potensi industri karet kabupaten batanghari jambi 1

35

Click here to load reader

Upload: hidayatullah

Post on 18-Jun-2015

2.799 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

BAB IPOTENSI INDUSTRI KARET KABUPATEN BATANGHARI JAMBI

A. PENDAHULUAN

Kabupaten Batang Hari dengan mottonya “ Serentak Bak Regam” salah satu dari 10

kabupaten/Kota dalam Provinsi Jambi, yang usianya ternyata lebih tua dari provinsi Jambi

yang bersemboyan “Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah”, Propinsi Jambi dibentuk pada

tahun 1957 dengan Undang-undang Darurat Nomor 19 tahun 1957, bersamaan dengan

pembentukan Provinsi Dati I Riau. Sedangkan Kabupaten Batang Hari dibentuk 1 Desember

1948 melalui Peraturan Komisaris Pemerintah Pusat di Bukit Tinggi Nomor 81/Kom/U,

tanggal 30 Nopember 1948 dengan Pusat Pemerintahannya di Kota Jambi, sekarang Kodya

Jambi. Tahun 1963 kedudukan pusat pemerintahan daerah ini pindah ke Kenali Asam, 10 Km

dari kota Jambi, kemudian tahun 1979 berdasarkan PP. No 12 Tahun 1979 ibukota kabupaten

yang terkenal kaya akan sumber daya alam ini pindah dari Kenali Asam Ke Muara Bulian 64

Km dari Kota Jambi sampai saat ini. Kabupaten Batang Hari Terdiri dari 8 Kecamatan.

Secara geografis Kabupaten Batang Hari terletak di pantai timur Sumatera dan di

bagian timur Provinsi Jambi, dengan batas wilayah meliputi Kabupaten Muaro Jambi di

sebelah timur dan utara, Kabupaten Tebo dan Sarolangun di bagian barat, serta Kabupaten

Musi Banyuasin, di bagian selatan. Secara topografis daerah ini terdiri dari dataran rendah

yang dibelah oleh Sungai Batang Hari dengan rawa yang menggenang air sepanjang

tahun.Menurut elevasinya, wilayah Batang Hari terdiri ketinggian 11 -100 meter (92,67 %),

sisanya 7,33 % berada pada ketinggian 101 -500 meter dari permukaan laut. Adapun ikiimnya

termasuk iklim tropis dengan suhu udara berkisar antara 25,8° C - 27,6° C. Curah hujan rata-

rata pertahun antara 185,8 mm - 213,33 mm dengan kelembaban antara 76 % - 95 % serta

penyinaran berkisar antara 89,3 % s/d 133,9 %.

Pada tahun 2004, jumlah penduduk kabupaten Batanghari berjumlah 210.561 jiwa

yang tersebar di 8 kecamatan1. Sebagaian besar dari penduduk tersebut bermata pencaharian

sebagai petani, baik itu yang bergerak dibidang pertanian maupun perkebunan karena dilihat

dari Kondisi alam kabupaten yang merupakan daerah dataran rendah yang sebagian besar

merupakan daerah perbukitan dan berawa dan memiliki curah hujan yang cukup tinggi

1 Pusat statistic kabupaten Batanghari,2004

Page 2: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

sepanjang tahunnya sehingga sangat cocok untuk dikembangkan usaha dibidang perkebunan

pertanian, secara garis besar usaha dibidang perkebunan didominasi oleh 2 komoditi unggulan

kabupaten Batanghari yaitu usaha perkebunan karet dan usaha perkebunan sawit sedangkan

komoditi bidang pertanian yaitu padi,palawija dan buah-buahan.

Menurut data statistic perkebunan Indonesia tahun 2006-2008 luas perkebunan karet

dikabupaten Batanghari berjumlah 108.296 hektar dan hanya 6.862 hektar dikelola oleh

pemerintah yaitu PTP Nusantara VI dengan produktivitas antara 700-730 kg per hektar

sedangkan selebihnya berstatus sebagai perkebunan rakyat yang dikelola dengan sangat

sederhana dan tradisional sehingga produktivitasnya sangat rendah dan memiliki mutu yang

kurang bagus. sedangkan unit usaha yang bergerak dibidang industry karet dikabupaten

Batanghari pada tahun 2004 terdapat 2 unit pengolahan industry karet crumb rubber dengan

kapasitas produksi 49.500 ton pertahun (sumber; Dinas Perindag Provinsi Jambi).

B. LATAR BELAKANG

Karet (termasuk karet alam) merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia

sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen

yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sabuk transmisi, dock fender,

sepatu dan sandal karet. Kebutuhan karet alam maupun karet sintetik terus meningkat sejalan

dengan meningkatnya standar hidup manusia. Kebutuhan karet sintetik relative lebih mudah

dipenuhi karena sumber bahan baku relatif tersedia walaupun harganya mahal, akan tetapi

karet alam dikonsumsi sebagai bahan baku industry tetapi diproduksi sebagai komoditi

perkebunan.

Komoditas karet memegang peranan utama dalam perekonomian masyarakat di semua

kabupaten dalam provinsi Jambi, dan telah menjadi sumber pendapatan yang sangat dominan

bagi sebagian besar petani. Menurut data di Dinas Perkebunan Provinsi Jambi pada tahun

2005, total volume ekspor karet provinsi Jambi mencapai 365.786 ton dengan nilai sebesar

Rp3,97 triliun, meningkat dibandingkan dengan posisi tahun 2004 yaitu total volume sebesar

235.287 ton dengan nilai sebesar Rp2,98 triliun. Menteri Pertanian dan Ketahanan Pangan

Republik Indonesia pada saat kunjungan kerja ke Provinsi Jambi pada pertengahan tahun

2006, mengatakan bahwa pengembangan perkebunan karet termasuk salah satu agenda

Page 3: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

revitalisasi pertanian di Indonesia. Urgensi utama memasukkan perkebunan karet sebagai

prioritas utama nasional karena karet terbukti mempunyai peranan yang sangat penting bagi

perekonomian nasional. Dalam kurun waktu 6 tahun terakhir, ekspor karet menunjukkan

peningkatan yang sangat signifikan. Jika pada tahun 2000 total volume ekspor sebanyak 1,38

juta ton dengan nilai USD 889 juta meningkat menjadi 2,02 juta ton dengan nilai USD 2.854

juta dolar pada tahun 2005. Ini merupakan peningkatan yang signifikan dengan tingkat

pertumbuhan rata-rata 23% per tahun. Perkembangan produksi karet nasional juga diikuti

pula oleh peningkatan penyerapan tenaga kerja yaitu sekitar 1,4 juta tenaga kerja langsung,

belum lagi termasuk penyerapan tenaga kerja tidak langsung yang turut mendukung

perkembangan karet Indonesia.

Sampai tahun 2005 luas areal tanaman karet di provinsi Jambi mencapai 567.042

hektar yang tersebar pada 9 kabupaten, yakni menurut urutannya Sarolangun seluas 111.581

Ha, disusul oleh Merangin seluas 108.038 Ha, dan yang terkecil adalah kabupaten Kerinci

seluas 303 Ha. Adapun kondisi luas lahan perkebunan karet yang ada terdiri dari 105.566 Ha

adalah tanaman belum menghasilkan (TBM), 330.820 Ha adalah tanaman menghasilkan dan

130.656 Ha adalah tanaman tua dan rusak. Kondisi ini menyebabkan rendahnya tingkat

produktivitas lahan yang rata-rata sebesar 709 kg/Ha/th, dengan produktivitas terendah di

kabupaten Kerinci sebesar 485 kg/Ha/th. Untuk mengatasi kondisi tersebut pada waktu

mendatang Pemerintah Provinsi Jambi telah membuat program kerja rehabilitasi karet tua dan

penambahan luas areal perkebunan karet yang telah dimasukkan ke dalam anggaran belanja

provinsi untuk merehabilitasi karet tua pada tahun 2006 seluas 17.500 hektar dan perluasan

sekitar 5.000 hektar yang akan berlanjut sampai dengan tahun 2010.

C. POTENSI INDUSTRI KARET KABUPATEN BATANGHARI

Usaha pemerintah provinsi jambi yang ingin terus meningkatkan produksi perkebunan

karet dengan melakukan peremajaan karet tua sangat tidak optimal apabila tidak dibarengi

dengan peningkatan usaha-usaha dibidang industry pengolahan karet terutama industry hilir

dari karet ini karena industry-industry inilah yang nantinya akan menampung semua hasil

karet dari semua petani dan mengelolanya mejadi barang yang memiliki nilai ekonomi yang

lebih tinggi dan hasilnya bisa dinikmati oleh petani karet itu sendiri.

Page 4: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

Dengan jumlah lahan yang telah dimanfaatkan sebesar 108.296 hektar atau 19,09%

dari total jumlah luas areal tanaman karet diprovinsi jambi pada saat ini, kabupaten

Batanghari dengan 8 kecamatan didalamnya memiliki peluang yang cukup besar untuk

menjadi pusat industry karet diprovinsi jambi bahkan Indonesia selain memiliki lahan dan

penduduk yang telah turun temuran bahkan sebagai petani karet, letak geografis kabupaten

Batanghari juga sangat strategis yaitu mudah diakses oleh semua kabupaten diprovinsi jambi

dan dekat dengan pusat pemerintahan provinsi jambi sehingga untuk mengurus masalah yang

berkenaan dengan administrasi relative lebih mudah dibandingkan kabupaten lain.

Tabel 1. Potensi Karet di Kabupaten Batanghari tahun 2007

No Luas Lahan yg telah dimanfaatkan (ha)

Status Lahan Jumlah Produktivitas ton/tahun

1. 108,296 Perkebunan Rakyat 48.902Sumber; Statistik Perkebunan Indonesia 2006-2008

Dengan berdirinya industry-industri pengolahan karet dikabupaten Batanghari dengan

harapan kabupaten Batanghari selain menjadi daerah pusat industry karet bagi provinsi jambi,

kabupaten Batanghari menjadi salah satu daerah yang mampu mengembangkan daerahnya

dengan konsep industry hijau yang ramah lingkungan karena apabila semua lahan perkebunan

karet dikelola dengan sebaik-baiknya dan menggunakan teknologi yang modern serta ramah

lingkungan sangat tidak mustahil kabupaten Batanghari menjadi kota yang sejuk dan modern

karena perkebunan dan industri karetnya.

D. PERMASALAHAN INDUSTRI KARET KABUPATEN BATANGHARI

Secara umum permasalahan industry karet di kabupaten Batanghari hampir sama

dengan permasalahan-permasalahan yang dihadapi didaerah sentra karet lainya diwilayah

Sumatra maupun daerah-daerah lain di Indonesia, permasalahan industry karet dikabupaten

Batanghari secara garis besar dapat berasal dari 2 faktor penyebab, yaitu;

1. Factor yang berasal dari internal

2. Factor yang berasal dari external

Permasalahan dari factor internal adalah factor yang berasal dari dalam pelaku

industry karet itu sendiri yang meliputi permasalahan ditingkat petani, industry pengolahan.

Page 5: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

Ditingkat petani permasalahan yang mendasar adalah system pengelolaan perkebunan

karet yang ada sekarang masih dilakukan dengan cara yang sangat sederhana hal ini

dipengaruhi oleh hampir 93% luas perkebunan yang ada dikabupaten Batanghari merupakan

perkebunan milik rakyat yang dikelola secara mandiri oleh pemiliknya. Tentunya system

pengelolaan yang seperti ini memiliki banyak kekurangan terutama di bidang permodalan dan

pengetahuan dalam pengelolaan perkebunan dampak dari kekurangan tersebut dapat dilihat

mulai dari cara persiapan lahan yang dilakukan dengan seadanya, pemilihan bibit yang kurang

baik dan proses pembibitan yang berdasarkan pengalaman, proses penyadapan yang tidak

teratur, pengolahan hasil dengan menggunakan teknologi yang sangat sederhana yang mereka

peroleh secara turun temurun sampai dengan rantai perdagangan yang sangat panjang,

tentunya factor-faktor ini sangat berpengaruh terhadap kwalitas hasil yang mereka hasilkan

dan daripada itu juga penghasilan yang diterima oleh petani juga jauh dari optimal.

Gambar 1. Sebagian besar bentuk rantai perdagangan hasil karet rakyat di kabupaten

Batanghari

Dengan system pengolahan ditingkat petani yang terkesan apa adanya tersebut tentu

berpengaruh terhadap permasalahan yang dihadapi di tingkat industry pengolahan karet

karena karet yang dihasilkan oleh para petani memiliki kualitas dibawah standar perdagangan

nasional maupun internasional karet maka pihak indutri pengolahan harus mengeluarkan

biaya pengolahan yang cukup besar untuk mengolah karet petani tersebut agar menjadi karet

yang memenuhi standar mutunya sehingga hasil yang mereka peroleh menjadi sangat kecil

selain itu juga banyak industry pengolahan karet yang terkena masalah pemanfaatan limbah

dari industrinya karena dalam pengolahan karet yang berasal dari perkebunan rakyat rata-

rata mengahasilkan limbah selain karet yang cukup banyak seperti kulit pohon karet, daun-

daun, tanah, dan lain sebagainya. Dan ini pula salah satunya yang menyebabkan keengganan

investor menanamkan investasi dibidang pengolahan karet (industry hilir) dikabupaten

Batanghari. Selain itu peran pemerintah khususnya pemerintah daerah kabupaten batanghari

dalam usaha perkebunan karet di nilai masih sangat kurang dan masih kalah dengan bidang

usaha lainya terutama usaha bahan tambang, hal ini dapat dilihat setelah sekian lamanya

Page 6: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

kabupaten Batanghari berdiri bahkan telah mengalami beberapa kali pemekaran wilayah dan

pertukaran kepemimpinan system pengolahan kebun karet yang sebenarnya lambang dari

kabupaten dan sumber pendapatan sebagian besar masyarakatnya tidak banyak mengalami

perubahan bahkan mulai tergusur oleh perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh

perusahaan swasta selain itu kebijakan pemerintah pada saat ini masih berorientasi pada

ekspor barang mentah sehingga hasil yang didapat sangat tidak optimal.

Sedangkan factor external yang mempengaruhi dari perkembangan industry karet

dikabupaten Batanghari adalah harga karet internasional yang belum stabil dan masih kalah

bersaing dengan karet sintetis.

E. SOLUSI PENANGANAN PERMASALAHAN INDUSTRI KARET KABUPATEN BATANGHARI

Dilihat dari permasalahan yang dihadapi oleh usaha industry perkaretna di kabupaten

Batanghari dapat dilakukan usaha-usaha tertentu untuk mengatasi permasalahan yang

dihadapi tersebut dan usaha tersebut harus meliputi dari 3 unsur pokok yang mempunyai

peran yang sangat penting dalam menunjang berkembangnya industry karet dikabupaten

Batanghari, ketiga unsure pokok tersebut adalah; 1. Petani Karet, 2. Pelaku Industri Karet, 3.

Pemerintah

1. Petani Karet

Mengatasi permasalahan ditingkat petani karet merupakan hal yang pokok dan

mendasar yang harus dilakukan dalam industry karet karena ditingkat petani inilah yang

menentukan tinggi rendahnya kwalitas suatu produk karet yang dihasilkan oleh industry

pengolahan karet, dan perbaikkan ditingkat petani tersebut dapat dilakukan dengan

memberikan pengetahuan dan teknologi kepada petani karet tentang pengelolaan industry

karet yang baik dan benar mulai dari proses penyiapan lahan, pemilihan bibit, cara

penanaman, cara perawatan, penyadapan/panen, sampai dengan pengelolaan hasil kebun. Dan

semua itu harus mereka kuasai agar hasil yang mereka terima juga maksimal.

a. Proses Penyiapan LahanDalam mempersiapkan lahan pertanaman karet juga diperlukan pelaksanaan berbagai

kegiatan yang secara sistematis dapat menjamin kualitas lahan yang sesuai dengan

persyaratan. Beberapa diantara langkah tersebut antara lain :

1) Pemberantasan Alang-alang dan Gulma lainnya

Page 7: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

Pada lahan yang telah selesai tebas tebang dan lahan lain yang mempunyai vegetasi

alang-alang, dilakukan pemberantasan alang-alang dengan menggunakan bahan kimia antara

lain Round up, Scoup, Dowpon atau Dalapon. Kegiatan ini kemudian diikuti dengan

pemberantasan gulma lainnya, baik secara kimia maupun secara mekanis.

2) Pengolahan Tanah

Dengan tujuan efisiensi biaya, pengolahan lahan untuk pertanaman karet dapat

dilaksanakan dengan sistem minimum tillage, yakni dengan membuat larikan antara barisan

satu meter dengan cara mencangkul selebar 20 cm. Namun demikian pengolahan tanah secara

mekanis untuk lahan tertentu dapat dipertimbangkan dengan tetap menjaga kelestarian dan

kesuburan tanah.

3) Pembuatan teras/Petakan dan Benteng/Piket

Pada areal lahan yang memiliki kemiringan lebih dari 50 diperlukan pembuatan

teras/petakan dengan sistem kontur dan kemiringan ke dalam sekitar 150. Hal ini

dimaksudkan untuk menghambat kemungkinan terjadi erosi oleh air hujan. Lebar teras

berkisar antara 1,25 sampai 1,50 cm, tergantung pada derajat kemiringan lahan. Untuk setiap

6 - 10 pohon (tergantung derajat kemiringan 11 tanah) dibuat benteng/piket dengan tujuan

mencegah erosi pada permukaan petakan.

4) Pengajiran

Pada dasarnya pemancangan air adalah untuk menerai tempat lubang tanaman dengan

ketentuan jarak tanaman sebagai berikut :

a) Pada areal lahan yang relatif datar / landai (kemiringan antara 00 - 80) jarak tanam adalah

7 m x 3 m (= 476 lubang/hektar) berbentuk barisan lurus mengikuti arah Timur - Barat

berjarak 7 m dan arah Utara - Selatan berjarak 3 m (lihat Gambar 2).

Gambar 2. Cara

Pengajiran pada Lahan Datar

Page 8: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

b) Pada areal lahan bergelombang atau berbukit (kemiringan 8% - 15%) jarak tanam 8 m x 2,

5 m (=500 lubang/ha) pada teras-teras yang diatur bersambung setiap 1,25 m (penanaman

secara kontur), lihat Gambar 3. Bahan ajir dapat menggunakan potongan bambu tipis

dengan ukuran 20 cm – 30 cm. Pada setiap titik pemancangan ajir tersebut merupakan

tempat penggalian lubang untuk tanaman.

Gambar 3. Cara Pengajiran Menurut Kontur.

5) Pembuatan Lubang Tanam

Ukuran lubang untuk tanaman dibuat 60 cm x 60 cm bagian atas , dan 40 cm x 40 cm

bagian dasar dengan kedalaman 60 cm. Pada waktu melubang, tanah bagian atas (top soil)

diletakkan di sebelah kiri dan tanah bagian bawah (sub soil) diletakkan di sebelah kanan

(Gambar 4). Lubang tanaman dibiarkan selama 1 bulan sebelum bibit karet ditanam.

6) Penanaman Kacangan Penutup Tanah (Legume cover crops = LCC)

Penanaman kacangan penutup tanah ini dilakukan sebelum bibit karet mulai ditanam

dengan tujuan untuk menghindari kemungkinan erosi, memperbaiki struktur fisik dan kimia

tanah, mengurangi pengupan air, serta untuk membatasi pertumbuhan gulma.

Page 9: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

Gambar 4. Pembuatan Lubang Tanam.

Komposisi LCC untuk setiap hektar lahan adalah 4 kg. Pueraria javanica, 6 kg

Colopogonium mucunoides, dan 4 kg Centrosema pubescens, yang dicampur ke dalam 5 kg Rock

Phosphate (RP) sebagai media. Selain itu juga dianjurkan untuk menyisipkan Colopogonium

caerulem yang tahan naungan (shade resistence) ex biji atau ex steck dalam polibag kecil

sebanyak 1.000 bibit/ha.

Tanaman kacangan dipelihara dengan melakukan penyiangan, dan pemupukan dengan

200 kg RP per hektar, dengan cara menyebar rata di atas tanaman kacangan.

b. Pemilihan Bibit

Hal yang paling penting dalam penanaman karet adalah bibit/bahan tanam, dalam hal

ini bahan tanam yang baik adalah yang berasal dari tanaman karet okulasi. Persiapan bahan

tanam dilakukan paling tidak 1,5 tahun sebelum penanaman. Dalam hal bahan tanam ada tiga

komponen yang perlu disiapkan, yaitu: batang bawah (root stoct), entres/batang atas

(budwood), dan okulasi (grafting) pada penyiapan bahan tanam.

Persiapan batang bawah merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh bahan tanam

yang mempunyai perakaran kuat dan daya serap hara yang baik. Untuk mencapai kondisi

tersebut, diperlukan pembangunan pembibitan batang bawah yang memenuhi syarat teknis

yang mencakup persiapan tanah pembibitan, penanganan benih, perkecambahan, penanaman

kecambah, serta usaha pemeliharaan tanaman di pembibitan. Untuk mendapatkan bahan

tanam hasil okulasi yang baik diperlukan entres yang baik, Pada dasarnya mata okulasi dapat

diambil dari dua sumber, yaitu berupa entres cabang dari kebun produksi atau entres dari

kebun entres.

Page 10: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

Dari dua macam sumber mata okulasi ini sebaiknya dipilih entres dari kebun entres

murni, karena entres cabang akan menghasilkan tanaman yang pertumbuhannya tidak

seragam dan keberhasilan okulasinya rendah. Okulasi merupakan salah satu cara perbanyakan

tanaman yang dilakukan dengan menempelkan mata entres dari satu tanaman ke tanaman

sejenis dengan tujuan mendapatkan sifat yang unggul. Dari hasil okulasi akan diperoleh bahan

tanam karet unggul berupa stum mata tidur, stum mini, bibit dalam polibeg, atau stum tinggi.

Untuk tanaman karet, mata entres ini yang merupakan bagian atas dari tanaman dan dicirikan

oleh klon yang digunakan sebagai batang atasnya.

Penanaman bibit tanaman karet harus tepat waktu untuk menghindari tingginya angka

kematian di lapang. Waktu tanam yang sesuai adalah pada musim hujan. Selain itu perlu

disiapkan tenaga kerja untuk kegiatan-kegiatan untuk pembuatan lubang tanam,

pembongkaran, pengangkutan, dan penanaman bibit. Bibit yang sudah dibongkar sebaiknya

segera ditanam dan tenggang waktu yang diperbolehkan paling lambat satu malam setelah

pembongkaran.

Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu dilakukan seleksi bibit untuk memperoleh

bahan tanam yang memeliki sifat-sifat umum yang baik antara lain : berproduksi tinggi,

responsif terhadap stimulasi hasil, resitensi terhadap serangan hama dan penyakit daun dan

kulit, serta pemulihan luka kulit yang baik. Beberapa syarat yang harus dipenuhi bibit siap

tanam adalah antara lain :

- Bibit karet di polybag yang sudah berpayung dua.

- Mata okulasi benar-benar baik dan telah mulai bertunas

- Akar tunggang tumbuh baik dan mempunyai akar lateral

- Bebas dari penyakit jamur akar (Jamur Akar Putih).

1) Kebutuhan bibit

Dengan jarak tanam 7 m x 3 m (untuk tanah landai), diperlukan bibit tanamankaret

untuk penanaman sebanyak 476 bibit, dan cadangan untuk penyulaman sebanyak 47 (10%)

sehingga untuk setiap hektar kebun diperlukan sebanyak 523 batang bibit karet.

2) Rekomendasi bibit unggulan

Kegiatan pemuliaan karet di Indonesia telah banyak menghasilkan klonklon karet

unggul sebagai penghasil lateks dan penghasil kayu. Pada Lokakarya Nasional Pemuliaan

Tanaman Karet 2005, telah direkomendasikan klon-klon unggul baru generasi-4 untuk periode

Page 11: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

tahun 2006 – 2010, yaitu klon: IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 104, IRR 112, dan IRR

118. Klon IRR 42 dan IRR 112 akan diajukan pelepasannya sedangkan klon IRR lainnya sudah

dilepas secara resmi. Klon-klon tersebut menunjukkan produktivitas dan kinerja yang baik

pada berbagai lokasi, tetapi memiliki variasi karakter agronomi dan sifat-sifat sekunder

lainnya. Oleh karena itu pengguna harus memilih dengan cermat klon-klon yang sesuai

agroekologi wilayah pengembangan dan jenis-jenis produk karet yang akan dihasilkan.

Klon-klon lama yang sudah dilepas yaitu GT 1, AVROS 2037, PR 255, PR 261, PR 300,

PR 303, RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM 109, PB 260, RRIC 100

masih memungkinkan untuk dikembangkan, tetapi harus dilakukan secara hati-hati baik

dalam penempatan lokasi maupun system pengelolaannya. Klon GT 1 dan RRIM 600 di

berbagai lokasi dilaporkan mengalami gangguan penyakit daun Colletotrichum dan

Corynespora. Sedangkan klon BPM 1, PR 255, PR 261 memiliki masalah dengan mutu lateks

sehingga pemanfaatan lateksnya terbatas hanya cocok untuk jenis produk karet tertentu. Klon

PB 260 sangat peka terhadap kekeringan alur sadap dan gangguan angin dan kemarau

panjang, karena itu pengelolaanya harus dilakukan secara tepat.

Potensi produksi lateks beberapa klon anjuran yang sudah dilepas disajikan pada

Gambar 1.

Gambar 5. Produksi Lateks Beberapa Klon Anjuran (***, ** dan * adalah ratarataproduksi 15, 10, dan 5 tahun sadap)

Page 12: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

c. Proses PenanamanPada umumnya penanaman karet di lapangan dilaksanakan pada musim penghujan

yakni antara bulan September sampai Desember dimana curah hujan sudah cukup banyak, dan

hari hujan telah lebih dari 100 hari. Pada saat penanaman, tanah penutup lubang

dipergunakan top soil yang telah dicampur dengan pupuk RP 100 gram per lubang, disamping

pemupukan dengan urea 50 gram dan SP - 36 sebesar 100 gram sebagai pupuk dasar.

Sebelum proses penanaman dimulai, lubang tanaman harus sudah siap. Lubang tanm

dibuat dengan jarak antar lubang adalah 7x3 m. lubang tanam untuk okulasi stum mini atau

bibit dalam kantong plastic adalah 60x60x60 cm. sedangkan untuk bibit okulasi stum tinggi

umur 2-3 tahun adalah 80x80x80 cm. jika panjang akar tunggang bibit stum tinggi lebih dari

80 cm, maka dibagian tengah lubang tanam ditugal sedalam 20 cm.

Selain bentuk kubus ada bentuk lubang tananm lain ysng juga sering dipakai, yaitu

bulat selinder dan bentuk bujur sangkar yang miring kebawah. Bentuk miring ini disebabkan

karena cangkul atau alat lain tidak bisa membentuk kubus. Pada saat menggali lubang tanam,

lapisan tanah topsoil atau tanah subur dipisahkan dari dari lapisan tanah dibagian bawahnya

atau sobsoil. Setelah lubang tanam siap, bibit karet dapat ditanam, pada waktu penanaman

bibit karet akar tunggang harus lurus masuk kedalam tanah, akar yang letaknya miring akan

menghambat pertumbuhan bibit, jika bibit berasal dari okulasi dalam kantong plastic harus

yang baru berpayung daun 2-3 buah.bibit dan kantong plastiknya dimasukkan kedalam lubang

tanam dan dibiarkan selama 2-3 minggu, setelah itu kantong plastic dibuka dan tanahnya

diuruk kembali.

d. Proses Perawatan Kebun Karet

Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan tanaman karet meliputi

pengendalian gulma, pemupukan dan pemberantasan penyakit tanaman.

1) Pengendalian gulma

Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman

sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti alang-alang, Mekania, Eupatorium,

dll sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Untuk mencapai hal tersebut, penyiangan

pada tahun pertama dilakukan berdasarkan umur tanaman seperti berikut:

Tabel 2. Frekuensi Pengendalian Gulma dengan Herbisida berdasarkan Umur

Page 13: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

Umur Tanaman

2) Program pemupukan

Selain pupuk dasar yang telah diberikan pada saat penanaman, program pemupukan

secara berkelanjutan pada tanaman karet harus dilakukan dengan dosis yang seimbang dua

kali pemberian dalam setahun. Jadwal pemupukan pada semeseter I yakni pada

Januari/Februari dan pada semester II yaitu Juli/Agustus. Seminggu sebelum pemupukan,

gawangan lebih dahulu digaru dan piringan tanaman dibersihkan. Pemberian SP-36 biasanya

dilakukan dua minggu lebih dahulu dari Urea dan KCl. Program dan dosis pemupukan tanaman

karet secara umum dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 3. Rekomendasi Umum Pemupukan Tanaman Belum Menghasilkan

Tabel 4 . Rekomendasi Umum Pemupukan Tanaman Menghasilkan

Page 14: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

Sementara itu untuk tanaman kacangan penutup tanah, diberikan pupuk RP sebanyak

200 kg/ha, yang pemberiannya dapat dilanjutkan sampai dengan tahun ke-2 (TBM-2) apabila

pertumbuhannya kurang baik.

3) Pemberantasan Penyakit Tanaman

Penyakit karet sering menimbulkan kerugian ekonomis di perkebunan karet. Kerugian

yang ditimbulkannya tidak hanya berupa kehilangan hasil akibat kerusakan tanaman, tetapi

juga biaya yang dikeluarkan dalam upaya pengendaliannya. Oleh karena itu langkah-langkah

pengendalian secara terpadu dan efisien guna memperkecil kerugian akibat penyakit tersebut

perlu dilakukan.

Lebih 25 jenis penyakit menimbulkan kerusakan di perkebunan karet. Penyakit

tersebut dapat digolongkan berdasarkan nilai kerugian ekonomis yang ditimbulkannya.

Penyakit tanaman karet yang umum ditemukan pada perkebunan adalah :

4) Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus)

Penyakit akar putih disebabkan oleh jamur Rigidoporus microporus (Rigidoporus

lignosus). Penyakit ini mengakibatkan kerusakan pada akar tanaman. Gejala pada daun terlihat

pucat kuning dan tepi atau ujung daun terlipat ke dalam. Kemudian daun gugur dan ujung

ranting menjadi mati. Ada kalanya terbentuk daun muda, atau bunga dan buah lebih awal.

Pada perakaran tanaman sakit tampak benang-benang jamur berwarna putih dan agak

tebal (rizomorf). Jamur kadang-kadang membentuk badan buah mirip topi berwarna jingga

kekuning-kuningan pada pangkal akar tanaman. Pada serangan berat, akar tanaman menjadi

busuk sehingga tanaman mudah tumbang dan mati. Kematian tanaman sering merambat pada

tanaman tetangganya. Penularan jamur biasanya berlangsung melalui kontak akar tanaman

sehat ke tunggultunggul, sisa akar tanaman atau perakaran tanaman sakit. Penyakit akar putih

sering dijumpai pada tanaman karet umur 1-5 tahun terutama pada pertanaman yang

bersemak, banyak tunggul atau sisa akar tanaman dan pada tanah gembur atau berpasir.

Page 15: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

Pengobatan tanaman sakit sebaiknya dilakukan pada waktu serangan dini untuk

mendapatkan keberhasilan pengobatan dan mengurangi resiko kematian tanaman. Bila

pengobatan dilakukan pada waktu serangan lanjut maka keberhasilan pengobatan hanya

mencapai di bawah 80%. Cara penggunaan dan jenis fungisida anjuran yang dianjurkan adalah

Pengolesan : Calixin CP, Fomac 2, Ingro Pasta 20 PA dan Shell CP.

Penyiraman : Alto 100 SL, Anvil 50 SC, Bayfidan 250 EC, Bayleton 250 EC,

Calixin 750 EC, Sumiate 12,5 WP dan Vectra 100 SC.

Penaburan : Anjap P, Biotri P, Bayfidan 3 G, Belerang dan Triko SP+

5) Kekeringan Alur Sadap (Tapping Panel Dryness, Brown Bast)

Penyakit kekeringan alur sadap mengakibatkan kekeringan alur sadap sehingga tidak

mengalirkan lateks, namun penyakit ini tidak mematikan tanaman. Penyakit ini disebabkan

oleh penyadapan yang terlalu sering, terlebih jika disertai dengan penggunaan bahan

perangsang lateks ethepon. Adanya kekeringan alur sadap mula-mula ditandai dengan tidak

mengalirnya lateks pada sebagian alur sadap. Kemu-dian dalam beberapa minggu saja kese-

luruhan alur sadap ini kering tidak me-ngeluarkan lateks. Bagian yang kering akan berubah

warnanya menjadi cokelat karena pada bagian ini terbentuk gum (blendok).

Kekeringan kulit tersebut dapat meluas ke kulit lainnya yang seumur, tetapi tidak

meluas dari kulit perawan ke kulit pulihan atau sebaliknya. Gejala lain yang ditimbulkan

penyakit ini adalah terjadinya pecah-pecah pada kulit dan pembengkakan atau tonjolan pada

batang tanaman. Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan: Menghindari penyadapan yang

terlalu sering dan mengurangi pemakaian Ethepon terutama pada klon yang rentan terhadap

kering alur sadap yaitu BPM 1, PB 235, PB 260, PB 330, PR 261 dan RRIC 100. Bila terjadi

penurunan kadar karet kering yang terus menerus pada lateks yang dipungut serta

peningkatan jumlah pohon yang terkena kering alur sadap sampai 10% pada seluruh areal,

maka penyadapan diturunkan intensitasnya dari 1/2S d/2 menjadi 1/2S d/3 atau 1/2S d/4,

dan penggunaan Ethepon dikurangi atau dihentikan untuk mencegah agar pohon-pohon

lainnya tidak mengalami kering alur sadap.

Pengerokan kulit yang kering sampai batas 3-4 mm dari kambium dengan memakai

pisau sadap atau alat pengerok. Kulit yang dikerok dioles dengan bahan perangsang

pertumbuhan kulit NoBB atau Antico F-96 sekali satu bulan dengan 3 ulangan. Pengolesan NoBB

harus diikuti dengan penyemprotan pestisida Matador 25 EC pada bagian yang dioles sekali

Page 16: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

seminggu untuk mencegah masuknya kumbang penggerek (Gambar 4.10). Penyadapan dapat

dilanjutkan di bawah kulit yang kering atau di panel lainnya yang sehat dengan intensitas

rendah (1/2S d/3 atau 1/2S d/4). Hindari penggunaan Ethepon pada pohon yang kena

kekeringan alur sadap. Pohon yang mengalami kekeringan alur sadap perlu diberikan pupuk

ekstra untuk mempercepat pemulihan kulit.

e. Penyadapan atau Panen

Produksi lateks dari tanaman karet disamping ditentukan oleh keadaan tanah dan

pertumbuhan tanaman, klon unggul, juga dipengaruhi oleh teknik dan manajemen

penyadapan. Apabila ketiga kriteria tersebut dapat terpenuhi, maka diharapkan tanaman karet

pada umur 5 - 6 tahun telah memenuhi criteria matang sadap. Kriteria matang sadap antara

lain apabila keliling lilit batang pada ketinggian 130 cm dari permukaan tanah telah mencapai

minimum 45 cm. Jika 60% dari populasi tanaman telah memenuhi kriteria tersebut, maka

areal pertanaman sudah siap dipanen.

1) Tinggi bukaan sadap

Tinggi bukaan sadap, baik dengan sistem sadapan ke bawah (Down ward tapping

system, DTS) maupun sistem sadap ke atas (Upward tapping system, UTS) adalah 130 cm

diukur dari permukaan tanah.

2) Waktu bukaan sadap.

Waktu bukaan sadap adalah 2 kali setahun yaitu, pada (a) permulaan musim hujan

(Juni) dan (b) permulaan masa intensifikasi sadapan (bulan Oktober). Oleh karena itu, tidak

secara otomatis tanaman yang sudah matang sadap lalu langsung disadap, tetapi harus

menunggu waktu tersebut di atas tiba.

3) Kemiringan irisan sadap

Secara umum, permulaan sadapan dimulai dengan sudut kemiringan irisan sadapan

sebesar 400 dari garis horizontal. Pada sistem sadapan bawah, besar sudut irisan akan

semakin mengecil hingga 300 bila mendekati "kaki gajah" (pertautan bekas okulasi). Pada

sistem sadapan ke atas, sudut irisan akan semakin membesar.

4) Peralihan tanaman dari TMB ke TM

Secara teoritis, apabila didukung dengan kondisi pertumbuhan yang sehat dan baik,

tanaman karet telah memenuhi kriteria matang sadap pada umur 5 – 6 tahun. Dengan

Page 17: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

mengacu pada patokan tersebut, berarti mulai pada umur 6 tahun tanaman karet dapat

dikatakan telah merupakan tanaman menghasilkan atau TM.

5) Sistem sadap

Dewasa ini sistem sadap telah berkembang dengan mengkombinasikan intensitas

sadap rendah disertai stimulasi Ethrel selama siklus penyadap. Untuk karet rakyat, mengingat

kondisi sosial ekonomi petani, maka dianjurkan menggunakan sistem sadap konvensional

seperti pada tabel berikut :

Tabel 5. Bagan Penyadapan Tanaman Karet

Catatan: Tanaman karet diremajakan pada umur 31 tahun

Keterangan :A : Kulit Murni Bidang A. A”: Kulit Pulihan kedua A. B : Kulit Murni Bidang B. B’ : Kulit Pulihan pertama A : Kulit Pulihan Pertama A AH : Kulit Murni Atas A

BH: Kulit Murni Atas B

f. Pengolahan Hasil Kebun (Lateks)

Pengelohan hasil kebun karet (lateks) meliputi pengolahan hasil karet pada saat masih

dikebun dan pengolahan karet pada saat dipabrik pengolahan karet. Pengolahan hasil karet dikebun

dapat dilakukan oleh petani dengan menjaga lateks hasil kebunnya tercampur dengan kotoran-

kotoran selain bahan karet seperti kulit pohon sisa penyadapan, daun-daun, tanah dan lain

sebagainya karena bahan tersebut dapat mengurangi kualitas lateks yang dihasilkan, selain itu petani

juga harus menjaga lateksnya dari terjadinya penggumpalan awal (prakoagulasi) karena apabila telah

terjadi prakoagulasi, lateks tidak dapat diolah menjadi karet yang berkualitas baik dan ini akan

menyebabkan kerugian yang cukup besar terutama bagi petani.

Page 18: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

Untuk menjaga lateks tetap bersih dari segala macam kotoran petani dapat menjaganya

dengan membuat tempat penampungan hasil ditempat yang bersih, aman dan kalau bisa bak tempat

penampungan dibuat berbentuk panggung agar mempermudah dalam proses pengangkutan

kemudian melakukan penayringan pada lateks sebelum dimasukkan kedalam bak penampung dan

sebelum pengangkutan menuju pabrik pengolahan dengan saringan yang telah ditentukan ukuran

lubangnya (0,5-1 mm). sedangkan untuk menjaga agar lateks tidak mengalami prakoagulasi yang

disebabkan oleh kemantapan bagian koloidal yang terkandung dalam lateks berkurang. Bagian-

bagian koloidal ini menggumpal menjadi satu dan membentuk komponen yang berukuran lebih

besar. Komponen koloidal yang lebih besar ini akan membeku hal ini dapat disebabkan oleh

beberapa factor seperti jenis karet yang ditanam, enzim-enzim, mikroorganisme, cuaca atau musim

kondisi tanaman, air sadah, cara pengangkutan dan kotoran atau bahan lain yang mengandung kapur

atau asam. Inilah yang menyebabkan terjadinya prakoagulasi.

Pencegahan terjadinya koagulasi dapat dilakukan dengan cara menanmbahkan zat-zat

tertentu atau sering disebut sebagai zat anti-koagulan, namun sebelum menggunakan anti-koagulan

perlu diketahui terlebih dahulu penyebab terjadinya prakoagulasi. Pemeriksaan dilakukan untuk

mengetahui penyebabnya. Apabila prakoagulasi disebabkan oleh penyakit fisiologis maka tindakan

kultur teknis perlu dilakukan terhadap tanaman karet yang sedang menderita. Begitu juga apabila

ternyata penyebab prakoagulasi adalah masa penayadapan yang belum waktunya atau tanaman karet

sudah terlalu tua.

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya prakoagulasi antara lain;

1) Menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan dalam penyadapan, penampungan, maupun

pengankutan. Seperti spouts, mangkuk penampung lateks, ember, dan lain-lainya harus

dibersihkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Selama pengangkutan dari kebun ke

pabrik pengolahan, lateks dijaga agar tidak mengalami banyak guncangan. Seandainya

akan diangkut dengan kendaraan maka sarana jalan yang rusak harus diperbaiki

2) Mencegah pengenceran lateks lateks dari kebun dengan air kotor, misalnya air sungai, air

saluran atau air got.

3) Memulai penyadapan pada pagi hari sebelum matahari terbit agar lateks dapat sampai

kepabrik atau tempat pengolahan sebelum udara menjadi panas. Keuntungan lain dari

penyadapan sebelum matahari terbit adalah mempertinggi jumlah lateks yang dapat

Page 19: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

dihasilkan oleh pohon karet. Apabila lateks sudah dikumpulkan maka pengangkutan tidak

boleh ditunda lagi agar secepat mungkin dapat diolah.

Apabila langkah-langkah pencegahan diatas sudah dilakukan tetapi hasilnya belum seperti

yang diinginkan maka zat anti koagulan dapat digunakan. Zat anti koagulan ada beberapa macam

tetapi harus dipilih yang paling tepat. Pilihan disesuaikan dengan kondisi lokasi, harga, kadar bahaya

zat tersebut, dan yang terpenting adalah kemampuan zat tersebut dalam mencegah prakoagulasi.

Dalam pemakaianya zat antikoagulan bisa digabung untuk menambah daya anti koagulasinya, bisa

dua macam atau tiga macam menjadi satu. Berikut ini contoh dari beberapa antikoagulan yang

banyak dipakai diperusahaan atau tempat-tempat pengolahan karet antara lain; soda atau natrium

karbonat, amonia, formaldehyde, dan natrium sulfit. Teknis pemakaiannya yaitu zat anti kougulan

dibuat menjadi larutan dengan konsetrasi yang telah disesuaikan kemudian dicampurkan dengan

lateks segar yang berada dalam bak penampungan hasil dikebun.

g. Proses Pengolahan Karet (lateks)

Pengolahan karet memiliki posisi yang cukup penting dalam rangkaian agribisnis karet. Pengolahan

karet menetukan nilai tambah yang akan diperoleh. Hasil sadapan yang baik apabila tidak diolah

dengan optimal akan mendapatkan harga yang rendah. Oleh karena itu pengolahan karet harus

diperhatikan dengan baik sehingga diperoleh hasil olahan karet yang bermutu dan berharga jual

tinggi.

1) Alat dan Bahan

Ada beberapa alat yang digunakan dalam pengolahan karet alam. Alat-alat ini tidak semuanya

digunakan dalam pengolahan setiap jenis karet. Ada alat yang hanya digunakan untuk pembuatan

jenis karet tertentu saja. Selain alat, juga banyak digunakan bahan dalam pengolahan karet alam.

Berikut ini adalah alat dan bahan yang banyak ditemui dalam pengolahan karet.

a) Mesin Penggilingan

Dalam pengolahan karet jenis sheet dan crepe biasanya digunakan mesin penggilingan.

Dikalangan pengolahan lateks sheet, mesin sering ini disebut baterai sheet. Baterai sheet ada

yang terdiri 4,5, atau 6 gilingan beroda dua. Baterai sheet yang memiliki 4 gilingan beroda dua

contohnya adalah merek cadet. Sedangkan yang memiliki 5 dan 6 gilingan beroda dua masing-

masing contohnya adalah merek aristo dan six in one. Kapasitas setiap jenis baterai sheet

berbeda dan tergantung pada ketebalan sheet yang akan dibuat.

b) Tangki atau Bejana Koagulasi

Page 20: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

Tangki yang banyak dipakai dalam industry pengolahan karet adalah tangki yang terbuat dari

alumunium, ukuran tangki yang digunakan biasanya (10x3x16) kaki. Tangki yang berukaran

besar ini disekat lagi menjadi ruang-ruang kecil menjadi 76 atau 91 ruang yang lebih kecil.

Untuk menyekat digunakan plat-plat alumunium.

c) Rumah Pengeringan

Pada pembuatan karet crepe, rumah pengeringan mutlak diperlukan. Tinggi ruangan biasanya

dibuat tidak lebih dari 6m. untuk rumah pengering bertingkat tingginya hanya antara 3-4 m.

didalam rumah pengeringan terdapat gantar-gantar dari kayu atau bambu sebagai tempat untuk

menggantungkan lembaran karet crep yang dikeringkan dan biasanya rumah pengeringan

memiliki alat pemanas yang mempercepat proses pengeringan.

d) Rumah Pengasapan

Rumah pengasapan digunakan dalam pembuatan karet sheet. Syarat rumah asap yang baik, suhu

dalam harus dapat dipertahankan sehingga praktis tidak berubah, ventilasi ruang-ruangnya dapat

diatur sesuai kebutuhan, serta penambahan asap dan pemanasan dapat terjamin. Suhu dan

ventilasi didalam ruang pengasapan dan pengeringan harus dijaga agar sesuai dengan kebutuhan.

Oleh karena itu didalam ruangan perlu dipasang termograf atau thermometer maksimum

minimum sebagai alat pengukur suhu.

e) Bahan yang digunakan dalam industry pengolahan karet terutama dalam pembuatan karet shett

dan crep adalah sebagai berikut;

Air, dalam pengolahan karet diperlukan banyak air, karena itu air merupakan bahan yang

vital. Semakin tinggi kapasitas olah suatu pabrik semakin banyak jumlah air yang

dibutuhkan, air biasanya digunakan untuk keperluan pengenceran lateks, pembuatan

larutan kimia, pencucian hasil, pencucian alat, dan untuk mendinginkan mesin.

Kayu bakar yang berfungsi untuk sebagai bahan bakar dalam proses pengeringan dan

pengasapan. Jenis kayu yang dapat dijadikan sebagai bahan kayu bakar diantaranya

adalah; kayu pohon karet, akasia, lamturoagung dan glirsidia.

Asam formiat atau asam cuka sebagai bahan koagulan (pembeku).

2) Proses Pengolahan Karet

Page 21: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

Ada berbagai macam cara yang umum dalam proses pengolahan karet tergantung dengan hasil

yang ingin dicapai dan kondisi bahan baku, proses tersebut meliputi; proses pembuatan karet

sheet,karet crep dan lain sebagainya.

Proses-proses tersebut adalah sebagai berikut;

Pada tahap ini getah dapat diproses melalui beberapa cara yang umum. Di sini akan

diuraikan proses pembuatan Ribbed Smoked Sheet (RSS) yang sangat populer sampai tahun

1960-an, dan masih terus dilakukan sampai saat ini. Pada pabrik pengolahan kecil, lateks

kemudian dibekukan dengan menambahkan sedikit asam, dan dicetak pada wadah berbentuk

kotak. Setelah membeku, hasil cetakan kemudian dilepas (disebut koagulum)

Koagulum kemudian dipres menggunakan roller mill untuk membuang air yang

terkandung di dalamnya, dan membentuk koagulum menjadi lembaran-lembaran karet basah

yang disebut ribbed sheet.

Ribbed sheet kemudian dipotong-potong dengan ukuran tertentu agar mudah

digantung pada rak-rak pengasapan. Kemudian dimasukkan ke

dalam rumah pengasapan untuk menjalani proses pengasapan

selama beberapa jam.

Ketika dikeluarkan dari rumah pengasapan, warna

lembaran karet telah berubah menjadi coklat keemasan dan

disebut dengan nama ribbed smoked sheet.Kualitas RSS ini

kemudian diperiksa secara manual dengan membentangkannya

di depan sinar (matahari atau lampu) dan dilakukan pemutuan sesuai dengan standar yang

berlaku.

Gambar. 6

Kemungkinan lainnya adalah lateks yang terkumpul

dimsukkan ke dalam tangki pengumpulan besar (dengan

volume 45 galon) untuk langsung dijual, atau dikenakan

beberapa perlakuan terlebih sebelum diproses lebih lanjut atau

dijual dalam bentuk lateks cair.

Gambar.

7

Page 22: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

Gambar. 8

Pada pabrik pengolahan besar, lateks dibekukan pada bak

besar yag diberi sekat-sekat sehingga koagulum tercetak sesuai

dengan ukuran yang diinginkan.

Kemudian koagulum dipres

menggunakan roller mill dengan

kapasitas yang lebih besar. Proses

selanjutnya adalah sama, menggunakan peralatan yang sama

dengan kapasitas yang lebih besar.

Bila sewaktu pengepresan koagulum

ditambahkan minyak kastor, maka sheet akan pecah dan

crumb rubber akan terbentuk.

Crumb rubber yang terbentuk kemudian

dikeringkan dalam ruang pengering yang besar,

kemudian ditimbang dan dikemas.

Gambar. 9 Jika

lateks dibiarkan pada

mangkuk pengumpul

selama satu malam, lateks akan menggumpal dengan

sendirinya.

Demikian juga

dengan bekas

lateks pada mangkuk pengumpul yang telah mengering,

dapat dibersihkan dan digunakan sebagai bahan pembuat

ban mobil

Lateks kering dan sisa-sisa lateks kering pada mangkuk pengumpul kemudian dicuci

menggunakan mesin pencuci. Hasilnya merupakan crumb rubber dengan warna yang agak

gelap.

Crumb rubber dimasukkan ke dalam wadah berbentuk kotak.

Kemudian dikeringkan Dan ditimbang untuk memperoleh berat yang seragam Lalu

dipres menggunakan mesin pres bertekanan tinggi untuk menghasilkan bentuk yang kompak

Page 23: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

Setelah itu dibungkus dengan plastik Akhirnya dikemas dalam pallet berukuran 1.2 ton, siap

untuk dipasarkan. Produk karet ini disebut technically specified rubers (TSR)

Courtesy PTPN VIII, Jawa Barat

F. KESIMPULAN

Kabupaten Batanghari merupakan daerah dati II provinsi jambi yang terletak 43 KM

dari pusat pemerintahan kota jambi, karet merupakan komoditi unggulan masyarakat

kabupaten Batanghari, sekitar 93% masyarakatnya menggantungkan hidup dari hasil karet

dengan bekerja sebagai petani karet baik itu kebun sendiri maupun menjadi buruh tani

dikebun karet milik orang lain.

Page 24: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

Perkembangan perkebunan karet dikabupaten Batanghari masih dinilai berjalan lambat

karena sebagian besar masih merupakan perkebunan rakyat yang masih dikelola secara

sederhana dengan segala keterbatasanya.

Namun semua itu diharapkan tidak menjadi kendala untuk mengembangkan usaha

bidang perkaretan dikabupaten Batanghari baik itu perkebunan maupun industry hilirnya

sehingga dimasa mendatang kabupaten Batanghari mampu menjadi sentra penghasil karet

yang memiliki kualitas baik dan mampu bersaing dipasar nasional maupun internasional

G. PENUTUP

“Hijaukan dan Sejahterakan Tanah Kelahiranku

dengan Pohon Karet dan Green Industry”

DAFTAR PUSTAKA

Anwar Chairil, 2001, “Menajemen dan Teknologi Budidaya Karet” (disampaikan pada pelatihan

“Tekno Ekonomi Agribisnis Karet” tanggal 18 Mei 2006, di Jakarta oleh PT. FABA

Indonesia Konsultan). Pusat Penelitian Karet; Medan

Page 25: Potensi Industri Karet Kabupaten Batanghari Jambi 1

Grahadyarin BM Lukita dan Hamzirwan,2007, “Petani Terhimpit di Hulu dan Hilir”, Penelitian

Terhadap Keadaan Petani Karet di Sumatra Selatan

Tim Penulis Penebar Swadaya,2008, “Buku Panduan Karet”(cetakan pertama), Penebar

Swadaya: Jakarta

www.kabbatanghari.go.id

www.batanghari.com

Disarikan dari berbagai informasi di internet