kajian pengaruh ph dan suhu terhadap produksi

83
KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI BIOINSEKTISIDA OLEH Bacillus thuringiensis subsp.israelensis MENGGUNAKAN SUBSTRAT ONGGOK TAPIOKA Oleh DJAUHAR FAIZ AHDIANTO F34101056 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Upload: ngominh

Post on 12-Jan-2017

233 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

BIOINSEKTISIDA OLEH Bacillus thuringiensis subsp.israelensis

MENGGUNAKAN SUBSTRAT ONGGOK TAPIOKA

Oleh

DJAUHAR FAIZ AHDIANTO

F34101056

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

BIOINSEKTISIDA OLEH Bacillus thuringiensis subsp.israelensis

MENGGUNAKAN SUBSTRAT ONGGOK TAPIOKA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DJAUHAR FAIZ AHDIANTO

F34101056

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 3: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

BIOINSEKTISIDA OLEH Bacillus thuringiensis subsp.israelensis

MENGGUNAKAN SUBSTRAT ONGGOK TAPIOKA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DJAUHAR FAIZ AHDIANTO

F34101056

Dilahirkan pada tanggal 15 Juli 1983

di Pati, Jawa Tengah

Tanggal Kelululusan : 27 Januari 2006

Disetujui,

Bogor, Januari 2006

Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, MSi Prayoga Suryadarma, STP MT

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Page 4: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Djauhar Faiz Ahdianto F34101056. Kajian Pengaruh Suhu dan pH terhadap

Produksi Bioinsektisida Oleh Bacillus thuringiensis subsp. israelensis

Menggunakan Substrat Onggok Tapioka. Di bawah Bimbingan Mulyorini

Rahayuningsih dan Prayoga Suryadarma. 2006.

RINGKASAN

Penggunaan insektisida kimia dengan dosis dan frekuensi yang tinggi

dapat menjadikan serangga pembawa vektor penyakit menjadi resisten terhadap

insektisida kimia tersebut, dan insektisida kimia bersifat tidak selektif sehingga

menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem. Penggunaan insektisida

kimia tidak ramah terhadap lingkungan dan sudah terjadi resistensi vektor

pembawa penyakit yaitu nyamuk aedes aegypti dan Anopheles. Nyamuk Aedes

aegypti merupakan vektor penyebab penyakit demam berdarah.

Usaha yang paling tepat untuk memutus rantai kehidupan nyamuk

penyebab penyakit demam berdarah adalah dengan membunuh larva nyamuk

menggunakan bioinsektisida. Insektisida mikrobial merupakan produk yang

dihasilkan oleh mikroorganisme yang bersifat racun biologis untuk membunuh

serangga. Bacillus thuringiensis subsp. israelensis adalah salah satu

mikroorganisme yang digunakan untuk mengendalikan vektor pembawa penyakit

demam berdarah. Kondisi kultivasi media berpengaruh terhadap toksisitas

bioinsektisida yang dihasilkan. Derajat keasaman (pH) dan suhu berpengaruh

terhadap pembentukan kristal protein. Tetapi pengaruh faktor-faktor tersebut tidak

sama antara pertumbuhan dan pembentukan produk. Tujuan penelitian ini adalah

untuk menentukan pengaruh suhu dan pH terhadap pertumbuhan Bacillus

thuringiensis subsp. israelensis dan pembentukan produk kristal protein. Media

yang digunakan adalah limbah pertanian yaitu ampas tapioka (onggok). Penelitian

ini terdiri atas penentuan pengaruh suhu dan pH terhadap pertumbuhan B.t.i dan

penentuan suhu, pH dan waktu terhadap produk kristal protein yang dihasilkan.

Rancangan percobaan yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah

rancangan faktorial dua taraf (two level factorial) dengan dua faktor perlakuan

yaitu suhu (X1) dengan nilai rendah dan tinggi masing-masing 25 oC dan 35

oC,

pH (X2) pada 5.5 dan 8. Parameter respon terhadap pertumbuhan B.t.i. adalah laju

pertumbuhan maksimum, bobot massa kering maksimum dan penggunaan

substrat. Sedangkan parameter respon terhadap produk adalah aktivitas

bioinsektisida yang dihasilkan (potensi produk bioinsektisida).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu (X1) berpengaruh positif

terhadap laju pertumbuhan maksimum (89.52 persen) dan bobot kering biomassa

maksimum (75.30 persen) pada interval suhu 25-35 oC. Semakin tinggi suhu

menyebabkan semakin tinggi biomassa yang terbentuk dan semakin cepat laju

pertumbuhan sel. Suhu berpengaruh negatif terhadap penggunaan substrat sebesar

86.33 persen. Derajat keasaman (pH) (X2) berpengaruh negatif terhadap laju

pertumbuhan maksimum (86.74 persen) dan bobot kering biomassa (85.88 persen)

pada interval pH 5,5-8.

Aktivitas bioinsektisida (potensi produk) dipengaruhi oleh suhu dan pH.

Kedua faktor tersebut berpengaruh pada selang kepercayaan 95 persen. Suhu

berpengaruh negatif sedangkan pH berpengaruh positif terhadap potensi produk

Page 5: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

bioinsektisida. Pada selang kepercayaan 95 persen interaksi antara suhu dan pH

berpengaruh negatif terhadap aktivitas bioinsektisida. Semakin tinggi suhu dan pH

awal medium menyebabkan semakin rendah aktivitas bioinsektisidanya, atau

semakin rendah suhu dan pH menyebabkan semakin tinggi potensi produk

bioinsektisidanya. Produk bioinsektisida dapat dipanen pada jam ke-72. Hal ini

berdasarkan jumlah spora yang terbentuk dan aktivitas bioinsektisida di dalam

pengujian bioassay terhadap larva nyamuk Aedes aegypti.

Page 6: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Djauhar Faiz Ahdianto F34101056. The Study of Temperature and pH Effects

on Bioinsecticides Production Using Bacillus thuringiensis subsp. israelensis with

Cassava bagasse as Substrate. Supervised by Mulyorini Rahayuningsih and

Prayoga Suryadarma. 2006.

SUMMARY

The use of chemical insecticides with high frequency and dose could make

the insect as vector of disease would become resistance. Chemical insecticides are

not selective so that it may cause the ecosystem unbalance. The use of chemical

insecticides are not safe for environment and it had caused the vector of disease

for example Aedes aegypti and Anopheles could become resistance.

The right effort to prevent the dengue disease is by killing the larva of

mosquito using bioinsecticides. Microbial insecticides is product from

microorganism which has a characteristic as biological poison to kill insect.

Bacillus thuringiensis subsp. israelensis is one of the microorganism used to

control vector of dengue disease. The cultivation condition have an effect on

bioinsecticides toxicity. Temperature and pH have an effect on protein crystal

production. However, the effect of all that factors would not be significantly the

same for product formation and the growth of B.t.i. The purpose of this research is

to determine the effect of temperature and pH for the growth of B.t.i and protein

crystal production. The cassava bagasse was used as substrate.

The statistical analysis indicates that all of the two factors are major

variables in the bioinsecticides product. The temperature (X1) that had been used

in this research were low level (25 oC) and high level (35

oC). pH values were 5,5

and 8. Two parameters which is evaluated in the research are the growth of B.t.i.

and bioinsecticides activity.

The results of the research indicate that maximum growth rate is

influenced by temperature and pH. Temperature had some effects on the growth

of B.t.i., it can be shown by numerous value of maximum growth rate (89.52

percent), maximum biomass (75.30 percent) and substrates utilization (86.33

percent). While pH had effect on maximum growth rate (86.74 percent) and

maximum biomass (85.88 percent). Bioinsecticides activity was influenced by

temperature at significancys value of 97.11 percent and pH at significancys value

of 96.95 percent.

Page 7: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Kajian

Pengaruh pH dan Suhu terhadap Produksi Bioinsektisida Oleh Bacillus

thuringiensis subsp. israelensis Menggunakan Substrat Onggok Tapioka”

adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang

dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Januari 2006

DJAUHAR FAIZ AHDIANTO

F34101056

Page 8: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

BIODATA PENULIS

Djauhar Faiz Ahdianto dilahirkan di Pati (Jawa

Tengah) pada tanggal 15 Juli 1983 dari ayah Mohammad

Slamet dan ibu Masruhah. Putra pertama dari dua

bersaudara ini meyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah

Dasar Negeri 1 Sendangrejo-Bondol tahun 1989-1995,

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 1

Tayu tahun 1995-1998 dan Sekolah Menengah Umum di

SMU Negeri 1 Tayu tahun 1998-2001.

Pada tahun 2001, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk (USMI) IPB pada Departemen Teknologi Industri

Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Pada bulan Januari 2006, penulis

dinyatakan lulus dari perguruan tinggi tersebut setelah meyelesaikan tugas

akhirnya yang berjudul “Kajian Pengaruh pH dan Suhu terhadap Produksi

Bioinsektisida Oleh Bacillus thuringiensis subsp. israelensis Menggunakan

Substrat Onggok Tapioka”.

Selama kuliah, penulis tidak hanya mengikuti kegiatan akademik saja.

Untuk mengasah kemampuan berorganisasi dan kepemimpinanya, penulis

mengikuti berbagai organisasi seperti HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa

Teknologi Industri). Penulis diberikan kesempatan untuk melaksanakan magang

di departemen IT (Information Technology) pada tahun 2003 di PT. Indolakto

Sukabumi. Pada tahun 2004, penulis melaksanakan praktek lapang di departemen

Produksi dan QC susu UHT PT. Indolakto Sukabumi. Penulis juga diberikan

kepercayaan sebagai asisten praktikum laboratorium Bioproses pada tahun 2004,

laboratorium Lingkungan dan Teknologi Emulsi pada tahun 2005.

Page 9: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil ‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT karena berkat limpahan Rahmat, Karunia dan Hidayah-Nya, penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Pengaruh pH dan Suhu

terhadap Produksi Bioinsektisida Oleh Bacillus thuringiensis subsp.

Israelensis Menggunakan Substrat Onggok Tapioka” sebagai salah satu syarat

untuk menyelesaikan studi pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih

kepada:

1. Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, MSi. dan Prayoga Suryadarma, STP.

MT., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dukungan,

bimbingan dan arahan, baik berupa moriil, materi maupun dorongan

motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc. selaku dosen penguji atas saran dan

masukannya.

3. Kedua orangtuaku tercinta dan adikku yang telah memberikan doa,

motivasi dan kasih sayang.

4. Rini Purnawati, STP. yang telah memberikan motivasi dan arahan .

5. Wirasuwasti Nugrahani, STP. atas ilmu, motivasi dan limpahan

bantuannya.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak

berkaitan dengan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat

memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2006

Penulis

Page 10: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Kajian Pengaruh pH

dan Suhu terhadap Produksi Bioinsektisida Oleh Bacillus thuringiensis

subsp. israelensis Menggunakan Substrat Onggok Tapioka” tidak terlepas dari

bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Tim Bioinsektisida (Wirasuwasti, Galih Firmana, Ardianto Mey Lesmana,

dan Zulfa Hendra) atas bantuan dan kerja samanya dalam penelitian.

2. Elly Nurasih W.P. yang telah membantu dan memberikan motivasi serta

dukungan selama penelitian.

3. Kakak-kakak di laboratorium (Deuxianto Hendarsyah, Muhammad Zaky,

dan Puji R.N.) atas limpahan bantuannya.

4. Seno Satrio Ariwibowo yang telah membantu dan memberikan masukan

dalam penulisan skripsi.

5. Rekan-rekan satu bimbingan (Khairil Anwar, Yeni Sulastri dan Hevy

Susanti) atas bantuan dan dukungan.

6. Tim Surfaktan (Widodo Eko, dkk); Tim Pati dan Gula (Wawan Marwan,

dkk); Tim Membran (Fery Irawan, dkk); Tim Herbal Tea (Oryza, dkk);

Tim Atsiri (Dicky Romadlon, dkk); Tim Panili (Dwi Lestari, dkk); serta

Ratna Mahmudah atas bantuan dan motivasinya selama penelitian.

7. Laboran di laboratorium TIN : Pak Edi Sumantri, Pak Sugiardi, Bu Rini

Purnawati, Bu Egnawati Sari, Pak Gunawan, Bu Sri Mulyasih, Pak

Wagimin, dan Pak Yogi Suprayogi atas bantuan dan keramahan selama

penelitian.

8. Teman-teman TIN’38 di “Wisma Sakinah” atas kebersamaan dan

dukungan.

9. Keluarga Ibu Hj. Ulan Sari serta teman-temanku di “Wisma Gong-li” atas

bantuan dan kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian.

Page 11: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................iii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................vi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vii

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ..............................................................................1

B. TUJUAN ..................................................................................................3

C. RUANG LINGKUP PENELITIAN ..........................................................3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BIOINSEKTISIDA ...................................................................................4

B. BACILLUS THURINGIENSIS....................................................................5

C. KRISTAL PROTEIN.................................................................................6

D. PROSES TOKSISITAS DAN INFEKSI OLEH Bacillus thuringiensis ......8

E. FERMENTASI Bacillus thuringiensis .......................................................9

F. PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN

MIKROBA................................................................................................11

G. PEMANENAN..........................................................................................12

H. PENENTUAN AKTIVITAS INSEKTISIDA MIKROBA .........................13

I. NYAMUK Aedes Aegypti ..........................................................................13

III. BAHAN DAN METODE

A. ALAT DAN BAHAN ...............................................................................15

B. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................16

1. Karakterisasi Media Fermentasi dan Persiapan Inokulum........................17

2. Penentuan Pengaruh Suhu dan pH Terhadap Pertumbuhan......................17

3. Pengujian Aktivitas Bioinsektisida..........................................................18

4. Pengukuran Jumlah Spora.......................................................................18

C. RANCANGAN PERCOBAAN .................................................................19

Page 12: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISASI ONGGOK TAPIOKA DAN PERSIAPAN INOKULUM............................................................................................21

1. Karakterisasi Onggok Tapioka dan Medium fermentasi .......................21

2. Persiapan Inokulum .............................................................................25

B. PENGARUH SUHU DAN pH TERHADAP PERTUMBUHAN..............25

1. Pengaruh Suhu dan pH terhadap Laju Pertumbuhan.............................26

2. Pengaruh Suhu dan pH terhadap Biomassa Maksimum........................28

3. Pengaruh Suhu dan pH terhadap Penggunaan Substrat .........................30

C. PENGUKURAN JUMLAH SPORA HIDUP............................................32

D. PENENTUAN AKTIVITAS BIOINSEKTISIDA (BIOASSAY) ................34

E. PENGARUH SUHU DAN pH TERHADAP AKTIVITAS BIOINSEKTISIDA ..................................................................................36

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN ........................................................................................39

B. SARAN.....................................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................40

LAMPIRAN .....................................................................................................46

Page 13: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Produk berbahan aktif Bacillus thuringiensis subsp. israelensis ............4

Tabel 2. Tipe patogenitas dari Bacillus thuringiensis. .........................................8

Tabel 3. Nilai rendah dan tinggi perlakuan..........................................................19

Tabel 4. Matrik perlakuan suhu dan pH untuk produksi bioinsektisida................19

Tabel 5. Komposisi onggok tapioka (C,N,S, kadar air dan abu) ..........................21

Tabel 6. Komposisi onggok tapioka....................................................................22

Tabel 7. Komposisi elemental tipikal untuk mikroorganisme ..............................23

Tabel 8. Kisaran konsentrasi mineral ..................................................................24

Tabel 9. Nilai laju pertumbuhan maksimum dan biomassa maksimum ...............26

Tabel 10. Koefisien parameter dan nilai signifikansi

laju pertumbuhan maksimum (µ maks.)...............................................27

Tabel 11. Koefisien parameter dan nilai signifikansi

biomassa maksimum ...........................................................................29

Tabel 12. Koefisien parameter dan nilai signifikansi efisiensi

penggunaan substrat............................................................................31

Tabel 13. Perbandingan bobot kering biomassa, Log VSC produk, LC50 dan

potensi produk bioinsektisida. .............................................................35

Tabel 14. Parameter koefisien dan nilai signifikansi

aktivitas bioinsektisida (potensi produk) .............................................36

Page 14: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti .................................................14

Gambar 2. Tahapan penelitian............................................................................16

Gambar 3. Interaksi suhu (X1) dan pH (X2) terhadap laju pertumbuhan

maksimum (µ-maks) .........................................................................28

Gambar 3. Efisiensi penggunaan substrat ...........................................................31

Gambar 4. Jumlah spora hidup dalam produk yang dipanen. ..............................33

Gambar 5. Pengaruh interaksi suhu (X1) dan pH (X2) terhadap

aktivitas bioinsektisida (potensi produk). ..........................................38

Page 15: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur Analisa Kadar Air, Kadar Abu dan Kadar Nitrogen .........46

Lampiran 2. Persiapan Inokulum........................................................................48

Lampiran 3. Prosedur Pengukuran Biomassa dan Substrat Sisa .........................49

Lampiran 4. Prosedur Penentuan Aktivitas Bioinsektisida ..................................51

Lampiran 5. Prosedur Penentuan Jumlah Spora Hidup .......................................52

Lampiran 6. Rekapitulasi Data pH Rata-Rata Selama Fermentasi ......................53

Lampiran 7. Rekapitulasi Data Bobot Kering Biomassa Rata-Rata

Selama Fermentasi .........................................................................54

Lampiran 8. Rekapitulasi Data Substrat Sisa Selama Fermentasi .......................55

Lampiran 9. Rekapitulasi Data Log Total Spora Hidup .....................................56

Lampiran 10. Rekapitulasi Data Uji Aktivitas Bioinsektisida ............................57

Lampiran 11. Analisa Statistik Laju Pertumbuhan maksimum............................59

Lampiran 12. Analisa Statistik Biomassa maksimum .........................................60

Lampiran 13. Analisa Statistik Penggunaan Substrat ..........................................61

Lampiran 14. Olahan Statistik Terhadap Jumlah Spora Hidup ............................62

Lampiran 15. Olahan Statistik Terhadap Aktivitas Bioinsektisida (LC50) ..........63

Lampiran 16. Analisa Statistik Aktivitas Bioinsektisida (Potensi Produk) ..........64

Lampiran 17. Penghitungan Susunan Medium fermentasi ..................................65

Lampiran 18. Contoh Penghitungan Laju Pertumbuhan......................................66

Lampiran 19. Larva nyamuk Aedes aegypti yang digunakan untuk pengujian

Bioassay ......................................................................................67

Lampiran 20. Spora dan Kristal Protein Bacillus thuringiensis

subsp. israelensis..........................................................................67

Page 16: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Aktivitas manusia dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, salah

satunya adalah penggunaan insektisida kimia untuk memberantas vektor pembawa

penyakit, seperti nyamuk dan lalat. Penggunaan insektisida kimia dengan dosis

dan frekuensi yang tinggi dapat menjadikan serangga pembawa vektor penyakit

menjadi resisten terhadap insektisida kimia tersebut dan insektisida kimia bersifat

tidak selektif sehingga menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem

(Philip et al., 1993). Penggunaan insektisida kimia tidak ramah terhadap

lingkungan dan sudah terjadi resistensi vektor pembawa penyakit yaitu nyamuk

Aedes aegypti dan Anopheles (http://www.kimianet.lipi.go.id).

Penggunaan insektisida kimia dapat menyebabkan vektor yang dibasmi

menjadi resisten terhadap insektisida tersebut. Selain itu, penggunaan insektisida

kimia yang tidak selektif dan penggunaan yang tidak bijaksana dapat

menyebabkan berbagai serangga maupun mahluk hidup lainnya yang berguna,

seperti serangga predator dapat ikut mati serta menimbulkan kerusakan

lingkungan (Margalit, 1990). Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penyebab

penyakit demam berdarah (http://www.epa.org).

Usaha yang dinilai paling tepat adalah dengan memutus rantai kehidupan

nyamuk dengan membunuh larva nyamuk menggunakan bioinsektisida. Salah

satu mikroorganisme yang digunakan untuk mengendalikan vektor pembawa

penyakit adalah Bacillus thuringiensis. B.t. merupakan famili bakteri yang

memproduksi kristal protein di inclusion body-nya pada saat bersporulasi.

Bioinsektisida B.t. merupakan 90-95 % dari bioinsektisida yang dikomersialkan

untuk dipakai oleh petani di berbagai negara (Bahagiawati, 2002). Kristal protein

yang dihasilkan bersifat selektif (hanya toksik terhadap serangga sasaran), aman

terhadap organisme bukan sasaran dan manusia, serta tidak menimbulkan residu

yang dapat mencemari lingkungan (Couch dan Ross, 1980).

Page 17: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Bioinsektisida berbahan aktif kristal protein diproduksi dengan cara

kultivasi bakteri dalam media dan kondisi pertumbuhan yang optimum. Kondisi

kultivasi media berpengaruh terhadap toksisitas bioinsektisida yang dihasilkan

(Pearson dan Ward, 1988; Morris et al., 1996). Formulasi media fermentasi yaitu

rasio C/N berpengaruh terhadap produksi bioinsektisida, densitas optik dan

pembentukan spora dari Bacillus thuringiensis subsp. israelensis (Rahayuningsih,

2003). Mineral (trace element) seperti K2HPO4, MgSO4.7H2O, CaCO3, Fe, Mn

dan Cu berpengaruh terhadap pembentukan δ-endotoksin (Sikdar et al., 1991).

Menurut Gumbira Sa’id (1987), faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

pertumbuhan sel dan pembentukan produk adalah suhu dan pH awal medium.

Spora dan kristal protein dihasilkan pada saat akhir dari fase logaritmik (Pearson

dan Ward, 1988). Kondisi kultur dalam medium fermentasi berpengaruh terhadap

pembentukan spora dan kristal protein. Menurut Morris et al., (1996), derajat

keasaman (pH) berpengaruh terhadap produksi spora dan kristal protein.

Suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan sel, tetapi tidak ada hubungan

secara langsung antara pertumbuhan sel dengan produksi kristal protein (Sikdar et

al., 1991). Struktur dan susunan asam-asam amino didalam toksin berpengaruh

terhadap toksisitas bioinsektisida (Schnepf et al., 1998). Pembentukan produk

oleh mikroorganisme tergantung pada suhu yang sama dengan pertumbuhan,

tetapi suhu yang optimum untuk pertumbuhan dan pembentukan produk tidak

harus sama. Untuk menentukan suhu yang optimum diperlukan hubungan antara

suhu dengan produk yang dihasilkan. Didalam penelitian ini dilakukan perlakuan

suhu dan pH selama sel mengalami pertumbuhan dan pembentukan kristal protein.

Page 18: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

B. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Menentukan pengaruh suhu dan pH terhadap pertumbuhan Bacillus

thuringiensis subsp. israelensis yaitu laju pertumbuhan maksimum, bobot

kering biomassa maksimum dan penggunaan substrat selama fermentasi.

2. Menentukan pengaruh suhu dan pH terhadap aktivitas bioinsektisida dan

jumlah spora hidup yang dihasilkan.

3. Menentukan waktu pemanenan produk bioinsektisida yang dihasilkan.

C. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Ruang lingkup dari penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Karakterisasi medium fermentasi yaitu onggok tapioka dan urea sebagai

sumber karbon dan nitrogen yaitu meliputi kadar karbon dan nitrogen.

2. Fermentasi medium untuk menentukan pengaruh suhu dan pH terhadap

pertumbuhan yaitu meliputi laju pertumbuhan maksimum, biomassa

maksimum dan penggunaan substrat.

3. Pengujian bioassay untuk menentukan aktivitas bioinsektisida (LC50).

4. Pengujian bioassay untuk menentukan pengaruh suhu dan pH serta waktu

pemanenan terhadap produk bioinsektisida yang dihasilkan.

Page 19: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BIOINSEKTISIDA

Insektisida mikrobial didefinisikan sebagai racun biologis yang dihasilkan

oleh mikroorganisme yang dapat membunuh serangga (entomopatogen). Sebagai

entomopatogen, insektisida mikrobial dapat dikembangkan dari bakteri, virus,

fungi atau protozoa (Ignoffo dan Anderson, 1979).

Bacillus thuringiensis adalah bakteri yang banyak digunakan untuk

memproduksi bioinsektisida. Secara komersial, bioinsektisida yang dihasilkan

oleh Bacillus thuringiensis telah digunakan secara luas untuk mengendalikan larva

serangga yang berperan sebagai hama (Quinlan dan Lisansky, 1985; Feitelson, et

al., 1992). Contoh produk komersil berbahan aktif Bacillus thuringiensis subsp.

israelensis yang digunakan untuk membasmi nyamuk pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Produk berbahan aktif Bacillus thuringiensis subsp. israelensis

Produk Formula Perusahaan

Teknar TC Powder Novartis (sold by

triology)

Teknar HP-D Fluid “

Teknar G Granules “

VectoBac TP Powder AbbottLaboratories

VectoBac 12 AS Fluid “

VectoBac G Granules “

VectoBac CG “

Bactimos WP Powder “

Bactimos G Granules “

Bactimos Briquettes/pellets “

Bactimos PP “

Cybate (Australian Label) Fluid Cyanamid

Skeetal FC Fluid Entotec/Novo

(purchased by

abbott?)

BMC WP Powder Reuter

Duplex Methoprene + Bti Zoecon - PPM Sumber: Becker and Margalit (1993)

Page 20: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai bioinsektisida diharapkan

semakin meningkat dan berkembang dengan ditemukannya galur-galur Bacillus

thuringiensis yang mempunyai aktivitas tinggi dan spektrum inang yang lebih luas

(Rupar, et al., 1991; Johnson, et al., 1993). Produksi bioinsektisida B.t.

berkembang dengan pesat dari 24 juta dolar Amerika Serikat pada tahun 1980

menjadi 107 juta dolar Amerika Serikat pada tahun 1989. Kenaikan permodalan

diperkirakan mencapai 11% per tahun, dimana pada tahun 1999 mencapai 300

juta dolar Amerika Serikat. B.t. yang dikomersialkan dalam bentuk spora yang

membentuk inklusi bodi. Inklusi bodi ini mengandung kristal protein yang

dikeluarkan pada saat bakteri lisis pada masa fase stasioner. Produk ini digunakan

sebanyak 10-50 gram per acre atau 1020 molekul per acre. Potensi toksisitasnya

berlipat kali dibandingkan dengan pestisida, misalnya 300 kali dibandingkan

dengan sintetik pyrethroid (Feitelson et al., 1992).

B. BACILLUS THURINGIENSIS

Bacillus thuringiensis adalah jenis spesies bakteri yang dapat membunuh

serangga tertentu. Sedikitnya terdapat 34 subspesies dari Bacillus thuringiensis

yang disebut serotype atau varietas dari Bacillus thuringiensis dan lebih dari 800

keturunan atau benih Bacillus thuringiensis telah diisolasi (Swadener, 1994).

Beberapa subspesies dari bakteri Bacillus thuringiensis yaitu kurstaki, aizawai,

sotto entomocidus, berliner, san diego, tenebroid, morrisoni dan israelensis.

Dalam satu subspesies Bacillus thuringiensis dijumpai beberapa jenis strain,

seperti HD-1, HD-5 dan sebagainya (Bahagiawati, 2002).

Pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1901 dari penyakit pada

jentik ulat sutera (Swadener, 1994). Ishiwata adalah orang yang pertama kali

mengisolasikan Bacillus thuringiensis dari larva ulat sutera yang mati (Dulmage

et al., 1990). Namun pada saat itu, belum dikenal sebagai Bacillus thuringiensis.

Baru pada tahun 1911, Berliner menemukan sejenis bakteri yang sama dengan

yang ditemukan oleh Ishiwata dari kumbang tepung Mediteranian (Mediterranean

flour moth), Anagasta kuehniella yang mati (Swadener, 1994; Dulmage et al.,

1990). Bakteri ini kemudian dinamakan dengan Bacillus thuringiensis.

Page 21: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Bacillus thuringiensis subsp. israelensis (B.t.i) pertama kali diisolasi dari

genangan air di daerah Israel. Aktivitas insektisida dari bakteri ini pertama kali di

uji pada tahun 1976, dan dari pengujian ini diketahui bahwa bakteri B.t.i. efektif

untuk membasmi lima spesies nyamuk yaitu Culex pipiens, Culex unnivatus,

Aedes aegypti, Uranotaenia unguiculata dan Anopheles sergentii (Margalit,

1990).

Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen bagi serangga

(Hickle dan Fitch, 1990). Bakteri ini bersifat gram positif, berbentuk batang,

memilki flagella, membentuk spora secara aerob dan selama sporulasi membentuk

kristal protein paraspora yang dapat berfungsi sebagai insektisida (Shieh, 1994;

Hickle dan Fitch, 1990; Knowles, 1994). Kristal protein ini di kenal dengan nama

δ-endotoksin (Shieh, 1994 ; Knowles, 1994). Menurut Gill et al. (1992) spora

yang dihasilkan oleh Bacillus thuringiensis berbentuk oval dan berwarna terang,

rata-rata memiliki dimensi 1,0 - 1,3 µm. Jika ditumbuhkan pada medium padat,

koloni Bacillus thuringiensis berbentuk bulat dengan tepian berkerut, memiliki

diameter 5-10 mm, berwarna putih, elevasi timbul pada permukaan koloni kasar

(Bucher, 1981).

C. KRISTAL PROTEIN

Menurun Aronson et al., (1986) dan Gill et al., (1992), komponen utama

penyusun kristal protein pada sebagian besar Bacillus thuringiensis adalah

polipeptida dengan berat molekul (BM) berkisar antara 130 sampai 140 kilodalton

(kDa). Polipeptida ini adalah protoksin yang dapat berubah menjadi toksin dengan

BM yang bervariasi dari 30 sampai 80 kDa, setelah mengalami hidrolisis pada

kondisi pH alkali dan adanya protease dalam saluran pencernaan serangga.

Aktivitas insektisida tersebut akan menghilang jika berat molekulnya lebih kecil

dari 30 kDa.

Berdasarkan analisa kuantitatif yang dilakukan terhadap kristal protein

tersebut, diperoleh data bahwa kristal Bacillus thuringiensis tersusun atas 95

persen protein sebagai komponen utama dan 5 persen karbohidrat (Heimpel,

1967), serta tidak mengandung asam nukleat maupun asam lemak (Fast, 1981).

Page 22: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Protein yang menyusun kristal Bacillus thuringiensis tersebut terdiri dari 18 asam

amino. Kandungan asam amino yang terbesar adalah asam aspartat dan asam

glutamat (Fast, 1981).

Kristal protein Bacillus thuringiensis mempunyai beberapa bentuk,

diantaranya bentuk bulat pada subsp. israelensis yang toksik terhadap Diptera,

bentuk kubus yang toksik terhadap Diptera tertentu dan Lepidoptera, bentuk pipih

empat persegi panjang (flat rectangular) pada subsp. tenebriosis yang toksik

terhadap Coleoptera, bentuk piramida pada subsp. kurstaki yang toksik terhadap

Lepidoptera (Shieh, 1994).

Gen yang mengkode kristal protein yang dihasilkan oleh bakteri Bacillus

thuringiensis telah diisolasi dan dikarakterisasi, dikenal dengan sebutan gen Cry

yang berasal dari kata Crystal (Bahagiawati, 2002). Terdiri dari 13 gen penyandi

kristal protein yang dikenal dengan gen Cry (kristal protein) dan Cyt (sitolitik)

(Hofle dan Whiteley, 1989). Gen Cry adalah paraspora yang mengandung kristal

protein dari Bacillus thuringiensis yang menghasilkan toksik terhadap organisme

sasaran. Sedangkan Cyt adalah paraspora yang mengandung kristal protein dari

Bacillus thuringiensis yang menghasilkan aktivitas hemolitik atau sitolitik

Berdasarkan kesamaan struktur asam-asam amino dan spektrum aktivitas

insektisidanya, maka gen Cry dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas yaitu Cry I,

Cry II, Cry III dan Cry IV. Jenis gen penyandi kristal protein yang dimilki sangat

menentukan sifat toksik yang dihasilkan. Pengetahuan tentang mekanisme daya

kerja dari endotoksin ini penting untuk menentukan proses kunci (key process)

yang bertanggung jawab terhadap kespesifikan dari sebuah kristal protein. Faktor

utama yang menentukan kisaran ruang (host range) dari kristal protein adalah

perbedaan pada larva midgut yang mempengaruhi proses kelarutan

(solubilization) dan prosesing kristal dari tidak aktif menjadi aktif, dan keberadaan

dari spesifik (binding-site) protoksin di dalam gut dari spesies-spesies serangga

(Bahagiawati, 2002). Berdasarkan perbedaan gen penyandi kristal protein yang

dimilki, maka tipe patogenitas Bacillus thuringiensis dapat dikelompokkan seperti

terlihat pada Tabel 2.

Page 23: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Tabel 2. Tipe patogenitas dari Bacillus thuringiensis

Tipe patogenitas Contoh Jenis

Gen

Contoh Produk

Spesifik untuk ordo

Lepidoptera

Contoh:

� Moth � Kupu-kupu

Bacillus

thuringiensis

subsp. kurstaki

Cry I � Dipel (Abbott) � Bactospeine

(Philip Duphar)

� Thuricide, Javelin (Sandoz)

Spesifik untuk ordo

Diptera

Contoh:

� Two winged flies � Midges � Crane flies � Lalat rumah

� Nyamuk

Bacillus

thuringiensis

subsp.

israelensis

Cry III � Vectobac (Abbott) � Bactimos (Philip

Duphar)

� Teknar (Sandoz)

Spesifik untuk ordo

Coleoptera

Contoh:

� Bettles

Bacillus

thuringiensis

subsp. san diego

Cry IV � Trident (Sandoz) � M-One (Mycogen)

Spesifik untuk ordo

Lepidoptera dan Diptera

Bacillus

thuringiensis

subsp. aizawai

Cry II Certan (Sandoz)

Sumber: Ellar et al., 2000

D. PROSES TOKSISITAS DAN INFEKSI OLEH Bacillus thuringiensis

Bacillus thuringiensis membentuk spora secara aerob dan selama sporulasi

membentuk kristal protein paraspora yang bersifat insektisida, yang disebut juga

dengan δ-endotoksin (Shieh, 1994). Bacillus thuringiensis juga menghasilkan

eksotoksin yaitu α-eksotoksin, β-eksotoksin dan faktor kutu yang bersifat sangat

toksik terhadap kutu mamalia (Baviola sp.) (Dulmage. 1981).

Proses toksisitas kristas protein (δ-endotoksin) sebagai bioinsektisida

dimulai ketika serangga sasaran memakan kristal ini, maka kristal tersebut akan

larut didalam usus tengah serangga. Setelah itu, dengan bantuan enzim protease

pada pencernaan serangga maka kristal protein tersebut akan terpecah struktur

kristalnya. Toksin aktif yang dihasilkan akan berinteraksi dengan reseptor pada

sel-sel epitelium usus tengah larva serangga, sehingga akan membentuk pori-pori

kecil berukuran 0.5 – 1.0 nm. Hal ini akan mengacaukan keseimbangan osmotik

sel didalam usus serangga sehingga ion-ion dan air dapat masuk kedalam sel dan

Page 24: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

menyebabkan sel mengembang dan mengalami lisis (hancur). Larva akan berhenti

makan dan akhirnya mati (Hofte dan Whiteley, 1989; Gill et al.,1992).

Kristal protein (δ-endotoksin) yang bersifat insektisida ini sebenarnya

hanya protoksin yang jika larut dalam usus serangga akan berubah menjadi

polipeptida yang lebih pendek (27-149 kd). Pada umumnya kristal protein di alam

bersifat protoksin, karena adanya aktivitas proteolisis dalam sistem pencernaan

serangga yang mengubah Bt-protoksin menjadi polipeptida yang lebih pendek dan

bersifat toksin. Toksin yang telah aktif berinteraksi dengan sel-sel epitelium di

usus tengah serangga sehingga menyebabkan terbentuknya pori-pori di sel

membran saluran pencernaan serangga (Bahagiawati, 2002).

Aktivitas toksin dari kristal protein serangga tergantung pada sifat intrinsik

dari usus serangga, seperti kadar pH dari sekresi enzim proteolitik dan kehadiran

spora bakteri secara terus menerus beserta kristal protein yang termakan

(Burgerjon dan Martouret, 1971). Selain itu, efektifitas dari toksin tertentu

dipengaruhi oleh kelarutan, afinitas terhadap reseptor yang ada serta pemecahan

proteolitik ke dalam toksin. Secara umum dapat disimpulkan bahwa cara kerja

kristal protein sebagai toksin dari Bacillus thuringiensis dapat dipengaruhi oleh

dua faktor, yaitu faktor spesifikasi dari mikroorganisme dan kerentanan dari

serangga sasaran (Milne et al.,1990). Selain itu, umur dari serangga merupakan

salah satu faktor yang menentukan toksisitas dari Bacillus thuringiensis. Jentik

serangga yang lebih muda lebih rentan jika dibandingkan dengan jentik yang lebih

tua (Swadener, 1994).

E. FERMENTASI Bacillus thuringiensis

Proses fermentasi untuk memproduksi bioinsektisida terdiri dari dua tipe,

yaitu fermentasi semi padat (semi solid fermentation) dan fermentasi terendam

(submerged fermentation). Pada fermentasi terendam, biakan muni Bacillus

thuringiensis ditumbuhkan dalam medium cair dengan dispersi yang merata

(Dulmage dan Rhodes, 1971). Fermentasi terhadap Bacillus thuringiensis dapat

dilakukan di dalam labu kocok pada suhu 28-30 oC, dengan pH awal medium

berkisar antara 6.8-7.2. Sedangkan agitasi yang digunakan berkisar antara 142-

Page 25: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

340 rpm. Labu yang digunakan berukuran 300 ml yang disi 50-100 ml medium

fermentasi (Krieg dan Miltenburger, 1984) atau dengan menggunakan labu

erlenmeyer ukuran 500 ml yang diisi 100-125 ml medium (Vandekar dan

Dulmage, 1982; Mummigatti dan Raghunathan, 1990).

Beberapa faktor yang sangat mempengaruhi fermentasi Bacillus

thuringiensis, diantaranya komposisi medium dan kondisi untuk pertumbuhan

mikroba seperti pH, oksigen dan suhu (Dulmage dan Rhodes, 1971).

Hampir semua mikroorganisme memiliki kisaran suhu untuk tumbuh dan

berkembang. Suhu yang optimal untuk produksi sel atau produk sel dapat

ditentukan secara empiris. Biasanya suhu yang optimal terjadi sedikit dibawah

suhu maksimal untuk pertumbuhannya dan suhu yang paling baik untuk

pembentukan produk sering tidak sama untuk pertumbuhan maksimalnya

(Dulmage dan Rhodes, 1971). Menurut Heimpel (1967) dan Deacon (1983),

Bacillus thuringiensis dapat tumbuh dengan medium buatan dengan suhu

pertumbuhan berkisar antara 15 - 40 oC.

Bacillus thuringiensis dapat tumbuh pada medium yang memiliki pH pada

kisaran 5.5 - 8.5 dan tumbuh optimum pada pH 6.5 - 7.5 (Benhard dan Utz, 1993).

Selama fermentasi pH dapat berubah dengan cepat tergantung pada penggunaan

karbohidrat (menurunkan pH) dan protein (menaikkan pH). Nilai pH dapat

dikendalikan dengan memelihara keseimbangan antara senyawa gula dan nitrogen

(Quinlan dan Lisansky, 1985).

Mikroorganisme membutuhkan sumber air, sumber karbon, nitrogen,

unsur mineral dan faktor pertumbuhan dalam medium pertumbuhannya (Vandekar

dan Dulmage, 1982). Beberapa sumber karbon dapat digunakan untuk fermentasi

Bacillus thuringiensis secara terendam antara lain glukosa, sirup jagung, tepung

jagung, dekstrosa, sukrosa, laktosa, pati, minyak kedelai dan molase dari bit atau

tebu. Sumber nitrogen yang dapat digunakan adalah tepung kedelai, tepung biji

kapas (proflo), corn steep, gluten jagung, ekstrak khamir, pepton, kedelai, tepung

ikan, tripton dan kasein (Dulmage dan Rhodes, 1971; Quinlan dan Lisansky,

1985).

Unsur mineral merupakan garam-garam anorganik yang penting untuk

pertumbuhan mikroorganisme, meliputi K, Mg, P dan S, sedangkan yang

Page 26: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

dibutuhkan dalam jumlah sedikit yaitu Ca, Zn, Fe, Co, Cu, Mo, dan Mn. Unsur-

unsur mineral tersebut dibutuhkan mikroorganisme untuk pertumbuhan, misalnya

Mn dibutuhkan untuk sporulasi dan Ca untuk menjaga kestabilan panas dalam

spora (Dulmage dan Rhodes, 1971). Kedalam medium fermentasi Bacillus

thuringiensis biasanya ditambahkan 0.3 g/l MgSO4.7H2O, 0,02 g/l ZnSO4.7 H2O,

0,02 g/l FeSO4.7H2O dan 1,0 g/l CaCO3 (Dulmage dan Rhodes, 1971; Vandekar

dan Dulmage, 1982). Bernhard dan Utz (1993) menyatakan bahwa ion-ion

organik, seperti Ca++ dan Mn

++ dapat menstimulus pembentukkan spora. Selain

itu, penambahan ion Mg++, Cu

++, Fe

++, Co

++ dan Zn

+ juga dapat meningkatkan

pertumbuhan sel dan pembentukan spora, jika media kompleks yang digunakan

sebagai medium fermentasi.

Agar proses fermentasi berjalan dengan lancar dan untuk memperkirakan

waktu panen yang optimal, maka sejumlah parameter dimonitor untuk dilakukan

pengukuran. Parameter-paremeter tersebut diantaranya, suhu, nilai pH dan jumlah

oksigen. Sedangkan pengukuran berat kering (biomassa), konsentrasi glukosa dan

nitrogen, jumlah spora, bentuk koloni dapat dilakukan pada setiap sampel

(Quinlan dan Lisansky, 1985).

F. PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN

MIKROBA

1. Pengaruh Suhu

Pertumbuhan mikroorganisme dan pembentukan produk merupakan

suatu hasil dari urutan reaksi-reaksi kimiawi. Menurut Gumbira Sa’id

(1987), terdapat tiga jenis kurva pertumbuhan mikoorganisme, yaitu

psikrofilik, mesofilik dan termofilik. Mikroorganisme yang kecepatan

pertumbuhannya dibawah 20oC disebut psikrofilik, yang diantara 30-35

oC

disebut mesofilik dan diatas 50 oC disebut termofilik. Pola pertumbuhan

ketiga kurva tersebut hampir sama, jika suhu dinaikkan kearah suhu

pertumbuhan optimal maka kecepatan tumbuh rata-rata akan meningkat dua

kalinya pada kisaran suhu 10 oC. Diatas suhu pertumbuhan optimum maka

kecepatan tumbuh akan menurun secara cepat berlawanan dengan naiknya

suhu (Ketaren, 1990).

Page 27: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

2. Pengaruh pH

Pengaturan nilai pH medium merupakan salah satu faktor penting

yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan produk (Ketaren,

1990). Besarnya pH untuk kecepatan pertumbuhan maksimum seringkali

berkisar antara satu sampai satu setengah unit. Derajat keasaman (pH)

sangat penting sehingga didalam fermentasi parameter ini secara terus

menerus dikontrol oleh suatu cairan penyangga (buffer) atau suatu sistem

kontrol pH tertentu (Gumbira Sa’id, 1987).

G. PEMANENAN

Bahan aktif insektisida Bacillus thuringiensis dapat dipanen dengan

sentrifugasi, filtrasi, presipitasi, spray drying atau kombinasi dari proses-proses

tersebut. Bahan aktif insektisida tersebut selanjutnya dapat diformulasikan

menjadi produk flowable liquid, wettable powder, dust atau granular tergantung

tipe fermentasi, segi ekonomi dari proses dan kebutuhan fomula tertentu (Ignoffo

dan Anderson, 1979).

Percobaan aplikasi bioinsektisida Bacillus thuringiensis pada luasan

terbatas yang telah dilakukan oleh Silapantakul, et al (1983) dan Yap (1985)

dalam Bhumiratana (1990) menunjukkan bahwa formulasi cairan mempunyai

beberapa kelebihan. Beberapa kelebihan tersebut adalah mudah cara

pemanenannya dan bersifat ekonomis. Selain itu, dalam bentuk cair, toksin akan

mudah larut sehingga akan lebih cepat bereaksi pada saat diaplikasikan pada

serangga sasaran. Formulasi tersebut diperoleh dengan cara mengkonsentrasikan

kultur hasil kultivasi Bacillus thuringiensis dengan cara sentrifugasi. Formulasi

tersebut juga dianggap paling sesuai untuk pengontrolan nyamuk.

Page 28: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

=

H. PENENTUAN AKTIVITAS INSEKTISIDA MIKROBA

Terdapat perbedaan pengukuran aktivitas mikroba antara insektisida kimia

dengan bioinsektisida. Pada insektisida kimia prosedur yang dilakukan untuk

memonitor produksi relatif sederhana. Hal ini disebabkan karena produk yang

digunakan adalah produk murni yang telah dievaluasi dan aktivitas insektisidanya

telah diketahui sebelumnya. Sedangkan pada bioinsektisida, aktivitas insektisida

dari mikroorganisme tidak dapat diukur secara kimia, melainkan dengan bioassay.

Bioassay merupakan salah satu cara untuk menentukan serbuk bahan aktif yang

dihasilkan oleh mikroorganisme. Pada insektisida kimia, bioassay hanya

digunakan sebagai alat pelengkap (Vandekar dan Dulmage, 1982).

Insektisida mikroba ditentukan aktifitasnya dengan menghitung jumlah

spora hidup dan melalui bioassay untuk menentukan kadar letal (LC50) dan

International Unit (IU) (Vandekar dan Dulmage, 1982) atau dosis letal (LD50),

Diet Dillution Unit (DDU50) dan IU (Dulmage dan Rhodes, 1971). LC50, LD50,

DDU50 sebenarnya hanya menunjukkan potensi relatif produk, karena potensi

produk insektisida mikroba (Bacillus thuringiensis) dinyatakan dalam satuan

internasional (SI) dengan cara pengukuran sebagai berikut:

(IU/mg) standar otensisampel LC50

standar LC50PXSampelPotensi

I. NYAMUK Aedes Aegypti

Nyamuk merupakan hewan invertebrata yang membahayakan bagi

kesehatan dan dapat menyebarkan berbagai penyakit. Salah satu jenis nyamuk

yang banyak dikenal di masyarakat adalah Aedes aegypti, Culex,dan Anopheles.

Aedes aegypti dan Culex adalah dua dari lebih 30 genus yang terdapat dalam

famili Culicidae (Roberts dan Janovy, 1996). Larva nyamuk tersebut bersifat

akuatik, yaitu hanya dapat hidup ditempat yang berair. Nyamuk berpengaruh

negatif terhadap kesehatan manusia dan hewan, karena nyamuk betina bersifat

Page 29: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

sebagai penghisap darah dan dapat menjadi vektor beberapa jenis penyakit

(Borror et al., 1992). Penyakit yang ditimbulkan antara lain demam kuning,

demam berdarah, malaria dan kaki gajah. (Roberts dan Janovy, 1996).

Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penyebab penyakit demam

berdarah (dengue haemorrarghic fewer). Munstermann (1997) menjelaskan

siklus hidup nyamuk Aedes aegypti sebagai berikut. Telur nyamuk Aedes aegypti

kira-kira berukuran panjang 1 mm dan berdiameter 0,25 mm, telur tersebut hidup

di dalam air kemudian menjadi larva nyamuk. Pada kondisi pertumbuhan

optimum, larva hidup hingga enam hari, kemudian menjadi pupa selama dua

hingga tiga hari dan setelah itu nyamuk dewasa keluar dari pupa. Siklus hidup

nyamuk Aedes aegypti dapat dijelaskan pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti (www.epa.org)

Page 30: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

III. BAHAN DAN METODE

A. ALAT DAN BAHAN

1. Alat

Peralatan utama yang digunakan adalah water shaker yang

dilengkapi dengan kontrol suhu. Prinsip pengaturan suhu didalam water

shaker adalah dengan mengatur tombol digital suhu dan kecepatan agitasi.

Panas yang dihasilkan berasal dari plat pemanas (heater) dengan

menggunakan media air. Alat-alat yang digunakan untuk analisa adalah

otoklaf, inkubator, labu erlenmeyer, pemanas listrik, magnetic stirrer, pH-

meter, sentrifuse, tabung film, tabung ulir, tabung reaksi, eppendorf, pipet

mekanik, jarum ose, lemari pendingin, oven, tanur, spektrofotometer,

cawan petri, neraca analitik, cawan porselin, cawan aluminium, vortex,

desikator, serta alat gelas lainnya.

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kultur

Bacillus thuringiensis subsp. israelensis yang diperoleh dengan

membiakkan campuran spora kristal produk komersial (Vectobac) pada

medium agar miring (Nutrien Agar). Media yang digunakan adalah

onggok tapioka sebagai sumber karbon, dan urea sebagai sumber nitrogen.

Mineral (trace element) yang digunakan adalah MgSO4.7H2O,

ZnSO4.7H2O, FeSO4.7H2O, MnSO4.7H2O, CaCO3, K2HPO4, KH2PO4.

bahan-bahan yang digunakan untuk analisa adalah nutrien agar (NA),

nutrien broth (NB), NaOH, fenol 5%, H2SO4 pekat, garam fisiologis, air

suling, etanol 70% dan spiritus. Larva nyamuk Aedes aegypti digunakan

untuk pengujian aktivitas bioinsektisida (potensi produk).

Page 31: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

B. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan terdiri atas karakterisasi onggok tapioka,

melakukan fermentasi medium untuk menentukan pengaruh suhu dan pH terhadap

pertumbuhan Bacillus thuringiensis subsp. israelensis yang meliputi laju

pertumbuhan maksimum, bobot kering biomassa maksimum dan penggunaan

substrat. Sampel diuji aktivitas bioinsektisidanya untuk menentukan pengaruh

suhu dan pH. Jumlah spora hidup yang terbentuk diukur untuk mengetahui jumlah

spora yang terbentuk. Tahapan penelitian disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Tahapan penelitian

Karakterisasi media fermentasi (C dan N)

dan persiapan inokulum

Penentuan pengaruh suhu dan pH terhadap pertumbuhan

(laju pertumbuhan maksimum, biomassa maksimum dan

penggunaan substrat)

Pengujian aktivitas bioinsektisida untuk menentukan

pengaruh suhu dan pH

Penentuan waktu pemanenan dan jumlah spora yang

terbentuk

Selesai

Mulai

Page 32: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

1. Karakterisasi Media Fermentasi dan Persiapan Inokulum

Karakterisasi media fermentasi meliputi analisa komposisi media

yaitu onggok tapioka dan urea sebagai sumber karbon dan nitrogen.

Onggok tapioka berasal dari daerah Kedung Halang Bogor dalam bentuk

kering. Untuk mendapatkan tepung onggok tapioka dilakukan

penggilingan yang bertujuan untuk memecah partikel dengan

menggunakan Hammer mill, kemudian dilakukan penyaringan dengan

ukuran 100 mesh. Terhadap tepung onggok tapioka yang sudah disaring,

dilakukan analisa kadar karbon, kadar nitrogen, kadar air dan kadar abu.

Sedangkan untuk mengetahui kadar nitrogen yang terdapat di dalam urea,

dilakukan analisa kadar nitrogen dengan menggunakan metode Kjeldahl.

Hasil analisa kadar karbon dan nitrogen digunakan dalam formulasi media

fermentasi. Prosedur analisa kadar air, kadar abu dan kadar nitrogen dapat

dilihat pada Lampiran 1.

Untuk mendapatkan kultur Bacillus thuringiensis subsp. israelensis

yang baik, maka dilakukan penyegaran inokulum. Kultur B.t.i berasal dari

produk komersil bioinsektisida (Vectobac) yang merupakan campuran

kristal protein dan spora. Sebanyak satu lup produk bioinsektisida

(Vectobac) diinokulasikan kedalam agar miring dengan tujuan

mengembangkan sel vegetatif dari spora. Kultur hasil inokulasi tersebut

digunakan sebagai kultur sediaan untuk memproduksi bioinsektisida.

Prosedur persiapan inokulum dapat dilihat pada Lampiran 2.

2. Penentuan Pengaruh Suhu dan pH Terhadap Pertumbuhan

Fermentasi medium dimulai dengan menyiapkan media yaitu

onggok tapioka, urea dan mineral (trace element). Formulasi media

tersebut terdiri atas rasio C/N dan penambahan trace element, jenis dan

jumlah mineral yang digunakan dalam formulasi sesuai dengan yang

digunakan oleh Dulmage dan Rhodes (1971). Larutan penyangga (buffer)

phosphat ditambahkan kedalam media (onggok tapioka, urea dan trace

element), hal ini bertujuan untuk membuat medium fermentasi dengan

nilai derajat keasaman (pH) sesuai dengan perlakuan yaitu pH 5,5; pH 6,75

Page 33: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

dan pH 8. Selanjutnya, dilakukan sterilisasi medium fermentasi, sterilisasi

dilakukan secara terpisah antara sumber karbon dan sumber nitrogen.

Terhadap medium fermentasi yang sudah di sterilisasi, diinokulasi

dengan kultur B.t.i. yang sudah disegarkan sebagai kultur sediaan.

Fermentasi dilakukan dalam labu erlenmeyer 500 ml yang diisi medium

dengan volume 150 ml dengan menggunakan water shaker untuk

dilakukan inkubasi selama 72 jam. Suhu dan pH diatur sesuai dengan

perlakuan.

Analisa terhadap pertumbuhan B.t.i. dilakukan per-satuan waktu

pengambilan contoh, yaitu jam ke- 0, 6, 12, 18, 24, 36, 48, 60, dan 72.

Analisa tersebut meliputi pengukuran bobot kering biomassa dan

penggunaan substrat. Hasil dari penghitungan bobot kering biomassa

digunakan untuk mengukur laju pertumbuhan sel dan biomassa

maksimum. Prosedur untuk menghitung bobot kering biomassa dan

penggunaan substrat dapat dilihat pada Lampiran 3.

3. Pengujian Aktivitas Bioinsektisida

Analisa terhadap aktivitas bioinsektisida dilakukan per-hari atau

pada jam pengambilan contoh yaitu jam ke- 24, 48 dan 72. Prosedur untuk

mengukur aktivitas bioinsektisida (bioassay), mengikuti prosedur yang

dilakukan oleh Yamamoto et al., (1983). Aktivitas bioinsektisida

dinyatakan dengan LC50. Nilai LC50 ditentukan dengan menggunakan

analisa Probit Quant (sofware dari Steve Mound, University of Wales,

College of Cardiff, Inggris). Prosedur pengujian bioinsektisida dapat

dilihat pada Lampiran 4.

4. Pengukuran Jumlah Spora

Analisa terhadap produk yaitu jumlah spora hidup, dilakukan per-

hari atau pada jam pengambilan contoh yaitu jam ke- 24, 48 dan 72.

Prosedur pengukuran jumlah spora hidup mengikuti prosedur yang

dilakukan oleh Mummigati dan Raghunathan (1990) dapat dilihat pada

Lampiran 5. Data pengukuran jumlah spora hidup diolah dengan

Page 34: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

menggunakan software SPSS. Pengolahan data ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh suhu, pH dan waktu pengambilan contoh terhadap

spora yang terbentuk.

Hasil olahan statistik dari pengujian aktivitas bioinsektisida

(potensi produk) dan pengukuran jumlah spora hidup digunakan untuk

menentukan waktu pemanenan produk bioinsektisida.

C. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

rancangan faktorial dua tingkat (two level faktorial) dengan dua faktor perlakuan

yaitu suhu (X1) dan pH (X2). Besarnya nilai suhu dan pH dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Nilai rendah dan tinggi perlakuan

Jenis perlakuan Nilai rendah (-) Nilai tinggi (+)

Suhu (X1) 25 35

pH (X2) 5.5 8

Parameter respon utama yang digunakan untuk menentukan pengaruh suhu

dan pH terhadap pertumbuhan B.t.i adalah laju pertumbuhan maksimum (µ-maks.)

dan bobot kering biomassa. Sedangkan respon utama aktivitas bioinsektisida

adalah potensi produk bioinsektisida. Matrik perlakuan selama fermentasi

disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Matrik perlakuan suhu dan pH untuk produksi bioinsektisida

Kode Nilai Nilai Asli No

X1 X2 Suhu pH

1 -1 -1 25 5.5

2 -1 +1 25 8

3 0 0 30 6.75

4 0 0 30 6.75

5 +1 -1 35 5.5

6 +1 +1 35 8

Page 35: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

i=1

2

I<k

Model rancangan percobaan faktorial untuk mengetahui pengaruh linier

dari kedua variabel terhadap respon yang diinginkan adalah sebagai berikut :

Y = αo + ∑ αixi+∑ αijxixj

Keterangan :

Y = Respon dari masing-masing perlakuan

αo, αi, αij = Koefisien parameter

xi = Pengaruh linier faktor perlakuan utama

xixj = Pengaruh linier dua faktor perlakuan

Page 36: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISASI ONGGOK TAPIOKA DAN PERSIAPAN

INOKULUM

Sebelum dilakukan inokulasi pada medium fermentasi, perlu diperhitungkan

parameter yang mempengaruhinya. Parameter-parameter tersebut diantaranya

jumlah nutrien, kesetimbangan nutrien, komponen total dan jenis komponen. Pada

dasarnya media yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme harus

mengandung air, sumber energi, zat hara sebagai sumber karbon, nitrogen dan

mineral (trace element).

1. Karakterisasi Onggok Tapioka dan Medium fermentasi

Karakterisasi onggok tapioka dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui kadar karbon dan nitrogen yang digunakan dalam persiapan

medium fermentasi. Hasil analisa kadar karbon dan kadar nitrogen onggok

tapioka dan urea dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi onggok tapioka (C,N,S kadar air dan abu)

Kadar (persen) No Komponen

Onggok tapioka Urea

1 Karbon (C) 40.43 20

2 Nitrogen (N) 0.143 45.2

3 Sulfur (S) 1 -

4 Abu 0.87 -

5 Air 2.11 -

Berdasarkan Tabel 5 di atas, onggok tapioka mengandung unsur

karbon dalam jumlah yang relatif tinggi yaitu 40,43 persen. Hal ini

disebabkan karena kandungan pati dalam onggok tapioka yang cukup

tinggi yaitu 60–70 persen berat kering (Abbas et al., 1985). Onggok

tapioka juga mengandung nitrogen sehingga dapat digunakan sebagai

media dalam fermentasi. Keuntungan penggunaan onggok tapioka sebagai

media fermentasi adalah harganya yang murah dan merupakan hasil

Page 37: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

samping industri tapioka sehingga dapat meningkatkan nilai tambah

onggok tapioka. Selain mengandung karbon dan nitrogen, onggok tapioka

juga mengandung komponen-komponen yang diperlukan untuk

pertumbuhan mikroorganisme. Komposisi kimia onggok dapat dilihat pada

Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi onggok tapioka (berat kering)

No Komponen Tjiptadi (1982) Anonim (1984)

1 Air (%) 16.86 13.39

2 Abu (%) 8.50 4.90

3 Serat Kasar (%) 8.14 11.02

4 Lemak (%) 0.25 0.15

5 Protein (%) 6.42 0.58

6 Pati (%) 62.97 68.79

7 Karbohidrat (%) 71.11 79.81

Berdasarkan Tabel 6 diatas, kandungan karbohidrat dalam onggok

tapioka mencapai 71,11 persen berat kering (Tjiptadi, 1982). Anonim

(1984) menambahkan bahwa kandungan karbohidrat dalam onggok

tapioka mencapai 79,81 persen berat kering. Hasil analisa proksimat

menunjukkan hasil yang berbeda-beda, hal ini dapat disebabkan karena

kandungan pati dalam onggok sangat bergantung pada varietas dan mutu

ubi kayu yang diolah menjadi tapioka, efisiensi proses ekstraksi pati

tapioka dan penanganan onggok tapioka (Anonim, 1984).

Bahan utama lain yang digunakan sebagai sumber nitrogen adalah

urea. James (1993) menyatakan bahwa kadar nitrogen tertinggi di dalam

urea (CO(NH2)2) sebesar 46 persen. Hasil analisa kadar nitrogen terhadap

urea, menunjukkan bahwa kandungan nitrogen urea sebesar 45,2 persen.

Kadar nitrogen tersebut berada pada kisaran tertinggi, hal ini dapat

disebabkan oleh tingkat kemurnian urea yang digunakan dalam analisa.

Morris et al., (1997) menambahkan bahwa sumber nitrogen berpengaruh

didalam pembentukan campuran kristal-spora. Urea dapat digunakan

sebagai sumber nitrogen karena dapat mempercepat pertumbuhan

mikroorganisme (Stanbury dan Whitaker, 1984).

Page 38: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Hasil analisa dari onggok tapioka dan urea berguna untuk

menentukan nilai nisbah karbon dan nitrogen. Menurut Wang et al.,

(1978), kebutuhan nitrogen bagi mikroorganisme untuk tumbuh berada

pada kisaran 7-12 persen, sedangkan kebutuhan karbon sebesar 50 persen.

Nilai nisbah C/N yang digunakan dalam penelitian adalah 7/1, nilai

tersebut masih berada pada kisaran untuk pertumbuhan mikroorganisme

(Wang, et al., 1978). Nilai nisbah C/N digunakan untuk menentukan

komposisi onggok tapioka dan urea. Konsentrasi onggok tapioka yang

digunakan dalam penelitian sebesar 20 gram/liter, konsentrasi tersebut

berdasarkan penelitian Wicaksono (2002). Judoamidjojo (1989)

menambahkan bahwa batas maksimum konsentrasi karbohidrat sebagai

sumber karbon adalah 50 gram/liter. Pada konsentrasi diatas 50 gram/liter,

penghambatan pertumbuhan sel oleh substrat akan mulai terjadi.

Penghambatan timbul karena adanya tekanan osmotik yang dapat

menyebabkan plasmolisis dan terjadinya penghambatan sintesis enzim-

enzim pada rantai respirasi. Komposisi onggok tapioka dan urea yang

digunakan sebagai sumber karbon dan nitrogen adalah 3 gram onggok

tapioka dan 0,398 gram urea di dalam 150 ml medium fermentasi. Hasil

perhitungan komposisi onggok tapioka dan urea dapat dilihat pada

Lampiran 17.

Menurut Rahayuningsih (2003), kombinasi faktor, jenis dan nisbah

C/N serta mineral yang digunakan berpengaruh terhadap toksisitas dari

kristal protein yang dihasilkan. Komposisi elemental tipikal bagi

mikroorganisme ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi elemental tipikal untuk mikroorganisme

No Elemen Bobot kering sel

(persen)

1 Karbon 50

2 Nitrogen 7 – 12

3 Fosforus 1 – 3

4 Sulfur 0,5 – 1.0

5 Magnesium 0,5 (Wang et al., 1978)

Page 39: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Selain sumber karbon dan nitrogen, mikroorganisme juga

membutuhkan mineral untuk pertumbuhan dan pembentukan metabolit.

Kebutuhan mineral bervariasi tergantung pada jenis mikroorganisme yang

ditumbuhkan. Jenis dan jumlah mineral yang digunakan dalam penelitian

ini sesuai dengan yang digunakan oleh Dulmage dan Rhodes (1971) dan

Vandekar dan Dulmage (1982), yaitu untuk pembuatan satu liter medium

fermentasi ditambahkan 0.3 g MgSO4.7H2O, 0,02 g ZnSO4.7H2O, 0,02 g

FeSO4.7H2O dan 1,0 g CaCO3. Menurut Moo-Young (1985), CaCO3

sangat penting untuk pertumbuhan sel dan produksi endotoksin.

Konsentrasi mineral baik tunggal maupun campuran sangat berpengaruh

terhadap proses fermentasi tertentu. Bentuk senyawa yang biasanya

ditambahkan dan kisaran konsentrasinya, adalah seperti pada Tabel 8 di

bawah ini.

Tabel 8. Kisaran konsentrasi mineral

Komponen Kisaran

(g/l)

KH2PO4 1.0 – 4.0

MgSO4.7H2O 0.25 – 3.0

KCl 0.5 – 12.0

CaCO3 5.0 – 17.0

FeSO4.4H2O 0.01 – 0.1

ZnSO4.8H2O 0.1 – 1.0

MnSO4.H2O 0.01 – 0.1

CuSO4.5H2O 0.003 – 0.01

Na2MoO4.2H2O 0.01 – 0.1 (Stanbury dan Whitaker, 1984)

Dalam sterilisasi media antara sumber karbon dan nitrogen

dilakukan terpisah, hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya reaksi

browning. Hal ini perlu dicegah karena dapat menyebabkan terbentuknya

warna yang gelap pada medium fermentasi serta dapat meyebabkan

kerusakan nutrien. Menurut Hartoto (1992), dalam melakukan sterilisasi

media untuk fermentasi perlu diperhatikan faktor-faktor, diantaranya

kepekaan nutrien terhadap panas, kerusakan vitamin, ketersediaan protein

dan pengendapan trace element.

Page 40: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

2. Persiapan Inokulum

Untuk mendapatkan kultur yang digunakan sebagai inokulum

dalam keadaan segar dan aktif, maka dilakukan pengembangan inokulum.

Pengembangan inokulum merupakan penyiapan suatu populasi

mikroorganisme dari kultur sediaan yang dorman (istirahat) ke tahap

kultur yang dapat digunakan untuk menginokulasi suatu proses produksi.

Dalam penelitian ini, dilakukan penyiapan inokulum dengan

menumbuhkan B.t.i. kedalam agar miring (nutrien agar) dari produk

komersial bioinsektisida (Vectobac). Hal ini bertujuan untuk mendapatkan

sel B.t.i dalam keadaan segar sebelum dilakukan pengembangan

inokulum. Dalam penelitian ini dilakukan inokulasi sebanyak satu lup

biakan B.t.i. kedalam medium nutrien broth (NB) sebagai labu

pembibitan 1, kemudian dilakukan inkubasi selama 12 jam. Tujuan dari

pembuatan inokulum 1 adalah untuk mendapatkan kondisi pertumbuhan

yang optimum yang berasal dari media padat (agar miring) ke media cair.

Inokulum hasil pembibitan 1 digunakan untuk menginokulasi medium

pembibitan 2 sebanyak 5 persen. Medium pembibitan 2 berisi medium

yang akan digunakan untuk memproduksi bioinsektisida. Menurut Hartoto

(1992), sebelum masuk ke medium fermentasi utama perlu dilakukan

pengembangan inokulum beberapa tahap, sebanyak 3–10 persen inokulum

yang ditambahkan. Hal ini bertujuan untuk memproduksi biomassa yang

maksimum untuk medium fermentasi utama.

B. PENGARUH SUHU DAN pH TERHADAP PERTUMBUHAN

Pengamatan terhadap pertumbuhan Bacillus thuringiensis subsp.

israelensis ditunjukkan oleh peningkatan bobot kering biomasa selnya.

Pengukuran bobot kering biomassa digunakan untuk menghitung laju

pertumbuhan maksimum Bacillus thuringiensis subsp. israelensis. Pengukuran

bobot kering biomassa tidak hanya mengukur sel hidup saja, tetapi juga sel mati,

spora dan bahan-bahan lain yang tidak dapat larut. Menurut Gumbira Sa’id

Page 41: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

(1987), faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan sel dan

pembentukan produk adalah suhu dan pH awal medium.

Hasil dari perhitungan bobot kering biomassa digunakan untuk

menghitung laju pertumbuhan maksimum, biomassa maksimum dan waktu

terbentuknya biomassa maksimum. Nilai hasil perhitungan tersebut dapat dilihat

pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai laju pertumbuhan maksimum dan biomassa maksimum

Suhu

(x1)

PH

(x2)

Kode

(x1)

Kode

(x2)

µ maks

(jam-1)

Biomassa

maks.

(mg/ml)

25 5.5 -1 -1 0.246±0.000 5.025±0.318

25 8 -1 1 0.150±0.053 3.625±0.955

30 6.75 0 0 0.328±0.012 5.195±0.73

30 6.75 0 0 0.386±0.101 6.800±1.146

35 5.5 1 -1 0.219±0.081 2.500±0.57

35 8 1 1 0.310±0.028 6.350±1.34

1. Pengaruh Suhu dan pH terhadap Laju Pertumbuhan

Fermentasi Bacillus thuringiensis subsp. israelensis untuk

memproduksi bioinsektisida dilakukan dengan cara sistem fermentasi

tertutup (batch process). Pada sistem fermentasi tertutup ini tidak

dilakukan lagi penambahan komponen substrat setelah inokulasi kedalam

medium steril. Setelah fase adaptasi (lag phase) selesai, mikroba

memasuki fase pertumbuhan eksponensial (log phase) dimana

pertumbuhan berlangsung konstan dengan laju pertumbuhan maksimum.

Laju pertumbuhan maksimum berbeda-beda tergantung pada spesies

mikroba dan kondisi kultur.

Hasil analisa statistik (Lampiran 11), menunjukkan bahwa laju

pertumbuhan maksimum (µ maks.) dipengaruhi oleh suhu (X1) dan pH

(X2). Koefisien parameter dan nilai signifikansi laju pertumbuhan

maksimum (µ maks.) disajikan pada Tabel 10.

Page 42: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Tabel 10. Koefisien parameter dan nilai signifikansi laju pertumbuhan

maksimum (µ maks.)

Parameter Koefisien Signifikansi

Intersep -2.8481 85.19

Suhu (X1) 0.2580 89.52

pH (X2) -0.2254 86.74

Interaksi X1 dan X2 0.0075 86.84

R2 95.32

Pada Tabel 10 dapat dilihat, bahwa suhu fermentasi (X1)

berpengaruh terhadap laju pertumbuhan pada tingkat signifikansi 89.52

persen. Dalam penelitian ini dilakukan pengambilan interval suhu antara

25–35 oC. Menurut Heimpel (1967) dan Deacon (1993), B.t. dapat tumbuh

pada medium buatan pada suhu pertumbuhan berkisar antara 15–40 oC.

Pada interval suhu 25-35 oC, faktor suhu (X1) memberikan pengaruh

positif terhadap laju pertumbuhan, semakin tinggi suhu menyebabkan

semakin cepat laju pertumbuhan B.t. Judoamidjojo et al., (1992)

menyatakan bahwa laju pertumbuhan dipengaruhi oleh suhu.

Kecenderungan ini mungkin disebabkan oleh aktivasi enzim amilase

dalam proses katabolisme yaitu menguraikan karbohidrat dalam onggok

tapioka menjadi gula-gula sederhana. Menurut Pelczar dan Chan (1986),

mulai pada suhu rendah, aktivitas enzim bertambah dengan naiknya suhu

sampai aktivitas optimumnya dicapai, kenaikan suhu lebih lanjut berakibat

dengan berkurangnya aktivitas enzim dan pada akhirnya akan rusak.

Faktor derajat keasaman (pH) memberikan pengaruh pada tingkat

signifikansi 86.74 persen terhadap laju pertumbuhan maksimum. Dalam

penelitian ini dilakukan perlakuan pH antara 5,5 – 8. Pada Lampiran 6

dapat dilihat bahwa nilai pH cairan kultur selama fermentasi berlangsung

berkisar antara 5,6 – 7,9, kisaran tersebut masih berada pada kisaran

pertumbuhan B.t. karena menurut Bernhard dan Utz (1993) bahwa B.t.

dapat tumbuh pada kisaran pertumbuhan 5,5 - 7,5. Menurut Judoamidjojo

(1992), derajat keasaman (pH) merupakan parameter yang mempengaruhi

pertumbuhan dan pembentukan produk karena protein mempunyai

gugusan yang dapat terionisasi, sehingga perubahan pH akan berpengaruh

terhadap katalitik dan konformasi enzim. Enzim amilase yang berperan

Page 43: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

dalam proses katabolik karhohidrat menjadi gula-gula sederhana dapat

aktif pada selang pH yang optimum untuk pertumbuhan B.t.i. Aktivitas

maksimum dicapai pada pH tertentu dan penyimpangan dari nilai derajat

keasaman (pH) akan menyebabkan berkurangnya aktivitas enzim (Pelczar

dan Chan, 1986).

X2-

X2-

X2+

X2+

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

(ja

m-1

)

X1- X1+

Gambar 3. Interaksi suhu (X1) dan pH (X2) terhadap laju pertumbuhan

maksimum (µ-maks.)

Dari Gambar 3 dapat dilihat, bahwa suhu berpengaruh positif

terhadap laju pertumbuhan maksimum (µ maks.) pada interval 25-35 oC.

Suhu dan pH berpengaruh terhadap aktivitas enzim amilase yang berperan

dalam proses metabolisme sel yaitu perombakan karbohidrat menjadi gula

sederhana.

2. Pengaruh Suhu dan pH terhadap Biomassa Maksimum

Metode yang paling umum untuk mengukur massa sel total adalah

dengan cara menghitung bobot kering biomassa. Pertumbuhan mikroba

dapat diamati dengan cara mengukur jumlah sel atau konsentrasi

biomassnya. Peningkatan massa sel hanya terjadi, jika kondisi-kondisi

kimiawi dan fisika tertentu dipenuhi, misalnya terdapat suhu dan pH yang

optimum dan tersedianya nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.

Hasil analisa statistik (Lampiran 12) menunjukkan bahwa nilai

bobot kering biomassa maksimum dipengaruhi oleh suhu (X1) dan pH

(X2). Suhu berpengaruh positif terhadap bobot kering biomassa

maksimum. Pada interval suhu 25-35 oC, semakin tinggi suhu

Page 44: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

menyebabkan semakin tinggi nilai bobot kering biomassa. Hal ini sesuai

dengan pengaruh suhu terhadap laju pertumbuhan maksimum, tetapi tidak

berarti bahwa semakin tinggi nilai bobot kering biomassa akan dihasilkan

laju pertumbuhan yang semakin cepat, karena selain faktor biomassa juga

dapat dipengaruhi oleh waktu terbentuknya biomassa maksimum

(t-maks.). Koefisien parameter dan nilai signifikansi bobot kering

biomassa maksimum disajikan pada Tabel 11

Tabel 11. Koefisien parameter dan nilai signifikansi biomassa

Maksimum

Parameter Koefisien Signifikansi

Intersep -13.495 60.47

Suhu (X1) 2.487 75.30

pH (X2) -5.810 85.88

Interaksi X1 dan X2 0.210 87.01

R2 90.24

Dari Tabel 11, dapat dilihat bahwa suhu (X1) berpengaruh positif

pada selang interval suhu 25-35 oC terhadap nilai bobot kering biomassa

maksimum. Semakin tinggi suhu yang digunakan selama fermentasi akan

menyebabkan semakin tinggi nilai bobot kering biomassa. Nilai biomassa

berhubungan dengan konversi maksimal dari substrat ke massa sel. Suhu

yang terlalu rendah untuk pertumbuhan sel akan menyebabkan nilai bobot

kering biomassa rendah. Hal ini dipengaruhi oleh penggunaan energi,

menurut Moo-Young (1985), suhu pada umumnya penting dalam

mempengaruhi efisiensi konversi substrat menjadi massa sel dimana

substrat tersebut adalah sumber karbon atau energi. Dalam penelitian ini,

diluar suhu pertumbuhan optimum, energi ekstra dibutuhkan untuk tujuan

pemeliharaan karena turnover protein dan asam nukleat menjadi lebih

cepat sehingga energi untuk pertumbuhan menjadi lebih kecil. Hal ini

akan mengakibatkan bobot kering biomassa yang dihasilkan oleh

mikroorganisme menjadi lebih rendah.

Derajat keasaman (pH) (X2) memberikan pengaruh negatif pada

tingkat signifikansi 85.88 persen terhadap bobot kering biomassa

Page 45: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

maksimum. Hal ini berhubungan dengan konversi media (sumber karbon

dan nitrogen) menjadi biomassa dan produk. Perlakuan terhadap pH akan

berpengaruh terhadap metabolisme sel, hal ini disebabkan karena sel akan

mengkonsumsi substrat sederhana kemudian baru mengkonsumsi substrat

yang komplek. Selama B.t.i. mengkonsumsi sumber karbon, menyebabkan

terjadi penurunan nilai pH selama fermentasi. Hal ini disebabkan karena

terbentuknya asam-asam organik akibat proses katabolik terhadap glukosa

yang terdapat pada sumber karbon. Menurut Benoit et al. (1990), proses

katabolik terhadap glukosa tersebut oleh Bacillus thuringiensis melalui

Embden Meyerhoff Pathway (EMP) dan lintasan pentosa fosfat. Proses

perombakan ini menghasilkan ATP dan asam-asam organik, seperti asam

piruvat, asam sitrat, asam laktat dan asetoin. Bacillus thuringiensis bersifat

kemoheterotrof, pada umumnya mengoksidasi karbohidrat secara aerobik

untuk membentuk asam organik yang dioksidasi lebih lanjut menjadi CO2.

Norris (1971) menyatakan bahwa pada fase eksponensial, Bacillus

thuringiensis menggunakan gula dalam medium dan menghasilkan asam

asetat serta asam piruvat yang menyebabkan pH medium mengalami

penurunan pada waktu inkubasi tertentu.

3. Pengaruh Suhu dan pH terhadap Penggunaan Substrat.

Selama fermentasi berlangsung, sel akan mengkonversi substrat

sumber karbon menjadi biomassa dan produk. Hal ini ditandai dengan

berkurangnya konsentrasi substrat yaitu nilai kadar gula sisa. Tinggi

rendahnya kadar gula sisa dalam medium fermentasi dipengaruhi oleh

kemampuan sel dalam mengkonversi sumber karbon dari pati menjadi

biomassa dan produk. Selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan, misalnya suhu dan pH. Menurut Dulmage dan Rhodes (1971),

faktor yang sangat mempengaruhi fermentasi Bacillus thuringiensis,

diantaranya adalah komposisi medium dan kondisi untuk pertumbuhan

mikroba seperti pH, oksigen dan suhu.

Page 46: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

0

20

40

60

80

100

H-1 H-2 H-3

w aktu (hari)P

ers

en

tas

e p

en

gg

un

aa

n

su

bs

tra

t (%

)

25-5.5 25-8 30-6.75 30-6.75 35-5.5 35-8

Gambar 4. Efisiensi Penggunaan Substrat

Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa, sumber karbon yang terdapat

didalam onggok tapioka dikonversi oleh B.t.i. Pati yang terdapat pada

onggok tapioka dikonsumsi oleh bakteri sebagai sumber energi untuk

proses metabolisme pertumbuhannya. Dalam perombakan ini dihasilkan

energi dan asam-asam seperti asam piruvat dan asam asetat. Pada Tabel

12, disajikan koefisien parameter dan nilai signifikansi dari efisiensi

penggunaan substrat total.

Tabel 12. Koefisien parameter dan nilai signifikansi efisiensi

penggunaan substrat

Parameter Koefisien Signifikansi

Intersep 1353.1345 86.22

Suhu (X1) -84.2162 86.33

pH (X2) -9.514 56.83

Interaksi X1 dan X2 0.4164 58.99

R2 83.87

Hasil analisa statistik (Lampiran 13) menunjukkan bahwa faktor

suhu selama fermentasi berpengaruh negatif pada interval suhu 25-35 oC

terhadap efisiensi penggunaan substrat pada tingkat signifikansi 86.33

persen. Pada interval suhu 25-35 oC, semakin rendah suhu menyebabkan

semakin besar penggunaan substrat. Hal ini mungkin disebabkan oleh

penggunaan energi untuk pemeliharaan sel. Pemeliharaan sel ini bertujuan

Page 47: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

agar sel dapat bertahan hidup pada kondisi pertumbuhan yang kurang

optimum.

Derajat keasaman (pH) berpengaruh dalam penggunaan substrat

selama fermentasi. Hal ini berhubungan dengan proses metabolisme sel

yaitu mengkonversi substrat menjadi sel dan produk. Pengkonversian ini

melibatkan enzim amilase yang berperan dalam pemecahan pati dalam

onggok tapioka menjadi gula-gula sederhana.

C. PENGUKURAN JUMLAH SPORA HIDUP

Viable Spore Count (VSC) digunakan untuk menganalisa jumlah spora

hidup yang terkandung didalam campuran spora kristal. Pembentukan spora

selama fermentasi merupakan hal yang sangat penting karena kristal protein

sebagai bahan aktif bioinsektisida dibentuk bersamaan dengan pembentukan

spora. Semakin banyak spora yang dibentuk maka diharapkan semakin tinggi pula

jumlah kristal protein yang terbentuk. Pengukuran jumlah spora hidup ditentukan

dengan mengikuti metode Mummigatti dan Raghunathan (1990), yaitu dengan

melakukan sederetan pengenceran larutan contoh, kemudian dicawankan dengan

metode cawan sebar pada medium NA (Nutrien Agar). Spora yang ditumbuhkan

di dalam medium agar berasal dari larutan contoh yang terlebih dahulu diberi

rejatan panas pada suhu 65-70 oC selama 15 menit. Hal ini bertujuan untuk

membunuh sel vegetatif Bacillus thuringiensis subsp. israelensis, sehingga yang

dicawankan adalah spora kristal.

Pembentukan spora tergantung pada kondisi lingkungan kultur. Pada

umumnya, spora akan tumbuh pada lingkungan kultur yang tidak sesuai bagi sel.

Menurut Sukmadi et al., (1996), bahwa pembentukan spora tergantung pada

lingkungan kultur, umumnya spora akan tumbuh pada lingkungan kultur yang

kurang sesuai bagi sel, misalnya nilai pH dan suhu yang ekstrim, kurangnya suplai

makanan bagi sel serta kemungkinan lain yang menyebabkan kondisi lingkungan

tidak sesuai untuk sel B.t.i. Pembentukan spora ini merupakan pertahanan diri sel

terhadap kondisi lingkungan yang tidak sesuai baginya.

Page 48: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Pada penelitian yang dilakukan, perhitungan pertambahan jumlah spora

hidup dimulai pada jam ke-24 dimana fermentasi berada pada fase stasioner.

Pemilihan waktu pengukuran jumlah spora pada jam ke-24 karena diduga sel

mulai mengalami sporulasi.

0

2

4

6

8

10

H-1 H-2 H-3

waktu (hari)

Lo

g V

SC

(sp

ora

/ml)

25-5.5 25-8 30-6.75 30-6.75 35-5.5 35-8

Gambar 5. Jumlah spora hidup dalam produk yang dipanen

Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa jumlah spora tertinggi terdapat pada

jam ke-72 (Lampiran 9). Hasil olahan statistik yaitu analisa ragam uji F (Lampiran

14), menunjukkan bahwa suhu dan waktu pengambilan contoh (sampling)

berpengaruh terhadap pembentukan spora dari Bacillus thuringiensis subsp.

israelensis. Faktor suhu selama fermentasi berpengaruh terhadap pembentukan

spora. Pada interval suhu 25-35 oC, semakin tinggi suhu yang diberikan

menyebabkan semakin sedikit spora yang terbentuk. Hal ini disebabkan karena

pada interval suhu 25-35 oC, semakin tinggi suhu yang diberikan akan

meyebabkan semakin tinggi terbentuknya bobot kering biomassa. Pembentukan

spora merupakan pertahanan diri sel terhadap kondisi lingkungan yang tidak

sesuai untuk pertumbuhannya. Pada fermentasi Bacillus thuringiensis subsp.

israelensis, pembentukan spora merupakan hal yang penting karena kristal protein

(δ-endotoksin) sebagai bahan aktif bioinsektisida dihasilkan bersamaan dengan

pembentukan spora. Semakin banyak spora yang dibentuk, diharapkan semakin

tinggi potensi produk bioinsektisida.

Page 49: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Waktu pemanenan produk bioinsektisida berdasarkan spora yang dibentuk

dan aktivitas bioinsektisida. Aktivitas bioinsektisida diuji dengan pengujian

bioassay. Semakin tinggi tingkat mortilitas larva nyamuk Aedes aegypti, maka

potensi produk bioinsektisida semakin tinggi. Berdasarkan analisa ragam uji F

(Lampiran 15) terhadap aktivitas bioinsektisida (LC50), maka waktu pemanenan

produk bioinsektisida pada jam ke-72.

D. PENENTUAN AKTIVITAS BIOINSEKTISIDA (BIOASSAY)

Penentuan aktivitas bahan aktif bioinsektisida dapat ditentukan dengan

pengujian bahan aktif produk bioinsektisida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti

yang dilakukan dengan pengujian bioassay. Bioinsektisida yang paling efektif

ditentukan oleh tingkat mortilitas larva nyamuk Aedes aegypti. Tingkat mortilitas

larva nyamuk Aedes aegypti digunakan untuk menentukan nilai LC50 dan potensi

produk bioinsektisida. LC50 merupakan satuan yang menyatakan konsentrasi

produk yang mampu membunuh 50% dari larva nyamuk Aedes aegypti. Semakin

kecil nilai LC50 maka produk semakin efektif, yang berarti semakin besar

toksisitasnya.

Data mortilitas dapat dilihat pada Lampiran 10, sedangkan potensi dan

LC50 produk terdapat pada Tabel 13. Pengujian bioassay dilakukan terhadap 10

larva nyamuk Aedes aegypti dalam 10 ml air yang sudah diisi kristal protein dan

dibiarkan selama 24 jam pada suhu 30 oC (suhu kamar). Nilai mortilitas dihitung

dengan menggunakan program Probit Quant (Yamamoto et al.,1983). Kontrol

yang digunakan dalam pengujian bioassay adalah air sebanyak 10 ml tanpa

penambahan kristal protein (bioinsektisida) yang berisi 10 larva nyamuk Aedes

aegypti. Hasil pengujian pada kontrol menunjukkan bahwa semua larva nyamuk

yang diujikan tidak mati. Menurut Bhumiratana (1990), beberapa kelebihan dari

formulasi cairan dalam percobaan aplikasi bioinsektisida adalah mudah cara

pemanenannya, serta bersifat ekonomis. Selain itu dalam bentuk cair, toksin

mudah larut sehingga lebih cepat bereaksi pada saat diaplikasikan pada serangga

sasaran.

Page 50: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Penentuan potensi standar produk (IU/mg) diperoleh dari perbandingan

LC50 standar dengan LC50 contoh uji dikalikan dengan potensi standar. Institute

Pasteure Standard 1982 (IPS 82), menyatakan bahwa potensi standar produk

bioinsektisida adalah 15000 IU/mg. Hasil olahan statistik analisa ragam uji F

(Lampiran 15), menunjukkan bahwa waktu pengambilan contoh (sampling)

berpengaruh terhadap aktivitas bioinsektisida. Semakin lama waktu fermentasi

meyebabkan semakin tinggi potensi produk bioinsektisida sehingga kemampuan

untuk membunuh larva semakin efektif. Hal ini mungkin berkorelasi dengan

pembentukan spora-kristal yaitu semakin lama waktu fermentasi menyebabkan

pembentukan spora semakin cepat.

Tabel 13. Perbandingan bobot kering biomassa, Log VSC produk, LC50

dan potensi produk bioinsektisida

Suhu

(x1)

PH

(x2)

Kode

(x1)

Kode

(x2)

Biomassa

(mg/ml)

Log VSC

(spora/ml)

LC 50

(µg/ml)

Potensi

(IU/mg)

25 5.5 -1 -1 2.42 8.090 0.05 19314

25 8 -1 +1 0.50 7.851 0.04 24143

30 6.75 0 0 2.20 7.496 0.11 8779

30 6.75 0 0 2.40 7.255 0.12 8048

35 5.5 +1 -1 2.24 6.665 0.1 9657

35 8 +1 +1 1.48 6.845 0.29 3330

Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa nilai LC50 memiliki korelasi yang

berlawanan dengan potensi produk bioinsektisida. Hal ini dapat dilihat bahwa,

semakin kecil nilai LC50 maka semakin tinggi efektivitas produk bioinsektisida

yang dihasilkan. Salah satu faktor yang menentukan tingginya toksisitas adalah

potensi dari kristal protein yang bisa dilihat dari komposisi kristal protein

penyusunnya. Yamamoto et al., (1983), menyatakan bahwa Bacillus thuringiensis

subsp. israelensis dapat memproduksi banyak kristal protein dengan berbagai

ukuran dan bentuk serta komposisi protein kompleks dari B.t.i. menyebabkan

variasi dari bentuk kristal. Struktur dan susunan asam-asam amino didalam toksin

berpengaruh terhadap toksisitas bioinsektisida (Schnepf et al., 1998).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi produk bioinsektisida

tertinggi diperoleh dari perlakuan suhu fermentasi 25 oC dan pH awal medium 8

yaitu sebesar 24.143 IU/mg. Nilai potensi yang tinggi menunjukkan bahwa

Page 51: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

terdapat korelasi positif terhadap jumlah spora hidup dalam produk. Toksisitas

produk bioinsektisida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti sangat tergantung dari

jumlah kristal protein (δ-endotoksin) yang dihasilkan selama proses sporulasi

berlangsung. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah spora yang dihasilkan

berkorelasi dengan jumlah kristal protein (δ-endotoksin) yang dihasilkan.

Menurut Gangurde dan Shethna (1995), nilai potensi standar Bacillus

thuringiensis subsp. israelensis adalah sebesar 15.000 IU/mg. Hal ini

menunjukkan bahwa produk bioinsektisida yang dihasilkan dari perlakuan suhu

fermentasi 25 oC dan pH awal medium 8 mempunyai potensi 1.6 kali lebih besar

dibandingkan dengan produk komersil (vectobac). Nilai potensi yang tinggi juga

menunjukkan bahwa Bacillus thuringiensis subsp. israelensis dapat menghasilkan

δ-endotoksin dengan tingkat toksisitas tertinggi pada suhu 25 oC dan pH awal

medium 8.

F. PENGARUH SUHU DAN pH TERHADAP AKTIVITAS

BIOINSEKTISIDA

Salah satu indikator dari pengujian aktivitas bioinsektisida (bioassay) adalah

kemampuan untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti. Respon dari

penentuan aktivitas bioinsektisida adalah nilai potensi produk yang besar atau

nilai LC50 yang kecil. Hal ini berarti semakin kecil nilai LC50 akan memiliki

potensi produk bioinsektisida yang besar.

Tabel 14. Parameter koefisien dan nilai signifikansi aktivitas bioinsektisida

(potensi produk bioinsektisida)

Parameter Koefisien Signifikansi

Intersep 170887 96.66

Suhu (X1) -12185 97.11

pH (X2) 13088 96.95

Interaksi X1 dan X2 -446.24 97.06

R2 99.91

Hasil analisa statistik (Lampiran 16) menunjukkan bahwa, faktor suhu

(X1) dan pH (X2) berpengaruh terhadap potensi produk bioinsektisida pada selang

kepercayaan 95 persen. Faktor suhu berpengaruh negatif terhadap respon pada

Page 52: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

interval suhu 25-35 oC. Hal ini berarti semakin tinggi suhu akan menyebabkan

potensi produk bioinsektisida rendah. Selama sporulasi, B.t.i membentuk kristal

protein yang bersifat insektisida yaitu δ-endotoksin. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa nilai jumlah spora hidup (VSC) tertinggi terdapat pada perlakuan suhu

25 oC yaitu 12,77 x 10

7 spora/ml. Hal ini sesuai dengan potensi produk

bioinsektisida yang tinggi pada suhu 25 oC. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa

ada korelasi antara pembentukan spora dengan aktivitas bioinsektisida. Menurut

Rahayuningsih (2003), kondisi lingkungan (suhu dan pH) berpengaruh pada

stabilitas mRNA yang menyandikan gen pembentukan spora dan kristal (gen

Cry). Gen tersebut menentukan karakter toksin yang dihasilkan. Karakter toksin

yang dihasilkan berpengaruh pada toksisitas dalam pengujian bioassay.

Faktor pH awal medium berpengaruh positif pada selang kepercayaan 95

persen. Pada interval nilai pH 5,5-8 menunjukkan bahwa semakin tinggi pH awal

medium yang digunakan meyebabkan semakin tinggi potensi produk

bioinsektisida yang dihasilkan. Hal ini diduga proses sintesa kristal protein dan

sporulasi berjalan optimal. Keadaan ini disebabkan oleh lingkungan pH yang tidak

terlalu rendah sehingga pembentukan komplek spora dan kristal protein dapat

berjalan dengan baik. Menurut Morris et al. (1996), pada pH awal 5 dan 6 tidak

diproduksi komplek spora dan kristal protein. Selain itu mungkin disebabkan

aktivitas enzim yang berperan dalam sporulasi dan sintesa kristal protein. Agaisse

dan Lereclus (1995) merangkum beberapa faktor yang berkontribusi pada

tingginya kristal protein. Mereka mengemukakan bahwa mekanisme transkripsi

memegang peranan penting. Stabilitas mRNA berperan dalam ekspresi gen yang

menyandikan kristal protein. Dengan demikian, derajat keasaman (pH) dalam

medium memegang peranan yang nyata dalam penyediaan kondisi yang tepat

sehubungan dengan sintesa enzim dan turnover protein, sehingga berpengaruh

terhadap sintesa kristal protein dan toksisitas terhadap larva nyamuk Aedes

aegypti.

Page 53: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

X2-

X2-

X2+

X2+

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

po

ten

si

pro

du

k

(IU

/mg

)

X1- X1+

Gambar 6. Pengaruh interaksi suhu (X1) dan pH (X2) terhadap

aktivitas bioinsektisida (potensi produk)

Interaksi antara suhu selama fermentasi dan pH awal medium berpengaruh

negatif pada selang kepercayaan 95 persen. Pada Gambar 6, diketahui terdapat

perbedaan kemiringan antara garis –X2 dengan garis +X2 yang mengindikasikan

penurunan potensi produk atau aktivitas bioinsektisida sewaktu peningkatan suhu

selama fermentasi. Salah satu faktor yang menentukan tingginya toksisitas adalah

potensi dari kristal protein yang bisa dilihat dari komposisi kristal protein

penyusunnya. Menurut Fast (1981), kristal protein Bacillus thuringiensis tersusun

atas 18 asam amino, kandungan asam amino terbesar adalah asam aspartat dan

asalm glutamat.

Page 54: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Hasil samping industri tapioka dapat digunakan sebagai sumber karbon

dalam fermentasi Bacillus thuringiensis subsp. israelensis. Faktor lingkungan

yang berpengruh terhadap pertumbuhan dan produksi kristal protein adalah suhu

dan pH. Pada interval suhu 25-35 oC, suhu berpengaruh positif terhadap laju

pertumbuhan maksimum (µ maks.) dan bobot kering biomassa maksimum. Pada

interval tersebut apabila suhu dinaikkan menyebabkan semakin cepat laju

pertumbuhan dan semakin tinggi nilai biomassa maksimum sedangkan derajat

keasaman (pH) berpengaruh negatif terhadap laju pertumbuhan dan biomassa

maksimum pada selang pH 5,5-8. Efisiensi penggunaan substrat dipengaruhi oleh

suhu pada interval suhu 25-35 oC.

Aktivitas bioinsektisida (potensi produk) dipengaruhi oleh suhu dan pH.

Suhu berpengaruh negatif pada interval suhu 25-35 oC, sedangkan pH

berpengaruh positif pada interval pH 5,5-8. Kedua faktor tersebut berpengaruh

pada tingkat selang kepercayaan 95 persen. Pada selang kepercayaan 95 persen

interaksi antara suhu dan pH berpengaruh negatif terhadap potensi produk

bioinsektisida.

Berdasarkan jumlah spora yang terbentuk dan aktivitas bioinsektisida di

dalam pengujian bioassay, maka produk bioinsektisida dapat dipanen pada jam

ke-72. Pada jam tersebut dihasilkan nilai potensi produk bioinsektisida yang

tinggi yaitu sebesar 24.143 IU/mg.

B. SARAN

Penelitian ini masih merupakan tahap awal dari penelitian lanjutan

mengenai produksi bioinsektisida, maka hal-hal yang perlu disarankan adalah:

1. Perlunya penelitian lanjutan mengenai optimasi suhu dan pH untuk

pertumbuhan dan tingkat toksisitas.

2. Penelitian terhadap fermentasi B.t.i pada skala bioreaktor.

Page 55: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, S., Halim dan S. T. Amidarmo. 1985. Limbah Tanaman Ubi kayu. Di

dalam F.G Winarno (editor). Monografi Limbah Pertanian. Kantor Menteri

Muda Urusan Peningkatan Produksi Pangan, Jakarta.

Agaisse, H. dan D. Lereclus. 1995. How does Bacillus thuringiensis Produce So

much Insecticidal Crystal Protein? Journal of Bacteriology. 177 (21) : 6027-

6032.

Anonim. 1984. Pembuatan Sirup Glukosa dari Ampas Tapioka. Badan Penelitian

dan Pengembangan Industri Semarang, Departemen Perindustrian,

Semarang.

Apriyantono, A. 1989. Analisa Pangan. PAU Pangan dan Gizi-IPB, Bogor.

Aronson, A. I., W. Beckman dan P. Dunn. 1986. Bacillus thuringiensis and

Related Insect Pathogen. Microbial Rev. 50 (1) : 1-24.

Bahagiawati. 2002. Penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai Bioinsektisida.

Buletin Agrobio 5(1) : 21-28

Becker, N. dan J. Margalit. 1983. Use of Bacillus thuringiensis israelensis

Against Mosquitoes and Blackflies. In Bacillus thuringiensis, an

Environmental Biopesticide: Theory and Practice (editor: P.F. Entwistle, J.S.

Cory, M.J. Bailey and S. Higgs),pp. 147-170. Di dalam Travis R. Glare dan

Maureen O’Callaghan. 1998. Environmental and Health Bacillus

thuringiensis israelensis. Biocontrol & Biodiversity, Grasslands Division,

AgResearch. PO Box 60, Lincoln.

Benoit, L. G., G. R. Wilson dan C. L. Baugh. 1990. Fermentation During Growth

and Sporulation of Bacillus thuringiensis HD-1. Lett. Appl.

Microbiol.10:15-16.

Bernhard, K. dan R. Utz. 1993. Production of Bacillus thuringiensis Insecticide

for Experimental and Commercial Uses. Di dalam P. F. Enwistle, J. S. Cory,

M. J. Bailey dan S. Higgs (editor). Bacillus thuringiensis , An Enviromental

Biopesticide : Theory and Practice. John Wiley and Son, Chichester : 255-

266.

Bhumiratana, A. 1990. Local Production of B. sphaericus. Di dalam Bacterial

Control of Mosquitoes and Blackflies : Biochemistry, Genetic and

Application of B. thuringiensis israelensis and B. sphaericus. Editor : H. de

barjac dan D.J. Sutherland. Rutgers University Press. New Brunswick, New

Jersey, USA. 272-283.

Page 56: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Borror, D.J., C.A. Tripehom dan N.F. Johnson. 1989. An Introduction to The

Study of Insect. 6th edition. Saunders College Pub. Orlando. 499-575.

Buchner, G. E. 1981. Identification of Bacteria Found in Insect. Di dalam H. D.

Gurges (editor). Microbial Control Pest and Plant Disease 1970-1980.

Academic Press, New York.

Burgerjon, A. dan D. Martouret. 1971. Determination and Significance of The

Host Spectrum of Bacillus thuringiensis. Pp. 305-322. Di dalam H. D.

Burges & N. W. Hussey (editor). Microbial Control of Insect and Mites.

Academic Press. London.

Couch, T. L. dan D. A. Ross. 1980. Production and Utilization af Bacillus

thuringiensis. Biotechnol and Bioengin. 22;1297-1304.

Deacon, J. W. 1983. Microbial Control of Plant and Diseases. Van Nostrand

Reinhold (VK) Co, Ltd.

Dulmage, H. T. dan R.A. Rhodes. 1971. Production of Pathogens in Artificial

Media, pp.507-540 Di dalam : Burges, H.D. (editor). Microbial Control of

Pest and Plant Diseases 1970-1980. Acad Press, New York.

Dulmage, H. T. 1981. Insecticidal Activity of Isolated of Bacillus thuringiensis

and Their Potential for Pest Control. Di dalam H. D. Burges (editor).

Microbial Control of Pest and Plant Disease 1970 – 1980. Academic Press,

New York.

Dulmage, H. T., J. A. Corea dan G. G. Morales. 1990. Potential for Improved

Formulation of Bacillus thuringiensis israelensis through Standarization and

Fermentation Development. Di dalam H. de Barjac dan D. J. Surtherland

(editor). Bacterial Control of Mosquitos and Blackfleis : Biochemistry,

Genetic and Application of Bacillus thuringiensis israelensis & Bacillus

sphaericus. Rotgers University Press. New Brunswick, New Jersey, USA :

110-133.

Ellar, D.J. dan B. Promdonkoy. 2000. Membrane Pore Architecture of A Cytolityc

Toxin from Bacillus thuringiensis. Biochemical Journal. 350, 275-282.

Fast, D. G. 1981. The Crystal Toxin of Bacillus thuringiensis. Di dalam H. D.

Burges (editor). Microbial Control of Pest and Plant Disease 1970-1980.

Academic Press, New York.

Feitelson, J.S., Payne, dan L. Kim. 1992. Bacillus thuringiensis: Insects and

Beyond. Biotechnology. 10 : 271-275. Di dalam Bahagiawati (2002).

Penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai Bioinsektisida. Buletin Agrobio

5(1) : 21-28.

Page 57: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Gangurde, R.P. dan Y.I Shethna. 1995. Growth, Sporulation and Toxin

Production by Bacillus thuringiensis subsp. israelensis and B. sphaericus in

Media Based on Mustard-seed Meal. World Journal of Microbiology and

Biotechnology 11. 202-205.

Gill, S. S., E. A. Cowles dan P. V. Pietrantonio. 1992. The Mode of Action of

Bacillus thuringiensis . Endotoxin. Annu, Rev. Entomol. 37 : 615-636.

Gumbira-Sa’id, E. 1987. Bioindustri. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

Hartoto, L. 1992. Teknologi Fermentasi. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, PAU Bioteknologi.

Institut Pertanian Bogor.

Heimpel, A.M. 1967. A Critical Review of Bacillus thuringiensis var.

thuringiensis Berl, and Other Crystalliferous Bacteria. Ann. Rev. Entomol.

12:287-322.

Hickle, L.A. dan W.L. Fitch. 1990. Analytical Chemistry of B. thuringiensis.

ACS. Washington DC. 1-8.

Hofte, H. dan H. R. Whiteley. 1989. Insecticidal Crystal Protein of Bacillus

thuringiensis . Microbial. Rev. Entomol. 12 : 287-322.

http://www.kimianet.lipi.go.id

http://www.epa.org

Ignoffo, C. M. dan R. F. Anderson. 1979. Bioinsecticides. Di dalam H. J. Peppler

dan D. Perlman (editor). Microbial Technology. Academic Press, New-

York: 1-27.

James, D.W. 1993. Urea : A Low Cost Nitrogen for Fertilizer With Special

Management Requirements. Utah State University, USA.

Johnson, T.B., A.C. Slanely, W.P. Donovan dan M.J. Rupar. 1993. Insecticidal

Activity of EG4961, a Novel Strain of Bacillus thuringiensis Toxic to

Larvae and Adults of Southern Corn Rootworm (Coleoptera :

Chrysomelidae) and Colorado Potato Beetle (Coleoptera : Chrysomelidae).

J. Econ. Entamol. 86(2) : 330-333.

Judoamidjojo, M., A. Aziz Darwis dan E. Gumbira Sa’id. 1992. Teknologi

Fermentasi. Rajawali Pers, Jakarta.

Ketaren, S. 1990. Kinetika Reaksi Biokimia. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi PAU Bioteknologi. IPB,

Bogor.

Page 58: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Knowles, B. H. 1994. Mechanism of Action of B. thuringiensis Insecticidal

δ-endotoksin. In Advances in Insects Physiologi. Edited by : PD Evans.

Academic Press. London.

Krieg, A. and H.G. Miltenburger. 1984. Bioinsectisides Bacillus thuringiensis

Advances in Biotechnological Processes. 3 : 273-290.

Margalit, J. 1990. Discovery of B. thuringiensis israelensis. Di dalam Bacterial

Control of Mosquitoes and Blackflies : Biochemistry, Genetics and

Application of B. thuringiensis and B. sphaericus. Eds : H.de Barjac and D.J

Sutherland. Rutgers University Press. New Brunswick, New Jersey, USA.

3-10.

Milne, R. AZ. Ge, De Rivers dan D.H. Dean. 1990. Specificity of Insecticidal

Crystal Proteins : Implication for Industrial Standardization. Di dalam

Analytical Chemistry of B. thuringiensis. Editor: Hickle, L.A. dan W.L.

Fitch. American Chemical Society. Washington DC.

Moo Young, M. 1985. Comprehensive Biotechnology. Editor: A.T. Bull dan H.

Dalton. Pergamon Press, Oxford. 113-280.

Morris O.N., Converse V., Kanagaratnam P., and Davies J.S. 1996. Effect of

Cultural Condition on Spore-Crystal Yield and Toxycity of Bacillus

thuringiensis subs. Aizawai (HD133). Journal of Invertebrate Patology 67,

129-136.

Morris, O.N., P. Kanagaratnam, dan V. Converse. 1997. Sutability of 30 Product

and By Product as Nutrient Sources for Laboratory Production of Bacillus

thuringiensis subsp. aizawai (HD133). Journal of Inverteb. Pathol. 67:129-

136.

Mummigatti, S.G. and Raghunathan 1990. Influence of Media Composition on

The Production of Delta-Endotoxin by Bacillus thuringiensis. Journal of

Inverteb. Pathol. 55: 147-151.

Munstermann, L.E. 1997. The Molekuler Biology of Insect Disease Vectors. A

Methods Mannual. Editor: J.M. Crampton, C.B. Beard dan C. Louis.

Chapman and Hall.

Norris, J.R. 1971. The Protein Crystal Toxin of Bacillus thuringiensis :

Biosynthesis and Physical Structure. Di dalam H.D. Burges dan N.W.

Hussey (editor). Microbial Control of Insect and Mites. Academic Press,

London, New York : 229-246.

Pearson D. and Ward O.P. 1988. Effect Of Culture Condition On Growth and

Sporulation Of Bacillus thuringiensis subsp. israelensis and Development of

Media For Production Of the protein Crystal Endotoxin. Biotechnology

Letters Vol.10 no.7 451-456.

Page 59: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Pelczar, M.J.Jr. dan E.C.S. Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerbit

Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta

Philip, F.E., J.S. Cory, M.J. Bailey dan S. Higgs. 1993. Bacillus thuringiensis, An

Environmental Biopesticide : Theory and Practice, pp. 148. John Wiley and

Sons, New York.

Quinlan, R. J. And S. G. Lisansky. 1985. Microbial Insecticides, pp. 233-254. Di

dalam H. Dellweg (editor). Biotechnology vol. 3. Verlag Chemis,

Weinheim.

Rahayuningsih, M. 2003. Toksisitas dan Perbedaaan Aktivitas Dipterosidal

Bioinsektisida Bacillus thuringiensis var. israelensis Tipe Liar dan Mutan

pada berbagai Formulasi Media dan Kondisi Kultivasi. Disertasi. Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Roberts, L.S. dan Janovy Jr. 1996. Foundation of Parasitology. 5th edition. WmC

Brown Pub. Dubuque. USA.

Rupar, M.J., W.P. Donovan, R.G. Groat, A.C. Slanely, J.W. Mattison, T.B.

Johnson, J.F. Charles, V.C. Dumanoir dan H. de barjac. 1991. Two Novel

Strain of Bacillus thuringiensis Toxic to Coleopterans. App. Environ.

Microbial. 57(11). 3337-3344.

Schnepf, E., N. Crickmore, J. Van Rie,

D. Lereclus,

J. Baum,

J. Feitelson,

D. R.

Zeigler, dan D. H. Dean. 1998. Bacillus thuringiensis and Its Pesticidal

Crystal Proteins. Microbiology and Molecular Biology Reviews. 62: 775-

806.

Shieh, T. R. 1994. Identification and Clasification of Bacillus thuringiensis. Di

dalam Kumpulan Makalah Seminar Bacillus thuringiensis. Komisi Pestisida,

Departemen Pertanian, Jakarta.

Sikdar D.P., M.K. Majumdar dan S.K. Majumdar. 1991. Effect of Mineral On The

Production of delta Endotoksin By Bacillus thuringiensis Subsp. israelensis.

Biotechnology Letters Vol.13 No.7 pp. 511-514.

Stanburry, P.F. dan A. Whitaker. 1984. Principles of Fermentation Technology.

Pergamon Press, Oxford.

Sukmadi, B., Haryanto, B., dan Ratna S. 1996. Pengaruh Konsentrasi Dektrosa

Pada Produksi bahan Aktif Bioinsektisida Bacillus thuringiensis Subsp.

aizawai. Majalah BPPT No.LXXII : 17 – 23.

Swadener, C. 1994. Bacillus thuringiensis. Journal of Pesticides Reform vol. 14,

No 3 : 13-20. Northwest Coalition for Alternative to Pesticides. Ottawa.

Page 60: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Tjiptadi. 1982. Telaah Pembuatan Glukosa dan Sifat Limbah Cairnya dengan

Bahan Ubi Kayu secara Hidrolisa Asam dalam Rangka Meningkatkan

Teknik Pengolahannya. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Vandekar, M. dan H. T. Dulmage. 1982. Guideliness for Production of Bacillus

thuringiensis H-14. Special Programme for Research and Training in

Tropical Disease. Geneva.

Wang, D.I.C., C.L. Cooney, A.L. Demain, P. Dunhill, A.E. Humprey dan M.D.

Lilly. 1978. Fermentation and Enzyme Technology. John Wiley and Sons,

New York.

Wicaksono, Y. 2002. Pemanfaatan Onggok Tapioka dan Urea sebagai Media

Sumber Karbon dan Nitrogen dalam Produksi Bioinsektisida oleh Bacillus

thuringiensis subsp. kurstaki. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Yamamoto, T., T. Lizuka dan J.N. Aronson. 1983. Mosquitocidal Protein of

Bacillus thuringiensis var. israelensis : Identification and Partial Isolation of

the Protein. Current Microbiology, Vol.. 9, pp. 279-284.

Page 61: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI
Page 62: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

_ =

_

=

Lampiraan 1. Prosedur Analisa Kadar Air, Kadar Abu dan Kadar Nitrogen

1. Kadar Air (Apriyantono et al., 1989)

Cawan alumunium kosong dipanaskan dalam oven pada suhu

105°C selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit

dan ditimbang. Prosedur pengeringan cawan ini diulang sampai didapatkan bobot

tetap. Contoh sebanyak 4-5 gram ditimbang dalam cawan tersebut, kemudian

dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C selama 3-5 jam. Setelah itu cawan

dikeluarkan dari oven dan didinginkan, diulangi sampai didapatkan bobot tetap

bahan. Persentase kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut :

%1001

21)/(% x

W

WWbbAirKadar

Keterangan :

W1 = Berat sampel sebelum dikeringkan (g)

W2 = Berat sampel setelah dikeringkan (g)

2. Kadar Abu (Apriyantono et al., 1989)

Contoh bahan sebanyak 4-5 gram ditimbang dalam cawan yang bobotnya

konstan. Dibakar sampai tak berasap diatas bunsen dengan api kecil, kemudian

dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600°C sampai menjadi abu. Cawan

didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Pengabuan

diulangi, dengan cara dimasukkan kembali dalam tanur pada suhu 600°C selama 1

jam sampai didapat bobot tetap. Persentase kadar abu dapat dihitung dengan

menggunakan rumus :

%100)/(% xW

BAbbAbuKadar

Keterangan :

A = berat cawan + sampel setelah pengabuan

B = berat cawan setelah pengeringan

W = berat contoh setelah pengeringan

Page 63: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

=

3. Kadar Protein (Apriyantono et al., 1989)

Contoh seberat 0,1 – 1 gram didekstruksi dengan 2,5 ml H2SO4 pekat

dengan katalisator CuSO4 dan NaSO4 sampai berwarna hijau jernih. Destilasi

dilakukan setelah menambahkan 5 ml air suling dan 10 – 15 ml NaOH 50%.

Sebagai penampung digunakan 25 ml H2SO4 0,02 N dan 2 – 3 tetes indikator

mengsel hingga cairan dalam penampung kurang lebih 50 ml. Hasil destilasi

dititrasi dengan larutan NaOH 0,02 N. Prosedur analisa blanko ditentukan seperti

diatas tanpa menggunakan bahan yang dianalisa. Kadar protein dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

%100)(

25,6014.0Pr x

gramcontohbobot

xxNxaoteinKadar

Keterangan =

a = Selisih ml NaOH yang digunakan untuk menitrasi blanko dan contoh

(blanko – sampel)

N = Normalitas larutan NaOH

Page 64: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Lampiran 2. Persiapan Inokulum (Vandekar dan Dulmage, 1982)

Inokulum (kultur bibit) untuk menginokulasi medium fermentasi disiapkan

secara bertahap. Sebanyak satu lup biakan Bacillus thuringiensis var. israelensis

diinokulasikan dalam 50 ml medium nutrien broth (NB) sebagai labu pembibitan

pertama. Kemudian dilakukan inkubasi dalam rotary shaking incubator selama 12

jam pada agitasi 200 rpm dan suhu 30 oC. Kultur hasil inkubasi tersebut

selanjutnya digunakan untuk menginokulasi medium utama (labu pembibitan

kedua) sebanyak 5 persen dari volume labu pembibitan kedua. Dalam labu

pembibitan kedua, kultur diinokulasi pada kondisi yang sama seperti labu

pembibitan pertama selama 12 jam.

Page 65: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Lampiran 3. Prosedur Pengukuran Biomassa dan Substrat Sisa

1. Prosedur Pengukuran Bobot Kering Biomassa

Tabung eppendorf kosong dipanaskaan pada suhu 70 oC selama 1 jam

(sampai berat konstan), kemudiaan didinginkan didalam desikator selama 30

menit dan ditimbang Sebanyak 1 ml sampel cairan kultur fermentasi dimasukkan

kedalam tabung eppendorf, kemudian di sentrifugasi dengan kecepatan 13000 rpm

selama 15 menit. Filtrat dari sampel yang telah disentrifugasi disimpan didalam

tabung film untuk dilakukan perhitungan substrat sisa (kadar gula sisa). Endapan

yang terdapat didalam tabung eppendorf di panaskan dalam oven pada suhu 80 oC

selama 4-5 jam (sampai berat konstan). Kemudian didinginkan didalam desikator

selama 30 menit dan ditimbang. Bobot kering biomassa dapat dihitung dengan

menggunakan rumus :

Bobot kering biomassa = bobot eppendorf akhir – bobot eppendorf awal

2. Prosedur Penentuan Substrat Sisa dengan Metode Fenol

a. Analisa Sampel

Supernatan sebanyak 2 ml dihidrolisis dengan menambahkan

larutan HCl 25 persen sebanyak 0,2 ml dan dipanaskan dalam penangas air

bersuhu 100oC selama 2,5 jam. Setelah dingin, hasil hidrolisis ini

dinetralkan dengan larutan NaOH 45 persen sebanyak 0,17 ml.

Penentuan kadar pati (gula total) sisa dilakukan seperti pada

pembuatan kurva standar glukosa. Kadar pati (gula total) sisa dinyatakan

sebagai persen glukosa.

b. Pembuatan Kurva Standar

Larutan glukosa dengan konsentrasi 0, 10, 20, 30, 40, 50 dan 60

mg/l diambil sebanyak 2 ml dan masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi, ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 persen dan ditambahkan 5

ml larutan asam sulfat pekat dengan cepat. Setelah dibiarkan selama

Page 66: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

10 menit, larutan dipanaskan dalam penangas air selama 15 menit. Larutan

diukur absorbansinya pada λ = 490 nm.

KURVA STANDAR GLUKOSA

y = 0.0112x + 0.0031

R2 = 0.976

0

0.2

0.4

0.6

0.8

0 10 20 30 40 50 60 70

konsentrasi (mg/l)

Ab

so

rban

si

(490 n

m)

Absorbansi Linear (Absorbansi)

c. Penetapan Sampel

Penetapan sampel dilakukan seperti pada pembuatan kurva standar

kemudian ditentukan total gula sampel (dinyatakan sebagai persen

glukosa).

Page 67: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

=

Lampiran 4. Prosedur Penentuan Aktivitas Bioinsektisida (Yamamoto et al.,

1983)

Evaluasi toksisitas (uji bioassay) terhadap cairan kultivasi dilakukan

terhadap larva Aedes aegypti. Sampel cairan kultivasi sebanyak 1 ml dilakukan

serangkaian pengenceran. Sebanyak 10 ekor larva nyamuk Aedes aegypti

ditempatkan didalam cup yang berisi cairan kultivasi hasil pengenceran. Jumlah

larva nyamuk yang mati dihitung setelah 24 jam. LC50 (faktor pengenceran cairan

kultivasi yang menyebabkan 50% serangga uji mati) dihitung dengan

menggunakan program Probit Analysis. Pengukuran juga dilakukan terhadap

vektobac sebagai standar sehingga potensi (IU/mg) bioinsektisida dapat dihitung

dengan rumus :

)/(sampel LC50

standar LC50mgIUstamdarpotensixsampelPotensi

(Dulmage et al, 1990)

Page 68: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Lampiran 5. Prosedur Penentuan Jumlah Spora Hidup (Mummigati dan

Raghunathan 1990)

Sebanyak 1 ml larutan contoh dilakukan serangkain pengenceran dengan

menggunakan larutan garam fisiologis. Hasil dari pengenceran dilakukan rejatan

panas pada suhu 70 oC selama 15 menit. Sebanyak 50 µl cairan sampel diambil

untuk dicawankan pada medium agar (nutrien agar). Kemudian dilakukan

inkubasi pada suhu 30 oC selama 24 jam. Koloni yang terbentuk dilakukan

perhitungan untuk mendapatkan jumlah spora yang terbentuk.

Page 69: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Lampiran 6. Rekapitulasi Data pH Rata-Rata Selama Fermentasi (dua kali

ulangan)

Suhu 25 (-1) Suhu 30 (0) Suhu 35 (+1) Jam

ke- pH 5.5

(-1)

pH 8

(+1)

pH 6.75

(0)

pH 6.75

(0)

pH 5.5

(-1)

pH 8

(+1)

0 5.64±0.014 7.94±0.014 6.80±0.042 6.78±0.028 5.62±0.007 7.93±0.007

6 5.66±0.014 7.99±0.042 6.81±0.028 6.79±0.057 5.68±0.014 7.86±0.007

12 5.69±0.028 7.92±0.042 6.77±0.028 6.75±0.042 5.66±0.021 7.67±0.007

18 5.73±0.014 7.83±0.021 6.68±0.057 6.68±0.071 5.65±0.028 7.51±0.000

24 5.75±0.049 7.66±0.106 6.55±0.057 6.49±0.240 5.79±0.078 7.22±0.021

36 7.04±0.983 7.44±0.092 5.76±0.057 5.89±0.085 6.56±0.049 6.26±0.078

48 7.01±0.495 6.90±0.057 5.54±0.085 5.53±0.170 6.50±0.219 5.82±0.156

60 7.12±0.813 6.96±0.339 5.62±0.028 5.80±0.481 6.30±0.007 5.88±0.325

72 7.19±1.068 7.55±0.523 5.73±0.141 5.77±0.085 6.38±0.099 5.95±0.460

Page 70: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Lampiran 7. Rekapitulasi Data Bobot Kering Biomassa Rata-Rata Selama

Fermentasi (dua kali ulangan) (mg/ml)

Suhu 25 (-1) Suhu 30 (0) Suhu 35 (+1) Jam

ke- pH 5.5

(-1)

pH 8

(+1)

pH 6.75

(0)

pH 6.75

(0)

pH 5.5

(-1)

pH 8

(+1)

0 1.15±0.071 1.45±0.071 0.73±0.156 0.70±0.297 0.75±0.495 0.98±0.042

6 5.03±0.318 3.63±0.955 5.20±0.728 6.80±1.146 2.50±0.566 6.35±1.344

12 5.65±0.778 4.33±0.035 2.70±0.389 5.70±0.269 7.36±0.407 10.90±2.970

18 4.63±0.389 6.70±0.707 4.50±0.976 3.60±0.537 7.53±1.803 10.23±3.429

24 5.85±0.778 4.33±0.955 4.47±0.707 3.30±0.262 6.69±0.866 4.33±0.601

36 6.93±0.884 2.65±0.919 1.12±0.573 3.40±0.233 7.34±2.351 2.45±0.707

48 3.10±0.417 2.65±0.495 1.08±0.601 3.70±1.266 4.33±1.025 2.65±0.990

60 3.83±0.106 1.40±0.141 1.35±0.651 3.30±0.537 4.58±1.096 2.95±1.273

72 2.43±0.601 0.50±0.134 2.20±0.559 2.40±0.389 2.24±0.937 1.48±0.672

Page 71: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Lampiran 8. Rekapitulasi Data Substrat Sisa Selama Fermentasi (dua kali

ulangan) (g/l)

Suhu 25 (-1) Suhu 30 (0) Suhu 35 (+1) Jam

ke- pH 5.5

(-1)

pH 8

(+1)

pH 6.75

(0)

pH 6.75

(0)

pH 5.5

(-1)

pH 8

(+1)

0 15.00±2.687 16.18±0.711 15.43±1.259 15.39±1.683 19.68±2.588 19.60±2.305

6 14.03±2.008 17.75±2.623 16.43±1.103 14.18±2.376 17.18±1.457 15.50±0.863

12 16.32±0.919 16.57±2.048 15.57±1.287 9.75±0.509 13.14±0.820 14.35±0.962

18 13.78±1.245 14.32±1.269 12.39±1.485 10.25±1.556 14.50±1.966 10.50±1.513

24 14.39±1.344 13.78±0.925 12.60±1.499 11.57±2.291 12.18±1.061 11.53±1.994

36 9.03±1.541 10.50±1.059 13.14±0.820 11.68±1.895 13.18±0.594 7.32±1.259

48 2.14±0.820 2.25±0.682 11.71±2.263 12.53±0.806 13.10±1.131 3.82±0.424

60 2.39±1.640 3.43±2.423 11.25±0.665 11.14±1.146 7.82±1.541 2.53±0.820

72 1.43±0.467 1.18±0.218 9.18±1.754 5.25±0.820 4.82±1.556 2.32±1.075

Page 72: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Lampiran 9. Rekapitulasi Data Log Total Spora Hidup (VSC) Selama

Fermentasi (dua kali ulangan)

a. Hasil Pengamatan Jumlah Spora Hidup (VSC)

VSC (x 107 spora/ml) Suhu

(x1)

PH

(x2)

Kode

(x1)

Kode

(x2) Jam 24 Jam 48 Jam 72

25 5.5 -1 -1 1.567±0.212 4.733±2.027 12.767±2.428

25 8 -1 +1 1.933±0.047 7.000±3.771 7.533±1.791

30 6.75 0 0 1.667±0.336 2.200±1.457 3.133±0.471

30 6.75 0 0 2.333±0.235 9.133±3.461 1.800±0.771

35 5.5 +1 -1 0.867±0.094 1.100±0.306 0.533±0.189

35 8 +1 +1 0.200±0.047 4.433±2.428 0.900±0.401

b. Hasil Pengamatan Log Total Spora Hidup (Log VSC)

Log VSC (spora/ml) Suhu

(x1)

PH

(x2)

Kode

(x1)

Kode

(x2) Jam 24 Jam 48 Jam 72

25 5.5 -1 -1 7.187±0.119 7.576±0.431 8.090±0.169

25 8 -1 +1 7.286±0.021 7.656±0.615 7.851±0.215

30 6.75 0 0 7.222±0.103 7.342±0.437 7.496±0.170

30 6.75 0 0 7.368±0.097 7.961±1.170 7.255±0.086

35 5.5 +1 -1 6.933±0.095 7.005±0.256 6.665±0.337

35 8 +1 +1 6.275±0.213 7.448±0.633 6.845±0.455

Page 73: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Lampiran 10. Rekapitulasi Data Uji Aktivitas Bioinsektisida (bioassay)

A. Bioassay Hari ke-1 (jam ke-24)

Mortilitas (%) pada Berbagai Berbagai Konsentrasi

10-4 10

-5 Suhu

(x1)

PH

(x2)

Kode

(x1)

Kode

(x2)

Biomassa

(mg/ml) 10-1

10-2

10-3

5 3 2 1 7 5 4 3 1

25 5.5 -1 -1 5.85 100 100 100 - 70 - 50 - - - 30 -

25 8 -1 +1 4.33 100 100 100 - 80 - 70 - - - 40 20

30 6.75 0 0 4.47 100 100 100 100 - - 70 50 30 10 - -

30 6.75 0 0 3.30 100 100 100 100 - - 70 50 30 10 - -

35 5.5 +1 -1 6.69 100 100 100 100 70 50 10 - - - - -

35 8 +1 +1 4.33 100 100 100 90 70 50 30 - 10 - - -

Kontrol - - - - - - - - - - - -

B. Bioassay Hari ke-2 (jam ke-48)

Mortilitas (%) pada Berbagai Berbagai Konsentrasi

10-4

10-5

Suhu

(x1)

PH

(x2)

Kode

(x1)

Kode

(x2)

Biomassa

(mg/ml) 10-1

10-2

10-3

7 5 4 3 2 1 7 6 5 4 3 2 1

25 5.5 -1 -1 3.10 100 100 100 - - - - - 100 - - 80 - 60 - 40

25 8 -1 +1 2.65 100 100 100 - - - 100 - - - 60 - 40 - 20 -

30 6.75 0 0 1.08 100 100 100 - - - - - 90 60 - 40 - - - 20

30 6.75 0 0 3.70 100 100 100 - - - - - 90 60 - 40 - - - 20

35 5.5 +1 -1 4.32 100 100 100 - 90 60 - 40 10 - - - - - - -

35 8 +1 +1 2.65 100 100 100 80 60 - - 30 10 - - - - - - -

Kontrol - - - - - - - - - - - - - - - -

Page 74: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Lampiran 10. Rekapitulasi Data Uji Aktivitas Bioinsektisida (bioassay) (lanjutan)

C. Bioassay Hari ke-3 (jam ke-72)

Mortilitas (%) pada Berbagai Berbagai Konsentrasi

10-4 10

-5 Suhu

(x1)

PH

(x2)

Kode

(x1)

Kode

(x2)

Biomassa

(mg/ml) 10-1

10-2

10-3

5 3 1 6 5 4 3 2 1

25 5.5 -1 -1 2.42 100 100 100 - - 90 - - 70 - 50 30

25 8 -1 +1 0.50 100 100 100 - 80 - 50 - - 30 - -

30 6.75 0 0 2.20 100 100 100 90 - 80 50 30 - - - 20

30 6.75 0 0 2.40 100 100 100 90 - 80 50 30 - - - 20

35 5.5 +1 -1 2.24 100 100 100 80 70 - - 50 - 30 -

35 8 +1 +1 1.48 100 100 100 80 60 20 - 10 - - - -

Kontrol - - - - - - - - - - - -

Page 75: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Lampiran 11. Analisa Statistik laju Pertumbuhan maksimum

Kode koefisien untuk Variabel Independen

Faktor Ditambahkan oleh Pembagian oleh

X1 (suhu) 30 5

X2 (pH) 6.75 1.25

Permukaan respon untuk variable Y : Laju Pertumbuhan Maksimum

Rata-rata respon 0.273167

Root MSE 0.041012

R2 0.9532

Koef.variasi 15.0136

Hasil analisis ragam dari SAS pada hubungan regresi di respon

Regresi Derajat

bebas

Jumlah

kuadrat

R2 F-Ratio Prob>

F

Linier 2 0.004428 0.1232 1.316 0.5247

Kuadratik 1 0.021084 0.5867 12.535 0.1752

Hubungan antar faktor 1 0.008742 0.2433 5.198 0.2632

Total regresi 4 0.034255 0.9532 5.091 0.3195

Hasil analisa ragam dari SAS, pengaruh perlakuan (suhu dan pH) terhadap laju

pertumbuhan maksimum pada nilai T

Parameter Derajat

bebas

Pendugaan

parameter

Standar

deviasi

T pada H0

Parameter=0

Prob>

|T|

Pendugaan

dari data

berkode

Titik

potong

1 -2.848050 1.429691 -1.992 0.2962 0.357000

X1 1 0.257960 0.088168 2.926 0.2097 0.033250

X2 1 -0.225400 0.099787 -2.259 0.2653 -0.001250

X1 * X2 1 0.007480 0.003281 2.280 0.2632 0.046750

Hasil analisa ragam dari SAS, pengaruh perlakuan (suhu dan pH) terhadap laju

pertumbuhan maksimum pada nilai F

Parameter Derajat

bebas

Jumlah

kuadrat

(JK)

Kuadrat

tengah

(KT)

F-

ratio

Prob>F Beda nyata pada

tingkat

kepercayaan

(%)

X1 (suhu) 3 0.034249 0.011416 6.787 0.2733 86.34

X2 (pH) 2 0.008749 0.004374 2.601 0.4016 79.92

Page 76: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Lampiran 12. Analisa Statistik Biomassa maksimum

Kode koefisien untuk Variabel Independen

Faktor Ditambahkan oleh Pembagian oleh

X1 (suhu) 30 5

X2 (pH) 6.75 1.25

Permukaan respon untuk variable Y : Biomassa Maksimum

Rata-rata respon 4.915833

Root MSE 1.134906

R2 0.9024

Koef.variasi 23.0868

Hasil analisis ragam dari SAS pada hubungan regresi di respon

Regresi Derajat

bebas

Jumlah

kuadrat

R2 F-Ratio Prob>

F

Linier 2 1.510625 0.1144 0.586 0.6784

Kuadratik 1 3.510008 0.2659 2.725 0.3467

Hubungan antar faktor 1 6.890625 0.5220 5.350 0.2598

Total regresi 4 11.91126 0.9024 2.312 0.4533

Hasil analisa ragam dari SAS, pengaruh perlakuan (suhu dan pH) terhadap

biomassa maksimum pada nilai T

Parameter Derajat

bebas

Pendugaan

parameter

Standar

deviasi

T pada H0

Parameter=0

Prob>

|T|

Pendugaan

dari data

berkode

Titik

potong

1 -13.495000 39.56300 -0.341 0.7907 5.997500

X1 1 2.486500 2.439811 1.019 0.4940 0.050000

X2 1 -5.810000 2.761346 -2.104 0.2825 0.612500

X1 * X2 1 0.210000 0.090793 2.313 0.2598 1.312500

Hasil analisa ragam dari SAS, pengaruh perlakuan (suhu dan pH) terhadap

biomassa maksimum pada nilai F

Parameter Derajat

bebas

Jumlah

kuadrat

(JK)

Kuadrat

tengah

(KT)

F-

ratio

Prob>F Beda nyata

pada tingkat

kepercayaan

(%)

X1 (suhu) 3 10.410633 3.470211 2.694 0.4146 79.27

X2 (pH) 2 8.391250 4.195625 3.257 0.3648 81.76

Page 77: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Lampiran 13. Analisa Statistik Penggunaan Substrat

Kode koefisien untuk Variabel Independen

Faktor Ditambahkan oleh Pembagian oleh

X1 (suhu) 30 5

X2 (pH) 6.75 1.25

Permukaan respon untuk variable Y : Penggunaan Substrat

Rata-rata respon 75.541667

Root MSE 17.946370

R2 0.8387

Koef.variasi 23.7569

Hasil analisis ragam dari SAS pada hubungan regresi di respon

Regresi Derajat

bebas

Jumlah

kuadrat

R2 F-Ratio Prob>F

Linier 2 150.588050 0.0754 0.234 0.8255

Kuadratik 1 1497.450208 0.7498 4.649 0.2764

Hubungan antar faktor 1 27.092025 0.0136 0.0841 0.8203

Total regresi 4 1675.130283 0.8387 1.300 0.5700

Hasil analisa ragam dari SAS, pengaruh perlakuan (suhu dan pH) terhadap

penggunaan substrat pada nilai T

Parameter Derajat

bebas

Pendugaan

parameter

Standar

deviasi

T pada H0

Parameter=0

Prob>

|T|

Pendugaan

dari data

berkode

Titik

potong

1 1353.13450 625.61314 2.163 0.2757 53.200000

X1 1 -84.216200 38.580939 -2.183 0.2735 -4.877500

X2 1 -9.514000 43.665403 -0.218 0.8634 3.722500

X1 * X2 1 0.416400 1.435710 0.290 0.8203 2.602500

Hasil analisa ragam dari SAS, pengaruh perlakuan (suhu dan pH) terhadap

penggunaan substrat pada nilai F

Parameter Derajat

bebas

Jumlah

kuadrat (JK)

Kuadrat

tengah

(KT)

F-

ratio

Prob>F Beda nyata

pada tingkat

kepercayaan

(%)

X1 (suhu) 3 1619.702258 539.900753 1.676 0.5038 74.81

X2 (pH) 2 82.520050 41.260025 0.128 0.8922 55.39

Page 78: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Lampiran 14. Olahan Statistik Terhadap Jumlah Spora Hidup

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: VSC

6.338a 14 .453 3.935 .006

1472.551 1 1472.551 12799.079 .000

3.339 1 3.339 29.024 .000

1.446E-03 1 1.446E-03 .013 .912

1.234 2 .617 5.363 .017

1.559 9 .173 1.506 .232

1.726 15 .115

1596.211 30

8.064 29

Source

Corrected Model

Intercept

SUHU

PH

WAKTU

SUHU * PH * WAKTU

Error

Total

Corrected Total

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .786 (Adjusted R Squared = .586)a.

VSC

Duncana,b,c

12 6.8616512

6 7.4406928

12 7.6076702

1.000 .313

SUHU

suhu 35

suhu 30

suhu 25

Sig.

N 1 2

Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = .115.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.a.

The group sizes are unequal. The harmonic mean

of the group sizes is used. Type I error levels are

not guaranteed.

b.

Alpha = .05.c.

VSC

Duncana,b

10 6.9951860

10 7.3650955

10 7.4673198

1.000 .511

WAKTU

hari 1

hari 3

hari 2

Sig.

N 1 2

Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = .115.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000.a.

Alpha = .05.b.

Page 79: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Lampiran 15. Olahan Statistik Terhadap Aktivitas Bioinsektisida (LC50)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: LC50

4.803a 14 .343 10.180 .000

3.491 1 3.491 103.597 .000

1.921 1 1.921 57.003 .000

.134 1 .134 3.962 .065

1.219 2 .609 18.084 .000

1.143 9 .127 3.769 .012

.506 15 3.370E-02

9.840 30

5.309 29

Source

Corrected Model

Intercept

SUHU

PH

WAKTU

SUHU * PH * WAKTU

Error

Total

Corrected Total

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .905 (Adjusted R Squared = .816)a.

LC50

Duncana,b,c

6 .1617

12 .1625

12 .7283

.992 1.000

SUHU

suhu 30

suhu 25

suhu 35

Sig.

N 1 2

Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 3.370E-02.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.a.

The group sizes are unequal. The harmonic mean

of the group sizes is used. Type I error levels are

not guaranteed.

b.

Alpha = .05.c.

LC50

Duncana,b

10 .1230

10 .4320

10 .6110

1.000 1.000 1.000

WAKTU

hari 3

hari 2

hari 1

Sig.

N 1 2 3

Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 3.370E-02.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000.a.

Alpha = .05.b.

Page 80: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Lampiran 16. Analisa Statistik Aktivitas Bioinsektisida (Potensi Produk)

Kode koefisien untuk Variabel Independen

Faktor Ditambahkan oleh Pembagian oleh

X1 (suhu) 30 5

X2 (pH) 6.75 1.25

Permukaan respon untuk variable Y : Potensi Bioinsektisida

Rata-rata respon 12212

Root MSE 516.895057

R2 0.9991

Koef.variasi 4.2327

Hasil analisis ragam dari SAS pada hubungan regresi di respon

Regresi Derajat

bebas

Jumlah

kuadrat

R2 F-Ratio Prob>

F

Linier 2 232666226 0.7571 435.4 0.0339

Kuadratik 1 43282008 0.1408 162.0 0.0499

Hubungan antar faktor 1 31114084 0.1012 116.5 0.0588

Total regresi 4 307062318 0.9991 287.3 0.0442

Hasil analisa ragam dari SAS, pengaruh perlakuan (suhu dan pH) terhadap

potensi bioinsektisida pada nilai T

Paramet

er

Derajat

bebas

Pendugaan

parameter

Standar

deviasi

T pada H0

Parameter=

0

Prob>

|T|

Pendugaan

dari data

berkode

Titik

potong

1 170887 18019 9.484 0.0669 8413.5

X1 1 -12185 1111.21618 -10.966 0.0579+ -7617.5

X2 1 13088 1257.65996 10.406 0.0610+ -374.5

X1 * X2 1 -446.24 41.351605 -10.791 0.0588+ -2789

Ket. += beda nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen

Hasil analisa ragam dari SAS, pengaruh perlakuan (suhu dan pH) terhadap

potensi bioinsektisida pada nilai F

Parameter Derajat

bebas

Jumlah

kuadrat

(JK)

Kuadrat

tengah

(KT)

F-ratio Prob>F Beda nyata

pada tingkat

kepercayaan

(%)

X1 (suhu) 3 306501317 102167106 382.4 0.0376 98.12

X2 (pH) 2 31675085 15837543 59.277 0.0915 95.43

Page 81: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

=

Lampiran 17. Penghitungan Susunan Medium fermentasi

Susunan medium fermentasi didasarkan pada hasil toksisitas tertinggi

penelitian Wicaksono (2002) dengan substrat onggok tapioka. Konsentrasi

onggok tapioka yang digunakan sebesar 20 gram/liter.

Hasil analisa total karbon dan nitrogen di dalam onggok tapioka dan urea

Kadar (persen) No

Komponen

Onggok tapioka Urea

1 Karbon (C) 40,43 20

2 Nitrogen (N) 0,143 45,2

Fermentasi dilakukan di dalam erlenmeyer 500 ml yang diisi 150 ml

medium fermentasi. Untuk membuat medium fermentasi dengan volume 150 ml,

diperlukan onggok tapioka sebanyak 3 gram. Berikut perhitungan total C dan total

N pada substrat onggok tapioka dan urea pada formula medium fermentasi dengan

volume 150 ml :

Total C = total C pada onggok tapioka + total C pada urea

= (3 gram x 40,43 %) + (gram urea x 20 %)

= 1,2129 gram + (gram urea x 0,2)

Total N = total N pada onggok tapioka + total N pada urea

= (3 gram x 0,143) x (gram urea x 45,2 %)

= (4,29 x 10-3) gram + (gram urea x 0,452)

Nisbah C/N = 7/1, sehingga :

1

7

Ntotal

Ctotal total N =

7

1 * total C

7

1(1,2129 gram + (0,2 x gram urea)) = (4,29 x 10

-3) gram + (0,452 x gram urea)

0,173 gram + (0,0285 x gram urea) = (4,29 x 10-3) gram + (0,452 x gram urea)

0,1687 gram = 0,4234 x gram urea

Urea = (0,1687/0,4234) gram

= 0,398 gram

Jadi formula onggok tapioka dan urea di dalam 150 ml medium fermentasi adalah

3 gram onggok tapioka dan 0,398 gram urea.

Page 82: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Lampiran 18. Contoh Penghitungan Laju Pertumbuhan

Pada perlakuan suhu 25 oC dan pH 5.5

Sampel

Waktu Ulangan

1 Ulangan

2 Rata-rata

Ln Xt–Ln X0

(dx) µ= dx/dt

0 1.20 1.10 1.150 - -

6 5.25 4.80 5.025 1.476 0.246

12 5.10 6.20 5.650 1.592 0.133

18 4.90 4.35 4.625 1.393 0.077

24 6.40 5.30 5.850 1.627 0.068

36 7.55 6.30 6.925 1.795 0.050

48 4.50 1.70 3.100 0.992 0.021

60 3.90 3.75 3.825 1.203 0.020

72 3.85 1.00 2.425 0.744 0.010

Laju pertumbuhan maksimum (µ-maks).

xt = xo µte

dimana, xo = konsentrasi biomassa awal (g/l)

xt = konsentrasi biomassa setelah waktu t (g/l)

t = waktu inkubasi (jam)

µ = laju pertumbuhan spesifik (jam-1)

Dalam logaritma, persamaan diatas menjadi :

ln xt = ln xo + µt

Berdasarkan persamaan diatas, hubungan antara konsentrasi biomassa terhadap

waktu merupakan garis lurus dengan µ sebagai ”Slope”.

y = 0.2459x - 0.2459

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0 6waktu (jam)

dx

/dt

µ maks = 0,246 (jam-1)

Page 83: KAJIAN PENGARUH pH DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI

Lampiran 19. Larva nyamuk Aedes aegypti yang digunakan untuk pengujian

Bioassay

Larva nyamuk Aedes aegypti instar 3

Lampiran 20. Spora dan Kristal Protein Bacillus thuringiensis subsp.

israelensis

kristal protein

spora