Nuansa, Bandung.

Setyamidjaja, D. 1993. Karet Budidaya dan Pengolahan. Kanisius, Yogyakarta.

Solichin, M. 1989. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Warna Dalam Pengolahan SIR 3L. Jurnal. Lateks Wadah Informasi dan Komunikasi Perkebun Karet, 4(2) : 22-25.

Solichin, M. 1991. Kegagalan Mutu SIR dan Cara Mengatasinya. Jurnal Lateks Wadah Informasi dan Komunikasi Perkebun Karet, 6(1) : 23-32.

Solichin, M. dan T. Setiadi. 1992. Pengaruh Penambahan Hidroksilamin Netral Sulfat dan Lama Penerapan Terhadap Mutu Lump Mangkok. Buletin Perkebunan Rakyat, 8(1) : 17-26.

Page 85: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

72

Steiner, H.M. 1996. Engineering Economic Principles. The McGraw-Hill Companies, Inc., United States of Amerika.

Sudibyo, A. 1996. Penerepan Teknologi Bersih Pada Industri Karet. Lokakarya Tentang Karet Alam Sebagai Produk Unggulan Ekspor Yang Bersahabat Dengan Lingkungan. Bandar Lampung, 4 Oktober 1996.

Sundstrom, D.W. dan H.E. Klei. 1979. Wastewater Treatment. Englewood Cliffs, Prentice Hall, Inc.

Suparto, D. dan A.A. Alfa. 1996. Daur Ulang Air Pada Pengolahan Karet. Jurnal Penelitian Karet, 14(3) : 262-275.

Suwardin, D. 1989. Teknik Pengendalian Limbah Pabrik Karet. Jurnal. Lateks Wadah Informasi dan Komunikasi Perkebun Karet, 4(2) : 28-34.

Suwardin, D. 1990. Kajian Teknik Pengolahan dan Mutu Karet Remah (Kasus Pabrik Karet Spesifikasi Teknis PTP X di Baturaja dan Tebenan). Buletin Perkebunan Rakyat, 6(1) : 32-38.

Tampubolon, M. 1993. Pengolahan Air Limbah Pabrik SIR Dengan Sistem Kolam. Warta Perkaretan Pusat Penelitian Karet, 12(2) : 15-18.

Taricska, J.R., L.K. Wang, T.H. Yung, J.H. Tay dan K.H. Li. 1999. Handbook of Industrial and Hazardaous Wastes Treatment. Marcel Dekker, Inc., United States of Amerika.

Theodore, L. dan C.M. Young. 1992. Pollution Prevention. Van Nostrand Reinhold. New York.

Tim Bapedal dan Tim BPTK Bogor Pusat Penelitian Karet, 1999. Teknologi Pengendalian Dampak Lingkungan Industri Karet Remah. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Jakarta.

United Nations Enviroment Programme (UNEP). 2001. What is Cleaner Production dalam Cleaner Production Homepage. http:/www.unepie.org.

Page 86: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

Lampiran 1. Standar Kualitas Karet Remah (SNI 06-1903-1990)

SIR 3CV SIR 3L SIR 3WF SIR 5 SIR 10 SIR 20 SKEMA LATEKS KOAGULUM KOAGULUM

LATEKS TIPIS LAPANGAN Kadar kotoran, %maks (b/b) 0,03 0,03 0,03 0,05 0,10 0,20 Kadar abu, % maks (b/b) 0,05 0,05 0,05 0,05 0,75 1,00 Zat menguap, % maks (b/b) 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 PRI, minimum 60 75 75 70 60 50 Po, minimum - 30 30 30 30 30 Nitrogen, % maks (b/b) 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 Visk. ASHT maks Wallace 8 - - - - - VM, ML(1+4) 100o C *) - - - - - Warna. Lovibond - 6 - - - - Curing Characteristic **) **) **) - - - Warna lambang pada kemasan hijau hijau hijau hijau garis coklat merah Coklat Plastik pembungkus - Warna transparan transparan transparan transparan transparan transparan - Tebal, mm 0,02-0,04 0,02-0,04 0,02-0,04 0,02-0,04 0,02-0,04 0,02-0,04 - Titik leleh, min oC 108 108 108 108 108 108 Warna pita plastik jingga transparan putih susu putih susu putih susu putih susu

*) CV-50 : 45-55, CV-60 : 55-65, CV-70 : 65-75 **) Disertakan rheograph dari karakteristik vulkanisasinya a) Koagulum lateks tipis adalah lateks segar yang digumpalkan dengan asam formiat, kemudian digiling dengan ketebalan 1,5-2 cm. b) Koagulum lapangan adalah jenis-jenis bahan olah karet, baik dari perkebunan rakyat maupun perkebunan besar yang tyercantum

dalam Standar Pertanian Indonesia yaitu sit angin, slab tipis, lump mangkok dan gumpalan lainnya berupa getah sadap, getah pohon yang selama penyimpanannya tidak boleh direndam dengan air atau terkena sinar matahari langsung.

Page 87: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

Lampiran 2. Struktur Organisasi Unit Usaha Way Berulu

Page 88: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

Lampiran 3. Uji Mutu SIR 3L/SIR 3WF

1. Menggunakan Air Umpan pada Setiap Stasiun Proses

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil

SIR 3L SIR 3WF Pengukuran Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.008 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.28 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.19 PRI, minimum 75 75 87 Po, minimum 30 30 45.0 Warna Lovibond 6 - 3.5

2. Menggunakan Penyaringan dari Vortex Pump (Tirisan Box Dryer )

a. Digunakan Pada Creper I

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil SIR 3L SIR 3WF Pengukuran Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.009 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.27 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.18 PRI, minimum 75 75 86 Po, minimum 30 30 41.5 Warna Lovibond 6 - 4.0

b. Digunakan Pada Creper II

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil SIR 3L SIR 3WF Pengukuran Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.008 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.28 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.18 PRI, minimum 75 75 88 Po, minimum 30 30 50 Warna Lovibond 6 - 3.0

Page 89: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

c. Digunakan Pada Hammer Mills

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil

SIR 3L SIR 3WF Pengukuran

Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.008 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.29 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.18 PRI, minimum 75 75 87 Po, minimum 30 30 44.5 Warna Lovibond 6 - 3.5

d. Digunakan Pada Creper I dan Creper II

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil

SIR 3L SIR 3WF Pengukuran

Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.009 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.28 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.18 PRI, minimum 75 75 87 Po, minimum 30 30 45.5 Warna Lovibond 6 - 3.5

e. Digunakan Pada Hammer Mills dan Vortex Pump

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil

SIR 3L SIR 3WF Pengukuran

Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.009 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.31 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.17 PRI, minimum 75 75 89 Po, minimum 30 30 44 Warna Lovibond 6 - 3.5

Page 90: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

f. Digunakan Pada Creper I, Creper II dan Hammer Mills

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil

SIR 3L SIR 3WF Pengukuran

Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.010 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.28 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.20 PRI, minimum 75 75 86 Po, minimum 30 30 45

Warna Lovibond 6 - 4.0

3. Menggunakan Penyaringan dari Hammer Mills

a. Digunakan Pada Creper I

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil

SIR 3L SIR 3WF Pengukuran

Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.007 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.28 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.18 PRI, minimum 75 75 88 Po, minimum 30 30 49.5 Warna Lovibond 6 - 3.0

b. Digunakan Pada Creper II

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil

SIR 3L SIR 3WF Pengukuran

Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.009 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.28 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.21 PRI, minimum 75 75 89 Po, minimum 30 30 48

Warna Lovibond 6 - 3.5

Page 91: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

c. Digunakan Pada Hammer Mills

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil

SIR 3L SIR 3WF Pengukuran

Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.013 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.29 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.22 PRI, minimum 75 75 86 Po, minimum 30 30 42

Warna Lovibond 6 - 4.5

d. Digunakan Pada Creper I dan Creper II

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil

SIR 3L SIR 3WF Pengukuran

Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.008 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.27 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.22 PRI, minimum 75 75 90 Po, minimum 30 30 40 Warna Lovibond 6 - 4.0

e. Digunakan Pada Hammer Mills dan Vortex Pump

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil

SIR 3L SIR 3WF Pengukuran

Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.012 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.3 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.21 PRI, minimum 75 75 88 Po, minimum 30 30 45

Warna Lovibond 6 - 4.5

Page 92: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

f. Digunakan Pada Creper I, Creper II dan Hammer Mills

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil

SIR 3L SIR 3WF Pengukuran

Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.015 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.31 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.20 PRI, minimum 75 75 88 Po, minimum 30 30 48 Warna Lovibond 6 - 4.5

4. Menggunakan Penyaringan dari Creper II

a. Digunakan Pada Creper I

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil

SIR 3L SIR 3WF Pengukuran

Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.013 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.27 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.18 PRI, minimum 75 75 86 Po, minimum 30 30 42.5 Warna Lovibond 6 - 4.0

b. Digunakan Pada Creper II

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil

SIR 3L SIR 3WF Pengukuran

Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.014

Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.30

Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.20

PRI, minimum 75 75 85

Po, minimum 30 30 46.5

Warna Lovibond 6 - 4.0

Page 93: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

c. Digunakan Pada Hammer Mills

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil

SIR 3L SIR 3WF Pengukuran

Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.02

Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.39

Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.24

PRI, minimum 75 75 87

Po, minimum 30 30 44.5

Warna Lovibond 6 - 5.0

d. Digunakan Pada Creper I dan Creper II

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil

SIR 3L SIR 3WF Pengukuran

Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.018

Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.30

Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.22

PRI, minimum 75 75 87

Po, minimum 30 30 45.5

Warna Lovibond 6 - 4.5

e. Digunakan Pada Creper I, Creper II dan Hammer Mills

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil

SIR 3L SIR 3WF Pengukuran

Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.029 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.38 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.24 PRI, minimum 75 75 87 Po, minimum 30 30 45

Warna Lovibond 6 - 6.0

Page 94: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

5. Menggunakan Penyaringan dari Creper I

a. Digunakan Pada Creper I

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil

SIR 3L SIR 3WF Pengukuran

Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.017 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.25 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.20 PRI, minimum 75 75 90 Po, minimum 30 30 39.5 Warna Lovibond 6 - 4.5

b. Digunakan Pada Creper II

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil

SIR 3L SIR 3WF Pengukuran

Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.015 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.27 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.21 PRI, minimum 75 75 85 Po, minimum 30 30 40.0 Warna Lovibond 6 - 4.5

c. Digunakan Pada Hammer Mills

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil

SIR 3L SIR 3WF Pengukuran

Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.027 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.30 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.24 PRI, minimum 75 75 86 Po, minimum 30 30 37.5 Warna Lovibond 6 - 6.5

Page 95: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

d. Digunakan Pada Creper I dan Creper II

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil

SIR 3L SIR 3WF Pengukuran

Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.022 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.30 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.22 PRI, minimum 75 75 85 Po, minimum 30 30 42.5 Warna Lovibond 6 - 5.0

e. Digunakan Pada Creper I, Creper II dan Hammer Mills

Skema Standar

SNI 06-1903-1990 Hasil

SIR 3L SIR 3WF Pengukuran

Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.031 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.32 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.23 PRI, minimum 75 75 86 Po, minimum 30 30 42.0 Warna Lovibond 6 - 6.0

Page 96: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

A. Air Umpan

B. Air Bak Pembekuan

1. Sebelum Daur Ulang

2. Setelah Daur Ulang

C. Air Creper I 1. Sebelum Daur Ulang

2. Setelah Daur Ulang

D. Air Creper II

1. Sebelum Daur Ulang

Page 97: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

2. Setelah Daur Ulang

E. Air Hammer Mills

1. Sebelum Daur Ulang

2. Setelah Daur Ulang

F. Air Box Mesin Pengering

1. Sebelum Daur Ulang

2. Setelah Daur Ulang

Page 98: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

Lampiran 5. Pengukuran Berat Rata-Rata Bahan Untuk Pembuatan Neraca Massa

Input Stasiun Proses (kg/hari) Pengambilan Sampel Mobile Crusher Creper I Creper II Hammer Mills Vortex Pump Dryer Pengemasan

1 64582.427 53360.031 33845.192 28563.427 28528.935 28428.127 13951.494 2 66907.641 59548.674 34018.684 26863.690 26848.675 26748.622 12094.629 3 65980.256 53849.275 31106.892 28353.593 28299.652 28183.459 13728.342 4 71875.598 62385.540 32815.372 27829.457 27794.618 27691.744 1228.795 5 69250.584 60878.348 34797.471 29688.248 29647.91 29537.734 13024.280 6 66489.565 67825.257 36227.702 31930.416 31908.377 31806.782 14383.465 7 69402.852 61386.580 35425.288 30198.722 30092.052 29982.586 12679.636 8 66355.301 58697.340 32702.136 27538.507 27508.485 27401.551 12881.308 9 69378.617 60725.656 35758.648 31637.351 31605.114 31500.187 14029.628

10 67475.298 58124.155 32154.725 27454.053 27417.536 27327.842 13675.821 Rata-rata 67769.800 59678.086 33885.217 29005.746 28965.138 28860.864 12167.740

Faktor Konversi 0.8806 0.5678 0.856 0.9986 0.9964 0.4216

Page 99: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

Lampiran 6. Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Setiap Stasiun Proses

No Sumber Limbah Peluang Produksi Bersih Keterangan

Reduce Recycle Reuse Recovery

1

Lateks homogen akibat bocornya talang √ 〤 〤 〤

Melalui perubahan teknologi dengan cara pemasangan talang permanen untuk mengindari kebocoran

2 Limbah cair dari mesin mobile crusher √ √ 〤 〤

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dapat diterapkan dengan memperhatikan mutu produk yang akan dihasilkan

3

Limbah cair dari mesin penggiling creper I √ √ 〤 〤

Pengurangan jumlah debit air yang dibutuhkan untuk pencucian di mesin penggiling perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui debit air optimum untuk proses pencucian. Air hasil recycle dari mesin ini dapat digunakan pada mesin creper I, creper II, serta pada mesin creper I dan creper II secara bersamaan.

4

Limbah cair dari mesin penggiling creper II √ √ 〤 〤

Pengurangan jumlah debit air yang dibutuhkan untuk pencucian di mesin penggiling perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui debit air optimum untuk proses pencucian.Air hasil recycle dari mesin ini dapat digunakan pada mesin creper I, creper II,hammer mills serta dapat digunakan pada mesin creper I dan creper II secara bersamaan.

5

Limbah cair dari mesin penggiling hammer mills √ √ 〤 〤

Pengurangan jumlah debit air yang dibutuhkan untuk pencucian di mesin penggiling perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dapat diketahui besar debit air yang optimum untuk proses pencucian. Air hasil recycle dari mesin ini dapat digunakan pada mesin creper I, creper II,hammer mills, creper I dan creper II secara bersamaan, creper I, creper II dan hammer mills secara bersamaan serta dapat pula digunakan kembali pada mesin vortex pump dan hammer mills secara bersamaan.

6

Limbah cair dari mesin penggiling vortex pump √ √ 〤 〤

Pengurangan jumlah debit air yang dibutuhkan untuk pencucian di mesin penggiling perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dapat diketahui besar debit air yang optimum untuk proses pencucian. Air hasil recycle dari mesin ini dapat digunakan pada mesin creper I, creper II,hammer mills, creper I dan creper II secara bersamaan, creper I, creper II dan hammer mills secara bersamaan serta dapat pula digunakan kembali pada mesin vortex pump dan hammer mills secara bersamaan.

Keterangan : - √ : dapat diterapkan - 〤 : tidak dapat diterapkan

Page 100: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

Lampiran 7. Perhitungan Ukuran Bak Pengendapan, Penampungan

dan Penyaringan Instalasi Daur Ulang

A. BAK PENGENDAPAN DAN PENAMPUNGAN

1. Hammer Mills dan Tirisan Box Mesin Pengering

Volume Air Limbah Hammer Mills = 10.982,928 kg/hari

Volume Air Limbah Box Dryer = 56.388,152 kg/hari

Volume Total = 67.371,08 kg/hari = 67,37 m3/hari

Maka volume bak yang dapat dibuat berukuran 4,5 m x 4,5 m x 3,5 m

2. Creper I dan Creper II

Volume Air Limbah Creper I = 25.706,217 kg/hari

Volume Air Limbah Creper II = 22.542,154 kg/hari

Volume Total = 48.248,37 kg/hari = 48,25 m3/hari

Maka volume bak yang dapat dibuat berukuran 3,5 m x 3,5 m x 4 m

B. BAK PENYARINGAN

Debit air = 5L/1,4 menit = 3,572 L/menit = 214,286 L/jam

Luas permukaan = 0,4 m x 0,4 m = 0,16 m2

Tinggi maksimum air mengapung = 0,005 m3/0,16 m2 = 0,032 m

Jadi berapapun luas permukaan bak penyaringan, jika tinggi air mengapung

sebesar 0,032 m akan habis dalam waktu 1,4 menit, atau air mengapung

setinggi 1 cm akan habis dalam 0,4375 menit.

1. Hammer Mills dan Tirisan Box Mesin Pengering

Luas Permukaan Bak = 1,9 m x 1,9 m = 3,61 m2

Tinggi = 1 cm = 0,01 m

Volume = 0,0361 m3/0,4375 menit = 0,0825 m3/menit = 4,95 m3/jam

Page 101: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

Waktu yang diinginkan air habis dari bak penyaringan = 12,5 jam/hari

Volume air = 67.371,08 kg/hari = 67,37 m3/hari = 68 m3/hari

Debit saringan = 68 m3/12,5 jam = 5,44 m3/jam

Tinggi air mengapung = Debit saringan – Volume air

= 5,44 m3/jam - 4,95 m3/jam

= 0,48 m3/jam

= 0,136 m/jam

Jadi tinggi air mengapung selama 12,5 jam = 0,136 m/jam x 12,5 jam

= 1,7 m

Maka tinggi bak pembekuan = tinggi air mengapung + tinggi saringan

= 1,7 m + 0,75 m

= 2,45 m

Ukuran bak penyaringan yang dapat dibuat = 1,9 m x 1,9 m x 2,5 m

2. Creper I dan Creper II

Luas Permukaan Bak = 1,6 m x 1,6 m = 2,56 m2

Tinggi = 1 cm = 0,01 m

Volume = 0,0256 m3/0,4375 menit = 0,0585 m3/menit = 3,51 m3/jam

Waktu yang diinginkan air habis dari bak penyaringan = 12,5 jam/hari

Volume air = 48.248,37 kg/hari = 48,25 m3/hari = 49 m3/hari

Debit saringan = 49 m3/12,5 jam = 3,92 m3/jam

Tinggi air mengapung = Debit saringan – Volume air

= 3,92 m3/jam – 3,51 m3/jam

= 0,41 m3/jam

= 0,16 m/jam

Jadi tinggi air mengapung selama 12,5 jam = 0,16 m/jam x 12,5 jam

= 2 m

Maka tinggi bak pembekuan = tinggi air mengapung + tinggi saringan

= 2 m + 0,75 m

= 2,75 m

Ukuran bak penyaringan yang dapat dibuat = 1,6 m x 1,6 m x 2,8 m

Page 102: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

Lampiran 8. Perincian Biaya Investasi, Total Modal, Depresiasi dan Modal Kerja Penggantian Mesin Pengering No Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan (Rp.) Total Harga (Rp.)

1 Pembelian Dryer 2 Unit 901600000 1803200000 Total 1803200000

No Uraian Jumlah (Rp.) 1 Investasi Alat 18032000002 Modal Kerja 326400

Total 1803526400 No Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan Total Harga Umur Pakai Nilai Sisa Penyusutan Pemeliharaan

(Rp.) (Rp.) (Tahun) (Per tahun) (Per Tahun)

1 Pembelian Dryer 2 Unit 901600000 1803200000 20 450800000 67620000 18032000

Total 1803200000 450800000 67620000 18032000 No Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan Total Harga (Rp.) (Rp.) A Pelumas dryer 8 Liter 15800 126400B Lain-lain 200000 Total Modal Kerja 326400

Page 103: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

Lampiran 9. Perincian Biaya Operasional Mesin Pengering No Uraian Biaya Tahun ke- (Rp.) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A Biaya Tetap

1 Penyusutan 67620000 67620000 67620000 67620000 67620000 67620000 67620000 67620000 67620000 2 Pemeliharaan 18032000 18032000 18032000 18032000 18032000 18032000 18032000 18032000 18032000

Total Biaya Tetap 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 B Biaya Tidak Tetap

1 Biaya Pelumas Dryer 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 Total Biaya Tidak Tetap 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 Total Biaya 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 67620000 67620000 67620000 67620000 67620000 67620000 67620000 67620000 67620000 67620000 6762000018032000 18032000 18032000 18032000 18032000 18032000 18032000 18032000 18032000 18032000 1803200085652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000

1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 15168001516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800

87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800

Page 104: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

Lampiran 10. Nilai Penghematan Penggantian Mesin Pengering No Uraian Tahun ke- (Rp.) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A Penerimaan

1 Penghematan bahan bakar dryer 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264

Total Penerimaan 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 B Pengeluaran

1 Biaya Tetap 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 2 Biaya Tidak Tetap 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800

Total Pengeluaran 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 Nilai Penghematan 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 Total Pajak Penghasilan 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 NP Setelah Pajak 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264

85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800

87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002

Page 105: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

Lampiran 11. Arus Penerimaan dan Pengeluaran Penggantian Mesin Pengering

No Uraian Tahun ke- (Rp.) 0 1 2 3 4 5 6 7 8

A Penerimaan 1 Modal sendiri 1803526400 0 0 0 0 0 0 0 0 2 NP Setelah pajak 0 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 3 Nilai Sisa 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total Penerimaan 1803526400 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 B Pengeluaran

1 Pembelian alat 1803200000 0 0 0 0 0 0 0 0 2 Modal Kerja 326400 0 0 0 0 0 0 0 0

Total Pengeluaran 1803526400 0 0 0 0 0 0 0 0 Aliran Kas Bersih 0 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 Total Kas Awal Tahun 0 0 355471002 710942003 1066413005 1421884006 1777355008 2132826010 2488297011 Total kas Akhir Tahun 0 355471002 710942003 1066413005 1421884006 1777355008 2132826010 2488297011 2843768013

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

0 0

355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 450800000

355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 806271002

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 806271002

2843768013 3199239014 3554710016 3910181018 4265652019 4621123021 4976594022 5332065024 5687536026 6043007027 6398478029 6753949030

3199239014 3554710016 3910181018 4265652019 4621123021 4976594022 5332065024 5687536026 6043007027 6398478029 6753949030 7560220032

Page 106: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

Lampiran 12. Hasil Analisis Finansial Penggantian Mesin Pengering

Tahun Aliran Kas Bersih 0 -1803526400 Discount Rate = 16 % 1 355471002 2 355471002 Hasil Analisis Finansial 3 355471002 NVP 282042393.52 4 355471002 IRR 19.271% 5 355471002 Benefit 2130700860 6 355471002 Cost 1803526400 7 355471002 B/C ratio 1.1814 8 355471002 9 355471002 10 355471002 11 355471002 12 355471002 13 355471002 14 355471002 15 355471002 16 355471002 17 355471002 18 355471002 19 355471002 20 806271002

Page 107: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

Lampiran 13. Perincian Biaya Investasi dan Total Modal Pembuatan Daur Ulang Air No Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan (Rp.) Total Harga (Rp.) 1 Bak penyaringan I (1.9 x 1.9 x 2.5) 9.025 M3 250000 2256250 2 Bak penyaringan II (1.6 x 1.6 x 2.8) 7.168 M3 250000 1792000 3 Bak pengendapan I (4.5 x 4.5 x 3.5) 70.875 M3 250000 17718750 4 Bak pengendapan II (3.5 x 3.5 x 4) 49 M3 250000 12250000 5 Bak penampungan I (4.5 x 4.5 x 3.5) 70.875 M3 250000 17718750 6 Bak penampungan II (3.5 x 3.5 x 4) 49 M3 250000 12250000 7 Pompa Creaper I ( 1000 watt, 3.66 m3/jam) 2 Unit 1050000 2100000 8 Pompa Creaper II ( 1000 watt, 3.66 m3/jam) 2 Unit 1050000 2100000 9 Pompa Hammer Mills (370 watt, 1.95 m3/jam) 2 Unit 585000 1170000

10 Pompa Box Dryer (1000 watt, 8.4m3/jam) 2 Unit 1450000 2900000 11 Pipa 1 " (Wavin) 16 m 8000 128000 12 Pipa 1,5 " (Wavin) 14 m 10000 140000 13 Lain-lain 200000 Total 72523750

No Uraian Jumlah (Rp.)

1 Investasi Alat 72523750

2 Modal Kerja 1385582.5

Total 73909332.5

Page 108: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

Lampiran 14. Depresiasi Pembuatan Daur Ulang Air No Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan Total Harga Umur Pakai Nilai Sisa Penyusutan Pemeliharaan

(Rp.) (Rp.) (Tahun) (Per tahun) (Per Tahun) 1 Bak penyaringan I (2 x 2 x 3) 9.025 m3 250000 2256250 10 1128125 112813 22562.5

2 Bak penyaringan II (1.9 x 1.9 x 2.3) 7.168 m3 250000 1792000 10 896000 89600 17920

3 Bak pengendapan I (4.5 x 4.5 x 3.5) 70.875 m3 250000 17718750 10 8859375 885938 177187.5

4 Bak pengendapan II (3.5 x 3.5 x 4) 49 m3 250000 12250000 10 6125000 612500 122500

5 Bak penampungan I (4.5 x 4.5 x 3.5) 70.875 m3 250000 17718750 10 8859375 885938 177187.5

6 Bak penampungan II (3.5 x 3.5 x 4) 49 m3 250000 12250000 10 6125000 612500 122500

7 Pompa Creaper I ( 1000 watt, 3.66 m3/jam) 2 Unit 1050000 2100000 10 210000 189000 210000

8 Pompa Creaper II ( 1000 watt, 3.66 m3/jam) 2 Unit 1050000 2100000 10 210000 189000 210000

9 Pompa Hammer Mills (370 watt, 1.95 m3/jam) 2 Unit 585000 1170000 10 117000 105300 117000

10 Pompa Box Dryer (1000 watt, 8.4m3/jam) 2 Unit 1450000 2900000 10 290000 261000 290000

11 Pipa 1 " (Wavin) 16 m 8000 128000 10 0 12800 19200 12 Pipa 1,5 " (Wavin) 14 m 10000 140000 10 0 14000 21000 13 Lain-lain 200000 10 0 20000 30000 Total 72523750 32819875 3990388 1537058

Page 109: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

Lampiran 15. Modal Kerja Pemnbuatan Daur Ulang Air No Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan Total Harga

(Rp.) (Rp.) A Bahan Penyaring I 1. Ijuk 0.722 m3 17500 12635 2. Batu 0.722 m3 37500 27075 3. Pasir 0.722 m3 30000 21660 4. Zeolit 0.5415 m3 235000 127252.5B Bahan Penyaring II 1. Ijuk 0.512 m3 17500 8960 2. Batu 0.512 m3 37500 19200 3. Pasir 0.512 m3 30000 15360 4. Zeolit 0.384 m3 235000 90240C Pelumas Pompa 4 Liter 15800 63200D Lain-lain 1000000 Total Modal Kerja 1385583

Page 110: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

Lampiran 16. Perincian Biaya Operasional Pembuatan Daur Ulang Air No Uraian Biaya Tahun ke- (Rp.)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 a Biaya Tetap

1 Penyusutan 3990388 3990388 3990388 3990388 3990388 3990388 3990388 3990388 3990388 3990388 2 Pemeliharaan 1537058 1537058 1537058 1537058 1537058 1537058 1537058 1537058 1537058 1537058

Total Biaya Tetap 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 b Biaya Tidak Tetap

1 Biaya Penggantian Bahan Penyaring 1934295 1934295 1934295 1934295 1934295 1934295 1934295 1934295 1934295 1934295

2 Biaya Pencucian Bahan Penyaring 1305600 1305600 1305600 1305600 1305600 1305600 1305600 1305600 1305600 1305600

2 Biaya Pelumas 758400 758400 758400 758400 758400 758400 758400 758400 758400 758400 3 Biaya Tenaga Kerja 7200000 7200000 7200000 7200000 7200000 7200000 7200000 7200000 7200000 7200000

4 Biaya Operasional Pompa 12379177 12379177 12379177 12379177 12379177 12379177 12379177 12379177.4 12379177 12379177

Total Biaya Tidak Tetap 23577472 23577472 23577472 23577472 23577472 23577472 23577472 23577472.4 23577472 23577472

Total Biaya 29104917 29104917 29104917 29104917 29104917 29104917 29104917 29104917.4 29104917 29104917

Page 111: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

Lampiran 17. Nilai Penghematan Pembuatan Daur Ulang Air No Uraian Tahun ke- (Rp.)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 A Penerimaan

1 Penghematan air recycle 45285827 45285827 45285827 45285827 45285827 45285827 45285827 45285827 45285827 45285827

2 Penghematan biaya pengolahan limbah 2373787 2373787 2373787 2373787 2373787 2373787 2373787 2373787 2373787 2373787

Total Penerimaan 47659613 47659613 47659613 47659613 47659613 47659613 47659613 47659613 47659613 47659613 B Pengeluaran

1 Biaya Tetap 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 2 Biaya Tidak Tetap 23577472 23577472 23577472 23577472 23577472 23577472 23577472 23577472 23577472 23577472

Total Pengeluaran 29104917 29104917 29104917 29104917 29104917 29104917 29104917 29104917 29104917 29104917 Nilai Penghematan 18554696 18554696 18554696 18554696 18554696 18554696 18554696 18554696 18554696 18554696 Total Pajak Penghasilan 927735 927735 927735 927735 927735 927735 927735 927735 927735 927735 NP Setelah Pajak 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961

Page 112: Kajian Potensi Penerapan Produksi(Karet)

Lampiran 18. Arus Penerimaan Pengeluaran dan Hasil Analisis Finansial Pembuatan Daur Ulang Air No Uraian Tahun ke- (Rp.) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 A Penerimaan

1 Modal sendiri 73909333 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 NP Setelah pajak 0 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 3 Nilai Sisa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 32819875

Total Penerimaan 73909333 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 50446836 B Pengeluaran

1 Pembelian alat 72523750 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 Modal Kerja 1385583 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total Pengeluaran 73909333 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Aliran Kas Bersih 0 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 50446836 Total Kas Awal Tahun 0 0 17626961 35253922 52880884 70507845 88134806 105761767 123388728 141015690 158642651 Total kas Akhir Tahun 0 17626961 35253922 52880884 70507845 88134806 105761767 123388728 141015690 158642651 209089487

Tahun Aliran Kas Bersih

0 -73909333 Discount Rate = 16 % 1 17626961 2 17626961 Hasil Analisis Finansial 3 17626961 NVP 16142679.60 4 17626961 IRR 21.900% 5 17626961 Benefit 85195158 6 17626961 Cost 73909333 7 17626961 B/C ratio 1.153 8 17626961 9 17626961 10 50446836