institut agama islam nusantara batanghari

62
INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI Alamat: Jl. Gajah Mada Teratai Muara Bulian Batang Hari-Jambi 36612 Telp. (0743) 21749 Website: www.iainbatanghari.ac.id Email: [email protected] Facebook: IAIN Batanghari

Upload: others

Post on 25-Oct-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI Alamat: Jl. Gajah Mada Teratai Muara Bulian

Batang Hari-Jambi 36612 Telp. (0743) 21749

Website: www.iainbatanghari.ac.id Email: [email protected]

Facebook: IAIN Batanghari

Page 2: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

ii

PENGANTAR PENYUSUN BUKU

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah serta sholawat beserta salam yang tak terhingga dikhususkan kepada kekasih Allah Nabi Muhammad Rasulullah SAW, buku “Pedoman Praktikum Edisi Revisi dalam hal Pengurusan Jenazah” ini telah selesai disusun oleh Tim Dosen Institut Agama Islam Nusantara Batanghari. Terbitnya buku ini adalah berawal dari harapan para dosen dan mahasiswa yang akan membimbing dan mengikuti kegiatan praktikum I yang diprogramkan oleh Pimpinan STAI Muara Bulian sejak awal tahun 2017 yang lalu. Tentunya keberadaan buku sangat berarti bagi mahasiswa dan dosen untuk menjadi bekal, pedoman, acuan sekaligus sebagai modal dasar ilmu pengurusan jenazah.

Buku pedoman pengurusan jenazah ini sebagian besar diambil dari buku Fiqh karya Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari yang berjudul “Sabilal Muhtadin”. Dengan pertimbangan bahwa beliau adalah Ulama’ Indonesia yang sangat terkenal dengan kealiman serta kepopuleran karyanya tersebut. Disamping itu juga buku “Sabilal Muhtadin” sangat mudah untuk dipahami dan dimengerti, kami menilai isi buku tersebut adalah himpunan dari buku-buku / kitab-kitab fiqh klasik yang bermazhab Syafi’iyah. Kami juga menambah referensi buku ini dengan buku-buku atau kitab-kitab klasik yang lainnya sebagai pengayaan pemahaman.

Tentunya dalam penyusunan buku ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, dan masih sangat banyak kekurangan, maka dari itu sumbangan, masukan dan saran yang konstruktif (membangun) sangat diharapkan bagi seluruh pembaca yang budiman, guna penyempurnaan buku ini kedepannya.

Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat, kasih sayang, pertolongan dan hidayah Nya kepada kita semua dan memberikan keberkahan ilmu yang kita pelajari. Aamiin yaa Rabbal aalamiin.

Muara Bulian, Januari 2020

PENYUSUN/TIM DOSEN

Page 3: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

iii

SAMBUTAN REKTOR IAI NUSANTARA BATANGHARI

Syukur alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita

Muhammad Saw. saya menyambut baik atas terbitnya buku ini,

yang ditulis oleh Tim Dosen Institut Agama Islam Nusantara

Batanghari yang berjudul “Buku Pedoman Praktikum Edisi Revisi

dalam hal Pengurusan Jenazah”. Buku yang sangat menarik untuk

dibaca khususnya para pelajar, mahasiswa, da’i, guru agama dan

masyarakat pada umumnya.

Dengan hadirnya buku ini, sangat membantu para mahasiswa

yang sedang menempuh perkuliahan praktikum I yang telah

diprogramkan oleh Institut Agama Islam Nusantara Batanghari.

Semoga karya yang telah dihasilkan ini tidak terhenti sampai

disini, dan akan lahir karya-karya monumental yang berikutnya,

sebagai bahan pengayaan bagi mahasiswa, dosen dan masyarakat

umumnya diseluruh tanah air Indonesia. Semoga Allah

memberikan keberkahan. Aamiin.

Batanghari, Januari 2020 Rektor, ttd ZULQARNAIN, M.Hum., Ph.D NIDN. 2016087502

Page 4: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

iv

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................. i

Pengantar Penyusun Buku ........................................................... ii

Sambutan Rektor IAI Nusantara Batanghari ................................ iii

Daftar Isi ........................................................................................ iv

BAB I Pendahuluan ...................................................................... 1

BAB II Hal-hal yang Dilakukan Terhadap Orang Yang Sakit dan

Sebelum Dia Meninggal Dunia .......................................... 2

BAB III Memandikan Jenazah ....................................................... 7

BAB IV Mengkafani Jenazah ........................................................ 16

BAB V Menshalatkan Jenazah ..................................................... 24

BAB VI Menguburkan Jenazah ..................................................... 37

BAB VII Talqin Mayit Sesudah Dikuburkan dan

Shalat Sunah Untuk Mayit ............................................................ 51

Page 5: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

1

BAB I PENDAHULUAN

Syariat Islam mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan mengalami kematian yang tidak pernah diketahui kapan waktunya. Sebagai makhluk sebaik-baik ciptaan Allah Swt. dan ditempatkan pada derajat yang tinggi, maka Islam sangat menghormati orang muslim yang telah meninggal dunia. Oleh sebab itu, menjelang menghadapi keharibaan Allah Swt. orang yang telah meninggal dunia mendapatkan perhatian khusus dari muslim lainnya yang masih hidup.

Sebagai umat beragama Islam, kita ketahui bahwa petunjuk Rasulullah Saw. dalam masalah penanganan jenazah adalah petunjuk dan bimbingan yang terbaik dan berbeda dengan petunjuk umat-umat lainnya. Bimbingan beliau dalam hal mengurus jenazah didalamnya mencakup aturan yang memperhatikan sang mayat. Termasuk memberi tuntunan yaitu bagaimana sebaiknya keluarga dan kerabatnya memperlakukan jenazah/mayat.

Salah satu kajian fiqh yang paling sering dipraktekkan di masyarakat adalah kajian masalah pengurusan jenazah, kita memandang dari aspek teori shalat jenazah merupakan salah satu masalah ibadah yang amat gampang bahkan kita menyepelekan masalah tersebut. Namun jika kita menilik dari aspek praktek masih banyak kesalahan-kesalahan yang dilakukan di masyarakat dalam masalah pengurusan jenazah. Petunjuk dan bimbingan Rasulullah Saw. dalam mengurus jenazah ini merupakan aturan yang paling sempurna bagi sang mayat. Aturan yang sangat sempurna dalam mempersiapkan seorang yang telah meninggal untuk kemudian bertemu dengan Rabnya dengan kondisi yang paling baik. Bukan hanya itu, keluarga, orang-orang yang terdekat dan para tetangga sang mayat pun disiapkan sebagai barisan orang-orang yang memuji Allah Swt. dan memintakan ampunan serta Rahmat-Nya bagi yang meninggal dunia. Dalam ketentuan hukum Islam jika seorang muslim meninggal dunia maka hukumnya fardhu kifayah atas orang-orang muslim yang masih hidup untuk menyelenggarakan 4 perkara, yaitu memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkan orang yang telah meninggal tersebut. Untuk lebih jelasnya 4 persoalan tersebut, dalam buku ini akan diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan tata cara memandikan jenazah, mengkafani jenazah, menshalatkan jenazah, dan menguburkan jenazah.

Untuk itu tim penulis buku ini mengangkat sebuah tema yang berkaitan dengan pengurusan jenazah tersebut. Adapun judul buku ini adalah “Pedoman Praktikum dalam Pengurusan Jenazah”. Tujuan penyusunan buku ini adalah untuk memberikan pengayaan wawasan tentang pengurusan jenazah kepada pelajar, mahasiswa, dosen, da’i, dan masyarakat pada umumnya. Dengan adanya buku pedoman ini dapat meminimalisir kesalahan dan ketidaktahuan dalam masalah pengurusan jenazah.

Page 6: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

2

BAB II HAL-HAL YANG DILAKUKAN TERHADAP ORANG YANG SAKIT

DAN SEBELUM DIA MENINGGAL DUNIA

Kata “jenazah” adalah nama bagi mayat yang ada didalam tanduan, sebagian lagi mengatakan nama bagi tanduan yang dalamnya ada mayat dan kalau tidak ada mayat maka tidak dinamakan jenazah tetapi hanya tanduan.

Sunat bagi setiap orang yang baligh dan berakal selalu berbicara dan mengingat mati dan sunat menyebut-nyebutnya sebelum datang waktunya. Karena yang seperti itu akan mendorong memperbuat yang diperintah dan menjauhi yang dilarang dan mengurangi banyak angan-angan dan keinginan terhadap dunia dan perhiasannya serta menambah amal ibadah yang sedikit. Sunat bersedia menghadapinya dengan memperbarui tobat kalau ia tidak tahu bahwa masih ada hak Allah dan hak manusia yang belum ditunaikannya dan kalau ada hak yang di terangkan di atas maka wajib bertobat serta menunaikan hak tadi. Orang yang sakit lebih utama mengerjakan semua ini.

Sunat mengunjungi orang sakit yang beragama Islam sekalipun hanya sakit mata, baik musuhnya atau orang yang tidak dikenalnya yang sejiran dengannya. Dan juga mengunjungi orang yang bukan Islam yang sakit yang sejiran dengannya atau keluarganya atau pelayannya atau orang yang diharap Islamnya dan kalau tidak termasuk orang yang disebutkan di atas tidaklah sunat mengunjunginya namun boleh saja dengan tidak makruh.

Makruh berkunjung kalau akan menggangu orang yang sakit, dan tidak disunatkan mengunjungi orang ahli bid’ah yang mungkar dan orang fasik, orang zalim dalam memungut pajak, baik beragama Islam atau bukan melainkan kelurga atau sejiran yang diharapkan bertobat karena dikunjungi maka sunat mengunjunginya.

Sunat mengunjungi orang sakit dengan berganti hari, jangan setiap hari kecuali keluarga atau teman yang mungkin karena dikunjungi hatinya menjadi senang atau mendatangkan berkah dengan dikunjungi atau akan menyebabkan sedih kalau tidak dikunjunginya pada setiap hari maka sunat mengunjunginya setiap hari hanya janganlah duduk terlalu lama. Makruh lama duduk dalam mengunjungi orang sakit terkecuali jika diketahui bahwa orang yang sakit menjadi gembira kalau lama duduk di sampingnya maka tidaklah makruh.1

Sunat mendoakan orang sakit agar ia sehat kembali kalau diharapkan kesembuhannya. Dan doa yang dibaca ialah yang berbunyi:

شفيك ي ن م ا اسأل الله الكري رب العرش العظي

1 Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Sabilal Muhtadin, Penterjemah: Asywadie Syukri, Jidili 2 (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2013), hal. 691-692

Page 7: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

3

Artinya : “aku meminta kepada Allah yang maha pemurah. Tuhan yang mempunyai Arsy yang agung akan menyembuhkanmu”.2

Do’a ini dibaca sebanyak tujuh kali. Dan sunat menentramkan hati orang yang selalu gelisah karena kesakitan dengan mengemukan hadis-hadis Nabi saw. Serta ucapan dan cerita dari para sahabat yang hatinya tabah. Kalau tidak diharapkan kesembuhannya ia diajak agar bertobat dari segala dosa dan berwasiat serta membersihkan keyakinannya kepada Allah serta memperbaiki budi pekertinya. Ini dilakukan dengan mengemukakan kehidupan orang yang saleh dan ditambah lagi dengan bimbingan dan nasehat serta doa agar ia memperoleh ketenangan. Dipesankan kepada seisirumahnya atau kepada pelayannya atau orang yang merawatnya agar jangan menyakiti hatinya dan selalu sabar dalam melayaninya.

Sunat menyuruh orang yang sakit agar menghiasi dirinya dengan memakai wangi-wangian seperti yang dilakukan pada hari jum’at, memperbanyak membaca Alquran dan zikir. Diceritakan kepadanya tentang kisah orang saleh dan pada saat ia sedang menghadapi sakratul maut dan karena semua itu disunatkan dalam mengunjungi orang yang sakit dan sunat diperbuat orang yang sakit. Sunat bagi orang yang sakit berpesan kepada isi rumahnya agar bersabar kalau ia meninggal dan jangan selalu marah, berbudi pekerti yang baik dan jangan berbantahan karena urusan dunia. Sunat bagi yang sakit meminta maaf dan rela kepada orang yang ada hubungan dengan seperti pelayannya atau yang lainya. Sunat bagi yang sakit menetapkan keyakinnya kepada Allah dan mengharapkan keampunan Allah dan rahmat Allah dari rasa takut kepada kemurkaan Allah dan siksa Allah. Inilah ketentuan yang diberlakukan kepada orang sakit.

Orang sakit hendaklah berusaha mencapai keseimbangan antara harap dan takutnya dan tidak merasa putus asa dari rahmat Allah atau jauh dari siksa dan murka Allah. Dan kalau putus asa lebih kuat maka ia harus berusaha melebihkan rasa harap dan rasa takut dan kalau rasa jauh dari murka dan siksa lebih menonjol maka berusaha menanamkan rasa takut lebih dari rasa harap. Sunat bagi yang sakit bersabar atas penyakitnya, menyingkirkan keluh kesah dan bermuka masam karena merasa sakit. Makruh mengadukan sakitnya kepada orang lain, hendaknya selalu rela kepada qadha Allah dan kalau merasa tidak senang menerima qadha Allah maka hukumnya haram, bahkan kadang-kadang akan membawa kepada kekufuran. Tetapi kalau ditanya oleh dokter atau kawan tentang penyakitnya maka ia boleh menceritakan dengan sebenarnya dan tidak boleh bersikap keluh kesah namun tidaklah mengapa bagi yang sakit mengeluh sedikit.

Orang yang sakit jangan mengaduh tetapi hendaknya mengatakan:

سبحان الله Atau لا اله الا الله 2 Ibid, hal. 692-694

Page 8: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

4

makruh mencita-cita mati karena ditimpa oleh sesuatu musibah pada dirinya atau takut ditimpa fitnah dan kalau tidak tertahan lagi dan mencitakan mati maka hendaknya membaca:

را اما ك ن ي ح ا م ه الل را ل ت الممات خي ماكان ن ت ام و نت الياة خي Artinya: “Ya Allah hidupkanlah aku kalau hidup itu mendatangkan

kebaikan kepadaku dan matikanlah aku kalau mati itu mendatangkan kebaikan kepadaku”.

Tetapi mencinta mati karena bukan ditimpa musibah pada dirinya atau karena takut terjadi fitnah pada agamanya maka tidaklah makruh mencita mati bahkan sunat mencita mati bagi yang takut terjadi fitnah pada agamanya. Sunat bagi yang sakit berobat tetapi makruh memaksanya atau memaksa memakan obat atau memaksa makan dan minum.

Apabila sudah nyata tanda kematian kepada diri seseorang sunat ditalkinkan kalimat syahadat ialah “La ilaahaillAllah” sekali pun anak kecil yang belum mencapai usia mumayiz. Dan tidak sunat ditambah dengan kata Muhammad dan Rasulullah karena tidak ditemukanya didalam hadis dan orang yang ditalkinkan itu adalah orang yang beragama Islam. Dalam menalkinkan jangan sampai berlebihan dan jangan pula ditambah

umpamanya katakanlah “ الله agar tidak menjengkelkannya hanya ”لااله الاا

langsung disebut “ الله saja atau dikatakan zikrullah itu memberi ”لااله الاا

berkah agar selalu ingat kepada-Nya dan selalu menyebut nama-Nya. Talkin jangan selalu diulangi tetapi ditunggu sampai ia berbicara dan kalau ia berbicara perkataan lain selain dari zikir, baru diulangi talkin itu

sekali agar akhir perkataannya di dunia kalimat“ الله Karena .”لااله الاا

didalam hadis yang sahih diterangkan:

ن يا لااله امن كان اخر كلمه ف النة دخل الله الا لدArtinya : “Barang siapa yang pada akhir perkataannya di dunia La

ilaha illallah niscaya ia masuk ke dalam surga” (HR.Abu Daud dan Hakim dari Muadz bin Jabal).

Sebaiknya orang yang menalkinkan itu adalah orang yang bukan ahli warisnya, bukan musuh dan bukan orang yang iri hati kepadanya, kalau masih ada orang lain yang hadir di tempat itu. Tetapi kalau tidak ada orang lain yang hadir maka yang lebih baik adalah ahli waris yang lebih intim hubungannya dengan orang yang sakit.3

Kalau sudah ditalkinkan sunat direbahkan kesebelah kanan dan mukanya di hadapkan ke arah kiblat seperti letaknya di dalam kubur. Dan kalau sukar dimiringkan ke sebelah kanan hendaklah di miringkan kesebelah kiri dan kalau sukar dapat ditelentangkan sedang muka dan kedua telapak kakinya menghadap kearah kiblat dan kepalanya ditinggikan sedikit dengan bantal agar mukanya menghadap kiblat.

3 Ibid, hal. 694-695

Page 9: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

5

Sunat di bacakan surat yasin karena diterangkan di dalam hadits yang sahih, Nabi bersabda: “Bacakanlah kepada mereka yang hampir meninggal akan surat Yasin”. Dan dalam riwayat nabi bersabda: “Tiada jua orang yang sakit yang di bacakan surat yasin melainkan melepaskan ia dari bahaya ketika hendak meninggal dan ketika dimasukkan ke dalam kubur”.

Sunat meneteskan air ke mulut orang yang hampir meninggal sekalipun ia tidak dalam kehausan dan kalau ada tanda kehausan maka hukumnya wajib karena manusia pada saat rohnya dicabut ia dalam keadaan haus.

Kalau orang tadi telah meninggal, sunat kedua matanya dipejamkan, kedua rahangnya diikat dengan kain sampai ke atas kepalanya agar mulutnya tidak dimasuki binatang dan agar jangan kelihatannya mengerikan bagi yang melihat, segala pelipatannya dilembutkan, jari tangannya di genggamkan dan genggaman tangannya diletakan di atas perut. Kedua kakinya diluruskan agar mudah memandikannya dan mengapannya dan tulang pelipatan dilembutkan sesudah orang itu meninggal ketika masih panas, dan kalau tubuhnya sukar dilembutkan dapat diurut dengan minyak. Dan tidak mengapa pakaian yang dipakainya dilepaskan dan seluruh tubuhnya ditutup dengan kain tipis, ujungnya dimasukkan ke bawah kepala dan ujung yang lain di masukkan ke bawah ujung kaki. Diatas perutnya diletakan sesuatu yang agak berat seperti pedang, cermin dan kalau tidak ada cukup dengan kepalan tanah dan kalau tidak ada dapat diletakkan apa saja yang beratnya sekitar 20 miskal (96 gram), agar perutnya tidak kembung. Dan jangan ditindih dengan Alquran dan kitab-kitab agama. Mayat diletakan di atas katil atau sesuatu yang serupa dengan katil (dipan) dan mukanya dihadapkan kearah kiblat seperti yang diperbuat bagi yang hendak meninggal.

Sunat mengerjakan apa yang diterangkan di atas tadi oleh para keluarganya yang paling intim hubunganya dengan yang meninggal, lelaki untuk mengurus lelaki dan perempuan untuk mengurus perempuan tetapi suami atau istri lebih utama mengerjakan semua itu dari pada orang lain, dan pada saat itu hendaknya dipintakan doa untuk yang meninggal.

Hendaklah segera membayarkan hutang orang yang meninggal jika ada hutangnya dan melaksanakan segala wasiat dan kalau tidak ada hartanya maka walinya yang memintakan kepada yang menghutangi agar jumlah hutang tadi disedekahkan kepada yang meninggal atau menjadi tanggungan wali agar yang meninggal lepas dari menanggung hutang. Karena diterangkan didalam hadits bahwa jiwa orang yang mukmin bergantung dengan hutangnya sampai hutangnya dibayar. Sunat memberitahukan kepada orang lain tentang kematian seseorang, tetapi

Page 10: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

6

jangan untuk bermegah-megahan dan riya’ tetapi hanya untuk mengumpulkan orang untuk menshalatkanya.4

4 Ibid, hal. 695-697

Page 11: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

7

BAB III MEMANDIKAN JENAZAH

Memandikan jenazah sekalipun yang meninggal itu karena tenggelam di air dan menshalatkannya sekalipun bunuh diri termasuk fardu kifayah kalau ia menganut agama Islam dan bukan mati syahid. Demikian juga fardhu kifayah mengafani dan menanamnya sekalipun bukan orang Islam. Semua ini dibebankan kepada setiap orang yang tahu tentang kematian seseorang atau tidak tahu karena lalainya sedang ia bertempat tinggal dekat dengan yang meninggal baik keluarga atau orang lain. Kalau telah dikerjakan oleh seseorang, sekalipun oleh anak-anak yang mumayiz, maka gugurlah dosa dari orang lain dan kalau tidak dikerjakan oleh seseorang juapun maka berdosalah mereka semuanya.

Sekurangnya dalam memandikan jenazah itu dengan meratakan air keseluruh tubuhnya dan tidak wajib berniat bagi yang memandikan karena yang dimaksud dengan memandikan itu adalah membersihkan tubuh melalui perbuatan orang lain karena itu tidak diperlukan niat. Karena itu memadailah dalam memandikan jenazah orang yang bukan Islam, namun tidak memadai dimandikan oleh malaikat dan jin dan tidak memadai dianggap bersih karena lemas, karena semua itu bukan termasuk perbuatan manusia, tidaklah gugur fardhu dari semua orang melainkan dengan dimandikan oleh manusia. Dan sunat jangan dimandikan melainkan sesudah menghilangkan najis pada tubuh jenazah kalau ada najis, dan kalau dengan hanya mengalirkan air sudah hilang najis tadi baik dari segi warna, bau dan rasa, maka air yang dialirkan tadi memadailah dalam memandikan jenazah dan sekaligus dalam menghilangkan najis sebagaimana cukup bagi yang hidup dalam mandi janabat dan menghilangkan najis sekaligus. Namun yang lebih sempurna dalam memandikan jenazah itu dengan mengerjakan segala sunat dan yang lebih afdhal.

Sunat memandikan jenazah dalam baju kurung agar tubuhnya tidak terbuka dan sunat baju itu buruk atau jarang agar tidak mencegah air sampai ke tubuh jenazah. Kalau tangan baju itu luas maka tangan orang yang memandikan dimasukkan ke dalam tangan baju sambil menggosok dan kalau tangan baju itu sempit maka cukup digosok dari luar baju, kalau sukar memandikan di dalam baju atau tidak ada baju maka dapat dimandikan dengan menutup tubuh dengan kain. Wajib menutup aurat jenazah yaitu antara pusat dan lutut bagi lelaki.5

Sunat memandikan di tempat yang tertutup seperti kamar atau diberi dinding sekira tidak dapat masuk orang ketempat itu melainkan orang yang memandikan saja, dan orang yang membantu memandikan karena mungkin pada tubuh jenazah ada sesuatu yang disembunyikannya di masa hidupnya dan Allah tidak senang kalau diketahui orang. Tetapi walinya boleh masuk ketempat itu sekali pun 5 Ibid, hal. 697-698

Page 12: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

8

bukan yang ikut memandikan dan bukan pula termasuk orang yang membantu memandikan. Fadhal bin Abbas dan Ali bin Abi Thalib orang yang memandikan Rasulullah dan Usamah bin Zaid yang menimbakan air sedang Abbas paman Rasulullah keluar masuk ke dalam tempat itu. Dan sunat menutup muka jenazah dengan kain ketika akan meletakkannya di tempat memandikan. Para keluarga yang meninggal dan teman-temannya boleh mencium muka yang meninggal kalau ia termasuk orang yang saleh maka sunat bagi setiap orang mencium mukanya karena mengambil berkah.

Sunat yang memandikan dan yang membantu memandikan adalah orang yang dipercaya. Kalau dilihat ada pada jenazah itu tanda yang baik umpamanya bau harum atau mukanya bersih atau tanda-tanda lain maka sunat menceritakannya kepada orang agar mendorong orang untuk lebih banyak menshalatkannya dan mendo’akannya, tetapi kalau ia fasik atau ahli bid’ah tidak sunat menceritakannya bahkan wajib menyembunyikannya agar orang lain tidak terpedaya. Dan kalau kelihatan pada jenazah itu tanda buruk seperti bau busuk, mukanya berwarna hitam atau rupanya berubah, haram menceritakannya karena menceritakannya termasuk mengumpat terhadap jenazah yang tidak dapat dimaafkan terkecuali yang meninggal itu orang yang fasik dan ahli bid’ah tidaklah haram menceritakannya agar orang menjauhi tariqat dan ‘itikadnya.

Terafdhal dimandikan di bawah atap atau yang serupa dengan itu, di tempat yang agak tinggi seperti papan atau katil agar air yang akan dipakai tidak terkena percikan air yang sudah dipakai. Muka jenazah dihadapkan kearah kiblat dan kepalanya ditinggikan agar air segera turun, dimandikan dengan air dingin karena air dingin mengencangkan kulit tubuh, sedangkan air panas mengendorkan kulit. Tetapi jika diperlukan dengan air panas umpamanya karena suhu udara terlalu dingin atau karena untuk menghilangkan daki tidaklah mengapa, sedang air asin lebih baik dari air tawar.

Wajib bagi yang memandikan dan yang membantu memelihara mata dan melihat kepada bagian tubuh antara pusat dan lutut karena melihat bagian itu haram kalau tidak ada hajat. Tetapi suami atau istri tidaklah haram melihat antara pusat dan lutut jika tidak disertai syahwat. Tetapi melihat antara pusat dan lutut karena hajat umpamanya untuk mengetahui tempat yang sudah terbasuh atau belum maka tidaklah haram. Sunat bagi yang memandikan dan membantu memandikan memelihara matanya dari melihat bagian tubuh selain dari antara pusat dan lutut tanpa syahwat karena menyalahi keutamaan.6

Hukum menyentuh sama dengan hukum melihat pada tempat-tempat yang diterangkan diatas, dan sunat mengurut perut jenazah dengan tangan kiri agar keluar najis dari perutnya, dan juga jenazah didudukkan dengan perlahan-lahan kemudian dicendrungkan ke 6 Ibid, hal. 699-700

Page 13: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

9

belakang dan disandarkan belakangnya keatas lutut kanan yang memandikan dan lambung jenazah dipegang dengan tangan kanan dan diletakkan telapak tangan ditekuknya agar kepalanya jangan bergerak. Sesudah itu perutnya diurut dengan tangan kiri beberapa kali tetapi jangan terlalu keras karena menghormati jenazah itu wajib. Hendaklah membakar garu ketika memandikan dan hendaklah memperbanyak air yang dicucurkan untuk menghilangkan bau. Sunat membakar setanggi disamping jenazah semenjak meninggal sampai memandikan. Jenazah dibaringkan dibasuh dengan tangan kiri akan qubul dan duburnya dan semua najis yang ada sekelilingnya seperti melakukan istinja’ bagi yang hidup. Dan wajib membalut tangan agar jangan tersentuh dengan aurat jenazah, karena haram menyentuhnya tanpa lapik. Sesudah itu kain tadi dibuka kemudian dibuang dan tangan yang kena najis dibasuh lalu dibalut lagi dengan kain yang lain untuk membasuh najis yang masih tertinggal pada tubuh jenazah, lalu tangannya dibalut lagi dengan kain lain untuk membasuh najis yang lain yang ada pada tempat selain dari antara pusat dan lutut. Sesudah itu kain tadi dibuang dan dibalut lagi telunjuk tangan kiri dengan kain lain yang dibasahi dengan air. Sesudah itu gigi jenazah disikat dengan sugi seperti menyikat gigi orang yang hidup. Dan jangan dibukakan gigi agar jangan termasuk air kedalam perut, kedua lubang hidungnya dibersihkan dengan kelingking kiri yang sudah dibasahi agar segala kotoran yang ada dalam hidung dapat dibersihkan. Setelah itu diwudhukan seperti wudhu manusia yang hidup dengan dikumur-kumur mulutnya dan dimasukkan air ke hidungnya, kepala jenazah dimiringkan ketika berkumur-kumur dan memasukkan air kehidung agar air tidak masuk kedalam perut dan daki yang ada dibawah kuku dikeluarkan dengan kayu dan juga daki yang ada dibawah pelipatan telinga. Setelah itu kepalanya dibasuh, muka dan janggutnya juga demikian dengan air dari air daun bidara atau bahan lainnya, dan jangan didahulukan membasuh janggut dan membasuh kepala agar jangan air yang dikepala mengalir ke janggut sehingga diperlukan sekali lagi membasuhnya, rambut kepala disisir dan demikian juga janggut yang jarang dengan perlahan-lahan agar jumlah janggut dan rambut yang tercabut tidak banyak, dan yang tercabut dimasukkan kedalam kafan agar ditanam bersama tubuh jenazah. Setelah itu dibasuh lagi badan sebelah kanan yang dihadapan mulai dari leher yang di sisi mukanya sampai ketapak kaki, dibasuh lagi tubuhnya sebelah kiri yang dihadapan seperti membasuh tubuhnya sebelah kanan lalu jenazah dimiringkan ke sebelah kiri dan dibasuh sisi belakang sebelah kanan yang dimulai dari leher disamping tekuknya sampai ketapak kaki. Kemudian dimiringkan lagi kesebelah kanan dan dibasuh sisi sebelah kiri belakangnya seperti membasuh tubuh sebelah kanan. Dan jangan diulangi membasuh kepala dan muka karena sudah terbasuh pada permulaan hanya dimulai

Page 14: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

10

membasuh dari lehernya yang dimuka dan yang disamping tekuknya saja.7

Haram meniarapkan jenazah ketika memandikan karena menghormati jenazah dan disunatkan dalam membasuh disamping air ditambah dengan air daun bidara atau yang serupa dengannya umpamanya dimandikan dengan air daun bidara kemudian dimandikan lagi dengan air untuk menghilangkan bekas daun bidara, dimandikan lagi dengan air yang bersih mulai dari kepala sampai ke kaki seperti yang diterangkan di atas dan jumlahnya tiga kali mandi tetapi yang dihitung sekali saja. Karena mandi dengan air bidara dan mandi dengan air yang menghilangkan daun bidara tidak dihitung, karena air berubah dengan daun bidara karena itu belumlah dapat menggugurkan yang wajib hanya mandi yang dihitung adalah mandi dengan air bersih maka itulah yang menggugurkan yang wajib.

Sunat dimandikan dua kali atau tiga kali seperti mandi orang yang hidup. Kalau belum suci dengan tiga kali dapat ditambah lagi, kalau belum suci dengan bilangan genap seperti empat kali atau enam kali diganjilkan menjadi lima atau tujuh kali dan kalau sudah suci dengan tiga kali saja janganlah ditambah lagi.

Diketahui dari yang diterangkan diatas bahwa kalau telah suci tiga kali yang berarti sembilan kali mandi dan untuk melaksanakan yang seperti itu ada dua cara:

Cara yang pertama dimandikan dengan air bidara kemudian dimandikan dengan air yang menghilangkan bidara baru dimandikan dengan air bersih yang tidak bercampur dengan daun bidara dan bukan pula air bekas pembasuh air daun bidara. Tiga kali mandi yang seperti itu namun yang dihitung hanya sekali ialah mandi dengan air bersih dan mandi yang seperti inilah yang menggugurkan wajib. Sesudah itu dimandikan lagi dengan air bidara kemudian dengan air yang akan menghilangkan air bidara dan seterusnya dengan air bersih. Dan sesudah itu dimandikan lagi dengan air bidara dan dengan air untuk menghilangkan bidara dan seterusnya dengan air bersih. Inilah enam kali mandi yang dihitung hanya dua kali dengan air bersih dan kedua kali ini bukan menggugurkan yang wajib tetapi hanya sunat untuk menigai.

Cara yang kedua, dimandikan dengan air bidara kemudian dengan air yang menghilangkan bidara, dimandikan lagi dengan air bidara kemudian dengan air yang menghilangkan bidara kemudian dimandikan lagi dengan air bidara dan sesudah itu dengan air yang menghilangkan bidara jadi jumlahnya enam kali yang tidak dihitung, kemudian dimandikan dengan air bersih tiga kali berturut-turut maka yang tiga kali ini yang dihitung pertama yang menggugurkan yang wajib dan yang kedua dan yang ketiga hanya sunat menigai. Cara yang kedua inilah yang terlebih baik.8 7 Ibid, hal. 700-702 8 Ibid, hal. 702-704

Page 15: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

11

Sunat membubuhi sedikit kapur barus pada air yang pertama, kedua dan ketiga tetapi pada kali yang ketiga yang lebih muakkad. Dan makruh meninggalkan kapur barus karena kapur barus mengawetkan tubuh dan mencegah binatang kecil yang memakan tubuh terkecuali jenazah orang yang sedang berihram haji atau umrah jangan dibubuhi kapur barus. Seyogyanya jangan dimandikan dengan air zam-zam karena para ulama berbeda pendapat tentang najis jenazah. Dan seyogyanya dijauhkan tempat air agar jangan terkena percikan air bekas mandi. Setelah selesai dimandikan sekali lagi dilembutkan seluruh pelipatan anggota tubuh dan sesudah itu disapu air bekas mandi agar tidak membasahi kain kafan.

Sunat sesudah dimandikan dan diwudhukan dibaca:

ه من الت وابي الل هم اجعلن من الت وابي Atau الل هم اجعلن وايArtinya: “ya Allah jadikan dia dan orang-orang yang bertobat atau

ya Allah jadikan aku dan dia dan orang-orang yang bertobat’’. Makruh memotong kuku jenazah, menggunting rambutnya atau

buluh tubuhnya sekalipun pada masa hidupnya senang mencukurnya karena seluruh tubuh jenazah dihormati dan kehormatannya tidak boleh dilanggar karena itu tidak boleh mengkhitan jenazah yang kulup. Tetapi kalau terdapat dirambutnya ada getah yang mencegah air sampai kepohon rambut maka wajib menghilangkannya.

Dan kalau najis keluar sesudah dimandikan sebelum dikafani tidaklah wajib mengulang kembali mandinya hanya wajib menghilangkan najis itu sekalipun najis itu keluar dari alat kelaminnya karena gugur fardhu mandi dengan mandinya yang terdahulu.

Yang lebih utama memandikan yang lelaki untuk jenazah lelaki, lelaki didahulukan dan perempuan sekalipun perempuan itu istrinya sendiri. Lelaki yang lebih utama menjadi imam shalat jenazah seperti yang akan diterangkan kemudian. Tetapi orang yang fakih lebih utama dan orang yang tua, sesudah itu lelaki dan keluarganya baru lelaki yang bukan keluarga, baru istrinya atau bekas istrinya sekalipun sudah kawin dengan lelaki lain sesudah itu baru perempuan yang tidak halal nikah dengannya.9

Yang lebih utama memandikan jenazah perempuan adalah perempuan juga, dan yang terutama adalah perempuan yang kalau seandainya perempuan itu lelaki haram nikah dengannya. Didahulukan saudari bapak yang meninggal dan saudari ibu yang meninggal. Dan kalau tidak diperboleh keluarga perempuan yang menjadi mahramnya. Barulah keluarga yang bukan mahramnya. Kalau tidak diperoleh keluarga perempuan yang mahram maka didahulukan keluarga yang terdekat kemudian perempuan yang merdeka kemudian semua perempuan yang mahramnya karena sesusu, baru perempuan yang mahram karena semenda seperti mertua, menantu, ibu tiri, dan anak tiri baru perempuan diluar keluarga. Tidak makruh perempuan yang haid atau dalam keadaan 9 Ibid, hal. 704-705

Page 16: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

12

nifas memandikan jenazah kalau tidak ditemukan perempuan yang diterangkan di atas maka boleh dimandikan oleh suaminya sekalipun suami tadi telah nikah dengan saudara kandung yang meninggal atau telah nikah dengan empat orang lain.

Sunat bagi suami membalut tangannya agar tidak tersentuh dengan tubuh yang meninggal pada saat memandikan. Kalau tidak ada suami boleh dimandikan oleh keluarga lelaki yang menjadi mahram yang meninggal seperti urutan yang akan diterangkan dalam menshalatkan jenazah.

Syarat didahulukan dalam memandikan jenazah ada enam perkara : (1) hendaklah ia merdeka, (2) hendaklah ia Islam, (3) bukan pembunuh yang meninggal sekalipun pembunuhan yang dibenarkan hukum, (4) bukan musuh yang meninggal, (5) bukan anak-anak dan (6) bukan orang yang fasik.

Yang memandikan sahaya perempuan adalah tuannya sekalipun budak sahaya tadi telah dijanjikan akan dimerdekakan atau jariyahnya yang sudah melahirkan dengan syarat kalau budak itu tidak bersuami, bukan di dalam iddah atau di dalam masa menunggu kepastian apakah mengandung atau tidak, bukan budak yang diperkongsikan dengan orang lain dan bukan pula separuh merdeka dan separuh budak. Kalau budak itu seperti yang disebutkan tadi maka tuannya tidak boleh memandikannya. Budak perempuan tidak boleh memandikan tuannya yang lelaki karena kepemilikan terhadap dirinya berpindah kepada ahli waris tuannya.

Lelaki boleh memandikan anak perempuan dan perempuan boleh memandikan anak lelaki yang masih kecil yang belum mencapai usia yang dapat merangsang nafsu. Lelaki dan perempuan boleh memandikan orang banci yang tidak mempunyai mahram atau karena tidak ada yang lain lagi, karena matinya tidak akan merangsang nafsu bagi yang memandikan.

Kalau sukar memandikan jenazah karena tidak ada air atau karena jenazah itu telah busuk dan kalau dimandikan akan hancur wajiblah ditayamumkan saja. Dan demikian juga wajib ditayamumkan jenazah perempuan yang tidak ada yang hadir melainkan lelaki saja yang bukan keluarganya dan jenazah lelaki yang hanya dihadiri perempuan saja karena haram melihat sebagian dari tubuh jenazah.10 PRAKTIK TATA CARA MEMANDIKAN JENAZAH

Memandikan jenazah sekurang-kurangnya meratakan air keseluruh badan mayit yang sudah dibersihkan dari segala najis dan kotoran. Adapun tata cara mandi yang lebih sempurna adalah melaksanakan segala ketentuan mandi baik yang wajib maupun yang sunah.

Sebelum memandikan, mayit diletakkan di tempat yang sedikit tinggi dan mayit tersebut disandarkan pada lutut kita yang sebelah kanan lalu 10 Ibid, hal. 705-707

Page 17: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

13

meletakkan jari kanan kita di bawah ketiaknya dan ibu jari kita pada tengkuknya, lalu urut-urut perut mayit dengan lemah lembut menggunakan jari kita yang sebelah kiri agar keluar najis di dalam perutnya. Kemudian mayit ditelentangkan dan dibasuh kubul dan duburnya dengan jari kiri kita yang dibalut atau dibungkus dengan kain (boleh dari kain kafan) serta diniatkan instinja’nya dengan lafadz:11

ستنجاء من هذا المي ت )هذه ن ويت ا لل ت عال ة( ف رض ي ت الم الArtinya : Sahaja aku mengistinja’kan mayit ini fardu karena Allah

ta’ala.12 Kemudian diganti pula bungkus tangan tadi dengan bungkus yang

lain. Lalu dibersihkan giginya dan dua lobang hidungnya, dan selanjutnya sunnah diambilkan wudhu’nya seperti wudhu’ orang hidup. Adapun niatnya wajib dengan lafadz niat:

ل سنة لل ت عاة( ت ي م ال ه ذ ل ) ن ويت الوضوء لذا المي ت Artinya: Sahaja aku mewudukan mayit ini karena Allah ta’ala.13 Setelah selesai diwudhu’kan dibacakan do’a baginya:

ه رين ) ه اجعلن واي و ابي من الت و )ها( الل هم اجعلن واي ها( من المتطه ه و ي.)ها( من عبادك الصال اجعلن واي

Artinya: “Ya Allah jadikan saya dan dia (mayit) termasuk golongan orang-orang yang bertaubat, orang-orang yang membersihkan diri, dan golongan hamba-hamba-Mu yang shalih”.14

Dan alirkanlah air mulai sebelah kanannya dari kepala sampai ketumit tiga kali, kemudian sebelah kiri tiga kali pula, kemudian dari kepala dan dadanya hingga ketumitnya pula serta berniatlah ia memandikan mayit dengan lafadz niat:

لل ت عال ف رضا ة عليه ة الصل باح ست ة( لا ت ي م ال ه ذ ه ) هذا المي ت غسل ن ويت Artinya: Sahaja aku memandikan mayit ini untuk membolehkan

shalat atasnya fardu karena Allah ta’ala.15 (Penjelasan tambahan: niat memandikan mayit disertakan/

berbarengan dengan mulai mengalirkan atau menyucurkan air ke mayit). Selanjutnya membasuh kepala dan jenggotnya serta digosok

dengan sabun, begitu juga lambung kiri dan kanan. Jika ada bulu-bulu yang lepas atau tercabut maka sunnah dimasukkan dalam kain

11 Muhammad Sa’ad ibnu Abdul Majid, Risalah Luqthotu Attakmil, Cetakan Ke-3 (Padang Panjang: 1930), hal. 4 12 Ibid, hal. 5 13 Ibid, hal. 5 14 Muhammad Ali bin Abdul Wahab, Tajhizul Mayyit (Tanjung Jabung Timur: MUI Tanjanung Jabung Timur, 2014), hal. 14 15 Muhammad Sa’ad ibnu Abdul Majid, Op.Cit. hal. 6

Page 18: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

14

kafannya.16 Menurut Syekh Ali bin Syekh Abdul Wahab, air tersebut dicampur dengan daun pandan, dan sabun wangi, serta jeruk nipis atau barang seumpamanya.17

Kemudian mayit dimiringkan ke kiri dan disiram dengan air sebelah kanannya, dengan membaca do’a ini:

ر غفرانك ي الله رب نا واليك المصي Kemudian mayit dimiringkan ke kanan dan disiram dengan air

sebelah kirinya, dengan membaca do’a ini: ر ي ص م ال ك ي ل ا ا و ن ب ر ن ح ر ي ك ان ر ف غ

Kemudian mayit ditelentangkan dan disiram dengan air, dengan membaca do’a ini:

ه ل و ك ل م ال ه ل ه ل ك ي ر ش لا ه د ح و الله لا ا ه ل ا لا ر ي ص م ال ك ي ل ا ا و ن ب ر م ي ح ر ي ك ان ر ف غ .ر ي د ق ء ي ش ل ى ك ل ع و ه و ت ي ي و ي ي د م ال

Yang demikian di atas, dilakukan masing-masing tiga kali dengan air yang suci lagi bersih dan dicampur sedikit dengan kapur barus.18

Setelah proses mandi selesai segera keringkan mayit, ambil kain kering untuk menutup mayit dan tariklah kain basah yang dipakai mandi tadi dengan cara ditarik dari bagian bawah kakinya sampai tertarik semua, dan tutuplah mayat agar auratnya tidak terbuka. Sebelum diangkat ke tempat pengkafanan ditulis di atas dahi mayit dengan jari telunjuk tanpa tinta dengan tulisan:

19.)بسم الله الرحمن الرحيم لا اله الا الله محمد رسول الله(Setelah itu pindahkan mayat ke tempat kain kafan yang sudah

disiapkan sebelumnya untuk proses pengafanan. Perhatian. Untuk anak yang meninggal dunia saat dilahirkan (keguguran) ada dua kemungkinan yang harus diperhatikan: a. Jika usia kandungan 6 (enam) bulan atau lebih maka mayat anak ini

wajib diselenggarakan sebagaimana halnya orang dewasa, yakni: dimandikan, dikafankan, dishalatkan, dan dikuburkan (baik meninggalnya didalam perut maupun setelah lahir);

b. Jika usia kandungan belum sampai enam bulan, maka ada tiga cara penyelenggaraan jenazahnya: 1) Jika ketika keluarnya ada tanda-tanda kehidupan, seperti menangis

atau bergerak, maka dilaksanakan sebagaimana mayit dewasa;

16 Ibid, hal. 6 17 Muhammad Ali bin Abdul Wahab, Op.Cit. hal. 14 18 Muhammad Sa’ad ibnu Abdul Majid, Op.Cit. hal. 7 19 Ibid, hal. 8

Page 19: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

15

2) Jika tidak terlihat ada tanda-tanda kehidupan waktu lahirnya, tetapi sudah berbentuk manusia, maka wajib dimandikan, dikafankan, dikuburkan, dan tidak wajib dishalatkan;

3) Jika masih belum ada bentuk manusia, tetapi berupa sepotong daging semata, maka tidak wajib diperbuat apa-apa tetapi sunah dibungkus dan ditanam.

c. Jika anak laki-laki yang belum dikhitan meninggal dunia, selain dimandikan juga harus ditayamumkan. Pelaksanaan tayamum boleh dilaksanakan sebelum mandi atau sesudah mandi. Akan tetapi agar tidak mengotorinya sebaiknya tayamum dilaksanakan sebelum dimandikan agar sisa-sisa debu tayamum bisa dibersihkan bersamaan ketika proses mandi, hal ini mengikuti pendapat Syekh Ibnu Hajar Al Haitami, cara tayamumnya sama seperti tayamum orang hidup, yakni anggota tayamumnya muka dan kedua tangannya. Lafaz niat tayamum adalah:

ف رضا لل ت عال ليه باحة الصلة ع لاست (تة مي )لذه( المي ت )ال ان ويت الت يمم لذ

Artinya: Sahaja aku tayamumkan untuk mayit ini fardu karna Allah ta’ala.

Dan sunnah memandikan mayit itu pakai tabir / penutup agar tidak ada orang yang masuk ditempat pemandian tersebut selain petugas yang memandikan atau walinya. Dan hendaklah dimandikan pakai kain yang meliputi mukanya supaya tidak terlihat kepada lainnya dari pada auratnya dengan tanpa hajat/ keperluan. Adapun memandang kepada aurat mayit haram hukumnya. Jika mayat laki-laki yang boleh memandikannya laki-laki juga, begitu pula jika mayatnya perempuan maka yang memandikannya perempuan. Kecuali muhrimnya, maka tidak ada batasan baginya, yaitu boleh saja dia memandikan mayat laki-laki maupun mayat perempuan. Dan sunnah pula membakar seperti kayu gharu atau setanggi.20

Masalah: Tentang ari-ari anak yang baru lahir Syekh Ali bin Syekh Abdul Wahab mengutip dari buku Ahkamul

Fuqaha Juz 1 hal. 33, katanya jika seorang anak yang dilahirkan lalu meninggal dunia sebelum dipotong ari-arinya, maka hukumnya tidak usah dipotong. Bahkan harus dirawat bersama-sama karena ari-arinya tersebut hukumnya adalah suci.21

20 Ibid, hal. 7-8 21 Muhammad Ali bin Abdul Wahab, Op.Cit. hal. 19

Page 20: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

16

BAB IV MENGKAFANI JENAZAH

Sekurangnya kafan jenazah yang wajib dan yang menjadi hak Allah

sehelai kain yang menutup aurat. Aurat lelaki adalah antara pusat dan lutut dan aurat perempuan seluruh tubuhnya selain muka dan telapak tangan yang lahir maupun batin sampai dengan pergelangan tangan. Dan hendaklah kafan itu tebal dan tidak memadai kain yang jarang, yang kelihatan warna kulit selama masih ada kain yang lain. Kain kafan itu adalah kain yang diperbolehkan memakainya kalau ia masih hidup. Karena itu boleh mengafani perempuan dengan kain sutera demikian juga anak-anak dan orang gila dan juga diperbolehkan mengafani mereka dengan kain yang dicelup dengan kesumba sekalipun makruh memakainya. Lain halnya dengan lelaki yang sudah mencapai usia baligh dan berakal dan juga banci, tidak boleh dikafani dengan kain sutera dan kain yang dicelup dengan kesumba. Dan tidak memadai dilumuri dengan lumpur selama masih ada bahan lain sekalipun hanya dibalut dengan rumput. Juga tidak boleh dijadikan kain kafan, kain yang bernajis selama masih ada kain yang suci atau kain sutera.

Kain sutera yang suci dan kain yang serupa dengannya didahulukan dari kain yang kena najis dan kalau tidak diperoleh kain boleh dikafani dengan kulit atau tikar dan kalau juga tidak ada boleh dikafani dengan rumput dan kalau juga tidak ada barulah boleh dilumuri dengan lumpur.

Sekurangnya kain kafan yang menjadi hak jenazah adalah sehelai yang dapat menutup seluruh tubuhnya terkecuali kepala lelaki yang dalam ihram dan muka perempuan yang dalam ihram wajib dibuka. Kalau seorang meninggal sedang ia meninggalkan harta dan oleh ahli warisnya hanya dikafani dengan sehelai kain yang dapat menutup aurat tidak menutup seluruh tubuhnya dan tidak ada wasiat yang meninggal untuk menutup seluruh tubuhnya, maka umat telah terlepas dari dosa. Karena hak Allah telah terlaksana namun ahli waris tidak terlepas dari dosa, karena meninggalkan hak yang meninggal ialah menutup seluruh tubuhnya. Kalau ahli waris mengafani jenazah yang menutup seluruh tubuhnya atau dengan kain yang hanya menutup aurat, namun yang meninggal ada meninggalkan wasiat, cukup menutup seluruh auratnya, maka ahli waris tidak berdosa. Karena itu, yang meninggal boleh berwasiat agar tidak menutup selain dari aurat seperti wasiat yang hanya menutup aurat saja karena yang seperti itu adalah haknya. Yang meninggal tidak boleh berwasiat tidak boleh menutup auratnya karena menutup aurat itu adalah hak Allah.22

Kalau yang meninggal itu meninggalkan hutang dan harta peninggalannya hanya cukup membayar hutang atau masih kurang maka yang menghutangkan boleh mencegah kafan yang melebihi dari satu

22 Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Sabilal Muhtadin, Penterjemah: Asywadie Syukri, Jidili 2 (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2013), hal. 707-708

Page 21: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

17

lapis sekalipun ahli warisnya ingin mengafaninya lebih dari satu lapis karena yang meninggal lebih berhajat untuk menunaikan hutang dari kain kafan yang lebih dari satu lapis karena manfaat mengafani selapis kembali kepada yang meninggal. Karena itu tidak boleh ahli waris mencegah dan mengafani dengan tiga lapis karena manfaat kafan yang kurang dari tiga lapis kembali kepada ahli waris bukan kepada yang meninggal, ahli waris boleh mencegah mengafani lebih dari tiga lapis sekalipun kafan untuk perempuan.

Kalau ahli waris berbeda pendapat, sebagian ingin mengafani lima lapis dan yang lain lagi ingin mengafani hanya selapis atau mereka sepakat hanya selapis atau ada diantara ahli waris anak-anak atau yang gila maka dalam ketiga masalah di atas dikafani hanya tiga lapis saja.

Boleh mereka melebihkan dari tiga lapis terkecuali kalau ada anak-anak dan orang gila maka ahli waris tidak boleh melebihkan dari tiga lapis. Kalau antara ahli waris dan menghutangi berbeda pendapat sedang harta peninggalan hanya cukup untuk membayar hutang, orang yang menghutangi mengatakan kain kafan hanya sekedar menutup aurat dan ahli waris mengatakan kain kafan menutup seluruh tubuh maka hendaklah dikafani dengan menutup seluruh tubuh. Kalau seorang ahli waris berkata kafankan dengan hartaku dan yang lain lagi mengatakan kafankan dengan harta peninggalannya maka dikafani dengan harta peninggalannya terkecuali kalau harta peninggalan hanya cukup untuk membayar hutang atau hartanya itu kurang baik atau jumlah hartanya hanya sedikit sedang anak cucunya banyak dan masih kecil maka hendaknya dikafani dengan harta ahli warisnya.

Kalau salah seorang ahli waris berkata kafani dengan harta wakaf atau dan harta Baitul Mal, sedang yang lain berkata kafan dari hartaku hendaknya dikafani dengan harta seorang dari ahli waris karena menyingkirkan rasa malu. Lain halnya kalau seorang ahli waris berkata kuburkan di tanah milikku dan yang lain lagi berkata di tanah wakaf, maka dikuburkan di tanah wakaf karena tidak akan menimbulkan masa malu.

Sunat bagi laki-laki tiga lapis kafan yang setiap kafan dapat menutup seluruh tubuhnya karena Nabi SAW. sendiri dikafani tiga lapis tanpa memakai baju dan surban. Perempuan dikafani tiga lapis maka yang terafdhal yang ketiga lapis tadi menutup seluruh tubuhnya. Boleh dan tidak makruh mengafani lelaki empat atau lima lapis kalau semua ahli waris yang baligh dan berakal menyetujuinya dan jika dikafani dengan lima lapis, maka tambahan yang dua lapis itu ialah baju dan surban tetapi yang seperti itu menyalahi sunnah.23

Sunat bagi perempuan dan banci lima lapis yaitu sarung yang menutup antara pusat dan lutut kemudian baju kurung yang menutup seluruh tubuhnya, kemudian telekung yang menutup kepala, dua lapis lagi yang membalut seluruh tubuhnya dan anak-anak sama kafannya dengan orang tua. 23 Ibid, hal. 708-710

Page 22: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

18

Kain kafan yang berwarna putih lebih afdhal dari yang berwarna lainnya dan yang sudah pernah dicuci lebih baik dari yang baru, dan kain yang ditenun dari benang lebih baik dari yang lainnya karena kain kafan Nabi dari kain benang yang berwarna putih dan yang seperti itu sunat. Makruh kain kafan yang mahal harganya kalau yang meninggal tidak meninggalkan harta peninggalan yang cukup membayar hutangnya dan ada ahli waris yang berada dibawah perwalian karena mempunyai hutang dan tidak ada ahli waris yang belum hadir. Kalau harta peninggalannya hanya cukup membayar hutang atau ada di antara ahli waris yang belum hadir dan ada yang ditahan karena hutangnya haramlah mengafaninya dengan kain kafan yang mahal harganya, yang diambil harganya dari harta peninggalannya.

Sunat mengukup (mengasapi) kain kafan tiga kali dengan asap kayu garu terkecuali kain kafan orang yang ihram. Kain kafan yang terbaik dan yang terlebar dihamparkan dan dibubuhi wangi-wangian yang dicampur dengan kayu cendana dan kapur barus. Sesudah itu dihamparkan lagi lapisan yang kedua di atas lapisan yang pertama dan ditaburi di atasnya wangi-wangian dan kayu cendana, dihamparkan lagi lapisan yang ketiga di atas lapis kedua yang ditaburi dengan wangi-wangian dan kayu cendana. Kalau kain kafan itu terdiri dari lima lapis maka ditaburi wangi-wangian pada setiap lapis agar jenazah tidak cepat busuk. Setelah itu diletakkan jenazah dengan perlahan-lahan pada lapis yang ketiga dalam posisi tertelentang, kedua tangannya diletakkan di atas dada atau diluruskan di sampingnya, diletakkan kapas yang dibentuk bundar yang dibubuhi cendana dan kapur barus pada semua anggota yang berlubang seperti mata, telinga, mulut, hidung, dubur tetapi makruh memasukkan kapas ke dalam dubur terkecuali memang diperlukan, umpamnya takut keluar sesuatu dari dubur. Dan juga diletakkan kapas pada mata luka yang tembus ke dalam rongga tubuh jika ada dan pada seluruh anggota sujudnya yaitu dahi, hidung, lutut, tapak tangan, perut, dan jari kaki, karena memuliakan seluruh tempat sujudnya dan diikat kedua batang paha dengan kain kemudian dilekatkan kapas pada pantat lalu dibalut dengan kain yang dibelah dua pada kedua ujungnya, diberi cawat seperti memasang cawat pada perempuan yang mustahadhah. Ikatan dikuatkan agar tidak keluar sesuatu lalu dilipat sebelah lapis kiri kafan yang bertemu dengan tubuh jenazah ke sebelah kanan dan sebelah lapis kanannya ke kiri. Demikian seterusnya lapis kedua dan ketiga. Kedua ujung kafan disimpulkan baik di ujung kepala maupun ujung kaki yang diikat seluruh kafan agar jangan terbuka ketika mengangkatnya sampai dimasukkan ke dalam liang kubur lalu dibuka ikatannya karena makruh dimasukkan ke dalam kubur dalam keadaan terikat.24

Uang untuk pembayar harga kain kafan diambil dari harta peninggalan yang meninggal tidak dibebankan kepada orang yang berkewajiban mengeluarkan nafkah kepada yang meninggal. Terkecuali 24 Ibid, hal. 710-711

Page 23: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

19

kalau yang meninggal itu istri yang tidak nusyuz kepada suaminya, anaknya dan pelayannya, maka harga kain kafan itu diambil dari harta suami yang mampu. Kalau istri tadi terhitung mampu sekalipun dalam masa iddah talak raji’i maka pembiayaan itu dikeluarkan oleh bekas suami, demikian juga berlaku bagi istri yang dalam iddah talak bain kalau dalam keadaan hamil. Kalau yang meninggal tidak meninggalkan harta peninggalan dan suaminya tidak mampu maka pembiayaan itu dibebankan kepada orang yang memberikan nafkah kepadanya semasa hidupnya, baik dari keluarga atau tuan yang meninggal, baik yang meninggal itu bapak, nenek, anak yang masih kecil atau sudah besar, baik budak yang mempunyai anak dengan tuannya atau budak yang dijanjikan akan dimerdekakan. Kalau tidak ada yang wajib memberikan nafkah maka harga kain kafan dan pembiayaan yang lainnya dibebankan kepada Baitul Mal. Kalau tidak ada Baitul Mal atau ada Baitul Mal tetapi sukar mengambilnya karena dibawah kekuasaan raja yang zalim, maka harga kain kafan dan pembiayaan lainnya dibebankan kepada orang Islam yang mampu. Maka dari uraian di atas dapat diketahui wajib bapak membelikan kain kafan untuk anaknya yang besar dan tuan membayar harga kain kafan dan pembiayaan lainnya untuk budaknya yang dijanjikan akan dimerdekakan sekalipun ayah dan tuan tidak wajib memberikan nafkah ketika anak atau budaknya masih hidup. Karena anak yang tua dianggap tidak mampu karena meninggalnya dan sahaya yang dijanjikan akan dimerdekakan itu menjadi batal karena meninggalnya. Demikian juga tidak wajib anak membayar harga kain kafan untuk istri ayahnya sekalipun anak wajib memberikan nafkah kepadanya semasa hidupnya.

Siapa yang diwajibkan membayar harga kain kafan untuk orang lain maka kain kafan yang wajib baginya membayarnya hanya selapis saja yang dapat menutup seluruh tubuhnya. Haramnya melebihi dari selapis kalau harganya dibayar dari Baitul Mal atau dari harta yang diwakafkan. Tidak patut seorang menyediakan kain kafan untuk dirinya sendiri terkecuali kain kafan itu nyata halal atau sedikit syubhat atau bekas tubuh orang yang saleh yang dianggapnya sebaik-baik kafan. Kalau orang yang hendak meninggal berwasiat kepada ahli waris ketika hidupnya katanya kafani aku dengan kain kafan yang sudah kusediakan, apakah wajib mengafaninya sesuai dengan pesan itu atau tidak? Menjawab pertanyaan itu para ulama berbeda pendapat; maka yang dijadikan pegangan oleh Syaikh Ibnu Hajar dan yang lainnya, wajib dikafani dengan kain yang telah disediakan itu. Persamaan masalah ini maka wajib membayar hutangnya dengan harta yang telah ditentukannya.25

Kalau kuburan terbongkar sehingga kelihatan jenazah tanpa kafan karena kafannya dicuri orang atau kafannya sudah hancur, wajiblah mengafaninya, baik harga kain kafan itu diambil dari harta peninggalannya atau dengan harta ahli waris yang wajib memberi nafkah semasa hidupnya atau dengan harta Baitul Mal, baik harta 25 Ibid, hal. 711-713

Page 24: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

20

peninggalannya belum dibagi atau sudah dibagi oleh ahli warisnya. Pendapat inilah yang dijadikan pegangan.

Mawardi berkata, kalau sudah dibagi harta peninggalannya kemudian kain kafannya dicuri orang tidaklah wajib ahli waris mengafaninya tetapi hanya sunat.

Mengusung jenazah adalah khusus pekerjaan laki-laki, mengusung bukanlah pekerjaan yang hina tetapi pekerjaan mulia. Haram mengusung jenazah dalam bentuk yang menghinakan seperti ditaruh didalam karung atau dengan cara yang ditakutkan jenazah akan patah. Yang terafdhal mengusung jenazah dalam tanduan yang segi tiga dari tanduan yang segi empat. Tanduan yang segi tiga bentuknya seperti dalam gambar berikut ini :

Di arah yang sempit ada dua batang kayu yang letaknya di bagian

depan dan dua potong kayu yang ada pada arah yang luas adalah di belakang. Yang mengusung terdiri dari tiga orang lelaki, seorang di muka yang dimasukkannya kepalanya ke antara dua kayu dan kedua ujungnya diletakkan diatas bahunya dan orang yang mengangkat yang di belakng memikul satu ujung kayu pada bahunya masing-masing.

Syekh Ibnu Hajar berkata di dalam kitab “Tuhfah” jangan diusung kedua kayu yang ada pada arah belakang oleh seorang lelaki karena kalau kepalanya dimasukkannya ke antara dua kayu itu, iya tidak dapat melihat kedepan dan kalau diletakkan di atas kepala tidaklah dinamakan mengusung antara dua kayu yang akan menyebabkan jenazah miring ke muka. Said Uman berkata dipahami dari perkataan Syekh Ibnu Hajar ini sunat mengusung jenazah bahwa kepalanya diletakkan di depan baik berbetuluan dengan kiblat atau tidak. Kalau yang mengusung di muka tidak dapat mengangkat ditambah menjadi dua orang. Seorang di sebelah kiri dan seorang di sebelah kanan. Jadi jumlah yang mengusung dahulunya tiga orang menjadi lima orang dan kalau juga tidak dapat mengangkatnya ditambah menjadi tujuh orang atau Sembilan orang sesuai dengan keperluan, namun yang penting hendaknya jumlah yang mengusung ganjil.26

26 Ibid, hal. 713-715

Page 25: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

21

Kalau tanduan itu persegi empat maka bentuknya seperti gambar berikut ini :

Pengusung terdiri dari empat orang dan masing-masing pada setiap

sudut. Kalau tidak dapat mengangkatnya ditambah menjadi enam, delapan atau lebih sesuai dengan keperluan. Makruh mengangkat jenazah seorang atau dua orang terkecuali kalau jenazah anak-anak.

Dua macam tanduan yang diterangkan di atas yang segi tiga dan segi empat, maka yang lebih afdhal memakai salah satu dari kedua macam tanduan diatas. Sunat dalam mengusung jenazah wanita dan banci dengan menutup di atasnya dalam bentuk keranda agar terlindung seluruh tubuh jenazah. Dan haram menutup jenazah dengan kain sutera atau benang emas sekalipun jenazah tersebut perempuan.

Sunat bagi yang dapat mengiringi jenazah berjalan kaki dan makruh mengiringi jenazah bagi yang tidak uzur dengan berkendaraan dan tidak makruh berkendaraan ketika pulang. Sunat berjalan kaki di depan jenazah dan sunat bagi yang berjalan dekat dengan jenazah sekira kalau berpaling kelihatan jenazah. Sunat membawa jenazah berjalan cepat antara berjalan dan lari kalau tidak menyebabkan mudarat bagi jenazah.

Sunat muakkad mengiringi jenazah bagi kaum pria saja, makruh bagi kaum wanita mengiringi jenazah bahkan kadang-kadang menjadi haram kalau disertai dengan teriakan dan bercampur dengan kaum pria yang halal nikah. Makruh menyaringkan suara di samping jenazah dikala berjalan sekalipun dengan mengucapkan zikir, membaca Alquran dan membawa wangi-wangian. Hanya sunat diam agar selalu memikirkan mati dan akan fananya dunia, jangan seperti perbuatan orang jahil yang menyaringkan suara berbicara dan menyaringkan suara membaca zikir ketika mengiringi jenazah.

Makruh mengiringi jenazah dengan membawa api sekalipun dengan api pedupaan, melainkan kalau mengubur pada waktu malam tidaklah makruh membawa lampu atau lilin atau lainnya terutama ketika memasukkan jenazah ke liang kubur, sangat diperlukan lampu agar dapat melaksanakan apa yang semestinya dikerjakan dalam menguburkan jenazah.27 PRAKTIK TATA CARA MENGKAFANI JENAZAH a. Sebelum membuat kafan, terlebih dahulu ukur panjang mayit. Setelah

diketahui panjangnya maka potonglah kain kafan yang tersedia

27 Ibid, hal. 715-716

Page 26: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

22

sebanyak 5 (lima) potong dengan melebihi dari panjang mayit sekitar 20-30 cm.

b. Ukuran kain kafan yang tersedia biasanya tidak cukup lebarnya untuk menutupi badan mayit sehingga harus disambung agar lebih lebar dan dapat menutupi badan mayit ketika dikafankan.

c. Disunahkan waktu merobek kain kapan membaca do’a:

ي تك ي ارحم اة برح ن ادخله ي الله ال )ها( عن الكري و اللهم اجعل لباسه لراح

d. Dua potong kain dari yang 5 (lima) tadi masing-masing dibelah dua sehingga menjadi 4 (empat) lembar. Tiga lembar disambungkan dengan kain yang tiga potong yang masih utuh, dan satu potong sisanya dipakai untuk keperluan lain, seperti membuat cawat, serta membuat sarung tangan untuk menguradu (orang yang bertugas membersihkan bagian aurat) serta untuk keperluan istinja’ mayit

e. Tali pengikat mayat ada lima tempat dan dapat diambil dari sobekan pinggir kain kafan, yaitu: 1) Ikatan pada ujung kepala mayat; 2) bahu; 3) pinggang; 4) lutut; 5)

diujung kaki. Dan apabila sampai dikubur dibuka semua pengikatnya kecuali ikatan pada pinggangnya.28 Menurut Syekh Ali bin Abdul Wahab pada saat sudah mau dikuburkan semua tali pengikat mayit dibuka.29

f. Setelah kain kapan selesai dibuat, maka sebelum mayit dibungkus, susun dulu kain kafan tadi disamping mayat agar lebih mudah mempaskan posisi tali yang lima tadi, mempaskan posisi cawat, serta bajunya. Dan disetiap lapis kain kapan agar ditaburi dengan bubuk kapur barus dan serbuk kayu cendana. Begitu pula kapas yang akan dipergunakan menutupi bagian-bagian tubuh mayit agar ditaburi dengan bubuk kapur barus dan serbuk kayu cendana Lalu letakan mayat diatas kain kapan yang sudah disusun. Sebelum dibungkus letakan kapas yang sudah ditaburi dengan kapur barus dan cendana pada pada: telapak kakinya, kedua lututnya, kedua telapak tangannya, di atas perutnya, kedua mata, dua telinga, hidungnya, serta semua lobang yang terbuka sebelum mukanya ditutup kapas. Sebelum ditutup mukanya panggil semua ahli warisnya untuk melihat yang terakhir kalinya. Sebelum ditutup dengan kain kafan pupuri mukanya dengan bubuk cendana, qiamkan (diletakkan seperti waktu shalat) kedua tangannya jika masih bisa diqiamkan, kalau tidak bisa tidak mengapa (boleh saja tidak diqiamkan). Setelah itu tutupilah seluruh badannya dengan kain kapan lapisan pertama, dengan cara menyusupkan kain kapan yang sebelah kiri kearah sebelah kanan lalu tariklah kain penutupnya dari arah kakinya, lalu teruskan dengan lapisan kedua dan

28 Muhammad Sa’ad ibnu Abdul Majid, Op.Cit. hal. 10 29 Muhammad Ali bin Abdul Wahab, Op.Cit. hal. 23

Page 27: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

23

ketiga dengan cara disilang seperti pada lapisan yang pertama atau seperti: – sisi kanan lapis pertama kain susupkan kearah kiri, lalu sisi kain yang sebelah kiri susupkan kearah sebelah kanannya – sisi kiri lapisan kain kedua susupkan kearah kanan, lalu sisi kain sebelah kanannya susupkan kesebelah kanannya kekiri-sisi kanan lapis ketiga kain susupkan kearah kiri, lalu sisi kain yang sebelah kiri susupkan kearah sebelah kanannya. Setelah mayit sudah terbungkus rapi, letakan mayat menghadap kiblat, atau posisi kaki menuju arah kiblat. Siap proses selanjutnya untuk dishalatkan.

Gambar Tali Ikatan Mayit

Page 28: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

24

BAB V MENSHALATKAN JENAZAH

Rukun shalat jenazah ada tujuh macam ialah : Pertama, niat seperti niat dalam shalat yang lainnya. Wajib

menyertakan niat dalam takbir yang pertama dan meniatkan fardhu sekalipun tidak menyebutkan fardhu kifayah. Wajib bagi makmum berniat mengikuti imam dan tidak wajib menentukan jenazah apakah jenazah yang hadir atau yang gaib dengan menyebut namanya karena kalau ditentukan umpamanya kushalatkan jenazah si Zaid atau jenazah orang tua atau jenazah anak-anak atau jenazah laki-laki. Dan juga tidak sunat memakai kata penunjuk umpamanya si Zaid ini, orang tua ini, anak ini atau lelaki ini, karena kalau salah menyebutkan, baik dari segi umur atau jenisnya maka tidaklah sah shalatnya. Kalau ditambahi dengan kata isyarat seperti yang disebutkan tadi kalau tersalah juga menyebabkan shalatnya tidak sah. Dan tidak wajib mengenal jenazah itu tetapi cukup dengan dapat membedakannya dengan yang lain umpamanya diniatkan kushalatkan jenazah ini, atau kushalatkan jenazah yang dishalati imam.

Sunat menyebut lafal niat dengan lidah dan menyebut bilangan takbir dan menyebut Allah Ta’ala umpamanya dikatakannya :

عال ت لل اام م ا ة اي ف ك ل ض اف ر ت اربع تكبات هذا المي اصل ى على Artinya: “Kushalatkan atas jenazah ini empat takbir fardhu karena Allah Ta’ala”. Atau dikatakanya:

مام اربع ت ت عال لل ف رضا ات كب اصل ى من صلى عليه الاArtinya: “Kushalatkan atas yang dishalatkan imam empat takbir fardhu karena Allah Ta’ala”. Kalau jenazah itu banyak, hendaknya diniatkan “kushalatkan atas

mereka” dan tidak wajib mengenal jumlah mereka. Rukun yang kedua, qiam artinya berdiri bagi yang kuasa seperti

dalam shalat fardhu yang lima waktu. Rukun yang ketiga, takbir empat kali dengan takbiratul ihram. Kalau

seorang bertakbir lebih dari empat kali dengan sengaja tidaklah batal shalatnya tetapi kalau imam bertakbir lebih dari empat kali tidak sunat makmum mengikutinya pada takbir yang lebihan dan hendaklah makmum memberi salam sebelum salam imamnya atau menanti imam agar dapat memberi salam bersama dengan imam dan cara inilah yang terafdhal.30

Rukun yang keempat, membaca Fatihah sesudah bertakbir yang pertama atau sesudah takbir yang kedua atau yang ketiga atau yang keempat. Dan keterangan tadi jelaslah boleh sesudah takbir pertama

30 Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Sabilal Muhtadin, Penterjemah: Asywadie Syukri, Jidili 2 (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2013), hal. 716-718

Page 29: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

25

tidak dibaca fatihah, boleh menghimpunkan Fatihah bersama dengan membaca salawat pada takbir yang kedua, atau bersama dengan do’a bagi yang meninggal pada takbir yang ketiga. Dan tidak wajib tertib antara fatihah dan salawat, antara Fatihah dan do’a. sunat membaca ta’awwuz sebelum membaca Fatihah dan sunat meninggalkan membaca doa Iftitah dan surah, tidak dibaca dengan suara nyaring sekalipun pada waktu malam.

Rukun yang kelima, membaca salawat sesudah takbir yang kedua, tidak memadai shalawat itu sesudah takbir yang lain dan yang kedua. Dan sekurangnya bunyi salawat itu:

د م ى م ل ع ل ص الل هم Dan yang paling sempurna seperti yang dibaca dalam tahyat. Dan

sunat membacakan doa untuk para keluarga Rasulullah da sunat membaca untuk seluruh kaum muslimin laki-laki dan perempuan yang bunyinya:

الل هم اغفر للمؤمني والمؤمنات Dan sunat membaca alhamdulillah sebelum membaca salawat

kepada Nabi. Rukun yang keenam, membaca doa bagi yang meninggal yang

dikhususkan baginya sesudah takbir yang ketiga. Tidaklah memadai membaca doa itu sesudah takbir yang lain dan takbir yang ketiga yang bunyinya:

الل هم ارحه atauالل هم اغفر له Atau juga dapat dengan kalimat lain. Sunat dibaca sesudah takbir

yang ketiga:

م ه الل ان ث ن ا و ن ر ك ذ و ن ي ب ك و ن ي غ ص ا و ن ب ئ اغ و ن د اه ش و نا ت ي م و نا ي ل ر ف اغ م ه الل ت من و الاسلم ى ل ع ه ي ح ا ا ف ن م ه ت ي ي ح ا ن م يان الل ه منا ف ت وف ت وف ي م ه ه على الا .ه د ع ب ل ض ت لا و ه ر ج ا ا ن م ر ت لا

Artinya: “Ya Allah ampunilah bagi yang hidup, yang mati, yang hadir dan yang tidak hadir, bagi yang kecil dan yang besar, baik laki-laki maupun perempuan. Ya Allah siapa yang kau hidupkan dari kami maka hidupkanlah ia dalam Islam dan barang siapa yang kau matikan maka matikanlah ia dalam iman. Ya Allah janganlah Kau larang dia menerima ganjaran pahala kebaikannya dan janganlah Kau sesatkan kami sesudahnya”.31 Dan sunat bagi jenazah anak-anak yang ibu bapaknya masih hidup:

31 Ibid, hal. 718-719

Page 30: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

26

عا وث ق ل به اعتبارا وشف و ظة وع راخ ذ و لاب ويه وسلفا اط ر ف ه ل ع اج م ه الل ي ر على ق لوب لاترمهما اجره.هما ب عده و لات فتن ا و م موازي ن هما وافرغ الصب

Artinya: “Ya Allah jadikanlah dia sebagai kelepasan bagi kedua orang tuanya, sebagai gantian, simpanan, peringatan, pelajaran, pemberi pertolongan. Beratkan timbangan bagi kedua orang tuanya , limpahkanlah rasa sabar kedalam hati keduanya, jangan dijadikan fitnah bagi keduanya sesudah meninggalnya, dan jangan kau tahan pahala kebaikannya”. Kemudian sunat dibaca bagi jenazah yang baligh:

ه ائ ب ح ا و ه ب و ب م ا و ه ت ع س ا و ي ن الد ح و ر ن م ج ر خ ك ي د ب ع ن اب و ك د ب ا ع ذ ه م ه الل ا د م م ن ا و ت ن ا لا ا ه ل ا لا ن ا د ه ش ي ن كا ه ي ق لا و ا ه م و ب ق ال ة م ل ظ ل ا ا ه ي ف ح ب ص ا و ه ب ل و ز ن م ر ي خ ت ن ا و ك ب ل ز ن ه ن ا م ه الل ه ب م ل ع ا ت ن ا و ك ل و س ر و ك د ب ع ن ا ه ل اء ع ف ش ك ي ل ا ي ب اغ ر ك ن ئ ج د ق و ه اب ذ ع ن ع ني غ ت ن ا و ك ت ح ر ل ا ا ر ي ق ف ه ق و اك ض ر ك ت ح ر ب ه ق ل و ه ن ع ز و اج ت ت ف أ ي س م ان ك ن ا و ه ان س ح ا ف د ز اف ن س م ان ك ك ت ح ر ب ه ق ل و ه ي ب ن ج ن ع ض ر الا اف ج و ه ب ق ف ه ل ح س اف و ه اب ذ ع و ب ق ال ة ن ت ف

.ي ح الر م ح ر ا ي ك ت ن ج ل ا ه ث ع ب ت ت ح ك اب ذ ع ن م ن م الا Artinya: “Ya Allah inilah hamba-Mu, anak dari kedua hamba-Mu Adam dan Hawa, yang telah keluar dari dunia, kesenangan nya, meninggalkan yang dikasihinya dan teman-temannya berpindah kegelapan kubur dan apa yang akan ditemuinya disana. Dia telah naik saksi bahwa tiada tuhan selain Engkau dan Muhammad adalah hamba-Mu dan Rasul-Mu dan Engkau lebih mengetahuinya. Ya Allah dia menjadi tamu-Mu dan Engkau adalah yang paling baik menjadi penerima tamu, dan dia sangat berhajat kepada rahmat-Mu dan Engkau yang dapat melepaskan siksaannya. Sesungguhnya kami datang kepada-Mu mengharapkan pertolongan untuknya kepada-Mu. Kalau dia orang yang baik maka tambahilah kebaikannya dan jika dia orang yang banyak dosa ampunilah dia limpahkanlah rahmat-Mu dan keridhaan-Mu, hindarkanlah dia dari azab kubur dan bencananya, luaskanlah dia dalam kuburnya keringkan tanah yang ada di sekelilingnya, limpahkan kepadanya rahmat-Mu, selamat dari azab-Mu sampai dia dibangkitkan kedalam surga. Ya Allah Engkaulah yang Maha pengasih”.32 Doa ini dibaca bagi laki-laki dan kalau perempuan dibaca:

32 Ibid, hal. 719-721

Page 31: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

27

ن يا وسعتهاوح الد ر ن م ت متك وبنت عبديك خرج ا الل هم هذه Artinya: Ya Allah inilah hamba (perempuan)-Mu dan anak perempuan dua orang hamba-mu Adam dan Hawa yang telah keluar dari dunia dan kesenangannya...” Kemudian disambung dengan doa yang di atas tadi dengan

ditakniskan semua dhamir atau juga boleh dibaca tazkir seperti yang terdahulu kalau yang dimaksudkan di dalam doa adalah untuk jenazah sedangkan kata jenazah dapat berlaku untuk lelaki dan perempuan. Dan sunat menambahkan lagi dengan membaca:

غسله بلماء والث لج ع مدخله وا س له وو ن ز رم الل هم اغفرله وارحه واعف عنه واك ن ا م ر ي ا خ ار د ه ل د ب ا و س ن الد ن م ض ي ب الا ب و ث ى ال ق ن ا ي م ك اي ط ال ن م ه ق ن و د ر ب ال و اب ذ ع ن م ه ذ ع ا و ة ن ال ه ل خ د ا و ه ج و ز ن ا م ر ي ا خ ج و ز و ه ل ه ا ن ا م ر ي خ ل ه ا و ه ار د .ار الن اب ذ ع ن م و ه ت ن ت ف و ب ق ال

Artinya: “Ya Allah ampunilah baginya, kasihanilah dia, maafkan dia, kurniakanlah dan muliakanlah tempat tinggalnya, luaskanlah kuburnya, bersihkanlah dia dengan air yang dingin dan es, bersihkan dia dari segala kesalahan sebagaimana kain yang putih bersih dari kotoran, gantilah rumahnya menjadi yang lebih dari rumahnya di dunia, keluarga yang lebih baik dari keluarga yang didunia, istri yang baik dari istri yang ada di dunia, masukkanlah dia kedalam surga dan jauhkanlah dia dari azab kubur, kesengsaraannya dan dari azab neraka”. Rukun yang ketujuh, memberi salam seperti salam dalam shalat lima

waktu dan wajib memberi salam itu sesudah takbir yang keempat. Dan sunat memanjangkan doa sesudah takbir yang keempat seperti doa sesudah takbir yang ketiga atau lebih panjang lagi.

Sunah mengangkat kedua tangan pada tiap-tiap takbir yang empat dan meletakkan tangan antara setiap takbir di bawah dada dan sunat membaca dengan perlahan-lahan dan sunat membaca ta’awwuz sebelum membaca fatihah dan tidak sunat membaca doa iftitah.33

Kalau makmum terlambat dari imam satu takbir sehingga imam sudah masuk ke takbir yang kedua maka batallah shalat makmum kalau tidak ada uzur, karena mengikuti imam dalam shalat jenazah ini tidak jelas terkecuali baru tampak pada takbir saja. maka jika terlambat kalau ada uzur seperti lupa maka tidaklah batal shalatnya. Kalau shalat makmum lebih dahulu satu takbir dari imam tidaklah batal shalatnya. Orang yang masbuk hendaknya membaca fatihah sesudah takbir sekalipun imam sudah berada didalam takbir yang lain. Kalau imam bertakbir sebelum membaca fatihah hendaknya makmum mengikuti imam 33 Ibid, hal. 721-723

Page 32: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

28

dalam takbir itu dan gugurlah kewajiban membaca fatihah dan hendaklah dibawanya sesudah imamnya memberi salam akan takbir yang tertinggal dan dibacanya dan sunat tidak diangkat jenazah sampai yang masbuk menyelesaikan shalatnya, tetapi tidak mengapa mengangkatnya sebelum selesai shalat masbuk.

Sunat bagi imam atau bagi orang yang shalat sendirian berdiri dengan bertepatan kepala jenazah kalau jenazah itu lelaki dan bertepatan dengan punggung kalau jenazah itu wanita atau banci sedang makmum boleh berdiri dimana saja sesuai dengan yang mudah baginya. Sunat mensholatkan jenazah di dalam masjid, sunat saf shalat dijadikan tiga atau lebih karena didalam hadis ada diterangkan “tidak jua dari orang Islam yang meninggal yang dishalatkan oleh tiga saf melainkan diampuni Allah baginya”.

Syarat shalat jenazah sama seperti syarat sholat yang lain, tidak disyaratkan berjamaah dan dianggap gugur kewajiban shalat jenazah dengan dishalatkan oleh seorang lelaki sekalipun dilaksanakan oleh seorang anak-anak yang mencapai usia mumayiz, sedang masih ada yang mencapai usia baligh. Dan fardhu kifayah belum dianggap gugur kalau hanya dishalatkan oleh seorang perempuan, sedang ditempat itu masih ada lelaki yang baligh atau ada anak-anak yang ingin menshalatkannya. Kalau ada anak-anak yang mumayiz namun enggan menshalatkan, gugurlah fardhu kifayah dengan dishalatkan oleh seorang perempuan. Disyaratkan lagi bahwa shalat jenazah itu dilaksanakan sesudah dimandikan atau sesudah ditayamumkan dan kalau sukar dimandikan atau ditayamumkan maka tidaklah dishalatkan. Disyaratkan pula dalam menshalatkan jenazah yang hadir jangan membelakanginya sekalipun di kuburan dan jangan jauh antara jenazah dan yang menshalatkan yang melebihi dari tiga ratus hasta terkecuali jenazah itu dan yang menshalatkan itu di dalam satu masjid. Tidak disyaratkan menshalatkan itu sesudah dikafani tetapi makruh menshalati jenazah sebelum dikafani.

Wajib mendahulukan menshalatkan jenazah dan menanamnya dan kalau sudah ditanam sebelum dishalatkan berdosalah semua yang tahu, tetapi gugurlah fardhu kifayah dengan dishalatkan di atas kuburannya, dan sah shalat jenazah di atas kuburannya selain dari kuburan Nabi Saw., sah shalat jenazah gaib dari negeri yang menshalatkan sekalipun jaraknya kurang dari jarak diperbolehkan mengqashar shalat. Dan tidak disyaratkan keadaan jenazah yang ghaib itu terletak di arah kiblat tetapi boleh yang menshalatkannya dimana saja letak jenazah itu.34

Sah menshalatkan jenazah yang sudah dikuburkan dan jenazah gaib dari negeri itu melainkan bagi mereka yang difardhukan menshalatkan jenazah pada waktu meninggalnya, umpamanya ia mencapai usia baligh, berakal, beragama Islam dan suci dari haid dan nifas pada saat meninggal orang yang dishalatkan. Sedang orang yang 34 Ibid, hal. 723-725

Page 33: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

29

masih belum memeluk agama Islam dan orang yang dalam keadaan haid pada waktu meninggal orang yang dishalatkan tidak boleh ikut menshalatkannya. Dan juga orang gila yang sudah sembuh dari gilanya atau anak-anak baru mencapai usia baligh sesudah orang yang dishalatkan meninggal dan sebelum memandikannya juga tidak boleh menshalatkannya. Sedang semua Nabi termasuk Nabi Muhammad Saw. tidak boleh dishalatkan diatas kuburan mereka.

Kalau imam berniat mengerjakan shalat gaib sedang makmum berniat mengerjakan shalat jenazah yang hadir atau sebaliknya maka tidaklah mengapa. Yang lebih utama menjadi imam adalah keluarga dari keturunan ashabah kalau hubungan keluarga lebih dekat kepada yang meninggal dan doa mereka kemungkinan besar diterima Allah. Ashabah yang terdekat didahulukan seperti ayah, sesudah itu nenek lelaki, seterusnya keatas, baru anak lelaki terus kebawah, seterusnya saudara kandung lelaki kemudian saudara sebapak, anak saudara kandung, anak saudara seayah, anak lelaki dari saudari seayah dengan ayah, anak saudari seayah dengan ayah, anak bibi yang seibu seayah, anak bibi yang sebapak barulah keturunan zawil arham. Dan jurusan ini didahulukan yang terdekat, seperti bapak ibu, cucu lelaki dan anak perempuan, saudara seibu sekalipun masih termasuk ahli waris. Sesudah itu saudara ibu yang lelaki, saudara bapak yang seibu, dan kepala pemerintahan (Sultan) sekalipun berhak menjadi imam shalat fardhu yang lain namun dalam hal ini ia tidak berhak menjadi imam. Demikianlah juga suami atau tuan tidak berhak menjadi imam selama masih ada salah seorang keluarganya. Kalau keluarganya tidak ada maka sultan didahulukan dari orang yang diluar keluarga. Perempuan tidak berhak menjadi imam, kalau masih ada lelaki dan kalau lelaki tidak ada maka baru perempuan seperti urutan lelaki yang telah diterangkan di atas, demikian juga tidak berhak menjadi imam orang yang membunuh, musuh dan anak-anak.

Kalau terdapat dua orang yang sama tingkatannya umpamanya dua orang anak lelaki atau dua orang saudara lelaki atau dua orang saudara sepupu, maka yang didahulukan yang lebih dahulu ber-Islam lagi adil dan fakih. Berbeda dengan imam shalat waktu karena yang dimaksudkan dengan shalat jenazah itu doa dan doa yang lebih dahulu kemungkinan diterima dari orang yang lebih dahulu ber-Islam.35

Orang yang merdeka didahulukan dari budak sekalipun ia lebih fakih dan lebih dahulu masuk islam. Budak yang baliqh didahulukan dari anak-anak yang merdeka, budak yang berkeluarga dengan yang meninggal didahulukan dari orang merdeka yang bukan keluarga, kalau terdapat persamaan dari yang disebutkan diatas, dan dari sifat lain umpamanya pakaian dan tubuhnya bersih lalu terdapat perbedaan pendapat tentang siapa yang menjadi imam maka diadakan undian. Kalau yang meninggal semasa hidupnya pernah berwasiat bahwa yang menshalatkannya bukan 35 Ibid, hal. 725-726

Page 34: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

30

orang yang mestinya didahulukan pada urutan di atas, maka wasiatnya batal sekalipun orang yang dikehendakinya adalah orang yang saleh kalau menshalatkan jenazah adalah hak keluarga.

Haram memandikan orang yang mati syahid sekalipun dalam keadaan junub atau perempuan yang haid, dan haram menshalatkan orang yang mati syahid karena menghilangkan sifat syahidnya. Orang yang mati syahid tidak dimandikan dan tidak pula dishalatkan. Dan yang dimaksudkan dengan orang yang mati syahid ialah orang yang meninggal didalam peperangan melawan orang kafir. Dalam peperangan tadi baik dibunuh oleh orang yang kafir atau dilukainya atau dibunuh oleh orang Islam yang membantu orang yang kafir atau kena senjata sesama Islam karena tersalah atau karena terkena senjatanya sendiri atau disepak oleh binatang tunggangannya atau terjatuh dari tunggangan atau gugur kedalam sumur atau tidak diketahui dengan pasti sebab kematiannya apakah mati karena perang atau bukan, maka dianggap syahid juga sekalipun pada tubuhnya tidak ditemui bekas darah karena menurut lahirnya bahwa kematiannya dalam peperangan.

Sedang yang meninggal sesudah peperangan berhenti karena luka yang dideritanya dalam peperangan, sedang sesudah luka ia masih hidup tidaklah termasuk syahid sekalipun yang menyebabkan kematiannya adalah sebagai akibat peperangan. Orang yang meninggal yang bukan karena peperangan dengan orang kafir, seperti mati karena sakit, mati terkejut, mati karena memerangi pemberontak, mati dibunuh oleh orang Islam atau mati dibunuh oleh orang kafir bukan dalam peperangan, semua ini bukan syahid. Tetapi yang mati dalam memerangi kaum pemberontak karena dibunuh oleh orang kafir yang membantu kaum pemberontak termasuk syahid.

Wajib menghilangkan dari tubuh jenazah yang mati syahid selain dari darah syahid sekalipun najisnya itu disebabkan syahidnya. Dan juga wajib menghilangkan darah ditubuh yang bukan syahid sekalipun dalam menghilangkannya akan mengakibatkan hilang bekas darah syahid. Kalau darah itu bukan bekas ibadah dan sunat meninggalkan senjata dan lainnya yang dipakai dalam peperangan, sunat dikafani dengan pakaian yang berlumuran darah dan kalau kain itu tidak cukup boleh ditambah dengan kain lain. Inilah hukum syahid dunia dan akhirat yaitu perang karena meningkatkan kalimat Allah dan hukum syahid dunia yang perang untuk memperoleh kemegahan dan harta.36

Syahid akhirat ialah yang mati tenggelam, mati dalam rahim, mati karena wabah kolera, mati ketakutan, mati kena sambar petir, mati terasing, mati ketika melahirkan, mati kalau dianiaya bukan dalam peperangan, maka kematian yang seperti ini sama dengan mati biasa ialah dimandikan dan dishalatkan.

Anak yang keguguran dari kandungan ibunya jika diketahui bahwa anak itu pada saat dilahirkan dalam keadaan hidup dengan mendengar 36 Ibid, hal. 726-728

Page 35: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

31

suaranya atau dengan suara tangisnya dan nyata tanda hidupnya umpamanya tubuhnya bergerak sesudah dilahirkan maka anak yang seperti ini hukumnya sama dengan orang yang dewasa, wajib dimandikan, dishalatkan dan dikuburkan. Tetapi kalau tidak jelas tanda hidupnya maka dilihat apakah sudah berbentuk manusia maka kalau sudah berbentuk manusia wajib dimandikan dan dikafani serta dikuburkan sekalipun belum mencapai usia empat bulan dalam kandungan. Apabila bentuknya belum jelas semua itu tidaklah wajib hanya sunat dibungkus dengan sehelai kain dan dikuburkan sekalipun sudah mencapai usia empat bulan dalam kandungan ibunya. Inilah hukum memandikan, mengafani dan menanam yang belum jelas hidupnya. Sedang menshalatkan tidak wajib bahkan haram menshalatkannya baik sudah berbentuk manusia atau belum sekalipun telah dihamilkan enam bulan atau lebih. Inilah pendapat yang diijadikan pegangan oleh Syekh Ibnu Hajar di dalam kitabnya yang bernama “Tuhfah”. Namun pendapat yang dikuatkan oleh Syekh Ramli didalam kitab “Nihayah” anak yang gugur dari kandungan ibunya apabila sampai usia kandungan itu enam bulan atau lebih wajib dishalatkan baik dilahirkan dalam keadaan hidup atau tidak.

Apabila sudah dishalatkan lalu hadir yang belum menshalatkan, sunat ia menshalatkan lagi sekalipun di atas kubur, dan shalatnya menjadi fardhu kifayah. Hendaklah diniatkan fardhu untuk memperoleh pahala fardhu dan tidak sunat orang yang sudah menshalatkan sekali lagi menshalatkan jenazah.

Haram menshalatkan jenazah orang yang bukan Islam, orang yang diragukan Islamnya, tidak wajib bagi orang yang beragama Islam memandikannya tetapi wajib mengafani dan menguburkan orang yang zimmi, orang yang muahad dan orang yang musta’min. Dan semua harga kain dan biaya penguburan dibayarkan dari hartanya sendiri dan kalau tidak ada dari harta orang yang wajib memberikan nafkah kepadanya, dan jika tidak ada harta dari baitul mal dan kalau juga tidak ada dari harta umat muslim yang mampu. Kafir harbi, orang yang murtad dan orang yang zindik (tidak ber-Tuhan) tidak wajib mengafani dan menguburkannya bahkan boleh melepaskan anjing untuk memakan bangkai mereka.37

Kalau jenazah orang yang beragama Islam bercampur dengan jenazah orang yang bukan Islam atau bercampur dengan jenazah orang yang mati syahid sehingga tidak dapat dibedakan maka wajib mengafani, memandikan dan mengubur semuanya. Kalau yang wajib belum terlepas melainkan dengan melakukan semua itu pada semua jenazah tadi dan dishalatkan melalui dua cara:

Cara yang pertama yang lebih afdhal dishalatkan sekaligus dengan niat menshalatkan yang beragama Islam atau yang bukan syahid dan dibaca dalam doanya: 37 Ibid, hal. 728-729

Page 36: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

32

هم ال لهم اغفر للمسلم من Artinya: “Hai Tuhanku ampunilah bagi yang beragama Islam dari mereka itu”. Cara yang kedua dishalatkan satu persatu dengan niat

menshalatkan yang beragama Islam atau yang bukan syahid dan hendaklah dibaca dalam doanya:

اللهم اغفرله ان كان مسلماArtinya: “Hai Tuhanku ampunilah dia kalau ia beragama Islam” Kalau hanya didapat sebagian anggota tubuh orang yang beragama

Islam yang sudah meninggal maka wajib menshalatkannya sesudah dimandikan dengan niat menshalatkan seluruh tubuhnya, wajib dimandikan dan dibungkus dengan sehelai kain sekalipun bagian tubuh yang ditemukan tadi berupa kuku atau rambutnya. Kalau didapat tubuhnya yang lain tidak lagi wajib dishalatkan jika diketahui bahwa jenazah itu sudah dimandikan sebelum dishalatkan dan kalau tidak diketahui sudah dishalatkan wajib menshalatkan sekali lagi.38

Menurut Muhammad Sa’ad ibnu Abdul Majid dalam kitab Luqthotu

at-Takmil, adapun posisi berdiri imam pada saat shalat mayit laki-laki adalah sejajar dengan kepala mayit.

Sedangkan posisi berdiri imam pada saat shalat mayit

perempuan adalah sejajar dengan pinggang/pertengahan badan.39

38 Ibid, hal. 729-730 39 Muhammad Sa’ad ibnu Abdul Majid, Risalah Luqthotu Attakmil, Cetakan Ke-3 (Padang Panjang: 1930), hal. 10

Page 37: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

33

Sedangkan menurut al-Allamah Sulaiman bin Muhammad Al-Bujairami rahimahullah, ulama bermadzab Syafii yang wafat tahun 1221 H. Beliau menyatakan:

ي كون غ او ام و م ة ي س ار ال أس الذك ر لجه ع ر ة ي مين ه لج لب يوض ل يه ه ا ع فا لم ل ه خل ع م ا ا النث ى و ام الناس الن أ م م ا و ع جي ند ع لخنث ى ف ي قف ال تهم ا لجه ز أسهم ة ي مينه ي كون ر ل ى ع اد ة الناس الن ع

Artinya: “Dan kepala mayit laki-laki diletakkan di sisi kiri imam dan sebagian besar tubuhnya di sisi kanannya, dengan menyelisihi apa yang dilakukan manusia sekarang. Adapun mayit wanita dan banci, maka imam berdiri pada sisi pantatnya dan kepalanya di sisi kanannya, sesuai dengan kebiasaan manusia sekarang”.40

Begitu pula menurut penukilan al-Allamah Ibnu Hajar al-Haitami rahimahullah, ulama bermadzab Syafii yang wafat tahun 974 H. Beliau menukilkan:

ا ق ال الس ال ول ى ك م احبه و في ه امش المغني لص اشي ف دي مهوو و عل اي ح ة ج وض لرل ام لي كون معظ مه ع م أس الذك ر ع ن ي س ار ال ام ن ال ميي ى ر اهـ.م

Artinya: “Dan di dalam catatan kaki Al-Mughni (Mughnil Muhtaj karya asy-Syarbini, pen) (terdapat keterangan) bahwa yang lebih utama sebagaimana pendapat as-Samhudi dalam Hasyiyah Ar-Raudlah (Raudlatut Thalibin karya an-Nawawi, pen) adalah menjadikan kepala mayit laki-laki di sebelah kiri imam agar sebagian besar tubuhnya berada di sisi kanan imam”. Selesai.41

Syekh Ali bin Syekh Abdul Wahab dalam bukunya Tajhizul Mayyit, juga menyatakan bahwa tata cara meletakkan mayit dalam pelaksanaan shalat jenazah adalah: kepala mayit laki-laki diletakkan sebelah kiri imam dan kebanyakan badan mayit berada pada sebelah kanan imam. Sedangkan pada mayit perempuan, letakkan kepalanya pada bagian kanan imam.42

Perbedaan meletakkan posisi jenazah pada saat dishalatkan seperti menurut beberapa pendapat di atas, tidaklah menjadi perselisihan antara kaum muslimin, semua yang dikemukakan oleh para ulama, masing-masing punya dasar atau argumentasi, dan bagi kaum muslimin boleh memilih mana yang lazim untuk dilakukan. PRAKTIK SHALAT JENAZAH 1. Sebelum mayit dishalatkan, posisi kepala untuk mayit laki-laki berada

disebelah kiri imam. Dan imam tepat berdiri sejajar ke atas pada dada dan di bawah sedikit pada bahunya.

40 Hasyiyah al-Bujairami alal Minhaj: 4/500 41 Tuhfatul Muhtaj Syarh Minhajith Thalibin: 11/186 42 Muhammad Ali bin Abdul Wahab, Op.Cit. hal. 28

Page 38: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

34

2. Untuk mayit perempuan, posisi kepalanya berada disebelah kanan imam. Dan imam berdiri tepat dipertengahan atau membetuli pantat mayit.

3. Sebaiknya yang melaksanakan shalat jenazah tidak kurang dari 40 orang. Bila kurang dari 40 orang buat shaf shalat menjadi tiga shaf. Satu shaf paling kurang dua orang

4. Hendaklah membaca salah seorang jama’ah yang hadir sebagai qamat shalat janazah:

كم ة ل لص ا حم ة ر ن از الله ل و س ر د م ح م الله لا ا ه ل ا لا ة ل لص ا – الله للج Ini Lafaz niat shalat janazah: 1. Jenazah laki-laki dewasa/tua

رات ت عال الله اكب ر لل ماما/مأموما فاية ا الك رض ف اصل ى على هذا المي ت اربع تكبي Artinya: Sahajaku shalat atas mayit ini empat takbir fardu kipayah

menjadi imam/makmum karna Allah ta’ala Allahu Akbar. 2. Jenazah laki-laki anak-anak

لل ت عال الله اكب ر وما اية اماما/مأم ض الكف ت ف ر رااصل ى على هذا المي ت الط فل اربع تكبي

Artinya: Sahajaku shalat atas mayit anak ini empat takbir fardhu kipayah menjadi imam/makmum karna Allah ta’ala Allahu Akbar.

3. Jenazah Perempuan Dewasa/orang tua

لل ت عال الله اكب ر ما ة اماما/مأمو الكفاي رض ف ت رااصل ى على هذه المي تة اربع تكبي Artinya: Sahaja aku shalat atas mayit ini empat takbir fardu

kipayah menjadi imam/makmum karna Allah ta’ala Allahu Akbar. 4. Jenazah Perempuan anak-anak

رات كب المي تة الط فلة اربع ت اصل ى على هذه لل ت عال الله اكب ر أموما كفاية اماما/م ف رض ال ي Artinya: Sahaja aku shalat atas mayit anak ini empat takbir fardhu

kipayah menjadi imam/makmum karna Allah ta’ala Allahu Akbar. 5. Setelah takbir pertama langsung diiringi dengan membaca surat al

Fatihah, 6. Setelah takbir kedua diringi dengan membaca solawat kepada Nabi

sekurangnya:

د ن مم ي د ل س اللهم صل على سي دن ممد وعلى ا Atau dengan shalawat yang lebih panjang:

Page 39: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

35

على سي دن اب راهيم د كما صليت ن مم ي د ل س اللهم صل على سي دن ممد وعلى ا كما بركت ن ممد وعلى ال سي د ممد دن ي وعلى ال سي دن اب راهيم وبرك على س

ي ان ب راهيم ف العالمي ا ال سي دن على سي دن اب راهيم وعلى د ميد . ك ح7. Setelah takbir ketiga berdo’a:

ع ن واكرم ه )ها( اعف عن و ها( ه )اللهم اغفرله )ها( وارحه )ها( وعاف زله )ها( ووس ا ي نق طاي كمق ه )ها( من ال رد ون الب ج و مدخله )ها( واغسله )ها( بلماء والث ل

ا من اهله خي اره )ها( واهل د ا من خي ارا د من الدنس وابدله )ها( الث وب الب يد نة انة وق ال )ها(وزوجا خيا من زوجه )ها( وادخله )ها( لقب وعذاب ه )ها( فت

النار.Jika mayit kanak-kanak ditambah dengan do’a ini

ا وشفيعا وث ق ل به عظة واعتبار ذخرا و و فا سل و اللهم اجعله )ها( ف رطا لب ويه )ها( ر على ق لو هما ب عده )هلا ت فت ما و ب )ها( موازي ن هما وافرغ الصب ا( ولا ترمهما اجره ن

)ها(.

8. Setelah takbir keempat membaca doa:

خواننا الذين اغفرلنا وله ه )ها( و عد ب ا ترمنا اجره )ها( ولا ت فتناللهم لا )ها( وليان ولا تعل ؤف رحيم .انك ر بنا ر ل للذين امن وا ا غ ف ق لوبن سب قون بل

9. Kemudian salam dan membaca fatihah satu kali lalu berdo’a seperti:

ه المد لل رب العالمي والصلة والسلم على اشرف الانبياء والمرسلي وعلى ال )هذه( امد ان لا ت عذ ب هذ سي دن م ق سي دن ممد وال وصحبه اجعي. اللهم ب

. اللهم انت ربه )ها( وانت خلقته )ها( وانت هدي ته )ها( x٣المي ت )المي تة( سلم وانت ق بضت روحه )ها( وانت اعلم بسر ه )ها( و ناك لل علنيته )ها( وقد جئ

يان خوانناالذين سب قون بل ولا تعل ف ق لوبنا شفعاءله )ها( واغفرلناوله )ها( ول

Page 40: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

36

نيا حسنة وف الاخرة حسنة غل للذين امن وا ربنا انك رؤف رحيم . ربنا اتنا ف ا لد م عليه والمد لل رب العالمي.النار. وصلى الله وسل وقنا عذاب

Boleh juga ditambah dengan doa lain untuk mendoakan mayit dan keluarganya.

Page 41: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

37

BAB VI MENGUBUR JENAZAH

Wajib mengubur jenazah sesudah dimandikan sekurang kuburan

yang wajib ialah lubang yang dapat mencegah keluar bau, dan tidak dibongkar oleh binatang buas. Karena itu tidak memadai lubang kubur itu lubang yang tidak dapat mencegah keluar bau dan tidak mencegah binatang buas menggalinya seperti kamar yang biasanya didapat di Mesir dan di daerah lain yaitu kamar yang dibikin didalam tanah seperti gua untuk meletakkan jenazah lelaki dan perempuan, jenazah yang baru dimasukkan sebelum jenazah yang lama kering maka yang seperti itu hukumnya haram.

Dan juga tidak memadai liang kubur yang biasanya dapat dibongkar oleh binatang buas sekalipun dapat mencegah keluar bau karena itu masih diperlukan lagi membikin kandang di atas kuburan untuk mencegah dibongkar oleh binatang. Kalau kandang itu tidak dapat mencegah binatang maka wajib di samping dari kandang dibikinkan lagi peti. Dan juga tidak memadai hanya dengan meletakkan jenazah di atas tanah lalu ditutup dengan tanah atau batu atau sesuatu yang lainnya sekalipun dapat mencegah dibongkar binatang karena cara seperti itu bukan dinamakan mengubur.

Sunat dan lebih afdhal bahwa liang kubur itu luas, panjang lagi dalam. Dalamnya setinggi berdiri dan ditambah lagi sehasta. Kubur yang berliang lahat yakni yang dibikin lagi lubang di sisi lubung kubur, di arah kiblat, yang ukurannya seluas jenazah lebih afdhal dan yang dibikin lubang di tengah-tengah kalau kuburan di tanah yang kering. Dan kalau tanah kuburan itu lemah maka liang lahat dibikin di tengah-tengah itulah yang lebih baik karena ditakutkan tanah kuburan itu akan longsor. Sunat liang lahat atau liang kuburan itu di tengah lubang kuburan yang bentuknya agak luas dan sunat diletakkan papan atau batu sehingga tanah tidak menyentuh jenazah.

Makruh lagi bid’ah mengubur jenazah di dalam peti terkecuali karena uzur umpamanya tanahnya berair atau tanahnya runtuh atau jenazah perempuan yang tidak ada mahramnya atau takut dibongkar oleh binatang maka tidaklah makruh bahkan wajib mempergunakan peti. Sunat meletakkan jenazah sebelum dimasukkan di arah kaki kuburan dan sunat pada saat mengeluarkan jenazah dari tanduan dari arah kepala dan dimasukkan ke dalam kuburan dengan mendahulukan kepala.43

Sunat bagi yang memasukkan jenazah ke dalam kuburan itu lelaki sekalipun jenazah perempuan dan yang lebih utama memasukkan ke dalam kuburan adalah orang yang lebih utama menshalatkan, namun yang lebih fakih didahulukan dari orang tertua dan yang lebih dekat tali 43 Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Sabilal Muhtadin, Penterjemah: Asywadie Syukri, Jidili 2 (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2013), hal. 731-732

Page 42: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

38

keluarga. Dan kalau jenazah itu perempuan maka suami lebih utama memasukkannya dan yang lainnya.

Orang yang haram nikah didahulukan dari hamba, orang yang puntung zakar dan pelernya didahulukan dan orang yang puntung zakarnya saja baru ashabah yang boleh nikah, kemudian keluarga yang tidak mewarisi, kemudian orang yang saleh. Dan sunat orang yang memasukan ke dalam liang kubur itu jumlahnya ganjil, satu atau tiga sekira diperlukan dan sunat menutupi kubur dengan kain ketika menguburkan jenazah baik jenazah lelaki atau perempuan atau banci tetapi yang lebih muakkad sunat jika jenazah itu perempuan atau banci. Pada saat memasukkan ke liang kubur sunat membaca:

بسم الله و على ملة رسول الله Artinya: “Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah Saw.”.

Sunat menurunkan jenazah ke dalam kubur dengan mendahulukan sisi kanan jenazah dan makruh mendahulukan sisi kirinya.

Wajib menghadapkan muka jenazah ke arah kiblat, sunat membuka muka dan kakinya agar tersentuh dengan tanah serta dimiringkan tubuhnya sedikit agar tidak tertiarap dan di belakangnya diletakkan batu atau tanah yang suci agar tidak terbalik, diletakkan di bawah sisi kanan dengan batu atau tanah dan dibukakan kain kafannya sedikit di bagian pipinya agar tampaknya merendahkan diri, jangan diletakkan hamparan dan bantal didalam kuburannya, karena yang seperti itu makruh. Setelah pipinya dibuka semua ikatan kain kafannya dilepaskan.

Wajib liang lahat itu ditutup dengan batu yang tidak dibakar atau dengan papan atau benda lainnya agar tidak tertindih tanah. Sunat bagi yang hadir di sisi kuburan mengepal tanah lalu menjatuhkannya ke dalam liang kuburan diarah kepala jenazah dan sambil membaca ketika melempar yang pertama:

ها خلقناكم من ketika melempar kepalan yang kedua:

ها نعيدكم وفي dan ketika melemparkan kepalan yang ketiga:

ىر خ ا ة ر ت م ك ج ر ا ن ه ن م و sesudah itu barulah ditimbuni dengan tanah dan dalam menutup kuburan dengan tanah lebih baik memakai pacul/ cangkul agar cepat selesai dan jangan ditambah lagi dengan tanah lain kalau tanah itu masih cukup.44

Sunat meninggikan kuburan kira-kira sejengkal agar dapat dikenal oleh para peziarah dan agar tidak disia-siakan melainkan kalau mengubur di negeri yang tidak ada umat Islam atau di negeri ahli bid’ah atau di 44 Ibid, hal. 732-734

Page 43: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

39

tempat yang sering terjadi pencurian kain kafan, atau di negeri musuh, tidak disunatkan meninggikan kuburan tetapi harus diratakan agar tidak dikenal. Kalau tanah kuburan itu ditinggikan maka dibikin menjadi segi empat datar di atasnya dan lebih baik lagi kalau dibikin miring dalam bentuk bubungan rumah karena kuburan Nabi Saw., Abu Bakar dan Umar ditinggikan dan datar di atasnya.

Sunat menyiram air dingin di atas kuburan kalau ketika itu tidak turun hujan agar jangan debu kuburan itu tersebar ditiup angin dan agar tempat jenazah itu tetap dingin. Haram menyirami kuburan dengan air najis, makruh membubuhi kuburan dengan wangi-wangian dan menyiraminya dengan air mawar.

Sunat sesudah mengubur berhenti sebentar semua orang yang mengantarkan dan berdiri sejenak di sisi kuburan agar mereka berdo’a semoga jenazah tetap pendiriannya dan diampuni Allah. Sunat sesudah mengubur membaca talkin kalau yang meninggal itu baligh, berakal atau juga gila sesudah mencapai usia baliqh sekalipun jenazah orang yang mati syahid. Dan kalau jenazah itu adalah jenazah anak-anak atau orang yang gila sebelum mencapai usia baliqh tidaklah sunat ditalkinkan.

Sunat menghamburkan batu kerikil di atas kubur, sunat menghamburkan biji selasih dan ranting pohon kurma yang daunnya masih hijau karena semua itu mengucapkan tasbih yang dapat meringankan siksa karena berkah tasbihnya. Dan sunat meletakkan batu besar yang dijadikan nisan atau meletakkan kayu di arah kepala dan sunat pula meletakkan batu nisan di arah kaki.

Makruh mengubur dua jenazah dalam satu liang lahat tanpa didinding antara keduanya. Kalau keduanya sama lelaki atau sama wanita atau seorang lelaki dan seorang wanita. Tetapi kalau lelaki itu suami dari jenazah perempuan atau yang satu tuan dan yang satu lagi hambanya, atau yang satu adalah mahram bagi yang satunya maka tidaklah makruh. Kalau jenazah lelaki dan perempuan tadi bukan mahramnya maka haram menguburkannya dalam satu liang kubur terkecuali karena darurat, umpamanya karena terlalu banyak yang mati atau karena banjir sehingga tidak ada lagi tempat untuk mengubur terkecuali satu liang kubur saja yang ada atau tidak diperoleh kain melainkan satu kafan saja maka tidaklah makruh dan tidak haram mengubur dua orang atau lebih dalam satu liang kubur. Maka apabila yang seperti ini terjadi yang diletakkan di arah kiblat adalah jenazah yang lebih afdhal menjadi imam sembahyang, kalau keduanya sama lelaki atau keduanya perempuan maka lelaki yang baliqh diletakkan di arah kiblat kemudian anak lelaki kemudian orang yang banci kemudian perempuan. Diletakkan di arah kiblat ayahnya baru anaknya yang lelaki sekalipun anak ini lebih afdhal dari ayahnya karena menghormati ayahnya. Ibu didahulukan dari anak perempuan sekalipun anak itu lebih afdhal dari ibunya karena menghormati ibunya. Inilah ketentuan kalau terjadi penguburan dalam satu liang kubur ada beberapa orang yang berbeda

Page 44: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

40

jenisnya. Tetapi kalau satu jenis saja maka yang didahulukan anak lelaki dari ibunya karena mengingat fadilah lelaki.45

Boleh menanam jenazah pada waktu malam namun makruh. Boleh menguburkan jenazah pada waktu karahiyah sholat kalau tidak disengajakan untuk mengubur di waktu karahiyah itu tetapi yang sunat hendaklah mengubur jenazah itu pada waktu siang yang bukan pada waktu karahiyah. Tetapi kalau ditunda sampai waktu sunat dan jenazah itu akan berubah maka haram menunda penguburan pada waktu itu dan kalau dikuburkan pada waktu sunat tentunya bertambah baik.

Kalau jenazah di dalam kapal yang jauh dari daratan atau dekat dari daratan namun sulit untuk mencapainya maka apabila sudah dimandikan, dikafani dan dishalatkan, jenazah diletakan diantara dua potong papan lalu diikat dan dijatuhkan ke laut agar dibawa ombak ke pinggir dan ditemui oleh orang yang beragama Islam yang kemudian menguburnya. Dan boleh juga ditenggelamkan di laut dengan menggantung sesuatu yang berat agar jenazah segera sampai ke dasar laut.

Makruh duduk di atas kubur, melangkahi kubur dan bersandar kepada kubur tanpa ada keperluan. Kalau memang diperlukan umpamanya tidak akan sampai melangkah melainkan dengan melangkahi kubur dan tidak akan dapat menggali tanah untuk kuburan yang baru terkecuali dengan menginjak kaki di atas kuburan yang lama maka tidaklah makruh. Makruh memutihkan kuburan dengan kapur, membikin kubah diatasnya terkecuali takut kepada binatang buas atau takut dilanda air atau karena yang lainnya. Makruh menulis nama yang meninggal atau lukisan lainnya di atas papan yang dipancangkan di kuburan atau pada batu nisan, tetapi kalau memang diperlukan menulis nama agar dapat diketahui oleh penziarah maka sunat menulis nama sekedar keperluan, lebih utama kuburan para anbiya, auliya dan orang-orang yang saleh yang sudah lama meninggal maka tidak dapat dikenal terkecuali dengan tulisan itu.

Haram membikin sesuatu bangunan di atas kubur seperti kubah atau bangunan seperti rumah atau pagar di atas kuburan kalau tanah kuburan itu tanah wakaf bagi kuburan orang yang beragama Islam maka wajib melarang dan membongkarnya kalau sudah dibangun.

Haram membawa jenazah sebelum dikuburkan dari negeri tempat meninggalnya ke negeri lain sekalipun diwasiatkannya karena menghilangkan kehormatan jenazah. Dan juga haram membawa jenazah dan tempat dimana ia meninggal ke tempat yang jauh selama masih ada kuburan orang yang beragama Islam dekat tempat meninggalnya terkecuali dekat kota Mekkah, Madinah atau Baitul Makdis maka tidaklah haram memindahkan ke kota-kota tersebut, tidaklah makruh bahkan sunat karena mengingat kemuliaan tempat itu. Namun ini berlaku selama jenazah itu tidak ditakutkan berubah dan pemindahan itu dilakukan

45 Ibid, hal. 734-735

Page 45: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

41

sesudah dimandikan, dikafani dan dishalatkan tetapi kalau bukan dengan alasan di atas tidak sunat bahkan haram.46

Boleh memindahkan jenazah karena darurat, umpamanya untuk menyembunyikan kuburannya, atau meninggal di negeri orang yang bukan Islam atau di negeri ahli bid’ah karena takut di bongkar dan dihinakan oleh mereka itu, atau karena kuburan itu tenggelam ke dalam air boleh dipindahkan ketempat yang kering sekalipun jauh.

Haram membongkar kuburan sesudah dimandikan sebelum hancur selama pembongkaran itu yang tujuannya untuk memindahkan ke tempat lain sekalipun ke Mekkah atau karena untuk dikafani atau karena untuk dishalatkan terkecuali karena darurat umpamanya dikuburkan tanpa dibersihkan dengan dimandikan atau ditayamumkan maka wajib membongkar agar dibersihkan. Kalau dikuburkan pada tanah milik orang lain atau dengan kain kafan rampasan atau curian maka wajib dibongkar kalau jenazah itu telah berubah maka ahli waris meminta agar harga tanah, kain kafan itu diganti harganya saja sekalipun tanah dan kain kafan tadi milik orang lain. Tetapi kalau dimaafkan oleh pemiliknya atau tidak ada tanah dan kain kafan yang lain maka tidaklah wajib dibongkar. Kalau Dikuburkan di tanah masjid maka wajib dibongkar dengan dipindahkan ke tempat lain.

Kalau termasuk harta orang lain ke dalam kuburan dan harta yang termasuk tadi adalah harta warisan yang jumlahnya hanya sedikit umpamanya berbentuk cincin, sekalipun jenazah itu telah berubah maka wajib membongkarnya baik atas permintaan pemiliknya atau tidak terkecuali pemiliknya memaafkan. Demikian juga kalau orang yang meninggal sebelum meninggal ada menelan harta orang lain kalau pemilik harta meminta agar dibongkar dan dibelah perutnya maka wajib dibongkar dan dibelah perutnya agar harta itu dapat dikembalikan kepada pemiliknya sekalipun ahli waris bersedia membayar gantinya. Tetapi kalau ia menelan hartanya sendiri tidaklah wajib dibongkar terkecuali sesudah tubuhnya hancur.

Kalau dikuburkan tidak menghadap kiblat maka wajib membongkarnya agar dihadapkan ke arah kiblat. Dan wajib membongkar untuk mengeluarkan anak yang ada dalam perut ibunya kalau diperkirakan masih hidup dan wajib membelah perutnya untuk mengeluarkan anak itu. Tetapi kalau diperkirakan tidak hidup maka hendaklah ditunda penguburannya hingga diyakinkan bahwa bagi yang di dalam kandungan itu betul-betul mati dan haram menindih perutnya dengan sesuatu yang berat agar bayi yang ada didalam perutnya meninggal.

Kalau dalam talak, nazar dan memerdekakan budak dikaitkan dengan sifat yang ada pada yang meninggal, maka kuburannya hendaklah dibongkar untuk mengetahui sifat jenazah apakah cocok atau tidak. Kuburannya dibongkar agar dapat diketahui rupanya bagi orang 46 Ibid, hal. 735-737

Page 46: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

42

yang tidak dikenal namanya, bangsanya, karena adanya perbedaan pendapat di kalangan masyarakat tentang identitasnya atau bagi qaif (ahli menentukan keturunan) dapat mengenal orang tuanya bagi orang yang berselisih tentang siapa orang tuanya yang benar, atau untuk mengetahui apakah jenazah itu lelaki atau perempuan apabila ahli warisnya berbeda pendapat atau dikenal bagaimana cara melukai yang meninggal dikala terdapat perbedaan pendapat antara ahli waris dan yang melukai.

Dan jika dikuburkan di tempat yang selalu berair atau di daerah yang selalu dilalui air bah, karena ditakutkan tanah kuburan itu longsor karena letaknya di pinggir sungai, maka hendaklah dibongkar agar dipindahkan ke tempat yang lebih aman dan ini semuanya selama jenazah itu belum berubah.

Menguburkan jenazah di tengah kuburan orang yang beragama Islam adalah lebih afdhal dan dikuburkan sendirian agar selalu mendapat doa dari orang yang lalu di tempat itu atau oleh orang yang berziarah. Makruh bermalam sendirian di kuburan karena akan menimbulkan rasa takut tetapi kalau tidak menimbulkan rasa takut maka bermalam di kuburan itu mengingatkan kepada mati, ingat akan hancurnya jasad lagi akan menetapkan ingatan kepada Allah maka tidaklah makruh bahkan sunat.

Sunat mengumpulkan seluruh keluarga seperti istri, budak, teman dan saudara susuan, mertua dan menantu, ibu tiri, anak tiri pada satu kompleks kuburan agar memudahkan menziarahinya. Sunat ayah diletakkan di tempat yang lebih dekat dengan kiblat baru anak supaya tertib (urutan) yang diterangkan dalam menghimpunkan dua orang dalam satu liang kubur.

Sunat lelaki menziarahi kuburan orang yang beragama Islam dengan qashad (maksud) untuk menambah ingat kepada mati dan mengasihi ahli kubur, karena itu disunatkan kepada para penziarah membaca Alqur’an dan berdoa bagi yang meninggal dan sunat bagi penziarah berwudhu. Makruh perempuan dan banci menziarahi kubur karena ditakutkan fitnah dan menyaringkan suara menangis tetapi sunat bagi meraka menziarahi kubur Nabi Saw., kubur para nabi dan ulama.47

Disyaratkan agar jangan menghiasi diri, jangan memakai perhiasan dan wangi-wangian, menutup seluruh auratnya dan terlihat oleh kaum lelaki. Sunat bagi penziarah itu memberi salam kepada seluruh ahli kubur dan memberi salam seperti yang diajarkan Nabi Saw., yang berbunyi:

ن و ق ح لا م ك ب الله اء ش ن ا ن ا و ي ن م ؤ م م و ق ار د م ك ي ل ع م ل الس Artinya : “Keselamatan atas kamu wahai orang yang bertempat tinggal di tempat orang-orang yang beriman dan kami insya Allah mengikuti kamu’’. Atau salam yang berbunyi:

47 Ibid, hal. 737-740

Page 47: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

43

ير شاء الله بكم لا نات وان ان المؤم و مني من المؤ السلم عليكم اهل الد .فية انا ولكم الع حقون اسأل الله رب

Artinya: “Selamat dan sejahtera atas kamu wahai orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan yang bertempat tinggal di sini dan kami insya Allah akan menyusul kamu dan aku memohon kepada Allah kesemalatan untuk kami dan untuk kamu”. (HR. Muslim dari Sulaiman bin Buraidah) Kemudian dalam riwayat yang daif ditambah lagi:

هم ب عد ولات فتنا مهاجر لل هم لا ترمنا اArtinya: “Ya Allah jangan Kau tegah akan kami pahala-pahala mereka dan jangan kau jadikan fitnah bagi kami sesudah mereka” Sunat bagi yang berziarah dekat kepada kuburan seperti dekat

ketika mengunjunginya di masa hidupnya karena menghormatinya. Sunat membaca al-Qur’an dan sesudah itu berdoa untuk ahli kubur serta menghadap kiblat karena doa sesudah membaca al-Qur’an lebih banyak kemungkinan diterima yang diharapkan oleh yang meninggal turunnya rahmat dan berkah.

Sunat bagi seisi kampung yang kematian dan seluruh keluarga sekalipun jauh membawa makanan untuk keluarga yang kematian untuk makanan mereka pada siang hari dan malamnya atau untuk selama mereka masih dalam keadaan bersedih hendaklah mereka selalu makan untuk menjaga kondisi kesehatannya.

Makruh lagi bid’ah bagi yang kematian membikin makanan untuk dimakan oleh orang banyak baik sebelum maupun sesudah mengubur seperti yang kebiasaan dikerjakan oleh masyarakat. Makruh lagi bid’ah menghadiri undangan itu dan haram menyediakan makanan untuk yang menangis dengan suara nyaring karena yang seperti itu dapat membawa kepada kemaksiatan. Makruh lagi bid’ah menyembelih binatang di atas kuburan dan tidak sah wasiat untuk memperbuat yang seperti itu dan menurut para ulama bahwa perbuatan yang seperti itu adalah perbuatan orang di masa Jahiliyah. Makruh lagi bid’ah mencium atau mengecup bagian dari kuburan atau tangga tempat ziarah kuburan para ulama dan aulia.48

Sunat takziyah kepada setiap orang yang berduka cita karena kematian keluarganya baik suami maupun istri, baik mertua atau menantu atau temannya. Yang dimaksudkan dengan takziyah ialah menyuruh orang yang menderita musibah karena kematian agar bersabar serta menceritakan pahala bagi orang yang sabar, menceritakan dosa bagi orang bagi orang yang tidak sabar serta memohon ampun bagi yang 48 Ibid, hal. 740-742

Page 48: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

44

meninggal dan keluarga yang ditinggalkan dan semoga Allah membalas dengan pahala yang berlipat ganda karena kesabaran mereka. Takziyah dilakukan sesudah dikuburkan dan lebih baik takziyah dilakukan sebelum mengubur karena hati orang karena hati orang yang kena musibah pada saat itu dalam kebingungan untuk menyelenggarakan memandikan jenazah dan menshalatkannya terkecuali kalau meraka dalam keadaan sangat sedih. Takziyah diadakan sebelum mengubur itulah yang lebih afdhal dan waktu takziah tiga hari yang dihitung dari hari kematian. Ini kalau hadir orang yang memberikan takziyah dan yang ditakziyah dan kalau belum ada dari salah satu kedua belah pihak maka permulaan waktu takziah dari waktu datangnya atau dari sampainya berita kematian. Makruh mengadakan takziyah lebih dari tiga hari, karena tujuan takziyah menenangkan hati orang yng berduka cita yang kebiasaannya sudah berlalu tiga hari hati mereka sudah kembali tenang maka kesedihan jangan lagi diperbarui.

Pada saat melakukan takziyah kepada keluarga yang beragama Islam yang meninggal hendaklah dikatakan pada saat itu:

ك ي ت م ل اعظم الله اجرك واحسن عزاك وغفر Artinya:”Diperlipatgandakan Allah kiranya pahala yang kamu terima dan Allah kiranya akan meningkat kesabaranmu dan diampuni orang yang telah meninggal”. Dalam mentakziyahi orang yang beragama Islam karena kematian

keluarganya yang bukan Islam dikatakan:

رك اعظم الله اجرك وصب Artinya:”Diperlipatgandakan Allah akan pahalamu dan kesabaranmu” Dan dalam mentakziyahi orang yang bukan Islam yang keluarganya

yang beragama Islam yang meninggal dikatakan:

واحسن عزاك غفر الله لمي تك Artinya:“Diampuni Allah kiranya bagi yang meninggal dan

ditingkatkan kesabarannmu” Sunat bagi orang kematian menjawab:

را جزاك الله خي Artinya: “Semoga Allah membalas dengan yang lebih baik”. Boleh menangisi yang meninggal sesudah meninggalnya atau

sebelum meninggal namun haram dengan suara nyaring dan dengan menyebut-nyebut kebaikannya seperti katanya “kutunggu hai payungku”.

Page 49: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

45

Haram memukul-mukul dada, pipi dan merobek-robek pakaian atau menarik-narik rambut, memalingkan baju yang belakang dijadikan mukanya, dan mengganti pakaian yang biasa dipakainya.49

49 Ibid, hal. 742-744

Page 50: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

46

PRAKTIK TATA CARA MENGUBURKAN JENAZAH Disunahkan membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di

panggul di atas pundak dari keempat sudut usungan.

Disunahkan menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa. Bagi para pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di samping kanan atau kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam sunat Nabi.

Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah Saw. telah melarangnya.

Disunahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.

Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini Rasulullah Saw. bersabda:

“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam “Ahkamul Janaaiz” hal. 145)

Page 51: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

47

Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.

Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk huruf U memanjang).

Jenazah siap untuk dikubur.

Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.

Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan

jenazah ke liang lahat dari arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Jika tidak memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.

Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah mengucapkan: “سول الله ع ل ى ملة ر Dengan menyebut Asma Allah dan) ”بسم الله و

Page 52: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

48

berjalan di atas agama Rasulullah).” ketika menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah Saw.

Mayit wajib dihadapkan ke arah kiblat, dibaringkan di atas lambung

kanannya, dan kepalanya diganjal dengan tanah agar terangkat sedikit, serta dibuka pada pipi kanannya. Supaya bertemu dengan tanah dan diganjal belakangnya dengan tanah agar tidak terbalik (menjadi terlentang).

Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali

selain tali di pinggang dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu dari atasnya (agak samping).

Page 53: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

49

Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar

menghalangi sesuatu yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.

Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman

tanah ke dalam liang kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah Saw. setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.

Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah Saw. (HR. Bukhari).

Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan menyiram air yang dingin lagi bersih, berdasarkan tuntunan sunah Nabi Saw. (dalam masalah ini terdapat riwayat-riwayat mursal yang

Page 54: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

50

shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.

Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya. Karena Rasulullah Saw. telah melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim).

Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya. Maka disunahkan agar setelah selesai menguburkannya orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit. Sesungguhnya mayit bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.

Wallahu a’lam bishshawab.

Page 55: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

51

BAB VII TALQIN MAYIT SESUDAH DIKUBURKAN DAN

SHALAT SUNAH UNTUK MAYIT A. Talqin Mayit

Di lingkungan Nahdliyin (warga NU) talqin biasa dilakukan setiap

janazah telah dimakamkan, hal ini adalah amaliyah yang dianjurkan dalam madzhab Syafi'iyah. Ahli hadits al-Hafidz Ibnu Hajar membahas dalil-dalil Talqin ini dengan penjelasan yang sangat kongkrit:

مة الله اذكر ما أ د الله ي ابن ل ي عب ي قا ف ي لقن المي ت ب عد الدفن ويستحب أن ن يا شهادة أن لا إل الله وأن النة حقي ممدا رسول وأن الله لا إه خرجت عليه من الد

ها و آتية لا اعة لس اأن الب عث حقي وأن وأن النار حقي و عث من ف ريب في أن الله ي ب بلقرآن إماما وبلكعبة و حمد نبيا ي نا وب م د سل القب ور وأنك رضيت بلله رب وبل

لة وبلمؤم يه وسلم الطب ران )ف صلى الله عل النب عن ب ر ني إخوان ورد به ال قب مرن رسول الله كما أ وا ب فاصن ع ( "عن أب أمامة إذا أن مت ٧٩٧٩الكبي رقم

عليه وسلم ف قال إذا الل صلى الله ن رسول مر أ وتن صلى الله عليه وسلم أن نصنع ب لى رأس ق به ث ي قم أحدكم ع به ف ل ى ق عل مات أحد من إخوانكم فسوي تم الت راب

ن بن فلنة فإنه يستوي ي قول ي فل يب ث لا ي و ه لي قل ي فلن بن فلنة فإنه يسمع ولكن لا تشعرون دن ي رحك الله ول أرش ي ق ه قاعدا ث ي قول ي فلن بن فلنة فإن

ن وأن ممدا عبده إله إلا الله ة أن لا هاد ا ش ي ف لي قل اذكر ما خرجت عليه من الدبلقرآن إماما فإن منكرا حمد نبيا و ي نا وب م د ل ورسوله وأنك رضيت بلله رب وبلس

هما بيد عدن عند من لق ن طلق بنا ما ي ق قول ان وي به صاح ونكيا يخذ كل واحد من ته قال ف قال رجل ي رسول الله فإن إل أم ه حواء ي ه قال ي نسبه رف أم ي ع ل حج

ظ ابن كبي للحافال عيلرافافلن بن حواء" )التلخيص البي ف تخريج أحاديث )٣١١-٣١٠/ ٢حجر

Artinya: "Dianjurkan menalqini mayit setelah dimakamkan. Maka ucapkan: Wahai hamba Allah putra wanita hamba Allah. Sebutlah kalimat saat kamu meninggalkan dunia, yaitu kalimat 'Tiada Tuhan selain Allah

Page 56: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

52

dan Muhammad adalah utusan Allah', surga adalah haq, neraka haq, dibangkitkan dari kubur juga haq, kiamat akan datang dan tiada keraguan, sesungguhnya Allah membangkitkan manusia dari kubur. Kamu rela Allah sebagai Tuhanmu, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai Nabi, Al-Quran sebagai Imam, Ka'bah sebagai kiblat dan orang beriman sebagai saudara". Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh al-Thabrani (al-Mu'jam al-Kabir No 7979) "Dari Abu Umamah. Ia berkata: Jika saya mati maka perlakukanlah sebagaimana Rasulullah Saw memerintahkan kami untuk memperlakukan orang-orang yang meninggal di antara kami. Rasulullah memerintahkan kepada kami, beliau bersabda: Jika salah satu saudara kalian meninggal maka ratakanlah tanah di atas kuburnya, kemudian berdirilah di arah kepala dekat kuburnya, lalu katakanlah: Wahai fulan bin fulanah. Sesungguhnya dia mendengar tapi tidak bisa menjawab katakan lagi: Wahai fulan bin fulanah. Sesungguhnya dia duduk dengan tegak. Katakanlah: Wahai fulan bin fulanah. Maka ia berkata: Tunjukkan kepada saya, maka Allah akan memberi rahmat kepadamu, tetapi kalian tidak mengetahuinya. Katakanlah: Sebutlah kalimat saat kamu meninggalkan dunia, yaitu kalimat 'Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah'. Sesungguhnya kamu rela Allah sebagai Tuhanmu, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai Nabi dan al-Quran sebagai Imam. Sesungguhnya Munkar dan Nakir berpegangan tangan dan berkata: Mari tinggalkan orang yang telah dituntun hujjahnya ini. Kemudian sahabat bertanya: Bagaimana jika tidak diketahui ibunya? Nabi menjawab: Nasabkan ia pada ibunya, Hawa'. Wahai fulan putra Hawa" (al-Talkhish al-Habir II/310-311) Ahli hadis al-Hafidz Ibnu Hajar memberi penilaian atas hadis ini:

كامه وأخرجه عبد العزيز ف الشاف وإسناده )التلقي( صالح وقد ق واه الض ياء ف أح ها ما والراوي عن أب أمامة سعيد الزدي ب يض له ابن أب حات ولكن له شواهد من

ن حبيب وغيها قالوا إذا رواه سعيد بن منصور من طريق راشد بن سعد وضمرة ب ره وانصرف الناس عنه كان وا يستحب ون أن ي قال للمي ت عند سو ي على المي ت ق ب

مرات قل رب الله ق به ي فلن قل لا إله إلا الله قل أشهد أن لا إله إلا الله ثلث ودين السلم ونبي ي ممد ث يصرف. وروى الطب ران )ف المعجم الكبي رقم

تمون ورششتم ٣١٧١ ( من حديث الكم بن الارث السلمي أنه قال لم "إذا دف ن لة وادعوا ل" روى ابن ماجه على ق بي الماء ف قوموا على ق بي واست قبلوا القب

( من طريق سعيد بن المسي ب عن ابن عمر ف حديث سبق ب عضه وفيه ١٥٥٣)

Page 57: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

53

ها قام إل ها ف لما سوى اللب علي ب ي جانب القب ث قال اللهم جاف الرض عن جن وصع د روحها ولق ها منك رضوان وفيه أنه رف عه ورواه الطب ران )ف المعجم الكبي

حافظ ابن ( اه )التلخيص البي ف تخريج أحاديث الرافعي الكبي لل١٣٠٩٤ )٣١١-٣١٠/ ٢حجر

Artinya: "Sanad hadis ini layak (diamalkan). Hadis ini dikuatkan oleh al-Dliya' dalam kitab al-Ahkam, juga diriwayatkan oleh Abdul Aziz dalam kitab al-Syafi. Perawi dari Abu Umamah adalah Said al-Azdi yang dinilai bersih oleh Ibnu Abi Hatim. Hadis ini juga dikuatkan beberapa riwayat, diantaranya oleh Said bin Manshur dari jalur Rasyid bin Sa'd, Dlamrah bin Habib dan sebagainya. Mereka berkata: Jika kuburan telah diratakan dan orang-orang telah meninggalkannya, para ulama salaf menganjurkan mentalqin pada mayit di dekat kuburnya: Wahai fulan, katakan: Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, sebanyak tiga kali. Katakan: Allah adalah Tuhanku, Islam adalah agamaku dan Muhammad adalah nabiku. Kemudian pergi dari kubur. Al-Thabrani meriwayatkan (al-Mu'jam al-Kabir No 3171) dari al-Hakam bin Harits al-Sulami, ia berkata: Jika kalian telah menguburkan dan menyiramkan air di atas kuburku, maka berdirilah di atas kuburkan, menghadaplah ke kiblat dan berdoalah untukku. Ibnu Majah juga meriwayatkan (1553) dari jalur Said bin Musayyab, bahwa setelah tanah diratakan ia berdiri di ujung kubur dan berdoa: Ya Allah lapangkan tanah dari tubuhnya, naikkan runya, pertemukanlah ia dengan keridlaan dari-Mu. Hadis ini dinilai marfu' dan diriwayatkan oleh al-Thabrani (al-Mu'jam al-Kabir No 13094)" (al-Talkhish al-Habir II/310-311) Ahli hadis al-'Ajluni berkata:

المام نسب و الشواهد من ه ل با اأيض حجر ن اب الافظ ث أحكامه ف الض ياء ق واه رها لمدي نة ا هل ل ب العر وابن الشام هل ل به العمل أحد كشف) طبة لقر وغي

للمحدث اسالن ألسنة على الاحاديث من اشتهر عما الالباس ومزيل الفاء )٣١٦/ ١ العجلون

Artinya: "Hadis ini dikuatkan oleh al-Dliya' dalam kitab al-Ahkam, juga dikuatkan oleh Ibnu Hajar berdasarkan dalil-dali penguat. Imam Ahmad menisbatkan amaliyah Talqin dilakukan oleh ulama Syam, Ibnu al-Arabi menisbatkannya pada ulama Madinah, yang lainnya menisbatkannya pada ulama Cordoba (Spanyol)" (Kasyf al-Khafa' I/316).

Ulama yang dikagumi oleh kelompok anti talqin, Ibnu Taimiyah, tidak pernah menyalahkan amaliyah talqin di atas:

Page 58: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

54

عن يث حد فيه صح ل ه دفنه ن م اغ الفر ب عد ق به ف المي ت ت لقي عن ( وسئل ( أم فعله وز ي شيء فيه يكن ل إذا وهل ؟ ابته صح عن أو وسلم عليه الله صلى النب

به أمروا أن هم الصحابة من ئفة طا ن ع قل ن قد المذكور الت لقي هذا( فأجاب ) ؟ لا ما لكنه وسلم ه علي الله صلى النب ن ع يث حد ه في وروي . غيه و الباهلي أمامة كأب

ته يكم لا ر يكن ول بصح أحد ام الم قال لهذاف ذلك ل فع ي حابة الص من كثي ره واستحبه به وايمر ول يه ف رخصواف ه ب بس لا الت لقي هذا إن العلماء من وغي مالك أصحاب من لماء الع من ئفة طا هه وكر وأحد الشافعي أصحاب من طائفة

)٢٩٦/ ٢٤ تيمية لابن الفتاوى مموع) وغيهم

Artinya: "Ibnu Taimiyah ditanya tentang talqin di kubur setelah pemakaman. Apakah hadisnya sahih dari Rasulullah SAW atau dari sahabat? Dan jika tidak ada dalilnya apakah boleh melakukannya atau tidak? Ibnu Taimiyah menjawab: Talqin ini diriwayatkan dari kelompok sahabat, bahwa mereka memerintahkan talqin, seperti Abu Umamah dan lainnya. Talqin juga diriwayatkan dari Rasulullah SAW tetapi tidak sahih, dan banyak sahabat yang tidak melakukannya. Oleh karenanya, Imam Ahmad dan lainnya berkata: Talqin ini boleh. Mereka memberi dispensasi dan tidak memerintahkannya. Sementara sekelompok ulama dari kalangan Syafiiyah dan Ahmad menganjurkannya. Dan sekelompok ulama dari kalangan Malikiyah dan lainnya menilainya makruh" (Majmu' al-Fatawa XXIV/296). TEKS TALQIN: Teks Bacaan Talqin banyak ragamnya. Berikut ini Teks Bacaan Talqin yang dikutip dari kitab Al-Riyadlul Badi’ah, halaman 52 :

ل بسم الل الرحن الرحيم. كل شيئ هالك الا وجهه. له الكم و اليه ت رجعون. ك ا ت وف ون اجوركم ي وم القيامة. فمن زحزح عن النار وادخل و ن فس ذائقة الموت. ان

ها نعيدكم, النة ف قد فاز. ها خلقناكم, وفي ن يا الا متاع الغرور. من وما الياة الدها نرجكم ترة هاخلقناكم للجر والثواب. وفيها نعيدكم للدود ومن اخرى. من

ها نرجكم للعرض والساب. بسم الل وبلل ومن الل وال الل وعل ى والت راب. ومن

Page 59: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

55

ما وعد الرحن وصدق المرسلون. ان يه وسلم. هذاملة رسول الل صلى الل عل يع لدي نا مضرون .كانت الا صيحة واحدة فاذا هم ج

ن يا وزي ()ك ك ن ذهبت ع .ي ...... بن / بنت ....... ي رحك الل ن ت ها. الدت نا عليه العهد الذي ل ت نس ف ة. خر الآن ف ب رزخ من ب رازيخ الآ )ت( وصرت فارق

ن يا وقدمت و ان له الا الل هادة ان لا ا . وهو ش رة لآخ ا به ال دار )ت( ف دار الد. فإذا جاءك الملك من امة )ك( لك وبمثا )ك( ك ب كلن لمو اان ممدا رسول الل

لم ان هما خلق . واع )ك( رعباك ولا ي ( )ك ك جاممد صلى الل عليه وسلم فل ي زع من ربك؟ وما . واذا سالاك ق الل خل من خلق ( انت )خلق الل ت عال كما انت من

)ك( اذا سألاك و ا الل رب . قل لم ف ؟. يه دي نك؟ وما اعتقادك؟ وما الذي مت عل ي الاتة السن ف قل الثالثة وه ( )ك ك لا واذا سأ لما الل رب .ى( قل ف )الثانية ف قل

ين وممد نبي ي د والسلم لل رب . ا زع لما بلسان طلق بل خوف ولا ف ى(ف قل )لت والص والقرآن امامي خوان واب راهيم ا والمسلمون ريضت ات ف لو والكعبة قب

الل صلى ول الل ممد رس الا الل له ا لا الليل اب وان عشت ومت على ق ول وسلم. عليه

ة ي ........ بن )ك( تسك )ك( نك ا ى(واعلم ) ........ واعلم ت بن /بذه الج

عث ون. ف هذا الرجل الذي ما ت قول )ك( ك ل ل ي فإذا ق مقيم بذا الب رزخ ال ي وم ي ب ليه وسلم جاءن د صلى الل ع و مم ه ى( قل ف ) بعث فيكم وف اللق اجعي. ف قل

لل لا اله الا هو عليه اوا ف قل حسب ل فإن ت و ه.ب بلبي نات من رب ه فات ب عناه وآمنا .ت وكلت وهو رب العرش العظيم

ان الموت حقي وان ن زول القب حقي و ان سؤال منكر ونكي حقي ى(واعلم ) واعلم حقي وان الميزان حقي وان الص راط حقي وان النار حقي وان الب عث حقي وان الساب

Page 60: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

56

عث من ف القب ور ها و ان الل ي ب وان النة حقي وان الساعة آتية لا ريب في , آنس وحدت نا ونست ودعك الله م ي أنيس كل وحيد . وي حاضرا ليس بغائب

ته ولا ت فتنا ب عده واغفر لنا وله يرب ووحدته وارحم غرب ت نا وغرب ته ولق نه حجالعالمي. . .

. . Sampai di sini pembacaan talqin mayit. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa. Pada saat pembacaan doa, yang tadinya sebagai pembaca talkin dan doa pindah posisi ke belakang posisi mayit dan menghadap kiblat, begitu juga semua pelayat atau pengiring. Sebelum doa baca fatihah terlebih dahulu.

ة.للنب وآله واصحابه الكرام الفات Lalu membaca surah Alfatihah satu kali. Dan dilanjutkan dengan doanya berikut ini.

المد لله رب العالمي والصلة والسلم على اشرف الانبياء والمرسلي وعلى اله )هذه( اهذ ل سي دن ممد ان لا ت عذ ب وصحبه اجعي. اللهم بق سي دن ممد وا

نة المي ت )المي تة(. اللهم ت قبل حسناته )ها( واغفر سي ئاته )ها( واعذه )ها( من الفت . القب وعذابه )ها( ومن عذاب النار وادخله )ها( النة برحتك يارحم الراح ي

ته )ها(. اللهم هذا )هذه( عبدك اللهم ث ب ته )ها( على الق اللهم لق نه )ها( حج)ك( و انت اعلم به ولا ن علم الا خيا. وقد اجلسته )ها( لتسئ له )ها( ف نسئ لك

نيا فانك ق لت الله كما ث ب ته )ها( ف الد م ان ت ث ب ته )ها( بلقول الثابت ف الاخرة نيا وف الاخرة. اللهم وق ولك الق ي ث ب ت الله الذين امن وا بلقول الثابت ف الياة الدر من ارحه )ها( والقه )ها( نبيه ممد صلى الله عليه وسلم. اللهم اغفر لاهل القب و

المسلمي والمسلمات والمؤمني والمؤمنات واجعل اللهم ف ق ب ورهم الض ياء لن ور والفسحة والسرور والب هجة والب ور والمغفرة على اهل القب ور من ي وم هذا وا

Page 61: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

57

آله وعلى ممد سي دن على الل ال ي وم ب عث والنشور انك ملك ربي غفور . وصلى .العالمي رب لل والمد وسلم وصحبه

B. Shalat Sunah Untuk Mayit

Disebutkan dalam Hasyiyah al-‘Allamah al-Maihi Asy-Syaibini atas syarah as-Sittina Mas-alah, diriwayatkan dari nabi saw:

ن ل م ة ق د االص ب م اك ت و ا م و م ح ر ى فا ل و الا ة ل لي ال ن م د ش ا ت ي م ى ال ل ى ع ت أ ي لا جد ف ليص ل ي ف م ...الخن ي ت ع ك ر

Artinya: “tidak datang pada mayit yang lebih susah dari malam

pertama, maka kasihanilah ia dengan bershadaqah untuknya, dan jika tidak bisa (tidak mampu) maka shalatlah dua rakaat. Pada tiap-tiap rakaat membaca surah Alfatihah sekali, ayat Kursi sekali, Attakatsur sekali, dan Al-Ikhlash sebelas kali”.

Lafadz niatnya:

ر ب ك ا ى. الله ل عا لله ت ن ي ت ع ك ر ة ن ى الس ل ص ا Artinya: sengaja aku shalat sunnah dua rakaat karena Allah ta’ala.

Allahu Akbar.50 Atau dengan lafaz niat:

ل ى س كع ت ين لله ت عا ل ى. الله ا ة ي د ه ال نة اص كب ر ر Artinya: sengaja aku shalat sunnah hadiah dua rakaat karena Allah

ta’ala. Allahu Akbar.51 Kemudian setelah salam membaca do’a ini:

ن ل ف ر ب ى ق ل ا ا ه اب و ث ث ع اب م له ل , ا د ي ر ا ا م م ل ع ا ت ن ا و ة ل الص ه هذ ت ي ل ى ص ن ا م له ل ا ن ل ف ن ب

Artinya: “Ya Allah, aku melakukan shalat ini dan Engkau tahu apa yang aku inginkan. Ya Allah, sampaikanlah pahala shalat ini ke kubur fulan bin fulan.

Boleh juga ditambah dengan do’a ini:

س ن ت ه ي ئ ت ه )ها ( ا للهم ت ق بل ح اغفر س ه ارف ع و )ها ( و ي ين و ها ( ) روح عد ع ل يه فى عل احمين )ها ( م الر تك ي اا رح حم . بف ضلك بر

#اب و لص با م ل ع ا الله هى و ت ن ا #

50 Muhammad Ali bin Abdul Wahab, Op.Cit. hal.40 51 Muhammad Sa’ad ibnu Abdul Majid, Op.Cit. hal. 26-27

Page 62: INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

58

SUMBER RUJUKAN

Aliy As’ad. Terjemahan Fathul Mu’in Juz 1. Kudus: Menara Kudus, 1400 H/1980 M. Muhammad Ali bin Abdul Wahab, Tajhizul Mayyit. Tanjung Jabung Timur: MUI Tanjanung Jabung Timur. 2014 Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Sabilal Muhtadin, terjemahan Asywadie Syukur. Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset, 2013. Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam. Cetakan ke 41. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2008.

١٩٣٠ فادع فنجع سومطرا تعه. .لقطة التكميل. الحاج عبد المجيد ابن محمد سعد

http://berdzikrul-maut.blogspot.co.id/2014/01/fj-19-teks-bacaan- talqin- berbahasa-arab.html.